Bayangan Bidadari 5
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
Yo Kang mulai bicara dengan nada gemas, karena tadi ia mendengar orang ini memuji-muji Wu Wi Thaisu dan mengejek pihaknya. Dihadapan Wu Wi Thaisu, mungkin pemuda ini tidak berani bicara kasar, akan tetapi sikap orang ini yang amat berat sebelah benar-benar memanaskan perutnya dan membuat darah mudanya menjadi panas.
"Benar sekali kata-katamu, anak muda. Memang sebagai seorang murid Bu-tong-pay, kau patut mengerti akan hal itu. Akan tetapi kau masih muda dan masih hijau sehingga kau tidak dapat mengerti atau menduga bahwa Wu Wi Thaisu bukanlah orang yang merampas begitu saja. Aku berani bertaruh bahwa dia tentu lebih dulu minta atau minta tolong, baru merampas melihat orang-orangmu menolak permintaannya. Bukankah benar begitu?"
Cong-piauwsu mendengar ini, berobah airmukanya. Memang harus ia akui bahwa sebelum merampas, Wu Wi Thaisu telah berkali-kali minta tolong dan minta pinjam tujuh kereta terisi bahan makanan dan obat-obatan itu.
"Yo-kongcu, marilah kita melanjutkan perjalanan dan mencari Wu Wi Thaisu. Perlu apa mesti bercekcokan dengan orang luar?"
Katanya.
"Benar!"
Kata Tan Koay Kok yang gemas sekali melihat orang yang mengaku bernama Bu Jin Ai ini.
"Perlu apa melayani segala jembel dan anjing kelaparan?"
Yo Kang menjura kepada Bu Jin Ai tanpa bicara lagi, lalu sekali melompat, dari tempat berdirinya ia telah berada di punggung kudanya, tanpa binatang itu nampak terkejut. Dengan gerakan ini, Yo Kang memperlihatkan ilmu ginkang-nya dan kemahirannya naik kuda. Akan tetapi Bu Jin Ai menghadang di tengah jalan.
"Kalau kalian hendak mencari Wu Wi Thaisu, boleh asal membawa lagi tujuh kereta gandum. Kalau tidak, jangan harap akan dapat melanjutkan perjalanan mengotori daerah yang sudah cukup sengsara ini!"
"Bedebah kotor, kau mau apakah?"
Tan Koay Kok majukan kudanya.
"Apakah matamu buta, tidak tahu bahwa kami berlima yang mengawani Yo-kongcu adalah Ngo-losu dari See-Ciu yang tidak boleh dibuat main-main? Minggirlah, kalau tidak jangan katakan bahwa aku Liong-pian (Pian naga) Tan Koay Kok adalah orang yang suka menghina si lemah!"
Bu Jin Ai tertawa bergelak sehingga kuda yang ditunggangi oleh Tan Koay Kok menjadi kaget dan menggerak-gerakkan kepalanya.
"Ha, ha, ha, badut lucu! Kau sudah berani membuka mulut, maka kau harus didenda. Kau tidak membawa apa-apa, akan tetapi kudamu amat gemuk. Penduduk disini hanya menerima pembagian beras, sekarang kau mengantarkan kuda gemuk, banyak terima kasih!"
Tan Koay Kok marah sekali dan ia sudah mengeluarkan pian baja yang lemas dan panjang, dengan senjata mana ia menyabet dengan hebatnya ke arah kepala Bu Jin Ai. Tenaga dari Tan Koay Kok amat besar, maka sabetannya ini mengeluarkan angin dan kalau kepala orang itu terkena hantaman pian baja itu, tentu akan hancur berantakan. Akan tetapi apa yang terjadi? Dengan tangan kosong, orang itu menerima serangan pian dengan mengibaskan tangannya. Dari samping, telapak tangan orang itu menghantam ujung pian sehingga senjata ini menjadi membalik dan menghantam kepala kuda yang ditunggangi oleh Tan Koay Kok sendiri.
Terdengar suara keras dan kepala kuda itu pecah terpukul oleh pian, dan binatang itu roboh terguling! Tan Koay Kok tentu akan ikut roboh pula kalau ia tidak cepat-cepat melompat ke samping, mukanya pucat sekali karena ketika pian tadi tersampok, ia tidak dapat menahan senjataya sehingga memukul kepala kudanya dengan amat keras! Dari sini saja ia sudah tahu bahwa lweekang dari orang aneh ini benar-benar hebat dan jauh lebih tinggi daripada tenaganya sendiri. Bu Jin Ai tertawa senang. Dengan mudahnya, ia memegang empat kaki-kuda. Kaki depan dipegang dengan tangan kiri sedangkan kaki belakang dengan tangan kanan. Ia mengangkat bangkai kuda itu dengan ringan, melontarkannya ke tengah dusun didekat orang-orang dusun yang berkumpul menonton per-tempuran sambil berkata,
"Nah, kalian boleh membagi-bagi daging kuda gemuk ini!"
Orang-orang dusun itu menjadi gembira sekali dan sebentar saja kuda itu sudah dikuliti orang dan dagingnya dibagi-bagi.
"Kau benar-benar kurangajar!"
The Sun membentak keras sambil mencabut pedangnya. Ilmu pedang dari The Sun amat lihay dan biarpun di atas kuda, ketika kudanya maju dan pedangnya berkelebat, sinar yang terang menuju ke arah tenggorokan Bu Jin Ai. Pedang itu telah ditusukkan dan dengan gerak tipu Liong-teng-thi-cu (Ambil mutiara dikepala naga), serangan itu amat berbahaya.
"Kau juga iri dan hendak mendermakan kudamu? Kam-sia (terima kasih), kam-sia...!,"
Kata Bu Jin Ai. Secepat kilat ia merendahkan tubuhnya sehingga ujung pedang lewat di atas kepalanya, kedua tangannya menangkap kaki depan kuda yang ditunggangi oleh The Sun dan menariknya ke atas. Tentu saja tubuh kuda itu menjadi berdiri dan The Sun tentu akan terlempar ke belakang kalau saja ia tidak mem-pergunakan kedua kakinya menjepit perut kuda dan mengerahkan tenaga lweekang pada kedua kaki. Ia tidak tinggal diam dan dari samping pedangnya menyambar ke depan untuk menyerang orang yang memegang kaki depan kudanya.
Akan tetapi Bu Jin Ai sambil tertawa menggerakkan kaki kanan menendang ke bawah perut kuda, mengenai dada kuda. Tiba-tiba orang melihat tubuh The Sun terpental tinggi di udara dan baiknya orang ini cepat mengatur keseimbangan tubuhnya sehingga ia dapat jatuh di atas tanah dalam keadaan berdiri. Mukanya juga pucat dan peluhnya membasahi muka. Tendangan Bu Jin Ai pada perut kuda tadi sekaligus melum-puhkan kedua kaki The Sun, karena tenaga lweekang yang disalurkan dari kaki ke perut kuda bukan main hebatnya. Ada pun kuda itu yang terluka isi perutnya, tewas pada saat itu juga. Seperti tadi, kuda itupun dilempar oleh Bu Jin Ai ke arah orang-orang dusun yang cepat menerima dan mengulitinya! Melihat ini, The Kwan dan Lay Kiat menjadi marah. Mereka melompat turun dari kuda dan masing-masing mencabut senjata.
The Kwan memegang pedang dan Lay Kiat memegang golok dan tanpa banyak cakap mereka menyerbu, menyerang Bu Jin Ai dengan hebat. Adapun In Hong ketika melihat dua kali gerakan Bu Jin Ai ketika merampas kuda tadi, dapat menduga bahwa kepandaian orang ini benar-benar tinggi dan agaknya kedudukan kakinya seperti ahli silat Siauw-Lim-Si. Ia pernah mendengar penuturan yang jelas dari Hek Moli, bahwa seorang murid Siauw-Lim-Si kalau belum tinggi kepandaiannya, dilarang keras meninggalkan perguruan. Dan Gurunya memuji-muji Siauw-Lim-Si sehingga Hek Moli sendiri yang sudah berani mengacau Go-Bi-Pai dan Kun-Lun-Pai, masih belum berani mencoba-coba untuk menguji kepandaian tokoh-tokoh Siauw-Lim-pay yang jarang mau mencampuri dunia ramai itu. Menghadapi serangan The Kwan dan Lay Kiat, Bu Jin Ai tertawa bergelak dan berkata dengan suaranya yang nyaring,
"Yo Kang, kau lihat, orang-orangmu begini tidak punya guna, bagaimana orang-orang macam ini akan kau hadapkan dengan Wu Wi Thaisu? Ha, ha, ha!"
Tubuhnya berkelebat kesana sini dan biarpun golok dan pedang itu menyambar-nyambarnya, tak pernah dapat mendekatinya. Tiba-tiba terdengar suara keras dan tahu-tahu pedang dan golok itu saling beradu, lalu terpental dan melayang ke kanan-kiri. Lay Kiat dan Thio Kwan melompat mundur dengan muka berobah merah.
Tadi, ketika mereka menyerang berbareng, entah bagaimana, pergelangan tangan mereka tertangkap oleh Bu Jin Ai dan sekali menggerakkan tangan yang memegang pergelangan tangan kedua lawannya, Bu Jin Ai sudah memaksa mereka mengadu senjata sendiri, sedemikian kerasnya sehingga mereka tidak dapat menguasai tangan dan senjata mereka terlepas. Sebelum lawan merobohkan mereka, kedua orang yang tahu diri ini melompat ke belakang. Bu Jin Ai tertawa-tawa dan ia melompat sambil menggerakkan kaki tangannya. Kuda tunggangan Lay Kiat kena dipukul kepalanya dan pecahlah kepala itu, sedangkan kuda tunggangan The Kwan tertendang dadanya, sehingga bunyi tulang-tulang patah dan kuda inipun roboh binasa. Bu Jin Ai dengan enaknya menyeret tubuh dua ekor kuda itu dan melemparkannya kepada orang-orang dusun yang kini kebanjiran daging sehingga berlebih-lebihan!
"Indah sekali gerakan Lauw-siang-goat (Mencari sepasang bulan) itu!"
Terdengar orang memuji dan baru saja pujian ini habis, tubuh Pouw Cun yang tadinya masih nongkrong di atas kudanya, tahu-tahu telah berada di depan Bu Jin Ai! Bu Jin Ai tercengang mendengar orang mengenal gerak tipunya ketika menghadapi dua lawannya tadi, maka ia memandang tajam. Juga In Hong diam-diam kagum, ternyata dugaannya tidak keliru. Baru melihat pertama kalinya saja ia tahu bahwa Guru silat yang pendiam dan matanya seperti selalu mengantuk ini ternyata berpandaian paling tinggi di antara kawan-kawannya. Dia sendiri yang tidak mengenal ilmu silat Siauw-Lim-pay secara mendalam, tidak dapat mengenal gerak tipu yang dipergunakan oleh Bu Jin Ai tadi, sungguhpun ia dapat melihatnya dengan jelas sekali.
"Ha, Yo Kang bocah Bu-tong-pay, ternyata ada juga pengiringmu yang mempunyai mata tajam!"
Kata Bu Jin Ai sambil memperhatikan Guru silat yang datang dan tidak membawa senjata ini.
"Bu Jin Ai sicu benar-benar hebat kepandaiannya. Aku si tua lemah Pouw Cun yang melihat kelihayanmu, melupakan kebodohan sendiri dan hendak mencoba-coba. Biarlah kudaku kudermakan kepada orang-orang dusun yang tidak kenal kenyang itu,"
Katanya. Sambil berkata demikian, Pouw Cu tiba-tiba membungkuk, memegang atau lebih tepat menyangga perut kudanya dan sekali ia berseru, kuda itu terlempar ke atas dan jatuh tepat di atas pohon yang banyak cabangnya sehingga kuda itu tertahan disitu, meronta-ronta dan meringkik-ringkik ketakutan, akan tetapi tentu saja tidak berani melompat turun, apalagi memang ia tergantung sedemikian rupa sehingga keempat kakinya nyeplos di antara cabang-cabang!
"Orang-orang dusun boleh naik dan menurunkan kuda itu kalau aku sudah kalah olehmu, sicu,"
Katanya kepada Bu Jin Ai. Menyaksikan demonstrasi tenaga lweekang yang hebat ini semua orang dusun meleletkan lidahnya. Diam-diam Yo Kang juga memuji karena ia tidak pernah mengira bahwa Guru silat pembantunya yang terkenal pendiam tidak banyak omong ini ternyata lihay sekali, sungguhpun demonstrasi itu tidak meng-herankannya.
"Aha, Pouw-loenghiong benar-benar kuat sekali!"
Kata Bu Jin Ai.
"Mana bisa siauwte melawannya?"
Akan tetapi biarpun mulutnya bicara demikian, namun tangan kakinya segera bergerak dan ia memasang kuda-kuda yang disebut Kwan-kong menarik busur. Inilah kuda-kuda seorang ahli lweekeh untuk menghadapi lawan yang memiliki tenaga lweekang yang tinggi pula. Pouw Cun tersenyum.
"Jangan sungkan-sungkan, sicu. Majulah!"
Baru saja kata-katanya habis, tubuhnya sudah berkelebat maju dan ternyata ginkangnya hebat juga. Dalam jurus pertama saja, Pouw Cun telah menyerang dengan dua gerakan sekaligus! Serangan pertama merupakan totokan dengan jari tangan kanan ke arah leher, disusul oleh tusukan jari-jari kiri ke lambung dan kaki kanannya terbang menyusul menendang lutut lawan!
"Bagus, kiranya lo-enghiong dari Hoa-san-pay!"
Kata Bu Jin Ai dan cepat pula ia mengelak dari tendangan dengan menggeser kaki, miringkan kepala untuk mengelak dari totokan ke arah leher sedangkan tusukan kelambung dapat di-tangkisnya. Dua lengan beradu dan Pouw Cun merasa lengannya sakit dan terpental mundur, sedangkan Bu Jin Ai seperti tidak merasa sesuatu! Pouw Cun penasaran sekali dan mendesak terus, akan tetapi Bu Jin Ai memperlihatkan kegesitan serta tenaga lweekangnya yang memang masih menang tinggi. Tiap kali ia menangkis pukulan, Pouw Cun merasa lengannya sakit dan sebentar saja kedua lengannya telah merah-merah kulitnya! Setelah membela diri selama dua puluh jurus, tiba-tiba terdengar Bu Jin Ai berseru,
"Maafkan, lo-enghiong, siauwte berlaku kasar!"
Pada saat itu, Pouw Cun mempergunakan gerak tipu Hoa-san soat-piauw (Salju melayang di Hoa-san), kedua tangannya bergantian memukul ke depan dengan gencarnya. Tiba-tiba kedua tangannya tertahan dan tahu-tahu kedua telapak tangannya telah menempel pada kedua telapak tangan lawannya! Pouw Cun hendak menarik tangannya, akan tetapi ada tenaga dari telapak tangan Bu Jin Ai yang menyedot tangannya sehingga tangan itu menempel tak dapat dipisahkan lagi. Pouw Cun tahu bahwa lawannya hendak mengadu lweekang, maka ia mengerahkan seluruh tenaga dan ambekan, mengempos semangatnya dan kedua lengannya sampai mengeluarkan suara berkeretakan ketika ia mendorong dengan sekuat tenaga untuk merobohkan lawannya.
Namun, tubuh Bu Jin Ai seperti batu karang kokohnya. Bahkan orang ini masih bisa mengeluarkan suara ketawa, tanda bahwa adu tenaga ini tidak memerlukan seluruh tenaganya! Kemudian, setelah tenaga Pouw Cun dikeluarkan seluruhnya, dengan mendadak Bu Jin Ai melompat ke samping sambil menarik tangannya. Tak dapat dicegah lagi, terdorong oleh tenaganya sendiri, Pouw Cun terhuyung ke depan dan akhirnya ia terjungkal ke depan. Baiknya sebelum hidungnya mencium batu yang tentu akan membocorkan hidungnya Bu Jin Ai mengaitkan kakinya dan sekali sontek tubuh Pouw Cun tidak jadi roboh, melainkan berjumpalitan ke atas dan kauwsu ini dapat berdiri kembali. Mukanya sebentar merah sebentar pucat, akhirnya ia menghela napas dan berkata,
"Sudahlah, aku orang she Pouw tiada gunanya, perlu belajar sepuluh tahun lagi untuk dapat mengimbangimu. Ambillah kuda itu, aku mengaku kalah."
Bu Jin Ai lalu menghampiri pohon dimana kuda itu masih tertahan. Sekali ia mengayun tangannya, terdengar suara keras dan pohon itu terkena dorongannya lalu tumbang bagaikan didorong oleh gajah. Kuda itu tentu saja ikut jatuh, akan tetapi Bu Jin Ai menyambar kakinya dan sebelum tubuh kuda itu terbanting, ia telah mengayun tubuh itu ke atas sehingga luput daripada kematian. Sambil menuntun kuda yang gemetaran itu, Bu Jin Ai menghadapi Pouw Cun dan berkata dengan wajah sungguh-sungguh,
"Pouw-loenghiong, siauwte sungguh kagum kepadamu dan dengan rela hati siauwte mengembalikan kuda ini. Harap lo-enghiong sudi memberi maaf kepada siawtee yang berlaku kurangajar tadi."
In Hong makin kagum kepada orang itu yang ternyata bukanlah seorang kasar. Ternyata bahwa sekarang orang ini demikian sopan santun dan merendah. Ia benar-benar kagum dan menduga bahwa orang ini bukanlah seorang pendekar biasa. Makin ingin ia berkenalan dengan pendekar aneh ini. Akan tetapi, ternyata bahwa biarpun pendiam, Pouw Cun adalah seorang yang berhati keras dan angkuh. Sekali ia berjanji, sampai mati ia tidak mau menarik kembali janjinya. Ia tersenyum pait, lalu menuntun kuda itu tanpa berkata sesuatu apa. Akan tetapi ia menuntun kuda itu kedekat orang-orang dusun, lalu tiba-tiba ia menghantam kepala kudanya sehingga pecah.
"Saudara-saudara yang amat membutuhkan daging ini, ambillah. Aku sudah berjanji untuk mendermakan milik yang tidak berharga ini!"
Kemudian ia melompat kembali ke tempat kawan-kawannya. Bu Jin Ai menarik napas panjang, lalu memandang kepada Yo Kang dan matanya mengharapkan agar pemuda ini tahu diri dan suka kembali, pergi dari situ.
(Lanjut ke Jilid 05)
Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 05
"Seorang gagah berani berbuat berani bertanggung jawab dan tidak akan menyesali perbuatannya itu!"
Tiba-tiba terdengar suara yang lemah lembut dan merdu, oleh orang-orang lain terdengar perlahan saja akan tetapi pada telinga Bu Jin Ai amat menusuk dan keras sekali seperti bunyi guntur!
"Air yang bersumber dari Sungai Huang-ho, mengalir kemanapun juga masih tetap hebat, dan kiranya Siauw-Lim-Si boleh diumpamakan Sungai Huang-ho yang besar dan megah!"
Ucapan ini keluar dari mulut In Hong. Yo Kang dan lima orang kauwsu, juga Cong-piauwsu memandang kepada In Hong dengan terheran-heran, sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh gadis ini dan mengira bahwa In Hong telah lancang begitu saja, bersikap seakan-akan mengerti urusan kangouw. Akan tetapi, Bu Jin Ai tiba-tiba memandang dengan mata memancarkan cahaya aneh dan kagum, juga tercengang sekali. Ia melangkah maju menghadapi kuda In Hong, lalu matanya terbelalak dan mulutnya teranganga. Kedua tangannya bergerak menggosok-gosok matanya seakan-akan ia tidak percaya akan pandangan matanya sendiri, kemudian ia menggeleng-geleng kepala, lakunya seperti orang gendeng.
"Aku mengimpi...,"
Bisiknya perlahan. Kemudian ia dapat menguasai perasaannya, menjura kepada In Hong dan berkata,
"Aku Bu Jin Ai benar-benar telah buta mataku. Nona cilik benar-benar bermata awas. Kau membawa pedang yang gagangnya demkian indah, terang pedang pusaka dan siapa yang berani membawa pedang pusaka, tentu lihay kiam-hoatnya. Nona cilik turunlah dari kudamu dan cabutlah pedangmu. Aku si bodoh yang bermata buta mohon pengajaran dari murid orang pandai."
In Hong merengut. Ia tak senang berkali-kali disebut "Nona cilik."
"Kau bicara sepertiKakek-kakek bongkok dan pikun!"
Bentaknya.
"Usiaku sudah sembilanbelas tahun, kau masih mau membadut mengatakan aku nona cilik?"
Ia tetap di atas kudanya dan tidak mencabut pedangnya. Bu Jin Ai memandang dan ia tersenyum, matanya berseri-seri, kelihatannya gembira sekali.
"Maaf, kiranya kau seorang cian-kim-siocia yang cantik dan gagah. Maafkan aku, dan sekarang, setelah kau mengeluarkan ucapan, apakah kau juga hendak mendermakan kudamu?"
"Biarpun orang Siauw-Lim-pay, akan mengerti juga bahwa seorang gagah mempunyai rasa setia kawan. Kalau lima orang lo-kauwsu sudah mengorbankan kuda mereka, mengapa aku tidak? Sebaliknya, merampas kuda tunggangan seorang yang melakukan perjalanan jauh, hanya untuk memenuhi selera orang-orang yang sedang kelaparan, benar-benar tak dapat dikatakan menyenangkan hati."
Mendengar ini, Bu Jin Ai menoleh kepada orang-orang dusun yang telah mendapat daging kuda sebanyak itu, lalu berkata,
"Hee! Kau dengar kata-kata nona gagah ini? Jangan habiskan daging-daging itu sekadar memenuhi selera kalian, akan tetapi keringkanlah agar dapat dipergunakan di hari-hari berikutnya. Jangan berpesta pora hari ini untuk kelaparan besok harinya!"
Kemudian ia menghadapi In Hong sambil berkata,
"Nona, setelah kau tiba disini dan mengeluarkan kata-kata, tak dapat tidak kita berdua harus main-main sebentar!"
"Kau turunkan aku dari kuda kalau kau dapat, dan kau boleh ambil kuda ini kalau kau bisa!"
In Hong menantang tanpa turun dari kudanya, juga tidak mencabut pedangnya. Sikapnya biasa dan anehnya wajahnya berseri-seri memandang kepada Bu Jin Ai, seakan-akan ia tengah bersenda gurau dengan orang gagah yang aneh itu.
"Begitukah? Kau anak nakal, kau kira aku tidak bisa melakukan itu? Awas, bersiaplah kau! Jawab Bu Jin Ai dengan sepasang mata bersinar-sinar dan mulut tersenyum. Dengan langkah tenang ia lalu menghampiri In Hong yang masih duduk di atas punggung kudanya. Akan tetapi, sebelum Bu Jin Ai turun tangan, tiba-tiba Yo Kang melompat turun dari kudanya dengan golok di tangan. Ia cepat melompat di depan In Hong dan menghadang orang aneh itu, melindungi In Hong.
"Harap kau jangan mengganggu Adik misanku! Hong-moy, jangan kau main-main dengan dia yang lihay dan berbahaya!"
Bu Jin Ai memandang tajam kepada Yo Kang,
"Aku dan nona itu mau main-main sebentar, mengapa kau turut campur? Kau mau apakah?"
Yo Kang sudah maklum akan kelihayan orang aneh ini, maka ia tidak berani herlaku kasar. Sambil berdiri tegak di depan kuda In Hong, dan goloknya dilintangkan di depan dada, ia menjawab,
"Si kuat mengganggu si lemah, itulah bukan perbuatan seorang hohan (orang gagah). Kalau Adik misanku telah mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan hatimu, biarlah aku Yo Kang yang menebus dosanya. Kau telah mengalahkan lima orang pembantuku dan merampas kuda mereka, biarlah kau sekarang memberi pelajaran padaku dan kalau perlu, jangan hanya kuda, biar nyawaku aku sediakan untuk membela nama dan membela Adik misanku ini."
Ucapan Yo Kang ini memang gagah dan In Hong diam-diam merasa terharu. Tak disangkanya bahwa pemuda yang terlahir dikeluarga kaya itu, ternyata memiliki kegagahan yang lebih berharga daripada seluruh hartaKakek Yo Tang! Dan yang membuat ia terharu adalah cinta kasih pemuda ini terhadapnya yang kini telah dibuktikan dengan perlindungannya yang dimodali nyawa, sungguhpun Yo Kang tahu bahwa kepandaian orang aneh itu tinggi sekali. Bu Jin Ai tertawa bergelak, lalu berkata,
"Cinta membikin orang buta dan gila, akan tetapi tanpa cinta kasih, hiduppun tidak berguna! Anak muda, kau mau memamerkan ilmu golokmu? Marilah!"
Sambil berkata demikian, orang aneh ini lalu menyerang, menerjang maju dengan tangan kanan mencengkeram kepada Yo Tang dan tangan kiri menyambar ke arah gagang golok untuk merampasnya. Yo Kang sudah bersiap-siap, maka melihat datangnya serangan hebat ini, ia cepat melompat ke kiri dan membabat dengan goloknya ke arah lengan kiri, kemudian bebatan itu diteruskan dengan tusukan ke arah lambung lawannya.
"Bagus!"
Bu Jin Ai berseru keras sekali sehingga kuda yang ditunggangi In Hong menjadi terkejut dan gelisah. Terpaksa In Hong menarik kendali kudanya dan membuat binatang itu melangkah mundur, menjauhi tempat pertempuran sampai kira-kira dua tombak dan dari situ ia menonton pertempuran itu dengan penuh perhatian.
Ilmu golok dari Yo Kang adalah ilmugolok dari Bu-tong-pay aseli. Lima orang Guru silat itu biarpun telah mempelajari ilmu silat bermacam-macam dan sudah pula mempunyai pengalaman bertempur, namun dibandingkan dengan Yo Kang, masih kalah. Hal ini adalah karena biarpun Yo Kang hanya mempelajari satu macam ilmu silat, namun yang ia pelajari adalah ilmu silat aseli dari perguruan yang besar, sehingga ia dapat memetik sarinya dan ilmugoloknya benar-benar tidak boleh dipandang rendah. Goloknya berkelebat-kelebat bagaikan seekor naga mengamuk dan mata golok itu tergetar selalu sehingga kalau dipandang seperti lebih dari satu golok yang dipegangnya. Menghadapi ilmugolok aseli dari Bu-tong-pay yang dimainkan dengan hebatnya oleh Yo Kang, orang aneh itu nampak terdesak. Namun anehnya, Bu Jin Ai tidak mau mencabut pedangnya dan hanya menghadapi golok itu dengan kedua tangan kosong.
Memang ia amat gesit, namun golok ditangan Yo Kang tentu saja lebih cepat gerakannya daripada gerakan orang mengelak sehingga golok itu terus menyambar-nyambar mengancam lawan. Yang mengagumkan sekali, kadang-kadang kalau ia sudah kehabisan waktu untuk mengelak, Bu Jin Ai dengan berani sekali mengibaskan tangan dan jari-jari tangannya menyentil golok itu sehingga terpental dan tidak jadi melukainya! In Hong kagum sekali dan ia maklum bahwa Yo Kang takkan dapat memperoleh kemenangan, bahkan orang aneh itu sudah berlaku terlalu mengalah kepadanya. Kalau orang aneh itu mau mengeluarkan senjatanya, sudah dapat diduga bahwa dalam beberapa jurus saja Yo Kang akan roboh. Kalau dilihat-lihat, orang aneh itu seakan-akan hanya menguji sampai dimana kehebatan ilmu golok Yo Kang yang memang cukup baik dan patut dipuji.
Akan tetapi, tidak demikian pendapat Yo Kang. Pemuda ini merasa penasaran dan marah sekali melihat lawannya hanya menghadapi dengan tangan kosong. Inilah penghinaan hebat baginya. Belum pernah selama hidupnya goloknya yang membuat namanya amat terkenal dengan sebutan Bu-Tong Sin-To (Golok sakti dari Bu-tong-pay) itu dihadapi orang dalam pertempuran dengan tangan kosong belaka! Apalagi ia selalu berada dipihak yang mendesak, hatinya menjadi besar dan timbul nafsunya untuk mengalahkan atau merobohkan orang aneh ini, sungguhpun ia tidak mempunyai niat dihati untuk membunuhnya. Maka setelah tigapuluh jurus lewat belum juga ia dapat melukai Bu Jin Ai, ia menjadi penasaran sekali dan memutar goloknya lebih cepat lagi. Bu Jin Ai agaknya sudah merasa puas. Melihat gerakan pemuda itu makin mengganas, ia tertawa bergelak dan berkata,
"Yo-kongcu, kau betul-betul tidak mengecewakan telah mempelajari ilmu golok dari Bu-tong-pay. Untuk kepandaianmu yang kau pelajari amat baiknya ini, biarlah aku mengalah dan tidak jadi mengambil kudamu!"
Sambil berkata demikian, Bu Jin Ai melompat ke belakang menjauhi Yo Kang. Kata-katanya ini jelas menyatakan bahwa ia tidak ingin melanjutkan pertempurannya dengan Yo Kang. Akan tetapi Yo Kang merasa penasaran dan gemas sekali. Tidak saja ia belum dapat merobohkan lawannya, bahkan kata-kata lawannya itu terang sekali menyatakan bahwa lawan tadi merasa diri jauh lebih unggul dan sengaja mengalah! Darah mudanya tidak membiarkan ia sudah begitu saja sebelum ada keputusan siapa kalah siapa menang, maka ia menubruk maju dan menyerang lagi dengan hebatnya.
"Aku masih belum kalah!"
Katanya penasaran. Marahlah Bu Jin Ai.
"Anak muda kepala batu! Jadi kau ingin sekali roboh olehku? Mudah saja, bocah. Awaslah pedangku!"
Tanpa dapat terlihat oleh Yo Kang saking cepatnya gerakan tangan Bu Jin Ai, tahu-tahu tangan kanan orang aneh itu telah memegang pedang yang tajam dan terdengar suara,
"Traang!"
Yang nyaring sekali ketika golok Yo Kang beradu dengan pedang. Yo Kang merasa telapak tangannya tergetar hebat dan hampir saja goloknya terlepas dari pegangan. Akan tetapi dasar ia masih muda dan berdarah panas, ia tidak mau mundur dan bagaikan seekor harimau muda ia menubruk lagi sambil menyerang dengan goloknya. Bu Jin Ai menangkis lagi dan kali ini setelah menangkis, pedangnya itu langsung meluncur ke depan, ke arah muka Yo Kang! Yo Kang yang kena ditangkis goloknya sehingga mental ke bawah, berlaku nekad. Ia membiarkan pedang lawan melayang kemukanya dan sebagai pembalasan, ia juga menggerakkan goloknya dari bawah menyabet pinggang lawannya! Gerakan ini cepat dan hebat sekali sehingga kalau pedang itu mengenai muka Yo Kang, agaknya goloknyapun akan berhasil membabat pinggang Bu Jin Ai.
"Celaka..."
In Hong mengeluh dalam hatinya. Ia tidak mengira bahwa Yo Kang begitu bodoh dan nekad sehingga dalam pertempuran yang tidak berdasarkan permusuhan itu ia mau mengadu jiwa. Ia tidak kenal siapa adanya Bu Jin Ai itu, yang baru dilihatnya sekarang, biarpun ia tertarik dan suka melihat sikap orang gagah ini, namun orang itu bukan apa-apa baginya. Sebaliknya, Yo Kang adalah Kakak-misannya, maka betapapun juga, ia harus membantu Yo Kang, melepaskan pemuda itu dari ancaman maut yang agaknya sudah tak dapat dielakan lagi. Sinar hitam meluncur dari tangan gadis ini tanpa ada orang yang melihatnya. Para kauwsu sedang asik menonton pertempuran, maka siapakah yang memperhatikan gadis di atas kudanya itu?
Ketika sinar hitam yang meluncur dari tangan In Hong itu tiba di tempat pertempuran, dua orang yang sedang bertempur berseru kaget. Bu Jin Ai kaget sekali ketika tiba-tiba pedangnya terpental seakan-akan terbentur oleh sesuatu. Sekelebatan ia melihat sinar hitam yang aneh sekali namun amat kuatnya. Sedangkan Yo Kang kaget bukan main karena tiba-tiba Bu Jin Ai mengangkat kaki menendang goloknya sehingga golok itu terpental dan terlepas dari pegangannya! Yo Kang tidak berdaya lagi dan Bu Jin Ai amat marah melihat ada sinar hitam membentur pedangnya tadi. Ia tahu bahwa ada orang membantu Yo Kang, orang yang pandai sekali. Hal ini mendatangkan penasaran dan marah besar, maka setelah ia berhasil menendang golok Yo Kang sehingga terlepas, ia lalu menggerakkan pedang ke arah telinga pemuda itu untuk memotong telinga sebelah kanan!
Bukan main marah dan ngerinya hati In Hong melihat gerakan ini. Ia tahu bahwa kalau ia tidak turun tangan, Yo Kang tentu akan kehilangan telinga kanannya. Maka, seperti tadi pula, ia mengayun tangan dan sinar hitam menyambar. Kini bukan hanya satu, melainkan tiga sekaligus! Sebetulnya, Bu Jin Ai tidak begitu keji untuk membuntungi telinga pemuda tampan itu. Ia sengaja melakukan hal ini untuk memancing keluar orang yang membantu Yo Kang. Kalau melihat Yo Kang terancam bahaya, tentu orang itu akan turun tangan lagi. Pancingannya berhasil, karena kini tiga sinar hitam menyerangnya, satu ke arah pergelangan tangan yang memegang pedang, yang datang terdahulu dan cepat sekali, kedua menyerang ke arah jalan darah dipundaknya dan ketiga menyerang lambung!
Bu Jin Ai kaget sekali, bukan saja karena hebatnya serangan sinar hitam ini, akan tetapi lebih kaget melihat bahwa yang melepas sinar-sinar hitam itu adalah nona muda yang duduk di atas kuda! Rasa kaget ini membuat ia termangu dan agak memperlambat gerakannya. Ia dapat menarik tangan yang memegang pedang sehingga terluput dari sambaran sinar hitam, dan karena serangan sinar hitam pada lambung dan pundak datang berbareng, ia pikir yang menyerang lambung lebih berbahaya, maka ia menyampoknya dengan ujung lengan baju kiri dan mencoba untuk mengelak sinar hitam yang menotok pundak. Akan tetapi, pada saat ia terancam bahaya, Yo Kang tidak tinggal diam. Pemuda ini setelah goloknya terlepas, lalu menggunakan tangan kiri memukul dada lawannya.
"Buk!"
Bu Jin Ai terhuyung mundur dan mukanya berobah. Bagi orang lain, juga bagi Yo Kang, dikira bahwa jago aneh itu terhuyung karena pukulan Yo Kang. Akan tetapi sesungguhnya, lweekang dari Bu Jin Ai sudah sedemikian tingginya sehingga pukulan itu hanya mendatangkan sedikit rasa sakit pada dadanya, namun tidak mendatangkan luka berat. Yang hebat adalah serangan sinar hitam itu, karena tadi ketika ia mengelak, gerakannya kurang cepat dan ujung pangkal lengan dekat pundak masih terkena sinar hitam itu dan mendatangkan rasa ngilu dan perih! Sinar hitam itu adalah kepandaian tunggal dari Hek Moli yang diturunkan kepada muridnya, yakni senjata rahasia berupa bubuk pasir hitam yang luar biasa lihaynya. Sekali mengenai kulit, pasir hitam ini akan menembus dan meresap ke dalam jaringan darah dibawah daging! Bu Jin Ai tersenyum pait. Ia memandang kepada Yo Kang dan berkata,
"Aku si bodoh terima kalah!"
Kemudian ia menghadap kepada In Hong sambil bertanya,
"Nona, beritahukan namamu!"
In Hong merasa terkejut dan juga menyesal. Tadi ia menyerang orang itu karena mengkhawatirkan keselamatan Yo Kang, akan tetapi melihat cara Bu Jin Ai menarik tangannya, tahulah ia bahwa sambaran pedang ke arah telinga Yo Kang hanya gertak belaka, jadi orang itu tidak sungguh-sungguh hendak membuntungi telinga Yo Kang. Ia menyesal sekali karena melihat pasir hitamnya telah melukai pundak Bu Jin Ai, dan ia maklum bahwa hal itu amat berbahaya bagi keselamatan orang gagah yang aneh itu.
"Namaku? Aku... aku... sebut saja aku Put Hauw Li (Anak perempuan tidak berbakti). Aku mempunyai obat untuk menyembuhkan lukamu..."
Akan tetapi, Bu Jin Ai sudah melompat jauh sekali dan berlari pergi, terdengar suara ketawanya dan suaranya lapat-lapat terdengar oleh In Hong, sungguhpun tidak terdengar oleh orang lain,
"Namanya Put Hauw Li... sungguh aneh... airmukanya sama benar... kepandaiannya lihay... aahh..."
Dan sebentar saja bayangan orang aneh itu lenyap. Lima orang kauwsu menghampiri Yo Kang dan dengan muka merah The Sun berkata,
"Yo-kongcu, kepandaianmu tinggi sekali sehingga kau berhasil dapat mengusirnya. Kami orang-orang tua tidak berguna, percuma saja mengawanimu."
"Aah, kepandaianku tidak seberapa, The-kauwsu, hanya orang aneh itu yang berlaku mengalah. Sayang sekali bahwa ngo-wi yang mencari perkara dengan dia. Sekarang kuda kita tinggal dua lagi, bagaimana baiknya?"
In Hong majukan kudanya.
"Yo-Twako, kau mencari Wu Wi Thaisu bukan untuk bertempur, mengapa harus mencari kawan? Karena kuda yang masih ada hanya kudamu dan kudaku, marilah kita berdua saja mencari Tosu itu."
"Benar kata Kwee-Lihiap,"
Kata Pouw Cun, karena Guru ini setengah dapat menduga akan kelihayan In Hong.
"Biarlah kami berlima kembali jalan kaki, hitung-hitung untuk menebus dosa."
Terpaksa Yo Kang menyetujui hal ini dan ia lalu pergi bersama In Hong, membalapkan kuda menuju ke dusun di depan setelah mendapat petunjuk dari Cong-piauwsu dimana tempatnya dusun yang pernah mencoba untuk merampas kereta berisi gandum. Setelah mengalami pertempuran dengan Bu Jin Ai yang aneh, Yo Kang tidak berani berlaku sembrono lagi.
Di dusun yang dimaksudkan, ia berlaku ramah-tamah dan halus, menanyakan kepada mereka dimana adanya Wu Wi Thaisu, seakan-akan seorang sahabat hendak mencari orang tua itu. Ia mendapat keterangan bahwa Wu Wi Thaisu sedang berada di dusun yang sepuluh lie jauhnya dari situ, membawa kereta berisi bahan obat untuk menolong orang-orang yang sedang diamuk penyakit-penyakit panas, dan kebetulan sekali bahan obat yang dikirim oleh Yo Kang adalah obat untuk menyembuhkan penyakit demam panas. Mereka akhirnya mendapatkan Wu Wi Thaisu sedang membagi-bagi obat kepada orang-orang dusun sambil memberi penjelasan cara memasak dan meminumnya. Melihat kedatangan dua orang muda ini, Tosu yang sudah tua itu lalu mengoperkan pekerjaannya kepada seorang dusun yang sudah tua pula, dan ia menyambut Yo Kang.
"Wu Wi Lo-Cianpwe, maafkan boanpwe Yo Kang datang mengganggu pekerjaan Lo-Cianpwe yang mulia, membagi-bagi obat kepada orang-orang dusun,"
Kata Yo Kang.
"Ha, Yo-Sicu datang-datang menyindir. Memang obat-obat itu tadinya milikmu yang kurampas dari orang-orangmu. Kau tentu datang untuk menagih, bukan?"
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak, Lo-Cianpwe, hanya boanpwe mohon kepada Lo-Cianpwe agar suka berjanji bahwa pengiriman-pengiriman selanjutnya takkan mendapat gangguan."Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya sehingga jenggotnya berkibar-kibar.
"Tidak bisa, tidak bisa. Pinto boleh berjanji, akan tetapi bagaimana dengan mereka yang membutuhkannya?"
Yo Kang mulai tidak senang.
"Lo-Cianpwe benar-benar keterlaluan. Boanpwe adalah seorang pedagang, kalau terus menerus diganggu, bukankah perdagangan boanpwe bisa bangkrut?"
Mendengar ini, In Hong merasa kecewa. Sedikit banyak, pemuda ini sudah ketularan watakKakeknya, menganggap soal untung dan harta benda sebagai soal terpenting.
"Sudahlah, Yo-Sicu. Pinto selamanya tidak mau hutang, kali ini hutang tujuh kereta, tentu akan Pinto bayar pula. Karena Pinto tidak beruang, dan tidak punya apa-apa, maka Pinto hendak menukarnya dengan tujuh petunjuk ilmu silat agar Bu-tong-to-hwat (Ilmu golok Bu-tong-pay) yang kau pelajari bisa makin baik."
Mendengar ini, Yo Kang merasa girang juga. Memang pemuda ini setelah mengalami kekalahan dari Bu Jin Ai yang aneh dan kemudian ia mendapatkan kemenangan yang aneh pula, ia merasa kecewa. Kalau tokoh besar Go-Bi-Pai ini mau mengajarnya dengan tujuan petunjuk, hal itu baik sekali. Memang iapun tidak menghendaki pembayaran hutang, karena bagaimanakah Tosu ini dapat membayar harga dari tujuh kereta barang itu?
"Terima kasih atas kemurahan hati Lo-Cianpwe,"
Katanya.
"Nah, cabutlah golokmu. Ingat baik-baik, ambil tujuh jurus penyerangan ilmu golokmu yang paling lihay dan pergunakan itu untuk menyerangku!"
Mendengar ini, Yo Kang tertegun. Ia mengira akan mendapat pelajaran ilmu silat, mengapa ia bahkan harus menyerangKakek itu?
"Jangan ragu-ragu, Yo-Sicu. Kalau kau sampai berhasil melukai atau bahkan membunuhku, itu juga merupakan pembayaran yang baik sekali. Tujuh kereta bahan makanan dan obat, yang menolong ratusan nyawa orang, diganti dengan cucuran darah Pinto yang tua bangka atau dengan nyawa Pinto yang sudah bosan dikurung di tubuh bobrok ini, bukankah itu baik sekali? Sebaliknya kalau golokmu tidak berhasil, kau akan mendapat tambahan pelajaran yang amat berguna bagimu kelak."
Akan tetapi Yo Kang tetap saja ragu-ragu, apalagi kalau ia ingat bahwa In Hong berada disitu. Ia tidak mau gadis itu akan mencelanya dan menganggapnya keterlaluan menyerang seorangKakek dengan goloknya, apalagi mempergunakan jurus-jurus terlihay dari Bu-tong-to-hwat. Tak terasa lagi ia menoleh kepada In Hong, seperti minta nasihat.
"Yo-Twako, Wu Wi Totiang bermurah hati kepadamu, mengapa kau ragu-ragu untuk menerimanya? Lekas serang dia!"
Kata gadis ini. Kini Yo Kang mengambil keputusan tetap. Peraturan "Membayar hutang"
Ini ditetapkan oleh Tosu itu sendiri, bahkan In Hong juga menyetujui, maka kelak ia takkan mendapat nama buruk.
"Siaplah, Lo-Cianpwe, jurus penyerangan pertama boanpwe lakukan!"
Katanya dan setelah memutar golok, ia lalu menyerang dengan gerak tipu See-ceng-pay-hud (See-ceng sembah Buddha). Inilah jurus penyerangan yang amat lihay dari Bu-tong-pay dan kalau lawan tidak berkepandaian tinggi, sukarlah menghindarkan diri dari serangan golok ini. Sebelum golok menusuk ke dada, lebih dulu tangan kiri menyelok ke arah perut lawan untuk mengacaukan pertahanan dan golok menyusul dengan kecepatan kilat. Wu Wi Thaisu bergerak lambat sekali, seakan-akan orang sedang bermain-main. Akan tetapi, ketika golok itu meluncur ke arah dadanya, ia miringkan tubuh, menggeser kaki ke kiri dan sekali tangannya berkelebat ke depan, sambungan siku tangan Yo Kang yang memegang golok telah kena disentil sehingga lengan itu gemetar dan goloknya terlepas dari pegangan!
"Ambillah golokmu, Yo-Sicu dan lakukan penyeranganmu yang kedua,"
Kata Tosu itu sambil tersenyum tenang. Muka Yo Kang merah sekali. Ia merasa dipermainkan oleh Tosu ini. Katanya hendak mengajar silat, akan tetapi ia disuruh menyerang dan kemudian dikalahkan dalam segebrakan saja, bukankah ia sengaja hendak mempamerkan kepandaian dan sengaja hendak menghinanya? Saking malunya ia menjadi marah. Ia mengambil goloknya dan sambil berseru keras ia melakukan serangan yang kedua,
Kini ia menggunakan gerak tipu Liong-bun-kwa-hi (Dipintu naga tunggang ikan). Serangan ini bahkan lebih hebat dari pada serangan pertama. Golok mula-mula diputar merupakan gulungan sinar bundar lebar di depan Tosu itu, kemudian tiba-tiba tubuh Yo Kang melompat tinggi dan golok itu dari bawah perutnya ditusukkan ke depan, ke arah leher Tosu itu. Seperti tadi, Wu Wi Thaisu bergerak perlahan sekali, akan tetapi setelah serangan tiba, ia cepat mengangkat kaki, mencokel jalan darah di mata kaki Yo Kang sehingga tubuh pemuda itu terapung makin tinggi dan kakinya yang ditowel itu menjadi lumpuh, dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, goloknya kembali kena dirampas. Ketika ia turun lagi, kakinya tidak dapat berdiri lalu jatuh terguling! Kalau tadi muka Yo Kang hanya merah saja, sekarang menjadi pucat. Ia hampir menangis saking malu dan mendongkolnya.
"Totiang, kau terlalu menghinaku...!"
Katanya marah sekali.
"Yo-Twako, bagaimana sih kau ini? Wu Wi Totiang telah memberi pelajaran dan petunjuk yang begitu sempurna, mengapa kau marah? Seranganmu yang pertama tadi, tangan kirimu terlalu ke depan dan kalau menjaga siku kanan, bukankah penyerangan itu baik sekali dan kau takkan kalah? Dalam penyerangan kedua, seharusnya kau mengangkat tinggi kakimu sehingga tidak terbentang, kalau begitu, bukankah Wu Wi Totiang takkan dapat merobohkanmu?"
Tiba-tiba In Hong berkata dengan suara girang. Yo Kang terkejut bukan main. Kini terbukalah matanya. Benar-benar Tosu itu telah memberi petunjuk yang amat baik!
Di dalam kegembiraannya karena baru sekarang ia tahu akan maksud Wu Wi Thaisu menghadapi serangan-serangannya dan menjatuhkannya, maka Yo Kang tidak menaruh perhatian mengapa In Hong bisa tahu akan hal ini! Yo Kang tidak memperdulikan lagi betapa ia jatuh bangun, cepat ia maju menyerang dan mengeluarkan jurus-jurus yang paling berbahaya dari ilmu goloknya Bu-tong To-hwat. Namun, Tosu tua itu benar-benar lihay sekali. Yo Kang tidak berani menganggap bahwa ia terpandai dan ilmu goloknya tidak ada yang dapat melawan, akan tetapi ia tidak mengira sama sekali bahwa ada orang yang sanggup menghadapi goloknya hanya dengan tangan kosong belaka. Lebih hebat lagi, setiap jurus dari serangannya pasti dihancurkan oleh Wu Wi Thaisu, diketahui bagian yang lemah dan ia dirobohkan.
Sampai tujuh kali Yo Kang menyerang dengan jurus-jurus terlihay, dan tujuh kali pula ia tak berdaya, bahkan pada jurus ketujuh ia terlempar sampai tiga tombak lebih dan kepalanya benjol-benjol! Akan tetapi pemuda ini, dengan terpincang-pincang menghampiri Wu Wi Thaisu dan menjatuhkan diri berlutut. Ia bukan seorang bodoh dan pada tiap penyerangan tadi, ia memperhatikan sekali bagaimana ia sampai roboh. Memang Wu Wi Thaisu bergerak lambat dan sengaja memberi petunjuk, sehingga Yo Kang tahu bagian mana dari penyerangan tadi yang kurang sempurna dan "Terbuka."
Dengan pengalaman ini, tujuh jurus ilmu goloknya yang pilihan menjadi sempurna dan dia dapat memperbaiki jurus-jurus ini sehingga tidak lagi terdapat lowongan yang membahayakan dirinya sendiri. Memang, inilah petunjuk yang jauh lebih bermanfaat daripada kalau ia menerima pelajaran ilmu silat lain.
"Totiang, Teecu menghaturkan banyak terima kasih atas petunjuk-petunjuk Totiang yang amat berharga tadi,"
Katanya. Akan tetapi Wu Wi Thaisu tidak memperdulikannya, hanya mengebutkan lengan baju sambil berkata,
"Sudahlah, itu untungmu kalau kau mengerti, akan tetapi kalau tidak ada nona ini, agaknya kau akan menderita kerugian besar."
Tosu tua itu memandang kepada In Hong dengan pandang mata curiga.
"Tidak tahu siapakah nona yang begini muda akan tetapi memiliki mata yang amat awas?"
In Hong tersenyum dan menjura untuk memberi hormat kepada Tosu itu.
"Wu Wi Totiang, urusan Yo-Twako denganmu telah beres dan hutang pihutang itu telah dilunaskan. Memang tadinya aku hanya ikut saja dengan Yo-Twako, akan tetapi setelah bertemu dengan kau orang tua dari Go-Bi-Pai, tak dapat tidak aku yang muda harus mohon sedikit keterangan tentang seorang Tosu kurangajar yang bernama Tek Seng Cu!"
Berubah muka Wu Wi Thaisu mendengar kata-kata ini, sedangkan Yo Kang yang sudah bangkit berdiri, memandang kepada In Hong dengan heran.
"Nona, kau siapakah dan ada urusan apakah kau dengan Tek Seng Cu?"
In Hong tersenyum dan kini senyumnya mengejek.
"Wu Wi Totiang, salahkah dugaanku kalau aku katakan bahwa Tek Seng Cu manusia tak tahu diri itu adalah murid dari Go-Bi-Pai? Harap Totiang tidak menyembunyikan dia dari aku yang muda dan yang mengharapkan penjelasan Totiang."
"Hong-moy, jangan kau kurang ajar terhadap Lo-Cianpwe dari Go-Bi-Pai!"
Yo Kang berseru karena ia merasa khawatir sekali melihat sikap In Hong.
"Wu Wi Thay-suhu, mohon maaf sebesarnya atas kelancangan mulut Adik misan Teecu ini. Dia bernama Kwee In Hong dan dia..."
"Cukup, Yo-Twako. Tak perlu kau mencampuri, ini bukan urusanmu, melainkan urusanku pribadi dengan pihak Go-Bi-Pai,"
Kata In Hong ketus sehingga Yo Kang terkejut melihat sikap yang baru baginya ini. Kemudian gadis itu menghadapi Wu Wi Thaisu kembali dan berkata,
"Nah, Totiang, kau sudah mengetahui namaku. Bagaimana, apakah kau sudah bersedia untuk memberitahu kepadaku, dimana adanya Tek Seng Cu itu dan apa yang ia lakukan akhir-akhir ini?"
Wu Wi Thaisu menjadi mendongkol juga. Tek Seng Cu adalah cucu muridnya dan menjadi anak murid Go-Bi-Pai. Betapapun juga, urusan dengan Tek Seng Cu berarti urusan dengan Go-Bi-Pai dan urusannya juga, maka mau tidak mau ia harus membelanya.
"Nona, kau masih begini muda akan tetapi sikapnya keras mendesak, menandakan bahwa kau memiliki kepandaian dan menyombongkan kepandaianmu itu. Tek Seng Cu adalah murid Go-Bi-Pai dan urusan dia tak perlu diketahui oleh orang luar. Segala sesuatu yang menyangkut diri seorang murid Go-Bi-Pai, adalah urusan kami sendiri dan kami pula yang akan membereskannya. Orang luar tak perlu tahu!"
Sepasang mata yang indah itu mulai berkilat dan kalau orang tahu akan kebiasan In Hong, ia akan mengerti bahwa inilah tanda kemarahan dari gadis itu. Ia melangkah maju dan berkata, suaranya menantang,
"Wu Wi Totiang, aku yang muda dan bodoh sudah mendengar bahwa kau adalah tokoh kedua dari Go-Bi-Pai, dengan kepandaianmu yang tinggi menjulang kelangit. Tadipun sudah kusaksikan sendiri kelihayanmu, maka biarlah aku melupakan dalam ilmu pukulan darimu. Kalau aku kalah, sudahlah, kau boleh berbuat apa yang kau suka. Akan tetapi kalau kau mengalah dan tidak mau menjatuhkan aku, terpaksa aku mendesak terus dan kau harus memberitahu kepadaku perihal urusan Tek Seng Cu!"
Inilah kata-kata yang mengandung tantangan. Gadis yang begini muda berani menantangnya dan bertaruh kalau ia kalah supaya memberitahu tentang Tek Seng Cu, alangkah beraninya.
"Hong-moy...! Apakah kau sudah gila...?"
In Hong menoleh.
"Mungkin juga, Yo-Twako. Akan tetapi kunasihatkan agar supaya kau menjauhkan diri dan menonton saja dari jauh kalau kau tidak ingin dibikin terjungkir balik oleh Wu Wi Totiang yang lihay!"
Wu Wi Thaisu sudah dapat dibakar hatinya dan ia mendelik ke arah Yo Kang.
"Orang muda, minggirlah dan jangan ikut-ikut!"
Yo Kang terkejut sekali dan cepat ia menuntun kudanya dan kuda In Hong, menuju ke sebatang pohon dimana ia mengikatkan kedua kuda, lalu berdiri bengong memandang ke arah dua orang yang masih berdiri berhadapan itu. Hati Yo Kang berdebar dan ia masih mengira bahwa In Hong terlalu ceroboh dan berani mati. Apa sih kepandaian gadis itu sehingga berani bersikap demikian kurangajar terhadap Wu Wi Thaisu yang tadi telah membuktikan bahwa kepandaiannya amat tinggi?
"Nona kau benar-benar memiliki keberanian besar sekali. Siapakah Gurumu?"
In Hong tersenyum lagi, senyum yang mengandung ancaman.
"Totiang, biarlah keterangan tentang Guruku inipun kujadikan taruhan. Kalau aku kalah, baru aku akan memperkenalkan siapa Guruku, sebaliknya kalau kau tak dapat mengalahkan aku, kau harus memberitahu tentang Tek Seng Cu. Bukankah ini sudah adil sekali?"
"Bagus! Kau majulah, dan jangan anggap aku seorang tua yang keterlaluan mau melayani seorang muda. Ini adalah kau sendiri yang mencari dan kau sendiri yang mendesakku. Agaknya kau terlampau dimanja dan biarlah hitung-hitung Pinto memberi hajaran kepada seorang gadis manja!"
In Hong tersenyum geli.
"Awaslah, Totiang, aku yang muda dan bodoh hendak menyerang lebih dulu,"
Baru saja kata-kata ini berhenti, tubuh In Hong sudah berkelebat maju dan melakukan serangan yang amat cepat gerakannya. Hek Moli adalah seorang iblis wanita yang ganas dan ilmu silatnya pun selain aneh, amat ganas sifatnya. Maka serangan dari In Hong ini tidak berbeda dengan Gurunya, cepat kuat dan ganas sekali. Tadinya Wu Wi Thaisu sebagai tokoh besar di dunia persilatan, dan sebagai tokoh kedua dari Go-Bi-Pai, tentu saja tidak memandang sebelah mata kepada gadis yang begini muda, maka ketika In Hong hendak bergerak maju, ia telah terlanjur berkata,
"Majulah, kalau dalam dua puluh jurus Pinto belum dapat mengalahkan, anggap saja kalah..."
Namun kata-katanya terputus ketika tiba-tiba bayangan In Hong, berkelebat dan tahu-tahu gadis itu sudah menyerangnya dengan kecepatan yang tak tersangka-sangka.
Dengan tubuh masih terapung ketika melompat tadi, In Hong sudah mengirim tendangan berantai dengan kedua kaki, tangan kanannya menotok leher, jadi sekaligus, dengan bertubi-tubi, gadis ini telah mengirim tiga macam serangan! Bukan-main kagetnya Wu Wi Thaisu. Ia sampai mengeluarkan seruan kaget dan cepat-cepat ia melompat ke kiri untuk menghindarkan tendangan berantai, dan melihat tangan kanan gadis itu dengan cepat meluncur, mengejar lehernya untuk ditotok, ia segera mengibaskan ujung lengan bajunya untuk menangkis. Kibasan ini adalah ilmu silat tinggi dari Go-Bi-Pai yang disebut Siu-te-kiat-ciang (Dibawah tangan baju memotong tangan) dan lihaynya bukan main. Biarpun hanya ujung lengan baju, akan tetapi karena digerakkan dengan tenaga lweekang tingkat tinggi, cukup kuat untuk mematahkan pergelangan lengan lawan! Namun, apa yang terjadi? Terdengar suara
"Brett!"
Dan bukan pergelangan lengan kanan In Hong yang terpukul oleh ujung lengan baju, bahkan gadis itu cepat sekali menarik tangan kanan dan tangan kirinya yang sudah siap sedia itu mencengkeram dan sekaligus ujung lengan baju dari Wu Wi Thaisu robek dan hancur!
"Ganas... ganas...!"
Tosu ini berseru dengan keringat membasahi keningnya. Baru dalam gebrakan pertama saja, dengan susah-payah baru ia dapat menghindarkan diri dan mengorbankan ujung lengan bajunya! Kalau tidak mengalami sendiri, tentu ia takkan percaya. Namun, In Hong yang mendengar bahwa ia akan dikalahkan dalam dua puluh jurus, sudah menjadi penasaran dan naik darah, maka ia tidak mau memberi kesempatan lagi dan terus mendesak dengan serangan-serangan aneh dan cepat sekali.
Sebaliknya, Wu Wi Thaisu baru terbuka matanya bahwa yang ia hadapi bukanlah gadis sembarangan yang ilmu silatnya dapat disamakan dengan Yo Kang, melainkan seorang lawan yang tangguh sekali, maka ia tidak berani berlaku sembrono lagi. Dengan penuh perhatian ia lalu menghadapi In Hong, menggerak-gerakkan kedua lengan sehingga terdengar bunyi tulang-tulang berkerotokan. Inilah tanda bahwa Tosu tua ini telah mengerahkan seluruh tenaga lweekang, membangkitkan tenaga sin-kang di dalam tubuhnya, yang hanya ia lakukan apabila menghadapi lawan berat. Sebetulnya, ia segan sekali harus mengeluarkan kepandaian ini menghadapi seorang gadis yang begitu muda, namun gebrakan pertama tadi sudah merupakan pelajaran pahit baginya bahwa ia sekali-kali tidak boleh memandang rendah kepada lawan muda ini.
Sebaliknya, dahulu In Hong sudah seringkali mendengar penuturan Gurunya tentang pelbagai kepandaian istimewa dari cabang-cabang persilatan yang besar, maka ia sudah tahu bahwa Wu Wi Thaisu adalah seorang ahli lweekang yang berbahaya. Ia tahu bagaimana harus menghadapinya, maka diam-diam iapun mengerahkan khikangnya untuk menambah keringanan tubuh, kemudian mengandalkan ginkang yang luar biasa, ia melakukan penyerangan. Bukan-main hebatnya pertempuran itu. In Hong menyerang cepat sekali, tubuhnya berkelebat kesana kemari sedangkan Wu Wi Thaisu berdiri memasang kuda-kuda yang teguh dan mengandalkan tenaga lweekangnya yang disalurkan dikedua lengan, menyampok, menangkis dan memukul apabila lawannya mendekat. Dilihat dari jauh, seakan-akan Tosu itu adalah seekor harimau dan In Hong seekor garuda yang menyambar-nyambar dari atas.
Demikiancepat gerakan In Hong sehingga Wu Wi Thaisu tak pernah berhasil menyentuh tubuh nona itu, dan sama sekali tidak diberi kesempatan menyerang. Namun, bagi In Hong juga amat sukar karena hawa pukulan yang menyambar dari kedua Iengan Tosu itu benar-benar amat dahsyat sehingga tiap kali ia hampir berhasil menyerang, ia selalu terpental kembali terdorong oleh hawa pukulan. Baiknya gadis inipun telah memiliki sin-kang yang lumayan, maka dorongan hawa lweekang itu tidak mengganggunya, hanya membuatnya terpental mundur. Yang bengong adalah Yo Kang. Pemuda ini berdiri menonton dan tak disadarinya, mulutnya ternganga dan sepasang matanya melotot tanpa berkedip. Mimpipun tidak pemuda ini bahwa In Hong dapat mempunyai kepandaian sehebat itu.
Matanya sampai berkunang-kunang karena ia tidak dapat mengikuti kecepatan gerak tubuh gadis itu! Setelah sadar karena merasa matanya pedas, ia menarik napas berulang-ulang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mukanya merah sekali kalau ia teringat betapa ia tidak memandang mata kepada gadis ini! Dua puluh jurus lewat cepat sekali karena serangan-serangan In Hong memang dilakukan tanpa berhenti. Di dalam dua puluh jurus ini, Wu Wi Thaisu hanya sempat membalas dengan serangan tiga jurus saja, inipun serangan sambil lalu karena ia tidak diberi kesempatan sama sekali. In Hong tidak mempunyai niat untuk mencelakakan atau untuk memperhebat pertandingannya dengan Tosu ini. Sepak terjang Tosu ini ketika merampas bahan makan dan obat lalu membagikan kepada rakyat, telah membuatnya kagum maka ia tidak ingin bermusuh dengan orang tua ini.
"Wu Wi Totiang, dua puluh jurus telah lewat, masih harus diteruskankah pertandingan ini?"
Tanyanya sambil terus menyerang. Wu Wi Thaisu menjadi merah mukanya dan ia berseru,
"Tahan...!"
In Hong melompat ke atas, berjungkir balik beberapa kali kemudian berdiri menghadapi Tosu itu dengan Bibir tersenyum dan sama sekali tidak kelihatan lelah.
"Ginkangmu hebat sekali, nona. Murid siapakah kau sebenarnya?"
Tanya Tosu itu dengan kagum.
"Ingat, Totiang. Aku tidak kalah, bukan semestinya aku bicara tentang Guruku, bahkan seharusnya kau bicara tentang Tek Seng Cu!"
Wu Wi Thaisu tersenyum pahit dan kembali menarik napas panjang.
"Baiklah, baiklah, aku akan memberitahu kepadamu, akan tetapi setelah aku mengenal ilmu pedangmu. Kau membawa pedang yang begitu indah, pasti aku akan melihat kiam-hoat yang jempol. Kalau dalam sepuluh jurus permainan pedang aku belum dapat menebak kau murid siapa, biarlah aku mengaku kalah betul-betul dan akan menuruti segala permintaanmu!"
Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tanpa Bayangan Karya Kho Ping Hoo