Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 26


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 26



Tombaknya sudah hilang. Akan tetapi dia masih dapat menggunakan pukulan jarak jauh dengan tangan kirinya untuk menyelidiki keadaan di depan, Kini dia memukul dengan tangan kirinya ke atas lantai di depannya. Hawa pukulan yang kuat menghantam lantai itu dan kalau lantai itu mengandung alat rahasia, maka tenaga pukulan itu tentu akan menggerakkan alat itu. Dengan demikian, kembali Sin Cu melangkah maju dan dia keluar dari ruangan itu melalui sebuah pintu besar dan tibalah dia di ruangan yang lebih dalam. Dari ruangan itu dia dapat melihat bahwa ada dua pintu vang menembus kebagian lain. Yang kiri menembus ke sebuah ruangan lain dan yang kanan menambus ke ruangan terbuka. Selagi dia merasa ragu ke arah mana dia harus mencari Ouw Yang Hui, tiba-tiba terdengar lagi teriakan tunangannya itu.

   "Cu Koko..."

   Jelas teriakan itu terdengar dari kanan. Dia lalu menggunakan cara seperti tadi, memukul dengan dorongan hawa pukulan ke arah lantai dan pintu untuk menguji keadaan. Ternyata tidak terjadi sesuatu dan dia segera keluar dari ruangan itu. Dia tiba di tempat terbuka dan di sebelah depan berderet kamar-kamar yang daun pintunya tertutup. Dan di tempat inipun keadaannya sepi, tidak tampak ada orangnya. Namun dia tahu bahwa tentu banyak orang sedang mengamatinya sambil bersembunyi, maka dia tetap berhati-hati.

   "Hui-moi...!"

   Dia memanggil sambil mengerahkan khikang dari perut sehingga bergema di seluruh gedung itu.

   "Cu Ko...!"

   Sin Cu cepat memutar tubuhnya ke kiri. Di sebelah kiri itu terdapat sebuah kamar yang daun pintunya tertutup dan dia merasa yakin bahwa suara Ouw Yang Hui keluar dari kamar itu. Cepat namun tetap berhati-hati sekali dia menghampiri kamar itu. Setelah tiba di depan pintu, Sin Cu menggunakan dua telapak tangannya, mengerahkan tenaga dan sekali memukul dengan kedua telapak tangannya, terdengar suara keras dan daun pintu itupun jebol! Setelah daun pintu terbuka, tampak olehnya Ouw Yang Hui berada di sudut kamar, berdiri dengan kedua tangan terpentang dan terikat pada tembok. Dia merasa lega melihat tunangannya itu dalam keadaan selamat dan sehat.

   "Cu-Ko..., ah, Cu-Ko, harap engkau berhati-hati..."

   Kata Ouw Yang Hui dengan hati ditekan kekhawatiran akan keselamatan orang yang dicintanya itu.

   "Jangan khawatir, Hui-moi. Aku akan segera membebaskanmu."

   "Awas, Cu-Ko, mereka itu amat lihai dan Jahat...!"

   (Lanjut ke Jilid 24)

   Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 24

   Perasaan bahagia menyelinap dalam sanubari Sin Cu. Sikap dan ucapan Ouw Yang Hui itu sungguh merupakan bukti nyata betapa besar cinta kasih dalam hati gadis itu kepadanya. Dalam keadaan tak berdaya seperti itu, menjadi tawanan dan terbelenggu, terancam maut, Ouw Yang Hui bahkan mengkhawatirkan dirinya! Dia merasa terharu dan juga marah kepada mereka yang telah menawan kekasihnya itu.

   Dengan cepat dia memukul-mukulkan kedua tangannya ke arah permukaan lantai kamar itu, dan dari pintu sampai ke seluruh bagian dalam kamar. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu. Dia merasa yakin bahwa tidak ada alat rahasia jebakan di lantai kamar itu, maka dengan tabah dan tenang dia melangkah masuk ke dalam kamar. Ouw Yang Hui memandang dengan hati tegang, penuh kekhawatiran dan harapan. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu seperti yang telah diduga oleh Sin Cu. Karena itu, dengan girang Sin Cu menghampiri Ouw Yang Hui, mencabut pedangnya dan dengan mudah dia membabat putus belenggu yang mengikat kedua tangan gadis itu. sambil terisak. Sin Cu cepat merangkulnya dan Ouw Yang Hui menangis di dadanya. Keadaan ini membuat Sin Cu menjadi lengah sesaat. Kelegaan, kegembiraan dan keharuan memenuhi batinnya di saat itu sehingga dia menjadi kurang waspada.

   Tiba-tiba terdengar suara keras dan lantai kamar itupun bergerak ke bawah! Sin Cu terkejut dan tidak sempat berbuat sesuatu. Apalagi dia harus melindungi Ouw Yang Hui dari kejatuhan ketika lantai meluncur kebawah dengan mendekap tunangannya itu erat-erat. Ketika lantai berhenti, mereka berdua terkurung dalam sebuah kamar dengan dinding baja. Tiba-tiba dari sebuah lubang keluar asap putih tebal yang segera memenuhi ruangan itu, Kiranya jebakan dalam kamar di atas tadi digerakkan dari luar. Hal ini memang disengaja, sudah diatur oleh Bhong Lam dan Kim Niocu. Selagi Sin Cu terlena karena mendekap kekasihnya, alat jebakan digerakkan dari luar dan lantai kamar itu meluncurkan turun cepat sekali. Setelah lantai berhenti meluncur dan dua orang itu terkurung dalam sebuah kamar baja, asap yang mengandung racun pembius itu disemprotkan!

   "Hui-moi, tahan napas...!"

   Kata Sin Cu sambil merangkul kekasihnya. Akan tetapi, jangankan Ouw Yang Hui yang tidak terlatih, bahkan Sin Cu sendiri yang sudah pernah belajar ilmu menyimpan dan menahan napas sampai lama ketika dia belajar bermain dalam air dari ahli renang Can Kui, tetap saja merasa tersiksa. Sebentar saja Ouw Yang Hui sudah tak tahan dan sekali ia menarik napas, langsung ia roboh pingsan terkena, asap racun pembius. Sin Cu melepaskan dan merebahkan Ouw Yang Hui di atas lantai, kemudian mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya dan mendorong ke arah pintu baja.

   "Wuuuuttt... darrrrr...!!"

   Pintu baja itu tak dapat bertahan terhadap pukulan dahsyat ini dan terdengar suara keras pintupun jebol. Akan tetapi pada saat itu, sebatang jarum meluncur dan menancap di pundak kiri Sin Cu. Pemuda ini, betapa lihainyapun tidak dapat menghindar karena asap tebal membuat dia tidak dapat melihat datangnya jarum yang meluncur, juga hiruk-pikuknya pintu yang jebol membuat dia tidak dapat mendengar suara luncuran jarum.

   Sengatan racun yang terdapat di jarum itu mendatangkan rasa nyeri dan panas sekali sehingga Sin Cu lupa keadaan dan menarik napas. Asap beracun tersedot masuk dan diapun terkulai roboh dan pingsan di dekat Ouw Yang Hui! Sin Cu membuka matanya. Ingatannya segera bekerja dan yang pertama kali teringat olehnya adalah Ouw Yang Hui. Dia dan Ouw Yang Hui terjebak dan diserang asap beracun! Ouw Yang Hui roboh pingsan. Teringat akan ini seketika dia berusaha bangun dan mencari kekasihnya itu. Akan tetapi dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Kaki tangannya lumpuh. Tahulah dia bahwa dia telah tertotok. Dia mencoba untuk mengerahkan sinkang "ntuk membebaskan jalan darahnya dari totokan. Akan tetapi dia tidak mampu melakukan ini. Totokan itu aneh dan kuat sekali. Akan tetapi Sin Cu tidak menjadi panik.

   Tenang pikirnya. Dia pasti telah terjatuh ke tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi mengapa dia tidak dIbunuh? Hal ini memberikan harapan padanya. Berarti dia masih ada kesempatan untuk melepaskan diri dan hidup. Mereka tidak membunuhnya tentu ada maksud mereka. Mulailah dia menggerakkan bola matanya ke kanan-kiri karena kepalanya juga tidak dapat digerakkan. Dia berada dalam sebuah kamar yang luas dan indah sekali. Prabot-prabot kamar itu serba mahal dan terukir indah. Juga kamar itu berbau harum semerbak wangi. Dinding kamar itu bercat warna merah muda, langit-langitnya berwarna putih. Ada seperangkat meja kursi di sana, ada pula almari dan cermin yang besar. Lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah menghias dinding dan ada pot kembang besar di sudut. Lantainya tertutup permadani hijau.

   Dia sendiri sedang rebah telentang di atas sebuah dipan yang lebarnya cukup ditiduri empat lima orang. Kasurnya tebal lunak ditilami kain sutera berwarna merah. Bantal-bantalnya diberi sarung bersulam. Bau semerbak harum mewangi itu agaknya keluar dari pembaringan itu. Sin Cu memperhatikan dirinya. Pakaiannya masih biasa, tidak ada luka di tubuhnya, jarum yang tadi mengenai dirinya agaknya sudah dicabut dan ada rasa sejuk nyaman di pundak yang terluka jarum itu. Pada hal dia dapat menduga bahwa jarum itu tentu beracun. Agaknya pundaknya yang terluka jarum beracun itu telah diobati orang pula. Dia diperlakukan dengan baik! Walaupun dia ditotok, tentu dengan maksud agar dia tidak dapat melarikan diri. Akan tetapi dia tidak dilukai, bahkan bekas terkena jarum beracun diobati. Apa artinya ini?

   "Heii! Apakah ada orang di sini? Kenapa aku ditahan di sini?"

   Dia berteriak, biarpun suaranya lemah karena dia tidak mampu mengerahkan tenaga, namun dia masih dapat bicara. Terdengar langkah sandal yang ringan dari arah belakangnya. Biarpun tidak dapat melihatnya, Sin Cu dapat menduga bahwa itu tentu langkah kaki seorang wanita.

   Benar saja dugaannya, tak lama kemudian Kim Niocu sudah berdiri di depan pembaringan. Gadis itu tampak cantik jelita dengan pakaian baru yang indah dari sutera tipis berwarna hijau. Begitu tipisnya pakaian itu sehingga bentuk tubuhnya yang ramping padat dengan kulit putih halus itu terbayang sehingga memiliki daya tarik yang luar biasa. Wajahnya cerah dan penuh senyum manis, sepasang matanya menatap tajam wajah Sin Cu. Kemudian dengan gerakan lembut dan luwes ia duduk di tepi pembaringan. Karena tubuh Sin Cu rebah agak di pinggir, maka pemuda itu dapat merasakan kelembutan dan kehangatan paha dan pinggul yang merapat pada lengan kirinya. Dia merasa rikuh sekali, akan tetapi apa dayanya? Dia tidak dapat beringsut menjauh ke tengah, juga tidak dapat memindahkan lengan kirinya yang nyaris terhimpit paha itu.

   "Kim Niocu, apa maksudmu menahan aku di sini? Harap engkau suka membebaskan Ouw Yang Hui dan aku, Kami berdua tidak pernah ada permusuhan dengan Pek-Lian-Kauw, kenapa engkau menawan kami?"

   Wanita itu tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang rapi dan putih mengkilap.

   "Memang di antara kita tidak ada permusuhan, Wong Sin Cu dan akupun sama sekali tidak ingin bermusuhan denganmu. Juga dengan senang hati aku akan membebaskan Ouw Yang Hui sekarang juga, akan tetapi hanya dengan satu syarat darimu."

   "Hemm, apakah syarat itu, Niocu?"

   Tanya Sin Cu dan sepasang matanya menatap wajah gadis itu dengan tajam penuh selidik. Kim Niocu adalah seorang gadis yang sejak kecil terpengaruh lingkungan yang serba keras dan kejam. Namun ia berpendidikan sehingga ia pandai bersikap lembut dan halus seperti orang terpelajar, dan juga karena ia seorang gadis yang biasanya tidak mengacuhkan pria dan belum pernah berhubungan akrab dengan pria, maka perasaan malu, rikuh dan salah tingkah untuk menjawab pertanyaan Sin Cu itu membuat kedua pipinya berubah kemerahan, mulutnya mengembangkan senyum ditahan dan matanya tersipu.

   "Syaratnya adalah..., ketahuilah lebih dulu, Wong Sin Cu, bahwa aku pernah bersumpah tidak akan menikah kalau tidak dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan aku dalam ilmu silat dan sihir. Selama ini tidak pernah aku bertemu dengan seorangpun pria yang dapat menarik hatiku. Akan tetapi aku bertemu denganmu, bahkan telah bertanding denganmu, aku merasa yakin bahwa hanya engkaulah pria yang pantas menjadi sisihanku, menjadi teman hidupku dan suamiku. Karena itu, syaratnya untuk membebaskan Ouw Yang Hui, yaitu engkau harus menjadi suamiku."

   Kim Niocu menundukkan mukanya yang menjadi semakin merah setelah ia mengeluarkan kata-kata itu. Sin Cu mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu.

   "Kim Niocu, syarat seperti itu tidak mungkin kulakukan. Engkau sudah kuberitahu bahwa aku adalah calon suami Ouw Yang Hui, kami sudah bertunangan secara resmi."

   Salah satu pantangan bagi Kim Niocu adalah kalau kehendaknya dibantah orang. Mendengar penolakan tegas Sin Cu itu, matanya segera mengeluarkan sinar marah, ia bangkit berdiri memandang wajah Sin Cu dengan alis berkerut dan senyumnya yang manis tadipun menghilang.

   "Batalkan pertunangan itu dan engkau menikah dengan aku!"

   Katanya tegas.

   "Tidak bisa, Niocu. Selain aku tidak ingin membatalkan p?rjodohanku dengan Ouw Yang Hui, juga aku tidak ingin menikah denganmu. Perjodohan tidak bisa dipaksakan sepihak."

   Tiba-tiba sikap Kim Niocu berubah lembut kembali. la teringat bahwa kalau pemuda ini terus menolak, akan gagallah keinginan hatinya mempersuamikan pemuda gagah perkasa yang amat dikaguminya ini.

   "Wong Sin Cu, apakah engkau tidak kasihan kepadaku? Apakah engkau tidak dapat mencintaku? Pandanglah aku baik-baik apakah aku masih kurang cantik untukmu? bahkan orang-orang bilang bahwa wajah dan bentuk tubuhku mirip dengan Ouw Yang-Hui! Kalau engkau menjadi suamiku, kita dapat hidup bersama dengan penuh kebahagiaan. Kita berdua sama-sama memiliki ilmu silat yang tinggi, kita dapat menjagoi di seluruh dunia persilatan dan akupun kaya raya, apapun yang kita kehendaki pasti akan dapat terpenuhi. Kita berdua akan hidup berbahagia. Aku akan membuatmu berenang dalam kemuliaan dan kebahagiaan, Sin Cu!"

   Sin Cu tidak dapat menggelengkan kepalanya, namun pandang matanya jelas membayangkan penolakan dengan tegas.

   "Percuma saja engkau membujukku, Niocu. Semua janji kesenangan itu tidak akan dapat menggoyahkan keputusan hatiku. Aku hanya mau menikah dengan Ouw Yang Hui dan tidak dengan wanita lain."

   Rasa penasaran di dalam hati Kim Niocu kini makin berkobar menjadi kemarahan. la ditolak oleh seorang pemuda! Bisikan ini membuat hatinya panas sekali, membuat ia merasa terhina dan amat direndahkan. Tangan kirinya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. Sambil membuka bungkusan kecil itu dengan jari-jari tangannya yang mungil, ia bergumam seperti berkata kepada diri sendiri.

   "Hendak kulihat bagaimana sikap dan kata-katamu nanti."

   Kemudian dengan gerakan perlahan dan tenang saja, ia menggunakan tangan kanannya menangkap geraham Sin Cu dan dengan menekannya ia memaksa mulut pemuda itu terbuka dan tangan kirinya menuangkan isi bungkusan kecil ke dalam mulut itu.

   Sin Cu tidak berdaya menolak dan bubuk merah itu memasuki mulutnya. Kim Niocu mengambil sebuah guci arak dari atas meja dan kembali ia memaksa mulut Sin Cu terbuka dan menuangkan arak dari guci ke dalam mulut pemuda itu. Sin Cu tidak dapat mencegah masuknya arak yang membawa obat bubuk merah itu ke dalam perutnya. Begitu arak dan bubuk merah itu memasuki perutnya, Sin Cu merasa ada hawa yang panas menjalar seluruh tubuhnya, bahkan terus mengalir ke dalam kepalanya Dia memejamkan kedua matanya dan mengerutkan alisnya. Kim Niocu melihat keadaan pemuda itu tersenyum dan ia lalu duduk di tepi pembaringan lagi sambil memandang wajah pemuda yang telah membangkitkan cinta berahinya itu. Kerut di antara kening Sin Cu semakin mendalam.

   Hawa panas itu kini menjadi hangat dan nyaman, akan tetapi timbul rangsangan yang amat kuat dalam dirinya. Nafsu berahinya berkobar membakar dirinya. Ada rangsangan yang kuat sekali menguasai seluruh anggauta tubuhnya membuat dia ingin sekali untuk mendekat, membelai dan bermesraan dengan seorang wanita! Akan tetapi sanubarinya menyadari bahwa semua ini adalah pengaruh bubuk merah yang dipaksa memasuki perutnya. Dia telah dipengaruhi racun perangsang yang dipergunakan Kim Niocu untuk menundukkan dan memaksanya. Dasar watak yang memang bersih, kewaspadaan dan kesadaran yang sudah mendarah daging dan tidak dIbuat-buat atau dipaksakan lagi dan ajaran-ajaran Bu Beng Siauwjin yang selalu terngiang-ngiang dalam telinga batinnya membuat Sin Cu merasa bahwa menuruti daya rangsangan yang menguasai badannya itu akan membuat dirinya celaka.

   Seperti orang yang berhadapan dengan jurang menganga di depannya, menyadari sepenuhnya bahwa sedikit saja melangkah maju, tentu akan terjerumus ke dalam jurang. Biarpun dia tidak berdaya, tidak mampu mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan dan menolak dorongan rangsangan itu, namun kesadaran ini membuat dia tidak bergeming, tidak terseret oleh pengaruh racun perangsang itu. Kim Niocu masih duduk di tepi pembaringan dan menatap wajah pemuda itu. Melihat wajah Sin Cu menjadi semakin merah, tetapi kedua mata dan kanan-kiri mulutnya tergetar, ia tersenyum, ia lalu menelungkup di atas tubuh Sin Cu dan mendekatkan mukanya sampai hidung dan mulutnya menyentuh muka pemuda itu.

   "Sin Cu, aku cinta padamu... Sin Cu, engkau juga cinta padaku, bukan? Kita akan hidup sebagai suami istri kekasihku...!"

   Hidung dan mulutnya membelai muka itu dan ia yakin bahwa pemuda itu tentu akan menyambutnya dengan mesra. Akan tetapi, pemuda itu diam saja, bahkan mengatupkan mulutnya dan memejamkan kedua matanya.

   "Sin Cu, katakanlah bahwa engkau cinta kepadaku..., Bicaralah kekasihku..."

   Pemuda itu membuka matanya. Mata itu kemerahan seperti mukanya. Akan tetapi yang keluar dari mulutnya bukan kata-kata cumbuan mesra, melainkan ucapan yang tegas penuh kemarahan.

   "Kim Niocu engkau perempuan hina, tak tahu malu, jangan coba-coba menggunakan tipu muslihat kepadaku. Engkau tidak akan berhasil. Aku tidak sudi menjadi suamimu."

   Kim Niocu tersentak kaget dan bangkit duduk. Mukanya merah sekali, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi-api. la merasa terhina sekali dan tangan kirinya menyambar ke depan.

   "Plak-plak-plakk!"

   Tiga kali tangan kecil mungil itu menampar pipi kanan Sin Cu. Ujung bibir kanan pemuda itu pecah berdarah dan pipinya membiru. Dia tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melindungi pipinya dan tamparan itu amat kuatnya.

   "Jahanam keparat! Engkau berani menghinaku? Apakah engkau sudah bosan hidup?"

   Sin Cu memandang dengan sinar mata mengejek.

   "Aku tidak takut mati, Niocu. Lebih baik mati daripada merendahkan diri menuruti keinginan busuk dan kotor darimu."

   "Plak-plak-plakkk!"

   Kembali tangan Kim Niocu menyambar, kini yang kanan menampar pipi kiri pemuda itu. Darah mengucur dari ujung bibir kiri yang pecah berdarah dan pipi itupun biru membengkak.

   "Baik! Engkau memilih mati, ya? Aku akan membunuhmu, akan tetapi lebih dulu akan menyiksamu!"

   La melompat turun dari atas pembaringan, bertepuk tangan tiga kali. Daun pintu terbuka dari luar dan tiga orang gadis berpakaian putih, Pek Hwa dan dua orang kawannya, memasuki kamar tidur itu dan berdiri di depan Kim Niocu menanti perintah.

   "Bawa keparat ini ke kamar siksa, belenggu kaki tangannya kuat-kuat"

   Bentak Kim Niocu sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah Sin Cu yang masih rebah telentang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak.

   Pek Hwa dan dua orang rekannya lalu menggotong pemuda itu, membawanya keluar dari kamar dan Kim Niocu membanting tubuhnya di atas pembaringan dan menangis tanpa suara. la marah akan tetapi juga kecewa sekali. Tadinya ia telah membayangkan kebahagiaan hidup bermesraan dengan pemuda yang dikaguminya itu, sebagai suami isteri. Akan tetapi pemuda itu bukan saja tidak membalas cintanya, bahkan merendahkan dan menghinanya. Kecewa dan marah membuat ia sakit hati dan kini tidak ada lain keinginan lagi dalam hatinya kecuali untuk menyiksa pemuda yang telah mengecewakan hatinya itu. Makin dikenang dan diingat-ingat, semakin panaslah hatinya. la menggertakkan giginya kuat-kuat, mengepal kedua tangannya, lalu serentak ia bangkit berdiri lalu melangkah keluar dari kamarnya dengan cepat.

   la menuju ke bagian belakang gedung itu, menuruni sebuah anak tangga dan tiba di ruangan bawah tanah yang dijadikan tempat tahanan. la menghampiri sebuah pintu ruangan berpagar besi, membuka pintunya dan tidak mempedulikan para anak buah Pek-Lian-Kauw yang berjaga di situ dan bangkit berdiri memberi hormat kepadanya. Bahkan dengan lambaian tangannya ia memerintahkan mereka itu pergi meninggalkann"a. Dalam sebuah ruangan berjeruji besi itu, tampak Sin Cu berdiri di sudut, kedua lengannya terpentang seperti disalib, kedua pergelangan tangannya terbelenggu pada kaitan besi yang tertanam pada dinding, kedua kakinya juga terpentang dan pergelangan kedua kaki itupun terbelenggu kuat-kuat. Keadaan pemuda itu sama sekali tidak berdaya. Tubuhnya lemas, terkulai seperti tergantung kepada belenggu kaki tangannya. Dia masih dalam keadaan tertotok.

   Kedua pipinya biru membengkak bekas tamparan tangan Kim Niocu. Biarpun demikian, namun sepasang matanya masih bersinar penuh ketabahan dan ketenangan, bahkan sepasang mata dan mulutnya mengejek ketika Kim Niocu memasuki ruangan itu. Ruangan ini adalah ruangan siksaan. Ada berbagai macam alat penyiksa di sudut yang lain dalam ruangan, itu. Ada cambuk baja, ada pisau-pisau tajam, ada gergaji, bahkan ada tombak pendek yang ujungnya dibakar dalam bara api. Ada pula sebatang cambuk dari kulit berwarna hitam yang panjangnya ada dua meter. Kim Niocu menghampiri tempat menyimpan alat penyiksa ini dan mengambil sebatang cambuk dari kulit itu. Sambil tersenyum ia menimang-nimang cambuk itu dan melangkah perlahan menghampiri Sin Cu yang memandangnya dengan sepasang mata penuh ejekan.

   "Wong Sin Cu, apakah engkau masih keras kepala dan tidak mau memenuhi permintaanku?"

   Tanya wanita itu lirih, namun suaranya mengandung ancaman.

   "Kim Niocu, biar engkau siksa aku sampai matipun aku tidak akan memenuhi keinginanmu. Kalau engkau menyiksa dan membunuhku, hal iu hanya akan membuktikan bahwa engkau seorang pengecut yang menggunakan cara curang untuk menjebakku. Bunuhlah, hendak kulihat bagaimana seorang pengecut licik membunuh seorang gagah yang tidak takut mati!"

   Ucapan Sin Cu ini bagaikan minyak disiramkan kepada api kemarahan Kim Niocu sehingga semakin berkobar. Wajah gadis itu menjadi pucat lalu menjadi merah kembali, tubuhnya gemetar dan dengan gerakan cepat ia sudah menggerakkan cambuk kulit itu ke atas, Cambuk menyambar ke bawah dengan ledakan keras.

   "Darrr brett...!"

   Baju bagian dada yang dilecut cambuk itu robek dan kulit yang tidak dilindungi sinkang itupun pecah mengeluarkan darah. Sin Cu merasakan sengatan cambuk itu yang mendatangkan rasa pedih dan panas, nyerinya sampai menusuk jantung. Akan tetapi dia menggerakkan giginya dan membiarkan perasaannya lebur menjadi satu dengan rasa sakit itu. Inilah yang diajarkan Bu Beng Siauwjin kepadanya. Dia harus pandai melebur seluruh hati akal pikirannya dengan apa saja yang menimpa dirinya.

   Dengan demikian, Dia sama sekali tidak melakukan perlawanan atau penolakan, tidak terjadi pertentangan, bagaikan permukaan air yang dalam dan tenang. Air yang tenang dan dalam akan menerima apa saja yang menimpanya, menenggelamkan segala sesuatu dan yang berakibat hanyalah permukaannya yang sedikit bergerak membuat lingkaran yang makin lama semakin menipis lalu lenyap tanpa bekas. Dengan demikian, perasaan jasmaninya tidaklah terlalu menderita karena penderitaan itu timbul kalau terjadi penolakan atau perlawanan terhadap apa yang menimpa raga. Kim Niocu menjadi semakin penasaran. Pecut kulit itu meledak-ledak, menari-nari dan mencambuki tubuh Sin Cu sehingga pakaian pemuda itu terobek-robek berikut kulitnya yang sudah penuh dengan bilur merah berdarah, demikian pula mukanya yang terkena lecutan.

   Akan tetapi sedikitpun tidak pernah terdengar rintihan dari mulut pemuda itu, dan pandang matanya tetap tenang mengejeknya. Sementara itu, tak jauh dari situ, Bhong Lam dan Ouw Yang Hui berjongkok dan bersembunyi, mengintai semua kejadian dalam ruangan siksaan itu dari lubang-lubang jeruji besi ruangan itu. Ouw Yang Hui melihat semua yang terjadi dan wajahnya menjadi pucat sekali, tubuhnya gemetar dan air mata bercucuran dari sepasang matanya, mengalir di atas sepasang pipinya yang pucat. Bibirnya bergerak-gerak dan seperti orang menjerit setiap kali cambuk meledak dan merobek baju dan kulit tubuh Sin Cu. Akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya karena ia telah tertotok oleh Bhong Lam, totokan pada urat gagunya yang membuat ia tidak mampu nengeluarkan suara. la menangis tanpa suara melihat kekasih atau tunangannya itu disiksa seperti itu!

   Biarpun ia menangis tanpa suara, namun dari guncangan-guncangan pada kedua pundaknya menunjukkan bahwa gadis ini merintih-rintih dan menangis mengguguk! Setiap kali cambuk itu meledak dan melecut tubuh Sin Cu, Ouw Yang Hui merasa seolah kulit tubuhnya yang terkoyak dan ia yang merasa pedih, panas dan nyeri. Karena dibakar emosi dan juga mengerahkan banyak tenaga kasar, Kim Niocu terengah-engah dan menghentikan cambukannya. la mengamati tubuh Sin Cu yang telah bermandi darah itu. Akan tetapi sepasang mata itu masih memandang kepadanya dengan sinar mata mengejek dan merendahkan. Tadinya, melihat tubuh itu mandi darah, timbul rasa iba dan sayang yang membuat perasaan hati Kim Niocu menjadi lemas. Akan tetapi ketika bertemu dengan pandang mata itu, ia menjadi marah lagi dan ia teringat akan sesuatu,

   "Keparat bandel! Aku akan membunuh Ouw Yang Hui, tunanganmu itu kalau engkau tetap keras kepala dan tidak menurut!"

   Dengan ucapan ini Kim Niocu sebetulnya membuka rahasia hatinya bahwa ia masih merasa sayang untuk membunuh pemuda itu dan masih mengharapkan pemuda itu mau menjadi suaminya. Sejenak Sin Cu tertegun. Seperti kilat terbayang dalam benaknya betapa wanita yang dikasihinya, calon isterinya, Ouw Yang Hui akan dIbunuh, mungkin disiksa lebih dulu, oleh wanita yang telah menjadi iblis betina ini. Rasa iba, ngeri, khawatir memenuhi perasaan hatinya. Akan tetapi lalu muncul bayangan lain. Dia menjadi suami Kim Niocu yang kejam ini, dan hampir dapat dipastikan bahwa Ouw Yang Hui biarpun tidak dIbunuh, tentu tidak akan bernasib baik dalam tangan orang orang Pek-Lian-Kauw.

   "S?sukamu, Kim Niocu. Kalau Ouw Yang Hui tewas karena aku, maka aku akan semakin menghargai dan mencintanya dan kami kelak akan bersatu di alam baka. Akan tetapi sebaliknya kalau engkau membunuhnya, aku akan menjadi semakin benci kepadamu dan mengutukmu sebagai iblis betina yang kelak tentu akan menerima hukuman yang lebih mengerikan daripada kematian kami berdua. Nah, bunuhlah aku dan Hui-moi, aku tetap tidak sudi menuruti keinginanmu!"

   Hampir saja Kim Niocu menjerit-jerit saking marahnya. la sampai tidak dapat mengeluarkan suara untuk menyalurkan nafsu kemarahannya. la lari ke sudut, menyambar tombak pendek yang ujungnya sudah membara kemerahan dan ia menghampiri Sin Cu, menjulurkan tombak membara ke arah muka Sin Cu!

   "Akan kubakar sampai buta kedua matamu!"

   La sudah mendekatkan ujung tombak membara itu ke mata Sin Cu Melihat ini, Ouw Yang Hui hampir tidak kuat menahan kengerian hatinya. la menjatuhkan dirinya menelungkup sambil meraung-raung tanpa suara! Akan tetapi Bhong-Kongcu yang memang sengaja ingin agar gadis itu menyaksikan semua penyiksaan atas diri Sin Cu, mengangkat dan menarik pundaknya sehingga Ouw Yang Hui terpaksa melihat lagi. Tiba-tiba Kim Niocu menarik kembali tombak membara itu.

   "Tidak! Terlalu enak bagimu kalau kulakukan sekarang karena matamu tidak akan melihat lagi kalau aku menyiksa Ouw Yang Hui. Besok siang engkau harus memberi keputusan terakhir. kalau engkau masih juga menolak, aku akan menyuruh orang-orangku untuk memperkosa tunanganmu itu di depan matamu. Ada belasan orang laki-laki di sini dan mereka semua akan kebagian! Baru setelah itu, aku akan membutakan kedua matamu, membunuh tunanganmu lalu membunuhmu!"

   Setelah berkata demikian, Kim Niocu melemparkan tombak itu ke atas lantai lalu dengan gerakan marah ia meninggalkan ruangan itu dan pergi. Kini muncul lagi anak buah Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga kamar tahanan merangkap kamar penyiksaan itu. Mereka berjumlah lima orang dan mereka segera menutupkan kembali pintu ruangan itu dan menguncinya dari luar.

   Ouw Yang Hui masih terisak-isak ketika dia digandeng pergi oleh Bhong Lam yang membawanya ke ruangan, di luar kamar besar yang ditempati Ouw Yang Hui bersama enam orang gadis tawanan yang lain. Karena memang Bhong Lam yang diserahi tugas mengawasi para gadis tawanan ini, maka dia dapat dengan leluasa membawa Ouw Yang Hui keluar untuk mengintai dan menyaksikan penyiksaan atas diri Sin Cu tadi. Setelah tiba di situ, Bhong Lam membebaskan totokan atas diri Ouw Yang Hui. Tadi dia terpaksa menotoknya agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena mungkin saja Kim Niocu akan marah kalau melihat dia membawa Ouw Yang Hui mengintai dan menyaksikan penyiksaan itu. Setelah terbebas dari totokan, Ouw Yang Hui menangis dan suara sesenggukan terdengar memelas. la mengeluh dan merintih, menyebut nama kekasihnya lirih.

   "Cu Koko... Cu Koko...!"

   "Engkau sudah melihat sendiri, nona. Wong Sin Cu disiksa dan besok pasti dia akan disuruh melihat engkau diperkosa banyak orang dan kemudian sepasang matanya akan dibakar...!"

   "Tidak... Ah, jangan Bhong-Kongcu, aku mohon kepadamu, demi Tuhan demi perikemanusiaan tolonglah... Kongcu, tolong bebaskan Cu-Koko... huuu... huu... huu..."

   "Nona Ouw Yang Hui, engkau amat mencinta Wong Sin Cu?"

   Dengan sepasang mata basah gadis itu memandang wajah Bhong Lam dan ia mengangguk-angguk.

   "Dan engkau siap mengorbankan apa saja, melakukan apa saja asal dia dapat dibebaskan?"

   "Ya ya aku mau melakukan apa saja, bahkan aku siap mengorbankan nyawaku untuk Cu-Koko"! Tolonglah, bebaskan dia, Kongcu. Aku mohon padamu, aku menyembahmu..."

   "Akan tetapi engkau sendiri terancam bahaya mengerikan dari pada maut. Bagaimana kalau engkau saja yang kuselamatkan dan kuajak pergi dari sini agar engkau terhindar dari bahaya yang lebih mengerikan seperti yang diancamkan Kim Niocu tad??"

   Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya.

   "Apa artinya aku bebas dan hidup kalau Cu-Ko mati? Kongcu, dia segala-galanya bagiku. Aku bahkan rela mati asal dia dapat tertolong..."

   "Nona, pekerjaan ini memang amat berbahaya, salah-salah nyawaku sendiri terancam bahaya maut. Akan tetapi aku rela mengorbankan nyawaku untuk menolongmu, aku... aku sungguh mencintamu nona..."

   "Tidak, Kongcu. Kumohon kepadamu tolong bebaskan Cu-Koko dan selama hidupku aku tidak akan melupakan pertolonganmu ini, aku akan berterima kasih sekali kepadamu."

   Ouw Yang Hui memohon, hatinya tidak kuat lagi membayangkan keadaan kekasihnya yang tersiksa dan terancam maut yang mengerikan itu.

   "Nona, kalau aku menolong Sin Cu berarti aku mempertaruhkan nyawaku karena kalau Kim Niocu mengetahui, pasti ia tidak akan mengampuni aku. Aku mau melakukan itu dengan taruhan nyawa, akan tetapi aku minta imbalan."

   Ouw Yang Hui memandangnya dengan mata penuh harapan.

   "Imbalan? Apa... apa yang kau maksudkan, Kongcu? Aku mau memberikan apa saja yang kumiliki asal engkau dapat membebaskan Cu-Koko..."

   "Aku mau menolong kalian, membebaskan Sin Cu dan juga engkau, akan tetapi engkau harus mau membalas cintaku, mau melayaniku dan menjadi isteriku."

   "Ahh...!"

   Mata Ouw Yang Hui terbelalak, mata yang merah itu masih basah air mata.

   "Adik Ouw Yang Hui, pekerjaan ini taruhannya nyawaku. Bagiku ada dua kemungkinan, kalau gagal aku mati, kalau berhasil aku hidup berbahagia di sampingmu. Aku mau mempertaruhkan nyawaku untuk dapat hidup sebagai suami-isteri denganmu."

   "Tapi.. tapi..."

   Hati Ouw Yang Hui menjadi kacau dan bingung tidak menentu.

   "Hui-moi (adik Hui), sekarang tinggal terserah kepadamu. Engkau tinggal memilih. Melihat Sin Cu disiksa sampai mati dan engkau sendiri diperkosa banyak laki-laki buas kemudian dIbunuh, atau melihat Sin Cu selamat dan engkau menjadi isteriku dan kita hidup berbahagia."

   "Aku... aku... aku tidak perduli akan keadaan diriku sendiri... yang terpenting bagiku, Cu Koko harus dapat diselamatkan"

   "Jadi, engkau mau menjadi isteriku kalau aku menyelamatkan dan membebaskan Sin Cu?"

   Tanya Bhong Lam dengan girang sekali dan dia merangkul gadis itu. Akan tetapi Ouw Yang Hui mengelak dengan langkah ajaibnya dan berkata,

   "Bhong-Kongcu, selamatkan Cu-Koko dulu baru aku akan memenuhi semua kehendakmu."

   Bhong Lam menatap tajam wajah gadis itu.

   "Hui-moi, bersumpahlah dulu bahwa engkau mau melayaniku dan menjadi isteriku kalau aku sudah menyelamatkan Sin Cu."

   Ouw Yang Hui menelan ludah menenteramkan hatinya yang terguncang dan tertekan.

   "Aku bersumpah, kalau engkau dapat menolong dan menyelamatkan Sin Cu, aku akan menuruti semua kehendakmu."

   "Bagus, demi cintaku kepadamu, Hui-moi, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk membebaskan Sin Cu. Mari ikut denganku dan taati semua petunjukku."

   "Malam ini juga kita harus dapat melaksanakan rencana kita, karena besok sudah akan terlambat. Mari..."

   Ouw Yang Hui menurut saja ketika ia digandeng Bhong Lam menyelinap dan memasuki taman yang berada di belakang bangunan itu.

   Bhong Lam memasuki lorong yang menuju ke ruang tahanan bawah tanah. Dia membawa pedang terhunus di tangan kanannya dan sikapnya seperti orang tegang. Lima orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang berjaga di depan kamar tahanan itu segera berdiri menyambut dengan sikap hormat karena pemuda itu adalah putera ketua cabang yang berarti memiliki kedudukan yang cukup tinggi.

   "Kalian berlima harus siap. Kim Niocu mengutus aku untuk menggantikan kalian menjaga tawanan yang sudah hampir mampus itu. Kalian harus memperkuat penjagaan di luar gedung karena dikhawatirkan ada teman-teman tawanan itu menyerbu untuk membebaskan tawanan. Aku sudah menerima tugas untuk membunuh saja tawanan itu kalau ada teman-temannya yang datang menyerbu. Cepat kalian keluar dan tinggalkan kunci pintu kamar tahanan ini kepadaku!"

   Lima orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu tentu saja percaya sepenuhnya kepada Bhong Lam yang merupakan orang penting dalam perkumpulan mereka. Apa lagi mereka juga melihat bahwa pemuda itu datang bersama Kim Niocu dan mendapat kepercayaan penuh oleh puteri ketua umum itu untuk bertanggung jawab atas para tahanan wanita.

   Pemegang kunci ruangan tahanan segera menyerahkan kunci itu kepadanya dan mereka bergegas keluar dari situ. Setelah memeriksa keadaan dan melihat bahwa di situ tidak terdapat orang lain, Bhong Lam lalu membuka pintu kamar tahanan. Sin Cu yang masih terpentang dan seluruh tubuhnya penuh bilur berdarah itu memandang. Dia merasakan sekujur badannya pedih, akan tetapi hal ini tidak membuat dia pingsan karena semua itu hanyalah luka luar dan luka kulit saja. iapun bersikap tenang walaupun hatinya merasa heran sekali karena pemuda tampan berpakaian mewah itu menghampirinya dan menotok kedua pundaknya untuk membebaskan totokan istimewa yang merupakan ilmu totok yang khas dari Pek-Lian-Kauw. tubuhnya dapat bergerak kembali dan ketika pemuda itu membuka belenggu pada kaki tangannya, Sin Cu telah bebas!

   
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sobat, terima kasih atas pertolonganmu. Akan tetapi siapakah engkau dan mengapa engkau membebaskan aku?"

   Tanya Sin Cu.

   "Husshhh..., jangan banyak bicara lagi. aku membebaskanmu dengan taruhan nyawa. Mari cepat ikut aku keluar melalui belakang rumah, lalu pergilah dari sini secepatnya karena kalau engkau tertawan lagi, aku tidak akan dapat menolongmu. Hayo ikut aku!"

   Bhong Lam berbisik. Sin Cu mengikutinya. Dengan berindap-indap mereka keluar dari bangunan itu menuju ke taman di belakang gedung. Bhong Lam yang sudah mengenal keadaan tempat itu lalu membawa Sin Cu ke sudut di belakang di mana terdapat sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik semak-semak.

   "Nah, keluarlah dari sini dan tinggalkan bukit ini,"

   Kata Bhong Lam. Akan tetapi Sin Cu tidak pergi dan memandang ragu. Malam itu bulan menyinarkan cahaya remang-remang.

   "Akan tetapi, aku harus membebaskan Ouw Yang-Hui..."

   "la sudah lebih dulu kubebaskan. la sudah jauh meninggalkan bukit ini. Cepatlah engkau pergi, mungkin engkau akan dapat menyusulnya. Cepat, kalau ketahuan, kita berdua akan celaka!"

   Kata Bhong Lam yang mengerling ke arah kiri, di mana terdapat sebuah pondok kecil. Dia sudah mengatur sebelumnya sehingga pada saat Ouw Yang Hui berada di dalam pondok dan dapat melihat betapa dia telah membebaskan Sin Cu. Sin Cu mengangguk.

   "Ah, besar sekali budimu kepadaku, sobat. Engkau telah membebaskan Ouw Yang Hui! Aku tidak akan melupakan budi ini. Beritahukanlah kepadaku siapa namamu yang mulia."

   "Sudahlah, aku tidak mengharapkan imbalan darimu, aku tidak ingin kau kenal. Pergilah!"

   Kata Bhong Lam dengan ketus. Sin Cu memandang heran. Orang ini telah menolongnya, bahkan telah membebaskan Ouw Yang Hui pula, akan tetapi sikapnya sungguh ketus dan kasar kepadanya.

   Akan tetapi dia ingat bahwa banyak pendekar kang-Ouw Yang berwatak aneh, maka dia hanya dapat mengangkat pundak dan segera menyelinap keluar dari taman itu dan menghilang di antara pohon-pohon. Dia ingin cepat turun dari bukit itu dan mengejar larinya Ouw Yang Hui. Akan tetapi dia harus berhati-hati jangan sampai terperangkap ke dalam jebakan. Dengan mengikuti jalan ketika mendaki bukit ini, dia dapat menuruni bukit dengan selamat, walaupun tidak dapat dia lakukan dengan cepat. Setelah Sin Cu pergi, Bhong Lam cepat menghampiri dan memasuki pondok kecil dan dia mendapatkan Ouw Yang Hui duduk di atas bangku sambil menutupi muka dengan kedua tangan dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Bhong Lam menghampiri dan meletakkan tangan kirinya di atas pundak gadis itu, dengan sentuhan lembut.

   "Hui-moi, tentu engkau sudah melihat dia keluar dari taman dalam keadaan bebas, bukan?"

   Tanya pemuda itu. Ouw Yang Hui masih menangis, akan tetapi ia menggerakkan kepalanya menganguk membenarkan. Memang tadi ia disuruh menunggu dan melihat dari pondok itu oleh Bhong-Kongcu dan ia melihat Sin Cu keluar dari pintu di balik semak-semak itu. Jari-jari tangan di pundak gadis itu menekan perlahan.

   "Dan engkau masih ingat akan janji dan sumpahmu kepadaku?"

   Ouw Yang Hui menghapus air matanya dan menguatkan hatinya yang terasa hancur. la telah kehilangan Sin Cu untuk selamanya karena terpaksa ia harus menyerahkan diri dan menjadi isteri Bhong Lam. Akan tetapi kehancuran hati itu terhIbur oleh keyakinan bahwa ia melakukan ini demi keselamatan pria yang dikasihinya itu. la mengorbankan dirinya demi keselamatan Wong Sin Cu. Dan ia rela. Ia menjadi tenang kembali dan dengan sikap dan suara tenang namun dingin Ia berkata lirih,

   "Aku takkan mengingkari sumpahku, Kongcu dan sekarang terserah kepadamu."

   "Kita harus pergi dari sini sekarang juga. Kalau perbuatanku ini diketahui oieh Kim Niocu, kita berdua akan celaka dan aku tidak akan dapat hidup lebih lama lagi. Mari, Hui-moi, kita pergi dari sini. Cepat"

   Ia menggandeng tangan Ouw Yang Hui. mereka berlari keluar dari pondok itu, terus keluar dari taman melalui pintu yang tadi dilewati Sin Cu. Bhong Lam mengambil jalan yang dilalui rombongan ketika mendaki bukit itu sehingga ia dapat menuruni bukit dengan aman. Ketika melihat betapa Ouw Yang hui kelelahan, dia lalu memondong tubuh gadis itu dan mempergunakan ilmu meringankan tubuh untuk berlari cepat menuruni bukit. Ouw Yang Hui hanya menurut saja. la sudah pasrah karena ia telah berjanji akan menuruti semua kehendak pemuda itu apabila Bhong-Kongcu dapat membebaskan Sin Cu. Pada keesokan harinya, setelah fajar menyingsing, Bhong Lam yang memondong Ouw Yang Hui telah berada jauh dari bukit itu. Dia membawa Ouw Yang Hui memasuki sebuah hutan lebat.

   Dia sengaja mengambil jalan yang tidak mela?ui dusun sehingga jejaknya takkan dapat diikuti orang. Karena merasa lelah juga, setelah tiba di sebuah padang rumput di tepi hutan, dia berhenti. mereka duduk di atas rumput tebal. Bhong Lam memandang kepada Ouw Yang Hui yang menundukkan mukanya. gadis itu tampak cantik jelita sekali walaupun rambutnya awut-awutan dan pakaiannya lusuh. Timbul kekhawatiran dalam hati Bhong Lam. Dia khawatir kalau-kalau gadis yang amat dicintanya itu akan terlepas darinya, kalau-kalau dia akan kehilangan Ouw Yang Hui. Karena itu, timbul keputusan dalam hatinya. Dia harus dapat memiliki gadis ini sekarang juga! Kalau ia sudah menjadi miliknya, maka ia tidak akan dapat terlepas lagi. Biarpun sudah siap untuk menghadapi segala yang akan terjadi dengan dirinya, tubuh Ouw Yang Hui menggigil ketika kedua lengan pemuda itu merangkulnya.

   Perasaan hatinya memberontak, namun tubuhnya tidak melakukan perlawanan. la sudah bersumpah. Jantungnya berdebar keras, tubuhnya terasa panas dingin ketika Bhong Lam merangkulnya, merebahkannya di atas rumput tebal dan membelainya, membisikkan rayuan, la hanya memejamkan matanya dan membayangkan bahwa Wong Sin Cu yang sedang membelainya penuh kemesraan itu. la hanya merintih dan menangis dalam hati, namun badannya menyerah pasrah. Semua ini demi kekasihnya, demi Wong Sin Cu. la seperti terseret oleh gelombang ditelan badai, penuh kengerian, namun ia membayangkan betapa Wong Sin Cu masih hidup, lepas dari siksaan dan kini bebas lepas dan selamat. Bayangan ini menghIburnya, memberinya kekuatan menghadapi kenyataan yang bagaimanapun juga.

   "Hui-moi, kekasihku. isteriku..."

   Bhong Lam mendekapnya dan Ouw Yang Hui memejamkan mata, kesadarannya menipis, ia dalam keadaan setengah pingsan atau seperti sedang mimpi.

   Sin Cu berjalan agak terhuyung. Dia telah melakukan perjalanan secepatnya, mungkin menuruni Bukit Cemara yang oleh penduduk pedusunan dekat bukit itu disebut bukit Siluman. Dia melakukan perjalanan secepatnya untuk mengejar Ouw Yang Hui yang menurut pemuda penolongnya tadi sudah lebih dulu diselamatkan dan melarikan diri turun bukit.

   Akan tetapi, sampai matahari muncul dan dia sudah jauh meninggalkan bukit itu, belum juga ia dapat menemukan Ouw Yang Hui. Timbul kekhawatirannya bahwa gadis itu mengambil jalan yang berlainan arahnya dengan yang dia ambil. Setelah tiba di kaki bukit, bebas dari ancaman alat-alat jebakan, dia mengerahkan tenaga dan berlari cepat. Akhirnya, dia terhuyung-huyung kelelahan. Dia terlalu banyak mengeluarkan tenaga, padahal tubuhnya penuh luka dan terlalu banyak darah keluar. Dia kehilangan banyak darah dan setelah mengerahkan tenaga semalam, kini dia lelah sekali, hampir tidak kuat melangkah lagi dan kepalanya pening, pandang matanya berkunang. Dia masih berusaha menguatkan diri, akan tetapi akhirnya Sin Cu terguling, roboh dipinggir hutan, telentang dan pingsan.

   Tiba-tiba tampak bayangan merah muda berkelebat dan munculah seorang gadis muda cantik jelita berpakaian merah. Dengan sebatang pedang beronce kuning tergantung di punggungnya, gadis cantik itu tampak gagah. la adalah Ouw Yang Lan. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Ouw Yang Lan yang ditemani Tan Song Bu telah bertemu dengan Sim Kui Hwa di gardu penjagaan depan Kuil Siauw-Lim-Si dan oleh Ibu tirinya ini Ouw Yang Lan mendengar bahwa Ouw Yang Hui diculik orang. la dan Song Bu segera melakukan pengejaran dan pencarian, kemudian ia dan Song Bu berpencar untuk mencari Ouw Yang Hui. Ouw Yang Lan menuju ke Kotaraja karena menduga bahwa Ayah kandungnya yang kini menjadi musuhnya itu tentu ada hubungannya dengan penculikan itu. Dalam perjalananan menuju Kotaraja itulah ia lewat di tepi hutan itu dan melihat Sin Cu menggeletak pingsan.

   Sebetulnya Ouw Yang Lan adalah seorang gadis yang tidak mau mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi melihat pemuda itu rebah telentang dengan pakaian koyak dan mandi darah, la tertarik. Wajah pemuda itu demikian memelas dan entah mengapa, melihat wajah yang bentuknya tampan itu penuh percikan darah dan juga bengkak-bengkak membiru, timbul perasaan iba di hatinya. la tahu bahwa pemuda itu masih hidup, pernapasannya masih normal, akan tetapi seperti orang tidur pulas. Tentu dia pingsan, pikir Ouw Yang Lan dan iapun menghampiri lalu herjongkok di dekat tubuh yang telentang tak bergerak itu. la mengurut tengkuk pemuda yang pingsan itu sambil mengerahkan tenaga sinkang. Sin Cu mengeluh dan membuka matanya. Begitu dia melihat wanita cantik berjongkok di dekatnya, segera dia berkata,

   "Tidak, aku tidak sudi menuruti kehendakmu yang kotor!"

   Dan Sin Cu cepat melompat bangkit. Dia merasa heran dan girang. Ketika siuman tadi, dia mengira bahwa yang berjongkok itu Kim Niocu dan dirinya masih tertotok. Akan tetapi ternyata dia mampu bergerak dan dia sudah siap untuk menyerang.

   "Heii! Apa-apaan engkau ini? Kehendak siapa yang kotor!"

   Ouw Yang Lan membentak marah sambil menudingkan telunjuknya kearah muka Sin Cu. Pemuda itu terbelalak. Setelah mendengar suara gadis itu, barulah dia menyadari sepenuhnya bahwa gadis itu sama sekali bukan Kim Niocu. Wajahnya berbeda, pakaiannya berbeda, biarpun sikap gadis ini bahkan lebih galak daripada Kim Niocu.

   "Ah, maafkan aku nona...! aku kira tadi..."

   "Jangan kira sembarang kira, ya? Aku membantumu agar siuman, engkau malah mengira aku mempunyai kehendak yang kotor! Huh, kurang ajar benar engkau ini!"

   "Maaf, maaf...! Aku baru saja terlepas dari tangan seorang iblis betina yang kejam, nona. Ketika aku sadar, aku masih pening dan aku salah melihat... kukira engkau gadis itu... maafkan aku..."

   Sin Cu terhuyung dan hampir jatuh. Akan tetapi Ouw Yang Lan cepat menangkap lengan kanannya sehingga dia tidak jadi jatuh. Kemarahan gadis itu lenyap karena ia yakin ucapan pemuda itu tadi bukan ditujukan kepadanya dan rasa ibanya muncul kembali.

   "Engkau luka-luka, perlu istirahat karena engkau lemah, mungkin terlalu banyak mengeluarkan darah,"

   Katanya sambil menuntun Sin Cu ke bawah sebatang pohon besar.

   "Nah, duduklah di sini. Aku mempunyai obat luka dan obat penguat tubuh."

   Setelah Sin Cu duduk bersila di atas rumput, Ouw Yang Lan menurunkan buntalan pakaiannya, membukanya dan mengeluarkan sebungkus obat bubuk putih. Dengan jari-jari tangannya yang mungil dan cekatan, ia menaruh obat bubuk putih itu pada luka-luka di seluruh tubuh Sin Cu. Terasa sejuk dan nyaman oleh Sin Cu. Dia dapat menduga bahwa gadis ini tentulah seorang gadis kang-ouw, terbukti dari pedang yang tergantung di punggung dan dari bekalnya obat luka yang manjur. Setelah menaburkan bubuk putih pada luka-luka yang agak dalam, Ouw Yang Lan lalu menuangkan semacam anggur dari sebuah guci ke dalam sebuah cawan dan menyerahkannya kepada Sin Cu.

   "Minumlah anggur penguat badan ini agar engkau merasa segar kembali."

   Sin Cu menerima cawan itu dan tanpa curiga sedikitpun dia minum anggur itu. Terasa hangat di perut dan harus diakui bahwa obat kuat inipun amat manjur.

   Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya, terasa nyaman dan mengusir kelemahan. Dia sudah duduk bersila dan memejamkan kedua matanya, mengatur pernapasan dan menghimpun tenaga murni. Beberapa saat lamanya dia duduk diam dan melihat ulah pemuda itu, Ouw Yang Lan dapat menduga bahwa pemuda itu tentu seorang yang paham ilmu silat dan pandai pula memperkuat tubuhnya dengan menghirup hawa udara yang murni untuk memulihkan tenaga. Maka iapun mendiamkannya saja. Tak lama kemudian, Sin Cu yang merasa tidak enak karena mendiamkan saja gadis yang telah menolongnya itu, menghentikan samadhinya lalu membuka mata. Gadis itu masih berada di situ, duduk di atas sebuah batu tak jauh di depan Sin Cu. Dia memandang gadis itu, kemudian bangkit berdiri dan merangkap kedua tangan depan dada sambil menjura untuk memberi hormat.

   "Lihiap (pendekar wanita) telah menolong saya, terimalah hormat dan rasa terima kasih saya yang mendalam."

   Ouw Yang Lan tertawa, tawanya bebas seperti biasa. la memang seorang gadis yang bebas, tidak seperti para gadis lain, tidak ingin terlalu dikekang dan dibatasi gerakannya sehingga ia berani tertawa bebas tanpa menutupi mulut dengan tangan.

   "Hi-hi-hik, engkau ini orang lucu. Bagaimana engkau tahu bahwa aku seorang pendekar wanita maka engkau menyebut Lihiap kepadaku?"

   Melihat sikap orang yang cerah gembira, Sin Cu juga tersenyum. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya sudah mereda.

   "Tentu saja engkau seorang pendekar, nona. Engkau membawa pedang di punggungmu, dan engkau membawa obat-obat untuk luka, hal ini menjadi kebiasaan seorang pendekar kalau sedang merantau."

   "Hemm, melihat caramu menghimpun hawa murni untuk memulihkan tenaga, aku tahu bahwa engkau juga seorang pendekar silat. Akan tetapi mana senjatamu dan mengapa pula engkau berada di sini dalam keadaan pingsan dan badanmu penuh luka bekas cambukan bukan?"

   Sin Cu menghela napas panjang dan teringatlah dia akan segala peristiwa yang dialaminya di puncak Bukit Cemara atau Bukit Siluman. Teringat dia bahwa tunangannya, Ouw Yang Hui, juga sudah dibebaskan oleh pemuda yang menolongnya tadi, akan tetapi yang tidak dapat dikejar dan ditemukan.

   "Panjang ceritanya, nona,"

   Kata Sin Cu sambil duduk kembali, di atas sebuah batu berhadapan dengan gadis itu. Akan tetapi sebelum dia melanjutkan kata-katanya, Ouw Yang Lan memotong.

   "Nanti dulu. Kalau kita bercakap-cakap dan aku mendengarkan ceritamu, berarti kita sudah saling mengenal. Pada hal aku belum mengenalmu, bahkan namamu pun aku belum tahu."

   Sin Cu tertegun, akan tetapi segera dapat menangkap maksud ucapan itu.

   "Perkenalkan, nona. Aku bernama Wong Sin Cu, seorang yang kebetulan lewat di daerah ini dan mendengar bahwa di bukit itu terdapat banyak siluman dan penduduk di sekitar sini menyebutnya Bukit Siluman."

   Sin Cu menuding ke arah Bukit Cemara. Ouw Yang Lan menoleh ke arah bukit itu dan ia tersenyum mengejek.

   "Huh, tahyul orang-orang bodoh!"

   "Akupun tidak percaya, nona. Akan tetapi aku tertarik ketika mendengar keterangan mereka bahwa sudah banyak orang tewas ketika mencoba untuk mendaki bukit itu. Maka aku lalu mendaki pada sore hari kemarin untuk menyelidiki."

   "Hemm, pemberani juga engkau, Wong Sin Cu! Agaknya engkau memiliki ilmu kepandaian yang boleh kau andalkan maka hatimu menjadi tabah."

   "Ah, ilmu silatku tidak terlalu tinggi, nona, akan tetapi aku tidak pernah undur kalau menghadapi orang jahat."

   "Bagus, engkau ternyata berwatak pendekar. Dan engkau tidak memiliki ilmu silat yang terlalu tinggi itupun aku tahu, buktinya engkau dicambuki orang sampai seperti ini. Lalu bagaimana?"

   "Ternyata bukit itu dipasangi banyak sekali alat rahasia jebakan, nona. Aku sudah berhasil naik ke puncak melewati alat-alat jebakan dan ketika tiba di sana, kiranya mereka itu adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw yang dipimpin oleh seorang wanita yang seperti iblis betina bernama Kim Lian, panggilannya Kim Niocu. Aku dikeroyok dan aku melawan mati-matian. kan tetapi akhirnya aku terjebak dan roboh pingsan karena mereka mempergunakan asap beracun."

   "Hemm, Pek-Lian-Kauw, ya? Memang mereka orang-orang jahat yang kejam dan curang!"

   Ouw Yang Lan teringat akan cerita Ibu tirinya, Sim Kui Hwa tentang perbuatan orang berjubah Pek-Lian-Kauw yang menculik Ouw Yang Hui.

   "Kemudian bagaimana?"

   "Aku pingsan dan ketika siuman, aku mendapatkan diriku sudah berada dalam sebuah ruangan besi dalam keadaan tertotok dan terbelenggu kaki tanganku. aku lalu disiksa dan dicambuki oleh Kim Niocu dan katanya aku akan dIbunuh pada keesokan harinya, kemudian ia meninggalkan aku dalam keadaan luka-luka cambukan. Akan tetapi tengah malam tadi, muncul seorang pemuda yang menolongku dan membebaskan aku keluar dari tempat tahanan di bawah tanah itu. Aku lalu melarikan diri turun bukit dan ketika tiba di sini, aku tidak kuat lagi lalu tidak ingat apa-apa."

   Sin Cu merasa tidak perlu bercerita tentang Ouw Yang Hui, karena kalau dia sebut nama tunangannya itu, tentu dia harus berpanjang cerita tentang hubungannya dengan Ouw Yang Hui dan lain-lain. Ouw Yang Lan mengerutkan alisnya.

   "Kau belum menceritakan mengapa ketika engkau siuman dari pingsan tadi engkau mengatakan tidak sudi menuruti kehendakku yang kotor. Hayo ceritakan sebabnya atau aku akan menganggap engkau telah menghinaku!"

   "Maafkan aku, nona. Sungguh aku telah salah kira. Dalam keadaan masih pening aku mengira engkau adalah Kim Niocu."

   "Apa yang ia lakukan padamu?"

   Ouw Yang Lan mendesak.

   "la hendak memaksa aku agar menjadi suaminya dan aku menolaknya."

   Kata Sin Cu terus terang.

   "Hemm, dan karena penolakanmu itu maka ia menyiksamu dengan cambukan?"

   "Begitulah. la memberi waktu semalaman kepadaku untuk menjawab dan kalau aku tetap menolak, pada keesokan harinya ia akan membakar kedua mataku lalu membunuhku"

   "Hemm, perempuan rendah, hendak memaksa orang menjadi suaminya. Aku harus membunuh perempuan itu! Hayo, Wong Sin Cu, tunjukkan aku tempat tinggal perempuan itu, aku akan membunuhnya!"

   Sin Cu merasa betapa tubuhnya sudah sehat kembali. Obat bubuk dan obat minum yang diberikan gadis itu ternyata manjur sekali. Dia memang harus kembali ke puncak Bukit Cemara. Pertama, dia harus mengambil kembali Pek-Liong-Kiam, pedangnya yang agaknya dirampas oleh Kim Niocu. Kedua, dia perlu menghajar Kim Niocu, iblis betina yang kejam itu, dan ketiga, ini yang penting sekali baginya, dia harus melihat apakah benar Ouw Yang Hui sudah lolos dari sana. Dia tidak mengenal pemuda yang membebaskannya, maka dia tidak tahu apakah pemuda itu bicara benar atau bohong bahwa Ouw Yang Hui telah ditolongnya meloloskan diri dari tempat tahanan. Akan tetapi, tempat itu berbahaya sekali, terutama berbahaya bagi gadis yang telah menolongnya ini.

   "Nona, tempat itu amat berbahaya, Selain Kim Niocu itu memiliki ilmu silat dan ilmu sihir, juga pandai menggunakan racun sehingga ia merupakan lawan yang lihai dan berbahaya, juga ia masih dibantu tiga regu pasukan istimewa yang amat lihai. Aku memang harus ke sana untuk merampas kembali pedangku dan memberi hajaran kepada mereka, akan tetapi engkau lebih baik jangan mendekati tempat berbahaya itu, nona."

   Mendengar ini, Ouw Yang Lan meloncat berdiri di depan Sin Cu, bertolak pinggang, matanya terbelalak marah dan ia membanting-banting kaki kanan, kebiasaan yang menunjukkan bahwa la marah sekali. Suaranya lantang ketika ia berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Sin Cu yang menengadah dan memandangnya.

   "Apa kau kata? Engkau berani bilang bahwa aku takut menghadapi mereka, takut melawan mereka? Engkau berani memandang rehdah kepadaku, ya?"

   Tak disangka sangka gadis itu demikian galaknya. Sin Cu terkejut sekali.

   "Maaf, nona. Bukan begitu maksudku, Aku hanya hanya mengkhawatirkan keselamatanmu..."

   "Itu namanya memandang rendah padaku, tahu? Kau kira aku tidak akan mampu membasmi mereka? Lihat ini"

   Gadis itu menggerakkan tangan kanan ke punggung.

   "Singggg..."

   Tampak sinar menyilaukan mata dan ia sudah mencabut sebatang pedang beronce merah yang berkilauan, kemudian tubuhnya bergerak seperti menari pedang, gerakannya makin lama semakin cepat sehingga tubuhnya tidak tampak lagi, berubah bayangan yang terselimuti gulungan sinar putih yang menyambar-nyambar ke arah sebatang pohon tak jauh dari situ. Sin Cu memandang kagum. Memang hebat ilmu pedang gadis itu. Ujung-ujung ranting dan daun-daun pohon itu jatuh berhamburan disambar sinar pedang sehingga pohon itu menjadi gundul, seperti sebuah kepala yang rambutnya dibabat habis! Begitu sinar pedang lenyap, tahu-tahu Ouw Yang Lan sudah berdiri lagi di depannya dan pedang beronce merah sudah disarungkan kembali. Gadis itu tersenyum manis sambil memandang kepada Sin Cu.

   

Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini