Mestika Burung Hong Kemala 13
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 13
Tidak seperti biasanya, sekali ini diam-diam jantungnya berdebar keras karena tegangnya.
Pagi ini si petani tidak seperti biasanya menjual buah-buahan, melainkan membawa tugas yang amat penting, tugas rahasia yang kalau sampai ketahuan penjaga di pintu gerbang kota raja, pasti akan mengakibatkan dia dihukum siksa sampai mati!
Dia adalah seorang petani dusun di luar kota raja yang biasa berjualan sayur dan buah ke kota, akan tetapi biarpun dia hanya seorang petani biasa, namun dalam hatinya dia setia kepada Kerajaan Tang. Hal ini diketahui oleh Cin Han, Hui San, Kui Lan dan Kim Hong setelah empat orang muda ini tinggal agak lama beberapa hari di dusun itu.
Setelah yakin bahwa A-cauw, petani itu, dapat dipercaya dan setia kepada Kerajann Tang, Cin Han lalu menitipkan sepucuk surat kepada A-cauw dengan pesan agar surat itu dapat disampaikan kepada Panglima Sia Su Beng. Dia harus menunjung i benteng dan minta bertemu dengan panglima itu, dengan alasan bahwa diaa mempunyai laporan penting yang harus disampaikan kepada panglima itu sendiri, mengenai keamanan kota raja, dan setelah berhadapan, menyerahkan surat titipan Cin Han itu.
Biarpun beberapa kali ada orang hendak membeli buah"buahan yang berada dalam keranjang pikulannya, A-cauw tidak menjua lnya. Dengan pikulan keranjang penuh buah, tidak akan ada yang mencurigainya walaupun dia berjalan sampai ke depan benteng yang dima ksudkan. Dia sengaja menghampiri penjaga gardu depan pintu benteng dan menurunkan pikulannya.
"Heii, penjual buah! Jangan menawarkan buah-buahanmu di sini, dan jangan berhenti di sini. Di larang!"' kata seorang penjaga kepadanya.
A-cauw mengipasi tubuhnya yang berkeringat dengan capingnya yang lebar dan diapun berkata dengan sikap takut"takut akan tetapi hormat.
"Saya mohon menghadap Panglima Sia Su Beng. Harap suka memperkenankan saya menghadap beliau.
"
Para penjaga memandangnya dengan alis berkerut.
"Hemm, engkau ini petani penjual buah, mau minta bertemu dengan Panglima Sia ? Apakah hendak menghadiahkan dua keranjang buah itu? Jangan macam-macam engkau, atau kau akan di tangkap!"
"Saya tidak berniat jahat, saya mohon menghadap karena saya ingin melaporkan sesuatu yang teramat penting dan yang boleh didengar hanya oleh bekiiau sendiri."
"Hemm, jangan mengigau kau! Seorang petani seperti engkau ini bagaimana dapat menghadap Panglima? Kalau ada urusan, laporkan saja kepada kami dan ka mi yang akan meneruskan kepada beliau. Jangan kurang ajar kau!"
Dibantah seperti itu, A-cauw tidak menjadi gugup karena sebelumnya dia sudah diperingatkan Cin Han kalau kalau dibentak seperti itu.
"Harap saudara sekalian ketahui bahwa dahulu, Panglima Sia Su Beng adalah langganan saya, sering membeli sayur dan buah-buahan dari saya. Saya mengenal baik beliau dan apa yang akan saya sampaikan ini mengenai urusan keamanan di kota raja. Kalau kalian tidak mau menghadapkan saya kepada beliau dan kelak beliau mengetahui, tentu kalian akan mendapat kesalahan besar sekali."
Digertak malah berbalik menggertak! Tentu saja kalau tidak mendapat pelajaran dari Cin Han, seorang petani seperti A"cauw mana berani menggertak para perajurit penjaga? Mendengar ucapan itu, para perajurit saling pandang dan merasa gentar juga.
Mereka semua tahu betapa kerasnya Panglima Sia Su Beng terhadap ketertiban, dan panglima itu memang selalu menghargai rakyat jelata, tidak pernah congkak seperti para panglima lainnya. Oleh karena itu, dengan kasar mereka minta A-cauw menanti sebentar.
Setelah ada yang melapor, A-cauw diperkenankan masuk. Petani itu dengan berterima kasih berkata.
"Terima kasih atas kebaikan kalian dan untuk membalas kebaikan itu, silakan kalau ada yang mau mencicipi buah apel saya. Dihabiskan boleh!"
Dia meninggalkan keranjangnya dan tanpa diminta untuk ke dua kalinya, para penjaga yang sedang keisengan itu lalu menyerbu dua keranjang apel. Kawan-kawan mereka yang berada di dalam ikut-ikutan keluar dan sebentar saja isi dua keranjang sudah habis!
Panglima Sia Su Beng merasa heran bukan main menerima laporan bahwa ada seorang petani penjual apel bernama A"cauw yang mohon menghadap. Akan tetapi karena dia memang mempunyai hubungan dengan para pejuang, para pendukung kerajaan Tang dan menduga bahwa yang datang tentulah seorang kurir dari para pejuang yang berada di luar kota raja, maka dia bersikap biasa saja.
"Suruh dia masuk ke sini."
Ketika A-cauw memasuki ruang tertutup itu, A-cauw berkata lirih sekali, setelah melihat di situ tidak ada orang lain kecuali Panglima Sia SU Beng yang dikenalnya dari penggambaran Cin Han kepadanya.
"Saya datang disuruh Yang-kongcu."
Sia Su Beng terkejut, melihat ke sekeliling, lalu memberi isyarat kepada A-cauw untuk memasuki sebuah kamar samping di mana mereka dapat bicara dengan lebih bebas dan tidak khawatir di ketahui orang lain.
A-cauw menyerahkan surat dari Cin Han yang disimpan dengan hati-hati di balik bajunya, Sia Su Beng membaca surat yang tidak ditandatangi itu. Hanya ditulis bahwa Han, Lan, San, dan Hong ingin dijemput. Hanya itu. Andai kata surat itu terjatuh ke tangan orang lainpun, tentu tidak akan tahu maksudnya karena tanpa tanda tangan juga tidak ditujukan kepada siapapun "Di mana mereka?"
Tanya Sia Su Beng.
"Di dusun sebelah timur kota ciangkun. Duapuluh li dari sini."
"Baik, katakan aku akan segera datang."
Ketika A-cauw hendak keluar, Sia Su Beng menahannya.
"Kalau ada yang tanya, katakan saja bahwa engkau meelapor adanya gerombolan mencurigakan di sebelah selatan kota."
A-cauw mengangguk, kemudian ke luar. Dia disa mbut seorang petugas jaga di luar dan penjaga ini me nga nta rka n nya kembali ke pintu gerbang benteng.
"Heii, A-cauw, buah-buahan dalam keranjang itu telah habis kami makan!"
Kata kepala jaga.
"Tidak apa, ciangkun. Memang itu untuk kalian. Terima kasih, saya hendak pulang."
"A-cauw, apa sih yang kau laporkan kepada komandan kami? Nampaknya rahasia benar!"
"Ahh, sebetulnya bukan rahasia, hanya aku takut kepada gerombolan itu. Aku melihat gerakan mencurigakan dari segerombolan orang di selatan kota raja. Karena aku tahu bahwa langgananku Sia-ciangkun adalah seorang panglima, maka aku melaporkan hal Itu kepadanya. Aku takut kalau gerombolan tahu aku melaporkan, aku akan dibunuh. Sudah, aku ingin cepat pulang. Aku sudah mendapat hadiah dari Sia"ciangkun ,"
Katanya dan diapun memikul keranjang kosongnya meninggal kan tempat itu.
Tak lama kemudian, para penjaga pintu gerbang benteng melihat Sia-ciangkun memimpin kurang lebih limapuluh orang perajuritnya berserabutan naik kuda keluar dari benteng.
Tanpa diberi tahu sekalipun, para penjaga itu dapat menduga bahwa ini tentu ada hubungannya dengan laporan A-cauw tadi dan agaknya sang panglima hendak memimpin sendiri pasukannya untuk menumpas gerombolan.
Di pintu gerbang kota rajapun, para penjaga memberi hormat kepada Sia Su Beng yang bersama pasukannya keluar dari pintu gerbang. Kurang lebih limapuluh orang perajurit itu berkuda secara tidak teratur, bukan merupakan barisan rapi. Agaknya mereka tergesa-gesa dan tidak membentuk barisan sehingga sukarlah andaikata ada yang hendak menghitung berapa jumlah regu perajurit itu.
Sia Su Beng sengaja keluar dari pintu gerbang selatan, akan tetapi setelah regunya meninggalkan pintu gerbang sejauh beberapa li, dia membelokkan pasukannya ke kanan, ke arah timur kota raja!
Setelah tiba di luar dusun, empat orang muda itu sudah menghadang di tempa sepi.
Sia Su Beng bersama seorang perajurit yang bertubuh kecil ramping melompat turun dari atas kuda dan menghampiri mereka. Kui Bi yang berpakaian perajurit itu langsung merangkul kedua orang kakaknya bergantian saking girangnya dapat bertemu kembali.
"Bi-moi, kau hebat!"
Kata Cin Han gembira. Kemudian kepada Sia Su Beng dia berkata,
"Ciangkun, terima kasih atas segala kebaikanmu terhadap kedua adikku, terutama kepada Bi- moi."
Pasukan itu adalah orang-orang kepercayaan Sia Su Beng, dan mereka semua adalah orang-orang yang setia kepada kerajaan Tang. Mereka semua mengetahui tentang rahasia Sia Su Beng, tahu siapa empat orang muda itu, maka mereka sengaja menjauhkan diri, membiarka pimpinan mereka bicara dengan para muda yang dijemput itu.
Sia Su Beng mengeluarkan empat perangkat pakaian perajurit untuk dipakai oleh Cin Han, Kui Lan, Hui San dan Kim Hong. Satu-satunya cara menyelundupkan mereka ke kota raja hanyalah dengan menyamar sebagai perajurit dan membaur dengan pasukannya.
Dan satu-satunya tempat aman bagi mereka untuk tinggal di kota raja adalah di dalam benteng pasukannya pula. Ji-wan-gwe sudah menutup rumahnya karena dia selalu diawasi oleh anak buah Bouw Koksu yang mencurigainya namun tidak menangkapnya karena tidak terdapat bukti.
"Sebaiknya kita cepat kembali ke kota raja, di sana kita dapat bicara lebih leluasa. Di sini tidak enak kalau sampai terlihat orang lain,"
Kata Sia-ciangkun.
Mereka berempat segera mengenakan pakaian perajurit di luar pakaian yang menutupi tubuh mereka, kemudian sebagai anggauta pasukan mereka pun menunggang kuda mereka, sengaja mereka membaur di tengah dan pasukan itu kembali ke kota raja melalui pintu gerbang selatan dengan mengambil jalan memutar.
Jauh lewat tenga hari mereka tiba kota raja dan Sia Su Beng sudah memerintahkan anak buahnya untuk menyebar berita bahwa mereka tidak berhasil menangkap gerombolan pengacau karena mereka telah melarikan diri.
Mereka memasuki benteng dan tak lama kemudian Sia Su Beng sudah mengadakan pembicaraan dengan Cin Han, Hui San, Kim Hong, Kui Lan dan Kui Bi di dalam ruangan tertutup yang merupakan ruangan rahasia di mana mereka boleh cara sebebasnya tanpa khawatir diketahui orang lain karena tempat itu dijaga oleh para perajurit yang setia.
Empat orang muda itu menceritakan pengalaman mereka masing-masing yang didengarkan penuh perhatian oleh Sia Su Beng dan Kui Bi. Ketika mendegar penjelasan Cin Han bahwa Kaisar Beng Ong telah menyerahkan mahkota kepada pangeran mahkota yang kin i menjadi Ka isar Su Tsu ng, Sia Su Beng berkata,
"Hemm, kenapa Sri baginda begitu tergesa-"gesa menyerahkan mahkota kepada Pangeran? Kenapa tidak menanti sampai beliau kembali ke sini?"
"Menurut keterangan Panglima Ko Cu It, Sri baginda Beng Ong merasa amat terpukul dan selalu berduka, merasa sudah tua dan kehilangan semangat untuk memimpin pasukan merampas kembali tahta kerajaan. Beliau sudah berusia tujuhpuluh tahun lebih, karena itu beliau menyerahkan tahta kerajaan kepada Pangeran dan hal ini didukung pula oleh Panglima Kok Cu It,"
Kata Cin Han.
"Perubahan apakah yang telah terjadi di sini setelah An Lu Shan tewas?"
Tanya Cin Han sambil memandang kepada Kui Bi dengan kagum dan bangga seolah pertanyaan itu diajukan kepada adiknya. Akan tetapi Kui Bi memandang kepada Sia Su Beng, menyerahkan jawabannya kepada panglima itu.
"Banyak sekali perubahannya. Kini para panglima sudah sepakat untuk menolak kalau Pangeran An Kong hendak mengangkat dirinya menjadi kaisar menggantikan ayahnya yang tewas. Semua panglima menyetujui pendapatku bahwa seorang pangeran yang telah membunuh ayahnya sendiri tidak pantas menjadi kaisar. Tentu saja hal ini hanya kujadikan alasan agar dia tidak naik tahta, agar di sini kehilangan pimpinan dan aku yang berkuasa di sini, mempersiapkan kembalinya Kerajaan Tang."
"Bagus sekali kalau begitu! Panglima Kok Cu It juga sudah memperhitungkan siasat ini dan mengharapkan bantuanmu, Sia-ciangkun,"
Kata Cin Han.
"Akan tetapi, agaknya Pangeran An Kong hendak nekat. Dengan mendapat dukungan Bouw Koksu, dia sudah menentukan harinya, yaitu tiga hari lagi setelah seratus hari wafatnya ayahnya, dia hendak mengangkat diri menjadi ka isar atas nasihat dari Koksu. '"
"Apakah pengangkatan macam itu dapat dianggap sah?"
Tanya Cin Han.
"Kalau Bouw Koksu masih dianggap sebagai Penasihat atau Guru Negara secara sah, tentu saja pengangkatan dapat disahkan, akan tetapi kami para panglima sudah siap untuk menolak. Bahkan para panglima sudah menyerahkan padaku untuk menjadi pemimpin dan wakil pembicara mereka."
'Kenapa tidak pergi membunuh saja Bouw Koksu? Aku sanggup melaksanakan tugas itu. Dia amat jahat, apa lagi mengingat apa yang dia lakukan terhadap pamanku Souw Lok dan terhadap nona Kim Hong."
"Benar apa yang dikatakan Souw twako itu,"
Kata Kim Hong.
"Aku sanggup melaksanakan tugas membunuh Bouw Ki kalau hal itu ada manfaatnya bagi perjuangan."
"Usaha itu memang baik, akan tetapi tidak boleh sembrono. Bouw Koksu adalah seorang yang cerdik dan tentu dia tahu bahwa dirinya mempunyai banyak musuh, maka tentu dia sudah memelihara pengawal-pengawal tangguh, disamping dia sendiri juga lihai. Kalau memang akan dia mbil tindakan itu, biarlah kita beramai yang pergi, akan tetapi juga menanti saat yang baik. Setidaknya kita harus mencari kesempatan. Tidak boleh te rgesa -gesa.
"
"Benar apa yang dikatakan oleh Yang-kongcu itu,"
Kata Sia Su Beng sambil mengangguk-angguk.
"Juga tidak boleh dilakukan sebelum ada pengumuman pengangkatan diri An Kong sebagai kaisar, karena kalau didahului, tentu keadaan akan berubah dan siapa tahu para panglima berbalik dan berpihak Kepada An Kong untuk mencari kedudukan tinggi."
"Sebaiknya kita berempat menyamar, aku, enci Hong, Han"koko dan Souw twako mengintai keadaan di rumah Bouw Koksu mencari kesempatan sambil menanti sampai selesai dan lewatnya urusan dalam istana,"
Kata Kui Lan.
"Bagaimana dengan Kui Bi?"
Tanya Kim Hong.
"Bukankah dengan berlima, kita menjadi lebih kuat?"'
Pertanyaan Kim Hong ini hanya untuk menghilangkan perasaan tidak enak seolah Kui Bi seorang yang ditinggalkan, tidak diajak.
"Tidak, Bi-moi sudah terlalu lama di sini, oleh orang luar, kecuali oleh anggauta pasukan yang setia kepadaku, ia sudah dianggap sebagai seorang perajurit pengawalku. Kalau ia muncul di luar akan menimbulkan kecurigaan, apa lagi kalau tidak kelihatan bersamaku."
"Benar, sebaiknya kalau adikku ini tinggal di sini saja, membantu Sia ciangkun. Pula, jasanya sudah terlalu besar karena keberaniannya menyusup ke istana dan membunuh An Lu Shan."
"Aih, Han-ko jangan terlalu memuji dan mengulang-ulang hal itu. Aku sendiri masih merasa malu membunuhnya tidak dengan tangan dan pedang, melainkan dengan racun dan sebagai kaki tangan Bouw Koksu,"
Kata Kui Bi.
"Selain itu, Yang-kongcu, dalam kesempatan ini, disaksikan pula oleh rekan seperjuangan, Bi-moi dan aku hendak membuat pengakuan yaitu bahwa kami berdua telah bersepakat untuk menjadi suami isteri dan dengan resmi, aku mohon persetujuan Yang-kongcu dan juga Nona Yang Kui Lan sebagai saudara-saudara tuanya."
Sikap Sia Su Beng sungguh gagah dan jujur ketika mengucapkan kata-kata itu. Bahkan Kui Bi sendiri yang biasanya bersikap terbuka dan keras, merasa tersipu dan kedua pip inya ke merahan mendengar lamaran yang dilakukan secara terbuka itu. Hui San yang juga memiliki watak ugal"ugalan dan terbuka, tertawa gembira dan dia segera berkata,
"Bagus, bagus! Dan sebelumnya aku mengucapkan kiong-hi (selamat) kepada calon sepasang mempelai yang berbahagia!"
Ucapan ini membuat Kui Bi menjadi semakin tersipu.
"Aih, Souw-twako. Pihak yang dilamar saja belum memberi jawaban, engkau sudah tergesa-gesa memberi sela mat!"
Kui Lan mencela sambil tersenyum melihat ulah pria yang diam-"diam semakin menarik hatinya itu.
"Jawaban apa lagi yang dapat kami berikan kecuali menerima pinangan itu dengan hati dan tangan terbuka!"
Kata Cin Han tersenyum.
"Aku dan adik Kui Lan sudah tahu akan hubungan antara Bi-mol dan Sia-ciangkun, dan Kami tentu saja merasa bersukur dan setuju sepenuhnya. Kami berdua mewakili mendiang orang tua kami menerima pinangan Sia"ciangkun dan biarlah ciangkun yang menentukan hari dilangsungkannya pernikahan antara kalian."
"Ah, aku tidak akan mau melangsungkan pernikahan sebelum Han-Koko dan Lan-cici menikah lebih dulu atau setidaknya berbareng dengan aku, tentu saja kalau Lan-cici sudah mempunyai calon. Kalau Han-koko, aku tahu telah mempunyai calon, yaitu enci Kim Hong"
Mendengar in i, se mua orang tersenyu m dan Hui San segera berkata dengan lantang,
"Kalau aku tidak dianggap terlalu lancang dan terlalu rendah, aku mengajukan diri sebagai calon, untuk mendampingi adik Kui Lan dalam menempuh kehidupan ini. Aku cinta padanya dan kalau ia sudi menerima, aku siap untuk meminangnya."
Kembali semua orang, kecuali Kui Lan, tersenyum mendengar pengakuan yang jujur ini. Mereka merasa berada antara dunia orang-orang gagah yang tidak membutuhkan lagi kepura-puraan.
"Bagaimana, Lan-moi? Jawablah, agar kita semua merasa lega dan yakin. Kalau benar engkau dapat menerima cinta kasih saudara Souw Hui San, biarlah kita semua, ke tiga pasangan melangsungkan pernikahan di sini setelah semua urusan kenegaraan ini beres dengan berhasil baik."
Kui Lan adalah seorang wanita yang halus perasaannya,tidak seperti Kui Bi dan Kim Hong yang menghadapi pembicaraan terang-terangan tentang perjoclohan mereka itu dengan tenang saja, bahkan dapat tersenyum gembira dan geli. Kui Lan tersipu clan tanpa berani mengangkat mukanya ia menjawab kakaknya.
"Ah, urusan itu bagaimana nanti sajalah kalau suclah tiba saatnya. Bukankah kita semua mempunyai tugas lain yang teramat penting dan belum di laksanakan?"
Mereka semua segera mengatur Siasat dan membuat persiapan untuk menyamar clan melakukan penyelidikan clilingkungan rumah Bouw Koksu. Adapun Sia Beng juga membuat persiapan dengan semua panglima yang mendukungnya, mengatur siasat apa yang akan mereka lakukan nanti kalau Pangeran An Kong dan Bouw Koksu henclak melaksanakan pengangkatan pangeran itu menjadi kaisar baru.
Istana berada dalam suasana meriah akan tetapi juga menegangkan. Semua orang mengetahui belaka bahwa akan terjadi hal-hal yang menegangkan, karena hari itu akan ada pengumuman dari Bouw Koksu tentang pengangkatan Pangeran An Kong menjadi kaisar, menggantikan An Lu Shan yang tewas keracunan. Setelah lewat seratus hari kematian kaisar, barulah Bouw Koksu berani mengunclang semua menteri dan panglima untuk berkumpul diruang balairung, tempat yang biasa dipergunakan kaisar untuk persidangan.
Sejak pagi, berdatanganlah para pembesar tinggi, para menteri dan panglima, dengan pakaian lengkap sehingga nampak suasana yang megah karena pakaiain lengkap para pembesar itu berkilauan dan gemerlapan. Bouw-ciangkun secara sengaja dan angkuh, clatang bersama para perwiranya, semua na mpa k gagah clan berwibawa, seolah dia merasa bahwa di antara semua panglima, dia lah yang paling berkuasa.
Hal ini juga tidak mengherankan karena dia merasa bahwa ayahnya adalah Guru Negara dan bahwa ayahnya dan dia merupakan orang-orang paling dekat dengan Pangeran An Kong, calon kaisar! Kedudukan tertinggi di dalam pemerintahan jelas akan terjatuh ke tangan ayahnya, dan pangkat panglima tertinggi sudah pasti akan jatuh ke padanya!
Sia Su Beng dan para panglima yang menjadi sekutunya nampak tenang-tenang saja dan merekapun tidak bergerombol, melainkan berdiri di tempat masing-masing seperti biasa sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa mereka telah bersekutu.
Akan tetapi diam-diam Sia Su Beng telah memerintahkan pasukannya untuk mengadakan pengepu ngan baik di istana maupun di markas pasukan Bouw "ciangkun dan pasukan yang jadi kaki tangan Pangeran An Kong dan Bouw Koksu. Semua telah dipersiapkan jauh hari sebelumnya dan karena jumlah pasukan Sia Su Beng digabung dengan para panglima lain merupakan lebih tiga perempat jumlah seluruh pasukan, maka dengan sendirinya kekuatan pasukan mereka yang menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar ini amat besar kuat.
Agaknya Bouw Koksu juga sudah membuat persiapan, tidak menduga sama sekali bahwa para panglima sudah bersekutu dan mempersiapkan pasukan, menghimpun semua anak buahnya untuk siap siaga di istana, karena dia memperhitungkan bahwa kalau ada menteri dan panglima yang menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar, dia akan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penangkapan seketika itu juga. Dia mengerahkan semua tenaga sehingga rumahnya menjadi kosong, tidak ada perajurit menjaga rumah itu karena memang di anggap tidak perlu dijaga.
Keadaan ini justeru membuat empat orang muda yang setiap hari sudah melakukan pengintaian itu menjadi girang bukan main. Dengan amat mudah Kui Lan yang mengenal seluruh keadaan rumah bekas tempat tinggalnya sejak ia masih kecil menjadi penunjuk jalan dan mereka berempat akhirnya berhasil memasuki taman di belakang gedung itu.
Tidak nampak seorangpun penjaga sehingga dengan mudahnya mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Souw Hui San dan Yang Kui Lan berdua yang melakukan penggalian di bawah pohon itu, sedangkan Yang Cin Han dan Can Kim Hong melakukan penjagaan kalau-kalau ada orang lain yang melihat perbuatan mereka.
Karena dia sendiri yang menyimpan kotak kecil berisi Mestika Burung Hong Kemala itu, dengan mudah dan sebentar saja Hui San telah dapat menggali dan menemukan kembali pusaka itu. Dia memang sudah mempersiapkan sebelumnya, maka kotak itu lalu di bungkus kain kuning dan diikatkan pada tubuhnya di sebelah dalam baju, sehingga tidak nampak dari luar, hanya agak menonjol di bagian perutnya.
Sementara itu, di istana suasana menjadi semakin tegang ketika Pangeran An Kong memasuki ruangan balairung di ikuti Bouw Koksu dan beberapa orang panglima pendukungnya.
Pangeran itu mengenakan pakaian yang amat mewah gemerlapan, sedangkan Bouw Koksu berjalan dengan langkah tegap dan di depannya berjalan seorang pejabat tinggi tua kurus, yaitu pejabat yang tugasnya menyimpan pakaian kebesaran kaisar. Pembesar ini membawa sebuah peti yang mudah diduga isinya, yaitu pakaian kebesaran dan mahkota kaisar!
Semua orang memberi hormat selayaknya kepada Pangeran An Kong, dan dengan sikap angkuh sang pangeran mempersilakan semua orang berdiri, sedangkan dia sendiri duduk di atas kursi gading. Kemudian dia menoleh dan mengangguk kepada Bouw Koksu yang membuka gulungan surat pengumunan dari kain sutera kuning, lalu membacanya dengan suara lantang.
"Mengingat betapa akan lemahnya sebuah pemerintah tanpa kaisar, dan mengingat pula bahwa Sri baginda Kaisar An Lu Shan telah wafat seratus hari yang lalu, maka kami, Bou Hun, sebagai Koksu yang telah diberi wewenang oleh mendiang kaisar, menimbang bahwa tidak ada yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Kaisar baru kecuali Pangeran An Kong. Oleh karena itu, hari ini di umumkan oleh kami, disetujui pula oleh Pangeran Mahkota An Kong dan para panglima, bahwa Pangeran An Kong dinobatkan menjadi Kaisar yang baru, menggantikan mendiang Kaisar yang wafat, dengan julukan Kaisar Su Tsung. Tertanda kami, Bouw Hun, Koksu dan para panglima yang namanya tersebut di bawah ini!"
Koksu lalu membacakan nama semua pang lima yang hadir.
"Tidak benar dan kami tidak setuju!"
Terdengar suara lantang yang mengejutkan Pangeran An Kong, Bouw Koksu dan kaki tangan mereka.
Semua orang menengok dan memandang kepada Panglima Sia Su Beng yang berdiri dengan tegap dan gagah, matanya mencorong memandang kepada Bouw Koksu.
"Sia-ciangkun, engkau berani membantah keputusan yang telah di setuju Pangeran Mahkota dan para panglima?"
"Kami berani membantah karena beberapa hal bertentangan dengan kenyataan. Keterangan Bouw Koksu banyak yang palsu."
"Apa? Berani engkau menuduhku sekeji itu? Katakan, mana yang palsu dan mana yang bertentangan dengan kenyataan? Katakan!"
Bouw Koksu me mbentak.
"Dalam pengumuman tadi, Bouw Koksu mengatakan bahwa para panglima yang namanya disebut kan semua telah menyetujui pengangkatan kaisar itu. Pernyataan ini adalah bohong karena sebagian besar panglima, termasuk saya sendiri tidak menyetujui. Para rekan panglima yang tidak setuju, harap berani mengangkat tangan!"
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ucapan Sia Su Beng ini disambut para panglima yang mengangkat tangan kanan mereka. Wajah Bouw Koksu dan wajah Pangeran An Kong berubah agak pucat, lalu wajah Bouw Koksu menjadi merah karena marah. Matanya melotot memandang kepada Sia Su Beng.
"Sia-ciangkun! Apa artinya ini ? Engkau menggerakkan para panglima untuk menentang pengangkatan Pangeran Mahkota menjadi kaisar? Apakah ini berarti bahwa engkau hendak me mberontak?"
"Sia-ciangkun, benarkah engkau hendak memberontak terhadap kami!"
Pangeran An Kong juga berseru untuk menaikkan wibawanya.
Sia Su Beng tersenyum.
"Maafkan hamba, Pangeran. Dan dengarlah engkau Bouw Ko ksu. Kami sama sekali tidak hendak memberontak, juga tidak hendak menentang Pangeran dinobatkan menjadi kaisar. Kami hanya ingin menunda pengangkatan atau penobatan itu, karena ada suatu hal yang membuat kami merasa penasaran. Seperti kita semua mengetahu mendiang Sri baginda Kaisar tewas karena keracunan makanan. Jelas bahwa di dalam masakan beliau, ada orang menaruhkan racun. Dan kami telah mendapat keterangan bahwa dalam hal kejahatan meracuni Sri baginda. Kaisar itu, ada dua orang dalam terdekat Sri baginda Kaisar yang terlibat!"
Berkata demikian, Sia-ciangkun menatap wajah Pangeran dan Bouw Koksu yang nampak kaget dan mereka saling pandang.
Jelas bahwa Pangeran menjadi pucat sekali wajahnya, dan Bouw Koksu nampak tertegun dan memandang seperti orang tidak percaya Bouw-ciangkun juga berdiri gelisah, jelas nampak dari gerakan kedua kakinya yang tidak mau diam, seolah-olah dia sudah siap untuk lari.
"Sia-ciangkun, apa yang kau katakan ini? Kami juga sudah melakukan penyelidikan dan kami tahu siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sribaginda itu!"
Dua orang itu saling pandang dengan sinat mata menantang, seolah dua ekor ayam jago yang hendak berlaga. Sia Su Beng tersenyum.
"Begitukah, Bouw Koksu? Kalau benar engkau sudah mengetahui siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sri baginda, kenapa tidak kau katakan itu. Nah, katakan siapa orangnya? Asal engkau jangan menuduh aku atau para panglima ini saja!"
Terdengar suara tawa mengejek di sana sini.
"Pelakunya adalah seorang dayang baru yang menaruh racun di dalam masakan kaki biruang, kemudian ia pula yang menghidangkan masakan itu kepada Sri baginda. Kalau kalian mau tahu siapa dayang itu, ia adalah Yang Kui Bi, puteri ke dua dari Mendiang Menteri Yang Kok Tiong, kakak mendiang selir Yang Kui Hui si iblis betina!"
Semua orang terkejut, termasuk Sia Su Beng. Akan tetapi kalau para panglima yang mendengar tuduhan itu terkejut dan tidak percaya, Sia Su Beng benar-benar terkejut karena tidak menyangka bahwa Bouw Koksu benar-benar telah mengetahui hal itu! Akan tetapi, dia sengaja tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha, Bouw Koksu, siapa mau percaya bualanmu itu? Kalau betul seperti yang kau katakan itu, kenapa engkau tidak menangkap pembunuh itu agar ada buktinya?"
"la terlalu licik dan berhasil meloloskan diri dari kota raja!"
Kata Bouw Koksu gemas.
Kembali terdengar suara tawa Sia Su Beng.
"Ha-ha-ha, bagaimana mungkin ini? Bouw Koksu yang terkenal lihai dengan banyak sekali anak buahnya, tidak mampu menangkap seorang gadis dayang? Cu-wi ciangkun, apakah cerita ini dapat dipercaya?"
Para panglima tertawa-tawa dan menggeleng kepala. Melihat ini, Bouw Koksu tidak dapat menahan sabar lagi
"Sia"ciangkun dan para panglima yang telah dapat dihasut olehmu, apakah kalian semua tetap hendak rnemberontak dan menentang penobatan Pangeran menjadi Kaisar?"
"Kami tidak memberontak, tidak pula menentang penobatan, akan tetap minta agar penobatan ditangguhkan sampai diketahui dengan tuntas mengenai pembunuhan terhadap Sri baginda Kaisar. Kalau Pangeran yang berdiri di belakang pembunuhan itu, dibantu oleh Bouw Koksu seperti yang telah kami dengar dengan mempergunakan seorang dayang maka tentu kami tidak setuju mengangkat seorang pembunuh ayah kandung sendiri menjadi junjungan kami!"
"Yang Mulia Pangeran, mereka ini hendak memberontak! Sepatutnya mereka ditangkap! Harap paduka memberi perintah dan hamba akan menangkap mereka!"
Bouw"ciangkun dengan marah, memberi tanda kepada para pendukungnya untuk siap bergerak.
Pangeran An Kong sudah gemetar kedua kakinya mendengar ucapan Sia Su Beng yang agaknya mengetahui rahasia ia membunuh ayahnya. Diapun tidak melihat jalan lain kecuali mengguna kan kekerasan. Dia bangkit berdiri dan menudingkan tangannya ke arah Sia Su Beng,
"Tangkap para pemberontak itu!"
Akan tetapi, Sia Su Beng mengeluarkan suara melengking panjang dan dari semua pintu ruangan itu bermunculan pasukan yang siap dengan anak panah mereka. Tentu saja Pangeran An Kong dan Bouw Koksu, juga Bouw Ki menjadi pucat me lihat ini.
"Pemberontakan!!!"
Bouw Koksu berseru.
"Sia-ciangkun, engkau mernberontak!"
Kata pula Pangeran An Kong.
"Pangeran, tidak ada yang memberontak terhadap mendiang Sribaginda kaisar! Mereka yang merencanakan kematiannyalah yang memberontak.. Untuk sementara ini, demi keamanan negara, kami yang akan memimpin dibantu oleh para panglima. Urusan pembunuhan ini akan kami selidiki sampai tuntas dan siapapun yang menjadi dalangnya, akan kami seret ke pengadilan. Untuk sementara ini, semua penghuni istana, terrnasuk paduka, pangeran, di larang meninggalkan istana. Semua pejabat, termasuk Bouw Koksu, dilarang meninggalkan kotaraja"
Pangeran An Kong menjadi pucat dan dengan suara lemah dia lalu membubarkan persidangan dan mengundurkan diri kedalam ka marnya.Bouw Koksu memberi isarat mata kepada Bouw Ki dan keduanya cepat meninggalkan istana, menuju ke gedung mereka sendiri. Keduanya nampak cemas dan gugup.
"Hemm, bagaimana sampai terjadi begini?"
Bouw Hun mendesis marah kepada puteranya ketika mereka berada di luar istana.
"Aku sudah mempersiapkan semua pasukan, ayah, akan tetapi agaknya diam-diam mereka juga sudah mengepung
istana ini. Lihat di sana."
Mereka melihat bahwa pasukan yang besar jumlahnya mengepung istana dan pasukan anak buah Bouw-ciangkun tidak nampak. Mereka itu tadi telah dilucuti dan ditawan di dalam benteng!.
Bukan itu saja, bahkan juga benteng pasukan Bouw Ki telah dikuasai pasukan Sia Su Beng. Melihat ini, Bouw Ki menjadi pucat dan dia bersama ayahnya cepat pulang ke gedung mereka.
"Celaka, kita terjebak!"
Kata Bouw Hun.
"Selagi masih ada kesempatan, kita harus cepat meninggalkan kota raja. Mari kita berkemas!"
Tergesa-gesa mereka kembali ke gedung tempat tinggal mereka dan baru mereka ingat bahwa seluruh pasukan mereka tadi dikerahkan ke istana sehingga di rumah itu tidak tertinggal seorangpun perajurit penga mat, hanya tinggal para pe layan dala m gedung saja.
"Cepatkan siapkan kereta dengan dua kuda terbaik!"
Perintah Bouw Koksu kepada seorang pembantunya yang segera lari ke istana untuk mempersiapkan perintah majikannya.
Ayah dan anak itu segera berkemas, mengumpulkan harta berupa emas dalam sebuah peti dan tidak lupa Koksu membawa pusaka yang masih simpan, yaitu Mestika Burung Hong Ke mala dalam kotak kecil hitam itu. Kotak ini dia bungkus dan dia ikatkan buntalan kain itu ke punggungnya. Kemudian sambil membawa pedang mereka, ayah dan anak ini berlari-lari menuju ke depan di mana kereta dengan dua ekor kuda sudah menunggu. Akan tetapi, tak nampak seorangpun pelayan, bahkan pelayan yang tadi mempersiapkan kereta dan kuda juga tidak nampak. Sunyi sekali pekarangan yang luas dari rumah gedung yang hendak mereka tinggalkan itu.
Ketika mereka menghampiri kereta tiba-tiba dari dalam kereta itu muncul empat orang yang membuat ayah dan itu memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.
"Heh-heh, Bouw Koksu, hendak pergi ke manakah?"
Kata Hui San yang sambil tersenyum lebar.
"Siapa.....siapa engkau?"
Bentak Bouw Koksu yang sudah merasa gelisah dan terkejut melihat Kirn Hong bersama di antara mereka.
"Aku bernama Souw Hui San. Aku di perintah oleh arwah pamanku Souw Lok untuk menagih nyawa kepadamu. Nah. serahkan nyawamu, Bouw Koksu!"
Bukan main kagetnya rasa hati Bouw Hun, dan maklumlah dia bahwa dia telah terhalang dan agaknya sukar untuk dapat meloloskan diri lagi.
"Kim Hong, engkau yang pernah menjadi muridku dan pernah kami sayang seperti anak, balaslah budi kami dan singkirkan pemuda ini untuk kami!"
Kata Bouw Hun.
Kim Hong tersenyum mengejek.
"Bouw Hun, engkau tidak pernah melepas budi kebaikan kepadaku, melainkan perbuatan keji dan jahat. Lupakah engkau tentang penipuanmu kepadaku, memperkenalkan Ciang Kui Sebagai ayah kandungku? Engkau hanya ingin memanfaatkan tenagaku, bukan benar-benar sayang kepadaku."
"Engkau.... engkau manusia yang tak mengenal budi!"
Bouw Hun memaki dan menerjang maju dengan pedang bengkoknya, menyerang gadis itu.
Akan tetapi, sambil mengelak ke samping, sekali ia menampar sambil mengerahkan tenaganya, tubuh Bouw Hun terpelanting. Memang benar ketika masih kecil sampai dewasa, Kim Hong menjadi murid Bouw Hun. Akan tetapi setelah dara ini menerima gemblengan Hek liong Kwan Bhok Cu, ilmu kepandaiann meningkat dengan hebat dan tentu saja kini Bouw Hun sama sekali bukan tandingannya lagi.
"Hemm, mengingat bahwa engkau pernah menjadi guruku, aku tidak akan membunuhmu dengan tanganku sendiri'"
Setelah berkata demikian, gadis menghadapi Bouw Ki dan memandang dengan sinar mata marah.
"Engkaulah, Bouw Ki, yang layak mati di tanganku."
"Pengkhianat tak tahu malu!"
Bouw Ki membentak dan dia menerjang gadis itu dengan pedangnya. Kim Hong menya mbut dengan elakan, mudah saja bagi nya untuk menghindarkan diri dari bacokan-bacokan pedang Bouw Ki yang di lakukan dengan membabi-buta saking marah, gentar dan putus asa.
Sementara itu, Hui San menghadapi Bouw Hun dan dia mencabut pedangnya.
"Nah, sekarang mari kita bertanding satu lawan satu untuk menyelesaikan hutang mu kepada mendiang Paman Souw Lok!"'.
Seperti juga puteranya, Bouw Hun tidak melihat jalan keluar untuk meloloskan diri, maka diapun menjadi nekat dan sambil membentak marah, dia menggunakan pedang bengkoknya untuk menyerang Hui San.
"Trang-trangg!"
Dua kali Hui San menangkis serangan Bouw Hun ia lalu membalas dengan tusukan pedangnya yang dapat pula dih indarkan Koksu itu dengan tangkisan pedang bengkoknya. Terjadilah dua buah pertandingan yang berat sebelah, karena baik Bouw Ki pun Bouw Hun sama sekali bukan lawan setanding dengan Kim Hong dan Hui San.
Sementara itu, Cin Han dan Kui Lan hanya menjadi penonton saja karena kedua orang kakak beradik ini maklum bahwa kekasih mereka tidak akan kalah. Mereka hanya berjaga-jaga kalau sampai kekasih mereka dikeroyok anak buah Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun. Tadi mereka berempat telah merobohkan para pembantu Bouw Koksu yang berada di luar gedung, termasuk kusir kereta dan mereka yang mempersiapkan kereta dan kudanya di depan pintu.
Yang amat payah keadaannya dalam pertandingan itu adalah Bouw Ki. Pemuda Khitan yang semenjak An Lu Shan berhasil dalam pemberontakannya seolah-olah kejatuhan bintang dan diangkat menjadi panglima dengan pakaian yang rnentereng ini, tentu saja mencoba untuk dapat menang dalam perkelahian itu.
Akan tetapi, harapannya ini tentu saja kosong belaka karena dahulupun, ketika mereka berdua masih menjadi murid Bouw Hun, di dalam latihan dia tidak pernah dapat menang melawan Kim Hong. Apa lagi setelah Kim Hong menjadi murid Hek-Hong Kwan Bhok Cu dan minum darah ular Hita m Kepala Merah, tingkat kepandaian gadis itu menjadi tinggi sekali, jangankan dia, bahkan ayahnyapun bukan tandingan Kim Hong sekarang.
Tidak seperti Hui San yang suka main-main, Kim Hong langsung saja mendesak bekas suhengnya dengan tekanan"tekanan yang membuat Bouw Ki hanya manpu nengelak dan menangkis dengan pedang bengkoknya, sama sekali tidak dapat memba las. Bouw Ki merasa gentar sekali.
Sepasang matanya yang biasanya tajam seperti mata burung rajawali itu kini terbelalak dan liar ketakutan, walaupun dia masih berusaha untuk menang, dengan sekuat tenaga setiap kali pedang di tangan Kim Hong menyambar. Ujung pedang itu sudah melukai bahu kirinya sehingga gerakannya menjadi sernakin kaku. Dengan sisa tenaga yang ada, ketika sinar pedang Kim Hong meluncur kearah kepalanya, dia menggerakkan pedang bengkoknya menangkis.
"Trakkk! !"
Patahlah pedang di tangan Bouw Ki dan di detik berikutnya, tahu-tahu sinar pedang di tangan Kim Hong berkelebat dan pedang itu telah menembus dada Bouw Ki. Hanya sekejap saja, bagaikan kilat menyambar pedang itu sudah masuk kembali ke dalam sarung pedang yang tergantung dipinggang gadis itu ketika tubuh Bouw Ki terjengkang. Dia mendekap dada kiri dengan tangan kanan dan tewas seketika karena jantungnya tertembus pedang.
Bouw Hun yang sedang bertanding melawan Souw Hui San,melihat juga jatuhnya Bouw Ki. Tentu saja Bouw Hun menjadi terkejut dan duka, juga marah sekali. Dia mengeluarkan suara gerengan seperti seekor harimau terluka pedang bengkoknya kini mengamuk, tetapi, karena tadi Hui San hanya main-main saja, tidak bersungguh-sungguh dan kini melihat Kim Hong telah merobohkan lawan dia lalu mempercepat gerakan pedangnya, maka amukan pedang bengkok di tangan Bouw Hun itu tidak ada artinya. Ilmu pedang Gobi-pai memang indah dan juga amat cepat gerakannya.
"Orang she Bouw, pergilah engkau menyusul anakmu!"
Bentaknya dan kini sinar pedangnya bergulung-gulung, mengurung lawan membuat Bouw Hun menjadi bingung. Terdengar bunyi kedua pedang itu saling bertemu berdentangan dan akhirnya sebuah sabetan pedang di tangan Hui San mengakhiri perlawanan Bouw Hun.
Dia roboh terpelanting dengan leher hampir putus terbabat pedang. Tewaslah ayah dan anak itu. Pada saat Bouw Hun roboh, terdengar gerakan orang dan Sia Su Beng sudah tiba di situ, bersama Yang Kui Bi yang masih mengenakan pakaian perajurit, seperti juga empat orang muda itu yang kesemuanya menya mar sebagai perajurit.
"Bagus sekali, mereka telah dapat ditewaskan,"
Kata Sia Su Beng dan lapun cepat menghampiri mayat Bouw ki,
merenggut buntalan yang berada di punggung bekas Koksu itu dan membuka kain buntalannya. Ternyata berisi sebuah kotak hitam dan ketika dibuka tutupnya, wajah panglima itu berseri dan matanya bersinar-sinar.
"Mestika Burung Hong Kemala!"
Sia Su Beng berseru dan diapun menutup kembali kotak itu, merapikan buntalan dan menggantungkan buntalan di pundaknya. Hui San dan Kui Lan. saling pandang, dan gadis itu melihat betapa pemuda itu sedikit menggeleng kepa lanya, tanda bahwa dia tidak boleh bicara tentang pusaka itu kepada Sia Su Beng. Biarpun ia merasa heran mengapa sikap kekasihnya seperti itu, namun Kui Lan tidak bertanya dan juga juga tidak bicara sesuatu. Kenapa Hui San membiarkan Sia Su Beng tertipu dan menyimpan pusaka palsu?
"Kakak Cin Han dan Enci Kui Lan mulai sekarang boleh menempati kembali rumah yang sebetulnya memang milik keluarga Yang ini. Aku akan menyuruh seregu perajurit melakukan penjagaan, juga beberapa orang pelayan untuk mengatur rumah."
Kui Bi merangkul encinya.
"Enci lan, kalau saja ayah dan ibu masih ada alangkah akan bahagianya mereka melihat kita dapat merebut kembali rumah kita...."
Kui Bi yang biasanya tabah dan lincah periang, itu kini menangis di pundak encinya.
"Tenangkan hatimu, adik Bi. Biarpun sudah meninggal dunia, aku yakin mereka melihat peristiwa ini dan ikut berbahagia."
Setelah Sia Su Beng pergi bersama Kui Bi yang agaknya tidak mau berpisah dari tunangannya itu, Kui Lan, Kim Hong, Cin Han dan Hui San mulai mengatur rumah gedung yang merupakan temyang amat dikenal oleh Cin Han dan Kui Lan karena di rumah inilah mereka lahir dan dibesarkan!
Pangeran An Kong entah sudah keberapa ratus kali berjalan hilir mudik di dalam kamar itu, seperti seekor harimau dalam kerangkeng. Wajahnya yang tampan dan biasanya pesolek itu kini tak terawat, sudah beberapa hari tidak mandi dan bahkan tidak bergantii pakaian. Jarang pula dia dapat makan walaupun ada makanan dihidangkan deh pelayan.
Dia menjadi orang tahanan. Tahanan rumah, atau lebih tepat lagi tahanan "kamar karena dia selalu berada di dalam ka marnya karena rumahnya telah dijaga oleh perajurit anak buah Panglima Sia Su Beng. Dia tidak diperkenankan keluar dari rumah itu, Apa lagi setelah dia mendengar bahwa Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun tewas terbunuh, dan semua pasukan yang tadinya mendukung Bouw Koksu telah dilucuti dan ditundukan oleh Panglima Sia Su Beng, bahkan lampir semua panglima kini menakluk dan menyerah kepada Panglima itu, Pangeran An Kong menjadi putus asa dan bingung.
Pada suatu siang, ketika dia sedang hilir mudik di dalam kamarnya seperti seekor harimau dalam kurungan, terdengar langkah kaki di luar kamarnya, Pangeran An Kong mengira ada penjaga atau pelayan yang memasuki ka mar, maka dia sudah siap untuk memaki dan mengusirnya. Akan tetapi, ternyata yang masuk adalah Panglima Sia Su Beng!
Melihat munculnya musuh besar ini, An Kong segera bangkit berdiri mengambil sikap bermusuhan, berdiri tegak dengan membusungkan dada seperti sikap seorang atasan menghadapi seorang bawahannya.
"Sia Ciangkun, apakah engkau datang hendak membebaskan aku?"
Tanyanya dengan sikap angkuh.
Di dalam hatinya pangeran ini menaruh dendam dan andaikata dia memperoleh kekuasaan tertinggi, perintah pertama yang akan keluar dari mulutnya tentulah menangkap menghukum berat panglima yang kini berdiri di depannya itu.
"Pangeran. Kami datang untuk mempertemukan pangeran dengan wanita yang dulu kau suruh meracuni Sri baginda An Lu Shan."
Sia Su Beng tidak memperdulikan perubahan wajah pangeran itu yang menjadi pucat, dan dia menoleh ke pintu. Dari pintu itu masuklah gadis cantik jelita dan membawa sebuah baki di mana dapat sebuah cawan emas.
Pangeran An Kong terbelalak dan mukanya menjadi semakin pucat seolah dia melihat hantu, bukan melihat seorang gadis yang cantik jelita, yang dengan anggunnya melangkah ke dalam kamar membawa baki dengan kedua tangan didepan dada.
Baki itu menambah indah gayanya berjalan karena ia harus mengatur keseimbangan langkahnya agar arak dalam cawan itu tidak tumpah, membuat langkahnya menjadi lenggang yang gemulai seperti seorang penari, ia melihat Kui Bi, gadis dayang itu, yang pernah menarik hatinya, memikat gairahnya, gadis yang kemudian ia peralat untuk menaruh racun kedalam hidangan ayahnya sehingga akhirnya ayahnya, An Lu Shan, tewas keracunan.
Dan kini gadis itu dengan lenggang yang manis memasuki kamar membawa baki terisi cawan. Dengan gaya dan gerakan yang memikat, Kui Bi , yang kini mengenakan pakaian wanita, meletakkan baki dengan secawan emas arak itu ke atas meja, kemudian ia berdiri sambil memandang pangeran dengan senyum manis.
"Kau??"
Pangeran An Kong berseru keras karena timbul harapan untuk membersihkan diri dengan menangkap pelaku pembunuhan terhadap ayahnya Itu.
"Engkau yang membunuh Sribaginda!"
Senyum itu melebar sehingga nampak deretan gigi yang putih rapi seperti mutiara, menambah kuat daya tarik wajah gadis jelita itu.
"Bukan yang membunuhnya, melainkan engkau yang menyuruh kaki tanganmu sebagai dayang, pekerja dapur dan thai-kam. Engkaulah yang membunuh ayahmu sendiri An Kong, dan bukan orang lain,"
Kata Kui Bi dengan suara tenang dan merdu mengandung ejekan.
"Engkau yang membunuh, keparat! Engkau harus ditangkap dan engkau harus mengaku!"
Dalam keadaan yang putus asa dan nekat, Pangeran An Kong mengerahkan tenaganya dan meloncat, menubruk untuk menangkap gadis jelita itu untuk memaksanya mengakui sebagai pembunuh An Lu Shan. Namun, dia me ngalami kejutan yang lebih hebat lagi.
Tubrukannya luput dan kaki gadis itu menyambar dari samping dengan amat cepatnya hingga dia yang menguasai ilmu silat yang cukup tangguhpun tidak mampu rnenghindar lagi.
"Dukk! !"
Perutnya tertendang dan diapun terpelanting keras, tentu saja dia terkejut setengah mati dan ketika dia dapat berdiri kembali, Ia memandang kepada Kui Bi dengan penuh keheranan. Gadis itu tersenyum ma nis dengan pandangan mata penuh ejekan padanya.
"Kau.... kau... sebenarnya siapakah?"
Tanyanya gagap.
"Engkau tidak secerdik Bouw Hun yang dapat menduga siapa aku. Aku adalah Yang Kui Bi, puteri mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Ayah Ibuku tewas akibat pemberontakan An Lu Shan.'"
"Ahh! !"
An Kong terperangah dan tahulah dia bahwa dia bahkan telah diperalat gadis itu yang hendak membalas dendam kepada An Lu Shan.
"Lebih dari itu, An Kong. ia adalah calon isteriku!"
Kata pula Sia Beng dan mendengar ini, An Kong menjadi sema kin putus asa.
"Sia-ciangkun, lalu kau.... kau... mau apa? Apa artinya kalian membawa cawan arak itu?"
Dia menuding ke arah cawan arak itu dan telunjuknya yang menuding gemetar.
"Ada dua pilihan bagimu, An Kong. Engkau tidak akan terluput dari kematian, akan tetapi hukuman mati ini ada dua macam dan boleh kaupilih. Kalau engkau minum arak itu, engkau akan mati tanpa menderita badan dan hati. Akan tetapi kalau engkau menolak, engkau akan diseret sebagai seorang penjahat besar yang telah membunuh ayah sendiri dan engkau akan dihukum mati didepan rakyat, akan menjadi bahan ejekan dan penghinaan. Sekarang, engkau tinggal memilih,"
Kata Sia Su Beng.
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajah bekas pangeran itu pucat seperti mayat. Dia maklum bahwa nekad melawan panglima itu tidak ada gunanya, apa lagi di situ terdapat Yang Kui Bi yang baru sekarang dia tahu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Juga dia tidak memiliki keberanian sebesar itu.
Dia membayangkan dirinya diseret, di caci dan dihina sebagai seorang penjahat pembunuh ayah sendiri, kemudian disiksa sampai mati. Terbayang dia akan wajah ayahnya yang dilihatnya untuk terakhir kali sebelum dimasukkan peti, wajah yang menyeringai seperti orang kesakitan.
Dia bergidik ngeri, lalu dihampirinya meja, disambarnya cawan emas dan tanpa berpikir panjang lagi, dalam keadaan orang yang berputus asa, dia lalu menuangkan isi cawan ke dalam mulutnya yang terbuka dan langsung menelannya.
Dia tidak merasakan sesuatu yang aneh, maka dia masih disentuh harapan kalau-kalau Panglima Sia Su Beng hanya menggertak dan membohonginya saja. Dengan tenang dia meletakkan kembali cawan emas yang sudah kosong ke atas baki dan tertawa bergelak.
Entah mengapa, dia merasa keadaannya amat lucu, dia digertak dan diancam, ternyata semua itu hanya permainan belaka. Dia terping kal dan menjatuhkan diri duduk lagi di atas kursinya.
Panglima Sia Su Beng dan Yang Kui Bi memandang dengan sinar mata dingin. Bah kan wajah mereka tidak menunju kkan sesuatu ketika suara tawa dari pangeran itu tiba-tiba mulai berubah, dari tawa menjadi rintihan dan wajah yang tadinya tertawa itu berubah, menyeringai karena kesakitan. lalu pangeran itu terkulai dan terdengar bunyi berdetak ketika dia menjatuhkan dahinya ke atas meja. Sia Su Beng melangkah mendekati dan meraba nadi tangannya yang terkulai. Pangeran itu sudah tewas.
Sia Su Beng mengangguk kepada Yang Kui Bi dan keduanya meninggalkan kamar itu dengan tenang. Panglima Sia Su Beng lalu menyiarkan kabar bahwa An Kong telah membunuh diri karena menyesali perbuatannya membunuh dan meracuni ayahnya sendiri.
Berita itu diterima dengan sikap sangat dingin dan acuh oleh para panglima. Kini, sebagian dari para panglima merupakan mereka yang masih setia kepada Kerajaan Tang, sedangkan sebagian lagi merupakan pasukan yang sudah tunduk kepada Panglima Sia Su Beng dan akan menaati semua perintah panglima ini.
Sia Su Beng berada di dalam ruangan tertutup, berdua saja dengan kekasihnya, Yang Kui Bi.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, koko?"
Tanyanya Kui Bi.
"Hanya tinggal menanti kembalinya Kaisar, atau memberi kabar ke barat agar Sri baginda cepat pulang ke sini karena kita sudah menguasai keadaan di sini dan menundukkan semua bekas anak buah An Lu Shan?"
Sia Su Beng yang duduk di kursi mengerutkan alisnya.
"Memang, semua telah berjalan lancar sesuai dengan rencana kita. An Lu Shan dan An Kong telah tewas, semua anak buahnya dapat kita tundukkan tanpa pertempuran yang berarti, dan semua panglima dapat kupengaruhi dan kini mereka semua tunduk kepadaku. Mengembalikan tahta Kerajaan kepada Sri bag inda Kaisar hanya tinggal Melaksanakan saja. Akan tetapi, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Sebelum aku membicarakan dengan para panglima siang hari ini. Mereka sudah kuperintahkan untuk berkumpul siang hari ini untuk kuajak berunding."
Kui Bi memandang penuh perhatian.
"Ada masalah pelik apakah. koko? Engkau kelihatan begini serius?"
"Begini, Bi-moi. Engkau mengetahui sendiri betapa susah payahnya kita menghadapi An Lu Shan dan mengatur siasat, kemudian melaksanakannya dengan taruhan nyawa. Bahkan kalau saja tidak kebetulan, aku akan kehilangan engkau ketika engkau menyusup ke istana itu. Jelas bahwa kita telah mengorban kan segalanya untuk me lenyapkan kekuasaan An Lu Shan dan An Kong yang dibantu ayah dan anak she Bouw itu."
"Memang benar, koko. Akan tetapi itu rremang sudah tugas kita, dan disamping itu, juga aku sendiri pribadi membenci An Lu Shan karena dialah penyebab hancurnya keluargaku, penyebab kematian ibu dan ayah. Dan bukankah sudah sepatutnya kalau kitabela Sribaginda Kaisar kerajaan Tang?"
"Nah, itulah, Bi-moi! Andaikata Sribaginda Beng Ong masih tetap sebagai Kaisar Kerajaan Tang, akupun tidak akan meragu lagi untuk menyerahkan tahta kerajaan yang berhasil kita rampas dari An Lu Shan dan anak buahnya ini kepada beliau. Akan tetapi, yang membuat hatiku risau dan tidak rela adalah karena aku mendengar bahwa Sribaginda kaisar Beng Ong telah menyerahkan mahkota kepada Pang"ran Su Tsung yang kini menjadi kaisar! Aku tidak rela menyerahkan tahta kerajaan kepada pangeran yang lemah dan pengecut itu. Kita yang bersusah payah mempertaruhkan nyawa, eh, dia yang enak-enakan dan secara pengecut lari terbirit-birit ketika pasukan An Lu Shan menyerang kota raja, kini begitu saja mendapatkan tahta kerajaan ini. Aku tidak rela!"
"Akan tetapi, koko kalau tidak kau serahkan kepada Kerajaan Tang, biar sekarang kaisarnya telah di ganti, lalu apa yang hendak kau lakukan?"
Kui Bi memandang dengan penuh selidikdan heran.
"Kui Bi, engkaulah satu-satunya orang di dunia ini yang kucinta dan kupercaya, maka akupun akan mengatakan terus terang padamu, dengan harap engkau akan mendukungku. Tanpa dukunganmu, aku akan merasa lemah. Kupikir kita telah banyak berkorban untuk merebut kembali tahta kerajaan ini. Kalau Sri baginda Kaisar Beng Ong telah mengundurkan diri, maka kita harus berhati-hati, tidak begitu mudah saja menyerahkan tampuk kerajaan kepada orang yang tidak sepatutnya menjadi junjungan kita. Oleh karena itu, aku akan menanti dan melihat apakah Pangeran Su Tsung itu pantas menerima tahta kerajaan ini.?"
Kui Bi memandang ke sekeliling. Mereka berada di dalam sebuah ruangan dalam istana yang kini untuk sementara dijadikan tempat tinggal Sia Su Beng. Hal ini Sepatutnya dan disetujui Semua panglima dan pembesar yang berpihak padanya karena untuk menjaga agar Jangan ada kekuatan lain mempergunakan kesempatan selagi istana itu kosong tidak ada penghuninya lalu melakukan pemberontakan dan perampasan, ia seperti dapat meraba isi hati kekasihnya.
"Akan tetapi, koko. Bukankah Pangeran Su Tsung yang berhak atas tahta kerajaan? Apa lagi dia diangkat oleh sribaginda Kaisar Beng Ong, dan...."
"Tidak, Bi-moi. Pengangkatan itu tergesa-gesa dan tidak sah, karena dilakukan dalam pelarian dan tidak disetujui oleh para pejabat dan panglima, bagaimana mungkin tahta kerajaan yang menyangkut nasib seluruh rakyat dalam negeri diserahkan begitu saja? Kita harus mempertahankan tahta kerajaan ini dengan mengangkat seseorang yang benar-benar patut untuk menjadi pemimpin negara. Lihat saja apa yang terjacli dengan Kerajaan Tang karena kaisarnya lemah dan mudah dipermainkan selir, dipermainkan para penjilat sehingga sampai terampas, oleh An Lu Shan. Kerajaan ini harus menjadi besar dan jaya, dan tidak mudah diganggu pemberontak."
Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo Harta Karun Jenghis Khan Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo