Bukit Pemakan Manusia 41
Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 41
Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung "Wancu, bolehkah aku bertanya, dapatkah kami turun tangan dengan segera ?" Sun Tiong lo kuatir Jin Jin akan berubah pikiran, maka cepatcepat tegurnya kepada Bau ji. "Toako, persoalan semacam ini tak perlu dilakukan secara tergesa-gesa, bagaimana kalau aku rundingkan dulu dengan Wancu ?" Bau ji tidak menjawab, dia cuma manggut-manggut berulang kali. Jin jin yang menyaksikan kesemuanya ini tanpa terasa segera berkata. "Sauhiap bersaudara saling hormat menghormati, kejadian ini sungguh patut dikagumi dan disanjung..." "Aaah. mana, mana . ." Sun Tiong lo merendah. Kemudian setelah berhenti sejenak dia baru berkata lebih jauh. "Apakah Wancu mempunyai kesulitan dalam memberi petunjuk dimana letak lorong bawah tanah tersebut?" "Apakan menurut sauhiap, aku harus memberi petunjuk?" Jin jin balik bertanya. Sun Tiong lo segera tertawa. "Bukanya harus atau tidak, yang paling penting dapatkan atau tidak." "Mana... mana, menurut siauhiap dapatkan aku memberitahukan tempat tersebut kepadamu ?" Jin jin balas tertawa. Sun Tiong lo memang tidak malu disebut seorang pendekar sejati, dengan serius dia berkata. "Bila aku yang menghadapi pertanyaan ini, maka aku akan menjawab. "Tidak dapat..." Bau ji menjadi tertegun setelah mendengar-perkataan ini, tanpa terasa dia berseru. "Jite, kau..." "Coba toako bayangkan." Sela Sun Tiong lo cepat. "sebagai seorang Wancu ternama, mana dia tak berkemampuan untuk membekuk sendiri manusia yang munafik dan tidak mengenal budi itu sehingga memerlukan bantuan dari orang luar?" Jin jin segera tertawa terkekeh-kekeh. "Haahh... haaahh.. sekarang aku baru tahu saja Ji sauhiap memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, dalam tehnik berbicarapun kau mempunyai kelebihan yang mengagumkan, sungguh membuat aku kagum setengah mati." "Wancu terlalu memuji!" Sun Tong lo tertawa. Jin-jin merenung sejenak, lalu dengan suara yang dalam dia berkata lagi. "Terus terang saja kukatakan, aku memang bermaksud demikian, Mao Tin hong berani menganiaya aku. membakar rumah tinggalku, membunuh dayangku. aku harus menangkapnya hidup-hidup untuk dijatuhi hukuman yang setimpal..." Kembali Bau ji hendak buka mulut, tapi Hou ji segera mencegahnya sambil berbisik. "Tak ada gunanya banyak berbicara sekarang, mengapa kita tidak saksikan bagaimana Siau liong menghadapi keadaan tersebut..?" Bau ji berbisik pula. "Kita harus mencincang bajingan she Mao tersebut, bila dia sampai berhasil membekuknya..." "Apa sih faedahnya berdebat pada saat ini?" Tukas Hou ji. "apalagi bagaimanakah situasi nya masih belum diketahui" Bau ji tidak berbicara lagi, dia lantas membungkam dalam seribu bahasa. Sementara Sun Tiong lo sedang berkata kepada Jin jin. "Hal ini sudah merupakan suatu keharusan bagi Wancu, sudah barang tentu aku tak akan mengajukan permintaan yang berlebihan tapi kami masih tetap berharap kepada Wancu agar mengijinkan kami semua untuk menyaksikan cara kerja Wancu didalam usaha membekuk bajngan tersebut." "Ooooh... hal ini dikarenakan Sauhiap tidak percaya kepadaku, atau sauhiap menganggap aku tidak becus dalam menangkap orang?" Sun Tiong lo hanya tertawa belaka tanpa menjawab, hal ini membuat Jin jin segera mengerdipkan matanya berulang kali. Mendadak.... Dari sisi telinga Jin jin berkumandang suara bisikan. "Jalan darah disebagian tubuh Wancu tertotok, apakah hal tersebut dikarenakan ulah dari bajingan Mao ?" Mendengar ucapan itu, berubah hebat paras muka Jin jin, tanpa terasa dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Sun Tiong lo. Manyusul kemudian terdengar suara bisikan tadi berkumandang lebih jauh. "Aku tak ingin membiarkan para rekanku tahu jika Wancu sudah tak mampu bergerak lagi sekehendak hati sendiri, maka itulah sengaja aku berbisik dengan ilmu menyampaikan suara, bila betul demikian aku akan segera mencari alasan untuk mengundurkan diri lebih dulu. "Bila kami mengundurkan diri nanti, harap Wancu mencari alasan untuk menahan diriku seorang ditempat ini dan mengantar rekan- rekan lainnya ke kamar penerima tamu, aku mengerti ilmu pertabiban, siapa tahu kalau aku bisa membebaskan dirimu dari pengaruh totokan tersebut ?" Sekali lagi nampak Jin jin tertegun, bahkan terlintas pula perasaan gembira. Baru saja dia hendak bertanya bagaimana dia mesti berbicara, mendadak Sun Tiong lo telah berkata. "Beglni saja, untuk sementara waktu aku akan mengundurkan diri lebih dulu, silahkan Wancu mempertimbangkan hal tersebut masak-masak kemudian baru memberi kabar, entah bagaimana pendapatmu?" Jin jin mengerdipkan matanya berulangkali, kemudian menyahut. "Begi... begitupun ada baiknya juga" Maka Sun Tiong lo sekalian segera bangkit berdiri dan mohon diri. Sewaktu rombongan tersebut hampir mencapai pintu, seperti apa yang dipesankan Sun-Tiong lo tadi, Jin jin segera bsrseru. "Harap Ji sauhiap tunggu sebentar!" "Silahkan wancu berkata!" Sun Tiong lo segera membalikan badannya. Jin Jin berlagak termenung sebentar, kemudian baru berkata. "Harap para pendekar beristirahat dulu di-kamar penerima tamu sedang Ji sauhiap tunggu sebentar lagi, siapa tahu dalam perbincangan yang lebih mendalam, kita bisa mengambil jalan tengah." "Nah, ini dia yang sangat kuharapkan, akan kuturuti tanpa membantah." Dengan cepat Sun Tiong lo berseru. "Tidak" Dengus nona Kim tiba tiba. "akupun akan tetap tinggal disini." Sun Tiong lo yang mendengar perkataan tersebut, buru-buru menyambung. "Adik Kim, temanilah para jago, sebentar saja aku akan kembali keruang penerima tamu." Kemudian setelah terhenti sejenak, dengan ilmu menyampaikan suara ia berbisik. "Dia sudah terkena serangan gelap dari bajingan Mao, aku bermaksud menolongnya agar bisa memperoleh kesempatan untuk membekuk bangsat tersebut!" Kini nona Kim baru mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, maka diapun berkata. "Baiklah, cuma kau harus cepat balik lho..." Sun Tiong lo manggut-manggut sambil mengiakan, maka para jago pun diiringi pelayan wanita berlalu dari ruangan tersebut. Menanti semua jago sudah berlalu dari hadapan mukanya, Sun Tiong lo baru balik kembali ke tempat duduknya semula. Jin jin memandang sekejap para pelayan yang berada dikiri dan kanan, mendadak ujarnya sambil mengulapkan tangan. "Kecuali Bi kui kalian semua mundur dari ini!" Para pelayan mengiakan dan serentak mengundurkan diri dari ruangan. Kembali Jin jin berpaling ke arah Bi Kui sembari berkata. "Ruangan dalam sudah hancur, doronglah aku masuk ke ruang rahasia dari ruang tengah ini!" Bi Kui tertegun setelah mendengar ucapan itu, bisiknya dengan cepat. "Wancu, mengapa dihadapan musuh kau menyampaikan suruh budak mendorongmu..." "Sejak tadi Ji sauhiap sudah tahu kalau jalan darahku telah ditotok orang!" Tukas Jin jin tertawa. Berubah hebat selembar wajah Bi kui setelah mendengar ucapan tersebut. "Kalau memang begini, bukankah keadaannya jauh lebih menakutkan..?" Dia berseru. Sekali lagi Jin-jin tertawa. "Bagaimana menakutkannya?" Bi Kui seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun akhirnya diurungkan. Jin jin yang melihat hal mana dengan cepat menyambung. "Apakan kau takut aku terjatuh ke tangan Ji Sauhiap?" "Harap wancu maklum, mau tak mau budak harus mempunyai pikiran demikian." "Tak mungkin, kalau Ji sauhiap hendak bertindak, dengan kepandaian silat yang dia miliki, mungkin aku sudah terjatuh ketangannya sedari tadi, masa harus menunggu hingga sekarang?" Merah padam selembar wajah Bi Kui karena jengah, dia lantas manggut-manggut, ucapnya kepada Sun Tiong lo. "Harap sauhiap memaafkan kelancanganku !" "Tidak !" Sahut Sun Tiong lo serius. "demi kesetiaanmu terhadap majikan, aku malah kagum dan hormat atas sikapmu ini." Dengan tersipu-sipu Bi Kui menundukkan kepalanya rendahrendah dan tidak berbicara lagi. "Pergilah." Perintah Jin jin kemudian. "apa-lagi yang kau nantikan?" Maka Bi Kui segera mendorong kereta duduk dari Jin jin berangkat ke ruang rahasia. ^oo^dw^oo^ SEBUAH pembaringan mungil dengan kelambu berwarna merah jambu yang indah. Bau harum semerbak tersiar diseluruh ruangan. Mendadak terdengar keluhan lirih, menyusuI kemudian Jin jin meluruskan kakinya dan pelan-pelan bangun duduk. Sun Tiong lo yang bermandikan keringat sedang menyeka air keringat sembari berkata. "Untung saja tidak sampai menyia-nyiakan pengharapanmu." Dia berdiri disamping pembaringan dengan sekulum senyuman menghiasi wajahnya. Mendadak sebuah tangan yang lembut dan halus mencekal pergelangan tangannya. Baru saja Sun Tiong lo berkerut kening Jin jin telah buka suara dan berkata lagi. "Ji sauhiap, entah bagaimana caraku untuk menyatakan rasa terima kasihku kepadamu." Diam-diam Sun Tiong lo menghembuskan napas panjang, sekarang dia baru mengerti apa sebabnya Jin jin mencekal dirinya barusan, ternyata ia berbuat demikian sebab terdorong oleh perasaan terima kasihnya yang tebal. Maka dia lantas tersenyum. "Wancu, bila kau menggunakan kata berterima kasih dalam hal ini, bukankah hal tersebut kelewat asing namanya ?" Jin jin tertawa getir. "Tidak, aku benar merasa berterima kasih sekali sehingga sukar terutarakan keluar..." Memandang tangan yang masih menggenggam pergelangan tangannya, Sun Tiong lo berkata lebih jauh. "Silahkan Wancu mencoba untuk mengerahkan tenaga dalam, coba kita lihat apakah ada halangan ?" Jin jin memalingkan sorot matanya mengikuti arah pandangan Sun Tiong lo, dengan cepat dia memahami apa gerangan yang terjadi dengan wajah memerah buru buru dia menarik kembali tangannya, kemudian sambil menundukkan kepalanya rendah rendah dia berbisik lirih. "Sauhiap maafkan kelancanganku." Sun Tiong lo merasa segan untuk banyak berbicara, maka segera serunya. "Wancu lebih baik segera kau coba tenaga dalammu kemudian bersemedi lah beberapa saat." Jin Jin mengangguk sebagai jawaban. Kemudian setelah mencoba mengerahkan tenaga dia berkata. "Sudah sembuh, aku benar-benar sudah sembuh kembali." Sambil berkata dia lantas melompat turun dari atas pembaringannya. Pakaian yang sesungguhnya memang setengah terbuka dan tidak rapi, kini semakin terbuka lagi sehingga bagian-bagian tertentu nampak menonjol keluar. Buru-buru Sun Tiong lo membalikkan badannya kemudian berseru. "Kalau toh Wancu sudah sehat kembali, aku ingin memohon diri lebih dulu." Jin jin hendak mengucapkan sesuatu, namun niat tersebut kemudian segera diurungkan, dia memandang sekejap bayangan punggung Sun Tiong lo, kemudian pesannya kepada Bi Kui yang berdiri di sisinya. "Antarlah Sun sauhiap kembali ke kamar, siapkan pula hidangan dan tempat tidur." Bi Kui mengiakan dan berlalu dari situ. Sedangkan Sun Tiong lo masih tetap membelakangi Jin jin katanya. "Kuucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Wancu !" Jin jin tertawa. "Sauhiap sudah boleh membalikkan badan, aku sudah selesai berpakaian." Sun Tiong lo tertawa dan membalikkan badannya kembali kemudian katanya. "Apakah Wancu masih ada pesan lagi ?" Jin jin menatap wajah Sun Tiong lo lekat-lekat, kemudian ujarnya. "Mengapa sauhiap tidak bertanya tentang masalah Mao Tin hong ?" "Aku pasti akan bertanya, cuma bukan sekarang." Sahut Sun Tiong lo serius. "aku menolong Wancu membebaskan diri dari pengaruh totokan karena aku bertindak demi kebenaran dalam dunia persilatan, bila menolong disertai permintaan, itu namanya perbuatan yang tidak terpuji !" Jin jin semakin terharu dibuatnya, cepat dia berkata. "Aku mengira tiada manusia Kuncu lagi didunia ini, siapa tahu aku telah menjumpainya hari ini. baik, silahkan sauhiap beristirahat, paling lama satu jam kemudian aku pasti akan mengirim kabar gembira." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sun Tiong lo tertawa sambil mengucapkan terima kasih, kemudian mengikuti Bi Kui keluar dari ruangan rahasia tersebut. Ditengah jalan tiba-tiba Bi Kui bertanya. "Sauhiap, ada beberapa persoalan ingin kutanyakan kepadamu." "Ooh, silahkan nona ajukan !" Sahut Sun Tiong lo sembari manggut-manggut. "Nona tadi, sesungguhnya apanya sauhiap?" Sun Tiong lo tahu kalau nona Kim yang dimaksudkan oleh dayang ini, maka sahutnya. "Dia adalah seorang rekan seperjuanganku, sahabat perempuanku yang paling karib!" "Ooh... betapa baiknya nasib dia." Menggunakan kesempatan tersebut Sun-Tiong lo segera berkata dengan cepat. "Setiap manusia yang ada dikolong langit sesungguhnya bernasib sama. asal kau menghadapinya dengan ketulusan hati serta kejujuran, maka yang kau peroleh pun ketulusan hati serta kejujuran!" Bi kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aaah, belum tentu demikian" Serunya singkat. "buktinya sikap Wancu kami terhadap Mao Tin hong boleh dibilang cukup tulus hati dan..." Tapi Sun Tiong lo segera menggelengkan pula kepalanya. "Sekarang, mungkin memang begitu, bagaimana dengan sikapnya dimasa lampau?" Perkataan ini ibarat sebuah tongkat besi yang dipukulkan ke atas kepalanya keras-keras, seketika itu juga membuat Bi Kui merasa amat terkesiap. Dengan cepat Sun Tiong lo berkata lebih jauh. "Aku tahu bahwa nona sangat pintar, moga-moga saja kau dapat bersikap tulus hati dan jujur terhadap orang yang kau kasihi dikemudian hari, jangan melupakan jasa orang, dan janganlah karena suatu kesalahan kecil berakibat melupakan jasa baiknya dulu. Ketahuilah lelaki didunia ini bukan semuanya tidak berperasaan..." Bi kui menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa berbicara, agaknya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Setelah menghela napas panjang, Sun Tiong lo berkata lebih lanjut. "Sangkoan tayhiap sama sekali tidak mendendam terhadap nona..." Tertegun Bi kui mendengar ucapan tersebut, serunya dengan dengan cepat agak keheranan. "Siapa Sangkoan tayhiap itu ?" "Dia bukan lain adalah Kwa Cun seng, kakak misan Mao Tin hong sewaktu berada di-perahu dalam telaga Tong Ting ou tempo hari." Merah membara selembar wajah Bi Kui setelah mendengar peristiwa itu disinggung, kepalanya ditundukkan semakin rendah, teringat kembali perbuatan cabul dan tindak tanduk jalangnya dimasa lampau, bagaimana mungkin dia tidak jengah dibuatnya ? Bagaimanapun jalangnya Bi kui dimasa lampau, dia tak dapat dibandingkan dengan kawanan pelacur dirumah-rumah hiburan, sebagai perempuan, dia masih tetap mempunyai perasaan malu, dan perasaan cinta pun tak bisa terhapus dengan begitu saja dari dalam hati kecilnya. Memang dimasa lalu perbuatan Jin Jin mau pun Bi kui amat memalukan kalau didengar dan menjengahkan bila dipandang semua perbuatan serta tingkah lakunya boleh dibilang amat brutal, namun sekarang sesudah sadar kembali dari impian, dia menjadi malunya bukan kepalang. Rasa malu yang bertubi tubi membuat ia semakin insaf akan kesalahan besar yang pernah diperbuatnya di masa lalu. Yaa, dalam keadaan begini, siapa pula yang bisa mengangkat kepalanya ? Dia Bi Kui, hanya bisa menundukkan kepalanya dengan wajah tersipu sipu, lalu sahutnya lirih. "Sauhiap, harap kau sudi mewakili budak untuk mohonkan maaf yang sebesar-besarnya kepada Sangkoan tayhiap !" "Pasti akan kusampaikan." Sahut Sun Tiong lo tertawa. "selanjutnya bila nona membutuhkan bantuan dari kami semua, katakan saja secara terus terang, dengan senang hati kami semua akan membantumu dengan segala kemampuan yang kami miliki." "Terima kasih banyak sauhiap atas kebaikanmu" Bi Kui betul- betul merasa terharu dan terima kasih. "cukup menyaksikan pada bantuan sauhiap sekalian untuk wancu kami, budak sekalian sudah merasa telah banyak menerima kebaikan kalian" Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba dimuka kamar penerima tamo maka Bi kui segera mohon diri untuk mengundurkan diri. Dengan perasaan yang tenang dan terbuka, Sun Tiong lo melangkah masuk ke dalam ruangan penerima tamu dengan langkah lebar, Ketika Bau ji sekalian menyaksikan dia sudah kembali, serentak pada berkerumun untuk menanyakan keadaan. Sun Tiong lo tahu bahwa semua orang telah mengetahui tentang tertotoknya jalan darah Jin Jin dari mulut nona Kim, maka secara ringkas dia menuturkan tindakan pertolongan yang telah dilakukan olehnya dan sebagai akhir kata dia menambahkan "Mungkin Wancu tak akan menampik permintaan kita untuk membekuk bajingan she Mao tersebut." "Kalau memang begitu, mengapa hal tersebut tak dikatakan kepadamu?" Tanya Bau ji. "Dia telah menanyakan soal itu kepadaku, adalah aku sendiri yang tak ingin membicarakan masalah tersebut dengan segera!" "Oooh, apakah hal ini dikarenakan soal kepercayaan ?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaa, kita membantu orang tanpa pamrih, apakah kita mesti menuntut balas jasa setelah menolongnya terbebas dari totokan..?" "Betul, kalau begitu baiklah kita menunggu sampai dia mengabarkan sendiri kepada kita" "Aku rasa, tidak seharusnya kita mempercayainya dengan begitu saja..." Mendadak Sangkoan Ki berkata dengan kening berkerut kencang. Nona Kim melirik sekejap ke arah Sangkoan Ki, lalu bertanya. "Atas dasar apa kau berkata demikian ?" "Sesungguhnya dia dan bajingan Mao adalah sepasang suami istri, di saat jalan darahnya tertotok, tentu saja hatinya marah dan dendam, tapi setelah jalan darahnya bebas, masa dia bersedia untuk mengijinkan kepada kita guna membekuk bangsat itu?" "Lantas bagaimana baiknya menurut pendapatmu?" Tanya nona Kim lebih jauh. "Seharusnya kita menguasahi gerak-gerik mereka secara diam- diam." Jangan dilihat Mo Kiau jiu adalah musuh bebuyutan Sangkoan Ki, namun pandangannya terhadap masalah ini ternyata seirama dan searah. Tampak Mo Kiau jiu manggut-manggut sembari menimbrung. "Yaa, betul! Memang seharusnya kita berbuat demikian!" "Tidak, bila kita sampai berbuat demikian maka hal ini akan menodai harga diri kita sendiri." Tolak Sun Tiong lo tegas-tegas dengan wajah serius. "Bila menghadapi musuh, kita harus tahu lawan tahu diri dengan begitu kemenangan barulah berada didepan mata, siapa berani menjamin kalau Jin jin tidak mempunyai maksud tujuan lain?" "Aku berani menjamin Wancu tak akan mempunyai maksud tujuan lain!" Sun Tiong lo segera menegaskan. Oleh karena pemuda itu sudah berkata demikian, sudah barang tentu tiada orang yang berani berkata apa-apa lagi dan persoalan diputuskan begitu. ^oo@dw@oo^ WALAUPUN malam itu tidak terlalu gelap, namun suasana diempat penjuru gelap gulita, sukar melihat pemandangan disekeliling sana dengan nyata. Sebab tempat tersebut merupakan lorong bawah tanah, sedikitpun tiada cahaya luar yang dapat masuk kesana. Maka Jin jin menitahkan kepada Bi Kui dan In kiok timuk mempersiapkan sebuah lentera dan berdiri dikiri kanan untuk memasuki lorong bawah tanah tersebut. Mereka sedang melakukan pencarian yang lebih seksama lagi untuk menemukan jejak Mao Tin hong. Sudah barang tentu Jin jin sangat hapal dengan daerah sekitar lorong bawah tanah itu, apalagi jalan menuju keruang bawah memang hanya sebuah. Setengah jalan sudah mereka tempuh, namun belum juga nampak bayangan dari Mao Tin-hong. Maju lagi beberapa langkah, dibawah cahaya lentera yang menyinari sekeliling tempat tersebut, Jin jin segera menurunkan tangannya mencegah In kiok dan Bi kui untuk maju lebih kemuka, katanya. "Setelah membelok pada tikungan didepan sana lalu berjalan lima kaki lagi, kita akan sampai dimulut gua yang disegel tersebut, aku menduga bajingan she Mao itu bisa jadi bersembunyi ditempat kegelapan dekat tikungan tadi, kita mesti meningkatkan kewaspadaan, hati-hati kalau sampai tersergap olehnya." "Wancu, ijinkanlah budak untuk berjalan dimuka." Seru Bi kui tiba-tiba sambil menyelinap kemuka. Seandainya Mao Tin hong betul-betuI menyembunyikan diri dekat tikungan tersebut dan apa bila Bi kui jalan di muka, maka apabila ada sergapan, niscaya budak itu akan mati lebih duIu. Tapi, begitu Mao Tin hong menampakkan jejaknya, niscaya dia tak akan mampu untuk melepaskan diri lagi. Jadi tindakan dari dayang ini boleh dibilang suatu langkah menyerempet bahaya. Dimasa lalu, sekalipun Bi-kui dapat pula berbuat demikian, tapi hal tersebut sudah pasti dilakukan karena menjalankan perintah atau paling tidak untuk mencari muka. Berbeda sekali dengan hari ini, dia munculkan diri atas dasar kerelaan serta kemauan sendiri tanpa paksaan ataupun mempunyai maksud tujuan tertentu. Tentu saja Jin jin tidak memperkenankan dayang kesayangannya itu menyerempet bahaya, cepat cegahnya. "Tidak usah, kita punya cara lain!" Berbicara sampai disitu, mendadak Jin jin bergeser ke depan lalu sekuat tenaga melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke arah tengah lorong. Bila disitu ada orang sedang bersembunyi sudah pasti dia akan segera menampakkan diri. Siapa tahu walaupun serangan sudah dilepaskan namun tiada reaksi apapun, rupanya lorong tersebut berada dalam keadaan kosong tanpa seorang manusiapun. Dibawah sorotan cahaya lampu, apa yang terpapar didepan mata membuat Jin jin dan dayang-dayangnya menjadi melongo dan berdiri kaku.. Pintu masuk menuju ke lorong masih tetap tertutup rapat, tapi pada jarak tiga depa dari pintu masuk tersebut telah terbuka sebuah gua besar, dari situlah cahaya matahari memancar masuk. Sambil mendepak-depak kakinya ke tanah lantaran gemas, Jin jin berseru. "Aduh celaka, sudah pasti bajingan itu membawa pisau mestika yang amat tajam. kalau tidak bagaimana mungkin dia bisa membuat pintu lain untuk meloloskan diri ?". "Ayo kita kejar, sudah pasti dia tak akan kabur terlampau jauh. "Walaupun dia tak akan lepas dari wilayah Pek hoa wan, aku lihat bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menemukan jejaknya. Alasan ini dapat dipahami oleh Bi kui maupun oleh Im kiok, Pek hoa wan memang tidak mempunyai jalan keluar lain kecuali melalui satu-satunya jalan yang tersedia, sebab empat penjuru berupa bukit terjal yang betul-betul berbahaya, jangan lagi manusia, burungpun sukar melewati tempat itu. Bila ingin kabur melalui tempat semula, berarti dia harus melewati barisan lebih dulu, Mao Tin hong cukup memahami kelihayan dari ilmu barisan tersebut dan menyadari akan- kemampuan sendiri, tak mungkin dia akan menempuh jalan tersebut. Oleh sebab itu dapat disimpulkan kalau dia telah melarikan diri ke suatu tempat diantara gerombolan bukit curam itu, justru karena itulah bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menemukan seseorang diantara tanah perbukitan yang luas itu. Kini Mao Tin hong sudah kabur, berarti tetap tinggal dalam lorong pun tiada gunanya, maka Jin jin mengulapkan tangannya dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun keluar dan lorocg rahasia tersebut... Menanti dia sudah berada kembali di permukaan tanah, tanpa terasa keningnya berkerut dan langkahnya terasa berat. Rupanya untuk membalas budi kebaikan Sun Tiong lo yang lelah menyembuhkan lukanya, selain itu diapun beranggapan bahwa dia akan semudah merogoh barang dalam saku sendiri untuk membekuk Mao Tin bong kali ini, maka dia memasuki lorong rahasia tersebut tanpa mengundang para jago uatuk melakukan perjalanan bersama-sama. Siapa sangka apa yang terjadi ternyata di luar dugaannya, Mao Tin hong telah melarikan diri dari kepungan. Bagaimana mungkin dia bisa menerangkan hal ini pada para jago? setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia memutuskan dalam hatinya, dia bersumpah akan menangkap kembali Mao Tin hong dan menyerahkannya kepada para jago. Maka dengan wajah serius dia membalikkan badannya menggapai Im kiok, lalu ujarnya. "Pergilah ke ruang penerima tamu dan ceritakan keadaan yang sebenarnya kepada Sun sauhiap, katakanlah bahwa aku telah membawa semua anak buahku melakukan pencarian di sekeliling bukit ini setelah mengetahui Mao Tin hong meloloskan diri dari kepungan. "Bila ada diantara para jago yang menyindir atau mencemooh, bahkan menghina aku, kau tak boleh ribut dengan mereka, cukup katakan kepada Ji sauhiap, asal aku belum mati maka budi tersebut pasti akan kubalas !" Walaupun In kiok mengiakan berulang kali, namun dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya semula. "Wancu!" Katanya kemudian. "empat bukit amat luas, sedangkan daerah disitu berbahaya sekali..." "Kalau berbahaya lantas kenapa?" Tanya Jin jin sembari menarik muka. "memangnya aku tak boleh kesana?" "Menurut pendapat budak, bagaimana kalau Wancu mengundang kedatangan Sun sauhiap agar datang sendiri kemari serta menerangkan duduk persoalan yang sebenarnya, kemudian bergabung dengan para pendekar, kita bisa memecahkan diri dalam beberapa rombongan uttnk melakukan penggeledahan disekeliling bukit ini." Jin jin segera tertawa getir. "Kalau sebelum datang ke lorong rahasia ini kita memberi kabar dulu kepada mereka, tentu saja kita bisa minta bantuan mereka untuk melakukan pencarian bersama ke sekeliling bukit sini, tapi sekarang... ibaratnya orang lagi makan empedu, walaupun pahit rasanya, namun sukar untuk diutarakan." "Apakah majikan kuatir bila para jago tidak percaya ?" Sela Bi kui dari samping. Untuk kesekian kalinya Jin jin tertawa getir. "Bila kau yang menghadapi persoalan seperti ini, apakah kau akan percaya." Dengan cepat Bi kui menyambung. "Bukan begitu persoalannya, andaikan para jago tidak percaya sekarang, sekalipun kita undang mereka tadi untuk bersama-sama datang kemari, bila mereka jumpai orangnya sudah kabur, toh paling tidak akan timbul kecurigaan dalam hatinya." "Ehmm, betul juga ! Namun suasana waktu itu sudah pasti lebih mudah dijelaskan daripada kita sekarang !" Bi-kui tak ingin Jin jin menyerempet bahaya, dengan cepat ia berkata lagi. "Menurut pendapat budak, Sun Ji hiap adalah seoran yang berdada lapang dan berpandangan luas, mustahil dia akan menilai seseorang dengan jiwa kerdil, sudah seharusnya majikan-menuruti segala sesuatunya dengan cara blak-blakan, kemudian kita baru berupaya untuk melakukan pencarian terhadap bajingan she Mao tersebut..." Tapi Jin jin sudah menggelengkan kepalanya kembali. "Sudahlah, kau tak usah banyak berbicara lagi, aku sudah menetapkan begini!" Sesudah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah Im kiok dan ujarnya lagi sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. "Ayo cepat pergi, selesai menunaikan tugas itu kau boleh menanti dalam kebun, bila menyaksikan bajingan Mao belum kabur kedalam tanah perbukitan gunakan api lima warna dan sepuluh dentuman untuk memberi kabar kepadaku !" Menyaksikan keseriusan majikannya. lm kiok tak berani banyak berbicara lagi dia mengiakan dan segera berlalu dari situ. Dari kawanan dayangnya Jin jin pun memilih dua belas orang yang bernyali paling besar tapi berilmu silat tinggi, lalu bersama Bi Kui sekalian berenam bersama-sama berangkat ke bukit untuk melakukan pencarian. Sebelum berangkat meninggalkan tempat itu, terlebih dulu Jin-jin mencoba untuk menelaah keadaan situasinya lebih dulu, kalau di tinjau dari keadaan yang dilakukan Mao Tin hong sewaktu kabur, demi keamanannya mungkin sekali dia akan kabur ke tanah perbukitan disebelah barat. Walaupun Jin jin berpendapat demikian, namun terlebih dulu dia melakukan penggeledahan disekitar kebun, lalu mengikuti berbagai petunjuk yang diperoleh dia menyimpulkan sembilan puluh persen Mao Tin-hong sudah kabur ke bukit sebelah barat. Maka iapun memimpin anak buahnya berangkat kearah barat untuk melakukan pengejaran. ^oo@dw@oo^ Sun Tiong-lo mengundang masuk Im-kiok dan menanyakan duduk perkaranya. Sangkoan Ki yang mengetahui hal tersebut, sambil mendengus dingin segera ujarnya kepada Im kiok. "Nona, kenyataankah yang kau katakan barusan." Im kiok sudah mendapat pesan dari Jin jin agar menahan diri, maka sahutnya gamblang. "Percaya atau tidak terserah kalian sendiri, tapi yang jelas majikan kami tak perlu membohongi kalian !" Mo Kiau jiu segera tertawa terkekeh-kekeh, selanya tiba-tiba. "Nona, apa sebabnya majikan kalian tidak memberi kabar lebih dulu kepada kami sebelum memasuki ke lorong rahasia untuk menangkap orang ?" "BiIa kami bisa menduga sejak semula kalau ada kemungkinan bagi bajingan she Mao tersebut untuk melarikan diri, sudah pasti ma jikan kami akan mengundang saudara sekalian untuk berangkat bersama kesana, cuma... bila kalian tidak menemukan orangnya ditempat, masa kalian tak akan menaruh curiga pula terhadap kami ?" Sangkoan Ki segera tertawa dingin. "Terus terang saja kalau berbicara, bukankah majikan she Mao itu adalah satu keluarga dengan majikan kalian..." Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "ltu dulu." Tukas Im kiok dengan suara gemetar. "sekarang Sun ji sauhiap sudah paham, mereka berdua sudah menjadi musuh bebuyutan. "Hmm, tadi majikan kalian pernah menerangkan kalau tempat terkurungnya she Mao itu ibaratnya jaring langit jala bumi mustahil dia bisa kabur, tapi kenyataannya dia sudah melarikan diri, apa salah jika kami tak percaya?" Kata Bau ji pula dengan suara sedingin es. Walaupun Im kiok sudah mendapat pesan agar tidak ribut atau membantah perkataan orang, namun dalam keadaan demikian sulit rasanya untuk menahan sabar terus menerus. Maka sambil berkerut kening dan memandang sekejap kearah Bau ji. katanya dengan nada yang tinggi. "Kejadian yang sesungguhnya telah kuterangkan, dan akupun telah mendapat perintah dari majikanku agar tidak ribut atau membantah perkataan kalian, pokoknva majikan kami bertujuan untuk mengikat tali persahabatan dengan hati yang tulus, nah aku sudah selesai berbicara..." Perkataan "aku sudah selesai berbicara" Itu dapat dirasakan oleh setiap orang sebagai kata "mohon diri" Sangkoan Ki segera memandang sekejap ke arah Mo Kiau jiu sembari memberi tanda, kemudian ujarnya dengan cepat. "Nona Im kiok, harap kau mendengarkan dulu sepatah kataku." Sekarang Im kiok sedih tahu kalau Sang-koan Ki adalah "Kwa Cun-seng", terhadapnya boleh dibilang tidak menaruh kesan yang terlalu baik. Mendengar perkataan tersebut dengan kening berkerut dan nada kurang sabar katanya "Silahkan Sangkoan tayhiap berbicara." "Tolong tanya wancu saat ini berada dimana ?" Tanya Sangkoan Ki sambil tertawa. "Majikan telah membawa kakak dan adikku untuk melakukan pencarian disekitar bukit dengan maksud membekuk bajingan she Mao tersebut." "Bolehkah lohu sekalian meninjau lorong bawah tanah yang pernah dipakai untuk menyekap bajingan she Mao tersebut ?" "Tentu saja boleh, mari !" Sahut Im kiok. Selama ini Sun Tiong lo hanya membungkam terus dalam seribu bahasa, tiba-tiba dia mencegah semua orang untuk beranjak pergi katanya. "Saudara sekalian, aku sangat mempercayai perkataan dari nona In kiok, Wancu telah bersikap terus terang kepadaku akupun tahu kalau peristiwa tersebut berlangsung diluar dugaan, dalam keadaan terdesak rupanya Wancu menitahkan kepada nona Im kiok untuk menyampaikan kabar ini, sedang ia sendiri sedang memburu bajingan she Mao tersebut !" "Kepandaian silat yang dimiliki bajingan Mao itu sangat lihay. kemampuannya luar biasa, sekalipun Wancu dan semua enghiong perempuan lebih menguntungkan dalam soal posisi dan cepat atau lambat pasti akan berhasil membekuk bajingan she Mao tersebut, namun bila sampai terjadi pertarungan, sudah jelas Wancu masih belum mampu untuk menandinginya." "Sekarang, bajingan Mao sudah kabur dan menyembunyikan diri diatas bukit, yang paling penting buat kita sekarang adalah membekuk tua bangka tersebut secepatnya, sedangkan soal lorong bawah tanah yang pernah dipakai untuk mengurungnya, lebih baik kita periksa dikemudian hari saja !" Pada hakekatnya Sun Tiong lo sudah menjadi pemimpinnya para jago lainnya, setelah dia memberikan pemyataannya maka meski para jago lainnya kurang setuju dengan pendapat tersebut, tak seorangpun yang berani berbicara lagi. Apalagi memang situasi sudah gawat dan mereka turut buru buru membekuk buronan tersebut Maka tanpa banyak berbicara lagi semua orang berangkat mengikuti dibelakang Im kiok. Tatkala mereka berjalan keluar dari ruang penerima tamu, Hou ji yang pertama-tama menemukan sesuatu, katanya sambil menuding ke arah bukit disebelah barat sana. "Siau liong cepat lihat, dibukit sebelah barat terdapat serombongan manusia!" Mendengar seruan terhebat semua orang berpaling, lm kiok segera berkata pula. "Mereka adalah majikan kami bersama para saudara lainnya..." Sun Tiong lo termenung sambil berpikir sejenak, kemudian dia bertanya. "Apakah nona Im kiok akan turut ke situ?" Im kiok segera menggeleng. "Majikan telah berpesan agar budak masih tetap tinggal di sini sambil berjaga-jaga meng hadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan..." Sun Tiong lo segera manggut-manggut "Kalau toh demikian harap nona laksanakan perintah dari wancu kalian." Im kiok memandang sekejap ke arah rombongan manusia dibukit sebelah barat sana, kemudian bertanya lagi. "Bagaimana dengan sauhiap sendiri ?" Tentu saja Sun liong lo memahami maksud hati Im kiok tersebut maka sahutnya. "Aku hendak menyusul wancu sekalian agar bisa bersama-sama merundingkan tentang pengepungan." Agaknya Im kiok masih tidak lega, cepat katanya kembali. "Untuk membalas budi kebaikan sauhiap, Wan cu telah melakukan hal tersebut, disaat dia menyaksikan bajingan Mao kabur dari kepungan, dia sudah bertekad untuk membekuk buronan tersebut, akav tetapi kepandaian silat yang dimiliki bajingan she mao itu..." "Tak usah kuatir nona." Tukas Sun Tiong lo "dengan cepat kami akan berhasil menyusul Wan cu sekalian sedangkan didalam rencana kami nanti sudah pasti tak akan memberi kesempatan kepada Wancu untuk menyerempet bahaya." Mendengar perkataan itu, Im kiok segera menjura dalam-dalam dengan wajah serius. "Sauhiap benar-benar berbudi luhur, budak merasa lega sekali setelah ada janji dari sau hiap." Sun Tiong lo tak ingin menerima hormat mana dengan cepat dia berkelit kesamping sembari berkata. "Silahkan nona berlalu, akupun akan segera naik keatas bukit." In kiok mengiakan dengan hormat, maka Sun Tiong lo memimpin para jago lainnya berangkat menuju ke bukit sebelah barat. ^oo^dw^oo^ TANAH perbukitan bersusun-susun, pohon dengan daun yang rindang dan lebat menyelimuti seluruh permukaan, kabut tebal menyelimuti permukaan membuat suasana terasa menyeramkan. Di permulaan musim kemarau ini, terlihat sesosok bayang manusia sedang berkelebat lewat ditengah hutan belantara yang Iuas, dia berlarian dengan langkah tergesa-gesa, bahkan kerap kali berpaling kearah jalan semula. Malam sudah tiba, suasana, gelap gulita, Dimana langit cukup bersih, maka diapun kerap kali mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan letak bintang. Orang ini tak lain adalah biang pembunuh Mao Tin hong yang sedang melarikan diri. Kemarin, dengan mengandalkan pedang mestikanya yang tajam, ia berhasil membuat sebuah lubang ditepi pintu lorong yang tertutup dan kabur dari situ. Dia langsung kabur masuk ke jalan bukit dengan hutan belantara yang sangat lebat itu. Meskipun dia tahu kalau disekitar sana tiada jalan lewat, namun lebih baik menghindari barisan yang tak berperasaan atau bertemu dengan Jin jin yang sudah pasti menghadang disitu. Ia pernah memperhatikan keadaan di belakang sana dan menentukan pula jejak dari para pengejarnya, sekalipun kedua belah pihak belum saling beriring, namun jaraknya hanya selisih setengah bukit. Maka dia berubah arah tujuannya, dengan mengandalkan kepandaian silatnya yang lihay dia mencoba untuk melewati sebuah tebing yang curam dan beralih dari bukit sebelah barat menuju ke bukit sebelah utara. Sejak dia mengalihkan arahnya, beberapa kali Mao Tin hong mencoba untuk melakukan pengintaian dari tempat yang tinggi, namun kali ini dia tidak berhasil menemukan jejak para pengejarnya, meski hatinya jauh lebih lega namun dia masih tetap kabur terus ke arah depan. Sebab dia sudah mengambil keputusan, dari arah utara dia akan beralih arah umur, bila demikian adanya maka dia akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan pengejarnya, siapa tahu dia berhasil kabur dari kurungan dan kembali ke daratan Tionggoan? Hari ini seharian penuh dia kabur terus tanpa berhenti, bukan saja tidak nampak jejak para pengejarnya, burung atau hewan pun jarang sekali dijumpai. Pada mulanya dia masih belum merasakan apa-apa, tapi lama kelamaan timbul juga suatu perasaan aneh dalam hatinya. Mula pertama dia mendengus dulu suatu bau yang sangat aneh, menyusul kemudian dia menyaksikan pepohonan dan tumbuhtumbuhan yang hidup disitu berbentuk sangat aneh, warnanya putih seperti susu tapi berdaun kering dan layu. Tanpa terasa dia menghentikan perjalanan sambil berkerut kening. Dengan pengalamannya yang sangat luas serta pemeriksaannya yang seksana, hatinya segera dibuat amat terkejut. Ia mulai teringat kembali dengan ucapan Jin jin dahulu, karena daerah utara merupakan daerah yang berbahaya, terutama sekali daerah yang mendekati arah timur, boleh dibilang merupakan wilayah yang terakhir di wilayah Biau, belum pernah ada orang yang berani mendekati tempat tersebut. Menurut Jin jin, haI ini disebabkan dalam sekitar hutan belantara itu terdapat sebuah kolam air yang luas sekali dengan kabut beracun yang jahat menyelimuti sepanjang tahun, baik manusia ataupun hewan yang melewati tempat itu pasti akan tewas tanpa ampun. Sekarang dalam tergesa-gesanya untuk melarikan diri, ternyata dia sudah mendekati daerah berkabut beracun itu. Masih untung dia cepat menyadari akan hal ini, sekalipun sudah melewati ujung dari daerah berbahaya tersebut untungnya saja masih belum masuk lebih ke dalam, bila dia mundur sekarang juga, sudah barang tentu jiwanya akan tetap selamat. Dan untung pula para pengejar belum mencapai ditempat itu. sehingga diapun tak usah berpikir dengan terburu napsu. Tapi setelah dia memikirkan persoalan itu lebih seksama hatinya mulai gugup dan bingung. Sebetulnya dia berencana untuk kabur dari utara menuju ke arah timur, dengan demikian dia dapat menghindari barisan yang maha dahsyat tersebut. Tapi kenyataan yang terbentang didepan mata sekarang menunjukan bahwa hal tersebut tidak mungkin bisa terlaksana. Bila dia ingin berbelok kearah timur melalui tempat itu, maka pertama-tama harus dapat menembusi jantung kabut beracun tersebut lebih dahulu, atau dengan perkataan lain jangan harap bisa menuju kearah timur melalui daerah utara. Kalau cara ini tak bisa terwujud, berarti tinggal satu jalan lagi yakni mundur kearah ke arah utara atau dari barat lari kearah selatan namun cara inipun mustahil bisa dilakukan oleh Mao Tin hong, sebab para pengejar sedang berpusat dikedua daerah tersebut. Dengan demikian ia betul-betul berada dalam posisi terjepit maju tak bisa mundurpun tak dapat, untuk sesaat diapun menjadi tak tahu apa yang mesti dilakukan. Untung saja para pengejarnya belum sampai menyusuI ke sana, berarti dia masih punya waktu untuk berpikir sebentar, maka dia pun mundur sejauh beberapa li, mencari tempat untuk berteduh dan mulai memutar otaknya. Lama-lama kemudian akhirnya dia harus mengambil keputusan dengan cermat, oleh karena maju terus berarti mati, maka dia memutuskan akan balik saja ke belakang, siapa tahu kalau perjalanan bisa ditempuh, dengan sangat berhati-hati tindakan ini justru diluar dugaan orang Iain ?. SeteIah mengambil keputusan meski sudah sangat lelah namun demi keselamatan terpaksa dia harus berangkat pada malam itu juga,dengan langkah yang ringan dan berhati-hati, dia meneruskan kembali perjaIanannya. Mengetahui dirinya sudah terjerumus didaerah kabut beracun, dalam beberapa pertimbangan kemudian Mao Tin hong terpaksa lurus balik melalui jalan semula, dia harus menanggung resiko bertemu dengan musuh ditengah jalan.. Sementara perjalanan masih di tempuh, mendadak Mao Tin hong mendengar suara manusia sedang berbicara. Bila ada manusia sedang berbicara ditempat ini, tanpa berpikir dua kali Mao Tin-hong segera menyangka sebagai Jin jin dengan anak buahnya atau kalau bukan tentu Sun Tiong lo dengan para jago lainnya. Dengan perasaan tercekat, buru-buru dia kabur ke belakang sebatang pohon besar dan menyembunyikan diri disana. Memang mengenaskan sekali, seorang pentolan dunia persilatan yang pernah disanjung dan dihormati oleh umat persilatan di seluruh dunia, sekarang harus menyembunyikan diri bagaikan anjing terkena gebuk, bukan saja tidak memiliki kegagahan lagi seperti dulu, bahkan dari mendengar suaranya sudah dibuat ketakutan setengah mati... Bahkan sambil bersembunyi dibelakang pohon besar, bernapas keras-keras pun tak berani. Bukan cuma begitu, jantungnyapun turut berdebar amat keras, seakan-akan kuatir sekali kalau sampai bertemu dengan musuh2nya.... Semua pernapasan dihimpun hawa murninya disalurkan ke seluruh badan, dia telah bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan. Sekarang dia masih belum tahu kalau Sun Tiong lo sekalian bukan saja sudah bertemu dengan Jin jin, bahkan mereka telah bergabung menjadi satu. Namun dia cukup paham, entah rombongan yang manapun dari kedua rombongan itu, sudah pasti tak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja. Maka dia telah mengambil perhitungan yang paling jelek, bilamana perlu dia harus membunuh sebanyak mungkin untuk mengembalikan modal. Diapun berpikir demikian seandainya yang muncul adalah rombongan dari Jin-jin walaupun dia diiringi segerombolan dayang- dayangnya namun ia bisa memandang sebelah mata terhadap mereka, sebab dia yakin mampu melukai musuhnya lalu mundur dengan selamat. Tapi kalau yang datang adalah Sun Tiong lo dengan rombongannya... Diam-diam dia menggelengkan kepala berulang kali, dia cukup tahu kaIau nasibnya sudah amat tragis, bila hari ini harus bertemu dengan mereka, berarti kematian sudah berada didepan mata. Mao Tin hong yang berada dalam keadaan seperti ini sungguh mencekam sekali keadaannya, rasa kaget, ngeri bercampur takut bercampur aduk menjadi satu. Pepatah kuno bilang: Kalau rejeki pasti bukan bencana, kalau bencana siapa-pun tak akan terhindar. Ada pula yang berkata begini : Yang harus datang, akhirnya pasti akan datang juga. Maka suara pembicaraan manusia itupun kian lama kian bertambah mendekat, Mao Tin hong juga makin lama merasa hatinya makin ketakutan setengah mati. Ternyata yang muncul adalah seorang lelaki dan seorang perempuan, bahkan mereka tidak maju lebih kedepan, melainkan berbelok kesebelah kiri pohon dan menelusuri sebuah jalan setapak. Ditengah malam yang sepi, pembicaraan ke dua orang itu dapat terdengar jelas, apa Iagi didaerah yang tak bermanusia sama sekali, tidak heran kalau sepasang laki perempuan itu berbicara tanpa ragu. Terdengar yang pria serang berkata. "Aku merasa tubuhku ini makin hari makin bertambah lembek saja rasanya, aai." Begitu mendengar suara dan nada pembicaraan tersebut, Mao Tin-hong sudah merasa hatinya agak lega separuh. Menyusul kemudian yang perempuan menyahut. "Tapi sekarang kita tak usah kuatir lagi, apabila kita berhasil juga memperoleh buah Cu-ko tersebut !" "Buah Cu-ko...?" Sepasang telinga Mao Tin hong yang seakanakan berdiri tegak seperti keledai yang sedang mendengarkan sesuatu suara aneh. Lelaki tadi kembali berkata. "Tapi apalah gunanya? Paling banter hanya bisa hidup terus, namun kepandaian silatku tak pernah akan pulih kembali, kita harus bersembunyi lagi ditempat yang terpencil macam neraka ini... hmmm..!" "Sudahlah, tahanlah keadaan sedikit" Hibur perempuan itu. "dunia persilatan amat berbahaya, orang-orang dalam persilatanpun licik dan busuk hatinya, coba kau lihat siapa sih diantara sekian jago kenamaan dalam dunia persilatan yang berhasil memperoleh akhir hidup secara baik?" "Sekalipun ilnu silatmu sudah punah sekarang dan tak mungkin bisa pulih kembali untuk selamanya, namun ibarat sayang kehilangan kuda, siap tahu kalau akibat musibah malah memperoleh keuntungan? Asal kita berdua dapat hidup berdampingan secara begini sampai tua nanti, oooh, . bukankah hidup kita ini sangat berbahagia?" Lelaki tadi kembali mendengus dingin. "Tentu saja bahagia, kepandaian silatmu bertambah maju dengan pesatnya, mendaki bukit menyeberangi jurang semuanya bisa kau lakukan dengan mudah tentu saja kau bahagia, tapi kau jangan lupa, aku..." "Coba lihat kau melamun lagi" Tukas perempuan itu cepat. "coba kalau aku tidak mesti berburu dan mencari bahan makanan, aku benar-benar tak sudi menggunakan ilmu silatku lagi, aku tak ingin berpisah denganmu meski hanya sedikitpun!" Lelaki itu menghela napas berat, lalu membelokkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya. "Kalau kita bisa hidup dengan aman dan sentausa, hal ini masih mendingan, kuatirnya bila suatu hari bencana besar muncul di depan mata, mau kabur tak bisa, mau menghindar sukar bisa jadi aku harus menggorok leher untuk menghabisi nyawa sendiri !" Perempuan itu nampak amat sabar dan tabah, kembali dia menghibur dengan lembut. "Kau tak usah kuatir, tak ada manusia yang bisa sampai disini, atau seandainya ada. aku toh yakin masih sanggup untuk melindungi keselamatan jiwamu !" "Sudahlah" Kata lelaki yang berpikiran sempit itu, suami istri memang seharusnya sehidup semati, tapi bila bencana tiba, siapa tahu akan menyelamatkan diri sendiri ? Sekarang saja kau bisa berkata begini, coba kalau sampai keadaan tersebut yang pasti kau akan terbang dan aku yang mampus !" Tampaknya habis sudah kesabaran perempuan itu, dengan suara dalam dia segera berseru. "Apa maksudmu berkata demikian ?" "Jangan marah, mungkin aku sedang kesal sehingga mengucapkan kata2 yang kurang sedap" Karena lelaki itu sudah mengaku salah, yang perempuan pun tidak menegur lebih jauh, kata nya kemudian. "Mari kita percepat langkah kita cepat sampai rumah dan cepat beristirahat." Lelaki itu mengiakan menyusul kemudian langkahnya dipercepat dan makin lama suara nya semakin menjauh. Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mao Tin hong yang bersembunyi di belakang pohon justru tertawa girang sambil diam-diam bertepuk tangan, dia seperti menang lotre serarus juta saja. Dalam keadaan begini, dia seakan-akan lupa kalau musuh tangguh masih mengejarnya, sambil keluar dari belakang pohon gumamnya seorang diri. "Bagus, bagus sekali, inilah yang dinamakan "Bila takdir belum sampai, Thian akan merubah jalan" Dasar nasib aku Mao locu masih baik. heeeh... heeeh... heeeh... ternyata aku dapat berjumpa dengan sepasang lelaki perempuan anjing tersebut disini. !" Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil bertepuk tangan dia bergumam lagi. "Locu akan menguntil di belakang mereka lalu melakukan suatu kunjungan yang sama sekali diluar dugaan mereka, setelah itu yang laki di jagal, sedang yang perempuan, heeeh... heeeh..." Dasar bajingan tua, dimana ada kesempatan, niat jahatnya segera muncul. Dengan bangga dia tertawa dingin berulang kali, kemudian gumamnya lebih jauh. "Seandainya tempat itu cukup rahasia dan terpencil letaknya, aku akan hidup satu atau dua tahun baru keluar dari wilayah Biau ini, apalagi jika buah Cu ko dapat menambah tenaga dalamku... heeeh... heeeh silahkan saja perempuan cabul itu hidup tenang berapa waktu, haaah... haa.." Sambil tertawa seram tiada hentinya, dia segera melompat ke depan dan melakukan pengejaran. Waktu itu, laki dan perempuan tersebut belum keluar dari hutan belantara tersebut namun suara tertawa dingin dan gumaman Mao Tin hong yang lirih tak sampai mengejutkan mereka. Namun Mao Tin hong tidak seharusnya lupa daratan pada saat ini serta tertawa terbahak-bahak. Betul suara tertawanya tidak terhitung keras sekali, toh suara mana terdengar juga oleh perempuan yang berada didepan. Perempuan tersebut bukan cuma pintar, pengalamannyapun sangat luas, dengan cepat dia tahu kalau gelagat tidak menguntungkan. Sedangkan yang lelaki, kurang tenaga dalam nya sudah punah, apalagi benaknya sedang dipenuhi oleh persoalan yang pelik, maka dia sama sekali tidak mendengar atau merasakan apa-apa. Perempuan itu sama sekali tidak berpaling namun otaknya berputar keras mencari akal bagus untuk menghadapi keadaan tersebut, akhirnya dia menemukan sebuah akal bagus dan segera melaksanakannya menurut rencana. Jalan punya jalan, mendadak perempuan itu berbisik. "Kita tak usah pulang kerumah kediaman, bagaimana berkunjung dulu keloteng Si hunlo?" Laki-laki itu nampak tertegun kemudian katanya. "Hari sudah begini malam, masa kau hendak berlatih ilmu lagi?" Perempuan itu menggeleng pelan. "Tidak, aku masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan." "Kalau hendak pergi, pergilah seorang diri, aku sudah lelah !" Dengus lelaki itu tak sabar. Perempuan itu segera merendahkan suaranya dan berbisik. "Dengarkan perkataanku, tak usah berpaling, dibelakang kita ada orang yang menguntil secara diam-diam, kalau kita langsung pulang maka ibaratnya memancing srigala masuk ke rumah, lebih baik kita menuju ke Si-hun-lo saja agar lebih gampang membereskan dirinya." Mendengar perkataan tersebut, berubah hebat paras muka lelaki itu, agak gugup dia berbisik. "Kau... kau tidak salah mendengar." "Bagaimana mungkin aku bisa salah mendengar ?" Sahut perempuan itu sambil berkerut kening. Lelaki tersebut menjadi gugup bercampur kaget, dengan cepat dia berseru kembali. "Tahukah kau siapa dia ? Apa sebabnya mengejar kita ?" Perempuan itu menggeleng cepat. "Belum kulihat orangnya, tapi bisa jadi di karena kan buah Cu ko tersebut !" "Padahal daerah kabut beracun ini jauh dari keramaian manusia, bagaimana mungkin ada orang bisa sampai disini ? Aneh betuI." Lelaki itu semakin tak tenang. Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan nada gelisah kuatir dia berkata lagi. "Mampukah kita mengurungnya di loteng Si hun-loo ?" "Dapat, coba dengarkan dengan seksama, setelah masuk kedalam loteng nanti, kau harus selekasnya masuk ke ruang semedi di atas loteng, apa pun yang akan terjadi diluar, kau tak usah munculkan diri." "Buah Cu ko itu simpan saja dalam sakumu bila aku berhasil mengurung orang tersebut maka akan kuketok pintu tiga kali sebagai kode, sampai waktunya kau boleh membukakan pintu bagiku, jangan lupa !" Sembari berkata perempuan itu mengeluarkan sebiji buah Cu ko dari sakunya dan diserahkan pada sang lelaki untuk menyimpannya. Waktu itu Mao Tin hong masih belum sadar kalau jejaknya sudah ketahuan, bahkan dia masih mempunyai perhitungan yang begitu matang sehingga makin dipikir semakin bangga hatinya, dia menganggap kejadian ini bagaikan itik panggang yang siap dihidangkan. - ooo0dw0ooo- SEMENTARA itu sepasang laki perempuan yang berada didepan telah mempercepat langkahnya. Diam-diam Mao Tin hong kegirangan, dia menganggap tujuannya sudah semakin mendekati didepan mata. Tak selang berapa saat kemudian, sepasang laki perempuan itu sudah berjalan keluar dari hutan. Berhubung keadaan medan didepan sana terlalu terbuka dan hampir tiada tempat untuk menyembunyikan diri. maka dia mengambil keputusan untuk memperjauh kuntitannya. Kini sepasang laki perempuan tersebut sudah menelusuri sebuah jalan setapak dan membelok beberapa tikungan. Mao Tin hong menunggu sampai seperminum teh lamanya kemudian baru menyusul dari belakang. Siapa tahu begitu sampai ditempat tikungan tersebut, aneh ! Bayangan tubuh dari laki perempuan tersebut sudah lenyap tak berbekas. Kejadian ini kontan saja membuat Mao Tia liong sangat cemas. dia percepat larinya dan mengejar lebih jauh. Akhirnya ia berhasil menemukan kembali jejak dari laki perempuan itu, ternyata tersebut bukit diatas sebidang tanah yang luas berdiri sebuah perkampungan kecil, dalam perkampungan hanya terdapat sebuah bangunan loteng, ke sanalah laki perempuan itu pergi. Setelah mengetahui arah tujuan dari korbannya, Mao Tia hong tidak terlampau terburu napsu lagi, pertama-tama dia memperhatikan dulu keadaan disekitar sana, kemudian memperhatikan pula situasi disekitar perkampungan. dengan cepat dirasakan bahwa tempat tersebut memang merupakan sebuah tempat persembunyian yang amat bagus. Maka dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke arah perkampungan tersebut. Ketika mendekati perkampungan tersebut, tiba tiba Mao Tin hong meningkatkan kewaspadaannya. Dengan cepat dia menghentikan langkahnya kemudian mengernyitkan sepasang alis matanya. Ternyata dia menemukan kalau perkampungan tersebut dibangun aneh dan sangat istimewa. Perkampuagan itu menempati daerah seluas berapa hektar, bila dibandingkan perkampungan biasa memang agak kecilan, tapi saat ini terutama diwilayah seperti ini. Mao Tin hong merasa perkampungan tersebut cukup besar. Yang paling membuat hatinya gelisah adalah bangunan didalam perkampungan tersebut. Didalam perkampungan tersebut, selain bunga dan pepohonan. hanya sebuah bangunan loteng kecil yang indah dan mentereng saja berada disitu. Kalau dibilang kecil bentuknya memang betul, namun menterengnya mungkin tiada bandingannya dikolong langit ini. Baik atap, tiang maupun bahan bangunan lainnya boleh dibilang memakai bahan bangunan berkwalitet tinggi. Padahal tempat ini tak lebih hanya sebuah wilayah terpencil diwilayah Biau yang dekat dengan kolam beracun. Siapa yang berdiam disitu? Dan siapa pula yang membangun perkampungan dengan bangunan loteng kecil itu? Jangan-jangan sepasang laki perempuan anjing itu? "Tidak. Sudah pasti bukan mereka, mereka ! Hmm! Meskipun yang perempuan itu mempunyai jiwa pertukangan. sayang, tidak kenal seni, apalagi yang laki laki, dia tak lebih hanya seorang bajingan tengik yang kemaruk perempuan, harta dan kedudukan. Berdasarkan kemampuan kedua orang itu, jangan lagi berapa bulan atau tahun, separuh hidup merekapun belum tentu sanggup membangun loteng semacam itu. Lantas siapa ? Yaa, siapa ? Mungkinkah ditempat ini hidup seorang jago berilmu tinggi ? Mungkinkah sepasang laki- perempuan anjing itu berjodoh dan diterima oleh tokoh sakti itu sebagai muridnya hingga mereka harus hidup mengasingkan diri disana. "Mungkin ya, hal ini ada kemungkinannya !" Ya betul, cukup berdasarkan buah Cu ko yang dibicarakan sepasang laki perempuan anjing itu, benda mestika yang merupakan mestika langka dalam dunia ini mana mungkin bisa mereka kenali dengan begitu saja ? Kalau benda "Cu-ko" Nya saja tidak kenal, bagaimana mungkin bisa dipetik ? Baru aneh namanya kalau semuanya serba kebetulan dan mereka benar-benar bisa mendapatkan sebiji buah Cu-ko. Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo