Naga Beracun 25
Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Bagian 25
"Ouw-cici, tentu saja aku berani dan kalau memang pihak Hek I Kaipang hendak memperpanjang urusan di rumah makan tadi, aku tentu akan membantumu."
"Kalau begitu, sebaiknya sekarang juga aku memesankan sebuah kamar untukmu, siauw-te!" kata wanita itu dengan sikap gembira dan iapun memanggil seorang pelayan rumah penginapan. Ketika pelayan itu datang, ia memesan sebuah kamar lagi untuk Siong Ki dan dengan sikap seperti tidak sengaja, ia minta sebuah kamar yang berdekatan dengan kamarnya untuk pemuda itu.
Pada saat itu, terdengar suara ribut-ribut di luar rumah penginapan dan seorang pelayan berlari datang memasuki ruangan itu.
"Nona. ada orang-orang dari Hek I Kai-pang datang mencari nona." Jelas bahwa pelayan itu nampak ke takutan.
Ouw Ling tersenyum tenang dan menoleh kepada Siong Ki."Nah, tepat seperti dugaanku. The-siauwte, sebaiknya kau simpan dulu buntalan pakaianmu ke dalam kamarmu, baru kita menemui mereka."
Siong Ki menyetujui, menyimpan buntalan pakaiannya dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya, kemudian dia keluar lagi sambil membawa pedang Seng-kong-kiam yang digantung di pungungnya. Ternyata Ouw Ling sudah menantinya, dan wanita ini pun agaknya sudah siap siaga. Sepasang goloknya juga terselip di belakang punggung sehingga ia nampak cantik dan gagah sekali.
"Bagus, engkau sudah membawa pedangmu, siauwte. Kita harus siap"siaga, siapa tahu kita akan terpaksa menggunakan senjata menghadapi mereka." Keduanya lalu keluar dan depan rumah penginapan itu nampak lengang. Para tamu dan para pelayan rumah penginapan itu sudah menjauhkan diri bersembunyi, agaknya tidak ingin terlibat. Di pekarangan rumah penginapan itu nampak belasan orang berpakaian serba hitam yang bertambal-tambalan, dipimpin oleh seorang laki-laki berusia empatpuluh tahun yang bertubuh tinggi besar dan yang bersikap garang. Akan tetapi, ketika mereka semua melihat munculnya Ouw Ling dan Siong Ki mereka bersikap hormat, bahkan si tinggi besar yang garang itu cepat melangkah ke depan dan mengangkat kedua tangan ke depan dada ke arah Ouw Ling dan suaranya terdengar lantang namun hormat.
"Apakah kami berhadapan dengan Bi Tok Siocia dari Liong-san?"
Ouw Ling tersenyum mengejek."Kalau benar kalian mau apa? Mau memperpanjang urusan di rumah makan itu? Mau mengeroyokku? Majulah dan sekali ini, aku tidak akan bersikap lemah, akan kupenggal leher kalian semua!" kata Ouw Ling dan sikapnya ini membuat Siong Ki bergidik. Kiranya wanita itu dapat pula bersikap keras dan keji kalau perlu. Akan tetapi, memang para pengemi palsu ini patut dihajar, pikirnya.
Dihardik seperti itu, sekali ini para pengemis itu sama sekali tidak kelihatan marah, bahkan kelihatan gentar. Kembali si tinggi besar memberi hormat."Harap Siocia sudi memaafkan tiga orang anak buah kami yang seperti buta tidak mengenal bahwa nona adalah Bi Tok Siocia dari Liong-san. Mendengar peristiwa tadi, pangcu (ketua) kami marah sekali dan tiga orang itu telah menerima hukuman. Pangcu adalah sahabat baik dari Majikan Liong-san, maka sekarang pangcu mengutus kami untuk mengundang nona ke tempat kami, di mana pangcu akan menyambut sendiri untuk mohon maaf kepada Siocia."
Luar biasa sekali, pikir Siong Ki. Setelah mendengar nama julukan Ouw Ling, yaitu Bi Tok Sio-cia, para pengemis itu menjadi ketakutan, bahkan ketuanya sendiri yang mengundangnya untuk memohon maaf.! Dia tidak tahu siapakah Majikan Liong-san dan belum pernah mendengar nama julukan Ouw Ling. Gurunya tidak pernah bercerita tentang majikan Liong"san, walaupun ada beberapa orang datuk kang-ouw yang dia dengar dari ke te rangan s uhunya.
Ouw Ling menoleh kepadanya."Bagaimana, siauwte? Hek I Kai-pang mengundang kami, perlukah kami menerima undangan itu dan datang ke sarang Hek I Kai-pang untuk menemuinya?"
Siong Ki tersenyum girang. Bagaimanapun jug, wanita ini amat menghargainya dan telah mengangkatnya dalam pandangan para anggota Hek I Kaipang. Dia bertanya."Apakah engkau mengenal pangcu itu, enci?"
"Aku hanya pernah mendengar namanya. Ayahku yang mengenalnya. Sebetulnya, aku tidak senang diundang seperti ini. Kenapa bukan dia saja yang datang ke sini kalau hendak minta maaf? Akan tetapi, mengingat dia teman ayahku, dan aku di pihak yang lebih muda, sebaiknya kalau kita pergi ke sana, hendak kulihat apa yang hendak dia katakan."
"Kalau begitu, baik, kita pergi saja," kata Siong Ki.
Para anggota Hek I Kaipang merasa heran melihat wanita itu hendak pergi be rs ama pemuda yang tidak me re ka ke nal, akan te tapi me re ka mendengar bahwa tadi pemuda itu yang menimbulkan keributan dengan anak buah Hek I Kaipang. Karena yang mengajak pemuda itu adalah Bi Tok Sio-cia, merekapun tidak ada yang berani membantah. Si tinggi besar itu segera berkata."Siocia, pangcu telah mengirim sebuah kereta untuk menjemput sio-cia." Dia memberi isyarat dan sebuah kereta kecil ditarik dua ekor kuda memasuki pekarangan itu dari luar. Kereta itu cukup bagus, seperti kereta milik seorang pembesar saja! Bukan main, pikir Siong Ki. Pengemis mempunyai kereta berkuda dua untuk menjemput tamu!
Dengan sikap angkuh Bi Tok Siocia naik ke dalam kereta bersama Siong Ki dan kusir kereta lalu menjalankan kudanya, diikuti oleh belasan orang anggota Hek I Kaipang. Setelah kereta dan para pengiringnya meninggalkan pekarangan itu, barulah para tamu dan pelayan rumah penginapan berani keluar dan peristiwa itu tentu saja menjadi percakapan orang. Baru mereka tahu bahwa wanita cantik yang hanya dikenal sebagai Ouw Siocia di rumah penginapan itu adalah seorang wanita yang dijemput kereta oleh ketua Hek I Kaipang, berarti tentu saja bukan wanita sembarangan. Apalagi setelah berita tentang peristiwa perkelahian di depan rumah makan itu tersiar, semua orang memberitakan bahwa Ouw Siocia adalah seorang wanita perkasa.
Kereta itu keluar dari Lok-yang, menuju sebuah bukit kecil. Sarang Hek I Kaipang berada di lereng bukit ini, dan di sepanjang jalan mendaki bukit, nampak para anggota Hek I Kaipang berdiri di tepi jalan. Diam"diam Siong Ki harus mengakui bahwa perkumpulan pengemis itu memang kuat, mempunyai banyak anak buah yang agaknya teratur seperti pasukan saja.
Kalau tadinya Siong Ki mengkhawatirkan adanya perangkap yang diatur oleh ketua perkumpulan itu, kini dia melihat bahwa kekhawatirannya itu keliru. Agaknya nama besar Bi Tok Siocia sudah cukup menjadi jaminan, sehingga timbul keinginan tahu siapa sebenarnya wanita ini dan sampai di mana kelihaiannya, maka namanya sempat membuat pimpinan Hek I Kaipang yang demikian besarnya menyambutnya dengan sikap hormat.
Hek I Sin-kai sendiri keluar menyambut ketika kereta berhenti di depan sebuah bangunan yang sama sekali tidak pantas menjadi rumah pengemis! Perkampungan itupun tidak ada tanda-tandanya menjadi perkampungan pengemis. Bangunan-bangunannya dari tembok. Agaknya hanya pakaian mereka saja yang berbau pengemis, karena penuh tambalan. Apalagi bangunan di tengah, di depan mana kereta berhenti, merupakan bangunan yang megah.
Kakek yang menyambut mereka itu bertubuh tinggi kurus, berusia limapuluh tahun lebih. Mukanya kuning sehingga melihat tubuh tinggi kurus itu, dia lebih mirip seorang yang berpenyakitan, yang tidak sehat. Dia membawa sebatang tongkat mengkilap berwarna hitam, dan pakaiannya yang serba hitam itu terbuat dari sutera yang halus dan mahal! Sepatunya juga hitam mengkilat. Berbeda dengan pakaian anak buahnya, tidak nampak sedikit tambalanpun di bajunya. Dia lebih mirip seorang hartawan berpakaian sutera hitam daripada ketua pengemis.
Begitu Bi Tok Siocia turun dari kereta, Hek I Sin-kai menyambutnya dengan tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, engkaukah Bi Tok Siocia? Sungguh pantas engkau menjadi puteri Ouw Kok Sian, karrna engkau ternyata memiliki keberanian yang besar.!"
"Paman tentulah Hek I Sinkai Ma Siu, pendiri Hek I Kaipang? Pernah aku mendengar nama paman dari ayah," kata Ouw Ling.
"Ha-ha-ha, sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu dengan ayahmu. Dan inikah pemuda yang membikin ribut di rumah makan itu? Siapakah ini, nona Ouw? Sahabatmu, ataukah tunanganmu?"
Kalau orang lain ditanya tentang tunangan mungkin akan marah. Akan tetapi tidak demikian dengan Ouw Ling. Ia malah tersenyum senang."Dia bernama The Siong Ki, seorang sahabatku yang baru, paman. Bukan dia yang membikin ribut di rumah makan, melainkan tiga orang anak buahmu yang tak tahu diri. Aku yang menjadi saksi bahwa anak buahmu yang bersalah."
Ketua itu menggerakkan tangan dengan tidak sabar.
"Aku tahu . aku tahu...... dan aku telah menghukum mereka. Engkau dapat melihatnya sendiri nanti. Nah, Ouw Siocia, dan engkau The-sicu (orang gagah The), silakan masuk. Kalian menjadi tamu-tamu kehormatan kami hari ini."
Lega karena mendapat sambutan yang demikian hormat dan pihak kai"pang itu sama sekali tidak memperlihatkan sikap bermusuh, Siong Ki bersama Ouw Ling memasuki rumah besar itu dan mereka dipersilakan masuk ke ruangan tamu yang besar, di mana ternyata telah diper siapkan meja besar untuk pesta makan minum! Meja itu besar, akan tetapi karena hanya sebuah dan berada di ruangan tamu yang luas, maka tampak kecil.
Hek I Sin-kai Na Siu mempersilakan mereka berdua duduk menghadapi meja besar. Dia sendiri menemani mereka. Agaknya, ketua ini benar-benar menghormati kedua orang tamunya. Buktinya, tidak ada di antara pembantu-pembantunya yang ikut duduk menghadapi meja itu. Setelah dua orang tamunya duduk, pangcu itu bertepuk tangan. Seorang penjaga memasuki ruangan dan Hek I Sin-kai mengeluarkan perintah."Seret tiga orang anggota yang membikin malu tadi masuk!"
Penjaga pergi dan tak lama kemudian, dikawal oleh tiga orang anggota kai-pang, masuklah tiga orang itu. Mereka terhuyung-huyung dan Siong Ki melihat betapa tiga orang pengemis yang mengganggunya di rumah makan tadi, dalam keadaan menyedihkan, tersungkur dan berlutut. Pakaian mereka koyak-koyak dan berlepotan darah, dan terutama sekali di bagian punggung. Dia mengerti bahwa tiga orang itu telah menerima hukuman cambuk yang me mbuat kulit punggung me re ka pe cah-pe cah be rdarah.
"Nah, inilah mereka, nona Ouw. Sekarang terserah kepada nona dan sicu, apa yang harus kami lakukan dengan mereka? Membunuh mereka atau mengampuni mereka?" tanya ketua perkumpulan pengemis itu. Mendengar ini, tiga orang pengemis yang sekarang sudah kehilangan kegarangan mereka itu berlutut menghadap ke arah dua orang muda itu dan si hidung besar mewakili kedua orang temannya, berkata dengan suara gemetar.
Bi Tok Siocia tersenyum mengejek. Khawatir kalau wanita itu minta agar mereka dibunuh, Siong Ki cepat berkata,"Mereka sudah menerima hukuman. Sudahlah, pangcu, urusan ini tidak perlu diperpanjang lagi."
Mendengar ini, Bi Tok Siocia tersenyum lebar, lalu mengangguk"angguk.
"Pangcu, The-siauw-te sudah mengambil keputusan dan akupun setuju."
"Terima kasih, nona, terima kasih, sicu!" Tiga orang itu berulang-ulang mengucapkan terima kasih.
"Bawa mereka keluar dan suruh hidangkan makan minum!" kata ketua Hek I Kai-pang kepada tiga orang pengawal. Mereka semua keluar dan tak lama kemudian, gadis-gadis manis datang membawa hidangan. Kembali Siong Ki tertegun. Namanya saja pengemis, akan tetapi kini mampu mengadakan pesta dengan masakan-masakan yang mahal. Anggur dan arak yang baik, dan dilayani oleh lima orang gadis cantik yang sama sekali bukan jembel. Ini lebih tepat dinamakan pesta yang diadakan seorang bangsawan atau hartawan, bukan pemimpin orang jembel!
Setelah makan dan minum dengan gembira. Hek I Sin-kai menyuruh pelayan membersihkan meja, kemudian dia berkata,
"Ouw Siocia dan The"sicu, kami merasa gembira sekali bertemu dengan orang-orang muda yang lihai seperti kalian. Apalagi mengingat bahwa Ouw-siocia adalah puteri sahabat kami, dan karena The-sicu sahabat Ouw-siocia, berarti sahabat kami pula.. Kalian lihat bahwa kami selalu suka bersahabat dengan orang-orang lihai di dunia kang-ouw. Ouw-siocia, sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu sahabat Ouw Kok Sian. Setiap kali kami saling jumpa, kami pasti membicarakan ilmu silat dan latihan bersama. Sekarang, karena engkau merupakan puterinya, maka biarlah kuanggap engkau mewakili ayahmu dan aku ingin sekali melihat sampai di mana kini kemajuan ilmu silat dari majikan Liong-san. Ha-ha-ha-ha!" Sikap tuan rumah itu wajar dan ramah, sama sekali bukan merupakan tantangan untuk berkelahi.
"Nona, kami mohon ampun"
"Aih, Paman Na terlalu memuji. Mana bisa sedikit kemampuanku dibandingkan dengan Hek I Sin-kai yang terkenal dengan ilmu tongkatnya?"
"Ha-ha-ha, Ouw Siocia. Kita adalah orang-orang kang-ouw, kalau tidak membicarakan dan saling memberi petunjuk dalam ilmu silat, mau bicara tentang apa lagi? Akan tetapi, kalau ayahmu sendiri yang datang, tentu aku sendiri pula yang akan melayaninya. Sekarang, aku merasa tidak enak kalau menemanimu berlatih silat. Menang atau kalah, aku tetap akan ditertawakan orang. Nah, aku akan mewakilkan saja kepada muridku yang paling pandai agar aku dapat melihat sampai dimana
(Lanjut ke Jilid 29)
Naga Beracun (Seri ke 02 - Serial Naga Sakti Sungai Kuning)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 29
kehebatanmu, Ouw Siocia."
Setelah berkata demikian, ketua pengemis itu bertepuk tangan lagi. Kepada penjaga yang masuk, dia berkata dengan suara lantang.
"Panggil ke sini Ji Kiat!"
Tak lama kemudian. Muncullah murid yangdipanggil itu. Seorang pria berusia tigapuluh lima tahun, bertubuh tegap sedang, dengan muka yang cukup tampan dan dari pandang mata dan senyumnya, nampak bayangan dari ketinggian hati yang memandang rendah orang lain.
Pakaiannya juga serba hitam dan hanya ada tiga tambalan di dada. Pakaian itu juga terbuat dari sutera hitam yang halus. Dan agaknya diapun mengandalkan senjata tongkat seperti gurunya, karena di pinggangnya terselip sebatang tongkat hitam. Begitu memasuk ruangan itu, tokoh Hek I Kai-pang ini memberi ho rmat kepada gu runya, ke mudian kepada ke dua orang tamu itu.
"Ouw Siocia, ini adalah Su Ji Kiat, pembantu utamaku, juga muridku yang pertama. Nah, biarlah dia yang melayanimu berlatih sebagai wakilku dan engkau mewakili ayahmu. Bagaimana?"
Bi Tok Siocia tersenyum mengejek. Andaikata dia tidak sudah lebih dulu menaksir Siong Ki, mungkin saja ia akan tertarik kepada murid pertama Hek I Sin-kai yang cukup gagah dan tampan ini. Kini, ia tersenyum mengejek.
"Paman, aku datang memenuhi undangan, bukan untuk memamerkan kepandaian. Akan tetapi karena paman ingin melihat perkembangan ilmu dari ayah melalui aku, baiklah. Siapa saja yang akan paman tunjuk untuk mewakili paman, terserah." Setelah berkata demikian, sekali menggerakkan tubuhnya, tubuh wanita itu dari atas tempat duduknya telah melayang ke tengah ruangan yang luas itu dan ia sudah berdiri dengan senyum yang manis, memiringkan tangan terbuka di depan dada dan mengangkat tangan kirinya ke atas kepala."Aku sudah siap!"
Hek I Sin-kai memberi isyarat kepada muridnya. Su Ji Kiat yang memiliki watak angkuh dan memandang rendah lawan, kini menghampiri Ouw Ling dan tentu saja dia juga memandang ringan kepada wanita cantik ini. Memang dia sudah mendengar betapa wanita ini telah menghajar anak buah Hek I Kaipang, akan tetapi apa anehnya kalau hanya menghajar anak buahnya? Dia sendiri biar dikeroyok belasan orang anak buahnya, tidak akan kalah. Dia, murid kepala dari Hek I Sin-kai, kini harus menandingi seorang wanita, sungguh merupakan hal yang memalukan baginya!
Setelah berhadapan, Su Ji Kiat berdiri santai lalu berkata."Nona, silakan menyerang, aku telah siap melayanimu berlatih." Dia tersenyum dan senyumnya membayangkan kecongkakannya. seperti seorang dewasa menertawakan lagak dan gaya seorang bocah.
"Be gitukah? N ah, kalau sudah siap, s ambutlah se ranganku ini!" Tiba"tiba Ouw Ling menggerakkan kaki tangannya, gerakannya cepat bukan main dan sekali terjang, dengan cepat dan kuat ia telah mengirim serangkaian serangan dengan tamparan kedua tangannya, bergantian dan bertubi-tubi.
Terkejutlah Ji Kiat. Dia cepat mengelak dan menangkis, dan serangkaian serangan itu bagaikan badai datangnya, membuat dia kewalahan juga, karena sama sekali tidak mampu balas menyerang dan biarpun tidak ada pukulan yang mengenai tubuhnya karena dia menggunakan kedua lengan melindungi tubuh, tetap saja dia terhuyung ke belakang.
"Ji Kiat, ia itu murid majikan Liong-san, berhati-hatilah menghadapinya!" kata Hek I Sin-kai yang merasa khawatir, juga tidak senang melihat kecerobohan muridnya yang dia tahu memandang ringan lawan se hingga dalam ge brakan pe rtama s aj a sudah te rde s ak. Agaknya Ji Kiat menyadari kesalahannya, maka diapun meloncat ke belakang agar terbebas dari himpitan rangkaian serangan itu, kemudian dia memasang kuda-kuda yang kokoh dan ketika Ouw Ling menyerang lagi, dia sudah siap menangkis dan balas menyerang. Sekarang barulah terjadi pertandingan, saling serang dengan serunya.
Akan tetapi, pertandingan itu berjalan seimbang hanya untuk selama duapuluh jurus saja, selama itupun Ouw Ling sengaja mengalah. Hal ini dapat dilihat jelas oleh Siong Ki, membuat pemuda itu menjadi kagum. Ternyata bahwa wanita itu memang lihai bukan main, memiliki gerakan yang aneh dan agak liar, terutama sekali lihai dalam ilmu tendangannya.
Dari pertandingan itu saja Siong Ki sudah dapat menilai bahwa tingkat kepandaian wanita itu jauh lebih tinggi daripada lawannya.
Agaknya setelah lewat tigapuluh jurus dan mendesak lawan, Ouw Ling merasa jemu dan tiba-tiba ia mengeluarkan bentakan nyaring, kedua kakinya bagaikan kitiran angin bergerak, berputar dan serangkaian tendangan menyambar-nyambar ke arah tubuh Ji Kiat. Murid utama Hek I Sin-kai ini terkejut, berusaha untuk mengelak dan menangkis,akan tetapi gerakan tendangan dari Ouw Li memang hebat sekali.
Tubuhnya bagaikan melayang-layang dan tendangannya susul-menyusul dan akhirnya, sebuah tendangan dapat menyusup di antara kedua lengan yang menangkis, mengenai dada Ji Kiat dan tubuh tokoh Hek I Kai-pang itupun terjengkang! Dia tentu akan terbanting keras kalau saja dia tidak membuat tubuhnya melingkar sehingga tubuh itu kini menggelinding seperti bola sampai enam tujuh meter jauhnya!
Su Ji Kiat tidak terluka, akan tetapi dadanya terasa sesak dan diapun bangkit berdiri dengan muka berubah merah. Alangkah malunya dikalahkan seorang lawan wanita. Hek I Sin-kai juga melihat kekalahan muridnya dan diam-diam dia terkejut. Untung dia tidak memandang rendah kepada murid Ouw Kok Sian itu. Kiranya wanita itu lihai bukan main! Akan tetapi, melihat muridnya dikalahkan sedemikian mudahnya, dia merasa penasaran juga. Dia bertepuk tangan memuji.
"Ah, hebat bukan main kemajuan yang diperoleh Ouw Kok Sian sehingga puterinya mewarisi ilmu yang dahsyat.! Nah, Ji Kiat, jangan memandang ringan kepada Nona Ouw, dan engkau mintalah pelajaran tentang penggunaan senjata darinya. Akan tetapi hati-hati, siang-to (sepasang golok) dari Nona Ouw hebatnya bukan main!"
Ini adalah anjuran bagi muridnya untuk mempergunakan senjata, yaitu tongkat baja yang menjadi andalan perkumpulan mereka. Mendengar ucapan suhunya, Su Ji Kiat seperti mendapat semangat baru. Dia tadi merasa malu karena dengan tangan kosong, dia telah kalah. Kini masih ada harapan untuk menebus kekala hannya melalui tongkatnya yang menjadi andalannya. Maka diapun cepat mengambil tongkatnya yang hitam dan memberi hormat kepada Ouw Ling.
"Nona Ouw, mohon petunjukmu dalam ilmu menggunakan senjata." Dia melintangkan tongkat di depan dadanya. Ouw Ling tersenyum. Tanpa menggunakan siang-to sekalipun ia tidak gentar menghadapi lawan bersenjata. Akan tetapi, pertama ia tidak ingin membikin malu tuan rumah, dan kedua iapun tahu bahwa Hek I Sin-kai terkenal karena ilmu tongkatnya. Kalau ia memandang rendah menghadapi tongkat dengan tangan kosong dan kalah, tentu ia akan merasa malu sekali.
"Baik, akupun ingin melihat bagaimana hebatnya ilmu tongkat dari Hek I Kai-pang yang disohorkan orang itu." Hampir tidak nampak tangannya bergerak, dan tiba-tiba nampak sinar berkelebat dan sepasang tangannya telah memegang sepasang golok. Golok itu tidak terlalu besar, bentuknya melengkung indah dan gagangnya terbuat dari emas berhiaskan permata! Kedua golok itu tipis dan berkilauan saking tajamnya, demikian indahnya sehingga lebih menyerupai golok hias daripada senjata yang ampuh.
Melihat wanita itu sudah memegang sepasang goloknya. Ji Kiat yang bemafsu sekali untuk menebus kekalahannya tadi, segera berseru."Nona Ouw, lihat serangan tongkatku!" Dan diapun sudah nyerang dengan tongkatnya. Memang hebat sekali ilmu tongkat itu. Gerakannya cepat, kuat dan aneh. Begitu tongkat meluncur, terdengar suara bersiutan tajam dan tongkat itu berubah menjadi sinar hitam yang menyambar-nyambar.
Sinar pertama menyambar ke arah kepala Ouw Ling. Ketika wanita itu mengelak sehingga tongkat menyambar lewat atas kepalanya, tongkat itu langsung saja membalik, kini menyambar ke arah kedua kakinya. Ouw Ling meloncat dan tiba-tiba saja tongkat membalik dan ujung yang lain menusuk ke perut! Memang ilmu tongkat yang dahsyat!
"Tranggg........!" Bunga api berpijar ketika golok di tangan kiri Ouw Ling menangkis tongkat, sedangkan golok di tangan kanannya menyambar ke arah leher lawan.
Ji Kiat yang kini tidak berani memandang rendah lawannya, memutar tongkatnya dan kembali bunga api berpijar ketika golok ditangkis tongkat. Mulailah mereka saling serang dengan dahsyat. Saking cepatnya gerakan mereka, tidak nampak sepasang golok dan sebatang tongkat itu, yang nampak hanyalah gulungan sinar hitam yang berkejaran dan saling belit dengan dua gulung sinar putih.
N amun, sej ak be be rapa ge brakan saja. Siong Ki maklum bahwa memang murid ketua kaipang itu sama sekali bukan lawan Ouw Siocia. Wanita ini terlalu tangguh, apalagi gerakan sepasang goloknya benar"benar amat hebatnya. Kalau gadis itu menghendakinya, agaknya dalam waktu belasan jurus saja, ia akan mampu melukai dan merobohkan lawannya.
Hal ini akhirnya dapat dirasakan pula oleh Ji kiat. Akan tetapi, dia adalah seorang yang memiliki watak tinggi hati dan merasa dirinya paling hebat, maka sukarlah bagi seorang de ngan watak seperti itu untuk dapat menerima dan mengakui kekalahan. Setelah merasa bahwa dia akan kalah, timbullah kenekatannya dan diapun kini mulai menyerang secara membabi buta dan dengan serangan-serangan maut.
Dia sudah lupa bahwa pertandingan itu bukan suatu perkelahian, melainkan hanya menguji kepandaian, seperti latihan belaka. Kini dia menyerang sungguh"sungguh, kalau perlu merobohkan lawan dan melukai atau membunuhnya!
Ouw Ling terkejut dan iapun menjadi marah. Kalau tidak ingat bahwa ia sebagai tamu, tentu ia sudah menggunakan tangan keji terhadap lawannya itu. Ia hanya mendengus dan gerakan sepasang goloknya be rubah, ce pat dan kuat se hingga ketika me nde ngar suara nyaring bertemunya golok dan tongkat, tongkat itu terlepas dari tangan Ji Kiat dan sebuah tendangan menyusul, amat kerasnya mengenai pinggul kiri Ji Kiat sehingga tubuh tokoh pengemis itu terlempar dan melayang ke arah meja di mana gurunya duduk.!
Kalau Ouw Ling ingin mencelakainya, tentu tendangan tadi tidak mengenai pinggul, melainkan mengenai perut atau dada yang akibatnya akan parah. Akan tetapi, tendangan yang membuat lawannya terlempar j auh itu cukup me nunj ukkan ke marahannya.
Hek I Sin-kai bangkit dan menangkap tubuh muridnya dengan tangan kiri, mencegahnya menimpa dirinya atau terbanting keras, lalu melepaskannya ke samping di mana Ji Kiat jatuh terduduk. Wajah ketua Hek I Kaipang itu berubah kemerahan walaupun mulutnya masih tertawa.
"Ha-ha-ha, ilmu golok Ouw Siocia sungguh hebat, dan ilmu tendangannyapun mengagumkan sekali. Aku ingin untuk merasakannya pula!" katanya dan diapun menghampiri wanita itu dengan membawa tongkatnya.
Siong Ki merasa tidak enak kalau diam saja. Diapun tahu bahwa tadi Ouw Ling marah sehingga menghajar lawannya agak keras dan hal ini agaknya membuat tuan rumah merasa tidak senang. Wanita itu memang lihai dan Su Ji Kiat bukan lawannya yang seimbang, akan tetapi kalau guru Ji Kiat yang maju, tentu akan lain halnya. Ketua yang marah itu mungkin akan dapat mengalahkan Ouw Ling, dan karena dia sedang marah, mungkin kini akan terjadi pertandingan yang sifatnya mengandung kemarahan dan menjadi perkelahian yang akan membahayakan kedua pihak. Pula, kalau hanya wanita itu saja yang selalu maju menghadapi lawan, lalu apa gunanya ia ikut datang ke tempat itu?
"Ouw-cici, mundurlah, biar aku menggantikanmu," katanya dan diapun cepat menghampiri Ouw Ling, kemudian memberi hormat kepada Hek I Sin-kai."Pangcu, tidak adil kalau harus Ouw-cici lagi yang melayani pangcu, setelah tadi ia dengan susah payah menandingi muridmu. Juga aku ingin mengenal ilmu tongkatmu yang lihai. Marilah kita main-main sebentar, pangcu, agar Ouw-cici dapat beristirahat."
Ouw Ling tersenyum girang. Bukan karena ia merasa lega tidak harus menandingi Hek I Sin-kai yang tangguh, melainkan karena ia ingin sekali melihat sampai dimana kehebatan pemuda yang telah menarik hatinya itu. Ia mengangguk lalu ke mbali du duk me nghadapi mej a. Adapun Ji Kiat yang telah dikalahkan, kini duduk di atas lantai di sudut ruangan itu, nampak lemas dan lenyaplah sikapnya yang congkak tadi.
Mendengar ucapan Siong Ki tadi, tentu saja Hek I Sin-kai tidak dapat menolak atau membantah. Tidak mungkin dia menolak ajakan Siong Ki untuk bertanding dengan memaksakan keinginannya untuk menantang Ouw Siocia. Dengan demikian, tentu perasaan tidak senang dan penasaran di hatinya oleh kekalahan muridnya tadi akan nampak.
Sebagai seorang yang lebih tua dan kedudukannya lebih tinggi, tentu saja dia tidak mungkin bersikap seperti itu. Bahkan diam-diam dia merasa girang dengan majunya pemuda ini. Kalau dia mengalahkan Ouw Siocia, setidaknya tentu dia akan membuat hati sahabatnya, Ouw Kok Sian, menjadi tidak senang. Sebaliknya, pemuda ini hanya sahabat Ouw Siocia, maka dia merasa lebih be bas untuk be rbuat apa saja te rhadap pemuda ini.
"Baiklah, engkau yang menjadi sahabat baik Nona Ouw, aku percaya engkau tentu memiliki ilmu kepandaian yang lumayan. Akan tetapi, bolehkah aku mengetahui siapa gurumu, dan dari aliran mana?"
Siong Ki mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa gurunya tidak suka kalau namanya disebut-sebut, apalagi urusan yang dia hadapi sekarang ini bukan urusan membela kebenaran dan keadilan, hanya sekedar perkenalan belaka. Kalau suhunya tahu bahwa namanya diobral olehnya, tentu akan marah se kali.
"Maaf, pangcu. Aku mempelajari silat ke mana-mna sehingga tidak ingat lagi berapa banyak, guru-guruku, dan aku tidak terikat oleh aliran manapun. Harap pangcu memberi petunjuk sehingga berarti pangcu juga menjadi seorang di antara para guruku."
Siong Ki memang pandai membawa diri. Tentu saja ucapan itu merupakan sanjungan sehingga Hek I Sin-kai tersenyum dan mera a kepalanya agak membesar.
"Ha-ha-ha, engkau tentu akan dapat banyak mendapatkan pelajaran yang berharga, sicu. Silakan menyerang!" katanya dengan lagak yang menggurui.
"Baik, pangcu, akan tetapi aku tidak ingin menggunakan pedang. Bagaimana kalau kita berlatih dengan tangan kosong saja?"
"He-he, The-sicu. Apa salahnya menggunakan senjata? Kalau kita sudah menguasai benar, senjata sama dengan tangan kita dan tidak akan melukai lawan kalau tidak kita kehendaki. Justru engkau akan dapat mengambil keuntungan dan ajaran dari ilmu tongkatku! Cabutlah pedangmu dan jangan takut, aku tidak akan melukaimu dengan tongkat ini."
"Baiklah kalau engkau menghendaki demikian pangcu," Siong Ki lalu mencabut pedangnya, sengaja memperlihatkan sikap kaku sehingga diam"diam Ouw Siocia sendiri mengerutkan alisnya dan mulai meragukan kemampuan pemuda itu.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa. Yang tertawa adalah Su Ji Kiat dari sudut ruangan itu."Ha-ha-ha-ha, engkau hendak menggunakan sebatang pedang butut itu untuk melawan tongkat suhu? Ha-ha-ha, suhu, biarkan teecu (murid) melawan badut ini!" Setelah berkata demikian dia sudah meloncat ke dekat Siong Ki, tongkatnya yang tadi terlepas ketika dia bertanding melawan Ouw Ling telah dipegangnya kembali.
Hek I Sin-kai adalah seorang kangouw yang banyak pengalaman. Biarpun pemuda itu mengeluarkan sebatang pedang yang nampaknya butut dan tumpul, namun dia tidak memandang rendah. Bahkan diam"diam dia terkejut. Dia tahu bahwa semakin buruk dan nampak lemah senjata seorang ahli silat, semakin tinggi pula tingkat orang itu. Orang yang memegang senjata yang nampak bersahaja, berarti tidak lagi mengandalkan senjata itu, melainkan dirinya sendiri.
Dia belum pernah berkenalan dengan pemuda ini, tidak tahu dari aliran mana. Oleh karena itu, majunya muridnya merupakan hal yang menguntungkan baginya. Dengan membiarkan muridnya maju lebih dahulu, berarti dia mendapat kesempatan untuk mengintai tingkat lawan!
"Baiklah, engkau boleh mengujinya lebih dahulu, Ji Kiat," katanya sambil mengangguk. Ji Kiat sudah menghadapi Siong Ki dan lagak sombongnya timbul kembali.
"The-sicu, majulah dan aku yakin dalam waktu kurang dari duapuluh jurus aku akan dapat mengalahkanmu!" kata Ji Kiat yang bersikap sombong untuk menutup rasa malunya karena kekalahannya dari Ouw Ling tadi.
Siong Ki mengerutkan alisnya. Dia sudah dapat menilai sampai dimana kepandaian orang ini dan dia merasa muak melihat kesombongan orang itu maka diapun ingin memberi hajaran kepadanya, maka ia lalu berkata,
"Engkau tadi sudah bertanding melawan Ouw-cici, tidak adil kalau sekarang melawanku, maka biarlah aku akan mengaku kalah kalau dalam waktu lima jurus aku belum mampu mengalahkanmu!"
Bukan saja Ji Kiat yang menjadi merah telinganya mendengar ini, akan tetapi juga Hek I Sin-kai, bahkan juga Ouw Ling. Wanita ini tentu saja kaget karena ia sendiri tidak akan mungkin mengalahkan Ji Kiat hanya dalam waktu lima jurus, apalagi sebelumnya telah memberi tahu, sehingga tentu saja Ji Kiat akan memperkuat pertahanannya agar jangan kalah dalam waktu sesingkat itu.
Tentu saja Ji Kiat menjadi marah bukan main. Dia tadi telah dikalahkan Ouw Ling yang berarti dia telah terseret turun dari kedudukannya yang dia banggakan sebagai murid utama Hek I Sin-kai, dan kini, ada pemuda tak terkenal yang berani mengatakan akan mengaku kalah kalau tidak dapat mengalahkannya dalam waktu lima jurus! Gurunya sendiripun tidak akan mungkin dapat mengalahkannya dalam waktu lima jurus.
"Bagus, engkau sendiri yang mengeluarkan ucapan itu, The-sicu. Nah, aku sudah siap, mulailah engkau menyerangku!" kata Ji Kiat. Diapun cukup cerdik untuk mengambil keuntungan dari tantangan lawan. Dia hanya tinggal menjaga diri agar jangan sampai kalah dalam waktu lima jurus dan itu berarti dia akan menang! Jelas, sekarang akan tertebus kekalahannya yang tadi!
Siong Ki tersenyum, maklum apa yang berada dalam pikiran lawan.
"Baik, kau bersiaplah. Nah, lihat seranganku. Jurus pertama!"
Tiba-tiba pedang tumpul di tangannya bergerak dan lenyaplah pedang itu, yang nampak hanya sinar hijau menyambar dahsyat ke arah kepala Ji Kiat, disusul dorongan tangan kirinya ke arah dada. Inilan juru Dewa"mempersembahkan-mustika, sebuah jurus yang sekaligus atau beruntun cepat sekali telah melakukan dua serangan, yaitu sambaran pedang dari kiri ke kanan disusul dorongan tangan kiri dengan jari terbuka ke arah dada lawan. Ji Kiat yang sudah siap siaga, cepat memutar tongkatnya melindungi tubuhnya.
"Trakkk!" Tongkat be rte mu pedang tumpul dan me le kat! Te ntu s aj a karena tongkatnya tertahan, Ji Kiat tidak dapat melindungi dadanya yang disambar tangan kiri Siong Ki. Cepat dia miringkan tubuhnya, nanun terdengar suara"brett" dan ujung bajunya robek dan hancur. Wajahnya menjadi pucat. Kalau tangan itu tadi meremas perut atau dadanya, bukan ujung baju, tentu bukan kain itu yang robek hancur! Dia meloncat ke be lakang dan siap me nghadapi serangan se lanj utnya. Bagaimanapun juga, dalam jurus pertama itu, dia belum jatuh, berarti belum kalah!
Siong Ki tersenyum. Orang ini memang tak tahu diri, pikirnya. Sebetulnya, jurus pertama itu saja sudah cukup membuktikan bahwa Ji Kiat kalah, akan tetapi agaknya orang itu tidak mau mengakui ke kalahannya.
"Awas serangan jurus ke dua!" bentak Siong Ki dan diapun meloncat maju dan kini pedang butut dan tumpul di tangannya digerakkannya cepat membentuk lingkaran-lingkaran yang aneh dan cepat, hanya
nampak gulungan-gulungan sinar hijau saja yang seolah ada beberapa ekor burung hijau beterbangan mengelilingi tubuh Ji kiat. Orang inipun cepat memutar tongkatnya melindungi diri, namun tetap saja gerakannya kalah cepat.
"Pratt!" dan nampaklah potongan rambut berhamburan. Sebagian rambut Ji Kiat disambar sinar pedang dan berhamburan. Kembali Ji Kiat melompat ke belakang dan memasang kuda-kuda. Dia tidak memperdulikan rambutnya yang bodol, dan dia memandang dengan mata mendelik karena merasa penasaran dan marah.
Melihat lawan masih belum mau mengaku kalah, Siong Ki menerjang lagi sambil berseru,
"Jurus ke tiga!" Kini Ji Kiat menangkis datangnya pedang yang membacok kepalanya itu dengan mengerahkan seluruh te naganya.
Trangg!!" Keras sekali kedua senjata itu saling bertemu di udara dan akibatnya, ujung tongkat di tangan Ji Kiat itu putus terpotong!
"Hemn, aku masih belum roboh!" kata Ji Kit dengan nekat walaupun tongkatnya yang amat diandalkannya itu telah patah ujungnya.
"Baik, jagalah jurus ke empat!" Kini pedang itu bergerak lagi, berkelebatan menyambar-nyambar dan Ji Kiat menggunakan tongkatnya yang buntung untuk melindungi dirinya.
"Trakk!" Kembali tongkat bertemu pedang dan sekali ini Ji Kiat tidak mampu menarik lepas tongkatnya dari pedang. Tongkatnya melekat dan biarpun dia sudah mengerahkan tenaga untuk melepaskan tongkatnya, sia-sia saja dan pada saat itu, tangan kiri Siong Ki meluncur ke arah pergelangan tangannya yang memegang tongkat.
"Tukk!" Lengan kanan Ji Kiat menjadi lumpuh dan terpaksa dia melepaskan tongkatnya yang tidak dapat dipertahankannya kembali. Kini tongkati telah terampas lawan! Akan tetapi dia belum roboh, dan hanya tinggal satu jurus lagi. Biarpun dari jurus pertama sampai jurus ke empat dia telah dirugikan, akan tetapi kalau sejurus lagi lewat dan dia belum roboh, berarti lawannya akan dianggap kalah!
"The-sicu, aku belum roboh, berarti belum kalah!" katanya dan dia memasang kuda-kuda dengan kedua kaki ditekuk rendah, siap melewatkan sejurus lagi dengan seluruh kekuatannya!
Sementara itu, Hek I Sin-kai memandang dengan mata terbelalak, bahkan Ouw Ling sendiri menjadi bengong. Ia dapat menduga bahwa Siong Ki seorang yang lihai, akan tetapi tidak disangkanya sehebat itu! Tentu saja wanita itu menjadi semakin kagum dan tertarik. Sedangkan Hek I Sin-kai agak pucat wajahnya. Tahulah kakek ini bahwa dia sendiripun bukan tandingan pemuda yang amat hebat itu! Ingin dia meneriaki muridnya agar menyerah, akan tetapi karena Ji Kiat sudah terlanjur bersikap tidak mau kalah, diapun hanya memandang penuh perhatian dan ingin tahu apa yang akan dilakukan pemuda lihai itu terhadap muridnya.
Siong Ki tersenyum dan menyarungkan Seng-kong-kiam di sarung pedangnya, lalu berkata: "Engkau ingin dirobohkan dalam jurus ke lima? Baiklah kalau begitu, nah! robohlah kau!"
Siong Ki menerjang dengan tangan kosong dan disambut oleh Ji Kiat dengan kedua tangannya. Dia berpikir bahwa kalau kedua tangannya menangkis, maka jurus itu akan lewat dan dia tidak akan roboh.
"Plak, dess!!" Kedua pasang tangan bertemu dengan kuatnya dan tubuh Ji Kiat terdorong ke belakang, akan tetapi sapuan kaki Siong Ki membuat dia terpelanting dan tanpa dapat dicegah lagi Ji Kiat roboh terbanting. Dia terkejut dan juga heran. Mau tidak mau dia harus mengakui keunggulan pemuda itu yang ternyata lebih lihai dibandingkan Ouw Siocia!
Ji Kiat bangkit duduk dan meringis karena punggungnya terasa nyeri ketika dia terbanting tadi. Dia bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Siong Ki sambil berkata,
"The sicu, aku mengaku kalah. Engkau memang lihai sekali dan maafkan kata-kataku tadi."
Terdengar tepuk tangan dan Hek I Sin-kai yang bertepuk tangan memuji.
"Hebat, engkau hebat sekali, orang muda!" katanya.
Ouw Ling yang merasa bangga melihat kelihaian sahabat barunya itu lalu berkata kepada Hek I Sin-kai,
"Paman, sekarang tiba giliranmu untuk memberi petunjuk pada The-siauwte!"
"Aih, melihat betapa dengan mudahnya The-sicu mengalahkan Ji Kiat, cukuplah. Aku sudah terlalu tua untuk dapat menandinginya. Hanya sayang aku belum dapat mengenal dari aliran mana ilmu silatmu, sicu. Aku harus memberi selamat kepadamu untuk membuktikan kekagumanku kepadamu. Nah, terimalah secawan arak sebagai ucapan selamat dan kekagumanku, The-sicu!" Ketua Hek I Kai-pang itu memegang sebuah cawan kosong dengan tangan kanan, lalu tangan kirinya menuangkan arak dari guci arak sampai penuh. Kemudian dengan kedua tangan dia memegang secawan arak itu, diam-diam mengerahkan sin-kangnya dan ketika dia menyerahkan secawan arak itu kepada Siong Ki, arak di guci itu bergolak seperti mendidih! Inilah pameran kekuatan sin-kang yang hebat sehingga mengagumkan Ouw Ling.
Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, Siong Ki menghadapi ketua itu dengan senyum, lalu dia mengulurkan kedua tangan untuk menerima secawan arak itu."Terima kasih, engkau baik sekali, pangcu," katanya dan dengan kedua tangan, dia memegang cawan arak itu. Arak yang tadinya mendidih itu tiba-tiba berhenti bergolak dan ketika pemuda itu menuangkannya ke mulut sambil berdongak, arak itu tidak menetes turun dari cawan yang dia balikkan! Arak itu seolah-olah telah membeku dan tidak tumpah keluar! Inipun merupakan demonstrasi kekuatan sin-kang yang tidak kalah hebatnya, membuat Ouw Ling bertepuk tangan.
"Aih-aihhh. kalian berdua ini seperti kanak-kanak yang bermain sulap saja, suka main-main seperti itu!" katanya.
Siong Ki tersenyum, menurunkan cawan itu lalu mengangkat cawan sambil mengajak tuan rumah dan wanita itu minum arak masing-masing.
"Mari kita minum untuk persahabatan kita!" kata Siong Ki. Hek I Sin-kai menyambut dengan gembira, demikian pula Ouw Ling dan mereka bertiga minum arak lalu mereka dipersilakan duduk kembali.
Hek I Sin-kai memberi isyarat kepada Ji Kiat untuk meninggalkan ruangan itu dan mereka bertiga duduk bercakap-cakap dengan gembira.
"Sungguh menggembirakan sekali hari ini aku dapat bertemu dan berkenalan dengan kalian dua orang muda yang hebat. Nah, sekarang kalau boleh aku mengetahui, apakah kepentingan ji-wi (kalian berdua) datang ke Lok-yang? Apakah barangkali kami dapat membantu kalian?"
"Kami tidak mempunyai keperluan khusus, paman," kata Ouw Ling sambil mengerling kepada Siong Ki.
"Kami hanya berpesiar saja, sambil melihat-lihat barangkali ada pekerjaan yang cocok bagi kami."
Siong Ki teringat akan tugas yang diberikan gurunya kepadanya. Ini kesempatan yang amat baik, pikirnya. Sebagai ketua kai-pang yang memiliki banyak anggota, juga tentu mempunyai hubungan yang amat luas, mungkin saja Hek I Sin-kai dapat membantunya memberi keterangan tentang penculik puteri gurunya!
"Barangkali pangcu dapat membantuku dengan memberi keterangan tentang seorang yang sedang kucari."
"Siapakah orang yang sedang kau cari itu The-sicu?" tanya Hek I Sin-kai sedangkan Ouw Ling juga memandang penuh perhatian.
Ia sendiri belum pernah mendengar tentang itu karena memang ia baru saja berkenalan dengan Siong Ki dan belum mendengar banyak tentang riwayat dan keadaan pemuda yang dikaguminya itu.
Siong Ki sudah mendengar tentang Kwa Bi Lan dari gurunya, tentang riwayat wanita itu mengapa menculik puteri gurunya. Diapun sengaja tidak langsung menanyakan tentang wanita itu, melainkan mendiang suaminya yang lebih terkenal di dunia kangouw.
"Aku mencari orang yang berjuluk Sin-tiauw (Rajawali Sakti) bernama Liu Bhok Ki."
Bukan hanya Hek I Sin kai yang terkejut, juga Ouw Ling tercengang karena nama besar Si Rajawali sakti pernah menggemparkan dunia kangouw.
"Aih, dia? Akan tetapi dia telah tidak ada lagi, sicu! Dia telah mati belasan tahun yang lalu!"
Tentu saja Siong Ki sudah tahu akan hal ini."Kalau begitu, aku mencari keluarganya. Apakah dia tidak mempunyai keluarga? Isteri atau anak?"
"Kami tidak mendengar bahwa dia mempunyai anak, hanya mendengar bahwa dia di hari tuanya mempunyai seorang isteri. Akan tetapi, kami tidak tahu siapa isterinya itu dan di mana ia sekarang berada."
"Aku tahu!" tiba-tiba Ouw Ling berkata."Isterinya seorang wanita muda murid Siauw-lim-pai, namanya namanya Kwa Bi Lan. Ya, aku pernah mendengar ayah bercerita tentang mendiang Sin-tiauw Liu Bhok Ki itu."
Tentu saja diam-diam Siong ki merasa girang. Tak disangkanya bahwa yang mengenal wanita itu bahkan sahabat barunya ini!
"Aih, Ouw-cici, engkau malah mengenalnya? Di mana sekarang Kwa Bi Lan itu."
Akan tetapi Siong Ki menjadi kecewa melihat wanita cantik itu menggeleng kepalanya.
"Sin-tiauw Liu Bhok Ki telah meninggal dunia belasan tahun yang lalu dan sejak itu, tidak ada yang tahu ke mana perginya isterinya itu. Ia ketika itu masih muda, dan ia hanya diketahui sebagai murid Siauw-lim-pai, namanya tidak begitu dikenal. Yang terkenal adalah suaminya, maka setelah suaminya meninggal dunia, Kwa Bi Lan juga tidak diperhatikan orang lagi. Aku tidak tahu di mana ia berada."
"Melihat wajah sahabat barunya kelihatan kecewa, ia cepat menyambung."
Jangan khawatir, siauw-te, aku akan membantumu mencarikan sampai dapat. Aku mempunyai banyak hubungan, tentu akan dapat mencari keterangan tentang Kwa Bi Lan."
Wajah Siong Ki menjadi cerah kembali mendengar kesanggupan wanita cantik itu.
"Terima kasih, enci Ouw, engkau baik sekali."
"Ji-wi mencari pekerjaan? Sungguh kebetulan sekali! Saat ini tenaga dua orang seperti ji-wi amat dibutuhkan. Dan bukan saja ji-wi akan me ne rima balas j as a yang cukup besar, bahkan me mbuka ke se mpatan bagi ji-wi untuk mendapatkan pekerjaan dan kedudukan di kota raja Tiang-an."
Dua orang muda itu tertarik sekali. Mereka memandang tuan rumah dengan sinar mata penuh selidik. Bagaimanapun juga, Siong Ki tidak akan sudi menerima kalau ditugaskan melakukan suatu kejahatan. Dia bukan penjahat! Dia seorang pendekar! Juga Bi-tok Siocia Ouw Ling adalah puteri seorang datuk, tentu saja merasa rendah kalau harus melakukan kejahatan remeh yang hanya akan menjatuhkan nama besarnya dan nama besar ayahnya.
"Pekerjaan apakah yang kaumaksudkan itu, paman?" tanya Ouw Ling.
"Begini, Ouw Siocia. Kalian tahu bahwa aku mempunyai hubungan dekat sekali dengan para pejabat di Lok-yang. Kebetulan sekali seorang pangeran yang kini menjabat kedudukan hakim di Lok-yang, kemarin minta kepadaku untuk menyediakan beberapa orang yang berkepandaian tinggi untuk mengawal isteri pangeran dan tiga orang puteranya yang hendak melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Mereka memang berasal dari kota raja. Perjalanan sekarang tidak dapat dikata aman, maka aku sedang bingung mencari siapa gerangan yang dapat dipercaya untuk memikul tugas itu. Dan melihat kalian berdua, aku yakin tidak ada orang lain yang tepat dan dapat diandalkan untuk mengawal keluarga pangeran itu dari sini ke kota raja."
"Pangcu, bagi seorang pembesar, apalagi kalau dia pangeran, apa susahnya mencari pengawal. Akan tersedia pasukan besar untuk menjaga keselamatan keluarganya! Kenapa harus mencari orang lain?" tanya Siong Ki.
"Benar pertanyaan The-siauwte itu, paman. Mengherankan sekali memang." kata Ouw Ling.
Ketua pengemis itu mengangguk-angguk.
"Memang tadinya akupun membantahnya demikian, akan tetapi setelah dia menjelaskan, baru aku mengerti. Pangeran itu seorang hakim, kalau isterinya ke kota raja, pasti dia akan menitipkan beberapa laporan penting. Dia tidak ingin mengerahkan pasukan agar tidak menyolok dan menarik perhatian, juga keluarganya tidak suka kalau bepergian diiringkan pasukan yang membuat suasana menjadi kaku, akan tetapi diapun ingin keselamatan keluarganya terjamin. Oleh karena itu, dia minta aku mencarikan dua tiga orang pengawal yang dapat diandalkan, dan melihat kalian berdua, aku yakin kalian akan mampu mengawal keluarga itu sampai selamat tiba di kota raja. Dan kalau kalian menghendaki pekerjaan atau kedudukan di kota raja, kiranya aku dapat menyampaikan kepada pangeran itu. Dia pasti akan dapat memberi kalian surat perkenalan dan kepercayaan untuk pembe s ar di kotaraj a."
Dua orang itu saling pandang, kemudian Ouw Ling bertanya,"Apakah sudah ditentukan kapan keluarga itu berangkat?"
"Tiga hari lagi."
"Kalau begitu, biar penawaran ini kami pertimbangkan dulu sampai besok. Besok kami memberi keputusan kepadamu, paman. Bukankah begitu, siauwte?"
Siong Ki mengangguk. Sebetulnya, dia senang mendengar penawaran itu. Pekerjaan yang tidak berat, dan selain imbalannya tentu besar, juga kemungkinan dia memperoleh kedudukan di kota raja. Pekerjaan apa yang lebih baik daripada menjadi seorang seorang pejabat di kota raja? Akan tetapi karena dia membutuhkan bantuan Ouw Ling untuk dapat menemukan Kwa Bi Lan, maka ketika wanita itu mengajukan pendapatnya, diapun hanya mengangguk setuju.
Ouw Ling dan Siong Ki lalu berpamit dan oleh ketua Hek I Kaipang, mereka kembali diantar dengan kereta memasuki Lok-yang dan sampai ke de pan rumah penginapan mereka.
Siong Ki sedang duduk termenung di dalam kamarnya di rumah penginapan itu. Dia merenungkan pengalamannya sehari itu, pengalaman yang dianggapnya aneh sekali. Dalam waktu sehari, dia bertemu dengan Bi Tok Siocia Ouw Ling yang ternyata kemudian dia ketahui sebagai puteri datuk sesat Ouw Kok Sian, majikan Bukit Naga.
Akan tetapi wanita itu amat baik kepadanya, ramah dan manis sehingga dia harus mengakui bahwa hatinya terpikat. Seorang wanita yang sudah matang, berpengalaman, cerdik, memiliki ilmu silat tinggi, dan lebih dari pada itu semua, cantik wajahnya dan menggairahkan tubuhnya. Belum pernah dia bertemu dengan seorang wanita seperti itu!
Dan wanita itu demikian ramah kepadanya, bahkan kini hendak membantunya menemukan Kwa Bi Lan. Setelah pengalamannya bertemu dengan wanita itu, dilanjutkan dengan pertemuannya dengan ketua Hek I Kai-pang yang menawarkan pe kerj aan yang amat baik dan membuka ke sempatan untuk memperole h kemajuan di kota raja.
Tadi, ketika mereka kembali ke rumah penginapan, sampai mereka mandi lalu makan malam, Ouw Ling belum mengambil keputusan mengenai penawaran itu dan ketika dia bertanya, wanita itu menjawab bahwa ia akan memikirkannya dulu baik-baik sebelum mengambil keputusan. Kini, wanita itu memasuki kamarnya sendiri dan dia be rada di kamarnya, me re ka berdua belum mengambil ke putusan.
"Tok tok-tok!" Daun pintu kamarnya diketuk orang dari luar.
"Siapa?" tanya Siong Ki sambil menghampiri daun pintu akan tetapi belum membukanya. Pengalamannya hari tadi membuat dia waspada dan curiga.
"Aku, siauw-te. Bukalah!"
Siong Ki bernapas lega. Ouw Ling yang datang. Tentu akan membicarakan tentang penawaran tadi dan sekarang agaknya wanita itu akan mengambil keputusan. Dia membuka daun pintu dan memandang kagum. Ouw Ling nampak segar, dengan pakaian baru, dengan rambut yang disisir rapi dan digelung tinggi, wajahnya nampak kemerahan dan penuh senyum menggairahkan, pandang matanya bersinar-sinar, dan tangannya memegang dua buah cawan dan sebuah guci anggur.
"Aih, enci, engkau membawa minuman?" tanya Siong Ki heran.
"Tutuplah daun pintunya siauwte. Kita bicarakan urusan siang tadi dan sambil minum anggur. Aku membeli anggur yang enak sekali dan hawa malam ini amat dingin."
Melihat keraguan Siong Ki yang agaknya merasa sungkan untuk menutupkan daun pintu selagi ada seorang wanita di kamarnya, Ouw Ling tertawa.
"Hi-hik, mengapa engkau ragu? Kita sudah menjadi sahabat baik, seperti saudara sendiri, mengapa masih banyak sungkan, siauwte?"
"Aku aku hanya menjaga nama baikmu, enci...." kata Siong Ki ragu, akan tetapi dia menutupkan juga daun pintu kamarnya setelah melihat bahwa di luar sunyi, tidak nampak seorangpun tamu yang semua agaknya sudah masuk kamar.
Ouw Ling memandang kepada pemuda yang kini duduk di depannya terhalang meja kecil itu dengan alis terangkat, dan pandang matanya seperti orang yang tidak percaya."Siauwte, berapa sih usiamu tahun ini?" tanyanya tiba-tiba. Walau pun Siong Ki merasa aneh dengan pertanyaan itu, dia menjawab juga.
"Usiaku duapuluh dua tahun, enci."
"Sudah duapuluh dua tahun dan engkau takut duduk berdua dengan seorang wanita dalam kamarmu?" kembali pandang matanya tidak percaya. Siong Ki merasa betapa mukanya terasa panas dan diapun tersipu.
"Aih, sejak kecil aku berada di bawah bimbingan guru-guruku, dan baru sekarang aku hidup sendiri. Mengapa dan untuk apa aku harus duduk berdua dengan seorang wanita dalam kamar?"
"Bukan main!" Kini pandang mata itu mengandung keheranan, juga kekaguman dan kegembiraan."Jadi selama ini engkau belum pernah bergaul akrab dengan seorang wanita?"
Siong Ki menggeleng kepala dan mukanya berubah kemerahan."Jangankan akrab, bergaulpun belum sempat dan baru sekarang ini aku bersahabat dengan seorang wanita, enci."
"Ihh! Dan engkau senang bersahabat denganku, siauwte?" Pandang mata itu penuh selidik.
Siong Ki mengangguk."Senang sekali, engkau seorang yang baik, enci."
Kini Ouw Ling nampak gembira bukan main."Sudahlah, jangan terlalu memuji karena sesungguhnya engkaulah yang baik sekali, siauwte. Nah sekarang kita bicara tentang penawaran Hek I Sin-kai tadi. Bagaimana menurut pendapatmu?"
Siong Ki menarik napas panjang."Aku hanya menyerahkan keputusannya kepadamu saja, enci. Engkau tahu bahwa aku menerima tugas dari guruku untuk mencari seorang yang bernama Kwa Bi Lan. Tugas itu yang harus kupentingkan dulu. Setelah itu, baru aku akan memikirkan tentang pekerjaan apa yang dapat kupegang. Karena aku mengharapkan bantuanmu untuk dapat menemukan Kwa Bi Lan, maka aku menurut saja bagaimana keputusanmu."
Ouw Ling menuangkan anggur merah itu ke dalam dua buah cawan dan mengajak Siong Ki minum,"Mari kita mlnun, coba rasakan bagaimana enaknya anggur yang kubeli ini."
Siong Ki menurut dan memang anggur itu enak. Anggur yang sudah tersimpan lama, manis dan halus walaupun amat kuat."Sekarang katakan, siauwte, karena aku ingin sekali mengetahui dan kiranya sudah sepatutnya kalau aku mengetahui keadaan dirimu, siapakah sebenarnya gurumu dan mengapa pula dia mengutusmu mencari Kwa Bi Lan atau kalau engkau tidak percaya kepadaku, sudah, jangan kauceritakan kepadaku." Ouw Ling mengambil sikap demikian muram dan berduka penuh kekecewaan, sehingga Siong Ki yang masih hijau itu tentu saja merasa tidak enak sekali.
"Ah, enci Ouw, tentu saja aku percaya padamu. Engkau begini baik, bahkan engkau akan membantuku menemukan Kwa Bi Lan. Baik, tadi di depan Hek I Sin-kai aku memang tidak mau berterus terang, akan tetapi kita sudah bersahabat baik, sesungguhnya, guruku bernama Si Han Beng"
"Aih, sudah kuduga! Ketika melihat pedangmu yang buruk itu, aku segera mengenal Seng-kong-kiam! Bukankah pedang itu milik subomu? Gurumu adalah Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning) dan isterinya bernama Bu Giok Cu, bukan?"
Siong Ki tercengang, kagum akan pengetahuan Ouw Ling yang luas."Ah, kiranya engkau sudah mengenal suhu dan subo?"
"Mengenal sih tidak. Orang seperti aku ini bagaimana ada harganya mengenal suami isteri yang hebat itu? Akan tetapi aku sudah mendengar nama besar mereka. Dan sekarang aku bertemu dengan murid mereka! Wah, siauwte, maafkan kalau aku bersikap kurang hormat kepada murid seorang pendekar sakti!" Ouw Ling dengan gaya yang manis lalu bangkit dan mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat.
Siong Ki cepat bangkit dan membalas penghormatan itu."Wah, enci, harap jangan bersikap seperti itu. Engkau membikin aku menjadi malu saja."
"Engkau gagah perkasa, murid pendekar sakti, dan engkau tetap rendah hati, siauwte. Betapa mengagumkan. Selama hidupku, belum pernah aku bertemu dengan seorang laki-laki sejati sepertimu. Nah, coba ceritakan, apa sebabnya gurumu menyuruh engkau mencari Kwa Bi Lan?"
"Karena Kwa Bi Lan telah menculik puteri suhu enambelas tahun yang lalu ketika anak itu berusia dua tahun."
Ouw Ling mengangguk-angguk. Bagi seorang kangouw sepertinya yang sudah biasa mendengar tentang hal-hal seperti itu, ia tidak merasa heran. Hanya ingin tahu permusuhan apa yang terdapat antara Kwa Bi Lan dan keluarga Naga Sakti Sungai Kuning itu.
"Kenapa gurumu yang sakti itu membiarkan saja sampai sekarang, tidak mencari dan merampas kembali puterinya? Kurasa Kwa Bi Lan tidak akan mampu menandingi kelihaian Naga Sakti Sungai Kuning dan isterinya."
Siong Ki menggeleng kepalanya, tidak ingin menceritakan terlalu banyak tentang gurunya, tentang dendam yang terkandung di hati Kwa Bi Lan terhadap gurunya, karena hal itu merupakan rahasia pribadi gurunya."Aku tidak tahu, enci, aku hanya ingin melaksanakan perintah suhu."
Ouw Ling tersenyum dan mengangkat cawan anggurnya."Jangan khawatir, aku akan membantu dan kita pasti akan dapat menemukan penculik puteri gurumu itu. Sekarang, mari kita minum sampai puas. Aku gembira sekali dapat bersahabat denganmu dan ingin merayakan kegembiraan ini berdua denganmu. Nah, minumlah, siauwte."
Siong Ki tentu saja tidak dapat menolak keramahan wanita itu dan diapun menemani Ouw Ling minum anggur sampai akhirnya guci anggur itu habis dan mereka berdua merasa ringan di hati dan kepala. Pengaruh anggur mulai bekerja dan Siong Ki yang ketika berada di rumah suhunya, jarang sekali minum anggur sampai sedemikian banyaknya, mulai merasa aneh. Dia mulai terpengaruh alkohol dan hampir mabok.
Sebetulnya Ouw Ling adalah seorang wanita yang sudah kebal terhadap minuman keras. Jangankan seguci anggur tadi dibagi dua dengan Siong Ki, andaikata ia habiskan sendiripun, ia tidak akan mabok. Akan tetapi, ia berlagak mabok, tertawa-tawa dan setelah anggur habis, ia bangkit berdiri.
"Aku aku ingin tidur kembali ke kamarku" Akan tetapi ia terhuyung dan biarpun Siong Ki juga merasa agak pening, dia khawatir wanita itu mabok dan terjatuh, maka cepat dia memegang pundak Ouw Ling agar wanita itu tidak terguling jatuh.
Sepasang Naga Lembah Iblis Eps 12 Dendam Sembilan Iblis Tua Eps 3 Dendam Sembilan Iblis Tua Eps 3