Ceritasilat Novel Online

Pusaka Gua Siluman 29


Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 29



Pesan Jenderal Cu Kong Sui kepada Siok Beng Hui.

   Siok Beng Hui sendiri sudah mendengar akan nama besar Jenderal Gan Lee Kong, maka diam-diam iapun menaruh hati sayang kalau seorang bekas patriot rakyat yang di masa mudanya sudah banyak berjuang demi tanah air dan bangsa sekarang menjadi korban, diperalat oleh orang-orang macam Auwyang Peng dan para pembesar korup yang lain.

   Setelah pasukan-pasukannya melakukan pengepungan terhadap kota An-yang, Siok Beng Hui lalu mengirim utusan menyerahkan surat Jenderal Cu Kong Sui kepada Panglima Gan Lee Kong. Isi surat itu hanyalah bujukan Jenderal Cu Kong Sui kepada bekas rekannya agar tidak melakukan perlawanan sambil memperingatkan tentang keburukan pemerintah di selatan. Jenderal Gan Lee Kong memukul meja depannya sampai remuk, membuat utusan itu kaget dan ketakutan. Kemudian jenderal tua tinggi besar ini tertawa.

   "Ha-ha-lia, Cu Kong Sui sudah tidak tahu lagi tentang bakti, tidak tahu lagi tentang setia dan tidak tahu tentang aturan. Bakti terhadap negara tiada batasnya, tanpa perhitungan salah atau betul. Kesetiaan terhadap pemerintah tak dapat dirobah pula dengan alasan apapun juga, tetap setia melakukan tugas sesuai dengan jabatannya adalah watak seorang jantan. Satu-satunya aturan bagi seorang panglima hanyalah menyerang atau bertahan, untuk apa ia mengajukan bujukan-bujukan lagi? Kalau bala tentaranya sudah berada di sini dan hendak menyerang, kami sudah siap sedia!"

   Setelah berkata demikian, tanpa inemberi jawaban tertulis, dia mengusir utusan itu keluar dan utusan itu keluar dari benteng An-yang tanpa diganggu.

   Siok Beng Hui menarik napas panjang dan diam diam memuji kesetiaan dan kegagahan Gan Lee Kong, tidak ada jalan lain baginya kecuali mencoba untuk menyerang kota itu. Akan tetapi tidak mudah menyerbu kota ini. Gan Lee Kong yang sudah banyak pengalamannya dalam perang, telah membuat benteng yang amat kokoh kuat. Benteng ini letaknya agak tinggi, dikitari tembok yang tebal dan tinggi. Selain ini, ada terowongan-terowongan yang menembus ke dalam tembok dan para perajurit yang melakukan penjagaan dapat memasang barisan baihok (barisan pendam).

   Lima kali sudah Siok Beng Hui dan para perwira lain mencoba untuk melakukan serbuan dari beberapa jurusan, namun selalu gagal, malah banyak perajurit tewas menjadi korban. Pertahanan benteng itu sungguh kuat sekali. Para penyerbu tidak saja menghadapi hujan anak panah, malah jenderal tua yang lihai itu menjalankan siasat menghujani musuh dari atas tembok benteng dengan api, batu, malah menggunakan air panas!

   Beberapa kali Siok Beng Hui yang menjadi marah menantang perang di depan benteng, akan tetapi sambil tertawa lebar terdengar suara Jenderal Gan Lee Kong dari atas tembok benteng.

   "Ha-ha-ha, Siok Beng Hui. Kau bocah kemarin sore hendak menipu aku? Ha ha-ha! Kau mengandalkan besarnya pasukan dan banyaknya ahli-ahli silat yang membantumu maka kau menantang perang terbuka. Kalau kau ada kepandaian dan kekuatan, boleh gempur bentengku ini. Majulah! Apa pasukanmu sudah begitu pengecut hingga tidak berani lagi menyerbu?"

   Panas hati Siok Beng Hui. Betapapun juga ia menantang, tetap saja Gan Lee Kong tidak mau melayaninya.

   "Tua bangka!"

   Gerutu Siok Beng Hui dengan hati mengkal. Memang sukar untuk menggempur benteng yang amat kuat itu. Tidak ada lain jalan baginya, kota itu harus dikurung terus sampai musuh kehabisan ransum. Sebulan lebih pasukannya mengepung dan mematikan lalu lintas kota dengan luar tembok. Kota itu praktis mati. Akan tetapi anehnya, di dalam kota setiap malam terdengar suara musik, seakan-akan semua penduduk bersenang-senang dan tidak khawatir apa-apa! Dan sama sekali belum nampak tanda-tanda bahwa kota itu akan kehabisan makanan.

   Hal ini tidak mengherankan. Sebelum bala tentara utara datang menyerang kota An-yang, Panglima Gan Lee Kong yang waspada itu sudah memenuhi semua gudang yang ada di kota itu dengan ransum kering. Bahkan semua penduduk di kota dipaksa suruh menyimpan bahan makanan sehingga jangankan baru sebulan, biar dikepung setahun agaknya kota itu takkan kehabisan makanan!

   Dua bulan kemudian Siok Beng Hui mengirim utusan untuk menawarkan supaya Gan Lee Kong menyerah, akan tetapi panglima tua itu marah-marah dan mengusir utusan itu dengan ucapan-ucapan mengejek dan memaki-maki. Siok Beng Hui mulai habis kesabarannya. Tidak ada jalan lain, kecuali harus menghujankan panah api ke dalam kota.

   Tadinya dia kurang setuju dengan siasat ini karena maklum bahwa dengan jalan ini rumah-rumah di dalam kota akan terbakar dan ini berarti bahwa penduduk banyak yang menjadi korban. Akan tetapi, karena sikap Gan Lee Kong yang tidak mau mengalah, terpaksa ia hendak menjalankan penyerangan, panah api di waktu malam.

   Dan tepat pada senja harinya datanglah Lee Ing, Siok Bun, dan Siok Ho di markasnya. Bukan main girangnya hati Siok Beng Hui karena bala bantuan ini, terutama Lee Ing, amat besar artinya. Lagi pula ia makin girang melihat puteranya pulang membawa Siok Ho yang sekarang ternyata sudah "berubah"

   Menjadi seorang gadis jelita dan agaknya saling menyinta dengan puteranya.

   Ketika mendengar bahwa ayahnya hendak menghujankan panah api ke kota An-yang itu, Siok Bun mengerutkan kening tanda tidak setuju.

   "Ayah, penduduk kota yang tidak berdosa mengapa harus dikorbankan? Apakah tidak ada jalan lain untuk mengalahkan Panglima Tua Gan Lee Kong?"

   "Sukar sekali. Penjagaan dan bentengnya amat kuat, tak mungkin dapat digempur. Ditantang perang di tempat terbuka ia tidak mau. Benar-benar panglima tua yang ulet dan sukar dikalahkan,"

   Kata Siok Beng Hui sambil menari k napas panjang.

   Tiba-tiba penjaga melapor bahwa ada utusan dari markas besar Jenderal Cu Kong Sui datang. Cepat Siok Beng Hui menerima utusan ini dan ternyata utusan itu membawa sepucuk surat dari The-taijin. Siok Beng Hui berdebar hatinya. The-taijin adalah The Ho, seorang cerdik pandai yang selalu membantu pergerakan Raja Muda Yung Lo, seorang yang berilmu tinggi. Dengan tangan menggigil saking tegangnya ia membuka surat itu. Ternyata bahwa keadaannya telah diketahui oleh Jenderal Cu Kong Sui dan jenderal ini bersama The Ho sendiri juga mengharapkan supaya panglima tua she Gan itu dikalahkan dengan siasat.

   "Cari orang pandai,"

   Demikian nasihat The-taijin.

   "suruh menyelundup ke dalam kota, biarkan dirinya tertangkap, lalu buka rahasia bahwa kota akan dibumi-hanguskan. bujuk Gan supaya menggunakan siasat menangkap Siok Beng Hui, pergunakan perangkap seperti yang pernah dipergunakan oleh siasat Lauw Pi."

   Siok Beng Hui mengangguk-angguk. Setelah membalas surat itu menyatakan terima kasih dan berjanji mentaati perintah, ia lalu mengadakan perundingan dengan Lee Ing, Siok Bun dan Siok Ho.

   "Tidak mudah memasuki kota, kecuali kalau memiliki kepandaian tinggi,"

   Kala Siok Beng Hui, matanya melirik Lee Ing karena orang tua ini merasa yakin bahwa hanya Lee Ing seorang yang akan mungkin menerobos kota itu mempergunakan kepandaiannya.

   "Sayang tidak ada perajurit atau panglima yang setinggi itu kepandaiannya."

   "Siok-lopek, kalau kau membutuhkan bantuanku, katakan saja. Aku bersedia membantumu,"

   Kata Lee Ing yang tentu saja mengerti akan maksud kerlingan itu. Siok Beng Hui menarik napas panjang.

   "Memang hanya dengan kepandaian seperti yang kau miliki itu saja orang akan dapat memasuki kota An-yang, akan tetapi sayang kau seorang wanita.."

   "Apa salahnya?"

   Lee Ing penasaran.

   "Apakah wanita kalah harganya oleh lelaki?"

   "Bukan begitu maksudku, nona Souw. Akan tetapi tugas ini memang tugas seorang pria. Dia harus memasuki kota, kemudian membiarkan dirinya ditangkap. Semua ini hanya siasat yang telah diatur oleh The-taijin, dan siasat yang diatur oleh The-taijin tak pernah meleset, apa lagi sudah diperhitungkan masak-masak berdasarkan pengetahuan luas dan sudah mengenal watak-watak Panglima Tua Gan Lee Kong."

   Lee Ing melirik Siok Ho yang rnasih berpakaian pria. Ia mendapat pikiran bagus sekali.

   "Dia ini,"

   Ia menuding kepada Siok Ho.

   "dulunya tak seorangpun tahu dia wanita. Akupun dapat menyamar menjadi pria seperti dia. Enci Ho, kau harus ajari aku bagaimana menyamar sebagai pria."

   Siok Ho tersenyum dan Siok Beng Hui menepuk jidatnya.

   "Mengapa tidak? Dengan menyamar sebagai pria, orang tidak mencurigaimu. Dan andaikata kau gagal, jika tua bangka she Gan itu tahu kau wanita, aku tanggung dia takkan membolehkan orang menganggumu. Aku sudah kenal betul wataknya."

   Dengan bantuan Siok Ho, Lee Ing lalu menyamar sebagai seorang pria. Lubang daun telinganya ditutup dengan semacam bedak kuning, alisnya ditambah tebal dan ketika keluar dari kamar, Lee Ing telah berubah menjadi seorang pemuda yang amal ganteng! Siok Bun bertepuk tangan memuji dan Siok Beng Hui mengangguk-anggukkan kepala tanda puas.

   Kemudian Lee Ing dengan penuh perhatian mendengarkan pesan-pesan dari Siok Beng Hui tentang siasat-siasat yang harus ia jalankan di dalam kota An-yang. Setelah menitipkan Li-lian-kiam kepada Siok Ho, pada malam hari itu Lee Ing berangkat melakukan tugasnya. Malam itu gelap sekali, keadaan yang amat baik dan tepat bagi Orang yang hendak menerobos memasuki benteng yang terjaga kuat. Setelah melakukan pemeriksaan sambil menyusup di antara pohon-pohon di luar tembok kota, Lee Ing mendapat kenyataan bahwa penjagaan di benteng itu betul-betul amat kuat. Pantas saja sekian lamanya Siok Beng Hui belum juga berhasil membobolkannya.

   Biarpun malam itu gelap sekali, namun setiap sepuluh meter di atas tembok benteng itu digantungi lampu penerangan yang besar sehingga setiap percobaan orang luar untuk mencuri masuk dengan memanjat tembok, akan mudah terlihat dari tempat penjagaan dan tentu orang itu akan terpanah sebelum sampai di atas, Lee Ing tahu bahwa dengan ginkangnya, dibantu enjotan pada cabang pohon yang tumbuh di luar tembok, kiranya ia masih sanggup mencapai tembok. Akan tetapi tentu ia ketahuan dan usahanya memasuki kota akan gagal kalau ia dikeroyok dan dihujani anak panah.

   Terpaksa Lee Ing kembali ke markas Siok Beng Hui dan minta bantuan lima orang ahli panah yang pandai. Dengan sembunyi, lima orang ini memasang anak panah dan atas isarat Lee Ing, mereka melepaskan anak panah-anak panah ke arah lampu-lampu di sepanjang tembok penjagaan bagian timur di mana banyak tumbuh pohon-pohon besar di luar tembok. Lee Ing sendiri mempergunakan dua buah batu menyambit dua lampu penerangan. Sekaligus tujuh buah lampu padam.

   Geger di atas tembok dan seketika itu juga dari tembok hujan anak panah, batu dan air panas! Sekiranya dalam keadaan gelap itu tentara-tentara

   utara mencoba memanjat tembok, tentu mereka ini akan mati terpanah, tertimpa batu atau tersiram air panas! Hebat bukan main penjagaan di situ. Lima orang ahli panah itu sesuai dengan rencana Lee Ing, cepat mundur sambil melepaskan anak-panah-anak panah gelap yang ternyata ada hasilnya pula, karena terdengar pekik kesakitan di atas tembok.

   Penjagaan menjadi makin kuat, di atas tembok dipasangi lampu-lampu lagi. Akan tetapi di sekeliling bawah dan luar tembok sunyi Saja! Semua penjaga terheran-heran karena tak melihat seorangpun musuh di luar tembok. Sama sekali mereka tidak tahu bahwa di dalam kegelapan dan keributan tadi, bagaikan seekor burung besar, Lee Ing sudah meloncat ke atas pohon, mengenjot dari cabang pohon ke atas tembok, terus menyelinap dan melompat ke dalam!

   Kalau saja keadaan tidak sedang panik di dalam tembok, tentu perbuatannya akan kelihatan orang. Memang ada penjaga-penjaga yang melihatnya, akan tetapi dalam keadaan seperti itu, ia dikira kawan mereka dan tak seorangpun memperdulikan apa yang terjadi di dalam, seluruh perhatian dicurahkan keluar tembok. Memang cerdik sekali siasat Lee Ing ini dan menjelang pagi ia sudah tidur-tiduran di dalam sebuah gudang tua yang penuh gandum.

   Pada keesokan harinya, sebelum ada orang membuka pintu gudang, ia sudah keluar lagi dari gudang itu melalui lubang di genteng, dan di lain saat, seorang pemuda ganteng sudah berjalan-jalan di antara orang banyak yang hilir mudik di dalam keramaian kota terkurung itu. Benar-benar hebat sekali panglima tua menjaga semangat penduduk kota. Dilihat dari dalam, kota itu seakan-akan tidak apa-apa, penduduknya masih bekerja seperti biasa dan tidak nampak kekhawatiran apa-apa.

   Akan tetapi, di balik ini semua, Lee Ing dapat merasakan ketegangan yang mencekam hati para penduduk. Yang mengagumkan adalah para penjaga dan tentara yang kelihatan berdisiplin, berwajah sungguh-sungguh dan penuh semangat, sama sekali tidak merupakan gangguan bagi penduduk kota seperti lajimnya dilakukan sebagian tentara. Keadaan seperti ini saja sudah membuktikan bahwa pasukan-pasukan itu dipimpin oleh seorang yang pandai dan berwibawa.

   Hebatnya kota yang terkurung selama dua bulan itu, hampir tiga bulan, masih belum memperlihatkan tanda-tanda kekurangan makan. Malah masih ada rumah makan besar yang dibuka! Hanya di situ agak sunyi. Lee Ing tanpa ragu-ragu memasuki rumah makan dan memesan makanan dengan suara nyaring, la tidak tahu bahwa rumah makan ini merupakan siasat bagi Gan Lee Kong. Panglima ini sengaja membuka restoran itu untuk menjaga kalau-kalau ada mata-mata musuh yang berhasil memasuki kota, untuk memperlihatkan kepada musuh bahwa biarpun dikurung kota ini masih belum membutuhkan bantuan ransum.

   Biarpun Lee Ing tidak menduga akan hal ini, namun ia tahu bahwa memasuki rumah makan ini merupakan bahaya baginya, seakan-akan menonjolkan diri. Akan tetapi ini memang ia sengaja karena sudah termasuk tugasnya untuk membiarkan diri diketahui kemudian menyerah supaya ditangkap dan dihadapkan kepada Gan Lee Kong! Penjagaan kota An-yang memang kuat sekali. Begitu Lee Ing memperlihatkan diri di jalan umum tadi ia sudah diikuti oleh lima orang secara berpencar. Begitu ia muncul, mata yang tajam dari pada para petugas sudah taliu bahwa dia itu bukan penduduk An-yang maka diam-diam ia diikuti terus.

   Lebih yakin lagi para mata-mata itu bahwa pemuda ganteng itu tentulah seorang mata-mata musuh ketika Lee Ing memasuki rumah makan itu, karena tidak mungkin kalau penduduk An-yang memasuki restoran itu begitu saja. Biasanya yang memasuki restoran hanyalah petugas-petugas tinggi yang tidak sempat pulang makan karena kesibukan tugasnya!

   Lee Ing dibiarkan makan sampai kenyang dan gadis inipun tahu bahwa diam diam telah ada dua belas orang memasuki restoran itu dan mereka sengaja berpencar menduduki bangku-bangku mengelilinginya. Akan tetapi Lee Ing tenang-tenang saja, malah sambil makan ia iersenyum-senyum mengejek. Setelah ia selesai makan sampai kenyang dan baru saja minum araknya, terdengar gemerincing suara senjata dan tahu-tahu dua belas orang itu sudah menghunus senjata mengurungnya!

   "Kau ini orang mana dan bagaimana bisa masuk kota? Hayo mengaku dan menyerah saja sebelum kami menggunakan kekerasan!"

   Bentak salah seorang di antara mereka yang berkumis lebat. Dengan seenaknya Lee Ing menaruh kembali cawan araknya di atas meja, lalu melirik ke kanan, ke arah orang yang menegurnya tadi.

   "Aku orang luar kota dan mengapa kalian masih bertanya bagaimana aku bisa masuk? Bu kankah kalian penjaganya? Salahmu sendiri tidak melihat aku memasuki An-yang!"

   "Dia mata-mata, musuh! Tangkap! Bunuh!"

   Teriak para penjaga itu dan golok pedang gemerlapan mengancam.

   "Cring.... cring... cringggg....!"

   Suara nyaring ini disusul pekik kesakitan dan semua orang mundur saking kagetnya. Ternyata Lee Ing telah menyambar sumpit yang dipakainya makan tadi dari atas meja dan dengan tangkisan sumpit ini beberapa batang golok dan pedang kena dibikin terlepas dari pegangan para pengeroyok.

   "Aku memang mata-mata utara!"

   Katanya gagah dengan sikap menantang sambil menatap tajam orang-orang yang masih mengurungnya akan tetapi dari jarak agak jauh itu.

   "Akan tetapi kalau aku berniat buruk, apa aku sudi makan di sini dan apakah aku tinggal diam saja tidak melakukan pengacauan? Apa sih sukarnya membunuh-bunuh orang macam kalian? Dengar baik-baik, aku datang dengan maksud baik, hendak menolong kota ini. Maka biarkan aku bertemu dengan Jenderal Gan Lee Kong!"

   "Siapa percaya obrolan mata-mata musuh?"

   Bentak pemimpin yang kumisan tadi dan kembali belasan orang itu maju mengeroyok. Malah ada kursi-kursi yang dilontarkan ke arah Lee Ing.

   "Kalau tidak diberi hajaran kalian tidak kapok!"

   Bentak Lee Ing dan tubuhnya berkelebat ke sana ke mari. Di mana bayangannya sampai, terdengar pekik kesakitan, pedang atau golok jatuh dan orangnya berdiri kaku tertotok. Sudah enam orang dibikin tak berdaya oleh Lee Ing dalam sekejap mata saja dan tiba-tiba terdengar bentakan keras.

   "Para penjaga, mundur.!"

   Orang-orang yang tadinya hiruk-pikuk dan sibuk menyerang Lee Ing, begitu mendengar bentakan yang berpengaruh ini. seketika melompat mundur dan berdiri tegak penuh hormat dan taat di pinggir, memberi jalan kepada orang yang membentak tadi. Lee Ing mengangkat muka dan melihat seorang pemuda tinggi tegap berwajah gagah, berpakaian seperti orang peperangan, berjalan masuk dengan langkah tegap. Di tangan kiri pemuda gagah ini memegang sebatang busur dengan tali urat harimau, di punggungnya terikat tempat anak panahnya. Di pinggang kiri tergantung sebatang pedang panjang dengan sarungnya yang terukir indah.

   "Benar-benar seorang pemuda yang hebat, tampan dan gagah sekali. Akan tetapi yang lebih menarik perhatian Lee Ing adalah seorang tua yang berjalan di sebelah pemuda ini. Orangnya sudah tua, akan tetapi pakaian dan topinya berwarna merah! Seorang kakek tua dengan warna pakaian yang biasanya hanya disuka oleh gadis-gadis muda. Kakek tua ini seperti badut dan di pinggangnya tergantung sebuah kantong besar seperti yang biasa dibawa tukang-tukang obat.

   Biarpun kepada dua orang ini Lee Ing belum pernah bertemu, dan biarpun si pemuda itu jelas sekali kelihatan sebagai seorang gagah perkasa yang memiliki kepandaian tinggi, namun sekilas pandang saja tahulah Lee Ing bahwa ia harus lebih waspada dan hati-hati menghadapi kakek jubah merah seperti badut itu.

   "Kau ini siapakah berani membikin ribut di Sini? Apa betul pengakuanmu tadi bahwa kau mata-mata dari utara? Jawab yang betul, sobat, hal ini tak boleh dibuat main-main!"

   Kata pemuda gagah itu dengan halus tetapi keren.

   "Aku bernama Hong, she Oei,"

   Jawab Lee Ing secara sembarangan saja.

   "Siapa orangnya yang main-main? Dibilang mata-mata utara, boleh juga karena memang aku baru saja keluar dari markas besar bala tentara yang mengurung kota ini. Dibilang bukan, juga boleh karena datangku ini sesungguhnya karena menaruh kasihan kepada penduduk kota An-yang dan berusaha menolong mereka. Akan tatapi tentang hal ini, aku hanya mau bicara sendiri dengan jenderal yang menguasai kota ini. Apakah kau jenderalnya?"

   "Jenderal Gan Lee Kong adalah ayahku, aku Gan Kun. Tidak sembarang orang boleh menjumpai ayah. Kalau kau betul dari luar tembok, bagaimana kau bisa masuk?"

   Lee Ing tersenyum dan pemuda ganteng itu harus kagum menyaksikan deretan gigi yang putih seperti mutiara.

   "Malam tadi penjagaanmu dikacau, lampu-lampu padam dan hujan anak panah. Aku melompati tembok, siapa yang melihatku?"

   Gan Kun mengerutkan keriing, diam-diam marah kepada para penjaganya. Akan tetapi diapun ragu-ragu. Betulkah pemuda remaja yang tubuhnya tak berapa besar, lebih patut disebut setengah kanak-kanak ini, memiliki kepandaian setinggi itu?

   Tiba-tiba orang tua yang berjubah merah itu tertawa terkekeh.

   "Anak ini lucu, tetapi harus diakui ketabahannya. Nyalinya besar sekali. Bocah, kepandaian apakah yang kau andalkan maka kau berani bersikap begini? Sekali saja Gan-ciangkun ini memberi tanda, tubuhmu akan hancur lebur di bawah ribuan senjata."

   Lee Ing melirik dan maklum bahwa ucapan ini bukan gertak sambal. Tempat itu sudah terkurung rapat dan memang tak mungkin baginya untuk dapat lolos dari ribuan orang tentara itu. Akan tetapi ia berlaku tenang dan tersenyum.

   "Kakek badut, kaulah yang lucu. Aku tidak mengandalkan kepandaian apa-apa karena aku tidak bermaksud buruk. Terus terang saja, aku kasihan kepada penduduk An-yang dan hendak menolong, akan tetapi hanya dengan Jenderal Gan Lee Kong aku mau bicara."

   "Apa kau berniat menyerang ayah?"

   Pemuda itu membentak dan busur di tangan kirinya sudah tergetar.

   "Aku tidak bersenjata, menghadapi ayahmu dan kalian semua aku bisa berbuat apakah? Masa seperti aku ini bersikap seorang calon pembunuh?

   Kira-kira, dong!"

   Kata Lee Ing setengah berkelakar sungguhpun hatinya gentar juga, takut kalau-kalau pemuda itu tetap mencurigainya dan mengeroyok.

   Tidak saja tugasnya akan sia-sia, malah keadaannya akan berbahaya sekali.

   Pemuda itu ragu-ragu, lalu menoleh kepada kakek itu. Matanya meminta pendapatnya.

   "Siapa sih badut tua ini?"

   Lee Ing sengaja bertanya untuk memperlihatkan bahwa dia memang sedikitpun tidak gentar karena tidak bersalah.

   "Dia ini pembantu kami, bernama Ang Sinshe"

   Jawab Gan Kun yang lalu melanjutkan ucapannya untuk bertanya kepada kakek itu.

   ""Bagaimana, Ang Sinshe, apa yang harus dilakukan dengan bocah ini?"

   Ang Sinshe terbatuk-batuk sebelum menjawab. Dia, sejak kota An-yang dikepung sudah berada di situ membantu Gan Lee Kong. Sebetulnya dia juga setengah hati membantu jenderal itu, akan tetapi karena kebetulan dia berada di An-yang ketika kota itu dikurung sehingga ia harus membantu pula kalau tidak ingin menjadi tahanan di kota itu pula karena ia menerima banyak hadiah dari Gan Lee Kong yang mengetahui bahwa Ang Sinshe adalah seorang sakti, maka kakek ini lalu menjadi pembantunya.

   "Heh-heh-heh, orang muda berhati, naga. Akan tetapi sombong sekali... sombong sekali. Mana boleh sembarang orang saja mengadakan pertemuan dengan Gan-goanswe? Hendak kulihat apakah kau cukup berharga Untuk menghadap beliau."

   Setelah berkata demikian, kakek jubah merah ini melangkah maju setindak, tangan kaitannya digerakkan ke depan dan... lengan itu mulur terus hendak mencengkeram pundak Lee Ing!

   Para tentara yang hadir di situ mengeluarkan seruan heran dan kagum. Kakek itu berdiri dalam jarak antara dua meter dari pemuda mata-mata musuh itu, akan tetapi bagaimana tangan kurus kering itu bisa mulur seperti karet?

   Lee Ing juga kaget, akan tetapi dia tidak heran. Ilmu Seperti ini tidak sukar dipelajari dan diapun dapat kalau mau. Dengan tenang ia miringkan pundaknya, tangan kirinya menyampok tangan lawan itu sambil berkata.

   "Badut tua, tanganmu menjijikkan sekali!"

   Bagi pandang mata orang-orang lain, tangkisan itu biasa saja seperti lumrahnya tangkisan ilmu silat. Akan tetapi tidak demikian bagi Gan Kun dan terutama bagi Ang Sinshe sendiri. Gan Kun sudah mengukur kepandaian Ang Sinshe dan maklum bahwa Iweekang yang dimiliki kakek itu, jarang ada orang sanggup menangkis serangannya. Bila pemuda itu dapat menangkisnya berarti bahwa pemuda remaja ini benar-benar lihai. Adapun Ang Sinshe diam-diam terkejut sekali karena dari tangkisan itu saja ia dapat mengetahui bahwa pemuda aneh ini memiliki Iweekang yang belum tentu kalah olehnya sendiri!

   Ia mengangguk-angguk.

   "Boleh, boleh. Dia pantas menghadap Gan-goanswe,"

   Kata Ang Sinshe kepada Gan Kun. Putera jenderal itu lalu mempersilahkan Lee Ing berjalan di sampingnya.

   "Marilah, saudara Oei Hong yang gagah, mari kuajak kau menghadap ayah."

   Lee Ing hanya mengangguk dan tersenyum girang karena tugasnya berjalan dengan baik. Ang Sinshe berbisik di dekat telinga Gan Kun,

   "Ciangkun, hati-hati. Bocah ini harus dijaga benar-benar jangan sampai ia melakukan sesuatu yang merugikan dan jangan sampai dapat lolos."

   Gan Kun hanya mengangguk sambil melirik ke arah Lee Ing atau yang pada saat itu sudah berganti nama menjadi Oei Hong. Akan tetapi Oei Hong diam saja, berjalan dengan kepala tunduk. Padahal dia tadi mendengar jelas apa yang dibisikkan oleh Ang Sinshe. juga biarpun kepalanya tunduk, sinar matanya menyambar ke sana ke mari, memeriksa kekuatan lawan dan melihat keadaan di sini. Aku harus berhati-hati, pikirnya. Ternyata di sini banyak orang pandai dan penjagaan sungguh kuat, Sekali gagal aku takkan dapat meloloskan diri.

   Seperti juga terhadap Gan Kun, pertemuan pertama dengan Gan Lee Kong menimbulkan rasa kagum di hati Lee Ing. Gan Lee Kong sudah berusia enam puluh tahun, akan tetapi tubuhnya masih tegap, tinggi besar dan sikapnya gagah seperti pahlawan besar Kwan Kong. Seperti juga Gan Kun, jenderal ini selalu berpakaian perang. Suaranya nyaring, bicaranya singkat berisi, seorang jantan sejati. Setelah mendengarkan laporan singkat puteranya, ia memandang kepada Oei Hong yang duduk di depannya dengan sikap hormat akan tetapi tidak merendah, lalu berkata,

   "Jadi namamu Oei Hong dari barisan Siok Beng Hui dan sengaja masuk ke sini hendak bicara dengan aku? Bicaralah!"

   Menghadapi orang yang gagah dan sikap yang angker ini, Lee Ing tidak mau main-main. Ia berdiri lalu menjura dan berkata,

   "Harap goanswe maafkan bahwa saya berani mencuri masuk ke kota ini. Sebetulnya, seperti sudah saya katakan kepada Gan-ciangkun, saya memasuki kota ini dengan maksud baik. Ada dua alasannya, pertama karena saya merasa kasihan melihat kehancuran kota dan kebinasaan penduduknya di depan mata. Ke dua, karena... karena saya ingin membalas sakit hati kepada Siok Beng Hui!"

   Gan Lee Kong mengelus-elus jenggotnya yang masih hitam. Sebagai seorang panglima ulung, tentu saja ia tidak sembarangan percaya omongan orang yang baru dijumpai, apa lagi orang dari fihak musuh.

   "Tak usah plintat-plintut dan banyak rahasia, coba terangkan apa maksudmu dengan alasan itu!"

   Gan Lee kong membentak, suaranya keren sekali sehingga kalau yang dibentaknya itu bukan Lee Ing, kiranya sudah akan terbang sebagian besar semangatnya dan kalau orang berniat membohong, tentu akan lenyap keberaniannya. Akan tetapi Lee Ing tetap tenang-tenang saja.

   "Goanswe. alasan pertama adalah karena saya telah cekcok dengan Siok Beng Hui ketika saya memprotes niatnya membumihanguskan kota ini. Karena kau ditantang berperang di tempat terbuka tidak mau dan mereka tidak kuat membobolkan pertahanan benteng kota ini, maka Siok Beng Hui mengambil keputusan menghujani kota ini dengan panah berapi sampai seluruh kota semua termakan api!"

   Gan Lee Kong menggebrak meja sehingga tergetar ruangan itu.

   "Aku tidak takut! Mati mempertahankan kota adalah mati terhormat!"

   "Sayang sekali saya harus menyatakan bahwa pikiranmu sempit dalam hal ini, goanswe,"

   Kata Lee Ing dengan tabah.

   "Kurang ajar!"

   
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Gan Kun membentak marah dan sudah melangkah maju hendak menampar orang yang anggapnya tidak tahu adat itu.

   Ang Sinshe menyeringai dan maju pula.

   "Apakah hamba harus pukul kepala bocah ini, goan-gwe?"

   .

   Akan tetapi Gan Lee Kong menggoyang tangan menyuruh mundur puteranya dan Ang Sinshe.

   "Hanya"

   Ada dua kemungkinan mengenai anak ini.

   "kalau tidak miring otaknya tentu mempunyai keberanian yang luar biasa. Biarkan dia bicara. He bocah she Oei. coba kau jelaskan mengapa kau katakan pikiranku sempit."

   "Pikiranmu dalam hal ini sama sempitnya dengan pikiran Siok Beng Hui! Kalian berdua hanya memikirkan bagaimana supaya menang atau kalah dalam perang. Memikirkan mati sebagai pahlawan."

   "Tentu saja, goblok! Laki-laki sejati harus berpikiran demikian!"

   "Boleh, boleh sekali untuk kau. atau Siok Beng Hui, atau puteramu ini karena kalian memang orang-orang peperangan. Akan tetapi apakah patut kalau harus mengorbankan nyawa dan keselamatan kota ini? Mereka-sama sekali tidak ingin perang, mereka malah benci. Apa lagi karena yang dibela adalah kekuasaan lalim dan buruk di selatan! Tidak! Tak boleh rakyat jelata harus menderita karena keluarga kaisar berebutan tahta kerajaan. Yang perang boleh perang karena memang itu tugasnya dan sudah diberi gaji, akan tetapi rakyat jangan diganggu."

   Untuk sejenak Gan Lee Kong tertegun tak dapat menjawab, tiba-tiba ia berdiri dari tempat duduknya dan bertanya keras "Mengapa kau katakan ini semua? Apa maksudmu sebenarnya?"

   "Maksudku menolong rakyat agar jangan menjadi korban, baik oleh sepak terjangmu maupun sepak terjang Siok Beng Hui. Harus dicegah jangan sampai-rumah-rumah rakyat dimakan api."

   "Ha-ha, kau punya siasat? Coba katakan, apa yang harus kami lakukan untuk mencegah hal itu terjadi?"

   "Jalan satu-satunya ialah kau menyatakan takluk dan menyerah..."

   "Jahanam!"

   Gan Lee Kong menyambar bangku dan melemparkannya kuat-kuat ke arah Lee Ing. Lee Ing menyampok dengan tangan kiri dan bangku itu hancur berantakan, Gan Lee Kong terkejut.

   "Ahay kiranya kau berkepandaian. Tentu kau diutus oleh Siok Beng Hui untuk membujuk aku menyerah. Ha-ha-ha, alangkah bodohnya, alangkah gobloknya. Orang she Oei, selain tipu muslihatmu ini tidak berhasil, juga jangan harap kau bisa keluar dari sini. Kepung dan jangan biarkan dia lolos!"

   Para pemimpin pasukan mengeluarkan aba-aba dan ribuan orang serdadu sudah membendung jalan keluar, tak mungkin bagi Lee Ing untuk pergi dari situ. Akan tetapi dia tetap tenang dan berkata.

   "Gan-goanswe, kau keliru. Kalau aku diutus sebagai mata-mata, masa aku terus terang seperti ini? Tadi kukatakan bahwa kedatanganku dengan dua alasan. Alasan pertama sudah kuceritakan, alasan ke dua belum kau dengar."

   "Bicaralah, bicaralah sepuasmu sebelum nyawamu melayang."

   "Alasan ke dua adalah karena aku sakit hati kepada Siok Beng Hui, maka aku membuka rahasia ini. Bagiku tidak perduli apakah kau atau dia yang kalah. Akan tetapi hatiku sudah sakit sekali. Aku... aku memperebutkan seorang gadis dengan Siok Beng Hui dan aku...... aku kalah."

   Wajah Oei Hong yang tampan itu menjadi merah.

   "Hemmm...... hemmm.... lalu mengapa kau suruh aku takluk dan menyerah?"

   "Belum habis siasatku kuceritakan. Kau menulis surat kepada Siok Beng Hui, menyatakan mau menyerah dan takluk kalau Siok Beng Hui sendiri suka datang minta maaf atas gangguannya terhadap kota ini. Dia tidak boleh membawa pengawal kecuali calon mantunya dan bujang-bujang pembawa barang antaran. Hanya dengan syarat ini kau mau menyerah."

   Gan Lee Kong melengak.

   "Kau...... kau suruh aku.... bermain curang? kau maksudkan kalau dia datang lalu... aku menahannya?"

   Lee Ing mengangguk tersenyum.

   "Goanswe, dalam ilmu perang bukankah selalu dipergunakan siasat-siasat? Kalau siasat itu dibandingkan dengan tipu muslihat, mana perbedaan antara curang dan tidak? Siok Beng Hui hendak menghujani rumah-rumah penduduk dengan api, bukankah itu lebih curang lagi?"

   Gan Lee Kong mengelus-elus jenggotnya. Memang ia juga amat khawatir mendengar kota itu akan dibumihanguskan dari luar. Kalau terjadi demikian, memang ia tidak berdaya, rumah-rumah hangus, ransum terbakar habis dan keadaan menjadi kacau yang berarti dia akan kalah.

   "Begitu mudah...apa kau kira Siok Beng Hui begitu tolol dan mempercayai suratku?"

   "Mengapa tidak? Siok Beng Hui sudah kukenal baik dan aku tahu betul bahwa sebenarnya dia amat kagum kepadamu dan amat segan. Karena itu, aku percaya dengan penuh keyakinan bahwa suratmu yang dibawa oleh puteramu sendiri pasti akan dipercayainya."

   Gan Lee Kong tidak menjawab lagi. Beberapa lama ia mengelus-elus jenggotnya.

   "Biarkan aku berpikir.. Ang Sinshe, biarkan bocah she Oei ini

   bermalam di sini, jaga baik-baik, layani baik-baik akan tetapi jangan sampai dia lari. Eh, orang she Oei. Mengapa kau mengatur semua siasat ini untukku? Apa keuntunganmu?"

   "Aku hanya menuntut sebuah hadiah, yaitu calon mantu Siok Beng Hiu, kalau sudah tiba di sini menjadi bagianku."

   Gan Lee Kong menggeleng-geleng kepala.

   "Kau... kau setan cilik!"

   Akan tetapi Lee Ing hanya tersenyum lalu tinggalkan ruangan itu dengan tenang, diantar oleh Ang Sinshe menuju ke kamarnya yang sudah disediakan.

   Setelah mengadakan perundingan masak-masak dengan puteranya dan pembantu-pembantunya, akhirnya Gan Lee Kong menjalankan siasat pemuda Oei Hong itu. la menulis sepucuk surat dialamatkan kepada Siok Beng Hui, menyatakan bahwa karena ransumnya sudah mulai habis, terpaksa ia menyerah. Akan tetapi, demikian tulisnya dengan nada angkuh, ia hanya mau menyerah kalau Siok Beng Hui sendiri datang menjemput ke dalam kota tanpa pengawal, kecuali anak mantunya sebagai pelayan dan beberapa orang bujang.

   Demikianlah, pada keesokan harinya pintu gerbang kota dibuka sedikit dan seorang penunggang kuda membawa bendera putih menggebrak kudanya keluar dari pintu gerbang yang segera ditutup kembali. Penunggang kuda ini adalah Gan Kun yang membawa surat ayahnya. Setibanya dibarisan musuh, ia lalu dijemput dan diantarkan ke markas Siok Beng Hui. Siok Beng Hui yang tahu bahwa pemuda gagah ini adalah putera jenderal Gan Lee Kong, menerimanya dengan ramah dan dapat dibayangkan betapa girang hati Siok Beng Hui membaca surat Jenderal Gan itu.

   Tahulah ia bahwa tugas yang dijalankan oleh Lee Ing telah berhasil baik sekali. Akan tetapi ia mengerutkan keningnya ketika membaca bagian yang minta supaya ia diantar oleh mantu perempuannya. Ini tidak ada dalam rencana tugas Lee Ing, pikirnya, la tidak tahu bahwa Lee Ing sengaja mengatur demikian selain untuk mempertebal kepercayaan Jenderal Gan, juga untuk menambah kawan yang kuat.

   "Baiklah, sampaikan kepada ayahmu yang terhormat bahwa siang nanti aku akan datang menjemputnya di dalam kota An yang. Kau boleh pulang lebih dulu,"

   Jawabnya kepada Gan Kun yang segera membalapkan kudanya kembali ke kota.

   Siok Beng Hui cepat mengatur persiapan dan merundingkan dengan Siok Bun, Siok Ho dan lain lain panglima. Siok Bun dan beberapa orang panglima yang boleh diandalkan kepandaiannya, di antaranya sebagian besar anggauta Tiong-gi-pai menyamar sebagai pelayan yang membawa peti-peti terukir dan ditutup kain sutera seperti biasanya orang mengirim upeti, sedangkan Siok Ho berdandan indah untuk mengatarkan calon ayah mertuanya.

   Demikianlah, menjelang tengah hari kembali pintu gerbang dibuka setelah para penjaga kota An yang melihat datangnya rombongan itu. Tentu saja sebelumnya diadakan pengawasan teliti, akan tetapi Siok Beng Hui hanya diiringkan oleh seorang nona cantik dan di belakangnya, rombongan pelayan terdiri dari dua belas orang yang memikul barang-barang sumbangan dan mereka ini sama sekali tidak membawa senjata. Keadaannya sama sekali tidak mencurigakan, maka Gan Lee Kong yang melakukan pengintaian sendiri dari atas memperbolehkan pintu gerbang dibuka.

   Jenderal Gan Lee Kong menerima rombongan itu di dalam ruangan besar, di mana dengan angkernya ia duduk di atas kursi berpakaian lengkap dikawal puteranya dan Ang Sinshe serta beberapa orang panglima lainnya. Oei Hong, pemuda yang mengatur siasat baginya, juga berada di luar ruangan untuk menyergap begitu ia memberi tanda.

   "Aha, saudara Siok Beng Hui, selamat datang di An-yang!"

   Demikian sambutan Jenderal Gan dengan suaranya yang nyaring.

   "Mulai detik ini kau menjadi tawanan kami sebagai jaminan supaya pengepungan kota ini dibuka!"

   Sambil berkata demikian ia meloloskan golok besarnya. Inilah isaratnya dan Gan Kun serta semua panglima juga mencabut senjata masing-masing.

   Siok Beng Hui pura-pura terkejut.

   "Eh, Gan-goanswe mengapa bersikap begini? Kami datang memenuhi suratmu dan kami bermaksud baik. Lihat saja kami sudah membawa barang berharga untuk goanswe. Apapun yang dikehendaki goanswe biarlah aku lebih dulu menyelesaikan tugasku menyampaikan barang sumbangan."

   Ia memberi tanda kepada para "pelayan"

   Yang segera menurunkan pikulan dan membuka peti-peti itu.

   Oei Hong, pemuda yang tersenyum-senyum itu melangkah maju dan menarik tangan Siok Ho.

   "Gan-goanswe. nona ini adalah kekasihku, sekarang sudah kembali kepadaku. Terima kasih atas bantuanmu!"

   Gan L.ee Kong hanya tertawa saja dan membiarkan Oei Hong menarik tangan Siok Ho yang kelihatannya mandah saja dipeluk oleh "pemuda"

   Itu. Padahal diam-diam Siok Ho meloloskan dua batang pedang yang ia sembunyikan di bawah pakaiannya, sebatang adalah Li-lian-kiam dan yang sebatang lagi pedangnya sendiri.

   Pada saat peti peti itu dibuka, terjadilah keributan yang mendadak dan yang tak tersangka-sangka sama sekali oleh Gan Lee Kong dan anak buahnya. Bagaikan kilat cepatnya, para "pelayan"

   Yang dua belas orang banyaknya itu masing-masing mengambil barang-barang dari dalam peti yang ternyata bukan lain adalah senjata-senjata mereka!

   "Celaka!"

   Seru Gan Lee Kong, akan tetapi cepat sekali Lee Ing dan Siok Ho sudah melompat dengan pedang di tangan. Lee Ing maklum bahwa yang paling berbahaya adalah Ang Sinshe, Gan Lee Kong, dan Gan Kun. Maka ia cepat menggunakan. Li-Han-kiam untuk menyerang Gan Lee Kong. Jenderal ini menangkis cepat, namun tangan kiri Lee Ing sudah menotok dan merobohkannya. Juga Siok Ho dan Siok Bun sudah menubruk Gan Kun dan membuatnya tidak berdaya.

   Beberapa orang panglima maju, akan tetapi disambut anggauta-anggauta Tiong-gi-pai dan terjadi pertempuran hebat di dalam ruangan itu. Ang Sinshe marah sekali, akan tetapi ia mendapat lawan Lee Ing yang mengerjakan pedangnya cepat sekali, membuat Ang Sinshe kewalahan. Ujung lengan baju Ang Sinshe yang biasanya amat berbahaya itu kini tak banyak berdaya menghadapi gerakan pedang Lee Ing sehingga dalam belasan jurus saja sudah terbabat putus.

   "Siok-twako, lekas buka pintu gerbang!"

   Seru Lee Ing sambil mendesak Ang Sinshe, Seperti telah diatur dalam siasat mereka, Siok Bun diikuti Siok Ho dan yang lain-lain menyerbu keluar sambil berteriak-teriak,

   "Jenderal Gan dan puteranya sudah tertangkap, tak perlu kalian melawan pula!"

   Mereka berlari sambil merobohkan setiap penghalang dan tak lama kemudian mereka sudah mengamuk di belakang pintu gerbang. Akhirnya mereka berhasil membuka pintu gerbang dan para pasukan yang sudah siap-siap di luar, melihat dibukanya pintu gerbang, dengan sorakan riuh menyerbu maju. Terjadilah perang hebat.

   Penjaga-penjaga di atas tembok mencoba menahan serbuan ini dengan anak panah dan batu, akan tetapi karena pintu gerbang sudah terbuka, para penyerang tidak mengenal takut. Mereka terus menyerbu tanpa memperdulikan jatuhnya kawan-kawan dan akhirnya bobollah pertahanan kota An-yang.

   Ang Sinshe akhirnya harus mengakui keunggulan Lee Ing. Ia roboh dengan dada tertusuk pedang, napasnya empas-empis dan ia menggeletak bersama Jenderal Gan dan yang lain-lain. Setelah Jenderal Gan dibebaskan totokannya oleh Lee Ing, ia memandang pemuda ini dengan mata mendelik.

   "Jahanam pengecut! Tidak tahunya kau memang mata-mata Siok Beng Hui. Sayang aku sampai dapat tertipu oleh seorang iblis licik semacam kau."

   "Gan-goanswe, dia itu adalah nona Souw Lee Ing, puteri tunggal Souw-taihiap. Dia hanya menjalankan tugas yang diatur oleh The-taijin,"

   Kata Siok Beng Hui membela Lee Ing.

   Gan Lee Kong makin membelalakkan matanya, lalu menarik napas panjang.

   "Yung Lo dibantu orang-orang pandai, bagaimana ia tidak akan berhasil? Aku sudah tua, tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, hidup lebih lama lagi untuk apa?"

   Setelah berkata demikian, jenderal tua ini menggigit sendiri lidahnya sampai putus dan ia roboh tak bernyawa lagi. Gan Kun menggigit bibir menyaksikan peristiwa ini. la tidak menangis, hanya air matanya mengalir turun dan mukanya menjadi pucat.

   Karena jenderal dan puteranya berada dalam kekuasaan Siok Beng Hui dan kawan-kawannya, maka para panglima dan tentara musuh tidak berani lancang menyerang mereka yang berada di dalam ruangan itu. Perang terjadi amat kejam dan cepat dan berakhir di sore hari. Sebagian besar bala tentara penjaga An-yang tewas dan yang lain-lainnya kabur ke selatan atau ditawan.

   Atas pertolongan Siok Beng Hui, kelak Gan Kun diampuni, malah diberi kedudukan oleh Kaisar Yung Lo yang tahu mempergunakan orang pandai. Setelah selesai menduduki An-yang dan memulihkan keadaan di kota itu menjadi aman kembali, Siok Beng Hui memimpin pasukan-pasukannya terus menuju ke selatan. Dalam serangan-serangan selanjurnya,jasa Souw Lee Ing amat besar, di samping bantuan Siok Bun dan Siok Ho.

   Ternyata Lee Ing membuktikan dirinya sebagai seorang patriot wanita sejati, tidak kecewa menjadi puteri tunggal Souw Teng Wi, pahlawan rakyat yang terkenal itu. Akan tetapi, sering kali Siok Ho mendapatkan gadis itu duduk termenung dan dua butir air mata membasahi pipinya. Tahulah Siok Ho bahwa Lee Ing terkenang kepada Liem Han Sin dan gadis inipun ikut bersedih.

   Waktu berjalan amat cepatnya. Dua tahun terlewat semenjak perang dimulai. Bala tentara Beng-tiauw yang mencoba mempertahankan kekuasaan lama, makin lama makin mundur dan serbuan bala tentara dari utara makin mendesak maju ke selatan.

   Dalam sebuah pertempuran dahsyat antara dua pasukan yang bermusuhan, di antara para tawanan yang terluka hebat, Siok Beng Hui melihat seorang yang amat dikenalnya, yaitu bukan lain adalah Pek Ke Cui, orang bermuka seperti katak yang berpedang ular. Seperti telah dituturkan di bagian depan, Pek Ke Cui adalah murid dari Im-kan Hek-mo dan dahulu bersama Gak Seng Cu murid Tok-pi Sin-kai, Pek Ke Cui ini pernah menyerang Siok Beng Hui kemudian dikalahkan oleh Lee Ing.

   Berbeda dengan Gak Seng Cu yang tidak mau mencampuri perang, adalah Pek Ke Cui kena dibujuk oleh golongan selatan sehingga la ikut membantu. Akhirnya ia terluka dan tertawan oleh pasukan Siok Beng Hui dan berhadapan dengan bekas kawan ini dalam keadaan terluka parah. Dadanya (Lanjut ke Jilid 29 - Tamat)

   Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 29 (Tamat)

   ditembusi anak panah dan pahanya hampir putus oleh sabetan pedang. Napasnya Sudah empas-empis ketika ia diperiksa oleh Siok Beng Hui. Siok Beng Hui juga telah diberi tahu oleh Siok Bun tentang Han Sin dan tentang kedukaan hati Lee Ing karena selalu memikirkan Han Sin. Maka ketika melihat Pek Ke Cui, ia lalu bertanya,

   "Saudara Pek, keadaanmu sudah payah. Sebelum kau meninggalkan dunia ini, mengingat akan hubungan guru-guru kita, maukah kau memberi keterangan sedikit kepadaku?"

   Pek Ke Cui' menganggukkan kepalanya lalu berkata dengan suara lirih.

   "Sudah banyak kesalahanku, yang terakhir kena bujuk, tidak tahunya pemerintah isinya barang-barang busuk, seperti menteri durna. Patut suhu marah-marah dan mencari-cariku.."

   Ucapannya sudah setengah mengigau, tubuhnya panas sekali.

   "Saudara Pek, kau yang datang dari kota raja selatan. Apakah kau tahu tentang diri seorang bernama Liem Han Sin, yang setahun yang lalu ditawan oleh kaki tangan Auwyang Peng?"

   "Auwyang Peng..... manusia busuk... orang lain disuruh perang dia sendiri menyembunyikan harta bendanya, tahu-tahu sudah meletakkan jabatan pindah ke dusun.. pengecut busuk....."

   "Tahukah kau di mana adanya orang bernama Liem Han Sin yang ditahannya?"

   Siok Beng Hui mendesak.

   Akan tetapi keadaan Pek Ke Cui sudah payah, ia hanya menggeleng-geleng kepala dan mengoceh tentang pembesar-pembesar korup di kota raja selatan. Tak lama kemudian ia menghembuskan napas terakhir. Malamnya Siok Beng Hui menceritakan kepada Lee Ing tentang pembicaraannya dengan Pek Ke Cui.

   "Ternyata bangsat besar Auwyang Peng dan kaki tangannya sudah meninggalkan kota raja dan mengungsi ke dusun,"

   Katanya.

   "Tentu ke dusun Ki-chun, si pengecut itu!"

   Kata Siok Bun gemas.

   "Ke manapun juga dia pergi, akan tiba saatnya aku membalaskan dendam Kun-lun-pai kepada Tok-ong dan kawan-kawannya!"

   Kata Siok Ho penuh dendam.

   Lee Ing diam saja, mengerutkan kening.

   "Sayangnya dia tidak tahu tentang Liem-hiante..."

   Kata pula Siok Beng Hui dengan hati-hati sekali agar jangan menyinggung perasaan Lee Ing. Juga kali ini Lee Ing diam saja.

   Tiba-tiba Siok Bun menepuk-nepuk pahanya dan kelihatan girang.

   "Ah, mengapa aku sampai lupa? Setelah jahanam itu mengundurkan diri ke Ki-Chun, terbukalah jalan untuk menyerbu tempatnya dan membalas semua sakit hati! Nona Souw, dulu kau tidak berhasil menyerbu karena jahanam Auwyang itu masih tinggal di kota raja dan keadaan kota raja tentu saja terjaga kuat sekali dalam perang seperti ini. Sekarang dia sudah pindah ke Ki-chun, kita mendapat kesempatan baik. Siapa tahu kalau-kalau saudara Liem Han Sin juga ditahan di sana!"

   Mendengar ucapan ini, baru tampak terbangun semangat Lee Ing. Akan tetapi ia masih ragu-ragu dan hanya bertanya.

   "Apakah kau pikir begitu?"

   "Tentu saja, tepat kata-kata Bun-ko tadi, adik Lee Ing,"

   Kata Siok Ho girang.

   "Mari kira bersama menyerbu ke sana, sudah gatal-gatal tanganku hendak memberi rasa kepada jahanam Auwyang itu."

   "Aku juga akan menyertai kalian,"

   Kala Siok Bun tanpa berpikir panjang karena merasa gembira.

   Lee Ing menoleh kepada Siok beng Hui dan berkata.

   "Siok-lopek, bagaimana pendapatmu, kalau aku pergi ke selatan mencari jahanam Auwyang apakah kau tidak keberatan? Apakah tenagaku masih amat dibutuhkan di sini?"

   Siok Beng Hui menarik napas panjang. Tentu saja ia amat membutuhkan tenaga Lee Ing, akan tetapi iapun maklum bahwa gadis ini pergi bukan semata-mata hendak mencari Auwyang Peng dan kaki tangannya, melainkan terutama sekali hendak mencari Han Sin.

   "Pergilah, anakku, pergilah kalau kau menghendaki demikian. Tentu saja bantuanmu di sini tak ternilai harganya, akan tetapi kau sudah cukup membantu, lagi pula pada waktu ini kita tidak menghadapi musuh tangguh. Kalau kau berniat ke selatan, berangkatlah sekalian kau selidiki keadaan musuh di sana!"

   "Ayah, aku dan dia inipun ingin menyertai nona Souw,"

   Kata Siok Bun menuding kepada kekasihnya.

   Siok Beng Hui mengerutkan keningnya.

   "Sebetulnya tugasmu belum selesai, kalau semua pergi..."

   Akan tetapi ia lalu memandang kepada calon mantunya dan akhirnya berkata.

   "Baiklah, kalau kalian hendak pergi bersama nona Lee Ing, akupun tidak keberatan."

   Lee Ing tidak banyak cakap pada malam hari tu, malah sore-sore ia sudah memasuki kamarnya dan tidur, akan tetapi ketika pada keesokan harinya semua orang mencarinya, nona itu ternyata sudah tidak berada lagi di dalam kamarnya. Yang ada hanya tulisannya di atas sehelai surat yang ditujukan kepada Siok Bun dan Siok Ho. Surat itu singkat saja,begini bunyinya:

   "Biar aku pergi sendiri, kalian harus membantu Siok-lopek di sini. Sampai berjumpa kembali."

   Demikianlah bunyi surat itu dan Siok Bun bersama kekasihnya hanya dapat saling pandang dan menarik napas panjang.

   Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Memang dia betul sekali. Perjuangan belum selesai. Kalau kita berdua pergi bersama Lee Ing, bagaimana dengan ayah? Dia memerlukan bantuan kita apa lagi setelah Lee Ing pergi."

   Siok Ho hanya mengangguk, akan tetapi kemudian berkata lirih.

   "Selain itu, mungkin Lee Ing menganggap bahwa kepandaian kita kurang tinggi. Memang, kalau di sana masih ada Tok-ong dan kawan-kawannya, kita takkan dapat membantu Lee Ing, malah merepotkan saja..."

   Memang dugaan Siok Ho ini tepat sekali. Lee Ing maklum betapa besar bahayanya melakukan perjalanan ke selatan, apa lagi mencari orang macam Auwyang Peng yang dilindungi oleh orang-orang pandai. Kalau Siok Ho dan Siok Bun ikut, ia merasa kurang leluasa.

   Lee Ing melakukan perjalanan lewat tengah malam menjelang fajar. Ia mengenakan pakaian pria dan melakukan perjalanan cepat sekali, mengerahkan seluruh kepandaiannya dan andaikata ada orang yang melihat dia keluar malam hari itu, tentu orang itu tidak mengira bahwa bayangan yang berkelebat itu adalah bayangan orang.

   Melakukan perjalanan pada waktu perang sedang hangat-hangatnya memang tidak mudah. Apa lagi di daerah perbatasan. Beberapa kali Lee Ing ditahan dan disangka mata-mata. Akan tetapi berkat kepandaiannya, selalu ia dapat meloloskan diri dan setelah ia tiba di dekat Nan-king, dia tidak pernah mengalami gangguan lagi. Apa lagi dia berpakaian pria dan kelihatan seperti seorang kongcu yang sedang melarikan diri ke selatan menjauhi perang.

   Tidak ada orang yang mencurigainya. Namun demikian, Lee Ing tidak berani coba-coba memasuki kota raja, karena berbeda dengan tempat-tempat lain, di kota raja dilakukan penjagaan amat keras dan setiap orang yang masuk ke kota raja tentu selalu diawasi dan dicurigai, kecuali mereka yang sudah dikenal dan mempunyai hubungan keluarga dengan penduduk kota.

   Lee Ing mengambil jalan memutar, menyeberangi Sungai Huai dan Sungai Yang-ce dan mengambil jalan di sebelah barat An-hwei lalu membelok ke timur memasuki Propinsi Cekiang. Karena sebelumnya ia sudah minta keterangan sejelasnya tentang letak dusun Ki-chun kepada Siok Beng Hui yang pembantunya banyak orang-orang selatan, maka kini Lee Ing tidak bingung-bingung lagi. Hanya dua tiga kali ia bertanya jalan pada kaum tani dan akhirnya ia memasuki dusun Ki-chun.

   Lee Ing berlaku hati-hati sekali, tidak langsung memasuki dusun itu di waktu siang, la bersembunyi di luar dusun dalam sebuah hutan, menanti datangnya malam. Setelah malam tiba, ia memasuki dusun dengan jalan sembunyi. Dengan cermat la memeriksa keadaan dusun itu. Ternyata dusun itu cukup makmur, dengan penghasilan penduduknya dari dua sumber, yaitu menggarap tanah dan memungut hasil laut. Banyak rumah besar di dusun Itu, akan tetapi di antaranya terdapat sebuah gedung baru yang seperti istana.

   Berdebar hati Lee Ing ketika ia bersembunyi di tempat gelap memandangi gedung itu. Kalau betul Auwyang Peng tinggal di dusun ini, tentu gedung inilah tempat tinggalnya, demikian pikirnya. Akan tetapi ia tidak berani berlaku lancang. Ia takkan mau menyerbu sebelum yakin benar bahwa rumah itu betul tempat tinggal musuhnya. Cepat ia meninggalkan tempat itu, kembali ke dalam hutan lalu beristirahat di atas pohon. Pada keesokan harinya, ia sengaja mencegat seorang petani tua yang lewat di pinggir hutan. Tentu saja petani itu kaget melihat seorang pemuda asing di tempat itu.

   "Lopek,"

   Lee Ing memberi hormat.

   "'harap lopek sudi menolongku. Aku datang dari An-hwei dan hendak mencari seorang pamanku yang kabarnya sudah mengungsi di dusun Ki-chun ini. Pamanku itu she Liok, apakah betul dia pindah ke sini?"

   "She Liok...? Memang banyak orang pindah ke sini, pembesar-pembesar dan x hartawan-hartawan, akan tetapi kurasa tidak ada yang she Liok."

   Kakek itu mengerutkan kening, berpikir-pikir.

   "Betul, tidak ada yang she Liok, orang muda."

   Lee Ing memperlihatkan muka kecewa.

   "Sayang sekali. Pamanku itu pindah dari kota raja, kabarnya dengan banyak kawan-kawannya dari kota raja pula."

   "Memang banyak pembesar-pembesar kota raja. Kalau begitu, lebih baik kau bertanya saja kepada mereka yang datang dari kota raja."

   "Mereka itu siapa saja, lopek? Orang-orang She apa? Barangkali saja ada yang kukenal."

   "Ada she Thio, ada she Gui, ada pula bekas menteri she Auwyang...."

   "Nah, bekas menteri itu barangkali aku kenal. Bukankah dia bernama Auwyang Peng dan puteranya bernama Auwyang Tek?"

   "Betul,"

   Jawab kakek itu singkat dan keningnya berkerut seperti orang tak senang, la lalu menggerakkan kaki hendak pergi.

   "Nanti dulu, lopek. Di mana rumah Auwyang-taijin itu?"

   "Di mana lagi kalau bukan di istana paling indah itu....."

   Jawab kakek itu sambil ngeluyur pergi.

   Lee Ing girang sekali. Tidak salah dugaannya, rumah gedung itulah tempat tinggal musuh besarnya. Kelihatannya malam tadi sepi-sepi saja, akan tetapi ia harus berlaku hati-hati. Siapa tahu kalau-kalau bekas menteri durna itu memasang perangkap dan bersiap sedia menanti penyerbuan musuh. Kali ini ia tidak boleh gagal. Kalau mereka tidak bisa mengeluarkan han Sin dalam keadaan sehat, mereka akan tahu rasa! Sehari itu Lee Ing tidak mau memperlihatkan diri kepada Umum.

   la bersembunyi saja di dalam hutan dan makan roti kering yang memang dibawanya sebelum ia memasuki dusun Ki-chun. Setelah malam tiba dan keadaan menjadi gelap, barulah ia bertukar pakaian, la hendak terang-terangan menghadapi Auwyang-Taijin dan kaki tangannya, tidak perlu lagi menyamar, la hendak melunasi kontan semua hutang-pihutang dengan Auwyang Peng sekaki tangannya. Harus selesai dan beres pada malam

   hari ini juga! Kemudian mulailah ia memasuki dusun itu dan berjalan di dalam bayangan yang gelap.

   Setelah tiba di depan gedung besar itu, ia menyelinap dan mempergunakan kepandaiannya untuk melompat ke atas pohon besar yang tumbuh di sebelah kiri gedung, la berjongkok di atas cabang pohon sambil mengintai. Rumah itu diterangi banyak lampu, akan tetapi penerangan yang menyorot keluar dan ruangan belakang adalah penerangan yang paling besar, la menanti beberapa lama sambil melamun. Terbayang semua pengalamannya dahulu, betapa ia diculik Mo Hun dan hampir celaka di tangan iblis itu.

   Betapa ayahnya dibikin buta dan disiksa oleh Tok-ong Kai Song Cinjin. Betapa jahatnya Auwyang Tek bersama kaki tangannya dan betapa kekasihnya, Liem Han Sin. juga celaka di tangan kaki tangan menteri durna itu. Teringat akan ini semua, Lee Ing menggigit bibirnya dan hatinya panas bukan main. Tangan kanannya meraba-raba gagang pedang dan kalau orang melihat sinar matanya, tentu akan kaget dan takut. Sinar mata itu seakan-akan mengeluarkan api. seperti mata harimau di tempat gelap mencorong!

   Menjelang malam, setelah suasana di sekeliling tempat itu sunyi benar, baru terdengar suara orang bercakap-cakap dan tertawa-tawa di sebelah belakang gedung itu, dan Lee Ing dapat menduga adanya beberapa orang yang sedang mengobrol di dalam ruangan yang paling terang. Cepat ia melompat dari cabang pohon itu ke atas genteng, la amat berhati-hati, mengerahkan ginkangnya sehingga ketika kedua kakinya menginjak genteng, hanya menimbulkan suara tidak lebih berisik dari pada kalau ada sehelai daun kering rontok ke atas genteng itu.

   

Pendekar Gila Dari Shantung Karya Kho Ping Hoo Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gila Dari Shantung Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini