Ceritasilat Novel Online

Sakit Hati Seorang Wanita 14


Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Bagian 14



Melihat Su Lok Bu menjadi marah, Thio Ki, orang pertama dari Liong-san Ngo-eng lalu berkata menyabarkan.

   "Su-ciangkun, harap tenang dan suka bersabar. Kami berlima mengenal betul j i-wi ciang-kun (perwira berdua) yang berjiwa pahlawan dan pendekar, dan kami juga sudah lama mengenal Tan-enghiong sebagai seorang pendekar gagah perkasa dan budiman. Ji-wi ciangkun adalah murid-murid Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai sedangkan Tan-enghiong adalah murid Kun-lun-pai. Tiga perguruan dan aliran silat yang terkenal memiliki murid-murid pendekar. Kami tidak membela Tan-enghiong, hanya ingin membikin terang persoalan di antara kalian. Karena Itu kami mohon sukalah ji-wi ciang-kun mendengarkan dulu penjelasan yang akan diberikan Tan-enghiong,"

   Cia Kok Han kini bicara.

   "Baiklah! Penjelasan apa lagi yang hendak diberikan kepada kami? Bicaralah"

   (Lanjut ke Jilid 14 - Tamat)

   Sakit Hati Seorang Wanita (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 14 (Tamat)

   Dia memandang kepada Tan Siong dengan sinar mata tajam penuh se lidik. Su Lok Bu juga mengangguk, tanda menyetujui ucapan rekannya.

   "Paman Su Lok Bu dan Paman Cia Kok Han, harap maafkan saya. Sama sekali saya tidak ingin membela Kim Cui Hong secara membuta. Dahulu saya sudah mencoba untuk mencegah dan menegurnya, namun sia-sia. Sekarang saya ingin bertanya, apakah ji-wi (kalian berdua) mengetahui mengapa Kim Cui Hong bertindak sedemikian kejamnya terhadap tiga orang itu?"

   Dua orang perwira itu saling pandang lalu menggeleng kepala.

   "Pui Ki Cong hanya memberitahu kepada kami bahwa Kim Cui Hong adalah musuh besarnya."

   "Baiklah, sekarang saya hendak menceritakan mengapa Kim Cui Hong bertindak sedemikian kejamnya terhadap mereka. Sembilan tahun yang lalu, Kim Cui Hong adalah seorang gadis remaja berusia enam belas tahun, puteri dari guru silat Kim Siok di dusun Ang-ke-bun. Kim Siok adalah seorang murid Siauw-lim-pai juga, seperti Paman Su Lok Bu."

   Su Lok Bu merasa tidak enak mendengar bahwa Iblis Betina itu puteri orang murid Siauw-lim-pai, berarti saudara seperguruan dengannya.

   "Ah, aku tidak mengenalnya sama sekali. Kalau dia benar murid Siauw-lim-pai, mengapa dia membiarkan puterinya menjadi jahat seperti itu?"

   "Maaf, Paman Su Lok Bu, agaknya Paman belum mengenal benar orang-orang macam apa Pui Ki Cong dan dua orang bekas tukang pukulnya itu, dan perbuatan apa yang mereka lakukan terhadap Kim Cui Hong."

   "Kami berdua sudah mendengar bahwa mereka pernah berbuat jahat terhadap Kim Cui Hong. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh gadis itu untuk membalas dendam sungguh di luar prikemanusiaan. la membuat tiga orang itu menjadi manusia-manusia cacat dan tidak berguna, hidup tidak mati pun bukan. Tan Siong, kalau engkau seorang murid Kun-lun-pai yang berjiwa pendekar, apakah engkau menganggap tindakan Kim Cui Hong itu benar? Ia menjadi begitu kejam seperti iblis, apakah pantas orang seperti itu dibela?"

   Kata Cia Kok Han.

   "Itu masih belum seberapa! Ia bahkan kini menjadi seorang pemberontak dan antek pemberontak Li Cu Seng! Dosanya benar-benar tak terampunkan!"

   Tambah Su Lok Bu.

   "Harap Paman berdua bersabar dan mendengarkan cerita saya. Sembilan tahun yang lalu, ketika Kim Cui Hong berusia enam belas tahun, ia menarik perhatian Pui Ki Cong yang kemudian meminangnya. Akan tetapi pinangan itu ditolak oleh Paman Kim Siok, ayah Cui Hong karena pertama, dia tidak suka puterinya dijadikan selir. Kedua, karena pada waktu itu Cui Hong sudah ditunangkan dengan seorang suhengnya bernama Can Lu San, murid Ayahnya sendiri. Penolakan ini membuat Pui Ki Cong dan Ayahnya marah, dan menggunakan kekerasan. Akan tetapi para tukang pukul mereka dikalahkan oleh Kim Cui Hong, Can Lu San dan Kim Siok. Keluarga yang maklum bahwa urusan akan menjadi besar itu lalu melarikan diri dari dusun Ang-ke-bun. Ketika mere ka tiba di kaki Pegunungan Tai-hang-san, mereka dapat dikejar oleh Thiancin Bu-tek Sam-eng (Tiga Pendekar Tanpa Tanding dari Thiancin) yang dibayar keluarga Pui Ki Cong untuk menangkap Cui Hong. Dalam perkelahian itu, Kim Siok dan Can Lu San tertawan. Kim Cui Hong ditangkap dan diserahkan kepada Pui Ki Cong. Paman tahu apa yang terjadi? Apa yang dialami oleh Cui Hong, gadis remaja berusia enam belas tahun yang tidak berdosa itu? la diperkosa oleh Pui Ki Cong di depan Ayah dan tunangannya sebelum mereka berdua mati dibunuh! Bukan hanya oleh Pui Ki Cong. Setelah puteri jaksa ini memperkosa dan menghinanya sampai bosan, lalu Cui Hong diserahkan kepada Thian-cin Bu-tek Sam-eng yang terdiri dari Gan Tek Un, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti. Tiga orang yang mengaku pendekar ini pun secara buas melebihi iblis sendiri bergantian memperkosa Cui Hong sekehendak dan sepuas hati mereka. Setelah mereka semua merasa bosan, mereka membawa tubuh Cui Hong yang sudah seperti mayat hidup itu ke tengah hutan dan meninggalkannya di hutan begitu saja! Nah, ji-wi (Anda berdua) dapat membayangkan apakah ada siksaan bagi seorang wanita yang lebih mengerikan daripada apa yang dilakukan empat orang itu?"

   Wajah Su Lok Bu dan Cia Kok Han berubah pucat. Mereka terbelalak saling pandang dan merasa benar-benar terkejut dan ngeri. Tak pernah mereka membayangkan bahwa Pui Ki Cong dan anak buahnya itu melakukan kebiadaban sehebat itu! Saking terkejut, bingung dan menyesal mereka tidak dapat mengeluarkan kata apa pun.

   "Paman berdua, dalam keadaan hampir mati lahir batinnya itu, muncul Toat-beng Hek-mo dan orang tua yang sakti itu menolong Kini Cui Hong dan mengambilnya sebagai murid. Setelah belajar selama tujuh tahun, Cui Hong lalu pergi dan melakukan balas dendam kepada empat orang yang telah menghancurkan hidupnya itu. Nah, sekarang Paman berdua dapat menilai apakah balas dendam yang dilakukan Cui Hong itu lebih kejam daripada apa yang la derita dari empat orang itu?"

   Su Lok Bu menghela napas panjang.

   "Hemm, sama sekali tidak pernah kusangka mereka melakukan perbuatan biadab sekejam itu. Akan tetapi, engkau tentu hanya mendengar cerita itu dari Kim Cui Hong. Bagaimana kami dapat yakin bahwa cerita itu tidak bohong?"

   "Sama sekali tidak bohong, Paman Su, karena saya mendengar cerita itu sejelasnya dari seorang di antara empat orang yang telah melakukan kebiadaban itu. Seorang diantara Thian-cin Bu-tek Sam-eng itu adalah Gan Tek Un, Paman saya sendiri. Dialah yang bercerita kepada saya sebelum dia meninggal dunia."

   "Sungguh biadab! Mereka memang pantas dihukum, akan tetapi mengapa Cui Hong tidak membunuh saja mereka melainkan menyiksa mereka? Bukankah itu merupakan perbuatan yang kejam sekali?"

   Kata Cia Kok Han.

   "Cui Hong tidak membunuh mereka karena ia sudah berjanji kepada gurunya bahwa dalam membalas dendam ia tidak boleh membunuh. Ia menaati pesan gurunya itu. Adapun tentang kekejaman itu, kita dapat memaklumi, Paman. Dendam sakit hati yang sedemikian hebat itu membuat ia menjadi mata gelap dan ingin membalas penderitaan yang ia rasakan selama hidupnya! Bahkan sampai sekarang Cui Hong masih menderita akibat kebiadaban mereka. Gadis itu tidak berani menikah karena merasa dirinya kotor. Pamanku sendiri, Gan Tek Un menghibur diri menjadi pendeta karena menyesali perbuatannya terhadap Cui Hong. Akhirnya, ketika Cui Hong datang, dia membunuh diri sebagai penebus dosanya terhadap Cui Hong. Sikap Pamanku ini masih baik karena dia mau bertanggung jawab dan menyesali perbuatannya. Akan tetapi, Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti tidak menyesali kebiadaban mereka, bahkan berusaha untuk menangkap Cui Hong. Kini, Paman berdua menyerahkan Cui Hong kepada mereka. Dapat Paman bayangkan kekejaman yang lebih biadab lagi tentu akan mereka lakukan terhadap Cui Hong!"

   Dua orang perwira itu terbelalak!

   "Celaka, kalau begitu kita harus menolongnya!"

   Kata Su Lok Bu.

   "Nanti du lu!"

   Kata Cia Kok Han.

   "Dalam urusan ini memang kita harus mencegah Pui Ki Cong dan dua orang anak buahnya menyiksa Kim Cui Hong. Akan tetapi ada satu hai yang menyakit kan hatiku. Mengapa gadis itu menjadi antek atau pembela pemberontak Li Cu Seng?"

   Tan Siong mengerutkan alisnya.

   "Untuk pertanyaan itu, Paman Cia, terus terang saja saya tidak dapat menjawabnya karena saya sendiri pun tidak atau beium mengerti. Bagaimana kalau sekarang kita tanyakan sendiri kepada Cui Hong untuk memastikan apakah Paman berdua tidak salah tangkap?"

   "Ji-wi Ciang-kun (Saudara Perwira Berdua), inilah saatnya kita semua mengetahui hal sebenarnya tentang Kim Cui Hong. Kalau benar-benar kita keliru memusuhinya dan ji-wi salah tangkap, sungguh kami berlima juga merasa bersalah karena kami pernah pula membantu ji-wi memusuhinya. Mari kita menemuinya dan mencegah tiga orang itu menyiksanya."

   Dua orang perwira yang sudah mulai merasa menyesal dan meragu akan urusan yang menyangkut Kim Cui Hong, menurut saja dan mereka semua, yaitu Liong-san Ngo-eng, Su Lok Bu, Cia Kok Han, dan Tan Siong pergi menuju ke gedung tempat tinggal Pui Ki Cong. Ketika delapan orang itu tiba di gedung itu, para pelayan yang sudah mengenal Su Lok Bu dan Cia Kok Han karena dua orang perwira itu pernah datang mengantarkan gadis tawanan, tidak mencegah mereka sungguhpun mereka terkejut dan juga takut sekali.

   Mendengar suara orang-orang datang di gedung itu, Bong Can dan Bong Lim yang ditugasi menjaga Kim Cui Hong yang kini telah dipindahkan di atas sebuah dipan dan terikat kaki tangannya, segera meninggalkan ruangan itu dan keluar. Mereka melihat delapan orang perwira dan sudah mengenai Su Lok Bu dan Cia Kok Han yang tadi datang mengantarkan gadis tawanan itu. Ketika mereka melihat Tan Siong di antara delapan orang itu, Bong Can dan Bong Lim terkejut dan girang.

   "Tan-suheng...!"

   Kata mereka sambil maju menghampiri. Biarpun Bong Can tiga tahun lebih tua daripada Tan Siong, namun dalam perguruan Kun-lun-pai Tan Siong merupakan suheng (Kakak Seperguruan) karena tingkatnya lebih tinggi. Dua orang kakak beradik ini amat mengagumi Tan Siong yang telah mengharumkan nama Kun-lun-pai dengan sepak terjangnya sebagai seorang pendekar budiman yang gagah perkasa.

   "Eh? Kalian berdua berada di sini, Sute? Apakah kalian bekerja kepada Pui Ki Cong itu?"

   Tanya Tan Siong dengan alis berkerut, heran dan tidak senang.

   Wajah kakak beradik Bong itu berubah merah. Mereka memang akhir-akhir ini merasa curiga kepada majikan mereka, terutama melihat sikap Lauw Ti dan kecurigaan mereka semakin hebat ketika mereka melihat Kim Cui Hong menjadi tawanan di situ. Mereka melihat sikap yang gagah perkasa dari gadis itu, sebaliknya mereka melihat sikap yang keras dan penuh kebencian dari t iga orang penghuni gedung.

   "Mengapa, Suheng?"

   Bong Lim bertanya.

   "Salahkah kami kalau bekerja di sini, sebagai pengawal Pui Kongcu yang cacat dan lemah itu?"

   "Hemm, mereka itu orang-orang jahat, Sute."

   Tan Siong lalu menceritakan semua perbuatan mereka terhadap Kim Cui Hong. Mendengar ini, Bong Can dan Bong Lim merasa menyesal sekali.

   "Ah, kami pun sudah curiga ketika melihat gadis tawanan itu. Kalau begitu, mar i kita temui Nona Kim."

   Kata Bong Can.

   Bong Can dan Eong Lim menjadi penunjuk jalan, mereka langsung menuju ke ruangan di mana Kim Cui Hong ditahan. Mereka berdelapan melihat gadis itu dibelenggu di atas sebuah dipan. Kaki tangannya terikat dan bajunya terkoyak, hanya mengenakan pakaian dalam. Akan tetapi gadis itu tampak tenang dan melihat keadaannya, agaknya dia tidak diganggu, mungkin hanya dicaci-maki saja. Akan tetapi melihat kedatangan orang-orang itu, Cui Hong terbelalak, apalagi ketika melihat munculnya Tan Siong bersama mereka. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa pemuda itu datang bersama orang-orang yang berpakaian perwira itu. Bahkan Tan Siong juga mengenakan pakaian perwira!

   "Hong-moi....!!"

   Kata Tan Siong dan suaranya mengandung kekhawatiran.

   "Siong-ko, mengapa engkau datang bersama mereka yang memusuhi aku?"

   Cui Hong bertanya ketika ia mengenai tujuh orang itu sebagai perwira-perwira yang pernah menyerang Li Cu Seng yang dibantunya karena ia melihat saudara sepupunya, Kim Lan Hwa, terancam bahaya.

   "Jangan engkau mencampuri urusanku, Siong-ko, agar engkau tidak dianggap jahat. Biarkan mereka membunuhku, aku t idak takut mati!"

   "Hong-moi...."

   Tan Siong berkata terharu.

   "Nona Kim Cui Hong, kami sudah mendengar akan riwayatmu. Akan tetapi sebelum kami memutuskan apakah engkau ini kawan ataukah lawan, katakan kepada kami mengapa engkau membela Pemberontak Li Cu Seng. Apakah engkau menjadi anggauta pemberontak, anak buah Li Cu Seng?"

   Tanya Su Lok Bu dan tujuh orang perwira itu menatap wajah Kim Cui Hong dengan tajam penuh selidik.

   "Hemm, siapa membantu Li Cu Seng? Aku tidak peduli akan semua perebutan kekuasaan antara sesama bangsa ini!"

   Jawab Kim Cui Hong.

   "Akan tetapi, Nona Kim Cui Hong, mengapa ketika pasukan menyerang Li Cu Seng, engkau membantunya?"

   Tanya pula Cia Kok Han, penasaran.

   "Bukan Li Cu Seng yang kubantu, melainkan Enci Kim Lan Hwa. Selir Panglima Bu Sam Kwi itu adalah Kakak sepupuku. Ia terancam, tentu saja aku membantunya. Sekarang terserah, kalian sudah menyerahkan aku kepada iblis-iblis itu. Aku tidak minta dikasihani!"

   Tiba-tiba terdengar suara bergedebugan di luar ruangan itu, disusul jeritan-jeritan kesakitan. Delapan orang itu terkejut dan mereka cepat berlari keluar dari ruangan itu. Suara gaduh itu datang dari ruangan dalam. Ketika tiba di luar ruangan mereka melihat beberapa orang pelayan berlarian keluar ketakutan dan terdengar suara cambuk meledak-ledak, disusul suara tawa bergelak. Mereka cepat menuju ke ruangan itu dan mereka melihat pemandangan yang mengerikan.

   Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun terkapar di atas lantai. Kursikursi roda mereka berantakan dan tubuh kedua orang itu hancur tersayat-sayat. Muka mereka hancur, bahkan perut Koo Cai Sun yang gendut itu terkoyak sehingga isi perutnya berhamburan. Darah membanjir mengerikan.

   Lauw Ti berdiri dengan senjata cambuknya di tangan. Senjata cambuk ini berwarna hitam, ujungnya dipasangi kaitan baja dan cambuk ini yang menghancurkan tubuh kedua orang itu. Lauw Ti masih terus menghantamkan cambuknya pada dua tubuh rekannya yang sudah hancur itu, sambil tertawa bergelak dan dia berloncatan dengan sebelah kakinya, lengan kirinya yang buntung bergerak-gerak seperti menari dan yang kanan mengayunkan dan memukulkan cambuknya sekuat tenaga sehingga terdengar bunyi meledak-ledak dan tampak daging dan darah muncrat berhamburan!

   "Ha-ha-ha, siapa berani melarangku? Ha-ha-ha, aku akan memperkosa Kim Cui Hong sepuasku, baru akan kusayat-sayat dagingnya sedikit demi sedikit sampai ia lebih cacat daripada aku. Kalian menghalangiku, harus mampus!"

   Lauw Ti tertawatawa dan memaki-maki.

   Kemudian dia melompat-lompat dengan sebelah kaki menuju ke ruangan di mana Kim Cui Hong terikat di atas dipan. Dia seolah tidak melihat adanya sepuluh orang yang muncul itu dan melewati mereka begitu saja. Sepuluh orang itu melihat betapa mata Lauw Ti berputaran, dan segala gerak-geriknya jelas menunjukkan bahwa dia benar-benar menjadi iblis, bukan saja wajahnya melainkan juga p ikirannya. Tidak waras dan telah kemasukan iblis.

   Sepuluh orang itu mengikut inya, hendak melihat apa yang akan dilakukan Lauw Ti yang kumat gilanya itu. Keadaannya benar-benar menyeramkan. Muka yang menyeramkan itu, juga kedua tangan dan pakaiannya bagian depan, berlepotan darah!

   "Ha-ha-ha, sekarang engkau akan membayar lunas semua perbuatanmu, Kim Cui Hong!"

   Dia melepaskan cambuknya lalu menubruk maju, tangan kanannya membentuk cakar hendak mencengkeram dan merenggut pakaian Cui Hong.

   "Piak! Desss....!"

   Su Lok Bu yang tak dapat menahan kesabarannya lagi sudah bergerak maju, menangkis tangan Lauw Ti yang hendak mencengkeram gadis itu, lalu mendorong sehingga tubuh Lauw Ti jatuh terjengkang.

   Lauw Ti menggereng seperti binatang buas. Matanya terbelalak dan liar, lalu dia mengambil cambuknya dan melompat bangun, kemudian dengan kaki sebelah berloncat-loncatan dia mengamuk, menyerang ke arah sepuluh orang itu. Akan tetapi sepuluh orang Itu adalah ahli-ahli silat yang tangguh, maka dengan mudah mereka menghindarkan diri dengan elakan. Lauw Ti lalu membalik dan cambuknya menyambar ke arah kepala Kim Cui Hong!

   Bong Lim yang merasa bertanggung jawab sebagai pengawal Pui Ki Cong dan majikannya itu terbunuh tanpa dia ketahui, marah sekali kepada Lauw Ti yang menjadi pembunuhnya. Maka melihat Lauw TI hendak membunuh Kim Cui Hong, dia bergerak ke depan dan pedangnya telah menembus dada Lauw Ti.

   Lauw Ti mengeluarkan jerit menyeramkan dan roboh terguling, tewas seketika. Agaknya nyawanya keluar bersama teriakannya tadi. Tan Siong lalu menghampiri dipan dan membebaskan Kim Cui Hong dari ikatan kaki tangannya.

   "Cu-wi Ciang-kun (Para Perwira Se-kalian), saya minta persetujuan cu-wi (kaiian semua) untuk mengajak pergi Nona Kim Cui Hong keluar kota raja. Kepada Liong-san Ngo-eng saya minta tolong agar menyampaikan hormat dan maafku kepada Ciong Goanswe karena saya terpaksa meninggalkan benteng."

   Baik Liong-san Ngo-eng, kakak beradik Bong, dan dua orang perwira Su Lok Bu dan Cia Kok Han, mengangguk dan tidak ada yang merasa keberatan. Mereka semua kini yakin bahwa tiga orang itu memang benar merupakan orang-orang berwatak jahat sekali dan Kim Cui Hong menjadi korban kebiadaban mereka.

   "Hong-moi, mari kita pergi!"

   Kata Tan Siong sambil membuka jubahnya dan memberikannya kepada Cui Hong untuk dipakai.

   Cui Hong mengangkat kedua tangan, dirangkapkan di depan dada memberi hormat kepada sembilan orang itu dan berkata.

   "Terima kasih atas kepercayaan dan kebaikan budi Cu-wi (Anda Sekalian) kepada saya."

   Tan Siong dan Kim Cui Hong lalu keluar dari gedung itu. Sembilan orang gagah itu lalu berunding apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Su Lok Bu yang dianggap sebagai yang tertua berkata.

   "Biarlah mayat-mayat ini diurus oleh para pelayan di sini. Aku akan melaporkan kepada pejabat yang berwenang mengurusnya. Urusan mengenai Kim Cui Hong kita rahasiakan saja karena kita pun ikut merasa malu bahwa kita pernah memusuhi ia yang sesungguhnya tidak jahat dan kita bahkan membantu orang-orang macam Pui Ki Cong dan anak buahnya yang amat kejam itu. Adapun Saudara Bong Can dan Bong Lim, kalau kalian hendak berbakti kepada kerajaan, mari kuhadapkan Ciong Goan-swe yang pasti dengan senang hati mere ka akan menerima kalian sebagai perwira. Juga tentang mundurnya Tan Siong akan kulaporkan kepadanya."

   Kakak beradik Bong itu setuju dan sembilan orang itu lalu keluar dari gedung tempat tinggal mendiang Pui Ki Cong. Jenderal Ciong menerima dua saudara Bong sebagai perwira dan sembilan orang ini menjadi rekan-rekan yang sepaham dan akrab. Akan tetapi tak lama kemudian, mereka merasa kecewa sekali setelah melihat keadaan pemerintahan Kerajaan Beng yang semakin rusak dan lemah. Kaisar Beng yang terakhir itu, yaitu Kaisar Cung Ceng, adalah seorang laki-laki yang lemah dan menjadi boneka dalam tangan para Thaikam (Laki-laki Kebiri atau Sida-sida) yang menguasai pemer intahan bersama para pejabat tertinggi.

   Boleh dibilang semua pejabat pemerintah, dari yang paling tinggi kedudukannya sampai yang paling rendah, dari yang bertugas di pusat sampai yang bertugas di daerah-daerah paling terpencil, semua melakukan korupsi besar-besaran dan menindas rakyat, berlumba mengumpulkan uang haram untuk memenuhi gudang uang mereka sendiri masing-masing. Mereka berlumba untuk bermewah-mewahan, bersenang-senang, menari-nari di atas penderitaan rakyat jelata. Hal-hai seperti ini diketahui oleh para pendekar sehingga mereka yang tadinya penuh semangat membela pemerintah Kerajaan Beng untuk menghadapi pemberontakan, mulai ragu dan penasaran.

   Sesungguhnya, keadaan brengsek dari Kaisar dan para pejabat itulah yang akhirnya akan menghancurkan Kerajaan Beng. Pemer intahan di negara manapun juga, pasti menjadi lemah dan akan runtuh kalau tidak mendapat dukungan dari rakyatnya. Cara tunggal untuk mendapatkan dukungan rakyat sepenuhnya, bukan dukungan karena ancaman atau suapan, hanyalah mengkikis habis korupsi, menindak dan menghukum petugas pemerintahan yang melakukan korupsi, menyejahterakan rakyat dan para pejabatnya memberi tauladan yang baik dengan bekerja keras dan bersih dari tindakan manipulasi dan korupsi. Kalau begini keadaannya, rakyat pasti juga akan bekerja keras, bersemangat membangun negara, yakin bahwa cucuran keringatnya akan membawa hasil bagi keluarga seluruh rakyat. Bukan bersemangat karena takut dihukum, karena hendak menjilat mengharapkan jasa dan sejuta keadaan timpang dan kepalsuan lagi.

   Li Cu Seng adalah seorang pemimpin rakyat yang gagah dan jujur. Dia memimpin rakyat dengan penuh semangat, semata-mata didasari keprihatinan melihat nasib rakyat yang semakin menderita di bawah pemerintahan Kaisar Cung Ceng, yaitu kaisar terakhir Dinasti Beng.

   Karena itu, dia didukung banyak rakyat dan dengan cepat dia menguasai daerah-daerah. Setelah dia berhasil menyelundup ke dalam kota raja dan melihat keadaan kota raja, mendengar dari para mata-mata bahwa pertahanan pemerintahan kerajaan di kota raja amat lemah, juga tidak ada bantuan dari Jenderal Bu Sam Kwi, panglima besar yang berjaga dan bertugas di utara, Li Cu Seng mengerahkan barisannya dan terus menyerbu sampai akhirnya memasuki kota raja Peking!

   Pasukan yang tadinya setia kepada Kaisar Cung Ceng, akhir-akhir ini berkurang kesetiaannya setelah melihat dengan jelas betapa yang berkuasa di istana sesungguhnya adalah para Thaikam yang korup dan sewenang-wenang mengumpulkan harta kekayaan untuk diri mereka sendiri. Maka, ketika pasukan rakyat pimpinan Li Cu Seng datang menyerbu, perlawanan pasukan kerajaan tidak sepenuh hati.

   Sebagian besar dari mere ka bahkan melarikan diri mencari selamat keluar kota raja. Memang ada yang berjiwa patriot, mempertahankan kota raja sampai tit ik darah penghabisan. Di antara mereka terdapat pula Su Lok Bu, Cia Kok Han, kelima Liong-san Ngo-eng, dua saudara Bong Can dan Bong Lim. Bersama sejumlah pendekar patriot, terutama para murid perguruan silat yang besar, mereka mempertahankan kota raja sampai akhirnya mereka gugur sebagai pahlawanpahlawan yang gagah perkasa.

   Memang benarkah pendapat para bijaksana bahwa terdapat tiga hal yang bisa meruntuhkan seorang laki-laki yang bagaimana gagah perkasa dan cerdik pandai sekalipun. Tiga hal itu adalah pertama kekuasaan, kedua harta-benda, dan ketiga wanita. Tiga hal ini dapat membuat hati seorang laki-laki yang tadinya sekuat baja menjadi cair dan lemah, membuat dia menjadi mabok. Mabok kuasa, mabok harta, dan mabok wanita membuat seorang laki-laki dapat melakukan hal-hal yang tadinya merupakan pantangan baginya.

   Satu di antara kelemahan-kelemahan pria itu hinggap pula dalam hati Li Cu Seng. Dia tergila-gila kepada Kim Lan Hwa yang memang cantik jelita wajahnya, indah menggairahkan tubuhnya, lemah lembut tutur sapanya, dan pandai membawa diri. Seorang wanita muda, berusia dua puluh lima tahun dan sedang masak-masaknya, dengan seribu satu macam daya tarik yang mempesona. Setelah membantu wanita ini melarikan diri dari kota raja, Li Cu Seng tidak mengirimkan wanita itu kepada suaminya, yaitu Panglima Bu Sam Kwi yang berada di utara menjaga tapal batas membendung gerakan bangsa Mancu yang mulai berkembang dan kuat. Akan tetapi dia sengaja membujuk Kim Lan Hwa agar mau menjadi isterinya!

   Ketika barisan rakyat yang dipimpin Li Cu Seng berhasil menyerbu kota raja, Kaisar Cung Ceng yang putus asa dan baru menyadari kesalahannya bahwa selama ini dia hanya menuruti semua kehendak para Thaikam dan hanya bersenang-senang tanpa mempedulikan urusan pemerintahan, lalu melakukan bunuh diri dengan cara menggantung diri sampai mati!

   Li Cu Seng menguasai kota raja dan dia pun lupa diri, hanya sibuk ingin membahagiakan Kim Lan Hwa yang tidak dapat menolak untuk menjadi isterinya. Para panglima dan perwira pengikutnya, merasa kecewa melihat betapa Li Cu Seng bersenang-senang saja dengan Kim Lan Hwa dan tidak mengembalikan selir Panglima Bu Sam Kwi kepada suaminya. Para pengikut itu condong kagum kepada Bu Sam Kwi yang tidak mau dipanggil Kaisar untuk mempertahankan kota raja. Bahkan sebagian besar dari mereka menghendaki agar kelak Bu Sam Kwi yang memimpin rakyat menjadi Kaisar baru. Bukan Li Cu Seng yang tidak berpendidikan tinggi dan bukan seorang ahli pemerintahan. Apalagi kini melihat Li Cu Seng bahkan tergila-gila kepada selir Bu Sam Kwi dan mengambilnya sebagai isteri, berarti merampas selir orang. Diam-diam mereka merasa penasaran.

   Li Cu Seng yang tadinya hanya seorang sederhana, kini tiba-tiba berada dalam keadaan yang serba gemerlapan, mewah, di puncak kekuasaan, dibuai kecantikan yang memabokkan dari Kini Lan Hwa, benar-benar menjadi lupa diri. Dia tidak mampu membangun sebuah pemer intahan baru dan tidak mendapat banyak dukungan dari para ahli dan cendekiawan.

   Sementara itu, tadinya Panglima Besar Bu Sam Kwi dengan sengaja membiarkan kota raja diancam pemberontakan Li Cu Seng. Sudah lama Jenderal Bu Sam Kwi merasa tidak senang dengan Kaisar Cun Ceng yang lemah. Sudah beberapa kali dia memperingatkan dan menasihati Kaisar, dan akibatnya malah dia diperintahkan untuk memimpin pasukan menjaga di timur laut untuk menahan serbuan bangsa Mancu. Dia seolah diasingkan oleh kaisar. Diam-diam dia merasa sakit hati dan dia pun bersimpati dengan gerakan Li Cu Seng yang memimpin barisan rakyat. Dia bahkan mempunyai maksud untuk bekerja sama dengan Li Cu Seng membangun kembali pemerintahan yang baik dan membasmi semua bentuk kemunafikan dan korupsi.

   Akan tetapi, ketika Bu Sam Kwi mendengar bahwa selirnya tersayang, Kim Lan Hwa direbut Li Cu Seng dan diperisteri, dia menjadi marah bukan main. Sebetulnya hal ini hanyalah persoalan pribadi yang kecil, memperebutkan seorang wanita cantik sehingga tidak diketahui orang lain. Sebagai seorang panglima besar, Bu Sam Kwi sendiri juga merahasiakan perasaan cemburu dan marah karena selirnya direbut ini. Bahkan para perwira pembantunya juga tidak tahu bahwa sikap Bu Sam Kwi yang berbalik membenci dan memusuhi Li Cu Seng sesungguhnya terutama sekali disebabkan karena selirnya direbut. Dia melakukan pendekatan dan persekutuan dengan musuh besar bangsanya, yaitu dengan bangsa Mancu. Diajaknya bangsa Mancu bergabung untuk menyerbu dan merebut kota raja Peking dari tangan pemberontak Li Cu Seng!

   Li Cu Seng belum sempat membentuk sebuah pemerintahan yang kuat ketika pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan bangsa Mancu datang menyerbu. Biarpun para pengikut Li Cu Seng melakukan perlawanan mati-matian, akhirnya mereka terpaksa melarikan diri ke barat setelah merampok kota raja habis-habisan. Peristiwa jatuhnya Kerajaan Beng yang disusul dengan kalahnya pasukan Li Cu Seng ini terjadi dalam tahun 16 yang merupakan berakhirnya Kerajaan Beng-tiauw di tangan Kaisar Cung Ceng yang lemah dan menjadi hamba nafsu kesenangannya sendiri sehingga kekuasaan terjatuh kepada para pejabat korup dan kepentingan rakyat terabaikan.

   Jenderal Bu Sam Kwi yang juga mement ingkan diri sendiri, ketika melihat bahwa selirnya tercinta, Kim Lan Hwa, ikut dibawa lari Li Cu Seng, segera mengerahkan pasukannya untuk melakukan pengejaran ke barat. Dia sama sekali tidak mempedulikan lagi kota raja Peking yang sudah didudukinya dengan bantuan bangsa Mancu. Tentu saja kesempatan baik ini dimanfaatkan bangsa Mancu yang cepat menguasai kota raja Peking dan menyusun kekuatan di situ. Peking menjadi benteng pertama yang amat kuat bagi bangsa Mancu dan dari sanalah kemudian mereka memperluas sayap mereka sehingga dapat menjajah seluruh daratan Cina.

   Sementara itu, Li Cu Seng dan sisa pasukannya, melarikan diri ke barat, dikejar-kejar pasukan Bu Sam Kwi. Jenderal Bu ini bersikeras untuk merampas kembali selirnya dari tangan Li Cu Seng. Para pengikut Li Cu Seng mulai merasa kecewa sekali akan sikap Li Cu Seng yang ternyata hanya pandai memimpin pemberontakan namun tidak pandai mempertahankan kota raja. Bahkan agaknya yang dipentingkan adalah menyelamatkan Kim Lan Hwa yang cantik agar jangan sampai dirampas kembali oleh Jenderal Bu Sam Kwi. Banyak perajurit mulai meninggalkannya ketika melihat bahwa mereka hanya diajak melarikan diri dan dikejar-kejar sehingga seringkali kehabisan dan kekurangan ransum. Mulailah mereka menyalahkan Kim Lan Hwa dan menuntut agar Kim Lan Hwa dikembalikan kepada Jenderal Bu Sam Kwi, atau dibunuh saja karena wanita itu agaknya yang menjadi gara-gara sehingga mereka dapat terpukul dan terusir dari kota raja.

   Akhirnya, karena Li Cu Seng t idak mau memenuhi kehendak para perwira dan perajurit, dia malah mati dikeroyok para perajuritnya sendiri dan Kim Lan Hwa juga tewas membunuh diri. Maka habislah sudah pasukan Li Cu Seng yang tadinya merupakan pasukan rakyat terkuat yang mampu menggulingkan Kaisar Cung Ceng. Sebagian dari mereka menakluk kepada Bu Sam Kwi dan memperkuat pasukan pimpinan Jenderal Bu ini.

   Akan tetapi, baru Jenderal Bu Sam Kwi menyadari kesalahannya ketika dia disambut dengan serbuan oleh pasukan bangsa Mancu ketika hendak kembali ke kota raja Peking setelah mendapatkan Li Cu Seng dan Kim Lan Hwa tewas. Pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang sudah kelelahan itu tidak kuat melawan pasukan Mancu dan terpaksa Jenderal Bu Sam Kwi membawa pasukannya melarikan diri jauh ke barat, sampai di daerah Se-cuan di mana dia menyusun kekuatan dan mendirikan pemerintah darurat. Di Se-cuan Jenderal Bu Sam Kwi menjadi seorang raja kecil yang berdaulatan dan bahkan sampai hampir t iga puluh tahun dia mempertahankan kerajaan kecil ini dan selalu menentang pemerintahan Kerajaan Ceng (Mancu) sampai t iba saat kematiannya.

   Gadis itu berwajah pucat, rambutnya terurai awut-awutan, pakaiannya kotor dan kusut, tubuhnya lemah lunglai. Sudah berhari-hari ia tidak makan tidak minum, sudah lima hari ia berjalan seperti orang kehilangan semangat. Kim Cui Hong kini bagaikan seorang mayat berjalan, tanpa tujuan, tanpa harapan, masa depannya gelap pekat, tidak ada sinar sedikit pun.

   Berbulan-bulan ia melarikan diri dari Tan Siong. Ketika dia diajak Tan Siong keluar dari kota raja, ia bagaikan seorang yang tidak sadar, ia hanya menurut saja, sampai mereka tiba jauh dari kota raja. Akan tetapi, kemudian ia menyadari keadaannya, la teringat akan semua pengalamannya, terutama sekali terbayang di depan matanya keadaan tiga orang korban penganiayaannya itu, tiga orang manusia yang mengerikan, la menyesali dirinya dan baru ia menyadari betapa kejamnya ketika ia membalas dendam. Perbuatannya itu bukan lagi merupakan kekejaman biasa, melainkan kekejaman iblis.

   Pantaslah kalau ia dianggap iblis betina! La jahat sekali, ia kejam, melebihi kekejaman empat orang yang dulu memperkosa dan menganiayanya. Ia merasa malu sekali melakukan perja lanan bersama Tan Siong, walaupun pria itu tidak pernah menyinggung masalah itu. Dan ia melihat betapa Tan Siong bersikap penuh kasih, penuh sikap menghibur dan berusaha membahagiakannya. Sikap Tan Siong ini semakin menghancurkan hatinya. Ia merasa tidak layak menerima perlakuan sedemikian baiknya, la tidak pantas dihormati, tidak pantas dicinta, apalagi oleh seorang pria seperti Tan Siong, seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman. Tidak, kedekatan mereka hanya akan mengotori nama baik Tan Siong. Karena itulah maka ketika pada suatu malam mereka bermalam dalam sebuah rumah penginapan dan seperti biasa Tan Siong menyewa dua buah kamar, diam-diam ia melarikan diri!

   Cui Hong maklum bahwa tentu Tan Siong melakukan pengejaran dan pencarian, maka ia melarikan diri dan mengembara tanpa tujuan sampai sekitar sepuluh bulan lamanya sejakia pergi meninggalkan Tan Siong. Karena selama beberapa bulan itu terjadi perang, pertama perang antara barisan pemberontak Li Cu Seng melawan barisan Kerajaan Beng, kemudian dilanjutkan perang antara barisan Li Cu Seng melawan barisan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan orang Mancu sehingga keadaan, menjadi gempar, maka Tan Siong mengalami kesulitan untuk dapat menemukan wanita yang amat dicintanya itu.

   Hari itu, Cui Hong berjalan mendaki bukit gersang itu. La hanya menurut saja ke mana kedua kakinya membawanya, la sudah merasa lelah dan tidak ada gairah hidup lagi. la melihat puncak bukit itu seolah menggapainya. Ia ingin ke sana dan tidak ingin kembali lagi.

   "Hong-moi!"

   Cui Hong tersentak kaget sampai terhuyung karena kakinya tiba-tiba menggigil dan tubuhnya yang sudah lemah lunglai itu seperti terdorong angin. Suara itu!

   "Hong-moi.... tungguuuu....!!"

   Tan Siong! Itu suara Tan Siong! Jantung Cui Hong berdegup keras seolah hendak meloncat keluar dari rongga dadanya. Ia mendengar langkah kaki berlari di belakangnya. Ia mencoba untuk lari, akan tetapi terkulai jatuh dan ia tentu akan terbanting ke atas tanah kalau saja tidak ada dua buah lengan yang menangkap dan merangkulnya.

   "Hong-moi!"

   Cui Hong pingsan dalam rangkulan Tan Siong! Cui Hong merasa seolah ia melayang-layang diantara awan putih. Senang sekali melayang-layang seperti itu, seorang diri, bebas dari segala sesuatu.

   "Hong-moi.... ah, Hong-moi....!"

   Suara ini seolah menyeretnya kembali ke bawah, la membuka mata dan melihat Tan Siong berlutut di dekatnya dan laki-laki itu menangis! Menangis sesenggukan sambil menyebut-nyebut namanya. Cui Hong merasa betapa mulutnya dan mukanya basah, terkena air yang sejuk. Ia sadar kembali dan teringat akan keadaannya, la tersusul oleh Tan Siong dan tadi ia tentu roboh pingsan. Kini ia rebah telentang di bawah pohon. Mukanya tentu dibasahi Tan Siong dan laki-laki itu tentu telah merawatnya, mungkin menyalurkan tenaga saktinya untuk membantunya memperkuat tubuhnya yang lemah.

   "Hong-moi.... Ya Tuhan, sukur engkau dapat sadar kembali! Hong-moi, aih, Hong-moi, mengapa keadaanmu sampai seperti ini? Mengapa engkau menyiksa diri sampai begini? Hong-moi, selama berbulan-bulan ini t iada hentinya aku mencarimu dan sukur saat ini Thian (Tuhan) menuntunku ke sini sehingga dapat menemukanmu."

   "Siong-ko...."

   Cui Hong berbisik lalu bangkit duduk. Cepat Tan Siong membantunya. Mereka saling berpandangan. Cui Hong melihat betapa Tan Siong berwajah kurus dan pucat. Duga pakaiannya kusut tak terawat. Mukanya ditumbuhi kumis dan jenggot yang awut-awutan pula.

   "Siong-ko.... mengapa engkau mengejar dan mencariku....? Mengapa, Siong-ko...?"

   "Engkau bertanya mengapa, Hong-moi? Karena engkau adalah satu-satunya orang yang kupunyai, satu-satunya orang yang kucinta, satu-satunya harapanku dan kebahagiaanku. Aku cinta padamu, Hong-moi, aku tidak mungkin dapat hidup tanpa engkau...l"

   
Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Cui Hong menatap wajah Tan Siong. Matanya yang sembab dan menjadi sipit membengkak karena kebanyakan tangis itu dilebar-lebarkan karena hampir ia tidak dapat percaya akan kata-kata yang keluar dari mulut pria satu-satunya di dunia ini yang dikaguminya dan dihormatinya.

   "Tapi.... aku.... bukan perawan lagi.... aku... aku telah ternoda..., kehormatanku telah diinjak-injak empat orang...."

   "Hong-moi, sudahlah jangan bicara lagi tentang hal itu. Aku cinta padamu, Hong-moi, aku mencinta pribadimu, lahir dan batinmu. Aku bukan sekedar mencinta keperawananmu atau kecantikanmu. Tidak peduli engkau perawan atau bukan, hal itu tidak penting bagiku. Apalagi aku tahu betul bahwa apa yang terjadi padamu itu bukan atas kehendakmu. Apakah engkau tidak percaya kepadaku, Hong-moi?"

   Pandang mata Cui Hong mulai ada sinar, walaupun masih redup.

   "Akan tetapi aku... aku seorang yang penuh dosa, penuh kekejaman... aku kejam dan buas seperti iblis!"

   Ia teringat akan penyiksaan-penyiksaan terhadap musuhmusuhnya, terbayang akan keadaan tubuh dan wajah tiga orang yang telah disiksanya. Ia tahu bahwa Tan Siong sama sekali tidak menyetujui dan menyukai batas dendam seperti itu.

   "Sudahlah, Hong-moi. Yang lewat biarlah lewat. Engkau melakukan semua Itu karena ketika itu engkau dibikin buta oleh dendam. Yang terpenting adalah sekarang ini. Aku yakin bahwa sekarang engkau telah insaf, telah sadar dan menyesali perbuatanmu. Penyesalan menuntun kepada pertaubatan dan orang yang menyesal dan bertaubat pasti akan diampuni oleh Tuhan. Sekarang aku mengulangi pernyataanku tempo hari. Aku cinta padamu, Hong-moi. Sudikah engkau menerimanya dan maukah engkau melanjutkan sisa hidup ini di sampingku? Aku hanya seorang laki-laki yang bodoh dan miskin."

   "Toako (Kanda), benarkah semua kata katamu Itu? Benarkah engkau masih mencintaku dan engkau tidak akan memandang rendah kepadaku?"

   "Memandang rendah? Sama sekali tidak, Moi-moi. Aku mencintamu, aku menghormatimu, aku memujamu, engkau... kalau engkau sudi menerimanya, engkau adalah calon isteriku, teman hidupku..."

   "Tan-toako... (Kanda Tan)...."

   Cul Hong menangis akan tetapi la tidak menolak ketika Tan Slong merangkul pundaknya.

   "Aku... aku tadinya seperti tenggelam ke dalam kegelapan... aku bingung, putus asa.... tidak tahu ke mana harus pergi, tak tahu apa yang harus kuperbuat selanjutnya, aku sebatang kara dan... setelah tugas balas dendamku habis, kukira... habis pula kehidupanku. Akan tetapi engkau... engkau membawa pelita dan aku... aku hanya pasrah, aku hanya ikut, ke manapun engkau membawaku.... aku... aku... ahhh...."

   Tan Siong merangkulnya dan dalam dekapannya itu tercurah semua kasih sayangnya kepada wanita itu. Sejenak mereka berangkulan dan bertangisan, tangis haru dan bahagia.

   Setelah tangis itu mereda, Tan Siong berbisik di dekat telinga calon isterinya.

   "Kita akan menghadapi tantangan hidup bersama Moi-moi. Kita kubur semua masa lalu karena yang penting adalah sekarang ini. Kita akan pergi jauh meninggalkan semua kenangan lama, memulai hidup baru, jauh di dusun yang bersih, dengan penduduk dusun di pegunungan yang sunyi, di antara rakyat yang bodoh dan lugu, di mana tidak ada terjadi kejahatan, pertentangan dan kebencian. Sekali lagi, jawablah, setelah engkau sudi menerima cintaku, maukah engkau menjadi isteriku, Kim Cui Hong?"

   Cui Hong mengangkat mukanya memandang. Muka mereka yang basah air mata saling berdekatan dan Cui Hong lalu menunduk dengan muka merah, menyembunyikan mukanya di dada Tan Siong dan jawabannya lirih sekali.

   "Sejak engkau mengaku cinta, aku sudah ser ingkali membayangkan dan mengharapkan hal ini terjadi, Toako... tak kusangka sekarang menjadi kenyataan ya, aku bersedia menjadi isterimu yang bodoh"

   Kedua orang muda itu tenggelam ke dalam kemesraan dua hati yang saling menemukan dan hanya mereka berdualah yang mampu menggambarkan bagaimana kebahagiaan yang dirasakan pada saat seindah itu. Tak lama kemudian, keduanya saling bergandeng tangan meninggalkan bukit itu, menuruni lereng dengan wajah yang cerah penuh sinar bahagia, penuh harapan dan penuh cinta kasih menyongsong kehidupan baru.

   Hidup adalah SEKARANG, bukan kemarin dan bukan esok. Hidup adalah saat demi saat, saat ini, sekarang, detik demi detik. Mengenang masa lalu hanya menimbulkan duka, kebencian, kekecewaan. Membayangkan masa depan hanya menimbulkan rasa kekhawatiran atau khayalan-khayalan muluk yang akhirnya mendatangkan kecewa kalau tidak terlaksana. Yang penting adalah SEKARANG, saat ini, detik demi detik. Saat ini selalu waspada, saat ini selalu sadar, penuh kewaspadaan dan perhatian terhadap segala sesuatu yang berada di luar dan di dalam diri kita, saat ini bersin, saat ini benar dan saat ini bahagia. Perlu apa menyesali dan menangisi masa lalu? Perlu apa pula mengharapkan masa depan? Hanya lamunan dan khayalan kosong belaka, bukan kenyataan.

   Apa yang belum terjadi, kita serahkan dengan sepenuh kepercayaan, sepenuh kepasrahan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa pun yang datang terjadi pada kita, kita terima dengan penuh kewaspadaan, tanpa penilaian untung rugi. Semua kejadian pasti ada sebabnya dan semua sebab berada di tangan kita sendiri. Tuhan itu Maha Adil, kalau tangan kita menanam yang buruk, pasti kita akan memetik buahnya yang buruk pula. Yang terjadi adalah kenyataan, dan sudah dikehendaki Tuhan, maka apa pun penilaian kita, manis atau pahit, menyenangkan atau menyusahkan, kenyataan yang sudah dikehendaki Tuhan itu sudah pasti benar dan adil karena Tuhan Maha Benar dan Maha Adil!

   Sampai di sini pengarang menyudahi kisah ini, kisah pembalasan dendam sakit hati seorang wanita, dengan harapan semoga para pembaca dapat menikmatinya dan menarik pelajaran bahwa dendam menimbulkan kebencian dan kemudian melahirkan perbuatan yang amat kejam. Sekian dan sampai jumpa dalam kisah-kisah lain

   Tamat

   Lereng Lawu, akhir 1991

   http://www.zheraf.net - http://zheraf.wapamp.com

   217

   

   

   


Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini