Sepasang Pendekar Perbatasan 2
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung Bagian 2
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya dari Chin Yung Mengingat selama sepuluh tahun yang telah lewat, kita meskipun telah mendapat bimbingan dari para ahli2 tempur, namun kita masih bagaikan katak dalam sumur. Gadis tadi, mungkin juga dia Hek Sia Mo-lie dari Kota Hitam seperti yang dilukiskan guru Yalut Sang. Sayang dia memakai tutup muka, hingga kita tak dapat melihat dengan tegas bagaimana roman mukanya." "Kejadian malam ini benar2 luar biasa." Ujar Pato. Dua pembokong tadi berasal dari See-hek dan maksudnya adalah untuk membunuh kau. Tapi Hek Sia Mo-lie itu apakah permusuhannya dengan kita? Kelihatannya ia tadi sungguh2 hendak mengambil jiwaku. Kalau bukannya orang laki2 berbaju hitam menolong aku dengan mempergunakan ilmu Thwan-to Khi-kang atau ilmu Mengirim tenaga-melalui-udara yang telah sempurna itu, niscaya malam ini kita berdua akan binasa." Mendengar perkataan itu, Gokhiol teringat sesuatu. "Aku masih mendengar tadi kau menyebut Im Hian Hong Kie-su, mungkin dia orangnya?" "Entahlah. Tapi hatiku tak tenteram." Mereka masih bercakap beberapa lama. "Budi yang telah kau berikan kepadaku, takkan dapat kulupakan. Jagalah ibuku baik2 dan hiburkan hatinya selama aku pergi Tapi kini kau harus lekas2 meninggalkan tempat ini. Baiklah akan kuhantarkan kau sampai dimulut lembah ini," Ujar Gokhiol. Tiba2 terdengar - derapan kaki kuda yang riuh sekali. Suara sepasukan tentera berkuda yang mendatang kejurusan mereka. Cepat2 Gokhiol dan Pato memanjat tebing dan benar saja apa yang dilihat mereka adalah sepasukan tentara berkuda Monggol dengan membawa obor berkobar-kobar." Suramlah wajah Pato. "Pasukan pengawalku telah datang. Sebaiknya kau lekas2 meninggalkan tempat ini, jangan sampai diketahui oleh mereka. Dengan duaratus pengawal aku dapat pulang kembali ke Holim dengan aman. Harap kau jangan kuatir, Gie-ko. Dan akupun akan mendoakan agar kau berhasil mendapatkan musuh-besarmu serta membunuhnya. Huharap pula agar kau lekas2 kembali ke Holim." Kedua saudara itu saling rangkul dan dengan air mata berlinang mereka saling berpisahan. "Semoga Dewi2 kita selalu mendampingi dirimu," Bisik Pato dengan suara parau. Kemudian ia berlalu ... ---oo0dw0oo--- GOKHIOL berdiri diatas tebing mengawasi adiknya pergi dengan perasaan pilu. la merasa sunyi. Tiba2 terdengar dibelakangnya suara orang ter-batuk2 kecil. Disusul dengan bisikan yang lirih . "Oh, Siauw-cu-jin. Aku telah menantikan kau selama terjuhbelas tahun lamanya. Tak disangka kau akhirnya datang juga." Gokhiol membalik dengan terperanjat. Kini pedangnya sudah tak ada lagi, sedangkan anak panahnya sudah habis. Begaikan kilat ia menyabut pisau belatinya. Ia bersiap untuk bertempur! Matanya menyapu dengan tajam. Seorang kakek yang telah berambut putih muncul pada jarak kira2 lima tombak, ia mengenakan pakaian bangsa Han yang sudah koyak2. Ditangannya tergengam tongkat dari bambu. la mengawasi Gokhiol dengan mata yang berseri-seri. Lo-cian-pwee, kau siapa? Kenapa membahasakan aku dengan Siauw-cu-jin?" Tanya Gokhiol dengan heran. Tiba2 kakek itu berlutut seraya mengucapkan syukur kepada Tuhan. "Terima kasih atas berkah Tuhan yang maha-pengasih. Malam ini aku dapat bertemu dengan Siauw-cu-jin yang gagah-perkasa seperti juga dengan mendiang ayahnya. Oh, Cu-jin. Kalau saja kau dapat menyaksikan dialam baka, maka hatimu tentu akan puas." Gokhiol makin tercengang. Buru2 ia mengangkat siorang tua itu dan berkata. "Maaf, lo-cian-pwee. Kau salah sangka. Aku bukan Siauw-cu-jinmu. Bangunlah." Sikakek mengangkat kepalanya. "Siauw-cu-jin, bukankah kau Tio Peng putera dari Tio Hoan? Aku telah mengikuti mendiang ayahmu dari negara Song kenegeri Kim, kemudian ikut mengawal puteri Wanyen Hong ke Monggolia yang diutuskan sebagai duta perdamaian. Tapi malang sekali puteri mendadak menghilang. Ayahmu telah berusaha untuk mencarinya dan celaka baginya ia telah dibunuh dalam menunaikan tugasnya oleh musuh yang tak dikenal." Gokhiol menahan napasnya. "Pada hari itu Cu-jin telah menyuruh aku tinggal ditepi sungai Su-lek Ho untuk mencari berita tentang sang puteri. Selama tujuhbelas tahun aku berdiam disini. Pada sepuluh tahun yang lampau. Cu-be Lok Giok telah memberi kabar bahwa kau telah diangkat anak oleh Jendral Tuli. Ayahmu telah memberi kau nama Tio Peng dan kau adalah keturunan dari pangeran negara Song. Siauw-cu-jin, kau jangan melupakan asal leluhurmu bangsa Han! Setiap hari aku menghitung-waktu mengharapkan kedatanganmu di Ban-Coa-Kok. Syukur sekali akhirnya aku dapat bertemu dengan kau, Siauw-cu-jin. Matipun kini aku rela rasanya." Bangsa Monggol biasanya banyak pantangannya, begitu juga dengan Gokhiol yang dibesarkan dikalangan istana, sedikit banyak masih terpengaruh sifat2 tahayul. Begitu mendengar siorang tua menyebut kata "mati," Buru2 ia mencegahnya . "Lo-cian-pwee, mengapa kau mengucapkan kata2 yang demikian? Aku benar adaiah Tio Peng, putera dari Tio Hoan. Kukira kau adalah kakek Tiang Jun pengikut mendiang ayah. Kali ini ibu telah menyuruh aku datang berkunjung kepadamu, untuk bertanya siapakah pembunuh dari ayah." Sikakek segera merangkul pemuda kita. "Syukur kau telah terhindar dai bahaya maut. Tapi disini bukan tempat yang baik untuk kita bicara, marilah ikut aku!" Gokhiol mengikuti orang tua itu meninggalkan lembah yang letaknya ber-lingkar2 itu. Dibawah sinar bintang2 yang berkerlipan, tampak wajah sikakek yang putih tanpa jenggot dan kumis. la adalah seorang ... Tay-kam atau pelayan kebiri! Ditengah jalan Gokhiol masih betanya . "Lo-cian-pwee, katanya ketika ayah sedang mencari sang putri Wanyen Hong, ada seorang ksatrya yang bernama Giok Liong. Apakah ia sekarang masih hidup?" "Mungkin Siauw-cu-jin belum mengetahui," Sahut sikakek. "Sewaktu Cu-jin datang kegoa Tung-hong untuk mencari jejak sang putri, tak lama kemudian orang2 dari See-hek telah terpukul mundur oleh tentara Monggol. Tapi disepanjang jalan mereka masih sempat membakar serta merampok penduduk desa. Aku dan Giok Liong pada waktu itu tertawan oleh mereka, tapi untung aku kemudian dapat meloloskan diri. Sedangkan bagaimana dengan nasib Giok Liong, aku tak mengetahuinya lagi," Kata sikakek sambil menghela napas. Mereka terus berjalan kaki menyusuri tepi sungai dan akhirnya sampailah mereka disebuah gubuk yang dikelilingi dataran tinggi pegunungan. Sikakek mempersilahkan Gokhiol untuk masuk kedalam gubuknya dan setelah mengunci pintu dengan rapat, dinyalakannya sebuah lampu pelita sebagai penerangain. Lalu ia menuju kepojokan kamar dan menggeser sebuah periuk yang terbuat dari tanah liat. Diambilnya keluar suatu benda dari dalamnya. "Cu-jin berkata bahwa kelak kau akan datang mencari aku dan memesan agar supaya aku menyampaikan benda ini ..." Gokhiol menyambut pemberian sikakek yang ternyata adalah sebuah sepatu kulit berselongsong panjang. Walaupun sudah gepeng, tapi selongsongnya masih utuh. "Apakah sepatu ini peninggalan ayahku?" Tanya pemuda kita dengan parau. "Memang itulah barang ayahmu," Sikakek membenarkan. "ketika pertama kali Cu-jin pergi kegoa Tung-hong, ia telah menitahkan kepadaku untuk menanti di tempat pegunungan ini. Dua hari kemudian ia telah kembali pula dan wajahnya nampak tegang sekali. la menceritakan kepadaku bahwa sang putri ... masih hidup! Malam hari itu juga ia pergi pula dengan ter-gesa2. Dan esoknya menjelang fajar ia kembali dalam keadaan badan berlumuran darah. Kiranya tangan ayahmu terluka oleh tikaman pedang musuh! Aku masih menanyakan apakah ia telah bertemu dengan sang musuh, tapi Cu-jin tidak memberikan jawaban." Gokhiol mendengarkan cerita Tay-kam itu dengan kesima. Sikakek meneruskan pula . "Pada hari itu juga Cujin kembali ke Holim dan sebelumnya memesan kepadaku untuk menunggu ditempat ini. Juga ditinggalkannya sepatu ini dan memesan wanti2 agar menyimpannya dengan baik2. Tapi apa mau dikata Cujin kembali untuk kedua kalinya, aku dan Giok Liong tertawan oleh orang" See-hek. Dan mengenaskan sekali Cu-jin kemudian terbunuh oleh musuh. Sepatu ini telah kusimpan dengan baik' dan beruntung sekali ia tak hilang. Kukira benda ini penting sekali dan berhuhungan dengan hilangniya putri Wanyen Hong. Tapi aku yang tolol tak dapat mengetahui makna dari sepatu ini. Gokhiol memeluk sepatu tersebut bagaikan ia memeluk ayahnya. Tiba2 ia rasakan ada sesuatu yang tersembunyi didalam sepatu itu. Buru2 ia membuka jahitannya dengan sabilah pisau. la berseru tertahan! Betul saja dan dalam selongsong sepatu itu tersimpan sebuah bungkusan kecil dari sobekan kain baju. Ketika Gokhiol membuka bungkusan kain tersebut, dinginlah sekujur tubuhnya. Ternyata isinya adalah sebuah telunjuk tangan manusia yang telah kering! Melihat bentuk tulangnya yang kasar, dapat dipastikan bahwa telunjuk itu adalah kepunyaan seorang laki2 dan samar2 masih membekas darah yang telah kering, menandakan terpapasnya oleh sebuah benda yang tajam seperti pisau. Tiang Jun yang juga melihatnya turut terkejut. Segera ia terangi dengan pelitanya. "Siauw-cu-jin, kain itu masih ada tanda bekas darahnya!" Ujarnya dengan suara gemetar. Gokhiol membentangkan kain itu dibawah cahaya pelita carikan kain itu. Huruf2nya agak suram tapi samar2 masih dapat dibaca . Delapan diatas goa ketigabelas, kekanan enambelas tiga dim dibawah lengan. Gokhiol berdebar hatinya. Dibacanya huruf2 itu dengan seksama, tapi ia tak dapat menangkap artinya. "Siauw-cu-jin, aku kira huruf2 itu merupakan tutisan rahasia. Ayahmu rupanya telah menemukan sedikit keterangan, tapi karena dalam keadaan luka ia kuatir takkan dapat melanjutkan pemeriksaannya, maka ia telah menulisnya dalam sobekan kain ini dengan darah dari lukanya." "Akupun sependapat denganmu," Jawab Gokhiol. "tapi ini telunjuk tangan siapa ?" Sikakek berdiam. Selang beberapa waktu, barulah ia berkata . "Siauw-cu-jin, besok akan kucarikan dua ekor kuda untuk kita pergi berdua kegoa Tung-hong, yang letaknya kira2 duaratus lie dari sini. Kita dapat menempuhnya dalam waktu satu hari satu malam." "Maaf, tak dapat," Sahut Gokhiol. "aku harus mencari dulu pedang pusakaku, yang telah terampas tadi." Sekonyong-konyong terdengar suara berkeresekan diluar gubuk. Gokhiol cepat2 meniup padam api pelita seraya menarik badan sikakek kepinggir dinding. Baru saja sikakek menyingkir atau mendadak saja ... pintu gubuk terbuka! Mendadak sebuah sinar yang mengkeredep menyambar ketempat dimana sebelumnya sikakek berdiri. Gokhiol mencabut pisau belatinya dan dengan berani berlari keluar. Dalam keadaan yang gelap nampak sesosok bayangan orang berkelebat menghilang dikelam malam. Tiang Jun tergesa-gesa menyusul keluar untuk mencegah Gokhiol mengajar. "Siauw-cu-jin, jangan kau kejar! Kau harus bersikap tenang dan berpikiran dingin." Gokhiol masuk kedalam gubuk kembali dan disuluhinya pula ruang gubuk untuk memeriksa apa yang telah dilemparkan orang itu. Nampak olehnya sebuah benda logam menancap diatas tanah. Setelah Gokhiol mencabutnya untuk diperiksa, ternyata benda logam itu berbentuk bulat, dipinggirnya terdiri dari sembilan buah gerigi yang tajam. la tak mengetahui benda apakah itu? "Lo-cian-pwee, aku telah tinggalkan kudaku dimulut lembah. Aku ingin menjemputnya serta mencari laki2 berbaju hitam tadi yang telah mencuri pedangku. Setelah dapat kurebut kembali maka aku akan kembali kesini untuk menemukan kau." Tiang Jun hanya dapat memberikan restunya, ia mengawasi Gokhiol pergi meninggalkan dirinya... ---oo0dw0oo--- PADA siang hari sampailah Gokhiol pada daerah dataran rendah. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dipinggiran jalan berderetan kedai2. la menghampiri salah sebuah tenda dan lompat turun dari kudanya. Kedai itu adalah milik orang suku Hui. la memesan makanan dan acuh tak acuh menanyakan jalan kejurusan goa Tung-hong. "Ada dua jalan yang dapat saudara tempuh untuk pergi ke Tung-hong." Kata sipemilik kedai dengan ramah. "satu diantaranya melalui padang pasir dan dusun Ang-Liu-Cun yang merupakan jalan terdekat, sedangkan yang satunya lagi ialah melalui ladang garam yang memakan waktu lebih lama. Tapi lebih baik kau mengambil jalan yang melalui ladang garam walaupun memakan tempo satu hari lebih lama untuk sampai di Tung-hong," "Kenapa ?" Tanya Gokhiol dengan heran. Sipemilik kedai menjadi tegang air mukanya. "Saudara, jangan kau mengambil jalan yang melalui Ang-Liu-Cun itu. Beberapa waktu akhir2 ini para petualang yang lewat dipadang pasir itu semuanya mati terbunuh. Binasa secara mengerikan dibawah tangan Heh Sia Mo-lie dari Kota Hitam!" Begitu mendengar namanya Wanita Iblis, Gokhiol menjadi tersirap darahnya. "Benarkah Hek Sia Mo-lie tinggal di Ang-Liu-Cun tanyanya. "Tiap orang yang datang kesini semuanya mengetahuinya, demikian juga dengan para ksatrya Mongol. Seorangpun dari mereka tak berani melintasi padang pasir itu dengan seorang diri. Aku nasehatkan kepadamu untuk jangan mengambil jalanan itu." Gokhiol hanya tertawa dingin. "Justru aku datang kesini untuk menemukan Wanita lblis itu! Aku ingin sekali mengetahui apakah benar ia seekor iblis atau hanya seorang manusia biasa yang berdarah dan berdaging." "Saudara jangan bicara keras," Sipemilik kedai berkata dengan gelisah, walaupun letak Ang-Liu-Cun jauh dari sini, tapi Hek Sia Mo-lie dapat mengetahuinya. "Menurui cerita para tamu yang berkunjung disini, dia seringkali muncul disebuah hutan ditengah-tengah padang pasir. Disitu udara luar biasa dinginnya, dulu kabarnya sinar matahari pun tak dapat memanaskan hawa di hutan itu. Katanya pernah seorang raja See-hek mendirikan sebuah kota yang kini dinamakan Kota Hitam. Kemudian karena timbulnya peperangan, maka kota ini musnah dan bangunan2 rumahnya telah terpendam kedalam tanah. Kini kota itu telah dilupakan orang, tapi oleh Hek Sia Molie telah digunakan untuk tempat sarangnya." Selesai bersantap, Gokhiol melihat matahari telah menyondong kebarat. Dengan tenang ia membayar uang makanannya untuk kemudian menyemplak kudanya dan di kaburkan kearah ... jalan kepadang pasir! Kearah bahaya maut. Sipemilik kedai menjadi kaget. Buru2 ia keluar dan berteriak mencegah sipemuda. Tapi sudah terlambat. Kuda Gokhiol sudah jauh larinya ... Sepanjang perjalanan berdiri gundukan2 pasir. Sete!ah hari menjelang magrib, barulah nampak dataran tawah yang berpohon lebat dan rumput2 yang hijau tebal. Tak jauh sebuah sungai kecil mengalirkan airnya dengan deras melalui sela2 bukit batu. Air yang jernih kebiru-biruan itu tertampung pada sebuah danau kecil. Disekeliling tepi danau mata Gokhiol melihat kelompok pohon Liu yang ditiup angin, melambai-lambai bagaikan gadis2 sedang me-nari2 dengan riangnya. Air danau berombak kecil bagaikan ingin menyertainya, seirama dengan tiupan angin sepoi2. Diseberang danau diantara bukit2 yang ber-jejer2 asap mengepul pelan2 keatas. Disana terdapat sebuah rumah penduduk desa. Dimuka tumah itu terdapat pelataran rumput yang hiyau membentang ketepi danau. Tak disangka oleh Gokhiol bahwa di-tengah2 padang pasir yang kering gersang terdapat suatu tempat yang nyaman dan indah permai pemandangannya. "Alangkah indahnya tempat ini. Nyaman dan jauh dari segala keramaian" Gokhiol berkata dalam hatinya. "kini hari sudah mulai gelap, kemarin aku sudah semalman tak dapat meramkan mata. Betul aku dapat meneruskan perjalanan, tapi kudaku sudah letih sekali. Baiklah aku bermalam saja dirumah itu." Begitu berpikir, pemuda kita pun lompat dari kudanya yang dituntunnya ketepi danau untuk dibiarkan binatang itu minum serta makan rumput. Sedangkan ia sendiripun membungkuk untuk menceguk air melepaskan dahaganya. Setelah minum, ia merasa tenggorokannla nyaman sekali dan badannya menjadi segar bugar. Lalu dituntunnya pula kudanya menyusuri danau. Sesampainya dihalaman rumah, tiba2 pintunya terbentang dan dari dalam mencul keluar seorang gadis gemuk berusia kira enambelas tahun. Gadis itu berwajah ke-tolol2an, sepasang matanya besar dan bundar. Diatas jidatnya terdapat sebuah tai lalat. Bibirnya tebal, sedangkan pipinya merah karena dipoles Yan-cie yang terlalu medok. Rambutnya dijalin menjadi dua buah kepang pendek. Ditelinganya tergantung dua buah anting2 terbuat dari perak yang bentuknya amat lebar. Ia berjalan dengan lenggak-lenggok yang di-buat2. Gadis itu mengenakan baju merah-tua, sedangkan celananya berwarna hijau rumput. la tidak memakai sandal, ditangannya ia mencekal sebatang bambu. Melihat wajai serta tingkah-laku orang, mau tak mau Gokhiol tertawa geli. Pikir Gokhiol. gadis ini rupanya seorang pelayan. Coba kutanya kepadanya siapa gerangan majikannya? la mengikat kudanya pada sebatang pohon. "Maaf, nona. Aku ingin tanya siapakah majikanmu Yang tinggal dirumah ini? Dapatkah kau mengantar aku untuk bertemu serta berkenaIan dengannya?" Melihat orang menghampirinya, sigadis mendongakkan kepalanya. Dengan sepasang matanya yang besar ia mengawasi pemuda kita. Airmukanya yang menunjukkan ketololan kini berubah sungguh2. "Hei, kau anak-muda ini datang darimana?" Sahutnya gusar. "Mengapa bukannya memberitahukan namamu lebih dahulu kepadaku, sebelum kau berlaku tidak sopan dengan lantas menanyakan nama majikanku? Apakah kau tidak tahu adat?!" Batang bambu yang sedang dipegang disembunyikan gadis itu kebelakangnya dan dengan mata yang disipitkan ia mengawasi pemuda dari atas sampai kekaki. Dipandang demikian rupa, Gokhiol menjadi likat, tapi mengingat gadis itu orang tolol ia mengangkat pundaknya. la berpikir sebaiknya ia menyebutkan nama Han-nya. "Nona yang manis, namaku ialah Tio Peng dan hari ini aku kebetulan lewat disini sedangkan hari sudah malam. Maka dengan ini aku ingin menanya dapatkah sekiranya aku bermalam dirumahmu?" Tiba2 sigadis membalikkan badannya, dilemparkannya bambu ketanah. la membereskan dandanannya. Sambil bergaya dengan pinggulnya ia menghampiri Gokhiol. Matanya mengerling berkali-kali, telunjuknya diletakkan diujung bibirnya. la berkata . "Anak-muda, kau masih belum menanya namaku." Melihat tingkah-laku orang yang gila basah, Gokhiol merasa geli. Ia pun menanya . "Numpang tanya, siapakah nama nona manis?" Gadis itu menundukkan kepalanya, kemudian sambil memalingkan kepalanya ia menjawab dengan suara yang merdu . "Tio siauw-ya, apakah kau ingin mengetahui namaku? Aku bernama Tai-tai." "Oh, kiranya nona Tai-tai?! Dan siapa nama majikanmu, Tai-tai? Dapatkah kau menolong aku untuk memberitahukannya ?" "Eh, kenapa kau selalu ingin menanyakan nama majikanku ?" "Aku ingin bermalam disini, maka sebelumnya aku ingin menemui majikanmu untuk minta ijinnya." Sigadis mendongak keatas sebentar, kemudian menjawab . "Hari masih belum gelap dan kalau mau tidurpun masih terlalu siang. Eh, kenapa kau selalu menanyakan nama Siociaku? Dia cantik sekali. Hi-hi-hi!" Gadis itu tertawa cekikikan, badannya yang gemuk turut ber-goyang2 Gokhiol menjadi jemu melihatnya. la tahu bahwa orang ada sedikit sinting, tapi mendengar ia masih mempunyai Sio-cia yang cantik, tertariklah hatinya. "Nona yang manis, apakah Sio-ciamu ada dirumah! Tolong sampaikan bahwa aku Tio Peng yang kebetulan lewat, ingin sekali menemuinya." Sigadis gemuk membelalakkan matanya, lalu membentak. "Kau ingin menumpang menginap atau ingin menemui Siociaku?!" "Aku hanya ingin menginap!" Sahut Gokhiol dengan tak sabaran. Sigadis memungut kembali tongkat bambunya dan berseru dengan keras. "Kalau begitu, apa kau belum tahu peraturan disini?" Gokhiol menggelengkan kepala. Tiba2 sigadis menyabet dengan tongkatnya. Cepat sekali gerakannya! "Kalau belum tahu, baiklah sekarang agar kau tahu!" Gokhiol tak menyangka orang akan memukul dirinya. Cepat2 ia berkelit tapi kakinya kena juga sabetan bambu. la menjadi mendongkol. "Kau sungguh perempuan gila! Apa2an kau sembarangan memukul orang yang be!um kau kenal." Sitolol tak menghiraukan perkataan Gokhiol, ia terus menyerang. Sipemuda menjadi naik-darah. la menangkap dengan tangannya dan ditariknya tongkat itu untuk kemudian ... dilepaskan pula dengan tiba2! Sitolol jatuh terjungkal kedalam air danau. Gokhiol masih belum puas hatinya, ia menjemput tongkat itu dan dipatahkannya menjadi beberapa potong. Sigadis tolol menjadi basah kuyup. la merayap naik keatas seraya menangis dan menjerit-jerit seperti babi hendak dipotong. "Sio-cia, lekas kesini! Tat-cu ini telah memukul aku, hu-hu-hu ..." Gokhiol menyesali dirinya. Tak patut ia melayani gadis tolol itu. Selagi ia ingin mengangkat kaki, atau tiba2 sesosok bayangan berkelebat dibelakangnya, disusul dengan suara yang halus dan merdu. "Kong-cu, harap tunggu sebentar! Budakku telah berlaku kurang sopan terhadapmu, sudilah kau memaafkannya" Sipelayan tolol Tai-tai yang diceburkan oleh Gokhiol kedalam danau, merayap naik seraya menangis tersedu-sedu. "Sio-cia ! Tat-cu ini telah memukul aku," Ia mengadu kepada majikannya, yang ternyata adalah seorang gadis cantik-jelita. Pemuda kita tertegun ... Gokhiol membalikkan dirinya Nampak dihadapannya berdiri seorang gadis remaja, cantik-jelita memesonakan sukma. Entah berapa lama ia berdiri memandang, yang dirasakan hanyalah semerbaknya bau harum wewangian. Luwes dan menggiurkan tubuhnya. Sicantik kelihatannya baru berusia enambelas tahun. Raut mukanya berbentuk seperti daun sirih, rambutnya disanggul indah. Dan bibirnya lembut kemerah-merahan. Kecantikan gadis itu sungguh jarang tandingannya! Sigadis mengawasi Gokhiol dengan sebuah senyum manis tersungging dibibirnya. Melihat orang kesima, ia mesem. "Puaskanlah matamu, Kong-cu" Ujarnya. Gokhiol, bagaikan baru bangun dari suatu impian, buru2 memberi hormat. "Harap Sio-cia sudi memaafkan aku. Aku sedang menyesali diriku atas tindakanku yang telah berlaku kasar terhadap budakmu. Aku kuatir kau menjadi gusar. ..." Sigadis melontarkan pula senyumannya yang mendebarkan jantung. "Tai-tai mempunyai sifat yang aneh, aku tak dapat menyalahkan kau. Mari, silahkan Kong-cu. Mari, silahkan mampir kepondokku." Gokhiol menjadi girang sekali. Sementara itu sicantik berpaling kepada budaknya. "Tai-tai, apakah kau tidak mau menukar pakaianmu? Hayuh, lekas! Kau harus melayani tamu." Sitolol meleletkan lidahnya kepada Gokhiol. "Anak- muda, kau sangat beruntung," Katanya "Sio-ciaku sudah sebulan lamanya pergi dari rumah dan baru hari ini kebetulan sekali ia baru saja kembali..." Pada saat itu juga sigadis membentak. "Tai-tai, siapa suruh kau banyak mulut?! Lekas pergi!" Sitolol menurut perintah majikannya, ter-buru2 ia berlari kedalam rumah. Sigadis cantik mengajak Gokhiol masuk pula. Melalaui beberapa ruangan, akhirnya tibalah mereka pada sebuah kamar buku. "Aku hanya mengganggu kau saja, Sio-cia. Bolehkah sekiranya aku mengetahui namamu? Dan apakah orang tuamu ada dirumah?" Tanya Gokhiol memberanikan dirinya. "Tio Kongcu, aku bernama Hay Yan dan berasal dari negeri Kim. Pada enam belas tahun yang lalu ayahku Hay An Peng telah datang kesini," Sahut sicantik dengan suara merdu. Kiranya sigadis adalah bangsa Kim! Untung sekali aku tidak memperkenalkan diriku sebagai anak-angkat Jendral Tuli, kalau tidak niscaya dia akan mengusir aku keluar dari sini, pikir Gokhiol dalam hatinya. Sicantik berdiam sebentar kemudian melanjutkan. "Ayahku sejak beberapa tahun diserang penyakit encok, separuh badannya menjadi lumpuh. Maka ia tak dapat menerima tetamu, harap Kongcu suka memaafkannya." Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hay Yan, walaupun masih muda, tapi mendengar tutur katanya sangatlah sopan. Mereka ber-cakap2 untuk beberapa saat, lalu Tai-tai muncul dengan menyuguhkan barang2 hidangan. Sigadis menemaninya dengan ramah-tamah. Tapi dalam hati Gokhiol merasa curiga karena selain sibudak tidak ada lain orang lagi yang tinggal didalam rumah itu. "Tio Kongcu melewati kampung kami, sebenarnya hendak pergi kemana?" Tanya Hay Yan dengan mendadak. Gokhiol berpikir sebentar, gadis ini nampaknya adalah dari golongan lurus, baiklah aku berterus terang saja. Iapun berkata . "Aku berniat untuk pergi kegoa Tung- hong." Mendengar keterangan itu, Hay Yan kelihatan agak terperanjat. "Sebagaimana Kong-cu mengetahui goa Tung-hong telah dibangun pada ratusan tahun yang lampau dan disana kini hanya tinggal para tosu. Apakah Kong cu kesana ingin bertemu dengan mereka ?" "Bukan," Jawab Gokhiol. "aku kesana dengan maksud mencari jejak seseorang." Sigadis terdiam. Sampai disitu penbicaraan tak dilanjutkan pula. Gokhiol dipersilahkan mengambil sebuah ruangan tamu untuk ia bermalam dirumah itu. ---oo0dw0oo-- Keesokan paginya Gokhiol bangun dari tidurnya. la mendapatkan kamarnya telah dikunci orang dari sebelah luar. Gokhiol berpura-pura batuk dua kali dan tak lama kemudian pintu dibuka oleh sibudak tolol. "Apakah Kong-cu dapat tidur dengan nyenyak?" Tanya Tai-tai begitu melihat sipemuda bangun. "Oleh karena didalam rumah ini ada seorang laki2 yang tinggal, maka Sio-ciaku telah menitahkan kepadaku untuk mengunci pintu kamarmu dari luar. Harap Kong-cu jangan marah, yah ?" Gokhiol tertawa. Sibudak merapikan kamar, dan setelah selesai ia mengundurkan diri untuk menyediakan santapan pagi. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan membawa makanan. "Tai-tai, apakah Sio-ciamu sudah bangun?" "Sio-ciaku tidak tidur dirumah. Semalam ia telah memesan kelpadaku untuk disampaikan kepada Kong-cu, bahwa ia masih ada beberapa urusan, maka sudilah Kongcu memaafkannya bila nonaku tidak dapat bertemu lagi denganmu. Kuda Kong-cu serta kantong rangsum telah kusiapkan semuanya." Ketika Gokhiol ingin menanyakan lebih lanjut, tiba2 terdengar suara orang gagu bicara diluar. Sitolol buru2 menarik tangan pemuda kita. "Lo-ya menyuruh aku untuk mengantar kau keluar." Gokhiol mengikuti sitolol yang berjalan keluar. Kudanya telah disiapkan, begitupun juga dengan kantong rangsumnya. Setelah menyemplak,kudanya, Gokhiol berseru . "Tolong sampaikan kepada Sio-ciamu bahwa aku sangat berterima kasih atas kebaikan hatinya dan juga kepadamu, Tai-tai. Tapi kuharap kau jangan sering2 memukul orang dengan bambu!" Tai-tai mengerlingkan matanya dan melambai-lambaikan tanganya seperti orang ditingalkan kecintaannya. Gokhiol melarikan kudanya dengan tenang. Pikirannya masih terbayang2 mengingat senyuman dan suara tertawa Hay Yan yang merdu. Di Holim aku sudah banyak melihat dayang2 istana yang cantik, tapi tiada satupun di antara mereka yang dapat menandingi kecantikannya Hay Yan yang bagaikan rembulan, pikirnya dalam hati. Tanpa sadar ia menoleh kebelakang dan nampak rumah itu kian lama kian jauh. Kelak apabila aku lewat ditempat ini pula, takkan lupa aku mencarinya. - Gokhiol melamun. ---oo0dw0oo--- Setelah melarikan kudanya setengah harian, tibalah pemuda kita pada sebuah lembah. Sedang Gokhiol menunggang kudanya dengan tenang, tiba2 terdengar suara orang berteriak . "Hai, bocah ! Tunggu sebentar!" Suara itu terdengar dekat sekali, seolah-olah didepan telinganya, tapi tatkala ia menoleh heranlah hatinya. Sebab disekitarnya tidak kelihatan seorangpun. la mengeprak kudanya untuk lari lebih kencang. Tapi serentak suara itu terdengar pula . "Bila kau tidak mau berhenti nanti aku akan membuat kudamu tak dapat bergerak lagi." Kembali Gokhiol menoleh kesekelilingnya, tapi setanpun tidak kelihatan. Diam2 ia merasa jeri juga. Kudanya masih berlari beberapa langkah, tapi kini terasa bagaikan ada seorang yang menahannya dari belakang. Nampaknya kuda itu seperti sedang berlari, tapi nyatanya binatang itu hanya dapat bergeser tidak lebih diantara satu tombak saja jaraknya. Gokhiol menjadi penasaran, matanya menyapu lagi dengan seksama. Maka kini nampaklah diatas tebing seorang laki2 berdiri dengan tangannya asyik di-gerak2kan. Orang itu memakai topi hitam, sedangkan jubahnya yang panjang berwarna hitam pula. Wajahnya yang menunjukkan kewibawaan, berkumis dan berjenggot yang bercabang tiga. Matanya ber-sinar2, sekali memandang Gokhiol mengambil kesimpulan bahwa orang itu berkepandaian tinggi sekali. Melihat rupa orang itu, Gokhiol menjadi terkesiap. Orang itu mirip sekali seperti itu laki2 berbaju hitam yang pada kemarin malam telah membawa Iari pedangnya. Waktu, itu ia tidak sempat untuk memperhatikan laki2 tersebut dengan jelas, tapi melilhat gerakan tangan orang, ia tidak ragu2 lagi. Ha! Ia harus merebut kembali pedangnya. Gokhiol seraya berteriak loncat turun dari kudanya. Terus ia memburu orang yang sedang berdiri ditebing itu, tapi tatkala hampir sampai, tiba2 laki2 itu menghilang! sejenak kemudian laki2 itu muncul pula pada tempat yang agak jauhan. Sungguh kepandaian iimu meringankan tubuhnya hebat sekali. Gokhiol lantas berteriak. "Lo-cian-pwee, kau siapa? Tadi kau telah menyuruh aku berhenti, kini kau berlarian seperti orang main petak saja. Apakah kau ingin mengembalikan pedangku?" "Bocah, kau kemari dulu! Nanti baru akan kukembalikan pedangmu" Orang itu berkata sambil tertawa. Gokhiol mengawasi kertempat orang berdiri, jarak antara ia dengan orang itu ada kira2 sepuluh tombak dan sebuah jurang yang sangat dalam memisahkan mereka. Jika ia terjatuh, niscaya tubuhnya akan hancur-luluh. Ia jeri juga. Orang tua itu mengejek pula dengan suara dingin. Gokhiol mendongkol sekali. Tapi ia sangsi ia sangsi akan kemampuannya untuk meloncati jurang maut itu. "Ha-ha-ha! nyalimu seperti tikus. Kau takut, bukan?" Sekonyong-konyong orang itu mengibaskan lengan bayunya, yang disusul dengan berkesiurnya angin yang menyambar kearah Gokhiol. pemuda kita merasakan dirinya tak dapat berdiri tegak pula, maka bila ia terus mempertahankan diri, mau tak mau akhirnya ia akan jatuh ia akan jatuh kedalam jurang. Ia mengkretakkan giginya dan dengan tipu Burung Walet-terbang melewati-jurang, ia mengayunkan kakinya. Dengan kedua tangan terbentang lebar, Gokhiol mengambil keputusan nekad untuk melompati jurang yang terbentang dihadapannya. Begitu badannya melompat atau tiba2 dirasakannya badannya terapung tinggi melayang keudara. Terdengar suara angin men-deru2 bagaikan guntur dan dalam waktu tak berapa lama ia sampai didepan jurang. Laki berbaju hitam berseri-seri wajahnya. "Bagus, bagus sekali! Bocah, keberanianmu boleh juga! Mari duduklah disebelahku, aku ingin bicara denganmu." Gokhiol tahu bahwa sibaju hitam secara diam2 telah menggunakan kepandaiannya untuk membantu dirinya melewati jurang yang curam agar tiba ditempatnya. "Lo-cian-pwee, terima-kasih atas bantuanmu. Bukankah kau juga yang kemarin malam menbantu adikku melawan Hek Sia Mo-lie?" Laki2 berbaju hitam itu tidak menjawab, sebaliknya ia mengulurkan tangannya kearah sebuah batu besar yang berdiri dihadapannya. Suara menggeletar terdengar diudara dan pada saat itu juga batu raksasa itu bergeser. Nampaklah dibawahnya... sebuah lobang! Tatkala Gokhiol melongok, ia melihat pedang Ang-liong-kiam menggeletak didalamnya. Ia merasa gembira dan ingin mengambilnya, tapi sibaju hitam mencegahnya. Suara menggelegar terdengar tatkala Im Hian Hong Kie-su mengerahkan seluruh tenaga-dalamnya untuk mendorong batu raksasa. Ternyata pedang pusaka Ang-liong-kiam tergeletak dibawahnya ... "Bocah yang baik." Katanya dengan suara lembut, "dewasa ini sebaiknya kau jangan mempergunakan dulu pedang mustika ini. Percayalah kepadaku, dalam waktu setelah tiga tahun pasti kau akan menemukan musuh besarmu yang sedang kau cari sekarang ini. Dan pada waktu itu kau sudah dapat mempergunakan pedangmu dengan mahir sekali hingga tak mampu orang merebutnya." Gokhiol memikir perkataan itu benar juga. "Tapi sejak hari ini, kau harus mencari seorang guru yang paling kosen dikolong langit untuk mendapat kepandaian yang tinggi, agar kau dapat menuntut balas. Dengan belajar tekun dan dengan kemauan yang keras, niscaya kelak kau akan berhasil mencapai cita2mu itu !" Gokhiol berdiri terpaku. Sibaju hitam se-olah2 telah mengetahui dengan jelas akan riwayat hidupnya! Selang beberapa saat, barulah ia dapat berkata. "Lo-cian-pwee, bagaimana kau dapat mengetahui bahwa aku sedang hendak menuntut balas? Dan kau belum memberi tahu namamu yang mulia kepadaku." Sibaju hitam iersenyum. "Aku berdiam dipuncak yang sangat berbahaya sekali, maka orang2 menamakan aku Im Hian Hong Kie-su atau Penghuni dari Puncak Gunung Maut. Kau adalah putera Tio Hoan, bukan? Tapi sayang dalam usiamu sekarang, kepandaianmu masih rendah. Apabila kau ingin menuntut balas, maka kau akan gagal. Kemarin malam bila bukannya kebetulan aku berada disitu, niscaya kau sudah binasa ditangan Wanita Iblis itu." Gokhiol tersipu-sipu menjura. "Oh, kiranya Lo-cian-pwee adalah Im Hian Hong Kie- su?! Tapi mengapa kebanyakan orang menganggap kau sebagai momok yang sangat kejam dan sering membunuh orang? Aku sungguh tak habis mengerti, setelah melihat rupa dan tindakanmu terhadap diriku." "Bocah yang baik," Sibaju hitam menyahut. "Pada duapuluh tahun yang lampau tiada seorangpun yang tak kena! padaku, karena aku hidup malang melintang didalam dunia Kang-ouw sebagai pembela keadilan. Aku meaggempur yang kuat dan menolong yang lemah. Semakin kejam orang itu, semakin kejam pula aku mengganyangnya. Aku berpendirian bahwa kaum bathil yang selalu mementingkan dirinya sendiri harus kubasmi habis2-an. Sebab itulah orang2 sampai menyebut puncak gunung dimana aku tinggal dengan nama Puncak Maut!" Im Hian Hong Kie-su menarik napas panjang, lalu sambungnya pula. "Sebenarnya akupun tergolong dengan kaum bu-lim yang lurus, yang dapat membedakan mana yang benar dan mana yang keliru. Waktu diadakan pemilihan Bu-lim Cin-cun, karena sifatku yang ingin berkuasa, aku telah merobohkan tujuh orang Ciang-bun-jin dari tujuh perguruan besar. Sebagai akibatnya aku telah menanamkan bibit permusuhan kepada murid2nya. Dan seyak itu pula aku telah mengasingkan diri, karena sangat menyesal sekali.Tapi apa gunanya seperti pepatah mengatakan .Tobat selalu datang terlambat. Sampai kini setelah duapuluh tahun mereka masih belum melupakan diriku, mereka telah meyakinkan kepandaian yang hebat2 untuk menuntut balas terhadap diriku.Dengan berbagai tipu-muslihat mereka mencoba membunuh diriku, tatkala aku muncul keluar dari pertapaanku. Tapi aku selalu dapat menyelamatkan diri." Gokhiol asyik sekali mendengar cerita orang. "Ayahmu Tio Hoan adalah seorang murid dari Bu-tong Pay" Sibaju hitam melanjutkan. "dahulu ayahmu pernah menolong aku dan akupun tak melupakan budinya itu. Kernarin di Lembah ular melingkar, dengan mempergunakan ilmu mendengar menembus udara, aku telah dapat mencuri dengar percakapanmu dengan Tat-cu Pato. Disitulah aku dapat mengetahui asal usulmu dan aku telah mendengar pula kamu me-nyebut2 namaku. Tak di sangka2 pada ketika itu Hek Sia Mo Lie muncul. Aku melihat dia bertarung dengan Tat-cu Pato, lalu diam2 membantu kamu berdua. Karena kuatir pedangmu jatuh ketangannya, maka aku sengaja telah menbawa lari." Gokhiol kini baru mengerti "Tapi aku tidak bermusuhan dengan Hek Sie Mo-lie, mengapa dia ingin mencelakai aku dan adikku Pato?" "Entahlah. Aku sendiripun tak dapat menerkanya, tapi memang dia acap kali membunuh orang." Mendengar sampai disitu, hilanglah perasaan curiga Gokhiol terhadap si baju hitam. "Lo-cian-pwee, berikanlah aku petunjuk2 bagaimana rupa dan siapakah sebenarnya pembunuh ayahku serta kini dimana ia berada," Ujar Gokhiol sambil berlutut dengan air mata berlinang-linang. "Bocah, bangunlah! Kau masih muda, tentunya belum banyak mengetahui tentang keadaan Kang-ouw. Bukan aku tidak mau membantu kau untuk mencari musuhmu, tapi aku sendiripun sedang dikejar oleh musuhku. Mereka adalah jago2, kelas satu dan kepandaiannya tinggi sekali. Maka apabila kau turut dengan aku, jiwamu sendiripun pasti akan ikut terancam. Hanya sayang sekali dengan kepandaian yang kau miliki sekarang ini, sukar sekali untuk melawan musuhmu, kecuali kalau dapat meyakinkan semacam kepandaian tunggal!" Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata sibaju hitarn sambil menepuk-nepuk pundak Gokhiol. Namun pemuda kita mempunyai pikiran yang berlainan, tadi ia telah menyaksikan sendiri kepandaian Im Hian Hong Kie-su yang dapat menghisap tenaga kuda. Baiklah akan kuminta untuk diajarkan kepandaiannya, jika dapat kupelajari kepandaiannya dengan baik, maka ia usah lagi aku mencari guru lain. Maka tanpa ayal ia memohon kepada lm Hian Hong Kie-su agar suka menerima dirinya sebagai murid. "Bocah yang baik," Berkata Im Hian Hong Kie-su dengan sungguh2," Kepandaianku masih kurang tinggi untuk mendidik kau agar dapat menandingi musuh-besarmu. Dan lagipula aku sedang menghadapi musuh2ku, maka takkan leluasa untuk rnenerima kau sebagai seorang murid. Tapi akan kuperkenalkan kau dengan seorang luar biasa yang kepandaiannya tebih tinggi beberapa kali lipat daripadaku. Jika ia mau menerima kau sebagai murid, kuyakin dalam waktu tidak lebih dari tiga tahun kau akan menjadi seorang pendekar yang berkepandaian tinggi. Seteiah itu barulah kau dapat menuntut balas, hanya .., kau harus meluluskan dulu satu permintaanku..." Belum sampai orang menghabiskan perkataannya,. Gokhiol sudah memotong. "Lo-cian-pwee, siapa gerangan orang luar biasa itu dan dimanakah dia sekarang ? Kau minta aku meluluskan satu permintaan darimu, apakah itu ? Apa saja pun yang kau suruh, tidak nanti akan kutolak." "Itu semua adalah untuk kebaikanmu sendiri," Jawab Im Hian Hong Kie-su. "Pedangmu kau harus simpan dulu disini sampai kau kuat mendorong batu besar ini dengan telapak tanganmu. Baru pada waktu itu kau boleh datang untuk mengambilnya! Bila kau setuju, maka aku akan berikan kau semacam tanda pengenal untuk dapat menemui orang luar biasa itu. Tapi apakah orang itu mau atau tidak menerima kau sebagai muridnya, itulah terserah pada peruntunganmu sendiri" Gokhiol menyetujui permintaan orang itu, selanjutnya ia menanyakan nama dari orang luar biasa itu. Tapi Im Hian Hong Kie-su tidak menjawab. Tiba2 diulurkannya telapak-tangannya dan mendorong. Pelan2 batu raksasa bergeser kembali menutupi lobang dimana pedang Gokhiol tersimpan. Gokhiol melihat tenaga yang dipakai sibaju hitam sedikitnya ada limaribu kati untuk dapat menggeser batu raksasa itu. Diam2 hatinya merasa tunduk terhadap Si penunggu Puncak Gunung Maut. lm Hian Hong Kie-su membalikkan badannya kehadapan Gokhiol seraya membuka leher bajunya. Sambil menunjukkan sebuah rantai gelang emas putih yang menggantung dilehernya, ia berkata . "Coba kau patahkan gelang ini!" Gokhiol mengawas gelang yang terbuat dari emas putih itu, dilihatnya ada ukiran huruf2 yang sangat indah. la mencekal dengan kedua belah tangannya dan dengan gentakan yang keras gelang itu ditariknya. Tapi gelang itu hanya merenggang sedikit, tak menjadi patah. "Tenaga dalammu lumayan juga!" Memuji sibaju hitam. Kemudian ia meraba lehernya. Tiba2 dengan gerakan yang dahsyat gelang itu ditariknya patah menjadi dua potong. Gokhiol meleletkan lidahnya. Sibaju hitam menghampiri Gokhiol dan ditangkupkannya gelang itu pada leher sipemuda. Dengan memencet jarinya gelang itu tersambung pula seperti sediakala. Gokhiol terperanjat bercampur kagum. Tangannya merabah gelang yang kini terikat pada Iehernya. "Ini adalah tanda bukti dariku," Ujar Im Hian Hong Kiesu. "dengan mengenakan gelang ini, dikemudian hari apabila kau bertemu dengan orang luar biasa yang kumaksudkan, maka ia akan segera membukanya tanpa suatupun yang cacat. Dialah yang harus kau angkat sebagai guru. Aku jamin dia pasti akan menerima kau untuk menurunkan kepandaiannya" Gokhiol berseri-seri wajahnya. "Lo-cian-pwee, kau belum kasih tahu nama orang itu! Bagaimana aku dapat mencarinya ?" "Bocah yang baik," Sahut sibaju hitam dengan penuh sayang. "Dengarkanlah! Aku akan perkenalkan kau kepada cucu muridnya Hwee Liong Cin-jin. Kau sudah tahu bahwa Hwee Liong Cin-jin adalah orang yang paling tersohor pada abad yang lampau. Nah, orang yang kumaksudkan adalah cucu murid turunan ketiga, yang bernama Wan Hwi Sian atau Dewa Kera Terbang yang biasanya dipanggil Wan Hwi To-tiang. Dia telah berhasil menyakinkan ilmu pukulan telapak-tangan yang tiada taranya dijagad ini. Tapi pada sepuluh tahun yang lampau, ia telah mendapatkan pula ilmu bersalin rupa, sehingga wajahnya selalu berobah-robah. Sejak itu orang tak dapat melihat lagi wajahnya yang sebenarnya. Orang2 Bulim sangat menyeganinya, karena Wan Hwi To-tiang dapat berada disampingmu, sedangkan kau sendiri tak mengenalinya." "Kalau begitu bagaimana aku dapat mencari dia?"sela Gokhiol dengan nada putus asa. "Diam! jangan sambut omonganku!" Sibaju hitam membentak. "Wan Hwi To Tiang adalah sahabat karibku. Gelang emas putih ini adalah pemberiannya pada duapuluh tahun berselang. Walaupun sudah lama kami tidak saling bertemu, tapi kau turutkan saya apa yang telah kupesankan kepadamu. Kalau dia melihat barang pengenal ini, niscaya dia akan mendekati kau. Maka telah kukatakan tadi, itu tergantung dari peruntunganmu. Apakah kini kau mengerti?" Gokhiol meng-angguk2 dengan sikap hormat. Im Hian Hong Kie-su memesan pula supaya ia pergi kegunung Hwasan, Ciong-lam San, Khong-tong San dan tempat2 terkenal lainnya. Niscaya dengan nasib bagus tentu Gokhiol akan bertemu dengan Wan Hwi To-tiang. Hilanglah seluruh rasa curiga pemuda kita dan iapun lupa bahwa tuyuannya ialah untuk mengambii kembali pedang pusakanya. "Lo-cian-pwee, dimana dan kapan kita dapat bertemu lagi?" Tanya Gokhiol ketika hendak berlalu. la merasa berat berpisahan dengan sibaju hitam. "Kemana aku pergi, tak dapat ditentukan. Tapi kau cari aku kelak di Puncak Gunung Maut!" Gokhiol tak tahu dimana letaknya tempat itu, ketika ia ingin menanyakannya Im Hian Hong Kie-su sudah berkelebat pergi ......... ---oo0dw0oo--- MATAHARI mulai condong kebarat, Gokhiol menaiki kudanya dengan pesat berlari meneruskan perjalanan. Rambutnya berterbangan ditiup angin bagaikan rambut singa. Tanpa mendapat kesukaran ia melewati daerah padang pasir, tapi ia tak dapat menemukan Ang-Liu-Cun yang terletak di-tengah2 padang pasir. Karena hati sipemuda sedang kegirangan mengingat telah berjumpa dengan siorang tua tadi, maka ia lupa untuk mencari Hek Sia Mo-lie. Pada petang harinya tibalah ia pada sebuah pangkalan. Sebuah papan menunjukkan bahwa perjalanan ke Tung- hong tinggal sepoluh lie lagi. Tampak didepan pangkalan tertambat binatang onta dan kuda. Begitu melihat Gokhiol yang datang dari arah padang pasir, para tamu mau tak mau memperhatikannya dangan perasaan heran. Semua mata tertuju pada sipemuda. Seorang saudagar menegur. "Saudara datang dari padang pasir? Apa saudara bertemtu dengan Wanita iblis ?" "Aku hanya bertemu dengan seorang gadis cantik, mana ada iblis segala? Kau sendirilah yang berpikir tidak waras" Sahut Gokhiol dengan tersenyum. Seorang pengawal Piauw yang sudah agak lanjut usianya menanya . "Anak muda, apakah kau pernah pergi kerumah keluarga Hay? Disitu pemandangannya indah permai. Sayang sekali orang2 yang lewat disitu tak pernah diijinkan untuk bertamu." "Justru aku telah bermalam disana, bagaimana kau katakan bahwa dirumah keluarga Hay tak pernah menerima tamu?" Jawab pemuda kita sambil tertawa. Berapa orang yang mendengar apa yang diceritakan sipemuda, menjadi kagum sekali. Salah seorang diantara mereka bertanya pula . "Saudara kau sangat mujur. Keluarga Hay itu mermpunyai dua orang gadis. Satu diantaranya sangat cantik bagaikan dewi Kahyangan, sedangkan yang satunya lagi beroman jelek seperti pantat kuali. Beberapa tahun ini penghuni padang pasir telah mengungsi kelain tempat dan hanya tinggal keluarga Hay saja yang tidak takut akan Hek Sia Mo-lie. Mereka tetap tinggal disana. Tapi kedua gadis itupun sangat waspada, orang2 yang datang berkunjung hanya diperbolehkan mampir untuk mengambil air ditepi danau. Tapi apabila ada seseorang yang berani melewati pagar perkarangan, maka ocang itu akan diceburkan kedalam danau." Gokhiol mesem, teringat akan Tai-tai. la bermalam ditempat pangkalan itu dan dari tamu2 lainnya ia dapat tahu perihal orang2 Bu-lim yang muncul di Giok-bunkoan pada beberapa tahun berselang. Pada keesokan harinya sipemuda melanjutkan perjalanannya ke Tung-hong. Tung-hong adalah sebuah kota yang merupakan pusat dari kebudayaan agama Buddha. Sejak ahala Tong, Para bangsawan telah menganut agama tersebut. Mereka tak sedikit mengeluarkan harta bendanya dalam membangun goa2 untuk pemliharaan pautung2 pujaan nan suci. Beberapa ratus tahun yang lalu diatas gunung Beng-see San telah dibangun ribuan goa2 yang dindingnya dihias deengan lukisan2 dan pahatan2 yang menunjukkan ajaran2 Budha dan jua dipahat patung2. Goa itu di namakan Cian Hud Tong atau Goa Seribu Arca. Pada tiap pembuatan sebuah Goa, tidak jarang diundang para imam yang datang dari berbagai tempat untuk mengerjakan dekorasi. Dan diantara mereka tidak jarang pula ada yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Maka oleh karena itu terdapat juga teori2 mengenai ilmu pedang dan silat didalam goa, sebagai benda penolak rokh jahat. Gokhiol telah menerima peninggalan ayahnya, yaitu sebuah sepatu yang didalamnya tersimpan secarik kain yang penuh dengan tulisan darah. Tulisan darah itu merupakan tanda rahasia yang dibikin ayahnya didalam Goa Seribu Arca, pada waktu ia sedang mencari seorang puteri Negeri Kim. Maksudnya membuat tanda2 rahasia itu, ialah untuk mempermudah usahanya dibelakang hari. Tapi tak disangka ia lebih dahulu terbunuh oleh musuhnya. Gokhiol berkeras hati ingin mengetahui rahasia yang terkandung dalam tulisan ayahnya. Apa sang puteri benar2 masih hidup? Dengan hanya ber-kira2 saja, maka persoalan tersebut tak dapat dipecahkan, sehingga Gokhiol pergi sendiri ke Goa Seribu Arca. Pemuda kita sampai dikaki gunung Beng-see San dimana terdapat beberapa kuil yang sudah tua dan rusak. Suasana sangat sunyi. Ternyata kuil itu hanya didiami oleh tiga orang hweesio. Didaerah padang pasir seringkali terjadi pembegalan, hingga tak mengherankan apabila mereka ketakutan dan bersembunyi melihat Gokhiol datang. Gokhiol menambatkan kudanya lalu berjalan kebelakang kuil. Dari situ tampak samar2 diatas gunung Beng-see San goa2 yang mirip sarang laba2, membujur panjang hingga puluhan lie. Didepan dan dibelakang gunung, berjejer goa2 yang amat banyak jumlahnya. Diantaranya ada yang terletak diatas lereng2 yang curam dan sukar untuk didaki. Ada juga yang dibuatkan tangga batu untuk memudahkan menaik keatas. Pemuda kita mendaki sebuah tangga batu, sepanjang jalan ia melihat pada tebing terdapat angka2 yang tak berurutan. la menghitung seorang diri. Kemudian makin lama makin banyak jumlahnya yang tak beraturan. Akhirnya ia sampai pada goa nomor sembilan, yang terletak pada puncak gunung. Disekitarnya masih terdapat beberapa goa yang mana diantaranya masih ada yang belum diberikan nomor2. Gokhiol mengeluarkan surat rahasia peninggalan ayahnya dan dibacanya . Delapan diatas goa ketigabelas, kekanan enam dan tiga dim dibawah lengan. Gokhiol membacanya berulang kali, akhirnya ia berkata seorang diri. "Baiklah, mula2 aku harus mencari goa nomor tigabelas." Ia mencari dengan susah payah. Goa yang nomor sepuluh terletak pada sebuah tebing yang curam, yang mempunyai tiga ruangan. Didalanmya kelihatan arca2, tetapi pemuda kita tak sempat untuk menikmatinya. Kemudian ia berhasil menemukan goa nomor sebelas dan duabelas. Kini dihadapannya menghadang sebuah batu besar, ia mendapatkan jalan buntu. Setelah mengasah otaknya, timbullah suatu pikiran bahwa tentunya mesti ada jalan untuk melewati batu itu. Pemuda kita men-cari2 dan benar saja tak lama kemudian ia menemui sebuah lorong buatan tangan manusia. Dengan menyusuri lereng gunung, ia mendapat sebuah jalan kecil yang hanya muat untuk dilewati oleh seorang. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sejenak kemudian diketemukannya sebuah papan batu diatas nama samar2 kelihatan tulisan. Setelah diperhatikan lebih dekat, ternyata adalah sebuah ukiran huruf nomor tigabelas. Bukan main girangnya hati sipemuda! Dengan hati berdebar ia menyingkap rumpun2 belukar yang menghadang dan setelah berjalan beberapa tombak, mendadak dihadapannya terbentang tempat luas. Kiranya goa itu adalah goa alam! Dari goa muka terus menembus kebelakang, sinar matahari memancar masuk dari luar menyinari kedalam dengan terang benderang. Lukisan yang terlihat pada dinding2 terdiri dari model pakaian wanita dari Ngo Tay (Liang, Tong, Cin, Han, Ciu) dan aturan upacara sembahyang agama Buddha. Pemuda kita menyelidiki lebih lanjut, dikiri kanan berdiri ampat patung malaikat pintu. Setelah melalui sebuah tangga batu putih, barulah ia sampai pada goa terbesar. Ketika mengawasi kesekelilingnya, tampak pada dindingnya duapuluh delapan macam patung sikap hwesio bersamadhi. "Sekarang goa yang ketigabelas telah kuketemukan," Pikirnya dalam hati. "tapi bagaimana selanjutnya dengan isi surat tadi?" La mengangkat kepalanya menatap dinding2 yang terukir dengan duapuluh delapan patung hwesio, tersusun atas tiga bagian, yang paling atas terdiri dari sepuluh patung, sedangkan susunan yang kedua dan ketiga masing2 terdiri dari sembilan buah. "Delapan diatas," Gumam sipemuda sendirian. "itu berarti patung kedelapan pada susunan yang paling atas." La memanjat kesusunan yang lebih tinggi dan tatkala diawasinya patung yang kedelapan, ternyata itu adalah ..... patung Pouw Tee Lee Han! Pemuda kita berpikir . "Perkataan selanjutnya berbunyi Fie Hee Sam Jun, tiga dim dibawah lengan, tentunya berarti tiga dim dibawah lengan patung ini. Tapi, Yu Cap Lak, kekanan enambelas, apa lagi artinya?" Dia yakin, ketika tujuhbelas tahun yang lampau ayahnya Tio Hoan, setelah mengadakan pemeriksaan selama dua hari, tentunya sudah mendapatkan sedikit rahasia. Ia harus memecahkan surat rahasia ayahnya itu! Gokhiol dengan tekun memusatkan pikirannya, lalu dicobanya mendorong patung itu sebanyak enambelas kali kekanan, akhirnya ia berjalan enambelas langkah kekanan. Tapi usahanya sia2 belaka. la menjadi kehabisan akal, dengan termenung ia mengawasi patung dihadapannya. Goa itu lebarnya sepuluh tombak lebih. Dinding2-nya terukir patung2 yang beraneka ragam. Terutama sekali pada patung yang kedelapan terdapat tidak sedikit lukisan2 orang. Diantaranya terdapat pula patung2 kecil terbuat dari tanah liat. Akhirnya ia mendapat suatu ilham . "Aha! Baiklah akan kucoba!" Kiranya Gokhiol dapat melihat pada dinding sebelah kanan patung yang kedelapan itu, patung2 kecil dari tanah dan ketika la menghitung sampai pada patung yang kesepuluh, patung itu adalah patung Buddha Bertangan Seribu. Pada punggungnya terdapat delapan buah lengan. Demikianlah Gokhiol mendapatkan ilham . "Kekanan enambelas, tiga dim dibawah lengan, kata2 ini menunjukkan bahwa tiga dim dibawah lengan keenam, pada patung kesepuluh disebelah kanan!'. Kini semakin jelas bahwa kata delapan diatas adalah merupakan kata2 penunjuk, artinya bila mendapatkan patung kedelapan pada susunan yang teratas, maka ia harus berkisar kesebelah kanan dan menghitung sampai Cian Jiu Hut, Patung Bertangan Seribu, yang tepat letaknya pada deretan kesepuluh. Gokhiol merasa kagum terhadap ayahnya. Kini ia berhadapan dengan Patung Bertangan Seribu, tapi baru saja ia ingin mencari tangan yang keenam atau tiba2 tersiraplah darahnya. Matanya tertuju pada dinding dimana ada tanda bekas telapak-tangan yang berwarna hijau! Terpesona Gokhiol mengawasi telapak tangan itu. Jari2 telapak tangan itu hanya ada empat! Telunjuknya tidak ada! Rupanya telapak-tangan itu adalah peninggalan musuh yang telah membunuh ayahnya. Setelah menengok kian-kemari, barulah Gokhiol mulai menghitung lengan patung itu sampai keenam. Dengan telunjuknya ia menekan pada tiga dim dibawah lengan itu. Mendadak lengan itu bergerak! Menyusul terdengar suara gemuruh dan sebuah dinding membuka lebar... Ternyata dinding itu adalah sebuah pintu rahasia! Begitu pintu terpentang, tampak didalamnya sebuah lorong. Gokhiol menyalakan obornya dan masuk kedalamnya. Berjalan beberapa tumbak, sampailah ia pada sebuah kamar batu. Bau yang keluar dari hawa tanah sangat menyesakkan napas. Didalam kamar itu terdapat rak buku yang terisi dengan kitab2, lilin dan bahan bakar. Gokhiol menyalakan lilin dan membuka kitab yang di tulis dengan tangan. Selain itu ia melihat sebuah peti yang diatasnya tertulis sebagai berikut . Didalam peti ini tersimpan obat mujarab penyalin rupa dan yowan untuk awet muda. Hati sipemuda menjadi sangat gembira. ketika ia hendak membuka peti, api lilin tiba2 menyala lebih besar! Keadaan menjadi terang-benderang. Kini ia melihat sebuah ranjang yang tertutup kelambunya. Pemuda kita berdebar-debar hatinya. Apakah ranjang itu ada orangnya ? Berindap-indap dihampirnya ranjang tersebut dan ........ menyingkap kain kelambunya ! la terkejut! Kiranya kelambu itu menjadi debu ditangannya. Tahulah ia bahwa ranjang itu sudah lama tidak dipakai orang. Gokhiol kembali menghampiri peti tadi. Perlahan-lahan dibukanya. Didalamnya terdapat beberapa kitab yang ditulis dengan tangan dan beberapa buah patung kecil serta barang2 ukiran dari batu Giok. Semua letaknya tidak beraturan. la merasa tentunya sudah ada orang lain yang terlebih dahulu memeriksanya ... Gokhiol kembali keruangan dalam. Dilihatnya sebuah teko arak diatas meja. Setelah dilongoknya nyatalah teko itu sudah kering, tapi samar2 masih tercium bau arak. Dan diatas meja masih terdapat dua buah cawan terbuat dari batu Giok. Pasti kamar ini dulu ada penghuninya, pikir Gokhiol seorang diri. Tiba2 matanya mengawasi suatu benda dibawah tempat tidur. Tatkala ia menjemputnya, ternyata benda itu adalah sebuah sepatu seorang wanita. Sepatu itu masih baru, karena sulamannya masih berwarna terang dan indah. Diam2 sipemuda menjadi heran. Mungkinkah orang yang dulu tinggal disitu adalah seorang wanita? Dengan hati diliputi perasaan ingin tahu, sipemuda melanjutkan penyelidikannya. Kasur dan selimut yang terletak diatas tempat tidur itu, walau pun sudah agak koyak, tapi keadaannya masih bersih. Diatas kasur terdapat sepotong kulit kambing dan diatas bantal menggeletak beberapa helai rambut yang panjang. Itulah rambut wanita! Pemuda kita bersiul perlahan. Rambut yang tertinggal diatas bantal itu diambilnya dan dibunghusnya dengan saputangannya. Pada saat itu juga tangannya menyentuh telunjuk tangan yang sudah kering yang tersimpan dalam sakunya. la teringat akan sesuatu. "Telunjuk tangan inipun aneh," Tiga Dara Pendekar Siauwlim Karya Kho Ping Hoo Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo