Kisah Si Pedang Terbang 8
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
"Memang benar, paman, aku takut kalau mereka mengetahui aku berada di sini. Akan tetapi, selama lima tahun ini, apakah kepala dusun Li-bun ini mendiamkan saja semua kejahatan itu terjadi? Bukankah dahulu, Lurah Can dari dusun ini terkenal memiliki keberanian dan berwatak adil?"
"Aihh, kongcu. Lurah Can memang mengumpulkan para muda dan menyerbu ke sana, akan tetapi akibatnya, lurah Can dan beberapa orang tewas dan sejak itu, tidak ada lagi yang berani. melawan untuk mati konyol. Dan setelah Lurah Can tewas, mereka mengangkat seseorang di antara mereka menggantikan kedudukan kepala dusun, dan kami semua semakin tidak berdaya."
"Hemm, siapa lurah baru itu?"
"Dia Lurah Ouw yang tinggal di rumah lurah lama bersama keluarganya."
"Baiklah, paman. Sekarang paman boleh melanjutkan pekerjaan sehari-hari seperti biasa. Aku akan beristirahat. Apakah kamarku masih terpelihara?"
Wajah Akui berseri.
"Masih, kong cu. Biarpun tadinya aku sudah yakin bahwa kongcu dan nyonya telah meninggal dunia, namun kedua kamar itu setiap hari kubersihkan dan pintunya selalu kututup dan kukunci. Tidak ada seorangpun boleh mengganggu kedua kamar itu. Bahkan pakaian kongcu juga masih dalam almari. Yang tidak ada hanyalah barang-barang berharga yang telah diambil oleh mereka, kongcu."
Han Lin memasuki kamarnya dan dia benar-benar merasa terharu. Kamar itu mengingatkan dia akan masa lalu, semua masih seperti dahulu. Ketika dia membuka almari, pakaiannya juga masih lengkap, akan tetapi tentu saja pakaian itu tidak dapat dipakainya sekarang, terlampau kecil. Hari ini sampai malam dia berdiam saja di dalam rumahnya seperti orang bersembunyi, dilayani oleh Akui yang kini nampak berseri wajahnya, seperti tanaman yang hampir mengering mendapatkan siraman air hujan.
Setelah malam tiba Han Lin mengatakan kepada Akui bahwa malam itu dia tidak ingin diganggu, lalu dia menutupkan pintu kamarnya dan mengunci dari dalam. Tanpa diketahui siapapun, dia lalu keluar dari kamarnya melalui jendela. Gerakan Han Lin sudah cepat bukan main, ringan dan cepat seperti seekor burung walet. Kini ditambah kegelapan malam, tidak ada orang akan mampu melihat gerakannya ketika dia berlari dalam kegelapan menuju ke rumah kepal a dusun, yaitu Lurah Ouw seperti yang dia dengar dari Akui tadi. Menurut Akui, lurah itu tinggal di rumah besar bekas rumah keluarga Lurah Can, bersama keluarganya, yaitu tiga orang isteri dan lima orang anak.
Semua anggauta keluarga di rumah Lurah Ouw telah tidur nyenyak. Rumah itu telah sepi ketika bayangan hitam itu berkelebat cepat ke atas wuwungan rumah, lalu melayang turun ke dalam. Tidak lama Han Lin mencari-cari di mana kiranya sang lurah berada, dia mendengar suara dua orang peronda yang agaknya bertugas jaga di rumah kepala dusun itu. Dia segera menyelinap di balik sudu t tembok.
"Wah, yang paling senang adalah Ouw-toako,ya? Menjadi lurah, isterinya banyak, mendapat kehormatan "
"Ssttt, hati-hati kau bicara. Kalau terdengar olehnya, engkau tentu akan dihajar."
"Dia tidak akan mendengar. Dia sedang terlelap dalam pelukan isterinya yang terbaru, isteri yang ke empat dan kamarnya di ujung belakang. Tidak akan dapat mendengar suara kita."
"Sudahlah, jangan mengiri. Kalau engkau ingin mendapatkan tempat yang enak, bekerjalah lebih keras, membuat jasa sebesarnya dan tentu Pemimpin kita akan memberimu kenaikan pangkat."
Han Lin membiarkan mereka lewat dan setelah mereka jauh, baru dia keluar dari tempat sembunyinya dan cepat menuju ke kamar di ujung belakang. Dari cahaya Iampu keci l yang remang-remang, dia melihat dalam intaiannya seorang laki-laki yang usianya sekitar empatpuluh lima tahun tidur mendengkur di samping seorang wanita muda yang cantik, dan wanita itu nampak menangis lirih, hampir tanpa suara. Han Lin dapat menduga bahwa wanita muda itulah selir ke empat dan agaknya diselir oleh sang lurah secara paksa, mungkin direnggut secara paksa dari tunangannya, atau bahkan suaminya, atau orang tuanya.
Tanpa mengeluarkan suara, dia membuka jendela, melompat masuk dan sebelum wanita itu tahu apa yang terjadi, tangan Han Lin menyambar dan wanita itupun terdiam, pingsan tanpa melihat apapun sebelumnya. Agaknya gerakannya itu menimbulkan sedikit goncangan dan sang lurah yang sedang mendengkur itu, menghentikan dengkurnya. Akan tetapi, diapun tidak sempat membuka mata karena begitu tangan Han Lin bergerak, dia sudah tidak tahu apa-apa lagi dan pingsan.
Han Lin menyambar pakaian sang lurah yang berserakan, membungkus tubuh lurah yang pendek gendut itu sejadinya, kemudian diapun sudah meninggalkan kamar itu, kini memanggul tubuh sang lurah dan tak seorangpun penjaga tahu bahwa lurah mereka telah meninggalkan rumah di atas pundak seorang yang bergerak cepat dan ringan seperti seekor burung walet.
Pagi-pagi sekali, Han Lin membebaskan totokannya dari tubuh lurah yang sebetulnya adalah seorang tokoh Hoat-kauw bernama Ouw Tit dan yang oleh para pimpinan Hoat-kauw ditugaskan untuk menjadi lurah di dusun Li-bun.
Mereka berada di sebuah lereng dan dekat sebuah pondok bambu. Sejak ditotok pingsan, Ouw Tit tidak tahu apa yang terjadi, dan kini, begitu totokannya bebas, dia terkejut, membuka mata dan melihat dirinya berada di dekat pondok, di lereng bukit yang sunyi dan hari masih pagi sekali, matahari baru mengirim cahayanya sebagai tanda bahwa fajar telah menyingsing.
Dia merasa tubuhnya yang semalam tidak dapat bergerak itu kaku-kaku dan melihat dirinya setengah telanjang, dengan pakaiannya hanya dibungkuskan di tubuhnya dia terkejut dan cepat dia mengenakan pakaiannya sehingga kini nampak patut, lalu dia memandang kepada pemuda itu dan nampaklah sikapnya yang jagoan dan sudah biasa memerintah.
"Heiii, apa yang terjadi? Di mana aku dan bagaimana dapat berada di siini? Siapa pula engkau? Hayo mengaku sejujurnya!
Melihat sikap ini, di dalam hatinya Han Lin merasa muak sekali. Sungguh merupakan seorang yang berwatak amat buruk dan jelas orang macam ini tentu jahat dan kejam.
"Orang she Ouw, akulah yang membawamu ke sini, mengambilmu dari tempat tidur di kamarmu,"
Katanya tenang.
Orang pendek gendut itu melotot dan mukanya menjadi merah karena marah.
"Apa? Berani kau! Sudah ingin mampus, ya?"
Dan diapun sudah menerjang maju dan kedua tangannya bergerak cepat melakukan serangan.
"Bagaima"napun juga, dia adalah seorang anggau-ta Hoat-kauw yang sudah ada tingkat, maka tentu saja dia pandai ilmu silat. Serangannya dengan kedua tangan bertubi-tubi itu juga mengandung tenaga besar dan cepat.
"Plakkk! Dukk!!"
Penyerang itu mengaduh-aduh dan mengguncang-guncang kedua lengannya yang terasa seperti patah-patah tulangnya ketika bertemu dengan lengan Han Lin. Akan tetapi dasar orang tak tahu diri, setelah rasa nyeri agak berkurang, dia menyerang lagi semakin ganas, bahkan kini menyusuli pukulannya dengan tendangan kaki-nya yang pendek dan besar.
Han Lin tidak sabar lagi. Dia me nangkap kakikanan yang menendang, mendorong kaki itu ke atas sehingga tubuh Ouw Tit terlempar ke atas.
"Bukk!!"
Pantat yang gemuk itu terbanting keras, membuat pemiliknya menyeringai kesakitan. Dia bangkit lagi, menyerang lagi hanya untuk roboh lagi karena terkena tamparan tangan ki ri Han Lin. Pemuda ini hendak menaklukkan dan menundukkan bukan hendak membunuh maka tenaga pukulannya juga terkendali, tidak terlalu keras namun cukup membuat lawan terpelanting keras.
Dasar orang bandel yang sudah memperoleh kedudukan sehingga merasa paling menang, Ouw Tit bangkit lagi dan mengeluarkan suara gererrgan seperti binatang buas. Karena ketika dibawa ke situ dia tidak bersenjata, maka melihat sebuah dahan kering di bawah pohon, dia lalu menyambar dahan kering itu dan mempergunakannya sebagai senjata, menyerang lagi denganmembabi-buta.
Akan tetapi, begitu dia menghantamkan dahan kering itu, Han Lin mendahuluinya, tongkat bambunya menyambar dan menotok pundak, membuat Ouw Tit terpelanting lagi dan tidak mampu bangkit kembali, hanya melotot marah.
Han Lin maklum bahwa dia menghadapi seorang yang kasar dan bandel, maka dia lalu mempergunakan ujung tongkatnya menotok beberapa kali ke arah tubuh si pendek gendut dan kini tubuh itu bergulingan di atas tanah berteriak mengaduh-aduh, berkelojotan dan dalam kesakitan yang hebat.
"Aduhh mati aku aduhhh aughh... ampun, ampunkan aku Akhirnya dia menangis dan minta minta ampun. Karena memang bukan niat Han Lin untuk menyiksa orang, maka begitu orang itu minta ampun, hal yang diharapkan dengan menotok mendatangkan kenyerian itu, dia lalu membebaskan totokannya. Ouw Tit tidak menderita nyeri lagi, hanya tubuhnya masih lemas dan panas dingin karena kini dia mengerti bahwa dia menghadapi seorang yang amat lihai.
."Nan, sekarang apakah engkau masih hendak melawan? Kalau engkau masih membandel, bukan saja aku akan membuat engkau tersiksa seperti tadi, hidup tidak matipun tidak, aku akan menyiksa pula empat orang isterimu dan semua anak-anakmu. Bagaimana?"
"Ampun, taihiap, aku menyerah kalah.... aku minta ampun akan tetapi, rasanya aku tidak pernah mengenal taihiap dan tidak ada urusan di antara kita, kenapa taihiap memperlakukan aku seperti ini?"
"Aku tahu, engkau lurah Ouw dari dusun Li-bun dan engkau adalah anggau-ta Hoat-kauw."
."Benar, benar sekali, taihiap. Aku adalah Lurah Ouw dari dusun Li-bun, dan aku adalah seorang anggauta Hoat-kauw. Karena itu, dengan melihat Hoat-kauw, tentu taihiap tidak akan membunuhku "
"Hemm, justeru karena engkau o-ang Hoat-kauw, aku ingin sekali menyiksamu, menyiksa seluruh keluargamu!"
Han Lin membentak dan si pendek gendut itu menjadi pucat.
"Ampun, taihiap.... ampunkan aku, anakku masih kecil-"kecil"
Dia meratap.
"Baik, aku akan mengampuni dan mengampuni semua anak isterimu asalkan engkau suka menurut semua kehendakku. Nah, sekarang ceritakan tentang Hoat-kauw yang telah menduduki kuil di Bukit Ayam Emas. Apa hubungan Hoat-kauw dengan Sam Mo-ong, ceritakan semua dengan sejujurnya!"
Karena sudah tidak berdaya sama sekali dan takut kalau"kalau dia dan seluruh keluarganya dibasmi oleh pemuda yang luar biasa lihainya itu, Ouw Tit membuat pengakuan. Andaikata dia belum pernah dijadikan kepala dusun, belum pernah mengenyam kesenangan dan kemuliaan sebagai kepala dusun dengan banyak isteri dan anak, mungkin dia akan berkeras tidak mau mengaku, bahkan mungkin memilih mati seperti banyak di lakukan para anggauta Hoat-kauw yang fanatik. Akan tetapi, kesenangan duniawi telah mengikatnya erat-erat dan karena ingin selamat sekeluarga, diapun membuat pengakuan dengan suara tersendat-sendat.
Dari mulut Ouw Tit, Han Lin mendengar semuanya. Kiranya Sam Mo ong adalah kaki tangan bangsa Mongol yang ingin menguasai Kerajaan Tang, dan Sam Mo-ong mengajak Hoat-kauw bersekutu untuk bersama-sama mengguling-an Kerajaan Tang! Dan kuil di Bukit Ayam Emas itu dijadikan semacam sarang oleh Hoat-kauw untuk mengadakan hubungan dengan para utusan Mongol.
Kalau Hoat-kauw membuat gerakan dari pusat atau cabang, tentu akan terlalu menyolok dan diketahui pemerintah, maka tempat di Bukit Ayam Emas itu menjadi semacam sarang rahasia.
Han Lin mengangguk-angguk. Kiranya mereka itu bukan memusuhi penduduk dusun Li-bun atau membunuhi para hwe-sio di kuil karena permusuhan pribadi, melainkan karena gerakan yang lebih besar lagi, yaitu untuk memberontak terhadap kerajaan. Ini sungguh berbahaya sekali, terutama bagi penduduk dusun Li-bun, karena mungkin saja pemerintah akan menganggap bahwa seluruh penduduk dusun Li-bun menjadi anggauta pemberontak.
"Sekarang ceritakan siapa saja yang tinggal di puncak Bukit Ayam Emas, berapa orang dan siapa pemimpinnya!"
Kata pula Han Lin dan suaranya tetap tegas dan penuh wibawa karena diam-diam dia mengerahkan kekuatan batin seperti pernah dia pelajari dari mendiang Kun Hwesio yang ahli sihir. Pengaruh sikap dan suara Han Lin itu sungguh kuat dan pada saat itu, Ouw Tit melihat Han Lin sebagai seorang yang amat menyeramkan dan menakutkan. Karena itu, diapun dengan terus terang menceritakan bahwa anak buah Hoat-kauw yang tinggal di puncak Bukit Ayam Emas ada kurang lebih limapuluh orang dan yang memimpin mereka adalah Bu-tek Ngo Sin"liong, lima orang tokoh besar Hoat kauw.
"Akan tetapi, saat ini Bu-tek Ngo Sin-liong tidak berada di sana, karena mereka pergi ke Bukit Harimau, di luar kota An- king untuk menghadiri ulang tahun Hoat-kauw yang akan dirayakan besar-besaran dan mengundang semua partai persilatan'dan aliran."
Han Lin tertarik.
"Kapan akan di adakan perayaan itu?"
"Bulan depan."
"Nan, sekarang engkau harus ikut denganku ke kota Nam"san. Di sana, di depan kepala daerah, engkau harus membuat pengakuan seperti yang kauceritakan kepadaku."
Ouw Tit terbelalak, mukanya pucat.
"Tapi tapi, taihiap aku tentu akan ditangkap dan dihukum!"
"Hemm, engkau memilih kusiksa dengan seluruh keluargamu, mati perlahan lahan? Begitukah?"
Han Lin mengangkat tongkat bambunya mengancam.
"Ampun! Tidak, tidak, tai hiap."
"Kalau begitu, engkau harus membuat pengakuan di depan kepala daerah dan mungkin keluargamu akan terhindar dari hukum. Hayo!"
Han Lin menarik tangan orang itu dan dibawanya berlari cepat menuju ke kota Nam-sam yang merupakan kota kabupaten yang membawahi Li bun.
Para penjaga di kantor Bupati Cu segera membawa Han Lin dan Ouw Tit menghadap pembesar itu. Cu-taijin (pern besar Cu) memandang kepada mereka dengan heran, lalu menegur, sambil menudingkan telunjuknya kepada Ouw Tit.
"Bukankah engkau Ouw Tit, lurah dusun Li-bun yang menggantikan Lurah Can yang tewas oleh gerombolan penjahat itu?"
"Ampun, taijin, kata Han Lin lantang.
"saya ingin melaporkan keadaan di Li-bun. Dahulu, lima tahun yang lalu, Lurah Can tewas di tangan gerombolan penjahat, dan Ouw Tit ini adalah orangnya gerombolan itu yang sengaja diselundupkan dan dengan memaksa penduduk, dia dipilih menjadi lurah baru. Seluruh dusun dan wilayah Li-bun kini telah dikuasai gerombolan yang amat berbahaya karena mereka berniat melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan Tang, taijin."
Tentu saja Bupati Cu terkejut bu kan main.
"Siapakah engkau, orang muda?"
"Nama saya Sia Han Lin, penduduk dusun Li-bun, taljin."
Kemudian Han Lin menghardik Ouw Tit.
"Hayo engkau cepat membuat pengakuan di depan Tai-jin!"
Bupati Cu memberi isyarat dan lima orang perajurit pengawal segera datang ke ruangan itu dengan golok di tangan untuk menjaga segala kemungkinan karena tentu saja hati bupati itu merasa khawatir bahwa lurah dusun Li-bun itu dikatakan sebagai anggauta gerombolan penjahat yang mempunyai niat memberontak.
"Ceritakan semuanya dengan sejujurnya!"
Bentaknya kepada Ouw Tit.
Ouw Tit merasa terjepit. Menghadapi Han Lin saja dia sudah tidak berdaya dan dia lebih ngeri menghadapi ancaman pemuda tampan yang nampaknya lemah lembut itu dari pada lima orang pe rajurit pengawal yang memegang golok. Dia tahu bahwa kalau dia menghendaki, dia akan mampu mengalahkan lima orang perajurit itu. Akan tetapi dia sama sekali tidak berdaya menghadapi Han Lin yang lihai. Dia hanya mengharapkan pemuda itu tidak akan mengganggu keluarganya seperti dijanjikan tadi, maka diapun mengulang ceritanya yang tadi dia ceritakan kepada Han Lin.
Mendengar bahwa Li-bun, tepatnya di puncak Bukit Ayam.Emas terdapat sarang gerombolan pemberontak, Cu-taijin terkejut bukan main. Li-bun termasuk wilayahnya, maka kalau sampai terdapat gerombolan pemberontak di sana, itu merupakan tanggung-jawabnya. Dialah yang akan ditegur oleh atasannya kalau gerombolan pemberontak itu makin mengganas dan semakin kuat.
"Jebloskah dia dalam tahanan dan hubungi Un-ciangkun (perwira Un) cepat cepat!"
Kata bupati kepada pengawalnya.
"Taijin, harap hati-hati menghadapi penjahat ini, dia cukup lihai, sebaiknya kalau dibelenggu saja!"
Berka-ta demikian, Han Lin menggerakkan tangannya menorok pundak Ouw Tit yang se gera terkulai lumpuh.
"Sebaiknya memang kalau Taijin cepat memerintahkan pasukan untuk menyerbu dan menangkapi gerombolan itu. Mereka telah menguasai Li-bun dan menekan penduduk, menyengsarakan mereka. Saya mohon diri dan terserah kepada taijin."
"Tunggu dulu, Han Lin!"
Kata bupati itu.
"Kalau gerakan kami berhasil menumpas gerombolan pemberontak, engkau telah berjasa dan kami tidak akan melupakan jasamu. Di mana engkau tinggal?"
"Saya tidak mengharapkan imbalan, taijin, saya lakukan ini untuk membela penduduk Li-bun di mana saya tinggal. Selamat tinggal, taijin!"
Karena tidak ingin diganggu lagi, Han Lin mengerahkan tenaganya dan tubuhnya berkelebat lenyap dari depan pembesar itu yang tercengang. Akan tetapi menyadari gawatnya urusan, Bupati Cu segera memerintahkan petugas untuk membelenggu kaki tangan Ouw Tit yang sudah tertotok lumpuh itu dan menyeretnya ke dalam tahanan dengan pesan agar dijaga ketat. Kemudian dia mengadakan hubungan dengan komandan pasukan di benteng terdekat dan tak lama kemudian, sepasukan perajurit yang terdiri dari duaratus orang bergerak menuju ke dusun Li-bun, dipimpin oleh beberapa orang perwira.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(Maaf ada halaman yang hilang)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah, selagi mereka kebingungan dan sudah mengambil keputusan bahwa kalau sampai sore hari Lurah Ouw belum juga pulang mereka akan melapor kekuil di puncak Bukit Ayam Emas, maka mereka mel ihat seorang pemuda memasuki pekarangan dan dari luar berdatangan pula sepuluh orang pemuda dusun di luar pekarangan.
"Haiii, kalian mau apa? Dan siapa engkau, orang muda? Apa perlumu masuk ke pekarangan ini?"
Bentak seorang. di antara sepuluh orang jagoan pembantu Lurah Ouw itu dengan sikapnya yang galak. Teman-temannya juga sudah maju mengepung Han Lin dengan setengah lingkaran.
Han Lin yang memegang tongkatnya, bersikap tenang saja ketika sepuluh orang jagoan itu memperlihatkan sikap mengancam, dan diapun maju menyambut mereka dengan bentakan nyaring "Kami adalah penghuni dusun- Libun yang sudah muak melihat kekejaman kalian dan tidak ingin lagi melihat kalian mengacau di dusun kami!"
Mendengar ucapan ini, tentu saja sepuluh orang anggauta Hoat-kauw itu menjadi terkejut, terheran, marah dan juga geli.
"Bocah gila, engkau sudah bosan hidup!"
Bentak seorang di antara mereka yang segera menggerakkan goloknya membacok leher Han Lin, sedangkan yang lain hanya menonton saja karena mereka mengira bahwa seorang teman mereka saja sudah cukup untuk membunuh pemuda yang lancang itu.
Akan tetapi mereka terbelalak ketika melihat teman mereka yang menyerang itu tiba-tiba saja terjengkang, goloknya terlepas dan dia tidak mampu bangkit kembali. Tahulah mereka bahwa pemuda dusun ini tidak seperti yang lain, memiliki kepandaian maka berani bersikap menantang seperti itu.
Sambil berteriak-teriak ganas, sembilan orang menyerang Han Lin dengan golok mereka. Serangan mereka ganas dan semua golok menyambar bagaikan tangan maut. Namun, mereka terkejut ketika pemuda yang mereka serang itu lenyap dan yang nampak hanya bayangannya berkelebat.
Tahu-tahu, ada tongkat menyambar-nyambar dari arah belakang mereka. Mereka membalik dan menggerakkan golok untuk menangkis, namun terlambat. Ujung tohgkat bambu yang gerakannya seperti kilat menyambar-nyambar itu menotok mereka satu demi satu dan robohlah mereka bagai kan rumput dibabat pedang.
Sepuluh orang dusun itu kini telah menjadi lebih dari tigapuluh orang Mereka berdatangan dan menjadi penonton saja di luar pekarangan karena mereka semua merasa gentar terhadap sepuluh orang tukang pukul Lurah Ouw itu, Akan tetapi, ketika melihat betapa dalam beberapa menit saja Han Lin sudah merobohkan sepuluh orang yang di takuti, itu, orang-orang dusun bersorak dan mereka menyerbu ke dalam pekarangan, mengangkat senjata di tangan mereka yang bermacam-macam bentuknya, ada kapak, arit, cangkul, garu, palu dan berbagai, macam perkakas lagi,
Han Lin maklum bahwa orang yang mendendam dapat menjadi amat kejam, juga bahwa orang yang merasa menang dapat mabok kemenangan dan dapat melakukan apa saja yang dirasakan menjadi haknya karena menang., Maka cepat dia menghadang dan mengangkat kedua tangan ke atas.
"Berhenti dan tahan senjata!"
Bentakannya mengandung wibawa kuat dan tigapuluh orang lebih itu berhenti dan memandang kepada Han Lin dengan heran. Mereka hendak "membantu"
Pemuda itu membantai sepuluh orang jagoan dan menyerbu rumah Lurah Ouw yang selama ini menjadi seperti, raja lalim di dusun itu, kenapa Han Lin menahan mereka?
"Biarkan kami, bunuh mereka semua!"
Terdengar beberapa orang berteriak.
"Tidak!"
Han Lin membentak,.
"kita tidak suka melihat kekejaman mereka, berarti kita bukan orang-orang kejam seperti mereka! Mari, kita buktikan bahwa kita tidak seperti mereka, Kajau kita sekarang bertindak kejam, lalu apa bedanya antara mereka dan kita?"
Dia teringat akan kenyataan yang pernah dipaparkan Lojin bahwa di dalam diri setiap orang manusia terdapat nafsu yang sama. Kalau seseorang mencela orang lain berbuat sewenang-wenang, adalah karena di pencela itu tidak mempunyai kesempatan melakukan hal yang sama. Sekali dia mendapatkan kesempatan, mungkin dia akan lebih jahat dari pada yang dicela! Hanya orang yang tidak diperbudak nafsu-nafsunya saja yang akan dapat selalu ingat dan waspada, tidak menuruti bisikan atau perintah nafsu-nafsunya sendiri.
"Akan tetapi mereka selama ini bertindak kejam terhadap kita!"
Terdengar bantahan.
"Lalu kalian ingin membalas dendam dan bertindak kejam pula terhadap mereka? Kalau begitu, kalian berubah menjadi orang-orang kejam dan aku tidak sudi membantu orang-orang kejam dan pengecut! Kenapa tidak dari dulu kalian melawan tindakan mereka yang kejam? Kenapa baru sekarang, melihat mereka tak berdaya, lalu kalian hendak membantai mereka? Dengar, kalau kalian tidak menurut kepadaku, aku akan pergi dan biar kalian sendiri menghadapi gerombolan yang berada di kuil puncak bukit Ayam Emas!"
Mendengar ucapan pemuda ini, semua orang menjadi pucat wajahnya dan semangat mereka yang menggebu-gebu didorong dendam itupun mengempis dan mereka seperti sekelompok anak-anak yang ketakutan. Kasihan juga rasa hati Han Lin menyaksikan sikap mereka itu. Mereka memang seperti anak-anak yang membutuhkan perlindungan dan pengawasan.
"Aku ingin melihat kalian menggunakan semangat kalian untuk membela diri, bukan untuk bertindak sewenang-wenang dan kejam. Melihat pihak musuh sudah tidak berdaya lalu hendak membantai mereka, itu perbuatan kejam sewenang"wenang. Juga kalian tidak boleh menyerang keluarga Lurah Ouw yang tidak bersalah apa-apa. Ketahuilah bahwa Lurah Ouw kini telah kutawan dan kuserahkan kepada yang berwajib. Tak lama lagi pasukan akan menyerbu sarang gerombolan di puncak Bukit Ayam Emas, dan kita harus menjaga agar jangan sampai ada orang dari rumah ini lolos dan memberi kabar kepada gerombolan di Sana. Mengertikah kalian? Kalian hanya bertugas menjaga di sini, mengepung rumah ini agar tidak ada yang dapat keluar, akan tetapi kalian tidak boleh membunuh orang yang tidak menyerang kalian. Mengerti?"
Mendengar ini, semua orang bersorak gembira. Dusun mereka akan terbebas dari cengkeraman gerombolan penjahat Setelah lima tahun!
"Kami mengerti, kongcu!"
Tiba-tiba Akui berseru dan menghadap ke arah orang banyak.
"Kita harus menaati perintah Sia-kongcu kalau ingin dusun kita diselamatkan! "
Orang-orang menyambutnya dengan sorakan setuju.
Han Lin mengangkat tangan dan semua orang terdiam, mendengar.
"Saya senang sekali melihat sikap kalian. Sekarang, dengar baik-baik. Sepuluh orang ini harus dibelenggu kaki tangannya dan dibawa ke dalam rumah, aku akan mengumpulkan semua penghuni rumah ini. Hayo sepuluh orang pemuda yang pertama datang ke sini ikut, akan tetapi ingat, jangan membunuh orang. Aku hanya ingin agar semua keluarga Ouw Tit dikumpulkan di ruangan dan diawasi agar jangan seorangpun di antara mereka dapat mengirim berita ke sarang gerombolan. Kalau ada yang berbuat kejam dan jahat, akan kuhajar sendiri!"
Sepuluh orang pemuda itu dengan semangat besar dan sikap seperti jagoan segera mendekati Han Lin dan mengikuti pemuda ini memasuki rumah lurah Ouw. Sedangkan yang lain-lain segera menyerbu pekarangan dan sebentar saja sepuluh orang itu sudah ditelikung dan diikat seperti ayam-"ayam yang hendak dipanggang!.
Saking benci dan dendamnya biarpun tidak ada di antara mereka yang berani menyiksa apa lagi membunuh, tidak urung sepuluh orang tukang pukul yang sudah tidak berdaya itu menjadi korban caci-maki, diludahi dan di olok-olok yang bagi mereka jauh lebih menyakitkan dari pada kalau digebuki.
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Biasanya mereka seperti penguasa-penguasa di dusun itu, tidak ada seorangpun berani memandang kepada mereka, apa lagi bicara kasar. Dan kini, orang-orang dusun itu meludahi mereka, mencaci maki mereka!
Han Lin dan sepuluh orang pemuda dusun menyerbu memasuki rumah.
Ternyata tidak ada tukang pukul lain kecuali hanya empat orang isteri sang lurah dan anak-anak mereka, juga ada beberapa orang pelayan wanita. Mereka semua sudah ketakutan dan berkumpul di sebuah ruangan terbesar di rumah itu, maka mudahlah bagi Han Lin dan kawan-kawannya.
Mereka semua dikumpulkan di dalam ruangan, dilarang meninggalkan ruangan itu, dan dijaga di pintu oleh sepuluh orang pemuda dusun. Kemudian Han Lin meninggalkan rumah setelah berpesan ke pada Akui agar mengawasi orang-orang dusun itu agar mereka jangan melakukan hal-hal yang jahat seperti menyiksa, membunuh, apa lagi merampok.
Sejak lima tahun yang lalu, kuil di puncak Bukit Ayam Emas telah dijadikan sarang oleh Hoat-kauw yang bertugas mengadakan hubungan dengan pihak Mongol yang diwakili oleh utusan mereka, yaitu Sam Mo-ong, tiga orang datuk besar yang sakti. Dan selama lima tahun ini, mereka telah melakukan banyak hal yang bagi mereka merupakan kemajuan dalam kerja sama mereka. Pihak Sam mo-ong membantu orang-orang Mongol menundukkan saingan"saingan mereka, yaitu suku-suku bangsa lain yang juga ingin meluaskah kekuasaannya di wilayah Kerajaan Tang dan memaksa suku-suku bangsa yang lebih kecil untuk bergabung dan membantu orang Mongol.
Adapun pihak Hoat"kauw yang diwakili oleh Bu-tek Ngo Sin-liong, lima orang tokoh Hoat-kauw, bergerak menalukkan partai-partai persilatan dan aliran-aliran lain untuk menguasai dunia kangouw. Kalau kerjasama ini berhasil, maka Kerajaan Tang akan menghadapi pasukan Mongol yang dibantu oleh suku"suku bangsa lain dan dunia kangouw! Untuk hubungan kerja sama di antara mereka, pihak Sam Mo-ong mewakilkan kepada An seng Gun, putera mendiang An Lu Shan yang diaku anak oleh kakeknya sendiri, yaitu Kwi-jiauw Lo-mo, seorang di antara Sam Mo-ong. Seng Gun ini juga diperuntukan kepada pihak Hoat-kauw agar hubungan dengan pihak Mongol dapat selalu terjalin, juga Seng Gun seolah menjadi pengamat yang mengikuti perkembangan gerakan Hoat-kauw.
Ketika Han Lin kembali ke Li-bun, kebetulan sekali sarang Hoat-kauw di puncak Bukit Ayam Emas itu ditinggalkan para pemimpin besarnya. Lima orang Bu-tek Ngo Sin-liong tidak berada di sana karena mereka sedang sibuk membantu pihak pimpinan Hoat-kauw yang hendak mengadakan perayaan ulang tahun mengundang semua partai dan aliran, perayaan yang akan diadakan di Bukit Harimau, di luar kota An-king, yang merupakan pusat cabang terbesar dari Hoat-kauw saat itu. Seng Gun sendiri sejak dua tahun ini tidak pernah nampak di kuil itu karena dia melaksanakan sebuah tugas rahasia yang diberikan kepadanya oleh Sam Mo-ong.
Han Lin menyelinap di luar perkampungan gerombolan di puncak Bukit Ayam Emas itu. Kuil yang dahulu menjadi tempat di mana dia belajar ilmu silat dari Kong Hwi Hosiang kini telah menjadi perkampungan gerombolan dan di pagari, dan di sekitar kuil dalam perkampungan itu dibangun beberapa buah rumah tempat tinggal anggauta gerombolan.
Karena agaknya mereka semua merasa yakin tidak akan ada seorangpun berani mengusik mereka, maka perkampungan gerombolan itu tidak terjaga ketat. Dengan mudah saja Han Lin melompati pagar bambu memasuki perkampungan tanpa terlihat siapapun dan dia menyelinap antara pondok-pondok itu. Ketika mendengar isak tangis wanita dari sebuah pondok, diapun mendekati dan mengintai. Pondok-pondok darurat itu terbuat dari kayu dan bambu maka mudah sekali bagi Han Lin untuk mengintai.
Seorang wanita muda, usianya tidak akan lebih dari enambelas tahun, menangis terisak-isak di atas pembaringan. Seorang laki-laki yang usianya sekitar empatpuluh tahun, bertubuh tinggi besar bermuka hitam, duduk di atas kursi dekat pembaringan dan nampaknya marah-marah.
"Sudahlah, jangan menangis saja, menyebalkan kau!"
Bentak laki-laki itu sambil melotot kepada wanita muda yang menangis. Apa sih maumu?"
"Pulangkan aku"
Tangis wanita itu.
"Kembalikan aku ke rumah orang tuaku, aku ingin kembali kepada mereka"
"Sialan! Engkau sudah menjadi isteriku, sudah limabelas hari di sini, dan setiap hari hanya menangis minta pulang!"
"Aku bukan isterimu!...... Engkau engkau menculik dan memaksaku hu-hu-huuhhh, pulangkan aku.... pulangkan aku"
"Engkau menjemukan!"
Bentak laki laki bermuka hitam itu dan dia lalu bangkit berdiri, tangannya menampar.
"Plakk....!!"
Keras sekali tamparan itu dan wanita itu menjerit dan terjengkang ke atas pembaringan, pipinya yang kiri membengkak biru dan ia menangis semakin sedih.
Melihat ini, Han Lin tidak dapat menahan lagi kesabarannya. Kalau saja mereka itu suami isteri, tentu dia tidak berhak mencampuri urusan mereka Akan tetapi dari tangis wanita tadi dia tahu bahwa wanita yang masih remaja itu diculik dan dipaksa menjadi isteri orang itu, jelas ia adalah seorang di antara banyak korban, yaitu wanita-wanita di Li- bun dan sekitarnya yang diculik oleh para anggauta gerombolan itu dan dipaksa menjadi isteri mereka dari wanita inilah dia akan mendapat keterangan banyak dan penting, dan semua keterangannya tentu akan dapat dipercaya. Melihat wanita itu ditampar, dia lalu menerobos masuk nelalui pintu depan yang tidak dikunci. Tanpa mengeluarkan suara berisik, Ia sudah berada dalam pondok dan langsung memasuki kamar.
Laki-laki tinggi besar muka hitam itu terkejut ketika tiba"tiba saja ada seorang pemuda memasuki kamarnya dia sedang kesal dan marah kepada wanita yang dipaksanya menjadi isterinya. Sudah limabelas hari wanita itu dikeram dalam pondoknya, dan setiap hari hanya menangis dan merengek minta dipulangkan saja. Kini, melihat ada pemuda memasuki kamarnya, kemarahannya memuncak.
."Jahanam! Siapa kau berani memasuki pondokku!"
Teriaknya, dengan kedua tangan dikepal siap untuk memukul sedangkan wanita muda itu terbelalak ketakutan pipinya masih lebam.
"Engkau yang jahanam, laki-laki kejam tak berprikemanusiaan!"
Han Lin balas menegur.
"Kau bosan hidup!"
Bentak laki-laki itu dan diapun sudah menerjang dengan kedua kepalan tangan menyambar"nyambar dalam serangan bertubi.
Namun, sekali Han Lin menggerakkan tangan setelah menghindar dengan langkah mundur, dia berhasil menangkap kedua pergelangan tangan si tinggi besar itu. Si tinggi besar muka hitam itu mengerahkan tenaganya untuk melepaskan kedua tangannya yang tertangkap, namun betapapun dia mengerahkan tenaga, sia"sia belaka karena kedua lengan itu seperti terjepit besi dan sama sekali dia tidak mampu menggerakkan kedua lengannya.
Tiba-tiba Han Lin menggerakkan tangan kiri si tinggi besar yang dipegangnya dan tanpa dapat dicegah lagi, si tinggi besar itu menampar mukanya sendiri, disusul tangan ke dua sampai berkali-kali.
"Plak-plak-plak-plak........!!".
Kedua pipinya bengkak dan bibirnya pecah pecah berdarah. Kemudian, Han Lin menotoknya dan si tinggi besarpun roboh tak berkutik lagi.
Han Lin menoleh kepada wanita muda yang masih menangis di atas pembaringan dan yang kini memandang kepadanya dengan sinar mata ketakutan.
"Jangan takut, nona. Aku datang untuk menolongmu dan menolong semua wanita yang diculik dan dipaksa ditempat ini. Untuk itu aku membutuhkan keterangan dan petunjukmu, maka marilah ikut denganku meninggalkan neraka ini."
Mendengar bahwa pemuda yang lihai itu hendak membebaskannya, tentu saja gadis itu segera mengangguk - "angguk dan cepat ia mengenakan baju rangkap dan sepatunya karena selama dikeram di pondok. itu ia tidak pernah diperbolehkan mengenakan sepatu untuk menjaga agar ia tidak melarikan diri.
Han Lin mengajaknya keluar lalu memondong tubuhnya dan berloncatan, menyelinap di antara pondok-pondok dan akhirnya dia berhasil meloncati pagar bambu tanpa ada yang dapat melihatnya. Dia mengajak gadis itu ke sebuah hutan di lereng bukit, lalu minta keterangan tentang sarang gerombolan itu. Dengan girang dia mendapat keterangan bahwa saat itu, semua pimpinan Hoat-kauw tidak berada di. sana, karena semua pergi entah ke mana gadis itu tidak mengetahuinya.
"Yang berada di sana kurang lebih limapuluh orang anggauta gerombolan. Lima orang yang biasanya menjadi. pimpinan disana, yaitu Bu-tek Ngo Siong, telah pergi sejak beberapa hari yang lalu.
"Dan berapa banyaknya wanita yang seperti. engkau, diculik dan dipaksa tinggal di sana?"
"Banyak sekali..!, Hampir semua anggauta gerombolan menculik wanita dan memaksanya menjadi, isterinya. Bahkan ada pula yang telah mempunyai. anak. Ada pula belasan orang gadis muda yang diculik. dan disekap dalam sebuah pondok yang dijadikan tempat tahanan para gadis itu, Ahh, sungguh buruk sekali nasib kami wanita-wanita dusun yang lemah dan bodoh Kami bagaikan sekawanan domba yang berada di tengah-tengah gerombolan srigala...
"
Gadis itu meratap sambil menangis.
"Sudahlah, nona, jangan menangis. Mari, kuantar engkau ke dusun Li-bun dan untuk sementara tinggallah dulu di sana. Kelak engkau dan para wanita itu akan diantar pulang,"
Han Lin lalu mengantar wanita itu ke dusun Li-bun dan Akui menerimanya dengan ramah.. Setelah. menceritakan tentang wanita itu kepada Akui. dan menyuruh Akui, menyediakan kamar untuknya, membiarkannya untuk sementara tinggal disitu, Han Lin lalu pergi menemui penduduk. Li-bun. Dia menceritakan segalanya kepada mereka dan mengajak mereka untuk. bersiap ikut menyerbu sarang gerombolan.
Pada keesokan harinya, sekitar duaratus orang pasukan dari Nam-san pagi-pagi sekali sudah tiba di Li-bun. Han Lin atas nama penduduk Li-bun menemui komandannya dan memberitahu bahwa penduduk akan membantu gerakan pasukan dan bahwa wanita-wanita yang berada di sarang gerombolan adalah penduduk dusun yang diculik karena itu mereka tidak berdosa Dia mengharap agar pasukan tidak mencelakai. mereka dan penduduk dusun akan membebaskan mereka. Komandan pasukan mengerti dan menyetujui permintaan itu.
Demikianlah, malam tadi berlalu tanpa ada persangkaan buruk dari para anggauta Hoat-kauw, maka tentu saja mereka menjadi panik ketika pagi-pagi sekali, pasukan yang besar jumlahnya datang menyerbu.
Han Lin memimpin penduduk Li-bun menyerbu melalui bagian belakang dengan membobol pagar, dan mereka membebaskan para wanita dan anak-anak. Akan tetapi tidak semua wanita mau dibebaskan.
Bahkan ada di antara mereka yang membantu suami mereka melakukan perlawanan dan ikut gugur! Mereka adalah para wanita yang sudah jatuh cinta kepada penculik mereka.
Akan tetapi sebagian besar para wanita dengan gembira ikut membebaskan diri. Puluhan orang wanita dan kanak-"kanak melarikan diri. Sementara itu para anggauta Hoat-kauw melakukan perlawanan mati-matian, akan tetapi karena pihak pasukan jauh lebih besar jumlahnya, dan mereka diserbu dengan mendadak sehingga tidak siap sedia akhirnya mereka berantakan. Sebagian besar dari mereka terbunuh dan hanya sedikit saja yang berhasil lolos dari maut, pada hal mereka adalah anggauta-anggauta Hoat-kauw yang rata-rata memiliki kepandaian lumayan. Pasukan lalu membakar sarang gerombolan itu sampai rata dengan tanah.
Penduduk Li-bun lalu mengatur pemulangan para wanita itu ke rumah keluarga masing-masing, Han Lin menyerahkan pekerjaan ini kepada penduduk Li-bun karena dia sendiri segera berangkat ke Bukit Harimau untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw.
Kita kembali tiga tahun yang lalu Perkumpulan Nam-kiang"pang (Perkumpulan Selatan Sungai) merupakan perkumpulan silat yang terbesar di sebelah selatan Sungai Yang-ce-kiang. Nam-kiang-pang mempunyai sumber yang kuat dari Siauw"lim-pai dan Bu-tong-pai, maka para pimpinannya mempunyai kepandaian tinggi. Hal ini adalah karena pendirinya dahulu memang murid Bu-tong-pai yang kemudian menjadi murid Siauw lim-pai. Sampai sekarang hubungannya dengan kedua partai besar itu dekat.
Ketua Nam-kiang-pang bernama Tio Kui Po yang terkenal dengan julukan Thian-te Sin-to (Golok Sakti Bumi Langit). Dia berusia limapuluh tahun gagah perkasa dengan tubuh tinggi tegap Ilmu silatnya hebat apa lagi ilmu goloknya.
Namun Tio-pangcu (ketua Tio) ini seringkali termenung dengan hati penasaran. Dia mempunyai banyak murid akan tetapi di antara sekian banyaknya murid, hanya ada seorang saja yang memiliki bakat yang baik. Nama murid ini Ciu Kang Hin seorang pemuda berusia duapuluh tahun. Pada hal yang dia harapkan dan sayang adalah seorang pemuda yang bernama Tio Ki Bhok, keponakannya sendiri.
Namun pemuda yang usianya duapuluh tahun ini bahkan ketolol-tololan dan biarpun sudah digemblengnya istimewa namun hasilnya tidak memuaskan hatinya, bahkan mengecewakan Seringkali Tio"pangcu melamun dan bersedih.
Pada suatu sore, Tio-pangcu berjalan-jalan seorang diri di tepi sungai Bagian tepi sungai di situ sunyi sekali, Selagi Tio"pangcu berjalan sambil termenung, bermaksud pulang karena kepergiannya sudah cukup jauh dan dia tidak ingin kemalaman dijalan tiba-tiba dari balik semak belukar di tepi sungai nampak ada belasan orang berpakaian serba hitam dan mereka semua mengenakan topeng seperti yang biasa dipakai oleh orang-orang Beng-kauw, Tigabelas orang itu mengepungnya dan sikap mereka mengancam. Tio-pangcu dengan tenangnya menghadapi mereka.
Dia mengangkat kedua tangan depan dada dan berkata.
"Cuwi. (anda sekalian) siapakah? Dan ada keperluan apakah menghadangku? Aku Tio Hui Po rasanya tidak pernah bermusuhan dengan cuwi."
"Tio-pangcu, Nam-kiang-pang selalu memandang rendah kepada Beng-kauw kami, kini. kami, mendapat kesempatan untuk membuktikan sampai, dimana kepandaian ketua Nam"kiang-pang maka demikian sombongnya kepada kami."
Tio-pangcu tepsenyum dan mengangguk-angguk.
"Hemm, jadi kalian ini orang-orang Beng-kauw? Ketahuilah kita dipandang orang karena ulah kita sendiri dipandang tinggi atau rendah merupakan penggambaran dari perbuatan kita.
Siapa yang tidak tahu bahwa Beng-kauw adalah golongan sesat yang tidak pantang berbuat jahat? Tentu saja kalian dipandang rendah. Seperti yang kalian lakukan sekarang ini adalah perbuatan yang rendah."
Belasan orang itu menjadi; marah.
"Tio Hui Po manusia sombong rasakan pembalasan kami Mereka lalu menggerakkan senjata masing-masing mengeroyok Tio"pangcu. Orang-orang Beng-kauw itu menggunakan bermacam senjata yang aneh-aneh, dan Tio Hui Po segera mencabut goloknya.
Sinar golok yang dimainkan Tio-pangcu bergulung-gulung menyilaukan mata sehingga sukar bagi para pengeroyoknya untuk dapat menembus perisai sinar golok itu dengan senjata mereka. Pada saat itu muncul seorang pemuda yang dengan gagahnya menghardik.
"Belasan Orang mengeroyok seorang saja. Pengecut!"
Pemuda itu menggunakan pedang membantu Tio-pangcu dan ternyata gerakannya cukup hebat.
Tio Hui Po sebetulnya tidak perlu dibantu karena goloknya cukup kuat untuk melawan tigabelas orang itu. Malah dia merasa khawatir kalau-kalau"
Pemuda itu akan celaka di tangan orang-orang Beng-kauw yang lihai, maka dia memutar goloknya dengan cepat sambil mendekati pemuda itu untuk melindunginya. Akan tetapi terlambat.
Apa yang dikhawatirkan terjadi. Tiba-tiba pemuda itu mengeluh dan pundaknya berdarah. Melihat ini Tio-pangcu menggerakkan goloknya lebih cepat lagi dan dua orang pengeroyok roboh. Akan tetapi pada saat itu seorang di antara para pengeroyok melepas benda peledak di atas tanah. Terdengar suara ledakan dan asap mengepul tebal. Tio-pangcu yang khawatir kalau asap itu beracun, cepat melompat dan menarik tangan pemuda itu, dibawa meloncat menjauhi asap, dan ketika mereka memandang, ternyata belasan orang itu sudah melarikan diri di balik asap.
Tio-pangcu membawa pemuda itu menjauh, dan tiba-tiba pemuda itu mengeluh dan terkulai pingsan. Cepat Tio Hui Po merangkulnya dan memeriksa lukanya. Luka di pundak, untung tidak merusak tulang, hanya mengeluarkan banyak darah dan agaknya luka mengandung racun sehingga pemuda itu tak sadarkan diri. Cepat dia menotok beberapa jalan darah agar racun tidak menjalar makin jauh dan menggunakan obat menghisap racun, sambil membantu dengan penyaluran dengan tenaga sakti.
Akhirnya pemuda itu mengeluh, sadar dan bangkit. Seuntai kalung keluar dari batik baju di dadanya Melihat kalung itu, Tio-pangcu terkejut dan terheran-heran. Kalung itu sama benar dengan kalung yang selama ini disimpan dan dipakainya. Akan tetapi dia menahan gejolak hatinya dan diam saja. Ketika pemuda yang usianya sekitar delapanbelas tahun dan berwajah tampan itu membuka matanya, dia segera bangkit duduk dan memberi hormat kepada Tio-pangcu.
"Terima kasih atas pertolongan lo-cian-pwe Saya harus malu, saya yang mau membantu lo-cian-pwe malah di tolong."
"Siapakah engkau, orang muda ilmu pedangmu cukup baik, akan tetapi agaknya engkau tidak tahu bahwa mereka itu adalah orang-orang Beng-kauw yang berbahaya.
"Saya bernama Tong Seng Gun, locian-pwe. Kebetulan sekali saya berada di sini ketika melihat lo-cian-pwe dikeroyok banyak orang. Saya sedang mencari seseorang."
"Siapa yang kaucari? Mungkin aku mengenalnya dan mengetahui di mana dia berada."
"Dia adalah ketua perkumpulan Nam-kiang-pang, bernama Tio Hui Po. Apakah lo-cian-pwe mengenalnya?"
Tio-pangcu memandang tajam ketika menjawab.
"Akulah yang bernama Tio Hui Po ketua Nam-kiang-pang. Orang muda, mau apakah engkau mencari aku?"
Orang muda itu terbelalak, nampak kaget sekali dan memandang kepada Tio-pangcu, kemudian dia menjatuhkan dirinya sambil menangis.
Tio-pangcu menyentuh pundaknya mengangkatnya bangun dan tidak berlutut.
"Tenanglah dan ceritakan kepadaku mengapa engkau mencari aku."
."Ah, lo-cian-pwe, beruntung sekali saya dapat bertemu dengan lo-cian-pwe setelah lama saya cari. Ketahuilah bahwa saya adalah keponakan dari mendiang Si-ang-cu Sianli ketua Ang-lian-pang (Perkumpulan Teratai Merah) di Hang-kouw.
"Apa?"
Tio-pangcu terkejut.
"Si-ang-cu Sianli telah mati? Apa yang terjadi?"
"Tiga bulan yang lalu Ang-Han pang diserbu oleh Beng"kauw dan bibi tewas di tangan mereka"
"Ahhh Tio-pangcu mengepal tinju, memejamkan matanya dan membayangkan peristiwa yang terjadi duapuluh tahun yang lalu. Dia masih muda ketika itu dan belum menjadi ketua Nam kiang-pang. Dia bertemu dengan Siang-cu Sianli, keduanya masih muda dan Siang-cu Sianli juga baru menjadi calon ketua Ang-lian-pang. Keduanya saling jatuh cinta, akan tetapi sebagai calon ketua keduanya tentu saja tidak boleh menikah. Hubungan mereka akrab sekali, keakraban yang mendalam dan akhirnya karena tidak-dapat menahan diri, mereka melakukan hubungan badan. Ketika Siang-cu Sianli pergi menyembunyikan diri dengan dalih memperdalam ilmunya dan setelah ia melahirkan seorang anak laki-laki, ia membawa anak itu kepada Tio Hui Po dan menyerahkan anak itu kepada ayahnya. Hal ini terpaksa dilakukan karena la harus melakukan upacara pengangkatan sebagai ketua Ang-lian"pang. Hui Po menjadi pusing tujuh keliling ketika menerima anak laki-laki yang masih bayi itu. Dia sendiri adalah calon ketua Nam-kiang-pang Terpaksa dia menemui Tio Sun Po, adiknya yang sudah berkeluarga membawa anak itu dan mengatakan bahwa terpaksa membawa anak laki-laki itu karena ibunya tewas oleh penjahat dan anak itu tidak mempunyai keluarga lagi Tio Sun Po menerima dan memelihara anak itu yang diberi nama Tio Ki Bhok, diaku anak oleh Tio Sun Po. Setelah anak itu berusia belasan tahun, Tio Hui Po yang sudah menjadi ketua Nam-kiang-pang mengambil nya dan melatih."keponakannya"
Ini dengan ilmu silat. Demikianlah hal-hal yang teringat oleh Tio Hui Po pada saat itu. Kini bekas kekasihnya atau ibu Tio Ki Bok, Siang-cu Sian-li tewas oleh orang-orang Beng-kauw. Bahkan dia sendiri tadipun diserang orang-orang Beng-kauw! "
"Akan tetapi, kenapa engkau mencari aku?"
Akhirnya dia bertanya.
"Maaf, lo-cian-pwe, sebelum meninggal dunia karena luka"lukanya, bibi Siang-cu menyerahkan kalung ini kepada saya dan minta agar saya mencari lo-cian-pwe dengan pesan agar lo-cian-pwe sudi menerima saya menjadi murid, agar kelak saya dapat membalaskan sakit hati ini kepada Beng-kauw."'
Tio-pangcu menerima kalung itu, mengamatinya sejenak dan dia yakin bahwa itu adalah kalung yang diberikannya kepada kekasihnya dahulu. Dia termenung dengan hati sedih membayangkan kekasihnya itu terbunuh oleh orang Beng"kauw. Dan dia teringat bahwa di antara muridnya tidak ada yang berbakat kecuali hanya seorang, maka tidak ada jelek nya memenuhi permintaan terakhir dari Siang-cu Sian-li. Apa lagi dia tadi sudah melihat bahwa pemuda ini memiliki gerakan yang cukup tangkas.
"Baiklah, Seng Gun. Demi Siang-cu Sian-li aku menerima engkau menjadi muridku."
Katanya. Mendengar ini, dengan girang Seng Gun lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Tio-pangcu. Demikinlah, mulai saat itu, Seng Gun menjadi murid Tio-pangcu.
Sama sekali Tio Hui Po tidak pernah menduga bahwa dia telah memelihara anak harimau yang buas dan kelak akan membahayakan dirinya. Seperti kita ketahui, Seng Gun adalah cucu yang diangkat putera oleh Kwi-jiauw Lomo seorang diantara Sam Mo-ong yang menjadi utusan orang Mongol Dan Seng Gun menerima tugas khusus dari Sam Mo-ong untuk"
Membantu gerakan Hoat-kauw.
Para penyelidik Hoat-kauw menyelidiki partai-partai persilatan dan aliran yang tidak mau di ajak kerjasama dan melakukan siasat adu domba di antara mereka. Musuh utamanya yang terkuat adalah Beng-kauw karena Beng-kauw memiliki banyak orang pandai. Karena itu mereka berusaha untuk membuat Beng-kauw dimusuhi semua aliran dengan melakukan perbuatan fitnah yang dijatuhkan kepada Beng-kauw.
Perkumpulan Ang-sin-liong yang diketuai oleh Siong-cu Sian-li diserbu dengan menyamar sebagai orang-orang Beng-kauw, dan mereka berhasil membunuh Siang-cu Sian-li. Mereka sudah menyelidiki dan mengetahui rahasia Tio pangcu, maka Seng Gun mendapat tugas rahasia untuk menyusup dalam Nam-kiang pang sebagai keponakan Siang-cu Sian-li. Hal ini adalah karena pihak Hoat-kauw maklum betapa lihainya Thian-te Sin-to Tio Hui Po, dan nama besar Nam-kiang-pang amat berpengaruh sehingga kalau mereka dapat menguasai Nam-kiang pang, maka akan mudah sekali untuk menggerakkan perkumpulan lain untuk me musuhi Beng-kauw.
Hampir dua tahun Seng Gun menerima gemblengan dari Tio-pangcu. Dia menyembunyikan kepandaiannya sendiri sehingga baik suheng-suhengnya maupun suhunya sendiri tidak tahu bahwa dia telah memiliki kepandaian tinggi, ketika dia membantu Tio-pangcu dua tahun yang lalu, menghadapi pengeroyokan orang-orang Beng-kauw yang sebetulnya adalah anak buah Hoat-kauw yang menyamar, dia tidak memperlihatkan ilmunya maka Tio-pangcu yang lihaipun dapat dia kelabui.
Selama dua tahun dia sudah mempelajari banyak, dan mungkin hanya sedikit di bawah suhengnya Ciu Kang Hin. Diam-diam Tio-pangcu girang mendapat kenyataan bahwa Seng Gun amat berbakat, tidak kalah dibandingkan dengan Kang Hin sehingga kini dia mempunyai dua orang murid yang boleh diandalkan.
Biarpun sudah menerima gemblengan yang sungguh"sungguh dari Tio-pangcu, Seng Gun yang haus akan ilmu itu masih merasa penasaran sekali karena gurunya belum juga mengajarkan Thiante-to-hoat (Ilmu Golok Bumi Langit).
Gurunya selalu mengatakan belum waktunya namun menjanjikan kepada Kang Hin dan Seng Gun, karena hanya dua murid inilah yang tingkatnya sudah cukup untuk mewarisi ilmu golok yang telah mengangkat nama besarnya itu, Seng Gun merasa penasaran. Kerap kali diam-diam dia menyelidiki dan mencari-cari dalam ruang perpustakaan Nam-kiang-pai, pada hal kalau tidak mendapat ijin khusus dari Tio-pangcu, siapapun dilarang mengaduk kitab-kitab di ruangan itu.
Pada suatu malam, ketika dia sedang mencari kitab dan membuka-buka kitab lama di perpustakaan itu, berkelebat empat bayangan orang dan Seng Gun terkejut melihat dua orang susiok (paman/guru) dan dua orang suheng telah berada disitu dengan pedang di tangan.
"Susiok suheng ada apakah?"
Tanyanya khawatir karena empat orang itu memandangnya dengan penuh ke curigaan.
"Tong-sute, apa yang kau lakukan di sini?"
Tanya So Liong, seorang diantara kedua suhengnya sambil memandang penuh kecurigaan.
"Aku tidak melakukan apa-apa, suheng, hanya membersihkan debu dari kitab-kitab ini."
Jawab Seng Gun dengan sikap wajar.
"Seng Gun, engkau tentu sudah tahu bahwa dilarang keras kepada siapapun juga untuk membaca kitab di sini tanpa ijin khusus dari Pangcu!"
Kata Cang Hok, seorang susioknya. Seng Gun memang sudah lama mengetahui bahwa dua orang susioknya dan dua orang suhengnya ini tidak suka kepadanya, mungkin karena iri hati melihat dia disayang Tio-pangcu dan dilatih ilmu-ilmu simpanan. Akan tetapi dia tetap tenang dan menjawab. dengan wajar.
"Susiok, saya tidak membaca kitab, hanya melihat-lihat saja sambil membersihkan. Kalau saya dianggap bersalah, saya siap dilaporkan kepada suhu dan menerima hukuman."
Dalam ucapan itu terkandung pengakuan salah, akan tetapi juga ancaman untuk melaporkan kepada ketua. Dia maklum bahwa suhunya yang sayang kepadanya tidak akan memarahinya hanya karena urusan sekecil itu.
Empat orang itupun menyadari akan hal ini. Mereka memang merasa tidak suka kepada Seng Gun dan merasa curiga kepada pemuda yang pandai membawa diri itu Ingin sekali mereka membuktikan Seng Gun melakukan suatu kesalahan besar, maka mereka seringkali melakukan pengintaian. Bahkan pernah mereka melakukan penggeledahan dalam kamar pemuda itu secara diam-diam Seng Gun sudah mengetahui akan hal ini.
"Kami belum melihat engkau melakukan kesalahan besar,"
Kata Cang Hok.
"Akan tetapi engkau sudah melakukan pelanggaran. Kita semua harus menjaga tempat ini, jangan sampai dimasuki musuh yang akan mencuri kitab-kitab Nam"kiang-pang."
"Saya mengaku bersalah, lain kali tidak akan berani lagi"
Kata Seng Gun menundukkan mukanya yang. berubah merah karena diam-diam merasa mendongkol sekali.
Mulai saat itu, dia bersikap hati-hati sekali dan diam-diam mencari akal untuk melenyapkan empat orang yang dapat membahayakan dirinya itu.
Pada suatu senja, seperti biasa dia berjalan seorang diri di luar perkampungan Nam-kiang-pang. Sudah sering dia melakukan hal ini, sebagai umpan untuk memancing kecurigaan. keempat orang itu dan sekali ini dia berhasil baik. Empat orang itu, diam-diam telah membayanginya! Hal ini mudah diketahuinya karena memang tingkat kepandaiannya, tanpa disadari oleh mereka jauh lebih tinggi dari pada tingkat mereka. Pernah dia memancing kecurigaan. dua tiga orang di antara mereka, akan tetapi belum pernah keempat-empatnya.
Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo Kemelut Kerajaan Mancu Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo