Bukit Pemakan Manusia 14
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 14
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Kemudian diapun memberitahukan bahwa kalau menjepit mesti menjepit kakinya, tak boleh menjepit sayap, harus menjepit ekor tak boleh menjepit kepala, jepitannya tak boleh mematikan, tapi juga tak bisa membiarkan dia terbang. Andaikata orang dewasa yang mendengar cerita ini, mereka pasti akan tertawa kegelian, bahkan tahu kalau Cui Tong sedang menampik dengan menggunakan alasan tersebut. Lain dengan Sun Tiong lo, dia menganggap permainan itu sangat menarik, maka dipelajarinya cara menangkap lalat dan nyamuk dengan seksama. Maka sepeninggal Cui Tong, saban hari dia melatih diri menjepit lalat dan nyamuk dengan sumpit bajanya itu. Orang kuno bilang: Kucing buta bertemu tikus mampus. Sun Tiona-lo yang saban hari melatih menyumpit, akhirnya malam itu ia berhasil juga menjepit seekor nyamuk sialan sampai mampus. Melihat itu, Sun Tiong-lo tertawa kegembiraan, inilah tertawa yang pertama kalinya selama tujuh tahun terakhir ini. Maka diapun menyumpit terus tiada hentinya, tahun demi tahun lewat dengan cepat. Sekarang Sun Tiong lo sudah empat belas tahun, perawakannya lebih pendek, dibanding kan dengan anak sebayanya. Bulan dua belas sudah berakhir dan permulaan tahunpun menjelang tiba, suatu hari Kwik Wangwee menitahkan pelayannya untuk memanggil Sun Tiong lo. Rupanya dia menyampaikan kabar gembira, mulai bulan satu, Sun Tiong lo telah diangkat sebagai pembantu kasar dari Kwik Wangwee dengan gaji satu tail sebulan, soal makan, soal tempat tinggal dan soal membaca buku, Kwik Wangwee memberi kebebasan kepadanya. Selain itu, Kwik Wangwee juga berkata pada Sun Tiong lo bahwa selama enam tahun Sun Tiong lo tak pernah keluar rumah, hal ini amat menggirangkan hati hartawan Kwik. Maka menjelang tahun baru, dia memperkenankan Sun Tiong lo mengikuti pelayan tua nya untuk berjalan jalan ke ibu kota sambil sekalian berpesiar. Kwik Wangwee membelikan pakaian baru untuk Sun Tiong lo selain memberi hadiah dua tail perak kepadanya, bahkan berpesan pada pelayan tuanya agar baik-baik menjaga keselamatan Sun Tiong lo. Hari itu, berangkatlah Sun Tiong lo dan pelayan tua itu menuju ke ibu kota. Rumah penginapan dimana mereka menginap adalah sebuah penginapan yang amat ramai, rumah penginapan itu milik Sah Hwe cu dengan merek Cuan-hok. "Sah Hwe cu" Adalah seorang lelaki bermuka burik yang cukup termashur namanya disana. Sebelum pegawai tua berangkat dengan tugasnya, dia berpesan kepada Sah Hwe-cu agar mencarikan seorang pelayan yang jujur untuk menemani Sun Tiong-lo berjalan jalan. Sah Hwe-cu segera menyanggupi dan mencari seorang pelayan yang bernama Pek Keh-hok untuk menemani Sun Tiong lo. Setelah keluar dari rumah penginapan, Pek Keh-hok lantas berkata. "Kau hendak berpesiar kemana saja ? Ke Thian-kau, atau Hoa keng, atau mengunjungi kuil..." "Kita pergi ke perusahaan Pat tat piaukiok lebih dulu !" Tukas Sun Tiong lo tiba-tiba. Mendengar jawaban tersebut, Pek Keh hok agak tertegun, kemudian serunya heran. "Pat-tat piaukiok? Ada urusan apa kau hendak ke mana ?" "Mencari orang, disana ada seorang teman ku!" Pek Kehhok memperhatikan sekeliling tempat itu sekejap, ketika tidak menjumpai orang yang mencurigakan ia baru berbisik. "Sudahlah, lebih baik jangan ke sana, dua hari belakangan ini Pat tat piaupiok sedang ketimpa persoalan, dengan susah payah kau datang ke ibu kota, bukan mencari kesenangan, buat apa ke tempat itu mencari gara gara ?" Mengetahui kalau perusahaan Pat tat piaukiok terjadi peristiwa, Sun Tiong lo semakin bernafsu untuk pergi ke sana, dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Pek Keh hok mengajaknya ke depan jalan menuju ke perusahaan tersebut, sementara dia menunggu dimulut gang. Tak lama kemudian sampailah mereka didepan mulut gang menuju ke kantor perusahaan Pat tat piaukiok, sambil menuding ke dalam gang itu, Pek Keh hok berkata. "lni dia gangnya, aku tak ikut masuk, kau lihat disitu ada warung teh ? Nah aku menanti mu disana, harap kau jangan terlalu lama !" Sun Tiong-lo mengiakan, dia lantas masuk kedalam gang itu seorang diri. Gedung perusahaan Pat-tat-piaukiok terletak ditengah-tengah gang, pintu gerbang yang berwarna hitam terpentang lebar, dikedua sisi pintu terdapat palang kayu tempat kuda, sedang dekat pintu berdiri dua orang lelaki kekar. -oo0dw0oo Jilid 16 KETIKA Sun Tiong-lo mendekati pintu gerbang, salah seorang penjaga itu sudah memperhatikannya dengan seksama, melihat dia naiki tangga batu, dengan cepat lelaki itu menghadang jalan perginya sambil menegur. "Saudara cilik, ada urusar apa kau datang kemari ?" "Mencari teman !" Senyuman segera menghiasi wajah lelaki itu, tanyanya lagi. "Kau mencari siapa ? saudara cilik, siapa pula namamu ?" "Aku bernama Sun Tiong-lo, aku datang ke mari mencari Cui Tong, Cui piautau...!" Empat orang lelaki penjaga pintu itu sama-sama tertegun, kemudian sambil menggeleng kan kepalanya mereka berkata. "Mungkin kau keliru, disini hanya ada seorang Cui piautau, tapi tidak bernama Cui Tong." "Dia mempunyai nama lain yang bernama Cui Cu-hoa!" Cepat cepat Sun Tiong-lo menambahkan. Kali ini dia benar, seorang lelaki segera masuk meninggalkan, mimpipun Cui Tong tidak menyangka kalau Sun Tiong-lo bakal datang mencarinya, mendengar laporan itu dia merasa agak malu, kemudian buru-buru keluar untuk menyambutnya. Dalam ruang tamu, Cui Tong telah menyiapkan kata-kata yang akan mengakui kalau pada empat tahun berselang dia cuma ngako belo belaka dengan tujuan untuk meloloskan diri. Siapa tahu, sebelum dia berbicara, Sun Tiong lo telah berkata lebih duluan. "Cui piautau, kebetulan ada seorang pegawai Sun Wangwe datang kemari untuk menagih hutang, Wangwe suruh aku turut jalan jalan, maka aku sengaja datang menyambangimu sekalian mengucapkan terimakasih kepadamu." Ucapan terimakasih tersebut membuat Cui Tong tertegun dan tak tahu bagaimana mesti menjawab. Terdengar Sun Tiong-lo berkata lebih jauh. "Kepandaian yang kau ajarkan kepadaku untuk menjepit nyamuk dengan sumpit baja telah berhasil kukuasai, sekarang tak pernah meleset lagi jepitanku, mau yang hidup atau yang mati, ingin menjepit bagian yang mana, aku bisa melakukannya semua dengan tepat dan cepat !" Menyinggung soal kepandaian "menjepit lalat dan nyamuk dengan sumpit baja" Merah padam selembar wajah Cui Tong karena jengah tapi setelah mendengar semua perkataan itu, dia baru terbelalak dengan mulut melongo, untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri termangu mangu tidak tahu apa yang musti dikatakan. Ia sama sekali tak menduga kalau guraamya telah berhasil membuat Sun Tioag-lo menguasai suatu kepandaian yang luar biasa, mungkin inilah yang dikatakan orang sebagai baja yang diasah setiap haripun akhirnya menjadi jarum. Dalam malu dan menyesalnya Cui tong lantas mengaku terus terang, akan tetapi Sun-tiong lo tetap merasa berterima kasih kcpadanya, bahkan menggunakan perumpamaan Han sin yang mendapat hinaan untuk membandingkan kejadian itu. Semakin Sun-tiong-lo berkata begini, Cui tong merasa semakin tidak tenteram hatinya. Diam-diam Cui-tong lantas bertekad, walau pun dibidang lain ia tak bisa menolong banyak, maka dia hendak menggunakan uang yang cukup untuK mengatur masa depan bocah yang pernah menolongnya itu. Dia adalah seorang lelaki lurus yang berjiwa hangat, apa lagi tak lama kemudian dia akan menghadapi persoalan yang menyangkut mati hidupnya, dan dia mengerti lebih banyak kematian dari kehidupan bagi dirinya. Oleh sebab itu selesai mendengar perkataan dati Sun Tiong lo itu, dia lantas memegang bahu bocah itu seraya berkata. "Mari saudara cilik, kita berbincang bincang dalam kamarku saja !" Tiba di halaman belakang. Sun Tiong lo men jumpai kamar Cui Tong sangat mewah, semewah kamar tidurnya Kwik Wan gwee, maka tanpa terasa dia lantas berseru. "Tampaknya menjadi Sam lok piautau pun lumayan juga, mungkin gajimu dalam sebulan cukup besar?" Cui Tong hanya tertawa, namun getir dihati. Setelah ditolong oleh pengemis tua yang aneh didepan pintu Kuil Kwan ya hio di kota Tong ciu tempo hari, dengan sangu dua tahil perak pemberian sang pengemis, dia telah berangkai kembaii ke ibu kota. Dia tahu, kawanan pen tahat itu sedang mencari jejaknya diseluruh penjuru dunia, maka ia gunakan nama Cui cu hoa, diapun menggabungkan diri dengan perusahaan Pat tat piaukiok. Dia mulai menyembunyikan kepandaiannya dan bekerja sebagai seorang Tang cu jiu, tak sampai dua bulan kemudian, lo piautau telah mengetahui kalau dia pernah belajar silat, lagi pula orangnya ringan tangan dan jujur, maka diapun diangkat menjadi Sam lok piautau. Tentu saja lo-piautau tidak akan mengetahui asal usulnya yang scsungguhnya, cuma semenjak saat ini, dia selalu disuruh turut berkelana dlam dunia persilatan. Pada mulanya dia masih kuatir kalau sampai ketahuan musuh, tapi lama kelamaan dia baru mengendorkan kewaspadaannya, dia mengerti kedudukannya sebagai pegawai rendah suatu perusahaan pengawal barang telah dilindungi keselamatannya. Tentu saja musuhnya tak akan menyangka kalau seorang pendekar besar yang punya nama besar dalam dunia persilatan ternyata sudi menjadi seorang Sam lok piautau. Tapi jika peristiwa akan terjadi, siapapun tidak bisa menghalanginya, sewaktu mengikuti lo piautau melindungi barang kawalan, mereka telah bertemu dengan Gi pak ngo hou (lima-ekor harimau dari Gi pak) yang hendak membegal barang kawalan mereka diperkampungan keluarga Sik. Pertarungan segera berlangsung, lo piautau harus melawan dengan dua orang, sedangkan lima orang piautau kelas dua yang harus berhadapan musuh yang lebih tangguh menjadi kocar kacir dibuatnya, mereka mesti melakukan perlawanan mati-matian. Dengan kedudukan Cui Tong ketika itu, melindungi barang kawalan merupakan kewajibannya, tapi bukan tugasnya untuk bertarung melawan musuh, walaupun demikian ia tak bisa membiarkan rekannya terbunuh, diapun tidak dapat membiarkan kelima harimau itu membegal barang kawalannya. Maka dengan sebilah golok dia lantas turun pula ke arena pertarungan kepandaian silat, yang dimilikinya waktu itu memang jauh lebih lihay dari musuhnya itu, di dalam waktu yang amat singkat dua musuhnya di babat dan tiga lainnya dilukai, dengan menderita kekalahan hcbat, musuh musuhnya itu segera kabur menyelamatkan diri. Setelah peristiwa tersebut, lo-piautau hanya memandangnya dengan sinar mata berterima kasih tanpa mengucapkan apa apa, tapi sekembalinya ke dalam perusahaan, dia baru memanggilnya ke ruang dalam dan berbincang semalaman suntuk. Sejak itulah dia menjadi congkoan dari perusahaan Pat-tat piaukiok, ia tak perlu mengawal barang lagi melainkan hanya persoalan dalam perusahaan, kedudukannya tentu saja jauh lebih tinggi daripada kedudukan seorang sam-lok piautau. Tentu saja kejadian ini merimbulkan protes dari rekan rekannya dan mereka menganggap lo piautau pilih kasih, tapi lama kelamaan mereka baru tahu kalau dia punya penyakit lama yang bila menggunakan tenaga kelewat besar akan menimbulkan kematian, sejak itulah semua protes baru dihentikan ... Empat tahun berselang ketika dia sedang berjalan malam, tanpa sengaja telah berjumpa dengan paman gurunya harimau kedua, ke tiga dan ke lima dari Gi-pak ngo hou yang di sebut orang persilatan sebagai pek jiu-hud (Buddha bertangan seratus) Mong hwesio. Dalam suatu pertarungan sengit yang kemudian berlangsung, senjatanya kena dipukul jatuh oleh ilmu pek poh sin tan (sentilan sakti seratus langkah) dari Mong hwesio, yang mengakibatkan kakinya terbacok, itulah sebabnya dia lantas melarikan diri ke gedung hartawan Kwik dan bertemu dengan Sun Tiong Io. Lima hari berselang, Gi pak ngo hou telah masuk keibu kota dan menggunakan peraturan dunia persilatan untuk menyambangi perusahaan pat tat piau kiok, namun mereka tidak masuk sebaliknya hanya meninggalkan sepucuk surat undangan. Diatas kartu undangan itu tertera jelas sekali, bahwa pada bulan dua belas tanggal dua puluh tiga pada kentongan yang pertama itu nanti, diharapkan Sam lok piautau Ciu Ci hoa datang kekebun sayur keluarga Lau di utara kota untuk melangsungkan duel satu lawan satu. Sedangkan kartu undangan itu ditanda tangani oleh Pek-jiu hud (Buddha bertangan seratus) Mong hweesio. Mong hweesio menyampaikan tantangannya itu menurut peraturan dunia persilatan, sudah barang tentu Ciu-thong harus membalas tantangan tersebut, sebab dalam keadaan begini, bukan saja tak dapat mundur, bahkan mencari teman pun dianggap sesuatu yang memalukan. Begitu kabar tersebut tersiar luas, belasan perusahaan pengawalan barang yang ada di ibu kota menjadi gempar. Hal ini bukan dikarenakan kejadian macam itu jarang terjadi, melainkan karena pihak lawan bukannya menantang piautau yang bertanggung jawab atas perusahaan Pat-tat-piau-kiok, sebaliknya malahan menantang seorang Tangcu-jiu yang berpangkat rendah. Maka keesokan harinya, para cong piautau dari kesepuluh perusahaan pengawalan barang itu berbondong bondong datang keperusaan Pat-tat piaukiok. Lu lo piautau dari perusahaan pat tat piau kiok tentu saja tak dapat memberi keterangan apa adanya, maka dengan menggunakan kata "aku sendiripun tidak habis mengerti" Untuk menjawab pertanyaan mereka, sudah barang tentu jawaban semacam ini sangat tidak memuaskan semua orang. Mereka bersikeras untuk mengundang Ciu Tong untuk membicarakan persoalan ini, tapi semuanya ditampik oleh Lu lo piautau, maka akhirnya merekapun meninggalkan pesan sebelum berpamitan bahwa mereka akan setia kawan dan tak akan membiarkan Mong hweesio bertingkah semaunya sendiri. Bahkan mereka memutuskan pada malam tanggal dua puluh tiga nanti akan hadir semua di kebun sayurnya keluarga Lau dikota Utara, kehadiran mereka bukan untuk membantu, tapi bila terdapat ketidak adilan mereka akan turut mencampurinya. Dikala Ciu Tong sedang pusing tujuh keliling menghadapi persoalan ini, Sun Tiong lo yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi telah berkunjung datang, hal ini membuat Ciu Tong bertekat untuk membalas budi dari Sun Tiong lo tersebut. Sambil menyodorkan secawan arak untuk Sun Tiong lo, dia lantas berkata. "Saudara cilik, duduklah dahulu, aku hendak ke dalam sebentar untuk mengambil sedikit barang, dengan cepatnya aku akan datang kembali." Sambil tertawa dia lantas beranjak pergi. Tak selang seperminum teh kemudian, dia muncul kembali sambil membawa sebuah bungkusan kecil, sambil meletakkan bungkusan itu kemeja, katanya. "Saudara cilik, ada suatu hal aku ingin merepotkan dirimu, harap kau jangan menampiknya" "Asal dapat kulakukan" Sahut Sun Tiong lo cepat sambil membelalakkan matanya lebar-lebar. Cui Tong tertawa, katanya sambil menuding bungkusan kecil terbuat dari kulit itu. "Soal ini pasii dapat kau lakukan" "Harus kuberikan kepada siapakah bungkusan itu?" Tanya Sun Tiong lo sambil memperhatikan sekejap bungkusan itu. Cui Tong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Saudara cilik, aku harap kau suka menyimpan bungkusan kecilku ini selama berapa waktu, selewatnya bulan dua belas tanggal dua puluh tiga nanti, aku pasti akan mengambilnya kembali" "Kenapa?" Sun Tiong lo agak tidak mengerti. Cui Tong tertawa. "Saudara cilik bersediakah kau untuk tidak banyak bertanya?" Pintanya tiba-tiba. "Baiklah," Ucap Sun Tiong lo kemudian sambil tertawa. "aku tak akan banyak bertanya, cuma selewatnya bulan dua belas tanggal dua puluh lima mungkin aku sudah pulang ke Tong ciu, oleh sebab itu paling lambat tanggal dua puluh empat malam kau harus pergi mengambiInya, setuju?" "Baik" Sahut Cui Tong agak sedih. "andaikata pada tanggal dua puluh empat aku belum datang juga, harap saudara cilik bersedia untuk membuka bungkusan itu, dari dalam kantung mana akan kau ketahui harus pergi kemana untuk mencariku." "Kau hendak kemana sih?" Tanya Sun Tiong lo keheranan. Cui Tong tertawa getir. "Kita toh sudah berjanji tak akan saling bertanya?" Tegurnya. Terpaksa Sun Tiong lo manggut-manggut. "Baiklah, aku tinggal di sebuah rumah penginapan yang dibuka-oleh Sah Hwec-cu dengan begitu kau jadi tak perlu mencari aku kesana kemari..." Cui Tong tertawa dan tidak berkata lagi. Mendadak Sun Tiong lo teringat kembali dengan apa yang diucapkannya oleh Pek Kek hok, dengan cepat tanyanya kembali. "Bolehkah aku menanyakan soal yang lain?" "Tentu saja boleh," Jawab Cui Tong sambil mengangguk. "Silahkan saudara cilik bertanya apa saja yang kau ingin ketahui" "Aku mendengar dari pelayannya Sah Hwee cu yarg mengatakan beberapa hari ini ada kerepotan yang lagi menimpa perusahaan Pat tat piaukiok, sebenarnya kesulitan macam apakah? Seandainya tidak serius..." "Harap saudara cilik jangan mempercayai kata usil orang lain" Cepat Ciu Tong menukas "perusahaan Pat tat piaukiok toh berada dalam keadaan baik-baik, dari mana datangnya kesulitan? Coba kau lihat masa keadaan kami disini bagai ditimpa kesulitan?" Pengetahuan yang dimiliki oleh Sun Tiong lo memang amat kurang, apa lagi orangnya polos dan jujur, maka diapun manggut- manggut. "Kalau memang tiada kesulitan, tentu saja lebih baik lagi, Nah, aku mohon pamit dulu pelayan penginapan itu- masih menungguku diluar sana ..." "Aaah, hal ini mana boleh?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tukas Cui Tong segera. "dimana ia sekarang? Biar kuutus orang unt.uk memberitahu kepadanya agar dia pulang duluan, kau musti bersantap siang dulu bersama kami, lalu berpesiar ke tempat-tempat yang indah sebelum pulang ke penginapan." Semenjak kecil Sun Tiong lo sudah terbiasa hidup sengsara, entah menghadapi persoalan apapun, dia selalu turun tangan sendiri, maka begitu mendengar ucapan dari Cui Tong tersebut, ia berpikir sebentar lalu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Biar aku pergi sendiri," Katanya. Tentu saja Cui Tong tak bisa tidak harus mengiringinya, dia menemani bocah itu untuk menemani bocah itu untuk menemui Pek Keh hok. Terhadap Cui Tong, Pek Keh hok tampak menaruh rasa jeri, dia hanya mengiakan berulang kali, kemudian setelah berpesan agar Sun Tiong lo jangan pulang terlalu malam, cepat-cepat dia ngeloyor pergi dari tempat itu. Setelah bersantap bersama dengan sayur dan hidangin yang lezat, Cui Tong menemani Sun Tiong lo berpesiar ke tempat-tempat yang berpemandangan indah, hal itu membuat bocah tersebut mendapat banyak pengetahuan tambahan, sekarang dia baru percaya, menempuh perjalanan selaksa li sesungguhnya jauh lebih unggul daripada membaca buku selaksa jilid. Kemudian mereka makan malam bersama di luar, sebelum Cui Tong menghantarkannya pulang ke rumah penginapan. Sepeninggalan Cui Tong, Pek Keh hok segera menggape ke arahnya dengan sembunyi-sembunyi, lalu seperti pencuri saja dia celingukan kesana kemari, menanti disana sudah tak ada orang, ia baru bertanya. "Apakah piautau she Cui tadi bernama Cui Cu hoa?" "Ehmm, memang dia, ada apa?" Pek Keh hok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya dengan cemas. "Aduuuhh tuan kecilku... bukankah siang tadi sudah kukatan, perusahaan Pat tat piaukiok sedang menemui persoalan, kenapa kau..." Belum habis dia berkata, dengan nada tak senang hati Sun Tiong lo telah menukas. "Kau jangan sembarangan bicara, hal ini telah kutanyakan pada Cui piautau, dia bilang perusahaan Pat tat piaukiok sama sekali tidak menjumpai kesulitan apa-apa!" "Siauya ku yang bodoh," Ujar Pek keh hok sambil tertawa geli. "yang bakal menjumpai persoalan dan kesulitan adalah Ciu piautaulah sendiri, kalau kau tanyakan hal ini langsung padanya, mana dia mau mengaku?" Sun Tiong lo menjadi tertegun. "Benarkah perkataanmu?" Serunya kemudian, Pek keh hok pikir sebentar, dan berkata. "Mari, ikutilah aku, kebetulan ciangkwe kami tak keluar di rumah, mari kita berbincang dalam kamar kasir sana dan mengenai soal betul atau tidak, boleh kau tanyakan kepada Sah ciangkwee nanti!" Tentu saja Sun Tioug lo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dalam kamar kasir dia lantas menanyakan persoalan ini kepada Sah Hwee cu, ternyata sah Hwee cu mengakui akan kebenaran ucapan Pek Keh hok, kesulitan itu memang terletak pada diri Cui Tong. Mendengar hal itu, Sun Tiong lo menjadi sangat keheranan, katanya kemudian. "Sah ciangkwee, mengapa Cui piautiu membohongi aku ? Malah dia minta kepadaku untuk menjagakan sebuah bungkusan kecil miliknya, mengapa dia berbuat begitu ?" Sah hweecu adalah orang kawakan dalam dunia persilatan, dengan terharu sahutnya. "Siau lote, sederhana sekali parsoalan ini, Pek jiu hud (Buddha bertangan seratus) Mong hweesio termasuk seorang jago kenamaan daiam dunia persilatan, ia bisa menantang Cui piauiau berarti kalau mereka ada ikatan dendam." Belum habis perkataan itu diutarakan, Sun Tiong lo telah bertanya kembali. "Aku ingin tahu, mengapa dia mesti membohongi aku ?" "Oooh... mungkin dia tak ingin kau ikut menguatirkan keselamatannya karena kau datang untuk menengoknya, maka kecuali membohongi dirimu, apa lagi yang bisa dia katakan? Tentang bungkusan kulit kecil itu.." "Aaah, sekarang aku sudah mengerti" Kembali Sun Tiong lo menukas, aku ingin pula menanyakan satu hal kepada Sah ciang kwee, dimanakah Mong hweesio mengajak Cui piautau untuk berduel dan kapan waktunya ?" "Sudah hampir, kentongan pertama tanggal dua puluh tiga, tempatnya di Kebun sayur keluarga Lau di utara kota !" Sun Tiong lo tidak banyak bertanya lagi, setelah mengucapkan terima kasih, dia lantas kembali ke kamar tidurnya. Keesokan harinya pagi sekali pegawai Kwik Wangwee telah membangunkannya sambil berseru. "Sun Tiong lo, bangun, cepat bangun, aku ada persoalan yang hendak disampaikan kepada mu." Padahal Sun Tiong lo sudah bangun, sejak kentongan kelima dia sudah bangun untuk bersemedi maka ketika pegawainya Kwik Wangwee membangunkan dia, ia lantas pergunakan kesempatan itu untuk melompat bangun dari atas pembaringan. Tidak menanti bocah itu bertanya, sang pegawai sudah berkata lebih lanjut. "Hari ini aku harus berangkat ke Yong teng bun untuk menagih hutang, mungkin malam ini ia tak akan kembali, maka aku hendak menasehatimu dengan beberapa kata, Sah ciangwee telah berkata kepadaku, kata kau amat menaruh perhatian terhadap kesulitan yang menimpa orang she Ciu dari perusahaan Pat tat piaukiok" "Yaa, dia adalah temanku" Tukas Sun Tiong lo dengan cepat. Dengan kening berkerut pegawai itu segera berkata. "Aku tak punya waktu untuk bertanya kepada mu dimanakah kau berkenalan dengan orang ini, tapi aku harus memberitahukan kepadamu, persoalan ini lebih baik jangan kau urusi, dari pada mendatangkan bencana bagi kita sendiri!" "Tak usah kuatir, walaupun umurku baru empat belas tahun, aku cukup mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, lebih baik kau urusi pekerjaanmu saja, aku hanya berniat-untuk menyambangi teman saja, kini teman sudah kusambangi, maka urusan juga telah selesai" Pegawai itupun menjadi berlega hati, katanya kemudian sambil tertawa. "Kalau memang begitu, yaa sudahlah, akupun berlega hati, kita sampai bersua lagi esok pagi." Setelah pegawai itu pergi, Sun Tiong-lo segera melompat turun dari atas pembaringan selesai membersihkan muka, dia iseng-iseng berjalan-jalan meninggalkan rumah penginapan. Di seberang jalan sana itu terdapat penjual wedang tahu, diapun masuk kedalam warung dan memesan separuh mangkuk wedang tahu serta beberapa biji ta-kwe, tujuannya tentu saja bukan ingin minum wedang, melainkan hendak menghindari Pek keh hok, si pelayan penginapan itu. Benar juga, tak lama kemudian Pek keh hok munculkan diri dari balik pintu penginapan, ketika dilihatnya Sun Tiong lo sedang minum wedang tahu, dengan hati yang lega diapun masuk kembali. Menggunakan kesempatan inilah Sun Tiong lo segera membayar rekening dan cepat-cepat kabur kedalam sebuah gang sempit, kemudian dalam beberapa kali membelok saja, bayangan tubuhnya lenyapkan diri. Penginapan milik Sah Hwee cu itu terletak di daerah penggilingan tahu tidak jauh dari sana adalah toko penjual pisau dan gunting milik To Ma cu yang tersohor untuk diwilayah itu, diseberangnya adalah toko nenjual obat milik Ong Ma cu itulah dia pergi. Tak lama kemudian, dia sudah muncul kembali dari toko itu dengan wajah berseri, dari seorang pejalan kaki yang dijumpainya dijalan ia menanyakan arah menuju ke kebon sayur keluarga Lau diutara, kemudian selangkah demi selangkah dia berangkat kesana. Sepanjang tengah hari, dia hanya berkeliling diseputar kebon sayur dari keluarga Lau baik gang kecil, jalan sempit maupun lorong kecil, dilewatinya sampai hapal betul, kemudian dengan perasaan lega ia baru kembali ke kota. Dalam anggapannya dia telah bertindak sangat berhati-hati, siapa tahu sejak dari kota, semua gerak-geriknya tak pernah lolos dari pengawasan seseorang yang mengamatinya terus dengan seksama, tentu saja bocah itu sama sekali tidak mengetahuinya. Menanti dia telah pergi jauh, dari balik sebuah gang dibelakang kebnn sayur muncul sesosok bayangan manusia, memandang hingga bayangan punggungnya yang kecil lenyap dari pandangan, orang itu manggut-manggut sambil tertawa. Sambil tertawa orang itupun pelan-pelan maju ke muka, sambil berjalan gumamnya. "Sungguh menarik hati, persis seperti aku waktu muda dulu, mana hatinya baik, setia kawan juga ringan tangan, tapi aku ingin memperhatikan lebih lanjut, kepandaian apa saja yang telah diwariskan pengemis tua kepadamu!" Kemudian bayangan orang itupun lenyap dari pandangan, tampaknya ia sedang mengejar diri Sun Tiong lo. Perjalanan kembali Sun Tiong lo tidak dilakukan terlampau terburu napsu, selewatnya jembatan Pak hoo kiau, jumlah orang lewat semakin ramai, diapun masuk ke dalam sebuah warung makan kecil di tepi jalan. Warung itu memakai merk "Kau po li", yang khusus menjual bakpao dan bubur. Ketika Sun Tiong lo melangkah masuk ke-dalam warung ini, mendadak tergerak hatinya, dengan cepat dia berpaling tampak seorang manusia berbaju biru tiba tiba melintas dari belakang punggungnya. Sun Tiong lo tidak banyak curiga, diapun enggan untuk banyak berpikir, dengan langkah yang santai dia masuk ke warung dan mencari tempat duduk. Belum lama ia duduk, mendadak dia rasakan orang berbaju biru itu seperti amat di kenal olehnya, dengan cepat dia memburu keluar pintu, namun orang itu sudah lenyap tidak berbekas, akhirnya dengan kening berkerut dia berjalan balik ke tempat semula. Setelah bersantap kenyang, dengan perasaan hati yang riang dia menelusuri sebuah jalan yang lurus menuju jalan kearah yang lain, tapi buru saja menembusi sebuah gang sempit tiba-tiba jalan perginya dihadang oleh seseorang. Ketika ia mendongakkan kepala maka tampak orang itu adalah lelaki berusia tiga puluh lima enam tahunan yang berwajah jelek, berpakaian ringkas dan bersepatu kulit, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau dia adalah seorang jago dalam dunia persilatan. Terdengar lelaki itu menegur sambil tertawa seram. "Saudara cilik. kau datang dari mana?" Sun Tiong lo tidak terbiasa berbohong, apa lagi dengan usianya sekarang di tambah pula dengan pengalamannya yang masih terlampau dangkal, sulit baginya untuk mengenali watak manusia,itulah sebabnya dia lantas menjawab dengan sejujurnya. "Aku datang dari kota Tong-ciu!" "Ooh... apakah kau punya rumah di ibu kota?" Kembali lelaki itu bertanya. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala berulang kali. "Tidak ada" Sahutnya. "aku datang kemari karena mengikuti pegawai yang sedang menagih rekening, sekarang tinggal dirumah penginapannya Sah Hwee Cu" Lelaki itu segera tertawa lebar. "Apakah di ibu kota kau punya teman akrab?" Kembali tanyanya. Baiu saja Sun Tiong lo akan menjawab secara jujur, mendadak dia teringat lagi dengan kesulitan yang sedang dihadapi Cui Tong. Dengan cepat kata-kata yang sudah hampir meluncur, keluar itu ditelan kembali, kemudian kepalanya digelengkan berulang kali. "Tidak ada!" Katanya. Kontan saja lelaki itu tertawa dingin. "Heeeeh... heeh... heeehhh, anak masih muda sudah tidak jujur, hmm ! Dengan mata kepala sendiri locu menyaksikan kau berjalan bersama dengan keparat she Cui dari perusahaan Pat-tat piaukiok, yaa makan bersama yaa berpesiar, gembiranya bukan kepalang, masa kalian bukan sahabat karib ?" Tujuan yang diharapkan Sun Tiong lo akhirnya kesampaian juga, maka setelah menyadari siapa lawannya, dengan tenang tanpa gugup barang sedikitpun juga dia berkata. "Seandainya aku betul-betul bisa mempunyai seorang teman seperti dia, pasti gembira sekali hatiku, buat apa aku mesti hidup sebagai pengawal rendahan lagi dirumah orang ? Hidup senang macam begitu kan bukan sesuatu dosa besar ?" "Hmm ! Kalau bukan teman, kenapa dia menemanimu minum, makan dan berpesiar ?" "Ketika berada dikota Tiong ciu tempo hari, dia telah kehilangan sebuah benda miliknya, kebetulan akulah yang menemukan benda itu dan menanti hampir setengah harian disana, ketika ia mencari barangnya kesitu, aku lari dan mengembalikannya, oleh karena itu..." Belum lagi ucapan tersebut habis diucapkan dari belakang tubuh Sun Tiong lo kembali berkumandang suara gelak tertawa yang keras. Padahal sejak tadi Sun Tiong lo sudah tahu kalau ada tiga orang manusia yang berdiri di belakangnya, hanya saja dia berpura-pura tidak tahu. Setelah pihak lawan tertawa, dia baru ber paling. Apa yang dilihatnya ? seorang hweesio tinggi besar yang berwajah buas telah berdiri di belakangnya, dikedua sisi hweesio tadi berdiri dua orang lelaki berbaju ringkas. Sun Tiong lo segera menyadari dengan siapa dia berhadapan muka, rupanya ia telah bertemu dengan Mong hweesio serta tiga dari harimau harimau Gipak. Setelah berhenti tertawa, hweesio itu baru menegur kepada lelaki yang menanyai SunTiong lo tadi . "Hai, jangan kau takut-takuti seorang bocah cilik, hayo kita pergi !" Selesai berkata, hweesio itu lantas beranjak pergi lebih duiu, sementara tiga orang lelaki lainnya mengikuti dibelakangnya. Diam-diam Sun tiong lo tertawa geli, setelah menjulurkan lidahnya, dengan hati yang bangga diapun kembali kerumah penginapan. Belum lama dia berlalu dari situ, dari balik gang sempit tadi muncul kembali seorang berbaju biru tak salah lagi dia adalah seorang yang telah menampakkan diri di kebun sayur keluarga Lau tadi. Sambil tersenyum kembali orang itu bergumam. "Benar-benar seorang bocah yang nakal !" Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Huuh, hweesio buat apaan ? Hakekatnya dia cuma seorang hweesio buta belaka !" "Blaam, blaam, blaaamm!" Bunyi petasan bergema memekakkan telinga, Tiap rumah, setiap keluarga sedang bermain petasan dengan riang gembira. Hari ini adalah saat dewa dapur naik kelangit, hari ini diangap hari baik maka semua orang ikut merayakannya. Pegawai tua yang ditugaskan Kwik Wangwee untuk menagih rekening telah selesai dengan tugasnya, sebenarnya paling tidak ia mesti bekerja selama dua hari lagi sebelum selesai seluruhnya, tapi Sah Hweecu telah membantu pekerjaannya, maka tengah hari tanggal dua puluh dua, semua hutang telah berhasil ditagih. Sah Hwee cu adalah seorang lelaki bujangan, dalam matanya tak pernah kemasukan pasir, bagaimanapun dia memandang, terasa olehnya kalau Sun Tiong lo bukan bocah sembarangan, dia agak aneh. Cuma saja, sejeli-jelinya mata Sah Hwee-cu, dia hanya sempat melihat keanehan Sun Tiong lo, namun tidak diketahui olehnya dimanakah letak keanehan Sun Tiong lo tersebut. Dengan amat hati hati dan cermat, secara diam diam ia merundingkan hal ini dengan sang pegawai tua itu, dia akan membantunya menagih hutang, dengan begitu pada tanggal dua tiga nanti, Sun Tiong lo pasti sudah tiba dikota Tiong ciu. Menurut perkiraan Sah Hwee cu, seandainya hal ini tidak dilakukan maka Sun Tiong lo pasti hadir dikebun sayur keluarga Lau pada malam tanggal dua puluh tiga nanti, seandai nya sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan atau mendapat kesulitan, semua pihak pasti akan terkena getahnya pula. Pegawai tua itu lebih takut urusan, tentu saja diapun ingin cepat cepat pulang ke Tiong ciu, maka pada tanggal dua puluh tiga pagi- pagi dia telah menitahkan kepada Pek Kek hok untuk membuka rekening, dia hendak mengajak Sun Tiong lo kembali ke Tiong ciu. Kejadian aneh didunia ini memang aneh, ketika Pek Keh hok selesai membuat rekening, dia berkata kepada pegawai itu bahwa dikamar nomor tiga diloteng barat ada seorang tamu yang mengatakan kenal dengan kau, dia suruh aku menyampaikan sepucuk surat. Setelah membaca surat itu, sang pegawai tua itu menjadi bodoh, tanpa banyak berbicara dia menyimpan surat itu baik-baik, kemudian memanggil Pek Keh-hok dan mengatakan kalau hari ini tidak jadi berangkat. Tatkala Sah Hwee-cu mendapat laporan dari Pek Keh hok, diam- diam dia lantas memanggil pegawai itu sambil bertanya. "Hei, apa yang telah terjadi? Kenapa kau batalkan rencanamu ?" Pegawai tua itu tidak menjelaskan apa-apa selain tertawa getir. Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sah Hwee-ciu berkata. "Mau pulang atau tidak bukan urusanku, toh aku sudah berusaha dengan segala kemampuan ku, seandainya sampai terjadi peristiwa, sampai waktunya nanti jangan salahkan kalau Sah Hwce ciu kurang setia kawan !" Pegawai tua itu masih juga tidak berbicara, dia hanya tertawa getir belaka. Sikap Sun Tiong lo pada hari inipun istimewa sekali, setelah bersantap siang dia lantas tidur, tidur sampai matahari tenggelam dilangit barat, setelah bangun, dia membersihkan muka lalu sambil mengambil secarik kertas berlalu dari situ. Pegawai tua itupun tidak bertanya walau sepatah katapun, namun dia mengerti kemana kah bocah itu akan pergi. Belum lama Sun Tiong lo pergi, pintu kamar telah dibuka orang, lalu terdengar orang itu bertanya kepada sipegawai tua. "Dia sudah berangkat !" "Ya, sudah, sudah beranr.kat, baru saja berangkat", jawab pegawai tua itu gugup. Orang itu mengiakan, kemudian membalikkan badan dan pergi. wajahnya tidak jelas, hanya tampak bajunya yang berwarna biru berkelebat lewat kemudian lenyap dari pandangan. -ooo0dw0oooKEBUN Sayur keluarga Lau berubah menjadi terang benderang pada malam ini. Ratusan batang obor dan ratusan lentera merubah kebun sayur keluarga Lau yang berhektar-hektar luasnya itu terang benderang bagaikan disiang hari saja. Kalau dihari-hari biasa tempat itu begitu sepi sampai setanpun enggan masuk, maka pada malam ini penuh dengan kepala manusia. Kalau kau ingin menghitung jumlah yang hadir, maka tak akan terhitung jelas, sebab paling tidak mencapai ribuan. Disebelah timur tersedia dua baris bangku, pada belakang barisan bangku itu terpasang sepuluh buah lentera besar, pada bangku barisan depan duduklah Cui Tong yang ditantang orang, Lu lo piautau serta rekan rekan lainnya dari perusahaan Pat tat piaukiok. Sedangkan pada bangku barisan belakang duduklah para piautau dari sepuluh perusahaan pengawalan barang terbesar di ibu kota. Pada bagian barat pun keadaannya sama, walaupun bangkunya terbagi menjadi dua baris pula, namun hanya terdiri dari enam bangku, didepan hanya sebuah yang ditempati si hwee sio berwajah bengis, sedangkan dibelakangnya ada lima yang ditempati Gi pak ngo hou. Sedangkan para penonton keramaian pada berdiri semua, berdiri jauh jauh, setiap orang tahu kalau pertarungan yang akan berlangsung pada malam ini bakal seru, maka siapapun tak mau mengambil resiko kejatuhan sial pada malam itu. Ketika kentongan pertama telah tiba, Cui-Tong segera bangkit berdiri, lalu menjura kepada Mong hwesio yang duduk pada dua-tiga puluh kaki dihadapannya itu. Ia menjura pula kepada para piautau yang ada dibelakangnya, setelah iiu dengan lantang dia berkata. "Cui Cu hoa datang memenuhi janji. harap Mong hwesio bersedia untuk tampil kedepan!" Sambil tertawa seram Mong hwesio bangkit berdiri, lalu ejeknya dengan sinis. "Cui piautau, banyak benar pembantumu!" Cui Tong segera mendengus dingin, serunya. "Sobat, kau jangan salah melihat, sudah lama aku orang she Cui hidup di ibu kota, maka ketika aku menghadapi persoalan, tak bisa kubendung perhatian rekan-rekanku atas diriku, mereka bukan datang membantu, tapi hanya hanya ingin menyampaikan perhatian belaka" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau begitu, hanya kau seorang yang akan menyambut tantanganku?" Seru Mong hwesio sambil melotot buas. "Benar, aku seorang yang akan menjajal kehebatan Mong hwesio serta Gi pak ngo hou!" "Kelima orang keponakan/muridku yang tak becus itu sudah lama menjadi panglima panglima yang kalah perang ditanganmu, aku rasa merekapun tak usah lagi bertarung lagi denganmu, malam ini biar Hud ya dan kau berdua saja yang melangsungkan pertarungan ini!" "Bagus, baru begitulah sikap seorang enghiong!" Puji Cui Tong sambil mengacungkan ibu jarinya. Sementara itu, Lu lo piautau telah bangkit berdiri, lalu serunya dengan suara lantang. "Mong hwesio, Pat tat piaukiok adalah perusahaan aku orang she Lu, bila kau hendak membalas dendam, sudah sepantasnya kalau kau datang mencari aku orang she Lu!" Mong hwesio segera tertawa seram. "Heehh ...heehh... heehh ... tak usah terburu nafsu, setelah membereskan orang she Cui nanti, akan tiba pula giliranmu !" Ho Ceng wan, piautau dari perusahaan Ceng wan piaukiok segera bangkit berdiri puIa, setelah menjura kepada Mong hwesio katanya. "Ada satu hal aku orang she Hoo tidak habis mengerti, harap taysu suka memberi penjelasan." Mong hwesio memandang sekejap wajah Ho Ceng wan, kemudian katanya. "Silahkan kau utarakan !" "Dunia persilatan mempunyai peraturan dunia persilaian, perusahaan ekspedisi mempunyai pula peraturan dari perusahaan ekspedisi, Cui piautau tak lebih hanya seorang pelindung barang kawalan belaka, hwesio gede, sudah sepantasnya kalau kau langsung mencari balas kepada Lu piautau sebagai pemilik perusahaan." "Ucapanmu memang benar, seandainya waktu itu Cui Cu-hoa melindungi barang kawalan dengan pangkat piautau kelas dua, hari ini aku si hweesio tak akan mencarinya, tapi dia muncul sebagai seorang Piautau kelas tiga yang sebenarnya merupakan kedudukan seorang suruhan rendah, itu berarti dia ada maksud untuk menyembunyikan kepandaiannya, hal mana merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan perusahaan ekepedisi, itulah sebabnya aku si hweesio akan membuat perhitungan lebih dahulu dengan dirinya...!" Setelah mendengar perkataan itu, Ho Ceng wan menjadi terbungkam dan tak sanggup berkata lagi. Pui Tin, lo piatau dari perusahaan Pathong piaukiok segera bangkit berdiri sambil berseru. "Toa hweesio, teguranmu itu memang benar, tapi bolehkah kami menanyakan dahulu persoalan ini sampai jelas?" Belum sempat Mong hwesio menjawab, Cui Tong telah menukas terlebih dahuIu. "Mong hwesio, sebelum kau tahu duduknya persoalan, janganlah menghina karakterku terlebih dulu, karena harus menghindari musuh besar maka aku orang she Cui harus hidup tersembunyi dalam perusahaan Pat tat piaukiok, itulah sebabnya Lu lopiautau sendiripun tak tahu kalau ada orang she Cui sebetulnya tahu ilmusilat, ketika Gi pak ngo hou membegal barang kawalan, aku orang she Cui tak bisa membiarkan mereka membunuhi rekan-rekan ku, itulah sebabnya aku menjadi terpaksa untuk turun-tangan menolong mereka..." Belum habis dia berkata, Mong hwesio telah tertawa terbahak- bahak, tukasnya. "Cui Cu-hoa, sekarang Hud ya tak dapat membiarkan kau banyak berbicara lagi" "Mong hwesio" Bentak Cui Tong. ""aku orang she Cui menerangkan segala sesuatu alasanku bukan dikarenakan aku merasa takut untuk bertempur melawanmu, melainkan hanya ingin menerangkan duduk persoalan yang sebenarnya saja, sehingga semua kecurigaan bisa dihilangkan." "Kalau memang begitu bagus sekali" Kata Mong hwesio sambil tertawa. "sekarang semua persoalan kau jelaskan sampai terang, kentongan pertamapun sudah lewat, kita jangan biarkan teman- teman yang menonton keramaian di empat penjuru arena ini menanti terlalu lama lagi, bagaimana jika sekarang juga kita langsungkan pertarungan tersebut..?" "Memang itulah yang aku orang she Cui inginkan!" "Orang yang menyebar surat undangan untuk menantangmu berduel adalah aku sendiri maka kita akan bertarung pula dengan mempergunakan peraturan dunia persilatan yang berlaku, sebelum mati hidup ditentukan pertarungan ini tak boleh diakhiri!" Cui Tong segera tertawa nyaring. "Aku orang she Cui bersedia untuk mengalah dengan kau yang melancarkan serangan lebih dulu serta menentukan acara penarungan.!" "Cui Cu hoa, sungguhkah perkataanmu itu?" Tanya Mong Hwesio dengan kening berkerut. "Aku berbicara dengan sejujurnya !" Tanpa terasa Mong hwesio mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.."Haaahh ..haahn ... haahh .. , baik! Kalau toh kau begitu berjiwa besar, Hud ya juga tak akan sungkan sungkan lagi. Dengarkan baik-baik, kau boleh berdiri saja disitu, Hud ya dengan mempergunakan sepuluh biji peluru besi ku untuk menyerangmu, asal kau bisa menghindarkan diri dari kesepuluh buah seranganku itu, Hud ya segera akan mengajak keponakan muridku untuk mengundurkan diri dari sini dan mulai saat sekarang ini nama kami akan terhapus dari dunia persilatan, sedang persoalan diantara kitapun dapat dihapus sama sekali!" Sebagaimana diketahui, Mong hwesio disebut orang sebagai Pek jiu hud atau Buddha bertangan seratus, ilmu peluru bajanya yang tak pernah meleset dalam seratus langkah dibidikkan lewat sebuah busur berpegas tinggi yang sangat lihay. Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ada orang yang bisa me loloskan diri dari ke sebuah biji peluru bajanya itu. Tapi Cui Tong telah bertekad untuk menghadapinya kini, maka segera jawabnya. "Baik, kita tentukan dengan sepatah kata !" "Kau boleh saja menghadapi seranganku itu dengan mempergunakan senjata tajam !" Kembali Mong hwesio berkata. "Tak usah dengan senjata, akan kuhadapi dengan tangan kosong belaka..." Kini kesemuanya sudah diputuskan, maka semua orang yang berada tiga sampai lima kaki disekeliling Cui Tong bersama-sama menyingkir ketempat lain, tentu saja mereka berusaha untuk menghindarkan diri dari tempat berbahaya yang kemungkinan bakal kejatuhan peluru baja lawan. "Cu-hoa!" Lu lo-piautau segera berbisik. "lebih baik kau menggunakan senjata tajam saja, paling tidak hal ini jauh lebih baik." - ooo0dw0ooo- Bab Kedua Puluh Satu. CUI TONG menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya dengan berbisik pula. "Tak usah menggunakan senjata tajam, paling tidak hal ini bisa menghindari mencelatnya peluru lawan yang akan melukai orang di sekeliling tempat ini !" Sikap semacam ini sungguh merupakan sikap yang bijaksana sekali, apa yang dikatakan Cui Tong memang betul, andaikata dia harus menghadapi serangan peluru baja itu dengan mempergunakan senjata tajam, maka akibatnya besar kemungkinan peluru baja itu akan mencelat kemana mana, hal mana tidak menjamin keselamatan orang yang berada disekelilingnya. Sambil menggigit bibir kembali Lu lopiau-tau berkata. "Cuihoa ingat baik-baik, aku lebih rela menghapus nama Pat-tat piaukiok dari dalam dunia persilatan, daripada membiarkan kau celaka ditangannya . ." Cui Tong segera tertawa setelah mendengar perkataan itu. "Cinta kasihmu itu sungguh membuat Cui Cu hoa merasa amat berterima kasih sekali, cuma selama hayat masih dikandung badan, aku lebih suka mati daripada namaku terhina !" Dalam pada itu Mong hwesio telah berseru dengan lantang. "Hei, sudah selesaikan perkataanmu itu?" "Kau boleh segera melancarkan serangan!" Jawab Cui Tong dengan cepat. Kembali Mong hwesio tertawa, katanya. "Terus terang saja kukatakan kepadamu, ke sepuluh butir peluru saktiku ini terbuat dari semacam benda yang penuh dengan duri tajam, sapa terkena dia bakal terluka parah, oleh sebab itu aku harap kau suka berhati hati dalam menghadapinya nanti!" "Terima kasih banyak atas petunjukmu itu sekarang silahkan kau lancarkan serangan dengan peluru peluru bajamu itu!" Mong hwesio mengiakan, dari punggungnya dia lantas melepaskan gendewa saktinya, kemudian mengarahkan moncong busur itu lalu ke arah Cui Tong dan siap melepaskan serangan. Pada saat itulah, tiba tiba terdengar seseorang berseru dengan suara lantang. "Hei hwesio, tunggu sebentar!" Mong hwesio segera membatalkan kembali serangannya, sedang semua jago di sekeliling tempat itupun bersama-sama mengalih perhatiannya kearah mana berasalnya suara itu. Lebih kurang lima kaki di belakang Cui-Tong, tahu tahu telah muncul seorang bocah berwajah tampan. Tidak disangkal lagi, orang itu tidak Iain adalah Sun Tiong lo adanya. Gi-pak-ngo-hou pun dapat melihat jelas tentang kemunculannya itu, kepada Mong hweesio, mereka segera berseru . "Susiok, ternyata bocah keparat itu benar-benar adalah temannya Cui Cu hoa !" Dengan suara lantang Mong hweesio segera membentak. "Hanya seorang bocah ingusan yang masih berbau tetek, ada pula yang bisa dia lakukan?" Sementara itu Ciu Tong sudah memburu ke hadapan bocah itu dengan langkah lebar, kemudian dengan gelisah serunya. "Saudara cilik, mau apa kau datang kemari? Hayo cepat menyingkirlah kesamping sana !" Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala nya berulang kali, dari dalam sakunya dia mengeluarkan bungkusan kulit kecil itu, kemudian sambil diangsurkan kedepan katanya. "Aku hendak mengembalikan bungkusan ini kepadamu, aku tak dapat menyimpan lagi untukmu !" Cui Tong masih ingin berkata lagi, namun Sun Tiong lo sudah tidak menggubrisnya lagi, selangkah demi selangkah dia berjalan menghampiri Mong hweesio. Setelah berada diantara Cui Tong dengan Mong hweesio, bocah itu baru berhenti dan berdiri tegak disitu. Mong hweesio yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, sambil menuding kearah Sun Tiong-lo tegurnya dengan suara dalam. "Ada urusan apa kau datang kemari ?" "Aku datang untuk membuat perhitungan dengan kalian!" Jawab Sun Tiong-lo dengan suara dingin. Jawaban ini sangat mencengangkan Mong hweesio, dia sampai tertegun dibuatnya. "Perhitungan apa yang kau maksudkan?" Sun Tiong lo segera mendengus dingin. "Hmm... masih ingatkah kau pada suatu tengah hari, kau dan Ngou hou telah menghadang diriku di sudut gang sempit dan membentak-bentak diriku?" Mong hwesio mengangguk. "Yaa, tentu saja aku masih ingat!" "Kalau masih ingat, ini lebih baik lagi, kalian tentunya menganggap aku seorang bocah, maka gampang dianiaya dan dipermainkan, padahal hatiku waktu itu sedang gembira dan maka aku hanya berdiam diri belaka, lain, dengan perasaan hatiku yang kurang gembira sekarang, itulah sebabnya sengaja aku datang kemari untuk ini membuat perhitungan dengan kalian ini..." Mong hwesio menjadi geli sekali setelah mendengar perkataan itu, lalu katanya. "Baik, baik, aku akan minta maaf kepadamu nah tentunya boleh bukan....?" Siapa tahu kembali Sun Tiong lo menggelengkan kepala berulang kali, katanya. "Tak usah banyak bicara lagi, sekarang aku sedang menantang padamu untuk tarung lagi menurut peraturan dunia persilatan yang berlaku bila kamu mengaku kalah, maka kaupun tak bisa bertarung lagi melawan Cui piautau!" Mong hwesio kembali menjadikan berdiri bodoh, akhirnya dengan perasaan apa boleh buat katanya. "Lantas apa yang kau inginkan?" "Sederhana sekali, kita harus melangsungkan pula suatu pertarungan yang adil!" Tiba tiba Mong hwesio mendelik besar sekali, lalu teriaknya keras keras. "Bocah cilik, aku tidak bermaksud menyelakai umat persilatan, sekalipun kau pergunakan cara semacam itu juga tak akan mampu untuk menyelamatkan Cui Cu hoa!" Sun Tiong lo turut pula melototkan matanya buIat-bulat, serunya pula dengan lantang. "Kau tak usah sembarangan berbicara lagi, aku datang kemari untuk membuat perhitungan dengan manusia yang bernama Cui Cu hoa sama sekali tak ada sangkut pautnya!" "Kalau begitu, sekalipun aku tak ingin turun tanganpun juga tak bisa...?" Kembali Mong hwesio melotot besar. "Tentu saja!" Jawab Sun Tiong lo manggut-2. Mong hwesio segera tertawa. "Baiklah, kalau begitu coba kau terangkan dulu pertarungan apakah yang kau inginkan?" "Tadi aku sempat pula mendengarkan pula cara pertarungan yang kau sampaikan kepada Ciu piautau, aku rasa cara itu sangat menarik sekali, maka aku pikir kita tak usah bertukar cara lagi!" Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, jeritan kaget dam gelak tertawa keras segera datang dari empat penjuru. Baru saja Mong hwesio akan berbicara lagi Sun Tiong lo telah menimbrung lebih dulu. "Cuma saja, aku tak akan bersikap bijaksana seperti apa yang telah dikatakan oleh Ciu piautau tadi, kau punya peluru sakti, akupun memiliki permainan istimewa, aku akan menyambut milikmu dan kaupun boleh menyambut permainanku, siapa yang terluka dia pula yang akan menderita kalah!" Mong hwesio tertegun, kemudian tanyanya. "Apakah kaupun pernah melatih ilmu melepaskan senjata rahasia?" "Kenapa? Kau memandang remeh diriku?" Seru Sun Tiong lo sambil tertawa lebar. "Benda apakah yang hendak kau gunakan?" "Sampai waktunya saja baru kita bicarakan toh sekarang kau dahulu yang menyerang aku, kemudian baru aku yang menyerangmu, apa lagi benda permainanku itu bukan terbuat dari baja, jauh lebih lunak dari pada peluru bajamu itu, sehingga sekalipun sampai melukai dirimu juga tak sampai parah, tak usah kuatir." Didengar dari kata itu, seakan pasti dapat melukai Mong hwesio saja.... Menghadapi kenyataan seperti ini Mong hwe sio benar benar merasa marah, mendongkol dan ingin tertawa, baru saja dia akan berkata Iagi, Sun Tiong lo telah melanjutkan kembali kata katanya. "Kau pernah berkata, jangan biarkan penonton menunggu kelewat lama, sekarang ini pembicaraan kitapun selesai, maka silahkan kau melancarkan serangan lebih dahuIu, bila kau tak berani melancarkan serangan kembali akan kuanggap kalah dirimu!" Mong hwesio mikir sebentar, dan kemudian sambil mendepak depakan kakinya ketanah dia menjawab. "Baiklah, Hud ya akan menggunakan sepuluh biji peluru besi tanpa duri untuk menyerang separuh bagian tubuhmu bagian atas, nah berhati hatilah sekarang!" "Hmmm ...! Cara pertarungan mesti sama seperti apa yang dibicarakan tadi, peluru bajapun tidak boleh diganti, kalau tidak berarti kau takut menghadapi permainanku!" Mong hwesio benar benar terdesak sehingga apa boleh buat, dengan mengerutkan dahinya dia lantas berkata. "Kau sendiri yang menginginkan demikian andaikata sampai terluka parah nanti, jangan kau menyalahkan Hud ya mu lagi!" Sun Tiong lo tidak menggubris lawannya lagi, kepada kawanan manusia yang berada disekeliling arena, serunya. "Aku tahu, semua orang tidak tega melihat aku benar benar akan turun tangan, maka aku merasa perlu untuk mengucapkan beberapa patah kata, Ketahuilah, meski peluru sakti dari Mong hwesio bisa menakut nakuti orang lain, bukan berarti bisa menakut nakuti diriku pula. Siapa saja yang berani mencampuri urusanku ini, masa aku akan membuat perhitungan pula dengan dirinya." Begitu perkataan itu diucapkan, semua orang segera menutup mulutnya rapat rapat. Mong hwesio pun tidak sungkan sungkan lagi, sambil menuding ke arah Sun Tiong-lo katanya. "Bocah cilik, sebutkan dahulu siapa namamu!" "Aku bernama Sun Tiong lo !" "Hmm .... mulai hari ini lebih baik kau pindah ke dalam peti mati saja.!" Mendengar perkataan itu, Cui Tong merasa amat terkejut, tanpa terasa dia mengalihkan sinar matanya ke arah Sun Tiong-Io, maka tampaklah bocah itu sedang tertawa, ditangannya ketika itu membawa sepasang benda aneh yang berbentuk panjang. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tatkala semua orang dapat melihat jelas macam apakah senjatanya itu, tak kuasa lagi mereka semua tertawa terbahak- bahak. Kemudian terdengar ada yang berteriak keras. "Sumpit! Haaahhh ... haahh . .. haahh ... senjata yang dipergunakan adalah sepasang sumpit!" "Yaa, memang sepasang sumpit!" Jawab Sun Tiong lo sambil tertawa. "cuma sumpit ini bukan sembarangan sumpit, sumpit ini bukan sumpit bambu yang biasanya dipakai untuk bersan tap, inilah sumpit baja yang khusus dipakai untuk menyumpit peluru baja !" Saking gusarnya paras muka Mong hwesio berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, dengan suara dalam bentaknya keras-keras. "Setan ciiik, hati hati kau!" "Majulah, tidak usah banyak berbicara lagi, makin cepat serangan kau lancarkan, semakin baik pula bagimu!" - ooo0dw0ooo- Jilid 17 DENGAN mengerahkan tenaganya sebesar lima bagian, Mong hwesio segera melepaskan serangannya yang pertama, peluru sakti itu di arahkan ke atas pergelangan tangan kanan SunTionglo, Sesungguhnya Mong hwesio adalah seorang pendeta yang cukup bijaksana, dia enggan me lukai seorang bocah cilik. Walaupun hanya disertakan tenaga sebesar lima bagian saja, namun peluru besi itu menyambar ke depan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, bahkan disertai pula suara desingan angin tajam yang amat memekikkan telinganya . Menghadapi datangnya ancaman itu, Sun Tiong lo sama sekali tak memperhatikan dengan seksama bahkan bermaksud untuk menghindarkan diripun tidak, dengan jeritan kaget semua jago, tampak sumpit bajanya digerakkan kedepan dan .... "Traakk" Tahu tahu peluru baja tersebut sudah terjepit oleh sumpitnya. Kepandaian yang sangat aneh ini seketika itu juga menggemparkan semua orang, tak lama kemudian meledaklah sorak sorai yang gegap gempita dari para penonton.. Mong hwesio agak tertegun, kemudian sambil menggertak gigi dan membidik lagi sebutir peluru, kali ini dengan kekuatan yang lebih besar serta kecepatan yang lebih tinggi, arah yang dituju adalah kaki kanan Sun Tiong-lo. Tampaknya hwesio itu sudah dibuat naik darah oleh kejadian tersebut. Sun Tiong lo masih saja berdiri tenang di tempat semula, injaaaii peluru baja itu sudah tiba di depan mata. "Traaak !" Kembali peluru itu di sumpitnya seperti semula dan juga dia berhasil dijepitnya dengan sumpit. Suara sorak sorai semakin gegap gempita lagi, membuat dunia seakan akan hendak meledak saja. Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo