Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 16


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 16


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   "Kau hendak menggertak aku?"   Kembali Kwik Seng tiong tertawa.   "Dikolong langit tak ada orang yang bisa me maksa kau untuk melakukan apa-apa, hal ini sama pula dengan tiada orang diduma ini yang bisa memaksa aku Kwik seng tiong untuk melakukan sesuatu?"   Jawaban ini mengandung dua arti yang berbeda, jawabannya selain tegas juga tidak merendahkan derajat sendiri. Yan San poo semakin naik darah, rambut nya yang beruban pada berdiri semua bagaikan landak. Dengan kening berkerut ia berseru.   "Aku tahu, kau dan Sun Pek gi adalah sahabat karib, teman sejawat, oleh karena itu setelah terjadi peristiwa tempo dulu, kau datang mencariku untuk membicarakan hal ini"   "Yan Sian poo, sampai kini aku orang she Kwik toh memegang janji ...   "   Tukas Kwik Seng-tiong.   "Kau telah melindungi anak jandanya keluarga Sun, begitu masih mengatakan memegang janji ?"   Kata Yan Sian poo dengan suara dalam. Kwik Seng tiong segera tertawa.   "Pertama, sewaktu kuterima bocah tersebut sama sekali tidak kuketahui kau dia adalah keturunan dari saudara Pek gi, kedua hal inipun tidak termasuk dalam janji kita dulu."   "Hmm kau mengatakan hal ini tidak termasuk dalam kita dulu?"   Dengus Yan Sian-po amat gusar.   "lm tay poo, terlepas dari tindakan saudara Pek-gi yang telah meninggalkan puterimu hanya karena persoalan pribadi atau juga dia mempunyai kesulitan lain, sekarang saudara Pek gi suami istri telah tewas secara mengenaskan ditangan putrimu . ..   "   "Ah"   Kwik wangwee menganggap perbuatan kami itu kelewat keji?"   Tukas sinenek. Kwik Seng tiong segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Soal kejam atau tidak bukan urusanku, apa lagi dalam janji kita dulu dikarakan berhubung kesalahan berada di pihak Pek gi, maka aku orang she Kwik tak akan mencampuri urusan nya lagi, maka..."   "Kwik wangwae"   Kembali Yan siau poo menukas.   "duabelas tahun berselang, aku beserta putriku berkunjung ke keluarga "Sun"   Dengan menggunakan peraturan dunia persilatan jadi tegasnya Sun Pek gi suami istri mati dikarena kan kepandaian saatnya tak mampu menandingi kepandaian kami ini, memang bukan kami berniat membunuhnya!"   "Yaa, mumpung tak ada saksi mata yang melihatnya !"   Sindir Kwik Seng tiong dingin. Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.   "justru karena tiada orang yang bisa membuktikan suatu intrik keji. maka itu aku orang she Kwik terpaksa mengambil keputusan buat tidak mencampurinya!"   Yan Sian poo segera tertawa dingin.   "Hee ..heee ... pada waktu itu aku sama sekali tidak menyangka kalau Cui Thong mempunyai keberanian sebesar ini dengan melarikan bocah keparat itu, akupun lebin lebih tak menduga kalau Ku Gwat cong si tua bangka itu akan turut mencampurinya pula."   "Yaa, kejadian ini memang di luar dugaan."   Sambung Kwik seng tiong sambil menghembuskan napas panjang-panjang.   "He... heee... yang lebih diluar dugaan ku adalah kau Kwik wangwee, bukan saja kau telah memelihara menghidupkan si anak jadah dari keluarga Sun itu, mewariskan pula kepandaian silat yang hebat kepadanya !"   Dengan wajah serius Kwik Seng tiong segera berkata.   "Ketika dia mencampuri urusan di ibukota dulu, aku sama sekali tidak mewariskan kepandaian apa-apa kepadanya, percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri."   "0oooh....kalau begitu, sekarang kau telah mewariskan kepandaian silat kepadanya ?"   "Benar"   Kwik Seng tiong manggut-manggut "tapi hal itupun boleh dibilang merupakan jodohnya !"   "Jodohnya!"   Yan Sian poo kelihatan terkesiap setelah mendengar ucapan itu "apa maksud ucapanmu itu ?"   "Secara tidak sengaja dia telah menemukan se   Jilid kitab peninggalannya dari Tiong ke..nenek moyaag keluarga kami dari tiga generasi berselang, karena itu sekarang dia telah memiliki kepandaian silat yang hebat."   Mendengar perkataan itu, paras muka Im Tay poo dan Yan Tan hong (menurut Bau ji ibu dan neneknya telah mati dibunuh orang ) berubah hebat.   "Sungguh?"   Serunya hampir berbareng.   "Selamanya aku orang she Kwik tak pernah berbohong!"   Jawab Kwik Seng tiong tak senang. Yan Sian poo berpikir sebentar lalu berkata.   "Padahal hal ini pun tidak terhitung suatu peristiwa yang luar biasa, aku sudah memperoleh kitab pusaka itu puluhan tahun berselang, aku tidak percaya kalau kesempurnaan tenaga dalamku bisa kalah darinya!"   Kwik Seng tiong hanya tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.... Keadaan ini semakin mencurigakan Im Tay poo dengan nada menyelidiki ia lalu bertanya.   "Kwik wangwee.. bolehkah aku bertanya, apakah yang kau tertawakan?"   "Boleh saja, leleluhurku Tiong keng mempunyai seorang sahabat karib, dia adalah leluhur dari Ku Kwat cong, sewaktu mengasingkan diri bersama. ."   "Apakah kitab pusaka itu terbagi menjadi yang lengkap dan yang tidak lengkap?"   Tiba tiba Yan sian poa menukas.   "Lengkap atau tidak aku orang she Kwik tidak tahu,"   Jawab Kwik Seng liong sambil tertawa.   "tetapi aku tahu cara kerja Tiong keng amat istimewa dan lain dari pada yang lain, oleh sebab itu aku orang she Kwik percaya apa yang di peroleh Im dan hok dua orang sudah pasti tak sama."   Tergerak juga hati Yan sian poo setelah mendengar perkataan itu, tiba tiba dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanya.   "Sekarang bocah itu berada di mana?"   Kwik Seng tiong segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Dulu kita pernah berjanji, aku orang she Kwik tak akan membantu saudara Pek gi suami isrri, juga tidak akan membantu Yan sian poo kalian, oleh karena itu aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu!"   Tiba tiba Yan Tan hong menyela.   "Tolong tanya.,., sekitar masalah keluarga Yan dan keluarga Sun, apakah Wan gwee yang hendak mencampurinya atau tidak?"   Mencorong sinar tajam dari balik matanya Kwik Seng tiong, ujarnya tegas-tegas.   "Hal ini hanya bisa ditentukan oleh cara kerja kalian termasuk kejam atau tidak, dan menurut pendapatku, dimana bisa mengampuni jiwa orang lebih baik ampunilah, soal dendam kesumat inipun sudah seharusnya segera mengakhiri sampai disini!"   "Kwik Wangwee, suatu hari bila Sun Tiong-lo tahu kalau orang tuanya tewas di tanganku, beranikah kau menjamin bahwa dia tidak akan mencari kami berdua untuk membuat perhitungan?"   Kwik Seng tiong segera tertawa ter-bahak.   "Haaahh,., haaahh... seperti apa yang kuucapkan kepada ibumu tempo hari, aku dapat menjamin kalau dia tak akan mencari balas kepadamu, tapi tak dapat menjamin kalau dia tak akan mencari untuk beradu kepandaian."   Im Tay poo segera mendengus.   "Hmm...! Ucapan-wangwee ini sama halnya dengan memberitahukan kepada kami berdua bahwa suatu ketika, Sun Tiong lo pun akan mempergunakan cara yang sama seperti apa yang kulakukan terhadap keluarga Sun untuk menghadapi kami berdua?"   Kwik Seng ting segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Kejadian yang akan datang sukar dibicara kan, maaf kalau aku tak bisa menduganya mulai sekarang"   "Kini aku ingin bertanya lagi kepada Wangwee, sejak kini wangwee tak akan mencampuri urusan kami keluarga Yan ataukah tetap akan membantu anak jadah dari keluarga Sun itu?"   "Aku tetap akan mempertahankan persahabatan tiga generasi antara kami dengan kalian."   Mendengar janji tersebut, Yan Sian poo dan anaknya menjadi lega, tapi merekapun semakin bernafsu untuk mengetahui keadaan dari Sun Tiong lo ....Sementara itu Kwik Seng tiong telan memandang sekejap Yan Sian poo berdua, kemudian tanyanya lagi.   "Yan Sian-poo, apakah kau masih ada urusan yang lain lagi ?"   "Aaah, tidak ada lagi, aku tak berani mengganggu Kwik wangwee lagi."   Sahut si nenek sambil memperlihatkan senyumannya yang dipaksakan. Kwik Seng tiong segera tersenyum, seakan-akan tak pernah terjadi apa apa dia berkata.   "Kalau begitu aku orang she Kwik akan pulang dulu, harap mulai sekarang kau jangan mengusik ketenanganku lagi !"   Yan Sian poo merasa amat mendendam, namun rasa dendam tersebut hanya bisa disimpan dalam hatinya saja.   Dengan langkah lebar Kwik Seng Tiong segera beranjak pergi, namun baru tiga langkah dia telah berhenti lagi, kemudian sambil membalikkan badan ujarnya kepada dua orang lelaki berbaju emas itu.   "Persoalan antara keluarga Yan dan keluarga Sun tiada sangkut pautnya dengan kalian, walaupun kalian berdua hanya bekerja menurut perintah, namun cara nya bertindak harap sedikit tahu diri, kalau tidak, jangan salahkan bila ada pembalasan buat kalian !"   Ang Beng liang maupun Tan Tiang hoa sama sekali tidak mengetahui tentang kelihayan "Tiong-keng", akan tetapi, tatkala dilihatnya kedua orang majikannya menunjukkan perasaan jeri, maka merekapun tak berani banyak berbicara lagi.   Terdengar Kwik Seng tiong berkata lagi sambil menatap tajam wajah kedua orang itu.   "Selain itu, bila kalian berani membocorkan kejadian pada hari ini ke tempat luaran sehingga kudengar akan hal ini, jangan salahkan kalau aku bertindak keji dengan menjatuhi hukuman berat kepada kalian berdua !"   Berbicara sampai disitu, dia membalikan badan dan berlalu dengan langkah lebar.   Tan Tiang hoa berkerut kening, dia hanya mengawasi bayangan punggung Kwik Seng tiong yang berlalu tinpa mengucapkan sepatah kata pun.   Dan sebaliknya Ang Beng liang segera men dengus dingin, bisiknya.   "Suatu hari, lohu pasti akan mengusikmu !."   Baru selesai dia bergumam, mendadak Yan Sian poo telah menampar wajahnya keras-keras sambil membentak.   "Kau memang ingin mampus ? Berani mengucapkan kata-kata seperti itu lagi, segera ku hukum kau menurut peraturan perkumpulan !"   Sebagai seorang wakil ketua, ternyata Ang Seng liang kena ditampar dengan begitu saja.   Rasa dendam yang tertanam dalam hatinya tak terlukiskan dengan kata kata, namun ia tak berani memperlihatkan secara terus terang.   Sekalipun kena ditampar keras, akan tetapi sikapnya masih amat menaruh hormat, keadaannya benar benar cukup mengenaskan.   Sementara itu Yan Sian poo telah berkata.   "Aku duga Sun Tiong lo pasti berada disekitar tempat ini, tapi dengan kehadiran Kwik Seng tiong disini, lebih baik kita tinggalkan kota Tong ciu untuk sementara waktu, segera turunkan perintah agar menjaga ketat semua jalan penting disekeliling Tong ciu!"   Dengan hormat Tan Tiang hoa mengiakan, kemudian setelah memberi hormat kepada Yan Sian poo berdua, ia berlalu dari situ: Pada saat itulah Yan Tan hong baru berpaling kearah Ang Seng liang seraya berseru.   "Menurut laporan rahasia dari pasukan baju hitam, mereka telah menemukan jejaknya Ku Gwat oong disuatu tempat sepuluh li dari kota Tong ciu, kau harus mengikutinya dengan ketat, besok malam paling lambat, laporan yang setepatnya harus sudah diserahkan kepadaku!"   Ang Beng liang pun mengiakan dengan hormat, kemudian berlalu dari tempat itu.   Yan Sian po sendiri berdiri dengan kening berkerut, dia mendongakkan kepalanya memandang angkasa, seakan-akan ada sesuatu yang sedang dia pikirkan.   Yan Tan hong memutar sepasang biji mata-nya, kemudian berbisik lirih.   "Toa nio, aku telah menemukan suatu akal bagus !"   Yan Sian poo melirik sekejap ke arahnya, kemudian berkata.   "Ooh ... apakah mengenai persoalan itu?"   Dengan merendahkan suaranya Yan Tan hong berbisik.   "Toa-nio, menurut pendapatmu, seandainya suatu ketika kita benar-benar berhasil menangkap si anak jadah dari keluarga Sun, mungkinkah Kwik Seng tioig tak akan mencampuri urusan ini seperti apa yang dia katakan sendiri tadi ?"   Yan Sian poa mendengus dingin, sahutnya.   "Ketika Sun Pak gi menikah dulu, dialah mak comblangnya, masa dia tak akan mencampurinya?"   Yan Tan hong manggut-manggut, katanya.   "Seandainya benar-benar demikian, kita harus mencari suatu akal agar dia tak berdaya untuk mencampuri persoalan ini."   "Aaai, aku rasa hai ini sulit untuk dibicarakan !"   Kata Yan Sian poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.   Tiba-tiba dari balik matanya Yan Tan hong memancar keluar sorot mata yang aneh sekali, hanya saja mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.   Yan Sian poo seperti merasa agak tercengang dan diluar dugaan, dipandangnya perempuan itu sekejap, lalu katanya.   "Tadi kau mengatakan telah menemukan suatu akal bagus?"   Yan Tan hong segera tersenyum, katanya sambil menggeleng .   "Setelah kupikirkan kembali siaumoay rasa cara ini terlalu kekanakkanakan, maka.."   Yan Sian poo segera menghela napas panjang, tukasnya kemudian .   "Kalau begitu mari kita rundingkan kembali, nah, sekarang kita harus pergi."   Maka kedua orang itupun mengajak dua orang dayangnya berlalu dari sana.   - ooo0dw0ooo- BULAN enam tanggal lima, tengah hari itu didepan tengah lapang kuil Kwan ya bio telah berjejer meja yang berderet-deret, disana para pedagang kecil beradu nasib.   Dimana ada keramaian disitulah pengemis bermunculan demikian pula keadaan di sana.   Kini, apa delapan sembilan belas orang pengemis sedang duduk- duduk dibawah undak-undakan batu sebelah kanan, mereka duduk berkerumun sambil bermain catur Ngo iong ki, setiap orang tampak bersemangat segar.   Oleh karena itu tak ada orang yang sedang untuk memperhatikan mereka.   Tak lama kemudian, pengemis-pengemis itu mulai menyebarkan diri kesana kemari mencari sedekah, tapi semuanya bergerak beraturan.   Mendekati malam, dari kota Tong ciu sebelah timur muncul empat orang pengemis yang berjalan cepat dengan kepala tertunduk, mereka membawa tongkat bambu ditangan kiri dan sebuah bambu pendek dipinggangnya.   Sedangkan ditangan kanan mereka masing-masing membawa sebuah mangkuk besar.   Pada saat yang bersamaan, dari arah barat pun muncul lagi empat orang pengemis dengan dandanan yang sama dengan dandanan pengemis disebelah timur, mereka bersama-sama memasuk ke kota Tiong ciu.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Rumah makan Kuay heng lo merupakan rumah makan termashur dikota Tong ciu, disebelah kanan ruang loteng dekat jendela tampak ada tujuh orang sedang berbincang-bincang sambil minum arak.   Tiba-tiba dari anak tangga muncul seorang-lelaki berbaju hitam, ia tidak membawa senjata, setibanya diatas loteng diapun menggabungkan diri dengan orang tersebut.   Ia menghampiri sisi sikakek berbaju emas yang duduk dikursi utama, lalu bisiknya dengan lirih.   "Telah terjadi suatu peristiwa aneh !"   "Bagaimana anehnya sehingga membuat kau tergesa-gesa?"   Tegur orang berbaju emas itu dengan kening berkerut.   "Barusan aku mendapat laporan yang mengabarkan ada enam belas orang pengemis masuk ke kota Tong kiu dari empat penjuru."   Belum habis dia berkata, orang berbaju emas itu telah mendengus dingin.   "Kalau hanya kejadian seperti itu saja, apa yang membuatmu terburu nafsu macam di kejar setan?"   "Sebab pengemis-pengemis itu ada hubungannya dengan Ku Gwat cong !"   Jawab lelaki itu cepat. Keterangan ini segera membuat paras muka orang berbaju emas itu berubah hebat, sambil menuding sebuah bangku kecil disampingnya dia berkata.   "Duduklah disini dan berilah keterangan selengkapnya !"   Setelah duduk, lelaki berbaju hitam itu baru berkata.   "Dandannan dari keenam belas orang pengemis ini persis dengan dandanan Ku Gwat cong."   Orang berbaju emas itu berseru tertahan, kemudian setelah termenung dan berpikir sebentar ia berkata lagi.   "Dandanan mungkin saja sama, apakah tampangnya juga sama semua?"   "Betul, yang aneh justeru tampang merekapun sama, lagipula hamba sekalian belum pernah bersua dengan Ku Gwat cong pribadi,apa yang kami perhatikan hanyalah keterangan sesuai dengan apa yang diterangkan kepada kami, oleh sebab itu...."   Tidak menanti lelaki berbaju hitam itu menyelesaikan kata katanya, orang berbaju emas itu telah menukas dengan cepat.   "Apakah kau sudah pergi ke penginapan Gwat ley untuk melaporkan kejadian ini kepada toa nio dan pangcu ?"   Lelaki berbaju hitam itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Hamba telah mendapat perintah agar tidak langsung mengunjungi tempat tinggal toa nio dan pangcu !"   Orang berbaju emas itu manggut-manggut dan tidak berbicara lagi, dia menundukkan kepalanya kemudian termenung. Sesaat kemudian, sekulum senyuman baru menghiasi bibir orang berbaju emas itu, katanya .   "Bagus sekali, walaupun Ku Gwat-cong licik, kali ini justeru karena pura-pura akan menjadi sungguhan, maksudnya akan menghindari kami, tapi dengan terjadinya peristiwa ini makin membuktikan kalau dia telah datang ke kota Tong ciu !"   Mendengar perkataan itu, lelaki lainnya yang berada disekeliling tempat itu mengangguk berulang kali. Kembali orang berbaju emas itu melirik sekejap kearah lelaki berbaju hitam itu kemudian ujarnya.   "Aku segera kembali dan perintahkan agar mereka tak usah bersembunyi diempat penjuru lagi, suruh mereka menyebarkan diri dalam penginapan besar maupun kecil dikota Tong ciu dan awasi keenam belas orang pengemis itu secara ketat !"   Lelaki berbaju hitam itu mengiakan dan segera berlalu. Saat itulah orang berbaju emas itu baru berkata kepada keenam belas orang yang duduk disekeliiing tempat itu.   "Kalian cepat bersantap, selesai bersantap segera mencari aku dimuka kuil Kwan ya bio!"   Selesai berkata dia lantas beranjak dan turun dari loteng.   Bulan enam tanggal enam, hari ini adalah saat panitia penderma membagikan derma berupa uang dan pakaian untuk fakir miskin.   Hari ini Kwik Wangwee tidak menampakkan diri, konon dia sedang tidak enak badan.   Akan tetapi pada hari ini di kota Tong ciu justeru telah bermunculan orang-orang dari desa lain yang berpesiar kesana, hanya saja mereka tak pernah meninggalkan sekeliling kuil Kwan ya bio tersebut.   Seorang kakek berjubah abu-abu berjalan kian kemari sambil bergendong tangan, gerak geriknya amat santai, seperti orang yang sedang mencari angin.   Mendadak seorang pengemis muda berjalan mendekat dan menghampiri kedepan kakek itu.   Ketika kakek itu berpaling, pengemis itupun berkata sambil tertawa.   "Loya cu, berilah sedekah beberapa tahil perak buat aku yang miskin ini."   Pengemis minta uang merupakan suatu kejadian yang lumrah, tapi begitu membuka suara meminta setahil perak adalah suatu hal yang jarang ditemukan, maka kakek ini segera tertawa terkekeh- kekeh.   Pengemis itu maju setengah langkah lagi ke depan, lalu berkata dengan suara lirih.   "Loya cu, tentunya kau kenal dengan seorang yang bernama Lu Si toh bukan ?"   Mendengar ucapan ini, kakek nampak agak tertegun, tapi kemudian ujarnya dengan suara dalam.   "Ya, aku kenal dengannya, ada urusan apa?" - ooo0dw0ooo- Bab Ke Dua Puluh Tiga Pengemis muda itu tertawa, lalu katanya.   "Kalau begitu tak bakal salah lagi, bukankah loya cu berasal dari marga Ang?"   Kakek itu memang tak lain adalah Ang Beng liang, dia mendapat perintah untuk melepaskan jubah emasnya dan berganti mengenakan pakaian berwarna abu abu.   Ternyata pengemis muda itu dapat menyebutkan nama marganya, mau tak mau kejadian ini membuatnya amat terkejut bercampur keheranan, sekali lagi dia amati pengemis tersebut dengan seksama, kemudian katanya dengan suara dingin.   "Anggap saja benar, ada urusan apa ?"   Paras muka pengemis muda itu berubah jadi amat serius, katanya lebih jauh.   "Lu Si toh, Lu toaya menitahkan kepadaku untuk mencari keterangan tentang seorang pengemis tua she Ku, dan kini sudah ada kabar, beritanya cuma Luya berjanji akan memberi hadiah setail perak kepadaku."   Tidak menunggu pengemis itu menyelesaikan kata-katanya, Ang Beng liang telah merogoh sakunya dan mengambil sekeping uang perak, setelah diserahkan kepada pengemis tersebut, ia baru celingukan kesana kemari, lalu bisik nya.   "lkutilah aku !"   Namun pengemis muda itu segera menggelengkan kepalanya berulangkali katanya.   "Ang ya, kau keliru, kaulah yang mesti mengikuti aku, sebab kalau terlambat lagi orang she Ku itu sudah pasti akan pergi !"   Ang Beng -liang termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata.   "Baik, kau pergilah dahulu, aku segera mengikuti"   Pengemis muda itu manggut-manggut, ia lantas membalikkan badannya dan berjalan menuju ke jalan sebelah timur.   Pada saat itulah Ang Beng liang memandang sekejap kearah tiga orang yang berada tak jauh dari sana, kemudian manggut-manggut tanda ketiga orang itu harus mengikuti pengemis muda tersebut secara diam-diam, kemudian ia memberi tanda lagi kearah lain, dua orang lelaki segera menghampirinya..   Dengan suara lirih Ang Beng liang berbisik kepada kedua orang lelaki itu.   "Perhatikan tempat ini baik baik, bila ada persoalan, segera laporkan kepada Tan cong-koan!"   Dua orang lelaki itu mengiakan, kemudian sambil membalikkan badan mereka menyebarkan diri.   Saat itulah Ang Beng liang baru menyusul pengemis muda itu menuju kejalan raya timur.   Waktu itu, pengemis muda tersebut sedang membelok ke sebelah kiri jalan, menggunakan kesempatan itu Ang beng liang segera memberi tanda rahasia, dua diantara tiga orang yang menguntit dibelakang pengemis muda tadi segera memasuki gang itu dengan langkah cepat.   Mulut keluar dari lorong sempit itu kebetulan membentang kejalan raya sebelah selatan yang terletak disamping kiri jalan raya timur, ketika dua orang itu melihat dalam lorong tak ada orangnya, dalam beberapa kali lompatan saja mereka telah tiba dimulut lorong tersebut.   Mereka saling mengangguk pelan, kemudian dengan langkah yang amat pelan berjalan keluar dari gang tersebut.   Kebetulan sekali, pengemis muda itu masih belum mencapai persimpangan antara gang sempit itu dengan jalan raya, maka mereka berdua pun berjalan didepan pengemis muda itu dan berbincang bincang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun.   Pengemis muda itupun seolah-olah tidak menemukan kehadiran mereka, dia masih berjalan terus kedepan dengan langkah yang lambat.   Setelah melewati sebuah jalanan kecil, pengemis itu kembali berbelok kesebelah kanan.   Ang beng liang segera berkerut kening, sambil mempercepat langkahnya menghampiri pengemis muda itu segera tegurnya.   "Hei, kau hendak mengajakku kemana?"   "Eeh, .. bukankah kau hendak mencari pengemis tua she Ku itu?"   Jawab pengemis muda itu tertahan.   "Yaaa, benar. Cuma kau..."   Pengemis muda itu segera menuding ke arah sebuah rumah berpagar bambu disebelah selatan jalan sambil menukas.   "Sudah sampai, pengemis tua itu tinggal di dalam rumah itu!"   Ang beng liang segera memutar biji mata-nya, kemudian bertanya.   "Aku ingin menanyakan tentang satu hal lagi, kecuali pengemis tua she Ku itu, dalam ruangan tersebut masih ada siapa lagi?"   Tanpa berpikir lagi pengemis muda itu menjawab.   "Masih ada dua orang pengemis cilik, soal-usianya ..hampir sebaya dengan diriku."   Mendengar keterangan tersebut Ang beng liang menjadi amat girang, buru-buru tanyanya lagi dengan gelisah.   "Apakah di-antaranya terdapat pula seorang bocah yang perawakannya tidak begitu tinggi dan bermata besar?"   "Bocah?"   Pengemis muda itu mengerdipkan matanya berulang kali.   "aku tidak melihat ada bocah di situ?"   Buru-buru Ang beng liang meralat ucapannya, kembali dia berseru.   "Kalau dibilang bocah, sesungguhnya dia telah berumur tujuh atau delapan belas tahunan, cuma orangnya rada lebih pendek daripada bocah sebaya dengan usianya, ia memang mempunyai sepasang mata yang besar, pakaiannya sederhana tapi bersih!"   "Tidak ada"   Pengemis muda itu segera menggeleng.   "paling tidak, aku tidak melihat bocah seperti ini"   Ang Beng liang manggut-manggut, kepada pengemis muda itu katanya sambil tertawa.   "Apakah kau telah masuk kedalam sana?"   Dengan cepat pengemis muda itu menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Belum, aku belum pernah masuk kedalam sana, masa aku berani secara sembarangan memasuki rumah orang?"   "Asal pengemis tua she Ku itu tinggal didalam, sekalipun kau masuk kedalam juga tak menjadi soal"   Kata Ang Beng liang kemudian sambil memutar biji matanya.   "Tapi... apa sebabnya?"   Ang Beng-liang segera tertawa.   "Aku adalah kenalan lama dari pengemis tua she Ku itu, maka ...."   "Kalau memang sobat lamamu, mengapa kau tidak masuk sendiri ?"   Tukas si pengemis muda itu dengan kening berkerut. Ang Beng liang memang seorang yang Iicik, tentu saja dia tak akan menjawab yang sejujurnya, sambil menggelengkan kepalanya dia menjawab pelan.   "Kau tidak tahu, dulu aku telah melalaikan suatu perbuatan yang kurang menyenangkan hatinya, gara-gara kejadian itu, bila secara tiba-tiba ia bertemu denganku, sudah pasti pengemis tua itu akan mengajakku beradu jiwa, bila kau bisa membantuku masuk lebih dulu...."   Belum habis perkataan itu diucapkan, pengemis muda itu sudah menggelengkan kepalanya sambil menukas "Hari ini di ruang Sian- tong ada pembagian uang dan pakaian, aku harus turut antri dulu."   Ang beng-liang segera tertawa terbahak-bahak, dari dalam sakunya ia mengeluarkan sekeping uang perak, kemudian katanya.   "Bagaimana kalau sekeping uang perak ini sebagai ganti pembagian dirumah Sian tong?"   Sambil tertawa pengemis muda itu segera menerima pembagian uang perak itu, lalu katanya.   "Terima kasih banyak, aku akan segera masuk ke dalam, tapi apa yang harus kuucapkan setibanya di dalam sana ?"   Nampaknya Ang Beng liang menemukan suatu cara yang baik, tanpa berpikir panjang segera sahutnya.   "Kaupun tak usah banyak berbicara, untung saja kau adalah seorang pengemis untuk minta sedekah tentunya tak ada salahnya bukan? Dan bila kau berjumpa dengan pengemis tua she Ku itu segeralah keluar dan beritahukan hal itu kepadaku."   "ltu gampang, baik akan kulaksanakan dengan segera."   Kata pengemis muda sambil tertawa. Sembari berkata, pengemis muda itu segera berjalan kedepan pagar bambu itu, dia sempat berpaling dan memandang sekejap ke arah Anri Beng liang sambil tertawa, kemudian dengan suara Iantang.   "Loya yang berada dalam rumah, adakah sisa makanan yang tak terpakai? berilah sedekah buat aku sipengemis"   Selesai berkata dia lantas mendorong pintu pagar bambu itu lebih dulu dan berjalan masuk ke dalam.   Dengan suatu gerakan yang cekatan Ang Beng liang menyelinap kesudut gang dan mengawasi pintu dibalik pagar bambu tersebut dengan pandangan seksama.   Pada mulanya dia masih menaruh perasaan curiga terhadap pengemis muda itu, tapi ketika dilihatnya pengemis muda itu sangat penurut dan segera memasuki pagar bambu rumah itu, semua kecurigaannya seketika lenyap tak berbekas.   Dalam pada itu, ke tiga orang anak buahnya telah memencarkan diri ketiga penjuru dan mengurung rumah itu rapat-rapat, belum mereka tak dapat mendekat karena hari masih terang, namun sudah tidak kuatir kalau Ku Gwat cong sampai berhasil melarikan diri.   Sebenarnya dia ingin mengutus salah seorang anak buahnya untuk pergi memberi kabar kepada pangcu, tapi diapun kuatir timbul kesalahan dibalik kesemuanya ini, setelah berpikir sebentar dan merasa kalau dia masih mampu untuk menghadapi Ku Gwat cong, maka diputuskannya untuk menanti lebih jauh.   Tak lama kemudian, pengemis muda tadi sudah menongolkan kepalanya kembali dari balik pagar pintu bambu, lalu menggape ke arah nya.   Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera munculkan diri dan memburu ke depan: Pengemis muda itu segera berbisik.   "Kemarilah kau, kebetulan sekali dalam ruangan itu tak ada orangnya..."   "Aaah, masa dia sudah pergi,"   Ang Beng liang segera berkerut kening. Pengemis muda itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil mengayunkan tangan.   "Mungkin sedang keluar rumah untuk melakukan suatu pekerjaan, diatas meja kutemukan secarik kertas, coba lihatlah !"   Seraya berkata dia lantas menyerahkan secarik kertas kepada kepada Ang Beng liang. Setelah menerima surat itu, Ang Beng liang segera memeriksanya dengan seksama, diatas kertas itu tertulislah beberapa huruf.   "Ulat arakku sedang ngamuk, aku keluar rumah mencari arak sebentar, bila sudah datang tunggulah kedatanganku !"   Dibawahnya tidak tercancum nama, tapi tertulisan sebuah mangkuk, didalam mangkuk ada araknya.   Itulah tanda rahasia dari pengemis tua Ku Gwat cong ! Ang Beng liang menjadi girang, biji mata nya segera berputar, kemudian memandang sekejap kearah pengemis muda itu, katanya dengan cepat.   "Sekarang tiada persoalan yang mesti merepotkan dirimu lagi, mungkin kau masih keburu pergi keruang Sian-tong mencari sedekah."   Tampaknya pengemis muda itu memang seorang yang cerdik, dengan cepat dia menyam bung.   "Ya, mungkin saja, kalau begitu aku pergi dulu."   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sehabis berkata dia baru berlalu dari situ, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Ang Beng liang segera memanggil datang ke tiga orang anak buahnya, lalu bisiknya.   "Salah seorang diantara kalian berangkatlah dengan segera ke rumah penginapan untuk melaporkan kejadian ini kepada Tan pangcu, katakan kalau kita telah berhasil menemukan tempat persembunyian dari Ku Gwat cong, harap pangcu segera datang kemari, makin cepat semakin baik."   "Sedang dua lainnya, satu pergi ke kuil untuk memanggil datang Tan congkoan dan segenap jago lihay yang ada untuk berkumpul disini, sedang yang lain pergi ke sekitar kota untuk mengumpulkan seluruh jago lihay yang kita persiapkan cepat!"   Ke tiga orang anak buahnya segera mengiakan dan berangkat meninggalkan tempat itu dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah pergi jauh.   Tak lama kemudian Tan Tiang hoa dengan membawa jago jagonya tiba disana lebih dulu, menyusul kemudian seorang manusia berbaju abu abu yang membawa enam orang jago lihay menyusul tiba, sedangkan pangcu yang menyebut dirinya bernama Yan Tan hong dengan mengajak dua orang dayang berbaju merahnya datang paling belakangan.   Pertama-tama Ang Beng liang menerangkan dahulu kisah penemuannya itu, kemudian menyerahkan kertas tulisan dari Ku Gwat cong itu kepada pangcunya agar diperiksa.   Dengan cepat sang ketua menitahkan anak buahnya agar menyebarkan diri dan tidak menunjukkan jejaknya secara sembarangan kemudian dia bersama dua orang dayangnya beserta Ang Beng liang, Tan Tiang-hoa dan manusia berbaju abu abu itu menyelinap ke dalam ruangan.   Menurut tulisan diatas secarik kertas yang mereka temukan Ku Gwat cong hanya keluar rumah untuk mencari arak, itu berarti tak lama kemudian pasti akan balik ke sana.   Menurut perkiraan pangcu mereka, dalam sepertanak nasi kemudian ia pasti sudah akan balik kembali, sekalipun lebih lambat juga tak akan terlalu malam.   Apalagi menurut tulisan yang ditinggalkan Ku Gwat cong, agaknya surat itu memang sengaja dititipkan buat muridnya Siau Hau cu, sekalipun Ku Gwat cong datang agak terlambat, Siau Hou cu pasti akan segera sampai disana.   Maka bersama Ang Beng liang dan Tan Tiong hoa sekalian merasa yakin kalau perjalanan mereka kali ini tak akan sia sia belaka.   Maka merekapun menanti dengan tenang, menunggu Ku Gwat cong dan muridnya masuk perangkap.   Sementara itu dibelakang dinding kuil Kwan ya bio, tampak siau liong "Sun Tiong lo", Siau Hou cu dan Ku Gwat cong sedang bergandengan tangan berjalan menuju kedalam sebuah hutan kecil tak jauh dari sana.   Setelah masuk kedalam hutan, mula pertama Ku Gwat cong yang bertanya dulu kepada Siau Hou cu.   "Bagaimana? Apakah urusannya telah beres?"   Siau Hou cu segera tertawa cekikikan, dari sakunya dia mengeluarkan dua keping uang perak sambil menyahut.   "Jangan kuatir suhu, selamanya Siau Ho cu bekerja dengan sempurna, aku yakin pada saat ini mereka pasti sudah berada dalam rumah kosong itu menunggu suhu datang kesana !"   "Lantas dari mana kau dapatkan uang ini?"   Tanya Ku Gwat cong sambil menuding uang perak ditangannya seraya tertawa. Kembali Siau Hou cu tertawa cekikikan.   "Suhu, apakah kau masih ingat dengan dua keping uang perak yang pernah kau peroleh dari Pit It kiam tempo hari? Siau Hou cu telah menirukan siasat yang sama dan menyuruh Ang Beng lian menghadiahkan uang itu kepadaku dengan rela !"   "Bagus sekali!"   Puji Ku Gwat cong sambil menepuk-nepuk bahu Siau Hou cu.   "tampaknya taktik menjebak, mengelabui menculik, menipu memeras dan meminta telah kau pelajari, sejak kini kau sudah tak usah kuatir mati kelaparan lagi, dan aku pun boleh pergi dengan perasaan lega!"   "Suhu, apa maksudmu?"   Seru Siau Hou cu tertegun.   "Siau Hou cu, sekarang sudah sampailah saat kita guru dan murid untuk saling berpisah!"   "Suhu"   Seru Siau Hou cu menjadi berdiri bodoh.   "tampaknya kau lagi-lagi sedang mencari akal guna mempermainkan siau Hou cu?"   Dengan wajah serius Ku Gwat cong menggeleng.   "Aku berbicara sejujurnya, aku akan berpisah dengan kalian!"   Katanya cepat. Sun Tiong-lo yang mendengar perkataan itu segera menarik ikat pinggang Ku Gwat-cong yang terbuat dari tali seraya berseru.   "Tidak, tidak boleh, kau tak boleh pergi, aku masih mempunyai banyak persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu!"   Ku Gwat-cong memandang sekejap ke arah nya, lalu memandang pula ke arah Siau Hau cu, setelah itu ujarnya.   "Aku mengerti, pertama tama yang ingin kau tanyakan adalah masalah asal-usulmu sendiri bukan?"   "Benar!"   Sun Tiong lo mengangguk.   "kemudian akupun ingin bertanya apa hubunganku dengan Ciu Tong, lalu ...."   Ku Gwat cong tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya sambil menuding ke arah Siau Hou cu katanya.   "Siau Hou cu, apakah kau ingin mengetahui asal usulmu?"   Siau Hou cu agak tertegun menghadapi per-tanyaaan itu, tiba tiba dia bertanya.   "Suhu, aku hanya tahu kalau aku adalah seorang anak yatim piatu, apakah aku..."   Ku Gwat-cong segera menghela nafas panjang, dari sakunya ia mengambil se   Jilid kitab yang besarnya seperti sebuah kepalan tangan dan tebalnya cuma dua hun, lalu setelah memandang sekejap wajah Siau liong, kemudian memandang wajah Siau hou, katanya.   "Asal usul kalian mempunyai sangkut paut yang sangat erat, dalam kitab kecil ini semuanya tertulis jelas, Siau liong she Sun sedang Siau hou she Sun, orang tua kalian telah mengalami suatu musibah yang amat tragis!"   Siau Hou cu segera membelalakkan sepasang matanya yang besar, senyuman binalnya dihari-hari biasa kini lenyap tak berbekas, dengan suara agak emosi serunya.   "Suhu, aku berasal dari mana, orang tuaku adalah...   "Jangan bertanya kepadaku."   Tukas Ku Gwat-cong sebelum pengemis itu menyelesaikan kata-katanya.   "bacalah sendiri isi kitab itu, tapi ingat, kalian mesti bertindak bajik dan bijaksana, terhadap orang mesti setia dan dapat di percaya, kalau bukan keadaan amat mendesak, jangan sembarangan membunuh orang!"   Selesai berkata, dia berikan kitab kecil itu kepada Siau liong dan Siau Hou cu.   "Suhu,"   Siau Hou-cu segera berseru.   "kalau toh kau mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, mengapa tidak kau beritahukan saja kepada tecu secara langsung?"   Ku Gwat cong segera menggengkan kepalanya berulang kali.   Ketika aku menerimamu dulu sesungguhnya dipaksa oleh keadaan, toh selama ini aku tak menyuruh kau berlutut didepan Cousu ya? Mulai saat ini perkumpulan kaum pengemis sudah tiada hubungannya dengan dirimu lagi."   "Gara-gara kalian berdua, aku sudah mengesampingkan urusan besarku sendiri, kini kalian sudah memperoleh hasil yang lumayan, bila ada jodoh dikemudian hari kita pasti dapat bersua lagi."   Selesai berkata, Ku Gwat-cong segera membalikkan badannya dan berlalu dari situ. Sun Tiong lo dan Siau hou cu segera berteriak sambil mengejar, tapi KL Gwat cong kembali berseru.   "Cepat tinggalkan kota Tong ciu dan laksanakan seperti apa yang tertulis dalam kitab itu, mungin saja kita akan bersua lagi dikemudian hari, kalau tidak, kalian akan merusak saja semua rencana yang telah tersusun...!"   Setelah mendengar perkataan itu, Siauw Hou cu segera menghentikan langkahnya, dia tahu sekalipun hendak disusul juga tak bakal bisa tersusul.   Padahal berbicara dari tenaga dalam yang di miliki Sun Tiong lo sekarang, seandainya dia ingin mengejar, sudah pasti Ku Gwat cong tak bakal bisa lolos, namun oleh karena Siau Hou cu menghentikan langkahnya, maka sekali pun berhasil tersusul apa pula yang bisa dia lakukan? Setelah berhenti dan menggosok-gosok mata nya, Siau Hou cu berkata kemudian.   "Siau long, kita tak usah mengejar lagi, bila suhu sudah ingin pergi, sekalipun disusul per-cuma, cuma sudah belasan tahun aku tak pernah meninggalkan dia orang tua, sekarang .. ."   Ia tak sanggup kembali melanjutkan kata-katanya, sementara air mata jatuh bercucuran dengan derasnya. Sepasang mata Sun Tiong lopun ikut berubah menjadi merah, tapi ia masih mencoba untuk menghibur Siau Hou cu.   "Jangan bersedih hati engkoh Siau hou, mari kita mencari suatu tempat lebih dulu untuk memeriksa isi kitab kecil ini kemudian baru menentukan langkah selanjutnya!"   Siau Hou cu manggut manggut.   "Apa yang dikatakan suhu sebelum berangkat tadi memang tepat sekali, yang penting sekarang adalah cepat-cepat meninggalkan tempat berbahaya ini!"   Sun Tiong lo mengiakan.   "Engkoh Siau hou, aku cuma pernah keluar rumah satu kali, mulai sekarang . .."   "Siau liong, kau tak usah kuatir."   Tukas Siau Hou-cu cepat.   "mau ke utara, selatan, timur atau barat, semua tempat kukenal dengan jelas, ikuti saja diriku,"   Sekarang mari kita berangkat dulu ke Ci-tian !"   Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan ke depan.   - ooo0dw0ooo- Malam itu, mereka berdua berbaring diatas rumput di suatu tempat yang sepi diluar kota, siapapun tidak berbicara.   Bintang bertaburan diangkasa, lampu menyinari permukaan jagad, hanya mereka berdua yang mempunyai persoalan yang mengganjal hati sehingga membuat pikiran menjadi kusut, banyak masalah yang memenuhi benaknya, namun tak sepotongpun yang sanggup di utarakan keluar.   Dan sampai setengah harian kemudian, siau Hou-cu baru berbicara lebih dahulu.   "Siau liong, kau belum tidur ?"   Sun Tiong lo hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab. Siau Hou cu segera menghela napas panjang kembali ujarnya.   "Akupun tak dapat tidur, Siau liong, bagaimana kalau kita membuat api unggun dan memeriksa isi kitab kecil itu?"   "BetuI."   Teriak Sun Tiong lo sambil melompat bangun.   "siang tadi kita hanya ribut melakukan perjalanan, sampai-sampai persoalan inipun terlupakan."   Sambungnya kembali.   Dan sambil berkata dia mulai mengumpulkan ranting-ranting kering dan menimbunnya menjadi satu, siau Hou cu membantu pula, dalam waktu singkat sejumlah ranting kering sudah terkumpulkan dan cukup untuk dipakai setengah harian.   Dari sakunya Siau Houcu mengeluarkan alat pembuat api, tatkala api unggun sudah terbuat, Sun Tiong lo baru mengeluarkan kitab kecil itu dan diserahkan kepada Siau Houcu sambil berkata.   "Engkoh Siauhou kau bacalah lebih dulu."   Siau Hou cu segera menggeleng.   "Mari kita membaca bersama-sama, sehingga kalau menemukan hal hal yang tak jelas bisa dirundingkan!" - ooo0dw0ooo-   Jilid 19 MEREKA berdua pun segera duduk di tepi api unggun sambil membuka kitab kecil itu, tapi apa yang kemudian terbaca membuat kedua orang itu menjadi tertegun. Kiranya pada halaman yang pertama hanya terlukis beberapa patah kata saja.   "Untuk menyelidiki asal usul, datang dulu ke Bukit Pemakan Manusia!"   Siau Hou cu dan Sun Tiong lo saling berpandangan sekejap, kemudian mereka membalik halaman yang kedua, disitu hanya tertulis berapa huruf saja.   "Kemudian seberangi sungai Ang sui hoo (Sungai air merah)!"   Halaman berikutnya pun tidak dijumpai kata kata yang terlalu banyak, disana tertuliskan "Datang ke perkampungan Mo keh ceng (perkampungan keluarga Mo) dibawah kaki bukit wu san dan cari Mo kiau jiu!"   Maka satu halaman demi satu halaman mereka buka ternyata sepuluh dari sebelas halaman yang terdapat dalam kitab kecil itu berisikan tempat tempat yang harus mereka datanginya.   Sampai pada halaman yang kesepuluh, disitu baru tercantum tiga huruf saja yakni.   "Si hun loo (Loteng penemu sukma)!"   Pada halaman yang ke sebelas atau halaman terakhir, disitu tercantum kata yang jauh lebih banyak, anrara lain berbunyi demikian.   "Sekarang kalian sudah mengetahui asal usul sendiri, dendamkah, penasarankah, membalaskah atau tidak, semuanya terserah kepada kalian sendiri, orang lain tak dapat menentukannya bagi kalian!"   Selesai, isi kitab itu benar-benar selesai begitu saja tanpa tercantum keterangan lain.   Siau Hou cu berdua menjadi termangu, mereka benar-benar dibuat menangis tak bisa tertawa pun tak dapat selesai membaca isi kitab tersebut.   Kitab aneh memang banyak dijumpai dikolong langit, tapi rasanya seaneh-anehnya kitab itu tak akan menangkan keanehan dari kitab kecil peninggalan dari Ku Gwat cong ini, tiada ujungnyapun tiada pangkalnya, sekalipun telah dibaca hasilnya tetap seperti tak pernah terbaca.   Didalam kitab itu bukan saja tiada petunjuk pun tidak pernah tercantum dimanakah letak ke sepuluh tempat yang harus mereka datangi itu, lebih lagi tidak tercantum kata kata yang menyangkut asal usul mereka, bayangkan saja aneh tidak kitab semacam itu.   Yang lebih aneh lagi adalah kalimat pada halaman yang terakhir, disana tercantum kata-kata yang berbunyi begini.   "Sekarang kalian telah mengetahui asal usul kalian sendiri !"   Hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon yang amat besar, suatu lelucon yang amat mendongkolkan hati. Lewat setengah harian kemudian, Sun Tiong lo seperti menyadari akan sesuatu, serunya.   "Engkoh Siau hou, menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan sekarang?"   Siau houcu tertawa getir dan menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Apa daya? Kitab dari suhu ini pada hakekatnya jauh lebih sukar dimengerti dari pada Kitab dari langit !"   Sun Tiong lo memutar matanya lalu berkata.   "Aku mah berhasil menemukan sedikit titik terang, mungkin kesepuluh tempat yang dimaksudkan mempunyai hubungan yang erat dengan asal usul kita, dan lagi harus dilewati semua lebih dulu kemudian baru...."   Belum habis perkataan itu diutarakan, Siau Hou cu sudah melompat bangun sambil menukas.   "Saudaraku, tepat sekali dugaanmu itu, hayo berangkat, kita segera datangi Bukit Pemakan marusia!"   "Tunggu dulu engkoh Siau hou"   Seru Sun Tiong lo sambil menarik tangan saudaranya "Tahukah kau Bukit Pemakan manusia dimana?"   Siau hou cu berdiri bodoh, dia menggelengkan kepalanya berulang kali, sampai lama kemudian baru sahutnya! "Aku tidak tahu. aaai... suhu memang sangat aneh, mengapa dia tidak menerangkan hal ini sampai jelas..."   Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Sun Tiong lo berbisik dengan suara lirih.   "Engkoh Siau hout cepat padamkan api unggun, ada orang datang."   Sambil berkata Sun Tiong lo segera mengambil setumpukan rumput basah dan menutupi api unggun itu.   Siau Hou-cu berkerut kening, dia menyimpan dulu kitab kecil itu, kemudian baru memadamkan api unggun tersebut dengan rumput dan tanah, dengan waktu singkat api telah padam tinggal asap putih saja yang masih mengepul di angkasa.   Sambil menuding semak belukar sepuluh ka ki didepan sana, Sun Tiong-lo kembali berseru.   "Engkoh Siau-hou, mari kita bersembunyi ke sana, coba lihat siapa saja yang datang !"   "Mengapa tidak bersembunyi didalam hutan saja ?"   Tanya Siau Hou-cu sambil menuding sebuah hutan tak jauh dari sana. Sun Tiong lo segera menggelengkan-kepalanya berulang kali, sahutnya dengan lirih.   "Hutan bukan suatu tempat persembunyian yang baik, kita saja bisa berpikir kesitu, apakah orang lain tak bisa berpikir pula kesana?"   Dan seraya berkata ia sudah berlarian lebih dulu menuju ke arah semak belukar yang di maksudkan.   Terpaksa Siau Houcu harus mengikuti dibelakangnya.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Walaupun mereka telah menyembunyikan diri, ternyata tiada orang yang muncul disitu, tanpa terasa Siau Houcu lantas bertanya dengan suara lirih.   "Siau liong, kau benar benar telah mendengar sesuatu ?"   "Eeeh, apakah engkoh Siau hou tidak mendengar apa apa ?"   Sun Tiong lo balik bertanya.   Siau Hou cu tidak menjawab, tapi dia tahu bahwa ia pribadi tidak mendengar gerakan apa apa.   Tapi setelah lewat beberapa saat kemudian tampaklah lima sosok bayangan melayang turun ditepi api unggun dengan kecepatan luar biasa, Tergerak hatinya menyaksikan kejadian ini tanpa terasa dia berpaling dan memandang sekejap kearah Siau liong.   Dalam pada itu, salah seorang diantara kelima sosok bayangan manusia itu telah menyepak-nyepak bekas api unggun itu dengan kaki nya, terhembus oleh angin, api unggun yang masih mengeluarkan asap putih itu segera muncul kembali kobaran api.   Orang itu segera mendengus dingin, kepada salah seorang diantara keempat orang tersebut.   "Sorot mata pangcu memang amat tajam benar, disini memang ada orang, lagi pula pergi belum lama!"   Mendengar suara itu, Siau Hou cu menjadi ketakutan setengah mati karena tak lain orang itu adalah Ang Beng liang.   Tak bisa disangka lagi, sang ketua yang mempunyai tenaga dalam jauh lebih dahsyat dari Ang Beng liang pun telah datang.   Benar juga, begitu Ang Beng liang selesai berkata, Yan pangcu segera menyahut.   "Coba kau periksa lagi dengan seksama, berapa orangkah yang pernah berada disini?"   Ang Beng liang segera berjongkok dan meneliti berapa saat lamanya, kemudian menjawab.   "Hujin, aneh sekali kejadian ini, disini cuma ada bekas kaki dua orang!"   "Mungkin Ku Gwat cong dan muridnya?"   Sela Tan Tiang hoa dari samping tiba tiba.   "Tan Cong koan"   Kata Ang Beng liang kemudian.   "tentunya kau masih ingat, semalam Kim ih hui siu (kakek terbang berbaju emas) mengirim kabar yang memberitahukan kalau Ku Gwat cong telah keluar perbatasan seorang diri, mana mungkin dia bisa muncul kembali disini?"   Tan tiang hoa sedikitpun tak sungkan-sungkan, sambil tertawa dingin ia menjawab.   "Hal ini bukan disebabkan aku telah lupa dengan berita yang dikirim si kakek terbang, adalah karena persoalan yang dilakukan Hu-pangcu kemarin membuat aku mendapat pengalaman baru !"   Kontan saja Ang Beng liang terbungkam oleh perkataan itu, namun diapun merasa mendongkol sekali.   Sekalipun demikian dia tak sanggup membantah barang sepatah katapun juga.   Siau Hou cu benar-benar telah menipunya habis-habisan, bukan cuma kehilangan dua keping uang perak, bahkan justeru lantaran dia menghimpun semua kekuatannya ke suatu tempat, hal ini membuat Ku Gwat cong dan muridnya berhasil melarikan diri.   Dan sekarang Tan Tiang hoa menyindirnya dengan menggunakan persoalan itu, bagaimana mungkin ia tidak dibikin kheki bercampur mendongkol.   Setelah berpikir sebentar, dia lantas berjongkok dan melakukan pemeriksaan yang seksama, kemudian sambil mendongakkan kepala nya dia berkata lagi.   "Tempat ini memang didatangi oleh dua orang, lagi pula dua orang bocah...."   Tan Tiang hoa disebut orang sebagai Tok siu (kakek beracun), bisa diketahui bagaimanakah watak serta cara berpikir orang ini, begitu mendapat kesempatan, tentu saja ia tak akan menyia- nyiakan dengan begitu saja, maka kembali ujarnya.   "Aaah, masa dua orang bocah cilik ? Hu pangcu, atas dasar apa kau berani mengatakan demikian ?"   Ang Beng liang tidak menggubris sindiran tersebut, kepada Yan pangcu segera katanya.   "Pangcu, menurut ukuran kaki yang membekas di tanah, bisa diduga kalau kedua orang itu adalah dua orang bocah!"   Tampaknya Yan pangcu merasa kurang senang dengan wakil ketuanya ini, katanya kemudian.   "Bekas kaki orang dewasa kadangkala hampir sama dengan bekas kaki anak, dugaan tersebut tak bisa ditarik berdasarkan kesimpulan ini!"   Setelah berulang kali ketanggor batunya, bukan saja Ang Beng liang merasa semakin membenci kepada siau Hou cu yang siang tadi telah menipunya habis-habisan, terhadap Tan-Tiang hoa pun merasa amat membenci, diam-diam ia bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti akan dibalas.   Sekalipun demikian, dia tidak berani bertindak kasar terhadap pangcunya, maka itu biji matanya segera berputar mencari akal, dan kemudian katanya.   "Hamba hanya dapat melihat sebanyak itu saja, mungkin Tan congkoan mempunyai pendapat lain."   Tan Tiang hoa tertawa seram, dia turut berjongkok buat melakukan pemeriksaan terhadap sisa-sisa api unggun tadi, setelah itu sambil berdiri katanya.   "Pangcu, hamba rasa entah siapakah orang ini, sudah pasti dia belum kabur terlalu jauh."   Sembari bekata sorot matanya segera memandang sekejap ke arah sebuah hutan yang tak jauh dari situ.   Yan pangcu segera manggut-manggut.   Tan Tiang hoa merogoh kedalam sakunya dan mengayunkan sesuatu ke tengah udara, sekilas cehaya api segera meluncur keangkasa, dalam waktu singkat bunyi ledakan keras menggelegar memecahkan keheningan segulung bola apipun muncul diangkasa yang gelap.   Tak lama kemudian tampak puluhan sosok bayangan manusia bermunculan ketengah arena dengan kecepatan luar biasa, semua orang itu berdiri serius tanpa berbicara maupun bergerak agaknya sedang menantikan perintah dari atasannya.   Sambil menunjuk ke arah, Tan Tiang hoa berseru.   "Dalam hutan ada musuh, geledah sampai ketemu, cepat!"   Puluhan orang jago lihay berbaju hitam itu segera mengiakan dan bergerak kedepan.   Tampaknya mereka sudah mempunyai kontak secara diam-diam, serta merta orang-orang itu menyebarkan diri keempat penjuru dan tanpa ragu-ragu menerjang masuk kedalam hutan.   Dalam pada itu, Siau Hou cu telah menjawil tangan Sun Tiong Io sambil mengacungkan jempolnya.   Merah padam selembar wajah Sun Tiong lo karena jengah, dia hanya tertawa dan tentu saja merasa bangga.   Menyusul kemudian Siau Hou cu menarik tangan Sun Tiong lo sambil menuding kebelakang, sementara jari tengah dan telunjuk tangan kanannya membuat gerakan orang sedang berjalan diatas tanah.   Maksudnya sudah jelas sekali, yakni karena pihak lawan kelewat banyak jumlahnya, tenaga dalam merekapun terlalu tinggi, lebih baik kita pergi saja.   Siapa tahu Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, dengan cepat dia menuding mata dan telinga sendiri Maksudnya dia tak ingin pergi, dia ingin mendengarkan lebih lanjut.   Melihat hal itu diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, sebab selisih kekuatan kedua belah pihak kelewat besar, dan sekarang entah apa yang terdengar dan yang terlihat, tak mungkin bisa menemukan sesuatu yang berguna.   Sekalipun demikian, setelah Sun Tiong lo bertekad hendak mendengarkan lebih lanjut dan melihat lebih jauh, tentu saja Siau Hou cu tak ingin dianggap sebagai setan pengecut, maka diapun bertekad untuk melihat dan mendengarkan lebih lanjut, bila muncul persoalan baru dibicarakan lebih jauh.   Kurang lebih dari setengah pertanak nasi kemudian, puluhan orang jago liehay berbaju hitam yang melakukan penggeledahan kedalam hutan itu sudah muncul kembali.   Salah seorang diantaranya yang bertindak sebagai komandan segera melapor kepada ketuanya.   "Hamba telah menggeledah setiap batang pohon yang berada didalam hutan, namun tidak menemukan jejak seseorangpun!"   Dengan suara dalam Ang Hu pangcu segera membentak keras.   "Tan congkoan menitahkan kalian untuk menangkap musuh tangguh didalam hutan, itu berarti ia sudah mempunyai bukti yang pasti, Hmm, tampaknya cara kerja kalian tidak beres sehingga jejak musuhpun tidak berhasil di temukan, bukan begitu saja bahkan berani beralasan macam-macam, tampaknya nyali kamu semua tidak kecil!"   Pembalasan yang dilontarkan dengan sindiran tajam ini benar benar cepat sekali datangnya, kontan saja paras muka Tan Tiang hoa jadi merah padam lantaran jengah, dia benar-benar tak sanggup berbicara lagi.   Sementara itu Yan pangcu telah berpaling ke arah Tan Tiang-hoa sembari berkata.   "Tan congkoan, didalam hutan tiada jejak musuh ?"   Tan Tiang-hoa tak berani mengambil keputusan menurut pikiran sendiri maka sambil membungkukkan badannya dia berkata.   "Kemampuan hamba hanya berbatas sampai disini, mungkin saja pihak lawan kelewat licik!"   Yan pangcu segera tertawa dingin.   "Hmm.... dari sini menuju ke depan sana hanya bersedia tiga buah jalur jalan raya, aku yakin mereka masih belum kabur terlampau jauh"   Katanya kemudian.   "kalian semua membagilah diri menjadi tiga kelompok dan mengejar dari tiga jalan tersebut, besok pagi temui aku di dusun Yan liu-cun!"   Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada kedua orang dayangnya dan berlalu lebih dulu dari situ.   Maka Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa masing-masing memimpin sepasukan jago lihay melakukan pengejaran kilat melalui dua arah yang lain, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata.   Menanti bayangan tubuh dari orang orang itu sudah pergi jauh, Siau Hou cu baru menggelengkan kepalanya sambil berkata.   "Siau liong, tadi kau tak mau pergi apakah benar karena ingin melihat dan mendengarkan?"   Sun Tiong lo segera tertawa.   "Waktu itu kita tak akan berhasil melarikan diri dari sini, sekalipun dapat menghindarkan diri dari pengejaran Ang Beng liang dan ketiga pasukan pengejarnya, sudah pasti kita akan tersusul oleh Yan Tan hong, buat apa mesti mencari kesulitan diri sendiri ?"   Siau Hou cu melirik sekejap kearah Siau liong, lalu katanya.   "Apakah kesemuanya ini adalah ajaran dari suhu ?"   Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya belulang kali. Kalau cuma soal itu tak usah di ajarkan oleh orang lain, asal kita mau memikirkan dengan seksama niscaya semuanya akan menjadi jelas.   "Sungguh aneh", kata Siau Hou cu kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.   "semasa suhu masih ada, setiap saat aku selalu dipuji sebagai orang pintar, tapi heran mengapa kalau kuturuti jalan pemikiran yang kuanggap pintar tadi, justru berubah menjadi tolol ?"   "Sebelum berbicara tadi akupun telah berpikir, malah memikirkan persoalanku dengan seksama, tapi apa sebabnya apa yang kupikir justru berbeda dengan apa yang kau pikirkan?"   Sun Tiong lo mengerdipkan matanya berulang kali, lalu menjawab.   "Siau Hou ko, bagaimana menurut jalan pemikiranmu?"   Siau Hou cu segera tertawa.   "Aku sedang memikirkan diriku sendiri, misalkan saja tadi, aku berpendapat bahwa kemampuanku masih belum cukup untuk menandingi lawan, bila tetap berada disini dan sampai ketahuan jejaknya, niscaya sulit bagiku untuk meloloskan diri, itulah sebabnya aku bertekad untuk pergi saja dari sini!"   "Waktu itu, akupun sedang berpikir bagiku sendiri"   Kata Sun Tiorg-lo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.   "cuma yang ku pikirkan bukanlah apakah aku mesti kabur atau tidak, melainkan kubayangkan diriku menjadi pihak lawan, kemudian kupikirkan seandainya aku yang menghadapi kejadian seperti ini, apa yang hendak kulakukan!"   Mendengar perkataan itu, siau Hou cu menjadi paham kembali, dia segera tertawa terkekeh-kekeh, sambil menepuk bahu Siau liong,katanya.    Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini