Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Pedang Terbang 9


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 9



Akan tetapi hari ini benar-benar dia berhasil. Empat orang itu terpancing dan membayanginya.

   Seng Gun sengaja melakukan gerak gerik mencurigakan. Beberapa kali dia menoleh ke kanan kiri dan kebelakang, kemudian menyelinap di antara pohon-pohon sambil mengintai ke sekeliling, kemudian dia lari dengan cepat menuju ketepi sungai, menyusuri sungai menuju ke barat. Diam-diam dia memperhatikan dan merasa girang melihat berkelebatnya empat bayangan susiok dan suhengnya yang masih tetap membayanginya. Setelah tiba ditempat yang dikehendaki, dia meniup sempritan yang mengeluarkan suara melengking panjang.

   Dari sebuah perahu kecil yang memang sudah siap di situ, berlompatan lima orang yang mengenakan kedok hitam dan mereka ini segera menerjang empat orang anggauta Nam"kiang-pang yang mengintai Seng Gun! Mereka diserang secara mendadak. Tentu saja kakak beradik Cang Hok dan Cang Sui, bersama dua orang murid keponakan mereka, terpaksa muncul dari persembunyian mereka dan melawan mati"matian.

   Akan tetapi ternyata kelima orang itu lihai bukan main. Dari cara mereka berpakaian dan dari kedok yang menyembunyikan muka mereka dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang Beng-kauw. Melihat mereka sudah bertempur, Seng Gun berlari menghampiri menggerakkan goloknya dan dia ikut menyerang murid-murid Nam-kiang-pang!

   "Pengkhianat!"

   Cang Hok berseru marah dan dia menyerang Seng Gun dengan goloknya. Akan tetapi ketika Seng Gun menangkis, dia terkejut bukan main. Goloknya hampir terlepas dari pegangan, dan ketika pemuda itu menyerangnya, dia semakin kaget karena ilmu golok yang dimainkan Seng Gun amat hebatnya. Juga tiga orang kawannya menghadapi lawan berat. Coa An Hok dan So Liong telah lebih dulu roboh oleh senjata lawan. Adiknya Cang Sui, yang juga membela diri mati-matian, melawan seorang lawan yang agaknya seorang wanita, karena lawan itu mengeluarkan suara tawa merdu dan menggerakkan pedangnya secara istimewa sekali.

   Ternyata Cang Sui juga tidak dapat bertahan lama. Sebuah tusukan menembus dadanya dan dia roboh tanpa bersuara lagi. Pada saat itu terdengar teriakan.

   "Hentikan perkelahian!"

   Seng Gun mengenal suara Cu Kang Hin, maka cepat dia berbisik kepada wanita yang memimpin serangan itu "Cepat, robohkan yang seorang ini dan serang aku!"

   Dia sendiri lalu berbalik menyerang mereka yang berkedok sedangkan wanita berkedok yang baru saja merbbohkan Cang Sui, sudah menyerang Cang Hok dengan gerakan yang dahsyat. Seperti juga adiknya, Cang Hok tidak mampu menghindarkan diri dariserangan maut ini dan diapun roboh dengan leher hampir putus!

   Ciu Kang Hin melihat dari jauh ketika rekan-rekannya bertanding melawan lima orang berkedok yang lihai sekali. Dia terkejut dan marah melihat dua orang susiok dan dua orang sutenya roboh, dan hanya tinggal sutenya Seng Gun saja yang nampaknya masih dapat bertahan. Segera dia terjun. Akan tetapi pada saat itu dia melihat Seng Gun roboh dan berteriak.

   "Tolong suheng!"

   Dia melihat lima orang berpakaian dan berkedok hitam itu berloncatan ke dalam sebuah perahu kecil yang segera didayung ke tengah sungai, Terpaksa dia tidak dapat mengejar dan segera menghampiri Seng gun yang merintih.

   Tadi Kang Hin merasa curiga melihat Seng Gun seorang yang masih bertahan sedangkan dua orang susiok dan dua orang sute yang lain telah roboh. Akan tetapi ketika dia melihat bahwa paha kanan Seng Gun terluka, kecurigaannya lenyap. Luka itu mengeluarkan banyak darah, akan tetapi tidak berbahaya. Ketika dia memeriksa yang lain, Kang Hin terkejut karena keempat orang rekan itu telah tewas. Juga Seng Gun menangis ketika melihat dua orang susiok dan dua orang suheng tewas dalam keadaan menyedihkan.

   "Suatu saat akan kubasmi orang-orang Beng-kauw!"

   Berulang-ulang dia berseru sambil mengepal tinju.

   "Sute, apakah yang telah terjadi di sini? Kenapa kalian dapat bentrok dengan orang-orang Beng-kauw?"

   "Aku juga tidak tahu mengapa, suheng."

   Kata Seng Gun sementara suhengnya memeriksa dan mengobati lukanya.

   "Ketika aku berjalan-jalan dan tiba di sini, kulihat Coa suheng, So suheng dan kedua orang susiok sedang dikeroyok lima orang tadi dan ternyata mereka lihai bukan main. Tentu saja aku lalu membantu, akan tetapi terlambat, bahkan aku sendiri terluka. Untung engkau datang, suheng, kalau tidak, akupun tentu sudah tidak berada di dunia lagi. Mereka begitu ganas dan kejam, orang-orang Beng-kauw terkutuk!"

   "Hemm, sute, bagaimana kau bisa tahu bahwa mereka itu orang-orang Beng kauw!"

   Tanya Kang Hin dengan tenang sambil membalut paha Seng Gun, Seng Gun terbelalak memandang ke pada Kang Hin.

   "Siapa lagi kalau bukan mereka, suheng? Lihat saja cara mereka berpakaian berkedok dan mereka sudah sejak dahulu memusuhi kita. Suhu sendiri pernah di serang.

   "Aku tidak yakin, sute Justeru kedok-kedok itu yang memungkinkan sia-pa saja menyamar sebagai orang Beng"kauw dan kita menerimanya dengan mudah seolah Beng-kauw pelaku segala bentuk kejahatan."

   "Tapi, suheng. Aku yakin mereka itu orang-orang Beng"kauw."

   "Apa alasanmu, sute? Apa bukti-nya? Apakah mereka mempergunakan ilmu khas Beng-kauw?"

   Seng Gun termenung.

   "Aahh, aku mendengar tadi seorang di antara mereka mengatakan begini, Baru kau tahu Beng"kauw tidak boleh dibuat sembarangan. Nah, mereka jelas orang Beng-kauw, suheng."

   Kang Hin mengerutkan alisnya.

   "Kalau benar seorang di antara mereka berkata begitu, boleh jadi mereka itu orang Beng-kauw. Sayang aku datang terlambat untuk dapat membuktikan sendiri."

   "Hei, suheng! Apakah engkau sudah tidak percaya kepadaku? Apakah kau kira aku berbohong?"

   "Bukan begitu, sute.. Aku hanya ingin yakin. Bayangkan saja kalau kemudian ternyata bahwa kita salah duga, bahwa mereka itu bukan Beng-kauw, dan kita sudah terlanjur memusuhinya."

   "Aku berani sumpah dan yakin benar mereka itu Beng"kauw, suheng. Bahkan suhu juga sudah yakin mereka itu Beng-kauw itu, sengaja mencari permusuhan dengan kami. Siapa yang tidak tahu orang macam apa Beng-kauw itu? Ang"lian-pang dibasmi habis, bibiku tewas di tangan mereka, apakah itu bukan bukti yang paling Jelas? Suhu sendiri pernah diserang dan dikeroyok, apakah itu masih meragukan?"

   "Sudahlah, sute. Aku tidak meragukanmu, hanya ingin cermat. Mari kita laporkan musibah ini kepada suhu."

   Dengan terpincang-pincang Seng Gun mengikuti suhengnya kembali ke perkampungan Nam-kiang-pang dan tentu saja para angauta perkumpulan itu menjadi gempar ketika mendengar bahwa empat orang rekan mereka tewas terbunuh di tepi sungai itu. Tio-pangcu sendiri dengan pakaian berkabung berjalan mondar mandir di depan empat buah peti mati itu sambil berulahg kali menghela nafas panjang dan dengan alis berkerut.

   Setelah upara perkabungan dan pemakaman empat orang tokoh Nam-kiang-pang selesai, Tio-pangcu memanggiI semua sutenya dan muridnya dan di depan mereka dia menyatakan bahwa dia memilih Ciu Kang Hin dan Tong Seng Gun sebagai ahli waris yang akan mewarisi ilmu Thian-te To-hoat. Hal ini berarti pula bahwa dia telah mengangkat dua orang muda itu sebagai calon pimpinan Nam-kiang-pang. Sudah menjadi peraturan Nam-kiang-pang bahwa ketuanya dan pimpinan tertingginya harus orang yang menguasai Thian-te To-hoat dan ilmu ini hanya dapat diperoleh secara turun temurun.

   Setelah itu Tio-pangcu mengajak kedua orang murid utama ini keruangan sembahyang dan di depan meja sembahyang para guru besar Nam-kiang-pang ke dua orang murid ini disuruh berlutut dan mengucapkan sumpah setia. Demikian lah, sejak hari itu keduanya digembleng ilmu golok yang dahsyat itu. Tentu saja diam-diam Seng Gun merasa gembira sekali karena hal ini merupakan satu di antara tujuannya menyusup kedalam Nam-kiang-pang. Dia harus dapat menguasai Nam-kiang-pang dan menghasut partai-partai besar untuk memusuhi Beng-kauw, kemudian saling bermusuhan sehingga melemahkan mereka dan Hoat-kauw akan dapat menguasai dunia kangouw. Kalau sudah begitu, bangsa Mongol akan dengan mudahnya menyerbu keselatan di setiap tempat tentu akan dibantu orang-orang kangouw yang sudah takluk kepada Hoat-kauw!

   Seng Gun seakan berlomba dengan Kang Hin untuk menguasai ilmu golok itu. Hal ini menyenangkan hati Tio Hui Po karena kedua orang murid itu benar-benar memperoleh kemajuan pesat sekali, sehingga dalam waktu setengah tahun, saja, keduanya sudah menguasai ilmu golok Thian-te To-hoat dengan baik.

   Hari itu Tio-pangcu mengumpulkan lagi semua muridnya dan menyatakan perang dengan Beng-kauw.""Kita harus membasmi Beng-kauw dan melenyapkan mereka dari muka bumi. Bunuh semua anggauta Beng-kauw, berikut seluruh keluarga mereka!""

   Kata Tio Hui Po.

   "Maaf, suhu. Teecu khawatir kalau keliru menangkap pesan suhu. Suhu memerintahkan untuk membasmi seluruh anggauta Beng-kauw berikut keluarganya?"

   Sepasang mata Tio Hui Po mencorong dan para anggauta Nam-kiang-pang memandang kepada Ciu Kang Hin dengan heran.

   "Bagaimana bisa keliru menangkap, Kang Hin? Engkaulah yang akan menggantikan aku menjadi ketua, engkau juga yang akan memimpin Nam-kiang-pang membasmi Beng-kauw!"

   "Maaf, suhu. Kalau teecu meragukan perintah itu, adalah karena perintah itu tidak sesuai dengan sikap suhu selama ini, suhu selalu bersikap bijaksana, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar."

   "Kang Hin!"

   Gurunya membentak.

   "Apa kaukira Beng-kauw ada yang benar? Mereka membasmi Ang-lian-pang, membunuh para pemimpinnya. Mereka telah menyerangku tanpa sebab, bahkan kemudian membunuh Cang Hok, Cang Hui, Coa An Hok, dan So Liong tanpa sebab-pula. Apakah itu belum cukup membuktikan kejahatan mereka? Kalau mereka tidak dibasmi, tentu mereka akan merajalela. Membasmi rumput liar harus ke akar-akarnya."

   "Suhu, teecu akan berdiri di barisan paling depan untuk membasmi Beng kauw!"

   Seng Gun berkata kepada gurunya yang sedang marah.

   "Teecu akan memberi contoh dan semangat kepada suheng."

   "Bagus, memang seharusnya Kang Hin dapat merasakan apa yang kau rasakan. Selain itu, Kang Hin bersiaplah engkau karena setelah saatnya tiba aku akan menyerahkan kedudukan ketua kepadamu tentu saja kalau kuanggap engkau sudah cukup dewasa untuk mernimpin Nam-kiang"pang sesuai dengan cita-cita ku."

   Kang Hin memberi hormat, tidak berani lagi membantah walaupun didalam hatinya dia tidak suka menjadi ketua kalau diharuskan membasmi Beng-kauw Sebetulnya bukan sekali"kali dia memihak Beng-kauw, hanya dia tidak dapat menerima kalau Beng-kauw harus dibasmi seluruhnya. Bagi dia, setiap golongan tidak dapat disebut semuanya baik atau semuanya buruk. Pasti ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang jahat tentu pula ada yang tidak jahat.

   Kalau semua harus dibunuh tanpa pilih bulu, lalu yang tidak jahat ikut pula terbunuh, sungguh suatu hal yang tidak patut dilakukan seorang gagah! Dia sendiri mendapat pengertian ini dari gurunya, maka kalau sekarang suhunya bersikap seperti itu hal ini adalah karena suhunya sudah mabok dendam dan sakit hati sehingga tidak mampu lagi membedakan antara yang benar dan yang salah.

   Tio-pangcu lalu mengirim undangan kepada semua partai persilatan, terutama sekali Siauwlimpai dan Butong pai, dan setelah semua wakil hadir dia menceritakan tentang apa yang diperbuat Beng-kauw kepada Nam-kiang-pang. Betapa Beng"kauw menyerangnya tiga tahun yang lalu, kemudian tanpa sebab menyerang dan membunuh dua orang, sutenya dan dua orang muridnya.

   "Oleh karena itu, demi menjaga keamanan di dunia kangouw, dan demi menegakkan kebenaran dan keadilan, kami memohon pengertian para sahabat di dunia kangouw dan mengajak para sahabat untuk bersama-sama memusuhi dan membasmi gerombolan Beng-kauw."

   Kata Tio Hui Po.

   "Wah, itu lebih mudah diucapkan dari pada dilaksakan!"

   Kata Yu-pangcu ketua Kong-thong-pai yang kebetulan dapat hadir sendiri karena pusat perkumpulan itu tidak terlalu jauh dari Nam-kiang-pang. Dia seorang laki-laki berusia limapuluh tahun yang tinggi kurus dan berjenggot panjang.

   "Siapa yang tidak tahu akan kelihaian para pimpinan Beng-kauw? Selain memiliki ilmu yang aneh-aneh, juga dua macam ilmu Matahari Merah dan Salju Putih kiranya sukar dicari tandinganya!"

   Banyak wakil perkumpulan yang hadir menganggukkan kepala menyetujui pendapat ini.

   "Maaf, Yu-pangcu. Kalau hendak membasmi penjahat yang masuk hitungan adalah kejahatannya, bukan kepandaiannya. Betapapun lihainya, kalau dia ja-hat dan membahayakan masyarakat, harus kita basmi. Karena mereka itu lihai, maka kami mengundang cuwi untuk bekerjasama, Betapapun lihainya musuh kalau kita bekerja sama, masa tidak dapat ditumpas? IImu Matahari Merah dan Salju Putih boleh jadi hebat, akan tetapi Thian-te To-hoat kami kiranya akan mampu menghadapinya! Apalagi ilmu-ilmu dari Siauwlimpai, Butongpai, Kun-lunpai dan Gobipai, tidak kalah dibandingkan dengan.ilmu yang manapun juga.

   Kembali banyak orang menyatakan setuju dan mereka kembali bersemangat. Tio-pangcu ingin sekali mendengar pendapat dua partai besar yang juga menja di sumber dari partainya, yaitu Siauw-limpai dan Butongpai. Karena dua partai besar ini tidak dihadiri oleh ketuanya hanya oleh wakilnya, maka dia bertanya kepada mereka.

   "Kami mohon pendapat suhu dari Siauwlimpai dan totiang dari Butongpai."

   Mendengar ini, hwesio Siauwlimpai dan tosu Butongpai saling pandang dan tersenyum.

   "Omitohud, kalau mencegah terjadinya kejahatan, itu memang menjadi tugas kami, akan tetapi memusuhi aliran tertentu, hal itu harus ada perintah dari pimpinan kami. Pinceng hanya akan melaporkan pertemuan hari ini kepada pimpinan kami, tidak berani pinceng mengambil keputusan sendiri."

   "Siancai ucapan sobat dari Siauwlimpai itu memang cocok sekali. Pinto hanya dapat mengatakan bahwa Bu-tong"pai menentang semua perbuatan jahat, menentang orang yang melakukan perbuatan jahat yang sudah terbukti. Baik dia orang Beng-kauw atau orang Bu tong-pai sendiri, kalau perbuatannya jahat, pasti kami tentang. Oleh karena itu, memusuhi dan membasmi semua orang Beng-kauw, tidak perduli dia sudah melakukan kejahatan atau belum, pinto tidak berani memberi keputusan, haruslah melalui keputusan rapat para pimpinan. Pinto akan melaporkan hasil pertemuan saat ini."

   Demikianlah, rapat itu selesai dan yang mendukung usul Tio-pangcu adalah perkumpulan-perkumpulan kecil, terutama yang memang sudah mempunyai permusuhan dengan Beng"kauw. Sedangkan perkumpulan lain seperti Siauwlimpai dan Butongpai akan melaporkan dulu kepada pimpinan mereka.

   Dan mulai hari itu, orang -orang Beng-kauw dikejar-kejar oleh banyak perkumpulan. Terutama sekali oleh Nam-kiang"pang yang dipimpin oleh Seng Gun dan Kang Hin.

   Seng Gun maklum bahwa kalau d.ia tidak dapat melempar fitnah meyakinkan kepada Kang Hin, pasti gurunya akan memilih Kang Hin sebagai calon ketua. Dia sendiri masih ragu untuk menyerang Kang Hin, karena dia tahu bahwa dalam ilmu golok, dia masih tidak mampu menandingi pemuda perkasa itu.

   Akan tetapi Kang Hin lembut hati dan kalau dia dapat membuat pemuda itu tersudut, tentu dia dapat menguasainya. Juga dalam pembasmian orang-orang Beng"kauw, jelas Kang Hin memperlihatkan sikap tidak tega kalau yang dibunuh itu tidak jelas kesalahannya. Ketika mereka menyerbu rumah seorang anggauta Bengkauw di dusun sebelah barat bukit.

   Dia dan anak buahnya menyerbu rumah itu. Anggauta Beng-kauw yang sudah lama keluar dari Beng"kauw itu tidak melakukan perlawanan yang berarti dan segera dapat dibunuhnya dengan mudah. Isterinya yang masih muda dan dua orang anaknya minta-minta ampun, dan Kang Hin hendak melepas mereka, akan tetapi Seng Gun berkeras membunuhnya. Kang Hin membuang muka ketika peristiwa itu terjadi dan ketika pulang dia mengomeli sutenya. Kelemahan inilah yang akan dipergunakan oleh Seng Gun yang diam-diam menghubungi sekutunya.

   Seperti biasanya, Bi-sin-liong Kwa Lian, wanita cantik tokoh Hoat-kauw yang selain sekutunya juga menjadi kekasihnya itu, segera mengulurkan tangan membantunya. Dahulu, ketika hendak menyusup masuk ke Nam-kiang-pang, wanita itu bersama anak buahnya juga telah menyamar sebagai orang-orang Beng-kauw dan menyerang Tio Hui Po. Kini, mendengar laporan Seng Gun bahwa yang akan diangkat sebagai ketua Nam-kiang-pang adalah Ciu Kang Hin, Bi-sin-l iong Kwa Lian se gera menyatakan siap untuk membantu.

   Demikianlah, pada suatu -malam Seng Gun mendatangi kamar Kang Hin dan dengan suara berbisik dia berkata.

   "Suheng, aku bertemu dengan seorang Beng-kauw."

   Kang Hing terkejut.

   "Eh, di mana, sute? Dan bagaimana engkau tahu dia seorang Bengkauw?"

   "Ia seorang wanita, suheng, dan ia memakai kedok aneh Ia tak berada jauh dari sini, tentu ia seorang Beng-kauw. Mari kita selidiki suheng, dan kalau perlu kita tangkap ia. Mari sebelum ia pergi!"

   Karena Seng Gun tidak banyak bicara lagi dan sudah pergi, terpaksa Kang Hin mengikutinya. Dua orang pemuda perkasa itu menyusup-nyusup keluar dari perkampungan Nam-kiang"pang dan Seng Gun yang menjadi penunjuk jalan berlari didepan, diikuti oleh Kang Hin yang berjalan dengan hati-hati.

   Di tepi sungai Yang-ce-kiang Seng Gun berhenti, mendekam dibalik semak semak dan suhengnya berlutut disebelahnya.

   "Lihat perahu itu, suheng. Ia tadi berada di situ."

   "Sute, kita harus berhati-hati, jangan sembarangan menuduh bagaimana kalau kita menuduh orang yang tidak berdosa?"

   "Ah, bagaimana aku bisa keliru, suheng? Biar engkau menjadi penonton saja, aku akan menangkapnya. Kalau dia terlalu lihai bagiku,.baru kau turun tangan membantuku."

   "Baiklah, sute, akan tetapi jangan salah membunuh orang."

   Seng Gun mengangguk lalu dia meloncat keluar mendekati perahu dan mencabut goloknya.

   "Keparat dari Beng-kauw, keluarlah untuk menerima kematian!"

   Hening sesaat, akan tetapi kemudian dari dalam bilik perahu muncul sesosok bayangan hitam yang gesit sekali.

   Mudah dilihat dibawah sinar bulan hampir purnama bahwa bayangan itu adalah seorang wanita yang bertubuh ramping karena pakaiannya ketat. Akan tetapi wajahnya tidak dapat dilihat karena megenakan kedok yang aneh, dan sebagian besar anggauta Beng-kauw yang sudah tinggi tingkatnya suka menyembunyikan mukanya dibalik kedok agar tidak dikenal orang.

   Seorang laki-laki tukang perahu yang pakaiannya sederhana, juga keluar dari perahunya dengan tubuh menggigil. Dia tadi dipaksa untuk mendayung perahunya oleh si kedok hitam.

   "Saya bukan orang Beng-kauw..."

   Dia meratap ketakutan. Akan tetapi Seng Gun tanpa banyak cakap lagi meng-ayun goloknya. Darah tersembur keluar dari leher yang terpancung itu. Si wanita berkedok juga berkata.

   "Aku bukan orang Beng"kauw."

   Sambil mencabut pedangnya, ia berusaha untuk melompat menjauh. Akan tetapi Seng Gun sudah bergerak mengejarnya dan menyerang dengan goloknya.

   "Tranggg!"

   Bunga api berpi-jar ketika wanita berkedok itu menangkis dengan pedangnya. Ia lalu membalas serangan Seng Gun dan terjadilah perkelahian yang seru.

   Melihat betapa sutenya menyerang dengan mati-matian, apa lagi telah membunuh tukang perahu dengan kejam, Kang Hin berulang-ulang berseru kepada sutenya..

   "Sute, jangan bunuh orang!"

   Akan tetapi Seng Gun tidak memperdulikan seruan suhengnya dan dia mendesak terus sampai akhirnya goloknya dapat memukul pedang lawan sehingga terlepas dan sebuah tendangan darinya membuat wanita itu terpelanting.

   "Mampus kau, iblis Beng-kauw!"

   Bentaknya dan goloknya menusuk.

   "Trang.........!"

   Goloknya tertangkis oleh golok di tangan Kang Hin.

   Seng Gun memandang kaget dan heran.

   "Suheng, kau membantu Beng-kauw?"

   Teriaknya heran.

   "Jangan bodoh, sute. Aku tidak membantu siapa-siapa. Aku hanya mencegah engkau membunuhi orang yang belum tentu bersalah. Kau menuduh semua orang sebagai Beng-kauw tanpa dibuktikan dulu, dan kau membunuh orang begitu mudahnya."

   "Akan tetapi, suheng Ia ini jelas sekali orang Beng-kauw, dan suhu sudah berpesan agar kita membunuh semua orang Bengkauw,"

   Bantah Seng Gun dan dia hendak menggerakkan golok lagi menyerang wanita itu Akan tetapi Kang Hin menangkis dengan goloknya.

   "Tahan dulu, sute. Aku tidak menghendaki engkau membunuh orang yang tidak bersalah. Heii, sobat, apakah benar engkau orang Beng-kauw?"

   Tanyanya kepada wanita itu.

   "Aku bukan orang Bengkauw,"'wanita itu berkata sambil bangkit berdiri.

   "Bohong! Orang Beng-kauw mana ada yang mau mengaku? Ke mana-mana pakai kedok!"

   Kata Seng Gun.

   "Kalau kau bukan orang Bengkauw, buka kedokmu,"

   Kata Kang Hin.

   Wanita itu lalu membuka kedoknya dan seraut wajah yang cantik nampak di bawah sinar bulan. Seorang wanita muda yang cantik sekali, dengan senyumnya yang manis dan kerlingnya yang tajam.

   "Siapa engkau?"

   Kang Hin bertanya.

   'Namaku Bi Hwa, aku aku lari dari suamiku dan memakai kedok agar tidak dikenal suamiku. Aku tidak mau kembali lagi kepadanya, dia kasar dan tidak cinta lagi padanya. Lepaskan aku "

   "Hemm, alasan yang dicari-cari! Aku tetap menyangka ia ini orang Bengkauw yang patut dibunuh, suheng."

   "Tidak boleh, sute. Bagaimana kalau dibuktikan kemudian bahwa ia bukan orang Bengkauw dan sudah terlanjur dibunuh?"

   "Hemm, apakah kita harus melepas kan ia begitu saja karena ia seorang wanita cantik?"

   Seng Gun bertanya dengan nada mengejek.

   "Sute!"

   Kang Hin berseru marah dan pandang matanya mencorong, alisnya berkerut.

   "Maaf, suheng Aku hanya berkelakar Lalu mau diapakan perempuan ini?"

   Dilepas begitu saja?'

   
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kita boleh menawannya untuk besok dihadapkan suhu. Kalau kemudian dia tidak bersalah, terpaksa harus kita lepaskan. Kita tawan ia dan kira selidiki kebenaran omongannya. Nona, di mana rumah suamimu itu?"

   Tanya Kang hin.

   "Di balik bukit itu, akan tetapi aku tidak mau kembali kepadanya."

   ."Engkau tidak harus kembali kepadanya. Kami hanya ingin menyatakan kebenaran omonganmu. Siapa namanya?"

   "Namanya Tan Seng, tinggal di dusun Kam-cui di balik bukit."

   Kang Hin menggerakkan tangan menotok pundak wanita itu yang segera terkulai lumpuh.

   "Aku harus membelenggunya,"

   Kata Seng Gun yang menyambar tubuh yang akan jatuh itu. Kemudian dia mengikat kaki tangan wanita itu dengan kain ikat pinggangnya, dan memanggul tubuh yang sudah tidak mampu berkutik itu.

   "Ke mana kita harus membawanya, suheng?"

   Tanyanya.

   Kita masukkan dalam tahanan di perkampungan kita. Tidak perlu mengagetkan suhu dengan urusan kecil ini. Besok saja kalau kita sudah mendapat keterangan jelas, kita membuat laporan,"

   "Baik, suheng,"

   Kata Seng Gun yang memondong tubuh itu dan dia lalu menendang mayat si tukang perahu berikut kepalanya ke dalam air. Melihat ini, Kang Hin diam saja akan tetapi dia mengerutkan alisnya, menganggap sutenya itu terlalu kejam terhadap musuh. Padahal tukang perahu itu belum tentu orang Bengkauw.

   Dua orang pemuda itu kembali ke perkampungan. Kepada beberapa orang anggauta Nam-kiang-pang yang melakukan perondaan mereka mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki wanita yang dianggap mencurigakan ini, dan minta kepada mereka agar melakukan penjagaan dan jangan mengganggu wanita yang dijebloskan ke dalam kamar tahanan itu.

   Seng Gun menurunkan tubuh yang masih lemas tertotok dan yang kaki tangannya terbelenggu kuat itu ke atas lantai ke mudian setelah menutupkan pintunya, dia pergi lagi bersama Kang Hin.

   Seperti terbang saja, kedua suheng dan sute itu mempergunakan ilmunya, berlari cepat di tengah malam mendaki bukit dan pergi ke dusun Kam-cui. Dusun itu sunyi senyap karena penghuninya sudah tidur semua.

   Kang Hin mengetuk daun pintu sebuah rumah dan ketika seorang kakek membukakan pintu, dengan sikap halus dan sopan dia bertanya di mana rumah orang yang bernama Tan Seng.

   "Tan Seng? Tan Seng si pemburu binatang hutan itu? Itu di ujung jalan ini, yang di depan rumahnya digantungi bermacam kulit binatang hutan."

   Dua orang kakak beradik itu mengucapkan terima kasih dan menuju ke jurusan yang ditunjuk. Benar saja, di ujung jalan itu terdapat tempat tinggal yang dimaksudkan kakek tadi. Mudah dikenal memang, karena ada beberapa lembar kulit binatang dijemur di luar. Mereka memasuki pekarangan dan mengetuk pintu rumah.

   Seorang laki-laki berusia sekitar empatpuluh tahun yang tubuhnya tinggi besar bermuka hitam membukakan pintu dengan mata masih mengantuk.

   "Malam ini sudah tidak ada persediaan dendeng lagi, kalau kulit kijang masih ada'beberapa lembar"

   Dia menghentikan kata-katanya ketika mendapat kenyataan bahwa dua orang pemuda itu sama sekali tidak dikenalnya, dan jelas bukan penduduk dusun itu.

   "Apakah engkau yang bernama Tan Seng?"

   Tanya Seng Gun.

   "Benar, aku bernama Tan Seng. Kalian siapa?"

   "Apakah ada orang lain bernama Tan Seng di dusun ini?"

   Tanya Kang Hin karena orang muka hitam yang kasar ini tak mungkin menjadi suami wanita cantik tadi.

   "Ehh? Tidak ada lagi. Tan Seng hanya satu, ya aku ini!"

   "Tan Seng, apakah engkau mempunyai isteri yang namanya Bi Hwa?"

   Tanya Kang Hin yang terpaksa menghentikan pertanyaannya karena ucapannya terpotong oleh suara tawa Tan Seng.

   ."Ha-ha-ha-ha! Kalau saja aku punya seorang Bi Hwa, atau Bi Eng atau Bi Nio, tentu malam ini aku tidak tidur sendiri kedinginan. Eh, sobat, kalau kau hendak main gila dan menggodaku, lebih baik enyah dari sini sebelum kepalanku yang keras membuat kalian babak belur!"

   Setelah berkata begitu, dia melangkah maju dan mengacungkan kepalan tangannya depan hidung Kang Hin. Melihat ini Seng Gun menjadi marah sekali. Dia menangkap lengan itu, memuntirnya sehingga Tan Seng mengaduh dan tubuhnya ikut terpuntir.. Ketika Seng Gun menyapu kakinya, diapun tidak dapat bertahan lagi dan jatuh. Seng Gun menginjak dadanya dan berkata"Jangan berlagak Hayo jawab yang benar, kau mempunyai isteri bernama Bi Hwa atau tidak. Kalau berbohong, kuinjak pecah dadamu!"

   Tan Seng terkejut sekali. Lengannya bagaikan tidak bertenaga dan dadanya seperti tertimpa benda berat sekali. Tahulah dia bahwa pemuda itu tidak boleh dibuat main-main.

   "Aduh, ampunkan taihiap.... aku tidak mempunyai isteri.... aku orang miskin ini bagaimana mampu mempunyai isteri! Ampunkan aku "

   Seng Gun berkata kepada suhengnya.

   "Sebaiknya suheng geledah isi rumahnya."

   Kang Hin mengangguk dan cepat dia melakukan pemeriksaan. Tidak ada sedikitpun petunjuk bahwa rumah itu di diami seorang wanita maka dia kembali lagi dan menggeleng kepalanya.

   "Engkau tidak berbohong?"

   Sekali lagi Seng Gun menghardik.

   "Aku berani sumpah, taihiap."

   Seng Gun melepaskan injakannya dan sekali berkelebat, dua orang pemuda itu lenyap dari depan Tan Seng, yang juga segera menutup pintunya dengan tubuh gemetar.

   Dalam perjalanan pulang., Seng Gun mengomel "Nah, bagaimana sekarang, suheng? Aku sudah menduga keras bahwa wanita itu orang Beng-kauw akan tetapi engkau tidak percaya."

   Kang Hin menghela napas panjang.

   "Mungkin engkau benar sute. Akan tetapi, ia masih berada di sana. Kita akan dapat memaksanya mengaku mengapa ia menipu kita dan apakah benar ia anggauta Beng-kauw."

   "Aku yakin akan hal itu, suheng. Aku akan memenggal lehernya, sungguh menggemaskan perempuan itu telah membohongi kita."

   "Sabarlah, sute."

   "Itu bukan sabar namanya, suheng, melainkan kelemahan. Kalau bukan"

   Karena kesabaranmu itu, tentu kita tidak tertipu."

   Akhirnya mereka tiba di perkampungan Nam-kiang-pang, akan tetapi suatu kejutan besar menyambut mereka. Tawanan itu telah lolos, empat orang penjaganya tewas dan tempat tahanan itu dibakar sampai habis! Suasana menjadi geger dan dua orang pemuda ini disambut oleh Tio-pangcu yang berdiri dengan alis berkerut dan bertolak pinggang.

   Seng Gun melihat bahwa gurunya marah sekali. Diapun mengenal betul wa tak Ciu Kang Hin yang gagah dan bertanggung jawab. Maka dengan cepat dia lalu lari menubruk kaki gurunya dan berkata.

   "Suhu, teecu mengaku bersalah, harap hukum teecu'"

   Dan diapun menangis di depan kaki gurunya. Melihat sikap sutenya itu, Kang Hin terkejut Jelas dia yang bersalah, kenapa sutenya mengaku kesalahannya, Diapun menjatuhkan diri berlutut.

   "Tee cu yang bersalah, suhu."

   "Huh!"

   Tio-pangcu membalikkan tubuhnya. Dia merasa marah dan kecewa sekali mendengar bahwa yang membawa tawanan itu adalah dua.orang murid terkasih ini, dan ternyata tawanan itu dapat membebaskan diri, membunuh empat orang penjaga dan membakar tempat tahanan.

   "Apa artinya ini? Hayo ceritakan yang sebenarnya!"

   Dia membentak lalu duduk di atas kursi,

   "Teecu mengaku bersalah, suhu. Teecu yang menangkap wanita itu karena menyangka ia orang Bengkauw, akan tetapi ia mengaku orang Kam-cui isteri seorang bernama Tan Seng. Teecu. meninggalkan ia di. sini dalam tahanan untuk pergi menyelidiki ke dusun Kam-cui. Ternyata ia berbohong dan ketika teecu kembali ke sini, sudah terlambat."

   "

   Hemm, benarkah cerita Seng Gun itu, Kang Hin?"

   Tanya Tio-pangcu kepada Kang Hin dengan suara masih mengandung kemarahan.

   "Tidak benar, suhu!"

   Kata Kang Hin dengan suara tegas sehingga mengejutkan semua orang.

   "Sama sekali bukan sute yang bersalah dalam hal ini, melainkan teecu."

   Tio Hui Po mengerutkan alisnya.

   "Apa artinya semua ini? Hayo ceritakan yang betul!"

   "Malam tadi sute memberitahu kepada teecu bahwa dia mencurigai seorang wanita di perahu dan mengajak tee cu untuk memeriksa dan menyelidikinya. Sampai di perahu, wanita berkedok itu hendak melarikan diri, demikian tukang perahunya. Sute membunuh tukang perahu itu, dan berhasil merobohkan wanita itu. Sute hendak langsung membunuhnya, akan tetapi teecu berkeras melarangnya dengan alasan bahwa belum tentu ia itu orang Bengkauw.

   Kemudian, wanita itu mengaku bernama Bi Hwa isteri Tan Seng dari dusun Kam-cui. Teecu yang mengusulkan kepada sute untuk menahan wanita ini, dan kami pergi menyelidiki kebenaran keterangannya. Ternyata, wanita itu berbohong, dan cepat kami kembali ke sini dan ternyata wanita itu Sudah lolos "

   "Bodoh!"

   Tio-pangcu menggebrak tangan kursinya.

   "Apakah ia tidak dibuat tidak berdaya dulu sehingga mampu membunuh para penjaga?"

   Seng Gun segera berkata.

   "Suheng telah menotoknya, suhu. Teecu melihat sendiri. Dan teecu sudah menggunakan sabuk untuk mengikat kaki tangannya.Suheng bermaksud baik, suhu harap jangan persalahkan suheng "

   "Hemm, engkau sungguh teledor, Kang Hin. Ingat, engkau seorang calon ketua, tidak pantas melakukan keteledoran yang menunjukkan kelemahanmu Engkau patut dihukum!"

   "Teecu menerima salah suhu dan teecu siap untuk menerima hukuman,"

   Kata Kang Hin pasrah.

   "Kau memang pantas dihukum!"

   Bentak Tio-pangcu.

   Pada saat i tu Seng Gun menjatuhkan diri lagi mencium lantai dan berkata dengan suara memohon.

   "Suhu, biarlah teecu saja yang menjalani hukuman. Suheng adalah calon ketua, tidak sepantasnya kalau suheng yang menjalani hukuman.

   "Sute, jangan begitu!"

   Tio-pangcu menghela napas pan-jang.

   "Aahh, ternyata Seng Gun lebih memiliki kesetiaan dari pada engkau. Sepatutnya engkau mencontoh sutemu ini."

   "Suhu, maafkanlah suheng. Teecu yakin bahwa suheng tidak sengaja bersikap lunak kalau dia mengetahui bahwa wanita itu orang Bengkauw, teecu percaya bahwa suheng mau bersumpah untuk setia kepada Nam-kiang-pang dan untuk membasmi Bengkauw."

   "Tio-pangcu mengangguk-angguk.

   "Pikiran yang bagus. Nah, aku tidak akan menghukum kalian, akan tetapi kalian harus mengulangi sumpah setia kepada Nam-kiang-pang dan membasmi Bengkauw!"

   Dua orang muda itu lalu digiring masuk ke dalam ruangan sembahyang dan di depan meja sembahayng Seng Gun mengucapkan sumpah dengan lantang dan di ikuti oleh suhengnya.

   '"Demi arwah para sesepuh Nam-ki-ang-pang, disaksikan bumi dan langit, saya bersumpah akan membela Nam-kiang"pang dengan setia dan dengan taruhan nyawa, dan akan membasmi orang-orang Beng-kauw!"

   Akan tetapi Ciu Kang Hin mengakhiri sumpah dengan kata"kata "orang-orang Beng-kauw yang jahat", menambahkan kata-kata."yang jahat"

   Di belakang nya. Dengan demikian maka dia hanya akan membasmi orang-orang Bengkauw yang jahat, bukan sembarang orang Bengkauw!

   Semenjak saat itu diam-diam Seng Gun menyebar cerita yang condong menimbulkan kecurigaan kepada Kang Hin. Dia menerangkan kepada para murid betapa Kang Hin nampaknya menaruh kasihan kepada wanita Bengkauw itu. Bahwa Kang Hin dengan keras melarang dia membunuhnya, dan agaknya Kang Hin tergila-gila oleh kecantikan wanita tawanan itu. Berita buruk tentang seseorang lebih dipercaya oleh umum maka dengan sendirinya orang-orang mulai berprasangka buruk terhadap Kang Hin.

   Dan makin bersemangatlah Seng Gun memimpin anak buahnya untuk melakukan pengejaran dan pembantaian kepada anggauta-anggauta Beng-kauw sehingga gegerlah perkumpulan itu. Memang sejak dahulu Beng-kauw dicurigai dan dimusuhi orang-orang kangouw, akan tetapi baru sekaranglah orang-orang Nam-kiang pang secara berterang melakukan perburuan dan membunuhi orang-orang Bengkauw tanpa sebab lagi.

   Dan setiap kali melakukan pembunuhan Seng Gun selalu menonjolkan nama Ciu Kang Hin sebagai calon ketua Nam-kiang-pang dan sebagai pemimpin regu pembunuh, sehingga sebentar saja di kalangan orang-orang Beng-kauw, bahkan di dunia kangouw nama Ciu Kang Hin dianggap sebagai pembunuh dan pembasmi Bengkauw nomor satu. Pada hal Ciu Kang Hin sendiri jarang membunuh orang Bengkauw. Kalau dia sampai membunuh, maka yang dibunuhnya itu, orang Bengkauw atau bukan,. pasti orang yang telah melakukan kejahatan besar Tukang memperkosa wanita atau tukang membunuh orang tak bersalah.

   Yang Mei Li menjalankan kudanya perlahan sambil menikmati pemandangan alam di pegunungan itu Bukit seribu guha amat terkenal karena keindahannya. Selain terdapat banyak sekali guha ciptaan alam di situ, juga terdapat banyak batu besar yang berwarna kekuningan dan dari jauh nampak seperti emas. Maka Bukit Seribu Guha itu juga dikenal dengan Bukit Emas.

   Akan tetapi kekagumannya itu segera sirna terganti kemuraman wajahnya ketika dari jauh dia melihat tubuh orang malang melintang di sepanjang jalan.

   "Ah, tidak lagi!"

   Ia berseru lirih dan menghentikan kudanya. Kuda itu dapat menjadi panik kalau terlalu dekat dengan mayat-mayat itu. Dia melepaskan kendali kuda itu dan berloncatan mendekat tempat itu.

   Ada sebelas orang yang dibantai di tempat itu. Yang membuat hatinya sedih dan marah adalah bahwa di antara mayat-mayat itu terdapat tiga orang wanita muda dan dua orang anak laki-laki yang usianya sekitar lima enam tahun.

   Dalam perjalanannya ia sudah mendengar akan pembantaian dan serangan yang dilakukan oleh para pendekar terhadap orang-orang Beng-kauw Ia memang sudah mendengar bahwa Beng-kauw merupakan perkumpulan sesat yang mempunyai banyak orang jahat, akan tetapi kenyataan bahwa orang-orang bengkauw yang dibunuh terdapat pula wanita dan anak-anak, hatinya mulai penasaran dan curiga. Mungkin saja Beng-kauw mempunyai anggauta yang jahat, akan tetapi apakah anak-anak dan isteri orang Beng-kauw juga jahat? Apakah kehadiran anak-anak sebagai keluarga Beng-kauw itu membuat mereka jahat pula, seperti orang yang ketularan penyakit?.

   Sudah sejak tiga hari yang lalu ia sering menemukan adanya mayat berserakan di sepanjang perjalanan. Ketika ditanyakan hal itu kepada penduduk dusun di sekitar tempat kejadian, ia mendapat keterangan bahwa yang dibunuh itu adalah orang-orang jahat dari Bengkauw, dan yang membunuhnya adalah para pendekar dari berbagai perkumpulan silat, akan tetapi yang terbesar adalah dari perkumpulan Nam-kiang-pang.

   Sering ia mendengar disebutnya nama pendekar Ciu Kang Hin, pendekar calon ketua Nam-kiang-pang yang kabarnya amat lihai dengan goloknya, tampan dan gagah menjadi idaman para gadis! Akan tetapi melihat cara orang-orang Beng-kauw dibunuh, nama Ciu Kang Hin itu tidak menimbulkan kagum di hatinya, bahkan rasa penasaran dan ingin menyelidiki pembantaian itu. Sejak tiga hari yang lalu, kalau bertemu mayat-mayat yang terbunuh di sepanjang jalan, ia menggunakan uangnya untuk menyuruh orang-orang dusun menguburkan mayat-mayat itu.

   Orang-orang dusun tadinya merasa takut, akan tetapi Mei Li dengan gagah mengatakan bahwa ia yang bertanggungjawab dan pula kalau mayat-mayat itu tidak dikubur, mereka sendiri yang akan merugi, mungkin mayat-mayat itu akan mendatangkan penyakit. Selain itu, Mei Li juga memberi uang untuk membeli peti mati.

   Kini, ada lagi belasan buah mayat! Mei Li lalu menghampiri kudanya, menuruni bukit menuju ke perkampungan yang sudah nampak dari situ dan seperti yang sudah-sudah, ia membujuk penduduk untuk membeli peti mati dan menguburkan mayat-mayat itu. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan sambil mengikuti jejak banyak kaki manusia yang menuju ke timur.

   Menjelang senja kudanya tiba dikaki bukit dan dari jauh dia sudah melihat ribut-ribut orang banyak sedang berkelahi. Juga terdengar jerit tangis para wanita dan kanak-kanak. Dapat ia menduga bahwa jejak kaki itu adalah jejak kaki rombongan orang yang agaknya tergesa-gesa sedang melarikan"

   Diri, karena jejaknya bercampur dengan jejak kaki anak-anak dan wanita.

   Melihat di depan terjadi pertempuran, cepat ia membalapkan kudanya dan ia melihat tigapuluh lebih orang yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak, yang berkelompok, dilindungi belasan orang laki-laki sedang dikepung dan diserang oleh belasan orang yang menunggang kuda!

   Biarpun mereka yang dilindungi sekelompok wanita dan anak-anak itu juga bukan orang lemah dan mereka melawan mati-matian menggunakan pedang dan golok mereka, namun Mei Li dapat melihat dengan jelas bahwa mereka bukanlah lawan yang seimbang dari para penyerang itu. Kini para penyerang sudah berlompatan turun dari atas kuda mereka dan gerakan mereka amatlah tangkasnya. Dalam waktu beberapa belas jurus saja sudah ada tiga orang yang membela rombongan itu roboh mandi darah.

   Mei Li mempercepat larinya seperti terbang Ia sudah melompat turun dari punggung kudanya dan mempergunakan ilmu berlari cepat menuju ke tempat itu sehingga kudanya tertinggal di belakang. Akan tetapi terjadi sesuatu yang membuat lega hatinya. Entah dari mana datangnya, seorang laki-laki muda telah terjun ke dalam pertempuran membela rombongan itu.

   Sepak terjang pemuda ini gagah luar biasa dua orang pengeroyok yang memegang golok terjungkal ketika menyambutnya dengan bacokan golok. Seorang yang tinggi kurus dari pihak pengeroyok menjadi, marah dan mendorong dengan tombak cagaknya. Akan te tapi pemuda itu mendorong dengan kedua tangannya dan si tombak cagak itu terdorong ke belakang sambil berteriak kesakitan.

   "Matahari merah teriaknya"

   Dan semua orang pengeroyok terkejut mendengar seruan ini, Juga Mei Li yang sudah tiba di situ menjadi kagum dan terkejut.

   Tentu saja dia sudah mendengar akan ilmu Matahari Merah, suatu dari ilmu pasangan Matahari Merah dan Salju Putih, ilmu yang dianggap sukar dicari bandingnya di saat itu. Dan ilmu ini merupakan ilmu rahasia yang telah dikuasai oleh pimpinan tertinggi Bengkauw! Kalau begitu, pemuda itu tentu orang Bengkauw, dan bukan anggauta biasa pula. Akan tetapi dia tidak perduli yang diserang untuk dibantai adalah wanita dan anak-anak pula, tidak perduli itu wanita atau anak-anak Beng kauw atau bukan, ia harus membelanya.

   Juga ia melihat bahwa pemuda yang pandai menggunakan ilmu Matahari Merah tadi nampak tidak tegak pasangan kuda"kudanya, agak terhuyung tanda bahwa dia terluka. Hal ini juga dapat dilihat musuh-musuhnya, maka seorang di antara musuh-musuhnya berseru.

   "Serang terus, dia sudah terluka!'"

   Mei Li sudah tiba di situ. Tanpa membuang waktu lagi ia sudah melemparkan sepasang pedang terbangnya.

   "Trang trangggg "

   Dua batang golok terpental dan terlempar. Semua orang terkejut karena yang nampak hanya kilatan pedang sedangkan orangnya tidak nampak. Setelah sepasang pedang itu terbang kembali kepada pemiliknya, barulah mereka menyadari bahwa hui-kiam (pedang terbang) itu gagangnya memakai tali sehingga bisa terbang kembali kepada pemiliknya.

   "Tahan dulu"

   Seorang pengeooyok berteriak dan ternyata ia seorang wanita. Wanita berusia kurang lebih duapuluh delapan tahun yang cantik jelita dan genit, memegang pedang ronce merah, rambutnya panjang terurai, dan pakaiannya mewah.

   "Siapa engkau, nona? Kami lihat engkau bukan orang Bengkauw!"

   Mei Li tersenyum dan begitu ia tersenyum, kecantikan wanita di depannya itu bagaikan bulan kesiangan, memudar oleh cahaya matahari.

   "Dan engkau siapa? Aku lihat engkaupun pasti bukan orang Beng-kauw!"

   Tanyanya dan cara ia memandang orang Itu seperti seorang dewasa memandang anak kecil. Memang Mei Li belum taliu siapa wanita itu maka ia berani memandang rendah.

   Wanita itu menjadi berang. Mukanya merah sekali. la adalah seorang termuda dari Bu-tek Ngo Sin-liong (Lima Naga Sakti Tanpa Tanding) dan gadis ingusan ini berani memandang rendah ke padanya?

   Kini pertempuran telah berhenti oleh seruan Bi-sin-liong Kwa Lian. Empat orang dari golongan yang diserang telah roboh dan dua orang penyerang yang tadi diterjang pemuda perkasa itu pun roboh.

   Pemuda itu sendiri berdiri memandang, mukanya agak pucat namun sikapnya penuh kemarahan dan keberanian.

   Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bi-sin-liong menudingkan pedang nya ke muka Mei Li dan membentak dengan suara lantang.,"

   Boca h ingusan bosan hidup! Ketahuilah bahwa yang kauhadapi ini adalah Bin-sin"liong Kwa Lian, seorang di antara Bu-tek Ngo Sin-liong, tokoh Hoat-kauw! Nah, siapakah engkau bocah ingusan berani memandang rendah kepadaku! Gurumu agaknya kurang memberi pelajaran kepadamu!'"

   Pemuda Bengkauw itu sendiri agaknya terkejut mendengar disebutnya nama Bu-tek Ngo Sin-liong itu.

   Orang tinggi kurus berusia empat puluh lima tahun yang mukanya pucat, yang memegang sebatang tombak cagak dan yang tadi terkejut melihat gerakan pemuda itu dan yang mengenal ilmu Matahari Merah, menyambung.

   "Dan aku adalah Tiat-sin-liong Lai Cin, lebih baik kalian mengenalku sebelum mati."

   Kalau semua orang terkejut dan gentar mendengar nama dua orang tokoh Hoat-kauw ini, Mei li sendiri nampak biasa saja, tersenyum mengejek. Hal ini bukan karena dara ini sombong, meilainkan karena ia memang tidak pernan mengenal nama itu,

   "Wah, kiranya nenek Kwa Lian dan kakek Lai Cin yang berlagak di sini Kalian sudah tua tidak tahu diri! Kalian mau tahu siapa aku? Bukalah telinga mu baik-baik, dan jewer sampai lebar, bersiaplah agar jangan jatuh karena terkejut. Aku adalah. hui-kiam Sian-li (Dewi Pedang Terbang)!"

   Lalu disambung nya dengan lantang.

   "Awas, pedangku memenggal lehermu!"'

   Ucapan itu ditutup dengan gerakan kedua tangannya dan sepasang pedangnya menyambar bagaikan dua ekor burung garuda ke arah leher Bi-sin-liong Kwa Lian dan Tiat-sin-liong Lai Cin! Dua orang ini segera menangkis dengan pedang dan tombak mereka, akan tetapi pada saat itu, pemuda yang pandai ilmu Matahari Merah sudah menyerang lagi dengan pukulannya yang ampuh ke arah Ti-at-sin-liong (Naga Sakti Besi).

   Tentu saja tokoh Hoat-kauw ini yang sudah mengenal pukulan sakti Matahari Merah, cepat mengelak karena dia tidak berani menangkis secara langsung. Sementara itu Bi-sin"liong juga mengeluarkan teriakan kaget ketika pedangnya yang menangkis pedang terbang itu tergetar hebat. Tiat-sin"liong juga tidak berani memandang rendah pedang terbang itu, maka dia menghindar dengan loncatan jauh ke belakang.

   Sepasang pedang terbang itu ketika tidak dapat mengenai sasaran, bagaikan dua ekor ular naga melayang-layang "mencari mangsa, akhirnya merobohkan dua orang pengeroyok yang lancang berani menangkisnya, sedangkan pemuda itu pun merobohkan seorang lawan lagi dengan dorongan tangannya.

   Melihat kehebatan dua orang muda itu, Bi-sin-liong Kwa Lian lalu mengeluarkan teriakan, mengajak suhengnya untuk meiarikan diri. Tiat-sin-liong memberi aba-aba kepada anak buahnya dan mereka lalu berloncatan pergi sambil membawa tubuh teman mereka yang terluka atau tewas.

   Yang Mei Li tidak mengejar karena ia melihat pemuda itu terhuyung dan jatuh berlutut sambil terengah engah. Mereka yang tadi melindungi kelompok itu, kini menjatuhkan diri berlutut di depan Mei Li dan memberi homat.

   "Kami menghaturkan terima kasih atas pertolongan lihiap."

   "Paman,"

   Tanya Yang Mei Li kepada seorang di antara mereka.

   "Apa yang terjadi? Kenapa kalian diserang mereka? Apakah benar kalian orang-orang Beng-kauw?"

   Kami adalah penghuni dusun Sin-yang yang termasuk perkampungan wilayah Bengkauw. Memang banyak pemuda kita yang menjadi anggauta Bengkauw, akan tetapi kami tidak tahu menahu tentang Beng-kauw. Selama beberapa bulan ini, Bengkauw dikejar-kejar dan dibunuhi dan kamipun ikut pula dikejar-kejar. Sudah banyak diantara kami yang terbunuh. Kami sedang hendak pergi mengungsi ketika dikejar oleh rombongan orang Hoat-kauw tadi. Untung lihiap keburu datang menolong."

   "Dan siapa pemuda itu?"

   Tanya Mei Li menunjuk pemuda yang masih berlutut dan mengumpulkan tenaga itu. Pemuda itu membuka mata, bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Mei Li.

   "Nona, namaku Sie Kwan Lee, dan aku.... aku... Pemuda itu terkulai dan jatuh pingsan.

   Mei Li terkejut dan memeriksa nadi tangan pemuda Itu. Detik jantungnya tidak tetap dan tubuhnya terasa panas sekali. Jelas bahwa pemuda itu menderita keracunan.

   "Kalian sekarang mau ke mana? Dan siapakah pemuda ini?"

   Ia bertanya kepada orang tadi.

   "Ketahuilah, lihiap Dia ini adalah Sie Kongcu (tuan muda Sie), putera dari ketua Beng-kauw yang selalu menolong kami."

   "Hemm, dia sakit berat, keracunan,"

   Kata Mei Li.

   "Kami akan melanjutkan perjalanan kami lari mengungsi, lihiap, dan kami harus membawa Sie Kongcu. Dia adalah tuan penolong kami."

   Melihat betapa pemuda itu sakit dan kini rombongan itu tidak ada lagi yang menjaga, maka Mei Li segera meng-ambil keputusan.

   "Biarlah, aku akan menemani kalian sebelum pemuda itu sembuh dan dapat melindungi kalian."

   "Ah, terima kasih, lihiap. Terima kasih."

   Orang itu berlutut dan diikuti oleh semua orang sehingga Mei Li tersipu. Belum pernah ia dinormati orang seperti itu.

   "Sudahlah, kalian membuat aku merasa sungkan saja. Sudah sewajarnya kalau orang saling menolong."

   Rombongan itu segera bergerak lagi melanjutkan perjalanan mereka mengungsi, diikuti oleh Mei Li yang menunggang kudanya perlahan-lahan. Orang yang tadi mewakili kawan-kawannya bicara, berjalan didekat kudanya.

   "Sungguh, nona telah menanam budi yang luar biasa besarnya kepada kami,"

   Katanya.

   "Sudahlah, jangan bicara tentang budi. Akupun sedang merantau, maka melakukan perjalan bersama kalian Ini tidak menggangguku sama sekali."

   "Akan tetapi, lihiap di antara seratus orang pendekar, belum tentu ada satu yang sudi menolong kami."

   "

   Ehh? Kalau dia tidak mau menolong kalian yang terancam bahaya, maka ia tidak pantas disebut pendekar."

   "Ah, agaknya engkau belum mengetahui, lihiap. Semua pendekar di dunia ini memusuhi kami, semua orang menganggap bahwa Bengkauw merupakan orang-orang jahat yang harus dibasmi. Memang kami tidak dapat menutup kenyataan bahwa orang Bengkauw hidup penuh kekerasan, suka berkelahi, dan banyak pula di antara mereka yang amat jahat. Akan tetapi tidak semua, seperti kami yang hidup mengandalkan kerja keras, dan tidak mempunyai apa-apa untuk diandalkan berbuat jahat. Anak-anak dan isteri kami pun bukan orang jahat, kenapa diikut sertakan dalam pembasmian?"

   "Apakah semua pemimpin Bengkauw jahat dan kejam?"

   "Terus terang saja, lihiap Banyak di antara mereka yang kejam. Bahkan pangcu sendiri adalah seorang yang tidak pernah mau mematuhi hukum negara atau hukum masyarakat. Suka bertindak ingin menang sendiri. Akan tetapi bukankah orang-orang dunia persilatan selalu begitu? Biarpun demikian, kami semua tidak dapat mengatakan bahwa Sie Kong-cu itu jahat! Dia malah sering bertentangan dengan para pimpinan, dengan ayahnya sendiri. Ah, sudahlah lihiap, kalau terlalu banyak bicara tidak ada yang dapat menjamin kepala ini tetap melekat di "leherku."

   Karena orang itu tidak berani banyak cakap lagi, Mei Li juga diam saja dan di jalankannya kudanya dekat dengan kereta dorong di mana tubuh Sie Kwan Lee rebah telentang. Diamati wajah pemuda yang masih pingsan itu. Tadi ia sudah menyuruh orang meminumkan obat kepada pemuda itu, obat penawar racun. Sekarang dia masih pingsan, atau tidur pulas sekali, wajah pemuda itu nampak tenang. Wajah yang kecoklatan, terbakar panasnya matahari. Tampan dan ganteng Wajah yang jantan.

   Sie Kwan Lee adalah putera tunggal dari Sie-pangcu (ketua Sie) yang nama lengkapnya adalah Sie Wan Cu, ketua Beng"kauw yang terkenal sekali karena dia merupakan seorang di antara tokoh-tokoh sakti. Dengan mewarisi ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, kiranya tidak akan ada tokoh dunia persilatan yang mampu menandinginya dalam hal ilmu tangan kosong, Sie Wan Cu sudah berusia enampuluh tahun. Satu di antara kesukaannya adalah mengumpulkan banyak isteri yang cantik dan muda. Untuk ini dia tidak perlu menggunakan kekerasan, dan pula dia tidak mau kehilangan martabatnya kalau memaksa wanita.

   Dengan wajahnya yang tampan gagah, biarpun usianya sudah enampuluh tahun, dan dengan tubuhnya yang kuat dan hartanya yang cukup, wanita mana yang tidak akan girang menjadi isterinya! Dia mempunyai. belasan orang isteri, akan tetapi dari sekian banyaknya isterinya, hanya isteri pertama saja yang mempunyai keturunan, yaitu seorang pemuda dan seorang gadis. Pemuda itu ada lah Sie Kwan Lee, kini berusia duapuluh lima tahun sedangkan adiknya berna ma Sie Kwan Eng, berusia sembilanbelas tahun dan cantik sekali.

   Akan tetapi Sie-pangcu tidak puas dengan puteranya. Memang puteranya itu memiliki bakat yang baik sekali dalam ilmu silat, namun puteranya dianggapnya terlalu lemah hati. Terlalu mirip ibunya dan tidak mau melakukan perbuatan yang dianggapnya tidak benar dan jahat! Anak perempuannya lebih tegas dibanding Kwan Lee, maka diapun menurunkan ilmu"ilmunya kepada keduanya.

   Baru semenjak Bengkaw dikejar-kejar dan dimusuhi, banyak anggautanya dibunuh, Sie-pangcu menurunkan ilmu simpanannya, yaitu ilmu Matahari Merah diajarkannya kepada Kwan Lee, sedangkan ilmu Salju Putih diajarkan kepada Kwan Eng.

   Kwan Lee baru melatih diri dengan ilmu itu, baru tigaperempatnya dia kuasai. Dalam kaadaan seperti itu, dia sama sekali tidak boleh menggunakan sin-kang karena dia dapat terluka oleh tenaga mujijat dari ilmu itu sendiri. Namun, ketika dia mendengar bahwa penduduk dusun yang berdekatan diserang para pendekar, dia tidak dapat menahan hatinya dan dia lalu meninggalkan tempat latihan. Pada hal, hal ini amat berbahaya dan merupakan pantangan.

   Tidak ada yang berani mencegah karena ayahnya kebetulan tidak berada di situ, dan akibat perlawanannya membela para pengungsi, dia terluka dan keracunan oleh tenaganya sendiri.

   Kwan Lee membuka ma tanya dan bergerak. Sejenak dia heran melihat dirinya berada dalam kereta dorong Dia bangkit duduk dan memerintahkan mereka yang mendorong kereta itu untuk berhenti. Lalu dia turun dari kereta dorong dan mengangkat mukanya ketika ada kuda mendekatinya.

   Ketika melihat.Mei Li di atas kudanya, dia teringat lagi akan peristiwa tadi, maka cepat dia memberi hormat.

   "Nona, aku Sie Kwan Lee mengucapkan terima kasih atas bantuan nona kepada orang-orang ini."

   "Tidak perlu sungkan, twako,"

   Kata Mei Li.

   "Orang-orang Hoat-kauw tadi memang sombong dan pantas dihajar!"

   "Nona.

   "engkau yang masih begini muda, berani melawan bahkan mampu menandingi dua orang dari Bu-tek Ngo Sin liong, kalau boleh aku bertanya, siapakah namamu, dan dari golongan manakah?"

   "Aku tidak mewakili golongan manapun, dan namaku adalah Yang Mei Li.

   "Aku sedang merantau dan kebetulan saja lewat di sini, twako. Di sepanjang jalan aku melihat banyak orang Bengkauw menjadi korban pembunuhan, maka ketika di sini melihat orang-orang ini dikejar-kejar-dan hendak dibunuh, tentu saja aku tidak dapat tinggal diam. Sukur di sini ada engkau yang lihai, akan tetapi engkau sedang terluka keracunan. Bagaimana ada hawa beracun mengamuk di tubuhmu, twako?"

   

Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini