Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 23


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 23



"Kami dari pihak Siauw-Lim-Pai dapat menyadarkan pihak Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai bahwa mungkin ada pihak ke tiga yang melempar fitnah kepada Siauw-Lim-Pai untuk mengadu domba dan kami menjanjikan untuk mencari pembunuhnya. Ketika para tokoh kedua partai itu hendak meninggalkan Kuil Siauw-Lim, tiba-tiba ada orang melarikan puteriku yang sedang menunggu dalam kereta bersama Ibunya. isteriku yang mengatakan bahwa penculik itu memakai jubah Pek-Lian-Kauw dan puteriku yang lain memberi kesaksian yang membuat aku dapat menduga siapa adanya orang yang melakukan penculikan itu."

   "Hemm, siapa orang itu?"

   "Dia bergigi emas, Bhong-Pangcu!"

   Kembali Gan Hok San menatap wajah ketua itu penuh perhatian. Akan tetapi Bhong Khi menggelengkan kepalanya dan mengerutkan alisnya.

   "Aku yakin di Pek-Lian-Kauw tidak ada yang bergigi emas. Gan-Taihiap, agaknya kalian orang-orang Siauw-Lim-Pai telah tertipu. Aku lebih mencurigai Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai yang melakukan penculikan itu."

   "Tidak masuk akal! Untuk apa mereka menculik puteriku?"

   Bantah Gan Hok San,

   "Kenapa tidak masuk akal? Mungkin saja mereka itu hendak membalas dendam kepada Siauw-Lim-Pai! Karena engkau adalah juga seorang tokoh Siauw-Lim-Pai, maka mereka menculik puterimu sebagai pembalasan atas kematian murid-murid mereka,"

   Gan Hok San mengerutkan alisnya. Agaknya tidak mungkin penculikan itu dilakukan orang Bu-Tong-Pai atau Khong tong-pai. Mereka adalah pendekar-pendekar yang tidak mungkin melakukan perbuatan licik itu. Dia menggeleng kepalanya dan menatap wajah Bhong Khi.

   "Tidak mungkin mereka yang melakukannya, Bhong-Pangcu. Sudah kukatakan tadi bahwa penculiknya bergigi emas dan melihat ginkangnya yang amat tinggi, aku menduga bahwa dia tentu Si Banci Bergigi emas! Dan dia memakai baju Pek-Lian-Kauw.

   "Ini lebih tidak masuk akal lagi, Gan-Taihiap! Engkau, tentu tahu siapa Si Banci bergigi Ermas itu? Dia orang Mancu. Bagaimana bisa menjadi anggauta kami?"

   Ketua Pek-Lian-Kauw itu lalu bangkit berdiri.

   "Kita sudah cukup bicara, Gan-Taihiap. Sekali lagi kutekankan, bahwa puterimu tidak diculik oleh orang kami. Selamat jalan, Gan-Taihiap."

   Itu adalah pengusiran secara halus, Gan Hok San berpikir dalam hatinya bahwa biarpun Si Banci Bergigi Emas itu orang mancu dan bukan anggauta Pek-Lian-Kauw, namun antara Mancu dan Pek-Lian-Kauw ada persamaan politik, yaitu menentang Kerajaan Beng! Akan tetapi karena tidak ada bukti, diapun tidak mungkin dapat mendesak pihak Pek-Lian-Kauw yang menyangkal adanya hubungan antara Pek-Lian-Kauw dan Si Banci Bergigi Emas. Diapun bangkit berdiri dan menghela napas panjang.

   "Baiklah, terima kasih atas sambutanmu, Bhong-pancu. Aku pergi sekarang. Selamat tinggal."

   Gan Hok San meninggalkan perkampungan Pek-Lian-Kauw dan menuruni lereng itu. Tiba-tiba muncul belasan orang yang dipimpin oleh Coa Leng wakil ketua Pek-Lian-Kauw yang menghadang perjalanan Gan Hok San. Wakil ketua yang bertubuh tinggi besar dan bermuka brewok bengis itu membentak.

   "Orang she Gan, perlahan dulu!"

   Gan Hok San memandang dengan alis berkerut,

   "Hemm, Bhong-Pangcu sudah mengucapkan selamat jalan kepadaku. Sekarang engkau menghadang kepergianku apa maumu, Coa-Pangcu?"

   "Gan Hok San, engkau telah menuduh Pek-Lian-Kauw melakukan penculikan. Hal itu merupakan suatu penghinaan bagi kami. Aku tidak dapat tinggal diam saja!"

   "Coa-Pangcu, aku bukan menuduh buta tuli, melainkan ada alasannya. Lalu, engkau mau apa?"

   "Gan Hok San, engkau harus menjura tiga kali dan minta ampun atas tuduhanmu itu, kalau tidak, jangan harap dapat pergi dari sini!"

   "Hemm, aku, mencari puteriku yang hilang diculik orang. Aku tidak merasa bersalah, perlu apa minta ampun? Aku tidak mau!"

   "Kalau begitu, engkau memang patut dihajar! Coa Leng membentak dan dia sudah menyerang Gan Hok San dengan sepasang kepalan tangannya yang besar dan kuat. Melihat datangnya serangan yang cukup dahsyat itu, Gan Hok San cepat mengelak dengan loncatan ke samping. Akan tetapi Coa Leng yang sudah marah sekali mengejarnya dan, kembali tangan kirinya meluncur menonjok ke arah dada Gan Hok San. Pendekar ini miringkan, tubuhnya dan tangan kanannya berputar menangkis pukulan yang amat kuat itu.

   "Dukk...!"

   Dua buah lengan bertemu dan keduanya tergetar saking kuatnya tenaga yang terkandung dalam kedua lengan itu. Hok San yang diserang secara bertubi-tubi sampai enam jurus lalu membalas dengan serangannya yang lebih dahsyat sehingga Coa Leng terhuyung ke belakang. Pertandingan terjadi dengan amat seru. Coa Leng terkenal sebagai seorang yang memiliki tenaga besar. Dia mengandalkan tenaganya dan tadinya dia yakin bahwa dengan tenaganya yang besar itu dia akan mampu menghajar dan mengalahkan Hok San. Akan tetapi dia kecelik karena ternyata pendekar Siauw-Lim-Pai itu juga memiliki tenaga sinkang yang tidak kalah kuatnya. Bahkan setelah lewat dua puluh jurus, Coa Leng terdesak terus sehingga mundur dan lebih banyak mengelak dan menangkis dari pada menyerang.

   Coa Leng tidak akan terpilih menjadi pimpinan Pek-Lian-Kauw kalau tidak licik. Melihat betapa tangguhnya lawan dan maklum bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan pendekar Siauw-Lim-Pai itu, dia lalu memberi isyarat dengan tangannya dan belasan orang anak buahnya lalu menerjang maju dan mengeroyok Gan Hok San! Pendekar ini mengamuk dengan gagah perkasa. Dia merobohkan para pengeroyoknya itu dengan tamparan dan tendangan, akan tetapi dia membatasi tenaganya agar tidak sampai membunuh orang. Coa Leng sendiri terkena tendangan pada lambungnya sehingga roboh terpelanting. Dia menjadi marah sekali. Karena tendangan itu tidak membuat dia luka parah, maka dia cepat melompat dan mencabut senjatanya yang menyeramkan yaitu sepasang kapak yang berkilauan saking tajamnya.

   "Bunuh...!"

   Teriaknya pada anak buahnya. Para anak buah yang tadinya kocar-kacir diamuk Gan Hok San ketika mendengar teriakan ini lalu mencabut senjata mereka berupa golok atau pedang. Dengan senjata tajam di tangan, belasan orang itu menyerbu ke arah pendekar Siauw-Lim-Pai itu. Melihat ini, Gan Hok San lalu melompat jauh dan melarikan diri meninggalkan para pengeroyoknya. Melihat mereka memegang senjata, dia tidak berniat melayani mereka, karena dia maklum bahwa kalau dia mencabut pedangnya, tentu ada pihak lawan yang tewas atau terluka parah. Dia tidak menghendaki ini. Tekadnya hanya untuk mencari dan menemukan puterinya, bukan untuk mencari permusuhan. Coa Leng dan anak buahnya mengejar akan tetapi pendekar Siauw-Lim-Pai itu dapat berlari cepat sekali dan sebentar saja mereka telah kehilangan orang yang mereka kejar.

   Tan Song Bu dan Ouw Yang Lan melakukan perjalanan jauh menuju ke Sung-San dan akhirnya pada suatu siang tibalah mereka di depan Kuil Siauw-Lim-Pai yang besar dan megah itu. Mereka berdiri di luar pekarangan Kuil dan mengagumi bangunan besar yang bersejarah itu. Dari tempat inilah digembleng orang-orang gagah yang kemudian menjadi pendekar-pendekar gagah perkasa dan budiman di dunia persilatan. Nama Siauw-Lim-Pai menjadi besar dan terkenal karena sepak terjang para pendekar yang menjadi muridnya.

   "Bu-Ko, mari kita masuk saja!"

   Kata Ouw Yang Lan.

   "Nanti dulu, Lan-moi. Aku mendengar bahwa Biara Siauw-Lim-Si tidak menerima tamu wanita, bahkan kabarnya wanita dilarang keras memasuki Biara."

   "Mana ada aturan seperti itu? Kalau tinggal di Biara mungkin tidak diperkenankan, akan tetapi kalau berkunjung karena ada keperluan, masa tidak boleh? Kalau begitu, bagaimana kalau ada wanita yang memiliki keperluan dengan Siauw-Lim-Si seperti aku sekarang ini. Biar aku masuk, hendak kulihat bagaimana para Hwesio Siauw-Lim-Pai akan melarang wanita datang berkunjung"

   Kata Ouw Yang Lan yang berwatak keras itu. la sudah melangkah memasuki pintu pekarangan dan terpaksa Song Bu juga mengikutinya. Ketika mereka tiba di dekat sebuah pondok yang berdiri di pekarangan Kuil itu, empat orang Hwesio turun berlari-lari menghampiri mereka.

   "Ji-wi (kalian berdua) datang berkunjung ada keperluan apakah?"

   Tanya seorang di antara empat Hwesio muda itu. Song Bu mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan.

   "Maafkan kalau kami mengganggu. Kami ingin bertemu dan bicara dengan Ketua Siauw-Lim-Pai."

   "Untuk itu, harap Kongcu (Tuan Muda) memperkenalkan nama dan maksud ingin menghadap lebih dulu agar dapat kami laporkan kepada beliau. Setelah beliau menyatakan dapat menerima, baru Kongcu diperkenankan masuk. Akan tetapi bagi Siocia (Nona) ini, harap menunggu di luar saja dan maaf, karena wanita tidak diperbolehkan memasuki Biara."

   "Hemm, aku mempunyai keperluan dengan ketua Siauw-Lim-Pai, lalu bagaimana aku dapat bertemu dan bicara kepadanya kalau tidak boleh masuk Biara? Kalian ini Hwesio-Hwesio Siauw-Lim-Pai merupakan laki-laki yang sombong dan tinggi hati! Kalian memandang rendah wanita sehingga tidak membolehkan wanita masuk! Apa kalian kira kalau wanita itu mahluk rendah yang akan mengotori Biara kalian! Tidak ingatkah kalian bahwa Ibu kalian juga wanita?"

   Ucapan Ouw Yang Lan yang tajam dan keras itu sungguh mengejutkan empat orang Hwesio itu, akan tetapi juga membuat mereka tertegun dan tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Song Bu merasa tidak enak hati sekali mendengar ucapan Ouw Yang Lan yang di anggapnya terlalu keras dan mungkin akan menyulitkan mereka sendiri.

   "Lan-moi, para Hwesio ini hanya menaati peraturan yang telah ditentukan di Siauw-Lim-Si,"

   Kata Song Bu.

   "Kalau begitu si pembuat aturan itu yang tidak tahu diri, mungkin Ibunya bukan seorang wanita!"

   Kata Ouw Yang Lan lagi, semakin marah karena ia menganggap bahwa Song Bu berpihak kepada para pendeta Siauw-Lim.

   "Ibu, kenapa dua orang itu rIbut-rIbut? Apakah mereka itu datang untuk membikin kacau di sini?"

   Terdengar suara kanak-kanak. Mendengar itu Ouw Yang Lan dan Song Bu memutar tubuh memandang.

   "Hussh, Li Hong, jangan mencampuri urusan orang lain!"

   Seorang wanita cantik berusia empat puluh tahun lebih menegur seorang anak perempuan dengan suara halus. Anak perempuan itu berusia kurang lebih sembilan tahun. Ketika melihat wanita cantik itu, Ouw Yang Lan dan Song Bu terbelalak. Biarpun kini tampak lebih tua dari pada dahulu, namun mereka masih mengenal baik wanita itu. Ouw Yang Lan berlari menghampiri wanita itu, dikuti oleh Song Bu yang merasa girang bukan main. Diluar dugaan mereka malah bertemu dengan Sim Kui Hwa di sini!

   "Ibu Sim Kui Hwa...!"

   "Subo (Ibu Guru)...!"

   Ouw Yang Lan berlari menghampiri wanita itu diikuti oleh Song Bu yang merasa girang bukan main. Diluar dugaan mereka malah bertemu dengan Sim Kui Hwa di sini.!

   "Ibu...!! Ouw Yang Lan merangkul wanita itu. Sim Kui Hwa masih tercengang karena ia merasa tidak mengenal dua orang itu.

   "Ibu... aku Ouw Yang Lan!"

   "Dan saya Tan Song Bu!"

   Kata Song Bu.

   "Ahh... Lan-ji... Song Bu..."

   Sim Kui Hwa balas merangkul Ouw Yang Lan dengan girang sekali. Lalu ia menoleh kepada empat orang Hwesio yang berdiri dan memandang heran.

   "Beres, mereka ini adalah anak-anakku sendiri!"

   Mendengar ini, empat orang Hwesio itu mengangguk dan mereka kembali ke pintu gerbang dan memasukinya, lalu menutupkan daun pintunya yang amat tebal dan Kokoh kuat itu.

   "Mari masuk pondok, kita bicara di dalam!"

   Kata Sim Kui Hwa sambil menggandeng tangan Ouw Yang Lan. Mereka semua masuk dan duduk mengelilingi sebuah meja dalam pondok itu.

   "Li Hong, ini adalah enci Ouw Yang Lan yang pernah kuceritakan padamu. Dan dia adalah Kakak Tan Song Bu, Suhengnya."

   "Jadi enci Lan ini saudaranya enci Hui Ibu?"

   Tanya Li Hong.

   "Siapakah adik manis ini, Ibu?"

   Tanya Ouw Yang Lan yang merasa heran sekali mendengar anak perempuan itu menyebut Ibu pula kepada Sim Kui Hwa.

   "Ahh, panjang ceritanya, Lan-ji. Li Hong, engkau pergilah ke dapur dan masak air, buatkan air teh untuk kedua orang Kakakmu ini!"

   Perintah Sim Kui Hwa kepada Li Hong. Anak itu mengerutkan alisnya, Sebetulnya ia ingin sekali mendengar percakapan mereka. Li Hong adalah seorang anak yang keras hati dan cerdik. la bahkan berani membantah Ayahnya. Akan tetapi, terhadap Ibunya yang lemah lembut itu, ia taat sekali. Ketaatan yang timbul karena besarhya kasih sayangnya terhadap Ibunya. Maka, mendengar perintah Ibunya, ia turun dari kursinya.

   "Baik, Ibu,"

   Katanya patuh dan Li Hong lalu meninggalkan mereka, masuk ke dalam dapur.

   "Nah, sekarang akan kuceritakan semua agar kalian berdua tidak menjadi heran dan penasaran lagi. Lan-ji, anak itu bernama Li Hong, Gan Li Hong dan ia adalah anakku sendiri."

   Song Bu merasa heran, akan tetapi dia diam saja. Ouw Yang Lan terbelalak heran.

   "Akan tetapi, Ibu...!"

   "Dengarlah, Lan-ji, dan engkau juga, Song Bu. Ketika aku dan Ibumu dipisahkan oleh para penculik, aku dibawa pergi penjahat Tok-Gan-Houw Lo Cit. Akan tetapi aku lalu dipisahkan lagi dari Ouw Yang Hui yang dibawa pergi anak buahnya Ketika aku dibawa pergi Lo Cit, aku ditolong oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San. Dia mengantar aku kembali ke Pulau Naga. Akan tetapi Ayahmu, Ouw Yang Lee, bukan saja tidak mau menerima aku kembali, bahkan dia cemburu dan marah dan dia hendak membunuhku. Aku tentu sudah mati terbunuh olehnya kalau saja aku tidak dibela oleh pendekar itu. Peristiwa ini tentu telah diketahui pula oleh Song Bu."

   Sim Kui Hwa memandang kepada pemuda itu. Song Bu mengangguk.

   "Saya melihatnya, akan tetapi saya tidak berani mencampuri dan tidak berdaya, Subo."

   "Aku tidak menyalahkan engkau, Song Bu. Ketika itu engkau masih kecil, baru berusia kurang lebih sepuluh tahun. Apa yang dapat kau lakukan untuk menolong dan menentang Suhumu?"

   "Ibu, apa yang Ibu ceritakan itu sudah kudengar dari Bu-Ko, lalu bagaimana selanjutnya, Ibu?"

   Tanya Ouw Yang Lan tidak sabar.

   "Sikap Ayahmu itu menghancurkan hatiku, Lan-ji. Rasanya aku ingin mati saja. Aku tidak tahu di mana adanya Hui-ji bagaimana nasibnya. Suamiku menolak bahkan ingin membunuhku. Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Akan tetapi, Gan Hok San bersikap amat baik kepadaku. Dia menghIburku, menasihatiku, dan melindungiku mengajak aku tinggal di rumahnya. Karena dia adalah seorang laki-laki yang hidup seorang diri, maka akhirnya aku menerima pinangannya dan menjadi isterinya. Kemudian lahirlah Li Hong."

   Nyonya itu berhenti dan menundukkan mukanya, seolah merasa malu kepada Ouw Yang Lan bahwa ia telah menikah lagi dengan pria lain, bahkan sudah mempunyai seorang anak. Ouw Yang Lan yang cerdik itu dapat menduga sikap Ibu tirinya itu maka ia lalu berkata dengan nada suara menghIbur.

   "Ibu, kalau Ibu menikah dengan penolong Ibu, maka Ibu kandungku sendiri, juga sudah menikah, bahkan menikah dengan penculiknya."

   Biarpun berkata demikian, akan tetapi tidak ada nada marah atau mengejek dalam kata-kata gadis itu. Tentu saja Sim Kui Hwa terkejut bukan main mendengar pengakuan Ouw Yang Lan itu. Seketika lenyap rasa rikuh dan malunya ketika mendengar bahwa madunya bahkan telah menikah dengan penculiknya! la mengangkat mukanya memandang wajah Ouw Yang Lan dengan sinar mata seolah tidak mau percaya.

   "Apa yang telah terjadi dengan engkau dan Ibumu, Lan-ji? Cepat ceritakan kepadaku!"

   "Ketika Ibu kandungku dan aku dipisahkan darimu, kami dibawa pergi oleh Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Di tengah perjalanan, kami berusaha untuk melarikan diri darinya. Akan tetapi kami bahkan tertangkap oleh tiga orang jahat yang hendak berbuat keji terhadap Ibu. Untung Ciang Sek datang dan dia membunuh tiga orang penjahat itu. Tentu saja kami berterima kasih kepadanya. Di sepanjang perjalanan dia bersikap sopan dan baik kepada kami. Dia membawa kami ke Pek-In-San. Dia adalah Majikan Bukit Awan Putih itu. Kami tinggal di sana dan Ciang Sek bersikap baik sekali sehingga lambat laun Ibu tidak dapat menolak ketika dia meminang Ibu untuk menjadi isterinya. Akupun diperlakukan dengan baik seperti anaknya sendiri sehingga timbul pula rasa suka dan bakti dalam hatiku terhadap Ayah tiriku itu. Dia melatih aku dengan ilmu silat juga memberi pendidikan sastra. Setelah aku dewasa, timbul niatku untuk mencari engkau dan Hui-moi, Ibu. Aku bertemu dengan Kakak Song Bu ini dan kami berdua pergi mencari kalian. Aku berhasil nembunuh jahanam Lo Cit dan Bu-Ko mendengar bahwa Ibu dan Hui-moi dibawa oleh Pendekar Gan Hok san. Karena kami mendengar bahwa Gan-Taihiap adalah seorang tokoh Siauw-Lim-Pai, maka kami berdua hendak menghadap ketua Siauw-Lim-Pai untuk menanyakan di mana tinggalnya Gan Hok San. Sama sekali kami tidak pernah menduga bahwa kami akan bertemu dengan Ibu di sini."

   "Saya juga secara tidak tersangka-sangka pernah bertemu dengan adik Ouw Yang Hui, Ibu. la sehat dan baik-baik saja waktu itu. la tinggal di Nam-Po dan ia... ia..."

   Song Bu tak dapat melanjutkan ceritanya karena berat hatinya untuk memberi tahu Ibu kandung gadis itu bahwa gadis itu kini menjadi anak angkat seorang mucikari dan tinggal dalam sebuah rumah hIburan.

   "Aku sudah tahu, Song Bu. Hui-ji sudah pulang kepada kami dan ia telah menceritakan semua pengalamannya itu."

   "Hui-moi sudah pulang?"

   Tanya Ouw Yang Lan sambil melompat berdiri.

   "Di mana ia sekarang Ibu...? Di mana...? Aku ingin sekali bertemu dengannya, betapa rinduku kepadanya!"

   Bayangan khawatir dan duka yang tadi menyelubungi wajah cantik itu kini kembali lagi setelah tadi berubah cerah karena pertemuannya dengan Ouw Yang Lan.

   "Adikmu... ah.! adikmu...!"

   Tak dapat ditahan lagi, kedua mata wanita itu menjadi basah air mata. Pada saat itu, Li Hong memasuki ruangan membawa poci dan beberapa buah cangkir. la menaruh poci teh dan cangkir-cangkir itu ke atas meja dan ketika ia memandang kepada Ibunya, ia berkata.

   "Eh... Ibu menangis? Ibu tentu mengkhawatirkan enci Hui lagi. Jangan menangis, Ibu. Enci Hui pasti akan kembali!"

   "Ibu, apakah yang telah terjadi dengan Hui-moi? Di mana ia sekarang?"

   Tanya Ouw Yang Lan.

   "Kisahnya begini, Lan-ji. Hui-ji memang sudah kembali kepada kami di dusun Sia-Bun di lereng pegunungan Beng-San. Akan tetapi mendadak muncul Ouw Yang Lee yang hendak merampas Hui-ji. Gan Hok San memang dapat mengusirnya, akan tetapi kami khawatir kalau dia datang lagi bersama teman-temannya yang lihai. Maka kami lalu datang ke sini dengan maksud minta perlindungan dari para Suhu di Kuil Siauw-Lim-Si. Akan tetapi ketika kami bertiga, aku, Hui-ji dan Hong-ji ini sedang, menunggu dalam kereta karena Gan Hok San melihat pertemuan yang terjadi di depan pintu gerbang Kuil, mendadak muncul seorang yang menotok aku dan Hong-ji, lalu membawa lari Hui-ji."

   "Ah, siapa orang itu, Ibu? Siapa? Katakan padaku, akan kuhajar orang itu dan kurampas kembali Hui-moi!"

   Seru Ouw Yang Lan sambil mengepal tinju, mukanya merah, matanya berkilat. Sim Kui Hwa menggeleng kepala dengan sedih.

   "Kami semua tidak tahu dengan pasti, akan tetapi... menurut penyelidikan Gan Hok San, mungkin dia itu seorang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas, dan penculik itupun mengenakan jubah sebagai anggauta Pek-Lian-Kauw."

   "Kapan terjadinya hal itu?"

   Ouw Yang Lan mendesak.

   "Baru tiga hari yang lalu..."

   "Sudah, Ibu. Aku pamit, aku hendak pergi mengejar penculik itu, mencari Hui-moi sampai ketemu. Mari, Bu-Ko. Gadis itu lalu melangkah keluar pondok dengan cepat seolah-olah penculiknya berada di luar pondok. Song Bu hanya dapat mengikutinya setelah memberi hormat kepada Sim Kui Hwa.

   "Tunggu, enci Lan! Aku ikut!"

   Teriakan Li Hong ini membuat Ouw Yang Lan menoleh dan berhenti sejenak. Li Hong mengejarnya.

   "Aku ikut dengan enci Lan. Aku juga hendak mencari enci Hui. Aku berani melawan penculik!"

   Biarpun ia sedang marah sekali terhadap penculik, namun melihat sikap Li Hong, Ouw Yang Lan tersenyum juga. la senang kepada anak ini, sikapnya demikian gagah, tidak berbeda dengan ia ketika masih kecil. la mengelus rambut di kepala Li Hong.

   "Belum waktunya, Hong-moi. Engkau berlatihlah silat dengan tekun. Sepuluh tahun lagi baru boleh engkau malang melintang di dunia kang-ouw dan membasmi para penjahat!"

   Setelah berkata demikian, Ouw Yang Lan meloncat jauh ke depan dan lari cepat sekali, diikuti oleh Song Bu. Li Hong berdiri mengikuti bayangan dua orang itu dan termenung. la merasa kecewa sekali tidak boleh ikut, akan tetapi iapun menyadari kelemahannya. Baru mengejar dua orang itu saja ia tidak mampu, bagaimana ia akan dapat merampas kembali encinya dari tangan penculik yang lihai? Enci Lan benar, keluhnya dalam hati, ia harus belajar lagi sepuluh tahun baru akan mampu menandingi para penjahat besar. Sementara itu, Ouw Yang Lan dan Song Bu sudah menuruni lereng dengan ilmu berlari cepat mereka. Setelah tiba di kaki bukit, Ouw Yang Lan berhenti dan Song Bu otomatis berhenti pula.

   "Bu-Ko, penjahat yang menculik Hui-moi itu tentu lihai sekali. Buktinya dia berani menculik enci Hui di depan Biara Siauw-LIm Yang terkenal kuat dan para pemimpinnya ditakuti orang. Kukira orang yang memiliki kepandaian seperti itu tentu bukan orang yang tidak terkenal. Julukan Banci Bergigi Emas tentu dikenal banyak orang kang-ouw walaupun aku sendiri belum pernah mendengarnya. Apakah engkau pernah mendengar julukan itu, Bu-Ko?"

   Song Bu menggeleng kepalanya.

   "Aku belum lama meninggalkan Pulau Naga, belum lama berkecimpung di dunia kangaouw, Lan-moi. Akupun belum pernah mendengar julukan itu."

   "Sebaiknya kita sekarang membagi tugas, Bu-Ko. Engkau carilah orang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas itu. Aku sendiri hendak mencari ke Kotaraja."

   "Kenapa ke Kotaraja, Lan-moi?"

   "Hemm, aku masih curiga kalau-kalau Ouw Yang Lee yang berdiri di belakang peristiwa penculikan atas diri Hui-moi itu. Bukankah engkau mengatakan bahwa ia berusaha keras untuk membunuh Hui-moi, kemudian berusaha keras untuk mendapatkan kembali Hui-moi dengan maksud untuk dihadiahkan kepada Sribaginda Kaisar agar dia mendapatkan kedudukan tinggi? Atau mungkin juga Hui-moi akan serahkan kepada orang yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi di Istana. Siapa tahu? Orang itu, biarpun Ayah kandungku sendiri, ternyata amat jahat, serakah dan tega mencelakai isteri-isteri dan anak-anak sendiri. Aku harus menyelidiki ke sana, Bu-Ko."

   "Baiklah, Lan-moi. Akan tetapi berhati hatilah. Suhu Ouw Yang Lee..."

   "Engkau masih mengakui dia sebagai Gurumu?"

   Song Bu menghela napas panjang.

   "Biarpun aku sendiri tidak suka melihat sepak terjangnya, tidak suka melihat dia mengabdi kepada Thaikam Liu Cin dan para rekannya adalah datuk-datuk sesat yang jahat, namun bagaimanapun juga dia adalah Guruku dan sebagian besar ilmu-ilmu yang kumiliki adalah pemberiannya. Dan sebaiknya engkau bersikap hati-hati sekali. Para datuk sesat yang menjadi rekan-rekannya adalah orang-orang yang benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi, merupakan lawan yang berat. Apa lagi kalau engkau berhadapan langsung dengan Thaikam Liu Cin. Dia memiliki kekuasaan besar, yang terbesar di seluruh Istana sesudah Sribaginda Kaisar."

   "Baiklah, Bu-Ko. Aku akan ingat pesanmu dan akan berlaku hati-hati."

   Dua orang itu lalu berpisah mengambil jalan masing-masing dalam usaha mereka mencari Ouw Yang Hui yang dilarikan penculik.

   "Hayo cepat!"

   Pangeran Yorgi membentak marah. Dia adalah seorang ahli silat yang terkenal sekali dengan ilmunya meringankan tubuh sehingga dia mampu berlari secepat kuda. Biasanya dia kalau melakukan perjalanan menggunakan ilmunya sehingga perjalanan berlangsung amat cepatnya. Kini, dengan Ouw Yang Hui sebagai seorang tawanannya, dia harus berjalan perlahan-lahan karena gadis itu tidak dapat berjalan cepat. Tentu saja hal ini membuatnya mendongkol dan marah sehingga dia mengomel di sepanjang jalan. Kalau dia mau memondong gadis itu, tentu perjalanan dapat dilakukan lebih cepat. Akan tetapi dia tidak suka melakukan hal itu. Ada kelainan yang aneh dalam diri tokoh yang berdarah mancu ini. Dia tidak suka kepada wanita, makin cantik wanita itu, semakin tidak sukalah dia, behkan condong membencinya. Wanita cantik membuat dia cemburu dan muak.

   
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hayo cepat, keparat!"

   Bentaknya lagi sambil mendorong punggung Ouw Yang Hui. gadis itu terhuyung-huyung ke depan.

   Ouw Yang Hui menderita sekali. la letih luar biasa karena setiap hari dipaksa berjalan. Kaki dalam sepatunya sudah lecet-lecet dan membengkak. Rambutnya yang hitam lebat dan panjang itu awut-awutan, pakaiannya yang kedodoran itu kusut dan kotor. Wajahnya yang cantik jelita itu tampak pucat. la memaksa kedua kakinya untuk melangkah maju, akan tetapi dorongan itu membuat ia terhuyung-huyung dan akhirnya ia tidak kuat mempertahankan lagi dan terpelanting jatuh. Ouw Yang Hui merebahkan tubuhnya di atas tanah, menempelkan pipinya pada tanah dan ia memejamkan matanya. Alangkah nyaman dan nikmatnya rebah setengah menelungkup di atas tanah berumput itu. Bau tanah dan rumput demikian sedapnya. Seluruh tubuhnya yang kelelahan itu berdenyut-denyut nikmat sekali. Mau rasanya ia seterusnya dalam keadaan seperti itu.

   "Hayo bangun, keparat malas! Hayo bangun dan berjalan lagi. Kapan kita sampai ke tujuan kalau engkau bermalas-malasan seperti ini? Hayo bangun atau akan kuseret rambutmu!"

   Bentak Pangeran Yorgi berang. Perlahan-lahan Ouw Yang Hui membuka kedua matanya, lalu perlahan ia bangkit duduk. Kini ia mengangkat mukanya memandang kepada Pangeran Yorgi, sikapnya tenang dan berani, pandang matanya menentang mata penculiknya penuh tantangan.

   "Pangeran Yorgi, dari pada engkau menyiksaku seperti ini, lebih baik bunuh saja aku. Aku sudah tidak kuat berjalan lagi. Kalau engkau hendak membunuhku, lakukanlah dan semoga Thian akan mengampunimu."

   "Hemm, kalau saja aku tidak takut pada ia yang menyuruhku, untuk apa aku bersusah pAyah menjagamu setiap hari? Engkau tentu telah kubunuh di depan Kuil Siauw-Lim itu. Hayo bangun, perutku sudah lapar.

   Kita makan di dusun depan sana, tak jauh lagi dari sini. Cepat!"

   Pangeran Yorgi menyentuh pundak Ouw Yang Hui dengan ujung sepatunya. Akan tetapi gadis itu tetap rebah terku?ai dan ketika Pangeran Yorgi mengamatinya, dia mendapat kenyataan bahwa gadis itu telah roboh pingsan saking lelah dan kehabisan tenaga karena lapar!

   "Sialan!"

   Yorgi memaki dan membuang ludah ke kanan.

   "la pingsan kelelahan dan kelaparan. Terpaksa harus mencari makanan dan minuman untuknya. Sialan!"

   Dia lalu menggunakan jari tangannya menotok kedua pundak Ouw Yang Hui yang pingsan itu agar kalau gadis itu siuman dari pingsannya, ia tidak akan dapat bergerak dan tidak dapat melarikan diri. Setelah memaki beberapa kali lagi, Yorgi melompat dan seperti terbang saja dia sudah meninggalkan tempat itu menuju ke dusun yang sudah tampak genting rumahnya dari situ. Ouw Yang Hui menggeletak lemas. la tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Begitu siuman dari pingsannya, ia membuka matanya dan matanya silau oleh cahaya matahari yang menembus celah-celah daun pohon.

   Kemudian ia teringat bahwa ia tadi terguling jatuh ke atas tanah, dimarahi dan dibentak Yorgi. la merasa heran. Yorgi tidak ada lagi disitu! la hanya seorang diri! Hal ini mengejutkan, mengherankan akan tetapi juga menggirangkan hatinya. la harus cepat pergi dari tempat itu! la menjadi bersemangat kembali, lupa akan kelelahan dan kelaparan yang menggerogoti perutnya. la berusaha bangkit, akan tetapi tidak mampu menggerakkan seluruh tubuhnya! la hanya menggeletak lemas, sama sekali tidak berdaya. Pergaulannya dengan keluarganya dan dengan Sin Cu membuat ia mengerti bahwa ia tentu telah ditotok oleh Pangeran Yorgi sebelum ditinggalkan. la merasa nelangsa kembali dan teringat kepada Sin Cu. Kalau saja ada kekasih atau tunangannya itu di situ, Pangeran Yorgi tentu akan dihajar dan ia dapat diselamatkan.

   Hatinya diliputi kedukaan. Baru saja dia terangkat dari keadaannya yang membuat ia selalu gelisah ketika masih berada di rumah Cia-Ma, bertemu dengan Sin Cu, kemudian bertemu dengan Ibu kandung, bahkan lalu ditunangkan dengan Wong Sin Cu pria yang dikagumi dan dicintanya, baru saja ada cahaya terang bersinar dalam hidupnya, membuatnya bahagia sekali, sekarang secara tiba-tiba kebahagiaan itu direnggut orang dengan paksa! la membayangkan dengan sedih betapa Sin Cu, Ibu kandungnya, Li Hong, dan Gan Hok San tentu menjadi gelisah bukan main kehilangannya. Melihat sikap Pangeran Yorgi yang seperti orang gila dan kejam sekali itu, hampir tidak ada harapan baginya untuk dapat lolos dari tangannya, untuk dapat bertemu dan berkumpul kembali dengan orang-orang yang ia cinta.

   Hatinya menjadi gelisah sekali. Biarpun ia sudah pasrah kepada Tuhan, namun bayangan-bayangan mengerikan yang mungkin menimpa dirinya membuat gadis itu ketakutan dan tanpa disadarinya, air mata mengalir keluar dari kedua pelupuk matanya. Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki dari arah belakang kepalanya. la terkejut dan mengira bahwa Pangeran Yorgi yang datang. Kernudian kedua pundaknya ditotok orang dan iapun dapat menggerakkan tubuhnya kembali. Karena menduga bahwa orang yang membebaskan totokannya tentulah Pangeran Yorgi, maka Ouw Yang Hui bangkit duduk dengan malas malasan dan siap untuk tersiksa lagi harus melakukan perjalanan yang berat dan jauh dengan kedua kaki yang sudah membengkak.

   "Hui-moi...!"

   La terkejut, memutar tubuhnya dan matanya terbelalak melihat bahwa orang yang berada di depannya, yang berjongkok sambil tersenyum, sama sekali bukan Pangeran Yorgi, melainkan Tan Song Bu.

   "Bu-Ko... Ah... Bu-Ko..."

   Ouw Yang Hui menjerit dan saking gembiranya, saking lega dan juga terharunya, ia menubruk dan merangkul pemuda itu sambil menangis. Selama hidupnya Song Bu belum pernah bergaul dekat dengan wanita, apa lagi memeluknya. Kini dia terpaksa memeluk karena Ouw Yang Hui merangkulnya dan jantungnya berdegup keras sekali. merasa aneh. Kulit tubuh orang yang dipeluknya itu demikian halus, demikian lembut dan hangat. Timbul rasa sayang yang amat besar dalam hatinya terhadap Ouw Yang Hui.

   "Hui-moi, kenapa engkau sampai begini...?"

   Song Bu mengelus rambut yang kusut itu, meraba muka yang basah air mata itu.

   "Apa yang terjadi denganmu? Mana itu orang yang menculikmu, Hui-moi?"

   Mendengar pertanyaan itu, Ouw Yang Hui teringat akan penculiknya dan rasa takutnya timbul kembali. la melepaskan rangkulannya, lalu bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling.

   "Hati-hati, Bu-Ko. Dia... dia manusia iblis itu, dia lihai sekali..."

   Song Bu juga bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling.

   "Di mana dia, Hui-Moi? Di mana penculik itu?"

   Tanyanya dan hatinya sudah menjadi marah sekali. Tiba-tiba terdengar suara tawa nyaring meninggi.

   "Hi-hi-hi-hik! Bocah tampan dari mana berani mengganggu tawananku?"

   Song Bu cepat memutar tubuhnya dan dia hanya melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun, bertubuh tinggi kurus, mukanya tampan dan senyumnya genit, matanya juga melirak-lirik genit seperti seorang wanita, Ketika tersenyum, ada kilatan emas pada giginya. Sekali pandang saja yakinlah sudah hati Song Bu bahwa dia berhadapan dengan Orang yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas yang menculik Ouw Yang Hui. Mukanya menjadi merah dan hatinya panas sekali karena marah.

   "Hemm... kiranya engkau ini jahanam yang telah menculik adik Ouw Yang Hui? Sekarang engkau bertemu dengan aku, berarti engkau akan mampus untuk menebus dosamu!"

   Pangeran Yorgi sudah melihat ketampanan pemuda itu dan hatinya tertarik sekali. Pangeran peranakan Mancu ini memang mempunyai kelainan, yaitu selain membenci wanita diapun suka sekali kepada pria tampan dan muda. Setiap kali melihat seorang pria muda yang tampan, gairah berahinya berkobar. Mendengar ucapan Song Bu yang bernada marah itu Yorgi tersenyum genit.

   "Aihh, orang muda yang tampan, orang muda yang gagah. Mengapa kita harus saling bermusuhan hanya karena seorang wanita? Orang muda, dari pada kita mesti bermusuhan, lebih baik kalau kita bersahabat, bukan?"

   "Keparat, engkau tentu yang berjuluk Si Banci Bergigi Emas itu, bukan? Kulihat engkau ini hanya seorang gila yang sudah bosan hidup!"

   Bentak Song Bu.

   "Heh-heh-heh! Bagus sekali kalau engkau sudah tahu siapa aku! Akan tetapi engkau tentu belum tahu bahwa Si Banci Bergigi Emas adalah seorang Pangeran. Aku adalah Pangeran Yorgi. Kalau engkau mau menjadi sahabat baikku, engkau akan hidup mulia dan terhormat. Marilah kita bersahabat orang muda,"

   "Gila! Siapa sudi bersahabat denganmu? Aku jijik dan muak melihat sikapmu yang seperti orang gila! Aku bahkan ingin membunuhmu!"

   Bentak Song Bu. Kini Pangeran Yorgi menjadi marah pula. Sepasang alisnya berkerut dan pandang matanya tidak manis lagi, senyumnya menghilang dan kini mulutnya cemberut.

   "Orang muda, engkau sombong sekali. Baiklah, kalau engkau lebih suka mati, aku akan melempar nyawamu ke neraka. Akan tetapi sebelum mampus, katakan dulu siapa namamu!"

   "Dengar baik-baik agar engkau jangan mati penasaran tanpa mengetahui siapa yang membunuhmu. Aku adalah Tan Song Bu."

   "Tan Song Bu, engkau tidak mau kuajak hidup bersenang-senang di sorga, biarlah kukirim engkau ke neraka!"

   Bentak Pangeran Yorgi dan diapun menerjang dengan serangan yang dahsyat. Tangan kirinya menampar ke arah rmuka Song Bu, dan pada detik berikutnya tangan kanannya mencengkeram ke arah perut pemuda itu. Serangannya ini hebat bukan main. Selain mengandung hawa pukulan yang amat kuat, juga gerakannya cepat sekali.

   "Wuuuuuttt... plak...!"

   Song Bu juga bergerak cepat. Tamparan ke arah mukanya dapat dia elakkan dengan miringkan tubuh dan dia melangkah mundur sambil menangkis cengkeraman ke arah perutnya. Ketika kedua lengan bertemu, keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar, tanda bahwa tenaga lawan amat kuatnya. Song Bu tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk menyusupkan serangan ke dua. Dia sudah membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Dia mainkan ilmu silat Liong-To-Kun (Silat Sakti Pulau Naga), yaitu silat aliran Pulau Naga yang menjadi silat khas Pulau Naga yang diciptakan Ouw Yang Lee. Dan untuk melengkapi silat ini, dia menyerang dengan pengerahan Ang-Tok-Ciang (Tangan Beracun Merah) yang merupakan ilmu andalan Pulau Naga Kedua tangannya berubah merah sekali kedua tangan ini mengandung hawa beracun yang amat hebat.

   "Aihh! Ang-Tok-Ciang?"

   Pangeran Yorgi berseru kaget dan diapun cepat berkelebatan mengelak lalu membalas dengan pukulan dan dibarengi cengkeraman tangan kedua yang menjadi andalannya. Mereka saling serang dan keduanya sama gesitnya. Pangeran Yorgi memiliki ginkang amat hebat, namun Tan Song bu juga terkenal dengan sebutan Bu-Eng-Kui (Setan Tanpa Bayangan) karena dia dapat bergerak cepat sekali sehingga pemuda itu dapat mengimbangi walaupun dia masih kalah cepat. Setelah mereka saling serang selama tiga puluh jurus lebih dan keduanya masih belum ada tanda-tanda siapa yang lebih unggul, Song Bu mengubah permainan silatnya. Kini dia mainkan Im-Yang Sin-Ciang yang pernah dipelajarinya dari Im Yang Tojin.

   "Heii! Ini Im-Yang Sin-Ciang!"

   Pangeran Yorgi kembali berseru heran. Diam-diam Song Bu terkejut juga. Lawannya itu agaknya mengenal semua ilmunya. Karena mengenal Im-Yang Sin-Ciang, maka Pangeran Yorgi tentu saja dapat menyambutnya dengan baik. Kembali perkelahian itu berlangsung ramai dan seimbang. Puluhan jurus berlalu dan keduanya masih berimbang. Ouw Yang Hui menonton dengan jantung berdebar tegang. la tahu betapa lihainya penculiknya dan tentu saja ia amat khawatir kalau-kalau Song Bu akan kalah. Kalau ia mempergunakan kesempatan selagi penculiknya bertanding melawan Song Bu untuk melarikan diri, tentu besar kemungkinan ia akan dapat meloloskan diri.

   Akan tetapi hatinya tidak mengijinkan ia meninggalkan Song Bu yang sedang mati-matian membelanya itu begitu saja. Song Bu menjadi penasaran sekali. Serangan serangan lawan itu dapat. dia hindarkan dengan tangkisan dan elakan. Dan dalam adu tenaga ketika dia menangkis, mendapat kenyataan bahwa dalam tenaga, dia lebih kuat sedikit. Akan tetapi kelebihannya ini ditutup kekurangannya dalam hal kecepatan gerak. Dalam meringankan tubuh dia harus mengakui bahwa lawannya itu hebat sekali. juga orang banci bergigi emas itu mengerti ilmu-ilmunya. Ketika dia mencoba untuk mempergunakan Pek-Tok-Ciang dan Hek-Tok-Ciang yang dia pelajari dari Hek Pek Moko, Pangeran Yorgi itu mengenali pula. Ketika Song Bu menyerangnya dengan kedua tangan, yang kiri mengandung Hek-Tok-Ciang dan yang kanan mengandung Pek-Tok-Ciang, Pangeran Yorgi melompat jauh ke belakang.

   "Heii! Engkau menggunakan Hek-Tok-Ciang dan Pek-Tok-Ciang!"

   Katanya memandang tangan kiri Song Bu yang berubah hitam dan tangan kanannya yang berubah putih.

   "Apa hubunganmu dengan Hek Pek Moko, dengan Im-Yang-Pai, dan dengan Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee?"

   Teriaknya. Song Bu merasa sebal mendengar nama-nama itu. Dia menjadi marah kepada dirinya sendiri karena dia mempelajari semua ilmunya dari mereka itulah! Pada hal dia membenci orang-orang itu. Maka, dia lalu mencabut pedangnya dan membentak.

   "Pangeran Yorgi, bersiaplah engkau untuk mampus di ujung pedangku!"

   Melihat pemuda yang tangguh itu melolos sebatang pedang yang berkilauan dan berwarna agak kebiruan, tahulah Yorgi bahwa pedang itu mengandung racun yang berbahaya. Diapun cepat mencabut pedang bengkok dari punggungnya dan ketika pedang di tangan Song Bu menyambar menjadi sinar kebiruan, Yorgi cepat menangkis sambil mengerahkan tenaga, mencoba untuk membabat buntung pedang lawan.

   "Traaang...!!"

   Keduanya tergetar, pedang mereka terpental, akan tetapi kedua pedang itu tidak rusak. Yorgi terkejut.

   Pedangnya terbuat dari logam baja pilihan berwarna hitam yang terkenal kekuatannya, akan tetapi ternyata tidak mampu merusak pedang lawan. Song Bu menyerang dan memainkan Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Beracun Pelenyap Nyawa) dan mendesak terus. Sekali ini, dalam adu silat pedang, Pangeran Yorgi terpaksa harus mengakui keunggulan lawan. Dia mempertahankan diri mati-matian, akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus, mulailah dia main mundur dan jarang dapat membalas desakan Song Bu yang menyerang secara bertubi-tubi. Agaknya jalan satu-satunya bagi Pangeran Yorgi untuk menyelamatkan diri hanya kalau ia melompat jauh dan melarikan diri dan ini berarti bahwa dia harus meninggalkan tawanannya. Akan tetapi ketika Song Bu sedang mendesak lawannya, tiba-tiba dia dikejutkan jeritan suara Ouw Yang Hui.

   "Bu-Ko..., tolooonggg...! Song Bu terkejut sekali. Dia melangkah mundur dan menengok. Alangkah kaget dan marahnya melihat Ouw Yang Hui telah dipondong seorang pria muda dan dilarikan dengan cepat ke dalam hutan sehingga sebentar saja bayangan orang itu lenyap ditelan gerombolan pohon.

   "Heii...! Berhenti kau!"

   Bentak Song Bu yang hendak mengejar. Akan tetapi pada saat itu, Pangeran Yorgi menyerangnya dengan hebat. Karena serangan pedang bengkok di tangan Pangeran Yorgi itu berbahaya sekali, Song Bu terpaksa melawan dan kembali dua orang ini telah bertanding seru. Namun hati Song Bu gelisah sekali. Tubuhnya berada di situ akan tetapi semangat dan sebagian perhatiannya melayang dan mengejar larinya penjahat yang melarikan Ouw Yang Hui! Karena itu, ia tidak dapat melayani Pangeran Yorgi dengan sepenuhnya sehingga kini keadaannya berbalik. Dialah yang terdesak hebat.

   "Brettt... heh-heh-heh!"

   Robeknya ujung lengan bajunya yang disusul kekeh Pangeran yorgi yang menertawakannya membuat Song Bu sadar. Dia lalu mencurahkan seluruh perhatiannya dalam perkelahiannya dan segera dia dapat mendesak lagi lawannya sehingga Pangeran Yorgi kini hanya bertanding sambil mundur dan tiba-tiba dia melompat jauh ke belakang lalu melarikan diri dengan cepatnya. Song Bu tidak mengejar. Dia tahu bahwa akan sukar menyusul Si Banci Bergigi Emas yang luar biasa sekali ilmu meringankan tubuhnya itu. Pula, dia harus mengejar orang yang tadi melarikan Ouw Yang Hui. Karena itu, dia tidak memperdulikan lagi Pangeran Yorgi dan cepat berlari mengejar ke arah larinya orang yang menculik Ouw Yang Hui.

   Akan tetapi dia kehilangan jejak orang itu. Dia tidak tahu ke arah mana harus mengejar. Song Bu berdiri dengan bingung, Di lalu teringat Pangeran Yorgi. Tentu ini siasat Si Banci itu. Penculik itu tentu teman Si banci. Akan tetapi diapun tidak dapat mengejarnya karena tidak tahu pula ke arah mana bekas lawannya itu melarikan diri. Song Bu merasa bingung, menyesal dan gelisah sekali. Secara kebetulan dia tadi dapat menemukan Ouw Yang Hui, akan tetapi kini hilang lagi tanpa dia ketahui kemana gadis itu dibawa pergi penculiknya. Terpaksa Song Bu harus mulai mencari dengan langkah baru lagi. Dengan lemas dia lalu meninggalkan hutan itu, akan mencari para penculik itu, mencari jejak mereka dengan jalan bertanya-tanya kepada penduduk dusun yang dijumpainya di sekitar daerah itu.

   Bukit itu letaknya tersermbunyi di antara puluhan bukit lain, dikelilingi jurang-jurang yang dalam dan dinding yang merupakan tebing yang terjal. Bukit itu sukar didatangi orang yang tidak tahu jalannya. Hanya ada jalan setapak yang tertutup rumput ilalang menuju bukit itu. Inipun melalui semak belukar yang sulit ditempuh perjalanannya. Akan tetapi dipuncak bukit yang tidak berapa besar itu terdapat sekelompok bangunan yang terdiri dari lima rumah mengelilingi sebuah rumah induk yang besar. Bangunan-bangunan itu masih baru dan cukup Kokoh dan indah. Di sekeliling kelompok rumah itu terdapat taman yang indah, penuh dengan tanaman bunga beraneka ragam dan warna. Ada anak sungai buatan yang mempunyai air terjun yang indah di belakang tiga pondok kecil tempat istirahat di taman itu. Pantasnya rumah pejabat tinggi atau hartawan yang kaya raya.

   Bukit itu terletak di antara perbukitan yang berada di sebelah barat Kotaraja, dekat perbatasan dan sebelah selatan Tembok Besar. Daerah yang sepi dan jarang terdapat pedusunan karena daerah berbukit-bukit itu bukan merupakan daerah yang subur bagi para petani. Pada suatu pagi, dari bawah bukit tampak seorang penunggang kuda yang memboncengkan seorang wanita mendaki bukit. Di sampingnya berjalan seorang laki-laki. Mereka mendaki bukit sambil bercakap-cakap. Penunggang kuda itu seorang pemuda yang tampan yang pesolek dan berpakaian mewah, berusia kurang lebih dua puluh lima tahun. Matanya bersinar tajam dan tampak cerdik dan licik. Wajahnya tampak menarik karena tampan terutama sekali karena dia selalu tersenyum. Kumis tipis dan dagu yang dicukur bersih membuat wajahnya jantan dan ganteng. Pemuda ini adalah Bhong Lam atau yang di kalangan Pek-Lian-Kauw disebut Bhong-Kongcu.

   Dia putera tunggal dari Bhong Ki atau Bhong-Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw di sebelah barat kota Pao-ting yang pernah dikunjungi Gan Hok San itu. Bhong-Kongcu ini mewarisi ilmu silat dan sihir dari Ayahnya, dan dia terkenal sebagai seorang pemuda yang lihai dan cerdik, juga pandai membawa diri. Adapun gadis yang diboncengkan di atas punggung kuda, duduk di sebelah depannya, bukan lain adalah Ouw Yang Hui yang masih memakai pakaian yang kedodoran pemberian Pangeran Yorgi untuk menutupi pakaiannya sendiri yang robek di bagian pundak dan paha. laki-laki tinggi kurus yang berjalan dengan langkah-langkah ringan di samping kuda itu adalah Pangeran Yorgi. Setelah berhasil mengecoh Song Bu, Pangeran Yorgi melarikan diri dan mengejar Bhong-Kongcu yang sudah melarikan Ouw Yang Hui di atas kudanya.

   "Bhong-Kongcu, kita berhenti dulu. Gadis itu tadi roboh pingsan karena kelelahan dan kelaparan. Kupikir ia harus diberi makan dulu agar sehat ketika kita menyerahkan kepada Kim Niocu (Nona Kim), kata Pangeran Yorgi. Mendengar ini, Bhong-Kongcu menghentikan kudanya. Mereka tiba di bawah sebatang pohon besar. Pemuda itu lalu berkata kepada Ouw Yang Hui dengan suara lembut dan sikap sopan.

   "Nona Ouw Yang Hui...! silakan turun dan kita makan dulu."

   Biarpun Song Bu gagal membebaskan dari tangan para penculik, namun Ouw Yang Hui agak lega karena tidak dikuasai Pangeran Yorgi lagi.

   Orang banci itu amat kejam dan agaknya membencinya. Sebaliknya, pemuda tampan pesolek dan mewah itu bersikap baik kepadanya. Sikapnya ramah dan terutama sekali yang melegakan hatinya, dia sopan. Ketika mereka berboncengan di atas punggung kudapun pemuda itu tidak pernah melakukan hal yang tidak patut, bahkan selalu merenggangkan tubuhnya. Pula, sekarang ia tidak dipaksa berjalan kaki lagi, melainkan diboncengkan di atas kuda sehingga tidak terlalu menderita. Mendengar ia disuruh, turun dan diajak makan, Ouw Yang Hui membuat gerakan hendak turun dari atas punggung kuda. Akan tetapi karena ia tidak biasa menunggang kuda dan kuda itu tinggi besar, ia merasa sukar. Injakan kaki pada kuda iu terlalu panjang sehingga kakinya tidak dapat mencapainya. Melihat ini, Bhong-Kongcu memasang tangannya dekat kaki Ouw Yang Hui dan berkata halus.

   "Silakan injak tanganku, nona. Aku akan membantumu turun."

   Ouw Yang Hui menginjak telapak tangan itu dengan kaki kirinya. Tangan itu mengangkat ke atas dan terasa demikian kuat sehingga dengan mudah Ouw Yang Hui dapat melangkahkan kaki kanannya dari punggung kuda. Kaki kanannya itu diterima tangan kanan Bhong-Kongcu dan kedua tangan itu dengan kuatnya lalu turun ke bawah sehingga gadis itu dengan mudah meloncat ke atas tanah dari tempat yang tidak begitu tinggi.

   la berterima kasih sekali. Kalau pemuda itu bersikap kurang ajar, tentu akan membantunya turun dari kuda dengan memondongnya. Ketika pemuda itu melarikannya pada saat Song Bu bertanding dengan Pangeran Yorgi, diapun melakukannya dengan cara yang sopan sehingga Ouw Yang Hui tidak merasa rikuh. Mereka bertiga duduk di atas rumput dibawah pohon besar. Pangeran Yorgi menghidangkan makanan yang tadi sempat disambar dan dibawanya ketika dia melarikan diri. Mereka bertiga makan bak-pauw berisi daging dan air teh dari sebuah guci. Biarpun ia makan dengan cara yang sopan dan tidak tergesa-gesa, menggigit bak-pauw sedikit demi sedikit, namun sebetulnya perut Ouw Yang Hui menerima makanan itu dengan lahap sekali. Tubuhnya terasa segar kembali setelah ia menghabiskan tiga buah bak-pauw dan minum dua cangkir air teh.

   (Lanjut ke Jilid 22)

   Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22

   "Bhong-Kongcu, sungguh merupakan hal yang kebetulan dan menguntungkan sekali bahwa engkau datang membantuku pada saat yang sangat kuperlukan. Bagaimana bisa begitu kebetulan engkau lewat di sini, Kongcu?"

   "Aku sedang dalam perjalanan menuju ke bukit Siluman ini. Ayah mendengar bahwa Kim Niocu berada di sini dan Ayah mengutus aku untuk menghadap Kim Niocu dan menerima perintah-perintah dari pusat. Kami merasa heran mengapa sekali ini Kim Niocu muncul sendiri. Apakah ada suatu hal yang teramat penting maka harus dilakukan sendiri oleh Kim Niocu?"

   "Penting sekali! Nona Kim mewakili para pemimpin untuk melakukan pendekatan kepada Thaikam Liu Cin,"

   Jawab Pangeran Yorgi.

   "Ssstt..."

   Bhong-Kongcu menekan bibirnya dengan telunjuk memberi isyarat kepada Pangeran Yorgi sambil melirik kearah Ouw Yang Hui yang duduk di atas batu dalam jarak lima meter dari mereka. Setelah makan tadi gadis itu duduk di sana untuk mengaso. Si Banci itu tertawa.

   "Heh-heh, jangan khawatir, Kongcu. la telah berada dalam kekuasaan kita dan sebentar lagi kuserahkan kepada Niocu."

   "Akan tetapi, siapakah gadis ini? siapa pula pemuda yang amat lihai sehingga dia mampu mendesakmu?"

   Pangeran Yorgi merasa tersinggung dengan pertanyaan itu yang seolah menyatakan bahwa dia kalah terhadap pemuda yang hendak merampas Ouw Yang Hui"

   "

   Aku belum kalah olehnya. Lain kali kalau kami bertemu lagi aku pasti akan membunuhnya!"

   "Pangeran, biarpun aku bukan ahli silat, aku melihat bahwa engkau tidak akan menang, melawan Kakak Tan Song Bu, apalagi kalau engkau nanti berhadapan dengan Ayahku, Ouw Yang Lee. Engkau pasti akan celakal"

   Kata Ouw Yang Hui.

   "Dan engkau akan lebih celaka lagi kalau bertemu dengan Ayah tiriku Gan Hok San dan dengan tunanganku yang bernama Wong Sin Cu. Mereka adalah orang-orang yang jauh lebih lihai daripada engkau."

   "Nona, jadi engkau adalah puteri Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, Majikan Pulau Naga?"

   Tanya Bhong-Kongcu, kaget.

   "Benar. Namaku adalah Ouw Yang Hui,"

   Jawab gadis itu dengan sikap tenang. Bhong Lam menoleh kepada Yorgi dengan pandang mata heran dan alisnya berkerut.

   "Akan tetapi mengapa engkau disuruh menculik puteri Tung-Hai-Tok, Pangeran? Bukankah hal itu akan menimbulkan permusuhan dengan Pulau Naga dan amat merugikan kita sendiri?"

   Pangeran Yorgi tersenyum dan tampak kilatan gigi emasnya.

   "lihh, Kongcu seperti tidak pernah mendengar saja tentang Kim Niocu. la tidak pernah salah dalam siasatnya dan perintahnya untuk menculik nona Ouw Yang Hui ini sudah tentu masuk dalam perhitungannya yang matang. Aku sendiri tidak tahu, Kongcu, hanya melaksanakan perintah dengan patuh."

   Pangeran Yorgi lalu mengambil cawan yang berada di depan Bhong Lam, lalu minum sisa air teh yang berada di dalam cawan itu.

   "Hee! Itu cawanku, Pangeran!"

   "Hi-hik!"

   Pangeran Yorgi tertawa genit.

   "Aku memang ingin sekali minum air teh sisa cawanmu, Bhong-Kongcu. Engkau ganteng sih!"

   Bhong Lam mengerutkan alisnya dan bangkit berdiri. Dia merasa muak, akan tetapi maklum akan kelihaian tokoh peranakan Mancu ini maka dia tidak berani menegurnya.

   "Sudahlah, mari kita berangkat!"

   Katanya ketus dan dia lalu menghampiri batu di mana Ouw Yang Hui duduk. Dia memandang kepada gadis yang berpakaian kumal dan rambutnya kusut itu dengan perasaan kagum dan kasihan. Dia bukanlah seorang pemuda mata keranjang walaupun dia berwatak licik dan kejam terhadap musuh-musuhnya, akan tetapi dia merasa baru sekarang bertemu dengan gadis yang amat menarik hatinya. Gadis yang pakaiannya lusuh dan kedodoran, rambutnya kusut bahkan awut-awutan, mukanya juga kotor berdebu. Namun semua itu tidak melenyapkan dasar kecantikannya yang luar biasa. Ia dapat menduga bahwa kalau muka itu dibersihkan, rambut itu dirapikan dan pakaian itu diganti dengan yang pantas, dia akan berhadapan dengan seorang gadis yang cantik jelita tiada bandingnya.

   "Marilah, nona. Kita lanjutkan perjalanan!"

   Katanya lembut. Ouw Yang Hui mengangguk dan ia turun dari atas batu lalu bersama pemuda itu menghampiri kuda seperti tadi, Bhong Lam membantunya naik ke atas punggung kuda dengan mempergunakan kedua tangannya sebagai tempat pijakan kedua kaki Ouw Yang Hui. Kemudian, setelah gadis itu duduk di atas pelana kuda, dia sendiri melompat ke belakang gadis itu, menjaga jarak agar tidak sampai berhimpitan.

   Diam-diam Bhong-Kongcu harus mengakui bahwa dia telah jatuh cinta kepada gadis ini. Dia lahir dan besar di lingkungan orang-orang yang selalu bertempur dan memusuhi Kerajaan. keadaan yang penuh kekerasan dan kekejaman membuat dia menjadi seorang yang keras dan licik, berhati kejam pula.

   Namun pada dasarnya dia seorang laki-laki yang tidak mata keranjang dan pendidikan Ibunya membuat dia menghargai kaum wanita. Dalam usianya yang dua puluh lima tahun itu, pernah dua tahun yang lalu Bhong Lam jatuh cinta kepada seorang gadis puteri anggauta pimpinan Pek-Lian-Kauw. Gadis itupun mencintanya, demikian pengakuan gadis itu. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa gadis itu telah membagi cinta dan dia sendiri yang menangkap basah ketika gadis kekasih hati dan calon isterinya itu berjina dengan seorang pemuda lain!

   Dia membunuh kekasihnya dan pemuda itu. Urusan itu tidak berkepanjangan dan Ayah gadis itu mau menerima kenyataan itu dan mengakui bahwa puterinya yang bersalah maka tidak memperpanjang urusan. Akan tetapi sejak itu, hati Bhong Lam menjadi dingin terhadap wanita dan dia tidak ingin tertipu dan kecewa untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, pertemuan yang tidak terduga-duga dengan Ouw Yang Hui mencairkan kebekuan hatinya dan dia benar-benar bertekuk lutut, jatuh cinta kepada gadis yang mukanya kotor, rambutnya kusut dan pakaiannya lusuh kedodoran itu. Gairah berahinya timbul dan berkobar-kobar dan dia mengambil keputusan dalam hatinya bahwa sekali ini dia tidak ingin kehilangan gadis ini dan bahwa dia harus mendapatkan gadis ini, dengan cara apapun juga.

   "Kau katakan tadi bahwa engkau sudah bertunangan dengan seorang bernama Wong S"n Cu, nona Ouw Yang? Benarkah itu?"

   Bhong Lam bertanya lirih. Ouw Yang Hui mengangguk dan menjawab lirih.

   "Benar, Kongcu."

   "Nona, apakah engkau amat mencintainya?"

   Pertanyaan ini tentu saja membuat Ouw Yang Hui merasa rikuh dan malu, akan tetapi ia menjawab juga dengan anggukan kepalanya.

   "Nona, apakah engkau demikian mencintanya sehingga engkau sanggup mengorbankan nyawamu untuknya?"

   Pertanyaan ini keluar dari mulut Bhong Lam dengan agak gemetar.

   "Tentu saja"

   Jawab Ouw Yang Hui dengan sungguh-sungguh.

   "Aku mau berbuat dan berkorban apa saja untuk tunanganku."

   Bhong Lam merasa jantungnya seperti ditusuk tusuk karena dia teringat akan mendiang kekasihnya yang dIbunuhnya dulu karena telah berjina dengan laki-laki lain dan dipergokinya sendiri. Dia merasa cemburu kepada pria bernama Wong Sin Cu yang menjadi tunangan gadis yang duduk didepannya ini.

   Hatinya merasa kesal dan untuk melampiaskan ketidaksenangan hatinya, dia membedal kudanya sehingga kuda itu membalap dan mendaki lereng bukit. Gerakan kuda yang berlari congklang ini tentu saja membuat tubuh belakang Ouw Yang Hui berhimpitan dengan tubuh depan Bhong Lam. Akan tetapi Bhong Lam tidak perduli lagi dan dia bahkan dapat merasakan betapa lembut tubuh gadis itu berhimpitan dengan tubuhnya sehingga menimbulkan gairah berahi yang berkobar-kobar. Aku harus dapatkan gadis ini, demikian hatinya berbisik, apapun yang akan terjadi! Karena Bhong Lam melarikan kudanya dengan cepat, terpaksa Pangeran Yorgi juga mengerahkan ginkangnya untuk dapat mengimbangi larinya kuda. Orang Mancu ini memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang khas. Dia dapat berlari cepat bukan main sehingga tidak pernah tertinggal oleh kuda yang dibalapkan Bhong Lam.

   

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini