Ceritasilat Novel Online

Persekutuan Pedang Sakti 17


Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Bagian 17


Persekutuan Pedang Sakti Karya dari Qin Hong   Hanya dibagian barat pada pertemuan dua bukit yang nampak cocok sebagai tempat bangunan, meski tanahnya rada sempit namun bisa dipakai untuk dua deret ramah Satu ingatan segera melintas dalam benak Wi Tiong hong, pikirnya kemudian ; "Daratan bagian tengah dari Tok seh sia terhitung paling besar dengan istana racun sebagai pusatnya, empat penjuru sekelilingnya penuh dengan bangunan rumah.   tampaknya semua anggota selat berdiam disana." "Jarak antara dua deret bangunan batu dengan bukit kecil disampingnya mencapai setengah li, sedangkan tanah antara setengah li tersebut terdiri dari batuan dan pasir, sebaliknya ujung selat itu merupakaa tanah gundul yang gersang, mengapa ditempat yang gersang justeru didirikan dua deret bangunan rumah?"   Memandang kedua deret bangunan rumah tersebut, lambat laun pemuda itu merasakan hatinya mulai goncang. "Tempat itu merupakan daerah terlarang bagi selat kami."   Pelan pelan Liong Hiong kun menerangkan Ketika kata "daerah terlarang"   Menyusup ke telinga Wi Tiong hong, dia segera merasakan hatinya bergetar keras, serunya tanpa sadar : "Daerah terlarang.   tempat apakah itu?" "Masa daerah terlarang pun tidak kau ketahui? tempat tersebut merupakan suatu daerah yang tidak boleh dikunjungi oleh siapa pun tanpa suatu ijin khusus."   Wi Tiong hong seperti memahami akan sesuatu, dengan nada menyelidik dia segera bertanya lagi ; "Aaah. betul, mungkin tempat itu adalah tempat tinggal dari siacu kalian?" "Bukan!!"   Liong Hiong kun menggeleng.   Tampaknya dia enggan banyak berbicara tentang persoalan ini.   Wi Tiong hong sendiripun tidak bertanya lebih jauh setelah berhasil membuktikan kecurigaan sendiri.   Mendadak Liong Hiong kun berseru tertahan, kemudian katanya "Aaah, hampir saja aku lupa memberitahukan kepadamu, didalam selat kami terdapat tiga tempat yang tak boleh dikunjungi, bila kau tidak lagi bersamaku jangan sekali kali kau kunjungi tempat itu secara sembarangan." "Ketiga tempat mana saja?" "Pertama adalah hutan bambu yang berada dikaki bukit kecil itu, kemudian pada bagian timur dan barat, tempat yang berpasir dan sama sekali tak berbangunan, kau pun tak boleh kesitu,"   Sekali lagi Wi Tiong hong merasakan hatinya tergerak, dia pernah mendengar dari Seh Thian yu bahwa dibalik hutan bambu yang mengitari istana racun tersebut mempunyai kekuatan yang melebihi racun manapun juga.   Sewaktu mereka masuk kedalam sumur dan menembusi selat tersebut, pernah dijumpai sebagian tanah yang dilapis pasir putih, menurut perkataan kakek Ou, pasir tersebut mengandung racun yang sangat jahat, itulah sebabnya dia telah mempergunakan bebatuan besar yang diletakkan diatas pasir sebagai jembatan penyeberangan.   Ditinjau dari sini maka dapat dibilang bahwa tanah berpasir yang dilarang olehnya untuk ditempuh sudah pasti mengandung racun yang jahat sekali.   Disetiap sudut selat tok seh sia terdapat pasir beracun.   rasanya seperti juga namanya memang demikianlah kenyataannya.   Maka setelah berpikir sejenak diapun bertanya lagi: "Mengapa demikian?" "Tak ada salahnya kuberitahukan kepadamu, didalam pasir tersebut mengandung racun yang amat jahat"   Perempuan memang selalu condong ke luar, rasanya perkataan ini tak salah lagi, buktinya rahasia yang begini besar dan pentingpun dia utarakan kapada orang lain dengan begitu saja. Wi Tiong hong segera berkata lagi.   "Oooh, rupanya begitu!"   Sementara dalam hati kecilnya dia ber-pikir; "Itu mah tak akan menyusahkan diriku. asal kugunakan batu besar sebagai alas pada pasir tersebut, toh tiada kesulitan bagi untuk menyeberanginya."   Sementara itu Liong Hiong kun telah berkata lebih jauh: "Setiap anggota selat kami mengenakan pakaian dan sepatu yang terbuat khusus, Sepatu itu tidak takut dengan pasir beracun, sekembalinya kerumah nanti aku akan menyuruh mereka membuatkan sepasang untukmu." "Itu sih tidak perlu"   Kata Wi Tiong hong dengan hambar, "aku toh tiada urusan apa apa yang memerlukan untuk berjalan kian kemari" "Tidak mengapa.   dengan memakai sepatu khusus tersebut maka kau akan lebih leluasa lagi.   Hanya pesanku, sekalipun kau sudah mengenakan sepatu anti racun lebih baik jangan pergi juga kehutan bambu tersebut " "Tak betul."   Pikir Wi Tiong hong segera "dibalik hutan bambu adalah istana racun aku mendengar Seh Thian yu yang mengatakan sekeliling istana racun terkandung racun diantara racun.   sekalipun anggota Tok seh sia sendiripun tak nanti berani masuk kesitu tanpa perintah khusus."   Dia pun manggut manggut. "Akan kuingat selalu.."   Lambat laun waktu pun mendekati tengah hari sambil memandang keadaan cuaca, Wi Tiong hong segera berkata : "Aasah. sudah mendekati tengah hari kita harus turun sekarang." "Mengapa sih mesti tergesa gesa,"   Liong Hiong kun tersenyum.   "apa salahnya untuk duduk sebentar lagi? Tengah hari nanti aku punya urusan...akupun tidak terburu buru. aaaah, apakah kau sama sekali tidak bergairah?"   Sambil membereskan rambutnya yang panjang dia segera bangkit berdiri. Kembali Wi Tiong hong merasakan hatinya tergerak, segera ujarnya cepat cepat .   "Selama berapa hari ini berdiam terus didalam lembah, aku memang merasa agak sumpek dan masgul, bagaimana kalau kau sering sering saja mengajakku berjalan jalan keluar lembah?" "Kalau kau ingin keluar lembah, maka mesti menunggu sampai mereka sudah selesai mempersiapkan sepatu khusus untukmu" "Mengapa harus menunggu sampai terdapat sepatu khusus?"   Sambil tertawa Liong Hiong kun menunjuk kesebelah timur dan berkata ; "Tanpa sepatu khusus tersebut, maka untuk melewati setengah li di situ terpaksa aku mesti menggendongmu." "aah, hal ini mana boleh?"   Sementara dalam hati kecilnya berpikir "Ternyata jalan keluar mereka berada di air terjun sana, hanya tidak diketahui bagaimana caranya untuk melewatinya?" "Apakah kau merasa kaheranan?"   Tiba tiba Liong Hian kun bertanya. "bila kami hendak keluar, disitu perlu naik perahu dulu."   Wi Tiong hong kuatir gadis itu menaruh curiga kepadanya, maka diapun tidak bertanya lebib jauh.   ooo0dw0ooo SEBALIKNYA Liong Hiong kun yang menyaksikan pemuda itu hanya membungkamkan diri segera kuatir dia merasa tak senang hati, sambil berpaling segera ujarnya: "Hari ini sudah tidak sempat lagi, bagaimanapun kalau besok saja? Sekembalinya dari sini akan selesai dibuat." "Aaahh, aku cuma bergurau saja, bila setengah hari nanti kau ada urusan lebih baik kita pulang sekarang juga."   Liong Hiong kun segera tertawa manis "Dulu aku membencimu setengah mati, padahal aku baik sekali orangnya!"   Walaupun Wi Tiong hong tidak bersikap serius terhadap nona tersebut tak urung hatinya berdebar juga setelah mendengar perkataannya yang terakhir ini Liong Hiong kun segera membereskan kotak makanannya, kemudian barsama sama Wi Tiong hong menuruni bukit itu.   Baru tiba dibawah gunung, tampak seorang dayang buru buru menyambut kedatangan mereka sambil berkata "Cong huhoat sudah berapa kali mencari nona.   lebih baik kau cepat cepat pulang." "Bukankah aku sudah kembali sekarang ?"   Wi Tiong hong yang mendengar perkataan itupun segera berkata pula : "Aaaai. sungguh menjemukan !"   Seru Liong Hiong kun dengan perasaan gemas. Ia segera menyerahkan kotak makanannya ketangan si dayang kemudian baru serunya: "Aku sudah tahu, sebenarnya aku akan kesana "   Meski berkata begitu namun dia masih tetap berjalan bersanding dengan Wi Tiong hong dan mengantarnya sampai di depan pintu baru berhenti melangkah.   katanya dengan kening berkerut : "Sore nanti mungkin aku tak punya waktu luang untuk datang kemari ..." "Silahkan nona berlalu."   Liong Hiong kun memandangnya sekejap lagi, kemudian baru membalikkan badan dan buru buru berlalu dari situ.   Ketika Wi Tiong hong melangkah masuk ke dalam ruang batu bocah kecil itu menyambutnya sambil berkata ; "Oooh siauhiap telah pulang, hamba telah mempersiapkan air teh untukmu"   Wi Tiong hong manggut manggut tanpa menjawab, Kacung kecil itu segera berkata lagi: "Apakah siauhiap ingin bersantap?" "Ehhmmm, boleh juga " Tergesa gesa kacung itu beranjak pergi, tak lama kemudian dia sudah muncul dengan membawa sayur dan baki Wi Tiong hong yang sedang murung dan pikirannya dibebani dengan persoalan sama sekali tidak bersantap, setelah makan beberapa suap nasi diapun menghentikan kembali perbuatannya.   Kacung itu segera membereskan sisa nasi dan sayur kemudian mengundurkan diri dari situ.   Kembali ke kamarnya Wi Tiong hong segera merebahkan diri ke atas ranjang.   sementara dalam hatinya berpikir.   bagaimanapun juga perjalanannya kali ini tidak sia-sia belaka.   sebab dengan cepat dia telah berhasil memperoleh banyak keterangan yang berharga Seandainya ayahnya benar benar berada di selat Tok seh sia tak disangkal lagi pasti berada dibalik dua deretan rumah batu sebelah barat selat tersebut Namun yang membuat hatinya risau adalah sewaktu di bukit Tay eng bun san, di rumah kediaman Kok hujin situ, dia pernah berjumpa pula seorang yang lemah ingatan, Menurut Kok hujin, orang itu adalah ayahnya yang menjadi demikian karena sewaktu keracunan ular tidak sempat ditolong pada waktunya sehingga pikiran dan kesadarannya menjadi pudar dan tak bisa pulih kembali.   sekalipun berjumpa muka pun sulit untuk diketahui asli atau tidaknya.   Bila kita pikirkan kembali apa yang di katakan Kok hujin tempo hari, rasanya banyak masalah yang dapat dipercayai, tapi Liong Cay thian sudah dua kali memberitahukan kepadanya bahwa ayahnya berada di selat Tok seh sia.   Andaikata orang yang disekap di dalam rumah batu itupun seorang manusia bodoh yang tidak sadar pikirannya; bukankah dia tetap tak dapat menentukan secara pasti apakah orang itu ayahnya atau bukan.   Lantas apa yang mesti diperbuat sekarang? Padahal perjumpaannya dengan Ibunya baru bisa dilangsungkan pada bulan tiong ciu tahun depan kecuali ibunya.   mungkin tiada seorang pun yang bisa menentukan secara pasti.   Untuk sesaat pikirannya menjadi ruwat dan kacau tak karuan, berbagai persoalaa lain pun segera berdatangan semua, Terutama masalah tentang Liong Hiong Kun Kalau ditinjau dari keadaannya hari ini, jelas dia menaruh perasaan cinta yang mendalam terhadapnya, jangan dibilang ayahnya Liong Cay thian adalah musuh besarnyapun belum tentu dia dapat menerima cinta kasihnya.   Meskipun apa yang dilakukannya hari ini timbul karena keadaan yang terpaksa, namun bagaimana pun juga dia telah menipu perasaan gadis tersebut.   Pikir punya pikir tanpa terasa dia terlelap tidur, ketika mendusin kembali waktu malam sudah menjelang tiba.   Selesai santap malam, kacung itu datang dengan menyiapkan sepoci air matang baginya, lalu setelah mengucapkan selamat malam, dia mengundurkan diri dari sana.   Wi Tiong hong tahu, orang orang selat Tok Seh sia mengira Lan Kun pit sudah menelan obat pembingung sukma mereka maka tidak perlu dijaga lagi tentang tindak tanduknya, itulah sebabnya hanya seorang kacung kecil yang ditugaskan untuk melayani segala kebutuhannya...   Ketika kentongan pertama menjelang, Wi Tiong hong segera berpura pura sudah tidur dia memadamkan lampu mempersiap Lan Jit siu kiam dan siap sedia keluar rumah Mendadak pintu kamarnya dibuka orang lalu nampak sesosok bayangan manusia menyelinap masuk kedalam kamar dengan gerakan tubuh yang amat cepat.   Sepasang mata Wi Tiong hong dapat digunakan untuk melihat dalam kegelapan Dalam sekilas pandangan saja dia sudah melihat kalau orang itu adalah Liu Leng Poo, kontan saja hatinya menjadi sangat gembira cepat cepat dia maju menyongsong sambil berseru ; "Nona Liu..."   Liu Leng poo menutup kembali pintu kamar lalu berkata dengan suara lirih.   "Saat ini mereka sedang menyelenggarakan perjamuan untuk menyambut kedatangan toako diruang tengah istana racun, sekaranglah kesempatan yang terbaik bagi kita untuk menyelidiki jejak ayahmu." "Aku telah berhasil mendapatkan sedikit berita, agaknya tempat yang mereka gunakan untuk menyekap orang terletak diujung selat sebelah barat, dibalik dua deret bangunan rumah batu " "Darimana kau peroleh kabar tersebut?"   Tanya Liu Leng poo sambil memutar biji matanya.   Secara ringkas Wi Tiong hong segera menceritakan apa yang telah di alaminya pagi tadi.   Liu leng poo segera manggut-manggut seraya berkata : "Aku hanya kuatir bila mereka sengaja menyiarkan berita tersebut kepadamu dengan maksud hendak mencoba dirimu, kalau memang Liong Hiong Kun sudah jatuh hati kepada Lan Kun pit aku rasa hal ini tak bakal salah lagi, urusan tak boleh ditunda lagi mari kita segera berangkat."   Mereka berdua segera menutupi wajah mereka dengan kain kerudung hitam.   kemudian menyelinap keluar dari ruangan batu dan berangkat menuju ke barat.   Untung saja dari mulut Liong Hiong kun mereka mendapat tahu kalau jalanan sepanjang setengah li merupakan daerah pasir beracun jahat, karena itu mereka persiapkan banyak sekali batu besar disepanjang jalan.   Dengan dipimpin oleh Liu Leng poo dan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna berangkatlah mereka menembusi tanah berpasir itu dengan melompati batu-batu yang telah mereka persiapkan semula.   Setiap bongkahan batu itu diletakkan pada jarak satu kaki, sedangkan gadis itu lewat bagaikan capung menutul permukaan air, semuanya dilakukan dengan ringan dan indah.   Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang diperlihatkan nona itu segera mengundang perasaan kagum bagi Wi Tiong hong, pikirnya kemudian didalam hati "Semula aku masih berencana sambil berjalan dengan melemparkan bebatuan tersebut dan menyebrang dengan ilmu meringankan tubuh, sama sekali tidak kupikirkan kalau batu yang dilemparkan keatas dapat menyebarkan debu beracun kemana-mana." "bila aku berbuat demikian, rasanya sulit untuk menjamin sama sekali bebas dari debu beracun tersebut, seandainya tiada ketelitian dari nona Liu, mungkin aku benar-benar sudah dibikin keracunan hebat."   Berpikir demikian dia segera menghimpun tenaga dalamnya lalu mengikuti dibelakang Liu Leng poo melayang ke depan.   Tak sampai seperminum teh kemudian, mereka sudah menyeberangi selat berpasir tersebut.   Kini mereka dihadapkan dengan medan yang makin lama semakin sempit ditengah kegelapan, tampak dua baris rumah batu itu terdiri dari lima buah ruangan yang dibangun dengan menempel bukit ditengahnya terdapat sebuah jalan sempit yang hanya bisa dilewati dua orang secara bersanding.   Saat itu suasana dibalik rumah rumah batu itu amat sepi dan gelpa seakan akan ditempat tersebut sama sekali tiada penghuninya...   Mereka berdua segera mendekati rumah batu itu, Liu Leng poo memberi tanda kepada Wi Tiong hong, kemudian mereka melompat naik keatas atap rumah dan bersembunyi dibalik kegelapan.   Wi Tiong hong tak berani berayal, sepasang tangannya segera didayang dan tubuhnya melompat naik pula keatas atap rumah.   Sesudah menyembunyikan diri baik baik, Liu Leng poo baru berbisik lirih.   "sekarang malam sudah semakin kelam, andaikata dalam ruangan terdapat seseorang , orang itupun tentu sudah tidur, bagaimana pun juga kita tak dapat mengetuk pintu dan memasukinya satu persatu bukan?" Wi Tiong hong segera dibuat tertegun oleh perkataan tersebut, tanyanya kemudian "Lantas bagaimanakah baiknya?" "Sudah tentu kulihat dengan jelas disini, terdapat sebelas ruang batu? Aku pikir pada bilik yang paling ujung tentu merupakan tempat tinggal dari si penjaga, asalkan kita berhasil membekuk orang ini, aku yakin banyak keterangan yang tentu bisa kita korek dari mulutnya."   Benar juga perkataan ini, Wi Tiong hong manggut-anggut, kalau begitu harap nona Lau tetap berada disini untuk melindungi diri."   Mendadak Liu Leng poo berbisik lirih : "Cepat sembunyikan diri, ada orang sedang datang kemari!"   Wi Tiong hong menurut dan segera menjatuhkan diri mendekam, kemudian menengok keluar, benar juga tampak dua sosok bayangan manusia satu didepan yang lain di belakang, bergerak mendekat dengan cepat.   Sesungguhnya langkah dari kedua orang lelaki berpakaian ringkat warna hitam ini tidak terlalu cepat, namun mereka berjalan dengan langkah lebar.   Begitu sampai diruangan paling ujung, merekapun segera menghentikan langkahnya.   Orang yang berada didepan segera mengetk pintu beberapa kali sambil berseru "Oh koansi, harap buka pintu, komandan Kim datang melakukan pemeriksaan."   Dari balik ruangan segera terdengar orang menyebut dan lenterapun dipasang orang.   Didepan pintu ruangan muncul seorang kakek baju hitam berusia liam puluh tahunan yang menyambut dengan gugup, dia menjura kepada lelaki baju hitam yang berada di belakang itu sambil serunya: "Komandan Kim, silahkan masuk dan duduk didalam."   Dengan gaya yang angkuh komandan Kim manggut manggut dan melangkah masuk kedalam ruangan, kakek berbaju hitam bernama Kim Koansi sekalian segera mengikuti pula dibelakangnya dan menutup pintu rapat-rapat..   Liu Leng poo yang menyaksikan kejadian ini segera berbisik lirih.   "Ayoh kita turun dan tengk kebawah."   Wi Tiong hong mengangguk dan cepat-cepat melayang turun keatas tanah lalu menyelinap kedepan jendela.   Pada jendela yang terbuat dari batu itu terdapat pula selapis papan, Wi Tiong hong segera mencari celah diantara papan tersebut dan segera mengintip kedalam.   Tampak Komandan Kim dan manusia berbaju hitam yang mengikuti dibelakangnya segera setelah berada dalam ruangan memberi hormat kepada manusia berbaju hitam yang disebut Oh Koansi tadi sambil berkata "Hamba Kim It beng menjumpai komandan."   Wi Tiong hong yang menyaksiakn kejadian tersebut menjadi sangat keheranan, pikirnya: "Bukankah dia sendiri sudah menyebut bahwa dia adalah Komandan Kim, mengapa setelah berada dalam ruangan justru menyebut Oh Koansi sebagai komandannya"   Tapi setelah berpikir sebentar dengan cepat menjadi paham kembali, nampaknya dahulu Oh koansi adalah komandan mereka dan sekrang setelah dia menjadi pengurus rumah tangga dari tempat itu, orang she Kim itupun dinaikkan pangkatnya menjadi komandan.   Terdengar Oh koansi berkata pelan.   "Kim lote, tidak usah banyak adat, mari kita segera membicarakan masalah yang serius.   adakah sesuatu berita pada malam ini?"   Wi Tiong hong segera merasakan hatinya tergerak, cepat-cepat dia memusatkan perhatiannya untuk mendengarkan dengna seksama.   Terdengar Komandan Kim berkata: "Lapor komandan, barusan Li suhu dari dapur telah datang membawa sebuah wortel." "Apa yang dikatakan dalam wortel itu?" "Majikan telah datang!"   Bisik komandan Kim dengan merendahkan suaranya. "Aaaa...."   Oh Koansi segera menunjukkan wajah terkejut bercampur gembira.   "Benarkah majikan akan melakuakn suatu tindakan.?"   Komandan Kim menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Majikan menyuruh Li suhu untuk memberitahukan semuanya bahwa didalam dunia persilatan saat ini telah muncul Kiu tok kau yang dandannya sama dari majikan kita." "Selain itu kemungkinan juga dia akan memaparkan suatu rencana tertentu terhadap selat Tok seh sia, oleh sebab itu apapun yang bakal terjadi apabila tiada perintah dari lencana tembaga majikan, harap kalian semua jangan bertindak secara sembarangan." Wi Tiong hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diam segera berpikir dalam hati.   "Entah siapakah majikan mereka? Kalau didengar dari nada pembicaraan mereka, tampaknya didalam selat Tok seh sia ini masih terdapat komplotan mereka, bahkan jumlahnya tidak sedikit,"   Sementara itu Oh Koansi telah berkata dengan nada gusar, "Manusia macam apakah Kiau tok koancu itu? Berani amat berdandan seperti majikan kita?" "Hamba harus segara berangkat sekarang ."   Tiba-tiba Komandan Kim berbisik. "Baik!! kau boleh membawa serta benda itu!"   Selesai berkata dia menyulut sebuah lentera dan membalikan badan membuka pintu.   Cepat cepat Wi Tiong hong menyelinap kebalik kegelapan untuk menyembunyikan diri, tampak komandan Kim dengan gaya yang dibuat-buat berjaan keluar dari dalam ruangan.   Dibelakangnya mengikuti seorang lelaki berbaju hitam dan Oh koansi berdua, ketika sampai diruang batu nomor satu di sebelah kanan, tampak dia mengulapkan tangannya, cepat-cepat Oh konasi maju kedepan dan mengambil anak kunci dari sakunya untuk membuka kunci gembokan dan mendorong pintu kayu tersebut, serunya: "Li Tiong hoat, ayoh bangun, komandan Kim datang melakukan pemeriksaan."   Seseorang menyahut dari dalam ruangan, Oh Koansi segera masuk dengan mengangkat tinggi lenteranya, menyusul kemudian komandan Kim ikut masuk pula kedalam , seorang lelaki yang lain berdiri didpean pintu sambil bertolak pinggang.   Wi Tiong hong turut memperhatikan kearah dalam ruangan itu, tampak komandan Kim sedang memeriksa seorang manusia yang berambut amat kusut, tapi sejenak kemudian ia sudah mengundurkan diri.   Oh Koansi segera mengunci kembali pintu ruangan itu dan pindah ke ruangan kedua seperti semula dia membangunkan penghuninya lalu komandan Kim masuk, setelah bertanya beberapa patah kata, merekapun mengundurkan diri kembali.   Agaknya orang-orang yang disekap didalam kelima buah ruangan batu itu semuanya adalah anggota selat Tok seh sia yang telah melakukan kesalahan, oleh sebab itu komandan Kim selalu melakukan pemeriksaan terhadap jumlahnya diapun memelrukan untuk memeriksa sendiri satu persatu.   Selesai memeriksa kelima buah ruangan disebelah kanan, sekarang giliran ruang pertama disebelah kiri.   Sesudah membuka pintu kamar, kali ini Oh Koansi tidak menyebutkan nama terhukum melainkan langsung masuk kedalam ruangan tersebut.   Komandan Kim dengna langkah lebar segera mengikuti pula dibelakang Oh Koansi melangkah masuk kedalam ruangan.   Dibawah cahaya lentera, Wi Tiong hong segera dapat melihat sesauat yang membuat emosinya segera bergolak keras.   Ternyata orang yang disekap didalam ruangan ini adalah seorang lelaki setengah umur berbaju putih.   Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Berhubung didepan pintu ruangan ada manusia berbaju hitam yang melakukan pemeriksaan, maka Wi Tiong hong tak berani terlalu mendekati ruangan tersebut.   Dengan ketajaman mata yang dimilikinya dia merasa potongan wajah lelaki berbaju putih itu kurus kering, tidak seperti manusia berbaju putih yang dijumpai di bukit Tay Eng bun san tempo hari, dimana orang tersebut gemuk lagi pula, hanya saja raut wajah mereka memang mirip antara yang satu dengan yang lainnya.   Bahkan wajah itu juga mirip dengan wajah sendiri.   Nyatanya Liong Cay thian tidak bohong, di dalam selat Tok Seh sia masih terdapat pula seorang manusia berbaju putih.   Tapi siapakah diantara kedua orang itu yang merupakan ayah kandungnya? Wi Tiong hong berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun hatinya justru berdebar semakin keras sehingga napaspun ikut memburu, kalau bisa dia ingin sebera menerjang kemuka dan menyelidiki persoalan ini sampai jelas.   Pada saat itulah tiba-tiba ia mendengar Liu Leng poo berbisik disisi telinganya dengan suara lirih.   "Wi siauhiap, tenangkan pikiranmu, jangan bertindak terlalu gegabah.."   Sementara itu sejak komandan Kim memasuki ruangan tersebut, diapun tidak banyak berbicara, dengan cepat dia mengeluarkan secarik kertas dari balik sakunya dan menyusupkan kedalam tangan manusia berbaju putih itu.   Sebaliknya manusia berbaju putih itu hanya duduk dikursi sambil mengawasi dua orang yang berada dihadapannya dengna termangu,dia tidak berbicara pun tidak bergerak.   Mendadak komandan Kim membungkukan badannya lalu memungut sebuah batu gunung dari sisi bangku manusia berbaju putih itu dan cepat-cepat disembunyikan kedalam sakunya, kemudia ia baru mengulapkan tangannya kepada Oh Koansi.   Dengan cepat Oh Koansi mengundurkan diri lebih dulu dari situ disusul komandan Kim dibelakangnya.   Tampaknya deretan rumah batu lainnya berada dalam keadan kosong semua, maka komandan Kim tidak melakukan pemeriksaan lebih jauh, sembari menjura katanya kemudian: "Sudah merepotkan Oh Koansi saja." "Komandan Kim terlalu merendah, hal ini sudah merupakan kewajiban diriku."   Sahut Oh Koansi sambil buru-buru memberi hormat.   Komandan Kim tidak berbicara lagi, dia segera membalikkan badan dan mengajak seorang lelaki berbaju hitam yang lain beranjak keluar dari situ.   Oh Koansi menghantar mereka sampai dimulut selat, kemudian baru berkata sambil tertawa.   "Silahkan berangkat komandan."   Menanti kedua orang itu sudah pergi jauh, dia baru membawa lentera balik ke ruang batu dan menutup pintunya rapat-rapat.   Orang ini memang tidak malu kalau disebut rase tua yang amat licik dan banyak akal muslihatnya.   Dalam sekejap mata itulah mendadak dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, ia membalikkan bandanya melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke arah belakang sambil bentaknya keras-keras.   Diantara desingan angin tajam seorang manusia berkerudung hitam telah muncul dan mendesak kearahnya, sebuah serangan dahshyat dilontarkan pula kearah bahu kanan Oh Koansi.   "Sobat, besar amat nyalimu, berani sekali menyelundup kedalam daerah terlarang selat Tok seh sia kami!"   Bentak Oh koansi dengan suara keras.   Telapak tangan kirinya diayunkan kedepan untuk menyongsong datangnya ancaman dari lawan, berbareng itu juga badannya mengegos kesamping dan kelima jari tangan kanannya yang kuat seperti kaitan menyambar kemuka dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.   Manusia berkerudung hitam itu mendengus dingin, dia segera menambahi tenaga pada tangan kanannya dan mengayunkan sebuah pukulan keras ke depan.   "Plaakk..!!: Dengan cepat kedua buah telapak tangan itu sudah saling bersatu sama lainnya, sementara itu tangan kirinya melepaskan sebuah totokan kilat menyodok kesikut lawan.   Selama ini Oh Konasi menganggap kepandaian silat yang dimilikinya cukup tangguh, dalam anggapannya asalkan musuh berani beradu tenaga dengannya, niscaya pihak lawan akan dibikin keok.   Siapa tahu setelah bentrok kekerasan terjadi, ia segera merasakan sesuatu yang tak beres, rupanya tenaga pukulan yang terpancar keluar dari balik serangan musuh begitu kuat dan dahsyatnya sehingga hampir saja dia tak mampu menahan diri.   "Blaamm..."   Dalam waktu singkat kedua gulung tenaga besar itu sudah saling beradu satu sama lainnya.   Akibat dari bentrokan tersebut, menusia berkerudung itu maju selangkah kedepan, sebaliknya Oh Koansi dibuat bergelak darah didalam tubuhnya, setelah mendengus tertahan, tubuhnya mundur sejauh empat lima langkah ke belakang.   Dalam pada itu manusia berkerudung hitam tersebut segera mendesak lebih ke depan.   Sesudah berhasil memukul mundur Oh Koansi dengan serangannya itu, tangan kirinya diayunkan kemuka dan segulung desingan angin tajam segera meluncur kedepan dan menotok jalan darah ciang tay hiat di dada kanan Oh koansi.   Pada saat itu Oh koansi sedang merasakan gejolak hawa darah didalam dadanya dan pusing kepalanya akibat bentroka kekerasan dengan manusia berkerudung itu, sudah barang tentu sulit juga baginya untuk menghindarkan diri.   Begitu berhasil menotok jalan darahnya, manusia berkerudung hitam itu segera mengerakkan tangan kanannya untuk mencengkram urat nadi pada pergelangan tangan kanan Oh koansi, lalu tegurnya dingin : "Oh koansi, aku rasa kau pasti tahu bukan bagaimana caranya untuk melindungi keselamatan jiwa sendiri?" "Sobat siapakah kau?"   Tegur Oh Koansi sambil mengawasi manusia berkerudung hitam itu lekat-lekat.   "Hm, kau tidak usah tahu siapakah aku".   "Lantas ada urusan apa sobat kemari ?" "Apabila kau ingin hidup terus, maka setiap pertabyaan yang kuajukan harus kau jawab dengan sebaik baiknya" "Apa yang ingin sobat tanyakan?" "Siapakah yang berdiam diruang batu nomor satu disebelah ujung kiri itu.   "Pendekar berbaju putih Pui Thian jin"   Jawab Go koansi tanpa berpikir panjang.   Manusia berkerudung hitam itu nampak tergetar keras hatinya, segera tegurnya lagi.   "Sudah berapa tahun dia berada disini?" "Kurang lebih sudah belasan tahun lamanya" "Siapa yang membawanya kemari?" "Soal ini tidak begitu kuketahui, sejak di kirim kemari, dia sudah berdiam disini" "Apakah dihari hari biasa pun dia tak pernah berbicara denganmu...?" "Tidak pernah."   Manusia berkerudung hitam itu segera mencengkeram urat nadi Oh koansi dengan lebih keras lagi, lalu menegur ketus "Apakah semua jawaban itu kau berikan sejujurnya?" "Tentu saja sejujurnya"   Sahut Oh Koansi sambil menggertak kencang kencang.   "Kalau ia tak pernah berbicara denganmu, darimana pula kau bisa tahu kalau dia adalah Pendekar berbaju putih Pui Thian jin?" "Diatas buku catatan tertulis nama itu, tentu saja aku tak bakal salah lagi" "Bagus sekali, bilamana kau berani berbohong setengah patah kata saja, aku pun tidak usah membunuhmu dengan tangan sendiri, aku cukup memberitahukan kepada Liong Cay thian bahwa kalian sedang menyusup ke dalam tok seh sia karena suatu maksud tertentu..." "Sobat, sebenarnya siapakah kau?"   Tanya Oh koansi segera dengan tubuh bergetar keras. "Jangan kuatir, asal kau bersedia untuk bekerja sama denganku secara baik baik. seharusnya kita adalah sahabat bukan musuh" "Sobat bagaimana aku harus bekerja sama denganmu?"   Manusia berkerudung itu mengendorkan cengkeramannya atas pergelangan tangan lawan, lalu katanya: "Coba kau maju kedepan dan membuka kunci yang menggantung dipintu nomor satu sebelah kiri" "Apakah kau hendak menyelamatkan dirinya?"   Tanya Oh koansi dengan perasaan terkejut. "Tentang soal ini mah untuk sementara waktu aku belum bisa mengambil keputusan." "Lantas apa yang hendak kau lakukan?" "Kau tak usah banyak bertanya"   Oh koansi memandang sekejap kearah manusia berkerudung itu, lalu ujarnya: "Dia adalah seorang yang lemah pikirannya, selain makan dan tidur, pekerjaan apa pun tidak ia ketahui"   Begitu kata "lemah pikiran"   Menyelinap kedalam telinga manusia berkerudung itu, dia segara dibuat tertegun sepasang matanya agak berkaca kaca, namun segera ucapnya lagi dengan tegas: "Bagaimana pun juga, aku harus masuk melihatnya sendiri" "Baik.   akan kuajak kau untuk masuk kedalam"   Manusia berkerudung itu segera menepuk bebas jalan darah Oh Koansi yang tertotok, kemudian baru ujarnya dengan dingin;   "Lebih baik kau berjalan dimuka"   Berkilat sepasang mata Oh koansi. tiba tiba dia mendongakkan kepalanya seraya berkata. "Aku sih boleh boleh saja mengajak sobat masuk kedalam, tapi paling baik kalau lentera ini jangan disulut, daripada mengusik perhatian orang"   Manusia berkerudung itu berpikir sejenak, kemudian sahutnya: "Baiklah, kau boleh memadamkan lentera itu lebih dulu sebelum pergi kedalam".   Oh Koansi tidak banyak berbicara lagi, dia segera menghembus lentera tersebut hingga padam.   Mendadak terdengar suara tertawa menyeramakn berkumandang memecahkan keheningan, secepat kilat tubuhnya bergeser kesamping.   Kemudian tangan kanannya diayunkan ke depan dan lima jari tangannya dipentangkan lebar lebar, segulung jarum yang lembut bagaikan bulu kerbau segera meluncur kemuka dan langsung menyambar ketubuh manusia berkerudung itu.   Meskipun ilmu silat yatg dimiliki manusia berkerudung itu melebihi siapapun, namun kewaspadaannya terhadap sergapan lawan sama sekali tidak dimiliki.   Untung saja dia memiliki ketajaman matanya, ia dapat melihat didalam kegelapan, begitu lampu padam dan melihat Oh koansi melompat kesamping dari posisi semula, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya.   Tapi pada saat itulah dia menyaksikan segulung cahaya kilat yang berwarna hitam bagaikan hujan bintang telah menyerang dirinya tanpa menimbulkan sedikit suara pun.   Manusia berkerudung itu menjadi gusar sekali setelah menyaksikan peristiwa ini, telapak tangan kanannya segera diayunkan ke muka dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah kilatan cahaya tajam tarsebut.   Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini boleh dibilang telah mempergunakan tenaga sebesar delapan bagian.   segulung angin pukulan yang maba dahsyat segera menggulung kemuka dan memancarkan segumpal jarum yang sedang mengancam dirinya itu.   Padahal didalam perkiraan Oh Koansi.   tindakan yang dilakukan olehnya kali ini pasti tak akan meleset, siapa tahu mimpi pun ia tidak mengira kalau jarum jarum beracun yang dihantam sampai mencelat balik oleh tenaga pukulan lawan.   Dalam kegelapan ia tak sempat melihat jelas keadaan yang sebenarnya, sudah barang tentu dia pun tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, tubuhnya segera roboh terjengkang keatas tanah.   Tampakaya manusia berkerudung itu sama sekali tidak menyangka kalau serangan yang dilancarkan olehnya dapat begitu hebatnya.   Ketika ia menundukkan kepalanya dan memeriksa keadaan musuhnya, tampak tubuh Oh koansi sudah terkena oleh segengam senjata rahasia baracun yang lembut seperti bulu kerbau sehingga keadaannya tak berbeda seperti landak, tentu saja nyawanya pan turut melayang dari raganya.   Diam diam manusia berkerudung hitam itu mendengus dingin, kemudian serunya: "Benar benar manusia bedebah..."   Dia segera merogoh kedalam saku Oh koansi dan mengeluarkan sesenggam kunci kemudian membuka pintu ruangan.   Tiba tiba dari atas rumah melayang turun sesosok bayangan manusia, kemudian terdengar Liu Leng poo bertanya dengan suara lirih, "Wi sauhiap, apa yang dia katakan?"   Manusia berkerudung itu bukan lain adalah Wi Tiong hong, ia segera menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata; "Oh Koansi sudah mati, dia sendiripun tidak tahu?" "Ada apa? kau telah membunuhnya." "Tidak, ia mati oleh senjata rahasianya sendiri!" "Aaah, betul, mungkin dia bermaksud membunuhmu untuk melenyapkan saksi?"   Wi Tiong hong manggut manggut dan tidak berbicara lagi.   mereka segera mendekati ruangan pertama, Wi Tiong hong membuka gembokannya lalu menerobos masuk kedalam.   Begitu Liu Leng poo menyelinap ke dalam ruangan, dia segera menutup pintu ruangan kemudian mengeluarkan alat penerangan yg disebut Jian li hwee tong (tabung api seribu api) dan menyulutnya, sinar terang segera memancar kemana-kemana.   Ternyata ruangan itu berbentuk persegi panjang, pada bagian belakang, dekat dinding terdapat sebuah pembaringan kayu, di sisi pembaringan terletak seubah kursi yang beralasan tebal.   rasanya benda inilah merupakan satu-satunya pelayanan yang khusus bagi pendekar baju putih, Selain itu tidak nampak sesuatu benda yang lain.   Pendekar baju putih..   adalah seorang lelaki bertubuh kurus, mukanya yang putih memang tampak ada beberapa bagian mirip dengan wajah Wi Tiong hong.   Ketika cahaya api memancar dalam ruangan dan tahu tahu disitu telah bertambah dua orang manusia berkerudung, manusia baju putih yang sedang duduk dibangku itu nampak rada kaget bercampur keheranan.   Menyaksikan sikap manusia berbaju putih yang duduk termangu dibangkunya, meski Wi Tiong hong belum tahu benarkah orang ini adalah ayahnya, namun sebagai seorang pemuda yang berbakti, apalagi setelah menyaksikan kejadian tersebut, sedikit banyak timbul juga perasaan sedih didasar hati kecilnya.   Dengan meminjam cahaya api yang menerangi ruangan, diamatinya manusia berbaju putih itu dengan seksama.   Lelaki ini berusia empat puluh lima-enam tahunan, rambutnya panjang dan jenggotnya panjang pula, dia tidak mirip seperti lelaki berbaju putih yang ditemui di bukit Tay eng san, dibawah perawatan Kok hujin yang seksama, lelaki berbaju putih itu nampak segar dan gemuk, tidak seperti orang yang dijumpainya sekarang, kurus, lesu lagi pula pucat mukanya.   Wi Tiong hong sendiripun tidak termasuk, oleh sebab itu dia merasa manusia berbaju putih yang dijumpainya sekarang jauh lebih mirip dibandingkan dengan manusia berbaju putih yang dijumpai dibukit Tay eng san tempo hari.   Lantas benarkah orang yang berada dihadapannya sekarang adalah ayah kandungnya? Gejolak perasaan karena luapan emosi membuat kelopak matanya lambat laun jadi basah dan mengembang air mata, diawasinya manusia berbaju putih itu dengan termangu, lalu diam-diam pikirnya? "Apa yang mesti kulakukan sekarang?"   Karena Wi Tiong hong tidak berbicara, sudah barang tentu manusia berbaju putih itu pun tidak akan berbicara.   Sesudah termenung dan membungkam beberapa saat, akhirnya Liu Leng poo tidak tahan dan segera berkata: "Wi siauhiap, mengapa kau tidak bertanya kepadanya, benarkah dia adalah pendekar berbaju putih, Pui Thian jin?"   Wi Tiong hong segera berpaling sambil menjawab, "Ketika ayahku terkena racun ular tempo dulu, berhubung agak terlambat dalam pertolongan, racun jahat itu sudah merasuk ke tulang sehingga kesadarannya jadi hilang."   Ketika berbicara sampai disini, air matanya sudah tak terbendung lagi sehingga jatuh bercucuran.   "Kejadian yang sebenarnya sudah pernah kudengar dari penuturanmu dulu, waktu itu ayahmu hanya terlambat sedikit dalam menelan obat penawar racun sehingga masih sisa-sisa racun yang belum lenyap, sehingga kini kejadiannya sudah berlangsung banyak tahun, asalkan dia masih hidup, aku percaya sari racun yang mengeram didalam tubuhnya lambat laun akan semakin berkurang.   "Sekalipun kesadarannya belum pulih dan ia tak bisa bersuara, aku percaya terhadap nama dan asal-usul sendiri sedikit banyak masih dapat mengingatnya juga, kalau tak percaya, kau boleh bertanya kepadanya, dia akan tahu." "Dia kan tak bisa berbicara, bagaimana caranya menjawab?" "Kau memberitahukna dulu kepadanya, bila dia mengetahui apa yang kau tanya suruhlah dia mengangguk, jika tak tahu menggeleng kepala, aku percaya dia tentu dapat melakukan gerakan tersebut." "Seandainya...." "Waktu sangat berharga, mengapa kau tidak segera bertanya?"   Liu Leng poo menukas cepat.   Wi Tiong hong menurut dan berjalan menuju kesisi manusia berbaju putih itu, lalu berkata pelan, "Ada beberapa patah kata hendak kutanyakan kepadamu, bila perkataanku benar, harap kau mengangguk, bila tidak benar kau menggeleng.   bisa bukan?"   Sepasang mata manusia berbaju putih itu menatap wajah Wi Tiong hong lekat lekat, lalu mengangguk dengan pandangan kosong. Wi Tiong hong merasa amat girang, pikirnya: "Apa yang diduga oleh nona Liu ternyata memang tepat sekali!"   Maka dia pun bertanya lagi: "Benarkah kau bernama pendekar berbaja putih Put Thian jin?"   Manusia berbaju putih itu termenung sambil berpikir sejenak kemudian mengangguk. "Ketika Liong Cay thian mangincar mutiara penolak pedangmu, apakah kau terluka di ujung ruyung ularnya?"   Manusia berbaju putih itu memutar biji matanya kemudian sekali lagi mengangguk. Air mata segera bercucuran membasahi wajah Wi Tiong hong, tanyanya lebih jauh. "Masih ingatkah kau dengan anak Wi....?"   Manusia berbaju putih itu memandangi wajah Wi Tiong hong.   kembali dia mengangguk Bertanya sampai disini, Wi Tiong hong tidak bertanya lebih lanjut, air matanya telah jatuh berderai, agak sesenggukan dia berkata lirih : "Dia..dia betul betul adalah ayahku..." "Wi siauhiap, kau harus bersikap lebih tenang"   Kata Liu Leng poo cepat.   "biar aku yang bertanya kepadanya"   Dengan langkah yang lemah gemalai dia berjalan menuju ke hadapan manusia berbaju putih itu, kemudian menegur dingin "Kau sudah pandai berbicara, mengapa enggan menggunakan mulutmu itu untak mulai berkata!"   Manusia berbaju putih itu memandang wajah Liu Leng poo dengan pandangan kosong. kemudian menggeleng geleng. "Kau tak bisa berbicara? Mungkin bisa menulis bukan?"   Kembali Liu Ling po berkata. Sekali lagi manusia berbaju putih itu menggeleng. Kontan saja Liu Leng po mendengus dingin, jengeknya. "Kau tak bisa menulis? Mengapa diatas batu itu tertera tulisan.?"   Tiba tiba air muka manusia berbaju putih itu berubah hebat namun kembali dia menggeleng.   Wi Tiong hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi sangat keheranan, dia segera mengangkat kepalanya seraya berkata.   "Nona Liu...." "Sesungguhnya orang ini bukan ayahmu.."   Seru Liu Leng poo sambil tertawa dingin.   Belum selesai ia berkata, tiba tiba saja manusia berbaju putih itu sudah menggerakan tangan kanannya.   Namun gerakan dari Liu Leng poo jauh lebih cepat, tangan kanannya segera bertindak kilat dengan melancarkan sentilan jari berulang kali, sedemikian cepat gerakan serangan tersebut ibarat sambaran kilat ditengah udara.   Di dalam waktu singkat dia telah menotok berapa buah jalan darah penting disikut kanan dan dada manusia berbaju putih itu.   Wi Tiong hong yang menyaksikan adegan tersebut menjadi sangat terperanjat, segera teriaknya tertahan: "Nona Liu."   Dengan suatu gerakan yang cepat Liu Leng Poo menelikung lengan kanan manusia berbaju putih itu, kemudian dari balik ujung baju mengeluarkan sebuah tabung menyembur jarum sebesar ibu jari, katanya kemudian; "Nah.   sudah kau lihat benda tersebut? Coba perhatikan, benda apakah ini?"   Selesai berkata dengan wajah berubah menjadi serius dia memandang kembali kewajah manusia berbaju putih itu, jengeknya sambil tertawa dingin.   "Kalau hanya mengandalkan kepandaian kucing kaki tiga macam begitu mah masih belum cukup untuk mengelabui sepasang mata Liu Leng poo, mengerti?"   Sedangkan Wi Tiong hong berseru dengan rada kaget bercampur keheranan *, "Bagaimana nona bisa tahu kegadungannya?" "Tentunya kau masih ingat dengan batu bertulisan yang kita temukan tadi bukan? Mungkin tulisan itu adalah hasil karyanya, tidakkah kau lihat komandan Kim mengambil pula sebuab batu dari bawah bangkunya tadi?" -ooo0dw0oo-   Jilid 18 WI TIONG HONG segera manggut-manggut. "Padahal semenjak tadi sudah kuketahui bahwa sikap kebodoh-bodohan yang diperlihatkan orang ini cuma pura-pura dan dibuat-buat saja"   Kata Liu Leng Poo lebih jauh, "hanya saja aku belum yakin apakah ia adalah ayahmu atau bukan itulah sebabnya kuminta kau saja yang mengajukan pertanyaan. Siapa tahu ternyata dia benar-bebar orang yang menyamar sebagai ayahmu"   Berbicara sampai disini, dia lantas menepuk bebas jalan darah didepan dada manusia berbaju putih itu lalu bentaknya.   ""sobat berlakulah lebih wajar dan terbuka bila kau enggan berlaku jujur lagi jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji dan buas kepadamu"   Manusia berbaju putih itu menengok sekejap kearahnya, kemudian menggeleng. "Ploookkk"   Tahu-tahu Liu Leng Poo sudah menempeleng wajah orang berbaju putih itu keras-keras, ujarnya dengan ketus: "Apakah kau masih ingin berlagak edan dan sinting dihadapan kami...?"   Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tempelengan itu dilepaskan cukup keras dan kuat sehingga membuat manusia berbaju putih itu terhuyung ke samping, cucuran darah segar segera menyembur keluar dari mulutnya.   Dengan mata bersinar merah dan wajah meringis menahan sakit, mendadak ia membentak keras.   "Setelah Pui Thian Jin terjatuh ke tangan kalian, mau dibunuh mau dicingcang silahkan kalian lakukan. Jangan harap membuat she Pui mengerutkan dahi!"   Mendengar orang tersebut mengakui sebagai Pui Thian Jin kembali Wi Tiong Hong merasakan hatinya bergetar sangat keras. Sekali lagi Liu Leng Poo mengayunkan tangannya menghadiahkan sebuah tempelengan lagi kewajah orang itu, jengeknya dingin.   "Kau masih berani mergakui dirimu sebagai pendekar berbaju putih? Hmm. sekali lagi kau berani mengaku-aku akan kusuruh kau rasakan bagaimana tersiksanya orang yang hidup tak bisa matipun tak dapat" "Apapun yang hendak kau perbuat terhadap aku she Pui, silahkan dilakukan, tetapi jangan harap membuatku merintih minta ampun". teriak manusia berbaju putih itu dengan penuh amarah yang membara. Sekali lagi dia membahasai diri sebagai orang she Pui. hal mana segera membuat Tiong Hong merasakan hatinya berdebar dengan perasaan tegang. Di awasinya itu dengan pandangan setengah percaya setengah tidak. Terdengar Liu Leng Poo berkata lagi.   "Kami hanya berharap kau suka menjawab beberapa buah pertanyaan kami secara jujur. Asal kau bersedia menjawab, kamipun bersedia mengampuni selembar jiwamu" "Apa yang kaiian ingin tanyakan?"   Tanya manusia berbaju putih itu. "Sebenarnya kau adalah Pendekar baju putih Pui Thian Jin atau bukan?"   Sela Wi Tiong Hong mendadak.   Manusia berbaju putih itu segera tertawa nyaring.   "Setiap orang yang mengenakan baju putih dan melakukan beberapa macam perbuatan mulia dan sosial didalam dunia persilatan, dia pasti akan peroleh julukan sebagai pendekar baju putih secara mudah tapi nama Pui Thian Jin memangnya dapat dipalsukan orang lain?"   Wi Tiong Hong merasa bahwa orang in memang tidak mirip gadungan, sehingga tanpa terasa dia berbalik kearah Liu Leng Poo. Dengan kenlng berkerut Liu leng Poo segera berkata: "Lebih baik aku saja yang mengajukan pertanyaan kepadanya"   Ketika kepalanya didongakkan kembali, tampak dari balik matanya tiba-tiba mencorong keluar sepasang sinar mata yang tajam dan menggidikkan hati. ujarnya kemudian dengan suara yang menyeramkan.   "sekali lagi nona perlu memberitahukan kepadamu. Asalkan kau sanggup menahan ilmu potongan nadi Ngo Im Cay Meh Jiu Hoat-ku ini, silahkan saja kau berperan lebih jauh" Sambil menggertakkan gigi menahan diri. manusia berbaju putih itu segera berkata.   "Aku orang she Pui tak pernah berganti marga tak pernah berubah nama, kepandaian macam apapun yang kau miliki silahkan saja kau pergunakan kepadaku, tauya-mu tak bakal berkerut kening"   Tiba tiba Liu Leng Poo berkata sambil tertawa merdu: "kalau didengar dari nada pembicaraanmu itu, sudah jelas kau bukan Pendekar berbaju putih.   Nona lihat kau memang seorang manusia yang tak akan mencucurkan air mata sebelum melihat peti mati".   Tiba-tiba saja jari tangan dan telapak tangannya digunakan bersama-sama dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, berikut menghantam juga menotok.   Ia totok delapan belas buah jalan darah penting didada, lambung, kaki dan tangan manusia berbaju putih itu Gerak serangan yang di lancarkan olehnya benar-benar dilakukan dengan kecepatan luar biasa, sampai Wi Tiong Hong yang berdiri disisinyapun tak sempat melihat dengan jelas.   Tidak urung hatinya dibuat terkejut juga, diam-diam ia berpikir.   "Kepandaian apakah yang dia pergunakan itu?"   Ketika selesai melepaskan totokannya tadi, Liu Leng Poo mengawasi manusia berbaju putih itu dan berkata sambil tertawa dingin.   "Selama sobat menempuh perjalanan di dalam dunia persilatan, tentunya kau pernah mendengar tentang ilmu pemotongan nadi Ngo im cay meh jiu hoat bukan? Nah apakah kau bersedia mengaku secara terus terang atau tidak, terserah kepada keputusanmu sendiri!"   OoOdwOoo Dalam sekejap mata itulah sekujur badan manusia berbaju putih itu gemetar keras.   Paras mukanya berubah hebat dan peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi seluruh jidatnya.   Sepasang matanya merah membara seperti mau keluar darah.   Sambil mengawasi Liu Leng Poo, dia berseru dengan gemetar.   "Aku bernama Pui Thian Jin, sekalipun kau lebih keji pun..."   Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak saja sekujur badannya mengejang keras lalu sambil berteriak keras ia terguling dari kursinya dan roboh tak sadarkan diri.   Ketika Wi Tiong Hong meiihat orang itu selalu mengaku dirinya bernama Pui Thian Jin, timbul juga perasaan dihati kecilnya bahwa orang itu bukan gadungan.   Cepat cepat dia berpaling kearah Liu Leng Poo dan katanya:......   Cepat cepat Liu Leng Poo menggoyangkan tangannya berulangkali mencegah dia berkata lebih jauh kemudian katanya sambil tertawa.   "Saudara Wi, pengalamanmu di dalam dunia persilatan masih belum cukup sehingga mudah ditipu orang seperti misalnya kejadian ini dengan kelicikan dan kebebatan orang tersebut, bila kita tidak memberi sedikit siksaan kepadanya, tak nanti dia akan berterus terang. Lebih baik kau jangan banyak berbicara biar aku saja yang menghadapinya"   Sementara pembicaraan masih berlangsung, manusia berbaju putih itu sudah mulai merintih Ketika ia mendusin kembali dari pingsannya terasa seluruh otot badannya mengejang keras.   Keempat anggota badannya berkerut menjadi satu dan matanya melotot sementara terggorokannya memperdengarkan suara gemeretuk keras, keadaannya benar-benar mengerikan hati....   "Nah, tentunya sudah kau rasakan bagaimana enaknya bukan? Ayo sekarang mau berbicara tidak?"   Kata Liu Leng-Poo dingin.   Manusia berbaju putih itu menggigit bibirnya kencang kencang.   Sepasang matanya memancarkan sinar kebencian yang luar biasa, namun mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.   Menyaksikan sikap yang ditunjukkan orang itu, tak urung Liu Leng Poo berkerut kening juga dibuatnya, sambil tertawa dingin dia lantas berseru.   "Nonamu hanya menotok tiga buah nadi im meh-mu, itu berarti masih menaruh rasa belas kasihan kepadamu. Apakah kau anggap aku tak berani menyiksamu lebih jauh?"   Dengan kecepatan bagaikan kilat ke dua jari tangannya segera disodokkan ke muka.   Kali ini, manusia berbaju putih itu benar-benar tak sanggup menahan diri lagi.   Dalam waktu singkat dia merasa seperti ada orang memotong-motong seluruh otot dalam tubuh dan tulangnya dengan ujung pisau yang tajam setiap inci setiap bagian diiris dengan pelannya, akhirnya lama-kelamaan dia tidak mampu menahan diri lagi dan mulai mengerang kesakitan.   Erangannya terdengar amat menyedihkan bagaikan lolongan srigala diwaktu malam ataupun jeritan babi yang mau disembelih.   Pada hakekatnya suara tersebut tidak mirip suara jeritan manusia, membuat siapa saja yang mendengarkan segera akan merasakan hatinya bergetar dan ngerinya luar biasa.   Selama hidup belum pernah Wi Tiong Hong menyaksikan siksaan sedemikian kejamnya.   Dia merasa agak tak tega tapi berhubung Liu Leng Poo telah berpesan tadi agar dia tutup mulut, maka dengan perasaan tak tenang pikirnya dihati.   "caranya menyiksa orang begitu kejam dan tidak berperasaan, andaikata orang ini benar benar adalah ayahku. apa yang harus kuperbuat sekarang?"   Dalam pada itu Liu Leng Poo telah membentak lagi sambil bertolak pinggang.   "Sebenarnya kau bersedia menjawab atau tidak?"   Suara rintihan dan erangan kesakitan dari manusia berbaju putih itu kian lama kian bertambah lemah. Dengan sepasang mata yg memancarkan sinar minta belas kasihan ditatapnya wajah Liu Leng Poo, lalu dengan suara yang terputus putus dia berkata.   "Baik, aku berbicara... aku berbicara" "Memang seharusuya kau berbicara semenjak tadi!"   Jengek Liu Leng Poo sambil tertawa dingin.   Sepasang telapak tangannya diayunkan berulang kali menepuk jalan darah Hian ki hiat Leng tay hiat dan Im ciau hiat sekaligus lima buah jalan darah penting.   Sekali lagi manusia berbaju putih itu merintih.   Keempat anggota badannya yang semula mengejang kini sudah berhenti bergerak.   Seorang diri ia duduk ditanah dengan nafas tersengal-sengal.   Liu Leng Poo menunggu sampai napasnya yang tersengal itu agak mereda, kemudian ia baru mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan diserahkan kepada Tiong Hong sambil berkata "Isi botol ini adalah cairan pencuci obat penyaru muka.   Coba kau bersihkan dulu wajahnya dari obat penyaru muka sebelum bertanya lebih jauh."   Sebetulnya dalam saku Wi Tiong Hong pun terdapat pil untuk menyaru muka, namun dia tahu ilmu menyaru muka berbeda-beda dan lain pula cara serta bahan obat yang digunakan digosokkan kewajah manusia berbaju putih itu.   Begitu digosok maka keadaan yang sebenarnyapun tertera dengan jelas.   Dari atas wajah manusia berbaju putih yang kurus kering itu segera terhapus selapis bubuk berwarna putih sehingga muncullah wajah aslinya yang berwarna kuning itu.   Diam-kiam Wi Tiong Hong menghembuskan napas panjang, lalu bentaknya dengan gusar.   "Ternyata bajingan ini benar benar manusia yang menyaru sebagai ayahku!"   Lin Leng Poo menggigit bibirnya sambil termenung sejenak, kemudian ia baru berkata.   "Aku rasa perbuatan orang ini dengan menyaru sebagai ayahmu bukan perbuatan biasa. Dibalik kesemuanya ini tentu ada hal2 yang luar biasa." "Liong Cay Thian menyuruh dia menyamar sebagai ayahku, sudah jelas tujuannya ialah untuk memancing aku masuk perangkap" "Aku kira bukan begitu persolannya!"   Sahut Liu Leng Poo sambil menggeleng "Lantas bagaimanakah pendapat nona Liu?"   Tanya Wi Tiong Hong agak tertegun.   Sambil menunjuk bangku yang di duduki manusia berbaju putih itu, kata Liu Leng "Coba kau lihat bangku yang ditempatnya.   Bangku itu sudah ditempati sampai berkilap dan licin, sedangkan pakaian yang dikenakan pun turut robek pada bagian pantatnya, hal ini membuktikan kalau dia sudah menyaru sebagai ayahmu selama dua tiga tahun lamanya."   Diam-diam Wi Tiong Hong harus mengagumi juga atas kejelian mata gadis itu, katanya kemudian.   "Tapi mengapa begitu?" "Aku rasa Liong Cay Thian sendiripun turut dikelabui olehnya kalau tak percaya tanyakan sendiri kepadanya."   Sementara itu keadaan dari manusia berbaju putih itu berangsur menjadi pulih kembali, nafasnya yang tersengkal telah mereda, paras mukanyapun sudab pulih kembali.   Dia sedang dilantai sambil mengawasi dua orang yang berada dihadapannya Wi Tiong Hong segera bertanya.   "Sobat, mengapa kau harus menyaru sebagai pendekar berbaju putih?" "Aku hanya melaksanakan tugas menurut perintah" "Perintah dari siapa?" "Tentu saja perintah dari siacu." "Apa sebabnya siacu kalian menyuruh kau menyaru sebagai pendekar berbaju putih?" "Kalau soal itu aku mah kurang tahu" "Sudah berapa tahun kau menyaru sebagai pendekar berbaju putih?" "Kurang lebih sudah dua tahun lebih"   Sahut manusia berbaju putih itu sambil memutar biji matanya Liu Leng Poo segera mendengus dingin.   "Hmmmm. hanya omongan kosong karangan sendiri. Jika kau enggan menjawab secara baik baik, jangan salahkan kalau kuberi siksaan yang lebih hebat lagi untukmu" "Aku telah mengaku dengan berterus terang"    Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini