Sepasang Pendekar Perbatasan 4
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung Bagian 4
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya dari Chin Yung Apabila orang tak ber-hati2, niscaya takkan luput dari tipu tersebut, yang diwariskan oleh Yalut Sang! Demikianlah pinggang sigadis yang langsing kena dipeluk oleh pemuda kita yang lantas mengangkatnya keatas. Kini sicantik tak berdaya lagi. Tapi sckejap mata saja keadaan berubah! Pundak sipemuda mendadak dicengkeram oleh Hay Yan. Gelombang panas menyerang kedalam tubuh Gokhiol yang segera mengangkat tangannya ...... untuk menikam! Tapi tenaganya sudah lenyap! Hay Yan melepaskan dirinya dari pelukan Gokhiol, kemudian menyampok pisau belati yang lantas terpental diudara. "Penjahat licik ! Hampir saja aku kena terpedaya oleh akal bulusmu." Hati Gokhiol memukul keras. Hay Yan dengan mata berapi-api menudingkan pedangnya. Gokhiol tersenyum dan mengerlingkan matanya. "Aku puas mati ditanganmu, manis," Ujarnya menggoda. Pedang sigadis menggores baju kulit yang dikenakan oleh pemuda kita, maka terlihatlah didalamnya ikat pinggang kulit ular. Sigadis melihat kancing ikat pinggang yang terbuat dari batu kumala berwarna merah, menjadi merasa heran. Pedangnya yang tinggal menikam saja pada tubuh sipemuda, terhenti ditengah udara. "Hm! Kiranya kau ini adalah itu pemuda yang pernah diceritakan oleh guruku!" Mendengar ucapan tersebut, Gokhiol menjadi heran. Siapakah guru gadis itu? "Kau ingin membunuh aku, bunuhlah segera. Mengapa harus ber-tanya2 lagi?" Ujarnya menantang. "Malam ini kau boleh merasa gembira bahwa nasibmu masih baik. Guruku telah, memesan kepadaku sebelum ia tidur untuk menangkap orang yang memiliki batu kumala merah, tapi tak boleh membunuhnya. Kau harus menanti sampai guruku bangun pula dari tidurnya untuk melihat tindakan apa yang akan dilakukan terhadapmu." Mendadak, mendadak saja Hay Yan menotok belakang kepala sipemuda. Gokhiol menjadi gelap pemandangannya, bagaikan orang mabuk setengah mabuk setengah tidak sadar, ia sempoyongan jatuh. Kemudian ia merasa tubuhnya digusur... Ketika pemuda kita siuman kembali, yang pertama dihendusnya adalah bau tanah lumpur. Matanya melihat dihadapannya sebuah perapian yang diatasnya tergantung sebuah ketel air. Sedangkan dipojok terdapat setumpukan arang dan sebuah tempayan penyimpan air. Sinar api menerangi seluruh ruangan kamar yang terbuat dari batu2 gunung. Setelah melihat lebih jelas, pemuda kita mendapatkan tempat itu bukanlah merupakan sebuah kamar, melainkan sebuah goa alam yang belasan tombak luasnya. Diatasnya terdiri dari dinding batu gunung yang tingginya kurang lebih lima atau enam tombak. Diatas terlihat sebuah lubang yang telah ditutup rapat. Gokhiol mengamati sekeliling goa itu dan bulu romanya terbangun melihat disana-sini menggeletak tulang belulang manusia! "Ah, benar2 kali ini aku tak dapat lolos lagi dari kematian," Demikian Gokhiol mengeluh seorang diri. ---oo0dw0oo--- Pangeran Pato, putera ketiga dari Jenderal Tuli berpisahan dengan Gokhiol, saudara angkatnya dilembah Ban Coa-Kok. Setelah dua hari kemudian tibalah ia di Ho- lim dan diceritakannyalah pengalamannya yang aneh kepada ayahandanya Jendral Tuli. Gokhiol disayangi sekali oleh Panglima bagaikan anak kandungnya sendiri. Kali ini, setelah mendengar cerita puteranya, walaupun pemuda kita melanggar perintah, Jenderal Tuli tak menjadi gusar. Bahkan setelah diketahuinya bahwa Gokhiol telah membaca surat wasiat ayahnya, Tio Hoan yang ditulis pada tujuhbelas tahun yang lampau dan kini sang putera berniat untuk menuntut balas, didalam hatinya memuji kebaktiannya Gokhiol. "Pato! Lekaslah kau panggil suhumu Yalut Sang untuk datang kesini" Ujar Tuli kepada puteranya. Adapun Yalut Sang ini sebenarnya adalah seorang keturunan bangsawan dari negara Liauw. Setelah negaranya ditaklukan oleh bangsa Kim, barulah ia mengungsi kedaerah Mongolia. Dia termasuk ahli silat Tiang Pek Bu-pay yang kesohor namanya. Banyak hubungannya dengan tokoh2 Sungai-telaga ditanah dataran Tiong-goan dan pengalamannya luas sekali. Oleh sebab itu Jendral Tuli telah mengundangnya dan dijadikan guru untuk mengajar putera2-nya. Tak lama kemudian Yalut Sang telah tiba didalam tenda besar Jenderal Tuli, yang segera berbangkit untuk menyambut kehadirannya. "Apakah Goan-swee mengundang boan-seng kali ini berhubung persoalan Gokhiol ?" Bertanya Yalut Sang setelah berlutut. "Tepat sekali dugaanmu, Yalut Sang. Apakah sebelumnya Pato telah menceritakan kepada kau perihal keadaan Gokhiol?" Kata Tuli dengan sungguh2. "Boan-seng telah mendengarnya juga. Sibaju hitam yang telah bertemu dengan Gokhiol, boanseng kira ..." Yalut Sang berhenti sebentar, lalu melanjutkan "bukanlah Im Hiam Hong Kie-su." Melihat Tuli menjadi terperanjat, Yalut Sang meneruskan . "Baiklah boan-seng akan memberikan keterangan yang sejelasnya. Adapun watak Im Hiam Hong Kie-su ialah bahwa ia tak suka akan kelicikan. Yang jahat dilawannya Sedangkan yang lemah dilindunginya. Perkara2 besar menarik perhatiannya tapi perkara2 kecil tak suka ia campurtangan." Yalut Sang termenung, bagaikan sedang memusatkan pikirannya. "Pada duapuluh tahun yang lampau, didunia kang-ouw boan-seng pernah mengikat tali persahabatan dengannya. Tapi semenjak diadakannya pertemuan untuk pemilihan pemimpin rimba persilatan dipuncak gunung Heng San, boan-seng tak pernah bertemu dengannya pula. Sebagaimana telah diketahui, pada pertemuan tersebut Im Hian Hong Kie-su telah berhasil menjatuhkan tujuh Ciangbun-jin perguruan silat yang terkenal. Sejak, itulah ia menyembunyikan diri dan hidup bertapa seorang diri di Puncak Gunung Maut. Oleh sebab itu sekalipun ia turun pula didunia kang-ouw, ia takkan mengangkat senjata pula untuk bertempur." Setelah mendengar cerita gurunya yang panjang lebar itu, Pato mengajukan pertanyaan. "Suhu! Jadi menurut kau sibaju hitam itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su?" Yalut tersenyum dan manggutkan kepalang. "Benar, muridku. Menurut perkiraanku Im Hian Hong Kie-su itu adalah Im Hian Hong Kie-su palsu! "Yalut Sang" Kata Tuli demi mendengar keterangan tersebut "kami sebenarnya hendak mengutus kau untuk pergi ke Giok-bun-koan untuk menyelidiki persoalan ini. Karena pedang pusaka Gokhiol telah dirampas oleh orang yang berpakaian baju hitam itu, pasti dia telah mengejarnya untuk merebutnya kembali. Kami sangat kuatir sekali akan keselamatannya." Baru saya Yalut Sang mau menjawab, atau dari balik tirai muncul seorang wanita setengah tua. la berlutut dihadapan Tuli. "Aku yang rendah mengucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang Goan-swee, terhadap Gokhiol yang masih mada-belia itu. Memang sukar diduga bahaya apa yang sedang dihadapinya, sedang pembunuh ayahnya Tio Hoan yang belum diketahuinya itu, bukankah sembarang orang. Jika goan-swee berniat mengutus Yalut Sang untuk melindungi Gokhiol, maka seumur hidup aku akan berhutang budi pada Goan-swee." Wanita itu bukan lain daripada Lok Giok, ibunda Gokhiol Sudah lama ia mendengar pembicaraan orang dari belakang tirai alingan. Tergesa-gesa Tuli memberikan tempat duduk disisinya. "Nyonya Lok Giok, bila aku mengetahui bahwa Tio Hoan mempunyai surat wasiat untuk Gokhiol, tidak nanti aku membiarkannya untuk menentang bahaya seorang diri. Baiklah sekarang kau tuturkan kepada kami tentang segala yang telah kau ketahui, agar mempermudah kepergian Yalut Sang untuk menyelidikinya." Dengan singkat Lok Giok menceritakan tentang kejadian2 yang telah lampau, dimana antara lain ia telah mengutus Tiang Jun untuk tinggal dilembah Ban-Coa-Kok. Bila ingin mengetahui dimana adanya Gokhiol sekarang ini, maka sebaiknya carilah orang tua itu dahulu. Yalut Sang mtndengar dengan penuh perhatian dan dingatnya dikepalanya. Setelah menerima doa-restu dari Jendral Tuli, maka Yalut Sang berganti pakaian perantau. Dengan menunggang seekor kuda ia meninggalkan kota Ho-lim seorang diri. Sang kuda berlari bagaikan terbang ... Sepekan telah lewat! Yalut Sang tiba kembali dikotaraja. Melihat wajah orang berlainan dari biasanya, segera Pato menegurnya . "Apakah suhu telah dapat ketahui dimana Gokhiol sekarang berada?" Yalut Sang meng-geleng2kan kepala dengan suram. "Pato, kejadian ini makin lama makin hebat. Tiang Jun sudah mati terbunuh. Mari kita lekas melaporkan kepada Goan swee" Kiranya pada waktu Yalut Sang tiba dilembah Ban-Coa Kok, dilihatnya sebuah kuburan yang baru dilihat dibawah sebuah pohon. Diatasnya berdiri sebuah papan dengan tulisan dari tangan yang tak asing lagi, ialah tulisan Gokhiol. Selanjutnya guru silat itu masuk kedalam gubuk dan diketemukannyalah senjata rahasia Kiu-cu Lui-seng diatas meja. Rupanya senjata rahasia ditinggalkan oleh Gokhiol. Yalu Sang menjadi pucat. "Kiu-cu Lui-seng Hui Piau semacam ini memang merupakan senjata rahasia yang dahulu kala sering digunakan oleh Im Hian Hong Kie-su. Apakah orang tua ini benar2 telah turun gunung dari Puncak Gunung Maut? " Pikirnya dengan cemas. Demikian selama empat hari lamanya, Yalut Sang mundar-mandir sepanjang daerah Giok-bun-koan dengan harapan akan memperoleh petunjuk lainnya dalam menunaikan tugas penyelidikannya. Pada hari berikutnya guru silat itu menemukan sebuah pangkalan. Ia berhenti dan melompat dari kudanya. Tiba2 hujan turun dengan lebatnya. Untunglah terdapat terdapat sebuah kedai, iapun segera masuk untuk berteduh sampai hujan berhenti. Dipesannya makanan dan minuman untuk menangsal perutnya. Setelah hujan mulai berhenti dan Yalut Sang ingin meninggalkan itu atau tiba2 diambang pintu bertabrakan dengan seorang yang baru hendak masuk kedalam. Mereka bertubrukan dengan keras dan Yalut Sang pura2 terjengkang kebelakang. Tubuhnya terguling-guling ketengah ruangan kedai. Tengah ia terguling, matanya tak melewatkan ketika untuk melirik orang yang telah menubruknya itu. Tampaklah olehnya orang itu berjubah hitam, sedangkan dikepalanya terdapat topi bambu yang pinggirannya lebar. Orang itu menengok dengan gusar seraya mencaci . "Bedebah! Apakah kau buta?" Setelah memakil kalang-kabutan, orang itupun terus masuk kedaiam kedai. Sedangkan Yalut Sang dibangunkan oleh orang2 yang berada didekatnya. Diam2 guru silat itu menyingkirkan diri. Kiranya tadi Yalut Sang pura2 jatuh untuk mengelabui mata orang, sukar sekali untuk melakukan tipu tersebut apabila tak memiliki kepandaian yang tinggi. Dilihat oleh guru silat itu bahwa orang yang berjubah hitam itu mukanya sangat mirip dengan ...Im Hiam Hong Kie-su! Tapi meskipun demikian, setelah lewat duapuluh tahun lamanya mereka tak bertemu muka, matanya tak dapat dikelabui. Orang itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su! ---oo0dw0oo--- Demikianlah Yalut Sang menceritakan kepada Jendral Tuli pengalamannya salama sepekan dan menyusul mana dikeluarkannya pula senjata Kin-cu Lui-seng. Jendral Tuli memeriksanya dengan seksama. "Yalut Sang, kau mengatakan bahwa senjata-gelap ini hanya dipergunakan oleh Im Hiam Hong Kie-su saja, tapi kini mengapa kau katakan bahwa orang berbaju hitam bukannya dia? Masakan ada orang yang sedemikian sama rupanya?" "Dengarlah penjelasanku, Goan-swee," Sahut Yalut Sang, sebagaimana diketahui pada duapuluh tahun yang lampau aku bersahabat dengan Im Hian Hong Kie-su. Mana boleh jadi bahwa waktu kami saling kebentur ia tidak mengenali aku?. Meskipun kami saling berpandangan mata, namun romannya tak memperlihatkan tanda pengenalan sedikitpun juga, maka hal itu membuktikan bahwa orang itu bukan Im Hian Hong Kie-su. Dialah orang lain yang telah menyamar sebagai dirinya!" Yalut Sang berhenti sebentar untuk meneguk secangkir arak yang tersedia diatas meja untuk kemudian meneruskan . "Hal ini tak dapat diragukan lagi. Sebaliknya orang itupun sangat cerdik. Dengan sengadia ia telah menolak aku dengan tenaga-dalamnya, untuk mengetahui apakah aku memiliki ilmu silat. Untung aku telah bersiaga terlebih dahulu,sehingga berhasil mengelabuinya." Setelah mendengar penjelasan gurunya. Pato bertanya pula . "Suhu, jika demikian halnya, maka sibaju hitam yang tempo hari dijumpai Gokhiol dan aku kiranya bukan Im Hiam Hong Kie-su. Namun, aku masih belum mengerti mengapa ia telah menolong kami berdua?" Atas pertanyaan muridnya ini Yalut Sang terdiam. "Mengenai hal ini, aku belum dapat mengetahui apa yang menjadi alasannya. Yang mencurigakan adalah orang itu sangat mirip sekali dengan Im Hian Hong Kie-su, sehingga sepintas lalu sukar untuk orang membedakannya." Sang guru berpikir sebentar, lalu melanjutkan. "Hanya ada sedikit perbedaan yang jarang dapat diketahui orang selain yang telah mengenalnya dari dekat, yaitu sinar mata Im Hiam Hong Kie-su bersinar terang dan menunjukkan sikap yang agung. Sebaliknya sibaju hitam romannya agak kejam, sedangkan sinar matanya menunjukkan sorotan hawa sesat! Mungkinkah dia pandai menyamar dan mengubah wajahnya? Aku belum dapat memastikan!" Mendengar keterangan Yalut Sang tentang ilmu penyamaran muka, Jendral Tuli merasa tertarik. "Yalut Sang, mendengar keteranganmu mengenai ilmu penyamaran, kini teringat aku pada masa ayahku Jenghis Khan masih hidup, pernah aku mendengar dari seorang perutusan kerajaan Song, bahwa ada seorang pendeta kalangan kaum agama Too-kauw yang memiliki kepandaian terscbut. Seorang ksatrya diutus untuk mencari pendeta itu, tapi hingga kini belum mendengar kabar ceritanya lagi." Yalut Sang tersenyum. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Untuk mendapat gambaran yang se-jelas2nya mengenai teka-teki ini, aku mohon untuk diijinkan pergi ke Puncak Gunung Maut." "Apakah kau ingin pergi menemui Im Hiam Hong Kiesu? Kami merasa kuatir kau akan mendapat kesukaran diperjalanan," Demikian Jendral Tuli menjawab. "Apa yang Goan-swee katakan memanglah benar," Jawab Yalut Sang. "sebagaimana diketahui Puntiak Gurung Maut terletak dipegunungan Ji-Long San. Disekitarnya banyak binatang2 buas dan ular berbisa, sehingga berbahaya untuk orang mengunjungi tempat itu. Namun demikian waktu dulu, tatkala aku berpisahan dengan Im Hian Hong Kie-su, ia pernah memberikan kepadaku sebuah peluru yang dapat bersuara. Dikatakannya apabila kelak aku ingin bertemu kepadanya, supaya peluru itu dilontarkan diangkasa. Itulah sebagai tanda pengenal. Oleh karena itulah aku tak merasa kuatir, meskipun perjalanan kegunung Ji-Long San sangat jauh dan berbahaya. Dan apabila dapat berjumpa dengannya, aku dapat menerima petunjuk untuk mencari jejak Gokhiol." Akhirnya Jenderal Tuli menyetujuinya juga dan Pato pun merasa bergembira dan segera minta untuk ikut serta dengan sang guru. Tapi Yalut Sang menjawab seraya memandang kepada Jenderal Tuli. "Pato, kau adalah anak Panglima Perang. Bagaimana kau dapat berpergian kesembarang tempat?" "Su-hu! Bukankah Gokhiol juga merantau dengan seorang diri? Jika suhu memperkenankan aku ikut, maka ayah pun pasti akan mengijinkannya aku pergi guna memperluas pengalaman," Demikian Pato berkata dengan sikap yang gagah. Sambil berlutut dihadapan ayahnya, Pato memohon . "Ayah mempunyai enam anak, mengapa tidak memberi kesempatan untuk mengutus salah seorang puteranya untuk mencari pengalaman dikalangan rimba persilatan dan mempertinggi ilmu kepandaiannya?" Melihat sikap puteranya yang gagah dan bersungguh- sungguh, Tuli merasa terharu bercampur bangga. "Pato, anakku, nan tercinta." Jendral Tuli berkata, "permohonanmu akan kululuskan, namun demikian tunjukkanlah kesanggupanmu agar kau dapat memperoleh kembali pedang pusaka Ang-liong-kiam peninggalan mantan ayahnya Gokhiol. Janganlah sampai kau mengecewakan tugasmu, bertindaklah sebagai ksatrya Monggol sejati!" ---oo0dw0oo--- Adapun gunung Ji-Long San itu merupakan barisan pegunungan yang liar didaerah Patang. Diantaranya terdapat sebuah puncak menjulang tinggi keangkasa, yang diselubungi lapisan mega. Puncak itu sepanjang tahun tertutup dengan tumpukan salju iu, sehingga udaranya sangat dingin. Pada lampingnya banyak sekali tebing2 nan curam dan tinggi2 letaknya, sehingga hampir tidak ada jalan sama sekali untuk melewatinya. Sedang dikaki pegunungan tumbuh hutan-rimba yang lebat, dimana pohon2 berdaun rindang menutupi sinar matahari yang ingin menembusinya. Didalamnya berkeliaran binatang2 yang buas, hingga seorang pemburupun tidak berani datang. Kembali pada Yalut Sang dan Pato yang tengah menempuh perjalanan kedaerah tersebut, setelah lewat belasan hari tiba didataran tinggi Siauw Pa San. Adapun Siauw Pa San terdiri dari gunung2 yang tinggi dan berdinding curam mengerikan. Dibagian pinggir gunung ada jalanan Canto, yang sangat sempit sehingga orang yang melewatinya harus meninggalkan kudanya untuk meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki. Setelah guru dan murid menempuh jarak setengah harian, maka kelihatan tidak jauh dihadapan mereka sebuah gubuk kecil. Diatap gubuk terpancang sebuah bendera menunjukkan tempat orang menjual minuman arak. "Mari kita melepaskan lelah sebentar untuk minum arak," Ujar Yalut Sang. "Selesai minum kita akan teruskan perjalanan." Setibanya didepan gubuk tempat penjualan minuman arak, mereka melihat bahwa pemiliknya adalah seorang nenek yang sudah putih ubanan. Selain itu dibawah gubuk terdapat sebuah batu berwarna hijau dan besar bentuknya, Diatasnya terletak sebuah belanga terbikin dari tanah liat dan tempat dadu. Melihat keadaan yang ganjil tersebut, Pato membisik kepada gurunya. "Suhu, mengapa dihadapan nenek penjual arak ini terdapat alat permainan dadu?" "Nanti akan kutanyakan kepada nenek itu," Jawab Yalut Sang seraya berjalan menghampir. "Lo Twanio, apa kau masih ada persediaan arak?" Adapun sinenek usianya kira2 tujuh puluh tahun. Perawakannya tinggi besar, sedangkan rambutnya putih seperti salju. la mengenakan pakaian serba hitam. Demi mendengar Yalut Sang menegur kepadanya, ia menengadah seraya menjawab. "Disini ada arak, tapi biasanya tidak dijual dengan menerima uang." Tatkala pandangan mata Yalut Sang berbentrok dengan mata nenek tua itu, bercekatlah hatinya. Sementara itu, Pato yang mendengar orang berkata bahwa arak itu tidak dijual dengan uang, merasa heran bercampur gembira. "Eh, nenek! Sungguh kau baik sekali, didunia ini memang sukar untuk mendapatkan orang yang kedua seperti kau. Apakah orang boleh minum tanpa bayar?" Tapi sinenek berkata dengan dingin . "Kau ingin minum arak, lebih dahulu harus bermain dadu denganku." Yalut Sang sadar bahwa dibalik peristiwa ini tentunya ada sebab musababnya, maka lekas2 ditariknya tangan Pato seraya berkata kepada sinenek . "Lau Twanio, coba kau berikan keterangan yang lebih jelas, bocah kecil ini tidak mengetahui aturannya!" "Ah, mudah saja," Jawab sinenek. "adapun arakku tidak untuk disuguhkan dengan cuma2. Keluarkanlah uang perakmu untuk bertaruh main dadu denganku. Bilamana kau menang, aku akan menyuguhkan arak dengan cuma2." "Dan apabila kami kalah ?" Tanya Yalut Sang dengan hati berdebar-debar. "Marilah kita bermain dadu, kalau aku kalah, kamu orang boleh minum arakku sepuas-puasnya2" Berseru sinenek penjual arak kepada Yalut Sang dan Pangeran Pato. "Jika kau kalah, maka keluarkan lagi uangmu, demikian seterusnya sampai kau dapat menang dan kalau aku kalah terus maka aku akan menyuguhkan kau minuman arak sampai se-kenyang2nya!" Mendengar perkataan sinenek, Pato menjadi timbul isengnya. Segera dikeluarkannya sebungkusan kecil berisikan uang perak kira2 sepuluh tail beratnya. Dilemparkannya kantong itu diatas batu seraya berseru . "Cobalah aku bermain dahulu sekali dan itu uang taruhannya!" "Hi-hi-hi ! Aku kuatir kau belum dapat menaadingi permainanku. Hi-hi-hi! Lihatlah aku akan menangkan uang perakmu!" Ujar sinenek sambil tertawa kegirangan. Menyusul mana dibukanya sebuah tutupan guci arak. Tampak bahwa didalam guci itu tidak terisi arak, melainkan penuh dengan uang perak. Uang perak hancuran dituang sinenek berkeresekan diatas tanah. Melihat kejadian itu, Yalut Sang mendorong Pato kesamping. "Muridku, biarlah aku yang bermain dahulu. Setelah itu baru kau." "Benar! Tuan ini rupanya ada pandai sedikit untuk membuat dadu bergerak-gerak," Sahut nenek sambil menyerahkan keenam biji dadu kepada Yalut Sang. "Tuan boleh melemparkannya terlebih dahulu. "Silahkan!" Yalut Sang berpikir didalam hatinya. "Hm, ingin aku mengetahui cara bagaimana kau mempermainkan orang!" Guru silat itu bersiul meniup dadu2 ditangannya. Diam2 dadu yang bermata enam semuanya diarahkan keatas, dan dengan mengerahkan tenaga-dalamnya dadu2 itu melekat satu. Setelah itu dilemparkannya kedalam belanga sambil berteriak . "Liok Liok! Enam semua!" Sesaat kemudian keenam dadu itu menggelitir kedalam belanga dan setelah berputar sebentar, kesemua mata enam berjejer didalam belanga! Pato, menyaksikan kelihayan suhunya berseru kegirangan. "Semuanya bermata enam, sekarang kita dapat sepuasnya minum arak! Ha-ha-ha! Sinenek kalah, sinenek kalah!" "Tunggu dulu! Aku belum mengambil giliran, jika aku dapat Boan Tong Hong, kalian akan terkalahkan," Ujar nenek itu agak gusar. Adapun yang disebut Boan Tong Hong ialah keenam dadu yang semua bermata empat. "Mana ada hal yang demikian!" Ujar Pato. "Lekas kau keluarkan arakmu saja. Tenggorokanku sudah kering." Sinenek tak menghiraukannya dan sekaligus diambilnya keenam dadu itu lalu dilemparkannya keatas. Keenam dadu berputar-putar diudara sebentar untuk kemudian turun kebawah dan menggelinding didalam belanga. Nenek itu menunjuk dengan jarinya. "Sie Sie ! Semua empat!" Bentaknya dengan suara keras. Dan seketika itu juga keempat dadu terhenti dan menunjukkan ... mata empat! Sedangkan yang duanya lagi dibiarkannya berputar terus. Yalut Sang dapat melihat adanya tenaga-dalam yang hebat sekali, yang disalurkan melalui telunjuk tangan nenek itu, maka buru2 dikebutnya kedua dadu tersebut yang lantas berhenti dengan mendadak! Dan kedua dadu itu menunjukkan mata satu! Pato, yang ringan mulut tertawa terpingkal-pingkal. "Nenek, kau sudah kalah! Ha-ha-ha!" Tapi, sekonyong-konyong kedua batu dadu itu membalik dengan sendirinya dan menunjukkan angka empat! Pato terbelalak matanya dan berseru . "Kau merubah dadumu! Itu tak dapat dihitung! Curang, curang!" Dengan gusar sinenek menyambar bungkusan uang perak Pato diatas batu sambil mengawasi dengan mata melotot. "Apa yang kau bilang? Tak dapat dihitung? Curang?! Jika kau tidak terima, keluarkan saja peluru suhumu yang dapat berbunyi itu untuk taruhannya !" Bagaikan kilat Yalut Sang mengibas dengan kedua belah telapak-tangannya! Karena sambaran angin yang keras, maka rambut sinenek tersingkap. Itulah rambut palsu! "Kie-su! Kami datang dari jauh untuk menemui kau. Apakah kau masih ingin bermain-main?" Ujar guru silat itu. Sinenek palsu melompat kesamping seraya tertawa bergelak-gelak. "Yalut Sang, sahabatku! Sudah kuduga kau ini sukar dikelabui oarng! Siapakah pemuda muridmu ini ?" Tanya siorang tua seraya membuka kedoknya. Kini kelihatan muka orang yang berkumis rapih. Jubahnya yang dikenakan tadi dilucutkan kebawah. Seke jap mata saja sinenek tua telah berubah menjadi seorang laki2 setengah ua dengan rambutnya terikal bagaikan seorang sastrawan. Sikapnya sangat gagah dan bersemangat, sedangkan sepasang matanya menyorotkan sinar bernyala-nyala. la mengenakan baju berwarna hitam yang sedap dipandang orang. Orang itu tidak lain daripada ... Im Hian Hong Kiesu sendiri! Sipenunggu Puncak Gunung Maut. Melihat perobahan tersebut, Pato berdiri menjublak bahna herannya tanpa dapat berkata apa2. "Kie-su. Dia adalah muridku Pato, putera Jendral Tuli," Ujar Yalut Sang seraya mendorong muridnya kedepan untuk diperkenalkan. Buru2 Pato berlutut. Diam2 ia mencuri lihat muka orang tua itu. Terperanjatlah hatinya! Wajah orang itu tak ubahnya seperti orang yang dahulu dijumpainya berdiri diatas tebing gunung! Dengan tak terasa lagi ia berkata . "Kie-su Cianpwee. Pada bulan yang lalu, dengan mujur sekali aku yang rendah telah terlepas dari bahaya maut berkat pertolonganmu. Kalau tidak keburu tertolong, uiscaya Hek Sia Mo-lie telah mencelakakan kami," Sambil menjura Pato meneruskan. "Dengan ini aku yang rendah mengucapkan banyak2 terima-kasih atas budimu yang besar." Melihat kelakuan sipangeran, Im Hian Hong Kie-su mengulapkan tangannya. "Kau keliru! Mana pernah kualami kejadian itu? Selama duapuluh tahun ini, akan tak pernah meninggalkan gunung Pa-san ini," Ia mengawasi Patodengan keheranan, lalu diteruskannya . "Memang kudengar kabar bahwa dalam dua tahun ini ada seorang jahanam yang mempergunakan namaku. Dengan sengaja orang itu telah menanamkan bibit2 permusuhan disana-sini. Meskipun aku tak pernah turun gunung, tapi jangan dikira bahwa aku tak tahu akan gerak-geriknya dikalangan kang-auw dewasa ini." Sipenunggu Puncak Gunung Maut berhenti dan tiba2 suaranya menjadi keras seperti geledek. "Jangan dikira bahwa tidak ada yang melaporkan kepadaku akan peristiwa-peristiwa yang merusakkan nama baikku. Justru akhir2 ini aku telah berniat turun guuung untuk menyelidiki dan membereskannya sampai terang. Aku hendak kremus jahanam itu." Mendengar ucapan tersebut, Yalut Sang menyahut. "Kiranya kau sudah mengetahui juga bahwa ada orang yang telah mempergunakan namamu. Maksud kedatangan kami disinipun adalah untuk memecahkan persoalan tersebut. Tapi tak disangka-sangka ditempat ini kami telah bertemu denganmu." Im Hian Hong Kie-su tersenyum lebar. "Adapun aku berada disini adalah untuk menanti pesuruhku yang telah kuperintahkan untuk menyelidiki berita2 yang berkenaan dengan namaku. Aku girang kau datang, Yalut Sang. Huh, gubuk ini bukanlah tempatnya untuk kita ber-cakap2. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Marilah kita beristirahat dirumahku." Yalut Sang dan Pato mengikuti pendekar itu mengambil jalan memasuki barisan pegunungan, melalui canto2 diantara bukit2 yang bentuknya berliku-liku dan dibangun pada tebing2 gunung yang tinggi dan curam. Tak lama mereka tiba pada selat gunung yang penuh dengan pohon cemara. Air sungai terdengar gemericik mengalir amat derasnya. Dibawah sebuah pohon cemara besar berdiri sebuah rumah yang terbuat dari atap. Yalut Sang dan Pato dipersilahkan masuk kedalam rumah. Segera Im Hian Hong Kie-su menepuk tangannya dan sekonyong-konyong sepasang kera melompat keluar dengan membawa sesajian air gunung dan bebuahan. "Kie-su, sudah duapuluh tahun aku tidak melibat kau. Sungguh tak kusangka wajahmu masih tetap seperti dahulu dan tidak nampak lebih tua," Demikian Yalut Sang membuka pembicaraan, setelah mereka duduk2. "Aku sudah berusia enampuluh delapan tahun sekarang ini," Sahut Im Hian Hong Kie-su. "sunguh tak terasa lagi duapuluh tahun telah lewat, semenjak aku meninggalkan pemilihan Bu-lim Cin-cun dipuncak gunung Heng San." Pendekar itu berhenti sejenak untuk mengingat kenangan2 yang lampau, lalu diteruskannya seraya tertawa. "Tak disangka, bahwa aku yang sudah mengasingkan diri dari dunia yang ramai, kini harus menjejakkan juga kakiku kembali kedunia kang-ouw." "Apakah kau benar2 hendak turun dari gunung ?" Tanya Yalut Sang. "Sebenarnya aku sudah mengambil ketetapan untuk mencuci tangan dan tidak keluar lagi dari daerah pegunungan. Tapi apa mau dikata, beberapa bulan yang lalu Tiang Pek Loni telah mengirim seekor burung bangaunya dengan membawa sepucuk surat. la, minta pertolonganku untuk menyelidiki suatu rahasia. Karena ia adalah susiokku, mau tak mau aku tak dapat menolaknya." Im Hian Hong Kie-su mencomot sebuah Toh dan dimakannya lambat2. "Sebab itu, pada akhir bulan ini aku telah mengutuskan beberapa sahabatku yang dapat dipercayai untuk mencari petunjuk2. Dengan susah-payah barulah aku mendapat kabar berita dan kini aku mengambil ketetapan untuk turun dari gunung." "Ah, kiranya Tiang Pek Loni masih hidup? Kalau begitu permintaannya untuk kau menyelidikinya adalah bertalian dengan hilangnya seorang murid kesayangannya yang bernama Wanyen Hong. Bukankah demikian halnya?" Yalut Sang bertanya seraya bermesem-simpul. Mendengar keterangan kawannya itu, Im Hian Hong Kie-su mengawasinya dengan terperanjat. "Lauwte, sebenarnya aku tidak boleh menceritakan persoalan ini. Tapi karena hal ini ada sangkut pautnya juga dengan majikanmu, maka ada faedahnya untuk menjelaskannya kepadamu." Pendekar itu mengusap2 kumisnya yang jarang seraya melanjutkan . "Benar dugaanmu, yang diminta Sin Ciang Taysu itu untuk diusut adalah perihal Wanyen Hong, pateri dari negara Kim. Berhubung Loni sedang melatih ilmu Sam Bie Tay hoat dan harus bertapa selama delapan belas tahun lamanya dan kini masih harus menyelesaikannya setahun lagi maka ia telah memohon pertolongan untuk menyelidiki persoalan hilangnya murid kesayangannya itu." "Benarkan puteri Wanyen Hong belum mati? Bagaimana Sin Ciang Taysu dapat mengetahuinya?" Yalut Sang mengerutkan keningnya. "Lauwte bukan orang luar, maka biarlah aku akan jelaskan kepadamu. Pada waktu Sin Ciang Taysu bertapa, ia masih menerima seorang murid baru. Dialah seorang gadis. Murid itu dibesarkan selama belasan tahun didampingnya dan kini telah mencapai usia duapuluh tahun. Nama gadis itu ialah Liu Bie. Sin Ciang Taysu telah menurunkan kepada muridnya itu ilmu silat Tiang Pek Bu. Menurut katanya, ilmu silat itu hebat luar biasa!" Sejenak Pato melongo. "Semenjak beberapa tahun ini, gadis itu telah berkeliaran didalam dunia kang-ouw. Kepandaiannya yang tinggi benar2 membuat orang merasa takjub. Kaum Sungai telaga telah menggelarkannya dengan nama . Kim Gan Bie atau Mata Berkening Mas. Pada saat terakhir Kim Gan Bie sedang menjalankan perintah Sin Ciang Taysu untuk mengusut rahasia tentang lenyapnya Wanyen Hong, kakak seperguruannya yang sudah tujuhbelas tahun lamanya itu." ---oo0dw0oo--- "AKHIRNYA gadis itu berhasil menemukan petunjuk bahwa Hek Sia Mo-lie yang ditakuti orang disepanjang Giok-bun-koan tidak lain dan tidak bukan adalah Wanyen Hong!...." Demikian keterangan Im Hian Hong Kie-su. Pato serempak bangkit berdiri. "Itulah keliru! Coba Cian-pwee dengarkan dulu keteranganku. Adapun Hek Sia Mo-lie yang kujumpai pada bulan yang Ialu usianya kira2 enam belas tahun. Biarpun boleh dikata ilmu pedangnya tinggi, tapi mana boleh jadi ia itu puteri Wanyen Hong?" Karena pembicaraannya diputus ditengah jalan, Im Hian Hong Kie-su menjadi agak gusar. "Tunggu! tunggu dulu! Gadis yang kau jumpai itu bukannya Wanyen Hong. Coba biarkanlah aku ceritakan rahasia yang menyelubungi dalam hal ini! Hampir semua keterangan dapat dikumpulkarn berkat kecerdikan Liu Bie sigadis cilik itu. Adapun pada duapuluh tahun yang lampau Tiang Pek Loni Sin-Ciang Taysu memperoleh sebuah kitab rahasia. Kitab itu diperolehnya dari penggalian disebuah makam purba, dan didalamnya terdapat pelajaran mantera dari latihan sakti ilmu Sam Bie Tay-hoat." Im Hian Hong Kie-su minum airnya, lalu meneruskan. "Jika orang berhasil menyelami ilmu tersebut, niscaya ia akan memperoleh raga-sukma yang sempurna. Sama halnya dengan ilmu Thian Gan Tong dari ajaran Buddha, iimu itu, dapat mengetahui hal2 yang belum terjadi! Kecuali mantera, masih terdapat sebuah peta penyimpan benda2 pusaka. Disebutkan dalam peta itu terpandam dua macam benda mustika yang tiada bandingannya dikolong langit ini. Pusaka yang pertama ialah pedang Mo-hweekiam atau Pedang Api Setan, peninggalkan kaum Buddha bekas milik Kong Ciak Tay Beng Ong didiaman purba. Sedang pusaka yang kedua adalah sebuah mustika peninggalan kaum agama To-Kauw, yaitu obat pengawet muda buatan Lo Hu Cian Jin berikut obat aneh untuk merubah rupa. Begitu Sin Ciang Taysu mempereleh kitab ini, maka tersiar meluaslah keselruh penjuru. Banyak Pendekar2 yang tinggi kepandaiannya datang untuk merebutnya. "Tak segan2 mereka menggunakan segala tipu-daya keji untuk memperoleh kitab tersebut, namun semuanya dapat dipunahkan oleh Sin Ciang Taysu." Pato terbuka mulutnya bahna asiknya mendengar. "Tatkala Wanyen Hong menyelesaikan pelajaran, dan pulang kenegeri Kim, suhunya Sin Ciang Taysu telah memberikannya secara diam2 peta penyimpanan benda mustika itu kepadanya. Sedangkan kitab mantera latihan Sam Bie Tay-hoat itu tetap disimpannya sendiri untuk dipurgunakan dikemudian hari" Yalut Sang mengerutkan keningnya. "Lewat berapa tahun kamudian, Wanyen Hong pergi ke Monggolia untuk merundingkan soal perdamaian. Kebetulan sekali tempat penyimpanan benda mustika itu terletak pada sebuah goa batu Moh Ko Ciuk Khu digunung See-Beng San. Nah, kejadian berikutnya dapat diketahui berkat jerih payahnya Liu Bie yang menunaikan tugasnia dengan baik." Im Hian Hong Kie-su berhenti untuk membasahkan tenggorokannya. "Lewat tembok perbatasan Giok-bun-koan, maha iring2- an diperintahkan untuk beristirahat selama tiga hari. Pada malam harinya Wanyen Hong seorang diri pergi kegoa Cian Hut Tong. Tio Hoan sebagai pengawal yang disayanginya pun tak diberitahukannya. Ketika Wanyen Hong, sampai digoa Cian Hut Tong itu, maka dengan pertolongan peta ia berhasil membuka kamar batu rahasia. Benar saja! Didalamnya menggeletak pedang musrika Mo-hwee-kiam. Kemudian dibukanya sebuah kotak. Didalamnya terdapat obat pengawet muda dan obat pengubah rupa." Lm Hian Hong Kie-su mengawasi kedua pendengarnya untuk mengetahui dapatkah mereka mengikuti penuturannya. "Tanpa diketahui, sejak Wanyen Hong memasuki goa itu diam2 ia dikuntit oleh seorang iang bertopeng. Wanven Hong terkejut! Entah siapa gerangan orang bertopeng itu? Maksudnya tak lain ialah untuk merampas benda2 pusaka yang telah ditemukan oleh Wanyen Hong. Maka sekejap saja terjadilah pertempuran hebat antara kedua orang itu." "Tatkala Wanyen Hong membuka serangan, lebih dahulu ia telah menelan obat pengawet muda kedalam mulutnya. Rupanya sierang bertopeng lebih tinggi kepandaiannya, maka bukan kepalang gelisahnya Wanyen Hong pada waktu itu. Namun apa daya ilmu pedangnya masih berada dibawah angin. Dalam keadaan yang gawat Wanyen Hong ingat akan pedang mustika Mo-hwee-kiam yang baru diperolehnya. Tanpa ayal lagi ia cabut pedang tersebut dan membacok pedang lawannya, yang lantas kutung dua dan jatuh ketanah." Pato mengambil pula buah Toh. "Orang bertopeng itu sangat lihay! Ketika mengundurkan diri, ia masih sempat menyerang dengan tangan kosong. Walaupun demikian dia sudah berada dibawah angin dan pukulan2-nya dengan mudah dapat ditangkis oleh Wanyen Hong. Tiba2 orang berkedok itu berteriak mengguntur dan mengangkat telapak-tangannya, untuk memukul! Itulah Lok-Mo-Ciang atau Telapax Tangan Maut Hijau! Dengan nekad Wanyen Hong membacok tangan lawannya yang sudah berkelebat depan matanya, berbareng ia lompat kebelakang. Orang berkedok itu menjerit kesakitan tatkala telundiuk tangannya terpapas kutung oleh Mo-Hwee-Kiam! Tapi tak urung telapak-tangannya membentur dinding hingga berlubang, hijau warnanya." "Kie-su cianpwee," Pato bertanya terperanjat. "Ilmu silat apakah Lok-Mo-Ciang itu? Bagaimana telapaktangan orang itu dapat bersinar hijau?" "Pato," Jawab pendekar itu. "sebagaimana kau ketahui, bagian bawah perut kunang2 dan pada tubuh binatang Ya-Kong-Tang mengeluarkan sinar hijau. Adapun kaum rimba persilatan menyebutkan ilmu itu dengan nama Lok-Mo-Ciang. Biasania orang yang berlatih ilmu dahsyat ini. menelan zat hijau dengan cara istimewa. Zat tersebut sangat beracun sekali. Dengan melewati waktu yang tiukup lama dan latihan iang berat dan sukar, maka apabila telah berhasil, akibatnyapun sangat hebat sekali." "Begitu kedua belah telapak-tangan digosok, maka keluarlah sinar kehijauan. Siapa yang kena pukulan tersebut, sesaat itu juga kepalanya akan terasa pening, sedangkan penglihatannya menjadi kabur dan matanya ber-kunang2. Selain itu menyusul mana napasnya sesak. Zat hijau menembus kulit badan dan dalam waktu singkat saja orang itu akan binasa!" Demikian Im Hian Hong Kie-su menerangkan secara panjang lebar. "Alangkah hebatnya!" Ujar Pato. "lalu bagaimana selanjutnya dengan Wanyen Hong?" Maka dilanjutkannya pula penuturan itu. "Begitu Wanyen Hong melihat musuhnya melarikan diri, keringat dingin mengucur disekujur badannya, mengingat jiwanya hampir saja melayang. Setelah keluar dari goa batu, sang puteripun mainkan pedang pusaka itu. la menyalurkang tenaga-dalamnya, maka tampaklah pada ujung pedang keluar hawa panas dan asap putih yang mengepul-ngepul! Rupanya pedang siorang bertopeng tadi kena panas yang luar biasa, maka menjadi rapuh. Rasa terkejut dan gembira bercampur didalam hati Wanyen Hong. Tapi sebaliknya ia berpikir, apabila ia harus pergi ke Monggolia sebaiknya Mo-Hwee-Kiam tidak dibawa-bawa. Maka kembalilah ia kedalam goa, lalu ditiarinya sebuah sela batu dan pedang pusaka itupun disembunyikannya. Sekonyong-konyong terjadi sesuatu yang, mengejutkan! Tatkala Wanyen Hong ingin berlalu, tiba2 ia merasakan badannya lemas dan matanya terasa berat sekali. la menguap berkali-kali diserang rasa kantuk Yang tak terhingga. Ia mencoba mengerahkan tenaganya, tapi sia2 belaka. Baru saja ia melangkah beberapa tindak, atau badannia jatuh terkulai diatas tanah ... Rupania obat pengawet muda yang ditelan oleh sang puteri tadi kini mulai bekerja didalam tubuhnya. Tatkala ia terbangun pula, entah berapa lama ia telah tidur disana? Dan selain itu hatinya heran sekali mendapatkan dirinya terbaring diatas sebuah pembaringan yang empuk. Didalam ruang kamar ada lilin yang menyala dengan terangnya. Setelah diperiksanya lebih teliti, ternyata ruangan itu bukan lain daripada goa tadi dimana ia menyimpan pedang Mo-Hwee-kiam! Dengan perasaan heran, Wanyen Kongcu berfikir seorang diri . "Bagaimana aku bisa berada disini?" Tiba2 olehnya terdengar suara lemah-lembut disampingnya . "Oh, rupanya kongcu sudah bangun?" Bagaikan Kilat Wanyeng Hong membalikkan tubuhnya untuk menatap kearah orang yang bersuara itu. Dialah Tio-Hoan, pengawal yang disayanginya, yang kini sedang berdiri menanti dibawah cahaya lilin. Pakaiannya seperti untuk berpergian dimalam hari, serba hitam. Dikepalanya ia memakai sebuah topi, sedangkan dipinggangnya terselip sebuah pedang yang panjang. Wanyen Hong Kongcu merasa heran sekali, bercampur girang. "Tio Hoan, bagaimana kau dapat mengikuti jejakku?" Sambil membungkukkan dirinya, Tio Hoan menjawab . "Setelah Kongcu menghilang selama dua hari Iamanya. maka aku menemukan jejak Kongcu, dan mengikutinya sampai didalam goa Buddha ini. Tak disangka olehku mendapatkan Kong-cu tergeletak dilantai. MuIa2, hatiku amtat terkejut, tapi setelah mengetahui Kong-cu hanya sedang tidur, barulah aku merasa lega. Aku telah memindahkan Kong-cu kekamar ini agar dapat beristirahat dengan lebin baik dan enak." Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Wanyen Hong melihat bahwa pintu kamar batu tertutup semuanya. Perlahan-lahan ia menarik Tio Hoan untuk duduk disampingnya dan bertanya dengan suara merayu. "Hoanko. Apakah kau hanya seorang diri saja mencari aku? Sudah jam berapa sekarang?" Mengambil kesernpatan baik ini, Tio Hoan dengan hati berdebar memegang bahu sang puteri yang halus. Bau harum semerbak menyambar masuk kedalam hidungnya. Pada malam kemarin dulu Kongcu telah meninggalkan Kong-cu telah meninggalkan perkemahan dan kini sudah menjelang petang hari yang ketiga. Kini-diluar sudah gelap. Untung aku telah membawa sedikit arak dan daging untuk Kong-cu makan." Setelah mana dikeluarkannya dari kantong kulitnya sebotol susu kuda dan daging yang sudah dimasak serta sepoci arak, semuanya itu ditaruh diatas meja dekat pembaringan. Kedua muda-mudi itu sejak mula memang sudah saling menaruh hati, dengan muka bersemu merah mereka saling melirik mata. Melihat Tio Hoan datang membawa daging dan arak, diwaktu perutnya tengah keruyukan, bukan kepalang rasa gembiranya Wanyen Hong. "Hoanko. Mengapa kau begitu baik sekali terhadapku? Sekarang kita hanya berdua saja, baiklah kau lepaskan pedangmu dan mari kita minum bersama. Sesudah itu baru kita kembali keperkemahan." Tio Hoan mengambil dua buah cangkir perak dan dituangkannya arak secangkir penuh untuk sang puteri. Seraya tersenyum diangsurkannya. "Hoanko, mengapa kau berlaku sangat kaku terhadapku? Disini toh bukannya diistana. Aku ingin agar kau bertindak seolah-olah tiada orang lain selain kita berdua dan kau memanggil aku..." Tia Hoan tersenyum. "Hong-moay. Minumlah secangkir lagi. Setelah itu ada sesuatu yang hendak kukatakan kepadamu." Wanyen Hong membalas dengan kerlingan yang menawan. "Janganlah kau suruh aku minum seorang diri. Hoanko. Harap keringkan juga cangkirmu." Begitulah kedua muda-mudi itu minum arak sepuas- puasnya. Akhirnya Wanyen Hong mengawasi Tio Hoan dengan pandangan yang menggetarkan sukma. "Hoanko, apakah yang ingin kaukatakan kepadaku?" Tio Hoan mesem, lalu mendekatkan mulutnya pada telinga sang puteri. "Hong-moay, hari sudah jauh malam dan kitapun tidak mempunyai kuda, bagaimana kita dapat pulang? Bukankah lebih baik kita bermalam disini sadia..." Waktu itu Wanyen Hong sudah dipengaruhi arak dan hatinya berdenyutan, namun ia masih berkata . "Tidak! Kecuali jika kau tidur diluar !" Suara tertawa Tio Hoan memecahkan kesunyian goa tatkala ia memeluk tubuh sang puteri yang padat menggairahkan. "Kongcu, aku cinta padamu. Marilah kita menikmati kemanisannya cinta dimalam sunyi ini. Kongcu, kau membikin aku gila," Bisiknya dengan napas memburu. "Hoanko, lepaskan aku! Lepaskan aku!" Menjerit Wanyen Hong seraya meronta-ronta. Tapi apa daya? Tubuhnya sudah lemas, tak berdaya dalam dekapan Tio Hoan yang makin erat. Akhirnya Wanyen Hong, puteri dari negeri Kim, diam saja ... Demikianlah akhirnya kisah sang puteri ... dan bagaikan setangkai bunga yang indah, kini telah runtuh tercemar badai topan asmara yang menggelora ... lilinpun melumer setetes demi setetes diatas meja, ibarat turut berduka dan menangis melihat nasib sang puteri bangsawan Kim yang malang, hilang kesuciannya ... Ketika cahaya Sang Surya menusuk kedalam goa dengan garangnya. Wanyen Hong terbangun dari impian yang bahagia, tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga. Lilin sudah hahis terbakar dan pintu kamar kini sudah terbuka pula, namun dimanalah gerangan adanya Tio Hoan? Dipanggilnya beberapa kali, tapi tiada yang menyahut. Wanyen Hong mulai cemas, buru2 ia turun dari tempat pembaringannya. Begitu melihat goresan kalimat diatas meja, sekujur tubuhnya merasakan seperti diguyur dengan es yang dingin! Adapun kalimat itu berbunyi . "Selamanya kau takkan mengetahui siapa aku ini, anggaplah peristiwa malam tadi sebagai suatu pembalasan sakit hatiku karena kau telah mengutungkan telunjuk tanganku!" Wanyen Hong menjadi pucat pias, menggigil ia dengan hati hancur-l1uh. Namun harapan tipis masih menolak kenyataan malapetaka itu. "Terang kulihat ia Tio Hoan," Ia menghibur dirinya. Tergesa-gesa ia mengenakan pakaiannya yang tergeletak dilantai dan diambilnya pedang yang disembunyikannya pada selipan dinding batu. Tampak keadaan kamar kalang-kabut, rupanya orang telah membongkar untuk mencari sesuatu. Tahulah Wanyen Hong bahwa orang itu telah mencari pedang Mo-Hwee-Kiam! Untung sekali orang itu tidak berhasil menemukannya. Tak lama kemudian Wanyen Hong meninggalkan goa ketigabelas itu. Dari jauh terdengar suara ramai-ramai, sambil mendekam dibalik sebuah batu besar ia mengintai. Tak berapa lama kemudian kelihatan beberapa orang mendatang, diantaranya Tio Hoan yang mengenakan pakaian seragam perwira Busu. Mereka berteriak-teriak memanggil namanya. "Wanyen Hong Kongcu! Dimana kau ? Wanyen..." Melihat gerak-gerik Tio Hoan, tersesaklah napas Wanyen Hong. Gelagatnya semalam itu Tio Hoan belum pernah datang kedalam kegoa! Kepalanya sakit bagaikan dipalu tatkala ia menarik diri kembali kedalam goa. Dengan airmata mengalir deras dihapuskannya tulisan maut diatas meja, untuk kemudian dicabutnya tusukan gelungnya dan mencoret sebagai gantinya kata2 sebagai berikut . "Selama hidupku ini, aku tak mempunyai muka lagi untuk bertemu denganmu. Kuminta agar kau jangan mencari aku lagi. Dari Hong sebagai kata terakhir, untuk Tio Hoan." Selesai menulis, ditancapkannya tusukan gelung itu diatas meja dan ia sendiri diam2 menyelinap keluar. Pada saat itu juga terdengar tindakan-tindakan kaki orang berlari dari kejauhan. Mau tak mau Wanyen Hong terpaksa masuk kembali kedalam goa dan bersembunyi dibalik sebuah patung Buddha dari batu. Baru saja ia bersembunyi dibalik patung, atau Tio Hoan berserta rombongannya sudah sampai ditempat persembunyiannya. Terdengar salah seorang pengikutnya berseru . "Tio Siwi, kita sudah mencari sejak kemarin malam, sampai kini bayangannyapun tak kelihatan. Mungkin juga Kong-cu tidak kesini." "Aku dapat memahami bahwa cuwi sudah sangat lelah, tapi aku bersumpah selama masih bernapas untuk mencari dan mendapatkan Kong-cu. Setelah itu barulah aku akan kembali. Maka ada baiknya kalian pulang dahulu keperkemahan." Itulah suara Tio Hoan! Wanyen Hong memejamkan matanya, tapi tak urung air mata keluar menbasahi matanya juga. "Setelah kita mencari sekitar gunung Beng-See San, barulah kita tinggalkan tenapat ini," Demikian salah seorarg pengikut lainnya berseru. Tiba2 mata Tio Hoan melihat dibalik sebuah patung batu terdapat ... pintu rahasia! Sambil berseru kegirangan ia menyuruh kawan2nya untuk mengikutnya masuk kedalam kamar rahasia itu. Tak henti2-nya mereka memanggil- manggil nama Wanyen Hong beberapa kali, tapi mendadak berhenti suara2 itu! Wanyen Hong mengetahui bahwa Tio Hoan telah melihat tulisannya diatas meja, bukan kepalang rasa pedihnya. Bagaikan tersayat pisau, hatinya duka sekali sehingga ahirnya tak dapat menahan diri lagi dan jatuh pingsan. Sayang seribu sayang. Tio Hoan tidak mengetahui bahwa sang puteri yang sedang, dicarinya sedang pingsan dibelakang patung. Yang dilihatnya adalah tanda bekas telapak tangan yang berwarna hijau diatas dinding tembok. Diselidikinya lebih lanjut disekitar ruangan kamar itu, dan tak beberapa lama ditemukan pula sebuah telunjuk tangan manusia menggeletak dilantai. Celaka! Dengan tak disengaja waktu berada diluar Tio Hoan menyentuh sebuah patung Buddha dan... terdengarlah suara menggelegar tatkala pintu kamar rahasia tertutup pula. Ber-putar2 mengelilingi goa, mereka tak dapat menemukan pintu tadi lagi. Akhirnya Tio Hoan mengajak kawan2nya meninggalkan Beng-See San untuk kembali keperkemahan.... Hari sudah mulai gelap tapi Yalut Sang dan Pato tak memperhatikannya, mereka asyik mendengarkan cerita yang hebat itu. Im Hian Hong Kie-su pun melanjutkan kisahnya. Setelah Wanyen Hong siuman kembali dari pingsannya, ia menangis ter-sedu2. la bersumpah akan mencari jahanam yang bertopeng itu, yang telah menyamar sebagai Tio Hoan. la. telah membacok kutung telunjuk jari tangan jahanam itu. Maka kelak tak susah untuk mencari Iblis itu! Pada hari itu juga, dengan diam2 Wanyen Hong meninggalkan goa Cian Hut Tong dan pergi kearah utara. Beberapa hari kemudian, tibalah ia diperbatasan kota Giok-bun-koan. Disana ia menginap disebuah tempat penginapan dan pada malam harinya ia mengenakan pakaian hitam dan tutup muka. Adapun maksudnya ialah untuk mencegat setiap orang yang lewat disana dan memeriksa apakah ada yang telunjuknya hilang. Akhir2-nya sampai ditengah hari bolongpun ia mencari musuh jahanamnya, begitu hebat kebenciannya. Namun dibalik kekejaman wajahnya, diterang cahaya mata tersembunyi .... yang menggambarkan kelesuan dan kelelahan yang dalam dan mencekam. Banyak orang biasa yang menjadi korban, dibunuh daiam kebencian yang memuncak terhadap setiap laki2. Banyak pula diantaranya pendekar2 yang memberikan perlawanan dan mati terbunuh ditangan Wanyen Hong, yang seolah-olah menjadi gila. ---oo0dw0oo--- Demikian setengah tahun telah lewat, namun Wanyen Hong belum berhasil juga menemukan musuhnya. Dan sementara itu, ia merasakan perubahan pada tubuhnya ... ia telah hamil! Perasaan gusar, benci dan cemas menyerang jiwanya, terpaksa kini ia menyingkir dahulu ketempat sepi, digurun pasir. Dicarilah sebuah lembah yang penuh pohon untuk menyembunyikan diri, untuk... menantikan kelahiran sang bayi. Sungguh Kismet (Nasib) sedang mencoba diri Wanyen Hong. Obat pengawet muda yang ditelannya sekaligus satu botol, kini mulai memperlihatkan khasiatnya. Obat yang dibuat oleh Kat Hong, yang terdiri dari ramuan2 ajaib dipogunungan Lohu-san, memperpanjang juga waktu tidur dan waktu melek! BegituIah sekali orang tidur akan memakan waktu satu bulan lamanya, terus menerus tak bisa bangun. Sebaliknya begitu orang bangun dan mulai melek, ia takkan dapat tidur pula selama satu bulan lamanya! Pembaca biasa tidur diwaktu malam dan melek diwaktu siang, bukan? Tapi orang yang minum obat pengawet muda dari Kat Hong itu, boleh tidur siang malam terus menerus selama satu bulan lamanya dan melek siang malam satu, bulan lamanya pula! Sebab itulah, karena satu bulan sama dengan satu hari dan satu bulan sama dengan satu malam, maka daya ketuaan tidak menyerang tubuh sang puteri. Dan puteri itu akan tetap muda-belia, tetap ... cantik-jelita. Wanyen Hong belum mengetahui khasiat obat tersebut dan apa yang telah menimpah dirinya. Ketika ia pertama kali tidur dirimba Ang Liu Wi ditengah-tengah gurun pasir, tidurlah ia selama satu bulan! Tapi sangat kebetulan sekali, tidak jauh dari rimba Ang Liu Wi ada seorang bernama Hay An Peng. la gemar sekali menangkap unggas yang aneh untuk dipeliharanya. Setiap hari ia berburu dirimba Ang Liu Wi. Ketika itu Hay An Peng sedang berjalan seraya bersiul-siul. Tiba2 tampak olehnya Wanyen Hong yang sedang tidur itu. "Dasar malas perempuan ini, kalau aku suaminya, kuceraikan dia!" Comelnya seorang diri. Dikiranya mula2 wanita itu adalah isteri orang dari desa dekat yang datang kerimba untuk mencari kayu bakar, tapi malahan tidur. Maka iapun tak mau mengusiknya. Tetapi keesokan harinya tatkala ia datang pula ketempat itu, dilihatnya wanita itu masih tertidur juga Demikian beruntun beberapa hari, Hay An Peng merasa heran sekali. Dihampirinya wanita itu untuk melihat lebih jelas. Ia menjadi terkejut, tatkala yang dilihatnya itu adalah .., puteri raja dari negara Kim, Wanyen Hong! Adapun Hay An Peng adalah bangsa Kim juga. Dulu ia menjadi tukang kebun di istana negeri Kim, maka segera dikenalinya puteri Wanyen Hong. la masih ingat, tatkala menjadi tukang kebun, puteri itu masih kecil dan baru belajar ilmu silat kegunung Tiang Pek San. Tak lama kemudian tentera Monggolia menyerang negeri Kim. Karena mengalami kekalahan, raja Kim memindahkan kota kerajaannya dari Yan Keng, (sekarang Peking), ke Pian King. Sedangkan ia sendiri ditawan perang, untuk dibawa pergi Monggolia. Tatkala lewat diperbatasan Giok-bun-koan, ia berhasil meloloskan diri. Hay An Peng yang menjadi tawar hatinya akan keramaian dunia, maka iapun memasuki daerah gurun pasir untuk mencari sebidang tanah padang rumput. Bersama kawan2 lainnya yang dapat meloloskan diri, ia membangun sebuah desa. Melihat Wanyen Hong yang tidur terlentang deng perutnya yang sudah besar, Hay An Peng gemetar kepucatan. Tentu ada sebab-musababnya yang belum diketahui pikirnya dalam hati. Terharu diangkatnya sang puteri kepunggung kudanya, dan diletakkannya dengan hati2 sekali. Setelah itu dibawanya sang puteri pulang kerumahnya. Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ketika itu isterinya baru melahirkan seorang anak perempuan yang romannya jelek sekali. Anaknya itu diberi nama Tai-tai. Bersama isterinya, Hay An Feng menunggu siumannya Wanyen Hong dengan penuh rasa kuatir. Dua hari lewat. Dua minggu! Wanyen Hong tak berhenti tidur sampai genap satu bulan lamanya. Melihat orang mulai mendusin, Hay Ay Peng girang sekali, lalu menghampiri untuk memberikan hormat. Ditanyakannya sampai bagaimana sang puteri dapat tidur dalam rumah dan mengapa sampai sekian lamanya tidak bangun. Mendengar pertanyaan orang2 itu. Wanyen Hong menangis tersedu-sedu. Dengan ter-putus2 diceritakannya pengalaman pahitnya, bagaimana ia terjatuh kedalam jurang kehinaan yang telah dilakukan oleh seorang yang tidak dikenalnya. Juga diceritakannya tentang obat pengawet muda yang telah ditelannya, yang menyebabkan ia tidur pulas sebulan lamanya. Wanyen Hong mehon pertolongan kepada Hay An Peng agar ia diberi tempat tinggal sampai bayinya dilahirkan. Setelah itu barulah ia berniat untuk mencari lagi musuhnya yarg telah menyamar sebagai Tio Hoan. "Bahwa aku yang rendah dapat kesempatan untuk menolong Kongcu, sudah terhitung suatu haI yang luar biasa dan adalah merupakan suatu kurnia yang datang dari Thian. Jika ada sesuatu yang diinginkan Kongcu, walaupun harus menerjunkan diri kedalam Iautan api, aku Hay An Peng takkan menolaknya" Wanyen Hong merasa legah. "Bayi yang berada dalam kandunganku, adalah darah daging musuhku, kelak apabila ia dilahirkan dan tak perduli laki2 atau perempuan, aku harap kau merawatnya sampai menjadi dewasa. Sementara itu aku akan mengajarinya ilmu silat untuk kelak dapat membunuh ayah jahanamnya dengan tangan sendiri!" Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gila Dari Shantung Karya Kho Ping Hoo