Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Bagian 11
dapat dijatuhi hukuman, tentu anak Coan sendiri yang akan
menjadi tertuduh."
Pada waktu Nyo Yam sedang berjingkrak kegirangan dan
memuji ucapan sang Gihu yang tepat, mendadak Thian-hing
mendengus, "Hm, sayang Ki-taihiap hanyalah Gihumu saja."
Dengan aendirinya ucapan ini menarik perhatian semua
orang. Dengan gusar Nyo Yam berseru, "Memang-nya apa
maksudmu, apa yang dikatakan Gihu apakah tidak betul?"
"O, bukan begitu maksudku." kata Thian-hing dengan
dingin. "Dengan sendirinya perkataan Gihumu sangat hebat
biarpun aku tidak setuju, betapapun harus memuji ucapannya,
Cuma sayang, ada perkataanmu sendiri yang salah."
"Apa kesalahan ucapanku?" tanya Nyo Yam.
"Tadi kau bilang sejak kecil sudah yatim piatu," ujar Thianhing.
"Memang betul sudah lama ibumu, yaitu In Ci-lo telah
meninggal. Tapi ayahmu, Nyo Bok, sampai saat ini masih
hidup segar bugar. Lebih sayang lagi, ayah kandungmu
ternyata tidak sama dengan ayah angkatmu yang pantas
untuk disebut sebagai Taihiap."
Cukup jelas maksud ucapannya, yaitu ia sengaja
mengalihkan titik hangus persoalan kepada hubungan antara
Nyo Yam dengan ayah kandungnya.
Dengan gusar Nyo Yam menjawab, "Dia bukan aku dan aku
bukan dia, sudah lama Ling-cici menjadi saksi bagiku bahwa
jalan yang kutempuh sama sekali tidak sama dengan dia."
Sampai di sini, ia menghela napas, lalu menyambung
dengan muram, "Ya, memang betul dia, Nyo Bok, masih
hidup, namun dalam pandanganku dia sudah lama mati."
"Namun kenyataannya dia belum lagi mati," kata Thianhing.
"Bahwa Ling Peng-ji mau menjadi istrimu, dengan
sendirinya dia juga siap menjadi saksi bagimu. Tapi siapa pula
yang percaya bahwa sebabnya kamu mengkhianati perguruan
bukan atas kehendak ayah kandungmu sendiri?"
Ia menyangka bila Nyo Bok ditonjolkan hubungannya
dengan Nyo Yam, tentu tidak ada orang lain yang berani
bicara membela anak muda itu. Tak terduga, baru selesai ia
berkata serentak ada orang tampil ke muka dan berseru, "Aku
percaya padanya."
Ternyata orang ini adalah Kang Siang hun.
"Aku baru datang dari Lodan," kata Kang Siang-hun
lantang. "Beberapa urusan yang kuketahui rasanya boleh
kugunakan untuk menjawab tanda tanya Ciok-tianglo itu.
Entah Ciok-tianglo memperbolehkan kubicara atau tidak?"
Tentu saja Ciok Thian-hing merasakan gelagat tidak enak,
namun Kang Siang-hun tampil untuk menjadi saksi dalam
perkara pokok ini, bahkan tegas-tegas menyatakan ingin
memberi jawaban atas kesangsiannya, betapapun tidak layak
ia tolak maksud orang, terpaksa ia menjawab, "Boleh, silakan
bicara." Segera Kang Siang-hun berkata, "Waktu di Lodan aku
bertemu dengan Koai-hoat Thio dan Ce Se-kiat yang baru
datang dari Cadam, mereka bercerita beberapa urusan yang
dilakukan Nyo Yam di Poting dan Pakkhia."
Ia lantas bercerita tentang cara bagaimana Nyo Yam
membela Kai Hong dan Pui Liang dan tidak segan bermusuhan
dengan ayah kandung sendiri. Kemudian cara bagaimana Nyo
Yam membantu pihak Kai-pang mengangkut satu partai obatobatan
bagi laskar perjuangan.
Beberapa kejadian itu sudah pernah diceritakan oleh Liong
Leng-cu, sekarang Kang Siau hun memberi kesaksian
tambahan, tentu saja bobotnya sangat berbeda. Apalagi cerita
kedua orang memang cocok satu sama lain, hal ini lebih
membuktikan apa yang mereka ceritakan memang kejadian
nyata. Selaku Ciangbunjin, lebih dulu Tong Kah-goan mengangguk
dan berkata, "Jika demikian, Nyo Yam dan ayah kandungnya
memang tidak menempuh jalan yang sama."
"Setelah Ce Se-kiat dan Koai-hoat Thio ikut mengawal obatobatan
ke Cadam, segera mereka menyusul ke- Lodan untuk
mencari kabar Nyo Yam," tutur Kang Siang-hun pula. "Dan
sekarang Ce Se-kiat masih berada di Lodan untuk membantu
Lohai melawan serbuan pasukan Bonjing, sedang Koai-hoat
Thio berangkat bersamaku kemari untuk menjadi saksi bagi
Nyo Yam. Ia berlari lebih cepat daripadaku, sekarang dia tidak
berada di sini, tentu di tengah jalan ia telah bertemu dengan
Nyo Yam. Betul tidak?"
Karena pertanyaannya ini, secara tidak langsung ia telah
mengalihkan pokok persoalan kepada urusan "surat
pengakuan dosa" yang ditulis Ciok Jing-coan.
"Betul," jawab Nyo Yam cepat. "Surat pengakuan itu justru
hasil curian Koai-Hoat Thio dan diserahkan padaku. Semula
surat pengakuan ini jatuh di tangan komplotan Toan Kiamjing."
"Tidak, sama sekali aku tidak tahu surat pengakuan apa
segala, terlebih tidak tahu siapa yang memegang surat itu,"
tukas Toan Kiam-jing.
"Ya, urusan surat pengakuan dosa memang tidak ada
hubungan dengan Toan Kiam jing," kata Tong Kah-goan. "Tapi cukup asalkan surat pengakuan ini tidak palsu,
sementara ini tidak perlu diusut soal hilang lalu diketemukan
lagi. Yang penting sekarang, Ciok-suheng, jika tidak ada
keterangan lain lagi, kukira boleh kau putuskan dulu perkara
Nyo Yam apakah benar berkhianat dan durhaka terhadap
perguruan."
Ucapannya cukup jelas maksudnya, jika keterangan Kang
Siang-hun tadi diterima kebenarannya, itu berarti Nyo Yam
berkomplot dengan ayahnya dan intrik lain sama sekali tak
dapat dibuktikan.
Scdangkan tuduhan "menganiaya sesama saudara
seperguruan" juga akibat pikiran jahat Ciok Jing-coan
terhadap Ling Peng-ji, bahkan lantaran Jing-coan lebih dulu
hendak membunuh Nyo Yam.
Air muka Ciok Thian-hing tampak masam, seketika ia tidak
dapat bersuara.
"Betul," kata Tong Kah-goan pula, "Kang-heng jelas tertulis
dalam surat pengakuan itu sebagai pengawas, sesungguhnya
bagaimana duduknya perkara, rasanya perlu kuminta
keteranganmu."
"Begini," tutur Kang Siang-hun. "Pada tanggal 16 bulan
delapan tempo hari, di pegunungan dekat Jilim terjadi murid
perguruanmu Ciok Jing-coan bermaksud berbuat tidak
senonoh terhadap nona Liong Leng-cu, kebetulan waktu itu
kulewat di sana dan memergoki kejadian itu, akulah yang
menghentikan perbuatannya yang kotor itu dan membantu
nona Liong melukai dia, Ketika itu sebenarnya nona Liong
ingin membunuhnya untuk melampiaskan dendam, mengingat
hubungan baik kalian denganku, kubujuk dan cegah tindakan
keras nona Liong itu, atas persetujuannya juga Ciok Jing-coan
diperbolehkan mengakui dosanya dan berjanji takkan berbuat
lagi, untuk itulah aku menjadi saksi pengawasnya, surat
pengakuan dosa itu pun aku yang membuat konsepnya.
Tindakanku yang lancang menghukum anak murid kalian,
mohon Tong-ciangbun dan Ciok-tianglo suka memberi maaf
padaku." Muka Ciok Thian-hing tampak pucat dan termenung serupa
patung, mana ia sanggup bicara lagi.
"Ah, Kang-taihiap sudi mewakili diriku menghukum murid
yang menyeleweng, aku justru sangat berterima kasih," kata
Tong Kah-goan sambil memberi hormat kepada Kang Sianghun,
lalu menyambung, "Cuma, pelanggaran yang diperbuat
Ciok Jing-coan teramat gawat dan tidak boleh di-selesaikan
hanya dengan sepucuk surat pengakuan dosa saja. Untuk itu
perguruan kami akan mengadakan keputusan tersendiri."
Sembari bicara pandangannya tertuju Ciok Thian-hing.
Maklumlah, kedudukan Ciok Thian-hing adalah sesepuh
pelaksana hukum, bagaimana akan memberi penyelesaian
tentu dia yang harus menjelaskannya.
Thiau-hing kelihatan lesu serupa orang yang habis sakit
berat, katanya, "Ai, perkara ini, kalau benar Jing-coan . . "
makin lirih suaranya sehingga hampir tak terdengar.
"Akulah yang membuat konsep surat pengakuan dosa
putramu itu," kata Kang Siang-hun dengan dingin, "apakah
perlu kubacakan kembali isinya untuk membuktikan kebenaran
keteranganku?"
"Tidak, tidak perlu," ujar Thian-hing sambil menyengir.
"Jika begitu, bila masih ada yang meragukan dirimu boleh
kau tanya saja padaku," kata Siang-hun.
Thian-hing tidak dapat bicara lagi melainkan cuma
menggeleng kepala.
"Ciok-suheng," kata Tong Kah-goan, "jika engkau tidak ragu
lagi, hendaknya engkau suka memutuskan perkara ini secara
adil." "Apa . . apa yang dapat kukatakan lagi, apa yang dapat
kukatakan lagi?" gumam Ciok Thian-hing. Nyata pikirannya
menjadi kacau, seperti lupa akan kewajibannya selaku
sesepuh pelaksana hukum.
Sebenarnya kalau dia ingin menghindari prasangka orang,
seharusnya ia mengundurkan diri dari kedudukannya itu,
namun dia justru tidak mau berbuat demikian.
Melihat sikap Ciok Thian-hing yang tidak pantas itu,
terpaksa Tong Kah-goan berkata lagi, "Ciok-suheng, orang
yang bersangkutan dengan perkara ini selain anak murid
perguruan kita sendiri juga masih ada seorang nona Liong, dia
orang luar dan teraniaya tanpa dosa, kedatangannya
sebenarnya hendak mengadukan perkara ini, tapi kita salah
sangka dia sebagai orang yang berdosa, maka pertama-tama
kukira kita harus minta maaf padanya. Bagaimana
pendapatmu, Ciok-suheng?"
Belum lagi Thian-hing menjawab, mendadak Nyo Yam
berseru heran, "Hei, Leng-cu, Leng-cu! mana perginya Lengcu"!"
Tadi waktu berdebat, karena ketegangannya, ia tidak
memperhatikan nona itu, baru sekarang diketahuinya Leng-cu
sudah tidak kelihatan lagi bayangannya.
Tidak cuma dia saja, perhatian semua orang juga terpusat
pada Nyo Yam dan Ling Peng-ji, siapa pun tidak tahu bilakah
Liong Leng-cu pergi. segera Nyo Yam berteriak pula, "Leng-cu.
kita sudah menangkan perkara ini, Leng-cu, lekas kembali!"
Namun Liong Leng-cu sudah pergi sejak tadi, mana Nyo
Yam bisa mendapatkan jawabannya.
segera Ki Tiang-hong menarik anak muda itu, katanya,
"Anak Yam. jangan emosi. Meski perkaramu sudah jelas,
namun belum selesai. Bila perkara sudah diputus tentu kami
akan membantu-mu menemukan nona Liong."
Waktu Nyo Yam memandang ke sana, dilihat air mata Pengji
berlinang, entah menangis karena mendadak menghilangnya
Liong Leng-cu atau karena sikap Nyo Yam yang luar biasa itu
dan membuatnya berduka.
Ia coba mendekati nona itu, katanya lirih, "Ling-cici, bagi
kita sekarang boleh dikatakan habis pahit datanglah manis.
Hendaknya engkau jangan terduka, akan kudampingimu di
sini." Mendadak Tong Kuh-goan berdehem, lalu berkata,
"Kuanggap Nyo Yam boleh kembali ke dalam perguruan kita.
cuma caranya menganiaya saudara seperguruan memang
agak kelewatan, maka tetap harus diberi hukuman, yaitu
dihukum bersamadi di ruang tersendiri selama tiga bulan. Tapi
ada sesuatu urusan mungkin perlu kusuruh dia
mengerjakannya, maka bila hukuman itu harus dilaksanakan
boleh diputuskan kelak. Nah. bagaimana pendapatmu
hukuman bagi Nyo Yam menurut gagasanku itu?"
Karena melihat Ciok Thian-hing berdiri diam saja, terpaksa
ia mendahului memberi keputusan dalam kedudukan selaku
Ciangbunjin. Namun Ciok Thian-hing serupa orang linglung dan tetap
berucap, "Apa yang dapat kukatakan pula?"
Menurut peraturan, jika ia tidak menyatakan anti, itu berarti
menyetujui keputusan sang ketua.
Dengan wajah kereng Tong Kah-goan lantas berseru,
"Bagaimana Ciok Jing-coan harus dituntut, dia kan putramu,
tidak enak bagiku untuk ikut bicara, hendaknya kau nyatakan
dulu pendirianmu agar diputuskan orang banyak."
Sikap Tong Kah-goan ini jelas memaksa Thian-hing harus
menjelaskan sikapnya.
Wibawa Ciok Thian-hing sama sekali runtuh, dengan muka
pucat ia berkata lemah, "Tak tersangka olehku anak ini dapat
berbuat demikian, aku cuma mohon Ciangbunjin mengampuni
kematiannya."
Dengan kening bekernyit Kah-goan berkata, "Aku tidak
menyatakan hendak menghukum mati dia, cara bagaimana dia
harus dihukum kan kewajibanmu untuk memutuskannya."
watak Pek Kian-sing keras dan jujur, meski mereasa
kasihan pada Ciok Thian-hing, namun ia tetap tidak tahan,
segera ia ikut bicara,
"Ciok-suheng, bagaimana engkau ini" engkau bersikap
seakan-akan tertuduh malah" Yang harus minta ampun adalah
tertuduh dan bukan dirimu selaku Cit-hoat-tianglo."
Ciok Thian-hing melenggong, mendadak ia memukuli dada
sendiri sambil berteriak, "Jangan kalian mendesak padaku,
jangan mendesak diriku!"
Pada saat itulah tiba-tiba seorang berlari masuk sambil
berteriak, "Wah, celaka, celaka, Suhu!"
Orang yang lari masuk dengan menggeh-menggah ini
bakan lain daripada murid tertua Ciok Thian-hing sendiri, yaitu
Liok Kam-tong. Dengan alasan mencari Ciok Jing-coan tadi
Liok Kam-tong meninggalkan sidang.
Keruan Thian-hing terkejut, cepat ia tanya dengan suara
gemetar, "Ada apa?"
"Ciok . . . Ciok-suheng bunuh diri dengan terjun ke jurang!"
seru Liok Kam-tong.
"Hahh, apa katamu Sia . . siapa bunuh diri"!" teriak Ciok
Thian-hing, sungguh ia tidak percaya kepada telinga sendiri.
"Maksudku Jing-coan Suheng," jawab Liok Kam-tong
dengan suara gemetar. "Tecu tidak becus dan tidak keburu
menolongnya."
"Kau lihat sendiri dia terjun ke jurang?" tanya Tong Kahgoan.
"Betul," tutur Kam-tong. "Tecu diperintahkan memanggilnya
tadi. kutemukan jejaknya di belakang gunung dan
memanggilnya. Tapi dia tidak terima perintah, sebaliknya
berlari ke tepi jurang terus terjun begitu saja. Karena Tecu
harus cepat lapor kemari sehingga tidak sempat mencari
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jenazahnya. Inilah bukti sepotong bajunya yang robek
tercantol batu karang di tepi jurang, silakan Suhu dan
Ciangbun memeriksanya."
Jurang di belakang gunung itu sangat curam. betapa
dalamnya sukar diukur, jika benar Ciok Jing-coan terjun begitu
saja, tidak perlu disangsikan lagi pasti akan mati.
Mendadak Ciok Thian-hing berieriak, Liok Kam-tong yang
sedang menyodorkan robekan baju itu di depaknya hingga
terjungkal, ratapnya, "Anak Coan, tunggu, anak Coan, biar
kupergi bersamamu!"
"Tenanglah Ciok-suheng," seru Kah-goan. "Engkan adalah
Cit-hoat-tianglo"
"Tidak, aku tidak menjadi Cit-hoat- tianglo lagi, aku cuma
menghendaki putraku."
Nyo Yam berdiri di depannya dan juga terdorong mundur
olehnya. Dengan benci ia pelototi Nyo Yam sekejap sambil
memaki, "Kalian telah membikin celaka anak Coan, terlebih
kamu bangsat cilik ini. Jika dia mati, pasti takkan kuampuni
jiwamu!" Sebenarnya kungfu Nyo Yam sudah di atas Ciok Thian-hing,
tapi demi melihat keadaannya yang serupa orang gila itu, ia
rada kasihan padanya, sebab itulah ia tidak melawan dan
membiarkan orang mendorongnya.
Setelah mendorong minggir Nyo Yam, segera Ciok Thianhing
berlari ke belakang gunung.
Betapa kerengnya dia selaku Cit-hoat-tianglo, sekarang
mendadak berubah serupa orang gila, keruan semua orang
sama melongo dan juga tidah ada yang berani mencegahnya.
"Ting-sute, sementara ini boleh kau jabat Cit-hoat-tianglo,"
kata Kah-goan. "Meski perkara Nyo Yam sudah selesai
diperiksa, tapi masih ada perkara sampingannya, boleh kau
teruskan pemeriksaan ini."
Dengan ucapan Tong Kah-goan ini, semua orang tahu yang
dimaksudkan "perkara sampingan" jelas adalah tuduhan Ling
Peng ji terhadap Toan Kiam-jing itu.
Dahulu Ting Tiau-min pernah diperintahkan Tong Kengthian
ke daerah Siukiang untuk menyelidiki perbuatan jahat
Toan Kiam-jing. Wataknya juga membenci pada perbuatan
jahat, segera ia membentak, "Toan Kiam-jing, jika kamu tahu
dosamu, lekas berlutut dan mendengarkan tuduhan!"
"Hahahaha!" Toan Kiam-jing terbahak-bahak, "Sudah lama
aku bukan lagi murid Thian-san-pai. siapa yang mau terima
pemeriksaanmu. Maaf, sampai bertemu lagi!"
Dengan gusar Ting Tiau-min membentak, "Tangkap dia!"
Tapi pada saat yang sama Toan Kiam-jing juga sudah
beraksi. di tengah gelak tertawanya sebelah tangannya
terangkat, "blang", sebuah granat berasap tebal dan
mengandung jarum meledak dan bertebaran.
Anak murid Thian-san-pai yang berdiri di sekitarnya banyak
yang terluka karena tidak sempat menghindar, hanya sekejap
saja asap tebal memenuhi ruangan.
gerakan kedua pihak hampir terjadi pada saat yang sama,
dalam pada itu, dengan cepat luar biasa Nyo Yam terus
menerjang ke tengah kabut tebal dan mencengkeram. Yang
digunakan adalah ilmu Liong-jiau jiu cakar naga ajaran kakek
Liong Leng-cu. Rupanya Toan Kiam jing sudah mengatur jalan lolos, harus
dilakukan pada saat keadaan kacau di tengah kabut tebal.
maka pada saat kabut belum buyar ia berlagak terhuyung oleh
cengkeraman Nyo Yam dari jauh itu, mendadak ia
menghantam ke belakang sambil membentak, "Nyo Yam, biar
kuadu jiwa denganmu!"
Nyo Yam kenal kelihayan Liong-siang-kang orang yang
sudah mencapai tingkatan kedelapan, terpaksa ia ganti
mencengkeram jadi menghantam dari jauh, segera telapak
tangan membelah ke depan.
Pukulan kedua orang beradu, berbareng Toan Kiam-jing
meloncat ke atas.
"Lari ke mana"!" bentak Nyo Yam.
Sekonyong-konyong dirasakan telapak tangan sendiri kaku
gatal, menyusul tangan yang menghantam ke depan itu terasa
lemah tak bertenaga lagi.
serentak Ki Tiang-hong juga melompat maju, kedua lengan
baju berputar sehingga asap tebal di depan terkebas buyar,
sekali lompat lagi segera Toan Kiam-jing tersusul olehnya.
Ia tahu Toan Kiam-jing banyak tipu akal licik, juga mahir
menggunakan racun, untuk menghindari dikibuli lawan, ia
tidak mau beradu tangan dengan dia, dengan lengan baju
yang longgar menyelubungi tangannya, ia gunakan serupa
ruyung lemas untuk menyabat Toan Kiam-jing.
"Jiwa anak angkatmu tidak kau pikirkan lagi?" bentak Toan
Kiam-jing. Ia tahu kepandaian Ki Tiang-hong jauh di atas Nyo Yam,
mungkin Liong-siang-kang sendiri tidak sauggup menahan
kebutan lengan bajunya.
Di tengah bentakannya segera ia lolos pedang dan
sekuatnya menabas kebelakang.
Mendadak terdengar suara "trang", pedang Toan Kiam-jing
terlepas dan mencelat ke udara, batang pedang pun tampak
berubah bengkok.
Untung Toan Kiam-jing tidak mengadu tangan dengan
lawan, namun tergetar sakit juga. Segera ia melompat ke sana
dan membaurkan diri di tengah orang banyak. dengan cepat ia
pukul rohoh beberapa murid Thian-san-pai, menyusul dua
granat berkabut dan berjarum diledakkan lagi.
Lengan baju Ki Tiang-hong juga terobek sedikit oleh pedang
Toan Kiam-jing sehingga ilmu lengan baju sakti tak dapat
digunakan lagi. Ia tidak gentar terhadap kabut beracun itu,
mestiya ia hendak mengejar, tapi setelah dipikir lagi, teringat
olehnya gertakan Toan Kiam-jing tadi, segera ia menoleh.
Dan sekali pandang terbuktilah ucapan Toan Kiam-jing itu
bukan cuma gertakan belaka, sebab Nyo Yam yang mengikut
di belakangnya tampak sempoyongan dan hampir roboh.
Sebagai seorang ahli silat segera Ki Tiang-hong tahu anak
muda itu keracunan dan sedang mengerahkan tenaga dalam
sekuatnya sehingga tidak sampai jatuh seketika.
Kiranya pada telapak tangan Toan Kiam-jing tersembunyi
jarum berbisa yang lembut serupa bulu, waktu beradu tangan
dengan Nyo Yam tadi jarum berbisa telah menusuk tepat di
telapak tangan anak muda itu.
Karena lebih penting menolong anak angkatnya, terpaksa Ki
Tiang-hong melepaskan Toan Kiam-jing dan putar balik untuk
menolong Nyo Yam.
Dengan bantuan tenaga dalam Ki Tiang-hong begera Nyo
Yam dapat mendesak keluar jarum lembut berbisa itu dari
telapak tangannya, katanya, "Aku tidak beralangan, Gihu,
lekas tangkap bangsat she Toan itu."
Tiang-hong merasa lega, katanya, "Anak Yam, tak terduga
lwekangmu sudah maju sejauh ini, namun . . . . "
Mnklumlah, meski berkat bantuannya Nyo Yam dapat
menahan menjalarnya racun. tapi belum dapat mengusir
seluruh racun dari dalam tubuh, dengan sendirinya Ki Tianghong
tidak berani segera meninggalkan dia.
"Anak masih sanggup tahan," cepat Nyo Yam berkata pula.
"Jika Gihu tidak lekas mengejarnya sebentar bangsat itu akan
kabur." Sementara itu kabut berbisa sudah buyar, dalam keadaan
kacau Toan Kiam-jing sudah kabur sehingga sekarang
memang betul tidak terlihat lagi bayangannya.
Ada belasan anak murid Thian-snn-pai yang pingsan
keracunan, yang terluka oleh jarum berbisa juga ada tujuh
delapan orang. Tidak sedikit pula tetamu yang terkena
getahnya. Tong Kah-goan berkata dengan gusar, "Pek-sute dan Busute,
boleh kalian ikut aku mengejar murid khianat itu. Tingsute
boleh tinggal untuk menolong para tamu."
Sembari bicara ia puu menyerahknn sebotol kecil Pik-lengtan,
pil yang terbuat dari teratai salju Thian-san kepada Ting
Tiau-min. Pik-leng-tan adalah obat mujarab anti racun, setiap tokoh
Thian-san-pai tentu selalu membawn obat luka ini, Tong Kahgoan
kuatir tidak cukup, maka ia beri sebotol yang dibawanya.
Begitu menerima obat itu, lebih dulu Ting Tiau-min
menjejalkan satu biji Pik-leng tan ke mulut Nyo Yam
Dengan sendirinya Ki Tiang-hong tahu kemanjuran PikLeng-tan, ia pikir meski obat ini tidak tepat untuk
menyembuhkan luka terkena jarum berbisa, tapi dengan
lwekang anak Yam, ditambah minum Pik-leng-tan, dalam
waktu 12 jam dapat terjamin racun dalam tubuhnya takkan
meluas. Dan jika enak Yam mau duduk tenang dan
mengerahkan tenaga dalam, tidak lama racun tentu dapat
didesaknya keluar sebagai keringat.
Maka ia berkata, "Tong-ciangbun, silakan engkau tinggal
saja di sini untuk mengatasi kemelut ini. Bangsat itu adalah
musuh anak angkatku, akulah yang wajib menangkapnya,
untuk itulah kuminta aku diperbolehkan mewakili dirimu."
Hendaknya diketahui bahwa pertemuan Thian-san ini meski
titik beratkan urusan pembersihan perguruan, namun
resminya para tamu diundang hadir menyaksikan upacara
penobatan Tong Kah-goan sebagai ketua, banyak tetamu yang
datang dari jauh bertujuan mengikuti upacara ini. jadi
seyogianya Tong Kah-goan mesti mendampingi para tamu
sebelum pertemuan ini usai.
Sebelum Tong Kah-goan menanggapi saran Ki Tiang-hong,
tiba-tiba terdengar bunyi genta berdentang dari atas gunung.
Pek Ki-sing berteriak kaget, "Wah, celaka, seperti tanda
kebakaran di Thian it-kok!"
Sejak didirikan, sampai sekarang Thian-san-pai sudah
bersejarah lebih 200 tahun, makin lama anak muridnya makin
banyak, mereka tinggal berkumpul di puncak selatan Thiansan,
bangunan yang paling tinggi adalah Thian-it-kok yang
dihuni sesepuh paling diagungkan sekarang, yaitu Ciong Tian.
Karena Ciong Tian sendiri sedang menyepi maka ia tidak
hadir dalam pertemuan ini. Di bawah puncak tempat Thian-itkok
adalah daerah penting Thian-san-pai, di antara tiga
ratusan anak murid Thian-san, kira-kira 50-an orang berjaga di
situ. Bahwa mendadak timbul kejadian luar biasa jangankan
anak murid Thian-san sama terkejut, sekalipun Tong Kah-goan
selaku ketua juga sukar mempertahankan ketenangannya lagi.
Maklumlah, Thian-it-kok terletak di puncak teratas dan
merupakan bangunan yang paling tinggi, jika Thian-ik-kok saja
terbakar, maka tempat kediaman sang ketua yang terletak di
bawahnya serta beberapa kompleks tempat tinggal anak murid
mungkin juga sudah menjadi lautan api.
Di antara lebih 300 murid Thian-san-pai sebagian besar ikut
hadir dalam pertemuan besar ini, namun masih 50-60 orang
murid yang bertugas jaga di atas. Di antara sekian puluh
orang juga banyak jago kelas tinggi, mengapa mereka tidak
mampu menahan serbuan musuh sehingga perlu
membunyikan tanda bahaya untuk minta bantuan,
memangnya dari mana munculnya musuh selihai ini"
Yang harus dipikirkan adalah genta besar itu tergantung di
atas Thian-it-kok, kalau tidak terjadi perkara luar biasa tidak
nanti dibunyikan. Selama Thian-san-pai berdiri genta itu cuma
pernah dibunyikan satu kali, yaitu kejadian belasan tahun yang
lalu ketika jago Thian-tok mencari perkara, berbareng itu jago
pengawal istana Boanjing juga mengambil kesempatan itu
menyerbu kemari bersama begundalnya.
Setelah peristiwa itu, sudah lama Thian-san-pai bersahabat
dengan paderi Thian-tiok yang pernah mencari perkara itu,
anak murid Thian-san-pai juga mengira peristiwa serupa pasti
takkan terjadi lagi.
Karena perasaan aman itulah, demi menghormati sesepuh
yang seangkatan dengan ayahnya, yaitu Cong Tian, maka
Tong Kah-goan minta orang tua itu tinggal di Thian-it-kok agar
dapat menyepi dan meyakinkan ilmu lebih tinggi.
Thian-it-kok terletak di puncak Thian-san yang tertinggi dan
terpisah dari tempat tinggal anak murid, bila tidak mendapat
perintah tiada anak murd yang boleh naik ke Thian-it-kok.
Pada waktu Ciong Tian menyepi hanya dua murid angkatan
ketiga yang tinggal di situ untuk melayani dia.
Dalam keadaan begitu, lalu siapakah yang membunyikan
genta sebagai tanda bahaya itu, hal inilah yang mengejutkan
Tong Kah-goan. Sebab kalau Ciong Tian yang membunyikan
genta, itu menandakan orang tua itu sudah terkepung musuh
dan sukar lolos keluar karena merasa tidak sanggup menahan
serbuan lawan yang lebih tangguh.
Mendingan begitu, sebab kalau Ciong Tian tidak
membunyikan genta, urusannya tentu akan lebih gawat.
Maklum, Ciong Tian sedang menyepi, bersemadi, dan
meyakinkan ilmu, pada saat begitu keadaannya boleh
dikatakan tidak mau lihat dan tidak mendengar, bila
mengalami gangguan luar bisa jadi akan "Cau-hwe-jip-mo",
yaitu sesat latih dan mengalami kelumpuhan.
Sebab itulah bila yang membunyikan genta itu kedua murid
penjaga, maka keselamatan Ciong Tian harus dikuatirkan.
Selagi Tong Kah-goan hendak minta maaf kepada para
tamu dan memburu ke sana untuk menghadapi musuh, belum
lagi ia bicara, dua orang tamu yang berkedudukan paling
tinggi, yaitu Bu-gi Taisu dari Siau-lim-pai dan Tan-ciu-sing,
ketua Kong-tong-pai, serentak berseru, "Tuan rumah ada
perkara, sebagai tamu tidak pantas kami berpeluk tangan.
Tong-ciangbun, hendaknya jangan sungkan, biarkan kami
membantu sekadarnya."
Jika tetamu berpikir sama dengan tuan rumah, dengan
sendirinya Tong Kah-goan tidak perlu banyak bicara lagi.
"Dan aku bagaimana, Gihu?" tanya Nyo Yam.
Ki Tong-hong tahu maksud anak muda itu. yaitu serba
susah untuk memilih di antara dua urusan.
Setelah berpikir sejenak Tiang-hong menjawab, "Anak Yam,
atas persetujuan Ciangbun kamu sudah diterima kembali
sebagai murid Thian-san. Sekarang perguruanmu sedang
menghadapi serbuan musuh kuat, dengan sendirinya kamu
harus berjuang bagi perguruanmu. Bagaimana apakah kamu
dapat bergerak?"
"Rasanya ginkangku tidak banyak terganggu dan masih
sanggup lari," jawab Nyo Yam.
"Baik jika begitu, ayolah kita ikut Tong-ciangbun ke atas,
betapa banyak kamu dapat berbuat boleh kerjakan sebisanya,
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang penting harus senasib dan setanggungan bersama para
saudara seperguruan menghadapi persoalan apa pun," pesan
Tiang hong. "Apakah Gihu juga akan ikut ke atas?" tanya Nyo Yam.
"Dan bagaimana dengan si bangsat cilik Toan Kiam-jing itu,
apakah dilepaskan begitu saja?"
"Urusan ada yang penting dan ada yang ringan, meski jahat
bangsat cilik itu, lebih penting menghadapi serbuan musuh
dulu," ujar Tiang-hong. "Aku dan Thian-san-pai serupa orang
sebeluarga, dengan sendirinya aku tidak dapat tinggal diam."
Habis berkata ia gandeng tangan Nyo Yam dan diajak
berlari ke atas gunung.
Padahal bukan Ki Tiang-hong tidak mau mengejar dan
menangkap Toan Kiam-jing, soalnya ia menguatirkan
kesehatan Nyo Yam.
Racun dalam tubuh Nyo Yam belum punah seluruhnya,
meski dapat diatasi Pik-leng-tan, betapapun kungfunya tidak
dapat pulih dengan segera. Dalam keadaan begini, jangankan
menghadapi lawan selihai Toan Kiam-jing, meski jago kelas
dua-tiga dunia kangouw saja sukar menang baginya.
Padahal musuh yang menyerbu Thian-san-pai ini jelas
mampu menyusup ke daerah terlarang seperti Thian-it-kok
dan membakarnya serta membuat Ciong Tian terpaksa harus
membunyikan genta untuk minta bala bantuan, maka di
antara musuh yang datang ini mungkin tidak cuma satu saja
yang kungfunya lebih hebat daripada Toan Kiam-jing. Karena
itulah Ki Tiang-hong tidak dapat meninggalkan Nyo Yam.
Sehaliknya jika anak muda itu disuruh ikut mengejar Toan
Kiam-jing. karena belum kuat mengerahkan ginkang
sepenuhnya, bisa jadi beban baginya malah dan pasti juga
tidak mampu menyusul Toan Kiam-jing.
Begitulah ia gandeng tangan Nyo Yam menyusul
rombongan orang banyak, untuk menyusul Tong Kah-goan
yang barada paling depan tentu juga sukar.
Tong Kah-goan bersama Ting Tiau-min, Pek Kian-sing, Kam
Bu-wi beserta Bu-gi Taisu dan Tan-ciu-sing berlari paling
depan. hanya sebentar saja mereka sudah tiba di Thian-it-kok
yang merupakan tempat kediaman para ketua masa lampau.
Terlihat ruang Hwe-beng-tong, Bwe-hong-tong Lan-cu-wan,
semuanya sudah terjilat api, cuma tidak begitu gawat
sebagaimana dibayangkannya. Meski api tampak berkobar
belasan tempat, namun tidak terlalu gawat.
Thian-it kok terbakar bagian atas dan api sedang menjalar
ke bawah, namun belum meluas, hanya di antara asap yang
tersiar tercium semacam bau yang istimewa.
Sebenarnya baunya tidak terlalu busuk. cuma setelah
tercium rasanya membuat orang seakan-akan terbang
Anak murid Thian-san yang lwekangnya agak kuat masih
tahan, yang lwekangnya rendah, begitu mengedus bau asap
itu seketika kepala pusing dan hendak roboh.
Begitu mencium bau asap itu, seketika Nyo Yam kaget dan
gusar, teriaknya, "Ini bau Sin-sian-wan, yang mengacau ini
pasti kawanan siluman dari Pek-toh-san!"
Di antara tetamu ada yang tahu asal-usul orang Pek-tohsan
dan tahu kawanan siluman itu mahir menggunakan racun,
tentu saja mereka terkejut dan cepat menyuruh kawan yang
terada di depan lekas menyingkir. Namun di tengah kekacauan
sudah ada beberapa orang roboh pingsan.
Untung Nyo Yam masih membawa belasan biji obat
penawar Sin-sian-wan, segera ia keluarkan obat itu dan
diberikan kepada Ting Tiau-min dan dibagi-bagikan untuk
menolong kawan yang keracunan paling parah.
Tong Kah-goan dan beberapa tokoh kelas tinggi tidak
gentar terhadap asap beracun itu dan masih terus maju ke
atas. Kah-goan memberi perintah agar anak murid sama
mundur untuk menghindari arah angin yang membawa asap
berbisa itu. Nyo Yam lebih kenal cara bekerja Sin-sian-wan yang dapat
membius orang hingga kehilangan kesadaran, namun bukan
racun yang mematikan. Bau itu cuma terisap saja sehingga
tambah ringan kadar racunnya.
Di puncak Thian-san banyak juga terdapat sungai es yang
melingkar di sebeliling lereng gunung. Teringat oleh Nyo Yam
Peng-pok-sin-tan juga dapat membuyarkan hawa berbisa SinMan-wan, cepat ia memberi petunjuk kepada saudara
seperguruan agar mereka mundur dalam jarak tertentu ke tepi
sungai, gunakan air sungai untuk mencuci muka atau dibasahi
dengan es, tentu akan mengurangi kadar racun dan
memulihkan kejernihan pikiran.
"Gihu," kata Nyo Yam. "aku tidak takut racun Sin-sian-wan,
cuma sayang saat ini aku cuma dapat menyelamatkan diri
sendiri dan tidak mampu menghadapi musuh. Tidak perlu Gihu
menjaga diriku, silakan maju membantu Tong ciang-bun."
Ki Tiang-hong kenal kelihaian Pek-toh-sancu Ubun Pok, ia
pun kuatir Tong Kah-goan bukan tandingan iblis tua itu, maka
cepat ia menyusul ke depan sesuai aujuran Nyo Yam.
Rombongan Tong Kah-goan sementara itu sudah sampai di
bawah Thian-it-kok sehingga keadaan di atas bangunan
bertingkat itu terlihat dengan jelas.
Thian-it-kok itu berdiri di puncak tertinggi dan curam, untuk
naik ke atas harus melalui sebuah jalan panjang beranak
tangga 30-an, jalan tembus ini sempit, hanya cukup dilalui
satu orang saja.
Saat itu di ujung undak undakan teratas sana ada dua
orang sedang bertempur sengit. Yang berdiri di bagian atas
adalah seorang kakek dengan alis jenggot putih seluruhnya,
sedang orang di bawah adalah seorang lelaki kekar berusia
50-an, perawakan lelaki ini sedikitnya satu kepala lebih tinggi
daripada si kakek, sebab itulah meski ia berdiri di undakan
bawah tampaknya tidak lebih pendek daripada lawan.
Serangan lelaki kekar itu sangat gencar, namun si kakek
bertahan begitu kukuh di bagian atas, selangkah pun lelaki itu
tidak mampu mendesak maju.
Kakek itu bukan lain daripada Ciong Tian, sesepuh Thiansanpai yang paling tua sekarang.
Tidak meleset juga dugaan Ki Tiang-hong, lelaki kekar itu
memang betul Pek-toh-sancu Uoun Pok adanya.
Ikut di belakang Ubun Pok masih ada 20 an orang, cuma
lantaran Ciong Tian bertahan di ujung undsk undakan dan
sedang menempur Ubun Pok dengan sengit, sedangkan jalan
undak undakan itu cuma cukup dilalui satu orang saja, maka
pengiring Ubun Pok itu sama tertahan di bagian bawah dan
tidak dapat berbuat lain.
Di antara orang Pek-toh-san itu ada tiga orang dikenal Nyo
Yam, yang seorang adalah Bu Ek, wakil komandan pasukan
Boanjing yang menyerang wilayah Sinkiang, dua orang lagi
adalah murid Ubun Pok, yaitu Sukong Ciau dan Buyung Sui.
Anak murid Thian-san-pai yang jaga Thian-it-kok ada 50-60
orang sehingga jumlahnya hampir dua kali lipat daripada pihak
Pek-toh-san. Cuma diantara sskian puluh murid Thian-san-pai sudah
sebagian besar roboh pingsan oleh asap berbisa, yang tidak
keracunan memang lwekangnya lebih tinggi, tapi kalau
dibandingan tokoh kelas wahid seperti Ciong Tian dan Ubun
Pok juga masih selisih jauh sehingga mereka pun serupa anak
buah Pek-toh-san, tidak ada yang mampu ikut bertempur. saat
itu mereka lagi sibuk memadamkan api.
Tingkat atas Thian-it-kok terbakar dan api sedang menjalar
ke bawah, tingkat tengah baru saja terjilat api. Di atas gunung
banyak es batu. anak murid Thian-san-pai yang tidak
keracunan itu sibuk melemparkan es batu ke atas untuk
mencegah menjalarnya api.
Maka waktu rombongan Tong Kah-goan mulai naik ke
undak-undakan sempit itu, api yang berkobar di Thian-it-kok
sudah makin kecil dan hampir padam.
Kiranya penyergapan Thian-san-pai ini sebelumnya sudah
direncanakan, orang yang mengatur rencana penyergapan ini
adalah Bu Ek dan Toan Kiam-jing. Kemudian mereka berhasil
mergikut-sertakan Ubun Pok sehingga rencana mereka
tambah sempurna.
Di tengah jalan waktu Ubun Pok hendak pulang ke Pek-tohsan
tempo hari kebetulan bertemu dengan Bu Ek dan Toan
Kiam-jing. ia terbujuk dan mendahului menyelundup ke Thiansan.
Sesuai dengan waktu yang telah diperhitungkan Toan
Kiam-jing muncul sebagai saksi di tengah persidangan Thiansanpai, tujuannya untuk memfitnah Nyo Yam. kalau gagal
Toan Kiam-jing akan mengacau di tengah sidang yang panik
oleh granat berkabut itu.
Berbareng dengan itu Ubun Pok membawa begundalnya
ditambah jago istana serentak menyerbu ke sarang Thian-sanpai.
Api yang berkobar di ruang Hwe-beng tong, Bwe hong-tong
dan lain-lain akibat dipanah dengan panah berapi, di bagian
ekor setiap panah berapi itu tersembunyi beberapa biji Sinsianwan setelah api berkobar, Ubun Pok menyuruh anak
buahnya melemparkan pula daun ganja yang di-bawanya ke
tengah api sebagai bahan bakar.
Ganja adalah bahan utama pembuatan Sin-sian-wan, sebab
itulah meski nyala api tidak hebat namun asap berbisa yang
ditimbulkan daun ganja yang terbakar cukup memunahkan
kekuatan tempur anak murid Thian-san-pai.
Saat itu Ciong Tien sedang menyepi di tingkat atas Thian-itkok,
dan memasuki detik genting. Masih untung juga
kedatangan rombongan Ubun Pok terlebih dini sedikit. kalau
terlambat sebentar sehingga Ciong Tian memasuki taraf
"hening" keseluruhan sehingga tidak dengar dan tidak lihat
segala apa, yang terjadi di sekelilingnya, maka seorang anak
kecil saja cukup membikin celaka dia.
Dan karena kedatangan Ukun Pok lebih dini sedikit, Ciong
Tian sempat terjaga sadar, cepat ia mengerahkan tenaga
dalam untuk mengembalikan keadaannya secara normal dan
siap menghadapi musuh.
Di antara beberapa puluh anak murid Thian-san-pai yang
berjaga di situ ada separoh yang keracunan, pada waktu
permulaan mereka masih dapat bergerak, maka mereka
sempat dibantu kawan yang lwekangnya agak tinggi dan
belum keracunan untuk menyingkir ke bagian yang strategis
untuk menghadapi serbuan musuh.
Thian-ik-kok berdiri di atas puncak, untuk memanah ke atas
melalui undak-undakan sejauh itu, hanya Ubun Pok saja yang
memiliki tenaga yang cukup. Sebabnya Thian-it-kok terbakar
juga akibat anak panah yang dibidikkan Ubun Pok sendiri.
Tapi panah berapi itu hanya membuat Thian-it-kok terjilat
api. untuk melemparkan daun ganja ke sana sukarlah
dilaksanakan. Walaupun panah berapi itu pun membawa Sinsianwan, tapi asap yang tersiar dari beberapa biji Sin-sianwan
dengan cepat buyar tarbawa angin sehingga tidak
berguna merobohkpn musuh.
Saat itu- Ciong Tian sedang menempur Ubun Pok sepenuh
tenaga, angin pukulannya menderu dahsyat, Bu Ek yang ikut
di belakang Ubun Pok ikut merasakan guncangan angin
pukulan yang hebat dan hampir tidak sanggup berdiri tegap
di-undak-undakan sempit itu.
Jika Bu Ek saja tidak dapat berbuat apa-apa apalagi
begundalnya yang lain. Yang berdiri di bawah undak-undakan
sempit itu cuma beberapa jago istana kelas tinggi saja, orang
lain termasuk kedua murid kesayangan Ubun Pok, yaitu
Sukong Ciu dn Buyung Sui semuanya terdesak menyingkir di
kaki dinding karang.
Ketika rombongan Tong Kah-goan tiba, saat itulah Ciong
Tian sedang gawat, namun selangkah pun dia tidak mau
mundur, cuma dalam sepuluh jurus ada tujuh jurus Ubun Pok
melakukan serangan, jelas Ciong Tian terdesak di bawah
angin. Kiranya Ciong Tian kalah dalam hal usia, kalau bicara
tentang keuletan. mestinya dia di atas Ubun Pok, namun usia
mereka selisih 30-an tahun, bila bertempur lama tentu
meuguntungkan Ubun Pok.
Selain itu Ciong Tian habis menyepi sekian lama dan belum
berhasil meyakinkan ilmu sakti lagi. dengan sendirinya
kekuatannya juga banyak berkurang. Lantaran kedua hal
itulah Ubun Pok bisa lebih unggul, namun begitu Ciong Tian
tetap bertahan sekuatnya sehingga lawan tetap tidak dapat
lewat Girang dan kejut Tong Kah-goan melihat Ciong Tian tidak
beralangan, keadaau ternyata tidak seburuk apa yang di
pikirnya. Namun keadaan Ciong Tian yang berbahaya itu
membuatnya merasa kuatir juga.
Sambil membentak segera ia menerjang ke atas undakan
batu, kontan dua jago istana kena digenjot terjungkal dan
menggelinding ke bawah.
Bu Ek berada agak bawah di belakang Ubun Pok, ia
memegang senjata tongkat baja sepanjang lebih setombak,
dari atas segera tongkatnya mengemplang kepala Tong Kahgoan.
Namun lengan baju Keh-goan lantas mengebut sambil
membentak, "Kamu mujid Kai-pang, mengingat hubungan baik
Thian-san-pai dengan Kai-pang, jiwamu kuampuni!"
Sekali lengan bajunya menarik dan melempar, seketika
tongkat Bu Ek terlepas, bahkan Bu Ek sendiri ikut mencelat be
atas. Untung dia sempat berjumpalitan di udara untuk menahan
daya turunnya, lalu jatuh ke lereng dan tergelincir ke bawah.
Mendingan Tong Kah-goan sengaja bermurah hati padanya,
kalau tidak pasti jlwanya sudah melayang.
Pek Kian-sing dan Kam Bu-wi ikut dibelakang Tong Kahgoan,
dua jago istana mendadak menerobos tiba dia
menyerangnya, keduanya memakai pedang, berbareng
mereka membentak, "Kabarnya kalian adalah pendekar
pedang Thian-san terkenal, biarlah kita belajar kenal."
Kedua orang ini adalah ahli pedang dari Lam-hai-pai,
kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada kedua kawannya
tadi. Sebenarnya kalau bicara tentang ilmu pedang, tidak nanti
Pek Kian-sing berdua di bawah mereka, cuma lantaran ilmu
pedang Lam-hai-pai ada juga jurus serangan yang aneh dan
berbeda dengan ilmu pedang daerah Tionggoan, sedangkan
Pek Kian-sing berdua tidak pernah melihat ilmu pedang aneh
seperti ini, apalagi lawan berdiri di tempat lebih tinggi, maka
beberapa jurus permulaan mereka agak kerepotan.
"Kedua antek ini boleh serahkan padaku saja," kata Tuncinsing. dan sekali ia melangkah maju, terlihat sinar kilat
berkelebat, kontan kedua jago istana itu melarikan diri.
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang lain belum lagi mengetahui cara bagai mana lan-ciusing
mengalahkan mereka, terdengar tokoh Kong-tong-pai itu
mendengus, "Hm, hanya sedikit kepandaian begini saja berani
pamer di Thian-san, lekas ganti baju dulu supaya tidak malu!"
Baru sekarang orang yang berdiri di bawah melihat apa
yang terjadi, ternyata baju kedua orang tadi sudah terkoyak
belasan jalur lubang, seorang di antaranya malah memegangi
celana yang hampir melorot.
Kiranya Tan-ciu-sing menggunakan satu jurus serangan
andalan Kong tong-pai mereka yang di-sebut Oh-kah cap-pekpah,
tampaknya cuma satu jurus, tapi sekaligus menisuk ke
kanan dan kiri dan baju kedua lawan terkoyak delapan belas
jalur robekan. Malahan ikut pinggang salah seorang ikut
terpotong putus sehingga celananya kedodoran.
Ki Tiang-hong berada di belakang Tan-ciu-jing dan dapat
melihat jelas jurus serangan hebat itu, tanpa terasa ia
berteriak memuji, "Bagus! Selamat Tan-heng telah berhasil
meyakinkan ilmu pedang sedemikian sempurna. Sayang Beng
Hoa tidak hadir di sini."
Ia memuji ilmu pedang Tan ciu-sing, tapi nama Beng Hoa
ikut disinggung, tentu saja anak murid Thian-san sama
bingung, hanya Nyo Yam saja yang tahu maksudnya.
Dahulu Nyo Yam pernah tertawan Beng Hoa karena tidak
sanggup melawan jurus serangannya Oh-kah-cap-pek-pah,
tiga hiat-to tertutuk dan tertawan. Karena kekalahan itu Nyo
Yam senantiasa penasaran.
Nyo Yam memang suka unggul, sekalipun Beng Hoa adalah
kakaknya, namun diam diam ia berusaha pada suatu hari
kelak ia pasti akan mengungguli kakaknya sendiri.
Karena itulah, ketika Tan-ciu-sing melancarkan jurus
serangan tadi diam-diam Nyo Yam menaruh perhatian
terhadap jurus sakti itu. Setelah menyaksikan apa yang
terjadi, mau tak-mau ia harus mengakui betapapun dirinya
berlatih sampai tua tetap sukar melawan kepandaian Beng
Hoa. Teringat kepada-jurus serangan Beng Hoa itu, tersentuh
pula kenangannya terhadap orangnya. Beng Hoa pernah
mendamperatnya, bahkan pernah melukai dan
menangkapnya. Namun semua itu di lakukan Beng Hoa karena
kasih sayangnya kepada saudara sekandung sendiri, hal ini
juga dapat dirasakan Nyo Yam.
Sekarang ia pulang kc Thian-san dan tidak melihat Beng
Hoa, betapapun timbul juga rasa kesal seperti kehilangan
sesuatu.. Maka demi mendengar ayah angkatnya menyebut
nama Beng Hoa ia lantas berpikir. "Kiranya dia memang tidak
berada di sini. Aneh, masa ia tidak tahu ada sidang besar
perguruannya, ke mana perginya" Ai, kejadian yang sudahsudah
adalah salahku, sejauh itu aku tidak mau mengakui dia
sebagai kakak, jika sekarang dia berada di sini, entah dia sudi
mengaku adik padaku atau tidak!!!"
Setelah terkenang pada Beng Hoa, tanpa terasa teringat
juga akan Liong Leng-cu, nona itu pernah bergabung dengan
dirinya mengerubut Beng Hoa, sekarang selain sang kakak
tidak terlihat, Liong Leng-cu juga sudah pergi.
Ia tahu betapapun Beng Hoa akan pulang juga ke Thiansan,
sekarang tidak bertemu kelak pasti akan bertemu, ia
yakin tidak sulit untuk bertemu lagi dengan Beng Hoa, tapi
untuk bertemu pula dengan Liong Leng-cu, inilah yang sulit di
ramalkan, mungkin selama hidup ini takkan berjumpa lagi
dengan nona itu.
Namun sekarang bukan waktunya untuk memikirkan
macam-macam urusan itu, tiba-tiba ia merasakan suasana
sunyi senyap, wuktu ia menengadah, terlihat Tong Kan goan
sudah mendaki sampai di ujung unduk-udakan dan sedang
menantang Pek-toh-sancu.
"Susiok," kata Kah-goan kepada Ciong Tian, "menyembeleh
ayam tidak perlu pakai golok, biarkan Tecu saja yang melayani
dia." Selaku ketua Thian-san-pai, dengan sendirinya Tong Kahgoan
tidak dapat menurunkan derajat sendiri dan main
kerubut bersama Ciong Tian. Seoab itulah sebelum turun
tangan ia bicara lebih dulu agar terhindar dari tuduhan
menyerang dari belakang.
Segera Ciong Tian menjawab, "Baik, kamu adalah ketua
perguruan kita, memang seharusnya kamu yang
membereskan siluman ini."
Pelahan ia menarik diri untuk menjaga Ubun Pok
melancarkan serangan lebih lanjut.
Ubun Pok tahu mereka pasti takkan main keroyok, segera ia
mendesak maju satu undakan dan menduduki tempat Ciong
Tian semula, lalu menghantam ke belakang sambil
membentak, "Jangan omong besar! Baik, ingin kulihat betapa
kehebatanmu!"
Seketika Tong Kah goan merasa angin dahsyat menyambar
tiba dengan hawa dingin. ia terkejut. pikirnya, "Apakah yang
dilatih siluman ini juga Siau-lo-im-sat-kang?"
Siau-lo-im-sat-kang adalah semacam Iwekang golongan
jahat yang amat lihai, 50 tahun yang lalu seorang gembong
ibhs bernama Beng Sin-thong berhasil mcyakinkan ilmu itu dan
malang melintang di dunia kangouw
Kakek Tong Kah-goan, yaitu Tong Hiau-lan pernah
beberapa kali bertempur dengan Beng Sin-thong dan hanya
sedikit lebih unggul saja, selamanya belum pernah dapat
mengalahkannya dengan telak. Sesudah Beng Siau-thong
meninggal, Siu-lo-im-sat-kang itu pun putus turunan.
Dari sang kakek dan ayahnya pernah Tong Kah-goan
mendengar tentang ilmu maha lihai itu, sekarang setelah adu
tangan dengan Han-peng-ciang Ubun Pok, ia menjadi curiga
karena rasa dingin kungfu lawan ini serupa Siu-lo-im-sat-kang
yang didengarnya dari sang kakek.
Dalam pada itu dengan cepat Ubun Pok sudah membalik,
menyusul tangan yang lain menghantam pula.
Buat itu Tong Kah-goan sedang menggunakan pukulan Simiciang~hoat untuk menangkis Han-peng-ciang lawan
sehingga tepat kedua tangan beradu.
"Blang", Kah goan merasa tangan beradu dengan sepotong
besi yang terbakar.
Terdengar Ubun Pok menggertak sekali dari atas, Tong
Kah-goan terdorong sempoyongan.
Akan tetapi cepat tangan Kah-goan berputar sehingga
tenaga dorongan lawan dipatahkan. Malahan Kik-ti-hiat di siku
tangan Ubun Pok lantas terasa kesemutan, ia terkejut,
pikirnya, "Menurut cerita orang, kepandaian Tong Kah-goan
katanya biasa-biasa saja, jauh dibandingkan ayahnya, tapi
tampaknya sekarang kungfunya juga tidak lemah. Kalau bicara
tenaga dalam tampaknya lebih kuat malah daripada paman
gurunya tadi."
Untuk ketiga kalinya Ubun Pok menyerang lagi, sekarang
kedua tangan menghantam sekaligus, tangan kiri membawa
angin panas dan tangan kanan menghamburkan hawa maha
dingin. Tong Kah-goan sudah tahu kungfu lawan bukan Siu-lo-imsatkang, tapi Pek-toh-sancu sekaligus menggunakau Hoanpengciang dan Hwe-yam-to, betapa hebat tenaga tempurnya
rasanya tidak di bawah Siu-lo-im-sat-kang mendiang Beng Sinthong.
Tong Kah goan kalah tempat. juga didahului oleh lawan.
terpaksa ia bertahan sekuatnya. Untung Si-mi-ciang-hoamya
memang sangat bagus untuk bertahan sehingga beberapa kali
Ubun Pok main terjang selalu seperti tertahan oleh dinding
baja yang tak berwujud, sama sekali tidak mampu mendesak
mundur Tong Kah-goan.
Pertarungan sengit ini membuat penonton kedua pihak
sama kebat-kebit.
Melihat keadaan, Ubun Pok lebih sering menyerang
daripada bertahan, dia seperti lebih unggul. Tapi pertahanan
Tong Kah-goan sangat kuat dan mantap, umpamakan kalah
akhirnya paling sedikit diperlukan lagi dua-tiga ratus jurus.
Bicara situasi secara umum, meski banyak anak murid
Thian-san-pai yang keracunan, namun jumlahnya jauh lebih
banyak daripada pihak lawan, apalagi di antara tetamu
terdapat juga tokoh kaum wahid seperti Bu-gi Taisu dari SiauTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
lim-pai dan Tan-ciu-sing dari Kong-tong-pai, jelas kekuatan
mereka sukar ditandingi pihak lawan.
Di pihak Ubun Pok yang lebih dulu timbul pikiran untuk
kabur adalah Bu Ek. Ia terlempar dan jatuh terguling ke
bawah lereng oleh sengkelitan Tong Kah-goan tadi rasa
jerinya masih menghinggapi benaknya, diam-diam ia
membatin, "Jumlah musuh lebih banyak, sekalipun Pek-tohsancu
dapat menang, akhirnya kedua pihak pasti juga akan
banyak jatuh korban. tatkala mana siapa yang mampu
melawan Ki Tiang hong dan Tan-ciu sing yang tangguh itu"
Dan ingin lari pun pasti sudah kasip."
Karena itulah, pada waktu pertarungan Tong Kah-goan dm
Ubun Pok sedang memuncak sengit, diam diam ia mengeluyur
pergi. Di antara jago istana juga sudah ada dua orang terluka,
kedua orang ini diam diam juga ikut melarikan diri, menyusul
beberapa jago istana lain dan jago gebernuran juga ikut
kabur. Paling akhir, pihak Ubun Pok tertinggal kedua muridnya
saja, yaitu Sukong Ciau dan Bu-yung Sui yang masih
mengikuti pertarungan sang guru.
Sama halnya, anak murid Thian-san-pai juga merasa kuatir
bagi ketua mereka. Maklumlah, Kah-goan tampil selaku ketua
Thian-san-pai, jangankan mereka tidak dapat ikut mnju,
umpama ikut menerjang maju juga tidak dapat main kerubut.
Padahal kalah menang sang ketua menyangkut nama baik
perguruan, tentu saja mereka berkuatir.
Di antara para tamu yang berkepandaian tinggi seperti Bugi
Taisu dan Tan-ciu-ting, karena terikat oleh peraturan bulim,
mereka pun tidak enak untuk membantu.
Dalam pada itu Bu-gi Taisu telah menggunakan ginkangnya
yang tinggi untuk mengitar ke atas, langsung menuju ke
puncak tertinggi untuk membantu Ciong Tian menolong para
nnak murid yang terluka. Ia seorang paderi saleh, terhadap
pertarungan seru dua tokoh terkemuka yang jarang terjadi ttu
dipandangnya kejadian biasa, di antara ratusan orang hadir
mungkin dia yang paling belakang.
Tan-jiu-sing seorang yang keranjingan ilmu silat, maka
pertarungan menarik itu tidak disia-siakan olehnya, ia asyik
menonton, pikirnya, "Pek-toh-sancu ini memang sangat hebat,
meski Tong Kah-goan menghadapinya pasti akan besar
harapan untuk menang,
Namun dapatkah Tong Kah-goan bertahan lagi satu jam"
Seumpama tidak kalah, rasanya kedua pihak akan gugur
bersama. Apalagi sekalipun perhitungannya berjalan lancar.
kemenangaanya nanti juga kuraag gemilang-Nama baik sendiri
tidak menjadi soal, mungkin Tong Kah-goan juga tidak mau
mundur dan digantikan olehnya.
Paling baik kalau ada anak murid Thian-san pai yang
menggantikan ketuanya menghadapi musuh, lalu dirinya
menggantikan pula murid Thian-san itu, dengan demikian
takdapat diangggap melanggar etika kangouw.
Teringat juga olehnya Peng-pok-sin-tan di-tambah Pengpokhan-kong-Liam dapat menahan hawa dingin Hin-pangciang
musuh, jika Peng-ji maju bersama Nyo Yam, rasanya
akan mampu melawan Ubun Pok.
Cuma sayang, Nyo Yam terkena jarum berbisa, senientara
ini belum pulih kesehatannya. Apa-lagi Ling Peng-ji tampaknya
juga tidak ikut datang.
Berpikir sampai di sini, ia coba memandaug sekelilingnya,
benar juga tidak terlihat bayangan nona itu. Malahan Tong
hujin juga tidak kelihatan. Ia pikir mungkin Peng ji terlampau
keras terpukul perasaannya oleh kejadian ini, maka Tong-hujin
yang sayang kepada muridnya itu ikut tinggal di rumah untuk
menjaga Peng-ji.
Sementara itu serangan Pek-toh-sancu bertambah dahsyat,
Ki Tiang-hong tarnbah gelisah, tapi selain menunggu sungguh
ia tidak berdaya meski ingin membantu Tong Koh-goan.
Kedua murid Ubun Pok, yaitu Buyung Sui dan Sukong Ciau,
tampaknya setia juga terhadap sang guru, mereka tidak mau
tinggal pergi selagl sang guru scdang bertempur. Mereka pun
cemas dan juga tidak tahu cara bagaimana harus membantu
sang guru. Nyo Yam menonton dari tempat yang agak jauh, ia
menguasai lwekang khas ajaran Liong Cik-leng (kakek Liong
Leng-cu) sehingga tidak perlu semadi dan tetap dapat
mengerahkan tenaga untuk mendesak keluar racun dalam
tubuhnya. Yang mendampingi dia adalah Pek Eng bu dan Han
Eng-hoa. Pek dan Han adalah jago muda angkatan ke-tiga Thian sanpai,
lwekang mereka cukup kuat, waktu datang tadi mereka
menghisap sedikit asap berbisa dan terasa pening, namun
sekarang tidak menjadi alasan lagi.
Dahulu mereka pun pernah salah paham terhadap Nyo Yam
sehingga dalam hati kecil merasa menyesal, sebab itulah
sekarang mereka pun sangat baik kepada anak muda itu. Ki
Tiang-hong menyuruh mereka mendampingi Nyo Yam,
maksudnya supaya mereka dapat menjaganya.
Sekarang mereka pun sedang memperhatikan pertempuran.
Meski di antara murid Thian-san angkatan ketiga Pek dan Han
tergolong jago pilihan. tapi melihat jurus serangan yang
mujizat mereka pun belum dapat memahami seluruhnya. Maka
sembari menonton Nyo Yam berusaha memberi penjelasan
kepada mereka. Watak Pek En-bu sangat jujur, kagumnya kepada Nyo Yam
sekarang sungguh tidak ada taranya, katanya, "Siau susiok,
engkau meninggalkan Thian-san pada usia 11, kukira engkau
sudah lupa pada kungfu perguruan sendiri. siapa tahu engkau
tetap sedemikian hebat, Menurut pandanganku, beberapa
Susiok yang lebih tua juga tidak lebih hebat dari padamu."
Umur Nyo Yam masih kecil, namun tingkatannya dalam
perguruan cukup tinggi, dahulu Pek Eng-bu tidak pernah
memandangnya sebagai paman guru, baru sekarang dengan
kagum lahir batin ia menyebutnya Susiok, meski ditambah
dengan ambel-embel "siau" atau kecil, hal ini pun cocok
dengan kenyataan.
"Aku terhitung apa" Selisih jauh bila dibandingkan Beng . . .
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng Hoa," ucap Nyo Yam.
Pek Eng-bu meLenggong, "Hah, rupanya engkau masih
dendam kepada kakakmu dan tidak mau mengaku kakak
padanya. Sebahnya dia menangkapmu dahulu adalah atas
perintah..."
"Ya, kutahu, dia terpaksa," tukas Nyo Yam "Namun bukan
aku tidak mau mengakui dia, justru kukuatir dia tidak mau
mengaku adik padaku. Pernah nona liong bersamaku
mengerubuti dia di Ki-lian-san. Kutahu, waktu itu dia sangat
sedih." "Semua itu hanya salah paham belaka," kata Pek Eng-bu
tertawa. "Jangan kuatir. tidak nanti kakakmu dendam
padamu." Selagi Nyo Yam hendak tanya mereka sebab apa Beng Hoa
tidak kelihatan datang, tiba-tiba diketahui Pek Eng-bu berdua
seperti agak aneh, serupa orang yang mabuk, tubuh
sempoyongan dan sinar mata buram.
Dengan lwekang mereka, biarpun minum satu biji Sin-sianwan
juga takkan terpengaruh seperti sekarang. Tapi melihat
gelagatuya, jelas mereka terbius oleh racun Sin-sian-wan.
keruan Nyo Yam terkejut, mendadak ia sendiri juga merasa
ringan seperti mau terbarg. Ia tahu gelagat tidak enak, dan
belum sempat ia ber-buat sesuntu, tahu-tahu dua orang sudah
muncul di depannya.
Kedua oraug ini tak-lain tak-bukan adalah Buyung Sui dan
Sukong Ciau. Sejak tadi mereka tidak tahu cara bagaimana bisa
membantu gurunya, kemudian mereka melihat Nyo Yam
sedang menonton di lereng samping hanya ditemani Pek Engbu
dan Han Eng-hoa berdua serta jauh tertinggal dari
kawannya. Melihat ada kesempatan, segera mereka turun dan
bermaksud menawan Nyo Yam dan dijadikan sebagai sandera.
Di atas dan di bawah lereng gunung banyak orang yang
asyik mengikuti pertarungan sengit itu Buyung Sui berdua
merunduk ke depan, begitu mendekat serentak menyergap.
Mereka menggunakan semacam bubuk obat bius, sifat
racunnya serupa Siu-sian-wan. namun kadarnya jauh lebih
lihai. Yang lebih hebat adalah bubuk ini tidak berbau.
"Sin-sian-san" atau bubuk dewa ini tidak berbau dan tidak
berwarna, cukup dicukit sedikit dengan kuku dan
diselentikkan, dalam jarak sekitar sepuluh tombak dapat
membuat lawan jatuh pingsan.
Untung Nyo Yam sudah menguasai Iwekang tinggi, meski
belum pulih kesehatannya berhubung terkena jarum berbisa,
namun bau Sin sian-san yang diisapnya seketika tidak
membuatnya roboh.
Maka cepat ia melolos pedang, ia tidak sempat bersuara,
langsung ia menusuk kedua lawan dengan jurus "Sing-goatcenghui" atau biatang dan rembulan berlomba terang
"Sing goat ceng-hui" ini adalah satu diantara ketujuh jurus
lihai Tui-hong-kiam boat atau ilmi pedang pemburu angin,
satu jurus dua gerakan sekaligus.
Seketika Buyung Sui dan Sukong Ciau merasa ujung pedang
yang mengkilat menyambar ke tenggorokan mereka.
Cuma sayang, meski bagus jurus serangannya namun
tenaga kurang. Maka sekali Buyung Sui menjelentik dengan
Kim kong-ci atau jari sakti "creng", batang pedang terjentik
dan terlepas. berbareng itu Sukong Ciau juga mencengkeram Pi-pe-kut,
yaitu tulang lemas pada pundak anak muda itu sambil
menjengek, "Hm, biar kupunahkan dulu kungfumu, coba kamu
dapat lagi berlagak garang tidak?"
Cepat Nyo Yam menggeser langkah dan ganti tempat,
namun tetap karena tenaga kurang, meski cengkeraman
musuh dapat dihindari, tidak urung langkahnya terhuyung dan
hampir jatuh. Dalam pada itu Buyung Sui juga menyerang lagi, dari kanan
dan kiri, mereka terus mencengkeram pula.
Sekali ini tampaknya Nyo Yam pasti sukar mengelak lagi.
Bilamana kedua tulang pundaknya tercengkeram remuk,
bukan saja ilmu silatnya punah seluruhnya, selama hidup Nyo
Yam pun akan menjadi cacat.
-ooo0dw0ooo- Jilid 18 Nyo Yam tidak menghindar lagi, jengeknya dengan angkuh,
"Huh, kukira siapa, rupanya jago yang pernah keok di bawah
tanganku. Hm, tidak tahu malu, main sergap pada waktu aku
terluka." Kedua orang ini memang pernah dipermainkan oleh Nyo
Yam di Ki-lian-san, tentu saja mereka ingin membalas
dendam, sembari terbahak Su-gong Ciau telah menutuk,
menyusul pundak Nyo Yam lantas hendak dicengkeram,
ejeknya, "Anak jadah, tentu sudah kau dengar suara remuk
tulang pundakmu!"
Siapa tahu, belum lagi suara remuk tulang terdengar, tahu
tahu suara mendesing senjata rahasia sudah bergema. Senjata
rahasia ini hanya terdiri dari dua biji batu kecil saja.
Cepat jari Buyung Sui menjentik, meski batu terpental,
namun lengan sendiri pun tergetar kesemutan sehingga tidak
bertenaga untuk mencengkeram pundak Nyo Yam.
Sugong Ciau terlebih celaka, ia menangkap senjata rahasia
itu dengan tangan sehingga hiat-to telapak tangan tertimpuk.
seketika ia menggeletak tak bisa berkutik.
Menyusul tibanya senjata rahasia itu juga muncul seorang,
ternyata Beng Hoa adanya.
"Hm kalian hendak memusnahkan ilmu silat adikku,
terpaksa kupunahkan juga ilmu silat kalian," jengek Beng Hoa,
sekali depak ia singkirkan Sugong Ciau, menyusul Buyung Sui
lantas dicengkeramnya.
Karena tertimpuk oleh batu tadi lwekang Sugong Ciau
sudah punah, namun tenaga luar masih cukup. Beng Hoa tidak
berniat mengambil nyawanya, maka sekali depak membuatnya
mencelat dan jatuh terguling, ia menjerit terus merangkak
bangun dan lari sipat kuping.
Nasib Buyung Sui terlebih jelek, tulang pundaknya kena
dicengkeram Beng Hoa dan dilemparkan, ia kehilangan tenaga
seluruhnya dan tidak ubahnya seperti orang biasa saja.
Setelah merangkak bangun, terpaksa ia harus menggunakan
tongkat dan melangkah pergi dengan terpincang-pincang.
Pek-toh-sancu Ubun Pok yang sedang bertempur sengit
melawan Tong Kah-goan itu mendengar jeritan kedua
muridnya.. tentu saja ia kaget, sedikit meleng ia terbawa putar
oleh tenaga putaran Si-mi-ciang-hoat Tong Kah-goan yang
lihai itu. Terpaksa sekalian ia menubruk maju ,dan
menghantam dan ditangkis Kah-goan, setelah bergebrak satu
kali, keduanya ganti posisi, sekarang Tong Kah-goan
menduduki anak tangga atas dan Ubui Pok terdesak turun di
tempat Kah-goan semula.
Ubun Pok menjadi murka, ia menyerang terlebih gencar
sehingga Kah-goan terpaksa harus bertahan pula sekuatnya,
hal ini membuat anak murid Thian-san sama kebat-kebit
mengikuti pertarungan dahsyat itu.
Rupanya setelah ditinggal begundal, pula kedua muridnya
telah kabur dengan menanggung cedera, Ubun Pok menyadari
hari ini nasibnya pasti juga akan celaka, maka ia menjadi
nekat, ia berharap dapat melukai Tong Kah-goan, andaikan
diri sendiri juga terluka, asalkan tidak parah, yang keluar
sebagai pemenang kan dirinya. Untuk ini dia dapat menuntut
janji dan pergi dengan selamat.
Kini Tong Kah-goan juga sudah kenal kelihaian kungfu
lawan, melihat orang menjadi nekat, tentu saja Kah-goan
dapat menerka maksudnya. Maka ia sengaja bertahan dengan
lebih rapat sambil mencari kesempatan untuk balas
menyerang. Beberapa tokoh terkemuka dapat mengikuti pertarungan
yang memuncak itu, tampaknya Ubun Pok menyerang lebih
hebat, padahal kesempatan menang jelas berada di pihak
Tong Kah-goan, mereka hanya kuatir bilamana terjadi
serangan maut dan mengakibatkan kedua pihak sama cedera,
ini tentu saja tidak dikehendaki mereka.
Dengan sendirinya anak murid Thian-san tidak banyak yang
tahu keadaan itu, mereka melihat Ciangbunjin sendiri
terserang, tentu saja mereka ikut kuatir.
Kemampuan kungfu Beng Hoa sekarang sudah tidak di
bawah sang guru, tapi melihat keadaan pertarungan yang
sedang berlangsung, tidak urung ia pun terkejut.
Saat itu Nyo Yam sudah berdiri dan bermaksud mendekati
Beng Hoa, dia memang pemuda dengan perasaan mudah
terguncang, bahwa dalam keadaan demikian dia bertemu
kembali dengan Beng Hoa, tanpa terasa air mata berlinang
linang. Beng Hoa lantas menyongsongnya dan bertanya,
"Bagaimana lukamu, adik Yam?"
"Koko. aku . . . ." tergegap Nyo Yam dan tak sanggup
meneruskan. Beng Hoa sahu apa yang hendak dikatakan adiknya itu,
tukasnya, "Kamu penasaran, kutahu. Sebulan ini perbuatan
kita pun ada yang kurang benar, aku tidak marah padamu,
kuharap kaupun jangan menyesali diriku."
"Lukaku tidak menjadi soal," jawab Nyo Yam. "Orang itu
adalah Pek-toh-saucu, kungfunya sangat lihai, harap Koko
mencari jalan untuk.."
Rupanya Beng Hoa juga sama cemasnya seperti dia,
katanya cepat, "Baik, boleh kau istirahat sebentar, biar coba
kutempur Pek-toh-sancu."
Karena tekanan batin persoalannya dengan Nyo Yam kini
telah memperoleh saling pengertian, hatinya terasa lega
sehingga langkahnya juga terasa cepat dan enteng, begitu ia
mendaki undak-undakan sana segera ia berseru lantang, "Ada
urusan biarlah Tecu yang bertugas, mohon Ciangbunjin
memberi kesempatan pada Tecu untuk menumpas siluman
ini." "Hahaha, apakah kalian orang Thian-san-pai ingin main
kerubut?" teriak Ubun Pok dengon terbahak "Baiklah, boleh
kamu maju sekalian."
Padahal ia tahu orang Thian-san-pai tidak mungkin main
keroyok. di undakan sempit begitu juga tidak mungkin
digunakan main kerubut. apa yang diucapkannya itu tiada lain
hanya ingin memaksa Tong Kah-goan dan Beng Hoa menuruti
cara yang akan dikemukakannya.
Benarlah, segera Beng-hoa berseru, "Hai, memangnya
kamu ini apa, berani omong besar" Biar aku menghadapimu
satu lawan satu."
"Anggota Thian-san-pai kalian berjumlah ratusan, jika satu
kalah lalu maju lagi yang lain, sampai kapan harus kulayani
kalian?" jengek Ubun Pok.
"Kau dengar jelas tidak" Kubilang akan ku-hadapi satu
lawan satu!" teriak Beng Hoa dengan gusar. "Dan cukup
dengan pertarungan satu babak ini saja untuk menentukan
kalah dan menang."
"O, jadi kamu hendak menggantikan ketua kalian untuk
duel menentukan denganku?" Ubun Pok menegas. "Tapi
pertarungan demikian menyangkut nama baik Thian-san-pai
kalian, apakah kamu berwenang mewakilinya?"
"Asalkan Ciangbun memheri mandat pada-ku tentu dapat
kujadi wakil beliau," kata Beng Hoa.
Diam diam Tong Kah goan gedang berpikir, "Rasanya aku
tak sampai kalah menempur dia, tapi juga tidak yakin dapat
mengalahkan lawan. Kungfu Beng Hoa tidak di bawahku, dia
belum kehilangan tenaga, jika dia mewakili aku tentu lebih
untung daripada aku bertempur lagi. Dia adalah murid
angkatan lebih muda, jika dia menang, selain dapat memupuk
namanya, bagi Thian-San pai juga terhormat."
Dalam pada itu Ciok Kian sing dan lain lain juga ikut
bersuara, "Betul, menghadapi seorang iblis kelas rendahan.
kenapa Ciangbunjin harus maju sendiri?"
Ubun Pok juga mempunyai perhitungan sendiri, ia memang
dapat menahan perasaan, ia cuma menatap Ton Kuh-goan
dan berucap, "Anak muridmu akan maju mengganti dirimu,
memangnya bagaimana pendapatmu?"
Ia tidak tahu bahwa Beng Hoa adalah murid Thian san tidak
resmi dan bukan murid Tong Kih-goan sendiri.
"Apakah kau kuatir murid Thian-san-pai kami akan menarik
keuntungan atas dirimu?" demikian Kah-goan sengaja
bertanya. "Sama sekali aku tidak ingin diberi kemurahan. biar aku
yang menberi tiga jurus padamu," sambung Beng Hoa
mendadak. Ubun Pok terbahak-bahak, "Haha, anak muda, jangan kau
kira karena dua muridku yang tak becus itu dapat kau lukai,
lalu kamu berlagak sombong. Aku pun tidak ingin diejek orang
sebagai tua menganiaya muda, biarlah kalau dalam seratus
jurus tidak dapat kukalahkan dirimu, anggaplah aku yang
kalah." Hendaknya maklum. ilmu silat Beng Hoa sekarang meski
sudah cukup untuk menandingi tokoh kelas satu mana pun,
tapi orang yang tahu betapa tinggi kungfunya tidaklah banyak,
apalagi Pek-toh-sancu, ia lihat Beng Hoa cuma seorang
pemuda berusia 30-an, betapa hebat kepandaiannya juga
tidak lebih tinggi dari pada Tong Kah-goan. Kalau dia memberi
batas seratus jurus baginya sudah cukup menghargai Beng
Hoa. Setelah menempur Tong Kah-goan sekian lama, Ubun Pok
menyadari bilamana berlangsung lebih lama, akibatnya kedua
pihak pasti akan hancur bersama. Siapa yang lebih parah juga
sukar diramal. Sebab itulah ia justru berharap Beng Hoa akan
menggantikan Tong Kah-goan, ia tidak percaya seorang murid
Thian-san-pai yang muda juga tidak mampu mengalahkannya.
Dengan gusar Beng Hoa lantas menjawab, "Aku yang
memberi tiga jurus padamu, siapa yang minta kelonggaran
dirimu?" Tiba tiba tokoh Jing-sia-pai, Siau Jinghong menyela dengan
tertawa, "Hah, yang satu hendak memberi tiga jurus, yang lain
memberi batas seratus jurus, mana bisa terjadi jual-beli ini"
Begini saja, biar aku menjadi penengah, Pek-loh-sancu sudah
bertarung dua babak, namun Beng Hoa adalah murid Thiansan
angkatan muda. maka kedua pihak tidak perlu lagi saling
mengalah. boleh di-anggap sama kuat, siapa pun tidak perlu
memberi kelonggaran kepada pihak lain."
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedua pihak menyatakan setuju, Tong Kah-goan lantas
mengundurkan diri.
"Nanti dulu," kata Ubun Pok pula. "Jika kamu bertempur
mewakili ketua kalian, segala sesuatu harus dibicarakan di
muka dengan jelas."
"Boleh coba berikan syaratmu," ucap Beng Hoa.
"Siau-yau-li she Liong itu adalah musuhku, jika kamu kalah,
dia harus diserahkan kepadaku," kata Ubun Pok
"Liong Leng-cu bukan anak murid Thian-san. aku tidak
dapat mengambil keputusan atas dirinya," sahut Kah goan.
"Bukan maksudku menyuruhmu menangkapnya dan
menyerahkannya kepadaku melainkan jangan kalian
merintangi bila aku hendak membekuk dia," kata Ubun Pok
Pula. "Baik, jika begitu dapat kuterima syaratmu ini," ujar Kahgoan.
"Selain itu, murid Thian-san-pai kalian, yaitu bocah she Nyo,
dia adalah komplotan Siau-yau-li itu, jika aku menang, dia
juga harus diserahkan dan kubereskan dia."
Kah-goan memandang Beng Hoa, tampaknya anak muda
itu penuh keyakinan pasti akan menang, tapi urusan
menyangkut nasib adiknya, betapapun ia tidak berani
menyanggupi begitu saja.
Mendadak Nyo Yam berseru di bawah sana, "Huh,
memangnya kamu pasti dapat mengalahkan kakakku" Jika
kamu menang, biarlah kuserahkan kepalaku sendiri."
"Aku cuma minta kamu ikut ke Pek-toh-san dengan baikbaik,
siapa yang minta kepalamu?" ujar Ubun Pok dengan
ketus. "Baik, jika kamu menang, segera kupotong dulu urat
tanganku dan boleh kau bawaku pergi kamana pun
sesukamu," sahut Nyo Yam tegas.
"Betul, tidak menyesal?" bentak Ubun Pok.
"Haha, aku justru kuatir kamu yang tidak pegang janji,
memangnya kau kira anak murid Thian-San suka dusta?"
jawab Nyo Yam dengan terbahak. "Dan sekarang ingin
kutanya juga padamu, apa yang akan kau lakukan jika kamu
kalah?" "Aku selalu mengutamakan keadilan," kata Ubun Pok. "Jika
Beng Hoa kakakmu, pertarunganku dengan dia juga
menggunakan dirimu sehagai taruhan, maka selayaknya kamu
pun mendapatkan hadiahnya. Maka kalau aku kalah,
kuserahkan juga diriku untuk diperlakukan sesuka kalian. Nah,
puas bagimu?"
Di balik ucapannya itu jelas ia pun menggunakan matihidup
sendiri sebagai taruhan.
Tanpa pikir Nyo Yam menanggapi dengan tertawa, "Bagus.
bagus sekali! Kuterima dengan baik. Nah, Koko, jika aku pun
tidak kuatir, masa engkau takut" Mumpung ada lawan empuk,
jatuhkan saja taruhanmu."
Ia bicara dengan santai, suatu tanda penuh kepercayaan.
Padahal ia tidak tahu pasti apakah sang kakak mutlak akan
menang. Apa yang dikatakannya itu tidak lain hanya untuk
mendorong semangat tempur sang kakak saja.
Beng Hoa sendiri memang penuh kepercayaan terhadap
kemampuan sendiri, apalagi dorongan semangat Nyo Yam itu
tentu saja menambah tekadnya harus menjatuhkan musuh
supaya tidak mengecewakan adik sendiri.
Segera ia berkata, "Baik, aku setuju!"
Selagi kedua orang hendak bertempur, tiba-tiba suara
seorang perempuan berseru, "Nanti dulu"
Kiranya bukan lain diripada istri Tong Kah-goan.
"Soso ada pesan apa?" tanya Beng Hoa.
"Boleh kau ganti sebatang pedang," kata Tong-hujin.
"Ubun-sancu, apakah engkau keberatan aku ganti pedang?"
tanya Beng Hoa.
Ubun Pok terbahak, "Haha, pertanyaanmu ini agak
berlebihan, bagiku tidak menjadi soal senjata apa pun yang
akan kau gunakan, tetap kulayanimu dengan tangan kosong."
Tong-hujin tidak bicara lagi, sambil tertawa ia lemparkan
pedangnya kepada Beng Hoa.
Waktu Beng Hoa melolos pedang itu, terlihatlah cahaya
gamerdep menyilaukan mata. Biarpun Iwekang Pek-toh-sancu
sangat tinggi juga merasakan hawa dingin pedang yang
merasuk tulang.
Kiranya pedang Tong hujin ini adalah pedang pusaka yang
tidak ada tandingannya di dunia ini, yaitu pedang inti es
bercahaya dingin Peng-pok-han-kong-kiam.
Pedang ini adalah gemblengan Peng-coan-thian-li dahulu
yang diambilnya dari inti es di pegunungan Tangra. Letak
keampuhan pedang ini tidak pada tajamnya melainkan pada
hawa dinginnya yang luar biasa.
Semula Pek-toh-sancu menyangka pedang itu paling-paling
juga cuma pedang pusaka yang tajam, baru sekarang ia tahu
terperangkap. Namun lwe-kangnya tinggi, ia sendiri berlatih
Han-peng-ciang yang dingin, maka ia tidak gentar meski
diduga-nya pedang lawan mungkin merupakan lawan maut
Hwe-yam-to dan Han-peng-ciang.
Diam-diam ia mengerahkan tenaga dalam untuk menghalau
rasa dingin, lalu liriknya dan mendengus, "Hm, pedangmu
ternyata luar biasa, sungguh menambah pengalamanku. Baik,
akan kulihat pedangmu lebih lihai atau kedua tanganku lebih
hebat. Nah, kenapa tidak menyerang"!"
Beng Hoa memegang pedang dengan ujung menghadap ke
atas, katanya, "Pedangku sudah bergerak, sekarang giliranmu
menyerang dulu."
Jelas sikap yang mengalah. Keruan Pek-toh-sancu sangat
gusar, bentaknya, "Baik, kau sendiri yang cari mampus dan
jangan menyesali diriku!"
"Brak", segera sebelah tangan menghantui. lnilah pukulan
maut Hwe-yam-to, nyata ia ingin menguji betapa lihai Pengpokhan-kong-kiam lawan.
Berpuluh orang yang berdiri di bawah undak-undakan sana
sama menyaksikan pertarungan sengit ini, hanya Nyo Yam
saja tidak ikut memandang mereka, pandangannya justru
tertuju ke tempat Tong-hujin sana.
Tapi yang terlihat hanya Tong-hujin saja dan tidak kelihatan
Ling Peng-ji. Peng-pok-lian-kong-kiam itu diwariskan oleh Peng-tjoauthianli kepada Tong-hujin, lalu dari Tong hujin diwariskan
kepada Ling Peng-ji. Mengapa Tong-hujin hanya mengambii
kembali pedang inti es itu dan Peng-ji tidak tampak ikut
datang" Apakah karena pukulan batin telah membuatnya jatuh
sakit sehingga tidak dapat datang"
Dengan sendirinya ia tidak dapat tanya Tong-hujin dalam
keadaan demikian.
Suasana sunyi senyap, mungkin jatuhnya jarum saja akan
terdengar. Pertarungan sengit di atas undakan sana sudah
mulai, terpaksa Nyo Yam harus kesampingkan dulu rasa
kuatirnya atas diri Ling Peng-ji.
Pukulan Hwe-yam-to membawa hawa panas, tapi Beng Hoa
lautas bergerak juga, Peng pok-han-kong-kiam menusuk
pergelangan tangan lawan.
Dengan sendirinya Ubun Pok tidak membiarkan tertusuk,
namun dirasakan ujung pedang lawan membawa hawa dingin
yang luar biasa, hawa panas pukulannya ternyata tidak dapat
melawan arus panas pedang lawan
Segera Ubun Pok ganti serangan lagi, sekali ini ia
menggunakan Han-peng-ciang yang juga berhawa dingin
untuk melawan pedang pusaka lawan. Ia yakin lwekang Beng
Hoa tidak melebihinya, ia ingin tahu siapa yang akan beku
kedinginan lebih dulu.
Di puncak Thian-san memangnya merupakan dunia es dan
salju, pukulan maha dingin ditambah hawa dingin pedang
pusaka, tentu saja sudah bertambah dingin luar biasa. orang
yang berdiri di bawah sama menggigil.
Karena tenaga Ubun Pok tadi sudah terkuras sebagian,
kekuatannya sekarang jadi sama kuat dengan Beng Hoa. Anak
muda ini menyakinkan Siau-yang-sin-kang sehingga cukup
kuat menahan serangan hawa dingin.
Ubun Pok juga menguasai Han-peng-ciang, biarpun tubuh
tersentuh inti es juga takkan membuatnya beku. Maka betapa
dingin pedang pusaka Beng Hoa cuma membuatnya merasa
agak dingin sedikit.
Bicara kekuatan masing-masing memang sembabat
sekarang, namun Beng Hoa mendapat keuntungan karena
memegang pedang inti es itu.
Setelah mencoba dua kali serangan dan tidak dapat melukai
Beng Hoa, diam-diam Ubun Pok terkesiap, terpaksa harus
dipikirnya lagi kemungkinan gugur bersama, sekuatnya ia
mengeluarkan segenap kemahiranya dan melancarkan
serangan susul menyusul.
Ia memang tokoh ajaib dunia persilatan sehingga mampu
meyakinkan dua macam ilmu sakti yang sama sekali
berlawanan. Tangan yang satu mengeluarkan angin pukulan
panas, tangan yang lain membawa hawa dingin luar biasa.
Untung Beng Hoa memiliki ilmu pelindung badan Siau-yangsinkang, pula memegang Peng-pok-han-kong-kiam yang anti
kedua macam ilmu jahat lawan itu sehingga dia tidak sampai
kalah. Namun karena dicecar belasan jurus sejak mula, mautakmau Beng Hoa terdesak di bawah angin.
Selagi semua orang merasa kuatir bagi Beng Hoa,
mendadak permainan pedang anak muda itu berubah.
Kini gerak pedangnya tampak ringan dan lincah, sebentar
sinar pedang bergulung-gulung serupa tali kusut, lain saat
berhamburan bagai amukan ombak.
Thian-san-pai mengutamakan ilmu pedang, banyak di
antara anggotanya terhitung jago pedang kelas tinggi. Melihat
permainan Beng Hoa itu semua orang sama merasa kagum.
Mereka pikir kecepatan pedang Bong Hoa rasanya tidak di
bawah Tui-hong-kiam-hoat dan Si-mi-kiam-hoat. Akan tetapi
keganasannya justru melebihi kedua macam ilmu pedang
tersebut. Kiranya Beng Hoa mempunyai tiga orang guru, ia pun
pernah memperoleh ilmu sakti ajaran paderi Thian-tiok,
selama belasan tahun ini tekun belajar sehingga berbagai ilmu
pedang dapat dileburnya menjadi satu, kepandaiannya
sekarang boleh dikatakan merupakan suatu aliran tersendiri.
Pertarungan antara Beng Hoa dan Ubun Pok boleh
dikatakan menemukan tandingan setimpal, di sini pula
keduanya benar-benar mengeluarkan kemampuan masingmasing.
Keduanya sama menyerang dengan cepat dan
dahsyat. Selagi semua orang asyik mengikuti pertempuran mereka,
tiba-tiba terlihat kedua tangan Ubun Pok terpentang sehingga
pertahanannya terbuka.
Setiap orang persilatan tahu gaya ini adalah gerak
pancingan, tapi jago silat kelas tinggi pun beran, sebab gaya
pancingan demikian hanya boleh ditujukan kepada lawan yang
empuk, menghadapi ilmu pedang pemburu angin Beng Hoa,
keterbukaan demikian justru akan memberi kesempatan
baginya untuk menyerang.
Kecepatan pedang Beng Hoa sungguh sukar dilukiskan,
baru tangan lawan terpentang, dengan jurus "Tai-boa-kohyan"
atau asap mengepul di gurun raya langsung ia menusuk.
Pek Eng-ki dan Han Eng-hoa yang berdiri di samping Nyo
Yam terus bersorak, "Bagus . . . "
Siapa tahu baru saja bersuara, terlihat ujung pedang Beng
Hoa yang hampir menembus dada lawan itu mendadak ditarik
kembali, sekali putar, dari gaya menyerang berubah menjadi
gerakan bertahan.
Semula semua orang berharap jurus serangan Beng Hoa ini
akan membereskan lawannya, tapi tanpa sebab mendadak
pedang ditarik kembali, tentu saja mereka kecewa, Pek Eng-ki
berdua pun berteriak, "Wah . . . sayang!"
Hanya Tan-ciu-sing saja yang tidak ikut bersorak tadi,
sekarang baru berseru memuji, "Bagus!"
Guru memuji murid, sungguh jaraag terjadi, bahkan berbau
meninggikan pamor sendiri.
Ki Tiang-hong yang berdiri di samping Tan-ciu-sing berkata
dengan tertawa, "Serang mudah, tarik kembali sulit. Tapi
semua itu dapat dilakukan dengan cepat oleh muridmu, kalau
aku boleh memberi komentar, tampaknya muridmu sudah
hijau melebihi biru (artinya murid melebihi guru)."
"Tampaknya apa, sesungguhnya memang begitu." ujar Tanciusing terbahak. "Apabila murid didik tidak melebihi guru,
mana ilmu silat bisa maju" Engkau kan tahu pepatah yang
menyatakan ombak di sungai Tiangkang selalu dari belakang
mendorong ke muka?"
Kiranya gaya Ubun Pok tadi meski cuma gaya pancingan,
namun di dalamnya tersembunyi gerak susulan yang sangat
lihai. dengan gaya terbuka begitu dia sengaja memancing
Beng Hon masuk perangkap. Jika Beng Hoa masuk perangkap.
akibatnya paling tidak pasti akan gugur bersama musuh.
Karena tidak tahu hal ini, semua orang hanya merasa sayang
karena anak muda itu tidak meneruskan serangannya.
Kepandaian Nyo Yam lebih tinggi daripada Pek Eng-ki
berdua, sedikit banyak ia tahu sebabnya Beng Hoa menarik
kembali serangannya. Cuma ia pun tidak percaya pujian Tan
ciu-sing terhadap Beng Hoa itu benar seluruhnya, ia pikir
meski ilmu pedang Koko sangat hebat, tapi bila dikatakan
sudah melebihi sang guru, agaknya terlampau berlebihan.
Setelah serangan tadi, permainan pedang Beng Hoa
berubah lagi, kini ujung pedang seperti diganduli sesuatu yang
berat, gerakannya lamban tapi mantap, sama sekali berbeda
daripada gaya cepat tadi.
"Wah, gerak pedang Beng-suheng mulai lambat," bisik Han
Eng-hoa dengan kuatir.
Kuatir didengar Tan-ciu-sing, maka ia tidak berani bicara
dengan suara keras. Apakah Tan ciu-sing mendengar tidak,
yang jelas Ki Tiang-hong seperti mendengarnya.
Dengan tertawa mendadak Ki Tiong-hong berseru, "Haha,
Tan-heng, selamat!"
"Selamat apa?" tanya Tan-ciu-sing.
"Selamat karena engkau mendapatkan seorang murid
bagus!" kata Tiang-hong.
"Wah, mana berani kuterima jasa ini," ujar Tan-ciu-sing.
"Sebabnya dia mendapatkan kemajuan sepesat ini, meski
sebagian memang ajaran-ku, namun yang lebih penting
adalah karena hasil ceramahmu kepadanya."
Pek Eng-ki dan lain-lain merasa bingung. berbareng mereka
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanya, "Ki-taihiap, ceramah apakah yang pernah engkau
berikan kepada Beng Hoa, bolehkah dijelaskan?"
"Ah, ceramah apa, sebenarnya apa yang kukatakan juga
sudah pernah kalian dengar," tutur Tiang-hong. "Pada 13
tahun yang lalu, waktu Beng Hoa bertanding pedang
denganku, pernah kubicarakan tiga gerak kunci 'berat, lamban
dan besar' kepadanya. Waktu itu ia pun tahu ketiga gerak
kunci itu, hanya saja belum mendalami dengan baik,
pengertiannya terhadap ketiga gerak waktu itu kini tampaknya
malah sudah melebihi aku. Hehe. sekarang aku jadi rada
kuatir bagi Kim Tiok-liu."
"Eh, kembali kamu sembarangan omong lagi," ujar Tan-ciusing.
"Kim Tiok-liu adalah jago pedang nomor satu di dunia,
masakah perlu kau-kuatirkan dia?"
"Aku justru kuatir bila lewat beberapa tahun lagi, gelar jago
pedang nomor satu bukan mustahil harus dia serahkan kepada
orang lain," ucap Ki Tiang-hong dengan tertawa.
"Ah. engkau terlampau memuji muridku," kata Tan-ciu-sing
dengan tergelak, namun dalam hati sesungguhnya sangat
senang. Nyo Yam juga tahu adanya tiga gerak kunci itu, cuma
karena wataknya agak dugel, tidak selugas Beng Hoa, maka
pengertiannya terhadap ketiga gerak kunci itu tidak sedalam
Beng Hoa. Setelah mendengar komentar Ki Tiang-hong sekarang
barulah ia coba menaruh perhatian terlebih tekun. Makin
dipandang makin tertarik, tanpa terasa ia terkesima dan
seperti lupa daratan.
Pada saat Tan-ciu-sing bergelak tertawa tadi. Beng Hoa
telah mengeluarkan jurus andalan ajaran Tan-ciu-sing. Yaitu
Oh-kah-cap-pck-pah!
Oh-kah-cap-pek-pah ini sesuai dengan namanya, satu jurus
meliputi 18 gerakan, kalau bicara kecepatan ilmu pedang,
maka jurus ini boleh dikatakan nomor satu di dunia.
Permainan pedang Beng Hoa semula berubah sangat
lambat, siapa tahu pada saat lambat itulah mendadak berubah
secepat kilat. Bagi Nyo Yam yang sudah pernah menyaksikan Tan-ciusing
memainkan jurus ampuh ini, ilmu pedang Nyo Yam
sendiri juga sudah mencapai kelas satu, sebab itulah meski
satu jurus dengan 18 gerakan itu dilakukan secepat kilat tetap
dapat diikutinya dengan terang.
Sama-sama satu jurus itu, ternyata ada perbedaan juga
antara guru dan murid. Dalam sekejap itu Nyo Yam merasa
terkejut dan juga kegirangan. pikirnya, "Dahulu Koko pernah
mengatasi diriku dengan jurus ini, tampaknya sekarang dahulu
dia tidak mengeluarkan seluruh kemahirannya atau kemudian
kemajuannya yang teramat pesat. Jurus serangannya ini
umpama belum melebihi Tan-ciu-sing, sedikitnya pasti juga
sama lihainya."
Belum habis berpikir, terjadi lagi perubahan yang sama
sekali tak tersangka, oleh siapa pun termasuk Nyo Yam.
Terlihat cahaya pedang menari di udara dan menyambar
bagai kilat, tahu-tahu Peng-pok-han-kong-kiam terlepas dari
tangan Beng Hoa.
Jika senjata sendiri terpukul jatuh oleh lawan menurut
peraturan umum, dengan sendirinya harus mengaku kalah.
Padahal sejenak sebelumnya semua orang mengira jurus
serangan kilat Beng Hoa itu pasti akan menang, siapa tahu
hasilnya jadi begini.
Semua orang menyesal. Nyo Yam juga cemas, dapat
dilihatnya dengan jelas jurus serangan Beng Hoa yang ampuh
itu sudah mengurung Ubun Pok, betapa tinggi kepandaian
lawan itu pasti juga akan roboh. Sungguh sukar dimengerti
mengapa dalam keadaan terdesak Ubun Pok bisa berbalik
menang malah. Yang terlebih aneh ternyata masih ada di belakang.
Pada saat pedang Beng Hoa terlepas itu, selagi semua
orang cemas dan kuatir kalau Ubun Pok melancarkan
serangan susulan dan mencelakai Beng Hoa, tahu-tahu
terdengar Ubun Pok bersuara tertahan, dia tidak menyerang
lagi selagi menang, sebaliknya malah jatuh ke bawah undakundakan.
Cuma Pek-toh-sancu itu memang sangat hebat, ia cuma
terguling turun dua anak tangga saja, begitu kaki menyentuh
tanah, serentak tubuh melejit ke atas, ia tidak terbanting jatuh
lagi melainkan melayang turun dengan ginkang yang tinggi.
Beng Hoa tetap berdiri di atas sana dan tidak mengejar.
Apakah dia terluka dalam"
Karena sangsi, cepat Tong Kah-goan berseru.
"Bagaimana keadaanmu, Beng Hoa?"
Namun anak muda itu tidak menjawab melainkan cuma
menggeleng saja. Meski tidak bersuara, tapi cukup jelas
maksudnya, yaitu menyatakan dirinya tidak terluka.
Dan mengapa Beng Hoa tidak bicara" Apakah karena hiatto
bisu tertutuk" Bila benar demikian leher anak muda itu akaa
kaku, tapi dia masih dapat menggoyang kepala. Apalagi orang
keji serupa Ubun Pok, jika hiat-to Beng Hoa dapat ditutuknya
tentu tidak cuma hiat-to bisu yang ditutuk
Yang terpikir lebih dulu oleh Tong Kah-goan adalah Beng
Hoa sudah kehabisan tenaga sehingga tidak dapat bergerak
lagi. Belum habis terpikir, tahu-tahu Ubun Pok sudah hinggap dl
bawah, terlihat darah merembes dari ujung mulutnya, baju
pun robek di beberapa tompat, melihat keadaannya agaknya
dia terluka. Begitu berdiri, tanpa bicara Ubun Pok terus melarikan diri.
Dengan sangsi Kah-goan membentak, "Urusan belum lagi
kau pertanggungjawabkan lantas hendak kabur begitu saja?"
"Tong Kah-goan," teriak Ubun Pok dengan suara berat.
"Sebagai seorang ketua, apa yang sudah kau katakan tetap
kau pegang apa tidak?"
"Memangnya apa ucapanku yang tidak kupatuhi?" teriak
Kah-goan dengan gusar.
"Tadi kau bilang Beng Hoa mewakili dirimu, sekarang kalahmenang
antara dia dan aku sudah jelas, mengapa kau rintangi
kepergianku" Hm, apakah kau ingin bertempur lagi
denganku?" bicara sampai di sini, segera Ubun Pok hendak
men-dorong Tong Kah-goan yang mencegatnya.
Maksud Tong Kah-goan hanya ingin tanya saja, tapi Ubun
Pok salah tangkap maksudnya dan mendadak mendorong,
dengan sendirinya terpaksa Tong Kah-goan menangkisnya.
"Blang", kedua tangan beradu, Tong Kah-goan tergetar
mundur dengan terkejut, ia heran mengapa tenaga dalam
lawan seperti tambah kuat dari pada tadi. Melihat gelagatnya,
jangan-jangan Beng Hoa yang kecundang"
Sementara itu Beng Hoa masih berdiri diam di atas sana,
Han-kong-kiam yang jatuh pun tidak segera dipungutnya, ia
tetap tidak bersuara.
Melihat sang ketua tergetar mundur, sedang keadaan Beng
Hoa juga menyangsikan, anak murid Thian-san-pai menjadi
lesu dan berpikir, "Melihat gelagatnya, jelas kalah menang
sudah berakhir, tanya apa lagi?"
Tiba-tiba Ki Tiang-hong berteriak, "Kau bilang kalah menang sudah jelas, sesungguhnya siapa yang menang dan
siapa yang kalah?"
"Boleh kau tanya Beng Hoa," jawab Ubun Pok.
"Kubilang kamu yang bicara," bentak Tiang hong.
Baru sekarang Beng Hoa berjongkok menjemput pedangnya
dan pelahan melangkah turun dua anak tangga, katanya
dengan pelahan, "Kamu yang naik kemari atau aku yang turun
ke situ?" Atas ucapannya cukup jelas dan dapat dipahami oleh siapa
pun, yaitu Beng Hoa tidak mengaku kalah melainkan
menantangnya bertanding lagi.
Menurut peraturan umum, jika yang seorang terluka dan
senjata yang lain terlepas dari tangan, maka kedudukan boleh
dikatakan draw alias seri. Asalkan mereka masih sanggup
bertempur lagi dan kedua pihak sama mau, tentu saja
pertandingan dapat dilanjutkan.
Namun keadaan Beng Hoa sekarang apakah sanggup
bertempur lagi"
Jangankan anak murid Thian-san sama kuatir bagi Beng
Hoa, sekalipun pucuk pimpinan Thian-san yang tinggi
kepandaiannya seperti Tong Kah-goan juga merasa tindakan
Beng Hoa itu terlampau besar risikonya.
Dapat dihhatnya sekarang Beng Hoa tidak terluka, tapi juga
dapat melihat anak muda itu telah kehilangan tenaga,
buktinya waktu melangkah turun kelihatan sempoyongan,
mana mungkin dia bertempur lagi. Disangkanya Beng Hoa
ingin menjaga nama baik perguruan dan terpaksa bertindak
demikian. Selagi hcndak mencegahnya, sekilas pandang terlihat Ubun
Pok juga serupa anak muridnya, air muka kelihatan berubah
pucat. Seketika Kah-goan merasa sangsi sehingga urung
mencegah tindakan Beng Hoa.
Mendadak Ki Tiang-hong membentak, "Sudah jelas kamu
kalah, Beng Hoa boleh menempurnya lagi."
Ucapan ini membuat anak murid Thian-san-pai sama kaget,
mereka merasa keadaan Beng Hoa itu tidak mungkin dapat
bertempur lagi. Satu-satunya orang tidak kuatir cuma Tan-ciusing
saja. Ia pikir Ki Tiang-hong pasti tidak linglung, jika ia
berani menantang bagi Bong Hoa tentu mempunyai alasan
dan dasar yang kuat. Rasanya aku pun tidak saluh lihat.
Benar juga, terlihat muka Ubun Pok sebentar merah
sebentar pucat. akhirnya berkata, "Baiklah, boleh dianggap
saja aku yang kalah."
"Kalah ya kalah, pakai dianggap apa segala?" bentak Ki
Tiang-hong. Terpaksa Ubun Pok menjengek, "Baik, aku kalah,
memangnya mau apa?"
Kiranya tadi Beng Hoa menyerang dengan jurus Oh-kahcappek-pah, ia pusatkan tenaga pada ujung pedang,
bilamana kena bagian fatal musuh tentu Ubun Pok akan
terluka parah atau binasa.
Tapi karena timbul rasa kasihannya, seketika berubah
pikiran, hanya kungfu Ubun Pok saja yang hendak
dipunahkannya, maka ia tidak menusuk bagian mematikan,
tenaga tusukan juga di kurangi.
Siapa tahu, lantaran rasa kasihan itulah membuatnya
berbalik dikerjai Ubun Pok.
Maklumlah, Ubun Pok menguasai tiga macam ilmu sakti
golongan jahat, yaitu selain Hwe-yam to dan Lian-peng-ciang,
ia pun mahir Thian-mo kai-te-tai-hoat, semacam ilmu gaib
yang dapat merangsang timbulnya daya tahan maha kuat dari
tubuh sendiri. Untuk menggunakan ilmu gaib itu barus menggigit ujung
lidah sendiri hingga berdarah, seketika tenaga sendiri akan
bertambah sekali lipat.
Keadaan Ubun Pok sekarang sebenarnya lebih lemah
daripada Beng Hoa, tapi lantaran ia menggunakan Thian-mobuite-tai-hoat tenaga mendadak bertambah lipat sehingga dia
berbalik lebih kuat daripada anak muda itu.
Akibatnya meski jurus serangan Oh-kah-cap, pok-pah tadi
dapat Beng Hoa melukai Ubun Pok namun tidak berhasil
memunahkan kungfunya. Setelah terkena tusukan pedang,
Ubun Pok tidak dapat berdiri tegak di undak-undakan sehingga
niatnya melancarkan serangan balasan pun gagal total.
Tapi meski maksudnya tidak tercapai seluruhnya, sedikitnya
juga telah membuat Beng Hoa mengalami kecundang.
Beng Hoa tergetar oleh tenaga pukulan lawan dan banyak
mempengaruhi gerak-geriknya, jika dia mengejar dan
menyerang lagi, ia sendiri tentu akan terluka parah. Sebab
itulah ia berdiri diam untuk mengatur napas baru kemudiau
berani bicara. Dan benapa pula Ubun Pok tidak berani menerima
tantangan Beng Hoa untuk bertempur lagi"
Kiranya Thian-mo-kai-te-tai hoat itu sangat ganas, sekali
digunakan, tsnaga dalam sendiri juga akan terkuras habis.
Bahwa tenaga sendiri mendadak bisa bertambah lipat hanya
terjadi dalam waktu sementara saja, bila berlangsung lama
tenaga aslinya pun akan ikut lenyap, bahkan kemudian akan
jatuh sakit parah.
Waktu Ubun Pok mendorong minggir Tong Kah-goan tadi
sudah dirasakan tenaga dalam sendiri sedang merembes
keluar serupa tanggul yang dadal. Yang diharapkannya
sekarang asalkan dapat melarikan diri dari Thian-san sebelum
tenaga habis, mana ia berani bertempur lagi"
Ia menyadari bahaya mengancam, namun tetap bersikap
tenang, meski mengaku kalah, tapi tidak memperlihatkan
sikap takut. Lantaran ilmu gain Thian-mo-kai-te-tui-hoat itu memang
sangat aneh sehingga tokoh terkemuka semacam Tong Kahgoan,
Ki Tiang-hong, lun-ciu-sing dan lain-lain juga tidak dapat
melihat keadaan Ubun Pok yang keras di luar dan keropos di
dalam itu. Malahan dengan angkuh Ubun Pok mendengus, "Hm, kalah.
lalu kau mau apa?"
"Apa yang kau katakan tadi akan kau patuhi tidak"
Memangnya kau mau kabur begitu saja?"
"Kamu she Beng atau she Nyo?" mendadak Ubun Pok
bertanya. "Memangnya apa maksudmu?" jawab Tiang-hong dengan
gusar. "Memang, tadi kukatakan akan kuserahkan diriku diperbuat
sesukanya oleh Beng Hoa dan Nyo Yam bilamana aku kalah,
tapi bukan ku-maksudkan dirimu," sahut Ubun Pok ketus.
"Kecuali mereka, siapa pun tidak berhak merintangi aku."
Sembari mendengus ia terus melangkah pula ke depan.
Untuk sementara Beng Hoa belum dapat mengerahkan
ginkang. ia sedang menuruni anak tangga. Kekuatan Nyo Yam
juga baru pulih sebagian kecil, dengan sendirinya tidak dapat
merintangi Ubun Pok.
"Haha, Nyo Yam dan Beng Hoa, boleh silakan kalian yang
membereskan diriku" Biar kutunggu kalian di Pek-toh-san!"
seru Pek-toh-sancu dengan tergelak sambil berlari pergi.
Baru sekarang semua orang menyadari apa yang
dikemukakan Ubun Pok itu ternyata ada buntutnya.
Saking gemasnya Ki Tiang-hong mencaci maki,
"Kurang ajar! Jelek-jelek kamu kan seorang pemimpin,
perbuatanmu ini lebih mirip bajingan tengik."
Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Segera Beng Hoa juga membentak, "Kubilang berhenti,
tunggu keputusanku membereskanmu!"
Tanpa berhenti Ubun Pok berkata, "Aku menyanggupi akan
dibereskan oleh kalian, tapi tidak pernah berjanji untuk
dibereskan di Thian-san sini. Kau tahu perkara ini adalah
urusan kita bertiga, aku tidak sudi dihina di depan orang lain.
Jika perlu boleh saja kau kejar diriku asalkan mampu!"
Waktu ia lari lewat di depan Nyo Yam, kontan anak muda
itu meludahi dia sambil memaki, "Huh, tidak tahu malu!"
Ubun Pok tahu anak muda itu tidak mampu merintanginya,
ia pikir biarlah hari ini kuterima dihina bocah ini, kelak tentu
akan kubikin perhitungan denganmu.
Nyo Yam berhak menentukan mati-hidupnya, ia tidak berani
membuatnya marah, terpaksa ia terima diludahi begitu saja.
Tanpa berhenti ia malah berseru, "Menurut peraturan
kangouw, sesuatu urusan perlu ada batasan waktu. Maka
kuberi waktu sepuluh hari, lewat waktu terpaksa aku tidak
menunggu dan kelak boleh kita bertempur lagi."
Habis bicara, bayangannya lantas lenyap, namun suaranya
yang berkumandang dari kejauhan tetap menggetar anak
telinga orang. Semua orang tidak tahu sesungguhnya betapa tinggi
kungfu iblis itu, semuanya sama terkejut. Tidak ada yang tahu
bahwa tenaga yang timbul dari Thian-mo-kai-te-tai-hoat kini
sudah mulai lenyap. Keadaan Ubun Pok tidak lebih serupa
anak panah yang sudah hampir jatuh. Bilamana Nyo Yam
berani mengejaruya, dalam waktu tidak lama tentu dapat
menyusulnya, dan dengan mudah anak muda itu sebenarnya
dapat membinasakannya.
Selang sejenak pula, semua orang mendeknti Tong Kahgoan
dan Beng Hoa untuk mengucapkan selamat atas
kemenangan mereka.
Dalam pertempuran ini meski pihak Thian-san-pai tiga kali
berganti jago akhirnya baru mencapai kemenangan, tapi Beng
Hoa sendiri cuma murid tidak resmi dan dapat mengalahkan
iblis nomor satu di jaman ini, betapapun kehormatan Thiansanpai tetap dapat dipertahankan.
"Iblis itu tidak dapat kubinasakan, sungguh aku malu
terhadap perguruan," ucap Beng Hoa.
"Jurus serangan Oh-Kah Cap Pek-pah tadi sungguh hebat
sekali, aku merasa malu tidak melebihimu," ucap Tan cin Hong
"Bahwa iblis itu tidak kau binasakan, soalnya bukan terletak
pada ilmu pedangmu, tapi mungkin hatimu yang tidak tega."
Karena, isi hatinya tepat dikatai sang guru, muka Beng Hoa
menjadi merah dan menunduk.
Tong Kah goan tergelak. "Murid didik Tan-heng telah dapat
membuat Pek-toh-sancu mengaku kalah di depan umum, hati
ini pun sudah luar biasa."
"Muridku ini kan juga murid Thian-san-pai?" ujar Tan-ciusing
dengan tertawa. "Menurut kebiasaan bu-lim, seorang
murid hanya mempunyai seorang guru, seorang guru juga
tidak suka muridnya belajar ilmu silat orang lain. Pikiran
sempit seperti ini kukira selanjutnya perlu diubah."
"Pendapat Tan-heng memang tepat," kata Kah-goan. "Eh,
di mana Ciong-tianglo, mengapa tidak kelihatan?"
Segera seorang murid melapor, "Ciong-tianglo masuk ke
Thian-it-kok, seperti hendak mengobati luka Hoa-sute berdua."
Hoa Cing-ih dan Ki Tui-hong adalah dua murid yang tinggal
dan melayani Ciong Tian di Thian-it-kok. Usia keduanya baru
17-18 tahun kepandaiannya rendah, maka keracunan agak
berat. Tong Kah-goan kuatirkan kesehatan Ciong Tian, cepat
katanya, "Beng Hoa, mari kita coba menjenguk Susiok dan
menyampaikan berita gembira padanya."
Begitu mereka masuk Thian-it-kok segera terlihat Hoa Cingih
berdua menyambut kedatangan mereka.
"Apakah sudah sembuh kalian?" tanya Kah-goan.
"Berkat Ciong-tianglo menghalau racun kami dengan Siauyangsin-kang, sejak tadi kami sudah sehat kembali," tutur
Hoa Cing-ih. "Dan di mana Ciong-tianglo?" tanya Kah-goan pula.
"Sehabis menyembuhkan kami, beliau lantas masuk kamar
latihan, mungkin hendak semadi," tutur Hoa Cing-ih.
Kah-goan pikir waktu Ciong Tian masuk ke Thian-it-koh
tepat pada saat ia menempur Ubun Pok, selagi menghadapi
musuh tangguh dan belum jelas kalah atau menang, aneh
kalau mendadak Ciong Tian hendak bersemadi malah, kalau
tidak, mengapa sampai sekarang orang tua itu tidak keluar
Iagi. Masakah suara sorak sorai kemenangan Beng Hoa di luar
juga tidak didengar olehnya"
"Mari coba kita menjenguknya di dalam, adik Hoa," ajak
Kah-goan kepada Beng Hoa.
Pelahan ia mendorong pintu, terlihat Ciong Tian sedang
mengukir huruf di dinding dengan pedang. Kah-goan tidak
berani mengejutkan orang tua itu. ia diam saja.
Selang sekian lama, terdengar Ciong Tian berucap dengan
suara gembira, "Syukur akhirnya selesai juga suatu citacitaku."
Habis berkata barulah ia menoleh sambil membuang
pedangnya. Dan sekali orang tua itu menoleh, seketika Tong Kah goan
dibuatnya terkejut.
Usia Ciong Tian kini sudah 82 tahun, tapi lantaran
lwekangnya tinggi dan pandai merawat diri, maka wajahnya
masih tetap bersemu merah serupa orang muda, tampaknya
baru berumur 50an saja. Tapi tekarang air mukanya kelihatan
pucat, semangat lesu, mendadak berubah jauh lebih tua
sesuai dengan usianya.
Yang lebih mengejutkan Tong Kah-goan adalah keadaan
Ciong Tian yang kelihatan loyo itu. sebagai seorang ahli ilmu
silat, sekali pandang saja Kah-goan tahu orang tua itu telah
kehilangan tenaga murni dan sekarang sedang membuyarkan
lwekang sendiri dengan harapan lekas meninggal dengan
tenang. Karena kejutnya, Kah-goan tidak sempat lagi
menyampaikan berita gembira segala, cepat ia memburu maju
dan merangkul Ciong Tian sambil berseru, "Jangan, Supek!"
Ciong Tian tersenyum, ucapnya, "Usiaku sudah lebih 80,
sudah tergolong panjang umur, umpama aku bisa hidup lebih
tua lagi, paling-paling juga cuma satu-dua tahun lagi, buat apa
kau bikin aku menderita lebih lama" Lepaskan aku, ada yang
hendak kubicarakan denganmu."
Kah-goan coba meraba nadi orang tua itu, terasa denyutnya
sudah iemah serupa pelita yang sudah kehabisan minyak,
tenaga murni Ciong Tian sudah hampir buyar seluruhnya. Kahgoan
tahu sukar lagi mengubah nasib orang tua itu, terpaksa
ia lepas tangan dengan menahan air mata.
"Bagaimana keadaan di luar?" tanya Ciong Tian.
"Lapor Supek, iblis itu sudah dipukul lari oleh Beng Hoa,"
tutur Kah-goan. "Anak murid kita pun tidak ada seorang pun
yang cedera, hanya beberapa orang keracunan dan
selekasnya dapat disembuhkan."
"Bagus, bagus," ucap Ciong Tian. "Kutahu kalian pasti
mampu mengalahkan iblis itu, sebab itulah tanpa kuatir
kuselesaikan suatu pekerjaanku yang terakhir. Inilah hasil
penyelamanku selama bersemadi di sini mengenai Toa-si-mikang,
meski belum sempurna, tapi sudah menguras segenap
kemampuanku. Aku kurang berbakat, tidak banyak membawa
kemajuan ilmu silat perguruan kita, hanya sedikit nasil jerih
payahku ini saja yang dapat kutinggalkan untuk kalian sekadar
melunasi cita-citaku yang kukandung selama ini."
Kiranya tadi Ciong Tian menyudahi semadinya sebelum
waktunya sehingga tenaga murni dalam tubuh bergolak dan
terluka sendiri. Setelah bertempur dengan Ubun Pok, luka
dalamaya bertambah parah lagi. Kemudian ia menyembuhkan
pula beracunnya Hoa Cing-ih berdua, keadaannya sudah
serupa pelita yang kehabisan minyak.
Dengan sisa tenaganya sekuatnya ia mengukir lagi istilah
kunci Toa-si-mi-kang hasil pendalamannya sehingga setitik
tenaga terakhir pun terkuras habis, keadaannya sekarang
boleh dikatakan sudah kering benar-benar.
Bahwa sebelum ajalnya orang tua itu masih sempat berbuat
dua macam kebaikan, tentu saja Kah-goan dan Beng Hoa
sangat terharu.
Sambil memberi penghormatan terakhir, Kah-goan memuji,
"Orang yang mengaku tidak berbakat justru sering
menimbulkan kekaguman orang. Susiok. adalah orang
demikian, beliau boleh dikatakan meninggal tanpa
penyesalan."
"Ciong-tianglo memang tidak perlu menyesal, tapi akulah
yang menyesal," ucap Beng Hoa.
"Betul, sakit hati ini harus kita balas," kata Kah goan
dengan berlinang air mata.
Keduanya lantas keluar dari Thian-it-bok, Kah-goan
mengumumkan berita duka tersebut dan berseru, "Barang
siapa dapat membalas sakit hati Ciong-tianglo dan menumpas
iblis Ubun Pok itu. dia akan kuangkat sebagai pewaris ketua
Thian-san-pai."
Karena kebaikan hati Beng Hoa sehingga Pek-toh-sancu
tidak dibunuhnya, diam-diam Beng Hoa merasa menyesal,
maka ia mendahului menerima perintah sang ketua, katanya,
"Ciong-tianglo menjadi korban keganasan iblis, setiap anak
murid perguruan kita wajib monuntut balas baginya. Mengenai
kedudukan Ciangbun, kukira perlu dipertimbangkan lagi dan
jangan menggunakan kedudukan ini sebagai imbalan."
"Soal ini menyangkut martabat perguruan kita," ujar Kah
goan. "Barang siapa dapat membalas sakit hati Ciong-tianglo
berarti berjasa besar, sebagai penggantiku rasanya tidak
bertentangan dengan pendapatmu."
Kiranya keputusan Tong Kah-goan ini justru sengaja
membuat Beng Hoa sukar menolak untuk diangkat sebagai
pengganti Kah-goan sendiri, yaitu menjadi ketua Thian-sanpai.
Maklumlah, sampai sekarang Beng Hoa belum resmi
sebagai murid Thian-san, kalau bicara tentang perguruan,
Beng Hoa lebih dekat dengan Kong-tong-pai yang diketuai
Tan-ciu-sing itu. Kah-goan tahu Tan-ciu-sing juga ingin Beng
Hoa menjabat ketua Kong-tong-pai dan dengan sendirinya
tidak mau melepaskan Beng Hoa.
Mengingat sakit hati sesepuh harus dibalas, perintah sang
ketua juga tidak boleh dibantah, terpaksa Beng Hoa tidak
bicara lagi. Sehabis pertemuan itu barulah Nyo Yam sempat mencari
Tong-hujin. Begitu berhadapan dengan anak muda itu segera Tonghujin
berkata, "Anak Yam, aku memang ingin memberitahukan
padamu. Peng-pok-han-kong-kiam itu memang dari Peng-ji
dan minta kuserahkan padamu. Waktu itu aku tidak sempat
banyak bertanya, cuma dapat kuraba maksudnya, mungkin ia
kuatir Pek-toh-sancu akan mencederaimu, maka pedang
pusaka itu sengaja diberikan padamu. Tadi kupinjamkan
kepada kakakmu dan belum sempat bicara denganmu.
Sekarang bolehlah kau ambil kembali untuk diserahknn kepada
Ling-cicimu."
Rupanya Tong-hujin kasihan kepada sejarah Peng-ji yang
mengenaskan, pula melihat Nyo Yam benar-benar cinta
padanya, maka pendiriannya sekarang sudah berubah, ia pikir
kedua muda-mudi itu hanya dalam usia saja tidak cocok, kalau
keduanya mengikat perjodohan dapat meringankan beban
batinnya. Peng-pok-han-kong-kiam sudah diterima kembali
dari Beng Hoa, maka sekarang ia suruh Nyo Yam
mengembalikan langsung kepada Ling Peng-ji.
"Aku sangat berterima kasih atas maksud baik Ling-cici,
entah bagaimana keadaannya?" tanya Nyo Yam cepat.
"Dia sedang istirahat, di pondok sana, saat ini mungkin
sudah pulih," tutur Tong-hujin. "Cuma hari ini ia mengalami
pukulan batin yang berat, janganlah kau singguug lagi
perasaannya. Berita meninggalnya Ciong-tianglo sementara ini
juga jangan diberitahukan padanya."
"Ya, kutahu," jawab Nyo Yam.
Pondok yang dimaksudkan Tong-hujin terletak di samping
lapangan pertemuan tadi, segera Nyo Yam berlari ke sana
secepat terbang.
Siapa tahu, setiba di pondok itu, ternyata Ling Peng-ji
sudah menghilang. Sejak tadi nona itu sudah pergi, hanya
sepucuk surat ditinggalkan untuk Nyo Yam.
Isi surat menyatakan meski kedatangan Nyo Yam ke Thiansan
ini berarti telah melanggar larangan Peng ji, nimun nona
itu tidak menyalahkannya. Cuma janji tujuh tahun itu tetap
harus dipatuhi oleh Nyo Yam. Sekarang Liong Leng-cu sudah
pergi, Nyo Yam diharuskan mencarinya lagi. Tujuh tahun
kemudian barulah Nyo Yam bersama Liong Leng-cu boleh
menemui Peng ji. Peng-pok-haa-kong-kiam minta perantaraan
Nyo Yam untuk dihadiahkan kepada Ce Se-kiat, sebab Se-kiat
sudah berhasil menyakinkan Peng tjoan-kiam-hoat dan pedang
ini dapat menambah daya tempur Peng-tjoan-kiam hoat,
adalah pantas pedang inti es itu diserahkan kepadanya.
Habis membaca surat itu, Nyo Yam berdiri termenung
sejenak, mendadak ia berteriak parau, "Ling-cici, mana boleh
kau perlakukan diriku cara demikian" Kepulanganku ini meski
benar untuk nona Liong, tapi juga demi dirimu. Mengapa aku
diharuskan menunggu lagi tujuh tahun?"
Tiba-tiba suara lembut seorang menyambungnya, "Betul,
jangan lagi membiarkan dia menunggu tujuh tahun. Anak
Yam, carilah dia dan bawa kembali ke sini. Jika dia marah
pa Pendekar Pemetik Harpa 8 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama