Kesatria Baju Putih 20
Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 20
Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung "Benar." Kim siauw suseng manggut-mang-gut. "Im sie Hong Mo tertawa menyeramkan, sedangkan wanita berbaju putih tertawa nyaring dan melengking- lengking, kelihatannya mereka berdua...." "Tidak waras, kan?" Sambung Tok Pie sin Wan. "Ya." Kim siauw suseng manggut-manggut lagi. "Kalau begitu iblis Gila Alam Baka memang tidak waras. Lalu wanita...." "Pek Ih Hong Li (Wanita Gila Baju Putih)." Sahut sam Gan sin Kay. "Kita menamainya Pek Ih Hong Li saja." "Julukan yang tepat bagi wanita itu" Kim siauw suseng tertawa. "Heran...." "Memang mengherankan," Sambung sam Gan sin Kay. "Gerakan pedang mereka hampir mirip. Mungkinkah mereka berdua kakak beradik seperguruan?" "Mungkin." Tok Pie sin wan mengangguk. "Tapi... siapa guru mereka? Dalam rimba persilatan tidak pernah terdengar ada orang gila yang berkepandaian tinggi...." "Lagi pula...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Pek Ih Hong Li itu terus berteriak begitu, kelihatannya mereka berdua saling mendendam." "Benar." Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Padahal kepandaian mereka boleh dikatakan seimbang, kenapa Im sie Hong Mo malah kabur?" "Aaaakh..." Kim siauw suseng menarik nafas panjang. "Sebelumnya siauw Lim sam Tianglo telah berfirasat akan muncul seorang iblis ganas, bahkan tahu pula akan mati di tangannya." "seharusnya mereka bertiga menyembunyikan diri," Ujar Tok Pie sin wan mendadak. "Lutung gila siauw Lim sam Tianglo telah ditakdirkan harus mati di tangan Im sie Hong Mo. Karena itu, mereka bertiga tidak mau bersembunyi," Sahut sam Gan sin Kay. "Ha ha ha" Mendadak Kim siauw Suseng tertawa geli. "Lho?" Sam Gan sin Kay menatapnya heran. "sastrawan sialan, kenapa engkau tertawa geli? Baru lolos dari kematian sudah tertawa geli Dasar...." "Kita panggil Tok Pie sin wan sebagai Lutung Gila, itu berarti dia masih mempunyai hubungan dengan Im sie Hong Mo dan Pek Ih Hong Li. Tapi... kepandaiannya justru...." Kim siauw suseng tertawa geli. "Benar." Sam Gan sin Kay tertawa. "Hmm" Dengus Tok Pie sin wan. " Kalian jangan mentertawakan diriku. Kalian berdua Bu Lim Ji Khie, tapi kini harus dipanggil Bu Lim Ji Kwei (Dua Kura-kura Rimba persilatan)" "Eh? Lutung gila...." Sam Gan sin Kay melotot. "Sudahlah Jangan ribut" Ujar Lim Peng Hang. "Kita masih harus berjaga-jaga, karena kemungkinan besar Im sie Hong Mo masih akan muncul." "Percuma kita berjaga-jaga" Kim siauw suseng menggelengkan kepala. "Kalau Im sie Hong Mo muncul lagi, paling... kita juga pasrah." "Yaah..." Sam Gan sin Kay menghela nafas. "Tidak disangka Bu Lim Ji Khie akan pasrah dalam hal ini" "Melawan juga percuma. Malah bisa-bisa kita akan mati seperti siauw Lim sam Tiang lo," Ujar Kim siauw suseng. "Aaakh" Lim Peng Hang menggeleng- gelengkan kepala. "Kapan cie Hiong dan ceng Im pulang?" "Pengemis bau Menurut pendapatmu, apakah Cie Hiong dapat menghadapi Im sie Hong Mo?" Tanya Kim siauw suseng mendadak. "Entahlah." Sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. "Tapi mudah-mudahan cie Hiong dapat menghadapinya Kalau tidak...." "Lebih baik dia dan ceng Im jangan pulang dulu," Sambung Lim Peng Hang. "Cie Hiong dapat merobohkan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo, bagaimana mungkin tidak dapat menghadapi Im sie Hong Mo?" Ujar Tok Pie sin Wan. "Aku yakin dia dapat menghadapi Im sie Hong Mo." "Mudah-mudahan" Sahut Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang. Bab 39 Muh san Nao Kui (Lima setan Gunung Muh san) Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memang sedang dalam perjalanan pulang. Apa yang telah terjadi di rimba persilatan, mereka berdua sama sekali tidak mengetahuinya. Mereka berdua menunggang seekor kuda, memupuk cinta kasih sambil menikmati keindahan alam yang mereka lewati. "Kakak Hiong, setelah kita sampai di markas pusat Kay Pang, apa rencanamu?" Tanya Lim Ceng Im sambil tersenyum lembut. "Kita menikah, lalu hidup tenang dan bahagia di tempat terpencil," Jawab Tio cie Hiong. "Benar." Lim Ceng Im manggut-manggut. "Aku sudah jemu berkecimpung di rimba persilatan, maka alangkah baiknya kita hidup tenang dan bahagia di tempat terpencil, jadi kita tidak akan dipusingkan lagi oleh urusan rimba persilatan." "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kalau kita punya anak kelak, apakah harus di ajari ilmu silat?" "Itu memang harus," Ujar Lim Ceng Im. "Kalau tidak. anak kita akan dihina orang." "Kalau begitu, sudah barang tentu anak kita akan berkecimpung dalam rimba persilatan, kan?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Pasti. Tidak mungkin akan ikut kita hidup di tempat terpencil, sebab anak kita harus mencari pengalaman di luar." Lim Ceng Im tersenyum. "Eh?" Tio Cie Hiong tertawa geli. "Kita belum menikah, tapi sudah membicarakan anak. Apakah tidak terlampau awal?" " Engkau yang memulai, aku cuma menyambung." Lim Ceng Im cemberut. "Ya, kan?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "ohya, engkau ingin anak lelaki atau anak perempuan?" "Anak lelaki boleh, anak perempuan pun tidak jadi masalah," Sahut Lim Ceng Im sungguhsungguh . "Bagus Memang harus begitu." Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan. "Anak lelaki harus setampan aku, anak perempuan harus secantik engkau." "Tentu." Lim Ceng Im tertawa gembira. "Kakak Hiong, kita pasti akan bertambah bahagia setelah dikaruniai anak." "Benar. Tapi... kita juga harus baik-baik mendidik anak. agar tidak mencemarkan nama kita," Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Ng" Lim Ceng Im mengangguk. Begitulah mereka berdua melakukan perjalanan sambil bercakap-cakap. Kadang-kadang mereka bersenda gurau, bahkan sering pula Tio Cie Hiong meniup sulingnya. Hari ini mereka memasuki kota Pie Hong, dan begitu memasuki kota tersebut Tio Cie Hiong teringat sesuatu. "Adik Im, aku ingin mengatakan sesuatu, engkau jangan salah sangka ya" Ujar Tio Cie Hiong. "Katakanlah" Lim Ceng Im tersenyum. "Tidak mungkin aku akan salah sangka terhadapmu." "Ini kota Pie Hong, maka..." "Aku tahu." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lim Ceng Im tersenyum lagi. " Engkau ingin mengajakku berkunjung ke rumah hartawan Lie, bukan?" " Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Itu tidak apa-apa," Ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh. "Jadi akupun bisa berkenalan dengan Nona Lie. setelah kami bertemu, dia pun tidak usah terus merindukanmu." "Memang begitulah maksudku." Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil tersenyum lembut. Betapa kaget dan gembiranya hartawan Lie, ia menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan. Namun di balik itu, wajahnya tampak murung sekali. "Ha ha cie Hiong Aku tak menyangka engkau masih ingat kepadaku silakan duduk" "Terimakasih, paman" Tio Cie Hiong duduk. dan Lim Ceng Im duduk di sebelahnya. "ohya, nona ini..." Hartawan Lie memandang Lim Ceng Im dengan penuh perhatian. "Dia bernama Lim Ceng Im, calon istriku." Tio Cie Hiong memperkenalkan. "ooooh" Hartawan Lie manggut-manggut. "sungguh cantik Nona Lim, kalian memang pasangan yang serasi." "Paman Di mana bibi?" Tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Dia... dia sedang beristirahat di dalam kamar...," Jawab hartawan LieJustru di saat bersamaan muncullah nyonya Lie dengan air mata berderai-derai. "cie Hiong syukurlah engkau datang siu sien pasti tertolong..." Ujarnya. "Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Apa yang terjadi atas diri adik Siu Slen? Bibi, ceritakanlah" "Nak..." Nyonya Lie menangis terisak-isak. "Begini..." Hartawan Lie memberitahukan. "sebulan lalu, kota ini diserbu para perampok, bahkan para perampok itu memperkosa para gadis. Betapa takutnya kami sekeluarga, mendadak muncul beberapa perampok di sini..." "Kemudian bagaimana?" Tanya Tio Cie Hiong tegang. "Beberapa perampok itu menangkap siu sien..." Lanjut hartawan Lie. "Tiba-tiba muncul seorang pemuda, yang langsung menyerang perampok-perampok itu, bahkan membunuh mereka. setelah itu, pemuda tersebut melesat ke luar membunuh perampok-perampok yang lain." "siapa pemuda itu?" Tanya Tio Cie Hiong. "Dia bernama Kam Pek Kiam," Jawab hartawan Lie dan memberitahukan. "Pemuda itu kembali ke mari lagi, maka kami sangat ber-terimakasih kepadanya Justru sungguh di luar dugaan, dia dan siu sien saling memandang..." "Mereka saling jatuh hati barangkali?" Tlo cie Hiong tersenyum. "Benar." Hartawan Lie manggut-manggut. "sebab siu sien berterus terang pada kami, karena itu kami pun bertanya pada Kami Pek Kian. Ternyata pemuda itu juga suka kepada siu sien. Tentunya sangat menggembirakan kami, sehingga kami pun menjodohkan mereka. Akan tetapi..." "Terjadi sesuatu?" Tanya Tio Cie Hiong. "Ya." Hartawan Lie mengangguk. "Kemarin kepala perampok berjumlah lima orang datang ke mari..." "Kam Pek Kian itu dirobohkan oleh kelima perampok?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "sebetulnya Kam Pek Kian tidak kalah, namun salah seorang kepala perampok itu mengeluarkan sesuatu, kemudian dilemparkannya ke-tanah dan mengebulkan asap. membuat Kam Pek Kian langsung pingsan. Kelima kepala perampok itu menangkapnya, bahkan juga menangkap siu sien." Hartawan Lie memberitahukan dengan wajah murung. "Cie Hiong, selamatkanlah mereka...." "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Ohya, apakah paman tahu di mana sarang perampokperampok itu?" "Mereka menyebut diri mereka Muh san Ngo Kui," Ujar hartawan Cie. "Kalau begitu, tempat tinggal mereka pasti berada di Gunung Muh san," Ujar Tio Cie Hiong dan bertanya. "Paman tahu di mana Gunung Muh san itu?" "Tahu." Hartawan Cie mengangguk. "Kira-kira lima puluh mil dari sini, harus melalui jalan ke utara." "Kalau begitu kami berangkat sekarang," Ujar Tio Cie Hiong. "Paman dan bibi tenang saja Kami pasti dapat menyelamatkan Adik siu sien dan Kam Pek Kian." "Terima kasih, Cie Hiong" Ucap Hartawan Lie. "Nak" Ucap Nyonya Cie dengan air mata bercucuran. "Terimakasih..." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mengajak Lim Ceng Im berangkat ke Gunung Muh san. "Akan kuhabiskan para perampok itu" "Adik Im, jangan sembarangan membunuh" Pesan Tio Cie Hiong. "Tapi..." Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Aku akan memusnahkan kepandaian mereka, jadi engkau tidak usah berbuat dosa membunuh orang" Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Ya, Kakak Hiong." Urn ceng Im mengangguk. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im telah tiba di kaki Gunung Muh san. setelah menambatkan kudanya di pohon, Tio Cie Hiong memungut sebatang bambu untuk Lim Ceng Im, lalu mengajak gadis itu mendaki ke atas. "Kakak Hiong, kenapa tidak menggunakan ginkang Bukankah lebih cepat?" Tanya Lim Ceng Im. "Kita belum tahu di mana sarang perampok-perampok itu," Jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum. " Kalau kita berjalan kaki, pasti muncul perampok menghadang kita, jadi kita bisa bertanya di mana sarang mereka" "Betul, Kakak Hiong." Lim Ceng Im manggut-manggut. Mereka terus mendaki melaluijalan setapak. Berselang beberapa saat kemudian, Tio cie Hiong berhenti mendadak. "Kakak Hiong...?" Lim Ceng Im heran. "Adik Im" Bisik Tio cie Hiong. "Ada bebwrapa orang sedang mengintai kita di atas pohon." "oh?" Lim Ceng Im segera memandang ke atas mengarah ke pohon-pohon, namun tidak melihat apa-apa. "Kok aku tidak melihat mereka?" "Mereka bersembunyi di balik dedaunan yang lebat, maka engkau tidak melihat mereka," Sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Mereka akan memanah kita." (Bersambung ke bagian 25) Jilid 25 Tio cie Hiong memungut beberapa batu kecil, kemudian mengajak Lim ceng Im mendaki lagi. Tapi sekonyong-konyong... Serrr Seeer Seeer Terdengar suara ser-seran kemudian, tampak puluhan panah meluncur cepat ke arah mereka. Tio cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, panah-panah itu terpental semua, kemudian ia mengayunkan tangannya. "Aaaakh..." Terdengar suara jeritan, lalu tampak beberapa sosok tubuh berjatuhan dari pohon. Terdengar Tio cie Hiong menyambit mereka dengan batu kerikil. Perlahan-lahan Tio cie Hiong menghampiri mereka. Seketika juga mereka berlutut minta ampun. "Tayhiap (Pendekar Besar), ampunilah kami" "Aku akan mengampuni nyawa kalian" Sahut Tio cie Hiong sambil mengibaskan lengan bajunya. Beberapa perampok itu menjerit-jerit lagi, ternyata Tio cie Hiong telah memusnahkan kepandaian mereka. "Di mana pemimpin kalian?" Tanya Lim ceng Im membentak. "Mereka... mereka berada di puncak gunung...," Jawab salah seorang perampok. "Mereka sedang berpesta." "Kakak Hiong, mari kita ke puncak" Ajak Lim ceng Im. Tio Gouw Han Tiong mengangguk. Mereka lalu melesat menggynakan ginkang. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Maka tak seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di puncak. Tampak beberapa buah tenda di situ, dan puluhan orang sedang minum-minum sambil tertawa-tawa. Tio Cie Hiong dan Lim ceng Im mendekati mereka. Ketika melihat kemunculan mereka berdua, para perampok itu tertegun. "siapa kalian?" Bentak beberapa perampok. "Kami ingin menemui pemimpin kalian" Sahut Tio Cie Hiong. "Ha ha ha" Salah seorang perampok tertawa gelak. "saudara-saudara, kita sungguh beruntung Ada gadis cantik mengantar diri, kita..." Plak Plak Terdengar suara tamparan. Aduuuh Jerit perampok itu kesakitan. Ternyata Lim Ceng Im bergerak cepat menampar muka perampok itu. Perampok perampok lain tampak terkejut dan langsung menghunus pedang. "serang mereka" Teriak salah seorang perampok. seketika para perampok itu menyerang Tio cie Hiong dan Lim ceng Im, tapi mendadak badan Tio Cie Hiong bergerak laksana kilat, dan seketika terdengarlah suara jeritan-jeritan. Dalam waktu yang singkat sekali, para perampok itu telah roboh. Kemudian muncul lima orang bertampang seram, yang ternyata Muh san Nao Kui (Lima setan Muh san). "siapa kalian?" Bentak Muh san Ngo Kui. "sungguh berani kalian merobohkan para anak buah kami" "Aku Pek Ih sin Hiap" Sahut Tio Cie Hiong. "Haaah..." Muh san Nao Kui terbelalak dan wajah mereka pun berubah pucat pias. "Pek Ih sin Hiap?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Pek Ih sin Hiap. ampunilah kami Mulai sekarang kami tidak akan berani melakukan kejahatan lagi. Ampunilah kami" "Aku akan mengampuni nyawa kalian, tapi kepandaian kalian harus kumusnahkan" Sahut Tio Cie Hiong. "Jangan..Jangan..." Muh san Nao Kui langsung menjatuhkan diri berlutut. "Jangan memusnahkan kepandaian kami" Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mendadak tengannya bergerak menggunakan Bit Ciat sin Ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian) menyerang Muh san Ngo Kui. "Aaakh..."jerit Muh san Nao Kui lalu terkapar. " Kepandaian kalian telah musnah, maka mulai sekarang kalian harus menjadi orang baik-baik" Ujar Tio Cie Hiong, lalu bersama Lim Ceng Im berjalan memasuki tenda. Mereka melihat seorang pemuda terikat kaki serta tangannya dengan rantai besi, dan seorang gadis diikat dengan tali. "Adik siu sien" Seru Tio Cie Hiong girang. " Engkau... engkau Kakak Hiong?" Cie siu sien terbelalak, seakan tidak percaya kepada penglihatannya . "Benar, aku Tio Cie Hiong," Sahutnya dan berkata pada Lim Ceng Im. "Adik Im, buka tali itu" Lim Ceng Im mengangguk. lalu membuka tali yang mengikat siu sien. sedangkan Tio Cie Hiong mendekati pemuda tampan itu, yang ternyata Kam Bek Kian. Tio Cie Hiong memegang rantai besi yang mengikat tangan dan kaki pemuda itu, kemudian menyentaknya sehingga putus. " Haaah?" Bukan main terkejutnya Kam Pek Kian, sehingga mulutnya ternganga lebar. " Kakak Hiong" Cie siu sien mendekatinya. "Dia Kam Pek Kian." "saudara Kam" Tio Cie Hiong tersenyum. "Anda... Anda pasti Tio Cie Hiong" Seru Kam Pek Kian girang. "Adik sien pernah menceritakan tentang dirimu.Jadi... Anda Pek Ih sin Hiap yang telah menggemparkan rimba persilatan." "Itu hanya julukan kosong belaka," Sahut Tio Cie Hiong merendah. "Terima kasih, saudara Tio" Ucap Kam Pek Kian, lalu mendadak melesat ke luar. Tak lama kemudian terdengarlah jeritan-jeritan yang menyayatkan hati. Tio Cie Hiong mengerutkan kening, lalu melesat ke luar. Betapa terkejutnya, karena melihat Muh san Nao Kui dan para perampok itu telah menjadi mayat. sedangkan Kam Pek Kian duduk di bawah sebuah pohon sambil menangis tersedu-sedu, sehingga membuat Tio Cie Hiong terheran- heran. Lim Ceng Im mendekati Tio Cie Hiong, dan Lie siu sien mendekati Kam Pek Kian sekaligus membelainya dengan penuh cinta kasih. " Kakak Hiong, diakah yang membunuh semua perampok itu?" Tanya Lim Ceng Im berbisik. "Ng" Tio Cie Hiong mengangguk. " Kenapa dia menangis setelah membunuh para perampok itu?" Tanya Lim Ceng Im lagi dengan heran. "Entahlah." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Mari kita ke sana" Mereka berdua mendekati Kam Pek Kian dan Cie siu sien, sementara Kam Pek Kian masih terus menangis. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri diam di hadapan mereka. Lie siu sien memandang mereka berdua sambil menggeleng-gelengkan kepala, dan menghela nafas. sesaat kemudian Kam Pek Kian berhenti menangis, lalu mendongakkan kepala memanda Tio Cie Hiong. "saudara Tio Maaf..." Ucapnya. "Tidak apa-apa," Sahut Tio Cie Hiong lembut, la tahu, bahwa batin Kam Pek Kian tertekan sesuatu. "saudara Kam, kenapa engkau membunuh para perampok itu?" Tanya Lim Ceng Im dan menambahkan. "Padahal kepandaian mereka telah musnah." "Aku... aku memang tidak bisa mengampuni para penjahat," Jawab Kam Pek Kian. " Kalau aku bertemu penjahat, pasti kubunuh." "saudara Kam, itu pasti ada sebab musababnya, bukan?" Tio Cie Hiong menatapnya. "Ya." Kam Pek Kian mengangguk dan menutur. "Ketika aku berusia sebelas tahun, terjadi malapetaka di keluargaku..." "Malapetaka apa?" Tanya Lim Ceng Im. "orang tuaku sangat kaya dan berhati bajik, selalu menolong orang dan lain sebagainya," Jawab Kam Pek Kian dan melanjutkan penuturannya. "Aku mempunyai tiga kakak perempuan. Pada suatu malam muncul belasan orang di rumahku. Mereka merampok dan membunuh kedua orang tuaku, bahkan kemudian memperkosa ketiga kakak perempuanku hingga mati. Aku menyaksikan kejadian itu dengan mata kepala sendiri Ketika para perampok itu mau membunuhku, tiba-tiba muncul seorang tua menolongku, dan membunuh semua perampok itu. sejak saat itu aku berguru kepada orang tua tersebut." "Aaaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas. "saudara Kam, engkau harus melupakan kejadian itu, agar tidak terus menghantui hatimu Kedua orang tuaku mati ditangan Bu Lim sam Mo, kakak perempuanku mati di tangan Empat Dhalai Lha-ma Tibet. Namun aku tidak membunuh mereka, hanya memusnahkan kepandaian mereka saja." "saudara Tio" Kam Pek Kian menatapnya. "Engkau berhati bajik, aku kagum kepadamu." "saudara Kam, engkau berasal dari mana?" Tanya Tio cie Hiong, karena mendengar logatnya, agak lain. "Aku berasal dari Kang Lam," Jawab Kam Pek Kian memberitahukan. "Aku pergi mengunjungi famili, kebetulan menginap di Kota Pie Hong." "Karena itu, engkau menyelamatkan Kakak siu sien, bukan?" Lim Ceng Im tersenyum. " Ya." Kam Pek Kian mengangguk. "setelah itu, kalian berdua pun saling mencinta," Ujar Lim Ceng Im dan menambahkan. "orang tua Kakak siu sien telah memberitahukan kepada kami." "Adik Ceng Im, engkau dan Kak Hiong...?" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Wajah Lie siu sien kemerah-merahan. "Dia calon istriku." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Oooh" Lie siu sien manggut. " Kalian berdua memang pasangan yang serasi." "Begitu pula kalian berdua," Sahut Lim Ceng lm. "ohya, saudara Kam..." Tio Cie Hiong teringat sesuatu. "Bolehkah engkau memperlihatkan ilmu pedangmu? " "Boleh." Kam Pek Kian mengangguk. lalu bergerak mempergunakan pedang. Ia mempertunjukkan ilmu pedangnya, setelah itu bertanya. "Bagaimana ilmu pedangku? saudara Tio, aku mohon petunjuk" " Ilmu pedangmu cukup lihay,"jawab Tio Cie Hiong dan melanjutkan. "Tapi kalau berhadapan dengan penjahat yang berkepandain tinggi, engkau pasti kewalahan menghadapinya. oleh karena itu..." "Terimakasih, saudara Tio" Ucap Kam Pek Kian cepat. "sebab..." Kam Pek Kian tersenyum. "Aku tahu saudara Tio berniat mengajar aku semacam ilmu pedang, maka aku mengucapkan terima kasih kepadanya." "Benar," Tio Cie Hiong manggut-manggul. "Aku memang berniat begitu." "Terimakasih, saudara Tio" Ucap Kam Pek Kian dengan girang. Tio Cie Hiong mengambil pedang kemudian mempertunjukkan Toat Beng Kiam Hoat. Kam Pek Kian menyaksikannya dengan mulut terngaga. "Nah" Ujar Tio Cie Hiong memberitahukan setelah berhenti mempertunjukkan ilmu pedang tersebut. "Aku akan mengajarmu Toat Beng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pencabut Nyawa) ini." "saudara Tio..." Kam Pek Kian terbelalak. "Perhatikan baik-baik" Tio Cie Hiong mulai mengajarnya ilmu pedang itu. Kam Pek Kian mencurahkan perhatiannya. setelah Tio Cie Hiong mengajarnya berulang kali, Kam Pek Kian dapat menguasai ilmu pedang tersebut, namun masih lamban gerakannya. "saudara Kam" Tio Cie Hiong tersenyum. "Engkau harus terus berlatih agar bisa cepat" "Ya." Kam Pek Kian mengangguk. " Ingat Kalau tidak terpaksa, janganlah engkau menggunakan ilmu pedang ini, sebab setiap jurusnya pasti mencabut nyawa orang" Pesan Tio Cie Hiong. " Ya." Kam Pek Kian mengangguk lagi. "sekarang mari kila kuburkan mayal-mayat itu" Ujar Tio cie Hiong. Mereka lalu menggali sebuah lubang besar, dan menguhurkan mayat-mayat itu di dalamnya. setelah itu, Tio Cie Hiong berpamit. "Kakak Hiong tidak mau ke rumah lagi?" Tanya Lie siu sien. "Kami masih harus melanjutkan perjalanan, sampaikan salamku kepada kedua orang tuamu" Jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan. "ohya, kalian berdua harus pulang, sebab paman dan bibi sangat mencemaskan kalian." "Ya." Lie siu sien mengangguk. "Kalau kalian sempat kelak. jangan lupa ke rumah kami" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "sampaijumpa dan semoga kalian berdua hidup bahagia" "sama-sama," Sahut Kam Pek Kian sambit tersenyum. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melesat pergij Lie siu sien dan Kam Pek Kian saling memandang, kemudian tersenyum mesra. "Kakak Kian" Ujar Cie siu sien dengan suara rendah. "Kalau Kakak Hiong dan Adik Im tidak muncul, entah bagaimana nasib kita?" "Adik sien" Kam Pek Kian menghela nafas. " Yang jelas kita telah berhutang budi kepada saudara Tio, entah kapan dan harus bagaimana kita membalas budi pertolongannya itu?" Bab 40 Mayat-mayat hidup Ketika hari mulai sore, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memasuki sebuah desa yang cukup besar. Namun sungguh mengherankan, desa itu tampak sepi sekali. Lim Ceng Im menengok ke sana ke mari sambil mengerutkan kening, kemudian bergumam. "Desa ini cukup besar, tapi kenapa begitu sepi?" "Adik Im" Sahut Tio Cie Hiong serius. "Pasti telah terjadi sesuatu di desa ini, maka lebih baik kita bertanya kepada salah seorang penduduk." " Kakak Hiong" Lim Ceng Im menunjuk ke sebuah rumah yang pintunya terbuka. "Mari kita bertanya kepada penghuni rumah itu" Tio Cie Hiong mengangguk. Mereka berdua lalu berjalan ke rumah itu. Walau pintu rumah itu terbuka, namun Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im tidak berani lancang memasukinya. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im saling memandang, kemudian Tio Cie Hiong mengetuk pintu. "siapa?" Terdengar suara sahutan dari dalam. "Maaf, kami kebetulan lewat di desa ini, maka mampir sebentar," Ujar Tio Cie Hiong. sesaat kemudian, muncullah seorang gadis berusia belasan yang terus menatap Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im dengan mata terbelalak. "siapakah kalian?" Tanyanya. "Adik" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kami ingin bertanya, kenapa desa ini begitu sepi?" "Karena...." Ucapan gadis itu terputus, karena ada orang bertanya dari dalam. " Bwee Ji (Anak Bwee), siapa yang di luar?" "Ada tamu, Ayah," Sahut gadis itu. " Undang mereka masuk" Suara seruan dari dalam. "Ya, Ayah." Bwee Ji mengangguk. " Kakak. masuklah" "Terimakasih" Ucap Tio Cie Hiong lalu melangkah kc dalam diikuti Lim Ceng Im dari belakang. "silakan duduk" Ucap Bwee Ji sopan. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im mengangguk. lalu duduk sambil memandang ke dalam, sedangkan Bwee Ji menyuguhkan dua cangkir teh. " Kakak. silakan minum" "Terimakasih" Ucap Tio Cie Hiong dan bertanya. "Adik, kenapa ayahmu?" "Ayahku sakit," Jawab Bwee Ji dengan wajah murung. "sejak malam itu, ayahku sakit..." "Oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Adik, kenapa tidak memanggil tabib ke mari memeriksanya? " "Kami... kami tidak mempunyai uang," Gadis itu menundukkan kepala. "Aku mengerti ilmu pengobatan, bolehkah aku memeriksa ayahmu?" Tanya Tio Cie Hiong. "Boleh, boleh." Bwee Ji girang sekali. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mari ikut aku masuk" Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im mengikuti Bwee Ji ke dalam. Tampak seorang tua berbaring di ranjang kayu, wajahnya pucat pias dan nafasmu memburu. "Paman" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku akan memeriksa Paman sebentar, Paman tidak berkeberatan kan?^ "Terimakasih... " Ucap orang tua itu. Tio Cie Hiong mulai memeriksa nadi orang tua itu, berselang sesaat ia manggut-manggut seraya berkata . "Tidak apa-apa, Paman hanya mengalami ketakutan, sehingga membuat jantung Paman tergoncang." "Aku... aku memang takut sekali," Ujar orang tua itu. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian mengambil sebutir obat lalu dimasukkan ke mulut orang tua itu. "telanlah obat itu" Ujar Tio Cie Hiong. orang tua itu menelan obat tersebut. sesaat kemudian, nafasnya sudah norma kembali. "Terimakasih" Ucap orang tua itu sambil bangun duduk. "ohya, sebetulnya siapa kalian?" "Kami bernama Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im." Tio Cie Hiong memberitahukan. " Kebetulan kami lewat di sini, karena desa ini tampak sepi, niaka kami merasa heran." "Aaaakh..." Orang tua itu menghela nafas. "seluruh penduduk desa ini di cekam ketakutan." "Apa yang telah terjadi di desa ini?" Tanya Tio Cie Hiong. "Beberapa malam lalu..." Tutur orang tua itu. "Mendadak anjing-anjing di desa ini melolong menyeramkan, kemudian muncul beberapa sosok bayangan hitamn" "Apa itu?" Tanya Lim Ceng Im merinding. "Mereka berjalan kaku. sekujur badan mereka berlumuran tanah, membengkak dan berbau busuk." Ujar orang tua itu dengan wajah diliputi ketakutan. "Apakah mereka mayat-mayat hidup?" Tanya Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening. "Benar." Orang tua itu mengangguk. "Mayat- mayat hidup itu telah membunuh beberapa orang. Iiiih sungguh mengerikan" "Apakah mayat-mayat itu muncul setiap malam?" Tanya Tio Cie Hiong. "Ya." Orang tua itu menarik nafas. "Malam itu aku pulang agak larut. Aku melihat maya- mayat itu sedang mengoyak-ngoyak tubuh orang, dan tak lama aku langsung jatuh pingsan." "Heran" Gumam Tio Cie Hiong. "Bagaimana mungkin ada mayat bisa hidup kembali? sungguh tak masuk akal" " Kakak Hiong, mari kita cepat pergi" Ajak Lim Ceng Im ketakutan. "Adik Im" Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Aku harus membasmi mayat-mayat itu, agar tidak mengganas lagi di desa ini." "Kakak Hiong..." Lim Ceng Im terbelalak. "Engkau... engkau ingin membasmi mayat-mayat hidup itu?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk pasti. "Apakah engkau tidak takut?" Tanya Lim Ceng Im sambil memandangnya. "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Apanya yang ditakuti?" "Tapi..." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Aku takut sekali." "Kalau engkau takut, begitu mayat-mayat hidup itu muncul, engkau diam saja di dalam rumah ini" Ujar Tio Cie Hiong. "Aku akan keluar menghadapi mereka." "Kakak Hiong..." "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Apakah engkau tidak percaya kepada diriku?" "Aku percaya, tapi mereka mayat-mayat hidup,.." Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala. "Lebih gampang menghadapi mayat hidup daripada manusia. sebab mayat hidup tidak bisa berpikir, sedangkan manusia dapat berpikir dan banyak akalnya," Ujar Tio Cie Hiong. "Tapi... menyeramkan." "Adik Im, siapa pun akan menjadi mayat. Begitu pula kita. Kalau kita sudah mati, bukankah akan menjadi mayat?" "Iiiih" Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Kakak Hiong, jangan omong begitu ah" "Adik" Tio cie Hiong menatap Bwee Ji seraya bertanya. "Apakah engkau takut kepada mayat hidup itu?" "Memang takut, tapi tidak begitu takut," Sahut Bwee Ji. "Eeeeh?" Lim Ceng Im melongo. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan itu" "Takut karena mayat-mayat itu bisa hidup dan membunuh orang, tidak begitu takut karena kita bisa lari," Jawab Bwee Ji menjelaskan. "sedangkan mayat-mayat itu tidak bisa lari" "Benar." Tio Cie Hiong tersenyum sambil manggut-manggut. " Kalau orang sudah ketakutan, bagaimana mungkin bisa lari lagi?" Lim Ceng Im menggelenggelengkan kepala. " Itu tergantung pada keberanian masing-masing, lagi pula kita harus tenang menghadapi segala sesuatu," Sahut Bwee Ji. "Eh?" Lim Ceng Im tertegun. "Adik, berapa usiamu sekarang?" "Tiga belas." Bwee Ji memberitahukan. "Ketika mayat-mayat hidup itu muncul, aku sering mengintip dari lubang jendela. Mayat-mayat hidup itu berjalan kaku. Kalau kita tidak mendekatinya, mereka tidak bisa mengejar kita karena mereka tidak bisa lari. Dari tadi ayah menyuruhku menutup pintu, tapi aku tidak menurutinya." " Bwee Ji" Bentak orang tua itu. "Kenapa engkau makin bandel?" "Ayah, kalau belum malam, mayat-mayat hidup itu tidak akan muncul. Kenapa harus tutup pintu sekarang? Lagi pula tanpa setahu ayah, aku sudah bikin sebuah pintu belakang. Apabila mayatmayat hidup itu ke mari, kita bisa kabur lewat pintu belakang." "Oh?" Qrang tua itu tersenyum. " Bwee Ji, engkau memang cerdik" Sementara hari sudah mulai gelap. Ketika Bwee Ji ingin menutup pintu, Tio Cie Hiong mencegahnya. "Aku duduk di sini, pintu tidak usah ditutup," " Kakak tidak takut pada mayat-mayat hidup itu?" Tanya Bwee Ji terbelalak. "Tidak," Sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Bahkan aku ingin membasmi mereka." "oh?" Bwee Ji menatap Tlo Cie Hiong dalam-dalam. "Kalau begitu... kakak pasti berkepandaian tinggi" "Tidak begitu tinggi." Tio Cie Hiong tersenyum lagi dan sangat menyukai gadis kecil itu. Tak terasa malam sudah tiba. Tio cie Hiong, Lim Ceng Im dan Bwee Ji berada di ruang depan, sedangkan orang tua itu berada di dalam dengan wajah pucat pias. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berselang beberapa saat kemudian, terdengarlah suara lolong anjing yang menyeramkan. " Kakak Mungkin mayat-mayat hidup itu sudah ke mari," Ujar Bwee Ji sambil mengintip ke luar melalui lubang jendela. " Kakak Hiong..." Lim Ceng Im ketakutan. "Adik Im" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kok nyalimu begitu kecil? Lihatlah adik itu Dia tidak ketakutan, melainkan malah terus mengintip ke luar." "Dia masih kecil, maka belum mengenal rasa takut," Sahut Lim Ceng Im sambil cemberut, kemudian menarik nafas dalam-dalam. "Nah, aku sudah tidak takut lagi." "oh?" Tio Cie Hiong tertawa. "Tapi kenapa wajahmu tampak pucat?" "Tuh" Bwee Ji yang mengintip itu memberitahukan. "Mayat-mayat hidup itu sudah muncul." Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu berjalan ke luar dengan tenang. sedangkan Lim Ceng Im juga melongok ke luar. Begitu melihat mayat-mayat hidup itu, ia nyaris pingsan seketika. Bwee Ji malah terus mengintip dengan penuh perhatian, ingin tahu bagaimana cara Tio Cie Hiong membasmi mayat-mayat itu. Ketika mendekati mayat-mayat hidup itu, Tio Cie Hiong mengerahkan ilmu Penakluk iblis. Maka tidak heran kalau mayat-mayat hidup itu langsung diam tak bergerak lagi. Tio Cie Hiong memandang mayat-mayat hidup itu. la tahu bahwa mayat-mayat itu dibangkitkan oleh semacam ilmu sesat. Kemudian ia mengibaskan tangannya ke arah mayat-mayat hidup itu. Ternyata ia telah mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang. seketika mayat-mayat hidup itu mengepulkan asap. lalu roboh dan hanya tinggal tulang belulang. Tio Cie Hiong kembali ke rumah itu. Bwee Ji menyambutnya dengan penuh kekaguman. "Kakak hebat sekali" Ujarnya. " Eng kau memang berani, dari tadi terus mengintip" Seru Tio Cie Hiong tersenyum sambil memandangnya. "Kek kakak tahu aku terus mengintip?" Bwee Ji heran. "Tentu tahu." Sahut Lim Ceng Im sambil tertawa kecil. Kini gadis itu tidak merasa takut lagi. " Kakak Hiong, kenapa mayat-mayat hidup itu diam saja ketika kau dekati?" "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Apakah engkau lupa, bahwa aku belajar Ilmu Penakluk iblis?" "oooh?" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Aku lupa. Kalau engkau bilang dari tadi, aku pasti tidak merasa takut." "Sebetulnya mayat-mayat itu tidak hidup, melainkan dibangkitkan oleh semacam ilmu sesat." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku justru masih merasa heran, siapa yang memiliki ilmu sesat itu." "Jadi masih akan muncul mayat-mayat yang dibangkitkan lagi?" Tanya Lim Ceng Im. "Mungkin." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi ilmu sesat itu hanya mamcu membangkitkan mayat baru, yang belum lewat tujuh hari. Lagi pula kekuatan ilmu sesat itu pun hanya mampu bertahan sepuluh hari. Lewat sepuluh hari, mayat-mayat itu akan roboh dengan sendirinya." "oooh" Urn Ceng Im manggut-manggut. "Kakak..." Mendadak Bwee Ji menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio Cie Hiong. "Eh? Kenapa engkau?" Tio Cie Hiong tertegun. " Kakak, aku ingin jadi muridmu," Sahut Bwee Ji. " Bwee Ji" Orang tua itu muncul sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mereka berdua hanya kebetulan lewat, bagaimana mungkin akan menerimamu sebagai murid?" "Kakak..." Bwee Ji memandang Tio cie Hiong dengan penuh harap. " Bwee Ji, bangunlah" Ujar Tio cie Hiong. "Aku tidak mau bangun..." " Bwee Ji" Orang tua itu melotot. "Jangan bandel, cepatlah bangun, jangan bikin malu ayahmu" "Ayah" Bwee Ji bangun tetapi cemberut. " Bwee Ji" Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sung-guh. "Aku masih muda, maka tidak boleh menerima murid Lagi pula kami hanya lewat di desa ini..." "Kakak Hiong" Lim Ceng Im berbisik-bisik di telinga Tio Cie Hiong. Pemuda itu manggutmanggut sambil tersenyum. "Bwee Ji" Tanya Tio cie Hiong kemudian. "Apakah engkau bersungguh-sungguh ingin belajar ilmu silat?" "Ya." Bwee Ji mengangguk. " Kalau begitu..." Tio Cie Hiong teringat sesuatu. "ohya, apakah engkau bisa membaca?" "Bisa," Jawab Bwee Ji cepat dan memberitahukan. "Almarhumah yang mengajar aku menulis dan membaca." "Bagus, bagus" Tio Cie Hiong tertawa gembira. "Kalau begitu, cepatlah siapkan kertas dan pit" "Ya." Bwee Ji segera melaksanakannya. Tio Cie Hiong mulai menggambar dan menulis. Ternyata ia menurunkan semacam ilmu lweekang, ilmu pukulan dan ilmu pedang, ia menggambar cara melatih ilmu lweekang, gerakan tangan kosong dan ilmu gedang serta keterangan-keterangannya. Ketika hari mulai pagi, barulah selesai lalu diberikan kepada Bwee Ji. Gadis itu menerimanya, kemudian terus duduk termenung. " Bwee Ji, engkau harus berlatih dengan sungguh-sungguh" Pesan Tio Cie Hiong. "setelah engkau hafal dan mengerti, engkau harus membakar kertas-kertas ini ingat, jangan diperlihatkan kepada orang lain" "Ya." Bwee Ji mengangguk. "Terimakasih, kakak" " Bwee Ji" Tio Cie Hiong membelainya.. "Hari sudah pagi, kami mau berangkat. Karena ayahmu masih tidur, maka kami tidak berpamit kepadanya." "Kakak..." Mata Bwee Ji mulai basah. "Kalau kakak sempat kelak. jangan lupa ke mari lagi" "Ya." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Cie Hiong membelainya lagi, lalu melangkah pergi bersama Lim Ceng Im. " Kakak sampai jumpa" Seru Bwee Ji dengan air mata berlinang-linang. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im meloncat ke atas punggung kuda. setelah lambaikan tangannya ke arah Bwee Ji, Tio Cie Hiong lalu memacukan kudanya. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im tiba di sebuah kota yang cukup besar. Mereka berdua singgah di sebuah kedai teh untuk melepaskan lelah. setelah duduk. Tio cie Hiong segera memesan teh dan makanan kepada pelayan. " Kakak Hiong..." Ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum,. " Kenapa malam itu aku begitu takut?" "Itu berarti engkau sering mendengar cerita yang menyeramkan, maka timbul rasa takutmu," Jawab Tio Cie Hiong sambil memandangnya. "Padahal engkau berkepandaian tinggi. sedangkan Bwee Ji yang tidak mengerti ilmu silat, malah tidak begitu takut" "Gadis itu memang pemberani, lagipula sangat cerdik," Ujar Lim Ceng Im. "Bahkan dia berbakat untuk belajar ilmu silat. Karena itu...." " Eng kau menyuruhku menurunkan kepadanya ilmu Iweekang, ilmu pukulan dan ilmu pedang." Tio cie Hiong tersenyum. "Adik Im, aku yakin bahwa dia berhasil mempelajarinya." "Akupun begitu." Lim Ceng Im manggut-manggut. Pada waktu bersamaan, tampak beberapa orang memasuki kedai itu. Kelihatannya mereka kaum pesilatan, sebab mereka membawa pedang. setelah duduk dan memesan teh serta makanan, salah seorang dari mereka menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala. "sungguh di luar dugaan, rimba persilatan dilanda banjir darah lagi..." Ucapan orang itu menarik perhatian Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im. Kebetulan orang-orang itu duduk di sebelah kiri mereka, maka mereka dapat mendengar percakapan orang itu dengan jelas. "Setelah Pek Ih Sin Hiap berhasil mengalahkan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim Sam Mo, seharusnya rimba persilatan menjadi aman. Tapi..." "Memang sudah aman, hanya saja belum lama ini telah muncul seorang iblis yang begitu ganas." "Para murid tujuh partai besar dibunuh dengan cara begitu, Delapan belas Arhat siauw Lim mati dengan puluhan tusukan dan sabetan pedang..." "Bahkan siauw Lim sam Tianglopun mati begitu mengenaskan, tubuh mereka bertiga terpotong dua." "Yang mengherankan adalah para ketua tujuh partai besar, yang semuanya hilang entah ke mana." "setelah iblis itu muncul, kaum golongan hitam dan sesat pun mulai mengganas. Namun untung muncul pula seorang wanita, yang selalu membunuh kaum golongan hitam dan sesat" "Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong pun ikut hilang..." "Begitupula Lam Kiong Hujin." "Aaaakh, rimba persilatan makin kacau Ku-pikir lebih baik kita hidup di tempat sepi." "Benar. Kalau kita masih berkecimpung dalam rimba persilatan, mungkin kita juga akan menjadi korban." " Kini tujuh partai besar telah hancur, sedangkan Bu Lim Ji Khie, ketua Kay Pang dan Tok Wie sin wan juga telah terluka ..." Mendengar sampai di sini, wajah Lim Ceng Im langsung berubah pucat. Tio Cie Hiong segera memberi isyarat kepadanya agar tenang. "Justru kaum rimba persilatan tidak habis pikir, kenapa Pek Ih Sin Hiap tidak muncul membasmi iblis itu." "Mungkin Pek Ih sin Hiap telah mengundurkan diri dari rimba persilatan." "Kalau benar begitu, bagaimana mungkin Pek Ih sin Hiap membiarkan iblis itu terus mengganas?" "Mungkin... Pek Ih sin Hiap belum sembuh dari sakitnya." "Menurut pendapatku, setelah terluka oleh pukulan Bu Lim sam Mo, kepandaian Pek Ih sin Hiap musnah, maka kini dia tinggal di suatu tempat terpencil." "Aaakh... Kini rimba persilatan telah berada di ambang kehancuran, siapa yang mampu menyelamatkan rimba persilatan lagi? siauw Lim sam Tiang lo dan Bu Lim Ji Khie masih tidak mampu melawan iblis itu, apa lagi orang lain? Nah, daripada kita terbunuh, bukankah lebih baik hidup tenang di tempat sepi?" "Kami setuju. Tiada gunanya kita terus berkecimpung dalam rimba persilatan. sudah waktunya kita mengundurkan diri." "Justru kaum rimba persilatan tidak habis pikir, sebetulnya siapa iblis itu. sebab kepandaiannya begitu tinggi...." " Kakak Hiong" Bisik Lim Ceng Im. "Kita harus segera pulang ke markas pusat Kay Pang." "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. kemudian bergumam. "Apakah benar apa yang diceritakan mereka itu?" "Aku yakin benar," Sahut Lim Ceng Im cemas. "Kita harus segera pulang, entah bagaimana keadaan ayah dan kakek?" "Baiklah." Tio cie Hiong mengangguk lagi. "Kita harus melakukan terjala nan siang malam...." Bab 41 Diselimuti teka-teki Dua hari kemudian, Tio cie Hiong dan Lim ceng Im telah tiba di markas pusat Kay Pang. Bet apa gembiranya para anggota Kay Pang ketika melihat mereka. Para anggota Kay Pang langsung bersorak sorai sambil memukul-mukulkan tongkat bambu mereka ke tanah. sedangkan Tio cie Hiong dan Lim ceng Im segera berlari ke dalam markas. Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok pie sin Wan berhambur ke luar menyambut mereka dengan wajah ceria. "Ayah...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada ketua Kay Pang. "Nak" Lim Peng Hang membelainya. " Engkau tidak apa-apa, kan?" "Aku baik-baik saja, Ayah," Sahut Lim Ceng Im dengan mata basah, kemudian memandang Bu Lim Ji Khie. " Kakek Kakek sastrawan...." "Ha ha ha" Bu Lim Ji Khie tertawa. "syukurlah kalian sudah pulang,Jadi kami tidak usah mencemaskan kalian lagi." "Ayoh, kita duduk" Ujar Tok Pie sin Wan. Mereka semua lalu duduk. suasana pun berubah semarak. Berselang sesaat, barulah sam Gan sin Kay membuka mulut. "cie Hiong, bagaimana pengalamanmu di Tibet?" "Ternyata Dhalai Lhama tua telah salah paham...." Jawab Tio Cie Hiong dan menutur tentang itu. "syukurlah urusan itu dapat diselesaikan dengan baik, tapi di rimba persilatan malah...." "Telah muncul seorang iblis, kan?" Sambung Lim Ceng Im. "Kalian sudah tahu?" Tanya Lim Peng Hang. "Dua hari lalu kami baru tahu. Ketika itu kami mampir di sebuah kedai teh...." Lim Ceng Im memberitahukan. "Aaakh..." Kim siauw suseng menghela nafas panjang. "Tujuh partai besar telah hancur, para ketuanya juga hilang entah ke mana sungguh membingungkan sekali" " Kakek pengemis?" Tanya Tio cie Hiong. "Apakah iblis itu telah menyerang ke mari?" "Ya." Sam Gan sin Kay mengangguk. "Kami semua terluka, dan banyak anggota yang mati" "Tahukah Kakek siapa iblis itu?" Tanya Lim Ceng Im. "Tidak tahu." Sam Gan sin Kay menggelengkan kepala, kemudian menambahkan. "Tapi dia menyebut dirinya Im sie Hong Mo." "Apa?" Tio Cie Hiong terkejut. Ternyata ia masih ingat akan apa yang pernah diceritakan Lam Hai sin ceng mengenai Im sie Hong Jin (orang Gila Alam Baka), Lam Hai sianjin (orang suci Laut selatan), Pak Kek siang ong (Dewa Kutub utara) dan cian ciu Kwan Im (Kwan Im Lengan seribu). oleh karena itu ia bergumam dengan kening berkerut. "Im sie Hong Mo.... Im sie Hong Jin. Tapi tidak mungkin Im sie Hong Jin masih hidup, juga tidak mungkin Im sie Hong Mo muridnya." "cie Hiong" Sam Gan sin Kay menatapnya heran. "Tahukah engkau tentang Im sie Hong MO?" "Tidak tahu," Jawab Tio Cie Hiong dan memberitahukan. "Tapi aku tahu sedikit tentang Im sie Hong Jin. Lam Hai sin ceng yang menceritakan kepadaku." " Kakak Hiong, ceritakanlah tentang Im sie Hong Mo itu" Desak Lim Ceng Im.. "Im sie Hong Jin...." Tio Cie Hiong menutur berdasarkan apa yang didengarnya dari Lam Hai sin Ceng, kemudian menambahkan. "Tapi Im sie Hong Mo itu tidak mungkin murid Im sie Hong jin, sebab Im sie Hong Mo tidak mungkin bisa hidup sampai dua ratus tahun...." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mungkinkah...," Ujar Kim sia uw suseng menduga. "Ada seseorang menemukan kitab peninggalan Im sie Hong Jin, lalu mempelajari kitab itu dan menamakan dirinya Im sie Hong Mo?" "Ngmmm" Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Itu memang masuk akal, tapi siapa orang itu? Kenapa dia memusuhi tujuh partai besar dan kita? Dia pun berteriak-teriak ingin mencincang cie Hiong. Bukankah mengherankan sekali?" "Oh?" Tio cie Hiong mengerutkan kening. "Kalau begitu, Im sie Hong Mo itu pasti kenal aku. Tapi... selama ini aku tidak mempunyai musuh, kenapa Im sie Hong Mo itu ingin mencincangku? " "itulah yang membuat kami tidak habis pikir." Tok Pie sin wan menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan. "Pada waktu itu kami sudah terluka, dan nyawa kami semua sudah berada di ujung pedangnya. Tapi mendadak...." "Terjadi lagi sesuatu?" Tanya Tio cie Hiong. "Benar." Kim Siauw Suseng manggut-manggut dan menambahkan. "Kalau tidak muncul Pek Ih Hong Li (Wanita Gila Baju Putih), kami semua pasti sudah mati." "Pek Ih Hong Li?" Tio Cie Hiong tertegun. "siapa dia?" "Kami tidak melihat jelas wajahnya, sebab wajahnya tertutup rambutnya yang tergerai," Ujar sam Gan sin Kay. "Kami memberijulukan itu kepadanya, karena dia kelihatan tidak waras. sebelum dia muncul, terdengar dulu suara tawanya yang nyaring dan melengking- lengking. Begitu muncul, dia langsung menyerang Im sie Hong Mo...." "Yang mengherankan adalah kepandaian mereka...," Ujar Kim siauw suseng. "sebab gerakan mereka agak mirip. maka kami menduga bahwa mereka kakak beradik seperguruan." "oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Im sie Hong Mo muncul disertai tawa yang menyeramkan, sedangkan Pek Ih Hong Li muncul disertai tawa nyaring dan melengking- lengking. Ketika menyerang Im sie Hong Mo, dia berteriakteriak...," Ujar Lim Peng Hang. "Berteriak apa? " Tanya Lim Ceng Im. "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincang mu" Lim Peng Hang meniru suara Pek Ih Hong Li dan melanjutkan. "Justru sungguh mengherankan, Im sie Hong Mo kelihatan agak takut kepadanya, itulah yang membuat kami tak habis pikir" " Kalau begitu...," Ujar Tlo cie Hiong. "Di antara mereka pasti pernah terjadi sesuatu, maka Im sie Hong Mo agak takut kepadanya." "Ngmm" Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Akupun berpikir begitu." "Tapi...." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau mereka memperoleh kitab peninggalan Im sie Hong Jin, lalu bagaimana cara mereka belajar bersama? Karena kelihatannya kepandaian mereka seimbang, lagi pula... gerakan mereka hanya mirip...." "Berarti terdapat gerakan yang tak sama, bukan?" Tanya Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening. "Ya." Kim siauw suseng manggut-manggut. "Itu lebih mengherankan lagi," Ujar Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. " Kalau mereka kakak beradik seperguruan atau bersama belajar kitab peninggalan Im sie Hong Jin, tentunya gerakan mereka tidak akan berbeda. Namun...." "Itu... itu memang mengherankan." Sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala lalu menggaruk-garuk. "Aku pusing memikirkannya." "Pengemis bau" Ujar Kim siauw suseng. "Kalau begitu, jangan dipikirkan lagi, nanti kepalamu bisa pecah" "Dasar sastrawan sialan" Caci sam Gan sin Kay. "Ohya" Tio Cie Hiong teringat sesuatu lalu bertanya. "Bagaimana gerakan ilmu gedang mereka?" "Wah" Seru sam Gan sin Kay. "Kacau balau dan tidak karuan." "Apa?" Terbelalak Tio Cie Hiong. "Kacau balau dan tidak karuan? Ilmu pedang apa itu?" "Memang kacau balau dan tidak karuan ilmu pedang mereka," Ujar Kim siauw suseng. "Sulit diduga pedangnya bergerak ke mana. Pedangnya bergerak menyerang ke kiri, tahu-tahu malah menyerang ke kanan. Kalau kita menangkis ke kanan, pedang justru menyerang ke atas. singkatnya kita tidak bisa menduga gerakan pedangnya." "Itu berarti ilmu pedang yang luar biasa tinggi," Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Mungkin sulit bagiku merobohkannya." "Apakah itu ilmu pedang aliran sesat?" Tanya Lim Ceng Im. "Bukan,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Itu ilmu pedang tidak waras, jadi berlawanan dengan ilmu pedang aliran mana pun. Artinya orang tak waras baru bisa menggunakan ilmu pedang itu." "oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. " Kalau begitu...." "Aku harus menghadapinya dengan ketenangan, kalau tidak, diriku akan celaka," Ujar Tio Cie Hiong lalu menambahkan. "Apabila dia muncul, biar aku yang menghadapinya, yang lain... bersembunyi saja" "cie Hiong" Kim siauw suseng tertawa. "Kami bukan kura-kura yang suka menyembunyikan kepala, jadi jangan harap kami akan bersembunyi" "Ha ha ha" Sam Gan sin Kay juga tertawa. "Memang benar apa yang dikatakan sastrawan sialan itu, kami bukan kura-kura." "Hi hi hi" Lim Ceng Im tertawa geli. "siapa yang bilang kalian kura-kura?" "siapa ya?" Sam Gan sin Kay menggaruk-garuk kepala, kemudian menunjuk Kim siauw suseng sambil tertawa gelak. "Dia yang mengaku dirinya kura-kura." "Dasar pengemis bau" Caci Kim siauw suseng. Pada waktu bersamaan, di luar terdengar suara seruan saling menyusul dari para anggota Kay Pang. "Lam Kiong Bie Liong berkunjung Lam Kiong Bie Liong berkunjung..." " Cepat undang dia masuk" Sahut Lim Peng Hang. " Undang Lam Kiong Bie Cieng masuk Un-dang Lam Kiong Bie Cieng masuk...." Berselang beberapa saat, tampak berjalan ke dalam seorang pemuda dengan wajah murung dan cemas. Dialah Lam Kiong Bie Cieng. "Lam Kiong Bie Cieng memberi hormat kepada Bu Lim Ji Khie dan paman-paman" Ucap pemuda itu sambil memberi hormat. "silakan duduk" Sahut Lim Peng Hang. "Terima kasih, Paman" Ucap Lam Kiong Bie Cieng, alu duduk sambil memandang Tio Cie Hiong. "saudara Lam Kiong" Panggil Tio Cie Hiong. "Adik Hiong" Lam Kiong Bie Cieng tersenyum. "Engkau harus memanggilku kakak Iho" "oh?" Tio Cie Hiong tercengang. "Engkau pasti belum tahu, bahwa ayahmu dan ayahku ternyata saudara angkat. Ibu yang memberitahukan kepadaku." Lam Kiong Ble Cieng memberitahukan. "oh?" Tio Cie Hiong girang bukan main "Kakak Cieng...." "Adik Hiong, apa yang telah terjadi?" Tanya Lam Kiong Bie Cieng. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "siapa Im sie Hong Mo itu?" "Aku pun sedang kebingungan." Jawab Tio Cie Hiong. "sebab aku dan adik Im baru pulang dari Tibet." "Pulang dari Tibet? Kenapa kalian ke sana?" Tanya Lam Kiong Bie Cieng. "Karena...," Tutur Tio cie Hiong. "Maka aku berangkat ke Tibet. Justru aku tidak tahu kejadiankejadian yang menimpa rimba persilatan. oh ya, Kakak Liong kapan pulang? Kek adik sian Eng tidak ikut?" "Aku pulang duluan. Mereka akan menyusui nanti," Jawab Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Beberapa hari lalu aku sudah pulang, tapi begitu sampai di rumah...." "ibumu tidak ada, kan?" Sambung Lim Peng Hang. "Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Tahukah Paman di mana ibuku?" "Aaakh..." Lim Peng Hang menarik nafas panjang. "selain ibumu, Tui Hun Lojin, Gouw Hantiong dan para ketua tujuh partai pun hilang entah ke mana." " Kakak Liong. Apakah pelayan di rumah menceritakan tentang kejadian itu?" Tanya Tio Cie Hiong. "Mereka memang telah menceritakan." Lam Kiong Bie Liong menghela nafas. "Malam itu muncul Im sie Hong Mo, kemudian ibuku hilang begitu saja." " Kalau begitu...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Aku yakin mereka semua pasti ditangkap Im sie Hong Mo." "Mungkin begitu." Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Hanya saja kita tidak tahu mereka disekap di mana." "Adik Hiong, sebetulnya siapa Im sie Hong Mo itu?" Tanya Lam Kiong Bie Liong. "Kakak Liong" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kami semua sama sekali tidak tahu siapa dia, namun yang jelas kepandaiannya sangat tinggi." "Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening, kemudian menghela nafas panjang. "Heran Rimba persilatan tidak pernah tenang, aman dan damai. setelah kepandaian Bu Lim sam Mo, Empat Dhalai Lhama dan Ku Tek Cun musnah, kita mengira rimba persilatan akan aman dan damai, tapi tidak tahunya malah muncul Im sie Hong Mo yang begitu ganas dan kejam Ini sungguh di luar dugaan" Suasana di markas pusat Kay Pang memang agak tercekam, sebab sewaktu-waktu akan muncul Im sie Hong Mo. oleh karena itu, Bu Lim Ji Khie dan lainnya dalam keadaan was-was. setiap hari mereka pasti berkumpul di aula dalam, begitu pula hari ini. Yang paling cemas adalah Lam Kiong Bie Cieng, sebab ibunya juga ikut hilang. "Aaaakh..." Lam Kiong Bie Cieng terus-menerus menghela nafas. " Entah bagaimana keadaan ibuku?" "Kakak Cieng" Ujar Tio Cie Hiong. "Tenanglah Aku yakin ibumu tidak terjadi sesuatu." "Adik Hiong" Lam Kiong Bie Cieng menggeleng-gelengkan kemala. "Di saat utusan Tay li mau ke mari, justru timbul kejadian ini" "Utusan Tayli mau ke mari?" Tanya Tio Cic Hiong. "Ya." Lam Kiong Bie Cieng mengangguk. "Utusan itu mewakili Toan Hong Ya melamar Gouw sian Eng, maka Toan wie Kie juga datang." "Celaka" Seru sam Gan sin Kay. "Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong malah hilang Bagaimana kalau utusan itu dan Toan wie Kie keburu datang?" "Yaaah" Sahut Kim Siauw suseng. "Ceritakan saja apa adanya" "ibuku pun akan dijemput ke Tayli, tapi...." Lam Kiong Bie Cieng menggeleng-gelengkan kepala lagi. "Kakak Liong" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mudah-mudahan kita dapat mencari ibumu dan lainnya sebelum utusan Tayli datang" "Adik Hiong...." Lam Kiong Bie Liong tersenyum getir. Mendadak masuk seorang pengemis tua. setelah memberi hormat, pengemis tua itu berkata. "Aku Kiu Ci Cui Kay (Pengemis Mabuk Jari sembilan) melapor kepada Pancu Tanpa sengaja aku telah melihat para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin." "Di mana mereka?" Tanya Lim Peng Hang tegang, begitu pula yang lain, terutama Lam Kiong Bie Liong. "Mereka berada di bekas markas sam Mo Kauw." Kiu Ci Cui Kay memberitahukan. "Apa yang mereka lakukan di sana?" Tanya sam Gan sin Kay. "Tidak melakukan apa-apa, cuma berdiri dan berjalan seperti kehilangan sukma. Bahkan... mereka juga kelihatan tidak saling mengenal, lagi pula wajah mereka tampak bengis sekali. oleh karena itu, aku tidak berani menghampiri mereka, hanya mengintip dari balik pohon saja." "Jadi mereka disekap di markas sam Mo Kauw...," Gumam Lim Peng Hang. "ohya Kenapa engkau ke sana?" "Aku minta dihukum, pangcu" Jawab Kiu Ci Cui Kay. "Karena engkau telah berjasa dalam hal ini, maka engkau tidak dihukum," Ujar Lim Peng Hang. "Terimakasih, Pangcu" Ucap Kiu Ci Cui Kay dan memberitahukan. "Hari itu aku teriampau banyak minum, sehingga mabuk berat. Aku melesat ke sana ke mari, akhirnya tak sadarkan diri. Ketika siuman, aku mendapatkan diriku berada di bawah sebuah pohon. Kemudian aku bangkit berdiri dan menengok kian ke mari. Aku terkejut ketika melihat sebuah bangunan megah, sebab bangunan itu bekas markas Sam Mo Kauw. Lebih terkejut lagi ketika aku melihat para ketua dan lainnya sedang berdiri di halaman, kelihatannya mereka seperti orang linglung, tapi wajah mereka tampak bengis sekali. oleh karena itu, aku cepat-cepat ke mari untuk melapor." "Ngmm" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Masih ada laporan lain?" "Ada." Kiu Ci Cui Kay mengangguk. "Yakni mengenai Pek Ih Hong Li. Dia selalu membunuh kaum golongan hitam dan sesat." "Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut lagi. "Sekarang engkau boleh pergi istirahat." "Terimakasih, Pangcu" Kiu Ci Cui Kay memberi hormat kepada Lim Peng Hang, Bu Lim Ji Khie dan lainnya, lalu pergi sambil menarik nafas lega, karena ketua Kay Pang tidak menjatuhkan hukuman kepadanya. "Jadi kini kita sudah tahu para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin berada di mana. Lalu apa langkah kita?" Tanya Lim Peng Hang kepada Bu Lim Ji Khie. "Mari kita berunding bersama" Ajak Sam Gan Sin Kay. "Bagaimana kalau aku pergi menolong mereka?" Tanya Lam Kiong Bie Liong. "Kakak Cieng" Sahut Tio Cie Hiong. "Jangan main-main dengan urusan ini, sebab akan membahayakan dirimu" "Adik Hiong, ibuku...." "Aku tahu, Kakak Cieng," Ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku yakin Im sie Hong Mo memiliki ilmu sesat, sehingga mereka kehilangan kesadarannya. Tapi mungkin aku bisa menyadarkan mereka...." "Adik Hiong, bagaimana cara engkau menyadarkan mereka?" Tanya Lam Kiong Bie Cieng. "Kakak Cieng" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku memiliki Ilmu Penakluk iblis, jadi aku bisa menyadarkan mereka." "Benar," Sela Lim Ceng Im. "Aku telah menyaksikannya...." Lim Ceng Im menutur tentang Tio Cie Hiong memusnahkan mayat-mayat yang dibangkitkan oleh ilmu sesat. "Ngmmm" Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Lain apa rencanamu?" "Kita harus sebera ke sana untuk menolong mereka," Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujar Tio Cie Hiong dan melanjutkan. "Tapi hanya aku yang boleh mendekati mereka, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan." "Baik. Kalau begitu mari kita berangkat sekarang" Ujar sam Gan sin Kay. Badik Buntung Karya Gkh Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo