Pusaka Gua Siluman 9
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 9
Dua tahun kemudian pelajarannya sudah sampai di tengah-tengah dinding ruangan itu. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali ia sudah memasuki kamar yang masih gelap Dinyalakannya lilin dan ditaruhnya di atas batu dekat bangku panjang di mana tergolek rangka manusia yang dahulu adalah si gadis Li Lian yang cantik jelita. Mulailah Lee Ing berlatih, membaca semua catatan yang tertulis di atas dinding lalu mempelajari gambar-gambarnya. la meniru semua gerakan gambar yang terlukis di situ, dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.
Sehari penuh ia belajar, lupa untuk mengisi perutnya, karena yang ia pelajari itu adalah bagian-bagian yang amat menarik hati, la belajar dari pagi gelap, sampai datang malam gelap pula. Dinyalakannya lagi lilin dan Lee Ing melanjutkan latihannya. Sudah habis sebaris lukisan ia pelajari akan tetapi ia tertumbuk kepada kesulitan besar Bangku rangka itu terletak merapat dinding, menutupi sebagian dari pada tulisan keterangan tentang ilmu yang sedang dilatihnya. Betapapun ia memeras otak, tetap saja ia gagal menangkap arti gambar yang kelihatan di dekat bangku rangka itu. Akhirnya Lee Ing takluk dan ia duduk mengaso di atas batu.
"Besok terpaksa harus kubongkar meja itu. Akan tetapi rangka Li Lian bagaimana? Tidak ada jalan lain, paling baik kukuburkan,"
Pikir Lee Ing. la lalu meninggalkan kamar itu, kembali ke kamarnya untuk beristirahat dan makan.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Ing sudah kelihatan bekerja keras, menggali lubang di lantai kamar maut. Cara gadis ini menggali lantai yang terdiri dari batu karang dan pasir, sungguh luar biasa sekali. Gadis ini tidak mempunyai senjata, hanya menggunakan ujung gagang pit ayahnya. Dengan baja kecil ini ia mencokeli batu-batu karang dengan amat mudah, seakan-akan ia menggunakan cangkul mencongkeli tanah lempung berlumpur saja! Semua ini tidak terasa oleh Lee Ing sendiri yang merasa biasa dan tidak ada keanehan apa-apa.
Akan tetapi kalau orang lain yang menyaksikannya, tentu orang akan menjadi heran dan kagum sekali. Tanpa memiliki tenaga dalam yang hebat, tak mungkin orang akan dapat menggali lubang pada lantai sekeras itu, apa lagi kalau hanya menggunakan kuku-kuku jari dan dibantu oleh sebatang gagang pit baja! Tanpa ia sadari sendiri, dalam dua tahun ini Lee Ing telah memperoleh kemajuan yang langka dan sukar dipercaya.
Setelah menggali lubang cukup dalam. Lee Ing menghampiri meja panjang atau bangku itu, lalu berkata.
"Li Lian cici. harap kau tidak menganggap aku lancang dan kurang ajar. Selain kau dan bangku ini menghalangi coretan dinding, juga kurasa lebih baik kalau rangkamu ini ditanam, bukan? Asal dari tanah kembali menjadi tanah. Kau mengasolah tenang-tenang cici Li Lian yang buruk nasib."
Ia menggunakan tangan kanan memegangi bangku, tangan kirinya dengan jari tangan diluruskan semua mengibas ke arah kaki bangku dan....
"krakk!"
Setiap kali ia mengibaskan tangan kirinya, sebuah kaki bangku batu remuk dan patah, empat kali ia mengibaskan tangan kirinya, empat buah kaki bangku itu hancur, tinggal bangkunya Saja yang masih ia pegang. Kemudian dengan hati-hati Lee Ing memondong bangku batu yang kini merupakan papan batu itu, membawanya ke lubang yang digalinya, lalu dimasukkan perlahan-lahan. Rangka Li Lian dikubur tidak di dalam peti melainkan di atas papan batu!
Dengan khidmat Lee Ing lalu berlutut di depan rangka Bu-beng Sin-kun dan berkata.
"Suhu, teecu minta perkenan mengubur sisa jenazah Li Lian cici, harap suhu menyetujui dan tidak marah kepada teecu."
Setelah itu mulai ditimbunlah lubang itu, mula-mula dengan pasir sampai rangka itu tertimbun pasir dan tidak kelihatan lagi, baru ia menggunakan pecahan-pecahan batu karang. Karena tanah galian yang terdiri dari pasir dan batu karang itu dikembalikan ke dalam lubang tidak sepadat tadi, apa lagi dalamnya sudah ada papan batu dan rangka, tempat itu kini merupakan gundukan batu karang, makam dari rangka manusia yang dikenal oleh Lee Ing dalam tulisan Bu-beng Sin-kun sebagai seorang gadis bernama Li Lian.. Benar saja, setelah bangku panjang itu tidak ada lagi nampaklah tulisan-tulisan kecil yang jelas yang menerangkan semua gerak-gerik ilmu silat dalam lukisan yang tadi membingungkan Lee Ing.
Akan tetapi alangkah terkejut hati Lee Ing ketika ia membaca tulisan lain yang berbunyi:
"Kalau muridku sudah belajar sampai di sini dan terpaksa membongkar tempat tidur Li Lian, dia harus mengubur jenazah Li Lian di lantai ruangan ular."
Lee Ing berdiri bengong, lalu memandang ke arah gundukan yang menjadi makam Li Lian. Ia telah mengubur rangka Li Lian itu di lantai kamar ini, karena dia tidak tahu akan pesan Bu-beng Sin-kun. Sialan benar, dia telah bersusah payah menggali lubang dan mengubur, apakah dia harus menggalinya kembali untuk dipindahkan ke kamar ular? Mengapa ia harus memenuhi pesan gila ini? Kalau ia tidak memindahkan rangka itu, siapa yang akan tahu! Bagaimanapun juga, dia sudah terhitung baik mau mengubur rangka itu.
Akan tetapi suara hati Lee Ing berbisik lain.
Sungguhpun suhu sudah meninggal dan aku selama hidupku belum pernah bertemu dengan suhu, namun seorang guru tetap seorang guru, baik masih hidup maupun sudah meninggal. Pesannya tetap harus dijunjung tinggi, hati ini tetap harus berbakti dan setia. Suara hati ini menggugah nurani Lee Ing. Biarpun ia tadi sudah bekerja setengah hari dan sudah lelah, namun ia memaksa diri, menggali lagi kuburan itu dengan hati-hati sekali, la khawatir kalau-kalau rangka itu sudah rusak terpendam dan tertimbun batu-batu karang yang berat.
Baiknya sebelum ia tadi menimbunnya dengan batu karang, lebih dulu ia menggunakan pasir sehingga setelah dibongkar, ternyata rangka itu masih baik, tetap terlentang tenang di atas papan batu.
"Kau tunggulah sebentar, cici Li Lian. Biar aku menggali tempat mengaso untukmu di kamar ular, sesuai dengan pesan suhu, orang yang mencintaimu sampai dunia kiamat!"
Lee Ing berlari-lari menuju ke kamar ular. Sering ia memasuki tempat ini, untuk melihat dua ekor ular besar itu dan melihat pedang yang luar biasa indahnya. Kalau menurutkan nafsu dan pikirannya, ingin ia segera mengambil pedang itu untuk berlatih. Namun hatinya mencegahnya, biarpun di dalam Gua Siluman itu tidak terdapat lain manusia kecuali dia dan dua rangka itu, tetap ia harus berlaku jujur dan adil, la takkan mau mengambil "hadiah"
Pedang ini sebelum membebaskan dua ekor ular seperti yang diajukan sebagai syarat oleh Bu-beng Sin-kun. Dua ekor ular itu mendesis-desis marah melihat Lee Ing memasuki kamar itu. Lee Ing tertawa.
"Selamat siang, paman dan bibi ular. Aku datang bukan untuk membebaskan kalian karena terus terang saja padaku belum ada keberanian itu. Aku datang hanya untuk menggali lubang di lantai kamar ini untuk mengubur rangka cici Li Lian."
Tanpa memperdulikan lagi kepada dua ekor ular itu Lee Ing mulai menggali lantai kamar ular itu. Ternyata lantai di sini lebih keras lagi dan amat kering, tidak seperti lantai di kamar belajar. Namun Lee Ing tidak menjadi jengkel karenanya, terus menggali tak kenal lelah, menggunakan pit baja dan jari-jari tangannya. Setelah menggali batu-batu karang sedalam dua kaki, ia menjadi girang karena di bawahnya adalah pasir yang lunak dan kering.
"Hmmm,"
Pikirnya.
"agaknya suhu sudah tahu bahwa tanah di sini lebih baik maka minta supaya jenazah cici Li Lian dipendam di sini."
La menggali terus dan tiba-tiba ketika tangan kanannya menggaruk pasir, jari-jari tangannya meraba sesuatu yang lunak. Ia mengambilnya dan ternyata itu adalah sebuah kantung kulit kecil, di luarnya terdapat guratan-guratan berupa huruf-huruf yang berbunyi : "Tiga biji Sian-le untuk muridku."
Lee Ing tertawa dan membuka kantung itu, dan ternyata di dalamnya berisi tiga biji buah yang menyerupai buah le. sudah mengeras akan tetapi baunya wangi.
"Suhu aneh-aneh saja, aku seperti anak kecil diberi hadiah buah. Hi-hi-hi. buahnya sudah sekeras batu. Akan tetapi wangi sekali.......!"
La mengantongi tiga biji buah kekuningan itu lalu melanjutkan pekerjaannya.
Setelah lubang itu cukup dalam, ia Ialu memindahkan rangka berikut papan batunya, dan menguburnya ke dalam lubang galian baru ini. Setelah selesai barulah hatinya lega, akan tetapi sementara itu hari telah terganti malam dan ia merasa lelah sekali Sambil rebahan di atas pembaringan batu di kamarnya, Lee Ing mengingat-ingat pelajaran yang ia latih kemarin. Tak disengaja tangannya meraba kantung baju dan dikeluarkannya tiga biji buah le itu.
"Aduh enaknya baunya, harum sekali,"
Katanya dan tiba-tiba ia merasa amat lapar. Memang sehari kerja keras, belum makan, sekarang mencium bau buah yang harum. Sudah dua tahun lamanya setiap hari hanya makan daging ikan, jangankan merasai buah, melihat pun tak pernah. Sekarang melihat buah, yang berbau enak itu, timbul seleranya. Dimasukkannya sebiji buah itu ke dalam mulut. Buah itu memang keras membatu, akan tetapi Lee Ing menggerakkan gigi menggigit, buah itu menjadi pecah! Di luar kesadarannya, Lee Ing sekarang bukan Lee Ing dulu lagi.
Kekuatan sakti telah mengeram di dalam tubuhnya, bahkan otot-otot yang menggerakkan mulut dan gigi-giginya amat kuat sehingga sekali gigit buah yang keras itu menjadi pecah, la mengunyah dan buah sebesar telur ayam itu hancur. Rasanya manis dan baunya harum. Ketika ia menelannya, terasa dada dan perutnya dingin seperti kemasukan salju!
"Enak..!"
Lee Ing tertawa-tawa seorang diri dengan senang. Lalu sekaligus dimakannya pula dua biji buah yang masih ada. Sebentar saja tiga buah yang disebut buah sian-le (buah le dewata) oleh Bu-beng Sin-kun itu lenyap ke dalam perut Lee Ing.
Tiba-tiba rasa dingin pada dada dan perutnya tadi makin menghebat sampai tubuh Lee Ing menggigil. Cepat gadis ini bersila dan mengerahkan lweekangnya untuk melawan dan mengusir hawa dingin ini. Akan tetapi bukan main cemasnya ketika makin dilawan, tenaga yang mengandung
hawa dingin ini makin menghebat sampai tenaga Iweekangnya sendiri menjadi buyar dan kalah! Dinginnya tak tertahankan lagi.
Lee Ing dengan tubuh menggigil cepat-cepat membuat api. Sebentar saja ia telah menghidupkan api unggun yang biasa ia pakai untuk membakar ikan dan mengusir dingin dan nyamuk. Ia duduk di dekat api unggun ini namun tetap kedinginan. Akhirnya Lee Ing melompat ke pembaringannya, tubuhnya menggigil dan ia mengeluh.
"Aduuuhhh, suhu, mengapa begini......?"
Ia bergulingan di atas pembaringannya, rasa dingin membuat ia serasa akan membeku. Ia tidak tahu bahwa buah yang ia makan tadi semacam buah yang langka terdapat di dunia ini. Memang Bu-beng Sin-kun menghendaki supaya tiga butir buah itu dimakan sekaligus. Akan tetapi, setelah terpendam seratus tahun lebih, buah itu khasiatnya menjadi berlipat-lipat. Khasiat buah ini adalah untuk mencuci darah dan membangkitkan pusat hawa dalam tubuh yang bersembunyi di dalam pusar, juga menguatkan tulang menyuburkan sumsum.
Lee Ing yang sekaligus makan tiga butir, setelah buah ini khasiatnya berlipat ganda, sama halnya dengan makan enam atau sembilan butir dan khasiatnya buah ini sedemikian hebatnya sehingga berubah seperti racun jahat. Saking kuatnya pengaruh buah obat ini membangkitkan tenaga di pusat, sampai hawa dan tenaga Iweekang yang sudah dilatihnya itu buyar semua dan kalah kuat.
Setelah menggeletak tak berdaya lagi dan mukanya sudah membiru saking dinginnya, Lee Ing menyerahkan diri kepada nasib. Ia masih berusaha untuk melompat bangun dan berlatih silat supaya tubuhnya panas, akan tetapi semua otot-ototnya kaku dan ia rebah lagi di atas pembaringannya. Aneh, setelah ia tidak mengadakan perlawanan dan diam saja berbaring, melemaskan semua urat-uratnya, rasa dingin berangsur-angsur hilang, bahkan terganti oleh rasa hangat yang menyenangkan.
"Ah, enak sekali... aduh nyaman badanku..."
Lee Ing tertawa-tawa senang dan dari atas pembaringan ia meniup ke arah api unggun supaya api itu padam karena sekarang tidak ia perlukan lagi. Akan tetapi, ujung api unggun hanya bergerak sedikit dan tidak menjadi padam.
Wajah yang tadinya berseri tersenyum itu tiba-tiba berkerut dan malah agak pucat. Sekali lagi ia meniup dan kini bahkan mengerahkan tenaga di dalam perut, namun tetap saja api hanya bergoyang sedikit, sama sekali tidak padam.
"Celaka, ke mana larinya tenagaku?"
Pikir Lee Ing. Biasanya, jangankan dari jarak tidak begitu jauh, biar lebih jauh lagi ia sanggup meniup padam
api unggun itu sekali tiup. Ia terpaksa turun dan menggunakan pasir memadamkan api.
Tiba-tiba, seperti serangan hawa dingin tadi, hawa hangat di tubuhnya menjadi makin panas. Makin lama makin panas. Peluh memenuhi muka dan leher Lee Ing, juga pakaiannya sudah basah semua. Gadis ini gelisah, menggaruk sana menggaruk sini karena rasa panas dan gerah mengakibatkan gatal-gatal.
"Aduh celaka, mengapa begini.....?"
La mulai mencopoti pakaiannya, tadinya hanya pakaian luar saja agar tidak begitu gerah, akan tetapi rasa panas makin menghebat sampai akhirnya ia mencopoti dengan paksa semua pakaiannya. Ia melihat seluruh tubuhnya merah sekali dan panasnya bukan main. Napasnya menjadi sesak, matanya menjadi kabur dan tak dapat ditahan lagi ia rebah di atas pembaringan dan pingsan.
Proses yang hebat dan aneh sekali sedang terjadi di dalam tubuh gadis itu. Hawa Im dan Yang di dalam tubuhnya, hawa dingin dan panas, bergolak semua sebagai akibat dari bangkitnya pusat tenaga sakti di tubuh. Hawa Im dan Yang ini saling kuasa-menguasai, kadang-kadang hawa Im menang membuat tubuh Lee Ing kedinginan seperti direndam di dalam salju, kadang-kadang hawa Yang menang, membuat tubuhnya panas seperti dibakar. Kedua hawa ini saling dorong dan seakan-akan mendapat gemblengan dari dalam, menjalar sampai ke ujung-ujung jari.
Keadaan Lee Ing seperti orang terserang penyakit demam panas. Di dalam pingsannya ia mengigau. kadang-kadang kepanasan kadang-kadang kedinginan. Sehari semalam Lee Ing berada dalam keadaan seperti ini dan hanya karena Thian belum menghendaki dia tewas saja yang membuat Lee Ing masih dapat hidup sampai saat ini.
Pada hari ke dua. pagi-pagi sekali Lee Ing siuman dari pingsannya. Ia merasa dingin dan sejuk dan alangkah herannya ketika melihat bahwa ia sedang rebah telanjang di atas pembaringan batu. Pakaiannya mawut dan berserakan di lantai.
"Apa aku sudah gila?"
Pikir Lee Ing dengan perasaan jengah sambil melompat dari atas pembaringan. Akan tetapi segera ia berseru kaget karena tubuhnya mencelat jauh dari pada tujuannya ketika melompat turun tadi. Dalam melompat ia hanya mempergunakan tenaga biasa saja, akan tetapi entah tubuhnya yang berubah menjadi ringan sekali ataukah tenaganya yang terlampau besar, ia merasa tubuhnya seperti dilemparkan oleh tenaga raksasa ketika melompat tadi.
"Heran,"
Pikirnya sambil cepat mengambil pakaiannya dan memakai pakaian itu. Setelah itu ia lalu mencoba lagi dan dengan girang mendapat kenyataan bahwa baik Iweekangnya maupun ginkangnya memperoleh kemajuan yang luar biasa. Malah demikian hebat tenaga di dalam tubuh itu sampai hampir ia tak dapat menguasainya. Hal ini memerlukan latihan-latihan untuk dapat membiasakan diri dengan keadaan baru ini.
Lee Ing lalu berlari ke dalam kamar maut dan berlutut di depan rangka Bu-beng Sin-kun untuk menghaturkan terima kasih atas pemberian hadiah tiga biji buah sian le itu. Semenjak hari itu. Lee Ing berlatih lagi dengan lebih tekun dan giat. Untuk latihan pedang ia mempergunakan pit peninggalan ayahnya Betapapun rajinnya, tetap saja memerlukan waktu dua tahun lagi untuk menamatkan latihan-latihannya.
Hanya jurus-jurus terakhir dari lukisan-lukisan dinding itu membuat ia bingung. Sampai sebulan ia mempelajarinya namun tetap ia tak dapat menemui kuncinya. Dianggapnya jurus ini tidak teratur. Setelah payah mempelajari, akhirnya Lee Ing tak sanggup lagi dan menganggap bahwa gurunya sudah terlampau lelah atau pikun ketika melukis jurus-jurus terakhir ini. Maka ia lalu mengambil keputusan untuk mencoba kepandaiannya.
Pergilah Lee Ing ke dalam kamar ular. Dua ekor ular itu. seperti empat tahun yang lalu, masih nampak liar dan mendesis desis menakutkan ketika melihat gadis itu memasuki kamar.
"Paman dan bibi ular, tenanglah. Aku datang untuk membebaskan kalian dari hukuman."
Dengan berani Lee Ing maju mendekat. Ular jantan yang lebih galak cepat membuka mulutnya yang lebar. Kepala Lee Ing kiranya akan dapat masuk sekali telan. Giginya runcing-runcing seperti gergaji besar, matanya bersinar-sinar menakutkan. Namun Lee Ing tetap tenang, tersenyum-senyum sambil melangkah dekat, la memperhatikan dengan seksama.
Kalau ia membuka belenggu yang melilit leher ular itu begitu saja, tentu tangannya akan tergigit. Cepat ia melompat ke atas batu karang di depan ular jantan. Kepala ular meluncur maju dan menggigitnya. Dengan gerakan ringan Lee Ing miringkan tubuh dan mengulur tangan hendak meraih belenggu. Akan tetapi kepala ular itu bergerak dan lehernya melebar, menghantam ke arah pinggang Lee Ing dari samping. Lee Ing terpaksa melompat mundur dan turun kembali.
"Sukar juga...."
Pikirnya, la mencoba lagi.
Kini ia melompat tinggi ke atas melampaui kepala ular. Ketika ular itu membalikkan kepala dan menyambar dengan mulut terbuka lebar, Lee Ing menyampok dengan tangannya dari samping, perlahan saja. Gadis ini memang tidak berniat mencelakakan binatang itu. Sampokannya yang amat perlahan itu cukup kuat, membuat ular itu terpental mundur, Lee Ing menggunakan kesempatan itu untuk memegang belenggu dengan kedua
tangan, mengerahkan tenaga dan...
"trakk!"
Belenggu ular jantan itu putus!
Dasar binatang, mana tahu bahwa orang sedang menolongnya? Ular jantan menjadi marah karena sampokan tadi, kini setelah tubuhnya bebas ia makin leluasa bergerak. Cepat sekali tubuhnya menggeliat bergerak dan di lain saat kepalanya sudah menyambar leher Lee Ing dan ekornya yang kuat dan besar sudah bergerak pula menyambar pinggang untuk dililit.
Lee Ing maklum akan bahayanya kalau sampai kena digigit atau dililit. Bagaikan sinar kilat ia menghindarkan diri, melompat ke tengah kamar. Ular jantan mengejarnya! Khawatir kalau-kalau pedang dan sarungnya itu rusak karena amukan ular. Lee Ing menyambar pedang, lalu memasukkan ke dalam sarung pedang dan menyelipkannya di pinggang. Kini ia menanti datangnya serangan ular jantan. Ular itu merayap keluar dari kubangan dan Lee Ing kagum melihat besar dan panjangnya. Karena seringkali melihat, kini ia tidak takut lagi.
"Paman ular, kau benar-benar tak tahu terima kasih!"
Ia mencela ketika ular itu menyerangnya lagi dengan ekor yang disabetkan ke depan. Lee Ing melompat dan ekor itu menyabet batu karang yang menjadi hancur. Lee Ing meleletkan lidah.
"Aduh, kau hebat juga."
Melihat besarnya tenaga sabetan ekor, gadis itu ingin sekali mencoba dan mengadu tenaga. Ia menanti sampai ular itu menyabet lagi dengan ekornya. Ia mengumpulkan tenaga dan menangkis sabetan ekor itu dengan lengan kiri.
"Dukk!"
Ekor dan lengan bertemu keras sekali, akibatnya ekor ular itu terpental kembali, sedangkan Lee Ing hanya merasakan guncangan hebat saja, namun kuda-kudanya tidak bergeming.
"Aha, tidak berapa hebat tenagamu, paman ular,"
Katanya gembira. Akan tetapi ia tidak sempat untuk mengejek karena ular itu sudah menyambar lagi, kini dengan kepalanya. Lee Ing mencelat ke samping lalu melompat ke atas punggung ular. Ekor ular itu menyambar, gadis itu menangkap ekor
(Lanjut ke Jilid 09)
Pusaka Gua Siluman (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 09
tersebut dan terus ditekuk ke atas, mendekati kepala. Dengan berani gadis ini melebatkan ekor itu pada leher ular beberapa kali lalu diikatkan seperti orang mengikat leher karung saja! Sungguh lucu kelihatannya ular itu.
Lehernya dililit dan diikat oleh ekornya sendiri, la menggeliat-geliat, akan tetapi makin ia perkeras lilitan nya. makin tercekik lehernya. Agaknya binatang ini tidak tahu bahwa yang melilit dan mencekik lehernya adalah ekornya sendiri, juga tidak tahu bahwa ekornya bukan melilit pinggang gadis yang ramping itu, melainkan melilit leher sendiri.
Lee Ing tertawa. Selagi ular itu berdaya melepaskan diri dari keadaan yang lucu dan aneh itu, Lee Ing sudah melompat ke ular betina. Seperti tadi, ia disambut oleh moncong yang terbuka lebar hendak menggigitnya. Lee Ing mengelak dan moncong itu menggigit angin. Sebelum mulut yang kini tertutup itu terbuka kembali, lengan kiri Lee Ing sudah memeluknya sehingga mulut itu kini dijepit.
"Bibi yang berani, terpaksa aku harus menahan dulu mulutmu yang cerewet dan suka terbuka saja."
Lee Ing berkata tertawa-tawa, lalu tangan kanannya dimiringkan dan disabetkan ke arah rantai yang membelenggu ular ini. Sekali tebas saja rantai itu patah. Lee Ing melepaskan ular ini dan melompat. Ternyata ular jantan sudah berhasil melepaskan diri. Biarpun binatang-binatang ini tidak tahu terima kasih, agaknya mereka tahu akan arti takut.
Tanpa banyak aksi lagi keduanya lalu merayap keluar dari kamar itu melalui kubangan dan lubang. Kebetulan air laut yang dilempar oleh ombak memasuki kubangan itu dan di lain saat dua ekor ular itu telah kembali ke tempat asalnya, yaitu di dasar laut. Memang dua ekor ular raksasa itu dahulunya ditangkap oleh Bu-beng Sin-kun ketika mereka terbawa ombak masuk ke dalam gua itu melalui lubang lalu dibelenggu oleh Bu-beng Sin-kun. Itu adalah ular-ular laut yang jarang muncul dan jarang pula dilihat orang.
Setelah membebaskan dua ekor ular itu. baru Lee Ing berani mencabut pedang dan mengamat-amatinya. Pedang ini tipis sekali dan ternyata dapat digulung seperti orang menggulung sutera.
"tentu saja cara menggulungnya harus menggunakan tenaga Iweekang. Pendeknya sebuah pedang yang tajam indah dan dapat digulung. Lee Ing mencobanya. Diayunnya pedang yang ringan seperti bulu itu, dan sekali sabet saja rantai-rantai yang tadi membelenggu ular terputus-putus seperti rambut dipotong. Ia girang sekali, lalu melibatkan pedang pada pinggangnya. Pedang itu dipakai seperti orang memakai sabuk oleh Lee Ing! Lee Ing berlutut kembali di depan rangka Bu-beng Sin-kun.
"Suhu, teecu menghaturkan terima kasih atas warisan ilmu dan pedang. Teecu tak sampai hati meninggalkan suhu dalam keadaan begini. Maafkanlah teecu yang mengambil keputusan untuk mengubur rangka suhu di sebelah rangka cici Li Lian."
Kemudian ia bangun berdiri dan hendak mengangkat rangka itu. Tiba-tiba ia melihat kedudukan kaki tangan rangka itu. Baru sekarang ia memperhatikan dan ia mendapatkan sesuatu yang aneh. Kaki dan tangan itu berada dalam kedudukan pasangan jurus yang luar biasa, tentu bukan tidak sengaja Bu-beng Sin-kun mati dalam keadaan berdiri seperti itu. Lee Ing membatalkan niatnya mengangkat rangka itu dan melangkah mundur, memperhatikan kedudukan kaki tangan itu lalu menirunya. Wajahnya berseri dan ia tertawa. Orang akan menganggapnya gila, tertawa-tawa di depan sebuah rangka!
"Ha-ha, betul sekali! Terima kasih, suhu. Inilah kuncinya! Alangkah bodohku, tidak melihat selama ini."
Setelah meniru kedudukan kaki tangan ini, lengkaplah pelajarannya. Itulah jurus terakhir dari ilmu silat tangan kosong yang merupakan puncak dari pelajaran-pelajaran itu, jurus yang menurut corat-coret itu diberi nama Lo-thian-tong-te (Mengacau Langit Menggetarkan Bumi).
Setelah mendapatkan kunci rahasia pukulan terakhir dari ilmu silat warisan Bu-beng Sin-kun yang disebut Thian-te-kun (Ilmu Silat Langit Bumi) ini, Lee Ing lalu mengangkat rangka gurunya dan menguburnya di dalam kamar ular, di sebelah kuburan Li Lian. Kemudian ia keluar dari lorong rahasia yang dulu-ia masuki.
Tidak seperti dulu ketika masuk, kini jalan keluar itu bagi Lee Ing mudah sekali. Tanpa disadari dan dirasainya, kepandaiannya sudah menjadi hebat dan ginkangnya sudah mencapai tingkat yang sukar diukur lagi. Inilah hasil dari latihan samadhi dan membangkitkan tenaga dalam yang luar biasa, yang membuat Lee Ing dapat membuat tubuhnya serasa seringan bulu dan dapat pula membuat tubuhnya serasa seberat gunung karang! la berlompat-lompatan dan sebentar saja sudah keluar dari gua itu dan tiba di bukit batu karang di tepi pantai yang amat curam itu.
Matanya menjadi silau dan terpaksa Lee Ing berdiri memejamkan kedua mata. Tak tahan ia menghadapi sinar matahari yang demikian terangnya. Selama empat tahun ia tidak pernah melihat sinar matahari sepenuhnya seperti ini. Lambat-laun matanya menjadi biasa juga dan ia membukanya perlahan. Teriakan bahagia terlompat dari kerongkongannya ketika ia melihat pemandangan alam yang sudah sering kali terlihat olehnya di alam niinipi. Laut terbentang luas di kakinya, di atas nampak menjulang tinggi batu-batu karang. Tempat itu amat berbahaya, namun bagi Lee Ing bukan apa-apa, bahkan yang nampak hanya keindahannya saja.
Sambil berlompatan dari puncak batu karang ke puncak lain, sedikitpun tidak merasa sakit ketika kulit kakinya yang sudah jebol sepatunya itu menginjak batu karang yang runcing, Lee Ing mulai merayap naik. Sepatunya jebol, pakaiannya compang-camping, rambutnya kusut tidak karuan, mukanya amat pucat karena jarang bertemu sinar matahari. Orang tentu akan menganggapnya seorang gadis berotak miring.
Namun Lee Ing tidak merasa akan ini semua. Ia terus berlompatan bagaikan seekor kera, dan sebentar saja ia sudah tiba di atas, keluar dari daerah berbahaya itu. Teringat olehnya betapa dulu ia diserang oleh Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio dan ditolong oleh Siok Bun. Teringat akan hal ini ia tiba-tiba tertawa. Kalau ia ingat-ingat, lucu juga dulu itu, bagaimana ia mempermainkan Hui-ouw-tiap dan mengaku seorang gadis Mongol.
Waktu berlalu amat cepatnya, sampai-sampai hal itu seperti baru terjadi kemarin saja. Ketika itu usianya baru lima belas tahun, sekarang ia sudah berusia sembilan belas tahun, namun Lee Ing tidak merasa akan hal ini. la sekarang sudah menjadi gadis dewasa yang bertubuh ramping, berwajah cantik jelita, akan tetapi iapun tak sadar akan hal ini.
Dunia seperti baru bagi Lee Ing. Burung terbang saja merupakan tontonan menarik baginya. Ia duduk di atas sebuah batu, melihat burung laut terbang melayang dengan kagum, matanya bersinar-sinar wajahnya berseri dan mulutnya tersenyum. Ombak laut yang membuih juga merupakan pandangan yang sedap dipandang, tidak membosankan. Apa lagi pohon-pohon hijau yang kelihatan dari situ, membuat Lee Ing termangu memandangnya.
"Aduh indahnya... aduh indahnya...!"
Berkali-kali ia berseru keras dan menengok ke sana ke mari. Melihat semacam rumput yang mengeluarkan kembang kuning kecil sekali, Lee Ing tertawa dan berlutut mengamat-amati kembang itu yang dianggapnya amat indah menakjubkan. Padahal dahulu kembang macam itu takkan ia hiraukan.
"Bagus sekali.. ."
Ia memuji.
"Sialan, tidak bertemu siapa-siapa, yang ada hanya anak gila...!"
Tiba-tiba terdengar suara orang menggerutu.
Lee Ing melompat bangun dan menengok. Matanya terbelalak lebar, girang dan kagum. Seorang wanita cantik setengah tua berdiri di depannya. Siapa lagi kalau bukan Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio! Lee Ing tertawa dan mengucek-ucek matanya, seperti tidak percaya pandang matanya sendiri.
"Kau...? Kau masih..... masih di sini...?"
Karena sudah empat tahun berdiam seorang diri di dalam gua tak pernah bicara, suara Lee Ing menjadi kaku dan biarpun otaknya sudah penuh kata-kata, mulutnya terasa sukar mengeluarkan kata-kata itu.
Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio mengerutkan keningnya.
"Anak gila, pergi kau dari sini. Jangan berani kau kurang ajar Aku sedang tak senang, kalau kau membikin aku marah, bisa kau kulempar ke dalam jurang ini!"
Lee Ing tertawa makin senang. Suara yang keluar dari mulut Yap Lee Nio terdengar amat merdu Seperti musik! Sudah lama ia rindu akan suara orang, dan sekarang mendengar nyonya itu bercakap-cakap, biarpun merupakan makian marah, ia senang sekali mendengarnya.
"Bicara lagi, bicara terus...."
Mintanya sambil memandangi nyonya itu dari sanggul rambutnya yang teratur rapi sampai pakaiannya yang indah dan sepatunya yang baru.
Hui-buw-tiap Yap Lee Nio memang sedang marah. Seperti diketahui, dulu ketika ia bertemu dengan Lee Ing, tahu bahwa gadis itu puteri Souw Teng Wi musuh besarnya, ia segera turun tangan hendak membunuhnya. Akan tetapi muncul Siok Bun menolong Lee Ing. Karena segan bermusuhan dengan putera Pek-kong-sin-kauw Siok Beng Hui, Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio tidak mau melanjutkan pertempuran itu, terus menyusul dan mencari Lee Ing. Akan tetapi usahanya sia-sia belaka. Demikian pula dengan Siok Bun. Pemuda ini yang amat tertarik kepada gadis itu juga mencari Lee Ing.
Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio diam-diam mendongkol sekali karena tidak berhasil membalas dendamnya. Ketika mendengar bahwa Souw Teng Wi telah berada di utara, nyonya yang mendendam ini menyusul ke utara, bermaksud mencari tempat kediaman Souw Teng Wi dan membunuhnya untuk membalas dendam kematian suaminya. Siang-pian Hai-liong Sim Kang. Akan tetapi kembali ia tertumbuk batu karang ketika maksud hatinya ini tidak saja gagal, malah ia mendapat malu besar karena dikalahkan oleh Pek kong Sin-kauw Siok Beng Hui sendiri yang tidak membiarkan nyonya ini mencoba untuk membunuh Souw Teng Wi.
Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio makin merasa sakit hati. Ia teringat akan puteri Souw Teng Wi yang pernah ia temui di pantai laut itu. la melakukan penyelidikan dan tak seorangpun tahu di mana adanya nona Souw itu. Maka ia mendapat pikiran bahwa mungkin sekali selama ini nona Souw itu masih berada di pantai dan mungkin berada di dalam gua-gua yang terkenal dengan sebutan Gua Siluman. Pikiran ini yang membuat Yap Lee Nio tidak mengenal lelah dan mendatangi tempat yang amat berbahaya lagi sukar itu. Biarpun sudah lewat empat tahun, siapa tahu kalau-kalau ia berhasil menemukan nona itu di dalam gua, menangkapnya dan menggunakan nona itu untuk ditukar dengan nyawa Souw Teng Wi?
Dapat dibayangkan betapa kecewa dan marah hatinya ketika ia tiba di daerah Gua Siluman, ia tidak dapat menemukan seorang manusiapun. Daerah ini demikian mati dan sunyi sehingga berhari-hari Hui-ouw-tiap mencari ke dalam gua-gua, melakukan perjalanan sukar sekali dan mengalami kesengsaraan lahir batin. Ketika akhirnya ia menyerah dan hendak pergi meninggalkan daerah mati ini, ia bertemu dehgan seorang gadis berpakaian compang-camping, sepatu tinggal sebelah, rambut riap-riapan dan tertawa-tawa serta bicara seorang diri, pendeknya seorang gadis gila. Ia menjadi marah dan menyesal sekali alas kesialannya. Sekarang melihat gadis gila ini mempermainkannya dan mentertawakannya, ia makin marah. Akan tetapi ia tertarik juga.
"Setan, kau siapakah dan mengapa kau berada di tempat seperti ini?"
Tanyanya sambil mengamat-amati muka yang sebagian besar tertutup rambut yang tidak terurus itu. la dapat melihat sebagian wajah yang berkulit halus sekali, dan mata kiri yang bersinar-sinar ganjil akan tetapi amat bagus. Juga hidung yang mancung kecil dan mulut yang manis sekali.
Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lee Ing makin geli mendengar pertanyaan ini. Ia masih mengenal Yap Lee Nio, orang yang dulu menyerangnya Juga ia masih ingat bahwa wanita ini adalah isteri Sim Kang yang sudah tewas di tangan ayahnya. Akan tetapi aneh sekali, hatinya tidak mengandung kebencian terhadap wanita ini. Tak mungkin ia dapat membenci seorang manusia yang dijumpai untuk pertama kali setelah ia keluar dari gua. Manusia pertama ini amat menarik hatinya, bahkan ia merasa suka kepadanya.
"Mengapa kau berada di tempat seperti ini?"
Lee Ing mengulang pertanyaan itu, susunan kalimatnya dan lagu bicaranya ia tiru. Amat merdu terdengarnya bunyi pertanyaan wanita itu.
"Bocah gila, kalau tidak melihat kau gila, siang-siang sudah kuhancurkan kepalamu!"
Kembali Hui-ouw-tiap memaki sambil melompat pergi. Ia tidak sudi melayani seorang gila lebih lama lagi. Akan tetapi alangkah terperanjatnya ketika melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu bocah gila itu telah berdiri di depannya. Berdiri bulu tengkuk Hui-ouw-tiap. Ini tak mungkin, pikirnya. Apakah aku mengimpi? Ia mengerahkan tenaga dan melompat lagi. Kali ini bahkan melompati atas kepala Lee Ing untuk pergi dari tempat sunyi mati menyeramkan itu.
Memang Hui-ouw-tiap mempunyai ginkang yang hebat sehingga ia mendapat julukan Hui-ouw-tiap (Kupu-kupu Terbang). Ia mengira bahwa perempuan gila itu tentulah mengerti sedikit ilmu silat dan sekarang tak mungkin dapat mengejar dan mengganggunya lagi. Jagoan-jagoan di dunia kang-ouw jarang ada yang sanggup mengejarnya, bahkan Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui sendiri tidak mampu mengejarnya ketika ia dikalahkan dan melarikan diri.
Akan tetapi, di lain saat Hui-ouw-tiap mengeluarkan jerit ketika melihat orang gila itu dengan gerakan luar biasa sekali dari belakang telah melompati kepalanya dan tahu-tahu sudah menghadang di depan pula. Saking herannya, Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio sampai berdiri terpaku dan memandang dengan mata melotot. Adapun Lee Ing hanya tertawa-tawa saja, malah mendekat dan meraba-raba ujung baju wanita itu seakan-akan hendak melihat kebagusan baju orang.
"Siluman gila!"
Yap Lee Nio menjadi marah. Sebetulnya ia diam-diam merasa takut dan seram. Coba saja bayangkan! Di tempat seperti itu berternu dengan seorang gila yang ginkangnya dapat melebihinya. Untuk mengusir rasa seram ini Yap Lee Nio menjadi marah dan memaki.
"Kau ini perempuan gila mau apakah?"
Lee Ing menyingkap rambut yang menutupi sebagian muka dan mengganggu matanya sanibil tersenyum.
"Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio ternyata makin tua makin cantik, akan tetapi juga makin galak."
Hui-ouw-tiap kembali melengak. Ia menatap wajah yang kini kelihatan nyata itu, wajah yang cantik manis sekali, yang matanya bersinar-sinar ganjil penuh pengaruh, akan tetapi juga penuh kejenakaan. Mata itu ia tidak kenal, mata yang membuat bulu tengkuknya berdiri karena sinar yang memancar dari mata itu benar-benar membuat ia silau. Akan tetapi hidung yang kecil mancung tipis itu, bibir yang tersenyum manis mengejek itu, serasa ia pernah melihatnya, pernah dikenalnya.
"Ba... bagaimana kau bisa mengenal namaku? "Kau.... siapakah....?"
Tanyanya gugup karena heran dan kaget bahwa gadis gila ini tidak saja mengenal namanya, juga mengenal julukannya.
"Kau memang seorang wanita terkenal, tentu saja aku mengenal."
Lee Ing tertawa-tawa lagi, senang sekali ia bertemu dan dapat bercakap-cakap dengan seorang manusia lagi, sungguhpun manusia ini memusuhinya, dan kembali ia merasa kagum melihat pakaian Yap Lee Nio yang bagus sekali kalau dibandingkan dengan pakaiannya sendiri yang sudah tidak karuan dan sepatunya yang tinggal sebelah lagi. Baju Hui-ouw-tiap yang serba hijau memang indah sekali.
"Habis, kau mau apa?"
Hui-ouw-tiap yang sudah kembali ketenangannya bertanya marah.
"Ooh, apa-apa aku juga mau."
Jawab Lee Ing jenaka.
"kau punya apa sih hendak diberikan kepadaku?"
Hui-ouw-tiap rnakin mendongkol karena dipermainkan oleh bocah gila ini.
"Apa-apa kau mau? Nah, aku punya ini!"
Sambil berkata demikian, Hui-ouw-tiap memperlihatkan tinjunya dan terus menyerang Lee Ing dengan kepalan tangan kanan. Serangannya cepat sekali, tahu-tahu pukulan itu sudah hampir mengenai leher Lee Ing.
"Hayaaa... kau galak benar!"
Lee Ing mengeluh dan bukan main herannya hati Hui-ouw-tiap. la tidak melihat gadis itu mengelak atau menangkis, akan tetapi tiba-tiba pukulannya yang sudah hampir mengenai Ieher itu menyeleweng dan mengenai tempat kosong. Kembali Hui-ouw-tiap menyerang, kali ini ia mengerahkan tenaga dan kecepatannya. Jurus yang ia mainkan juga jurus yang tinggi tingkatnya dan amat berbahaya, yaitu jurus Chun-lui-tong-te (Geledek Musim Semi Menggetarkan Bumi).
Hui-ouw-tiap memiliki gerakan yang arnat cepat biarpun tenaganya tidak dapat dibilang sangat besar. Akan tetapi kali ini ia benar-benar dibikin bingung karena tanpa ia dapat mengetahui bagaimana tangan gadis itu bergerak, tahu-tahu dua tangannya sudah tertangkis dan anehnya kedua tangannya sendiri itu bisa saling bertumbukan! Saking kaget dan sakitnya ia melompat mundur dan mengeluarkan seruan tertahan.
Lee Ing hanya berdiri sembarangan dan tertawa-tawa.
"Siapa suka tanganmu yang usil? Aku lebih menyukai pakaianmu yang hijau itu."
"Bocah kurang ajar, kau siapakah sebenarnya?"
Yap Lee Nio bertanya karena ia sekarang dapat menduga bahwa bocah ini tentu bukan orang sembarangan.
Lee Ing tersenyum manis, lalu berkata dengan lidah utara.
"Toanio. aku adalah seorang gadis Mongol. namaku Bayin Kilau..."
Baru terbuka mata Yap Lee Nio sekarang, la teringat akan sikap Lee Ing ketika bertemu dengan dia dulu, juga gadis itu mempermainkannya seperti sekarang ini. Jauh-jauh ia datang mencari Lee Ing puteri Souw Teng Wi untuk ditawannya dan sekarang gadis yang dicari-carinya iiu telah berada di depan mata masih ia belum mengenalnya. Cepat laksana kilat ia mencabut pedangnya dan membentak,
"Aha, kiranya kau puteri Souw Teng Wi? Bagus, rasakan tajamnya pedangku!"
Ia cepat menyerang karena menduga bahwa gadis ini takkan begitu mudah ditawan, lebih baik dilukai dulu.
"Aha, baru sekarang kau tahu?"
Kata Lee Ing dan dengan tenang dan mudahnya ia mengelak dari sambaran pedang. Bagi orang lain gerakan serangan Hui-ouw-tiap ini cepat bukan main, akan tetapi dalam pandang mata Lee Ing amat lambat maka mudah saja ia mengelak ke sana ke mari.
"Eh, kupu-kupu tua, aku ingin menukar pakaian ini dengan pakaianmu. Kau mau tambah berapa?"
Di dalam kemarahan dan kemendongkolan hatinya, Yap Lee Nio juga terheran-heran. Empat tahun yang lalu, ketika untuk pertama kali ia bertemu dengan puteri Souw Teng Wi ini, gadis yang kurang ajar dan nakal ini hanya memiliki sedikit ilmu silat ditambah ilmu gulat Mongol. Bagaimana sekarang dengan tangan kosong dapat menghadapi pedangnya sambil mengobrol? Ia mengerahkan seluruh kepandaiannya dan mengeluarkan ilmu pedang dari Hoa-lian-pai yang bersifat ganas dan berbahaya. Namun Lee Ing tetap saja enak-enak, bahkan berdirinya juga tidak teratur, hanya kalau diserang kelihatan terdesak sempoyongan seperti orang mabok namun semua serangan dapat ia hindarkan dengan baik. Malah gadis ini masih terus mengeluarkan kata-kata jenaka.
"Hui-ouw-tiap, bagaimana? Pakaian yang kupakai ini ditukar dengan pakaian hijaumu, kau berani tambah berapa?"
Terlalu sekali gadis itu, pikir Hui-ouw-tiap. Masa pakaian yang dipakai gadis itu compang-camping dan kotor seperti lap dapur, hendak ditukar dengan pakaiannya yang indah-indah, malah minta tambahan? Benar-benar gila! Karena penasaran tidak dapat mengalahkan gadis itu, Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio menjadi marah sekali. Tangan kirinya bergerak. Lima batang Tiat-lian-ci menyambar ke arah lima bagian jalan darah yang mematikan. Ini masih disusul pula dengan tusukan pedang ke dada nona itu.
Menggunakan senjata rahasia Tiat-lian-ci (Biji Teratai Besi) adalah kepandaian istimewa Hui-ouw-tiap Senjata rahasia yang kecil-kecil ini amat cepat jalannya, juga tidak terduga-duga, apa lagi dilepaskan dari jarak dekat. Namun, Lee Ing menggerakkan kedua tangannya dan lima butir Tiat-lian-ci itu sudah ditangkapnya semua. Serangan pedang ia hindarkan dengan jalan melompat mundur.
"Hui-ouw-tiap, kalau tidak mau bertukar pakaian secara baik, terpaksa aku mengambilnya sendiri!"
Kata Lee Ing dan tangannya bergerak. Berturut-turut lima butir Tiat-lian-ci menyambar ke arah Yap Lee Nio. Tiat-lian-ci yang pertama tepat sekali mengenai tai-twi-hiat, yang ke dua menyambar yan goai-hiat. Dua jalan darah yang terkena timpukan Tiat-lian-ci ini membuat Yap Lee Nio berdiri kaku tak mampu bergerak lagi. Sambitan ke tiga membuat pedang di tangannya terpental. Dua Tiat-lian-ci terakhir menyambar ke arah tali pengikat baju di pinggang dan dada, membuat tali-tali itu terlepas!
Sambil tenawa-tawa Lee Ing lalu melepaskan semua pakaian hijau yang menempel di tubuh Hui-ouw-tiap. Tentu saja Hui-ouw-tiap merasa malu dan marah sekali, akan tetapi apa dayanya? Bergerak sedikitpun ia tidak sanggup.
"Bagus sekali bajumu ini, ditukar dengan pakaianku kau masih harus tambah sedikit."
Lee Ing memandang lawannya yang sudah tak berpakaian lagi itu, melihat ke arah rambut.
"Rambutnya terhias emas dan permata, akan tetapi aku lebih menyukai ini. Nah, biar sutera pengikat rambutmu ini saja yang menjadi tambahan tukar-menukar ini!"
Sekali renggut ia telah mengambil tali pengikat rambut dari sutera merah.
Kemudian, sambil tersenyum girang Lee Ing menanggalkan semua pakaiannya di depan Yap Lee Nio yang mau tidak mau memandang dengan kagum, la melihat betapa Lee Ing memakai pakaian hijaunya dan mengikat rambutnya dengan sutera merah. Sekarang baru terlihat kecantikan gadis itu dan baru Hui-ouw-tiap tak ragu-ragu lagi bahwa memang ia berhadapan dengan puteri Souw eng Wi. Bagaimana gadis ini sekarang menjadi begini hebat kepandaiannya? Diam-dam Hui-ouw-liap Yap Lee Nio bergidik dan mengerti bahwa jiwanya berada di tangan gadis ini.
"Wah, susah. Celana dan bajunya pas betul akan tetapi tangan bajunya terlalu panjang. Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio, agaknya tanganmu panjang sekali!"
Merah muka Hui-ouw-tiap mendengar sindiran ini. Memang dia seorang perampok tunggal yang terkenal, jadi termasuk golongan si tangan panjang juga.
"Waah, aku harus menggulungnya atau memotongnya..."
Lagi-lagi Lee Ing bicara. Kemudian ia mengambil pakaian bututnya, diletakkan di depan Yap Lee Nio, lalu ia berkata.
"Nah, pertukaran sudah beres. Aku rela memberikan pakaianku kepadamu. Kau berdirilah dulu di sini, paling lama dua jam lagi kau akan pulih dan dapat memakai pakaian ini. Kau terlalu galak, sudah sepatutnya diberi pelajaran sedikit. Selamat tinggal!"
Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio tak dapat bicara tak dapat bergerak dan ia hanya bisa memandang dengan mata mengandung penuh kebencian. Ia hanya melihat gadis di depannya berkelebat terus lenyap. Diam-diam Yap Lee Nio memuji dan juga lega bahwa gadis itu tidak membunuhnya. Akan tetapi kemendongkolannya dapat dibayangkan. Dia berdiri kaku seperti patung dalam keadaan telanjang.
Baiknya tempat itu sunyi sepi, kalau ada orang lewat, apa lagi kalau laki-laki, alangkah akan malunya. Ia harus berdiri seperti itu dua jam. lagi dan selama ini yang dapat dilakukan oleh Yap Lee Nio hanya berdoa supaya jangan ada orang lewat di situ Kalau ia sudah dapat bergerak, tentang pakaian sih bukan apa-apa. Tentu saja pakaian butut yang ditinggalkan Lee Ing itu ia tidak sudi memakai, dan untuk mendapatkan pakaian baik, ia dapat mengambil dari rumah orang lain dengan mudah.
Sungguh amat patut disayangkan bahwa kaisar pertama dari Kerajaan Beng-tiauw terpengaruh oleh orang-orang berahlak rendah seperti Menteri Auwyang Peng dan lain-lain pembesar durna. Pahlawan rakyat Cu Goan Ciang setelah menjadi kaisar mungkin karena banyaknya persoalan negara yang harus diurusnya, menjadi kurang waspada dan mudah saja dipermainkan oleh para durna yang memperebutkan kedudukan dan kekuasaan.
Sedemikian besar pengaruh para durna itu sampai-sampai Cu Goan Ciang yang sekarang menjadi Kaisar Thai Cu itu, menjauhkan puteranya yang berjiwa patriot, yaitu Yung Lo yang diangkat menjadi raja muda di Peking. Pengangkatan ini adalah usul para menteri durna yang menganggap Yung Lo terlalu berbahaya maka perlu disingkirkan.
Akan tetapi, Yung Lo maklum benar akan hal-hal yang terjadi di sekitar ayahnya. Raja muda ini maklum bahwa Kerajaan Beng yang dibangun oleh ayahnya itu amat kotor, penuh dengan tikus-tikus yang berupa para menteri durna. Ia hanya bisa menghela napas panjang setiap kali teringat akan kelemahan hati ayahnya yang dahulu terkenal sebagai pahlawan yang bersemangat baja itu.
Betapapun juga, selama ayahnya masih menjadi kaisar di Nan-king. Yung Lo tidak berani bertindak apa-apa. la amat berbakti kepada ayahnya dan segan melawan ayah sendiri. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa Raja Muda Yung Lo mendiamkan saja para menteri durna melakukan perbuatan sewenang-wenang di selatan. Antara Raja Muda Yung Lo dan para menteri durna itu terdapat permusuhan yang hebat. Biarpun pada lahirnya Raja Muda Yung Lo tidak memusuhi mereka karena ia merasa sungkan terhadap ayahnya, namun diam-diam para pembantu raja muda ini mengadakan permusuhan dengan kaki tangan para menteri yang dikepalai oleh Menteri Auwyang Peng.
Sering kali terjadi tantangan- tantangan dan pertempuran di antara jago-jago kedua fihak yang bermusuhan ini. Kedua fihak memang sudah dapat menjaga sehingga tidak merembet-rembet fihak atasan. Fihak utara tidak membawa-bawa nama Raja Muda Yung Lo, sebaliknya fihak selatan tidak mau membawa-bawa nama kaisar atau menteri-menteri. Maka semua pertempuran itu terjadi dalam sebuah tantangan pibu (mengadu kepandaian). Diatur cara begini, luka atau tewas dalam pibu tidak menimbulkan keributan dan tidak menyeret-nyeret nama Raja Muda Yung Lo maupun kaisar sendiri.
Raja Muda Yung Lo yang tidak mau secara terang-terangan memusuhi menteri -menteri yang menjadi pegawai ayahnya, mempergunakan Tiong-gi-pai untuk menggempur mereka. Ia sengaja mengirim orang kepercayaannya, Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui seanak isteri membantu Tiong-gi-pai dan berusaha membasmi orang-orang jahat seperti Auwyang-taijin dan kaki tangannya.
Berkali-kali pihak Tiong-gi-pai dan fihak Menteri Auwyang Peng mengadakan tantangan di mana dilakukan pibu antara jago-jago kedua fihak. Akan tetapi sering kali pibu itu diakhiri dengan kekalahan fihak Tiong-gi-pai. Banyak sudah jago-jago Tiong-gi-pai terluka atau tewas. Pibu-pibu yang dilakukan hanya sampai di tingkat orang-orang mudanya saja, para cianpwe belum maju karena kedua fihak masih menjaga nama masing-masing. Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui sendiri maklum bahwa kalau dia turun tangan tentu fihak musuh akan menurunkan para cianpwe yang tingkatnya jauh lebih tinggi.
Oleh karena itu fihak Tiong-gi-pai mengeluarkan jago-jago mudanya yang tentu saja dilawan oleh jago-jago muda pula dari fihak Auwvang-taijin. Akan tetapi, ternyata seringkali fihak Auwyang-taijin lebih kuat, apa lagi di antara orang mudanya terdapat putera Auwyang-taijin sendiri, Hek-tok-ciang Auwyang Tek Si Tangan Racun Hitam. Jangankan orang-orang mudanya di fihak Tiong-gi-pai, bahkan para jago tuanya jarang yang mampu menandingi kelihaian Auwyang Tek.
Pada masa itu. biarpun nampaknya pemerintah Beng dapat mendatangkan kembali kebesaran Tiongkok selelah berhasil mengusir Bangsa Mongol, dan negara menjadi kaya dan makmur, namun pengaruh Kerajaan Beng di luar Tiongkok menjadi musnah. Kalau dahulu di jaman penjajahan Mongol negara-negara tetangga pada tunduk di bawah pengaruh kekuasaan Raja-raja Mongol yang membentangkan sayap lebar-lebar, kini para kerajaan tetangga bangkit dan tidak mengakui kedaulatan Kerajaan Beng. Orang-orang Mongol yang sudah terusir itu biarpun mengalami kekalahan di Tiongkok namun di utara mereka masih menjagoi.
Sering kali mereka mengadakan kerusuhan dan penyerbuan ke daerah perbatasan. Hanya setelah Raja Muda Yung Lo memegang kekuasaan di Peking, serbuan-serbuan ini dapat dibendung. Namun, pengacauan lain terjadi di selatan, di pantai laut timur, dilakukan oleh para bajak laut Jepang.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Auwyang Peng menteri durna itu bersama kaki tangannya untuk mengadakan kongkalikong dengan beberapa orang jago kate dari Jepang itu. Dengan jalan menyogok Menteri Auwyang Peng berhasil "membaiki"
Bajak laut ini. bahkan kini di fihaknva terdapat dua orang jagoan Jepang yang sengaja ia pakai tenaganya untuk menghadapi jago-jago Tiong gi-pai Makin kuatlah kedudukan menteri durna ini dan makin sewenang-wenanglah tindakan para kaki tangannya mengganggu rakyat secara sembarangan saja, diganggu dan dicap pemberontak?
Kwee Cun Gan sebagai ketua Tiong-gi-pai dan Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui merasa prihatin dan gelisah melihat keadaan yang amat tidak menguntungkan itu. Putera Siok Beng Hui yang diharapkan. yaitu Siok Bun. sampai sekian lama belum kembali. Kalau Siok Bun ada, biarpun masih disangsikan apakah pemuda gagah ini akan kuat menghadapi Auwyang Tek. setidaknya kepandaian Siok Bun sudah cukup tinggi dan tidak nanti dapat dikalahkan dengan mudah. Juga orang muda ke dua yang mereka harapkan bantuannya adalah Kwee Tiong, keponakan Kwee Cun Gan sendiri. Namun juga pemuda ini tidak pernah muncul, entah dibawa ke mana oleh gurunya. Pek Mao Lojin.
Berkali-kali Pihak Auwyang-taijin mengirim tantangan dan untuk kesekian kalinya Pihak Tiong-gi-pai terpaksa diam saja tidak dapat menerima tantangan itu. tahu bahwa Pihak mereka jauh kalah kuat. Kalau hanya tantangan yang datang masih mending. Akan letapi fihak Auwyang-taijin berlaku lebih jauh lagi. Mereka mulai berlaku kurang ajar dan keji. Beberapa orang anggauta Tiong-gi-pai telah tewas, baik di dalam rumah sendiri maupun di tengah perjalanan. Ini bukan merupakan pibu lagi, melainkan pembunuhan yang sifatnya seperti dulu lagi, yaitu pembasmian Tiong-gi pai!
Kwee Cun Gan memanggil semua kawan orang gagah untuk mengadakan pertemuan di dalam hutan, la merasa gelisah, juga marah sekali.
"Kita harus bertindak!"
Katanya gemas di depan kawan-kawannya, di mana hadir pula Siok Beng Hui.
"Kalau kita diam saja, bukankah Itu memperlihatkan kelemahan kita?"
Siok Beng Hui menarik napas panjang. Di antara mereka semua. Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui inilah vang terhitung paling tinggi kepandaiannya. Kepandaian isteri dan puteranya juga tinggi, sedikitnya setingkat dengan kepandaian Kwee Cun Gan sendiri.
"Memang betul sekali apa yang dikatakan saudara Kwee Cun Gan."
Katanya.
"Akan tetapi, di antara saudara-saudara muda kita, siapakah yang dapat melawan Auwyang Tek? Kalau aku sendiri yang maju menghadapinya, tentu saja amat baik kalau pemuda celaka itu mau melawanku, akan tetapi kita semua tahu bahwa hal itu takkan terjadi. Tentu dari fihak sana akan muncul orang-orang seperti Ma Thouw Koaitung Kui Ek. Aku sudah pernah bentrok dengannya dan terus terang saja dia terlalu berat untukku. Bukan berarti bahwa aku tidak berani, akan tetapi kalau sampai terjadi aku kalah, bukankah merupakan pukulan yang lebih berat bagi Tiong gi-pai, terutama sekali bagi nama dan kehormatan raja muda kita di Peking? Jangan lagi dibicarakan kalau Tok-ong Kai Song Cinjin sendiri yang maju melawanku!"
Semua orang diam dan merasa gelisah. Tiba-tiba seorang setengah tua yang berjenggot pendek berdiri dan berkata keras.
"Kita ini orang-orang gagah-macam apakah begini ketakutan dan bernyali kecil takut kalah? Kalau Siok-taihiap dan Kwee-twako takut kalah, aku orang she The tidak takut mampus! Biar aku yang mencoba-coba menghadapi tantangan pibu mereka!"
Yang bicara ini adalah seorang anggauta Tiong-gi-pai bernama The Sun. kepandaiannya tidak berapa tinggi akan tetapi semangatnya besar. Dia dahulu juga bekas anak buah Souw Teng Wi. Setelah berkata demikian, dengan langkah lebar The Sun pergi hendak menghadapi tantangan fihak Auwyang-taijin.
Akan tetapi sekali melompat Kwee Cun Gan sudah menyusulnya dan memegang lengannya.
"The-te. kau terlalu sembrono!"
Tegur ketua ini sambil mengerutkan alisnya karena tak berdaya dalam pegangan Kwee Cun Gan, The Sun menurut saja diseret kembali ke tempatnya tadi.
"The-te, mengapa kau hanya mengandalkan keberanian yang bodoh? Di mana ketaatanmu sebagai anggauta Tiong-gi-pai? Jangan kau salah sangka. Baik aku, maupun Siok-taihiap dan semua saudara kita tidak ada yang takut mati untuk membela kebenaran dan membela negara, akan tetapi segala hal harus dilakukan berdasarkan perhitungan masak. Apa perlunya kalau kita semua mengurbankan nyawa dengan sia-sia hegitu saja? Apa faedahnya bagi negara? Menghadapi musuh-musuh berat seperti Auwyang-taijin. kita harus mempergunakan otak, bukan nafsu. Hati boleh panas akan tetapi kepala harus tetap dingin. Bukan kau saja yang berani mati, kita semua adalah orang-orang yang bersiap sedia mengurbankan nyawa demi negara dan bangsa"
Ditegur demikian. The Sun menjadi terharu dan merasa menyesal bukan main, la menjura kepada ketuanya dan kepada Siok Beng Hui.
"Maafkan siauwte yang bodoh. Siauwte tidak sengaja menghina. hanya.... hanya kalau siauw-te teringat akan kegagahan Souw-taihiap dahulu... ah. agaknya di dunia ini tidak ada orang ke dua seperti Souw-taihiap..."
Siok Beng Hui mengerutkan kening.
"Saudara Kwee. kalau dipikir-pikir sikap kawan The ini ada betulnya juga. Kita dihina oleh fihak musuh, kalau tidak memperlihatkan gigi, tentu kita makin dihina. Biarlah aku akan mencoba-coba kekuatan mereka, membalas tantangan mereka sekarang juga!"
Berubah wajah Kwee C'un Gan. la tahu bahwa ucapan ini terdorong oleh hati panas. Sebagai utusan dan orang kepercayaan Raja Muda Yung Lo, Siok Beng Hui merupakan orang penting. Bagaimana kalau sampai tewas dalam pertandingan? Sudah jelas pendekar ini bukan tandingan Tok-ong Kai Song Cinjin.
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo