Ceritasilat Novel Online

Walet Besi 5


Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 5


Walet Besi Karya dari Cu Yi   "Aku tidak ingin menutupinya, sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu barang apa yang sudah tersimpan didalam kopor kuning yang sedang ku cari itu"   "Kalau begitu ini benar-benar aneh. Kalau nona tidak tahu barang apa yang ada didalam kopor kulit yang berwarna kuning, untuk apa nona membuang buang waktu, tenaga dan pikiran untuk mencari kopor tersebut?"   "Kau tidak bisa mengatakan demikian"   "Oh?"   "Tu Liong, aku tidak punya waktu untuk berdebat kusir dengan mu (berargumentasi tanpa hasil yang jelas). Pada waktu ayahku sudah dicelakai, aku harus mencari tahu sampai jelas apa alasannya. Kalau urusan balas dendam, ayahku tidak memiliki masalah apapun dengan mereka, aku sudah mencari tahu sampai bertahun tahun lamanya, ketika ayahku dihukum mati, kopor ini tidak terlihat lagi. Aku menebak bahwa alasan ayahku mati pasti ada kaitannya dengan isi kopor tersebut."   "Katakan saja kopor tersebut dipenuhi dengan uang. Kalau begitu ayahmu sudah kehilangan nyawa-nya demi membela harta, betulkah demikian?"   "Orang-orang yang mencelakai ayahku tidak perlu membunuh orang lain hanya demi sedikit uang. Kalau memang kopor tersebut dipenuhi dengan uang, sepertinya uang yang muat kedalam kopor pun tidak begitu banyak."   "Kalau begitu....?"   "Kau tidak perlu bertanya lebih jauh tentang kopor tersebut"   "Rasanya tidak tepat nona berkata seperti ini. kau tadi sudah mengatakan bahwa asalkan kopor kulit kuning tersebut sudah kau miliki, kau pasti akan segera pergi meninggalkan kota. Kalau kau pergi, aku tidak akan lagi melewati hari hariku dengan merasa khawatir, tentu saja aku harus membantumu mencari kopor tersebut."   "Oh? apakah kau serius dengan kata katamu?"   "Aku tidak ingin menutupi. Sebelum aku datang kemari untuk menemuimu, aku sudah mencari tahu tentang kopor ini. beberapa jam sebelumnya, aku sudah menemukan sebuah kopor kulit berwarna kuning seperti yang tadi di ceritakan, sayang sekali didalamnya tidak terdapat barang apapun."   "Aku sudah tahu"   Thiat-yan menjawab dengan dingin.   "Kau sudah tahu?"   "Tentu saja aku tahu. Kopor kulit itu bukan kopor kulit yang dahulu dibawa oleh ayahku. Kalau memang betul itu adalah kopornya, mana mungkin kopor itu bisa jatuh kedalam tanganmu?"   Sekarang Tu Liong tidak lagi memburu dengan pertanyaan. Dia hanya menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya, setelah itu dia berkata.   "Kalau begini duduk perkaranya, aku masih punya sebuah permintaan padamu."   "Silahkan bertanya sesuka hatimu, namun aku tidak berjanji menjawabnya"   "Seseorang terbunuh di dalam kamar kediaman Bu Tiat-cui pagi ini."   "Oh?"   "Penyebab kematiannya adalah sebuah jarum besi yang menembus kepalanya."   "Perbuatannya kejam sekali"   "Perbuatannya dilakukan dengan sangat rapi"   Thiat-yan diam saja.   "Nona, mengapa kau harus membunuh orang tersebut?"   Nona Thiat-yan berkedip sejenak, setelah itu dia kembali berkata dengan dingin.   "Menurut kabar yang beredar kau sangat pintar, kau pun sangat baik mengurusi banyak hal. Sekarang ini kau menanyakan pertanyaan seperti ini, kau jadi tampak seperti orang dungu. Apakah kabar yang beredar itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya?"   "Oh? jika demikian, ini berarti orang tersebut tidak dibunuh olehmu?"   "Tentu saja bukan. Sepanjang hidupku, aku belum pernah menghilangkan nyawa orang lain. Melukai orang lain pun baru kali ini aku lakukan."   Dalam hatinya Tu Liong diam-diam merasa kaget, kalau Thiat-yan tidak membunuhnya, siapakah pelaku pembunuhan orang itu? Jangan jangan masih ada orang lain yang mengejar kopor kulit berwarna kuning tersebut.   "Suatu saat nanti mungkin juga aku akan membunuh seseorang, hanya satu orang yang akan aku bunuh. Selain orang itu, asalkan orang lain tidak berurusan denganku, aku akan menjamin kalau orang itu tidak akan menjumpai masalah."   "Siapakah orang yang kurang beruntung itu?"   Thiat-yan berkata perlahan-lahan, patah demi patah kata diucapkan dengan jelas.   "Cu Siau-thian!"   Ini adalah jawaban yang sudah diduga jauh sebelumnya.   Oleh karena itu sedikitpun Tu Liong tidak merasa kaget, didalam hatinya dia sudah memikirkan sebuah pertanyaan yang lain.   Kalau orang yang mati tertusuk jarum besi di kepalanya bukan dibunuh oleh Thiat-yan, bukankah ini berarti masih ada orang lain lagi yang diam-diam sedang melancarkan aksinya? "Nona!"   Tu Liong mulai menggunakan keahliannya.   "aku pernah mendengar sebuah kabar, mungkin kau pernah mendengarnya juga"   "Kabar apa?"   "Menurut kabar yang kudengar, Leng Taiya sering pergi mengunjungi peramal Bu Tiat-cui. Kalau mempertimbangkan status jabatannya, tidak seharus-nya dia memiliki hubungan dengan orang orang semacam itu."   "Mengapa kau ingin mengkhianati Leng Taiya?"   "Ini bukan mengkhianatinya, aku hanya sedang meneliti situasi, dan mengejar jawaban. Aku ingin secepatnya mendapatkan barang yang ingin kau cari"   "Apakah kau sungguh berharap demikian?"   "Tentu saja. aku tidak ingin kau melakukan pembunuhan, dan terlebih lagi aku tidak ingin kau membunuh Cu Siau-thian ........baiklah, sekarang marilah kita kembali pada topik pembicaraan .... menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menyerahkan sebuah kopor kulit berwarna kuning pada Bu Tiat-cui untuk dijaganya...."   "Bukankah kopor itu sudah berada didalam tanganmu?"   Pada saat ini, Tu Liong tampak seperti ayam yang sudah kalah berkelahi.   Bulu-bulunya sudah rontok bertebaran dimana-mana.   Darahnya pun sudah berlumuran di seluruh tubuhnya.   Sangat pedih, tampak sangat menyedihkan, dan kecewa.   Sepertinya siasat yang digunakannya sudah salah.   Setelah waktu yang lama, Thiat-yan kembali berkata.   "Kopor kulit berwarna kuning itu adalah urusanku. Kau seharusnya memikirkan masalah yang lain"   "Oh?"   "Selain diriku, masih ada orang lain yang menginginkan kopor tersebut. Dan bukan hanya satu orang, tapi sekelompok orang-orang...."   "Nona, apa yang sedang kau pikirkan?"   "Tidak ada"   "Nona, aku merasa sepertinya kau sangat menaruh minat yang dalam terhadap masalah ini"   "Tentu saja. aku ingin mencari tahu tiga jawaban. Siapakah orang yang sudah dibunuh dengan jarum menancap dikepalanya itu? Siapa orang yang sudah membunuhnya? Mengapa harus membunuh-nya?"   "Nona, dari kecil aku sudah senang mengejar jawaban dari sebuah misteri. Sedikit banyak mungkin aku bisa membantumu."   "Betulkah itu?"   Mata Thiat-yan memancarkan sinar penuh harapan.   "Dari awalpun aku tidak pernah berbohong"   "Kalau begitu....aku menunggu"   "Tetapi aku tidak pernah membantu orang lain tanpa balasan yang setimpal"   "Kalau kau punya persyaratan yang ingin diajukan, silahkan katakan padaku."   "Tolong jangan lukai Cu Taiya!"   "Tu Liong!"   Suara Thiat-yan terdengar penuh perasaan.   "aku mengerti maksud hatimu, namun aku tidak bisa menyetujui persyaratan mu ini. alasannya adalah kita berdua sama-sama tidak bisa merubah apa yang akan terjadi di masa mendatang. Sekarang ini entah berapa lama kita berdua bisa mempertahankan posisi setengah teman setengah musuh seperti ini. benar?"   "Kalau begitu, kita berdua harus berdiri berhadapan sebagai musuh?"   Raut muka Tu Liong menjadi gelap.   "Kalau terpaksa, aku dan kau akan bertarung habishabisan"   Thiat-yan mengatakan semua ini dengan nada datar.   "Namun aku tidak ingin kau menghamburkan uang pada orang yang tidak jelas untuk meng-hadapiku"   "Orang yang tidak jelas?"   "Orang seperti Pembunuh beralis putih"   Tu Liong diam-diam merasa sangat kagum, Thiat-yan sepertinya selalu mengetahui semua yang dilakukannya. Sepertinya dia adalah seorang ahli memecahkan misteri.   "Tu Liong"   Perkataan nona Thiat-yan ter-dengar penuh makna.   "Aku bukan takut pada Pembunuh beralis putih, hanya saja aku takut orang lain mentertawakan dirimu. Didalam kota Pakhia ini, kau bisa dibilang adalah seseorang yang memiliki kedudukan. Sekarang kau berhubungan dengan orang semacam itu, apakah itu pantas?"   Tu Liong sengaja menyinggungnya.   "Nona, apakah kau takut pada Pembunuh beralis putih sampai harus berkata seperti itu?"   "Kalau kau ingin aku mati didalam tangan orang yang seperti itu, aku tidak akan rela. aku sama sekali tidak takut padanya. Tu Liong, aku juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan apa yang ada didalam pikiranku..."   "Apa kau tidak pernah merasa takut pada orang lain?"   Tu Liong mewakilkan Thiat-yan meng-ucapkan apa yang mungkin sedang dipikirkannya.   "Betul! kadang-kadang aku menaruh rasa hormat terhadap musuhku, juga menghargai musuh-musuhku. Tapi bukan saja aku tidak mungkin merasa takut pada musuh, jujur saja aku katakan, merasa takut pun tidak ada gunanya"   "Bagaimana pandangan dirimu terhadap Pembunuh beralis putih?"   "Tidak buruk, dia adalah pendekar kelas satu, namun tidak bisa disejajarkan bersama-sama dengan pendekar kelas atas"   "Mengapa demikian?"   "Karena barang itu sudah pernah dimakan rayap"   Walau bagaimanapun, Tu Liong sangat mengagumi kemampuan Thiat-yan dalam berbicara, apalagi kemampuannya mengumpamakan sesuatu dan menggunakan kata-kata untuk mengisyaratkan apa yang ingin diucapkannya, dia sangat mahir menggunakannya.   Dia juga sangat berwibawa, dia....dia juga lumayan cantik.   Didalam hati Tu Liong, Thiat-yan sepertinya hanya memiliki sebuah sisi negatif........sayang dia adalah seorang musuh."   Sungguh suatu hal yang sangat disayangkan.   "Nona"   Tiba-tiba saja Tu Liong berkata dengan penuh semangat.   "kau tenang saja, aku tidak mungkin menyuruh orang seperti Pembunuh beralis putih untuk menghadapimu."   "Kalau begitu aku merasa berterimakasih. Bicara terus terang, aku paling takut kotor, apalagi orang yang kotor hatinya."   Tiba-tiba Tu Liong sadar kalau sekarang dia sudah kehabisan kata-kata.   Kehabisan kata-kata didepan Thiat-yan sungguh memalukan.   Karena itu dia tiba-tiba saja mohon diri, segera memutar tubuh dan berjalan pergi.   Dia tidak tahu harus bagaimana memaksakan diri terus berada disana.   0-0-0 Tu Liong belum menentukan dimana dia akan menemui pembunuh beralis putih, namun dia mengerti karakter para pembunuh semacam ini.   Orang seperti itu selalu menjaga kerahasiaan identitasnya.   Oleh karena itu dia pergi ke kedai teh Tong-ceng tempat pertama dia bertemu dengan Pembunuh beralis putih.   Ternyata memang benar dia sedang berada disana.   "Kau pasti merasa sangat puas"   Pembunuh beralis putih berkata dengan sombong.   "Hasil kerja mu memang sangat memuaskan"   "Ini adalah awal hubungan kerja sama yang sangat bagus"   "Dan ini pun akhir yang bagus"   "Apa arti kata-katamu itu?"   Sepasang bola mata Pembunuh beralis putih yang berwarna merah sekarang melotot.   "Ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan sendiri"   Arti tersirat yang ingin dikatakan oleh Tu Liong sangat jelas. Pembunuh beralis putih tertegun.   "... Apakah kau ingin mengatakan kalau aku dipecat?"   "Tidak. Kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik"   "Aku tidak mungkin mengembalikan uang yang sudah kau berikan, karena aku memiliki hutang. Uang itu sudah aku berikan pada orang lain."   "Kau tidak perlu mengembalikan uang itu"   "Kau sangat dermawan, tapi aku tidak suka menerima pemberian orang lain begitu saja. Aku sudah mengambil uang sewa kontrakmu selama sebulan, tentu saja dalam waktu sebulan ini kapanpun aku harus mendengar semua perintahmu."   "Kau tidak berhutang apapun padaku. Ini bukanlah sebuah pemberian tanpa hasil yang sesuai, pekerjaan yang sudah kau lakukan tadi sudah dibalas setimpal dengan empat ratus uang barat, apakah ini tidak cukup?"   "Tidak bisa"   "Mengapa?"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku sudah mengatakan. Aku tidak suka menerima uang tanpa menghasilkan apa-apa."   "Apakah kau berpikir ingin menggunakan cara ini untuk mengikatku?"   "Terserah kau ingin berpikir apa, dalam waktu sebulan ini aku pasti akan muncul didekat dirimu, aku akan mendengarkan semua perintah yang kau berikan"   Tiba-tiba saja tangan kanan Tu Liong melesat bagai petir.   Tangannya segera menyambar pergelangan tangan Pembunuh beralis putih.   Sepertinya dia ingin menguji kemampuan lawannya.   Pembunuh beralis putih sama sekali tidak bergerak, dia membiarkan pergelangan tangannya di pegang erat-erat.   Dia hanya bertanya pada Tu Liong dengan nada dingin.   "Apa maksudmu melakukan hal ini?"   "Aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa apapun yang bisa kau lakukan, akupun bisa melakukannya"   "Sekarang aku tahu"   "Pembunuh beralis putih, kalau kau melakukan pekerjaan ini demi mendapatkan uang, kau seharusnya sudah merasa puas. Tapi kalau kau memiliki niatan yang lain, kau adalah orang yang benar-benar bodoh.   "Sebenarnya pada dasarnya orang-orang yang melakukan pekerjaan seperti diriku adalah orang-orang yang bodoh."   Tu Liong melepaskan genggaman tangannya dan segera berjalan keluar. Kedua alis yang berwarna putih dan sepasang bola mata berwarna merah darah memburu kedepan.   "Apakah hari ini tidak ada perintah untukku?"   "Sudah tidak ada lagi"   Tu Liong menyadari bisa melepaskan diri sepenuhnya dari Pembtmuh beralis putih adalah pekerjaan yang sangat sulit. Oleh karena itu dia tidak berkata apa-apa lagi.   "Kalau begitu aku akan menemuimu lagi besok"   Tu Liong pergi meninggalkan kedai teh Tong-ceng dengan kecepatan penuh.   Dia memacu kudanya secepat mungkin.   Sekarang dia sadar pada sesuatu hal lagi....   didalam sebuah rahasia masih terdapat sebuah rahasia.   Dia harus menenangkan diri dulu untuk menjernihkan pikirannya.   Dia harus menentukan arah tujuan penyelidikan ini.   dia tidak boleh menyeruduk secara serampangan.   Baru saja dia mencapai jalan besar, dia segera bertemu dengan Wie Kie-hong.   Tampaknya Wie Kie-hong baru saja datang mencari dirinya.   Tu Liong segera bertanya.   "Kie-hong, apakah ada masalah?"   "Tu toako, aku sudah menceritakan semuanya pada Leng Taiya, dia lalu memarahiku habis-habisan. Terlebih lagi... terlebih lagi...."   "Apakah ada sesuatu yang tidak bisa kau katakan padaku?"   "Untuk sementara ini Leng Taiya melarangku berhubungan denganmu"   "Oh? Apakah dia tidak memberitahukan padamu apa alasan larangannya?"   "Dia tidak berkata apa apa"   "Semua orang punya pendirian sendiri, bagaimana keputusanmu?"   "Tu toako, selama ini aku hanya mendengar kan perintah majikanku....terlebih lagi, rasanya aku pun tidak bisa banyak membantu dirimu...."   Tu Liong tidak tega menatap Wie Kie-hong yang penuh rasa sesal, segera dia mengganti topik pembicaraan "Kie-hong, tadi aku menemui Thiat-yan."   "Dimana?"   "Tentu saja dirumah kediamannya"   "Bagaimana penilaianmu terhadap dirinya?"   "Tidak jelek"   "Oh...?"   Wie Kie-hong tertegun sesaat. Tidak tahu bagaimana melanjutkan kata-katanya.   "Kie-hong! Kita berdua sama-sama terjepit, di satu sisi, mereka adalah sesepuh kita. Mereka adalah majikan kita. Disisi sebelah sana demi membalaskan dendam ayah yang dicelakai, dia ingin mencari barang peninggalan ayahnya. Apakah ini adalah hal yang salah?"   "Aku ingin mengutarakan apa yang sedang aku pikirkan. Asalkan Leng Taiya tidak dilukai lagi, tidak mendapat shock, segalanya pun tidak aku perdulikan"   "Sebenarnya pendirianmu dengan pendirian ku tidak jauh berbeda. Asalkan Cu Taiya tidak mendapat celaka, apapun aku tidak perduli. Masalahnya adalah....... jika Thiat-yan menemukan barang yang sudah ditinggalkan ayahnya, maka akan ada orang yang ingin mencelakai dirinya, ini adalah hal yang sulit dihindarkan."   "Tu toako, waktu ayahku pergi menjalankan perintah Leng Taiya, setelah pergi dia tidak pernah kembali lagi, belakangan barulah urusan ini diselidiki, apakah kau sudah tahu tentang hal ini?"   "Sepertinya aku pernah mendengar kau mengatakan hal ini"   "Thiat-yan pernah berkata bahwa dia tahu kejadian yang sesungguhnya terjadi"   "Apakah dia sudah memberitahumu?"   "Belum"   "Kalau dia memang sudah mengetahuinya, mengapa dia tidak memberitahu padamu?"   "Dia mengajukan sebuah syarat...."   "Sebagai teman baik, aku ingin memberimu sebuah peringatan, terhadap orang yang memiliki karakter kuat seperti Thiat-yan, kau tidak boleh kompromi....! Aku bisa menduga keadaan yang sebenarnya, jangan percaya katakatanya."   "Tu Toako, aku hanya mempercayai dirimu"   Pada waktu Wie Kie-hong mengatakan kata kata ini, ekspresinya dipenuhi rasa lembut.   Wie Kie-hong adalah seorang laki-laki yang lembut.   Terhadap Leng Souw-hiang dan Tu Liong, yang dipikirnya hal yang baik.   Kalau dikatakan secara normal, karakternya tidak cocok untuk berlatih silat.   Seorang pendekar silat, kadang-kadang perlu kecepatan dalam membuat keputusan dan kepastian dalam melakukan tindakan.   "Kie-hong, kau pulanglah sekarang. Kau harus menghormati keputusan yang sudah dibuat oleh majikanmu. Seperti aku pun harus menghormati keputusan yang dibuat oleh Cu Taiya. Untuk sementara waktu ini, kita berdua tidak saling bertemu pun tidak apa apa, kalau nanti ada berita bagus, aku pasti akan pergi memberitahumu...."   "Tu toako, kalau begitu... kalau begitu aku harus meminta maaf padamu"   "Kie-hong, kalau aku membutuhkan bantu-anmu, aku pasti akan mencari dirimu, mungkin nanti kau harus keluar menolongku."   "Kita lihat saja nanti"   Wie Kie-hong sudah tidak berani melanjutkan kata-katanya lagi.   Kedua orang ini berpisah ditengah jalan.   Ketika Wie Kiehong membalikkan tubuh dan akan melangkah pergi, Tu Liong mengernyitkan keningnya dalam-dalam, jelas terlihat dia kesal sebab untuk sementara waktu ini dia kehilangan satu satunya orang yang dapat menolongnya.   Ini bukan suatu hal yang mudah dilewatkan begitu saja.   Akhirnya Tu Liong kembali memacu kudanya pergi, langkah kudanya sama gontai dengan pikirannya yang kacau, didalam kepalanya berseliweran banyak urusan yang tidak menentu.   Secara tidak terasa dia berjalan masuk kedalam sebuah gang yang sepi, sebenarnya tidak bisa dikatakan "secara tidak sadar", gang ini adalah gang yang harus dilalui kalau ingin kembali ke rumah kediaman Cu Taiya....   Tiba tiba saja ada orang yang menghadang jalannya.   Tu Liong sadar dari lamunannya.   Orang ini berpakaian sangat aneh.   Dia mengenakan pakaian serba hitam yang panjang menyelubungi tubuhnya, saat itu orang yang mengenakan pakaian hitam sangat jarang ditemui.   Kepalanya mengenakan sebuah topi kupluk, topi ini dikenakannya sangat rendah sehingga menutupi raut mukanya.   Tu Liong tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.   Tu Liong langsung merasa ada sesuatu yang kurang beres.   "Saudara, aku ingin meminta suatu barang padamu"   Orang itu berkata dengan dingin.   "Oh...?"   Tu Liong sama sekali tidak menyangka lawannya akan berlaku seperti itu. dia tertegun beberapa saat.   "Kau ingin minta barang apa?"   "Bahu kananmu...."   Baru saja kata-katanya diucapkan setengah jalan, orang itu sudah meluncur ke arah Tu Liong bagaikan panah yang terlepas dari busurnya.   Biasanya orang yang mengenakan jubah panjang yang berat tidak akan bisa bergerak dengan mudah.   Namun ternyata orang ini sebaliknya, tidak hanya gerak-geriknya sangat cepat, kegesitannya sempat membuat Tu Liong merasa kaget.   Dia mengeluarkan pedang yang memiliki gigi bagaikan sebuah gergaji yang di ambil dari sarang yang digantung di punggungnya.   Sinar kilau pedang berkelebat ketika pedang itu menebas mengarah ke bahu kanan Tu Liong.   Tu Liong mahir bertarung jarak dekat dan ahli jurus bantingan, tentu saja dia mahir menggunakan tangan kosong untuk melawan seseorang yang membawa senjata, tapi menghadapi senjata yang aneh ini dia merasa sedikit raguragu.   Karena merasa ragu ragu, Tu Liong sudah kehilangan waktu yang berharga.   Pedang itu sekarang sudah sampai ke atas bahunya.   Gang itu sangat sempit, untuk menghindari serangan tidaklah mudah.   Apalagi Tu Liong masih duduk diatas seekor kuda.   Sekali salah bertindak, Tu Liong sudah berada dalam bahaya besar.   Untung kemahiran Tu Liong menghindari serangan tidak jelek.   Ditengah situasi berbahaya seperti itu, dia masih mampu menghindar serangan.   Sebelum bahunya putus ditebas pedang bergigi, dia meloncat mundur kebelakang dari pelana kuda.   Kuda putihnya merasa kaget.   Binatang itu meringkik keras mengangkat kedua kaki depannya.   Serta merta binatang itu lari menerjang menuju orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Walaupun raut mukanya tidak terlihat, namun Tu Liong tahu orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak merasa panik.   Dengan tetap tampak tenang, dia menendang tembok yang ada disebelah kirinya dan membuatnya menjadi injakan untuk meluncur ke atas.   Kuda berlari semakin dekat.   Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji belum cukup loncatannya untuk menghindari terjangan kuda.   Sekali lagi dia menendangkan kaki kirinya ke tembok di sebelah kanannya.   Sekarang dia sudah berada cukup tinggi diatas kuda.   Kuda putih terus berlari dibawahnya, setelah mencapai titik loncat tertinggi, orang yang memegang pedang gigi gergaji mulai bersalto menuju Tu Liong.   Setelah dekat, dia segera mengayunkan lagi pedang bergigi gergaji ke arah Tu Liong.   Tebasan pedangnya tampak sangat kuat.   Jika Tu Liong tidak segera berkelit, kepalanya pasti sudah terbelah dua.   Dia segera memutar tubuhnya menyamping.   Nyaris pedang bergigi gergaji itu menyentuh hidungnya.   Sekarang Tu Liong berdiri merapat ke dinding, pedang gigi gergaji berada tidak jauh dari dadanya.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera memutar pegangan pedang, sehingga gigi gergaji yang tajam mengarah pada Tu Liong.   Pedang itu kembali disabetkan ke arahnya.   Tu Liong langsung mengangkat kedua tangan dan melempar dirinya menjauh.   Pedang gigi gergaji hanya berhasil merobekbajunya.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak membuang waktu.   Dia kembali menusukkan pedang bergigi gergaji ke arah dada Tu Liong.   Serangan beruntun ini sangat cepat.   Tu Liong kaget.   Terpaksa dia menggunakan kedua telapak tangannya untuk menghentikan laju tusukan pedang.   Tu Liong terseret mundur beberapa langkah.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera mendorong pedang gigi gergaji ke arah bawah.   Pedang itu terlepas dari jepitan telapak tangan Tu Liong.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Setelah terlepas, pedang itu segera ditarik lagi ke arah atas.   Secara reflek Tu Liong menarik ke dua tangannya.   Kalau gerakan Tu Liong tidak cukup cepat, dia pasti sudah kehilangan kedua pergelangan tangannya.   Tu Liong melangkah mundur.   Setelah beberapa saat, dia menyadari kalau bajunya sudah koyak koyak karena serangan pedang yang beruntun.   "Berhenti!"   Tu Liong berteriak keras-keras. Orang itu ternyata menuruti kata-katanya dan menghentikan serangan. Dia bertanya dengan nada dingin.   "Kau mau minta ampun?"   "Aku hanya ingin bertanya namamu ! Aku ingin bertanya apa alasanmu menyerangku!"   "Kau bertanya saja pada Thiat-yan ....   "   Sebelum kata katanya selesai diucapkan olehnya.   Sekali lagi dia menyerang ke arah Tu Long.   Tu Liong menjadi emosi, segera dia mencabut pedang yang diikatkan di pinggangnya.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji menyabetkan pedangnya memutar secara vertikal dari atas ke bawah.   Tu Liong juga menyabetkan pedangnya memutar secara vertikal dari bawah ke atas.   Kedua pedang ini mengayun cepat.   Kilau sinar pedang yang terpancar karena sinar matahari membentuk suatu lengkung cahaya yang indah.   "TRAAANGGG!!!"   Kedua pedang beradu dengan keras.   Pedang Tu Liong terpental ke bawah karena kuatnya tebasan orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Dia memanfaatkan hal ini untuk kembali mengangkat pedangnya memutar dari bawah.   Setelah pedangnya berada setinggi kepala, dia segera menyabetkannya secara mendatar ke arah kepala orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera menghindar menunduk.   Pedang Tu Liong nyaris mengenai topi yang dikenakannya.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera menusukkan kembali pedang gigi gergajinya ke arah Tu Liong.   Tu Liong sangat gesit.   Dia meloncat dan menginjak pedang yang melaju ke arahnya.   Dia menggunakan pedang ini sebagai pijakan untuk meloncat jauh ke belakangnya.   Tu Liong bersalto indah di atas punggung orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Namun belum sempat Tu Liong mendarat, orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah membalikkan tubuh dan kembali menyerbunya.   Baru saja Tu Liong mendarat ketika orang itu kembali mengayunkan pedang gigi gergaji dari atas kebawah.   Tu Liong merasa kewalahan.   Segera dia melintangkan pedang yang dibawanya diatas kepala untuk menahan tebasan pedang yang mematikan ini.   "TRAAANGGG"   Kedua pedang kembali beradu.   Kepala Tu Liong nyaris terbelah dua....   lagi....   Serangan orang yang memegang pedang gigi gergaji tidak berhenti sampai disini.   Dia menarik pegangan pedang gigi gergaji.   Pedang Tu Liong bergetar hebat ketika gigi gergaji pedang mengiris pedangnya dengan mudah seperti sebuah gergaji yang memotong sebatang kayu yang melintang.   Kedua orang ini kembali berdiri berhadapan.   Pedang Tu Liong rompal cukup dalam.   Untung pedang itu belum belah menjadi dua.   Tampaknya nafas kedua orang ini sudah mulai memburu.   Ini adalah sebuah pertarungan dahsyat yang menghabiskan banyak tenaga.   Segera kedua orang berusaha mengatur nafas-nya.   Saat istirahat tidak berlangsung lama.   Mendadak orang yang memegang pedang gigi gergaji kembali berteriak pada Tu Liong..   "BAHU-MUU!!!...."   Kembali dia meluncur berlari ke arahTu Liong. Tu Liong mengerang singkat. Istirahat singkat itu belum cukup baginya. Sebentar saja pedang gigi gergaji sudah ditusukkan kembali ke arah dadanya. Tu Liong segera menepis pedang gergaji sekuat tenaga.   "TRANGGG!!!"   Pedang gigi gergaji terpental ke arah kanan dengan keras. Gang itu sangat sempit. Dinding gang segera menyambut pedang gigi gergaji.   "BRAAAKKK!!!"   Debu-debu berterbangan, pecahan dinding batu berjatuhan kebawah.   Tu Liong mengambil kesempatan ini untuk menerjang dengan cepat ke arahnya.   Dia menapakkan kakinya dengan keras dan berusaha menyundul orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Itulah jurus bertarung jarak dekat yang menjadi keahliannya.   Namun orang yang memegang pedang gigi gergaji benar benar tangguh.   Dia segera meloncat mundur cukup jauh untuk menghindari serangannya.   Setelah mendarat, Tu Liong menusukkan pedangnya ke arah dada orang yang memegang pedang gigi gergaji.   Orang itu segera mengangkat pedangnya melintang di dada untuk menangkis serangan.   Tu Liong melihat ada kesempatan emas.   Dia segera memanfaatkannya.   Tu Liong menusuk-nusuk dengan cepat berulang kali ke arah depan.   Orang yang memegang pedang gigi gergaji segera melompat mundur sangat jauh untuk menghindar.   Kembali mereka beristirahat singkat.   Tampaknya tidak satupun diantara mereka yang masih kuat untuk terus bertarung dengan kepala dingin.   Mereka terjebak dalam kondisi yang menyulitkan.   Jika mereka ingin menyelesaikan pertarungannya, sekarang mereka harus mengerahkan semua tenaga yang tersisa.   Tu Liong terengah-engah, keringat dingin terus mengucur turun di tubuhnya, tubuhnya terasa panas, kabut asap putih terlihat di sekelilingnya karena udara masih sangat dingin.   Dia melihat orang yang memegang pedang gigi gergaji menurunkan pedangnya menyentuh tanah.   Pertarungan segera akan dimulai kembali.   "BAHU-MUUUUU!!!! ..."   Orang itu kembali berteriak sambil berlari menyeret pedangnya di lantai. Pedang itu membuat percikan bunga api kecil di tanah.   "HIAAAAHHH!!!"   Tu Liong pun ikut mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk melawan.   Kedua pedang berayun bersamaan saling menyilang.   Terdengar suara benturan dua logam yang sangat keras.   Tu Liong terpental kebelakang nyaris kehilangan keseimbangan....   Tenaga orang yang memegang pedang gigi gergaji memang luar biasa kuat.   Tu Liong segera siaga.   Namun dia terkejut, ternyata orang itu sudah dekat dengannya.   Dia sedang meloncat dan mengayunkan pedangnya kuat-kuat ke arahnya.   "GAWAT!!"   Tu Liong meloncat lagi kebelakang jauh-jauh untuk menghindari tebasan maut ini. Pedang gigi gergaji menghantam tanah dengan sangat keras. Batu dan debu bertebaran kemana-mana.   "Bagus., satu kesempatan emas lagi."   Pikir Tu Liong.   Dia menghentakkan kaki kanannya dan segera meluncur kedepan menyerang orang yang memegang pedang gigi gergaji.   , Namun alangkah kagetnya Tu Liong..   Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah menghilang.   Tu Liong bengong sesaat.   Mendadak dia mendengar suara dari atas.   Dia segera menegadah ke atas.   Ternyata orang yang memegang pedang gigi gergaji sudah meloncat tinggi dan kembali menghujamkan pedangnya kebawah.   "TRAAAANNGGG!!!"   Untunglah Tu Liong masih sempat meng-angkat pedangnya menangkis.   Kepalanya sudah nyaris terbelah tiga kali berturut-turut Orang itu mendarat dengan mulus, dan kembali menarik pedang gergajinya.   Tu Liong pikir ini adalah saat istirahat selanjutnya.   Ternyata orang itu tidak menghentikan serangan.   Dia kembali meluncur menuju Tu Liong sambil menebaskan pedang gergajinya melintang ke arah pedangnya.   Kali pedang yang di pegang Tu Liong patah menjadi dua karena tebasan terakhir ini.   Saking kerasnya tebasan pedang gergaji, pedang Tu Liong sampai terlepas dari tangannya.   Pedang gergaji kembali menusuk ke arahnya.   Tu Liong berusaha meloncat mundur.   Tapi pedang lawan masih mengenai pinggang kirinya dan membuat sedikit terluka.   Darah segar membasahi baju yang dikena-kannya.   "Hahahahahahaha!"   Orang yang memegang pedang gigi gergaji tertawa melihat sekarang Tu Liong sudah tidak berdaya.   Tidak menanti lama dia kembali melaju menyerbunya.   Pedang gigi gergaji teracung kedepan melesat dengan cepat.   Kali ini terpaksa Tu Liong menggunakan jurus bantingannya.   Ketika sudah dekat, tubuh Tu Liong menggeliat ke sebelah sisi menghindari pedang dan pergelangan tangan kanannya meliuk bagaikan seekor naga menyambar ke arah pergelangan tangan kanan orang yang sedang menyerangnya.   PLAK! Pergelangan tangan yang memengang pedang gergaji digenggam dengan erat.   Siapa sangka tangan kiri orang yang juga sedang menggenggam pedang gergaji, tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah pisau kecil yang panjangnya tidak lebih dari tiga puluh senti meter.   Dengan secepat kilat pisau itu menyambar bagian-bagian penting di tubuh Tu Liong.   Serangan ini benar benar diluar dugaan Tu Liong.   Jangankan dirinya, seorang pendekar ternama di kalangan persilatan pun tidak akan menyangka akan mendapatkan serangan seperti ini.   Ditengah tengah situasi yang sangat genting seperti ini, Tu Liong hanya bisa melepaskan genggaman tangan kanannya dan segera meloncat mundur menjauh, untung dia masih sempat meng-hindari serangan pisau kecil yang bertubi- tubi.   Walaupun dapat menghindari sebagian besar serangan pisau kecil, namun bahu kanannya sekarang sudah terluka parah, segumpal daging terpapas dari bahu kanannya.   Sebelumnya Tu Liong sudah berada dalam situasi yang buruk, sekarang ini darah segar mengalir dari bahunya.   Situasi semakin genting saja.   "Saudara!"   Dari awal orang ini sama sekali tidak menampakkan raut muka aslinya.   "julurkanlah bahu kananmu, aku berjanji selain mengambil bahu kananmu, kau tidak akan mendapatkan luka apapun lagi."   Tu Liong menelan ludah, otaknya segera berputar memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah yang sekarang ini sedang terjadi didepan matanya.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      0-0-0 BAB 6 Rahasia Dari kejauhan seseorang berdiri.   Dia mengawasi semua kejadian yang terjadi didalam gang sempit itu.   Dia sepertinya sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus ikut campur tangan dalam urusan ini atau tidak.   Dia tidak terlihat seperti orang yang hanya menonton kebakaran, (tidak mau menolong ketika terjadi musibah), karena sepanjang peristiwa dia tampak sangat tegang.   Pada akhirnya dia perlahan-lahan berjalan mendekat.   Orang yang memegang pedang gergaji mendengar suara langkah mendekat.   Dia segera berteriak dengan suara tinggi "Orang yang lewat harap berhenti!"   "Kenapa? Kau ingin menyuruhku pergi?"   Orang yang membawa pedang gergaji berkata dengan hambar...   "Maaf !"   Ditengah tengah sambaran pedang gergaji, gerakannya berhenti diudara.   "disini kami sedang menyelesaikan dendam amarah antara dua orang pendekar kalangan persilatan, aku harap sahabat tidak ikut campur"   Pada waktu pedang gergaji itu berhenti ditengah udara, penjagaan orang yang memegang pedang gergaji sangat lemah, sebenarnya itu adalah kesempatan emas bagi Tu Liong untuk menyerang balik.   Tapi dia tidak melakukan hal ini.   Tu Liong benar benar seorang pendekar jantan.   Orang itu semakin lama berjalan semakin mendekat.   Setelah dekat, tampaknya orang itu tidak menunjukan akan menghentikan langkahnya.   Dia terus berjalan maju.   Pedang gergaji segera berbalik arah, kecepatan gerakannya tidak berkurang sedikitpun, segera saja pedang gergaji sudah ditebaskan ke arah pinggang orang yang datang.   Tu Liong sekali lagi mendapatkan kesempatan emas untuk menyerang, tapi sekali lagi dia tidak bergerak.   Orang yang memegang pedang gergaji tampaknya sangat mengerti bahwa Tu Liong tidak mungkin menyerangnya dari belakang, karena itu dia berani membalikkan tubuh menghadapi orang yang baru datang.   Tapi ternyata lawan yang baru ini tidak begitu mudah untuk dihadapi.   Tu Liong hanya sempat melihat orang itu menghindari serangannya ke samping, sebentar saja pedang gergaji sudah membelah udara kosong.   Pada waktu yang bersamaan terdengar dia berteriak.   "Orang she Boh! sudah cukup "   APA...? orang she Boh? Boh Tan-ping? Diam-diam hati Tu Liong merasa sangat terkejut.   Sekarang dia mengambil kesempatan untuk menyambarkan senjatanya yang terjatuh yang tinggal sepotong, dipegangnya dan menebas topi yang sedang dipakai oleh orang yang memegang pedang gergaji.   Topi itu segera terlempar jauh.   Ternyata dia memang Boh Tan-ping.   "Boh Tan-ping !"   Tu Liong bertanya dengan nada yang tertekan rendah "aku tidak memiliki dendam terhadap dirimu, untuk apa kau menyerang-ku?"   "Aku tidak dapat menerima perlakuanmu menyelipkan surat peringatan itu disisi bantal nona Thiat-yan.   "   "Orang she Boh!"   Asalnya orang yang baru datang ini terlihat sangat emosi, namun sekarang tiba-tiba saja dia terlihat tenang.   "kau boleh pergi"   "Sebutkan namamu!"   "Untuk apa?"   "Agar aku dapat mengingatmu dalam hati"   "Hiong-ki"   Hiong-ki? Boh Tan-ping seperti pernah mendengar nama ini sebelumnya, dia tidak berkata apa-apa.   dia segera menurunkan senjatanya dan pergi.   Hiong-ki? Tu Liong sebaliknya terlihat kebingungan, dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya.   Hiong-ki tampak mengambil sesuatu dari balik bajunya.   Dia mengeluarkan sebuah barang yang berwarna kuning dan lalu membalurkan pada luka Tu Liong, setelah itu dia menggunakan sebuah kain dan membalut lukanya.   Pada waktu ini Tu Liong mencoba meneliti Hiong-ki dengan baik.   Tampak dia kira-kira baru berumur tiga puluh tahun.   Tampangnya seperti orang yang lugu, namun sinar matanya sangat dalam.   Yang tampak berbeda adalah orang ini tampak seperti seorang pemurung yang menyimpan banyak pemikiran.   "Terima kasih"   "Di jalan menemui ketidak adilan." (artinya. ditengah jalan menemui orang yang mendapat masalah, dia tidak mungkin tinggal diam) Hiong-ki menjawab singkat.   "Ini ramuan obat apa? aku tidak pernah melihatnya sebelumnya"   "Ini adalah tanaman "singa berbulu emas"   Yang hanya tumbuh di daerah selatan. Tanaman ini banyak tumbuh dimana-mana, semacam tanaman liar. Aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan-nya. Tanaman ini sangat baik untuk mengobati luka sayatan pedang"   "Apakah saudara Hiong mengenali orang yang she Boh tadi?"   "Aku hanya pernah mendengarnya"   "Dia....dia sebenarnya orang seperti apa?"   "Dia orang yang sangat setia. Seumur hidupnya dia hanya setia pada satu orang saja. Dia dulu setia hanya pada orang yang bernama Tiat Liong-san, sekarang ini dia mengabdi pada Thiat-yan"   Hiong-ki sepertinya mengerti semua urusan dengan jelas "Aku ingin mengundang saudara Hiong minum arak dan berbincang-bincang. Tentu saja ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada saudara"   Hiong-ki hanya tertawa dan berkata.   "Kau baru saja terluka, apakah kau masih bisa minum arak?"   "Ku dengar arak juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka"   Kata Tu Liong ikut tertawa.   "Tidak masalah apakah omongan ini benar atau tidak, niat baikmu sudah membuatku kagum. Marilah kita pergi!"   Arak belum tentu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka, tapi yang pasti arak bisa membuat suasana kaku antara dua orang menjadi cair.   Situasi yang canggung pun menjadi hidup, membuat orang yang baru dikenal menjadi dekat bagaikan teman lama.   Sekarang ini, arak sudah menghancurkan jurang pemisah antara Tu Liong dengan Hiong-ki, mereka berdua pun menjadi akrab.   "Hiong-ki!"   Tu Liong sudah memanggil langsung nama teman barunya "aku lebih enak memanggilmu seperti ini, apakah kau pikir aku sudah tidak sopan?"   "Tentu saja tidak"   "Aku ingin bertanya padamu, tapi kau boleh tidak menjawabnya."   Hiong-ki hanya diam tidak berbicara. Kalau kedua orang ini dibandingkan, jelas terlihat Hiong-ki lebih mantap dan dewasa dibanding Tu Liong.   "Tadi kau tidak pergi meninggalkan perta-rungan, jelas terlihat sepanjang waktu kau selalu memperhatikan gerak gerik Boh Tan-ping...."   Setelah berhenti beberapa saat dia melanjutkan kata katanya.   "Topi yang dikenakan oleh Boh Tan-ping dipasang sangat rendah, aku tidak bisa mengenali siapa dirinya. Namun melihatnya sebentar saja kau bisa langsung mengenalinya. Kau langsung memanggilnya "orang she Boh"   Bukankah ini terlihat sangat jelas?"   "Aku dengar kabar katanya kau sangat pandai memecahkan misteri, ternyata kabar itu tidak salah."   "Selain memperhatikan dirinya, ternyata kau juga sudah memperhatikan diriku."   "Kuakui"   Hiong-ki menggenggam cangkir arak dengan sangat tegak dan lalu minum isinya. Ini adalah gerak-gerik yang sudah umum dilakukan para pendekar ketika merasa tidak nyaman, jelas terlihat dia tidak ingin banyak bicara.   "Mengapa?"   Tu Liong tidak ingin melepaskan kesempatan begitu saja.   "Aku sering memperhatikan urusan orang lain"   "Jawaban ini terlalu ditutup-tutupi"   "Tu Liong, bagaimanakah jawaban yang kau ingin dengar agar kau merasa puas?"   "Niat........kau sering memperhatikan urusan orang lain pastilah kau punya niat"   "Niat?"   Hiong-ki kembali mengulang kata tersebut perlahan-lahan, lalu menjelaskan.   "ini jawaban ku. Apakah niat Thiat-yan yang sudah mencelakai empat orang tapi dia belum melukai Cu Siau-thian? Dia sudah berhasil membuatmu terusik dan keluar menampakkan muka. apa niat yang kau miliki?"   "Jawabannya sangat sederhana"   "Apakah benar sederhana?"   "Niat Thiat-yan melukai orang-orang adalah untuk membalaskan dendam lama ayahnya. Aku keluar menampilkan muka niatnya melindungi Cu Taiya. Dia adalah majikanku. Hubungan kasih sayang yang kami miliki sudah seperti seorang ayah pada seorang anak. tidak terlalu jauh berbeda. Aku tidak ingin dia mendapat celaka."   "Apakah benar sesederhana itu?"   "Memang sesederhana itu"   "Kalau benar-benar sederhana, aku sudah tidak berminat pada urusan ini lagi"   Tu Liong terdiam sangat lama.   Dia mene-mukan bahwa ternyata Hiong-ki memiliki pemikiran yang jauh melebihi dirinya.   Menghadapi orang seperti ini, dia seharusnya sedikit bicara dan banyak mendengarkan.   Masalahnya adalah kalau dia tidak membuka mulut, Hiong-ki juga tidak akan membuka mulutnya.   "Kelihatannya kau sudah mengetahui banyak hal"   "Belum tentu"   "Jangan menyangkal, kalau kau tidak tahu banyak hal, mana mungkin kau bisa mengatakan kalau masalah ini tidak sesederhana seperti yang ku pikir?"   "Kalau Thiat-yan melukai hanya demi membalaskan dendam, mengapa setelah melukai orang-orang itu dia tidak segera meninggalkan Pakhia?"   "Ini karena dia masih ingin melukai satu orang lagi"   "Cu Siau-thian?"   "Betul sekali, didalam hati Thiat-yan, Cu Siau-thian adalah target utama"   "Salah !"   Nada ucap Hiong-ki terdengar sangat pasti.   Tu Liong merasa terkejut.   Namun dia berusaha untuk tidak menampilkan rasa kagetnya.   Dia melihat pada Hiong-ki dengan tatapan heran, sepertinya dia berharap menemukan jawaban misteri yang lebih dalam yang tertulis pada wajahnya yang datar dan biasa-biasa saja.   Sayang sekali raut wajahnya tidak tampak tanda sedikitpun, bagaikan kertas putih yang belum dicoretkan apa-apa.   Hiong-ki kembali mengatakan kalimatnya.   "Aku berani mengatakan Thiat-yan selamanya tidak akan melukai Cu Siauthian"   Kalimat ini diucapkan terlalu serampangan, terlalu yakin.   Bahkan Cu Siau-thian ataupun Thiat-yan sendiri tidak mungkin berani mengatakan kalimat ini.   selamanya....ini adalah sebuah kata yang tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dikendalikan.   Didunia ini tidak ada teman yang selamanya selalu menjadi teman, begitu pula tidak ada musuh yang selamanya selalu menjadi musuh.   Sebenarnya entah apa yang Thiat-yan dan Cu Siau-thian sedang rencanakan berkenaan dengan rahasia ini.   siapapun tidak bisa menjamin bahwa hubungan ini tidak akan pernah berubah.   "Apakah yang sebenarnya sedang kau coba katakan padaku?"   "Memangnya kau pikir aku sedang ingin mengatakan apa padamu?"   "Kau tampak seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu padaku, bahwa Cu Siau-thian dan Thiat-yan sebenarnya berteman, dan bukan saling bermusuhan"   "Kalau kau berpikir seperti ini, kau juga sudah salah"   Muka Tu Liong sekarang berubah menjadi merah, didepan Hiong-ki dia tampak seperti tidak tahu apa-apa. mana mungkin mukanya tidak menjadi merah.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Apakah kata-kataku sudah membuatmu merasa serba salah?"   "Aku merasa malu"   "Inilah keunggulanku, juga kejelekkanku."   "Bagaimanakah itu?"   "Untuk sisi baikku, aku sangat berterus terang. Untuk sisi jeleknya kata-kataku ini sangat tidak enak didengar. Tapi bagaimanapun juga aku lebih senang mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar tapi terus terang."   "Tapi dari apa yang kurasakan, kata-katamu itu diucapkan dengan gegabah"   "Kamu berkata seperti ini aku juga senang. Bukan hanya dirimu saja, tapi siapapun pasti akan mencurigai kesimpulan yang sudah kubuat, namun mereka semua tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya....Tu Liong! Kalau kau bersedia terus berlaku seperti ini ketika berbicara padaku, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu"   "Baik...."   Tu Liong menjawab cepat.   "Di dalam dunia ini, siapakah menurutmu orang yang kau anggap paling penting? Tentu saja dirimu tidak masuk kedalam pertimbangan"   "Cu Taiya!"   Tu Liong menjawab tanpa banyak pertimbangan "Alasannya?"   "Karena dia sudah mengurusku sampai dewasa, hutang budiku terhadapnya sudah tidak terhitung lagi. kalau tidak ada dirinya, maka aku pun tidak ada."   "Inilah tahu balas budi, tidak melupakan hutang budi, betul?"   "Betul."   "Tapi pandangan yang kau miliki ini salah"   Padahal Tu Liong baru berbincang-bincang dengan Hiong-ki beberapa kalimat saja, Hiong-ki sudah tiga kali berturut-turut menunjukkan dengan gamblang kesalahan yang dibuat oleh Tu Liong. Ini membuat Tu Liong merasa jengkel. Dia berkata.   "Hiong-ki! Kalau menurutmu pandangan tahu balas budi pun adalah sebuah kesalahan, aku ingin berdebat denganmu"   "Tidak perlu berdebat, aku akan segera menjelaskan padamu...."   Hiong-ki minum secangkir arak, sepertinya dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencuri sedikit waktu, menimbang-nimbang.   "Tu Liong, saat ini kau sedang memburu konsep membalas budi dengan membabi buta, bisa dibilang saat ini kau berjalan mirip seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh rasa balas budimu itu. sebenarnya didunia ini, selain balas budi masih ada banyak hal yang lebih besar dan penting."   "Apakah itu?"   "Kebenaran dan kebijakan"   "Kebenaran dan kebijakan?"   Tentu saja ini bukan pertama kalinya Tu Liong mendengar kata-kata ini.   "Betul sekali. Balas budi adalah definisi yang sangat sempit, sedangkan kebenaran adalah definisi yang sangat luas. Balas budi masih memiliki batas tertentu yang tidak bisa dilewati. Bagaimanapun besarnya hutang budi yang kau miliki, Kau tidak mungkin menjadikannya alasan sampai tidak memperdulikan nyawamu sendiri, ataupun tidak lagi menjaga nama baikmu. Sedangkan kebenaran yang sesungguhnya tidak memiliki batasan. Demi membela kebenaran, kau bisa tidak memperdulikan apapun lagi."   "Hiong-ki, penjelasanmu ini benar-benar sangat mendalam."   "Kau merasa seperti ini karena matamu sudah ditutupi konsep balas budi"   Tu Liong tertegun, dia seperti mendengar suara suara dari kejauhan.   "Hiong-ki, apakah menurutmu semua tindakan ku selama ini salah?"   "Mengapa kau punya pikiran seperti ini?"   Dari mula Hiong-ki tidak pernah benar benar menjawab sebuah pertanyaan.   "Sepertinya dari kata-kata yang sudah kau ucapkan tadi sudah terlihat jelas"   "Apakah kau mengakui kalau kau adalah orang yang baik?"   "Ya"   "Kalau begitu apakah kau membenci orang yang jahat?"   "Tentu saja"   "Pada waktu itu Cu Siau-thian sudah memiliki permusuhan dengan Tiat Liong-san. Karena ilmu silatnya tidak rendah, dan memiliki koneksi yang sangat luas, sehingga dia menghubungi orang-orang penting dari kalangan pemerintahan untuk bekerja sama menghasut dirinya. Menurutmu apakah tindakan semacam ini adalah tindakan yang dilakukan oleh orang yang baik ataukah tindakan yang hanya akan dilakukan oleh orang yang berhati jahat?"   Tu Liong menutup mulutnya rapat-rapat, dia hanya menundukkan kepala. Melihat gelagat ini, Hiong-ki tidak mengendurkan katakatanya.   "Jelas-jelas terlihat dalam hatimu, kau sudah memiliki jawabannya. Mengapa kau tidak mengatakannya langsung padaku?"   Tu Liong menenggak secangkir besar arak dan lalu berkata dengan suara keras.   "Menghasut Tiat Liong-san sebenarnya adalah tindakan orang jahat"   "Kau berkata, kau merasa majikanmu orang yang jahat, mengapa kau masih mati matian membelanya? Mengapa kau masih menganggapnya sebagai orang paling penting dalam hidupmu?"   "Mungkin saja orang lain akan menilainya sebagai orang yang jahat, namun bagaimanapun bagiku dia adalah orang yang baik."   "Kalau misalnya ada seorang pencuri yang sudah merampok semua orang di dunia, dia hanya tidak merampok dirimu. Apakah kami masih merasa bahwa dia adalah seorang bandit? Kalau misalnya dia menyerahkan semua hasil jarahannya padamu, tidak saja kau tidak akan lagi menganggapnya sebagai seorang bandit, malah sebaliknya, apakah kau akan menganggapnya sebagai seorang pahlawan..."   Kata kata Hiong-ki terus-menerus keluar menusuk hati, membuat Tu Liong merasa susah.   Dia tidak bisa mengatakan sepatah katapun.   Setelah berhenti beberapa saat, Hiong-ki kembali berbicara dengan nada ramah "Tu Liong ! manusia mungkin memiliki karakter yang berbeda beda.   Bagi orang yang pertama, mungkin saja sebuah tindakan akan dinilai sebagai sebuah tindakan brutal yang sangat tidak terpuji.   Namun untuk orang yang kedua mungkin saja tindakan yang sama dianggap sebagai pahala yang mulia.   Namun kita tidak bisa mengatakan bahwa orang yang pertama adalah orang yang baik, dan orang yang kedua adalah orang yang jahat."   Tu Liong sudah tidak ingin meneruskan argumentasi yang rumit ini, karena dia merasa bagaimanapun juga dia tidak mungkin bisa berada diatas angin dan memenangkan perdebatan. Karena itu dia berusaha membelokkan topik pembicaraan.   "Hiong-ki, pembicaraan kita sudah melenceng jauh dari topik utama. Baiknya sekarang kita kembali pada topik awal, dan melihat dari sudut pandang yang lain.... ... Cu Siau-thian sudah mencelakai Tiat Liong-san memang adalah tindakan yang sangat tidak baik, betul tidak?"   "Tidak salah"   "Thiat-yan adalah putri satu-satunya Tiat Liong-san. Betul tidak?"   "Juga tidak salah"   "Membalaskan dendam ayah adalah sebuah perkara besar, mengapa kau mengatakan bahwa selamanya Thiat-yan tidak akan melukai Cu Taiya?"   Kali ini keadaan berbalik dan Tu Liong memiliki keunggulan dalam perdebatan. Sangat jelas terlihat Tu Liong merasa sangat senang. Dia menunggu Hiong-ki melotot terbengong-bengong karena tidak bisa menjawab. Hiong-ki malah tertawa.   "Apa yang kau tertawakan?"   "Kata-kataku adalah sebuah kontradiksi, semua orang pun bisa dengan mudah melihat kesalahan seperti ini. Apakah kau pikir aku sudah melakukan kesalahan yang bodoh seperti ini?"   "Kau selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Mengapa kau selalu membalikkan pertanyaan dan tidak menjawab secara langsung?"   "Membalikkan pertanyaan dapat banyak membantu mempertimbangkan jawaban"   "Membantu siapa mempertimbangkan jawaban?"   Sekarang wajah Tu Liong tampak murung.   "Membantu dirimu, juga diriku"   Karena jawaban terakhir yang diucapkan oleh Hiong-ki tidak tajam, kata-kata Tu Liong kembali terdengar melembut. Namun dia tetap tidak melepas-kan pertanyaan yang sudah diajukannya tadi.   "Aku masih menunggu jawabanmu"   "Ada sebuah barang yang mungkin bisa membantu mewakilkan jawabanku."   "Barang apa?"   "Sebuah surat"   Hiong-ki mengeluarkan sebuah tas yang terbuat dari kulit kambing. Dari dalamnya dia mengeluarkan sebuah amplop yang sudah terlihat tua. Diatas amplop kertas tertulis kata-kata berikut.   "Untuk adik Tan-ping"   Beberapa huruf ini benar benar terlihat sangat familiar dimata Tu Liong.   "Tan-ping? Boh Tan-ping?"   "Sebaiknya kau lihat dulu isi suratnya...."   Tu Liong mengeluarkan surat dari dalam amplop. Diatas surat tertulis.   "Adik Tan-ping yang terhormat, lakukanlah semua sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya, ketika melakukannya harus akurat, tindakanmu harus kejam. Harap diingat ! tertanda Siau Tian"   Siau Tian? Cu Siau-thian! Tidak salah. Ini memang tulisan tangan majikannya Cu Siau-thian. Sekali lihat saja Tu Liong sudah langsung mengenali bahwa ini adalah tulisan tangannya.   "Tu Liong, Cu Siau-thian dengan Boh Tan-ping memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Apakah kau tidak memikirkan ini sebelumnya?"   "Aku hanya ingat tadi kau mengatakan sepatah kata berikut. Boh Tan-ping adalah orang yang setia. Dahulu dia setia kepada Tiat Liong-san, dan sekarang dia setia pada Thiat-yan. Kalau dilihat dari surat ini, dia jelas-jelas juga setia pada Cu Siau-thian. Satu orang bisa setia dan mengabdi pada lebih dari dua orang, pastilah kesetiaannya akan sedikit berkurang."   "Kata katamu itu masuk diakal. Namun kau tidak mengerti kejadian yang sesungguhnya"   Tu Liong hanya bisa melihat Hiong-ki sambil terdiam. Dia menunggu lanjutan kalimatnya.   "Kesetiaan adalah salah satu syarat mendasar yang harus dimiliki seorang pendekar silat. Setia kepada majikannya, setia kepada kawan-kawannya. Pada waktu itu dia sudah mengangkat saudara dengan Cu Siau-thian, ini adalah kesetiaan sebagai seorang teman. Tentu saja mereka juga bekerja sama dalam menghadapi banyak persoalan. Asalkan urusannya tidak menyinggung Tiat Liong-san, dia pasti bersedia melakukan apapun itu..   "Kalau sekarang?"   "Kalau sekarang?"   Hiong-ki sepertinya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Tu Liong.   "Sekarang ini majikannya adalah Thiat-yan. Sedangkan Thiat-yan dan Cu Siau-thian saling menyimpan dendam. Kirakira Boh Tan-ping berdiri di sisi mana?"   "Tentu saja berdiri di sisi Thiat-yan"   "Kata-katamu itu terdengar terlalu yakin, sehingga terkesan gegabah"    Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini