Bukit Pemakan Manusia 28
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 28
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Hou ji berkata sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. "Lagi lagi alat jebakan, kalau begitu pintu dan jendela tersebut tentu digerakkan secara otomatis !" Dengan cepat Bau-ji menggelengkan kepalanya pula seraya berkata. "Aku paling benci dengan permainan semacam ini, licik, pengecut, dan tidak nampak gagah !" Nona Kim segera tertawa cekikikan sesudah mendengar ucapan tersebut, katanya kemudian. "Sejak dulu sampai sekarang, entah dalam dunia persilatan entah dalam masyarakat biasa. selain kekuatan orangpun mengadu kecerdasan dan seringkali kecerdasan jauh lebih unggul daripada kekerasan, kita harus mengakui akan hal ini !" Bau-ji tidak puas, serunya sambil mendengus. "Tapi permainan ini mencerminkan kelicikan, keburukan dan kemunafikan seseorang, sebagai seorang Kuncu, tidak pantas bila kita melakukan perbuatan seperti itu !" "Tapi orang kuno Thio Liang adalah seorang Kuncu juga, toh dia lebih mengandalkan kecerdasan otaknya dari pada menggunakan kekerasan? Buktinya seluruh negeri bisa dikuasainya dengan aman ?" Sekali lagi Bau ji mendengus. "Pokoknya aku paling segan menyaksikan perbuatan semacam ini !" Hou ji ikut menghela napas panjang, katanya kemudian. "Toa-te, dunia persilatan adalah suatu tempat yang sangat berbahaya, dan pelbagai akal muslihat, pelbagai kelicikan dan kemunafikan manusia akan kau jumpai disitu, kau harus mempelajari kepandaian semacam ini, bukan berarti kita harus memperaktekkan setelah mempelajarinya, dengan kita pelajari hal itu berarti kita akan tahu, setelah tahu kita akan mengerti caranya! kalau sudah bisa maka tiada bahaya maut yang tak bisa kita hadapi." "Yaa, betul, ucapan ini memang amat tepat." Seru nona Kim cepat. Setelah melirik sekejap kearah Bau ji kata nya lagi. "Sekarang kita akan segera masuk kedalam, harap kalian suka lebih berhati-hati lagi!" Sementara pembicaraan berlangsung, nona Kim berjalan menuju kearah tempat yang seharusnya merupakan pintu, tapi sekarang hanya berupa suatu tanah berbatu yang berwarna putih saja. Setelah mendekati dengan seksama dan teliti sekali, gadis itu mulai memeriksa keadaan di sekelilingnya. Terhadap alat-alat jebakan semacam itu, boleh dibilang Hou ji dan Bau jie merasa awam, sedikit pun tidak mengerti, terpaksa mereka hanya berdiri saja dibelakang si nona sambil memperhatikannya bertindak. Dalam waktu yang amat singkat itu, rupanya nona Kim berhasil mendapatkan sesuatu, dia lantas berpaling ke arah Hou ji dan Bau ji lalu ujarnya. "Harap kalian menyingkir dulu ke samping, seringkaii bila pintu terbuka maka ada senjata rahasia yang akan memancar keluar..!" Mendengar perkataan itu, Hou ji dan Bau ji segera mengundurkan diri dari situ, sementara nona Kim segera menutul undakan batu kedua yang menonjol keluar itu dengan ujung kaki. Batu hijau yang kena ditendang oleh nona Kim dengan ujung kakinya tersebut segera mengeluarkan bunyi pelan, tapi berbareng dengan bergemanya suara tadi, batu cadas berwarna putih itupun bergerak naik ke atas dengan menimbulkan suara gemuruh keras. Hou ji dan Bau ji saling berpandangan sekejap, kemudian katanya sambil tertawa. "Tampaknya sederhana, padahal kalau tidak mengerti kunci kunci rahasianya, kita hanya bisa menunggu diluar dengan perasaan gelisah sama sekali tak mampu berbuat apa-apa lagi" Andaikata orang itu tanpa sengaja menginjak undak-undakan batu itu ?" Tanya Bau ji dengan kening berkerut. Pertanyaan ini seakan-akan ditujukan kepada Hou ji, padahal yang benar ia sedang bertanya kepada nona Kim. Maka nona Kim segera menjawab. "Misalkan saja alat rahasia yang mengendalikan buka tutupnya pintu disini terletak di atas undak-undakan batu itu, maka besar kemungkinan akan terjadi pula hal-hal yang tak diduga, cuma hal ini bukan berarti bisa meloloskan diri dari kurungan." "Ooooh. bagaimanakah penjelasanmu tentang perkataan ini ?" Nona Kim tertawa, sambil menuding kearah pintu yang telah terbuka lebar itu katanya. "Penjelasannya sederhana sekali, itu lihat, sekarang apakah kita akan masuk ke dalam atau tidak ?" "Tentu saja akan masuk !" Sahut Bau ji tidak mengerti. Kembali nona Kim tertawa. "Seandainya pintu itu dibuka tanpa sengaja karena kau telah menginjak batu undakan itu?" Tanpa berpikir panjang lagi Bau ji menjawab. "Aku pun tetap akan masuk !" Katanya. Nona Kim manggut-manggut. "Nah itulah dia, bila kita sudah berada di dalam dan tampaklah pintu itu menutup kembali secara otomatis, bukankah kita akan terancam bakal terkurung didalam sana?" Bau-ji segera terbungkam oleh perkataan itu, sepatah katapun tak mampu diutarakan. Sedang Hou-ji berkata pula sambil tertawa. "Kalau begitu, dibalik terbukanya pintu tersebut masih tersimpan rencana buruk lainnya?" Nona Kim segera manggut-manggut. "Tepat sekali ucapanmu itu" Setelah berhenti sejenak, ujarnya lagi. "Siapa yang membawa korek api atau obor?" Bau ji menggeleng, selamanya dia tak pernah mempersiapkan benda-benda semacam itu. "Nona, hanya aku yang mempunyai benda-benda semacam itu" Sahut Hou ji cepat. "Bisa bertahan berapa lama ?" Tanya si nona sambil tertawa. Bau ji berpikir sebentar, kemudian sahutnya. "Semuanya aku hanya memiliki dua batang, boleh dibilang dua macam, pokoknya cukup untuk dipakai." "Ooooohh, apakah kau membawa botol api suci milik perkumpulan pengemis..?" Hou ji tertegun. "Nona, darimana kau bisa mengetahui tentang api suci tersebut ?" Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata lagi! "Harap kalian berdua suka lebih waspada lagi, menurut dugaanku, setelah dia masuk kedalam maka pintu itu akan menutup dengan sendirinya, berarti suasana dalam lotengpun akan berubah menjadi gelap gulita, disaat seperti inilah biasanya alat perangkap akan mulai bekerja." "Oleh sebab itu sebelum masuk kedalam pintu, kita harus memasang api lebih dulu, dan kalian harus berkumpul agak dekat, namun juga masih memperhatikan selisih jarak untuk maju dan mundur, daripada bingung setelah menghadapi keadaan yang tak diinginkan." Bau ji dan Hou ji mengangguk sedang Hou ji segera mengambil sesuatu benda dari dalam sakunya. - ooo0dw0ooo- Jilid 31 BENDA itu berupa botol porselen yang berwarna tembaga, tingginya dua setengah inci, persis seperti sebuah buli-buli kecil, sedang bagian dasarnya gendut dan lebar nya kurang lebih tiga inci. Menyusul kemudian Hou ji memegang tongkat jit sat pangnya dan memutar pelan, ternyata tongkat itu segera terpotong menjadi dua bagian, dari dari dalam tongkatnya itu dia menjemput keluar seikat rumput kering sebesar ibu jari. Bau-ji tidak tahu apa kegunaan dari botol porselen itu, dia segera bertanya. "Apa sih kegunaan dari permainan ini?" Sementara itu Hou-ji telah membuka penutup botol itu dan memasukkan rumput kering tadi kedalam botol, kemudian sahutnya. "lnilah botol api suci yang dimaksudkan nona Kim tadi, mustika dari perkumpulan pengemis!" "Oooh... lantas apa isi botol kecil itu ?" "Minyak hitam ?" Gumam Houji sambil tertawa. "Minyak hitam ?" Gumam Bau-ji semakin kebingungan. Kembali Hou ji tertawa. "Minyak hitam hanya dihasilkan di Say pak, tidak gampang untuk mendapatkannya, berhubung warnanya hitam gelap maka minyak itu dinamakan minyak hitam, minyak itu tidak banyak jumlahnya tapi mahal sekali harganya. Dengan perasaan ingin tahu Bauji bertanya. "Dengan minyak hitam sebotol kecil ini, berapa lama daya tahannya...?" "Jangan kau lihat minyak hitam ini hanya sebotol kecil, kalau dipergunakan maka dia memberi penerangan selama enam jam lebih!" Bau-ji seperti sudah melupakan maksud kedatangannya kesana, ia segera berseru. "Dapatkah kau mengambilnya sedikit untuk kulihat ?" "Mengapa tidak?" Sahut Hou ji tertawa. Maka Houji menarik keluar sumbu lampunya dari dalam botol dan menuang keluar sedikit minyak hitam ketangannya. Tergerak juga hati nona Kim setelah menyaksikan kejadian itu, diam-diam ia berpikir. "Heran, selamanya Bau ji jarang tertawa se karang, mengapa dia tertawa bahkan nampak berseri setelah mengendus minyak hitam tersebut. "Mengapa bisa demikian? Mengapa ?" Sebenarnya nona Kim ingin bertanya sampai jelas, tapi setelah bergaul selama beberapa waktu dengannya, gadis itu cukup mengetahui watak dari Bau ji itu, akhirnya dia menahan diri dan urung mengajukan pertanyaan tersebut. Hou ji pun merasakan sikap yang aneh dari Bau ji, tak tahan dia lantas bertanya. "Hal apa yang membuatmu kegirangan ?" Bau ji mempunyai banyak persamaan dengan watak Sun Tiong lo, apa yang tak ingin dia ucapkan, jangan harap orang lain bisa mengetahuinya, maka dia menggelengkan kepalanya dan tidak menjawab pertanyaan tersebut. Hou ji pun tidak bertanya lagi, dia memasukkan kembali sumbu lampu itu kedalam botol kecil. Nona Kim segera berbisik lirih. "Pasanglah lentera itu, kita akan segera masuk ke dalam." Hou ji mengangguk, dia mengeluarkan api dan memasang lentera tersebut, cahaya api segera memancar dari atas lentera kecil yang berisikan minyak hitam tersebut. Jangan dilihat botolnya kecil, setelah disulut ternyata kobaran apinya mencapai beberapa inci, segulung asap hitam yang tebal dan agak berbau membumbung ke udara. Sementara itu Nona Kim telah berkata lagi. "Hati hati kalau berjalan, harap kalian mengikuti di belakangku !" Seraya berkata dia lantas berjalan lebih dahulu memasuki loteng berbatu tersebut. Bau-ji dan Hou ji jalan beriring mengikuti dibelakang nona Kim. Ternyata apa yang diduga nona Kim memang sangat tepat, begitu mereka masuk kedalam, pintu batu itupun menutup kembali secara otomatis. Begitu pintu tertutup rapat, masih untung mereka telah menyiapkan lentera sehingga tak usah gelagapan dibuatnya, walaupun cahaya lentera tersebut tidak terlalu besar, akan tetapi mereka dapat melihat keadaan disekeliling tempat itu dengan amat jelas. Tempat itu merupakan sebuah ruangan tengah, dekorasinya amat indah dan megah. Disamping ruangan terdapat anak tangga terbuat dari batu yang berhubungan dengan loteng tingkat atas. Dibagian tengah terdapat empat buah pilar raksasa yang berfungsi untuk menunjang bangunan bagian atas. Kecuali anak tangga menuju keatas loteng, dalam ruangan itu tidak nampak jendela mau pun pintu. Sambil menuding ke arah anak tangga, Bau ji segera berkata. "Tampaknya kita harus naik ke atas sana !" Hou ji mengiakan: dia siap melangkah maju ke depan. Tapi nona Kim segera mengulapkan tangannya sambil berseru. "Tunggu sejenak, naik ke loteng sih harus naik, tunggu sejenak lagi toh tak ada salahnya. Belum habis dia berkata, Bau ji telah menukas kembali. "Kalau toh harus naik ke atas sedang dalam ruangan ini kita tak akan menemukan apa-apa mengapa tidak sekarang juga naik ke atas ?" "Apakah kau tidak merasakan beberapa persoalan aneh ditempat ini?" Kata si nona dingin. "Persoalan aneh apa?" Seru,Bau ji sambil berkerut kening. "Pertama, dalam ruang tengah bangunan ini tidak terdapat pibtu lain, ke dua disini pun tidak terdengar suara dari engkoh Lo serta sahabat yang membawa jalan..." "Betul" Tukas Hou ji cepat. "disini memang tak ada pintu lain, tapi mungkin saja bangunannya memang begitu, sebaliknya Siau-liongsudah lama sekali masuk kemari, kalau dibilang tiada suara apapun darinya, aku rasa hal ini sedikit tak beres !" "Mungkin saja dia sedang berada dalam salah satu ruangan diatas loteng dan bertarung dengan orang itu, karena pintu tertutup rapat maka tiada suara apapun yang kedengaran dari sini." Kata Bau ji sambil berkerut kening. Nona Kim memandang sekejap ke arah Bau ji, kemudian ujarnya. "Kemungkinan tersebut memang ada, cuma sebelum kita membuktikan kalau dugaan kita itu benar, paling baik bila kita bersikap lebih berhati-hati, daripada terjebak oleh siasat busuk orang dan terperangkap kedalam alat jebakan mereka." "Hm, aku tak percaya kalau mereka mempunyai kepandaian sehebat ini." Ujar Bau ji. "Kau tak percaya ? Hmramm, sekarang saja kau sudah terkurung di tempat ini." "Omong kosong, manusiapun tak kujumpai." "Bila kau tak percaya, mengapa tak kau perhatikan disekeliling tempatmu berdiri sekarang, bila orang lain tidak munculkan diri, sanggupkah kau menemukan orang itu atau ke luar dari loteng ini dalam keadaan selamat?" Mendengar ucapan tersebar tanpa terasa Bau ji berpaling dan memandang pintu batu di belakangnya. "Tentu saja dapat" Dia berseru. "kita toh bisa melalui pintu.." Sambil menggeleng Bau ji segera menukas. "Toa-te, tak mungkin, pintu ra":saia ini beratnya mencapai puluhan laksa kati, sedang kitapun tidak memiliki senjata mestika yang bisa memotong batu, bagaimana mungkin kita dapat keluar dari sini dengan mudah..." "Tapi nona kan mengerti bagaimana caranya untuk membuka pintu rahasia tersebut?" Seru Bau ji sambil menuding kearah si nona. Nona Kim segera tertawa. "Betul, seandainya tiada aku?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bau ji segera terbungkam, saking mendongkolnya dia tak membuka suara lagi. Kembali nona Kim tertawa, kepada Houji ujarnya. "Sebelum menang kita harus mencegah jangan sampai kalah, mari kita mencari jalan mundurnya lebih dulu!" "Baik, aku akan menuruti perkataanmu saja." Kata Hou ji sambil tertawa cekikikan. "bagaimana pun juga, sesampainya ditempat ini aku dan Toa te sama halnya dengan memasuki barisan yang membingungkan, mana pintu, mana jendela, kami sama sekali tak mengerti, kalau tak menuruti perkataanmu apa lagi yang bisa kami lakukan?" Nona Kim tidak menjawab, dia mulai memeriksa semua dinding dan dekorasi yang ada didalam ruangan tersebut Akhirnya, sorot matanya berhenti pada menyandar tangan ditepi anak tangga batu itu. Setelah memperhatikannya sejenak, dengan suara rendah dia berbisik. "Harap kalian mundur dulu beberapa langkah!" Hou ji segera menarik tangan Bau ji dan bersama-sama mundur sejauh tiga langkah. Nona Kim berjalan mendekati anak tangga batu itu, sekali lagi dia perhatikan penyandar tangan tadi. Kedua tiang itu berbentuk segi empat, ujungnya diukir sedemikian rupa hingga berbentuk bulat. Setelah diperhatikan sekian lama, akhirnya nona Kim tertawa, mendadak dia menekan bulatan kayu itu kesebelah kiri. Apa yang diduga memang benar, ketika bulatan sebelah kiri itu tertekan, benda itu segera bergerak turun kebawah. Tapi setelah bergerak turun, ternyata disana tidak nampak terjadinya suatu perubahan. Nona Kim seperti amat berpengalaman dengan keadaan semacam itu, kali ini tangannya berputar ke sebelah kiri. Dengan digerakkannya bulatan kayu itu ke-kiri, kali ini bergema lah suara gemerincingan yang sangat keras. Ketika memandang lagi kearah pintu batu yang tertutup rapat tadi, diiringi suara gemuruh yang amat keras, pintu tadi pelan-pelan bergeser naik keatas. Tidak menunggu sampai pintu itu benar-benar terbuka, nona Kim telah memutar bilik tombol tadi ketempat asalnya. Sambil tertawa cekikikan Hou ji berkata. "Bagus sekali, sekarang kita tak usah kuatir tersekap didalam bangunan loteng ini lagi." Bau ji tidak mengucapkan sepatah kata pun, tapi dia merasa kagum sekali dengan kecerdasan gadis tersebut. "Benar, tentu saja tempat ini adalah sebuah loteng batu" Sambung nona Kim. "tapi seandainya kita sampai tersekap disini, tanpa makanan tanpa air minum, loteng ini pada hakekatnya akan berubah menjadi sebuah peti mati raksasa." Hou-ji tertawa, dia segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain, katanya. "Apakah sekarang kita boleh naik keloteng?" Nona Kim tidak menjawab. tapi dia sudah beranjak menaiki anak tangga tersebut. Gadis itu bertindak sangat berhati-hati, setiap naik satu undakan, dia selalu mencoka untuk menutulnya beberapa kali dengan ujung kaki, setelah yakin kalau tiada serangan apapun dia baru berani melangkah keatas. Hou ji dan Bau ji tetap berjalan dibelakang gadis itu dan maju keatas selangkah demi selangkah. Trap batu itu semuanya berjumlah dua puluh empat buah, ternyata mereka dapat mencapai kertas dengan selamat. Pada bagian yang terakhir dari undak-undakan batu itu merupakan sebuah pintu, nona Kim kembali berhenti. MuIa mula dia memeriksa dulu sekeliling pintu dengan seksama, berapa waktu kemudian baru ujarnya sambil tersenyum. "Coba kalian perhatikan, pintu inipun terbuat dari baja asli !" Hou ji mendongakkan kepalanya sambil turut memperhatikan, betul juga disini melintang selapis baja yang tebalnya tiga inci, lapisan baja tersebut tertanam dibalik dinding hingga hanya terlihat sebuah garis tapi yang sangat sempit, warna dinding dengan warna baja hampir sama satu sama lainnya. Hanya orang yang teliti saja akan menemukan perbedaan tersebut. Sementara itu nona Kim telah berkata lagi. "Coba kau perhatikan lapisan dinding sebelah kanan, bukankah disitupun terdapat dinding tempat obor? Aku tebak disitulah letak kunci yang mengendalikan buka tutupnya pintu baja tersebut!" Seraya berkata dia lantas berjalan kearah pintu tadi diikuti oleh Hou ji dan Bau ji. Nona Kim bertindak sangat hati-hati, ia merasa harus mencoba dulu sebelum segalanya dilanjutkan maka ia berhenti dibawah dinding baja tersebut kemudian mulai memutar tempat obor tersebut. Apa yang diduga memang benar, ketika tempat obor diputar, tiba-tiba saja pintu baja itu bergeser kebawah dengan menimbulkan suara gemuruh yang amat keras. Menyaksikan kesemuanya ini, Bau ji merasa semakin kagum lagi, tanpa terasa serunya. "Sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka, seandainya tiada nona.." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, entah dari mana datangnya suara, mendadak bergema suara gelak tawa yang amat merdu, menyusul berhentinya gelak tertawa tadi, terdengar pula seseorang berseru dengan suara lantang. "Betul, tanpa nona ini kalian tak akan sampai diatas lotengku ini. tapi seandainya tak ada dia, kalianpun tak akan terkurung ditempat ini." Selesai berkata, kembali suara tertawa nyaring bergema memecahkan keheningan. Ketika mendengar ucapan tadi, nona Kim yang kebetulan masih menggenggam tempat obor tadi buru buru memutar kembali tempat tersebut kearah semula. Tempat obor itu memang sudah balik keasalnya semula, tapi pintu besi yang sudah terlanjur turun kebawah itu tak pernah membuka kembali. Suara gelak tertawa telah berhenti, lalu suara orang itupun bergema lagi diudara. "Percuma, sekalipun kau memutar tempat obor itu sampai rusak juga tak mungkin bisa membuka pintu baja itu lagi, teorinya gampang sekali, tempat obor tersebut hanya merupakan alat rahasia untuk menutup pintu baja belaka. "Sedang mengenai dimanakah letak tombol rahasia untuk membuka pintu baja tersebut, bila kau merasa mengerti, silahkan saja untuk mencoba mencarinya, bagaimanapun juga sekarang kau toh tak dapat turun ke bawah, waktu yang tersedia untukmu masih banyak sekali !" Setelah ucapan itu berhenti, tak pernah terdengar suara lainnya lagi. Selembar wajah nona Kim segera berubah menjadi merah padam, ia merasa malu juga menyesal. Kali ini, Bau-ji yang menghiburnya, dia berkata begini. "Nona asal kita dapat sampai di loteng ini dengan selamat, hal tersebut sudah lebih dari cukup, sebelum jite berhasil kutemukan, soal pintu pintu bisa terbuka atau tidak bukan menjadi masalah, oleh sebab itu kau pun tak usah merasa cemas !" "Benar nona." Sambung Hou-ji pula. "kini soal pintu baja itu bisa terbuka atau tidak, tiada keuntungan atau kerugian apapun untuk kita semua. Nona Kim segera menarik kembali tangannya dan menundukkan kepalanya rendah-rendah. Terdengar Hou-ji berkata lagi. "Semua ucapanku adalah kata-kata yang sejujurnya, barusan yang dikatakan Toa-te juga betul, kita sekarang sedang mencari Siau-liong, cuma Toa te seperti sudah melupakan akan satu hal." "Soal apa?" Hou ji tertawa. "Ketika kita berhasil menemukan Siau liong nanti, paling tidak budak ingusan yang tekebur dan mentertawakan kitabarusan juga berkesempatan untuk melarikan diri. "Tapi sekarang dia membelenggu diri sendiri, selama pintu baja belum terbuka, aku percaya diapun tak akan bisa kabur dari bangunan ini, bila ia sampai membuka pintu baja tersebut, maka kita akan segera turut keluar juga dari sini. Nona Kim segera tertawa geli setelah mendengar perkataan Hou ji tersebut, serunya kemudian. "Sudahlah, bagaimanapun juga hal ini gara-gara keteledoranku sehingga mengurung kita semua disini, apa yang dikatakan orang memang betul, dan tombol yang mengendalikan buka tutupnya pintu juga akan kucari terus, aku percaya tombol itu pasti dapat kutemukan!" Baru selesai dia berkata, suara gelak tertawa tadi telah berkumandang lagi. "Hahahahahaha... kau sedang mimpi, tomboI untuk membuka dan menutup pintu tersebut berada disisiku, kau jangan harap bisa menemukannya kembali !" Tampaknya nona Kim sudah dibuat mendongkol oleh perkataan itu, dia segera berteriak keras. "Beranikah kau bertaruh denganku, aku pasti dapat menemukan tombol rahasia tersebut?" "Baik, mau bertaruh apa ? Katakan saja ?" Tanpa berpikir panjang nona Kim menyahut. "Kita bertaruh tentang mati hidupmu !" Orang dalam kegelapan itu segera tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha.... padahal kematianmu sudah berada didepan mata, tapi untuk adilnya, aku akan mengabulkan permintaanmu itu !" "Hmm, tak usah tekebur dulu, dalam sepuluh bagian, ada sembilan bagian kematian ada dipihak mu !" "Berbicara tanpa bukti apa gunanya, kau cari saja lebih dulu !" "Jangan lupa, aku masih mempunyai tiga orang sandera yang bisa digunakan untuk mengancammu !" Setelah perkataan tersebut diutarakan, suasana untuk sesaat menjadi hening, tak kedengaran suara jawaban. Lama kemudian, orang yang berada dibalik kegelapan itu baru berkata lagi. "Kau sudah apakan mereka ?" Nona Kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya ujarnya |lagi. "Mana orang yang hendak kami cari?" Tiba-tiba orang yang berada dalam kegelapan itu tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya. "Haaahh... haaaahh... haaahhh... hampir saja aku tertipu oleh akal melihatmu sekarang keadaan kita menjadi berimbang, aku pun tidak mempunyai cukup waktu lagi untuk bertanya jawab denganmu, bila kau memang punya kepandaian ayolah cari dulu tombol rahasia tersebut...!" "Tampaknya jite benar-benar sudah terperangkap!" Kata Bau ji kemudian dengan kening berkerut. "Hhmmm, tak bakal salah lagi. kalau tidak, siapakah yang mampu menandingi kehebatan Siau-liong ?" Sementara itu nona Kim telah mengulapkan tangannya sambil meloloskan pedang, kemudian dengan ujung pedangnya dia menggurat-gurat permukaan tanah. Ketika Hou-ji dan Bau-ji memperhatikan lagi dengan seksama. ternyata nona Kim sedang menulis beberapa tulisan diatas tanah. ia sedang menulis begini. "Aku sengaja mengajaknya bertanya jawab, tujuanku adalah untuk mencari tahu tempat persembunyian mereka. ia bisa masuk berarti pasti ada pintunya, pintu itu dapat dibuka dan ditutup semuanya sendiri, berarti tombol rahasia itu pasti berada didalam sana. "Sekarang kita harus menemukan letak tombol rahasia tersebut lebih dahulu, asal sudah di temukan, kemudian dengan suatu serangan secara mendadak kita serang orang itu. Asal orang tersebut dapat dibekuk. maka segala sesuatunya akan berubah menjadi aman kembali" Hou ji dan Bau ji segera manggut-manggut. Maka nona Kim menulis lagi. "Sekarang kita tak usah bicara dulu, jangan memberi kesempatan kepadanya untuk mempersiapkan diri!" Untuk kedua kalinya Bau ji dan Hou ji mengangguk. Dengan cepat nona Kim menghapus tulisan itu, kemudian baru berkata. "Sekarang kita maju terus saja ke dalam, bagaimanapun juga kita kan tak bisa keluar dari sini !" "Benar" Sahut Hou ji. "siapa tahu dengan cara demikian kita akan berhasil menemukan Siau liong." Nona Kim mengiakan, mendadak pedangnya berkelebat lewat tempat obor yang terbuat dari besi itu sudah dibacoknya sampai kutung menjadi dua bagian. Ketika tempat obor itu terjatuh ke tanah, Hou-ji dan Bau-ji bersama-sama mengacungkan ibu jarinya sambil memuji. Tempat obor itu bukan alat rahasia untuk membuka pintu besi, dengan di rusaknya benda itu maka hanya keuntungannya saja dari pada kerugiannya. Sebenarnya tindakan nona Kim memapas tempat obor itu hanya suatu tindakan emosi, siapa tahu justru karena perbuatannya itu, hal mana telah mendatangkan kegunaan yang luar biasa dalam perubahan dikemudian hari yang sama sekali tak terduga itu. BegituIah setelah membacok tempat obor tersebut, pelan-pelan dia melanjutkan langkahnya ke depan. Disudut sebelah kanan dari lorong rahasia itu kembali ditemukan sebuah pintu, pintu tersebut berada dalam keadaan tertutup. Nona Kim hanya tertawa saja, sama sakali tak memandang sebelah matapun ke arah pintu tersebut. Hou ji menuding ke arah pintu itu. sementara sorot matanya menatap wajah nona Kim lekat-lekat. Maksudnya ia lagi bertanya, apakah disini? Nona Kim rnenggeleng, ia menuding kearah dinding sebelah kiri. Hou-ji jadi tertegun, disebelah kanan lorong semuanya terdapat dua buah pintu sedang di sebelah kiri hanya berupa dinding, pada hakekatnya tidak ditemukan bayangan pintu disitu. Lantas apa yang dituding nona Kim ? Sementara ia masih keheranan kembali nona Kim menuding keatas langit langit dinding batu itu. Bau ji dan Hou ji segera mendongakkan ke palanya, dengan cepat mereka menjadi mengerti. Diatas langit-langit itu terdapat puluhan lubang kecil, tampaknya memang disiapkan sebagai tempat penyalur suara. Rupanya asal suara tadi itu. Kini di sebelah kanan ada pintu, berarti orang yang mereka cari ada didalam sana, tapi seandainya memang begitu, bukankah hal ini berarti sedang memberitahukan kepada lawan nya? Antara dinding kiri dinding kanan boleh di bilang masing-masing menempati separuh bagian, lorong itu terletak dibagian tengah, bangunan macam apapun tak mungkin kalau hanya membangun ruangan disebelah kanan sementara sebelah kiri hanya berupa dinding belaka. Dari sini dapat diduga kalau disebelah kiri inilah ruang rahasia terletak sebenarnya. Tapi disitu tiada pintu, bagaimana caranya untuk masuk kedalam sana? Nona Kim mengawasi lagi dinding kiri itu dengan seksama dan akhirnya tertawa. Hou ji dan Bau ji yang melihat keadaan tersebut segera mengerti kalau nona Kim telah berhasil menemukan sesuatu. Benar juga, Nona Kim segera menuding ke-depan dan menyuruh kedua orang itu memperhatikan, kiranya disana terdapat sebuah batu tonjolan berbentuk bintang sebesar mata uang, seandainya tidak di perhatikan dengan seksama atau ada orang yang memperingatkan. sukar untuk menemukan tempat itu. Nona Kim segera menghimpun tenaga dalamnya dan melejit ketengah udara, diantara kilatan cahaya tajam yang menyilaukan mata pedang tersebut telah menutul diatas tonjolan batu karang itu. Begitu tersentuh, batu yang menonjol keluar tadi segera melesat ke dalam, sementara dinding disebelah kiri pun membelah dua bagian. Begitu pintu rahasia terbuka, nona Kim dan Hou ji dan juga Bau ji segera menyelinap masuk kedalam. Tetapi baru saja mereka masuk, mendadak terdengar suara Sun Tiong lo berteriak dari daiam ruangan itu. "Cepat mundur, cepat..." Sekalipun teriakan itu diutarakan cepat, sayang toh tetap terlambat, mendadak pintu rahasia ini sudah menutup kembali dan mengurung mereka didalamnya Seketika itu juga, suara tertawa merdu tadi telah berkumandang lagi memecahkan keheningan, menyusul kemudian perempuan itu berseru. "Sekarang kalian baru terjebak, aku sudah menduga kalau kau adalah seorang dayang yang cerdik dan berakal panjang, nah sekarang kalian boleh berkumpul menjadi satu, sepanjang hidup jangan harap bisa keluar lagi dari sini." Dengan meminjam cahaya lentera yang ber ada ditangan Hou-ji, segala sesuatunya dapat terlihat jelas, tempat itu merupakan sebuah ruangan batu yang sempit dan memanjang, di dalam ruangan itu tidak terlihat benda apapun kosong melompong. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ruang yang sempit memanjang ini tinggi satu kaki enam depa, cukup tinggi untuk ukuran sebuah ruangan. Dari sekeliling ruangan tersebut, disana hanya terdapat sebuah daun jendela yang berbentuk aneh, jendela tersebut berada diatas dinding sebelah barat, letaknya tinggi sekali. Daun jendela mempunyai lebar dua depa dan panjang lima inci, hingga berbentuk memanjang. Tapi dibagian yang lain hanya terdapat sebuah lubang kecil sebesar dua inci saja. Dilihat dari ukuran tebal jendela ini, paling tidak dindingnya mencapai tiga depa lebih. Waktu itu, Sun Tiong-lo baru saja bangun berdiri dari sudut ruangan itu, sekulum senyuman getir menghiasi ujung bibirnya. "Kau tidak apa-apa bukan ?" Nona Kim segera memburu kemuka. Tidak apa-apa." Merupakan kata yang sukar dicernakan, namun Sus Tiong-lo mengerti, nona Kim sedang bertanya kepadanya apakah menderita sesuatu luka akibat musibah yang menimpanya. Sun Tiong-Io sesera menggeleng, digenggam nya tangan nona Kim lalu bisiknya. "Tidak apa-apa, aku hanya tertipu !" Houji dan Bau-jl tidak bersuara, tapi mereka nampak gembira sekali atas pertemuan tersebut. Sun Tiong lo memandang sekejap api lentera ditangan Hou-ji, kemudian ujarnya. "Engkoh Hou, padamkan saja lenteramu itu, kita mesti menghemat, bila mana diperlukan saja kita baru mempergunakannya lagi !" Hou-ji mengiakan, dia segera memadamkan lentera tersebut. Dalam keheningan ditengah kegelapan, mendadak dari atas dinding itu berkumandang lagi suara teguran yang amat dingin. "Lebih baik dipasang saja, toh lebih baik kalian saling berpandangan lebih lama lagi sebelum berpisah untuk selamanya". Sun Tiong lo tertawa, kearah jendela itu dia berseru. "Kau jangan keburu bangga, sudah kukatakan tadi aku pasti dapat keluar dari sini!" Orang dibalik dinding itu segera tertawa. "Heeehhh.. heeehh... heehhh... kalau kau dapat berbuat demikian, hal ini lebih baik lagi, sampai waktunya pasti akan kusiapkan meja perjamuan untuk menghilangkan rasa kaget kalian !" Seusai mengucapkan perkataan itu kembali ia tertawa terkekehkekeh, kemudian tak kedengaran suara apa-apa lagi. Sementara itu lampu sudah padam suasana dalam ruang sempit berubah menjadi gelap gulita, sukar melihat kelima jari tangan sendiri nona Kim masih tetap bersandar dalam pelukan Sun Tiong-lo dia seperti sudah melupakan keadaan disekelilingnya. Begitu orang yang berada diruang sebelah berhenti berbicara, suasana pun kembali menjadi hening. Sesaat kemudian, Sun Tiong lo baru berkata. "Didalam ruang sempit ini tak ada kursi, silahkan kalian duduk dibawah lantai saja !" Maka sambil meraba dalam kegelapan, mereka duduk bersandar diatas dinding. Setelah duduk, Hou-ji segera bertanya. "Siau liong, mana sahabat yang membawa jalan bagimu tadi?" Sun Tiong lo tidak menjawab, tapi dari dinding sebelah kedengaran seseorang menjawab. "Lobu berada disini, ada sesuatu persoalan?" Hou ji berseru tertahan lalu duduk bodoh, tetapi sebentar kemudian menyadari apakah gerangan yang terjadi. Menyusul kemudian Hau ji berkata kepada Sun Tiong lo. "Jadi kau sudah di tipu oleh si-tua bangka keparat itu?" "Buat apa dibicarakan lagi!" Sahut Sun Tiong-lo sambil tertawa getir. Sementar itu orang yang berada diruang sebelah telah mendehem berulang kali dan kemudian katanya lebih jauh. "Tak ada salahnya toh untuk di ceritakan, bila tak menderita kerugian bagaimana mungkin bisa lebih berpengalaman. Lain kali kau pasti akan lebih tahu diri!" Sun Tiong lo tertawa terbahak-bahak, terhadap jendela itu teriaknya lantang. "Haahh, haah, haaah, kau jangan keburu merasa bangga dulu, aku sudah bilang, suatu ketika aku pasti dapat keluar dari sini !" "Hmm, tentu saja kalian bisa keluar dari sini, setelah kalian mampus karena kelaparan dan kehausan, tentu saja lohu tak akan membiarkan tubuh kalian membusuk disitu, akhirnya kamu semua pasti akan digotong keluar !" "Baiklah, toh waktunya bakal sampai juga, tunggu saja sampai tanggal mainnya !" "Betul, kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti !" Sun Tiong-lo masih ingin berbicara lagi, tapi Hou-ji sudah menarik ujung bajunya sambil berbisik. "Tak usah didebat lagi Siau-liong, tak ada gunanya sebagai seorang manusia, kita memang seharusnya berbicara menurut keadaan yang sedang kita hadapi, kenyataannya kita sekarang memang tak dapat keluar dari tempat ini." Belum selesai dia berkata, orang yang berada di ruangan sebelah telah menimbrung. "Nah, begitu baru betul, sebagai manusia kita harus pasrah pada nasib." Sejak kecil Sun Tiong lo dan Hou-ji sudah hidup bersama, dia cukup mengetahui watak dari saudaranya itu, dengan cepat dia memahami Hou-ji bisa berkata demikian pasti ada tujuannya, maka diapun tidak banyak bicara lagi. Nona Kim tidak mengetahui akan hal itu, dia berseru lagi. "Darimana dia bisa tahu kalau kami tak mungkin bisa keluar dari tempat ini ?" Bau-jipun tidak sependapat, sambungnya cepat. "Hou-ji katakatamu itu membuat aku benar-benar merasa tak sabar." Dengan ilmu menyampaikan suara Sun Tiong lo segera berbisik kepada nona Klm dan Bau-ji. "Engkoh Hou mempunyai suatu maksud tertentu, lebih baik kalian mendengarkan saja tanpa komentar. Nona Kim yang bersandar ditubuh Sun Tiong lo segera manggutmanggu! dan tak bicara lagi. Bau-ji pun tidak banyak bicara lagi. Sementara itu Hou ji telah bergumam lagi seorang diri. "Apa yang ku ucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya, bayangkan saja dinding ruangan ini mencapai tiga depa lebih, kuat, tebal dan tiada berpiatu, jangankan melarikan diri, mau keluar dari sini saja sulit, kalau dibilang masih ada harapan untuk meloloskan diri, bukankah hal ini sama artinya dengan membohongi diri sendiri?" Orang yang berada diruang sebelah segera bertepuk tangan sambil bersorak gembira. "Tepat sekali! Kau memang lagi berbicara sejujurnya!" Menggunakan kesempatan itu, Hou ji segera berkata kepada orang yang berada diruang samping itu. "Sobat yang berada dikamar sebelah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang sebentar?" Orang itu tertawa terkekeh-kekeh. "Heeeh... heeeh... heeeh... bagus sekali, akupun sedang merasa menganggur, berbincang-bincang memang tak ada salahnya." "Aku percaya kau mempunyai pandangan yang sama dengan aku..." Ucap Hou ji lagi. "Aaah, belum tentu" Tukas orang yang berada diruang sebelah cepat. "soal itu mah tergantung pada masalah apa yang sedang dihadapi." "Yang kumaksudkan adalah persoalan tak mungkinnya bagi kami untuk meloloskan diri dari sini!" "BetuI, dalam hal ini aku memang mengagumi sekali atas kesadaranmu menghadapi kenyataan." Hou ji segera menghela napas panjang. "Aaai... terus terangnya saja, siapa pun ingin dapat kabur dari sini, pasti akan kuusahakan suatu akal untuk membinasakan dirimu, percayakah kau?" Sekali lagi orang yang bcrcda diruang sebe lah tertawa seram. "Heeh... heeh... heeh... aku percaya kalau semua perkataanmu itu adalah kenyataan dan sejujurnya." Sesudah tertawa getir, kembali Hou-ji menghela napas panjang, katanya lebih jauh. "Tapi akupun cukup tahu diri, untuk melarikan diri jelas sudah tak ada harapan lagi, oleh sebab itu aku bersedia untuk membicarakan hal ini denganmu. siapa tahu diantara kita dapat lebih saling memahami..." "Oooh... jadi menurut anggapanmu, lohu masih membutuhkan peringatan darimu ?" "Sepantasnya kalau dibilang kaulah yang harus lebih memahami keadaan kami" Orang diruang sebelah tertawa, tertawa amat sombong. "Haah... haah... haah... kalau di bilang begitu baru betul, sayang sekali aku tak bisa lebih memahami kalian." "Tentu saja, dan lagi hal inipun tak bisa menyalahkan kau. cuma ada sementara persoalan kalau dibicarakan dari sudut pandanganmu sekarang, sudah sepantasnya kalau kau suruh kami lebih mengerti." "Oooo ... apa yang kau maksudkan?" "Kami sudah pasrah pada nasib dan tak akan menyusun rencana untuk melarikan diri lagi, kau sudah bilang kalau mati keputusan, kami bakal mati kelaparan, tapi sebelum mati, aku ingin mengetahui lebih dulu sebenarnya apa alasannya sehingga kami harus menerima kematian dalam keadaan seperti ini ?" Tampaknya orang yang berada diruang sebelah itu tertegun, lama kemudian ia baru berkata. "Jadi kau sedang bertanya, mengapa lohu berusaha untuk mengurung kalian disini ?" "Tentu saja, aku harus memahami kesemuanya itu lebih dulu sebelum mati !" "Baik. lohu akan menerangkan hal ini kepada kalian." Tapi secara tiba-tiba ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya, sebab dari ruang samping berkumandang suara pembicaraan seseorang yang amat merdu, sekalipun suaranya lembut dan manja, tapi nadanya sangat gelisah. Hou ji sekalian dengan cepat dapat mendengar pembicaraan tadi dengan amat jelas... - ooo0dw0ooo- APA yang mereka dengar ? Pada saat ituIah, terdengar perempuan itu sedang berseru dengan nada gelisah. "Aduh celaka, kitapun tak dapat meninggal kan loteng ini !" Dengan perasaan terkejut orang yang berada di ruang sebelah menegur. "Bagaimana mungkin ? sebenarnya apa yang telah terjadi ?" "Tempat obor didepan pintu besi telah dikutungi orang sehingga rantai yang mengendalikan pintu gerbang mengendor lalu terlepas, roda bergiginya jadi tak bisa digerakkan lagi, bagaimanapun aku berdaya upaya, namun pintu tersebut tak pernah dapat kubuka lagi" Setelah mendengar perkataan itu, orang yang berada di ruang sebelah baru ikut gelisah, ia segera membentak gusar. "Bagaimana mungkin tempat obor itu bisa kutung ? Siapa yang melakukan perbuatan ini?" Baru saja nona Kim akan berseru, suara perempuan di kamar sebelah telah berseru keras. "Sudah pasti budak ingusan itu, dia mengerti tentang ilmu alat jebakan..." Dengan marah orang dikamar sebelah mendengus, kemudian katanya. "Bunyikan keleningan emas dan perintahkan orang untuk membuka pintu besi ini dari luar!" "Tak mungkin, mereka semua telah ditawan, lencana keleningan emas tak ada gunanya lagi." Lelaki dikamar sebelah menjadi tertegun, kemudian sambil mendepak-depakkan kakinya berulang kali ke tanah, makinya. "Kau toh berjaga dibagian luar, seharusnya persoalan semacam ini kau perhatikan baik baik, goblok !" "Bagaimana kau menyalahkan aku ? Seandai nya bukan idee mu, bagaimana mungkin mereka bisa masuk kemari, coba kalau kita gunakan keleningan emas untuk memerintahkan mereka menghadapi orang-orang itu, sudah pasti urusan telah beres, hmmm !" Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak berkumandang suara tamparan nyaring. "Plaaak...!" Menyusul kemudian terdengar jeritan mengaduh dari perempuan itu, tampaknya dia kena di tampar. Betul juga, setelah suara tamparan dan suara mengaduh tersebut, suara perempuan yang semula lembut dan merdu itu berubah menjadi dingin dan menyeramkan. "Kau berani menghantam aku ? Hmm... soh bun ki (panji pencabut nyawa), bagus sekali perbuatanmu tapi kau ingat, selamanya jangan melupakan peristiwa hari ini !" Hou-ji yang mendengar ucapan itu, segera berbisik kepada Sun Tiong lo dengan suara terkejut. "Siau-liong, ternyata tua bangka yang menunjukkan jalan kepadamu itu adalah Soh hun ki..." Belum habis dia berkata, Sun Tionglo sudah menukas sambil berbisik pula. "Aku sudah tahu sejak tadi, bila ada persoalan kita bicarakan nanti saja" Sementara itu suasana di kamar sebelah telah terjadi perubahan yang besar. Mungkin si Panji pencabut nyawa juga menyadari kalau tamparannya barusan telah menanamkan bibit bencana, mungkin dia masih mempunyai tujuan lain, maka dengan suara yang lebih lembut katanya lagi. "He-he, jangan marah, aku hanya khilaf dan mata gelap tadi.." Ternyata dia memanggil perempuan itu sebagai He he, kontan saja Sun Tiong-lo sekalian merasakan hatinya tergerak, ternyata di alamat lama kuil Tong thian koan benar-benar terdapat seseorang yang bernama He-he. Baru saja si Panji pencabut nyawa menyelesaikan kata-katanya, He-he sudah menukas. "Karena khilaf karena mata gelap... apa lantaran begitu kau boleh menampar wajahku? Jika tiap kali khilaf tiap kali aku ditampar, bisa mampus aku akhirnya, jangan kau anggap aku bocah kecil yang mudah ditipu!" "Aku bersumpah, lain kali tak akan mengulangi lagi kejadian ini !" Panji pencabut nyawa berjanji. He he mendengus dingin. "Hmm... sumpahmu tak akan lebih berharga daripada janji-janji gombal dari kaum lonte" "Sudah, sudahlah, cukup sampai disini saja." Kembali Panji pencabut nyawa menghibur. "dewasa ini kita harus mencari akal untuk membuka pintu gerbang baja itu..." Tampaknya He-he mengalah juga, dia menyahut. "Baiklah, kau boleh berusaha mencari akal. Loteng ini adalah bangunanmu sendiri, segala peralatan dan alat jebakan merupakan ciptaanmu, mungkin kau mempunyai cara untuk memecahkan hal ini!" Dengan perasaan apa boleh buat si Panji pencabut nyawa mengiakan, katanya. "Aaai... tak ada cara lain yang bisa dipikikirkan lagi. "tapi baiklah, aku akan pergi memeriksanya..." Kemudian terdengar suara langkah kaki manusia yang sedang menekan tombol dan terbukanya pintu batu, setelah itu suasana amat hening. Selang beberapa saat, baru kedengaran serentetan suara bergeraknya alat-alat rahasia. Sesudah bergemanya suara alat rahasia untuk kedua kalinya, sampai Iama sekali suasana hening. "Hou ji peristiwa ini nampaknya aneh sekaIi." Bisik Sun Tiong lo tiba-tiba. Nona Kim segera tertawa cekikikan tukasnya. "Sedikitpun tidak aneh, akulah yang memapas kutung tempat obor tersebut." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan tangan kirinya Sun Tiong lo memeluk tubuh nona Kim, kemudian sambil berpaling ia berbisik. "Kau kira, bukan soal tempat obor yang kumaksudkan." Sebenarnya nona Kim bersandar pada bahu Sun Tiong lo dengan kepala tertunduk, setelah mendengar perkataan jadi tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya sambil buka suara. Tapi belum sempat sepatah katapun diucapkan, suasana kembali menjadi hening, bahkan bening sekali. Ternyata telah terjadi suatu "kontak" Yang terjadi tanpa sengaja, ketika nona Kim mendongakkan kepalanya dan Sun Tiong-lo menunduk, kedua bibir mereka segera saling membentur satu sama lainnya, bayangkan saja bagaimana mungkin gadis itu dapat melanjutkan perkataannya ? Bjkan cuma gadis itu saja yang tak dapat berbicara Sun Tiong-lo sendiripun merasakan kepalanya seperti dihantam dengan sebuah martil yang sangat berat, kecuali seluruh badannya terasa panas telinganya mendengung nyaring, dia tidak teringat apa-apa lagi... Oleh sebab itu pertanyaan yang kemudian di ajukan Hou ji secara beruntun tak satupun yang memperoleh jawaban. Lama kelamaan Hou ji menjadi keheranan dia segera menyikut Sun Tiong lo kemudian menegur. "Hei Siau liong sebenarnya apa yang terjadi dengan dirimu ?" Sikut mana segera menyadarkan kembali Sun Tiong lo dari suasana yang syahdu. Seandainya ruangan sempit itu tidak kebetulan berada dalam keadaan gelap guIita, mungkin mereka semua dapat menyaksikan paras mukanya yang telah berubah menjadi merah padam. Diam-diam Sun Tiong lo menghembuskan napas panjang, setelah berhasil menenangkan hatinya dia berkata. "Aku sedang memikirkan suatu persoalan!" Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Barusan, apa yang kau katakan?" Agaknya pada waktu itu Hou ji sudah memahami rahasia dibalik keheningan tadi, ia segera tertawa. "Bukan aku yang telah mengucapkan sesuatu, sedang akupun telah membalas pertanyaannya." "Ooh... aku tidak mendengar apa yang telah dia katakan?" Sementara itu He he koancu di ruang sebelah telah berkata lagi sambil tertawa aneh. "Aku sedang bertanya kepadamu, bersediakah kalian untuk meloloskan diri dari ruangan yang sempit itu?" "Oooh, aku rasa tak akan segampang itu bukan?" Ucap Sun Tiong lo dengan cepat. He-he koancu tertawa. "Kalau berbicara bagiku, soal ini mah cuma soal menggerakkan sebelah tangan saja." Sun Tiong lo berkerut kening tanpa menjawab, tentu saja orang lain tak dapat menyaksikan kerutan dahinya itu. Berhubung Sun Tiong lo tidak bersuara, maka He-he koancu menyambung lebih jauh. "Bagaimana? Masa sesukar itukah bagimu untuk menjawab pertanyaan yang kuajykan?" "Aku telah menjawabnya!" Sahut Sun Tiong lo dingin. He he koancu masih tefap berkata sambil tertawa. "Aku pun sudah bilang, bagiku soal itu mah cuma soal menggerakan tangan sebelah!" "Kalau memang masalahnya cuma menggerakan tangan sebelah, untuk apa kau bertanya lagi kepadaku?" "Walaupun masalahnya cuma soal menggerakkan tangan, hal itupun tergantung soal bersediakah tanganku ini untuk bergerak" "Toh tiada orang yang memaksamu?" Jengek Sun Tiong lo sambil tertawa dingin. Mendadak He he koancu mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain ujarnya. "Dari Soh ki, kudengar kalian datang kemari untuk mencariku benarkah demikian?" "Ehmm, benar..." "Oooh, sungguh mengherankan kitakan tidak saling mengenal, ada urusan apa kalian datang mencariku?" Sun Tiong lo tak dapat menjawab pertanyaan itu, sebab dalam catatan kitab kecil tersebut hanya dicantumkan bahwa mereka harus datang ke kuil Tong thian koan dikota Gak-yang untuk mencari He- he koancu, sedang soal setelah bertemu lantas harus berbuat apa dalam kitab itu tak pernah disinggung, bagaimana mungkin dia dapat menjawab pertanyaan orang ?" Hou ji dan Sun Tiong lo sama pahamnya akan keadaan seperti ini tapi dia lebih pandai menghadapi persoalan seperti ini daripada Sun Ti-ong-Io maka segera timbrungnya. "Maaf, hal ini hanya bisa dibicarakan setelah bertemu sendiri dengan He he koancu pribadi !" Tergerak juga hati He-he koancu, katanya kemudian. "AkuIah He he..." "Siapa tahu kau adalah Sang-sang?" Timbrung Hou ji cepat. He he koancu segera tertawa, tertawa terkekeh-kekeh dengan jalangnya. "Haah... haah... haah... kalian beberapa orang kongcu kecil memang sangat menarik." Bau ji yang tak pernah berbicara selama ini segera membentak dengan mendongkol. "Tutup mulutmu, tiada orang yang suka mendengar ucapan semacam itu..." Ternyata He-he koancu tidak menjadi gusar oleh dampratan tersebut malah sebaliknya sambil tertawa jalang serunya. "Jangan kau anggap saat ini aku tidak dapat melihatmu, tapi dalam hatiku sudah ada perhitungan yang matang, aku tak bisa menduga kau pastilah seorang bocah muda yang tak pernah memandang sebelah matapun terhadap orang lain, bukan begitu ?" Bau-ji mendengus dingin namun ia tidak banyak berbicara. Tiba-tiba He-he koancu menghela nafas panjang, kemudian ujarnya lagi. "Bocah muda, janganlah bersikap kaku dan bermuram durja terus menerus, kau harus tahu, Mi lek Hud bun mendapat simpatik orang banyak karena dia selalu tersenyum terhadap siapapun !" Dalam kegelapan, Bau ji hanya menundukkan kepalanya rendahrendah. Dia tak dapat menjawab, sebab orang yang tak di kenal dengan ucapan yang tak terduga itu mendatangkan suatu perasaan aneh dalam hati kecilnya. Benar, orang yang mengucapkan perkataan ini mungkin manusia rendah, mungkin cabul dan jalang, mungkin juga karena mempunyai suatu maksud tertentu, tapi apa yang diucapkan barusan merupakan suatu perkataan yang amat betul dan masuk diakal. Orang yang sering tersenyum, orang yang tersenyum ramah dalam keadaan apapun seakan akan kesulitan selamanya menjauhi dia, apa yang dilakukan dan dikerjakan pun kebanyakan seperti mengalami keberhasilan. Menangis sedih, mengaduh merengek belum tentu akan melumerkan hati orang yang keras seperti baja. Tapi berbeda dengan senyuman, bila orang bertanya sambil tersenyum jarang ada orang menampik. Menurut watak Bauji yang keras, jangan lagi ucapan mana berasal dari mulut seorang perempuan yang dianggapnya rendah dan tak ada harganya, sekalipun orang yang dihormati pun belum tentu ucapan mana akan diterima dengan begitu saja. Tapi keadaan pada hari ini berbeda, ini dikarenakan suasana yang gelap gulita. Kadangkala kegelapan dapat mendatangkan kejahatan dan kesesatan, tapi kadangkala juga dapat membuat orang tidak kehilangan rasa harga dirinya. Oleh sebab itu bukan saja Bau-ji tidak mendamprat He-he koancu, malah sebaliknya justru meningkatkan kewaspadaannya terhadap diri sendiri... Sementara Bau-ji sedang menyadari akan kesalahannya itu, He he koancu telah berkata lagi kepada Sun Tiong lo. "Si Panji pencabut nyawa telah berkata kepadaku, diantara kalian yang hadir disini sekarang agaknya kepandaian silatmu yang terhitung paling tinggi, oleh sebab itu sekarang aku hanya ingin berbicara dengan kau seorang." "Kau maksudkan siapa ?" Tukas Hou-ji. He-he koancu tertawa. "Yang pasti bukan kau, lebih baik kurangi saja niatmu untuk berbicara !" Sun Tiong lo segera mendengus, katanya. "Andaikata aku yang kau maksudkan, maka kau berarti telah salah melihat dan salah mendengar !" He he koancu tertawa cekikikan "Tak usah kuatir, aku tak bakal salah." "Darimana kan bisa tahu ?" Dengan nada serius He-he koancu menjawab "Dengan kepandaian silat yang dimiliki si Panji pencabut nyawa, selamanya dia tak pernah takut kepada siapapun tapi kali ini dia lebih suka memancingmu masuk perangkap daripada menghadapimu dengan kekerasan, ini lah suatu tanda bukti yang paling baik." "Itulah disebabkan dia melihat langit dari dalam sumur, pengetahuannya kelewat cetek" Dengus Sun Tiong-Io. "Ooooh... dia sudah termasyhur selama empat puluh tahun lebih didalam dunia persilatan, sepanjang hidupnya sudah banyak musuh tangguh yang pernah di jumpai, bila dia adalah katak dalam sumur, lantas manusia macam apa pula dirimu ini ?" Sun Tiong lo terbungkam oleh ucapan iiu, lambat laun dia merasa agak ngeri bercampur kagum juga terhadap perempuan ini, diam- diam ia mengakui akan kebenaran ucapannya. Dalam soal pengetahuan dan pengalaman Hou ji masih jauh melebihi kemampuan Sun-Tiong lo dan Bau ji, dari perkataan He he- koancu barusan dia sudah menangkap suatu titik kelemahan maka sambil mendengus dingin ujarnya. "Lebih baik kau tak usah menggunakan cara yang demikian rendah untuk menjebak kita, akulah pemimpin dari rombongan ini." Sekali lagi He he koancu tertawa cekikikan "Kau tidak merasa malu dengan perkataan demikian rendah itu?" "He he, menggunakan cara dan pembicaraan semacam ini untuk menjebak kami, caramu itu sungguh membuat aku merasa amat geli!" Kembali He he koancu tertawa-tawa. "Buat aku sih apa yang kukatakan, apa yang kupunyai aku katakan apa yang kupunyai aku katakan aku lebih suka blak blakan!" "Setan alas tahu, terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu kami menghadapi si Panji pencabut nyawa tadi, suteku menganggap membunuh ayam tak perlu memakai golok penjagal sapi, maka dialah yang maju untuk menghadapinya." "Tapi pertarungan itu tak jadi dilangsungkan, karena itu kami suheng te sekalian tidak pernah memperlihatkan jurus serangan apapun, atas dasar apa kau mengatakan kepandaian silat suteku yang paling tinggi?" "Hmm, aku mengerti akan maksud hatimu, tentunya kau sudah tahu bukan kalau suteku ini paling jujur dan mudah tertipu, maka kaupun beralasan demikian dengan maksud menjebaknya, terus terang kukatakan, kami tidak akan termakan oleh siasatmu itu!" Untuk beberapa saat lamanya He he koancu terbungkam dalam seribu bahasa, tentu saja dia tidak sanggup berkata apa apa lagi. Hou ji tidak melepaskan kesempatan itu, setelah tertawa dingin kembali ujarnya. "Katakan sekarang, sebenarnya apa yang kau inginkan?" Ternyata He he koancu cukup lihay juga, setelah berpikir, dia segera mendapat siasat lain, katanya lagi. "Aku masih tetap mengulangi ucapanku lagi, inginkah kalian meninggalkan ruang sempit ini" "Kalau ingin meninggalkan tempat ini bagaimana ? Kalau tak ingin meninggalkan tempat ini lantas kenapa ?" Bila tak ingin meninggalkan tempat ini, tentu saja kita tak usah membicarakan persoalan ini lagi" Kata He he koancu. "sebaliknya jika ingin meninggalkan tempat ini, asal kau bersedia menjawab tiga pertanyaanku dan menyanggupi satu keinginanku maka aku..." Hou ji lebih pintar sambil tertawa dia segera menyela. "Coba kau terangkan dulu syarat tersebut, kemudian baru kau ajukan ketiga buah pertanyaanmu, setelah kupertimbangkan masakmasak barulah akan kami beritahukan kepadamu apakah kami ingin meninggalkan ruang sempit ini atau tidak ?" "Kau memang pintar sekali" He he koancu segera tertawa cekikikan dengan merdunya, sesudah berhenti sejenak, kembali dia menyambung: Cuma soal inipun tak mengapa, bicara lebih dulu yaa bicara lebih dulu." "Kalau begitu katakanlah!" Desak Hou ji. Tampaknya He he koancu sudah mempunyai suatu persiapan matang, segera ia berkata. "Pertanyaanku yang pertama, aku ingin tahu apa maksud kedatangan kalian kemari?" "Baik, pertanyaan yang ke dua?" Sambung Hou ji cepat. He he koancu termenung sambil berpikir sejenak, kemudian dia baru berkata. "Siapakah di antara kalian yang merupakan jagoan dengam ilmu silat yang paling tinggi?" Hou ji segera tertawa terbahak-bahak. "Haaa....haaa... haaa... pertanyaan yang kau ajukan itu makin lama semakin menarik, apa pertanyaanmu yang ketiga?" "Sekarang, ke tiga orang anggota perguruanku itu berada dimana ?" "Nah, sekarang kau boleh mengajukan syarat yang kau inginkan itu...!" Seru Hou-ji dingin. "Syaratku amat sederhana, kalian harus berjanji kepadaku, mulai sekarang tak boleh datang lagi ke kuil Tong-ibian koan, tentu saja termasuk juga loteng batu ini, bahkan..." "Cukup, cukup, syaratmu yang terakhir serta apa yang kau tanyakan pada hakekatnya cuma perkataan yang sama sekali tak berguna." Tukas Hou ji cepat. "Bagaimana tak bergunanya ?" Tanya He-he koancu dengan suara dalam. "MeninggaIkan ruang sempit ini bukan berarti dapat meninggalkan bangunan loteng batu ini, tidak dapat meninggalkan bangunan loteng ini berarti tetap terkurung disini dan tidak mungkin bisa keIuar..." "Benar" Sela He he koancu. "tapi aku percaya, kalian pasti dapat mencarikan akal untuk meloloskan diri dari kurungan ini !" Mendadak Hou ji mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya. "Kau sudah berbicara setengah harian lamanya, pertanyaan dan syaratpun telah diajukan, tapi aku justru merasa heran apakah kau berani membuka pintu batu dari ruang sempit ini tanpa minta persetujuan lebih dulu dari Soh-bun ki?" He be koancu segera mendengus dingin. "Hmmm, tentu saja berani, dia itu manusia macam apa?" Hou ji segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lagi. Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo