Bukit Pemakan Manusia 3
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 3
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung Yan Tan hong mengerutkan dahinya sambil melirik sekejap ke arah Pek in, kemudian dengan wajah sungguh sungguh dia berkata. "Wan lihiap dapatkah kamu menyanggupi permintaanku untuk menemani ibuku menyingkir dulu dari sini?" Belum sempat Pek in menjawab, Yan tan-hong telah telah berkata lebih lanjut. "Dengan demikian dari mulut ibuku kau dapat memperoleh gambaran dari kejadian ini sedang aku dan Pek gi pun berharappersoalan ini dapat segera terselesaikan!" Pek in termenung sejenak dan akhirnya menyanggupi. "Baiklah, hal ini sangat cocok di hatiku!" Kemudian kepada Yan sian po dia memberi hormat lalu katanya. "Sian po benar atau pun tidak, boanpwe percaya asal orang yang terlibat langsung membicarakan sendiri persoalan ini maka harapannya menjadi lebih besar!" Yan sian po berpikir kemudian menjawab. "Baiklah harap kau membawa jalan!" Setelah berhenti sejenak, kepada putrinya dia berkata. "Hong-ji, dalam ruangan ini cuma tinggal kau dan anakmu, kau harus hati hati!" Sun Pak-gi bukanlah orang bodoh, ia dapat menangkap arti lain dari perkataan itu. dengan wajah yang serius segeralah ia berkata. "Selama hidup aku tak pernah bertindak curang atau munafik, benar atau tidaknya perbuatanku, aku tak kuatir diketahui oleh orang, maka menurut pendapatku lebih baik kalian tak usah meninggalkan tempar ini, bicaralah secara terang terangan dalam ruangan ini juga." Orang lain belum lagi menjawab, Pek in sudah menyerling sekejap kearahnya sambil berkata. "Kaiau memang begitu, apa salahnya kalau kau dan Yan lihiap membicarakan dulu empat mata?" Sun Pak-gi mengerutkan dahinya, berseru. "Adik In, jangan lupa! Kita masih mengkuatirkan persolan ini, bila tidak beruntung dan persoalan ini ternyata adalah persoalan tersebut, dengan perginya adik In seorang diri" "Kau tak usah kuatir" Tukas Pek in. "Apa lagi Ngo kian bersaudara sudah berhati hati diluarkan?" Sampai disitu dia lantas mempersilahkan Yan sian po untuk berjalan terlebih dahulu, bahkan dengan sopan, memohon diri dari Yan li hiap, kemudian dengan berjiwa besar meninggalkan ruangan itu. Sepeninggal Pek in berdua, Yan tan hong dan Sun pek gi malah terlibat dalam kebungkaman yang sepi. Hening rasanya. Tak lama kemudian, akhirnya Yan tan hong yang buka suara lebih dulu, dengan sedih dia melirik sekejap ke arah Sun Pakgi, kemudian setelah menghela nafas panjang, ujarnya sedih. "Pekgi, apa kau sudah lupakan semua kata-katamu dulu?" Pek gi tertegun, sambil menjura katanya. "Yan-lihiap, pernah kukatakan apa padamu" Mendadak Yantanhong melototkan sepasang matanya bulat bulat, tampaknya merasa amat gusar, tapi dalam waktu singkat sikapnya telah berubah menjadi begitu memedihkan hati, setelah tertawa getir katanja. "Ternyata kau benar benar telah melupakannya" Sun pek gi tahu bahwa persoalan ini agak mencurigakan, tapi berhubung pihak lawan seorang perempuan, apalagi orang yang terlibat langsung dengan peristiwa itu, maka dia merasa susah untuk mencari keterangan dengan lebih jelas. Tapi tahu, masalahnya makin lama semakin gawat, dia sudah tak berkesempatan untuk memikirkan lebih banyak lagi. Maka dengan wajah serius dia memberi hormat kepada Yan Tan hong, kemudian ujarnya. "Yan lihiap, bukannya aku tolol, sekalipun terhadap persoalan yang Yan lihiap terangkan sudah memahami lima enam bagian, tapi aku benar-benar tidak habis mengerti, kenapa persoalan ini dapat melibatkan diriku?" "Yan Iihiap, kemungkin besar kejadian ini adalah suatu kesalahanpaham sekarang kita telah saling berhadapan muka, bila lihiap tidak merasa canggung, tolong kisahkan sekali lagi apa yg sesungguhnya telah menimpali dirimu ?" Yan Tan-hong mengerutkan dahinya, lalu tertawa dingin katanya. "Pek gi, apakah kau suruh aku menceritakan kembali kejadian dimasa lalu itu didepan anak kita?" Sun pek gi menjadi terperanjat sekali sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa ia mundur selangkah kebelakang. "Anak kita kau... kau ..." Yan Tan hong menghela napas sedih, sambil menarik bocah lelaki yang berada disisi nya ke hadapan Sun pek gi, ia berkata. "Dia bernama Pau ji (anak buangan), anak yang dihasilkan dari darah dan daging kita ber dua!" Paras muka Sun Pek gi berubah sangat hebat, serunya dengan suara dalam dan berat. "Yan lihiap, apa maksudmu yang sebenarnya ?" Dengan alis mata berjungkit Yan Tan-hong-pun berkata dengar suara dalam dan berat. "Sun Pek-gi, justeru akulah yang hendak bertanya kepadamu, apa sebenarnya maksudmu ?" Pau-ji si "anak buangan" Hanya membelalakkan sepasang matanya yang hitam dan bulat besar itu sambil sebentar melihat ibunya, kemudian sebentar melihat pula kearah Sun Pek gi, sekilas rasa bingung dan kalut menyelimuti seluruh wajahnya. Diam diam Sun Pek-gi mendengus dingin, sekarang ia telah beranggapan bahwa Yan Tan hong besar kemungkinannya adalah utusan yang di kirim oleh musuh besarnya "Lok-hun pay" Untuk merenggut nyawanya. Sebaliknya Yan Tan hong sangat menguatirkan keadaan putranya, sebab bagaimanapun juga apa yang telah terjadi dimasa lalu tidak sepantasnya kalau sampai terdengar oleh bocah itu, maka setelah memutar sepasang matanya yang jeli serta menahan lelehan air matanya, dia berbicara kepada seorang yang bernama Pau-ji sambil tertawa. "Bocah sayang, bermainlah ke luar ruangan sana, tapi jangan pergi terlalu jauh, setelah ibu menyelesaikan persoalan, akan kucarimu lagi, ingat! jangan pergi terlalu jauh, jangan jauh-jauh meninggalkan pintu ruangan !" Pau-ji memandang sekejap ke arah Sun Pek gi lalu mengangguk, dia lantas melangkah ke luar dari ruang tengah. Menanti bocah itu sudah menyingkir dari hadapannya, Yan Tan- hong menjadi lebih leluasa lagi, dengan wajah dingin dan kaku karena sedih ia berkata. "Pek-gi, sekarang aku hanya ingin mendengar sepatah katamu saja, bagaimana penyelesaianmu terhadap kami ibu dan anak ?!" Sun Pek-gi segera mendengus dingin. "Yan li hiap, ibumu terhitung seorang cianpwe yang di hormati dan di segani orang dalam dunia persilatan, partai Han-san-pay selalu bersikap terbuka, jujur dan berjalan lurus, tapi hari ini lihiap telah mempergunakan cara yang keji dan licik." "Tutup mulut!" Bentak Yan Tan-hong dengan gusar. "kau telah menganggap keluarga Yan kami sebagai manusia macam apa ?" "Hal ini harus bertanya kepada lihiap sendiri" Kata Sun Pek gi sambil melotot gusar. "aku benar benar merasa heran, mengapa li hiap bersedia mengorbankan kesucian dan nama baikmu untuk diperalat orang lain ? Sekalipun berhasil menghancurkan aku, apa pula faedah dan keuntungannya buat lihiap ?!" Yan Tan hong berusaha untuk menahan diri, tapi semakin di tahan ia merasa semakin tak tahan, akhirnya dia berseru. "Sun Pekgi hatimu sungguh keji, tenpo hari setelah mabuk di keluarga Mo, kau telah menodai tubuhku..." "Yan lihiap" Tukas Sun Pek gi dengan suara berat. "malam itu aku mabuk hebat sampai tak tahu diri, mau bergerakpun susah, meski aku telah salah masuk keruang dalam dan memasuki kamar lihiap, akan tetapi..." Yan Tan hong segera mendepakkan kakinya berulang kali seraya berteriak. "Hemmm... kau masih mengatakan bergerakpun tak bisa, padahal kau toh tahu orang yang betul betul mabuk hebat pada malam itu hingga bergerakpun tak bisa, sehingga harus dipayang kembali kekamar oleh dayangnya keluarga Mo bukan kau melainkan aku." "Yan Lihiap, malam itu aku juga mabuk hebat dan tak bisa bergerak sama sekali" "Kalau memang kau mabuk sampai tak bisa bergerak, kenapa bisa salah masuk ke dalam kamarku" Seru perempuan itu cepat. Begitu perkataan itu diucapkan, Sun pak gi menjadi tertegun dan berdiri bodoh, benar juga! Yaaaa benar juga?! Kalau toh dirinya sudah mabuk hebat dalam perjamuan itu sehingga tak sadarkan diri dan tak mampu berjalan, bagaimana mungkin bisa salah jalan sehingga salah masuk kedalam kamarnya Yan Tan hong? Ia menjadi terbungkam dan tak tahu bagaimana musti menjawab pertanyaan itu? - ooo0dw0ooo- BAB EMPAT "COBA engkau perhatikan Pau ji dia mirip siapa? Lihatlah, dia mirip siapa?" Seru Yan tan hong lebih jauh. Perempuan itu mulai menangis tersedu-sedu karena pedih hatinya, selang sejenak kemudian sambil menyeka air matanya dia berkata. "Kalau tahu begini, kau adalah orang yang tidak berperasaan, setelah pauji di lahirkan tak akan kuberi nama margamu itu padanya, akupun tak akan hidup sampai hari ini...." "Sun pek gi, bocah itu telah kubawa kemarin sekarang sekalipun engkau mengenali aku Yan tan hong, akupun tak sudi mengenali dirimu lagi." Kontan saja Sun pek gi mengerutkan dahinya rapat rapat kemudian menukas. "Yan lihiap janganlah emosi dulu, siapa tahu di balik ini terdapat kesalah pahaman." "Mana mungkin salah paham?!" Yan tan hong semakin marah. "Aku berani sumpah didepan dewa suci." "Sumpah! Sumpah!.." Teriak Yan tan hong, sambil mendepak depakkan kakinya. "Masih belum cukupkah sumpahmu itu? setelah menodai tubuhku, esok harinya bersumpah, hari ketiga ketika mengantar aku kembali kebukit Han sian..." "Aku cuma berdiam semalam saja dirumah Mo toako, keesokkan harinya aku mohon diri" Tukas Sun Pek gi. "Bahkan Mo toako menghantar diriku sejauh satu li, bagaimana mungkin masih bisa menemani Li hiap pulang kebukit Hansan? Dalam peristiwa ini, Mo toako bisa, dijadikan saksi!" Mendadak mencorong sinar bengis dari balik mata Yan Tan hong, serunya keras. "Sun pek gi, kau sungguh amat kejam ! padahal kau tahu, sudah banyak tahun Mo tayhiap lenyap dari dunia persiIatan, sekarang kau berkata Mo tayhiap bisa menjadi saksi,hemm! Sun Pek gi, kau bisa bersikap demikian kepadaku, bila menjumpai kesempatan dilain waktu mungkin juga kau bisa berbuat yang sama terhadap gadis gadis lain, apa gunanya manusia cabul berhati keji macam kau dibiarkan hidup lebih jauh." Sementara itu, suara ribut ribut juga terdengar dari ruangan belakang, agaknya antara Yan sian po, pek in dan Ngo kian telah terlibat dalam suasana yang kaku. Mereka masing masing memegang teguh pada prinsip dan pendapatnya masing masing, maka bukan pembicaraan yang kemudian berlangsung melainkan percekcokan hebat Begitulah, sementara Lu Cu peng menjamu tamu di loteng selatan, Ngo kian beserta Pek in cekcok dengan Yan sian po diruang belakang Sun Pek gi dan Yan Tan hong telah mulai bertarung di ruang depan. Si binal "Sun Tiong lo" Menjadi tak ada yg mengurusinya lagi. Dasar bocah cilik suka akan keramaian, diam-diam iapun berjalan keluar dari gedung keluarga Sun. Setelah melewati kebun dan menembusi pintu berbentuk rembulan, akhirnya ia menjumpai "pau-ji" Berada didepan sana, dengan hati girang ia lantas lari kedepan dan menghampirinya. Mula mula kedua orang bocah itu saling berpandangan satu sama yang lain, kemudian yang satu tertawa, yang lainpun turut tertawa, akhirnya mereka berdiri bersama. Waktu itu Sun Tiong lo berusia lima tahun, pau ji tujuh tahun, belum lagi Sun Tiong lo yang lima tahun buka suara, pau ji telah menegur lebih duluan. "Siapa kau?" "Aku bernama Sun Tiong Io, ini rumahku" "Apakah ayahmu juga bernama Sun pek gi?" Tanya pau ji sambil mengerdipkan matanya. Sun Tiong lo segera mengangguk. "Siapa namamu? siapa pula ayahmu?" Sepasang mata pau ji menjadi msmerah, sambil menunjuk ke ruang tengah katanya. "Ibu bilang ayahku bernami Sun Pek gi, hari ini aku diajak bertemu ayah, siapa tahu ayah tak mau mengenali kami, sekarang ia sedang berkelahi dengan ibu dalam ruang situ!" "Oooh..." Sun Tiong lo berseru tertahan, ia tampak seperti agak termangu. Setelah tertahan sekian waktu, dia baru bertanya "Kalau begitu ayah ayahku adalah ayah mu?" "ibuku bilang begitu, tentu saja tak bakal salah!" Sun Tiong lo segera mengernyitkan alis matanya yang kecil, kemudian serunya. "Lantas, kenapa ibumu bukan ibumu." "Yaa, ibuku juga bukan ibumu!" Sambung pau ji. Agaknya Sun Tiong lo tidak mengerti, sambil menggelengkan kepalanya ia seperti berguman. "Aneh, sungguh amat aneh..." Bagaimanapun juga, usia Pau ji dua tahun lebih tua, dia lantas berkata kembali. "Urusan orang tua memang selalu aneh, barusan mereka masih berbicara baik baik, sekarang sudah berkelahi. sungguh mencemaskan aku juga tak tahu apa jang harus lakukan..." "Hayo kita lihat mereka berkelahi!" Ajak Sun Tiong lo sambil membuka jendela ruangan. "ayahku sering berkelahi juga orang jahat, kenapa kau musti cemas." Pau ji menjadi tak segan hati "Tapi ibuku bukan orang jahat, dan kali ini ayahmu yang jahat!" Serunya. Sun Tiong lo segera mendengus pula. "Mana mungkin? Ayahku orang baik, dia tak pernah berkelahi dengan orang baik!" Setelah berhenti sebentar, seperti teringat akan sesuatu, dia berkata lagi. "Benar, bukankah ibumu memberi tahu padamu kalau ayahmu adalah ayahku?" Pauji manggut manggut, sinar matanya segera dialihkan dari luar jendela kedalam ruangan, lalu sahutnya. "Benar, ini tak bisa salah lagi!" "Sun Tionglo juga lurut menonton kedalam ruangan, kemudian meneruskan kata-katanya. "Kalau begitu, jika kau bilang ayahku jahat, ayahmu sendiri jahat..." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pauji menjadi berdiri bodoh dan tidak berbicara lagi. Sementara itu suasana dalam ruangan telah mengalami perubahan, Sun pek gi tidak membawa senjata, dia bertarung dengan mempergunakan tangan kosong. Sedangkan Yan Tan hong dengan sebilah pedang tajamnya melepaskan serangkaian ancaman maut yang datang cari empat arah delapan penjuru. Waktu itu, percekcokan diruang belakang juga telah mencapai pada puncaknya, entah cari mana munculnya seorang pelayan yang tak tahu diri, tiba tiba ia berteriak keras dari Iuar ruangan belakang. "Aduuuh celaka, loya dan nona itu sedang bertarung didalam ruangan depan !" Ucapan tersebut bagaikan api yang bertemu dengan minyak, membuat semua orang yang berkuatir bagaikan kehilangan kesadarannya. Pek in yarg pertama-tama melompat bangun dan memburu ke ruangan depan. Ngo kian cukup mengetahui akan watak dan karakter Sun Pak gi, mereka beranggapan bahwa apa yang diceritakan Yan sian-po tak lain cuma cerita isapan jempol untuk membuat fitnahan. Dengan cepat mereka itupun telah menganggap Yan sian po sebagai utusan dari "Lok hun pay" Yang sedang di nanti nanti kan. Oleh sebab itu, ketika Pek in melompat bangun sambil memburu keruangan depan tadi mereka berpandangan sekejap lalu serentak menggerakkan badan dan mengurung Yan sian po ditengah kepungan. Yan sian po cukup mengetahui akan kelihayan ilmu silat dan kesempurnaan tenaga dalamnya yang dimiliki Sun Pek gi, ketika mendengar kalau putrinya terlibat dalam pertarungan melawan Sun Pek gi ia segera mengkuatirkan putrinya dan cepat cepat melompat bangun dari tempat duduknya. Maka ketika dilihatnya Ngo kian telah mengurung dirinya sedang Pek in sudah menerobos keluar dari ruangan itu. Rasa sentimennya yang memang sudah tertanam dalam hatinya terhadap Sun Pek gi makin berkobar lagi, ia lantas beranggapan bahwa ke semuanya ini tak lebih merupakan suatu rencana busuk yang telah mereka atur. Berpikir demikian, ia menjadi gusar sekali, toya Han san ciangnya segera di sapu ke depan dengan dahsyatnya, segulungan serangan yang sangat kuat segera memaksa Ngo kian mundur kebelakang, lalu menggunakan kesempatan tersebut ia menghancurkan daun jendela di sisi ruangan dan menerobos keluar. Kebetulan Pek in telah tiba di serambi, dengan cepat ia menghadang jalan pergi Yan sian po, sebab Pek in mengira Yan sian po hendak pergi membantu Yan Tan hong, tak ayal lagi suatu pertarungan segera berkobar. Waktu itulah Ngo kian telah menerobos keluar semua dari dalam ruangan, dengan suara lantang Tong Kim san segera berseru kepada Pek in. "Serahkan nenek itu kepada kami berlima, enso cepat kembali ke ruang belakang untuk men ambil senjata, jangan biarkan saudara pek gi tampa senjata!" Diperingatkan oleh Tiong lo sam, Pek in segera menyahut dengan perasaan gelisah. "Aku segera akan pergi mengambil senjata jangan lepaskan Yan sian po, jangan biarkan dia masuk ruang depan!" "Jangan kuatir rinso, cepatlah pergi!" Seraya berkata, ke lima orang tersebut segera melancarkan serangan dengan gencar untuk menggantikan kedudukan pek in. pembicaraan mereka tadi dilangsungkan dalam keadaan yang mendesak, mereka hanya berbicara sesirgkatnya cukup asal pihak lawan tahu, akan tetapi justru karena hal itu, Yan sian po semangkin menaruh salih paham terhadap mereka. Toyanya segera diputar makin dahsyat melancarkan serangkaian serangan mematikan bentaknya keras keras. "Bagus... bagus... aku si nenek masih mengira perempuan rendah itu juga perempuan, aku mengira perempuan lebih memahami kesulitan perempuan, maka aku berbujuk oleh kata kata manisnya untuk menyingkir keruang belakang." "Tak tahu perempuan rendah itupun sudah mempunyai niat busuk untuk mencelakai kami, hmm..! sekarang aku baru tahu, jadi dia sengaja hendak membiarkan putriku tertinggal seorang diri dalam ruang depan agar bisa dibunuh oleh anjing geladak she Sun itu." "Hmmm... kalian lima ekor anjing laknat, rupanya ingin membantu kaum jahat berbuat keji kepadaku. Hmmm ! bagus, mari kita mencoba kepandaian masing masing, lihat saja siapa yang lebih tangguh diantara kita, aku tak percaya kalian mampu menahan diriku !" Seraya berkata, si nenek segera membuka serangannya dengan jurus-jurus yang dahsyat dan mematikan, bukan cuma serangannya makin nekad, bahkan ia tak ambil perduli lagi terhadap keselamatan serta mati hidup dirinya lagi. Pada saat itulah, tiba tiba dan ruang belakang berkumandang suara teriakan orang. "Celaka... hujin telah mati ! Hujin telah mati !" Berita itu bagaikan guntur yang membelah bumi di siang hari bolong, seketika itu juga membuat sekujur badan lima bersaudara Ngo-kian bergetar keras. Dengan mata membara bagaikan korban api mereka mempergencar serangannya dengan ancaman-ancaman yang mengerikan. Tong losam segera menuding ke arah Yan sian-po sambil membentak, penuh kebencian. "Nenek bajingan, rupanya kau memang se ngaja menahan kami dan Pek-gi di sini agar mempunyai kesempatan untuk membunuh Sun toa so... Hmmm. Nenek bajingan,. jangan harap kalian berdua bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat!" Dalam gusarnya, sistim pertarungan dari lima bersaudara Ngo kian pun segera dirubah. Dengan demikian, maka suatu pertempuran sengit yang luar biasa dahsyatnyapun segera berkobar. Semestinya apa yang terjadi diruang belakang serta kematian yang tata tiba tak mungkin bisa tersiar sampai diruang depan, siapa tahu pada saat itulah tiba tiba ada pelayan lari ke ruang depan dan berteriak dari pintu muka. "Toya, aduh celakai Hujin telah terbunuh diruang belakang!" Kebetulan sekali, pada saat itu Yan Tan hong sedang menusuk pusar Sun pek gi dengan jurus Ci koan jit gwat (mengatur langsung matahari rembulan), sedang Sun pek gi sendiri bersiap untuk memutar badan sambil menghindarkan diri. Ketika secara tiba tiba mendengar teriakan tersebut sekujur badan Sun pek gi bergetar keras, ia rasakan kepalanya pening dan pandangannya jadi gelap, untuk sesaat dia lupa untuk menghindarkan diri dari tusukan yang sedang dilancarkan oleh Yan tanhong tersebut. Yan Tan hong sendiri juga turut tertegun setelah mendengar berita tersebut, dia mengira ibunya yang telah turun tangan membunuh Pek in, untuk sesaat rasa sesalnya terhadap perbuatan dari ibunya itu. Karena tertegun, tusukan pedang yang sedang dilancarkanpun turut terhenti ditengah jalan. Siapa tahu, suatu kejadian yang jauh diluar dugaannya segera berlangsung, sementara pedangnya terhenti karena tertegun, mendadak ia merasakan datangnya tenaga dorongan yang amat besar menghajar sikut dan lengannya. Termakan oleh dorongan tenaga yang amat dahsyat itu, tak bisa dikuasai lagi lengannya itu tersodok maju kemuka dengan karenanya,padahal pedangnya yang tajam sedang ditodongkan didepan perut Sun Pek gi, begitu terdorong tenaga aneh sadi, serta merta pedang itu menusuk perut Sun Pek gi dan menembus sampai ke punggung. Kontan saja Sun Pek gi membelalakkan se pasang matanya lebar lebar, sambil menuding kearah Yan Tan hong serunya. "Kau...kau ....kau benar-benar datang untuk membunuhku? Sungguh...sungguh..." Menghadapi kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini, Yan Tan hong tertegun dan berdiri bodoh saking kagetnya, untuk sesaat dia tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun. Dua orang bocah yang sedang menonton pertarungan tersebut dari luar jendela ruangan pun menjadi duduk melongo, sesaat kemudian Sun Tiong lo baru menangis, sambil meninju tubuh Pau ji teriaknya. "Ibumu telah membunuh ayahku !" Kemudian sambil berteriak menggigil akhirnya dia merangkak naik keatas jendela, tapi baru sampai tengah jalan, saking sedihnya bocah itu jatuh tak sadarkan diri diluar jendela. Pau ji yang ditonjok perutnya juga tidak membalas, diapun tahu apa yang musti dilakukannya, melihat Sun Tiong lo jatuh pingsan, diatas tanah, dia hanya bisa menggoyang goyangkan tubuhnya sambil berteriak teriak. sementara itu pertarungan lima bersaudara Ngo kian dengan Yan sian po sudah mencapai puncaknya, kedua belah pihak telah sama sama terluka, namun sambil bermandi darah mereda masih terus bertarung dengan seru. Sejak awal sampai akhir boleh dibilang semua peristiwa berlangsung amat cepat, dan bahkan boleh dibilang tak sampai seperminum teh lamanya Teriakan dan serta bentrokan senjata yang berlangsung di ruangan itu dengan segera mengejutkan para pendekar yang sedang menikmati rembulan di loteng sebelah selatan. Di dalam keadaan seperti ini, Lu cu peng tidak memperdulikan soal tata kesopanan lagi tanpa menyapa pada tamu-tamunya, dia, segera menerjang keruangan itu dengan kecepatan luar biasa yang jarang adanya. Tapi pada saat tubuhnya sedang melayang turun dari loteng sebelah selatan itulah, peristiwa berdarah telah berlangsung. Waktu itu Ngo kian dan Yan sian po masih terlibat dalam pertarungan berdarah itu mendadak melayangkan turun seorang manusia aneh berkerudung, setelah tertawa dingin lantas berseru kepada Yan sian po. "Kawan kawan Sun pek gi yang berada di loteng selatan sebentar lagi akan sampai disini" "Harap Sian po segera mengajak putrimu pergi dari sini serahkan saja kelima orang ini padaku!" Kata orang berkerudung. Di tengah seruan tersebut orang itu segera menerjang kedepan, pergelangan tangan kanannya cepat di ayunkannya kemuka, Tong losam yang menyerbu paling muka menjerit binasa. Menggunakan peluang inilah, Yan sian po segera melarikan diri dari arena pertempuran. Dengan tewasnya Tong losam itu, Ngo kian hengte semakin kalap, dengan matanya membara karena benci dan dendam mereka melancarkan serangan tambah gencar. Dengan ayunan toyanya Yan sian po berhasil menjebol jendela ruangan dan melayang masuk, akan tetapi setelah menyaksikan kenyataan yang terbentang didepan matar paras mukanya segera berubah hebat. Sampai detik itu, Sun pek gi masih berdiri disana dengan sebilah pedang menembusi perut nya, sedang putrinya sambil memegang pedang tersebut berdiri tertegun dihadapannya. Sambil gelengkan kepaIanya, Yan sian po segera melayang masuk kedalam ruangan dan tegurnya. "Budak bodoh, bagaimanapun juga kau tak bisa membunuhnya?" Dengan kaku Yan tan hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tidak bermaksud membunuhnya, aku... aku..." Yan sian po segera berkerut kening, sekali tabok dia hajar bahu putrinya keras keras, lalu Serunya. "Coba kau lihat yang lebih tegas..." Tabokan itu dengan cepat menyadari lagi Yan Tan hong dari lamunannya ia segera menangis tersedu-sedu sambil berseru keras. "lbu, bukan aku, bukan aku, ibu, aku cinta padanya, sejak di rumah keluarga Mo malam itu aku telah mencintainya..." "Mana Pau ji ?" Seru Yan-sian po kemudian dengan gelisah setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu. Begitu menyinggung soal "Pau ji", dengan cepat Yan Tan hong menjadi tenang kembali. "Hayo berangkat! Kita harus segera pergi meninggalkan tempat ini !" Yan Sian po segera berseru dengan suara dalam. Begitu ia mengatakan akan pergi, Yan Tan hong segera mengendorkan tangannya dan di Seret Yan sian po keluar dari ruangan itu. Pau ji berada di luar ruangan, begitu berjumpa dengan bocah tersebut, dengan cepat mereka melarikan diri dari tempat itu. Belum lama bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan mata, Lu Cu-peng telah melayang masuk ke dalam ruang tengah. Saking terburu burunya Yan Tan hong meninggalkan tempat itu, ia lupa pada pedangnya yang masih menancap dibadan Sun Pek gi. Oleh sebab itu-meskipun Pek gi sudah terkapar di tanah namun belum sampai tewas, kedatangan Lu Cu peng tepat waktunya, ia segera berlutut diatas tanah sambil me meluk Sun pek gi air matanya jatuh bercucuran dengan derasnya, tak sepatah katapun yang dia ucapkan. Sun pek gi segera menarik nafas panjang sekulum senyum tersungging diujung bibirnya, lalu berkata. "Cu peng de....ngarkan peesa..an terakhirku ini." "Silahkan tuan katakan" Sahut Lu Cu peng sambil menahan air matanya yang berderai. "Bila hamba membangkangnya pasti akan mati tanpa tempat kubur !" Kembali Sun pek gi tersenyum, ujarnya. "Baik... kini... adik In juga telah mati kau... kau harus segera membawa Lo-ji pergi da... dari sini, makin jauh semakin baik... jangan membalas dendam tak boleh membalas dendam...!" "Kenapa? Kenapa? Dendam kesumat ini harus dibalas.." Seru Lu Cu-peng sambil menangis. Titik air mata jatuh berlinang membasahi pipi Sun Pek-gi, kembali Katanya. "Lu Cu-peng, dengan napas terakhirku ini aku.... aku berpesan kepadamu, jangan membalas dendam, cepat bawa Lo ji pergi dari sini, yang mem... membunuh aku dan adik In bukan Yan lihiap..." Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Bo... bocah yang bernama Pauji itu ke... kemungkinan besar adalah anakku... waktu itu aku.. aku sedang mabuk he... hebat..." Sambil menangis dan gelengkan kepalanya berulang kali, Lu Cu- peng berteriak. "Mengapa tuan tidak mengakuinya, Cu-bo tak akan..." Titik air mata kembali jatuh berlinang membasahi wajah Sun Pekgi, katanya lagi. "Se.... sesudah Tan hong pergi, secara tiba-tiba aku baru memahami akan hal ini, aku... akupun sudah tahu siapakah Lok hun pay yang se... sebenar-nya." "Siapakah dia ? Siapa ? Tuan, beritahukan kepada hamba!" Dengan memaksakan diri Sun Pek gi menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Cu peng, biarkanlah dia tidak berperasaan, tapi aku tak boleh tak setia kawan, aku bertindak hanya menuruti perasaan, kini adik In telah pergi, dia pergi tanpa melakukan suatu kesalahan apapun terhadap orang lain, akupun akan pergi menjumpainya dengan hati pasrah." "Cu peng, jangan membalas dendam, kau lebih-lebih tak boleh mencari permusuhan dengan keluarga Yan, Ingat, bawa Loji, dan cepat pergi, cepat tinggalkan tempat ini, makin cepat makin baik, makir jauh makin baik, terhadap Pau ji, kau.. Aai..." Ketika secara tiba tiba Sun Pek gi dapat mengucapkan kata katanya dengan lancar tanpa terputus putus, Lu Cu peng sudah tahu kalau saat tersebut merupakan saat terakhir menjelang kematiannya, lentera yang hampir kehabisan minyak biasanya justru bercahaya lebih terang demikian pula dengan manusia. Ternyata dugaannya tak keliru, belum habis perkataan itu disampaikan, pendekar sejati yang perkasa itu telah berpulang ke alam baka. Lu Cu peng amat kalut dan bingung, sambil menggigit bibir dan menyeka air matanya, tiba-tiba ia berlutut dan menyembah didepan jenazah Sun Pek gi, kemudian setelah mencabut pedang Yan Tan hong dan membungkusnya dengan kain, dia melayang keluar lewat jendela. Setelah keluar dari ruangan, dengan cepat ia menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lalu me lompat turun kebawah. Tapi setelah berada dibawah jendela, ia pun berpekik syukur, Ternyata ketika melayang turun dari jendela tadi, ia seperti menyaksikan ada bayangan hitam tergeletak ditanah, setelah didekati ternyata orang itu adalah majikan ciliknya Sun Tiong lo, dengan cepat ia memeluk bocah itu dan dibawa kabur. Sepeminum teh setelah kepergiannya, manusia berkerudung itu baru berhasil membinasakan lima bersaudara Ngokian. Sambil menendang mayat-mayat tersebut, serunya sambil menyeringai seram. "lnilan pembalasan dari saudaramu yang dahulu selalu minum kuah "Tang-kwe tong!" Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa seram kembali berkata. "Masih ada seorang binatang cilik yang masih hidup, lohu harus membabat rumput seakar akarnya, kini kawanan manusia yang suka mencampuri urusan telah meninggalkan loteng selatan, lebih baik lohu melepaskan api dulu untuk membakar gedung ini." Sampai disitu, ujung bajunya segera dikebaskan kemuka, tiga biji peluru api dengan cepat meluncur kemuka. Ketika membentur jendela, peluru itu segera meledak dan berkobarlah jilatan api yang sangat besar membakar seluruh ruangan tersebut. Seperti apa yang dikatakan manusia berkerudung itu betul juga, tak lama kemudian para pendekar dari loteng selatan telah berdatangan tetapi ketika melihat terjadinya kebakaran mereka segera turun tangan untuk memadamkan kebakaran itu lebih dulu, menyusul kemudian ada orang yang menemukan jenasah Sun Pek-gi. Gedung raksasa yang baru saja dibangun oleh Sun Pek-gi itu segera hancur menjadi puing-puing yang berserakan. Yang tertinggal kini hanya bangunan yang hancur serta tujuh sosok mayat. Dalam keheningan dan kemurungan yang mencekam suasana disanar akhirnya para jago turun tangan untuk mengubur ketujuh jenasah itu dengan upacara yang amat sederhana, kemudian satu pcr satu merekapun berpisah dan meninggalkan tempat itu. Waktu itu, Lu Cu peng tidak pergi jauh, sambil membohong majikannya, dia bersembunyi diatas atap loteng yang paling tinggi disebelah kanan, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan gedung megah milik majikannya itu terhajar musnah menjadi puing puing yang berserakan. Disaat itulah Sun Tiong ia tersadar kembali, ia segera berteriak memanggil ayahnya. Hal ini memaksa Lu Cu peng harus segera menotok jalan darah tidurnya. - ooo0dw0ooo- Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang dari luar loteng, suara itu segera menyadarkan kembali Sun Tiong lo dari lamunannya. Terdengar suara Chin congkoan, Chin Hui-hau berkumandang datang dari luar loteng impian. "Sun kongcu, kau sudah tidur ?" Sun Tiong lo mengerutkan dahinya tidak menjawab. Ketika tiada jawaban, sambil tertawa dingin kembali Cin Hui hou berseru. "Aku orang she Chin mendapat perintah dari San-cu untuk menghantarkan seorang teman buat kongcu!" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu mendengar kata "teman", Sun Tiong-lo merasakan hatinya terkesiap, urusannya sendiri tentu ia lebih mengerti daripada orang lain, dalam terkesiapnya dia lantas teringat kembali akan janjinya dengan "Hau-ji" Seorang kakak seperguruannya. Diam-diam ia lantas menggerutu, di dalam hati. "Aaaaai...! Siau- hauko, mengapa kau tidak menuruti perkataanku dan masuk kemari?" Sambil berpikir begitu, ia pura pura seperti baru terbangun dari tiduanya, segera tegurnya. "Siapa diluar yang mengganggu tidur orang?" Chin Huihou tertawa seram, katanya. "Aku adalah Chin Hui-hou, Chin congkoan!" "Ada urusan apa ?" Seru Sun Tiong-lo seperti orang marah. "tengah malam buta mengganggu nyenyaknya tidur orang, beginikah cara kalian melayani tamu?" "Sancu kami yang berpesan demikian, sengaja ia mengirimkan seorang teman untuk kong cu!" Kata Chin Hui-hou dingin. Sambil mendengus Sun Tionglo memasang lampu dan turun dari pembaringan untuk membuka pintu. Akan tetapi setelah pintu terbuka, SunTionglo menjadi tertegun dan berdiri bodoh. Diluar pintu, selain Chin congkoan masih ada seorang pemuda gagah yang berwajah tampan, meski orang itu seperti pernah dikenal olehnya, tapi ia bukanlah engkoh Siau-hau seperti apa yang dibayangkannya semula. Pemuda itu mengenakan baju berwarna biru, disana sini kelihatan banyak lubang dan robek-robekan baru akibat bacokan senjata, mukanya diliputi hawa amarah, sepasang matanya memandang keatas dan sombongnya bukan kepalang. Sambil menyeringai seram, kembali Chin congkoan berkata kepada Sun Tiong-lo. "Kongcu, peristiwa ini benar benar suatu kebetulan, kongcu inipun she Sun dan baru sampai kemari, sebenarnya sudah kuterangkan peraturan bukit ini kepadanya, tapi ia tak tahu diri dan ingin menyerbu ke atas gunung. "Akhirnya tak usah ditanya tentu saja ia tertawan. Sancu telah mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadanya dan berpesan agar melakukan tugas seperti peraturan, selain itu juga menitahkan agar kongcu inipun berdiam di loteng impian !" "Congkoan sudah tiada urusan lain ?" Tukas Sun Tiong lo seperti enggan mendengarkan ocehan orang lebih jauh. Chin congkoan tertawa seram, sahutnya. "Tentu saja masih ada, cuma hal itu baru terjadi lima hari kemudian, Sun kongcu, sampai waktunya kau akan kehilangan hakmu sebagai tamu agung, saat itulah kau boleh merasakan kelihayan dari aku orang she Chin." !Chin Hui hou!" Dengan suara mendongkol Sun Tiong lo segera menegur. "lebih baik ucapkan kata-katamu itu setelah tiba pada saatnya nanti, kalau sekarang sudah kau ucapkan maka hal ini nanya akan mendatangkan ketidak beruntungan saja bagimu, kalau kurang percaya, mari kita coba saja buktikan !" Sambil menggigit bibir dan mendengus dingin, Chin Hui hou segera berlalu dari sana. Sun Tiong lo segera tertawa, dengan sikap yang ramah ia menjura kepada pemuda itu, lalu menyapa. "Sun jin-heng, silahkan masuk, Kita sama-sama merupakan teman senasib sependeritaan tak usah sungkan-sungkan !" Sun kongcu tersebut sungguh berperangai kasar dan angkuh, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia masuk dengan langkah lebar, kemudian setelah memandang sekejap ke arah pembaringan itu, tanyanya dengan dahi berkerut. "Aku harus tidur dimana?" Sun Tiong lo tertawa. "Diatas loteng impian hanya terdapat sebuah kamar tidur yang besar" Tapi sebelum ucapan itu sempat diselesaikan Sun kongcu yang berwatak angkuh itu telah menukas dengan tak sabar. "Aku hanya bertanya, aku musti tidur di mana ?" Sun Tiong lo memandang sekejap ke arahnya, lalu menjawab sambil tertawa. "Dimana saudara ingin tidur, silahkan saja tidur ditempat itu !" Orang itu segera berkerut kening, sambil menuding pembaringan besar itu katanya lagi. "Kau datang duluan, kau boleh tidur diranjang, tapi apakah kasurnya bisa dibagi dua." "Tentu saja bisa" Sahut Sun Tiong lo sambil tertawa. "asal saudara tidur diranjang, toh kau pun bisa tidur diatas kasur !" Orang itu segera mendengus. "Kalau aku tidur diranjang, lantas kau tidur dimana ?" "Ranjang ini begini besar dan lebar, untuk tidur dua orang saja lebih." "AKU tidak terbiasa tidur seranjang dengan orang !" Tukas orang itu sambil mendengus. Berbicara sampai disitu, dengan langkah lebar dia lantas berjalan ketepi pembaringan kemudian menyambar selimut, setelah itu dengan langkah lebar dia menuju ke suatu ruangan. Diam-diam Sun Tiong lo mengerutkan dahinya setelah menyaksikan tingkah laku orang, katanya kemudian. "Bolehkah aku tahu siapa nama saudara ?" "Tidak boleh" Jawab orang itu tanpa menoleh. "aku tidak bertanya kepadamu, lebih baik kaupun tak usah bertanya kepadaku !" Sun Tiong lo segera tertawa. "Apa gunanya saudara menampik uluran tangan orang ?" "Aneh!" Seru orang itu gusar. "kalau aku tak sudi menggubris dirimu, mau apa kau ?" Sekalipun diperlakukan secara kasar, Sun Tiong-lo masih tetap tersenyum ramah. "Saudara, kau musti tahu" Katanya. "sekarang, aku dan saudara sudah menjadi burung dalam sangkar..." "Hmmm! Belum tentu demikian" Tukas seorang itu lagi sambil tertawa dingin. "Aku percaya kaupun tentu sudah tahu bagaimanakah peraturan yang diterapkan Sancu dari bukit ini kepada kita, aku bisa menjadi tamu agung disini selama lima hari, sebaliknya kau hanya tiga hari, selewatnya tiga hari..." "Dapatkah kau menutup bacotmu dan tidak berbicara lagi?" Bentak orang itu dengar gusar.. Sekali lagi Sun Tiong lo memandang sekejap orang itu, lalu menjawab dengan pelan. "Aku cuma merasa heran, kita sebenarnya adalah teman senasib sependeritaan, pada saat ini semestinya mengalami nasib yang sama, dalam keadaan begini kita musti merundingkan cara yang baik untuk melarikan diri atau paling tidak menanggulangi kesulitan yang sedang kita badiri sekarang, tapi saudara..." Mendadak orang itu membalikkan badannya, sambil menuding kearah Sun Tiong lo, serunya. "Aku hendak memperingatkan kepadamu, jika kau berani berbicara lagi, jangan salahkan kalau aku..." "Kau bisa berbuat apa?" Seru Sun Tiong lo dengan suara yang tak kalah kerasnya. "Aku melarang kau untuk berbicara!" "Kalau begitu lebih baik kau tutup telinga mu rapat rapat dan tak usah mendengar !" Orang itu menggigit bibirnya rapat-rapat dan berjalan maju kedepan dengan langkah lebar. Ruangan dalam loteng impian itu sangat luas dan lebar, dengan cahaya sebuah lentera tidaklah cukup untuk menerangi seluruh ruangan tersebut, tapi setelah kedua orang itu saling berhadapan muka, dan kedua belah pihak saling memperlihatkan wajah lawannya, mereka baru bisa menyaksikan wajah orang dengan lebih jelas... Pertama-tama Sun kongcu yang berangasan itu menjerit kaget lebih dahulu. Menyusul kemudian, Sun Tiong lo juga merasakan suatu perasaan, seakan-akan pernah mengenal wajah orang ini. Maka untuk sesaat lamanya, mereka berdua menjadi tertegun dan saling bertatapan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lama, lama sekali, tiba-tiba Sun kongcu itu menuding kearah Sun Tiong lo sambil berseru. "Kau adalah Sun Tiong lo ?" Mendengar seruan tersebut, bagaikan dihantam dengan martil berat sekujur badan Sun Tiong lo bergetar keras, segera diapun menuding orang itu sambil berseru. "Kau adalah pau ji ?" Sampai disitu, kedua belah pihak segera saling bertatapan dengan tajamnya. Tak selang beberapa saat kemudian, pau ji kembali kesudut ruangan dan mengambil selimut itu sambil dilemparkan keatas ranjang, kemudian dihampirinya Sun Tiong lo dengan langkah lebar. "Kau masih ingat, pernah menempeleng aku sekali ?" -oo0dw0ooo- Jilid 4 SUN TIONG LO manggut-manggut, namun tidak mengucapkan sepatah katapun. Kadangkala didunia ini memang bisa terjadi suatu kejadian yang sedemikian kebetulannya, ternyata mereka berdua telah bersua kembali di tempat itu. Bai-ji memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo kemudian katanya lagi dengan lantang. "Tahukah kau, aku adalah engkohmu ?" Sikap Sun Tiong lo sudah tidak seramah dan selembut tadi lagi, sahutnya ketus. "Belum tentu demikian !" "Hal ini tak bakal salah lagi, benci, tetap benci, dendam tetap dendam..." "Yaa, benci tetapi benci, ibumu telah membunuh ayahku!" Tukas Sun Tiong lo ketus. Sambil menghela napas panjang Pau ji menggelengkan kepalanya berulang kali katanya. "Bukan....bukan begitu..." "Peristiwa tersebut kita berdua saksikan dengan mata kemala sendiri, apakah kau masih ingin mungkir?" Bentak Sun Tiong lo, kemudian menjawab. "Betul, waktu itu kita memang menyaksikan demikian, akan tetapi didalam kenyataannya masih ada intrik busuk lain yang membonceng dibalik peristiwa itu." Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Heeeh... heeeh... heee... ingin ku dengarkan bagaimana caramu untuk memberi penjelasan atas kejadian ini !" "Waktu itu ada seorang pelayan yang muncul diluar secara tibatiba sambil berteriak kalau ibumu sudah mati di bunuh orang, masih ingatkah kau dengan kejadian itu ?" "Tentu saja aku masih ingat !" Pelan-pelan Bauji mengangguk. Pelayan itulah yang telah membunuh ayah!" Katanya. Sun Tiong-lo segera meludah dengan sinis. "Cuh ! Pelayan itu toh cuma berdiri di depan pintu ruangan sedang pedang tersebut berada di tangan ibumu, kita berdua menyaksikan kejadian itu sangat jelas, ketika ayahku sedang tertegun, ibumu telah manfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan sebuah tusukan." "Benar, saudaraku ! Kau musti perhatikan hal ini baik baik." Sela Pauji cepat. "Hmm ! Siapa yang menjadi saudaramu?" Sambil menggigit bibir Pau ji berkata. "Mau mengakui diriku sebagai saudaramu atau tidak, kita bicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasanku lebih jauh !" Setelah berhenti sebentar dan menatap Sun Tiong lo sekejap, sambungnya lebih jauh. "Ketika pelayan itu membawa berita musibah tersebut, ayah tertegun, tapi ibuku pun segera menghentikan pula gerakannya, waktu itu bukankah kita berdua juga telah melihatnya dari luar jendela ?" Tanpa berpikir panjang Sun Tiong lo segera menjawab. "Benar, ibumu juga menghentikan gerakan pedangnya, tapi kemudian sambil menggertak kan tangannya ia melanjutkan dengan tusukannya. waktu itu ayahku sama sekali tidak siap sedia, maka ia kena tertusuk hingga tembus..." "Soal itu dapat kuakui akan kebenarannya." Sela Pauji. "tapi apakah kau juga memperhatikan, dikala ibuku menghentikan gerakkannya kemudian menusuk kembali kemuka itu, baik lengan maupun badannya sama sekali tidak leluasa?" Sun Tiong lo berpikir sebentar, lalu menjawab. "Yaa, Mungkin itu disebabkan oleh gejolak perasaannya karena secara tiba tiba mendapatkan peluang untuk turun tangan." "Bukan, bukan karena gejolak perasaan akan tetapi karena gerakan tubuhnya sama sekali bukan dilakukan atas dasar kehendaknya sendiri !" Tukas Pauji sambil menggeleng. Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Kalau bukan atas dasar kehendaknya sendiri, kenapa ia bisa membunuh orang? Bukankah kau sedang mengaco belo tak karuan ?" Serunya dingin. Pau ji segera mendepak depakkan kakinya keatas tanah sambil berseru. "Hal itu disebabkan karena ada orang lain yang mempergunakan semacam ilmu pukulan dahsyat untuk membuat pedang ibuku menusuk kedepan tanpa ia sendiri sanggup untuk mengendalikannya, maka ayahpun terbunuh." Sun Tiong lo segera mengerutkan dahinya sesudah mendengar perkataan itu, dia ingin buka mulut tapi tak sepatah katapun diucapkan. Terdengar Pau ji melanjutkan kembali kata. "Saudaraku, kau tak mengerti ilmu silat maka cerita kedengarannya sangat aneh dan seakan-akan tidak masuk akal, tapi apabila tenaga dalam seseorang telah mencapai pada puncaknya, ia bisa saja meminjam tenaga atau..." Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Pauji, kemudian menukas. "Maksudmu, pada waktu itu ada orang menggunakan semacam tenaga pukulan yang maka sakti untuk mempengaruhi gerakan tangan ibumu dikala ia sedang kosong pikiran, hingga mengakibatkan pedang ibumu menusuk kemuka tanpa disadari oleh ibumu sendiri ?" Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya, benar! Memang begitulah kejadiannya!" Sahut Pau ji manggut manggut. Sun tiong lo termenung beberapa saat lama nya, mendadak dia bertanya. "Sekarang ibumu berada dimana?" Mendengar ucapan itu, menitiklah air mata nya membasahi wajah Pau ji. "lbuku dan nenekku juga mati terbunuh ditengah jalan pada malam itu pula!" Sun Tiong lo menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan itu, segera dengusnya. "Hm, kau sedang membohongi siapa?" "Bohong!?" Seru Pau ji dengan mata melotot. "Kau... apa maksud perkataanmu itu?" Sekali lagi Sun Tiong lo mendengus dingin. "Baik, akan ku beritahukan padamu, suatu ketika sewaktu dari kota Tiong ciu akan ke ibu kota untuk mencari paman Lu, aku masih berjumpa dengan nenekmu dan ibumu." Dengan sedih Pau ji segera menggeleng. "Saudaraku kau keliru besar..." "Apakah yang kusaksikan dengan mata kepala sendiri bisa keliru?" Dengan tenang Pauji menerangkan. "Seperti apa yang kita saksikan dengan mata kepala sendiri, dimana ibuku membunuh ayah...." - ooo0dw0ooo- BAB LIMA DI kala manusia berkerudung membakar gedung tempat tinggal Sun pek gi, waktu telah menunjukkan kentongan ketiga. Mendekati kentongan keempat lebih kurang sepuluh li di jalan raya utama menuju ke ibu kota muncul bayangan manusia sedang melakukan perjalanan cepat. Yang sedang berlarian ada dua orang, tapi sesungguhnya mereka bertiga. Mereka adalah Yan sian po, putrinya yang sedang membopong Pau ji. Cuma waktu itu Pau ji digendong oleh Yan sianpo, sehingga tampaknya cuma ada sesosok bayangan hitam saja. Semenjak kabur dari gedung Sun Pek gi dan melarikan diri dengan tergopoh gopoh, sepanjang jalan Yan sian po dan putrinya tak pernah mengucapkan sepatah katapun, ia menunjukkan betapa beratnya perasaan mereka berdua itu. Yan sianpo yang harus membopong Pau ji menjadi agak lamban dalam melakukan perjalanan, tapi justru hal ini mengimbangi gerak lari Yan Tan hong yang telah berlarian dengan sepenuh tenaga itu. Sebenarnya sedari tadi Pau ji sudah ingin menanyakan kejadian tersebut, akan tetapi berhubung Yan sian po melakukan perjalanan amat cepat, angin tajam menerpa wajahnya hingga ia tak bisa membuka mulut, maka si bocah itu hanya bisa memendam kegelisahannya dalam2 Sementara perjalanan masih dilakukan mendadak tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dari sisi mereka, setelah melewati Yan sian po bertiga sejauh beberapa kaki, mendadak ia menghadang jalan pergi mereka. Yan sian po bertiga segera menghentikan gerakan tubuhnya dan mendongakkan kepala. Ternyata orang itu bukan lain adalah manusia berkerudung hitam. Sambil tertawa terbahak bahak, manusia berkerudung itu segera berseru kepada Yan sian po. "Ketika berada dirumah Sun Pek gi tadi, seandainya lohu tidak menahan kelima bersaudara Ngokian, mana mungkin Sian po bisa mengajak putrimu untuk kabur? Apakah kau telah melupakan diriku?" Yan sian po segera menjura. "Untuk bantuanmu, kuucapkan banyak terimakasih." Manusia berkerundung itu lalu menggeleng. "Terima kasih sih tak usah, lohu datang hanya ingin menangis balas jasa !" "Balas jasa ?" Seru Yan sian po dengan kening berkerut. "balas jasa apa yang kau kehendaki ?" Sepatah demi sepatah manusia berkerundung itu segera menjawab dingin. "Lohu menginginkan anak haram dari orang she Sun itu, yakni bocah yang berada diboponganmu sekarang." Begitu ucapan tersebut diutarakan, Yan sian po serta Yan Tan hong menjadi amat terperanjat. Yan sian po adalah seorang jago kawakan yang sudah mempunyai pengalaman, sesudah termenung sebentar, dia lantas dapat mengambil kesimpulan bahwa manusia berkerudung itu susah dihadapi, diapun mempunyai rencana busuk yang lain. Maka setelah berpesan pada putrinya agar berhati hati diapun menegur. "Sobat, siapakah kau? Atas dasar apakah kau menuntut bocah itu dari tangan kami?" Manusia berkerudung itu tertawa seram. "Heeh hee....heehh heeh Nenek tua bangkotan she Yan, seandainya bukan disebabkan si anak jadah tersebut, mengapa lohu musti membantu kalian?" "Pertikaian kami dengan keluarga Sun adalah pertikaian rumah tangga, kami tidak membutuhkan bantuan siapapun," Seru Yan sian po. Sekali lagi manusia berkerudung tertawa. "Heeh . ...heehh heeeehh ucapanmu itu memang benar, cuma seandainya aku tidak menggantikan kedudukanmu untuk bertarung melawan lima bersaudara Ngo kian tadi, apakah kau bisa kabur dari situ? Apa lagi kalau teman temannya tahu kalau Sun pek gi sudah tewas di dalam ruangan, apakah kalian juga tak akan mampus?" "Waktu itu dalam ruangan hanya ada putri mu dengan Sun pek gi, sedangkan Pek gi pun mati tertusuk oleh pedang putri mu, kalian kira bisa kabur dari situ dengan selamat?" Sebelum Yan sian po sempat mengucapkan sesuatu, Yan Tan hong telah mendengar sesuatu yang tak beres, dengan cepat seraya. "Dari mana kau bisa mengetahui semuanya kejadian itu?" Manusia berkerudung itu selera tertawa terbahak-bahak . "Haa ..haaa... haaa mula-mula lohu membantu dirimu lebih dahulu dan baru menuju keruang belakang" "Kau telah membantuku? Kapan?" Seru Yan tan nong pura pura tak habis pikir. "Waktu itu aku menyaru jadi pelayan dan berteriak teriak dari luar ruangan yang mengatakan perempuan rendah Wan pek in telah mati teriakkan itu telah membuat Sun pek gi tertegun dan lalu kehilangan daya kemampuannya untuk menghadapi pertarungan." "Maka akupun lantas mempergunakan ilmu Thian huan ciap ing sin kang (ilmu sakti memancing tenaga melingkar langit) untuk mengirim enam bagian tenagaku kedalam tubuh mu hingga pedang itu menubruk kedepan dan menghabisi nyawa Sun pek gi..." Ketika mendengar sampai di situ, Yan Tan Hong segera berpaling kearah, ibunya sambil berseru. "lbu, dengarlah, bukan aku yang membunuh Pek gi, tapi si manusia laknat yang berhati keji ini, ibu, aku hendak membalaskan dendam untuk kematian Pek gi!" Sambil berseru dia lantas siap mencabut pedangnya, tapi pedang ini tidak nampak disana, saat itulah dia baru teringat kalau pedangnya masih tertinggal ditubuh Pek gi. Sebelum ia sempat melakukan sesuatu, Yan sian po telah berkata. "Hongji, jangan bertindak gegabah, kau jagalah Pau ji, biar aku yang menghadapi dirinya!" Dia lantas menurunkan pauji dari gendongannya dan diturunkan ketanah, setelah itu sambil maju ke depan tegurnya. "Sebutkan siapa namamu ?" Manusia berkerundung itu menyeringai. "Nenek Yan, kau janganlah terlalu tak tahu diri." "Setiap manusia tentu punya nama, kecuali kau bukan dilahirkan oleh manusia !" Teriak Yan sian po gusar. Manusia berkerudung itu kembali mendengus dingin. "Nenek bangkotan she Yan, setelah lohu berniat untuk menutupi wajahku, tentu saja aku..." "Tentu saja kau bukan seorang manusia yang berani menjumpai orang!" Sambung Yan Sian-po. Manusia berkerudung itu segera menggertak giginya menahan rasa geramnya yang tak terhingga, dengan suara dingin ia lantas berseru. "Sebetulnya lohu bersedia saja membiarkan kalian berdua pulang kebukit Han-san dengan selamat, oleh sebab itu meski sudah melakukan persiapan namun tidak pernah menggunakan nya, tapi sekarang, Hmm ! Terpaksa aku akan suruh kalian berdua merasakan kelihayanku !" Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia bertepuk tangan dua kali, kemudian sambil mendengus dingin katanya lagi. "Coba kalian berdua saksikan, siapakah ke dua orang itu !" Mendengar perkataan itu, Yan Sian-po dan Yan Tan-hong segera berpaling, tapi dengan cepat paras muka mereka berubah hebat. Yan Sian-po termenung dan berpikir sebentar, kemudian kepada Yan Tan-hong kata nya. "Budak, dengarkan perkataanku, bila kesulitan sudah tiba didepan mata nanti, andaikan kau melihat dari toya ibu memancar keluar jarum Hay seng-ciam, maka kau harus segera membopong Pau-ji untuk di bawa kabur ke sebelah kanan." "Cuma ibu kuatir pihak lawan pasti tidak akan memmbiarkan kalian berdua kabur terlalu jauh, maka kaupun harus mengambil keputusan disaat melarikan diri nanti, kau harus turunkan Pau-ji ditengah jalan, kemudian dengan sekuat tenaga menahan serangan musuh, suruh Pau ji melarikan diri seorang diri!" Yan Tan Hong mengangguk berulang kali, namun ia tetap membungkam dalam seribu bahasa. Ternyata setelah manusia berkerudung itu bertepuk tangan dua kali dari dalam sebuah hutan kecil sepuluh kaki dari arena pelan pelan berjalan keluar dua sosok manusia. Dilihat dari dandanan maupun potongan badan mereka, ternyata kedua orang itu persis seperti Yan Sian po berdua yang asli, bahkan Yan sian po gadungan itupun membawa pula se buah toya bambu. Maka dengan cepat Yan Sian-po pun lantas memahami apa yang terjadi, itulah sebabnya ia memberi pesan kepada putrinya untuk menghadapi situasi tersebut. Sementara itu si manusia berkerudung tersebut telah tertawa seram. katanya kemudian. "Nenek Yan, kau juga seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, tentunya kau mengerti bukan apa maksud dari persiapan ini !" "Dengan menggunakan gadungan menyaru sebagai yang asli, aku kuatir yang asli tetap akan asli, yang gadungan tetap gadungan !" Seru Yan Sian-po gusar. Manusia berkerudung itu segera tertawa seram, sambil menuding ke arah Yan Sian-po serta Yan Tan-Hong gadungan, katanya. "Perkataan ini sedikitpun tak salah, bila topeng kulit manusia yang mereka kenakan di singkapi tentu saja yang asli tetap asli, yang gadungan tetap gadungan, cuma siapa yang akan menyingkap kedok mereka...?" "Haah....haah..haah...." "Nenek Yan, untuk mempersiapkan diri agar bisa membasmi Sun Pek-gi sampai keakar akarnya, lohu telah mempersiapkannya selama berapa tahun, kau mengira aku akan biarkan usahaku selama ini mengalami kegagalan total?" "Lohu sebenarnya bukan seorang manusia yang gemar membunuh, tapi mau tak mau aku musti melakukan untuk persiapan semenjak dari awal, dan merekalah salah satu diantara sekian banyak persiapan yang telah lohu lakukan untuk menghadapi keadaan seperti ini." Belum selesai dia berkata, dengan suara dingin Yan Sian-po telah menukas. "Sudah berbicara setengah harian, apakah kau benar-benar tak berani menyebutkan namamu ?" Manusia berkerudung itu segera tertawa. "Kata kata seperti ini kuucapkan karena aku sudah berkeyakinan bahwa kalian berdua bakal mampus pada hari ini, soal nama serta alasan yang sesungguhnya dari perbuatanku ini tentu saja akan kuterangkan, tapi nanti, sebab ucapanku belum selesai." "Hm, sombong amat ucapanmu itu !" Tak tahan Yan Tan hong berteriak. Sambil mengangkat sepasang bahunya manusia berkerudung itu tertawa, katanya. "Dalam kolong langit dewasa ini, kecuali Sun Pek gi yang sudah mampus yang mungkin masih bisa bertarung seimbang denganku, selama banyak tahun belakangan ini belum pernah kujumpai ada orang yang sanggup menandingi kepandaianku." "Manusia laknat, tak usah banyak bicara lagi" Tukas Yan Sian-po dengan kening berkerut, jika kau merasa punya kepandaian yang lihay, mengapa tidak kita coba sekarang juga!" Dengan cepat manusia berkerudung itu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Jangan terburu napsu lebih dulu" Katanya. "setelah lohu berjanji akan menunjukkan wajah asliku, tentu saja akupun akan menerangkan duduknya persoalan sampai jelas, pokoknya sampai sekarang langit belum terang tanah, itu berarti kitamasih banyak waktu untuk ber-cakap2 !" Mendadak Yan Tan-hong menegur. "Perselisihan apakah yang terikat antara dirimu dengan Pek gi ?" Manusia berkerudung itu tertawa dingin. "Heeeh.,.heeeeh, seandainya tiada dendam, mengapa pula lohu harus membantai segenap isi keluarganya ?" "Tapi bocah ini...." Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo