Pusaka Gua Siluman 7
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 7
"Hwesio gundul penghianat! Aku Souw Teng Wi adalah seorang jantan sejati, mana aku takut menghadapi gertak sambal seorang kaki tangan penghianat macam kau dan kawan-kawanmu? Ha-ha-ha! Seorang patriot menghadapi perjuangan seperti mempelai menghadapi pasangannya, tahukah kau?"
Merah wajah Kai Song Cinjin mendengar makian lawannya di depan pasukan.
"Pemberontak she Souw! Mulutmu kotor dan kurang ajar. Kau sendiri yang menjadi pemberontak dan buronan, kau memaki orang lain penghianat. Kerajaan sudah berdiri megah, kerajaan bangsa sendiri yang sudah merobohkan kerajaan penjajah Mongol dan pinceng membantu pemerintah bangsa sendiri. Bagaimana kau berani lancang mengatakan penghianat? Kaulah penghianat bangsa."
Akan tetapi Souw Teng Wi menerima ucapan ini dengan tertawa lebar. Ha-ha-ha-ha, tukang pukul berselimut jubah pendeta! kau kira aku tidak tahu? Seekor domba biasa berobah tabiatnya setelah masuk ke kandang penuh srigala! Seorang patriot yang berjiwa besar menjadi rusak moralnya setelah di sekelilingnya terdapat menteri-menteri durna yang jahat! Dan kau menjadi kaki tangan para durna yang hanya di mulut saja membela negara, namun pada hakekatnya hatinya palsu, penghianat-penghianat keji tak tahu malu! Semenjak kecil aku menyerahkan jiwa raga untuk membela negara dan bangsa, untuk berjuang mati-matian, akan tetapi sekarang... aku dijadikan buronan, dianggap pemberontak, siapa lagi biang keladinya kalau bukan majikan-majikanmu para durna keparat? Ha-ha-ha. majulah!"
Makin lama suara ketawa Souw Teng Wi makin serem dan aneh, sepasang matanya mulai menjadi merah dan berputar-putar liar. Bicara tentang nasib dan sakit hatinya membuat bekas pahlawan ini kambuh pula penyakit otaknya. Kini Tok-ong Kai Song Cinjin tak dapat menahan kemarahannya lagi. Tentu saja hwesio ini tidak tahu akan segala urusan negara, dan ia juga tidak perduli akan segala macam politik, yang ia ketahui hanya bahwa dia mengabdi kepada Auwyang Peng, seorang Menteri Kerajaan Beng yang berpengaruh, juga kaya raya dan banyak hadiahnya. ayah dari muridnya yang ia sayang.
"Kau memang minta dihajar!"
Bentaknya dan kakinya bergerak maju dua langkah. Begitu Kai Song Cinjin menggerakkan kedua lengannya, dari tangan kirinya menyambar angin pukulan yang dahsyat dan lengan kanannya tiba-tiba terulur panjang! Lengan ini bisa "molor" (memanjang) sampai satu kaki lebih, kuku-kuku jarinya mencengkeram pundak Souw Teng Wi.
Biarpun penyakit bingung dan gila sudah kambuh pula di kepala Souw Teng Wi, namun dalam kegilaannya ia makin lihai. Dengan gerakan aneh seperti orang mabok, ia dapat mengelak secara tepat sekali dari dua serangan ini dan Kai Song Cinjin sampai melengak kaget dan heran. Sepasang serangannya ini bernama Kwi-liong-jut-hai (Naga Siluman Keluar Dari Laut). Pukulan dengan hawa Iweekang di tangan kiri merupakan ombak lautnya dan tangan kanannya merupakan naga silumannya.
Sepasang lengannya ini biasanya jarang sekali gagal kalau menangkap orang dengan gerak, tipu Kwi-liong-jut-hai, dan andaikata ada yang dapat lolos sekalipun, orang itu harus mempergunakan ilmu yang lihai dan kecepatan yang luar biasa baru dapat selamat. Akan tetapi, Souw Teng Wi yang miring otaknya itu hanya bergerak-gerak aneh seperti orang mabok,berjingkrak-jingkrak tidak karuan dan... dapat menghindarkan serangannya.
Memang kegilaan Souw TengWi bukan kegilaan biasa. Bekas tokoh besar dalam perjuangan rakyat melawan penjajah ini adalah seorang pendekar yang berhati baja, besar semangatnya dan tak kenal takut.
Akan tetapi, melihat betapa pemimpin pejuang Cu Goan Ciang yang dahulu berjuang bahu-membahu dengannya kini menjadi permainan para durna penghianat setelah menjadi kaisar, dan dalam kesesatannya kaisar itu bahkan menangkapi dan membunuhi bekas pejuang yang gagah perkasa, hati Souw Teng Wi menjadi penasaran dan berduka sekali di samping kemarahannya yang meluap-luap. Apa lagi setelah para durna itu berhasil menghasut kaisar di mana bekas kawan seperjuangan itu mengeluarkan perintah untuk menangkapnya, hati Souw Teng Wi merasa sakit sekali. Dengan hati terluka ia melarikan diri, menjadi buronan.
Tadinya Souw Teng Wi, hanya memiliki kepandaian yang tidak begitu tinggi sebagai seorang murid Kun-lun-pai, hanya ilmu pedangnya yang cukup kuat karena ilmu pedang Kun-lun memang sudah tersohor kelihaiannya. Akan tetapi setelah ia merantau di lautan, setelah ia lenyap dari dunia ramai untuk bertahun-tahun lamanya, tahu-tahu ia sekarang muncul sebagai seorang yang berotak miring namun memiliki kepandaian hebat sekali. Sesungguhnya kepandaian maupun kegilaannya ia dapatkan di dalam Gua Siluman dan hal ini akan dituturkan kemudian.
Anehnya, kelihaiannya baru muncul dan mencapai puncaknya apa bila kegilaannya kambuh. Agaknya kegilaan dan ilmu kesaktiannya itu menjadi dwi tunggal yang sekarang menguasai hati dan pikirannya.
Sementara itu, Kai Song cinjin yang dibikin penasaran karena serangan Kwi-liong-jut-hai tadi dengan secara aneh dan amat mudah dihindarkan oleh Souw Teng Wi, kini sudah melangkah maju setindak dan menyerang lagi, lebih hebat dan ganas. Jarak antara dia dan Souw Teng Wi ada dua meter dan kedua lengannya yang memukul ke depan itu tidak mengenai tlubuh lawannya, akan tetapi dari kedua tangannya yang dibuka jarinya itu menyambar angin pukulan yang dahsyat sekali.
Souw Teng Wi mengerahkan Iweekangnya ke arah dada dan perut yang disambar angin pukulan. Semenjak mendapat ilmu di dalam Gua Siluman, sinkang di dalam tubuhnya secara ajaib telah menjadi kuat bukan main, membuat tubuhnya menjadi kebal luar dalam. Dengan Iweekang sehebat ini, benar saja angin pukulan lawannya yang lihai tidak dapat melukainya, hanya membuat kuda-kudanya tergempur dan ia terdorong sedikit ke belakang.
Akan tetapi, pada saat itu ia merasa hawa dingin seperti salju memasuki tubuhnya melalui tempat yang disambar hawa pukulan. Souw Teng Wi mengeluarkan suara gerengan keras dan belasan orang anak buah pasukan yang berdiri dekat bergelimpangan roboh. Juga hawa dingin yang meresap ke dalam tubuhnya lenyap terusir oleh pengerahan ilmu ini. Kai Sonj Cinjin benar-benar terkejut kali ini. Tak disangkanya bahwa pukulannya kembali kena ditangkis, bahkan robohnya belasan orang anak buah pasukan merupakan tamparan baginya.
"Setan!"
Makinya marah.
"Kalau delapan jurus lagi pinceng tidak dapat merobohkanmu, pinceng terima kalah."
Sebagai seorang tokoh besar, ia membatasi diri dan memberi kesempatan sampai sepuluh jurus kepada lawan yang dianggapnya bukan setingkat. Bahkan ada kalanya kakek gundul ini memberi kesempatan dalam dua tiga jurus saja kepada lawannya. Tentu saja ia tidak akan begini sombong kalau ia menghadapi orang setingkat. Akan tetapi. Souw Teng Wi hanya seorang anak murid Kun-lun-pai dan seorang buronan yang otaknya miring, tentu ia malu tidak mengeluarkan omongan besar memberi kesempatan sampai sepuluh jurus.
Tinggal delapan jurus lagi dan ia tahu bahwa delapan jurus itu harus ia pergunakan sebaiknya untuk merobohkan lawan yang memiliki kepandaian aneh ini. Sekarang ia tidak berlaku sungkan lagi dan secepat kilas jurus ke tiga ia isi dengan pukulan Hek-tok-ciang. Begitu kedua tangannya memukul dengan ilmu ini, saking marahnya ia tidak memakai kira-kira lagi, bahkan tidak melihat bahwa di belakang Souw Teng Wi, kurang lebih dalam jarak lima meter, berdiri beberapa orang anak buah pasukan yang tadi mengepung Souw Teng Wi.
Menghadapi Hek-tok-ciang yang lihai bukan main, Souw Teng Wi dengan gerakan otomatis merendahkan tubuhnya dan cepat miring lalu menggunakan kedua tangannya mendorong dari samping sebagai tangkisan terhadap serangan musuh. Terdengar jerit mengerikan dan... tiga orang anggauta pasukan yang tadinya berdiri di belakang Souw Teng Wi terjengkang dan tewas seketika. Pada leher dan muka mereka terdapat tanda jari-jari menghitam, tanda yang menyeramkan dari korban pukulan Hek-tok-ciang.
Harus diketahui bahwa kehebatan Hek-tok-ciang dari kakek gundul ini sama sekali tak boleh disamakan dengan pukulan Hek-tok-ciang muridnya, Auwyang Tek. Memang betul pukulan Hek-tok-ciang pemuda inipun sudah menggemparkan dunia persilatan karena lihai dan kejinya. Namun dalam hal tenaga lweekang, ia hanya setengahnya dan tingkat gurunya. Maka dapat dibayangkan betapa hebatnya kelihaian Kai Song Cinjin. Sampai-sampai Souw Teng Wi yang pikirannya kacau-balau itu meleletkan lidah melihat betapai tiga orang yang tadi berada jauh di belakangnya telah tewas, hanya karena "keserempet"
Hawa pukulan maut itu!
"Lihai, lihai... gundul jahat benar keji!"
Katanya dan ia mengeluarkan pula suara gerengan lalu menubruk ke depan, membalas serangan lawan yang sudah tiga kali ia terima itu. Serangannya nampaknya kacau-balau seperti seekor monyet besar menyerang secara buas dan tak teratur, asal mencakar dan memukul sekenanya saja. Akan tetapi Kai Song Cinjin melihat bahwa inti gerakan ini luar biasa lihainya, mendatangkan hawa pukulan yang berputaran dan saling labrak seperti hawa pukulan dalam Ilmu Silat Soan-hong-kun-hoat (Ilmu Pukulan Angin Puyuh).
Kakek dari Tibet ini tidak berani berlaku sembrono dan cepat ia mengebutkan ujung lengan bajunya sambil mengelak. Souw Teng Wi menyerang terus sambil tertawa-tawa. Suara ketawanya seperti orang gila tertawa, akan tetapi jauh bedanya, karena suara ini mengandung daya serang yang luar biasa pula, yang akan melemahkan semangat lawan yang kurang kuat tenaga lweekangnya.
"Heh-heh-lieh, keledai gundul. Kau takut menerima pukulanku, ya? Ha-ha!"
Ejeknya sambil mendesak terus. Diejek begini, Kai Song Cinjin menjadi panas hatinya. Serangan kedua datang dan ia cepat menyambutnya dengan kedua tangan, la berusaha menangkap tangan lawan dan mengirim totokan pada iga. Anehnya, Souw Teng Wi agaknya tidak perduli tangan kanannya ditangkap, malah dengan mudah saja pergelangan tangan kanannya kena dicengkeram oleh Kai Song Cinjin dan iga kanannya juga agaknya mau saja menerima totokan. Akan tetapi, secara tiba-tiba sekali tangan kiri Souw Teng Wi bergerak macam ular dan tahu-tahu jari-jari tangan kiri ini sudah menyerang ke arah tenggorokan kakek dari Tibet itu dengan totokan maut!
Baiknya Kai Song Cinjin sudah menaruh curiga Segila-gilanya Souw Teng Wi, melihat kelihaian ilmu silatnya, tak mungkin tangan diberikan saja kepada lawan untuk ditangkap dan iga dibiarkan untuk ditotok tanpa ada maksud-maksud tersembunyi. Kiranya orang gila ini sengaja memancing untuk mengadu nyawa! Memang Souw Teng Wi juga cukup maklum bahwa lawannya bukan orang biasa melainkan seorang ahli silat nomor satu yang amat sukar dikalahkan. Karena itu ia sengaja menantang supaya tangannya terpegang untuk dapat mengadu nyawa.
Tidak rugi mengadu nyawa dengan Kai Song Cinjin, pikirnya. Kakek Tibet ini amat lihai dan tentu merupakan tangan kanan para menteri durna maka harus dilenyapkan. Dengan pikiran ini di samping kegilaannya, Souw Teng Wi lalu melakukan serangan maut itu tanpa memperdulikan keselamatan diri sendiri.
Akan tetapi, kepandaian Kai Song Cinjin benar-benar sudah mencapai tingkat yang sukar diukur lagi. Sebetulnya, tingkat Souw Teng Wi masih jauh kalah tinggi olehnya, hanya saja karena Souw Teng Wi mewarisi ilmu silat yang sakti dan aneh maka bekas pahlawan ini dapat melawannya. Kalau saja tidak menemukan ilmu kesaktian yang luar biasa, biarpun ia akan belajar lagi sampai lima puluh tahun di Kun-lun-san, belum tentu ia dapat menangkan Kai Song Cinjin. Kiranya di antara sekalian tokoh besar Kun-lun-pai, hanya Swan Thai Couwsu, Ciangbunjin (ketua) Kun-lun-pai seoranglah yang akan dapat menandingi Kai Song Cinjin!
Menghadapi totokan maut yang dilakukan secara tiba-tiba dan tidak terduga oleh Souw Teng Wi yang mengancam tenggorokannya, Kai Song Cinjin masih dapat menolong dirinya. Ia tahu bahwa untuk mengelak tak ada waktu lagi, untuk menangkis juga tidak dapat karena kedua tangannya sedang bekerja, yang kiri menangkap pergelangan tangan kanan lawan dan yang kanan sedang melakukan totokan pada iga. la malah menundukkan muka mengkeretkan leher sehingga totokan yang ditujukan kepada tenggorokannya itu kini menyambar ke arah mulutnya. Kakek Tibet ini membuka mulut dan menerima jari-jari Souw Teng Wi dengan gigitan.
"Krakk!"
Souw Teng Wi mengeluh, dua jari tangannya putus dan tubuhnya lemas karena jalan darah di dada kena totokan, lalu roboh pingsan. Adapun Kai Song Cinjin juga harus menderita akibat kelihaian Souw Teng Wi yang Iweekangnya sudah tinggi sekali. Bibir mulutnya robek dan giginya yang tinggal tujuh buah lagi itu kini berkurang empat buah, rontok ketika dipergunakan menggigit jari tangan Souw Teng Wi sampai putus.
Biarpun seorang tokoh besar dunia persilatan yang sudah tersohor, namun Kai Song Cinjin adalah seorang manusia yang mempunyai watak rendah dan kejam. la bisa berlaku lemah lembut dan alim sebagai seorang hwesio beradat kalau hatinya senang, akan tetapi dalam kemarahan, ia bisa berobah menjadi seorang iblis yang keji. Karena bibirnya pecah-pecah dan giginya rontok, kemarahan dan kebenciannya terhadap Souw Teng Wi meluap. Dengan langkah lebar ia menghampiri tubuh Souw Teng Wi yang sudah pingsan itu, dua jari tangan kanannya digerakkan
(Lanjut ke Jilid 07)
Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 07
dan... sepasang biji mata Souw Teng Wi sudah dicukil keluar. Souw Teng Wi menjadi seorang tuna netra (buta) mulai saat itu!
"Belenggu dia! Gusur binatang ini ke kota raja! terdengar perintah Awyang Tek yang pelantang-petenteng seperiti seorang jagoan setelah melihat buronan itu tak berdaya lagi. Beberapa orang serdadunya lalu datang membelenggu Souw Teng Wi selagi dia ini masih pingsan. Namun mereka melakukan pekerjaan ini dengan hati dag-dig-dug, karena jerih. Memang andaikata Souw Teng Wi tidak pingsan, kiranya orang-orang ini akan menemui maut kalau berani mendekatinya.
Teriakan Auwyang Tek yang memberi perintah kepada pasukannya dan bergeraknya pasukan itu menyelimuti suara jerit dan tangis tertahan yang terdengar dari balik batang-batang pohon. Inilah suara Lee Ing. Gadis ini hampir pingsan ketika ia menahan dirinya untuk tidak melompat dan mengamuk. Akan tetapi dia seorang gadis cerdik yang amat patuh kepada ayahnya.
Ia disuruh pergi oleh ayahnya dan maklum bahwa ayahnya menghendaki ia selamat untuk mempelajari ilmu agar kelak dapat membalas kepada para penghianat itu. Dapat dibayangkan betapa hancur perasaannya melihat ayahnya dicongkel matanya dan digusur seperti orang menggusur bangkai macan saja. Terutama sekali sikap sombong Auwyang Tek setelah ayahnya tak berdaya lagi itu amat menyakitkan hati Lee Ing, membuat ia benci sekali melihat wajah pemuda itu.
"Tunggu saja kalian... kelak akan datang saatnya aku membalas sakit hati ayah....!"
Sambil menggigit bibir dan menahan air mata, Lee Ing lalu pergi menyelinap di antara pohon-pohon, pergi untuk memenuhi keinginan hati ayahnya. Mencari Gua Siluman.
"Auwyang-kongcu, kau bawa binatang ini ke kota raja dan jaga baik-baik. Pinceng hendak berangkat lebih dulu!"
Kata Tok-ong Kai Song Cinjin kepada muridnya, kemudian sekali berkelebat orang tua yang sakti ini lenyap dari depan muridnya. Di dalam hatinya, Kai Song Cinjin mengandung sakit hati yang amat mendalam. Dia seorang tokoh besar, kini bibirnya sampai pecah-pecah dan giginya rontok oleh Souw Teng Wi.
Semua ini terjadi di depan muridnya dan pasukannya, sungguh membuat ia kehilangan muka. Biarpun ia menang, namun terbukti bahwa kepandaian Souw Teng Wi juga hebat. Rasa sakit pada mulutnya menimbulkan sakit hati yang hebat dan membuat ia mengambil keputusan untuk menyerbu ke Kun-lun-san. Tentu di sana ada orang pandai yang melatih Souw Teng Wi dan ke sanalah ia hendak menumpahkan sakit hatinya.
Inilah pendirian seorang sesat yang hanya mencari enaknya sendiri. Dia sudah merobohkan Souw Teng Wi, sudah mencongkel keluar biji matanya, dialah yang menyiksa Souw Teng Wi, akan tetapi dia yang bersakit hati karena bibirnya pecah dan giginya copot! Kai Song Cinjin padahal tahu bahwa ilmu silat aneh yang dimainkan oleh Souw Teng Wi ketika menghadapi dia itu sekali-kali bukan ilmu alat Kun-lun-pai. Akan tetapi oleh karena Souw Teng Wi anak murid Kun-lun, sakit hatinya tertuju kepada partai persilatan itu.
Memang manusia itu biasanya suka bermata gelap dan berhati buta kalau sudah mencapai kedudukan mulia dan tinggi. Seperti halnya Kai Song Cinjin, karena dia itu seorang tokoh besar yang terkenal, juga seorang tangan kanan Kerajaan Beng, guru dari putera seorang menteri, ia menjadi sombong. Dia boleh menyebar maut, boleh membunuh atau menyiksa siapa saja, akan tetapi sedikit saja dia terganggu, baru bibirnya pecah-pecah dan giginya dibikin rompal. dia sudah menerima dendam hebat! Dia menganggap diri sendiri yang paling menonjol, paling penting dan tidak boleh diganggu.
Dengan ilmunya yang tinggi sekali, Kai Song Cinjin mendahului pasukan itu pulang ke kota raja, menceritakan kepada Auwyang-taijin tentang penawanan atas diri Souw Teng Wi, lalu berkata.
"Souw Teng Wi adalah anak murid Kun-lun-pai. Selama ini dia menghilang dan tahu-tahu telah memiliki kepandaian tinggi. Siapa lagi yang menyembunyikan dan mengajarnya kalau bukan losu-tosu biadab dari Kun-lun-san? Oleh karena iiu, harap taijin memperkenankan pinceng membawa Kui-sicu untuk membantu pinceng menghukum losu-tosu biadab di Kun-lun-san."
Tentu saja Auwyang Peng meluluskan permintaan ini, dan orang yang disebut Kui-sicu adalah Ma-thouw Koai-tung Kui Ek yang merupakan orang ke dua setelah Kai Song Cinjin. Ma-thouw Koai-tung Kui Ek adalah seorang tokoh besar pula dalam dunia liok-lim. Kepandaiannya tinggi sekali, karena dia ini adalah suheng (kakak seperguruan) dari mendiang Thian Te Cu, atau guru dari mendiang Hui-houw Twa-to Ma Him yang keduanya sudah tewas di tangan Souw Teng Wi. Oleh karena itu, ketika ia mendengar ajakan Kai Song Cinjin untuk menggempur Kun-lun-pai sebagai pembalasan dendam terhadap Souw Teng Wi, ia segera bersiap sedia dengan hati girang.
Selain membawa kawan Kui Ek yang lihai, Kai Song Cinjin juga mempersiapkan sepasukan tentara, la tahu bahwa menghadapi sebuah partai besar seperti Kun-lun-pai. ia tidak boleh berlaku sembrono. Selain untuk menghadapi anak buah Kun-lun-pai yang besar jumlahnya, juga pasukan itu dapat ia pergunakan sebagai perisai, sehingga dunia kang-ouw akan mendapat kesan bahwa Kun-lun-pai diserbu oleh pasukan kerajaan karena anak murid Kun-lun-pai menjadi pemberontak, bukan Kai Song Cinjin pribadi yang mencari permusuhan dengan partai besar itu.
Memang agaknya sudah takdirnya partai persilatan besar Kun-lun-pai harus menghadapi bencana besar. Kai Song Cinjin adalah seorang yang kepandaiannya jarang tandingannya di kolong langit, ditambah lagi oleh Ma-thouw Koai-tung Kui Ek yang juga seorang tokoh besar yang lihai, masih ada lagi pasukan pilihan dari kota raja. Semua ini sudah merupakan bahaya besar bagi Kun-lun-pai, akan tetapi kebetulan sekali kekuatan ini masih ditambah lagi dengan seorang dahsyat dan berbahaya yang bukan lain adalah Toat-beng-pian Mo Hun.
Seperti diketahui, Toat-beng-pian Mo Hun gagal mencari Souw Teng Wi karena ketika ia membawa Lee Ing yang menipunya, gadis itu berhasil meloloskan diri dan melompat ke dalam laut. Terpaksa Toat beng-pian Mo Hun kembali ke darat dan tidak jadi mencari Souw Teng Wi. la kembali ke selatan dan di sepanjang perjalanan tidak lupa untuk mencari obat yang menjadi makanan kesukaannya, yaitu otak manusia.
Ketika itu, rombongan Kai Song Cinjin telah tiba di sebuah dusun Tsang-si di sebelah barat kota Si-ning di Propinsi Cing hai. Mereka sudah tak jauh lagi dari Pegunungan Kun-lun-san yang berada di barat. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan-teriakan dan jerit tangis, disusul berlarinya para penduduk dusun yang ketakutan.
Melihat ini, Kai Song Cinjin dan Kui Ek berlari meninggalkan pasukan memasuki dusun. Dan mereka segera melihat apa yang menyebabkan orang-orang dusun itu melarikan diri ketakutan. Di tengah kampung itu nampak seorang tua yang mengerikan tengah mengamuk. Ia memegang sebatang pian yang bentuknya seperti binatang kelabang. Sambil tertawa-tawa dan menggereng seperti binatang buas, ia mengejar dan setiap kali senjatanya bergerak, putuslah leher seorang penduduk dan kepalanya yang copot itu ia sambar sebelum jatuh ke tanah. Dengan cara demikian ia telah mengumpulkan empat buah kepala orang.
"Toat-beng-pian Mo Huni"
Seru Ma-thouw Koai-tung Kui Ek kaget. Ia telah mengenal Mo Hun, akan tetapi baru sekarang ia melihat keganasan tokoh ini yang membuat dia sendiri sampai merasa ngeri. Kai Song Cinjin berkelebat dan pada saat pian kelabang menyambar ke arah leher calon korban ke lima, tiba-tiba pian itu berhenti setengah jalan dan tak dapat digerakkan lagi. Mo Hun terkejut bukan main dan cepat ia memandang.
Kiranya ujung pian kelabang yang lihai itu telah terpegang oleh seorang hwesio yang sikapnya angker Dua kali Mo Hun menger ahkan kekuatan Iweekangnya pada tangan yang memegang cambuk dan membetot, namun tetap saja pian itu tak dapat terlepas dari tangan hwesio itu. Selagi ia hendak menggerakkan tangan kiri untuk menyerang karena marah, ia melihat adanya Kui Ek di situ. Kagetlah dia dan tidak berani ia berlaku gegabah. Hwesio tua ini lihai sekali dan agaknya menjadi kawan Ma-thouw Koai-tung Kui Ek.
"Eh, Kui Ek si tongkat butut, siapakah hwesio ini? Kawan atau lawan?"
Tanyanya.
"Sahabat Mo Hun, jangan main-main. Kau berhadapan dengan Tok-ong Kai Song Cinjin utusan Auwyang-taijin!"
Kata Kui Ek.
Mo Hun menjadi makin kaget. Sudah lama ia mendengar nama besar hwesio Tibet ini, maka ia berkata.
"Maaf, maaf!"
Dan mengendurkan betotannya.
Kai Song Cinjin tersenyum dan melepaskan ujung pian yang dipegangn a lalu berkata perlahan.
"Kiranya sahabat Kui-sicu, makan otak manusia untuk menguatkan tulang baik-baik saja, akan tetapi tidak boleh membunuh rakyat yang tak berdosa"
Kembali Mo Hun tercengang. Bagaimana kakek gundul itu tahu bahwa ia makan otak manusia untuk memperkuat tulang-tulangnya? Mo Hun yang biasanya amat sombong dan berani mati, tidak takut kepada siapapun juga, sekarang bersikap hormat, ia tahu bahwa tingkat kepandaian Kai Song Cinjin jauh lebih tinggi dari padanya dan untuk masa itu kiranya kakek tokoh dari Tibet ini merupakan jago nomor satu di dunia. Biarpun ia belum pernah bertanding melawannya, tadi pegangan kakek itu pada ujung piannya saja sudah membuktikan bahwa tenaga Iwcekang kakek itu jauh melebihinya.
"Harap Cinjin sudi memaafkan. Pada waktu sekarang ini, dari mana lagi aku dapat mencari obat? Kalau saja peruntunganku baik, tentu otak pemberontak Souw Teng Wi ayah dan anak menjadi obatku dan tak usah aku mengganggu penghuni dusun ini."
Mendengar ini, Kai Song Cinjin dan Kui Ek menaruh perhatian besar dan segera Kui Ek bertanya.
"Eh, orang she Mo. Apa hubungannya Souw Teng Wi dan anaknya dengan makananmu itu?"
Mo Hun tertawa bergelak sehingga kepala-kepala orang yang tergantung di pinggangnya bergoyang-goyang, menyeramkan sekali dan membuat pasukan yang sudah tiba di situ bergidik ngeri dibuatnya.
"Dasar nasibku yang sial. Ma-thouw Koai tung, kalau nasibku tidak sial, kiranya sekarang ini aku sudah menghadap ke kota raja, menyeret Souw Teng Wi dan puterinya."
Ia lalu menceritakan pengalamannya betapa ia telah berhasil menawan Souw Lee Ing dan sedang mencari ayah anak dara itu ke lautan. Akan tetapi, demikian ia membohong, ombak besar telah membuat perahu terguling dan gadis itu tenggelam, sedangkan ia terpaksa menyelamatkan diri ke pantai.
"Sayang sekali,"
Ia menutup ceritanya.
"Dan sekarang ini kau dan Cinjin hendak kemanakah? Mengapa membawa-bawa pasukan? Apakah kau sudah menjadi seorang jenderal?"
Kui Ek menjawab dengan muka sungguh-sungguh.
"Toat-beng-pian Mo Hun, pada masa sekarang ini, setelah kerajaan bangsa sendiri berdiri dan kaum penjajah terusir, bagaimana kau masih bisa berkeliaran seperti orang gila? Auwyang-taijin atas nama kaisar telah mengumpulkan para orang gagah untuk membuat pahala membangun Kerajaan Beng menjadi besar, melawan penghianat-peng-hianat dan para pemberontak macam Souw Teng Wi dan yang lain-lain. Aku sendiri sudah lama membantu Auwyang-taijin dan bekerja di bawah petunjuk Kai Song Cinjin. Kami telah berhasil menawan Souw Teng Wi ke kota raja dan sekarang ini kami hendak ke Kun-lun-pai memberi hukuman kepada guru-guru pemberontak Souw Teng Wi."
Toat beng-pian Mo Hun berseri wajahnya.
"Bagus! Kebetulan sekali! Memang sejak lama aku ingin mengabdi kepada pemerintah Beng di Nan-king namun belum ada kesempatan. Oleh karena itu pula maka aku berusaha menawan Souw Teng Wi. Sekarang kalian hendak menyerbu Kun-lun-pai. Baik sekali, masih ada perhitungan lama dengan Swan Thai Couwsu si tua bangka Kun-lun-pai yang belum dibereskan. Aku ikut kalian, hendak membantu kalian agar kelak dapat diterima oleh Auw-yang-taijin."
Tok-ong Kai Song Cinjin tertawa senang.
"Kau sudah diterima! Siapapun juga asal ada pinceng yang menanggung, tentu diterima oleh Auwyang-taijin. Mari kita berangkat."
Memang kakek Tibet ini cerdik. Tadi ia telah mengukur kekuatan Mo Hun dan ia maklum bahwa Toat-beng-pian Mo Hun tidak kalah lihai oleh Kui Ek, maka tentu saja orang seperti ini akan dapat menjadi seorang pembantu yang kuat dan boleh diandalkan. Demikianlah, rombongan itu berangkat dalam keadaan yang lebih kuat lagi dengan adanya Toat-beng-pian Mo Hun, merupakan ancaman besar bagi partai persilatan Kun-lun-pai.
Kita tinggalkan dulu Tok-ong Kai Song Cinjin dan pasukannya yang sedang menyerbu Kun-lun-pai dan mari kita mengikuti keadaan yang amat sengsara dari bekas pahlawan besar Souw Teng Wi. Dalam keadaan payah sekali, tubuhnya menderita luka dalam, sepasang matanya kehilangan bijinya dan dari lubang mata masih mengalir darah, Souw Teng Wi diborgol kedua tangannya dan diseret-seret oleh pasukan yang dipimpin oleh Awyang Tek.
Setelah Souw Teng Wi tertawan barulah Auwyang Tek yang mata keranjang teringat akan gadis jelita yang datang bersama Souw Teng Wi. la tahu bahwa gadis cantik itu adalah puteri Souw Teng Wi yang bernama Souw Lee Ing dan ia merasa menyesal sekali mengapa tadi membiarkan gadis itu melarikan diri. Ia mulai mencari dan menyebar anak buahnya, namun Lee Ing menghilang tak dapat dicari lagi. Dengan hati kesal dan makin gemas kepada Souw Teng Wi. Auwyang Tek berangkat kembali ke selatan, di sepanjang jalan menyiksa Souw Teng Wi akan tetapi menjaga agar orang tawanan ini jangan sampai mati.
Agar perjalanan dapat dilakukan dengan cepat, ia menyuruh orang-orangnya membuat sebuah kerangkeng besi dan Souw Teng Wi diangkut seperti membawa seekor binatang liar. Di sepanjang jalan rakyat melihat keadaan pahlawan ini dengan hati marah dan berduka. Akan tetapi apakah daya mereka? Kaisar telah menganggap bekas pahlawan ini sebagai pemberontak yang harus dihukum.
Akan tetapi, di antara rakyat jelata terdapat banyak bekas pejuang yang gagah perkasa, yang dahulu ikut dalam perang gerilya melawan penjajah Mongol. Mereka ini mengenal Souw Teng Wi, mengenal orangnya dan mengenal perjuangan serta sepak terjangnya yang gagah perkasa. Mereka sendiri tentu saja tidak berdaya menghadapi pasukan kerajaan yang kuat, dipimpin oleh Auwyang Tek yang berkepandaian tinggi, yang amat ditakuti karena ilmunya Hek-tok-ciang. Akan tetapi, diam diam ada beberapa orang yang cepat mempergunakan kuda, mendahului rombongan ini menuju ke selatan, mencari hubungan dengan perkumpulan Tiong-gi-pai yang mendukung Souw Teng Wi.
Beberapa orang yang bangkit setia kawannya bahkan mengumpulkan kawan-kawan dan nekat berusaha merampas dan menolong Souw Teng Wi. Akan tetapi orang-orang ini seperti serombongan nyamuk menyerang api lampu. Mereka merupakan makanan empuk bagi Auwyang Tek dan bergelimpanganlah di sepanjang jalan para orang gagah yang berusaha menolong Souw Teng Wi. Tubuh mereka kaku dan terdapat tanda lima jari tangan hitam, inilah tanda bahwa mereka tewas sebagai korban tangan racun hitam yang ganas dari Auw yang Tek Dengan sikap garang sekali Auwyang Tek terus memimpin pasukannya menuju ke Nan-king. Ia sudah membayangkan betapa ia akan disambut dengan segala kehormatan atas hasilnya penangkapan pemberontak Souw Teng Wi. Tentu kaisar akan menjadi girang sekali dan memberi hadiah besar, atau bahkan pangkat ayahnya akan dinaikkan.
Pada suatu hari, rombongan ini tiba di sebelah utara Sungai Yang-ce, sudah dekat dengan kota raja. Mereka memasuki sebuah hutan besar terakhir yang akan membawa mereka ke lembah sungai. Makin dekat dengan kota raja, hati Auw yang Tek makin girang, demikian pula anak buahnya. Pasukan itu tadinya sudah gentar kalau-kalau ada musuh mencegat, mereka maklum bahwa orang macam Souw Teng Wi tentu mempunyai kawan-kawan yang lihai Kini kota raja hanya tinggal beberapa ratus li lagi, terpisah Sungai Yang-ce. Mereka mulai tertawa-tawa dan bernyanyi gembira.
Tiba-tiba mereka berhenti dan terheran-heran mendengar suara khim (tetabuhan seperti siter) yang amat merdu dan indah. Siapakah orangnya yang menabuh khim di tengah hutan? Juga Auwyang Tek merasa heran sekali, timbul kecurigaannya. Akan tetapi mereka maju terus, mengambil jalan lain supaya tidak melewati orang yang menabuh khim. Akan tetapi anehnya, ke manapun juga mereka menuju, selalu suara khim itu berada di depan menghadang mereka, seakan-akan orangnya memang sengaja berpindah-pindah menghadang perjalanan rombongan ini.
"Perkuat penjagaan sekeliling kerangkeng!"
Kata Auwyang Tek hati-hati dan ia sendiri cepat memajukan kudanya mendahului rombongan. Tak lama kemudian sampailah ia di tempat terbuka dan dari pinggir jalan ia melihat seorang wanita cantik duduk di atas sebuah alat tetabuhan khim yang terletak di atas pangkuannya dan ia mainkan khim itu dengan asyik.
Wanita ini tidak muda lagi, akan tetapi masih mempunyai kecantikan yang membuat hati Auwyang Tek berdebar. Dapat ia membayangkan betapa jelitanya wanita ini ketika masih muda dulu, raut wajah yang elok masih nampak jelas. sepasang mata bening berbulu mata panjang lentik, mulut berbibir merah masih tersenyum manis. Jari-jari tangan yang bermain-main di atas kawat khim juga masih mungil terawat, bergerak lincah dan lemah gemulai seperti menari-nari.
Lega hati Auwyang Tek ketika melihat bahwa yang menabuh khim hanyalah seorang wanita lemah, sungguhpun ia agak terheran mengapa di tempat sesunyi itu terdapat seorang wanita menabuh khim. Menilik pakaiannya, wanita ini adalah wanita gunung karena pakaiannya sederhana saja seperti pakaian pendeta namun potongan rambutnya tidak seperti pendeta. Tentu seorang wanita dusun yang istimewa pikirnya, atau dahulu bekas perempuan lacur yang pandai menabuh khim dan sekarang di hari tua kembali ke dusun, pikir Auwyang Tek.
Karena tidak melihat sesuatu yang membahayakan, ia bahkan turun dari kuda, menghampiri wanita itu, menonton orang main khim sambil menanti datangnya rombongannya. Para anak buah pasukan juga menjadi lega bahwa pemain khim itu hanya seorang wanita dusun yang sederhana, cantik lembut dan sudah setengah tua. Malah ada yang tertawa-tawa.
"Aduh merdunya, benar-benar membuat orang ingin mengaso dan tidur!"
Kata seorang anggauta pasukan.
"Dan dia menemanimu sambil main khim. bukan?"
Orang ke dua berolok-olok.
"Benar, biarpun sudah tua akan tetapi masih hebat....!"
Menyambung orang ke tiga.
Wanita itu agaknya tidak mendengar atau tidak mau memperdulikan segala macam olok-olok kotor yang menghinanya, terus saja bermain khim. Auwyang Tek yang memperhatikan permainan khim itu, kagum bukan main. Pemuda ini adalah putera seorang menteri, sebagai putera bangsawan tentu saja ia tidak asing akan seni suara, bahkan ia mengerti bagaimana cara menabuh khim biarpun ia bukan seorang ahli. Melihat gerak jari wanita itu
dan mendengar suara khim, tahulah ia bahwa ia berhadapan dengan seorang ahli, la makin tertarik lalu berkata sambil tertawa.
"Enci, kau mainkan lagu Dewi dan Gembala nanti kuberi hadiah banyak!"
Suara khim berhenti dan wanita itu mengangkat kepala memandang. Auwyang Tek tercengang melihat sinar mata yang amat tajam dan sepasang mata yang jernih. Benar-benar wanita ini dulu tentu cantik jelita sekali, pikirnya kagum. Wanita itu menggerakkan biji matanya, menyapu semua orang, juga mengerling ke arah kerangkeng di mana Souw Teng Wi duduk bersandar ruji besi dan matanya yang tak berisi itu nampak mengerikan sekali.
Wanita itu mengangguk ke arah Auwyang Tek, kemudian ia menunduk kembali, jari-jari tangannya bergerak lagi, kini dengan lemah gemulai menciptakan suara khim yang merdu merayu dan romantis. Memang yang diminta oleh Auwyang Tek tadi adalah sebuah lagu romantis yang mengisahkan percintaan antara seorang pemuda penggembala dan seorang dewi kahyangan. Lagu romantis ini menjdi kesayangan para kongcu (pemuda) hidung belang dan populer di tempat-tempat pelesir. Namun wanita itu dapat memainkannya dengan amat indahnya, terang bahwa wanita
ini dahulunya tentu bukan seorang wanita baik-baik.
Semua anggauta pasukan terbawa oleh pengaruh suara khim yan luar biasa ini sehingga tubuh mereka bergoyang-goyang mengikuti irama, bahkan ada yapg bernyanyi perlahan mengikuti lagu itu. Semua orang, termasuk Auwyang Tek, seperti kena pesona. Lagu itu makin lama makin memikat, suaranya melengking tinggi dan aneh sekali, beberapa orang anak buah pasukan ada yang jatuh tertidur! Banyak yang sudah menguap hampir tak dapat menahan kantuknya. Auwyang Tek sendiri merasa dadanya berdebar, telinganya mengiang dan matanya mengantuk.
Kagetlah dia. Pernah dia mendengar akan kehebatan tenaga Iweekang yang disalurkan ke dalam suara dan bunyi-bunyian dan suara yang mengandung tenaga sakti ini dapat mempengaruhi pendengarannya. Melihat para anak buahnya seorang demi seorang roboh pulas dalam cara aneh sekali, ia menjadi cemas dan mengerahkan seluruh tenaga dalam tubuhnya untuk melawan kantuk yang hampir tak dapat tertahankan lagi itu. Benar saja setelah pemuda yang memiliki kepandaian tinggi itu mengerahkan Iweekangnya, pengaruh suara itu buyar sebagian.
Tiba-tiba terdengar suara gerengan keras dari dalam kerangkeng. Souw Teng Wi yang kumat gilanya itu agaknya juga terkena serangan suara khim dan biarpun ia buta, namun pendengarannya masih baik sekali. Maka untuk melawan pengaruh itu, ia mengeluarkan ilmunya, menggereng keras dan tiba-tiba saja terdengar suara "tring-tring-tring!"
Senar khim putus tiga buah. Ini menandakan bahwa gema suara gerengan yang mengandung getaran itu masih lebih kuat dari pada getaran suara khim.
Bagaikan diguyur air dingin setelah suara khim lenyap, para anak buah pasukan yang tertidur tadi berloncatan bangun dan saling pandang terheran-heran melihat kawan-kawannya sedang bangkit dan bangun dari tidur. Auwyang Tek sudah dapat menduga bahwa wainita pemain khim ini tentu bukan orang sembarangan. Akan tetapi ia pura-pura tidak tahu dan hendak cepat-cepat pergi dari depan wanita aneh itu. la merogoh sakunya, mengeluarkan tiga potong perak dan dilemparkan di depan wanita itu sambil berkata,
"Enci, permainanmu bagus sekali. Nah, ini hadiahku."
Ia menoleh kepada pasukannya dan memberi perintah untuk melanjutkan perjalanan.
Akan tetapi wanita itu memungut tiga potong perak sambil berkata.
"Untuk apa benda tak berharga macam ini?"
Sambil berkata demikian, sekali jari-jari tangannya yang halus itu mencengkeram. tiga potong perak telah menjadi segumpal perak yang tak karuan bentuknya. Auwyang Tek makin terkejut dan membelalakkan matanya sambil berkata,
"Habis, kau minta apa?"
Wanita itu tersenyum manis sekali, mencantolkan khim di belakang pundaknya lalu berkata sambil menudingkan telunjuk yang mungil ke arah kerangkeng.
"Kau minta aku bermain khim dan kau berjanji memberi hadiah. Nah, aku minta hadiah binatang di dalam kerangkeng itu!"
Auwyang Tek tahu bahwa wanita ini mencari gara-gara dan tentu seorang di antara kawan Souw Teng Wi atau seorang anggauta perkumpulan Tiong-gi-pai. Maka ia berkata dingin,
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemmm, apa kau tidak tahu bahwa binatang itu adalah tawanan kami dan hendak dibawa ke pengadilan kerajaan. Apakah kau begitu berani mampus untuk merampas tawanan yang berarti pemberontakan besar? Toanio. kau seorang wanita dan aku Auwyang Tek tidak bisa melawan wanita, apakah kau anggauta Tiong-gi-pai dan kawan pemberontak Souw Teng Wi ini?"
Wanita itu meludah.
"Jadi kaukah yang disebut Auwyang-kongcu. ahli Hek-tok-ciang? Hah, kiranya matamu buta tidak dapat membedakan orang. Kau menuduh aku kawan setan Souw Teng Wi, benar-benar kau menghina sekali. Aku minta dia dari tanganmu bukan untuk menolong, melainkan untuk membunuhnya. Tahukah kau?"
Memang Auwyang Tek tidak tahu bahwa wanita ini adalah Lui Siu Nio-nio, ketua dari perkumpulan Hoa-lian-pai yang bermarkas di kaki Gunung Ta-pie-san. Lui Siu Nio-nio ini adalah guru dari Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio isteri Siang-pian-hai-liong Sim Kang. Biarpun Yap Lee Nio sudah berpisah atau bercerai dari suaminya, namun berita tentang terbunuhnya Sim Kang oleh Souw Teng Wi membuat hatinya berduka dan sakit. Ia mengadu kepada gurunya dan gurunya menyanggupi untuk membalaskan sakit hati ini.
Oleh karena itulah Lui Siu Nio-nio ketika mendengar bahwa Souw Teng Wi telah tertawan dan hendak dibawa ke kota raja, sengaja menghadang di tengah jalan untuk merampasnya. Memang penawanan Souw Teng Wi sebentar saja sudah tersiar luas dan setiap orang kang-ouw sudah mendengarnya.
Auwyang Tek tentu saja tidak mau percaya akan keterangan Lui Siu Nio nio. Ia bersiap sedia dan membentak.
"Siapa percaya omonganmu? Kau siapakah?"
"Aku Lui Siu Nio-nio ketua Hoa-lian-pai"
Kembali Auwyang Tek melengak Ia memang pernah mendengar akan nama perkumpulan Hoa-lian-pai dan ketuanya yang berilmu tinggi, akan tetapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa ketua Hoa-lian-pai demikian cantik dan lemah lembut, pandai bermain khim pula! Setelah mendengar bahwa ia berhadapan dengan ketua Hoa-lian-pai, Auwyang Tek tidak berani cengar-cengir lagi, tidak berani bersikap kurang ajar seperti kalau ia menghadapi seorang wanita cantik biasa.
Akan tetapi, ia juga tidak mau tunduk dan mengalah begitu saja, apa lagi mendengar bahwa nenek ini hendak merampas tawanannya. Ia tidak mau percaya begitu mudah akan keterangan nenek itu bahwa Souw Teng Wi hendak dirampas untuk dibunuh. Siapa tahu kalau-kalau itu hanya siasat belaka dan nenek ini menggunakan akal untuk menolong Souw Teng Wi karena untuk menggunakan kekerasan merasa jerih padanya. Ini mungkin sekali. Siapa yang tak pernah mendengar kelihaian Hek-tok-ciang? Apa lagi sekarang dia mengawal tawanan.
"Aha, kiranya Lui Siu toanio, ciangbunjin Hoa-lian-pai yang terhormat! Selamat bertemu. Telah lama siauwte mendengar bahwa Hoa-lian-pai adalah sebuah perkumpulan bersih yang selalu membantu pemerintah membersihkan orang jahat. Tidak heran sekarang toanio hendak membunuh pemberontak Souw Teng Wi. Akan tetapi, untuk urusan ini harap toanio ikut dengan kami ke kota raja, di sana toanio dapat mengajukan permohonan kepada ayah agar toanio diberi, kesempatan melaksanakan hukuman mati yang pasli dijatuhkan kepada pemberontak ini. Bagaimana?"
Lui Siu Nio-nio tersenyum sindir. Hatinya panas sekali mendengar betapa ia disuruh "mengajukan permohonan"
Seakan-akan kedudukan Menteri Auwyang Peng begitu tinggi sampai-sampai ia harus merendahkan diri. Jangankan terhadap seorang menteri seperti Auwyang Peng, terhadap kaisar sendiripun belum tentu ia sudi merendahkan diri.
"Auwyang-kongcu, usulmu itu terbalik. Aku harus membawa binatang ini kepada muridku, Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio yang hendak membalas sakit hatinya. Setelah muridku melakukan pembalasannya, baru kau boleh membawa mayat binatang ini ke kota raja untuk dijadikan bukti jasamu. Bukankah kau akan mendapat pahala yang sama besarnya?"
Auwyang Tek mendongkol sekali karena diejek.
"Toanio, harap kau ingat bahwa pada saat ini aku adalah seorang yang memanggul tugas dari kaisar. Oleh karena itu, harap kau tidak menghambat perjalanan kami ke kota raja."
Ketua Hoa-lian-pai memperlebar senyumnya, berkata halus akan tetapi menyengat hati.
"Sudah lama aku mendengar tentang Hek-tok-ciang yang lihai, agaknya kau orang muda hendak mengandalkan Hek-tok-ciang untuk mengabaikan usulku, ya?"
"Toanio, kalau aku orang muda berani menentang toanio, anggap saja hal itu sebagai keinginanku menambah pengalaman dan pelajaran, sebaliknya kalau tonaio berani menentang utusan kaisar, bukankah itu sama halnya dengan memberontak dan berdosa besar?"
Jawab Auwyang Tek.
"Bagus! Kau hendak berlindung di balik nama kaisarmu! Aku tidak mengenal segala kaisar, bagaimana bisa memberontak? Tak usah banyak cakap tinggalkan binatang dalam kerangkeng itu, habis perkara!"
Auwyang Tek melihat wanita itu sudah mengambil khim yang tergantung di punggungnya. Pemuda ini marah sekali dan tanpa banyak cakap ia lalu menggerakkan tangan kiri mengirim pukulan Hek-tok-ciang! Biasanya, sekali pukulan saja sudah cukup membuat lawan roboh binasa. Lui Siu Nio-nio maklum akan kehebatan pukulan Hek-tok-ciang ini. la tidak berani menerima begitu saja, cepat mengangkat khim yang dipegang di tangan kanannya, menangkis pukulan yang datangnya dekat, bukan dilakukan dari jarak jauh, pukulan yang pasti akan mengenai dadanya.
"Brakk....!!"
Khim yang terbuat dari pada kayu hitam pilihan itu pecah berantakan, melayang ke sana ke mari pecahannya. Adapun senar-senarnya juga putus semua dan mawut. Akan tetapi di lain fihak, Auwyang Tek terhuyung mundur. Dari tangkisan khim tadi menyambar tenaga yang amat dahsyat, membuat kuda-kudanya tergempur dan terpaksa ia tak dapat mempertahankan kedua kakinya dan terhuyung-huyung.
Lui Siu Nio-nio menjadi pucat saking marahnya melihat alat tetabuhan yang disayangnya itu hancur oleh sekali pukulan pemuda itu. Di samping kemarahannya, juga ia terkejut sekali. Memang ia telah mendengar akan kelihaian Hek-tok-ciang, akan tetapi tak pernah menyangka sehebat itu. Maka ia lalu menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu ia telah memegang sebatang senjata yang amat aneh, yaitu berupa setangkai kembang terbuat dari pada emas.
Tangkainya panjang dan ada tiga helai daun terbuat dari pada perak. Inilah senjata yang amat diandalkan oleh Lui Siu Nio-nio yang ia beri nama Hoa-lian-sin-kiam (Pedang Sakti Hoa-lian). Sebetulnya disebut pedang bukan pedang karena hanya merupakan setangkai bunga emas dengan tiga helai daunnya, akan tetapi cara memegang dan mempergunakannya memang seperti orang bermain pedang. Itulah sebabnya mengapa senjata aneh ini disebut Hoa-lian-sin-kiam dan penggunaannya yang istimewa khusus diciptakan oleh ketua Hoa-lian pai itu.
Dengan senjata ini Lui Siu Nio-nio telah merobohkan entah berapa banyak lawan dan senjata ini pula di samping senjata khimnya telah mengangkat namanya menjadi terkenal. Mereka bertempur lagi. Sekarang keduanya berlaku hati-hati setelah mengenal kehebatan tenaga lawan. Akan tetapi setelah sekarang Lui Siu Nio-nio mainkan senjatanya yang aneh, kelihatanlah bahwa kepandaian Auwyang Tek masih kalah sedikitnya dua tingkat oleh ketua Hoa-lian-pai yang lihai ini. Pukulan-pukulan Hek-tok-ciang tak dapat dipergunakan secara cepat lagi karena Auwyang Tek tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk melancarkan pukulan Hek-tok-ciang.
Ternyata senjata bunga emas dengan tiga helai daunnya ini selelah dimainkan malah lebih berbahaya dari pada sebuah pedang pusaka! Bunga emas itu berupa setangkai bunga teratai yang baru mekar, mempunyai tujuh belas daun bunga dan setiap daun bunga ujungnya runcing seperti pedang hingga sama dengan tujuh belas pedang digabungkan menjadi satu. Belum lagi helai daun putihnya amat berbahaya karena daun-daun ini merupakan senjata-senjata tersendiri yang tak terduga arah serangannya akan tetapi yang selalu menyusul serangan bunga.
Sebentar saja, belum tiga puluh jurus, Auwyang Tek sudah kebingungan karena tubuhnya terkurung rapat oleh senjata lawan yang berubah menjadi sinar kuning emas dikelilingi sinar putih. Sinar-sinar itu mengurung tubuh Auwyang Tek dan selalu mengarah jalan jalan-darah yang paling berbahaya. Hanya berkat Hek-tok-ciang saja Auwyang Tek belum roboh karena Lui Siu Nio-nio agaknya juga jerih dan selalu melompat mundur apa bila pemuda itu mempergunakan pukulan-pukulan jari jari tangannya yang sudah berubah hitam, tanda bahwa daya racun hitam sudah mengalir penuh di tangan yang bersarung tangan itu.
"Kepung! Serbu!!"
Auwyang Tek dengan tak sabar memberi aba-aba dan pasukannya yang terdiri dari lima puluh orang mulai bergerak mengepung hendak membantunya menyerang ketua Hoa-lian-pai itu. Lui Siu Nio nio maklum bahwa menghadapi lawan sebegitu banyaknya bukanlah hal yang mudah, apa lagi kalau di situ masih ada Auiw-yang Tek yang amat lihai pukulan Hek-tok-ciaing-nya. la bersuit keras dan senjatanya bergerak makin cepat mengurung tubuh Auwyang Tek. Akan tetapi para pemimpin pasukan sudah mulai bergerak menyerangnya dari semua penjuru.
Terpaksa Lui Siu Nio nio memecah perhatiannya dan pada saat itu, pukulan Hek-tok-ciang yang dilakukan sekuat tenaga oleh tangan kanan Auwyang Tek datang menghantam, dadanya! Ketua Hoa-lian-pai itu kaget bukan main. Untuk mengelak sudah tidak ada waktu lagi karena kedudukannya sudah sulit sekali dalam menghindarkan keroyokan tadi. Terpaksa ia malah mendekati Auwyang Tek, dengan tangan kiri dibuka ia menyambut pukulan itu dan pada saat yang sama senjata anehnya menyambar leher Auwyang Tek.
"Plakk...!!"
Lui Siu Nio-nio mengeluarkan jerit tertahan. Akan tetapi Auwyang Tek terguling roboh tak dapat bangun pula! Seluruh telapak tangan Lui Siu Nio-nio menjadi hitam, sebaliknya Auwyang Tek terkena pukulan pada jalan darah di pundaknya, membuai ia pingsan.
Ketua Hoa-lian-pai ini maklum bahwa tangannya sudah terkena racun, maka ia tidak mau membuang banyak waktu lagi, la tidak mau melayani para perajurit. Sekali senjatanya menyambar, lima orang perajurit yang paling dekat roboh. Yang lain menjadi gentar dan ragu-ragu. Lui Siu Nio-nio melompat ke dekat kerangkeng dan menggunakan tangan kanannya menghantam pintu kerangkeng. Terdengar suara keras dan pintu kerangkeng menjadi putus-putus dan bejat.
Akan tetapi sebelum ia turun tangan, kembali ia telah dikurung oleh pasukan kerajaan. Terpaksa ia mengamuk lagi dan beberapa orang roboh pula tak dapat bangun lagi Sementara itu, tangan kirinya terasa gatal-gatal dan sakit.
Tiba-tiba terdengar bunyi terompet dan muncullah sepasukan orang terdiri dari anggota-anggota Tiong-gi-pai, dipimpin oleh Kwee Cun Gan sendiri, di belakangnya kelihatan Pek-kong Sin-kauw dan isterinya Ang-lian-ci Tan Sam Nio! Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui dan isterinya sudah mengenal Lui Siu Nio-nio maka tanpa banyak cakap lagi mereka ini lalu maju menggempur pasukan kerajaan, diikuti pula oleh Kwee Cun Gan dan anak buahnya. Melihat datangnya bala bantuan pasukan kerajaan lari kocar-kacir sambil membawa tubuh Auwyang Tek yang masih pingsan. Hanya mayat-mayat saja yang mereka tinggalkan.
Kwee Cun Gan melompat ke dekat kerangkeng dan sambil bercucuran air mata ia memeluk Souw Teng Wi.
"Aduh kasihan sekali kau, Souw-suheng.."
Tiba-tiba kwee Cun Gan merasa betapa pundaknya dipegang erat sekali oleh tangan Souw Teng Wi, sampai ia merasa tulang-tulangnya hampir remuk.
"Siapa kau....? Siapa kau yang menyebut suheng padaku?"
Pada saat itu Souw Teng Wi sudah siuman dan otaknya sedang waras.
"Souw-suheng, siauwte adalah Kwee Cun Gan, murid termuda dari Kun-lun-pai. Sayang siauwte datang terlambat sehingga suheng menjadi korban keganasan kaki tangan menteri durna.."
Pada saat itu menyambar sinar kuning. Ternyata Lui Siu Nio-nio yang melihat bahwa yang datang adalah kawan-kawan Souw Teng Wi dan di antara mereka terdapat Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui, merasa khawatir kalau-kalau pembalasan untuk muridnya kepada Souw Teng Wi akan gagal lagi Tanpa banyak cakap lagi ia melancarkan serangan maut ke arah kepala Souw Teng Wi dengan senjata bunga emasnya.
Melihat ini, Kwee Cun Gan cepat mengangkat tangan kanannya untuk menangkis dan menolong keselamatan suhengnya Souw Teng Wi terkejut sekali, hendak mencegah tidak keburu lagi. Biarpun ia sudah buta, namun kepandaiannya yang tinggi dan luar biasa membuat ia maklum bahwa datangnya sambaran angin pukulan hebat ini tak dapat ditangkis oleh Kwee Cun Gan tanpa membahayakan keselamatan ketua Tiong-gi-pai ini. Maka
menahan napas dan mempererat pegangannya pada pundak kanan sutenya itu.
"Plak!"
Senjata bunga emas itu kena ditangkis oleh lengan Kwee Cun Gan dan putuslah daunnya sedangkan Lui Siu Nio-nio terhuyung mundur! Adapun Kwee Cun Gan sendiri hanya merasa betapa seluruh tubuhnya tergetar, la merasa ada tenaga dahsyat sekali datang dari pundaknya dan tenaga ini bertemu dengan tenaga hebat senjata nenek itu. bertemu di telapak tangannya yang menangkis bagaikan dua kilat bertumbuk di udara. Sekarang setelah ia berhasil menangkis serangan nenek yang galak itu, ia merasa tubuhnya, terutama sekali tangan yang menangkis tadi, lemah seperti dilolosi urat-uratnya!
Adapun Lui Siu Nio-nio menjadi pucat mukanya. la kaget setengah mati, juga merasa malu sekali sehingga muka yang pucat itu sebentar-sebentar berubah merah sekali. Sebagai seorang dari golongan cianpwe (tingkat atas), ia tidak mau berlaku membabi-buta dan nekat. Sekali gebrakan saja sudah mudah diketahui bahwa terhadap orang setengah tua yang memanggil Souw Teng Wi "suheng"
Ini memiliki kepandaian atau tenaga yang lebih tinggi. Diam-diam ia merasa heran sekali karena tidak mengira bahwa sute dari Souw Teng Wi demikian lihainya.
Pantas saja suami Lee Nio binasa olehnya dan Thian Te Cun juga tewas oleh Souw Teng Wi, tidak tahunya baru sutenya saja sudah begini hebat. Menghadapi Pek-kong-sin-kauw Siok Beng Hui suami isteri saja ia tidak takut dan merasa yakin takkan kalah, akan tetapi tangkisan tadi benar-benar membuat ia mengaku kalah. Ia melirik dengan matanya yang indah kepada Kwee Cun Gan sambil bertanya,
"Aku sudah mendapat pelajaran yang berharga, tidak tahu siapakah nama enghiong yang gagah?"
Seorang anggauta Tiong-gi-pai menyaksikan betapa wanita itu sekali gebrak saja kalah oleh ketuanya, dengan bangga ia menjawab.
"Wanita gunung mana kau tahu? Inilah ketua kami Kwee Cun Gan taihiap. ketua dari Tiong-gi-pai. Jangan kau berani main main di depan kami orang-orang gagah Tiong-gi-pai"
Mendengar ini, Lui Siu Nio-nio tersenyum kecut, lalu mengibaskan bunga emasnya.
"Brakkk!"
Batu sebesar kepala kerbau yang berada di dekat orang yang bicara ini menjadi remuk dan debunya mengebul tinggi. Orang itu karuan saja menjadi pucat dan kedua kakinya gemetaran, akan tetapi ketua Hoa-lian-pai itu pergi tanpa pamit lagi..
"A Liok, lain kali kau tidak boleh bicara mengacau-balau secara sembrono!"
Bentak Kwee Cun Gan menegur anak buahnya yang menjadi makin kuncup haitinya.
"Wanita itu hebat sekali, entah siapa gerangan dia?"
Terdengar Siok Beng Hui menarik napas panjang.
"Kwee-sicu benar-benar memiliki tenaga simpanan. Dia itu adalah ciangbunjin (ketua) Hoa-lian-pai bernama Lui Siu Nio-nio dan senjatanya tadi yang disebut Hoa-lian Sin-kiam, hebatnya bukan main. Terus terang saja aku orang she Siok suami isteri belum tentu bisa menangkan dia. Sekali lagi, Kwee-sicu, aku merasa kagum dan takluk padamu, entah dengan ilmu pukulan apa tadi kau sekali tangkis dapat membuat ia tunduk."
"Semua anggauta Tiong-gi-pai meleletkan lidah mendengar kehebatan nenek tadi. Kwee Cun Gan sendiri melompat bangun dengan mata terbelalak. Tak mungkin kalau Pek-kong Sin-kauw suami isteri tak dapat melawan nenek itu, ia dapat menang dalam segebrakan saja, la lalu menubruk Souw Teng Wi dan memeluk suhengnya itu.
"Harap Siok-taihiap jangan terlalu memuji siauwte. Sebenarnya, tadi siauwte berlancang tangan menangkis karena merasa khawatir akan keselamatan Souw-suheng. Siapa kira bahwa ketika itu suheng mencengkeram pundak siauwte dan tahu-tahu ada tenaga luar biasa mengalir dari pundak ke tangan siauwte dan dapat mengundurkan ketua Hoa-lian-pai. Bukan siauwte yang lihai, melainkan Souw-suheng ini yang ternyata telah memiliki kepandaian hebat sekali."
Siok Beng Hui mengangguk-angguk dan memandang orang bula itu dengan kagum.
"Hemm, pantas saja orang seperti Thian Te Cu sampai tewas. Ah, tentu Lui Siu Nio-nio tadi hendak membalaskan kematian suami muridnya, yaitu Siang-pian Hai-liong Sim Kang."
Semua orang sekarang mengerti akan duduknya perkara. Memang berita yang dibawa oleh anak buah bajak tentang sepak terjang Souw Teng Wi yang luar biasa tidak hanya terdengar oleh fihak Auwyang-taijin. juga terdengar oleh kawanan Tiong-gi-pai. Dengan penuh penghormatan namun tergesa-gesa, Souw Teng Wi lalu dibawa oleh rombongan Tiong-gi-pai menuju ke utara, yaitu ke Peking. Kawanan Tiong-gi-pai hendak mengantarkan bekas pahlawan itu kepada Raja Muda Yung Lo agar terlindung dari pada ancaman kawanan durna. Souw Teng Wi masih dalam keadaan tidak ingat, tidak mau banyak bicara dan ditanya apa-apa, tak dapat menjawab betul. Kwee Cun Gan sering kali mengucurkan air mata menyaksikan keadaan su-hengnya yang benar-benar amat menyedihkan hati itu.
Siluman Gua Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo