Pendekar Bego 4
Pendekar Bego Karya Can Bagian 4
Pendekar Bego Karya dari Can "sumoay, kau itu tahu apa? Ketahuilah orang persilatan paling licik dan berbahaya, banyak diantara mereka yang berpura pura sok jujur, padahal dia adalah manusia munafik yang buas, licik dan banyak tipu muslihatnya, jadi kita tak boleh terlalu mempercayai orang dengan begitu saja" Perasaan antipati segera timbul dihati kecil Ong It sin, pikirnya. "sialan orang ini dia terlalu menghina diriku, tapi sayang dia mempunyai seorang sumoay yang begitu manis dan menawan hati" Padahal suasana dalam gua gelap gulita, darimana Ong It sin bisa membayangkan bentuk rupa si nona? Bulatkah? Gepengkah? Cantikkah? Buruk kah? Dia tak dapat membayangkan. Tiba-tiba sebercak sinar obor memancar dibalik gua, suasana disekeliling tempat itu jadi terang benderang, dan dia saksikan seorang pemuda tampan yang bertubuh jangkung beralis mata lentik, bermata jeli dengan pakaian ringkas serta pedang tersoreng dipinggang berdiri dihadapannya dengan muka gusar. Seorang nona cantik berbaju kuning telur dengan rambut yang dikepang menjadi dua berdiri dibelakangnya dia membawa sebuah obor. Ong It sin sangat berharap agar si nona berpaling kearahnya sehingga dia dapat menyaksikan raut wajah yang sebenarnya. Waktu yang sesungguhnya dibutuhkan untuk membakar sampai habis sebuah obor pada hakekatnya relatif singkat, tapi dalam perasaan Ong It Sin ketika itu rasanya lama sekali, bahkan dia mulai gelisah, dia mengira si nona tak bakal palingkan wajahnya. Ketika dia masih gelisah, kedengaran sianak muda itu berkata kembali. "Huuuh ..... sumoay, bisa-bisanya kau mengatakan bocah keparat itu adalah pemuda yang jujur, coba lihat sepasang mata bangsatnya melotot kearahmu tanpa berkedip barang sedikitpun" Gadis itu putar badannya, ketika menyaksikan paras muka sinona, untuk kesekian kalinya Ong It sin termangu. Sejak jebrol dari rahim ibunya sampai segede ini belum pernah ia jumpai gadis muda seayu ini, sekalipun dia tidak bergincu, tidak memakai bedak dandanannya sederhana. tapi dibawah pancaran sinar obor kelihatan betapa menawannya sepasang pipinya yang merah seperti buah apel itu, terutama matanya yang bulat jeli, hidungnya yang mancung, bibirnya yang kecil mungil dan senyumannya yang menawan hati, kecantikannya sanggup merontokkan sukma orang. Nona itu melirik sekejap ke arah Ong It sin, lalu tersenyum lagi. "suko, kau telah salah menuduh orang" Katanya. "Hmmm omong kosong, kenapa aku bisa salah menuduh dirinya ?" Sangkal sang pemuda. "Jalan darahnya sudah kau totok, badannya tak mampu berkutik lagi, otomatis dia cuma bisa menengok ke arahku saja" Ong It Sin lebih terharu lagi setelah mendengar pembelaan dari si nona, dia masih termangu tiba tiba sebutir kerikil menyambit ke atas bahunya, oleh benturan tadi, jalan darahnya yang tertotok segera berjalan lancar kembali. Begitu merasa dapat bergerak. dia merangkak bangun dari tanah, lalu serunya. "Tidak. tidak. sekalipun jalan darah tidak tertotok aku pun .....yaa aku pun akan memperhatikan diri nona, sungguh Aku berbicara sejujurnya, aku tidak berbohong" Oleh karena dia mendengar gadis tersebut sengaja membelai dirinya, Ong It sin merasa tidak sepantasnya kalau gadis itu sampai berbohong lantaran dia, maka sengaja dia menerangkan keadaannya yang sebenarnya. Gadis itu tertegun malah diapun berpikir. "Tolol amat orang ini, manusia segoblok ini tak mungkin bisa berpura-pura, suheng memang telah salah menduga dirinya." Maka sambil tertawa kembali dia menegur. "Kenapa kau memperhatikan diriku?" Baru sepatah kata yang sempat diucapkan ketika anak muda itu tahu tahu maju sambil mendorong gadis tersebut hingga mundur beberapa langkah dari tempat semula. "Tak usah banyak mulut sumoay, biar aku yang memeriksa bocah keparat ini" Demikian katanya. Karena didorong sampai mundur beberapa langkah, gadis itu mencibirkan bibirnya dan membungkam dalam seribu bahasa. Pada hakekatnya Ong It sin memang tidak menaruh kesan baik terhadap si anak muda, betapa mendongkolnya dia waktu menyaksikan tindakan kasar dari sang pemuda terhadap gadis itu. Timbul perasaan tidak terimanya, seperti api yang bertemu minyak, amarahnya kontan meluap. "Eeh ..... apa apaan kamu ini" Teriaknya dengan mata melotot. "kalau mau berbicara, bicaralah secara baik baik, kenapa kau main mendorong-dorong segala?" Ucapan tersebut kedengarannya memang aneh, bukan saja anak muda itu jadi melongo, gadis cantik itu sendiripun ikut tertegun oleh sikap Ong It sin yang luar biasa ini. Kemudian dengan perasaan, yaa mendongkol yaa geli, pemuda itu menjawab lantang. "Mau kudorong dia kek. atau ku banting dirinya, apa sangkut pautnya dengan dirimu?" "Tidak boleh" Bentak Ong It Sin sambil melompat bangun, gagah nian gayanya, seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. Dengan gampangnya si pemuda maju kemuka dan mencengkeram dada Ong It Sin, lalu diangkatnya keatas, Dengan gelagapan Ong It sin mencoba untuk melawan, tangannya meronta seperti orang sedang menari, kakinya menyepak-nyepak seperti kuda betina sedang birahi, sekalipun dia sudah berusaha dengan segala kemampuan, jangankan melukai lawannya, untuk menyentuh tubuh sianak muda itupun susah. Dikala pemuda itu maju lima enam langkah, terpaksa Ong It sin terdesak pula lima enam langkah ke belakang. setelah mundur sampai di depan dinding dia baru berteriak. "Heeh ... ehhh... salah tak ada jalan mundur lagi bagiku, kenapa kau masih mendorong diriku terus menerus?" Pemuda itu mendengus, kembali dia mendorong Ong It sin ke belakang sehingga anak muda itu mundur sempoyongan, lalu badannya digoncang goncang pula sehingga kepalanya membentur diatas dinding karang ....... "Duukk Duuukk Duukk" Kepalanya yang menbentur keras diatas dinding menimbulkan suara nyaring. kontan saja kulit kepalanya berubah menjadi sembab merah lagi bengkak. saking sakitnya air mata sampai bercucuran membasahi pipi Ong It Sin, untung dia tak sampai borkaok kaok ....... Rupanya pemuda itu tidak puas sampai disitu saja kembali dia hendak mengguncang-guncangkan tubuh lawannya. untung gadis itu cepat bertindak sambil maju kemuka serunya. "suko, jangan kau hajar dirinya lagi" "Hmm Bajingan ini berani kurang ajar kepadaku, apa salahnya kalau kita beri sedikit pelajaran yang setimpal kepadanya?" "Tapi, bagaimanapun juga dia berbuat demikian kan untuk membelai aku....." Seru sang nona sambil mencibirkan bibirnya. "kalau dia kau gebuki lagi, kan sama artinya dengan kau tidak sudi memberi muka kepadaku ?" Pemuda itu jadi tertegun. "Eeeh sumoay, buat apa kau ucapkan kata-kata semacam itu? Masa kau hendak membelai dia?" Tegurnya. "Aku tidak membelai siapapun, aku hanya ingin memberitahukan kepadamu bahwa ilmu silat yang dimiliki orang ini terlampau rendah sekalipun kau tangkap dia lalu kau gebuki setengah mati, dia juga tak mampu memberikan perlawanan apa-apa, otomatis kau pun tak bisa mempamerkan kehebatanmu itu, lantas apa gunanya?" Si pemuda tersudut dan tak mampu berkata apa-apa lagi, tapi hawa amarah masih menyelimuti wajahnya, ia mendengus lalu melepaskan cengkeramannya. Mendingan kalau dia lepas tangan dengan begitu saja, dikala jari-jari tangannya mengendorkan cengkeraman pada tubuh Ong It Sin, secara diam-diam dia kerahkan pula tenaga dalamnya untuk menghajar dada lawan, Ong It sin tak menyangka kalau musuhnya sekeji itu, dia merasa dadanya seperti ditekan oleh tenaga yang maha dahsyat, tubuhnya terjengkang hingga punggungnya menumbuk diatas dinding karang keras keras ....... "Bluuuk...." Saking sakitnya, Ong It sin merasa dadanya sesak sukar untuk bernapas, matanya berkunang kunang dan kepalanya pusing tujuh keliling, tak kuasa lagi ia jatuh terduduk keatas tanah. Cepat cepat si gadis maju ke depan dan membangunkan Ong It sin dari tanah. "Kau tidak akan berhasil menangkan suko kau jangan mengacau belo lagi daripada mendatangkan kerugian bagi diri sendiri". demikian katanya Selama hidupnya Ong It sin akan merah padam mukanya bila bertemu dengan gadis cantik, apalagi dengan tampang wajahnya yang jelek serta memuakkan, kebanyakan wanita hanya bermaksud menggoda atau mentertawakan dirinya, belum pernah ada gadis yang begitu baik kepadanya seperti apa yang dialaminya hari ini. Lebih lebih lagi ada gadis yang bersedia berdiri disampingnya dalam jarak sedekat sekarang ini, tak heran kalau Ong It sin rada gelagapan menghadapi gadis cantik yang menghibur serta membimbing bangun dirinya itu...... Pada dasarnya dia memang sudah menaruh kesan baik terhadap gadis itu, maka keadaan demikian ini membuat Ong It sin seakan-akan dalam buaian impian, dia melongo- longo tanpa berbicara. Selang tak lama kemudian, dia baru manggut berulang kali. "Yaa, yaa.... aku tak akan banyak berbicara lagi"janjinya. "Sudah dapat berdiri sendiri?" Kembali si nona bertanya. Setelah ditegur, Ong It sin baru merasa kalau tubuhnya masih berada dalam bimbingan si gadis, paras mukanya berubah semakin merah hingga mirip dengan babi panggang. "Dapat, dapat" Sahutnya gelagapan. "aku bisa berdiri sendiri, aku bisa berdiri sendiri" Karena sigadis mendengar kalau pemuda tersebut sudah dapat berdiri sendiri, diapun lepas tangan dan mundur dua tiga langkah kebelakang. Padahal tumbukan terakhir yang diterima Ong It sin barusan cukup berat, bukan saja kepalanya menjadi pusing tujuh keliling, dadanya juga sesak sukar untuk bernapas, sekujur badannya lemas tak bertenaga dan pada hakekatnya dia tak mampu untuk berdiri sendiri Tidak heran kalau badannya menjadi gontai setelah nona itu melepaskan bimbingannya. baru saja sang nona mundur kebelakang, seluruh tubuhnya roboh keatas tanah keras- keras. "Blaaang " Terkapar ditanah, pemuda itu gelengkan kepalanya sambil menyengir kuda. Akhirnya setelah sekian lama berbaring, ia baru menengadah sambil berkata. "Aku .... aku salah bicara nona, tadinya aku mengira aku bisa berdiri sendiri, tak tahunya ..... memang sialan sepasang kakiku ini, dia tak mau menuruti perintahku, masa aku suruh dia berdiri saja, dia malah roboh .. heeehhh....heeehhh, apa boleh buat, akupun tak mampu berdiri dan ....roboh ke tanah" Pada mulanya sinona tertegun, tapi menyusul kemudian ia tak bisa menahan rasa gelinya lagi, gadis itu tercekikikan sampai terpingkal-pingkal, nyaris napasnya jadi sesak. Melihat perkataannya dapat menimbulkan kegembiraan bagi nona itu, Ong It Sin ikut gembira, ia membuka mulutnya lebar-lebar dan tertawa bodoh. Hanya si anak muda yang berkerut kening, sudah terang ia tak puas dengan keadaan dihadapannya. Dengan gemas dia maju kemuka, lalu dengan ujung tumitnya menggaet badan Ong It sin kemudian dilontarkan ke atas, disana tangannya sudah bersiap sedia, sekali pelintir tahu-tahu bahunya sudah kena dicengkeram kembali. "Hei, kamu tak usah berlagak pilon lagi" Demikian bentaknya. "hayo jawab sejujurnya, siapa kau?" "Heeh....heehh... kamu ini kok aneh betul, masa sebelum ku ajukan pertanyaan tersebut kepadamu, kau malah mendahului mengajukan pertanyaan tersebut kepadaku. Kan lucu? Hayo sekarang kau yang musti menjawab lebih dulu, mau apa kalian bersembunyi disekitar lembah Li hu kok?" "Hmmm ..... Apa maksudmu? Masa kau juga anggota lembah Li hu kok .....?" Ejek sang pemuda dengan alis mata berkerut. "Tentu saja, rumahnya memang berada dilembah Li hu kok tepatnya perkampungan keluarga Li, cuma ..... sayang perkampungan keluarga Li sudah ludas dimakan api" Dengan cepat sang nona ikut maju kedepan, tatkala mendengar kalau perkampungan keluarga Li sudah habis dimakan api, mereka jadi tertegun seperti kaget. "Aaah Jadi perkampungan keluarga Li sudah ludas termakan api?" Seru gadis itu tertahan. Dengan rada mendongkol pemuda itu melotot sekejap kearah sumoaynya, kemudian berkata. "Lebih baik kau tak usah banyak berbicara, segala sesuatunya biar aku sendiri yang mengatasi" "Tidak boleh yaa tidak boleh, siapa yang kepingin?" Sahut sang nona jengkel. Menyaksikan kekasaran pemuda itu, Ong It Sin kembali akan bersilat lidah dengannya, tapi begitu teringat dengan peringatan dari sang nona barusan, ucapan yang sudah hampir meluncur, sebera ditelan kembali ..... "Oooh,jadi engkau berdiam di perkampungan keluarga Li" Kata pemuda itu lagi. "bagus, bagus sekali, justru kami memang sengaja datang ke mari untuk mencari seorang anggota perkampungan keluarga Li, coba kutanyakan kepadamu, mungkin kau kenal?" "Siapa yang kau cari, jangan kuatir, dari yang tua sampai yang muda, pokoknya kalau dia adalah anggota perkampungan keluarga Li. aku pasti mengenalinya, coba kau sebutkan saja siapa namanya?" Ong It sin tak pernah membual apalagi membohongi orang, pada hakekatnya apa yang dia katakan memang benar. Bayangkan saja, dia begitu ketelol tololan, jadi orang polos lagi jujur, bukan saja orang tua suka menggodanya, bocah berusia tigapun gemar menggangu anak muda ini, ditambah lagi setiap hari kerjanya cuma mondar mandir dalam perkampungan, tak heran kalau setiap anggota perkampungan dikenalinya semua. Pemuda itu berpikir sebentar, lalu jawabnya. "Orang yang hendak kami ciri bernama Ong It-sin ,It dari kata "It, ji" Atau satu dua, sin dari kata sia ciu (baru lama), kau kenal dengan orang itu?" Ong It sin tertegun dan berdiri terbelalak. mimpipun dia tak menyangka kalau kedatangan kedua orang itu adalah untuk mencarinya, tapi bukankah dia tidak kenal dengan mereka berdua? Mau apa mereka datang mencarinya? Yaa, jika dirinya yang memang dicari, itu berarti tersedia kesempatan yang lebih luas baginya untuk bermesrahan dengan nona itu, tapi kalau bukan dia yang dicari melainkan seseorang yang mempunyai nama dan nama marga yang sama? Pemuda itu jadi bingung dan tak tahu bagaimana musti menjawab untuk sesaat dia hanya berdiri termangu seperti orang kehilangan ingatan. Pemuda tersebut menjadi tak sabar karena yang ditunggu-tunggu belum menjawab juga, dia lantas sodok iga orang sambil menegur. "Hei kenapa kau diam saja?" Kebetulan Ong It sin jadi orang memang takut geli, karena iganya disodok, ia jadi kegelian dan tertawa terbahak bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh...jangan disodok. jangan disodok. Aku bicara.. Aku bicara" Sang pemuda itu betul-betul mati kutunya dibikin oleh ketololan orang, dengan perasaan apa boleh buat dia berkata. "Kalau begitu, cepatlah kau katakan" "Dalam perkampungan keluarga Li memang terdapat seseorang yang bernama Ong It Sin, cuma kukuatirkan orang itu bukan orang yang sedang kalian cari" "Sobat dari mana kau bisa tahu kalau Ong It sin yang kau maksudkan bukan orang yang kami cari?" Tanya sinona tercengang. Ong It sin menyengir kuda. "Heeehhh .... heeehhh... heeehhh... tak usah kaget yaa nona, sebab akupun bernama Ong It sin, It dari kata situ dua, sin dari kata baru lama.. Coba sekarang, masa orang yang kalian cari adalah aku?" Baik si anak muda itu matipun sang nona, kedua duanya berseru tertahan setelah mendengar ucapan itu. "Oooh Jadi kau adalah....." Cuma kata-kata itu saja yang dapat diucapkan untuk selanjutnya dengan mulut membungkam mereka awasi Ong It sin dari ujung rambut sampan ujung kakinya, seakan- akan mereka tidak percaya kalau orang yang berada dihadapan mereka adalah Ong It sin. "Eeeh... bagaimana sih kalian ini?" Teriak Ong It sin kemudian. "aku inilah Ong It sin yang tulen, cuma ..... yaa siapa tahu kalau orang yang kalian cari memang bukan aku, melainkan orang lain yang kebetulan juga bernama Ong It- sin" "Kalau begitu, apakah dalam perkampungan keluarga Li masih ada orang lain yang bernama Ong-It sin?" Tanya pemuda itu selanjutnya. "Tidak ada Tidak ada Cuma aku si Ong It sia yang tulen doang" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jawabnya sambil menggeleng. "Sahabat Ong, boleh aku tahu siapa nama ayah mu?" Tiba-tiba si nona menyela dari samping. Ketika nama ayahnya secara tiba tiba disinggung mendadak sepasang mata Ong It Sin jadi merah, rasa sedih melanda seluruh perasaannya, dia menghela napas panjang. "Aaaai aaaai, lebih baik jangan kita singgung saja, daripada tangisnya meledak-ledak" "Apakah ayahmu yang telah mati itu bernama Kwang tong tayhiap, Kim to bu koan (golok emas yang tak pernah kalut) ong Tang thian?" Sambung nona itu lebih jauh. Ong It sin berteriak kaget. "Heei, nona Darimana kau bisa mengetahui nama mendiang ayahku ?" Teriaknya. Nona itu tidak menjawab pertanyaan dari Ong It sin, sebaliknya berpaling dan berkata kepada suhengnya. "Suheng, tak salah bukan, dari ribuan li bersusah payah kita datang kemari ternyata orang yang kita cari-cari tak lain tak bukan adalah Sahabat Ong ini" "Huuuh .... Tak kusangka kalau keturunan dari Kwang tong ong tayhiap adalah manusia bodoh yang tak ada gunanya seperti ini" Jengek pemuda tersebut dengan wajah menghina. "sungguh menggelikan sekali, bersusah payah dari ribuan li jauhnya kita datang kemari, akhirnya perjalanan kita hanya sia sia belaka" Pada dasarnya Ong It Sin memang tak pernah menganggap dirinya sebagai seorang enghiong hohan, dia tahu betapa bodoh dirinya, jangankan untuk mempelajari ilmu silat tingkat tinggi, gerakan dasar yang paling gampang pun sukar dipahami olehnya. Karena itu kendatipun dia dicernooh dan dihina habis habisan oleh sipemuda, Ong It sin hanya membungkam diri dengan wajah yang bersemu merah lantaran jengah. Pemuda itu kembali tertawa dingin tiada hentinya, tiba tiba dia menarik tangan samoaynya sam bil berseru. "sumoay, mari kita pergi" "Kita akan pergi ke mana?" "Tentu saja ke luar perbatasan" "Suheng, bersusah payah kita menempuh perjalanan sejauh ribuan li datang kemari, tujuannya bukan lain adalah untuk mencari Sahabat Ong, dan kini setelah berjerih payah sekian waktu akhirnya orang itu berhasil kita temukan, kenapa sekarang kita malah akan pergi meninggalkan dirinya sebelum meninggalkan pesan apa apa?" "Sumoay, masih ingatkah kau dengan pesan suhu sebelum kita pergi?" Apakah kau sudah melupakannya? " "Pesan suhu tentu saja tak akan kulupakan, kata suhu, jika keturunan ong tayhiap tidak becus, maka kita harus segera pergi meninggalkan dirinya, sepatah katapun jangan disinggung" "Dan kini, terbukti sudah kalau bocah keparat ini sama sekali tak ada gunanya" Kata si pemuda sambil menuding ke arah Ong It Sin. "kalau kita tidak pulang, lalu apa yang harus kita tunggu lagi?" Gadis itu memandang sekejap wajah Ong It sin kemudian ujarnya kembali. "Suko, suhu tidak mengartikan demikian, maksud suhu seandainya watak dan karakter keturunan dari Ong tayhiap tidak baik, maka kita tak boleh mengatakan apa-apa kepadanya " "Lantas kau anggap wataknya cukup baik?" Tukas pemuda sebelum sang nona menyelesaikan kata-katanya. "Yaa, watak sobat Ong memang tidak jelek. dia melulu tak punya kepandaian silat saja" Selama perdebatan berlangsung, Ong It sin cuma berdiri disamping sambil melongo- ongo, dia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dibicarakan kedua orang itu. Tapi sewaktu mendengar nora itu memuji-muji dirinya, Ong It sin menjadi sangat gembira, buru buru teriaknya. "Aaah .... nona memang suka memuji. padahal aku, aku heeehh heeehhh... paling banter yaa cuma begitu saja" Padahai perdebatan antara muda mudi itu sudah mencapai pada puncaknya, tentu saja tindakan Ong It sin yang menimbrung secara tiba-tiba, apalagi mengucapkan kata kata yang lucu, cukup bikin hati orang menjadi geli. Hanya sebentar pemuda itu menahan rasa gelinya, dengan cepat paras mukanya telah berubah menjadi serius kembali, katanya. "Sumoay, suhu berkata persoalan ini luar biasa besarnya, kita tak boleh sekali-kali berbuat keliru, suhupun berpesan agar kau menuruti semua perkataanku kenapa kau melupakan semuanya itu?" Sang nona segera mencibirkan bibirnya. "sekalipun urusan ini menyangkut masalah yang luar biasa, tapi benda itu kan sudah merupakan hak milik sobat Ong, kita tidak lebih hanya menyampaikannya belaka. Aku mengatakan dia orangnya baik, tapi kau bersikeras mengatakan orangnya jahat, bagaimana kalau kita membawanya saja menghadap suhu dan biar suhu sendiri yang menentukan apakah dia itu orangnya baik atau jahat, bagaimana?" "Yaa, sudah, sudahlah ....."akhirnya pemuda itu berseru dengan jengkel. "siapa yang kesudian melakukan perjalanan bersama-sama seorang bocah busuk seperti dia untuk menempuh jarak sejauh tiga lima ribu li ......" "Kalau memang begitu, sudah sepantasnya kalau kita sampaikan apa yang harus kita sampaikan kepada sobat Ong ini" Tampaknya pemuda itu sudah dibuat kehabisan akal oleh adik seperguruannya, setelah melototi kembali Ong It sin beberapa kejap, diapua berkata. "Bocah busuk. aku rasa engkau juga tak punya rejeki untuk menikmatinya, tapi bagaimanapun juga kita datang dalam rangka melaksanakan perintah suhu, karena itu mau tak mau terpaksa aku harus berbicara sejujurnya dengan dirimu" Sejak awal sampai akhir Ong It sin cuma melongo-longo saja, dia tak tahu apa yang harus dikatakan, dengan mata terbelalak diamatinya sepasang muda mudi itu, akhirnya diapun berkata: -000-dw-000- Jilid 4 "EEEH ... EEH ... sebenarnya apa sedang kalian bicarakan? Aku tidak mengerti" "Sesaat sebelum ayahmu ong tayhiap dicelakai oleh musuh musuh tangguhnya, ia telah mendatangi guru kami dan mohon bantuan dari suhu kami, perlu diketahui guru kami adalah sahabat karib ayahmu, tapi disebabkan pelbagai alasan dan sebab musabab, beliau tak dapat memberikan bantuannya ." Baru saja sang pemuda barbicara sampai disitu, dengan gusar Ong It sin segera menukas. "Hmmm" Ditengah keadaan yang kritis dan berbahaya, bukannya memberi bala bantuan malah berpeluk tangan belaka sahabat karib macam apaan itu? Huuh ..... Aku rasa suhu kalian tidak lebih cuma seorang siau jin yang tak tahu malu " Paras muka pemuda itu berubah hebat. "Kurang ajar" Teriaknya. "besar amat nyalimu kau berani mencaci maki aku?" "Hmmm .... Ayahku mati secara mengerikan ditangan musuh musuhnya, tapi kawanan sahabat telur busuknya semasa hidup, ternyata tak seorangpun yang datang membantu, coba pikirkan sendiri Telur telur busuk semacam itu apa pantas disebut seorang kuncu?" Makin memaki kata kata yang digunakan Ong It sin semakin tak sedap kedengarannya, paras muka si pemuda berubah hebat, sebentar hijau membesi sebentar lagi pucat pasi seperti mayat, keadaannya mengerikan sekali. "Sumoay" Tiba tiba ia berpaling sambil tertawa dingin. "dengarkan sendiri kata kata dari bajingan tersebut, Hmm Apakah kita harus melanjutkan kata katanya lebih lanjut?" Si nona hanya menghela napas panjang, dia tidak memberikan komentar apa apa. Terhadap si nona sebenarnya Ong It sin tidak mempunyai kesan jelek, malah dia amat berterima kasih kepadanya karena nona itu selalu membantu dirinya. Akan tetapi perasaannya kini sedang sedih, kesal dan jengkel, apalagi dia memang orang yang polos, apa yang dipikir segera diutarakan secara berterus terang. Karenanya ketika nona itu cuma menghela napas saja tanpa berbicara, tak tahan lagi dia berteriak. "Hei, kenapa kau menghela napas melulu? Kalau kudengar dari nada pembicaraan kalian, tampak tampaknya, guru kalian adalah sahabat karib ayahku, tapi kenapa dikala ayahku berjumpa musuh tangguh, guru kalian malah .....hmmm, hmm... .aku lihat." Sebelum kata kata yang lebih tak sedap di utarakan keluar, dengan pelan kemarahan pemuda itu telah membentak. "Tutup mulut" Bentakan itu ibaratnya halilintar yang membelah bumi ditengah bari bolong, saking kagetnya Ong It sin sampai melompat ke udara, otomatis ucapan yang sudah siap diutarakan juga ikut tertelan kembali. Hanya sebentar rasa kaget itu menyelimuti benaknya, selang sesaat kemudian dia melanjutkan kembali kata- katanya, sebab ia merasa bila perkataan tersebut tidak diutarakan, maka kata kata tadi terasa seperti tulang yang mengganjal dalam tenggorokannya . Sebab itulah sesudah tertegun sesaat, ia berkata lagi. "Aku rasa kalian memang ... ." Sebetulnya dia ingin mencaci maki kedua orang itu habis habisan, tentu saja dengan menggunakan perkataan yang paling tak sedap, kebetulan sepasang mata sang nona yang jeli sedang menatap ke arahnya, begitu lembut dan halusnya pandangan tersebut membuat Ong It sin menjadi tak tega. Maki makian yang telah dipersiapkan segera tertelan kembali, sasudah berhenti sebentar dia hanya berkata. "Aku rasa kalian memang .... bukan... bukan orang baik baik" "sumoay, hayo kita pergi saja" Teriak pemuda itu dengan wajah penuh kegusaran. "apa gunanya kita banyak berbicara dtngan orang gila seperti dia itu?" Dengan cepat gadiss itu mengulapkan tangannya. "Tunggu sebentar, aku masih ada perkataan yang hendak kusampaikan kepadanya lebih dulu" "sumoay" Bentak pemuda itu semakin marah. "suhu memerintahkan kepadamu untuk mendengar kan semua perkataanku dalam menghadapi persoalan apapun, dan kini sudah berulang kali aku suruh kau pergi, tapi kau tetap keras kepala, sebetulnya apa maksudmu?" Nona itu tertegun. "suko" Katanya kemudian. "dalam rangka melaksanakan perintah suhu, sepanjang perjalanan kita harus menempuh perjalanan dengan hati yang berdebar, baik siang ataupun malam kita harus melanjutkan perjalanan dengan cara yang paling hati-hati, aku ingin bertanya kepadamu, buat apa kita berbuat kesemuanya itu? Dengan susah payah akhirnya kita berhasil menemukan orang yang hendak kita cari, tapi sebelum mengucapkan sesuatu kita lantas mau pergi meninggalkannya, lalu apa artinya jerih payah kita selama ini?" Ong It sin semakin keheranan setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian. "Kalau maksud kedatangan mereka berdua ke perkampungan keluarga Li adalah untuk mencari aku, toh kedatangan mereka bisa dilakukan secara terang-terangan, kenapa harus dilakukan secara sembunyi sembunyi macam pencuri ayam?" Sementara itu pemuda tadi sudah berkata lagi. "Perkataan apa lagi yang dapat kita sampaikan kepada orang tolol seperti dia? Hmm Kalau kita utarakan, bukan Kebaikan yang diperoleh malah jiwanya ikut melayang.... Heeehhhh..... heeehhh....heeehhh.... memangnya kau anggap dia mempunyai harapan untuk membalaskan dendam bagi kematian ayahnya?" Paras muka Ong It sin yang pada dasarnya sudah memerah, seketika itu juga berubah semakin merah padam hingga mirip kepiting rebus. Dasar mukanya sudah buruk dan jeleknya macam congor babi, ditambah warna merah padam tersebut maka wajah Ong It sin sekarang ibaratnya babi panggang yang siap dijual diwarung Pada hakekatnya Ong It sin itu orangnya cuma polos dan kelewat jujur, bukan berarti dia itu gobloknya sampai segala urusanpun tidak dipahami. Dia cukup memahami betapa mengenaskannya nasib ayahnya menjelang saat saat kematian, dikala mara bahaya mengancam tiba, tak seorang sahabatnya yang memberi pertolongan, setelah mati tak seorang sahabatpun yang mengenali dirinya lagi, hanya pamannya seorang yang bersedia memeliharanya dalam perkampungan keluarga Li, itupun dengan syarat dia tak boleh menyinggung soal pembalasan dendam, selain itu dia sendiri juga tidak tahu siapa gerangan musuh-musuh besarnya. Seandainya dia cerdik atau paling tidak berkepandaian silat, mungkin keadaannya masih ada mendingan, apa mau dikata bukan saja otaknya dogol, ilmu silat juga tidak dimiliki, setiap kali teringat akan dendam sakit hati ayahnya yang tenggelam ke dasar samudra, pemuda itu merasa hatinya perih seperti disayat dengan pisau, kalau boleh dia lebih suka mati daripada hidup menanggung derita. Untungnya anggota perkampungan keluarga Li hanya tahu kalau dia itu seorang pemuda yang ketolol-tololan, sekalipun masih termasuk keponakan sang cengcu tapi tidak begitu disukai oleh sang cengcu sendiri Tentu saja diapun tak ada yang tahu kalau dibalik ketolol-tololon si anak muda itu, sebenarnya tersimpan suatu duka nestapa yang sangat mengenaskan. Biar orang lain mencemooh atau menggoda bahkan mempermainkan dirinya, Ong It sin yang polos dan jujur tak pernah memperdulikan. Dan sekarang, secara tiba tiba pemuda itu menghina dirinya yang dikatakan tak mampu membalas dendam, ucapan itu dirasakan sebagai suatu penghinaan yang amat menyentuh perasaan halusnya, kontan saja air muka Ong It sin berubah menjadi merah membara, sepasang matanya melotot keluar diawasinya pemuda itu tanpa berkedip. Sudah barang tentu pemuda itu cukup mengetahui bahwa Ong It sin pada hakekatnya berilmu biasa saja, kalau mau, sekali jotos saja dia dapat dirobohkan. Tapi entah apa sebabnya, ketika ia menjumpai keadaan Ong It sin yang menyeringai sangat mengerikan itu timbul suatu perasaan bergidik dihati kecilnya, tanpa disadari dia sudah mundur selangkah ke belakang. Keadaan Ong It sin ketika itu memang cukup mengerikan, bukan saja mukanya merah padam seperti api yang menganga, otot hijau diatas keningnya pada menongol keluar semua. "Darimana kau bisa tahu kalian aku tak mampu membalas dendam?" Terdengar ia berteriak keras. "hayo jawab, darimana kau bisa tahu kalau aku tak mampu mambalas dendam? Hmm, bila kuketahui dimana musuh musuhku bersembunyi, kalau aku tahu siapa nama nama mereka, aku bersumpah akan mencarinya sampai ketemu dan akan kubalas sakit hati ini" Pemuda itu tertawa dingin, dengan nada yang amat menghina dia mengejek lagi. "Monyet goblok juga berani membual Huuuh tak tahu diri Aku tidak percaya kalau gentong nasi seperti kau juga berani mengadu jiwa dengan orang . Hmm, Cuma kalau kau ingin mengetahuinya, apa salahnya kalau kuberitahukan kepadamu? orang yang membinasakan ayahmu tak lain adalah ..... .." Belum sempat pemuda itu menyinggung nama pembunuhnya, si nona telah menukas. "Suko, bagaimana sih kamu ini? Apakah saat ini pun boleh kau ocehkan seenaknya sendiri?" Seperti baru sadar dari kesilafannya, begitu ditegur oleh sang nona, pemuda itu la mas membungkam dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. "Perasaan Ong It Sin detik itu penuh diliputi rasa sedih marah, mendongkol dan jengkel, tanpa berpikir panjang dia berteriak lagi. "Hayo cepat katakan, kalau aku tak berani beradu jiwa setelah kau katakan, aku adalah anjing budukan, aku adalah anak jadah. Tapi kalau kau tidak berani mengatakannya, engkaulah anjing budukan, kaulah si anak jadah" "Kentut busuk bapakmu" Teriak pemuda itu sangat murka. "baik, kalau kau sendiri yang pingin menghantarkan nyawamu, jangan sangkut pautlah dengan diriku. Pembunuh ayahmu berada tak jauh lagi dari tempat ini, kenapa tidak kau datangi orang itu dan hantarkan jiwamu?" "Suko, kau tak boleh mengatakannya, kau tak boleh mengatakannya" Jerit si nona lagi. Tapi Ong It sin berteriak pula. "Siapa orangnya? Kalau kau tidak berkata maka kaulah si telur busuk bau anak jadah ....." Rupanya si anak muda itu sudah tak dapat menggendalikan perasaan marahnya lagi, tiba-tiba ia ikut berteriak. "Sumoay, kau tak usah mengurusi aku lagi. Bocah busuk, kalau kau ingin menemukan pembunuh ayahmu, kenapa tidak mendatangi saja bukit Tiong lam san?" Dengan terjadinya percekcokan tersebut, suasana dalam gua itu berubah menjadi ramai sekali, tapi setelah pemuda tersebut mengutarakan kata-katanya yang terakhir, tiba-tiba saja suasana dalam gua itu berubah menjadi hening, sepi dan tak terdengar sedikit suarapun- Ong It sin merasakan telinganya seperti mendengung keras, matanya menjadi berkunang-kunang dan benaknya terasa menjadi kosong tak ada isinya. dalam keadaan seperti ini dia tak memikirkan soal yang lain lagi, hanya satu ingatan yang memenuhi seluruh benaknya yakni musuh besarnya berada diatas bukit Tiong lam san, itu berarti musuhnya sudah pasti merupakan anggota perguruan itu. Ong It sin segera mengambil keputusan, dia harus mendatangi bukit Tiong lam san dan beradu jiwa 0odwo0 Partai Tiong lam adalah suatu partai besar yang kedudukannya seimbang dengan partai siam lim, partai Bu tong dam lain-lainnya, bukan saja perguruan itu sangat tersohor, jago-jago silat yang menghuni diatas bukit tersebut juga tak terhitung banyaknya, terutama pemimpin- pemimpin mereka, boleh dikata ilmunya sudah mencapai tingkat kesampurnaan yang luar biasa. Padahal Ong It sin itu pemuda apa? Dia cuma seorang pemuda tak berilmu yang rada ketolol tololan, bila manusia seperti dia mau mencari gara-gara di bukit Thong lam san, maka hal ini tak ubahnya seperti belalang yang ingin menahan pedati.jangankan pemimpin mereka, asal pihak Tiong lam pay mengutus seorang muridnya yang paling tak becuspun sudah cukup untuk mengusirnya turun gunung. Tapi buat Ong It sin, hal ini tak pernah dia bayangkan, dia cuma tahu bahwa musuh besarnya berada dibukit Tiong lam san, itu berarti dia harus mendatangi perguruan tersebut, menemukan pembunuh ayahnya dan membalas dendam. Keheningan yang mencekam seluruh gua akhirnya dipecahkan oleh helaan napas nona itu.. "sobat Ong" Demikian dia berkata. "sekarang kau telah memahami duduknya persoalan, yaa pada hakekatnya kami mempunyai kesulitan yang tak terutarakan dalam kejadian dimasa itu, kesulitan yang membuat kami tak mampu berkutik itu harus kau maklumi, aaai ... aku... aku kuatir kau belum juga mau mengerti." Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambil berkata nona itu mengawasi wajah Ong It sin tanpa berkedip. Sementara itu warna merah yang menghiasi wajah Ong It sin sudah makin luntur, dia hanya berdiri kaku sambil menggigit bibir, apa yang diucapkan nona tersebut boleh dibilang tak terdengar sama sekali olehnya, tentu saja ia lebih-lebih tak dapat memahami kesulitan yang dihadapi guru nona itu di masa lampau. Karena tiada jawaban, nona itu menghampiri oug It sin dan menepuk bahunya. "Sahabat Ong" Kembali dia berkata. "suhengku cuma mengumbar emosinya saja, kau tak perlu mempercayai perkataannya. Berjanjilah, jangan mencari urusan di bukit Tiong lam" Tiba tiba Ong It sin menengadah lalu tertawa terbahak- bahak, suaranya mengenaskan sekali. "Haaahhh... haaahh... haaahhh...jangan mencari urusan di bukit Tiang lam san?" Dengan gemas si nona melotot sekejip kearah sukonya, lalu gerutunya. "suko, coba lihat, urusan kau bikin kacau sehingga berubah jadi begini rupa, kalau suhu sampai tahu dan menegur kita, bagaimana kita harus mempertanggung jawabkan diri?^ "Aaaai... perduli amat, pokoknya selesai kita menyampaikan apa yang harus disampaikan, kita pergi saja meninggalkan tempat ini, perduli amat apa yang hendak dia lakukan?" Nona itu memandang sekejap wajah kakak seperguruannya, kemud ian berkata lagi. "suko, tak pernah kusangka kalau kau..... ternyata kau tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap keselamatan orang lain, tahukah kau bahwa perbuatanmu itu berarti telah mencelakai jiwanya " Pemuda itu masih berdiri dengan wajah gusar, tapi tampaknya dia memang merasa kalau bersalah. Karenanya sewaktu di tegur, dia tidak membantah atau memperdulikan sumoaynya, sebaliknya berpaling ke arah lain. Nona itu kembali menghela napas, sebelum dia mengetahui apa yang harus dilakukan, tiba-tiba terlihat olehnya kalau Ong It sin sudah putar badan dan keluar dari gua dengan langkah lebar. Cepat Cpat nona itu melompat maju dan menghadang dihadapan Ong It sin, teriaknya. "Sahabat Ong, kau hendak kemana?" "Pergi ke bukit Tiong lam untuk beradu jiwa" Jawab Ong It sin dengan suara lantang. "sobat Ong, kau tak boleh ke sana, sebab kalau ke situ berarti kau cuma menghantar nyawa saja" "Aku tahu perkataanmu itu benar, tapi sekalipun harus menghantar nyawa aku juga akan pergi." Nona itu mengetahui kalau Ong It sin adalah seorang pemuda yang keras kepala, sekalipun di nasehati juga tak ada gunanya, terpaksa ia berkata. "Dengan susah payah kami mencari dirimu, selain memberitahukan rahasia itu, masih ada suatu benda yang hendak kami berikan juga kepadamu. Nah, suko bawa kemari benda itu" Masih dalam posisi membelakangi gadis itu, pemuda tersebut melemparkan sebuah benda ke belakang. Dengan cepat gadis itu memungutnya dari atas tanah dan diangsurkan kehadapan Ong It sin. "Terima dulu benda ini" Katanya. Ong It sin coba memperhatikan benda apakah itu, ternyata cuma sebuah lencana yang terbuat dari bambu, lencana itu lebarnya beberapa inci dengan panjang tiga inci, pada permukaannya terukir pemandangan alam yang sangat indah. "Barang mainan apa ini?" Seru Ong It sin kemudian dengan mata melotot "apa gunanya benda itu bagiku? Aku tidak membutuhkannya" "sobat Ong, benda ini penting sekali artinya bagimu" Gadis itu menerangkan. "sebelum ayahmu beradu jiwa dengan musuh tangguh, ia telah mendatangi guru kami dan menyerahkan lencana bambu ini agar disimpan oleh suhu. Ayahmu berpesan agar delapan tahun kemudian benda ini baru diserahkan kepadamu. Ayahmu pun berpesan agar kau berangkat ke barat setelah mendapatkan lencana bambu ini, kau harus berkunjung kelembah Cong cu kok (lembah penyimpanan mutiara) di gunung Tay soat san" Ong It sin tidak tahu dimana letak bukit "Tay-Soat san" Tersebut, apalagi selat yang disebut Cong cu kok, boleh dibilang mendengar namanya belum pernah. "Tidak. aku tidak akan kesana" Serunya kemudian sambil gelengkan kepalanga. "aku tak akan ke Tay soat san, aku hendak mengunjungi bukit Thong lam san" "Tapi inilah pesan terakhir dari ong tayhiap. masa kau segan untuk menurutinya?" Teriak gadis itu sambil mendepak-depakkan kakinya ketanah lantaran jengkel. "pesan terakhir dari ayahku?" Ong It sin tertegun. "baik kalau begitu akan kukunjungi bukit Thong lam san lebih dulu, kemudian baru pergi ke mana? Bukit apa? oya bukit Tay soat san lembah Cong cu kok ...." Sambil ngerocos terus, dia menerima lencana bambu itu dan tanpa diperiksa lagi segera dimasukkan ke dalam saku. Dari sikapnya itu, boleh dibilang dia tak menaruh perhatian sama sekali terhadap pesan dari mendiang ayahnya. Gadis tersebut memandang sekejap wajah Ong It sin lalu berkata kembali. "Sahabat Ong, aku tak bisa membantu apa-apa lagi demi kepentinganntu, sebab kami harus berangkat ke luarperbatasan, baik baiklah menjaga dirimu" "Jangan berkata begitu nona" Buru buru Ong It sin berseru. "terlalu banyak sudah bantuan yang kau berikan kepadaku. sekalipun sukomu rada kasar dan mau menangnya sendiri, tapi aku tetap berterima kasih kepadanya sebab ia bersedia memberitahukan siapakah musuh besar pembunuh ayahku" Gadis itu mengeluh dihati, pikirnya. "Aaaai .... tak kusangka didunia ini masih terdapat orang jujur seperti dia, sayang bila ia berani mendatangi bukit Tiong lam san, sebab lebih banyak bahayanya dari pada untung" Semakin dipikir ia merasa semakin tak tega, dan hatinya semakin tak tenang, akhirnya dia hanya bisa berdiri termangu. "sumoay" Tiba tiba pemuda itu menegur "sudah selesai belum persoalanmu? Kita harus berangkat" Baru sekarang Ong It sin teringat untuk menanyakan nama orang-orang itu, cepat dia berkata. "Nona siapa nama mu? siapa pula gurumu?" "Aku bernama Bwe Yau, suko ku bernama Lau Hui, sedang nama guruku tak bisa dikatakan sebab hal ini merupakan rahasia. Tentunya saudara ong bisa memaklumi bukan?" Ong It-sin seorang pemuda yang tak pandai menggunakan otaknya untuk berpikir, sudah tentu jalan pikiranya tak dapat mencapai sejauh itu, maka dia gelengkan kembali kepalanya. "Maklum apa? Aku tidak tahu" Sahutnya. Bwe Yau seperti hendak mengatakan sesuatu lagi, tapi kakak seperguruannya keburu menarik lengannya dan diajak pergi. "Hayo berangkat, kita jangan memperdulikan orang goblok itu lagi" Serunya. Rupanya si gadis tak berani membantah perintah dari kakak seperguruannya lagi, mereka segera berkelebat dari gua, sekejap kemudian tubuh mereka sudah keluar dari dalam gua. Kembali Ong It sin berdiri termangu selama sesaat dalam gua itu, lalu baru teringat bahwa dia bisa terdorong masuk ke gua itu hiagga berjumpa dengan Bwe Yau serta suhengnya, tak lain karena didesak oleh angin pukulan akibat bentrokan antara pamannya melawan seorang laki laki setengah umur. Tapi aneh, kenapa suasana diluar gua begitu hening, tak kedengaran sedikit suarapun? Siapa yang berhasil memenangkan pertarungan itu? Dengan pcrasaan gelisah buru buru dia keluar dari gua tersebut dengan langkah lebar, dalam waktu singkat dia sudah berada diluar gua, tapi apa yang tertampak kembali membuat anak muda itu tertegun. Disana tak ada orang, suasana amat sepi, bukan saja si Dewa perak Li Liong dan laki laki setengah umur tak tampak lagi, malah dua orang lelaki berbaju putih dan perempuan berambut panjangpun tak nampak batang hidungnya lagi. Tadi perempuan berambut panjang terikat diatas sebuah tiang batu karang yang kuat, tapi sekarang tiang batu itu sudah patah menjadi dua bagian. Suatu firasat tak enak sempat menyelinap dalam hati kecilnya, meskipun ia belum tahu apa yang telah terjadi disitu, tapi secara lamat lamat ia sudah merasa bahwa keadaan pasti tidak menguntungkan bagi pihaknya. Maka sesudah termangu sejenak. dia lantas kabur menuju keluar lembah ........ Baru saja ia diluar lembab, tampak dua orang lari menyongsong kedatangannya, ketika bertemu dengan Ong It sin, mereka lantas berseru. "Beres, beres, sekarang beres sudah, dengan hadirnya Ong It sin, maka akhirnya ada juga orang yang mengiringi pamannya masuk ke liang lahat". Perkataan itu ibaratnya guntur yang membelah bumi disiang hari belong, Ong It sin tertegun dan untuk sesaat lamanya tak mampu mengucap sepatah katapun, kedua orang itu bukannya dia tak kenal, mereka adalah jago jago lihay dari perkampungannya, dihari hari biasa mereka selalu serius dan jarang bergurau, itu berarti perkataannya sekarangpun bukan cuma gurauan belaka. Lantas .... benarkah pamannya telah tiada? benarkah pamannya telah tewas? 0000d.w0000 ONG IT SIN masih berdiri termangu, kedua orang itu sudah menghampirinya, mereka menekan bahunya seorang sebelah dan berkata. "Perkampungan sudah terbakar habis, cengcu juga sudah pulang ke alam baka, mereka telah bubar, yang mati telah mati, beberapa orang murid cengcu juga sudah mampus semua, hayo cepat memberi hormat untuk jenasah cengcu, kalau mau menangis dulu, kami harus mengebumikan jenasahnya secepat mungkin" Sekujur badan Ong It sin gemetar keras, sampai dua baris giginya saling bergemerutukan, dia ingin berbicara tapi tak sepatah katapun yang mampu diutarakan keluar.... Perlu diketahul disini, meskipun kejadian yang berlangsungnya secara tiba-tiba ini menimpa diri seorang yang cerdas dan berotak normal, toh orang itu tetap akan kaget, gugup dan kelabakan, apalagipada dasarnya Ong It sin adalah seorang pemuda yang tidak mempunyai pendirian. Sambil menghela napas panjang, kedua orang itu mendorong Ong It sin maju ke depan. Kurang lebih lima kaki kemudian, setelah membelok pada suatu tikungan bukit, tampaklah mayat bergelimpangan diatas tanah, mayat-mayat itu jumlahnya mencapai tiga sampai lima puluhan orang, diatas sebuah batu besar berbaring pula sesosok tubuh. Meskipun masih jauh, Ong It sin dapat mengenali orang yang berbaring diatas batu itu tak lain adalah pamannya, Ong It sin merasa sepssang kakinya bertambah lemas, seandainya ia tidak dipegang secara paksa oleh kedua orang itu, mungkin sebelum tiba didepan batu besar tubuhnya sudah terjerembab. Ong It sin mencoba untuk mengerling sekejap sekeliling tempat itu, ia lihat kecuali ke dua orang itu, masih ada empat lima orang lagi yang berada disana, cuma mereka terluka semua. "Aiii pamanku telah mati .... ? Bagaimana...bagaimana matinya...?" Dengan gelagapan dia bertanya. "Sudah, kau tak usah banyak bicara lagi" Tukas seseorang dengan suara keras. "hayo cepat berlutut dan menyembah beberapa kali, selesai mengubur jenasah cengcu, kamipun akan meninggalkan tempat ini" Sambil berpegangan pada sisi batu besar, Ong It sin merangkak bangun, ia lihat paras muka Li Liong masih tetap segar, meskipun perasaan kaget, marah dan ngeri masih jelas tertera di atas wajahnya. Ketika sakujur badannya diperiksa pula, ternyata juga tidak ditemukan tanda luka barang sedikitpun juga, tanpa terasa Ong It sin menjulurkan, tangannya dan menyentuh lengan pamannya . Tapi dengan cepat la menemukan kalau tangan itu sudah dingin, jelas ia sudah mati lama. Ong It sin semakin tertegun. dia tak dapat membayangkan peristiwa apa yang sebenarnya telah berlangsung disitu dikala ia berada di dalam gua tadi. Bukankah sebelum tubuhnya terlempar masuk kedalam gua oleh angin pukulan pamannya berdua, jelas terlihat kalau posisi Li Liong berada diatas angin? Mengapa secara tiba tiba ia berubah menjadi begitu? "Apa ..... apa gerangan yang sebenarnya terjadi?" Kembali dia bertanya dengan suara gemetar. "bagaimana mungkin pamanku bisa mati .....? Katakanlah Katakanlah, apa yang menyebabkan kematian pamanku?" Tapi pertanyaan itu tak pernah dijawab oleh siapapun, malah seorang diantara jago-jago lihay maju menghampirinya dan menekan pemuda itu ketanah. "Hayo cepat menyembah, kami tak punya waktu banyak" Bentaknya Tanpa bisa dikuasai lagi Ong It sin berlutut dan menyembah beberapa kali dihadapan jenasah pamannya. Sambil menyembah, tiada hentinya dia bertanya siapa yang telah membunuh pamannya? Jago lihay dari mana lagi yang telah berkunjung ke perkampungan itu? Tapi tak seorangpun yang menjawab pertanyaannya, malah ketika dia selesai menyembah, seseorang segera mendorong tubuhnya ke belakang hingga terlempar beberapa tombak jauhnya dan jatuh terguling. Dikala ia dapat merangkak bangun lagi, dua orang telah menggotong jenasah Li Liong dan dimasukkan kedalam liang lahat yang sebelumnya telah dipersiapkan, kemudian dengan sebuah batu cadas yang amat besar, liang itu ditutup, Begitu batu sudah menutup liang kuburan, mereka bersama enam tujuh orang lainnya yang terluka sama sama memberi bormat dimuka kuburannya, tak seorang manusiapun yang berbicara, begitu ucapan selesai, mereka pun menggerakkan tubuh masing-masing dan berlalu dari tempat itu ....... Setelah semua orang berlalu dan disitu tinggal dia seorang diri, Ong It sin baru merangkak bangun dan lari kedepan batu cadas itu. Ia mencoba untuk mendorong batu tersebut, dia ingin bertemu lagi dengan pamannya, tapi batu itu terlampau berat, yang tak mungkin digeserkan dengan kemampuan yang dimilikinya. sudah beberapa kali dia mencoba tapi hasilnya tetap nihil, akhirnya dia hanya bisa berdiri didepan batu cadas itu dengan termangu. Yaa, kejadian tersebut memang diluar dugaan siapapun, pamannya yang sehari sebelumnya masih dielu-elukan, masih disanjung sanjung dan dihormati orang, sekarang telah bersemayam untuk selamanya dibawah tindihan sebilah batu cadas, sedang perkampungan keluarga Li yang begitu termashur, begitu mentereng dan kokoh, kini sudah tinggal puing puing yang berserakan. Hari semakin kelam, angin berhembus kencang memandang mayat yang menggeletak dimana mana Ong It sin mulai bergidik, bulu romanya pada bangun berdiri Akhirnya dia menghela napas dan bergumam. "Paman oh paman... bukannya aku tak ingin menemanimu, tapi sekarang aku sudah mengetahui siapakah pembunuh ayahku, mau tak mau aku harus pergi beradu jiwa, maka aku minta agar kau jangan menyalahkan diriku . " Berita kematian dari pamannya hanya ditanggapi dengan perasaan kaget, tertegun dan tindak tanduk yang kaku, boleh dibilang dia tak tahu apa artinya kesedihan. Tapi sekarang sesudah dia bergumam sekian lama dihadapan kuburan pamannya, rasa sedih baru timbul dari dasar hatinya, ia tak tahan lagi dan menangis tersedu-sedu. Begitu tangisannya meledak. segenap perasaan sedih yang selama ini mencekam perasaannya terlampiaskan keluar, begitu sedihnya dia memeras air mata sehingga entah berapa lama sudah dilewatkan tanpa terasa. Sudah setengah jam lebih pemuda itu menangis terus, tapi tak kunjung hentinya air mata bercucuran. "Maknya, apa yang telah terjadi?" Tiba-tiba dari belakang terdengar seseorang berteriak tersebut. Waktu itu udara sudah gelap gulita, sekeliling tempat penuh dengan mayat manusia, dikala sedang menangis sedih Ong It sin tidak begitu merasa takut. Tapi setelah ada orang berbicara secara tiba-tiba dari belakangnya, dia jadi amat terkejut hingga badannya menjadi merinding, cepat- cepat dia palingkan kepalanya. Sesosok bayangan manusia berdiri dibelakangnya, orang itu cukup dikenal olehnya, sebab dia bukan lain adalah manusia aneh berkepala besar berbadan pendek dan berambut emas itu. Dengan wajah keheranan manusia aneh itu celingukan kesana kemari, lalu serunya lagi tertahan "Heran Heran Apa yang telah terjadi disini?" Ong It sin tak bisa menjawab, dia cuma dapat memandang manusia aneh itu dengan mata terbelalak. karena terus terangnya saja, dia sendiri juga tak tahu apa yang telah terjadi detempat itu. Selangkah demi selangkah manusia aneh itu maju kedepan, setelah tiba dihadapannya diapun menegur. "Mana Li cengcu?" "Dia .....dia sudah mati" Jawab on it sin tergagap. "Aaah.... Kalau begitu kedatanganku terlambat, kedatangamku sangat terlambat" "Yaa, pamanku sudah mati, kau mau datang atau tidak juga tak menjadi soal ........" Pikiran maupun perasaan Ong It sin ketika itu amat kalut, apa yang dibicarakan juga ngawur dan tidak menentu, dia tak mau tahu bagaimanakah reaksi orang lain sesudah mendengar perkataannya . Orang aneh berkepala besar mendepakkan kakinya ke tanah sambil menghela napas tak hentinya. "Pamanmu sudah mati, tentunya para jago yang berkumpul dalam perkampungan ini ikut bubar bukan?" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Katanya lagi. "Yaa, yang mati sudah mati, yang bubar sudah bubar, bahkan aku ..... aku sendiripun tak dapat menemani pamanku" "Eng kau hendak kemana?" Tanya manusia aneh itu keheranan Ong It sin adalah pemuda tanpa pendirian, manusia semacam ini paling jujur dan tak bisa menyimpan rahasia. Baginya apa yang terpikir dalam hati boleh diberitahukan kepada siapapun, sebab baginya tidak berlaku kata yang bernama "rahasia" Itu. "Aku hendak kebukit Tiong lam san, aku hendak membalaskan dendam bagi kematian ayahku" Demikian katanya. Begitu mendengar nama "Tiong lam san", siluman aneh berkepala besar melompat ke udara saking kagetnya, dia menjerit keras dan berkaok-kaok ....... Ong It sin tak tahu apa sebabnya dia berbuat demikian, pemuda itu hanya bisa memandangnya dengan mata terbelalak lebar. "Kau hendak pergi ke Tiong lam san?" Teriak orang aneh itu lagi. "Benar, ayahku terbunuh oleh anggota perguruan tersebut, maka aku harus membalas dendam, aku harus beradu jiwa dengan bajingan itu" "siapa nama ayahmu?" Ong It sin menghela napas panjang. "Aaaai ... menyinggung dia orang tua, sebetulnya avahku juga seorang ternama, dia adalah Kwan tong tayhiap. Kim to bu tek (golok emas tanpa tandingan) ong Tang thian" Orang aneh itu manggut manggut berulang kali. "Ehmmm Memang terhitung mempunyai nama, tapi belum pantas mendapat predikat "tay hiap", apalagi julukannya "Kim to bu tek" Itu hahaha ....terlalu menggelikan, kalau dia memang tiada tandingan, kenapa bisa mati ditangan orang lain?" Ong It sin mendongkol sekali, matanya mendelik besar, terutama setelah mendengar bahwa manusia aneh itu memandang rendah kehebatan ayahnya, meski begitu, diapun merasa kalau perkataan orang ada benarnya juga, itu menyebabkan dia tak dapat membantah. Kembali manusia aneh barkepala besar berkata lagi. "Huuh .... Ayahmu yang kau katakan lihay saja sudah mampus dibunuh orang, apalagi kau? Masa kau dapat membalaskan dendam bagi kematiannya . ?" Ong It sin cuma melotot besar, sekali lagi dia tak mampu menjawab perkataan orang. "Aku lihat misimu untuk membalas dendam jelas akan gagal, percaya tidak? pasti gagal total" Manusia aneh itu menandaskan. Tiba-tiba paras muka Ong It sin berubah menjadi merah membara, dia berteriak. "Omong kosong, sekalipun dendam tak dapat kubalas, aku tetap akan pergi beradu jiwa. Kau tak usah menghalangi niatku, sekali aku bilang pergi, sekalipun harus mati juga pergi Hayo menyingkir, hayo cepat menyingkir dari hadapanku.." Manusia aneh berkepala besar itu tidak berbicara lagi, dia cuma mencibirkan bibirnya sambil mengejek. "Baik, akan kulihat kau mengantarkan jiwa kerdilmu Hayo sana, kenapa belum juga berangkat?" Tanpa banyak berbicara lagi, dia putar badan dan berlalu dari tempat itu. Ong It sin tidak menggubris pula orang aneh itu, dia meninggalkan tempat tersebut dengan langkah lebar, siang malam berjalan terus tiada hentinya, ketika fajar menyingsing keesokan harinya, dia sudah berada lima enam puluh li dari tempat semula. Selama hidup belum pernah ia mengunjungi bukit Tiong lam san diapun tak tahu bagaimana caranya untuk mencapai tempat itu, ketika fajar telah menyingsing, dia mulai bertanya tanya kepada orang dan melanjutkan perjalanan kembali. Beberapa hari kemudian, ia sudah tiba disekitar bukit tersebut, banyak pesiarah yang naik ke atas gunung untuk bersembahyang, maka dia membaurkan diri dengan para peziarah untuk meneruskan perjalanan mendaki bukit. Kurang lebih sepuluh li dari puncak bukit, muncul banyak gardu batu disepanjang jalan. Diantara gardu gardu batu ada empat buah diantaranya yang paling besar, gardu itu terbuat dari batu cadas yang berwarna putih salju, bangunannya kokoh dan mentereng. Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Pendekar Dari Hoasan Karya Kho Ping Hoo