Pendekar Bego 18
Pendekar Bego Karya Can Bagian 18
Pendekar Bego Karya dari Can Setelah mentertawakan kebodohan sendiri Ong It sin kembali merasa bersedih hati, dengan melawan angin, menahan dingin akhirnya sampai juga ia dibukit Pek thian san, tapi ia hanya tahu Be Siau soh menuju ke situ, sesungguhnya dimanakah gadis itu telah pergi? Haruskah ia mencari jejaknya diatas tanah perbukitan yang begini luasnya? Ibarat mencari jarum didasar samudra, sampai tuapun belum tentu usahanya itu akan berhasil. Setelah tertegun sekian lama, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk naik ke gunung sambil beradu nasib. Sayang agaknya ia bernasib kurang mujur, tujuh hari sudah ia berkeliaran diatas bukit itu, tapi jejak Be Siau soh belum juga berhasil ditemukan. Selama tujuh hari itu, makin berjalan ia semakin tersesat ke dalam bukit, makin berjalan makin jauh, sehingga akhirnya dia sendiripun tak tahu dimanakah ia berada. Apa yang dilihat disekitar situ hanya bukit salju melulu, ia tidak berteriak teriak lagi, sebab dia tahu sekalipun berteriak sampai tenggorokannya pecah, kecuali suara pantulan tiada jawaban yang akan diterimanya. Suatu senja, duduklah Ong It sin diatas sebuah batu sambil melepaskan lelah, memandang cahaya senja yang memantul dipermukaan salju, ia merasa hatinya sedih sekali. Tentu saja ia tak akan meninggalkan bukit Pek thian san dengan begitu saja, ia tidak putus asa, tapi ketidak berhasilannya menemukan Be Siau soh membuat hatinya cemas bercampur sedih. Sampai hari sudah menjadi gelap, dia masih duduk termangu mangu disitu, dia tak tahu apa saja yang sedang dipikirkannya. Menanti tengah malam sudah tiba, dan ia bermaksud memburu beberapa ekor ayam hutan untuk mengisi perut, mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara dentingan yang sangat nyaring, suara itu sangat aneh dan tak bisa dilukiskan suara apakah sebenarnya Iapun tak tahu suara itu berasal dari mana, karena empat penjuru merupakan dinding salju yang menjulang ke angkasa, pantulan pasti akan menggema kemana mana bisa terjadi suara disana. Boleh dikata, suara ini merupakan suara pertama yang didengarnya semenjak ia memasuki wilayah pegunungan Pak thian san. Setelah diamati sekian lama, akhirnya Ong It sin baru tahu kalau suara tersebut rupanya berasal dari arah sebelah utara. Dengan cepat pemuda itu mengambil keputusan untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya, ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke utara dimana suara tersebut berasal. Lewat setengah jam kemudian, rembulan pun telah terbit, cahaya keperak perakan menyelimuti seluruh permukaan tanah, setelah berjalan setengah li jauhnya, Ong It sin menjumpai suara aneh itu makin lama terdengar semakin nyaring. Sekarang ia sudah menelusuri sebuah lembah bukit bersalju yang membentang jauh ke depan, menanti lembah itu sudah ditembusi, suara beradunya bongkah bongkah salju itu kedengaran semakin jelas lagi. Setengah li kemudian, sampailah pemuda itu disebuah lembah bukit lain yang berdinding salju seperi kaca, dinding dinding berbentuk kristal itu indah menawan, apalagi dibawah pantulan sinar rembulan, mendatangkan suatu pemandangan yang sangat indah. Dalam lembah inilah, dia menyaksikan ada dua orang sedang sibuk pekerjaan disitu Dua orang tersebut berdiri didepan sebuah gua salju yang besar, waktu itu mereka sedang mendorong berbongkah- bongkah salju besar kedalam gua itu, tidak diketahui apa maksud mereka berbuat demikian? Padahal, sekalipun gerak gerik kedua orang itu lebih anehpun Ong It sin juga tak akan mengambil peduli apa tujuan kedua orang tersebut dengan perbuatannya itu. Sebab dalam sekilas pandang inilah, dia telah melihat bahwa orang yang berada disebelah kiri itu ternyata bukan lain adalah Be Siau soh, gadis idaman yang dipikirkan siang malam itu. Jantung Ong It sin berdebar keras, ingin sekali dia berteriak untuk menyapanya. Apa mau dikata ternyata ia tak sanggup berteriak rasanya, ia merasa tenggorokannya seakan akan telah tersumbat oleh sesuatu benda sehingga hanya suara aneh saja yang kedengaran. Begitu bergema suara aneh, dua orang yang sedang mendorong bongkah salju itupun segera berpaling dan memandang kearahnya dengan sinar mata keheranan. Sedetikpun tak salah, kedua orang itupun tak lain adalah Be Siau soh serta Sangkoan Bu cing. Kedua orang itupun tampak agak tercengang setelah mengetahui kalau pendatang itu tak lain adalah Ong It sin. Paras muka Sangkoan Bu cing kontan saja berubah hebat, sambil menarik muka ia bersiap siap mengumbar hawa amarahnya. Be Siau soh dengan cepat melotot sekejap ke arahnya dan memberi tanda agar pemuda itu menahan diri, sedangkan ia sendiri segera melangkah maju kemuka sambil menyapa. "Oooh... kiranya Ong toako yang datang ada urusan apa kau datang kemari?" Begitu mendengar suara Be Siau soh yang merdu, Ong It sin merasakan tubuhnya seperti melayang layang diudara, buru buru jawabnya agak tergagap. "Aku... aku... aku..." Saking gugup dan tegangnya, ia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Be Siau soh berjalan semakin mendekat, ditepuknya bahu pemuda itu dengan halus dan mesrah. Kontan saja Ong It sin merasa tubuhnya seperti melambung diudara saking kesemsemnya pelbagai ingatan sampai berkecamuk tak karuan dalam benaknya, ia sangat berharap agar manusia aneh itu bisa menyaksikan adegan mesrahnya dengan Be Siau soh ini, agar dia tahu bahwa ucapannya tempo hari adalah keliru besar. "Siau soh!" Mendadak terdengar Sangkoan Bu cing membentak keras dengan marah karena cemburu. Be Siau soh berpaling, lalu menegur. "Kau tak usah banyak urusan, diam diam saja disitu!" Dengan penuh kegusaran Sangkoan Bu cing maju selangkah, lalu teriaknya lagi. "Siau soh, kau..." Tapi sebelum kata katanya diselesaikan Be Siau soh telah membentak kembali. "Aku minta tutup mulut, bisa bukan?" Melihat sikap Be Siau soh yang begitu kasar terhadap Sangkoan Bu cing, Ong It sin merasa gembira sekali. Kegusaran Snagkoan Bu cing seketika itu sudah sukar dilukiskan lagi dengan kata kata, rayuan maut Be Siau soh selama beberapa hari ini telah membuat hatinya benar benar jatuh cinta kepada gadis itu, oleh sebab itu ia merasa cemburu sekali ketika dilihatnya gadis pujaan hatinya merayu laki laki lain. Paras mukanya berubah menjadi hijau membesi lantaran marah, namun ia tak berani banyak berkutik lagi. Ong It sin ingin mengucapkan sesuatu, tapi Be Siau soh segera berkata lebih dulu dengan halus. "Kedatanganmju memang sangat kebetulan, bersediakah kau untuk melakukan suatu pekerjaan bagiku?" "Tentu saja mau!" Jawab Ong It sin tanpa berpikir panjang lagi. Dalam keadaan begini, sekalipun Be Siau soh menyuruh naik ke bukit golok atau terjun ke kuali minyak, tak nanti Ong It sin akan mengucapkan kata kata yang bernada menampik. Yang lebih aneh lagi, Sangkoan Bu cing yang sebenarnya berdiri dengan wajah hijau membesi karena marah, tiba tiba saja berubah menjadi berseri sesudah mendengar perkataan itu. Saat itulah Be Siau soh berpaling mereka saling berpandangan sekejap kemudian tersenyum, ini membuktikan kalau kedua orang itu telah setuju untuk melakukan sesuatu hal. Ong It sin yang sudah kesemsem, sama sekali tidak memperhatikan gerak gerik kedua orang itu, buru buru katanya. "Nona Be, kau suruh aku berbuat apa?" Sambil menuding ke gua salju itu, kata Be Siau soh. "Aku hanya ingin menyuruh kau memasuki gua salju itu untuk mengambil sesuatu benda, tapi kau harus tahu, gua itu dingin sekali. Apakah kau bersedia membantuku?" Ong It sin mengira dia akan disuruh melakukan sesuatu pekerjaan besar, ketika mengetahui hanya masuk ke gua untuk mengambil semacam benda, dalam anggapannya pekerjaan ini kelewat gampang sekali. Seandainya Ong It sin pintar, maka dari perkataan Be Siau soh tersebut pasti akan dijumpai banyak hal yang tidak beres. Dia bukannya tak tahu kalau ilmu silat dari Be Siau soh sangat lihay, sedangkan sejak tiba di situ, iapun tidak berbicara apa apa dengan Be Siau soh, berarti gadis itu tak tahu kalau tenaga dalamnya sekarang sudah amat sempurna tapi, kenapa gadis itu menyuruhnya memasuki gua salju yang bahkan dia sendiripun tak berani untuk memasukinya? Bukankah ini menandakan kalau dia hendak membunuhnya? Jika Ong It sin pintar, dia pasti akan curiga, dia pasti akan menduga kalau dibalik kesemuanya itu ada hal hal yang tidak beres. Tapi kenyataannya Ong It sin sama sekali tidak memikirkan hal itu didalam hati bahkan tanpa berpikir panjang segera ujarnya. "Baiklah, akan kuambilkan dulu barang itu, kemudian kita baru bercakap cakap lagi!" Seraya berkata ia telah bersiap siap memasuki gua salju tersebut. "Jangan terburu buru" Seru Be Siau soh mendadak sambil menarik tangannya. "dengarkan dulu penjelasanku! Gua salju itu dingin sekali, kurang lebih dua kaki dalam gua akan kau jumpai selapis dinding salju yang menyumbat gua itu. Setiap tengah malam akan terjadi badai salju yang berhembus keluar dari gua itu, pada saat badai inilah dinding salju yang tebal akan retak, dalam keadaan bagini kau harus menjulurkan tanganmu melalui retak retak pada dinding salju untuk mengambil kotak yang ada didalamnya, sanggupkah kau melakukan itu?" "Kenapa harus menunggu sampai tengah malam nanti, apakah kita tak bisa menjebolkan dinding salju tersebut sekarang juga?" Mendengar perkataan itu Be Siau soh segera tertawa. "Selama beberapa hari ini kami telah berusaha untuk menghancurkan dinding salju itu dengan menyambitkan bongkah salju ke dalam, tapi usaha kami ini tak pernah berhasil" Mendengar perkataan itu, segera timbul rasa curiga dalam hati Ong It sin, diapun mulai berpikir. "Bukankah kedua orang ini sudah berada selama beberapa hari disini? Kenapa mereka tidak menyebar ke dalam gua sendiri ditengah malam untuk mengambil kotak itu" Karena berpikir demikian, ia pun berkata. "Kenapa selama beberapa hari ini..." Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, Be Siau soh telah menyandarkan tubuhnya sambil berkata lembut. "Ong toako, lama beberapa hari ini apakah kau selalu merindukan diriku?" Ketika mengendus bau harum perempuan, Ong It sin merasakan jantungnya berdebar keras, ia segera merangkul pinggangnya yang lembut dan berdiri termangu mangu, kecuali melongo untuk sesaat lamanya ia jadi melupakan dengan segala persoalan yang baru saja dipikirkan dalam hatinya itu... "Akupun sangat kangen kepadamu" Bisik Be Siau soh lagi. Ong It sin tak ambil peduli apa yang diucapkan gadis itu, dia hanya tahu memeluk gadis tersebut erat erat dan menikmati kelembutan tubuhnya dengan penuh kesyahduan. Mendadak ia tersentak kaget ketika didorong oleh Be Siau soh, terdengar gadis itu berbisik. "Waktu tengah malam sudah hampir tiba, tinggal satu jam lagi kau harus bersiap siap" Bagaikan baru sadar dari impiannya, Ong It sin segera mengiakan. "Masuklah kedalam gua" Kata Be Siau soh lebih jauh. "jangan lupa, jika dinding salju merekah nanti cepat sambar kotak yang ada disana" Dengan perasaan berat selangkah demi selangkah Ong It sin berjalan masuk ke dalam gua, tiada hentinya ia berpaling untuk menengok wajah gadis itu. Tak lama kemudian, tibalah pemuda itu dalam gua saljut tersebut. Udara terasa dingin sekali, buru buru ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan hawa dingin tersebut, tapi setiap langkah ia masuk ke dalam, hawa dingin yang menyerang tibapun makin dahsyat. Akhirnya ketika ia tiba di depan lapisan salju tersebut, tubuhnya hampir tak sanggup untuk maju lagi, tapi diapun tak bisa berdiri terus, karena tulang belulangnya segera terasa ikut membeku seperti es. Dengan susah payah Ong It sin mendongakkan kepalanya memandang kedepan, di luar dugaan ternyata lapisan salju yang menghalangi jalan perginya itu tak lebih cuma beberapa depa saja tebalnya, lagi pula berbentuk kristal dan tembus pandangan. Dibawah pantulan cahaya yang lembut, lamat lamat ia dapat melihat pula kotak yang dimaksudkan Be Siau soh tersebut. Itulah sebuah kotak hitam yang berbentuk panjang, lebarnya setengah depa dengan panjang tiga depa, benda itu terletak diatas sebuah bongkah salju dekat sekali dengan lapisan dinding kristal. Itu menandakan, asal lapisan kristal itu bisa dipecahkan, maka kotak panjang itu akan berhasil diambilnya secara mudah. Waktu itu Ong It sin sudah kedinginan luar biasa sehingga sekujur tubuhnya gemetar keras, tapi setiap kali teringat akan pesan dari Be Siau soh, ia merasa semangatnya berkobar kembali, sambil menggenggam tinjunya kencang kencang ia duduk bersila diatas lapisan salju dan mulai bersemedi... Beberapa kali sudah ia berusaha meninju dinding kristal itu dengan harapan dapat menghancurkannya, tapi sampai kepalanya sakit, lapisan salju tersebut masih tetap utuh seperti sedia kala. Sementara ia masih termangu mangu, mendadak dari balik gua tersebut berkumandang suara desingan tajam yang sangat mengerikan Suara itu kian lama kian bertambah keras, seakan akan ada beribu ribu ekor binatang buas yang mengaum bersama. Ong It sin amat terkejut setelah mendengar suara itu, sedemikian kagetnya sampai lupa dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Makin lama suara tersebut makin dahsyat, pemuda itupun merasa jantungnya makin lama berdebar semakin keras, dia tak tahu apa yang musti dilakukannya sekarang. Dalam waktu singkat, muncullah segulung asap putih dari balik lapisan dinding kristal tersebut, gerakan itu tampaknya bergerak lamban tapi dalam sekejap mata tiba tiba hawa putih itu menggulung tiba dengan cepatnya, ibarat ada beribu ribu batang anak panah yang meluncur bersama keadannya mengerikan sekali. Dengan menyambar datangnya panah panah putih tersebut, Ong It sin merasa semakin kedinginan, tak tahan lagi sekujur tubuhnya mulai menggigil keras. Ong It sin tak tahu benda apakah itu, ia merasa takut sekali, tapi pemuda itu tak berani kabur keluar gua, takut dimarahi Be Siau soh. Sebab itu sambil mengeraskan kepala dia berdiri terus disana, ia saksikan lapisan hawa putih itu menyelimuti seluruh lapisan dinding kristal tersebut sehingga suasana menjadi gelap dan kotak itupun berubah menjadi tak nampak lagi. Tapi pada saat itulah dari atas lapisan dinding kristal berkumandang suara gemerutuk yang sangat nyaring. Menyusul suara gemerutuk itu, dinding kristal mulai merekah, dari celah celah inilah asap putih menyusup keluar dan menyerang datang. Ong It sin merasa sangat terkejut, sambil berseru tertahan cepat cepat ia mundur kebelakang, tapi ia terpeleset dan terjatuh ke tanah, tubuhnya terasa menjadi kaku dan linu hingga sakitnya bukan kepalang... Hal mana semakin membuat pemuda itu ketakutan, dengan paksakan diri ia melompat bangun. Walaupun tubuhnya sudah melompat bangun, tapi kulit telapak kakinya terkelupas, sakitnya luar biasa, sekali lagi pemuda itu mundur beberapa langkah ke belakang. "Praaang...!" Diiringi bunyi nyaring yang memekikkan telinga, lapisan dinding kristal yang menutupi gua itu tiba tiba hancur berantakan menjadi berkeping keping. Gulungan asap putih dalam jumlah yang sangat besar dengan cepatnya berhembus ke luar. Belum lagi Ong It sin berdiri tegak, hawa dingin yang menusuk tulang itu sudah menyerang tiba, kontan pemuda itu terlempar kebelakang dan jatuh terguling. Beberapa kali ia sudah berusaha untuk menyerbu masuk lagi, tapi sekujur tubuhnya terasa lemah tak bertenaga, dalam waktu singkat ia sudah didesak oleh gulungan asap putih itu hingga tiba dimulut gua. Habislah sudah segenap kekuatan pemuda itu ketika tiba dimulut gua, ia sudah tak sanggup kabur lagi, dengan cepat asap putih itu menyergap sekujur tubuhnya. Bagaikan ditusuk tusuk oleh beribu batang anak panah, pemuda itu menjerit tertahan, lalu roboh tak sadarkan diri. Entah berapa lama sudah lewat, ketika ia tersadar kembali, pertama tama yang dirasakan olehnya adalah rasa sakit yang luar biasa pada bahu kanannya, lamat lamat iapun mendengar suara pembicaraan dari Be Siau soh. Begitu mendengar suara dari gadis pujaannya itu Ong It sin merasakan semangatnya berkobar kembali, ia ingin bicara sayang setiap bagian tubuhnya sudah kaku sehingga tenaga untuk berbicarapun sudah tidak dimiliki lagi. Ia sempat mendengar Be Siau soh sedang berkata. "Kali ini mampuslah dia! Sungguh tak gampang ia dapat keluar dari gua tersebut dengan selamat" Perkataan itu kedengarannya sungguh keji dan tidak berperasaan, seakan akan mati hidup Ong It sin sama sekali tidak dipikirkan olehnya. Mendengar seruan itu, Ong It sin menjadi tertegun, pikirnya. "Apakah kau belum sadar? Kalau tidak, kenapa ia bisa berbicara sekejam itu?" Sementara ia masih tertegun, suara Sangkoan Bu cing telah terdengar kembali. "Apa sih gunanya orang ini? Lebih baik dilemparkan saja jauh jauh dari sini, kehadirannya hanya membuat orang jadi sebal" "Kau tak usah cemburu, seandainya aku tidak bermesrahan dulu dengannya, dia mana mau pergi menyerempet bahaya?" Ketika semua perkataan itu terdengar oleh Ong It sin, pemuda itu merasakan dadanya seakan akan dihantam oleh martil yang sangat berat, ini semua membuatnya tak tahan. Sesungguhnya ia sudah tak bertenaga lagi bahkan tenaga untuk berbicara pun sudah tidak dimiliki lagi, namun sekarang, lantaran dorongan emosi yang meluap, entah darimana datangnya tenaga tersebut mendadak ia melompat ke udara sambil menuding ke arah Be Siau soh diiringi jeritan keras Waktu itu, sesungguhnya Be Siau soh maupun Sangkoan Bu cing mengira Ong It sin telah mati, sudah barang tentu kejadian ini segera mengejutkan mereka berdua sehingga untuk sesaat lamanya kedua orang itu tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ong It sin yang melompat bangun dapat menyaksikan pula sikap mesrah Be Siau soh dengan Sangkoan Bu cing yang sedang berdiri berangkulan dengan wajah terkejut, sekali lagi ia menjerit keras. Secara beruntun ia berteriak dua kali, kecuali teriakan, ia tak dapat berbicara sepatah katapun. Dengan demikian, ketiga orang itu saling berdiri berhadapan tanpa berkutik barang sedikit jua. Mendadak Ong It sin merasakan sekujur badannya gemetar keras, bahu kirinya sakit bukan kepalang membuat ia tak sanggup berdiri lagi, akhirnya... "Blam!" Ia jatuh tersungkur kembali ketanah. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Beberapa kali pemuda itu mencoba untuk merangkak bangun, namun ia tak berkekuatan lagi. Semua kejadian itu diikuti oleh Be Siau soh berdua dengan rasa gugup dan kaget, secara beruntun mereka mundur kembali beberapa langkah ke belakang. "Nona Be..." Bisik Ong It sin dengan napas tersengkal. "sungguh... sungguhkah perkataan tadi?" Pada saat ini, dia hanya berharap kalau Be Siau soh menyangkal semua perkataannya tadi. Namun Be Siau soh tidak ambil peduli, malah sambil tertawa ujarnya kepada Sangkoan Bu cing. "Coba lihatlah sitolol itu, ketololannya betul betul mengenaskan hati!" Sangkoan Bu cing membungkukkan badannya dan mencium mesra bibir gadis itu, lalu menjawab. "Yaa, akupun tidak mengira kalau didunia ini betul betul terdapat manusia yang begini gobloknya!" Dalam keadaan demikian, Ong It sin merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan nyaris jatuh pingsan, sekarang ia baru sadar bahwa semuanya hanya impian, dikala ia mendusin dari tidurnya maka impian pun akan ikut buyar. Sekuat tenaga dia berusaha menggelengkan kepalanya, dia ingin menenangkan pikirannya yang kalut, tapi makin menggeleng kepalanya makin berat seolah olah seluruh bukit salju itu ambruk dan menindih tubuhnya. Ia seperti berteriak dan mengoceh tak karuan, namun ia tak tahu apa saja yang sedang diteriakkan. Selain itu diapun mendengar gelak tertawa Be Siau soh serta Sangkoan Bu cing, tentu saja gelak tertawa mereka merupakan tertawa cemoohan terhadap dirinya. Suara tertawa mereka bagaikan panah tajam yang menusuk dadanya, saking tak kuatnya menahan diri, diiringi jeritan keras, segala sesuatunya menjadi gelap dan diapun jatuh tak sadarkan diri. Entah berapa saat sudah lewat, pelan pelan Ong It sin sadar kembali dari pingsannya, ketika membuka mata, ia jumpai sinar matahari amat menusuk mata. Walaupun cuara amat cerah, sinar sang surya yang menimpa diatas permukaan salju menimbulkan cahaya bias yang indah, namun perasaan pemuda itu gelap. Ia mendongakkan kepalanya dan memandang sekeliling tempat itu, namun segala sesuatunya hening bayangan tubuh Sangkoan Bu cing serta Be Siau soh pun tidak nampak di sana. Pelan pelan ia merangkak bangun, tubuhnya terasa lemah tak bertenaga, hampir saja tenaga untuk bergeserpun tiada lagi... Dari atas dinding salju yang bening, lamat lamat ia menyaksikan paras mukanya sendiri, iapun melihat betapa jeleknya wajah tersebut, sedikitpun tidak nampak bagian yang menarik, tak heran Be Siau soh tidak mau dirinya demikian ia membatin. Makin membayangkan kejelekan wajahnya, semakin tenang perasaan pemuda itu, dia tidak lagi membenci kepada Be Siau soh, bahkan dia ingin mencari gadis itu dan ingin menyatakan kepadanya bahkan dia merasa memang tak pantas untuk mendampingi gadis tersebut... Setelah semua kesedihan lenyap tak berbekas, pemuda itu merasa semangatnya berkobar kembali dengan suara lantang dia berseru. "Nona Be! Nona Be..." Akan tetapi walaupun ia sudah berteriak beberapa kali, belum juga ia mendengar suara jawaban. Pikiran lain dengan cepat melintas dalam benak pemuda itu, pikirnya lebih jauh. "Dia menyuruh aku mengambil kotak itu dari dalam gua salju, kotak itu pasti penting artinya baginya, kenapa tidak kuambilkan kotak tersebut baginya? Asal ia dapatkan kotak itu, tentu tak terlukiskan rasa terima kasih kepadaku..." Ong It sin memang seorang pemuda yang jujur dan polos, coba kalau orang lain yang mengalami nasib seperti dia, rasa bencinya kepada Be Siau soh tentu tak akan terlukiskan dengan kata kata, bahkan kemungkinan besar akan berusaha untuk membalas dendam dengan sepenuh tenaga. Tapi kenyataan sekarang, jalan pikirannya jauh berlawanan, ia bukan saja membenci kepada gadis itu, malah sebaliknya selalu berusaha untuk menemui keinginan gadis itu. Begitulah, setelah mengambil keputusan, pemuda itu berjalan kembali memasuki gua salju tersebut. Setelah mengerahkan tenaganya untuk melawan hawa dingin, tak lama kemudian sampailah anak muda itu didepan dinding kristal, dia mengambil sebongkah salju ditimpuknya dinding kristal tersebut keras keras. Sambitan ini dilakukan dengan tenaga penuh, berbicara dari kekuatannya sekarang maka paling tidak kekuatannya juga mencapai seribu dua ribu kati lebih. "Blaaaam...!" Diiringi benturan keras dan getaran dahsyat, bongkah salju itu hancur berkeping keping dan muncrat keempat penjuru, namun dinding kristal tersebut masih tetap utuh seperti sedia kala. Melihat kejadian ini, Ong It sin tertawa getir, ia tahu kecuali berusaha pada saat tibanya badai salju ditengah malam buta, tiada jalan lain baginya untuk menjebolkan dinding kristal tersebut. Maka diapun berburu ayam alas untuk mengisi perut, kemudian beristirahat disana menunggu datangnya malam... Mendekati tengah malam, ia masuk kembali kedalam gua. Tapi seperti juga malam sebelumnya, pemuda itu terlempar keluar dari mulut gua dalam keadaan tak sadarkan diri. Secara beruntun beberapa malam berikutnya keadaan selalu sama. Ong It sin yang bodoh ternyata mempunyai cara yang bodoh pula, dia mulai berpikir. "Kenapa aku tidak menunggu sampai badai itu mulai menggulung datang baru menerjang masuk kedalam gua?" Tapi cara inipun tidak memberikan hasil apa apa, setiap malam jika badai dingin telah tiba, hakekatnya ia tak mampu mendekati sepuluh kaki disekitar gua salju itu, ketika Ong It sin mencoba untuk maju kedepan, kakinya hampir saja menjadi kaku karena kedinginan. Dasar pemuda keras kepala, kegagalan demi kegagalan yang dialaminya itu tidak membuatnya menjadi putus asa, setiap malam dia selalu mengulangi kembali usahanya untuk melawan hembusan badai guna memasuki gua salju itu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tanpa terasa lima bulan sudah lewat tanpa terasa. Dalam waktu setengah tahun ini, setiap malam ia selalu berjuang menentang badai. Pada mulanya ia mengira tidak mendatangkan hasil apa apa, namun pada malam itu, mendadak ia menemukan kalau jaraknya dengan gua tersebut, kian hari bertambah dekat. Ketika untuk pertama kalinya perjalanan itu dilakukan, paling tidak dia hanya bisa mencapai tiga kaki lebih dari mulut gua tersebut, tapi sekarang ia sudah berada dua kaki dari mulut gua, ini berarti dalam setengah tahun perjuangan, ia berhasil mendekati gua tersebut sejauh satu kaki lebih. Bila orang lain yang menghadapi kenyataan tersebut, betul ada kemajuan yang berhasil dicapai, namun bila membandingkan dengan waktu yang terbuang, sekalipun bersemangat tinggi akhirnya juga akan menjadi putus asa. Berbeda dengan Ong It sin, kemajuan yang berhasil diraihnya itu membuatnya sangat kegirangan, kalau bisa dia hendak memberitakan kejadian ini kepada semua orang didunia ini. oodwoo Tentu saja hal itu tak mungkin dilakukan sebab kecuali dia, disana tak ada seorang manusiapun. Setahun kembali sudah lewat, atas perjuangannya yang gigih sekarang ia sudah dapat berdiri tegak dimulut gua sekalipun badai sedang melanda dengan dahsyatnya. Dalam sangkaan Ong It sin, setelah berjuang selama dua tahun, daya tahan tubuhnya terhadap serangan hawa dingin makin bertambah. Daripada dia bisa tahu kalau pengerahan tenaga dalam yang dilakukannya setiap malam justru merupakan gemblengan yang berat bagi tenaga murni yang dimilikinya. Ditinjau dari kemampuannya sekarang untuk bertahan dimulut gua atas hembusan badai, dapat diketahui bahwa kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang sudah tiada tandingannya lagi didunia ini. Jika Ong It sin tahu akan hal ini, munkgin saja dia akan melepaskan tujuannya semula untuk melakukan perjalanan dalam dunia persilatan sebab dengan kemampuannya sekarang, kemunculannya pasti akan menggemparkan seluruh kolong langit... Waktu berjalan cepat, satu tahun kembali sudah lewat. Dihitung sejark kedatangannya yang pertama kali ke tempat itu, sudah tiga tahun lamanya Ong It sin berjuang melawan badai salju Akhirnya pada sutatu tengah malam, ia berhasil juga mencapai tepi dinding salju dan mengambil kotak itu dari balik dinding kristal yang retak. Sepanjang jalan mengundurkan diri dari gua itu, ia berteriak teriak keras seperti orang gila, hal mana menunjukkan betapa gembiranya pemuda tersebut atas keberhasilannya. Tapi setelah kotak itu dibuka, ia baru dibikin tertegun. Ternyata isi kotak tersebut adalah sebilah pedang dan sebuah sarung pedang. Bentuk pedang itu sangat hapal bagi pandangannya, karena pedang dan sarung pedang tersebut ternyata bukan lain adalah Hu si ku kiam serta cian nian liong siau. Memandang dua macam benda mustika itu, Ong It sin agak tertegun dibuatnya, dia masih ingat kedua macam benda itu telah dititipkan kepada orang untuk disimpannya, kenapa sekarang bisa muncul kembali dalam kotak ini...? Akan tetapi setelah pedang itu diambil, ia baru merasakan perbedaannya, walaupun pedang inipun berkarat namun sinar tajam yang memancar keluar amat menyilaukan mata, bahkan entengnya bagaikan selembar kertas tipis saja. Pada dasar kotak tertera selembar kertas, pada kertas itu tertulislah beberapa huruf yang berbunyi demikian. "Pedang palsu sarung pedang palsu sudah banyak dijumpai didunia, hanya inilah benda yang asli, pedang Hu si ku kiam, sarung pedang Cian nian liong siau, kitab pusaka Sang yang kiam boh tiada tandingannya di kolong langit!" Setelah membaca tulisan itu, Ong It sin baru tahu kalau benda yang diperebutkan selama ini ternyata adalah barang barang palsu semua. Dari dasar kotak ia menemukan pula se Jilid kitab pusaka, tapi setelah dilihatnya beberapa halaman, pemuda itu merasa kepalanya menjadi pusing tujuh keliling. Perlu diketahui, walaupun kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki sekarang sudah tiada bandingannya lagi, namun otaknya tetap tebal, ia masih tetap merupakan seorang yang bego. Sudah barang tentu dia tak akan memahami isi kitab Sang yang kiam hoat yang merupakan benda mustika itu. Selain dari pada itu, Ong It sin pun tidak berminat untuk memiliki sendiri semua benda itu, karena tujuannya tak lain untuk dihadiahkan kepada Be Siau soh. Sebab itulah setelah membaliknya sebentar, ia masukkan kembali semua benda itu kedalam kotak dan berlalu dari situ, dia hendak menemukan Be Siau soh untuk menyerahkan benda itu kepadanya. Sepuluh hari sudah ia berjalan tanpa tujuan, suatu malam tiba tiba dari kejauhan sana ia mendengar suara hiruk pikuk disertai cahaya api yang berkilatan, ia lantas tahu kalau disitu ada orang. Tiga tahun lamanya Ong It sin tak pernah berjumpa dengan seorang manusiapun, betapa girangnya dia setelah mendengar suara manusia. Buru buru hawa murninya dihimpun lalu menyusup ke depan, bagaikan terbang saja tubuhnya segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa... Kejadian ini segera disambut kejut dan girang oleh pemuda itu, hingga sekarang dia baru tahu kalau ilmu silatnya sudah jauh berbeda dibandingkan dulu. Dengan menggunakan waktu yang paling singkat, sampailah pemuda itu dihadapan segerombolan manusia itu. Itulah suatu rombongan manusia yang terdiri dari empat lima puluh orang lebih, tiga puluh diantaranya merupakan laki laki kekar sedang tujuh delapan yang lain berwajah aneh, sekilas pandangan dapat diketahui kalau mereka adalah jago jago persilatan yang berilmu tinggi. Orang orang itu berkerumun membuat sebuah lingkaran, ketika Ong It sin melihat orang itu dalam kepungan, jantungnya segera berdebar keras. Ternyata orang itu adalah seorang gadis yang cantik jelita, dan secara kebetulan pula, gadis itu ternyata bukan lain adalah Be Siau soh yang sedang dicari cari. Tiga tahun tak bersua, ternyata Be Siau soh tampak lebih cantik dan menawan hati. Sementara itu suasana ditempat itu amat hening agaknya semua orang sedang memperhatikan pembicaraan gadis itu. Terdengar Be Siau soh sedang berkata. "Saudara saudara sekalian, kalian bukan datang untuk berkelahi bukan? Rahasia dari Kim to bu tek Ong Tang thian berada diatas bukit salju sana, jika kalian ingin mengetahuinya, lebih baik jangan berkelahi sendiri, tapi ikutilah petunjukku!" Baru selesai ia berkata, terdengar seseorang berseru dengan dingin. "Selama dua tiga tahun ini kau menyiarkan berita ini ke seluruh penjuru dunia sehingga akhirnya memancing kedatangan begini banyak orang, sesungguhnya apa tujuanmu? Kenapa tidak sekalian diutarakan?" Orang yang barusan berbicara itu adalah seorang kakek ceking yang bertubuh jangkung. Meski ceking badannya, tajam sekali sepasang matanya, bisa diketahui kalau tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna. Be Siau soh memandang sekejap ke arahnya, lalu tersenyum. "Semua orang bilang Si loya cu paling tak sabaran, agaknya ucapan ini memang benar!" Katanya. "baiklah akan kudeberkan semua persoalan dengan jelas!" Suasana disitu kembali berubah menjadi sepi dan hening. Semenjak melihat Be Siau soh berada disana sudah berulang kali Ong It sin hendak memanggilnya, tapi ia selalu tak berani, menanti suasana menjadi hening kembali, dia baru berseru. "Nona Be!" Sambil memanggil dia lantas mendorong orang disekitarnya kesamping untuk maju ke depan. Beberapa orang yanrg kena didorong bermaksud memukulnya, tapi diantara sambaran tangan Ong It sin membawa kekuatan yang hebat, hampir saja membuat mereka tak bisa bernapas, dengan terkejut masing masing segera menyingkir ke samping. Kejadian ini segera menggemparkan suasana, dengan terkejut semua orang memandang ke arahnya dan bermaksud untuk mengetahui siapa gerangan dirinya. Tapi ketika dilihatnya orang itu adalah seorang manusia aneh berbaju penuh tambalan, berambut gondrong dan berwajah penuh cambang, semua orang menjadi melongo. Kiranya selama tiga tahun ini, belum pernah Ong It sin menyisir rambutnya, maka keadaannya sekarang seratus persen seperti manusia aneh. Oleh karena itu pula, Be Siau soh juga tak dapat mengenali kembali siapa gerangan manusia aneh itu. Dengan langkah lebar Ong It sin menuju ketengah arena, tapi ketika melihat sorot mata Be Siau soh sedang menatapnya tajam tajam, ia menjadi takut dan segera berhenti. "Ada apa?" Tegur Be Siau soh. "Ooh... tidak apa apa, tidak apa apa..." Ia tak tahu kalau tampangnya sudah banyak berubah, disangkanya Be Siau soh sudah tak mau mengenalinya lagi, karena sedih bukan saja ia berhenti maju, malahan beruntun mundur beberapa langkah kebelakang dan berdiri diantara kerumunan manusia yang lain. Be Siau soh tidak memperhatikan dirinya lagi, terdengar ia berkata lebih lanjut. "Kalian hanya tahu kalau benda itu berada dalam gua salju, tapi tak seorangpun yang tahu dalam gua salju itu terdapat badai salju yang amat dahsyat, itulah sebabnya kenapa kuundang kalian datang kemari..." "Oooh... jadi kau menginginkan agar kami yang mengambilkan benda itu untuk dirimu?" Seru seorang nenek secara tiba tiba. Suara nenek itu amat tak sedap sehingga membuat paras muka semua orang berubah hebat, Be Siau soh pun amat terkejut sehingga wajahnya berubah menjadi pucat. Menyusul seruan tadi, seorang perempuan setengah umur munculkan diri dari kerumunan orang dan tampil kearena, begitu sampai ditengah gelanggang ia melepaskan topeng yang dipakainya. Maka tampaklah sekarang wajah aslinya yang penuh berkeriput, ternyata dia adalah seorang nenek berusia tujuh puluh tahunan, berwajah kuda yang kehijau hijauan, bermata sipit dan amat tak sedap dipandang. Ong It sin tidak tahu siapakah orang itu, sebaliknya orang orang yang lain segera menjerit kaget setelah menyaksikan wajah nenek itu, dari sini dapat diketahui kalau orang tersebut sudah pasti adalah seorang manusia yang sangat lihay. Terdengar Be Siau soh tertawa paksa, lalu berkata. "Oooh... kiranya Wu popo, Wu locianpwe dari bukit Kou lou san telah ikut datang... sungguh hal ini merupakan suatu kejadian yang tak disangka..." Seraya berkata dengan wajah pucat Be Siau soh memandang sekeliling tempat itu bermaksud ingin mencari bantuan. Tapi Wu popo adalah seorang tokoh sakti dari golongan sesat ilmu silatnya tiada tandingannya dikolong langit, sudah barang tentu tak seorangpun berani mencari gara gara dengannya. Jangan mencari gara gara, untuk beradu pandangan dengan Wu popo pun tak seorangpun yang berani. Tapi Wu popo tertawa seram, lalu berkata. "Tentunya kau tidak menyangka bukan? Heeehh... heeehh... heeehh... mari, hayo ikut aku!" Sambil berkata ia lantas menggerakkan tangannya untuk mencengkeram bahu Be Siau soh. Walaupun gadis itu berkelit cukup cepat, namun keadaannya juga mengenaskan sekali. Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu menjadi tak tahan, segera teriaknya keras keras. "Hey, nenek tua, kenapa begitu kurangajar " Mendengar teguran tersebut, Wu popo segera menarik kembali serangannya seraya berpaling, kemudian bentaknya. "Apakah kau ingin mampus?" "Ingin mampus? Siapa yang bilang? Kenapa kau ingin mampus?" Seru Ong It sin tertegun. Wu popo menjerit keras, tangan kanannya segera diayunkan ke depan, dengan kelima jari tangannya seperti kaitan ia cengkeram dada lawan. Menghadapi serangan maut yang begitu cepatnya, Ong It sin hanya berdiri tertegun, hakekatnya dia tak tahu bagaimana caranya untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Suara helaan napas sedih mulai terdengar dari antara kerumunan orang banyak, semua orang menduga kalau Ong It sin pasti tak akan lolos dari serangan tersebut, bahkan besar kemungkinan nyawanya akan melayang di tangannya. "Braaak...!" Suatu benturan keras terjadi, menyusul kemudian terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati menggema di udara, dan suara patahnya tulang memekikkan telinga. Dengan sempoyongan Wu popo mundur beberapa langkah ke belakang. Darah kental tampak meleleh keluar dari tangannya, keadaannya mengenaskan sekali. Kejadian ini membuat semua orang menjadi kebingungan, Ong It sin sendiri juga dibikin kebingungan ketika dilihatnya semua orang memandang tercengang ke arahnya. Pakaian yang sebenarnya memang banyak berlubang, kini semakin hancur tak karuan. Namun tubuhnya sama sekali tidak cedera, diatas dadanya tak lebih hanya bertambah dengan lima buah bekas jari tangan yang memanjang. Tentu saja kelima buah bekas jari tangannya itu dihasilkan akibat dari ulah Wu popo. Namun akibat dari ulahnya itu, Wu popo harus mengalami keadaan yang tragis, bukan cuma kukunya saja patah, tulang jarinya juga ikut remuk, itu menunjukkan kalau tangannya telah diremukkan oleh getaran tenaga dalam tingkat tinggi. Sebagai jago persilatan yang hadir disitu baru pertama kali ini menjumpai peristiwa semacam ini, semua orang menjadi tertegun seraya menunjukkan wajah terheran heran. Agaknya Wu popo juga sadar akan keadaannya, dia tahu bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus maka akibatnya dia sendiri yang akan menderita kerugian besar. Diiringi jeritan keras yang memilukan hati, nenek itu segera putar badan dan melarikan diri terbirit birit, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. Selang sesaat kemudian, semua orang baru sadar kembali dari rasa kagetnya, buru buru mereka saling berebut maju ke depan, memuji muji kehebatan Ong It sin dan mengumpaknya setinggi langit. Selama hidup belum pernah Ong It sin mendengar umpakan semacam ini, kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam karena jengah, untuk sesaat lamanya dia tak tahu apa yang musti diucapkan. Terpaksa serunya kemudian. "Sudah cukup, cukup, kalian jangan berbicara lagi!" Suasana segera pulih kembali dalam keheningan... Saat itulah terdengar Be Siau soh berseru keras. "Ong toako, kiranya kau!" Tak terlukiskan rasa gembira Ong It sin ketika dilihatnya Be Siau soh mengenali kembali dirinya, buru buru ia menyahut. "Yaa, betul, memang aku. Nona Be, nona Be, kau masih kenal dengan diriku?" Walaupun Ong It sin sama sekali tidak menaruh rasa dendam lagi kepada Be Siau soh, sebaliknya gadis itu justru merasa agak riku terhadapnya, ia menjadi tersipu sipu dan tak tahu apa yang musti dilakukan. Dengan langkah lebar Ong It sin menghampirinya, setelah pemuda itu berdiri dihadapannya, terpaksa Be Siau soh baru mendongakkan kepalanya sambil bertanya. "Ong toako, apakah kau masih menyalahkan diriku?" Mendengar itu Ong It sin segera tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Siau soh, sudah lama aku tidak marah kepadamu lagi" Sambil berkata dia lantas mengambil kotak yang berada dijepitan ketiaknya dan diserahkan kepada gadis itu, katanya lagi. "Coba kau lihat, aku berhasil menjebol dinding salju itu dan mengambil keluar kotak tersebut, ternyata isi kotak ini adalah pedang mustika Hu si ku kiam serta sarung pedang Cian nian liong siau!" Be Siau soh ingin mencegahnya agar jangan bicara, tapi Ong It sin sudah keburu mengutarakan semua perkataan tersebut. Jeritan kaget, helaan napas tertahan berkumandang dari mulut kawanan jago itu, tanpa terasa semua orang berkerumun kedepan. Waktu itu dalam pandangan Ong It sin hanya ada Be Siau soh seorang, ia tak ambil peduli bagaimana reaksi orang lain. Setelah berhenti sebentar katanya kembali "Masih ada se Jilid Sang yang kiam hoat, sekalian kuberikan kepadamu semua!" Ia lantas menyodorkan kotak itu ketangannya. Be Siau soh menjadi tertegun, untuk sesaat dia tak tahu bagaimana harus menjawab. Orang yang berada dihadapannya ini pernah ia peralat, pernah ia tipu dan pernah ia permainkan, tapi sama sekali tidak mendendam kepadanya, malahan menyerahkan benda yang paling berharga itu untuk dirinya. Dalam detik itu juga, timbul perasaan menyesal dan malu dalam hati Be Siau soh perasaannya itu sukar dilukiskan dengan kata kata. Tanpa terasa ia terbayang kembali akan diri Sangkoan Bu cing yang dicintainya, betul pemuda itu tampan dan menawan siapapun suka bila bertemu dengannya, tapi pemuda idamannya itu sejak setahun berselang telah lari ke dalam pelukan perempuan lain, bahkan Sangkoan Bu cing menganggapnya sebagai perempuan yang tak pernah dikenal, ia bilang dia sudah terlalu "tua". Peristiwa itu membuat Be Siau soh marah, benci dan dendam, tapi ia tidak sampai menangis, selama hidup ia pantang untuk menangis walau apapun yang dihadapinya. Ia selalu menganggap bahwa manusia hidup di dunia ini kalau bukan kau mencelakai aku, akulah yang mencelakaimu, maka setiap kali menderita kerugian ia tak menangis, dia hanya mengingat persoalan itu dihati, mendendamnya dalam hati sambil menunggu tiba saatnya untuk menuntut balas. Tapi dengan tindakan dari Ong It sin sekarang, semua teori yang dipegangnya selama banyak tahun telah hancur berantakan dengan sendirinya, dia tak menyangka kalau didunia ini masih terdapat seorang laki laki yang begitu baik kepadanya. Dengan termangu mangu Be Siau soh memandang kearahnya, ia merasa hatinya menjadi kecut, tiba tiba air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya. Melihat Be Siau soh menangis, Ong It sin menjadi gelagapan, serunya dengan gugup. "Siau soh, apakah kau tidak suka?" "Bukan!" Gadis itu menggeleng. Ong It sin mengangsurkan kembali kotak itu kehadapannya, lalu berkata lagi. "Pedang, sarung pedang dan kitab ilmu pedang semuanya berada disini, terimalah pemberianku ini!" Air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Be Siau soh, dengan suara lirih ia bertanya. "Ong toako, kenapa kau bersikap begitu baik kepadaku?" "Karena... karena kau adalah orang yang paling baik kepadaku" Jawab Ong It sin tergagap. Be Siau soh hanya merasakan tenggorokannya tersumbat, membuat ia tak sanggup untuk berbicara lebih jauh. Selang sesaat kemudian baru melompat ke depan sambil berbisik dengan lirih. "Ong toako, sesungguhnya kotak ini tak usah kau berikan kepadaku, sebab bukan saja benda itu akan menjadi milikku, akupun... akan... akan menjadi milikmu pula, kita akan bersatu untuk selamanya, benda itupun akan menjadi milik kita berdua, rasanya kitapun tak usah membeda bedakan lagi" Sesungguhnya perkataan dari Be Siau soh ini cukup dimengerti oleh Ong It sin, tapi ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya itu. Dengan mata terbelalak, tanyanya. "Apa? Kau bilang apa?" Be Siau soh mengulangi sekali lagi perkataannya itu dengan suara setengah berbisik. Untuk sesbaat lamanya si anak muda itu berdiri tertegun seperti orang bodoh, matanya terbelalak dan mulutnya melongo, ia tadk menyangka akan semuanya itu. Be Siau soh yang amenyaksikan pemuda itu berdiri tertegun dengan mata terbelalak, ia lantas berpikir. "Jangan jangan ia lagi marah kepadaku?" Karena kuatir, segera teriarknya keras keras. "Ong toako!" Jeritan tersebut segera menyadarkan kembali Ong It sin dari lamunannya, dengan kaget ia bertanya. "Sedang mimpikah ini? Sedang mimqpikah aku ini?" Sambil menyadarkan kepalanya dihati permuda itu, Be Siau soh menggeleng. "Goblok, tentu saja kau bukan lagi bermimpi" Sahutnya. Mendengar perkataan itu, sekali lagi Ong It sin berteriak aneh, rasa gembira yang menyelimuti hatinya sungguh amat sukar untuk dilukiskan dengan kata kata. Ia tidak sadar bahwa teriakan anehnya itu jauh lebih keras dari pada guntur yang membelah bumi sedemikian kerasnya sampai semua orang merasakan telinganya menjadi sakit dan wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat. Be Siau soh yang berada dalam pelukannya juga tak sanggup menahan jeritan kerasnya itu, sambil berseru tertahan ia lantas roboh keatas tubuhnya. Ong It sin masih juga tidak menyadari akan hal itu, karena rasa gembiranya sudah tak terlukiskan lagi dengan kata kata. "Yaa,... aku memang goblok...! Aku benar benar seorang goblok...!" Dikolong langit dewasa ini, mungkin tiada seorang manusiapun yang mempunyai daya refleks yang begitu lamban daripada Ong It sin. Saking gembiranya, ia sampai tak tahu kalau kekasihnya itu sudah jatuh pingsan dibawah kakinya. Pemuda itu hanya berdiri mematung sambil bergumam terus tiada hentinya. "Aku adalah orang goblok, aku betul betul orang goblok. oooOdwOooo Tindak tanduknya yang ketolol tololan itu dengan cepat memancing gelak tertawa banyak orang. Gelak tertawa yang berderai derai itu mengejutkan Ong It sin, ia tersadar kembali dari lamunannya, lalu bertanya keheranan. "Apa sih yang menggelikan kalian semua? Kenapa begitu gembiranya suara tertawa kalian semua?" Pertanyaan yang bodoh itu makin mengkilik kilik perut semua orang, ini membuat gelak tertawa mereka semakin keras. Ada yang sampai terbungkuk bungkuk karena gelinya. Ada yang sampai menungging karena sakit perut. Ada pula yang menahan dadanya karena sesak napas... Melihat semua orang hanya tertawa melulu, Ong It sin makin tertegun, pikirnya: 0ooodwooo0 Jilid 17 "WAAAHH... rupanya orang orang itu sudah pada edan semua, tak ada apa apa tertawa sendiri, huh, lebih baik aku jangan banyak ribut dengan orang orang edan itu. Baru saja akan pergi meninggalkan tempat itu, mendadak ia teringat kembali akan seseorang, dengan gugup segera tanyanya. "Apakah kalian tahu kemana perginya Siau soh?" "Apakah kau maksudkan si nona yang cantik itu?" Tanya seorang kakek bungkuk. "Betul, betul, memang dia yang kutanyakan" "Orang itu mah, jauh diujung langit..." "Loya cu, kau maksudkan dekat didepan mata?" Sambung Ong It sin dengan cepat. Rupanya kakek bungkuk itu sudah tahu kalau pemuda kita adalah orang tolol, ia tidak berhasrat untuk mempermainkan dirinya maka segera katanya. "Sobat Ong, nona yang kau cari itu toh berada dibawah kakimu?" "Haaah?!" Ketika menengok kebawah, betul juga, Be Siau soh telah tergeletak dibawah kakinya. Dengan gelagapan pemuda itu membopongnya bangun, lalu dengan langkah lebar bermaksud meninggalkan tempat itu. "Hey, saudara, kau hendak membawa nona Be pergi ke mana?" Tiba tiba Lam huang pat kay (delapan siluman dari lam huang) menegur sambil tertawa dingin. Orang itu berpinggang lebar, berbaju kulit macan, memakai gelang emas dikepalanya dan bertangan besar, tampangnya bengis dan menyeramkan. Menyaksikan tampang orang bengis menyeramkan, Ong It sin tak ingin mencari gara gara, maka jawabnya dengan jujur. "Aku kuatir dia kena flu, maka hendak kucarikan sebuah gua baginya untuk beristirahat sebentar" "Jangan pergi dulu!" Bentak orang itu sambil bertolak pinggang. "nona Be telah mengumpulkan kami semua jauh dari wilayah Lam huang, sebelum mustika didapatkan, kami tak ingin bubar dengan begini saja!" "Yaa... yaa... jika kalian sampai tertipu kemari, ini memang kesalahan dari Siau soh" Ucap Ong It sin setelah tertegun sejenak. "tapi... tapi..." Setengah harian ia tergagap, kata kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan. Seorang kakek bermuka kuda yang merupakan pemimpin dari Lam huang pat yau segera tampil ke depan, katanya tiba tiba. "Apakah kau hendak bertanya penyelesaian macam apakah yang kami inginkan?" "Betul, betul, aku memang bermaksud begitu, kau... kau memang bicara benar" Sekulum senyuman licik segera menghiasi wajah kakek bermuka kuda itu, ujarnya. "Lohu adalah pemimpin dari Lam huan pat yau, orang yang menyebutkan sebagai Thian be heng gong (kuda langit terbang di angkasa), sedang orang yang berbicara denganmu barusan adalah jite ku Kim che pa (macam tutul emas)... pokoknya kami berdelapan adalah berjiwa satu, asal kau bersedia berunding secara baik baik, tentu saja kami bersedia pula untuk bertindak sungkan kepadamu..." "Baik, apa yang kau kehendaki?" Tukas pemuda itu segera. "Gampang, serahkan saja nona Be itu kepada kami untuk dijatuhi hukuman yang setimpal atas perbuatannya!" "Waah, tidak bisa, sekarang ia lagi pingsan aku tak bisa menyerahkannya kepadamu" Tampik Ong It sin sambil menggeleng. "Baiklah, jika kau merasa keberatan untuk meninggalkan dirinya, bawa saja nona itu pergi meninggalkan tempat ini, tapi kotak berada ditanganmu musti diserahkan kepada kami berdelapan" Betul semenjak kecil Ong It sin sudah biasa dicemooh, bukan berarti ia tak bisa marah. Ketika didengarnya permintaan orang keterlaluan, apalagi hendak merampas kotak hadiahnya kepada Be Siau soh, kontan saja darahnya meluap, dengan gusar teriaknya. "Kalau kedua-duanya kutampik, mau apa kau?" Baru saja Thian be heng gong tertawa seram, Kim che pa telah berkata lebih duluan. "Berarti kau sudah bosan hidup" "Eeeh... eeeh... jadi cuma lantaran urusan kecil saja kalian hendak membunuh orang?" Seru Ong It sin tertegun. Agaknya ia masih kurang percaya. Si Macan tutul emas mengangkat tubuhnya lalu berkata dengan suara menyeramkan. "Membunuh kalian berdua, sama dengan menginjak mampus dua ekor semut, kenapa musti takut? Coba pikirlah, apakah untuk menginjak mati dua ekor semut harus punya alasan yang kuat?" Seorang tosu bermuka bengis yang berada disisinya sudah habis kesabarannya, tiba tiba ia menyela. "Jiko, buat apa kau musti ribut terus dengan orang hutan itu? Bereskan saja kan enak" Tosu ini adalah Kou bun ok to (imam jabat penggaet nyawa) yang tersohor akan kekejamannya dalam dunia persilatan. Untuk menghadapi delapan jago lihay sekaligus dengan kekuatan seorang, Ong It sin mulai merasa agak keder. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Untunglah disaat yang kritis, muncul seseorang dari kerumunan orang banyak, orang itu menyapa kearahnya serunya berkata. "Sobat Ong, boponglah nona Be dan pergilah meninggalkan tempat ini, kami empat belas dewa dari tujuh selat bersedia melindungi kalian, tanggung tak seorangpun berani mengganggu seujung rambutnya!" Ternyata orang ini bukan lain adalah Tiang bi lo yau (siluman tua beralis panjang) dari selat Gou kan be hu sia. Begitu Tiang bi lo yau munculkan diri, tiga belas orang siluman lainnya serentak meloloskan pula senjatanya. Baik Lam huang pat yau (delapan siluman dari Lam huang) maupun Jit sia cap si yau (empat belas siluman dari tujuh selat) mereka sama sama merupakan kelompok siluman yang menguasahi suatu wilayah, berbicara soal ilmu silat, kepandaian mereka boleh dibilang seimbang. Tapi berbicara dalam jumlah orang, tentu saja Lam huang pat yau kalah hampir separuhnya, sebab itu Thian be heng gong tak berani menyerempet bahaya dengan bertindak gegabah. Ditatapnya sekejap wajah Tiang bi lo yau dengan penuh kebencian, kemudian serunya. "Orang she si, suatu hari kami pasti akan membalas dendam atas sakit hati ini" Tiang bi lo yau tertawa tergelak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... jumlah anggota kami selamanya lebih banyak dari kalian, tak nanti aku orang she Si akan menjadi takut oleh gertak sambalmu itu" "Orang she Si" Seru Kou hun ok to dengan marah. "sesungguhnya apa hubungan sobat Ong ini dengan kalian berempat belas siluman dari tujuh selat." "Hmmm! Atas dasar apa kami harus melaporkan hubungan kami ini kepada kalian?" Jawab Pek hua li yau (siluman perempuan berambut putih) sambil tertawa seram. Setelah berhenti sejenak, katanya lagi. "Cuma mengingat kita sama sama berasal dari See lam, maka kuperingatkan kepadamu untuk lebih baik jangan berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan kepada sobat Ong ini, ketahuilah Ay sian (si dewa cebol) adalah saudara angkatnya, hati hati kalau sarang kalian diobrak abrik olehnya!" Pada mulanya Thian be heng gong menjerit kaget, tapi kemudian sambil mendengus ujarnya. "Tak usah menggertak aku dengan nama si dewa cebol, sudah banyak tahun orang ini lenyap dari dunia persilatan, siapa tahu kalau ia sudah mampus banyak tahun?" "Bagus sekali, kau berani menyumpahi Cu cianpwe? Kalau sampai diketahui olehnya, hati hati batok kepalamu" Agaknya Thian be heng gong masih belum percaya, katanya lebih jauh dengan suara keras. "Sekalipun dia orang tua masih hidup, sobat Ong hanya pantas menjadi cucu muridnya. Hmmm! Kalau dibilang dia adalah saudara angkatnya, sampai matipun aku tidak percaya!" Ong It sin yang telah membopong tubuh Be Siau soh dan siap pergi itu, mendadak menimbrung. "Kalian membicarakan soal Ay loko? Dia memang betul betul adalah saudara angkatku" Sambil berkata dia lantas ayunkan tangannya sehingga sarung jarinya yang hitam pekat dan tajam itu dapat dilihat oleh setiap orang. Tentu saja Lam huang pat yau juga mengenali Sin sian ci, merekapun takut untuk mencari gara gara dengan jago lihay itu, apa lagi empat belas siluman dari tujuh selat telah menampilkan diri sebagai pelindungnya dengan berat hati terpaksa dibiarkannya pemuda itu berlalu. Tiang bi lo yau dengan membawa anak buahnya segera mengekor dibelakang dengan alih pelindung. Setelah lolos dari kepungan, Ong It sin segera menghembuskan napas lega, ia merasa amat berterima kasih sekali atas pertolongan dari Tiang bi lo yau, katanya berulang kali. "Semua orang mengatakan empat belas siluman dari tujuh selat adalah manusia laknat tapi setelah peristiwa malam ini, aku baru tahu kalau kalian sebetulnya memang seorang sahabat yang baik" Sudah barang tentu Tiang bi lo yau beserta anak buahnya bukan sungguh sungguh ingin melindungi Ong It sin, karena mereka sadar bahwa benda mustika yang berada dikotak itu tak mungkin dirampas secara kekerasan, maka dengan dalih hendak melindungi keselamatan jiwanya, mereka berusaha mencari kesempatan baik untuk turun tangan. Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo