Kisah Si Pedang Terbang 11
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
Sie Wan Cu yang dadanya. sudah di tembusi pedang masih dapat rnembalik dan mengirim pukulan Matahari Merah ke arah Ang-sin-l iong Yu Kiat namun dari samping Pek Kong Seng-jin dari Kong-thong-pa i sudah menggerakkan ruyungnya menghantam tengkuk Sie-Wan Cu.
"Prakk!"'Ruyung itu hancur berkeping-keping dan tubuh ketua Beng-kauw itu terpelanting.
Dia bergulingan dan dari bawah kedua tangannya bergerak. Sinar kehitaman menyambar ke arah Pek Kong Seng-jin, Ang"sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin, namun tiga orang ini cepat menghindar dengan loncatan-loncatan ke samping sehingga jarum-jarum lembut itu tidak mengenai sasaran.
Sungguh mengagumkan sekali. Biarpun dadanya sudah tertembus pedang Kiang Cu Tojin, tulang iganya patah oleh hantaman tongkat Ho Jin Hwesio dan tengkuknya membuat ruyung Pek Kong Sengjin hancur berkeping, namun ketua Bengkauw itu masih sempat membunuh Ho Jin Hwesio dan Kiang Cu Tojin, kemudian menyerang tiga orang lawan lain dengan dahsyat, yaitu jarum-jarum yang biarpun amat halus namun mengandung racun maut dan hampir saja mencelakai tiga orang datuk itu. Dan kini dia masih sanggup untuk melompat bangun biarpun d ia terhuyung lagi.
"Ha-ha-ha.... majulah... kalian orang-orang pengecut yang menganggap diri sendiri gagah perkasa dan pendekar besar! Hayo maju!"
"Iblis jahanam!"
Bentak Pek Kong Sengjin.
Setan tua, kuantar kau ke neraka!"
Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin. Dua orang Bu-tek Ngo Sin-liong ini maju dengan cepat dan mengirim pukulan jarak jauh yang dahsyat ke arah ketua Beng-kauw yang sudah terluka parah itu. Sementara itu, Pek Kong Sengjin hanya menonton ka rena dia yakin bahwa ketua Bengkauw itu tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi.
Akan tetapi pada saat itu tiba-tiba terdengar ledakan"ledakan dua kali dengan kerasnya dan dua buah guha itu jebol, dua sosok tubuh manusia menyambar keluar dan melayang seperti terbang. Itu adalah tubuh Sie Kwan Lee dan Sie Kwan Eng yang keluar dari tempat pertapaan atau latihan- mereka.
Yang mengerikan, wajah Kwan Lee nampak seperti bara api, merah sekali sampai ke rambut-rambutnya, sedangkan wajah Kwan Eng nampak putih pucat seperti mayat, juga sampai ke rambut-rambutnya. Dan dua orang ini melayang ke arah ayah mereka yang saat itu sedang terancam pukulan maut dari Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin.
Tentu saja dua orang dari Bu-tek Ngo Sin-liong kaget bukan main ketika ada bayangan menerkam ke arah mereka dibarengi angin dahsyat mendatangkan hawa yang satu panas seperti api yang lain dingin seperti es.
Karena tidak tahu benda atau mahluk apa yang menerkam ke arah mereka, pukulan mereka terhadap Sie Wan Cu mereka urungkan dan mereka mengarahkan pukulan kepada penyerang itu. Ang-sin"liong Yu Kiat menyerang ke arah mahluk bermuka merah sedangkan sutenya menyerang ke arah mahluk bermuka putih.
"Dess!"
Kedua orang datuk ini mengeluarkan teriak kaget dan roboh terjengkang. Biarpun mereka tadi sudah mengerahkan sinkang' sekuatnya dan melindungi seluruh tubuh mereka, tetap saja mereka roboh pingsan!
"Ayah...!".Kwan Lee dan Kwan Eng segera berlutut dekat ayah mereka yang tadi terkulai lagi. Orang tua itu tersenyum lebar.
"Ha-ha-ha, Kwan Lee dan Kwan Eng. Kalian berhasil! Matipun aku tidak penasaran karena Bengkauw ada yang melanjutkan. Bangun.... bangun kembali Bengkauw.... dan kalian bantu nona itu...."
Dia menuding dan kedua orang anaknya menoleh.
Mereka meiihat Yang Mei Li memainkan sepasang pedangnya menghadapi pengeroyokan dua orang muda yang lihai bukan main. Ternyata tadi Mei Li tidak dapat menahan dirinya lagi? melihat Seng Gun menggunakan tangan besi membunuhi anggauta Beng-kauw. Hampir semua orang yang tadinya berjaga di depan dua guha itu sudah roboh dan dilihatnya pemuda yang seorang lagi tetap tidak pernah membunuh pengeroyoknya.
Yang bertangan maut adalah Seng Gun, dan hal ini membuat ia merasa makin tidak suka kepada pemuda yang dalam pertemuannya yang pertama kali juga sudah bertindak kejam sekali terhadap gerombolan penjahat. Ia segera meloncat dan menggunakan sepasang pedangnya untuk menahan gerakan Seng Gun dan Kang Hin, sekaligus menangkis golok kedua orang pemuda itu.
"Eh, Hui-kiam Sian-li.......! Nah, kita berjumpa kembali, nona. Akan tetapi sekali ini engkau salah kira. Yang kaubantu ini adalah orang-orang Bengkauw, orang-orang jahat sekali!"
"Yang kusaksikan tadi, engkaulah yang jahat dan kejam, bukan orang lain,"
Kata Mei Li dengan sikap tenang dan mata menantang.
Pada saat itu, orang-orang Beng-kauw sebanyak limabelas tinggal enam orang saja lagi dan mereka ini menghentikan serangan karena memang maklum bahwa mereka tidak akan menang melawan dua orang pemuda Nam-kiang-pang itu. Dan ketika Mei Li memandang, kebetulan sekali Kang Hin juga memandang kepadanya.
Sinar mata penuh kemarahan bagaikan sepasang bintang berapi itu membuat pemuda itu menundukkan pandang mata nya ke bawah, seperti orang yang merasa bersalah. Namun, Seng Gun sebaliknya mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu.
"Hemm, kiranya engkau juga' seorang gadis sesat! Kalau begitu, baik kuantar kau sekalian bersama mereka ke neraka!"
Mei Li tersenyum.
"Agaknya, engkau sudah berlangganan dengan neraka, maka engkau tahu jalannya dan menjadi petunjuk jalan. Bagus, engkau sendiri sudah mengakui bahwa engkau langganan neraka "
Mei Li melihat betapa sinar mata pemuda yang pendiam tadi kini bersinar menyembunyikan kegelian hatinya, akan tetapi Seng Gun sudah marah sekali.'Sambil mengeluarkan seruan nyaring, Seng Gun menyerang dengan goloknya.
Mei Li.menangkis dan pada saat itu juga pedang ke dua sudah menyambar ke arah leher Seng Gun. Tentu saja Seng Gun terkejut sekali dan diapun segera memainkan ilmu yang baru saja dia latih dengan sempurna, yaitu Thian-te To-hoat yang ampuh. Seluruh anggauta Nam-kiang-pang hanya ada tiga orang sa ja yang menguasai ilmu ini, yaitu Tio-pangcu, Ciu Kang Hin, dan dia sendiri.
Akan tetapi sekali ini Seng Gun kecelik. Dia menemukan tanding yang tidak kalah hebatnya. Sepasang pedang yang beterbangan bagaikan dua ekor naga sakti itu benar-benar membuat dia menjadi bingung. Dia sudah mengerahkan tenaganya, namun ternyata tangan yang menggerakkan pedang terbang itupun kuat luar biasa, bahkan dalam hal kecepatan dia harus mengakui keunggulan lawan.
Sementara itu, tiga orang penyerbu, yaitu Ang-sin-liong Yu Kiat, Tiat-sin-liong Lai Cin, dan Pek-kong Sengjin dari Kong"thong-pai, juga terdesak hebat oleh kakak beradik Sie yang sudah menguasai Matahari Merah dan Salju Putih, bahkan makin lama gerakan kakak beradik itu semakin dahsyat karena mereka sudah mulai terbiasa dan tidak kaku lagi. Juga warna yang merah pada mu ka Kwan Lee dan warna putih pucat pada muka Kwan Eng sudah mulai menjadi normal kembali.
Melihat ini, Ciu Kang Hin mengambil keputusan tetap. Dia bersedih meilihat betapa Nam-kiang-pang kini menjadi gerombolan kejam, bahkan tokoh-tokoh pendekar dari berbagai partai persilat an kini ikut-ikutan hendak membasmi Beng-kauw. Dia merasa sedih kalau harus terlibat. Biarpun dia tahu pahwa Beng-kauw adalah aliran sesat dan di antara anggautanya mungkin banyak yang jahat, namun dia tidak percaya bahwa mereka semua itu jahat dan harus dibasmi habis, berikut anak-anak dan isteri mereka. Seperti sekarang ini, dua orang putera dan puteri ketua Beng-kauw sedang melakukan tapa atau latihan ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, dan dalam keadaan seperti itu, para pendekar menyerbu dan hendak membunuh mereka semua yang sedang tidak berdaya karena sedang latihan!.
"Sute, cuwi enghiong, larilah! Biar aku yang menahan mereka!"' Dia sudah melihat robohnya dua orang, yaitu tokoh Siauw-lim-pai dan Butong-pai. Kalau dilanjutkan, setelah pemuda dan pemudi yang telah memiliki ilmu Matahari Merah dan Salju Putih itu muncul, tentu sutenya dan tiga orang tokoh lainnya akan tewas pula. Dari pada mereka yang tewas, biarlah dia yang akan mengorbankan diri dari pada hidup dalam keadaan tersiksa batinnya. Apa lagi kalau dia nanti menjadi ketua Nam-kiang-pang yang harus memimpin para anggauta membasmi Beng-kauw!
Dia lalu memutar otaknya dengan hebat, menahan sepasang pedang terbang. Dia kagum bukan main melihat munculnya gadis ini dan dia sama sekali tidak percaya bahwa gadis ini seorang jahat! Apa lagi mendengar pembicaraan antara sutenya dan gadis itu. Sutenya agaknya sudah mengenalnya dan gadis yang berjuluk Hui-kiam Sian-li (Dewi Pedang Terbang) itu sama sekali tidak menunjukkan watak jahat, walaupun ia pemberani bukan main.
Seng Gun terkejut dan girang melihat kenekatan suhengnya. Inilah kesempatan yang baik baginya. Biarlah Kang Hin sendiri menghadapi lawan tangguh dan tewas, sedangkan dia dapat meloloskan diri. Maka dia berseru,
"Cukup, kita pergi sekarang, biar suheng menahan mereka!"setelah berkata demi-kian dia meloncat meninggalkan Kang Hin dan membantu tiga orang yang sedang menahan Kwan Lee dan Kwan Eng.
Tiga orang ini tentu saja merasa lega. Bagaimanapun juga, mereka sudah merasa bahwa mereka tidak akan mampu menandingi dua orang pemuda dan gadis yang memiliki ilmu aneh itu, maka ketika mendengar ucapan Seng Gun, mereka memutar senjata dengan dahsyat, memaksa Kwan Lee dan Kwan Eng mundur, kemudian mereka meloncat ke belakang dan bersama Seng Gun mereka melarikan diri Kwan Lee dan Kwan Eng tidak mengejar karena mereka sudah menghampiri ayah mereka yang terluka parah dan kini sudah bangkit duduk bersila untuk mengerahkan tenaga terakhir melawan maut yang hendak merenggut nyawanya.
"Ayah!"
Mereka berlutut didekat ayah mereka dan keduanya ingin membantu ayah mereka dengan menempel"kan telapak tangan di punggung. Namun, Sie Wan Cu tersenyum mencegah mereka.
"Jangan, tidak ada gunanya lagi aku akan mati.... akan tetapi aku puas, aku puas.... ha-ha-ha, kalian sudah berhasil. Dan gadis itu, ia ia baik sekali ah, Dewi Pedang Terbang kalian bantu ia, lawannya juga amat lihai "
Kwan Lee dan Kwan Eng menengok. Mereka melihat Mei Li sedang bertanding melawan seorang pemuda yang bersenjatakan sebatang golok dan mereka benar-benar merasa kagum sekali. Pemuda itu tegap dan tampan, dan ilmu goloknya amat aneh.
Golok itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung bagaikan tirai sinar yang menyelubungi seluruh tubuhnya dan biarpun sepasang pedang Mei Li beterbangan menyambar selalu dapat tertahan oleh gulungan sinar golok. Dua pedang itu bagaikan dua ekor burung walet emas yang menyambar-nyambar akan tetapi tidak dapat menembus tirai sinar. Sungguh merupakan pertandingan yang hebat sekali karena golok itupun tidak mampu melewati dua batang pedang.
"Ilmu golok yang hebat"
Seru Kwan Lee.
"Itulah Thian-te To-hoat yang terkenal,"
Kata ayah mereka.
"Dan pemuda itu ahh, agaknya... dialah yang bernama Ciu Kang Hin...."
"Keparat!!"
Mendengar nama itu, Kwan Lee segera meloncat dan ikut menyerang pemuda bergolok itu Kwan Lee bertanya kepada ayahnya.
"Ayah menghendaki agar kita bunuh pemuda itu?"
Sie Wan Cu masih memandang pemuda itu dengan sinar mata tertarik lalu berkata lirih.
"Jangan.... jangan bunuh.... sayang kalau ilmu golok itu dibawa mati.... tangkap saja, Kwan Lee tangkap dia hidup-hidup untukku..."
Biarpun merasa heran dan tidak mengerti mengapa ayahnya memerintahkan begitu, Kwan Lee segera meloncat dan diapun ikut pula mengeroyok Kang Hin yang sudah terdesak hebat ketika Kwan Lee melancarkan pukulan Salju Putih itu.
Sebetulnya hati Mei Li sudah tidak senang dengan adanya Kwan Eng yang melakukan pengeroyokan. Biarpun ia tidak dapat dibilang menguasai pertempuran dan keadaannya masih berimbang dengan golok pemuda perkasa itu, namun ia tidak kalah dan tidak membutuhkan bantuan. Apa lagi ia tadi melihat sendiri betapa lawannya itu hanya ingin menghalangi mereka mengejar teman-temannya. Pemuda itu mengorbankan diri untuk kawan-kawannya. Bahkan ketika melawannya, pemuda itu tidak menyerang dengan sungguh"sungguh, hanya lebih banyak menangkis dan menutup diri dengan sinar golok.
Kang Hin sendiri kagum bukan main melihat sepasang pedang terbang itu, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang amat lihai. Dan selagi dia mencari kesempatan untuk melarikan diri, ada angin dingin menyambar dari kiri. Dia terkejut dan cepat membuang diri ke belakang. Kiranya yang menyerangnya adalah seorang gadis cantik yang wajahnya agak kepucat-pucatan dan tangannya juga putih sekali. Dia teringat akan percakapan sutenya dan rekan-rekannya tadi bahwa puteri ketua Bengkauw sedang berlatih ilmu Salju Putih, maka dia dapat menduga bahwa inilah agaknya puteri Bengkauw itu. Dia pun memutar goloknya lebih cepat untuk melindungi diri nya.
Namun ilmu yang baru saja disempurnakan Kwan Eng memang hebat sekali. Kini pertempuran itu menjadi pertempur an yang amat hebat, karena tiga macam ilmu yang pada waktu itu dapat dibilang merupakan tiga di antara ilmu"ilmu tertinggi di dunia persilatan, saling bertemu.
Namun, karena Kang Hin dikeroyok, apa lagi karena dia memang tidak bermaksud untuk membunuh seorang di antara dua gadis cantik itu, mulai terdesak hebat dan pada saat Kwan Lee datang melompat ke situ, sebuah pukulan jarak jauh dengan tenaga Salju Putih sepenuhnya, dilancarkan oleh Kwan Eng dari belakang, membuat Kang Hin terhuyung dan kesempatan ini diperguna kan untuk menendang kakinya oleh Mei Li.
Tanpa dapat dicegah lagi tubuh Kang Hin terpelanting dan tusukan pedang terbang pada pergelangan tangannya membuat goloknya terlepas dan pada saat itu, Kwan Eng sudah meloncat dekat dan menggerakkan tangan untuk mengirim pukulan maut.
"Jangan bunuh!"
Mei Li berseru namun agaknya seruannya itu terlambat karena Kwan Eng sudah mengayun tangannya.
"Dukk........!"
Kwan Eng meloncat ke belakang dengan mata terbelalak mel ihat bahwa yang menangkis pukulan mautnya itu bukan lain adalah Kwan Lee.
"Koko, kenapa kau melarangku? Gi lakah kau?" "Hush, moi-moi, ayah melarang kita."
Kwan Eng menjadi semakin heran. Sementara itu, Kang Hin bangkit duduk, pergelangan tangannya terluka sedikit oleh ujung pedang Mei Li.
"Aku sudah kalah, bunuhlah aku!"
Katanya dengan suara datar.
Entah mengapa, suara itu begitu mengharukan hati Mei Li sehingga ia cepat maju dan menggerakkan tangannya. Sekali totok saja tubuh itu terkulai karena memang Kang Hin tidak bermaksud untuk mengelak atau menangkis. Dia sudah pasrah.
Kwan Lee lalu mengeluarkan sabuk sutera yang kuat dan mengikat kedua tangan pemuda itu ke belakang, kemudian membebaskan totokan Mei Li.
"Kenapa engkau menangkap aku? Ke napa tidak kaubunuh saja aku?"
Tanya Kang Hin kepada Kwan Lee.
"Tidak perlu banyak bertanya. Engkau sudah menjadi tawanan kami dan hanya ayah yang akan memutuskan apa yang akan kami lakukan terhadap dirimu "
Dengan kasar Kwan Lee menyeret tubuh Kang Hin, dibawa menghadap ayah-nya. Ketua Bengkauw memandang dengan penuh perhatian kepada Kang Hin, dari kepala sampai ke kaki.
"Heii, orang muda, apakah engkau yang bernama Ciu Kang Hin?"
"Benar, pangcu dan setelah sekarang saya tertawan, cepat bunuh saja aku,"
Kata Kang Hin dengan suara dan sikap tenang. Dia memang tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Kematian tidak berarti meninggalkan sesuatu yang berharga baginya. Dan kedudukan ketua di Nam-kiang-pang sama sekali tidak dianggapnya sebagai suatu yang membahagiakan atau membanggakan, bahkan menjadi beban yang amat berat.
"Engkau yang dijuluki pembasmi Bengkauw nomor satu?"
Tanya pula ketua Bengkauw dengan suara lirih karena keadaannya sudah payah.
"Benar sekali."
"Ayah, biar kuhancurkan kepalanya dengan tanganku!"
Kwan Eng berseru marah..
"Kenapa?"
Sie Wan Cu mendesak, memaksa diri.
"kenapa engkau begitu membenci kami?"
"Aku tidak membenci Bengkauw, hanya menentang semua perbuatan jahat, dilakukan oleh siapapun."
"Tapi engkau membunuh orang Bengkauw, bahkan wanita dan anak-anak."
"Aku tidak pernah membunuh wanita dan anak-anak. Aku hanya mengalahkan orang yang bertanding denganku. Aku bukan pembunuh."
"Bohong!"
Bentak Kwan Eng.
"Ayah, dia bohong, dia pengecut, tidak berani bertanggung jawab, tidak.berani mengakui perbuatahnya sendiri!"
Sie Wan Cu menyeringai menahan sakit dan dia menguatkan dirinya, karena agaknya dia tertarik sekali.
"Tapi orang menganggap dirimu sebagi pembunuh nomor satu, pembasmi Bengkauw, engkau calon ketua Nam-kiang-pang."
"Itu fitnah, bohong. Kalau aku membunuh orang, tentu tidak akan kusangkal. Aku memang oleh suhu ditunjuk sebagai calon ketua Nam-kiang-pang dan memang suhu dan semua suheng sute bertekad membasmi Bengkauw. Akan tetapi aku tidak setuju.. Terserah kalian percaya atau tidak, mau bunuh boleh bunuh, akan tetapi aku tidak mengingkari perbuatanku."
"Jahanam!"
Kwan Eng sudah mengayun tangannya, akan tetapi ayahnya membentaknya sehingga gadis itu dengan merengut membatalkan niatnya.
"Ciu Kang Hin, apa hubunganmu dengan Ouw-sin houw (Harimau Sakti Hitam) Ciu Teng?"
Tiba-tiba ketua Beng-kauw itu bertanya, sambil memandang tajam.
Pemuda itu nampak terkejut sekali, dan diapun mengangkat muka memandang kepada si penanya.
"Mengapa pangcu bertanya demikian? Sebaiknya pangcu lekas berobat dan beristirahat, keadaan pangcu berbahaya sekali...."
Kang Hin melihat betapa ketua itu menahan rasa sakit dan mukanya sudah mulai pucat, keringatnya membasahi muka dan leher.
"Jawab, apa hubunganmu dengan Ciu Teng?"
Ketua Bengkauw mengulang dan Kwan Lee mendesak.
"Lebih baik kau cepat menjawab, Ciu Kang King."
Pemuda itu menundukkan mukanya.
"Mendiang Ouw-sin"houw Ciu Teng adalah ayah kandungku,"
Katanya dengan suara sedih.
Sie Wan Cu terkejut, matanya terbelalak, mulutnya ternganga, lalu dia tertawa, keras sekali tawanya.
"Ha-ha-ha"ha, sudah kuduga, wajahmu mirip sekali. Ciu Kang Hin, tahukah engkau dengan siapa kau berhadapan? Aku Sie Wan Cu, adalah pamanmu, paman angkat. Ayah mu adalah kakak angkatku, apakah dia tidak pernah bercerita kepadamu?"
Pemuda itu memandang heran.
"Pa-man? Ayah meninggal sejak aku masih kecil sekali, berusia tiga empat tahun Ibu sudah meninggal lebih dulu, ketika melahirkan aku dan sejak kecil aku sebatang kara."
Mei Li menekan perasaannya yang merasa kasihan sekali kepada pemuda sederhana itu. Ketua Bengkauw itu memaksa diri berkata.
"Ketika ayahmu muda, persis seperti engkau, kami bersumpah mengangkat saudara. Kami saling berpisah dan tidak pernah bertemu lagi karena ayahmu tidak setuju aku menjadi ketua Bengkauw. Jadi sejak kecil engkau menjadi murid di Nam-kiang-pang? Dan engkau memusuhi Bengkauw?"
"Pangcu"
"Panggil aku paman agar arwah ayahmu tidak menjadi penasaran."
"Paman, terus terang sejak kecil aku menjadi murid Nam"kiang-pang dan perkumpulan itu selalu membela kebenaran dan keadilan dan aku bahkan di tunjuk oleh suhu untuk kelak menggantikan suhu. Akan tetapi, kemudian muncul peristiwa yang membuat Nam-kiang-pang berhadapan sebagai musuh Beng-kauw. Banyak anggauta kami terbunuh oleh Bengkauw sehingga timbul dendam sakit hati mendalam di Nam-kiang-pang.
Kemudian aku ditunjuk oleh suhu untuk memimpin para anggauta memusuhi Bengkauw. Paman apa yang
dapat kulakukan dalam ha l ini? Aku sendiri, demi Tuhan, tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan tidak berdaya, akan tetapi karena aku yang memimpin permusuhan itu, tentu saja aku yang dituding sebagai pembunuh nomor satu dari Beng-kauw."
"Bohong! Ayah, dia tentu bohong. Mana ada pencuri mengaku mencuri, pembunuh mengaku pembunuh? Tadi saja entah berapa banyak anggauta kita yang terbunuh olehnya. Itu, mayat mereka masih berserakan!"
Kata Kwan Eng.
"Tidak, dia tidak berbohong!"
Tiba-tiba Mei Li berkata penuh keyakinan.
"Mei Li! Apa yang kaukatakan ini? Baru saja engkau bertanding mati-matian melawan dia dan kini engkau malah membela dia? Apa artinya ini?"
"Artinya, Kwan Eng, bahwa aku bicara sejujurnya. Tadi, ketika terjadi pertempuran, aku cukup lama menjadi penonton. Kulihat dia ini bersama pemuda yang lain itu menyerang orang-orang Bengkauw di depan guha. Yang menyebar maut adalah pemuda yang melarikan diri itu, pemuda berpakaian sastrawan berwarna putih. Adapun dia ini, biarpun merobohkan pula banyak lawan, tidak melakukan pembunuhan satu kalipun. Bahkan ketika melawan aku tadi, dia lebih banyak melindungi diri saja."
"Aughh"
"Ayah!"
Kwan Lee dan Kwan Eng cepat menubruk ayahnya. Agaknya terlalu lama ketua Bengkauw ini menahan diri dan kini dia sudah hampir tidak kuat bertahan lagi.
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kwan Lee, Kwan Eng, penuhilah pesanku terakhir ini"
Dia menuding ke arah Kang Hin dengan telunjuk gemetar.
"aku pernah berhutang nyawa kepada ayahnya. Karena itu kalian harus.... membebaskan dia "
"Ayah!"
Kwan Eng mulai menangis.
"Dan kau Dewi Pedang Terbang"
Dia mencoba tersenyum dan Mei Li berlutut mendekatinya. Hati gadis inipun seperti ditusuk rasanya karena dia telah merasa suka sekali kepada ketua Bengkauw yang jujur dan bicara secara terbuka itu.
"Ya pangcu,"
Katanya lirih.
Sie Wan Cu tertawa.
"Heh-heh, a-ku... ah, aku masih mau menikah dengan mu.... ha-ha, sayang aku hampir putus nyawaku..... tapi, Mei Li, maukah kau berjanji akan tetap bersahabat dengan Bengkauw?"
Mei Li menundukkan kepalanya dan dua titik air mata jatuh. la mengangguk.
"Aku berjanji, pangcu."
"Ha-ha-ha, bagus sekali. Eh Kwan Lee, kalau kelak engkau tidak dapat menikah dengan seorang seperti Mei Li ini, engkau adalah seorang pria yang bodoh sekali. Dan kau Kwan Eng, Kang Hin ini adalah seorang yang sungguh patut menjadi suamimu "
"Ayah!"
Anak-anaknya, menubruk karena tiba-tiba saja ketua Bengkauw itu terkulai dan ketika mereka memeriksa, ternyata dia sudah meninggal.
Kwan Eng menjerit-jerit menangis sehingga Mei Li terbawa keharuan dan menangis pula, lalu ia merangkul dan menghibur Kwan Eng.
Mei Li dan Kang Hin merasa terpaksa ikut berkabung ke rumah ketua Bengkauw. Dan malam itu terjadi peristiwa yang sungguh menusuk perasaan Mei Li. Ketika keluarga sedang bersembahyang sambil menangis., tiba-tiba saja sepuluh orang wanita cantik yang menja di isteri ketua Bengkauw itu, mencabut pedang dan menggorok leher sendiri di depan peti jenazah suami mereka! Mereka melakukan bunuh diri bersama, hal yang agaknya telah mereka sepakati bersama. Mereka semua amat mencinta suami mereka dan agaknya tidak sanggup hidup ditinggal mati suami itu.
Setelah pemakaman jenazah yang kini menjadi sebelas buah banyaknya itu selesai, Ciu Kang Hin berpamit dan pergi meninggalkan tempat itu dengan hanya meninggalkan kata"kata kepada Kwan Lee dan Kwan Eng.
"Aku berjanji akan membantu kalian membikin terang perkara ini, dan akan membersihkan kembali nama Bengkauw yang terkena fitnah."
Dan dia memberi hormat pula kepa da Mei Li, kemudian pergi dengan meninggalkan kesan mendalam di hati dua orang gadis tanpa diketahui orang lain.
Terutama sekali Kwan Eng. Tadinya ia memang amat membenci Ciu Kang Hin. Akan tetapi setelah bertemu orangnya dan mendengar pesan ayahnya, rasa benci itu hilang dan sebagai gantinya, kata-kata ayahnya selalu terngiang di hatinya. Ayahnya menghendaki ia menjadi jodoh Ciu Kang Hin! Tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi, berulang kali ia membantah suara hati sendiri.
Adapun Mei Li diam-diam juga merasa kagum dan suka sekali kepada pemuda yang pendiam itu. Bagaimana mungkin pemuda itu menjadi suheng dari Seng Gun yang demikian keras hati dan kejam? Akan tetapi karena Kang Hin seorang pendiam dan agak murung, iapun di
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(Maaf ada halaman yang hilang)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Dukk!"
Dan dia hanya mampu melengking panjang ketika tubuhnya melayang ke bawah. Seng Gun tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, mampus kamu pendeta tolol!"
Ang-sin-liong Yu Kiat menghampiri rekannya itu.
"Aku tidak melihat perlu dan untungnya kau meiakukan hal itu, Tong"taihiap."
"Ha-ha-ha-ha, engkau tidak melihatnya, paman? Aneh sekali, pada hal alasannya demikian jelas. Kaulihat tadi dia membela suheng? Dia memuji-muji suheng, dan hal itu amat tidak menguntungkan kita! Pula-, dua yang lain sudah tewas, tinggal dia. Kalau dibiarkan hidup, bagaimana kita dapat melempar fitnah kepada suheng? Tentu dia akan membela nama baik suheng mati-matian. Akan tetapi sekarang.
"kalau kita katakan bahwa kematian orang Siauw-lim pai, Butong-pai dan Kong-thong-pai ini karena perbuatan suheng yang tidak bersungguh-sungguh melawan Bengkauw, tentu tidak akan ada yang menyangkal."
"Akan tetapi bagaimana kalau dia tidak mati?"
Bantah Tiat"sin-l iong Lai Cin.
"Tidak mati? Siapa yang dapat bertahan hidup kalau terjungkal di jura ng ini? Ha-ha, Jangan takut, paman Lai Cin. Apa lagi, andaikata dia tidak mati, aku dapat mengatakan bahwa aku tidak sengaja mendorong dia ke dalam jurang. Kalian berdua menjadi saksi-nya, bukan? Keterangan dia melawan keterangan kalian berdua, apa artinya?"
Demikianlah, dengan hati gembira mereka bertiga lalu meninggalkan tempat itu setelah Seng Gun berkata.
"Kalau suheng mampus, itu baik sekali. Andaikata dia dapat lolos, lebih baik lagi. Kita dapat menyebar fitnah bahwa dia memang tidak bersungguh-sungguh memusuhi Bengkauw, buktinya dia dapat meloloskan diri, berarti orang Bengkauw sengaja melepaskannya!
Merekapun pergi dengan hati gembira, tidak tahu bahwa percakapan mereka itu ada yang mendengarkannya!
Ketika tubuh Pek Kong Sengjin melayang jatuh ke dalam jurang, dan nyaris menimpa batu-batu di dasar jurang, tiba"tiba nampak bayangan berkelebat dan dua buah lengan menyambar tubuh itu sehingga tidak sampai terbanting. Pek Kong Sengjin terbelalak ketika melihat tubuhnya selamat dalam pondongan seorang, pemuda. Pemuda Itu tersenyum kepadanya dan berbisik.
"Harap totiang tunggu sebentar, ingin aku melihat apa yang terjadi di sana!"
Bagaikan seekor kera saja pemuda itu lalu memanjat tebing jurang dan tidak lama kemudian dia sudah mengintai di tepi jurang, dari baiik sebuah batu sehingga dia dapat mendengarkan percakapan yang terjadi antara Seng Gun, Yu Kiat dan Lai Cin. Setelah tiga orang itu pergi, barulah dia merayap turun-kembali dengan cepat sekali.
Setelah tiba di bawah, dia melihat Pek Kong Sengjin sudah duduk bersila dan mengumpulkan tenaga sakti untuk mengobati lukanya. Tanpa diminta pemuda itu lalu duduk bersila di belakangnya dan menempelkan tangan kanannya di punggung Pek Kong Sengjin. Hawa yang panas mengalir dari telapak tangan itu dan sebentar saja kesehatan pendeta itu sudah pulih kembali.
Pek Kong Sengjin lalu bangkit berdiri dan memberi hormat.
"Engkau telah menyelamatkan aku untuk kedua kali ya dalam waktu singkat, sobat muda. Entah bagaimana aku harus berterima kasih kepadamu."
Pemuda itu tersenyum dan Pek Kong Sengjin kagum. Pemuda itu masih muda, paling banyak duapuluh satu tahun usianya. Tubuhnya tinggi tegap wajahnya tampan dan jantan, dengan rahang dan dagu yang membayangkan kekerasan. Rambutnya hitam lebat, matanya tajam seperti mata naga dan mulut itu selalu tersenyum, pakaiannya amat sederhana.
"Totiang, kenapa harus berterima kasih? Kita sama-sama memberi bantuan, aku membantumu mencegah terbanting dan engkau membantu memberi kesempatkan ke padaku untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan. Nah, kita sudah sama-sama memberikan sesuatu, bukan?"
'Siancai...., engkau pemuda aneh. Bolehkah aku mengetahui namamu, taihiap (pendekar besar)?"
"Aduh, harap jangan memanggil taihiap kepadaku, totiang. Cukup kalau totiang memanggil namaku, yaitu Han Lin."
Pemuda itu memang Han Lin dan kini dia sudah tidak ragu lagi menggunakan nama keluarga aselinya, yaitu Sia "Dan paman tentulah Pek Kong Sengjin, aku telah mendengar dari percakapan mereka di atas sana."
"Benar, Han Lin,"
Kata pendeta itu dan diapun kini menyebut nama pemuda itu dengan akrab sekali.
"Pinto sendiri tidak mengira bahwa orang itu akan"berbuat seaneh dan sejahat itu."
Dia lalu menceritakan tentang semua yang terjadi. Sejak penyerbuan mereka terhadap Bengkauw dan sampai mereka terpaksa melarikan diri dari sana. Hati Han Lin tertarik sekali.
"Sudah banyak aku mendengar betapa Bengkauw dimusuhi orang, totiang. Sebaiknya sekarang totiang segera pulang, aku ingin melihat bagaimana nasib pemuda bernama Ciu Kang Hin yang tertinggal seorang diri menghadapi orang-orang Bengkauw yang lihai itu."
Pemuda itu berkelebat dan lenyap.
"Heii, nanti dulu! Siapa gurumu, Han Lin?"
Dari atas terdengar suara yang jelas.
"Guruku langit dan bumi!"
Ini adalah kata-kata pesanan Lojin kepadanya. Lojin berpesan agar kalau ada yang menanyakan siapa gurunya, dijawab bahwa gurunya adalah langit dan bumi.
"Jawaban ini bukan 'ngawur,"
Demi kian kata gurunya.
"Segala macam ilmu kepandaian didapat dari anugerah Tuhan melalui pengalaman, dan pengalaman manusia baru terjadi setelah manusia berada di antara Langit dan Bumi. Jadi, guru kita adalah Langit dan Bumi, yang memberi kita.segala macam pengalaman hidup."
Pek Kong Sengjin tertegun dan akhirnya dia menarik napas panjang, mengukir nama Sia Han Lin di dalam lubuk hatinya. Dia dapat menduga bahwa dia telah bertemu dengan seorang pemuda murid orang sakti dan mengharapkan dapat bertemu kembali. Juga dia harus berhati-hati, karena sikap Tong Seng Gun amat mencurigakan. Dia belum dapat menduga apa yang menyebabkan pemuda itu berbuat seperti itu kepadanya. Dan dia harus segera melapor kepada para pimpinan Kong-thong"pai tentang pengalamannya itu. Dengan hati-hati dia lalu mencari jalan keluar dari dasar jurang itu.
Ciu Kang Hin berjalan menuruni puncak Tanduk Rusa dengan merenung dan muka ditundukkan. Dia merasa gelisah sekali teringat akan ucapan terakhir ketua Bengkauw.
Di antara ketua Beng-kauw dan mendiang ayahnya terdapat hubungan yang amat dekat Ketua Bengkauw itu adalah adik angkat ayahnya, jadi masih pamannya sendiri! Dan dia mendapat tugas dari gurunya untuk membasmi Bengkauw, bahkan tadi dia melihat sendiri betapa.ketua Bengkauw tinggal menanti saat ajal datang menjemput sampai saat ketua itu tewas dalam keadaan yang menyedihkan. Dan ketua itu memesan untuk menjodohkan puterinya dengannya!
Lalu apa yang akan dikatakan kepada gurunya nanti? Mampukah dia melanjutkan tugas membasmi orang Bengkauw? Agaknya tidak mungkin lagi! Apa yang disaksikan di puncak bukit Tanduk Rusa itu sudah mencapai puncaknya. Ini keliru, pikirnya. Nam-kiang-pang. sedang menyusuri jalan yang keliru Menentang kejahatan, darimanapun datangnya dan oleh siapapun dilakukannya, adalah tugas murid Nam-kiang-pang. Akan tetapi membasmi sekelompok orang tanpa pandang bulu, tanpa alasan, sungguh merupakan penyelewengan ke jalan sesat.
Tiba-tiba telinganya yang tajam nendengar suara orang dan ketika dia mengangkat mukanya, dia menjadi lega Kiranya Seng Gun, Ang-sin-liong Yu Ki-at dan Tiat-sin-liong Lai Cin yang muncul dan menghadang di depannya.
"Ah, sute! katanya girang.
"Engkau dapat meloloskan diri, sukurlah! Tapi, di mana Pek Kong Sengjin?"
"Suheng, tidak perlu lagi engkau berpura-pura!"
Mendengar ucapan sutenya itu, Kang Hin memandang dan alangkah kagetnya melihat wajah tiga orang itu berbeda dari pada biasanya. Wajah itu keruh, murung dan jelas kelihatan marah.
"Sute, apa maksud kata-katamu itu?"
Tanyanya,
"Hemm, ternyata selama ini engkau pandai bersandiwara, berpura-pura. Pantas saja hanya lahirnya engkau disebut pembasmi nomor satu bagi Bengkauw, padahal sesungguhnya, engkau tidak dapat memusuhi mereka, bahkan engkau menyayang mereka."
Kang Hin terkejut. Apakah sutenya sudah tahu akan peristiwa tadi?
"Sute, aku akui bahwa aku tidak pernah membunuh orang yang tidak bersalah, baik dia orang Bengkauw ataupun bukan. Dan bukan aku yang mengaku sebagai pembasmi Bengkauw nomor satu. Akan tetapi, apa hubungannya itu dengan sikapmu ini? Mana Pek Kong Sengjin?"
"Engkau tentu sudah mengetahuinya. Ketika kami lari dan engkau berpura-pura menahan mereka, ternyata mereka masih dapat mengejar kami dan kami melawan mati-matian, akan tetapi Pek Kok Sengjin terbunuh, terlempar ke dalam jurang."
"Ahhh!"
"Tidak perlu berpura-pura, engkau malah yang mengatur agar mereka dapat mengejar kami!"
"Sute, omongan apa itu? Aku bertempur melawan mereka dan tertawan!"
Seng Gun tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, engkau boleh menjual omongan itu kepada anak kecil. Kalau engkau sampai tertawan oleh mereka, bagaimana mungkin engkau dapat meloloskan diri dan tidak terbunuh? Kecuali kalau memang engkau diam-diam bersekongkol dengan mereka!"
Kang Hin menghela napas panjang. Dia maklum bahwa kalau dia menceritakan yang sesungguhnya, sutenya dan dua orang Hoat-kauw itu tentu tidak akan percaya, bahkan semakin mencurigainya.
"Terserah kepadamu, sute. Percaya atau tidak, akan tetapi aku benar-benar telah bertempur dengan mereka dan tertawan, akan tetapi dilepaskan kembali. Biarlah aku akan melapor kepada suhu dan terserah kepada suhu, kalau hendak menghukum aku, terserah kepada suhu."
"Enak saja! Kau kira akan dapai mengelabui kami lagi, pura-pura hendak melapor kepada suhu, akan tetapi diam"diam bersekongkol dengan Beng-kauw!"
"Sute, tutup mulutmu! Kaukira boleh sembarangan engkau menuduh aku?"
Kini Kang Hin hilang kesabarannya.
"Hemm, Ciu Kang Hin, kita sama-sama murid Nam-kiang"pang, hanya bedanya aku seorang murid yang setia, sebaliknya engkau murid berkhianat. Engkau belum menjadi ketua, tidak perlu kuhormati murid yang mengkhianati Nam"kiang pang. Hayo kita tangkap pengkhianat ini!"
Dia mengamangkan goloknya. Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin"liong Lai Cin tentu saja sudah maklum mengapa Seng Gun bersikap seperti itu. Yu Kiat segera menggerakkan golok gergajinya, sedangkan Lai Cin memainkan tombak cagaknya. Seng Gun sendiri sudah menerjang maju menyerang dengan goloknya dengan ilmu golok Thian-te To-hoat.
"Trang-trang-trangg'g!!"
Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika Kang Hin menangkis tiga senjata lawan itu dengan goloknya, dan diapun membalas. Terjadi pertempuran yang seru. Akan tetapi tentu saja Kang Hin terdesak karena ilmu kepandaiannya hampir setingkat dengan tingkat Seng Gun, bahkan mungkin Seng Gun lebih unggul karena Seng Gun menguasai pula ilmu, yang dipelajarinya dari Kwi-jiauw Lo-mo Tong Lui. Apa lagi di situ ada dua orang tokoh utama dari Bu-tek Ngo Sin-liong, dengan sendirinya dia merasa si buk harus menghadapi permainan senjata mereka.
Namun, berkat tubuhnya yang kuat karena hidupnya bersih, maka dia masih dapat melindungi dirinya dengan baik sehingga tidak mudah bagi tiga orang itu untuk merobohkannya.
Seng Gun menjadi penasaran. Dia harus mengakui bahwa dalam hal ilmu golok Thian-te To-hoat, dia masih kalah sedikit dibandingkan suhengnya itu. ini adalah karena Kang Hin menjadi murid Nam-kiang-pang sejak kecil, sedangkan dia baru empat tahun ini.
Maka karena dia ingin membunuh saingannya ini, dia mengeluarkan senjata andalannya sebelum dia menjadi murid Nam-kiang-pang, yaitu suling peraknya yang gandung racun! Suling itu dipegang-dengan tangan kiri dan begitu suing menyambar, terdengar suara melengking yang mengejutkan hati Kang Hin. Pemuda ini mengelak dan melihat bahwa sutenya yang menggunakan senjata suling itu dengan amat mahirnya, dia terkejut dan heran.
Akan tetapi dia tidak sempat menegur atau bertanya karena Seng Gun sudah menggerakkan golok dan sulingnya, dan dua orang rekannya juga dengan gencar mengeroyok.
Ketika Kang Hin menangkis suling Seng Gun dengan pengerahan tenaga untuk mematahkan suling itu, dari dalam suling itu menyambar jarum-jarum hitam. Kang Hin yang sedang sibuk menghadapi senjata para pengeroyoknya, tidak sempat mengelak lagi dan dua batang jarum mengenai dahinya! Dia terhuyung dan terguling roboh.
Tiga orang lawannya dengan gembira menubruk untuk menghabisinya, namun tiba-tiba datang angin bertiup, bagaikan ada badai, dan ketika tiga orang itu terkejut melihat pohon-pohon meliuk keras, ada bayangan berkelebat menyambar tubuh Kang Hin.
Ketika tiga orang itu melihat, ternyata Kang Hin sudah lenyap dari situ.
"Celaka, dia melarikan diri. Kejar!"
Teriak Ang"sin-liong Yu Kiat.
"Ha-ha-ha,"
Seng Gun tertawa dengan sombongnya.
"Apa sih yang perlu dikhawatirkan? Paman sendiri tadi melihat bahwa dahinya telah terkena jarum sulingku. Dan akibatnya hebat, paman. Racun jarumku akan membuat dia mati atau gila. Ingat, yang terkena adalah dahinya!"
Pemuda itu tertawa-tawa dan dua orang rekannya menjadi lega.
"Akan tetapi, apakah yang terjadi? Kenapa dia bisa melarikan diri dan angin topan tadi.. apakah artinya itu?"
Tanya Lai Cin.
"Paman, mengapa khawatir? Orang bengkauw memang memiliki ilmu sihir maka tidak aneh kalau tadi mereka dapat melarikan Kang Hin. Akan tetapi jangan harap kalau mereka mampu menyelamatkan Kang Hin dari racun jarumku!"
Akan tetapi bagaimanapun juga, peristiwa lenyapnya tubuh Kang Hin tadi mendatangkan perasaan tidak nyaman dihati mereka, maka tanpa banyak cakap lagi mereka lalu meninggalkan tempat itu. Mereka saling berpisah, kedua ang tokoh Hoat-kauw kembali (ke pusat hoat-kauw yang akan mengadakan perayaan di Bukit Harimau sedangkan Seng Gun akan melapor dulu ke Nam-kiang-pang.
Dengan dilengkapi segala macam bumbu dan minyak, Seng Gun menghidangkan ceritanya tentang "pengkhianatan "
Kang Hin sehingga semua tokoh Nam-kiang-pang menjadi marah bukan main.
"Anak tak tahu diuntung! Tak mengenal budi!"
Kata beberapa orang tokoh tua.
"Sejak kecil ketua telah memelihara dan mendidiknya, begitukah balasnya?"
Akan tetapi Tio Hui Po sendiri berdiam diri, dan sepasang alisnya bekerut. Dia lebih merasa terpukul dan kecewa dari pada marah, juga merasa amat heran. Sukar dia dapat percaya bahwa muridnya itu, yang sejak kecil merupakan anak yang patuh sekali, kini dapat bersekutu dengan Bengkauw!
"Seng Gun, yakin benarkah engkauj bahwa suhengmu bersekorigkol dengan Bengkauw dan mengkhianati kita?"
"Suhu, tidak ada yang lebih penasaran dari pada teecu. Teecu paling sayang dan paling hormat kepada suheng, akan tetapi tak dinyana sama sekali suheng tega sekali, sampai hati dia berkhianat. Hampir saja teecu menjadi korban dari pengkhianatannya. Untung teecu bersama dua orang rekan dari Ho-at-kauw sempat melarikan diri. Akan tetapi Ho Jin Hwesio, Pek Kok Sengjin, dan Kiang Cu Tojin.... Ahh......
"
"Mengapa mereka? Hayo ceritakan, ang terjadi dengan tokoh-tokoh siauw-lim-pai, Butong-pai, dan Kong-thong-pai itu?"
"Mereka telah tewas oleh Ciu Kang Hin dan orang-orang Bengkauw...."
"Jahanam!!"
Kini Tio Hui Po marah sekali.
"Akan tetapi harap suhu tenangkan diri. Pengkhianat itu telah terluka oleh senjata rahasia beracun dari tokoh Hoat"kauw jarum beracun telah memasuki dahinya, pasti dia akan tewas atau gila!"
"Mati atau hidup, kita harus dapat yakin agar kalau ada aliran yang menuntut kita dapat memperlihatkan bukti kematiannya,"
Kata Tio Hui Po.
Agaknya Tio Hui Po menjadi patah semangatnya mendengar akan pengkhianat Ciu Kang Hin itu. Dia lalu mengumpulkan semua tokoh Nam-kiang-pang, dan mengadakan rapat besar.
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perkumpulan kita menghadapi hal-hal penting dan besar. Permusuhan Bengkauw dengan kita belum selesai kini muncul pengkhianatan murid yang tadinya kuangkat menjadi calon ketua. Dan aku sudah lelah, agaknya aku sudah terlalu tua untuk memimpin kalian. Oleh karena itu, hari ini aku mengumpulkan kalian di sini untuk menjadi saksi. Aku menetapkan Tong Seng Gun menjadi ketua Nam-kiang-pang!
Di antara para tokoh Nam-k iang-pang, jarang yang tidak setuju, karena mereka maklurn bahwa pemuda yang pandai membawa diri ini memang merupakan orang kedua yang telah menguasai Thian-te To-hoat.
Akan tetapi serta merta Seng Gun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki gurunya sambil menangis. Tentu saja gurunya terkejut dan bertanya.
"Seng Gun kenapa engkau menangis?"
Setelah menyusut air matanya, Seng Gun menjawab.
"Suhu, teecu menangis karena haru atas budi kebaikan suhu kepada teecu, dan mengingatkan teecu kepada bibi teecu. Akan tetapi suhu, di Nam-kiang-pang ini terdapat banyak murid yang lebih tua dan lebih pandai dari teecu, kenapa suhu memilih teecu? Tugas itu terlalu berat bagi teecu yang bodoh.
"Seng Gun, jangan berkata begitu, Semua anggauta Nam"kiang-pang juga sudah tahu bahwa engkau adalah calon kedua. Karena itu aku mengajarkan Thian-te To-hoat kepada engkau dan suhengmu yang keparat itu. Tidak perlu ditunda"tunda lagi, aku akan mengundang semua wakil partai dunia persilatan untuk menjadi saksi dan untuk merayakan pengangkatanmu.
Seng Gun kelihatan terharu dan sama sekali tidak nampak bergembira, pada hal di dalam hatinya dia bersorak karena tujuannya telah tercapai dengan baik. Sesuai dengan rencana yang diatur oleh Sam Mo-ong yang dipimpin oleh kakeknya atau ayahnya, dia berhasil menyusup Nam-kiang-pang dan berhasil pula menguasai partai itu. Juga dia berhasil menghasut semua partai persilatan untuk memusuhi Bengkauw. Di samping
semua hasil itu, dia berhasil pula mewarisi ilmu golok Thian-te To-hoat yang merupakan satu di antara ilmu langka di waktu itu.
Mulailah para anggauta Nam-kiang pang sibuk. Ada yang membersihkan bangunan-bangunan dan halaman untuk menyambut pesta, dan ada yang mengantar undangan ke segala penjuru. Hari sudah ditetapkan dan semua orang sudah siap menerima datangnya para tamu di pagi hari itu.
Setelah matahari naik tinggi, mulai berdatanganlah para tamu. Tidak kurang dari duaratus orang hadir dan pestapun dimulai. Pertama-tama upacara pengangkatan ketua dilakukan. Dari dalam, seperti pengantin saja, keluar ketua Nam-kiang-pang yang tua, yaitu Tio Hui Po, dengan baju kebesarannya, diiringkan tujuh tokoh tua Nam-kiang pang, dan kemudian muncul calon ketua, Tong Seng Gun dan di belakangnya berjalan sutenya, Tio Ki Bhok putera Tio Hui Po yang diaku keponakannya. Para tamu bangkit berdiri untuk menghormati ronbongan ketua ini dan musik dimain"perlahan-lahan. Mereka menghampiri meja sembahyang yang sudah dipersiapkan di tengah ruangan.
Ketika rombongan lewat di depan butek Ngo Sin-liong yang juga hadir, terdengar suara cekikikan dari Bi-sin-liong Kwa-lian yang pernah menjadi kekasih Seng Gun, dibalas dengan senyum oleh pemuda itu. Akan tetapi Tio ki Bhok yang ketololan, mengira bahwa wanita cantik itu tertawa kepadanya, maka diapun mengangguk sambil menyerigai lebar. Hal ini dilihat banyak tamu yang segera tertawa geli, dan melihat keadaan ini, wajah Seng Gun berubah merah. Akan tetapi Tio Hui Po tidak melihatnya.
Upacara sembahyang dilakukan dan Seng Gun disuruh bersumpah di depan meja sembahyang para leluhur pimpinan Nam-kiang-pang bahwa dia mulai hari itu akan memimpin Nam-kiang-pang dengan kesungguhan hati, dengan setia dan akan mengangkat nama perkumpulan itu.
Setelah upacara selesai, Tio Hui Po lalu melepas sabuk emas yang menjadi. lambang ketua, mengenakan sabuk emas itu ke pinggang Seng Gun dan sabuk emas itu mempunyai sebatang golok yang gagangnya terukir indah. Setelah begitu, Tio Hui Po memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada.
"Pangcu, mulai hari ini kita semua anggauta Nam-kiang"pang menaati semua perintahmu."
Dengan tersipu Seng Gun lalu menjatuhkan dirinya berlutut.
"Suhu, harap suhu tidak berkata demikian."
."Hushh, ini merupakan upacara yang tidak boleh dilanggar,"
Dan setelah itu, satu demi satu para tokoh Nam kiang-pang memberi hormat kepada ketua muda itu. Setelah semua orang memberi hormat, barulah tiba giliran para tamu, seorang demi. seorang maju memberi ucapan selamat.
Seorang hwesio.Siauw-lim-pai maju bersama dua orang tosu, yaitu seorang tosu dari Butong-pai dan seorang lagi dari Kong-thong-pai. Hwesio Siauw lim-pai itu agaknya menjadi juru bicara kedua orang rekannya,
"Omitohud, pinceng bersama dua orang totiang ini juga ingin mengucapkan selamat kepada ketua Baru Nam-kiang-pang, Semoga dengan pangcu yang duduk memimpin Nam-kiang-pang, hubungan dan kerja sama antara kita menjadi semakin baik. dan kami yakin pangcu akan bersikap jujur terhadap kami se-bagai kawan."
Seng Gun cepat membalas penghormatan itu dengan mengangkat kedua tagan depan dada.
"Terima kasih, suhu, dan ji-wi totiang. Tentu saja kami akan meningkatkan kerja sama di antara kita. Dan bukankah selama ini kami bersikap jujur terhadap sam-wi?"
"Omitohud, pinceng mendengar berita buruk sekali. Bukankah dahulu yang menjadi calon ketua Nam-kiang-pang adalah Ciu Kang Hin! Di mana dia sekarang? Kenapa tidak ikut hadir? Saudara-saudara, hendaknya diketahui bahwa Ciu Kang Hin yang pernah dicalonkan menjadi ketua Nam-kiang-pang itu telah bersekutu dengan Beng-kauw dan dia telah membunuh seorang tokoh Siauw-lim-pai, seorang tosu Butong-pai dan seorang tokoh Kong-thong-pai!"
Segera berita ini disambut dengan suara berisik dari para tamu karena hal itu memang merupakan berita yang mengejutkan sekali. Mereka semua sudah mengetahui siapa Ciu Kang Hin yang tadinya disohorkan sebagai pembasmi Beng-kauw nomor satu.
Mendengar ucapan ini dan melihat semua orang ribut-ribut, dengan tenang Seng Gun mengangkat kedua tangan ke atas sehingga keributan itu mereda. Dengan suara lantang dia bertanya kepada hwesio itu.
"Maaf, losuhu. Berita itu memang benar dan baru saja kami hendak mengumumkannya. Akan tetapi dari siapakah losuhu mendengarnya! Kami tidak ingin ada berita yang simpang siur."
"Kami mendengar dari saksi mata yang hidup, yaitu dua orang tokoh dari Bu-tek Ngo Sin-liong!"
Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin melangkah maju dengan gagah dan keduanya mengangkat tangan.
"Benar, kami melihatnya sendiri, rena kami juga melawan Bengkauw bersama sama Tong-pangcu."
"Saudara-saudara sekalian, harap tenang dan dengarkan penjelasanku.
"
Kata Seng Gun dengan sikap berwibawa seperti dikatakan dua orang lo-cian-pwe dari Bu-tek Ngo Sin-liong tadi,
"memang benar kami bertujuh menyerang Beng-kauw di Bukit Tanduk Rusa. Kita bertujuh adalah aku sendiri, suheng Ciu Kang Hin, kedua lo-cian-pwe dari -tek Ngo Sin-liong, Ho Jin Hwesio dari Siauw-lim-pai, Kiang Cu Tojin dari Butong-pai dan Pek Kong Sengjin dari kong-thong-pai. Ketika kami sedang bertanding, dikeroyok banyak orang Bengkaw, dan kami sudah merobohkan banyak lawan, tiba-tiba suheng Ciu Kang Hin, sekarang bukan suhengku lagi, membalik membantu Beng"kauw menyerang kami cara mendadak sehingga tiga orang tokoh yang disebutkan tadi tewas! Kami bertiga nyaris celaka, akan tetapi beruntung dapat meloloskan diri, akan tetapi dua orang lo-cian-pwe dari Bu-tek Ngo Sin-liong ini berhasil melukai Ciu Kang Hin sehingga kami kira dia tidak akan dapat hidup lagi."
"Omitohud! Kami juga mendengar akan hal itu, akan tetapi kami tidak puas hanya mendengar Ciu Kang Hin terluka saja. Kami menuntut kepada Nam-kiang-pang untuk menghadapkan Ciu Kang Hin kepada kami, hidup atau mati, agar arwah saudara kami yang tewas tidak menjadi penasaran!"
Terdengar teriakan di sana sini tanda setuju.
Kembali Seng Gun mengangkat kedua tangannya.
"Baik, baik, kami berjanji dalam waktu satu bulan kami akan menghadapkan Ciu Kang Hin, hidup atau mati kepada cuwi untuk diadili. Nah, marilah kita mulai dengan perayaan ini untuk menghormati cuwi yang terhormat."
Pesta dimulai dan para tamu rata rata merasa senang dan puas dengan sikap ketua baru yang tegas. Pesta itu bubaran setelah senja hari dan banyak tamu yang pulang dalam keadaan puas dan mabok. Hanya ada beberapa orang tamu dekat yang tinggal untuk bermalam semalam, di antara mereka tentu saja Bu-tek Ngo Sin-liong!
Seng Gun sendiri sudah setengah mabok dan dalam keadaan seperti itu dia tidak begitu ingat lagi dan berani bercanda dengan Bi-sin-liong Kwan Lian main tebak jari dengan taruhan minum sehingga kedua orang ini menjadi mabok dan tertawa cekikikan, ditonton oleh Bu-tek Ngo Sin"liong yang lain.
Melihat ulah muridnya yang kini menjadi ketua baru itu, Nam-kiang-pang cu yang lama, Tio Hui Po, mengerutkan alisnya dan pergi ke dalam kamarnya. Dia merasa kecewa sekali dan di dalam kamarnya dia termenung dan mulai meragukan kebijaksanaannya. Murid utamanya telah hilang, bahkan menjadi pengkhianat, puteranya sendiri tidak becus dan yang diangkatnya sebagai ketua sekarang sesungguhnya seorang yang baru dia,kenal empat lima tahun yang lalu.
Timbul perasaan sedih dan khawatir di hatinya. Terbayang sikap Ciu Kang Hin yang lembut dan taat, yang sopan dan pandang matanya yang jujur, kemudian terbayanglah dia betapa Seng Gun secara tidak tahu malu bercanda dengan si cantik Bi-sin-liong Kwa Lian di depan banyak orang.
Sementara itu, para tamu telah memasuki kamar mereka masing-masing yang dipersiapkan untuk mereka. Jumlah para tamu yang menginap hanya ada belasan orang. Seng Gun dengan sempoyongan juga memasuki kamarnya, akan tetapi tidak sendirian, melainkan berama Kwa Lian. Dia tidak menyadari bahwa Tio Ki Bhok dengan bersungut-sungut mengikutinya dan pemuda ini mengintai dari jendela kamarnya ketika mendengar suara cekikikan dari dalam kamar itu. Ternyata pemuda tolol itu jatuh cinta kepada Kwa Lian!.
Ketika Tio Ki Bhok mengintai ke dalam dan melihat betapa Seng Gun bermesraan dengan Kwa Lian, dia terbelalak dan mukanya menjadi merah. Tanpa pikir panjang lagi ditolaknya daun jendela dan dia melompat masuk. Tentu saja Seng Gun dan Kwa Lian terkejut sekali dan Seng Gun segera melompat turun dari pembaringan dan membentak.
"Sute, mau apa engkau memasuki kamarku seperti ini?"'
"Suheng, nona ini adalah kekasih ku, aku cinta padanya, aku akan minta ayah melamarnya."
"Sute, pergi dan jangan ganggu aku!"
"Ahh, suheng, engkau sudah banyak mempunyai kekasih. Kalau engkau tidak memberikan kepadaku, akan kulaporkan kepada ayah!"
"Bocah tolol! Mau lapor apa kau!"
"Akan kulaporkan bahwa dulu kau pernah menangkap enci ini, dijadikan tawanan akan tetapi kaubebaskan diwaktu malam hari. Malah topengnya kau lempar di luar kamar Ciu Suheng. Hayo.... aku melihat sendiri, kalian tidak dapat menyangkal. Nona ini melepaskan topeng dan melepaskan penyamarannya, aku mengenalnya benar!"
Seng Gun dan Kwa Lian terbelalak, dan muka Seng Gun berubah pucat. Akan tetapi Kwa Lian yang mempunyai banyak pengalaman, tidak membuang waktu. la melihat adanya bahaya terbukanya rahasia mereka, maka secepat kilat, wanita cantik jelita ini sudah menggerakkan kepalanya. Rambutnya tadi memang terlepas dan terurai panjang ketika ia bermesraan dengan Seng Gun. Kini, rambut panjang itu meluncur ke arah tubuh Tio Ki Bhok.
Kasihan sekali pemuda tolol ini. Dia memang memiliki ilmu silat yang dapat dikatakan amat tangguh bagi orang awam, akan tetapi menghadapi seorang datuk sesat seperti Bi-sin-liong (Naga Sakti Cantik) Kwa Lian, dia bukan apa-apa. Dia bingung melihat lembaran rambut halus itu menyambar dan bagaikan ular saja, rambut harum itu telah membelit lehernya! Dia berusaha untuk melepaskan, akan tetapi tidak mungkin lagi. Rambut itu seperti menembus kulitnya dan membuat dia tidak dapat bernapas. Akhirnya dia berke lojotan dan pingsan.
"Jangan bunuh dia!"
Kata Seng Gun. Kwa Lian melepaskan rambutnya, dan menyanggulnya. Manisnya bukan main gerakan Kwa Lian ketika menyanggul rambutnya. Entah mengapa, gerakan wanita yang menyanggul rambutnya selalu menda tangkan gairah tersendiri dalam hati pria!
Kumbang Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo