Cheng Hoa Kiam 2
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
Beng Kun Cinjin melirik ke kiri dan dari balik tirai bambu yang halus sekali ia melihat seorang laki-laki berdiri tegak menonton pertempuran. Laki-laki ini bertubuh tinggi besar, bersikap gagah sekali dan biarpun sudah tua masih kelihatan bertenaga kuat. Pakaian orang ini bukan main indah dan gagahnya. Mukanya persegi dan gagah seperti muka singa, jenggotnya panjang teratur rapi, kumisnya tebal, daun telinganya lebar. Sepasang matanya bersinar lembut akan tetapi mengandung bayangan sifat yang keras hati dan bersemangat! Pakaiannya bersulamkan benang emas dengan lukisan burung hong dan naga.
Hati Beng Kun.Cinjin berdebar. Inilah kaisar, tak salah lagi. pikirnya. Inilah orangnya yang menggerakkan tentara Mongol. yang telah menyerbu tanah airnya dan yang telah menewaskan laksaan rakyat Tiongkok. Tiba-tiba timbul kebencian besar di dalam dadanya, apa lagi kalau ia ingat bahwa hampir saja ia mati terbakar di dalam kelenteng.
"Kaisar lalim, kau harus mati lebih dulu!"
Bentaknya dan secepat kilat tubuhnya melesat ke arah tirai bambu. Terdengar bunyi nyaring ketika tirai bambu itu pecah dan tanpa memberi kesempatan lagi Beng Kun Cinjin menggerakkan tasbehnya memukul ke arah kepala kaisar! Akan tetapi ternyata kaisar bukan seorang lemah. Memang siapa yang mengenal Jengis Khan. akan tahu bahwa kaisar ini dahulu adalah seorang pemuda Mongol bernama Temu Cin yang gagah perkasa dan bersemangat baja. Kalau dia bukan seorang luar biasa, tak mungkin dia akan dapat membawa bangsanya yang tadinya dihina kanan kiri menjadi bangsa yang kuat dan hebat.
Serangan Beng Kun Cinjin dapat dielakkannya dengan mudah akan tetapi sebagai seorang kaisar, tentu saja ia tidak mau melayani hwesio ini dan secepat kilat ia melangkah mundur dan tiba-tiba saja lenyap dari depan Beng Kun Cinjin!
(Lanjut ke Jilid 02)
Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 02
Hwesio ini tercengang dan tidak percaya kalau kaisar dapat menghilang begitu saja seperti setan. Ketika ia melangkah maju. tahulah ia bahwa kaisar telah lari melalui pintu rahasia yang berada tepat di belakang kaisar, terbenam dalam dinding tembok tebal. Beng Kun Cinjin marah sekali. Diayunnya tasbeh dan terdengar suara keras dibarengi jebolnya tembok itu!
Sementara itu Ta Gu Thai dan Hek-mo Sai-ong bersama kawan-kawannya telah menyerbu ke dalam ruangan ini dan kembali Beng Kun Cinjin dikeroyok Akan tetapi setelah melihat kaisar. Beng Kun Cinjin tidak ada nafsu lagi untuk menawan para pengawal. Kini niat satu-satunya hanya mencari dan mendapatkan kaisar untuk dibunuhnya. Maka sambil memutar tasbeh untuk melindungi dirinya dari pada serangan lawan dari belakang, ia lalu melompat ke depan, menerjang tembok yang sudah jebol dan cepat mengejar dan mencari kaisar yang sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Gerakannya demikian cepat sehingga sebentar saja ia telah meninggalkan para pengawal, masuk ke sebelah dalam istana yang besar dan luas sekali itu
Ia tiba di ruangan yang amat indah dan sejuk hawanya. Ruangan ini merupakan ruangan terbuka, biarpun di bawahnya berlantai mengkilap dan bersih, akan tetapi atasnya tidak beratap. Di sini penerangan berwarna kehijauan dan bukan main segarnya hawa di tempat ini. Tiba di tempat yang demikian indah dan sejuk. Beng Kun Cinjin baru merasa betapa lelah tubuhnya, ia merasa bingung, tidak tahu harus mencari ke mana. Jalan dari ruangan ini amat banyaknya, lebih dari sepuluh lorong yang menjurus ke ruangan-ruangan lain. Anehnya, kalau tadi ia dikeroyok oleh banyak pengawal, kini tidak kelihatan seorang pun manusia. Memang, ada seorang dua orang lewat di lorong depan, akan tetapi mereka adalah pelayan-pelayan wanita yang membawa teng (lampu), jalannya demikian halus dan lemah lembut. Memang merupakan pantangan besar bagi Beng Kam Cinjin untuk menyerang wanita. Kalau saja terlihat seorang pelayan pria, tentu akan ditangkapnya dan dipaksanya menunjukkan di mana tempat atau kamar dari kaisar.
Selagi ia kebingungan, ia melihat berkelebatnya kaisar di ujung kiri. Cepat ia berlari memasuki lorong itu. Akan tetapi, seperti juga tadi kaisar lenyap begitu saja. Beng Kun Cinjin penasaran dan mengejar terus, akan tetapi lorong itu memutar dan kembali ia tiba di ruang terbuka yang tadi! Beberapa kali ia memasuki lorong-lorong berputar yang ujungnya kembali ke ruangan tadi lagi.
Beng Kun Cinjin makin bingung. Ia berdiri di tengah ruangan sambil bertolak pinggang, tasbehnya sudah digantungkan lagi di leher, Ia mendongak dan melihat langit biru gelap penuh bintang, pemandangan yang tentu akan menyenang kati hatinya kalau saja ia tidak sedang penasaran dan bernafsu hendak membunuh kaisar
Tiba-tiba ia mendengar suara alat musik khim ditabuh. Alangkah merdu suara itu dan nyata sekali pemainnya seorang ahli. Beng Kun Cinjin merasa bulu tengkuknya berdiri dan sekaligus seluruh perhatiannya tertuju kepada suara itu. Hm, lagu "Mencari kekasih di antara seribu bintang", lagu yang amat populer semasa ia masih muda dan sebelum bala tentara Mongol menyerbu ke selatan. Bagaimana ada orang berani mainkan lagu ini di dalam istana?
Beng Kun Cinjin mendengarkan terus, kepalanya agak dimiringkan sebagai biasanya seorang ahli mendengarkan musik kesayangannya.
"Sayang, ibu jari tangan pemain itu kurang bertenaga dalam membunyikan tali terbesar,"
Kata Beng Kun Cinjin perlahan. Namun ia diam-diam mengaku bahwa pemainnya sudah ulung, dan lagu itu dimainkan dengan amat baiknya.
Tiba-tiba terdengar suara nyanyian, diiringi suara khim itu. Kembali Beng Kun Cinjin merasa punggungnya dingin sekali, tanda bahwa perasaan halusnya tersentuh. Memang inilah kesukaannya di waktu ia masih muda dan ia memang mempunyai kelemahan terhadap semua ini,
"Hebat........."
Keluhnya mendengar suara wanita yang bernyanyi itu. Beng Kun Cinjin mendengarkan dan kini ia berdiri tidak tetap lagi, kedua matanya dipejamkan dan tubuhnya bergoyang-goyang. Ia merasa lemas dan nikmat, dan seluruh perhatiannya tercurah kepada suara nyanyian yang amat merdu itu.
"Seribu bintang di langit gemerlapan
cantik indah memberahikan
akan tetapi dimana dia kekasihku?
Tak kulihat di antara bintang seribu...........
seribu bintang cantik nian
namun tiada seperti kekasihku rupawan!
Bagai bulan purnama di antara bintang-bintang
kekasihku dalam hati menjadi penerang!"
Demikian merdu dan halus suara itu, demikian indah suara khim yang mengiringinya, dan tak terasa lagi tanpa disadari Beng Kun Cinjin melangkahkan kaki perlahan mendekati tempat dari mana suara itu datang. Hwesio ini segera terkena hikmat, tak sadar akan diri pribadi dan seakan-akan berada di bawah pengaruh gaib, terpesona oleh keindahan yang menyinggung jiwanya.
Beng Kun Cinjin tiba di depan sebuah jendela kamar. Jendela itu tertutup oleh sutera hijau yang bersulam kembang-kembang merah, tersorot lampu dari dalam amat indahnya kelihatan dari luar. Dari dalam kamar inilah keluarnya suara nyanyian dan khim yang menggetarkan jiwanya. Beng Kun Cinjin menggerakkan tangan kanan dan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, sutera hijau itu bolong, cukup lebar sehingga pandangan matanya dapat menembus dan melihat keadaan di dalam kamar.
Tiba-tiba sepasang mata Beng Kun Cinjin bersinar sinar bibirnya tersenyum aneh, keningnya berdenyut dan napasnya menjadi berat. Apa yang dilihatnya di dalam itu membuat ia makin terpesona sehingga ia seperti lupa siapa dia dan di mana dia berada, Serasa dalam surga dan berjumpa dengan bidadari.
Di dalam kamar yang perabotnya serba indah dan bersih itu, duduk seorang wanita berusia paling banyak duapuluh lima tahun. Cantik rupawan seperti mawar merah yang baru mekar. Pakaiannya dari sutera kuning dan biru tipis, gelungnya model puteri istana, agak lepas-lepas dan sedikit rambut berjuntai di depan keningnya, ia menundukkan muka jari-jari tangannya bergerak di atas tali tali khim dan bibirnya bergerak-gerak perlahan menyanyi.
Beng Kun Cinjin berdiri bengong. Kalau saja wanita itu tidak menabuh khim, kalau saja si cantik itu tidak bernyanyi pada saat seperti itu, kiranya hwesio ini tidak akan begitu terpengaruh. Akan tetapi kali ini Beng Kun Cinjin benar-benar lupa diri. Sepasang matanya bergerak-gerak dari atas ke bawah, dari bibir yang merah mungil, yang ketika bernyanyi kadang-kadang terbuka, sedikit memperlihatkan deretan gigi kecil-kecil putih seperti mutiara. Kemudian pandang matanya menurun, ke arah jari-jari tangan yang mungil, halus meruncing, demikian halusnya sehingga seakan-akan tak bertulang dan kulitnya begitu tipis seakan akan orang dapat melihat urat-urat merah yang berada di dalamnya.
Beng Kun Cinjin ketika masih muda memang amat suka akan keindahan, terutama sekali akan keindahan wajah wanita, dan tentang musik dan nyanyian. Dia dahulu terkenal sebagai pemuda yang suka keluyuran, suka bergaul dengan wanita-wanita penari dan penyanyi, pemuda yang berulang kali bertukar kekasih sehingga ia ditolak ketika melamar seorang gadis pujaan hatinya. Hal ini membuat ia patah hati dan semenjak itu. setelah ia mendengar penghinaan gadis itu yang mengecapnya sebagai laki-laiki hidung belang dan tak tahu malu, Beng Kun Cinjin memperdalam ilmu silatnya dan akhirnya masuk menjadi hwesio Ia mengambil keputusan untuk menjauhkan diri dari pada keduniaan, terutama sekali dari pada memikirkan wanita cantik dan mendekati musik dan nyanyian.
Sudah berpuluh tahun ia mempertahankan nafsu hatinya yang sering kali timbul dan selama itu ia berhasil mempertahankan keteguhan iman dan batinnya. Akan tetapi, selama puluhan tahun itu. belum pernah ia melihat yang seperti ini. belum pernah ia melihat seorang wanita secantik ini, apa lagi seperti ini yang pandai menabuh khim dan bernyanyi, nyanyian kesayangannya di waktu muda lagi! Benar-benar hal yang amat luar biasa, mengapa begitu kebetulan?
Beng Kun Cinjia sudah tak diapat menguasai diri lagi, sudah berada di dalam cengkeraman hawa nafsu, berada di bawah pengaruh yang halus memenuhi hati dan pikirannya. Bagaikan dalam alam mimpi, kakinya bergerak menuju ke pintu kamar itu dan di lain saat ia telah membuka daun pintu dan melangkah masuk.
"Nona nyanyianmu merdu sekali."
Katanya ranah dan kini ia dapat melihat jelas betapa cantik jelitanya wanita itu setelah kini mengangkat muka dan memandang kepadanya dengan sepasang mata yang seperti bintang. Mula-mula mata itu seperti orang ketakutan, kemudian menjadi tenang seakan-akan hwesio itu tidak mendatangkan rasa takut lagi. dan berkatalah si cantik dengan suara halus merdu,
"Suhu membikin malu dan kaget aku saja. Nyanyianku amat buruk dan...... siapakah suhu yang gagah perkasa ini? Bagaimana bisa sampai di sini? Apakah suhu seorang calon pengawal batu?"
Beng Kun Cinjin menggeleng kepala, sepasang matanya masih menatap wanita itu dengan penuh kekaguman.
"Bukan, nona Memang kaisar minta pinceng menjadi koksu atau kepala pengawal di sini, akan tetapi pinceng tidak sudi dan timbul pertempuran."
Wanita, cantik itu nampak kaget, sepasang mata yang seperti mata burung hong itu terbelalak bening, alisnya yang seperti bulan muda itu berkerut, bibirnya yang kecil merah bergerak dalam setuan kaget.
"Ah. jadi suhu ini...... Beng Kun Cinjin yang datang hendak menghancurkan istana.? Aduhh........ suhu ampunkanlah jiwaku seorang wanita lemah......"
Serta-merta wanita itu. lalu melangkah maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Beng Kun Cinjin. Terdengar ia teriak menangis.
Gemetar seluruh tubuh Beng Kun Cinjin. Laki-laki gagah perkasa yang tidak keder menghadapi seratus orang musuh tangguh ini. sekarang, menjadi lemah lunglai menghadapi seorang wanita cantik jelita yang menangis dan minta ampun di depan kakinya. Tercium olehnya keharuman yang luar biasa seperti seribu satu sari bunga semerbak keluar dari wanita di depan kakinya itu.
Ia membungkuk dan menyentuh sepasang pundak wanita itu.
"Berdirilah kau nona, pinceng takkan mengganggu selembar pun rambut kepalamu."
Biarpun ia sudah menekan perasaannya, tidak urung suaranya terdengar gemetar dan parau ketika Beng Kun Cinjin merasa betapa lunak dan halus kulit pundak di bawah pakaian indah itu. Memang alam telah memberi senjata yang amat ampuh kepada kaum wanita yang dianggap, sebagai kaum lemah, dan senjata ini adalah stfat-sifat nya yang lemah lembut dan indah, yang cukup kuat untuk merobohkan hati laki laki yang bagaimana keras dan kuatpun!
"Nona, siapa namamu dan kau berada di istana ini sebagai apakah?"
Muka yang halus dan manis itu seketika menjadi merah padam. Pertanyaan ini sudah bukan semestinya dan jelas menunjukkan bahwa hwesio tinggi besar dan berkulit hitam hangus di depan nya ini sudah roboh betul-betul di bawah pengaruh kecantikannya. Wanita itu lalu tersenyum, tersenyum penuh kemenangan, juga penuh kelembutan dan daya penarik yang makin menggairahkan hati Beng Kun Cinjin.
"Cinjin yang gagah harap tidak memandang rendah kepadaku. Aku baru tiga bulan berada di istana dan mendapat kehormatan menjadi selir ke tujuhbelas dari kaisar. Kaisar amat sayang kepadaku akan tetapi sebaliknya aku tidak suka dijadikan selir yang ke sekian banyaknya. Hal inipun kaisar sudah mengetahui dan beliau berjanji akan menghadiahkan aku kepada seorang yang berjasa besar kelak......."
"Hemmm, siapakah namamu, nona?"
"Aku yang buruk dan bodoh bernama Hui Niang dari keluarga Kiu di Tai goan. Aku sudah mendengar tentang kegagahan Cinjin yang sakti luar biasa dan...... dan aku akan merasa aman sekali kalau mendapat perlindungan dari orang seperti Cinjin........."
Suara Hui Niang turun naik seperti orang bernyanyi merdu.
"Apa maksudmu........?"
Beng Kun Cinjin bertanya melangkah dekat.
"Cinjin yang gagah perkasa kalau hong siang sudah berkenan mengangkat Cinjin menjudi kok su bukankah itu baik sekali? Cinjin dapat hidup mulia di sini dan aku.... tak usah aku menanti untuk dihadiahkan kepada orang lain. Aku lebih suka melayani Cinjin selama hidupku, hidup dekat dengan seorang gagah perkasa yang mampu melindungi diriku selama hidup."
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut mungil dengan suara merdu merayu ini ditambah lagi dengan semerbak harum yang keluar dari si jelita, jatuhlah hati Beng Kun Cinjin. Lupa ia akan kepalanya yang gundul sebagai tanda bahwa adalah seorang pendeta yang sudah melepaskan semua nafsu keduniawian lupa ia kepada tasbeh yang tergantung di lehernya sebagai alat memusatkan pikiran dalam berdoa, lupa kepada usianya yang sudah tua. Nafsu membakar dirinya, membuat ia merasa seperti masih muda belia, masih seperti dulu ketika ia bernama Gan Tui dan menjadi seorang pemuda pemogoran dan hidung belang. Bagaikan seekor kerbau jinak yang mandah saja dituntun oleh algojo menuju ke tempat penyembelihan ia mandah saja dituntun oleh nafsu yang menghancurkan semua sifat kejantanannya!
Pada keesokan harinya, ketika Beng Kun Cinjin bangun dari tidurnya di atas pembaringan dalam kamar yang indah itu, datang pelayan-pelayan wanita yang muda muda dan cantik-cantik, dengan langkah berlenggang memasuki kamar itu sambil tersenyum-senyum membawa segala macam keperluan untuk mandi. Berganti pakaian dan makan pagi. Semuanya serba lengkap dan serba indah! Juga kepada Beng Kun Cinjin. para pelayan ini menyebut "koksu"
Yang terhormat.
Beng Kun Cinjin merasa agak malu akan perbuatannya sendiri, akan tetapi ia maklum bahwa semenjak saat itu ia tidak mungkin meninggalkan Hui Niang. Wanita ini benar-benar telah menjatuhkan hatinya dan di dalam dadanya bersemi kembali cinta kasih yang dahulunya hanya ia tujukan kepada gadis yang menolak cintanya. Cinta kasih yang sebetulnya masih belum mati di dalam kalbunya, yang; selama puluhan tahun ini ia tekan-tekan, sekarang bersemi kembali dan cepat berakar kuat, membuat ia menikmati kebahagiaan hidup yang belum pernah ia alami bersama Kiu Hui Niang, wanita cantik jelita itu. Cinta kasihnya terhadap Hui Niang amat besar, mengalahkan rasa segan dan malunya. Tadinya ia hendak menculik dam membawa pergi Hui Niang. akan tetapi wanita ini dengan bujuk rayu yang mesra menyatakan hendak membunuh diri kalau dibawa keluar istana, dan akhirnya Hui Niang berhasil menundukkan hati Beng Kun Cinjin dan berhasil membuat hwesio ini berjanji akan tinggal di situ, dan menerima pangkat yang diberikan oleh kaisar kepadanya!
Beng Kun Cinjin adalah seorang tokoh Kang ouw yang ulung dan yang sudah kawakan, maka segera ia dapat menindih rasa malu atau segannya. Bahkan dengan wajah gembira ia membiarkan Kiu Hui Niang kekasihnya itu melayaninya, berganti pakaian baru yang serba indah dan menghadapi meja untuk makan pagi yang serba lezat bersama kekasihnya, dilayani para dayang istana.! Seorang aneh seperti Beng Kun Cinjin sebentar saja dapat menyesuaikan diri dan bahkan dapat menikmati hidup, serba kemewahan ini,
Setelah selesai makan pagi, datanglah seorang pembesar setengah tua diikuti oleh perwira perwi ra istana yang malam tadi mengeroyoknya. Kedatangan mereka itu adalah kunjungan kehormatan dan dari jauh mereka sudah tersenyum-senyum sambil mengangkat tangan memberi hormat dan memberi setamat!
Beng Kun Cinjin berdiri dari tempat duduknya dan menanti mereka dengan senyum di mulut. Ia diam saja. menaati apa yang hendak mereka katakan. Pembesar yang bertubuh kurus tinggi itu maju memberi hormat, dibalas oleh Beng Kun Cinjin.
"Siauwte Hoan Cin Ong memberi selamat kepada koksu baru. Kedatangan siauwte ini adalah untuk menyampaikan ucapan terima kasih dari hong siang (kaisar) atas kerelaan dan kesediaan koksu membantu negara,"
Beng Kun Cinjin cepat memberi hormat dan diam-diam ia merasa bangga. Kaisar benar benar tahu memikat hati orang, sampai-sampai mengutus Menteri Hoan Cin Ong yang terkenal tinggi kedudukannya itu untuk memberi selamat dan menyampaikan terima kasih kepadanya.
"Ong-ya telah memberi kehormatan besar ke pada pinceng dengan kunjungan ini. Hanya sebutan koksu itu membikin pinceng merasa tidak enak dan kurang mengerti "
Katanya.
Tagudai atau Ta Gu Thai. Panglima Mongol yang semalam bertempur dengan dia bersenjata roda golok maju dan memberi hormat sambil berkata tertawa "Beng Kun Cinjin telah menerima anugerah hong-siang. diangkat menjadi koksu negara. Aku yang muda dan bodoh menghaturkan selamat dan aku merasa bangga sekali mempunyai pemimpin seperti Cinjin yang gagah perkasa."
Beng Kun Cinjin tertawa senang.
"Ciangkun terlalu merendahkan diri. Kepandaianmu juga hebat dan untuk masa kini sukar dicari keduanya. Untuk bekerja sama dengan ciangkun, benar-benar merupakan hal yang menggembirakan."
Hoan Cin Ong berkata lagi.
"Kalau koksu sudah sempat, siauwte diutus memberitahukan bahwa hong-siang telah menanti koksu di ruangan dalam istana."
Dengan tabah Beng Kun Cinjin lalu diiringkan oleh mereka itu menuju ke ruangan sidang di mana: ia diperkenankan menghadap kaisar. Kaisar memberi selamat kepadanya dan mengucapkan terima kasih bahwa hwesio kosen ini suka membantu pergerakannya. Dengan manis budi kaisar menghadiahkan Kiu Hui Niang kepadanya.
"Dia anak baik. syukur kalau koksu suka kepadanya. Apa bila koksu memerlukan sesuatu. sampaikan saja kepada Hoan Cin Ong, tentu segala keperluan koksu akan tersedia,"
Kata kaisar itu sambil tersenyum.
Beng Kun Cinjin menghaturkan terima kasih dan berjanji akan membantu kaisar.
"Hanya satu hal hamba harus memberi tahu kepada paduka, bahwa dalam pekerjaan ini, hamba hanya sanggup untuk menghalau musuh negara bukan bangsa hamba sendiri dan melindungi paduka dari pada penyerangan-penyerangan gelap. Kalau hamba disuruh membantu pergerakan menindas bangsa hamba sendiri, terpaksa hamba tidak sanggup melakukannya. Betapapun juga, hwesio ini kiranya masih ingat akan kebangsaan dan tidak mau mengkhianati bangsa sendiri! Kaisar Jengis Khan tertawa, biarpun di dalam hatinya agak kecewa.
"Koksu jangan kawatir. Kamipun mempunyai rencana untuk mengundurkan semua pasukan dan akan melakukan gerakan ke barat. Oleh karena itu, koksu hanya akan bertemu dengan musuh-musuh asing di dunia barat. Kami tidak akan melanjutkan gerakan ke selatan."
Memang, pada waktu itu. Jengis Khan baru mulai dengan rencananya menyerbu ke barat, ia sedang menghimpun kekuatan dan didapatkannya seorang pembantu seperti Beng Kun Cinjin. benar-benar menyenangkan hatinya karena tenaga hwesio ini merupakan bantuan yang amat berharga dalam menghadapi panglima-panglima musuh yang tangguh.
Setelah kaisar membeberkan rencananya menyerbu ke barat setelah menghimpun kekuatan dan memberi waktu kepada bala tentara untuk beristirahat. Beng Kun Cinjin diperkenankan mundur. Selama tiga bulan hwesio ini hidup bagaikan di dalam surga, penuh kenikmatan dan kemuliaan sehingga tubuhnya menjadi makin gemuk. Kulitnya yang hangus diobati dan mulai menghilang. Ia menjadi lebih terikat oleh Hui Niang dan menjadi lebih bahagia dalam kedudukannya yang baru ketika mendapat kenyataan bahwa Hui Niang telah mengandung!
Peristiwa di atas, yaitu runtuhnya hati Beng Kun Cinjin terhadap kecantikan Kiu Hui Niang dan mengakibatkan ia rela menjadi koksu dan menjadi apa yang oleh orang-orang gagah disebut 'anjing Bangsa Mongol"
Telah menggegerkan dunia kangouw di daerah selatan. Nama Beng Kun Cinjin sudah terkenal sebagai seorang gagah yang berjiwa patriot maka berita bahwa hwesio kosen itu rela menjadi kaki tangan kaisar penjajah hanya karena tergila-gila pada seorang wanita cantik, benar-benar mendatangkan heboh di kalangan kang-ouw Banyak orang gagah menjadi marah dan mencaci-maki Beng Kun Cinjin.
Yang paling merasa sedih dan marah di antara semua orang gagah, adalah murid-murid Beng Kun Cinjin sendiri. Beng Kun Cinjin mempunyai tiga orang murid yang ia sayang dan tiga orang ini sudah menjadi pendekar-pendekar yang ternama. Murid pertama dan kedua adalah suami isteri Thio Houw dan Kwee Goat Murid ketiga adalah adik Kwee Goat yang bernama Kwe Sun Tek.
Thio Houw dan isterinya membuka perusahaan piauwkiok (perusahaan expedisi mengirim barang) dan sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih. Mereka hidup bahagia dan sering kali suami isteri pendekar ini mengulurkan tangan menolong orang-orang yang sengsara, baik berupa pertolongan benda maupun tenaga. Oleh karena itu mereka amat dihormati dan disegani oleh kalangan kang-ouw, bahkan dunia Liok Lim (perampok) juga tidak berani sembarangan mengganggu, barang kiriman yang dikawal oleh perusahaan mereka. Tidak saja para penjahat segan mengganggu suami isteri yang budiman ini, juga mereka takut akan nama besar Beng Kun Cinjin, guru dari suami isteri itu.
Kwee Sun Tek biarpun sudah berusia hampir tigapuluh tahun, masih tetap jejaka. Ia membujang dan merantau ke mana saja untuk meluaskan pengalaman. Juga pendekar muda ini banyak menumpas kejahatan dan menolong orang yang bersengsara. Dari tiga orang muridnya ini, Beng Kun Cinjin memperoleh nama harum.
Oteh karena itu, alangkah kaget hati Kwee Sun Tek ketika ia merantau ke utara. ia mendengar akan keadaan suhunya yang telah menikah dengan seorang puteri istana Mongol dan menjadi koksu negara penjajah! Pendekar muda ini membanting-banting kaki dan lupa makan lupa tidur memikirkan keadaan gurunya. Ia merasa malu untuk hidup di dunia kang-ouw, malu karena tingkah laku suhunya, yang benar-benar di luar dugaan ini. Selama ia mengenal suhunya, orang tua itu adalah seorang hwesio yang hidup saleh, bagaimana sekarang tiba-tiba menjadi begitu tak tahu malu! Tanpa membuang waktu lagi, Kwee Sun Tek lalu lari menuju ke Shan-tung di mana encinya dan iparnya tinggal.
Thio Houw dan isterinya kaget setengah mati mendengar berita yang dibawa oleh Kwee Sun Tek. Thio Houw mengepal-ngepal tinjunya dan Kwee Goat menangis sedih.
"Suhu benar-benar melakukan perbuatan yang aneh Aku hampir tak dapat percaya kalau bukan kau yang membawa berita ini sute "
Kata Thio Houw.
"Aku sendiri tadinyapun tidak mau percaya,, akan tetapi sudah kuselidiki dan memang suhu telah berada di istana. Tadinya suhu melakukan perlawanan, bahkan kelenteng di mana suhu tinggal telah dibakar habis oleh bala tentara musuh. Kemudian suhu menyerbu ke istana hendak membunuh kaisar. Akan tetapi. entah mengapa dan entah apa yang terjadi di sana tahu-tahu dikabarkan orang bahwa kaisar telah mengangkat seorang koksu baru bernama Beng Kun Cinjin dan koksu itu menikah dengan seorang puteri Istana!"
''Memalukan! Memalukan sekali!"
Kwee Goat mengeluh.
"Kita harus ke sana dan membujuk suhu supaya keluar dari Istana!"
"Memang kita harus bertindak. Kalau dibiarin saja. nama kita semua akan menjadi busuk."
Kata Thio Houw.
"Akan tetapi kau tinggalah saja di rumah. isteriku, dan menjaga anak kita. Perjalanan ini belum tentu tidak menghadapi bahaya, biar aku dan Kwee-sute saja yang pergi."
"Tidak, aku penasaran dan aku akan ikut. Aku harus memperingatkan suhu,"
Kata isterinya membantah.
"Sukar juga."
Kata Kwee Sun Tek.
"Cihu juga tahu, biasanya suhu hanya memperhatikan kata-kata enci Goat dan sejak dulu suhu menuruti permintaan enci Goat yang amat disayangi. Memang baiknya enci Goat yang sekarang memperingatkannya, tentu ia akan malu dan akan menurut. Akau tetapi enci mempunyai anak yang baru berusia setahun......."
"Apa salahnya? Liong-ji (anak Liong) sudah besar dan tubuhnya kuat. laginya dengan adanya kita bertiga, dia sudah cukup terlindung. Kalau suhu tidak menuruti permohonanku dan suhu melihat Liong-ji, kiranya hatinya akan tergerak. Urusan ini menyangkut nama baik kita sekeluarga, cukup pantas kalau kita semua berkorban waktu dan tenaga."
Akhirnya, berangkatlah tiga orang, murid ini. bersama Thio Pek Liong yang baru berusia setahun lebih, ke utara, menuju ke kota raja yang belum lama dirampas oleh bafa tentara Mongol. Mudah saja bagi mereka untuk menyelidik keadaan koksu baru dan ternyata bahwa memang betul koksu yang baru diangkat itu adalab guru mereka!
Kepandaian suami isteri Thio Houw dan Kwe Goat sudah mencapai tingkat tinggi sekali karena mereka ini sudah mewarisi tiga perempat bagian dari kepandaian Beng Kun Cinjin. Hanya Kwee Sun Tek yang belum setinggi mereka tingkatnya, karena baru belakangan ia menjadi murid Beng Kun Cinjin. dan sebagian besar kepandaiannya ia dapat dari enci dan iparnya.
Karena mereka tidak mau membikin malu suhu mereka, maka mereka mengambil keputusan untuk mendatangi Beng Kun Cinjin secara diara diam dan di waktu tengah malam. Apa lagi mereka juga harus menanti sampai anak kecil itu tidur, karena tak mungkin membawa-bawa anak itu ke istana. Mereka bermalam di dalam sebuah kelenteng dan setelah anak itu tidur. Thio Houw menitipkan anaknya kepada hwesio penjaga kelenteng. Setelah itu mereka bertiga berangkat ke istana.
Kepandaian mereka sudah mencapai tingkat tinggi. Tembok yang melingkungi istana dengan mudah saja mereka lompati dan bagaikan tiga bayangan setan mereka melompat-lompat di atas wuwungan bangunan-bangunan istana itu mencari tempat tinggal Beng Kun Cinjin.
Akan tetapi, seperti telah diketahui istana juga mempunyai banyak pengawal yang lihai. Kalau para penjaga dan peronda yang terdiri dari tentara biasa tidak dapat melihat masuknya tiga orang pendekar ini, adalah para pengawal istana sudah mengetahui- Maka begitu tiga orang ini melompat turun ke ruangan tengah, mereka segera terkurung. Oleh lima orang pengawal yang dikepalai oleh Hek mo Sai-ong yang sudah memegang sepasang gembolan di kedua tangannya,
"Kalian ini orang-orang berani mati, siapakah kalian dan apa maksud kedatangan kalian di sini?"
Bentak Hek-mo Sai-ong. tidak berani berlaku terlalu kasar karena ia tadi melihat gerak-gerik tiga orang yang gesit, tanda bahwa yang datang adalah orang orang berilmu. Apa lagi ia belum tahu apa maksud kedatangan mereka.
Thio Houw bertiga tertegun juga melihat bahwa para pengawal itu ternyata sudah bersiap-siap dan tahu akan kedatangan mereka. Mereka datang bukan untuk membikin ribut di Istana, melainkan untuk membujuk suhu mereka keluar dari situ. maka Thio Houw Lalu menjawab singkat.
"Kami datang untuk bertemu dengan suhu Beng Kun Cinjin."
Hek-mo Sai-ong menjadi curiga. Hendak bertemu dengan orang pada waktu tengah malam dan melalui jalan seperti maling, benar-benar tak boleh dipercaya. Tentu mengandung maksud buruk.
"Koksu sedang beristirahat, tak boleh diganggu. Kalau ada keperluan, boleh datang menghadap besok. Mengapa mencari koksu pada tengah malam buta?"
Tegur Hek-mo Sai-ong.
"Mereka ini tentu bukan orang baik-baik"
Menyambung seorang pengawal yang sudah gatal-gatal tangannya untuk segera menyerang, ia memandang ringan kepada tiga orang ini. Thio Houw berpengawakan tinggi tegap dan gagah, isterinya cantik dan keren, sedangkan Kwee Sun Tek tampan dan agak kurus. Tidak ada yang aneh pada tiga orang yang masih muda ini, maka para pengawal memandang rendah.
Thio Houw tersenyum tenang. ''Harap kalian jangan menghalangi kami yang tidak mempunyai maksud buruk terhadap istana ataupun kalian Kami adalah murid-murid Beng Kun Cinjin dan ingin bertemu dan bicara urusan penting dengan suhu."
Mendengar ini, Hek-mo Sai-ong dan kawan-kawannya menjadi kaget sekali. Kalau mereka ini murid-murid koksu. tentu saja tidak boleh diperlakukan kasar, akan tetapi tetap saja kedatangan mereka pada tengah malam buta menimbulkan kecurigaan. Semua orang tahu belaka bahwa sebelum menjadi koksu negara. Beng Kun Cinjin adalah seorang tokoh yang memusuhi bala tentara Mongol. Tentu murid-muridnya juga terhitung musuh mereka. Laginya, Beng Kun Cinjin baru saja menjadi koksu. belum memperlihatkan jasa sedikitpun. Bagaimana murid-muridnya bisa dipercaya?
"Ah, jadi samwi ini murid-murid koksu yang terhormat? Maaf kalau kami tidak menyambut secara hormat Akan tetapi, karena kedatangan sam-wi bukan pada waktu yang tepat, tentu saja tadi kami menjadi curiga. Untuk melenyapkan kecurigaan ini, harap samwi suka datang lagi besok pagi dan kami akan menyambut sebagaimana mestinya dan akan kami sampaikan kunjungan sam wi itu kepada koksu."
Kata Hek-mo Sai-ong dengan ramah, akan tetapi matanya memandang tajam penuh selidik.
Thio Houw menjadi tidak senang.
"Kami berurusan dengan guru sendiri, ada sangkut-paut apakah dengan kalian? Harap kalian menyingkir dan biar kami mencari sendiri dan bicara dengan suhu!"
Hek mo Sai ong juga mulai marah. Ia menganggap Thio Houw sombong sekali.
"Biarpun sam wi murid-murid koksu. akan tetapi aku dan kawan kawanku ini bertugas menjaga keamanan di sini dan tanpa perkenan kami, tidak boleh siapapun juga berkeliaran di lingkungan istana. Sam-wi keluar dengan baik-baik dari tempat ini atau terpaksa kami menggunakan kekerasan."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang gembolannya sudah digerak-gerakkan penuh ancaman.
Kwee Sun Tek tak dapat menahan kemarahannya lagi. Sungguh tidak dapat ia mengerti bagaimana suhunya bisa bekerja sama dengan orang orang macam ini.
"Cihu, babi macam ini sikat saja sudah!"
Katanya marah sambil mencabut pedangnya.
Dua orang pengawal mendengar makian pemuda ini, serentak maju dan menggerakkan tombak mereka untuk menyerang. Akan tetapi Kwee Sun Tek yang sudah marah sekali, memutar pedangnya dengan gerak tipu Giok-tai-wi yauw (Sa buk Kemala Melilit Pinggang) pedangnya dengan cepat sekali berkelebat memutar Terdengar suara keras dan dua batang tombak itu terbabat parah, bahkan seorang di antara dua pengawal yang menyerangnya tadi karena kurang cepat mengelak terbabat pula pundaknya, terluka parah dan menggelundung pergi. Yang seorang melompat ke belakang dengan muka pucat.
"Ada penjahat! Kepung..... tangkap.......bunuh!"
Teriak Hek-mo Sai-ong dengan keras dan marah. Sepasang gembolannya menyambar ke depan, ke arah kepala Kwee Sun Tek.
"Plak!"
Gembolan kiri yang meluncur maju itu tertahan oleh benda keras, membalik dan hampir memukul kepalanya sendiri. Hek mo Sai ong kaget bukan main ketika melihat bahwa gembolannya itu tertangkis oleh tongkat pendek di tangan Thio Houw. Tahulah ia bahwa lawannya ini bertenaga besar dan memiliki kepandaian tinggi.
Atas teriakan Hek-mo Sai-ong, banyak pengawal lari mendatangi. Memang Hek-mo Sai ong berlaku cerdik dan hati hati. Ia tidak mau mengambil resiko dimarahi oleh koksu. maka ia sengaja berteriak ada penjahat agar kalau dia dan kawan kawannya berhasil menewaskan tiga orang ini, ia dapat mengambil alasan bahwa, tiga. orang ita adalah penjahat-penjahat yang hendak mengacau istana!
Pertempuran hebat terjadi di ruangan yang luas itu. Para pengawal datang makin banyak dan sebentar saja tiga orang pendekar itu terkepung. Thio Houw dan Kwee Goat yang bersenjata pedang dikeroyok oleh Hek-mo Sai-ong. Sin-chio Lo Thung Khak. dan Ta Gu Thai yang kosen, masih dibantu oleh tiga orang pengawal lain yang berkepandaian tinggi sedangkan Kwee Sun Tek dikeroyok oleh lima orang pengawal lain. Akan tetapi karena para pengeroyok pemuda ini kurang tinggi kepandaiannya maka dalam duapuluh jurus saja Kwee Sun Tek sudah berhasil merobohkan tiga orang pengeroyok. Pengawal-pengawal lain datang menggantikan mereka yaag roboh dan pertempuran berjalan lapi lebih rsme.
Sementara itu Thio Houw dan isterinya biarpun dikepung oleh tiga orang jago istana bersama tiga orang pengawal iain berhasil merobohkan dua orang pengeroyok dan mengamuk terus biarpun mereka kini dikepung sampai rapat betul.
Pada saat itu terdengar suara keras berpengaruh.
"Semua orang berhenti bertempur!"
Hekmo Sai ong dan kawan-kawannya mengenal suara koksu, juga tiga orang pendekar itu mengenal suara suhu mereka maka otomatis mereka menarik senjata masing-masing dan melangkah mundur.
Beng Kun Cinjin muncul, tubuhnya makin gagah, mukanya nampak berseri dan muda, pakaiannya mewah dan kepalanya yang dulu gundul pelontos itu mulai ditumbuhi rambut. Thio Houw, Kwee Goat dan Kwee Sun Tek hampir tidak mengenal suhu mereka. Akan tetapi begitu Beng Kun Cinjin membuka suara, mereka segera mengenal dan kini mereka menjatuhkan diri berlutut di depan Beng Kun Cinjin.
"Suhu.....!"' kata mereka hampir berbareng.
Keadaan sunyi sekali. Para pengawal berdiri seperti patung, dengan hati tegang, hendak melihat apa yang selanjutnya akan terjadi antara guru dan tiga orang muridnya itu. Para korban sudah diangkat pergi.
"Thio Houw, apa maksudmu membawa isteri dan adikmu datang membikin ribut di sini?"
Terdengar Beng Kun Cinjin berkata dengan nada suara tak senang.
"Suhu, teecu bertiga bermaksud menghadap dan menemui suhu, akan tetapi para srigala utara ini menghalangi maksud teecu sehingga terjadi pertempuran:"
Jawab Thio Houw dengan terus terang dan sengaja menyebut para pengawal istana itu "srigala utara"
Untuk mengingatkan suhunya bahwa mereka itu semua adalah penjajah yang harus mereka musuhi.
Merah wajah Beng Kun Cinjin, bukan merah karena malu atau merasakan sindiran, melainkan merah karena marah.
"Thio Houw, kau sungguh tidak tahu aturan! Mau menghadap pinceng mengapa datang di tengah malam buta dan membikin kacau? Mengapa tidak di siang hari dan menghadap secara baik-baik? Benar-benar memalukan pinceng yang menjadi gurunya!"
"Suhu!"
Kwee Goat berseru penasaran.
"Bagaimana suhu berkata demikian? Teecu bertiga datang untuk mengajak suhu pergi dari sini, dan mari kita basmi srigala-srigala ini sebelum suhu pergi bersama teecu bertiga. Suhu, mereka ini adalah musuh-musuh kita, bukan?"
Beng Kun Cinjin memandang kepada murid perempuannya, murid yang dulu amat disayangnya seperti kepada anak sendiri.
"Goat-ji. aku mendengar kau sudah menjadi ibu. Mengapa kau tidak tinggal di rumah menjaga anakmu? Pulanglah kau bersama suamimu dan adikmu dan jangan mencampuri urusanku."
"Suhu, tak mungkin teecu bertiga pulang tanpa suhu ikut dengan kami!"
Kata Kwee Sun Tek bernafsu.
"Suhu adalah junjungan kami dan setiap perbuatan suhu langsung ditanggung oleh kami, seperti juga semua perbuatan kami adalah tanggung jawab suhu. Lebih baik kami mati dari pada melihat suhu menjadi kaki tangan penjajah laknat!"
Memang Kwee Sun Tek orangnya berdarah panas, maka ia tak dapat menahan kemarahannya melihat sikap suhunya yang memalukan itu.
Beng Kun Cinjin mendelikkan matanya, dan Kwee Goat yang merasa bahwa adiknya bicara keterlaluan, cepat berkata kepada suhunya dengan suara membujuk.
"Suhu. kalau yang mengikat suhu di sini itu adalah puteri yang menjadi isteri suhu. mari kita mengajaknya pergi dari sarang musuh ini. Apa sukarnya?"
"Tidak bisa......... tidak bisa....... pinceng sudah banyak menerima budi hong-siang dan pinceng berada di sini hanya untuk melindungi keselamatannya. Sama sekali pinceng tidak memusuhi bangsa sendiri."
"Suhu. betul-betulkah suhu tidak mau insyaf dan tetap hendak membela kepentingan musuh? Suhu, semua orang gagah di dunia kang-ouw akan mengutuk perbuatan suhu ini dan kami sendiri akan menjadi bahan makian di mana-mana sebagai murid-murid seorang penghianat bangsa!"
Kata Thio Houw.
"Keparat, tutup mulut!"
Bentak Beng Kun Cinjin dengan marah sekali.
Pada saat itu, Ta Gu Thai melangkah maju dan mencoba untuk mencari muka,
"Koksu, murid-murid koksu ini gagah perkasa. Alangkah baiknya kalau mereka suka membantu pekerjaan koksu agar mereka tahu sampai di mana kebijaksanaan junjungan kita dan sampai di mana kebesaran pemerintah yang baru."
Mendengar ini, Beng Kun Cinjin mengangguk-angguk. Memang ia merasa tidak enak sekali harus bermusuhan dan ribut-ribut dengan murid-muridnya sendiri.
"Kau dengar itu, Thio Houw. Go-at ji dan Sun Tek! Inilah jalan terbaik bagi kalian. Tinggallah di sini dan bantu pekerjaan pinceng. Di antara, kita tidak semestinya ada pertikaian".
Mendengar ini, bukan main panasnya hati tiga orang pendekar itu. Kalau tadi mereka berlutut, kini serentak ketiganya berdiri tegak.
"Suhu, sekali lagi. Sudah tetapkah pendirian suhu tidak akan meninggalkan musuh dan tetap menjadi koksu di sini, hidup mewah dan berenang dalam kemuliaan palsu yang diadakan oleh musuh bangsa?"
Tanya Thio Houw.
"Pinceng memilih jalan hidup sendiri, kalian ini orang-orang muda mau apakah? Apakah pinceng tidak berhak menentukan jalan hidup sendiri dan tidak berhak mencari kebahagiaan? Persetan dengan kalian dan pergilah dari sini kalau tidak mau mendengar omonganku!"
"Bagus!"
Thio Houw juga membentak marah.
"Beng Kun Cinjin, mulai saat ini aku, isteriku Kwee Goat dan adik iparku Kwee Sun Tek sudah bukan murid-muridmu lagi! Kami tidak sudi menjadi murid pengkhianat, dan hal ini akan kami umumkan di dunia kang-ouw. Mulai saat ini tidak ada sangkut-paut lagi antara kau dan kami, dan kedosaanmu boleh kau tanggung sendiri!"
Kemarahan Beng Kun Cinjin meluap.
"Begitukah? Kalau begitu serahkan kembali senjata-senjatamu yang dulu kalian terima dariku!"
Tubuhnya bergerak cepat sekali ke arah murid-muridnya.
Thio Houw yang maklum bahwa bekas gurunya itu hendak merampas senjata, menjadi terkejut sekali. Ia berada di dalam gua macan, artinya di dalam tempat musuh, kalau senjatanya dirampas berarti dia dan isteri serta adiknya akan menghadapi bahaya besar. Maka cepat ia menggerakkan tongkat pendeknya untuk menotok dada bekas gurunya. Juga Kwee Goat dan Kwee Sun Tek yang maklum akan maksud bekas guru ini, tidak mau mengalah mentah-mentah dan menggerakkan pedang masing-masing untuk menyerang!
Terjadi pertempuran hebat antara guru dan tiga orang muridnya! Biarpun bertangan kosong, dengan mudah Beng Kun Cinjin dapat menghindarkan diri dari tiga macam serangan itu. Akan tetapi murid-muridnya yang selama ini sudah memperoleh kemajuan pesat, cepat menyusul dengan serangan kedua membuat Beng Kun Cinjin kewalahan. Memang, kepandaian Thio Houw dan Kwee Goat sudah tinggi, malah kiranya lebih tinggi dari pada kepandaian para panglima Istana.
Betapapun juga. karena semua kepandaian mereka itu asalnya dari Beng Kun Cinjin, maka tentu saja sebentar kemudian Beng Kun Cinjin sudah dapat menguasai keadaan.
Dengan gerak tangan yang gesit dan kuat sekali, hawa pukulan Lui kong jiu dapat memukul setiap serangan mereka, kemudian dengan Ilmu Silat Pai-in-ciang, hwesio itu dapat membuat pertahanan tiga orang muridnya menjadi kalang kabut. Akan tetapi karena bukan maksudnya hendak merobohkan murid-muridnya, hanya hendak merampas senjata, tak mudah baginya untuk mencapai maksud hatinya. Apa lagi tiga orang muridnya itu sudah maklum akan kehendaknya ini dan mempertahankan senjata mereka secara mati-matian.
Dua puluh jurus lewat sudah dan Beng Kun Cinjin menjadi amat marah. Ia merasa malu sampai sekian lama tidak dapat berhasil dalam usahanya, di depan mata para panglima. Masa menghadapi murid-murid sendiri ia menjadi mati kutu? Dengan gerengan hebat tahu-tahu tasbeh yang dikalungkan di leher telah berada di tangannya.
Thio Hduw, Kwee Goat, dan Kwee Sun Tek kaget bukan main. Betul-betulkah bekas suhu ini sudah demikian rusak moralnya dan hendak membunuh-bunuhi murid sendiri?
Tiga orang murid itu sudah cukup maklum betapa hebat dan lihainya senjata tasbeh guru mereka, Beng Kun Cinjin itu yang sepanjang ingatan mereka belum pernah dikalahkan orang. Sekarang melihat suhu mereka mempergunakan tasbeh' ini, mereka menjadi gentar juga. Akan tetapi karena mereka sudah merasa benci kepada bekas guru yang menyeleweng ini, mereka menjadi nekat dan malah menyerang lebih hebat lagi dari pada tadi.
"Kalian benar-benar berkepala batu!"
Bentak Beng Kun Cinjin, tasbehnya menyambar mengeluarkan angin pukulan yang membuat tiga orang muridnya itu terhuyung ke belakang dan sebelum mereka dapat mencegah, tahu-tahu tasbeh itu sudah melingkari tongkat Thio Houw dan tangan kiri hwesio itu sudah menyambar pedang di tangan Kwee Sun Tek. Sekali ia berseru sambil mengerahkan tenaga, dua senjata itu telah dirampasnya!
Thio Houw dan Kwee Sun Tek terkejut sekali dan hanya memandang dengan mata terbelalak, melihat bagaimana senjata mereka dirampas oleh bekas guru itu. Beng Kun Cinjin tertawa.
"Kalian anak-anak muda benar-benar tak tahu diri, disuruh pergi baik- baik tidak mau, disuruh tinggal juga tidak mau, sebaliknya menghina dan membikin malu guru. Jangan salahkan pinceng kalau pinceng merampas kembali senjata sebagai hukuman. Hanya pedang Cheng-hong-kiam di tangan Goat-ji (anak Goat) tidak pinceng minta kembali, mengingat akan kebaikan hati dan kebaktian Goat-ji dulu-dulu. Nah, pergilah kalian!"
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat hwesio itu telah lenyap dari situ, kembali ke kamarnya di mana kekasihnya, Kiu Hui Niang telah menantinya. Akan tetapi ia mengerutkan kening ketika mendengar suara ramai-ramai di luar orang bertempur. Tahulah ia bahwa tiga orang muridnya itu berkeras hati dan tidak mau pergi, malah kini bertempur lagi melawan para panglima istana. Sukar baginya untuk mencegah, karena tiga orang muridnya itu yang sudah membikin rusuh di istana tentu saja tidak akan dibiarkan pergi begitu saja oleh para pengawal. Apa lagi setelah para pengawal itu melihat bahwa sekarang tiga orang itu sudah tidak mau mengaku sebagai muridnya, tentu para pengawal tidak segan-segan lagi turun tangan dan tidak sungkan lagi kepadanya yang sekarang sudah bukan guru lagi dari tiga orang itu. Diam-diam hati Beng Kun Cinjin menjadi tidak enak sekali. Ia lalu menutup pintu dan jendela rapat-rapat agar tidak mendengar suara pertempuran di luar dan menghampiri kekasihnya yang sudah menanti di situ.
"Bagaimana, apakah penjahat-penjahat itu sudah kau bekuk?"
Tanya Kiu Hui Niang yang menyambut kedatangan suaminya dengan muka khawatir.
"Aku masih mendengar pertempuran di luar."
"Biarlah, senjata-senjatanya sudah ku rampas. Para pengawal sudah cukup kuat untuk membereskan mereka,"
Jawab hwesio itu sambil duduk di atas bangku dan menghirup habis secawan besar arak wangi.
"Aku mendengar bahwa mereka itu bekas murid-muridmu, betulkah?"
Tanya Hui Niang, wajahnya yang cantik masih memperlihatkan kekhawatiran.
"Jangan kau takut, manisku. Tidak baik waktu mengandung berkhawatir. Mereka itu hanya bekas murid muridku, bukan apa-apa. Sebentar lagi tentu mereka akan tertawan atau tewas oleh para pengawal."
"Apakah murid-muridmu hanya tiga orang itu? Mereka itu bekerja apa dan bagaimana keadaan mereka?"
Hui Niang mendesak sambil mendengarkan suara ribut-ribut di luar.
Beng Kun Cinjin tersenyum, lalu menarik napas panjang untuk mengusir kenangan-kenangan lama antara guru dan murid-murid yang pada saat itu malah mengesalkan hatinya.
"Yang dua adalah suami isteri membuka piauwkiok di selatan yang seorang adalah adik si isteri. Mereka memang besar kepala dan patut mendapat hukuman."
"Suamiku yang baik, suamiku yang gagah, mengapa tidak kau sendiri keluar menghabiskan nyawa mereka? Aku khawatir mereka akan dapat lolos dari kepungan para pengawal."
Kata Hui Niang memohon.
Diam-diam memang Beng Kun Cinjin mengharapkan ketiga orang muridnya itu akan dapat meloloskan diri dan pergi dari situ. Betapapun juga ia tidak menghendaki tiga orang muridnya itu tewas oleh para pengawal. Tadi ia sengaja merampas senjata Thio Houw dan Kwee Sun Tek karena ia maklum bahwa tanpa senjata, mereka itu pasti takkan kuat menghadapi para panglima. Yang lihai adalah senjata-senjata mereka yang memang bukan senjata biasa, melainkan senjata-senjata pusaka yang dulu ia berikan kepada murid-muridnya. Hanya pedang Cheng-hoa-kiam ditangan Kwee Goat ia tidak tega untuk rampas. Ia memberi kesempatan sebesarnya kepada murid perempuan itu untuk meloloskan diri mengandalkan pedangnya.
Selagi di dalam kamarnya Beng Kun Cinjin dibujuk-bujuk oleh isterinya untuk membantu para pengawal, adalah pertempuran di luar makin menghebat. Thio Houw, Kwee Goat dan Kwee Sun Tek bukan saja tidak mempunyai niat meninggalkan tempat itu sebelum melampiaskan kemarahan mereka, juga andaikata mereka hendak pergi melarikan diri. kiranya para pengawal istana takkan mau membiarkan begitu saja. Setelah Beng Kun Cinjin pergi, para pengawal istana tanpa diberi komando lagi lalu menyerbu dan mengurung mereka.
Thio Houw dan Kwee Sun Tek biarpun sudah bertangan kosong, tak merasa gentar. Sambil mengeluarkan suara gerengan hebat, keduanya mengamuk bagaikan dua ekor naga yang sedang marah. Sedangkan Kwee Goat yang masih memegang pedang, juga tidak tinggal diam. pedangnya berkelebatan mencari korban. Sebentar saja, banyak pengawal yang kurang tinggi kepandaiannya roboh menjadi korban tiga orang pendekar yang sedang marah dan mengamuk ini.
Akan tetapi, para pengawal itu makin banyak saja mendatangi tempat pertempuran dan kini yang maju mengeroyok hanyalah pengawal-pengawal kelas satu, dipimpin oleh Sin-chio Lo Thung Khak, Hek-mo Sai-ong. Ta Gu Thai, dan tiga orang panglima yang kepandaiannya juga amat tinggi yangi dikenal sebagai tiga saudara Lee yang gagah perkasa.
Menghadapi mereka ini, baru Thio Houw dan isteri serta adiknya menjadi terdesak hebat. Thio Houw yang menjadi pusat penyerangan lawan, sudah menderita luka pada pundaknya, kena sambaran senjata benggolan Hek-mo Sai-ong, kini ia hanya dapat mempertahankan diri dengan sebelah tangan saja. Juga Kwee Goat dan Kwee Sun Tek sudah lelah sekali, malah Kwee Sun Tek juga mendapat luka ringan pada lengannya, kulitnya robek berdarah karena ia menangkis senjata tajam.
Jalan keluar tidak ada lagi. Menyerah merupakan pantangan besar bagi mereka. Kwee Goat insyaf benar akan hal ini karena ia sudah terluka dan dia sendiri sudah tidak bertenaga, maklumlah nyonya ini nasib apa yang akan menimpa keluarganya. Ia teringat akan puteranya yang ia titipkan di kelenteng. Tiba-tiba ia menyerahkan pedangnya kepada Kwee Sun Tek dan berbisik.
"Adikku yang baik, lekas kau lari dan selamatkan keponakanmu!"
Sun Tek kaget. Mana bisa ia meninggalkan enci dan iparnya tewas di situ tanpa membantu sampai titik darah penghabisan?
"Kau saja yang lari, cici. Wi Liong perlu dengan ibunya, biar aku mempertahankan di samping cihu."
Jawab pemuda itu dengan suara tetap.
"Bodoh, kalau cihumu tewas apa kau kira aku masih suka hidup? Suami isteri tewas berbareng adalah hal yang baik sekali. Kau rawat Wi Liong dan berikan Cheng-hoa-kiam ini kepadanya. Biar kelak dia yang membasmi penghianat Beng Kun Cinjin dari muka bumi!"
Sun Tek tak dapat menolak lagi. Pedang-sudah diberikan di tangannya. Para pengeroyok mendesak terpaksa ia menggunakan pedang cicinya untuk membabat dan berhasil melukai seorang pengawal. Cicinya sudah terjun lagi ke dalam pertempuran, bahu-membahu dengan suaminya hanya menggunakan Ilmu Silat Pai in-ciang untuk melawan sekian banyaknya musuh yang bersenjata tajam.
Sun Tek maklum bahwa seorang di antara mereka harus hidup dan dapat melarikan diri untuk merawat Wi Liong keponakannya itu. Melihat keadaan Thio Houw dan isterinya, ia maklum bahwa memang tak mungkin memisahkan mereka. Ia cukup maklum betapa besar cinta kasih cicinya terhadap suaminya dan tentu eaja kakak perempuannya itu rela tewas di samping suaminya.
"Baiklah, enci Goat dan cihu. aku akan merawat Liong-ji. Selamat berpisah!"
Kata Sun Tek dengan mata basah karena tak tertahan lagi air matanya membasahi matanya. Ia memutar pedangnya dan mencari jalan keluar.
Para pengawal tentu saja tidak membiarkan ia pergi dan cepat ia dikurung. Thio Houw dan isterinya yang menggantungkan harapannya kepada Sun Tek untuk merawat anak mereka, menubruk maju dan menyerang para pengawal dengan mati-matian. Mereka tidak memperdulikan nyawa sendiri agar Sun Tek dapat bebas dan dapat merawat hidup Liong-ji mereka.
Karena gerakan mereka yang nekat untuk menolong Sun Tek ini, dalam sekejap mata saja mereka menjadi korban senjata para pengeroyok, Thio Houw roboh karena pukulan gembolan di tangan Hek-mo Sai-ong pada kepalanya, sedangkan Kwee Goat roboh terkena bacokan golok pada punggungnya.
"Adikku, rawat Liong ji baik-baik........."
Kwee Goat masih sempat bersuara sebelum nyawanya melayang meninggalkan raganya.
Melihat cici dan cihu nya roboh, mana bisa Kwee Sun Tek pergi begitu saja? Tadinya ia sudah berusaha membuka jalan keluar, akan tetapi melihat keadaan kakak perempuan dan iparnya itu, sambil berseru marah ia menerjang kembali, dalam kekalapannya merobohkan dua orang pengeroyok dengan pedangnya. Akan tetapi segera ia dikurung rapat dan hanya bisa memutar pedang melindungi diri saja dari pada hujan senjata itu. Keadaan Kwee Sun Tek sudah amat berbahaya dan dapat diramalkan bahwa tak lama kemudian iapun tentu akan roboh seperti kakak perempuan dan iparnya yang sudah tewas. Akan tamatkah riwayat tiga orang pendekar murid Beng Kun Cinjin itu secara demikian mengecewakan?
Tiba-tiba terdengar seruan Beng Kun Cinjin dari dalam kamarnya.
"Yang lain-lain boleh bunuh, akan tetapi yang memegang pedang Cheng-hoa-kiam harus dibiarkan (Lanjut ke Jilid 03)
Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 03
pergi!"
Suara hwesio ini berpengaruh sekali dan semua pengawal tidak ada yang berani membantah. Apa lagi mereka sudah berhasil menewaskan dua orang musuh, hal itu sudah cukup meredakan kemarahan mereka biarpun di fihak mereka ada enam orang pengawal yang tewas dalam pertempuran itu, dan ada lima orang lain yang terluka! Kurungan terhadap Kwee Sun Tek dibuka dan tak seorangpun pengawal menyerang pemuda ini.
Kwee Sun Tek tidak tahu mengapa gurunya membiarkan dia terbebas, akan tetapi ia tidak pergi sebelum menyambar tubuh clci dan cihunya dan dengan sedih ia memanggul kedua mayat itu dan berlari keluar dari lingkungan istana.
Setelah pertempuran berhenti dan di luar sunyi, baru Beng Kun Cinjin mau keluar dan mendengarkan laporan para pengawal tentang pertempuran itu. Biarpun mukanya tidak memperlihatkan sedikitpun perasaan ketika mendengar laporan itu, namun di dalam hatinya Beng Kun Cinjin kaget setengah mati ketika mendapat laporan bahwa Kwee Goat juga tewas dan yang dapat membebaskan diri adalah Kwee Sun Tek! Ketika ia memberi perintah dari dalam kamarnya untuk melepaskan pemegang pedang Cheng-hoa-kiam, ia bermaksud untuk mengampuni dan melepaskan murid perempuan yang ia sayang itu agar dapat pergi dan merawat anak tunggalnya. Siapa duga bahwa ternyata nyonya muda itu telah memberikan pedang kepada adiknya sehingga dengan demikian ia bersama suaminya yang tewas dan Kwee Sun Tek dapat menyelamatkan diri.
Beng Kun Cinjin maklum akan watak Kwee Sun Tek yang keras dan tahu pula bahwa di antara ketiga muridnya itu. Kwee Sun Tek yang paling bersemangat dalam membela nusa bangsa, paling patriotik. Oleh karena itu, tentu dari fihak Kwee Sun Tek ia akan mendapat permusuhan yang tak kunjung padam. Apa lagi kalau putera Kwee Goat itu dirawat oleh Kwee Sun Tek, tentu kelak akan menambahkan musuh saja.
Akan tetapi semua ini hanya disimpan di dalam hatinya sendiri saja dan ia tidak bilang sesuatu kepada para pengawal, melainkan menyuruh mereka merawat mereka yang luka dan mengurus mereka yang tewas. Juga tidak lupa ia membagi bagi hadiah, baik kepada para pengawal maupun kepada para keluarga pengawal yang tewas.
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo