Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 8
erunya cepat. "Bilamana Cungcu menolak kedudukan ini maka menurut pendapatku lebih baik Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay saja yang menerima kedudukan ini" seru si Pendekar Satu Jari kemudian sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendadak si Han Thian Put Tiauw melayang keluar dari antara gerombolan para jago, serunya dengan suara yang amat seram, "Perduli siapa saja yang ingin menduduki sebagai pucuk pimpinan, dia harus terima dulu dua jurus serangan pinto."
"Heee.... heee.... sangat beralasan, loohupun setuju dengan cara ini," sambung Ku Ling Shia Sin pula sambil tertawa seram.
Dengan munculnya kedua orang manusia aneh ini maka suasana menjadi semakin gaduh, tidak terasa para jago mulai berunding sendiri dengan amat ramainya.
Bok Thian-hong yang melihat suasana dirusak oleh
munculnya kedua orang manusia aneh itu dalam hati merasa rada jengkel. dia tahu bilamana hendak menggertak para jago satu satunya jalan adalah kuasahi dulu kedua orang manusia aneh itu.
Karenanya dengan langkah perlahan dia maju ketengan lapangan kemudian menjura ke arah Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay.
"Kalau memangnya kedua orang itu berkata demikian, maka persilahkan thaysu untuk tunjukkan beberapa jurus kepandaian!"
"Omintohud! orang beribadat cuma tahunya
bersembahyang saja selamanya paling pantang ikut campur di dalam perebutan nama kosong," tolak Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay sambil merangkap tangannya menjura.
"Tahysu terlalu memuji?" seru Bok Thian-hong sambil tertawa.
Dengan perlahan dia lantas menoleh ke arah Han Thian Poa Tiauw.
"Berkumpulnya para jago malam ini tujuannya adalah hendak menghadapi Si Penjagal Selaksa Li" ujarnya sambil menjura. "Kenapa Totoiang selalu menghalangi maksud para jago untuk mengangkat Ci Si Sangjien sebagai pemimpin?"
"Hee.... heee.... apa itu pemimpin, pemimpin tidak lebih cuma ingin merebut nama kosong." ejek Han Thian Put Tiauw sambil tertawa dingin. "Pinto merasa paling tidak betah melihat cara cara tersebut, bilamana ingin benar-benar menjagoi seluruh kepandaian silat yang dimiliki"
Bok Thian-hong yang mendengar nada suaranya penuh sindiran wajahnya segera menyengir kejam tetapi sebentar kemudian sudah tersenyum kembali.
"Perkataan dari Tootiang terlalu berlebih lebihan"
bantahnya, "Coba bayangkan aku orang she Bok tidak lebih cuma seorang kuli sila yang kasar, mana ada niat untuk menjagoi seluruh Bulim.... tetapi bilamana Tootiang benar-benar bermaksud hendak turun tangan cayhe pun terpaksa harus melayaninya beberapa jurus."
"Heee.... hee.... begitulah baru mirip seorang lelaki jantan terimalah seranganku!"
Begitu selesai berkata lima jarinya laksana jepitan besi dengan dahsyatnya berubah jadi berpuluh puluh bayangan telapak bersama-sama mencengkeram dada pihak lawannya.
Siluman tua ini berkepandaian amat tinggi dan aneh sekali, para jago yang melihat datangnya serangan tersebut pada merasa kuatir buat keselamatan dari Bok Thian-hong Thay Gak cungcu ini pada biasanya jarang sekali munculkan diri dan perlihatkan kepandaian silatnya sehingga boleh dikata jarang sekali ada orang yang mengetahui seberapa tinggi kepandaian yang dimilikinya.
Kini melihat dia hendak bergebrak dengan Han Thian Put Tiauw tidak terasa lagi para jago yang hadir disana pada pentangkan matanya lebar-lebar untuk memperhatikan situasi di tengah kalangan.
Bok Thian-hong masih tetap berdiri tak bergerak di tengah kalangan menanti serangan dari Han Thian Put Tiauw hampir mengenai dadanya mendadak dia menarik dadanya ke
belakang telapaknya dengan sedikit memabas menghajar ke arah depan.
Pada mulanya serangan itu tidak kelihatan adanya
kedahsyatan apa apa tetapi sewaktu serangan mencapai di tengah jalan mendadak laksana beribu ribu buah bayangan telapak berasama-sama membacok ke atas kepalanya.
Han Thian Put Tiauw segera mendengus dingin sepasang telapak tangannya berputar satu lingkaran lalu dengan disertai dengungan yang amat keras membabat ke arah depan.
Seketika itu juga terasalah segulung angin pukulan yang amat dahsyat bagaikan putaran roda menggulung ke depan dengan diselingi suara desiran yang memekikkan telinga.
"Braaak!" suara ledakan yang amat keras segera memenuhi angkasa sehingga menimbulkan pusaran yang amat keras, sambil mendengus berat Han Thian Put Tiauw terpukul mundur tiga empat langkah ke belakang dengan
sempoyongan. Sebaliknya Bok Thian-hong sendiri sama sekali tidak bergeming, dengan kejadian ini seketika itu juga membuat sifat buas dari Han Thian PUt Tiauw berkobar kembali.
Dengan gusarnya dia bersuit panjang bagaikan seekor burung elang tubuhnya dengan dahsyat menubruk ke depan hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan dua belas serangan sekaligus.
Air muka Bok Thian-hong berubah sangat, bentaknya dengan nyaring, "Bajingan yang tidak tahu diri, bilamana aku tidak kasi sedikit hajaran kepadamu, kau pasti akan menganggap aku orang she Bok tidak becus!"
Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah tubuhnya dengan disertai hawa pukulan yang amat keras menerjang masuk ke dalam lingkungan bayangan telapak yang mamenuhi angkasa.
Beberapa saat kemudian mereka bergumul jadi satu lalu pada berpisah, terdengar Bok Thian-hong tertawa terbahak sambil menjura. "Maaf.... maaf...." serunya.
Sewaktu melihat pula ke arah Han Thian Put Tiauw, terlihatlah beberapa utas rambutnya yang berwarna abu abu sudah pada rontok, wajahnya amat seram sedang dari mulutnya muntahkan darah segar tiada hentinya.
Setelah melototi Bok Thian-hong beberapa saat lamanya dengan tubuh sempoyongan dia lantas berlari dari sana, hanya di dalam sekejap mata sudah lenyap dari pandangan.
Ku Ling Shia Sin yang melihat kejadian itu segera tertawa dingin, "Hee.... hee.... tindakanmu ternyata sangat kejam, biarlah loohu menjajal beberapa jurus kepandaian silatmu!"
Telapak tangannya dengan cepat diayunkan ke depan, dengan tanpa berpikir panjang dia sudah melancarkan kedelapan belas pukulan ke arah depan membuat suasana di sekeliling tempat itu jadi tegang.
Bok Thian-hong sungguh sungguh tidak malu sebagai seorang jago nomor wahid, walaupun menghadapi serangan yang boleh dibilang kalap ini dia tidak menjadi gugup Tidak perduli Shia Sin melancarian serangan yang
bagaimana dahsyat serta gencar dia cukup gerakan badannya saja sudah berhasil punahkan serangan itu, hal ini seketika itu juga membuat Shia Sin jadi semakin gusar.
Hanya di dalam sekejap saja mereka sudah bertempur puluhan jurus banyaknya tanpa bisa ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Bok Thian-hong yang kepingin cepat-cepat menyelesaikan pertempuran ini mendadak dari kedudukan berjaga berubah menjadi kedudukan menyerang.
Sepasang telapak tangannya dengan tiada hentinya
berkelebat membabat kesana menyambar kemari, ketika itu juga angin topan datang sedang tubuh Shia Sin terbungkus di dalam bayangan telapak yang mengaburkan mata itu.
Ku Ling Shia Sin hanya merasakan sekeliling tempat itu sudah berubah menjadi tempat mereka yang amat menyiksa
diri badannya, sepasang telapak tangan musuh bagaikan ular saja tiada hentinya mengancam seluruh jalan darah ditubuhnya.
Hatinya benar-benar amat terperanjat, inilah pertempuran sengit yang ditemuinya untuk pertama kali sejak terjunkan diri ke dalam dunia kangouw
Sambil menggigit kencang bibirnya berturut turut dia melancarkan tiga pukulan sekaligus ke arah depan menghajar dada pihak lawan.
Tetapi begitu tangannya bergerak segera terasalah segulung angin berhawa dingin sudah melanda datang.
"Braaak! di tengah suara ledakan yang memekikkan telinga serta tiupan angin kencang yang menyebabkan pasir dan debu pada beterbangan, dengan wajah yang berubah pucat pasi bagaikan mayat Ku Ling Shia Sin mengundurkan diri satu kaki ke belakang.
Setelah itu dengan disertai suara suitan aneh yang menyeramkan dia meloncat ke depan dan kabur dari atas puncak dengan terburu-buru.
Hal ini jelas menunjukkan kalau di dalam bentrokan yang terakhir dia sudah menerima kerugian.
Bok Thian-hong yang berturut turut berhasil mengalahkan dua orang iblis sakti dari dunia kangouw benar-benar membuat para jago lainnya jadi amat terkejut, saat itulah semua orang baru sadar kalau Thay Gak Cungcu sebenarnya adalah seorang jagoan yang benar-benar memiliki kepandaian silat yang amat tinggi sehingga sukar diukur.
Tan Kia-beng yang secara sembunyi sembunyi
memperhatikan gerakan ilmu silatnya lantas merasakan kalau
gerakannya amat li**ik ganas, telengas dan kejam bahkan hampir mendekati ilmu silat aliran Teh-leng-bun, cuma saja dia tidak mengetahui dengan pasti ilmu silat berasal dari aliran mana yang dia gunakan.
Saat ini Bok Thian-hong seperti tidak pernah terjadi urusan segera menjura kepada ketujuh orang Ciangbunjin dari tujuh partai besar
"Untung cayhe tidak sampai kehilangan nyawa dan memaksa kedua orang kawan untuk melarikan diri" ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak. Sekarang harap Ci Si Sangjien suka munculkan diri untuk memimpin urusan ini. Waktu sudah tidak pagi lagi!"
"Omintohud! kepandaian silat Cungcu amat dahsyat dan dapat digunakan untuk menguasai keadaan, seharusnya kau sendirilah yang memimpin pekerjaan besar ini guna bersama-sama membasmi kaum laknat dari Bulim."
"Soal ini.... soal ini mana boleh jadi seru Bok Thian-hong sambil gelengkan kepalanya berulang kali!
"Soal ini adalah tugas penting, buat apa kau terus menerus menolak" tegur Lei Hun Hwee cu yang ada disampingnya secara tiba-tiba.
"Kalau memang begitu terpaksa cayhe menerimanya dengan hati berat sahut Bok Thian-hong kemudian dengan wajah keberatan.
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian baru teriaknya kembali.
"Kalau memangnya saudara saudara bermaksud demikian terpaksa akan cayhe lakukan juga, demi lancarnya pekerjaan dikemudian hari maka sabagai bengcu aku akan mengeluarkan
sebuah panji perintah sebagai tanda kepercayaan, dimana saja panji tersebut muncul maka sama saja dengan mendapat perintah dari perserikatan harap saudara saudara suka menurut dan bersama-sama membasmi kaum iblis dari muka bumi."
Sehabis berkata dia lantas menoleh dan perintahnya.
"Sediakan meja sembahyang dan panji persekutuan!" kedua belas bocah pelenyap hujan segera bersama-sama menyahut dan dengan cepatnya menyediakan meja sembahyangan dan mengambil keluar sebuah panji segitiga berwarna merah dan kuning diletakkan di tengah-tengah meja sembahyangan.
Disamping itu tersedia pula sebuah kitab serta alat tulis menulis, agaknya sejak semula mereka sudah sediakan janji sumpah dan tempat kosong untuk tanda tangan.
Para jago yang cuma ingin melenyapkan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong dari muka bumi ternyata sudah menerima usul tersebut tanpa memikirkan akibat lainnya.
Segera terlihatlah beberapa orang sudah mulai maju ke depan sambil berkata, "Urusan ini memang ada seharusnya diatur secara begini, dengan demikian iblis tua itu bisa dibasmi lenyap.
Dengan tanpa pikir panjang lagi mereka mulai angkat pit dan menulis namanya di atas kitab yang sudah disediakan.
Haruslah diketahui jikalau seseorang telah menuliskan namanya di atas kitab itu maka untuk selamanya dimana panji itu masih berlaku baik dirinya tunduk terus untuk selamanya, padahal orang yang hadir di sini kebanyakan merupakan jago-jago Bulim yang mempunyai nama serta kedudukan yang sangat terkenal di dunia persilatan, bukankah hal ini sangat berbahaya sekali"
Walaupun saat ini sudah ada beberapa orang yang
menuliskan namanya di atas kitab tetapi sisanya masih saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, apalagi tujuh partai besar yang kebanyakan ciangbunjin
ciangbunjinnya merupakan jago-jago kawakan yang punya pengalamanan luas, bagaimana mereka suka mengambil keputusan dengan begitu mudah"
Mendadak terlihatlah Leng Hong Tootiang maju ke depan, ujarnya sambil menuding ke arah panji persekutuan tersebut,
"Kalau memangnya sudah setuju kenapa harus menggunakan barang itu" kalau memangnya ada urusan boleh kau gunakan secarik kertas saja sebagai pemberitahukan masing-masing partai pasti akan kirim orang cepat. apalagi persekutuan inipun bersifat sementara, benar apa pakai segala macam perbuatan yang tak berguna?"
"Haa.... haaa.... betul siasat mengelabuhi lautan yang kau gunakan memang sangat lihay, cayhe benar-benar merasa kagum," sambung San Liem Ci Cu pula sambil tertawa terbahak-bahak.
Terdengar perkataan tersebut air muka Bok Thian-hong segera berubah sangat hebat, dia tertawa dingin tiada hentinya.
"She heng kenapa bicara demikian?" teriaknya gusar.
"Perbuatan dari aku she Bok adalah bertujuan demi keselamatan dari semua partai, apalagi begitu ini adalah hasil pilihan semua orang bilamana sauara tidak puas kenapa tidak coba rebut kedudukan sebagai Beng cu ini?"
Setelah disadarkan kembali oleh perkataan orang tujuh partai ini tidak bisa ditahan lagi dari antara para jago mulai terjadi perdebatan yang sengit, ada yang setuju tanda tangan ada pula yang merasa hal ini tersebut tidak ada gunanya.
---0-dewi-0--- Bok Thian-hong yang melihat rencana yang disusun masak masak sewaktu hendak mencapai keberhasilan mendadak kacau di tengah jalan air mukanya segera berubah jadi amat seram, mendadak dia dongakkan kepalanya ke atas dari sepasang matanya memancarkan sinar buas yang
menyeramkan. Baru saja dia mengatakan sesuatu....
Sekonyong konyong....
Dari jarak kejauhan berkumandang datang suara suitan panjang yang keras dan menyeramkan.
Tan Kia-beng yang merasa sangat mengenal dengan suara suitan tersebut dalam hati merasa rada bergerak. sinar matanya dengan cepat berputar memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Tampaklah dari tempat kejauhan berkelebat mendatang sesosok bayangan hitam yang melayang datang dengan kecepatan bagaikan tiupan angin berlalu.
Para jago di atas puncak gunung itu sewaktu mendengar munculnya suara suitan secara tiba-tiba pada melengak dibuatnya, menanti mereka sadar kembali bayangan hitam itu sudah muncul di atas puncak gunung dan orang itu bukan lain adalah musuh bebuyutan dari partai jago Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong adanya.
Tampak sepasang matanya melotot lebar-lebar dan
memandang sinar yang amat tajam, rambut serta jenggotnya pada berdiri dengan seramnya, sambil menuding ke arah Bok Thian-hong bentaknya keras, "Bajingan tua! bagus sekali perbuatanmu!"
Sreet....! dengan disertai suara desiran yang amat tajam dia melacarkan satu pukulan laksana gunung Thay-san
menggulung dari tengah udara menuju ke arah bawah.
Bok Thian-hong yang melihat munculnya dia disana sejak semula sudah mengadakan persiapan, kakinya dengan cepat berkelebat menyingkir sejauh lima depa untuk menghindarkan diri dari datangnya pukulan tersebut.
"Braaakk....! dengan disertai suara ledakan yang amat keras tanah di tempat mana dia berpijak segera terhantam satu liang yang amat besar.
Para jago dari dunia persilatan sudah merasa amat benci sekali terhadap Hu Hong terutama orang-orang dari tujuh partai besar kini melihat munculnya dia disana segera pada gigit kencang bibir masing-masing.
Suara bentakan memenuhi angkasa, para jago sambil mencabut keluar senjata tajamnya masing-masing bagaikan titiran air hujan pada menerjang ke arah tubuhnya.
Hu Hong yang lagi marah melihat datangnya serangan yang membuta itu semakin gusar sekali, sepasang telapak tangannya berputar amat cepat mengirim tiga pukulan ke depan untuk memunahkan datangnya serangan tersebut.
Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kalian biar aku hancurkan dulu bajingan berfitnah ini setelah itu urusan baru kita bicarakan lagi, teriaknya keras.
Tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan, apalagi ketiga pukulannya tadipun dilancarkan dengan menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya, seketika itu juga membuat para jago terpukul mundur ke belakang,
Tetapi para jago yang lagi diliputi oleh kemarahan ini mana mau mendengar perkataannya, setelah mundur kembali mereka menerjang ke depan seketika itu juga empat arah delapan penjuru sudah dipenuhi dengan sambaran angin pukulan yang menyesakkan napas.
Sifat Hu Hong sendiri sebenarnya adalah berangasan dan sombong, semula dia memang lagi kheki, kini melihat para jago mendesak terus tiada hentinya membuat hawa
amarahnya semakin berkobar.
Di tengah suara bentakan yang amat keras berturut turut dia melancarkan beberapa kali pukulan ke depan, diantara berputarnya tubuh dengan gencarnya dia melancarkan sembilan kali tendangan dahsyat.
Suara jeritan ngeri memenuhi angkasa, tampaklah ada beberapa orang jago yang terkena hajarannya sehingga roboh tak berkutik di atas tanah.
Begitu di tengah kalangan tubuh terdapat orang yang mati dan terluka, suasana makin menegang lagi, para jago yang mengetahui dirinyapun semakin gusar lagi dibuatnya.
Kepalan, senjata tajam, telapak berkelebat bagaikan curahan hujan, dengan nekadnya mereka menerjang terus ke depan membuat pertempuran itu berubah semakin sengit lagi.
Tan Kia-beng yang bersembunyi dibalik batu merasakan hatinya amat kacau, dia merasa para jago yang mencabut dirinya sebagai jagoan Bulim dan pimpinan partai tidak lebih adalah manusia manusia kerdil yang berpikiran licik, sedikit bergerak lantas turun tangan dan mencari kemenangan andalkan jumlah banyak.
Dia merasa gemas mereka mereka ini tidak mau berpikir dengan menggunakan otaknya, hal ini membuat
pandangannya terhadap Hu Hong segera berubah seratus delapan puluh derajat.
Pemuda ini merasa walaupun sifat Hu Hong amat aneh, berangasan dan sombong tetapi merupakan seorang manusia yang patut dihargai dan diajak untuk berteman.
Kini melihat dia dikerubuti oleh begitu banyak jago dalam hati merasa rada jengkel juga, tidak perduli dipandang dari sudut sesama perguruan Teh-leng-bun maupun memandang dari sudut keadilan, mau tidak mau dia harus turun tangan juga untuk memberi bantuan.
Sewaktu dia berpikir keras dengan ragu ragunya itulah mendadak matanya dapat melihat Thay Gak Cungcu sambil bergendong tangan sedang berdiri disamping menonton jalannya pertempuran itu dengan amat tenang.
Dalam hati dia merasa amat gusar mendadak tubuhnya bergerak siap meloncat keluar.
Tetapi dengan cepat teringat kembali akan penyamaran dirinya, seorang lelaki sejati tidak akan bersembunyi sembunyi di dalam melakukan pekerjaannya karena itu dengan tergesa gesa dia melepaskan pakaian butut serta menghapus penyamarannya setelah itu barulah sambil enjotkan badannya ke depan bentaknya keras.
Bok Thian-hong, bagus sekali perbuatanmu
Begitu tubuhnya melayang datang, bagaikan kilat cepatnya lantas menerjang ke depan tubuh Thay Gak Cungcu dan kirim satu pukulan dahsyat menghajar kepalanya.
Mendadak.... Sinar pedang menyilaukan mata, kedua belas bocah
pelenyap hujan dengan masing-masing mencekal sebilah pedang pendek menyambut kedatangannya.
Angin pukulan yang amat dahsyat itu begitu terkena kebutan angin pedang dari kedua belas bocah tersebut segera jadi punah tak berbekas, diikuti berdesirnya angin tajam, sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan hawa pedang yang menyeramkan.
Tan Kia-beng yang tubuhnya masih ada di tengah udara dengan cepatnya menarik hawa murninya panjang panjang, tubuhnya bergelinding ke samping lalu meloncat berdiri kembali.
Di tengah suara bentakannya yang amat keras sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan
melancarkan pukulan dahsyat.
Segulung angin pukulan laksana menderunya angin topan serta menggulungnya ombak di tengah samudra meluncur ke arah depan.
Walaupun kedua belas bocah pelenyap hujan itu sudah mendapatkan latihan yang amat lama tetapi selamanya belum pernah menemui angin pukulan yang demikian dahsyatnya.
Dalam keadaan terkejut mereka masing-masing memutar pedang pendeknya membentuk bayangan tajam lalu bersama-sama mengundurkan diri ke arah belakang.
Dengan mengambil kesempatan yang luang itulah Tan Kia-beng bersuit panjang, tubuhnya maju menyerang ke depan telapak serta kakinya hanya di dalam sekejap saja sudah melancarkan sembilan pukulan serta tujuh tendangan sekaligus.
Hanya di dalam sekejap saja angin pukulan menyambar menderu deru, kedua belas bocah itu dihajar kocar kacir tidak keruan dan masing-masing pada menyingkir serabutan.
Tetapi pada saat itulah mendadak terdengar suara yang amat gaduh sekali dari suara para jago yang hadir disana....
Awas.... anakan iblis itu sudah tiba, cepat maju.... malam ini jangan biarkan dia melarikan diri kembali.
Sreet.... sreeet.... berturut turut sudah meloncat datang puluhan sosok bayangan manusia yang tanpa mengucapkan sepatah katapun segera menyerang ke arahnya dengan gencar.
Jelas incaran orang-orang itu jauh lebih tertarik kepada Tan Kia-beng dari pada si Penjagal Selaksa Li, karena tujuan mereka selain membalas dendam masih ada satu tujuan yang lain yaitu memperebutkan pedang pusaka miliknya.
Karena itu walaupun jumlah orang yang mengerubuti dirinya tidak begitu banyak juga jika dibandingkan dengan orang-orang yang mengerubuti Si Penjagal Selaksa Li, tapi masing-masing memiliki kepandaian silat yang amat tinggi dan merupakan jago-jago kelas satu.
Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong yang melihat begitu Tan Kia-beng munculkan dirinya ke dalam kalangan ternyata sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap jago-jago berkepandaian tinggi yang mengerubuti dirinya dalam hari merasa sangat terperanjat pikirnya, "Hmm! bangsat cilik ini bilamana tidak dihasut malam ini juga, lain waktu akan jauh lebih menakutkan dari pada Si Penjagal Selaksa Li ini"
Berpikir sampai disitu nafsu untuk membunuh segera bermunculan dihatinya, diam-diam dia lalu kirim satu kerdipan mata kepada Lie Hun Hwee cu.
Lei Hun Hwee cu mengangguk, dari tangan seorang budak dia menerima sebuah sangkar dan melepaskan dua ekor burung merpati berwarna putih yang amat kuat ke arah sebelah Timur.
Cuma sayang burung merpati itu sewaktu melewati sebuah lembah sudah dipukul jatuh oleh seorang manusia aneh, soal ini sementara tidak kita ungkap dulu.
---0-dewi-0--- Mari kita balik pada Si Penjagal Selaksa Li yang kena dikeroyok oleh para jagoan Bulim, dalam hati dia merasa khe ki bercampur cemas, sehingga tanpa terasa sifatnya yang buas muncul kembali.
Pukulan yang dilancarakan pun semakin ganas, laksana menggulungnya ombak di samudra berturut turut dia melukai puluhan orang kembali.
Tetapi para jago yang mengerubuti dirinya saat ini adalah jago-jago kelas satu dari partai partai besar, mana mungkin mereka bisa dilukai dengan amat mudah.
Dengan ganas dan serunya masing-masing pihak kembali bertempur sebanyak dua ratus jurus, lama kelamaan Hu Hong merasakan tenaganya mulai berkurang untung saja waktu itu Tan Kia-beng munculkan dirinya sehingga dia sudah kekurangan beberapa orang musuh tangguh.
Dengan rasa terharu dia lantas melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng, teriaknya dengan keras.
"Saudara cilik, terhadap manusia manusia yang tidak pakai aturan ini kita tidak musah sungkan sungkan, gunakan saja senjata tajam dan tidak perlu mengasihani mereka lagi."
Dia tahu di dalam tubuh Tan Kia-beng ada tersimpan pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam serta seruling Pek Giok Siauw karenanya sengaja dia berteriak untuk memberi peringatan.
Tan Kia-beng mengerti maksud hatinya, dia lalu tertawa panjang.
"Haaa.... sekarang masih tak berguna sampai saatnya aku pasti akan suruh mereka merasakan kepandaianku"
Para jago-jago yang mengerubuti si Penjagal Selaksa Li, saat ini kebanyakan merupakan jago-jago dari tujuh partai besar sedang orang-orang yang bertempur melawan Tan Kia-beng kecuali kedua belas bocah pelenyap hujan masih ada pula jago-jago dari kalangan Hek-to maupun Pek-to atau dengan perkataan lain seluruh jago yang hadir di tempat sudah pada turun tangan semua kecuali Thay Gak Cungcu serta Lie Hun Hwee cu sampai Ci Si Sangdjien dari Siauw-lim-pay tidak terkecuali.
Semakin bertempur Tan Kia-beng semakin marah,
mendadak dia membentak keras dengan menggunakan jurus
"Djie Ceng Tiong" dia menghajar pental dua orang bocah pelenyap hujan sehingga mencelat setinggi dua kaki dan kemudian jatuh di atas batu cadas sehingga binasa seketika itu juga.
Dengan mengambil kesempatan luang ini badannya dengan buru-buru meloncat ke atas kemudian menerjang ke arah Si Penjagal Selaksa Li.
Thay su!" teriaknya kepada Ci Si Sang djien dari Siauw-lim-pay sambil tertawa dingin. "Kau adalah seorang ciangbundjien dari satu partai besar, bagaimana terhadap omongan orangpun begitu gampang percaya kenapa kalian tanpa tanya
jelas dulu persoalannya sudah turun tangan main kerubut"
heee.... heee.... sungguh sayang nama suci dari Siauw-lim-pay selama ratusan tahun ini harus hancur di tanganmu!"
Ci Si Sangdjien yang dimaki Tan Kia-beng seketika itu juga air mukanya berubah memerah, dengan suara yang perlahan dia memuji keagungan Buddha lalu mengundurkan dirinya ke belakang disusul Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay pun sambil menghela napas panjang menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke belakang.
Walaupun mereka berdua sudah mengundurkan diri dari kalangan pertempuran tetapi jago-jago lainnya masih tetap berteriak kalap, dengan tanpa pikirkan nyawanya sendiri dengan ganasnya menerjang terus ke depan.
Hawa pedang berkelebat memenuhi angkasa, angin
pukulan menderu deru memekikkan telinga, segulung demi segulung semakin ganas menekan ketubuhnya, sehingga akhirnya berat laksana tindihan gunung Thay-san.
Walaupun tenaga dalam yang dimiliki oleh Si Penjagal Selaksa Li dan Tan Kia-beng sangat lihay, tetapi terhadap kerubutan yang membabi buta ini akhirnya dibuat rada kewalahan juga.
Demikianlah sesudah bertempur salama dua jam lamanya di atas kening mereka berdua mulai dibasahi oleh keringat.
Sedang orang-orang yang main kerubutan sudah ada
separuh bagian yang mati atau terluka, tetapi orang yang sudah benar-benar diliputi oleh dendam serta rasa benci itu tak dapat menguasahi dirinya kembali, semakin bertempur semakin nekad sehingga akhirnya mulai mengeluarkan jurus jurus yang mengajak gugur bersama.
Si Penjagal Selaksa Li yang berhati keras dan ganaspun lama kelamaan mulai keder juga dibuatnya. Sreet! dengan gencarnya dia pukul getar dua bilah pedang yang menyambut dari belakang tubuhnya lalu sambil meloncat ke atas udara bentaknya keras, "Saudara cilik! kita bubaran...."
"Hee.... hee.... heee.... kalian kira malam ini bisa lari?" seru Kwan Tiong It Khei sambil tertawa dingin.
Sepasang telapak tangannya berputar setengah lingkaran, bagaikan putaran roda dengan menembus angkasa membabat ke depan.
Melihat datangnya serangan tersebut Si Penjagal Selaksa Li segera melototkan matanya lebar-lebar.
"Apakah kau cuma mengandalkan sedikit kepandaian ini saja?" bentaknya keras.
"Sreet....!" dengan dahsyatnya dia kirim satu tonjokan ke arah depan.
Dengan menimbulkan suara yang keras diselingi suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Kwan Tiong It Khei terpukul pental sejauh satu kaki lebih dan rubuh ke atas tanah.
Sedang Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong sendiripun tak kuasa mundur dia langkah ke belakang.
Pada saat saat yang amat kritis itulah sinar pedang sudah berkelebat datang, pedang panjang Cing Yang Cu serta Im Yang-cu dari kiri dan kanan menggencet datang, sedangkan totokan jari tangan dari si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dengan dahsyatnya mengancam jalan darah "I* Liang" dan Hong Wie dua tempat.
Si Penjagal Selaksa Li segera mendengus dingin, tubuhnya berputar laksana roda kereta, dengan cepat dia berhasil menghindarkan diri dari totokan atas jalan darah kematiannya, sepasang telapaknya berturut turut dibabat ke depan menggetarkan datangnya serangan pedang yang menggencet dari kiri serta kanan itu.
Tetapi keadaan tetap terlambat satu tindak, pundaknya sudah terkena sapuan dari jari tangan si Pendekar Satu Jari sehingga bajunya robek dan kulit badannya terluka sepanjang lima cun.
selama hidupnya belum pernah dia menerima kerugian semacam ini, saking khe kinya dia lantas meloncat tinggi ke atas, rambut putih pada berdiri sedang jenggotnya bergoyang tiada hentinya.
Di tengah suara auman yang amat keras telapak maupun kakinya berturut turut melancarkan serangan serangan gencar.
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan belas pukulan dan dua belas sapuan.
Serangan yang dilakukan di dalam keadaan gusar dan menggunakan seluruh tenaga yang dimiliki ini benar-benar amat dahsyat sekali.
Suara jeritan ngeri kembali bergema memenuhi angkasa, tubuh Cing Yang Cu terkena sapuan kakinya sehingga berguling ke arah bawah gunung dengan cepatnya.
Dengan menggunakan saat sewaktu para jago yang
mengerubuti dirinya pada mengundurkan diri mencari keselamatan itulah dia meloncat setinggi tujuh delapan kaki kemudian teriaknya.
"Saudara cilik, kita bubaran dulu"
Dengan disertai suara desiran yang keras bagaikan seekor burung elang dengan cepatnya meluncur ke arah bawah gunung.
Sewaktu untuk pertama kalinya Si Penjagal Selaksa Lie berteriak untuk bubaran Tan Kia-beng pun sudah merasa bahwa waktu itu lebih baik bubaran untuk sementara karena sekalipun memperoleh kemenangan tetapi orang yang membunuhpun pasti banyak jumlahnya.
Oleh karenanya setelah mendengar suara teriakan dari Si Penjagal Selaksa Li dia lantas menyahut.
"Kau pergilah terlebih dahulu, aku akan memotong dari belakang!"
Karena tanya jawab inilah menyebabkan perhatian dari para pengeroyok tersebut.
"Awas....! bang cilik ini bersiap-siap mau molos" teriak mereka dengan keras "Kepung biar rapat jangan kasih lolos hajar sampai mati anakan iblis ini!"
Angin pukulan menyambar semakin kencang hawa pedang sinar golok berkelebatan menyilaukan mata hampir hampir boleh dikata mereka sudah serahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk menghajar pemuda tersebut.
Hal yang merugikan dari Tan Kia-beng daripada Si Penjagal Selaksa Li adalah dia tidak ingin melukai orang sering sekali kesempatannya untuk melukai seorang musuh hdibuang dengan begitu saja tanpa tidak mencari hasil.
Saat ini melihat orang yang mengepung dirinya semakin lama semakin merapat hatinya mulai merasa rada tidak
sabaran lagi, mendadak dengan dinginnya dia tertawa panjang.
"Haa.... haa.... haa.... karena di dalam urusan ini ada sedikit kesalah pahaman maka siauw yamu benar-benar merasa jeri terhadap kalian?" ejeknya.
Mendadak hawa murninya yang ada dipusar disalurkan keluar memenuhi seluruh tubuh, sepasang telapaknya berkelebat tiada hentinya melancarkan serangan gencar ke depan.
Laksana menggulungnya ombak di tengah amukan taupan berturut turut dia melancarkan dua puluh satu pukulan sedang kakinya melancarkan tendangan berantai sebanyak sembilan serangan.
Serangan gencarnya kali ini hampir hampir boleh dikata menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimiliki, tenaga pukulannya sebentar keras sebentar melunak, di dalam waktu yang bersamaan dia menggunakan dua macam hawa pukulan yang berbeda untuk mendesak musuh muushnya.
Hanya di dalam sekejap saja tenaga amukan angin pukulan melanda memenuhi angkasa hawa dingin menyambar
nyambar memerikan muka.
Dua orang jagoan berkepandaian tinggi dari Khong tong pay yang baru saja melancarkan pukulan ke depan mendadak terasa adanya segulung angin pukulan hawa dingin yang menggulung datang, dengan gugup mereka lantas balik telapaknya menangkis.
Tetapi keadaan terlambat, dadanya merasa seperti digodam dengan martil besar, darah segar tidak kuasa lagi menyembur keluar dari mulutnya, dengan diiringi suara teriakan ngeri yang
menyayatkan hati kedua orang itu mencelak setinggi satu depa jauhnya dan rubuh tak bergerak di atas tanah.
Dengan menggunakan kesempatan sewaktu para jago
dibuat tertegun itulah tiba-tiba Tan Kia-beng membentak keras, sepasang telapak tangannya membalik dan mendorong ke depan dengan sejajar dada.
Segulung angin pukulan khie kang berhawa Yang bagaikan ambruknya gunung Thay-san melanda keseluruh kalangan.
Para jago sama sekali tak menyangka kalau pemuda yang sudah bertempur lama ini tenaga pukulannya masih dahsyat, tak seorang pun diantara mereka yang berani menyambut datangnya pukulan tersebut dengan keras lawan keras.
Para pengeroyok dengan cepatnya menyingkir ke samping untuk menghindarkan diri dari datangnya pukulan itu, dengan demikian terpukullah sebuah lubang kelemahan.
Sreet....! laksana anak panah yang terlepas dari busurnya Tan Kia-beng meluncur sejajar ke depan mengikuti dimana lenyapnya bayangan tubuh Si Penjagal Selaksa Li.
Hanya di dalam beberapa kali kelebatan saja tubuhnya sudah lenyap di tengah kegelapan malam.
Suatu pertempuran yang amat serupun dengan demikian berakhir, puncak gunung Gak Lok san pun dengan perlahan pulih kembali ke dalam kesunyian yang mencekam.
Para jago pilihan dari partai partai besar Bulim yang mengerubuti dua orang "iblis tua" dan "anakan iblis" dari tiga kelompok kini tinggal sekelompok orang saja bahkan masih belum terhitung yang menderita luka luka.
Dengan wajah amat serius Ci Si Sang jien memandang ke tengah kalangan yang penuh berceceran darah serta mayat
mayat yang bergelimpangan, tidak terasa dia sudah tundukkan kepalanya membaca doa....
Ketika menolak lagi ke atas puncak, Thay Gak Cungcu itu manusia kerdil yang diangkat para jago sebagai Bengcu saat ini sudah tak berbekas dan kini cuma jago-jago dari tujuh partai besar saja yang masih tertinggal disana.
Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay yang melihat kejadian itu mendadak menghela napas panjang.
"Heei.... ada kemungkinan kita sudah kena tertipu oleh orang lain"
"Loolap pun mempunyai perasaan yang sama" sahut Ci Si Sangdjin sambil mengangguk dengan sedihnya. Karena perasaan para jago pada waktu tadi bergolak hal ini membuat Loolap tak ada kesempatan untuk menanyai lebih jelas lagi terhadap Si Penjagal Selaksa Li...."
---0-dewi-0--- JILID: 15 Padahal orang yang mengerubuti kedua orang Iblis tadi bukanlah manusia-manusia dungu, setelah mendapatkan peringatan dari Ci Si Sangjien ini segera pada merasa kalau di dalam urusan ini ada sedikit mencurigakan.
Bok Thian-hong mengundang jago-jago seluruh partai untuk sama-sama menghadapi Si Penjagal Selaksa Li, tetapi kenapa dia sendiri tidak turun tangan" persekutuan kali ini untuk menghadapi Si Penjagal Selaksa Li adalah bersifat sementara tetapi kenapa dengan mengambil kesempatan tersebut dia hendak memaksa para ciangbunjin dari setiap partai untuk menanda tangani panji persekutuan tersebut"
Kini pertempuran sudah berakhir, kenapa mereka suami istri berdua secara tiba-tiba sudah lenyap" Seharusnya sebagai seorang Bengcu yang memimpin di dalam urusan ini dapat mengatur segala galanya atau sedikit dikitnya mewakilkan kepada orang lain.
Beberapa persoalan yang mencurigakan ini segera
membuat hati setiap jago jadi ragu ragu.
Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Jin sehabis mendengar perkataan dari Leng Hong Tootiang segera mengalihkan pandangannya ke arah Loo Hu Cu dari Go-bie pay, lalu ujarnya dengan gemas bercampur sedih.
"Selama beberapa tahun ini tujuh partai besar di dalam Bulim selalu bersatu padu, tetapi sejak malam ini kami dari partai Thian cong pay akan berdiri sendiri, selamanya tidak akan ikut campur lagi di dalam perbuatan kalap dan gila yang tak memakai pikiran ini."
"Hee hee, kenapa secara tiba-tiba Ko heng berkata demikian?" sambung Loo Hu cu dengan dingin.
Si Pendekar Satu Jari segera tersenyum.
"Bilamana setiap kali tujuh partai besar dari Bulim harus melakukan perbuatan yang kasar dan berangasan menerjang kesana kemari dengan main seruduk akan kemanakan
kecemerlangan serta kewibawaan dari tujuh partai besar"
Apakah soal ini tidak akan ditertawakan oleh para jago dari kalangan Hek-to?"
"Haa, jadi maksudmu kau menaruh rasa simpatik terhadap si Iblis Tua serta anakan iblis tersebut?" ejek Loo Hu cu sambil tertawa.
"Benar atau bukan kau tak usah ikut campur, pokoknya partai Thian Cong mempunyai maksud dan tujuan dari partai Thian Cong pay sendiri."
Sehabis berkata dia lalu meloncat pergi dari sana.
Ci Si Sangjin serta Leng Ho Tootiang yang merasa menyesal pula dengan terjadinya peristiwa saat itu ketika dilihatnya Ko Cian Jien dibuat gusar sehingga berlalu, merekapun tanpa mengucapkan sepatah kata pun bersama-sama berkelebat meninggalkan puncak gunung Gak Lok san.
Sejak saat itulah tujuh partai besar dari Bulim pada berjalan sendiri sendiri sesuai dengan cara dan maksudnya sendiri sejak itu pula mereka tidak lagi bersatu padu dan bekerja sama seperti yang lalu lalu.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang molor pergi bersama-sama dengan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong, setelah berlari puluhan li jauhnya mereka baru menghentikan langkahnya dan beristirahat di atas sebuah tanah kuburan.
Dengan napas agak tersengkal sengkal dan menyeka
keringat yang membasahi keningnya Tan Kia-beng putar kepalanya bertanya, "Loocianpwee, apa kau terluka?"
"Haa haa haaa luka ringan seperti ini tak akan menggangug diriku." sahut si Penjagal Selaksa Li sambil tertawa panjang.
"Cuma saja manusia picik yang tak berguna itu sungguh menggelikan sekali!"
Padahal yang sebenarnya saat ini dia merasa hawa
murninya menemui kerugian, sedang pundaknya yang terkena sapuan jari serangan dari si Pendekar Satu Jari Ko Cian Jienpun mulai terasa agak sakit.
Tan Kia-beng sendiripun secara diam-diam menyalurkan hawa murninya mengelilingi satu kali seluruh tubuh, setelah terasa menjadi segar kembali dia baru bertanya.
"Kali ini apakah kau sudah menemukan sedikit keterangan?"
"Sejak dahulu Loohu sudah menaruh curiga kalau di dalam hal ini pasti ada orang yang mengacau secara diam-diam, cuma saja untuk sesaat tak bisa mengetahui siapakah sebenarnya orang itu, tetapi setelah loohu selidiki siang malam dengan amat teliti segera dapat loohu temui, kalau Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong walaupun diluarnya kelihatan ramah dan jujur padahal dia adalah manusia kejam dan berhati licik, ada kemungkinan dialah yang melakukan pekerjaan ini.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kali ini dia mendadak menyebar undangan kepada seluruh partai besar untuk sama-sama bersatu padu untuk
menghadapi kau serta aku walaupun tidak jelas apa maksud tujuannya tetapi dari sifatnya bisa diduga kalau perbuatannya kali ini sangat mencurigakan sekali.... Heei cuma sayang orang-orang yang menyebut dirinya sebagai kaum lurus itu ternyata tidak lebih adalah manusia manusia yang tidak pakai aturan, sungguh mambuat orang merasa jengkel!
Mendadak di dalam benak Tan Kia-beng berkelebat satu ingatan.
"Apakah kau adalah anggota dari perkumpulan Teh Leng Kauw?" tanyanya tiba-tiba.
Mendengar perkataan tersebut bagaikan terkena aliran listrik seluruh tubuh Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong tergetar amat keras dengan sedihnya dia menggelengkan kepalanya.
Tan Kia-beng jadi merasa keheranan.
"Kau bukan anggota Teh-leng-bun?" tanyanya tercengang.
"Lalu ilmu silatmu kenapa sama dengan kepandaianku" kau tidak usah menipu aku lagi aku tahu siapakah dirimu!"
"Bukannya Ie heng tidak mengakui perguruan, adalah Ie heng yang tidak berbakti sehingga sudah diusir dalam perguruan!" sahut Hu Hong sambil menghela napas panjang.
Heei.... urusan yang telah silam berlalu seperti segulung asap lebih baik tidak usah kita bicarakan lagi."
Tan Kia-beng hanya merasakan si iblis tua yang paling ditakui oleh orang-orang kangouw ini hanya di dalam sekejap saja sudah berubah menjadi seseorang yang lain, wajahnya penuh diliputi oleh rasa sedih dan murung, tidak terasa dalam hatinya timbul rasa simpatik dan terharunya.
"Lepaskan golok pembunuh dan bertobatlah kepada sang Buddha, asalkan kau sudah benar-benar tobat dan tidak ingin membunuh orang lagi maka sifatmu masih tetap merupakan seorang lelaki sejati.... waktu itu aku rela menyerahkan kedudukan Kauwcu kepadamu!"
Mendadak Hu Hong melototkan sepasang matanya lebar-lebar dan memperhatikan wajahnya tak berkedip, lama sekali dia baru mengangguk dan menghela napas panjang
gumamnya seorang diri, "Sukma Couw su ada di atas dan memberkahi seorang ahli waris buat aliran Teh-leng-bun, sekalipun mati aku orang she Hu juga akan meramkan mata!"
Sebenarnya Tan Kia-beng adalah seorang yang mudah menaruh simpatik pada orang lain, sewaktu dilihatnya dia begitu mencintai perguruan hatinya semakin menaruh simpatik kepadanya.
Dengan perlahan dia maju mendekan dan hiburnya dengan suara yang amat halus.
"Suheng, dikarenakan urusan apa kau sampai
menggusarkan suhu dan diusir dari perguruan" Dan karena soal apa pula sampai mengikat permusuhan dengan jago-jago Bulim sehingga mengakibatkan timbulnya peristiwa semacam ini" Apakah kau suka menceritakan urusan tersebut kepada sutemu?"
Hu Hong segera menepuk batu yang ada disampingnya menyuruh dia duduk.
"Sebenarnya dalam soal ini aku sudah tidak ingin membicarakannya lagi dengan orang lain" katanya Tetapi kalau memangnya kau ingin aku ceritakan juga, baiklah baiklah aku ceritakan kepadamu!"
Dia termenung berpikir sebentar, setelah itu baru sambungnya.
"Tempo hari sewaktu Ie heng masih ke dalam perguruan suhu amat memperhatikan diriku, dia sudah wariskan seluruh kepandaian silatnya kepadaku bahkan ilmu simpanannyapun sudah diturunkan kepadaku.
"Waktu itu Ie heng benar-benar merasa sangat berterima kasih sekali atas budi dari suhu sehingga terhadap ilmu silatnya itu aku berlatih semakin giat lagi
"Walaupun pada saat itu suhu berhasil mendirikan partai Teh Leng Kauw tetapi anggotanya tidak banyak, orang yang sering berkumpul dengan suhu kecuali Ie heng sendiri hanya ada sumoay saja yang merupakan putri kandung suhu pula kami bergaul dengan sangat rapat dan saling cinta mencintai.
"Heeei....! Mungkin ini nasib sial dari aku, di tengah suatu malam buta yang tak berbintang kami sudah melakukan hubungan gelap yang amat memalukan, tak tersangka tidak kemudian kejadian ini sudah diketahui oleh suhu sehingga di
dalam keadaan gusar dia lantas usir aku keluar dari perguruan dan selamanya tidak boleh balik kembali ke dalam perguruan, kepada sumoay sendiri ia paksa untuk bunuh diri agar menjaga kebersihan nama nenek moyang sebelumnya coba kau bayangkan bagaimana ngeri dan sedihnya keadaanku pada waktu itu!
Waktu itu sekalipun aku sudah diusir keluar dari perguruan tetapi dalam hati mana tega untuk mendinggalkan dia pergi"
Sekalipun ia benar-benar mau bunuh diri akupun harus melihat wajahnya untuk terakhir kali. Malam itu dengan mengambil kesempatan sewaktu suhu lagi bersemedi aku memasuki rumah kediaman suhu dan paksa sumoay untuk pergi. Demikianlah akhirnya kami berdiam diperkampungan Cui-cu-sian dan tidak mencampuri urusan lain lagi.
"Tetapi dia yang setiap hari memikirkan ayahnya dan tidak berani pergi menemui dia orang tua, akhirnya karena sakit lalu binasa meninggalkan seorang puteri yaitu Siauw Cian yang kau temui itu! Karena pukulan itulah sifatku mulai berubah, bahkan jadi kejam dan suka membunuh. Benci kepada orang lain dan alihkan seluruh cinta kasihku dari ibunya ke atas tubuh Siauw Cian.
"Kami ayah beranak berdua hidup berdampingan dan tidak ingin diganggu oleh siapapun bahkan sampai binatang pun aku merasa tidak senang.... heeei....! Sekarang aku baru tahu kalau manusia tetap manusia dia tetap harus berkumpul dengan manusia manusia lainnya!
"Sewaktu Siauw Cian mulai menginjak dewasa dia selalu saja ribut ingin berpesiar keluar akhirnya aku mendapat akal untuk membuat kereta kencana dan melatih beberapa ekor kuda jempol untuk setiap kali musim semi membawa dia menunggang kereta berpesiar satu kali ke daerah Kang Lam
"Nah.... persoalan terjadi disinilah Siauw Cian yang baru untuk pertama kali terjun ke dalam Bulim terhadap barang apapun dia merasa keheranan, apalagi membutuhkan kawan karib di dalam keadaan gusar aku lantas membenci barang-barang dan orang tersebut yang hendak memecahkan
kecintaanku, aku dengan ganasnya lantas membasmi barang-barang serta orang-orang itu"
"Kau berbuat demikian apakah tidak terlalu menyalagi perikemanusiaan....?" sela Tan Kia-beng tiba-tiba.
"Perkataanmu itu kemungkinan ada benarnya tetapi aku sudah berbuat demikian, tahun menjelang tahun Siauw Cian menginjak semakin dewasa dan dia mempunyai potongan yang amat cantik dan menarik seperti ibunya hampir-hampir boleh dikata jelmaannya, karena itu aku mencintai dan menyayangi dia jauh lebih berharga dari nyawaku sendiri, sedang dia sendiri" Bukan saja dia membutuhkan sahabat bahkan membutuhkan cinta kasih pula. Karena tekanan aku semakin besar diapun semakin menginjak dewasa"
"Perempuan harus menikah, kau jangan terlalu mementingkan dirimu sendiri!"
"Ada kemungkinan memang demikian, karena dia benar-benar berwajah sangat cantik, maka setiap tahun berpesiar tentulah memancing datangnya berbagai kerepotan, saat itu dendam yang aku ikat di dalam dunia persilatanmu semakin lama semakin mendalam bahkan boleh dikata dimana setiap kali kereta kencana tersebut lewat di sanalah pasti akan terjadi banjir darah.
"Karena itu orang-orang Bulim pada memberi gelar
"Penjagal Selaksa Li kepadaku, tetapi tidak suka mengurusi persoalan tersebut, setiap tahun aku tetap berpesiar satu kali.
"Soal ini mungkin tidak benar bukan" kacuali setiap tahun sekali berpesiar apakah kalian tidak pernah keluar lagi dari perkampungan Cui-cu-sian?"
-------------------Dahulu memang demikian setelah itu makin hari usia-siauw Cian makin menanjak, kepandaian silatnyapun sudah memperoleh warisan dari diriku, ada kalanya memang secara sembunyi sembunyi dia keluar sendiri cuma yang jelas berpesiar dengan menunggang kereta hanya sekali di dalam setahun
Saat ini Tan Kia-beng sudah berani memastikan kalau disamping kereta kencana dari si "Penjagal Selaksa Li" ini masih ada kereta kencana lainnya yang sengaja mengacau.
Karena itu dia lantas mengalihkan pembicaraan.
"Kalau begitu kereta kencana yang menyerbu ke atas gunung Siong san mengacau kuil Siau lim si serta menyerang kuil Kun Yuan Koan di atas gunung Go-bie adalah kereta kencana yang lain?" tanyanya.
Mendengar perkataan itu "si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong mendadak tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Walaupun dengan sepasang tangan aku Hu Hong sudah berlumurkan daram manusia tetapi selama orang tidak akan mengganggu aku, akupun tidak akan mengganggu orang-orang itu berulangkali mencelakai diriku.... bilamana mengijinkan pada suatu hari pasti dia terjatuh ketanganku....
heee.... hee.... aku tidak akan mengampuni dirinya."
Tiba-tiba.... Suara tertawa aneh yang amat menyeramkan
berkumandang datang dari belakang tubuhnya.
"Heee.... heee.... tidak usah lain kali malam ini saja kita selesaikan!"
Mereka berdua jadi amat terperanjat kemudian meloncat bangun dan menoleh ke belakang Hu Hong berdua benar-benar kaget karena selagi bercakap-cakap dibelakang mereka sudah kedatangan musuh tanpa terasa.
Tampaklah seorang kakek tua berjubah hitam dengan seorang anak perempuan berbaju putih yang berkerudung pula bagaikan bayangan iblis sudah melayang datang dibelakang mereka, bersamaan pula di tengah hutan berkelebat tiada hentinya bayangan hitam, jelas di tempat itupun sudah bersembunyi berpuluh puluh orang jagoan berkepandaian tinggi.
Hu Hong yang melihat munculnya si kakek tua berjubah hitam itu dalam hati merasa amat gusar sekali.
"Kiranya bajingan kerdil yang berulang kali memalsukan namaku untuk berbuat jahat adalah kau sikura kura tua!"
bentaknya. Si kakek tua berkerudung hitam itu segera
memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat seram.
"Kejayaan serta kecemerlangan nama besarmu selama beberapa tahun ini kiranya sudah lebih dari cukup, malam nanti aku sengaja datang untuk menghantarkan kau pulang kerumah nenekmu".
Setelah itu kepada Tan Kia-beng serunya, "Cepat lepaskan pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam serta seruling pualam Pek Giok Siauw kemudian serahkan kepadaku setelah itu bersumpahlah untuk mulai sekarang berbakti kepada yayamu! bilamana kau suka berbuat demikian ada
kemungkinan aku mau melepaskan satu nyawa kecilmu bilamana sedikit terlambat.... heee.... heee....
Hu Hong benar-benar amat gusar sekali dibuatnya, tanpa banyak cakap lagi telapak tangannya diangkat sejajar dada segera didorong ke depan melancarkan pukulan dahsyat.
Si kakek berkerudung hitam itu tertawa tergelak dengan amat seramnya.
"Dihari hari biasa ada kemungkinan aku suka mengalah tiga bagian kepadamu, tetapi malam ini.... hmm! hmm! jangan harap kau bisa memperlihatkan kegalakanmu lagi"
Telapak tangannya berputar satu lingkaran lalu menerima datangnya serangan pihak lawan dengan keras lawan keras.
Hu Hong yang baru saja mengalami pertempuran sengit selama satu malaman pada saat ini tenaga dalamnya sudah jauh berkurang, tubuhnya segera tergetar mundur dua langkah ke belakang karena bentrokan tersebut.
sebaliknya si kakek tua berkerudung hitam itu tetap berdiri tegak di tempat semula
"Hee.... hee.... bagaimana rasanya, ejeknya sambil tertawa bangga.
Tubuhnya kembali mendesak maju ke depan sepasang
telapak tangannya berkelebat tiada hentinya melancarkan tiga pukulan mematikan, seketika itu juga tenaga pukulan laksana menggulungnya ombak serta angin taupan yang melanda gunung menyambar nyambar seluruh angkasa.
Hu Hong benar-benar dibuat gusar oleh perbuatan
musuhnya ini, sepasang matanya melotot lebar-lebar sedang giginya beradu keras.
"Sreeet! sreeet! berturut turut dia melancarkan tiga buah pukulan gencar pula menyambut datangnya serangan musuh dengan keras lawan keras pula.
"Braaaak! braaak bluuumm...."
"Braak! braak! blumm....!
Air muka Hu Hong berubah merah padam bagaikan darah tubuhnya kembali tergetar mundur sejauh tiga empat langkah.
Tan Kia-beng tahu tenaga murninya sudah menderita kerugian yang amat besar apalagi pundaknya menderita luka, maka tubuhnya dengan cepat bergerak siap memberi bantuan kepadanya.
Sekonyong konyong....
Bayangan putih berkelebat, si gadis berbaju putih yang berkerudung itu sudah melayang ke depan menghalangi perjalanannya sepasang telapak tangannya yang halus dan putih laksana salju berkelebat tiada hentinya melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Setiap gerakan maupun serangan semuanya menggunakan jurus dahsyat dari aliran Teh Len gBun. bahkan tenaga dalam yang dimilikipun amat dahsyat sekali.
Tan Kia-beng jadi terkejut bercampur gusar.
"Siapa kau?" bentaknya keras.
Tubuhnya segera miring ke samping balas melancarkan serangan sebanyak tujuh jurus sekaligus, tetapi dikarenakan tenaga dalamnya sudah memperoleh kerugian yang amat besar maka kedahsyatannya tidak dapat menandingi keadaan biasa.
Gadis berkerudung itu sama sekali tidak menghindarkan diri telapak tangannya yang halus berturut turut digerakkan menerima dua buah serangannya dengan keras lawan keras.
Bentrokannya kali ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng tergetar amat keras dadanya bergolak tiada hentinya.
"Eei, tak kusangka seorang gadispun bisa memiliki tenaga dalam yang demikian sempurna, sungguh aneh! Sungguh aneh!" pikirnya.
Si gadis berkerudung putih itu sama sekali tidak memberi kesempatan buat pemuda itu untuk berganti napas tampak bayangan putih kembali berkelebat. Di tengah melayangnya bayangan telapak tangan berturut turut dia mengancam seluruh jalan darah mematikan ditubuh pemuda tersebut.
Hal ini membuat Tan Kia-beng seketika itu juga jadi gusar dia bersuit panjang telapak tangannya dengan mengerahkan seluruh kepandaian yang dimilikinya menyambut datangnya serangan tersebut.
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah terlibat dalam suatu kancah pertempuran yang amat seru sekali dengan gadis berkerudung itu.
Sembari bertempur diam-diam pemuda itu melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong.
Tampaklah olehnya seluruh rambut serta jenggotnya bergetar keras, sepasang matanya melotot sedang keringat sebesar kedelai mengucur keluar tiada hentinya dari kening agaknya dia benar-benar terdesak oleh serangan gencar si kakek tua berkerudung hitam sehingga tubunya mundur berulang kali.
Sembari bergebrak si kakek tua berkerudung hitam itu tiada hentinya mengejek.
"Hey iblis tua! Dimana kedahsyatan tempo hari" Ayoh keluarkan!
"Kau tak usah keburu merasa bangga," teriak Hu Hong sambil tertawa seram. "Malam ini belum tentu loohu yang harus mati di tengah ceceran darah segar.
Sepasang telapak tangannya menyambar ke tengah udara berturut turut melancarkan tiga buah serangan kemudian bersama-sama dibabat ke arah depan.
Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan angin pukulan yang menderu deru bayangan telapak memenuhi angkasa laksana kabut selapis demi selapis saling susun menyusun.
"Heee.... hee.... iblis tua," ejek si kakek tua berkerudung hitam itu lagi sambil tertawa seram. "Di hari hari biasanya ada kemungkinan ilmu pukulan Swee Oh Peng Hun Sam Cap Sih'
mu ini bisa menunjuk kedahsyatan, tapi malam ini heee heee, kemauan ada hanya sayang tenaga kurang, ha ha ha, lebih baik kau tarik kembali saja seranganmu."
Braaak! Braaak! Suara ledakan bergema datang saling susul menyusul Hu Hong yang serangannya terkunci oleh pihak lawannya segera tergetar hebat sehingga darah segar muncrat keluar dari mulutnya sedang tubuhnya terhuyung huyung jatuh sejauh delapan depa.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng jadi amat gusar, dia melancarkan dua buah serangan menghajar gadis berbaju putih itu, kemudian tubuhnya meloncat ke atas dan menyambar ke arah Hu Hong
"Menyerang dengan menggunakan kesempatan sewaktu orang lagi bahaya, kau terhitung enghiong macam apa?"
bentaknya keras.
Telapak tangannya dengan cepat dibabat ke depan
menghajar ke atas batok kepala si kakek tua berkerudung itu, walaupun serangannya itu kelihatan dahsyat padahal tenaga murninya sudah jauh berkurang, pukulan tersebut sudah tak berarti lagi.
Si kakek tua berkerudung yang mempunyai sepasang mata amat tajam itu sekali pandang sudah dapat mengetahui titik kelemahan tersebut, dia lantas tertawa dingin.
"Heee heee, malaikat lumpur ingin menyeberangi sungai, untuk berjaga diri saja sudah susah kau masih ingin menolong orang lain sungguh tidak tahu kekuatan sendiri!"
Menanti angin pukulan tersebut hampir mengenai
tubuhnya, mendadak sepasang telapak tangannya didorong ke luar dengan menggunakan jurus Thian Ong Tuo Tha' atau raja langit menyungging pagoda menyambut datangnya serangan tersebut.
Bummmm! di tengah udara segera tergetar amat keras tubuh Tan Kia-beng yang masih ada di tengah udara berjumpalitan beberapa kali lalu melayang sejauh tujuh delapan depa dari tempat semula
Dadanya terasa amat sakit seperti digodam martil besar darah di dalam tubuhnya bergejolak amat keras.
Dengan terburu-buru dia menenangkan hatinya dan
salurkan hawa murninya untuk menahan golakan tersebut, ketika dia membuka matanya kembali tampaklah si kakek tua berkerudung hitam sedang berdiri sejajar dengan gadis berkerudung putih dan pada saat itu sedang memandang ke
arah mereka berdua dengan amat bangga dengan mengejek dan suara tertawa tergelak bergema tiada hentinya.
Ketika matanya dialihkan ke arah si "Penjagal Selaksa Li Hu Hong tampaklah air mukanya kini sudah berubah jadi pucat pasi, pada ujung bibirnya masih menetes keluar darah segar yang amat kental matanya dipejamkan rapat rapat dan duduk di tempat itu tak bergerak.
Jelas sekali dia sudah menderita luka dalam yang amat parah masih untung dirinya sekalipun terluka tapi masih bisa meronta untuk bangun
Hawa amarahnya kembali berkobar, dengan perlahan dia mulai geserkan kakinya mendekati si kakek tua berkerudung hitam itu.
Mendadak.... Suara tertawa yang amat aneh bergema memenuhi empat penjuru, dari antara hutan yang amat lebat muncullah segerombolan manusia manusia berpakaian ketat yang pada wajahnya berkerudung semua. Masing-masing orang aneh itu mencekal senjata tajam selangkah demi selangkah berjalan mendekati dirinya.
Bilamana dihari hari biasa terhadap beberapa orang itu sudah tentu Tan Kia-beng tidak bakal memandangnya dihati, tetapi pada saat ini tubuhnya sudah menderita luka parah apalagi tenaga murninya sudah memperoleh kerugian yang amat besar membuat hatinya segera jadi amat terperanjat, apalagi pada saat ini masih ada Hu Hong yang lagi menderita luka parah.
"Sreet!" seruling pualam Pek Giok Siauw nya dicara keluar, tubuhnya maju dua langkah ke depan dan berdiri berjajar dengan Hu Hong.
"Heee heee heee," kembali si kakek tua berkerudung hitam itu tertawa dingin tiada hentinya. Bilamana kau sayang dengan nyawamu maka cepat-cepatlah serahkan pedang pualam serta seruling pualam tersebut kepadaku. Aku akan ampuni jiwamu sekalian lepaskan iblis tua tersebut dari kematian"
"Kau jangan omong kosong!" bentak Tan Kia-beng dengan amat gusarnya. "Siapakah yang bakal mati malam ini masih belum bisa dipastikan!"
Seruling Pek Giok Siauw nya segera digetarkan kemudian dengan dahsyatnya menubruk ke arah depan.
Mendadak suara bentakan bergema memenuhi angkasa
orang-orang berbaju merah yang ada di empat penjuru bersama-sama menggerakkan senjata tajamnya menyerang kedua orang itu.
Serentetan sinar golok yang menyilaukan mata segera beterbangan memenuhi angkasa, keadaannya amat
menyeramkan sekali
Tubuh Tan Kia-beng yang ada di tengah udara segera berjumpalitan beberapa kali seruling pualamnya digetarkan satu lingkaran tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki di atas seruling pualamnya dengan membentuk sinar tajam yang berkilauan menyambut datangnya lelaki berbaju merah itu.
Seketika itu juga ilmu seruling Uh Yeh Bing Hun Sam Sih yang amat dahsyat dan pernah menggetarkan seluruh Bulim dilancarkan ke depan.
Dimana berkelebatnya bayangan terang suara teriakan ngeri yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, dua orang lelaki berbaju merah yang berada dipaling depan dengan cepat terhajar hancur batok kepalanya otak pada
tersebar memenuhi permukaan tanah sedang darah segar muncrat memenuhi angkasa
Si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong yang selama ini lagi bersemedhi mendadak melototkan sepasang telapak
tangannya dengan disertai angin pukulan yang amat dahsyat membabat ke arah depan.
Walaupun pada saat ini dia lagi menderita luka dalam yang amat parah tetapi kedahsyatan ilmu pukulannya masih belum berkurang, beberapa orang lelaki berbaju merah yang ada dipaling depan dengan segera terpukul mundur hingga bubaran
Tetapi orang-orang berbaju merah yang dihadapi mereka pada saat ini sangat berlainan sekali dengan para jago-jago berbaju merah yang pernah ditemui Tan Kia-beng sewaktu berada di atas gunung Go-bie.
Walaupun saat ini mereka lagi menghadapi musuh tangguh tetapi barisannya tak sampai menjadi kacau hawa pedang dengan tiada hentinya berdesir memenuhi angkasa menerjang ke arah Hu Hong berdua.
Kedua orang itu dengan cepatnya sudah terjerumus di dalam kelebatan sinar golok serta bayangan pedang, sekalipun Tan Kia-beng ada seruling di tangannya sehingga semangat berkobar tetapi tidak berhasil juga menembusi kepungan yang amat ketat itu. Semakin lama hawa murninya semakin berkurang sekalipun senjata yang ada ditangannya sangat luar biasa, akan tetapi sukar juga baginya untuk menunjukkan kedahsyatannya.
Terakhir kepungan itu makin lama makin mengecil dan makin menyempit, serangan serangan mereka berduapun dari gerakan menyerang kini berubah jadi bertahan.
Demikianlah kurang lebih selama setengah jam lamanya mereka bertahan terus dengan keadaan amat payah.
Si kakek tua berkerudung hitam yang berdiri disamping kalangan saat ini tidak bisa menahan sabar lagi, di tengah suara suitannya yang amat aneh bersama-sama dengan si gadis berbaju putih itu segera menerjang ke dalam kalangan pertempuran.
Tan Kia-beng sebetulnya sudah mulai merasakan darah panas didadanya berkobar amat keras dan payah untuk bertahan lebih lama. Kini dengan ikut sertanya si kakek berkerudung hitam serta si gadis berbaju putih terjun ke dalam kalangan pertempuran tekanan yang mendesak
merekapun terasa semakin erat.
Dengan susah payah Hu Hong melancarkan dua buah
serangan ke depan, tetapi tubuhnyapun sudah mulai bergoyang tiada hentinya.
Dengan mengambil kesempatan yang sangat baik inilah si kakek berkerudung hitam itu tertawa aneh, sepasang telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya sudah mencengekeram ke arah dadanya.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng jadi amat cemas, di tengah suara bentakan yang keras seruling pualam
ditangannya digetarkan ke depan dengan sekuat tenaga ia menghajar jalan darah Ci Tie Hiat di atas tubuh kakek berkerudung hitam itu.
Jalan darah Ci Tie Hiat merupakan salah satu jalan darah yang penting ditubuh manusia dari antara ketiga puluh enam jalan darah lainnya.
Melihat datangnya serangan yang amat dahsyat dari Tan Kia-beng ini si kakek tua berkerudung hitam itu segera
terdesak muncur mau tidak mau terpaksa dia harus
goyangkan tangannya balik melancarkan satu pukulan menggetarkan seruling pualam tersebut.
Tetapi, walaupun si kakek tua berkerudung itu terdesak mundur si gadis berbaju putih yang ada disisinya dengan cepat laksana segulung asap sudah menggerakkan tangannya yang putih halus menotok jalan darah Khie Bun' serta "Sian Khie" dua buah jalan darah kematian.
Jelas kelihatan jari tangannya sudah beberapa depa di atas jalan darah tersebut
Pada saat yang kritis dan menegangkan hati itulah mendadak dari tengah udara berkumandang datang suara bentakan yang sangat keras, seorang sastrawan berbaju biru dengan amat cepat sudah menerjang ke arah gadis berbaju putih itu.
Tangannya dengan menggunakan jurus "To Coan Seng Peng" membabat pergelangan tangannya, disusul telapak kirinya didorong ke depan mengirim segulung angin pukulan berhawa dingin menggulung ke arah dua orang lelaki berbaju merah yang menyerang ke arahnya.
Satu jurus dua gerakan dilakukan bagaikan kilat cepatnya si gadis berkerudung yang perhatiannya hanya ditujukan untuk melukai Hu Hong hampir hampir termakan oleh pukulan tersebut.
Dengan amat terperanjatnya dia lantas menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri sejauh lima depa ke arah belakang.
Terdengar suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma bergema memenuhi angkasa dua orang lelaki berbaju merah yang menerjang ke depan itu sudah terhajar oleh angin
pukulan berhawa dingin sehingga terpental satu kaki dua depa.
Bintang penolong yang tiba secara mendadak ditambah lagi dengan perubahan yang terjadi diluar dugaan membuat si kakek tua berkerudung hitam itu saking terkejutnya berdiri termangu-mangu.
Dan pada saat yang bersamaan itu pula dari tengah udara mendadak berkumandang datang suara suitan yang amat nyaring mengalun tiada hentinya diseluruh angkasa.
Sekonyong konyong.
Di tengah kalangan kembali melayang datang empat orang perempuan berusia pertengahan yang memakai baju amat mewah sambil mengebutkan ujung jubahnya masing-masing ke arah depan.
Suara jeritan kesakitan yang mendebarkan hati
berkumandang saling susul menyusul, orang-orang berbaju merah itu bagaikan buah yang sudah matang pada
bergelinding memenuhi permukaan tanah.
Sekali lagi si kakek tua berjubah hitam itu merasa terkejut.
"Cepat menggelinding dari sini!" mendadak terdengar suara bentakan yang amat nyaring dari seorang perempuan berbaju sutra yang usianya paling tua.
Tangannya yang putih halus dikebutkan ke depan
mencengkeram kain kerudungnya sedang tangan yang lain menyodok perutnya.
Dengan tergesa gesa kakek tua berkerudung hitam itu menggerakkan kakinya untuk menghindar sejauh lima depa Tetapi dia cepat orang lain jauh lebih cepat lagi, kakinya belum sempat berdiri tegak tampak bayangan hitam
berkelebat tangan yang halus dari perempuan berbaju sutra itu sudah tiba di depan dadanya lalu melemparkan dia ke arah luar,
"Pergi!" bentaknya.
Si kakek tua berkerudung hitam yang memiliki tenaga dalam amat dahsyat setelah mendapatkan dorongan yang amat ringan dari perempuan berbaju sutra itu segera tergetar mundur tujuh delapan kaki jauhnya,
Dengan amat mengenaskan dia melototi sekejap ke arah empat orang perempuan berbaju sutera itu kemudian dengan membawa serta si gadis berkerudung putih itu cepat-cepat berlalu dari sana
Saat ini si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong setelah mendapatkan bantuan dari sastrawan berbaju biru itu kini lagi duduk bersila mengatur pernapasannya.
Sebaliknya Tan Kia-beng dengan melintangkan seruling pualamnya di depan dada berdiri termangu-mangu disana, dia tidak tahu siapakah keempat orang perempuan berbaju sutera itu dan datang dari mana"
Keempat orang perempuan berbaju sutera itu pada
berkumpul menjadi satu lalu merundingkan sesuatu dengan suara yang amat rendah.
Akhirnya dengan wajah serius mereka bersama-sama
berjalan mendekati diri sang pemuda lalu jatuhkan diri berlutut.
"Teh Leng Su Ci menghunjuk hormat buat Kauwcu!"
serunya berbareng.
"Heeei.... cepat bangun, cepat bangun, tentu kalian sudah salah melihat orang!" seru Tan Kia-beng dengan amat terkejut
sehingga matanya melotot lebar-lebar, cepat-cepat dia menyingkir ke samping.
"Kauwcu jangan menaruh ragu ragu lagi kepada kami" seru Teh Leng Su Ci kembali berbareng, "Tadi nona Cian sudah memberitahukan kepada kami, apalagi seruling pualam dari Loo Kauwcu yang terdahulu ada di tanganmu, dikolong langit pada saat ini cuma ada sebuah seruling Pek Giok Siauw saja, hal ini tidak bakal bisa salah lagi."
Setelah mendengar perkataan itu Tan Kia-beng baru menjadi sadar kembali apa yang sudah terjadi.
"Kalau begitu kalian semua adalah anggota dari Teh Leng Kauw pada masa yang lalu?" tanyanya.
Pada tempo dahulu kami semua adalah pengikut pengikut dari Kauwcu, cuma akhirnya entah karena apa Kauwcu mendadak bosan untuk ikut campur di dalam urusan dunia kangouw dan meninggalkan kami, karena tidak mengetahui kemana perginya, akhirnya kami jadi terpencar.
Tan Kia-beng segera termenung berpikir sebentar,
mendadak dia membuka suara dan ujarnya, "Kalau memangnya dari aliran Teh-leng-bun masih cianpwee cianpwee dalam keadaan sehat sehat apalagi masih ada Toa suheng pula maka seharusnya tecu mengundurkan diri dari kedudukan ini, apalagi usia tecu pun masih muda untuk menerima jabatan sebagai Kauwcu kiranya tidak sesuai."
Teh Leng Su Ci atau empat orang perempuan cantik dari Teh-leng-bun adalah empat orang dayang dari nyonya Tek Leng Kaus cu masa yang lalu, mereka semua sudah
memperoleh ajaran ilmu silat aliran Teh Leng Kauw.
Dikarenakan Kauwcu hujien meninggal pada usia yang masih muda maka seluruh persoalan dari perkumpulan Teh
Leng Kauw maupun urusan tentang jawaban Teh Leng
Kauwcu berada ditangan keempat orang itu.
Sudah tentu terhadap segala macam urusan tersebut Teh Leng Su Ci jadi amat paham sekali.
Akhirnya mendadak Teh Leng Kauwcu bosan hidup di dalam dunia kangous dan meninggalkan mereka tanpa memberi kabar Teh Leng Su Ci lantas mengadakan pencarian ke manapun, akhirnya karena tidak ketemu lantas pada mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Pada waktu baru baru ini mendadak mereka munculnya kembali seruling Pek Giok Siauw di dalam dunia kangouw, karena itu mereka lantas bersama-sama terjunkan diri ke Bulim untuk mencari tahu siapakah peregang seruling tersebut dan sekalian menanyakan jejak dari Kauwcu mereka.
Kebetulan sekali sewaktu terjunkan diri ke dalam Bulim mereka sudah bertemu muka dengan Hu Siauw-cian dan kebetulan pula di tempat ini mereka sudah berhasil menolong Tan Kia-beng serta Hu Hong dari mara bahaya.
Kini secara tiba-tiba mereka mendengar Tan Kia-beng mengungkat kembali soal dia hendak mengalah dari
kedudukan sebagai Kauwcu, tak tertahan lagi lalu serunya,
"Perintah yang ditinggalkan oleh Kauwcu mana boleh diubah"
apalagi murid durhaka itu sekarang bukan anak murid dari perkumpulan Teh-leng-bun!"
"Perkataan dari bibi berempat sedikitpun tidak salah" Tiba-tiba sambung si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong yang lagi bersemedi di atas tanah. Aku orang she Hu yang sudah berbuat dosa terhadap perguruan ini tidak ditanyai dosanya sudah merasa beruntung, bagaimana berani mengharapkan untuk kembali ke dalam perguruan."
Tan Kia-beng segera berpikir sebentar mendadak dia mengangkat seruling Pek Giok SIauw itu tinggi tinggi dan berjalan kehadapan Hu Hong, teriaknya dengan keras.
"Tan Kia-beng mewakili suhu yang sudah tiada mengambil keputusan: mulai saat ini Hu Hong diijinkan menjadi anggota perguruan lagi dan seluruh dosanya pada masa yang lalu diampuni."
Mendengar perkataan tersebut si Penjagal Selaksa Li Hu Hong segera merasakan tubuhnya tergetar amat keras, tidak memperdulikan luka dalam yang lagi dideritanya cepat-cepat dia bangun berdiri dan jatuhkan diri.
"Tecu Hu Hong mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaikan Kauwcu"
Tetapi kau sudah banyak melakukan pembunuhan sehingga menggusarkan semua orang, mulai malam ini juga selama tiga tahun mendatang kau harus bisa mengumpulkan seratus buah pekerjaan yang berjasa untuk menebus dosamu itu disamping itu tiga tahun kemudian tepatnya hari ini kau harus melaporkan juga setiap pekerjaan berjasa yang pernah kau lakukan dihadapan meja abu suhu mendiang.
"Tecu menerima seluruh petuah dari Kauwcu!"
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau hanya sebuah seruling pualam ternyata mempunyai pengaruh yang demikian besarnya, bahkan bisa menguasahi seorang iblis tua yang sombong, dingin dan kejam dalam hati tidak terasa lagi jadi girang.
Cepat-cepat dia menyimpan kembali seruling pualam tersebut lalu bungkukkan badannya menuju ke arah Hu Hong.
"Siauwte Tan Kia-beng menghunjuk hormat buat Toa
suheng" serunya.
Dengan gugup Hu Hong bangun berdiri dan menepuk
nepuk pundaknya.
"Haa.... haa.... hian te kau tidak usah banyak adat" serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Selama beberapa tahun ini ie heng selalu merasa sukar untuk membalas budi kebaikan dari suhu, ini hari boleh dikata niatku itu bisa terkabul dan semua ini justru berkah yang diberikan hian te kepadaku."
Seorang Iblis pembunuh manusia tanpa berkedip yang memiliki sifat amat aneh hanya di dalam sekejap saja sudah berubah jadi begitu ramah dan menyenangkannya, hal itu segera membuat sastrawan berbaju biru yang berdiri disamping jadi termangu-mangu dibuatnya, dia merasa amat keheranan sekali.
"Ayah, apakah lukamu tidak mengapa?" tanyanya, kemudian sambil berlari maju membimbing dirinya.
Sebenarnya Hu Hong lagi menderita suatu luka dalam yang amat parah sekali, cuma dikarenakan hatinya lagi amat girang sehingga semangatnya berkobar kobar dan melupakan keadaannya untuk sementara.
Kini setelah diungkap oleh sastrawan berbaju biru itu dia lantas merasakan golakan darah dalam dadanya sukar untuk ditahan lagi.
Tak tertahan lagi dia muntahkan darah segar, dengan susah payah dan sedikit memaksa dia berusaha untuk menekan rasa sakit tersebut.
"Haa.... haa luka yang sekecil ini tidak akan sampai mencabut nyawaku" serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
Waktu itulah Tan Kia-beng baru memperhatikan kalau si sastrawan yang masih muda itu ternyata bukan lain adalah hasil penyamaran dari Hu Siauw-cian, tidak terasa lagi dia lantas kirim satu senyuman kepadanya.
Hu Hong lantas merasa tidak ada kepentingan untuk berdiam lebih lama lagi disana, dia lantas menarik tangan putrinya sambil berseru, "Cian jie, mari kita pergi!"
Terhadap Teh Leng Su Ci dia lantas memberi hormat dan menyapa pula Tan Kia-beng setelah itu sambil kerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlalu dari sana.
Menanti setelah Hu Hong berlalu Teh Leng Su Ci pun lantas berpamitan.
"Kamipun seharusnya pergi jauh dari sini! mulai saat ini hari bilamana Kauwcu memerlukan bantuan kirimlah orang kedusun Tau Siang Cung untuk kasih kabar, kami pasti akan tiba."
Dengan termangu-mangu Tan Kia-beng memperhatikan
bayangan punggung dari Teh Leng Su Ci lenyap dari pandangan, dia merasa seperti baru saja berjaga dari suatu impian yang amat buruk.
Mendadak dia teringat kembali akan ilmu silat dari si kakek tua berkerudung hitam serta si gadis berkerudung putih itu, dia merasa kepandaiannya mirip sekali dengan jurus jurus serangan aliran Teh-leng-bun bahkan mengerti pula akan ilmu Swee Soat Peng Hun Sam Cap Sih, dengan begitu asal usulnya jadi semakin mencurigakan lagi.
Walaupun dia sudah peras otak untuk mencari jawabannya tetapi hasilya sia-sia saja waktu itu cuaca sudah mulai terang tanah dan waktu itulah Tan Kia-beng baru teringat kalau dia
sudah bergerak semalam suntuk sehingga tenaga dalamnya memperoleh rugi yang amat besar.
Teringat olehnya untuk mencari sebuah gua untuk
memulihkan kembali tenaganya, tetapi kini dia seorang diri akan kemana dirinya pergi untuk berlatih" bilamana tak ada orang yang melindungi dirinya di dalam berlatih adalah sangat berbahaya sekali.
Maka dengan langkah yang amat perlahan dia lalu
melanjutkan perjalanannya mengikuti jalan raya, sinar matanya dengan tiada hentinya berkelebat kekanan menengok kekiri memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Mendadak di tengah jalan raya berkelebat mendatang sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya, hanya dalam sekejap saja bayangan itu sudah berada dihadapan matanya.
Orang itu bukan lain adalah si penemis aneh The Liok adanya.
Terlihatlah wajahnya dengan debu dan pasir, nafasnya tersengal sengal, jelas dia baru saja melakukan perjalanan jauh.
"Ooh.... terima kasih Thian, terima kasih Teh, untung sekali kau tidak menemui cidera!" serunya sambil menghembuskan nafas panjang.
Tan Kia-beng yang melihat sikapnya yang amat aneh itu jadi kebingungan dibuatnya, dengan rasa heran dia memandang ke arahnya.
"Ada urusan apa kau begitu gugupnya?"
Si pengemis aneh itu lantas menyeka keringatnya dengan menggunakan ujung baju yang sudah dengkil katanya, "Aku si
pengemis tua sudah melakukan perjalanan satu malam penuh, hatiku benar-benar merasa amat cemas sekali, untung sekali kau masih belum menemui bencana."
"Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?"
"Sewaktu aku si pengemis tua mengetahui kalau Thay Gak Cungcu menyebar undangan mengundang para partai besar untuk berkumpul di atas puncak gunung Gak Lok San, aku lantas tahu kalau dia tentu mempunyai satu siasat yang licik dan dapat menduga pula kalau kalian pasti akan pergi ke sana. Setelah kejadian ternyata sedikitpun tidak salah aku melihat kau serta si iblis tua munculkan diri untuk bertempur, aku si pengemis tua yang menonton jalannya pertempuran disamping, lantas menemukan kalau si manusia laknat itu mengandung maksud yang tidak baik, mereka suami isteri menonton jalannya pertempuran dengan tenang-tenang saja tanpa maksud untuk ikut campur, bahkan secara diam-diam dia melepaskan dua ekor burung dara dari atas puncak."
"Aku si pengemis tua yang mengetahui akan hal ini segera merasa bilamana kedua ekor burung dara itu dibiarkan mencapai pada tujuannya maka keadaanmu serta si Iblis Tua akan sangat berbahaya karena itu secara diam-diam aku lantas pukul jatuh kedua ekor burung dara tersebut dan menonton jalannya pertempuran hingga selesai."
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Menanti kau serta si Iblis Tua berhasil meloloskan diri dari kepungan mendadak aku si pengemis tua menemukan kembali kalau Bok Thian-hong suami istri sudah munculkan dirinya untuk mengejar kalian dari belakang puncak."
"Heeei, cuma sayang sepasang kaki aku si pengemis tua terlalu perlahan, di tengah perjalanan aku sudah ketinggalan, sehingga harus mengejar dengan susah payah. Walaupun begitu tidak temukan juga dirimu serta si Iblis Tua itu bahkan
kehilangan pula jejak dari Thay Gak Cungcu. kurang....!
kurang ajar. selama satu malaman ini aku si pengemis tua harus lari secara serampangan di atas gunung ini."
"Tetapi kamipun sama sekali tidak menemukan Thay Gak Cungcu!" ujar Tan Kia-beng keheranan
Dia lantas menceritakan bagaimana di tengah perjalanan sudah bertemu muka dengan si kakek tua berkerudung hitam itu serta si gadis berbaju putih lalu bagaimana terjadi suatu pertempuran yang amat sengit mendebarkan hati
Si pengemis aneh termenung berpikir sebentar setelah itu mendadak tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya,
"Haaaaa.... haaaaa.... haaaa.... di dalam peristiwa aku si pengemis tua sudah memahami beberapa bagian. Hmm!
bilamana aku tidak bisa membongkar urusan ini hingga jadi jelas maka namaku sebagai Hong Djien Sam Yu tidak akan terhitung."
"Eei bocah" ujarnya lagi kepada Tan Kia-beng. "Kau hendak melakukan perjalanan seorang diri ataukah menyamar sebagai seorang pengemis cilik dan jalan bersama-sama diriku?"
Tan Kia-beng yang merasa dirinya pada saat ini lagi menderita luka dalam yang parah sehingga tenaga murninya buyar, ada baiknya menyamar dahulu sebagai seorang pengemis cilik sehingga banyak kerepotan dapat dihindari.
Karenanya dia lantas mengangguk sambil tertawa
"Lebih baik aku menyamar sebagai seoarang pengemis cilik saja dan melakukan perjalanan bersama-sama dengan Loocianpwee ada banyak urusan aku masih membutuhkan petunjuk dari kau orang tua."
Mendengar perkataan tersebut si pengemis aneh itu lantas tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haa.... bilamana membicarakan soal kepandaian silat ada kemungkinan aku si pengemis tua tidak bisa menandingi dirimu bilamana membicarakan soal urusan yang ada di dalam dunia persilatan kau memang ada seharusnya banyak minta petunjuk dari aku si pengemis tua...."
Loocianpwee buat apa banyak merendah jauh memang
seharusnya tambah tua tambah pedas goda Tan Kia-beng sambil tertawa tergelak pula.
Mendadak si pengemis aneh mengerutkan alisnya rapat rapat.
"Bagaimana kalau sebutan kepadaku sedikit diubah"
Loocianpwee terus menerus sungguh tidak aneh
kedengarannya haruslah kau ketahui tahun ini aku si pengemis tua baru berusia enam puluh lewat lima."
"Si orang tua ini sungguh lucu sekali diam-diam Tan Kia-beng tertawa geli. "Dia melarang orang lain memanggil dirinya dengan sebutan Loocianpwee lalu kenapa dia menyebut dirinya sendiri dengan sebutan pengemis tua" sungguh manusianya aneh sikapnya pun aneh"
Sekalipun begitu di tempat luarannya dia menjawab juga dengan serius.
"Tua dan muda ada urutannya, peraturan tidak boleh dihilangkan"
"Apa itu tua muda ada urutannya bilamana dibicarakan dari kedudukanmu sebagai Teh Leng Kauwcu maka aku
seharusnya memanggil dirimu dengan sebutan Susiok!
Demikian saja bagusnya kau panggil aku dengan sebutan
Toako sedang aku memanggil kau dengan sebutan Tan Loote dan lenyapkan seluruh adat yang membosankan."
Tan Kia-beng tahu adat si pengemis tua ini sangat aneh sekali, karena itu dia lantas mengangguk,
"Siauwte akan mengikuti terus petunjuk dari toako ini!"
sahutnya. Demikianlah mereka berdua sambil bercakap-cakap dan tertawa melanjutkan perjalanannya ke depan, untuk sementara waktu segala urusan penting sudah terlupakan dari hati mereka.
Tiba-tiba.... Di tengah suara bentakan yang amat keras laksana
menggeletarnya guntur disiang hari bolong bagaikan kilat cepatnya sudah menubruk datang dua orang.
Tan Kia-beng yang sudah berulang kali mendapatkan serangan bokongan pada saat ini perasaannya sudah jadi amat tajam, kakinya dengan cepat bergerak mengundurkan diri sejauh tujuh depa.
Terlihatlah bayangan tubuh berkelebat, si pengemis aneh tahu-tahu sudah berhasil dicengekeram dadanya oleh orang tersebut.
"Eeeei.... sehari semalam kau ribut terus buat urusan orang lain, kini urusan sudah terjadi dirumahmu sendiri, ayoh cepat pergi," bentaknya keras.
Dengan cepat Tan Kia-beng mempertajam pandangannya, kiranya orang yang baru datang itu bukan lain adalah sihwesio berangasan serta si Toosu dengkil
Agaknya si pengemis aneh itu sudah mengerti sekali atas keberangasan dari hweesio tersebut, dia tetap tenang-tenang saja seperti tidak terjadi urusan apapun.
"Ada urusan apa" mengapa harus begitu ribut dan cemas?"
tanyanya kalem.
"Markas besar perkumpulan Kay-pang diserbu orang, pangcu berada di dalam keadaan gawat!"
Sekali ini si pengemis aneh tidak dapat menguasahi hatinya lagi rambut yang pendek di atas kepalanya pada berdiri bagaikan kawat, dengan amat gusarnya dia membentak keras,
"Siapa yang begitu bernyali....?"
Dengan cepatnya dia mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya, laksana segulung angin tajam cepat pengemis tersebut berlari ke arah depan.
Si hwesio berangasan serta si Toosu dengkil menoleh dan melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu menjerit tertahan.
Kemudian bagaikan kilat cepatnya berlalu dari sana membuntuti diri si pengemis aneh.
Agaknya suara jeritan kaget tadi disebabkan oleh karena mereka belum pernah melihat adanya pengemis cilik seperti itu hingga dalam hati menaruh rasa keheranan.
Bilamana dihari hari biasa Tan Kia-beng tentu akan ikut mengejar untuk melihat keramaian disamping menggunakan kesempatan tersebut memberi bantuan kepada pihak Kay-pang, tetapi kini keadaan tidak mengijinkan tenaga murninya sudah memperoleh kerusakan hebat, apalagi luka dalamnya yang parah belum sembuh, bilamana tidak cepat-cepat mencari suatu tempat yang sunyi untuk bersemadi mengobati lukanya, paling sedikit selama satu bulan tidak boleh bergebrak dengan orang lain.
Tetapi untuk mengobati luka tidak mungkin bisa dilakukan di dalam rumah penginapan di dalam kota melainkan harus disebuah kuil kuno yang sunyi dan jauh dari keramaian.
Karenanya pemuda tersebut kembali melanjutkan
perjalanannya menuju ke arah depan dengan langkah yang amat perlahan.
Beberapa hari kemudian disebuah tebing mendadak
pemuda itu sudah menemukan sebuah kuil yang berdiri dengan angkernya disana, dalam hati dia merasa amat girang dan cepat-cepat lari mendekat.
Siapa tahu setelah berada dekat dengan tempat itu dia menemukan kalau kuil tersebut tidak lain hanyalah sebuah kuil bobrok.
Pintu kuil itu sudah rubuh sedang ruanganpun sudah ambruk sebagian besar. kini cuma tinggal beberapa buah ruangan disisi kuil serta bagian belakang dari kuil tersebut berada di dalam keadaan utuh.
Walaupun begitu beberapa buah patung arca yang ada diruangan tengah masih berdiri dengan angkernya.
Dengan mengambil setangkai kayu Tan Kia-beng mulai membersihkan sarang laba laba yang mengotori tempat itu dan dengan perlahan berjalan menuju keruangan bagian belakang, dia merasa walaupun tempat itu amat kotor dan tidak karuan tetapi merupakan satu tempat yang baik untuk mengobati lukanya, hanya di dalam dua tiga hari ini kiranya tidak mungkin demikian kebetulan ada orang yang mendatangi tempat tersebut.
Dibawah sebuah meja sembahyang dibagian belakang kuil pemuda itu lantas mencari satu tempat duduk setelah
membersihkan debu yang mengotori tempat tersebut itu dia lalu mulai duduk bersila dan pusatkan pikirannya berlatih ilmu.
Sejak munculkan dirinya di dalam dunia kangouw dan mengawasi berbagai pertempuran yang sengit, bukan saja pengetahuan maupun pengalamannya memperoleh kemajuan yang amat pesat bahkan tenaga dalam yang ada di dalam tubuhnya semakin hari semakin bertambah dahsyat.
---0-dewi-0--- JILID: 16 Setelah mengalami pertempuran sengit di atas gunung Gak Lok san bilamana berganti dengan orang lain paling sedikit tenaga dalam hasil latihan selama sepuluh tahun akan ikut musnah, bahkan ilmu silat yang dimilikipun terancam menjadi musnah sebaliknya bagi pemuda ini tidak lebih hanya mengalami sedikit kerugian saja di dalam hal tenaganya.
Hawa murni yang dilatih Han Tan Loojien selama seratus tahun serta pil sakti ular raksasa berusia seribu tahun yang mengeram di dalam tubuhnya paling sedikit masih ada separuh bagian belum lumer dan bergabung dengan tenaga murninya.
Saat ini kesadarannya sudah pulih kembali. Di tengah kesunyian yang mencengkam serta pikiran yang kosong Tan Kia-beng dengan perlahan mulai mengumpulkan kembali hawa murninya yang terbesar diseluruh tubuh untuk dipusatkan di bagian pusar setelah itu mengaliri seluruh bagian tubuh Dia merasakan aliran darah di badannya semakin berputar semakin segar, tenaga dalamnyapun laksana mengalirnya air disungai Tiang Kang mengalir semakin lama semakin cepat
membuat seluruh tubuhnya jadi segar hingga menembus keloteng tingkat kedua belas....
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah berada di dalam keadaan lupa segala galanya.
Dan pada saat itu pula mendadak dari luar kuil
berkumandang datang suara suitan aneh yang menyeramkan, dua sosok bayangan tubuh yang tinggi besar satu di depan yang lain di belakang bagaikan kilat cepatnya berkelebat ke arah kuil tersebut dengan gerakan yang amat ringan.
---0-dewi-0--- Sewaktu Tan Kia-beng lagi duduk bersemedi untuk
menyembuhkan luka, di dalam kuil bobrok itu mendadak tampak dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya meluncur datang.
Kiranya kedua orang itu adalah kakek tua yang sudah berusia lanjut.
Si kakek tua yang berada di depan berwajah seram dingin dan kaku dengan jubah warna hijau, jenggotnya yang hitam panjang terurai setinggi dada.
Si kakek tua yang ada di belakang berwajah putih dan kurus dengan jenggot kambing menghiasi janggutnya, sepasang matanya tajam bercahaya dan dengan perlahan menyapu sekejap keseluruh ruangan bagian belakang dari kuil itu.
"Ehmm.... ternyata benar-benar ada disini" tampak si kakek berjubah hijau itu mengangguk dengan seramnya.
"Haah.... haaah.... aku si pencuri tua kapan pernah salah melihat" sambung si kakek kurus sambil tertawa terbahak-bahak.
Kakinya digerakkan semakin keras, laksana segulung asap hijau saja meluncur ke arah ruangan kuil bagian belakang.
Mendadak terasa sambaran angin tajam berkelebat si kakek tua berjubah hijau itu pun dengan cepat menyusul dari sampingnya.
Mereka berdua dengan jalan bersama-sama melayang
menuju ke arah kuil dimana Tan Kia-beng lagi bersemedhi.
Sewaktu mereka berdua memasuki kuil bagian belakang terlihatlah seorang pengemis cilik sedang duduk bersila dengan amat angkernya dibawah meja sembahyang, di atas ubun ubunnya secara samar-samar tampaklah selapis kabut berwarna merah yang amat tipis inilah tanda seorang jagoan berkepandaian tinggi sudah berada pada puncak latihannya.
Dengan rasa terperanjat si kakek tua berjubah hijau itu menghela napas panjang
"Heei.... tidak kusangka tenaga dalam dari bocah ini berhasil dilatih hingga mencapai pada puncak kesempurnaan, sungguh membuat orang sukar untuk mempercayainya.
Si kakek tua yang bertubuh kurus itu dengan amat
dinginnya segera melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu sambil memandang si kakek berjubah hijau itu, serunya,
"Bagaimana" turun tangan?"
"Heee heee bagaimanapun aku si Pek-tok Cun-cu atau si Rasul Selaksa Racun mempunyai nama juga di dalam Bulim.
bagaimana mungkin aku boleh menyerang orang lain dengan menggunakan kesempatan sewaktu dia lagi tidak siap?" seru si kakek tua berjubah hijau itu sambil tertawa dingin. Bilamana kau tahu setelah dia sadar sukar untuk dibereskan maka kau silahkan turun tangan lebih dahulu
Mendengar perkataan itu si kakek tua berbadan kurus ini segera tertawa.
"Haa ha ha kau demi naik serta kedudukanmu di dalam Bulim tidak suka turun tangan, apa kau kira aku si Su Hay Sin Tou atau si pencuri sakti empat penjuru bisa melakukan pekerjaan yang begitu rendah" Baiknya kita dua orang tua yang tidak mati mati untuk sementara waktu jadi pengawal keselamatannya terlebih dulu."
Dengan pandangan yang tajam Pek-tok Cuncu mengawasi Tan Kia-beng beberapa saat lamanya kemudian dengan usara yang dingin dan berat katanya.
"Aku berani mengambil kesimpulan bahwa bocah ini pernah menemui penemuan aneh, dan kini tidak mempan terhadap segala macam racun."
"Aku si pencuri tuapun berani memastikan kalau dibadan bocah cilik ini paling sedikit disembunyikan dua macam barang pusaka" sambung Su Hay Sin Tou pula sambil tertawa keras.
Perduli ada semacam atau dua macam bahkan sampai
delapan atau sepuluh macam pun aku tidak akan maui loohu cuma menginginkan pedang pualam itu saja kata Pek-toa Cuncu dengan air muka tawar
Su Hay Sin Tou jadi tidak senang dengan dinginnya dia lantas mendengus
"Omonganmu sungguh enteng sekali"
"Apakah kau tidak setuju?"
"Perkataan itu buat apa diucapkan lagi" Setiap benda yang aku pencuri tua sudah temui pasti tidak akan lolos dari tanganku"
"Kau berani?"
"Kenapa tidak berani" Beberapa macam kepandaian jaga rumah yang kau miliki itu aku si pencuri tua sudah pernah mencobanya! Setahun tidak bertemu apa kau sudah berhasil melatih kembali beberapa macam ilmu yang dahsyat?"
"Hmm! Bilamana kau merasa tidak puas, bagaimana kalau coba-coba!"
"Aku si pencuri tua sudah tentu akan melayani kemauanmu itu"
Mereka berdua saling berkata dan saling membantah akhirnya sudah kepepet dipojokan harus dibereskan dengan suatu pertempuran
Mendadak kabut tipis yang mengelilingi seluruh ubun ubun Tan Kia-beng lenyap tak berbekas.
"Aah, bocah itu sudah sadar," seru Pek-tok Cuncu sambil maju dua langkah ke depan.
Su Hay Sin Tou yang takut pihak lawannya turun tangan lebih dahulu dengan buru-buru maju pula dua langkah ke depan siap melancarkan serangan.
Pada saat itulah dengan perlahan-lahan Tan Kia-beng membuka matanya dan bangun berdiri.
Tetapi sewaktu dilihatnya ada dua orang kakek tua dengan sinar mata rakus lagi memandang dirinya dalam hati jadi amat terperanjat.
"Eei siapakah kalian berdua" Kenapa terus menerus kalian melototi diriku?" bentaknya keras.
Pek-tok Cun-cu segera mengerutkan alisnya.
"Apakah kau adalah anakan iblis yang sudah tersiar luas di dalam Bulim?" serunya dengan dingin. "Pedang Pualam Giok Hun Kiam mu itu aku Pek-tok Cun-cu sudah maui"
Tan Kia-beng jadi melengak.
"Hm! Tidak bisa jadi." teriak Su Hay Sin Tou pula sambil mendengus dingin. "Barang itu sudah aku bayar uang mukanya kau tidak usah ikut campur lagi."
Waktu itulah Tan Kia-beng baru mengerti kejadian apa yang sebenarnya sudah terjadi diam-diam dia lantas kerahkan tenaga dalamnya mengitari satu kali seluruh tubuhnya ketika dirasakan badannya jadi amat segar semangat maupun nyalinya bertambah besar.
Mendadak dia tertawa panjang dengan amat kerasnya....
"Haaa.... haa.... perduli kau maui atau tidak dan kau sudah membayar uang muka atau belum, seharusnya kalian tanya dulu kepada aku orang she Tan dari pada mengabulkan atau tidak."
"Haa....! haa.... cengli, cengli!" sambung Pek-tok Cuncu tertawa terbahak-bahak, "Aku Pek-tok Cuncu tidak bakal menyusahkan orang lain baiklah kau boleh jajal jajal dulu kepandaian silatku!"
Diam-diam Tan Kia-beng lantas kerahkan tenaga murninya siap-siap menghadapi sesuatu sedang dalam hati diam-diam merasa keheranan.
"Saat ini aku lagi menyamar sebagai pengemis cilik, bagaimana mungkin mereka bisa mengetahui keadaanku yang sebenarnya" sungguh aneh sekali" pikirnya di hati.
Dia tidak mengetahui kalau kedua orang ini adalah "Si pencuri sakti" serta Si Rasul Racun" yang paling memusingkan kepala orang-orang dunia persilatan.
Yang satu ahli di dalam menggunakan beratus ratus macam racun sedang yang lain lihay di dalam melakukan pencurian apalagi sepasang matanya sangat tajam sekalipun memiliki ilmu mengubah wajah yang bagaimana dahsyatnyapun asal dia sekali pandang tidak bakal lolos dari penglihatannya.
Kedua orang ini bukan dari golongan hitam maupun dari golongan lurus, bukan iblis juga bukan kaum pendekar semua pekerjaan dilakukan menurut keinginannya sendiri sifatnya amat exentrik (aneh dan kukoay).
Belum sempat Tan Kia-beng memberikan jawabannya
terdengar Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu sudah mengulangi kembali pertanyaannya.
"Kau sudah mengambil keputusan belum" setuju atau tidak serahkan barang itu kepadaku?"
"Berdasarkan hal apa aku harus menyerahkan barang itu kepada kalian sudah tentu aku tidak bakal mengabulkan"
"Kalau begitu janganlah menyesal!"
Mendadak "Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti itu maju dua langkah ke depan siap-siap melancarkan serangan.
Dengan cepat Pek-tok Cuan cu si Rasul Racun maju
menghalangi "Eeei.... tunggu dulu!" teriaknya keras. "Kita harus jelaskan dulu sampai terang, coba bayangkan kedudukan kita di dalam dunia persilatan, kita orang tidak boleh menggunakan kata-kata merampas untuk paksa dia menyerahkan barang tersebut sekalipun kita menginginkan barang itu seharusnya pula
berusaha agar saudara cilik ini menyerahkan barang tersebut dengan rela.
Mendengar perkataan tersebut sambil mengelus elus jenggot kambingnya Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti tertawa ter-bahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... betul! betul! biarlah aku si pencuri tua turun tangan dulu kita harus saling menghitung, di dalam angka kesepuluh aku harus bisa mendapatkan pedang pualam yang ada dialam sakunya.
"Baik, menurut padamu saja" ujar "Pek-tok Cun-cu" si Rasul Racun dengan dingin. "Di dalam angka kesepuluh loohupun harus berhasil memperoleh barang tersebut, di antara kita siapa yang hendak mulai terlebih dulu?"
"Bagaimana kalau kita tebak kepalan saja?"
"Bagus kita kerjakan begitu saja"
Mereka berdua lantas main tebakan kepalan akhirnya Su Hay Sin si pencuri sakti yang menang.
Dengan amat bangga dan gembiranya ia tertawa terkekeh kekeh dia mengira dengan kepandaian mencurinya yang sudah terkenal sakti pasti akan berhasil mendapatkan barang tersebut.
Dengan pandangan yang amat dingin Tan Kia-beng
menyapu sekejap ke arah dua orang itu lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmm! kalian bicara seenaknya saja! bagaimana kalau aku yang menang" coba aku mau tanya, bilamana kalian berdua gagal memperoleh barang tersebut di dalam hitungan kesepuluh maka apa keputusannya yang terkahir?"
Mendengar perkataan dari pemuda tersebut kedua orang itu jadi melengak dibuatnya.
"Ayoh bicara," desak Tan Kia-beng sambil tertawa keras.
"Urusan di dalam dunia ini bilamana tidak ada untung tentu celaka, keadilan kalian bilamana berhasil maka benda pusakaku harus diserahkan kepada kalian dengan percuma sebaliknya bagaimana kalian yang kalah sambil tepuk tepuk pantat lantas pergi urusan tidak bakalan begitu mudahnya."
Air muka Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu jadi merah, dia merasa amat jengah sekali.
"Kurang ajar!" teriaknya dengan gusar. "Kapan aku si pencuri tua pernah membohongi seorang bocah cilik, bilamana di dalam hitungan kesepuluh aku tidak berhasil memperoleh barang itu maka aku berani potong sepasang tanganku dan sejak ini hari mengundurkan diri dari keramaian dunia kangouw, dengan berbuat begitu kemudian hari bilamana berita ini sampai tersiar di tempat luaran maka orang-orang dunia kangouw tidak akan mengutuk aku si pencuri tua merebut barang seorang angkatan muda bukan?"
"Haaa haaa urusan tidak usah jadi begitu seriusnya" ujar Tan Kia-beng sambil tersenyum. "Begini saja, bila kalian kalah maka kalian berdua harus menyanggupi diriku untuk melakukan suatu pekerjaan yang selamanya tidak akan disesali kembali bagaimana?"
"Bagus! Perkataan seorang lelaki budiman."
"Laksana kuda dicambuk keras!" sambung Pek-tok Cun-cu si Rasul Racun dengan cepat.
Demikianlah setelah mengadakan permufakatan mereka pun mulai bersiap sedia. Tan Kia-beng dengan cepat melayangkan tubuhnya ke tengah ruangan besar.
"Mari sekarang kita harus mulai, waktu sudah tidak pagi lagi!"
Sewaktu pertama kalinya Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu memasuki ke dalam kuil dia sudah menemukan kalau dasar bakat dari pemuda ini amat bagus, ditambah lagi setelah bertemu dengan mereka berdua yang telah memiliki nama besar sekali tidak jeri, dalam hatinya lantas mengerti kalau kepandaian silat yang dimilikinya tentu amat dahsyat sekali karena itu tindakannyapun mulai berhati-hati
Saat itulah terdengar suRasul Racun sudah mulai
menghitung dengan suara yang amat keras.
"Satu...."
Baru saja perkataan itu diucapkan keluar tubuh Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu laksana segulung angin sudah menerjang ke tubuh Tan Kia-beng.
"Dua.... tiga...."
Di tengah sambaran angin yang amat tajam tubuh si pencuri sakti sudah berputar kemudian bagaikan kilat cepatnya mengitari tubuh pemuda itu sebanyak lima kali.
Di dalam gesekan yang kedua ini paling sedikit si pencuri sakti sudah turun tangan seratus kali, tetapi semuanya telah mencapai pada sasaran yang kosong.
Kiranya Tan Kia-beng yang pernah mendengar pula akan kelihayan ilmu mencopet dari si pencuri sakti ini diam-diam sudah kerahkan seluruh tenaga khie kang Liam Im Kong Sah Mo Kang" untuk melindungi tubuhnya.
Pakaian bututnya yang kotor kini sudah menggelembung seperti bola ditambah lagi dia memainkan ilmu telapak Cun
Hoa Ciu Si dari aliran Teh-leng-bun pertahanannya semakin kuat.
Setiap kali si pencuri sakti ulurkan tangannya ke depan maka tangannya tentu terasa seperti membentur suatu tembok yang tak terwujud, dingin dan mengerikan.
Saat itulah si Rasul Racun sudah melanjutkan lagi hitungannya dengan suara keras.
"Empat, lima, enam...."
Semakin lama si pencuri sakti merasa hatinya semakin cemas, tubuhnya kembali berkelebat ke atas lima jarinya bagaikan jupitan besi dengan dahsyatnya menembusi hawa khie kang yang melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng itu kemudian meneruskan gerakannya mengancam jalan darah Sian Khie Ci Bun, serta Ciet Kan tiga buah jalan darah penting didada bagian depan
Rasa terkejut Tan Kia-beng kali ini bukan alang kepalang, tubuhnya dengan cepat berkelebat menghindar sedang telapak tangannya dibabat ke depan menyambar musuhnya.
Si pencuri sakti segera tertawa dingin, tubuhnya mendadak berputar dan maju mendekat, telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya merogoh ke dalam sakunya.
Sewaktu jari tangannya hampir menempel dengan gagang pedang pualam itulah mendadak terasa ada segulung keiga sebelah kanan memaksa dia mau tak mau harus menarik kembali tangannya ke belakang sambil melancarkan satu pukulan.
Dengan mengambil kesempatan itu pula tubuhnya loncat mundur sebanyak lima depa dengan demikian usahanyapun
mencapai kegagalan sehingga tak kuasa lagi ia menghela napas panjang.
Dan pada saat yang bersamaan pula si Rasul Racun sudah menghitung sampai pada angka yang kesepuluh.
selama ini si pencuri tua selalu mengandalkan ilmu mencurinya untuk menggetarkan seluruh dunia kangouw, tidak disangka ini hari harus menemui kegagalan ditangan seorang pemuda, hal
Pendekar Cacad 19 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Rahasia 180 Patung Mas 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama