Pedang Kayu Cendana 8
Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Bagian 8
Pedang Kayu Cendana Karya dari Gan K H Lalu dia menunduk dan menggumam sendiri. "Maklum sudah tua, tak berguna lagi.." Geli campur jengkel juga Siangkoan Bu dibuatnya mendengar gumam orang. Biau-hu Suseng tidak datang telah membuatnya keki dan tidak redam panas penasarannya, namun dia tidak ingin ribut-ribut, sekali berkelebat dia melesat pergi dengan gerak tubuh laksana mengejar angin. Orang-orang yang ingin melihat keramaian itu pun, segera hengkang dari tempat itu. Tinggal kakek tua itu saja yang masih geleng-geleng sambil menghela napas, lalu berdiri terlongong. Angin tetap berhembus, daon-daon bambu melambai, dahannya yang bergesek masih mengeluarkan suara kerikan yang mengerikan. Mendadak kakek tua itu melompat berdiri, lalu mencopot kedok yang menutupi mukanya, demikian pula rambut palsu diatas kepalanya. Maka kakek tua yang semula ubanan kini berobah menjadi laki-laki gagah, tampan berusia empat puluhan, dia bukan lain adalah Biau hu Suseng jago silat nomor satu yang diakui dunia persilatan. Sejenak Biau-hu Suseng geleng-geleng kepala lalu mengerutkan kening, sekejap mengawasi telapak tangan sendiri, akhirnya dia menjejak tanah, tubuhnya seringan asap melenting kepucuk pohon bambu, dengan sekali pantulan tubuhnya kembali melesat tujuh tombak jauhnya . Itulah Ginkang kebanggaan Biau-hu Suseng yang sudah terkenal dikalangan persilatan, namanya Yanteng-hua siang-in (asap bergolak diatas mega). Hanya beberapa kali lompatan, lekas sekali bayangannya telah lenyap dari pandangan mata. Setelah meninggalkan Koh-tiok-boh langsung Siangkoan Bu kembali ke Pakkhia dengan kecepatan Ginkangnya, karena Biau-hu Suseng hatinya amat kecewa dan hambar, heran tapi juga benci serta gegetun lagi, segala perasaan campur aduk dalam hatinya. Layap-layap dia merasa aneh akan tingkah laku kakek tua yang ingin menjajal kepandaiannya tadi, namun hatinya sedang kacau maka dia tidak pikirkan kejadian tadi. Lekas sekali dia sudah memasuki pintu barat kota Pakkhia, langsung kembali kehotelnya. Pelan-pelan dia mendorong daon jendela terus melompat masuk. Dia tarik napas dalam-dalam lalu menggeliat, badannya amat capai dan lesu, tanpa buka pakaian dia sudah siap merebahkan diri keatas ranjang. Mendadak dia menjerit kaget, mukanya berobah pucat seketika, matanya pun terbeliak. cahaya rembulan menyorot masuk dari jendela yang masih terbuka, dengan jelas dia melihat diatas meja di kamarnya menggeletak tiga buah kancing putih yang menindih secuil kertas putih pula.Bahna kejutnya Siangkoan Bu membatin. "Bukankah itu kancing bajuku?" Lalu dia menunduk memeriksa bajunya, dia kehilangan tiga buah kancing. Bahna gusar dia renggut ketiga buah kancing dan lampiran kertas itu serta membebernya, tinta tulisan dalam kertas ini masih belum kering seluruhnya, dimana dia membaca. "Ditujukan kepada Siangkoan Siauhiap yang terhormat. Bukan soal mudah untuk memperoleh gelar "Pendekar", untuk menghancurkan nama baik justru segampang membalik telapak tangan, segala sesuatunya harap dipikirkan lebih matang sebelum bertindak, janganlah bekerja mengikuti adat atau di buru nafsu melulu. Salam dari Biau-hu Suseng." Luluh hati Siangkoan Bu dengan lesu dia menunduk kepala, meski gusar dan malu, tapi dia menyadari kekhilafan dan kebodohan sendiri, hatinya jadi maklum, dengan bekal Kungfunya sekarang, ternyata dia bukan tandingan Biau-hu Suseng yang menyamar kakek tua dan berhasil mencopot tiga buah kancing bajunya tanpa dia sendiri menyadari. Demikian pula Ginkang sendiri yang rasanya sudah tinggi juga bukan apa-apa dibanding Ginkang Biau-hu Suseng, buktinya orang bisa tiba lebih dulu sempat tulis surat segala. Maka sadarlah Siangkoan Bu bahwa kaUm pendekar di kalangan Kangouw yang berkepandaian tinggi memang tidak terhitung banyaknya, dengan kemampUannya sekarang, di banding dengan Biau-hu Suseng, ternyata masih jauh sekali, mau tidak mau peristiwa ini telah menjadikan Siangkoan Bu patah semangat. Syukurlah pikirannya masih sehat, setelah redahawa amarahnya, dia maklum dan menyelami usaha baik Biau hu Suseng untuk menginsyafkan dirinya, maka tak terlukiskan betapa haru dan terima kasihnya terhadap budi luhur dan jiwa besar Biau-hu Suseng yang telah mempertahankan karier dan nama baiknya, sejak itu meski tidak pernah ketemu lagi, tapi dalam sarubarinya amat mengagumi dan menaruh hormat setinggi-tingginya tethadap Biau-hu Suseng. Sejak peristiwa itu untuk beberapa lamanya dia melanglang-buana mencari jejak Biau-hu Suseng, bukan ingin menantang duel lagi, tapi untuk mengikat persahabatan, mohon petunjuk dan menyatakan terima kasihnya akan budi kebaikannya. Tapi telah puluhan tahun sampai sekarang, tidak pernah dia bertemu lagi dengan Biau-hu Suseng, namun bahwa Biau-hu Suseng telah mempertahankan reputasinya dikalangan Kangouw, selama hidup tak akan terlupakan olehnya. Kini dari badan pemuda yang ditolongnya ini dia mendapatkan senjata khusus yang dahulu dia sering dengar adalah gaman Biau-hu Suseng yang tunggal, maka tahulah dia bahwa pemuda yang sudah sekarat dan harus di tolongnya ini pasti punya hubungan erat dengan Biau-hu Suseng yang dipujanya dulu. Sudah tentu bukan kepalang senangnya hati Siangkoan Bu, tak nyana setelah Pakkiong Yau-Liong ditolongnya hingga siuman, setelah tanya jawab berlangsung, baru dia tahu bahwa Biau-hu Suseng yang dipujanya itu ternyata sudah meninggal dunia, betapa hatinya takkan rawan dan pilu ? Namun secara tak langsung dia sudah menolong murid Biau-hu Suseng, berarti suatu imbalan juga bagi kebaikan Biau-hu Suseng dulu kepadanya, maka dia berkeputusan untuk berusaha semaksimal mungkin menolong pemuda yang sudah kronis keadaannya itu sebagai imbalan budi kebaikan Biau-hu Suseng atas pemuda yang satu ini. Setelah menghela napas, dia berkata. "Tanpa terasa tiga puluh tahun telah berselang, sungguh tak nyana bahwa beliau telah meninggal, Hian-tit (keponakan), bolehlah kau merawat luka-lukamu disini dengan tenang. Anggaplah tempat iniseperti rumahmu sendiri, entah bagaimana Hian-tit bisa mengalami nasib seburuk ini...." Tanpa terasa Pakkiong Yau Liong menarik napas panjang, maka dia tuturkan seluruh pengalamannya kepada tuan penolongnya ini. Tiba-tiba Siangkoan ceng melangkah masuk sambil membawa semangkok obat yang masih panas mengepulkan asap putih, sekilas dia pandang Pakkiong Yau-Liong, lalu berkata lirih kepada Siangkoan Bu. "Ayah, obatnya sudah kumasak." Maka sejak hari itu Pakkiong Yau-Liong menetap dirumah Tabib sakti atau Siangkoan Bu, meski hati merasa rikuh, tapi apa boleh buat, karena kondisi badannya memang teramat lemah dan dia perlu perawatan yang teliti. Berkat pengobatan Siangkoan Bu yang telaten dan cermat, meski keadaan Pakkiong Yau-Liong teramat parah, sebulan kemudian kesehatannya sudah memperoleh banyak kemajuan- Malam telah larut, bunga salju tampak bertaburan diangkasa. Rebah diatas ranjang, entah mengapa Pakkiong Yau Liong tidak bisa pulas, hatinya risau, dia menghela napas panjang. Dendam kesumat, budi pertolongan, entah kapan baru dia bisa membalasnya, walau kesehatannya sudah sembuh, tapi dia masih merasakan kondisi badannya masih teramat lemah, lebih prihatin lagi karena Kungfunya sudah sekian lama terbengkalai. Tiba-tiba sebuah pikiran menggelitik sanubarinya, pelan-pelan dia menyingkap selimut dan mengenakan baju lalu beranjak perlahan-lahan keluar rumah. Diluar kamarnya adalah sebuah pekarangan kecil dalam lingkungan rumah besar, air dalam empang sudah membeku dan dilapisi salju, beberapa pucuk pohon sakura tampak mekar dan mengeluarkan bau harum semerbak. Salju masih terus melayang-layang di angkasa, hawa sedingin ini, semua orang tentu sudah tertidur lelap. suasana hening lelap. Tiba-tiba Pakkiong Yau-Liong menggigil kedinginan, hembusan angin lalu membawa harum bunga ternyata tidak kuat lagi ditahannya, tapi tanpa hiraukan keadaan sendiri dia melangkah ketengah pekarangan. Di tengah taburan kembang salju, pelan-pelan Pakkiong Yau-Liong mengerahkan hawa muminya, lalu dia mulai menggerakkan tubuhnya pelan-pelan, Kungfunya memang sudah lama terbengkalai, maka dia merasa perlu untuk mulai latihan lagi, tapi baru dua tiga jurus, napasnya sudah mulai memburu, terasa betapa berat dia menggunakan tenaga, tetapi dengan tersenyum dia tetap latihan seorang diri. Entah kenapa perasaan lama kelamaan menjadi longgar, hatinya riang dan gembira. "Bluk" Tiba-tiba Pakkiong Yau-Liong tersungku rjatuh ditanah bersalju. Dalam waktu sekejap itulah, sesosok bayangan tampak berkelebat memburu kesamping Pakkiong Yau-Liong terus memapahnya bangun. Seketika hidung Pakkiong Yau-Liong di-rangsang oleh bau yang menyegarkannya, jelas bukan harumnya kembang sakura, tapi bau wangi yang tidak bisa dia bayangkan, karena bau wangi itu seolah-olah membuatnya mabuk dan menimbulkan rasa romantis. Pakkiong Yau-Liong menarik napas serta mengaturnya pelan-pelan, lalu dia angkat kepalanya dan seketika dia berdiri melenggong. orang yang memapahnya bangun ternyata memiliki seraut wajah nan molek. terutama sepasang bola matanya yang bening, seperti mata yang bisa berbicara saja, bola mata yang sudah terukir dalam sanubarinya dan tak akan terlupakan selama hidup, Dia bukan lain adalah gadis cantik yang pernah dilihatnya malah melabraknya dengan sengit waktu di ceng-hun kok saat Pakkiong Yau-Liong menyamar Toh-bing-sik-mo, yaitu Tio Swat-in, gadis berbakti yang ingin menuntut balas kematian ayahnya. Sesaat Pakkiong Yau-Liong menatapnya lekat-lekat, beberapa kali mulutnya terbuka, tapi hanya kuasa mengucapkan separah kata. "Kau..." Dia mengangguk perlahan, ujung bibir-nya yang mungil mengulum senyum manis, senyum yang menggiurkan. pada detik itulah tanpa terasa empat tangan saling genggam, meski gemetar tapi makin kencang dan erat. Dua sejoli yang mengalami nasib sama, penderitaan yang sama pula, sehingga berpadulah perasaan yang sukar dilukiskan itu serta menarik rasa simpati satu dengan yang lain- Dan kini nasib mempertemukan mereka pula ditengah malam hujan salju ini, segala sesuatunya seperti sudah diatur, betapa murni dan tulus, serta agung tali asmara telah memadu hati mereka, sama-sama meresap dalam lubuk hati mereka yang paling dalam. Entah bahagia atau malapetaka bakal menimpa mereka dalam menghadapi hari-hari yang bakal menjelang ini? Nasib tidak mungkin dijangkau oleh manusia dan tidak bisa diramaikan sebelumnya, siapapun tak akan perduli juga tidak mau memikirkannya didalam suasana yang semesta ini, karena semua itu hanya akan memeras keringat dan merisaukan hati belaka. Lekas sekali musim dingin telah berlalu, musim semi nan indah permai dan sejuk telah tiba. Pagi itu sang surya memancarkan cahaya nan cemerlang menerangi jagat raya, suasana hangat menjalar dalam sanubari setiap insan kehidupan didunia ini. Dua bayangan orang tampak bergerak dipegunungan Ai-lo-san diwilayah In-lam, mereka meluncur dari dalam hutan menuju kearah timur. Seorang pemuda berusia dua puluh satu, walau badannya kelihatan agak kurus, tapi tampangnya kelihatan gagah dan ganteng. Temannya adalah seorang gadis belia berusia tujuh belasan, punggung mereka menggendong pedang, sehingga tampak betapa perkasa dan gagah mereka. Mereka bukan lain adalah Pakkiong Yau-Liong dan Tio swat- in- Wajah mereka kelihatan kotor berdebu, pakaian lusuh, kelihatan amat lelah secelah melakukan perjalanan jauh. Kira-kira dua bulan yang lalu, meski kesehatan Pakkiong Yau-Liong belum sembuh seluruhnya, tapi tekad menuntut balas membakar hatinya, meski Siangkoan Bu sua mi isteri menahan serta membujuknya, tapi tekad Pak klong Yau-Liong sudah teguh, maka mereka mohon diri dan berpisah dengan tuan penolong mereka, tanpa menghiraukan perjalanan jauh meluruk ke Biau-kiang hendak mencari jejak Toh-bing-sik-mo untuk menuntut balas kepada musuh besar mereka bersama. Kini mereka sudah berada di Ai lo-san daerah suku Biau, tidak jarang mereka mencari tahu kepada penduduk setempat, sayang karena bahasa yang tidak sama sehingga sukar mereka berkomunikasi dengan orang-orang yang ditanyai. Belasan hari sudah lalu, kelompok demi kelompok, gua demi gua sudah mereka jelajahi, tapi sukar mereka menemukan jejak Toh-bing-sik-mo sulit pula mendapat keterangan dari mulut orang-orang Biau. Kini mereka sudah tiba diperbatasan yang membatasi kehidupan suku suku Biau yang masih liar dengan suku Biau yang sudah mengenal hidup baru bermasyarakat dengan dunia luar, di daerah suku Biau yang terisolir ini, hakikatnya Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat- in asing sama sekali, mereka hanya tahu menjelajah dan menjelajah dari utara ke selatan, dari barat kembali ketimur, mencari dan mencari terus tidak kenal lelah, tak pernah mereka berputus asa, walau sejauh ini mereka belum memperoleh berita apapua atau menemukan jejak musuhnya. Keyakinan teguh menghayati mereka, kalau ucapan Ni Ping-ji dapat dipercaya, mereka percaya pasti suatu hari mereka dapat menemui musuh besar mereka Toh bing-sik mo. Setelah menarik napas panjang, mereka duduk istirahat dibawah dinding batu yang berada dlpinggir hutan. Pakkiong Yau-Liong menurunkan buntalan rangsum, tanpa bicara bersama Tio Swat-in mereka makan sekenyang2-nya lalu membuka kantong air serta meneguk air dengan nikmatnya, namun mereka hanya terbatas minum tiga teguk, kantong air merekapun telah kosong. Saking lelahnya mereka jadi malas bergerak. perut sudah kenyang, rasa dahaga juga teratasi, biarlah sebentar lagi baru mencari sumber air. Maka mereka merebahkan diri dibawah dinding yang sedikit lekuk kedalam, istirahat dengan santai. Tio Swat-in tidur miring disamping Pakkiong Yau-Liong, dengan senyum manis dia mengawasi Pakkiong Yau-Liong, pelan-pelan dia memejamkan bola matanya yang bundar besar. Angin sepoi-sepoi terasa semilir dan sejuk. rasanya nyaman dan menyegarkan. Pakkiong Yau- Liong rebah celentang, kedua telapak tangannya menjadi bantal, matanya lurus keangkasa mengawasi gumpalan mega dilangit. Tapi tak ada hasratnya mengikuti perobahan cuaca, perobahan gumpalan mega yang tidak menentu itu. Otaknya kini sedang berpikir tentang tugas dan beban yang dipikulnya belum tercapai terasa betapa berat dan sukar tugas yang dipikulnya, maklum Toh-bing sik-mo atau Tok-ni-kau hun Ni Ping-ji adalah musuh besar yang sukar dihadapi. Tapi ..tiba-tiba alisnya bertaut, sorot matanyapun memancarkan sinar khawatir dan rawan- Bila angin musim semi yang membawa harumnya kembang menghembus lalu membuat badannya yang sudah letih ini seperti luluh dan lunglai saja, maka tanpa disadarinya wajahnya telah mengulum senyum. Terbayang betapi indah masa depan bersama Tio Swat-in yang kini berada di sampingnya, akan dicari suatu tempat yang bagus membelakangi gunung dipinggir sungai hidup tentram dan bahagia, lepas dan keramaian dunia, hidup rukun sampai tua. ah, betapa bahagia, begitu asyik, manis dan mesra. Waktu dia menoleh mengawasi Tto Swat-in, pelan-pelan dia genggam jari-jari Tio Swat in, lalu memejamkan mata. Perjalanan beberapa hari ini memang memakan tenaga dan menguras seluruh kekuatan mereka, istirahat di tempat sejuk dengan pemandangan seindah danpermai ini, tanpa merasa mereka tidur berpelukan dengan nyenyak. Entah berapa lama mereka tertetap. tiba-tiba suara aneh melengking tajam menggugah Pakkiong Yau-Liong dari mimpinya. Secara reftek Pakkiong Yau-Liong berjingkrak duduk, dilihatnya Tio Swat-in mendekap mulut dengan gaya setengah tidur menatap ke sela-sela dinding gunung dua tombak disebelah kanan, seekor binatang aneh tengah melata keluar kearah mereka. Ternyata hari sudah menjelang senja, sang surya masih memancarkan cahayanya yang terakhir sebelum kembali keperaduannya. Tampak binatang aneh itu panjang empat kaki, bentuk mirip katak tapi berkaki enam, seluruh badannya dihiasi bintik-bintik hijau yang benjol-benjol, kepalanya persegi, bola matanya sebesar tinjU, memancarkan cahaya merah, ekornya pendek cuma setengah kaki tampak bergerak pergi datang, dengan tatapan tajam katak puru itu tengah mengincar mereka. Semakin dekat moncongnya yang besar berwarna merah darah terbuka lebar mengeluarkan suara aneh yang membisingkan, lidahnya yang merah panjang menjulur keluar masuk menyemburkan uap putih, bau amis yang memualkan merangsang hidung. Tidak sedikit binatang aneh beracUn yang pernah mereka saksikan, tapi bentuk aneh dari binatang yang satu ini sungguh teramat ganjil, tanpa merasa mereka merinding dan berdiri bulU kudUknya. Pakkiong Yau-liong tahu bahwa binatang aneh ini pasti beracun jahat. Ternyata binatang aneh dengan kepala persegi empat bermata tunggal ditengah dengan benjolan hijau yang bertaburan di tubuhnya ini bernama Hwe-to-tan-toh (katak puru beracun api), binatang beracun yang jarang ada dan sukar terlihat, racunnya teramat jahat sekali. Seribu tahun baru Hwe-tok-tan-toh bersetubuh sekali dan menelorkan sekitar lima puluhan telor, habis bersetubuh katak puru yang jantan pasti mati saking kenikmatan dan kehabisan tenaga, sementara yang betina pasti melalap habis bangkai sang jantan, lalu mencari suatu tempat yang lembab mengeram dua tahun, setelah telurnya menetas maka katak puru betina inipun matilah. Yang jelas katak puru ini hanya bisa hidup seribu tahun, mungkin yang jantan bisa hidup lebih lama lagi, tapi itu pun ditentukan keadaan dan lingkungannya. Begitu telur keluar dari rahim induknya terkena angin maka telur itu pun menetas panjang setengah kaki, namun lima puluhan katak puru yang baru menetas itu pasti akan saling bunuh dan caplok hingga tinggal seekor saja yang masih hidup, Seratus tahun baru katak puru bertambal besar satu kaki panjangnya, dari benjol-benjol daging kasar diseluruh tubuhnya itulah racun jahatnya menguap keluar, binatang atau manusia bila terkena racunnya, dalam jangka sehari kalau tidak terobati, jiwa pasti melayang. Bila katak puru sudah beusia delapan ratus tahun lebih sukar dihadapi, semburan hawa putih dari mulutnya membawa kadar racun yang jahat, dalam jarak satu tombak dapat melukai orang, hawa panas yang keluar dari badannya, menyebabkan enam tombak disekitar badannya mendekam, tetumbuhan tiada yang bisa hidup subur, semuanya mati kekeringan. Racun katak puru juga dinamakan racun api, manusia atau binatang yang terkena racun api, badannya akan terbakar dan akhirnya mati kering, begitu ganasnya racun itu bekerja dalam jangka sehari sang korban pasti mati dengan badan menjadi abu, tulang-belulangpun tidak ketinggalan lagi. Bila usianya sudah mencapai seribu tahun katak puru betina didesak oleh kebutuhan lahiriahnya, secara alamiah badannya akan mengeluarkan bau yang aneh, bila tertiup angin kadar baunya bisa mencapai ratusan li jauhnya. Begitu mencium bau aneh ini, katak puru jantan akan segera meluruk datang meski menghadapi rintangan apapun. Kalau sekaligus datang dua atau tiga ekor, ketiganya akan bertarung sampat mati, dan pemenangnya akan memiliki si betina. Bila dalam jangka setahun tidak berhasil mengundang katak puru jantan, maka bau aneh itu masih terus keluar hingga habis sendiri, itu berarti berakhir pula hidup katak puru betina. Karena seringnya terjadi perebutan dan bunuh membunuh, dituntut oleh keperluan lahiriah pula, maka katak puru ini memang sudah jarang ada dan sukar ditemukan, boleh dikata termasuk binatang aneh yang sudah hampir punah di dunia ini. Secara tidak terduga, hari ini Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat-in memergoki binatang aneh yang ganas di hutan liar yang tidak pernah diinjak maausia ini, mungkin memang sudah ditakdirkan mereka harus menghadapi petaka ini. katak puru itui masih terus mengeluarkan suara aneh, asap putih masih terus menyembur dari mulutnya, lidah merah sepanjang satu kaki terus mulur masuk. bola matanya yang bundar tepat ditengah kepalanya yang persegi melotot semakin besar. Sesaat Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat in sama-sama kaget dan melenggong oleh binatang aneh yang tiba-tiba muncul ini. Saking kaget dan takutnya, serta merta Tio Swat-in menegakkan badan seraya melolos pedang ditangan. Tapi pada detik yang sama, katak puru masih delapan kaki di depan mereka tiba-tiba menggerakkan kepalanya yang persegi, dimana keenam kakinya memancal, secepat kilat tubuhnya sudah melesat lurus menerjang kearah Tio Swat-in yang sudah melolos pedang. Bukan kepalang kaget Tio Swat-in lekas dia berkelit sambil miring kesamping, pedang pusaka ditangannnya secara reftek menabas dengan sembilan bagian tenaganya kearah perut katak puru yang menerjang tiba. Dalam waktu yang sama, tampak sinar emas gemerdep dalam waktu singkat itu Pakkiong Yau-Liong juga sudah mengeluarkan tombak lemasnya, dengan jurus Le-cu kian-kian-toh menusuk ke tenggorokan katak puru, bukan saja serangannya sangat cepat, aneh, tenaga yang dikerahkan juga cukup besar. -oo0dw0oo- 9 PEKIK suara katak puru makin keras dan gencar, tubuhnya tiba-tiba mengendap turun secara tepat menghindar dari tusukan tombak Pakkiong Yau-Liong yang ganas, sementara ekornya yang setengah kaki itu tiba-tiba mengipat. "Trang" Entah bagaimana tahu-tahu pedang Tio Swat-in kena ditangkisnya terpental kepinggir. Disamping kaget Tio Swat-in batu insyaf pula bahwa katak puru ini ternyata lihay, ekornya tidak mempan senjata tajam pula, tenaga kipasan ekornya ternyata mampu menangkis pedangnya hingga hampir dia tidak kuat memegang senjatanya pula. Bahwa tusukan tombaknya luput, diam-diam Pakkiong Yau-Liong juga kaget, sungguh tak diduganya bahwa binatang yang kelihatan bergerak lamban ini ternyata bisa bergerak setangkas ini, kalau ekornya tidak mempan senjata, maka kulit badannya yang benjol-benjol kehijauan itu mungkin juga kebal. Hanya segebrak saja Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat-in lantas insyaf bahwa binatang dengan bentuk aneh dan ganjil ini teramat sukar dihadapi. Sekali kurang hati- hati, bukan mustahil awak sendiri bisa celaka dan melayang jiwanya. Karena menubruk tempat kosong, katak puru mengeluarkan suara semakin keras dan membisingkan, begitu menyentuh tanah, ke enam kakinya ternyata bergerak lincah dan mencelat membalik tubuh, langsung menubruk pula kearah Tio Swat-in- Kembali Tio Swat-in menyingkir seraya menggerakkan pergelangan tangan, dimana sinar dingin berkelebat, pedangnya telah membelah pula kearah katak puru yang menubruk datang. Dikala pedangnya berputar itu, benaknya berpikir. "Kelihatannya binatang ini tak mempan senjata, lalu kesasaran mana pedangku harus kutujukan ?" Karena sedikit bimbang ini gerak-gerik sedikit merandek. Hanya terpaut sedetik saja, katakpum itupun sudah menubruk tiba dengan bau amis yang memualkan merangsang hidung, ekornya tegak kaku terus menyapu ke arah Tio Swat-in- Gerak perobahan katak puru kali ini ternyata lebih cepat dan tangkas, serangannyapun terlalu mendadak dan sukar diduga pula, betapapun Tio Swat-in tidak menyangka bahwa binatang aneh ini masih mampu merobah gerakan balas menyerang pula. Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dalam detik-detik kritis ini, jelas Tio Swat-in takkan mampu menyelamatkan diri dari sabetan ekor katak puru. Sudah tentu hal ini sangat mengejutkan Pakkiong YauLiong, mendadak dia gerakkan tombaknya terus menusuk sekuatnya kearah katak puru. Dia pikir dengan tenaga tusukan tombak nya paling tidak dapat mendorong mundur binatang aneh yang masih terapung diudara, sehingga Tio Swat- in punya kesempatan meluputkan diri dari sabetan ekor lawan- Lwekang sudah dikerahkan sehingga tombak lemasnya itu tegak lurus menusuk kedepan, sekilas dilihatnya bola mata tunggal yang mencorong merah itu, tergerak hatinya, kalau sekujur badannya kebal senjata, maka bola mata sebesar tinju itu pasti tempat paling lemah yang mematikan- Kontan dia menekan tangan sehingga ujung tombaknya berputar mengincar bola mata katak puru, serangan secepat kilat. Gerak serangan yang berobah secepat kilat serta mendadak ini sungguh lihay dan mengejutkan- Agaknya katak puru juga insyaf bahwa lawan telah tahu letak kelemahannya, tiba-tiba dia mengkeretkan kepala, tak sempat menyerang orang dengan gugup dia membalikkan badan terus mencelat mundur. Tapi daya tusukan tombak Pakkiong Yau-li-oog keras dan cepat. "Trak" Tombaknya masih sempat menusuk batok kepalanya, walau tidak melukai, tetapi tenaga tusukan yang besar berhasil melempar katak puru itu jatuh setombakjauhnya. "Blang" Badannya jatuh terbalik dengan perut meghadap kelangit. Tapi sigap sekali katak puru telah mencelat berdiri pula diatas kakinya, sorot matanya kelihatan gusar menatap Pakkiong YauLiong, mulutnya menjerit pula dengan suaranya yang membisingkan, seolah-olah menantang dan ingin adu jiwa dengan Pakkiong Yau-li-ong. Tapi katak puru juga tahu bahwa kedua orang lawannya ini tidak mudah dirobohkan, titik kelemahan sendiri juga telah diketahui lawan, meski mulut terus berceloteh dan lidah merahnya masih mulur masuk. kini dia mulai menyemburkan hawa putih, kedua kaki depannya terangkat seperti mencakar-cakar, namun tidak berani bertindak gegabah pula. Setelah disergap dua kali oleh katak puru, Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat-in insyaf bahwa binatang berbisa ini sukar dihadapi, sedikit meleng bisa celaka akibatnya, terutama Tio Swat-in, di samping jijik hatinya pun merasa takut, maka dia tidak berani lena. Diam tak bergerak mereka bersiaga serta mencari akal cara bagaimana mengalahkan binatang berbisa ini. Tanpa bersuara akhirnya dua orang dan satu binatang berhadapan saling pandang dan menunggu kesempatan untuk membinasakan lawannya. Satu hal yang tidak menguntungkan Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat-in, setiap kali angin menghembus datang, selalu membawa bau amis yang memualkan, sehingga menimbulkan rasa tegang yang memuncak. Sang surya telah mulai terbenam, tabir malam sudah mulai menyelimuti mayapada. Bulan sabit sudah mulai bertengger dipucuk pohon, sehingga kegelapan alam semesta ini menjadi remang remang. Tapi bola mata katak puru ternyata masih mencorong terang. Benjol-benjol tubuhnya yang berwarna hijau seperti mengandung pospor memancarkan sinar gemerdep hijau, kini mulutnya mulai memekik-mekik pula, suaranya tetap keras bernada tinggi. Karena bersiaga dengan sepenuh semangat dan perhatiannya, keringat tampak menghias jidat Tio Swat- in, karena terlalu sering mencium bau yang memualkan, lama kelamaan dia merasa kepalanya pusing. Tapi sedikitpun dia tidak berani lena, tetap bersiaga dan waspada. Demikian pula keadaan Pakkiong Yau-Liong, lambat laun kepalanya juga mulai pusing. Diam-diam Pakkiong Yau-Liong menghela napas, batinnya. "Sayang kondisiku sekarang jauh lebih lemah, Lwekang juga tidak setangguh dulu, lalu buat apa kami membuang waktu dan banyak menghabiskan tenaga, bila kurang hati-hati bukan mustahil jiwa sendiri yang melayang percuma ? Bila bisa pergi kenapa tidak menghindar saja?" Maka diam-diam Pakkiong Yau-Liong menarik ujung baju Tio Swat- in serta memberi kedipan mata. Sayang Tio Swat in yang tumplek seluruh perhatian mengawasi binatang aneh itu, tidak menyadari atau mengerti apa maksud isyarat Pakkiong Yau-Liong. Apa boleh buat terpaksa Pakkiong Yau-Liong menarik lengannya serta diajak menyurut mundur selangkah demi selangkah. Akan tetapi katak puru sedikitpun tidak memberi kelonggaran, kalau mereka mundur dia justru maju mendesak, sorot matanya kelihatan berobah lebih aneh dan tajam, suaranya juga lebih keras dan menusuk telinga. Kini Tio Swat-in sudah sadar apa maksud Pakkiong Yau-Liong, begitu Pakkiong Yau-Liong menghardik lekas dia lantas menjejak kaki sekuatnya, bersama Pakkiong Yau-Liong kedua orang ini mencelat mundur beberapa tombak jauhnya. Tapi pada waktu yang sama, katak puru juga menggerakkan kepalanya. "Wut" Dengan membawa angin amis yang memualkan, seCepat kilat katak puru melesat kearah mereka berdua. Kali ini katak puru sudah siap dan menghimpun kekuatan sejak tadi, maka daya luncur sungguh Cepat sekali, jauh lebih pesat dari terkaman yang terdahulu. Begitu mendorong pundak Tio Swat-in, tanpa berjanji mereka menCelat berpencar ke kanan kiri. Ternyata daya luncur katak puru tiba-tiba seperti berhenti ditengah udara, ditengah udara tubuhnya mendadak bisa berputar seperti menari, dengan kepala sebagai titik berat badannya, maka terciptalah sebuah lingkaran bulat warna hijau seluas delapan kaki, deru sambaran anginnya kencang sekali, kekuatannyapun lebih mengejutkan, ekornya yang setengah kaki itu tiba-tiba menyabet pula, laksana gugur gunung saja melanda kearah mereka. Kembali Pakkiong Yau-Liong dan Tio Swat-in terperanjat, untung mereka cukup tangkas, tanpa ayal keduanya lantas lompat menghindar pula. Hanya sekejap katak puru ternyata mampu mendesak dan membuat kerepotan dua jago kosen Bulim untuk menghindar dengan gerakan gugup dan pontang-panting, bahwasanya bukan saja terdesak, kesempatan balas menyerangpun tidak mampu lagi. Akan tetapi serangan berantai katak puru ternyata tidak terhenti sampai disitu saja, luar biasa memang mahluk aneh ini, ditengah udara kembali dia berputar dua lingkaran dengan daya luncur yang tetap kencang, begitu melihat kedua lawan menyingkir pula, bebas dari jangkaUan serangan kabut hitam yang disemburkan dari mulutnya. Akhirnya habis juga daya luncuran katak puru, tubuhnya berdentam diatas tanah berbatu namun sigap sekali dia sudah membuat ancang-ancang pula sambil berceloteh dengan suara yang membisingkan, sekonyong-konyong ekor pendeknya itu menggelegar menghantam tanah, kontan badannya melenting keatas terus melejit mumbul pula menubruk kearah Tio Swat-in-Baru saja kaki Tio Swat-in menyentuh bumi, suara bising dibelakang mendadak memekak telinga pula, hatinya lantas berfirasat jelek akan keadaan awak sendiri, maka didengarnya suara "Plak" Yang nyaring menimbulkan kepulan debu, mahluk aneh itu telah menubruk serong pula kearahnya secepat kilat. "Hiiiiaaaaat" Tio Swat-in membentak gusar sambil menggetar pergelangan tangan, pedang mestikanya terbalik, dengan tepat dia incar bola mata katak puru, terus menusuknya dengan penuh kebencian. Serangan pedang Tio Swat-in cepat lagi ganas, namun tubrukan katak puru juga tidak kurang hebatnya, mau tidak mau Tio Swat-in berpikir. "coba kali ini dapatkah kau lolos dari pedangku? " Tetapi diluar tahunya bahwa kata puru panjang empat kaki ini, meski belum mampu menyemburkan asap melukai lawan, tapi usianya juga sudah mencapai empat ratusan tahun, badannya kebal, gerak-geriknya Cukup tangkas lagi, mana semudah itu dia lukai. Kelihatannya tusukan pedang itu pasti mengenai sasaran, diam-diam Tio Swat-in sudah kegirangan, maka dia salurkan seluruh tenaganya keujung pedang. Akan tetapi dilain detik detik berbahaya itu, katak puru ternyata dapat menggelengkan kepalanya yang segi empat itu, seCara kebetulan dapat meluputkan matanya dari tusukan pedang Tio Swat-in, semenrara tubuhnya tetap meluncur kedepan tanpa berubah menerjang ke dada Tio Swat-in-Jangan kata dada kena digigit, umpama badan keserempet saja bila sampai keluar darah dalam jangka tiga jam jiwa pasti melayang dan sehari kemudian sekujur badan akan hangus menjadi abu. Ujung pedang Tio Swat In hanya serambut saja menyelonong lewat dari samping bola mata katak puru, sementara katak puru itu tetap meluncur kearahnya. Karuan saking kaget dan ngeri berobah pucat muka Tio Swat-in, keringat tampak bertetes diatas jidatnya. Dalam menusukkan pedangnya tadi Tio Swat-in yakin serangannya pasti berhasil maka dia kerahkan seluruh tenaganya, sehingga tubuhnya ikut tersuruk kedepan dan tak mungkin bisa menarik diri pula, celakanya lagi badannya seperti sengaja diserahkan ke mulut katak puru, kontan dia merinding dan ngeri, diam-diam hatinya mengeluh. "celaka.." Akan tetapi perjuangan hidup tetap bersemi dalam benaknya, hal ini seCara reftek menyentak otaknya sehingga tubuhnya kuasa dimiringkan kepinggir, walau dia tahu betapapun cepat gerakkannya, jelas dirinya tak akan sempat meluputkan diri lagi. Pada detik-detik gawat itulah mendadak sebuah gerungan gusar menggelegar, tampak dengan mata melotot, rona wajahnya memperlihatkan betapa teguh dan besar keyakinannya, mendadak dia ulur kelima jari tangan kirinya, secepat kilat menangkap ekor katak puru. Waktu katak puru menggabu ekornya di atas tanah terus melesat kearah Tio Swat-in, ternyata Pakkiong Yau-Liong juga sudah menyelinap maju, Cuma katak puru menyerang Tio Swat-in, badannya kebal lagi, meski gugup Pakkiong Yau-Liong jadi bingung untuk turun tangan-Kini melihat bahaya mengancam jiwa Tio Swat-in, bila dia tidak lekas bertindak, katak puru akan melukai kekasihnya, maka tanpa pikir segera dia tangkap ekor katak puru, kedua kaki pasang kuda-kuda terus membetot sekuat-kuatnya. Betapa besar betotan Pakkiong Yau-Liong tenaga yang dikerahkan mampu menarik benda ribuan kati, sehingga katak puru yang menerjang kearah Tio Swat-lot terapung di udara dan kena ditariknya mundur beberapa kaki, sementara sigap sekali Tio Swat-in sudah berhasil kebelakang satu tombak lebih. Bahwa serangannya tsk berhasil tahu-tahu ekornya, dipegang oleh Pakkiong Yau Liong, di kala tubuhnya terbetot mundur dan masih terapung di atas udara itu, mulutnya menjerit-jerit pula sambil berontak menekuk dan meluruskan tubuhnya, agaknya tindakan Pakkiong Yau-Liong telah membakar sifat liarnya. Terasa goncangan besar menggetar seluruh lengan Pakkiong Yau-Liong hampir tidak kuasa dia memegang kencang ekor binatang beracun itu. Mendadak katak puru meliuk badan serta melintir balik ke atas, mulutnya mencaplok ketangan Pakkiong Yau-Liong yang memegang ekornya. Karuan Pakkiong Yau-Liong kaget, betapapun dia tidak kira bahwa mahluk aneh ini bisa meronta sedemikian rupa, dalam keadaan serba susah ini, betapapun sebetulnya Pakkiong Yau-Liong tidak akan membebaskan pegangan, maka dia menghentak tombak lemasnya menusuk kebola mata katak puru yang menyalip. Semua ini terjadi dan berlangsung dikala Tio Swat-in kebelakang dan berhasil menguasai dirinya pula. Mulutnya terlongo, bola matanya yang jeli bening terbelalak namun memancarkan sinar buram dan kuatir. Pedang masih dipegang, namun sekujur badan terasa dingin dan kuyup oleh kering sesaat dia berdiri mematung. Sungguh tak terpikir olehnya bahwa situasi bisa berobah segawat ini, bukan saja katak puru tidak mempan senjata, ternyata mampu meronta dan balas menggigit, dalam keadaan tidak menguntungkan ini, jelas Pakkiong Yau-Liong bakal d rugikan. Namun kecuali melenggong dan gugup setengah mati, dalam waktu sesingkat ini, apa pula yang bisa dia lakukan? Jangan kata tak mungkin membantu, otaknya juga seperti beku tak mampu mencari akal untuk mengatasi situasi yang gawat ini, padahal dia berdiri dalam jarak setombak. mampu berbuat apa dirinya...? Dalam detik-detik yang akan menentukan aku mati atau kau yang mampus itulah. Kalau tidak berada dalam keadaan kepepet betapapun katak puru tidak boleh disentuh atau di tabrak. Tampak kepalanya seperti memagut naik, mumpung Pakkiong Yau-Liong masih pegang ekornya, dan dijinjing keatas, mendadak tubuhnya membalik. Sejak disiksa dan diperlakukan sebagai binatang oleh Tok-ni-kau-hun Ni Ping-ji dalam penjara batu itu, kondisi badan Pakkiong Yau-Liong terlalu lemah dan kosong, walau Siangkoan Bu telah menyembuhkan luka-luka Pakkiong Yau-Liong dengan obat-obat mujarab tapi keadaannya sekarang belum sesehat badannya setahun yang lalu. Getaran katak puru yang meronta karena tergantung di udara terasa menambah berat beban tangannya yang telah kerahkan setaker tenaganya, padahal hampir terlepas pegangannya. Kini dia harus menusukkan tombak lemasnya pula, berhasil atau tidak serangannya, betapapun telah mengkorting tenaga tangan kirinya. Maka begitu katak putu meronta dan menyendal, Pakkiong Yau-Liong merasa lengannya tergetar keras, telapak tangannya seketika sakit luar biasa, tahu-tahu katak puru sudah terlepas dari pegangannya dan melesat terbang kesana, ekornya yang kaku panjang setengah kaki tampak berlepotan darah. Dari samping Tio Swat in melihat jelas semua kejadian ini, sebat sekali dia melompat kesamping Pakkiong Yau-Liong, suaranya panik dan gemetar selirih semut. "Kau...." Langsung dia pegang tangan kiri serta memeriksa luka-luka telapak tangannya. Hanya sekejap Pakkiong Yau-Liong sudah merasa seluruh lengan kirinya kaku, termasuk telapak tangannya kesakitan luar biasa, panas seperti dibakar, rasa gatalpun tak tertahankan lagi. cepat Pakkiong Yau-Liong menarik tangan kirinya menghindar dari pegangan tangan Tio Swat-in yang sudah diulur. Pakkiong Yau-Liong tahu gelagat teramat buruk bagi dirinya, karena perasaan sakit dan panas ini luar biasa, jelas bukan rasa sakit biasa bila kulit leCet saja. "Racun..." Dalam hati dia menjerit, dia insyaf bahwa dirinya telah keracunan-Untunglah dasar Lwekang Pakkiong Yau-Liong cukup tangguh dan berakar, lekas dia menghimpun hawa murni mengerahkan tenaga menutup jalan darah badannya supaya racun tidak menjalar lebih tinggi, katanya sambil mengawasi Tio Swat-in. "Tidak apa-apa, hanya lecet sedikit. Aku sudah mendapat akal bagaimana menghadapi binatang keparat ini..." Sudah tentu Tio Swat-in tak percaya perkataan Pakkiong Yau-Liong, namun sebelum Pakkiong Yau-Liong habis bicara, katak puru telah membalik badan terus menggelinding sekali, bagai sebongkah batu saja mendadak menindih turun dari tengah udara "Minggir Swat-in" Seru Pakkiong Yau-Liong, tidak mundur dia malah mendesak maju, tangan kanan terbalik, tombak singanya di ulur lurus sekeras toya, langsung mengepruk keatas katak puru yang menerjang tiba. "Plak" Seperti tongkat memukul batu saja tombak Pakkiong Yau-Liong ternyata mental dan melengkung, tapi katak puru juga terpukul jatuh setombak jauhnya. "Blang" Punggung menyentuh tanah, perut menghadap kelangit, beberapa kali dia harus meronta dengan kaki mencakar batu dia berhasil membalikkan badannya. Begitu berdiri pula pada posisinya semula, katak puru mulai menyemburkan uap putih dari mulutnya, lidahnya kelihatan lebih mengerikan, ekor dan kepalanya bergoyang-goyang, mulutnya mengeluarkan suara ramai yang membising telinga, bola matanya yang menyala-nyala kelihatan lebih galak menatap Pakkiong Yau Liong, sesaat dia tidak bergerak. agaknya sudah jeri menghadapi lawan yang lihay ini. Pakkiong Yau-Liong tahu bahwa dirinya sudah keracunan, maka dia tidak ingin Tio Swat-in yang masih segar bugar ini ikut celaka bersama dirinya, maka dia bertekad dengan sisa tenaganya sendiri untuk adu jiwa dengan katak puru beracun ini. Sambil membaling-baling kan tombak lemasnya, Pakkiong Yau-hong tatap katak puru yang juga mendelik gusar itu serta beranjak maju setindak demi setindak. Sambil menjerit katak puru menegakkan keenam kakinya, siap menerkam Pakkiong Yau-Liong menyerang. Dari pihak yang diserang Pakkiong Yau-Liong nekad balas menyerang, sayang napasnya sudah sengal-sengal, keringat telah membasahi jidatnya. Bentuk katak puru sekarang juga lebih mengerikan dan mendirikan bulu roma, sinar hijau dan benjol-benjol kulit badannya kelihatan lebih nyata, demikian pula jeritan suaranya menandakan rasa ketegangan yang memuncak. Pakkiong Yau-Liong terus maju makin dekat, katak puru tetap menggeleng kepala menggoyang ekor. Lebih dekat, napas Pakkiong Yau Liong juga lebih memburu, sementara jerit suara katak puru lebih tajam, bengis dan galak memekak telinga. Sekonyong-konyong kaki katak puru yarg enam itu bergerak selincah belut memutar datar, secepat roda menggelinding tiba tiba menerjang kedua kaki Pakkiong Yau-Liong. Yang diserang sudah siaga, baru saja tombaknya hendak ditimpukkan, mendadak sebuah pikiran berkelebat dalam benaknya. Sambil menggerung gusar mendadak Pakkiong Yau-Liong menjejak bumi, tubuhnya melejit beberapa kaki tingginya, katak puru sudah melesat tiba dibawah kakinya, mendadak dia kerahkan tenaga ribuan kati pula secara kekerasan menurunkan tubuhnya pula. Maksud Pakkiong Yau-flong dengan berat badan dirinya hendak menginjak punggung katak puru lalu dengan tenaga Jian-kin-tui memantek si katak ditanah supaya tidak mampu bergerak syukur bisa menindihnya mati sehingga lawan tidak mampu mengganas pula, untuk menghadapi atau membunuhnya tentu tak periu banyak membuang tenaga lagi. Akal Pakkiong Yau-Liong memang bagus, namun begitu serangan, karena beberapa kali kena dipukul lawan, sudah tentu kali ini dia tidak semudah yang dahulu kena dia kali lawannya pula. Mendadak badannya mengegol terus menegakkan badan, kepala yang persegi itupun ikut tegak berdiri sambil membuka mulut lebar-lebar memagut ke kaki Pakkiong Yau-Liong yang menginjak turun. Gerakan kedua pihak cepat dan keras, mendadak pula, dalam detik detik sesingkat ini, keadaan Pakkiong Yau-Liong betul-betul amat bahaya. "Blaam." Sebuah bentakan nyaring pendek. dibarengi selarik sinar terang menyamber kearah titik kelemahan katak puru, yaitu bola mata mungil yang merah menyala itu. Ternyata meski jantung berdebar debar dan tegang mendadak melihat keadaan Pakkiong Yau-Liong yang berbahaya ini, betapa tak kan gugup hatinya? Bahna gugupnya tanpa pikir kontan dia timpukkan pedang mestika mengincar matanya. Sesaat sebelum pedang mustika Tio Swat-in mengenai sasaran, semprotan darah mendadak beterbangan diudara, sehingga bau amis yang memenuhi udara terasa lebih tebaL Kiranya pada detik- detik yang menentukan itu, sebelum kedua kakinya dicaplok katak puru yang terpentang lebar, saking kaget, timbul akalnya. Sekenanya kedua kakinya saling pancal sehingga gerakan tubuhnya seperti tertahan dan bergantung diudara, tubuhnya sejajar dengan tanah, sementara tombaknya ditusukkan lurus kebawah tepat masuk ketenggorokkan katak puru. Dalam waktu sesingkat kilat berkelebat itu, kejadian terlalu mendadak pula, betapapun lincah dan gesit katak puru juga tak mungkin meluputkan diri lagi. Begitu darah muncrat dari mulutnya yang lebar, pedang mestika Tio Swat-in secara telakpun telah amblas menembus mata tunggalnya. Luka ditambah luka, saking kesakitan katak puru mengamuk dan meronta sejadi-jadi, batu yang berserakan disapu dan digulung beterbangan, sungguh dahsyat kekuatan katak puru disaat meregang jiwa. Ditengah suara gaduh dimana katak puru sedang berguling-guling, sesosok tubuh tampak terpental jumpalitan dan "Blang" Terbanting keras ditanah. Ternyata Pakkiong Yau-Liong masih terapung diudara, begitu katak puru, meronta bergulingan, jelas dia tidak mungkin menyingkir atau mengundurkan diri, di saat tubuhnya melayang turun tubuhnya ditumbuk oleh badan katak puru yang sedang meronta hingga terlempar setombak jauhnya. Lambat laun rontaan katak puru makin lemah dan melayanglah jiwanya setelah kehabisan darah dan tenaga. Dengan gugup dan gelisah Tio Swat-in berdiri disamping Pakkiong Yau-Liong yang duduk ditanah. Karena ditumbuk katak puru, hawa murni yang telah dikerahkan dalam tubuh Pakkiong Yau-Liong menjadi buyar, kadar racun yang tertahan dilengan seketika merembes kedalam badan. Kini dia merasakan sekujur badan lunglai, kerongkongan kering dan gatal, seolah-olah dia berada diatas tungku yang menyala baranya, panas badannya sukar tertahan lagi. Bulan sabit lebih tinggi, bayangan pohon laksana setan gentayangan. Setelah terjadi kegaduhan, kini keadaan kembali tenang dan sunyi. Dibawah sinar bulan sabit yang remang-remang, bangkai katak puru tampak menggeletak mengerikan, benjolan hijau ditubuhnya sudah tidak memancarkan sinar mengkilap lagi, demikian bola matanya belong sudah belong tertusuk pedang. Darah berceceran mengenangi tubuhnya, binatang beracun ini takkan bisa mengganas pula. Tapi bau amis badan dan darahnya sungguh memualkan. Tio Swat-in seperti kehabisan akal, dengan gelisah dia hanya bisa mengawasi Pak-klong Yau-Liong yang tersiksa, namun perasaannya seperti ditusuki ribuan jarum, jauh lebih baik menderita dari Pakkiong Yau Liong yang dicintainya ini, tiba-tiba dia teringat akan obat mujarap yang diberikan oleh Siangkoan Bu menjalang pemberangkatan mereka tempo hari. Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lekas dia turunkan buntalannya serta membalik-balik isinya, akhirnya ditemukan sebotol Hiat-tok-san, lekas dia ambil kantong air dan siap mencekok puyer pemunah racun itu ke mulut Pakkiong Yau-Liong. Tapi kantong air ternyata telah kosong, karuan rasa gugup dan gelisahnya bukan main-"Air, air. Berikan aku air." Ditengah deritanya Pakkiong Yau-Liong, menjerit dengan suara sengau, tubuhnya mengejang dan kelejetan. Hampir pecah kepala Tio Swat-in saking gugup, rasa sesal mengeduk hati, kenapa tadi tidak selekasnya dia mencari sumber dan mengisi kantong airnya yang sudah kosong, lalu bagaimana sekarang dia harus mencekok puyer ini kemulut Pakkiong Yau-Liong? Pikiran Pakkiong Yau-Liong masih sadar meski rasa panas menjalar keseluruh tubuh, teraba darah ditubuhnya seperti mendidih, kulit dagingnya sudah hangus, bela matanya merah dan melotot besar. Napasnya mendesau, lidah menjulur panjang keluar mulut, kulit mukanya berkerut merut, tubuhnya terus berkelejetan-saking tak tahan dia masih berusaha menjerir minta air. Pikirannya semakin kabur, mendadak dia mendengak sambil terkial-kial, gelak tawa aneh yang sudah biasa dia kumandangkan waktu di ceng-hun-kok dulu Mendengar nada tawa yang mengerikan ini Tio Swat-in sampai menggigit ngeri dan merinding. Tapi lekas dia tenangkan diri dan pusatkan pikiran, pikirnya. "Apakah aku harus tetap menjaganya disini? Atau lekas pergi cari air? MinUm obat membutuhkan air, keadaan Pakkiong Yau Liong yang mengering juga memerlukan air, maka lebih penting sekarang aku harus mencari air dan selekasnya kembali." Akhirnya dia berkeputusan mengambil air, karena tanpa air, umpama dia tetap menunggu disamping Pakkiong Yau-Liong juga takkan dapat mengatasi keadaan yang fatal ini. Maka dia mendekatkan mulutnya dipinggir telinga Pakkiong Yau-Liong, katanya perlahan. "Kau tunggu dan tahan sekuatnya, aku akan cari air, sabarlah aku akan segera kembali." Agaknya Pakkiong Yau-Liong amat tersiksa dan menderita keliwat batas, namun hatinya masih jernih, sekuatnya dia angkat kepala mengawasi Tio Swat-in dengan bola matanya yang melotot merah, lalu manggut sekali. Dengan berlinang air mata sekilas Tio Swat-in tatap Pakkiong Yau-Liong terus menyambar kantong air berlari pergi secepat terbang. Pakkiong Yau-flong seperti digembleng dalam siksa derita, namun sekuatnya dia kertak gigi menahan sakit dan panas, walau Tio Swat-in pergi membawa secercah harapan, apa lagi Pakkiong Yau-Liong masih muda, betapapun dia tidak rela meninggalkan dunia fana ini, karena masih banyak tugas yang belum sempat dia bereskan. Akhirnya siksa panas dan gatal itu tak tertahankan lagi, Pakkiong Yau-Liong meronta berguling-guling sambil menjerit-jetit, kedua tangannya mencengkram tanah, mencengkram dan mencengkram sampat amblas kedalam bumi. Tawa anehnya masih berkumandang, tapi tidak sekeras tadi, tubuhnya makin terus berguling hingga mencapai sela-sela batu darimana tadi katak puru keluar. Tubuh Pakkiong Yau-Liong tiba-tiba melonjak keatas, kepalanya terangkat, tampak wajahnya yang kurus itu kelihatan merah darah, lebih jelek lagi. Sela-sela batu gunung itu cukup lebar dan gelap. tapi disebelah dalam yang gelap sana tampak suatu benda putih sebesar tinju memancarkan cahayanya. Mahluk apa pula yang menghuni sela-sela batu ini? Tubuhnya bergetar keras, kini dia tidak mampu menguasai diri sendiri, dia tahu bahwa jiwanya sudah diambang maut, sebentar lagi juga akan mati, kuatir Tio Swat in lekas kembali dan melihat keadaannya yang mengenaskan, atau kuatir Tio Swat-in celaka oleh mahluk jahat lainnya, maka dia berpikir. Jiwaku sudah dekat ajal, keracunan sehebat ini takkan mungkin sembuh, lebih baik dengan sisa tenagaku yang sudah tiada harapan hidup ini, sebelum Tio Swat-in kembali, aku telah membunuhnya pula." Maka sekuatnya dia tahan sakit sambil menyeret tombak lemasnya dia merangkak kedalam sela-sela batu. Tiba-tiba hidung Pakkiong Yau-Liong yang diserang bau amis seperti mencium serangkum bau wangi semerbak. bau wangi yang dingin seketika membawa rasa segar badannya yang panas terbakar, siksa derita tiba-tiba menjadi berkurang. Maka dia lebih giat merambat, merambat makin dekat sinar putih yang tak bergerak di sela-sela batu sana. Pada hal dia sudah berada dipojok sela-sela batu gunung, sinar putih dalam kegelapan itu sudah dilihatnya jelas. Sekuatnya Pakkiong Yau-Liong angkat kepala dan membuka lebat matanya, sinar putih itu tidak mirip mata binatang, lalu benda apakah yang bisa memancarkan sinar putih dalam tempat segelap ini? . Sayang pandangan mata sudah kabur hingga tak kuasa dia melihat jelas benda apakah itu. Meski derita masih merayapi sekujur badan, tapi dia terus merambat dan merambat. Mendadak segulung hawa panas yang tak tertahankan lagi menerjang keluar dari pusarnya terus meledak dan menerjang keseluruh anggota badannya. Dibawah gempuran hawa panas didalam tubuh, Pakkiong Yau-Liong yang sudah sekarat bertambah parah lagi, kepalanya serasa pecah, setelah kelejetan beberapa kali, tiba-tiba Pakkiong Yau-Liong terkulai semaput. Karena keracunan katak puru yang membakar badan, keadaan Pakkiong Yau Liong sekarang berada diambang kematian pula^ Sedetik Pakkiong Yeu-Liong semaput oleh penderitaan yang luar biasa, serangkum hawa wangi tiba tiba menghembus lewat, kontan Pakkiong Yau-Liong merasa sekujur badannya semilir dingin seperti habis mandi dalam empang es. sekuat tenaga dia kerahkan tenaga menegakkan badan serta menarik napas sedalam-dalamnya. Sekarang dia sudah yakin bahwa benda yang mengeluarkan bau harum ini, merupakan obat mujarap untuk menyembuhkan keracunan badannya. Apa lagi setelah dia memenuhi paru-parunya dengan hawa wangi itu, pandangannyapun bertambah terang, maka dilihatnya di atas sela-sela dinding batu sana berpancar sinar putih, itu bukan mata sesuatu makhluk, tapi adalah. ah susah dia melihat jelas dalam jarak sedekat ini. Bau harum itu kembali merangsang hidung di kala hembusan angin dingin lalu, ternyata semangat tambah bergairah, maka lebih besar keyakinannya bahwa bau harum itu keluar dari benda yang memancarkan sinar putih itu. Betapa girang hati Pakkiong Yau-Liong. seperti si kafir yang kepanasan ditengah padang pasir mendadak melihat oase, sekuatnya dia kerahkan tenaga merangkak maju. Bau harum makin tebal, kini Pakkiong Yau-Liong sudah dekat di bawah sinar putih itu, untunglah makin bau harum makin tebal dan tenaga serta pikirannya-pun lebih jernih dan kuat. Rasa sakit kepanasan dan gatal yang menyiksa sekujur badannyajauh berkurang, sehingga dia dapat merangkak lebih kuat dan cepat. Kini dia sudah jelas benda yang memancarkan sinar putih di atas dinding itu adalah sesuatu benda kecil yang bentuknya seperti orok kecil berwarna putih mulus laksana salju. Sebuah pikiran tiba-tiba menggelitik hatinya . "Ya kong-ci bukankah Ya-kong-ci yang pernah disinggung Suhu dulu? Sungguh beruntung dirinya mendapat anugerah sebesar ini untuk memetik obat dewa yang mandraguna ini. Benda bersinar berwarna putih mulus berbentuk seperti orok ini dan mengeluarkan bau harum memang benar adalah Ya-kong-ci (rumput sinar malam). Umumnya dimana terdapat suatu benda sakti, pasti ditunggu oleh binatang buas atau beracun-Demikian pula Ya-kong-ci adalah merupakan obat mujarab yang susah didapat di dunia. Ya-kong-ci terdapat dua jenis, jenis pertama berbentuk seperti anak kecil, jenis lain berwarna merah bentuknya seperti kelinci. Yang berbentuk orok dapat memancarkan sinar putih, bentuk seluruhnya berwarna putih, sebaiknya yang berbentuk kelinci seluruhnya merah juga memancarkan cahaya merah. Sejak bersemi sampai berkembang Ya-kong-ci harus tumbuh selama tiga ratus tahun dan dari berkembang sampai berbuah memerlukan waktu seratus tahun pula, malah setelah berbuah memerlukan waktu enam puluh tahun pula baru bUahnya dapat memancarkan cahaya, disaat bercahaya itu adalah saatnya bUah itu sudah matang, namun Ya-kong ci yang sudah matang ini hanya kuat bertahan dua bulan satelah dua bulan buahnya akan rontok. pohonnya yang kecilpun akan kuyu dan kering berarti tidak berguna pula. Ya-kong-ci yang berbentuk orok dan Ya-kong-ci yang berbentuk kelinci kecuali sama-sama dapat menawarkan ratusan jenis racun, ternyata khasiat lainnya satu sama lain berbeda. Bagi orang yang berjodoh menemukan Ya-kong ci mirip kelinci serta memakannya, maka usianya akan bertambah tiga lipat, badannya kebal terhadap segala jenis racun, selama hidup takkan terserang penyakit apapun. Sebaliknya Ya-kong ci berbentuk orok kecuali memiliki khasiat seperti yang ada pada Ya-kong-ci mirip kelinci, ternyata masih dapat meringankan menambah kuat pula, bila seorang pesilat yang memakannya, Lwekangnya akan bertambah lipat ganda dan mencapai tingkat yang paling top. Sekarang Pakkiong Yau-Liong ketiban rejeki disaat dia meregang jiwa, dikala jiwanya sudah diambang maut telah ditolong oleh rumput sinar malam, maka sekuatnya dia merangkak dan merambat berdiri, dengan susah payah syukur dia berhasil meraih Ya-kong-ci. Beg itu Ya kong-ci terpegang sekujur badan merasa segar, apa lagi hidungpun dirangsang bau harum itu sehingga air liurnya ber-tetesan, begitu mulut terpentang kontan dia caplok buah mulus seperti orok itu. Sari buah yang manis mengalir seketika kedalam kerongkongan terus tertelan kedalam perut, seketika terasa betapa nikmat dan segar badannya. Pakkong Yau-Liong menyedot sekuatnya berulang-ulang , hingga sari buah Ya-kong-ci terhisap habis seluruhnya, cahaya putih yang memancar dari Ya-kong-ci sudah lenyap. demikian dahan dan daon Ya-kong-cipun seketika mati dan kering. Hawa harum menjalar sekujur badan sehingga pori-porinya mengeluarkan keringat hitam dan bacin, sekali setelah hawa harum ini mengitari seluruh tubuhnya, mendadak rasa mual merangsang, kontan dia membuka mulut menyemburkan segumpal darah kental hitam, inilah air beracun yang baunya menusuk hidung. Racun katak puru beleh dikata sudah terdesak keluar seluruhnya dari dalam badannya, bukan saja sembuh perasaan Pakkiong Yau-Liong malah lebih segar dan sehat. Tiba-tiba diajadi teringat kepada Tio Swat in yang pergi mencari air, pikirnya. Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo