Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 1
" Kitab Pusaka Oleh : Tjan ID Jilid 1 : Jago pedang yang dikhianati kekasih
Di SUATU JALAN bukit yang sepi nun jauh di sana, dibawah
rembulan yang redup, lamat-lamat tampak dua sosok manusia
sedang berlarian dengan langkah tergesa-gesa.
Menanti mereka semakin mendekat, tampaklah kalau dua
orang itu adalah seorang nenek berambut putih yang sedang
menggandeng tangan seorang bocah cilik.
Sambil berlari kencang, tiada hentinya nenek berambut
putih itu berpaling kebelakang memandang kearah belakang
dengan sinar mata gugup, panik dan ketakutan.
Sekilas pandangan saja, dapat diketahui kalau mereka
sedang menghindarkan diri dari suatu persoalan atau
pengejaran dari sementara orang.
Tapi bila dilihat dari langkahnya yang lamban serta
perawakan tubuhnya yang telah menua, bisa diketahui pula
jika dia bukan seorang manusia persilatan, melainkan seorang
nenek biasa yang berhati baik. Didepan sana terbentang
sebuah hutan bambu yang amat lebat, melihat itu bagaikan
sipenjelajah gurun pasir yang bertemu dengan tanah hijau,
wajah nenek itu segera berseri, dengan cepat dibopongnya
bocah itu kemudian sambil mengerahkan sisa tenaga yang
dimilikinya, dia kabur masuk ke dalam hutan dengan napas
tersengal. Setelah berada didalam hutan, nenek itu kembali berpaling
dan celingukan beberapa waktu lamanya ke tempat luaran
sana, kemudian itu baru ia hembuskan napas panjang dan
meletakkan sibocah ketanah.
Sambil duduk kelelahan. ia berkata: "Aaaaiii. masih untung
Thian melindungi kita dan lolos dari mulut harimau, mari kita
beristirahat sebentar!"
Baru selesai sinenek bergumam, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara seram yang kedengarannya
mendirikan bulu roma orang. mendengar suara itu si nenek
segera berpaling...
Mendadak ia menjerit tertahan saking kaget dan takutnya.
"Aaaah..."
Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah
berdiri berjajar tiga orang bersenjata golok yang mengenakan
kain kerudung hitam diatas wajahnya.
Ditengah jeritan kaget sinenek, dari balik hutan secara
beruntun muncul lagi empat lima orang berkerudung hitam.
Ia tak berani berayal lagi, buru-buru dibopongnya tubuh
bocah itu ingin menerjang ke luar dari kepungan, siapa tahu
baru saja ia bangkit berdiri, dua orang manusia telah muncul
dihadapannya dan menghadang jalan pergi nya.
Tergetar keras perasaan sinenek setelah menjumpai empat
penjuru penuh dengan musuh. hatinya menjadi dingin
separuh, buru-buru ia menjatuhkan diri berlutut, lalu sambil
menangis pintanya:
"Kumohon kepada hohan sekalian agar mengampuni
selembar jiwa bocah ini, keluarga Suma tinggal seorang sauya
ini saja, dia masih kecil dan tak tahu urusan, kumohon kepada
kalian kasihanilah selembar jiwanya."
Sambil berkata, air mata nenek itu jatuh bercucuran
dengan amat derasnya.. sungguh mengenaskan sekali
keadaannya. Siapa tahu yang diperoleh sebagai penggantinya adalah
gelak tertawa licik yang mendekati kalap.
Terdengar salah seorang diantaranya berkata;
"Toaya sekalian bertugas disini memang bertujuan untuk
melenyapkan keturunan Suma Tiong Ko, kau sinenek jelek
yang sudah hampir mampus. untuk menyelamatkan diri saja
belum tentu sanggup, masih berani benar memikirkan
keselamatan orang lain, lebih tak usah banyak ngebacot lagi!"
Mendengar perkataan itu, sinenek bertambah gelisah,
sambil menangis tersedu-sedu kembali pintanya,
"Ooohhh... hohan sekalian, kalau mau membunuh, aku
saja! Kumohon kepada kalian agar suka mengampuni
selembar jiwanya, berbuatlah sedikit kebajikan!"
"Mengampuni jiwanya" Berbuat kebajikan" Hmmn Toaya
tak pernah memikirkan soal tetek bengek semacam itu, toaya
hanya tahu setia pada tugas tidak tahu apa artinya memberi
pengampunan dan apa artinya berbuat kebaikan, enyah kau
dari sini! Kalau tidak, terhitung kau sendiripun kujagal
sekalian!"
Sehabis mendengar kata kata yang sama sekali tiada
harapan itu, si nenek berambut putih itu menangis semakin
menjadi, tampal ia memeluk bocah itu makin kencang, isak
tangisnya juga makin nyaring menggema di dalam hutan itu.
Si bocah yang berada dalam pelukannya itu melototkan
sepasang matanya yang jeli, dia mengawasi terus lelaki
bersenjata golok disekeliling tempat itu dengan penuh
kebencian, dan balik sorot matanya yang masih polos, jelas
terlihat tiada perasaan jeri atau ketakutan yang terpancar
keluar. Mendadak terdengar salah seorang lelaki itu membentak
keras, tubuhnya bergerak ke muka menghampiri nenek itu,
kemudian sambil mendorong tubuh nenek itu kebelakang,
makinya kalang kabut.
Kasihan si nenek yang telah lanjut usia itu, kena didorong
oleh lelaki tadi, bagaikan mabuk arak saja tubuhnya segera
mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, begitu
terjatuh ketanah, dia mengaduh tiada hentinya..
Kemudian sambil mengayunkan goloknya ke bocah itu,
lelaki berkerudung itu tertawa seram.
"Heeh .. . heeh ...bocah keparat, kau jangan salahkan kalau
Toayamu berhati kejam!"
Selesai berkata dia lantas mengayunkan goloknya
membacok tubuh bocah tersebut.
Melihat majikan mudanya terancam bahaya disaat yang
kritis inilah mendadak ia menubruk ke atas bocah itu dan
melindunginya dengan menggunakan tubuh sendiri.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
dari mulut nenek itu, percikan darah segar segera
berhamburan mengotori sekujur badan lelaki itu.
Ketika semua orang berpaling ketempat kejadian maka
tampaklah ayunan golok dari lelaki itu sudah menembusi perut
si nenek sehingga ususnya pada keluar semua...
Kasihan si nenek yang setia membela majikannya sampai
mati, demi keselamatan majikan mudanya dia rela
mengorbankan nyawanya.
Lelaki berkerundung itu segera mendengus dingin, sambil
membersihkan goloknya dan noda darah, dia mencaci maki
kalang kalut: "Nenek jelek, nenek sialan, tampaknya kau memang sudah
bosan hidup, pingin mati saja"
Seraya berkata dengan gemas dia lantas menendang mayat
si nenek yang masih menindih diatas tubuh bocah itu sehingga
mencelat ke tempat jauh sekali dari sana.
Betul betul perbuatan orang pembunuh keji yang
membunuh orang tak berkedip, kekejaman, kebuasan dan
kebrutalannya sukar dilukiskan dengan kata kata.
Bocah itu melirik sekejap kearah mayat si nenek yang mati
demi menyelamatkan jiwanya itu, kemudian menangis tersedu
sedu, Melihat itu dengan gusar lelaki berkerundung tersebut
membentak keras :
"Menangis, menangis terus! Hm, hayolah menangis sampai
puas. beritahu pada raja akhirat nanti, akulah yang telah
mengirimmu Pulang ke sana . !"
Begitu selesai berkata, goloknya kembali diayunkan
kedepan untuk membacok batok kepala bocah itu.
Disaat yang amat kritis inilah, dari tengah udara
berkumandang suara pekikan yang nyaring memekikkan
telinga. Tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat telah meluncur masuk ketengah
arena, kemudian tampak cahaya putih berkelebat lewat,
serentetan jeritan ngeri yang memilukan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan.
Dengan perasaan terkesiap kawanan jago berkerundung
yang berada disekeliling tempat tu berpaling, entah sejak
kapan tahu tahu di tengah arena telah bertambah dengan
seorang busu setengah umur yang memegang sebilah
pedang. Sementara itu, si lelaki berkerundung yang telah
menyiapkan bacokan mautnya terhadap bocah tadi, kini sudah
tewas ditanah. Seketika itu juga suasana dalam hutan itu menjadi gempar,
serentak semua orang menyebarkan diri ke empat penjuru
dan bersiap siaga mengurung busu setengah umur itu rapat
rapat. busu berusia setengah umur itu kira-kira telah berusia
empat puluh tahun, matanya tajam dengan wajah yang
tampan, dibawah janggutnya memelihara segumpal jenggot
kambing, pakaiannya ringkas dan nampak sangat gagah
sekali. Dengan sorot matanya yang tajam dia memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian dengan dingin ujarnya:
"Kawanan tikus! Apakah kalian ingin membunuh orang
sampai keakar-akarnya?"
Tak seorang manusiapun yang menjawab, semua orang
bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Sampai lama kemudian, salah seorang diantaranya baru
berkata. "Orang she Wan, lebih baik kau jangan mencampuri urusan
orang lain, apakah kau berani menanggung peristiwa yang
berlangsung pada hari ini?"
Lelaki setengah umur itu menatap tajam pembicaraan
tersebut lekat lekat, lalu sahutnya :
"Iya,aku Wan Liang akan menanggungnya seorang diri. jika
kalian tidak puas, silahkan maju bersama-sama, kalau tidak,
cepat sipat ekor dan pergi dari sini!"
Suaranya nyaring dan bertenaga penuh, selesai berkata ia
lantas mengawasi orang-orang disekitar tempat itu dengan
sinis. Mendadak terdengar beberapa kali bentakan nyaring
berkumandang memecahkan keheningan, lelaki berkerudung
yang berada disekeliling tempat itu serentak maju bersama
dan mengayunkan golok mereka untuk membacok tubuh Wan
Liang. Sungguh hebat manusia yang bernama Wan liang itu.
melihat sergapan dari kawan lelaki berkerudung itu. dia
tertawa dingin lalu berpekik keras, suara nyaring menjulang
tinggi sampai keangkasa.
Mendadak sepasang bahunya digetarkan sambil melejit
keudara dengan menggunakan suatu gerakan tubuh yang
cepat bagaikan sambaran kilat dia meluncur mengitari
sekeliling tempat itu ....
Seketika itu juga timbul di arena pertarungan tampak
serentetan cahaya putih berkelebat lewat, bagaikan kupu kupu
yang terbang diantara bebungaan, dia meluncur kesana
kemari dengan lincahnya. Dalam waktu singkat jeritan ngeri
yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan, bayangan manusia berkelebat, cahaya putih
menyambar, jeritan ngeri segera bergema memecah
keheningan. Tahu tahu ditengah arena telah bertambah dengan enam
sosok mayat yang membujur di tanahSisanya yang dua orang segera melarikan diri terbirit-birit
meninggalkan tempat kejadian.
Busu setengah umur yang mengaku bernama "Wan Liang"
itu tetap berdiri tenang ditempat semula seakan akan tak
pernah terjadi suatu peristiwa apapun, dengan napas tenang,
wajah tidak berubah, dia berdiri tertawa disitu.
Akhirnya ia menatap bocah tersebut dan menegur sambil
tertawa: "Nah, kau merasa terkejut sekali dengan peristiwa
ini?" Sampai sebesar itu, belum pernah bocah tersebut
menyaksikan mayat mnnusia yang bergelimpangan serta
pertarungan yang begitu sengit sejak tadi ia sudah berdiri
tertegun disitu dengan tubuh kaku.
Menanti Wan Liang menegur, dia baru tersadar kembali
dari lamunan, dengan cepat ia menjatuhkan diri berlutut
sambil berkata:
"Oooh . Pousat yaya terima kasih atas pertolonganmu itu
sehingga membuat aku..."
Menyaksikan kejadian itu, Busu setengah umur itu segera
memegang perutnya sambil tertawa terbahak-bahak, suara
tertawanya yang keras segera menelan ucapan bocah itu
berikutnya. Selesai tertawa, ia baru berkata: "Hayo bangun, tak usah
mengucapkan kata kata yang tak berguna lagi..."
Sembari berkata dia lantas membangunkan bocah itu dan
diperhatikan sejenak.
Tampak bocah itu berwajah tampan dengan bibir yang
merah serta dua baris gigi yang putih. pada hakekatnya dia
merupakan seorang
bocah yang amat menarik.
Wan Liang segera menepuk nepuk bahu bocah itu
kemudian menghela napa panjang, pikirnya.
"Bocah ini benar benar amat kasihan dan menyenangkan.
aku bisa menolongnya, hal ini merupakan suatu kemujuran.
Kalau dilihat dari potongan badannya, jelas dia merupakan
bahan bagus unutk berlatih silat... tapi apa mungkin aku bisa
membawanya pergi?"
berpikir sampai disitu. dia telah bersiap siap membalikkan
badannya untuk pergi, tapi ketika dilihatnya bocah itu
menangis dengan begini sedihnya ia lantas menghela napas
panjang. pikirnya dihati:
"Wan Liang wahai Wan Liang . . menolong orang lain
merupakan kewajiban bagi setiap umat manusia, apakah kau
tega membiarkan bocah yang tak tahu urusan ini mesti
berdiam di sini dihembus angin dingin?"
Berpikir sampai disini, tanpa terasa busu berusia
pertengahan itu mundur beberapa langkah lagi, mendesak ia
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendongakkan kepalanya berpekik nyaring, lalu membalikkan
badan berlalu dari sana.
Dalam waktu singkat tampak bayangan tubuhnya
berkelebat lewat dan lenyap dibalik hutan sana.
Sinar rembulan yang redup kini telah menembusi hutan
menyoroti si bocah yang berada disana seorang diri. ia sedang
mendekan diatas tubuh nenek tersebut sambil menangis
tersedu-sedu. "Thio popo... Thio popo... " gugamnya terus menerus.
-ooo)(00000)(000BUKIT CIAT THIAN Hong menjulang tinggi keangkasa dan
berdiri angker diantara bukit-bukit yang lain.
Waktu itu matahari sudah tenggelam kelangit barat
mendatangkan sinar yang kemerah-merahan, kemudian awan
gelappun mendekati tanah perbukitan itu dan menyelimuti
seluruh jagad. Tebing Goan Gwat Peng berbentuk sebuah topi yang datar
menutupi puncak Ciat Thian Hong.
Diatas tanah datar tersebut duduk berkerumun beberapa
orang, ada yg berdiri, ada yang berbincang bincang, ada pula
yang sedang memandang ketempat kejauhan.
Tiba tiba dari tanah datar dipuncak bukit itu berkumandang
datang dua kali pekikan nyaring, menyusul kemudian tampak
dua sosok bayangan manusia dengan kecepatan seperti angin
puyuh melayang turun di atas tanah datar itu, gerakannya
cepat dan mengagumkan sekali.
Bayangan manusia itu seperti dari seorang pria dan
seorang wanita, usia mereka diantara tiga empat puluh
tahunan Begitu tiba ditempat tujuan, mereka mengawasi sekejap
sekeliling tempat itu. kemudian si pria berkata sambil tertawa
terbahak-bahak: "Haaahhh. . . haaahhh. . Haaabbh.... rupanya
kalian sudah berdatangan lebih awal, aaiii ... tiga orang
saudara dari bukit Tiang pek san-pun telah jauh-jauh
berangkat kemari, sungguh tak kusangka, oooh .... masih ada
Kang pangcu dari sungai kuning juga telah datang.... selamat
berjumpa, selamat bejumpa. rasanya tidak sia-sia perjalanan
aku orang she Siau hari ini"
Selesai berkata dia lantas menyalami setiap orang yang
hadir disana dan mengajaknya berbincang-bincang sebentar.
Sementara itu, seorang kakek berambut putih telah datang
menghampiri kedua orang itu, lalu sambil menjura katanya.
"Siau tayhiap berdua telah datang terlambat, membuat
kami harus menunggu dengan cemas, sewaktu datang tadi
apakah kalian berdua telah melihat dia?"
Orang yang berbicara tadi adalah Pangcu dari perkumpulan
Tiang Ciau Pang disungai kuning Kang Hong Siang adanya. dia
berusia tujuh puluh tahun dan mempunyai anak buah
sebanyak ribuan orang lebih. boleh dibilang perkumpulannya
merupakan perkumpulan paling besar, paling tangguh dan
paling berpengaruh didalam dunia persilatan dewasa ini.
Lelaki she Siau itu segera tertawa ter-bahak2,
"Haaaahh haaah haaah .. tampaknya Kang tangkeh
seorang yang terburu napsu, kalau waktunya belum sampai,
mana mungkin dia akan datang lebih awal" Lagi pula malam
ini kita telah menanti kedatangannya disini, apakah kita mesti
kuatir dia lagi kelangit?"
Ternyata sepasang suami istri ini adalah Bi Kun Lun (Kun
lun indah) Sian Wie Goan dan Siau Hu Yong(Hu Yong
Tertawa) Chin lan eng dua orang jago yang dianggap sebagai
pemimpin dunia persilatan dewasa ini.
Dalam pada itu, rembulan sudah berada di angkasa
membuat suasana diatas tanah datar dipuncak bukit itu
nampak agak terang, semua orang segera berkumpul ke
tengah lapangan tersebut.
Bi Kunlun Siau Wie Goan mendongakkan kepalanya
memandang waktu, kemudian ujarnya dengan wajah berseri:
"Waktunya sudah tiba, murgkin orang She Wan akan
mengingkari janjinya.."
Belum selesai dia berkata, mendadak dari tengah udara
telah berkumandang datang suara pekikan panjang yang amat
nyaring.... Mendengar pekikan tersebut, semua orang menjadi
tertegun, pada saat itulah tampak sesosok bayangan hitam
secepat kilat telah meluncur ditengah udara lalu melayang
turun ke tanah.
Serta merta semua orang mundur beberapa langkah
dengan terperanjat. Dengan manisnya orang itu segera
melayang turun ke atas permukaan tanah.
"Haaahhh... haaahhh . .. haaahhh . . . aku orang she Wan
sudah datang terlambat, bila kalian harus menunggu agak
lama, harap suka dimaafkan" katanya lantang.
Rupanya orang yang baru datang itu adalah si busu berusia
pertengahan Wan Liang.
Tampak sekulum senyum, menghiasi bibirnya. Dia berdiri
ditengah arena dengan angkuh dan mengawasi setiap orang
disekitar arena dengan pandangan tajam, akhirnya sorot mata
tersebut berhenti diatas tubuh Bi Kun-lun Siauw Wie Goan.
Mendadak paras mukanya berubah menjadi amat serius,
katanya sambil tertawa dingin :
"Hmm. ...hmm.....sudah kuduga kalau permainan ini
merupakan sandiwara hasil ciptaanmu, Siau Wie Goan,
kuberitahu kepadamu, aku Wan Liang bersikap cukup baik
kepadamu, menganggap kau sebagai saudara sendiri siapa
tahu kau si manusia munafik berwajah manusia berhati
binatang, apa maksudmu merusak nama baikku" Bahkan pada
hari ini telah mengundang jago-jago dari golongan putih dan
golongan hitam untuk menungguku disini, masa kau anggap
aku tidak tahu kalau tujuanmu adalah menginginkan batok
kepalaku ini...." Hm, sekarang aku orang she Wan sudah
datang memenuhi janji, akan kulihat permainan setan macam
apa lagi yang bisa kau tunjukkan kepadaku?"
Sekulum senyuman manis selalu saja menghiasi ujung bibir
Bi Kun Lun Siau Wie Goan, katanya dengan santai :
"Saudara Wan, kau salah paham, berbicara dari hubungan
persahabatan kita ini, masa aku tega melakukan perbuatan
semacam ini kepadamu" Tindak tandukmu itu hanya dalam
hati kecilmu yang tahu, sekalipun aku Siau Wie Goan ingin
melindungi dirimu juga tidak mungkin bisa mewujudkan
keinginanku tersebut ..."
Mendengar perkataan itu, Wan Liang menjadi gusar sekali
sehingga dari balik matanya memancar cahaya berapi api
yang penuh diliputi kegusaran, sambil menggigit bibir serunya
"Siau Wie Goan, kau merampas cinta dan menjebak
temanmu itu ketempat yang memalukan, bahkan secara diam
diam menghubungi kawanan jago dari golongan hitam dan
putih untuk bersama sama menyerang diriku, sekarang masih
bisanya mengucapkan kata kata yang sok gagah, hmm ... kau
anggap aku orang she Wan adalah seorang bocah berusia tiga
tahun yang bisa kau tipu mentah mentah .. .. "
Belum habis dia berkata. Bi Kun Lun Siau Wie-Goan telah
menimbrung lagi:
"Sekarang sudah bukan saatnya berdebat mempersoalkan
masalah itu lagi, malam ini begitu banyak teman yang telah
berada disini, mereka sudah menunggu dengan tak sabar.
sedangkan aku orang she Siau cuma kebetulan saja ikut
menghadiri pertemuan ini, bila kau merasa ada persoalan,
sampaikan saja kepada mereka!"
Setelah berhenti sebentar, dengan wajah penuh senyuman
dia melanjutkan: "Wan heng, mari ku perkenalkan beberapa
orang teman kepadamu, dia adalah Kang pangcu, ketiga
orang bersaudara itu datang dari Tiang Pek San, dan dia ini
adalah ketua Go Bi Pay..."
"Aku orang she Wan sudah tahu.terima kasih banyak atas
perkenalanmu, aku she Wan sudah lama mengenal mereka,
buat apa kita mesti banyak berbicara lagi."
Lotoa dari Tiang Pek Sam Sat(Tiga Malaikat bengis dari
Tiang Pek San) Li Gi segera tertawa dingin tiada hentinya, lalu
berkata: "Bagus, bagus... tampaknya ucapan dari jago pedang angin
puyuh memang cukup cepat dan tegas. nama besarmu bukan
cuma nama kosong belaka. jauh-jauh kami datang kemari
tentu saja bukan dikarenakan ingin bersilat lidah belaka. mari
biar aku orang she Li yang mencoba kepandaian silatmu lebih
dulu." Selesai berkata ia lantas meloloskan sebilah golok dan
bersiap siap untuk melancarkan serangan.
Kit Hong Kiam Khek Wan Li cukup sadar akan keadaan
yang dihadapinya, selesai itu diapun telah bertekad untuk
menghadapi masalah tersebut dengan pertaruhan selembar
jiwanya. maka begitu dilihatnya Lotoa dari Tiang Pek Sam Sat,
si bintang berkepala sembilan Li Gi telah meloloskan
senjatanya tanpa sungkan sungkan lagi diapun segera
mencabut keluar pedang Kit Hong Kiam yang tersoren
dibelakang punggungnya.
Terdengar suara dentingan yang amat nyaring menggema
memecahkan keheningan menyusul kemudian terlihat cahaya
biru memancar ke empat penjuru.
Si Bintang berkepala sembilan logi segera meloloskan
pedangnya daridalam sarung kemudia serunya tertawa:
"Pedang bagus!"
Setelah memegang senjatanya, Kit Hong Kiam khek Wan
Liang segera menggetar pelan senjata mestikanya itu,
ditengah udara segera muncul tiga kuntum bunga pedang
yang menyilaukan mata.
Demonstrasi jurus Bwe Hoa Sam Long (Tiga Kuntum Bunga
Bwee melompat) tersebut dengan cepat memancing pujian
semua orang. Sebenarnya tujuan dari Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
bukan untuk memamerkan kepandaiannya, tapi kejadian ini
justru telah membangkitkan amarah dari bintang berkepala
sembilan Li Gi.
Tampak sepasang matanya melotot besar dengan
memancarkan cahaya kebuasan. ditatapnya wajah Kit Hong
Kiam Khek Wan Liang dengan penuh kegusaran, kemudian
sambil tertawa seram katanya,
"Orang she Wan, lebih baik jangan menjual lagak lagi
disini. mari kita tentukan kemampuan kita diujung senjata!"
Begitu selesai berkata, goloknya segera diputar kencang,
lalu membacok ketubuh Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
dengan mempergunakan jurus Soat Kay Hoan-San (salju
menyelimut Hoa san).
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang merupakan seorang tokoh
sakti dalam dunia persilatan dewasa ini, ilmu pedangnya
sangat lihay sekali, meski belum sampai setahun dia terjun
kedalam dunia persilatan, akan tetapi nama besarnya telah
menggetarkan seluruh kolong langit.
Ilmu pedangnya yang telah mencapai puncak
kesempurnaan itu boleh dibilang merupakan seorang jago
pedang paling tangguh selama seratus tahun belakangan ini.
Ketika dilihatnya golok Kiu Tau Siu Li Gi membacok datang,
sambil mendengus dingin dia miringkan kepalanya kesamping
dan mengegos dari ancaman tersebut, kemudian dengan
cekatan dia mundur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
"Li tangkeh!" ujarnya dengan lantang, "kalau hanya
mengandalkan kemampuanmu seorang masih ketinggalan
jauh sekali, mengapa kalian bertiga tidak maju bersama sama
saja?" Cemoohan yang bernada mengejek ini kontan saja
membuat paras muka Kiu tau siu Li Gi menjadi merah padam.
kegusarannya makin membara, bentaknya keras :
"Keparat she Wan, serahkan selembar jiwa anjingmu!"
Seusai bekata bagaikan anjing gila dia menubruk kedepan.
goloknya diayun ke udara dan membacok batok kepala Kit
Hong Kiam Khek Wan Liang secara keji.
Pada saat itulah dari dalam arena kembali melompat keluar
dua sosok bayangan manusia sambil mengayun golok masing
masing. mereka menyerang Kit Hong Kiam Khek secara ganas.
Tak bisa disangkal lagi, kedua orang itu bukan lain adalah
loji dan losam dari Tiang Pek Sam Sat, Pia Mia Siu(Binatang
beradu jiwa )Li Khing, dan Liat hwe Siu(binatang berangasan)
Li Hiong. Kit Hong Kiam Khek Wan Liang menjadi girang. setelah
dilihatnya ketiga orang itu turun tangan bersama, tanpa terasa
ia mendongakan kepalanya dan berpekik nyaring, menyusul
kemudian sambil menerjang kemuka, dia mengembangkan
permainan ilmu pedang Kit Hong Kiam Hoatnya untuk
melancarkan serangan balasan.
Tiang Pek Sam Sat bukan manusia sembarangan. mereka
sudah terkenal dalam dunia persilatan, sudah banyak
kejahatan yang mereka lakukan, kekejamannya bukan
kepalang, tak sedikit manusia yang tewas ditangan mereka.
Dalam kalangan Liok lim, mereka dikenal sebagai jago kelas
satu yang disegani banyak orang, Akan tetapi bila
dibandingkan dengan kehebatan Kit Hong Kiam khek, maka
kemampuan mereka itu boleh dibilang masih selisih jauh
sekali. Tak selang berapa saat kemudian, empat orang yang
berada diarena pertarungan itu sudah saling bergebrak
sebanyak sepuluh gebrakan lebih.
Mendadak Tiang Pek Sam Sat berpekik aneh, tubuh mereka
melejit setinggi satu kaki lebih, kemudian dengan membentuk
satu garis, tiga bilah golok mereka dengan posisi segitiga,
terbagi menjadi atas, kiri dan kanan bagaikan sebuah jalan
mengurung tubuh Kit Hong Kiam Khek.
Menghadapi ancaman tersebut, Kit Hong Kiam khek Wan
Liang mendengus dingin, dengan jurus Ki-hwee liau-thian
(mengangkat obor membakar langit) pedangnya diangkat
diatas kepala.sepasang matanya mengawasi ketiga kuntum
bunga golok yang meluncur tiba dari tengah angkasa itu
dengan seksama ....
Dengan kecepatan bagaikan sambaran petir ketiga kuntum
bunga golok yang meluncur datang dari tengah angkasa itu
telah tiba dalam sekejap mata . ...
Traaaang benturan senjata yang amat nyaring
berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian
terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati bergema,
bayangan manusia segera berpisah, loji dari Tiang Pek Sam
Sat, si binatang beradu jiwa Li Kheng telah terkapar ditanah
dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan sebaliknya si binatang berkepala sembilan Li Gi dan si
binatang berangan Li Hong segera melejit kesamping untuk
menghindarkan diri, kemudian tanpa berpaling lagi mereka
kabur menyematkan diri dari tempat tersebut.
Sehabis melukai ketiga orang lawannya Itu, Kit Hong Kiam
Khek Wan Liang berdiri tenang seakan-akan tak pernah terjadi
sesuatu apapun, ia berdiri ditempat dengan senyum dikulum,
lalu sambil tersenyum tegurnya :
"Sekarang, tiba giliran siapa"
Bi Kun lun Siau Wie Goan maju dua langkah kedepan, lalu
sahutnya sambil tertawa seram :
"Atas kesudian beberapa orang sahabat yang hadir di arena
malam ini untuk mempercayai diriku, aku telah diangkat
menjadi pemimpin mereka sesungguhnya tujuan kami
mengundang kehadiran saudara Wan kemari, tak lain adalah
berharap kau suka meluluskan satu permintaan kami."
"Apakah permintaan kalian itu?" tanya Kit Hong Kiam Khek
Wan Liong sambil tertawa dingin.
"Minta kepadamu untuk selamanya mengundurkan diri dari
dunia persilatan..." jawab Bi Kun Lun Siau Wie Goan tegas.
"Kalau tidak . . ?" Wan Liang balik bertanya
"Terpaksa aku harus berbuat kasar kepadamu" Baru selesai
Bi Kun Lun Siau Wie-Goan mengutarakan kata katanya, Siau
Hu Yong Cian Lan Eng yong berada disampingnya telah
menukas dengan wajah sedingin es
"Wie-Goan buat apa banyak bicara dengannya, waktu
sudah tidak pagi lagi."
Begitu mendengar ucapan tersebut, seketika itu juga Kit
Hong Kiam Khek merasakan sorot matanya memancarkan
cahaya berapi, dia tak menyangka kalau kekasih yang
dicintainya, kini telah berubah menjadi seorang manusia sekeji
ini. Tak tahan lagi, akhirnya dia mencaci maki dengan penuh
kegusaran : "Perempuan rendah, . sekalipun sudah menjadi setan, aku
orang she Wan ingin mendahar darah dan dagingmu!"
Siau Hu yong Chin Lan Eng segera tertawa terkekeh-kekeh
dengan jalangnya :
"Heehh... . heeehhh. ,.. Wan tayhiap yang sok suci dan sok
gagah, memangnya kau anggap bisa menelan aku Lan eng
dengan begitu saja " Malam ini, bila kau bisa meninggalkan
tempat ini dalam keadaan selamatpun sudah merupakan suatu
kemujuran bagimu"
Saking marahnya Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sempat
tertawa nyaring, suaranya ibarat monyet monyet di selat Wi
sia yang berpekik bersama, suaranya penuh kepedihan.
kesedihan, seperti menjerit, seperti menangis, mengerikan
sekali kedengarannya.
Begitu selesai tertawa, mendadak ia melotot besar,
mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil menggertak
gigi bentaknya.
"Aku orang she Wan tidak percaya kalau kau si perempuan
rendah bisa memiliki kemampuan untuk menahanku disini,
malam ini aku orang she Wan datang dengan membawa tekad
untuk beradu jiwa, tapi setelah mendengar perkataan itu, aku
orang she Wan justru tak akan mati, ingin kulihat apa yang
bisa kau lakukan terhadap diriku?"
Baru selesai Kit Hong Kiam Khek Wan Liang berkata,
mendadak terdengar suara seseorang yang tua tapi nyaring
bergema datang.
"Omitohud!"
Dari sudut tanah lapang itu pelan pelan berjalan mendekat
seorang pendeta tua.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera berpaling sekejap ke
arahnya, ternyata orang itu adalah Leng Kong taysu,
ciangbujin dari partai Go bi .. ..
Dengan langkah pelan Leng kHong toysu berjalan ketengah
arena, kemudian tegurnya:
"Wan tayhiap, sejak berpisah baik baikkah kau" Mengingat
hubungan persahabatan kita selama beberapa tahun, pinceng
ingin menasehatimu dengan sepatah kata: Turutilah anjuran
dari Siau tayhiap, sejak detik ini mengundurkan diri dari
keramaian dunia persilatan dan jangAn muncul kembali dalam
keramaian dunia!"
"Mengapa" Persoalan dari aku orang she Wan hanya aku
sendiri yang bisa memutuskan. Hari ini, mengapa taysu malah
berkomplot dengan kaum munafik untuk menghadapi aku?"
Malam ini, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sudah cukup
menyadari akan situasi yang dihadapinya, diapun tahu
kesalahan pahaman umat persilatan kepadanya tak mungkin
bisa dijelaskan dalam sepatah kata saja, oleh karena itu sikap
maupun caranya berbicara pun turut berubah menjadi agak
keras dan ketus.
Tapi dengan demikian. hal ini justru telah telah
membangkitkan kemarahan umum dari semua jago lihay yang
berkumpul diarena hari ini.
Belum sempat Leng KHong taysu menjawab pertanyaan itu,
ketua Tiang Ciu Pang dari sungai kuning Kang Hong Siang
telah membentak dengan penuh kegusaran:
"Orang she Wan, yakinkah kau dapat mengundurkan diri
dengan selamat..?"
"Soal ini tidak perlu kau risaukan!" jawab Kit Hong Kiam
Khek Wan Liang sinis.
"Bagus sekali!" ketua Tiang ciau pang Kang-Hong Siang
tertawa lebar, "rupanya kau orang she Wan, seorang manusia
tak tahu diri, hm... kau anggap kepandaian yang kau miliki
sudah terhitung sangat liehay" Siapa tahu lohu dapat
memenuhi harapanmu itu".
Begitu selesai berkata dia segera menggerakkan sepasang
bahunya dan bergerak kedepan dengan kecepatan luar biasa,
belum tiba pada sasarannya, sebuah pukulan dahsyat yang
disertai desingan angin tajam telah di lontarkan keatas tubuh
Kit Hong Kiam Khek.
Sebelum peristiwa ini, antara Kang Hong Siang dan Wan
Liang memang sudah pernah terikat oleh suatu perselisihan,
kin begitu musuh besar saling bertemu,tanpa terasa lagi
Padam seluruh wajahnya, tanpa banyak berbicara lagi
pertarungan sengit segera berkobar.
Padahal keadaan seperti ini justru merupakan apa yang
dihadapkan oleh Kit Hong Kiam Khek Wan Liang, sebab
berbicara soal kemampuan. dia masih sanggup untuk
mengungguli setiap orang yang hadir diarena bila pertarungan
dilangsungkan satu lawan satu.
Tapi orang kuno pernah berkata. Sepasang tangan susah
menghadapi empat tangan, hohan sukar menahan kerubutan
orang banyak Andai kata belasan orang jago lihay yang hadir
sekarang menyerang bersama sama, betapapun lihaynya ilmu
silat yang dimiiki Kit Hong Kiam Khek Wan Lang, toh lebih
banyak ancaman bahayanya daripada keuntungan.
Maka diapun segera menggunakan sistim memecah belah
kekuatan lawan untuk mengobarkan kemarahan mereka satu
demi satu, kemudian membereskan pula mereka satu demi
satu, sehingga dengan demikian, akan makin melemah
kekuatan lawannya.
Tatkala serangan dari Kang Hong Siang di lancarkan
datang, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang juga tak sungkan
sungkan lagi, pedang mustikanya segera diayunkan ke udara
membentuk serentetan bianglala yang amat menyilaukan
mata, lalu dengan Jurus Khong Ciok Say "burung merak
mementangkan sayap" pedangnya membuat selapis kabut
pedang yang tebal untuk membendung lebih dulu ancaman
dahsyat lawan, setelah itu sambil berpekik nyaring tubuh
berikut pedangnya melebur menjadi satu mulai
mengembangkan permainan ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat
yang telah didalaminya selama dua puluh tahunan itu.
"Sreeet, sreseet, sreeet....." tiga buah serangan berantai di
lancarkan secara beruntun memaksa Kang pangcu yang
menjagoi sungai Huang Ho ini terdesak mundur sejauh satu
kaki- Belum lagi dirinya berdiri tegak, suatu pekikan nyaring
kembali berkumandang, pedangnya dengan menciptakan
selapis cahaya tajam langsung membabat batok kepala Kang
Hong Siang dengan 'Liu tian ciau ka' "kilat dan guntur menjadi
satu". Pada hakekatnya serangan tersebut dilancarkan dengan
kecePatan yang amat sukar diikuti dengan pandangan mata,
mimpipun Kang Hong Siang tidak mengira kalau ilmu pedang
Kit Hong Kiam yang amat termashur itu mengandung jurus
ampuh yang mematikan.
Menanti ia menyadari tibanya cahaya biru didepan mata,
keadaan sudah terlambat, tanap terasa ia menjerit kaget:
"Habislah riwayat ku kali ini!"
dengan cepat ia memejamkan matanya menantikan
datangnya kematian.
Di saat yang kritis itu. mendadak dari tengah arena
meluncur dua sosok bayangan hitam kemudian menyusul dari
arena itu berkumandanglah suara bentrokan senjata yang
amat nyaring...
Tiba tiba saja Kang Hong Siang merasakan munculnya
segulung angin pukulan yang dahsyat itu menghantarnya
keluar dari arena dan jatuh terkapar ditanah.
Menanti dia dapat kembali, tampaklah Leng Khong toysu
dan Bi Kun Lun Siau Wie Goan telah menyelamatkan selembar
jiwanya barusan.
sementara itu, Bi Kun Lun Siau Wie Goan telah menjadi
naik pitam, dia itu lantas membentak dengan nyaring:
"Saudara sekalian malam ini dia tak boleh dibiarkan pergi
lagi dalam keadaan hidup.:
Selesai berkata dia segera meloloskan pedang nya lebih
dulu. Kawanan jago lainnya juga meloloskan senjata masing
masing, hanya Leng kong taysu, ketua dari Go bi pay saja
yang menggulung bajunya sehingga kelihatan lengannya yang
kekar, ia tidak mempergunakan senjata tajam,.
Menyaksikan situasi yang terbentang ada di depan mata
itu, seketika itu juga Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
merasakan hatinya turut menjadi tegang, dia cukup tahu kalau
kawanan jago yang hadir di arena sekarang terdiri dari jago
jago golongan putih maupun hitam, sebagian besar jago jago
itu merupakan kelas satu dalam dunia persilatan, bukan
berarti suatu pekerjaan gampang untuk melarikan diri dari
kepungan dengan selamat.
Tampak sorot matanya itu terakhir berhenti diatas tubuh Bi
Kun Lun Siau Wie Goan, dibalik sorot matanya itu terpancar
keluar rasa benci dan dendam yang amat tebal.
Selama ini Bi Kun Lun Siau Wie Goan hanya tertawa dingin
tiada hentinya, sedang istrinya Siau Hu Yong Chi Lan Eng
tertawa jalang, tampaknya mereka sengaja berbuat demikian
untuk membangkitkan kemarahan dari Kit Hong Kiam Khek
Wan Liang agar lebih cepat turun tangan untuk menentukan
mati hidup mereka.
Benar juga, Kit Hong Kiam Khek segera masuk perangkap,
dengan sorot mata yang berapi-api seperti binatang buas. dia
memandang ke kiri kanan dengan garangnya, persis seperti
seekor harimau yang sedang mengincar mangsanya.
Anehnya, sekalipun kawan jago tersebut sudah begitu lama
melakukan pengepungan, namun tak seorangpun diantara
mereka yang maju untuk melancarkan serangan
Tapi hal inipun tak bisa disalahkan. Kit Hong Kiam Khek
Wan Liang sudah termashur dipersilatan sebagai seorang
jagoan yang amat dahsyat. bagaimanapun banyaknya
kawanan jago yang mengurungnya, tak urung mereka dibikin
tercekat juga oleh kegagahan lawannya.
It ci hoa kim (pedang satu huruf) Yu liang gi dari Thian
cong pay tak dapat menahan sabarnya lagi, mendadak ia
membentak keras.
"Apalagi yang mesti dinantikan?"
Begitu selesai berkata (bunga kuncup baru mekar),
kemudian dengan membawa sambaran angin tajam
membacok tubuh Wan Liang.
Begitu It Ci hoa Kiam Yu liang gi mempelopori serangan
tersebut, To gan sinkun (malaikat sakti bermata tunggal) Cong
Eng hui yang berada disebelah kanannya segera
menggerakkan senjata andalannya Siang coa kou (sepasang
kaitan ular) untuk menyerang Kit Hong Kiam Khek.
Begitu dua orang itu sudah melibatkan diri dalam
pertempuran, serentak puluhan orang jago lihay lainnya turut
melepaskan pula serangan-serangan.
Walaupun Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sudah bertekad
untuk melangsungkan pertarungan sengit, setelah
menyaksikan kejadian itu, tak urung naik pitam juga
dibuatnya, dia segera membentak gusar: "Bedebah, kalian
benar-benar tak tahu malu !"
Pedang Kit Hong Kiamnya segera berubah dengan jurus
Ban Hong jut ciau (selaksa lebah keluar sarang), secepat kilat
dia menerjang It ci hoa Kiam Yu Liang Gi, tapi sampai
ditengah jalan, nendadak dia marubah jurus serangannnya
menjadi Thian ho ta sia (sungai langit tumpah kebawah)
dengan kecepatan tinggi ia berganti menususk pergelangan
tangan dari To Gan sinkun Cong Eng hui.
Jurus serangan ini sekilas pandangan seperti terdiri dari
dua gerakan, padahal diantara maju mundurnya terbentuk
selapis cahaya tajam yang bersambungan,
It-ci hoa-Kiam Yu Liang gi. si jagoan pedang dari Thiamcongpay itu segera merasakan pandangan matanya menjadi
kabur, sementara dia mundur dengan gugup, pedang sakti
dari Kit Hong Kiam Khek telah berganti arah mengancam To
gan-sinkun. Dipihak lain To Gan sinkun Cong Eng hui mimpipun tak
pernah menduga kalau Kit Hong Kiam Khek bakal
mempergunakan taktik suara ditimur menyerang kebara unutk
memperdaya dirinya, menanti desingan angin pedang sudah
tiba didepan badan, untuk menghindar tak sempat lagi.
Tahu tahu ujung pedang Wan Liang secepat kilat sudah
menyambar diatas pergelangan tangannya secara telak.
Mendadak terdengar To gan sinkun Cong Eng hui menjerit
keras, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan, sambil memegangi pergelangan tangannya
yang terluka dia mengundurkan diri dari arena pertarungan.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa macam gerakan itu dilakukan dalam waktu
singkat, meski panjang untuk diceritakan. padahal
kecepatannya ibarat sambaran cahaya berkilat saja.
Dalam waktu singkat seluruh arena telah diliputi kilatan
golok dan pedang serta suara teriakan yang memekakan
telinga, diantaranya terdengar beberapa kali jeritan ngeri serta
teriakan kesakitan.
Dalam sekejap mata, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang telah
dikepung musuh dari empat penjuru, semua musuh yang
dihadapinya rata rata merupakan jagoan kelas satu, walaupun
ia sudah mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya
untuk melawan, namun setiap saat dia mesti menghadapi
rintangan yang cukup berat.
Betul dia tangguh dan berilmu tinggi, tapi mungkinkah dia
untuk menghadapi kerubutuan puluhan orang sekaligus.
Ternyata Bi Kun Lun siau Wie Goan cukup licik, setiap kali
melancarkan serangan dia selalu meninggalkan beberapa
bagian tenaga murninya. sikap tersebut seakan-akan hendak
memberi kesempatan bagi Kit Hong Kiam Khek untuk
mengatur naps, tapi bagi pandangan orang yang pintar maka
tindakan semacam ini justru menunjukkan kelicikan, seakanakan
dia merasa tidak puas sebelum menyaksikan Wan Liang
mati kelelahan dan kehabisan tenaga.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang cukup memahami keadaan
tersebut, maka diapun khusus mencari Siau Wie Goan sebagai
sasarannya, jurus serangan demi jurus serangan semuanya
dibacokkan ketubuh Bi kun lun.
Tak selang setengah perminum teh kemudian sekujur
badan Kit Hong Kiam Khek sudah penuh dengan luka bacokan
, darah segar telah membasahi seluruh badannya, namun dia
masih tetap melawan dengan gagah beraninya.
Siau Hu Yong Chin Lan Eng katanya saja turut ambil bagian
dalam kerubutan tersebut, tapi dia lebih tepat kalau dibilang
membantu mencaci maki.
Perempuan jalang yang tak tahu malu ini sembari
melancarkan serangan, ia selalu melontarkan kata kata
cemoohan dengan kata yang kotor dan cabul untuk
merangsang kegusaran Wan Liang.
Bahkan boleh dibilang setiap kata yang diucapkan olehnya
terasa bagiakan sebilah pisau yang menembusi perasan Wan
Liang, membuat ia merasa amat menderita.
Begitulah disamping harus melakukan perlawanan matimatian
terhadap ancaman yang datang dari kawanan jago
lihay, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang juga harus menaan sakit
hatinya akibat cemoohan orang, batinnya mengalami
penderitaan, siksaan yang amat sangat ini membuat jago tua
ini teringat untuk mati.
Tapi baru saja ingatan untuk mati melintas didalam
benaknya, napsu untuk hidup serta bara api dendam yang
membara dalam bati semakin berkobar, dengan cepat ingatan
mana melintas dalam benaknya, diam-diam dia pun berpikir :
"Aku tak boleh mati, bagaimanapun juga aku harus tetap
hidup lebih lanjut !"
Begitu ingatan mana melintas lewat, tiba-tiba ia
mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring, segenap
sisa tenaga dalam yang di milikinya dihimpan menjadi satu,
dengan mennjejakkan kakinya ketanah. Dia melambung tinggi
dua kaki lebih ke tengah udara, kemudian berjumpalitan,
pedang menciptakan berkuntum bunga pedang yang bagaikan
hujan gerimis menyelimuti tubuh semua orang.
Waktu itu para jago bertarung dengan penuh napsu,
menyaksikan ia melambung keudara. serentak semua orang
mengangkat goloknya ke atas pula.
"Omitohud" seru Leng Khong taysu dari Go Bi Pay
menyusul dibelakang tubuh Wan Liang, dia melejit pula
ketengah udara sambil melancarkan sebuah pukulan.
Bila digencet dari atas dan bawah, bagaimanapun lihaynya
ilmu silat yang kau miliki, rasanya sulit juga untuk
menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Kit liong-Kiam-kek Wan Liang memang cukup lihay,
tubuhnya yang baru melesat sejauh satu kaki dari permukaan
tanah itu mendadak menghentikan gerakan badannya, lalu
dengan ilmunya Sia Khong Teng sin (Menghentikan badan
ditengah udara) dia menahan gerakan tubuhnya, kemudian
pedanga yang sebenarnya hendak membacok kebawah itu
diangkat keatas secara tiba-tiba.
Dengan meringankan tubuh Liu Im ti (Tangga awan
berjalan) yang amat liehay itu, tubuhnya melejit keudara, saat
itulah dia bertemu dengan sergapan yang dilepaskan Leng
Khong taysu dari atas kebawah.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sangat membenci kawanan
jago silat yang menganggap dirinya pendekar tapi
kenyataannya berbuat sewewenang wenang, tanpa berpikir
panjang lagi pedangnya dengan manggunakan jurus Thian
khong lui hee (guntur menggelegar dari tengah angkasa)
langsung membabat sepasang kaki Leng Kong taysu.
Kasihan Leng khong taysu yang terlalu memandang enteng
lawannya itu, tatkala menyaksikan pedang saktinya
menyambar kebawah, tubuhnya sudah tak sanggup lagi untuk
melejit keudara.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan. kaki Leng Hong taysu tahu-tahu
sudah terpapas kutung menjadi dua bagian, orangnya pun
segera ribih terkapar keatas tanah dan jatuh tak sadarkan diri.
Bi Kun Lun Siau Wie Goan yang pertama menemukan
peristiwa ini, sambil membentak gusar tubuh berikut
pedangnya segera melebur menjadi satu, kemudian meluncur
kearah mana Kit Hong Kiam Khek terjatuh tadi.
Sayang keadaan sudah terlambat. tubuh Kit Hong Kiam
Khek telah lenyap dibawah tebing Goan Gwat Peng tersebut.
-Bagian PertamaSENJA TELAH menjelang tiba, matahari sore dengan
membawa sisa cahayanya telah bersembunyi dibalik bukit,
angin berhembus kencang menggugurkan dedaunan yang
mengering. Dalam suasana beginilah, lamat lamat terdengar suara
derap kaki kuda yang lemah diiringi suara gemerisik
berkumandang datang diri bawah bukit sana ....
Tak lama kemudian, dari balik tikungan bukit muncul
seekor kuda kurus yang bernafas memburu dan tubuh penuh
dengan pasir, di-atas kuda tadi duduk seorang lelaki setengah
umur yang berpakaian dengan warna luntur. sebilah pedang
antik tersoren dipinggangnya, tapi wajahnya murung dan
sedih. . Dengan termangu dia duduk diatas pelana sambil
membawa sinar mata ke tempat sana.
Dalam pangkuannya sebelah depan duduk pula bocah
berumur lima, enam tahun yang berwajah tampan dengan
bibir yang merah serta dua baris gigi berwarna putih.
Kuda itu, dengan susah payah berjalan maju ke depan.
Mendadak terdengar bunyi burung yang ber-kaok kaok,
ketika lelaki setengah umur itu mendongakkan kepalanya
tampaklah seekor burung gagak sedang bertengger diatas
dahan sambil berbunyi tiada hentinya.
Dengan rasa segan lelaki setengah umur itu menarik
kembali sinar matanya yang sayu, kemudian tertawa dingin,
gumamnya: "Binatang sialan, kaupun dapat mewartakan suasana
murung bagi diriku .. . ."
Tiba tiba kuda kurus itu terkulai lemas dan roboh terkapar
keatas tanah ....
Dengan tubuh terkejut lelaki setengah umur itu menyambut
tubuh si bocah dan melompat turun dari atas pelana.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya, tampak bayangan abu
abu berkelebat lewat, lelaki setengah umur itu sudah
melayang turun ke atas tanah.
Tangannya yang satu menahan tali lesnya, sementara
tangan yang lain mengelus bulu surai kuda tersebut sambil
ujarnya dengan penuh perhatian :
"Siau hek, kau terlalu lelah, mari kita istirahat sebentar,
menanti kesehatan tubuhmu sudah pulih kembali kita baru
lanjutkan perjalanan ini... "
"Aaai... kau pasti akan menggerutu kepada ku sebagai
majikan yang tak pernah memikirkan tentang dirimu, padahal
aku sendiri pun merasa murung dan sedih, coba bayangkan,
Hanya setahun, dalam setahun yang singkat, kau dan aku
telah berubah ... bukankah begitu" Siau hek..."
Kuda kurus yang bernama "Siau hek" itu seakan akan
mengerti dengan perkataan dari majikannya, dia meringkik
tiada hentinya seperti lagi menghela nafas.
Lelaki berusia pertengahan itu segers menepuk nepuk leher
si kuda menitahkan kepadanya untuk beristirahat. lalu sambil
duduk di sampingnya, dengan penuh kasih sayang dia
membelai bulu surai kuda itu seraya katanya"Kau bertambah kurus Siau hek, untung kau dan aku tak
usah menempuh badai lagi. teringat tahun berselang, kita
masih termasyur sampai dimana-mana, kapankah kita pernah
menjadi anjinga yang dikejar kejar orang" Apakah inilah balas
jasa yang harus kita terima bagi perjuangan kita selama
sepuluh tahun?"
Gumamam tersebut segera menyentuh perasaan sedih
yang mencekam perasaan lelaki setengah umur itu, dia separti
merasakan tekanan batin yang amat hebat tapi tak sanggup
untuk mengutarakannya keluar, selesai berkata ternyata dia
mendekam diatas tengkuk si Siau hek dan menangis tersedu
sedu .... Air mata yang panas meleleh keluar membasahi pipinya
dan menembusi pakaiannya, tiap air mata berarti setetes
darah, suatu persoalan.
Yaa, selama sepuluh tahun berjuang, menanamkan
kebaikan dan kebajikan bagi manusia tapi hasil yang
diperolehnya hanya cemoohan dan dendam kesumat, bahkan
kekasih yang di cintai bagaikan nyawa sendiripun telah
meninggalkan pelukannya berpindah ke pelukan orang-lain.
Yang lebih mengenaskan lagi adalah ia lari ke dalam
pelukan seorang lelaki yang sebetulnya merupakan sobat karib
yang dianggap bagaikan saudara kandung sendiri, tak heran
kalau dia jadi sedih dan melelehkan air mata.
"Hayo bangun Siau hek! Kita sudah hidup miskin dan
terdesak, tiada sesuatu kenangan yang bisa diingat kembali"
Ucapan semacam itu entah sudah diulang beberapa kali,
dan sslalu diucapkan dalam keadaan kecewa dan sedih
Siau hek segera menggerakkan lehernya sambil meringkik
panjang, tiba tiba ia bangkit berdiri.
Mula mula lelaki itu membimbing bocah itu terlebih dulu,
kemudian ia baru naik keatas punggung kudanya dan
melanjutkan perjalanannya menelusuri jalan.
Waktu itu sudah bulan sembilan, angin musim gugur
berhembus kencang menggugurkan dedaunan dan
menggoyangkan dahan serta ranting, membuat suasana jadi
bertambah suram dan gelap ....
Ditengah keheningan yang mencekam hanya ada derap
kaki kuda serta deruan angin kencang yang membelah bumi,
suasana semacam ini membuat pendekar itu merasa dirinya
makin kesepian, makin terasing dari keramaian dunia.
Ternyata lelaki setengah umur itu tak lain adalah Kit Hong
Kiam Khek Wan Liang yang pernah menggetarkan seluruh
dunia. Apakah dia benar benar telah mengundurkan diri dari
keramaian dania persilatan"
Berapa tahun berselang, baik jago dari golongan putih
maupun golongan hitam segera akan mengacungkan
jempolnya bila menyinggung tentang Kit Hong Kiam Khek Wan
Liang. Tapi sekarang, apa sebabnya dia bisa berubah menjadi
begitu mengenaskan dan menyedihkan"
Dia sesungguhnya lagi menghindarkan diri dari apa"
Sedang menantikan apa"
Waktu itu, setelah dari tebing Koan jit peng Kit Hong Kiam
Khek telah jatuh tak sadarkan diri.
Orang bilang: Siapa menanam kebaikan dia akan mendapat
kebaikan Kit Hong Kiam Khek Wan Liang pernah menolong
nyawa seorang bocah didalam sebuah hutan yang lebat,
akhirnya selembar jiwanya ditolong pula oleh bocah kecil itu.
Ketika Kit Hong Kiam Khek Wan Liang tersadar kembali dari
pingsannya dan melihat si bocah kecil yang duduk
disampingnya, seketika itu juga keinginan untuk hidup segera
tumbuh dalam hatinya, dia bertekad hendak hidup lebih jauh,
bertekad hendak mencari kecepatan uniuk membalas dendam,
membalas sakit hati.
Maka sambil memaksakan diri dia mengambil obat dari
sakunya, lalu menitahkan kepada bocah itu untuk
mengobatinya. Bocah itu adalah putra dari Suma Tiong-yu, seorang
pembesar setia dari Pemerintah asa itu, selain cerdik juga
berbakat bagus, oleh karena itu ia dapat melaksanakan
perawatan yang baik untuk menyembuhkan luka dari lelaki
tersebut. Berhubung kedua orang itu sama sama hidup sebatang
kara maka timbul perasaan simpatik diantara kedua belah
pihak. Kit-Hong-Kiam-kek Wan Liang merasa marah karena
difitnah orang dan dikucilkan dari dunia persilatan, sebaliknya
Suma Thian-yu, si bocah itu telah kehilangan kedua orang tua
nya dan tak punya tempat tinggal lagi.
Maka dari itu, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera
mengambil keputusan untuk mengajaknya melakukan
perjalanan bersama. Setelah beristirahat selama beberapa hari
dibawah bukit Ciat thian Hong, sambil berusaha
menghindarkan diri dari pengejaran Bi Kun Lun Siau Wie
Goan, diapun berusaha menyembuhkan luka nya.
Ternyata setelah sehat kembali, Kit Hong kiam Khek Wan
Liang merasakan pukulan batin yang amat berat membuatnya
berusaha untuk menghindarkan diri dari kenyataan, sering
merasakan tersentuh hatinya dan sedih, padahal penderitaan
yang dialaminya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan
dengan apa yang diderita bocah kecil itu.
Suma Thian yu pernah bermaksud untuk belajar silat dari
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang namun permintaan itu ditolak
olehnya.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlu diketahui, selama hidupnya Kit Hong Kiam khek Wan
Liang selalu terbenam dalam ilmu silat, maka masa depannya
menjadi hancur tak karuan, sini dia merasa muak terhadap
Segala macam perselisihan dau pembunuhan dalam dunia
persilatan Mengingat apa yang telah dialaminya selama ini, sudah
tentu dia tak ingin menyaksikan bocah itu mengalami nasib
yang sama seperti diri nya, tak heran kalau permintaan bocah
itu di tolak tegas-tegas.
Waktu malam sudah kelam, angin berhembus kencang
membuat suasana amat mengerikan.
Setelah melewati sebuah gunung yang tinggi, didepan
muncul sebuah bukit kecil yang diliputi kabut tebal,lama sekali
Kit Hong Kiam khek Wan Liang memperhatikan bukit tersebut,
akhirnya dia bergumam lagi kepada si kuda Siau-hek
"Sudah sampai siau Hek, didepan sanalah bukit Gi Im Hong
masih ingatkah kau" Enam tahun berselang aku pernah
memberitahukan kepadamu dikemudian hari aku akan
mengajaknya berdiam dibukit ini tak kusangka enam tahun
kemudian, kami benar-benar telah kembali kesini, bukit Gi im
hong masih tetap seperti dulu, tapi di. . ,"
Dengan sedih dia menghela napas panjang, semua
kemurungan yang memenuhi dadanya selama inipun buyar
mengikuti helaan napas tersebut.
Tanpa terasa bayangan tubuh Siau Hu yong Chin Lan eng
melintas kembali dalam benaknya, wajahnya yang menawan,
senyumnya yang manis, dan suaranya yang begitu merdu.
Sumpah setianya masih mendengung dalam telinganya,
cinta kasihnya yang dalam serasa masih menyelimuti dadanya,
tanpa terasa Wan Liang menjadi melamun, terbuai oleh
lamunan nya yang indah.
Hingga burung gagak berbunyi memecahkan kesunyian, ia
baru tersadar dari lamunannya
Puncak Gi Im Hong terletak dalam propinsi Oulam dalam
deretan pegunungan Kil ih san, puncak itu menjulang tinggi ke
angkasa dikelilingi banyak bukit lainnya.
"Rumah" dari Kit Hong Kiam Khek Wan Liang terletak
dipunggung bukit terjal tersebut, yaitu didalam sebuah gua
kuno yang dikelilingi oleh semak belukar.
Gua itu ditemukan Kit Hong Kiam Khek Wan Liang pada
enam tahun berselang, ketika ia sedang menemani Siau hu
yong Chin San eng berpesiar ketempat itu, waktu itu mereka
telah bekerja keras hampir sebulan lamanya untuk
mendandani gua itu, bahkan menyiapkan pula alat
perlengkapan rumah tangga sebagai tempat mereka berdiam
dikemudian hari.
Tapi, perubahan manusia sukar diduga siapa sangka enam
tahun kemudian, yang datang kembali ke gua hanya seorang
pendekar pedang yang murung dan sedih.
Yaa, siapakah yang dapat menduga perubahan nasib yang
bakal menimpa dirinya "
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang dengan mengajak Yu Ji dan
kuda kurus menuju kedepan gua. ternyata ia tak berani masuk
kedalam, semua benda yang berada disana hanya akan
membangkitkan kenangan dan kesedihan di dalam hatinya
saja. Tiba didepan gua, lamat lamat Wan Liang mengendus bau
harum tubuh dari kekasihnya, andaikata yang masuk kedalam
rumah- mereka sekarang adalah mereka berdua, tentu indah
sekali suasananya ketika itu. . .Angin gunung berhembus
kencang membuat Yu ji merasa kedinginan setengah mati,
tanpa terasa dengan gigi beradu pintanya kepada Wan Liang;
"Paman, aku kedinginan; bagaimana kalau kita imasuk
untuk beristirahat ?"
Mendengar perkataan itu, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
baru tersentak bangun dari lamunannya.ia melirik sekejap
kearah Yu ji, benar juga ia telah mengkerut menjadi satu dan
gemetar tiada hentinya. Dengan perasaan hati yang kecut
Wan Liang segera membawanya melompat turun dari atas
kuda, dengan cepat ia menemukan tombol rahasia pembuka
pintu, setelah mengikat kudanya didahan pohon, dia
membopong bocah itu masuk kedalam gua.
Ruangan gua itu sangat luas, setelah melalui gerbang,
mereka melewati sebuah lorong yang panjang satu kaki,
didalam terdapat ruangan-ruangan gua yang terang
benderang. pada langit-langit gua itu penuh terdapat mutiara
yang digunakan sebagai alat penerang.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera menurunkan Suma
Thian yu keatas tanah, kemudian melangkah masuk kedalam
pintu sebelah kanan.
Baru saja melangkah maju setengah tindak, mendadak ia
menjerit tertahan dengan penuh lain kaget:
"Haaaah?" Seperti orang kalap ia menerjang masuk
keruang dalam. Suma Thian yu dibikin tertegun oleh tindak tanduknya yang
aneh itu, dia cepat memburu kedalam ruangan dan mengintip
dengan rasa ingin tahu
Tampak Kit Hong Kiam Khek sedang berdiri termangu
memegang sebuah kotak kayu yang berukir indah, matanya
mendelong sementara tangannya yang memegang kotak
tersebut gemetar tiada hentinya.
Lama kemudian, ia baru membuka kotak itu, ternyata
didalamnya berisi secarik kertas...
Dengan wajah pucat, bibir gemetar keras dan mata melotot
besar, lama sekali Kit Hong kiam khek Wan Liang tertegun,
akhirnya dia merobek robek kertas itu, membanting kotak
kayu itu ketanah dan menyumpah dengan penuh kegusaran:
"Perempuan lonte, kamu benar benar perempuan lonte yang
tidak tahu malu, watakmu memang watak lonte, melihat orang
lain lantas tertarik, bukan cuma menyia nyiakanku, kaupun
memaki aku . .. Hmm! Kau perempuan berhati busuk seperti
ular beracun, kau anggap perbuatanmu itu akan membuatku
marah dan mampus" Haaahhh . . . .haa ha ha haa.....aku
justru tak akan mampus, lihat saja nanti..."
Dalam gelak tawa yang amat keras itulah segenap amarah
dan rasa bencinya dilampiaskan keluar, suaranya mengerikan
sekali, seperti orang tertawa dan juga bagai orang menangis
seperti berteriak, lalu seperti monyet yang berpekik, membuat
tiap orang yang sempat mendengarkan suara tertawanya itu
menjadi bergidik.
Dalam waktu singkat seluruh cahaya dalam gua itu
bagaikan bergoncang keras, seperti ada gempa bumi yang
tiba tiba melanda tempat itu, membuat Yu ji yang berada
didepan pintu pun merasakan sukmanya serasa melayang
meninggalkan tubuh, bulu kuduknya pada bangun berdiri,
tangan kakinya gemetar keras.
Jilid 2. Yu-ji, Pewaris muda Bu Tong Pay
DAN tiba-tiba suara tertawanya berhenti, seperti sebuah
bola yang kehabisan udara tiba-tiba dia menjatuhkan diri
diatas meja dan menangis tersedu sedu.
Dalam waktu singkat rasa gusar yang membara kini
berubah menjadi keheningan dan kesedihan, dari sini dapat
diketahui betapa rumitnya pertentangan batin yang sedang
melanda didalam hati. Sampai lama kemudian Wan Liang baru
menghentikan tangisnya dan mendongakkan kepala,
kebetulan ia saksikan Suma Thian yu sedang berjongkok
hendak memungut giok bei retak yang melompat keluar dalam
kotak kayu itu. Hawa amarah yang selama ini mencekam
perasaannya mendadak saja meledak dengan suara
menggelegar bentaknya keras-keras:
"Yu ji, jangan pungut benda itu!"
Suma Thian yu amat terkejut, merah padam wajahnya
karena jengah, dengan cepat ia letakkan kembali giok bei
yang dipunggutnya ketempat semula, kemudian Siap
meninggalkan tempat itu. Dalam pada itu, kemarahan kit hong
kiam kek Wan Liang telah mereda, pelan-pelan dia berkata
lagi: "Yu ji, ambil benda itu! Ia menandakan hati paman telah
retak, bawalah, aku percaya, waktu dapat mengobati luka
paman yang sudah parah ini."
Suma Thian-yu benar benar dibikin pusing dan tak habis
mengerti oleh sikap pamannya yang luar biasa itu, untuk
sesaat dia tak tahu harus memungut benda itu atau jangan.
Melihat kejadian itu, Wan Liang segera berseru kembali:
"Apa yang kau sangsikan lagi. Biarpun diatasnya telah
bertambah dengan sebuah bekas retakan, namun tidak
mengurangi kecemerlanganannya yang asli, Yu ji, kau masih
muda, sekarang tak akan kau pahami keadaan tersebut,
sekalipun ku utarakan hal yang sesungguhnya belum tentu
kau akan mengerti, biarkan waktu yang menjelaskan
kesemuanya ini kepadamu!"
Seusai berkata, kembali dia menghela napas. Berapa
banyak yang diketahui Suma thian yu" Dalam benaknya yang
masih polos dia merasa bahwa mainan giok bei yang terletak
ditanah itu sangat indah, tentu saja ia tak tahu kalau dibalik
mainan giok bei itu sebenarnya tersimpan suatu kenangan
yang indah juga memedihkan hati, sekalipun diatasnya diliputi
kesedihan dan awan gelap namun cahaya aslinya masih tetap
bersinar terang.
Suma Thian yu tidak sangsi lagi, dengan sangat berhati-hati
ia memungut benda itu dari atas tanah lalu menyimpannya
kedalam saku. Yu ji amar menyukainya, meski diatasnya telah
bertambah dengan sebuah celah yang cukup dalam.
Pelan-pelan kit hong kiam kek berjalan keluar, ditatapnya
Suma Thian yu sekejap, kemudian tegurnya: 'Kau sudah
lapar" Apakah ter biasa makan rangsum kering?"
"Ehmm..!" Suma Thian yu mengiakan, padahal dia tak tahu
apa yang disebut rangsum kering, jangankan melihat
bentuknya, mendengar namanya pun belum pernah.
Wan Liang berjalan kesamping Siau Hek, dari dalam
kantung kulitnya ia mengeluarkan sebungkus rangsum kering,
sambil di angsurkan ke tangan Suma Thian yu katanya:
"Untuk sementara waktu makanlah rangsum kering ini
untuk menahan lapar, kalau menginginkan air, diatas dinding
yang dibelakang tubuhmu terdapat mata air yang agak dingin
airnya, jangan diminum sekaligus, lebih baik kumurkan dulu
dimulut, kemudian baru ditelan kalau tidak, badanmu bisa tak
tahan." Suma Thian yu segera membuka bungkusan kertas itu,
ternyata yang dimaksudkan sebagai rangsum kering adalah
kerak nasi yang mengeras bagai batu, tanpa terasa keningnya
berkerut dan agak lama dia ragu untuk memakannya.
Tapi, ketika ia teringat disampingnya berdiri si paman
berwatak aneh yang sedang mengawasi gerak geriknya, maka
tanpa berpikir panjang lagi ia segera menggigitnya.
Sebab kalau dia ragu, berarti memberitahukan kepada
paman itu kalau dia bukan seorang anak yang tahan uji.
Begitulah, setelah menggigit sepotong dia memakanrnya
dengan lagak seakan-akan enak, malah sambil makan dia
berkata. Eeehmm...enak sekali rasanya, paman, mengapa kau tidak
turut makan.."
Sejak permulaan hingga sekarang, kit hong kiam kek Wan
Liang mengawasi terus gera-gerik bocah itu, melihat keuletan
sibocah tersebut, saking terharunya air matanya jatuh
bercucuran, katanya kemudian dengan suara parau.
"Nak, kau memang hebat sekali, dengan usiamu begitu
muda, ternyata kau begitu ulet, tahan uji dan mempunyai
semangat besar untuk mengendalikan diri, masa depan mu
pasti cemerlang."
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sekulum senyuman
segar menghiasi wajahnya.
Ketika Yu ji mendongakkan kepalanya dan menemukan
senyuman menghiasi wajah paman nya, dia menjadi tertegun.
Semenjak berkenalan dengan pamannya, baru pertama kali
ini dia menyaksikan orang itu tertawa, segera pikirnya:
"Ternyata paman bukan orang yang menakutkan!
senyuman itu begitu ramah dan menawan hati"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia lantas menubruk
kedalam pelukan Kit hong kiam kek Wan Liang sambil berseru:
"Paman...."
Kit hong kiam kek Wan Liang memeluk tubuh suma Thian
yu erat erat, saking terharunya dia sampai tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun, sampai lama, lama sekali,
sambil membelai tubah Yu ji, dia bergumam lirih.
"Yu ji, kau ... kau masih kedinginan?"
"Masih sedikit, paman"
"Selewatnya berapa hari, paman akan mengajarkan
semacam sim hoat tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin,
bersediakah kau untuk mempelajarinya...?"
Mendengar kabar itu, Suma Thian yu menjadi girang
setengah mati, dengan wajah berseri segera sahutnya:
"Sungguh paman" Ohh, paman, kau betul-betul sangat baik
kepadaku, tak kusangka kalau paman bersedia mengajarkan
kepandaian ilmu silat kepadaku"
Kit hong kiam kek wan Liang mengelengkan kepalanya
berulang kali, sambil tertawa getir ujarnya:
"Bukan, bukan begitu, aku hanya akan mengajarkan tenaga
dalam saja untuk mengusir hawa dingin"
"Mengapa?"
Sejak mengetahui kalau pamannya dapat terbang, Suma
Thian yu merasa kagum sekali, maka betapa kecewanya dia
setelah mengetahui kalau pamannya tidak berhasrat untuk
mewariskan kepandaian tersebut bepadanya.
Buru-buru dia berseru lagi:
"Yu ji ingin terbang, terbang ke angkasa dengan bebas,
hidup bahagia, mengapa paman tidak bersedia
mengajarkannya kepadaku?"
"Anak baik" kata Kit hong kiam kek wan Liang sambil
menghela napas, "aku tidak ber?harap kaupun mengikut jejak
hidup dari paman, kalau kuterangkan sekarang mungkin kau
belum dapat memahaminya, waktu itu kalau paman tidak
belajar silat, bagaimana mungkin kualami nasib yang tragis
seperti apa yang kualami sekarang. Aaaai.... untuk
menyesalpun sudah tak sempat lagi buat paman, mengapa
pula aku harus menyeret mu untuk terjun pula kedunia seperti
ini?" Berbicara sampai disitu, diamatinya Yu ji beberapa saat,
dirabanya tulang badan sekujur badannya, lalu berguman.
"Tapi... mengapa pula aku harus menyia-nyiakan bakat
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang begini baiknya untuk berlatih silat?"
Tapi setelah termenung beberapa saat, kembali dia
menggelengkan kepalanya berulang kali sambil melanjutkan:
"Tidak, aku tak bisa berbuat demikian hal ini harus
disalahkan apa sebabnya aku bisa menerima nasib setragis ini"
Dengan kebingungan Suma thian yu memandang tingkah
laku Wan Liang yang sangat aneh, kemudian tanyanya dengan
tercengang: Paman, apa yang sedang kau katakan?"
"Ahh...tidak" Kit hong kiam kek Wan liang menyambut,
dengan perasaan apa boleh buat dia melanjutakan, "aku rasa
lebih baik pu satkan saja semua pikiianmu untuk memperoleh
kesuksesan dibidang satra, dikemudian hari kau bisa
menyamai ayahmu, menjadi pembesar yang berpangkat
tinggi, sukakah kau akan pangkat tinggi?"
Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, tak tahu apa yang meski dijawab, padahal dia sendiri pun
tidak begitu mengerti apa yang dimaksudkan dengan sastra,
dan apa pula yang dimaksudkan dengan ilmu silat, dalam
keadaan begitu, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia bisa
menentukan pilihannya untuk menjawab.
Walau demikian, perasaan yang bersembunyi didalam
hatinya berbicara bahwa dia enggan menjadi pembesar, sebab
kehidupan semacam itu terlampau terikat, tidak bebas.
Kembali Kit hong kiam kek Wan Liang berkata:
"Jangan banyak curiga, andaikata paman bersedia
melepaskan ilmu silat untuk mengejar bidang sastra, sejak
dahulu aku telah merebut gelar Congkoan, kau anggap paman
tidak mengeri akan Su siu ngo keng?"
"Tidak, tidak, Yu ji bukan berpendapat demikian, hanya
saja Yu ji merasa malas untuk mempelajarinya....."
"Sekarang, waktu sudah tidak pagi, malam ini kau boleh
berada bersama paman, aku lihat kaupun sudah cukup lelah,
lebih baik pergi-beristirahat lebih dulu"
Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu terbangun dari
tidurnya, ia tidak menemukan pamannya berada dalam kamar,
cepat-cepat bocah itu bangun sambil lari keluar.
Baru tiba dimulut gua, dia saksikan Kit hong klam kek wan
Liang sedang berjalan masuk sambil menenteng pedang.
Dengan suara keras Yu ji segera berteriak, "Paman, pagi
benar kau sudah bangun, Yu ji mengira kau sudah pergi
meninggalkan tempat ini!"
Kit hong kiam kek wan Liang segera tersenyum.
"Anak bodoh, mana paman akan meninggalkan dirimu
seorang diri" Di sini adalah rumah ku, sekarang merupakan
ruman kita, mengapa tanpa sebab aku harus pergi
meninggalkan tempat ini?"
"Yaa, benar". Tempat ini adalah rumah kita, paman,"
apakah setiap hari kau tentu akan bangun tidur sepagi ini?"
"Ehmm, udara pagi membantu manusia untuk
menyehatkan badan, dikemudian hari kaupun tak boleh malas
tidur terus, setiap pagi harus bangun iebih awal lagi"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan,
"Mari kita perbaiki sedikit pintu luar gua ini, daripada
membiarkan orang jahat berha?sil memasuki tempat ini"
"Bagaimana cara memperbaikinya?"
"Sederhana sekali, asal kita sumbat pintu gua yang
pertama, lalu membuka pintu gua yang lain, hal ini akan
beres" Dengan kecerdasan dan ilmu silat yang dimiliki Kit hong
kiam kek, tak selang beberapa lama kemudian pekerjaan
mereka untuk memindahkan pintu gua tersebut dapat berjalan
dengan lancar. Sambil menepuk-nepuk bajunya membersihkan dari debu,
Wan Liang berkata dengan penuh rasa percaya pada diri
sendiri: "Siau wi goan, wahai Siau wi goan, sekali pun kau lebih
licikpun tak akan berhasil menemukan aku Wan Liang!"
Kemudian kepada Yu ji yang berada disampingnya dia
berpesan. "Yu ji, selanjutnya kau pun tak boleh bermain-main disini,
mengerti?"
"Mengapa?" dengan perasaan tak mengerti dia
membelalakan matanya lebar-lebar dan bertanya keheranan,
"kalau tidak bermain di sini, aku harus bermain dimana?"
"Masuk keluar lewat pintu belakang, disitu merupakan gua
bagian belakang, didepan gua adalah hutan bambu yang amat
luas, pagi hari kalau kau suka bermain, bermainlah disitu, tapi
kau harus ingat dengan pesan paman, jangan membiarkan
jejak kita diketahui orang, mengerti?"
Suma Thian yu masih tidak habis mengerti tapi dia tak
berani bertanya lebih jauh, sebab dia cukup menyadari bahwa
watak pamannya ini aneh sekali, sekali salah bertanya bisa
jadi akan mengakibatkan datangnya dampratan atau teguran
marah. Malam musim gugur adalah malam yang dingin, terutama
sekali ditempat ketinggian puncak Gi im hong di bukit Kiu ih
san, boleh dibilang tempat itu tidak cocok untuk dihuni
manusia maupun binatang.
Oleh karena itu, bukan saja Kit hong kiam kek Wan Liang
telah mewariskan tenaga dalamnya kepada Yu ji, lagi pula
diapun mengeluarkan empat butir pil Ku goan cing wan yang
selama ini dianggapnya sebagai mestika yang melebihi nyawa
sendiri untuk Yu ji telan, bahkan membantunya pula untuk
menembusi jalan darah penting dalam tubuhnya.
Setelah lewat beberapa bulan lamanya, tubuh Suma Thian
yu yang lemah kini menjadi kekar dan kuat, terutama sekali
udara disitu memang berjalan lancar.
Dalam waktu singkat, tiga tahun sudah berlalu tanpa
terasa, kecuali mempunyai dasar tenaga dalam yang kuat, Yu
ji hanya pandai ilmu sastra dan ilmu sejarah, karena selain
kepandaian itu, Kit hong kiam kek Wan Liang tidak
mengajarkan ilmu pedang kepadanya.
Padahal didalam kenyataannya usaha Kit hong kiam kek
Wan Liang hanya sia-sia belaka sebab setiap kau dia keluar
untuk berlatih pedangnya, suma Thian yu selalu mengintip
secara diam-diam dan menyerap kepandaian tersebut sedikit
demi sedikit. Dalam dua tahun saja, seluruh jurus pedang Kit hong kiam
hoat yang paling diandalkan oleh Kit hong kiam kek Wan Liang
telah ber hasil dicuri semua oleh Suma Thian yu.
Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang bocah yang
cerdik dan mempunyai bakat bagus untuk belajar silat, dia pun
mempunyai ingatan yang luar biasa, tiap kali berhasil
menyadap suatu jurus pedang pada malam harinya, maka
dipagi harinya kemudian ia mencoba untuk melatih diri.
Meski begitu, dalam kenyataanya Kit hong kiam kek sendiri
sama sekali tidak memahami akan rahasia tersebut.
Mungkin inilah yang dinamakan takdir, bila takdir
menghendaki demikian, siapakah yang bisa membantahnya
lagi" Suatu hari Suma Thian yu bermain main seorang diri ke
dalam hutan bambu diluar gua, setiap kali keluar dari guanya,
dia selalu menuruti pesan dari Wan Liang untuk mgmeriksa
dahulu sekeliling tempat itu, bila tidak menemukan manusia
yang mencurigakan, ia harus kabur keluar dari gua secepat
cepatnya menuju kehutan bambu.
Bagaikan pencuri saja, Suma Thian yu selalu berpaling
dengan curiga untuk memperhatikan apakah pamannya Wan
Liang membuntuti atau tidak, kemudia dia akan lari
kebelakang sebuah batu besar, mengambil sebuah pedang
yang terbuat dari bambu dan melatih diri dengan amat tekun.
Setelah pedang bambu ada ditangan, Suma thian yu mulai
melatih ilmu pedang Kit hong kiam hoatnya dari awal sampai
akhir, semua jurus serangan dirangkaikan menjadi satu dan
menyerangnya dengan kecepatan tinggi, sebentar menyerang
sebentar bertahan sebentar meninggi sebentar merendah,
ketika mencapai pada puncaknya, hampir saja seluruh
bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan mata.
Seorang bocah cilik yang berusia delapan tahun ternyata
sanggup membawakan ilmu Pedang kit hong kiam hoat yang
pernah mengemparkan dunia persilatan itu dengan begitu
hafal dan matang, seandainya dia tidak berbakat bagus, mana
mungkin hal ini dapat dilakukan"
Setiap kali melatih diri, Suma Thian yu selalu akan
termenung sampai lama sekali, ada kalanya dia membuat
garis-garis ditanah untuk memecahkan perubahan jurus
serangannya, setelah itu garis- garis itu akan dihapus dengan
kaki dan mulai berlatih lagi agak awal.
Semangat dan keuletan semacam ini betul-betul sesuatu
yang luar biasa sekali.
Hari ini Suma thian yu keluar dari guanya itu jauh lebih itu,
dalam gua tak ada persoalan yang harus dikerjakan, muka
diapun menggunakan waktu yang paling baik untuk
melakukan penyelidikan kemudian melatih ilmu pedang
curiaannya itu bersungguh-sungguh.
Tatkala dia selesai berlatih dan baru saja akan kembali
kedalam gua, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar
suara seseorang yang serak tua sedang memuji:
"Ilmu pedang bagus! Ilmu pedang bagus! Betul-betul luar
biasa sekali......"
Mendengar teguran itu, Suma Thian yu menjadi tertegun,
dia mengira jejaknya ketahuan pamannya, dengan cepat dia
berpaling kebelakang.
Tapi dengan cepat dia merasa terkejut, ternyata hutan itu
sepi dan kosong, tak nampak sesosok bayangan manusia pun
berada disana. "Mungkinkah aku telah salah mendengar" Aaaaah, tidak
mungkin, tidak mungkin aku salah mendengar, kalau
tidak.....aaah, jangan-jangan di sini ada setannya...."
Teringat akan setan, tanpa terasa bulu kuduknya pada
bangun berdiri, hawa dingin pun segera menyerang ke dalam
ulu hatinya. "Bocah, aku berada disini!" suara yang parau tua itu
kembali berkumandang datang.
Mendengar seruan tersebut, dengan cepat Suma Thian yu
berpaling tapi dengan cepat dia menjerit kaget:
"Aahh!"
Ternyata diatas batu cadas raksasa itu, entah sejak kapan
telah duduk seorang kakek yang amat gagah.
Tampak kakek itu memakai baju pendeta yang berwarna
abu-abu, jenggotnya sepanjang dada, ketika berkibar
terhembus angin kelihatan menambah kewibawaannya.
Suma Thian yu segera tertarik oleh kelihaian yang
mengagumkan itu, meski dia merasa kakek itu ramah dan
amat simpatik, tapi dia masih tetap berdiri termangu disitu
sambil mengawasi dengan mulut melongo.
Sampai lama sekali, dia baru bisa menegur.
Siapakah kau orang tua?" Dengan ramah kakek itu
mengape kearahnya lalu ujarnya sambil tersenyum manis:
"Mari, kemarilah, kau tak usah takut bocah!"
Seakan akan mempunyai suatu daya pengaruh yang besar
tak terbantahkan, tak sadar Suma Thian yu berjalan
mendekatinya, tapi sepasang matanya masih menampikkan
sorot mata takut.
Dengan cepat kakek berambut putih menjulurkan
tangannya untuk membelai rambut Suma Thian yu, lalu sambil
tertawa katanya.
"Bocah, siapakah namamu" Darimana kau pelajari ilmu
pedang tersebut?"
Dengan hormat sekali Suma Thian yu menjawab.
"Aku bernama Suma Thian yu, ilmu pedang ini...
Tiba-tiba dia merasa rikuh untuk mengatakanya keluar,
yaa, bagaimanapun juga kepandaian tersebut diperoleh
dengan jalan mencuri, bagaimana mungkin dia dapat berterus
terang kepada orang lain"
Melihat bocah itu ragu-ragu untuk menjawab, kakek
berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.... haahhh.... haaahhh....tak usah malu, dengan
usiamu yang begitu muda, kau bisa mencuri belajar demi
kepentingan pribadi, hal mana boleh dibilang sesuatu yang
luar biasa, juga menunjukkan hasratmu untuk maju"
Mendengar perkatan itu, Suma Thian yu merasakan hatinya
bergetar keras, segera pikirnya:
Darimana dia bisa tahu kalau aku belajar dengan mencuri"
Jangan-jangan dia adalah dewa?"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa merah padam selembar
wajahnya karena jengah, tanpa terasa dia menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
Kembali kakek berambut putih itu berkata:
"Bocah, tiada sesuatu yang perlu dijengahkan, semua
persoalanmu cukup kupahami, kau tahu sudah berapa lama
aku datang kemari"
Ketika di tunggunya sebentar dan tidak melihat, Yu ji
menjawab, dia menyambung kata"katanya lebih jauh:
"Aku sudah semenjak tiga hari berselang memperhatikan
gerak gerikmu, dengan usiamu yang begitu muda tapi tekun
melatih diri, dikemudian hari kau pasti akan berhasil dengan
sukses" Dengan mulut membungkam Suma Thian yu mendengar
perkataan itu tanpa berbicara, dia hanya merasakan kakek ini
terlampau misterius, pada hakekatnya seperti dewa dalam
dongeng, tanpa terasa timbul rasa hormatnya kepada kakek
itu. "Bocah, beritahu kepadaku, siapakah orang yang berdiam
bersamamu didalam gua itu!" tanya si kakek lebih jauh,
"jangan takut, aku bu kan orang jahat....."
"....." dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali tanpa menjawab, tak sepatah katapun
yang diutarakan keluar dari mulutnya.
"Bagus sekali!, bagus sekali, tak mau menjawab tak
apalah" kakek berambut putih itu tertwa terbahak-bahak dan
mengganguk memuji.
Yu ji segera mendongakkan kepalanya memandang ke arah
kakek itu dengan pandang menyesal, sorot mata itu seakanakan
sedang memberi-tahukan kepada si kakek bahwa dia tak
dapat menjawab sejujurnya.
Tampak kakek itu bisa memahami maksud hati diri Yu ji,
sambil tertawa dia lantas manggut-manggut.
"bocah, kau tak usah berbicara lagi, aku cukup memahami
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maksud hatimu itu, apa yang kau lakukan memang benar, aku
tak dapat menyalahkan dirimu"
Setelah mendengar perkataan dari kakek itu, Suma Thian
yu merasa semakin rikuh sehing?ga selembar wajahnya
berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
"Bocah, inginkah kau untuk mempelajari ilmu silat yang luar
biasa?" mendadak kakek itu mengalihkan pokok
pembicaraannya ke soal lain.
"Ingin....."
"Dapatkah kau hidup menderita?" tanya si kakek lebih jauh.
"Dapat, aku dapat, apakah kau orang tua bersedia memberi
pelajaran ilmu silat padaku?"
Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah....haah...tulang belulang lohu sudah hampir
mengering, mana mungkin aku bisa memberi pelajaran
Kepadamu, lagipula akupun tak tahu harus menggunakan
kepandaian apa saja untuk memberi pelajaran Kepadamu!"
Mendengar jawaban tersebut, Yu ji menjadi tertegun, lalu
dengan keheranan dia bertanya.
"Kalau begitu....."
Belum habis dia berkata, kakek berambut putih itu sudah
menukas kembali:
"Besok pagi kau boleh datanglagi kesini, tapi ingat jangan
kau ceritakan pertemuan kita pada hari ini kepada siapun,
termasuk orang dalam gua itu, mengerti?"
"Yu ji turut perintah" dengan hormat sekali Suma Thian yu
segera membungkukan badannya memberi hormat.
Siapa tahu ketika mendongakkan kepalanya lagi, bocah itu
segera menjerit kaget.
Rupanya sikakek berambut putih yang semula berada
didepan matanya itu kini sydah lenyap tak berbekas.
Tampaknya dikala dia menganggukan ke?palanya tadi,
kakek itu sudah pergi meninggalkan tempat itu, sedemikian
cepat gerakan tubuh nya sehingga sukar rasanya untuk di
percayai. Dengan termangu-mangu Suma Thian yu memandang
ketempat kejauhan sana, sementara benaknya masih dipenuhi
oleh semua gerak-gerik, tingkah laku, serta setiap patah kata
yang dilakukan kakek itu.
Dalam hati kecilnya mulai diliputi perasaan curiga, terutama
sekali kata sikakek menjelang kepergiannya tadi, seakan-akan
si kakek itu sudah tahu kalau orang yang menghuni didalam
gua itu adalah Kit hong kiam kek Wan Liang.
Tanpa terasa Suma Thian yu menjadi agak takut, dia tak
tahu kakek berambut putih tadi seorang kawan atau lawan.
Dia hanya merasa bahwa kemunculan kakek berambut
putih itu kelewat aneh, dan kepergiannya juga terlampau
misterius. "Siapakah dia?" tanpa terasa Suma Thian yu bergumam
seorang diri. Yaa, siapakah dia" Siapakah kakek yang aneh itu"
Mungkinkah dia adalah orang yang bermaksud jahat terhadap
Kit hong kiam kek Wan Liang"
Mungkinkah dia adalah seorang musuh paman nya yang
sedang mengincar keselamatannya" Atau orang ia. lewat
secara kebetulan saja"
Atau mungkin dia memang benar-benar ada niat untuk
memberi pelajaran ilmu silat kepadanya"
Pelbagai ingatan yang berkecamuk dalam benaknya itu,
membuat Yu ji jadi termangu-mangu.
Bagian Kedua MUSIM panas kembali telah menjelang tiba.
Setiap pagi, dari dalam hutan bambu disebelah barat
puncak Gi im hong di bukit Kiu ih san, selalu muncul segulung
cahaya pedang yang menyambar-nyambar.
Cahaya tersebut dipancarkan dari pedang Suma Thian yu
setiap kali dia melatih kepandal silatnya.
Cuma sekarang dia sudah bukan Yu ji yang dulu, waktu
terasa berlalu dengan begitu cepat, delapan tahun sudah
lewat tanpa terasa, dari seorang bocah yang manis, kini Suma
Thian yu telah berubah jadi seorang pemuda tampan.
Tatkala dia telah selesai melatih ilmu pedang Kit hong kiam
hoat nya, sambil menarik kembali pedang bambunya dia
lantas bergumam:
"Heran, mengapa suhu belum juga datang" Aahh benar,
dia orangtua telah berkata kalau hari ini kedatangannya akan
sedikit terlambat"
Sambil berkata dengan menentang pedang bambu, pelanpelan
dia berjalan keluar dari hutan bambu itu.
Tatkala baru tiba ditepi hutan, mendadak... "Sreeett"
setitikk cahaya emas menyambar kearahnya dari depan sana.
Suma thian yu menjadi amat terperanjat, sambil menekuk
kaki kirinya dan menarik kebelakang secara tiba-tiba tubuhnya
melesat ke belakang dengan gerakan datar, kemudian setelah
melihat kearah benda itu, pikirnya dengan geli.
"Aaaah... benda kecil ini hanya mengagetkan hati ku saja,
aku masih mengira ada senjata rahasia yang di sambit
datang" Ternyata benda kuning tersebut adalah ekor ular kecil yang
berwarna kuning emas, panjangnya kurang lebih satu depa
dan seluruh badannya memancarkan cahaya emas seandainya
ular itu tak bergerak di tanah, orang pasti akan mengiranya
sekeping emas. tatkala ular emas itu menyaksikan Suma thian yu dapat
menggegos seranggannya dengan gampang dan sedikitpun
tidak gugup, dengan cepat dia sadar kalau telah berjumpa
dengan musuh tangguh, cepat-cepat ia melarikan diri keluar
hutan. Walaupun Suma Thian yu dibesarkan diatas gunung, tapi
baru pertama kali ini dia saksikan ular kecil seindah ini, tanpa
terasa timbul sifat kekanak-kanakannya, tanpa memikirkan
tentang ancaman mara bahaya lagi, dia segera melakukan
pengejaran dari belakang.
Delapan tahun melatih diri dengan tekun, apa lagi
mendapat petunjuk dari guru yang pandai, ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki Suma Thian yu sekarang boleh dibilang
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali...
Tampak tubuhnya melejit ketengah udara lalu mengejar
dari belakang tubuh ular emas tersebut.
Bagaikan dibelakang tubuhnya ada matanya, ternyata ular
emas itupun merasa kalau Suma Thian yu sedang mengejar
dirinya, mendadak dia melingkarkan tubuhnya menjadi satu
hingga berbentuk gelang, kemudian menggelinding sejauh
dua kaki lebih dari tempat semula dengan suatu gerakan yang
amat cekatan. Tatkala Suma Thian yu menyaksikan mahluk kecil itu
pandai sekali berkelit dan melarikan diri, timbul perasaan ingin
tahu dan gembira nya didalam hati dia merasa semakin
tertarik dengan binatang tersebut.
Sebenarnya asal dia sambit binatang itu dengan batu,
niscaya ular emas itu akan terbunuh, tapi dia tak tega berbuat
begitu, ia merasa kalau bisa ditangkap hidup-hidup, sudah
pasti makhluk kecil itu merupakan kawan bermain yang
menyenangkan. Maka selangkah demi selangkah dia mengejar terus dengan
ketat. Akhirnya ular berwarna emas itu telah lari menuju kedepan
sebuah gua, Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu
menjadi amat gelisah, kuatir ular emas itu lari kedalam gua
sehingga lebih sukar untuk menangkapnya.
Maka kakinya lantas menjejak tanah, kemudian seluruh
tubuhnya melambung ketengah udara bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya dia menerjang kearah mana ular
emas itu melarikan diri.
Si ular emas itupun cukup licik, ternyata ia melejitkan
tubuhnya lalu sambil membabatkan ekornya ketanah, secepat
kilat ular tadi menyusup kedalam semak belukar disamping
gua tersebut. Tindakannya ini sama sekali diluar dugaan Suma Thian yu,
maka ketika ia menyadari akan hal ini, keadaan sudah
terlambat, ular emas tadi telah menyusup masuK kebalik
semak belukar. Buru-buru Suma Thian yu melayang turun keatas tanah
dan memeriksa sekeliling semak tersebut, namun bayangan
tubuh dari ular emat tadi sudah lenyap tak berbekas.
Akhirnya dengan gemas bercampur dongkol didepakdepakan
kakinya keatas tanah sambil menghela napas.
"Benar-benar seekor binatang yang licik, sebenarnya saya
hanya ingin mengajakmu bermain, siapa tahu kau
ketakutan..."
Tapi pemuda itu enggan menyerah dengan begitu saja,
dengan cepat dia mengambil sebatang ranting pohon dan
menghantam kesana kemari di sekeliling semak tersebut,
dalam anggapannya asal ular emas kecil itu masih
bersembunyi disana, niscaya dia akan kabur keluar.
Siapa tahu walapun sudah dibongkar sekian lama ternyata
tiada hasilnya barang sedikitpun, akhirnya dengan hati
mendongkol dia mema tahkan ranting pohon tersebut sembari
menyumpah. "Ingat saja", bila kena kutemukan lagi dikemudian hari,
pasti tak akan kuampuni dirimu.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, Suma
Thian yu segera memandang sekejap kedalam gua, lalu
gumamnya. Jangan-jangan dia kabur kedalam gua"
Berpikir sampai disitu, tanpa ragu-ragu lagi dia berjalan
menuju ke depan gua, tapi melihat keadaan gua tersebut ia
menjadi tertegun.
Semak yang lebat telah tumbuh diluar gua itu sehingga
hampir saja menutupi seluruh gua tadi, menengok dari luar,
keadaan dalam gua itu gelap gulita dan terasa menyiarkan
bau amis yang menusuk hidung.
Dalam keadaan demikian, betapapun besarnya nyali Suma
Thian yu, tak urung hatinya agak keder juga, dia menjadi
sangsi untuk me lanjutkan perjalanannya memasuki gua
tersebut. Seandainya dalam gua itu berdiam binatang buas atau ular
beracun, bukankah tindakannya memasuki gua tersebut akan
sangat membahayakan keselamatan jiwanya, apalagi kalau
ular emas itu sudah terlanjur kabur, untuk menang?kapnya
kembali pun bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Berpikir demikian, dengan putus asa dia lantas memandang
sekejap ke arah depan gua.
Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, dengan girang
serunya kemudian:
"Aaah, ada akal, kali ini kau simakhluk kecil jangan harap
bisa lolos lagi!"
Tampak pedang bambunya diayunkan keatas semak
didepan gua itu dengan sepenuh tenaga, seketika itu juga
semua rumput dan ilalang sudah terpapas bersih, apalagi
setelah di injak-injak, tak selang berapa saat kemudian, depan
gua itu menjadi rata dan suasana didalam gua itupun menjadi
lebih terang. Tindakannya ini bukan khusus untuk membuat terangnya
suasana dalam gua saja, setelah terjadinya kegaduhan
barusan, andaikata didalam gua tersembunyi binatang buas
atau ular beracun, niscaya binatang-binatang itu sudah kabur
keluar. Tapi sudah sekian lama ia menunggu, ternyata didalam gua
tenang-tenang saja tanpa terjadinya suatu peristiwa, hal ini
membuktikan kalau didalam gua itu memang tidak terdapat
makhluk beracun atau binatang buas.
Dengan memberanikan diri Suma Thian yu lantas
melangkah masuk kedalam gua itu.
Mendadak ia menangkap suara rintihan yang sangat lemah
berkumandang datang dari dalam gua itu, suara tersebut
bagaikan rintihan kesakitan dari sejenis binatang, tapi menurut
dugaannya, sudah jelas suara tersebut bukan suara manusia.
Bau apek didalam gua tersebut amat tebal, hal ini
merupakan bukti kalau tempat itu sudah lama tak pernah
dijamah manusia sehingga udaranya lembab, tapi darimana
datangnya suara rintihan tersebut.
Delapan tahun melatih diri dengan tekun tenaga dalam
yang dimiliki Suma Thian yu sekarang telah membuat pemuda
tersebut bisa memandang ditempat kegelapan, kini dia sudah
memperhatikan keadaan dalam gua, namun tiada sesuatupun
yang berhasil ditemukan, semen-tara suara aneh tadi masih
saja berkumandang tiada hentinya.
Maka dari dalam sakunya dia mengeluarkan korek api dan
membuat alat penerangan yang diangkat keatas, ketika ia
mencoba memeriksa sekitar tempat itu, hatinya semakin
keheranan ternyata di tempat itu tidak dijumpai apa-apa, gua
itu kosong melompong.
Anehnya, suara yang sangat aneh itu masih saja
berkumandang datang dari dalam gua itu.
Jika tiada benda, tiada makhluk, darimana datangnya suara
aneh itu" Tanpa terasa peristiwa ini membuat Suma Thian yu tidak
habis mengerti, untuk sesaat lamanya dia berdiri termangu
disitu sambil termenung, kemudian atas dorongan rasa ingin
tahu yang tebal, dia melanjutkan kembali perjalanannya
memasuki gua itu.
Cahaya api yang berada ditangannya membuat suasana
dalam gua itu menjadi terang.
Mendadak Suma Thian yu menemukan dinding gua yang
datar dan licin itu penuh didapati tonjolan-tonjolan serta
lekukan-lekukan yang sangat aneh, tapi oleh karena sudah
ber?usia lama hingga diatasnya sudah dilampiri oleh debu dan
pasir, seandainya tidak diperiksa dengan seksama sulit
rasanya uniuk menemukan rahasia tersebut.
Buru-buru Suma Thian yu menggosoknya dengan tangan,
setelah pasiur dan debu itu hilang, diatas dinding tersebut
segera muncul sebuah ukiran berbentuk manusia.
Penemuan ini segera saja membuat pemuda itu kegirangan
sampai lupa daratan, buru-buru dia membersihkan dinding
yang lain dari debu dan pasir, setiap kali dia selesai
membersih?kan sebuah tonjolan maka muncul pula sebuah
ukiran berbentuk manusia.
Bentuk ukiran dari manusia-manusia itu ada yang
berbentuk duduk atau berukir secara hidup dan indah.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suma thian yu tahu kalau ukiran manusiadibuat oleh
kepandaian silat yang maha sakti, sudah pasti disinilah
seorang tokoh silat jaman dahulu kala meninggalkan ilmu
silatnya, Selama delapan tahun terakhir ini, dia seringkali
mendengar suhu serta paman Wan nya membicarakan
kejadian semacam ini.
Kejadian ini boleh dibilang merupakan suatu penemuan
yang tak terduga, andaikata dia juga tahu kalau ular kecil
berwarna emas itu merupakan raja ular yang paling beracun di
didunia ini, sampai matipun dia tak akan berani untuk
mengejarnya, dan mungkin dia pun tak akan terpancing
sampai di dalam gua kuno ini..
Sementara dia sedang berdiri sambil memperhatikan
bentuk gaya dari ukiran tersebut, mendadak terendus bau
harum yang menyegarkan muncul dari balik gua itu, bau itu
harum sekali, seperti bunga anggrek, seperti juga bau buah
yang matang, tapi yang pasti bau harum tersebut membuat
sekujur badannya segera segar kembali.
Dalam sekejap mata pula bau busuk yang semula
menyelimuti gua itu tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tapi suara aneh tadi bergema semakin nyaring daripada
tadi, untuk sesaat lamanya Su?ma Thian yu menjadi lupa
dengan ukiran di atas dinding yang baru saja ditemukannya
itu. Dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk kedalam
gua menghampiri sumber dari suara aneh tersebut.
Tapi, walaupun Yu ji telah menggeledah seluruh isi gua itu,
alhasil dia tidak berhasil menemukan sesuatu apapun yang
mencuri-gakan, hal ini membuatnya semakin tertegun dan
keheranan. Dalam pada itu bahan penerangan yang di bawanya sudah
hampir habis, dia lantas membuang sisa obornya ke tanah
dengan harapan akan pergunakan sisa waktu yang amat
sedikit itu untuk mengingat ingat gerakan aneh yang tertera
diatas dinding.
Siapa tahu, pada saat itulah suatu peristiwa aneh kembali
terjadi di depan matanya.
Tatkala sisa obor itu dibuang ke atas tanah, tiba-tiba saja ia
temukan disudut dinding gua itu tumbuh sebatang rumput liar
yang kecil dan pendek, tanpa terasa ia teringat kembali
dengan bau harum semerbak yang diendusnya tadi, janganjangan
bau harum tadi berasal dari rumput liar ini?".
Ternyata dugaannya memang benar, sewaktu dia
membungkukkkan badannya mendekati rumput liar tersebut,
bau harum semerbak yang terendus makin menebal,
sebaliknya suara eneh yang kedengaran tadipun makin lama
semakin bertambah nyaring.
Tampak olehnya rumput liar itu terbagi menjadi tiga daun,
bentuk daunnya seperti pedang dengan panjang sejari tangan,
warnanya merah darah.
Sejak kecil Suma Thian yu memang dipelajari nama dan
bentuk pelbagai rumput dan tumbuhan aneh dari kit hong
kiam kek Wan Liong, meski begitu, ternyata dia tidak
mengetahui nama dari rumput aneh dijumpainya sekarang.
Dasar sifat kanak-kanakanya belum hilang, ternyata Suma
Thian yu memetik selembar daun pedang tersebut dari
tangkainya dan dien-dus dekat lubang hidungnya.
Siapa tahu, begitu daun tadi tersentuh oleh tangan Suma
Thian yu, tiba-tiba saja daun tadi menjadi layu dan bau
harumnya pun seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kenyataan ini membuat Suma Thian yu semakin
tercengang. Bukankah daun itu masih segar sewaktu dipetik"
Mengapa begitu tersentuh dengan tangannya lantas layu dan
mati" Setelah mengalami pengalaman tersebut, dia tak berani
bertindak gegabah lagi, ia tahu tumbuhan aneh semacam ini
merupakan suatu tumbuhan yang amat langka, menyianyiakan
selembar daun yang di lakukannya barusan sudah
merupakan pantangan yane besar, jika sisa yang tinggal dua
lembar itu harus disia-siakan belaka, hal ini benar benar
merupakan suatu tindakan yang patut disesalkan.
Maka diapun membungkukkan badan dan menjilat daun
berbentuk pedang itu dengan lidahnya.
Baru saja ujung lidahnya menyentuh daun tersebut,
mendadak... , "Weees!" diiringi suara yang pelan, segulung
cairan segar segera meleleh keluar lewat lidahnya masuk ke
dalam perut. Seketika itu juga sekujur badannya gemetar keras, rongga
badannya terasa merekah besar, apalagi ketika cairan tadi
masuk ke dalam perutnya, pemuda itu segera merasakan
tubuhnya seakan-akan terjerumus ke dalam gudang es yang
dingin sekali. Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Suma Thian yu,
buru-buru dia duduk bersila sambil bersemadi, ilmu Ciong
goan sim hoat ajaran Kit hong kiam kek Wan Liang segera
dikerahkan untuk mengelilingi seluruh badannya.
Tak lama kemudian hawa dingin tadi lenyap tak berbekas,
dia segera merasakan sekujur badannya menjadi lebih enteng
dan segar. Dasar pemuda yang pintar, lagipula memang berbakat
alam, dengan cepat ia sadar kalau benda yang dihisapnya
adalah suatu benda yang amat langka, maka dengan kilat ia
membungkukkan badannya lagi dan menempelkan lidahnya
keatas daun terakhir yang masih tersisa.
Kali ini, tatkala caiian tersebut masuk kedalam tubuhnya,
bukan saja membuat badannya saja bergetar keras, seluruh
lidahnya kontan menjadi kaku bercampur gatal, segulung
cairan panas secepat kilat menerjang masuk melalui rongga
mulut dan mengalir ke dalam perutnya.
Begitu hawa panas tadi berjumpa dengan hawa dingin yang
berada dalam perutnya, seketika itu juga terjadi suatu reaksi
yang sangat hebat, seketika itu juga Yu ji merasakan perutnya
seperti mau meledak, rasa sakit yang melilit perutnya tak
terlukiskan dengan kata-kata, buru-buru dia memejamkan
matanya untuk mengatur pernapasan.
Tak lama kemudian, semua penderitaan yang dialaminya
itu telah hilang tak berbekas, aliran hawa panas itupun
dengan melewati pusar bergerak naik keatas menuju Khi hay
hiat, lalu seperti seekor tikus yang terjang kesana terjang
kemari secara beruntun menembusi jalan darah Im ciau, Hun
sui, Kian it, ki ciau dan Thim liong ki hiat.
Kemudian setelah berhenti cukup lama didalam jalan darah
Tham tiong hiat, Yu ji merasakan hawa panas menyengat
sekujur badannya membuat peluh jatuh bercucuran
menbasahi sekujur tubuhnya.
Dengan cepat pemuda itu tahu kalau ilmu Ciong goan sim
hoat ajaran paman Wannya masih belum mampu untuk
mengusir hawa panas dalam tubuhnya itu untuk bergerak
lebih ke atas. Maka dengan cepat dia mencoba untuk menggabungkan
ilmu Hu siang sin kang ajaran dari kakek berambut putih itu
dengan kepandaian ajaran paman Wannya, ternyata ilmu
gabungan ini luar biasa sekali, akhirnya hawa panas yang
menyengat badan itu berhasil menembusi jalan darah Tham
tiong hiatnya mencapai jalan darah Hoa kay hiat diatas ubunubun,
kemudian setelah mengitari tubuhnya sekali lagi hawa
panas tadi mengalir kembali ke dalam pusar.
Bagaikan baru lolos dari beban berat, Suma Thian yu meng
hembuskan napas panjang, dan sambil menyeka keringat,
ketika angin berhembus lewat, dia merasakan tubuhnya
sangat enteng sekali seperti tak berbobot lagi.
Kebetulan pada waktu itu api obor sudah, padam, tinggal
sisa cahaya kuning yang redup tapi suasana dalam gua itu
justru terasa makin terang benderang, hal ini membuat Thian
yu semakin keheranan.
Padahal, darimana dia bisa tahu kalau hal tersebut justru
merupakan kasiat dari ke dua lembar daun berbentuk pedang
itu" Sementara dia masih kebingungan, mendadak dari atas
langit langit gua berkumandang suara batuan yang retak,
diikuti permukaan tanah di mana ia berpijak bergoncang
keras. Tanpa terasa pemuda itu segera menjerit kaget: "Aaah,
gempa bumi!"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia
lantas melejit keluar dari dalam gua, baru saja tubuhnya
mencapai pintu gua, dari belakang tubuhnya berkumandang
suara gemuruh yang amat memekakan telinga.
Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, apa yang terlihat
membuat ia terkejut sehingga peluh dingin bercucuran.
"Sungguh berbahaya!" pekiknya dalam hati.
Ternyata gua itu tak sanggup menahan getaran gempa
yang amat dahsyat itu sehingga runtuh kebawah.
Memandang reruntuhan batu gunung yang menimpa gua
itu, Suma Thian yu menghela napas panjang gumamnya:
"Sayang sekali, kepandaian sakti yang tertera dalam gua itu
akan punah dengan begitu saja.
Kalau takdir telah berkata demikian siapa yang bisa
membantah" Coba kalau Suma Thian yu sehari lebih awal
menemukan gua itu, bukankah ilmu silat maha sakti yang
tertera diatas dinding akan berhasil dipelajarinya"
Tapi, andaikata sehari lebih awal dia temukan gua itu,
belum tentu dia akan menjumpai rumput mestika tersebut.
Ya,jika takdir telah mengatur segala sesuatunya, siapa pula
yang bisa membantah"
Kini, gua kuno tersebut sudah rata dengan tanah, namun
goncangan diluar masih berlangsung terus dengan
dahsyatnya, pohon bertum bangau, batu cadas bergulingan,
seluruh jagad seakan berubah menjadi mengerikan, bagaikan
hari kiamat sudah hampir tiba.
Menyaksikan bencana alam yang sedang berlangsung itu,
mendadak Suma Thian yu teringat dengan gurunya, diamdiam
ia berpekik dalam hati kecilnya:
"Aduh celaka, suhu pasti sedang menanti dengan hati yang
amat gelisah....."
Berpikir demikian, cepat-cepat dia melejit ketengah udara,
lalu secepat kilat dia meluncur kedepan menembusi hutan
bambu yang lebat.
Tapi begitu sampai didalam hutan bambu, ternyata gempa
bumi telah berhenti, sedang diatas batu cadas besar itupun
tampak seorang kakek berambut pulih sedang duduk dengan
tenang disana. Menghadapi serangkaian peristiwa yang beruntun itu, Suma
Thian yu benar-benar dibuat kebingungan tak karuan,
pikirnya: "Jangan-jangan aku berada impian" Atau mungkin gempa
bumi itu hanya tipuan?"
Sementara dia diliputi oleh perasaan curiga dan tidak habis
mengerti, mendadak terdengar kakek berambut putih
menegur: "Kau telah pergi kemana" Sudah hampir setengah jam
lamanya aku menantikan kedatanganmu"
Dengan cepat Suma Thian yu menghampiri gurunya, lalu
sambil berlutut jawabnya dengan agak gagap:
?"Tecu tahu salah, aku... "
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, si
kakek berambut putih itu telah menjerit tertahan, lalu
tanyanya dengan keheranan:
"Apa yang telah kau jumpai" Cepat katakan kepadaku
dengan berterus teriang..."
Tentu saja Suma Thian yu tak berani berbohong, dia lantas
membeberkan bagaimana ia menemukan ular beracun,
bagaimana masuk ke dalam gua dan bagaimana dia salah
makan daun liar....
Kakek berambut putih itu mendengarkan semua penuturan
dengan seksama, menanti anak muda itu telah menyelesaikan
kata-katanya, sambil tertawa kakek itu baru berkata:
"Suatu penemuan aneh, betul-betul suatu penemuan aneh,
ini baru cerita besar, suatu peristiwa yang besar sekaii. Yu ji,
penemuan aneh seperti ini bukan setiap orang dapat
mengalaminya, akupun tak usah menguatirkan
keselamatanmu lagi. Mulai sekarang, urat Jin meh dan tok
meh dalam tubuhmu sudah tembus, tenaga dalammu telah
mencapai puncak kesempurnaan, asal kau bersedia melatih
diri beberapa saat lagi, tak sulit untuk membawamu mencapai
puncak kesem-purnaan yang tak terhingga"
Suma Thian yu hanya termanggu seperti tidak memahami
perkataan tersebut, namun kakek rambut putih itu tidak ambil
perduli, kemudian dia berkata lebih lanjut.
"Tahukah kau, rumput Jiar apakah yang telah kau makan
itu?" "Tecu tidak tahu."
"Rumput itu dimakan Jin sian kiam lan, meskipun kau
hanya berhasil makan dua lembar saja, hal sudah merupakan
suatu kejadian yang luar biasa, daun yang tengah
membantumu untuk menembusi nadi Jin meh dan tok-meh
dalam dada, sedang dua lembar lainnya, yang satu bisa
membuat orang melihat dalam kegelapan seperti ditempat
terang, sedang yang lainnya berkhasiat kebal racun,
tampaknya daun yang terbuang sia-sia itu adalah rumput
kebal racun, tapi ada satu hal tak usah kau kuatir, yakni
tangan kirimu sudah kebal terhadap segala macam serangan
beracun. Mengetahui kalau lengan kirinya kebal terhadap segala
macam racun, tanpa terasa dia bertanya dengan wajah
keheranan: "Mengapa suhu!"
Kakek berambut putih itu segera tersenyum.
"Nak, apakah kau lupa bahwa daun itu kau petik dengan
tangan kirimu" Tatkala tanganmu menyentuh daun kebal
racun tersebut, sari racun tersebut telah menyusup masuk
kedalam kulit badanmu, itulah sebabnya daun itu dengan
cepat menjadi layu, tapi justru karena itu, telapak tangan
kirimu menjadi menyerap sari daun tersebut yang
menyebabkan lengan itu menjadi kebal terhadap racun.
Suma Thian yu yang mendengar ucapan tersebut menjadi
amat keheranan, sudan barang tentu rasa girangnya tak
terlukiskan dengan kata-kata.
Sampai lama kemudian, kakek berambut putih itu baru
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertanya lagi: "Yuji, sudah berapa tahun kau mengikuti diriku?"
"Sudah delapan tahun suhu!"
"Betul, sudah delapan tahun" kakek berambut putih itu
meng-angguk, selama delapan tahun ini, apa saja yang telah
kau pelajari?"
Mendengar pertanyaan itu, Suma Thian yu segera
menundukkan kepalanya dan tak berani menjawab.
Si kakek berambut putih itu cukup tahu akan tabiat bocah
itu yang suka merendah dan sedikupun tidak angkuh, maka
sambil tertawa ramah katanya lagi:
"Yu ji, tahukah kau siapa nama gurumu?"
Suma thian yu memandangi gurunya dengan termangu,
kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tecu yang tak berbakti sama sekali tak tahu siapa nama
suhu..." "Hal ini tak menyalahkan dirimu" kata kakek berambut
putih itu sambil mengelus jenggotnya dan tertawa, "aku tak
pernah menyinggung soal ini kepadamu, tahukah kau
mengapa aku tidak memberitahukan hal ini kepadamu?"
"Yu ji tak tahu!"
"Menerima murid mudah, mendidik murid sukar, andaikata
aku menghasilkan seorang murid yang tak becus bukankah hal
ni hanya akan menambah dosa bagi umat persilatan?"
Setelah berhenti sebentar, kakek berambut putih itu
menyambung lebih jauh.
"Selama delapan tahun ini aku selalu dan tiap saat
mengamati tabiat serta gerak gerikmu, kuketahui kemudian
bahwa kau adalah seorang yang polos, jujur dan setia,
sedikitpun tidak mempunyai sifat angkuh, kau memang tidak
memalukan menjadi muridku"
Kembali dia berhenti menarik napas panjang, kemudian
melanjutkan. "Hari ini aku baru secara resmi menerima sebagai murid,
kau harus tahu tingkat kedudukkanmu dalam dunia persilatan
sekarang adalah sangat tinggi, dikemudian hari jika kau sudah
berpisah dariku untuk turun kegunung dan be kelana dalam
dunia persilatan, ingatlah selalu bahwa manusia itu adalah
sederajat, jangan anggkuh, jangan takabur, bersikaplah jujur
kepada orang, ingatlah selalu dengan ajaran Nabi, dengan
begitu kau baru bisa mengamalkan baktimu untuk umat
manusia, mengerti?".
Dengan hati yang tulus Suma Thian yu menerima nasehat
itu, sahutnya dengan hormat:
"Tecu menerima perintah"
Kakek berembut putih itu segera tertawa lebar, katanya
lagi: "Tahun ini aku telah berusia sembilan puluh tahun, orang
persilatan menyebutku Put Go cu, artinya belum bisa
menyadari ajaran agama To yang sebenarnya. Perguruanku
bersumber dari Bu tong pay, sekarang Hian cing tojin adalah
keponakan muridku atau juga kakak seperguruanmu, jadi
orang jujur dan bijaksana, berbicara soal ilmu silat dia
terhitung jago nomor satu dunia persilatan, bila kau telah
berjumpa dengannya nanti, harap kau bersikap jujur dan tulus
hati kepadanya."
Ketika mengetahui kalau gurunya adalah ketua pendekar
besar yang nama besarnya telah menggetarkan dunia
persilatan pada enam puluh tahun berselang, hatinya merasa
gembira sekali sehingga untuk sesaat lamanya hanya menjadi
ternganga dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Perlu dimengerti, Put Go cu adalah seorang pendekar besar
yang paling kosen dari partai Bu tong semenjak perguruan ini
didirikan, sejak berusia delapan belas tahun ia terjun dalam
dunia persilatan, dengan mengandalkan sebatang hud tim
(kebutan) dia malang melintang dalam dunia persilatan tanpa
tandingan,bersama dengan Tan Pak cu mereka berdua disebut
Tionggoan ji cu.
Ilmu pukulan Tay cing to liong ciang yang amat termashur
dalam partai Bu tong sekarang, tak lain adalah hasil ciptaan
dari kakek itu.
Semenjak mengundurkan diri dari dunia persilatan, Put Go
cu menemukan puncak Gi im hong sebagai tempat
pertapaannya, siapa tahu selama berkelana dia tak menerima
murid, kemudian ia telah menemukan seorang ahli waris yang
kesetiannya bisa diandalkan.
Kiranya sewaktu Kit hong kiam kek Wan liang mengajak
Suma Thian yu datang ke bukit itu, secara kebetulan
kedatangan mereka diketahui Put Go cu yang meneliti bentuk
badan Suma thian yu segera berkesimpulan kalau bocah ini
amat berbakat untuk belajar silat.
Hanya saja pada waktu itu dia mengira Suma thian yu
sebagai murid Kit hong kiam kek, maka ia tak berani bertindak
secara gegabah.
Kendatipun demikian, setiap hari Put Go Cu selalu datang
disekitar tempat itu untuk mengawasi keadaan dari bocah itu.
Lama kelamaan, akhirnya ia berhasil menemukan
rahasianya, dia tahu kalau Kit hong kiam kek Wan Liang tak
lebih hanya memeliharanya tanpa bermaksud untuk
menerimanya menjadi murid.
Kenyataan ini justru amat cocok dengan keinginan Put go
cu, maka dia pun segera memunculkan diri dan menerimanya
menjadi murid. Selama delapan tahun, disamping harus berlatih Bu siang
sin kang, Suma Thian yu juga melatih ilmu pukulan Tay cing
to liong ciang, meski hanya delapan tahun, ia telah berhasil
mendapatkan semua kepandaian dari Put Go cu, yang kurang
sekarang tinggal kematangannya.
Sudah barang tentu, siapa tak akan mengira kalau jago tua
tersebut tinggal dibukit Gi im hong, lebih tak menyangka kalau
dia bakal menerima seorang murid yang begitu muda, jodoh
semacam ini boleh dibilang merupakan kemujuran Yu ji.
Lama sekali Put Go cu memperhatikan wajah Yu ji,
kemudian ia baru berkata lagi:
"Yu ji, sekarang aku sudah tak mempunyai kepandaian
apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu, satu-satunya
harapanku sekarang melihat kau menjadi tenar, memberi
bantuan kepada umat manusia dan berbakti untuk dunia
persilatan, gunakanlah kebenaran untuk menundukkan orang,
jangan menggunakan pedang
Hati Budha Tangan Berbisa 8 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama