Kesatria Baju Putih 16
Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 16
Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung "Adik In, aku... aku tidak berbuat...." "Kakak Hiong, engkau... engkau kejam Engkau... engkau menipu dan mempermainkan diriku Engkau begitu tega..." Yap In Nio terisak-isak. "Adik In" Tio Cie Hiong menghela nafas. "Kakak Hiong" Yap In Nio mendekatinya. "Benarkah engkau tidak mau bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?" "Adik In" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak berbuat, bagaimana mungkin aku bertanggung jawab?" "Kakak Hiong" Sepasang mata Yap In Nio berapi-api dan wajahnya tampak kehijau-hijauan. "Jadi engkau tidak mau bertanggung jawab?" "Adik In..." Tio Cie Hiong menghela nafas. " Kakak Hiong" Yap In Nio menatapnya dingin. " Engkau sudah lupa akan sumpahmu itu?" "Sumpah apa?" "Kakak Hiong..." Mendadak Yap In Nio tersenyum dan mendekatinya lagi. "Akan kubisikkan" "Adik In" Tio Cie Hiong bangkit berdiri "Engkau mau membisikkan apa?" "Kakak Hiong..." Sahut Yap In Nio dengan suara rendah dan lembut. "Ketika pertama kali aku melihatmu, aku... aku sudah merasa suka padamu." "Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum. "Akupun begitu, bahkan menganggapmu sebagai adik sendiri" "Pada waktu itu, engkau begitu baik, memberi nasihat dan mengajarku ilmu pedang..." Lanjut Yap In Nio dengan mata mulai basah. "Akan tetapi, kini...." "Kini aku tetap baik terhadapmu," Ujar Tio Cie Hiong lembut. "Benar. engkau masih tetap baik terhadapku, namun... kenapa engkau tidak mau bertanggung jawab? sebaliknya malah bilang malam itu bukan engkau yang datang di kamar penginapanku? " "Adik In, malam itu yang datang di kamarmu memang bukan aku." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Engkau..." "Kakak Hiong" Yap In Nio tersenyum. "Engkau tidak mau bertanggung jawab tidak apa-apa, mungkin itu sudah nasibku. Kakak Hiong...." Mendadak Yap In Nio mendekap di dada Tio cie Hiong sambil menangis terisak-isak. Tio Cie Hiong membalainya, sedangkan Lim Ceng Im cuma duduk diam dan menggeleng-gelengkan kepala, merasa iba pada gadis itu. Ketika Tio Cie Hiong membelai Yap In Nio, sekonyong-konyong tangan gadis itu bergerak. Casss sebilah belati telah menancap di perut Tio cie Hiong. Begitu cepat kejadian itu, sehingga Tio cie Hiong terbelalak, begitu pula Lim Ceng Im. Perut Tio Cie Hiong mulai mengucurkan darah, memerankan bajunya. "Ha ha ha" Yap In Nio tertawa dengan air mata berderai-derai. "Kakak Hiong, setelah engkau berbuat itu terhadap diriku, engkau pun bersumpah bahwa apabila engkau menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, maka engkau akan mati di tanganku Ha ha ha Aku telah menusuk perutmu Aku telah menusuk perutmu..." Yap In Nio terus tertawa seperti orang gila, kemudian mendadak berlari pergi meninggalkan kamar itu. " Kakak Hiong..." ^erit Lim Ceng Im setelah hilang kagetnya. Tio Cie Hiong diam saja. Ternyata ia sedang mengerahkan Ku Pan Yok Hian Thian sin Kang-nya, agar darahnya tidak terus mengucur. " Kakak Hiong..." Wajah Lim Ceng Im pucat pias. "Adik Im, ambilkan sehelai kain" Ujar Tio Cie Hiong. Lim Ceng Im segera mengambil sehelai kain untuk Tio Cie Hiong, sedangkan pemuda itu merogoh ke dalam bajunya untuk mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi obat bubuk. setelah itu, ia mencabut belati yang menancap diparutnya, lalu menaburkan obat bubuk itu pada lukanya. "Kakak Hiong..." Lim Ceng Im memandangnya dengan air mata bercucuran. "Adik Im, jangan menangis" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membalut lukanya. "Aku tidak apa-apa." "Gadis itu... sungguh kejam" "Dia tidak kejam..." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Kasihan dia...." "Dia telah melukaimu, tapi... kenapa engkau masih merasa iba padanya?" Tanya Lim Ceng Im terisak-isak. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-geleng-kan kepala. "Engkau harus memaafkannya, sebab sesungguhnya dia lebih menderita daripada diriku yang mengalami luka ringan ini" "Lukamu cukap parah tapi engkau malah bilang luka ringan?" Lim Ceng Im memandangnya. "Adik Im, dia masih tidak tega..." Tio Cie Hiong memberitahukan. "seandainya dia tadi tidak memiringkan sedikit belati itu, tentunya usus di dalam perutku telah putus..." "Kakak Hiong..." Lim Ceng Im menggenggam tangannya erat-erat. "Engkau... engkau merasa sakit?" "Lukaku telah diobati, jadi tidak begitu sakit lagi." Tio cie Hiong tersenyum. "Adik Im, engkau tidak usah cemas" "Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" Terdengar suara seruan Lim Peng Hang, ketua Kay Pay. Ternyata ia dan lainnya berhambur ke kamar itu. "Ayah..." Lim Ceng Im memberitahukan dengan air mata berlinang-linang. "Perut kakak Hiong terluka..." "Siapa yang melukainya?" Tanya Lim Peng Hang. "Yap In Nio" Sahut Lim Ceng Im. "Akan ayah kejar gadis itu" Ujar Lim Peng Hang. "Paman" Cegah Tio Cie Hiong. "Biar dia pergi, tidak usah dikejar" "Ceng Im" Sam Gan sin Kay menatapnya. "Engkau juga berada di dalam kamar ini, kenapa tidak bisa menghalanginya?" "Kakek..." Lim Ceng Im menutur kejadian itu dan menambahkan. " Kakak Hiong masih membelainya dengan penuh kasih sayang, gadis itu... gadis itu malah menusuknya dengan belati." "cie Hiong" Tanya Kim siauw suseng. "Bagaimana lukamu?" "Tidak apa-apa," Jawab Tio Cie Hiong. "Telah kuobati." "syukurlah engkau tidak apa-apa" Ucap Tok Pie sin wan sambil menarik nafas lega. "Ceng Im" Ujar Lim Peng Hang. "Papah-lah Cie Hiong ke kamarnya untuk beristirahat" "Ya, Ayah." Lim Ceng Im mengangguk. lalu memapah Tio Cie Hiong ke kamar, kemudian membaringkannya ke tempat tidur. Tiba-tiba Lirn Peng Hang menariknya ke hadapan sam Gan sin Kay, sudah barang tentu membuat Lim Ceng Im tercengang. "Ayah..." "Ceng Im" Ujar Lim Peng Hang dengan suara rendah. "Kini sudah saatnya engkau memberitahukan kepada Cie Hiong tentang dirimu. Dan juga... engkau harus baik-baik mengurusinya " " Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Engkau pun harus menyuapinya makan dan minum," Tambah sam Gan sin Kay. "sebab dia masih tidak boleh bergerak" "Ya." Lim Ceng Im mengangguk. " Kakek pengemis, Paman" Ujar Tio Cie Hiong. "Jangan mempersalahkan adik Im, sebab dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu" "Cie Hiong" Sahut Lim Peng Hang. "Engkau harus beristirahat, jangan bergerak dulu" "Paman" Tio Cie Hiong tersenyum. "Dalam waktu dua tiga hari, aku pasti sembuh." "Cie Hiong, engkau harus beristirahat" Ujar Lim Peng Hang. "Paman..." Tanya Tio Cie Hiong. "Im Ceng sudah pulang?" "Dia sudah pulang," Sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "sebentar lagi dia akan ke mari menjengukmu." "oh?" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri-seri. Tio Cie Hiong berbaring di tempat tidur. Mendadak pintu kamar terbuka, maka segeralah ia menoleh ke pintu kamar itu. Tampak seorang gadis cantik jelita berdiri di situ, yang tidak lain Im Ceng. "Adik Ceng" Seru Tio Cie Hiong dengan suara bergemetar saking girangnya. "Kakak Hiong" Sahut gadis itu sambil mendekati Tio Cie Hiong yang berbaring di tempat tidur. "Adik Ceng..." Tio cie Hiong menatapnya lembut, ketika ia mau bangun, gadis itu mencegahnya. "Kakak Hiong, jangan bangun berbaring saja" Gadis itu terus memandangnya dengan penuh cinta kasih, lalu duduk di pinggir ranjang. "Adik Ceng..." Ujar Tio cie Hiong setengah berbisik. "Aku... aku rindu sekali padamu." "Aku tahu." Gadis itu manggut-manggut. "Adikmu yang memberitahukan?" Tanya Tio Cie Hiong. Gadis itu tidak menyahut, melainkan cuma tersenyum lembut. "Kakak Hiong, kenapa engkau menolak perjodohan itu?" Tanyanya. "Perjodohan apa?" Tio Cie Hiong bingung. "Apakah engkau sudah lupa?" Gadis itu tersenyum. "Bukankah Toan Hong Ya ingin menjodohkan putrinya denganmu? " "oh, itu" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Toan Hong Ya memang ingin menjodohkan Tayli Kongcu denganku, namun aku menolak karena cintaku hanya untukmu." "Kakak Hiong..." Gadis itu menggenggam tangannya. "Aku tahu, engkau sangat setia kepadaku." "Adik Ceng" Tio Cie Hiong memandangnya. "Aku harap. mulai sekarang engkau jangan meninggalkan aku lagi" "Ng" Gadis itu mengangguk. "Terimakasih, adik Ceng" Ucap Tio Cie Hiong gembira. " Oh ya, di mana adik Im?" Gadis itu tidak menyahut, cuma tersenyum-senyum. "Adik ceng" Tio cie Hiong heran. " Kenapa engkau diam saja? Apakah adik Im tidak berada di sini?" " Kakak Hiong, dia berada di sini." Gadis itu menundukkan kepala. " Kakak Hiong, engkau harus tahu, bahwa selama ini aku... aku tidak pernah meninggalkanmu." "Oh?" Tio Cie Hiong menatapnya bingung. "Kakak Hiong..." Wajah gadis itu tampak kemerah-merahan. "sejak pertama kali kita bertemu, aku... aku sudah jatuh cinta kepadamu." "oh?" Tio Cie Hiong girang bukan main. "Di rumah hartawan itu kan?" "Bukan." Gadis itu menggelengkan kepala. "Kok bukan?" Tio Cie Hiong menatapnya tidak mengerti. "Pertama kali kita bertemu..." Ujar gadis itu memberitahukan dengan sikap malu-malu. "Beberapa tahun lalu, ketika engkau mandi di sungai...." "Itu adikmu," Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Pada waktu itu aku telanjang bulat, karena mau mandi di sungai. Kebetulan adikmu muncul. sejak itu la h kami pun jadi teman. Bertemu kedua kalinya, aku pun telanjang bulat mandi di sungai." "Kakak Hiong..." Wajah gadis itu memerah. "Kini aku ingin memberitahukan kepadamu" "Engkau ingin memberitahukan apa kepadaku?" Tanya Tio Cie Hiong heran. "Sebetulnya... aku Ceng Im." Gadis itu memberitahukan dengan suara rendah. "Adik Ceng" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kok hari ini engkau bergurau denganku?" "Kakak Hiong, engkau sangat lugu sehingga tidak mencurigai diriku." Gadis itu menghela nafas. "Ceng Im... Im Ceng adalah satu orang, hanya saja Ceng Im menyamar sebagai anak lelaki, sedangkan Im Ceng berpakaian wanita...." "Adik Ceng, be... benarkah begitu?" Tio cie Hiong terbelalak. "Benar." Gadis itu mengangguk. "Aku tidak membohongimu." "Engkau..." Tio cie Hiong teringat kembali akan gerak-gerik Lim Ceng Im selama bersamanya kemudian mendadak ia tertawa terbahak-bahak. "Memang benar, engkau adalah adik Im Kenapa aku begitu goblok...?" "Kakak Hiong, maafkan aku ya" Ucap Lim Ceng Im dengan kepala tertunduk. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat. "Engkau kok begitu nakal mempermainkan aku? Pantas kakek dan ayahmu mengatakan engkau keterlaluan, ternyata karena ini" " Kakak Hiong, aku terus menyamar sebagai anak lelaki, karena aku ingin tahu bagaimana isi hatimu.-" "Aku tahu. Aku tahu..." Tio cie Hiong tertawa gembira. "ohya" Lim Ceng Im memandangnya sambil tersenyum. "selanjutnya aku harus berdandan begini atau... tetap menyamar sebagai anak lelaki?" "Itu..." Tio Cie Hiong berpikir sejenak. "Menurutku lebih baik engkau tetap menyamar sebagai pengemis dekil saja." "Aku sih setuju, tapi...." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kenapa?" " Kakak Hiong" Lim Ceng Im memberitahukan dengan sungguh-sungguh. " Kalau aku tetap menyamar sebagai pengemis dekil, tentu akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi." "Maksudmu?" "Aku menyamar sebagai pengemis dekil bersamamu, apabila bertemu para anak gadis, mereka pasti jatuh hati kepadamu. seandainya aku berdandan seperti ini, tentu para anak gadis akan mundur teratur, jadi tidak akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi. Ya, kan?" "Benar." Tio Cie Hiong tertawa, lalu mendadak memeluk Lim Ceng Im erat-erat. " Kakak Hiong..." Lim Ceng Im pun mendekap ke dadanya. Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta kasih. Bab 31 Markas cabang Kay Pang mulai diserang Yap In Nio berlari ke mana? Ternyata menuju rumah penginapan. la terus berlari sambil bergumam. "Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aaakh.... Kakak Hiong" Air mata gadis itu terus berderai-derai dan wajahnya masih tampak pucat pias. la merasa sakit hati sekali karena Tio Cie Hiong tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah menusuk Tio Cie Hiong, timbul pula rasa menyesal di dalam hatinya. "Kakak Hiong, aku cinta kepadamu Tapi... aaakh Aku telah menusuknya Kakak Hiong...." Yap In Nio sudah sampai di rumah penginapan. Pelayan tua menyambutnya dengan kening berkerut-kerut, namun menatapnya dengan lembut. (Bersambung ke Bagian 20) Jilid 20 "Nona...." "Paman tua...." Tatapan pelayan tua itu membuat hati Yap In Nio makin sedih, dan langsung mendekap ke dadanya. "Nak" Pelayan tua membelainya. "Apa yang telah terjadi, janganlah diingat tagi Anggaplah sebagai mimpi buruk saja" "Paman tua...." Yap In Nio terus menangis. "Mari kuantar kau ke kamar" Ujar pelayan tua lalu mengantar gadis itu ke kamar tempat ia berhubungan intim dengan Tio cie IHiong. "Duduklah Nona" Yap In Nio duduk sambil menangis terisak-isak. Pelayan tua juga duduk dan menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Paman tua, hidupku telah hancur." Yap In Nio memberitahukan. "Nak" Pelayan tua tersenyum lembut. "Tuturkanlah apa yang telah ter jadi atas dirimu" "Aku...." Yap In Nio menutur tentang Kejadian itu dan menambahkan. "Kutusuk dia dengan belati...." "Nak" Pelayan tua menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau telah salah menusuk orang." "Paman tua...." Yap In Nio tertegun. "Nak" Pelayan tua memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lagi. "Tahukah engkau siapa pemuda yang membawamu ke mari?" "Aku sudah iupa namanya, kami berkenalan di kedai." Yap In Nio memberitahukan. "Memang-nya kenapa?" "Dia bernama Ku Tek Cun." Pelayan tua menghela nafas. "Dia pemuda berhati jahat dan licik." "Tapi dia sangat baik terhadapku, dialah yang menyuruh Kakak Hiong ke mari," Ujar Yap In Nio. "Engkau datang bersama dia, kemudian dia pergi. Ya, kan?" Pelayan tua menatapnya dalamdalam. "Ya." Yap In Nio mengangguk. "Dia bilang mau pergi mencari Kakak Hiong, maka dia menyuruhku menunggu di dalam kamar. Malam harinya... muncul Kakak Hiong ke mari dan...." " Kalian berhubungan intim?" Pelayan tua mengerutkan kening. "Ya." Yap In Nio menundukkan kepala. "Aku telah melihat pemuda itu datang di malam hari, lalu mengetuk pintu kamar ini. "Dia Kakak Hiong." Yap In Nio memberitahukan. "Dia bukan Kakak Hiong yang engkau cintai itu, melainkan Ku Tek Cun," Ujar pelayan tua sambil menghela nafas. "Paman tua salah lihat, pemuda itu adalah Kakak Hiong." "Nak" Pelayan tua tersenyum getir. "Engkau telah terkena ilmu sesatnya, sehingga penglihatanmu terpengaruh." "Bagaimana mungkin?" Yap In Nio mengerutkan kening. "Nak, usiaku sudah enam puluh lebih, tak mungkin aku akan membohongimu. Pemuda itu telah menggunakan ilmu sesat untuk mempengaruhi penglihatanmu." Pelayan tua memberitahukan lagi. "Paman tua, aku tidak percaya." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Itu memang benar." Pelayan tua manggut-manggut. "Nak. aku mengerti sedikit mengenai ilmu sesat." "oh?" Yap In Nio menatapnya heran. "Begini saja" Ujar pelayan tua dan melanjutkan. "Malam itu engkau duduk di mana?" "Duduk di pinggir ranjang." "Kalau begitu, duduklah kau di pinggir ranjang" "Paman tua...." "Menurutlah, nanti engkau akan mengetahuinya" Wajah pelayan tua tampak serius. Yap In Nio menurut, lalu duduk di pinggir ranjang. Pelayan itu menatapnya tajam, lama sekali barulah membuka mulut. "Ketika engkau mendengar suara ketukan, engkau menyahut apa?" "Aku bertanya siapa?" "sahutan di luar?" "Menyahut.... Tio cie Hiong" "Di saat engkau mendengar suara sahutan itu, engkau pasti membayangkan Tio Cie Hiong, kan?" "Ya." Yap In Nio mengangguk dan memberitahukan. "Aku segera membuka pintu kamar, memang Kakak Hiong berdiri di situ." "Ketika dia menyahut dengan nama itu, engkau pun langsung membayangkan Kakak Hiong mu, otomatis engkau telah terkena ilmu sesatnya." Pelayan tua menjelaskan. "Maka ketika engkau membuka pintu kamar ini, yang engkau lihat adalah Kakak Hiong yang engkau cintai." "Oh?" Yap In Nio terbelalak. "Nah, sekarang begini" Pelayan tua memberi petunjuk. "Pejamkan matamu, kemudian bayangkan kembali Kejadian malam itu, mulai dari suara ketukan pintu" "Ya." Yap In Nio mengangguk lalu memejamkan matanya, sekaligus membayangkan Kejadian malam itu. Gadis itu seakan mendengar suara ketukan pintu. la pun merasa bertanya dan kemudian membuka pintu kamar. la melihat Tio Cie Hiong berdiri di situ sambil tersenyum-senyum. "Kakak Hiong..." Panggilnya tanpa sadar. setelah itu, ia pun melihat Tio Cie Hiong melangkah ke dalam kamar. Di saat itulah ia mendengar suara pelayan tua. "Perhatikan wajahnya" Yap In Nio segera memperhatikan wajah Tio Cie Hiong yang ada di dalam bayangannya. Mendadak ia melihat wajah itu berubah menjadi wajah Ku Tek Cun, lalu berubah menjadi wajah Tio Cie Hiong lagi. "Haah?" Serunya kaget. "Perhatikan ucapan dan gerak-geriknya" Suara pelayan tua. "Apakah terdapat keganjilan?" Yap In Nio menurut, berselang beberapa saat kemudian, wajahnya tampak berubah pucat. "Cukup sekarang engkau boleh membuka mata," Ujar pelayan tua. "Paman tua" Panggil Yap in Nio setelah membuka matanya. "Kini engkau sudah tahukan?" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pelayan tua menatapnya sambil menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepala. "Apakah terdapat keganjilan?" "Ya." Yap In Nio mengangguk. "Pertama kali aku bertemu kakak Hiong, dia memanggilku Adik In. Kami bertemu di markas pusat Kay Pang, dia pun memanggilku Adik In. Tapi Kakak Hiong yang itu...." "Dia memanggilmu apa?" "Dia hanya memanggil namaku saja." "Nah, itu pun sudah berbeda." "Dan juga..." Wajah Yap In Nio makin pucat. "Kakak Hiong selalu mengenakan pakaian putih, tetapi Kakak Hiong yang memasuki kamar ini mengenakan pakaian biru." "Terdapat perbedaan lagi." Ujar pelayan tua sambil menghela nafas. "Kakak Hiong Kakak Hiong" Jerit Yap in Nio mendadak. "Aku... aku telah menusuknya Aku telah menusuknya Ku Tek Cun Aku bersumpah akan mencincangmu Ku Tek Cun.ini.." "Nak" Pelayan tua menatapnya iba. "Malam itu aku ingin menolongmu, tapi... pemuda itu berkepandaian tinggi, aku pasti dibunuhnya. Lagi-pula ilmu sesatnya sudah tinggi, aku tak kuat melawannya, sedangkan aku masih punya empat cucu yang yatim piatu. Kalau aku mati, bagaimana dengan mereka? Karena itu, aku tidak berani menolongmu...." Apa yang diucapkan pelayan tua, Yap In Nio sama sekali tidak mendengarnya karena ia terus bergumam. "Kakak Hiong, maafkan aku Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu" Mendadak Yap In Nio berlari ke luar. "Nona" Pelayan tua ingin mencegahnya, tapi terlambat dan sayup,sayup ia mendengar suara tawa Yap In Nio terkekeh-kekeh. sementara Yap In Nio terus berlari tiada arah tujuan, bahkan terus tertawa terkekeh-kekeh lalu menangis meraung-raung, akhirnya ia memasuki sebuah lembah yang banyak batu curam. Pelayan tua rumah penginapan tak henti-hentinya menghela nafas, lalu meninggalkan kamar itu dengan kepala tertunduk. sehingga nyaris menubruk seseorang yang di hadapannya. "Maaf" Ucapnya sambil mendongakkan kepala, dan seketika itu juga ia terbelalak. "Lim Pangcu...." Ternyata orang itu Lim Peng Hang, ketua Partai Pengemis, yang datang di rumah penginapan tersebut untuk menyelidiki Kejadian Yap In Nio dan siapa yang menyamar sebagai Tio cie Hiong. "Lo sam" Lim Peng Hang menatapnya. "Beberapa hari yang lalu, apakah ada seorang gadis menginap di sini? " "Ada." Pelayan tua yang dipanggil Lo sam itu mengangguk. "siapa yang membawanya ke mari?" Tanya Lim Peng Hang lagi. "Seorang pemuda." "Engkau kenal pemuda itu?" "Dia Ku Tek Cun" "Ku Tek Cun?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Lo sam, tentunya engkau tahu jelas mengenai Kejadian itu, bukan?" "Ya." Lo sam mengangguk. "Tuturkanlah bagaimana Kejadian itu" Ujar Lim Peng Hang bernada mendesaknya. "Lim Pangcu...." Lo sam menghela nafas, lalu menutur tentang Kejadian itu sambil menggelenggelengkan kepala. "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "sekarang berada di mana gadis itu?" "Dia terus lari." Lo sam memberitahukan dan menggeleng-gelengkan kepala. "Kelihatannya dia sudah tidak waras." "Lo sam, terima kasih atas keteranganmu Sampai jumpa" Ucap Lim Peng Hang lalu meninggalkan rumah penginapan itu. sesampainya di markas pusat, Lim Peng Hang langsung ke kamar Tio Cie Hiong. Dilihatnya putrinya sedang duduk di pinggir ranjang. "Ayah" Panggil Lim Ceng im. "Sudah berhasilkah Ayah menyelidiki itu?" "Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas. "Ternyata biang keroknya adalah Ku Tek Cun" "Apa?" Tio Cie Hiong terbelalak. "Ku Tek Cun?" "Engkau kenal dia?" Tanya Lim Peng Hang. "Kenal." Tio Cie Hiong mengangguk. "Dia putra almarhum Hong Lui Kiam Khek." "cie Hiong" Lim Peng Hang menatapnya. " Engkau mempunyai dendam dengannya?" "sama sekali tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Ku Tek Cun...." Mendadak Lim Ceng im berseru. "Aku ingat...." "Ceng Im, engkau ingat apa?" Tanya Lim Peng Hang sambil memandang putrinya dengan heran. "Ayah, aku dan Kakak Hiong pernah bertemu dia." Lim Ceng im memberitahukan sambil mengerutkan kening. "Pada waktu itu, aku sudah berpesan kepada Kakak Hiong harus berhati-hati padanya." " Kenapa engkau berpesan begitu?" Lim Peng Hang makin heran. "sebab gerak-geriknya sungguh mencurigakan, kelihatannya dia ingin menyerang Kakak Hiong secara mendadak, tetapi karena aku terus mengawasinya, maka dia tidak berani turun tangan." "cie Hiong, kenapa dia begitu mendendam kepadamu?" Tanya Lim Peng Hang dan tidak habis pikir. "Paman, aku sendiri juga tidak tahu." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Ayah" Lim Ceng Im memberitahukan. " Kakak Hiong pernah tinggal di Hong Li Po, Phang Ling Hiang sangat baik terhadap Kakak Hiong, mungkin karena itu." "Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "sebab Hong Li Po telah musnah, dan Phang Ling Hiang yang dicintainya juga telah mati, bagaimana mungkin dia mendendamku karena itu?" " Heran? sungguh mengherankan" Gumam Lim Peng Hang. "Kasihan Adik In...." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Ku Tek Cun menodainya agar dia membunuhku. oh ya, Paman Adik In berada di mana sekarang?" "Entahlah" Lim Peng Hang menggelengkan kepala. "Cie Hiong, bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?" "Paman" Tio cie Hiong mengangguk. "sebetulnya lukaku tidak begitu parah, jadi tidak usah merepotkan Adik Im." "Cie Hiong" Lim Peng Hang tersenyum. "Seharusnya engkau pura-pura luka parah" " Kenapa?" Tio Cie Hiong bingung. "Agar... Ceng Im terus menemanimu," Sahut Lim Peng Hang sambil tertawa lalu meninggalkan kamar itu "Ayah" Lim Ceng im menundukkan wajahnya dalam-dalam. sedangkan Tio Cie Hiong terus tertawa sambil menatapnya. Kemudian Lim Ceng im menegurnya. " Kenapa engkau terus tertawa?" "Adik Im, apa yang ayahmu katakan memang benar," Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku harus berpura-pura terluka parah, agar engkau terus menerus menyuapi aku makan." "Ciss" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Wajah Lim Ceng im memerah. "Dasar tak tahu malu" "Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Engkau sungguh baik terhadapku" "Kakak Hiong, karena engkau sangat mencintaiku, maka aku pun harus mencintaimu dan baik terhadapmu...." "juga harus menyuapi aku makan dan minum," Sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa-tawa. "ciss Dasar...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada Tio cie Hiong. "Ha ha ha" Bu Lim sam Mo terus tertawa gelak setelah mendengar apa yang diceritakan Ku Tek Cun. Kemudian Tang Hai Lo Mo manggut-manggut seraya berkata. " Ku Tek Cun, tidak percuma engkau menjadi murid kami. Engkau memang cerdik dan banyak akal. Gadis itu pasti terus berusaha membunuh Tio Cie Hiong." "sayang" Thian Mo menggeleng-gelengkan kemala. "Tusukan belati itu tidak menghabiskan nyawa Tio Cie Hiong." "Tapi Tio Cie Hiong telah terluka. Itu cukup memuaskan kita," Ujar Te Mo sambil tertawa. "Kauwcu" Ujar Dhalai Lhama jubah merah. " Kapan kita akan menyerang markas pusat Kay Pang?" " Kalian berempat sudah pulih?" Tanya Tang Hai Lo Mo. "Sudah, Kauwcu." Sahut Dhalai Lhama jubah merah. "Ngmmm" Tang Hai Lo Mo manggut-mang-gut. " Kalau begitu...." "Guru" Sela Ku Tek Cun. "Percuma kita menyerang ke sana." "Lho?" Tang Hai Lo Mo heran. " Kenapa percuma? Apakah engkau mempunyai rencana yang bagus?" "Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk. " Kalau kita menyerang ke sana, tentu para anggota kita juga akan berkorban. Maka alangkah baiknya biar mereka yang menyerang ke mari, karena di dalam istana ini telah dipasang berbagai macamjebakan. Kalau mereka menyerang ke mari, pasti akan mati semua, kita tidak perlu capekcapek menyerang ke sana" "Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Tapi... bagaimana mungkin mereka akan menyerang ke mari?" " Hancurkan markas cabang Kay Pang, maka mereka pasti menyerang ke man" Sahut Ku Tek Cun. "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gembira. "Benar. Kalau kita telah menghancurkan markas cabang mereka, tentu Bu Lim Ji Khie dan lainnya akan menyerang ke mari, dan mereka pasti akan mati semua di dalam jebakan." "siauw Kauwcu (Ketua Muda) memang cerdik." Puji Empat Dhalai Lhama. " Kalau begitu, tugas menghancurkan markas cabang Kay Pang serahkan saja kepada kami" "Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Kalian berempat bawa seratus orang pergi menyerang markas cabang Kay Pang setelah markas cabang itu musnah, sam Gan sin Kay pasti mencakmencak. Ha ha ha" "Kauwcu, kami berangkat" Ujar Dhalai Lhama jubah merah sambil menjura, lalu pergi. "Tek Cun" Thian Mo menatapnya. "Engkau masih harus belajar ilmu sesat pada Im Yang Hoatsu, dan juga harus terus berlatih Pak Kek sin Kang." "Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk. kemudian menuju ke kamar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum-senyum. Begitu memasuki kamar itu, ia terbelalak karena melihat Im Yang Hoatsu berdandan bagaikan gadis berusia dua puluhan, mengenakan pakaian tipis dan berbaring di tempat tidur. "Jantung hatiku, ke marilah" Ujar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum manis. "Oh, buah hatiku" Sahut Ku Tek Cun dan mendekatinya dengan wajah berseri-seri. "Hari ini engkau tampak cantik sekali." "Oh, ya?" Suara Im Yang Hoatsu mengalun lembut. "Duduklah" Ku Tek Cun duduk dipinggir ranjang. im Yang Hoatsu bangun sekaligus membelai-belai bahunya. "Buah hatiku...." Ku Tek Cun memeluknya. "Aku tahu." Im Yang Hoatsu tersenyum. " Engkau ke mari menemuiku karena ingin menambah ilmu sesat lagi, kan?" "Ya." Ku Tek Cun mengangguk. "Tentunya engkau tidak akan pelit mengajarku bukan?" "Tentu." Im Yang Hoatsu menggerayang tubuh Ku Tek Cun. "Asal engkau mau bersenang-senang denganku, ilmu sesat apa pun pasti kuajarkan kepadamu." "Terimakasih" Ku Tek Cun juga mulai menggerayanginya, sehingga membuat Im Yang Hoatsu tertawa cekikikan. "Hi h i Auuuh" Nafas Im Yang Hoatsu mulai mendesah. "Jantung hatiku, kalau hari ini engkau bisa memuaskan aku, akan kuhadiahkan sesuatu kepadamu." "Hadiah apa?" Tanya Ku- Tek Cun sambil mengecup pipinya. "Sebuah kitab peninggalan guruku." Im Yang Hoatsu memberitahukan. "Kitab apa itu?" Tanya Ku Tek Cun tertarik. "Kitab Cih Hun Tay Hoat (Ilmu Pengendalian Pikiran)," Jawab im Yang Hoatsu menjelaskan. "Yaitu ilmu sesat yang sangat tinggi, kalau berhasil mempelajari ilmu tersebut, maka dapat mengendalikan pikiran orang lain, bahkan dapat membangkitkan mayat yang belum lewat tujuh hari." "Oh? Kalau begitu, engkau sudah berhasil mempelajari ilmu sesat itu?" Tanya Ku Tek Cun. "Aku tidak berhasil." Im Yang Hoatsu menggelengkan kepala. "Kenapa?" Ku Tek Cun heran. "Begitu aku mulai mempelajari ilmu itu, kepalaku menjadi pusing dan merasa seakan mau pecah, maka aku tidak berani mempelajarinya lagi. Tapi siapa tahu engkau berjodoh dengan ilmu sesat itu." Ujar Im Yang Hoatsu memberitahukan "Kalau engkau berhasil, orang yang berkepandaian tinggi bagaimanapun, masih dapat kau kendalikan pikirannya. Apa yang engkau perintahkan, orang itu pasti melakukannya." "oh?" Ku Tek Cun tampak girang sekali. "Lalu apa gunanya membangkitkan mayat?" " Engkau bisa perintah mayat untuk membunuh siapa pun, sebab mayat itu tidak akan mati." Im Yang Hoatsu menjelaskan. " Walau kepalanya hilang tersabet golok, tapi badan, tangan dan kakinya masih bisa berderak membunuh orang." " Hebat sekali ilmu sesat itu" Ku Tek Cun makin tertarik. "Benarkah engkau akan menghadiahkan kitab itu kepada ku?. "Benar. Asal hari ini engkau bersedia menemani aku bersenang-senang," Sahut Im Yang Hoatsu sungguh-sungguh. "Baik," Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ku Tek Cun manggut-manggut. " Kalau begitu, mari kita mulai bersenang-senang" Terdengarlah suara tawa cekikikan, yang disusul oleh suara desahan nafas. Im Yang Hoatsu memang merasa puas sekali hari ini. Karena itu, ia menepati janjiny a, yakni menghadiahkan kitab ilmu sesat itu kepada Ku Tek Cun. setelah menerima kitab tersebut, Ku Tek Cun mulai mempelajarinya. Akan tetapi, sesuai dengan apa yang dikatakan im Yang Hoatsu, begitu dia mulai mempelajari ilmu sesat itu, kepala langsung pusing dan merasa mau pecah pula. Ku Tek Cun penasaran dan mencoba lagi, namun tetap begitu sehingga membuatnya tidak berani mempelajarinya lagi. Kitab itu disimpannya dengan hati-hati sekali dan berharap suatu hari nanti ia akan berhasil mempelajarinya. Betapa gusarnya Lim Peng Hang, ketua Kay Pang begitu menerima laporan-laporan dari beberapa pemimpin markas cabang Kay pang, bahwa markas-markas cabang Kay Pang telah dihancurkan sam Mo Kauw. oleh karena itu, segeralah ia mengadakan perundingan dengan Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie sin Wan, Gouw Han Tiong dan Tio cie Hiong. "Hm" Dengus sam Gan sin Kay. " Kalau begitu, mari kita serbu markas mereka" "Aku setuju," Sahut Tok Pie sin Wan, begitu pula yang lain. Akan tetapi, Tio Cie Hiong diam saja dengan kening berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu. " Kakak Hiong" Bisik Lim Ceng im. " Engkau sedang memikirkan apa?" "Masalah ini," Sahut Tio Cie Hiong. "cie Hiong" Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya. "Bagaimana menurutmu, kalau kita menyerbu markas sam Mo Kauw?" "Paman"jawab Tio Cie Hiong serius. "Menurut pendapatku, lebih baik jangan." "Jangan?" Lim Peng Hang tertegun. "Apa alasanmu mengatakan demikian?" "Paman, seharusnya sam Mo Kauw menyerbu ke mari, tapi mereka malah menyerbu ke markas cabang. itu pertanda mereka mempunyai suatu rencana tertentu," Ujar Tio Cie Hiong menjelaskan. "Tujuan Bu Lim sam Mo justru menghendaki kita menyerbu ke markas mereka." "Cie Hiong" Sam Gan sin Kay menatapnya. "Kenapa engkau berpendapat begitu?" "Sebab kalau kita menyerbu ke sana, tentu kita semua akan mati sia-sia. inilah tujuan sam Mo Kauw, karena di markas pasti sudah dipasang berbagai jebakan," Jawab Tio Cie Hiong menjelaskan. "Mereka tidak mau menyerbu ke mari, lantaran tidak menghendaki para anggotanya menjadi korban di sini. oleh karena itu, kita pun harus diam." "Diam?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Aku ketua Kay Pang, apakah harus diam membiarkan beberapa markas cabang itu hancur begitu saja? Engkau harus tahu, hampir seratus pengemis telah dibantai sam Mo Kauw" "Paman, apakah pihak sam Mo Kauw tiada seorang pun yang mati?" Tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Ada." Lim Peng Hang mengangguk. "Kurang lebih tiga puluh orang." "Nah Pihak sam Mo Kauw juga ada yang mati, berarti penyerbuan mereka tidak menghasilkan kemenangan yang gemilang, sebab masih ada perlawanan dari markas cabang Kay Pang," Ujar Tio cie Hiong dan melanjutkan. "Tapi apabila kita menyerbu ke markas sam Mo Kauw, yang akan kita hadapi adalah jebakanjebakan maut, sehingga kita akan mati sia-sia" Di sana. Kita sudah tahu itu, kenapa masih mau ke sana mencari mati? Bukankah lebih baik kita menunggu dan melihat perkembangan selanjutnya?" "Apa yang dikatakan cie Hiong memang masuk akal." Kim siauw suseng manggut-manggut dan menambahkan. "Pihak sam Mo Kauw menggunakan rencana, kita harus menggunakan taktik" "Ngmm" Sam Gansin Kay juga manggut-manggut. "Lebih baik sisa anggota di markas cabang ditarik ke mari untuk memperkuat markas pusat ini." "Ayah" Ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening. "Bukankah kaum rimba persilatan akan mentertawakan kita sebagai pengecut?" "Peng Hang" Sam Gan sin Kay menatapnya tajam. "Kaum rimba persilatan mana yang berani mentertawakan kita? Engkau harus ingat, kini Kay Pang merupakan beriteng bagi rimba persilatan. Apabila Kay Pang roboh, rimba persilatan pasti dikuasai sam Mo Kauw." "Benar." Tui Hun Lojin mengangguk. "Maka kita semua harus membela mati-matian markas pusat ini." Mendadak berjalan ke dalam seorang pengemis peringkat kedua, yang kemudian memberi hormat dan melapor. " Lapor pada Tetua dan Pangcu, beberapa ketua partai ingin bertemu." "oh?" Lim Peng Hang tercengang. " Undang mereka masuk" "Ya, Pangcu." Pengemis itu segera pergi. Berselang beberapa saat, tampak beberapa orang berjalan ke dalam. Mereka adalah Hui Khong Taysu ketua partai siauw Lim, It Hian Tojin ketua partai Butong, Hui Liong sin Kiam ketua partai Hwa san dan wie Hian cinjin ketua partai Kun Lun. para ketua partai itu memberi hormat pada Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Lim Peng Hang. "Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian ke mari ingin makan gratis di sini ya?" "omitohud" Ucap Hui Khong Taysu. "Sin Kay, kami telah menerima berita bahwa markas cabang Kay Pang telah diserbu, mungkin tidak lama lagi pihak Sam Mo Kauw akan menyerbu ke mari. oleh karena itu kami ke mari untuk bergabung melawan Sam Mo Kauw." "Terimakasih" Ucap Lim Peng Hang. "Silakan duduk" Para ketua itu duduk. Hui Liong sin Kiam dan Wie Hian Cinjin terus memandang Tio Cie Hiong. Kedua ketua itu telah mendengar tentang kehebatan Pek Ih Sin Hiap, namun timbul pula keraguan mereka karena Tio Cie Hiong masih begitu muda. "Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian meragukan kehebatan Pek Ih Sin Hiap ya?" "Cianpwee, kami...." Wajah Hui Liong Sin Kiam memerah, begitu pula Wie Hian Cinjin. "Kami tidak menyangka Pek Ih Sin Hiap masih begitu muda." "Muda tapi berisi, tidak seperti kalian yang telah menyerah pada Sam Mo Kauw," Sahut Sam Gan Sin Kay sambil tertawa gelak. "Cianpwee" Ujar Wie Hian cinjin dengan wajah agak memerah lantaran merasa malu. "Kami menyerah bukan karena, takut mati, melainkan tidak menghendaki pertumpahan darah dan mengorbankan para murid, di samping itu, kami pun menunggu kesempatan...." "Terimakasih atas kesediaan kalian bergabung dengan Kay Pang" Ucap Sam Gan sin Kay. "Se-hingga markas pusat Kay Pang ini bertambah kuat" "Cianpwee, bagaimana kalau kita menyerbu ke markas Sam Mo Kauw?" Tanya Hui Liong Sin Kiam, ketua partai Hwa san mendadak. " Justru kami sedang merundingkan hal ini," Sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "Namun kami menunda penyerbuan ke sana." "Kenapa?" Hui Liong sin Kiam heran. "sebab...." Lim Peng Hang membeberkan apa yang dikatakan Tio cie Hiong tadi, sehingga membuat ketua partai Hwa san dan Kun Lun saling memandang. "omitohud Daya pikir Pek Ih sin Hiap memang hebat. Kita memang harus menunggu sesuai dengan apa yang dikatakan Lim Pangcu," Ujar Hui Khong Taysu. "omitohud...." Sementara di dalam markas sam Mo Kauw, terdengar suara tawa gelak. yaitu suara tertawanya Bu Lim sam Mo. "Beberapa markas cabang Kay Pang telah hancur, maka sam Gan sin Kay pasti mencak-mencak tidak karuan," Ujar Tang Hai Lo Mo. "Aku yakin tidak lama lagi mereka pasti akan menyerbu ke mari." "Itu berarti kematian bagi mereka," Sahut Thian Mo sambil tertawa gelak. "sam Mo Kauw yang akan berkuasa dalam rimba persilatan," Sambung Te Mo dan seketika juga terdengar tepuk sorak para anggota sam Mo Kauw dengan penuh semangat. "Hidup sam Mo Kauw Hidup sam Mo Kauw" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bagaimana keadaan Yap in Nio yang sudah tidak begitu waras? Gadis yang bernasib malang itu terus berlari di lembah. Pakaiannya sudah tersobek sana sini, bahkan kaki dan tangannya pun lecetlecet. Sudah dua hari dua malam ia tidak makan, tapi perutnya tidak merasa lapar sama sekali. Kadang-kadang ia tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung, sehingga mengejutkan burung-burung yang ada di dalam lembah itu. Ketika ia sampai di sebuah tebing, mendadak kakinya tergelincir sehingga tubuhnya terperosok ke bawah dan masuk ke dalam sebuah lubang besar. sungguh di luar dugaan, lubang itu ternyata sebuah terowongan. Begitu keras badan Yap In Nio membentur dinding terowongan, tapi gadis itu tidak menjerit kesakitan, melainkan malah tertawa cekikikan. "Hi hi hi Gelap sekali. Mungkin aku sudah berada di dalam neraka. Hi hi..." Yap In Nio bangkit berdiri Terowongan itu agak gelap, namun gadis itu melangkah ke dalam juga sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Makin ke dalam terowongan itu makin besar, akhirnya Yap in Nio sampai di tempat yang cukup luas dan terang. Ternyata ada sebuah mutiara menempel di dinding terowongan, dan mutiara itu memancarkan cahaya yang cukup terang. Mendadak Yap In Nio terbelalak karena melihat seorang wanita berusia lima puluhan duduk di tengah-tengah goa. Di hadapannya terdapat sebuah batu berbentuk segi empat. Tampak sebuah kitab, dan beberapa tulisan terukir di atas batu itu. "Hei, Bibi" Seru Yap In Nio sambil tertawa geli. " Kenapa Bibi duduk mematung di situ?" Yap In Nlo mendekatinya. Karena merasa iseng ia menepuk bahu wanita itu, dan seketika juga baju wanita itu hancur. Yap in Nio terbelalak, kemudian menyentuh ujung pakaian wanita itu yang melebar di tanah. "Eeeh?" Mulut Yap In Nio ternganga lebar. Ternyata ujung pakaian itu pun langsung hancur. Bahkan yang lebih mengherankan, wanita itu tidak mempunyai kaki. " Kok Bibi tidak punya kaki? Pantas tidak bisa berdiri" Yap In Nio tertawa-tawa, lalu duduk di sisi wanita itu. Gadis tersebut sama sekali tidak tahu, bahwa wanita itu sudah mati, tapi tubuhnya masih utuh karena tidak membusuk. "Kok ada tulisan di atas batu?" Gumam Yap In Nio, kemudian sambil tertawa-tawa ia membacanya. Aku bernama siang Kuan Giok Lan, adik perempuan seperguruan im sie HongJin (orang Gila Alam Baka). Im sie HongJin meracuni guru dan mencuri Kitab Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam Baka). Kitab Pusaka itu berisi Im sie Hong Kang (Tenaga sakti Abnormal Alam Baka) dan im sie Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam Baka). Karena aku memergokinya mencuri Kitab Pusaka itu, maka aku ditangkap dan disekap di dalam goa ini, bahkan dia pun memotong kedua kakiku. siapa yang berjodoh memasuki goa ini, harus menjadi muridku. Perguruanku memiliki semacam Iweekang aneh, yakni mati dtngan tubuh tidak membusuk, juga tetap memiliki Iweekang. Engkau harus memeluk tubuhku, agar iweekang yang masih kumiliki dapat kusalurkan ke tubuhmu. Engkau pun harus tahu, siapa yang mempelajari Im sie Cin Keng, akan berubah menjadi orang gila. Namun kalau sudah mencapai tingkat kesempurnaan, akan normal kembali. Kitab Pusaka itu berada di tangan im sie Hong jin. Akan tetapi, Im Sie HongJin sama sekali tidak tahu, ketika guru mendekati ajal karena keracunan, secara diam-diam guru memberiku sebuah Kitab Pusaka lain, yakni yang berada di atas batu ini. Alangkah baiknya yang memasuki goa ini adalah seorang gadis yang kurang waras, jadi agak gampang mempelajari ilmu yang ada di dalam Kitab Pusaka ini. ingat setelah berhasil mempelajari ilmu yang ada didalam Kitab Pusaka ini, engkau harus pergi mencari Im sie HongJin, kalau dia sudah mati, carilah muridnya atau turunannya, engkau harus membunuh mereka. Yang Meninggalkan Pesan. siang Kuan Giok Lan. seusai membaca, Yap In Nio malah tertawa-tawa dan memandang tubuh wanita yang tak bergerak itu. "Iiih Kenapa aku harus memelukmu? Engkau bukan Kakak Hiong...." Bergumam sampai di sini, wajah Yap In Nio berubah murung. "Aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong, aku telah menusuknya, aku... aku tidak punya muka bertemu dia lagi. Itu.... KuTek CunAku harus mencincangnya Aku harus mencincangnya" Yap In Nio tertawa seram dengan mata berapi-api, kemudian memandang tubuh yang kaku itu. "Bibi yang baik, aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong. Dia... dia akan memaafkan aku? Bibi, jawablah Jangan diam saja" Yap in Nio terus mengoceh seakan mengajak sosok itu bercakapcakap. "Bibi, ibuku telah meninggal, bibi...." Yap In Nio menangis sedih, lalu mendadak ia memeluk sosok itu erat-erat, dan seketika badannya tampak tergetar- getar seperti kena strom. "Hi hi" Gadis itu tertawa geli. "Bibi bercanda denganku...." Berselang sesaat, Yap in Nio jatuh pingsan, sedangkan tubuh wanita itu telah hancur, hanya tersisa tulang belulang.... Bab 32 Di jadikan sandera Tampak tiga ekor kuda berlari tidak begitu kencang, terdengar pula suara tawa riang gembira. Penunggangnya adalah seorang pemuda tampan dan dua orang gadis cantik jelita. Ternyata mereka Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng. Toan wie Kie mengantar Gouw sian Eng pulang ke Tionggoan. Karena adiknya memaksa untuk ikut, maka Toan Hong Ya mengijinkannya. Mereka bertiga telah memasuki daerah Tionggoan, dan langsung menuju markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan, mereka bertiga kelihatan gembira sekali, terutama Toan wie Kie yang begitu takjub dan terpesona akan keindahan panorama di Tionggoan. " Kakak" Seru Toan pit Lian. "mari kita beristirahat sejenak di bawah pohon itu" "Bagaimana, Adik sian Eng?" Tanya Toan wie Kie pada gadis pujaan hatinya. Gouw sian Eng mengangguk. Mereka bertiga menghentikan kuda masing-masing dekat pohon itu, lalu meloncat turun. "sungguh sejuk dan segar udara di daerah ini" Ujar Toan wie Kie sambil duduk. "Pemandangan pun indah sekali," Sambung Gouw sian Eng dan duduk di sisinya. sedangkan Toan pit Lian masih berdiri sambil menengok ke sana ke mari. Toan wie Kie menatapnya seraya bertanya. "Adik, kenapa engkau tidak mau duduk?" "Aku sedang melihat apakah ada kelinci liar di sekitar tempat ini. Kalau ada, aku ingin menangkap untuk dipanggang," Sahut Toan pit Lian. "Kak Lian" Gouw sian Eng menggelengkan kepala. "Kenapa engkau begitu tega?" "Itu bukan masalah tega tidaknya," Sahut Toan pit Lian sambil tersenyum. "Kelinci liar memang boleh untuk dimakan. Apa kah engkau tidak pernah makan daging kelinci?" "Tidak." Gouw sian Eng menggelengkan kepala lagi. "Terus terang, aku tidak tega. sebab kelinci termasuk binatang jinak." "Engkau pernah makan ayam kan?" Tanya Toan pit Lian. "Tentu." Gouw sian Eng mengangguk. "Nah, itu berarti sama," Ujar Toan pit Lian sambil tertawa geli, kemudian mendadak keningnya berkerut. "Terus terang, hingga saat ini aku masih merasa penasaran." "Penasaran kenapa?" Tanya Gouw sian Eng heran. "Itu... Tio Cie Hiong," Sahut Toan pit Lian dengan wajah agak memerah. "Adik" Toan wie Kie menggeleng-geleng-kan kepala. "Engkau masih teringat akan pemuda itu?" "Ya." Toan pit Lian mengangguk. "Adik" Toan wie Kie menghela nafas. "Dia sudah berterus terang bahwa dia sudah punya kekasih, kenapa engkau masih...." "Kak" Toan pit Lian tampak tidak senang. "Aku ingat dia sebagai teman baik dan sebagai seorang kakak. Apakah itu tidak boleh?" "Tentu boleh." Toan wie Kie tersenyum. "Lalu kenapa engkau masih merasa penasaran?" "Aku merasa penasaran karena belum berkenalan dengan kekasihnya. Kalau kekasihnya ternyata gadis baik, cantik dan lemah lembut, aku tidak penasaran lagi." ToanPit Lian memberitahukan. "oooh" Toan wie Kie manggut-manggut. " Kalau kita sudah sampai di markas pusat Kay Pang, dia pasti memperkenalkan kekasihnya. Nah, engkau boleh menilai kekasihnya itu." "Kak Lian" Sela Gouw sian Eng sambil tersenyum. "Siapa tahu kali ini engkau akan bertemu pemuda tampan yang baik pula." "Benar, Dik." Toan wie Kie memandang Toan pit Lian sambil tersenyum. "Ihhh" Wajah Toan pit Lian kemerah-merahan. "Memangnya aku sudah ingin menikah seperti kalian?" "Engkau sudah dewasa, tentunya harus menikah," Ujar Toan wie Kie dan menambahkan. "Apabila nanti engkau bertemu pemuda idaman hatimu, aku akan mewakili orang tua kita untuk melamarnya untukmu." "Kak...." Toan Pit Lian membanting-banting kaki. "Jangan mengada-ada" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dik" Toan wie Kie menatapnya lembut. "Kalau engkau tidak membawa sian Eng ke Tayli, mungkin aku masih...." "Nah" Toan pit Lian tertawa. "Engkau harus berterimakasih kepadaku" "Karena itu...," Ujar Toan wie Kie sungguh-sungguh. "Apabila engkau bertemu pemuda idaman hati, aku pasti akan membantumu." " "Kakak...." Wajah Toan pit Lian memerah lagi karena tersipu, kemudian menundukkan wajahnya dalam-dalam. "ohya Adik sian Eng" Tanya Toan wie Kie. "Kira-kira berapa hari lagi kita akan sampai di markas pusat Kay Pang?" " Kalau kita melakukan perjalanan siang malam, mungkin dua tiga hari kita akan sampai di sana." Gouw sian Eng memberitahukan. Toan wie Kie manggut-manggut. "Adik sian Eng, bagaimana kalau kita melakukan perjalanan siang malam?" "Baik," Gouw sian Eng mengangguk. "Kak" Goda Toan pit Lian sambil tersenyum. " Ingin cepat-cepat bertemu calon mertua ya" "Kira-kira begitulah," Sahut Toan wie Kie dan tertawa pula. " Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang" Ajak Toan pit Lian. Mereka bertiga lalu melanjutkan perjalanan. Di istana Thian Mo atau markas sam Mo Kauw, sedang berlangsung pembicaraan serius, namun wajah mereka tampak diliputi keheranan. "Aku tidak habis pikir..." Ujar Tang Hai Lo Mo sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa Kay Pang masih beium menyerbu ke mari?" "Mungkin mereka sudah tahu akan rencana kita," Sahut Thian Mo. "Kalau begitu, lebih baik kita menyerang ke sana." Ujar Te Mo dan menambahkan dengan wajah gusar. "Ketua Hwa san dan ketua Kun Lun telah bergabung dengan Kay Pang, kita harus menghabiskan mereka." "Dua hari yang lalu, ketua GoBie, Khong Tong dan ketua swatsan juga ke markas pusat Kay Pang." Ku Tek Cun memberitahukan. "Ke-tiga ketua itu pun bergabung dengan Kay Pang." "Bagus Bagus Kalau begitu, kita harus menghabiskan mereka semua" Tang Hai Lo Mo tertawa seram. "Padahal partai-partai itu telah takluk kepada kita, tapi secara diam-diam mereka malah bergabung dengan Kay Pang." "Sudah waktunya kita menyerang mereka," Ujar Te Mo dan menambahkan. "Aku dan Thian Mo menghadapi Pek Ih sin Hiap. Empat Dhalai Lhama menghadapi Bu Lim Ji Khie, Tang Hai Lo Mo menghabiskan para ketua itu, dan Tek cun menghabiskan para pengemis peringkat satu dan dua." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kalau begitu, besok malam kita serang markas pusat Kay Pang" "Guru" Ujar Ku Tek Cun. "Menurut pendapatku lebih baik kita bersabar beberapa waktu lagi." "Sudah tidak bisa bersabar lagi" Sahut Tang Hai Lo Mo. "Guru harus tahu, keadaan Kay Pang pun seperti kita. Aku yakin mereka pun sudah mulai tidak sabaran seperti guru. Apabila kita dapat mengendalikan emosi untuk bersabar, tidak lama lagi mereka pasti menyerbu ke mari." "jadi kita harus bersabar berapa lama lagi?" Tanya Thian Mo. "cukup seminggu saja." Ku Tek Cun tertawa. "sebab para ketua pasti mendesak Kay Pang untuk menyerbu ke mari, agar partai mereka bebas dari tekanan kita." "Ngmm" Bu Lim sam Mo manggut-manggut. Pada waktu bersamaan, masuklah seorang berpakaian hitam, yang kemudian memberi hormat dan melapor. " Lapor pada Kauwcu Ada tiga orang menuju ke markas Kay pang." "siapa mereka?" Tanya Ku Tek Cun. "Mereka Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng," Jawab orang berpakaian hitam menjelaskan. "Toan wie Kie dan Toan pit Lian adalah putra-putri Toan Hong Ya di Tayli, sedangkan Gouw sian Eng adalah putri Gouw Han Tiong." "oh?" Ku Tek Cun tertawa gembira, kemudian berkata kepada guru-gurunya dengan wajah berseri. "Guru, kesempatan kita sudah datang." "Maksudmu?" Tanya Tang Hai Lo Mo. "Kita tangkap mereka untuk di jadikan sandera, lalu mengutus seseorang ke Kay Pang," Sahut Ku Tek Cun merendahkan suaranya. "Ha ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa gelak. "Guru, bagaimana ideku ini?, tanya Ku Tek Cun. "Idemu tepat," Sahut Tang Hai Lo Mo. "jadi kita mengutus seseorang ke Kay Pang untuk mengundang Pek Ih sin Hiap ke mari." "Ha ha ha" Thian Mo tertawa terbahak-bahak. "Kalau dia sudah ke mari, tidak bisa keluar dengan selamat lagi" "Benar." Te Mo juga tertawa. "setelah itu, barulah kita sapu habis markas pusat Kay Pang." "Kauwcu" Sela Dhalai Lhama jubah merah. "Mereka cukup kita tangkap. jangan dibunuh. sebab kami berempat kenal Toan Hong Ya, lagi pula paman guru kami pernah minta bantuan kepada beliau." " Kalian berempat tidak usah khawatir" Tang Hai Lo Mo tertawa lagi. "Kita undang mereka bertiga ke mari, lalu kita pancing Pek Ih sin Hiap ke sini. Setelah kita membunuh Pek Ih sin Hiap. kita akan melepaskan mereka bertiga." " Kalau begitu, kami berempat akan pergi mengundang mereka bertiga ke mari." Ujar Dhalai Lhama jubah merah. "seandainya mereka tidak mau?" Tanya Ku Tek Cun. "Mereka pasti mau," Sahut Dhalai Lhama singkat. "Baik." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. " Kalian berempat boleh berangkat sekarang." "Ya, Kauwcu" Keempat Dhalai Lhama itu mengangguk. kemudian setelah memberi hormat, berangkatlah mereka berempat. "Hua ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa terbahak-bahak. "setelah Pek Ih sin Hiap mati didalam jebakan, berarti sudah saatnya kita menguasai rimba persilatan...." Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng memacu kuda masing-masing sambil tertawatawa dengan wajah cerah ceria. Akan tetapi, mendadak muncul empat orang di hadapan mereka, sehingga mereka segera menghentikan kuda masing-masing. Keempat orang itu ternyata Em-pat Dhalai Lhama Tibet. "Maaf" Ucap Dhalai Lhama jubah merah. "Kami berempat telah mengganggu perjalanan Pangeran, putri dan Nona." "oooh" Toan wie Kie manggut-manggut. "Ternyata kalian berempat Kapan kalian datang di Tionggoan?" "sudah cukup lama," Sahut Dhalai Lhama jubah merah. "pangeran, Putri dan Nona mau ke mana?" "Kami mau ke markas pusat Kay Pang," Ujar Toan wie Kie sambil tersenyum dan memberitahukan. "Nona Gouw ini calon isteriku." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kami mengucapkan selamat kepada Pangeran" Ucap keempat Dhalai Lhama itu serentak sekaligus memberi hormat lagi. "Terimakasih" Ucap Toan wie Kie dan menambahkan. "Kami harus melanjutkan perjalanan." "Maaf, Pangeran" Dhalai Lhama jubah kuning memberi hormat dan berkata. "Kami mengundang Pangeran, putri dan Nona Gouw ke markas sam Mo Kauw." "oh?" Toan wie Kie mengerutkan kening. " Kenapa kami harus ke sana?" "Bu Lim sam Mo ingin bertatap muka dengan kalian." Dhalai Lhama jubah kuning memberitahukan. "Ada urusan apa Bu Lim sam Mo ingin bertatap muka dengan kami?" Tanya Toan pit Lian heran. " Kami tidak kenal Bu Lim sam Mo, lagi pula kami harus melanjutkan perjalanan." "Bu Lim sam Mo ingin membicarakan sesuatu dengan kalian," Jawab Dhalai Lhama jubah merah. "Kami harap Pangeran tidak akan menyulitkan kami" "Seandainya kami tidak mau ke sana?" Tanya Toan wie Kie sambil mengerutkan kening. "Maaf" Ucap Dhalai Lhama jubah merah. "Kami kenal baik dengan Toan Hong Ya, tentunya kami tidak akan mencelakai Pangeran, putri dan Nona Gouw. Maka dalam hal kami harap Pangeran tidak akan menyulitkan kami" Toan wie Kie dan adiknya saling memandang. Mereka tahu apabila mereka tidak menurut, tentunya Dhalai Lhama itu akan menggunakan kekerasan. Agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan, akhirnya Toan wie Kie mengangguk. "Baiklah." "Terimakasih, Pangeran" Ucap keempat Dhalai Lhama itu serentak. "Mari ikut kami" Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng mengikuti mereka ke markas sam Mo Kauw dengan penuh keheranan, kenapa Bu Lim sam Mo mengundang mereka ke sana? Apa yang akan dibicarakan? Bu Lim sam Mo menyambut kedatangan mereka bertiga dengan penuh keramahan, sebab Toan Wie Kie dan Toan pit Lian adalah Pangeran dan putri Raja Tayli, sedangkan Gouw sian Eng adalah calon isteri Toan wie Kie. "Maaf" Ucap Toan wie Kie dan bertanya. "Ada urusan apa cianpwee bertiga mengundang kami ke mari?" "Ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Toan Hong Ya sangat terkenal, tentunya kami tidak akan mencelakai kalian, jadi kalian tidak usah khawatir" "cianpwee" Toan wie Kie mengerutkan kening. "Kami masih harus melanjutkan perjalanan, cianpwee mau bicara apa, bicaralah setelah itu, kami mau mohon pamit." "Pangeran" Thian Mo menatapnya sambil tersenyum. "Kami tahu Pangeran ingin buru-buru menemui calon mertua. Karena itu, kami pun tidak akan menghambat waktu Pangeran, cukup tiga hari kalian bertiga tinggal di sini." "Cianpwee, itu berarti telah menghambat waktu kami," Sahut Toan wie Kie dan mengerutkan kening lagi. "Hanya tiga hari." Te Mo tertawa gelak. "Itu tidak begitu lama." " Cianpwee" Ujar Toan pit Lian. "secara tidak langsung cianpwee telah menahan kami, jelaskan apa tujuan cianpwee?" "Terus terang," Sahut Tang Hai Lo Mo. "Tujuan kami mengundang kalian ke mari adalah agar Pek Ih sin Hiap ke mari juga. Kalau kalian tidak berada di sini, bagaimana mungkin Pek Ih sin Hiap akan ke mari?" "oooh" Toan wie Kie manggut-manggut. "Kami bertiga di jadikan sandera di sini, begitu kan?" "Kami terpaksa." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Bu Lim sam Mo sangat terkenal di rimba persilatan Tionggoan, kenapa harus menggunakan cara yang tak terpuji?" Ujar Toan pit Lian dan melanjutkan. "Bukankah merendahkan nama Cianpwee bertiga" "Tidak salah." Thian Mo manggut-manggut. "Tapi kalau kami tidak menggunakan cara ini, Pek Ih sin Hiap tidak akan ke mari." "Cianpwee keliru," Sahut Toan pit Lian. "Kalau Cianpwee mengundang Pek Ih Sin Hiap ke mari, aku yakin dia pasti memenuhi undangan cianpwee." "Cianpwee" Sela Toan wie Kie. "Kami dari Tayli, tidak turut campur urusan persilatan Tionggoan. Maka aku harap. Cianpwee membiarkan kami melanjutkan perjalanan Apabila cianpwee menghendaki Pek Ih sin Hiap ke mari, aku pasti memberitahukan kepadanya." "Terimakasih, Pangeran" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Kini Pangeran, putri dan Nona Gouw sudah berada di sini, apa salahnya menginap beberapa malam di sini?" Toan wie Kie tahu, apabila ia berkeras mereka bertiga mungkin akan celaka di tangan Bu Lim sam Mo. oleh karena itu, ia manggut-manggut. "Baiklah. Tapi tiga hari kemudian, cianpwee harus memperbolehkan kami melanjutkan perjalanan" "Tentu Tentu" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak lalu menyuruh seseorang mengantar mereka kesebuah kamar. setelah memasuki kamar tersebut, orang itu pergi dan pintu kamar langsung tertutup kembali. Toan wie Kie menengok ke sana ke mart. Kamar itu cukup luas dan terdapat tiga buah ranjang. "Ini merupakan kamar tahanan," Ujar Toan wie Kie dengan suara rendah. "Kelihatannya Bu Lim sam Mo tidak akan mencelakai kita, hanya menyandera kita untuk memancing Tio Cie Hiong ke mari." "Heran?" Toan pit Lian menggeleng- gelengkan kepala. "Padahal Bu Lim sam Mo sangat terkenal dan berkepandaian tinggi, kenapa harus memancing Tio cie Hiong ke mari dengan cara ini?" "Aku yakin..." Sahut Toan Wie Kie dengan kening berkerut. "Di markas ini telah dipasang berbagai macam jebakan, maka kalau Tio Cie Hiong datang...." "Dia pasti celaka kan?" Wajah Toan Pit Lian berubah. "Berarti kita yang mencelakainya. " "Adik" Ujar Toan Wie Kie sungguh-sungguh. "Tio Cie Hiong berkepandaian begitu tinggi, belum tentu dia akan celaka." "Benar," Sela Gouw sian Eng sambil manggut-manggut. Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo