Ceritasilat Novel Online

Kesatria Baju Putih 25


Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 25


Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung   "Mulai sekarang, engkau sebagai kepala regu bendera merah,"   Ujar Thian Mo.   "Terima kasih, Ketua"   Ucap Tan Kok Yauw dengan bergirang hati, latu mundur selangkah.   "Lie Kiat Houw"   Seru Te Mo "Ya"   Lie Kiat IHouw maju selangkah sambil memberi hormat.   "Siap terima perintah"   "Mulai sekarang, engkau kuangkat menjadi kepala regu bendera kuning,"   Ujar Te Mo sambil tertawa.   "Terima kasih, Ketua"   Ucap Lie Kiat Houw dengan wajah berseri.   "Kwee Tiong seng"   Seru Tang Hai Lo Mo.   "Ya"   Kwee Tiong seng maju selangkah dan memberi hormat.   "siap terima perintah"   "Mulai sekarang, engkau sebagai kepala regu bendera hijau."   Tang Hai Lo Mo memberitahukan.   "Terima kasih, Ketua"   Ucap Kwee Tiong seng.   "Lauw Liang Hauw"   Seru Thian Mo. "Ya"   Lauw Liang Hauw maju selangkah sambil memberi hormat.   "siap terima perintah"   "Mulai sekarang, engkau kuangkat menjadi kepala regu bendera hitam"   Ujar Thian Mo sambil tertawa.   "Terima kasih, Ketua"   Ucap Lauw Liang Hauw.   "Puaskah kalian dengan pengangkatan ini?"   Tanya Tang Hai Lo Mo sambil menatap mereka satu persatu.   "Kami merasa puas,"   Sahut mereka berempat serentak.   "Terima kasih atas kebaikan Ketua Kami pasti setia kepada Bu Tek Pay."   "sekarang kalian boleh kembali ke tempat masing-masing,"   Ujar Tang Hai Lo Mo dan menambahkan.   "Juga boleh beristirahat."   "Terima kasih, Ketua"   Ucap mereka berempat sambil memberi hormat, lalu meninggalkan ruang itu.   "Ha ha ha"   Tang Hai Lo Mo tertawa gelak.   "Bagaimana menurut kalian berdua, apakah Tio cie Hiong sudah berangkat ke daerah Miauw?"   "Pasti sudah,"   Sahut Thian Mo dan Te Mo.   "Lim Ceng Im adalah kekasihnya, maka begitu memperoleh berita itu, dia pasti berangkat."   "Alangkah baiknya kalau dia mati di daerah Miauw, jadi kita tidak perlu turun tangan,"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Mulai sekarang, Bu Tek Pay sudah muncul di rimba persilatan. siapa berani menentang, harus dibunuh tanpa ampun."   "Benar."   Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut sambil tertawa gelak.   "Ha ha"   Memang benar Tio Cie Hiong sudah berangkat menuju daerah Miauw dengan menunggang kuda.   Karena kebetulan melewati kota An wie, maka ia mampir di rumah guru silat Tan.   Betapa girangnya guru silat Tan ketika melihat Tio Cie Hiong, karena tidak menyangka kalau pemuda itu akan mengunjunginya.   "cie Hiong cie Hiong"   Panggilnya dengan mata berkaca-kaca karena terharu atas kunjungannya . Tio cie Hiong memberi hormat.   "Silakan duduk"   Ucap guru silat Tan. Ketika Tio cie Hiong duduk, muncullah Tan Li cu. Begitu melihat Tio cie Hiong, wanita itu langsung mendekatinya lalu mendekap di dadanya sambil terisak-isak.   "Eh? Adik Li Cu?"   Tio Cie Hiong tertegun.   "Kenapa engkau menangis?"   Tanyanya.   "Kakak Hiong...."   Air mata Tan Li cu berderai.   "Aku gembira sekali. Aku...."   "Kalau gembira harus tertawa, jangan menangis"   Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "Li Cu Duduklah"   Ujar guru silat Tan.   "Ya, Ayah."   Jawab Tan Li cu lalu duduk.   "ohya, Adik Li Cu"   Tio Cie Hiong menatapnya.   "   Engkau sudah punya anak?"   "Ng"   Tan Li cu mengangguk.   "Anak perempuan."   "Namanya?"   "Lim Ay Lan."   "Nama yang indah"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "ohya, di mana Lim Hay Beng, suamimu?"   "Dia... dia...."   Tan Li Cu mulai terisak-isak lagi.   "   Kenapa dia?"   Tlo Cie Hiong terkejut.   "Dia sudah mati,"   Sahut Tan Li cu dengan air mata bercucuran.   "   Kapan dan bagaimana dia mati?"   Tanya Tio Cie Hiong dengan kening berkerut-kerut. "Dua puluh hari yang lalu, dia mati dibunuh orang."   Tan Li cu memberitahukan sambil menangis sedih.   "siapa yang membunuhnya?"   "Liu siauw Kun."   "Liu siauw Kun?"   Tio Cie Hiong heran.   "siapa Liu siauw Kun itu?"   "Engkau yang mengalahkannya, bahkan juga memusnahkan kepandaiannya."   Tan Li cu memberitahukan.   "Pemuda hidung belang dan jahat itu. Apakah engkau sudah lupa?"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Kepandaiannya telah kumusnahkan tapi kenapa masih membunuh Lim Hay Beng?"   "cie Hiong"   Guru silat Tan menggeleng-gelengkan kepala.   "Memang mengherankan, lagi pula kini kepandaiannya tinggi sekali."   "   Kenapa bisa begitu?"   Tio cie Hiong tidak habis pikir.   "Kakak Hiong..."   Ujar Tan Li cu.   "Apabila engkau bertemu Liu siauw Kun, bunuhlah dia"   "Baik,"   Tio cie Hiong mengangguk.   "Terima kasih, Kakak Hiong"   Ucap Tan Li cu.   "cie Hiong"   Guru silat Tan memberitahukan.   "Ibu Yap In Nio telah meninggal."   "Adik In pergi mencarimu,"   Sambung Tan Li cu.   "Apakah engkau telah bertemu dengannya?"   "Dia...."   Tio Cie Hiong menghela nafas panjang.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aaaaakh..."   "Kenapa dia?"   Tanya Tan Li cu dengan wajah berubah.   "Dia sudah mati."   Tio Cie Hiong menutur tentang kejadian yang menimpa Yap In Nio.   "Dia mati dalam pelukanku, namun nasibnya sungguh malang."   "Aaakh..."   Guru silat Tan dan putrinya menarik nafas.   "Sungguh di luar dugaan"   "ohya, Kakak Hiong"   Tan Li cu menatapnya.   "Apakah engkau sudah punya kekasih?"   "Sudah."   Tio cie Hiong mengangguk.   "Tapi...."   "Kenapa?"   "Namanya Lim Ceng Im...."   Tutur Tio Cie lliong dan melanjutkan.   "Karena itu, aku menuju daerah Miauw."   Tan Li cu menggeleng-gelengkan kemala.   "Aku tidak menyangka kalau engkau telah mengalami kejadian-kejadian itu."   "Cie Hiong"   Guru silat Tan memandangnya.   "Setiba di daerah Miauw engkau harus berhati-hati"   "   Kenapa?"   "sebab orang-orang Miauw sangat membenci orang Tionggoan."   Guru silat Tan memberitahukan.   "Hal itu dikarenakan puluhan tahun lalu, segerombolan penjahat dari Tionggoan kabur ke daerah Miauw, dan mereka membantai penduduk di sana. Maka sejak saat itu orangorang Miauw sangat membenci orang Tionggoan."   "Oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Aku pasti berhati-hati."   "Kakak Hiong..."   Tanya Tan Li cu sambil menundukkan kepala.   "Apakah engkau masih akan ke mari kelak?"   "Mudah-mudahan"   Sahut Tio Cie Hiong dan berpesan.   "ohya, Adik Li Cu Baik-baiklah mendidik putrimu. Engkau jangan mengajarnya ilmu silat, agar dia tidak berkecimpung di rimba persilatan kelak"   "Ya."   Tan Li cu mengangguk. "setelah membunuh Lim Hay Beng, Liu siauw Kun lalu ke mana?"   Tanya Tio Cie Hiong mendadak.   "sejak saat itu dia menghilang entah ke mana,"   Jawab Tan Li cu.   "   Kalau begitu, engkau harus waspada,"   Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "Aku khawatir dia akan muncul kembali."   "Benar,"   Guru silat Tan manggut-manggut.   "Karena itu, kami sudah siap pindah."   "Mau pindah ke mana?"   "Mungkin ke pinggir kota."   "Itu lebih baik,"   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Ketika pindah, jangan sampai orang lain tahu"   "Ya."   Guru silat Tan manggut-manggut.   "Adik Li Cu"   Tio Cie Hiong bangkit berdiri.   "Aku mohon pamit"   "Kakak Hiong...."   Air mata Tan Li cu langsung meleleh.   "Kenapa cepat-cepat pergi?,"   "Aku harus memburu waktu, sebab Ceng Im dalam keadaan bahaya."   "Kakak Hiong...."   Tan Li cu terisak-isak.   "Kapan engkau akan mengunjungi kami lagi?"   "setelah urusanku beres, aku pasti ke mari."   "Jangan bohong ya, Kakak Hiong"   "Aku tidak bohong."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Paman, Adik Li Cu sampai jumpa"   Guru silat Tan dan putrinya mengantar Tio Cie Hiong sampai di luar rumah. setelah pemuda itu memacu kudanya, barulah mereka kembali masuk rumah.   "Aaaakh..."   Guru silat Tan menghela nafas.   "Tio Cie Hiong memang pemuda yang sangat baik, dia masih ingat kepada kita."   "Ayah...."   Air mata Tan Li cu berderai.   "Kini aku sudah menjadi janda. seandainya dia bersedia menerimaku, akupun rela menjadi pelayannya."   "Nak...."   Guru silat Tan menggeleng gelengkan kepala.   "Engkau harus ingat akan pesannya, didiklah Ay Lan baik-baik Jangan memikirkan yang bukan-bukan"   "Ya, Ayah."   Tan Li cu mengangguk sambil terisak-isak.   Bab 52 sesepuh suku Miauw yang ramah Tio Cie Hiong sudah mulai memasuki daerah Miauw.   la agak terbelalak ketika melihat pakaian orang Miauw yang sangat aneh.   Yang mengherankannya adalah sikap orang-orang Miauw.   Mereka memandangnya dengan penuh kebencian dan menyingkir jauh-jauh.   Mendadak ia mendengar suara teriakan-teriakan.   Ketika ia berpaling, tampak puluhan orang Miauw berlari-lari dengan wajah cemas.   Karena ingin tahu apa yang terjadi, maka Tio Cie Hiong mengikuti mereka ke tempat itu.   Puluhan orang Miauw berkerumun di situ dan terus berteriak-teriak.   tetapi Tio Cie Hiong sama sekali tidak mengerti, karena mereka menggunakan bahasa Miauw.   Tio Cie Hiong meloncat turun dari kudanya, lalu menghampiri mereka, tetapi seketika orangorang Miauw itu menyingkir.   Terlihat seorang wanita Miauw sedang menangisi anak gadis kecil yang tergeletak di situ, yang wajahnya pucat pias.   Tio Cie Hiong mendekati anak gadis kecil itu, yang ternyata sedang dalam keadaan pingsan.   Tanpa menghiraukan sorot mata orang-orang Miauw yang penuh kebencian, Tio Cie Hiong langsung memeriksa anak gadis kecil itu lalu mengerahkan lweekangnya sekaligus disalurkan ke tubuh si anak gadis.   Tak seberapa lama kemudian, anak gadis kecil tersebut siuman, lalu memeluk wanita Miauw itu erat-erat.   Tio Cie Hiong tersenyum, dan mengeluarkan sebutir obat lalu dimaksukkannya ke dalam mulut anak gadis kecil.   Wanita Miauw itu terus menatap Tio Cie Hiong, kemudian mengucapkan beberapa patah kata.   Namun Tio Cie Hiong sama sekali tidak mengerti.   Maka ia hanya manggut-manggut sambil tersenyum dan menghampiri kudanya.   Ketika itu tiba-tiba muncul beberapa pemuda Miauw dengan berbagai macam senjata tajam, lalu mengepung Tio Cie Hiong.   Wanita Miauw itu langsung berteriak-teriak.   sehingga membuat pemuda-pemuda Miauw itu menjadi ragu menyerang Tio Cie Hiong.   Tio Cie Hiong tersenyum sambil meloncat ke punggung kudanya, dan kuda itu lalu berjalan perlahan-lahan.   Baru beberapa langkah kudanya berjalan, tiba-tiba terdengar suara jeritan anak kecil.   Ketika Tio Cie Hiong menolehkan kepalanya ke arah datangnya suara jeritan itu, tampak seorang anak kecil terjatuh dari pohon setinggi belasan depa.   Tanpa membuang waktu, Tio Cie Hiong langsung mengerahkan ginkangnya melesat ke sana.   orang-orang Miauw menyaksikannya dengan mulut ternganga, lalu ikut berlari-lari ke sana.   Tio Cie Hiong berhasil menyambar anak kecil itu, lalu melayang turun.   setelah itu, ditaruhnya anak kecil tersebut ke tanah lalu di-belai-belainya.   orang-orang Miauw terus memandangnya, dan di antaranya ada yang mulai berbisik-bisik.   Tio cie Hiong hanya tersenyum, sebab tatapan mereka sudah tidak lagi mengandung kebencian.   Kemudian Tio Cie Hiong berjalan menghampiri kudanya.   Di saat bersamaan muncullah seorang tua suku Miauw dan mendekatinya.   "Anak muda"   Panggil orang tua itu. Tio Cie Hiong tertegun dan girang, karena orang tua itu bisa berbahasa Han.   "Paman"   Serunya sambil menghampirinya.   "Apakah Paman mengerti bahasa Han?"   "Mengerti."   Orang tua itu tertawa.   "Terima kasih Anak muda, engkau telah dua kali menyelamatkan anak-anak Miauw"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "sama-sama, Paman."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Paman, bolehkah aku tahu siapa Paman?^ "Aku tergolong sesepuh suku Miauw,"   Jawab orang tua itu memberitahukan.   "Apakah engkau dari Tionggoan?"   "Betul, Paman."   "Namamu?"   "Tio Cie Hiong."   "Ada urusan apa engkau datang di daerah in^?"   "Aku mencari seorang gadis."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Karena ada orang melihat gadis itu ditangkap orang-orang Miauw, maka aku menyusul ke mari." (Bersambung ke bagian 31)   Jilid 31 "Apa?"   Sesepuh Miauw itu melongo.   "Orang-orang Miauw menangkap gadis Tionggoan?"   "Benar."   "Siapa yang menyaksikannya?"   "Kaum persilatan Tionggoan."   "Heran..."   Gumam sesepuh Miauw itu.   "Setahuku, orang-orang Miauw tidak pernah memasuki daerah Tionggoan." "Tapi ada orang menyaksikannya dengan mata kepala sendiri,"   Ujar Tio cie Hiong.   "Tidak mungkin."   Sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Paman, bolehkah aku bertemu kepala suku Miauw?"   Tanya Tio cie Hiong mendadak.   "Mungkin kepala suku Miauw tahu tentang itu."   "Anak muda"   Sesepuh Miauw itu menghela nafas panjang.   "Tidak gampang menemui kepala suku Miauw."   "Kenapa?"   "Kalau orang dari Tionggoan ingin menemuinya, harus dapat melewati tiga rintangan."   "Tidak apa-apa. Aku akan mencobanya."   "Aku tahu bahwa engkau berkepandaian tinggi, tentu dapat melewati ketiga rintangan itu. Tapi akan membuang-buang waktu."   "Maksud Paman?"   "Ha ha ha"   Sesepuh Miauw itu tertawa.   "Aku sesepuh di sini, maka biar bagaimana pun kepala suku harus menghormatiku. Karena itu, aku boleh membawamu pergi menemuinya."   "Terima kasih, Paman"   Tio cie Hiong girang sekali.   "Terima kasih...."   Tempat tinggal kepala suku Miauw kelihatannya seram sekali, sebab di sana banyak terdapat tengkorak manusia.   Puluhan pengawal bersenjata lengkap berbaris di sana sambil menatap Tio Cie Hiong.   Mereka rata-rata memakai anting.   Kepala suku Miauw bangkit berdiri dari tempat duduknya menyambut kedatangan sesepuh itu, kemudian mereka bercakap-cakap dengan bahasa Miauw.   Kepala suku Miauw manggut-manggut, lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.   "silakan duduk"   Bukan main girangnya Tio Cie Hiong, karena kepala suku Miauw fasih berbahasa Han.   "Terima kasih"   Ucapnya sambil duduk.   "Anak muda"   Ujar kepala suku Miauw dengan kening berkerut.   "   Kalau engkau tidak datang bersama sesepuh kami, aku pasti sudah menghukummu."   "oh?"   Tio Cie Hiong heran.   "   Kenapa?"   "Karena kalian orang-orang Tionggoan telah memfitnah kami,"   Sahut kepala suku Miauw.   "Memfitnah?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Ya."   Kepala suku Miauw mengangguk.   "Aku tidak mengutus orang-orang Miauw ke Tionggoan untuk menculik anak gadis di sana, tapi engkau mengatakan orang-orang Miauw telah menculik anak gadis Tionggoan. Nah, bukankah itu fitnah?"   "Tapi ada orang yang menyaksikannya dengan mata kepala sendiri"   "Hm"   Dengus kepala suku Miauw.   "   Kalian orang-orang Tionggoan memang jahat dan licik, bisa saja orang itu memfitnah kami Engkau tidak menyelidiki dulu, tapi langsung ke mari Kalau bukannya engkau telah menyelamatkan dua nyawa anak kecil itu, engkau pasti kutangkap untuk dibakar hidup, hidup,"   "   Heran..."   Gumam Tio Cie Hiong.   "   Ketika dikedai teh itu, aku mendengar mereka bercakapcakap tentang orang-orang Miauw menangkap Ceng Im...."   "siapa yang dipanggil Ceng Im itu?"   "Dia calon isteriku."   "Pantas...."   Kepala suku Miauw manggut-manggut.   "   Engkau menyusul sampai di sini Tapi itu tidak benar. Kami suku Miauw tidak pernah mengganggu orang-orang Tionggoan. sebaliknya malah orang-orang Tionggoan yang sering membunuh suku Miauw" "Paman"   Tio Cie Kiong memandang sesepuh itu.   "Jadi benar orang-orang Miauw tidak pernah memasuki Tionggoan?"   "Anak muda"   Sesepuh Miauw itu tertawa.   "Aku berani menjamin dengan kepalaku."   "   Kalau itu perbuatan orang-orang Miauw, engkau juga boleh membunuhku dan seluruh suku Miauw"   Ujar kepala suku Miauw dengan tegas.   "Aku percaya."   Tio Cie Hiong manggut-manggut dan menambahkan.   "Berarti orang-orang itu menghendaki aku ke mari, agar mati di daerah ini."   "Anak muda"   Sesepuh Miauw itu menatapnya.   "Menurutku juga begitu. Apakah engkau mempunyai musuh di Tionggoan?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "   Kalau begitu, musuhmu itu bermaksud meminjam tangan kami untuk membunuhmu,"   Ujar sesepuh Miauw itu.   "Mungkin begitu."   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "   Kalau begitu, aku mohon maaf"   "Tidak apa-apa."   Kepala suku Miauw tertawa.   "Walau kami masih primitif, tapi tahu aturan."   "Baiklah."   Tio Cie Hiong bangkit berdiri.   "Aku mau mohon pamit"   Mendadak muncul seorang wanita Miauw, lalu melaporkan sesuatu kepada kepala suku Miauw itu.   Kepala Miauw tampak terkejut dan wajahnya berubah pucat pias, kemudian berlari ke dalam.   Tio Cie Hiong tercengang menyaksikannya, dan tidak tahu apa yang terjadi.   sesepuh Miauw itu menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Paman, apa yang terjadi?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "sungguh tidak kebetulan kita ke mari."   Sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala lagi.   "   Kenapa?"   Tanya Tio Cie Hiong kebingungan.   "Putri kepala suku sudah sekarat"   Sesepuh Miauw itu menghela nafas panjang.   "Ayolah kita pergi"   "Putrinya sakit apa?"   "Terpagut ular yang sangat beracun. Kepala suku mahir berbagai macam racun, tapi tidak dapat memusnahkan racun ular itu."   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sesepuh Miauw itu memberitahukan.   "sudah tiga hari putrinya dalam keadaan pingsan. Kita harus segera pergi, sebab kalau putrinya mati, engkau yang akan celaka."   "Paman Aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Bagaimana kalau Paman membawaku ke dalam untuk memeriksa putrinya?"   "   Engkau mengerti ilmu pengobatan?"   "Benar."   "Mungkin percuma."   Sesepuh Miauw itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Kepala suku sangat mahir soal racun, tapi masih tidak dapat memusnahkan racun ular itu. sedangkan engkau masih muda, bagaimana mungkin...."   "Percayalah"   Desak Tio cie Hiong. Tutrinya sudah sekarat, kalau kita tidak segera ke dalam, mungkin tidak keburu menolongnya."   "Baiklah."   Sesepuh Miauw itu mengangguk.   "Mari ikut aku ke dalam"   Di dalam kamar, tampak seorang wanita Miauw sedang menangis sedih, dan kepala suku Miauw itu berjalan mondar-mandir dengan wajah murung.   sesepuh Miauw dan Tio Cie Hiong sudah masuk ke dalam, namun kepala suku Miauw sama sekali tidak menghiraukan mereka.   Tio cie Hiong mendekati anak gadis yang berbaring di ranjang.   Wajah gadis berusia empat belasan itu tampak pucat pias, dan nafasnya tampak lemah sekali, bahkan masih dalam keadaan pingsan.   Tanpa membuang waktu lagi, Tio Cie Hiong langsung memeriksa nadinya, dan setelah itu kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut.   "Bagaimana?"   Bisik sesepuh Miauw yang berdiri di sisinya.   "Apakah masih bisa ditolong?"   "Mudah-mudahan"   Sahut Tio Cie Hiong.   La lalu menempelkan sebelah telapak tangannya di dada anak gadis itu.   Tio Cie Hiong mulai mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang, kemudian disalurkan ke tubuh si anak gadis.   Berselang beberapa saat kemudian, diangkatnya tubuh anak gadis itu, lalu dibalikkan dan ditepuknya punggungnya.   "Uaaaakh Uaaaakh..."   Anak gadis itu memuntahkan darah kehijau-hijauan.   Apa yang dilakukan Tio Cie Hiong tentunya sangat mengejutkan kepala suku Miauw, bahkan kepala suku Miauw itu tampak gusar sekali, karena Tio Cie Hiong berani mengangkat tubuh putrinya.   Sesepuh Miauw segera berkata dengan bahasa Miauw, dan seketika kepala suku Miauw kelihatan tenang tapi juga tegang.   "Uaaaakh..."   Anak gadis itu mulai memuntahkan darah merah.   Tio Cie Hiong menarik nafas lega, lalu membaringkan anak gadis itu.   la mengeluarkan sebutir obat, talu dimasukkannya ke mulut anak gadis itu.   Berselang beberapa saat kemudian, badan anak gadis itu mulai bergerak, dan sepasang matanya terbuka perlahan-lahan.   Wanita Miauw itu segera memeluknya dengan wajah penuh kegirangan, dan kepala suku Miauw mendekati putrinya dan membelainya.   "Terima kasih, Anak muda"   Ucap sesepuh Miauw berbisik dengan wajah cerah. Tio Cie Hiong hanya tersenyum. seandainya ia tidak memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk mendesak ke luar racun ular itu, anak gadis tersebut pasti tidak akan tertolong.   "Kakak yang menolongku?"   Tanya si anak gadis.   "Eh?"   Tio Cie Hiong tertegun.   "Apakah engkau bisa berbahasa Han?"   "Bisa."   Anak gadis itu bangun duduk.   "Terima kasih, Kak. Aku... aku telah berhutang budi kepadamu."   "Jangan berkata begitu, Adik kecil"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Kakak tampan sekali,"   Ujar anak gadis itu sambil tertawa. Wajah Tio Cie Hiong agak kemerah-merahan.   "Engkau juga cantik sekali."   "Terima kasih atas pujian Kakak. aku... aku gembira sekali."   Anak gadis itu menundukkan kepala.   "   Heran..."   Gumam sesepuh Miauw itu.   "Wajahnya tadi pucat pias, setelah memuntahkan darah dan menelan obat itu, dia... langsung siuman dan wajahnya begitu segar, bahkan kelihatan sudah pulih seperti sedia kala. Anak muda, engkau memang hebat sekali"   "Paman...."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "   Kakak"   Anak gadis ilu mendekati Tio Cie Hiong, kemudian memeluknya erat-erat dan mendadak menciumnya.   "Eeeeh?"   Tio Cie Hiong tertegun dan wajahnya memerah.   "Adik kecil...."   "Ha ha ha"   Sesepuh Miauw tertawa gelak.   "Anak muda, itu adalah tanda terima kasih yang sedalam-dalamnya dari Putri Miauw Cok (Putri suku Miauw)"   "ooooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut. "   Kenapa Kakak malu?"   Putri Miauw Cok tertawa geli.   "   Kakak telah menyelamatkan nyawaku, maka aku harus berterima kasih kepadamu."   "Jangan berkata begitu, Adik kecil"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Anak muda"   Kepala suku Miauw menghampiri Tio Cie Hiong kemudian memegang bahunya erat-erat seraya berkata.   "Terima kasih Terima kasih"   "sama-sama,"   Sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan.   "Maaf, aku mau pamit"   "Jangan begitu cepat"   Cegah kepala suku Miauw.   "Aku harus mengadakan perjamuan."   "Tidak usah"   Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.   "Aku tidak membutuhkan perjamuan."   "Anak muda...."   Kepala suku Miauw tampak kecewa.   "   Kakak Hiong"   Putri Miauw Cok cemberut.   "Engkau jangan pergi sekarang Kalau engkau pergi sekarang, aku akan pingsan lagi"   Tio Cie Hiong tertawa geli, kemudian memberitahukan.   "Adik kecil, aku harus sebera pulang ke Tionggoan, karena harus mencari calon isteriku."   "Kakak sudah punya calon isteri?"   "Benar,"   Jawab Tio Cie Hiong.   "   Calon isteri Kakak pasti cantik sekali, bukan?"   "Masih kalah cantik bila dibandingkan denganmu."   Sahut Tio Cie Hiong menghiburnya.   "oh?"   Putri Miauw Cok itu tertawa gembira.   "   Kakak jangan pulang dulu, tinggallah di sini beberapa hari"   "Adik kecil...."   Tio cie Hiong menggelengkan kepala.   "Anak muda"   Ujar sesepuh Miauw. Jangan mengecewakan putri Miauw Cok, sebab dia tidak pernah segembira ini"   "Paman, aku...."   "Terlambat beberapa hari pulang ke Tionggoan tidak apa apa,"   Ujar sesepuh Miauw dan menambahkan.   "Akan kami sediakan seekor kuda jempolan untukmu."   "Benar, benar,"   Sambung kepala suku Miauw.   "Baiklah, tapi... aku tidak menghendaki perjamuan."   Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "Dan... aku harus berangkat esok"   "Lusa saja, Kak"   Sahut Putri Miauw Cok.   "Adik kecil, aku tidak bisa lama-lama di sini."   Tio Cie Hiong memandangnya.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aku harus sebera kembali ke Tionggoan, kelak aku akan ke mari lagi."   "Ha ha ha"   Kepala suku Miauw tertawa gelak.   "Ayoh, kita duduk di luar saja"   Mereka berjalan ke luar. putri Miauw Cok berjalan di sisi Tio Cie Hiong sambil tersenyumsenyum. setelah mereka duduk- para pelayan sibuk menyuguhkan minuman dan berbagai macam makanan.   "Ha ha ha"   Kepala suku Miauw tertawa terbahak-bahak.   "Anak muda, kedatanganmu yang tak sengaja, justru menyelamatkan nyawa putriku. Entah harus bagaimana aku berterima kasih kepadamu."   "Jangan berkata begitu, yang penting mulai sekarang, suku Miauw jangan terlampau membenci orang Tionggoan,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "sebab tidak semua orang Tionggoan jahat."   "Benar."   Kepala suku Miauw manggut-manggut.   "Buktinya engkau, anak muda. Aku menyukaimu.   " "Terima kasih"   Ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan sambil memandang Putri Miauw Cok.   "Adik kecil, engkau harus berterima kasih kepada paman, sebab kalau paman tidak membawaku ke mari, engkau pasti tidak akan tertolong"   "Kakek"   Ucap Putri Miauw Cok.   "Terima kasih ya"   "Yang penting engkau tidak boleh nakal lagi,"   Sahut sesepuh Miauw sambil tertawa.   "ohya"   Tanya Tio cie Hiong mendadak.   "Apakah di sini tidak terdapat obat pemusnah racun ular itu?"   "Tidak ada,"   Jawab kepala suku Miauw memberitahukan.   "sebab ular beracun itu sudah langka, maka aku tidak tahu harus dengan obat apa memusnahkan racunnya."   "Aku akan memberitahukan tentang obat pemusnahnya. Tapi...."   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Entah di daerah Miauw ini terdapat daun obat itu apa tidak?"   "Daun obat apa?"   Tanya kepala suku Miauw. Tio Cie Hiong memberitahukan. Kepala suku Miauw berpikir sejenak. kemudian tersenyum.   "Ada."   "syukurlah"   "   Kakak"   Ujar Putri Miauw Cok mendadak.   "Aku tahu bahwa engkau berkepandaian tinggi. Maukah engkau mempertunjukkannya?"   "Adik kecil...."   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Ayolah"   Desak Putri Miauw Cok.   "Aku suka ilmu silat, maka kalau engkau tidak mempertunjukkannya, aku pasti kecewa sampai beberapa tahun lho"   "Haaah...."   Tio Cie Hiong terbelalak.   "Ha ha ha"   Sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa gelak.   "Ha ha ha"   "   Kenapa tertawa?"   Putri Miauw Cok melotot.   "Aku berkata sesungguhnya, tidak bohong."   "Nan, Anak muda"   Sesepuh Miauw menatapnya.   "Engkau sudah mendengar, kan? Kalau engkau tidak mempertunjukkan kepandaianmu, dia akan kecewa sampai beberapa tahun. Apakah engkau tega?"   "Adik kecil...."   Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kemala.   "Engkau ingin menyaksikan ilmu pedang atau ilmu pukulan?"   "Ilmu pedang,"   Sahut Putri Miauw Cok girang.   "Baiklah."   Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu mendadak memandang putri Miauw Cok itu dengan mata tak berkedip.   Tentunya sangat mengherankan sesepuh dan kepala suku Miauw.   Begitu pula Putri Miauw Cok itu, ia pun terbelalak sambil menatap Tio Cie Hiong, kemudian wajahnya kemerah-merahan.   Tio Cie Hiong terus memandang putri Miauw Cok itu, lama sekali barulah manggut-manggut sambil berjalan ke depan.   sesepuh dan kepala suku Miauw serta putrinya juga ikut ke depan.   Ternyata Tio Cie Hiong berjalan ke halaman, kemudian meminjam sebilah pedang pada salah seorang pengawal.   setelah itu, ia mendekati sebuah pohon yang berukuran cukup besar.   "Adik kecil saksikanlah ilmu pedangku"   Seru Tio Cie Hiong.   "Terima kasih, Kak"   Sahut Putri Miauw Cok dengan wajah berseri.   Mendadak badan Tio Cie Hiong bergerak laksana kilal, dan di saat bersamaan pedang yang ada di tangannya berkelebatan.   serrt Cass serrrt Ranting dan dahan pohon itu berjatuhan.   sesepuh dan kepala suku Miauw tercengang, sedangkan Putri Miauw Cok bersorak-sorai sambil bertepuk-tepuk tangan, karena saat itu hanya tampak sinar pedang berkelebatan, sama sekali tidak tampak badan Tio Cie Hiong.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti, dan badannya melayang turun sambil tersenyum-senyum.   seketika suasana di tempat berubah menjadi hening, karena semua orang terbelalak dengan mulut ternganga lebar.   Ternyata pohon itu telah berubah menjadi sebuah patung.   Bahkan yang menakjubkan patung itu sangat menyerupai Putri Miauw Cok.   "Kakak Kakak"   Seru Putri Miauw Cok sambil bertepuk-tepuk tangan.   Para pengawal yang ada di situ pun turun bersorak-sorai, maka terdengarlah suara yang riuh gemuruh.   Tio Cie Hiong menghampiri Putri Miauw Cok.   sementara sesepuh dan kepala suku Miauw menatap Tio cie Hiong dengan mata tak berkedip.   "Adik kecil, bagaimana ilmu pedangku?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.   "   Kakak"   Putri Miauw Cok memandangnya dengan mata berbinar-binar.   "sebetulnya engkau manusia atau dewa sih?"   "Aku manusia seperti engkau,"   Sahut Tio Cie Hiong sambil membelainya.   "   Kakak, bolehkah...."   Putri Miauw Cok menundukkan kepala.   "   Engkau ingin belajar ilmu pedang, kan?"   "Betul,"   Sahut Putri Miauw Cok manggut-manggut.   "Bersediakah Kakak mengajarku ilmu pedang?"   "Baiklah."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Aku akan mempergunakan waktu yang ada untuk mengajarmu."   "Terima kasih, Kak"   Putri Miauw Cok langsung memeluk kemudian menciumnya.   "Eeeeh...."   Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah.   "Ha ha ha"   Sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa terbahak-bahak. kemudian kepala suku Miauw berbisik kepadanya.   "   Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti menjodohkan putriku kepadanya."   "sayang sekali"   Sesepuh Miauw menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia sudah mampunyai calon isteri"   "   Kakak"   Ujar putri Miauw Cok mendadak.   "Bisakah engkau meloncat tinggi?"   "Meloncat tinggi?"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Maksudmu ginkang?"   "Ya."   Putri Miauw Cok mengangguk.   "   Kakak. perlihatkanlah ginkang mu, aku ingin menyaksikannya "   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Baik."   Tio Cie Hiong mengangguk.   ternyata timbul pula sifat kekanak-kanakannya.   la berjalan ke tengah-tengah halaman, lalu menghimpun lweekangnya sekaligus melesat ke atas tujuh delapan depa.   Terbelalak mereka yang menyaksikannya, terutama Putri Miauw Kok, ia tertawa gembira sambil bertepuk-tepuk tangan.   "   Kakak, keatas lagi"   Serunya. Mendadak Tio cie Hiong berjungkir balik dan badannya melesat ke atas tujuh delapan depa.   "Wuah"   Putri Miauw Cok berseru girang.   "   Kakak, ke atas lagi"   Tio cie Hiong berjungkir balik lagi sehingga badannya melesat ke atas tujuh delapan depa. sesepuh dan kepala suku Miauw menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar. sedangkan Putri Miauw Cok terus bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa gembira.   "Ke atas lagi, Kak"   Serunya.   Tio Cie Hiong berjungkir balik lagi melesat ke atas, setelah itu badannya mulai melayang turun perlahan-lahan dan lemah gemulai.   Di saat bersamaan, ia mengeluarkan suling kumala, dan kemudian terdengarlah alunan suara suling yang menyedapkan telinga.   "Bukan main"   Sesepuh Miauw menghela nafas karena kagum. "Sungguh luar biasa"   Kepala suku Miauw menggeleng-gelengkan kepala.   "seandainya dia bersedia kawin dengan putriku...."   "Jangan berpikir yang bukan-bukan"   Tandas sesepuh Miauw.   "Dia masih harus pergi mencari calon isterinya"   "sayang sekali"   Kepala suku Miauw menarik nafas panjang.   "   Kakak"   Seru Putri Miauw Cok.   "Tiupkan lagu percintaan"   Irama suling itu berubah. Putri Miauw Cok mendengarkan dengan wajah kemerah-merahan. Ternyata ia berkhayal sedang terbang bersama Tio Cie Hiong.   "   Celaka"   Bisik kepala suku Miauw.   "Putriku telah jatuh cinta kepadanya."   "   Kalau begitu, laksanakan adat kita"   Bisik sesepuh.   "Atur putrimu tidur tiga malam dengan dia"   "Itu...."   Kepala suku Miauw mengerutkan kening.   "   Ingat"   Sesepuh itu tertawa.   "Apakah adat itu telah kau hapuskan?"   "   Hapus sih tidak. tapi itu akan merendahkan nama putriku,"   Ujar kepala suku Miauw.   "Kalau begitu, janganlah berpikir yang bukan-bukan"   Ujar sesepuh itu sungguh-sungguh.   "Ya."   Kepala suku Miauw manggut-manggut. Ketika Tio Cie Hiong sudah melayang turun, putri Miauw Cok langsung berlari menghampirinya .   "Kakak hebat sekali Aku...."   Putri Miauw Cok menundukkan kepala.   "Adik kecil"   Tio Cie Hiong membelai rambutnya.   "   Engkau masih kecil, jangan berpikir yang bukan-bukan sekarang aku akan mulai mengajarimu ilmu pedang."   "Terima kasih, Kak"   Putri Miauw Cok gembira sekali.   Tio Cie Hiong mulai mengajarnya ilmu pedang, sedangkan sesepuh dan kepala suku Miauw terus tertawa gembira, kemudian menyuruh para pelayan menyuguhkan minuman dan berbagai macam makanan untuk Tio Cie Hiong dan putrinya.   Bab 53 sepasang Pendekar dari Jepang Pagi ini Tio Cie Hiong berpamit kepada sesepuh, kepala suku Miauw dan putrinya.   Kepala suku Miauw menghela nafas panjang, karena merasa berat atas kepergian Tio Cie Hiong.   "Kapan engkau sempat, jangan melupakan daerah ini"   Pesan kepala suku Miauw.   "Pintu daerah ini selalu terbuka untukmu"   "   Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Kakak...."   Putri Miauw Cok terisak-isak dan air matanya berlinang-linang.   "Kapan Kakak ke mari lagi?"   "   Kalau urusanku sudah beres,, aku akan ke mari menengokmu."   Tio Cie Hiong membelainya.   "   Engkau harus giat berlatih ilmu pedang yang kuajarkan itu"   "Ya, Kak."   "Dan...."   Tio Cie Hiong menatapnya dengan penuh kasih sayang.   "Engkau pun tidak boleh nakal"   Putri Miauw Cok mengangguk, lalu memandang Tio Cie Hiong dengan air mata bercucuran.   "Kalau Kakak sudah berhasil mencari calon isterimu, ajaklah dia ke mari ya Aku ingin berkenalan dengannya."   Katanya.   "Baiklah."   Tio cie Hiong tersenyum dan membelainya lagi, lalu memberi hormat kepada sesepuh dan kepala suku Miauw.   "sampai jumpa"   "selamat jalan"   Sahut sesepuh dan kepala suku Miauw serentak. Tio Cie Hiong meloncat ke punggung kudanya, lalu memandang putri Miauw Cok sejenak, dan setelah itu barulah memacu kudanya.   "   Kakak"   Teriak Putri Miauw Cok. Tio Cie Hiong melambai-lambaikan tangannya, sedangkan Putri Miauw Cok masih berteriakteriak.   "Nak"   Kepala suku Miauw menghiburnya.   "Kelak dia pasti ke mari menengokmu, jangan berduka"   "Ayah, apakah dia akan ke mari lagi?"   Tanya Putri Miauw Cok terisak.   "Tentu."   Kepala suku Miauw membelainya, kemudian menatapnya seraya bertanya sungguhsungguh.   "Nak. apakah engkau mencintainya?"   "Aku memang mencintainya."   "Tapi dia sudah mempunyai calon isteri."   "   Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti akan menikah dengannya. Tapi dia sudah punya calon isteri, maka aku mencintainya seperti seorang adik mencintai kakak."   "syukurlah engkau bisa berpikir begitu."   Kepala suku Miauw berlega hati.   "   Engkau memang anak baik, ingat Mulai sekarang engkau tidak boleh nakal lagi"   "Aku pasti menuruti kata-katanya,"   Ujar Putri Miauw Cok sungguh-sungguh.   "Mulai sekarang aku tidak akan nakal lagi."   "Bagus Bagus"   Kepala suku Miauw membelainya lagi sambil tertawa gembira.   sementara itu, Tio Cie Hiong terus memacu kudanya.   Dalam perjalanan pulang ke Tionggoan, ia terus berpikir.   siapa orang-orang yang bercerita bohong itu? Kenapa mereka bercerita bohong agar dirinya berangkat ke daerah Miauw? Tio cie Hiong terus berpikir, tapi tidak dapat memecahkan teka-teki itu.   sepuluh hari kemudian, ia telah berada di daerah Tionggoan.   Ketika memasuki sebuah rimba, sayup,sayup terdengar suara bentrokan senjata.   segeralah ia menghentikan kudanya, lalu melesat ke arah suara itu.   Kemudian ia berjungkir balik meloncat ke atas pohon dan berdiri di situ.   la melihat seorang pemuda dan seorang gadis berpakaian aneh sedang bertarung melawan belasan orang.   Pemuda itu bersenjata sebilah pedang panjang yang bergagang panjang pula, sedangkan si gadis bersenjata sebuah suling.   Kelihatannya mereka berdua bukan orang Tionggoan.   Walau dikeroyok belasan orang, pemuda dan gadis itu tampak tidak keteter, bahkan keduanya bertarung dengan santai.   Kagum juga Tio Cie Hiong menyaksikan kepandaian mereka.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Namun ilmu pedang pemuda itu agak aneh, bukan berasal dari aliran Tionggoan begitu pula gerakan-gerakan suling gadis itu.   Tio Cie Hiong terus memperhatikan, kemudian memandang orang berpakaian merah, yang berdiri di situ menyaksikan pertarungan.   Mendadak kening Tio Cie Hiong berkerut.   Ternyata ia teringat kepada orang tersebut, tidak lain adalah salah seorang yang bercerita bohong di kedai teh.   setelah mengenali orang itu, ia bersiul panjang sambil melayang turun ke arah mereka.   "Berhenti"   Bentaknya. Belasan orang yang sedang bertarung itu langsung berhenti, karena dikejutkan oleh suara siulan dan bentakan Tio Cie Hiong.   "Haah Pek Ih Sin Hiap"   Teriak belasan orang itu sambil mundur ke sisi orang berpakaian merah. Sementara pemuda dan gadis itu memandang Tio Cie Hiong dengan penuh rasa heran. Namun setelah melihat jelas, wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.   "Adik"   Bisik pemuda itu entah dengan bahasa apa.   "Orang yang baru muncul itu berkepandaian tinggi sekali."   "Dan juga sangat tampan,"   Sahut gadis itu sambil tersenyum. "Adik"   Pemuda itu menatapnya.   "Engkau tertarik padanya?"   "Ya."   Gadis itu mengangguk.   "Kenapa? Kakak tidak setuju kalau aku tertarik kepadanya?"   "Aku tidak melarang, tapi jangan lupa akan tujuan kita datang ke Tionggoan ini"   "Aku ingat,"   Sahut gadis itu dan terus memandang Tio Cie Hiong. Sementara Tio Cie Hiong menghampiri orang berpakaian merah dengan tatapan dingin, lalu menudingnya sambil membentak^ "Siapa kau? Kenapa engkau mengarang cerita bohong di kedai teh?"   "Pek Ih Sin Hiap Aku bernama Tan Kok Yauw, kepala regu bendera merah Bu Tek Pay Engkau memang mujur, tidak mati di daerah Miauw"   Sahut orang berpakaian merah.   "Bu Tek Pay?"   Tio Cie Hiong tertegun, karena saat ini baru mendengar nama partai tersebut.   "Ya."   Tan Kok Yauw mengangguk.   "siapa ketua Bu Tek Pay?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil menatapnya tajam.   "Aku tidak tahu."   Tan Kok Yauw menggelengkan kepala dan menambahkan.   "Kami mengarang cerita bohong itu atas perintah ketua, bukan atas kemauan kami, harap engkau maklum"   "Hm"   Dengus Tio Cie Hiong dingin.   "   Kenapa kalian mengeroyok dua orang itu?"   "   Gerak-gerik mereka mencurigakan dan mereka tidak mau memberitahukan ketika kami tanya asal-usul mereka. oleh karena itu mereka kami tangkap,"   Sahut Tan Kok Yauw.   "   Kalian berhak apa menangkap mereka?"   "Ha ha"   Tan Kok Yauw tertawa.   "Mulai saat ini, Bu Tek Pay yang berkuasa di rimba persilatan siapa berani menentang, harus dibunuh"   Tio Cie Hiong tertawa dingin.   "Aku justru ingin menentang Bu Tek Pay Cobalah kalian bunuh aku"   "Baik"   Tan Kok Yauw manggut-manggut dan mendadak berseru.   "Serang dia"   Belasan orang itu langsung mendekati Tio Cie Hiong. Namun begitu Tio Cie Hiong menatap mereka, seketika mereka mundur kembali.   "Hihihi"   Gadis itu tertawa geli.   "Ayoh"   Bentak Tan Kok Yauw.   "   Cepat serang dia"   "Kami...."   Belasan orang itu menundukkan kepala. Tio cie Hiong tersenyum.   "   Karena kalian masih belum melakukan suatu kesalahan di hadapanku, maka kalian kulepaskan cepatlah kalian enyah dari sini"   Katanya.   "Baik"   Tan Kok Yauw mengangguk.   "Beritahukan kepada ketua kalian, apabila Bu Tek Pay berani berbuat sewenang-wenang di rimba persilatan, aku pasti bertindak"   Pesan Tio Cie Hiong.   "Ya"   Tan Kok Yauw lalu mengajak para anak buahnya meninggalkan tempat itu.   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, la melepaskan mereka karena tidak mau banyak urusan.   Namun ia tidak habis pikir, siapa ketua Bu Tek Pay itu? Pemuda dan gadis berpakaian aneh itu mendekati Tio Cie Hiong, kemudian membungkukkan badannya dalam-dalam.   Tio Cie Hiong tercengang, dan cepat-cepat menjura.   Tanpa sengaja, ia pun membungkukkan badannya.   "Hi h H i"   Gadis itu tertawa geli.   "Maaf"   Tio Cie Hiong memandang mereka.   "sebetulnya siapa kalian berdua dan berasal dari mana?"   Tanyanya. "Kami berdua kakak beradik.   "Namaku Yasuki Nichiba, adikku bernama Michiko, kami datang dari Jepang."   Jawab pemuda itu.   "Apa?"   Tio Cie Hiong terbelalak.   "   Kalian berdua datang dari Jepang?"   "Ya"   Yasuki Nichiba mengangguk.   "   Kenapa engkau begitu fasih berbahasa Han?"   Tanya Tio Cie Hiong keheranan.   "   Karena sejak kecil kami berdua sudah belajar bahasa Han."   Yasuki Nichiba tersenyum.   "ohya, bolehkah kami tahu namamu?"   "Namaku Tio Cie Hiong."   "Tio Cie Hiong"   Sela Michiko mendadak.   "   Engkau tampan sekali, aku tertarik padamu."   "Nona Michiko...."   Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah. la tidak menyangka kalau gadis itu begitu blak-blakan.   "Iiih? Kok masih malu-malu? Hi hi"   Michiko tertawa geli.   "Kami gadis Jepang, selalu berterus terang."   Tlo Cie Hiong manggut-manggut.   "Tio Cie Hiong"   Yasuki Nichiba menatapnya dalam-dalam.   "Aku yakin, kepandaianmu pasti tinggi sekali. Buktinya penjahat-penjahat itu sangat takut kepadamu. Ketika melihat engkau muncul, wajah mereka langsung berubah pucat."   "saudara Yasuki, kepandaianku tidak begitu tinggi."   Ujar Tlo Cie Hiong merendah.   "Aku telah menyaksikan pertarungan kalian, ilmu pedangmu lihay sekali."   "Kakakku diJepang dijuluki si Pedang Kilat. Tentunya ilmu pedangnya sangat cepat dan lihay."   Ujar Michiko. Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Ohya, Nona Michiko dijuluki apa diJepang?"   "Dia dijuluki si Dewi suling."   Yasuki Nichiba memberitahukan.   "Banyak pemuda di Jepang berusaha merebut hatinya, tapi dia tidak pernah tertarik kepada mereka. Begitu sampai di Tionggoan ini, malah tertarik kepadamu. Ha ha"   "Benar."   Michiko mengangguk.   "Tlo Cie Hiong, aku memang sangat tertarik olehmu"   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Yasuki Nichiba.   "   Kenapa kalian bertarung dengan mereka?"   Tanyanya.   "Ketika kami berdua sedang duduk di sini, mereka muncul dan langsung menggoda adikku. Namun kami tetap bersabar karena tidak mau bermusuhan dengan kaum pesilat di Tionggoan. setelah itu mereka membentak-bentak bertanya asal-usul kami. Karena kami tidak mau beritahukan, mereka langsung menyerang kami. Bahkan mereka bilang, kami harus takluk kepada Bu Tek Pay Maka terpaksa kami layani. Apakah engkau kenal mereka?"   "Tidak."   Tio cie Hiong menggeleng kepala.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Baru sekarang aku mendengar tentang Bu Tek Pay."   "Mereka berseru menyebut Pek Ih sin Hiap. apakah itu julukanmu?"   Tanya Yasuki Nichiba.   "   Kesatria Baju Putih"   Michiko memandangnya dengan mata tak berkedip lalu tersenyum.   "   Engkau memang berpakaian putih dan sangat tampan, tapi entah sakti atau tidak?"   Mendadak Michiko mengayunkan sulingnya menyerang Tio Cie Hiong. Namun Tio Cie Hiong bergerak cepat dengan Kiu Kiong san Tian Pou. Maka seketika Tio Cie Hiong menghilang dari hadapan gadisJepang itu "Eeeh?"   Michiko terperangah.   "Kok hilang?"   "Adik, dia berada di belakangmu."   Yasuki Nichiba memberitahukan. Michiko sebera mengayunkan gulingnya ke belakang menyerang Tio Cie Hiong namun Tio cie Hiong sudah tidak berada di situ, melainkan di depan gadis Jepang itu.   "Hebat Hebat"   Seru Yasuki Nichiba.   "sungguh cepat gerakanmu"   Tio Cie Hiong tersenyum. Michiko membalikkan badannya dan tampak cemberut seperti anak kecil.   "Engkau jahat Engkau jahat"   Mendadak Michiko menyerangnya lagi dengan sulingnya.   Kali ini Tio Cie Hiong tidak berkelit, melainkan tetap berdiri di tempat sambil tersenyum-senyum.   Michiko terkejut.   la ingin menarik serangannya, tetapi sudah terlambat.   sedangkan Yasuki Nichiba berteriak kaget.   TUk TUk TUk ujung suling itu menotok badan Tio Cie Hiong beberapa kali.   "Auuuh Jerit Michiko terkejut, sebab sulingnya sudah terlepas dari tangannya.   "Maaf"   Ucap Tio Cie Hiong, lalu memungut suling itu, untuk dikembalikan kepada gadis Jepang itu.   "Terima kasih"   Ucap Michiko sambil membungkukkan badannya.   "sama-sama."   Tio Cie Hiong juga membungkukkan badannya.   "Ha ha ha"   Yasuki Nichiba tertawa gelak.   "Rasakan Engkau terlampau nakal, sembarangan menyerang"   "Tio Cie Hiong"   Michiko menatapnya dengan mata berbinar-binar.   "Engkau memang hebat, aku semakin tertarik kepadamu."   "Maaf, Nona Michiko"   Ucap Tio Cie Hiong.   "Tidak apa-apa."   Michiko tersenyum.   "Jangan kaupanggil aku nona, lebih baik panggil saja Adik Michiko"   "Baik, Adik Michiko"   "Jadi...."   Michiko tersenyum manis.   "Aku harus memanggilmu Kakak Tio."   "Ha ha ha"   Yasuki Nichiba tertawa gembira.   "Tidak disangka kami sudah punya kawan Terima kasih"   "Aku senang berkawan dengan kalian."   Tio Cie Hiong juga tertawa gembira.   "Lebih baik kita duduk-duduk di bawah pohon"   Ajak Yasuki Nichiba. Mereka lalu duduk di bawah sebuah pohon.   "Kenapa kalian datang di Tionggoan?"   Tanya Tio Cie Hiong kepada Yasuki Nichiba.   "Terus terang, kami sedang memburu beberapa penjahat yang kabur ke Tionggoan."   Yasuki Nichiba memberitahukan.   "Mereka berlima dari aliran Ninja diJepang, telah banyak melakukan kejahatan. Maka guru kami ingin membunuh mereka, tapi mereka cepat kabur dengan kapal layar ke Tionggoan. Karena itu, guru kami menugaskan kami untuk memburunya."   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Bagaimana kepandaian mereka?"   "sangat tinggi,"   Jawab Michiko "Tapi biar bagaimana pun, kami harus menangkap mereka hidup atau mati."   "Aliran Ninja memiliki semacam ilmu yang istimewa,"   Sambung Yasuki Nichiba memberitahukan.   "Yaitu ilmu menelusup ke dalam tanah, bahkan bisa bergerak cepat di dalam tanah."   Tio Cie Hiong tertegun dan bertanya sungguh-sungguh.   "Apakah kalian mamcu mengalahkan mereka?"   "Belum tentu,"   Sahut Yasuki Nichiba.   "Tapi bagi kami para pendekar Jepang, lebih baik mati daripada menyerah."   "Bagus"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "   Itulah pendekar sejati"   "Guru kami pernah memberitahukan, bahwa di Tionggoan ini terdapat beberapa partai besar, yaitu partai siauw Lim, Butong, Kun Lun dan partai lainnya. Engkau berasal dari partai mana?"   "Aku tiada hubungan dengan partai-partai itu, sebab aku belajar ilmu silat dari sebuah kitab."   Yasuki Nichiba manggut-manggut dan melanjutkan.   "Guru kami juga memberitahukan, bahwa diTionggoan ini terdapat golongan hitam dan putih, juga terdapat pendekar pembela kebenaran. Engkau tentunya pendekar pembela kebenaran."   "Yaaah..."   Tio Cie Hiong menghela nafas panjang.   "Kini rimba persilatan Tionggoan dilanda bencana. Para ketua tujuh partai telah ditangkap oleh seorang berkepandaian tinggi. Aku justru sedang mencari mereka."   "Kalau begitu...."   Yasuki Nichiba menggeleng-gelengkan kepala.   "Rimba persilatan di sini sama seperti rimba persilatan Jepang. Ketua aliran Ninja selalu menimbulkan bencana, karena itu, guru kami terpaksa bertindak."   "Bagaimana kepandaian ketua aliran Ninja?"   "Tinggi sekali. Guru kami memburunya, dan kami ditugaskan untuk memburu kelima Ninja yang kabur ke Tionggoan."   "ohya, kalian mau tinggal di mana?"   "Di penginapan.   "   "Aku sekarang sedang menuju markas pusat Kay Pang, bagaimana kalau kalian ikut aku ke sana?"   "Apakah tidak merepotkanmu?"   "Tentu tidak."   "Kay Pang itu partai apa?"   Tanya Michiko.   "Kay Pang adalah partai Pengemis. Para anggotanya harus berpakaian compang-camping."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Tetua dan ketua Kay Pang juga telah hilang."   "Kenapa bisa hilang?"   Michiko bingung.   "Apakah mereka punya ilmu menghilang?"   "Maksudku...."   Tio cie Hiong tersenyum, karena gadis Jepang itu salah tanggap.   "Maksudku mereka telah ditangkap orang."   "Oh?"   Yasuki Nichiba menatapnya.   "Apakah engkau punya hubungan dengan partai Pengemis?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"   "Baiklah."   Yasuki Nichiba manggut-manggut.   "Michiko naik kuda, kita berdua berjalan kaki,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Nanti sampai di desa, barulah kita membeli dua ekor kuda lagi."   "Lebih baik kuda itu dituntun, sebab aku lebih senang berjalan kaki bersamamu,"   Ujar Michiko sambil menatapnya dengan mata berbinar-binar.   Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas.   Gadis Jepang itu memang cantik sekali, tapi ia tidak akan tertarik kepadanya, sebab cintanya hanya untuk Lim Ceng Im.   Maka ia mengambil keputusan, harus berterus terang kepadanya.   Tio Cie Hiong sudah tiba di markas pusat Kay Pang.   Para anggota Kay Pang menyambutnya dengan penuh kegirangan.   Namun mereka juga merasa heran karena Tio Cie Hiong datang bersama dua orang asing.   "Aku perkenalkan Dua orang ini adalah Yasuki Nichiba dan Michiko dariJepang"   Seru Tio Cie Hiong.   "Selamat datang"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Seru para anggota Kay Pang serentak.   "Selamat bertemu kawan-kawan"   Sahut Yasuki Nichiba sambil tersenyum.   "Aku gembira sekali bertemu dengan kalian"   "Mari kita masuk"   Tio Cie Hiong mengajak mereka masuk. Tampak seorang pengemis tua berhambur ke luar menyambut kedatangan Tio Cie Hiong. la tertegun ketika melihat kedua orang asing itu. "Pek Ih sin Hiap. siapakah mereka?"   Tanyanya.   "Mereka adalah Yasuki Nichiba dan Michiko."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   "Pendekar dari Jepang."   "Selamat datang"   Sai Pi Lo Kay (Pengemis Tua Hidung singa), anggota Kay Pang peringkat ketujuh itu segera menjura memberi hormat.   "Selamat bertemu"   Sahut Yasuki Nichiba dan Michiko serentak sambil membungkukkan badan.   "Silakan duduk"   Ucap sai Pi Lo Kay. Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko lalu duduk. Kemudian seorang pengemis segera menyuguhkan minuman.   "Lo Kay sementara ini mereka tinggal di sini, jadi mereka tamu kita."   Ujar Tio Cie Hiong.   "Ya."   Sai Pi Lo Kay mengangguk. kemudian wajahnya tampak murung.   "Kiu Ci Cui Kay telah mati."   "Aku tahu itu...."   Tio Cie Hiong menghela nafas, lalu menutur tentang kejadian itu.   "syukurlah engkau bisa kembali dengan selamat Padahal suku Miauw sangat membenci orang Tionggoan,"   Ujar sai Pi Lo Kay dan melanjutkan.   "Terus terang, kami belum memperoleh berita mengenai Bu Lim Ji Khie, Tok Pje sin wan dan ketua."   "Menurutku, Lim Ceng Im pasti diculik oleh penculik yang sama. Hanya saja kita tidak tahu apa tujuannya menculik mereka."   "Belum lama ini telah muncul Bu Tek Pay, siapa yang berani menentang, pasti dibunuh."   Ujar sai Pi Lo Kay.   "Aku telah bertemu dengan para anggota Bu Tek Pay..."   Tutur Tio Cie Hiong lalu bertanya.   "Lo Kay tahu siapa ketua Bu Tek Pay itu?"   "Tidak tahu."   Sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.   "Tapi kemungkinan besar ketua partai itu yang melakukan penculikan."   "Dugaan Lo Kay memang masuk akal."   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Apakah Lo Kay tahu di mana markas Bu Tek Pay?"   "Tidak tahu."   Sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala lagi.   "Aku akan menyuruh beberapa orang menyelidikinya."   "Oh ya Tugaskan juga beberapa orang untuk menyelidiki lima Ninja dari Jepang Mereka penjahat yang kabur ke Tionggoan."   Ujar Tio Cie Hiong.   "Ninja? Apa itu Ninja?"   Tanya sai Pi Lo Kay.   "Aliran yang sangat terkenal diJepang."   Yasuki Nichiba memberitahukan.   "Mereka berpakaian serba hitam dan kepalanya ditutup dengan kain hitam pula."   "Baiklah."   Sai Pi Lo Kay mengangguk.   "Aku akan menyuruh beberapa orang untuk menyelidiki Ninja Jepang itu"   "Terima kasih"   Ucap Yasuki Nichiba.   "Kalian sangat baik terhadap kami."   "sama-sama,"   Sahut sai Pi Lo Kay sambil tersenyum.   Malam harinya, Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko duduk-duduk di halaman.   sesaat kemudian, Michiko mengeluarkan sulingnya, sekaligus meniupnya.   Tio Cie Hiong mendengarkan dengan penuh perhatian.   Michiko meniup sulingnya sambil menatap Tio Cie Hiong dengan mata berbinar, ternyata gadis Jepang itu meniup sebuah lagu percintaan Jepang .   Berselang beberapa saat, barulah Michiko berhenti meniup sulingnya lalu tersenyum pada Tio cie Hiong.   "Aku tidak menyangka kalau engkau mahir meniup suling.   sungguh merdu dan sedap didengar"   Ujar Tio cie Hiong sambil tersenyum.   "Terima kasih atas pujianmu"   Ucap Michiko girang karena Tio Cie Hiong memujinya, sehingga hatinya berbunga-bunga.   "Apakah engkau bisa meniup suling?"   Tanya Yasuki Nichiba.   Tio Cie Hiong mengangguk, kemudian mengeluarkan suling kumalanya, dan mulailah ia meniup meniru irama suling Michiko tadi.   seketika gadis Jepang itu terbelalak.   sebab suara suling Tio cie Hiong lebih merdu dan lebih sedap didengar.   Begitu pula Yasuki Nichiba, sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong begitu mahir meniup suling.   Tak seberapa lama kemudian, Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya.   "Jangan mentertawakan aku, karena aku masih kurang bisa meniup dengan irama itu"   Ujarnya kemudian sambil tersenyum.   "   Kakak Tio...."   Michiko menatapnya dengan penuh rasa cinta.   "   Engkau memang pemuda istimewa"   "Aku tidak memiliki keistimewaan apa pun."   Tio cie Hiong tersenyum.   "Senjataku adalah suling. Apakah senjatamu juga suling itu?"   Tanya Michiko "Boleh dikatakan begitu, sebab aku bisa menggunakan senjata apa pun,"   Sahut Tio Cie Hiong. Michiko semakin kagum.   "Aku tahu engkau berkepandaian tinggi Bersediakah engkau memberi petunjuk kepadaku? "   Tio cie Hiong tampak ragu.   "Berilah dia petunjuk"   Desak Yasuki Nichiba sambil tertawa.   "Kalau tidak, dia pasti kecewa."   Tio cie Hiong berpikir sejenak, kemudian berkata sungguh-sungguh.   "Kalau begitu, perlihatkaniah ilmu sulingmu"   "Baik,"   Michiko bangkit berdiri, lalu menggerakkan sulingnya.   Tio Cie Hiong terus memperhatikan gerakan-gerakan suling itu Gerakannya memang cukup hebat dan lihay, namun masih terdapat kekurangan.   Karena itu, Tio Cie Hiong mulai meniup suling kumalanya.   Michiko tampak tertegun ketika mendengar suara suling Tio cie Hiong.   la lalu menggerakgerakkan sulingnya mengikuti irama suara suling kumala Tio Cie Hiong, sehingga tampak indah sekali.   Yasuki Nichiba terbelalak menyaksikannya, sebab gerakan-gerakan suling Michiko berubah begitu lemas tapi lihay sekali.   Pemuda Jepang itu pun tahu, bahwa Tio cie Hiong sedang memberi petunjuk kepada adiknya melalui irama suara suling.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti, dan Michiko pun berhenti.   Gadis Jepang itu menghampiri Tio Cie Hiong dengan tatapan mesra, lalu membungkukkan badannya memberi hormat.   "Terima kasih"   Ucapnya lembut.   "sama-sama,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "Ha ha ha"   Yasuki Nichiba tertawa gembira.   "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi"   "Aku...."   Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas.   "Tio Cie Hiong"   Yasuki Nichiba memandangnya.   "Aku juga ingin mohon petunjuk."   Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "   Engkau tidak sudi memberi petunjuk kepadaku? Wah Aku jadi ngiri Engkau memberi petunjuk kepada adikku, tapi tidak mau memberi petunjuk kepadaku. Itu tidak bijaksana."   "Yasuki...."   "Berilah aku petunjuk"   Desak pemuda Jepang itu sambil berjalan ke tengah-tengah halaman, talu mempertunjukkan ilmu pedangnya. Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian.   "Bagaimana menurutmu mengenai ilmu pedang kakakku?"   Bisik gadisJepang itu sambil meliriknya.   "Lihay dan hebat. Tapi...."   "   Kenapa?"   "Ada kekurangannya."   Tio Cie Hiong memberitahukan.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Gerakan pedangnya terlampau banyak memancing musuh, sedangkan kalau musuh terpancing, maka dia akan menggunakan pedang pendek yang di pinggangnya."   "   Engkau kok tahu kakakku akan menggunakan pedang pendeknya itu?"   Tanya Michiko heran.   "Itu berkaitan dengan ilmu pedangnya."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Aku akan memperlihatkan gerakan sulingku, dan engkau harus perhatikan baik-baik"   "Ya."   Michiko mengangguk. Tio Cie Hiong mendekati Yasuki Nichiba. Begitu melihat Tio Cie Hiong mendekatinya, Yasuki Nichiba tersenyum.   "Awas seranganku Hiyaaat"   Serunya.   Yasuki Nichiba benar-benar menyerang Tio Cie Hiong.   Tio Cie Hiong tersenyum, sambil mengayunkan suling kumalanya untuk menangkis, lalu balas menyerang.   Yasuki Nichiba langsung mundur dua langkah, kemudian kembali maju menyerang lagi dengan gerak tipu.   Tio Cie Hiong sudah tahu, maka diam saja.   Ketika pedang Yasuki Nichiba mengarah ke pinggangnya, barulah ia menggerakkan suling kumalanya.   Di saat bersamaan mendadak tangan kiri Yasuki Nichiba mencabut pedang pendek yang terselip di pinggangnya, lalu digerakkan dengan cepat untuk menyerang Tio cie Hiong.   Akan tetapi, Tio Cie Hiong bergerak lebih cepat sehingga tampak suling kumalanya berkelebat, itulah jurus Cian In Giok siauw (Ribuan Bayangan suling Kumala).   "Trang Trang"   Serangan Yasuki Nichiba tertangkis, bahkan ujung suling kumala Tio Cie Hiong telah menyentuh dada Yasuki Nichiba.   Hal tersebut membuat pendekar Jepang berdiri mematung, sebab gurunya pernah bilang, siapa yang mampu mematahkan serangannya itu, berarti kepandaian orang itu telah mencapai tingkat yang sangat tinggi.   "Maaf"   Ucap Tio Cie Hiong sambil menurunkan suling kumalanya.   "Engkau memang hebat luar biasa"   Yasuki Nichiba menghela nafas.   "Ilmu pedangku tak berarti apa-apa bagimu."   "Jangan terlampau merendah, sesungguhnya ilmu pedang mu sangat hebat dan lihay. Hanya saja...."   Tio Cie Hiong tersenyum dan melanjutkan.   "Mungkin selama ini engkau tidak pernah menghadapi musuh tangguh, maka timbul pula rasa kesombonganmu."   "Benar."   Yasuki Nichiba mengangguk.   "Itu tidak baik."   Tio Cie Hiong menasehatinya.   "sebab kesombongan adalah musuh berat dalam diri kita, yang akan membuat diri kita jatuh."   "Ya."   Yasuki Nichiba mengangguk lagi.   "Aku pasti ingat akan nasihatmu, terima kasih" "Kakak Tio...."   Michiko memandangnya dengan wajah berseri-seri.   "Engkau adalah pemuda idaman hatiku."   "Adik Michiko...."   Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa, Kakak Tio?"   Tanya Michiko lembut.   "Apakah engkau tidak tertarik kepadaku?"   "sesungguhnya aku sangat tertarik kepadamu...,"   Jawab Tio Cie Hiong agar tidak menyinggung perasaan gadis Jepang itu.    Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini