Cheng Hoa Kiam 31
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 31
Tung hai Sian-li makin terengah-engah, tak dapat melanjutkan ceritanya. Wi Liong sudah mengambilkan air dan memberinya minum. Setelah minum tiga teguk air, wanita itu dapat melanjutkan ceritanya, tidak tahu betapa mendengar nama Pek Hui Huow tadi, Lin Lin makin pucat mukanya.
"Suatu saat yang celaka bagiku, iblis menggoda kami dan setelah aku insyaf setelah terlambat, aku melarikan, diri dari Pek Hui Houw, merasa menyesal bukan main bahwa sebagai seorang isteri dan seorang ibu aku telah tersesat dan menyeleweng. Pek Hui Houw patah hatinya kutinggalkan karena aku tahu betul bahwa ia mencinta kepadaku dengan sepenuh jiwa. Betapapun besar penyesalanku, Thian tidak membebaskan orang hanya karena penyesalan. Thian menghukumku dan terlahirlah kalian anak-anakku yang kembar........."
Kembali Tung-hai Sianli terengah-engah, kini air matanya mengucur membasahi pipinya ketika ia memandang dua orang gadis yang duduk diam seperti patung itu.
"Kalian kuberi nama Kiok Cu dan Kiok Hwa dan kupelihara dengan cara bersembunyi karena aku takut kalau-kalau rahasia yang besar ini sampai terdengar lain orang. Ketika kalian baru berusia dua tahun, datanglah malapetaka itu. Kalian diculik orang.........! Dan aku hidup makin sengsara lagi. Hendak kembali kepada suami dan anakku, aku malu karena merasa diri berdosa. Aku hidup menyendiri, sunyi dan menjadi makanan duka nestapa............"
Tak tertahan lagi Tung-hai Sian-li, wanita yang gagah Itu menangis terisak-isak
Wi Liong dan Kun Hong saling pandang. Hebat cerita itu. Hebat karena merupakan pengakuan dosa. yang belum pernah dibuka sebelum nya. Lan Lan dan Lin Lin saling peluk, mata mereka sudah merah akan tetapi mereka masih ragu-ragu.
"Anak-anakku....... akulah ibumu........."
Tung-hai Sian-li mengembangkan lengan hendak memeluk, penuh kerinduan dan sikapnya memelas sekali.
Lan Lan dan Lin Lin bersangsi.
"Aku tidak mengerti.........."
Kata Lin Lin"Kami anak-anak Phang Ek Kok, ibu kami sudah mati."
"Kalian anak-anakku! Yang lain itu palsu belaka!"
Tung-hai Sian-li membentak, kekerasannya yang dahulu timbul.
"Kubunuh semua yang mengaku- aku."
"Apa buktinya............? Bagaimana kami bisa tahu.........?"
Kata pula Lin Lin.
"Buka sepatu kalian! Ya, aku ingat betul, sering kali kalian kutimang-timang dan aku sendiri kadang-kadang bingung yang mana Kiok Cu dan yang mana pula Kiok Hwa. Kiok Cu, anak yang lahir lebih dulu, mempunyai tahi lalat merah di telapak kaki kanan sedangkan Kiok Hwa, anak ke dua mempunyai tahi lalat merah di telapak kaki kiri. Nah, itulah ciri-cirinya sehingga aku bisa membedakan anak kembarku. Buka sepatumu dan lihatlah!"
Dengan tangan gemetar dua orang gadis itu membuka sepatu mereka. Saking tegang perasaan mereka sampai-sampai mereka lupa bahwa di situ hadir dua orang pemuda! Wi Liong melihat, dua orang gadis itu membuka sepatu dan kaos kaki, cepat-cepat membuang muka mengalihkan, pandang mata dengan muka menjadi merah. Sebaliknya, Kun Hong tersenyum-senyum memandang sampai Wi Liong menyikutnya baru ia kaget dan buru-buru membalikkan mukanya! Dua orang pemuda ini tidak melihat apakah benar di telapak kaki kanan Lan Lan dan di telapak kaki Lin Lin ada andeng-andeng merahnya. Akan tetapi segera mereka mengetahuinya karena terdengar jerit tertahan dan dua orang gadis itu cepat memakai kembali sepatu mereka dan berlari-lari keluar. Tak lama kemudian mereka sudah masuk lagi. kini menyeret tubuh Phang Ek Kok. Ternyata Lin Lin sudah membebaskan totokan pada tubuh Ek Kok karena orang gemuk ini berteriak- teriak.
"Eh. eh.........bagaimana ini? Lan ji, Lin-ji, apa-apaan kalian menyeretku ini.........?"
Dua orang gadis itu melepaskan tubuh Ek Kok di depan Tung-hai Sian-li dan Lin Lin mengancam dengan ujung pedang di depan dada Ek Kok sambil membentak.
"Hayo mengaku sebenarnya! Bagaimana aku dan enci Lan bisa terpisah dan kemudian kau katakan bahwa kami berdua anakmu? Awas. kami sudah mengetahui sebagian dari pada rahasia itu, kalau kau membohong, pedang ini akan mengambil jantungmu!"
Phang Ek Kok kaget setengah mati seperti disambar geledek. Tidak dinyananya bahwa rahasia besar itu telah diketahui oleh Lin Lin dan Lan Lan. la menoleh ke sana ke mari akan tetapi semua mata memandangnya penuh tuntutan, maka sambil menghela napas panjang ia berkata.
"Semua gara-gara Kui bo Thai-houw, siluman Ban-mo-to. Baiklah, anak anak. Kalian memang sesungguhnya bukan anakku biarpun aku sudah menganggap kalian seperti anakku sendiri."
Sampai di sini, suara orang yang biasanya melucu ini agak gemetar terharu.
"Akan tetapi biarpun kalian bukan anakku, aku sendiripun tidak tahu kalian, ini anak siapa. Belasan tahun yang lalu, beberapa bulan setelah aku dan empat bibimu dikalahkan oleh Kui bo Thai-houw, aku didatangi oleh Thai-houw yang menyerahkan kalian berdua yang baru berusia dua tahun kepadaku. Thai-houw memaksaku untuk menerima kalian dan merawat kalian serta mengakui sebagai anak-anakku sendiri. Entah dari mana dia mendapatkan kalian, aku tidak tahu dan dia tidak mau memberi tahu. Kemudian, setelah aku makin suka kepada kalian yang kurawat sampai berusia empat tahun, pada suatu malam Lin Lin diculik orang dan baru kita dapat saling bertemu lagi di Bukit Thian-mu-san......!. Inilah ceritaku yang sesungguhnya, aku berani bersumpah."
Lin Lin menjerit.
"Kalau begitu. Pek Hui Houw suheng....... ayahku sendiri, dia menculik aku dan memberikan aku kepada suhu Liong To-su. Dan......... ayah meninggal karena berduka terpisah dari ibu......... ah. ibu...... ibu......!"
Lin Lin menubruk dan memeluk Tung-hai Sian-li, diikuti oleh Lan Lan, keduanya menangis di dada ibu mereka, ibu kandung mereka.
Tung-hai Sian-li tertawa dan menangis seperti orang gila. menciumi kedua anaknya "Aku.......... aku berdosa besar......... akan tetapi Thian cukup adil. Setelah melihat kalian......... aku puas......... aku rela mati........."
"Ibu.........!"
Jerit Lan Lan.
"Ibu.........!"
Jerit Lin Lin
"Anak-anakku, ibumu sakit keras. Kalau tidak ada kalian datang kiranya sudah tadi-tadi tak kuat aku menahan. Dengar baik baik, Phang Ek Kok tidak berdosa dalam hal ini. Semua kesalahan Kui bo Thai-houw yang kejam. Kini tahulah aku. Dia orangnya yang menculik kalian, dia melakukan ini karena iri hati, karena cemburu kepadaku. Dia tergila-gila kepada Pek Hui Houw, akan tetapi pemuda itu tidak melayaninya dan berpaling kepadaku. Dia melakukan hal itu untuk menghancurkan hidupku........."
"Si keparat!"
Lin Lin berkata penuh kemarahan.
"Phang Ek Kok tidak berdosa, malah kalian harus berterima kasih atas rawatannya."
Tung-hai Sian-li berpaling kepada orang gemuk pendek itu.
"Phang Ek Kok, harap kau rahasiakan semua yang kau dengar di sini dan sekarang kau boleh, pergi. Tinggalkan aku bersama anak-anakku.!"
Phang Ek Kok tak dapat berkata apa-apa lagi. Ia menjura lalu pergi dari tempat itu, hatinya sedih sekali karena ia merasa seperti kehilangan dua orang anak yang ia sayang.
"Anak-anakku, kalian harus mendengar pesanku terakhir. Kiok Cu. kau anakku yang besar, kau harus memenuhi permintaan ibumu."
"Semua perinlah ibu akan anak taati,"
Kata Lan Lan.
Tung-hai Sian-li sudah payah benar, terlampau lama ia menahan dan kini ia hanya dapat memberi isyarat kepada Wi Liong supaya maju. Pemuda itu maju dan membiarkan tangannya dipegang oleh Tung-hai Sian-li- Wanita tua ini mempertemukan tangan Wi Liong dan tangan Lan Lan sambil berkata lirih.
"Kalian harus menjadi suami isteri......... Kiok Cu, kau pengganti......... Siok Lan........."
Kemudian Tung-hai Sian-li yang sudah hampir tidak kuat itu, memegang tangan Lin Lin.
"Dan, kau......... kau Kiok Hwa......... kau lihat, pemuda itu......... Kun Hong, biar kelihatan busuk lahirnya, dalamnya baik. Kau......... kalau kau dan dia suka......... akan baik sekali kalian berjodoh........."
"Tidak bisa!"
Kun Hong berseru dengan mata terbelalak "Sianli, aku sudah bersumpah hidup bersama dengan Pui Eng Lan! Aku bukan laki-laki tidak setia!"
"Dan akupun sudah ditunangkan, ibu....... tak mungkin melanggar janji dan kesetiaan!"
Kata Lin Lin.
Tung-hai Siam li mengangguk-angguk, tersenyum.
"Anak-anak muda yang baik.........memang hidup harus mempunyai kesetiaan, baru terbebas dari duka nestapa dan sengsara. Aku........... aku tidak setia, maka selalu dirundung malang. Anak anak, baik-baiklah menjaga diri........ aku......... aku........."
"Ibu.........!!"
Lan Lan dan Lin Lin menjerit dan tak lama kemudian terdengar tangis dan raung mereka, menangisi Tung-hai Sian-li, ibu mereka yang baru saja mereka jumpakan, kini telah meninggalkan mereka lagi, meninggalkan untuk selama-lamanya.
Wi Liong dan Kun Hong termangu-mangu bingung, tak tahu harus berbuat apa. Akan tetapi yang lebih bingung lagi adalah Wi Liong. Ia tidak diberi kesempatan oleh Tung-hai Sian-li, tidak sempat menolak ikatan jodoh yang diucapkan oleh Tung-hai Sian-li dalam pesan terakhirnya. Bukan karena ia tidak suka dijodohkan dengan Lan Lan, gadis yang ia temui di restoran di An king itu. Bukan! Amboi, mana bisa ia tidak suka? Lan Lan terlampau serupa dengan Siok Lan sehingga ia takkan dapat mengampunkan diri sendiri kalau ia tidak suka akan tetapi...... belum lama ini ia bertemu dengan pamannya, Kwee Sun Tek dan apa kata pamannya.
"Wi Liong, jangan sampai terulang lagi keributan dalam perjodohanmu. Ketahuilah, aku telah bertemu dengan Kwa Cun Ek dan anak gadisnya, dan kami telah memperbarui ikatan jodoh antara kau dan anaknya! Awas, jangan sampai ribut-ribut dan geger lagi, Wi Liong. Sepatumu ketika kau masih kecil telah kuberikan sebagai tanda pengikat"
"Lho, bagaimana ini, paman? Siok Lan. anak gadis Kwa Cun Ek lo enghiong itu, dia telah......... telah mati.........!"
Jawabnya kaget, bingung dan heran.
Kwee Sun Tek mengerutkan alisnya.
"Apa kau gila? Ataukah aku yang gila? Aku mendengar sendiri suara anak gadisnya. Tak jnungkin. Jangan kau main- main lagi, mengulangi kehebohan yang akan merusak nama baik kita berdua. Hati-hati kau, sekali lagi kau memutuskan tali perjodohan itu, aku takkan bisa mati meram. Baik dia Siok Lan atau siapa saja, yang menyimpan sepatu kecilmu itu dialah calon isterimu. Mengerti?"
Dan dengan marah pamannya meninggalkannya.
Demikianlah, sekarang Tung hai Sian-li mengikat dia dengan perjodohan lain, dengan Lan Lan dan terhadap usul ini serta merta dia cocok sekali. Memang semenjak kehilangan Siok Lan, di dalam hatinya Wi Liong bersumpah takkan mencari jodoh lain. Akan tetapi Lan Lan......... sama saja dengan mendapatkan Siok Lan kembali. Wajahnya yang cantik manis, bentuk tubuhnya, kerling matanya, senyumnya, pendeknya sampai suaranya tidak ada bedanya antara Siok Lan dengan Lan Lan, atau dengan Lin Lin juga! Bagaimana dia tidak akan girang dengan usul perjodohan ini? Dan bagaimana dia tidak menjadi puyeng kalau mengingat pesan pamannya yang sama sekali tak boleh dilanggarnya? Wi Liong bingung sekali.
Kun Hong ketika mendengar dari Wi Liong bahwa belum lama ini Eng Lan berada di Anking, segera meninggalkan tempat itu untuk menyusul dan mencari kekasihnya yang marah itu. Wi Liong sendiri membantu dua orang gadis kembar mengurus penguburan jenazah Tung-hai Sian-li. Pemuda ini selalu menghindarkan pertemuan pandang dengan dua orang gadis itu, apa lagi dengan Lan Lan yang oleh Tung hai Sianli dijodohkan kepadanya.
Setelah penguburan jenazah itu beres, barulah dua orang gadis itu sempat bicara dengan Wi Liong dan sempat pula bertanya nama! Tentu saja Lan Lan merasa amat malu untuk bertanya, maka Lin Lin yang mengajukan pertanyaan itu.
"Saudara telah melepas banyak budi terhadap ibu kami. Maaf bahwa sampai kini karena tidak ada kesempatan kami tidak dapat memperkenalkan diri. Biarpun nama aseli kami adalah Kiok Cu dan Kiok Hwa, akan tetapi oleh karena semenjak kecil enciku ini disebut Lan Lan dan aku sendiri Lin Lin, maka sekarangpun kami tetap mempergunakan nama lama dengan she Pek. Enciku menjadi Pek Lan Lan dan aku sendiri Pek Lin Lin. Tidak tahu. siapakah sebetulnya nama besar saudara dan sudah lamakah kenal dengan ibu kami?"
Selama Lin Lin mengajukan pertanyaan ini, Lan Lan hanya menunduk saja, tidak berani memaudang wajah "tunangannya"
Itu. dan ujung sepatunya menggurat-gurat tanah tak menentu.
Adapun Wi Liong yang menerima tatapan pandang mata Lin Lin. beberapa kali menelan ludah karena ia menjadi bingung benar-benar. Entah Lan Lan entah Lin Lin yang lebih mirip Siok Lan. Kalau Lin Lin memandang kepadanya seperti ini, benar-benar mata Siok Lanlah itu!
"Aku she Thio bernama Wi Liong dari Wuyi-san dan sudah lama juga aku kenal dengan........"
Akan tetapi Wi Liong tidak melanjutkan kata-katanya karena serentak dua orang gadis kembar itu melompat ke belakang dan memandang kepadanya dengan mata terbelalak seperti orang melihat iblis di tengah hari.
"Kau......... kau...... Thio Wi Liong...... keponakan Kwee Sun Tek.........?"
Tanya Lin Lin gagap sedangkan Lan Lan memandang pucat.
"Betul, nona. Kenapakah.........?"
"Aduh, celaka..........!"
Seruan ini hampir berbareng keluar dari bibir dua orang gadis kembar itu dan keduanya meramkan mata, tubuh mereka seperti lemas.
Wi Liong khawatir mereka roboh pingsan, lalu lompat mendekat
"Jangan dekat-dekat kami!"
Bentak Lan Lan dan Lin Lin lalu menyeret tangan encinya.
"Enci Lan, mari kita pergi saja,"
Keduanya lalu melarikan diri cepat-cepat meninggalkan Wi Liong yang menjadi bengong saking herannya. Ia meraba-raba mukanya sendiri untuk melihat apakah mukanya masih seperti biasa ataukah sudah menjadi bopeng karena penyakit menular. Akan tetapi jari-jari tangannya meraba kulit muka yang masih halus tidak apa-apa. Kenapa dua orang gadis itu lari ketakutan seperti orang takut akan penyakit menular? la menggaruk-garuk kepalanya, kemudian ia berlutut menghadap makam Tung-hai Sian-li dan berkata,
"Dua orang puterimu itu aneh sekali, Sian-li. Akan tetapi agaknya lebih baik begitu. Aku cinta kepada mereka seperti aku mencinta anakmu Siok Lan. Bukan karena aku mata keranjang, habis salah siapa. Mengapa keduanya begitu serupa dengan Siok Lan? Aku anggap mereka itu keduanya penjelmaan Siok Lan! Akan tetapi lebih baik, mereka pergi dariku karena paman dengan aneh sudah menjodohkan aku dengan anaknya Kwa Cun Ek lo-enghiong, katanya Siok Lan gadis itu, padahal Siok Lan sudah mati. Entahlah, siapa dia jodohku terserah. Aku tidak hendak mengulang peristiwa pahit yang dahulu lagi. Selamat tinggal. Sian-li"
Iapun lalu pergi dengan langkah gontai meninggalkan tempat itu. Waktu itu musim chun sudah dekat. Maka ia hendak menuju ke Pulau Pek-go-to, tempat tinggal Thai Khek Sian. Karena ia sudah mendapat perintah pamannya supaya mewakili gurunya ke sana untuk menghadiri pesta ulang tahun Thai Khek Sian. Juga ia dapat menduga bahwa dua orang gadis itupun tentu akan pergi ke sana pula. Mudah diduga bahwa mereka itu menaruh dendam kepada Kui-bo Thai houw yang menculik mereka dari tangan ibu mereka dan pada saat itu, untuk mencari Kuibo Thai-houw, paling baik pergi ke Pek-go-to di mana semua tokoh akan berkumpul dan di mana dua orang gadis itu dapat membuka rahasia keburukan hati Kui bo Thai-houw.
Dugaan Wi Liong memang tepat sekali. Tadinya dua orang gadis kembar itu setelah lari meninggalkan Wi Liong dan tiba di sebuah rimba, keduanya saling pandang lalu tanpa mengucapkan kata-kata karena sudah sama maklum, mereka berpelukan dan menangis.
"Ah, adikku yang manis, kau ampunkanlah encimu ini. Siapa kira bahwa ibu tanpa disengaja telah menjodohkan aku dengan......... tunanganmu sendiri!"
Kata Lan Lan sambil terisak sedih.
Lin Lin tak dapat menjawab, hanya menangis di atas dada encinya. Kemudian tiba-tiba ia tersenyum dan menghapus air matanya.
"Ah, enci yang baik, kenapa kita menangis seperti anak kecil? Urusan ini mudah saja. Kau yang lebih tua, sudah sepatutnya kau menikah lebih dulu. Sepatu kecil ini kuberikan kepadamu dan...... dengan begitu pertunanganmu dengan dia sudah sah. Baik ayah Kwa Cun Ek maupun ibu telah menjodohkan kau dengan dia, apa lagi susahnya?"
Lan Lan mengerutkan keningnya, lalu menggelengkan kepala.
"Tidak boleh, Lin moi. Pesan orang yang sudah meninggal tak boleh diingkari begitu saja. Itu akan menjadi dosa besar. Kau yang lebih dulu bertunangan, kau yang berhak menikah dengan dia. Dia orang baik dan tepat menjadi suamimu, adikku. Aku ikut bahagia."
"Habis, kau sendiri bagaimana? Kaupun harus menikah kalau aku kawin."
Kata adiknya.
Lan Lan menggeleng kepala.
"Mana bisa aku menikah dengan orang lain? Ibu sudah menjodohkan........."
Ia teringat lalu cepat berkata.
"Aku takkan kawin, aku cukup senang melihat kau bahagia."
"Mana bisa, enci Lan? Aku baru senang kalau kaupun bahagia. Kita tak boleh berpisah lagi sampai tua. Susahmu susahku pula dan kebahagiaanku juga harus menjadi kebahagiaanmu. Aku baru mau menjadi isterinya kalau kaupun menjadi isterinya."
"Eh, eh, kalau begitu.........?"
Lan Lan merenung.
"Kalau begitu.........?"
Adiknya mengulang dengan muka kemerahan.
Keduanya diam, tanpa kata katapun sudah dapat saling mengetahui isi hati masing-masing, kemudian mereka saling rangkul pula, akan tetapi kali ini tidak menangis malah tertawa geli!
Tepat seperti yang diduga oleh Wi Liong, keduanya lalu bersepakat untuk pergi ke Pek-go-to mencari Kui-bo Thai houw. Mereka tidak saja hendak membalas sakit hati atas perbuatan Kui-bo Thai-houw yang menculik mereka, juga hendak membalaskan sakit hati atas perbuatannya terhadap Phang Ek Kok. Akan dibeber rahasia-rahasia busuk dan perbuatan-perbuatan jahat Kui-bo Thai-houw di tempat pertemuan itu.
Dua orang gadis kembar itu melakukan perjalanan cepat menuju ke pantai untuk menyeberang ke Pek-go to, pulau yang terletak di antara Kepulauan Cou-san-to. Mereka berdua sama sekali tidak tahu bahwa selama ini mereka secara sembunyi dikawal oleh seorang pemuda yang berjaga di waktu mereka tidur nyenyak, yang memperhatikan setiap perjalanan mereka dengan waspada, yang sering kali termenung dan menarik napas panjang kalau melihat dua orang gadis yang segala gerak-geriknya seperti Siok Lan itu.
Ketika mereka tiba di pantai, dua orang gadis kembar ini menjadi bingung karena tidak ada sebuahpun perahu nampak. Bagaimana mereka bisa menyeberang ke Pek-goto? Selagi mereka berdiri: kebingungan, memandang ke sana ke mari untuk melihat kalau-kalau ada perahu nelayan,tiba-tiba meluncurlah sebuah perahu kecil. Perahu ini meluncur dari pantai sebelah selatan.
''Heeii.......... tukang perahu, ke sinilah!"
Teriak Lin Lin dengan nyaring.
Perahu meluncur dekat dan anehnya, tidak kelihatan nelayannya. Akan tetapi dari dalam bilik perahu kecil itu terdengar suara menjawab.
"Nona berdua apakah membutuhkan perahu?"
"Ya, kami hendak menyewa perahumu. Antarkan kami menyeberang ke pulau-pulau di sana itu,"
Kata Lan Lan.
"Berapa biayanya? Katakan saja, kami akan membayar penuh."
"Mengantar sih mudah, aku selalu siap sedia. Akan tetapi, biayanya tidak mau dibayar dengan uang, emas ataupun perak,"
Terdengar lagi suara di dalam bilik perahu.
Lini Lin mendongkol.
"Habis, kau mau minta apa? Tukang perahu aneh dan manja, keluarlah kau, jangan bikin marah kami!"
"Biayanya tidak mahal, juga tidak murah."
Lan Lan menduga jelek. Pipinya merah padam saking marahnya.
"Tukang perahu, jangan main-main, lekas katakan apa kehendakmu!"
Katanya sambil meraba gagang pedang. Tekadnya kalau tukang perahu itu mengeluarkan kata-kata kotor, tentu akan dibunuhnya.
Suara itu tertawa "Harap jangan marah, karena itulah biaya yang saya minta."
"Apa............?"
Tanya Lan Lan dan Lin Lin berbareng.
"Biayanya hanyalah, jangan ji-wi siocia marah-marah lagi kepadaku."
Dan muncullah tubuh Wi Liong dari dalam bilik perahu. Pemuda ini memegang dayung dan duduk di kepala perahu sambil tersenyum.
"Silahkan ji-wi naik dan maafkan aku tadi bermain-main."
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lan Lan dan Lin Lin saling pandang. Pipi mereka menjadi merah jambu dan bibir mereka tersenyum. Lin Lin menjadi malu sekali, akan tetapi Lan Lan merangkul pundaknya dan berkata.
"Adik Lin, setelah ada tukang perahu baik hati yang mau menyeberangkan, mengapa malu-malu? Mari kita naik perahu!"
Dengan senyum dikulum dan kerling mata malu-malu, kedua orang gadis itu melompat ke dalam perahu dan duduk di dalam bilik perahu itu. Wi Liong merasa seperti kejatuhan dua bintang, begitu gembira hatinya. Segera kedua lengannya mendayung dan perahu itu meluncur tehang ke tengah.
"Ji-wi tentu akan mengunjungi Pek-go-to, bukan?"
Tanya Wi Liong, sikapnya menghormat akan tetapi jelas tampak wajahnya berseri-seri saking gembira hatinya dapat duduk seperahu dan bercakap cakap dengan dua orang gadis kembar itu. Sekaligus ada dua orang Siok Lan di depannya. Bagaimana hatinya tidak akan menjadi girang?
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Lin Lin balas menanya, sikapnya masih agak dingin.
Wi Liong tersenyum dan senyum ini sekaligus membuat jantung dua orang nona itu berdenyut lebih cepat dari biasanya.
"Semua orang gagah berdatangan ke Pulau Pek-go-to untuk memberi selamat atas ulang tahun kokoh besar Thai Khek Sian. Sayangnya jiwi datang terlampau pagi hingga harus menanti di Pek-go-to sedikitnya setengah bulan."
"Betulkah?"
Tanya Lan Lan khawatir.
"Waktu yang dijanjikan atau yang dimaksud oleh Thai Khek Sian, dalam undangannya masih setengah bulan lagi."
Kata Wi Liong.
"Dan aku yang sudah pernah datang ke Pek-go-to harus mengaku bahwa amat tidak menyenangkan berada di pulau itu bersama Thai Khek Sian dan kaki tangannya sampai demikian lamanya."
Dua orang gadis itu pernah mendengar nama buruk Thai Khek Sian dan diam-diam mereka bergidik ngeri.
"Habis, bagaimana baiknya?"
Tanya Lin Lin, kini tidak begitu dingin lagi karena keramahan yang wajar dari Wi Liong.
"Hanya ada dua jalan. Pertama, menunda penyeberangan ini sampai setengah bulan, atau.......kalau ji-wi tidak menaruh curiga kepadaku, jalan ke dua adalah menanti sampai setengah bulan di Kepulauan Sorga. Ji-wi pasti akan senang sekali di sana."
"Kepulaun Sorga?"
Tanya Lin Lin tak percaya.
"Hanya nama. Sebetulnya merupakan tiga pulau kecil berjajar yang amat indah, pulau kosong yang subur,"
Jawab Wi Liong.
Kembali dua orang gadis kembar itu saling pandang. Diam-diam mereka menjadi geli dan bersinarlah cahaya yang nakal dalam mata mereka. Lalu keduanya mengangguk seperti bersepakat.
"Baiklah, ke Pulau Sorga."
Kata mereka berbareng.
Dengan hati amat gembira karena dua orang gadis kembar yang baginya menjadi pengganti Siok Lan itu, Wi Liong mendayung perahunya ke tengah lautan, menuju ke sekelompok pulau di depan. Di antara sekumpulan kepulauan ini memang banyak terdapat pulau-pulau kecil kosong yang tidak ditinggali orang.
Pernah Wi Liong menjelajah tempat ini dan mendapatkan tiga buah pulau kosong berjajar setengah mengelilingi Pek-go-to yang jauh di depan. Karena pulau ini kosong dan indah sekali, ia menyebutnya Pulau Sorga. Sekarang ia hendak mengajak dua orang gadis kembar itu ke sana untuk menanti datangnya hari yang besar itu, di mana orang-orang kangouw tingkat tinggi akan mengadakan pertemuan di Pek-go-to atas undangan Thai Khek Sian.
Di bawah terik panas matahari, Wi Liong mendayung perahunya, matanya bersinar-sinar wajahnya berseri gembira. Suasana sunyi, hanya bunyi air berkecipak mendampar tubuh perahu dan air di depan terbelah kepala perahu menyibak ke kanan kiri seperti agar-agar warna biru terbelah pisau tajam.
Kesunyian yang kosong itu tak menyedapkan hati Lan Lan dan Lin Lin. Terutama sekali Lin Lin yang berwatak lincah jenaka. Dianggapnya Wi Liong terlampau pendiam. Katanya dengan senyum mengejek kepada Lan Lan.
"Enci Lan, rasanya seperti kita berlayar bersama sebuah patung!"
Lan Lan kaget akan tetapi terpaksa bersenyum juga, lalu mencegah adiknya.
"Hush.........Lin-moi............"
Muka Wi Liong menjadi merah, akan tetapi pemuda ini mendayung terus, malah mengerahkan tenaga sehingga perahu meluncur makin laju.
Melihat wajah yang tampan itu kemerahan Lin Lin makin senang menggoda.
"Lan-cici, jangan-jangan tunanganmu menjadi gagu........."
"Hish, Lin-moi!, jangan nakal.........!"
Lan Lan menegur gugup dan muka gadis ini menjadi merah juga.
Mendengar disinggung-singgungnya urusan pertunangan ini, Wi Liong makin kaget dan bingung. Pemuda ini memang tertarik sekali kepada sepasang gadis kembar yang seperti Siok Lan segala-galanya ini, akan tetapi biarpun tidak ada kebahagiaan lebih besar dari pada berdekatan dengan mereka, namun tentang perjodohan yang dipesankan oleh Tung-hai Sian-li. sungguh tidak dapat atau lebih tepat tidak berani ia menerimanya. Ia mengangkat muka dan berhenti mendayung, pandang matanya menatap dua orang gadis itu ganti-berganti, bingung karena biarpun warna pakaian dua orang gadis itu berbeda, ia sudah lupa lagi mana Lan Lan mana Lin Lin!
Dua orang gadis itu melihat Wi Liong bengong terlongong memandangi mereka berganti-ganti, dapat menduga bahwa lagi-lagi pemuda ini bingung dalam membedakan mereka. Keduanya menjadi geli hati dan tertawa. Lan Lan tertawa dengan tangan kanan menutup mulut dan tangan kini memegangi ujung rambutnya yang panjang tergantung ke depan dada kiri. Sedangkan Lini Lin tertawa kecil memperlihatkan deretan, gigi yang putih berkilau di antara sepasang bibir kecil merah, manis sekali.
Melihat dua orang gadis itu tertawa, makin bingunglah Wi Liong. Kenapa di dunia ada hal yang begini aneh? Bahkan kalau tertawa, biarpun sikapnya berbeda-beda, toh mereka itu keduanya sama betul dengan Siok Lan! Pernah Wi Liong melihat Siok Lan tertawa menutupi mulut memegang rambut seperti gadis pertama dan pernah pula ia melihat Siok Lan tertawa dengan bibir dan gigi persis gadis ke dua!
Karena tidak tahu yang mana Lan Lan yang mana Lin Lin, dengan gagap Wi Liong berkata.
"Nona nona.......... yang manakah nona Lan Lan.........?"
"Kau terka sendiri!"
Kata Lin Lin menggoda.
Wi Liong makin bingung, kemudian setelah menarik napas panjang ia berkata.
"Karena aku tidak tahu yang manakah Pek Lan Lan siocia, biarlah aku bicara kepada ji-wi siocia (nona berdua)."
"Tidak kepada Bu-beng Siocia?"
Lan Lan yang melihat kegembiraan adiknya, timbul sifatnya yang periang dan ikut menggoda.
"Tidak......... aku............ harap maafkan kebodohanku. Ji-wi-siocia, aku ada sedikit omongan yang amat penting."
"Tuan Thio Wi Liong yang terhormat, perintah apakah gerangan yang hendak tuan berikan kepada hamba berdua?"
Kembali Lin Lin mengejek.
"Nona jangan begitu, aku hanya......... hanya........."
"Tuan Thio Wi Liong yang gagah perkasa dan sopan santun........."
Sambung Lan Lan.
Gadis-gadis ini memang merasa mendongkol melihat sikap yang begitu dingin dan pendiam dari pemuda ini, pemuda yang menjadi tunangan resmi keduanya!
"Aku hanya tukang perahu yang menyeberangkan kalian,"
Wi Liong akhirnya terseret juga oleh kejenakaan mereka dan mulai lenyaplah kerut-kerut pada keningnya yang menandakan bahwa tadi ia sedang berpikir keras, pikiran yang tidak menyedapkan hati dan menimbulkan kerut pada muka.
"Tukang perahu apa? Kau sengaja mengikuti kami.'' kata Lin Lin
Wi Liong terkejut lalu memuji.
"Entah pandang matamu yang awas sekali atau hanya dugaanmu yang kebetulan saja. Akan tetapi terus terang kukatakan memang aku sengaja mengikuti kalian."
Wi Liong mengangguk-angguk.
"Aku dapat menduga bahwa kalian tentu akan mencari Kui-bo Thai-houw untuk membuat perhitungan, maka kutaksir kalian tentu akan mendatangi Pek-go-to pula. Karena akan ada pertemuan puncak dan keadaan di sini amat berbahaya, maka aku sengaja mengikuti kalian."
"Untuk melindungi kami?"
Lan Lan bertanya penuh gairah.
"Hemm.........bukan begitu, atau.........ya, kalau perlu........."
"Ah. tentu karena kau hendak melindungi tunanganmu, bukan?"
Menggoda Lin Lin dengan sikapnya yang jenaka.
Muka Wi Liong berubah, kerut di keningnya timbul lagi. Ia menarik napas panjang "Itulah yang hendak kukatakan tadi. Yang mana nona Pek Lan Lan?"
"Yang mana juga sama saja. Kau boleh bicara,"
Kata Lan Lan dengan dada berdebar.
"Aku mau bicara tentang pesan terakhir dari Tung-hai Sian-li itu. tentang.........tentang ikatan jodoh........."
"Kenapa?"
Desak Lin Lin penuh gairah.
Sukar Wi Liong membuka mulutnya. Keadaannya sekarang benar-benar sebaliknya dari pada dahulu ketika ia dijodohkan dengan Siok Lan. Dahulu dengan penuh gairah ia hendak memutuskan perjodohannya dengan Siok Lan karena ia cinta kepada Bu-beng Siocia. Sekarang ia harus memutuskan tali perjodohannya dengan Lan Lan, karena ia sudah ditunangkan oleh pamannya. Dan ia harus memutuskannya dengan hati luka dan penuh penyesalan karena ia harus akui bahwa di dalam hatinya hidup lagi cinta kasih terhadap Siok Lan dahulu, kini berpindah kepada gadis kembar ini yang baginya seolah olah Siok Lan sendiri menjelma kembali menjadi dua.
"Aku......... aku terpaksa tak dapat menerimanya........."
Ia berkata dengan kepala tunduk agar tidak tampak sinar matanya yang suram dan bibirnya yang gemetar. Karena ia menunduk ini ia tidak melihat betapa wajah Lan Lan menjadi pucat seketika.
"Sombong, jadi kau merasa dirimu terlalu tinggi untuk menjadi jodoh enci Lan Lan, tuan Thio Wi Liong?"
Lin Lin membentak marah.
Wi Liong mengangkat mukanya dan muka yang tampan itu menjadi pucat sekali sampai dua orang gadis itu kaget. Wi Liong tadi tidak memperhatikan siapa di antara dua orang gadis itu yang bicara sehingga sampai saat itu ia belum dapat tahu yang mana Lan Lan dan yang mana Lin Lin
"Tidak begitu! Aku bersumpah, demi Thian dan demi kehormatanku! Aku sama sekali tidak beranggapan begitu. Bahkan aku...... aku akan merasa menjadi sebahagia-bahagianya orang di dunia ini apa bila aku bisa memenuhi pesan keramat Tung-hai Sian-li. Aku......... aku akan berbahagia sekai........."
Kembali ia menunduk penuh penyesalan.
Lan Lan dan Lin Lin saling pandang. Lin Lin yang cerdik cepat memegang tangan encinya, ia mendapat pikiran yang membuatnya berdebar.
"Apa sebabnya? Katakan, apa sebabnya kau tidak bisa memenuhi pesan itu?"
Desaknya.
Tanpa mengangkat mukanya Wi Liong menjawab lirih.
"Karena......... karena aku telah bertunangan dengan gadis lain........."
Ia tidak tahu betapa Lan Lan hampir berteriak kesakitan karena tangannya diremas oleh adiknya.
"Tuan Thio Wi Liong bertunangan dengan gadis manakah.?"
Tanya Lan Lan.
'"Jangan "
Jangan ini hanya untuk alasan penolakan belaka,"
Sambung Lin Lin.
Kembali Wi Liong mengangkat mukanya, la nampaknya lega karena tidak ada tanda-tanda marah pada wajah dua orang gadis kembar itu malah kini dua pasang mata itu memandang tajam kepadanya penuh selidik.
"Bukan alasan, kosong. Aku benar-benar telah ditunangkan oleh pamanku, ji-wi siocia. Karena itu, bagaimana aku bisa menerima ikatan jodoh lain?"
"Hemmm, kami dapat mengerti alasanmu, tuan Thio. Tentu gadis tunanganmu itu cantik jelita seperti bidadari dan tentu jauh lebih pandai dari pada kami anak-anak bodoh."
Kata Lan Lan
"Tentu kau amat mencintanya, tuan Thio,"
Sambung Lin Lin.
Diam diam Wi Liong makin menyesal. Ada sifat-sifat dua orang gadis ini yang lebih baik malah dari pada watak Siok Lan. Siok Lan orangnya pendiam dan amat keras hati, mudah marah. Dua orang gadis ini biarpun ada tanda tanda keras hati sepenti Siok Lan, akan tetapi jujur sekali dan peramah pula juga lebih panjang pikiran buktinya pengakuannya ini tidak membikin mereka marah.
"Bagaimana aku bisa mencintanya dan bagaimana aku bisa tahu dia cantik atau tidak. Melihatpun belum!"
Jawab Wi Liong.
"Aneh! Kalau belum melihatnya, kenapa kau begini....... begini setia? Bagaimana kalau kelak ternyata ia amat buruk seperti monyet?"
Tanya Lin Lin dan mulailah ia tersenyum, diikuti oleh Lan Lan yang kini mulai mengerti hingga ia diam-diam makin kagum dan memuji kesetiaan "tunangannya".
"Jangankan hanya seperti monyet, biar seperti kadal sekalipun, aku akan mengawininya kelak", jawab Wi Liong tersenyum karena ia menjadi gembira juga melihat gadis gadis itu tidak marah, malah mulai berkelakar.
Lin Lin cemberut. Siapa orangnya tidak cemberut kalau ia dikatakan seperti kadal? Memang yang dikatakan seperti kadal itu adalah dia sendiri orangnya, tunangan Wi Liong melalui pamannya. Hampir saja gadis ini yang kadang-kadang mempunyai watak keras merenggut sepatu kecil yang disimpan di balik bajunya dan membantingnya di depan pemuda itu. Baiknya Lan Lan yang melihat wajah adiknya, cepat meremas jari-jari tangan Lin Lin.
"Kau hebat, tuan Thio. Kau setia sekali!"
Memuji Lan Lan.
"Bagaimana aku takkan setia? Pamanku adalah pengganti ayah bundaku, mana aku berani membikin marah dan membantahnya? Pula........."
Suaranya berubah dan pemuda ini nampak berduka.
"aku......... aku selain mentaati paman juga hendak menghukum diri sendiri. Aku tak ingin mengulangi pengalaman pahit yang pernah kualami."
"Pengalaman pahit dalam asmara?"
Tanya Lin Lin kenes. Wi Liong mengangguk.
"Ceritakanlah, tuan Thio,"
Kata Lan Lan.
Wi Liong menggeleng kepalanya.
"Kelak saja kuceritakan Sekarang yang paling penting, aku sudah mengaku terus terang. Karena itulah maka aku sungguh menyesal terpaksa menolak pesan terakhir dari Tung-hai Sian-li tentang perjodohan itu. Kuharap saja nona Pek Lan Lan suka memberi maaf sebesarnya kepadaku. Sudikah nona mengampuniku?"
Tanyanya tanpa memandang langsung kepada seseorang. Ia memancing agar nona Lan Lan suka menjawab pertanyaannya ini hingga ia dapat mengetahui yang manakah enci dan mana adiknya.
Hampir saja Lan Lan terpancing. Akan tetapi Lin Lin cepat berkedip kepadanya dan mendahului cicinya.
"Soal ampun itu bukan urusan kami berdua. Perjodohan tak dapat dipaksakan, kalau kau lebih suka berjodoh dengan monyet atau kadal dari pada dengan........ dengan kami, silahkan"
Wi Liong kaget menangkap suara keras dalam kata-kata ini, dan iapun masih ragu-ragu apakah gadis ini yang bernama Lan Lan?"Aku........ aku menyesal sekali, nona Lan Lan......"
"Hush. jangan ngawur!"
Bentak Lin Lin, pura-pura marah akan tetapi akhirnya tak dapat menahan ketawanya melihat kebingungan Wi Liong. Juga Lan Lan menjadi geli dan tersenyum sungguhpun di dalam hati ia amat kasihan kepada pemuda yang mereka permainkan ini.
"Kalau begitu kaukah nona Lan Lan?"
Tanya Wi Liong, berpaling kepada Lan Lan.
"Tentu saja seorang di antara kami bernama Lan Lan, akan tetapi yang mana kau terka sendiri. Bagi kami, Lan Lan maupun Lin Lin sama saja."
Pada saat kedua orang gadis kembar itu mempermainkan dan mentertawakan Wi Liong, tiba-tiba pemuda ini menggerakkan dayungnya, mendayung dengan kecepatan luar biasa ke arah kiri sehingga dua orang gadis itu menjadi kaget dan heran.
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh, ada apa?"
Tanya Lin Lin.
"Di sana banyak perahu menuju ke pulau itu."
Jawab Wi Liong sambil menggerakkan mukanya ke depan. Dua orang gadis itu memandang dan betul saja, jauh di kaki langit tampak enam perahu hitam dengan layar terkembang menuju ke sebuah pulau.
Wi Liong terus mendayung perahunya ke sebuah pulau kecil yang besarnya paling banyak satu li persegi, penuh pohon dan karang. Ia mendaratkan perahunya dan melompat ke darat.
"Kita mengintai dari sini. Enam buah perahu itu mencurigakan,"
Katanya.
"Anehnya, mereka tidak menuju ke Pek-go-to, melainkan ke tiga Pulau Sorga! Hemm mana bisa ada tamu sampai sekian banyaknya datang sekaligus di tempat ini?"
"Jangan-jangan bajak laut,"
Kata Lin Lin.
"Lebih baik kita menghampiri mereka dan kalau benar bajak laut, kita basmi habis!"
Lan Lan menyatakan setujunya dengan usul adiknya yang gagah ini. Akan tetapi Wi Liong menggeleng kepala.
"Tak mungkin bajak laut. Mana ada bajak laut begitu tak tahu mati beroperasi di daerah ini? Nama Thai Khek Sian sudah terlampau terkenal. Memasuki daerah ini berarti mati. Tentu ada hal-hal aneh yang perlu diselidiki. Pamanku sudah pesan bahwa suhu menaruh curiga dengan undangan Thai Khek Sian, maka menyuruh aku menyelidiki."
Tiba-tiba Lin Lin berseru.
"Awas.........!!"
Dan gadis ini dengan sigapnya melompat untuk melindungi encinya. Tangan kirinya dikibaskan, dan runtuhlah dua batang anak panah yang menyambar ke arah dia dan Lan Lan. Sedangkan Wi Liong dengan mudah menangkap anak panah itu.
Baru saja mereka berhasil menggagalkan serangan anak-anak panah, kembali datang serangan berupa senjata rahasia yang datangnya cepat sekali dan biarpun hari telah senja, senjata rahasia kecil itu masih mengeluarkan cahaya kuning.
Kembali Lin Lin bergerak cepat. Pedangnya sudah di tangan dan sekali putar beberapa Kim ji piauw runtuh. Wi Liong melompat jauh dan diam-diam ia girang karena sekarang tahulah ia mana Lan Lan mana Lin Lin. Tentu saja yang begitu lihai menangkis Kim-ji-piauw adalah Lin Lin, gadis perkasa murid Liong Tosu itu. Akan tetapi pada saat itu ia tidak sempat mengurus hal ini karena Lin Lin dengan beraninya telah melompat dan lari ke arah penyerang gelap sambil membentak.
"Anjing-anjing pengecut jangan lari!"
Lan Lan juga mencabut pedangnya dan sudah mengejar adiknya menyerbu musuh yang melakukan penyerangan gelap. Dengan suling di tangannya Wi Liong juga menyusul.
Ketika Lin Lin dan Lan Lan keluar dari hutan kecil, mereka melihat dua orang gadis cantik berpakaian mewah berdiri memandang mereka dengan sinar mata kagum dan di belakang dua orang gadis cantik ini masih berdiri belasan orang gadis lain yang pakaiannya juga indah-indah. Semua gadis ini memegang sebatang pedang.
"Siluman-siluman jahat, tentu kalian yang melakukan penyerangan gelap!"
Lin Lin membentak marah.
Seorang di antara dua gadis itu setelah hilang kaget dan herannya melihat dua orang gadis kembar, menudingkan pedangnya dan berkata.
"Kalian ini tentulah mata-mata yang dikirim orang jahat. Siansu menyuruh kami menangkap semua orang yang mencurigakan. Kawan-kawan, tangkap dua orang ini!"
Akan tetapi sambil mengeluarkan suara mengejek Lin Lin sudah memutar pedangnya diikuti oleh Lan Lan. Mereka disambut dengan pedang pula dan terjadilah pertempuran hebat. Akan tetapi Lin Lin memang lihai. Beberapa gebrakan saja sudah cukup baginya untuk merobohkan beberapa orang pengeroyok. Dua orang gadis kepala rombongan itu marah dan cepat maju mengeroyok Lin Lin, sedangkan Lan Lan dikeroyok oleh anak buahnya.
Namun, segera mereka itu mendapat kenyataan betapa lihainya Lin Lin. Pedang gadis ini berkelebatan dan membuat dua orang pengeroyoknya menjadi silau dan pening. Biarpun mereka berdua juga memiliki ilmu pedang yang ampuh dan aneh. namun menghadapi Lin Lin mereka kalah tingkat.
Pada saat itu Wi Liong muncul dan pemuda ini mengeluarkan seruan kaget ketika mengenal dua orang gadis kepala rombongan itu.
"Cheng In dan Ang Hwa cici, harap hentikan pengeroyokan!"
Sambil berseru demikian Wi Liong menyerbu. Kemana saja ia bergerak, ia sudah dapat menangkis semua senjata dan membuat pemegangnya terpaksa melompat mundur sehingga dalam sekejap mata saja semua pertempuran terhenti.
Dua orang gadis cantik berpakaian mewah itu memang Cheng In dan Ang Hwa dua orang selir Thai Khek Sian atau murid-muridnya yang paling disayang. Mereka juga segera mengenal Wi Liong dan kedua gadis itu tersenyum manis.
"Ah, kaukah kiranya ini, Thio-kongcu? Kenapa kau dan.........dua orang gadis ini di sini?"
Tanya Cheng In si baju hijau.
Pertanyaan yang disertai pandang mata penuh selidik dan arti ini membuat muka Wi Liong menjadi merah. Ia tahu orang-orang macam apa adanya selir-selir Thai Khek Sian ini, maka setiap kali melihat pria bersama wanita tentu menimbulkan pikiran yang tidak-tidak dalam benak mereka.
"Aku mengantar dua nona Pek ini yang hendak ikut menghadiri pertemuan di Pek-go-to,"
Jawabnya singkat.
"Kenapa tidak langsung ke sana melainkan datang ke pulau sunyi ini?"
Tanya Ang Hwa yang mainkan matanya secara genit.
"Waktunya masih belum tiba. karenanya kami hendak menunggu beberapa hari di sini"
"'Ooohhh, hi-hi-hi, kami mengerti, kongcu.. Dua nona Pek ini cantik-cantik sekali dan kepandaiannya tinggi........."
Kata Cheng In dengan suara dibuat-buat, lagaknya genit sekali.
"Tutup mulutmu yang kotor! Kalau hendak mengobrol, jangan bawa-bawa nama kami!"
Lin Lin membentak marah dan mengancam dengan pedangnya. Gadis ini marah bukan main. demikian juga Lan Lan, melihat dua orang perempuan baju hijau dan merah itu bicara dengan Wi Liong serta bersikap demikian genit. Cemburu yang besar menerkam hati kedua orang gadis kembar ini. Betapapun juga, mereka menganggap Wi Liong sebagai tunangan mereka yang sah!
Wi Liong sendiri tak senang bertemu dengan para selir Thai Khek Sian ini, akan tetapi ia mengerti bahwa daerah ini memang dapat disebut daerah kekuasaan Thai Khek Sian dan kedatangannya di situ hanya sebagai tamu. Maka untuk meredakan ketegangan, ia segera memperkenalkan dua orang selir itu kepada Lin lin dan Lan Lan,
"Inilah nona Cheng In dan nona Ang Hwa beserta semua kawannya, mereka itu adalah....... adalah......"
Wi Liong bingung hendak mempergunakan sebutan apa, selir ataukah murid? Baiknya Ang Hwa yang dapat menduga kesulitannya segera membantu dan menyambung dengan ketawa,
"Kami adalah selir-selir yang tercinta, juga murid-murid yang setia dari Thai Khek Siansu di Pek goto, Kami girang sekali bahwa kedua adik yang cantik manis dan perkasa adalah sahabat-sahabat baik Thio-kongcu (tuan Thio). Biarlah kawan kawan kami yang terluka merupakan penebus kelancangan kami atau pembuka jalan perkenalan kita. Kami girang sekali dapat berkenalan dengan adik-adik yang (Lanjut ke Jilid 34)
Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 34
lucu."
Lin Lin dan Lan Lan jemu mendengar kata-kata dan melihat sikap genit dari Ang Hwa. Apa lagi Lin Lin. Ia makin mendongkol dan bentaknya nyaring.
"Kami tidak butuh berkenalan dengan segala macam selir!"
Kemudian sambil melirik ke arah Wi Liong, ia menyambung.
"Entah kalau dia itu mungkin suka. Kalau mau mengobrol, mengobrollah dengan dia, kami tak sudi!"
Melihat sikap ini, Cheng In tertawa genit dan berkata.
"Ah. remburu amat!"
Akan tetapi Wi Liong yang tidak menghendaki terulangnya keributan, segera berkata.
"Jiwi Pek siocia harap maafkan, enci Cheng In dan Ang Hwa ini adalah penolong-penolongku. Kalau tidak karena pertolongan mereka, mungkin hari ini aku sudah tidak ada di dunia lagi.''
Mendengar ini, diam-diam Lan Lan dan Lin Lin tercengang dan rasa tak enak serta cemburu di dalam dada menghebat. Akan tetapi mereka diam saja. Wi Liong segera menjura kepada Cheng In dan Ang Hwa,
"Kalian kenapa berada di pulau ini dan kenapa pula datang-datang menyerang?"
"Kami memang ditugaskan di sini oleh Siansu. Menjelang datangnya hari besar itu, kami disuruh menjaga daerah ini karena menurut Siansu, di antara para sahabat yang datang mungkin sekali akan datang musuh-musuh jahat yang hendak membikin kacau pertemuan. Melihat kau bertiga tadi, kami menyangka buruk, maafkan kelancangan kami,"
Kata Cheng In.
"Tidak apalah dan sekarang harap cici berdua tinggalkan saja pulau ini. Bukankah kalian percaya bahwa aku bukan orang jahat yang hendak mengacau?"
Dua orang perempuan itu tertawa genit "Kalau kau menjadi pengacau, paling-paling pengacau hati yang membikin orang tak dapat tidur! Kongcu, kau orang baik dan kami selalu terkenang kepadamu. Apakah kau tidak mau ikut dengan kami ke Pek goto sekarang saja? Siansu tentu menerimamu dengan baik karena memang sekarang waktunya menerima tamu."
Di dalam ajakan ini terkandung suara memikat yang hanya dapat terasa oleh Wi Liong. Akan tetapi, sebagai wanita, Lan Lan dan Lin Lin juga dapat menangkapnya dan hal ini membuat hati mereka makin panas.
"Tuan Thio, kau pergilah dengan perempuan-perempuan ini, biar kami berdua di sini juga tidak akan mampus!"
Kata Lin Lin gemas.
Wi Liong menjadi makin bingung.
"Ji-wi cici, terima kasih atas kebaikan kalian. Tidak, aku akan datang pada waktunya. Kalian pergilah dulu."
Cheng In dan Ang Hwa menarik napas panjang, lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk pergi dari pulau kecil itu sambil membawa mereka yang tadi terluka oleh pedang Lin Lin. Ketika sudah melangkah beberapa langkah. tiba- tiba Cheng In memutar tubuh dan bertanya.
"Apakah Thio kongcu tadi ketika berlayar ke sini bertemu dengan perahu lain?"
Pertanyaan ini nampaknya sepintas lalu saja, akan tetapi Wi Liong melihat sikap yang penuh selidik. Ia teringat akan enam buah perahu besar tadi, maka ia menggeleng kepala tanpa membuka mulut. Cheng In nampak puas, akan tetapi sebelum pergi berkata lirih.
"Thio-kongcu, kalau kau tidak mempunyai kepentingan, sesungguhnya aku lebih suka melihat kau tidak mendatangi pertemuan ini."
Sebelum Wi Liong sempat bertanya. Cheng In dan Ang Hwa sudah pergi bersama kawan-kawan mereka, menuju ke perahu mereka yang tersembunyi di antara batu karang, lalu berlayar pergi. Sebentar saja kegelapan senja menelan bayangan perahu itu dan meninggalkan Wi Liong dan dua orang gadis kembar dalam kesunyian pulau itu. Sunyi sekali di situ, hanya terdengar riak ombak menghantam karang disaingi suara hewan-hewan di dalam hutan.
Setelah para selir Thai Khek Sian itu pergi, barulah Wi Liong merasa betapa canggung dan malunya berhadapan dengan dua orang gadis kembar itu. Ia dapat menduga betapa dua orang gadis ini memandang rendah kepada selir-selir yang genit itu dan karena melihat dia bersahabat dengan mereka, otomatis iapun akan terpandang rendah.
Oleh karena merasa canggung, Wi Liong hanya berdiri.diam sambil menundukkan kepalanya. Ia menarik napas berulang-ulang, ingin sekali mengajak bicara dua orang gadis itu, akan tetapi tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya lega hatinya mendengar suara seorang dari mereka, yang berkata penuh nada ejekan,
"Cantik-cantik dan genit-genit para selir Pek go-to itu."
Kemudian suara yang dibuat-buat meniru suara Ang Hwa yang genit.
"Thio-kongcu, kenapa tidak ikut mereka bersenang-senang di Pek goto?"
Wi Liong mengangkat muka, lalu berkata lirih.
"Ji-wi Pek siocia. memang harus kuakui bahwa tidak selayaknya orang berkenalan dengan mereka itu yang tak boleh digolongkan orang baik-baik. Akan tetapi, aku pernah mereka tolong. Dan mereka itu sebetulnya hanyalah menjadi korban pengaruh dari kekuasaan Thai Khek Sian. Marilah kita duduk dan bicara yang baik, nona-nona. Tadi kukatakan bahwa hidupku penuh derita dan pengalaman pahit. Mari kalian dengarkan, baru sekarang aku hendak membuka semua rahasia yang menyuramkan hidupku."
Lan Lan dan Lin Lin tertarik. Tanpa berkata kata mereka mengikuti Wi Liong memilih tempat yang bersih di bawah pohon dan terlindung dari angin oleh batu batu karang. Wi Liong mengumpulkan daun dan ranting kering, lalu membuat api unggun. Tidak saja untuk membikin penerangan di tempat yang mulai gelap itu, juga untuk mengusir nyamuk yang ternyata banyak terdapat di situ. Kemudian ia duduk di dekat api unggun bersandarkan batu karang. Dua orang nona kembar itu duduk pula di dekat api menghadapinya, siap mendengarkan ceritanya.
"Semenjak aku masih kecil dan tidak tahu apa-apa, ayah bundaku telah terbunuh orang secara keji, terbunuh oleh guru mereka sendiri yang tersesat. Aku dibawa lari dan dipelihara oleh pamanku yang juga menjadi buta oleh guru jahanam itu. Semenjak kecil aku sudah berhadapan dengan derita hidup dan agaknya memang aku dilahirkan untuk menderita......."
Demikian Wi Liong memulai ceritanya. Kemudian ia menceritakan semua pengalaman hidupnya sejak kecil sampai dewasa.
Dua orang gadis kembar itu mendengarkan dengan amat terharu. Mereka sendiri mempunyai riwayat hidup yang tidak menyenangkan, akan tetapi sedikitnya mereka masih sempat bertemu dengan ibu mereka, Tung hai Sian-li pada saat terakhir. Pemuda ini lebih-lebih lagi, semenjak kecil sampai sekarang jangankan melihat orang tuanya, ingatpun tidak bagaimana wajah ayah dan bundanya!
Pemuda ini masih segan untuk bercerita tentang Siok Lan, maka bagian ini ia lewatkan saja. Ia hanya menceritakan tentang usahanya membalas dendam kepada Beng Kun Cinjin yang sampai kini belum terlaksana, tentang urusannya dengan Kun Hong dalam memperebutkan Cheng-hoa-kiam "Nah, begitulah riwayat hidupku yang tidak menarik, membikin kalian jemu saja mendengarnya."
Ia menutup ceritanya."Harap kalian mengaso dan tidur, biar aku menjaga di sini."
Lan Lan yang masih termenung karena terharu mendengar riwayat pemuda sebatangkara yang menjadi tunangannya itu, berkata.
"Aku tidak mengantuk. Ceritamu mengharukan sekali, tuan Thio. Akan tetapi kau sama sekali belum bercerita tentang pengalaman pahit dalam asmara seperti yang kau janjikan."
"Betul,"
Sambung Lin Lin cepat-cepat.
"dan kenapa kau agaknya amat memperhatikan kami? Setelah kau sendiri menyatakan bahwa kau tidak bisa menerima pertunangan dengan seorang dari kami seperti yang diusulkan oleh ibu kami, kenapa kau masih selalu mendekati dan menjaga kami?"
Wi Liong memandang dua orang gadis itu. Di bawah sinar api unggun yang kemerahan, wajah dua orang gadis itu lebih-lebih lagi menyerupai wajah Siok Lan yang di kala itu bayangannya memenuhi hati dan pikiran Wi Liong, membuat pemuda itu merasa rindu.
"Karena......... karena kalian tiada bedanya dengan Siok Lan........ karena kalian bagiku adalah penjelmaan Siok Lan sendiri.........."
Ucapannya ini menggetar penuh perasaan dan pandang matanya yang menatap wajah dua orang gadis kembar itu penuh cinta kasih yang mesra. Lan Lan dan Lin Lin berdebar sampai tak dapat mengeluarkan kata-kata.
"Ya, Lan Lan dan Lin Lin, bagiku kalian adalah Kwa Siok Lan. Karena inilah agaknya berat bagiku untuk berpisah, tak kuat aku menjauhkan diri......... maafkan aku.........barangkali sudah gila, akan tetapi segala gerak-gerik, segala yang ada pada kalian, menghidupkan kembali Kwa Siok Lan"
Lin Lin sudah tahu bahwa Kwa Siok Lan adalah puteri Kwa Cun Ek, malah beberapa lama ia dianggap Siok Lan oleh Kwa Cun Ek, malah oleh Kwee Sun Tek pula sehingga ikatan jodohnya dengan Thio Wi Liong disambung lagi. Akan tetapi ia tidak tahu apakah yang terjadi antara Kwa Siok Lan dengan Wi Liong. Adapun Lan Lan. mendengar nama Kwa Siok Lan hanya dari mulut Tung-hai Sian-li dan iapun hanya menduga bahwa ibunya dahulu mempunyai anak seorang puteri bernama Kwa Siok Lan yang sudah meninggal dunia.
"Tuan Thio, siapakah itu Kwa Siok Lan?"
Lin Lin bertanya, mencoba untuk menyembunyikan suaranya yang gemetar. Usahanya ini sebetulnya tidak perlu karena pada saat itu Wi Liong sedang penuh kedukaan dan tak dapat memperhatikan keadaan orang lain.
"Mendiang Kwa Siok Lan adalah puteri tunggal Kwa Cun Ek lo-enghiong dan Tung hai Sian li, dan......... tunanganku yang kucinta sepenuh jiwaku........."
Lan Lan memotong "Tuan Thio, pernah kami mendengar kau menyebut nama Bu beng Siocia, apakah itupun kekasihmu yang lain lagi?"
Wi Liong tersenyum pahit, senyum membayangkan perihnya hati.
"Itulah awal malapetaka yang menimpa hidupku. Mataku melek akan tetapi aku lebih buta dari pada orang tak bermata. Bu-beng Siocia adalah Kwa Siok Lan. Kwa Siok Lan adalah Bubeng siocia, akan tetapi aku tidak tahu, tidak mengerti betapa besar cinta kasih Siok Lan kepadaku, sampai pada saat terakhir masih setia kepadaku........."
"Bagaimanakah itu? Aku tidak mengerti.........."
Kata Lin Lin yang tentu saja ingin mengetahui segala-galanya tentang Kwa Siok Lan, karena selain Siok Lan itu masih encinya se ibu, juga ia dijadikan pengganti Siok Lan oleh Kwa Cun Ek.
Setelah menambah api unggun dengan kayu-kayu kering sehingga warna merah dari cahaya api itu menerangi kegelapan, Wi Liong mulai bercerita. Ia menceritakan perjodohannya dengan Siok Lan, ikatan jodoh yang dilakukan oleh pamannya dan Kwa Cun Ek. Kemudian tentang pertemuannya dengan Bu beng Siocia, tentang ketetapan hatinya memutuskan ikatan jodoh dengan Kwa Siok Lan karena cinta kasihnya kepada Bu beng Siocia, kemudian sampai larinya Kwa Siok Lan yang hendak membunuh diri. Akhirnya ia ceritakan pertemuannya dengan Siok Lan yang menjadi pengantin Chi-loya, sampai berita tentang kematian Kwa Siok Lan di sungai. Semua, ini ia ceritakan dengan suara menggetar, kadang-kadang naik sedu-sedan dari dadanya.
Lan Lan dan Lin Lin duduk mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka terbawa hanyut oleh cerita itu, sampai duduk terdiam seperti patung, ikut merasakan penderitaan Wi Liong, bahkan ketika mendengar tentang pertemuan terakhir dan tentang pembunuhan diri Kwa Siok Lan. Lin Lin dan Lan Lan menangis terisak-isak. Tak kuat mereka menahan keharuan hatinya dan sekaligus mereka makin tertarik, makin kasihan dan makin........... cinta kepada pemuda ini, pemuda yang secara sah telah menjadi tunangan mereka berdua!
Melihat dua orang gadis itu mencucurkan air mata mendengar ceritanya, Wi Liong juga tidak kuat dan dua butir air mata menitik turun di atas pipinya. Akhirnya ia berhenti bercerita, menarik napas panjang lalu berkata dengan suara berat,
Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Dendam Sembilan Iblis Tua Karya Kho Ping Hoo