Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 3


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 3


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   Siapa berani mencabut gigi dimulut harimau, merebut benda yang telah diincar oleh Sian nio kematianlah hadiahnya.   Dalam pada itulah terdengar sigadis baju putih mendadak berseru lantang.   "Kawan2 dari Bwe hwa hwe, perhatikan! Sampaikan kepada ketua kalian, bahwa tipu muslihat kalian gagal total, cara bekerja mencuri kelintingan menutupi telinga adalah menipu diri sendiri dan sangat menggelikan."   Karena dikorek borok dan akal liciknya, It tjian toan hun Tjiu Eng lian bersama para kerabatnya dari Bwe hwa hwe merah jengah dan malu luar biasa, sikapnya kikuk dan serba runyam.   Keempat gadis baju hijau itu segera memikul tandu dan tinggal pergi dengan cepat bagai terbang, sedang buntalan yang diperebutkan tadi masih tetap berada diatas tanah dan tiada orang yang mau menyentuhnya lagi.   Sebelum pergi sepasang bola jeli sigadis baju putih melirik kearah Go Bing sambil unjuk senyum menggiurkan, namun hati Go Bing tetap membeku bagai tak berperasaan, dalam hati ia tengah membatin.   "bahwasannya Pek hoat sian nio siang2 sudah tahu kalau peang berdarah itu adalah palsu, mengapa ia datang dan unjukan diri juga, malah sekaligus ia bunuh juga Tang hay hi hu dan Im Hong Lokoay?" ~ Lalu apa pula tujuan Bwe hwa hwe memancing dengan pedang darah palsu untuk menimbulkan perebutan dan pertempuran yang menimbulkan banyak korban ini? Siapa pula sipembunuh yang menurunkan tangan jahatnya kepada Siang siau moay dan Li Bun siang? Mendadak teringatlah sebuah persoalan lainnya, tanpa merasa ia tertawa geli sendiri. Hanya percaya pada sedikit cerita Siang Siau hun yang kurang jelas itu lantas dirinya bertindak serampangan menganggap buntalan kain ini adalah benda yang dititipkan kepada mereka itu, benar2 terlalu ceroboh dan semberono. Pendapat Pek hoat sian nio ternyata sangat tepat dan persis benar dengan uraian si orang berkedok, racun utara Tang bun Lu ayah beranak tidak mungkin turunkan tangan jahatnya, akan tetapi racun tanpa bayangan itu hanya terdapat dari satu aliran ini tanpa ada cabang atau orang lain yang pandai menggunakan hal inilah yang menjadi teka teki dan susah dipecahkan. Go Bing berdri melongo tenggelam dalam pikirannya, tidak diketahuinya bahwa semua hadirin sudah menghilang tanpa kelihatan bayangannya lagi, lalu timbullah suatu keingin aneh dalam benaknya, meski benda ini palsu mengapa aku tidak coba membuka dan memeriksanya maka segera ia membungkuk membuka buntalan kain itu, kiranya yang terbungkus itu sebuah kotak kayu gepeng sepanjang satu kaki lebih, perlahan2 dibukanya tutup kotak itu ternyata didalamnya terletak sebilah pedang kecil panjang satu kaki selain gagaknya panjang batang pedang kecil itu tidak lebih dari enam dim. Hati2 dilolosnya pedang kecil itu dari sarungnya seketika secarik sinar merah marong memancar keluar menembus ketengah udara, pada saat itu juga terdengar seorang berseru kejut dibelakangnya, cepat2 Go Bing memasukkan kembali pedang kedalam sarungnya lalu perlahan2 memutar tubuh, kiranya siorang berkedoklah yang berseru kaget tadi.   "Saudara kecil, mari kita bicara dalam hutan?"   Dengan rasa heran dan tak habis mengerti Go Bing memandang bayangan si orang berkedok, setelah menjemput kain buntalan itu diapun mengikuti jejak orang masuk kedalam rimba.   "Saudara kecil, keadaan ini sangat ganjil dan perlu disangsikan."   "Mengapa?"   "Mungkin pedang berdarah ini adalah tulen!"   "Apa benar? kurasa tak mungkin, bahkan Pek hoat sian nio juga mengatakan bahwa benda ini adalah palsu, sampaipun para tokoh2 lihai dari Bwe hoa hwepun tinggal pergi tanpa ambil perhatian lagi, bagaimana bisa."   "Justeru disitulah sebab musabab keganjilan itu"   "Aku tidak habis mengerti."   "Kalau pedang ini palsu mana bisa memancarkan sinar terang yang merah marong itu, harus kau ingin Hiat Kiam merupakan benda keramat yang berharga siapapun belum pernah ada yang melihat, tulen atau palsu susah dibedakan, lebih baik jangan kau buang, simpanlah untuk sementara waktu, siapa tahu kelak ada gunanya."   Tawar2 Go Bing mengiyakan, ucapan siorang berkedok tidak masuk dalam perhatiannya, tapi akhirnya ia masukkan pedang berdarah itu kedalam kotak dan dibungkus lagi lalu disimpan dalam bajunya.   "Banyak kejadian didunia ini sukar dijelaskan dengan alam pikiran yang sehat, untuk kedua kalinya pedang berdarah muncul dipuncak Tian tjong san terjatuh ditangan Tang mo (iblis timur), cara bagaimana sampai terjatuh ketangan Mosan ji kui tidak dapat diketahui, pendek kata segala kemungkinan bisa terjadi!"   Demikian kata si orang berkedok.   "Akan tetapi dimana letak keanehan dan betapa tinggi harga pedang berdarah ini?"         Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / "Mana dapat diketahui, menurut kabarnya bila siapa dapat memiliki pedang berdarah lantas dapat menemukan se   Jilid kitab pelajaran silat yang tiada taranya, setelah dapat melatih sempurna akan tiada lawannya diseluruh dunia." -oo0dw0oo-   Jilid 2 5.   S1APAKAH AKU INI? Go Bing semakin bingung dan pepat pikiran, berbagai peristiwa yang beruntun terjadi ini benar2 merupakan teka- teki yang susah dipecahkan olehnya.   Teringatlah akan tugas yang dibebankan oleh Suhunya, jaitu harus memenggal ke- pala Tiang-un Suseng, kenyataan bahwa Tiang-un Suseng sekarang sudah mati, maka ia harus segera kembali melaporkan hal ini dan minta petunjuk sang guru selanjutnya.   Tentang kematian Siang Siau-moay dan Li Bun-siang terpaksa ia harus menunda sementara waktu, biar kelak dilanjutkan lagi penyelidikan ini pada lain kesempatan.   Karena pikirannya ini segera ia berkata kepada siorang berkedok.   "Siaute masih banyak urusan yang harus dikerja-kan, terpaksa kita harus berpisah untuk sementara waktu!"   Dengan rasa berat siorang berkedok berkata.   "Apakah memerlukan tenagaku untuk membantu?"   "Terima kasih, rasanya tidak perlu!"   "Ya, kuharap tidak lama lagi kita dapat bertemu pula!"   Sekali melompat tinggi Go Bing melesat keluar dari dalam rimba terus berlari kembali mengikuti jalan besar.   Hari kedua tibalah dia digua tempat kediaman Gurunya, waktu memasuki gua tiada terdengar bentakan gurunya yang sudah kebiasaan itu, hatinya berdetak tidak tenteram, langkahnya dipercepat memburu masuk, terlihat gurunya tengah duduk menggelendot dinding, mata tunggalnya sudah kehilangan sinar murni yang biasa menjedot semangat orang.   "Kau sudah kembali?"   Suaranya kedengaran sangat lelah. Go Bing menyahut hampa.   "Kau. bagaimana kau orang tua?"   "Aku sudah tak kuat lagi, kau kebetulan kedatanganmu ini."   "Apa, apa kau mengalami sesuatu?"   "Bagaimana tugasmu? "   "Tiang-un Suseng sudah mati bunuh diri."   "Bunuh diri, mana batok kepalanya?"   "Murid. eh, aku hanya melihat kuburannya."   Mata tunggal Sia-sin Kho Jiang membelalak besar, serunya tergetar .   "Darimana kau ketahui bahwa dia mati bu-nuh diri?"   "Kebetulan kujumpai seorang sahabatnya yang sembahyang dikuburannya, dari mulutnyalah kuketahui."   "Hm, kepandaian dan kecerdikan Tiang-un Suseng merupakan pentolan diantara sepuluh kawannya, Bunuh diri? Apa kau melihat sendiri jenazahnya?"   Go Bing menggeleng kepalanya.   "Kau harus mengeduk kuburannya untuk mengetahui kebenarannya. Kematian Ci Khong sigundul itu, cukup membuat para kurcaci ini waspada, mereka tidak akan sayang menggunakan segala akal muslihat demi keselamatan jiwa-nya sendiri. Siaucu, dulu waktu Lohu dicelakai sebelumnya telah keracunan oleh mereka, untung mengandal Sian-thian-sin- kang aku masih dapat melindungi nadi jantungku, sehingga tidak segera mati. Sekarang racun itu sudah luber dan menjalar semakin dalam, Lohu sudah tidak lama dapat hidup lagi."   Rambut dan jenggot Sia-sin Kho Jiang ber-gerak2, dia tengah paksakan diri unjuk bicara, tangannya bergoyang cepat, katanya.   "Dengar kataku, dua puluh tahun yang lalu dipuncak Sin-li-hong (puncak dewi suci) digunung Bu-san, aku disergap oleh tujuh orang diantara "Bui lim-sip-yu"   Yang kenamaan didunia persilatan.   Dalam pertempuran itulah baru kuketahui bahwa sebelumnya aku telah dibokong, tubuhku terkena racun yang amat berbisa kepandaianku sudah susut separoh lebih, untung saat itu aku dapat melindungi nadi dan jalan darah terpenting menggunakan Kiu yang-sin-kang, untuk sementara aku dapat mencegah racun itu supaya tidak menjalar karena aku hanya bertempur seru."   Mendengar sampai disini, saking tegang jantung Go Bing berdetak cepat darahpun bergolak dalam tubuhnya. Berhenti sejenak lalu Sia-sin Kho Jiang melanjutkan ceritanya lagi.   "Betapa gusar dan benci Lohu waktu itu maka sewaktu turun tangan akupun tidak kepalang tanggung lagi, sekaligus kulukai lima diantara mereka, tapi karena tubuh keracunan tenaga murni susah dikerahkan lagi, maka aku mandah dikorek sebuah mataku dan dikutungi kedua kakiku terus dibuang kedalam jurang dipuncak Dewi suci."   Sepasang mata Go Bing- merah membara beringas. napaspun memburu cepat. Setelah napasnya yang memburu tenang kembali, Sia-sin kho Jiang melanjutkan lagi.   "Untung Tuhan maha pengasih jiwa Lohu belum tiba ajal, aku tersangkut diatas pohon2 jalar dan tertolong oleh seorang penebang kayu, setelah susah payah secara sembunyi2 aku menyingkir dan mengumpet di jurang Tiam-cong-san ini. Teringat olehku akan keadaan pertempuran hari itu baru aku insaf bahwa biang keladi semua peristiwa ini kiranya adalah Suhengmu Loh Cu-gi itu, tidak kau jangan pandang dia sebagai Suheng, kau belum resmi menjadi muridku. Binatang rendah itu waktu itu juga turut hadir, namun dia hanya menggendong tangan menonton saja"   "Loh Cu-gi?"   "Ya, Benar, apa kau pernah dengar jejaknya di kalangan Kangouw"   "Konon empat belas tahun yang lalu setelah dia merebut kedudukan tokoh silat nomor satu dari seluruh jagad ini terus menghilang tanpa meninggalkan jejak".   "Kau harus cari dia sampai ketemu, dan bunuh serta cacah hancur tubuhnya."   "Baik, pasti akan kulakukan."   "Oleh karena itulah, dulu Lohu bersumpah untuk tidak terima murid lagi seumur hidup. Selain Ci Khong Hwesio, Tiang-un Suseng, masih ada lima kurcaci lainnya "   "Siapakah kelima kurcaci itu?"   "Lo-san-siang-kiam. Leng Hun seng ciangbunjin Ceng-sengpay, Ngo-ouw Pangcu Coh Pin dan Goan Hi dari Siau-lim".   "Akan selalu kuingat kelima kurcaci ini!"   Geram Go Bing. Sejenak Sia-sin Kho Jiang pejamkan mata untuk istirahat, lalu katanya lagi.   "Siaucu, latihan kiau-yang-sin-kang mu baru mencapai tingkat keempat, pasti kau bukan tandingan Loh Cu- gi murid durhaka itu"   "Dia sudah melatih sampai tingkat keberapa?"   "Mungkin sudah sampai tingkat kesepuluh!"   Go Bing melonjak kaget, serunya.   "Tingkat kesepuluh Bukankah lebih tinggi dua tingkat dari kau orang tua sendiri?"   "Latihan bajingan durhaka itu sebenarnya sudah men-capai tingkat keenam, setelah aku celaka, dia mencuri se   Jilid Kiu      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / yang-cin-keng dan sebutir Kiu-coan-hoan-yang cau-ko yang kuperoleh secara kebetulan"   Suma Bing tertegun heran memandangi wajah Suhunya, dia belum pernah dengar perihal Kiu-coan-hoan-yang-cau ko segala. Setelah istirahat sekian lamanya, Sia-sin Kho Jiang ber kata lagi.   "Sebutir Kiu-coan-hoan-yang-cau-ko kiranya cukup membantu untuk melatih Kiu-yang-sin-kang sampai tingkat kesepuluh. Di seluruh jagad pada saat ini mungkin tiada seorangpun yang kuat melawannya, agaknya Lohu harus membawa dendam nestapa ini kealam baka!"   Kata Suma Bing penuh haru dan sedih.   "Apa benar2 tiada tandingan di seluruh jagad?"   "Ada, selain."   "Selain apa?"   "Kecuali mendapat.ai, tidak mungkin, angan kosong belaka."   "Cobalah kau terangkan!"   "Hiat-kiam Mo-hoa!"   Kedua mata Suma Bing memancarkan sinar aneh, kata-nya gemetar.   "Hiat-kiam Mo-hoa?"   "Benar carilah Pedang berdarah dan Bunga Iblis. Dua benda mestika di Bu-lim, bila siapa mendapatkannya dapat melatih suatu ilmu silat tiada taranya di seluruh kolong langit ini."   "Pedang berdarah."   "Bagaimana?"   "Tanpa sengaja aku mendapatkan sebilah pedang, namun entah tulen atau palsu!" "Mata tunggal Sia-sin membelalak bundar besar, bibirnya tergetar sampai sekian lamanya baru tercetus perkataannya.   "Coba kulihat"   Lekas2 Go Bing merogoh kantong mengeluarkan pedang berdarah itu, dengan kedua tangannya ia angsurkan kehadapan Suhunya.   Cepat2 Sia-sin Kho Jiang menyambut dan terus melolosnya keluar, seketika sinar merah marong mencorong keluar menyilaukan mata dan menerangi seluruh Ruangan.   "Siaucu, ambil secawan air."   Sebentar Go Bing memandang Suhunya penuh kecurigaan lalu berlari mengambil secawan air. Sia-sin merendam ujung pedang kedalam air dan tak lama kemudian lantas membantingnya diatas tanah, serunya.   "Palsu!"   "Palsu? Darimana kau orang tua berani memastikan "Pedang berdarah yang tulen direndam dalam air bisa berobah menjadi darah, itu berarti kalau pedang berdarah Itu tulen maka air dalam cawan itu segera berobah menjadi darah!"   "O, direndam menjadi darah!"   "Siaucu.kau harus mendapatkan Pedang berdarah dan bunga iblis bunuh "   Tubuh Sia Sin Kho Jiang yang renta loyo semampai didinding batu.   "Suhu, kau."   "Siaucu, sesudah kau menyelesaikan tugas yang belum terlaksana itu kau boleh kuijinkan menjadi muridku."   Go Bing maju memayang tubuh Suhunya yang sudah lebih lunglai, tak tertahan air mata membanjir keluar, siorang tua aneh yang membesarkan dirinya ini agaknya sudah kehabisan tenaga seumpama pelita kehabisan minyak atau pohon yang sudah keropos tinggal menunggu waktu saja.   Lam-sia salah seorang tokoh yang terkenal lihay kepandaiannya dan aneh sifatnya, akan mengakhiri hidupnya yang telah menggemparkan dunia secara diam2! "Suhu.   eh tidak dapatkah kau orang tua menceritakan sedikit perihal asal usulku?"   Terbangun semangat Sia-sin. dengan susah payah ia berkata.   "Sudah tentu Lohu harus memberi tahu kepadamu. Lima belas tahun yang lalu, diluar gua kudengar dipuncak bukit terdengar suara pertempuran yang gegap gumpita, dua jam kemudian kau melayang jatuh dari puncak bukit itu, dan kebetulan dapat Lohu-tangkap hanya kebetulan saja, atau mungkin kau sudah hancur lebur terjatuh diatas batu2 gunung itu. Kau saat itu mungkin tidak lebih berumur tiga tahun, napasmu sudah berhenti, untung nadi jantungmu masih belum putus, tulang igapun patah lima seluruh urat nadi tergetar putus."   Tubuh Go Bing terasa membeku, giginya berkereotan saling beradu.   "Didepan dadamu masih terdapat sebuah luka lagi, terpaut setengah dim menembus jantung. Selamanya Lohu tidak percaya akan adanya nasib, itu hanya kebetulan saja, kebetulan! Terkecuali ilmu Kiu-yang-sin-kang Lohu, seluruh jagad ini tiada seorangpun yang dapat menarik kembali nyawamu yang sudah dipinggir jurang kematian."   Go Bing semakin tenggelam dalam lamunannya. Teringat olehnya akan cerita tentang perihal pedang berdarah. Menurut cerita siorang berkedok; lima belas tahun yang lalu "Hiat-kiam"   Muncul lagi didunia persilatan untuk ketigakalinya.   pemiliknya adalah Su-hey-yu-hiap Suma Hong suami-isteri.   Lantas terjadilah pertempuran besar2an dipuncak kepala harimau digunung Tiam-coang-san, dibawah kepungan dan keroyokkan beratus gembong2 silat dari aliran putih dan hitam, Suma Hong suami-istri bersama anaknya yang baru berumur tiga tahun semua mati mengenaskan! Waktu dan alamat peristiwa itu semuanya cocok satu sama lain, apa tidak mungkin kalau dirinya ini adalah titisan anak kecil itu? Ja, takkan salah lagi pasti aku inilah anak yang dilempar kedalam jurang dan secara kebetulan telah ditolong oleh Suhu.   Itu berarti bahwa dirinya adalah keturunan Suma Hong, jadi ia harus she Suma juga.   Terbayanglah mayat bergelimang diantara merah darah yang susah dikenal lagi didepan matanya.   Ayahnya Su-hay-yu-hiap Suma Hong dan ibunya San-hoat-li Ong Fang-Ian bertempur mati2an sampai titik darah penghabisan dikepung sekian banyak tokoh silat, akhirnya menemui ajal dan pe-dang berdarahpun direbut orang.   "Pedang berdarah"   Sudah seharusnya menjadi milik warisan orang tuanya, seumpama harus mengorbankan jiwanyapun harus kurebut kembali.   "Bunuh! Biar darah mengalir, biar jiwa melayang tapi jiwa para pengerojok itupun harus dicabut."   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lama dan lama sekali ia berteriak2 histeris bagai orang gila.   Sebuah helaan napas berat memulihkan kesadarannya, waktu ia menunduk hampir2 ia jatuh kelengar saking kaget sebab Suhunya atau berarti juga penolong jiwanya, sudah berhenti bernapas, kepalanya terkulai didepan dadanya.   ia meninggal dalam pelukannya!.   Lama dan lama sekali seakan dia kehilangan perasaan, kedua matanya kuju dan redup memandang ke Iangit2 gua.   Saking bersedih dia tidak bisa menangis juga tidak mengalirkan air mata, Sungguh mengenaskan kematiannya ini, namun lebih sengsara dengan penderitaan hidupnya ini.   Dari terang keadaan dalam gua menjadi gelap, dan dari gelap menjadi terang lagi.   Itulah pagi hari pada hari kedua.   Kedua matanya penuh tergenang air darah, terbayang suatu pikiran menggila dalam benaknya; Bunuh, ja, bunuh! Diangkatnya jenazah Suhunya lalu diletakkan di tengah2 gua lalu dia berlutut dan berdoa.   "Suhu, sewaktu kau hidup kau melarang aku menganggapmu sebagai guru, namun hakekatnya aku adalah muridmu. Sekarang aku akan memanggilmu demikian, budi mengasuh aku hingga besar selama lima belas tahun, muridmu bersumpah akan memberantas habis mereka itu untuk membalas budimu, Suhu, istirahatlah dengan tenang, harap dialam baka kau mendapat tahu dan melihat muridmu pasti akan melaksanakan tugas dan angan2mu yang belum selesai itu."   Baru sekarang dia bisa menangis ter-gerung2, hingga lama sekali baru ia menghentikan tangisnya, sekali lagi dipandangnya jenazah Suhunya, dengan rasa pedih dan berat terpaksa ia tinggal keluar dan menutup mulut gua dengan batu2 besar dan rumput2 kering untuk menutupi jejak.   Setelah itu dikembangkannya ilmu ringan tubuhnya yang hebat berlarian cepat menuju kepuncak Hou-thau-hong.   Tampak olehnya di mana2 diatas tanah berserakan tulang2 manusia yang tidak lengkap, rumput liarpun sudah tumbuh tinggi.   Kedua matanya mengembeng air mata, karena di antara sekian banyak tulang2 itu ada kerangka ayah- bundanya.   Tapi cara bagaimana dirinya dapat mengenali? Rasa dendam dan benci sudah mencekam dalam hatinya.   Akhirnya terpaksa ia turun gunung, sepanjang jalan dia sudah mengatur segala rencana untuk melaksanakan sumpahnya itu.   Nama2 para musuh yang ikut menganiaya Suhunya sudah tercatat dan dapat dihitung, tidaklah sukar untuk melak- sanakan tugasnya itu menurut catatan itu.   Terutama si durjana yang harus dicarinya adalah Suhengnya Loh Cu-gi yang telah menghianati perguruan dan perancang segala; peristiwa penganiayaan itu, konon setelah merebut simbol sebagai jago nomor satu di seluruh jagad ini ia menghilang sejak empat belas tahun yang lalu, terpaksa dia harus perlahan2 dan sabar serta tahan uji untuk mencari jejaknya.   Bersama itu teringat olehnya ucapan gurunya sebelum ajal bahwa Loh Cu-gi telah mencuri se   Jilid buku Kiu-yang-sin-kang dan sebutir Kiu-coan-hoan-yang-cau-ko yang susah dicari keduanya.   Ilmu Kiu-yang-sin-kang itu mungkin sudah dilatihnya sampai pada tingkat kesepuluh, masih lebih tinggi dua tingkat dibanding Suhunya, sudah tentu dirinya bukan tandingan orang.   Benar, kecuali memiliki Pedang berdarah dan Bunga iblis, tapi apakah itu mungkin bisa terjadi! Konon Hiat-kiam berada ditangan iblis timur cara ba-gaimana bisa beralih ditangan Mo-san-ji-kui? Susah diduga.   Berapa banyak musuh2 besarnya termasuk yang turut ber- tempur di puncak Hou-thau-hong digunung Tiam-cong-san pada lima belas tahun yang lalu, yang terang "iblis timur"   Adalah salah seorang dari mereka itu, kalau dapat menemukan Iblis timur pasti dapat mengejar jejak musuh2 besar lainnya.   Teringat akan Tang mo, dingin dan bekulah hati Go Bing, nama iblis ini sejajar dengan Suhunya Lam-sia, betapa tinggi kepandaiannya dapatlah dibayangkan.   Sekarang tugas utama yang harus diselesaikannya yaitu membuktikan apa benar Tiang-un Suseng sudah mati atau hanya pura2 mati.   Tidak perlu disangsikan, karena kematian Ci Khong, begitu mendengar berita ini para kawan2nya yang ikut dalam pengeroyokan dulu itu pasti sudah melarikan diri atau sudah pura2 meninggal dunia.   Selama satu hari satu malam melakukan perjalanan, akhirnya ia sampai juga didepan kuburan Tiang-un Suseng.   Sejenak ia ragu2, achirnya diangkat juga tangannya perIahan2 hendak dibongkarnya kuburan dihadapannya ini untuk membuktikan kecurigaan hatinya, di saat ia mengerahkan tenaga dan hendak menghantamkan tangannya itulah tiba2 terdengar bentakan nyaring.   "Perbuatan tuan ini terlalu keji."   Sungguh kejutnya bukan kepalang, memang luar biasa bahwa ada orang menggeremet tiba disampingnya tanpa diketahuinya.   Terpaksa ia tarik pulang tangannya dan membalik tubuh secepat kilat, waktu ia angkat kepala memandang kedepan tanpa merasa dia berdiri melongo.   Karena orang yang buka suara tak lain tak bukan adalah gadis baju putih murid Pek-hoat-sian-nio itu.   Bahwa sigadis baju putih ini mendadak muncul disitu benar2 diluar dugaannya.   "Apa tuan hendak membongkar kuburan dan menghancurkan jenazah?"   "Membongkar kuburan memang benar, tapi belum tentu menghancurkan jenazah!"   "Mengapa?"   "Untuk membuktikan kebenaran orang dalam liang kubur itu."   "Inilah aneh, masa orang mati ada tulen atau palsu?"   "Itu kan urusanku sendiri!"   "Apakah tuan bermusuhan dengan Tiang-un Suseng?"   "Benar, memangnya kenapa?"   "Orangnya mati permusuhanpun ludas, bukankah perbuatan tuan ini keterlaluan?"   "Itu bukan urusan nona"   Bola mata sigadis berputar lalu mengunjuk senyum manis, ujarnya.   "Tak perlu memperpanjang urusan ini, aku.aku bernama Ting Hoan, bolehkah aku mengetahui nama tuan yang besar?"   Bahwa tanpa diminta sigadis baju putih ini langsung memperkenalkan diri membuat dia melengak heran, hatinya membatin.   Sekarang asal usulku sudah terang namun aku punya she tak punya nama, untuk mengenang guru tercinta baiklah aku mengambil nama pemberian Suhu jaitu Go Bing dipetik huruf Bingnya.   Maka lantas sahutnya dingin.   "Aku yang rendah Suma Bing."   "Suma Bing?"   "Apa saudara pasti harus membongkar kuburan ini?"   "Terpaksa harus kulakukan."   "Selama hidup Tiang-un Suseng Poh Jiang banyak melakukan kebaikan dan banyak menanam budi terhadap kalangan tertindas, sebenarnya ada permusuhan besar apakah dengan saudara?"   "Untuk hal ini lebih baik nona Ting jangan banyak tanya."   "Tapi aku juga harus mengetahui?"   Berobah wajah Suma Bing (Go Bing sudah merobah na-ma aslinya) desaknya.   "Lalu apa maksud nona Ting?"   Ting Hoan sigadis baju putih membasut rambut dikeningnya yang terhembus angin seraya berkata.   "Sebab Tian un Suseng berhubungan erat dengan perguruanku."   "Hubungan apa, itu?"   "Untuk hal itu kaupun tidak perlu mengetahui."   Suara Suma Bing semakin kaku ketus.   "Kalau aku tetap harus melakukannya?"   Ting Hoan menarik muka wajahnya berobah mengelam. "Suma Bing, ada salah apa jenazah itu terhadap kau, mengapa harus kau bongkar kuburannya, kecuali."   "Bagaimana?"   "Kecuali aku sudah kehilangan tenaga untuk merintangi perbuatan gilamu itu, atau jangan harap keinginan edanmu itu bisa terlaksana."   "Jadi maksud nona memaksa hendak berkelahi dengan aku?"   "Mungkin kalau terpaksa."   Otak Suma Bing berputar cepat.   Sudah tentu dia harus mematuhi perintah gurunya, bila perlu seumpama mesti bermuusuhan dengan Pek-hoat-sian-nio pun akan ditandangi, asal seorangpun musuh perguruan tidak sampai lolos dari kematian.   Dalam geramnya tanpa banyak bicara lagi mendadak ia angkat kedua, tangannya terus menghantam sekuat tlenaga, gelombang tenaga dalam bagai gugur gunung segera melanda menerjang kearah kuburan Tiang-un Suseng.   "Tahan!"   Berbareng hardikan ini, sebelah tangan Tin Hon pun diayun, dari samping angin pukulan bagai angin badai menerjang kedepan, ditengah suara banturan mengeledek yang menggetarkan bumi kedua orang ini masing2 tersurut mundur satu langkah lebar, masing2 terkejut atas kekuatan lawannya.   Suma Bing mendengus sekali lalu berkata "Apa nona benar2 hendak merintangi perbuatanku?"   "Bukankah sudah kukatakan sejak tadi?"   "Kalau begitu jangan kau salahkan aku karena berbuat kejam"   Dalam ber-kata2 itu wajahnya penuh terselubung hawa membunuh.   Tanpa merasa kecut hati Ting Hoan, betapapun dia tidak ingin bertempur mati2an terhadap lawannya ini.   Akan tetapi bagaimanapun dia tidak mengijinkan orang merusak kuburan Tiang-un Suseng.   Selain itu, sebagai murid tersayang Pekhoat- sian-nio yang ditakuti dan disegani oleh seluruh kaum persilatan mana boleh mengunjuk kelemahan dihadapan orang, segera dengan galaknya ia maju mendesak dua langkah sambil menantang.   "Boleh kau coba2-"   "Baik, sambutlah ini!"   Seru Suma Bing dingin, sekaligus lancarkan tiga kali serangan berantai, betapa kuat dan dahsyat pukulannya ini sungguh mengejutkan dan menggetarkan sukma.   Cepat2 tangan Ting Hoan berputar membuat sebuah garis lintang sambil menggeser kedudukan kaki kearah kiri untuk memunahkan hamparan angin pukulan musuh disamJ ping itu juga dikirimnya sebuah pukulan menggeledek yang tidak kalah hebatnya.   Terjadilah pertempuran seru yang jarang terjadi didunia persilatan, kepandaian silat masing2 boleh dikata sudah mencapai tingkat tertinggi masing2 lancarkan ilmu2 lihay dari perguruannya, sebab yang satu adalah murid Lam-sian yang sudah kenamaan sifat dan ilmu silatnya, dan yang lain adalah murid Pek-hoat-sian-nio tersayang yang sudah menggetarkan Bulim pada enam puluhan tahun yang lalu, untuk menjaga nama baik perguruan maka masing2 keluarkan simpanan kepandaian perguruan yang paling ampuh dan digdaja.   Angin disekitar gelanggang pertempuran berputar demikian dahsyat dan deras bagai angin lesus sehingga debu membumbung tinggi keangkasa.   lima tombak sekitar gelanggang dahan dan daun pohon berguguran.   Dalam sekejap mata keduanya sudah bertempur lima puluh jurus, dan masih belum kelihatan pihak mana yang bakal unggul atau asor.   Tiba2 terdengar teriakan nyaring melengking, mendadak Ting Hoan merobah permainan silatnya, sekaligus ia pertunjukkkan lima perobahan gerakan pelajaran tunggal perguruannya hingga seketika bayangan pukulan berkelebatan bagai bayangan gunung dan rapat tiada sedikit lobangpun, selayang pandang seperti puluhan kepalan berbareng melancarkan serangan yang dapat menambal langit dan menutup bumi merangsang kearah Suma Bing.   Bercekat hati Suma Bing terpaksa iapun harus bergerak cepat melindungi seluruh tubuh dengan rapat sekali.   Sekonyong2 tubuh Ting Hoan jumpalitan mundur delapan kaki jauhnya, hal Ini membuat Suma Bing terheran2, dan tengah Suma Bing terlongo itulah tubuh Ting Hoan sudah merangsak maju lagi secepat kilat, lima buah jarinya menjentik beruntun, maka lima jalur angin kencang yang tajam dengan suaranya yang memekakkan telinga melesat bagai geledek, tidak sampai disitu ia bergerak, tangan kiripun menyusul kirim sebuah hantaman dahsyat juga.   Serangan kali ini bukan saja hebat juga sangat aneh, seakan2 lambat namun sebenarnya cepat luar biasa.   Tergetar keras jantung Suma Bing, sebat luar biasa tubuhnya berkelebat menghindari serangan jari lawan, berba-reng tangan kanan didjodjohkan kedepan menyambuti serangan tangan kiri musuh, cara geraknya luar biasa, cepat dan perobahan gerak tubuhnya benar2 membuat siapa yang melihatnya merasa kagum dan melelet lidah.   Pada detik sebelum kedua pukulan mereka saling bentur itulah, tiba2 Ting Hoan unjukkan kepandaiannya yang luar biasa, hakekatnya kedua pukulan itu pasti dan tentu akan saling bentur tetapi dahsyatnya justru kali inilah Ting Hoan unjukkan kemampuannya diluar kemampuan orang lain, begitu tangan bergerak berputar membuat satu lingkaran, tenaga dalam bagai gelombang badai melanda keluar dari telapak tangannya terus menerjang maju.   "Blang"   Disertai suara tertahan yang keras. Kontan Suma Bing tergetar mundur tiga langkah, darah segar hampir menyembur keluar dari mulutnya. Tapi tenaga tolakan dari pukulan Suma Bing juga membuat Ting Hoan tergetar bergoyang gontai.   "Suma Bing, kita sudahi sampai disini saja, janganlah memperpanjang persoalan itu lagi, bagaimana?"   "Tidak mungkin terjadi"   "Jikalau pukulanku tadi kutambah lagi tiga bagian tenagaku, kau dapat membayangkan akan akibatnya?"   "Jadi Itu berarti kau sudah menanam budi atas keselamatan nyawaku?"   "Buat apa kita harus bertempur mati2an!"   "Aku Suma Bing tidak sudi terima belas kasihanmu, budimu itu akupun tidak terima."   Wajah Ting Hoan berobah gusar dan penuh nafsu membunuh, suara dingin mencekam hati.   "Suma Bing, sebelum darah membanjir kau tidak rela menghentikan pertem-puran?"   "Kecuali kau tahu diri dan tinggal pergi!"   "Apa kau sangka aku bisa berbuat begitu?"   "Tentu kau bisa."   Dengus Suraa Bing tidak kalah angkuhnya. Tanganpun perlahan-lahan diangkat lagi. Alis Ting Hoan tegak berdiri.   "Wut"   Tanpa banyak cingcong lagi ia mendahului kirim serangannya.   Bertepatan dengan serangan Ting Hoan ini.   Kedua tangan Suma Bingpun sudah diangkat setinggi dada terus disurung kedepan, gelombang panas bagai gugur gunung menggulung kedepan bagai hujan badai, saking marahnya tanpa sungkan2 lagi ia gunakan Kiuyang- sin-kang.   Tiraik asih Websi tehttp.// kangz usi.co m/ Begitu tenaga murni saling bentur, seketika Ting Hoan insaf bahwa bahaya tengah mengancam jiwanya, kontan air mukanya berobah pucat pasi.   "Bum!"   Meledaklah benturan yang lebih dahsyat, hawa panas bergulung mengembang keempat penjuru.   Ditengah keluhan sakit, tubuh Ting Hoan yang langsing itu terbang satu tombak lebih, namun begitu tubuh menjentuh tanah segera ia melompat bangun lagi, mulutnya yang kecil bagai delima merekah itu bernoktah merah darah.   Tanpa merasa Suma Bing tertegun kejut ditempatnya.   Wajah Ting Hoan beringas dan penuh kegusaran yang meluap2, dengan lengan bajunya ia mengusap darah yang meleleh keluar dari mulutnya serta desisnya bengis.   "Suma Bing, sekarang dapatlah kau berbuat sesuka hatimu. Tapi kau ingat, pada suatu saat nonamu ini pasti akan menghantammu juga hingga kau muntah darah!" Sekali melenting tubuhnya segera melesat menghilang diantara bayangan pohon. Sambil berkerut alis Suma Bing mengiringi kepergian orang dengan pandangan mendelong. Batinnya.   "entah ada hubungan apakah antara Pek-hoat-sian nio dengan Tiang-un Suseng? Hingga tanpa memperdulikan keselamatan sendiri Ting Hoan rela berkorban untuk merintangi perbuatannya yang tercela ini? Dan kalau benar2 dirinya membongkar kuburan ini, itu berarti dirinya harus bermusuhan juga dengan Pek-hoat-sian-nio, teringat olehnya waktu memperebutkan Pedang berdarah tempo hari dengan mudah saja Pek-hoat- sian-nio turun tangan membinasakan Tang-hay-hi-hu dan In Hong Lokoay dua gembong iblis yang terkenal hebat dan ampuh kepandaiannya. Tanpa merasa bergidik dan merindinglah seluruh tubuhnya. 6. WAN ITA MIST ERIU S SER BA Akan tetapi betapapun musuh perguruan harus ditumpas. Para durjana yang turun tangan keji mencelakai Suhunya mana bisa begitu saja dibiarkan lolos dari pembalasan. Setelah mengambil ketetapan hati dia memutar badan menghadapi kuburan dan kedua tangannya Iagi2 sudah berada ditengah udara. Mendadak, diujung pandangan matanya terlihat sebuah bayangan seperti bayangan setan saja tengah melayang mendatangi sangat lambat kearah dimana ia tengah berada. waktu ia melebarkan mata dan melihat tegas, tanpa merasa ia menjedot hawa dingin, kedua tangan yang diangkatpun tanpa kuasa menjulai turun. Kalau saat itu diwaktu malam tentu disangkanya ia melihat setan. Sebab bangun tubuh itu bayangan itu benar2 mirip dengan setan gentayangan yang sering diceritakan orang. Kiranya bayangan yang muncul ini adalah seorang wanita yang mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya yang panjang dan hitam kelam menjulai turun dari atas kepalanya menutupi pundak dan dadanya, ditangannya menjinjing tergenggm bunga berwarna merah darah. Yang terlihat dari seluruh tubuhnya itu hanya kedua tangannya yang menjinjing bunga, pucat memutih bagai bunga salju, seakan tangan itu bukan tangan seorang hidup. Tanpa sadar Suma Bing mundur beberapa langkah ke belakang. seakan tidak melihat kehadiran Suma Bing, sigadis hitam Ini langsung mendekati kedepan kuburan, dan meletakkan seonggok bunga itu didepan batu nisan. Suma Bing berpikir. siapakah gerangan perempuan baju hitam ini, bagaimana bisa meletakkan bunga didepan kuburan Tiang-un Suseng? Mendadak dilihatnya wanita itu menggelendot diatas batu nisan dan nangis sesenggukkan dengan sedihnya, suara tangisnya sedemikian memilukan hati, bagai pekikan orang hutan diatas pegunungan, juga seperti seorang kekasih yang ditinggal pergi kawan hidupnya tercinta. Serta merta Suma Bing juga merasa pilu dan sedih hampir saja air matapun meleleh keluarr termenung ia memandang wanita misterius ini. Entah sudah berselang berapa lama akhirnya siwanita baju hitam itu menghentikan tangisnya dan berkata menggumam.   "Jiang-ko, kau pernah berkata seumpama dunia kiamat, lautan kering dan batu hancur lebur cintamupun takkan berobah, untuk sepercik harapan ini aku rela menderita segala siksaan selama tiga puluh tahun. Tiga puluh tahun! Jiang-ko, seperti tiga ratus, laksana tiga ribu tahun, tapi juga seperti baru berlangsung tiga jam yang lalu, namun akhirnya, sekarang kau telah pergi, meninggalkan dunia fana ini, didalam segunduk tanah diantara semak belukar dalam hutan ini"   Diam2 terkejut hati Suma Bing, tidak perlu diragukan lagi bahwa wanita baju hitam ini pasti adalah tunangan Tiang-un Suseng.   Demi cintanya ia rela menderita siksaan selama tiga puluh tahun lamanya.   Tekad yang besar dan cinta yang murni ini agaknya akan selalu abadi selama hajat masih dikandung badan.   Mendadak siwanita baju hitam mendongak dan tertawa gelak2 bagai orang kesurupan suaranya serak dan menyedihkan penuh kegetiran hidup yang menyayatkan hati, lebih seram dan menusuk telinga dari suara tangisnya tadi, membuat siapa yang mendengar merinding dan bergidik seram.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tiga puluh tahun merupakan hari2 yang cukup panjang dan kelebihan untuk menghilangkan masa remaja dan membawa jiwa manusia sampai titik pangkal terachir, wa nita yang teguh dalam lahir batin ini demi cinta dan cita2 rela tersiksa selama tigapuluh tahun.   Sehari begitu ia terlepas dari belenggu kesengsaraan yang diperoleh kiranya hanyalah kehampaan dan putus segala harapan dan cita2, betapa pedih dan sedih hatinya dapatlah dibayangkan.   Cinta murni yang abadi ini kiranya cukup meluluhkan setiap hati manusia yang mempunyai perasaan.   Sekonyong2 suatu tawanya terhenti dan mendadak wanita baju hitam itu mundur tiga langkah, terdengar mulutnya mengigau bagai orang bermimpi.   "Jiang-ko, aku ingin melihat kau."   Membarengi kata2nya ia ayunkan sebelah tangan menghantam kearah kuburan itu.   Mimpipun Suma Bing tidak menduga bahwa siwanita baju hitam bisa berbuat begitu membongkar kuburan Tiang-un Suseng, tanpa merasa ia berseru kejut dan heran.   Ditengah suara mengguntur yang dahsyat tanah dan batu bergulung beterbangan, maka terlihat sebuah lobang sebesar satu tombak sedalam lima enam kaki.   "Eh!"   Tanpa merasa Suma Bing dan siwanita baju hitam berseru kejut berbareng dan tertegun dimasing2 tempatnya. Kiranya bahwa liang kubur itu kosong melompong tiada jenazah atau benda apapun juga.   "Sibaju hitam tergetar dan berseru gemetar;   "Kiranya dia tidak mati, eh. Jiang-koku tidak mati- Kenapa dia harus berbuat demikian?"   "Sebab dia takut mati, dia menghindari kematian."   Perlahan2 sibaju hitam memutar tubuh, sinar matanya ingin menembus dari belakang rambut yang terurai menutup mukanya. keadaannya ini benar2 membuat orang merinding ketakutan.   "Apa yang kau katakan?"   Suaranya dingin melebihi es, tapi nyaring melengking Seperti suara seorang gadis remaja.   Serta merta Suma Bing melangkah mundur lagi satu tindak tindak.   Didengar dari suaranya usia wanita misterius ini agaknya belum terlalu lanjut, tapi dia sendiri tadi mengatakan telah tersiksa selama tigapuluh tahun, hal ini benar2 susah dibayangkan.   sayang wajahnya tertutup oleh rambutnya yang hitam lebat susah dilihat wajahnya, mungkin.   "Hei, apa yang kau katakan tadi?"   Tanya siwanita baju hitam lagi. Nada suara Suma Bing berat dan sinis, sahutnya.   "Kukatakan ia takut mati, dia membangun kuburan kosong ini untuk menghindari kematian!"   "Siapa yang bilang?"   "Aku"   "Alasanmu?"   "Orang yang akan mencabut nyawanya adalah aku!"   Bahna kaget siwanita baju hitam mundur melangkah. serunya bengis.   "Kau berani?"   Sikap Suma Bing sangat temberang, sahutnya.   "Kenapa tidak berani?"   Siwanita baju hitam mengekeh tawa panjang, nada tawanya mengandung nafsu membunuh yang besar, katanya;   "Siaucu biar kuhancurkan kau lebih dulu!"   Wajah Suma Bing mengelam dan katanya hambar.   "Aku kuatir kau tidak mampu."   Wanita baju hitam itu menyeringai dingin, ujarnya "Tidak percaya, boleh kau coba2!" - Bertepatan dengin kata2 terakhirnya kesepuluh jari tangannya ditekuk bagai cakar binatang langsung ia menerjang kearah Suma Bing pundak dan dada Suma Bing diancam cengkeraman maut.   Tergetar hati Suma Bing melihat cara penyerangan lawan, bahwa cengkeriaman lawan ini temyata begitu ganjil dan keji luar biasa, Yang lebih lihay lagi adalah sekali jarak seakan ada beberapa ratus cakar tajam sekaligus mengancam berbagai jalan darah penting diseluruh tubuhnya Rasanya susah dihindari atau ditangkis.   lagipula sebelum ujung cakar mencengkeram tiba lebih dulu terasa angin di ngin msnerjang tiba menyusub kedalam badan.   Terpaksa ia jejakkan kedua kakinya, secepat anak panah tubuhnya melejit minggir delapan kaki jauhnya.   Dan sebelum ia dapat punahkan diri hawa dingin dari cakar setan lawan sudah membayang tiba pula menungkrup tubuhnya Lagi2 Suma Bing harus menggeser kedudukan setombak lebih, maka kekuatan Kiu-yang-sin-kangpun sudah terhimpun dikedua telapak tangannya.   "Siaucu, boleh juga kepandaimu ya, seru wanita baju hitam melengking dingin.   "Dapat kau menghindari dua kali cakaranku. Tapi ketahuilah bahwa dalam dunia persilatan yang dapat tetap hidup dibawah rangsangan Pek-pian cui-jiau dapat dihitung dengan jari!"   "Apa, Pek-pian-kui-jiau! (cakar setan Seratus perobahan)"   Lengking Suma Bing melonjak kaget.   "Tidak salah, tidaklah penasaran mati dibawah Pek-pian cui-jiau, apalagi kau sudah dapat menghindari dua jurus seranganku, kepandaianmu sudah boleh dibanggakan di kalangan Kangouw!"   Suma Bing membuyarkan Kiu-yang-sin-kang, teringat akan pesan Suhunya sebelum ajal, terasa omongan itu masih terngiang2 ditelinganya, meskipun dia tidak tahu mengapa Gurunya harus berbuat demikian, tapi perintah guru bagaimanapun harus ditaati.   Untuk ketiga kalinya siwanita baju hitam menjerang lagi, terpaksa Suma Bing harus berkelit dan main hindar saja tanpa berani balas menjerang.   "Siaucu, kau mampu balas menyerang, mengapa tidak menyerang?"   Susah bagi Suma Bing untuk memberi penjelasan, ter-paksa ia tetap bungkam seribu bahasa. Maka menjadi2lah serangan wanita baju hitam itu, bayangan cakar putih bagai berkelebatnya bayangan setan seakan jala berlapis2 mengurung sekitar tubuhnya.   "Kena!"   Berbareng dengan bentakan nyaring ini, terdengar pula Suma Bing berseru tertahan lima cakar jari tangan kanan siwanita hitam dengan telak mencengkeram dipundak kiri Suma Bing, kelima jarinya itu ambles sedalam satu dim, dari ujung cakar jarinya itu merembes keluar hawa dingin yang mengalir masuk kedalam tubuhnya merembes sampai ke tulang2nya.   Masih untung Suma Bing melatih Kiu-yang-sin-kang, hawa dingin masih belum seberapa hanya kelima cakar yang menusuk kedalam daging itulah terasa sangat sakit menembus jantung, seketika keringat dingin berketel2 membanjir keluar.   Wanita baju hitam menyeringai bengis, katanya.   "Kau tadi mengatakan hendak membunuhnya lagi?"   Suma Bing mengertak gigi, sahutnya congkak.   "Andaikan aku tidak mati, aku tetap akan membunuhnya! "Akan tetapi, sudah pasti bahwa kau sendiri akan mati hari ini."   Kontan bergejolak perasaan Suma Bing, sungguh sedih dan perih hatinya susah dilukiskan.   Bukan dia takut mati adalah ia merasa berat kalau mati begitu saja, karena dendam perguruan dan musuh keluarga masih belum tertumpas habis.   Jikalau bukan mematuhi perintah gurunya, dengan Kiu-yang- sin-kang untuk menghadapi lawan serba hitanm ini, seumpama tak dapat menang, melarikan diri dengan selamat bukanlah hal yang sukar.   Sekarang, semua telah terlambat, terasa seandainya ia matipun takkan meram.   Wanita serba hitam mengangkat tangan kiri dan mengancam.   "Siaucu, cakar ini akan mencengkram hancur batok kepalamu!"   Dengan tenang Suma Bing meramkan mata menanti ajal. Dinanti2 siwanita serba hitam masih belum turunkan tangannya, malah terdengar suaranya mengkili2."   "Kau tidak takut mati?"   "Kalau memang sudah suratan takdir, perlu apa ditakuti!"   Debat Suma Bing ketus.   "Dengan usiamu yang masih muda dan kepandaianmu yang susah didapat ini, bukankah sayang kematianmu ini"   "Aku tidak akan minta belas kasihanmu!"   Tiba2 sikap wanita serba hitam ini menjadi lesu, ia turunkan tangan kirinya sambil menghela napas panjang, katanya seorang diri.   "Persis benar dengan dia dulu! Dia belum mati, tapi kenapa tidak pergi mencari aku, apa dia betul2 menjadi seorang penakut? Tidak mungkin, tidak mungkin dia begitu takut mati seperti apa yang dikatakan Siaucu ini, pura-pura mati untuk mengelabui musuhnya tidak mungkin, tapi mengapa? Mengapa?"   Cengkeraman dipundak Suma Bing perlahan2 dilepaskan. Bergegas Suma Bing mundur tiga langkah lebar, Sebelah kiri tubuhnya sudah basah kujup oleh merah darah. Setelah merenung sekian lamanya, wanita serba hitam membuka suara lagi.   "Siapa namamu?"   "Suma Bing!"   "Dari perguruan mana?"   "Tidak dapat kuberitahukan."   "Kenapa kau tidak turun tangan, kau mampu dan punya tenaga untuk balas menyerang?"   "Maaf, aku tidak dapat menerangkan!"   "Hm, aku tidak jadi membunuhmu, kau pergilah!" "Apa kau tidak menyesal?" "Menyesal, mengapa menyesal?"   "Sebab aku tidak merobah pendirianku untuk membunuh Tiang_un Suseng."   Sejenak wanita baju hitam melengak dan berpikir, lalu katanya.   "Akupun perlu memperingatkan kau, lain kali bertemu lagi, jangan harap kau dapat tinggal pergi dengan masih bernyawa"   "Itu akan terukir dalam benakku."   "Baik, kau boleh pergi"   Suma Bing menjejak tanah dan baru saja tubuhnya melesat ditengah udara, berserulah siwanita baju hitam me- manggilnya kembali- Tanpa merasa Suma Bing menghentikan luncuran tubuhnya dan berpaling balik. Disangkanya lawan merobah niatnya.   "Apa sedemikian besar hasratmu hendak membunuh Tiang- un Suseng Poh Jiang?"   "Tidak salah, kau menyesal?"   Wanita baju hitam tertawa terloroh2, jengeknya.   "Apa yang sudah kuucapkan tidak akan kusesali. hanya maukah kau melulusi satu syaratku?"   "Syarat apa itu, coba katakan."   "Setelah kau dapat menemukan Tiang-un Suseng, harap jangan kau segera turun tangan, kau harus tunggu setelah bertemu dengan aku, kita putuskan menurut kebenaran dan duduk perkara yang terang, kau akan mendapatkan kesempatan yang adil, dapatlah kau melulusi?"   "Boleh, tapi aku juga ada dua keterangan!"   "Coba katakan?" "Pertama; begitu Tiang-un Suseng bertemu dengan aku, kalau dia yang turun tangan lebih dulu, susahlah aku untuk tidak membunuhnya."   "Tidak bakal terjadi asal kau mengatakan, sahabat-lama di Te-jui-hong pada tiga puluh tahun yang lalu kini telah melihat sinar matahari, tentu dia takkan turun tangan menyerang kau!"   "Kedua, beritahu dulu alamat dan nama besarmu, kalau tidak sedemikian lebar dunia kangouw ini"   "Itupun tak perlu, karena dia pasti dapat membawamu, menemui aku. Kalau begitu jadi kau melulusi syaratku itu?"   "Baiklah!"   "Suma Bing- aku percaya kau?"   "Ucapan seorang Tianghu takkan dijilat lagi harap legakan hatimu!" Selesai kata2nya la memutar tubuh terus terbang cepat kedalam hutan. Sudah ada satu keteta-pan hati untuk langkah selanjutnya Tiang-un Suseng ada-lah salah satu tokoh dari Bulim- sip-yu (sepuluh kawan Kaum Bulim), dan Bu-lim-sip-yu ini adalah komplotan Loh Cu-gi itu murid murtad gurunya atau biang keladi dalam pengerojokan dan penganiajaan tcrhadap gurunya dulu, kecuali empat orang yang sudah mati, masih sisa enam orang berada di kalangan Kangouw, asal dapat mencari lima orang lainnya lagi, tidaklah sukar untuk mengejar jejak Tiang-un Suseng. Baru saja tubuh Suma Bing melesat keluar dari hutanl dan belum menginjak kaki dijalan besar dari depan sana telah mendatangi sebuah tandu warna hijau mulus bagai terbang. Berdetak hati Suma Bing, karcna yang mendatangi itu bukan lain adalah Pek-hoat-sian-nio. Maka segera ia menghentikan langkah dan berdiri tenang menantikan apa yang bakal terjadi, dapatlah diduga bahwa kedatangan orang pasti mencari dirinya. Benar juga terpaut lima tombak dari dirinya tandu hi jau itu berhenti, dan muncullah si gadis baju putih Ting Hoai yang beium lama ini terluka oleh pukulannya, sinar matanya bengis me-nyala2 penuh kebencian.   "Suma Bing majulah kedepan!"   Suara ini terucapkan dari dalam tandu. Sejenak Suma Bing menenangkan gejolak hatinya, Ia lantas dengan sikap angkuh tanpa takut2 ia melangkah lebar kedepan tandu kira2 dua tombak jauhnya.   "Kau tadi yang melukai Hoan-ji?"   Sekilas Suma Bing melirik kearah Ting Hoan, lalu sahutnya.   "Ja, memang begitulah telah terjadi!"   "Kau benar2 sangat takabur dan sombong?"   "Apa perkataan Sian-nio ini tidak terlalu berat sebelah."dua harimau bertarung tidak mungkin tidak terluka!"   "Tapi dia menaruh belas kasihan lebih dulu membuang kesempatan untuk melukaimu."   "Akupun tidak menghendaki jiwanya bukan."   "Membongkar kuburan dan meusak jenazah, apa kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu sangat hina, rendah dan keji?"   "Cayhe hanya ingin membuktikan apakah musuhku itu benar2 mati atau pura2 mati, sedikitpun tiada niatku me-rusak jenazahnya."   "Ada permusuhan apa antara kau dengan Tiang-un Su-seng Poh Jiang?"   "Dendam kesumat sedalam lautan!" "Perguruanmu dari aliran mana""   "Tentang itu. aku tidak dapat memberi tahu"   Pek-Hoat-sian-nio tertawa terloroh2, serunya.   "Hoan-ji, coba kau serang dia."   Tanpa diminta kedua kalinya sigadis baju putih yitu Ting Hoan mendesak maju terus mengayn tangannya melancarkan sebuah pukulan jarak jauh.   Suma Bing maklum bahwa lawan hendak mengorek asal usul dirinya dari ilmu kepandaiannya.   mka tanpa balas menjerang, sekali meleit tubuhnya melayang menghindar.   "Hoan-ji, gunakan jurus Ban-Iiu-kui-cong."   Suara Pek-hoatsian- nio bergema lagi.   Tubuh Ting Hoan menerjang maju sambil berputar, seketika bayangan pukulannya laksana bunga salju beterbangan memenuhi udara, melayang2 mengepung seluruh tu-buh Suma Bing, sedemikian rapatnya serangan ini seumpama hujan badaipuu takan tertcmbuskan.   Diluar dugaan, tampak tubuh Suma Bing bergoyang guntai tahu2 bagai setan yang bisa menghilang tubuhnya sudah berkelebat menghindar dari bayangan pukulan lawan.   "Hoan-ji, mundur!"   Ting Hoan mendelik benci memandang Suma Bing, tanpa bersuara ia mengundurkan diri.   Dimana terlihat tirai rangkaian mutiara dipintu tandu itu tersingkap, seorang nenek tua berambut putih bagai perak dan wajah bersemu merah bagai wajyh seorang baji muncul dari dalam tandu.   Tergetar jantung Suma Bing, darahpun terasa berjalan.   semakin cepat seumpama, Pek-hoat-sian-nio benar2 turun tangan sendiri, dapatkah dirinya tetap merahasiakan asal usul dirinya susahlah diduga.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Baru ia tengah berpikir terasa pandangannya kabur tahu2 Pek-hoat-sian-nio sudah berdiri dekat dihadapannya, demikian dekat sampai dijamahpun dapat dipegang.   Gerak tubuh yang hebat luar biasa ini dia mengakui tak mungkin dirinya bisa melawan.   Wajah kekanak2an Pek-hoat-sian-nio yang kemerah2an itu mengunjuk sikap serius dan kaku menatap Suma Bing sampai sekian lamanya, katanya "benar2 kau sudah membongkar kuburan Tiang un Suseng"   "Memang kuburan itu sudah terbongkar, tapi."   "Tapi apa?"   "Bukan aku yang membongkarnya!1 Berkelebat rasa heran dan tak habis mengarti pada wa cljah Pek-hoat-sian-nio. tanyanya lagi.   "Lalu siapa yang membongkar?"   "Seorang wanita serba hitam yang misterius".   "Siapakah dia?"   "Aku tidak kenal!"   Dari samping Ting Hoan perdengarkan ejekannya, jengeknya.   "Seorang laki2 berani berbuat berani bertanggung jawab, buat apa bohong mengelabui orang lain!"   Suma Bing melotot dengan rasa gusar meluap2, serunya keras. .Siapa dusta dan tidak berani bertanggung jawah?1' "Kau! Pek-hoat-sian-nio ulapkan tangan menghentikan perkataan Ting Hoan, lalu katanya pula.   "Suma Bing, tidak peduli sia-pa yang membongkar, bagaimana. dengan tulang kerangka nya."   Suma Bjng berseru geram.   "sebuah kuburan kosong, hakekatnya tiada tulang kerangka Tiang-Un Suseng Poh Jiang apa segala."   Ucapannya ini benar2 diluar dugaan siapapun. Tidak ketinggalan Pek-hoat-sian-niopun kerutkan alisnya, tanyanya menegas.   "Apa betul ucapanmu itu?"   "Apa perlu aku berdusta?"   Jengek Suma Bing mendongkol Wajah Pek-hoat-sian-njo mengunjuk rasa curiga dau tidak percaya (sangsi), katanya seorang diri.   "Aneh, mana mungkin terjadi. Mengapa dia berbuat begitu? Baiklah, kita doakan begitulah sesungguhnya.' selanjutnya berobahlah nada ucapannya.   "Suma Bing, beritahukan perguruanmu dua sinar mata yang dapat menyedot semangat orang menatap tajam kedua mata Suma Bing.   "Sudah kukatakan, tidak mungkin kuberitahukan,"   Sikapnya angkuh dan dingin luar biasa.   "Tidak kau katakan apa kau dapat mengelabui mata tuaku ini,"   Ditengah ucapannya secepat kilat sebuah tangannya menjelonong maju.   Suma Bing insaf tak mungkin dirinya dapat menghindar atau berkelit.   secara langsung gerakan reflek tangannya maju menjongsong tangan lawan.   Se-konjong2 Pek-hoat-sian-nio berseru kejut dan mundur selangkah besar, wajahnya yang merah bagai wajah orok itu berobah ber-ulang2, suaranya bengis dan tajam berkata.   "Suma Bing, ilmu silatmu berasal dari "Lam-sia". Tapi Siasin Kho Jiang sudah meninggal pada duapuluh tahun yang lalu, tentu tidak mungkin mempunyai seorang murid muda belia seperti kau ini."   Sampai disini suaranya merandek, sinar matanya su-dah mengunjuk nafsu membunuh.   Tergetar semangat Suma Bing, nama Pek-hoat-sian-li yang tenar dan disegani bukan kosong belaka.   dalam satu gebrak saja lantas dapat mengenali asal sumber ihnu silatnya maka dapatlah dibayangkan betapa luas dan tinggi kepandaiannya.   Namun nafsu membunuh pada sinar matanya itu betul2 membuatnya tak habis mengerti.   Setelah berhenti sebentar suara Pek-hoat-sian-nio semakin bengis menakutkan.   "Apa hubunganmu dengan Loh-Ju-gi?"   Lagi2 Suma Bing tertegun dibuatnya, tidak nyana bahwa Orang dapat menyebuttkan nama Suhengnya yang menghianat pada perguruan itu, entah apakah maksud tujuannya.   Dilihat dari sepak terjang orang, tentu mengandung mak-sud tidak baik.   Akan tetapi sejak kecil dirinya dibesarkan dan dibimbing oleh Lam-sia, sedikit banyak ketularan sifat pembawaan gurunya yang aneh itu Timbullah perlawanan dan rasa tak puas terhadap sikap Pek-hoat-sian-nio yang menantang itu, maka sahutnya dengan congkaknya.   "Tidak sudi aku memberi tahu." Sikap kamarahan Pek-hoat-sian-nio semakin menjadi2, kedua matanya merah membara, sekali lagi ia menghardik.   "Apakah Loh Cu-gi itu adalah Suhumu?"   "Tidak perlu kuberitahu."   "Jangan sesalkan aku mengompes mulutmu."   "Aku selamanya tidak senang diancam."   "Dimana Loh Cu-gi sekarang berada?"   "Sekali lagi kukatakan tidak bisa kuterangkan."   "Budak kecil, masa benar kau tidak mau menerangkan-"   Wut, dilancarkannya sebuah pukulan membawa kekuatan dahsyat yang menggetarkan bumi.   Suma Bing berkelebat kesamping, menghindar sambil membalas kirim tiga pukulan- kekuatan tiga pukulannya inipun bukan olah2 hebatnya.   Pek-hoat-sian-nio memutar kedua tangannya membuat sebuah lingkaran besar, maka lenyap sirnalah kekuatan tiga pukulan Suma Bing itu bagai tenggelam dalam lautan tanpa jejak.   Wut- wut, Iagi2 lawan lancarkan dua kali pukulan berbareng.   Terpaksa Suma Bing menggertak gigi dan mengulur ta- ngan menyambut dua pukulan musuh ini.   "Bum, Bum!"   Dua kali benturan yang menggeledek, Suma Bing tergetar mun-dur satu langkah besar.   Pek-hoat-sian-nio menggeram gusar, tubuhnya menerjang maju sambil ulurkan cakar tangannya mencengkeram kedada lawan, cara gerak turun tangan ini, hakekatnya tidak memandang musuh sebelah mata.   Selama limabelas tahun Suma Bing ditempa dan digembleng oleh Lam-sia, kepan-daiannyapun sudah bukan olah2 hebat, kedua tanganya membalik dan berputar cengkeraman Pek-hoat-sian-nio tertolak terhenti ditengah jalan.   Kalau musuh tidak membatalkan Serangannya, sudah tentu Suma Bing tak mungkin terhindar dari mara bahaya kematian, namun demikian kedua tangan pek-hoat-sian-nio pun harus dikorbankan.   Tanpa merobah jurus serangannya, secepat kilat Pek-hoatsian- nio merobah gerak jarinya dari mencengkeram ganti memukul, telapak tangannya tahu2 menggenjot kemuka musuh, sedang sebuah tangan yang lain jari2nya bergantian menjentik, melancarkan lima carik kekuatan tenaga angin berbareng tubuh juga ikut menyelonong maju membantu kecepatan serangannya.   Betapapun cepat reaksi Suma Bing sudak tak mungkin lagi dapat berkelit, dalam keadaan gawat itu cepat2 ia miringkan kepala dan menggeser kedudukan kakinya kesamping, perasaan sakit menembus tulang segera menyerang tubuhnya, dua jalur kekuatan selentikan jari lawan dengan telak menembus pundaknya, darah segar segera rnembanjir keluar bagai air mancur, tubuhnya terhuyung mundur delapan kaki hampir roboh, tapi dia mengertak gigi menahan sakit tanpa mengeluarkan keluhannya.    Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini