Ceritasilat Novel Online

Kesatria Baju Putih 32


Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 32


Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung   "Paman Lo Toa, aku sama sekali tak menyangka kalau nenekku masih hidup,"   Ujar Tio Hong Hoa sambil tersenyum.   "   Kalau ayahku tahu, pasti gembira sekali."   "Hoa ji"   Tio Lo Toa tertawa.   "Tahukah engkau berapa usia nenekmu sekarang?"   "Tentunya sudah di atas seratus, tapi masih begitu sehat dan gagah,"   Sahut Tio Hong Hoa dan menambahkan.   "Kini kita baru tahu jelas, ternyata kakekku telah salah paham terhadapnya."   "Yaah"   Tio Lo Toa menggeleng-gelengkan kepala.   "sayang sekali kakekmu telah tiada, begitu pula pamanmu."   "oh ya Entah bagaimana keadaan Adik Cie Hiong? Apakah dia sudah sembuh?"   "Kalau sudah sembuh, dia pasti muncul dalam rimba persilatan."   "Paman Lo Toa"   Ujar Tio Hong Hoa merendahkan suaranya.   "Kini markas cabang Bu Tek Pay cuma tinggal satu. Bagaimana kalau malam ini kita pergi memberantas para anggota yang di situ?" "   Hoa ji"   Tio Lo Toa menghela nafas.   "Kita sudah membunuh banyak anggota Bu Tek Pay, menurut aku...."   "Mereka begitu jahat, maka harus dibunuh,"   Potong Tio Hong Hoa dan mendesaknya.   "Paman Lo Toa, malam ini kita pergi memberantas mereka ya"   Tio Lo Toa berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk.   "Baiklah."   Setelah larut malam, berangkatlah mereka menuju markas cabang Bu Tek Pay itu.   Keduanya sama sekali tidak tahu bahwa Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu mereka di sana.   Begitu sampai di markas cabang itu, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terheran-heran, karena tiada seorang penjaga pun di depan markas cabang tersebut.   "Kok sepi?"   Ujar Tio Lo Toa.   "Mungkin para anggota Bu Tek Pay disini sedang bersenang-senang di dalam,"   Sahut Tio Hong Hoa.   "Paman Lo Toa, mari kita masuk saja"   Tio Lo Toa mengangguk, lalu mereka berdua melesat ke halaman. sungguh mengherankan, di halaman itu pun sepi, tidak tampak seorang penjaga pun di sana.   "Hoa ji"   Bisik Tio Lo Toa.   "Kelihatannya agak kurang beres, mari kita pergi"   "Sudah terlambat Ha ha ha..."   Terdengar suara tawa dan mendadak berkelebat beberapa sosok bayangan ke hadapan mereka. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terkejut bukan main, maka gadis itu segera menghunus Hong Hoang Pokiamnya.   "siapa kalian?"   Bentak Tio Lo Toa.   "Ha ha ha Kami Kwan Gwa Lak Kui sudah sekian lama kami menunggu kedatangan kalian Karena ternyata kalian pemilik Hong Hoang Leng, maka malam ini kalian berdua harus mampus"   "Kwan Gwa Lak Kui?"   Tio Lo Toa tersentak dan berkeluh dalam hati.   "Benar"   Sahut Tiau Am Kui.   "Tentu kalian pernah mendengar kami Nah, bersiap-siaplah untuk mati"   Kwan Gwa Lak Kui segera mengepung Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.   "   Hoa ji Hati-hati, mereka berenam memiliki kepandaian ang sangat tinggi"   Tio Hong Hoa mengangguk.   "Serang"   Seru Tiauw Am Kui mendadak.   Mereka berenam langsung menyerang Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa dengan tangan kosong.   Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa cepat-cepat berkelit, lalu balas menyerang.   Maka terjadilah pertarungan sengit dan seru.   Kwan Gwa Lak Kui mengeluarkan Ku Lu Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Tengkorak).   Mereka melatih ilmu tersebut dari tengkorak manusia, maka ketika mengeluarkan ilmu tersebut, telapak tangan mereka berubah putih.   Tio Hong Hoa mengeluarkan Hong Hoang Kiam Hoat, sekaligus mengerahkan Kiu Yang sin Kang.   sedangkan Tio Lo Toa menggunakan Teng san ciang Hoat (Ilmu Pukulan Merobohkan Gunung), yang mengandung Kiu Yang sin Kang.   Kwan Gwa Lak Kui memiliki Pek Kut Cuang Sim Kang (Lwee Kang Tulang Putih Penembus Hati), yang sangat ganas, siapa yang terpukul, hati dan jantungnya pasti hancur.   Setelah pukulan jurus kemudian, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa mulai terdesak dan mendadak terdengar suara jeritan Tio Hong Hoa, ternyata dadanya telah terpukul, membuatnya terhuyunghuyung beberapa langkah ke belakang dengan wajah pucat-pias.   Tio Lo Toa terkejut sekali.   sudah barang tentu perhatiannya menjadi pecah, sehingga sebuah pukulan"   Mendarat di dadanya.   "Duuuk"   "Aaaakh"   Ia menjerit dan memuntahkan darah segar.   "Ha ha ha"   Kwan Gwa Lak-Kui tertawa gelak.   "Malam ini kalian berdtia harus mampus"   Mereka berenam mendekati Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa yang telah terluka dalam. Akan tetapi sekonyong-konyong melayang turun sosok bayangan dari terdengar suara bentakan mengguntur.   "Berhenti"   Yang melayang turun di hadapan Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa, itu ternyata Tio Cie Hiong.   "Siapa engkau?"   Bentak Tiauw Am Kui.   "Hm"   Dengus Tio Cie Hiong.   "Serang dia"   Seru Tiauw Am Kui. Mereka berenam langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan Ku Lu ciang Hoat. Tio Cie Hiong tidak berkelit, melainkan menangkis pukulan-pukulan itu dengan kibasan lengan bajunya.   "Daaar"   Terdengar suara benturan dahsyat.   Badan Tio Cie Hiong bergoyang-goyang, sedangkan Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur beberapa langkah.   Di saat bersamaan, mendadak Tio Cie Hiong menyambar Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa, sekaligus melesat pergi menggunakan ginkang.   "Kita kejar dia"   Seru Bu Ceng Kui.   "Tidak usah"   Sahut Tiauw Am Kui sambil menggelengkan kepala.   "Ginkang orang itu tinggi sekali, kita tidak akan dapat menyusulnya."   "Kepandaian orang itu sungguh tinggi sekali. Kibasan lengan bajunya dapat menangkis pukulanpukulan kita,"   Ujar Toa Thau Kui.   "Entah siapa dia?"   "Lebih baik kita pulang sekarang,"   Ujar Tiauw Am Kui.   "Kita rundingkan dengan Bu Lim sam Mo."   Mereka berenam langsung melesat pergi menggunakan ginkang.   Dalam perjalanan pulang ke markas, Kwan Gwa Lak Kui terus berpikir siapa orang itu....   Tio Cie Hiong sudah sampai di sebuah gubuk kosong di dalam rimba.   Dengan hati-hati sekali ia menaruh Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa ke bawah, lalu memeriksa mereka dengan cermat sekali.   Sementara Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa masih dalam keadaan pingsan, setelah memeriksa mereka, Tio Cie Hiong pun menarik nafas lega.   Mereka berdua memang terluka cukup parah, namun karena terlindung oleh Kiu Yang sin Kang, maka pukulan itu tidak sampai merusak jantung mereka.   Tio Cie Hiong memasukkan sebutir pil ke mulut mereka.   Berselang beberapa saat kemudian, mereka siuman lalu mengeluarkan suara keluhan.   "Duduklah bersila dan kerahkan lweekang kalian agar kalian cepat sembuh"   Ujar Tio Cie Hiong. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa menurut. Mereka segera duduk bersila dan memejamkan mata sambil mengerahkan Kiu Yang sin Kang. Kira-kira satu jam kemudian, barulah mereka membuka mata dan memandang Tio Cie Hiong.   "Terimakasih atas pertolongan, Tayhiap"   Ucap mereka serentak.   "Tidak usah mengucapkan terima kasih"   Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum dan berkata.   "Kwan Gwa Lak Kui berkepandaian tinggi sekali, kenapa kalian masih ke sana menempuh bahaya?"   "Kami...."   Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa tergagap.   "Kami sama sekali tidak tahu bahwa Lak Kui berada di sana."   "Oooh"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "   Kalian memang telah sembuh, namun kondisi kalian masih lemah. oleh karena itu, kalian masih perlu beristirahat satu atau dua hari."   "Ya."   Tio Lo Toa mengangguk.   "Oh ya, bolehkah kami tahu nama besar Tahyiap?"   "Kalian akan mengetahuinya kelak."   Karena Tio Cie Hiong menyahut demikian, Tio Lo Toa tidak bertanya lagi, karena tahu bahwa penolong itu tidak mau menyebut namanya. "Nona...."   "Namaku Tio Hong Hoa,"   Ujar gadis itu cepat.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tayhiap panggil namaku saja"   "Nona Hong Hoa, lebih baik engkau beristirahat"   Tio Cie Hiong menatapnya.   "Sebab badanmu masih lemah."   "Tidak apa-apa"   Sahut Tio Hong Hoa sambil tersenyum.   "Kepandaian Tayhiap sungguh tinggi sekali, Tayhiap hanya mengibaskan lengan baju tapi mampu, membuat Lak Kui terdorong mundur"   "Itu merupakan kepandaian biasa."   "Tayhiap terlampau merendahkan diri."   Tio Lo Toa tertawa.   "   Kenapa Tayhiap bisa begitu kebetulan menolong kami?"   "Memang kebetulan"   Tio Cie Hiong memberitahukan..   "   Ketika aku melewati markas cabang Bu Tek Pay itu, aku mendengar suara pertarungan, maka aku masuk sekaligus menolong, kalian."   "Oooh".Tio Lo Toa manggut-manggut.   "Kami memang tidak tahu, bahwa Kwan Gwa Lak Kui berada di situ. Kalau tahu, tentunya kami tidak akan ke sana."   "Sebetulnya aku yang bersalah,"   Ujar Tio Hong Hoa "Aku yang mendesak Paman Lo Toa pergi memberantas para anggota Bu Tek Pay itu. untung Tayhiap segera menolong kami. Kalau tidak. entah bagaimana nasib kami."   "Kalian memiliki semacam lweekang pelindung jantung, kalau tidak mungkin aku juga tidak bisa menyelamatkan kalian"   Ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.   "Kalau tidak salah, kalian pemilik Hong Hoang Leng, kan?"   "Aaaakh..."   Tio Lo Toa menghela nafas panjang"   "Kami telah mempermalukan Hong Hoang Leng.."   "Sebetulnya tidak."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Karena mereka berenam. Kalau satu lawan satu, kalian pasti tidak akan kalah."   "Ya."   Tio Lo Toa mengangguk.   "Oh ya, setelah kalian pulih. lebih baik kalian ke markas pusat Kay Pang saja"   Usul Tio Cie Hiong.   "Temuilah. Bu Lim Khie, namun kalian ke sana harus secara diam-diam jangan sampai diketahui pihak Bu Tek Pay." .   "Kenapa kami harus kesana?"   Tanya Tio Hong Hoa.   "Setelah sampai di sana, kalian pasti tahu."   "Heran"   Gumam Tio Hong Hoa tidak mengerti.   "Kenapa Tayhiap selalu mengatakan demikian?,"   "Hoa ji."   Tegur Lio Lo Toa "Jangan kurang ajar."   Tio Hong Hoa cemberut.   "Aku tidak kurang ajar, hanya merasa heran."   "Untuk sementara ini...."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Aku masih harus menjaga suatu rahasia, harap kalian maklum"   "Kami maklum."   Sahut Tio Lo Toa.   "Itu...."   Tio Hong Hoa menunjuk monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong.   "Bulu monyet itu seperti saiju, sungguh bersih dan bagus sekali."   Monyet bulu putih bercuit-cuit, kelihatannya gembira sekali karena gadis itu memujinya.   "Nona Hong Hoa"   Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum.   "Monyet ini bisa menari Iho"   "Oh, ya?"   Tio Hong Hoa tertarik dan berkata.   "Tayhiap. bolehkah Tayhiap menyuruh monyet itu menari sebentar?"   "Tentu boleh."   Tio Cie Hiong mengangguk.   "Kauw heng, turunlah"   Monyet bulu putih meloncat turun, sedangkan Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumalanya.   "Kauw heng, aku meniup suling, engkau menari ya"   Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   Monyet bulu putih manggut-manggut.   Kemudian Tio Cie Hiong pun mulai meniup suling kumalanya.   Betapa merdu dan sedap didengar suara suling itu, membuat Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa melongo.   Mereka tidak menyangka kalau penolong itu begitu mahir meniup suling.   setelah suara suling itu mengalun, monyet bulu putih mulai menari-nari lemah gemulai, sehingga membuat Tio Hong Hoa tertawa geli.   Berselang sesaat, mendadak irama suling berubah menjadi cepat, dan nadanya meninggi, dan seketika monyet bulu putih bergerak laksana kilat, berkelebatan ke sana ke mari.   Menyaksikan itu, Tio Lo Toa terkejut bukan main, sebab monyet bulu putih sedang mempertunjukkan semacam ilmu silat.   sedangkan Tio Hong Hoa menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar.   Beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya, dan monyet bulu putih pun berhenti bergerak, lalu meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong.   "Bagus Hebat sekali"   Seru Tio Hong Hoa sambil bertepuk-tepuk tangan. Monyet bulu putih bercuit-cuitan, sedangkan Tio Lo Toa diam saja, ia tahu saat ini berhadapan dengan orang yang berkepandaian sangat tinggi, maka tidak berani bicara sembarangan.   "Sebentar lagi hari akan pagi, aku akan pergi beli sedikit makanan kering untuk kalian,"   Ujar Tio Cie Hiong dan berpesan.   "Kalian harus tetap di sini, jangan pergi ke mana-mana"   "Ya, Tayhiap."   Tio Lo Toa mengangguk.   "Tayhiap. bolehkah aku ikut?"   Tanya Tio Hong Hoa mendadak.   "Tidak boleh. Lebih baik engkau beristirahat di sini."   Jawab Tio Cie Hiong.   "Tayhiap .."   "Hoa "ji tegur Tio Lo Toa dengan kening berkerut."   Jangan bandel, turutilah perkataan Tayhiap"   "Paman Lo Toa"   Tio Hong Hoa menundukkan kepala "Baiklah."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Aku pergi sebentar, kalian tunggu disini, jangan pergi ke mana-mana"   Tio Cie Hiong melesat pergi menggunakan ginkangnya. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa saling memandang, kemudian Tio Lo Toa menghela nafas panjang seraya berkata.   "Kepandaian orang itu masih diatas ayahmu, entah siapa dia..."   Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk dengan wajah serius, kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting.   "Ini merupakan masalah penting yang harus kita perhatikan."   Ujar Tang Hai Lo Mo dengan kening berkerut.   "sebab kemunculan orang itu pasti merupakan halangan bagi kita."   "Benar."   Thian Mo manggut-manggut.   "Dia telah menolong Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek, bahkan kini menolong pemilik Hong Hoang Leng...."   "Kepandaiannya tinggi sekali,"   Sela Tiauw Am Kui memberitahukan.   "Dia cuma mengibaskan lengan bajunya, tapi dapat membuat kami berenam terdorong mundur beberapa langkah. Dapat dibayangkan, betapa tinggi lweekangnya."   "Heran..."   Gumam siluman Gemuk sambil mengerutkan kening.   "siapa orang itu? setahuku di Tionggoan ini tidak ada orang yang berkepandaian setinggi itu."   "It Ceng sudah mati, Ji Khie tak berkutik dan Tio Cie Hiong sudah mati. Lalu... siapa orang itu?"   Sahut Tang Hai Lo Mo dengan kening berkerut-kerut.   "Lagi pula orang itu membawa seekor monyet bulu putih. Padahal selama puluhan tahun ini, sama sekali tidak pernah mendengar nama orang tersebut."   "Dia baru berusia empat puluhan, namun kepandaiannya memang luar biasa."   Bu Ceng Kui menggeleng-gelengkan kepala.   "   Kalau bertarung, belum tentu kami berenam mampu mengalahkannya .   " "oh?"   Siluman Kurus tersentak.   "   Kalau kami berdua yang menghadapinya, apakah kami akan menang?"   Tanyanya.   "Sulit dikatakan."   Tiauw Am Kui menggeleng-gelengkan kepala.   "Sebab kami cuma merasakan kibasan lengan bajunya, belum bertarung dengan dia, jadi kami belum tahu jelas berapa tinggi kepandaiannya."   "Kalau begitu...."   Kwan Gwa siang Keay menatapnya.   "Kenapa kalian mengatakan kalian berenam belum tentu mampu mengalahkannya?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sebab kibasan lengan bajunya saja membuat kami merasa berkunang-kunang. Lagi pula dia mampu pergi begitu saja dengan membawa kedua orang yang terluka itu."   Ujar Tiauw Am Kui.   "Itu pertanda dia berkepandaian tinggi sekali."   "Ngmmm"   Siluman Kurus manggut-manggut.   "Kalian berhasil melukai kedua orang itu dengan pukulan Ku Lu ciang Hoat?"   "Benar."   Tiauw Am Kui mengangguk.   "Kalau begitu..."   Siluman Kurus tertawa.   "Mereka berdua pasti sudah terluka dalam."   "Tidak salah."   Sahut ok sim Kui.   "Tapi belum tentu bisa membuat mereka mati."   "Kenapa?"   Tanya siluman Kurus.   "Sebab mereka memiliki semacam lweekang yang dapat melindungi jantung, maka jantung mereka tidak akan hancur terkena pukulan kami."   Ok sim Kui memberitahukan.   "   Lagi pula kami menyerang mereka cuma menggunakan tujuh bagian lweekang Pek Kut Cuan sim Kang."   "Oooh"   Siluman Kurus manggut-manggut "Tidak apa-apa, anggaplah sebagai pelajaran bagi mereka"   "Terus terang..."   Ujar Tang Hai Lo Mo serius.   "Aku tidak begitu memusingkan Tui Beng Li, Thiang Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Yang kupikirkan adalah orang yang punya monyet bulu putih itu. Kalau dia menentang Bu Tek Pay, kita akan kewalahan menghadapinya .   "   "Benar."   Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut.   "Hmm"   Dengus Kwan Gwa siang Keay dingin.   "Kami berdua akan menghadapinya dengan Tek Im Ciang, biar dia tahu rasa"   "Oh ya"   Tang Hai Lo Mo teringat sesuatu, lalu memandang Ang Bin sat sin seraya bertanya.   "Bagaimana Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya?"   "Hingga saat ini Kay Pang tiada kegiatan apa-apa,"   Jawab Ang Bin sat sin memberitahukan.   "Tujuh partai besar sudah menutup pintu perguruan masing-masing, sama sekali tidak berani bergerak dalam rimba persilatan."   "Bagus Ha ha ha"   Tang Hai Lo Mo tertawa gelak.   "Jadi kini perhatian kita harus dipusatkan pada orang yang punya monyet bulu putih itu. Apabila dia berani menentang kita, kita harus berupaya membunuhnya"   "Benar."   Kwan Gwa siang Keay manggut-manggut.   "Perintahkan kepada para anggota, apabila melihat orang itu, harus segera melapor kepada kita"   "Baik."   Bu lim sam Mo mengangguk dan berkata.   "Mulai sekarang, kita juga harus berhati-hati terhadap orang itu."   Setelah membeli makanan kering, Tio cie Hlong lalu memasuki sebuah kedai teh.   Akan tetapi, ia tidak mendapat tempat duduk karena kedai teh itu telah penuh sesak.   la berdiri sambil menengok ke sana ke mari, tiba-tiba seorang tua berusia tujuh puluhan melambaikan tangannya seraya berkata.   "Mari duduk di sini"   "Terima kasih"   Sahut Tio Cie Hiong, kemudian duduk di hadapan orang tua tersebut.   "Mau makan apa?"   Tanya orang tua itu ramah. "Aku cuma mau minum teh."   Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian seorang pelayan menyuguhkan teh kepadanya.   "Engkau membawa monyet, apakah engkau penjual atraksi keliling?"   Tanya orang tua itu.   "Bukan."   Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.   "Monyet bulu putih ini kawan baikku, maka aku selalu membawanya ke mana-mana."   "Oooh"   Orang tua itu manggut-manggut.   "   Kalau begitu, apakah engkau pengembara?"   "Kira-kira begitulah."   "jadi engkau telah mengembara ke sana ke mari?"   "Ya."   Tio Cie Hiong mengangguk dan bertanya.   "Paman juga pengembara?"   "Bukan."   Orang tua itu menggelengkan kepala.   "sebetuinya boleh dikatakan aku baru datang di Tionggoan."   "oh?"   Tio Cie Hiong tercengang.   "bukan orang Tionggoan?"   "Aku lahir di Tionggoan, tapi...."   Orang tua itu memberitahukan.   "pindah ke sebuah pulau ketika masih kecil."   "Pulau apa?"   "   Rahasia."   Orang tua itu tersenyum dan menambahkan.   "seperti engkau yang punya rahasia."   "Aku punya rahasia?"   "Ya."   Orang tua itu menatapnya.   "Bukankah engkau memakai kedok kulit? Nah, engkau punya rahasia, kan?"   "Sungguh tajam mata Paman"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Aku memang memakai kedok kulit, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan."   "Menghindari musuh? "   "Menghindari sih tidak. hanya tidak mau banyak urusan."   Tio Cie Hiong menatapnya.   "Kelihatannya Paman berkepandaian tinggi sekali, apakah Paman diundang oleh pihak Bu Tek Pay?"   "Tidak."   Orang tua itu menatap Tio Cie Hiong.   "Aku tahu, engkau juga memiliki kepandaian tinggi. sorot matamu begitu tajam dan bersih, karena itu aku tahu engkau bukan orang jahat."   "Paman pun bukan orang jahat."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Bagaimana engkau bisa tahu aku bukan orang jahat?"   Tanya orang tua itu sambil tertawa.   "Kalau Paman orang jahat, monyetku ini pasti mengetahuinya. Dia diam saja, pertanda Paman bukan orang jahat."   "oh?"   Orang tua itu tertawa lagi.   "Kalau begitu, monyetmu itu monyet sakti?"   "Cukup sakti."   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "juga memiliki naluri yang tajam, maka bisa membedakan orang baik dan orang jahat."   "Ha ha ha"   Orang tua itu tertawa gelak.   "Luar biasa"   "Oh ya"   Tanya Tio Cie Hiong mendadak.   "Ada urusan apa Paman datang di Tionggoan?"   "Karena engkau bukan orang jahat, maka aku harus memberitahukan,"   Sahut orang tua itu.   "Mudah-mudahan engkau bisa membantuku"   "Apa yang bisa kubantu?"   Tanya Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.   "Terus terang, aku datang di Tionggoan untuk mencari putriku, yang datang duluan bersama pembantuku."   Orang tua itu memberitahukan.   "Tapi aku tidak tahu mereka berada di mana sekarang?"   "Paman, bolehkah aku tahu nama mereka?"   "Mereka bernama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa." "Apa?"   Tio Cie Hiong tersentak.   "Jadi Nona Tio Hong Hoa adalah putri Paman?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ya."   Orang tua itu mengangguk dan terbelalak.   "engkau kenal putriku?"   "Kenal...."   Ketika Tio Cie Hiong baru mau memberitahukan, mendadak muncul belasan anggota Bu Tek Pay menghampiri mereka.   Kemunculan belasan anggota Bu Tek Pay membuat tamu-tamu lain yang sedang minum di situ lari ketakutan, namun Tio Cie Hiong dan orang tua itu masih duduk tenang di tempat.   "Mau apa mereka ke mari?"   Tanya orang tua itu heran.   "Mungkin mau cari gara-gara denganku,"   Sahut Tio Cie Hiong lalu berkata kepada monyet bulu putih yang duduk di bahunya.   "Kauw heng, aku sedang bercakap-cakap dengan Paman ini, jadi tidak mau diganggu, maka beresilah mereka Namun engkau jangan membunuh, cukup memusnahkan kepandaian mereka saja"   Monyet bulu putih itu bercuit dan mengangguk. lalu melesat pergi sambil menampar beberapa anggota Bu Tek Pay itu.   "Monyet sialan"   Caci mereka sekaligus mengejar monyet bulu pulih yang berloncat-loncatan ke luar.   "Monyetmu itu bisa berkelahi?"   Tanya orang tua itu heran.   "Bisa."   Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum.   "Engkau tidak perlu bantu monyet itu?"   Orang tua itu mengerutkan kening, kelihatannya tidak percaya kalau monyet bulu putih tersebut mampu melawan belasan anggota Bu Tek Pay.   "Tidak perlu."   Tio Cie Hiong tersenyum. Di saat bersamaan monyet bulu putih telah kembali dan meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong.   "Bagaimana Kauw heng, engkau sudah membereskan mereka?"   Monyet bulu putih bercuit tiga kali sampai manggut-manggut, sedangkan orang tua itu terbelalak.   "Be... begitu cepat?"   Orang tua itu terperangah, kemudian bangkit berdiri sekaligus memandang ke depan. la melihat belasan anggota Bu Tek Pay berusaha bangun sambil merintih-rintih, dan mulut mereka mengeluarkan darah.   "Haaah..."   Orang tua itu kembali ke tempat duduk. terus menatap monyet bulu putih dengan mata terbeliak lebar.   "Paman sudah melupakan pokok pembicaraan kita?"   Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.   "Bukan main Sungguh bukan main"   Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Oh ya, engkau kenal putriku?"   "Kenal. Mari ikut aku menemui mereka"   "Baik"   Mereka lalu meninggalkan kedai itu.   Begitu sampai di luar, Tio Cie Hiong mengerahkan ginkangnya.   orang tua itu juga mengerahkan ginkangnya untuk mengikuti Tio Cie Hiong.   Bukan main terkejutnya orang tua itu, karena tidak menyangka kalau ginkang Tio Cie Hiong begitu tinggi.   Padahal ia telah mengerahkan tenaga sepenuhnya, namun tetap berada di belakang Tio Cie Hiong.   Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah memasuki sebuah rimba.   Tak lama tampaklah sebuah gubuk, dan dua orang duduk di halamannya.   Mereka tidak lain Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa, yang sedang menunggu Tio Cie Hiong pulang.   Tio Cie Hiong dan orang tua itu melesat menghampiri mereka.   Betapa terkejutnya Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa, tapi ketika melihat siapa yang muncul, Tio Hong Hoa langsung berseru girang.   "Ayah"   Gadis itu segera mendekap di dada orang tua itu.   "Nak"   Orang tua itu membelainya. Ternyata dia Tio Tay seng. "Tocu (Majikan Pulau)"   Panggil Tio Lo Toa sambil memberi hormat. Tio Tay seng manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong sambil tertawa gembira.   "Terimakasih Terimakasih...."   "Sama-sama,"   Jawab Tio Cie Hiong laiu menaruh sebuah bungkusan.   "Kini paman sudah bertemu mereka, maka aku mohon diri"   "Eeeh...?"   Tio Tay seng ingin menahannya, namun Tio Cie Hiong telah melesat pergi.   "Sampai jumpa"   Sahut Tio Cie Hiong.   "Aaaakh..."   Tio Tay seng menghela nafas.   "Kenapa dia begitu cepat pergi? Padahal aku masih ingin mengobrol dengannya"   "Ayah bertemu dia di mana?"   Tanya Tio Hong Hoa.   "Di sebuah kedai...,"   Jawab Tio Tay Seng memberitahukan dan menambahkan.   "Sungguh luar biasa monyet bulu putih...."   "Apa?"   Tio Hong Hoa terbelalak.   "Monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay?"   "Benar."   Tio Tay seng mengangguk.   "Kalau tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, mungkin ayah juga tidak percaya."   "Monyet bulu putih memang berkepandaian tinggi, apalagi Tayhiap itu"   Sela Tio Lo Toa.   "Oh ya"   Tio Tay seng memandang mereka.   "Kek kalian bisa bersama pemuda itu?"   "Eh? Ayah sudah pikun ya?"   Tio Hong Hoa "   Menatapnya heran.   "Tayhiap itu sudah berusia empat puluhan, kenapa ayah katakan dia pemuda?"   "Ha ha ha"   Tio Tay seng tertawa.   "Kalian masih tidak tahu...."   "Kenapa?"   Tio Hong Hoa kebingungan.   "Dia memakai kedok kulit."   Tio Tay seng memberitahukan.   "   Kalau tidak melihat tangannya, aku pun tidak akan tahu bahwa dia memakai kedok kulit."   "Ayah tidak salah lihat?"   Tio Hong Hoa tidak percaya.   "Ketika ayah bercakap-cakap dengan dia, tanpa sengaja ayah melihat tangannya begitu halus,"   Sahut Tio Tay seng.   "Karena itu, ayah tahu bahwa dia memakai kedok kulit. Lagi pula dia juga mengaku...."   "Ayah Kira-kira berapa usianya?"   "Mungkin baru dua puluhan."   "Apa?"   Tio Hong Hoa melongo.   "Tidak mungkin."   "Kenapa engkau mengatakan tidak mungkin?"   Tio Tay seng menatapnya.   "Sebab kepandaiannya tinggi sekali. Maka aku tidak percaya kalau usianya baru dua puluhan."   "   Kalian pernah menyaksikan kepandaiannya?"   "Ya."   Tio Hong Hoa mengangguk dan memberitahukan.   "Dia yang menolong kami, kalau tidak. kami berdua pasti sudah mati."   "Apa?"   Tio Tay seng terkejut bukan main.   "   Kalian bertemu musuh tangguh?"   "Tocu"   Jawab Tio Lo Toa dan menutur.   "Kami bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui...."   "Hah?"   Wajah Tio Tay seng berubah.   "Kwan Gwa Lak Kui berkepandaian tinggi sekali, kenapa kalian lawan?"   "Kami pergi ke markas cabang Bu Tek Pay, tidak tahunya Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu disana,"   Ujar Tio Hong Hoa dan melanjutkan.   "Aku dan Paman Lo Toa terkena pukulan, untung muncul tayhiap itu menolong kami." "Apakah mereka bertarung mati-matian?"   Tanya Tio Tay seng.   "Tidak"jawab Tio Hong Hoa.   "Begitu tayhiap itu muncul di hadapan kami, Lak Kui langsung menyerangnya. Tapi tayhiap itu lalu mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Lak Kui itu terdorong mundur beberapa langkah."   "Haaah?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Mulut Tio Tay seng ternganga lebar.   "Engkau tidak salah lihat?"   "Tocu"   Sela Tio Lo Toa.   "Kami tidak salah lihat. setelah Lak Kui terdorong mundur, tayhiap itu langsung menyambar kami. Di saat itulah kami pingsan, dan ketika siuman, kami sudah berada di dalam gubuk itu. Ternyata tayhiap itu telah mengobati kami."   "Heran"   Gumam Tio Tay Seng.   "Sebetulnya siapa pemuda itu? Kepandaiannya kok begitu tinggi?"   Tio Hong Hoa tercengang.   "Ayah tidak menanyakan namanya?"   "Tidak. Kalian?"   Tio Tay Seng menatap mereka dengan heran.   "Kalian tidak tahu namanya?"   "Aku sudah bertanya kepadanya, tapi dia jawab kami tentu mengetahuinya kelak."   Tio Hong Hoa memberitahukan.   "Aku tidak mengerti, kenapa dia menjawab begitu."   "Dia pasti merahasiakan sesuatu. Tapi itu tidak jadi masalah, sebab dia bukan orang jahat, lagi pula ayah yakin kelak kita akan mengetahuinya."   "Oh ya"   Tio Hong Hoa teringat sesuatu.   "Ayah, kita harus segera pergi ke Gunung Hong Lay san"   "Pergi ke Gunung Hong Lay San?"   Tio Tay Seng tercengang.   "Kenapa harus pergi ke sana?"   "Menemui It Sim Sin Ni."   "Siapa It Sim Sin Ni itu?"   "It Sim Sin Ni adalah..."   Tio Lo Toa baru mau memberitahukan, tapi keburu diputuskan oleh Tio Hong Hoa.   "It Sim Sin Ni adalah pemilik biara di puncak Gunung Hong Lay San. Dia berpesan kepadaku, apabila bertemu ayah, harus bawa ayah ke sana menemuinya."   "Hoa ji"   Tio Tay Seng menatapnya dalam-dalam.   "Kenapa engkau bersikap misterius?"   "Kalau sudah bertemu It sim sin Ni, ayah pasti tahu."   "Baiklah. Mari kita berangkat sekarang"   Ujar Tio Tay seng. la yakin putrinya tidak main-main. It sim sin Ni sedang duduk bersemadi di dalam sebuah ruangan, salah seorang muridnya masuk untuk melapor.   "Guru, Hong Hoa datang bersama seorang lelaki."   "oh?"   It sim sin Ni tercengang.   "Cepat suruh mereka masuk"   "Ya, Guru."   Murid itu segera keluar. Tak lama muncullah Tio Lo Toa, Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa. Begitu melihat It sim sin Ni, mata Tio Tay seng terbelalak, kemudian bersimbah air.   "Ibu...."   Tio Tay seng langsung bersujud di hadapan It sim sin Ni.   "Ibu...."   "Nak"   It sim sin Ni tersenyum lembut dan membelainya dengan penuh kasih sayang.   "Engkau sudah besar...."   Ucapan itu sungguh menggelikan, sebab Tio Tay seng sudah berusia tujuh puluhan, namun It sim sin Ni malah mengatakannya "Sudah Besar".   Bukankah itu merupakan ucapan yang menggelikan? Tapi memang harus maklum, sebab sudah hampir tujuh puluh tahun It sim sin Ni berpisah dengan putranya itu "Ibu...."   "Duduklah, Nak" "Nenek"   Tio Hong Hoa mendekap di pangkuannya dengan sikap manja.   "Aku membawa ayah kemari menemui nenek."   "Terimakasih, cucuku"   Ucap It sim sin Ni sambil membelainya.   "Duduklah"   Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa lalu duduk. sedangkan Tio Lo Toa berada di ruang depan.   "Ibu, ayah...."   "Aku sudah tahu dari Hong Hoa, bahwa ayahmu telah meninggal."   "Itseng dan putrinya...."   "Hong Hoa pun telah menceritakan kepada ibu."   It sim sin Ni menghela nafas panjang.   "Sungguh kasihan adikmu dan putrinya itu...."   "Ibu"   Tio Tay seng menatapnya.   "Benarkah ibu dulu menyeleweng."   "Nak"   It sim sin Ni tersenyum getir.   "Engkau percaya ibu menyeleweng dengan lelaki lain?"   "Ayah yang memberitahukan begitu, tapi aku tidak begitu percaya. Ibu, maukah ibu menceritakan tentang itu, agar aku tidak terus merasa penasaran?"   "Ibu sudah menceritakan kepada Hong Hoa. Apakah dia tidak menceritakan kepadamu?"   Tanya It sim sin Ni.   "Tidak."   Tio Tay seng menggelengkan kepala.   "Nenek"   Ujar Tio Hong Hoa.   "Aku buru-buru membawa ayah ke mari, jadi tidak ada waktu untuk menceritakannya."   "Oooh"   It sim sin Ni manggut-manggut, lalu menutur lagi tentang kejadian kesalah pahaman itu.   "Aaakh..."   Tio Tay seng menghela nafas setelah mendengar penuturan itu.   "Ayah terlampau emosi, akhirnya harus hidup merana di pulau Hong Hoang To"   "Oh ya"   It sim sin Ni menatap mereka.   "Bagaimana kalian bertemu?"   "Aku bertemu seseorang, lalu dia mengajakku pergi menemui Hoa ji."   Tio Tay seng memberitahukan.   "Orang itu juga yang menolong kami,"   Sambung Tio Hong Hoa dan menutur tentang kejadian itu.   "Kalau orang itu tidak muncul di saat itu, mungkin aku dan Paman Lo Toa sudah mati."   "Apa?"   Wajah It sim sin Ni berubah.   "Kalian berdua bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"   "Ya."   Tio Hong Hoa mengangguk.   "Kepandaian Kwan Gwa Lak Kui tinggi sekali, tapi kepandaian orang itu jauh lebih tinggi. Dia hanya mengibaskan lengan bajunya, Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur beberapa langkah."   "Oh?"   It sim sin Ni terbelalak.   "Siapa orang itu?"   Tio Hong Hoa dan Tio Tay seng menggelengkan kepala, tentunya sangat mencengangkan It sim sin Ni.   "Kalian tidak tahu namanya?"   "Dia tidak mau beritahukan,"   Sahut Tio Hong Hoa.   "Tapi dia bilang, kami akan mengetahuinya kelak."   "Heran?"   It sim sin Ni tidak habis berpikir.   "siapa orang itu?"   "Ibu, dia memakai kedok kulit maka tampak seperti berusia empat puluhan."   Tio Tay seng memberitahukan.   "padahal dia masih muda...."   "Omitohud Ha ha ha"   Terdengar suara yang sangat nyaring bergema ke dalam ruang itu.   "Sin Ni, boleh aku masuk?"   "Lo Ceng, silakan masuk"   Sahut It sin Ni. "Terima kasih, sin Ni"   Tak lama tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, yang ternyata Tayli Lo Ceng.   "Ha ha ha Aku turut gembira karena kalian ibu dan anak telah berjumpa Omitohud"   "Tay seng"   It sim sin Ni memberitahukan.   "Dia adalah Tayli Lo Ceng."   "Lo Ceng, terimalah hormatku"   Ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.   "Omitohud Engkau tidak usah banyak peradatan Ha ha ha"   Tayli Lo Ceng tertawa gembira.   "Syukurlah kini kalian ibu dan anak sudah berjumpa"   "Lo Ceng"   Ujar It sim sin Ni.   "   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Cucuku dan Lo Toa itu bertarung dengan Lak Kui."   "Oh?"   Tayli Lo Ceng tampak terkejut sekali.   "Omitohud Bagaimana mereka bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"   "Mereka berdua pergi ke markas cabang Bu Tek Pay...."   It sim sin Ni memberitahukan berdasarkan penuturan Tio Hong Hoa.   "Untung muncul orang itu menolong mereka. Kalau tidak...."   "Orang itu memakai kedok kulit dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya."   Tio Tay seng memberitahukan.   "Monyet itu sungguh sakti, mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay."   "Omitohud Ha ha ha..."   Tayli Lo Ceng tertawa gembira.   "Ha ha ha"   "Lo Ceng"   It sim sin Ni tercengang.   "Kenapa engkau terus tertawa? Apa yang menggembirakan?"   "Orang itu pasti Tio Cie Hiong,"   Sahut Tayli Lo Ceng.   "Apa?"   It sim sin Ni tertegun.   "orang itu cucuku?"   "Benar"   Tayli Lo Ceng mengangguk.   "Dia sudah sembuh dan pulih kepandaiannya. Omitohud...."   "Aku tahu bahwa dia seorang pemuda, tapi tidak menyangka kalau dia Tio Cie Hiong."   Ujar Tio Tay seng dan tertawa gembira.   "Dia memanggilku paman. Memang tidak salah, aku pamannya. Ha ha ha..."   "Dia... dia Adik Cie Hiong? Kepandaiannya begitu tinggi?"   Tio Hong Hoa terbelalak.   "Tapi kenapa dia memakai kedok kulit?"   "Untuk mengelabui pihak Bu Tek Pay, agar tidak menyusahkan Kay Pang."   Sahut Tayli Lo Ceng menjelaskan.   "Sebab pihak Kay Pang telah menyiarkan berita bahwa Cie Hiong telah mati dua tahun lalu."   "Oooh"   Tio Hong Hoa manggut-manggut.   "Tentunya kalian tidak tahu, bahwa yang mengobati Cie Hiong justru monyet bulu putih itu."   Tayli Lo Ceng memberitahukan.   "Apa?"   Tio Tay seng terbelalak.   "Monyet itu yang mengobati Cie Hiong? Bagaimana mungkin?"   "Memang benar monyet itu yang mengobatinya."   Ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.   "Tahukah kalian, berapa usia monyet itu?"   Tio Tay seng menggelengkan kepala.   "Ha ha"   Tayli Lo Ceng tertawa.   "Usia monyet itu sudah hampir tiga ratus Iho"   "oh?"   Tio Tay seng tertegun.   "usianya hampir tiga ratus?"   "Benar."   Tayli Lo Ceng mengangguk.   "Maka merupakan monyet sakti."   "Pantas monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay..."   Gumam Tio Tay Hong.   "Ternyata monyet sakti"   "Oh ya"   Mendadak Tayli Lo Ceng menatap Tio Tay seng.   "Tio tocu, pedang pusaka Hong Hoang Pokiam berada padamu?"   "Ya."   Tio Tay seng mengangguk.   "Tapi telah kuberikan kepada putriku ini." "Omitohud Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa gembira sambil memandang Tio Hong Hoa dengan penuh perhatian.   "Bagus, bagus Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi."   "Maaf"   Ucap Tio Tay seng dan bertanya.   "Bolehkah aku tahu maksud ucapan Lo Ceng?"   "Ha ha ha"Tayli Lo Ceng tertawa lagi.   "Aku memiliki pedang pusaka Thian Liong Pokiam, juga telah kuberikan kepada muridku."   "Apa?"   Tio Tay seng tersentak.   "Thian Liong Pokiam?"   "Betul."   Tayli Lo Ceng manggut-manggut.   "Kini sudah saatnya kedua pedang pusaka itu bersatu padu. Ha ha..."   "Maksud Lo ceng?"   "Putrimu berjodoh dengan muridku, maka mereka berdua harus menjadi suami isteri."   "Lo Ceng...."   Wajah Tio Hong Hoa langsung memerah.   "Tapi...."   Tio Tay seng mengerutkan kening.   "Aku belum pernah melihat murid Lo Ceng itu."   "Jangan khawatir"   Sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh.   "Muridku tampan sekali, lagi pula merupakan pemuda yang baik."   "Putriku juga amat cantik, bahkan lemah lembut,"   Ujar Tio Tay seng.   "Lo Ceng boleh menilainya sendiri"   "Benar."   Tayli Lo Ceng manggut.   "Muridku juga alim, kalem dan penurut."   "Putriku merupakan gadis periang, lincah dan pandai memasak lho"   Tio Tay seng memberitahukan..   "Eeeeeh?"   It sim sin Ni tertawa geli.   "Kalian berdua sedang mempromosikan sesuatu atau membicarakan perjodohan? Aku neneknya, kenapa dilewatkan begitu saja"   "Ha ha"   Tayli Lo Ceng tertawa.   "Saking gembiranya aku jadi lupa."   "Maaf, Ibu"   Ucap Tio Tay seng dan bertanya.   "Bagaimana menurut Ibu tentang ini?"   "Terserah Hong Hoa saja,"   Sahut It sim sin Ni penuh pengertian.   "Kita hanya merestui, tidak bisa memaksanya harus menikah dengan siapa."   "Benar."   Tio Tay seng mengangguk, kemudian berkata kepada Tayli Lo Ceng.   "Maaf, Lo Ceng. Tentang ini kuserahkan kepada Hoa ji saja."   "Ngmmm"   Tayli Lo Ceng manggut-manggut.   "Baiklah. urusan ini kita serahkan kepada mereka berdua saja."   "Oh ya"   Tio Hong Hoa teringat sesuatu.   "Adik Cie Hiong berpesan agar kami ke markas pusat Kay Pang. Kenapa dia berpesan begitu?"   "Pasti ada tujuan tertentu."   Sahut Tio Tay seng.   "Kalau begitu, kita berangkat ke markas kay pang"   "Tapi dia pun bilang, harus secara diam-diam jangan sampai diketahui oleh pihak Bu Tek Pay."   "Oooh"   Tio Tay seng manggut-manggut.   "Itu agar tidak menyusahkan Pihak Kay Pang."   "Tay seng"   Tanya It sim sin Ni.   "Kapan kalian akan berangkat ke sana?"   "Besok pagi."   Tio Tay seng menatapnya.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ibu tidak mau pergi bersama?"   "Ibu sudah tidak mau mencampuri urusan persilatan. Kalian berangkat saja besok pagi"   Ujar It sim sin Ni dan berpesan.   "Kalian harus hati-hati, sebab Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Kay dan Lak Kui berkepandaian sangat tinggi"   "Ya"   Tio Tay seng mengangguk.   Bab 70 Ditangkap Bagaimana keadaan Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng di Tayli? Apakah mereka sudah mempunyai anak? Ternyata mereka belum mempunyai anak.   Mungkin mereka menggunakan sistem menjaga, agar tidak begitu cepat mempunyai anak.   Pagi ini, mereka berempat duduk di halaman istana.   Kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu.   "Suamiku"   Toan pit Lian memegang bahunya.   "Apa yang kaupikirkan?"   "Aku sedang memikirkan Cie Hiong,"   Jawab Lam Kiong Bie Liong.   "Sudah dua tahun lebih, entah dia sudah sembuh belum?"   "Mungkin sudah sembuh,"   Ujar Toan pit Lian.   "Tapi...."   Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "   Kenapa tiada kabar beritanya?"   "Aku khawatir...,"   Sela Toan wie Kie.   "Ke-pandaiannya tidak bisa pulih atau... dia telah cacat."   "Aaakh..."   Gouw sian ^ng menghela nafas panjang.   "Dia berkorban demi kita semua, tapi sebaliknya kita malah enak-enak di sini"   "Isteriku"   Toan wie Kie menatapnya lembut.   "Kita harus bagaimana?"   "Kita berangkat ke Tionggoan,"   Sahut Lam Kiong Bie Liong.   "Kalau sudah tahu keadaannya, barulah aku bisa berlega hati."   "Tidak mungkin."   Toan pit Lian menggelengkan kepala.   "Sebab ayah pasti tidak akan mengijinkan."   Bagian 40 "Benar."   Toan Wie Kie manggut-manggut.   "Ti-dak mungkin ayah mengijinkan kita ke Tionggoan."   "Tapi..."   Ujar Lam Kiong Bie Liong dengan suara rendah.   "Bukankah kita bisa berangkat secara diam-diam?"   "Suamiku"   Toan Pit Lian menghela nafas panjang.   "Kalau tahu, ayah pasti marah besar."   "Biar aku yang bertanggung jawab"   Ujar Lam Kiong Bie Liong, sepertinya telah mengambil keputusan.   "Itu...."   Toan Pit Lian tampak ragu.   "Adik"   Toan Wie Kie menatapnya.   "Kita ke Tionggoan cuma ingin tahu bagaimana keadaan Cie Hiong, setelah itu kita langsung pulang."   "Baiklah."   Toan Pit Lian mengangguk.   "Kalau begitu, kapan kita berangkat?"   "Lebih baik besok pagi-pagi saja."   Sahut Lam Kiong Bie Liong.   "Kita jangan menunggang kuda. Setelah kita memasuki daerah Tionggoan, barulah kita membeli dua ekor kuda untuk melanjutkan perjalanan kita menuju markas pusat Kay Pang."   "Ngmm"   Toan Wie Kie manggut-manggut.   Pada waktu bersamaan, muncut seorang dayang memberitahukan kepada mereka, bahwa Toan Hong Ya memanggil mereka.   Mereka berempat saling memandang, lalu berjalan ke dalam istana menuju ruang dalam.   Toan Hong Ya dan isterinya duduk di situ.   Toan Wie Kie, Gouw Sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit Lian segera memberi hormat.   "Duduklah"   Ujar Toan Hong Ya sambil tersenyum. "Ayah"   Tanya Toan Wie Kie sambil menarik nafas dalam-dalam.   "Ada urusan apa Ayah memanggil kami?"   "Sudah berapa lama kalian menikah?"   Toan Hong Ya balik bertanya sambil memandang mereka.   "Sudah dua tahun lebih,"   Sahut Toan wie Kie tercengang.   "Memangnya kenapa?"   "Kenapa kalian masih belum mempunyai anak?"   Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.   "Padahal kami sudah ingin sekali menggendong cucu, namun kalian masih belum mempunyai anak."   "Apakah kalian menjaga agar tidak cepat-cepat mempunyai anak?"   Tanya Toan Hong Ya hujin mendadak.   "Kami...."   Wajah Toan wie Kie agak memerah.   "Kami memang menjaga."   "Lho? Kenapa?"   Toan Hong Ya menghela nafas.   "Kenapa kalian tidak ingin cepat-cepat mempunyai anak?"   "Kami... kami...."   Toan wie Kie agak tergagap. kemudian melanjutkan.   "Ayah, kami masih memikirkan Cie Hiong...."   "Oooh"   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Ayah tahu perasaan kalian. Terus terang, ayah juga sering memikirkannya. sudah dua tahun lebih, namun tiada kabar beritanya."   "Ayah"   Tanya Toan wie Kie mendadak.   "Bolehkah kami pergi ke Tionggoan...."   "Tidak boleh."   Potong Toan Hong Ya cepat.   "Sebab akan membahayakan diri kalian. Kalau Cie Hiong sudah sembuh, pasti ada kabar beritanya."   "Ayah...."   "Pokoknya kalian jangan pergi ke Tionggoan"   Tegas Toan Hong Ya.   "Jangan mencari penyakit"   "Ya, Ayah."   Toan wie Kie menundukkan kepala.   "Oh ya"   Toan Hong Ya tersenyum lagi.   "   Kalian harus cepat-cepat mempunyai anak, ayah dan ibu kalian sudah ingin sekali menggendong cucu."   Betapa terkejutnya Toan Hong Ya dan isterinya ketika menerima laporan dari salah seorang, bahwa Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tidak berada di kamar.   "   Celaka"   Wajah Toan Hong Ya langsung berubah.   "Mereka pasti pergi ke Tionggoan, ini... ini...."   "Hong Ya"   Sang permaisuri cemas bukan main.   "Kita harus bagaimana?"   "Aaaakh..."   Toan Hong Ya menghela nafas sambil berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Di saat bersamaan muncul Lam Kiong Hujin.   "Ada apa, Hong Ya?"   Tanya Lam Kiong Hujin heran.   "Celaka"   Sahut Toan Hong Ya.   "Apa yang celaka?"   Lam Kiong Hujin tersentak.   "Mereka... mereka...."   Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.   "Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Apa?"   Air muka Lam Kiong Hujin berubah.   "Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"   "Ya."   Toan Hong Ya mengangguk.   "Kita... kita harus bagaimana?"   "Bagaimana kalau aku pergi menyusul mereka?"   Tanya Lam Kiong Hujin seakan mengusulkan.   "Itu akan membahayakanmu, Lam Kiong Hujin."   Toan Hong Ya menggelengkan kepala.   "Mari kita pikirkan bersama harus bagaimana?"   "Tiada jalan lain kecuali aku pergi menyusul mereka,"   Ujar Lam Kiong Hujin sungguh-sungguh . "Kita harus tenang"   Seta sang permaisuri.   "Mungkin pihak Bu Tek Pay tidak akan mencelakai mereka, sebab pihak Bu Tek tahu, bahwa Cie Hiong telah mati...."   "   Kalau pihak Bu Tek Pay menangkap mereka untuk dijadikan sandera, bukankah itu akan membahayakan mereka semua?"   Ujar Toan Hong Ya dengan kening berkerut-kerut.   "Lalu kita harus bagaimana?"   Sang permaisuri juga berjalan mondar-mandir, kelihatannya cemas sekali. Pada waktu bersamaan, mendadak muncul sin san Lojin dan Ang Kin sian Li, guru Toan Wie Kie dan guru Toan Pit Lian "Hong Ya"   Tanya sin San Lojin.   "seorang dayang memberitahukan, bahwa Toan Wie Kie dan lainnya sudah berangkai ke Tionggoan. Benarkah itu?"   "Benar."   Toan Hong Ya mengangguk.   "Kebetulan kalian ke mari, coba pikir kita harus bagaimana?"   "Hong Ya"   Ujar Ang Kin Sian Li.   "Kami baru sampai di sini, jadi tidak tahu jelas masalahnya. Bolehkah Hong Ya menjelaskannya?"   Toan Hong Ya memberitahukan.   "Kemarin mereka bilang masih terus memikirkan Cie Hiong. Aku telah melarang mereka untuk pergi ke Tionggoan. Tapi pagi ini mereka justru berangkat ke sana."   "Kalau begitu, alangkah baiknya kami pergi menyusul mereka,"   Ujar sin san Lojin.   "Baiklah."   Toan Hong Ya mengangguk.   "Kalian bertiga harus segera pergi menyusul mereka. Kalau tersusul, ajaklah mereka pulang seandai-nya tidak tersusul, kalian harus mencari mereka di Tionggoan"   "Ya,"   Sahut mereka bertiga serentak.   "Oh ya"   Toan Hong Ya memberitahukan.   "Mereka bilang mau ke markas pusat Kay Pang, jadi kalian harus ke sana setelah bertemu mereka, ajaklah mereka pulang"   "Ya, Hong Ya."Mereka bertiga memberi hormat, lalu berangkat dengan menunggang kuda jempolan. Sementara itu, Toan wie Kie dan lainnya terus mengerahkan ginkang, bahkan mengambil jalan pintas. Ketika sampai di sebuah desa, mereka membeli dua ekor kuda, lalu melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda.setelah memasuki daerah Tionggoan, mendadak mereka mendengar suara derap kuda di belakang. Mereka segera menoleh. Betapa terkejutnya setelah mereka melihat sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin.   "Celaka"   Seru Lam Kiong Bie Liong.   "Ibuku dan guru kalian telah menyusul. Kita harus bagaimana?"   "Tidak apa-apa,"   Sahut Toan wie Kie sambil tersenyum.   "Mari kita tunggu mereka"   Mereka menghentikan kuda masing-masing. Tak lama sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin pun menghentikan kuda masing-masing di sisi mereka.   "Ibu"   Panggil Lam Kiong Bie Liong.   "Guru"   Panggil Toan wie Kie dan adiknya serentak.   "Bie Liong...."   Lam Kiong Hujin menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalian sungguh ceroboh"   Tegur sin san Lojin sambil menghela nafas.   "   Kenapa kalian pergi secara diam-diam?"   "Guru"   Toan wie Kie tersenyum.   "Bagaimana mungkin aku harus terang-terangan? Ayah telah melarang kami...."   "Hong Ya melarang kalian pergi ke Tionggoan itu demi kebaikan kalian,"   Ujar sin san Lojin.   "Namun kalian...."   "Ayoh, kita pulang"   Tegas Ang Kin sian Li.   "Jangan mencari penyakit di Tionggoan" "Guru Kami tidak mencari penyakit, melainkan hanya ingin mencari informasi tentang Cie Hiong,"   Sahut Toan pit Lian sambil tersenyum.   "Pokoknya kalian harus ikut kami pulang, jangan membuat Hong Ya cemas"   Ujar sin san Lojin.   "Guru Kita sudah sampai di Tionggoan, maka apa salahnya kalau kita ke markas pusat Kay Pang...."   "Bagaimana kalau pihak Bu Tek Pay tahu?"   Tanya sin san Lojin.   "Kita bilang saja sedang pesiar di Tionggoan, maka sekalian mampir ke markas pusat Kay Pang,"   Jawab Toan wie Kie.   "Kita tidak bermusuhan dengan pihak Bu Tek Pay, tentunya mereka tidak akan mencelakai kita."   "Bagaimana seandainya mereka menangkap kita?"   Tanya Ang Kin sian Li mendadak.   "Kita tidak dapat melawan mereka Iho"   "Mereka tidak akan menangkap kita, paling juga cuma menahan kita."   Sahut Toan pit Lian.   "Yang penting kita jangan membocorkan rahasia tentang Cie Hiong, maka kita pasti aman."   "Bagaimana menurut kalian?"   Tanya Ang Kin sian Li kepada sin san Lojin dan Lam Kiong Hujin.   "Memang sudah tanggung, lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang saja."   Jawab Lam Kiong Hujin.   "Baiklah."   Sin san Lojin dan Ang Kin sian Li mengangguk.   "Tapi agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay, kita harus bersikap sewajar mungkin"   "Ya."   Toan wie Kie dan lainnya mengangguk dengan wajah berseri.   "Kita harus melakukan perjalanan dengan santai, agar pihak Bu Tek Pay tidak akan mencurigai kita"   Ujar Lam Kiong Hujin.   "Apabila mereka menahan kita, kita tidak boleh membuka rahasia tentang Cie Hiong, ingat baik-baik itu"   Yang mendengar langsung manggut-manggut, setelah itu barulah mereka melanjutkan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang dengan santai. Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk di ruang tengah sambil minum.   "Sungguh mengherankan"   Ujar Tang Hai LoMo mendadak.   "Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang tiada jejaknya, entah mereka bersembunyi di mana?"   "Ha ha"   Tiau Am Kui tertawa gelak.   "Aku yakin pemilik Hong Hoang Leng sedang mengobati luka dalamnya."   "Benar."   Bu Ceng Kui manggut-manggut.   "Tapi...."   "Kenapa?"   Tanya siluman Kurus.   "Orang yang menolong mereka pasti bisa menyembuhkan mereka."   Sahut Bu Ceng Kui.   "Sebab orang itu memiliki lweekang yang sangat tinggi."   "Sudahlah."   Tandas siluman Gemuk.   "Tidak perlu dibicarakan. Apabila mereka muncul lagi, barulah kita mencari akal untuk tangkap mereka."   "Benar."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "Ayoh kita bersulang"   Ketika mereka baru mau bersulang, mendadak muncul seorang anggota Bu Tek Pay. orang itu buru-buru memberi hormat lalu melapar.   "Ketua, ada beberapa orang, yang kelihatannya sedang menuju markas pusat Kay Pang."   "oh?"   Kening Tang Hai Lo Mo langsung berkerut.   "Siapa mereka?"   "Mereka sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin, Toan wie Kie, Toan pit Lian, Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng."   "Mereka tampak terburu-buru menuju markas pusat Kay Pang?"   Tanya Thian Mo. "Tidak terburu-buru, melainkan kelihatan santai sekali."   "oh?"   Te Mo mengerutkan kening.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kenapa mereka memasuki Tionggoan lagi? Apakah ada sesuatu penting dengan Kay Pang?"   "Mungkin tidak,"   Sahut Tang Hai Lo Mo.   "sebab mereka tidak terburu-buru. Mungkin mereka sedang pesiar."   "Kalau begitu..."   Thian Mo manggut-manggut.   "Kita biarkan saja Sebab mereka tidak menentang kita...."   "Menurutku, lebih baik mereka kita tahan."   Sela siluman Kurus dan menambahkan.   "Mungkin ada gunanya kelak."   "Tapi kita tidak bermusuhan dengan mereka. Maka apabila kita menahan mereka, tentu akan menimbulkan suatu kesalahpahaman,"   Sahut Tang Hai Lo Mo melanjutkan.   "Toan Hong Ya pasti tidak senang."   "Tidak jadi masalah."   Siluman Kurus tertawa.   "Mereka kita tahan, tetapi kita perlakukan sebagai tamu."   "Baiklah."   Tang Hai Lo Mo mengangguk.   "siapa yang pergi mengundang mereka ke mari?"   "Biar kami berdua saja,"   Sahut Kwan Gwa siang Koay.   "Mereka pasti tidak berani melawan. Ha ha ha..."   Toan wie Kie dan lainnya terus melanjutkan perjalanan dengan santai, agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay.   Di saat mereka memasuki sebuah rimba, sekonyong-konyong dua sosok bayangan berkelebat ke hadapan mereka sudah barang tentu mereka terperanjat dan menghentikan kudanya.   Ternyata dua sosok bayangan itu adalah Kwan Gwa siang Koay.   "Ha ha ha"   Mereka berdua tertawa gelak.   "selamat bertemu"   Ucapnya.   "siapa kalian?"   Tanya sin san Lojin sambil mengerutkan kening.   "Kenapa kalian menghadang perjalanan kami?"   "Kami berdua adalah Kwan Gwa siang Koay Kami juga tahu siapa kalian"   Sahut siluman Kurus sambil tertawa.   "Haaah..."   Sin san Lojin terkejut bukan main.   "Ada urusan apa kalian menghadang kami di sini?"   "Terus terang kedatangan kami untuk mengundang kalian ke markas Bu Tek Pay dan kami harap kalian tidak akan merasa berkeberatan"   Sahut siluman Gemuk. Sin san Lojin dan lainnya saling memandang, kemudian Ang Kin sian Li bertanya kepada Kwan Gwa siang Koay.   "Ada urusan apa kalian mengundang kami ke markas Bu Tek Pay? Padahal kami tidak mempunyai hubungan dengan partai itu"   "Ang Kin sian Li, kami mengundang kalian secara baik-baik, maka kami harap kalian jangan menolak"   Tegas siluman Gemuk.   "Cianpwee"   Ujar Toan wie Kie.   "Selama ini Tayli tidak bermusuhan dengan pihak luar perbatasan, tetapi kenapa Cianpwee mempersulit kami?"   "Ha ha ha"   Siluman Kurus tertawa.   "Kami tidak mempersulit kalian, melainkan mengundang kalian ke markas saja."   "Baiklah."   Toan wie Kie mengangguk.   "Karena cianpwee mengundang kami secara baik-baik, maka kami tidak bisa menolak."   "Bagus Bagus"   Kwan Gwa siang Koay tertawa gelak.   "   Kalau begitu, mari ikut kami"   Toan Wie Kie dan lainnya saling memandang, lalu memacu kuda masing-masing mengikuti Kwan Gwa siang Koay dengan perasaan tercekam.   Mereka tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay akan menahan mereka, tapi dengan dalih mengundang ke markas.   Mereka tidak berani melawan, sebab tahu bahwa Kwan Gwa siang Koay berkepandaian tinggi sekali.   Karena itu terpaksa menurut dari pada celaka.   Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa Lak Kui dan lainnya menyambut mereka sambil tertawa gelak.   "Ha ha ha silakan duduk"   Ucap Tang Hai Lo Mo. Setelah mereka duduk. beberapa anggota Bu Tek Pay segera menyuguhkan makanan dan minuman.   "Terimakasih atas kedatangan kalian"   Thian Mo tertawa.   "Ayoh, kita bersulang"   Mereka mulai bersulang, setelah itu barulah sin san Lojin membuka mulut sambil memandang Bu Lim sam Mo.   "Sebetulnya ada urusan apa kami diundang ke mari?"   "Tidak ada urusan apa-apa,"   Sahut Tang Hai Lo Mo.   "sekedar mempererat hubungan saja."   "Terimakasih"   Ucap sin san Lojin.   "Oh ya"   Siluman Kurus menatapnya seraya bertanya.   "   Kenapa kalian datang di Tionggoan?"   "Kami cuma pesiar dan sekalian berkunjung di markas pusat Kay Pang,"   Sahut Toan wie Kie tenang.   "setelah itu, kami juga akan ke rumah Lam Kiong Hujin."   "Oooh"   Siluman Kurus manggut-manggut.   "Tentunya kalian kenal Tio Cie Hiong, kan?"   "Kami memang kenal dia, tapi...."   Toan wie Kie menghela nafas panjang.   "Kenapa?"   Tanya siluman Kurus seakan menyelidik.   "Bu Lim sam Mo sudah tahu, tapi kenapa Cianpwee masih bertanya kepada kami?"   Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "Dua tahun lalu, Tio Cie Hiong terluka parah, kemudian meninggal."   "Oh ya"   Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam.   "Kalian kenal Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng?"   "Kami sama sekali tidak pernah mendengar nama itu,"   Sahut Toan wie Kie tercengang.   "Kami baru tiba di Tionggoan."   "Belum lama ini...."   Thian Mo memberitahukan.   "Mereka telah muncul dalam rimba persilatan. Bahkan mereka berani menentang kami, maka kami kira kalian mempunyai hubungan dengan mereka."   "Kami tidak kenal mereka."   Tegas Toan wie Kie.   "Lagi pula kami sudah tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan."   "Oooh"   Bu Lim sam Mo manggut-manggut.   "Oh ya?"   Tanya Tiau Am Kui mendadak sambil menatapnya tajam.   "Kalian kenal seseorang berusia empat puluhan yang berkepandaian tinggi?"   "Siapa dia?"   Toan wie Kie balik bertanya dengan penuh keheranan.   "Dia ke mana-mana pasti didampingi seekor monyet."   Tiau Am Kui memberitahukan.   "Oh?"   Toan Wie Kie tertawa.   "Mungkin dia tukang sulap keliling, dan mempertunjukkan beberapa atraksi dengan monyet itu."   Tiau Am Kui diam seketika, karena Toan Wie Kie tidak memperlihatkan ekspresi wajah yang luar biasa. Hal itu membuktikan bahwa mereka tidak kenal orang tersebut.   "Berhubung kalian datang dari Tayli, maka kami harap kalian sudi menginap beberapa malam di sini. Tentunya kalian tidak akan menolak, bukan?"   Ujar Tang Hai Lo Mo.   "Kami memang tidak ada urusan penting di Tionggoan, cuma ingin pesiar saja,"   Sahut Toan Wie Kie sambil tersenyum, sungguh hebat silat lidahnya.   "   Karena Cia npwee bermaksud baik, maka kami tidak akan menolak." "Bagus Bagus Ha ha ha"   Tang Hai Lo Mo tertawa.   "Secara tidak langsung hubungan kita akan bertambah erat"   "Terimakasih, Cianpwee"   Ucap Toan Wie Kie sambil tertawa gembira, sebab Bu Lim sam Mo dan lainnya tidak menaruh curiga kepada mereka.   Tentang ditahannya sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin dan lainnya telah diketahui oleh pihak Kay Pang.   oleh karena itu, sai Pi Lo Kay segera melapar kepada Lim Peng Hang, ketua Kay Pang.   Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Apa?"   Betapa terkejutnya Lim Peng Hang mendengar laparan itu.   "Bu Tek Pay menahan mereka?"   "Ya."   Sai Pi Lo Kay mengangguk dan menambahkan.   "Tapi mereka aman, diperlakukan sebagai tamu."   "   Kalau begitu...."   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "   Kenapa Bu Lim Sam Mo menahan mereka?"   "Entahlah."   Sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.   "Baiklah."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "kini engkau boleh pergi, namun kalau ada apaapa, harus segera melapar"   "Ya, Pangcu."   Sai Pi Lo Kay memberi hormat, lalu melangkah pergi.   "Heran...,"   Gumam Lim Peng Hang.   "   Kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka? Apa tujuan mereka?"   "Mereka pasti mempunyai tujuan tertentu,"   Sahut sam Gan sin Kay serius.   "Yang penting mereka tidak membocorkan tentang Tio Cie Hiong, jadi mereka tetap aman."   "Tapi kalau membocorkan itu, mereka pasti dijadikan sandera."   Sambung Kim siauw suseng.   "Aku yakin mereka tidak akan membocorkan itu,"   Sela Tui Hun Lojin.   "Sebab mereka tidak begitu bodoh."   "Benar."   Sam Gan Sin Kay manggut-manggut.   "   Lagi pula mereka tidak mempunyai hubungan dengan Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Karena itu, Bu Lim sam Mo pasti tidak akan mencelakai mereka."   "Aku sungguh tidak habis pikir...."   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Kenapa mereka datang di Tionggoan lagi?"   "Tentu mereka ingin tahu bagaimana kabarnya Cie Hiong,"   Sahut Kim siauw suseng dan menambahkan.   "Sebab mereka kawan baiknya. Mungkin sudah dua tahun lebih tiada kabar berita tentang Cie Hiong, maka mereka ke mari."    Raja Silat Karya Chin Hung Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong

Cari Blog Ini