Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 1
Pendekar Bayangan Setan
Karya : Khu Lung Saduran Tjan ID
Sumber DJVU : BBSC
Convert : Margareth dll di ecersildejavu web
Kiriman Lavilla di dimhad
Ebook : Dewi KZ
Tiraikasih website
http://kangzusi.com/ http://kang-zusi.info/
http://dewikz.byethost22.com/ http://ebook-dewikz.com/
http://tiraikasih.co.cc/ http://cerita-silat.co.cc/
---0-dewi-0--- Jilid 01 SlNAR SANG surya dengan perlahan muncul di ufuk sebelah Timur, suasana kota Tiang-sah yang semula sunyi dengan perlahan hidup kembali.
Awan yang melayang jauh diangkasa disertai warna sinar yang memerah dengan cepatnya menembus seluruh
permukaan kota itu dan menyinari pintu loteng sebuah bangunan yang amat besar sekali.
Di atas pilar bangunan itu terpancanglah sebuah papan nama dengan terukir "Cu Ong Hu", tiga kata emas, walaupun warnanya sudah luntur di bawah sorotan sinar sang surya tetapi tetap memantulkan cahaya yang menyilaukan mata.
Tetapi bangunan rumah yang demikian besarnya suasana di dalamnya sangat sunyi sekali, sedikit suara manusiapun tidak kedengaran sehingga membuat keadaan amat menyeramkan.
Di dalam rumah tersebut apakah memangnya tidak
berpenghuni"
Tidak seorangpun yang tahu.
Mendadak suara langkah kali manusia yang amat nyaring bergema memecahkan kesunyian yang mencekam, di
sekeliling tempat itu dari pintu depan berjalanlah masuk seorang pemuda berusia enam tujuh belas tahun deng an
menyoren sebuah pedang pada pinggangnya.
Pemuda itu mempunyai bentuk b
sangat kek adan yang ar dan kuat sekali, cuma sayang dandanannya sedikit tidak genah dan menggelikan, secarik baju berwarna biru yang dipakai terlalu lebar dan besar diikat dengan sebuah kain yang terbuat dari bahan kasar, dandanannya persis seperti seorang
desa, cuma saja bedanya pada pinggangnya tersoren sebilah pedang yang sudah amat kuno sekali.
Dengan langkah yang sangat perlahan dia berjalan menuju ke depan pintu bangunan rumah itu, dengan perlahan kepalanya di dongakkan ke atas membaca sekejap ke arah kata-kata pada papan di atas pilar itu, gumamnya, "Benar, tidak salah lagi memang rumah ini...."
"Siapa?" mendadak suara yang amat kasar berkumandang dari belakang tubuhnya. "Di siang hari bolong seperti ini buat apa kamu orang bersembunyi-sembunyian disini?"
Dengan amat cepatnya pemuda itu memutar badannya
terlihat seorang pemuda dengan alis yang amat tebal, mata besar dan memakai baju singkat berwarna merah darah sedang memandang dirinya dengan pandangan
menyeramkan. "Ooh..." serunya dengan cepat sambil tertawa paksa,
"Cayhe She Tan bernama Kia-beng, ini hari baru saja sampai di sini."
Tidak menanti dia selesai berbicara orang itu sudah membentak kembali memotong ucapannya, "Tempat ini tidak memperkenankan orang lain untuk tinggal lebih lama, cepat kau menggelinding pergi dari sini."
Mendengar perkataan yang amat kasar itu si pemuda segera mengerutkan alisnya, dengan wajah penuh perasaan gusar dia melototi orang itu, tapi sebentar kemudian sudah lenyap kembali dari wajahnya.
"Aaah, entah siapa nama besar dari Heng-thay?" tanyanya sembari tertawa paksa. "Kenapa tempat ini tidak memperkenankan orang lain untuk berdiam lebih lama?"
"Thay-yamu adalah si "Chiet Ciat Hong Wie Pian" atau si cambuk ekor burung Hong Ting-hong dari partai Tiam-cong-pay, tidak memperkenankan kau di sini yah tidak boleh buat apa kamu orang banyak omong. Hmmm, aku lihat lebih baik kau cepat-cepat pergi dari sini."
"Jika aku tidak mau pergi?"
"Haa.... haa mudah, mudah sekali!" teriak Ting-hong sambil tertawa terbahak-bahak.
"Geleger....!" tangannya dengan cepat menyambar ke arah pinggangnya mencabut keluar sebuah cambuk lemas
sepanjang tujuh depa, dengan perlahan pergelangan tangannya digetarnya sehingga membuat cambuk itu berdiri tegak laksana sebuah pit.
Pemuda itu segera angkat bahunya sendiri dan tertawa,
"Hee.. he bilamana kamu orang mau mengandalkan barang itu untuk menakut-nakuti aku, hee.... hee belum sanggup. cuma saja kamu mau gerakan golok main pedang di tengah jalan raya apakah tidak akan mengejutkan rakyat lainnya"
Ting-hong menjadi sadar kembali, mendadak dia mengaum dengan amat kerasnya, "Sekarang aku tahu sudah asal usul kamu orang!" teriaknya dengan keras, "Malam ini pada kentongan ketiga Thay-yamu menunggu kau di pinggir sungai jika kau tidak berani pergi maka kau adalah si cucu kura kura?"
"Hmm.... jika kamu orang pingin di gebuk boleh saja, terserah kamu," jawab pemuda itu kemudian sambil tertawa dingin.
Sekali lagi Ting-hong mendengus dengan amat beratnya sesudah menyimpan kembali cambuknya dia melangkah pergi dari sana.
Seperti belum pernah terjadi sesuatu urusan pemuda itu mengitari kembali bangunan besar itu, sepasang matanya yang jeli dengan tak berkedipnya memperhatikan keadaan seluruh bangunan rumah itu.
Mendadak.... Dari hadapannya muncul kembali seorang sastrawan muda yang pada tangannya memegang sebuah kipas yang terbuat dari kertas, matanya dengan amat tajam memperhatikan dirinya lalu terdengar dia berkata dengan amat dingin, "Hei kawan sepagi ini kau sudah datang mengadakan penyelidikan bukankah kau sudah terlalu memandang tingginya ilmu?"
Sang pemuda cuma melirik sekejap ke arahnya dia tidak mau perduli padahal dalam hati pikirnya, "Kenapa ini hari aku begitu sial sudah bertemu dengan manusia manusia tanpa pendidikan semacam ini?"
Si sastrawan berbaju hijau itu ketika melihat sang pemuda sama sekali tidak perduli terhadap dirinya, tiba-tiba berjalan maju ke depan untuk menghalangi perjalanannya.
"Hey kawan!" teriaknya dengan gusar, "Lebih baik kau sebutkan asal usulnya lebih jelas lagi bilamana kamu orang mau mencari gara gara di depan aku si Pek Lok Suseng atau si sastrawan tunjangan putih Sie Cu-peng, Hee.. hee.. tidak ada baiknya kawan,"
Siapa tahu bukannya jeri, pemuda itu malah tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya, "Haaa.... seorang manusia lagi yang tidak ingin nyawa sendiri, kaupun ingin orang untuk bertempur di pinggir sungai?"
Air muka Sie Cu-peng yang memangnya putih, memutih kini berubah semakin jelek lagi, sekilas hawa napsu membunuh memenuhi wajahnya.
"Kawan, kau berasal dari pantai mana?" ujarnya sambil menantang aku si Pek Lok Suseng untuk diajak bertanding"
baiklah aku tunggu pada kentongan ke tiga nanti malam."
"Siauw ya Tan Kia-beng tidak punya partai, sebetulnya aku punya sedikit urusan untuk diselesaikan di kena mi.... hee siapa sangka manusia dari kota Tiang-sah ini selain pandai cari gara-gara apapun tidak bisa, sungguh manusia buas yang tak berotak."
Sehabis berkata pemuda itu gelengkan kepalanya berulang kali, agaknya dia betul-betul merasa sayang atas keadaan itu.
Pek Lok Suseng merupakan jago Heng-san-pay yang paling diandalkan dari angkatan muda, bukan saja kepandaiannya tinggi, bakatnyapun baik, dia merupakan penduduk asli dari kota Tiang-sah ini sejak kakek moyangnya, kini mendengar suara sindiran dari sang pemuda sudah tentu ia amat marah sekali.
Seluruh tubuhnya gemetar dengan amat keras, mendadak pergelangan tangannya di getarkan, kipas di tangannya dengan menimbulkan sambaran angin pukulan yang amat dahsyat mengancam jalan darah Kie Bun Sian Kie dua buah jalan darah.
Air muka sang pemuda berubah sangat hebat, kakinya dengan amat ringannya melayang menghindarkan diri tiga depa dari tempat semula.
Pada saat itulah secara tiba-tiba terdengar suara bentakan yang amat nyaring dan merdu memecahkan kesunyian.
"Hmm, bocah liar dari mana berani datang kemari cari gara-gara, kota Tiang-sah bukankah tempat yang seenaknya bisa kau ganggu."
Sang pemuda cuma merasakan pandanganannya agak
kabur dihadapannya sudah bertambah dengan seorang nona berbaju singsat berwarna hijau dengan sepasang pedang tersoren pada punggungnya, wajahnya yang memancarkan sinar buas, saat ini nona itu sedang melotot ke arahnya dengan amat tajam.
Sejak kecil sang pemuda sangat jarang bergaul dengan kaum gadis, kini melihat seorang nona mengajak bicara dengan dirinya, tak terasa lagi wajahnya berubah merah dadu, jawabnya dengan gugup, "Cayhe baru pertama kali datang kemari dan selanjutnya belum pernah menyalahi orang lain, dia yang sengaja mencari gara-gara dengan aku dan memaksa berkelahi."
Sembari berkata dia menuding ke arah Pee Lok Suseng Sie Cu-peng.
Gadis itu melirik sekejap ke arah Pek Lok Suseng ujarnya sambil tertawa.
"Oh kiranya Pek Lok Suseng Sie Siauwhiap, Siauw moay Ong Ceng-ceng dari benteng Hwee Im poo!"
Agaknya Pek Lok Suseng di buat kaget oleh nama besar dari gadis itu, tampaklah dengan gugup dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Selamat bertemu, selamat bertemu, nama benteng Hwee Im Poo sudah menggetarkan seluruh daerah Sie Lace cayhe sangat kagum sekali."
Gadis itu segera tersenyum dengan perlahan dia menoleh kembali ke arah pemuda itu dan bentaknya, "Apa tujuanmu datang kekota Tiang-sah tidak usah kau beritahupun nonamu sudah tahu, Hmm, cuma mengandalkan kamu orang sudah punya janji dengan Me Siauwhiap" Nonamu ikut satu bagian.
Kedatangan sang pemuda kekota Tiang-sah ini memangnya mempunyai satu tugas yang harus diselesaikan, kini mendengar perkataan dari Ong Ceng yang memecahkan rahasianya, dia sudah salah menganggap si Pek Lok Suseng serta Ong Ceng-ceng ini berdiri dipihak lawan, tak terasa darah panas bergolak di dalam hatinya, napsu membunuhpun terlintas pada wajahnya.
"Haa.... haa.. ha...." dia tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya, "Tidak perduli kalian akan mendatangkan berapa banyak orang, Siauw yamu tidak akan menganggap selamat."
Sepasang tangannya dirangkap memberi hormat kemudian putar badannya berjalan meninggalkan tempat itu.
Pemuda itu She Tan bernama Kia-beng dia adalah anak murid dari seorang pendekar berkelana karena suhunya Ban lie Im Yen atau si Asap Selaksa Li Tok Tong masih ada satu urusan penting yang harus diselesaikan ke arah utara dia sudah memerintahkan muridnya untuk mewakili dia
menguruskan peristiwa yang ada di kota Tiang-sah ini.
Tan Kia-beng baru untuk pertama kali berkelana di dalam Bulim, apapun dia tidak tahu ditambah suhunyapun tak memberikan penjelasan yang lebih lengkap, dia tidak memberi tahu siapa orang dan waktu kapan mau mencelakai putri dari Cun Ong-hu sini, sehingga baru saja dia datang ke kota Tiang-sah sudah mendatangkan bermacam macam kesalah
pahaman. Setelah meninggalkan bangunan, Cun Ong-hu ini dengan langkah yang perlahan dia berjalan masuk ke dalam sebuah rumah makan, setelah meminta bermacam-macam sayur dengan perlahan dia mulai makan.
Sekonyong-konyong suara tindakan kaki yang amat ramai menaiki tangga loteng, terlihatlah tiga orang lelaki kasar dengan wajah yang amat kejam berjalan mendatangi.
Orang yang ada dipaling depan merupakan seorang lelaki kasar dengan matanya sedikit juling, sekerat daging lebih menonjol keluar pada wajahnya diikuti sebuah bekas bacokan dipipi kirinya sampai di atas bibirnya kelihatan sekali wajahnya sangat menyeramkan.
---0-dewi-0--- Begitu mereka bertiga naik ke atas loteng lantas dengan suaranya yang amat kesar berteriak, "Hey pelayan, cepat ambil arak."
Waktu itu si pelayan sedang membereskan rekening dengan seorang tamu jawabnya dengan cepat.
"Baik, baik sebentar...."
"Cucu kura-kura.... makannya telur busuk!" mendadak si lelaki kasar bercodet itu memukul meja sambil berteriak gusar,
"Bila mana kamu orang bekerja perlahan-lahan nanti aku tua cabut nyawamu,"
Dari nada ucapannva jelas dia menggunakan logat daerah Chuan Lam.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu segera merasa kalau ketiga orang ini pastilah bukan manusia baik-baik, cuma saja karena urusan panting yang di bebankan di atas pundaknya dia tidak ingin banyak menyampuri urusan orang lain.
Waktu itu sang pelayan sudah menyuguhkan sayur certa arak ke atas meja mereka tampaklah ketiga orang lelaki kasar itu dengan rakusnya menyikat habis seluruh makanan yang
dihidangkan bahkan kadang kala memperdengarkan suara tertawa kerasnya yang amat menyeramkan.
Terdengarlah salah satu lelaki kasar yang mempunyai bentuk badan kecil pendek dengan kumis tikus yang tebal memperlihatkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.
"Heee.....hii.. hii aku dengar gadis cilik itu sangat cantik sekali," ujarnya keras-keras, "jika sudah berhasil kita bertiga harus merasakan sepuas-puasnya dulu apalagi pemimpin kitapun cuma menginginkan agar kita membasmi keluarganya sampai keakar-akarnya."
Seorang lain dengan kening yang lebar dan wajah yang pendiam tapi menyeramkan segera menyikut lambungannya ujarnya dengan suara yang amat serak, "Hee, kalau bicara perlahan sedikit, aku dengar katanya si setan tua itu sewaktu masih hidup masih mempunyai beberapa orang kawan Bulim, kemungkinan sekali ada orang yang sengaja datang menjadi pengawalnya."
"Sekalipun ada orang yang mengawal dia dengan nama Khuan Lam Sam Kiat siapa lagi yang berani mengganggu?"
seru lelaki bercodet itu tertawa seram.
Mendengar perkataan itu si lelaki berkening lebar segera berteriak tidak puas, "Walaupun kita bersaudara tidak takut kepada siapapun jauh lebih baik sedikit berhati-hati.
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu dalam hati segera terasa tergerak, dengan cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar.
Tetapi waktu itu mereka bertiga cuma makan dan minum dengan lahapnya diselingi suara tertawanya yang amat menyeramkan, sepatah katapun mereka tidak berbicara kembali.
Satu hari dengan cepatnya berlalu, di dalam sekejap saja sang surya sudah lenyap disebelah barat, kota Tiang-sah diliputi kembali suasana gelap yang diterangi oleh lampu-lampu disetiap rumah suasana sangat ramai sekali.
Dengan diam-diam Tan Kia-beng berjalan ke arah
bangunan "Cun Onghu" itu untuk menjenguk sebentar terlihatlah suasana di dalam sana sunyi senyap tak terdengar sedikit suara pun.
Sebuah bangunan rumah yang amat besar cuma diterangi oleh beberapa buah lampu yang memancarkan sinar remang-remang suasana begitu menyeramkan sekali membuat
keadaan disana tidak mirip lagi dengan sebuah bangunan Cun Ong-hu, melainkan mirip sebuah kelenteng bobrok yang sudah tidak diurus.
Setelah mengelilingi sekitar tempat itu satu kali, pikirnya dalam hati, "Waktu masih sangat pagi sekali, tempat ini tak mungkin akan terjadi urusan, lebih baik aku pergi ketepi sungai dulu untuk menyelesaikan janji yang sudah di buat tadi pagi"
Begitu pikiran tersebut berkelebat dalam hatinya, tubuhnya dengan cepat laksana menyambarnya kilat berkelebat dan melayang menuju ke tepi sungai. Mungkin karena baru untuk pertama kalinya dia menghadapi pertempuran tak tertahan hatinya terasa tegang juga, sesampainya ditepi sungai terlihatlah air mengalir dengan amat derasnya disertai deburan ombak yang sangat besar, suara air serta angin yang menderu membuat suasana amat membisingkan telinga, tapi tidak tampak sesosok bayangan manusia pun disana.
Setelah keadaan pikirannya menjadi tenang kembali waktu itulah dia baru merasa geli sendiri, kiranya waktu itu masih kentongan kedua jadi waktu itu masih ada satu jam lagi.
Lama sekali dia berdiri seorang diri di tepi sungai akhirnya dari tempat kejauhan terlihatlah sesosok bayangan menusia dengan amat cepatnya berlari mendatang.
"Hey bocah cilik!" teriak orang itu dari tempat kejauhan
"maaf aku sudah datang terlambat satu tindak"
Ketika Tan Kia-beng melihat wajah orang itu sudah berubah merah padam napasnya ngos-ngosan tak terasa lagi
tersenyum. "Silahkan Heng thay beristirahat dulu," ujarnya perlahan. "Tidak usah terlalu buru-buru bergebrak."
Si Hong Wie Bian tidak mau perduli atas omongannya, mendadak tangannya digetarkan sebuah cambuk panjang sudah dicabut keluar dari pinggangnya.
"Thay yamu masih punya urusan lain, tidak ada waktu lagi buat omong kosong sama bambu orang."
Cambuk panjangnya digetarkan dengan menggunakan jurus
"Leng Coa Jut Tong" atau ular cerdik keluar dari gua cambuk panjangnya menghajar depan wajah Tan Kia-beng walaupun sifatnya amat kasar tetapi tenaga dalam yang dimiliki tidak jelek.
Cambuk panjangnya dengan menimbulkan sambaran angin yang amat santer dengan cepat meluncur menghajar dadanya.
Dengan cepat Tan Kia-beng menggeserkan kakinya ke samping, pedang panjangnya dicabut keluar dari dalam sarungnya. Terlihatlah serentetan sinar tajam yang menyilaukan mata berkelebat di depan tubuhnya membuat segulung kabut keperak-perakan yang amat ketat melindungi seluruh badannya seketika itu juga cambuk panjang itu terpukul balik.
Melihat serangannya terpukul balik dengan perasaan amat terkejut Ting-hong menjerit kaget, "Bocah ciIik! tidak disangka lihay juga ilmumu." pergelangan tangannya dengan cepat digetarkan kembali, ilmu cambuk Ciet Chiat pian Hoat yang paling diandalkan segera dikerahkan keluar, dengan menggunakan gaya-gaya menotok melihat memukul menarik di dalam sekejap saja sudah menggunakan tujuh gaya yang berbeda, terasa angin pukulan laksana menderunya angin topan dengan amat santarnya menggulung mendatang.
Pertempuran ini merupakan yang pertama kali dihadapi Tan Kia-beng sejak terjun di dalam dunia kargouw melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat dan santarnya dari pihak lawan dalam hati tak terasa gugup juga dibuatnya, dengan cepat dia pusatkan seluruh ilmu pedang ajaran suhunya untuk mengadakan perlawanan, untuk sesaat lamanya mereka berdua berada di dalam keadaan seimbang.
Semakin lama bergebrak dia semakin merasa cara
bertempur seperti ini bukanlah cara yang bagus, dia tahu setelah menghadapi orang ini dia harus menghadapi juga Pek Lok Suseag serta Ong Ceng-ceng kemudian balik kembali kebangunan "Cun Ong-hu" untuk melakukan perondaan.
Karenanya gerakan pedangnya dengan cepat diubah,
mendadak teriaknya keras, "Heng thay harap bersiap-siap, aku orang she Tan mau berbuat salah kepada dirimu,"
Secara tiba-tiba terlihatlah sinar keperak-perakan yang memecahkan kesunyian.
"Sreet." mantel berwarna merah darah dari Tong Wie Pian Ting-hong sudah terobek beberapa bagian terkena sambaran sinar pedang yang menyilaukan mata itu.
Dalam keadaan yang amat terperanjat dengan cepat dia mengobat-abitkan cambuk panjangnya di sekeliling tubuhnya lalu dengan cepat mengundurkan diri ke belakang sejauh delapan depa lebih ketika di ketahui mantelnya sudah terobek air mukanya segera berubah menjadi merah padam.
Lama sekali dia berdiri tertegun, akhirnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya dengan terputus-putus, "llmu.... ilmu pedang.... ilmu pedang Heng thay sung.... sunggguh hebat sekali, per.... pertempuran ini biarlah anggap.... anggap aku yang kalah."
Telapak tangannya dibalik menggulung kembali cambuk yang ada ditangannya kemudian putar badannya berlari dengan amat cepatnya menuju ke dalam kota.
Tan Kia-beng yang berhasil menyayat ujung mantel dari
"Hong Wie Pian" Ting-hong dalam hati sedikit merasa menyesal, ditambah lagi sesudah dilihatnya sikap dari Ting-hong sama sekali tidak menunjukkan sikap mendendam atau membenci seperti biasa yang terjadi di dalam dunia kangouw walaupun bara saja dia dikalahkan, segera dia merasa kalau orang itu tidak malu disebut sebagai seorang enghiong-Hoohan.
Perlahan-lahan dia memajukan kembali pedangnya ke dalam sarung baru saja mau beristirahat mendadak terasa segulung angin menyambar datang dihadapannya, terlihatlah Pek Lok suseng dengan amat tenangnya sudah muncul di depan tubuhnya, sambil menudingkan kipasnya ke arahnya ujarnya dengan amat congkak, "Hmra hmm kau boleh mulai menyerang, thay yamu harus cepat-cepat mengusir kau pergi untuk kemudian masih ada urusan lainnya,"
Tan Kia tertawa dingin, "Kamu orang sudah merasa punya pegangan untuk memenangkan diriku?" tanyanya sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Bila tidak percaya kita boleh coba-coba."
Kipas di tangannya secara tiba-tiba di pentangkan kemudian dengan kecepatan luar biasa melancarkan serangan dahsyat menotok kewajah Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga dia bisa turun tangan secara mendadak dengan tergesa-gesa dia
mengundurkan diri sejauh lima depa lebih ke arah belakang.
Pek Lok Suseng tertawa panjang dengan sombongnya
bagaikan memutarnya.
Kereta kipas yang ada ditangannya dengan gencarnya melancarkan serangan totokan mengancam seluruh tubuh dari Kia-Beng. di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan serangan dahsyat.
Tan Kia-beng sama sekali tidak mempunyai pengalaman di dalam dunia persilatan, begitu kehilangan kesempatan yang baik dia benar-benar terdesak oleh serangan yang bertubi-tubi itu membuat dia terpaksa mundur terus berulang kali, sampai tak ada kesempatan buat mencabut kl1uar pedangnya.
Dalam keadaan yang teikejut dan bercampur cemas dia siap-siap melancarkan satu jurus yang berbahaya untuk merebut kemenangan tiba-tiba, sesosok bayangan merah dengan amat cepatnya sudah meluncur mendatang.
"Sie heng cepat pergi," teriak orang itu dengan amat merdu, "Kita sudah terkena siasat memancing harimau meninggalkan gunung dari pihak musuh."
Sehabis berkata ujung kakinya sekali lagi menutul permukaan tanah dengan cepatnya dia meluncur kembali ke arah dalam kota. Dengan cepat Pek Lok Suseng Sie Cu Feng menarik kembali serangannya dia tertawa seram.
"Bangsat cilik bagus sekali siasatmu hampir-hampir Thay yamu tertipu oleh kau. Kau tunggu saja, ada satu hari jika sampai bertemu kembali dengan aku, jangan salahkan aku mau menyayati seluruh kulit badanmu."
Kipasnya dilepit dan dengan amat cepatnya dia melayang menuju ke dalam kota.
Tan Kia-beng betul-betul dibuat kebingungan oleh kejadian yang ditemuinya baru ini.
Dia tidak tahu siapa merekapun, tidak tahu mereka sedang mengertikan peristiwa apa, setelah berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya mendadak dia menjadi sadar kembali.
"Aku masih ada tugas yang amat penting, kenapa harus berdiri termangu-mangu di sini seperti orang tolol?" pikirnya dalam hati.
Dalam keadaan yang amat cemas, tubuhnyapun dengan cepat berkelebat menuju ke dalam kota.
Sesampainya di depan pintu bangunan "Cun Ong-hu" itu terdengarlah suara teriakan ngeri serta jeritan yang menyayatkan hati berulang kali bergema memecahkan kesunyian dengan cepat dia meloncat ma suk ke dalam.
Tampakiah Chuan Lem Sam Su atau tiga tikus dari Chuan Lam yang ditemuinya siang tadi diloteng rumah makan kini sedang bertempur dengan amat sengitnya me lawan "Hong
Wie Pian" Ting-hong, Pek Lok Suseng, Sie Cu-peng serta Ong Ceng-ceng dari Beateng Hwee Im Poo.
Disamping itu terlihatlah tujuh delapan oiang lelaki kasar dengan pakaian singkat sedang menjagal kaum pelayan serta penjaga rumah yang sedang melarikan diri ke belakang rumah dengan mengawal seorang gadis berpakaian keraton.
Sejak tadi Tan Kia-beng sudah memikirkan sampai disini dengan segera dia menarik kembali pedangnya berganti dengan melancarkan satu pukulan dahsyat, terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati seorang penjahat lagi rubuh binasa di atas tanah.
Tiga tikus yang sedang bertempur dengan amat sengitnya ketika secara tiba-tiba melihat dari tengah udara muncul seorang pemuda yang berani laksana seekor harimau tfcsiiiib bahkan memukul kocar-kacir anak buahnya, saking marahnya si lelaki bercodet itu sudah mengaum dengan amat kerasnya, sepasang matanya berkilat kilat buas dengan kejamnya dia melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar tubuh Hong Wie Pian Ting-hong membuat dia seketika itu juga memuntahkan darah segar dan mundur ke belakang dengan terhuyung-huyung.
Begitu melihat serangannya mencapai pada sasaran
tubuhnya dengan cepatnya menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Bluuum.... Bluuumm...." dengan ngawurnya dia melancarkan delapan serangan sekaligus, dengan tenaga dalam yang dimilikinya dari hasil latihan dua tiga puluh tahun lamanya segera terasalah angin pukulannya laksana menggulungnya ombak dahsyat di tengah samudra dengan hebatnya menggulung tubuh Tan Kia-beng.
Walaupun gadis berpakaian keraton itu dikepung rapat-rapat oleh kaum penjahat dia sama sekali tidak
memperlihatkan perasaan yang terkejut atau kaget, sambil menuding ke arah para penjahat itu dia memaki tak henti-hentinya.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng segera merasakan daiah panas di dalam badannya bergolak dengan amat kerasnya, dia membentak keras sedang tubuhnya menubruk ke arah bawah.
Pedangnya dengan disertai serentetan sinar merah yang memancang dengan cepatnya menggulung di tengah udara terdengarlah satu jeritan ngeri berkumandang ke luar seorang lelaki kasar sudah tertusuk mati dan roboh ke atas tanah.
Baru saja ujung kakinya mencapai permukaan tanah
mendadak dia mumbul kembali ke atas udara, pedang panjangnya dengan depat berkelebat ke arah dua orang? penjahat yang sedang mengancam gadis itu.
Tampaklah sinar keperak-perakan berkelebat menggulung ke arah kedua penjahat itu.
Mereka berdua yang diserang tidak menjadi gugup
mendadak salah seorang penjahat itu mendorong tubuh gadis tersebut ke depan sedang dirinya sendiri berjumpalitan mundur ke arah belakang.
Tan Kia-beng tidak berani menyambut datangnya
serangannya itu secara berhadap-hadapan pedang panjangnya dengan cepat digetarkan sehingga menimbulkan segulung bunga-bunga pedang yaag mengurung sekeliling tempat itu.
Tubuhnya miring ke samping kemudian secara tiba-tiba memutar laksana berkelebatnya sambaran kilat di dalam sekejap saja dia melancarkan delapan tusukan yang mengancam samping badan orang itu.
Tak terasa lagi lelaki kasar bercodet itu menjerit kaget dengan cepat dia menarik kembali serangannya sambil putar badannya.
Selagi dia melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan membacok tubuh Tan Kie Beng perubahan yang dilakukan sungguh amat cepat sekali.
Tetapi ilmu pedang dari Tan Kia-beng ini mengutamakan kecepatan bahkan memiliki perubahan yang amat banyak dan aneh, terdengar suara terobeknya pakaian baju luar lelaki kasar bercodet itu sudah terbabat seluas tiga Cun.
Ketika si lelaki itu melihat kesempatan buat dirinya sudah lenyap dia semakin gusar lagi bagaikan menderunya angik topan berturut-turut dia melancarkan dua puluh serangan dasyat mengancam tubuh musuhnya.
Demikianlah, sekali lagi terjadi suatu pertempuran yang amat sengit di tempat itu.
Pek Lok Suseng" Sie Cu-peng dengan mengandalkan sebuah kipasnya dia meneter ?terus dari Lo djie dari Chuan Lam Sa Sja ifu, dua orang sama-sama bersifat kejam dan ganas kini bertemu, sudah tentu terjadilah suatu pertempuran yang benar-benar samat sengit, di dalam sekejap saja seratus jurus sudah dilewatkan dengan cepat.
Mendadak suara teriakan gusar memecahkan kesunyian, kiranya Pek Lok Suseng sudah berhasil terhajar pundaknya oleh senjata Poan Koan Pit yang ada ditangan Djie su membuat dia dengan terhuyung-huyung mundur sejauh delapan depa ke belakang.
Tetapi Pek Lok Suseng pun berhasil menyayat sebuah telinga kanan dari Djie su sehingga darah segar memancar keluar de ngan amat derasnya.
Pada saat yang amat tegang itulah mendadak terdengar Ong Ceng-ceng menjerit kaget, pedang panjang di tangannya berhasil dipukul lepas oleh golok bergerigi dari Sam su itu sehingga tertancap di atas wuwungan rumah.
Tan Kia-beng yang sedang menggunakan seluruh
tenaganya untuk melawan lelaki codet itu ketika mereka berdua menemui kekalahan total dia menjadi sangat gusar sekali, dengan mendadak pedangnya laksana mengalirnya awan diangkasa dengan dahsyat melancarkan tiga serangan hebat.
Di tengah hawa pedang yang mengerikan terdengar suara teriakan ngeri yang menyayatkan hati, lengan kiri si lelaki bercodet itu sudah terpapas putus oleh sambaran pedang sehingga darah segar memancar keluar bagaikan sumber air dan mengotori seluruh permukaan tanah.
Lelaki bercodet itu tidak malu disebut sebagai seorang Ielaki bersemangal tinggi, cepat-cepat dia ulur tangannya yang sebelah untuk menutupi mulut luka lalu dengan diiringi suara jeritan ngeri yang mengandung perasaan gusar bentaknya, "Malam ini aku mengaku kalah, hey bangsat jika kau benar-benar jago sebutkan namamu."
"Siauw ya bernama Tan Kia-beng."
"Baik aku si orang tua akan selalu mengingat dirimu, kau tunggu saja, Chuan Tiong Ngo Kui tidak akan mengampuni dirimu.
Bersamaan dengan selesainya dia berbicara tubuhnya dengan cepat melayang naik ke atas genting rumah dengan disertai suara teriakan ngeri yang mengerikan dia melarikan diri terbirit-birit, hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tak berbekas.
Hong Wie Pian Ting-hong, serta Pek Loi Suseng" Sie Cu Beng yang sedang berdiri tertegun ketika mendengar disebutnya nama Chuan Tiong Ngo Kui" tak terasa perasaan berdesir memancar di dalam hatinya membuat seluruh bulu kuduknya pada berdiri.
Cuma Tan Kie Beng seorang yang memang belum pernah mendengar nama Chuan Tiong Ngo Kui manusia macam apa masih tetap berdiri tenang-tenang saja tanpa memperlihatkan perubahan apapun.
Saat itu Ong Ceng-ceng sudah berjalan ke depan gadis berpakaian keraton itu sambil menggandeng tangannya dia berkata, "Cuncu, kau sudah menemui kaget, Siauwli Ong Ceng-ceng sudah menerima perintah dari ayahku Hwee Im Poocu sengaja datang menolong Cuncu."
Ting-hong serta Sie Cu-peng pun dengan paksakan diri menahan perasaan sakit dari lukanya pada maju memberi hormat.
"Cayhe Ting-hong menerima perintah dari Tiam cong Sam Cu sengaja datang melindungi nona:"
"Cayhe Sie Cu-peng mendapat perintah dari suhu Heng-san It-hok sengaja datang menjaga diri nona."
Cuma Tan Kia-beng seorang saja yang mengerutkan alisnya sambil memandangi mayat-mayat yang pada menggeletak di atas tanah, sepatah katapun tidak diucapkan.
Pada wajah gadis berpakaian keraton itu walaupun masih sangat murung tetapi dengan luwesnya menerima seluruh penghormatan dari jago, lalu ujarnya sesudah menghela napas panjang, "Hey, iblis ganas ini sungguh amat kejam sesudah membinasakan ayahku mereka tidak puas malah sengaja datang membabat rumput sampai keakar-akarnya, untung
saja saudara sekalian pada datang semua sehingga akibat yang tidak diinginkan bisa terhindar"
"Nona!" Tiba-tiba Tan Kia-beng yang berdiri dikejauhan menimbrung, "Walaupun malam ini kita berhasil menolong kau lepas dari bencana tapi bagaimana keadaan hari selanjutnya?"
"Benar, kita cuma bisa menolong kau untuk sekali dua kali, tidak mungkin bisa melindungi kau untuk selamanya"
"Bahkan.... bahkan Chuan Tiong Ngo Kui bukanlah manusia yang bisa kita lawan dengan kekuatan kita beberapa orang saja,"
Dengan perkataan dari Tan Kia-beng tadi, seketika itu juga suasana menjadi ramai untuk membicarakan persoalan ini.
Dengan amat sedihnya gadis berpakaian keraton itu menghela napas panjang.
"Hey urusan sudah begitu, aku tidak punya pemikiran yang lain lagi"
"Apa kau masih punya sanak saudara untuk diminta perlindungannya?" tiba-tiba Ong Ceng-ceng menimbrung.
"Pamanku sekarang ada di ibu kota dan menjabat sebagai menteri, tetapi perjalanan yang begitu jauh tidak mungkin bisa dilakukan, heey...."
"Biar aku yang menghantar kau kesana " Sekali lagi suara dari Tan Kia-beng memecahkan kesunyian selama ini dia cuma berbicara sepatah dua patah kata saja tapi di dalam ingatan Cuncu itu sangat mendalam sekali, dengan perlahan dia angkat kepalanya dan melirik sekejap ke arahnya.
"Haruskah kita paksakan diri untuk menerjang keluar?"
"lnilah satu-satunya cara untuk meloloskan diri dari kematian, tidak bisapun kita harus mencoba untuk menerjang keluar."
Perkataannya amat tegas sekali sukar sekali untuk dibantah.
Air muka dari Pek Lok Suseng yang pucat pasi sepintas lalu berkelebat suatu senyuman yang amat menyeramkan, diamdiam makinya, "Burung goblok yang tidak tahu kekuatan sendiri, sebelum kau berhasil keluar dari daerah Siang Keng mungkin sudah menggeletak di atas tanah sebagai sesosok mayat."
Tetapi pada wajahnya dia tetap menjawab dengan amat halus.
"Demikianpun sangat bagus sekali, bila ada Heng thay ini yang menghantar di tengah perjalanan tentu tidak akan menemui kesulitan."
Segera dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Cayhe sudah menderita sedikit luka, untuk sementara minta diri terlebih dulu" ujarnya, selesai berbicara kipasnya dengan perlahan digoyangkan kemudian dengan amat
cepatnya dia melompat meninggalkan tempat itu.
Chie Chian Hong Wie Pian yang jadi orang mempunyai semangat pendekar dan hati welas segera berkata pula sambil menatap tajam wajah Tan Kia-beng.
"Walaupun sekarang cuma ada satu cara ini saja tetapi Chuan Tiong Ngo Kui bukanlah manusia-manusia yang mudah diganggu, selama di dalam perjalanan harap heng thay mau sedikit berhati-hati karena cayhe kini sedang menderita luka
dalam yang amat parah tidak sempat untuk ikut menghantar terpaksa minta diri terlebih dulu."
Ong Ceng-ceng pun dengan mengambil kesempatan ini mendorong perahu mengikuti aliran sungai.
"Semoga kalian bisa cepat sampai ditujuan, dan dengan selamat tiba di ibukota."
Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah lenyap tak berbekas lagi. Tak terasa lagi gadis berpakaian keraton itu melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng sambil memperlihatkan senyuman pahitnya.
Sebaliknya air muka Tan Kia-beng malah berubah menjadi amat serius, sepasang bibirnya ditutup rapat-rapat dengan berdiam diri dia berdiri tak bergerak disana.
Lama sekali baru terdengar secara tiba-tiba dia berkata.
"Bila mana nona sudah ambil kepututan untuk berangkat silahkan capat-cepat mempersiapkan diri"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan mendadak dari tengah kegelapan muncul seorang tua yang berbadan tegap.
"Tidak bisa, tidak bisa!" teriaknya berulang kali sambil menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengan kedudukan sebagai Cuncu kau tidak mungkin bisa menempuh perjalanan sebegitu jauhnya, lebih baik kirim surat saja ke ibukota agar pamanmu kirim orang datang kemari untuk menjemput dirimu"
"Jadi maksudmu agar paman dia orang tua sengaja datang membantu aku membereskan mayat ini?" serunya sambil menuding ke arah mayat-mayat yang menggeletak simpang siur di atas permukaan tanah.
Selesai berkata dengan lenggang-lenggok dia berjalan ke depan kamar.
Si orang tua yang terkena abu pada hidungnya tidak berani banyak berbicara lagi, dia memandang sekejap ke arah mayat-mayat yang bergelimpangan di atas tanah, mendadak dengan badan gemetar dia menjerit tertahan kemudian dengan tergesa-gesa berjalan ke depan Tan Kia-beng.
"Kau sudah punya pegangan yang kuat untuk melindungi Cun itu?" tanyanya dengan gemetar.
"Dengan perjalanan yang begitu jauh ditambah musuh-musuh yang selalu mengincar di sepanjang jalan, siapa yang berani berkata punya pegangan dua kata?"
"Lalu.... lalu bukankah sangat berbahaya sekali?"
"Daripada sambil duduk menanti saat kematian, lebih baik kita mencari jalan hidup dari kematian, cayhe tidak sanggup mengatakan punya pegangan dua kata dalam hati aku cuma punya maksud unfuk menolong orang saja."
"Tetapi aku bisa beritahu padamu, asalkan nyawa aku orang she Tan masih ada, aku akan melindungi Cuncu dalam keadaan segar bugar, tetapi bilamana secara tidak beruntung nyawa aku orang she Tan menemui bencana.... yaaah tidak ada perkataan lain."
Agaknya si orang tua sudah dibikin tergerak hatinya oleh perkataan ini, tak tertahan titik-titik air mata menetes keluar membasahi wajahnya.
"Kalau.... kalau begitu aku sibudak tua segera.... segera siapkan kereta!" ujarnya dengan gemetar.
Dengan pandangan tajam Tan Kia-beng memperhatikan bayangan si orang tua yang tinggi besar itu berlalu, dalam hati dia merasakan suatu perasaan yang sangat aneh sekali.
Walaupun dia masih tidak tahu siapakah Cuncu ini tetapi jika dilihatnya banyaknya para jago serta pendekar yang mempunyai hubungan dengan dia sudah tentu dia adalah seorang pembesar budiman.
Tetapi entah dikarenakan urusan apa hingga menyalahi Ciuan Tiong Ngo Kui sehingga mengakibatkan dia
mendapatkan bencana seperti ini.
Ong Hu yang pada masa lalu amat megah dan sangat
terhormat kini cuma tertinggal seorang gadis yang lemah lembut serta seorang tua penjaga rumah yang sudah lanjut usia.
Kurang lebih setengah jam kemudian terlihatlah gadis berpakaian keraton itu sudah berjalan keluar kembali sambil menjinjing sebuah buntalan besar sedang pada tangan yang satu membawa sebuah pedang pendek sepanjang satu depa yang memancarkan sinar kebiru-biruan yang menyilaukan mata.
Ujarnya kemudian sambil menyerahkan pedang itu ke tangan Tan Kia-beng, "Keluhuran budi Siauwhiap, siauw li tidak bisa membalasnya, biarlah pedang pusaka leluhur ini siauw li hadiahkan kepadamu."
"Ini.... ini.... tidak bisa jadi, tidak bisa jadi!" seru Tan Kia-beng berulang kali.
Gadis berpakaian keraton itu segera memperlihatkan senyuman sedihnya, "Pedang pusaka harus dihadiahkan kepada kaum pendekar apalagi dengan adanya senjata ini bisa digunakan juga untuk menghadapi sesuatu di tengah jalan."
Tan Kia-beng tidak menolak lagi, dia meneima pemberian pedang itu cuma dalam hati diam-diam dia tertawa geli pikirnya, "Barang perhiasan semacam ini cukup terbentur saja sudah putus, mana mungkin digunakan untuk bertempur"
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan perlahan-lahan dia menyentil sebentar tubuh pedang itu, "Crinngg!" ternyata sangat kuat sekali, lalu tanpa dilihat lebih teliti lagi dia selipkan pedang tersebut pada pinggangnya.
"Cuncu, kita apa mau berangkat sekarang juga?" tanyanya kemudian.
Sekali lagi gadis berpakaian keraton itu tertawa pahit.
"Siauw li bernama Mo Tan-hong, lain kali harap Siauwhiap jangan memanggil aku dengan sebutan Cuncu lagi."
Tan Kia-beng segera mengangguk, dengan membimbing tangannya dengan perlahan mereka berjalan keluar dari pintu.
Saat itu si orang tua sudah mempersiapkan kereta buat mereka, kereta itu bukan lain adalah kereta yang amat mewah sekali yang di tarik oleh dua ekor kuda, keadaannya amat mewah dan agung sekali.
Sesudah membimbing Cuncu duduk di dalam kereta dan memesankan beberapa patah kepada si orang tua itu, Tan Kia-beng baru menjalankan kereta kudanya menuju ke ibu kota.
Tan Kia-beng yang melarikan kudanya ke luar kota, baru saja melakukan perjalanan sejauh puluhan lie dengan menggunakan jalan raya tiba-tiba dia sudah menemukan kembali jejak musuh dihadapannya, tetapi waktu ini dia sudah bulatkan tekad untuk melindungi gadis itu karenanya hatinya terasa semakin mantap, tanpa memperdulikan mereka lagi dia lalu melarikan kudanya melanjitkan perjalanan ke depan.
Tiba-tiba terdengarlah suara derapan kuda yang amat ramai sekali berkumandang dari belakang kereta, tampaklah dua ekor kuda sangat cepatnya lewat disamping kereta tersebut.
Di atas kereta itu duduklah dua orang lelaki kasar yang memakai pakaian singkat dengan menggembol pedang pada pinggangnya, sinar matanya berkedip dengan amat tajamnya melirik sekejap ke arah kereta yang ditumpangi Cuncu, jelas sekali pada air muka mereka terlintas suatu perasaan terperanjat, kakinya menjepit perut kudanya semakin kencang sehingga larinya kudapun semakin pesat pula.
Melihat keadaan itu dalam hati diam-diam Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat, pikirnya, "Jejak musuh sudah kelihatan di depan, kemungkinan sekali sukar untuk meloloskan diri."
Tetapi dengan keadaan yang dihadapannya sekarang ini dia cuma ada satu jalan ini saja, dengan terpaksa dia sambarkan cambuknya ke atas kudanya membuat kedua ekor kuda itu dengan kecepatan yang tinggi berlari ke depan"
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian sampailah mereka di depan sebuah hutan di-bawah bukit kecil, keadaan di sekeliling sana sunyi senyap, tak terdengar sedikit suarapun, diam-diam Tan Kia-beng meraba pedang pada pinggangnya.
Sekali lagi cambuknya dipukulkan ke depan sedang dalam hati pikirnya, "Asalkan aku berhasil melewati hutan di depan ini, disebelah sana akan ada rumah tinggal."
Sekonyong-konyong dari tengah hutan berkumandang
keluar suara tertawa yang amat keras sekali disusul dengan munculnya sepuluh ekor kuda dengan amat cepatnya.
"Haa haa haa.... hey bangsat cilik dengan kepandaian semacam itu kau ingin jadi pengawal sang gadis, haa haa haa.... lebih baik menyerah saja."
Dalam keadaan yang amat terperanjat Tan Kia-beng
dengan cepat pukul kudanya agar berlari lebih cepat lagi, kemudian menarik tali les kudanya kencang-kencang membuat dua kuda pada meringkik dan seketika itu juga mundur tujuh delapan langkah ke belakang, untung saja jalan raya itu sangat lebar sehingga tidak sampai membuat kereta tersebut terguling.
Saat itulah ke sepuluh ekor kuda itu sudah berpencar dan berdiri di sekeliling kereta tersebut, tampak seorang kakek tua yang amat kurus dengan membawa Huncwe menuding ke arah dirinya sambil tertawa seram.
"Hee hee.... bocah orok, kau berasal dari partai mana"
sungguh besar nyalimu berani melukai Couan Tong Ngo Kui bahkan menculik pergi putri dari bajingan tua itu, haaa haa....
menurut aku.... kau sungguh tidak tahu kekuatan sendiri he hee he.... kalau mau cari mati bolehlah."
Tan Kia-beng menggigit kencang bibirnya tanpa
mengucapkan sepatah katapun juga, dia melirik sekejap ke arahnya kemudian dengan amat cepat mencabut keluar pedangnya.
Dengan perlahan-lahan dia bangkit berdiri dari atas kereta sedang sepasang matanya dengan amat tajam memperhatikan penjahat yang sudah mengurung rapat-rapat kereta tersebut.
Sekali lagi kakek tua itu tertawa terbahak.
"Bilamana sekarang juga kau pergi meninggalkan dia disini mungkin kau masih bisa hidup lebih lama lagi, tapi jika kau
berani melawah, hee.... heee.... jangan salah si orang tua turun tangan terlalu kejam."
Dengan cepat Tan Kia-beng menggetarkan pedang
panjangnya, dengan amat gusar teriaknya, "Siapa yang bakal mati tidak bisa ditentukan sekarang juga buat apa kau banyak bacot."
Orang tua itu segera menyengir kejam, huncwee
ditangannya dengan cepat diangkat siap memberi tanda untuk menyerang, pada saat yang bersamaan pula tampaklah kedua orang lelaki kasar yang ditemuinya semula di tengah jalan secara tiba-tiba sudah muncul kembali di sana dia membisikkan sesuatu disamping telinga si kakek tua.
Air muka si kakek tua itu segera memperlihatkan perasaan yang amat terperanjat, sinar matanya yang seperti tikus berkelebat tak henti-hentinya di atas kereta itu kemudian dengan amat tegangnya dia berdiri melongo.
Lama sekali baru terdengar dia membentak nyaring sambil mengibaskan tangannya memberi tanda bubar.
Dengan cepat dia putar kudanya kemudian melarikan diri dengan amat cepatnya dari sana.
Pertempuran sengit yang bakal terjadi di dalam sekejap mata sudah lenyap tanpa bekas, dengan perlahan Tan Kia-beng menghembuskan napas lega dan memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung.
Mendadak teringat olehnya sewaktu orang-orang itu siap hendak mulai melancarkan sepertinya pernah melirik sekejap ke atas keretanya kemudian dengan wajah penuh perasaan terkejut melarikan diri, apakah di atas kereta ini ada sesuatu yang aneh"
Berpikir sampai disini tidak terasa Iagi dia sudah memeriksa dengan amat teliti sekitar kereta berkuda ini. terlihatlah pada kiri kanan kereta itu masing-masing tertancap dua kuntum bunga mawar merah yang menyilaukan, maka apapun tidak terlihat lagi, karenanya dia tidak perduli dan melanjutkan kembali keretanya menuju ke depan.
Sejak saat itu di dalam perjalanan tidak menemukan tanda-tanda yang mencurigakan lagi anak buah dari Cuan Tiong Ngo Kui pun tidak ada seorangpun yang menampakkan diri mereka.
Tetapi.... ketika kereta berkuda itu memasuki jalan besar menuju ke daerah Citig Siang secara tiba-tiba keadaan berubah amat hebat bahkan terasa amat aneh, hampir-hampir setiap hari ada saja orang yang melakukan pengintaian terhadap kereta tersebut, tetapi bagaimanapun dia melakukan penjagaan yang ketat selama ini tidak dapat diketahui juga siapakah orang-orang yang sudah melakukan pengintaian tersebut.
Dalam hatinya kecilnya Tan Kia-beng merasa sedikit gugup juga, tetapi dia tahu jika orang-orang yang melakukan pengintaian itu hendak turun tangan terhadap Cuncu dia tidak akan bisa melakukan perlawanan apapun sekali pun sampai saat itu di dalam hatinya dia merasa tidak tenang tapi dia tidak berani berterus terang mengutarakan perasaan hatinya ini kepada Sang Cuncu.
Berturut-turut tiga hari berlalu dengan amat cepatnya, keadaan semakin lama semakin tegang, hampir boleh di kata setiap gerak-gerik mereka selalu ada saja orang yang mengawasi, siksaan semacam ini jauh lebih hebat terasa oleh mereka daripada harus bertempur melawan musuh dengan amat serunya.
Bagi Tan Kia-beng sendiri dia boleh dikata tak dapat tidur nyenyak baik pada siang hari maupun pada malam hari, dia hanya mengharapkan bisa tiba di ibukota secepatnya sehingga beban yang dipikulnya bisa dibebaskan.
Sedari bergeraknya roda kereta tak kunjung berhentinya berputar, suara ringkikan kuda tak putus-putusnya bergema....
Perjalanan makin hari makin mendekati di hadapan
matanya. Hari itu mereka sedang berhenti di sebuah padang rumput yang luas sebelum melanjutkan perjalanan untuk beristirahat di dalam kota.
Sekonyong-konyong....
Tersampoknya ujung baju terkena angin, dari atas sebuah bukit padang rumput secara tiba-tiba bermunculan berpuluh orang jago Bulim yang amat gagah.
Para jago itu bukanlah seperti jago biasa yang pernah kutemui sebelumnya, setiap langkah kakinya amat mantap, sikapnya berwibawa, ada pendeta, ada Toosu ada pula jago-jago muda dari partai-partai besar lainnya, keadaanya amat keren dan mengerikan sekali.
Orang-orang itu tak hentinya pada bermunculan sehingga sebuah bidang tanah rerumputan yang luas sudah dipenuhi dengan manusia. Tan Kia-beng tahu suatu pertempuran sengit akan terjadi, mati hidup hanya tergantung pada beberapa saat saja....
Walaupun begitu hatinya bukan terasa takut lagi malahan terasa semakin tenang.
Dengan segera dia menarik tali les kuda untuk menahan larinya kuda, sehingga sesaat kemudian kereta kuda itu sudah tidak bergerak.
Dikarenakan baru untuk pertama kali dia menerjunkan dirinya ke dalam dunia Kangouw, terhadap para jago yang ada di dalam Bulim dia sama sekali tidak kenal bahkan sampai Hwi Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay Miauw Ing Su thay dari Lam Hay, si Thay Khek Kiam Tan Ih, Thiat Ciang Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang, Mo Im Kiam Khek"
Mo Yong Cen, Siauw-lim-si, tak Su-Suseng sekalian yang merupakan jago-jagornya Bulim dia sudah salah menganggap mereka sebagai anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui.
Berpuluh-puluh orang itu bersama-sama mengalihkan pandangan matanya memperhatikan kereta yang ditumpangi oleh Mo Tan-hong itu, beberapa saat kemudian menddak....
"Benar, sedikitpun tidak salah?" Terdengar Ciat Ceng Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang berteriak dengan suara keras. Ke dua kuntum bunga mawar merah merupakan tanda dari siluman-siluman itu.
"Omitohud....?" Hwee Gong Thaysu segera berseru memuji keagungan Budha, Lebih baik kita tanyai lebih jelas dulu baru turun tangan apakah orang yang ada di dalam kereta itu memang betul-betul dia.
Mo Im Kiam Khek yang ada di samping segera tertawa dingin.
"Buat apa banyak membuang waktu, biarlah lohu seorang tua pergi mencoba kekuatannya."
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan laksana seekor elang raksasa dengan dahsyat menubruk ke atas kereta.
Melihat hal itu Tan Kia-beng menjadi amat gusar.
"Pergi!?"
Pedang panjangnya digetarkan dengan mendatar pada pinggang dia melancarkan satu babatan ke depan.
Selama ini "Nbsg Yoae Kiam" Mong Yong Cang mengutamakan ilmu pedang menggetarkan seluruh dunia kangouw, terhadap beberapa jurus ilmu pedang yang dilancarkan oleh Tan Kia-beng ini sudah tentu dia tidak memandang sebelah mata pun, tubuhnya yang masih ada di tengah udara mendadak melayangkan sepasang kakinya kesamping, telapak tangannya dibalik mencengkeram pergelangan tangan Tan Kia-beng sedang jari teIunjuk tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya menotok jalan darah "Cian Cing"
Jalan darah "Cian Cing " pada pundaknya Tan Kia-beng yang masih ada di atas kereta ketika melihat serangannya tertutup oleh gerakan musuh dan melijat jalan darah "Cian Cik" nya terancam, di dalam keadaan yang amat terdesak mendadak dia menggigit kencang bibirnya, pedang yang sedang melancarkan serangan sampai di tengah jalan dengan cepat ditarik kembali sedang telapak kiri kembali sedang telapak kirinya menerobos ke bawah dengan keras lawan keras menerima datangnya serangan dari Mo In Ki.Ji Kaea itu,
"Bluuum...." dua tenaga dalam dari Mong Yong Ceng yang dilatih selama puluhan tahun Iamanya sudah tentu Tan Kia-beng tidak akan sanggup menerimanya.
Terasa segulung angin pukulan yang dahsyat laksana menggulungnya ombak di tengah samudra dengan dahsyatnya mendorong tubuh Tan Kia-beng sehingga terguling jatuh dari atas kereta.
Tetapi saat ini dia sudah melupakan mati hidup dirinya, sekali lagi tubuhnya meloncat naik ke atas kereta menubruk ke arah Mo Im Kiam Khek yang sudah ada di atas kereta itu.
Mo Im Kiam Khek ymg melihat serangannya berhasil
menghajar jatuh tubuh Tan Kia-beng segera meloncat mendekati horden kereta itu siap untut membukanya.
Tiba-tiba..... Segulung angin pukulannya yang amat dingin merasa menusuk tulang dengan dahsyat mengbajar dadanya, belum sempat pikirannya berkelebat dengan disertai suara teriakan ngeri yang amat mengerikan tubuhnya terpental sejauh satu kaki jauhnya, terdengar suara dengusan berat yang terakhir begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah dan panca indranya segera memancar keluar darah segar.... tak terhindar lagi jiwanya melayang seketika itu juga.
Tan Kia-beng yang sedang menubruk dari arah belakang tidak tempat menghindar pula, dia merasakan segulung angin pukulan yang amat dingin memukul pundaknya, tak kuasa lagi tubuhnya sekali lagi terpukul jatuh dari atas kereta.
Perubahan yang mendadak ini membuat saking terkejutnya dia terdiri tertegun.
Sungguh aneh sekali, pikirnya di dalam hati. Apa mungkin di dalam kereta itu sudah bersembunyi siluman sakti"
Saat ini dan tengah lapangan rumput itu sudah terdengar suara teriakan serta bentakan menggeledek yang
memekakkan teIinga.
Thiat Ciang Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang bekerja Lak Su Suseng bersama-sama melancarkan pukulan menubruk ke arah kereta tersebut.
Kehebatan dari tenaga pukulan Gak Tiong-yang ini sudah terkenal dan menggetarkan seluruh dunia kangouw, tampak sepasang telapaknya berputar setengah lingkaran ke depan dada kemudian dengan mendatar kirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Lak Su Suseng, Ho Hm menggunakan pukulan hawa dingin mengangkat nama di dalam Bulim sepasang telapak
tangannya melancarkan satu serangan dahsyat pula ke depan.
Satu tenaga Im yang Ialu tenaga Yang bersama-sama bergabung menjadi satu menghajar kereta tersebut secara bersama-sama, terdengar juga suara guntur yang
memecahkan bumi diselingi angin pukulan laksana
menggulungnya angin topan di tengah samudra dengan dahsyat nya menekan ke depan.
Kelihatan sekali kereta yang terbuat dari kayu ini bila terkena angin pukulan tersebut akan hancur lebur, jangan dikata kayu sekali pun batu cadas juga akan hancur terkena angin pukulan itu.
Tan Kia-beng yang merasa kuatir atas keselamatan dari Cuncu yang ada di dalam kereta tanpa memperdulikan keselamatan sendiri segera menubruk kedepas sembari berteriak keras, "Jangan.... jangan."
Tetapi dengan cepat Hwe Gong Thaysu dari Siau lim pay mengebutkan ujung bajunya menahan tubuhnya yang hendak menubruk ke depan.
Pada saat yang bersamaan pula terdengar suara dengusan berat dan Thiat Ciang Ceng Sam Siang serta Luk Su suseng dengan terhuyung-huyung mereka mundur enam tujuh tindak ke belakang sedang dari mulutnya memuntahkan darah segar
berwarna merah tua, kelihatan sekali kalau mereka sudah menderita luka dalam yang amat parah.
Orang-orang yang hadir di dalam kalangan saat ini semua merupakan jago-jago Bulim yang memiliki ilmu yang sangat tinggi, ketika kini melihat tenaga gabungan dari Thiat Ciang Cang Sam Siang, serta Lak Su Suseng yang begitu dahsyatnya pun tilak sanggup menahan satu pukulan dari orang di dalam kereta itu, tak terasa lagi perasaan berdesir meliputi seluruh tubuhnya.
Dalam hati mereka semua tahu jelas, jikalau mereka diharuskan bertempur satu lawan satu dengan Thiat Ciang Tieng Sam Siang, jangan dikata menang untuk mengalahkan sulit, kini belum sampai setengah jurus Thiat Ciang Ceng Sam Siang sudah terpukul rubuh, bukankah bilamana dirinya harus maju hanya menghantarkan nyawa dengan sia-sia belaka"
Di dalam sekejap mata suasana di tengah lapangan rumput itu sudah berubah menjadi sunyi senyap, tak terdengar sedikit suara berisikpun.
Tan Kia-beng pun merasa heran atas terjadinya peristiwa ini, dengan perasaan terperanjat dia berdiri termangu-mangu di sana, pikirnya di dalam hati, "Apakah Cuncu adalah seorang jagoan berkepandaian tinggi yang tidak suka menonjolkan diri?"
"Tetapi dengan cepat dia sudah meragukan kembali pendapatannya ini."
"Tidak mungkin.... tidak mungkin, jikalau Cuncu memiliki ilmu silat bagaimana dia tidak turun tangan sendiri membalaskan dendam sakit hati atas terbunuhnya ayahnya"
sedang dirinya saja berusaha untuk jauh-jauh menghindari tempat kelahirannya?"
Cuaca semakin lama semakin menggelap, segulung angin malam yang amat dingin membuat para hadirin yang ada di tengah kalangan itu tak terasa pada bergidik bulu roma mereka pada berdiri semua.
K:seii maut, angin aneh, kematian berturut-turut bergabung menjadi satu membentuk suatu bayangan yang mengerikan, bahkan setiap waktu setiap saat bisa mencabut nyawa setiap manusia....
Para jago-jago Bulim yang mengadakan pertempuran di tempat ini dalam hati mereka masing-masing punya suatu tujuan tertentu.
Sudah tentu mereka tidak akan melarikan ketakutan cuma dikarenakan angin aneh itu.
Suasana menjadi hening beberapa waktu lamanya, tiba-tiba terdengar Hwee Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay segera memuji keagungan Budha dengan perlahan dia maju ke depan sambil serunya,
---0-dewi-0--- Jilid 2 JAGOAN DARI MANA YANG bersembunyi didalarn kereta, silahkan keluar untuk bertemu"
Suasana tetap sunyi senyap tak terdengar sedikit suara pun kecuali kedua ekor kuda yang tak hentinya memperdengarkan suara ringkikan yang memecahkan kesunyian tak terdengar sedikitpun suara jawaban dari dalam kereta dengan perlahan dia memuji kembali keagungan Budba.
Tiba-tiba ujung bajunya dikebut ke depan menyambar kain hordin yang menutupi kereta tersebut.
Dengan tingkatan dari Hwee Gong Thaysu di dalam partai Siauw lim ditambah dengan tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun lamanya, dengan tenaga sambaran ini tnleh dikata sudah mencapai ribuan kati beratnya.
Mendadak segulung angin pukulan yang amat dingin
menyambar keluar pula dari dalam kereta menyambut datangnya angin pukulan dari Hwee Gong Thaysu
Bagaikan baru saja terpagut ular dengan perasaan amat terkejut Hwee Gong Thaysu menjerit tertahau kemudian meloncat mundur dua kaki jauhnya dari tempat semula teriaknya dengan ketakutan, "Ilmu sakti Sian Im Kong Sah?"
Miauw Ing Suthay yang selama ini tidak angkat bicara begitu mendengar suara jeritan tertahan dari pendeta Siauw-lim-pay ini segera berkelebat melayang ke samping badannya.
"Thay su kau tidak mengapa bukan?" tanyanya dengan rasa kuatir....
Sambil pejamkan matanya rapat rapat Hwee Gong Thaysu gelengkan kepalanya sedang air mukanya sudah berubah pucat pasi,
Sekali lagi Miauw Ing Su thay menghela napas panjang.
ujarnya perlahan;
"Kalau memang betul ilmu iblis Sian-Im Kong Sah Mo Kang sudah tentu dia pula orangnya, seluruh perempuan ini jika tidak dibasmi kita dunia kangouw tidak akan ada hari hari tenang Thaysu lebih baik untuk sementara waktu kita bubar dulu Hwee Gong Thaysu."
Mendadak.... Suara jeritan panjang yang tinggi melengking memecahkan kesunyian membawa suasana semakin menyeramkan suara itu
bergema tak henti hentinya membuat semua orang serasa bulu kuduknya berdiri
Para jago yang ada ditanah lapang begitu mendengar suara suitan yang aneh itu pada menjerit kaget, Siauw Sang Yu tanpa mengucapkan sepatah katapun sudah putar badan melarikan diri terbirit birit diikuti dengan Thay Khek Kian Tan Ie sekalian pada melarikan diri terpontang panting, Miauw Ing Su thay pun dengan cepat menarik tangan Hwee Gong Thaysu sambil berkata dengan cemas
"Thaysu. kitapun harus menghindar untuk sementara waktu'
Sipendeta serta si Nikouw dengan amat cepatnya
berkelebat pergi dari sana, di dalam sekejap saja para jago yang semula memenuhi lapangan kita tidak tertinggal barang sesosokpun.
Waktu itulah Tan Kia merasa seperti baru saja sadar dari impian. dengan cepat ia meloncat bangun mendekati kereta kuda iui
"Cuncu....Cuncue!" teriaknya berulang kali,
Dia benar-benar merasa kuatir kalau si gadis sampai menemui bencana. Mendadak hordin yang menutupi kereta itu disingkap, tampaklah Mo Tan-hong memoncolkan kepalanya keluar, sambil mengucap berulang kali tanyanya.
Tan heng ada urusan apa kau manggil aku"
"Haii, sungguh pandai kau berpura pura" Pikirnya di dalam hati, tetapi pada mulutnya dia tetap menjawab.
''Peristiwa yang baru saja terjadi apa kau sama sekali tidak tahu?"
"Aku selama ini tertidur terus, baru saja aku bangun dari pules
"Aah.... sungguh aneh sekali."
"Sebetulnya sudah terjadi urusan apa" Aah... oooh tidak mengapa, tidak mengapa."
Dengan sedikitpun tidak bertenaga dia memberikan
jawabannya, cambuk panjangnya disambar kembali ke depan, terdengar ringkikan kuda yang memasang roda roda kereta berkuda itu berputar kembali meninggalkan debu yang melayang memenuhi angkasa di dalam sekejap saja.
Mereka sudah jauh meninggalkan lapangan rumput itu.
Saat ini dalam hati Tan Kia-beng penuh diliputi oleh pertanyaan pertanyaan yang mcmbingungkan hatinya, jika dilihat orang-orang yang baru saja datang itu kelihatan sekali kalau kepandaian silat mereka sudah mencapai pada taraf kesempurnaan tetapi angin pukulan yang keluar dari dalam kereta itu"
Selang di dalam keretapun cuma ada Mo Tan-hong seorang saja lalu siapa yang sudah melancarkan angin pukulan yang amat hebat tersebut"
Yang mereka sebut sebagai siluman perempuan sebenarnya siapa" dan siapa pula orang yang sudah memperdengarkan suara suitan aneh itu" Kenapa orang-orang itu bisa begitu takut terhadap dia" walaupun sudah dipikir bolak balik dia tidak memperoleh jawabannya juga.
Mo Tan-hong dengaa perlahan menyingkap hordinnya
kembali, tetapi ketika melihat wajah Tan Kia-beng yang amat murung dia tidak jadi berbicara dan menutup kembali hordinnya.
Kini mereka cuma tinggal melewati sebuah kota kecil lagi.
besok lusa sudah akan tiba diibu kota, Tan Kia-beng yang teringat beban beratnya hampir selesai dipikul merasakan hatinya lega juga tanpa dia rasa sudah menghembuskan napas panjang.
Kini ibu kota sudah tampak terlihat di hadapan mereka, walaupun di dalam hati Mo Tan Wong merasa bersyukur atas lolosnya dia dari mulut macan tetapi suatu pikiran yang memurungkan hatinya kembali menyerang dalam hati.
Kiranya hubungannya selama beberapa hari dengan Tan Kia-beng sudah mcnghasilkan suara perasaan yang amat aneh sekali terhadap sang pemuda, walaupun mereka semua mempunyai perasaan semacam ini tetapi dengan kedudukan sebagai Cuncu serta pendekar yang berkelana di dalam Bulim untuk bersatu padu bukanlah merupakan suatu urusan yang mudah.
Tetapi Cinta dua kata memang umat aneh sekali, semakin tidak bisa perasaan cinta yang tertanam di dalam hati mereka semakin menebal bahkan makin lama semakin mendalam.
Dalam hati Mo Tan-hong tahu bilamana dirinya sudah sampai di rumah pamannya jikalau pingin bertemn kembaii dengan pemuda dihadapannya yang mempunyai keberanian serta sifat yang jujur ini bukanlah pekerjaan yang gampang Akhirnya tak tertahan lagi dia menyingkap kembali hordinnya, ujarnya sambil menghela napas perlahan, "Sesudah sampai di ibu kota kau bersiap-siap hendak pergi kemana?"
"Empat penjuru sebagai rumah tak tentulah."
"Jikalau kau mau berdiam dirumah pamanku, biarlah aku suruh paman jadikan kau sebagai seorang pengawal."
"Terima kasib atas maksud baikmu, tetapi aku tidak dapat melakukannya"
"Apa kau ingin mengembara ke semua tempat?"
"Heeey bakatku memang jadi seorang pendekar yang
mengembara bebas kemana saja"
"Lalu dengan menempuh selaksa li kau menghantarkan aku sampai di ibu kota, semuanya apa dikarenakan
kependekaranmu?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Tidak punya maksud lainnya lagi?"
"Semula memang tidak ada, tapi kini...."
Tak tertahan dalam hati Mo Tan-hong merasakan hatinya berdebar juga, dengan cernas tanyanya, "Sekarang kenapa?"
"Sekarang sekarang mungkin dikarenakan kau."
Akhirnya Tan Kia-beng mengutarakan juga isi hatinya.
"Kalau betul dikarenakan aku, seharusnya kau tidak boleh meninggalkan aku lagi."
"Tetapi sayang urusan ini tidak bisa aku lukiskan omong terus teraug saja sampai saat ini siapakan ayah ibuku yang sebenarnya aku masih tidak tahu."
"Hey, sayang aku cuma seorang perempuan yang sangat lemah kalau tidak kemungkinan sekali ak u bisa membantu sedikit buat kau."
"Haa....haa.... jangan pikirkan yang bukan bukan cukup sakit hatimu sendiri kaupun tidak punya kekuatan untuk membalas"
Suara cambuk yang nyaring memutuikan kembali
percakapan mereka berdua
Akhirnya sampai juga mereka di ibu kota Tan Kia-beng segera menghentikan kereta kuda itu di depan rumah mentri negara pamannya Mo Tan-hong terhadap tentara yang menjaga di depan pintu sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya, "Tolong Lo heng laporkan ke dalam.
katakan saja Cuncu dari Cong Ong Hu kota Tiang San hendak bertemu dengan Ong Loo ya".
Tentara itu segera menyahut dan masuk ke dalam tidak lama kemudian dari balik pintu tnuncuiah seorang kakek tua dengan memakai topi berwarna hijau, sesudah memperhatikan Tan Kia-beng beberapa waktu tanyanya, "Toako inikah yang mengantarkan Cu ca datang kemari?"
Dengan perlahan Tan Kia-beng mengangguk
Saat itu Mo Tan-hong sudah tidak sabar lagi cepat-cepat dia menyingkap horden, sambil berseru, "Ah Hok Loo ya ada dirumah tidak?"
"Ada, ada, baru saja pulang dari istana?" sahut Ah Hok dengan amat gugup sambil berulang kali membungkukkan badannya memberi hormat.
Lalu dengan cepat pula dia putar badannya berkata terhadap Tan Kia-beng.
"Toako ini silahkan membawa kuda masuk ke dalam."
Kereta berhenti di halaman dalam. Tan Kia-beng segera menuntun Mo Tan-hong turun dari kereta kuda dan dengan perlahan berjalan menaiki tangga.
Diri dalam raangan segera terdengarlah tindakan kaki yang ramai sekali Ah Hok sudah datang kembali dengan memimpin seorang lelaki dengan memakai jubah kebesaran
Ketika pembesar itu melihat tangan halus dari Mo Tan-hong dengan seenaknya ditaruhkan ke atas pundak Tan Kia-beng kelihatan sekali dia mengerutkan alisnya rapat rapat.
Saat itulah Mo Tan-hong sudah berebut maju ke depan sembari berteriak;
"Paman...." Tak kuasa lagi dia menangis tersedu sedu Pembesar itupun segera memeluk kencang kencang
pinggang sang gadis
"Bocah. selama ini tentu kau menderita bukan"' ujarnya gemetar.
Mereka bersama-sama mengerubungi Cuncu dan berjalan masuk keruangan dalam. kini cuma Tan Kia-beng seorang saja yang tinggal seorang diri diluar ruangan, bahkan tidak seorangpun yang menggubris dirinya.
Sejak tadi dia sudah pingin sekali meninggalkan tempar itu tetapi ketika teringat kembali perpisahannya kali ini dengan sang gadis entah sampai kapan baru bisa berjumpa lagi dia memaksakan dirinya untuk bersabar.
Bagairnana pun juga dia masih merupakan seorang yang buta terhadap pengetahuan Bulim, coba bayangkan saja dibawah lingkungan adat pembesar negeri mana mungkin membiarkan seorang putri raja muda berlaku seperti anak dunia persilatan" apa lagi mereka cuma menganggap dirinya sebagai kusir kereta saja.
Beberapa saat kemudian tampaklah si pelayan tua Ah Hok berjalan keluar dengan membawa sebuah kepingan emas
yang amat besar sekali, ujarnya kepada Tan Kia-beng sambil tertawa, "Loo ya kami bilang katanya kali ini kau bersusah payah menghajar Cuncu kami sampai disini harap menerima sedikit uang emas ini untuk beli pakaian"
Tan Kia-beng cuma memandang sekejap ke arah emas itu dia tertawa.
"Uang itu aku tidak mau menerima, uang yang aku punya masih lebih dari cukup buat beli pakaian, tolong saja beri tahukan sama Cuncu katakan aku ada sedikit perkataan mau disampaikan kepadanya harap dia mau keluar sebentar."
"Tentang hal ini aku kira tidak mungkin" Potong Ah Hok sambil tertawa. "Ada perkataan apa katakanlah, biar nanti aku yang sampaikan kepadanya"
Pada wajah Tan Kia-beng segera terlintaslah suatu bayangan kecewa yang atnat sangat, dia gelengkan
kepalanya. "Kalau begitu tak usahlah."
Segera dia merangkap tangannya memberi hormat
kemudian dengan langkah lebar berjalan keluar dari bangunan rumah itu.
Dengan cepat Ah Hok mengejar dari belakang, teriaknya berulang kali, "Hei, uangmu, hey uangmu hey belum kau ambil".
Tan Kia-beng mana mau menoleh, segera dia mempercepat langkahnya berjalan ke depan, di dalam sekejap saja sudah lenyap dari pandangan.
Tan Kia-beng yang sudah berada di luar rumah pembesar negara itu lalu hatinya terasa amat tawar dan murung sekali
dia merasakan dirinya seperti seekor burung yang terbang seorang diri di tengah udara.
Walaupun selama dua bulan ini setiap hari dia rnerasa kuatir dan berdebar debar hatinya karena ingin
menyelamatkan nyawa sang gadis dia tetapi, manusia tidaklah luput dari cinta. Sekalipun Mo Tan-hong dibesarkan dalam lingkungan orang kaya tetapi dia sama sekali tidak mempunyai sifat manja dari seorang putri raja muda dia mengetahui jelas keadaan dirinya yang sangat berbahaya dan memahami pula perasaan kuatir yang meliputi seluruh hati Tan Kia-beng dia pabam dirinya harus menggunakan kata-kata yang sederhana untuk menghibur dirinya bahkan menganggap dia sebagai kakeknya sendiri.
Sejak kecil Tan Kia-beng hidup luntang lantung seorang diri, walaupun dia di besarkan oleh suhunya Ban Lie lu Ien Lok Tong tetapi selama ini dia hidup dengan amat sederhana seorang diri, kini secara tiba-tiba mendapatkan kawan seorang gadis yang begitu cantik dan setiap hari mengajak guyon serta hidup berdampingan dalam menghadapi bahaya, apalagi sama-sama merasakan penderitaan selama dua bulan
lamanya. mana mungkin dia tidak menaruh cinta terhadap dirinya"
Kini mereka harus berpisah kembali dalam hatirya sudah tentu akan timbul kembali suatu rasa sepi dan murung yang jauh lebih bebat.
Seperti seorang yang kehilangan akal dengan seenaknya dia berjalan di tengah jalan, dia sedikit benci dan gusar terhadap ketidak berbudinya Mo Tan-hong, kenapa dia sesudah masuk kenangan dalam sudah tidak ingin keluar menemui dia lagi, bahkan sepatah katapun tidak mau diucapkan. Hemm,
sesudah lolos dari bahaya apa dia mau memperlihaikan kedudukan sebagai seorang putri raja muda"
"Setiap ujung dunia tentu ada rumput liar. Hey, biarlah anggap aku orang she Tan sudah salah melihat orang"
Karena dia, tidak jelas keadaan pihak lawan dia tidak pernah berpikir lebih teliti lagi kedudukan dirinya dia cuma tahu bergusar dan mendongkol atas sikap sang gadis yang tidak berbudi.
Untuk menghilangkan rasa mangkel dan murung di dalam hatinya. dia lalu masuk ke dalam sebuah kedai arak untuk mengbilangkan kesalnya.
Tiba-tiba....suatu berita yang sangan mengejutkan masuk ke dalam telinganya.
Kereta maut yang menggetarkan dunia persilatan sudah muncul kembali....
Untuk pertama kali kereta maut itu muncul dijalan raya Cing Siang kemunculannya waktu itu sudah membinasakan Mo Im Kiam Khek memukul rubuh Chiet Ciang Ceng Sam Siang Gak Tiong-yang serta Lac Su Suseng, bahkan Hwie Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay hampir hampir terluka dibawah serangan ilmu iblis Sian Im Kong Sah Mo Sob. Mo Kang
Kemunculannya yang kedua katanya di daerah Kang Lam.
menurut berita yang tersiar kereta maut itu muncul dari Ho Pak terus menuju ke Kang Lam, seluruh jalan yang dilaluinya banyak pemandangan indah yang dihancurkan bahkan jago-jago dari kalangan Pek-to maupun dari kalangannya Hek-to banyak yang binasa dan terluka ditangannya jumlah dari seluruhnya ada dua ratus orang lebih, di dalamnya termasuk tiga bagian merupakan jago-jago muda yang tampan.
Dengan adanya berita ini Tan Kia-beng merasakannya hatinya amat terperanjat, dengan cepat dia angkat kepalsnya memandang. Kiranya orang yang baru saja membicarakan perisiiwa itu bukan lain adalah dua piauwsu.
Segera dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk
mendengarkan lebih laniut, terde ngar Piauwsu berusia pertengahan yang me makai baju berwarna kuning telur sedacg mendesak lebih lanjut.
"Kau mendapatkan berita ini dari mana?" Piauwsu dengan wajah berpenyakitan yang ada dihadapannya tldak langsung memberikan jawabannya dia angkat cawan araknya meneguk habis isinya terlebih dulu.
"Aku dengar dari Hauw tauw kami yang baru saja pulang dari daerah Kang Lam, katanya peristiwa ini sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw, banyak cianpwee-cianpwee Bulim yang sudah mengundurkan diri pada
munculkan dirinya kembali karena adanya peristiwa ini"
"Ci Sie Thaysu dan Siauw-lim-pay sudah ambil sumpah untuk membasmi siluman ini dengan dipimpin sendiri oleh dirinya, dia sudah sampai di Kang Lam dengan memba wa kedelapan belas Cap pivee Lu Han nya. Selain itu Kuang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay, Heng-san It-hok Hwee Im tocu Kwan Tiong It Khei, serta Kouw Lo Sam Sah sudah pada munculkan diri kembali di dalam dunia kangouw keramaian ini patut kita pergi nonton."
"Sekallpun begitu kau kira pemilik kereta maut itu mudah dihancurkan?" ujar Piauw su berusia pertengaban itu sanbil geleng kan kepalanya berulang kali.
"Pada beberapa tahun yang lalu berita munculnya kereta maut ini sudah sering tersiar di dalarn Bu Iim. Setiap kali ada
orang yang berani melawan kereta maut itu tentu sukar untuk loloskan diri dari kematian, bahkan sampai siapa pemilik kereta maut itu tak seorang pun yang tahu".
"Cukup kita ambil contnh Mo Im Kiang Khek serta Thiat Ceng Sam Siang beberapa orang saja, coba kau bilang siapa yang tidak dapat disebut sebagai jagoan suatu daerah tertentu" tidak disangka dalam satu gebrakan saja sudah keok coba kau bayangkan bagaimana tingginya kepandaian silat dari pemilik kereta maut itu?"
Piauw su yang kurus kering itu segera gelengkan kepalanya tertawa pahit.
"Aku cuma berbicara saja, keramaian semacam itu siapa yang berarti pergi lihat?"
Demikianlah perkataan merekapun terputus sampai disini berganti dengan membicarakan urusan urusan pengawalan barang.
Tan Kia-beng yang tidak mendengar adanya urusan yang lebih penting lagi segera membereskan rekeningnya dan menginap di sebuah penginapan dalam hati dia terus berpikir soal kereta maut itu, pikirnya, "Menurut perkataan mereka tadi jelas sekali sedang membicarakan kereta yang aku kemudi.
tapi mana mungkin di daerah Kang Lam juga sudah terjadi peristiwa ini" apa mungkin masih ada sebuah kereta lagi yang mendatangkan kegemparan". Jika-betul-betul ada maka pemilik kereta tersebut tentulah seorang penjahat yang berhati kejam. jika ada kesempatan tentu aku akan pergi cari-cari dia untuk mengetahui macam apakah sebetulnya orang itu?"
Setelah berpikir kalau di dalam ibu kota tidak ada pekerjaan lagi segera dia menetapkan keesokan harinya berangkat ke
daerah Kang Lam bersamaan pula dia teringat kalau perintah suhunya cuma meminta dia menguruskan sedikit urusan di kota Hang san dan tidak menyuruh dia menyusul ke utara, karena dia putuskan untuk berangkat ke daerah Kang Lam.
Berpikir kalau besok pagi dia mau ber angkat menuju ke Kang Lam mendadak bayangan dari Mo Tan-hong muncul kembali di dalam benaknya, tak terasa lagi dia menghela napas panjang, gumamnya seorang diri. "Hey, bertemu kenapa harus berkenalan...."
Tiba-tiba dia teringat kembali pada pedang pusaka hadiah dari Mo Tan-hong itu di dalam perjalanan karena hatinya selalu merasa tegang selama ini dia belum pernah sungguh-sungguh memeriksa keadaan dari pedang tersebut.
Karenanya dengan perlahan dia cabut keluar pedang tersebut dan dipandangnya dengan amat teliti
Pedang itu ada satu depa lim cpen panjangnya, lebar tubuh pedang cuma ada empat jari kelihatan sekali seluruh tubuh pedang itu terbuat dari pualam yang memancarkan sinar terang dan amat kuat sekali, dengan cepat dicobanya membabat ke ujung meja, tanpa buang banyak tenaga lagi meja tersebut sudah terpapas putus menjadi dua bagian, jelas sekali pedang itu amat tajam.
Dia menjadi amat heran sekali, teriaknya, "Barang dari batu pualam ternyata bisa digunakan jadi senjata pula sungguh aneh sekali."
Tan Kia-beng mengambil pula sarung pedang tersebut, terlihatlah sarung pedang itu terbuat dari bahan perak yang amat tua dan diukir dengan penuh lukisan aneh yang sukar di mengerti karena dia tidak tahu apa arti lukisan aneh itu dengan malasnya diletakkan kembali ke atas meja.
Sekonyong konyong.... dia rnenemukan kembali sesuatu, di ujung sarung pedang itu tersembul sebuah mutiara yang memancarkan sinar yang menyilaukan mata, segera dia memegang mutiara itu dan diputarnya. "Criing....mendadak sarung pedang tersebut terbuka suatu ruangan yang amat sempit itu terukirlah berpuluh puluh tulisan kecil yang amat rapat sekali.
Empat tulisan agak besar yang ada di paling depan bertuliskan, Ceng Kong Mie Cie dari emas kemudian di belakangnya bertuliskan rahasia rahasia belajar ilmu tenaga dalam yang bernama "Pek Tiap Sin kang" disamping itu termuat juga rahasia belajar ilmu telapak tujuh jurus yang dinamakan Siauw Siang Chit Ciang serta empat jurus ilmu pedang.
Tan Kia-beng saat ini sudah mempunyai dasar belajar tenaga dalarn selama sepuluh tahun lamanya, sedang tenaga dalam yang dipelajari pun merupakan ilmu dari golongan lurus, setelah dicobanya berlatih dengan menggunakan ilmu rahasia "Pek Tiap Sin Kang" segera terasalah olehnya tenaga dalam ini jauh lebih hebat dan lebih mendalam dari pada apa yang dipelajarinya dahulu, sungguh merupakan sebuah ilmu tenaga dalam tingkat yang teratas.
Ketika dia memperhatikan pula ilmu telapak itu, tampaklah walaupun ketujuh buah jurusnya sangat sederhana tetapi mempunyai perubahan yang amat rumit dan banyak sekali, lama sekali dia coba menyelami tetapi tidak lebih baru bisa mamahami jurus pertama "Lok Djiet Tiong Thian" atau matahari di tengah udara saja.
Setiap orang yang berlatih silat selalu menganggap ilmu silat seperti nyawanya sendiri. Tan Kia-beng yang secara tidak sengaja sudah menemukan rahasia ini sudah tentu tidak mau
melepaskan begitu saja, semalaman hampir hampir dia tidak pernah pejamkan matanya.
Sesudah lelah berlatih ilmu tenaga dalam Pek Tiau Sin Kang untuk mengembalikan kesegaran badannya dan berlatih kembali ilmu telapak, selama ini hampir boleh dikatakan tidak mempunyai waktu lebih untuk memperhatikan di jurus ilmu pedang itu.
Semalaman liwat dengan amat cepatnya baru saja sang surya muncul diupuk sebelah Timur dia sudah berangkat menuju ke arah Kang Lam
Saat ini merupakan bulan ketiga dari musim semi,
rerumputan tumbuh dengan subur nya diiringi secara samar-samar dan tanah yang amat keras membuat dia yang sedang melakukan perjalanan merasakan suatu perasaan yang amat aneh,
Sewaktu tempo bari Tan Kia-beng melakukan perjalanan ke arah Utara karena hatinya selalu merasa tegang maka dia tidak sampai memperhatikan akan hal ini tapi kini dia harus melakukan perjalanan seorang diri tak urung hatinya diliputi perasaan sedih juga, matanya dengan senduh memandang ke arah kejauhan di mana burung terbang berpasangan.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teringat akan nasib sendiri yang sial tak tertahan lagi dia menghela napas panjang. Tiba-tiba....
Suara tertawa cekikikan yang amat merdu berkumandang dari belakang badannya disusul serangkaian kata-kata memecahkan kesunyian
"Hey orang sebesar kau tidak ada urusan apa apa kenapa menghela nepas panjang" Cis tidak lebih dari seorang goblok".
Suaranya seperti burung seruni keluar dari sarangnya, lembut tapi mengandung kegenitan membuat Tan Kia Heng yang sedang melamun menjadi terkejut dibuatnya.
Dia sama sekali tidak menyangka dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini ternyata sama sekali tidak merasakan kedatangan seseorang di belakang badan sendiri dari hal ini saja bisa ditinjau kalau kepandaian silat orang ini jauh lebih tinggi beberapa kali lipat dari dirinya.
Dengan terperanjat dia memutar badan nya menoleh ke belakang.
Entah sejak kapan di belakang tubuhnya sudah kedatangan seorang nona berbaju putih yang usianya kurang lebih delapan sembilan belas tahunan kecantikan nona ini persis sekuntum bunga teratai putih, tidak ada sedikit cacadpun yang terlihat.
Ketika dia melihat perubahan wajah dari Tan Kia-beng yang memperlihatkan perasaan terkejutnya segera tertawa manis sehingga terlihatlah kedua buah sujennya yang menghiasi pipinya.
"Siapa orang yang sudah bermusuhan dengan kau" Kenapa kau begitu terkejut dan merasa tegang?"
Tan Kia-beng yang di katai dengan perkataan tersebut benar-benar dibuat serba salah, mau tertawa tidak bisa, mau menangis pun sungkan, sepasang matanya dengan terbelalak lebar memandang terpesona ke arahnya.
Terdengar nona berbaju putih itu memperdengarkan suara tertawanya yang merdu kembali
"Hey, siapa namamu" Dimana kawanmu sekarang?"
"Cayhe Tan Kia-beng tak mempunyai kawan barang
seorang pun."
"Sungguh aneh sekali" teriak nona berbaju putih keheranan
"yang aku maksudkan sinona yang amat genit cantik dengan pinggang yang ramping sehingga hampir hampir tertiup rubuh oleh angin itu,"
Sembari berkata dia menirukan lagaknya pinggangnya dilenggang lenggokan dengan amat genit tapi menggiurkan.
Melihat gerak geriknya yang amat lincah dan menggelikan itu tak terasa lagi Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Oh.... kiranya dia yang kau maksudkan orang lain adalah putri raja muda dari Mo Cuncu, mana mungkin mau menjadi kawan karib cayhe?"
"Cis, kau sedang berbohong terang terangan dia adalah kawan karibmu kini kau bilang bukan sejak semula aku sudah bisa melihatnya dengan jelas "
Mendengar perkataan ngotot dari sang nona berbaju putih ini tak terasa lagi dalam hati Tan Kia-beng merasa mendongkol juga, pikirnya, "Kawanku atau bukan ada sangkut paut apa dengan kau" Apa lagi akupun sama sekali tak kenal dengan kau."
Walaupun di dalam hatinya dia berpikir demikian tapi ia tak tega untuk mengucapkannya keluar.
"Maukah kau jangan bicara sembarangan?" pintanya
dengan hati cemas.
"Hiii, sekarang aku tahu sudah!" teriak si nona berbaju putih itu sambil tertawa cekikikan kembali.
"Pada luarnya kau bicara begitu menarik padahal dalam hati sedang merindukan dirinya bukan begitu"! Sayang sekali begitu dia itu masuk ke dalam rumah pamannya sudah tak mau keluar berjumpa kembali dengan kau."
Mendengar omongannya sama seperti apa yang dialami olehnya Tan Kia Beag menjadi amat heran. pikirnya.
"Urusan ini mana mungkin dia bisa tahu" Aku harus mencari keterangan dari dirinya"
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan dengan disertai cengkeraman ke arah pergelengan tanganaya teriaknya dengan keras.
"Urusan ini bagaimara kau bisa tahu" cepat bicara"
"Hii. hii.... buat apa kau begitu galak","
Sekonyong konyong....
Dari tempat jauh berkumandang suara suitan yang amat tinggi melengking dan menyeramkan sekali membuat bulu kuduk pada berdiri suara itu semakin lama semakin mendekat....
Air muka sinona berbaju putih itu segera berubah sangat hebat, dengan cemas teriaknya, "Cepat bersembunyi, cepat....!"
Tan Kia-beng menurut perkataannya, tubuh dengan cepat berkelebat bersembunyi di di tengah-tengah alang-alang yang amat lebat ketika dia menoleh kembali ke tempat semula bayangan dari gadis berbaju putih itu sudah lenyap tanpa bekas tak tertaban diam-diam serunya.
"Huuh... sudah ketemu dengan setan."
Mendadak dia merasakan suara suitan itu sangat dikenal olehnya, dia berpikir keras akhirnya dengan setengah teriak ujarnya;
"Apa benar, bukankah orang itu adalah orang yang sudah mengusir pergi Hwee Gong Thaysu sekalian dari Siauw-lim-pay
tempo hari malam" tetapi entah siapakah gadis berbaju putih itu?"
Dengan adanya hadangan dari gadis berbaju putih itu saat ini cuaca semakin lama berubah menjadi menggelap kembali, karena harus menempuh beberapa puluh li lagi baru ada tempat penginapan terpaksa dengan melemparkan jauh jauh perasaan heran serta curiganya dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan mengikuti jalan raya
melanjutkan perjalanan menuju ke depan
Kurang lebih sepenanak nasi. Kemudian, mendadak di depan jalannya terdengar suara seperti ada orang yang sedang bertempur, dalam hati dia merasa amat terperanjat dengan segera dia mempercepat langkahnya menuju ke arah dimana berasalnya suara itu.
Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di tempat tersebut: Terlihatlah sebuah kereta yaog amat mewah dan agung sekali berhenti di tengah jalan bentuk serta segala sesuatunya mirip sekali dengan kereta kuda yang digunakan untuk mengantar Cuncu tempo hari, di atas tirai kereta tersebut dengan angkernya tertancap dua kuntum bunga mawar merah yang memancar sinar berkilauan yang menusuk pandangan mata,
Disekeliling kereta mewah ini berkumpullah jago-jago Bulim dalam jumlah yang amat banyak sekali pada barisan yang paling depan berjajarlah delapan belas hwesio dengan memakai baju biasa berwarna kuning emas, dengan
membentuk gerakan kipas mereka mengepung rapat-rapat kereta tersebut.
Air muka mereka semua sudah berubah merah padam,
tetapi sikapnya masih tenang dan berwibawa sekali.
Disebelah kanan dari mereka itu berdirilah seorang Toosu berjubah lebar dengan sikap yang amat angker, dibelakaninya berdiri empat orang toosu yang pada menggembol pedang semua.
Barisan disebelah kiri dari kereia itu berdirilah tiga orang kakek tua dengan wajah yang jelek meringis kejam, disamping itu masih ada lagi dua tigapuluh orang yang secara berkeJompok tersebar diempat penjuru.
Suasana disekitar tempat itu amat tegang sekali. sekilas napsu membunuh berkelebat pada wajah tetiap orang.
Agaknya suatu pertempuran yang amat senglt bakal terjadi kembali,
Orang yang mengemudikan kereta mewah itu merupakan seorang kakek tua berjubah hitam yang kurus kering sehingga mirip dengan sesosok mayat hidup.
Terdengar dia memperdengarkan suara tertawa yang mirip dengan jeritan iblis seru nya.
"Hee.... heee.... jagoan dari seluruh Bulim tentu sudah hadir disini semua bukan" Kalian mengbayangi perjalanan Loohu sebenarnya punya petunjuk apa yang mau disampaikan" "
Si hweesio tua yang berdiri pada barisan paling depan bukan lain adalah ciangbun djia dari Siauw-lim-pay, Ci Si Thaysu, telapak tangannya dengan perlahan dilintang di depan dada kemudian dengan suara lantang memuji keagungan Buddha.
"Omitobud..... omitobud Saudara sebenarnya siapa" Kenapa setiap tahun kau melakukan perjalanan dari Utara ke Selatan kemudian dari Selatan menuju ke Utara" setiap perjalanan yang kau lewati kenapa kau membunuh begitu banyak orang
sehingga keadaan amat mengerikan" Loohu benar-benar merasa tidak betah untuk menonton terus tanpa ikut campur."
"Hmmm, siapa yaog melawan aku binasa yang menyanjung aku hidup itulah sifat dari Loohu teriak si Kakek tua berjubah hitam itu sambil mendengus dingin jika, Loohu merasa tak senang sekalipun itu istana kaisar Loohu juga akan menghancurkan, tidak perduli dia seorang kaisar yang agung jika Loohu benci akan kubunuh juga, sedang mengenai orang-orang yang sudah aku binasakan he he he aku kira mereka jauh lebih baik dibunuh daripada dibiarkan hidup lebih lama lagi."
Beberapa perkataan ini seketika itu juga membuat suasana disekitar tempat itu menjadi gempar
Kouw Lo Sam Sah atau si tiga iblis dari Kouw Lo san yang berdiri pada barisan sebelah kiri segera maju ke depan mendekati kereta iblis tersebut teriaknya dengan amat gusar;
"Manusia busuk besar juga omonganmu Yayamu hajar dulu bacotmu yang busuk ".
Enam buah telapak tangan bersama-sama mendorong ke depan, segulung angin pukulan dahsyat yang secara samar-samar mengandung bau amis memuakkan bagaikan kilat cepatnya menggulung ke arah kereta tersebut.
Sifat si iblis ketiga Hek Boan Koang jauh lebih kejam lagi, angin pukulannya yang amat dahsyat itu ternyata sudah diarahkan pada gerbong kereta tersebut.
Kouw Lo Sam Sah merupakan jagoan iblis dari kalangan Hek-to dengan mengandalkan ilmu pukulan "Pek-tok In Hong Ciang'nya mereka sudah menjagoi seluruh Bulim buktinya sifatnya amat ganas dan kejam bahkan setiap jago yang terkena angin pukulannya yang beracun ini pasti rubuh binasa.
Tan Kia-beng yang secara diam mengintip jalannya
pertempuran itu tak terasa ikut merasa kuatir juga terhadap keselamatan dari si kakek tua ber jubah hitam itu.
Mendadak.... terdengar suara auman yang menggetarkan seluruh bumi, kakek tua berjubah hitam itu mengayunkan cambuk kudanya berputar satu lingkaran di tengah udara kemudian dengan dahsyatnya menyambar badan ketiga orang iblis tersebut bagaikan sebuah layang layang yang putus talinya tubuh mereka bertiga sudah berhasil disambar dilemparkan sejauh dua tiga kali jauhnya dan tubuh telungkup di atas tanah
Gerakannya amat cepat laksana menyambarnya sinar kilat menyambar bumi sampai Ci Si Thaysu yang memiliki tenaga dalam amat sempurna pun belum sempat melihat lebih jeIas bagaima gerakannya tubuh ketiga orang iblis tersebut sudah terlempar ke tengah udara. di dalam keadaan yang amat terperanjat bercampur ngeri dia menundukkan kepalanya rendah-rendahnya sambil memuji keagungan Budha.
Sepasang mata dari si kakek tua berjubah hitam yang memancarkan sinar hijau dengan amat dinginnya menyapu kembali ke arah para jago kemudian dengan sinisnya dia tertawa dingin.
Kwan Tioog It Khei atau si manusia aneh dari Kwan Tiong dengan langkah lebar segera menerjang ke depan kereta iblis tersebut. dia tertawa dingin tak henti hentinya.
"Hee... bee.... aku mau lihat sebenarnya di dalam gerbong kereta itu sudah bersembunyi manusia kura kura semacam apa?"
Telapak tangannya dengan disertai sambaran angin pukulan laksana gemuruhnya guntur dengan kecepatan yang luar biasa menghajar godin kereta itu
Si kakek tua berjubah hitam itu menjadi amat gusar sekali.
"Kau cari mati"' bentaknya,
Telapak tangannya dengan mendatar melancarkan satu pukulan hawa dingin yang tak bersuara, dengan dahsyatnya menggulung ke arah tubuhnya orang itu.
Tenaga dalam dari Kwan Tiong It Khei amat dahsyat jadi orang pun amat dinginrya, mendadak pukulan telapaknya diubah menjadi kepalan menyambut datangnya serangan dari si kakek tua berjubah hitam tersebut.
'Bluum!" dengan keras lawan keras dia menerima satu pukulan diri seorang tua berjubah hitam itu,
Terdengar suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma tubuhnya bagaikan layang layang yang putus tail dengan kerasnya terpental ke tengah udara kemudian terlempar ke dalam tumbuhan alang alang yang amat lebat.
Kelihatan sekali ilmu silat dari seorang tua berjubah hitam itu memang amat lihay bahkan jadi orang kejam dan ganas. di dalam sekejap saja dia sudah membinasakan empat orapg jagoan berkepandaian tinggi dari Bulim, saking terkejutnya oleh kejadian ini. suasana disekitar tempat itu menjadi sunyi senyap, suatu perasaan bergidik muncul pada dasar hati kecil masing-masing membuat napas mereka serasa menjadi amat sesak;
Sembilan orang Loohu han ceng yang ada di sebelah kiri dari Ci Si Thaysu segera memuji keagungan Buddha, suara keras bagaikan sambaran geledek kemudian bersama-sama
mendorongkan telapak tangannya masing-masing menghajar tubuh si orang tua berbaju hitam itu.
Kedelapan belas orang Loo han dari Siauw-lim-pay ini sungguh hebat sekali bukan saja tenaga dalamnya sudah terlatih mencapai taraf kesempurnaan bahkan ilmu silatnya pun amat lihay.
Kini kesembilan orang bersama-sama menggabungkan
tenaganya melancarkan pukulan ke arah musuh, segera tampaklah gulungan angin pukulan bagaikan menggulungnya ombak di tengah tiupan angin taupan dengan amat
dahsyatnya melanda ke depan.
Kakek tua berjubah hitam itu segera tertawa dingin, cambuk panjang ditangan kanannya bagaikan menarinya seekor naga sakti, dengan cepat digulung kemudian disambar ke arah luar menghilangkan sebagian besar dari tenaga pukulan tersebut, diikuti ujung bajunya dikebutkan ke depan segulungan angin pukulan bawa dingin yang menusuk tulang dengan amat hebatnya menyambut datangnya serangan tersebut.
Bluuummmn... suara gemuruh yang begitu dahsyat meletus di tengah udara diikuti menyebarnya tangan yang amat dahsyat Itu keempat penjuru membuat batu serta pasir pada terbang keangkasa...
Tak kuasa lagi tubuh kesembilan hweesio itu terdesak mundur dua langkah ke belakang pada ujung bibirnya masing-masing menetes keluar darah segar berwarna merah tua.
Sebalikrya kereta mewah itu sendiri cuma sedikit bergoyang saja terkena sambaran angin pukulan tersebut.
Kesembilan orang hwaesio lainnya yang ada disebelah kanan Ci Si Thaysu segera maju dua langkah kedepen sesudah
memuji keagungan Buddha telapak tangan mereka sama-sama diangkat siap melancarkan serangan ke arah musuhnya.
Mendadak.... Si orang tua berjubah hitam itu memperdengarkan suara suitannya yang amat nyaring tapi tinggi melengking mengerikan, cambuknya dibabat ke depan, kedua ekor kudanya segera meringkik panjang kemudian meloncat sejauh tiga kaki ke depan dengan tanpa banyak susah lagi lagi kereta maut tersebut dengan melayang keangkasa melewati di atas kepala Cie Sie Thaysu sekalian melarikan diri ke arah depan.
Terdeagar suara berputarnya roda kereta yang amat membisingkan telinga di dalam sekejap saja sudah lenyap dibalik pepobonan.
Ci Si Tiuysu segera rnenghela napas panjang ujarnya dengan suara berat;
"Gotong kemari mereka yang terluka, biar aku periksa keadaannya".
Beberapa orang hwaesio itu segera menyabut dan
menggotong tubuh Kwan Tiong It Khei serta Kow Lo Sin Sah ke depan Ci Si Thaysu
Tampaklah dari panca indra Kwan Tiong It Kwai mengalir keluar darah marah yang menghitam, kelihatan sekali kalau jantung serta urat nadinya terputus.
Sedangkan pada tubuh Kouw Lo Sam Sah masing-masing sudah tertotok kurang lebih lima buah jalan darah pentingnya, kini merekapun sudah pulang keakhirat.
Tidak disangka sama sekali si kakek tua berjubah hitam itu dengan mengandalkan sebuah cambuk kuda hanya di dalam sekejap saja berhasil menotok jalan darah penting pada tubuh
tiga orang jagoan berkepandaian tinggi dari kalangan Hek-to bahkan bisa melemparkan pula tubuhnya sejauh dua kaki, kecepatan gerak serta kecepatan menotok jalan darah sungguh amat lihay sekali dan jarang di temui.
Para jago lainnya yang menonton jalannya pertempuan itu cuma bisa gelengkan kepalanya berulang kali, jelas sekali mereka ketakutan oleh peristiwa tersebut.
Sedangkan Ci Si Thaysu dengan tenangnya memeriksa keadaan luka dari empat sosok mayat itu air mukanya berubah amat tegang lama sekali dia termenung akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan memimpin kedelapan belas orang Loo Hanya melenyap diri di tengah kegelapan.
Para jago lainnya terpaksa dengan hati sedih menundukkan kepalanya pada bubaran,
Suasana di tengah kalangan menjadi sunyi kembali, kecuali suara koakan katak sarta sinar kunang kunang yang beterbangan di angkasa tak terdengar suara begitu sunyi, senyap, tapi menyeramkan.
Dengan perlahan Tan Kio Beng berjalan keluar dari balik pohon. kini dia merasa amat kagum sekali atas kedahsyatan dan kelihaian dari ilmu silat si kakek tua berjubah hitam itu bersamaan pula dia merasa gemas dan benci atas kekejaman hatinya.
Terhadap keempat sosok mayat yang menggeletak
menyeramkan, dia cuma memandang sekejap saja kemudian tanpa mengucapkan. sepatah katapun siap meninggalkan tempat tersebut....
Mendadak tercium olehnya bau harum dari bunga mawar yang amat sama tapi menusuk hidung, bersamaan pula
dibelakang badannya terdengar suara tindakan yang amat perlahan sekali.
Dengan cepat dia putar badannya, terlihatlah seorang berbaju putih yang ditemui tadi sudah berdiri dihadapannya sambil tersenyum. Pada genggamannya sekuntum bunga mawar yang berwarna merah darah.
Dibawah sorotan sinar rembulan, kelihatan sekali sikapnya yang begitu agung dan cantik membuat dia betul-betul terpesona dibuatnya.
Tak terasa lagi Tan Kia Bang sudah berdiri termangu-mangu disana, matanya terbelalak besar sedang mulutnya melongo Melihat hal ini tak terelakan lagi si nona berbaju putih itu tertawa ringan.
"Hi.... hii... sungguh lucu sikapmu."
Tiba-tiba dia merasakan si nona berbaju putih ini rada sedikit aneh dan misterius, kenapa dia seIalu menguntitnya dengan bersembunyi sembunyi apa mungkin dia adalah siluman rase" berpikir sampai disitu cepat-cepat tangannya meraba gagang pedangnya sambil membentak keras.
"Kau seorang manusia atau setan" kenapa terus menerus membuntuti diriku?"
Gadis berbaju putih iiu tetap memandang dirinya sambil tertawa, terhadap perkataan yang yang diucapkan sama sekali tidak mengambil gubris,
"Jika kau tidak mau bicara, jangan salahkan cayhe berlaku kurang ajar terhadap dirimu."
Cring..! pedang panjangnya segera dikeluarkan dari sarungnya, dibawah sorotan sang rembulan pada tubuh
padang tersebut. Tampak keluar sinar keperak perakan yang menyilaukan mata.
Gidis berbaju putih itu tetap berdiri tak begerak sedikitpun, sepatah katapun tidak diucapkan keluar. agaknya dia sedang menonton suatu pertunjukan yang menarik hatlnya.
Tan Kia-beng menjadi mendongkol, pedang panjangnya dibabat sejajar dengan dada menghajar tubuh sang gadis, gerakan pedangnya ini cuma sebuah serangan gertakan saja walaupun gerakannya mantap dan amat kuat tetapi tak mangandung sedikit tenagapun.
Siapa tahu dia cuma merasakan pandangannya menjadi kabur. sang nona berbaju putih itu masih tetap berdiri di tempat semula tak bergerak.
"Hii..... hiii... buat apa main gertak sambal?" ujarnya sambil tertawa merdu.
"Bilamana kau sungguh sungguh mau turun tangan
gunakan seluruh ilmu silat yang kau miliki."
Tan Kia-beng benar-benar dibuat mendongkol, mendadak pergelangan tangannya digetarkan, bagaikan kilat cepatnya dia melancarkan delapan tusukan mengancam seluruh tubuh si gadis itu. kecepatan gerakannya bagaikan meluncurnya bintang bintang dilangit kemantapannya bagaikan baja murni.
Tetapi... perduli dia menggerakan pedangnya laksana pelangi tubuh si gadis berbaju putih ltu tetap seperti melengket dengan pedangnya, dengan amat lemahnya
berkelebat mengikuti bayangan pedang tersebut.
Jangan dikata tubuhnya sekalipun menjawil ujungnya bajunyapun tak sanggup.
Dalam keadaan gusar bercampur gemas mendadak dia
menarik kembali pedangnya kemudian balik tubuhnya meninggalkan tempat itu, dia merasa dirinya sebagai seorang lelaki sejati tidaklah patut untuk menggunakan pedang menyerang seorang gadis yang memberikan perlawanan dengan tangan kosong apalagi untuk menjawil ujang bajunya musuhpun tidak sanggup, di dalam keadaan gusar cepat-cepat meninggalkan tempat itu
Agaknya hal ini berada diluar dugaan nona berbaju putih itu, teriaknya, "Hay, cepat kau kembali! aku ada perkataan yang mau kusampaikan kepadamu!"
"Hmmm, ada perkataan apa lagi yang bisa dikatakan" aku tidak sanggup mengalahkan dirimu apakah aku tidak boleh mengalah"'
"Lalu apakah sudah kalah harus pergi?"
"Kau bermaksud hendak melakukan apa lagi terbadap diriku?"
Tan Kia-beng dengan amat gusarnya membalikkan
badannya kemudian meloroti gadis itu.
"Hiii.... hii.... kau sungguh menyenangkan sekali...."
Tiba-tiba, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun kakek tua berjubah hitam itu sudah munculkan dirinya dihadapan mereka.
"Cian dje kau sedang guyon dengan siapa?" tanyanya dengan suara berat,
Tetapi begitu dilihatnya Tan Kia-beng berdiri disana mendadak dari sepasang matanya memancarkan sinar hijau yang membuat banyak orang terasa bergidik.
Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat, dengan tubuh gemetar dia mundur satu langkah ke belakang
Sewaktu si gadis berbaju putih itu melihat si orang tua berbaju hitam secara tiba-tiba sudah munculkan dirinya disana tak kuasa lagi air mukanya berubah amat hebat sambil menuding ke arah Kia-beng serunya, "Bangsat ini memaki aku sebagai gadis jelek, bahkan baru saja menggunakan pedangnya menusuk aku"
"Hmmm, benarkah?" dengus kakek tua berjubah hitam itu dengan amat dinginnya.
Sinar matanya dengan amat teliti memperhatikan ujung kepala Tan Kia-beng sampaikan pada ujung kakinya, air mukanya yang amat dingin kaku itu secara tiba-tiba terlintas suatu senyuman yang amat tawar sekali
Juga hati Tan Kia-beng merasa sangat tidak puas pikirnya;
"Nona ini kenapa berbohong di depan dia orang tua" kapan aku pernah memaki dia sebagai gadis jelek?"
Mendadak dia teringat kembali peristiwa dimana Mauw lng Suthay sekalipun pernah mengungkat seorang siluman perempuan, pikirannya dengan cepat berputar.
"Hah kau adalah siluman perempuan?" serunya tanpa terasa,
Gadis cantik berbaju putih yang secara mendadak
mendapat makian, semula dibuat tertegun kemudian dengan amat gusarnya membentak.
"Kau berani maki aku?"
Tubuhnya dengan cepat melayang ke depan kirim satu tamparan ke atas wajah Tan Kia-beng membuat pipinya menjadi merah.
Gerakannya ini dilakukan amat cepat sekali bagaikan hembusan angin berlalu belum sempat Tan Kia-beng melibat gerakanrya tahu-tahu pipinya sudah diperseni satu gaplekan keras.
Walaupun tamparannya kali ini menimbulkan suara yang amat nyaring tetapi rasa sekali tidak terasa sakit bahkan terasa amat empuk dan halus.
Tan Kia-beng yang merupakan seorang bersifat sombong mana mau menerima hinaan seperti ini, dia membentak keras pedang panjangnya dengan disertai serenteran bunga bunga pedang yang amat banyak membabat ke arah pinggangnya, serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar sudah tentu kekuatannya amat hebat.
Mendadak.... terasa segulung angin berkelebat terasalah olehnya pergelangan tangannya sudah dicengkeram kencang oleh kakek tua berjubah hitam itu. ujarnya berulang kali.
"Sudah.... sudahlah, jangan ribut lagi, aku mau tanya padamu siapa suhumu?"
Nada suaranya amat ramah dan halus jauh berbeda sekali de
Pendekar Setia 8 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama