Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 22


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 22


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   Kemudian setelah berhenti sebentar teriaknya lagi dengan suara keras.   "Tolong, ada..."   Belum sempat kata ""perampok"   Diucapkan, tangan orang berbaju emas itu telah mencekik tenggorokannya sehingga selain tak bisa berteriak, juga tak dapat bernapas, hanya sepasang tangannya saja yang meronta ke sana ke mari.   Agaknya orang berbaju emas itu merasakan sesuatu yang tak beres, sambil berseru tertahan dia segera mengendorkan cekikannya.   Begitu mengendorkan tangan, orang berbaju emas itu segera mengancam dengan suara menyeramkan.   "Bila kau berani berteriak lagi, jangan salah kalau aku segera akan menjagal dirimu!"   Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.   "Sekarang, Gui Sam-tong dan Cu San poo berada dimana?"   Dalam pada itu Wong Peng ci sudah mempunyai perhitungan didalam hatinya, cuma ada kalanya orang memang bisa salah menduga, kalau kesalahan tersebut dialami dihari biasa, mungkin keadaannya masih mendingan tapi kalau kesalahan tersebut dibuatnya dalam keadaan seperti ini, bisa jadi keselamatan jiwanya yang menjadi pertaruhan.   Walaupun ucapan tersebut benar, tapi kalau tidak menyerempet bahaya, mungkin tak akan lolos pula dari kematian, andaikata bahaya yang diserempet benar dan segala sesuatunya berjalan seperti apa yang diduganya, kemungkinan besar dia akan lolos dari kematian.   Teringat sampai disini, Wong Peng ci dapat semakin menenangkan hatinya, dia lantas berkata.   "Aku sama sekali kenal dengan mereka berdua"   "Hmm, kau sedang membohongi siapa ?"   Dengus Manusia berbaju emas berkerudung emas itu. cepat Wong Peng ci segera memperlihatkan sikap seperti apa boleh buat, katanya lagi.   "Jika kau tidak percaya, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi."   Manusia berkerudung emas itu agak berhenti sejenak, kemudian baru bertanya lagi.   "Lantas darimana kau bisa mengetahui nama mereka ?"   "Aku tak dapat mengatakannya, juga tak berani mengatakannya, kalau kuutarakan bisa jadi masuk pengadilan !"   Seru Wong Peng-ci sambil memperlihatkan sikap ketakutan. Manusia berkerudung emas itu segera mendengus dingin.   "Hmm, sekalipun tak dapat dikatakan juga harus dikatakan, tidak berani diucapkan juga harus diucapkan, sedang soal takut masuk pengadilan, soal ini tak usah kuatir, kami tak bermaksud untuk mengadukan persoalan ini ke pengadilan !"   Wong Peng ci segera memperlihatkan wajah berseri, serunya dengan segera.   "Benarkah ucapanmu itu? jadi kita tak usah masuk pengadilan?"   Manusia berkerudung emas itu manggut-manggut menyatakan suara hatinya. Setelah itu, Wong Peng-ji baru berkata lagi.   "Aku adalah seorang saudagar kain, mempunyai sekereta kain serta tiga empat tahil uang perak, kemarin lantaran aku ingin cepatcepat sampai di kota untuk berdagang..."   "Bicarakan saja hal-hal yang penting!"   Tukas manusia berkerudung emas itu tak sabar. Wong Peng-ci berlagak tertegun, kemudian baru katanya;   "Yang penting? semuanya itu toh penting..."   Manusia berkerudung emas itu segera mendengus dingin, tukasnya lebih jauh.   "Soal-soal yang tak ada gunanya lebih baik tak usah disinggung, katakan darimana kau bisa mengetahui nama mereka"   Wong Peng ci mengerdipkan matanya berulang kali kemudian berkata.   "Aku toh sedang membicarakannya? Lantaran ingin buru buru sampai dikota maka aku jadi kemalaman dihutan, dalam keadaan begitu terpaksa aku harus mencari hutan untuk beristirahat, siapa tahu pada saat itulah aku telah berjumpa dengan suatu peristiwa aneh."   "Baru saja aku masuk ke dalam hutan dan menyembunyikan keretaku, mendadak muncul dua orang manusia..."   Ketika berbicara sampai disini, sengaja Wong Peng ci memandang sekejap ke arah manusia berbaju emas itu, kemudian baru katanya lebih jauh.   "Aaah benar, mereka mengenakan pakaian seperti apa yang kau kenakan sekarang, tapi tidak mengenakan kain kerudung hitam, waktu itu mereka berdua sedang duduk tak jauh dari diriku dan lagi berbincang-bincang."   "Ternyata mereka telah berjumpa dengan musuh bebuyutannya dan dibilang tenaga dalamnya kena dipunahkan, aku tidak mengerti apa yang dinamakan tenaga dalamnya kena dipunahkan, tapi dapat kudengar kalau apa yang mereka bicarakan pasti bukan suatu kejadian baik."   "Kemudian merekapun membicarakan soal apa yang mesti dilakukan, dibicarakan pula mereka bakal dibunuh oleh orang yang disebutnya tua bangka Lok-hun-pay, akhirnya karena aku kurang berhati-hati, jejakku kena diketahui mereka."   "Aku takut mampus, tapi mereka tidak galak, hanya bertanya apa yang sedang kulakukan, akupun mengaku terus terang, setelah berunding sebentar akhirnya mereka berdua mengajak aku untuk menukar sekereta kain kita dan seluruh pakaianku dengan kedua belah lencana emas tersebut."   "Bagaimana selanjutnya ? Apa saja yang mereka katakan?"   Tukas manusia berkerudung itu.   "Beberapa tahil uang perakku juga mereka ambil sebagai gantinya aku memperoleh pakaian emas milik mereka..."   "Tutup mulut, kau ingin membohongi siapa?"   Tukas manusia berkerudung emas itu mendadak. Wong Peng ci menjadi tertegun, lalu dengan wajah bersungguhsungguh.   "Aku tidak berbohong, semua perkataanku kuutarakan dengan sejujur-jujurnya."   Kembali manusia berkerudung emas itu mendengus dingin.   "Hanya berdasarkan mereka mengatakan kalau lencana emas itu adalah emas murni, maka kau bersedia untuk menukarnya?"   Wong Peng-ci segera mencibirkan bibirnya sembari berseru.   "Aaah... kau anggap aku tak mampu untuk membedakan mana emas asli dan mana yang palsu? Hmm!"   Ucapan tersekat tepat sekali, kontan saja manusia berkerudung emas itu dibikin terbungkam dalam seribu bahasa.   Wong Peng ci memang amat cerdas, dia sudah mengerti kalau manusia berkerudung emas itu tak lain seperti juga dirinya, salah satu dari sembilan orang pengganti Lok hun pay.   Kecuali pemegang Lok hun pay pribadi, di antara kesembilan orang penggantinya itu boleh dibilang tiada yang saling mengenal, berada dalam keadaan seperti ini perkataan apapun bisa dia utarakan, toh semua perkataanya tiada yang menyaksikan."   Akhimya Wong Peng ci bilang setelah dia berhasil menukar barang-barang tersebut, ditengah jalan dia baru teringat kalau sekereta kain citanya ditambah kedua lembar pakaian nya tidak bernilai setengah lencana emas itu.   Oleh karena dia kurang enak dalam hatinya, maka secara diam- diam dia balik kembali untuk melakukan pengintaian.   Kebetulan dia menyaksikan salah seorang diantara kedua orang ita sedang membunuh seorang rekannya kemudian mendorongnya ke-dalam kereta, dia menjadi ketakutan setengah mati dan malam itu juga dia kabur menuju kekota tersebut.   Tentu saja manusia berkerudung emas itu tidak percaya dengan begitu saja, tapi semua perkataan dari Wong Peng ci masuk diakal, apalagi sekarang ini manusia berbaju emas itu sudah tahu kalau Gui Sam tong dan Cu san poo telah kehilangan ilmu silatnya, sekalipun tak percaya mau tak mau juga harus percaya juga.   Ketika manusia berkerudung emas itu menanyakan tempat kejadiannya, tanpa keraguan Wong Peng ci segera menerangkan tempat kejadian tersebut, tapi ketika manusia berkerudung emas itu mengajak Wong Peng ci untuk pergi kesana, sampai mati pun Wong Peng ci enggan ikut.   Alasan yang di pakai Wong Peng ci masuk diakal, dia bilang hari sudah gelap, tiba disitu tepat tengah malam, dia takut.   Diapun berkata, kalau ingin pergi saja boleh, tapi besok setelah terang tanah.   Terpaksa manusia berkerudung emas itu meluluskan permintaannya, karena masih ada orang yang menantikan laporannya.   Maka manusia berkerudung emas itu pun memperingatkan kepada Wong Peng ci agar jangan mencoba-coba untuk melarikan diri, bila kabur berarti mati, kemudian dia bilang besok pagi akan datang mencarinya lagi untuk mengunjungi tempat kejadian tersebut.   Wong Peng ci segera meluluskan tetapi dia minta kembali lencana emasnya itu.   Tentu saja manusia berkerudung emas itu tak dapat menyerahkan lencana emas tersebut kepadanya, tapi dia bersikeras menuntut kembali lencana itu.   Sikap seperti ini dibawakan dengan amat persis, hal mana membuat manusia berkerudung emas itu percaya dengan ucapannya maka dia pun memberi sepuluh tahil perak kepadanya untuk digunakan, bahkan berjanji puIa, bila apa yang terbukti besok memang suatu kenyataan dia jamin ada lima puluh tahil emas sebagai hadiah.   Akhirnya dengan terpaksa Wong Peng ci menerima permintaannya itu.   Maka manusia berkerudung emas itupun membuka jendela dan melompat keluar dari sana.   Ketika Wong Peng ci melihat manusia berbaju emas itu telah pergi, dia segera menghembuskan napas panjang, tapi dia percaya manu sia berkerudung emas itu tentu belum pergi jauh saat itu dia pasti sedang mengawasi gerak-gerik nya secara diam-diam.   Setelah memutar biji matanya sebentar, satu ingatan cerdik segera melintas dalam benaknya, cepat dia berseru memanggil pelayan.   Jilid 25 - ooo0dw0ooo- WAKTU itu merupakan saat-saat yang paling sibuk, setelah memanggil setengah harian lamanya sipelayan baru muncul.   Mula-mula Wong Peng ci menanyakan tantang emas yang ditukarkan, setelah pelayan itu menerangkan kalau lelah mendapat enam belas tahil delapan mata uang dan sekarang disimpan dimeja kasir, sambil manggut-manggut Wong Peng ci lantas memesan makanan.   Wong Peng ci seperti sudah tak sabar lagi, dia segera berpesan kepada pelayan.   "Dengarkan baik-baik, aku memesan setengah kati arak wangi, arak paling wangi, seekor ayam panggang, tiga macam sayur, satu kuah, kuahnya minta agak tawar, jangan diberi terlalu banyak garam."   Pelayan itu mengiakan dan siap berlalu, tapi Wong Peng ci kembali menarik pelayan itu. Dengan termangu-mangu pelayan tersebut memandang kearah tamunya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sambil tertawa Wong Peng ci lalu berbisik.   "Apakah disini terdapat pipi licin?"   Yang dimaksudkan sebagai "pipi licin"   Tak lain adalah perempuan pelacur yang kerjanya jual beli badan. Pelayan tersebut sudah seringkali melakukan pekerjaan seperti ini, sambil tertawa segera sahutnya.   "Tentu saja ada, cuma sekarang..."   "Carikan pipi licin yang paling cakep, tapi wataknya harus baik, tahu diri dan sekarang temani aku minum arak lebih dulu!"   Pelayan itu mengiakan dan segera berlalu.   Tak lama kemudian, pipi licin itu datang duluan, masih cukup cakep, cuma dandanannya agak menyolok.   Manusia berkerudung emas yang menyembunyikan diri dibalik kegelapan baru benar-benar merasa lega hati setelah menyaksikan kejadian itu, ia segera berlalu.   Sayurpun segera dihidangkan, Wong Peng ci dan pelacur itu segera berpesta pora.   Wong Peng ci bersantap dengan cepat, daIam waktu singkat dia sudah makan sampai kenyang, kemudian dia suruh pelacur itu makan seorang diri, sedang dia mengatakan ada sedikit urusan kecil yang hendak diselesaikan dulu maka serta merta dia pun ngeloyor keluar dari ruangan tersebut.   Dia tak berani kabur melalui pintu besar, jubah berwarna emasnya juga tak berani dikenakan, sampai uang yang disimpan dikasirpun tidak diambil, dengan memanjat dinding belakang dia segera kabur menyelamatkan diri...   Dibalik ruang kuil yang separuh ambruk tampak kilatan cahaya lentera.   Seorang manusia berkerudung emas duduk diatas meja altar yang separuh ambruk.   Disebelah kirinya berdiri dua orang manusia berkerudung emas.   Sedang didepan manusia berkerudung emas yang duduk itu masih berdiri pula seorang manusia berkerudung emas lainnya.   Ketika jumlahnya dihitung, ternyata semuanya berjumlah enam orang.   Manusia berkerudung emas yang duduk itu sedang menegur manusia berkerudung emas yang berada dihadapannya dengan suara dalam.   "Bagaimana? orangnya sudah lenyap?"   Manusia berbaju emas itu hanya menundukkan kepalanya dan membungkam seribu bahasa. Orang yang duduk ditengah itu kembali menghela napas panjang, katanya lebih lanjut.   "Kau berhasil menemukan kembali kedua buah lencana emas ini. sebetulnya merupakan suatu pahala yang besar, tapi sekarang jasamu itu harus dilenyapkan oleh kelalaianmu, sungguh patut disayangkan, aku berani menjamin manusia keparat itu sudah pasti adalah Wong Peng ci!"   Sesudah mendengar perkataan itu. rasa takut yang semula mencekam perasaan manusia berbaju emas yang berada ditengah itu menjadi lenyap tak berbekas, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya lagi. Kemudlan dengan suara agak emosi, serunya.   "Hamba sudah banyak berhutang budi dari majikan, soal jasa atau tidak bukan masalah, tapi kelalaian yang hamba lakukan kali ini benar-benar..."   "Benar, makin diperkirakan hamba merasa semakin penasaran!"   Katanya cepat. Manusia berbaju emas yang duduk itu tidak segera menjawab, agaknya dia sedang merenungkan kembali alasan dari sipembicara itu. Selang berapa saat kemudian, manusia berbaju emas yang duduk itu baru manggut2, katanya.   "Aku memahami alasanmu mengatakan penasaran, persoalan ini aku akan mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya!"   "Maksud hamba, bukan dikarnakan jasaku kali ini dibilang impas maka aku lantas meneriakkan kata penasaran."   Kata orang berbaju emas yang berada ditengah lebih jauh.   "yang paling penting adalah peristiwa yang kita hadapi sekarang benar-benar merupakan suatu peristiwa yang membuat kita apa boleh buat."   "Tiada kejadian yang begitu kebetulan didunia ini, apalagi dalam peristiwa kali ini sebenarnya kau masih bisa mendesak posisi Wong Peng ci.."   "Coba kalau hamba mengetahui dia, mana mungkin aku akan melepaskannya dengan begitu saja?"   Manusia berbaju emas yang duduk itu segera mendengus dingin.   "Hmm, lebih baik salah membunuh seratus orang dari pada melepaskan satu orang, dari sinilah kata-kata tersebut terungkapkan!"   Manusia berbaju emas yang berdiri itu tak berkata lagi, kepalanya segera ditundukkan rendah-rendah. Setelah berhenti sejenak, orang berbaju emas yang duduk itu kembali berkata lebih jauh.   "Aku rasa Wong Peng ci pasti belum kabur kelewat jauh, apalagi tenaga dalamnya telah punah sekarang, bila kalian segera melakukan pengejaran sekarang juga, aku percaya dia tak akan dapat kabur terlalu jauh, sebelum fajar menyingsing bisa jadi dia telah tertangkap kembali, kemudian kita masih harus mengejar orang she Sun tersebut!"   Manusia berbaju emas yang berdiri itu mengiakan, katanya.   "Hamba masih tetap curiga atas hilangnya kepandaian silat yang dimiliki Wong Peng ci!"   Orang yang duduk itu segera tertawa, dengan cepat dia mengelengkan kepalanya berulang kali.   "Tak usah dicurigai lagi, kepandaian silat yg dimilikinya benar- benar telah punah!"   Baru saja orang berbaju emas yang berdiri itu akan melanjutkan pertanyaannya orang yang duduk itu telah menukas.   "Andaikata tenaga dalamnya masih utuh, buat apa dia mesti menukar lencana kepala macan kumbang menjadi persediaan uang? Dia lebih lebih tak mungkin akan mencari gunting sebagai alat pembantunya apalagi diapun tak bakal tidur seperti orang mati!"   Orang berbaju emas yang berdiri itu tidak menjawab, sekarang ia hanya mengangguk berulang kali, mengulapkan tangannya, manusia berbaju emas yang berdiri serta empat orang manusia berkerudung emas lainnya segera memberi hormat, kemudian dengan kecepatan luar biasa mereka keluar dari kuil dan menuju kekota dan sekitarnya untuk melakukan pengejaran terhadap Wong Peng ci.   Waktu menunjukkan kentongan ke dua, Pada kentongan kedua, di dalam kuil diluar kota terjadi peristiwa seperti diatas, Pada kentongan ketiga, didalam kamar yang disewa Wong Pong ci dalam rumah penginapan telah terjadi pula suatu peristiwa.   Wong Peng ci yang bernyali besar tapi cerdik itu ternyata tidak kabur terlalu jauh, dia telah balik kembali kedalam kamar penginapannya.   Dengan suatu gaya amat santai dia membuka pintu kamarnya, kemudian menguncinya dari dalam.   Dalam kamar ada cahaya lentera, tak bisa disangsikan lagi, sipelacur masih berada disitu.   Betul juga, tatkala Wong Peng ci mendorong pintu dan berjalan masuk, pelacur itu segera menyambut kedatangannya.   Sambil tertawa Wong Peng ci segera membimbing pelacur itu untuk duduk, kemudian baru ujarnya.   "Jangan terlalu sungkan, sudah kenyangkah kau?"   "Tadi ada orang mencari tuan..."   Kata pelacur itu dengan suara aleman. Wong Peng ci manggut-manggut, selanya.   "Aku tahu, ada orang ingin meminjam uang, dia masih hutang dan belum dibayar, sudah berapa kali berhutang terus- tadi aku memang sengaja keluar untuk menghindarinya, andaikata dia datang lagi nanti, bilang saja kalau aku pulang"   "Tuan, apakah kau tak memanggil pelayan untuk membereskan barang-barang disini?"   Kembali Wong Peng ci menggelengkan kepalanya berulang kali.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tak menjadi soal, biar diberesi besok saja"   Pelacur itu mengerling sekejap kearah Wong Peng ci, kemudian katanya lagi.   "Tuan, apakah kau tidak suruh dia menyiapkan air untuk membersihkan badan?"   Wong Peng ci segera tertawa.   "Coba kau tebak, barusan apa yang telah ku lakukan? Haaahhh... haaah... haaahh..."   Seraya berkata Wong Peng ci segera mengunci pintu dan melangkah masuk kedalam. Sambil berjalan diapun berkata.   "Bila kau hendak masuk nanti, jangan lupa memadamkan lentera!"   Pelacur itu tidak mengiakan tapi segera memadamkan lampu lentera yang menerangi tempat itu.   Matahari sudah berada diatas awang-awang, sehari kembali sudah lewat.   Tiada orang yang datang mencari Wong Peng ci lagi, tampaknya ke lima orang manusia berkerudung emas itu tak berhasil menemukan jejak Wong Peng ci semalam sehingga terpaksa mengalihkan perhatiannya untuk mengejar Sun Tiong lo.   Ketika Wong Peng ci bangun dari tidurnya, segala sesuatunya telah dipersiapkan pelacur itu, ternyata diapun menghadiahkan dua tahil perak untuk pelacur itu bahkan berpesan kepadanya agar malam nanti datang untuk melayani dia.   Kota tersebut tidak begitu kecil, tapi bukan suatu kota yang besar, jadi penghasilan seorang pelacur dua tahil semalam bukankah suatu yang bisa terjadi, mustahil jika malam nanti dia tidak datang lagi.   Sepeninggal pelacur itu, Wong Peng ci segera memanggil pelayan untuk meminta uang yang dititipkan di kasir, kemudian dia suruh pelayan membelikan pakaian yang cocok dua stel dan membeli sepatu.   Setelah itu dia berpesan kepada pelayan, seandainya ada orang yang bertanya tentang dia, katakan kalau semalam telah pergi, sebagai penutup mulutnya dia menghadiahkan dua tiga hun perak untuk pelayan tersebut....   Selesai bersantap siang, Wong Peng-ci lantas tidur siang sampai pintu kamarnya diketuk orang.   Ternyata hari sudah gelap kembali, dengan mata masih mengantuk Wong Peng ci bangun untuk membukakan pintu.   Pintu dibuka, pelayan datang menghantarkan pakaiannya, setelah Wong Peng ci menerima pakaian dan sepatu, pelayan itu telah mengundurkan diri dan pintu kamar siap ditutup, mendadak terjadilah suatu peristiwa yang sama sekali diluar dugaan.   Ada dua orang yang berpakaian orang dusun sedang mengikuti dibelakang pelayan lain berjalan ke dalam penginapan dan melewati ruangan tersebut, secara kebetulan mereka melihat diri Wong Peng ci.   Salah seorang diantara kedua orang itu hendak bersembunyi tapi yang lain segera menarik tangannya, kemudian setelah memperhatikan Wong Peng ci sekejap, sambil tertawa dingin dia membuka pintu dan masuk kedalam ruangan.   Mendengar suara pintu dibuka, Wong Peng ci segera berpaling, dengan cepat diapun berdiri bodoh.   Ternyata dua dua orang itu tak lain adalah Gui Sam tong dan Cu San poo...   Wong Peng ci memang tak malu disebut orang pintar, sambil tertawa segera katanya kepada sipelayan.   "Siau ji ko, kedua orang ini adalah sahabat ku, cepat siapkan air untuk mencuci muka cepat-cepat..."   Kemudian setelah berhenti sejenak dan memperhatikan wajah Gui Sam tong dan Cu San poo, katanya lebih jauh.   "Selain itu belikan dua stel pakaian dan dua pasang sepatu, nih ambil uangnya."   Seraya berkata dia mengeluarkan uang dan diserahkan kepada pelayan tersebut. Pelayan itu hendak menerima uang tersebut tapi Cu San poo segera mencegah lalu berkata.   "Tak usah membuang uang dengan percuma, ambilkan saja air untuk cuci muka serta air teh."   Sepeninggalan pelayan itu, Cu San poo segera menutup kembali pintu kamar tersebut.   "Saudara Cu, saudara Gui. silahkan duduk!"   Kata Wong Peng ci kemudian dengan sikap hormat. Cu San poo segera tertawa seram.   "Heeh... heehh... heeehh.... benar-benar tidak ketemu dikuil ketemu dinirwana, maaf!"   Sembari berkata dia lantas memberi tanda kepada Gui Sam tong, kemudian dengan langkah lebar berjalan masuk kedalam ruangan.   Setelah duduk, siapapun tidak buka suara, agaknya ada sesuatu yang sedang dinantikan.   Benar juga, menanti pelayan sudah menghantar air untuk mencuci muka serta air teh, Cu San poo baru berkata.   "Bagi orang yang bermusuhan, rasanya jalan didunia ini terlalu sempit, Wong Peng ci, kau tidak merasa terlalu kebetulan bukan?"   Wong Peng ci tidak menjawab pertanyaan ini, sambil menuding ke arah pintu halaman katanya.   "Aku akan pergi mengunci pintu dulu, ada persoalan kita bicarakan belakangan."   "Silakan"   Kata Cu ^an poo sambil tertawa.   "toh akupun tidak kuatir kau bisa Iari!"   Wong Petig ci tidak menjawab dia pergi menutup pintu halaman lebih dulu kemudian baru balik kembali kedalam kamar. Dengan pandangan dingin Cu San poo memperhatikan semua gerak-gerik dari Wong peng-ci itu, lalu katanya sambil tertawa dingin.   "Hutang piutang diantara kita tentunya sudah sepantasnya untuk dibereskan bukan?"   "Terserah"   Sahut Wong Peng ci acuh tak acuh.   "asal saudara Cu merasa hal itu penting, mau dihitung mari kita hitung!"   "Saudara Cu, ada persoalan lebih baik dibicarakan, ada persoalan lebih baik dibicarakan..."   Buru-buru Gui Sam tong mencegah. Cu San poo sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, maka ujarnya kepada Gui Sam tong sambil tertawa.   "Tak usah kuatir Gui tua, andaikata bocah keparat ini masih memiliki ilmu silatnya, bayangkan saja, masa dia akan bersikap begitu sungkan terhadap kita?"   Mendengar perkataan itu, Gui Sam-tong segera menjadi paham kembali, dengan cepat dia melompat bangun seraya berseru.   "Haa., haa haa ha... Wong Peng ci, kau juga akan menjumpai keadaan seperti ini!"   Sambil berkata dia siap maju ke depan untuk turun tangan, tapi perbuatan mana segera dihalangi Cu San poo. Setelah berhasil menghalangi Cui Sam tong, Cu San poo kembali berpaling kearah Wong-Peng ci dan berkata sambil tertawa.   "Bagaimana, kembalikan dulu lencana berkepala harimau ku itu! "Benar"   Sambung Gui Sam tong.   "masih-ada lencana kepala macan kumbang ku.."   Tak menanti Gui Sam tong menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Wong Peng ci menukas.   "Maaf, Kedua buah lencana emas itu sudah diminta kembali oleh pemiliknya!"   Begitu mendengar ucapan tersebut, Gui Sam tong dan Cui San poo jadi amat terperanjat Secara ringkas Wong Peng-ci lantas mengulangi kembali kejadian yang dialaminya semalam, kemudian ia menambahkan.   "Mau percaya atau tidak terserah pada kalian berdua, sekarang keadaan kita adalah sama, entah siapa saja, bila berjumpa lagi dengan si setan pengejar nyawa niscaya jiwanya bakal melayang sekalipun tidak mampus sekarang akhirnya juga bakal mampus."   "Bila kalian berdua tak bisa memandang hal ini lebih terbuka, dan bersikeras hendak membunuhku lebih dulu, akupun tak berdaya apa-apa, cuma... tentu saja aku tak akan menyerah dengan begitu saja untuk menerima kematian, dengan segala kemampuan yang dimiliki aku pasti akan beradu jiwa."   "Bila sampai beradu jiwa, kemungkinan besar kita bertiga akan sama sama terluka, sekalipun aku mati, cepat atau lambat kalian berdua juga bakal terjatuh ketangan si "loji", nah saat itu kematian kalian pasti akan bertambah mengerikan !"   Cu San-poo berpikir sebentar, kemudian katanya.   "Ucapanmu itu memang tak salah, tapi dendam sakit hati atas perbuatanmu yang telah memunahkan kepandaian silatku."   "Lebih baik kita tak usah menyinggung soal itu, waktunya sudah berbeda."   Tukas Wong Peng-ci cepat.   "Hm, bagaimana bedanya ?"   Dengus Cu San-Poo. Sambil tertawa Wong Peng ci berkata.   "Waktu itu saudara Gui hadir di arena dan bisa menjadi saksi, ketika itu kau bersikeras hendak membunuh saudara Gui, maka hal ini memaksa saudara Gui harus bertarung mati-matian melawan dirimu, ketika dia hampir kehabisan tenaga, aku baru turun tangan."   "Benar, kau toh yang turun tangan lebih dulu!"   Tukas Cu San poo lagi.   "Dapatkah aku berpeluk tangan belaka ? Saat itu kau mengangkat pedangmu tinggi-tinggi sedang saudara Gui sudah tak berdaya lagi untuk menghindarkan diri, jika aku tidak turun tangan, saudara Gui pasti sudah mati seda ri tadi, apakah sekarang dia masih dapat duduk enak-enak disini..?"   Cu San poo segera terbungkam dibuatnya, sedangkan Gui Sam tong manggut-manggut seraya berkata.   "Cu tua, apa yang dia katakan memang merupakan suatu kenyataan !"   Saat itu, Cu San poo teringat lagi akan satu hal, dia segera menegur lebih jauh.   "Sekalipun benar, mengapa pula kau memunahkan kepandaian yang kumilikinya?"   Wong Peng ci tertawa lebar.   "Waktu itu kau adalah utusan khusus dari Lencana Lok hun pay, apakah aku dapat mengampuni dirimu?"   Serunya.   "Ya, betul Cu tua, waktunya memang berbeda, hal ini tak bisa salahkan dia."   Sekali lagi Gui Sam tong menyambung. Kontan saja Cu San poo dibikin terbungkam dalam seribu bahasa, tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, kepada Gui Sam tong katanya.   "Gui tua, bagaimana pula dengan perbuatannya yang telah memunahkan kepandaian silatmu?"   Gui Sam tong berpikir sebentar, kemudian merasa pertanyaan itu benar, maka serunya kepada Wong Peng ci dengar gusar.   "Coba kau katakan, mengapa kau berbuat begini?"   Wong Peng ci masih tetap tertawa.   "Mengapa kau harus bertanya kepadaku? Sebelum saudara Cu munculkan diri, kau begitu berhasrat untuk membunuh aku, untung aku tak sampai mati seandainya kau yang dihadapkan pada keadaan seperti itu, apa pula yang hendak kau lakukan?"   Membayangkan ucapan tersebut, kontan saja Gui sam tong dibikin terbungkam. Wong Peng ci segera mengalihkan kembali pembicaraannya, ia berkata lebih jauh.   "Lagipula bila aku tidak menolongmu, kau sudah mati diujung pedang saudara Cu. pada hal kau sebelumnya hendak membunuhku, dan aku malah menolong dirimu, apakah perbuatanku ini salah?"   Gui Sam kui segera berputar otak dengan keras, tapi pikir punya pikir ia tak berhasil menemukan suatu kata yang tepat untuk membantah perkataan dari Wong Peng ci.   Cu San-poo tahu kalau mereka memang kekurangan alasan untuk bertindak, terpaksa mewakili Gui Sam tong katanya.   "Kalau memang begitu, mengapa pula kau bersikeras untuk memunahkan ilmu silat dari Gui tua?"   "Soal ini gampang sekali, jalan darahku sudah ditotok orang dan tenaga dalamku pasti akan punah. andaikata aku tidak buru-buru memunahkan dulu kepandaian silat yang dimiliki saudara Gui, hal mana berarti saudara Gui akan tetap memiliki kepandaian sepenuhnya, andaikata dia tetap bertekad untuk membunuhku, apa pula yang harus kulakukan?"   "Mana mungkin aku akan membunuh dirimu lagi?"   Bantah Gui Sam tong dengan cepat. Wong Peng-ci segera menghela napas panjang.   "Aaaii... sekarang, tentu saja aku percaya kalau kau tak akan membunuhku lagi, tapi waktu itu aku mana berani berpikiran demikian? Apalagi berbicara soal kepandaian, aku pun berkepandaian paling rendah..?"   Cu San-poo tidak berbicara lagi, Gui Sam tong juga tidak mengatakan apa-apa. Wong Peng ci segera menghela napas panjang, katanya lebih jauh.   "Berbicara pulang pergi, kesemuanya ini adalah akibat ulah dari Lok hun pay si tua bangka itu!"   Gui Sam tong manggut-manggut, dia menganggap jawaban tersebut memang paling tepat. Kemudian terdengar Wong peng ci berkata lebih jauh.   "Selama banyak tahun ini, kita selalu keluar masuk antara hidup dan mati, kita selalu jual nyawa baginya, tapi sejak awal sampai akhir, entah betul atau salah, dia selalu mengirimkan orang untuk mengawasi gerak gerikmu."   "Andaikata peristiwanya seperti apa yang kita alami sekarang, selain muncul penyakitnya juga kepandaian kita tak sanggup menandingi orang, apa pula yang bisa kita katakan? Tapi dia tak ambil perduli dan tanpa pandang bulu segera memerintahkan untuk melakukan pembunuhan lebih dahulu."   "Seandainya majikan yang bijaksana, maka andaikata mengalami peristiwa semacam ini, dia pasti akan menghibur dan mengajukkan kita agar jangan putus asa, saat itu kami pasti akan semakin berterima kasih kepadanya, bila bertemu urusan lain, dapatkah kita menampik untuk tidak menjual nyawa kepadanya?"   Ucapan mana segera disambut oleh Gui Sam tong dan Cu San poo dengan helaan nafas dan anggukan kepala. Setelah berhenti sejenak. Dengan bersungguh hati Wong Peng ci berkata lebih jauh.   "Sekarang, nasib yang kita alami sama, sekalipun ilmu silat yang kita miliki masih utuh juga belum bisa meloloskan diri dari cengkeraman maut Lok hun pay, apalagi sekarang kita sudah menjadi manusia biasa yang tak berkepandaian apa-apa."   "Tentang tindakanmu yang memunahkan kepandaian silat kalian berdua, aku mengaku hal itu merupakan suatu kesalahan, entah hukuman macam apapun yang hendak kalian berdua jatuhkan kepadaku, akan kuterima hukuman tersebut dengan senyuman"   Dengan cepat Cu San poo menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Sudahlah"   Dia berkata.   "yang sudah lewat biarkan lewat!"   Gui Sam tong lebih mantap lagi sikapnya, dia segera berseru dengan lantang.   "Wong Iote, tak usah menyinggung soal ini siapa yang menyinggung dia adalah telur busuk."   Begitulah, tiga orang persilatan yang kehilangan ilmu silatnya, dari musuh kini berubah menjadi teman.   Pertama-tama Wong Peng-ci memanggil si pelayan lebih dulu untuk memesan sayur dan arak.   Begitu sayur dan arak telah dihidangkan Wong Peng-ci baru berpesan kepada pelayan agar pelacur yang semalam dijanjikan tak usah datang lagi.   Untuk hal ini, Gui sam tong dan Cu San poo sempat menggoda Wong Peng ci habis-habisan.   Akhirnya ketiga orang itu melanjutkan perjanjiannya sambil membicarakan hal-hal yang santai.   Mula-mula Wong Peng ci yang bertanya dulu kepada Cu San poo dan Gui Sam-tong apa rencana mereka selanjutnya.   Dengan kening berkerut Gui Sam tong menjawab.   "Aku dan Cu tua sebetulnya berniat untuk pulang sejenak!"   "Pulang?"   Dengan nada tercengang dan setengah tidak percaya Wong Peng ci berseru. Cu San poo tertawa getir.   "Kalau tidak pulang mana mungkin? Aku dan Cu tua kan tak punya sepeser uangpun!."   Menyinggung soal uang, Wong Peng ci menjadi berdiri bodoh.   Betul saat ini dia masih mempunyai belasan tahil perak, andaikata untuk hidup berhemat mungkin dia sendiri masih bisa hidup setengah tahunan, tapi jika untuk beaya hidup tiga orang, dua bulan sudah akan ludas.   Lok hun pay tak pernah lupa memberikan uang kepada mereka, entah perak, entah emas.   mereka bertiga paling tidak masing- masing memiliki tiga lima ratus tahil, kalau di jumlahkan benar- benar merupakan sejumlah harta kekayaan yang tidak kecil.   Tapi Lok hun pay memang sangat lihay, seluruh uang perak dan uang emas yang di miliki seseorang, kecuali tiga lima tahil yang boleh dibawa dalam saku, sisanya harus tetap disimpan dalam lemari diatas gunung.   Bila sedang bertugas luar, semua biaya menjadi beban Lok hun pay dan telah diatur dengan sempurna, tak pernah mereka risaukan tentang soal ini, tak nyana mereka harus mengalami nasib seperti hari ini, boleh dibilang peristiwa tersebut merupakan suatu kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Wong Peng ci berpikir sejenak, kemudian katanya.   "Benar, kita memang harus pulang ke gunung mumpung loji tidak berada di rumah..."   "Aku dan lo Gui pun berpendapat demikian, justru karena itulah aku baru berani pulang!"   Sela Cu San poo.   "Dari sembilan orang pengganti Loji, sekarang tinggal enam orang, padahal ilmu silat yang dimiliki Sun Tiong lo masih berada jauh diatas kepandaian loji, karena itu kuduga pada saat ini loji tak akan punya waktu untuk pulang gunung.   "Cuma kepandaian silat yang kita miliki sekarang telah punah, kalau di hari biasa tentu saja kita tak usah menguatirkan soal apa- apa, tapi sekarang, bila rahasia kita sampai ketahuan, sekalipun otot kawat balong besi, mungkin kita cuma bisa pergi tak akan dapat kembali lagi!"   "Tak usah kuatir"   Sela Gui Sam-tong sambil tertawa cekikikan.   "aku sudah mempunyai persiapan yang matang."   Maka apa yang pernah diungkapkan kepada Cu San-poo, sekali lagi diutarakan kepada rekannya. Jalan pemikiran Wong Peng ci memang lebih tajam dari pada rekan-rekannya, mendengar rencana tersebut dia segera bertepuk tangan sambil memuji.   "Bagus sekali, itu berarti kita boleh segera berangkat pulang"   Setelah berhenti sejenak, kembali dia menambahkan.   "Cuma untuk berhati-hatinya, lebih baik kita bertindak dengan suatu penyusunan rencana yang matang!"   Cu San poo pun merasa hal ini tepat sekali, maka mereka bertiga segera berunding kembali untuk menyusun rencana baru.   -ooo0dw0oooTEMPAT ini bukan Bukit pemakan manusia, tapi mirip sekali dengan Bukit Pemakan manusia.   Karena tempat untuk naik gunung sama sekali berbeda dengan tempat yang dahulu pernah dilalui Sun Tiong lo, Bau ji serta Hou cu, seakan-akan antara bukit yang satu dengan bukit yang lain sebetulnya adalah dua bukit yang berbeda.   Cuma yang kebetulan sama adalah setengah hari setelah melewati jalan masuk bukit dan membeloki sebuah tebing, pemandangan yang dijumpai persis sama dengan keadaan dibukit pemakan manusia dulu, yakni barisan lentera yang pernah dijumpai Sun Tiong lo dulu.   Tapi sekarang hari masih terang benderang tentu saja tidak di jumpai barisan lentera.   Sekilas pandangan, diujung jalan sana pun terdapat sebuah perkampungan seperti perkampungan keluarga Beng milik Beng Liau huan, yang dimaksudkan sama tentu saja dipandang dari luarnya.   Sedangkan mengenai bagian dalamnya apakah sama atau tidak, hal ini kurang begitu jelas.   Dibawah cahaya matahari yang terang benderang, tampak tiga orang manusia berkerudung emas berjalan masuk ke atas bukit.   Dibawah sebatang pohon besar mereka segera berhenti, Salah seorang diantaranya segera mengambil segulung tali kecil yang diujungnya berkait kemudian dia berjalan ke belakang pohon di mana disisi pohon tersebut terdapat sebuah gua yang dalam.   Orang itu segera melepaskan tali senarnya ke dalam lubang yang dalam itu dengan kait nya menghadap ke bawah.   Tampak dia menggerakkan tangannya be berapa kali, kemudian sambil menggetarkan tangannya dia menarik kembali senarnya keatas.   Tak lama kemudian dia telah berhasil menarik keluar sebuah bungkusan kecil yang terbuat dari kertas minyak tebal dari balik lubang tersebut.   Ketika buntalan itu terbuka, ternyata didalamnya terdapat dua buah lencana Lok hun pay berkepala naga.   Dari lencana emas tersebut, kita dapat segera menduga siapa gerangan ketiga orang manusia berkerudung emas itu.   Mereka tak lain adalah Gui Sam tong, Cu San-poo dan Wong Peng ci.   Dari dulu memang sudah terkenal sepatah pepatah kuno yang mengatakan begini: Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan.   Sepandai-pandainya seseorang, siapakah manusia didunia ini yang tidak menyukai harta ? Kepandaian silat yang dimiliki Wong Peng ci, Cu San poo dan Gui Sam tong telah punah sama sekali, tapi mereka toh menyaru kembali kedudukannya semula, dengan perbandingan sepuluh lawan satu mereka berusaha untuk mengambil kembali tabungan mereka selama banyak tahun ini.   Seandainya kepandaian silat yang mereka miliki masih utuh, dengan mengandalkan kepandaian tersebut mereka masih bisa merampok atau mencuri rumah-rumah orang kaya, mereka pun tak usah merisaukan kehidupan dikemudian hari.   Tapi sekarang mereka tak punya apa-apa lagi, sebab itu terpaksa mereka harus datang menyerempet bahaya.   Setelah lencana emas berhasil diperoleh, Gui Sam tong segera menyembunyikannya ke dalam saku, kemudian setelah menyimpan kembali pancingan dan senarnya, bersama Wong Peng ci dan Cu San poo, mereka melanjutkan perjalanannya naik gunung.   Mereka baru berhenti lagi setibanya ditempat yang bisa melihat jelas perkampungan.   Gui San tong segera menuju kedepan sebuah batu, merogoh kebalik batu itu dan membunyikan keleningan.   Tidak lama kemudian muncullah dua orang lelaki berkerudung hitam.   Ketika Gui Sam tong itu mengangkat tinggi-tinggi lencana emasnya, dua orang lelaki berkerudung itu segera menunggu perintah dengan sikap yang hormat.   Dengan suara angker dan dalam, Gui Sam-tong segera memerintahkan pada mereka untuk menyiapkan tiga ekor kuda cepat, menyiapkan seribu tahil emas murni yang di simpan kedalam tiga buah peti besi dan segera mengirim ke mulut gunung.   Dua orang lelaki berkerudung itu mengiakan dan segera berlalu, maka mereka bertiga lantas membalikkan badan dan berjalan balik melalui jalan semula, tapi hatinya berdebar keras kuatir menjumpai hal-hal yang sama sekali di-luar dugaan...   Belum lagi mereka bertiga berjalan keluar dari daerah pegunungan, mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap kaki kuda.   Dengan perasaan berdebar bercampur cemas ke tiga orang itu melanjutkan langkahnya dengan sangat berhati-hati, mereka tak berani menunjukkan sikap yang gelisah atau cemas.   Tak selang berapa saat kemudian, derap kaki kuda itu berhenti di belakang mereka, dalam keadaan begini terpaksa ke tiga orang itu membalikkan badannya.   Ternyata orang yang menghantar emas, kini telah bertambah dengan seorang lagi.   Orang yang muncul bersama mereka itu adalah seorang manusia berbaju putih, berkaos putih, sepatu putih dan berkain kerudung putih pula.   Orang berbaju putih itu menunggang kuda berwarna putih, gayanya benar-benar sangat angker.   Orang berbaju putih itu yang pertama-tama melompat turun dari kudanya, sesudah menjura kepada ke tiga orang itu, diapun berkata.   "Karena mendengar kabar yang mengatakan kehadiran lencana naga, aku sengaja datang untuk memberi sambutan."   "Apakah kau hendak memeriksa lencana ini"   Kata Gui Sam tong sambil mengeluarkan lencana naga tersebut.   "Aku tak berani"   Jawab orang berbaju putih itu sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. Kemudian setelah berhenti sebentar, sorot matanya dialihkan ke atas lencana tersebut, lalu setelah mengawasinya berapa saat, kembali dia berkata.   "Harap uang emasnya di periksa !"   Sambil berkata, orang berbaju putih itu mengulapkan tangannya.   Dua orang lelaki kekar berbaju hitam segera munculkan diri sambil membawa tiga buah peti besi, peti itu dibuka ditepi jalan lalu di persembahkan ke hadapan Gui Sam tong untuk diperiksa isinya.   Gui Sam tong segera memeriksa isi peti tersebut dengan seksama, kemudian manggut-manggut tanda setuju.   Lelaki berbaju hitam itu segera mengunci kembali peti besi mana dan diletakkan keatas punggung tiga ekor punggung kuda yang kosong, kemudian setelah menjura mereka segera mengundurkan diri ke samping.   Gui Sam tong segera memberi tanda kepada Cu dan Wong berdua seraya berseru.   "Silahkan saudara berdua, waktu yang tersedia amat terbatas mungkin kita tak sempat memburu ke situ !"   Wong peng ci dan Cu San poo segera memberi tanggapan dan cepat naik keatas pelana.   Sementara itu, si manusia berkerudung putih itu cuma berdiri mengawasi dari sisi arena, walaupun paras mukanya ditutupi oleh kain kerudung, akan tetapi Gui Sam tong tahu, sudah pasti manusia berkerudung putih itu sedang mengawasi mereka bertiga, dengan penuh perhatian.   Sebab itu Gui Sam tong merasakan hatinya kebat-kebit tak teruan, dia kuatir Cu San-poo dan Wong Peng ci menunjukkan suatu pertanda yang akan merugikan lawan.   Untung saja Wong Peng-ci dan Cu San poo bertindak hati-hati, ketika naik kuda gerak gerik mereka nampak amat santai.   - ooo0dw0ooo- TAPI, setelah Wong Peng ci dan Cu San-poo naik keatas kuda dan Gui Sam tong hendak naik keatas pelana kudanya, mendadak manusia berkerudung putih itu berkata kepada Gui Sam tong.   "Aku ingin turun gunung bersama-sama kalian bertiga."   Gui Sam tong berpaling, masih melanjutkan gerakannya naik keatas kuda, dia bertanya.   "Mau ke mana ?"   "Ada urusan yang maha penting hendak di sampaikan kepada majikan."   "ltu berarti harus menuju ke selat Wu-shia dan tiap hari menempuh tiga ratus li berarti dua hari kemudian baru bisa berjumpa dengan majikan, soal-soal lainnya tentu kau bisa melakukannya bukan"   Kata Gui Sam tong dingin.   "Benar !"   Jawab manusia berkerudung putih itu dengan hormat. Sesudah berhenti sejenak, dengan suara rendah kembali dia berkata.   "Tolong tanya tujuan dari kepergian kalian bertiga..."   Belum habis dia berbicara, Gui Sam tong telah membentak dengan suara nyaring.   "Kau benar-benar ingin bertanya?"   "Aku tidak berani."   Buru-buru manusia berkerudung putih itu memberikan penjelasan.   "aku hanya ingin..."   "Majikan tak nanti akan menanyakan persoalan ini kepadamu"   Tukas Gui Sam tong sambil mendengus.   "bila kau berani menyinggung persoalan ini, kuanjurkan kepadamu sepanjang jalan lebih baik pikirkan dulu jawabnya yang tepat, dari pada... hmmm... hmm..!"   Nada ucapan semacam itu memang amat cocok dengan kedudukan yang dipangkunya sekarang. Oleh karena itu, manusia berkerudung putih itu tak berani menanggapi lebih lanjut. Sekali lagi Gui Sam tong mendengus dingin, katanya lebih jauh.   "Jangan kau anggap setelah mengenakan pakaian berwarna putih, maka kau dapat melindungi segala sesuatunya!"   Berbicara sampai duitu, dia tertawa dingin tiada hentinya, kemudian sambil menarik tali les kuda, dia berjalan lebih dahulu dari situ.   Wong Pengci dan Cu Sam poo berdua pun menyesuaikan diri dengan kedudukannya sekarang tak mengucapkan sepatah katapun, mengikuti dibelakang Gui Sam tong, mereka menjalankan kudanya pelan-pelan, meninggalkan tempat tersebut.   Setelah Gui Sam tong bertiga pergi jauh, tiba-tiba manusia berkerudung putih itu berpaling kearah dua orang lelaki kekar yang berada dibelakang sambil berpesan.   "Pulanglah dulu kalian berdua, segala sesuatunya harus berhati- hati, lepaskan si "awan kelabu", katakan ada urusan hendak di laporkan kepada majikan, katakan pula aku telah turun gunung, tak lama kemudian akan memberikan laporannya sendiri !"   Kedua orang lelaki kekar itu mengiakan dengan hormat, manusia berkerudung putih itupun segera mencemplak kudanya dan berlalu dari tempat itu.   - ooo0dw0ooo- BEBERAPA sosok bayangan manusia tampak berkumpul dibawah setitik cahaya lampu yang redup: Sun Tiong lo bersama Hou ji.   Bau ji dan nona Kim sedang berunding bagaimana caranya untuk mengatur kehidupan Beng Liau-huan dan pelayannya selanjutnya.   Hou ji tahu kalau masalahnya sulit, maka dia berkata lebih dulu.   "Persoalan ini tidak mudah untuk diselesaikan"-katanya.   "apa lagi sepasang kaki Beng cengcu telah cacad, selain gerak-geriknya kurang leluasa, untuk mcnghindarkan diri dari pengejaran lawan pun tidak mudah untuk menyembunyikan diri"   "Bukan cuma terbatas akan dua hal itu saja"   Kata Sun Tiong lo sambil menghembuskan napas panjang.   "yang lebih penting lagi, ada kalanya kami tak bisa membagi orang untuk memperhatikan mereka berdua, tapi kitapun tak bisa berpeluk tangan belaka tanpa mengurus keadaan mereka."   "Mengapa tidak kita cari kan suatu akal untuk mencari tempat pondokan yang aman kedua orang itu?"   Tanya nona Kim.   "Justru persoalan itulah yang hendak kita rundingkan pada malam ini!"   Seru Sun Tiong Io. Bau ji berpikir sejenak, kemudian.   "Tapi kita harus mencarikan tempat pemondokan dimana barulah aman dari segala gangguan apapun?"   Hou ji mengerutkan dahinya kencang-kencang, dia sedang termenung sambil memikirkan persoalan ini dengan serius: Nona Kim tak perlu repot-repot untuk memutar otak, karena dia baru terjun ke dalam dunia persilatan, tiada tempat baik yang bisa dia usulkan kepada orang.   Sun Tiong lo sendiripun kehabisan akal untuk mencarikan suatu tempat yang aman bagi Bong Liauhuan dan pelayannya, sebab itu dia duduk dengan kening berkerut.   Tiba-tiba Hou ji berseru, serunya cepat.   "Aaaaa, aku berhasil menemukan suatu tempat yang aman untuk mereka berdua."   "Dimana?"   Seru Sun Tiong lo girang.   "Tempat itu adalah tempat yang hendak kita tuju sekarang."   "0ooh. .. maksudmu dua belas puncak dari bukit Wu san?"   "Bukan."   Dengan cepat Hou ji menggelengkan kepalanya.   "maksudku keluar kota Seng tok"   "Kau maksudkan markas besar perkumpulan pengemis di hutan bambu Ci tiok lim ?"   Seru Sun Tiong lo lagi dengan perasaan girang. Hou ji segera tertawa.   "Siau liong, bagaimani pendapatmu tentang tempat yang kuusulkan itu? Cukup aman bukan?"   Sun Tiong lo segera manggut-manggut "Yaa, tempat itu memang merupakan tempat yang paling cocok, cuma suhu dia orang tua tidak berada di dalam markas besar."   Hou ji segera tertawa terkekeh.   "Haaahhh... haaah... terpaksa kita mesti setengah menggertak dan setengah memaksa!"   "Apa yang kau maksudkan sebagai setengah menggertak dan setengah memaksa itu?"   Tanya nona Kim dengan wajah tertegun. Kembali Hou ji tertawa terkekeh-kekeh.   "Aku sudah dicoret namanya oleh suhu dari perkumpulan kaum pengemis, tapi aku percaya suhu tak akan mengabarkan kejadian ini pada seluruh anggota perguruan lainnya, oleh karena itu aku masih bisa memanfaatkan tingkat kedudukanku dalam perkumpulan untuk menyelesaikan persoalan ini...."   "Cuma dengan kedudukanku sekarang, masih selisih sedikit bila ingin menitipkan seseorang kedalam perkumpulan oleh karena itu aku terpaksa harus mengatakan kalau hal ini merupakan perintah suhu, nah, cara semacam ini bukankah cocok sekali kalau dikatakan sebagai setengah menggertak, setengah memaksa?"   Selesai mendengarkan keterangan tersebut, semua orang tidak bisa menahan rasa gelinya lagi dan tertawa terbahak-bahak.   Maka semua orangpun mengambil keputusan untuk tak memperdulikan lagi pengejaran musuh di sepanjang jalan.   Selesai berunding masing-masing orang kembali kekamarnya masing-masing untuk beristirahat sebagai persiapan keesokan harinya melanjutkan perjalanan.   Merekapun menerangkan pula hal ini kepada Beng Liau huan berdua agar mereka bersiap.   Sewaktu mereka bersama-sama merundingkan persoalan itu tadi, Beng Liau huan dan pelayannya pun sedang merundingkan pula masalah tersebut.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Waktu itu Beng Liau huan setengah berbaring diatas pembaringan sedangkan Beng Seng duduk disisinya.   Setelah menyerahkan cawan air tehnya kepada Beng Seng, Beng Liau huan menghela napas panjang, kemudian berkata.   "Aku sungguh merasa menyesal mengapa mengikuti mereka meninggalkan bukit pemakan manusia !"   "Loya, terlalu banyak yang kau pikirkan?"   Dengan cepat Beng Liau huan menggeleng.   "Sewaktu aku ingin meninggalkan bukit tempo hari, maksudku ingin cepat-cepat membalas dendam atas sakit hati yang telah menimpa diriku, tapi setelah meninggalkan Bukit pe makan manusia, aku baru tahu bahwa langkah ku akan semakin sulit bahkan setiap detik setiap saat harus memohon perlindungan orang lain."   "Selama budak berada disini, apa lagi yang loya risaukan?"   Hibur Beng Seng cepat, Beng Liau huan tertawa getir.   "Kau sendiripun lemah tak bertenaga, kekuatan untuk membunuh seekor ayam pun tidak dimiliki, apalagi usiamu pun sudah menanjak semakin tua, sebaliknya Sun kongcu bersaudara dan Hou hiap tersebut masing-masing mempunyai dendam berdarah yang harus dibalas, jika kini bertambah lagi dengan kita berdua, sesungguhnya kehadiran kita hanya akan merepotkan mereka saja, aaaaii..."   Beng Seng tidak berbicara, dia tak dapat membantah apa yang dikatakan merupakan suatu kenyataan, Yaa, bila kenyataan telah berada didepan mata, apa pula yang bisa dikatakan? Tak selang berapa saat kemudian, kembali Beng Liau huan berkata.   "Beng Seng, kita harus mencari akal yang baik untuk mengatasi masalah yang amat pelik ini!"   Beng Seng manggut-manggut.   "Budak akan menuruti perkataanmu !"   Setelah berpikir sebentar, Beng Liau huan berkata.   "Aku memutuskan untuk berangkat malam ini juga, tinggalkan saja sepucuk surat pemberitahuan pada mereka!"   Beng Seng kembali tertawa getir.   "Loya... seandainya di tengah jalan bersua lagi dengan musuh besar kita, maka..."   Beng Liau huan segera menghela napas dan tukasnya.   "Persoalan sendiri harus dihadapi dan diatasi oleh kemampuan sendiri, tidak sepantasnya btia kita mesti merepotkan orang lain!"   "Walau ucapan mana betul, tapi kita berdua sudah tua dan sama sekali tak berdaya..."   Beng Liau huan menyapu sekejap wajahnya Beng Seng, dan menukas cepat.   "Keputusan aku telah bulat, Cepat siapkan kertas dan pena!"   Beng Seng berpikir sebentar dan tidak berbicara lagi, dia lantas mempersiapkan kertas dan pena.   Ketika Sun Tionglo menemukan surat tersebut dan selesai membacanya, dia menggelengkan kepalanya berulang kali.   Hou ji dan nona Kim serta Bauji pun hanya bisa tertawa getir tanpa mengucapkan sepatah katapun.   Tiada jalan lain lagi bagi mereka, kecuali melanjutkan perjalanan sambil berusaha menemukan kembali jejak Beng Liau huan berdua.   Maka selesai membayar rekening penginapan Sun Tiong lo dan nona Kim berangkat dalam satu rombongan yang lain, seorang berangkat ketimur, yang lain berangkat kebarat dengan tujuan menemukan jejak Beng Liau-huan berdua.   Mereka berjanji selewatnya malam hari nanti, mereka akan bersua kembali di kota bukit tersebut.   Tempat mereka berpisah tidak lain adalah didepan rumah penginapan kecil tersebut.   - ooo0dw0ooo- SETELAH mempunyai bekal beribu uang emas murni dan tiga ekor kuda, Wong Peng ci, Cu San poo dan Gui Sam tong pun memiliki keberanian yang baru untuk melanjutkan hidup baru mereka, sambil membusungkan dada dan semangat yang tinggi mereka lanjutkan perjalanan kedepan.   Pepatah mengatakan Manusia adalah besi, nasi adalah baja, hal ini melukiskan kalau manusia harus makan sampai kenyang.   Kini, manusia adalah kantung kulit uang adalah semangat setelah ada uang, kantung kulit baru menggelembung besar, semangatpun berkobar.   Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah menempuh perjalanan sejauh lima puluh li lebih sebelum akhirnya turun didalam sebuah hutan untuk beristirahat.   Setelah beristirahat merekapun lantas merundingkan pula masa depan mereka.   Pertama-tama Wong Peng ci yang berkata lebih dahulu, ujarnya.   "Saudara berdua, bagaimana dengan kita selanjutnya."   Persoalan apakah yang dimaksudkan? Meski tidak dijelaskan secara terang-terangan, akan tetapi Gui Sam-tong dan Cu San-poo mengetahui dengan amat jelas.   "Aku rasa pertama-tama kita harus mencari rumah penginapan lebih dulu, kemudian baru membicarakan persoalan lainnya !"   Sela Cu San-poo dengan cepat.   "Tidak, yang penting sekarang adalah mencari tahu lebih dulu, apakah ada orang yang mengintil perjalanan kita kali ini!"   Sela Gui Sam tong dengan wajah serius. Wong Peng ci segera tertawa.   "Tentu saja ada, itu mah peraturan !"   Kata "tentu saja"   Tersebut, kontan saja mengejutkan Gui Sam tong dan Cu San poo sehingga nyaris tubuh mereka menggigil keras.   "Dari mana kau bisa tahu?"   "Inilah peraturan yang telah ditemukan oleh Lok hun loji, orang yang melakukan penguntitan tak nanti berani turun tangan keji terhadap kita sebelum dia berhasil mendapatkan bukti yang nyata, akan tetapi untuk memperoleh data yang selengkapnya hal ini jelas membutuhkan waktu cukup lama !"   "Dimanakah letak alasannya ? Aku ingin mengetahui alasannya yang tepat."   "Hal ini harus kembali pada tugas yang pernah kupangku ketika baru saja naik gunung tempo dulu."   Pelan pelan Wong Peng-ci berkata.   "Ketahuilah, loji memiliki empat ekor burung merpati yang bukan cuma kenal jalan, bahkan dalam satu hari bisa terbang sejauh seribu li."   "Aku percaya si bocah keparat berbaju putih itu pasti sudah menaruh perasaan curiga terhadap kita, cuma dia tak berani turun tangan secara gegabah, itu berarti dia telah melepaskan burung merpati untuk mengadakan kontak langsung dengan loji !"   "Kau mengatakan si bocah berbaju putih itu sudah menaruh curiga terhadap kita, apa bukti nya ?"   Tanya Cu San poo dengan cepat.   "Betul."   Gui Sam-tong menyela pula dengan cepat.   "apa bukti mu sehingga berani mengatakan begitu ?"   "Kita telah melupakan akan suatu hal, dan kelupaan kita tersebut telah membongkar rahasia kita."   "Ooh !"   Gui Sam-tong berseru tertahan.   "Kita sudah kelupaan untuk apa ?"   Wong Peng-ci segera tertawa.   "Kita bertiga tidak seharusnya munculkan diri secara bersamasama diatas bukit: Mendengar perkataan itu. Cu San poo menjadi tertegun dan tak sanggup berbicara Iagi. Sedang Gui Sam tong berpikir sebentar, kemudian mengangguk berulang kali.   "Benar, hal ini memang tidak cocok dengan peraturan yang berlaku selama ini!"   Katanya. Dengan cepat Wong Peng ci menggeleng, katanya lagi.   "Persoalan ini tidak ditetapkan dalam peraturan manapun, sebetulnya tiga orang munculkan diri bersama samapun bukan suatu masalah besar, persoalannya adalah kita seharusnya melakukan suatu pekerjaan yang lebih banyak daripada apa yang telah kau lakukan, tapi sayang kita telah bertindak agak teledor."   Pada saat itulah Cu San poo menyela.   "Betul, mengapa kita tiga orang pengganti berbaju emas harus turun tangan sendiri hanya dikarenakan urusan uang emas sebesar berapa ribu tahil emas, padahal biasanya untuk tugas-tugas semacam itu kita hanya mengutus orang untuk melaksanakannya. Tak heran kalau bangsat muda berbaju putih itu menjadi curiga, ya, kalau begitu sudah pasti dia telah menguntil kita !"   "Kalau memang begitu, kita harus segera meninggalkan tempat ini selekasnya!"   Seru Gui Sam tong sambil melompat bangun secara tiba-tiba. Kembali Wong Peng ci tertawa sambil rentangkan tangannya untuk menghalangi kepergian orang itu, serunya.   "Mau pergi ? Pergi ke mana ?"   "Perduli kemana saja, pokoknya pergi makin jauh meninggalkan tanah pegunungan ini semakin baik !"   Kembali Wong Peng-ci menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Percuma, kita tak mungkin bisa menangkan kecepatan terbang dari burung-burung merpati tersebut !"   "Sekalipun begitu, tapi kita toh tak bisa berpeluk tangan belaka untuk menanti kematian"   "Sekarang pergi berarti kemungkinan mati buat kita akan semakin besar."   "Mengapa begitu ?"   Tanya Gui Sam-tong.   "Sebab orang yang menguntit kita sekarang bukan cuma kepandaian silatnya lihay, dia pasti seorang yang amat cerdas, kita berhenti dia pasti berhenti, kita jalan dia pun ikut jalan. Oleh karena itu bagaimanapun jauhnya kita pergi, hal itu sama sekali tak berguna, begitu beritanya telah datang dan loji menitahkan untuk melakukan pembunuhan, tak sampai sepertanak nasi kemudian, kita semua pasti akaa menemui celaka di tangannya..."    Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini