Cheng Hoa Kiam 1
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 01
Semenjak bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Raja Besar Jengis Khan menyerbu dari Mongolia ke selatan, menghancurkan Suku Bangsa Hsi-hsia kemudian membasmi pula bala tentara Kerajaan Cin. Rakyat Tiongkok tidak mengenal pula artinya hidup aman dan tenteram. Apa lagi setelah bala tentara Mongol itu menyerbu untuk kedua kalinya sekembali mereka dari penyerbuan ke barat, rakyat amat menderita. Jengis Khan membunuh banyak rakyat dengan dalih bahwa rakyat di selatan tidak mau membantu penyerbuannya ke barat dengan sungguh-sungguh, yakni bantuan berupa ransum dan perlengkapan.
Memang demikianlah, setelah menyerbu di selatan dan berhasil menduduki kota raja Kerajaan Cin kemudian tentara Mongol ditarik kembali untuk dikerahkan ke barat, rakyat diperintah untuk membantu pasukan pasukan. Mongol itu dengan persediaan ransum, perlengkapan, juga hiburan dan orang-orang perempuan. Sambutan terhadap perintah ini memang amat dingin, pertama tama oleh karena rakyat sendiri sedang menghadapi kekurangan makan akibat perang, kedua kalinya karena di dalam hati rakyat sudah timbul keberatan yang mendalam terhadap si penjajah dan penindas.
Pembatasan yang dilakukan oleh Jengis Khan benar-benar mengerikan sekali. Boleh dikata seluruh penduduk kota suku Bangsa Hsi hsia dibunuh oleh tentara Mongol laki-laki dan wanita, kakek-kakek dan bayi tak terkecuali! Memang Jengis Khan terkenal sebagai seorang kaisar besar yang gagah perkasa berwatak keras seperti baja tak kenal mundur dahsyat dan kejam sekali, kalau perlu membunuh laksaan manusia untuk mencapai kemenangan cita-cita. Seorang tokoh besar seperti Jengis Khan yang sudah berhasil menyatukan seluruh rakyat Mongolia yang sudah berhasil memimpin bala tentaranya menggilas dan menaklukkan negara-negara jauh seperti Tiongkok bagian utara Sin kiang, Iran, Afganistan bahkan menghancurkan bala tentara Rusia di Rusia selatan, tentu mempunyai sifat yang gagah perkasa dan adil. Dia takkan berhasil mendapat dukungan penuh kesetiaan dari rakyatnya yang gagah berani itu apa bila dia sendiri tidak gagah perkasa dan adil dalam pimpinannya.
Akan tetapi sudah terlalu sering terbukti bahwa sang pemimpin sama sekali tidak sama dengan anak-anak buahnya. Watak baik seorang pemimpin sama sekali tidak mencerminkan watak dari pada anak buahnya, sungguhpun keadaan baik para petugas tentu tergantung dan pada kebijaksanaan sang pemimpin. Dengan lain penjelasan, biarpun seorang pemimpin amat bijaksana dan berbudi mulia, adil dan mencinta rakyat, namun belum tentu kalau anak buahnya, yakni para petugas pemerintahannya, juga adil dan mencinta rakyat! Sebaliknya kalau para petugas itu melakukan tugas dengan hati bersih dari pada korupsi dan penindasan kepada rakyat sudah boleh dipastikan bahwa sang pemimpin tentu seorang berjiwa besar!
Seorang ahli bangunan takkan mungkin mendirikan sebuah bangunan yang Indah dan kuat sebagaimana ia rencanakan semula kalau tukang-tukang dan para pekerjanya tidak melakukan pekerjaan dan tugas masing masing sebagaimana mestinya. Sebaliknya kalau para petugas itu bekerja baik sehingga terbangun sebuah bangunan yang hebat, sudah dapat ditentukan bahwa pekerjaan itu dipimpin oleh seorang ahli bangunan yang pandai. Pendek kata, kemajuan dan sukses bukan tergantung kepada pemimpin semata melainkan sebagian besar tergantung kepada para pelaksana atau petugas.
Demikianpun dengan Kerajaan Mongol yang mulai berkembang itu. Bangsa ini adalah bangsa yang gagah berani dan mempunyai disiplin yang amat baik. Oleh karena inilah maka bala tentara Mongol berhasil baik sekali dalam setiap serbuannya. Sayang sekali bahwa kebaikan ini hanya terletak dalam disiplin ketentaraan, yakni hanya dalam soal perang saja. Sebaliknya dalam bidang pemerintahan dan mengatur rakyat, keadaan buruk bukan main. Rakyat tertekan dan tercekik. Tentara Boan (Mongol) yang menduduki kota dan dusun. bertindak sewenang-wenang. Di mana mana keadaan kacau balau, kelaparan merajalela karena selain timbul okpa okpa (hartawan jahat) yang mengandalkan uang untuk menyogok pembesar setempat dan mereka bersama merampas tanah petani miskin juga para petani hanya bekerja setengah hati. Mereka ini ragu-ragu dan takut meninggalkan pintu rumahnya karena selain takut mendapat perlakuan sewenang wenang dari tentara penjajah di sawah ladang, juga khawatir kalau kalau anak isteri di rumah akan diganggu apabila ditinggalkan.
Pembunuhan tanpa diperiksa lagi, perampasan anak gadis dan orang-orang yang dijadikan budak paksa dan tindakan tindakan lain yang mendekati perbuatan binatang buas sudah bukan hal aneh lagi di waktu itu. Tidak mengherankan apabila di mana-mana timbullah gerakan-gerakan pemberontak yang dipimpin oleh orang-orang gagah patriot-patriot perkasa yang tidak sudi melihat negara dan bangsanya ditindas dan diinjak-injak oleh kaum penjajah. Pertempuran berkobar di mana mana, pasukan-pasukan Boan yang menduduki kota dan dusun tak pernah diberi waktu istirahat oleh kaum pemberontak yang melakukan perang gerilya. Semua gangguan ini mengakibatkan kerugian yang tidak kecil bagi penjajah Boan.
Berbagai daya dan tipu muslihat licik dan rendah digunakan oleh pemerintah Boan untuk menindas pemberontakan-pemberontakan itu akan tetapi semangat para patriot bangsa tak kunjung padam. Sungguhpun kekuatan mereka ini amat kecil dibandingkan dengan kekuatan bala tentara Boan dan sungguhpun usaha mereka untuk menggulingkan kekuasaan Boan itu dapat diumpamakan seekor tikus hendak menggugurkan gunung, namun mereka tak pernah mau berhenti dalam usaha mulia itu dan mempertaruhkan nyawa dan raga dalam mengabdi nusa bangsa.
Karena bala tentara Boan dipusatkan di kota raja dan mereka ini sering kali berkeluyuran di daerah ini, maka banyak kota dan dusun di sekitar kota raja ditinggalkan penghuninya yang mengungsi jauh ke selatan. Demikian pula dusun Cian-bun-kwan yang letaknya hanya lima belas lie di sebelah selatan kota raja. Dusun itu yang dulunya amat ramai, sekarang nampak sepi dan hanya kaum pria dan orang orang tua saja yang tinggal di situ. Kaum wanitanya, terutama yang muda dan cantik, sudah siang-siang melarikan diri mengungsi atau lenyap dirampas serdadu Boan.
Di ujung jalan dusun sebelah barat terdapat sebuah kelenteng di mana dipuja patung Kwan In Tiang atau Kwan Kong seorang tokoh besar, seorang panglima perang yang gagah perkasa di jaman Sam Kok. Oleh karena itu kelenteng ini disebut Kwan te bio (Kelenteng Kwan Kong) Melihat sifat tokoh yang dipuja mudah saja menilai watak si pemuja. Sebagian besar pemuja Kwan Kong tentulah orang yang mengutamakan dan menjunjung tinggi kegagahan lahir batin yang dimiliki oleh tokoh besar itu.
Akan tegapi kelenteng itu nampak sunyi saja seakan akan tidak ada penghuninya. Di atas meja sembahyang tidak kelihatan alat sembahyang, tidak ada lilin menyala. Akan tetapi sebetulnya, kelenteng itu tidak kosong karena kalau orang berdiri di depan kelenteng dan memasang telinga penuh perhatian, orang itu akan mendengar suara orang berkata-kata seorang diri.
"Manusia memang berakal budi bersemangat berusaha mati matian, namun apa artinya semua itu kalau Thian menghendaki lain? Kaisar kaisar seperti Bun Ong dan Bu Ong boleh mati-matian mendirikan dan memperkuat Kerajaan Cou namun setelah tiba masanya sesuai dengan kehendak Thian. Kerajaan Cou musnah! Kerajaan jatuh bangun, manusia mati dan lahir semua tak dapat dikuasai oleh manusia sendiri semua harus tunduk dan mandah menjadi permainan hidup. Kemudian terdengar suara orang menghela napas panjang seperti orang kecewa dan murung.
Siapakah orang yang berkata-kata seorang diri di dalam Kelenteng Kwan-te bio itu? Dia seorang laki-laki tinggi besar dan tegap kokoh sekali bentuk tubuhnya, kepalanya gundul licin, pakaiannya berwarna kuning, potongannva sederhana seperti kurungan atau seperti kain panjang biasa dibalutkan tubuhnya. Melihat bentuk pakaian dan kepalanya, mudah diketahui bahwa dia adalah seorang hwesio (pendeta pemeluk Agama Buddha).
Dahulu di waktu mudanya, ia bernama Gan Tui. Kemudian.setelah menjadi hwesio ia lebih terkenal dengan sebutan Beng Kun Cinjin sehingga akhirnya nama Gan Tui dilupakan orang. Di dunia kang-ouw nama Beng Kun Cinjin sudah amat terkenal. Dia sebuah di antara bintang bintang besar di angkasa kang-ouw (dunia persilatan). Siapakah yang tidak mengenal Beng Kun Cinjin, yang pernah seorang diri menyerbu sarang Lima Siluman Huang-ho dan membinasakan lima orang bajak sungai yang jahat ini serta membubarkan anak buah bajak yang puluhan orang banyaknya? Siapa pula belum mendengar betapa Beng Kun Cinjin ini pernah menjajal kepandaian beberapa orang ciangbujin (ketua partai persilatan besar) yang kemudian ia kalahkan?
Selain terkenal sebagal seorang tokoh besar di dunia persilatan, juga Beng Kun, Cinjin terkenal sekali ketika ia membantu pasukan pemerintah Cin melawan bala tentara Boan. Pasukan-pasukan Boan banyak sekali menderita kerugian apa bila bertemu dengan pasukan yang dibantu deh hwesio ini. Akan tetapi, fihak Boan lebih kuat. Selain banyak sekali panglima-panglimanya yarig gagah perkasa, juga jumlah mereka jauh lebih besar sehingga akhirnya Kerajaan Cin dimusnahkan.
Beng Kun Cinjin yang sudah berusia limapuluh tahun akan tetapi tubuhnya masih kekar dan mukanya masih sehat kemerahan seperti orang muda itu, menjadi patah hati dan ia menyembunyikan diri dari kelenteng ini ke kelenteng lain untuk bersamadhi dan menyesali nasib negaranya, la menghibur hati sendiri dengan kepercayaan bahwa kesemuanya itu, segala kegagalan hidup, baik manusia maupun negara, adalah kehendak Thian!
Pada pagi hari itu dia bersamadhi di dalam Kelenteng Kwan-te-bio di dusun Cian-bun kwan. Teringat akan nasib negaranya, ia mengeluarkah kata-kata tadi tidak tahu bahwa di luar kelenteng ada orang yang mendengarkan. Orang itu memakai sepatu dari kain tebal dan lunak sehingga suara jejak kakinya tidak terdengar dari dalam kelenteng. Sebetulnya kalau Beng Kun Cinjin tidak sedang tenggelam datam lamunan dan kesedihan, tentu ia akan mendengar karena hwesio ini memiliki pendengaran yang, amat tajam berkat lweekangnya yang sudah tinggi sekali. Orang itu cepat meninggalkan halaman kelenteng dan di lain saat ia telah meninggalkan kampung Cian-bun-kwan sambil membalapkan kudanya, menuju ke kota raja. Orang ini sebetulnya adalah seorang mata-mata atau kaki tangan dari pasukan Boan yang berada di kota raja. Pada masa itu, banyak sekali terdapat tikus-tikus semacam ini. yakni orang-orang yang tidak segan-segan untuk menjual bangsa dan tanah air sendiri demi untuk mendapatkan emas dan kedudukan!
Tak lama kemudian, menjelang tengah hari, dari jurusan kota raja datang serombongan pasukan berkuda menuju ke dusun Cian-bun-kwan. Debu mengepul, tinggi dan menempel pada daun-daun pohon di pinggir jalan ketika pasukan berkuda ini lewat dengan cepatnya. Pasukan itu cukup panjang, ada limapuluh orang, dikepalai oleh tiga orang perwira yang gagah perkasa sikap dan pakaiannya. Para petani yang sedang bekerja di sawah, hanya beberapa belas orang saja, cepat bertiarap dan sedapat mungkin menyembunyikan diri di antara galengan sawah agar jangan terlihat oleh pasukan itu, yang mereka anggap sebagai serombongan iblis yang haus nyawa.
Belum juga pasukan itu memasuki dusun Cian-bun-kwan, penduduk yang tinggal sedikit itu siang-siang sudah lari cerai-berai ke selatan dusun karena sudah terlalu sering terjadi kalau serombongan pasukan Boan memasuki dusun, mereka akan meninggalkan dusun itu dalam keadaan hancur dan kosong. Rampok bakar, bunuh, culik tentu menjadi akibat penyerbuan itu.
Akan tetapi kali ini tidak demikian halnya. Pasukan itu seakan-akan tidak memperdulikan penduduk dan langsung menuju ke Kelenteng Kwan-te-bio yang segera mereka kurung. Kuda mereka dikumpulkan di sebelah kiri kelenteng di mana terdapat sekelompok pohon yang liu (cemara).
Seorang di antara tiga orang perwira yang memimpin pasukan itu menghampiri pintu kelenteng, akan tetapi ia ragu-ragu dan tidak berani masuk! Kemudian ia berseru keras ke arah pintu kelenteng yang terbuka itu.
"Beng Kun Cinjin kami sudah tahu bahwa kau berada di dalam kelenteng ini!"
Suara ini bergema lenyap kemudian keadaan sunyi sekali. Biarpun di situ ada limapuluh orang tentara Boan, namun tak seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan suara. Semua menahan napas memasang telinga tanpa bergerak. Hanya ringkik kuda terdengar di sebelah kiri. Kemudian terdengarlah suara jawaban dari dalam kelenteng, suara yang tenang dan halus, akan tetapi nyaring menusuk telinga.
"Memang pinceng berada di sini. Kalau kalian sudah tahu, mau apakah?"
"Beng Kun Cinjin, kami datang atas perintah kaisar. Keluarlah dan mari kita bicara secara baik-baik!"
Kata pula perwira itu.
"Kalian datang bukan pinceng (aku) yang mengundang, dan pinceng tidak ada urusan sesuatu dengan kalian maupun dengan Kaisar Boan, mengapa pinceng harus keluar? Kalian pergilah dan jangan mengganggu seorang pendeta yang sedang bersamadhi."
Perwira yang petentang-petenteng di depan pintu kelenteng itu menjadi marah. Ia melambaikan tangan kepada dua orang serdadu yang cepat menghampirinya.
"Dia keras kepala, mari kita lihat bagaimana macam orangnya "
Katanya Masuklah dia bersama dua orang serdadu, dan dari luar tiga orang ini sudah mencabut senjata, si perwira mencabut pedang dan dua orang serdadunya mencabut golok. Dengan berindap-indap seperti tiga ekor kucing mencari tikus, mereka memasuki kelenteng menuju ke arah datangnya suara.
Terlihatlah oleh mereka Beng Kun Cinjin duduk bersila di atas lantai ruangan tengah. Kepala yang gundul pelontos itu tunduk, sepasang matanya meram dan kedua tangannya dalam sikap samadhi, dirangkap dengan jari-jari tangan lurus di depan dada. Tasbeh yang panjang berwarna putih tergantung di leher sampai ke pusar. Dalam keadaan seperti ini Beng Kun Cinjin nampak, biasa saja, seperti seorang pendeta yang alim dan wajahnya yang bersih dan bentuknya tampan itu membuat ia nampak jauh lebih muda dari pada usia sebenarnya.
Hati perwira dan dua orang serdadunya menjadi besar. Tak disangkanya bahwa Beng Kun Cinjin yang dikabarkan orang seperti iblis, yang sudah membunuh ratusan orang serdadu Boan dalam perang yang lalu. hanya macam ini saja. Perwira itu mengeluarkan suara menghina di dalam hidungnya, kemudian melangkah maju.
"Beng Kun Cinjin. kami adalah utusan kaisar. Mau tidak mau kau harus keluar bersama kami untuk menghadap kaisar,"
Kata perwira itu dengan suara membentak-bentak. Tanpa membuka matanya, Beng Kun Cinjin menjawab.
"Tikus tikus busuk, keluarlah dari sini!"
Perwira itu menjadi marah. Ia dan kawan-kawannya memang mendapat tugas bahwa kalau tidak dapat memaksa hwesio ini menyerah, boleh membunuhnya saja. Ia memberi isyarat kepada dua orang kawannya dan sambil berseru keras tiga orang ini menggerakkan senjata menyerang hwesio yang masih bersila sambil meramkan mata itu. Dua batang golok membacok. kepala yang gundul kelimis, dan sebatang pedang menusuk ke arah dada hwesio itu. Menurut patut, karena dia sendiri bertangan kosong dan sedang duduk bersila dengan mata tertutup, diserang seperti itu pasti di lain saat kepala yang gundul pelontos itu akan terbelah menjadi tiga potong dan dada yang bidang itu akan ditembusi pedang. Akan tetapi sama sekali tidak terjadi hal seperti itu, bahkan sebaliknya. Ketika tiga ujung senjata itu sudah mendekati sasaran, tiba-tiba Beng Kun Cinjin menggerakkan kepala, diangkat ke atas. Tasbeh yang bergantung pada lehernya bergerak. keras sekali ke atas dan sekaligus tiga batang senjata tajam itu terpukul. Terdengar suara keras dan senjata-senjata itu terlepas dari pegangan dan terlempar, kemudian menimbulkan suara berisik ketika jatuh di atas lantai. Selagi tiga orang itu memandang bengong, Beng Kun Cinjin membuka kedua tangan mendorong ke depan sambil berseru.
"Keluarlah!"
Angin pukulan yang hebat sekali menyambar dan tiga orang itu bagaikan disambar angin taufan mencelat dan tubuh mereka melayang keluar dari pintu, jatuh berdebuk bergulingan di luar kelenteng!
"Lihai........! Lihai.......!"
Perwira itu berkata sambil terbatuk-batuk dan darah muncrat dari mulutnya.
"Setan dia.........!"
Kata serdadu pertama.
"Siluman! Jangan dilawan.........!"
Jerit serdadu ke dua dan dua orang serdadu ini begitu merangkak bangun, terus melarikan diri. Akan tetapi hanya lima tindak karena mereka segera terguling dan ketika kawan-kawannya memandang, ternyata keduanya sudah tak bernyawa lagi. Demikian hebatnya pukulan jarak jauh yang dilepaskan oleh Beng Kun Cinjin tadi sehingga sekaligus dapat membunuh dua orang serdadu dan me lukai seorang perwira yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari pada dua orang serdadunya
Perwira pertama yang memimpin barisan itu segera melangkah ke depan pintu dan dengan lantang ia berkata,
"Beng Kun Cinjin. mengapa kau seorang pendeta suci membunuh orang tanpa sebab?"
"Pinceng tidak mengundang kalian, akan tetapi kalian berani mengirim tiga orang mengotori lantai kelenteng dan menyerang pinceng. Mati hidup di tangan Thian, kawan-kawanmu mati karena kesalahan sendiri, mengapa menyalahkan pinceng?"
"Beng Kun Cinjin, kau salah mengerti. Sebenarnya kami diberi tugas oleh kaisar untuk mengundangmu ke istana Kaisar yang mulia dan murah hati berkenan hendak memberi kedudukan tinggi kepadamu, Beng Kun Cinjin. Kau bahkan hendak diangkat menjadi kepala pengawal kaisar. Biarlah kami anggap kematian kawan-kawan kami itu kesalahan mereka sendiri dan takkan mengurus panjang asal kau sudi ikut dengan kami ke istana menghadap kaisar."
Lama tidak ada jawaban. Perwira itu menanti sampat beberapa lama. kemudian kehilangan sabarnya dan bertanya lagi,
"Bagaimana. Beng Kun Cinjin. Maukah kau menerima kehormatan dan kemuliaan di istana?"
Kini terdengar jawaban hwesio itu. jawaban yang dinyanyikan dengan suara nyaring bersemangat.
"Srigala utara mengurai selatan
sudah menjadi kehendak Thian!
Pinceng tak dapat berbuat apa-apa
karena semua usaha akan sia-sia.
Akan tetapi, menyuruh pinceng membantu srigala?
Pinceng lebih suka membonceng naga!"
Di dalam jawaban bersajak ini, yang dimaksud dengan srigala utara tentu saja bala tentara Mongolia atau juga Jengis Khan sendiri. Dahulu, di waktu ia masih mengikut dalam perantauan suhunya, pernah suhunya meramalkan bahwa akan datang masanya Tiongkok dikuasai oleh srigala dari utara dan hal itu sudah menjadi kehendak Thian. Guru dari Beng Kun Cinjin adalah seorang pertapa suci di Gunung Himalaya dan selain pandai ilmu silat, juga terkenal sebagai ahli hoat-sut (ilmu gaib) dan pandai pula meramal. Oleh karena mengingat akan kata-kata gurunya inilah, maka Beng Kun Cinjin tidak melanjutkan usahanya memusuhi pemerintah Boan (Mongol).
Karena dianggapnya hal itu sudah menjadi kehendak Thian seperti yang dikatakan dalam nyanyiannya tadi. Akan tetapi, ia masih tetap seorang gagah dan tidak sudi kalau ia disuruh membantu Kaisar Mongol seperti yang ditawarkan oleh perwira Mongol itu dan la lebih suka membonceng naga Dengan kata-kata ini. ia mengambil kata-kata Khong Hu Cu yang menyatakan bahwa Lo Cu adalah seperti seekor naga sakti yang terbang di angkasa raya, sindiran bagi seorang pelamun atau seorang yang tekun memikirkan tentang hal hidup dan lain-lain.
Seperti diketahui, pelajaran Khong Cu adalah pelajaran praktis, pelajaran hidup di dunia ini, atau boleh dibilang pelajaran lahiriah dan tata susila hidup. Sebaliknya pelajaran Lo Cu lebih mendalam, lebih bersifat filsafat lamunan, lebih dekat dengan apa yang disebut alam halus atau alam tinggi. Demikian pula, para pertapa selalu mendekati yang tinggi-tinggi ini dan karenanya Beng Kun Cinjin menyatakan bahwa ia lebih suka membonceng naga atau lebih suka menjadi pertapa untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh semua pertapa dan Lo Cu! Mendengar nyanyian ini, perwira Boan itu menjadi marah.
"Beng Kun Cinjin, kau berhadapan dengan utusan kaisar, harap kau suka berpikir lebih panjang. Ketahuilah bahwa kaisar sudah memberi kekuasaan kepada kami untuk membawamu ke istana, hidup atau mati. Kalau kau suka berada di dalam istana, kau akan hidup. Akan tetapi kalau kau mau tinggal di luar istana, kau harus mati!"
Jawaban kata-kata ini hanyalah suara ketawa yang nyaring dan panjang, seakan-akan hwesio itu merasa geli sekali mendengar ancaman ini.
Perwira itu menjadi marah karena ia tahu bahwa Beng Kun Cinjin terang tidak mau menyerah. Ia mencabut senjatanya, yakni sepasang tombak pendek bercagak, lalu ia memberi aba-aba.
"Serbuuu.........!"
Bagaikan air bah. pasukan Mongol itu menyerbu, ada yang memasuki pintu, ada yang menerjang jendela dan di lain saat mereka telah tiba di ruangan di mana Beng Kun Cinjin masih duduk bersila sambil memandang kepada mereka dengan senyum menghina.
"Beng Kun Cinjin. menyerahlah sebelum kami menghancurkan tubuhmu."
Perwira tadi mengancam akan tetapi tiba-tiba tangan kanan Beng Kun Cinjin bergerak ke depan, memukul atau mendorong sambil berseru.
"Kaulah yang hancur!"
Perwira ini adalah seorang ahli silat tinggi. Melihat gerakan hwesio itu, ia terkejut sekali karena angin pukulan tangan hwesia itu luar biasa hebatnya. Tahu bahwa ia menghadapi pukulan jarak jauh yang luar biasa dan berbahaya, perwira ini cepat melompat ke samping akan tetapi tetap saja pundaknya terlanggar angin pukulan dan tubuhnya terlempar sampai menabrak kawan-kawannya yang berada di belakangnya!
Tak lama kemudian, terdengar jerit dan pekik kesakitan dan tubuh para penyerbu itu terlempar bagaikan sekumpulan semut tertiup angin dari pohon! Ada yang terbanting pada dinding sampai benjol-benjol kepalanya, bahkan ada yang sampai pecah kepalanya dan tewas di saat itu juga, banyak pula yang patah tulang kaki tangannya. Keadaan menjadi kacau balau dan perwira itu yang tidak terluka berat, cepat memberi aba-aba mundur. Para serdadu Boan yang tidak atau belum terluka, menyeret tubuh kawan kawan yang terluka atau tewas dan tak lama kemudian mereka berkumpul lagi didepan kelenteng. Ternyata dalam segebrakan saja, dengan tiga orang penyerang terdahulu fihak pasukan Boan itu ada lima orang yang tewas dan sepuluh orang yang terluka berat. Belum yang terluka ringan banyak sekali. Dari sini dapat dinilai betapa hebat dan dahsyatnya kepandaian dari Beng Kun Cinjin!
Perwira ini cepat memberi aba aba dan berserabutanlah para serdadu itu bekerja. Apa yang mereka lakukan? Ternyata mereka merencanakan siasat keji sekali untuk mengalahkan Beng Kun Cinjin yang lihai. Puluhan orang serdadu itu mengumpulkan kayu bakar yang ditaruh di sekeliling kelenteng, menaruh pula minyak bakar, kemudian mereka membakar tempat itu!
"Kepung kelenteng siapkan anak panah dan amgi (senjata gelap)!"
Perintah perwira itu.
Sebentar saja, dibantu oleh teriknya matahari, kelenteng itu terbakar. Api bernyala-nyala tinggi sekali dan hawa panas sampai terasa oleh para serdadu yang mengepung kelenteng itu dari tempat yang enam tujuh tombak jauhnya. Kadang-kadang si perwira memberi aba-aba dan meluncurlah puluhan batang anak panah, piauw (senjata gelap), pisau dan paku ke arah lubang lubang pintu dan jendela, untuk mencegah pendeta itu melarikan diri dari dalam kelenteng! Ledakan-ledakan bambu dan benda di dalam kelenteng terdengar tar-ter-tor membikin bising, ditambah berkerataknya api makan kayu. Tak lama kemudian, disusul suara hiruk-pikuk ketika atap kelenteng yang terbakar itu roboh dan asap hitam mengantar abu dan angus membubung tinggi di angkasa.
Tiga jam kemudian, yang tinggal dari Kelenteng Kwan-te-bio hanyalah bangunan tembok lima kaki tingginya. Yang lain-lain. terbuat dari pada kayu. musnah sama sekali menjadi tumpukan puing. Meja kursi bangku dan perabot perabot lain lenyap menjadi abu. Patung-patung pecah terguling, tidak karuan lagi macamnya karena pakaian-pakaian patung telah terbakar habis. Patung Kwan Kong yang tadinya berdiri gagah dengan pedang di pinggang, telah roboh tertelungkup dalam keadaan telanjang dan ternyatalah bahwa yang bagus ukirannya hanya bagian muka dan kaki tangan yang kelihatan saja. Bagian tubuh yang tadinya tertutup pakaian sutera, ternyata merupakan tanah liat kering yang tak karuan bentuknya.
Para serdadu Boan bersorak-sorak. Mereka semua tidak ada yang melihat hwesio yang ditakuti itu lari keluar, maka semua tahu bahwa hwesio kosen itu tentu telah mampus terbakar. Mereka bergembira, karena tadinya semua orang cemas dan ketakutan kalau-kalau hwesio itu keluar dari kelenteng dan mengamuk. Akan tetapi perwira itu tidak mau bekerja setengah-setengah.
"Bongkar puing itu dan mari kita lihat mayatnya!"
Kembali para serdadu bekerja. Kalau tadi mereka bekerja untuk membuat api adalah sekarang sebaliknya, mereka sibuk memadamkan api yang masih memerah. Akhirnya mereka membongkar bagian ruangan di mana hwesio tua tadi bersila. Akan tetapi di situ tidak terdapat mayat atau sisa-sisa mayat Beng Kun Cinjin. Mereka mencari ke bagian lain karena mengira bahwa hwesio itu dalam bingungnya dikurung api. mungkin berlari ke tempat lain. Akan tetapi di mana mana tak dapat ditemukan miyat si hwesio itu. Semua orang penasaran dan akhirnya mereka saling pandang. Bulu tengkuk mereka berdiri dan wajah mereka berubah pucat. Ternyata bahwa di dalam kelenteng yang sudah habis terbakar itu tidak dapat ditemukan mayat Beng Kun Cinjin! Beng Kun Cinjin, entah masih hidup entah sudah mati, telah lenyap dari tempat itu!
"Tak mungkin!"
Perwira itu berseru keras.
"Kalau dia bisa lari menyelamatkan diri, pasti terlihat oleh kita yang mengurung tempat ini. Hayo cari lagi!"
Sampai matahari condong ke barat dan tempat itu sudah dibongkar sama sekali, mereka tetap saja tidak dapat menemukan mayat Beng Kun Cinjin Akhirnya perwira itu menjadi ketakutan sendiri dan dengan wajah lesu ia memberi perintah kepada anak buahnya untuk kembali ke kota raja membuat laporan sambil membawa kawan kawan yang terluka dan tewas. Kalau di waktu datang ke dusun itu rombongan tentara Boan ini nampak garang dan galak, adalah sekarang perginya nampak lesu dan muram.
"Ada setan, tolooong...!" "Siluman hitam...! Siluman hitam...! Hayo kepung, tangkap!"
Teriakan-teriakan ini terdengar di tengah malam di dalam lingkungan bangunan istana kaisar di kota raja. Maka sebentar saja keadaan menjadi geger tidak karuan. Para pelayan lari tunggang-langgang saling bertumbukan, para pengawal siap-sedia dan berkumpul untuk menghadapi setan atau siluman yang membikin takut orang itu. Pembesar-pembesar yang tidak mengerti ilmu silat. cepat menyembunyikan diri akan tetapi para pangeran yang pandai ilmu silat, keluar sambil mem-bawa senjata. Sikap mereka ini gagah seakan-akan setiap orang sanggup untuk melawan setan!
Tinggi di atas wuwungan istana, benar saja kelihatan sesuatu makhluk yang kelihatan mengerikan. Bentuknya seperti manusia, kepalanya gundul, perawakannya tegap dan tinggi besar, dadanya bidang dan nampaknya kuat sekali, sepasang matanya saja yang nampak berkilat-kilat karena muka dan kepalanya. juga tangan dan kakinya, semua menghitam! Dia ada juga berpakaian, akan tetapi sukar disebut pakaian karena tidak karuan macamnya, hanya menutupi bagian terpenting saja, dari atas lutut sampai dipinggang. Ada juga sedikit bagian pakaian yang masih mengalungi pundak kirinya, akan tetapi semua sudah cabik-cabik dan hangus.
Di bawah genteng para pengawal dan busu sudah siap dan berkumoul. semua memandang ke atas penuh perhatian. Beberapa orang pengawal yang siang tadi ikut menyerbu Kelenteng Kwan-te-bio menjadi pucat sekali setelah sinar lampu dan sinar bulan menerangi muka makhluk itu..
"Dia......dia Beng Kun Cinjin..!"
Kata perwira yang tadi memimpin serangan. Semua pengawal yang mendengar ini, menjadi pucat. Perwira yang memimpin pasukan siang tadi sudah bercerita tentang keanehan yang terjadi, yakni bahwa kelenteng telah dibakar habis akan tetapi hwesio di dalamnya hilang musnah, hal yang amat tidak mungkin. Dan sekarang, pada tengah malam. hwesio itu muncul dalam keadaan mengerikan sekali. Tubuh dari pakaiannya hangus menghitam! Siapa yang takkan merasa gentar dan serem?
"Betul, dia..... dia setan dari hwesio yang mati terbakar. Hidup lagi... jadi setan...!"
Mendengar kata-kata ini, ada beberapa orang pengawal istana sudah lari lintang pukang saking takutnya. Akan tetapi para panglima yang hadir di situ membentak sehingga pengawal-pengawal yang lari menghentikan larinya dan kembali dengan muka merah.
"Manusia atau setan iblis atau bukan, kita harus menangkapnya!"
Kata seorang Panglima Kim-i-wi (Pengawal Baju Sulam) yang terkenal sebagal jagoan dan berilmu tinggi. Panglima ini masih muda dan dalam kedudukan para pengawal kaisar, ia terhitung menduduki tingkat ke dua.
Namanya Lo Thung Khak dan ilmu tombaknya membuat ia dijuluki orang Sin-chio (Tombak Sakti), dan dalam, usia tigapuluh lima tahun sudah dapat menduduki tingkat demikian tinggi, membuktikan bahwa kepandaiannya memang lihai. Setelah berkata demikian untuk membesarkan hati kawan-kawannya, Lo Thung Khak memutar-mutar tombaknya dan membentak makhluk di atas genteng itu.
"Siapakah kau? Manusia atau setan? Ada niat apa datang di sini?"
Suara pertanyaan ini bergema di tengah, malam, keras dan panjang karena Lo Thung Khak mempergunakan tenaga khikangnya. Semua orang berdebar menanti untuk mendengarkan jawaban makhluk yang berdiri tegak tak bergerak di atas wuwungan yang tinggi itu.
Jawaban itu datang dan hanya merupakan suara ketawa bergelak yang panjang menusuk telinga. Suara ketawa itu makin lama makin meninggi dan tiba- tiba terdengar suara beberapa orang menjerit kesakitan dan roboh seperti orang lumpuh. Mereka ini adalah orang-orang yang kurang tinggi kepandaiannya sehingga tidak kuat mendengarkan suara ketawa itu lebih lama lagi. Mereka yang lweekangnya sudah tinggi dapat mengerahkan tenaga dalam untuk menolak pengaruh suara ini dah memperkuat isi dada. Suara ketawa ini bukan lain adalah semacam cara menyerang yang mempergunakan getaran suara lweekang untuk merusak telinga dan jantung lawan! Inilah semacam kepandaian berdasarkan lweekang yang sudah tinggi sekali tingkatnya dan akibatnya, ada lima orang pengawal yang roboh dengan jantung pecah dan binasa di tempat dan saat itu juga! Suara ketawa berhenti dan terdengarlah suara Beng Kun Cinjin yang menggeledek.
"Kawanan, tikus! Siang tadi kalian membakar kelenteng dan hampir saja membakar diriku. Hmm makin didiamkan kalian makin menjadi! Sekarang saatnya Beng Kun Cinjin membalas dendam. Bersiaplah untuk mampus sebelum kaisarmu kubinasakan!"
Suara ini demikian berpengaruh dan menakutkan sehingga untuk sejenak semua Kim i-wi dan para siwi dan busu lain berdiri terpaku dengan muka berubah Akan tetapi hanya sebentar saja karena segera timbul kemarahan mereka. Mereka terdiri dari orang orang pilihan ahli silat tinggi yang kepandaiannya sudah sampai di tingkat atas. Mereka adalah jagoan jagoan. Bangsa Mongol, ada pula Bangsa Cin. dan Bangsa Han yang menjadi kaki tangan pemerintah Boan karena ingin memperoleh kemuliaan duniawi.
Lo Thung Khak juga marah sekali. Ia menuding dengan tombaknya sambil memaki.
"'Bangsat gundul yang sombong! Siapa takut mendengar obrolan kosongmu?"
Sekali ia menggerakkan kedua kaki ia telah melompat naik ke atas genteng, diikuti oleh belasan orang Kim i wi yang tingkat kepandaiannya sudah tinggi.
Gerakan mereka ini demikian ringan dan kaki mereka tidak mengeluarkan suara ketika mereka tiba di atas genteng, tanda bahwa ginkang mereka sudah sempurna. Kemudian mereka berlompat-lompatan makin tinggi untuk mendatangi hwesio yang berdiri tegak di atas wuwungan itu. Beng. Kun Cinjin hanya berdiri tegak, tertawa-tawa dan kedua tangannya bertolak pinggang. Ia menanti sampai belasan orang lawannya itu tiba di atas wuwungan, kemudian dengan secara tiba tiba ia melakukan pukulan dengan kedua tangannya. Dua lengan tangan yang kuat dan berotot ini digerakkan ke depan bertubi seperti riang mendorong.
Belasan orang Kim i-wi hu berpencar dan menghadapi pukulan jarak jauh ini dengan sikap masing masing. tergantung dari pada ilmu silat mereka. Ada yang merendahkan tubuh dan memasang kuda-kuda sambil mengerahkan lwee kang, ada pula yang melompat tinggi sekali untuk menghindarkan diri. ada pula yang melakukah gerakan menangkis dengan pengerahan tenaga lweekang. Hanya dua orang yang terpelanting roboh karena tidak dapat menahan gelombang hawa pukulan dari Beng Kun Cinjin akab tetapi yang dua inipun hanya terpelanting karena kuda-kudanya gempur, sama sekali tidak menderita luka.
Beng Kun Cinjin maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan-lawan yang berat, jauh bedanya dengan pasukan yang siang tadi menyerbunya di dalam Kelenteng Kwan-te-bio. Oleh karena itu, iapun tidak mau membuang waktu sia-sia dan cepat melompat dan menyambut mereka dengan ilmu pukulan tangan kosong yang luar biasa hebatnya. Ilmu silat ini dilakukan dengan gerakan yang lambat dan kelihatannya perlahan saja akan tetapi oleh karena penggunaannya didasarkan pada tenaga lweekang dan sinkang. maka setiap senjata lawan yang datang menyambar, selalu tertolak oleh hawa pukulan ini dan terpental sebelum mengenai tubuh Beng Kun Cinjin.
Hwesio yang kini menjadi hitam seluruhnya ini memang seorang yang sakti. Ilmu pukulannya jarak jauh yang tidak sembarang orang sanggup menerima adalah ilmu pukulan ciptaannya sendiri berdasarkan lweekang yang disebut Lui kong-Jiu, (Tangan Sinar Kilat). Ilmu pukulan ini memang amat dahsyat dan kalau menghadapi lawan yang kurang pandai, biarpun ada berapa banyak, dari jarak tiga empat tombak saja Beng Kun Cinjin sanggup memukulnya roboh dan tewas atau setidaknya terluka hebat di bagian dalam tubuh. Selain ilmu pukulan jarak jauh yang dahsyat ini, tentu saja Beng Kun Cinjin masih mempunyai banyak sekali macamnya ilmu silat tinggi, akan tetapi di antaranya yang paling terkenal adalah ilmu silat warisan dari gurunya pertapa di Himalaya itu, yakni Ilmu Silat Pai-in-ciang" (Ilmu Silat Pendorong Awan). Ilmu silat ini tidak memerlukan kecepatan gerakan, melainkan berdasarkan tenaga lweekang yang sudah mendalam. Gerakan-gerakannya lambat saja. akan tetapi biarpun lawan bersenjata, ilmu silat ini dapat dipergunakan untuk menghadapi lawan itu.
Di samping dua macam ilmu silat tangan kosong jarak jauh dan jarak dekat ini, masih banyak ilmu silat tangan kosong yang ia dapat mainkan, bahkan hampir seluruh ilmu silat tinggi pernah dilihatnya dan ia dapat mengenal gerakan lawan. Selain ini, Beng Kun Cinjin pandai mempergunakan delapanbelas macam senjata persilatan akan tetapi ia iebih suka mempergunakan senjata yang lain dari pada yang lain. yakni tasbehnya.! Dahulu, sebelum menjadi hwesio, dia memang ahli mempergunakan senjata rantai. Akan tetapi setelah ia menjadi hwesio dan setiap hari memegang tasbeh. ia lalu menciptakan ilmu silat dengan tasbeh yang berdasarkan ilmu silat rantai. Demikian lihatnya ia dalam penggunaan senjata istimewa ini sehingga di bagian depan telah dituturkan bagaimana dengan tasbeh tergantung di leher ia dapat menangkis serangan tiga macam senjata dengan hanya menggerakkan kepala dan tasbeh itu bisa menangkis sendiri ke atas!
Terlalu panjang kalau dituturkan tentang semua kepandaian hwesio sakti ini, pendeknya dia adalah seorang tokoh besar dunia persilatan yang pada masa itu jarang sekali ada tandingannya.
Demikianlah, setelah Beng Kun Cinjin menyerang, biarpun ia dikeroyok oleh empatbelas orang Kim i-wi yang berkepandaian amat tinggi, dalam sepuluh jurus ia telah berhasil menendang dua orang busu sampai terlempar dari atas wuwungan dan binasa pada saat itu juga! Pertempuran berlangsung makin ramai dan kini yang naik ke atas wuwungan tidak kurang dari tiga puluh orang pengawal kaisar yang jagoan!
Belasan jurus berlalu dan keadaan di atas istana itu ramai bukan main. Suara orang bertempur seakan akan merupakan pertempuran besar-besaran, padahal pertempuran itu hanyalah seorang hwesio yang dikeroyok oleh para busu dan Kim i-wi. Gerakan para pengawal itu ribut dan cepat, sebaliknya Beng Kun Cinjin bergerak lambat dan tenang, namun setelah belasan jurus lewat, kembali ada tiga orang busu yang terlempar, seorang dengan kepala pecah dan dua orang dengan tulang tulang iga patah-patah terkena hantaman tangan Beng Kun Cinjin yang melebihi besi kerasnya!
Akan tetapi kini para pengawal yang tingkatnya tinggi dan boleh dibilang menduduki tingkat pertama dan ke dua. naik juga ke wuwungan dan ikut mengeroyok. Beng Kun Cinjin kewalahan menghadapi puluhan orang busu, apa lagi ia harus menghadapi lawan banyak di atas wuwungan yang tidak rata dan licin sedangkan keadaan mulai gelap, maka sambil tertawa bergelak ia lalu melayang turun ke bawah.
Sambil berteriak-teriak Lo Thung Khak dan kawan-kawannya juga melompat turun mengejar. Lo Thung Khak lebih cepat dari kawan-kawannya, maka dialah orang pertama yang menghadapi Beng Kun Cinjin dan inilah kesalahannya. Dengan bantuan kawan-kawannya, Panglima Kim-i-wi ini masih dapat mengimbangi Beng Kun Cinjin. akan tetapi kini berdepan satu lawan satu. dia seperti murid bertemu gurunya. Sekali saja Beng Kun Cinjin menggerakkan kedua tangan menyerang, biarpun Lo Thung Khak memutar tombaknya, tetap saja ia terdorong ke belakang dan jatuh terjengkang. Nyawanya tentu akan melayang karena Beng Kun Cinjin melompat maju untuk memukulnya lagi. kalau saja para Kim i-wi yang lain tidak keburu datang. Mereka ini melihat Lo Thung Khak roboh, segera maju mengeroyok dan hwesio itu dihujani senjata. Terpaksa Beng Kun Cinjin membatalkan niatnya membunuh Lo Thung Khak dan dengan tenang ia memutar kedua lengan menghadapi keroyokan para Kim-i-wi.
Lo Thung Khak merayap bangun, dadanya terasa sakit dari ketika ia membuka bajunya, dada itu matang biru tanda telah terluka. Panglima ini tidak berani maju lagi dan terpaksa ia berlari ke tempat canang bahaya digantung, kemudian ia memukul canang itu bertalu-talu untuk memberi tahu kepada kawan-kawan lain dan seisi istana bahwa ada bahaya besar mengancam! Karuan saja semua penghuni istana menjadi gempar dan mengira bahwa ada pasukan musuh menyerbu istana. Kalau mereka tahu bahwa yang datang menyerbu hanya seorang hwesio, tentu mereka ini akan terheran-heran dan tidak percaya.
Kembali dalam waktu pendek Beng Kun Cinjin sudah berhasil merobohkan lima orang pengeroyok, bahkan ia mulai mendesak belasan yang lain. Setelah hwesio itu turun di atas lantai dan tersorot sinar penerangan yang bergantungan di ruangan itu. kelihatanlah keadaannya dengan nyata. Benar-benar hwesio sakti yang aneh. Pakaiannya compang-camping dan bekas terbakar, akan terapi kulitnya hanya berubah hitam seperti pantat kwali dan tidak terluka sama sekali. Biasanya kalau kulit manusia terkena api akan melepuh dan terluka. akan tetapi hwesio ini hanya hangus saja!
Kembali terdengar jerit mengerikan ketika dua orang Kim-i wi terpelanting dengan kepala pecah terkena hantaman tasbeh! Kini Beng Kun Cinjin yang sudah mulai marah itu memegang tasbehnya, senjatanya yang hebat. Dan gerakan pertama dari tasbeh itu berhasil menghancurkan kepala dua orang Kim-i-wi. Biarpun para pengawal itu makin bertambah jumlahnya namun mereka menjadi gentar juga melihat kedahsyatan hwesio ini. Maka mereka hanya menyerang dengan hati-hati sekali dan selalu siap sedia untuk menjauhkan diri apa bila senjata hwesio menyambar. Oleh karena itu, keadaan Beng Kun Cinjin seperti seekor harimau terjebak, terkurung di tengah-tengah tanpa ada yang berani menyerang terlalu dekat, hanya mengganggu saja dengan gertakan dan serangan jarak jauh.
"Tikus-tikus tiada guna, hayo maju kalau kalian berani! Kalau takut mundur saja biar aku mencari dan membunuh kaisarmu!"
Seru Beng Kun Cinjin dengan mata terbelalak. sikapnya makin liar menakutkan.
Tiba-tiba berkelebat dua buah senjata gembolan yang digerakkan demikian kerasnya sehingga mengeluarkan angin. Sepasang gembolan toi menyambar ke arah tubuh Beng Kun Cinjin dibarengi dengan suara menggereng dari pemegangnya. Beng Kun Cinjin mengeluarkan suara ketawa, mengejek dan tasbehnya menyambar cepat sekali melebihi cepatnya datangnya gembolan dan tasbeh ini menyambar ke arah sepasang lengan yang memegang senjata-senjata itu!
"Curang!"
Bentak orang yang baru datang dan terpaksa menarik kembali sepasang gembolannya karena kalau dilanjutkan, sebelum sepasang senjatanya mengenai lawan, lebih dulu lengannya akan dihajar oleh tasbeh itu. Akan tetapi. Beng Kun Cinjin luar biasa cepatnya. Tasbehnya sudah menyusul lagi dengan serangan ke arah dada lawan yang baru datang ini. Akan tetapi, sepasang gembolan itupun dengan cepatnya menangkis.
"Trangggg........!"
Beng Kun Cinjin melangkah mundur dan memandang tajam. Ia agak kaget mendapatkan-orang yang dapat menangkis tasbehnya. Di depannya berdiri seorang bertubuh pendek akan tetapi besar, nampak kuat bukan main, mukanya penuh bulu sehingga kelihatan seperti seekor singa. Kembali Beng Kun Cinjin terkejut. Biarpun orang ini memakai pakaian sebagai Panglima Kim-i-wi kelas satu, namun ia tidak pangling. Apa lagi sepasang gembolan itu ia kenal baik. Orang ini dahulu adalah seorang tokoh kang-ouw di daerah selatan. Hek-mo Sai-ong nama julukannya. Tertawalah Beng Kun Cinjin, karena pernah satu kali Singa Hitam ini kalah olehnya dalam pertandingan pibu antara orang-orang gagah di selatan.
"Ha-ha-ha, pinceng kira siapa, tak tahunya Hek-mo Sai-ong. Kau juga menjadi pengawal kaisar? Ha-ha-ha!"
Hek-mo Sai-ong tidak menghiraukan ejekan itu, bahkan ia berkata membujuk.
"Beng Kun Cinjin. sesungguhnya akulah orangnya yang mengusulkan kepada hong siang (kaisar) agar kau diberi kedudukan di dalam Istana menjadi pemimpin para Kim-i-wi karena aku tahu, bahwa kaulah orangnya yang paling tepat untuk menjadi pembesar seperti itu. Hong siang bermaksud baik dan apakah gunanya kepandaianmu kalau dalam kesempatan ini kau tidak membantu pemerintah baru mengamankan negara? Marilah kita bicara baik baik. dan aku yang akan mintakan ampun kepada hongsiang agar kau diterima menjadi pengawal dan hidup mulia di sini."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng Kun Cinjin tertawa bergclak.
"Setan hitam, suaramu mengandung racun jahat. Orang sudah membakar kelenteng dan membuat pinceng hangus seperti ini. mau bicara apa lagi? Akan kubunuh kaisarmu dan akan kubasmi setan-setan macam engkau!"
"Manusia sombong dan kepala batu........"
Kata Hek mo Sai-ong sambit memutar gembolannya menyerang. Dua orang lihai ini bertempur hebat. Hek-mo Sai-ong adalah Panglima Kim-i wi yang memimpin para pengawal di dalam istana bagian depan. Dia seorang tokoh kang-ouw di selatan, seorang ahli silat yang mengandalkan tenaga gwakang. Tenaganya besar seperti tenaga gajah dan ilmu silatnya juga cepat dan kuat Biar pun usianya sudah mendekati limapuluh tahun, namun tenaganya tidak berkurang, bahkan dari latihan yang tekun, tenaga dan kepandaiannya meningkat kalau dibandingkan dengan dahulu ketika ia pernah dikalahkan oleh Beng Kun Cinjin.
Senjata benggolan adalah penggada yang ujungnya besar. Senjata ini berat sekali dan sekali menyerempet kepala pasti kepala itu akan pecah. Kalau mengenai tubuh akan membikin remuk tulang dan membikin hancur kulit daging. Apa lagi kalau yang memainkan senjata ini Hek-mo Sai-ong bukan main hebatnya. Bagaikan sepasang garuda hitam menyambar-nyambar dengan dahsyatnya, mendatangkan angin yang berbunyi karena meniup-niup keras. Ia ingin sekali merobohkan hwesio yang perhah mengalahkannya dan sekarang berkepala batu ini, maka serangannya pun bertubi-tubi dan yang dikeluarkan hanya jurus-jurus yang paling berbahaya. Akan tetapi, duapuluh jurus kemudian ia harus mengaku bahwa selama ini Beng Kun Cinjin juga meningkat kepandaiannya dan diam-diam Hek-mo Sai-ong mengeluh. Para pengawal lainnya tidak berani turun tangan membantu karena memang bagi seorang ahli silat tinggi apa bila sedang bertempur, merasa enggan dibantu. Selain hal ini memalukan juga dapat mengacaukan permainan silatnya sendiri, dapat mengacaukan siasat penyerangan.
Akan tetapi, kalau dilanjutkan. Hek-mo Sai-ong pasti akan kalah, ia sudah terdesak sekali dan hal inipun ia maklum. Kalau ia kalah, kali ini Beng Kun Cinjin takkan mengampuninya seperti dahulu ketika bertanding dalam pibu. Sekarang ini. kalah berarti binasa. Untuk minta bantuan Hek-mo Sai-ong merasa malu!
Tiba-tiba sambil mengeluarkan gerengan keras, Hek-mo Sai-ong mengayun gembolannya yang kanan menyerang ke arah kepala, yang kiri mengikuti gerakan pertama dan hendak menyusulkan serangan ke dua apabila serangan pertama gagal. Dia mempergunakan gerak tipu Ji-sai-chio-cu (Dua Singa Berebut Mustika), semacam serangan yang amat berbahaya.... Serangan gembolan kanan yang menyambar ke arah kepala memang tidak begitu berbahaya bagi seorang yang sudah tinggi tingkat ilmu silatnya, akan tetapi orang harus berhati-hati terhadap gembolan kiri yang kelihatannya diam saja itu, karena ke manapun juga Tawan mengelak dari gembolan kanan, akan disambut oleh gembolan kiri!
Akan tetapi Beng Kun Cinjin bukan seorang luar biasa kalau tidak mengenal siasat pancingan ini. Sambil tersenyum mengejek, tasbehnya bergerak cepat membelit ujung gembolan kanan dan sambil membetot tasbehnya sehingga lawannya tertarik dan kuda-kudanya miring, ia mengirim pukulan Pai-in-ciang dengah tangan kirinya ke arah tangan yang memegang gembolan kiri.
Hek-mo Sai-ong mengeluarkan teriakan keras dan kedua gembolannya terlepas dari pegangan. Ia sendiri lalu menjatuhkan diri bergulingan sambil kedua tangannya diayun ke depan. Empat butir pelor batu melayang ke arah empat bagian jalan darah di tubuh Beng Kun Cinjin yang berbahaya. Inilah keistimewaan dari Hek-mo Sai-ong dan sering kali serangan terakhir pada saat ia amat terdesak ini merubah kedudukan dan lawannya dapaf dikalahkan. Akan tetapi, kali ini serangannya yang dilakukan secara menggelap dan tiba-tiba hanya berhasil menyelamatkan dirinya saja akan tetapi sama sekali tidak berhasil merobohkan lawan. Dengan dua gembolan rampasannya. Beng Kun Cinjin memukul runtuh empat pelor batu itu. kemudian sambil tertawa mengejek ia mengangkat dua gembolan lalu mengadu dua senjata itu dengan keras sekali satu kepada yang lain. Terdengar suara keras dan sepasang gembolan itu pecah berkeping-keping!
Hek-mo Sai-ong boleh menarik napas panjang dan lega karena ia terbebas dari pada maut. Kini seorang tinggi kurus bermuka hijau yang memegang senjata aneh sekali berdiri menggantikannya menghadapi Beng Kun Cinjin. Hek-mo Sai ong girang melihat munculnya sahabatnya ini. Si tinggi kurus ini melihat muka dan sikapnya, mudah diduga bahwa dia seorang Mongol aseli. Orangnya kelihatan lemah, mukanya kehijauan, akan tetapi dia adalah seorang ahli lweekeh yang disegani di Mongolia. Namanya Tagudai dan setelah berada di kota raja. para pengawal lain yang berlidah Tionghoa menyebutnya Ta Gu Thai. Sepasang senjatanya istimewa sekali, merupakan lingkaran golok atau pisau sebanyak tujuh batang yang gagangnya bersambung menjadi satu pada sebuah gelang sehingga merupakan roda dari golok dengan runcingnya menghadap di luar. Ta Gu Thai memegang sepasang roda golok ini di tengan-tengah, yakni gelangan yang ditancapi gagang gook-golok kecil itu. Selain aneh, juga senjata ini nampak mengerikan sekali berkilauan terkena cahaya lampu saking tajamnya golok-golok kecil itu.
Berbeda dengan kedudukan Hek mo Sai ong sebagai komandan Kim i-wi tingkat satu di bagian depan, adalah Ta Gu Thal ini komandan Kim i-wi tingkat satu di bagian dalam jadi boleh dibilang dialah sesungguhnya pengawal pribadi kaisar! Dibandingkan dengan Hek-mo Sai-ong, tingkat kepandaiannya seimbang hanya bedanya kalau Hek-mo Sai-ong adalah ahli gwakang sebaliknya Ta Gu Thai ini seorang ahli lweekang. Akan tetapi mengingat bahwa senjata dari Ta Gu Thai lebih aneh dan ilmu silatnya adalah ilmu silat Mongolia aseli, maka bagi seorang ahli silat Tiongkok, Ta Gu Thai terhitung lebih "berat"
Untuk dilawan.
Ta Gu Thai menghadapi Beng Kun Cinjin dengan mata bersinar-sinar. katanya mencela.
"Beng Kun Cinjin. kau benar-benar tidak mengenal kemuliaan hati hong siang yang bermaksud baik padamu."
"Maksud baik? Apakah membakar kelenteng dan niat membakar aku hidup-hidup kau katakan bermaksud baik?"
Beng Kun Cinjin tersenyum sindir.
"Aku hendak membunuh kaisarmu itu!"
"Hem, enak saja kau bicara. Aku adalah Ta Gu Thai, aku yang menjadi pengawal pribadi kaisar. Sebelum putus leherku bagaimana kau bisa bicara tentang niatmu yang jahat itu?"
"Kalau begitu mampuslah!"
Dengan marah sekali Beng Kun Cinjin menyerang dengan tasbehnya. serangannya keras dan cepat sekali. Ta Gu Thai memutar roda golok sebelah kiri dan menangkis. Terdengar suara keras dan bunga api berpijar ketika dua senjata ini bertemu. Beng Kun Cinjin merasa tangannya tergetar, maka maklumlah ia bahwa lawannya adalah seorang ahli lwee-keh yang tenaga lweekangnya tak boleh dipandang ringan dan seimbang dengan tenaganya sendiri.
Ta Gu Thai juga maklum dari benturan senjata tadi bahwa hwesio itu benar -benar kosen seperti yang seringkali ia dengar dari Hek mo Sai-ong, maka ia tidak mau berlaku lambat dan cepat dua buah roda goloknya diputar cepat sehingga berubah menjadi kitiran berkilauan yang menyambar-nyambar di atas kepala, turun naik nampak indah kali. Akan tetapi jangan dipandang ringan senjata yang nampak indah ini karena sedikit saja terkena atau tersentuh oleh roda golok yang terputar putar itu. jangan kata baru anggauta luhuh terdiri dari kulit daging tulang, biarpun senjata baja kalau pemegangnya kurang pandai dapat terbabat putus!
"Bagus, senjata yang baik dan ilmu silat yang lihai!"
Beng Kun Cinjin memuji. Sudah sering kali ia menghadapi perwira-perwira Mongol yang lihai dalam pertempuran beberapa tahun dahulu ketika tentara Mongol mulai menyerbu ke selatan. Akan tetapi harus diakui bahwa baru ini kali ia menghadapi seorang Panglima Mongol yang selain lihai ilmu silatnya dan besar tenaga lweekangny juga mempunyai sepasang senjata yang aneh dan tak pernah dilihatnya. Oleh karena itu. untuk belasan jurus lamanya ia hanya menangkis, mengelak dan mempertahankan diri saja, karena ia ingin sekali melihat jelas bagaimana sepasang senjata aneh itu dimainkan lawan.
Akan tetapi ia tidak dapat bertahan terus karena sesungguhnya lawan amat berbahaya. Setelah duapuluh jurus lewat, barulah Beng Kun Cinjin mulai membuat serangan balasan dan sebentar saja ternyata bahwa betapapun lihai lawannya, hwesio ini tetap saja masih menang setingkat. Makin lama Panglima Mongol yang kosen itu makin terdesak dan gulungan sinar sepasang senjatanya makin menciut, sebaliknya tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin menyambar nyambar mencari nyawa.
Kalau tadi Hek-mo Sai-ong ketika melawan Beng Kun Cinjin merasa malu untuk minta bantuan, adalah karena dia dahulunya seorang tokoh kang-ouw yang kenamaan, dan sudah menjadi watak seorang kang ouw yang gagah untuk pantang mundur pantang minta bantuan dalam sebuah pertempuran, apa lagi kalau menghadapi sesama tokoh kaugouw Tidak demikian dengan Ta Gu Thai Panglima Mongol itu setelah mengerti bahwa kalau dilanjutkan pertempuran itu ia akan kalah lalu memberi aba-aba kepada kawan-kawannya. Menyerbulah beberapa orang busu yang tinggi ilmu silatnya, bahkan Hek mo Sai-ong ikut menyerbu. Panglima Kim i-wi ini telah mengambil senjata gembolan baru dan kini ia menyerbu dengan sengitnya.
Kali ini Beng Kun Cinjin benar-benar terdesak, akan tetap, dia benar-benar hebat. Tidak.saja tasbehnya merupakan gulungan sinar putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga jangankan baru senjata lawan, biarpun ia disiram air hujanpun kiranya takkan basah tubuhnya. Demikian cepatnya tasbeh itu berputar. Dan di samping ini ia masih menggerakkan tangan kirinya, membagi bagi pukulan jarak jauh dengan Ilmu Silat Lui kong-jiu. Beberapa orang busu terpaksa menjauhkan diri karena pukulan ini tak boleh dipandang ringan. Bahkan dalam sebuah rangsekan hebat, sebuah daripada gembolan di tangan Hek-mo Sai-ong kembali pecah terpukul oleh telapak tangan kiri hwesio itu secara telak sekali!
"Hebat.....:, sayang Beng Kun Cinjin tidak mau kami angkat menjadi kepala pengawal......"
Tiba tiba terdengar orang berkata. Suaranya berpengaruh dan nyaring. tanda bahwa yang bicara bukanlah seorang biasa melainkan seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan wibawa besar.
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo