Bayangan Bidadari 4
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
KataKakek itu. In Hong tidak senang sekali mendengar ini dan tanpa disengaja ia memandang ke arahKakeknya dengan mata bersinar. Yo Kang yang sejak tadi memandang kepada gadis itu dengan penuh perhatian, dapat menangkap pandang mata yang penuh kedongkolan ini, maka ia bicara, tidak cukup keras sehinggaKakeknya tidak mendengarnya,
"Hek Moli adalah seorang tokoh kangouw yang namanya amat disegani dan sepanjang pendengaranku, biarpun lihay sekali ilmunya, namun ia tidak pernah melakukan kejahatan."
Mendengar ini, In Hong melirik ke arah Yo Kang dengan pandangan mata terima kasih, akan tetapi diam-diam gadis ini juga heran. Bagaimana Kakak misan ini tahu tentang dunia kangouw? Ia tidak mau pusingkan hal itu, dan dengan tergesa-gesa ia lalu bertanya kepada Yo Hang Tek,
"Pek-hu, dimana adanya Ayah-Ibuku, dan mana pula Can Mama? Apakah mereka tidak berada disini?"
Yo Hang Tek menarik napas panjang, lalu ia bicara dengan suaranya yang halus,
"In Hong, Ayahmu dan Ibumu tidak pernah sampai kesini. Tadinya kami sendiri tidak tahu kemanakah perginya mereka itu. Akan tetapi setelah Kakakmu Yo Kang ini pergi menyelidiki, kami mendengar dari seorang perwira yang dulu menolong dusun Tiang-On yang diserang oleh para penjahat itu, katanya mereka telah menemukan Ayahmu yang telah tewas oleh penjahat di hutan."
Pucat wajah In Hong dan kalau saja ia tidak sudah matang latihannya dalam ilmu lweekang dan samadhi, mungkin ia akan menjerit atau jatuh pingsan. Namun ia menguatkan hatinya dan bahkan masih dapat bertanya, suaranya tetap tenang,
"Yo-pekhu, siapakah yang menewaskan Ayah dan dimana beliau dimakamkan?"
Yo Hang Tek saling pandang dengan isterinya, agaknya mereka heran melihat ketenangan gadis ini, akan tetapi Yo Kang memandang penuh kekaguman. Pemuda ini pernah belajar ilmu silat dan ia menghargai kegagahan, maka melihat sikap In Hong ia suka dan kagum sekali. Ia benci melihat wanita lemah yang mudah menangis dan mudah jatuh pingsan.
"Hong-moy, aku yang menyelidiki urusan itu, dan aku hanya mendengar bahwa Ayahmu tewas dalam keributan, tidak tahu siapa yang melakukan pembunuhan itu, dan jenazahnya dirawat oleh pasukan pemerintah, kini dimakamkan di luar dusun Tiang-On. Aku sudah mengurus kuburannya dan memasang bong-pay (batu nisannya). Kelak kuantar kau mengunjungi makamnya."
In Hong memandang kepada pemuda itu dan kembali ada sinar terima kasih dalam matanya.
"Dan bagaimana dengan... Ibuku...?"
Setelah mengajukan pertanyaan ini, hati In Hong berdebar. Sungguhpun sekuat tenaga ia menekan perasaannya, namun ia takut bahwa kali ini kalau mendengar berita buruk tentang Ibunya, ia takkan dapat menahan tangisnya lagi. Ia merasa amat gelisah dan takut.
"Itulah yang membingungkan kami, Hong-moy. Aku sudah mencari kemana-mana, sudah menyebar kawan-kawan untuk menyelidiki, akan tetapi Ibumu hilang lenyap tak meninggalkan jejak. Benar-benar aneh sekali. Tak seorangpun tahu kemana perginya Ibumu."
Mendengar keterangan ini, hati In Hong tidak karuan rasanya. Ada perasaan lega bahwa ia tidak mendengar Ibunya telah tewas, akan tetapi juga ia menjadi bingung, karena kemanakah ia harus mencari Ibunya? Ketika ia memandang kepada pek-hunya, Yo Hang Tek berkata
"Yang aneh sekali adalah urusan Can Ma. Pelayan tua itu sudah sampai disini, dan dialah yang bercerita bahwa kau dibawa pergi oleh Hek Moli. Akan tetapi, baru kurang lebih setengah bulan setelah ia berada disini, pada malam harinya tahu-tahu ia lenyap dari kamarnya! Tadinya kami mengira bahwa dia diculik pula oleh Hek Moli..."
"Tidak, Guruku tidak pernah menculik Can Ma!"
Kata In Hong.
"Hm, memang aneh sekali hal ini, Hong-moy. Sayang ketika hal itu terjadi, aku masih kecil. Kalau sekarang, agaknya penjahat yang menculik Can Ma itu akan dapat kutangkap!"
In Hong memandang kepada pemuda ini yang berdiri tegak sambil mengangkat dada, kelihatannya memang gagah sekali. Kembali hati In Hong bingung dan menduga-duga. Siapakah yang telah menculik Can Ma? Ia menduga-duga dan otaknya yang cerdik bekerja keras. Tentu ada hubungannya dengan Ibunya yang hilang, pikirnya, kalau tidak, siapakah yang mau menculik pelayan tua itu?
"Apakah Can Ma tidak diam-diam pergi dari rumah ini?"
Tanyanya.
"Tidak mungkin. Mengapa ia harus pergi minggat? Dan pula, ada tanda-tanda jendela dibongkar orang dari luar. Pasti ada yang menculiknya,'' kata Yo Hang Tek. Setelah semua orang berhenti bicara.Kakek Yo batuk-batuk dan ia sudah merasa amat gemas karena ia tidak dapat mendengar percakapan itu dengan jelas. Suara batuk-batuk ini sudah dikenal baik oleh semua keluarga disitu. yakni bahwa si tua itu menghendaki supaya semua orang berhenti bercakap-cakap dan bubar.
"In Hong, sekarang kau sudah datang, itu bagus sekali. Kau harus tinggal disini dan tidak boleh keluar dari rumah. Tidak patut seorang gadis yang sudah remaja keluar dari rumah, terlihat oleh orang-orang lelaki yang bukan keluarganya! Biarpun kau sudah menjadi murid Hek Moli, aku tidak suka melihat kau berkeliaran di dunia luar rumah keluarga. Kau tinggal disini, belajar menyulam dan kerajinan tangan lain dari Bibimu, dan kelak aku akan mencarikan calon jodoh yang baik untukmu."
Sambil berkata demikian,Kakek ini menyedot huncwenya (pipa tembakaunya) dan melambaikan tangan menyuruh semua orang keluar dari situ. Bukan main mendongkolnya hati In Hong. Ingin ia mendampratKakek itu yang menghina Gurunya, ingin ia berlari keluar dari rumah besar ini, karena untuk apakah ia tinggal lebih lama disitu kalau Ayah bundanya, juga Can Ma tidak berada disitu? Akan tetapi, isteri Yo Hang Tek sudah menggandeng tangannya dan pek-hunya telah memberi isyarat dengan mata sehingga ia menurut saja ketika digandeng keluar oleh isteri pekhunya. Setelah tiba di luar ruangan dimanaKakek itu masih duduk mengisap huncwenya, In Hong berkata kepada Yo Hang Tek,
"Yo-pekhu, maafkan bahwa aku tidak bisa lama disini. Aku harus pergi sekarang juga untuk mencari Ibu dan Can Ma."
Yo Hang Tek nampak terkejut, demikianpun Yo Kang.
"Mengapa begitu, Hong-moy? Kau berada di antara keluarga sendiri, jangan kau berlaku sungkan. Soal Kongkong, jangan kau pikirkan, orangtua itu sudah pikun dan tuli..."
"Kang-ji!"
Ibunya membentaknya. Yo Kang mengangkat pundak.
"Hong-moy, jangan kau khawatir tentang Ibumu. Akulah yang akan membantumu mencarinya lagi. Ketahuilah, aku seringkali keluar kota untuk mengurus perdagangan, dan di dunia kangouw aku mempunyai banyak sekali kenalan. Dengan bantuanku, lebih mudah bagimu untuk mencari Ibumu."
"Benar kata-kataKakekmu, In Hong. Tidak baik kalau kau keluar lagi. Kalau keluar, kau hendak kemanakah? Betapapun juga, harus kau akui bahwa tidak selayaknya seorang gadis seperti engkau merantau mencari Ibumu sendiri, se-dangkan kau tidak tahu dimana adanya Ibumu itu. Tinggallah disini, dan perlahan-lahan kita berdaya mencari Ibumu."
Tidak enak hati In Hong untuk berkeras. Di antara semua orang yang menjadi sanaknya ini, hanya Yo Hang Tek dan terutama sekali Yo Kang yang baik sikapnya dan menyenangkan hati, akan tetapi Ibu Yo Kang sikapnya dingin saja, apalagiKakek berhuncwe itu! Ketika ia memandang kepada pekbo-nya (isteri uaknya), Nyonya Yo ini berkata,
"In Hong, kau mendapat kamar di sebelah kiri kamarku,"
Kemudian ia berkata kepada Yo Kang.
"Kang-ji, hayo kau suruh pelayan membersihkan kamar itu untuk In Hong."
Yo Kang cepat pergi dan wajahnya gembira sekali. Terpaksa In Hong menurut dan malam hari itu ia rebah di atas pembaringan dalam kamarnya. Ia hanya makan sedikit saja karena hatinya diam-diam amat berduka. Ayahnya tewas dibunuh orang tanpa ia tahu siapa pembunuhnya. Ibunya lenyap tanpa ada orang tahu dimana tempat tinggalnya dan apakah ia masih hidup ataukah sudah mati. Juga Can Mama lenyap diculik orang.
"Alangkah buruk nasib Ayah-Ibu..."
Dan dengan amat terharu ketika mengenangkan Ayahnya, ia berbaring menelungkup dan menyembunyikan mukanya di atas bantal.
Ia menangis sedih dan dengan seorang diri di dalam kamar, kini ia memuaskan hatinya dan membiarkan airmatanya membanjiri bantal. Ia mendengar suara pekhu dan pekbonya bercakap-cakap di kamar sebelah. Pendengaran In Hong memang luar biasa tajamnya karena ia memang menerima latihan khusus dari Gurunya untuk kepandaian ini. Akan tetapi ia tidak mau memperhatikan percakapan mereka yang hanya terdengar lapat-lapat karena terhalang oleh tembok tebal. Tiba-tiba ia mendengar nama "In Hong"
Disebut-sebut dan suara mereka mengandung nada marah. Tertariklah hati In Hong. Kalau mereka tidak membicarakaan dia, iapun tidak nanti suka mendengarkan orang, akan tetapi setelah namanya disebut-sebut, ia lalu bangkit, duduk dan menempelkan telinganya pada tembok yang memisahkan kamarnya dengan kamar pekbonya.
"Menurut pandanganku, dia berjodoh dengan putera kita,"
Terdengar pekhunya bicara.
"Aah, tidak pantas, tidak pantas!"
Jawab pekbonya.
"Dia menjadi murid iblis wanita, sudah belasan tahun tidak karuan tempat tinggalnya, kemana-mana membawa-bawa pedang. Aku tidak suka mempunyai mantu seorang wanita kasar, lagi pula dia tidak ada keluarga, boleh dibilang seorang anak yang terlantar."
"Akan tetapi, amat sopan, sikapnya baik seperti orang terpelajar. Tentang ilmu silat, apa salahnya? Anak kita juga mempelajari ilmu silat, jadi lebih cocok. Laginya, In Hong harus diakui amat cantik jelita, dan Kang-ji kelihatannya tertarik dan suka kepadanya. Memang dia cantik sekali."
"Apa artinya kecantikan bagi seorang mantu? Aku tetap tidak suka, laginya dia masih sanak dekat. Apakah kurang puteri-puteri bangsawan dan hartawan yang lebih cantik dari In Hong? Aku tidak suka."
"Hm, kau tahu apa tentang hati laki-laki?"
Kata Yo Hang Tek sambil tertawa.
"Kecantikan amat penting. Kalau kau tidak cantik, apakah dulu aku mau dijodohkan dengan kau?"
"Ngacau...!"
Sampai disini, In Hong melepaskan telinganya dari tembok, dan ia menjatuhkan diri di atas pembaringan, menangis makin sedih. Ia menutupi kedua telinga dengan bantal agar tidak mendengar percakapan mereka lagi. Akhirnya, karena lelah dan sedih, ia dapat tertidur juga, bahkan di dalam tidurnya ia masih terisak-isak beberapa kali.
(Lanjut ke Jilid 04)
Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 04
Dengan memaksakan hati, In Hong tinggal di rumah gedung itu sampai beberapa hari.
Ia sudah tidak betah sekali dan di dalam hati ia mengambil keputusan untuk segera meninggalkan tempat itu. Apalagi ketika terjadi hal yang amat menyebalkan hatinya, yang terjadi sepekan sesudah ia tinggal disitu. Pada hari itu, ia melihat mandor she Kwa itu menyeret-nyeret seorang laki-laki berusia hampir limapuluh tahun. Laki-laki ini terang adalah seorang kuli kasar, karena ia tidak memakai baju, hanya bercelana panjang yang sudah butut. Tulang-tulangnya menonjol keluar dan urat-uratnya menandakan bahwa dia biasa bekerja berat. Garis-garis pada mukanya menimbulkan kisut yang jelas sekali, tanda dari derita hidup yang pahit. In Hong tengah duduk di ruang luar bersama Yo Kang, bercakap-cakap tentang rencana menyelidiki Ibunya. Melihat mandor Kwa menyeret orang tua itu, Yo Kang kelihatan tidak senang dan terganggu.
"Ada apa lagi denganKakek Lui itu, Kwa-lopek?"
Tanyanya tidak senang.
"Ia mencuri lagi, Yo-kongcu, sekarang ia mencuri gandum sebanyak lima kati!"
"Dasar sudah tak dapat diperbaiki lagi akhlaknya,"
Yo Kang mengomel.
"Sekarang dia harus dihadapkan kepada Kongkong."
"Yo-kongcu, ampunkanlah hamba kali ini, jangan hadapkan pada Yo-loya..."Kakek yang disebutKakek Lui itu meratap. Akan tetapi Yo Kang tidak perduli dan memberi isyarat kepada mandor Kwa untuk menyeret pencuri itu ke belakang, di ruang belakang yang biasa dijadikan tempat-duduk Yo Tang.
"Ada apakah dia?"
Tanya In Hong tertarik sekali.
"Ah, biasa saja. Mengurus orang banyak memang lebih sukar daripada mengurus sekumpulan kerbau. Mencuri dan mencuri saja kerjanya. Biar Kongkong yang membereskannya, aku sudah lelah mengurus soal pencurian-pencurian itu. Hanya terhadap Kongkong mereka itu mati kutu dan tunduk betul."
"Apa yang akan dilakukan terhadapKakek Lui itu?"
Tanya In Hong mengeraskan hati sehingga suaranya terdengar biasa saja.
"Tentu saja dihukum. Kau mau melihat cara Kongkong membikin kapok para pencuri? Mari kita lihat!"
Mereka berdiri dan menuju ke belakang.
"Aku seringkali merasa heran bagaimana Kongkong seorang lemah itu ternyata pandai sekali mengurus orang-orang jahat."
Ketika mereka tiba di ruang belakang, ternyata orang she Lui yang dituduh mencuri itu telah dihadapkan di depanKakek Yo yang mengisap huncwenya seperti biasa.
"Sudah tiga kali kau mencuri, ja?"
Yo Tang membentak marah.
"Tahukah kau apa yang kau akan alami kalau aku menyerahkan kau kepada pengadilan? Kau akan dihukum sepuluh tahun, dan melihat usiamu, kau akan mampus di dalam penjara!"
Pekerja she Lui itu lalu mengeluarkan suara rintihan dan sambil berlutut ia memohon,
"Yo-loya yang budiman, mohon kau sudi mengampuni seorang miskin seperti hamba. Hamba bersumpah bahwa hamba takkan melakukan pencurian lagi, biar kelak tangan hamba keduanya dipotong kalau hamba membohong."
"Hah, seharusnya kedua tanganmu dipotong sekarang juga! Kau sudah mencuri sampai tiga kali!"
"Ampun, loya..., ampunkan hamba..."Kakek Lui itu menjadi pucat sekali dan airmatanya bercucuran.
"Sudah berulangkali kau mencuri, mana bisa ada ampun lagi? Kwa Liong, buntungkan kedua tangannya!"
Mandor she Kwa itu sambil menyeringai lalu mencabut golok yang tergantung di pinggangnya, lalu menghampiriKakek she Lui yang menjadi pucat sekali.
"Ampun, Yo-loya... hamba bersumpah akan bertobat... hamba... hamba harus memelihara keluarga hamba... jangan buntungkan kedua tangan hamba, bagaimana hamba dapat bekerja mencari sesuap nasi untuk keluarga hamba...?"
Ia menangis seperti anak kecil. Yo Tang mengebulkan asap huncwenya dan berkata bengis,
"Kau benar-benar sudah bertobat? Nah, kali ini aku masih ampunkan kau dan aku hanya ingin mengambil jari kelingkingmu sebelah kiri sebagai hukuman dan peringatan. Ingat, lain kali aku takkan menghukummu, akan tetapi akan menyerahkan kau kepengadilan! Kwa Liong, buntungkan jari kelingkingnya sebelah kiri!"
Golok diangkat, berkelebat dan putuslah kelingking kiri dariKakek itu.Kakek Lui meringis kesakitan, memegangi tangan yang terluka itu, akan tetapi wajahnya kelihatan lega dan girang. Ia berlutut dan menghaturkan terima kasih kepada Yo Tang. Melihat ini, In Hong menjadi marah bukan-main. Kalau saja ia tidak ingat bahwa ia masih keluarga dari Yo Tang, tentu ia sudah menghajar mandor itu bersamaKakek she Yo. Namun ia tidak dapat berpeluk tangan saja, maka ia lalu melompat ke dekatKakek Lui dan bertanya,
"Kakek Lui, kau bekerja sebagai apakah?"Kakek itu sudah tahu bahwa gadis ini adalah cucu dari Yo Tang, maka ia lalu menjawab penuh hormat,
"Siocia, hamba adalah kuli pengangkut gandum."
"Apa yang kau curi?"
"Lima kati gandum."
"Mengapa kau melakukan kejahatan itu?"Kakek itu nampak takut-takut dan melirik ke arah gagang pedang yang masih menghias belakang pundak In Hong.
"Hamba... hamba harus memelihara isteri dan seorang anak yang sudah janda bersama tiga orang cucu. Gaji hamba tidak cukup, mereka kelaparan dan terpaksa hamba... mengambil gandum itu untuk menyambung nyawa cucu-cucu hamba..."
Berobah wajah In Hong. Ia memandang kepadaKakek Yo dengan mata penuh kebencian, kemudian ia memandang kepada mandor Kwa dengan gemas. Ketika ia mengerling ke arah Yo Kang, pemuda ini mengejap-ngejapkan matanya, minta agar ia jangan memperlihatkan kemarahannya di depanKakek Yo. Maka sambil menarik napas panjang, In Hong mengeluarkan sepotong uang emas dari sakunya, memberikan itu kepadaKakek Lui sambil berkata,
"Terimalah ini dan obati tanganmu sampai baik. Lain kali jangan mencuri lagi, akan tetapi usahakanlah agar kau dapat mencari pekerjaan yang lebih mencukupi hasilnya."Kakek Lui bengong dan dengan tangan gemetar ia menerima pemberian itu, lalu menangis terisak-isak, mengucapkan terima kasih dengan Bibir gemetar sehingga tidak jelas kata-katanya, kemudian ia membungkuk-bungkuk keluar dari ruangan itu, diikuti oleh mandor Kwa. Yo Tang melihat perbuatan In Hong dengan mata terbelalak dan ia sampai lupa untuk menyedot huncwenya. Beberapa kali ia menggunakan tangan menepuk-nepuk tangan korsinya sebagai tanda kemarahannya dan saking marahnya ia sampai tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Ia menyedot pipanya, akan tetapi apinya padam. Ketika ia bisa membuka mulut, ia berteriak-teriak,
"Hidupkan huncweku...! Bedebah, nyalakan huncweku!"
Yo Tang melangkah maju dan pemuda ini mencetuskan pembuat api untuk menyalakan ujung huncweKakeknya.
"Kurangajar, In Hong apa yang kau lakukan tadi? Darimana kau mendapatkan uang emas yang kau hambur-hamburkan seperti pasir? Hayo jawab!"
In Hong mendongkol bukan main sehingga mukanya menjadi merah padam.
"Uang itu uangku sendiri, kudapat dari subo, kuberikan kepada siapapun juga adalah hakku,"
Jawabnya menahan marah. Yo Tang membanting-banting kakinya.
"Celaka! Uang dihambur-hamburkan, diberikan kepada kuli hina, kepada pencuri pula! Aha, bocah perempuan, kau belum tahu bagaimana sukarnya mencari uang, ya? Kalau kita semua mempunyai watak buruk seperti engkau, uang yang kukumpulkan sekian puluh tahun ini dalam sekejap mata akan musnah! Hei, Yo Tang, awaslah kau, jangan kau tiru watak bocah ini!"
Yo Kang berkata keras agar Kongkongnya mendengar, akan tetapi nadanya penuh hormat,
"Kongkong, Adik In Hong memberi hadiah itu karena merasa kasihan kepadaKakek Lui. Hong-moy belum tahu akan urusan dan keadaan disini, harap Kongkong sudi memaafkannya."
"Keluar! Keluar kalian dari sini dan jangan mengganggu aku lagi! Kalau tidak kupanggil, bocah ini jangan boleh masuk ke ruangan ini!"
TeriakKakek itu marah-marah. Yo Kang lalu mengajak In Hong keluar. Setibanya di luar ruangan itu, In Hong tak dapat mencegah lagi mengalirnya airmatanya.
"Hong-moy, kau tentu tersinggung. Maafkanlah, memang sudah kuberitahukau bahwa Kongkong amat pemarah dan pikun. Maklumlah ia sudah amat tua."
"Tidak apa soal itu, Twako. Akan tetapi... semua kejadian ini... benar-benar tidak cocok dengan isi hatinya. Mengapa kamu sekalian agaknya menggencet penghidupan para pekerja kasar yang miskin? Mengapa kalian begitu kejam?"
Yo Kang tersenyum dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Kau salah sangka, Adikku. Kalau kami berlaku murah hati seperti yang kau lakukan, sebentar saja semua barang disini sudah habis digondol pergi oleh mereka. Sekarang ini tidak ada orang yang boleh dipercaya, semua pekerja adalah maling-maling yang selalu mengintai kesempatan. Kalau kami tidak bertindak dengan tangan besi, mereka akan makin berani. Ingatkah kau betapa di tempat tinggal orang tuamu, orang-orang miskin itu memberontak dan menyebar maut, merampok dan mengganas seperti binatang-binatang liar? Nah, itulah kalau mereka terlalu diberi hati."
"Akan tetapi, pekerja-pekerja itupun manusia.Kakek Lui itu patut dikasihani, sungguhpun ia mencuri, namun lima kati gandum yang dicurinya itu untuk makan anak cucunya."
In Hong membantah.
"Itulah alasan mereka selalu. Kau tidak tahu, semua pekerja selalu mencari kesempatan untuk berkorupsi dan mencuri. Kalau orang-orang berpenghasilan rendah sepertiKakek Lui masih dapat dimengerti, akan tetapi seperti mereka yang sudah mendapat penghasilan besar, tetap saja mereka mencari kesempatan itu. Yang berpenghasilan kecil mencuri untuk makan, katanya, akan tetapi yang berpenghasilan besar? Tak lain untuk memenuhi nafsu mereka yang tak pernah merasa puas dengan keadaan mereka. Marilah kau ikut aku, melihat-lihat tempat orang bekerja, dan kau akan melihat sendiri keadaan mereka, Hong-moy."
Karena ia sedang mengalami kemendongkolan hati, maka In Hong pikir ada baiknya kalau ia melihat-lihat di luar agar hatinya terhibur. Berangkatlah kedua orang muda ini keluar dari gedung. Dengan gembira Yo Kang memperlihatkan perdagangan keluarganya, yang memang amat besar. Banyak sekali kuli bekerja di gudang-gudang itu, dan Yo Kang memperkenalkan orang-orangnya yang menjadi orang kepercayaan. Di setiap gudang terdapat seorang kepercayaan dan orang ini kelihatan pandai ilmu silat dan bertubuh kokoh kuat.
"Disetiap tempat pasti ada seorang pembantu kami yang boleh dipercaya dan memiliki kepandaian silat sehingga tidak ada pekerja yang berani main gila,"
Kata Yo Kang kepada gadis itu. In Hong melihat betapa kuli-kuli itu bekerja berat sekali dan mengingat betapa mereka ini bekerja sekadar untuk mencari makan, itupun tidak mencukupi kebuTUHAN rumah tangga keluarganya, In Hong merasa kasihan dan terharu sekali.
Kemudian Yo Kang mengajaknya ke tempat pengiriman barang yang dilakukan dengan dua jalan, yakni dengan jalan darat dan ada pula yang jalan air, mempergunakan perahu-perahu besar di sepanjang sungai yang akhirnya turun di sungai Yang-ce-kiang untuk dikirim ke pelbagai kota. Yo Kang ternyata ahli betul dan mengerti sedalamnya tentang perdagangan keluarganya, tidak mengherankan apabila Kongkong dan Ayahnya menyerahkan semua urusan kepadanya, sedetail-detailnya pemuda ini menjelaskan kepada In Hong tentang perdagangan itu, dan setelah ia selesai menuturkan semua ini, tahulah In Hong bahwa yang mendapat keuntungan besar bukan lain adalah keluarga Yo. Para pekerja, dari kuli-kuli angkut, sampai tukang-tukang perahu dan tukang-tukang mengirim barang melalui jalan darat, hanya mendapatkan upah sekadar cukup mereka makan saja.
"Kau mendapatkan untung begitu besar, kadang-kadang sampai lipat duakali dari modal. Mengapa kau dan Kongkongmu itu begitu pelit dan tidak menjamin kehidupan para pekerja kasar?"
In Hong bertanya dengan berani. Yo Kang mengangkat pundak.
"In Hong moy-moy, sudah sepatutnya kalau kami yang mendapatkan keuntungan besar, karena bukankah kami sudah mengeluarkan modal besar, sudah membanting tulang memeras keringat dan menjalankan otak? Para pekerja itu hanya mengeluarkan tenaga kasar dan mereka tidak tahu apa-apa. Mereka sudah tertolong oleh perusahaan kami, karena tanpa ada perusahaan kami, bukankah berarti ratusan orang pekerja itu menganggur dan tidak bisa makan?"
"Hm, Twako, agaknya kau lupa bahwa tanpa mereka, kiranya keluarga Yo dan modalnya juga akan beku. Harus diakui bahwa tenaga para pekerja itulah yang memutar jalannya roda perusahaan sehingga lancar, dan tenaga mereka pulalah yang mengalirkan keuntungan ke dalam kantong keluargamu."
Yo Kang tertawa.
"Ah, Hong-moy, itu sudah selayaknya dalam perdagangan. Siapa bermodal dia memegang kendali, siapa bodoh tentu hanya mendapat sedikit saja dari perasan keringatnya. Pula, harus kau ingat bahwa tidak selamanya kami mendapat untung. Kadang-kadang kami menderita rugi kalau harga barang-barang turun ketika sampai di tempat tujuan, belum lagi kalau ada gangguan orang-orang jahat di tengah perjalanan. Dewasa ini, banyak sekali muncul rampok-rampok yang suka mencegat dan mengganggu barang kiriman. Oleh karena itu, kami sengaja memelihara beberapa orang jagoan untuk mengawal setiap pengiriman, dan aku sendiri yang mengepalai dan memimpin mereka."
Pemuda itu membusungkan dadanya.
"Kau? Ah, Twako, aku lupa lagi. Tentu kau pandai sekali ilmu silat, dan agaknya kau sudah banyak merantau di dunia kangouw."
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak berani aku mengaku sudah pandai, akan tetapi sedikit-sedikit ilmu silat pernah kupelajari. Dan biarpun aku belum merantau sampai ke seluruh penjuru dunia, akan tetapi nama Bu-tong-sin-to Yo Kang (Golok sakti dari Bu-tong), bagi semua tokoh sungai telaga (bangsa bajak) di sepanjang Yang-ce-kiang, tidak ada yang tidak mengenal dan tidak ada yang berani mengganggu barang kirimanku."
"Jadi kau anak murid Bu-tong-pay, Twako?"
"Benar, ketika aku berusia sepuluh tahun, kebetulan sekali barang kiriman Ayah ada yang mengganggu, dan perampok-rampok itu dihajar habis-habisan oleh Guruku, yakni Hoat Gi Thaisu dari kelenteng di Bu-tong-san. Karena Ayah amat berterima kasih dan berpikir bahwa dalam keluarga Yo harus ada orang kuat untuk menjaga kalau-kalau barang-barang kiriman diganggu penjahat, maka aku lalu dikirim ke Bu-tong-pay untuk belajar ilmu silat disana. Selama delapan tahun aku belajar disana sampai tamat, dan kiranya Bu-tong-pay tidak merasa kecewa mempunyai anak murid seperti aku. Dan kau sendiri, Hong-moy, kulihat kau mempunyai sebatang pedang yang gagangnya indah sekali, tentu kau juga pandai mainkan pedang, apalagi kalau diingat bahwa kau adalah murid dari Hek Moli yang amat terkenal di dunia kangouw."
In Hong tersenyum dingin.
"Orang lemah seperti aku bisa memiliki kepandaian apakah?"
Ia teringat akan ucapan-ucapan para pekeja di gudang, maka ia menyambung.
"Guruku hanya menaruh kasihan kepadaku maka ia membawaku, akan tetapi aku hanya belajar sedikit sekali. Tentang pedang ini, boleh disebut hanya untuk hiasan saja atau boleh juga dianggap untuk menakut-nakuti para penjahat agar ia jangan menggangguku."
Yo Kang tertawa
"Kau memang gagah sekali memakai pedang itu, Hong-moy. Akan tetapi jangan khawatir, kalau kau melakukan perjalanan bersamaku, aku tanggung tidak akan ada orang berani mengganggumu. Orang yang berani mengganggumu berarti sudah bosan hidup dan darahnya pasti akan diminum oleh golokku."
Ia menepuk-nepuk golok yang tergantung di pinggangnya. Pada saat itu, serombongan orang datang tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Mereka ini adalah tujuh orang yang berpakaian seperti jago-jago silat dan melihat dari sepatu dan pakaian mereka yang berdebu, dapat diduga bahwa mereka baru datang dari tempat jauh.
"Celaka, Yo-kongcu, celaka kali ini..."
Seorang di antara mereka, yang tertua dan bermuka panjang, berkata sambil terengah-engah. Orang-orang lain juga nampak kusut dan lelah sekali, mata mereka rata-rata memperlihatkan ketakutan dan kegelisahan.
"Cong-piauwsu, apakah yang terjadi?"
Tanya Yo Kang sambil mengerutkan alisnya. Orang yang disebut Cong-piauwsu itu menarik napas panjang, menghapus peluhnya, kemudian berkata,
"Tujuh kereta gandum dan bahan obat yang kami kawal itu telah dirampas oleh seorang Tosu dari Go-Bi-Pai."
Yo Kang terkejut sekali.
"Mengapa seorang Tosu melakukan hal itu? Lekas ceritakan dengan jelas."
Cong-piauwsu lalu menuturkan pengalamannya seperti berikut. Cong-piauwsu, seorang ahli silat yang menjadi pembantu Yo Kang, yang dianggap memiliki ilmu silat paling pandai, bersama enam orang pembantunya yang memiliki kepandaian tinggi pula, mengawal kereta-kereta itu menuju ke kota Hang-ciu. Ketika rombongan ini tiba diperbatasan propinsi Honan, di sebuah dusun yang baru menderita bencana kelaparan karena musim kering, mereka dihadang oleh sekumpulan orang dusun yang kurus-kurus dan kelaparan.
"Cuwi-enghiong, tolonglah kami dan berilah kami sedikit makanan untuk anak-anak kami yang kelaparan,"
Kata mereka. Cong-piauwsu hendak menyumbangkan uangnya, akan tetapi para petani yang sudah kelaparan itu tidak mau menerima uang, apalagi setelah mereka mendapatkan kenyataan bahwa yang diangkut dalam kereta adalah gandum dan bahan obat, mereka kembali memohon agar supaya rombongan itu sudi menolong mereka dan meninggalkan sekereta gandum untuk menolong mereka dari bahaya kelaparan. Tentu saja Cong-piauwsu tidak mau mengabulkan permintaan ini dan terjadilah keributan ketika orang-orang kelaparan itu nekad hendak mengambil gandum.
Akan tetapi tentu saja orang-orang yang tidak mempunyai kepandaian silat dan pula sudah lemah akibat beberapa hari tidak makan ini bukan lawan yang tangguh dari para piauwsu. Dengan mudah para piauwsu itu mengamuk dan merobohkan mereka, lalu kereta-kereta itu dijalankan cepat-cepat meninggalkan daerah itu. Akan tetapi, baru setengah hari mereka berjalan, tiba-tiba mereka disusul oleh seorang Tosu yang bertubuh tinggi kurus, usianya paling sedikit enampuluh tahun dan jenggotnya panjang sampai ke dada. Tosu itu mendahului rombongan, lalu berdiri di tengah jalan sambil mengangkat tangan kanan ke atas, memberi isyarat supaya rombongan itu berhenti. Cong-piauwsu dan kawan-kawannya segera majukan kuda menghadapinya, maklum bahwa Tosu itu tentu bukan orang sembarangan karena larinya tadi demikian cepat sehingga dapat mendahului larinya kuda.
"Totiang, ada keperluan apakah maka Totiang mengejar kami dan menghadang perjalanan rombongan kami?"
Tanya Cong-piauwsu setelah memberi hormat kepada Pendeta itu. Tosu itu tertawa perlahan sambil mengelus-elus jenggotnya.
"Melihat orang kelaparan tanpa mengulurkan tangan menolong padahal membawa makanan begini banyak, benar-benar hati kalian terbuat daripada batu!"
Katanya, suaranya halus akan tetapi berpengaruh.
"Totiang, harap maafkan kami dan harap suka mempertimbangkan keadaan kami. Kami hanya mengawal barang-barang ini, dan sama sekali kami tidak berhak memberikan kepada siapapun juga,"
Jawab Cong-piauwsu.
"Begitukah? Kalau begitu, tinggalkan semua kereta ini dan kalian kembalilah ke tempat tinggalmu, beritahukan kepada pemilik barang-barang ini bahwa Pinto Wu Wi Thaisu dari Go-Bi-Pai minta pinjam bahan makanan dan obat ini untuk menolong daerah yang sedang diancam bahaya kelaparan dan penyakit."
Cong-piauwsu menjadi cemas sekali, akan tetapi juga mendongkol. Terang sekali bahwa Tosu itu tidak memandang sebelah mata kepada mereka, dapat mengeluarkan kata-kata dan perintah demikian enaknya.
"Totiang, barang-barang ini adalah milik dari Bu-tong-sin-to Yo Kang, pendekar muda dari Bu-tong-pay, yang mengirimkan barang-barang ini sebagai barang dagangan. Harap Totiang sudi memandang mukanya dan jangan mengganggu pekerjaan kami. Sepulangnya dari Hang-ciu, tentu kami akan mampir disini dan kami akan membantu usaha Totiang menolong penduduk dengan jalan mendermakan sejumlah uang."
"Hm, jadi barang-barang ini milik murid Bu-tong-pay? Kebetulan sekali, Pinto kenal baik dengan tokoh-tokoh Bu-tong-pay yang dalam hal ini pasti setujuan dengan Pinto. Sampaikan terima kasihku kepada Yo-Sicu atas sumbangannya berupa tujuh kereta makanan dan obat ini untuk mereka yang menderita."
Tentu saja Cong-piauwsu tidak mau sudah begitu saja dan ia menjawab,
"Terpaksa kami tidak bisa meninggalkan kereta-kereta ini, Totiang. Kalau sekiranya Totiang membutuhkan bahan makanan, harap Totiang suka datang sendiri ke See-Ciu dan minta sumbangan dari Yo-kongcu. Kami harus melaksanakan tugas kami sampai beres, dan barang-barang ini harus kami antarkan sampai di Hang-ciu."
"Urusan dengan Yo-Sicu boleh menanti, akan tetapi perut orang-orang yang sudah kelaparan mana bisa menanti lagi? Pulanglah kalian ke See-Ciu dan bagaimanapun juga, barang-barang makanan ini harus ditinggalkan disini!"
"Terpaksa kami menggunakan kekerasan, Totiang."
Akan tetapi, baru saja ucapan Cong piauwsu ini dikeluarkan, Tosu itu menggerakkan kedua lengan bajunya dan tujuh orang piauwsu itu terlempar jatuh dari atas kuda! Dari sepasang lengan baju itu menyambar angin yang mendorong mereka.
"Demikianlah, Yo-kongcu,"
Cong-piauwsu melanjutkan ceritanya kepada Yo Kang yang mendengarkan bersama In Hong.
"kami bertujuh tentu saja tidak mau mengalah sampai disitu. Kami mencabut senjata dan maju menyerang Tosu itu, akan tetapi Wu Wi Thaisu dari Go-Bi-Pai itu benar-benar lihay sekali. Tanpa senjata, hanya dengan ujung lengan baju, ia menghadapi kami dan tahu-tahu senjata kami telah dapat dirampas dengan gulungan ujung lengan baju itu! Terpaksa kami melarikan diri dan pulang untuk melaporkan hal ini kepada kongcu."
Yo Kang mengerutkan keningnya dan ia kelihatan marah sekali.
"Hm, Wu Wi Thaisu dari Go-Bi-Pai benar-benar memandang terlalu rendah kepadaku, berarti ia tidak memandang kepada Bu-tong-pay. Panggil Ngo-Lo-Suhu (Lima orang Guru tua) untuk berkumpul di rumahku, aku mau berunding dengan mereka. Kemudian kalian mengasohlah karena kalian segera akan be-rangkat lagi mengantar kami ke tempat itu."
Setelah memberi perintah ini, Yo Kang mengajak In Hong pulang.
"Memang Tosu itu memandang terlalu rendah kepadamu, toako, akan tetapi kalau memang betul ia merampas bahan makanan dan obat itu untuk menolong penduduk daerah yang kelaparan, aku harus menyatakan bahwa perbuatannya itu tidak bisa dibilang jahat."
"Memang demikian, akupun berpikir begitu. Akan tetapi, tidak seharusnya ia terlalu lancang dan merampas barang kiriman. Siapa tahu kalau di Hang-ciu, bahan makanan itu juga dibutuhkan oleh orang banyak? Sepantasnya, meng-ingat akan hubungan antara orang-orang kangouw di dunia persilatan, ia boleh datang kesini dan kalau dia minta secara terus terang untuk menolong orang-orang sengsara, apakah aku begitu pelit untuk menolak permintaannya?"
KetikaKakek Yo mendengar tentang perampasan tujuh kereta gandum dan bahan obat ini, ia mencak-mencak di atas kursinya. Saking marahnya ia memukul-mukulkan huncwenya hingga pecah.
"Penjahat besar, Tosu siluman, bedebah! Dia bikin aku rudin dan bangkrut! Yo Kang, kerahkan semua orang, panggil barisan penjaga keamanan kota, tangkap dia. Tosu siluman itu harus dijebloskan di dalam penjara, harus dipenggal lehernya!"
Ia menyumpah-nyumpah dan memaki-maki dengan suara keras dan menjadi begitu marah dan sedih seakan-akan seluruh harta bendanya benar-benar ludas dan habis dengan adanya kejadian ini. Diam-diam In Hong menjadi sebal sekali. Ia tahu benar bahwa dibandingkan dengan jumlah kekayaanKakek ini, tujuh kereta barang itu hanya merupakan jumlah kecil saja, setitik air dalam air seguci, dan tohKakek itu seakan-akan kehilangan seluruh hartanya.
"Apakah begini watak semua hartawan?"
Pikir gadis ini dengan hati sebal. Ia mulai merasa kecewa dan tidak puas, bahkan ia mulai mengingat-ingat bagaimanakah watak kedua orangtuanya yang dahulunya juga disebut-sebut orang kaya. Sore hari itu, di ruang depan dari rumah gedung keluarga Yo, diadakan perundingan. Yo Kang dan Ayahnya mengundang Ngo-Lo-Suhu yang ternyata adalah lima orang berusia antara empatpuluh sampai limapuluh tahun, dan mereka ini adalah pembantu-pembantu Yo Kang yang memiliki kepandaian tinggi.
Mereka tadi adalah kauwsu-kauwsu (Guru-Guru silat) dan kini dipekerjakan sebagai pelatih-pelatih kepada para pembantu Yo Kang yang mengawal barang-barang kiriman. Juga mereka ini berkewajiban membereskan kalau terjadi rintangan dan gangguan pada barang-barang kiriman. Akan tetapi oleh karena sekarang ini terjadi perampasan yang luar biasa dan besar, Yo Kang hendak mengurusnya sendiri dengan bantuan mereka. Karena desakan Yo Kang, maka In Hong diperkenankan hadir dalam pertemuan ini. Ketika diperkenalkan kepada para kauwsu tua itu, In Hong memberi hormat selayaknya, akan tetapi lima orang kauwsu itu hanya membalas penghormatan In Hong dengan dingin saja. Mereka adalah orang-orang berkepandaian, sudah tentu tidak begitu memandang kepada In Hong yang dianggapnya hanya seorang gadis muda cantik yang manja dan yang berlagak seorang pendekar wanita!
In Hong diam-diam memperhatikan mereka. Menurut penglihatannya, di antara lima orang kauwsu itu, hanya seorang saja yang kelihatannya "Berisi,"
Yakni yang bernama Pouw Cun. Mata kauwsu tua ini setengah terkatup seperti orang mengantuk, akan tetapi dari balik bulu matanya yang jarang itu, memancar sepasang sinar mata yang tajam dan bergerak-gerak cepat. Juga hanya dia seorang di antara lima kauwsu itu yang tidak memegang senjata. Empat kauwsu yang lain semua membawa senjata. The Sun dan The Kwan dua saudara yang diperkenalkan sebagai Guru-Guru silat asal dari selatan, membawa pedang di pinggang mereka, sedangkan dua orang lagi adalah Tan Koay Kok yang membawa rantai atau pian lemas dan Lay Kiat yang bersenjata golok besar.
"Ngo-wi Lo-Suhu, sebetulnya, mengingat bahwa yang melakukan perampasan adalah Wu Wi Thaisu dari Go-Bi-Pai, sebetulnya aku tidak akan menarik panjang urusan ini. Biarpun aku belum pernah berjumpa dengan Wu Wi Thaisu, namun namanya sebagai tokoh Go-bi sudah cukup terkenal, dan pula harus diingat bahwa ia melakukan perampasan untuk menolong orang-orang yang menderita kelaparan. Akan tetapi, kalau diingat lagi, perjalanan antara See-Ciu amat penting artinya bagi kita. Sedikitnya tiga kali sebulan kita mengirim dan mengambil barang antara See-Ciu dan Han-ciu. Kalau gangguan sekali ini dibiarkan saja, tentu para hek-to akan mengira kita lemah dan mereka akan mendapatkan contoh yang buruk,"
Kata Yo Kang.
"Wu Wi Thaisu adalah seorang tokoh besar dari Go-Bi-Pai, kalau aku tidak salah, dia adalah tokoh kedua atau murid dari Ketua Go-Bi-Pai, Pek Eng Thaisu. Heran sekali mengapa seorang tokoh besar seperti dia mau melakukan atau mengurus hal semacam itu,"
Kata Lay Kiat dengan kening berkerut. Memang, ketika mendengar bahwa yang melakukan perampasan adalah tokoh Go-Bi-Pai itu, Lay Kiat dan juga kawan-kawannya merasa gentar dan gelisah. Mereka sudah mendengar akan kelihayan Tosu itu, dan pula kedudukan Wu Wi Thaisu amat tinggi di kalangan kangouw.
"Apakah yang akan kau lakukan selanjutnya, Yo-kongcu?"
Tanya Pouw Cun, suaranya perlahan akan tetapi jelas.
"Harus kau ingat bahwa Wu Wi Thaisu kepadaiannya amat tinggi, bukan aku hendak berkata bahwa kau takut kepada-nya tetapi menanam permusuhan dengan pihak Go-Bi-Pai bukanlah hal yang cerdik."
Yo Kang mengangguk.
"Memang betul kata-katamu, Pauw-suhu. Aku sendiri juga ingin mencoba kepandaiannya, dan aku tidak takut. Akan tetapi aku ragu-ragu untuk bermusuhan dengan partai persilatan Go-bi yang demikian besar dan ternama. Tidak, aku tidak akan memusuhi Go-Bi-Pai, aku hanya ingin mengajak Cu-wi sekalian pergi menjumpainya dan hanya perlu untuk mencuci muka kita sekalian agar para penjahat tidak mengira kami takut. Terhadap Wu Wi Thaisu, aku hanya ingin minta penjelasan tentang pertolongan kepada mereka yang kelaparan itu, dan minta ia berjanji agar lain kali apabila ada keperluan, agar suka datang saja disini dan minta secara terus terang daripada mengganggu barang kiriman."
"Baik, aku setuju dengan pikiran itu,"
Kata The Sun mengangguk-angguk.
"Kapan kita akan berangkat?"
"Besok pagi-pagi, dan yang menjadi penunjuk jalan cukup Cong-piauwsu seorang saja. Tak perlu ramai-ramai, banyak orang menarik perhatian saja, seakan-akan kita hendak mengerahkan semua tenaga hanya untuk menghadapi seorang Tosu,"
Kata Yo Kang. Semua Guru silat itu mengangguk setuju.
"Yo-Twako, akupun hendak ikut,"
Tiba-tiba In Hong berkata. Gadis ini sebenarnya tidak tertarik dengan urusan yang dihadapi oleh Yo Kang, akan tetapi ia memang tidak kerasan di rumah itu.
Apalagi kalau Yo Kang pergi, ia takkan betah tinggal disitu. Selain ini, iapun tertarik mendengar bahwa yang melakukan perampasan itu adalah seorang tokoh Go-Bi-Pai, karena bukankah Gurunya ketika ia pergi juga sedang menghadapi tantangan pihak Go-Bi-Pai? Ia ingin sekalian bertemu dengan Wu Wi Thaisu itu, untuk bertanya tentang Gurunya dan tentang pertandingan yang dilakukan oleh Gurunya untuk menghadapi tantangan pihak Go-Bi-Pai. Mendengar gadis itu hendak ikut, Yo Kang berseri wajahnya, akan tetapi lima orang Guru silat itu memandang heran dan nampaknya tidak setuju. Hanya Pouw Cun saja yang tak berobah air mukanya, namun dari balik bulu matanya, ia menatap wajah In Hong dengan tajam.
"Kwee-siocia, perjalanan ini bukan main-main. Kami menghadapi orang yang telah mengganggu pekerjaan kami, siapa tahu akan terjadi pertempuran!"
Kata The Sun.
"The-kauwsu, kalau ada pertempuran, yang bertempur adalah kau dan kawan-kawanmu, itu tugasmu. Aku hanya ingin ikut saja untuk menambah pengalaman,"
Jawab In Hong ramah.
"Akan tetapi perjalanan ini tidak dekat dan melelahkan, dan bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa? Kami bahkan harus melindungimu, Kwee-siocia,"
Kata The Kwan yang juga tidak setuju.
"Belum kalau muncul orang jahat,"
Kata Tan Koay Kok.
"Maafkan siocia, akan tetapi mata orang-orang jahat akan menjadi gelap kalau melihat seorang gadis muda yang ehh... cantik di tengah jalan. Tentu hanya akan menimbulkan keributan belaka."
In Hong tersenyum dan memandang kepada Tan-kauwsu dengan mata berseri. Ia maklum akan maksud kata-kata ini dan tahu pula bahwa kauwsu tua ini bicara dengan sejujurnya, maka ia tidak marah.
"Tan-kauwsu, terima kasih atas pujianmu. Akan tetapi, tentang perjalanan jauh, agaknya tidak mengapa bagiku karena akupun biasa menunggang kuda. Bahkan kudaku masih terpelihara baik-baik di kandang Yo-Twako. Adapun tentang orang-orang kurangajar, ada ngo-wi lo-kauwsu dan Yo-Twako di-sampingku, aku takut apa sih?"
Akhirnya semua kauwsu itu menyerahkan keputusannya kepada Yo Kang dan semua mata memandang kepada pemuda ini.
"Hong-moy, soal kuda, aku mempunyai yang lebih baik daripada kudamu. Memang, dengan adanya ngo-Lo-Suhu bersama kita, kau tak usah khawatir terganggu orang dijalan. Akan tetapi, terus terang saja, perjalanan ini bukan tidak berbahaya. Agaknya akan lebih amanlah hatiku kalau kau tinggal saja di rumah. Urusan ini dikata kecil juga kecil, akan tetapi kalau dianggap besar juga amat besar."
Walaupun mulutnya berkata demikian, namun di dalam hatinya, Yo Kang merasa amat gembira kalau nona yang mencuri hatinya ini ikut serta dalam perjalanan itu. Ia ingin sekali memamerkan keberanian dan kegagahannya kepada In Hong dan inilah kesempatannya.
"Yo-Twako, memang aku tidak ada gunanya dalam menghadapi urusanmu yang besar ini, akan tetapi ingatlah, aku sekalian hendak mendengar-dengar tentang Ibuku, hendak menyelidiki tentang Can Mama. Sekarang ada kesempatan baik sekali, mau tunggu kapan lagi?"
"Baiklah, Hong-moy. Memang kalau tidak ada peristiwa gangguan ini, akupun tentu akan mengantarmu melakukan penyelidikan itu,"
Akhirnya Yo Kang berkata dan demikianlah, mereka semua bersiap-siap untuk melakukan perjalanan itu pada keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali, berangkatlah rombongan terdiri dari delapan orang itu. Mereka adalah Yo Kang, In Hong, Cong-piauwsu, dan kelima Ngo-lokauwsu. Mereka menunggang kuda dan para Guru silat itu merasa lega melihat bahwa In Hong benar-benar tidak kikuk ketika melompat naik ke punggung kuda. Tadinya mereka sudah merasa khawatir kalau-kalau nona itu akan merupakan penghalang dan penghambat perjalanan mereka. Setelah melompat di atas punggung kudanya yang disediakan oleh Yo Kang, In Hong berpaling dan tersenyum memandang mereka. Ia maklum bahwa gerakannya tadi diperhatikan, maka ja tidak memperlihatkan kepandaian, hanya melompat biasa saja seperti orang yang sudah pandai menunggang kuda namun tidak mempunyai ginkang yang luar biasa.
"Mari kita berangkat!"
Yo Kang mengomando. Yang terdepan adalah Cong-piauwsu sebagai penunjuk jalan, kemudian menyusul lima orang kawsu. Yo Kang menjalankan kudanya berendeng dengan In Hong, mengikuti dari belakang. Entah mengapa dia sendiri tidak mengerti, Yo Kang merasa luar biasa gembiranya melakukan perjalanan ini. Jauh sekali bedanya dengan yang biasa ia lakukan, padahal kali ini menghadapi urusan besar yang menjengkelkan. Semua ini tentu saja karena In Hong berada disampingnya! Memang, semenjak pertemuan pertama, hati Yo Kang sudah terampas oleh In Hong dan pemuda ini jatuh hati kepadanya.
"Jangan khawatir, Hong-moy, apapun yang terjadi, dengan adanya aku disampingmu, kau akan selamat. Aku menyediakan nyawa dan raga untuk melindungimu,"
Kata Yo Kang lirih. In Hong berdebar hatinya mendengar kata-kata yang penuh arti ini dan ketika ia memandang, wajahnya menjadi merah. Sinar mata pemuda itu membuka semua rahasia hati dan diam-diam In Hong menghela napas gelisah. Hatinya risau ketika ia membaca rahasia hati pemuda ini. Ia akui bahwa Yo Kang amat baik terhadapnya, akan tetapi ia tidak mengira bahwa sejauh itu perasaan hati pemuda ini terhadapnya. Karena ia maklum bahwa ia tidak mungkin membalas perasaan ini, dan karena ia teringat akan percakapan yang ia dengar antara Ayah bunda pemuda ini tentang dia, maka ia menjadi risau dan kasihan kepada Yo Kang.
"Yo Kang, kau seorang pemuda yang baik, kuharap saja tidak kau lanjutkan perasaanmu terhadapku, aku tidak ingin melihat kau menderita,"
Demikian pikir In Hong sambil mencambuk kudanya untuk menghindari pernyataan Yo Kang tadi.
Betul saja, para penjahat tidak ada yang bernyali begitu besar untuk mengganggu rombongan ini. Mereka kenal baik kepada Yo Kang, apalagi disitu pemuda ini dikawani oleh lima orang kauwsu yang berkepandaian tinggi. Sungguhpun banyak orang yang mengincar kecantikan In Hong dan mengincar pula perhiasan burung Hong dirambutnya, namun siapakah yang begitu berani mati untuk mengganggu gadis yang berada dirombongan orang-orang kuat itu? Apalagi, gagang pedang dipundak In Hong juga merupakan peringatan kepada mereka bahwa gadis yang berada di tengah-tengah rombongan sekuat itu tentulah bukan seorang gadis lemah yang mudah dijadikan mangsa. Beberapa hari kemudian, sampailah mereka di perbatasan propinsi Honan yang sedang terancam bahaya kelaparan.
Sudah terlalu lama musim kering mengganggu daerah ini sehingga bagian yang jauh dari sungai tidak kebagian air dan para petani tidak berdaya. Tanam-tanaman pada mati dan kering dan persediaan bahan makanan sebentar saja habis dan tidak mencukupi. Orang-orang kaya tentu saja dengan mudah dapat membeli dari daerah lain dan menyimpan persediaan yang cukup di dalam gudang mereka, akan tetapi bagaimana dengan kaum tani yang mengandalkan pengisi perut dari tanah sen-diri? Banyak orang yang sudah mati kelaparan, dan banyak pula yang meninggalkan kampung halaman untuk hidup menjadi pengemis di daerah lain, sekadar untuk mengelak daripada terkaman maut yang merajalela di daerah sendiri. Lebih hebat lagi, penyakit bermacam-macam, terutama penyakit panas, berjangkit di daerah ini sehingga penderitaan rakyat kecil makin menghebat.
"Masih jauhkah tempat itu?"
Tanya Yo Kang kepada Cong-piauwsu. Pemuda ini sekarang bersama In Hong mendahului para kauwsu dan menjalankan kuda di dekat Cong-piauwsu.
"Ini memang daerahnya, akan tetapi dusun itu masih kira-kira sepuluh lie dari sini,"
Kata Cong-piauwsu. Berdebar juga hati Yo Kang setelah dekat dengan tempat yang dituju. Para kauwsu juga sudah bersiap-siap, menjaga segala kemungkinan. Ketika mereka memasuki dusun pertama, kuranglebih enam lie dari tempat yang mereka tuju, mereka melihat orang-orang dusun yang kurus kering sedang berkerumun. Jumlah mereka ada tigapuluh orang lebih dan mereka sedang mengelilingi seorang laki-laki tinggi besar yang berpakaian compang-camping akan tetapi bertubuh tegap dan gagah. Laki-laki ini sedang membagi-bagikan beras kepada mereka dan wajah laki-laki yang tampan dan gagah ini nampak berseri.
"Sabar dan tenang, saudara-saudara! Tak perlu berebut dan tak perlu tergesa-gesa. Kalian sudah cukup mengalami penderitaan dengan sabar, masa untuk menanti giliran pembagian saja tak dapat bersabar?"
Melihat hal ini, para kauwsu dan juga Yo Kang menjadi merah mukanya. Mereka berenam, juga Cong-piauwsu mengira bahwa beras itu tentulah beras mereka yang telah dirampas. Melihat barangnya dibagi-bagikan kepada orang banyak seperti itu, tentu saja mereka merasa mendongkol. Adapun laki-laki gagah itu ketika melihat serombongan kauwsu ini, menghentikan pekerjaannya membagi beras, kemndian ia tertawa bergelak. Suaranya dan suara ketawanya keras dan nyaring, sikapnya terbuka sekali.
"Ha, ha, kalau tidak salah mereka inilah pemilik-pemilik gandum yang tempo hari dibagi-bagikan oleh Wu Wi Thaisu yang baik hati. Eh, apakah kalian datang untuk menambah sumbanganmu? Mana kereta-kereta terisi gandum? Kami amat membutuhkan!"
"Sungguh tak tahu malu! Merampas barang orang dan membagi-bagikan kepada orang lain tanpa seijin pemiliknya, sungguh tak tahu malu!"
Kata The Sun marah. Laki-laki gagah itu lalu memberikan tugasnya membagi beras kepada seorang dusun, dan ia sendiri sekali melompat telah berhadapan dengan The Sun dan kawan-kawannya. Laki-laki ini tadi terhalang oleh banyak orang maka In Hong tak dapat melihatnya dengan jelas, sekarang ia dapat melihat seorang laki-laki berusia paling banyak empatpuluh tahun, berpakaian compang camping dan bertubuh tegap. Sikapnya gagah sekali, mukanya tampan dan membayangkan kegagahan yang jarang dimiliki oleh laki-laki lain. Alisnya tebal dan giginya putih bersih serta kuat, wajahnya bersifat jantan dan cara ia bergerak menunjukkan bahwa ilmu silatnya tinggi sekali.
"Jadi kalian merasa penasaran dan datang untuk merampas kembali barang-barangmu? Ha, ha, ha, kalian ini seperti sekumpulan babi yang terlalu gemuk, yang kebingungan karena kehilangan sedikit makanan. He, babi-babi gemuk, ketahuilah bahwa makananmu itu telah menghidupkan banyak sekali orang dusun. Masih penasarankah kau?"
Tentu saja lima orang kauwsu itu marah sekali dimaki babi gemuk. Tan Koay Kok yang wataknya paling keras, segera majukan kudanya dan membentak,
"Kau enak saja membuka mulut. Kau memaki kami babi, kalau begitu kau lah anjing kelaparan yang bermata buta, menyerang siapa saja untuk mendapat tulang kering guna mengisi perutmu yang tiada dasarnya!"
Orang itu tersenyum dan menggeleng kepalanya. Aneh sekali ketika ia tersenyum, In Hong melihat seperti ada bayangan kedukaan besar sekali dibalik senyum itu. Diam-diam ia tertarik sekali kepada orang ini dan memperhatikan.
"Sayang sekali bukan demikian, sahabat. Aku juga seorang yang kebetulan lewat di daerah sengsara ini. Melihat orang-orang kelaparan, aku lalu mencari beras untuk menolong mereka."
"Tentu beras kami yang kau bagi-bagikan. Kau tentu kaki tangan dari Wu Wi Thaisu!"
Laki-laki itu menggeleng kepalanya.
"Sungguhpun aku kagum kepada Wu Wi Thaisu, aku belum ada kehormatan bertemu dengan dia yang kini sedang sibuk mengobati orang-orang sakit di bagian lain, mempergunakan obat dari kereta-keretamu itu. Beras ini kudapatkan dari orang-orang hartawan yang mau tidak mau menyumbangkan persediaannya."
"Dimana Wu Wi Thaisu? Kami hendak bertemu dengan dia!"
Kata The Kwan.
"Kalian hendak menagih utang? Tak perlu mencari Wu Wi Thaisu, kalau kalian datang bukan untuk membawa gandum guna menolong orang-orang banyak, lebih baik kalian pulang saja, jangan mengganggu pemandangan mata disini."
"Jahanam busuk, kau kurangajar sekali. Tidak tahukah dengan siapa kau berhadapan?"
Membentak Tan Koay Kok sambil majukan kudanya. Laki-laki itu tadinya sudah hendak kembali ke tempat orang banyak, mendengar bentakan ini ia membalikkan tubuhnya lagi dan matanya menyapu rombongan itu. Ia hanya memandang sekilas saja kepada In Hong dan agaknya menganggap tidak ada gunanya memandang gadis itu.
"Dengan siapa? Tadinya kusangka akan berhadapan dengan orang Bu-tong-pay yang berjiwa gagah, tidak tahunya hanya sekumpulan babi gemuk yang banyak lagak. Kalian mencari Wu Wi Thaisu mau apa? Kalau hendak mencari ribut, cukup dengan aku saja. Biar aku mewakili Wu Wi Thaisu menghajar kalian!"
Sebelum Tan Koay Kok turun tangan, Yo Kang sudah mendahuluinya. Pemuda ini melompat turun dan menjura kepada orang gagah itu.
"Maafkan kami, saudara yang gagah. Sesungguhnya kami merasa kagum melihat kau menolong orang-orang ini, akan tetapi sikapmu benar-benar terlalu kasar."
"Siapa kau?"
Laki-laki itu membentak.
"Siauwte yang bodoh bernama Yo Kang, dan sesungguhnya siauwte pemilik barang-barang dalam kereta yang dirampas oleh Wu Wi Thaisu."
"Jadi kau yang berjuluk Bu-Tong Sin-To, anak murid Bu-tong-pay itu? Hm, seharusnya kau dapat menahan lidah orang-orangmu."
"Maaf, dengan siapakah kami berhadapan? Saudara tentu seorang tokoh kangouw, dari golongan manakah gerangan?"
Tanya Yo Kang dan diam-diam In Hong memuji pemuda ini yang sikapnya jauh lebih baik daripada Guru-Guru silat tua itu.
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku? Ha, ha, aku akulah Bu Jin Ai, tidak ternama sama sekali. Yo Kang, kau mau apakah datang ke tempat ini?"
In Hong merasa geli dan juga terharu mendengar orang itu menyebutkan namanya. Mana ada orang yang bernama Bu Jin Ai (Tidak ada orang yang menyinta)? Tentu orang itu memakai nama palsu, pikirnya. Dan pikiran ini membuat ia diam-diam tersenyum. Cara orang itu memilih nama baik sekali! Yo Kang juga bukan orang bodoh, dan ia tahu bahwa orang itu sengaja menyembunyikan nama aselinya.
"Aku hendak bertemu dengan Wu Wi Thaisu minta penjelasan. Tentang sumbangan, yah, kalau dipikir-pikir sesungguhnya ada banyak perbedaan antara minta sumbangan, pinjam, atau merampas! Yang paling akhir ini, biarpun di kalangan kangouw bisa disebut tidak pantas!"
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo