Ceritasilat Novel Online

Kesatria Baju Putih 19


Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 19


Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung   Ang Kin sian Li menarik selendangnya, dan Lam Kiong Bie Liong pun menyarungkan pedangnya.   "Kepandaian cianpwee sungguh tinggi"   Ucap Lam Kiong Ble Liong sambil tersenyum.   "   Kepandaianmu juga tinggi sekali"   Ang Kin sian Li tertawa gembira.   "   Kalau selendangku tidak tahan bacok. mungkin sudah putus oleh pedangmu."   "   Kalau cianpwee tidak mengendurkan lilitan, pedangku pasti sudah berpindah ke tangan Cianpwee,"   Ujar Lam Kiong Bie Liong.   "Bagus, bagus"   Ang Kin sian Li tertawa lagi.   "Engkau sangat sopan dan mau merendahkan diri Engkau memang pantas menjadi suami muridku."   "Guru...."   Wajah Toan pit Lian memerah.   "Kok terus menggodaku sih?"   "Lho?"   Ang Kin sian Li terbelalak.   "Aku bicara sesungguhnya, kenapa engkau malah bilang aku menggodamu?"   "Ha ha ha"   Sin san Lojin tertawa gelak.   "Murid kita sama-sama sudah mendapat jodoh, maka kita boleh berlega hati."   "Ayoh, kita ke dalam bercakap-cakap dengan Hong Ya"   Ajak Ang Kin sian Li.   "Baik,"   Sin san Lojin mengangguk. mereka berdua berjalan ke dalam istana. Toan wie Kie dan adiknya menggeleng-gelengkan kemala, sedangkan Lam Kiong Bie Liong menarik nafas.   "Adik Lian, kelandaian gurumu sungguh tinggi,"   Ujar Lam Kiong Bie Liong dan menambahkan.   "Kalau gurumu tidak mengendurkan lilitan selendangnya, sudah pasti pedangku akan terlepas."   "   Kakak Liong"   Toan pit Lian tersenyum dan memberitahukan.   "sebetulnya engkau tidak kalah dengan guruku. Ketika Cie Hiong berada di sini, guruku pernah mempertunjukkan ilmu selendangnya. Tetapi begitu Cie Hiong meniup sulingnya mengiringi gerakan-gerakan guruku, sin san Lojin pun ikut bergerak. Nah, secara tidak langsung cie Hiong telah memberi petunjuk kepada mereka."   "Benar."   Sambung Toan wie Kie.   "Akupun menyaksikannya. Bahkan setelah itu, guruku dan guru adikku saling berpelukan."   "oooh"   Lam Kiong Bie Liong tertawa.   "Kalau begitu, setelah Adik Hiong sembuh nanti, aku pun ingin minta petunjuk kepadanya."   Bab 36 Thian Gwa sin Mo (Iblis sakti Luar Langit) Bagaimana nasib Bu Lim sam Mo setelah kepandaian mereka dimusnahkan Tio Cie Hiong, dan ke mana mereka bertiga? Ternyata Tang Hai Lo Mo mengajak Thian Mo dan Te Mo ke istananya yang ada di sebuah pulau di Tang Hai (Laut Timur).   Belasan hari kemudian, mereka sudah sampai di istana itu.   Puluhan anak buah Tang Hai Lo Mo menyambut dengan hormat, tapi Tang Hai Lo Mo cuma manggut-manggut sambil berjalan ke dalam.   Thian Mo dan Te Mo mengikuti dari belakang.   setelah sampai di aula dalam, Tang Hai Lo Mo menarik nafas panjang.   "Aaakh..."   La menggeleng-gelengkan kepala.   "Tidak sangka nasib kita bertiga akan begini"   "Tio cie Hiong yang menyebabkan semua ini,"   Sahut Thian Mo "   Kalau tidak ada dia, kita pasti sudah menguasai rimba persilatan,"   Sambung Te Mo.   "Aaaakh Kini apa yang harus kita perbuat lagi?"   "Paling juga melewati sisa hidup kita di sini,"   Ujar Thian Mo sambil menghela nafas.   "Belasan tahun lalu, kita berhasil memperoleh Kotak Pusaka, bahkan kemudian juga berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong. Akan tetapi, justru muncul Tio Cie Hiong...."   Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kemala.   "Aku masih merasa heran, sebetulnya Iweekang apa yang dimilikinya dan kenapa Pak Kek sin kang tak bisa membuatnya mati beku?"   Thian Mo mengerutkan kening.   "Tapi...,"   Ujar Te Mo setelah berpikir sejenak.   "Dia pun terkena pukulan kita, kemungkinan besar kepandaiannya pun akan musnah."   "Belum tentu."   Tang Hai Lo Mo menggelengkan kepala.   "sebab lweekangnya mengandung hawa hangat, yang akan melindungi jantung dan semua urat penting dalam tubuhnya. Karena itu, dia tidak akan mati dan kepandaiannya juga tidak akan musnah."   "Hm"   Dengus Thian Mo.   "Terus terang, aku dendam sekali kepadanya."   "Percuma."   Te Mo menggelengkan kepala.   "Kita sudah begini, bagaimana mungkin bisa menuntut balas?"   "Belasan tahun lalu, ketika aku ingin bergabung dengan kalian untuk merebut Kotak Pusaka itu, paman guruku telah mencegahnya, bahkan menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba persilatan."   "Apa?"   Thian Mo dan Te Mo terbelalak.   "Engkau masih punya paman guru?"   "Ya."   Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Apakah paman gurumu masih hidup?"   Tanya Thian Mo "Masih."   Tang Hai Lo Mo memberitahukan.   "Paman guruku terus bertapa di dalam goa, sama sekali tidak pernah meninggalkan goa itu."   "Kalau begitu..."   Te Mo memandang Tang Hai Lo Mo seraya bertanya.   "Berapa usia Paman gurumu sekarang?"   "Mungkin sudah seratus dua puluh tahun,"   Jawab Tang Hai Lo Mo.   "Haaah..."   Thian Mo dan Te Mo terperangah.   "siapa sebetulnya paman gurumu itu?"   "Thian Gwa sin Mo (iblis sakti Luar Langit)."   "Apa?"   Thian Mo dan Te Mo saling memandang seakan tidak percaya.   "Tujuh puluh tahun lampau, Thian Gwa sin Mo dikabarkan telah mati. Tapi kenapa...."   "Tujuh puluh tahun lampau, paman guruku pulang ke mari."   Tang Hai Lo Mo memberitahukan.   "sejak itu beliau bertapa di dalam goa dan tidak pernah keluar. Maka kaum rimba persilatan mengiranya telah mati."   "oooh"   Thian Mo manggut-manggut.   "   Kalau begitu, kepandaian paman gurumu itu pasti sudah mencapai kesempurnaan."   "Benar."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Bagaimana kalau kita mohon bantuan kepadanya?"   Tanya Te Mo mendadak.   "Bantuan apa?"   Tang Hai Lo Mo balik bertanya.   "Memulihkan kepandaian kita,"   Jawab TeMo dan melanjutkan.   "Aku yakin paman gurumu pasti mampu memulihkan kepandaian kita."   "Menurut aku pun begitu, tapi...."   Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "   Kenapa?"   Tanya Thian Mo.   "Tidak mungkin paman guruku bersedia membantu kita tentang itu"   Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala lagi.   "sebab belasan tahun lampau, beliau telah menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba persilatan, namun aku tidak menurut. Kini bagaimana mungkin beliau akan memulihkan kepandaian kita?"   "Aaaakh..."   Te Mo menarik nafas panjang.   "Aku punya akal...,"   Ujar Thian Mo dengan wajah berseri.   "Apa akalmu itu?"   Tanya Tang Hai Lo Mo tertarik.   "Begini...,"   Thian Mo berbisik-bisik. Tampak Tang Hai Lo Mo dan Te Mo manggut-manggut dengan wajah berseri.   "Benar."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tang Hai Lo Mo tertawa.   "Memang harus begitu. sekarang mari kita ke goa itu menemui paman guruku"   Goa yang dimaksud itu cukup terang.   Tampak beberapa buah lampu minyak bergantung di dinding Goa itu.   seorang tua renta duduk bersila di tengah-tengah goa.   Rambutnya yang panjang menyentuh tanah telah putih semua, begitu pula jenggotnya.   Di depan goa itu tampak Bu Lim sam Mo sedang berlutut.   Walau sudah berjam-jam berlutut di situ, tapi mereka sama sekali tidak berani bersuara.   "Mau apa kalian bertiga berlutut di situ?"   Mendadak terdengar suara bergema ke luar.   "Paman guru..."   Sahut Tang Hai Lo Mo.   "Kalian masuklah" "Terima kasih, Paman guru,"   Sahut Tang Hai Lo Mo. Mereka bertiga bangkit berdiri, lalu berjalan memasuki goa. sampai di dalam mereka bertiga lalu berlutut di hadapan Thian Gwa sin Mo.   "Kalian duduklah"   Ujar Thian Gwa sin Mo.   "Ya, Paman guru,"   Sahut Tang Hai Lo Mo hormat. Mereka bertiga lalu duduk bersila di hadapan orang tua renta itu.   "Kalian bertiga"   Thian Gwa sin Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "Kepandaian kalian telah musnah, bukan?"   "Ya, Paman guru,"   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Itu karena kalian masih berambisi dalam rimba persilatan."   Thian Gwa sin Mo menghela nafas.   "setelah begini, kalian bertiga baru mau bertobat. Memang masih belum terlambat, maka alangkah baiknya kalian bertiga ikut aku bersemadi di dalam goa ini saja."   "Ya, Paman guru,"   Ujar Tang Hai Lo Mo sungguh-sungguh.   "setelah mengalami kejadian itu, kami pun menyesal sekali. Kami memang berniat untuk bertobat."   "Bagus, bagus usia kalian sudah delapan puluh lebih, maka harus hidup tenang di dalam goa ini."   Thian Gwa sin Mo tersenyum.   "ohya, siapa yang memusnahkan kepandaian kalian?"   "Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong"   Tang Hai Lo Mo memberitahukan.   "Kalian bertiga harus berterima kasih kepadanya,"   Ujar Thian Gwa sin Mo.   "Sebab dia masih mengampuni nyawa kalian?"   "Betul, Paman guru."   Tang Hai Lo Mo mang-gut-manggut dan menambahkan.   "oleh karena itu, kami bertiga datang ke mari untuk bertobat."   "Ngmm"   Thian Gwa sin Mo tersenyum.   "Memang kebetulan sekali, karena...."   "Kenapa, Paman guru?"   Tanya Tang Hai Lo Mo heran.   "Karena...,"   Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi.   "Beberapa bulan lagi aku akan meninggalkan dunia fana ini."   "Paman guru...."   Tang Hai Lo Mo tertegun.   "Itu merupakan kebahagiaan bagiku. sudah sekian lama aku menunggu, akhirnya tiba juga saatsaat yang membahagiakan itu,"   Ujar Thian Gwa sin Mo dan melanjutkan.   "Tujuh puluh tahun lampau, sebelum bertemu seorang padri tua, aku merupakan iblis yang sering membunuh. setelah bertemu padri tua itu dan dia memberiku wejangan, maka tersadarlah aku dari segala kesalahan. sejak itulah aku bertapa di goa ini untuk menebus dosaku, dan beberapa bulan lagi dosaku telah tertebus. Karena itu, sudah waktunya aku meninggalkan dunia fana ini."   "Paman guru...."   Tang Hai Lo Mo ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya.   "Kalian bertiga harus bersungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, kalian bertiga akan mengalami ajal yang mengenaskan,"   Pesan Thian Gwa sin Mo.   "Ya, Paman guru."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Ya, Cianpwee."   Thian Mo dan Te Mo mengangguk.   "Nah, mulailah kalian bersemadi"   Ujar Thian Gwa sin Mo sambil tersenyum dengan penuh belas kasih.   Bu Lim sam Mo segera memejamkan mata, kemudian mulailah mereka bersemadi.   Namun mereka bertiga tidak mengosongkan pikiran, melainkan terus berpikir harus bagaimana bermohon kepada Thian Gwa sin Mo, agar bersedia membantu memulihkan kepandaian mereka.   Tiga bulan kemudian, di saat Bu Lim sam Mo sedang bersemadi dengan mata terpejam, mendadak Thian Gwa sin Mo memandang mereka sambil tersenyum.   "Kalian bertiga dengar baik-baik"   Ujarnya lembut.   "Kini sudah saatnya aku meninggalkan dunia fana ini." "Paman guru...."   Tang Hai Lo Mo segera membuka matanya, begitu pula Thian Mo dan Te MO.   "Selama tiga bulan ini, aku telah melihat kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, itu sangat menggembirakan."   Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi.   "Hanya saja kondisi badan kalian sangat lemah, karena kepandaian kalian telah musnah."   "Betul, Paman guru."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Entah harus dengan cara bagaimana agar kepandaian kami bisa pulih seperti sedia kala."   "Karena kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, maka sebelum aku meninggalkan dunia fana ini, aku akan membantu kalian."   "Terimakasih, Paman guru"   Ucap Tang Hai Lo Mo.   "Terimakasih, Cianpwee"   Ucap Thian Mo dan Te Mo serentak.   "Akan tetapi...."   Thian Gwa sin Mo memandang mereka.   "Apabila kalian meninggalkan goa ini untuk melakukan kejahatan di rimba persilatan, kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang mengenaskan. Camkanlah baik-baik kata-kataku ini"   "Ya."   Bu Lim sam Mo mengangguk.   "Tujuh puluh tahun lampau, padri tua itu juga memberiku sebuah kitab."   Thian Gwa sin Mo memberitahukan.   "   Kitab itu kusimpan di dalam sebuah kotak di sudut kiri, kuberikan pada kalian."   "Terimakasih, Paman guru"   Ucap Tang Hai Lo Mo girang.   "Karena waktuku sudah tidak banyak lagi, maka setelah aku meninggalkan dunia fana ini, kalian bertiga boleh mempelajari kitab itu,"   Ujar Thian Gwa sin Mo dan menambahkan.   "Kitab itu kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu Menghimpun Dan Menyatukan Hawa Murni). setelah kalian mempelajari ilmu itu, urat kalian yang putus itu akan menyambung kembali, bahkan lwekang kalian akan bertambah tinggi."   "oh?"   Bukan main girangnya sam Mo itu.   "Akan tetapi, kalian bertiga harus ingat"   Pesan Thian Gwa sin Mo lagi.   "Janganlah kalian meninggalkan goa ini untuk melakukan kejahatan. Apabila kalian tidak mematuhi pesanku ini, kelak kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang mengenaskan."   "Kami pasti mematuhi pesan Paman guru,"   Ujar sam Mo.   "Bagus, bagus"   Thian Gwa sin Mo tersenyum.   "Kalian bertiga berlututlah sudah saatnya aku pergi menghadap Yang Mulia sang Budha."   Sam Mo berlutut. Thian Gwa sin Mo memejamkan matanya, dan wajahnya tampak bahagia, namun nafasnya makin perlahan dan lemah, akhirnya tidak bernafas lagi.   "Paman guru Paman guru...."   Panggil Tang Hai Lo Mo. Thian Gwa sin Mo diam. Ternyata nafasnya memang sudah berhenti. sam Mo saling memandang, kemudian Thian Mo bertanya.   "Benarkah Paman gurumu telah meninggal?"   "Benar."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Kalau begitu.."   Ujar Thian Mo.   "Mari kita kubur jasadnya. Apakah boleh?"   "Tentu saja boleh,"   Sahut Tang Hai Lo Mo.   Mereka bertiga lalu mengubur jasad Thian Gwa sin Mo di dalam goa.   setelah itu, Tang Hai Lo Mo mengambil kotak yang di sudut, lalu dibukanya dengan hati-hati sekali.   Tidak salah, di dalam kotak itu terdapat sebuah kitab, yakni kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi.   Betapa girangnya Bu Lim sam Mo.   Mereka saling memandang sejenak.   lalu tertawa gelak.   "Ini sungguh tak disangka"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Kita malah memperoleh kitab pusaka"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "setelah kepandaian kita pulih, sudah barang tentu Iweekang kita pun bertambah tinggi. Pada waktu itu...."   Thian Mo tertawa gembira. Mereka bertiga telah melupakan pesan yang dicetuskan Thian Gwa sin Mo. Tang Hai Lo Mo membalik- balikkan kitab pusaka tersebut, lalu mendadak terbelalak. "Ada apa?"   Tanya Thian Mo dan Te Mo heran.   "Lihatlah"   Sahut Tang Hai Lo Mo.   Thian Mo dan Te Mo segera melihat.   Teryata di halaman terakhir kitab itu terdapat tiga buah gambar manusia dengan tiga macam gerakan, dan di sisi gambar itu terdapat keterangan.   setelah membaca keterangan itu, mereka bertiga berseru girang.   "Hah? Hian Bun sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha sakti)"   "Ini memang tak terduga sama sekali,"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Setelah kita berhasil mempelajari Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi dan tiga jurus pukulan itu, kita pun harus pergi mencari Tio Cie Hiong untuk membuat perhitungan) "Benar, benar"   Thian Mo manggut-manggut.   "Kita pun bisa menguasai rimba persilatan."   Bab 37 Berangkat ke Tibet sang waktu terus berlalu, luka dalam yang diderita Tio Cie Hiong pun makin membaik, sedangkan Lim Ceng Im terus menemaninya, sehingga membuat Tio Cie Hiong makin mencintainya, dan merasa gembira serta bahagia.   "   Kakak Hiong...."   Lim Ceng Im menatapnya dengan penuh perhatian.   "   Wajah mu mulai segar dan cerah, mungkin engkau sudah mulai pulih."   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan.   "Mungkin dua bulan lagi aku akan pulih seperti sedia kala."   "oh?"   Lim Ceng Im girang bukan main.   "Tapi...."   "Kenapa?"   Tio Cie Hiong menatapnya.   "Kenapa engkau masih harus terus bersemadi? Bukankah boleh jalan-jalan sejenak?"   Sahut Lim Ceng Im.   "Kalau aku tidak terus bersemadi menghimpun pan Yok Hian Thian sin Kang, lukaku tidak bisa cepat sembuh."   Tio cie Hiong memberitahukan "oooh"   Lim Ceng Im manggut-manggut, kemudian mendadak ia tersenyum, sehingga membuat Tio Cie Hiong terheran-heran.   "Eh?"   Tio Cie Hlong menatapnya.   "Kenapa engkau tersenyum?"   "Betah amat Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng di Tayli sudah setengah tahun lebih mereka masih belum pulang,"   Ujar Lim Ceng Im.   "Tayli sangat aman, tenang dan damai, maka mereka betah tinggal di sana."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Lagipula masing-masing punya kekasih di sana, jelas mereka betah."   "   Kakak Hiong"   Lim Ceng Im menatapnya lembut.   "setelah engkau sembuh, bagaimana kalau kita pesiar ke Tayli?"   "Boleh."   Tio cie Hiong mengangguk. Tiba-tiba terdengar suara tawa. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sebera menoleh ke pintu, tampak Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tbk Pie sin wan berjalan ke dalam sambil tersenyumsenyum.   "Cie Hiong Bagaimana keadaanmu? sudah mulai pulih?"   Tanya sam Gan sin Kay sambil memandangnya .   "Dua bulan lagi Kakak Hiong akan pulih seperti sedia kala,"   Sahut Lim Ceng Im memberitahukan.   "Eh?"   Sam Gan sin Kay tertawa.   "Aku bertanya kepada Cie Hiong, kenapa engkau yang menjawab?"   "Kakek...."   Lim Ceng Im langsung cemberut.   "Heran"   Gumam Kim siauw suseng.   "Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng masih belum pulang, mereka begitu betah di Tayli?" "Itu sudah tentu."   Tok Pie sin wan tertawa.   "Lam Kiong Bie Liong menemani Toan pit Lian, sedangkan Gouw sian Eng ditemani Toan wie Kie. Maka bagaimana mungkin mereka ingat akan pulang? Lagipula kemungkinan besar, mereka sudah bersiap-siap melangsungkan pernikahan."   "Benar."   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "Tidak lama lagi, cucuku pun akan menikah dengan cie Hiong. Ha ha ha"   "Kakek...."   Lim Ceng Im membanting-banting kaki.   "Ayah Kakek tuh"   "Lho?"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Memang benar kok. setelah Cie Hiong sembuh, engkau harus menikah dengannya karena sudah waktunya kalian melangsungkan pernikahan."   "Ayah...."   Wajah Lim Ceng Im memerah.   "Kalau begitu..."   Ujar Kim siauw suseng.   "Aku harus minum arak kebahagiaan dulu baru pergi."   "sama,"   Sambung Tok Gie sin Wan sambil tertawa.   "Begini ,"   Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "setelah aku menikah dengan Adik Im, kami ingin hidup di tempat terpencil yang tenang, tidak mau mencampuri urusan persilatan lagi."   "Ngmm"   Sam Gan sin Kay manggut-manggut. Namun Lim Peng Hang malah menggelenggelengkan kepala.   "Tapi...."   "   Kenapa, Ayah?"   Tanya Lim Ceng Im.   "siapa yang akan menggantikan kedudukanku?"   Sahut Lim Peng Hang sambil menghela nafas.   "Ayah, dari tempo hari aku sudah bilang,"   Sahut Lim Ceng Im.   "Aku sama sekali tidak berminat menjadi Kay pang pa ngcu."   "Tapi...."   "Sudahlah"   Tandas sam Gan sin Kay.   "Kalau dia tidak rfiau, jangan dipaksa terus. sebab dia ingin hidup tenang bersama cie Hiong."   "Ayah"   Ujar Lim Ceng Im.   "Mana ada sih wanita yang menjadi Kay Pang Pangcu?"   "Ada,"   Sahut sam Gan sin Kay.   "Dalam sejarah Kay Pang, pernah sekali wanita menjadi Pangcu."   "Kakek bohong"   Lim Ceng Im tidak percaya.   "Itu memang benar."   Sam Gan sin Kay mang-gut-manggut.   "Beberapa ratus tahun lampau, ketua Partai Pengemis adalah seorang wanita yang amat cerdik, dia adalah oey Yong, isteri pendekar besar Kwee Ceng."   "oh?"   Lim Ceng Im terbelalak.   "Karena itu...,"   Sambung Lim Peng Hang.   "Alangkah baiknya...."   "Ayah, lebih baik aku hidup tenang bersama Kakak Hiong saja. sebab Kakak Hiong tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan, maka aku pun harus begitu."   Tegas Lim Ceng Im.   "Baik."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Memang tidak bisa dipaksa dalam hal ini."   "Jadi...."   Kim sia uw suseng menatap Lim Ceng Im.   "Engkau dan cie Hiong sudah bersepakat, apabila dia pulih, kalian pasti melangsungkan pernikahan?"   "Ya."   Lim Ceng Im mengangguk malu-malu.   "   Kalau begitu, setelah kalian menikah, barulah aku pergi,"   Ujar Kim sia uw suseng sambil tertawa.   "Akupun begitu,"   Tok Pie sin Wan menyambung kemudian tertawa gelak.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kini Tio Cie Hiong sudah hampir pulih, tentu hatinya sangat gembira.   Akan tetapi, ada satu hal yang amat membingungkannya, karena sudah tiga hari Lim Ceng Im tidak muncul menemaninya.   oleh karena itu ketika Lim Peng Hang ke dalam kamarnya, ia langsung bertanya.   "Paman, Adik Im kok tidak kelihatan? Dia ke mana?" "Dia pergi mengurusi sesuatu, yang mungkin membutuhkan waktu satu bulan,"   Jawab Lim Peng Hang memberitahukan.   "oh?"   Tio Cie Hiong tercengang.   "Kenapa dia tidak memberitahukan kepadaku? seharusnya dia...."   "   Karena berangkat terburu-buru, maka dia tidak punya waktu untuk memberitahukan kepadamu."   Lim Peng Hang menepuk bahunya.   "ohya, kapan engkau bisa pulih seperti sedia kala?"   "Mungkin dua puluh hari lagi,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "syukurlah"   Ucap Lim Peng Hang.   "Kalau begitu, setelah engkaupulih, engkau boleh pergi menyusulnya."   "Ya."   Tio cie Hiong mengangguk.   Dua puluh hari kemudian, Tio Cie Hiong telah sembuh dari lukanya.   la telah pulih seperti sedia kala, maka ia berjalan ke luar.   sesampainya di aula depan, ia melihatBu Lim Ji Khie.   Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan sedang membicarakan sesuatu dengan sangat serius.   Hal itu tampak dari air muka mereka.   "   Kakek. Paman sastrawan, Paman"   Panggil Tio Cie Hiong.   "oh, Cie Hiong"   Sahut sam Gan sin Kay.   "Duduklah"   Tio Cie Hiong lalu duduk dan merasa suasana agak mencekam. oleh karena itu ia bertanya lagi.   "Paman"   Tio Cie Hiong memandang Lim Peng Hang.   "Apakah telah terjadi sesuatu dalam markas pusat Kay Pang ini?"   "Tidak....   "jawab Lim Peng Hang sambil menghela nafas.   "Hanya saja...."   "Ada apa?"   Tanya Tio Cie Hiong dengan kening berkerut.   "Paman, beritahukanlah Apakah berkaitan dengan kepergian Adik Im?"   "Cie Hiong"   Sam Gan sin Kay menatapnya.   "Benarkah engkau telah pulih seperti sedia kala?"   "Benar."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Kalau begitu, akan kututurkan,"   Ujar sam Gan sin Kay dengan wajah serius.   "Kira-kira dua puluh hari yang lalu, Ceng Im pergi belanja, tapi dia tidak pulang...."   "Kenapa?"   Tio Cie Hiong terkejut.   "Sehari kemudian, salah seorang pengemis peringkat ketiga datang melapor, bahwa ada dua Dhalai Lhama Tibet menitip sepucuk surat untukmu, dan kami pun membaca surat itu...."   Sam Gan sin Kay memberitahukan.   "Bagaimana isi surat itu?"   Tanya Tio Cie Hiong tegang.   "Ternyata surat dari Dhalai Lhama tua Tibet, memberitahukan bahwa Lim Ceng Im telah ditangkap. dan dibawa ke Tibet. Dhalai Lhama tua itu menghendakimu ke Tibet menemuinya. Kalau tidak...."   Sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.   "Dhalai Lhama tua itu akan berbuat apa terhadap Adik Im?"   Tanya Tio Cie Hiong cemas.   "Dia akan memusnahkan kepandaian ceng Im,"   Sahut Lim Peng Hang sambil menarik nafas panjang.   "Kalau begitu..,"   Ujar Tio cie Hiong.   "Aku harus segera berangkat ke Tibet. ohya, apakah Dhalai Lhama tua itu memberi batas waktu?"   "Dia memberi waktu dua bulan, kalau engkau tidak ke sana, dia akan memusnahkan kepandaian ceng Im,"   Jawab sam Gan sin Kay.   "Aku harus berangkat sekarang."   Tio cie Hiong bangkit berdiri "Cie Hiong"   Kim siauw suseng menatapnya dalam-dalam.   "Kalau engkau belum pulih, lebih baik jangan berangkat sekarang. sebab kepandaian Dhalai Lhama tua itu tinggi sekali."   "Paman sastrawan, aku sudah pulih. Kalau tidak. aku pun tidak meninggalkan kamar."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Baiklah."   Sam Gan sin Kay manggut-manggut.   "Engkau boleh berangkat sekarang."   "Aku akan menyiapkan seekor kuda jempolan untukmu."   Ujar Lim Peng Hang.   "Terimakasih, Paman"   Ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan.   "selama ini aku tidak pernah membunuh orang, tapi kalau Adik Im terjadi sesuatu, para Dhalai Lhama di Tibet pasti kuhabiskan semua"   "Cie Hiong ...."   Sam Gan sin Kay terkejut, sebab ia melihat sepasang mata Tio Cie Hiong memancarkan sinar berapi-api, pertanda ia akan melaksanakan apa yang telah diucapkannya . (Bersambung ke Bagian 24)   Jilid 24 "Aku tidak habis pikir dan tidak mengerti. Padahal aku tidak pernah mencari masalah, tidak pernah berbuat jahat, bahkan selalu mengampuni orang lain, namun kenapa orang lain malah menghendaki kematianku? Aaaakh..."   Gumam Tio cie Hiong sambil menarik nafas panjang.   "Lebih gampang menjadi orang jahat dari pada menjadi orang baik, sebab orang baik harus menghadapi berbagai macam percobaan."   Tio cie Hiong melakukan perjalanan siang malam menuju Tibet.   Kira-kira belasan hari kemudian, ia tetah memasuki daerah itu.   Tibet merupakan sebuah negeri kecil, namun cukup padat penduduknya.   Yang berkuasa di Tibet adalah kepala Dhalai Lhama bernama Pa-toho, yang sangat dihormati dan diagungkan rakyat.   Setelah tiba di Tibet, Tio cie Hiong langsung menuju sebuah biara yang sangat besar dan megah.   Para Dhalai Lhama di biara itu menyambut kedatangannya dengan hormat, sebab Tio cie Hiong berasal dari Tionggoan.   Ketika Tio cie Hiong memperkenalkan namanya, para Dhalai Lhama tampak terkejut, dan segera ke dalam untuk melapor.   Berselang beberapa saat, Tio cie Hiong dipersilahkan masuk ke ruang tamu.   Ketika ia baru saja duduk, muncullah seorang Dhalai Lhama tua.   "Selamat datang"   Ucap Dhalai Lhama tua itu.   "Aku kepala Dhalai Lhama di sini, namaku Patoho."   "Dhalai Lhama Patoho"   Tio Cie Hiong memberi hormat.   "Kedatanganku...."   "Aku tahu...."   Dhalai Lhama Patoho manggut-manggut, lalu mengibaskan tangannya agar para Dhalai Lhama yang berada di situ masuk ke dalam. setelah tinggal mereka berdua, barulah kepala Dhalai Lhama itu berkata.   "Maaf, aku yang ke Tionggoan...."   "Jadi engkau yang menangkap Lim Ceng Im?"   Tanya Tio Cie Hiong bernada gusar.   "Ya."   Dhalai Lhama tua mengangguk.   "sekali lagi aku mohon maaf atas tindakanku itu Aku terpaksa melakukannya demi kewibawaanku,"   Ujar Dhalai Lhama tua memberitahukan.   "Di mana Lim Ceng Im sekarang?"   Kening Tio Cie Hiong berkerut.   "Tenang"   Dhalai Lhama tua tersenyum, lalu bertepuk tangan tiga kali. sesaat kemudian, tampak Lim Ceng Im berjalan ke luar. Begitu melihat Tio Cie Hiong, ia langsung berlari ke arahnya, lalu mendekap di dadanya.   "Kakak Hiong...."   "Adik Im"   Tio Cie Hiong membelainya.   "Bagaimana para Dhalai Lhama di sini memperlakukanmu? "   "sangat sopan dan baik,"juwab Lim Ceng Im jujur. "syukurlah"   Ucap Tio Cie Hiong, kemudian memandang Dhalai Lhama tua seraya berkata.   "   Kalau tidak salah, engkau ingin membuat perhitungan denganku karena aku telah memusnahkan kepandaian empat Dhalai Lhama itu, bukan?"   "Aku paman guru mereka, maka kuharap engkau mengerti dan maklum adanya"   Sahut Dhalai Lhama tua Patoho.   "Jadi...."   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Tentunya aku harus bertanding denganmu"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut Dhalai Lhama tua Patoho.   "Sebab menyangkut kewibawaanku"   "Oh?"   Tio Cie Hiong menatapnya tajam, kemudian memandang Lim Ceng Im dan bertanya.   "Adik Im, apakah engkau tidak menceritakan kepada Dhalai Lhama tua tentang sepak terjang keempat Dhalai Lhama itu di Tionggoan?"   "Sudah kuceritakan,"   Jawab Lim Ceng Im.   "Dhalai Lhama tua"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Dia telah menceritakan itu, kenapa engkau masih ingin menuntut balas kepadaku?"   "   Kalau dia tidak menceritakan, bagaimana mungkin aku memperlakukannya begitu baik?"   Sahut Dhalai Lhama tua.   "Tapi biar bagaimana pun, aku tetap paman guru mereka...."   "Hmm"   Dengus Tio Cie Hiong.   "seharusnya engkau bersyukur, karena aku tidak membunuh mereka berempat."   "Maksudmu?"   Dhalai Lhama tua Patoho menatapnya heran.   "Mereka berempat membunuh kakak kandungku, tapi aku hanya memusnahkan kepandaian mereka, apakah aku masih kurang bijaksana?"   Sahut Tio Cie Hiong.   "Apa?"   Dhalai Lhama tua terbelalak.   "Benarkah itu?"   "Benar, Dhalai Lhama tua."   Sahut Lim Ceng Im.   "Aku lupa memberitahukan."   "Aaakh..."   Dhalai Lhama tua menarik nafas panjang.   "   Kalau begitu, aku mohon maaf kepada kalian Aku tak menyangka kalau mereka berempat begitu jahat...."   "Engkaulah yang bersalah,"   Tegas Tio Cie Hiong.   "Kok aku?"   Dhalai Lhama tua heran.   "sebab engkau yang mengutus mereka keTionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo. Kalau engkau tidak mengutus mereka ke sana, tentunya hal itu tidak akan terjadi,"   Sahut Tio cie Hiong.   "Aaakh..."   Dhalai Lhama tua menghela nafas.   "Aku terpaksa."   "   Kenapa terpaksa?"   Tanya Tio Cie Hiong heran.   "   Karena aku pernah berhutang budi kepada Thian Gwa sin Mo. Bu Lim sam Mo mengutus seseorang ke mari untuk minta bantuanku atas nama Thian Gwa sin Mo, sehingga aku terpaksa menyuruh keempat Dhalai Lhama itu ke Tionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo."   "Thian Gwa sin Mo?"   Tio Cie Hiong tercengang.   "siapa Thian Gwa sin Mo itu?"   "Dia paman guru Bu Lim sam Mo."   Dhalai Lhama tua memberitahukan.   "   Kira- kira tujuh puluh tahun lampau, Thian Gwa sin Mo pernah menyelamatkan nyawaku. Akan tetapi setelah itu dia kehilangan jejak...."   "oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "setelah kakak seperguruanku meninggal, aku mengambil alih kekuasaan di sini."   Tutur Dhalai Lhama tua sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Pada waktu itu, banyak Dhalai Lhama di sini menentang, sebab aku tergolong Dhalai Lhama jahat. Namun setelah aku berkuasa, sejak itu aku pun berubah...."   "Berubah baik, kan?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Betul."   Dhalai Lhama tua mengangguk.   "Aku bersungguh-sungguh memimpin para Dhalai Lhama di sini. Di samping itu, aku pun menjaga kesejahteraan rakyat. sejak itu para Dhalai Lhama di sini tidak menentangku lagi, sebaliknya malah sangat menghormatiku. Kemudian aku juga membangun sebuah biara yang amat besar. Namun karena kekurangan dana, maka aku minta bantuan Toan Hong Ya di Tayli."   "oooh,"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "ohya, di mana keempat Dhalai Lhama itu sekarang?"   "Beristirahat di ruang dalam,"   Jawab Dhalai Lhama tua dan menambahkan.   "Berdasarkan peraturan yang berlaku di sini, aku harus menghukum mereka."   "Tidak perlu dengan hukuman berat, sebab mereka telah kehilangan kepandaian,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Engkau sungguh berhati bajik"   Dhalai Lhama tua makin kagum terhadap Tio Cie Hiong.   "   Urusan ini telah usai, maka kami mau mohon diri kembali ke Tionggoan,"   Ucap Tio Cie Hiong.   "Ngmm"   Dhalai Lhama tua manggut-manggut.   "   Kudengar engkau berkepandaian tinggi sekali, oleh karena itu...."   "Mau bertanding dengan aku, kan?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "   Kira- kira begitulah,"   Jawab Dhalai Lhama tua.   "Tentunya engkau tidak akan mengecewakan aku, kan?"   "Dhalai Lhama tua...."   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.   "Pada-hal usiamu telah mencapai seratus tahun, kenapa masih...."   "Terus terang."   Dhalai Lhama tua tersenyum.   "Aku masih penasaran, bagaimana mungkin kepandaianmu begitu tinggi? Karena usiamu masih muda, maka aku ingin menguji kepandaianmu.   "   "Dhalai Lhama tua...."   Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.   "Kita hanya bertanding tiga jurus saja. Engkau tidak akan menolak. kan?"   Dhalai Lhama tua menatapnya.   "Baiklah."   Tio Cie Hiong mengangguk. Dhalai Lhama tua berjalan ke tengah-tengah ruang tamu. Tio Cie Hiong mengikutinya, kemudian mereka berdiri berhadapan. Betapa gembiranya Lim Ceng Im, sebab ia akan menyaksikan pertandingan yang seru.   "   Hati- hati"   Seru Dhalai Lhama tua.   "Jurus pertama"   Dhalai Lhama tua mulai menyerang Tio Cie Hiong dengan pukulan. Tio Cie Hiong segera berkelit dengan Kiu Kiong san Tian Pou.   "Bagus"   Seru Dhalai Lhama tua.   "Ini jurus kedua, hati-hatilah"   Kali ini Dhalai Lhama tua menyerang Tio Cie Hiong dengan jurus yang sangat dahsyat dan lihay.   Badannya berputar-putar mengitari Tio Cie Hiong, sekaligus mengibaskan lengan jubahnya, yang menimbulkan suara yang menderu-deru.   itulah jurus andalan Thian suan Te Coan (Langit Bergoyang Bumi Berputar) .   Tio Cie Hiong tidak tinggal diam.   la pun berputar-putar dan mendadak mengibaskan lengan bajunya menangkis serangan itu.   Daaar Terdengar suara benturan dahsyat.   Tio cie Hiong tetap berdiri di tempat, tetapi Dhalai Lhama tua terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.   setelah berdiri tenang, barulah ia menatap Tio cie Hiong dengan mata terbelalak.   "sungguh hebat sekali"   Ujarnya lalu menghela nafas.   "Aku mengaku kalah."   "   Kepandaian Dhalai Lhama tua sangat tinggi sekali, terima kasih atas kemurahan hatimu, Dhalai Lhama tua"   Ucap Tio Cie Hiong.   "   Engkau terlampau merendah."   Dhalai Lhama lua tertawa.   "Memang pantas engkau memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap. aku kagum dan salut kepadamu." "Dhalai Lhama tua, kami mohon diri"   Ucap Tio Cie Hiong.   "Baiklah."   Dhalai Lhama tua manggut-manggut.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Terima kasih atas kunjunganmu, mudahmudahan engkau akan ke mari lagi kelak"   "Mudah-mudahan"   Sahut Tio Cie Hiong sekaligus memberi hormat, lalu mengajak Lim Ceng Im pergi.   Mereka berdua tidak tahu, bahwa di saat mereka berdua meninggalkan Tibet, di saat itu pula terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan dalam rimba persilatan Tionggoan....   Bab 38 Im sie Hong Mo (iblis Gila Alam Baka) Dengan penuh keheranan Hui Khong Taysu, ketua partai siauw Lim menghadap ketiga paman gurunya di ruang semedi.   Ternyata siauw Lim sam Tiang lo menyuruh seorang hweeshio kecil memanggilnya menghadap.   "Paman guru...."   Hui Khong Taysu memberi hormat.   "Duduklah"   Sahut Tiga Tetua siauw Lim.   "Paman guru memanggilku menghadap. ada apa gerangannya?"   Tanya Hui Khong Taysu.   "Hui Khong, beberapa hari ini kami bertiga tidak bisa bersemadi dengan tenang, maka kami berfirasat akan terjadi sesuatu."   "oh?"   Hui Khong Taysu terkejut.   "Kira-kira apa yang akan terjadi, Paman guru?"   "Aaaakh..."   Salah seorang Tetua menarik nafas panjang.   "omitohud Kejahatan memang sulit ditumpas. Tiap kali ditumpas, tetapi selalu tumbuh kembali seperti jamur."   "Maksud Paman guru?"   Hui Khong Taysu tersentak mendengar ucapan itu "Rimba persilatan akan dilanda banjir darah lagi,"   Sahut Tetua itu sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Akan muncul seorang iblis ganas menghancurkan tujuh partai besar rimba persilatan, termasuk Kay Pang."   "Paman guru...."   Hui Khong Taysu kurang percaya.   "iblis ganas itu muncul, berarti ajal kami telah tiba."   Tiga Tetua memberitahukan.   "omitohud Itu memang sudah merupakan takdir...."   "Benarkah itu, Paman guru?"   "Benar."Ji Tiang lo (Tetua Kedua) manggut-manggut.   "oleh karena itu, engkau harus segera berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk memberitahukan kepada Bu Lim Ji Khie tentang firasat kami agar mereka bisa bersiap-siap."   "Ya, Paman guru."   Hui Khong Taysu mengangguk.   "setelah itu, engkau harus segera pulang"   Pesan Tiga Tetua itu.   "Ya, Paman guru."   Hui Khong Taysu mengangguk lagi.   setelah memberi hormat, Hui Khong Taysu berangkat ke markas pusat Kay Pang.   Beberapa hari kemudian, sampailah dia di markas pusat Kay Pang.   Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan Lim Peng Hang menyambut kedatangan ketua siauw Lim itu dengan penuh keheranan.   "Ha ha ha"   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "   Kepala gundul, angin apa yang membawamu ke mari?"   "Mungkin angin badai,"   Sahut Hui Khong Taysu dan memberitahukan.   "Paman guru yang mengutusku ke mari."   "oh?"   Sam Gan sin Kay mengerutkan kening.   "silakan duduk"   "Terimakasih"   Hui Khong Taysu duduk. "   Kepala gundul"   Sam Gan sin Kay menatapnya.   "   Kenapa paman gurumu mengutusmu kc mari?"   "omitohud"   Ucap Hui Khong Taysu, kemudian menghela nafas panjang.   "   Ketiga paman guruku berfirasat buruk...."   "   Ketiga tua bangka itu berfirasat buruk apa?"   Tanya Kim siauw suseng.   "omitohud"   Hui Khong Taysu menengok kc sana ke mari.   "Kok tidak kelihatan Tio Cie Hiong? Ke mana dia?"   "Aaaakh..."   Lim Peng Hang menarik nafas.   "Dia sedang ke Tibet."   "oh?"   Hui Khong Taysu heran.   "   Kenapa ke Tibet? Apakah telah terjadi sesuatu di sini?"   "Ya."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Dhalai Lhama tua Tibet...."   Lim Peng Hang memberitahukan tentang peristiwa yang menimpa Lim Ceng Im sampai kel^ergian Tlo cie Hiong ke Tibet. Hui Khong Taysu mendengarkan dengan mata terbelalak.   "omitohud"   Hui Khong Taysu menggeleng-gelengkan kepala.   "Mungkinkah itu merupakan firasat ketiga paman guruku?"   "Ketiga paman gurumu berfirasat apa?"   Tanya Lim Peng Hang tegang.   "   Ketiga paman guruku memberitahukan, bahwa beberapa hari lalu mereka bertiga tidak bisa bersemadi dengan tenang, sehingga timbul suatu firasat...."   Hui Khong Taysu menghela nafas.   "Lanjutkan"   Ujar sam Gan sin Kay tidak sabaran.   "   Ketiga paman guruku berfirasat, bahwa akan muncul seorang iblis ganas dalam rimba persilatan, maka rimba persilatan akan dilanda banjir darah lagi, iblis ganas itu muncul, berarti ajal ketiga paman guruku pun tiba."   Hui Khong Taysu memberitahukan.   "oh?"   Sam Gan sin Kay tersentak.   "Mungkinkah itu?"   "   Kalau begitu...,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Tentunya tiada kaitannya dengan kepergian cie Hiong ke Tibet."   "Menurutkupun begitu,"   Sambung Kim siauw suseng.   "firasat ketiga paman guruku tidak pernah meleset, maka mengutusku ke mari memberitahukan, agar partai Kay Pang bersiap-siap."   Ujar Hui Khong Taysu.   "Heran"   Gumam sam Gan sin Kay sambil menggaruk-garuk kepala.   "Kepandaian Bu Lim sam Mo telah musnah, sedangkan Ku Tek Cun, murid mereka itu telah terjun kcjurang. Lalu... iblis ganas mana yang akan muncul?"   "Mungkin kali ini firasat ketiga Tetua siauw Lim akan meleset,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Menurut pendapatku, firasat ketiga Tetua siauw Lim tidak akan meleset,"   Sahut Tok Pie sin Wan.   "Maka ada baiknya kalau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan.   "   "Ngmm"   Sam Gan sin Kay manggut-manggut.   "omitohud"   Hui Khong Taysu bangkit berdiri.   "Aku mau mohon diri, karena ketiga paman guruku telah berpesan kepadaku harus segera pulang setelah memberitahukan tentang itu"   "Baiklah,"   Ucap sam Gan sin Kay dan berpesan.   "Tolong sampaikan salam kami kepada siauw Lim sam Tiang lo"   "omitohud,"   Hui Khong Taysu mengangguk, lalu melangkah pergi. Lim Peng Hang mengantarnya sampai di depan markas pusat, setelah itu, barulah kembali ke dalam.   "Harus kita tanggapi dengan serius firasat siauw Lim sam Tiang lo itu"   Ujar Kim siauw suseng dengan kening berkerut-kerut.   "Tapi...."   Sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.   "Kira-kira siapa iblis ganas yang akan muncul itu?" "Bagaimana mungkin kita tahu,"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut Tok Pie sin wan.   "Haaah..."   Seru Lim Peng Hang kaget.   "Mungkinkah iblis ganas itu adalah...."   "siapa?"   Tanya sam Gan sin Kay cepat.   "Tio Cie Hiong,"   Jawab Lim Peng Hang dengan wajah pucat pias.   "Kok engkau jadi ngawur?"   Bentak sam Gan sin Kay.   "Bagaimana mungkin Tio Cie Hiong akan berubah menjadi iblis ganas?"   "Aku berani menjamin dengan kepalaku,"   Sela Kim siauw suseng.   "   Kalau Tio Cie Hiong berubah menjadi iblis ganas, akan kupersembahkan kepalaku kepadanya."   "Peng Hang"   Sam Gan Sin Kay menatapnya tajam.   "   Kenapa engkau berpikir begitu? Apa alasanmu?"   "ceng Im terjadi sesuatu, itu dapat membuat Cie Hiong berubah menjadi jahat,"   Sahut Lim Peng Hang.   "   Kalau benar begitu, tentunya Cie Hiong akan membantai kaum penjahat dan golongan hitam,"   Ujar sam Gan sin Kay dan melanjutkan.   "Tapi siauw Lim sam Tiang lo berfirasat, bahwa tujuh partai besar akan hancur, termasuk Kay Pang Jadi tidak mungkin Cie Hiong yang berubah menjadi iblis ganas."   "Ngmmm"   Kim siauw suseng manggut-mang-gut.   "Pasti orang lain, hanya saja kita tidak tahu siapa orangnya."   "Mudah-mudahan Cie Hiong cepat pulang"   Ujar Tok Sie sin Wan.   "Kita bisa berunding bersama."   "Yaah"   Lim Peng Hang menghela nafas.   "Tidak mungkin Cie Hiong dan Ceng Im akan begitu cepat pulang, sebab mereka pasti pesiar ke sana ke mari."   "Benar."   Sam Gan sin Kay manggut-manggut dan menambahkan.   "Sudahlah Kenapa kita harus memusingkan sesuatu yang belum terjadi? Yang penting kita harus bcrsiap-siap."   "Lim Pangcu"   Pesan Kim siauw suseng serius.   "Markas pusat ini harus dijaga ketat, kita tidak boleh lengah"   "Ya."   Lim Peng Hang mengangguk.   lalu menurunkan perintah kepada para pengemis peringkat menengah untuk memperketat penjagaan.   Pada suatu malam yang hening, terdengarlah suara doa di dalam biara Siauw Lim.   Pada saat bersamaan, mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan, sehingga suara doa itu berhenti.   "Ha ha ha Hehehe..."   Suara tawa yang menyeramkan itu terus bergema. Cap Pwee Lo Han (Delapan Belas Arhat) berhambur ke luar, kemudian disusul oleh Hui Khong Taysu dan siauw Lim sam Tiang io.   "He h e h e"   Suara tawa itu masih bergema, dan tiba-tiba melayang turun sosok bayangan.   "siapa engkau?"   Bentak Cap Pwee Lo Han. Kemudian dengan tangan memegang toya, Delapan Belas Arhat itu mengurung sosok yang baru melayang turun.   "Aku Im sie Hong Mo (iblis Gila Alam Baka)"   Sahut orang itu Dia berpakaian kumal dan rambutnya yang panjang awut-awutan, sehingga mukanya tidak tampak jelas karena tertutup oleh rambutnya.   "Mau apa engkau ke mari?"   Bentak Cap Pwee Lo Han.   "He he he"   Im sie Hong Mo tertawa terkekeh-kekeh.   "Malam ini siauw Lim harus musnah, aku akan membunuh kalian"   "Serang"   Seru kepala Cap Pwee Lo Han. seketika tampak belasan toya berkelebatan menyerang Im sie Hong Mo. Pada waktu bersamaan, terlihat pula sinar pedang berkelebat ke sana ke mari, disusul oleh suara jeritan yang menyayat hati.   "Aaaakh Aaaaakh Aaaakh..."   Cap Pwee Lo Han telah terkulai bermandi darah. Ternyata mereka telah mati dengan tubuh tak berbentuk, karena sekujur tubuh mereka tertusuk dan terbacok tidak karuan.   "omitohud"   Siauw Lim sam Tiang lo mendekati Im sie Hong Mo.   "Ha ha ha He he he"   Im sie Hong Mo tertawa seram.   "siauw Lim sam Tiang lo, ajat kalian telah tiba malam ini"   "omitohud"   Ucap siauw Lim sam Tiang lo sekaligus mengurung Im sie Hong Mo.   "He he he Kalian bertiga harus mati"   Teriak Im sie Hong Mo. Mendadak pedang di tangannya berderak begitu cepat menyerang siauw Lim sam Tiang lo.   "omitohud."   Siauw Lim sam Tianglo sebera menangkis dengan kibasan lengan jubah. Breeet Lengan jubah siauw Lim sam Tianglo putus oleh sabetan pedang Im sie Hong Mo. Bukan main terkejutnya siauw Lim sam Tianglo, begitu pula Hui Khong Taysu yang menyaksikannya .   "He he he He he he"Im sie Hong Mo terus tertawa terkekeh, kemudian mendadak menyerang lagi. sungguh aneh dan cepat gerakan pedangnya, bahkan tampak kacau tidak karuan. siauw Lim sam Tianglo menangkis dan balas menyerang. Delapan jurus kemudian, gerakan pedang Im sie Hong Mo makin kacau tidak karuan, sehingga membuat siauw Lim sam Tianglo kewalahan menghadapinya. Sekonyong-konyong Im sie Hong Mo membentak aneh, dan tampak pedangnya berkelebat ke sana ke mari. Gerakannya sangat cepat, aneh dan kacau balau tidak karuan, sehingga tidak dapat diikuti dengan pandangan mata. setelah itu, Im sie Hong Mo berdiri diam di tempat. siauw Lim sam Tianglojuga berdiri tegak, namun bagian pinggang mereka telah berlumuran darah. Berselang sesaat,robohlah tiga tetua siauw Lim itu.   "Haaah?"   Hui Khong Taysu terkejut dan wajahnya pucat pias.   "omitohud...."   Ternyata yang roboh bagian atas tubuh, bagian bawah dari pinggang sampai ke kaki tetap berdiri. Betapa mengenaskan kematian siauw Lim sam Tianglo itu, tubuh mereka terkutung jadi dua.   "He he he He he he...."   Im sie Hong Mo tertawa seram.   "Paman guru Paman guru...."   Mata Hui Khong Taysu telah basah.   "omitohud omitohud...."   "He he he"   Im sie Hong Mo tertawa ter-kekeh-kekeh.   "Apakah 'omitohud' dapat melindungimu, hweeshio tua?"   "Engkau iblis...."   Hui Khong Taysu melangkah maju.   "Jangan bergerak"   Bentak Im sie Hong Mo, dan mendadak sepasang matanya memancarkan cahaya hijau. Hut Khong Taysu langsung diam di tempat, bahkan tampak seakan kehilangan sukma.   "Hui Khong Taysu"   Im sie Hong Mo menatapnya.   "Ya,"   Sahut ketua siauw Lim itu.   "Mulai sekarang dan selanjutnya, engkau harus patuh kepada perintahku"   Ujar Im sie Hong Mo sepatah demi sepatah.   "Ya."   Hui Khong Taysu mengangguk.   "Ha ha ha He he he"   Im sie Hong Mo tertawa gelak.   "Engkau harus ikut aku"   Im sie Hong Mo melesat pergi, dan Hui Khong Taysu mengikutinya dari belakang.   sayup,sayup masih terdengar suara tawa seram Im sie Hong Mo.   Kejadian di Biara siauw Lim sangat menggemparkan, dan mengejutkan rimba persilatan.   Kaum persilatan mana yang tidak akan terkejut ketika mendengar siauw Lim sam Tianglo mati secara mengenaskan? Lagipula Hui Khong Taysu hilang entah kc mana.   siapa Im sie Hong Mo, tiada seorang pun yang mengetahuinya.   Partai-partai lain pun mulai tercekam, terutama partai Butong.   Malam ini It Hian Tojin berbicara serius dengan lima muridnya, yakni Bu-tong Nao Hiap (Lima Pendekar Butong).   "   Kalian berlima dengar baik-baik"   Ujar It Hian Tojin sambil memandang mereka.   "Kini partai siauw Lim boleh dikatakan telah musnah, mungkin tidak lama lagi akan giliran kita. oleh karena itu, apabila Im sie Hong Mo muncul, kalian berlima harus bersembunyi di ruang bawah tanah. Apa pun yang terjadi atas diriku, kalian berlima tidak boleh keluar."   "Guru...."   "Ingat Kalian berlima harus selamat agar partai Butong masih bisa berdiri kelak. Jangan sampai partai kita lenyap dari rimba persilatan."   Ujar It Hian Tojin sambil menghela nafas panjang.   "Kalau diriku terjadi sesuatu, kalian berlima harus segera ke markas pusat Kay Pang menemui Bu Lim Ji Khie"   "Ya, Guru."   "Im sie Hong Mo muncul mengganas, namun Pek Ih sin Hiap malah tenggelam entah ke mana?"   It Hian Tojin menggeleng-gelengkan kepala.   "Guru"   In Siauw Houw memberitahukan.   "Pek Ih Sin Hiap sedang pergi ke Tibet, dan hingga saat ini masih belum pulang."   "Di saat rimba persilatan dilanda banjir darah, dia malah tidak ada."   It Hian Tojin menghela nafas lagi.   "Mungkin Pek Ih sin Hiap sudah dalam perjalanan pulang,"   Ujar The Cok Peng.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Itu cun sudah terlambat."   It Hian Tojin menggeleng-gelengkan kepala lagi.   "sungguh tak disangka, setelah Bu Lim sam Mo, Empat Dhalai Lhama dan Ku Tek Cun ditumpas oleh Pek Ih sin Hiap. kini malah muncul Im sie Hong Mo yang begitu ganas dan kejam...."   Sekonyong-konyong terdengarlah suara tawa menyeramkan di luar. seketika wajah It Hian Tojin berubah pucat pias.   "Im sie Hong Mo telah datang, cepatlah kalian berlima bersembunyi di ruang bawah tanah Cepat"   Ujar It Hian Tojin dengan suara gemetar.   "Guru...."   "Kalian tidak usah menghiraukan diriku, cepatlah kalian masuk ke dalam"   "Ya, Guru"   Butong Nao Hiap segera berlari ke dalam, sedangkan It Hian Tojin berhambur ke luar. la melihat puluhan murid Butong telah terkapar menjadi mayat di halaman, sementara suara tawa seram itu masih terus bergema.   "iblis Cepat perlihatkan dirimu"   Bentak It Hian Tojin.   "He he he"   Mendadak muncul sosok bayangan, yang tidak lain Im sie Hong Mo.   "Im sie Hong Mo...."   "Diam"   Bentak Im sie Hong Mo sambil menatapnya dengan mata memancarkan cahaya hijau. It Hian Tojin langsung diam, seperti telah kehilangan sukma. Im sie Hong Mo tertawa seram lagi, kemudian membentak.   "It Hian Tojin"   "Mulai sekarang engkau harus patuh kepada perintahku"   "Ya"   "Mari ikut aku"   "Ya"   Im sie Hong Mo melesat pergi, dan It Hian Tojin segera melesat mengikutinya.   setelah partai Butong runtuh, menyusul partai Hwa san, Kun Lun, GoBie, Khong Tong dan partai swat san.   Bahkan Lam Kiong hujin, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong pun hilang entah ke mana.   Kini hanya tersisa Kay Pang.   Penjagaan di markas pusat Kay Pang pun diperketat.   sedangkan Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan dan Lim Peng Hang telah bersiap dengan perasaan tercekam.   Mereka semua duduk di aula depan dengan kening berkerut-kerut.   Mendadak mereka mendengar suara seruan di luar, yang saling menyusul.   "Butong Ngo Hiap berkunjung Butong Ngo Hiap berkunjung...."   Berselang beberapa saat kemudian, muncullah Butong Ngo Hiap dengan wajah muram. Mereka berlima memberi hormat.   "Silakan duduk"   Ucap Lim Peng Hang.   "Terima kasih, Lim Pang cu"   Ucap Butong Ngo Hiap lalu duduk.   "Apakah sudah ada kabar berita tentang It Hian Tojin?"   Tanya sam Gan sin Kay sambil memandang mereka.   "Belum."   Butong Nao Hiap menggeleng-gelengkan kepala.   "   Heran?"   Gumam Lim Peng Hang.   "Para ketua tujuh partai itu hilang ke mana? Kok tiada jejaknya sama sekali?"   "Kami yakin, mereka telah ditangkap oleh Im sie Hong Mo,"   Ujar In siauw Houw, salah seorang Butong Ngo Hiap.   "Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin juga telah hilang,"   Sambung Lie say Meng memberitahukan.   "Apa?"   Sam Gan sin Kay terbelalak.   "Mereka juga telah hilang?"   "Ya."   In siauw Houw mengangguk.   "Aku pun yakin, mereka pasti ditangkap oleh Im sie Hong Mo."   "Tujuh partai besar telah runtuh, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin pun telah hilang. Kini... pasti giliran kita,"   Ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.   "Tidak salah."   Kim siauw suseng manggut-manggut.   "Maka kita harus siap bertarung matimatian."   "Heran"   Sam Gan sin Kay menggeleng-ge-lengkan kepala.   "siapa sebetulnya Im sie Hong Mo itu? Kok kepandaiannya begitu tinggi?"   "Pengemis bau"   Kim Siauw Suseng tertawa.   "Siauw Lim Sam Tianglo mati di tangan Im sie Hong Mo, apakah kita juga akan menyusul?"   "Engkau takut mati ya, sastrawan sialan?"   Tanya sam Gan sin Kay menyindir.   "Takut mati sih tidak- hanya saja kemungkinan besar kita akan mati penasaran,"   Sahut Kim siauw suseng.   "Benar."   Tok Pie sin wan manggut-manggut.   "   Karena kita akan mati tanpa tahu siapa Im sie Hong Mo itu"   "Aaaakh..."   Lim Peng Hang menghela nafas.   "   Kenapa Cie Hiong dan ceng Im masih belum pulang?"   "   Lebih baik mereka belum pulang,"   Sahut sam Gan sin Kay.   "   Kenapa?"   Lim Peng Hang heran.   "Agar mereka tidak usah menjadi korban di sini,"   Ujar sam Gan sin Kay.   "Tentunya kalian tahu, betapa tingginya kepandaian siauw Lim sam Tianglo, tapi mereka hanya dapat bertahan belasan jurus, kemudian mati secara mengenaskan."   "Pengemis bau"   Kim siauw suseng menatapnya.   "Menurutmu, Cie Hiong masih tidak mampu menghadapi Im sie Hong Mo?" "Entahlah."   Sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, wajah Butong Nao Hiap langsung berubah.   "Im sie Hong Mo datang"   Seru mereka dengan suara bergemetar.   "Bagus"   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "Mari kita hadapi dia"   Mereka semua berhambur ke luar. Tampak seorang berdiri di halaman markas pusat Kay Pang dan puluhan mayat bergelimpangan di situ pula.   "Ha ha ha He he he"   Im sie Hong Mo tertawa.   "Akan kuhabiskan semua orang di sini He he he...."   "Im sie Hong Mo"   Sam Gan sin Kay menatapnya.   "Siapakah kau? Ada permusuhan apa engkau dengan Kay Pang?"   "He he he"   Im sie Hong Mo terus tertawa.   "Pokoknya aku harus menghabiskan nyawa kalian Di mana Tio Cie Hiong? Akan kucincang dia Akan kuhisap darahnya Di mana Tio Cie Hiong? Cepat suruh dia keluar"   "Dia tidak ada,"   Sahut urnPeng Hang.   "Engkau punya dendam dengannya?"   "Pokoknya kalian semua harus mati Tio Cie Hiong harus mati juga He he he...."   Im sie Hong Mo tertawa gila.   "siapa yang berada di sini, harus mati"   "Im sie Hong Mo"   Kim siauw suseng tertawa dingin.   "Belum tentu engkau dapat membunuh kami"   "Ha ha ha Kalian pasti mati"   Im sie Hong Mo mulai menghunus pedangnya.   "Akan kucincang kalian semua"   "Bagus"   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "Mari kita bertarung Engkau tidak perlu omong besar di sini"   Sam Gan sin Kay sudah memegang tongkat bambu, Kim siauw suseng menggenggam suling emasnya, Lim Peng Hang memegang tongkat bambu, sedangkan Tok Pie sin wan mengeluarkan goloknya.   "He he he He he he"   Mendadak pedang Im Sie Hong Mo bergerak menyerang mereka berempat.   Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan langsung menangkis dengan senjata masing- masing.   Akan tetapi, sekonyong-konyong Im Sie Hong Mo melesat ke atas, kemudian badannya berputar-putar bagaikan angin puyuh dan pedangnya berkelebatan ke sana ke mari.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Berrrt Pakaian Sam Gan Sin Kay dan Kim Siauw Suseng telah sobek tersabet pedang.   Mereka berdua segera meloncat ke belakang, begitu pula Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan.   Sungguh di luar dugaan, ternyata bahu kedua orang itu telah teriuka dan mengucurkan darah.   "Hati-hati"   Ujar Sam Gan Sin Kay.   "Ilmu pedang Im Sie Hong Mo sangat aneh dan lihay"   "He he he"   Im Sie Hong Mo tertawa.   "Kalian semua harus mati Pokoknya harus mati"   Mendadak ia menyerang lagi.   Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan terkejut bukan main, sebab gerakan pedang Im Sie Hong Mo cepat laksana kilat, bahkan kacau balau tapi lihay sekali.   Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan terpaksa menangkis, maka terjadilah pertarungan hebat.   Belasan jurus kemudian, Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan mulai terdesak.   Im Sie Hong Mo tertawa seram, dan gerakan pedangnya juga bertambah aneh dan kacau balau.   "Serrt Berrrt Cess"   Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan sudah bermandi darah.   Sedangkan Im sie Hong Mo terus tertawa seram dan pedangnya pun terus bergerak laksana kilat.   Kelihatannya Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan akan mati di bawah pedang Im sie Hong Mo, sebab mereka berempat telah terluka.   Di saat nyawa mereka berempat berada di ujung pedang itu, mendadak terdengar suara tawa yang sangat nyaring dan melengking- lengking.   "Hi hi hi Hi hi hi"   Im sie Hong Mo tampak tertegun ketika mendengar suara tawa itu, sehingga ia berhenti menyerang. seketika Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan meloncat ke belakang, sebab sekujur badan mereka telah berlumuran darah.   "Hi hi hi"   Suara tawa yang nyaring dan melengking- lengking itu masih bergema, disusul oleh suara yang penuh mengandung dendam.   "Aku pasti mencincangmu Aku pasti mencincangmu"   Tampak melayang turun sosok bayangan putih di hadapan Im sie Hong Mo. Wajahnya tidak tampak jelas, sebab tertutup oleh rambutnya yang panjang tergerai. Namun pakaiannya bersih sekali dan serba putih.   "He he he"   Im sie Hong Mo tertawa.   "Mau apa kau?"   "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincangmu"   Sahut wanita berbaju putih, lalu mendadak menyerang Im sie Hong Mo dengan pedang Justru sungguh membingungkan, karena gerakan pedangnya juga kacau balau tidak karuan.   "He he he"   Im sie Hong Mo tertawa dan sambil menangkis.   Terjadilah pertarungan sengit, tapi mereka berdua bertarung sambil tertawa.   Gerakan pedang mereka sama cepat laksana kilat, bahkan juga kacau balau.   Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan menyaksikan pertarungan itu denga mata terbelalak.   Padahal mereka berempat telah terluka, namun pertarungan itu membuat mereka lupa akan lukanya.   "Hi hi hi"   Wanita berbaju putih tertawa nyaring dan melengking-lengking sambil menyerang Im sie Hong Mo.   "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincangmu"   Sungguh mengherankan, Im sie Hong Mo kelihatan agak takut kepada wanita berbaju putih itu. la bertarung sambil mundur, bahkan kemudian melesat pergi. Namun wanita berbaju putih tidak membiarkannya.   "   Engkau mau kabur ke mana? Aku pasti mencincangmu Aku pasti mencincangmu"   Serunya sambil mengejar. setelah mereka berdua melesat pergi, Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan sating memandang.   "   Untung wanita berbaju putih itu segera datang. Kalau tidak..."   Sam Gan sin Kay menggelenggelengkan kemala.   "Pengemis bau"   Kim siauw suseng tertawa.   "   Kelihatannya kita sudah harus pensiun."   "Ha ha ha"   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "Benar. sudah waktunya kita pensiun dari rimba persilatan."   "   Heran"   Gumam Tok Pie sin Wan.   "siapa Im sie Hong Mo dan siapa pula wanita berbaju putih itu?"   "Kita sama sekali tidak bisa melihat jelas wajah mereka."   Sam Gan sin Kay menggelenggelengkan kepala.   "Wajah mereka sama-sama tertutup rambut."   "Mari kita ke dalam berobat dulu"   Ujar Lim Peng Hang.   "Aduuuh"   Tok Pie sin Wan mengaduh- aduh kesakitan.   "   Eh?"   Sam Gan sin Kay terbelalak.   "   Kenapa baru sekarang engkau menjerit kesakitan?"   "Baru sekarang aku merasa sakit."   Sahut Tok Pie sin wan dengan wajah meringis.   "Aduuuh"   Kim siauw suseng juga menjerit kesakitan. "Ha ha ha Kalian berdua...."   Mendadak sam Gan sin Kay juga menjerit kesakitan. Mereka berempat lalu berjalan ke dalam. setelah mengobati dan membalut luka-luka di tubuh masing-masing, barulah mereka duduk sambil menarik nafas lega.   "Kita semua masih beruntung,"   Ujar sam Gan sin Kay.   "Tapi kalau wanita berbaju putih itu tidak segera muncul, kita semua pasti sudah menjadi mayat."    Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Perintah Maut Karya Buyung Hok

Cari Blog Ini