Ceritasilat Novel Online

Kitab Pusaka 9

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 9


neh, bahkan mengandung berbagai bisa yang amat
keji. Ituulah sebabnya walaupun berulang kali dia kena
dikepung, tapi selalu saja berhasil lolos dengan mengandaikan
ilmu beracunnya.
Kesemuanya itu membuat bajingan besar ini bertambah
sombong dan takabur, kejahatan yang dilakukan juga semakin
brutal, bahkan berpuluh kali lipat lebih menggila.
Begitulah, sebagi manusia yang tinggi, Siang Wi coa Bian
Pun ci menjadi amat bergembira setelah menegar kata-kata
sanjungan dari Suma thian yu itu.
Setelah tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya, diapun
berseru dengan suara keras:
"Biasanya orang yang mengetahui nama toayamu bukan
manusia sembarangan, siapa nama gurumu?"
Agak mendongkol juga Suma Thian yu menghadapi ucapan
lawan yang begitu sombong dan tak tahu adat itu, sahutnya
kemudian dengan dingin seperti es:
"Apabila kusebutkan nama guruku, mungkin kau akan jatuh
semamput karena kaget, asalkan mampu menangkan satu
jurus atau setengah gerakan dariku, pasti akan kusebutkan
nama guruku"
Siang wi coa Bian Pun ci meludah dengan gemas lalu
dengan wajah penuh amarah serunya:
"Bocah keparat, atas dasar apa kau berani berkata begitu
takabur" Bukan toayamu sengaja omong besar, kalau harus
bertempur dengan bocah ingusan macam kau, tak usah
mempergunakan sepasang tangan pun toaya sanggup untuk
bermain-main dengan dirimu!"
Suma thian yu sendiri pun merupakan seorang pemuda
yang tinggi hati, kalau tidak mendengar masih mendingin,
begitu mendengar ucapan yang amat takabur itu kontan saja
dia terttawa terbahak babak, dengan cepat dia melompat
kehadapan Bian Pun ci, kemudian de?ngan jurus Siang liong
ciong cu (sepasang naga berebut mutiara) dia mencongkel
sepasang mata lawan.
Siang wi coa Bian Pun ci tertawa ringan, dengan cekatan
dia berkelit kesamping, kemudian jengeknya dengan sinis:
"Dengarkan baik-baik bocah keparat, toaya akan mengalah
sepuluh jurus untukmu!"
Suma Thian yu menjadi naik darah, teriaknya kemudian:
"Aku orang she Suma belum pernah sudi menerima
kebaikan dari orang lain meski satu jurus pun, orang she Bian,
kalau kau memang seorang lelaki sejati, ayo kita bertempur
mati-matian, sebelum ada yang mampus jangan berhenti!"
Begitu mendengar disebutkannya nama "Suma", Siang wi
coa Bian Pun ci menjadi amat terkesiap, mendadak sepasang
matanya melotot besar lalu sambil menatap wajah si anak
muda dengan gusar, tegurnya keras-keras:
"Benar, sauya mu dari keluarga Suma, kenapa" Menjadi
ketakutan?"
Mencolong sinar tajam dari balik mata Siang wi coa Bian
Pun ci sesudah mendengar ucapan tersebut, mendadak ia
tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya:
"Haaah...haaah...haahh...bocah keparat, tampaknya takdir
sudah menentukan kalau usiamu harus berakhir sampai hari
ini, sehingga Thian mengirimmu ke hadapan toaya, hutang
piutang kita ditahun tahun yang lalu pun harus diperhitungkan
sekarang, heee... heeeeh..."
Thian yu menjadi kebingungan setengah mati setelah
mendengar perkataan lawannya, ia tahu kalau musuhnya tidak
bermaksud baik tapi tidak memahami maksud dari per?kataan
musuhnya itu. Sambil tertawa dingin dia lantas berseru:
"Orang she Bian tak usah banyak berbicara lagi, waktu
yang kita punyai sudah tidak ba?nyak lagi, ayo kita tentukan
saja siapa saja lebih kuat melalui pertarungan!"
"Bagus tepat sekali! Udulmu itu memang cocok dengan
selera toaya!"
Jawaban dari Siang wi coa Bian Put ci ini diucapkan dengan
sombong dan amat jumawa.
Tidak banyak berbicara lagi, dia lantas menvabut keluar
sebuah senjata tajam dari pinggangnya.
Terkesiap juga Suma Thian yu setelah menyaksikan bentuk
dari senjata tajam itu.
Rupanya senjata tajam yang digengam oleh Siang wi coa
Bian Pun ci pada saat ini berbentuk golok bukan golok pedang
bukan pedang, seperti tali tapi seperti ruyung, diam-diam
segera pikirnya:
"Aneh betul senjata tajam yang digunakan oleh orang ini,
mungkin hanya Siang wi coa Bian Pun ci seorang yang
menggunakan senjata tajam macam ini didalam dunia
persilatan dewasa ini!"
Jangan dilihat senjata lembek itu seperti tali, padahal
merupakan sebuah senjata sakti yang luar biasa setali, senjata
itu bernama Boan liong to.
Seluruh bagian dari senjata ini terbuat dari baja asli,
seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam dan tenaga
luar yang sempurna, jangan harap bisa mempergunakan
senjata itu. Apabila berada ditangan orang biasa, Boan liong to
tersebut hanya berupa sebuah tali baja belaka, akan tetapi
apabila sudah berada di tangan seorang jagoan Liok lim yang
amat lihay seperti Bian Pun ci, maka bukan saja dapat
digunakan sebagai ruyung yang bersifat lembek, bisa pula
digunakan sebagai pedang yang bersifat keras.
Tak heran kalau Suma Thian yu menjadi terkejut
bercampur keheranan setelah melihat senjata tersebut.
Menjumpai si anak muda itu terperanjat dengan mata yang
terbelalak lebar, Siang wi coa Bian pun ci menjadi bangga
sekali, ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa:
"Haaah.....haaahh.....haaah......bocah keparat, cabut keluar
pedangmu!"
Di saat Siang wi coa mencabut keluar senjata Boan liong to
nya tadi, Suma Thian yu telah membalikkan tangannya
menggenggam gagang pedang, maka begitu Bian Pun ci
selesai berkata, segera terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, tahu-tahu pedarg Kit hong kiam yang amat tajam itu
sudah diloloskan keluar.
Berkilat sepasang mata Siang wi coa Bian Pun ci sesudah
menjumpai pedang mestika yang berada ditangan sianak
muda itu, setelah tertegun beberapa saat lamanya, diam-diam
dia memuji: "Pedang bagus!"
Kemudian, dia lagi-lagi tertawa sambil berseru:
"Hee...hee...hee...rupanya kau adalah ahli waris dari orang
she Wan itu, inilah yang dinamakan sudah dicari kemanamana
sampai sepatu pun jebol masih belum ketemu, akhirnya
berhasil ditemukan tanpa membuang tenaga, hari ini toaya
akan menagih hutang lama berikut rentennya, harap kau suka
bersiap-siap untuk membayar kepadaku!"
Sudah seringkali Suma Thian yu bertemu dengan jago-jago
persilatan dan mendapat tahu sedikit tentang peristiwa lama
yang menyang?kut paman Wan Liang nya, dia sering merasa
sedih, bahkan adakalanya bertanya kepada diri sendiri,
mengapa Wan liang bisa dimusuhi oleh semua jago dari dunia
persilalatan"
Tetapi menurut analisanya selama sepuluh tahun
belakangan ini, terbukti kalau Wan Liang sama sekali tidak
punya salah, apalagi setelah bertemu dengan musuh-musuh
seperti Siang wi coa Bian pun ci dan sebangsanya, sehingga
hal mana semakin membangkitkan amarah dan perasaan
penasarannya. Tiba-tiba saja paras mukanya berubah menjadi hijau besi,
mencorong sinar gusar dari balik matanya, sambil
membalikkan pergelangan tangannya, pedang Kit hong kiam
tersebut dengan disertai angin tajam secerat kilat meluncur
kedepan memmbabat tubuh Bian Pun Ci, si gembong iblis
cabul itu. Bian Pun ci cukup cekatan dan licik jadi orang, dan lagi ilmu
silat yang dimilikinya memang sangat lihay.
Menyaksikan datangnya cahaya tajam yang muncul
didepan mata, dia sama sekali tidak gugup atau panik, sambil
menggeserkan badan nya, dia mundur dua langkah ke
samping, lengannya segera berputar sambil menyodok ke
depan. Golok mautnya dengan jurus Hou leng cay bun (harimau
muncul dimulut gudang) menyambar kedepan tapi ketika tiba
ditengah jalan, mendadak dia memutar pergelangan
tangannya lagi, dengan jarus Huan lay kun thian (membalik
guntur menggulung langit) membacok tubuh Suma Thian yu.
Dalam satu jurus dengan dua gerakan dan yang
dipergunakan bersama sama, penampilan ilmu sakti oleh
Siang wi coa Bian Pun ci kontan saja membuat para jago yang
berada disekeliling tempat itu menjerit kaget.
Bagi seorang ahli, dalam sekali gebrakan sudah diketahui
ada atau tidak, ditinjau dari sini bisa diketahui kalau nama
besar yang dimiliki oleh Siang wi coa dalam kalangan Liok lim
selama ini bukan berhasil diraih karena untung-untungan saja.
Se menjak Suma Thian yu memperoleh petunjuk dari Cong
liong lo sianjin, ilmu silat maupun ilmu pedang yang
dimilikinya sudah memperoleh kemajuan yang amat besar.
Ketika dilihatnya Bian pun ci telah mengeluarkan ilmu
simpanannya, diapun tidak berani berayal lagi, pedang Kit
hong kiamnya segera menyapu dihadapan wajahnya,
menyusul bentakan pendek, selapis bayangan pedang yang
menyelimuti seluruh angkasa langsung mengurung tubuh Bian
Put ci. Begitulah, masing-masing pihak segera me?ngembangkan
segenap kepandaian silat yang dimilikinya untuk bertarung
dengan sengit, untuk beberapa saat penarungan berlangsung
amat ketat, menang kalah juga sukar untuk di tentukan.
Sejak awal sampai akhir, Suma Thian yu hanya
mempergunakan ilmu pedang Kit hong kiam hoat yang
berhasil disadapnya dari pa an Wan nya dulu, ilmu pedang ini
sudah menggetarkan dunia persilatan semenjak puluhan
tahun berselang, dahulu Siang wi coa Bian Pun ci nyaris
pernah termakan oleh ilmu pedang tersebut.
Waktu itu, setelah Bian Pun ci menderita kekalahan diujung
pedang lawan, dengan membawa rasa dendam ia jauh
meninggalkan daratan Tionggoan untuk mencari guru pandai.
Siapa tahu kembalinya ke daratan Tionggoan kali ini, bukan
saja tak berhasil membalas dendam atas aib yang pernah
diterimanya dulu, bahkan musuh besar Wan liang sudah
berpulang ke alam baka.
Sementara dia merasa murung dan kesal karena sakit
hatinya tak terbalas, tanpa sengaja dia telah berjumpa dengrn
ahli waris dari Win Liang ditelaga Tong-ting ou ini, bayangkan
saja, bagaimana mungkin Siang wi coa Bian Pun ci akan
melepaskan kesempatan yang sangat baik untuk membalas
dendam ituu dengan begitu saja"
Tampak dia memainkan golok Boan liong to nya dengan
mengerahkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya,
kontan saja dia memaksa Suma Thian yu harus berputar-putar
dengan repot. Untuk beberapa saat lamanya cahaya golok bayangan
pedang menyelimut seluruh angkasa.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
bergebrak sebanyak tiga puluh jurus lebih, tapi kedua belah
pihak tetap bertahan secara gigih, siapapun tak bisa
menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang lemah.
Sembari melakukan pertarungan yang sengit, diam-diam
Siang wi-coa Bian Pun ci merasa terkejut oleh kenyataan yang
terbentang dihadapan matanya sekarang.
Padahal musuh yang sedang dihadapinya sekarang baru
berusia tujuh delapan belas tahun apabila pemuda ingusan
seperti inipun tak mampu diringkus, bagaimana mungkin dia
bisa menancapkan kakinya lagi didalam dunia persilatan"
Selain itu, sudah puluhan tahun lamanya dia mendalami
ilmu golok terebut, sekalipun selama ini sudah banyak musuh
tangguh yang pernah dihadapinya, tapi belum pernah ia
jumpai musuh muda yang begini ganas seperti hari ini.
Bahkan dia berpendapat kalau kehebatan Kit hong kiam
Wan Liong dimasa lalu pun belum mampu melampaui
kelihayan pemuda tersebut sekarang.
Tidak heran kalau Siang wi coa Bian Put ci merasa terkejut
bercampur tidak percaya.
Yaa siapa yang menduga kalau Suma Thian yu sudah
mendapat petunjuk dari beberapa orang tokoh persilatan yang
amat lihay, se hingga dia memiliki beberapa macam aliran
ilmu silat yang berbeda beda, kemudian secara tidak sengaja
salah makan Jiu siam kiam lan yang langka sehingga tenaga
dalamnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Dengan bekal ilmu silat yang begitu hebatnya, mana
mungkin Siang wi coa Bian Put ci dapat menaklukannya"
Jilid 17 DlTENGAH pertarungan sengit yang berlangsung, kedua
belah pihak kembali bertarung sepuluh gebrakan lebih,
semakin pertarungan berlangsung, Siang wi coa Bian Pun ci
merasa makin terkejut.
Akhirnya dia menjadi nekad, goloknya di tangan kanan
segera diangkat sambil melancar?kan bacokan tipuan,
kemudian tubuhnya mundur beberapa langkah dan merogoh
kedalam sakunya.
Setelah itu sambil tertawa dingin dengan suara yang
menyeramka, pergelangan tangannya bergetar dan dia
melemparkan golok Boan liong to tersebut keluar.
"Bocah keparat, serahkan selembar nyawa mu!" bentaknya
keras-keras. Aneh memang kalau dibicarakan, ketika golok Boan liong to
itu dilontarkan, ternyata bagaikan seutas tali saja senjata
tersebut menari-nari ditengah udara.
Suma Thian yu menjadi tertegun, baru saja dia
mengangkat pedangnya untuk mencongkel, mendadak golok
Boan liong to yang meliuk-liuk itu sudah berada
dihadapannya, bahkan mengembang menjadi besar sekali.
Ujung golok tersebut dengan kecepatan luar biasa menyambar
keaepan wajah Suma Thian yu.
Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjerit
kaget, cepat pedang Kit hong kiam itu diputar kencang


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menciptakan selapis jaring pedang yang tebal dihadapannya
Dalam pada itulah, baru saja pedang tersebut membentuk
jaring pedang yang kuat, golok Boan liong to terssbut sudah
meluncur datang
"Blaam, blaaaamm...!" suara ledakan keras yang
memekikkan telinga bergema meme?cahkan kebeningan.
Termakan oleh tangkisan Suma Thian yu yang begitu rapat,
golok Boan liong to itu melejit keudara dan langsung
menyambar ke tubuh Setan muka hijau Siang Tham yang
sedang menonton jalannya pertarungan dari sisi areaa.
Setan muka hijau Siang Tham sama sekali tidak menduga
akan datangnya ancaman itu, buru-buru dia menjatuhkan diri
dengan gerak kan keledai malas menggelinding untuk
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut....
Pada saat itulah, terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumanding dari belakang tubuhnya.
Menanti Setan muka hijau Siang Tham berpaling, dia
saksikan seorang lelaki kekar sudah mampus ditembusi golok
Boan liong to itu sehiagga ususnya berhamburan ketanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat.
Baru saja Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari
serangan maut tersebut, mendadak dia merasakan pandangan
matanya menjadi silau dan tiga titik cahaya bintang sudah
menyambar ke hadapan wajahnya...
Rupanya Siang wi coa Bian Put ci memang licik dan berhati
keji, ketika goloknya disambit ke arah musuh tadi, sebenarnya
dia hanya bermaksud untuk memecahkan perhatian lawan
padahal senjata maut yang dipersiapkan untuk merenggut
nyawa Suma Thian yu menyambar dari arah berlawanan.
Siasat yang keji, licik dan berbahaya ini sungguh
menggidikkan hati orang, coba kalau jago kelas dua yang
menghadapi keadaan ini, niscaya dia sudah mampus termakan
oleh si?asat busuk tersebut.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya adalah Suma Thian
yu yang tangguh, bukan saja dia telah mengawasi sekeliling
tempat itu dengan seksama, telinganya juga menangkap
semua suara yang datang dari delapan penjuru.
Baru saja Siang wi coa Bian Pun ci mengayunkan
tangannya, dia sudah merasakan hal tersebut, maka simbil
berpekik nyaring, pedangnya diputar menggunakan jurus Po
hong pat ta (angin puyuh menyambar ke delapan penjuru).
Kemudian sepasang bahunya bergerak dan menggunakan
ilmu langkah Ciong tiong luan poh untuk menembusi serangan
senjata raha sia tersebut untuk menerjang makin ke depan.
"Bajingan cabul, serahkan batok kepalamu!" bentaknya.
Dengan jurus Liu seng kan gwat (bintang kejora mengejar
rembulan) secepat petir menyapu ke muka.
Mimpipun Siang wi coa Bian Pun ci tidak menyangka kalau
gerakan tubuh dari Suma Thian yu begitu cepat dan lincah,
baru saja ia mendeagar suara bentakan lawan, tahu-tahu
dadanya sudah terasa dingin dan perih.
Tak ampun lagi dia menjerit kaget, peluh dingin jatuh
bercucuran membasahi seluruh rubuhnya, cepat-cepat dia
melayang mundur sejauh satu kaki lebih dengan gerakan
mendatar. Ketika ia memeriksa dadanya, ternyata di situ telah
bertambah dengan luka yang memanjang, darah kental masih
bercucuran dengan amat derasnya.
Suma Thian ya ingin maju kedepan untuk melepaskan
tusukan, menjadak ia mendengar suara gemerincing di atas
geladak, ketika me nengok, ternyata disitu terdapat sebuah
lencana emas yang gemerlapan tajam.
Dalam pada itu, siang wi coa Bian Pun Ci baru saja berhasil
berdiri tegak, melihat lencana emas yang berada di lantai, dia
segera meraba dada sendiri, saat itulah baru diketahui kalau
lencana itu adalah miliknya sendiri.
Namun berada dalam keadaan demikian, ia tak sempat
untuk mengambilnya lagi, sepasang kakinya segera menjejak
tanah dan melejit ketengah udara.
Sewaktu melewati disamping lelakiyang mati penasaran
tadi, dia cabut keluar golok Boan liong to, setelah itu sambil
berpaling dan melotot gusar kearah Suma thian yu, serunya:
"Bocah keparat! Selama bukit nan hijau, air tetap mengalir,
lihat saja pembalasanku nanti!"
Ucapan terakhir baru diutarakan. Siang wi coa Bian Pun ci
sudah melompat turun ke sampan kecil dibawah perahu besar
itu, kabur terbirit-birit.
Setan muka hijau Siang Tham yang menyaksikan pembantu
utama nya sudah melarikan diri dari sana, tentu saja dia tak
berani berdiam diri lebih lama lagi disana, apalagi setelah
Suma Thian yu mendemonstrasikan ilmu saktinya barusan,
boleh dibilang nyalinya sudah dibikin rontok.
Mendadak dia mengundurkan diri ke ujung buritan perahu,
kemudian dengan gerakan yau cu huan sin (burung belibis
membalikkan badan) cepat-cepat dia menceburkan diri ke air
dan melarikan diri.
Suma Thian yu yang berjiwa besar, selamanya tak sudi
mengejar musuh yang telah melarikan diri, maka dia balik ke
tempat semu?la den membungkukkan badannya untuk
mengambil kembali lencana emas tersebut, tanpa diperiksa
lebih seksama lagi, dia masukkan ke dalam saku dan
dianggapnya sebagai tanda mata atas kemenangannya
terhadap Siang wi coa Bian Pun ci.
Sementara itu, kawanan lelaki kekar bersenjata yang masih
tertinggal diatas perahu, sudah dibikin ketakutan setengah
mati oleh ke?hebatan Suma Thian yu yang ibarat malaikat
dari langit itu, mereka mendekam dengan tu?buh menggigil,
mulut membungkam, bahkan bernapas keras keraspun tak
berani. Menyaksikan kesemuanya itu Suma thian yu merasa geli
didalam hati kecilnya, maka sambil menuding ke arah bukit
Kun san, pe-rintahnya kepada orang-orang itu:
"Cepat jalankan perahu menuju ke bukit Kun san, jangan
mencoba untuk membangkang!"
"Baik!" jawab para lelaki itu hampir bersamaan.
Jangkarpun di naikan dan perahu melanjut?kan
perjalanannya menuju ke arah bukit Kun san.
Karena tertunda oleh pertarungan sengit itu ketika perahu
tiba dibukit Kun san, matahari sudah tenggelam ke langit
barat, saat orang memasang lampu penerangan.
Setelah meninggalkan perahu besar itu, Suma Thian yu
memerintahkan kepada orang-orang itu untuk pergi, kemudian
sambil menggandeng tangan Bi hong siancu Wan Pek lan yang
halus dan lembut, mereka bersama-sama berang?kat menuju
ke bukit Kun san.
Sejak kecil sampai seusia dewasa sekarang belum pernah
Bi hong siancu Wan Pek lan menyaksikan pertarungan
sesengit hari ini, sampai sekarang jantungnya masih saja
berdebar dengan kerasnya.
"Engkoh Thian yu, aku benar-benar merasa kagum sekali
kepadamu" lama kemudian Bi hong siarcu baru dapat
mengutarakan kata-kata yang sudah lama terpendam dalam
hati nya itu. "Apa yang kau kagumi?" tanya Suma Thian ya keheranan.
Selembar wajah Bi hong siancu Wan Pek lan segera
berubah menjadi merah padam karena jengah, dia segera
melengos ke arah lain, lalu jawabnya agak terrsipu-sipu:
"Kepandaian silatmu amat hebat, berbicara yang
sesungguhnya, belum pernah kusaksikan pertarungan yang
begitu serunya seperti apa yang berlangsung tadi"
Hal ini tak bisa menyalahkan gadis itu, sejak kecil Bi hong
siancu Wan Pek lan sudah dipingit didalam rumah, tak sekali
pun dia melangkah keluar dari halaman rumahnya, wa?laupun
saban hari berlatih silat, yang men?jadi 1awan latihan juga
hanya suhu-suhu dalam perusahaan, tentu saja berbeda sekali
dengan pertarungan sungguhan yang berlangsung hari ini.
Suma Thian yu segera tersenyum.
"Kau terlalu memuji, dilain waktu peristiwa semacam ini
masih akan banyak kau jumpai"
Bi hong siancu hanya membungkam dalam seribu bahasa,
padahal dalam hati kecilnya sudah lama timbul benih cintanya
terhadap Suma Thian yu, tak heran kalau dia merasakan
kuatir sekali menyaksikan kekasih hatinya sedang
mempertaruhkan nyawa.
Perjalanan berlangsurg terus tanpa berhenti sementara
malam sudah menjelang tiba, kini seluruh bukit Kun san sudah
diliputi kegelapan yang luar biasa.
Mendongakkan kepalanya sambil memandang bukit Kun
san dihadapan matanya, Suma Thian yu menghela napas
panjang, katanya lagi:
"Adik Lan, ke mana kita harus menemukan dua bersaudara
Thia?" "Yaa, sejak tadi aku memang ingin menanyakan soal ini
kepadamu" Sekali lagi Suma Thian yu menghembuskan napas panjang.
"Seandainya tidak berjumpa dengan setan muka hijau tadi,
mungkin saat ini kita sudah sampai di tempat tujuan dua
bersaudara Thia pun pasti akan menunggu disini aku pikir
mereka pasti akan menyumpahi aku karena mengingkar janji,
karenanya pergi karena mendongkol"
Agaknya Bi hong siancu juga berpendapat demikian,
seandainya dua bersaudara Thia memang sudah mendongkol,
lantas ke manakah mereka harus mencari dua saudara itu di
tengah bukit Kun san yang begini luasnya...
Mendadak Bi hong siancu menjerit kaget, sambil menuding
ke arah punggung bukit, serunya kepada Suma Thian yu
dengan perasaan cemas:
"Engkoh Thian yu, coba kau lihat apakah itu?"
Ketika Suma Thian yu menengok ke depan, dia
menyaksikan ada setitik cahaya api sedang bergerak gerak di
depan sana. Anak muda tersebut lantas berpikir:
Jangan-jangan orang yang sedang melakukan perjalanan di
depan sana adalah dua saudara Thia!"
Berpikir sampai di situ dia meajadi girang sekali, sambil
menggandeng tangan Bi hong siancu, segera serunya:
"Adik Lan, mari kita kejar!"
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tu buh yang
sempurna, ke dua orang itu segera meleset ke depan dengan
cepatnya. Bagaikan segalung hembusan angin, ke dua orang itu
sudah tiba di punggung bukit, tapi cahaya api yang terlihat
tadi kini sudah lenyap tak berbekas.
Dengan perasaan tercengang Suma Thian yu segera
celingukan memandang sekejap kesekeliling tempat itu,
kemudian gumamnya:
Aneh, kenapa cahaya api itu bisa lenyap tak berbekas?"
Agaknya Bi hong siancu juga merasakan sesuatu yang tak
beres, segera bisiknya"
"Jangan-jangan cahaya api setan?"
"Cahaya api setan?" gumam pemuda itu, tidak mungkin,
adik Lan, kita mengejar kemari sepanjang jalan, bukankah
cahaya api itu selalu berkedip kedip?"
"Ya. benar!"
Hal ini membuktikan kalau cahaya api tersebut bukan api
setan. disamping itu api setan hanya berkedip tak menentu,
apa lagi mela?yang kesana kemari."
"Lantas benda apakah itu?" tanya Bi hong siancu dengan
perasaan tak habis mengerti.
Dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Entahlah, aku sendiri pun tak tahu"
Baru selesai dia berkata, mendadak dari lembah depan
sana terlihat ada cahaya api yang berkedip lalu lenyap.
Suma Thian yu segera menjerit kaget:
"Adik Lan, berada disana!"
Menanti Bi hong siancu menengok kedepan sana, lembah
tersebut sudah gelap kembali.
"Mana engkoh Yu" Tidak ada apa-apa di situ, mungkin
engkoh Thian yu salah melihat, serunya kemudian dengan
perasaan ragu. "Tidak mungkin" sembari berkata, Suma Thian yu segera
bergerak lebih dahulu menuju ke dalam lembah sana.
"Adik Lan, ayolah ikuti aku!"
Bi hong siancu Wan Pek lan membuntuti dengan kencang
di belakang pemuda tersebut menuju ke dasar lembah.
Tiba didasar lembab, suasana ditempat itu gelap gulita
sehingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiripun tak bisa.
Suma Thian yu yang pernah makan Jin sian kiam lan masih
bisa melihat keadaan dalam kegelapan seperti ditengah hari
saja berbeda sekali dengan Bi hong siancu.
Terpaksa dia menarik tangan Suma Thian yu sambil
berkata: "Engkoh Thian yu, aku takut, apakah kau membawa korek
api?" Setelah mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu baru
sadar dan segera menyumpahi kecerobohan sendiri sehingga
hanya dia yang dipikirkan tanpa menggubris keadaan dari
gadis tersebut.
Mska dia lantas menggendeng tangan Bi hong siancu dan
selangkah demi selangkah berjalan menuju ke dalam lembah
situ. Semakin berjalan ke depan, Wan Pek lan merasa semakin
terkejut dan ketakutan, akhirnya tak tahan lagi dia bertanya
dengan nada tercenganh:
"Engkoh thian yu, apakah kau menyaksikan bintang cahaya
tadi muncul disini?"
"Benar dan tak bakal salah lagi!"
"Kalau begitu, apakah dua bersaudara Thia berdiam di
dasar lembah ini?"
SFekali lagi perkataan tersebut menyadarkan kembali Suma
Thian yu, sekalipun pertanyaan yang diajukan tanpa maksud
tertentu, tapi justru hal mana mendatangkan peringatan dan
kewaspadaan bagi sang pemuda.
Yaa, mana mungkin dua bersaudara Thia bisa berdiam di
dasar lembah yang begini gelap gulita"
Apalagi sekalipun cahaya api yang terlihat itu adalah
sebuah cahaya api dari dua bersaudara Thia, setelah dikejar
sekian waktu oleh Suma Thian yu dan Wan Pek lan,
seharusnya dua bersaudara Thia mengetahui akan hal ini.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa mereka justru mempertahankan mereka" Apakah
dua bersaudara Thia ada maksud untuk mempermainkan
Suma Thian yu"
Tidak! Sudah pasti dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal
yang mencurigakan.
Tak mungkin cahaya bintang yang terlihat tadi adalah
cahaya obor yang dibawa oleh dua bersaudara Thia.
Suma Thian yu termenung beberapa saat lamanya,
akhirnya dia memutuskan suatu kesimpulan, yang sudah pasti
yang dihadapinya se?karang merupakan serangkaian
persoalan yang sangat mencurigakan hati.....
Bi hong siancu merasa amat gelisah dan tak tenang, tapi
lantaran Suma Thian yu tidak melakukan satu gerakan
terpaksa dia pun hanya membungkam diri dalam seribu
bahasa. Akhirnya Suma Thian yu bersuara juga, kata nya:
"Adik Lan, mungkin semacam binatang liar atau ular
beracun atau mungkin juga binatang buas?"
"Aku pikir sudah pasti ada setan atau siluman nya disini"
seru Bi hong siancu tiba-tiba.
Ketika mengucapkan begitu, punggungnya terasa menjadi
dingin dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Suma Thian yu pun segera merasakan bulu kuduknya pada
berdiri semua, pikirnya:
"Seandainya manusia yang kujumpai atau binatang buas,
mungkin masih gampang untuk dihadapinya, paling banter
kalau tak mampu me lawan bisa kabur, bagaimana kalau
makhluk itu setan atau iblis" bisa banyak bahayanya daripada
rejeki....."
Sementara dia masih berpikir, terdergar Bi bong siancu
Wan Pek lan berkata lagi:
"Engkoh Thian yu, lebih baik kita pulang saja!"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak bahak.
"Haah...haah...haaah...adik Lan nyalimu kelewat kecil, asal
aku berada disampingmu, biarkan saja kalau ada setan atau
siluman, ma?sih agak baikan kalau mereka tidak muncul,
kalau berani datang, akan kugunakan pedang Kit hong kiam
untuk meringkus mereka semua"
Kaum lelaki yang seringkali mempunyai keberanian dan
kekuatan nya didepan kekasih hatinya, ada orang bilang: Pria
adalah mahkluk yang paling suka menonjolkan diri didepan
lawan jenisnya.
Malam yang gelap semakin gelap, hawa se?ram yang
mendirikan bulu roma berhembus lewat tiada hentinya,
ditambah lagi dengan ca haya tajam yang muncul dan lenyap
secara aneh tadi, membuat suasana disitu terasa ber?tambah
mengerikan. Sekalipun Suna Thian yu memiliki ilmu silat yang lihay, tak
urung harus menunjukkan pula perasaan sangsi dan was was,
hanya saja berhubung sedang berada didepan kekasihnya
Wan Pek lan, maka rasa seram itu tak sampai di ungkapkan.
Akhirnya ucapan yang gagah perkasa dari Suma Thian yu
itu berhasil merontokan rasa takut Wan Pek lan, gadis itu
merasa seperti mempunyai tulang punggung, maka rasa ngeri
yang semula mencekam perasaannya pun kini tarsapa lenyap.
Kembali mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju
kedalam lembah, setelah melalui sebuah tikungan dan
berjalan kurang le?bih dua kaki lagi, mendadak Suma Thian
yu menjerit kaget:
"Aaah...!"
Bi hong siancu Wan Pek Tan yang berada dibelakangnya
kontan saja menjadi merinding, buru-buru tanyanya:
"Ada urusan apa, engkoh Thian yu?"
Keadaan Wan Pek lan saat ini ibaratnya orang buta yang
sedang berjalan, sekalipun dia pernah melatih ilmu
memandang dalam kegelapan, sayang sekali lembah tersebut
terlampau gelap sehingga benda apapun tidak terlihat
olehnya. Ketika mendengar si anak muda itu menjerit, dia mengira
Suma Thian yu sudah tertim?pa bencana, dalam kagetnya dia
lantas menarik tubuh anak muda tersebut semakin kencang.
Dengan suara lembut Suma Thian yu lantas berkata:
"Adik Lan apakah kau dapat melihat batu peringatan di
depan sana?"
"Di mana?"
Dari dalam sakunya Suma Thian yu segera mengeluarkan
mutiara Ya beng cu pemberian dari Cong liong lo siangjin
tersebut. (Yang benar berhasil diperoleh dengan mencurinya
di rumah Hui cha cun cu).
Begitu Ya beng cu tadi dikeluarkan, maka empat penjuru
sekeliling tempat itu pun menjadi terang benderang
bermandikan cahaya.
Pada mulanya Bi hong siancu merasa tertegun, kemudian
dengan gembira dia segera bersorak.
"Engkoh Thian yu, mengapa tidak kau ke?luarkan mutiara
ini sedari tadi!"
Bikin aku seperti orang buta yang sedang berjalan saja!
Suma Thian yu segera menyerahkan mutiara Ya beng cu
tersebut ke tangan Bi hong siancu kemudian sambil menuding
tugu peringatan-depan sana:
"Adik Lan, kita sudah salah memasuki daerah terlarang!"
Dengan meminjam cahaya yang memantul keluar dan
mutiara Ya-beng cu tersebut, Wan Pek lan dapat menyaksikan
keadaan disekitar sana dengan jelas, hatinya kontan tercekat
dan air mukanya berubah hebat.
Ternyata dihadapan mereka berdaa terpancang sebuah
kayu besar yang tertera beberapa huruf dengan besarnya,
tulisan ini berbunyi demikian:
"SIAPA YANG MEMASUKI LENBAH INI MATI".
Kayu peringatan ini berbeda bentuknya dengan batu
peringatan yang pernah dijumpai pemuda tertebut diluar
hutan bukit Han san, namun nada suaranya sama.
Bi hong siancu Wan Pek lan yang menyaksikan kejadian
saat ini, paras mukanya segera berubah menjadi pucat pias
seperti mayat, cepat-cepat dia membenakan kepalanya diatas
dada Suma Thian yu, kemudian katanya penuh ketakutan:
"Engkoh Thian yu, bagaimana sekarang" Apakah kita sudah
memasuki lembah tersebut?"
Suma Thian yu berjalan kedepan sambil menengok jauh
kemuka sana, tampak olahnya jalan dalam selat itu amat
sempit, sekalipun dia sudah pernah makan Jin sian kiam lan,
tapi sorot matanya hanya mampu menangkap peman?dangan
yaag berada sekitar dua kaki dari ha dapannya, sedang
pemandangan selewatnya itu hanya bisa di lihat secara lamatlamat
saja. Oleh sebab itu dia hanya bisa melihat kalau tempat itu
merupakan sebuah lembah yang di tengahnya terdapat
sebuah jalan kecil beralas batu dengan semak belukar dikedua
belah sisi?nya.
Dilihat dari hal ini, bisa diketahui kalau di ujung lembah
tersebut berdiam seorang tokoh persilatan yang berwatak
aneh, atau kalau tidak, orang itu tentu merupakan seorang
gembong iblis! ooo0ooo SELESAI memeriksa keadaan di depan sana Suma Thian yu
segera berkata kepada Wan Pek lan:
"Adik Lan, jangan takut, sekarang kita belum memasuki
lembah terlarang itu!"
Kemudian sambil menuding ke depan sana, barulah
dianggap memasuki lembah!
Dengan wajah yang pucat dan diliputi rasa takut yang
tebal, Bi hong siancu Wan Pek lan berseru lagi:
"Engkoh Thian yu, lebih baik kita balik saja!"
Suma Thian yu tersenyum.
"Adik Lan, kalau nyalimu begitu kecil, ba?gaimana mungkin
bisa berkelana dalam dunia persilaitan dan peroleh nama
besar" Orang kuno bilang: "Kalau sudah datang, mengapa tak
dilihat" Apa sebabnya kalau kita menerjang kedalam sana
untuk melihat keadaan?"
"Jangan! Aku takut!.. " seru Wan pek lan sambil
menggelengkan kepala berulang kali.
"Hes, adik Lan, apa yang kau takuti, kalau tidak memasuki
sarang harimau, bagaimana mungkin bisa mendapatkan anak
macan" Aku pikir, lebih baik kita masuk ke dalam sana
sembari menengok jagoan darimana kah yang berdiam disini"
Sambil berkata, Suma Thian yu segera menarik tangan
Wan Pek lan dan diajak menyerbu kedalam lembah tersebut.
wan Pek lan bertindak sangat berhati-hati sekali, dengan
membawa perasaan hati yang tak tenang, selangkah demi
selangkah dia me?ngikuti anak muda tersebut, padahal
hatinya berdebar keras sekali.
Menyaksikan wajah si nona yang diliputi perasaan seram
dan ketakutan itu Suma Thian yu segera tertawa lebar.
"Haaaah...haaahh....haaahh...adik Lan, jikalau keadaanmu
begini terus, terpaksa aku harus balik kembali, masa ada
orang hendak melalap dirimu?"
Wan Pek lan sendiri pun merasa keberanian sendiri kelewat
lemah, tapi sekalipun dia berusaha untuk tidak merasa takut
apa mau di kata hatinya semakiu bertambah tegang.
Akhirnya dia harus menelan air liur semba?ri
memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanannya ke
depan. Mendadak Suma Thian yu menghentikan langkahnya dan
tidak meneruskan perjalanannya lagi, ketika Wan Pek lan
mengangkat mutiara Ya beng cu nya tinggi-tinggi sembari
menengok ke depan, tanpa terasa lagi ia menjerit kaget:
"Aduh celaka!"
Suma Thian yu terkesiap, dia segera menggenggam
pergelangan tangan Wan Pek lau kencang-kencang, lalu
katanya: "Adik Lan, apa yang perlu ditakuti" Itu mah cuma
setumpuk tengkorak manusia, masa kau menjadi ketakutan
seperti ini" Ayo berangkat!"
Dengan mengangkat tangannya yang gemetar, Wan Pek
lan menuding ke arah depan, serunya:
"Coba kau lihat... bukan... bukankah diatas sana ada
tulisannya... ?"
"Benar, tulisan itu berbunyi: BEGINILAH CONTOHNYA.
Artinya tempat ini merupakan peringatan yang terakhir,
apabila berani maju sengkah lagi maka tumpukan tengkorak
itu adalah contoh yang paling baik untuk kita"
Wan pek lan segera menarik baju Suma Thian yu sambil
merengek untuk kembali, berada dalam keadaan demikian
terpaksa dengan perasaan apa boleh buat Suma Thian yu
menghela napas panjang dan membalikkan badan untuk
mengundurkan diri dari situ.
Mendadak........
Dari belakang tubuh mereka berkumandang suara tertawa
seram yaug amat mengerikan hati.
Suma Thian yu berdua segera merasakan punggungnya
dialiri hawa dingin, seluruh tubuh mereka bergetar keras,
apalagi setelah membalikkan badan dan menyaksikan apa
yang tertera dihadapannya, kedua orsng itu kem?bali menjerit
kaget. "Aaaah...!"
Ternyata pada tujuh delapan langkah dihadapan mereka
sekarang, entah sejak kapan lelah berdiri seorang kakek
berambut panjang yang berwajah bengis dan mengerikan, dia
sedang mementangkan mulutnya yang lebar sambil tertawa
dingin tiada hentinya.
Jangankan ditengah bukit yang gelap men?dadak muncul
manusia aneh semacam itu, wa?laupun ditengah hari bolong
pun orang akan merasa bergidik sesudah bertemu dengan
ma?nusia seperti ini.
Dengan perasaan kaget Suma Thiaa yu segera mundur dua
langkah, lain bentaknya keras-keras"
"Siapa kau?"
Makhluk tua itu melotot besar dengan mulut yang melebar,
serunya sambil tertawa geram:
"Heeeh, heeeh, heeeh, pertanyaan ini seharusnya lohu lah
yang mengajukan, siapakah kau bocah muda?"
Setelah mendengar kakek aneh itu dapat berbicara, Suma
Thian-yu merasa agak lega hatinya, maka dia berseru lagi:
"Berbicara pun ada yang duluan ada yang belakangan, kau
belum menjawab pertanyaan ku, bagaimana mungkin aku
dapat menjawab pertanyaanmu itu?"
Seluruh wajah makhluk tua itu berbulu panjang, mendadak
dari balik matanya yang buas mencorong keluar sinar setajam
sembilu, ditatapnya wajah Suma Thian yu lekat-lekat, se?perti
lidah ular berbisa yang sedang mencari mangsanya.
Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjadi
bergidik, berdiri bulu kuduknya.
Lama sekali, makhluk tua itu baru berkata dengan suara
yang menggidikkan hati:
Lohu hidup dengan makan daging manusia, orang
menyebutku sebagai Si jin ong (Raja pemakan manusia),
sedang nama yang sebenarnya sudah lama sudah tidak
dipakai lagi, sehingga nama tersebut menjadi terlupakan sama
sekali.... Si jin ong" Suatu nama yang terasa asing. jangankan Suma
thian yu berdua belum pernah mendengarnya, sekalipun
dalam duania persilatan juga tidak terdapat manusia seperti
ini. Suma Thian yu segera tertawa tebahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaahh...maaf kalau aku tak dapat
mengenali mu, ternyata kau adalah Si jin mo (iblis pemakan
manusia), maaf, maaf..."
Mendadak makhluk tua itu membalikan sepasang matanya
sehingga biji matanya lebih banyak putihnya daripada
hitamnya keadaannya waktu itu tak berbeda dengan setan
gantung hidup, sungguh menggidikkan hati orang yang
melihatnya. Setelah mengawasi kedua orang itu secara bergantian,
akhirnya sorot mata tersebut berhenti diwajah Bi hong siancu
Wan pek lan, dan menatapnya tanpa berkedip.
Menggelikan sekali keadaan Wan pek lan, pada hakekatnya
dia sudah dibikin pusing tujuh keliling karena kagetnya,
bahkan seluruh tubuhnya seakan tertotok jalan darahnya,
mutiara Ya beng cu tersebut masih terangkat tinggi-tinggi tapi


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya
melongo, dia seperti berdiri bodoh disana.
Pada saat itulah, mahluk tua itu mementangkan mulutnya
lebar lebar, kemudian setelah tertawa seram katanya:
"Ditengah malam buta begini, secara beruntun kalian
berdua sudah menembusi dua buah tempatku, sudah pasti
kedatangan kalian diser?tai maksud tertentu, dan sudah pasti
kedatangan kalian disertai maksud tertentu, juga ada yang
diandalkan, nah! Sekarang katakan, ada urusan apa kalian
datang mencari lohu?"
Setelah berhasil menenangkan hatinya yang bergolak,
Suma Thian yu menjura, sahutnya:
"Malam ini boanowee mempunyai janji de?ngan seseorang
untuk bertemu di bukit ini, tapi karena ditengah jalan terjadi
musibah sehingga kedatangan kami terlambat, orang yang
kami janjikan itu tidak di temukan, akhirnya kami menyaksikan
ada setitik cahaya muncul disini, itulah sebabnya kami pun
muncul disini, jadi kedatangan kami bukan disengaja apa lagi
mencari diri cianpwe!".
Dengan memicingkan matanya makhluk tua itu
mendengarkan Suma Thian yu menyelesaikan perkataannya,
setelah itu katanya:
"Kalau toh kedatangan kalian tanpa sengaja setelah
membaca peringatan di kayu itu seharusnya berhenti, apa lagi
setelah melihat tulang tengkorak, seharusnya kembali
mengapa kau jutru memasuki daerah terlarang secara
sengaja?" Suma Thian yu segera dipojokkan sehingga tak mampu
memberikan jawaban lagi, dia ter?bungkam dalam seribu
bahasa. Sementara itu Bi hong siancu wan Pek lan yang berada
disisinya telah berhasil juga mengatasi rasa takut dalam
hatinya, dia segera menimbrung:
Pada mulanya kami hanya terdororg oleh rasa ingin tahu,
karena munculnya sinar ter?sebut kelewat aneh, kemudian
setelah melihat tengkorak yang berserakkan disini, kami baru
bermaksud untuk balik toh sampai sekarang belum lagi
menginjak daerah terlarangmu?"
Dengan sorot mata yang tajam makhluk tua itu mengawasi
kembali wajah wan Pek lan tanpa berkedip, menanti gadis itu
sudah me nyelesaikan perkataannya, dia baru tertawa.
"Heeh...heeh...heehh... bocah, kau memang memasuki
tempat ini tanpa sengaja, tapi dia ada maksud untuk mencari
gara-gara, kalau toh sudah berani berbuat, tidak sepantasnya
kalau mundur secara pengecut. Hari ini, jangan ka?lian
berdua dapat meninggalkan tempat ini kecuali......"
"Kecuali kenapa?" buru-buru Bi hong siancu bertanya.
Makhluk tua itu tertawa secara licik, kemu?dian sambil
menyeringai seram katanya:
"Kecuali kalau aku bersedia menghadiahkan sebuah
mustika untukku...!"
Sembari berkata, sepasang matanya segera mengawasi
mutiara Ya beng cu yang berada di tangan Wan Pek lan itu.
Suma Thian yu segera memahami maksud hatinya itu,
tanpa terasa dia mendongakkan keepalanya sambil tertawa
nyaring. "Haaah...haaah...haaah... rupanya kau tak lebih seorang
pencoleng yang ingin membegal harta milik orang" Tidak sulit
bila kau menginginkan mutiara Ya beng cu ini, tapi
sebelumnya harus memperlihatkan dahulu beberapa jurus
seranganmu, asal aku merasa puas tentu saja akan ku
serahkan dengan begitu saja, kalau tidak...hmm! Jangan
mimpi!" Mendengar ucapan tersebut, makhluk tua itu segera
membentak dengan suara gusar:
"Bocah keparat, rupanya kau masih belum tahu siapakah
diriku ini...?"
Tidak nampak gerakan apa yang digunakan tahu-tahu
makhljuk tua itu sudah melejit ke tengah udara, lalu sepasang
tangannya di rentangkan lebar-lebar, sepuluh gulung desingan
angin tajam pun segera mengurung tubuh Bi hong siancu
dengan kaitanya.
Terdengar Bi hong siancu menjerit kaget, serta merta dia
mundur kebelakang.
Siapa tahu justeru karena dia mundur, hal ini justru
memberi kesempatan yang sangat baik bagi makhluk tua itu
untuk melancarkan serangan lebih lanjut.
Sums Thian yu menjadi terperanjat sekali setelah
menyaksikan peristiwa itu, pikirnya:
"Aduh celaka!"
Menyusul kemudian, dia lantas membentak kerss:
"Adik Lan, menubruk ke depan!"
Sembari berseru, dia turut menerjang pula ke depan,
sebuah pukulan yang dahsyat segera di tolak ke depan dan
mengirim tubuh Bi hong siancu sampai sejauh satu kaki lebih,
sedang dia menggantikan kedudukan Wan Pek lan tadi dan
menyambut kedatangnya kesepuluh desingan angin jari tadi.
Waktu itu, Suma Thian yu telah mengerahkan Bu siang sin
kang yang dimilikinya untuk menyambut serangan musuh,
tatkala ancaman lawan sudah hampir mengenai batok
kepala?nya, mendadak jago muda kita berjongkok, kemudian
dengan tangan sebelah memainkan ju?rus Pah ong tou to
(raja lain menyinggih pagoda) dia lepaskan sebuah pukulan
dengan Bu siang sin kang untuk menyongsong datangnya
ancaman lawan. Berhubung peristiwa itu berlangsung amat mendadak,
makhluk tua itu tak menyangka kalau anak muda tersebut
memiliki ilmu silat yang amat tinggi, maka menghadapi
kejadian tersebut, makhluk tua itu sama sekali tidak berganti
jurus. Dua gulung tenaga yang maha dahsyat itu segera saling
bertemu di tengah udara.
"Blaaammmmmmm....!"
Suatu benturan nyaring yang amat memekikkan telinga
segera berkumandang mencekam keheningan.
Tubuh si makhluk tua yang sedang melancarkan serangan
ke bawah itu segera dikirim sejauh lima langkah lebih dari
posisi semula oleh sisa benturan ke dua gulung tenaga
raksasa itu, tubuhnya segera mundur dengan sempoyongan,
mukanya hijau membesi dan sama sekali tiada warna darah,
akhirnya dengan perasaan tak percaya dia mengawasi
musuhnya dengan mata terbelalak.
Suma Thian yu sendiripun menderita kerugian akibat dari
benturan mana, sekarang dia sedang tertunduk di tanah
dengan wajah memucat, hatinya terasa amat sedih.
Begitu berhasil berdiri tegak, mahkluk tua itu segera
mengawasi anak muda tersebut tanpa berkedip, kemudian
bentaknya gusar:
Bocah keparat, tidak kusangka kalau kau memiliki
kepandaian silat yang begitu tangguh jauh di luar dugaan
semula..."
"Kau pun hebat juga!" sahut Suma Thian yu sembari
melompat bangun dari atas tanah.
Makhluk tua itu mendonggakkan kepala dan kembali
tertawa seram, suaranya amat tak sedap didengar, seperti
gembira seperti sedih, seperyi tertawa seperti juga menangis.
Selesai tertawa, dengan sepasang mata yang dingin
bagaikan es, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat,
lama kemudian baru pelan-pelan ujarnya:
"Bocah keparat, tahukah kau sudah berapa tahun lohcu
berdiam ditempat ini?"
"Aku toh bukan apa-apa mu, dari mana bisa tahu?"
"Betul, makanya aku hendak memberitahu?kan kepadamu,
sudah tiga puluh tahun lamanya aku berdiam disini, selama ini
entah berapa banyak manusia yang telah mampus dalam
lembah pemakan manusia ini"
"Aku toh tidak mengawasimu sepanjang tahun, darimana
mungkin bisa mengetahui se?gala tetek bengek urusanmu
itu?" "Ehmmm...." kembali makhluk tua itu bercerita dengan
asyik nya, "paling tidak ada empat ribu orang yang sudah
terkubur disini, diantaranya entah berapa banyak yang
merupakan jago-jago berilmu tinggi"
Ketika mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu menjadi
tercengang dan tidak habis mengerti, segera tanyanya dengan
ragu ragu: "Buat apa kau memberitahukan segala sesuatunya itu
kepadaku" Hmm, sengaja membual dan sok gagah, apa kau
anggap kesemuanya itu bisa menggertak aku sehingga
membuat aiu jadi ketakutan?"
Waktu itu si makhluk tua tersebut sedang bercerita dengan
asyik, ketika kena disemprot oleh Suma Thian yu, kontan saja
amarahnya memuncak. Dengan sinar mata yang buas dan
wajah yang menyeramkan, dia segera menga?yunkan telapak
tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Terasa desingan angin tajam menderu-deru, segulung
angin puyuh yang amat hebat lang?sung saja mengurung
tubuh anak muda itu.
Waktu itu Suma Thian yu sudah membuat persiapan yang
matang, dia sama sekali tidak gugup atau gelagapan
menghadapi lawan.
Sepasang ujung bajunya segera dikebaskan keluar, hawa
pukulan Bu siang sin kang pun turut mengalir keluar kerika
dua gulung kekuatan besar itu sekali lagi saling membentur di
tengan udara, terjadilah ledakan dahsyat yang mengerikan
sekali. Bukan saja bumi turut bergoncang, batu berguguran dan
pasir beterbangan, keadaannya mengerikan sekali.
Terseret oleh sisa kekuatan yang memancar ke empat
penjuru, tubuh kedua orang itu bergoncang keras sekali,
ujung bajunya sampai berkibar terhembus angin.
Dua kali gagal merobohkan lawannya, mau tak mau
makhluk tua itu harus memeriksa pemuda ingusan yang
terada dihadapannya sekali lagi.
Selang beberapa saat kemudiau, sambil tertawa seram dia
baru berseru lantang:
"Bocah keparat, kau merupakan satu-satunya musuh
tangguh yang pernah kujumpai selama puluhan tahun ini,
kesempatan yang baik sukar ditemukan, mari kita mencoba
sekali lagi, asalkan kau tak sampai kena kurobohkan dalam
jangka waktu seratus gebrakan saja kalian berdua dapat pergi
dari sini de?ngan selamat, lohu pun akan menghadiahkan
sebuah mestika untuk kalian, bahkan sejak kini akan kuhapus
larangan yang terpasang di depan lembah sana"
Suma Thian yu memahami maksud ucapan lawannya, maka
dengan cepat dia bertanya lagi:
"Dan mulai sekarang tak akan makan daging manusia lagi?"
"Ehmmmm!"
Suma Thian yu menjadi amat gembira, segera serunya:
"Baik, aku akan melempar batu-batu untuk memancing
datangnya batu kemala, aku akan berusaha dengan segala
kemampuan"
Mendengar Suma Thian yu mengartikan permintaannya,
selapis hawa kegirangannya segera menghiasi wajah makhluk
tua itu, inilah senyuman pertama yang disaksikan Suma Thian
yu sejak mereka berdua memasuki lembah tersebut ....
Dari sini, bisa disimpulkan kalau dia adalah seorang iblis
yang kecanduan ilmu silat.
Mendengar kalau ke dua orang itu hendak bertarung, Bi
hong siancu merasa jantungnya berdebar keras, dia ingin
mencegah pertarungan itu, tapi setelah dipikir kembali,
apalagi setelah ditinjau dari adu kekuatan yang barusan
berlangsung, dia dapat menyimpulkan kalau kekasihnya sama
sekali tidak kalah de?ngan lawan.
Maka dari itu ucapan yang sudah berada diujung bibirnya
itu segera ditelan kembali.
Makhluk tua itu segera menyingkirkan rambutnya yang
panjang kesamping sehingga nampak wajahnya yang penuh
bulu, kemudian sambil menyeringai seram, serunya:
"Hei bocah, kau yang menghitung, kita membatasi hanya
seratus jurus saja!"
Selesai berkata dia segeri menyerbu kedepan Suma Thian
yu dan menyerang tubuh bagian bawah pemuda itu dengan
jurus Tui san tian-hay (mendorong bukit membendung
samudra). Menghadapi ancaman yang datangnya secara tiba-tiba itu,
Suma Thian yu tidak mundur, sebaliknya malah maju, dengan
penyerangan menggantikan pertahanan dia memunahkan
datangnya ancaman tersebut dengan jurus Si gou wang gwat
(radak memandang rembulan)
"Jurus pertama!" Bi hong siancu segera berteriak keras.
Makhluk tua itu tertawa seram, seluruh tu?buhnya melejit
ke udara dengan jurus It hok cong thian (bangau sakti
menembusi langit) ketika berada satu kaki dari permukaan
tanah sepasang lengannya membuat gerakan saling menyilang
ditengah udara, kemudian setelah masing-masing membentuk
gerakan setengah lingkaran, dengan jurus Cong eng poh toh
(elang ganas menubruk kelinci) dia terkam tu?buh Suma
Thian yu secara ganas...
Makhluk tua itu memang bersifat buas, rasa irinya amat
besar, dia paling benci kalau ada jagoan persilatan yang
mampu menandinginya, itulah sebabnya serangan yang
dilancarkan kini semuanya ganas dan tak mengenal ampun!
Jangan, dililat jurus serangan yang digunakannya jurusjurus
biasa, namun kedahsyatannya tak bisa dipandang
enteng. Mengikuti datangnya gerakan tersebut, Suma Thian yu
segera melayang mundur kebelakang, kemudian dengan jurus
Khong ciok kay tian atau burung merak mementang sayap dia
tangkis datangnya serangan tersebut.
Bi hong siancu amat menguatirkan keselamatan
kekasihnya, untuk sesaat matanya men?jadi terbelalak dan
mulutnya melongo, untuk sementara waktu dia lupa untuk
menghitung. Sambil melancarkan serangan, makhluk tua itu segera
memperingat kan dengan lantang:
"Hei bocah, sudah jurus ke tiga!"
Dia seperti mengutirkan Wan Pek lan lupa untuk
menghitung jurus serangan yang dipakai maka setiap kali
melepaskan satu serangan, makhluk tua itu segera memberi


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peringatan. Sistim pertarungan yang begini aneh ini bukan saja tak
pernah dijumpai, mungkin didengar pun belum pernah.
Suma thian yu telah memusatkan segenap perhatiannya
untuk menghadapi musuh, dia tahu hasil pertarungan malam
ini bukan cuma menyangkut keselamatan bagi dia dan Wan
pek lan saja, bahkan menyangkut pula entah berapa ribu jiwa
manusia yang tanpa sengaja tersesat dalam lembah terlarang
ini. Oleh sebab itu semua serangan dilancarkan dengan mantap
dan berhati-hati sekali, jurus disusul dengan jurus, semuanya
menggunakan ilmu Tay kim to liong pat ciang ajaran Put Gho
cu. Semua pukulan dilepaskan secara mantap dengan
perhitungan yang matang, sedikit pun tak berani mempunyai
ingatan untuk meman?dang enteng lawannya.
Dari sini dapat disimpulkan kalau Suma Thian yu adalah
seorang pendekar muda yang berjiwa besar dan berwatak
mulia, dia merasa semua persoalan yang menyangkut jiwa
orang banyak merupakan masalah penting Yng harus
diutamakan. Mendadak terdengar Bi hong siancu berseru keras:
"Jurus kelima puluh!"
Merdengar itu, makhluk tersebut segera berpekik keras
berulang kali, gerakan tubuh segera berubah, ujung bajunya
berkibar kian kemari, segulung angin ruyuh dengan kekuatan
dua ratus kati langsung menyapu tubuh Suma Thian yu.
"bocah keparat!" teriaknya sambil menahan geram, "kau
benar benar hebat, sudah lima puluh gebrakan kita bertarung,
belum juga ketahuan hasilnya, selama puluhan tahun baru
bertemu tiga orang yang lain, kauadalah orang ke empat yang
bisa melawanku melebihi lima puluh jurus...."
Suma Thian yu turut tertawa panjang.
"Haaahh...haaaahh... kemungkinan besat kau akan
bertemu dengan satu satunya orang yeng bisa mengalahkan
kau selama tiga puluh tahun terakhir ini pada hari ini"
"Mengalahkan aku?" Heeehh... heeeeh...masih terlampau
awal untuk berkata demikian jengek makhluk tua itu dengan
nada mencemooh, aku nasehati kepadamu lebih baik jangan
bermimpi disiang hari bolonglagi!"
Suma Thian yu tertawa keras, mendadak gerakan tubuhnya
ikut berubah, kali ini dia mengembangkan gerakan langkah
Cok liong luan ka cap lak poh untuk bergerak kian kemari, lalu
dengan jurus To thian huan jie (mencuri berganti waktu)
untuk mengancam jalan darah Ki bun hiat ditubuh mahkluk
tua itu. Si Makhluk tua tersebut hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur, tahu-tahu pihak lawan sudah
menerobos masuk dari sisi tubuhnya, hal ini membuatnya
cepat-cepat menghindar dengan tergopoh-gopoh....
Siapa tahu Suma Tian yu berbuat demikian dengan maksud
memancing musuhnya untuk perangkap, begitu musuh
mundur, tiba-tiba saja dia membentak kerat:
"Lihat serangan!"
Dengan jurus Seng gi im pian (bintang bergeser awan
berubah), ditengah udara segera berkumandang suara guntur
menggelegar dengan kerasnya, disusul kemudian segulung
angin pukulan yang tajam dengan membawa suara desingan
tajam langsung menggulung tubuh si makhluk tua tersebut...
Jurus serangan ini tak lain adalah satu jurus dari ilmu
pukulan Sian Po hong cian ajaran Cong liong lo sianjin,
kedahsyatannya luar biasa, dimana angin pukulan itu
menyambar, pasir dan debu ikut berhamburan ke mana-mana.
Sejak dulu hingga sekerang, belum pernah makhluk tua
tersebut menyaksikan ilmu pukulan seindah ini, dia tak berani
menyambut dengan kekerasan, cepat tubuhnya melompat
mundur sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.
"Blaaaammmmm!"
Ketika angin pukulan yang dilancarkan Suma Thian yu
menghantam di atas batu karang pada bukit tersebut, kontan
saja batu dan pa sir berguguran, seluruh permukaan
bergoncarg keras, keadaannya seperti dilanda oleh gempa
bumi saja. Bi hong siancu menjadi termangu menyaksikan
kedahsyatan kekasihnya, tanpa terasa ia memuji:
"Sebuah ilmu pukulan yang amat dahsyat, jurus yang
keenam puluh enam!"
Saking girangnya sampai dia menyebutkan jurus
serangannya lebih banyak dari keadaan yang seharusnya, tapi
waktu itu si mahkluk tua pun sedang dibikin terperana oleh
kedahsyatan lawannya, sehingga ia tidak merasakan hal
ter?sebut, tentu saja diapun tidak mengajukan protesnya atas
kesalah mana. Diam-dian Suma Thian yu merasa girang, dia makhluk tua
tersebut sudah dibikin ketakutan hingga pecah nyali dan sejak
kini tak akan berani untuk melakukan serangan lagi.
Siapa tahu, setelah debu berterbangen dan suara menjadi
sirap mendadak terdengar suara gemerutuknya tulang
belulang yang amat nyaring....
Tampaknya makhluk tua tersebut telah menghimpun hawa
sesatnya secara diam-diam dan berencana untuk melancarkan
sebuah serangan maut untuk merebut kemenangan.
Betul juga, setelah terdengarnya suara gemerutukan
nyaring itu, mendadak terdengar mahkluk tua itu membentak
dsngan keras: "Kaupun boleh merasakan sebuah pukulan ku ini!" katanya
kemudian. Begitu ucapann tersebut selasai diutarakan, Suma Thian yu
segera merasakan nafasnya menjadi sesak, tubuhnya yang
bergerak ke depan pun seakan-akan dihisap oleh sesuatu
kekuatan yang maha dahsyat, kesemuanya ini kontan saja
membuat hatinya terkesiap.,
Buru-buru dia menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya dan mengeluarkan ilmu bobot seribu untuk
menahan gerakan ba-dannya. Pada saat intulah terasa ada
segulung angin pukulan yang lembut dan halus menyambar
kedepan menyambar kehadapan tubuhnya.
Suma Thian yu amat terperanjat, dengan gerakan Yau cu
huan sin (burung belibis membalikan badan) seluruh tubuhnya
melejit ke samping untuk menghindarkan diri dan ternyata ia
tak mampu untuk melancarkan perlawanan.
Baru saja tubuhnyta meluncur ketengah udara, segulung
hawa dingin telah menyambar lewat dan suara gemuruh yang
keras dan memekikkan telinga pun menggelegar dari arah
belakang. Dengan cepat Suma Thian yu membalikkan
badannya, dengan cepat ia menjulurkan lidahnya karena
kagum. Rupanya batuan cadas yang berada dibelakang tubuhnya
itu, kini sudah kena tersapu hingga rata dengan tanah, tak
sebutir batupun yang kelihatan.
Bi hoig siancu sendiripun merasakan jantungnya berdebar
keras, pekiknya didalam hati:
"Ooohh, sungguh berbahaya!"
Kemudian teriaknya dengan lantang sekali:
"Jurus ke enam puluh tujuh!"
Makhluk tua iiu kelihatan gembira sekali setelah
menyaksikan Suma Thian yu sama sekali tak mempunyai
kepandaian sakti untuk membendung serangan mautnya tadi,
sambil mengulumkan senyuman yang angkub dan bangga,
ejeknya: "Bagaimana" Apakah nyalimu sudah dibikin pecah karena
ketakutan.....?"
Suma Thian yu segera mendengus dingin.
"Hmmmm. kalau permainan kucing kaki tiga sih tak akan
bikin keder orang lain, lebih baik kau jangan mencobah untuk
ngomong besar lagi....!"
Makhluk tua tersebut selamanya sombong, tinggi hati dan
tak pernah memandang sebelah matapun terhadap orang lain,
begitu mendengar Suma thian yu memakinya sebagai ilmu
silat kucing kaki tiga saja, kontan saja dari malu ia menjadi
marah, sambil berkaok-kaokpenuh kegusaran, teriaknya keraskeras:
Bagus sekali bocah keparat, kau kelewat menghina orang,
hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas melomp[at kehadapan
pemuda tersebut, kemudian....weeeass! weeesss! weeess!
secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai
yang semuanya dahsyat dan luar biasa.
Dengan mengeluarkan ilmu langkah Ciok liong luan poh
ajaran dari Siau yau kay Wi kian secara mudah sekali Suma
thian yu berhasil memunahkan ancaman tersebut satu per
satu, kemudian teriaknya dengan suara lantang:
"Sekarang sudah tujuh puluh gebrakan! Jika pertarungan
macam begini dilangsungkan terus, seratus juruspun belum
tentu akan ketahuan siapa yang unggul dan siapa yang kalah,
bagaimana kalau kita berganti acara saja?"
"Tidak bisa, seratus juruspun belum habis, mana boleh
berganti acara....?"
Kembali mahkluk itu itu melancarkan beberapa gerakan
untuk memunahkan ancaman lawan, kemudian melepaskan
pula dua buah jurus serangan untuk meneter musuhnya.
Suma Thian yu segera berseru dengan suara lantang:
"Sisanya bagaimana kalau kita selesaikan dengan
menggunakan senjata tajam saja?"
"Senjata tajam" Selama hidup belum pernah lohu
mempergunakan senjata tajam untuk bertarung!"
Suma Thian yu benar-benar didesak sehingga apa boleh
buat, terpaksa ia menghimpun hawa murninya dari Tan tiam
kedepan dada, kemudian dengan jurus Peng lui san lian
(guntur menggelegar petir menyambar) secepat kilat
membacok tubuh mahkluk tua tersebut.
Menyusul kemudian, kakinya dengan jurus Kui seng ti
to(Bintang timurmenentang bintang kejora) dia tendang tubuh
bagian bawah mahkluk tua tersebut.
Serangan berantai yang maha dahyat tersebut kontan saja
membuat si mahkluk tua itu kerepotan setengah mati, sambil
berkaok-kaok karena kegusaran, dia melancarkan pula
serangan sergapan balasan secara nekad....
Bi hong siancu yang menyaksikan batas seratus jurus
sudah hampir berakhir menjadi kegirangan, sebab selama ini
Suma thian yu tidak pernah memperlihatkan gejala akan
kalah, hatinya makin mantap dan rasa percaya diri pun
tumbuh. "Jurus ke tujuh puluh enam!" teriaknya keras-keras.
Mendengar itu, mahkluk itu itu segera memprotes,
umpatnya: "Bocah perempuan sinting, kau jangan ngawur, sekarang
baru jurus ketujuh puluh lima!"
Wan pek lan yang merasa bahwa kekasihnya pasti akan
berhasil memenangkan pertarungan ini, nyalinya bertambah
besar, dia segera membantah pula:
"Tadi, didalam pukulan tendangan dipakai dua jurus
serangan, kenapa" Apa tidak benar?"
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu
kembali terlibat dalam pertempuran yang sengit, dan masingmasing
sudah bertarung tiga gebrakan lagi, maka Wan pek lan
buru-buru berteriak dengan suara lantang:
"Jurus kedelapan puluh!"
Sekarang, mahkluk tua ini sudah mempunyai hitungan, dia
tahu, bila pertarungan tersebut dilangsungkan lebih jauh,
jangankan masih sisa dua puluh jurus, sekalipun masih ada
seratus jurus pun belum tentu dapat mengungguli lawannya.
Cemas dan mendongkol membuatnya makin naik darah,
segera bentaknya dengan penuh kegusaran:
"Bocah keparat, tidak ku sangka kalau kau bisa melewati
delapan puluh gebrakan dengan lancar, mari, mari, mari! Lohu
akan melanggar kebiasaan dengan menganggap delapan
puluh jurus sebagai sembilan puluh lima jurus, segenap
kepandaian silat yang lohu miliki akan dipergunakan dalam
lima jurus yans terakhir ini aku akan membuat hatimu takluk
seratus persen!"
"Haaahh...haaah... haahh... ting?gal lima jurus saja...?"
seru Suma Thian yu sambil tertawa terbahak-bahak,
"bukankah hal ini akan menguntungkan diriku?"
"Menguntungkan memang cuma kau akan segera
membuktikan sendiri, betulkah kau merasa beruntung atau
tidak?" Kembali Suma Thian yu tertawa ringan.
"Baiklah, daripada membangkang, lebih baik aku akan
menurut saja, lima jurus serangan dahsyatmu akan kusambut
semuanya!"
Makhlus tua tersebut tidak berbicara lagi, telapak tangan
kirinya segera diayunkan kemuka, segulung angin pukulan
berhawa lembut segera meluncur kedepan.
Suma Thian yu pun segera melontarkan pula sebuah
pukulan dengan ilmu pukulan Sian po hwee hong ciang yang
maha dahsyat itu.
Siapa tahu, disaat kedua gulung angin pu?kulan itu saling
membentur satu sama lainnya, tiba-tiba terdengar makhluk
tua itu tertawa terbahak bahak sambil menjengek:
"Pukulan yang inilah baru merupakan seranganku yang
sesungguhnya."
Seusai berkata, telapak tangan kanannya membentuk
gerakan satu lingkaran ditengah udara, lalu ditolak kedepan.
Segulung hawa pukulan yang dingin merasuk tulang
langsung saja mengurung seluruh badan Suma thian yu.
Menghadapi ancaman bahaya yang berada didepan mata,
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, dalam bahaya dia
mencari selamat lantaran telapak tangan kanannya sudah
keburu di dorong kedepan dan tak leluasa untuk menarik
kembali, terpaksa dia menggunakan telapak tangan kanannya
untuk menahan serangan, sementara telapak tangan kirinya
dengan menghimpun tenaga sebesar delapan bagian sudah
melancarkan bacokan secepat kilat.
Dengan begitu, kedua orang tersebut jadi saling
melontarkan serangan dengan mempergu?nakan sepasang
telapak tangan, empat telapak tangan yang saling menempel
membuat empat gulung aliran listrik yang saling membentur
pada jarak tiga langkah.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa sudah dipenuhi oleh
desingan angin tajam, mereka berdua saling mengerahkan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tenaga dalam untuk melakukan perlawanan.
Pertarungan adu kekerasan seperti ini hanya akan
berlangsung jika orang yang terlibat dalam pertrungan adalah
jago-jago berilmu tinggi, sebab pertarungan seperti ini
selamanya mempertaruhkan jiwa raga mereka sendiri.
Tapi hanya dengan jalan ini pula orang baru bisa
mengetahui sempurna atau tidaknya tenaga dalam seseorang,
disamping itu bisa pula membuat isi perut musuh hancur
berantakan termakan serangan maut itu hingga akhirnya
tewas. Namun pertarungan semacam inipun merupakan
pertarungan yang sangat menghamburkan tenaga, orang luar
tak pernah akan berhasil mencegah berlangsungnya
pertarungan tersebut kecuali secara kebetulan datang seorang
jago lihay yang berilmu jauh lebih tinggi dari mereka berdua,
kalau tidak, mereka berdua baru dapat dilerai apabila salah
satu diantara mereka sudah tewas.
Bi hong siancu yang sebenarnya sudah merasa makin kuatir
lagi, memandang dua orang yang saling berhadapan dengan
mata terpejam dan peluh membasahi tubuh mereka itu, dia
tahu kalau pertarungan sudah meningkat dari posisi yang
sangat gawat. Dalam keadaan demikian, apabila salah satu pihak
berpikiran bercabang sehingga serangan hawa murninya
mengendor, sudah pasti tenaga dalam musuh akan segera
menyusul masuk ke dalam isi perutnya dan berakibat
kematian baginya.
Bi hong siancu benar-benar merasakan hatinya berdebar
keras, dengan perasaaa kuatir teriaknya tiba-tiba:
"Hei, bila pertarungan semacam ini dilangsungkan lebih
jauh, akhirnya sudah pasti ada salah satu pihak yang akan
tewas, ayo cepat hentikan serangan kalian, jangan bertarung
lagi....."
Tapi ketika dilihatnya kedua belah pihak tetap berdiam diri,
seakan-akan tidak mengubris perkataannya, bahkan dari
ubun-ubun mereka memanancar keluar kabut berwarna putih,
hatinya semakin gelisah lagi.
Dengan cepat satu ingatan melintas dalam benaknya, segra
teriaknya keras-keras:
"Hei, makhluk tua, Kau suruh aku menghitung dengan cara
bagaimana" Bukankah lima jurua terakhir sudah lewat?"
Sekalipun dia sudah berteriak sekeras-kerasnya, atau
mungkin sampai putus lidahnya sekalipun, hal tersebut tak
akan mempengaruhi keadaan dalam arena.
Sebab pertarungan yang sekarang sedang meningkat pada
keadaan paling gawat dan setiap saat bisa mengakibatkan
kematian yang fatal bagi mereka yang lengah.
Waktu itu, paras muka Sama Thian yu dari hijau membesi
telah berubah menjadi pucat pias, butiran keringat sebesar
kacang kedelai telah membasahi jidatnya dan mengucur
kebawah. Sedangkan keadaan dari si makhluk tua itu pun tak jauh
berbeda, seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat,
bibirnya terkatup kencang-kencang dsan wajahnya
menunjukan penderitaan.
Apabila keadaan seperti berlangsung lebih lanjut maka
kedua belah pihak akan sama-sama terluka dsn bahkan bisa
jadi akan berakibat kematian untuk mereka berdua.
Bi hong siancu Wan Pek lan nampak gelisah sekali bagaikan
semut dalam kuali panas, tapi apa pula yang bisa dilakukan
olehnya dalam keadaan seperti ini"
Jangankan dia tidak berkemampuan untuk memisahkan
kedua orang ini, bahkan bila ia bertindak secara gegabah pun
bisa jadi akan menimbulkan bencana kematian bagi dirinya.
Pepatah kuno mengatakan: Bila ada dua harimau yang
bertarung, salah satu diantaranyaa akan terluka.
Di dalam dunia persilatan, tak mungkin akan terdapat dua
orang manusia yang mempunya ilmu silat seimbang, terutama
sekali dalam tenaga dalam, tak mungkin hasil yang dicapai
orang yang satu akan sama dengan orang yang lain.
Jilid 18 Tahun ini, makhluk tua tersebut sudah berusia tujuh puluh
tahun lebih, kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki
sekarang pun paling tidak masih diatas enam puluh tahun
hasil latihan. Sebaliknya, meski usia Suma Thian yu baru tujuh delapan
belas tahunan, tapi berhubung sejak kecil sudah memperoleh
guru pan dai dan sejak kecil pula melatih ilmu Kui goan sim
hoat, kemudian minum obat Ku ciang sin yok, maka dasar
tenaga dalam yang dimiliki nya boleh dibilang kuat sekali.
Ketika berada dalam gua dan salah makan daun Jin sian
kiam lan, tenaga dalamnya
telah bertambah dengan pesat, sehingga mencapai enam
puluh tahun hasil latihan lebih, sebab itulah meski beradu
tenaga-tenaga dalam dengan si makhluk tua sekarang,
kekuatan mereka tetap berimbang satu sama lainnya.
Walaupun demikian, akhirnya toh akan muncul juga saat
untuk menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang
lebih lemah, disaat itulah yang tangguh bakal muncul sebagai
pemenangnya, sedangkan yang lemah akan menemui ajalnya.
Mendadak..... Dari atas bukit Kun san berkumandang suara seruling yang
mengalun tiba mengikati hembusan angin, suara yang
mengalun menembusi lembah bergema pula ke dalam telinga
kedua orang tersebut.
Ternyata aneh sekali, kedua orang itu segera merasakan
semangatnya menjadi segar kem bali dan kekuatannya seperti
beratus kali lipat lebih besar keadaan semula.
Pelan-pelan makhluk tua itu membuka sepasang matanya,
dari balik sorot matanya itu terpancar keluar perasaan bingung
dan tidak habis mengerti.
Tak selang berapa saat kemudian, dari arah punggung
bukit sana muncul setitik bayangan hitam yang secapat
sambaran petir meluncur masuk kedalam lembah Si jin kok.
Suara seruling yang mengalun diudara pun menyusul
bayangan hitam yang meluncur tiba itu bergema makin keras.
Bi hong siancu Wan Pek lan segera mengangkat kepalanya
sambil memandang ke depan, tampak olehnya setitik cahaya
hitam secepat kilat meluncur kedalam lembah.
Tak sempat lagi bagi Bi hong siancu untuk menegur, tahutahu
dihadapan mukanya telah berdiri seorang kakek
berdandan seorang tosu, bersamaan dengan munculnya tosu
tua itu pun suara seruling tadi menjadi sirap dan hilang.
Tampak tosu tua itu memperhatikan sekejap kearah Bi
hong siancu, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak
serunya: "Haaaah...haaaa...haaaa... kalian berdua harus segera
menghentikan permainan yang tak bermanfaat ini!"
Sembari berkata, seruling bambu ditangannya segera
ditutul pelan ketengah-tengah orang yang sedang bertempur
itu. "Criiitt...!" dari mulut seruling menyem?bur kelur segulung
hawa pukulan berwarna putih dan menyambar ketubuh dua
orang yang sedang bertarung tadi.
Kedua orang itu segera merasakan udara di sekeliling
tubuhnya membuyar dan tubuh mere ka yang sempoyongan
pun segera melompat mundur kebelakang.
Menanti si makhluk tua itu dapat berdiri tegak, sorot
matanya segera dialihkan kewajah tosu tua yang baru muncul
itu dan menatapnya lekat-lekat, sampai lama sekali dia tak
mengucapkan sepatah kata pun.
Sedangkan Suma Thian yu segera menjura sembari
berseru: "Cianpwe, kedatanganmu tepat sekali, untung saja
selembar jiwa boanpwe masih bisa diselamatkan!"
Ternyata orang yang barusan munculkan diri itu adalah
Heng si Cinjin, gurunya dua bersaudara Thia yang mempunyai
janji dengan anak muda tersebut.
Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah...baru berapa hari tidak bersua, tenaga
sinkang yang dimiliki Suma siauhiap sudah memperoleh
kemajuan yang amat pesat, sungguh mengagumkan, sungguh
menggembirakan, mungkin kau telah memperoleh suatu
penemuan aneh bukan?"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, cepat-cepat dia mengangguk.
"Aaah, cianpwee terlalu memuji, boanpwee hanya berilmu
cetek" Setelah berbasa-basi sebentar, Heng si Cinjin pun
mengalihkan kembali sorot matannya ke wajah manusia aneh
tersebut, dengan gusar dia menegur:
"Rupanya kaulah yang berbuat ulah disini, baik-baik
menjadi ciangbunjin partai Mao san buat apa kau lari
ketempat seperti ini untuk memakan daging menusia"
Sebenarnya apa mak sud dan tujuanmu yang sebenarnya?"
Begitu berjumpa dengan Heng si Cinjin, mahkluk tua itupun
nampak terperanjat, tapi segera jawabnya dengan marah:
"Urusan ini merupakan persoalan pribadi lohu sendiri, orang
lain tak usah mencampurinya" Heng si Cinjin segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haah...haaah...haaah...Hu hok, setiap umat persilatan
yang menyinggung soal bukit Kun san di telaga Tong tin,
mereka akan segera teringat pula dengan nama Pinto,
sekarang kau makan daging manusia disini, bila orang lain
mengetahui akan persoalan ini, mereka masih mengira
pintolah yang membuat ulah dengan mencelakai sesama umat
manusia" Ternyata makhluk tua itu merupakan ciangbunjin angkatan
ke sembilan belas dari partai Mao san yang bernama Hu Huk
cu, tapi baru setahun menjabat sebagai ketua, dia telah
menyerahkan jabatan sebagai ketua tersebut kepada sutenya
Hu Yan cu, sementara dia sendiri mengembara didalam dunia
persilatan. Banyak orang mengira Hu Hok cu sudah bosan dengan
kehidupan keduniawian dan mengggundurkan diri hidup
menyendiri, padahal yang benar Hu Hok cu memrunyai
maksud tujuan yang lain, secara rahasia sekali dia memasuki
bukit Kun san dan menyembunyikan diri disitu untuk berlatih
ilmu silat. berhubung didalam kitab pusaka yang diperolehnya untuk
melatih semacam ilmu sesat dibutuhkan kekuatan dari sari
manusia, maka untuk meyakinkan ilmu tersebut orang yang
bersangkutan harus memakan daging manusia setiap harinya.
Hu Hok cu yang memperoleh kitab pusaka mana menjadi
kegirangan setengah mati, dia segera meninggalkan
kedudukannya sebagai Ciangbujin dan menyembunyikan diri
disitu, bukan saja suasana diseputar sana dibikin
menyeramkan, dia pun mendirikan batu peringatan dan
menjadikan daerah tersebut sebagai daerah terlarang.
Apabila malam hari sudah tiba, dia pun akan muncul dari
daerah terlarangnya untuk memancing saudagar atau orang
orang persilatan
guna memasuki lembah Si jin kok, disanalah korbannya
dibunuh dan daging mereka disantap. Selama tiga puluh tahun
ini, entah berapa banyak sudah manusia yang menemui
aja1nya disini, namun ilmu silat yang dimiliki pun tidak
memperoleh kemajuan yang pesat sekali. Siapa sangka,
malam ini dia telah bertemu dengan lawan tandingnya, bukan
saja dipecundangi, bahkan nyaris nyawanya akan turut
melayang. Sementara itu, Ha Hak cu merasa gusar sekali setelah
mendengar umpatan dari Heng si Cinjin tersebut, sambil
tertawa seram segera teriaknya keras-keras:
"Tosu, selama tiga puluh tahun ini, mengapa kau tak
pernah melangkah masuk kedalam lembahku ini?"
Heng si Cinjin tertawa bergelak.
"Haaaaa...haaaaa...haaaa, selama ini pinto mengira apa
yang tersiar dalam dunia persilatan sebagai berita bohong
yang ada maksud untuk merusak nama pinto beberapa tahun
yang berselang itu, pinto pun pernah melakukan pemeriksaan
disini, namun tidak berhasil menemukan gua ini"
Sambil tertawa, Hu Hok ca menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya kemudian:
"Malam ini mengapa pula bisa muncul disini?"
"Ditengah kegelapan malam aku sering kali mendengar
suara gemuruh dan suara ledakan keras, setiap kali pula pinto
pasti muncul untuk melakukan penyelidikan, akhirnya setelah
melakukan pengintaian berulang kali, kutemukan kehadiranmu
disini, tentu saja aku tak pernah menyangka kalau Si jin ong
(raja pemakan manusia) yang paling ditakuti orang dalam
dunia persilaian bukan lain adalah dirimu"
Tatkala Hu Hok cu mengetahui bahwa orang persilatan
merasa ketakutan karena dia pemakan manusia, bukan saja
berita mana tidak membuat merasa malu atau rendah diri,
sebaliknya dia malah menari-nari dengan girangnya, bahkan
sambil tertawa terbahak-bahak berteriak sekeras-kerasnya:
"Aku telah berhasil! Aku telah berhsil!"
Tentu saja sikap macam orang gila ini membuat Heng si
Cinjin dan Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah
mati, mereka tidak habis mengerti apa sebabnya orang itu jadi
sinting. Lama kemudian, Hu Hok cu baru menghetikan tariannya
macam orang gila itu dan menunjukkan wajah berseri-seri.
"Toyu!" katanya kemudian, "lohu tidak akan tinggal disini
lagi, sekarang nama lohu seba?gai Si jin ong (raja pemakan
manusia) sudah termashuur diseluruh koloog langit,
haahh...haahh...haahh... tidak lama kemudian, lohu akan
menjadi raja dan pemimpin dari seluruh dunia persilatan baik
diutara maupun selatan"
"Ada kalanya, disaat seseorang sedang kecanduan sesuatu,
bisa jadi dia akan lupa makan dan tidur hingga sikap maupun
gerak geriknya menjadi berubah seperti orang gila.
Demikian pula halnya dengan Hu Hok cu yang memusatkan
segenap perhatiannya itu untuk mempelajari Mo Kang,
kesadaran jalan pikiran maupun gerak-geriknya sudah
berbeda sekali dengan manusia biasa.
Orang lain mengumpatnya sebagai Si jin ong sebaliknya dia
malah nampak kegirangan, se?akan-akan orang lain sudah
dibikin ketakutan oleh nama besarnya itu, bahkan yang lebih


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sinting lagi, dia ingin mengandalkan ilmu si?lat yang
tercantum dalam kitab pusakanya untuk merajai kolong langit.
Padahal dia seperti lupa kalau Suma Thian yu yang
dihadapinya malam ini belum lagi bisa dkalahkan, bahkan
disana telah muncul se?orang jago lihay yang berilmu silat
beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaiannya yakni
Heng si Cinjin.
Dua orang manusia ini saja tak mampu dihadapi, tapi dia
sudah melamun ingin menjadi seorang pemimpin dunia
persilatan, bukankah hal ini kedengarannya lucu dan
menggelikan"
Tatkala Heng si Ciniin mendengar ucapan nya yang
membual itu seketika itu juga dia menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas, dipandangnya Hu hok
cu sekejap dengan sorot mata penuh welas kasih, kemudian
ujarnya: "Hu hok, apakah kau tidak merasa jalan pemikiranmu itu
menggelikan" Terlampau lucu dan kenak-kanakan?"
"Kekanak-kanakan" Hmmm! Siapa yang bilang kalau aku si
bodoh?" Hu hok cu balik bertanya.
Hmmm, ingin meninggalkan lembah Si Jin kok dengan
begitu saja" Apakah kau tidak merasa kalu tindakanmu ini
kelewat awal" bentak Heng si cianjin lagi.
Hu hok cu segera melotot gusar, dengan penuh rasa
penasaran bentaknya juga:
"Kau berani memandang hina lohu?"
"Betul!"
Jawaban dari Heng si cinjin ini diutarakan dengan suara
tegas dan keras.
"Bagus sekali, rupanya kau sudah pernah mencicipi empedu
macam hati singa sehingga berani menantang lohu" Mari, mari
lohu akan membuktikan dahulu apakah kau mampu atau
tidak!" Selesai berkata, dengan jurus Im yang jut tong(Im yang
mulia bergerak) dia langsung membacok tubuh Heng si cinjin.
Menghadapi ancaman tersebut, Heng si Cinjin seakan-akan
tak sudi memandangnya barang sekejap pun, diantara
berkibarnya ujung baju, tahu-tahu dia sudah melayang ke
samping untuk menghindarkan diri, setelah itu jengeknya:
"Huuuh, masih ketinggalan jauh!"
Dicemooh orang, amarah Hu Hok cu sema?kin memuncak,
sepasang telapak tangannya diayunkan kian kemari bagaikan
orang gila, dia telah mengelirkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk secara beruntun mele?paskan empat lima
buah pukulan. Seperti juga yang pertama tadi, kembali Heng si Cinjin
mempergunakan kelincahan tubuhnya untuk berkelebat kian
kemari ditengah pukulan-pukulan musuhnya, bahkan selama
inipun dia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.
"Ha Hok!" kembali dia mengejek, "makan daging manusia
tidak akau mambuat ilmu silat mu memperoleh kemajuan
pesat, menurut pendapat pinto, tiga puluh tahun berselang
kau sudah begini, tapi keadaanmu sekarang malah justru
bertambah parah!"
Heng si cinjin sengaja berkata demikian karena dia
mempuryai tujuan yang baik, yakni berharap agar Hu hok cu
mau bertobat dari kejahatannya itu, melepaskan jalan sesat
dan kembali kejalan yang benar.
Terutama sekali untuk melepaskan ilmu sesat nya dengan
mempelajari ilmu lurus, dengan demikian mengurangi
bahayanya mati secara mengenaskan.
Benarkah ilmu siht yang dimiliki Hu Hok cu saat ini jauh
lebih payah ketimbang tiga pulah tahun berselang" Tentu saja
tidak, sebaliknya, kepandaian silat yang dia miliki
sebarangsudah mencapai tingkatan yang luar biasa, bahkan
boleh dibilang merupakan salah satu gembong iblis yang patut
disegani oleh setiap orang.
Tapi apa sebabnya kemampuan yang hebat ini seolah-olah
tak mampu berkembang, bahkan tak berhasil meraih
keuntungan apa-apa"
Sesungguhnya kejadian ini tiada sesuatu yang aneh seperti,
yang telah diketahui tadi, tatkala Heng si Cinjm muncul disana
tadi, Hu Hok cu sedang beradu tenaga dalam melawan Suma
Thian yu, akibat dari pertarungan itu, hawa murninya telah
menderita kerugian yang be?sar sekali, inilah yang menjadi
penyebab uta rna mengapa serangannya seperti tak berfungsi
lagi. Tapi perkataan dari Heng si Cinjin terse?but ibaratnva
sebilah pisau tajam yang lang?sung menembusi ulu hati Hu
Hok-cu. membuat hatinya terasa begitu sakit sehingga sukar
dilukiskan dengan kata kata...
Tampak sepasang mata orang itu melotot be?sar, dengan
menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya untuk melindungi
badan, sepasang telapak tangannya segera dilontarkan ke
muka melepaskan pukulan yang maha dahsyat.
Sekalipun hanya mempergunakan sisa kekuatan yang
dimiliki, kenyataannya serangan mana masih merupakan satu
ancaman yang serius.
Mau tak mau Heng si Cinjin harus merasa terkesiap juga,
dia tahu apabila kesempatan yang sangat baik ini tidak segera
dimanfaatkan untuk melumatkan ambisi dan kesombongan
gembong iblis tersebut, sudah pasti orang ini akan menjadijadi
kesombongan dan kesadisannya dikemudian hari.
Buru-buru dia menghimpun hawa murninya secara diamdiam,
sementara wajahnya masih menunjukan sikap yang
halus dan lembut, dengan sebuah kebasan yang mengerahkan
tenaga sebesar tujuh bagian, ia sambut datangnya ancaman
lawan.... Seketika itu juga ke dua gulung tenaga pukulan tersebut
saling membentur satu sama lainnya ditengah udara.
Mendadak.... "Blaaammm...! Suatu benturan keras yang mamt
memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian"
Menyusul kemudian, dari tengah arena bergema suara
jeritan ngeri yang amat menggidikan hati...
"Akhhhh....!"
Sesosok bayangan manusia bagaikan kayang-layang yang
putus talinya segera terlempar ke tengah udara.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut segera
berpekik nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara dan
langsung menyambar ke arah mana bayangan hitam itu jatuh.
Baru saja anak muda itu melayang turun ke atas tanah,
bayangan hitam tadi sudah meluncur jatuh dari atas dengan
kecepatan yang luar biasa...
Suma Thian yu segera mementangkan lengan-nya untuk
memeluk tubuh berbobot seratus kati lebih itu dengan suatu
tangkapan. Orang itu memang Ha Hok cu, sekarang paras mukanya
nampak pucat pias seperti mayat, keadaannya tak jauh
berbeda dengan sesosok mayat saja...
Pelan pelan Suma Thian yu meletakkan tu?buh Hu Hok cu
ke atas tanah dan membiarkaa dia duduk, kemudian ia baru
mengundurkan diri ke hadapan Heng si Cinjin dan berdiri
serius disana. Setelah berhasil menghajar tubuh Ha Hok cu tadi,
sesungguhnya Heng si Cinjin merasa menyesal, setelah
dijumpai Suma thian yu
menolong jiwa Hu hok cu, tak kuasa lagi sambil mengelus
jenggot ia tertawa.
"Haaaaa...haaaaa...haaaaa...suatu perbuatan yang tepat
sekali, suatu perbuatan yang tepat sekali. Hal ini menuajukkan
kalau jiwamu mulia dan arif bijaksana, masih muda sudah
menyayangi sesamanya, betul-betul suatu penampilan yang
mengagumkan."
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak dari arah dalam lembah itu berkumandang suara
isak tangis yang memilukan hati.
Dengan cepat Heng si Cinjin berpaling, ternyata yang
menangis adalah Hu Hok cu.
Kontan saja kejadian ini membuat ke tiga orang itu
tertegun-tegun karena keheranan, memang jarang sekali
dijumpai peristiwa yang luar biasa seperti ini, tak heran kalau
ketiga orang itu menjadi tertegun dan melongo.
Siapa tahu tangis Hu Hok cu semakin lama semakin
menjadi-jadi, bahkan akhirnya dia malah menangis sambil
berteriak teriak, air mata dan ingus bercampur aduk membuat
tubuhnya kelihatan bertambah mengenaskan.
Suara isak tangis itu mengalun dan menggema diseluruh
lembah, membuat suasana serasa menggidikkan hati.
Tampaknya Hu Hok cu ingin menggunakan kesempatan
menangis itu untuk melampiaskan keluar semua kesedihan,
kekesalan dan kemu-rungan yang mengganjal dadanya
selama ini. Heng ci Cinjin menjadi tak tega juga akhirnya, pelan-pelan
dia berjalan kehadapan Hu Hok cu, lalu tegurnya:
"Toyu, apa yang membuatmu menangis tersedu-sedu?"
"Enyah kau! Enyah kau dari sini, kau tak usah menggubris
diriku lagi...!"
Seperti anak kecil saja, gerak geriknya nampak lucu dan
menggelikan. Seorang kakek yang sudah lanjut usia ter?nyata menangis
tersedu sedu macam anak ke?cil yang mau menetek saja,
masih untung ke jadian aneh sudah sering kali di jumpai
kawanan jago silat, sehingga tiada yang luar biasa.
Coba kalau peristiwa ini berlangsung ditengah jalan, orang
bisa tertawa geli.
Heng si Cinjin segera bertanya:
"Hu hok apakah kau merasa perjuangan selama tiga puluh
tahun ini cuma sia sia belaka?"
Di korek luka hatinya, Hu hok cu merasa semakin sedih
hingga air matanya jatuh berderai seperti sungai huang bo
yang jebol tang gulnya, sambil menangis tersedu, umpatnya:
"Kau anjing gila, enyah! Cepat enyah semua dari
hadapanku!"
Selagi berkata kembali dia memeluk tanah sambil menangis
lagi dengan teramat sedih. Bi hong siancu yang menyaksikan
keadaan tersebut segera berbisik kesisi telinga Suma thian yu:
"Mengapa kau tak memanfaatkan kesempatan ini untuk
memasuii gua dan coba memeriksa dari mana datangnya
beberapa titik cahaya bintang yang terlihat tadi?"
Suma thian yu merasa usul tersebutada benarnya juga,
maka tanpa berpikir panjang lagi dengan mengandalkan
kemampuannya untuk melihat dalam kegelapan, dalam
beberapa lompatan saja ia sudah menerobos ke dalam gua
tersebut. Tatkala Heng si Cinjin menyaksikan si anak muda itu
menerobos masuk kedalam gua sebenarnya dia berniat untuk
menghalangi ke inginannya itu, sayang terlambat, oleh sebab
itu terpaksa dia hanya berdiri dihadapan Ha Hok cu sambil
bersiap siaga memberi bantuan kepada Suma Thian yu apabila
diperlukan. Sementara itu Suma Thian yu sudah menerobos kedalam
gua, berhubung waktunya singkat dan kuatir Hu Hok cu yang
sudah keburu menangis dan menyadari kalau dia masuk
kedalam gua, maka ia bertindak dengan kecepatan luar biasa.
Pertama, dia tak ingin terjadinya kesulitan yang tak
diinginkan, kedua, diapun kuatir membangkitkan kemarahan
makhluk tua sehingga melakukan perbuatan jahat yang lebih
banyak. Dalam Perkiraan SUma Thian yu, benda ini sudah pasti
mutiara Ya beng cu atau sebangsanya, maka dengan cepat dia
menuju ke ruang dalam untuk memeriksa lebih seksama.
Tapi begitu mengetahui apa yang terlihat, hampir saja si
anak muda itu tertawa terbahak-bahak.
Siapa bilang kalau cahaya berkilauan itu merupskan Ya
beng cu atau sebangssnya" Ternyata benda itu tak lebih
hanya sebuah botol yang berisikan kunang-kunang dalam
jumlah banyak. Sambil meaggelengkan kepalanya berulang kali, Suma
Thian yu benar benar dibikin gemas bercampur penasaran.
Kemudian dia pun menemukan setumpuk buku diatas meja
batu itu, namun disana tiada sesuatu apapun yang perlu
diperiksa, tahukalau tiada hasil apapun, dia bersiap-siap untuk
mengundurkan diri dari dalam gua tersebut.
Baru saja akan melompat keluar dari mulut gua, mendadak
dari sisi tubuhnya terasaada desingan angin berhembus lewat.
Begitu merasakan datangnya desingan angin tersebut,
dengan sigap Suma Thian yu melompat tiga langkah
kebelakang, ketika berpaling pemuda itu segera menarik
napas dingin. Rupanya entah sedari kapan, disisi tubuhnya telah
bertambah dengan seekor srigala rak?sasa yang tinggi
tubuhnya hampir separuh manusia.....
Sepasang mata serigala raksasa tersebut memancarkan
cahaya aneh, tanpa menimbukan sedikit suarapun menyusup
ke samping tubuh?nya siap melakukan terkaman.
Kalau dibicarakankan memang aneh sekali, ternyata srigala
raksasa itu tidak melolong pun tidak mengeluarkan suara apaapa,
coba kalau tidak merasakan datangnya desiran angin
tadi, siapapun tentu akan mengira srigala tersebut sebagai
sebuah patung srigala saja.
Tampaknya serigala itu sudah memperoleh pendidikan
yang sangat ketat meski melotot gusar kearah Suma Thian yu,
namun sama sekalai tidak melancarkan tubrukan, ia Cuma
berjalan kearah depan gua dan menghadang jalan perginya.
Apabila Suma thian yu ingin keluar dari gua tersebut, maka
dia harus membunuh srigala raksasa itu lebih dulu sebelum
berhasil menyerbu keluar, tapi dengan demikian, sudah pasti
tindakannya itu akan mengejutkan Hu Hok cu yang berada
diluar gua, dan akhirnya tak akan terlukiskan lagi.
Sekarang keadaan dari Suma Thian yu ibaratnya
menunggang dipunggung harimau, tetap duduk sudah, mau
turunpun tak bisa. Apalagi setelah dilihatnya srigala raksasa
yang melotot penuh kebuasan itu tidak melakukan tubrukan,
tidak pula mengundurkan diri, sebaliknya justru berjongkok
didepan gua sambil menjulurkan lidahnya yang panjang dan
berwarna merah itu.
Dilihat dari sikapnya mana, sudah jelas dia sedang
menunggu sampai Suma thian yu beranjak lebih dahulu.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kejadian semacam ini benar-benar merupakan suatu
peristiwa yang memusingkan kepala, tak bisa disangkal lagi,
apabila dia mela kukan suatu tindakan, sudah pasti srigala
raksasa itu tidak akan melepaskan dia dengan begitu saja, tapi
andaikata harus bertahan lebih jauh, sampai kapan urusan itu
baru selesai..."
Setelah berpikir sekian lama, akhirnya Suma Thian yu
merogoh kedalam sakunya dan me?ngeluarkan kerak nasi
yang tidak habis termakan dan dilemparkan keluar gua melalui
samping srigala raksasa tersebut.
Dia berharap, srigala raksasa itu akan tertarik oleh kerak
nati tersebut dan keluar dan gua.
Siapa tahu, srigala raksasa itu sama sekali1 tidak
menggubris, behkan memandang sekejap pun tidak, dengan
begitu, Suma Thian yu menjadi gelisah sekali.
Dia mencoba untuk merogoh kedalam saku?nya dan
mencari sesuatu benda yang bisa di?gunakan untuk
menimpuk, akhirnya setelah mencari sekian lama dia berhasil
menemukan sebuah benda yang keras sekali.
Ketika benda itu diambil keluar, ternyata tak lain adalah
lencana miling Siang wi coa Bian pun ci yang diperolehnya
sewaktu bertarung diperahu besar dalam telaga Tong ting ou
belum lama berselang.
Begitu lencana emas dikeluarkan, cahaya keemas-emasan
segera memancar keempat penjuru, menggunakan
kesempatan inilah Suma thian yu mengamati benda tersebut
dengan lebih seksama.
Tampak olehnya diatas lampengan lencana emas itu terukir
seekor naga hijau yang sedang mementangkan sayapnya.
Ditengah-tengah lingkaran yang dikitari lukisan tadi, terukir
dua huruf besar yang berbunyu SUMA.
Menyaksikan hal tersebut Suma thian yu merasakan hatinya
terkesiap, buru-buru dia membalik pada lempengan lencana
yang lain, hatinya semakin terkesiap, paras mukanya berubah
hebat dan segulung hawa panas muncul dari pusarnya dan
menerjang ke atas tenggorokan.
Rupanya permukaan lencana tadi berukir beberapa huruf
yang berbunyi demikian:
Kenang-kenangan untuk Thian yu pada usia satu tahun:
LIONG SIANG HONG WU
Ayahmu: Tiong-ko"
Menyaksikan kesemuanya itu, Suma Thian yu merasakan
darah panas dalam tubuhnya bergolak keras, dia segera
bergumam: "Bu... bukankah benda ini milikku, aaah! Dia....dia adalah
musuh besarku.....dia .... dia..... dia..."
Bergumam sampat disltu, dia seolah-olah lupa kalau
didepan gua menunggu srigala raksasa yang siap
menerkamnya, mendadak saja dia menerjang keluar dari situ.
Begitu Suma Thian yu menggerakan tubuhnya, srigala
raksasa itu segera mengangkat tubuhnya dan
mempergunakan cakar depannya yang tajam bagaikan pisau
untuk mencengkeram dada Suma Thian yu.
Dalam keadaan begini, Suma Thian yu tidak mau
membuang waktu lagi, sebuah pukulan dahsyat segera
dilontarkan diatas kepala srigala raksasa itu.
Dimana angin pukulannya meluncur, terdengar suara
desingan yang memekikkan telinga menggulung kemuka.
Serta merta srigala raksasa itu miringkan kepalanya untuk
menghindar, kemudian tubuhnya menggelinding kesamping
untuk meloloskan diri....
Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itulah, tanpa
membuang waktu lagi Suma thian yu segera menerjang keluar
dari gua tersebut.
Begitu melangkah keluar dri gua tersebut, dari arah
belakang kembali terasa munculnya dua gulung angin
serangan yang menekan arah punggungnya, angin serangan
mana menyambar kearah belakang batok kepala serta
tengkuknya. Dengan cekatan Suma thian yu maju selangkah, kemudian
sambil membalikkan badan melepaskan pukulan, seketika itu
juga terasa segulung angin pukulan yang maha dashyat
menggulung kearah srigalaraksasa tersebut.
Srigala raksasa itu memang hebat, gaya tubuhnya yang
semula berdiri tegak seperti mnausia itu mendadak
menggelinding kesamping, setelah itu sekali lagi melakukan
tubrukan. Dalam pada itu, Hu hok cu telah berhenti menangis, ketika
ia mengangkat kepalanya menyaksikan serigala
kesayangannya sedang menerkam orang, kemudian dilihatnya
pula Suma thian yu berdiri tak jauh dari gua tersebut, dia
mengira pemuda itu hendak berusaha untuk memasuki gua
itu. Kontan amarahnya berkobar dan membara didalam
benaknya, dengan penuh amarah bentaknya:
"Siau hek! Jangan biarkan dia kabur!"
"Siau hek" mungkin merupakan nama dari serigala raksasa
tersebut... Mendengar seruan mana, serigala raksasa, itu melompat ke
udara semakin tajam, serangan demi serangan yang
dilancarkan secara bertubi-tubi pun dilepaskan makin dahsyat,
cakarnya yang tajam seolah olah sudah siap sedia digunakan
untuk mencabik-cabik tubuhnya.
Tahu kalau tindak tanduknya ketahuan banyak orang,
Suma thian yu merasa perlu untuk bertindak lebih jauh, yang
penting sekarang adalah membunuh srigala raksasa tersebut
lebih dahulu. Maka menghadapi serangan srigala raksasa, kali ini dia tak
berkelit lagi, begitu sepasang cakar srigala tersebut meluncur
tiba, dia segera menyambar salah satu cakarnya tersebut dan
mencengkeramnya erat-erat, tapi pada saat yang bersamaan
cakar yang lain menyambar datang pula.
Si anak pumada itu menjadi amat terperanjat, dia berusaha
untuk menghindarkan diri, tapi berhubing tangannya yang
sebelah masih menggenggam cakar srigala tersebut, dia tak
sempat untuk menghindarkan diri lagi, tak ampun tangannya
segera bertambah dengan jalur luka yang segera
mengeluarkan darah.
Amarah tak bisa dibendung lagi dalam dada Suma thian yu,
dengan suara penuh kegusaran dia membentak:
"Pingin mampus rupanya kau!"
Sambil menahan rasa sakit, dia mengangkat tubuh srigala
raksasa itu kemudian dilemparkan kedepan.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, srigala
raksasa itu segera meluncur kedepan menumbuk dinding gua.
Hu Hok cu yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi
terperanjat sekali, jeritnya:
"Siau Hek!"
Seperti orang kalap saja dia melompat kemana si serigala
raksasa tersebut jatuh, sayang sekali kedatangannya
terlambat setengah langkah, tatkala ia tiba disitu, serigala
raksasa tersebut sudah menumbuk di atas dinding gua dengan
menimbulkan suara keras.
Tidak ampun lagi, pecahlah batok kepala srigala raktasa itu,
isi benaknya berhamburan kemana mana dan mampas
seketika itu. Melihat serigala kesayangannya mati, Hu Hok cu kembali
naik darah, sepasang matanya merah membara seperti
kobaran api dengan muka memerah dan menyeringai seram,
dia membentak keras.
"Bocah keparat, bayar kembali selembar nyawa dari Siau
Hek untukku....!"
Sembari berseru dia menerjang kehadapan Suma thian yu,
kemudian sepasang telapak tangannya dengan jurus Siang
hong tiau yang (sepasang hong menghadap matahari) dengan
memisah kekiri dan kekanan langsung menghantam kepala
Suma thian yu. Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar dan
nekad ini benar-benar disertai dengan kukuatan yang luar
biasa sekali. Kendatipun Suma thian yu memiliki ilmu silat yang amat
lihay, akan tetapi diua tak berani memandang enteng, buruburu
sepasang telapak tangannya dirangkap didepan dada dan
dilontarkan kedepan, kali ini dia menyerang dengan sembilan
bagian dari ilmu Bu siang sinkang yang dikombinasikan
dengan Kui goan sim hoat.
Dengan disertai suara deruan angin pukulan yang
memeakkan telinga, angin serangan tersebut segera meluncur
kearah depan. Mendadak terdengar suara benturan keras yang
mememikkan telinga menggema memecahkan keheningan,
dua gulung angin pukulan itu saling membentur lalu menyebar
keempat penjuru.
Ha hok cu mendengus tertahan dan mundur beberapa
lagkah dengan sempoyongan, setelah itu jatuh tertunduk
diatas tanah dan memuntah kan darah kental, untuk beberapa
saat dia tak mampu untuk bangkit berdiri lagi.
Begitu berhasil merobohkan Hu Hok cu, Suma Thian yu
tidak ambil perduli apakah dia sudah tewas atau belum,
segera ditariknya tangan Bi hong saiancu Wan pek lan sambil
berseru: "Adik Lan, cepat kita kejar dia!"
"Mengejar siapa?" tanya Bi hong siancu Wan Pek lan
dengan wajah tercengang.
"Sekarang waktunya sudah tak banyak lagi, kita tak boleh
memandangnya lagi, ditengah jalan nanti akan kuceritakan
kesemuanya ini kepadamu....!"
Saking marah dan membaranya api dendam dalam
dadanya, pemuda itu seolah-olah lupa kalau disisinya masih
berdiri seorang Bu lim cianpwe yang merupakan juga tuan
penolongnya, yakni Heng si Ciajin.
Untung saja sikap Bi hong siancu jauh lebih tenang, dia
segera menggandeng tangan Suma Than yu dan memberi
kerliogan mata kepadanya antuk memberitahu kepadanya
bahwa Heng si cinjin masih berada disitu, maka seandainya
mereka hendak pergi pun harus minta ijin dahulu kepadanya.
Sekarang, Suma Thian yu baru mendusin dan sadar
kembali akan kekilafannya, dengan wa?jah menyesal dia
lantas menjura kepada Heng si injin sembari berkata:
"Locianpwe sekarang boanpwe masih ada suaut urusan
penting yang harus segera di selesaikan dan apabila sikapku
kurang sopan harap kau sudi memaafkan"
Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin tertawa,
katanya kemudian:
Haaaaahhh, bukankah kau mempunyai janji dengan kedua
orang muridku" Mengapa kau buru-buru ingin memohon diri"
Sebenarnya apa yang telah terjadi"
Buru-buru Suma Thian yu membungkukan badannya,
sambil menyahut:
"Sekarang, boanpwe telah mengetahui siapakah musuh
besar pembunuh ayahku, maka aku harus mencarinya dengan
segera, sebab takutnya dia sudah keburu menghilang
sehingga su?lit untuk di temukan kembali!"
"Siapakah musuhmu itu?"
"Siang wi coa Bian pun ci! Bajingan cabul!"
Heng si Cinjin segera tertawa lebar.
"Haaa...haa...haa...hiantit tak usah kelewat terburu napsu,
setiap persoalan janganlah dilakukan dengan tergesa-gesa,
besok pun masih ada waktu untuk mencarinya" Mencari dia
pada hari ini, atau mencarinya besok toh sama saja?"
Aku kuatir kalau bajingan cabul itu sudah keburu melarikan
diri!" Sekali lagi Heng si Cinjin tertawa tawa.
"Haaa...haa...Lohu jamin kalian pasti dapat saling bersua
muka, mari kita pulang dulu!"
Sebenarnya Suma Thian yu masih merasa agak keberatan,
tapi untuk memberi muka kepada cianpwee tersebut diapun
merasa kurang baik uutuk menolak kebaikannya, bisa
dibayangkan betapa kalut dan gelisahnya perasaan pemuda
tersebut sekareng.
Agaknya Heng si Cinjin dapat menduga apa yang sedang
dipikirkan dalam hati kecil pemuda itu, dia tersenyum dan
tidak berbicara lagi.
Pelan-pelan dia berjalan menghampiri Hu Hok cu, kemudian
membungkukkan badab dan memeriksa keadaan lukanya,
setelah itu berguman seorang diri.
"Masih untung keadaannya tidak terlampau parah sehingga
selembar jiwa tuanya masih bisa diselamatkan, kalau dia
sampai mati, terlalu keenakan buat bajingan tua ini"
Berbicara sampai disitu, dia berjalan kem?bali ke samping
Suma Thian yu dan berkata lebih jauh.
"Biarkan saja dia merasakan penderitaan akibat dari ulah
sendiri, orang ini membunuh orang tanpa berkedip, kejahatan
yang dilakukan olehnya pun sudah kelewat banyak, biarkan
dia merasakan siksaan dan penderitaan tersebut selama sisa
hidupnya didunia ini"
Waktu itu Suma Thian yu hanya memikirkan bagaimana
caranya untuk membalas dendam terhadap Siang wi coa Bian
Pun ci, terhadap mati hidup Ha Hok cu boleh di bilang sama
sekali tak menggubris, maka ketika Heng si Cinjin
menyelesaikan perkataannya, dia pun hanya mengiakan
dengan begitu saja.
Heng si Cinjin tahu kalau pikirannya wak?tu itu sedang
kalut, maka sambil tersenyum katanya lagi:
"Hiantit, segala sesuatunya sudah diatur oleh Yang kuasa,
bila kau hendak mencarinya, be?lum tentu orang itu
ditemukan, pepatah kuno pernah bilang: Ada niat menanam
bunga, bu?nga tak mau tumbuh, tiada maksud menanam
poaon liu, pohon liu menganak rimba. Bila kau bersedia
mengikuti lohu, tanggung besok pagi kau akan berhasil
menemukan dirinya....
Walaupun ucapan tersebut tidak mengartikan sesuatu
secara tegas, namun secara lamat-lamat mengandung suatu
makna yang mendalam, Suma Thian yu tahu kalau Heng si
Cinjin tak mungkin akan sembarargan berbicara tanpa sesuatu
dasar yang kuat, maka tanpa terasa hatinya menjadi jauh
lebih lega. Mereka bertiga segera berangkat meninggalkan lembah Si
jin kok tersebut, Heng si cinjin berjalan di paling depan
sebagai penunjuk jalan, dengan mengerahkanilmu


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meringankan tubuh Heng im lin sui (berjalan di mega air
mengalir), mereka bergerak lebih duluan.
Suma Thian yu serta Bi hong siancu segera mengikuti terus
dibelahkangnya seperti bayangan, jarak mereka hanya selisih
empat langkah dan bersama-sama bergerak kearah bukit Kun
san. Sambil menghentikan perjalanannya, Heng si cinjin
berpaling seraya berkata:
"Rupanya arak Cuan telah menantikan kedatangan kita!"
Suma Thian yu menengok kedepan, betul juga, tampak dua
sosok bayangan manusia secepat sambaran kilat sedang
meluncur kearah mereka berada.
Didalam sekejap mata saja kedua sosok bayangan manusia
itu sudah tiba didepan mere?ka bertiga, ternyata mereka tak
lain adalah Thi Pit suseng (sastrawan pena baja), Thia Cuan
dan adiknya. Menyaksikan gurunya datang membawa Su?ma Thian yu,
dia segera bersorak sorai kegi?rangan:
"Suma Hianti, aku bersusah payah mencari mu kemanamana,
mengapa baru muncul pada saat ini?"
Kemudian kepada gurunya, Heng si Cinjin kembali tanyanya
dengan hormat: "Insu, dari mana kau orang tua bisa tahu kalau mereka
akan berkunjung kemari?"
"Kebetulan saja, kebetulan saja! Panjang untuk diceritakan,
mari kita kembali dulu ke rumahh gubuk"
Buru-buru Suma Thian yu mengenalkan mereka dengan Bi
hong siancu dan susana pun menjadi ramai.
Sementara itu Toan im siancu dengan penuh seksama,
ditatapnya gaids itu dari atas sampai bawah, makin dilihat
terasa semakin cantik, sehingga akhirnya timbul perasaan
malu terhadap diri sendiri, tak heran kalau Suma thian yu
tidak begitu tertarik kepada dirinya selama ini.
Yaa, perasaan anak gadis memang jauh lebih halus dan
cermat, gampang dipermainkan oleh emosi.
Ketika Toan im siancu menyaksikan Suma thian yu
membawa serta Wan pek lan, hatinya segera menjadi kecut
dan sedih, tapi untung hanya sebentar saja dan kemudian
menjadi tenang lagi.
Tak lama kemudian, sampailah mereka berlima ditengpat
kediaman Heng si cinjin.
Ternyata tempat itu merupakan tiga buah rumah kecil yang
terbuat dari kayu, dibelakang menjulang tebing karang yang
tinggi, sedangkan di depan rumah serbentang sebuah tanah
lapangan yang luasnya sepuluh kaki.
Ketika Suma thian yu tiba ditanah lapangan tersebut, dan
menyaksikan pemandangan alam yang terbentang depan
matanya, dia segera menghela napas sambil memuji:
"Benar-benar sebuah tempat pertapan yang amat indah
dan tenang, apabila aku pun bisa mengundurkan diri dari
dunia persilatan dan mengasingkan diri disini, tidak sia sia
hidupku selama ini"
Heng si Cinjin mengelus jenggotnya dan tertawa nyaring.
"Menyaksikan terbitnya matahari disini akan menimbulkan
suatu kedamaian dihati, semua pikiran keduniawian serasa
hilang lenyap dengan begitu saja dikala matahari tenggelam
dilangit barat sana, maka diujung langit situ akan muncul
sebuah ikat pinggang langit yang memancarkan sinar
keemasan, semuanya menimbulkan kesan yang mendalam
bagi yang memandangnya, jika malam sudah tiba dan
keheningan malam mencekam seluruh jagad, maka kedamaian
dan ketenangan akan muncul dan menyelimuti kembali hati
kita semua"
"Ya, kehidupan manusia didunia ini memang bagaikan
sebuah impian yang aneh!" kata Suma Thian yu.
Heng si cinjin segera mendongakkan kepalanya
memandang cuaca, lalu katanya lagi:
"Masih ada seperempat jam sebelum tibanya saat matahari
akan terbit, hiantit, mari kita duduk bersila disini, setelah
berjuang semalaman suntuk, kau harus beristirahat lebih
dahulu!" Sementara itu Thi pit Suseng Thia Cuan sangat berharap
didalam perjumpaan ini, mereka dapat berbincang-bincang
sampai puas, maka dia merasa kurang setuju dengan usul
gurunya itu. Heng si cinjin yang berpandangan tajam, sekilas
pandangan saja ia dapat menebak jalan pikirannya, maka
sambil tertawa katanya kemudian:
"Cuan ji, tahukah kau baru saja siauhiap lolos dari ancaman
bahaya" Sekalipun kau ingin berbincang-bincang dengannya,
toh tidak usah dilakukan pada saat ini juga"
Mendengar perkataan tersebut, Thi pit suseng menjadi
terkejut sekali, segera tanyanya:
"Kenapa" Apakah Thian yu telah berjumpa dengan si setan
tua tersebut.....?"
"Bukan, yang dia jumpai adalah gembong iblis yang jauh
lebih ganas dan lebih dahsyat daripada si setan tua tersebut"
"Siapakah orang itu Insu?" sela Toan im siancu Thia Yong
dari samping. Heng si Cinjin tersenyum.
"Sekarang, lebih baik jangan ditanyakan dahulu" tukasnya.
Toan im siancu yang ketanggor batunya menjadi
terbungkam dan segera duduk bersila untuk mengatur napas.
Begitulah, mereka berlima segera duduk bersila untuk
bersemedi menurut ajaran perguruan masing-masing.
Suma Thian yu segera manfaatkan pula kesempatan
tersebut untuk mengaturnapas, tidak selang berapa saat
kemudian dia sudah berada dalam keadaan lupa akan segala
galanya. Waktu pun berlalu dengan begitu saja tanpa meninggalkan
bekas. Akhirnya, dari kejahuan sana terdengar suara ayam
berkokok tanda fajar telah menyingsing.
Matahari pun seakan-akan baru bangun dan tidurnya dan
memancarkan cahaya keemas-emasannya keseluruh jagad.
Diatas puncak bukit Kun san, ditengah sebuah tanah lapang
yang luas duduk bersila lima orang, ketika fajar mulai
menyingsing, mereka pun turut membuka mata masingmasing.
Hengsi si Cinjin mengangkat kepalanya sambil memandang
cahaya keemas-emasan yang murcul diballk bukit sana,
kemudian ujarnya sembari tertawa.
"Hianit, matahari telah terbit!"
Benar juga, matahari telah terbit dan memancarkan
sinarnya keempat penjuru dunia.
Suma thian yu berjalan kesisi tanah lapang, memandang
keindahan alam yang terbentang dihadapannya, tanpa terasa
ia menarik napas panjang-panjang sambil bergumam:
"Ooh, betapa indahnya pemandangan alam disini, betapa
agungnya alam semesta ini"
Sementara itu, Bi hong siancu Wan Pek lan telah berjalan
kesisinya dan bersandar diatas lengannya dengan penuh
kemesraan. Toan im siancu Thia Yong yang menyaksikan kejadian itu
merasakan hatinya menjadi kecut dan sedih sekali, katanya
kemudian: "Adik Lan, bagaimana kalau kita bermain main dibelakang
bukit sana!"
Agaknya Toan im siancu bermaksud untuk mengajak Bi
hong siancu pergi, sehingga dengan demikian akan
mengurangi perkembangan hubungan diantara mereka
berdua. Perempuan, ya, perempuan! Perempuan memang makhluk
yang cantik, tapi gampang cemburu.
Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak mempunyai
sesuatu maksud apapun, mendengar ajakan tersebut, dia
segera menyambuti dengan gembira:
"Bagus sekali! Engkoh Thian yu, apakah kau akan ikut
bersama kami....?"
Memandang bukit yarg menjulang dikejahu
Rajawali Hitam 3 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Harpa Iblis Jari Sakti 9

Cari Blog Ini