Sepasang Pendekar Perbatasan 12
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung Bagian 12
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya dari Chin Yung Kini setelah pengemia tua itu menarik kembali tangannya. Tenaga yang menekannya juga turut lenyap. Maka dengan sebat Gokhiol mencelat bangun sambil berjumpalitan tubuhnya membumbung tinggi dan hinggap disebuah dahan. Tangannya kini sudah menghunus pedang Ang- liangkiam, kemudian sambil berseru nyaring ia menyerang turun, pedangnya mengarah kepalanya pengemis tua itu. Suasana ditempat itu sudah mulai gelap. Begitut Gokhiol mengayunkan pedangnya, ia merasakan hahwa pedangnya telah menyentuh sesuatu, tapi sasaranya keras, bukan seperti tubuh manusia. Ketika ia tegasi, kiranya itulah batang pohon yang ia tebas dan bukannya hadan pengemis tua yang kotor. Sekonyong-konyong terdengar suara orang tertawa dibelakangnya, entah dengan cara bagaimana si pengemis tua itu, tahu2 sudah berada dibelalkangnya, ia berdiri dibawah tebing sambil tertawa dan menepuk-nepuk tangannya. "Ha...ha...ha...! Bagus...! Indah...!" Gokhiol yang dirinya terus-menerus dipermainkan oleb si pemgemis. Hatinya menjadi mangkel dan penasaran. Tapi tanpa ia sadari bahwa si pengemis kotor itu barusan telah mempertunjukkan suatu ilmu ringankan tubuh yang disebut Sin-seng Pian-wie atau Merobah-tempat-dalam bentuk-suara. Inilah suatu ilmu gin-kang yang langka dari rimba persilatan! Dengan perasaan penasaran Gokhiol berteriak mengguntur seraya dengan tipu Leng-wan Hoei-yauw atau Lutung-sakti meloncat menyerang si pengemis bagaikan kiiat. Tapi si pengemis itu-pun tak kalah sebatnya, sekali ia gerakan tubuhnya, tahu-tahu ia sudah mencelat dan hinggap di atas tebing. "Kau hendak membunuh aku? Apa kau tidak takut dengan dosa yang besar? Ha...ha...ha...!" Tawanya dengan bergelak-gelak Gokhiol tak menghiraukan segala ucapan pengemis itu, dengan menjejak kedua kakinya, tubuhnya lantas membumbung tinggi keatas tebing dan terus mengejar pengemis kotor yang aneh kelakuannla itu. Namun tindakkan Gokhiol tarlambat setindak, pengemis tua aneh itu sudah pergi, dari jarak yang cukup jauh terdengar ia herkata. "aku pergi tidak mau melayani anak yang kurang hormat!" Gokhiol penasaran, sambil mengempos semangatnya ia terus melakukan pengejaran, tetapi jarak antara mereka kian jauh, kian jauh. Gokhiol tertinggal jauh dibelakang. Dengan adanya adegan saling kejar mengejar ini, akhirnya mereka tiba dekat gunung Ciong Lam-san dlbagian selatan. Mendadak dari balik sebuah batu gunung yang besar, muncul seorang gadis muda, dari jauh-jauh gadis muda itu sudah berteriak memanggil-mangil, Apa yang datang itu adu Tio koko? Hayo, lekas berhenti dan datang kemari" Ujarnya. Gokhiol yang mendengar suara itu, segera mengenali bahwa suara itu adalah suaranya Hay Yan. Gokhiol dan Hay Yan telah berpisahan di Leng-wan Koan sebualan lebih, kini tanpa disengaja mereka bertemu kembali, keruan saja hatinya Gokhiol menjadi ber-debar2, apa maksudnya si gadis ini mengejar dirinya? Tampak wajahnya si nona menunjukkan perasaan yang kuatir dan bimbang, begitu ia melihat si pengemis tua lewat disampingnya, ia jadi terkejut dan heran. "Moay-moay, lekas bantu aku bekuk pengemis gila-gelo itu." Teriak Gokhiol. Tapi si nona dengan cepat mencegah. "Koko, orang tua ini adalah kawan baik-ku, harap kau jangan berkelahi dengan dia." Katanya. Kiranya tempo hari ketika Im Hian Hong Kie-su mengantar Wanyen Hong pulang kembali kenegeri Kim. ditengah jalan mereka telah berjumpa dengan seorang pengemis yang sedang memainkan ularnya yang berwarna merah. Dan pengemis inilah yang memberi khabar bahwa kakaknya Wanyen Hong yang bernama Wanyen Pin telah mangkat. Kemudian pengemis ini pula iang memberikan bebrapa ekor kuda untuk di pakai oleh Wanyen Hong dan para pengiringannya untuk melanjutkan perjalanan. Maka sekarang begitu Hay Yan bertemu pula dengan pengemis ini ia segera mengenali, maka dengan cepat-cepat ia mencegah maksudnya Gokhiol. "Koko, lekas pergi ke Hu Cin Koan." Berkata si nona dengan cemas." Gorisan telah berhasil kabur dari menara besi. Hian Cin-cu telah terluka kena pukulan Sam-im-ciang, jiwanya sekarang terancam. Im Hian Hong Kie-su sudah pergi mencari obatnya, tetapi sesudah pergi selama beberapa hari ia masih belum kembali. Nampaknya ia mendapat kesulitan." Keterangan si nona ini membuat Gokhiol menjadi menjublak bengong. Hay Yan menjadi hilang sabarnya, dengan separuh menarik tangannya Gokhiol, ia paksa pemuda kita naik keatas gunung. Tapi dengan mendadak si pengemis tua yang kotor itu berteriak-teriak dari belakang. "Hei! Hei! Tunggu sebentar. Tolonglah bawa barangku ini keatas gunung." Katanya. Hay Yan yang pernah mendapat budi si pengemis ini, lain berhenti dan menanya. "Lo-pee,kau ada barang apa yang hendak dititipkan? Kami sedng repot hendak menolong orang." Mendadak si pengemis yang gila-gelo ini menan?is, "Uh... uh... uh, aku dengan majikan Hu Cin Koan adalah kawan karib, maka apabila ia sampai ... sampai mati, aku .. . aku bakal mati mereras....Uh, nona, tolonglah bawakan air ... air mataku keatas gunung. Uh ... uh ... uh..." Tangisnya dengan sedih. Hay Yan menjadi heran melihat keanehan orang ini. "Lo-pee, dia masih belum mati, untuk apa kau menangis?" Katanya dengan heran. "Moay- moay," Kata Gokhiol. " Dia adalah orang gila-gelo, tak usah kita ladenin padanya." "Aku gila-gelo ? Kaupun anaknya si gila-gelo" Bentak si pengemis tua dengan sengit. Gokhiol menjadi mendongkol, waktu ia ingin menggerakkan tangannya Hay Yan sudah mencegahnya sambil berkata. "Kita perlu segera menolong orang, lagi pula Lo-pee ini bukannya orang jahat, mengapa kau tidak mau mengalah sedikit, sih?" Medengar perkataannya si nona manis ini, hatinya Gokhiol menjadi lemah. maka tanpa hiraukan lagi pengemis tua itu, mereka lantas mendaki gunung Ciong Lam-san. Tapi baru berd.yalan beberapa langkah, kembali pengemis itu berkata dengan suaranya yang memohon, "Oh...nona, jadinya kau tidak mau membawa air mataku keatas gunung? Nanti kau akan menyesal, tapi tak menjadi apalah, aku akan tidur disini untuk menanti kau kemhali." Kedua muda mudi itu tidak menghiraukan, mereka terus berjalan kedepan. Jalan yang menuju ke Hu Cin Koan sangat kecil, hanya muat untuk satu orang serta berliku-Dari jauh tampak sinar-sinar lampu dari dalam kelenteng. Suasananya sangat sepi sekali. Sambil berjalan Hay Yan menceritakan bagaimana secara kebetulan ia datang ke Hu Cin Koan dan mendapat tahu bahwa Hian Cin-cu telah terluka kena pukulannya Im-yang Jie-yauw. Untunglah segera datang Im Hian Hong Kie-su dan memberi pertolongan serta telah memesan para imam dan Hu Cin koan supaya memanaskan terus tubuhnya Hian Cin-cu di bawah teriknya matahari serta dibantu dengan empat kaca tembaga besar, sehingga jiwanya masih tertolong hingga hari ini. Kemudian si nona berkata pula. "Koko aku setibanya di sini mengalami suatu kejadian aneh" Katanya. "Akupun merasa heran bagaimana kau dengan mudah dapat mengetahui bahwa aku dan pengemis tua ini sedang berada dibawah gunung?" Tanya Gokhiol. Hay Yan tersenyum seraya mengeluarkan selemhar kertas berwarna kuning dari dalam sakunya. Kertas itu bertulisan bahasa Sanskrit. "Kertas ini adalah pemberian Hu In Too-Tian-, dari Hu Cin Koan, dia menyuruh aku mencari orang yang mengerti bahasa Sanskut untuk mengetahui apa isinya surat ini " Kata Hay Yan. "Siapa yang menulis surat ini?" Tanya Gokhiol. "Kata Hu In Too-tiang, kemarin ada seorang hweshio cilik datang ke Hu Cin Koan, begitu melihat keadaannya Hian Cin-cu yang gawat, lantas ia menulis beberapa baris huruf ini dan memesan pada Hu In Tootiang. Bila ada orang yang datang kemari dan dapat mengerti isi maksudnya surat ini, pasti jiwanya Hian Cin-cu akan tertolong. Coba kau pikir, tidakah aneh kejadian ini?" Menerangkan Hay Yan. Mendengar Hay Yan menyebut si hweshio cilik, Gokhiol lantas mengambil kertas kuning itu, dengan perantaraan sinar lampu yang remeng-remeng dari kelenteng ia mulai membaca. Tiba2 ia berseru. "Ah, ini tak mungkin!" Mendengar seruan Gokhiol, Hay yan menjadi melongo dan terdiam. "Inilah tulisannya Pasupat. Dia mengatakan bahwa Thian Sin Tan-su dari Thian-bun Pay telah menerima seorang murid dan kini sedang berada disekitar tempat ini. Orang itu berpakaian compang-camping seperti pengemis. Hanya dialah yang mampu menolong jiwanya Hian Cit- cu." Berkata Gokhiol dengan cemas. "Koko," Berkata Hay Yan. "Bukan-kah orang tadi yang bertengkar dengan kau adalah seorang pengemis?" Ucapan si nona membuat Gokhiol menjadi sadar, tapi kini mereka sudah sampai didepan kelenteng Hu Cin Koan, sadangkan pengemis aneh itu tertinggal jauh dibawah gunug Ciong Lam-san. Gokhiol mengerutkan keningnya. "Moay-moay, kau sebaiknya lekas-lekas turun gunung untuk mengundang pengemis tadi. Aku menunggu kau didalam kelenteng" Katanya. Hay Yan tahu keadaan sangat mendesak, maka iapun tanpa rewel turun pula kebawah. Gokhiol terdiam dengan wajah yang masgul. Kini barulah ia tahu bahwa pengemis kotor yang ia namakan pengemis gila-gelo itu adalah muridnya Thian-bun Pay. Mengingat ia barusan bersikap sembrono terhadap pengemis itu, timbulah rasa penyesalannya. Tak berani ia turun kebawah untuk mengundang sendiri pengemis kotor itu karena jengah, maka disuruhnyalah Hay Yan yang pergi. ---oo0dw0oo--- Dengan tindakan lemah Gokhiol memasuki kelenteng Hu Cin Kwan. Baru masuk sampai dipendopo cahaya lilin sangat terang sekali. Tapi tak seorangpun yang tampak. Langsung saja ia masuk terus hingga sampai dihalaman belakang. Disitu tnmpak api unggun berkobar dengan besarnya. Sekeliling api itu, ada dua sampai tiga puluh pendeta yang berdiri mengelilingi api ungun dengan wajah yang muram sedih. Suasananya sangat menyedihkan sekali. Gokhiol yang melihat keadaan itu menjadi kesima, pendeta-pendeta itu kiranya sedang mengelilingi sebuah bale-bale yang diatasnya menggeletak sesosok tubuh pendeta tua. Pucat pias wajahnya, kedua matanya tertutup rapat, dadanya tiada tampak turun-naik seperti biasanya orang bernapas. Pendeta tua itu bukan lain adalah Hian Cin-cu, ketua kelenteng Hu Cin Kwan! Gokhiol yang menyangka orang sudah mati, ia menjadi putus asa." Walaupun pengemis tua itu datang, sudah tidak ada gunanya" Ia berkata dengan suara yang lemah. Suaranya pemuda kita mengagetkan para imam lainnya, lantas ada seorang imam muda yang menegornya dengan suara yang keras. "Berhenti! Siapa kau? Mau apa datang kemari dimalam hari?" Gokhiol tidak menjawab pertanyaan imam itu, sebaliknya la balik menanya. "Apakah guru kalian sudah meninggal?" Hu In too-tiang yang belum mengenal Gokhiol, tetapi dari gerak-gerik pemuda kita ia mengetahui bahwa anak muda itu bukannya orang jahat, maka dengan kerutkan keningnya ia berkata. "Apa maksud kedatangan Cong-su dimalam seperti ini? Apa Cong-su disuruh oleh lm-yang Jie-yauw untuk mendengar berita?" Gokhiol tanpa banyak kata lalu mengeluarkan suratnya Pasupat dan berkata," Aku yang rendah bernama Gokhiol, barusan aku telah bertemu dengan nona Hay Yan yang mengatakan bahwa Hian Cin-cu cianpwee menderita luka berat, maka kalau memang Hian Cin-cu cianpwee masih belum menihggal, masih ada harapan untuk menolong jiwanya." Hu In berserta kawan2nya yang mendengar ini menjadi girang, walaupun mereka belum mengenal Gokhiol, tapi ketika tempo hari Hian Cin-cu menggusur Gorisan pulang untuk dipenjarakan, pernah imam tua itu menceritakan tentang hal-ikhwalnya Gokhiol, anak angkat Jenderal Tuli dari Monggolia. Kini si pemuda membawa pula suratnya Pasupat, maka rasa curiga terhadap Gokhiol lantas hilang. "Guru kami masih bernapas. Bila Cong-su dapat menolong jiwa guru kami, seumur hidup kami, kam. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo takkan melupakannya." Berkata Hu In dengan terharu Gokhiol menggeleng-gelengkan kepalanya. "Orang yang akan menolong Hian Cin-cu cianpwee bukannya aku, tapi orang itu akan segera datang ......." Kemudian Gokhiol menerangkan arti dari surat yang berbahasa Sanskrit itu, iapun mengatakan juga bahwa barusan ia telah bertemu dengan orang pandai yang dimaksud dalam surat itu. Akhirnya Gokhiol menanyakan bagaimana si hweeshio cilik Pasupat bisa datang ke Hu Cin Kwan? Kini Hu In menceritakan kejadian itu sebagai berikut . Ketika ia dan kawan2 seperguruannya sedang memberi hawa panas pada gurunya, secara mendadak dari atas genteng melayang turun sesosok bayangan orang. Orang itu adalah hweeshio cilik, dalam waktu yang sekejap hwe-shio cilik itu sudah berada didepannya Hian Cin-cu yang sedang rebah diatas bale2. Semua orang yang menyaksikan kejadian ini jadi kaget tak terkira lagi, pada sangka mereka bahwa hwe-shio cilik itu adalah konconya Im-yang Jie-yauw. Serentak mereka menghunus senjata dan merangsek maju sambil membentak. "Padri cilik iblis! Jangan harap kau hari ini dapat lolos dari sini!" Tapi heran bin ajaib bahwa hweeshio cilik ini sedikitpun tak nampak hendak melawan, bahkan sambil merangkapan sepasang-tangannya ia berkata memuji sang Budha "O-mi-to-hud! O-mi-to-hud! Tai Im Lo-nie memang sangat kejam sekali, bagaimana siauwceng dapat berpeluk tangan tanpa ikut campur?" Tukasnya dengan aneh. Kami tidak hiraukan apa yang diucapkan oleh hwe-shio cilik itu. terus saja kami merangsek maju, tetapi secara tiba-tiba semacam desiran angin yang maha keras datang menyambar untuk menahan semua orang! Hu In insaf bahwa yang menahan mereka itu adalah semacam tenaga dalam yang luar biasa sekali. Kami semuanya tertegun dan kesima. Tapi sebaliknya si hweeshio cilik itu dengan tenang bertindak kearah bale2 tempat guru kami berebah, setelah menekan-nekan dengan sebelah tangannya di-ulu hati Hian Cin-cu, lantas hweeshio cilik itu berkata dengan nada girang. "Masih ada harapan! Masih ada harapan!" Kami menjadi heran, karena melihat yang hweeshio cilik tidak seperti orang jahat, lain Hu In maju memberi hormat, "Kami tidak mengetahui kedatangan Siauwsuhu, serta telah berlaku kurang hormat, untuk ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Siauw-suhu barusan mengatakan bahwa jiwa guru kami masih dapat ditolong, maka kami harap Siauw-suhu sukalah berbuat amal sedikit dengan menolong jiwanya guru kami." Hweeshio ciiik itu goyang-goyangkan kepalanya dan berkata. "Guru kalian telah terluka oleh pukulan Bie-cong Hian-kang dan Sam Im-ciang secara serentak dan jitu. Kepandaianku masih dangkal, tak sanggup aku menolongnya. Kini aku berikan ia sebutir pil Liong-houw Kim-tan untuk memperpanjang tenaga-murninya agar ia dapat bertahan terus hingga lusa pagi sebelum matahari terbit. Tapi bila pada waktu itu masih belum ada orang ada orang yang datang, Lo-thian-ya lah yang menentukan nasibnya!" Kemudian hweeshio cilik itu mengeluarkan sebutir pil yang berwarna kuning ke-emas2-an dan menjejalkan obat tersebut kedalam mulutnya Hian Cin-cu Kini Hu In barulah mengetahui bahwa ltweeshio cilik ini adalah bukan orang sembarangan, maka tidak man ia melepaskan ketika yang baik ini begitu saja tanpa orang pandai ini berusaha untuk menolong jiwa gurunya. Lalu ia maju, dengan berlutut ia memohon agar hweeshio cilik ini menolong jiwa gurunya. "Siauw-ceng dalam hal ini sebenarnya tidak boleh ikut campur. Hanya secara kebetulan saja ditengah jalan aku mendengar bahwa dari Thian-bun Pay telah mengutus seorang muridnya yang pandai datang kemari untuk menolong guru kalian. Aku yang mendengar kabar itu jadi tertarik, dalam perjalanan pulangku ke See Cong, aku mampir dulu sebentar ke gunung Ciong-lam-san. Tak dinyana bahwa guru kalian telah terluka oleh pukulannya Im-yang Jie-yauw. Luka ini hanya dapat ditolong oleh orang yang telah meyakinkan ilmu Kian-kun Tay Kie-kang." Sehabis berkata, hweeshio cilik itu mengeluarkan sehelai kertas kuning, setelah menulis ia serahkan pada Hu In. "Maaf-kan Siauw-ceng yang karena hendak cepat2 pulang, tak dapat aku berdiam lama2 di sini. Too-tiang, lekaslah kau usahakan mencari murid Thian-bun Pay itu untuk menolong guru-mu." Katanya. Baru saja Hu In menerima suratnya atau hwe-shio cilik itu sudah melesat keluar tembok dengan cepat bagaikan kilat. Semua orang yang melihat ini jadi berseru dengan kagum! Surat itu yang di tulis dalam bahasa Sanskrit, sedikit-pun aku tidak mengerti. Kebetulan pagi tadi Hay Yan kouw-nio datang, nona ini belum mengetahui bahwa guru kami sedang menderita luka parah. Hay Yan datang ke Hu Cin Kwan atas titah ibunya untuk berkunjung kepada Hian Cin-cu untuk sekalian rnenanyakan perihal Im Hian Hong Kie-su yang sudah setengah bulan lamanya masih belum juga mengirim kabar. Karena Hay Yan sudah pernah datang ke Hu Cin Kwan untuk menyampaikan surat kepada Hian Cin-cu, maka Hu In mengenali si nona. Barulah setelah mendapat keterangan dari Hu In, Hay Yan mengetahui bahwa Hian Cin-cu luka parah dan Gorisan telah kabur! Tempo hari Im Hian Hong Kie-su pernah mengingatkan Hian Cin-cu bahwa Gorisan banyak akalnya. Tapi peringatan ini oleh Hian Cin-cu dianggap remeh, hingga kini membawa akibat yang sangat hebat sekali. "Sekarang yang terpenting ialah bagaimana menolong Hian Cin-cu cianpwee." Berkata si nona. Hu In yang sedang bingung lantas menyerahkan suratnya si hwee-shio cilik. Hay Yan juga tidak mengerti bahasa Sanskrit, tapi ia bersedia untuk turun gunung guna mencarikan orang yang dapat membaca suratnya hwee-shio cilik itu. Diluar digaannya ditengah jalan ia bertemu dengan Gokhiol yang sedang mengejar seorang pengemis. ---oo0dw0oo--- Setelah mendengar keterangan Hu In, barulah Gokhiol mengetahui bahwa Pasupat telah datang berkunjung kegunung Ciong-lam San kemarin. "Hwee-shio cilik itu adalah murid dari kepala agama di Turfan Pantati yang bernama Pasupat. Menurut suratnya suratnya ia mengatakan bahwa orang yang dapat menolong Hian Cin-cu cianpwee ialah seorang murid dari Thian Sin Tan-su dari perguruan Thian-bun Pay. Yrang pandai yang dimaksudkan itu tak lama lagi akan datang bersama Hay Yan siocia." Kata Gokhiol. Semua orang yang mendengar ini menjadi gembira, mereka lalu bergegas keluar mengikuti Gokhiol untuk menyambut kedatangan Hay Yan serta orang pandai itu. Tak lama kemudian tampak sesosok bayangan hitam berlari-lari menuju kekelenteng. Orang itu adalah Hay Yan. "Eh, bagaimana dengan pengemis itu? Apa dia tidak mau datang kemari?" Menanya Gokhiol dengan heran. Dengan napas tersengal-sengal Hay Yan berkata dengan terputus-putus. "Tio koko, dia.......dia tidak mau tidak mau datang!" "Apa kau telah bertemu dengan dia?" Menanya Gokhiol. "Ketemu sih sudah, cuma dia bilang dia bilang sekarang dia lagi ngantuk. Badannya kotor, dia mau tidur dulu, besok sesudah mandi, baru dia mau datang." Kata Hay Yan. "Mana mungkin? Bukankah dengan begitu dia telah mengapirkan urusan besar" Kata pula Gokhiol. "Hu in" Berkata Pasupat "Seng-ceng mengatakan bahwa bila sampai esok pagi setetah matahari terbit masih belum ada orang yang datang, jiwa guruku tak tertolong lagi..." Katanya dengan air mata telah berlinang2 "Kouwnio coba kau turun sekali lagi, mungkin ia mau datang sekarang juga." "Barusanpun aku telah memohon mohon padanya, tapi dia bilang... dia bilang. kecuali..." Berkata sampai disini Hay Yan lalu melirik kearah Gokhiol dan terdiam. Hui In tercekat hatinya! "Kouw nio coba jelaskan dia mengatakan kecuali apa? Apapun aku akan menyanggupinya sekarang juga." Hay Yan mengerutkan alisnya yang lentik. Dia bilang. "kecuali Tio-koko sendiri yang datang barulah dia mau datang kemari....." Katanya. "Hm...." Gokhiol mengeluarkan suara dihidung. "Eh, tidak itu saja" Menyambung pula Hay Yan. "Dia masih mengajukan tiga syarat untuk datang kemari." Hu In yang berdiri disampingnya Hay Yan jadi semakin gelisah, waktu sekarang sudah mendesak! "Apa syaratnya ?" Ia berkata. "Asal dia mampu mengobati luka guruku, jangan kata tiga buah syarat, tiga puluhpun aku akan menyanggupi." Hay Yan tersenyum manis. "Dia hanya minta Tio koko yang datang sendiri, meski too-tiang menyanggupi hem tidak ada gunanya" "Hem.... hem, si tua sinting itu rupanya masih kheki padaku! ia ingin melampiaskan kedongkolannya atas diriku." Dumal Gokhiol dengan perlahan. "Syarat kesatu. dia menghendaki Tio koko datang padanya dan berlutut tiga kali sambil manggut-manggutkan kepalanya dan memanggil ia ayah sebanyak tiga kali pula." Kata Hay Yan. Gokhiol diam saja tidak bersuara. "Syarat kedua. dia mau yang Tie koko sendiri meng.... menggendong dia hingga keatas." "Tak mungkin!" Tukas Gokhiol mendongkol. "Dasar pengemis gila-gelo?!" Mengetahui Gokhiol segan memenuhi kemauan orang pandai itu, Hu In dan kawan2 menjadi gelisah, serempak maju kedepan, dengan nada separoh memohon mereka berkata. "Cong-su, kami mohon sudilah kiranya kau menolongi jiwa guru kami. Dalam ajaran agama Budha. menolong jiwa seseorang jauh lebih berharga dari pada mendirikan pagoda yang bertingkat tujuh." Kata mereka separuh membujuk. Atas permohonan yang sungguh2 dari para imam Hu Cin Kwan, wajahnya Gokhiol jadi berobah. "Dan syarat yang ketiga bagaimana?" Ia bertanya. "Syarat yang ketiga. ialah seperti Tie koko dulu pernah meluluskan permintaanku ketika kita masih berada di Leng Wan Koan, yaitu dia minta agar mulai saat ini juga mesti memakai namamu yang asli, yaitu TIO PENG !" Gokhiol sesak napasnya mendengar permintaan yang bukan2 dari pengemis tua itu. "Baik atau jeleknya namaku, itulah urusanku sendiri, kenapa dia mesti turut campur?" Katanya dengan mendongkol. "Cong-su, ini hanya soal sepele saja. Dengan memandang guru kami yang terluka, Tolonglah! Atas budi Cong-su tentu kami takan lupa selama-lamanya." Kata Hu In. Gokhiol meng-geleng2 kepalanya dengan kerutan keningnya, mendadak secepat kilat Hay Yan balikkan tubuhnya dan berlari pergi. Gokhiol terkejut, dengan menjejakkan kedua kakinya ia turut mangejar sambil berseru. "'Moay-moay, kau hendak kemana?" Hay Yan palingkan mukanya kebelakang, dengan wajah yang gusar ia berkata. "Tak kusangka kau begini tidak mempunyai rasa kebajikan terhadap sesama manusia. Aku kini akan pergi mencari Pasupat dan mengadu padanya bahwa kau adalah seorang mannsia yang tidak tahu dri. Sungguh percuma dan sia-sia dia jauh2 datang ke Ho-lim untuk menolong para saudara angkatmu. Tapi kini sebaliknya, begitu kau melihat bahaya mengancam seorang suci, lantas kau peluk tangan tanpa mau memberikan sedikit ketikapun menolongnya karena soal yang begitu kecil saja. Apa kau masih ada muka untuk bertemu dengan orang2 gagah dari rimba persilatan?" Gokhiol yang disemprot menjadi teringat akan Pasupat yang rupanya sudah mengetahui dia akan kemari. Maka Pasupat bebankan semua kewajiban ini padanya, bila aku tidak berhasil mengundang orang pandai dari Thian-bun Pay untuk menolong Kian Cin-cu dibelakang hari bagaimana aku masih ada muka untuk menemuinya? Berpikir begitu, lantas saja Gokhiol berseru nyaring "Moay-moay, kau jangan marah-marah, baiklah. Aku turut ketiga syarat itu katanya." Hay Yan menjadi gembira karena tipu dayanya berhasil, "Soal yang begini kecil saja bila kau tidak sanggup turuti kemauanku, bagaimana kau bisa sayang padaku?" Bisiknya menggoda nakal dan gadis itu tersenyum. Gokhiol diam-diam memaki dirinya yang goblok! Lalu dengan bersemangat, Gokhiol seorang diri turun kebawah gunung untuk mengundang pengemis aneh itu Ketika sampai ditengah gunung, dalam kegelapan malam dari semak-semak tiba2 terdengar suara gemersik. Menyusul mana merayap keluar seekor ular merah yang hendak melibat kedua kakinya Gokhiol ! Pemuda kita jadi terkejut. Sambil berseru nyaring ia jejak kedua kakinya hingga meloncat tinggi keatas! ---oo0dw0oo--- Tampak seekor ular berwarna merah darah dengan cepat menyelusup kembali kedalam semak, karena tidak berhasil melibat sang lawan, ditengah udara Gokhiol menghunus pedang Ang-liong Kiam untuk menebas kepala ular itu. Tapi mendadak didepan matanya berkelebat sesosok bayangan! "Hm! kau jangan lukai mustikaku" Bentak bayangan itu. Gokhiol terkesiap memandang bayangan itu. Kiranya orang yang berdiri didepannya adalah si pengemis dari Thian-bun Pay. Dengan cepat ia menarik tangan pengemis itu. "Lopee, mari aku gendong kau naik keatas, barusan aku telah berlaku sembrono terhadap kau orang tua, harap dimaafkan" Kata Gokhiol. Si pengemis melilitkan ularnya dipinggangnya, kemudian sambil tertawa ia berkata. "Oh, anakku yang manis. Apa benar kau hendak gendong aku naik keatas? Tapi eh, kau kenapa masih panggil aku Lopee?" Gokhiol kembali diperolok-olokan oleh pengemis gila- gelo itu yang aneh. "Kau menyuruh apapun boleh, disamping itupun aku akan memangil kau ayah. Asal kau segera mau ikut aku untuk menolong Hian Cin-cu, berbuat apapun aku rela" Ia menyahut. Lalu pemuda kita celingak-celinguk mengawasi keadan diseklilingnya, suasananya sepi. Tahulah ia bahwa saat itu tiada orang lain, maka lantas ia berlutut dan manggut2 tiga kali sambil menyebutnya ayah. Kemudian ia berkata pula . "Tia-tia, mari aku gendong kau keatas" Si pengemis jadi terharu, dengan suara separuh berbisik ia berkata. "Peng-jie, aku tidak menduga ..." Suaranya sekonyong2 terhenti, se-olah2 tak dapat meneruskan lagi kata2-nya. Apakah pengemis itu girang atau sedih. karena. ketiga syarat2-nya telah dipenuhi oleh Gokhiol? entahlah .... Gokhiol jadi tak sabar . "Tia-tia, lekaslah! mereka sedang menantikan kita" Katanya sambil menggendong si pengemis dan ber-lari2 cepat keatas gunung bagaikan kilat. Gokhiol merasakan punggungnya ringan bagaikan tiada dibebani harang apa2, malahan entah kenapa sekarang sepasang kakinya tiba2 menjadi enteng bagaikan rnengijak angin. Begitu kakinya menyentuh tanah, badannya lalu melesat kedepan sejauh beberapa tombak. Selagi merasa ke-heran2-an, tengkuknya seperti kena beberapa tetes air embun, air embun adalah.... dingin, sedangkan air yang meleleh pada tengkuknya adalah hangat! Hatinya menjadi tak karuan rasa, maka ia palingkan kepalanya dan melihat si pengemis sedang mengucurkan air matanya . "Tia-tia, kenapa kau mengucurkan air mata? Apakah kau lapar ?" Ia menanya. Si pengemis menyahut. "O-yah? Mungkin mataku pedih kena tiupan angin. Memang kalau tertiup angin sering air mataku mengalir keluar." Si pengemis lalu menyekah air matanya yang menetes pada tengkuknya Gokhiol. Sementara itu Gokhiol tak habis2-nya berpikir. " Malam ini kenapa aku bisa berjalan begini cepat? Biasanya walaupun aku menggunakan ilmu entengkan tubuh Leng- wan Hui-cong pun tak begitu pesatnya." ---oo0dw0oo--- Tak seberapa lama, sampailah mereka keatas gunung. Tampak para pendeta sedang berdiri berjejer menyambutnya. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hu In menyangka bahwa orang pandai utusan dari Thian-bun Pay adalah seorang yang gagah angker sekali, tapi ketika ia lihat yang datang hanyalah seorang pengemis dengan rambutnya riap2-an dan baju compang-camping tak keruan, belum lagi orangnya sampai bau yang tak sedap sudah tercium, ia menjadi kecewa. Tapi sebaliknya Hay Yan menjura dengan hormat-nya lalu menurunkan si pengemis dari pundak Gokhiol. "Lo-pe, kau datang sungguh cepat sekali" Katanya dengan tersenyum. Si pengemis tertawa. "Aku tahu bahwa kalian sedang menunggu dengan tidak sabaran, maka aku menyuruh Peng-jie berlari dengan cepat." Gokhiol kini baru insaf bahwa barusan ia berlari dengan cepat kiranya adalah si pengemis yang dengan diam2 membantu hingga kecepatannya jadi seperti terbang..... diam2 ia jadi merasa kagum. Hu In dan saudara2-nya melihat Hay Yan menuntun si pengemis, sedikit-pun tidak ambil perduli terhadap kotoran pada tubuhnya, menjadi sadar bahwa orang ini tentunya adalah orang luar biasa dari kalangan Bu-lim yang biasa suka meng-olok2 kan orang lain, maka mereka tak berani berlaku tak sopan, buru2 maju serentak memberi hormat. "Locianpwee telah datang kekelenteng Hu Cin Kwan, kami harap sudi maaf-kan atas penyambutan karmi yang tidak teratur. Guru kami kini dalam keadaan sakit, molon Lo-cianpwee memeriksanya. Jika guru kami dapat tertolong, maka para murid dari Partai Ciong-lam Pay akan selatu mengenang budi yang telah Lo-cianpwee berikan itu." Si pengemis memalingkan kepalanya memanggil . "Peng-jie!" Gokhiol buru2 menyahut . "Tia-tia, ada apa?" Si pengemis tertawa . "Nah, inilah baru pantas seperti laku seorang anak! Kau menyamut aku dencan singkat, tidak berkata muluk2! dan merengek-rengek. Marilah ikut aku" Katanya puas. Semua orang lalu masuk kedalam taman, tampak beberapa orang pendeta yang ditugaskan untuk menjaga. Hian Cin-cu ber-lari2 berdatangan dengan wajah pucat, "Wah, Couw-suya hampir putus napasnya. Ketika kami meletakkan rambut dilobang hidungnya, sedikit napas pun tak ada." Hu In memburu kedepan bale seraya meraba dada gurunya. Tak terasa getaran napas. "Suhu sudah......." Sengguknya dengan sedih. Tiba2 terdengar si pengemis berkata dari samping . "Kau nangis pun tiada gunanya, coba kuperiksa dulu, apa memang ia sudah pulang ketanah Barat atau belum?" Si pengemis entah kapan tahu-tahu sudah berada dimuka bale, lalu membuka mata Hian Cin-tiu untuk memeriksa. "Masih ada sisa nyawanya sedikit." Katanya pendek. Dengan wajah muram Hu In bertanya. "Bagaimana bisa ada sisa nyawanya sedikit?" Belum habis ia berkata, si pengemis sudah menjambak badan Hian Cin-cu, mengangkatnya dari bale2 dan melontarkan.... kedalam api ungun yang sedang berkobar2 dengan hebatnya!" Para pendeta menjerit, bahna kagetnya. Tak terkecuali Hay Yan dan Gokhiol! Si pengemis tua membentangkan kedua belah tangannya dan memukul mundur semua orang, sehingga mereka berpencaran. "Orang sudah mati, biar kita bakar saja mayatnya!" Katanya seraya menepuk-nepuk tangan dengan riangnya. Api membumbung tinggi, pakaian Hian Cin-cu sudah terbakar hangus! Hu In jadi kalap! "Eh, apa kau sudah edan! Kau.... Kau pembunuh.....!!! " Teriaknya. Gokhiol dan Hay Yan hendak maju menolongi, tapi karena takut membuat si pengmis gusar. Maka jadi serba salah! Pada waktu itu seluruh baju Hian Cin-cu "sudah terbakar habis, tapi tiba2 semacam uap dingin yang berwarna putih membumbung tinggi dari dalam api yang rerkobar-kobar. Orang yang berada disekitarnya menjadi menggigil kedinginan. Sekonyong-konyong api sirap! Si pengemis ber-teriak2 sambil ber-tepuk2 tangan . "Oho, hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya sudah ter-usir pergi oleh api. Ah, sekarang masih ada harapan untuk dia hidup!" Secara tiba2 si Pengemis mengangkat tubuhnya Hian Cin-cu dan melontarkan........ kedalam api ungun yang sedang ber-kobar2 dengan hebatnya! Semua orang melongo keheranan. Pakaian dan topi Hian Cin-cu sudah habis terbakar, anehnya badannya sedikitpun tidak kelihatan hangus. Hu In dan kawan2-nya sepera maju memondong tubuh gurunya, terasalah tubuh gurunya hangat, hawa dingin yang mengeram sudah hilang seluruhnya, mereka menjadi girang sekali. Mereka kembali meletakan Hian Cin-cu diatas bale. setelah mana mereka serentak berlutut dihadapan si pengemis. "Tadi siauw-ceng telah mengucapkan kata2 yang kurang sopan, harap Lo-cianpwe-sudi memberi maaf." "Sekarang kamu lekas selimuti tubuh gurumu, hawa dinginnya sudah hilang. Pukulan Tay lm Lo-nie benar2 hebat. Aku masih harus mengalirkan hawa murni ketubuhnya untuk membuka seluruh jalan2 darahnya yang tersumbat, setelah itu ia baru bisa sadar" Kata si pengemis. Para pendeta menghaturkan terima kasihnya, dan sipengemis lalu meloncat serta berjongkok diatas bale2 sambil memejamkan matanya, per-lahan2 ia meng-usap2 tubuh Hian Cin-cu dengan tangannya. Semacam hawa panas secara gelombang demi gelombang keluar dari tangan si pengemis. Kemudian pengemis itu menekan-nekan ulu hati dan pusarnya Hian Cin-cu. Itulah ilmu lweekang yang tinggi yang bernama Mendorong-hawa-melewati-rongga2! Lewat sepemakanan nasi, wajah Hian Cin-cu berubah dari pucat menjadi bersemu ke-merah?an, napasnya berjalan seperti biasa pula, dadanya turun naik dengan teratur. Para pendeta menjadi beryukur, malahan ada diantaranya yang mengucurkan air mata karena terharu. Lewat beberapa saat, si pengemis turun dari atas bale "Gurumu akan segera sadar, kamu boleh sediakan bubur dan berikan pil ini kepadanya." Katanya sambil mengeluarkan sebutir pil hitam sebesar gundu. Hu In nerimanya dengan rasa terharu. Tiba2 para pendeta Ciong-lam San berteriak riuh. Kiranya pada saat si pengemis memberikan obat tersebut, pelupuk mata Hian Cin-cu kelihatan ber-gerak2. Si pengemis tersenyum. "Aku hendak pergi, sampai bertemu kembali" Katanya. Selagi ia hendak berlalu. Gokhiol cepat2 menyekal lengannya. "Tia-tia, tunggu sebentar! Anak masih belum mengetahui nama tia-tia yang mulia?" Hay Yan pun ikut memegang hajunya. "Lo pe-pe, beritahukanlah namamu yang sebenarnya ujarnya. Si pengemis mengkerutkan mukanya dengan suram, "Aku harus pergi! Aku harus segera pergi!" Sahutnya berkeras. Sementara itu Hian Cin-cu membuka matanya, karena tenaga-dalamnya yang sudah tinggi, maka begitu jalan-darahnya terbuka lancar, semangatnya ikut pulih kembali. ---oo0dw0oo--- Sementara itu Hian Cin-cu sudah membuka sepasang matanya dan melihat-lihat keadaan sekelilingnya, ia pun mendengar percakapan orang ramai. Ketika ia mengawasi wajahnya si pengemis yang kotor itu, terkejutlah ia. Dengan suaranya yang lemah ia berkata. " Kau......?! ...... kau bukannya Tio......" Tak dapat lagi ia meneruskan perkataannya, hanya tangannya saja yang menunjuk-nunjuk kearah sipengemis. Sekonyong-konyong terdengar Gokhiol berseru nyaring, "Tia-tia, kemana kau pergi?" Katanya seraya mencelat untuk menyusul si pengemis yang kiranya secara mendadak sudah meloncat pergi dengan cepat sekali. Melihat Gokhiol pergi, Hay Yan juga turut mengejar. Tetapi ketika kedua pendekar muda ini tiba didepan kelenteng, terdengarlah satu suara yang berkata. "Bila kamu terus mengejar, aku akan loncat kedalam jurang. Apa kamu menginginkan aku mati?" Itulah suaranya si pengemis yang mereka kenal, maka Hay Yan dengan lekas mencegah Gokhiol sambil berkata, "Koko, jangan mengejar terus. Lo-pepe ini sifatnya sangat aneh. Bila kita terus mengejarnya, nanti benar2 ia bunuh diri!" Gokhiol manggut. "Benar-benar dialah orang aneh! Tapi kita masih belum mengetahui siapa nama sebenarnya yang asli." Katanya, "Bukankah Lo-pepe, itu pernah mengatakan bahwa ia berasal dari satu leluhur dengan kau?" Balik menanya Hay Yan. "Ah, dia hanya memper-olok2-kan diri ku saja. Meskipun berasal dari satu leluhur, belum tentu aku masih tersangkut keluarga dengan dia. Tapi dia dengan seenaknya menyuruh aku memanggil dia ayah sini, ayah sana, benar-benar orang sinting" Tukas Gokhiol. Hay Yan tertawa geli. "Tio koko. Dasar kau anak yang nakal. Eh, jika ayah-mu masih ada, apakah usianya sebanding dengan Lo-pepe itu?" Ia menanya. "Sudahlah, kau jangan sebut-sebut perihal ayah-ku lagi. Moay-moay, marilah kita kembali kelenteng melihat keadaan Hian Cin cianpwee." Mengajak Gokhiol. Mereka balik kembali kebelakang kelenteng. Saat itu Hian Ciu-cu sesudah menelan pil hitam pemberian si pengemis. Kini ia sudah dapat duduk bersila sambil menyender di bale. Begitu melihat kedatangan Gokhiol dan Hay Yan, ia menanya. "Apa kau orang sudah berhasil mengejar "Tio Hoan?" Gokhiol yang mendengar pertanyaan ini jadi menjublak terpaku, bagaikan disamber petir. "Apakah yang cianpwee maksudkan?" Tanyanya dengan mata terbuka lebar. Hian Cin-cu tak dapat meneruskan perkataannya, maka Hu In lalu menggantikan gurunya untuk melanjutkan, "Cong-su, orang pandai dari Thian-bun Pay tadi adalah ayahmu. Kenapa kau tidak mengajaknya kembali kesini?" Bukan kepalang rasa kagetnya Gokhiol dan Hay Yan ketika mendengar perkataan Hu In. Tapi Gokhiol lantas bersenyum getir. "Ayahku sudah lama meninggal. Tootiang, kau jangan bergurau. Aku memanggil pengemis itu sebagai ayah adalah supaya ia mau datang kemari untuk menolong Hian Cin-cu cianpwee." Katanya. Tapi dengan sungguh-sungguh Hu In menjawab. "Tio cong-su, mana berani Siauw-ceng berguyon? Orang tadi memang benar-benar adalah ayahmu. Ayahmu dahulu pernah bersama guruku belajar silat di Bu-tong Pay. Kalau kau tidak percaya, cobalah tanya pada guruku, nanti kau tahu sendiri dengan jelas." Mendengar keterangan yang sungguh2 ini, Gokhiol bagaikan mendengar geledek disiang hari bolong! Hatinya terasa tak keruan, risau, sangsi, kaget dan heran bercampur menjadi satu mengamuk didalam hatinya. Tapi ketika melihat Hian Cin-cu tersenyum, Gokhiol lalu berlutut dihadapannya sambil menanya. "Lo-cianpwee, siapakah sebetulnya orang tua tadi?" Sambil mengelus-elus jenggotnya, Hian Cin-cu berkata. "Hian-tit. Aku yakin seyakinnya bahwa sampai saat ini kedua mataku masih terang dan dapat melihat dengan jelas. Orang tadi memang benar2 adalah ayah kandungmu sendiri. Tio Hoan! Pada kuping kanannya terdapat tanda tompel hingga mudah dikenal. Lagi pula suara dan raut mukanya tidak banyak berubah meskipun aku baru sembuh, namun ingatanku masih sehat dan terang, bagaimana aku bisa keliru mengenali orang?" Napas Gokhiol memburu bahna girangnya. "Cianpwee, apa mungkin ayahku masih ... masih belum meninggal?" Tanyanya dengan bernapsu. Hian Cin-cu berhenti sejenak, Ialu berkata lagi dengan suara yang lemah. "Tio Hian-tit, apa kau lupa dengan kata2ku dahulu? Aku hendak membawa Gorisan adalah untuk menyelidiki tentang kematiannya ayahmu. Mengingat surat ibumu yang dulu mengatakan tentang hilangnya mayat ayahmu secara aneh, hal ini selalu kuingat dalam hatiku. Hari ini ayahmu kembali muncul secara tiba2 dan ia sama tidak menduga bahwa begitu sembuh aku sudah lantas dapat membuka mataku dan mengenalinya. Maka itu lekas2 ia berlalu dari sini." Hay Yan yang sejak tadi mendengarkan penutarn Hian Cin-cu dengan seksama, kini ikut berkata. "Bila ia betul Tio Hoan adanya, mengapa ia lari?" Hian Cin-cu menghela napas panjang. "Rupanya ia masih benci pada ayah-mu......Gorisan! Mungkin juga karena ingin menuntut balas, tak ingin ia sampai orang lain mengenalinya." Kata si imam tua. Tiba-tiba saja Hay Yan berseru dengan suaranya yang melengking. "Aku tidak mempunyai AYAH! Gorisan si jahanam adalah musuh besar ibuku! Kalau aku belum menabas malang-melintang tubuhnya, belumlah puas rasa hatiku!" Hian Cin-cu manggut-manggutkan kepalanya dan berkata . "Aku tidak dapat menyalahkan kata-katamu itu. Tapi Gorisan memang telah mencemarkan kesucian ibu-mu serta telah mencelakai Tio Hoan. Maka itu dengan pura2 berlagak mati, ia menyembunyikan diri dan memperdalam ilmunya. Sekarang ia sudah berhasil mempelajari ilmu tenaga dalam Kian-kun Tay-kie-kang yang tiada tara hebatnya dan telah turun gunung guna menuntut balas. Tapi diluar dugaannya, ia telah bertemu dengan Pasupat yang nakal hingga akhirnya Tio Hoan datang kemari untuk menolong jiwa Pin-to yang sudah tua ini." Mendengar penuturan ini, Gokhiol hatinya jadi hancur, tanpa ia dapat tahan lagi, air matanya mengalir keluar. Dengan suara yang sesenggukan ia berkata. "Oh, ayah....ayah! Kenapa kau tega meninggal aku begitu saja....?" Keadaan menjadi sunyi-senyap! Akhirnya Gokhiol bertanya pada Hian Cin-cu, "Cianpwee, kemana kiranya ayah ku pergi?" Namun Hian Cin-cu menggeieng-gelengkan kepalanya, "Kau cari padanya juga percuma. Sebelum ayahmu berhasil menuntut balas, ia tentu tak mau menemui kau dulu." Pemuda kita menyusut air matanya. "Aku mau mencari dia sekalipun ia berada diujung langit manapun!" Katanya sambil berlari dengan cepat keluar kelenteng Hu Cin Koan. Hian Cin-cu tak berdaya terhadap kemauannya Gokhiol, la cuma menghela napas saja dan menyuruh Hay Yan menyusul. " Yan tit-lie, lekas kau ikut dia." Sebenarnya Hay Yan tak usah di perintahkan lagi oleh Hian Cin-cu, karena pada saat itu juga Hay Yan sudah siang-siang mengejar Gokhiol. Pemuda idaman hatinya....... ---oo0dw0oo--- KETIKA raja muda Wanyen Socu dari negeri Kim naik takhta untuk menggantikan Wanyen Ping yang telah mangkat. Bertepatan juga pada saat itu Khan Agung dari Monggolia Ogotai mengadakan penyerangan secara besar-besaran terhadap negeri kecil itu. Jendral Tuli diangkat sebagai penglimanya. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi diluar dugaan, secara mendadak Khan Ogotai sakit .... tidak sadarkan diri. Karena raja sakit, pasukan Monggol jadi kacau, terpaksa diadakan perdamaian dengan negeri Kim. Keadaan sakitnya Khan Ogotai semakin lama semakin hebat, melihat ini Bee Cin Ong-houw diam2 bermaksud mengangkat puteranya Kubisu untuk menggantikan Ogotai, tapi sebegitu jauh ia masih merasa kuatir bakal mendapat tentangan dari Jendral Tuli beserta putra-putranya. Jalan satu-satunya ialah menggunakan siasat dukun Tilla untuk mengurung ke-enam putranya Jendral Tuli didalam penjara. Tapi secara diam-diam Kubialy memberi kabar pada Gokhiol untuk mengundang Pasupat datang, sehingga mereka semua yang ditahan dapat ditolong. yang kemudian mereka beramai pergi kekota Tong Koan untuk menemui Jendral Tuli. Hal ini telah kita ketahui dalam cerita yang lalu. ---oo0dw0oo--- Kembali pada Bee Cin Ong-houw yang begitu mendengar bahwa putra2 Tuli telah meloloskan diri, menjadi sangat gusar sekali. Tapi berhubung dengan Ogotai masih sakit, tak berdaya baginya untuk mengeluarkan titah penangkapan ke-enam orang itu. Selagi ia diliputi oleh suasana kebingungan dia putus daya, kebetulan pawang Tulla kembali dan memberi laporan bahwa dalam perjalanan menuju ke gunung Tangkula San untuk menemui adik angkatnya Tay Im Lo- nie, ia telah membuat suatu siasat, dalam siasat mana Jendral Tuli dapat dibereskan serta dapat pula menipu para tokoh rimba-persilatan dari Tiong-goan untuk datang ke-Giok Bun Koan dan menghilangkan nyawanya Jendral Tuli yang merupakan duri didalam matanya Bee Cin Ong-houw. Mendengar ini Bee Cin Ong-houw menjadi girang hatinya. "Daulat permaisuri nan agung, sekarang Tay Im Lo-nie dan Tay Yang Lhama telah datang ke Holim, kini mereka sedang menantikan diluar istana." Sabda pawang Tilla dengan hikmatnya. Bee Cin Ong-houw buru2 bangkit dan masuk kedalam kamarnya untuk salin dengan pakaian kebesarannya, lalu bersama pawang Tilla keluar menyambut kedua iblis dari Tangkula San. ---oo0dw0oo--- Sementara itu Jenderal Tuli yang bertugas didaerah perbatasan Tong Koan menjadi girang ketika ke-enam puteranya datang dengan tidak kurang suatu apa. Tapi begitu mendengar bahwa Bee Cin Ong-houw bermaksud untuk mencelakai mereka, hatinya menjadi kurang senang. Tapi Jenderal Tuli yang bijaksana menentang keras usul-usul puteranya untuk membawa pasukan perang Monggol ke Ho-lim untuk menghukum Bee Cin Ong-houw berikut konco-konconya. "Anak-anakku, janganlah kamu berbuat sesuatu dengan bernapsu hingga melanggar tata-tertib negara. Sekarang Kha Khan sedang sakit, penahanan atas diri kau orang tentu Kha Khan tidak mengetahuinya, maka lebih baik aku sekarang berangkat pulang ke Ho-lim, bila memang benar ini kejadian adalah perbuatannya Bee Cin Ong-houw, aku sendiri akan lapor pada Kha Khan supaya yang bersalah dalam hal ini mendapat hukuman yang setimpal." Katanya dengan wajah yang keren. Yalut Sang menggelengkan kepalanya dan berkata . "Goan-swee, sekarang jangan pulang dulu ke Ho-lim diistana kini telah penuh dengan kaum dorna. Aku kuatir bakal terjadi sesuatu terhadap diri Goan-swee......" Tuli tersenyum Iebar. "Suhu tak usah kuatir, dewasa ini seluruh pasukan perang Monggolia berada didalam tanganku. Lagi pula aku pulang hanya sendiri tanpa diikuti oleh putera2ku ada siapa yang berani berbuat jahat terhadap diriku?" Selagi Mangu dan saudara2nya hendak membujuk, tiba2 dari luar pintu markas terdengar suara orang berseru nyaring. "Utusan dari Ho-lim datang menghadap!" ---oo0dw0oo--- SAMBIL berlutut Jenderal Tuli menyambut kedatangan utusan yang lalu menyerahkan suratnya menteri tua Yalu Khucay. Dalam surat ini menteri tua itu mengutarakan rasa kuatirnya terhadap keadaan Khan Ogotai, maka ia mengharap agar semua pangeran2 yang berada diluar kota raja harus segera pulang untuk mengadakan perundingan. Utusan itu menceritakan pula tentang keadaan Khan Ogotai yang sudah pingsan selama beberapa hari, keadaannya sangat gawat sekali. Tampa ayal segera Jenderal Tuli menyuruh menyediakan kudanya. Yalut Sang segera berlutut dan memohon . "Goan-swee, batalkanlah niat itu." Katanya. "Surat ini memang adalah tulisannya Yalu Thay-siang sendiri, tapi apakah tidak mungkin didalamnya terselip suatu tipu muslihat jahat Bee Cin Ong-houw? Sebaiknya sebelum Goan-swee pergi, kita kirim dulu mata-mata untuk menyelidiki kebenarannya surat ini." Jenderai Tuli yang sangat erat tali persaudaraannya dengan Ogotai, mana mungkin ia dapat dibujuk dengan alasan yang begitu saja? Dengan tertawa ia berkata . "Yalu Thay-siang adalah orang yang jujur dan telah menjadi menteri selama dua turunan. Maka tak mungkin baginya untuk mencelakakan diriku." Mangu memohon pada ayahnya agar ia diajak, tapi permintaannya ditolak oleh sang ayah. "Urusan pasukan aku serahkan pada Kubilay untuk sementara waktu, sedangkan untuk mengawasi kamu semua aku tugaskan Yalut suhu. Kamu semua harus saling tolong-menolong, siapa yang salah harus mendapatkan hukuman militer!" Mengancam Jendaral Tuli. ---oo0dw0oo--- Malam itu juga Jendral Tuli berangkat menuju Ho-lim hanya dengan dikawal oleh sepasukan panah dan golok yang kecil. Ketika itu adalah tahun 1231 masehi. Kha Khan Ogotai sudah beberapa hari pingsan tak sadarkan diri. Para thabib istana sudah kewalahan. Rakyat Monggolia mulai gelisah, mereka yang kebanyakan percaya dengan tahayul, atas perkenannya Bee Cin Ong-houw dibangun sebuah pagoda kayu yang besar dan mengadakan upacara sembahyang yang langsung dipimpin oleh seorang dukun. Dukun itu ialah.... pawang Tilla ! Dukun ini mengatakan bahwa setan kuning belang dari gunung botak dinegeri Kim yang menyebabkan penyakitnya Kha Khan Ogotai. Cara pengobatannya hanya ada satu jalan, ialah harus mengorbankan salah seorang-saudara kandung Kha Khan, barulah dengan demikian Kha Khan akn terhindar dari bencana. Setelah berkemak-kemik "pawang Tilla ber-lari2 mengitari tubuh Ogotai' sambil menyanyi-nyanyi, untuk-beberapa saat lamanya, kemudian ia men-jerit2 bagaikan orang gila yang kerangsokkan! Secara tiba2 pawang Tilla menyemburkan air ludahnya hemuka Ogotai Kha Kan, dan ... heran bin ajaib, Khan Monggolia ini dengan perlahan-lahan membuka pelupuk matanya. Semua orang yang melihat ini menjadi girang, sungguh luar biasa kesaktian pawang Tilla. Ogotai yang sadar dari pingsannya lalu menanya, "Bagairnana aku bisa berada disini ?" Ia menanya heran. Pawang Tilla buru2 berlutut dihadapan pembaringan Ogotai untuk memberi keterangan bahwa Kha Khan telah kena angkara murkanya setan kuning belang dari gunung botak dinegeri Kim. Untuk mengusir rokh yang masih mengeram didalam tubuh Kha Khan, kiasnya ialah pengorbanan salah seorang saudara kandung Kha Khan sendiri. Bee Cin Ong-houw yang mendengar keterangan pawang Tilla, menjadi sedih hatinya, dengan mengucurkan air mata ia berkata terputus-putus. "Sekarang bagai ... bagaimana baik.... baiknya? Harap Kha..... Khan memberi ...... perintah." Khan Ogotai yang memang juga percaya dengan segala setan pejajaran serta iblis gentayangan, begilu mendengar ceriteranya pawang Tilla, wajahnya menjadi suram, dengan suara Iemah ia berkata. "Kini saudaraku yang mana yang kebetulan datang kesini?" Jenderal Tuli yang tiba dihari pagi dan sejak tadi sudah berdiri didepan pembaringan saudaranya, begitu mendengar pertanyaan Ogotai, tanpa ragu-ragu maju kedepan dan berkata . "Ayahanda Jengis Khan yang maha agung telah mengangkat koko dari antara kita bersaudara sebagai Khan yang agung. Koko, kini kau adalah pemimpin bangsa Monggolia yang agung, kau adalah bintang terangnya rakyat dipadang pasir ini, kau adalah tempat bergantungnya rakyat. Siapa lagi yang sanggup memimpin bangsa kita jika koko mangkat? Tidak ada! Maka itu aku yang sebagai adikmu wajib berkorban demi keselamatan bangsa Monggolia dan keselamatan koko. Ber-tahun2 aku membawa pasukan perang mengadakan pertempuran, pembunuhan, pemusnahan kota2 dan negeri2 asing. Akulah yang telah menimbulkan kedosaan hingga para dewa-dewa menjadi gusar dan mengutuk, untuk ini memang akulah yang mesti dihukum dan sekarang juga aku sudah siap untuk menjalankan hukuman dengan hati rela!" Khan Ogotai tak dapat lagi menahan air matanya, "Adinda Tuli hendak menggantikan aku meninggalkan dunia, bagaimana aku bisa menerimanya?" Jenderal Tuli tidak menjawab perkataannya Ogotai, dengan sikapnya yang angker perlahan-lahan ia menghampiri pawang Tilla. "Aku sudah siap mengorbankan jiwaku untuk keselamatan Kha Khan. Lekas kau bacakan jampi2nya!" Pawang Tilla menyeringai dan tertawa puas didalam hatinya, inilah memang ketikanya yang ia ber-sama2 Bee Cin Ong-houw sudah di-tunggu2! Dengan laku seperti orang yang kerangsokkan pawang Tilla mengundurkan diri untuk kemudian muncul kembali dengan membawa mangkok yang berisi air yang langsung ia berikan pada Jenderal Tuli untuk diminum. Jenderal Tuli menerima mangkok itu dengan wajah yang tidak berubah, setelah memberi hormatnya yang terakhir pada Ogotai, Jenderal Tuli dengan hanya sekaIi ceguk, habislah air yang berada didalam mangkok itu! Segera panglima Mongol ini merasakan kepalanya pening, pandangannya kabur, kupingnya men-denging2 bercampur dengan suara tertawanya pawang Tilla yang menyeramkan. "Selamat tinggal Khan Ogotai yang mulia, semoga para dewa melindungi kau hingga diakhir tua. Koko, sebelumnya adinda melawat ketanah baka, adinda mohon, sudilah koko melindungi isteriku, menyayangi putera2ku seperti koko memandang diri adinda. Koko, pimpinlah bangsa Monggol hingga menjadi suatu bangsa yang terbesar didunia.....sepanjang masa.....Agar nama keluarga kita harum.... sepanjang masa dan tercatat.... dalam sejarah .....kini selamat..... ting.... gal....." Tubuhnya Jenderal Tuli yang tinggi besar per-lahan2 menubruk kaki Khan Ogotai lalu rebah. Seorang pahlawan Monggol yang gagah perkasa telah pergi dengan tenang! Mangu bersaudara ketika mendengar bahwa ayahanda mereka telah meninggal karena mengorbankan diri untuk keselamtan Kha Khan, mereka menjadi sedih berbareng bangga. Sedih karena mereka tahu itulah perbuatannya Bee Cin Ong-houw yang terkutuk, bangga karena ayah mereka adalah seorang pahlawan bangsa yang meninggalkan nama harum sepanjang masa ......... ---oo0dw0oo--- KEMBALI pada Gokhiol dan Hay Yan yang telah mencari Tio Hoan kesana-kemari tanpa hasil, hampir seluruh pegunungan Ciong-lam San telah mereka jelajahi, namun sedikit bayangan Tio Hoan pun tidak terlihat. Hay Yan mengetahui perasaan Gokhiol, maka tanpa bersuara ia terus mengikuti pemuda kita tanpa mengeluh. Maklumlah jika seorang gadis sedang diamuk rasa cinta, kemana Gokhiol pergi pasti ia akan mengikuti sekalipun keujung langit yang tiada pangkalnya tanpa rewel seperti biasanya seorang gadis remaja yang manja.... Sepanjang jalan mereka bertanya kepada orang2 yang mereka jumpai, tapi seorang-pun tiada ada yang tahu atau pernah melihat seorang pengemis yang dimaksud oleh sepasang anak muda ini. Sedikit jejak-jejaknya si pengemis. Dari situ ke Giok Bun Koan sudah tidak jauh lagi. Ketika mereka sedang berjalan sambil ber-pegangan tangan, tiba2 dari sebelah belakang terdengar suara derapan kaki kuda, ketika mereka menoleh, Tampaklah dua orang penunggang kuda berlari dengan pesatnya. Melihat cara dandanan mereka, mereka adalah orang yang biasa merantau dikalangan sungai-telaga. Dipunggung mereka menggemblok senjata tajam, tanpa melihat atau menoIeh kearah Gokhiol dan Hay Yan, mereka terus kaburkan kudanya kedepan, menuju kota perbatasan ...... Giok Bun Koan. Pada waktu lohor, kembali Gokhiol dan Hay Yan melihat seorang pria dan seorang wanita sedang berjaIan dengan menggunakan ilmu ringankan tubuh, dibelakang kedua orang ini menyusul seorang imam umur pertengahan. Berjalan belum seberapa jauh, terdengar yang perempuan berkata. "Su-siok, dari sini ke Giok Bun Koan masih berapa jauh?" "Kalau jalan seperti sekarang ini, paling lambat besok petang kita sudah sampai." Menyahut si imam. Pria itu ikut berkata. "Su-siok mengatakan bahwa orang2 dari Go Bie Pay juga turut datang, tetapi kenapa setelah kita berjalan sebegitu jauh masih belum kelihatan mata hidung mereka?" "Mungkin mereka telah mendahuIui kita, besok setibanya di Giok Bun Koan kita boleh cari berita." Menjawab si imam pula. Gokhiol jadi heran. "Jago-jago dari Bu-lim kenapa secara meluruk datang ke Giok Bun Koan? Apa maksudnya mereka?" Pikirnya. "Apa ada pertemanan atau bakal ada pertempuran?" Menjelang magrib, tampak pula serombongan orang berjalan, semuanya menuju kearah Giok Bun Koan. Mereka berdandan sebagai kaum persilatan, antaranya ada piauwsu-piauwsu, benggolan2 liok-lim, hweeshio, to-jin, nie-kauw serta golongan partai-partai persilatan lainnya. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo