Ceritasilat Novel Online

Misteri Bayangan Setan 3

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 3


h ada jalan yang dapat dilalui, diam-diam Tan Kia-beng mulai mengambil perhitungan.
Ia merasa dari pada harus berdiri termangu-mangu disana, jauh lebih baik melanjutkan perjalanan menuju ke arah depan.
Setelah mengambil keputusan, pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya segara dicabut keluar sehingga
memancarkan cahaya kebiru biruan yang menerangi seluruh dinding.
Meminjam sedikit cahaya inilah ia melanjutkan perjalanan menerjang ke arah depan.
Ia merasa agaknya lorong tersebut merupakan suatu jalan dibawah tanah yang semakin lama semakin menjorok ke arah bawah suasana yang gelap gulita terasa amat menyeramkan!
Kurang lebih setelah berjalan seperminum teh lamanya, mendadak lorong tersebut semakin melebar dan muncullah sebuah ruangan batu yang terbuat karena alam.
Dari dalam rongga batu tersebut secara samar-samar berkumandang keluar suara gesekan yang amat nyaring.
Dengan perasaan terperanjat buru-buru pemuda tersebut menundukkan kepalanya ke atas permukaan tanah.
Kiranya suara yang berkumandang keluar tadi disebabkan kakinya mulai menginjak tulang-tulang putih yang berserakan memenuhi ruangan.
Rasa berdesir mulai bermunculan dari lubuk hatinya, diam-diam pikirnya dalam hati
"Apakah mungkin tulang-tulang ini hasil peninggalan dari orang yang pernah melewati lorong tersebut tempo dulu?"
Pada waktu itulah mendadak kembali terdengar suara berisik yang amat ramai, pemandangan di dalam ruangan batu itu sekali lagi berubah.
Lorong yang barusan saja dilalui telah lenyap tak berbekas, sedang ia sendiri pada saat ini sudah berada di pinggiran sebuah gua yang amat gelap.
Dari dalam gua tersebut secara samar-samar bertiup datang angin dingin serta kabut beracun yang segera menyumbat pernapasan serta membuat setiap orang terasa amat mual.
Dalam keadaan amat gusar pemuda itu jadi gelagapan, mendadak....
Sreet! Sreeet suara desiran pedang berkelebat laksana larinya selaksa kupa dan secara samar-samar bergema keluar dari balik gua tersebut.
Mengikuti munculnya suara desiran pedang tadi, tampaklah segulung kabut tipis berwarna merah perlahan-lahan melayang keluar sehingga hanya di dalam sekejap mata sudah memenuhi hampir setiap ujung ruangan tersebut.
Begitu Tan Kia-beng mendengar suara desiran pedang tadi, dalam hati segera merasa keheranan.
"Iiiih"! apakah di dalam gua masih ada orang yang sedang berlatih pedang?"
Selagi ia merasa keheranan itulah bau busuk yang sangat aneh tadi mulai menyerang ke dalam hidung, kontan saja ia merasakan kepalanya berkunang-kungan, perut terasa mual dan wajah menjadi pucat pasi.
"Aduuuuh celaka!!" Teriaknya diam-diam dengan sangat terperanjat. "Kesemuanya ini pastilah disebabkan oleh kabut tipis yang berwarna merah itu.
Beruntung sekali ia berhasil menemukan kejadian tersebut dengan cepat sehingga hawa murninya buru-buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh dan mendesak keluar racun yang telah mengeram dibadannya.
Disamping itu iapun menyalurkan hawa murni Jie Khek Kun Yen Ceng Khie nya keseluruh tubuh.
Seketika itu juga terlihatlah segulung asap warna hijau mengelilingi seluruh tubuhnya menghadang setiap serangan dari kabut berwarna merah tadi.
Setelah bersusah payah, akhirnya tanda tanda pening serta mual yang menyerang badan perlahan-lahan berhasil dipunahkan, sedang suara desiran pedang yang muncul dari dalam gua pun semakin lama semakin kencang, hal ini kontan saja memancing rasa ingin tahu di dalam hati Tan Kia-beng.
"Badanku sudah dilindungi oleh tenaga khiekang, sehingga tak perlu takut lagi dengan kabut beracun itu! mengapa aku tidak jalan jalan ke dalam untuk melihat kejadian apa yang sedang berlangsung"...." pikirnya diam-diam.
Setelah mengambil keputusan dengan langkah lebar
pemuda itu segera berangkat menuju ke dalam gua mengikuti arah munculnya suara desiran pedang tadi.
Setelah menerobosi berpuluh puluh tikungan, akhirnya sampailah dia disebuah tanah lapangan yang luas.
Tampaklah hijau, putih serta kuning tiga rentetan cahaya pedang dengan gerakan segitiga membentuk selapis cahaya pedang yang menyilaukan mata menyelubungi seluruh kalangan.
Bagitu kabut kabut merah tadi mendekati cahaya yang menyilaukan mata kontan saja kena terpental dan buyar keempat penjuru
Setelah memperhatikan geralan ilmu pedang tersebut beberapa waktu lamanya, Tan Kia-beng mulai merasa bila gabungan ilmu pedang tadi boleh dikata memiliki pertahanan yang sangat kuat dan rapat sehingga angin hujan tak tertembus.
Hanya saja dikarenakan cahaya pedang terlalu rapat, maka pemuda tersebut tak berhasil melihat jelas bayangan tubuh dari orang
Demikianlah, sesudah lewat satu jam lamanya berpahan-lahan kabut merah itu mulai lenyap....
Cahaya pedang yang sangat rapat itupun mendadak lenyap tak berbekas sebagai gantinya muncul tiga orang kakek tua.
Yang seorang berdandan sebagai seorang siucay dengan jubah warna biru, yang seorang lagi adalah seorang kakek tua berjubah kuning sedang yang terakhir adalah seorang Tootiang dengan wajah yang angker.
Ketiga orang kakek tua itu sewaktu melihat Tan Kia-beng berdiri disana dengan tenang-tenang saja tanpa terjadi suatu peristiwa tak terasa lagi dengan wajah penuh perasaan terperanjat memandang ke arahnya dengan terpesona.
Disamping mereka merasa heran dan terperanjat dengan kemunculannya secara mendadak, merekapun merasa heran mengapa pemuda itu tidak takut dengan kabut beracun"
Perlahan-lahan Tan Kia-beng maju ke depan, sambil menjura ujarnya.
"Siapakah nama besar dari Cianpwee bertiga" mengapa kalian terkurung disini?"
Si siucay berjubah biru itu mendadak maju ke depan, setelah memandangi pemuda tadi beberapa saat lamanya ia baru tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loohu adalah 'Cu Swie Tiang Cing'
Tan Cu Liang, sedang mereka berdua adalah Thiat bok Tootiang dari Bu-tong pay serta Leng Siaw Kiam Khek dari Cing-shia-pay".
Ia merandek sejenak untuk menghela napas panjang, kemudian sambungnya kembali, "Loohu bertiga sudah ada sepuluh tahun lamanya terkurung dalam gua batu ini. Boleh
dikata baru ini hari bisa berbicara dengan orang asing untuk yang pertama kalinya."
Dengan wajah penuh perasaan heran Tan Kia-beng
menyapu sekejap ke arah mereka bertiga, belum sempat dia mengucapkan sepatah kata, sang tootiang tadi sudah menyambung kembali, "Sewaktu pintu gua terbuka tadi tepat saat menyebarkan sang kabut beracun secara hebat. Barang siapa saja yang berani melewati lorong tersebut tak seorangpun yang bakal berhasil meloloskan diri, Menurut dugaan pinto bilamana bukannya siauw-ko sudah
menggembol barang pusaka maka tentunya kau telah
menelah obat pemunah racun yang sangat mujarab."
Diam-diam Tan Kia-beng merasa geli pikirnya, "Mengapa tidak kau pikirkan kemungkinan sekali aku sudah berhasil melatih ilmu Khiekang Jie Khek Kun Yan Sian Thian?"
Ia lantas tersenyum.
"Boanpwee sama sekali tidak merasa akan kelihayan kabut beracun tersebut" sahutnya.
Ketika itulah Leng Siauw Kiam Khek dari Cing-shia-pay sudah maju ke depan.
"Engkoh cilik! kau adalah anak murid lihay dari aliran mana?" tanyanya serius, "Mengapa bisa sampai di tempat ini?"
"Boanpwee she-Tan bernama Kia-beng, suhuku adalah si asap dan mega selaksa lie- Lok Tong!".
Si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang sewaktu mendengar dia melaporkan nama serta asal perguruannya, tampaklah paras mukanya berubah hebat, dengan perasaan terharu ia menghela napas panjang.
"Lok Hianti, kau.... kau.... kau sudah menyia nyiakan titipan berat Ih heng...." gumamnya seorang diri.
Mendadak ia melototkan matanya bulat-bulat, bentaknya keras, "Apakah Lok Tong yang mengajak kau datang kemari?"
Sejak lama sekali Tan Kia-beng sudah menaruh perasaan menghormat terhadap si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang, apalagi setelah bertemu muka, ia menaruh perasaan yang lebih kagum bercampur bangga terhadap orang itu.
Tetapi saat ini, setelah mendengar orang tersebut membentak dirinya dengan suara yang begitu kasar, tak terasa lagi dalam hati kontan timbul perasaan antipatik.
"Heee.... heee.... heee.... disebabkan hendak mencari tahu berita yang menyangkut kalian bertiga, suhuku dengan tidak sayang-sayangnya sudah mencukur gundul rambut sendiri menjadi pendeta dan pendiam selama tiga tahun lamanya di gurun pasir bahakn pada beberapa hari yang lalu kena tertawan oleh orang-orang Isana Kelabang Emas sehingga hampir saja kehilangan nyawa, beruntung sekali boanpwee serta beberapa orang kawan lainnya kebetulan tiba di sana dan menolong dia orang tua lepas dari mulut macan. malam ini bersama-sama boanpwee datang kemari, tidak beruntung ia sudah kena terluka ditangan seorang jago lihay dari Isana Kelabang Emas, Tidaklah patut pada saat ini kalian malah menyalahkan dirinya!" teriak pemuda itu dengan suara dingin.
Teringat akan suhunya yang terpukul luka oleh orang lain sehingga mati hidupnya tidak ketahuan, apalagi dirinyapun kena terperangkap masuk ke dalam lorong dibawah tanah ini.
Untuk beberapa saat lamanya ia tak dapat menahan rasa gusar dihatinya lagi, mendadak sambil putar badan ia
melancarkan satu pukulan keras menghantam ke arah dinding gua.
Di tengah suara bentrokan yang amat keras, hancuran batu beterbagnan memenuhi angkasa bagaikan ambruknya gunung Thay-san, tiang batu yang besarnya seperti tong air begitu terbabat oleh tangannya segera hancur berantakan jadi tiga bagian.
Kehebatan dari tenaga pukulan yang baru saja diperlihatkan ini seketika itu juag membuat Tan Cu Liang bertiga merasa sangat terperanjat, terutama sekali Cu Swie Tiang Cing. Ia merasa semakin girang lagi hingga untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Tan Kia-beng setelah melancarkan serangan babatan tadi, hawa amarah yang mendesak di dalam dadapun sudah rada berkurang, ia tidak menggubris terhadap mereka bertiga lagi, sepasang matanya berkilat menyapu sekejap kesekeliling tempat itu.
Tampaklah gua batu tersebut terbentuk karena alam dan sama sekali tidak terdapat jalan keluar, di atas dinding gua tergantunglah tengkorak manusia dengan sangat rapat.
Angin-angin dingin yang mendirikan bulu roma itu kiranya menyembur keluar dari antara tujuh lobang tengkorak tersebut.
"Permainan setan macam apakah?" pikirnya diam-diam.
"Apakah kabut beracun tadipun disemburkan keluar dari tengkorak itu?"
Ketika itulah mendadak terdengar Tan Cu Liang buka suara dan menegur lagi, "Ah! bocah masih ingusan, terhadap angkatan yang lebih tua kenapa bersikap begitu kurang ajar?"
"Siapa yang bisa menghormati orang lain dia akan dihormati pula oleh orang lain. Suhuku dengan bersusah payah berusaha untuk mencari kabar tentang kawan karibnya sehingga hampir-hampir saja mengorbankan nyawanya sendiri, ternyata yang didapat cuma makian belaka. Sungguh maaf belaka! angkatan tua semacam ini tak dapat aku orang she Tan hormati.
"Jadi maksudmu Loohu sudah salah memaki suhumu?"
"Ehmm....! tenaga beliau seorang ada batasnya, bahkan hingga kini sudah mengeluarkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Sebaliknya kalian malah bersikap begitu, lalu apa kalian suruh aku hanya berdiam diri?"
"Heeei....! bocah perkataanmu, sedikitpun tidak salah, ayahmu memang sudah salah memaki dirinya".
"Iiih! apa maksudmu?"
Tan Kia-beng yang mendengar Tan Cu Liang secara
mendadak membahasai dirinya sebagai ayah dan memanggil ia dengan sebutan bocah tak terasa lagi dalam hati menjadi sangat terperanjat.
Mendadak "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang maju dua langkah ke depan, sambil menepuk-nepuk pundaknya ia berkata dengan nada gemetar serta perasaan terharu, "Bocah kau merasa ada diluar dugaan bukan" sewaktu aku mendapat undangan untuk berangkat ke gurun pasir tempat dulu kau kuserahkan ketangan suhumu bahkan memberi pesan wanti-wanti kepadanya agar tidak menceritakan seluruh kejadian ini kepadamu bilamana bukan dikarenakan keadaan terpaksa, hal ini aku maksudkan agar kau tidak sampai menempuh bahaya mendatangi gurun pasir dan memutuskan keturunan keluarga Tan kita. tidak disangka kau masih tak berhasil juga
meloloskan diri dari bencana ini. Heeei.... entah inikah yang dinamakan takdir"...."
Semakin berbicara ia merasa semakin terharu sehingga akhirnya tak kuasa lagi air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng pun tak dapat menahan rasa sedih dihatinya lagi, mendadak ia putar badan dan menjatuhkan diri berlutut ke atas tanah. serunya sedih, "Tia....
kau sudah mengelabuhi diriku....
Bukannya Tia ingin mengelabuhi dirimu" kata Tan Cu Liang dengan suara halus dan membelai kepalanya. "Sebaliknya aku ingin agar kau bisa menginjak dewasa sehinga dapat melanjutkan keturunan keluarga Tan kita."
Mereka ayah beranak dapat bertemu kembali, dalam
keadaan seperti ini perasaan sedih bercampur girang tak dapat dibendung lagi.... lama sekali mereka saling berpandang pandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Selang seperminum teh kemudian mendadak Tan Kia-beng bangun berdiri, serunya keras, "Aku tidak percaya cuma sebuah gua batu yang demikian kecilnya berhasil mengurung kita semua"
Pada saat ini "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang sudah berhasil menyapu lenyap perasaan sedih yang menyelimuti wajahnya sambil menengadah ke atas mendadak ia tertawa terbahak-bahak,
"Haaa.... haaa.... haaa.... majikan Isana Kelabang Emas sudah mengurung kami bertiga selama puluhan tahun lamanya. Di dalam anggapan mereka pasti kami sudah lama menemui ajalnya.... haaa.... haaa.... tidak disangka kendati
sudah lewat puluhan tahun lamanya kami masih belum mati inikah yang dinamakan kodrat?"
Pada waktu itulah Leng Siauw Kiam Kek serta Thiat Bok Tootiang pada maju ke depan memberi ucapan selamat kepada mereka karena pertemuan antara ayah dan anak setelah berpisah puluhan tahun lamanya.
"Ayah Enghiong anak pun Hoohan, kepandaian silat dari keponakan kita ini benar-benar luar biasa sekali, mungkin tidak berada dibawah kita" puji Leng Siauw Kiam Kek sambil acungkan jempolnya dan tertawa terbahak-bahak.
"Kepandaian silat boanpwee belum tamat Mana mungkin aku berani membandingkan kepandaianku dengan kepandaian loocianpwee sekalian?"
"Simega dan asap selaksa lie, Lok Tong walaupun merupakan seorang pendekar aneh pada waktu ini, menurut penglihatan pinto tak mungkin dia berhasil mendidik seorang murid yang memiliki kepandaian silat sedemikian dahsyatnya seperti Hian tit saat ini, apa mungkin Hian-tit sudah angkat guru lain atau telah menemui penemuan aneh"...." timbrung Thian Bok Tootiang dari samping.
Dihadapan ayah serta kedua orang cianpwee tersebut sudah tentu Tan Kia-beng tak berani berbohong, iapun lantas menceritakan seluruh kisahnya dimana secara kebetulan dirinya berhasil menemukan ilmu silat peninggalan dari Han Tan Loojien.
Selesai pemuda itu bercerita, merekapun jadi paham kembali apa yang sudah terjadi.
Kini giliran Tan Cu Liang yang menceritakan kisahnya secara bagaimana sehingga mereka terjebak di dalam lorong bawah tanah ini.
Kiranya pada waktu itu majikan Istana Kelabang sedang berlatih ilmu silatnya mati-matian untuk merencanakan suatu gerakan secara besar-besaran, tetapi tidak mengetahui bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya di dalam Bulim.
Kebetulan sekali ketika itulah si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang berhasil menangkan Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek sehingga mendapat gelar sebagai jagoan pedang nomor wahid dari seluruh Bulim.
Majikan Isana Kelabang Emas yang mendengar kabar ini segera merasa bahwa inilah suatu kesempatan yang paling baik baginya untuk menjajal kepandaian silat dari seluruh partai.
Berturut turut ia menyebar undangan kepada mereka bertiga untuk diajak bertarung
Mereka bertiga setelah tiba di gurun pasir secara bergilir telah melakukan pertempuran sengit melawan majikan Isana Kelabang Emas berturut-turut selama tiga hari lamanya.
Dengan Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam-khek, majikan Isana Kelabang Emas berhasil merebut posisi seimbang, sebaliknya ditangan Tan Cu Liang ia kena dikalahkan.
Pada waktu itu ilmu "Hong Mong Ci Khei" dari majikan Kelabang Emas belum berhasil dilatih sempurna. Ia lantas menganggap mereka bertiga merupakan satu-satunya
penghalang di dalam mencapai suksesnya bagi rencana selanjutnya.
Oleh karena itu akhirnya dengan menggunakan akal ia berhasil memancing mereka bertiga masuk ke dalam gua gelap tersebut.
Karena orang yang menemui ajalnya di dalam gua itu amat banyak maka setelah malam tiba sering sekali kelihatan cahaya api yang memancarkan sinar tajam berkedip tiada hentinya.
Karena kejadian itulah maka gua tersebut mereka namakan sebagai gua "Pek Kut Yu Huang Tong" atau gua seratus tulang pengejar sukma.
Berhubung gua ini letaknya didasar lembah, maka setiap jam dua belas tengah malam dan jam dua belas siang hari dari atas atap gua dengan melalui tujuh lubang kerangka-kerangka manusia itu menyembur keluar semacam kabut beracun yang berwarna merah
Barang siapa saja yang menghisap asap itu tentu akan keracunan dan menemui ajalnya tanpa bisa diobati lagi.
Untuk melawan datangnya serangan kabut beracun itu akhirnya mereka bertiga berhasil menciptakan suatu permainan ilmu pedang yang mengutamakan pertahanan dengan diberi nama ilmu pedang "Pek Kut Yu Hun Kiam Hoat".
Ilmu pedang tersebut bukan lain adalah permainan pedang yang berhasil dilihat Tan Kia-beng sewaktu memasuki gua tadi.
Ketika Tan Cu Liang selesai menceritakan kisahnya, haripun perlahan-lahan menjadi gelap kembali sehingga suasana di dalam gua berubah semakin menyeramkan, bahkan hampir hampir saja sulit untuk melihat kelima jari tangannya sendiri.
Mendadak Tan Kia-beng teringat dengan pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya. segera ia mencabut keluar pedang tersebut sambil meyalurkan hawa murninya ke dalam badan pedang tadi.
Selama hidupnya si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang paling gemet akan pedang pusaka, sewaktu melihat
kebagusan dari pedang itu tak terasa lagi ia sudah memuji berulang kali.
Pedang bagus! pedang ini pasti sebilah pedang pusaka yang antik sekali. Beng Jie! kau dapatkan pedang itu dari mana?"
"Beng jie memang ada maksud hendak minta petunjuk dari ayah tentang ilmu pedang yang tertera di atas sarung pedang ini" ujar Tan Kia-beng sambil mengangsurkan sarung pedang tersebut ke tangan si orang tua itu.
Tan Cu Liang segera menyambut angsuran sarung pedang tadi, sesudah dirabanya beberapa saat berhubung suasana di dalam gua amat gelap ia tak sanggup untuk memeriksanya lebih teliti, akhirnya sambil mengembalikan sarung pedang tadi ketangan pemuda tersebut ujarnya, "Coba kau simpan dulu, besok pagi biar aku periksa sekali lagi. Tidak lama lagi kita harus bekerja keras untuk melawan serangan kabut beracun itu lagi."
Di tengah suara percakapan itulah Leng Siauw Kiam Kek serta Thiat Bok Tootiang telah bangun berdiri, pada saat ini dari atas atap gua terdengar berkumandangnya suara yang amat aneh sekali.
"Beng-jie!" teriak Tan Cu Liang dengan cepat sambil meloncat bangun. "Cepat kau berdiri di tengah-tengah kita bertiga, jangan membuang waktu lagi."
"Tidak usah, Beng-jie punya cara lain untuk melawan serangan kabut beracun tersebut" tolak Tan Kia-beng tersenyum.
Ketika itulah Leng Siauw Kiam Khek telah melancarkan ilmu pedangnya disusul oleh Thiat Bok Tootiang serta Tan Cu Liang.
Hanya di dalam sekejap mata seluruh ruangan telah dipenuhi oleh cahaya tajam yang menyilaukan mata dan menerangi seluruh gua tersebut.
Bagaimana Tan Cu Liang sebagai orang tua tidak tega melihat putranya berdiam diri disana sembari memutar pedangnya dengan gencar iapun diam-diam melihat sekejap ke arah Tan Kia-beng.
Tampaklah pemuda tersebut dengan wajah penuh
senyuman duduk bersila di atas batu besar, dari atas ubun ubunnya secara samar-samar mengepul keluar segulung asap hijau yang dengan cepat mengelilingi seluruh tubuhnya rapat-rapat.
Melihat kejadian ini tak terasa lagi ia merasa sangat terperanjat. diam-diam pikirnya, "Dengan kejadian ini terbukti tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai puncak
kesempurnaan yang tiada taranya, sungguh luar biasa sekali".
Untuk sesaat dalam hatinya merasa terharu bercampur girang, walaupun Cu Swie Tiang Cing adalah seorang jago pedang kenamaan, iapun tak luput memiliki perasaan sayang terhadap putranya sendiri.
Tan Kia-beng sembari menggunakan tenaga khiekang "Jie Khek Kun Yen" nya untuk melawan asap kabut beracun tersebut, iapun mulai memperhatikan permainan ilmu pedang
"Pek Kut Yu Hun Kiam Hoat" dari mereka bertiga, diam-diam pikirnya.
"Ilmu pedang ini jikalau digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh memang sangat rapat sekali, jikalau
diantara permainan pedang tadi aku campuri pula dengan beberapa buah jurus serangan diluar dugaan, bukankah rangkaian ilmu pedang ini akan jadi lebih sempurna lagi?"
Karena tak ada urusan lain, tanpa terasa pemuda itu sudah pusatkan pikirannya untuk mengingat-ingat seluruh jurus serangan tersebut.
Sedangkan Tan Cu Liang bertiga karena harus
mempertahankan diri terhadap serangan kabut beracun itu sehingga tidak sampai menyerang mereka, maka bolak balik yang dimainkan hanyalah serangkaian ilmu pedang itu.
Satu jam dengan cepatnya berlalu, sedang di dalam waktu yang amat singkat itulah Tan Kia-beng berhasil mengingat baik-baik seluruh rangkaian ilmu pedang tersebut.
Kabut beracun sudah berhenti, Tan Cu Liang sekalianpun dikarenakan sudah kehilangan banyak hawa murni, begitu kabut beracun mulai menghilang, merekapun segera
menyimpan kembali pedangnya dan duduk bersemedi
mengatur pernapasan.
Sebaliknya Tan Kia-beng pada saat yang bersamaan malah bangun berdiri sambil mencabut keluar pedang pusaka Kiem Giok Hun Kiam.
Dengan mengandalkan daya ingatnya ia mulai mainkan rangkaian ilmu pedang tersebut sejurus demi sejurus satu gerakan demi satu gerakan dengan lancar.
Dasarnya memang seorang jagoan yang memiliki bakat alam permainan pedang yang sesuai dengan apa yang teringat olehnya selama ini ternyata sama sekali tak meleset.
Menanti ia selesai memainkan rangkaian ilmu pedang tersebut, Tan Cu Liang sekalian yang bersemedipun telah selesai.
Melihat kejadian itu tak terasa lagi Leng Siauw Kiam Khek sudah menghela napas panjang.
"Kami bertiga harus menggunakan banyak tenaga dan harus peras keringat dan darah untuk menciptakan rangkaian ilmu pedang tersebut, tak disangka kau hanya melihat satu kali saja telah dipahami semuanya, kau betul-betul sangat berbakat!" pujinya berulang kali.
"Loocianpwee terlalu memuji!" buru-buru Tan Kia-beng merendah. "Murid cianpwee, si Ciat Hun Kiam, Si Huan heng jauh lebih hebat dari boanpwee!"
Berbicara sampai disini mendadak ia menoleh kembali ke arah Thiat Bok Tootiang sambil sambungnya, "Murid cianpwee Sak Ih heng, sebetulnya sudah berjanji dengan boanpwee untuk bersama-sama datang ke gurun pasir, hanya saja dikarenakan pihak Isana Kelabang Emas telah mengirimkan jago-jagonya untuk menyerbu gunung Bu-tong-san sehingga membuat ia sedikit menderita luka, karena itu ia tidak bisa datang bersama boanpwee. Mungkin saat ini Sak heng sedang dilatih pedang dengan Thian Liong Tootiang dan sebentar lagi akan berangkat kemari"
"Heeei.... melihat keadaan semacam ini, lebih baik dia jangan datang saja." seru Thiat Bok Tootiang sambil menghela napas panjang.
Semula di dalam hati mereka berdua mempunyai perasaan iri sewaktu melihat perjumpaan ayah beranak antara Tan Cu Liang dengan Tan Kia-beng beserta bagaimana hebatnya kepandaian silat yang dimiliki pemuda tersebut.
Kini setelah Tan Kia-beng memberi penjelasan mengenai keadaan dari Si Huan serta Sak Ih, perasaan tersebut jadi hilang kembali.
Walaupun mereka mengerti kepandaian silat dari Si Huan serta Sak Ih tentu mendapatkan kemajuan yang amat pesat tetapi merekapun paham bila kepandaian mereka tak bakal lebih tinggi dari kepandaian yang dimiliki Tan Kia-beng.
Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka dapat berkawan dengan pemuda tersebut"
Berada di dalam gua itu boleh dikata sama sekali tak dapat melihat langit pun tidak tahu pula ketika itu sedang siang hari atau sudah malam.
Tetapi kalau pagi hari menjelang datang cahaya yang menyinari gua itu rada baikan dengan meminjam cahaya sinar yang ada itulah Cu Swie Tiang Cing mulai melakukan penyelidikan dengan sangat teliti terhadap ukiran-ukiran yang terdapat di atas sarung pedang Giok Hun Kiam tersebut.
Dengan amat tenang Tan Kia-beng menanti disisinya, sewaktu dilihatnya orang tua itu sebentar mengerutkan alisnya sebentar lagi tersenyum sendiri bahkan ada kalanya menggerakkan kaki serta tangannya, dalam hati segera mengerti bila ayahnya sedang memusatkan seluruh perhatian untuk memecahkan rahasia yang menyelimuti ilmu pedang tersebut.
Karena tidak ingin terlalu mengganggu dirinya, pemuda itu lantas menoleh ke arah Thiat Bok Tootiang sekalipun untuk diajak berbicara.
Di dalam anggapannya, Thiat Bok Tootiang bertiga yang pernah bergebrak melawan Majikan Isana Kelabang Emas, sudah tentu mereka mengetahui juga siapakah dia.
"Loocianpwee berdua pernah bergebrak melawan Majikan Isana Kelabang Emas, tentunya kalian tahu bukan siapakah dia?"
Perlahan-lahan Leng Siauw Kiam Khek menghela napas panjang.
"Heeei.... bila dibicarakan sungguh mengecewakan sekali, diantara kita bertiga siapapun belum pernah melihat wajah asli dari majikan Isana Kelabang Emas, sehingga siapapun dia kami sendiripun tidak begitu paham" katanya.
"Apa alasannya?"
"Karena setiap kali munculkan diri ia tentu memakai kerudung hijau di atas wajahnya, yang kami ketahui dia adalah seorang wanita".
"Loocianpwee masih dapat mengingat ingat berasal dari aliran manakah perempuan itu serta dari manakah asal usul ilmu silatnya?"
"Ilmu silatnya mirip dengan ilmu kalangan Buddha, tetapi mirip pula dari kalangan Sian Bun. pokoknya sangat aneh serta lihay, sehingga sukar ditebak, dan yang paling jelas ilmu tersebut bukan ilmu aliran hitam."
"Pernahkah dia menggunakan semacam ilmu tenaga Khiekang yang disebut Hong Mong Ci Khie"
Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek bersama-sama menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Cukup mengandalkan kepandaian itu saja Loohu sekalian sudah merasa sulit untuk menamakan dirinya, bilamana ia menggunakan ilmu tenaga sakti lagi bagaimana mungkin kami bisa hidup sampai ini hari"...."
"Heeei.... hal ini memang tak dapat salahkan kalian ujar Tan Kia-beng mengangguk dan menghela napas panjang.
"Waktu itu kemungkinan sekali ilmu sakti Hong Mong Ci Khie nya belum berhasil mencapai kesempurnaan sehingga ia tak berani bertindak secara gegabah. Kini ilmunya sudah jadi tidak aneh kalau ia mulai melakukan penjagalan secara besar-besaran. Hmmm! orang-orang Bulim di daerah Tionggoan bukan merupakan gerombolan manusia-manusia yang dapat dianiaya semaunya....!"
Apakah mereka sudah melakukan suatu gerakan?"
Tan Kia-beng segera menyeritakan kisahnya sejak muncul kereta maut sehingga penyemburan mereka ke atas gunung Bu-tong san bahkan seluruh peristiwa besar kecil yang pernah terjadi di dalam Bulim sudah diceritakan dengan sangat jelas.
Sehabis mendengar kisah itu baik Thiat Bok Tootiang maupun Leng Siauw Kiam-Khek sama-sama tak dapat
menahan rasa gusar dihatinya lagi, dengan wajah merah padam serta sepasang mata berapi-api teriaknya murka,
"Kalau begitu jelas sekali tujuannya yang terutama adalah mencari permusuhan dengan orang-orang Bulim didaerag Tionggoan. Hm! Ada satu hari bila kita semua berhasil meloloskan diri dari kurungan, aku pasti akan mencari dirinya untuk membuat perhitungan atas hutang-hutang kita selama ini".
"Menurut daya ingat cianpwee berdua, pernahkah kalian menemui perempuan semacam ini?" Mendadak pemuda itu mengajukan pertanyaannya. "Bila kita berhasil menebak asal usulnya maka tidaklah sulit untuk mengetahui maksud tujuannya".
Lama sekali mereka berdua memeras otak, tetapi hasil yang diperoleh tetap nihil.
Melihat kedua orang tua itu tak berhasil mengingat-ingat sesuatu hal, kembali Tan Kia-beng berkata, "Tempo dulu, sewaktu Loocianpwee sekalian mengikuti Raja Muda Mo melakukan penyerbuan ke daerah suku Biauw, pernahkah kalian menemui seorang perempuan yang sangat aneh gerak geriknya?"
"Walaupun ada beberapa orang selir raja suku Biauw yang ikut berperang, tetapi mereka bukan termasuk jago-jago yang menonjol ilmunya" sahut Leng Siauw Kiam Khek setelah termenung sejenak.
"Kalau begitu sungguh aneh sekali!"
"Boanpwee sudah beberapa kali melakukan pertempuran melawan orang-orang pihak Isana Kelabang Emas dan sering sekali menemukan ikut sertanya bu-su suku Biauw, karena itu aku menaruh curiga bila majikan Isana Kelabang Emas kemungkinan sekali ada sangkut pautnya dengan raja suku Biauw tempo dulu".
"Perkataan dari Hian-tit sedikitpun tidak salah" Mendadak Thiat Bok Tootiang menimbrung. "Setelah kita berhasil meloloskan diri dari sini, dengan mengikuti titik terang ini mungkin sekali kita akan berhasil menemukan keadaan yang sesungguhnya".
Tetapi sewaktu teringat bahwa mereka masih terkurung di dalam gua tersebut, tak terasa lagi kedua orang itu menghela napas panjang.
Mereka bertiga segera terpelosok ke dalam lamunan masing-masing....
Mendadak. "Haa.... haaa.... haa.... kiranya begitu, sekarang aku paham sudah!" seru Cu Swie Tiang Tan Cu Liang sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendengar suara tertawa itu mereka bertiga tak terasa lagi sudah pada mengalihkan pandangannya ke arah si orang tua itu.
Terlihatlah sepasang tangannya sedang berputar dan menari tiada hentinya di tengah udara, bahkan ada kalanya memperlihatkan sikap lagi berkelahi.
Sewaktu dilihatnya mereka bertiga sedang menoleh ke arahnya, dengan cepat ia menoleh dan menggapai ke arah Tan Kia-beng.
"Tidak kusangka akhirnya rahasia ini berhasil aku pahami!"
teriaknya keras.
Ditinjau dari paras mukanya jelas sekali menunjukkan kalau ia merasa amat bangga sekali!
Tan Kia-beng pun merasa sangat kegirangan, buru-buru ia maju ke depan.
"Tia! bagaimana kalau kau mainkan beberapa jurus biar Beng jie lihat?" katanya.
"Memainkan serangkaian ilmu pedang ini harus membutuhkan tenaga murni yang amat banyak" kata Tan Cu Liang sambil menggeleng perlahan "Setiap hari aku harus melawan serangan kabut beracun yang berarti harus mengorbankan hawa murni amat banyak sekali, sekarang aku tak boleh menggunakannya lagi kalau tidak.... Heeei...."
Dari nada suaranya jelas sekali menunjukkan ia
mengandung perasaan sedih yang tiada taranya.
"Apakah Tia sudah keracunan oleh kabut beracun tersebut?" teriak Tan Kia-beng dengan sangat terperanjat.
"Bukan ayahmu saja yang sudah menderita keracunan yang berat disebabkan kabut beracun tersebut, sekalipun mereka berdua juga sama saja keadaannya."
Sembari berkata ia mencincing baju dan memperlihatkan kulit perutnya, kemudian sambil menuding ke atas sebuah bisul sebesar mangkuk nasi katanya kembali, "Noda noda kabut beracun yang meresap ke dalam tubuh kami selama puluhan tahun ini telah berhasil kami desak sehingga berkumpul menjadi satu dan membentuk sebuah bisul.
bilamana pada suatu hari daya kerja racun tersebut bangkit kembali.... heee! sekalipun dewa malaikat yang datangpun sulit untuk menolong nyawa kami".
Saat itulah Tan Kia-beng baru mengerti mengapa mereka bertiga tidak berani terlalu banyak menggunakan tenaga dalamnya tak terasa lagi diam-diam pikirnya, "Jikalau si Rasul Selaksa Racun ada disini ia pasti dapat berusaha untuk melenyapkan bisul tersebut"
Berpikir sampai disini tak terasa lagi dengan nada menghibur katanya, "Tia boleh kau berlega hati, menanti kita sudah berhasil meloloskan diri dari tempat ini, biarlah aku pergi mencari adik angkatku si Rasul Selaksa Racun untuk berusaha melenyapkan racun itu"
"Apa" si Rasul Selaksa Racun adalah adik angkatmu?" seru Tan Cu Liang dengan wajah gusar.
Setelah merandek sejenak, kembali ia mendengus dingin.
"Hmm! bocah masih hijau sudah berani berbohong dan mengibul sebegitu besar di depan muka ayahnya sendiri, kau tidak takut berdosa?"
"Dia memang betul-betul adik angkatku! Beng-jie mana berani berbohong" pokoknya lain kali Tia akan tahu sendiri...."
Saat ini si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang merasa malas untuk banyak berbicara dengan dirinya, sambil angsurkan pedang Giok Hun Kiam ketangan pemuda tersebut ujarnya,
"Coba kau berlatihlah ilmu pedang ini menurut hapalan yang ada di atas sarung pedang kau coba-coba periksalah apakah yang berhasil aku pahami betul atau tidak?"
Segera ia mulai menjelaskan seluruh rahasia-rahasia dari rangkaian ilmu pedang tersebut.
Walaupun ilmu pedang itu dikatakan sebagai suatu
rangkaian ilmu padahal yang benar hanya terdiri tujuh jurus dengan dua puluh satu gerakan saja, tetapi keanehan, kesaktian serta kesempurnaannya jauh berbeda dengan ilmu telapak "Siauw Siang Chiet Cing"
Ilmu pedang ini disebut ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can"
dan jurus terakhirnya merupakan suatu ilmu pedang yang menggunakan hawa murni untuk melontarkan ke depan tidak aneh kalau Cu Swie Tiang Cing tak berani mencobanya secara sembarangan.
Dasarnya Tan Kia-beng memang sangat berbakat, apalagi dasar ilmu silatnya sudah kuat maka setelah diberi penjelasan oleh si "Cu Swie Tiang Cing" dengan cepat ia memahaminya dan mulai melakukan latihan.
Disebabkan setiap hari mereka bertiga harus mengorbankan hawa murninya sebanyak dua kali maka Tan Cu Liang bertiga tidak ingin banyak berbicara. setelah bercakap-cakap sebentar dengan Tan Kia-beng masing-masing lantas mulai bersemedi mengatur pernapasan.
Kini tinggal pemuda itu seorang diri, dengan pusatkan seluruh perhatian ia mulai berlatih tiada hentinya.
Entah sudah lewat beberapa hari lamanya tanpa ia sadari rangkaian ilmu pedang tersebut berhasil ia pahami dengan matang.
Kalau tempo dulu ia memainkan ilmu pedang tersebut dengan sangat lambat sehingga belum kelihatan jaya kemampuannya, kini setelah dimainkan dengan penuh tenaga, kedahsyatannya betul-betul sangat mengerikan sekali.
Hanya di dalam sekejap saja angin dan guntur bergema memekikkan telinga, cahaya yang menyilaukan mata
memancar keempat penjuru, dimana cahaya pedang
berkelebat terdengarlah suara gemerincingan yang amat keras.
Mendadak pemuda itu membentak keras, terasalah
serentetan cahaya biru menyebar lewat, tahu pedang Giok Hun Kiam nya bagaikan seekor naga meluncur ke atas sebuah tiang batu kurang lebih tiga kaki jauhnya dari tempat dimana ia berdiri.
"Criiing....!" di tengah suara getaran yang sangat keras, percikan bunga api beterbangan memenuhi angkasa, tiang batu itu kontan saja kena terbabat putus menjadi dua bagian dan rubuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara gemuruh yang menggetarkan seluruh gua.
Dimana tangan pemuda itu kembali menggape, pedang tersebut dengan membentuk pelangi panjang sekali lagi melayang balik ke tangannya.
Inilah jurus "Tiang Kiauw Huo Hong" atau jembatan panjang menghadang pelang dari ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can", kehebatannya sungguh mengerikan sekali.
Cu Swie Tiang Cing, Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek walaupun merupakan jago-jago pedang yang amat
terkenal, tetapi setelah melihat kehebatan dari ilmu pedang tersebut tak urung menggelengkan kepala juga sambil menghela napas panjang.
"Haaa haaa haaa.... Hian tit bisa memiliki pedang pusaka yang demikian tajamnya ditambah pula mengandalkan ilmu pedang yang tiada bandingannya ini, sekalipun majikan Isana Kelabang Emas memiliki kepandaian yang amat tinggipun mungkin sulit juga untuk mengalahkan dirimu" ujar Leng Siauw Kiam Khek sambil tertawa terbahak-bahak.
"Heei.... kalian jangan keburu bergirang hati," nyeletuk Thiat Bok Tootiang sambil menghela napas panjang.
"Kemungkinan sekali rangkaian ilmu pedang ini bakal menemani kerangka kita berempat dan selamanya akan terkubur di dalam gua Pek Kut Yu Hun Tong ini!"
Mengungkap persoalan ini, mereka berempat kembali merasa bersedih hati, suasana menjadi sangat hening.
Setelah lewat beberapa saat lamanya, mendadak Tan Kia-beng buka suara, katanya, "Mengapa kita berempat tidak secara terpencar mencari jalan keluar" setelah ada pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang amat tajam ditangan kita apakah kita berempat tak dapat membobol dinding untuk meloloskan diri dari sini?"
Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar, Leng Siauw Kiam Khek tak dapat menahan golakan dihatinya lagi, ia segera meloncat bangun.
"Perkataanmu sedikitpun tidak salah, ayoh kita segera bekerja secara terperanjat".
Tidak menanti pendapat dari Tan Cu Liang sekalian lagi, ia segera menyabut keluar pedangnya dan berjalan menuju ke arah dinding tebing.
Demikianlah, sebentar saja mereka berempat secara terpencar mulai mengetuk dinding dinding tebing dengan menggunakan gagang pedang gua mengetahui dibagian manakah merupakan ruang yang kosong.
Selama ini yang paling dicurigai oleh Tan Kia-beng adalah arah sebelah Timur, beruturt-turut dia mengetuk beberapa puluh kali disekitar sana, mendadak terdengarlah sesuatu ketukan yang keras dan menimbulkan suara pantulan nyaring, hal ini jelas membuktikan bila tempat itu merupakan sebuah tempat yang kosong.
Dengan hati gembira, tak kuasa lagi pemuda itu berteriak keras, "Aaahk....! disini ada tempat kosong!"
Hawa murni segera disalurkan ke dalam sepasang
tangannya kemudian dimana pedangnya berkelebat dan membabat keras ke depan, di atas dinding gua tersebut muncullah sebuah celah yang besar.
Kemudian setelah dibabat berulang kali pemuda itu baru menarik kembali pedangnya, sepasang telapak tangannya dengan menggunakan tenaga dalam dua belas bagian
mendadak didorong ke depan dengan gerakan sejajar dada.
Terdengar suara ledakan yang amat keras bergetar
memecahkan kesunyian, batuan beterbangan debu
menyilaukan mata. di atas tebing gua tersebut muncullah sebuah lubang besar yang cukup dilalui satu orang.
Serentetan cahaya terang segeramenyeret masuk ke dalam gua menerangi seluruh ruangan.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan penuh rasa girang ia segera meloncat keluar melalui celah besar tadi.
Setelah keluar dari mulut celah, pemuda itu baru
menemukan di tempat luaran adalah sebuah lembah kecil yang terapit di atas dua buah puncak gunung, tempat tersebut amat lembab licin dan sangat berbahaya, untuk meloloskan diri dari sana mereka harus berusaha keras untuk menempuh bahaya melewati tempat-tempat itu.
Beruntung sekali mereka berempat memiliki ilmu sakti yang luar biasa lihaynya, kendati jalanan di tempat itu sangat berbahaya tetapi tidak sampai menyusahkan gerakan mereka.
Demikianlah dengan Tan Kia-beng berada di depan serta Tan Cu Liang dipaling belakang mereka berempat dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh cecak merayap
perlahan-lahan bergerak ke arah luar.
Gerakan mereka ini benar-benar merupakan tindakan yang sangat berbahaya sekali. Kiranya celah yang berhasil mereka gali tadi terletak di atas sebuah tebing curam yang licin bagaikan kaca.
Di atas terdapat puncak yang tinggi menembusi awan, dibawah merupakan jurang yang tak kelihatan dasarnya.
Satu satunya cara buat mereka untuk meloloskan diri dari sana hanyalah merayap melalui tebing curam laksana kaca tersebut untuk berusaha mencari jalan keluar.
Tetapi, tebing curam itu luasnya kurang lebih ada lima, enam puluh kaki, oleh karena itu gerakan mereka kali ini terlalu payah dan sangat berat buat mereka.
Tan Kia-beng yang memiliki tenaga dalam amat sempurna hanya di dalam sekejap saja sudah berada tiga puluh kaki jauhnya, tetapi sewaktu ia menoleh ke arah belakang tampaklah ketiga orang tua tersebut hingga saat itu baru
barhasil mencapai puluhan kaki jauhnya bahkan kelihatan sangat bayah sekali.
Melihat kejadian tersebut, pemuda itu jadi amat terperanjat.
Dalam hati ia ada maksud untuk merayap kembali guna menolong mereka bertiga, tetapi sekalipun berbuat begitu tiada gunanya, karena keempat anggota badannya telah disaluri hawa murni sama sekali tidak menempel di atas dinding, ia tak mungkin dapat mengulurkan tangan lagi untuk membantu orang lain.
Terpaksa dengan hati kebat kebit pemuda itu memandang ayahnya yang sedang merayap mendekat dengan susah payah.
Akhirnya setelah bersusah payah dan berjuang mati-matian mereka berempat berhasil juga tiba dimulut gunung.
Ketika itulah Tan Kia-beng baru bisa merasa lega, ia menarik napas panjang panjang kemudian melayang ke atas permukaan tanah.
Terlihatlah olehnya tempat tersebut merupakan sebuah lembah berbatu yang dimana mana hanya kelihatan batu-batu aneh berserakan memenuhi permukaan tanah.
Dalam waktu singkat berturut-turut "Cu Swie Tiang Cing"
Tan Cu Liang, Leng Siauw Kiam Khek serta Thiat Bok Tootiang sudah melayang turun ke atas permukaan tanah.
Dengan hati penuh kegirangan Tan Kia-beng segera berlari menyongsong kedatangan mereka. Belum sempat ia
mengucapkan beberapa patah kata yang mengaturkan
selamat atas lolosnya mereka dari mara bahaya.
Mendadak.... "Haa....haa....haa.... selama ini aku mengira di dalam kehidupanku kali ini pasti akan terkubur hidup-hidup di dalam gua yang amat gelap itu, tidak disangka akhirnya ini hari aku berhasil bernapas kembali diudara bebas, haa....haa....haa...."
seru Leng Siauw Kiam Khek sambil tertawa terbahak-bahak.
Di tengah suara tertawanya yang amat keras itulah, tubuhnya bergoyang dan mundur dengan sempoyongan, terakhirnya ia rubuh ke atas tanah tak berkutik lagi.
Dengan perasaan terperanjat Tan Kia-beng buru-buru maju ke depan membimbing tubuhnya, ketika ia memeriksa pernapasan si orang tua itu tahulah pemuda tersebut bila orang tua tadi sudah menemui ajalnya.
Belum sempat ia berhasil mengambil suatu tindakan mendadak terdengar dua kali suara rubuhnya benda berat ke atas tanah, ketika ia menoleh maka terlihatlah "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang beserta Thiat Bok Too-tiang bersama-sama sudah rubuh ke atas tanah dan menemui ajalnya.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini merupakan suasana peristiwa yang tidak pernah terduga olehnya selama ini, tak kuasa lagi sambil berjongkok memeluk jenasah ayahnya ia menangis tersedu-sedu.
Suara tangisannya kali ini benar-benar sudah
menumpahkan seluruh perasaan sedih yang terkandung di dalam dadanya, inilah yang dinamakan lelaki sejati tidak gampang menangis, setelah menemui kejadian yang paling menyedihkan maka ia akan menangis laksana air bah yang tak terbendung lagi.
Kiranya Tan Cu Liang bertiga yang terkurung di dalam gua bukan saja tidak berhasil memperoleh bahan makanan untuk disantap setiap harinya bahkan setiap hari mendekati jam dua
belas mereka harus melawan serangan dari kabut beracun yang pasti akan mengorbankan banyak sekali hawa murni mereka.
Bilamana diharusnya bertahan selama beberapa tahun secara begini, kendati dewapun tak akan tahan.
Masih beruntung tenaga dalam mereka bertiga amat
sempurna, ditambah pula keinginan hidup masih sangat kuat dihati mereka bertiga sehingga tanpa terasa lagi sepuluh tahun berhasil mereka lalu dengan selamat.
Pada saat itu mereka setelah disoroti oleh sinar sang surya, tertiup oleh angin gunung ditambah pula harus berusaha keras untuk meloloskan diri dari kematian, tanpa mereka sadari seluruh tenaga murni yang tersisa di dalam tubuh masing-masing telah habis digunakan semua.
Karena kejadian itulah tanpa menimbulkan sedikit suarapun mereka telah rubuh menemui ajalnya.
---ooo0dw0ooo--Kita balik kepada Tan Kia-beng yang menangis dengan sedihnya disisi jenasah ketiga orang tua itu, lama sekali ia baru bangun berdiri setelah mengusap kering bekas air mata ia berdiri termangu-mangu disana.
"Pembunuh ayahku beserta paman Thiat Bok dan paman Leng Siauw adalah majikan Isana Kelabang Emas!" teriaknya setengah kalap. "Hutang berdarah ini harus aku tagih, aku hendak membuka pantangan membunuh seluruh iblis yang terbung dalam Isana Kelabang Emas akan kubunuh satu demi satu hingga habis, aku hendak bunuh mereka semua...."
Suara teriakannya ini penuh terkandung perasaan dendam, benci dan napsu membunuh suaranya yang keras
berkumandang dan mengalun tiada hentinya di tengah pegunungan sunyi.
Hal ini membuat angin dingin yang bertiup sepoi-sepoi pada waktu itupun secara samar-samar terasa membawa suasana membunuh yang amat mengerikan.
---ooo0dw0ooo--Pada saat Tan Kia-beng sedang berteriak teriak kalap itulah, secara diam-diam tanpa berisik dari balik sebuah bukit muncullah dua orang pemuda berpakaian ringkas yang menyoren pedang panjang.
Gerakan tubuh mereka amat cepat, hanya di dalam sekejap saja kedua orang itu sudah tiba dibawah gunung.
Jelas sekali hal ini menunjukkan bila mereka telah menemukan jejak dari Tan Kia-beng sehingga gerakan tubuhnya semakin dipercepat.
Dari tempat kejauhan kelihatan sekali gerakan mereka cepat laksana dua batang anak panah yang terlepas dari busur.
Tan Kia-beng pun telah menemukan pula kedatangan orang itu, tetapi ia cuma memandang mereka sekejap sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Tiba-tiba ia menengadah ke atas sambil tertawa terbahak-bahak, suara tertawa tersebut sangat menusuk telinga dan penuh diliputi perasaan sedih, sehingga mengalun tiada hentinya di tengah udara.
Beberapa saat kemudian sambil menarik kembali suara tertawanya ia mencabut keluar pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
"Hee hee heee.... ayoh mari, mari sini!.... Siauw ya mu memang sedang menunggu kedatangan kalian!" teriaknya dingin.
Belum habis perkataan itu selesai diucapkan, kedua orang pemuda tersebut sudah tiba dihadapannya.
Tan Kia-beng segera membentak keras, pedang pusakanya digetarkan menimbulkan cahaya kebiru biruan yang
menyilaukan. Laksana serentetan pelangi panjang dengan dahsyat dan gencar menggulung ke arah depan, kehebatannya sungguh luar biasa.
Serangan pedang yang dilancarkan Tan Kia-beng barusan ini benar-benar sangat hebat dan mengerikan.
Beruntung sekali kedua orang pemuda tersebutpun
merupakan jago-jago lihay kelas wahid dari dunia persilatan, dengan perasaan terperanjat mereka berteriak keras, "Eeeii....
Tan-hong.... mengapa kau berbuat demikian?"
Masing-masing orang dengan cepat mengejutkan badannya mencelat ke tengah udara kemudian bersalto beberapa kali dan melayang kekiri dan kanan.
---ooo0dw0ooo--JILID: 6 Kiranya mereka berdua bukan lain adalah Sak Ih dari partai Bu-tong-pay beserta "Ciat Hun Kiam" Si Huan.
Begitu Tan Kia-beng tersadar bila orang yang baru saja diserang adalah kedua orang kawannya tak terasa lagi dengan
perasaan sedih ia menarik kembali serangannya lalu menghela napas panjang.
"Heeei....! tidak kusangka perjalanan siaauw te mendatangi gurun pasir kali ini hanya mendatangkan rasa perjalanan untuk selama lamanya."
Begitu selesai ia berkata, air mata sudah bercucuran dengan derasnya.
"Apakah suhumu Lok Thayhiap telah menemui bencana?"
tanya Sak Ih berdua dengan perasaan sangat terperanjat.
Dengan amat sedih Tan Kia-beng menggeleng.
"Suhu kalian bersama-sama dengan ayahku kena dikurung selama sepuluh tahun lamanya di dalam gua batu oleh orang-orang Isana Kelabang Emas, tidak disangka sewaktu mereka berhasil meloloskan diri dari kurungan ketiga orang tua itu bersama-sama telah kehabisan tenaga sehingga menemui ajalnya...."
Sembari berkata ia menuding ke arah ketiga sosok mayat yang menggeletak di atas tanah
Pada mulanya baik Sak Ih maupun Si Huan yang sedang pusatkan seluruh perhatian untuk bercakap-cakap dengan Tan Kia-beng sama sekali tidak ambil perhatian terhadap keadaan di sekelilingnya, kini setelah ditunjuk oleh pemuda tersebut tanpa terasa lagi sinar mata merekapun bersama-sama dialihkan ke arah yang ditunjuk.
Sebentar kemudian mereka berdua merasakan jantungnya hendak meledak diiringi suara jeritan yang amat keras mereka berdua sama-sama menubruk ke arah jenasah suhunya masing-masing dan menangis tersedu sedu.
Hanya di dalam sekejap mata suasana di sekeliling tempat itu telah diramaikan dengan suara isak tangis mereka bertiga yang saling susul menyusul, suasana begitu murung, dan penuh diliputi kabut kesedihan.
Sejenak kemudian mendadak Sak Ih sambil mengusap
kering air matanya meloncat bangun.
"Majikan Isana Kelabang Emas berbuat begitu kejam terhadap suhu, dan ternyata menggunakan cara yang amat rendah menghadapi orang-orang Bulim, aku orang she Sak bersumpah tidak akan berdiri bersama-sama dengan dirinya"
teriaknya keras.
Si Huan pun dengan cepat meloncat bangun menyambung kata-kata Sak Ih dengan nada yang amat benci, "Sakit hati terbunuhnya suhu aku orang she Si pasti akan menuntutnya kembali, bilamana kakak berdua tiada urusan lain lagi bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat dan menyerbu ke dalam Isana Kelabang Emas untuk membasmi setiap orang yang kita jumpai."
Setelah melewati beberapa saat lamanya, Tan Kia-beng berhasil menenangkan kembali pikirannya, mendengar perkataan dari kedua orang saudaranya itu ia menyeletuk.
"Untuk sementara waktu kalian berdua janganlah terburu nafsu, kita harus mengubur dulu jenasah ketiga orang tua ini kemudian baru merundingkan tindakan kita selanjutnya!"
Demikianlah, mereka bertiga bersama-sama kerja keras menggali tiga buah liang untuk mengubur ketiga sosok jenasah orang tua itu kemudian mengangkat pula sebuah batu cadas yang amat besar dengan Tan Kia-beng yang
mengerahkan tenaga dalam mengukir beberapa tulisan di
atasnya, "Tionggoan Sam Kiam Khek, Cu Swie Tiang Cing, Thiat Bok Too-tiang, Leng Siauw Kiam Khek terkubur disini!"
Setelah semua urusan dibereskan, pertama tama Tan Kia-beng lah yang buka suara.
"Saudara-saudara sekalian, lebih baik menantang bertempur dengan pihak Isana Kelabang Emas secara terbuka atau secara diam-diam kita melakukan tindakan pembalasan?"
tanyanya. Sinar mata Sak Ih berkilat.
"Kita tantang saja majikan Istana Kelabang untuk bertanding secara terbuka!" teriaknya terburu bapsu. "Kini ketiga orang tua sudah menemui ajalnya. apa yang perlu kita takuti lagi dari pihak mereka?"
"Perkataan dari Sak heng sedikitpun tidak salah" sambung Si Huan membenarkan perkataan kawannya. "Pada tempo dulu, dikarenakan jejak mereka tiga orang tua masih tidak jelas dan kita takut pihak Isana Kelabang Emas turun tangan jahat terhadap mereka kita merasa ragu-ragu untuk bertindak.
Kini kesusahan sudah lewat, apa yang perlu kita takuti lagi"
lebih baik kita kerjakan secara terus terang saja!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... maksud hati dari Heng thay berdua persis seperti apa yang cayhe inginkan" Tan Kia-beng tertawa keras. "Mari kita tiga orang bekerja sama untuk membasmi bangsat-bangsat itu, sekalipun Isana Kelabang Emas merupakan telaga naga sarang macanpun kita harus ganggu mereka sehingga kalang kabut!"
Demikianlah, dengan di ringi suara suitan yang amat nyaring bagaikan pekikan naga naga dari ketiga orang pemuda itu, dengan kecepatan laksana kilat mereka bertiga segera berangkat menuju keIsana Kelabang Emas.
Terhadap jalanan menuju keIsana Kelabang Emas, Tan Kia-beng sudah sangat hapal. dengan dipimpin olehnya hanya di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba di depan pintu Isana Kelabang Emas.
Suasana disekitar sana terasa amat sunyi hening tak kedengaran sedikit suarapun bahkan sesosok bayangan manusiapun tidak nampak.
Angin bertiup sepoi-sepoi membawa hawa dingin yang menggidikan, suasanapun terasa semakin menyeramkan lagi disekitar sana.
Mereka bertiga dengan cepat menghentikan gerakan di depan pintu setelah dinanti beberapa saat lamanya masih belum kelihatan juga sesuatu gerakan si "Ciat Hun Kiam" Si Huan lah pertama-tama yang tak dapat menahan sabar.
"Bagaimana kalau kita terjang saja ke dalam?" teriaknya keras.
"Jangan bertindak gegabah! Tan Kia-beng menggeleng.
"Lebih baik kita mohon bertemu dengan pakai aturan kemudian menantangnya secara terbuka"
Selesai berkata ia lantas kumpulkan hawa murninya ke dalam tenggorokan lalu berteriak ke arah dalam dengan suara yang lantang, "Ahli waris dari Tionggoan Sam Kiam Khek, Tan Kia-beng, Sak Ih serta Si Huan sengaja datang membayangi majikan Kelabang Emas, harap kalian suka membuka pintu untuk bertemu!"
Suara yang disalurkan keluar tidak begitu keras, tetapi setiap patah kata bergema dengan amat tegas dan nyaringnya di tengah udara.
Sak Ih sekalian segera tahu, bila pemuda itu sudah menggunakan semacam ilmu menyampaikan suara yang amat lihay.
Tidak selang beberapa saat kemudian mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang pula suara yang amat nyaring dari seseorang.
"Aah.... kiranya ada tamu terhormat yang berkunjung datang, bilamana aku Kong Bun Su rada terlambat
menyambut harus kalian suka memaafkan!"
Perlahan-lahan pintu besar yang terbuat dari besi itu terpentang lebar-lebar, si Ci Lan pek Kong Sun Su dengan memakai pakaian perlente dan wajah yang cerah muncul dari balik pintu.
"Aaah.... angin apa yang telah meniup kalian bertiga jauh-jauh dari daerah Tionggoan berkunjung kemari!" sapanya sambil menjura.
"Hmmm! Buat apa kau berpura-pura tanya setelah tahu"
potong Tan Kia-beng sambil mendengarkan suara
dengusannya yang amat dingin. "Berarti kedatangan cayhe ke gurun pasir bukankah sudah diketahui oleh kalian orang-orang Isana Kelabang Emas?"
Ci Lan Pek yang mendengar jawaban itu semula rada melengak tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak kembali.
"Haaa.... haaa.... haaa.... pada beberapa hari ini siauw-te jarang sekali keluar pintu, aku memang benar-benar tidak tahu akan urusan ini"
Kepada Sak Ih serta Si Huan iapun lantas merangkap tangannya menjura.
Entah saudara berdua anak murid dari partai mana" harap Tan heng suka memperkenalkan
"Oouw.... mereka berdua adalah kawan kawah karibku, yang ini adalah Sak Ih heng anak murid dari Thiat Bok Tootiang sedang saudara ini adalah Si Huan heng ahli waris dari Leng Siauw Khek....!" buru-buru Tan Kia-beng memperkenalkan kedua orang kawannya.
Ia merandek sejenak, kemudian sembari tertawa panjang tambahnya, "Terus terang saja aku katakan si 'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang adalah ayahku, ini hari sengaja dengan mengajak Sak heng serta Si heng kami datang berkunjung keIsana Kelabang Emas dengan tujuan hendak membereskan hutang-hutang darah kita dengan suhumu."
Sekali lagi Ci Lan Pek dibuat melengak oleh perkataan tersebut.
"Pada sepuluh tahun yang lalu si 'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang bersama-sama Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek pernah datang berkunjung ke gurun pasir dan mengadakan pertandingan ilmu pedang dengan suhuku selama tiga hari lamanya, setelah itu, setelah itu...."
Ci Lan Pek jadi orang jujur, keras dan bijaksana, terhadap perbuatan suhunya majikan Isana Kelabang Emas
menggunakan berbagai akal serta siasat untuk menghadapi musuhnya dalam hati merasa sangat tak puas.
Terutama sekali jikalau membicarakan peristiwa yang terjadi pada sepuluh tahun berselang, dimana suhunya menggunakan akal licik memancing ketiga orang jagoan pedang itu masuk ke dalam gua kuno. saat ini ia merasa agak malu untuk menceritakannya kembali.
Bersamaan itu pula ia sama sekali tak tahu bila ketiga orang tua itu akhirnya berhasil meloloskan diri dari kurungan dan menemui ajalnya.
"Setelah itu kalian lantas menggunakan akal memancing mereka memasuki gua Pek Kut Yu Hung Tong, dan
membiarkan mereka siang malam merasakan siksaan terhadap datangnya serangan kabut beracun, bukan begitu?" bentak si Cian Hun Kiam, Si Huan dengan keras.
Mendengar suara bentakan tersebut, air muka Ci Lan Pak kontan saja berubah hebat
Bilamana kalian ada maksud hendak menuntut balas
terhadap persoalan ini, labih baik lain kali saja setelah menemui suhuku sendiri, maaf Kong Sun Su tak dapat memberi jawaban." sahutnya.
"Kalau begitu, cepat perintahkan majikan Isana Kelabang Emas untuk menggelinding keluar menemui diriku." teriak si Ciat Hun Kiam Si Huan sembari menepuk nepuk sarung pedangnya.
"Haa haaa haaa.... bukankah kalian terlalu tidak pandang sebelah mata terhadap Majikan Isana Kelabang Emas!" Kong Sun Su tak dapat menahan hawa gusarnya lagi, ia tertawa terbahak-bahak. "Jangan dikata pada beberapa hari ini suhuku lagi keluar istanapun setelah ada aku Kong Sun Su yang mewakili dirinya apakah saudara saudara sekalian masih merasa kurang cukup?"
Sak Ih kontan saja mengerutkan dahi, air mukanya berubah hebat.
"Terus terang saja aku beritahu kepadamu!" teriaknya keras. "Karena terkurung selama sepuluh tahun lamanya di dalam gua dan setiap hari menderita serangan kabut beracun,
kini ketiga orang tua itu sudah menemui ajalnya. Kedatangan kami sekalian pada ini hari justru hendak menuntut balas hutang berdarah ini, jikalau kau tidak mau segera mengundang Majikan Isana Kelabang Emas keluar menemui kami.... hee.... heee.... aku takut Istana Kelabang Emas segera akan menemui hari naasnya dan sebentar lagi akan berubah menjadi puing-puing reruntuhan!"
Ci Lan Pak yang mendengar permbicaraan antara mereka semakin tidak karuan, takut gemasnya seluruh cambang di atas wajahnya pada berdiri bagaikan duri, matanya melotot bulat-bulat dan mendengus dingin tiada hentinya.
"Isana Kelabang Emas sudah menjagoi seluruh Gurun Pasir selama puluhan tahun lamanya, selama ini tak pernah menemui seorang manusia yang begitu bernyali berani berbicara sumbar di depan pintu. Hmmm! jikalau bukannya aku Kong Sun Su melihat di atas wajah Tan-heng, aku segera akan menyuruh kalian menggeletak di atas tanah bermandikan darah."
Sreeet! Dengan menimbulkan suara desiran tajam si Ciat Hun Kiam, Si Huan segera meloloskan pedangnya dari dalam sarung.
"Hmm! Saudara sebagai anak murid majikan Isana Kelabang Emas tentunya memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi biarlah aku orang she Si cari gara gara dulu dengan dirimu kemudian baru pergi menemui majikan Isana Kelabang Emas guna perhitungan." bentaknya keras.
Pada saat ini agaknya Ci Lan Pak pun tak dapat bersabar lagi, sepasang telapak tangannya yang besar kontan saja dipentangkan lebar-lebar.
"Heee....heee heee.... jika saudara memang sudah merasa gatel, mari mari, biarlah aku Kong Sun Su melayani dirimu beberapa jurus dengan mengandalkan sepasang telapak besiku ini." serunya pula sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Sejak peristiwa kereta maut dahulu boleh dikata
pengalaman Tan Kia-beng mengenai peristiwa peristiwa yang terjadi di dalam dunia kangouw telah memperoleh kemajuan yang pesat, ia tahu Isana Kelabang Emas sebagai sarang pihak musuh, sudah tentu terdapat pula banyak sekali jagojago lihay.
Tetapi keadaan yang dilihatnya pada saat ini sama sekali berbeda, bagaimana mungkin kecuali dua orang Bu su berdandan suku Biauw yang menjaga pintu depan, hanya kelihatan Kong Sun Su seorang saja yang munculkan diri menyambut kedatangan mereka"
Kini setelah dilihatnya suasana semakin lama semakin menegang, si "Ciat Hun Kiam" Si Huan sudah saling tarik otok dengan Ci Lan Pak dan bila tidak dipisah sebentar lagi bakal berlangsung suatu pertarungan yang amat seru, buru-buru ia maju selangkah ke depan memisahkan kedua orang itu pada bagian yang berlawanan.
"Tunggu sebentar, jangan bergebrak dulu! Aku ada perkataan yang hendak disampaikan" teriaknya keras.
Kepada Kong Sun Su sembari tertawa terbahak-bahak lantas tegurnya, "Saudara! Kau sebagai seorang tuan rumah setelah kedatangan kawan dari tempat jauh bukannya mempersilahkan masuk dengan sikap hormat sebaliknya malah tarik urat dengan pihak tamu bahkan hendak
menantang bergebrak pula, apakah kau tidak merasa sedikit keterlaluan?"
"Sebetulnya siauwte ada maksud untuk bersikap demikian,"
kata Kong Sun Su setelah melengak sejenak. "Tetapi, berhubung Jien heng ini terlalu memaksa hal ini, membuat aku jadi terdesak dan apa boleh buat. Tetapi kini, setelah Tan heng memberi teguran maka meminjam kesempatan ini bagaimana kalau aku mempersilahkan kalian untuk masuk ke dalam minum teh dulu?"
Selesai berkata ia lantas menyingkir ke samping
mempersilahkan para tetamunya untuk masuk.
Tan Kia-beng buru-buru menjura ke arahnya lalu dengan langkah lebar berjalan masuk ke dalam istana.
Sak Ih serta Si Huan yang tidak mengetahui obat apa yang sedang dijual dalam cupu cupunya terpaksa mengikuti tindakannya ini dari belakang.
Hanya sebentar saja mereka bertiga telah tiba di depan pintu istana kemudian masuk ke dalam istana tersebut.
Kiranya Tan Kia Bang yang melihat situasi di dalam Isana Kelabang Emas pada ini hari rada mengherankan, mendengar pula Majikan Kelabang Emas masih berada di tempat luaran belum kembali, maka dalam hatinya ia lantas mengambil keputusan untuk mengadakan penyelidikan atas keadaan yang sesungguhnya.
Disamping itu iapun mempunyai maksud hendak
menggunakan pembicaraan nanti sedikit memancing dan mencari tahu jejak ari si Penjagal Selaksa Lie Hu Hong serta Hu Siauw-cian, setelah itu baru mengambil tindakan selanjutnya.
Oleh sebab itulah dengan paksakan diri menahan rasa sedih serta mangkel di dalam hatinya ia berusaha bersikap biasa.
Kong Sun Su segera membawa mereka bertiga melewati sebuah jalanan kecil yang penuh ditumbuhi beraneka bunga langsung menuju ke dalam sebuah ruangan besar yang megah dan memancarkan cahaya keemas-emasan.
Ketika berada dalam perjalanan melalui jalanan kecil menuju ke ruangan tengah tadi, secara diam-diam Tan Kia-beng sudah mengambil perhatian untuk memeriksa keadaan dari seluruh Isana Kelabang Emas.
Ia merasa di dalam bangunan besar yang amat megah ini suasananya amat sunyi, kecuali beberapa orang Bu-su Bu-su berdandankan suku Biauw berjalan lalu lalang di sana sama sekali tidak kelihatan jago-jago yang menyolok mata munculkan diri.
Tak terasa lagi dalam hati ia merasa rada bergerak.
Ketika itulah Kong Sun Su mendadak tertawa terbahak-bahak.
"Haa....haa....haaa.... walaupun aku Kong Sun Su dilahirkan dan dibesarkan di daerah gurun yang terasing, tetapi selamanya aku paling kagum akan kegagahan orang-orang Tionggoan. Tan-heng adalah naga diantara manusia hal ini semakin membuat siauw-te lebih kagum. Bagaimana kalau sementara waktu kita singkirkan dulu perlahan-lahan yang tidak menyenangkan untuk minum beberapa cawan arak?"
ajaknya. "Dendam kematian guru sama beratnya seperti dendam kematian orang tua, jikalau saudara masih tidak juga suka memanggil suhumu untuk keluar menemui kami. Maaf aku orang she Si terpaksa akan mengumbar hawa amarah"
mendadak si "Ciat Hun Kiam" Si Huan meloncat bangun dari tempat duduknya.
Ci Lan Pak pun merupakan seorang lelaki gagah yang berhati keras, setelah didesak berulang kali oleh Si Huan maka kesabarannyapun telah mencapai pada puncaknya, sepaang alis yang tebal kontan saja dikerutkan.
"Menghadapi urusan seperti ini aku rasa aku Kong Sun Su masih sanggup untuk mempertanggung jawabkan, jikalau Si heng masih terus menerus paksakan diri untuk mengundang keluar suku maka bagaimana jika tanggung jawab ini aku Kong Sun Su sendiri yang pikul?" serunya sambil meloncat bangun pula.
"Kalau begitu, maafkan aku orang she Si tidak akan berlaku lagi."
Tanpa banyak komentar Si Huan segera meloloskan
pedangnya dari dalam sarung.
Sewaktu suasana hampir mencapai saat-saat kritis itulah mendadak dari balik ruangan berkumandang datang suara bentakan seseorang yang serak parau, berat dan
menyeramkan. "Manusia tidak tahu diri dari mana yang begitu berani mencari gara-gara di dalam Isana Kelabang Emas, agaknya sudah tidak doyan hidup lagi!"
Bersamaan dengan suara bentakan tadi terasalah angin ringan menyambar lewat, tahu-tahu di dalam ruangan itu sudah bertambah dengan dua orang kakek tua yang
mempunyai dandanan sangat aneh.
"Kong Sun Leng-uh!" tegurnya kemudian dengan kasar ke arah Ci Lan Pak. "Apa sebabnya kau membiarkan bangsat anak kura kura yang kurangajar serta tak tahu adat ini gembar gembor dan main mentang mentang di dalam istana?"
"Heee.... heee.... heee.... terhadap urusan ini aku Kong Sun Su percaya masih ada kekuatan untuk mengurusinya, kalian berdua pedindung hukum tak perlu banyak repot-repot" sahut Kong Sun Pak dengan nada yang dingin, disertai mata mendelik.
Salah seorang kakek tua berwajah putih jerih memelihara jenggot model kambing gunung serta memperdengarkan suara tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... hee.... hee.... walaupun saudara adalah murid tertua dari majikan istana, tetapi aku si Im Hong Shu sudah menerima pesan perintah dari Majikan untuk menjaga keamanan istana aku tidak boleh tidak harus menegur dirimu juga" serunya.
Mendadak badannya bergerak maju ke depan menerjang kehadapan si "Ciat Hun Kiam" Si Huan, bentaknya seram,
"Kalian bertiga mendapat petunjuk dari siapa, berani datang kemari mengacau Isana Kelabang Emas"
Si "Ciat Hun Kiam" Si Huan yang dibentak semacam begitu, kontan saja menggetarkan pedangnya kencang kencang lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... sudah lama sekali pedangku tidak menghirup darah, kali ini sengaja kami datang kemari untuk membagi bagi Ang-pauw kepada kalian orang-orang Isana Kelabang Emas".
Sreet! dengan menimbulkan suara desiran yang sangat tajam pedangnya lantas dibabat ke depan, hanya di dalam sekejap mata bayangan pedang berkelebatan memenuhi angkasa mengurung seluruh ruangan.
Kiranya pemuda tersebut telah mengeluarkan ilmu pedang pencabut sukmanya yang amat terkenal itu.
"Ooouw.... hoo.... kiranya kau hendak mengandalkan sedikit kepandaianmu ini?" ejek Im Hong Shu sambil tertawa seram.
Ujung jubahnya lantas dikebutkan ke depan, segulung angin pukulan berhawa dingin dengan cepat menggulung ke depan, sedang sang tubuh dengan meminjam kesempatan itu menerjang masih diantara bayangan pedang, berusaha untuk merebut dari tangan pemuda tersebut.
Si Huan jadi sangat terperanjat, kakinya segera bergeser pundaknya dibuang ke samping dengan mengikuti gerakan pedang berputar setengah lingkaran.
Sreeet! Sreeet! di dalam sekejap mata ia mengirim tujuh buah serangan gencar, setiap jurusnya telah menggunakan hampir sepuluh bagian tenaga dalamnya.
Karena bersikap gegabah hampir-hampir saja Im Hong Shu kena terluka ditangan pihak musuh dan dalam keadaan yang amat gusar sepasang tangannya lantas dipentangkan lebar-lebar, dengan gerakan mencengkeram, membabat,
menangkap serta menghantam sekali lagi ia menerjang ke dalam bayangan pedang dengan menggunakan kekerasan Demikianlah, di tengah kalangan seketika itu juga terjadilah suatu pertempuran yang amat sangat seru dan mengerikan.
Setelah Im Hong Shu turun tangan, sang kakek lainnyapun ikut meloncat maju ke depan.
"Mari....! mari....! mari....! siapa yang ingin minta petunjuk dari aku si Sang Si Ong!" teriaknya keras.
Sambil mencabut keluar pedangnya Sak Ih tertawa
panjang. "Haaa.... haaa.... haaa.... menang kalah pun belum ditentukan, buat apa kau banyak bicara tidak genah!"
jengeknya. Sang si Ong segera mengerutkan keningnya, dengan
congkak ia tertawa sinis.
Bilamana aku tak berhasil mengalahkan dirimu di dalam sepuluh jurus, sungguh memalukan sekali aku sebagai seorang pelindung hukum Isana Kelabang Emas"
"Bagus! kalau begitu mari kita lihat saja nanti"
Serentetan cahaya pedang dengan cepat menyambar lewat, Sak Ih dengan menggetarkan berpuluh puluh kuntum bunga bunga pedang segera menyerang ke depan.
Sejak mempelajari ilmu pedang dari Thian Liong Tootiang, boleh dikata tenaga dalamnya pada saat ini sudah
memperoleh kemajuan yang sangat pesat, sudah tentu serangannya barusan ini luar biasa hebatnya.
Begitu serangan ini tiba seketika itu juga memaksa Sang Si Ong mundur dengan terperanjat, pada saat itulah serangan pedang dari Sak Ih bagaikan mengalirnya air disungai Huang Hoo dengan gencar dan dahsyat menggunung selapis demi selapis terus ke depan memaksa Sang Si Ong berkali-kali harus mundur ke belakang dengan sempoyongan.
Tadi si orang tua itu sudah berbicara besar, kini belum sampai lewat satu jurus ia sudah kena terdesak mundur terus tanpa berhasil melancarkan serangan balasan, dari rasa malu ia menjadi gusar, di atas paras mukanya terlintaslah napsu membunuh yang meluap-luap.
Di tengah suara suitan yang amat keras telapak tangannya segera digerakkan menyerang ke depan.
Hanya di dalam sekejap mata angin pukulan menderu-deru bagaikan tiupan angin taupan, jelas kalau kepandaian silat yang dimilikinya jauh lebih tinggi satu tingkat dari kepandaian kakek Im Hong Shu.
Oleh karena itu sekalianpun tadi berada dalam keadaan kritis ia masih berhasil mengimbangi musuhnya.
Kini kedua orang kawannya sudah bergebrak melawan kedua orang kakek tersebut. maka Tan Kia-beng pun ingin berpeluk tangan saja, iapun segera bangun berdiri men ke arah Ci Lan Pak.
Kedatangan cayhe sekalian pada ini kali sebenarnya bermaksud hendak menyambangi Majikan Isana Kelabang Emas, apakah dia benar-benar keluar haarp heng-thay suka memberi keterangan yang sejujurnya"
"Suhu memang betul-betul sedang pergi keluar dan tidak bakal kembali dalam waktu yang pendek, cayhe hanya bisa memberitahukan soal ini saja kepada saudara dan maaf persoalan lain tak bisa aku bocorkan.
"Cayhe percaya perkataan dari Heng thay pasti bukan kata-kata kosong belaka, cuma sesudah dari tempat jauh, datang ke tempat ini bilamana mengharuskan kami pulang dengan tangan kosong hal ini patut disayangkan. Sudah lama aku dengar akan kelihayan ilmu "Hong Mong Ci Khie" mu yang telah menjagoi seluruh dunia kangouw, kini kepingin sekali cayhe minta beberapa petunjuk dari Heng thay"
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau memang Tan heng suka memandang diri cayhe sudah tentu Kong Sun Su akan menemani dirimu walaupun harus dengan mempertaruhkan keselamatan sendiri. Cuma saja diantara kita tiada ikatan dendam maupun sakit hati. Sudah tentu tidak usah pula
melakukan pertarungan mati-matian. Bagaimana kalau kita batasi sampai saling menutul saja?"
"Perkataan dari Heng-thay barusan ini cukup membuktikan akan kegagahan serta kejujuranmu" ujar Tan Kia-beng tertawa. "Jikalah kedudukan kita bukannya berhadap hadapan sebagai musuh, kepingin sekali siauw-te mengikat tali persahabatan dengan dirimu! mari! seranglah dulu!"
Di dalam percakapan itulah secara diam-diam hawa
murninya telah disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap-siap melancarkan serangan ke arah pihak musuh.
"Tan heng adalah pihak tetamu sedang aku sebagai majikan sudah seharusnya mengalah terlebih dulu. Silahkan Tan heng turun tangan terlebih dahulu!"
Ci Lan Pak sudah mengetahui jelas akan kehebatan ilmu kepandaian pemuda itu, maka walaupun dimulut berbicara sungkan-sungkan padahal secara diam-diam hawa
murninyapun telah disalurkan pula untuk mengadakan persiapan.
Tan Kia-beng tidak sungkan sungkan lagi, telapak
tangannya dengan perlahan didorong ke depan melancarkan sebuah pukulan Sian In Kong Sah Im Kang.
"Tan heng, sungguh hebat sekali tenaga dalammu! teriak Ci Lan Pak sambil menyingkir ke samping di atas paras mukanya masih tersungging akan suatu senyuman.
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan mendadak Tan Kia-beng membalikkan telapak tangannya dari pukulan berhawa dingin menjadi pukulan berhawa panas, lalu dengan mendatar dibabatkan ke depan.
Seketika itu juga angin pukulan menyambar lewat bagaikan meledaknya gunung berapi.
Melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat senyuman yang semula menghiasi bibir Ci Lan Pak seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Telapak tangannya buru-buru didorong ke depan mengunci datangnya angin pukulan itu, sedangkan tangan lainnya laksana sambaran kilat membabat ke arah jalan darah "Ci Tie Hiat"!
Tan Kia-beng tahu jelas bahwa Kong Sun Su tidak
memperoleh seluruh kepandaian ilmu silat dari Majikan Isana Kelabang Emas maka melihat dia bertempur sungguh-sungguh melihat pula serangan pukulannya hampir menyambar datangnya, mendadak tangannya didorong ke arah bawah.
Telapak kirinya dengan menembusi angin pukulan musuh langsung mengancam jalan darah "Ciang Cing" serta "Thian Sian dengan menggunakan jurus "Kiem Liong Sian Cau" atau naga emas unjuk cakar.
Diikuti dengan gerak tersebut badannya tiba-tiba membali, tangannya dengan gencar menghantam jalan darah "Cang Bun Hiat jurus ini merupakan sebuah jurus serangan baru yang diciptakan pada saat itu pula. hal ini kontan saja memaksa Ci Lan Pak terpukul mundur dua langkah ke belakang.
Diluaran mereka berdua bicara dengan sungkan-sungkan dan saling mengalah tetapi kini setelah saling bergebrak siapapun tidak suka mengalah terhadap lawannya.
Ci Lan Pak yang kena terdesak mundur dengan cepat maji kembali ke depan, sepasang telapak tangan dilayangkan kemuka mengirim serangan gencar.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah membalas dengan sembilan buah pukulan sekaligus, seketika itu juga menjadi gaduh dan dipenuhi dengan sambaran angin yang menderu-deru.
Melihat kejadian tersebut Tan Kia-beng segera merasakan hatinya bergidik, ia bersuit nyaring. ilmu pukulan "Siauw Siang Chiet Ciang"nya tanpa sungkan sungkan lagi dikeluarkan mengiringi permainan pihak musuh.
Ilmu pukulan kuno ini sungguh sungguh luar biasa
dahsyatnya, kendati serangan angin pukulan dari Ci Lan Pak sangat kuat dan dahsyat ternyata seluruh serangan tersebut berhasil kena terpukul punah juga.
Mereka berdua yang satu adalah jagoan muda dari daerah Tionggoan sedang yang lain adalah jago aneh dari Gurun pasir, saat ini masing-masing pihak telah mengeluarkan seluruh kepandaian untuk saling bergebrak.
Semakin lama serangan serangan mereka semakin cepat dan semakin sengit, hanya sebentar saja bayangan mereka sudah bergabung menjadi satu sehingga sulit dibedakan mana kawan mana lawan.
Angin pukulan menderu-deru berkelebat memenuhi
angkasa membuat meja kursi beterbangan menumbuk tembok dan menimbulkan suara getaran yang santar.
Tetapi. Sungguh aneh sekali! dari dalam Isana Kelabang Emas yang begitu besarnya ternyata hanya mereka bertiga saja yang unjukkan diri melayani mereka bertiga untuk bertempur, perduli bagaimana ramai serta serunya
pertempuran yang sedang berlangsung dari dalam ruangan ternyata tak kelihatan munculnya kembali orang keempat.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Masing-masing pihak dengan memepertahankan nyawa
sendiri bertempur sengit kurang lebih satu jam lamanya, mendadak terdengar Ciat Hun Kiam meraung keras,
pedangnya secara tiba-tiba ditusuk ke depan dengan sangat keras.
Tanpa ampun lagi pundak Im Hong Shu kena tertusuk sehingga tembus sampai belakang punggung.
Suara jeritan kesakitan segera berkumandang memenuhi angkasa diiringi suara gemerincingan yang sangat keras.
Diantara perputaran badan yang amat keras itulah Im Hong Shu ternyata berhasil menghajar putus sebilah pedang baja yang amat kuat itu menjadi berkeping keping.
Si Chiat sama sekali tidak menduga akan tindakan musuh ini, ia kena tertarik beberapa langkah ke depan dengan sempoyongan, dan mengambil kesempatan yang amat sangat baik inilah Im Hong Shu dengan melarikan diri ke belakang.
Sewaktu Im Hong Shu dengan membawa luka tusukan
melarikan diri ke arah belakang itulah, petarungan antara Sak Ih serta Sang Si Ong pun telah mencapai pada titik penentuan menang kalah.
Kini omongan dari Sang Si Ong tadi terlalu mengibul, ia menyambar di dalam sepuluh jurus tentu berhasil
mengalahkan Sak Ih, siapa sangka jagoan pedang yang masih muda ini walaupun usianya masih kecil tetapi ilmu pedangnya sudah berhasil dilatih mencapai pada puncak kesempurnaan.
Kini setelah bergerak sebanyak dua ratus jurus bukan saja itu dapat bertahan atau menyerang sesuka hati bahkan semakin bergebrak semakin seru, pedangnya bagaikan pelangi yang membentang dilangit meluncur tiada hentinya keempat penjuru.
Hal ini kontan saja membuat Sang Si Ong saking kheki serta gemasnya gembar gembor tiada hentinya.
"Bangsat cilik! kau jangan keburu bangga dulu, lihat saja nanti di dalam tiga jurus loohu tentu akan berhasil mencabut nyawa anjingmu!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau begitu biarlah Siauw ya mu mengunggu aku kepingin melihat apa yang kau ucapkan itu betul atau salah!" mendadak pergelangan tangannya digetarkan cahaya hijau memancar keempat penjuru. Hanya dalam sekejap mata ia sudah mengirim tiga buah tusukan berantai.
Di tengah kesilauan hawa pedang yang tebal suara suitan aneh berkumandang memenuhi angkasa, mendadak Sang Si Ong menerjang masuk ke dalam lingkaran bayangan pedang tersebut.
Sambil membentak keras sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan telapak kanannya dengan menggunakan jurus "Pin Ku Cing Teh" atau kendang berkerut tanah menjerit menggetarkan pedang panjang ditangan Sak Ih, sedang telapak kirinya laksana sambaran kilat membabat ke depan.
Serangan yang muncul secara mendadak ini perduli dalam waktu maupun keadaan bagaimanapun sulit bagi semua orang untuk menghindari terpaksa pemuda tersebut memutar telapak tangannya satu lingkaran. telapakkirinya laksana sambaran kilat segera mnyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Pusaran angin menyebar keempat penjuru tubuh Sak Ih tak kuasa lagi kena terdesak mundur empat, lima langkah ke belakang dengan sempoyongan, ia merasakan darah panas
bergolak di dalam dadanya, hampir-hampir saja pemuda tersebut muntahkan darah segar.
Walaupun sang Si Ong sendiri pun kena tergetar mundur dua langkah ke belakang, tetapi dia yang sudah mempunyai niat mengadu jiwa setelah terdesak mundur, sekali lagi menerjang ke depan.
Di tengah suara suitan yang amat memekikkan telinga serangan kedua laksana sambaran kilat cepatnya kembali menerjang ke depan. Sak Ih terdesak terpaksa sambil menggertak giginya kencang-kencang ia membalikkan telapak tangannya menyambut kembali serangan tersebut.
"Plaaaak....!" di tengah suara bentrokan keras yang mendebarkan, tubuhnya sekali lagi terdesak mundur ke belakang.
Dasar tenaga dalamnya memang sudah kalah satu tingkat jika dibandingkan dengan Sang Si Ong. apalagi harus menerima pula dua kali bentrok dalam waktu yang singkat, tak kuasa lagi pemuda tersebut muntahkan darah segar, ia terluka dalam sangat parah.
Melihat musuhya muntah darah, dengan sangat bangga Sang Si Ong tertawa terkekeh kekeh....
"Heee.... heee.... heee.... Bangsat cilik, bagaimana rasanya?"
Sepasang telapak tangannya segera dipentangkan lebar-lebar kembali menubruk datang dari arah samping, di dalam serangan ini ia sudah menggunakan jurus kebanggaannya
"Pauw Hauw Ping Hoo" atau Harimau ganas menyebrangi sungai.
Angin berhawa dingin dengan cepat meluncur keluar membasahi tubuh pihak musuh, sekali lagi Sak Ih membentak keras. Pedangnya membabat ke tengah udara membentuk segulung hawa pedang yang amat tebal kemudian laksana angin taupan meluncur ke depan.
Sang Si Ong mengenali jurus ini merupakan jurus "Yu Heng Hong Hong" dari ilmu pedang aliran Bu-tong pay. bilamana dengan paksakan diri ia meneruskan tubrukan tersebut.
walaupuan Sak Ih kemungkinan sekali kena terhajar olehnya, tetapi ia sendiripun bakal terluka dibawah tusukan pedangnya.
Terpaksa sang badan yang sedang meluncur ke depan direm setengah jalan, sepasang telapak tangannya buru-buru ditarik ke belakang sedang kaki lantas dirarik pinggangnya ditekuk, berturut turut ia menggelinding beberapa depa ke arah samping kanan.
Pada saat itulah si "Ciat Hun Kiam" Si Huan sudah menubruk kesisi tubuh Sak Ih sambil membimbing pemuda itu denagn perasaan kuatir tanyanya, "Sak-heng, bagaimana dengan lukamu?"
Dari dalam saku dengan cepat Sak Ih mengambil keluar sebuah botol porselen dan memungut dua butir pil untuk dijejalkan ke dalam mulut, setelah itu ia tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.
"Haa.... haaa.... haaa.... hanya sedikit luka ini saja masih belum cukup untuk mencabut nyawa siauwte, Si-heng tak perlu merasa kuatir!"
Walaupun Sang Si Ong di dalam dua kali bentrokan tadi berhasil melukai Sak ih, tetapi ia sendiripun tidak memperoleh keuntungan yang besar. Kini melihat kedua orang pemuda tersebut dengan sepasang mata yang memancarkan cahaya
tajam dan menyilangkan pedang di depan dada menanti kedatangannya, ternyata tidak berani maju lagi secara gegabah.
Diam-diam ia menyalurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh lalu melakukan persiapan guna menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Kini, di tengah kalangan tinggal rombongan Tan Kia-beng serta Ci Lan Pak saja, mereka berdua yang masing-masing memiliki tenaga murni sangat sempurna setelah bergebrak sebanyak seratus jurus, memaksa pertempuran itu semakin lama semakin seru.
Tak terasa lagi diam-diam Ci Lan Pak mulai berpikir dalam hatinya, "Hmm! aku ingin melihat sampai seberapa lihaynya tenaga dalam yang dia miliki!"
Kebetulan sekali pada waktu itu Tan Kia-beng sedang menyerang ke depan dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng Tion Thian". sepasang telapak tangannya bersama-sama lantas dibalik menyambut kedatangan serangan tersebut.
Dengan cepat kedua gulung angin puklan bentrok menjadi satu diikuti suara ledakan yang memekikkan telinga, berpuluh puluh pusaran angin menderu deru dan menyebar keempat penjuru.
Ujung baju Tan Kia-beng yang lebar berkibar keras, sebaliknya pundak Ci Lan Pak kena keterjang sehingga bergoyang sedang wajahnya berubah jadi merah padam cambangnya pada berdiri.
"Tenaga dalam Heng thay benar-benar luar biasa."
bentaknya keras. "Sekarang terimalah serangan dari cayhe!"
Telapak tangannya yang besar bagaikan tangan raksasa dengan mengiringi segulung tenaga lweekang yang amat dahsyat segera didorong ke depan.
Segulung angin puklan yang hebat tiada taranya diiringi suara guntur membelah bumi, bagaikan gulungan ombak di tengah samudra yang menumbuk pantai, segera melanda ke depan.
Sekalipun Tan Kia-beng mengetahui jelas bahwa mengadu tenaga dalam dengan pihak lawan hanya mendatangkan kejelekan saja terhadap mereka berdua, tetapi keadaan pada saat ini mirip dengan anak panah yang sudah dipentangkan di atas busur, mau tidak mau harus dilepaskan juga.
Karenanya buru-buru ia menyedot hawa murninya panjang.
"Jikalau Heng thay ada kesenangan, aku orang she Tan sudah tentu akan mengiringinya." jawab pemuda itu lantang.
Sreeet! Iapun mengirim satu puklan ke arah depan.
Tetapi berhubung ia mengerti bagaimana sempurnanya tenaga dalam pihak lawan, maka serangannya barusan ini telah menggunakan delapan bagian hawa murni "Pek Tiap Sin Kang"nya.
Dimana angin puklan terbentur satu sama lain, di tengah udara kembali terdengar suara ledakan yang memekikkan telinga sehingga membuat pasir dan abu beterbangan memenuhi seluruh tempat, dinding papan pada retak sedang masing-masing pihak kena terpukul mundur dua langkah ke belakang.
Ci Lan Pak dasar memiliki tenaga dalam yang dahsyat luar biasa, selama hidupnya belum pernah ia menemui manusia
yang sanggup mengadu tenaga sebanyak tiga kali dengan dirinya.
Tidak disangka ternyata ini hari ia tak berhasil menangkan seorang pemuda lemah berdandankan seperti seorang pelajar semacam Tan Kia-beng, tak terasa lagi perasaan ingin menang muncul didasar hatinya.
Mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... Saudara boleh dikata merupakan satu satunya musuh tangguhku selama ini. Maaf terpaksa aku harus mengeluarkan langkah caturku yang terakhir?" katanya.
"Haaa.... haa.... haaa.... haaa.... justru siauwte memang berkeinginan hendak mencoba-coba kelihayan dari ilmu pukulan Hong Mong Cie Khie mu itu, silahkan heng-thay mengeluarkan seluruh kepandaian yang ada!"
Walaupun diluaran ia berbicara begitu padahal dalam hati diam-diam pikirnya, "Jikalau seorang anak murid Isana Kelabang Emas saja aku tak berhasil menangkan, lain kali aku harus mengandalkan apa untuk bergebrak melawan majikan Kelabang Emas?"
Oleh karena itu keinginanpun untuk menangpun segera muncul didasar lubuk hatinya, diam-diam ia mulai
mengumpulkan hawa murni "Jie Khek Koan Yen So"nya mengelilingi seluruh tubuh, makin lama dari ubun-ubunnya mulai muncullah segulung asap hijau serta asap putih yang semakin lama semakin menebal.
Pada saat itu sepasang telapak tangan dari Ci Lan Pak pun dari merah menjadi hijau, dari seluruh tubuh secara samar-samar memancarkan asap hijau yang tipis membumbung tinggi keangkasa, kakinyapun perlahan-lahan mulai bergeser ke arah depan.
Jelas masing-masing pihak sudah berada dalam keadaan yang sangat tegang dan kritis sekali.
Keadaan semacam ini siapapun bisa menangkap dengan jelas. Sak Ih serta Si Huan tidak lagi menggubris Sang Si Ong, masing-masing dengan cepat menyebarkan diri kesebelah kiri dan kanan berdiri dalam sikap siap siaga, mereka bersiap apa bila Tan Kia-beng menemui bahaya maka setiap saat mereka akan turun tangan menolong.
Pada saat itu Sang Si Ong pun sudah meloncat kesisi Ci Lan pak, sepasang matanya yang sipit dan aneh dengan amat tajam memperhatikan pemuda Sak serta Si yang ada dikiri dan kanan.
Suasana tegang sedikit demi sedkit berlalu dengan cepatnya sekonyong-konyong....
Ci Lan Pak berteriak keras, sepasang telapaknya bersama-sama ditekan ke arah depan.
Segulung asap hijau yang sangat tebal perlahan-lahan mengalir keluar, kelihatannya gerakan tersebut sangat lambat padahal Tan Kia-beng merasakan dibalik kelambatan tersebut terdapatlah suatu kaya kekuatan yang maha dahsyat menekan terus ke atas padanya.
Buru-buru sepasang telapak tangannya membentuk
gerakan Thay Khek di tengah udara lalu didorong ke arah luar, tenaga murni Jie Khek Kun Yen Kan Kun So tak dapat dibendung lagi dalam bentuk tenaga tak berwujud segera mengalir keluar menyambut datangnya serangan pihak musuh.
"Bluuuummmm....!" begitu kedua gulung angin pukulan tadi terbentur satu sama lainnya, di tengah udara segera berkumandang suara ledakan yang maha dahsyat.
Pusaran angin berputar bagaikan gangsingan, suara ledakan yang memekikkan telinga menimbulkan gelombang angin tekanan yang amat kuat membumbung jauh tinggi keangkasa.
Tak kuasa lagi atap-atap ruangan tersebut menjadi ambrol dan roboh ke atas lantai dan menimbulkan suara berisik.
Tan Kia-beng tidak berhasil menahan diri lanjut ia kena terdesak mundur tiga, empat langkah ke belakang, dadanya terasa amat sumpek dan sesak. Buru-buru ia menarik napas panjang-panjang mengatur pernapasan secara diam-diam, setelah lewat beberapa saat dadanya baru terasa rada lega sehingga perlahan-lahan ia mulai berdiri tegak.
Sebaliknya Ci Lan Pak yang menaruh percaya penuh
terhadap kehebatan ilmu "Hong Mong Ci Khie"nya dimana setiap kali digunakan tentulah seorang manusia pun berhasil mempertahankannya.
Siapa sangka dugaannya kali ini ternyata meleset, angin pukulan yang dilancarkan keluar ternyata sudah membentur oleh sebuah dinding hawa murni yang maha dahsyat.
Tidak kuasa lagi di dalam hati ia merasa sangat terperanjat, dalam keadaan itulah tubuhnya buru-buru mundur delapan depa ke arah belakang.
Tenggorokannya terasa amis, dada terasa bergolak sangat keras, tanpa bisa dicegah lagi ia muntahkan darah segar.
Tetapi iapun merupakan seorang lelaki yang bersifat keras kepala, dengan mentah mentah ia menelan kembali darah yang muncrat keluar itu, dengan paksakan diri kuda kudanya diperkuat.
Diluar masing-masing pihak kelihatan seimbang, padahal Ci Lan Pak sudah menemui kerugian yang sangat besar.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat Tan Kia-beng sudah berhasil menenangkan hatinya kembali, sembari tertawa lantang ujarnya, "Ilmu sakti Hong Mong Ci Khie sudah aku pelajari, bagaimana kalau kita hentikan saja pertandingan kita kali ini sampai disini saja?"
Ia sama sekali tidak mengetahui dirinya sudah
mendapatkan kemenangan, di dalam anggapannya bentrokan yang terjadi barusan ini berkesudahan seri.
Tetapi perkataan tersebut di dalam pendengaran Ci Lan Pak jauh lebih mengenaskan daripada ditusuk dengan golok, dengan amat sedih ia menghela nafas lalu bungkam diri dalam seribu bahasa.
Selama ini Tan Kia-beng menaruh perasaan kagum
terhadap sifat Ci Lan Pak, melihat wajah menunjukkan rasa malu iapun tidak berbicara lebih lanjut lagi, kepada Sak Ih serta Si Huan, ujarnya, "Kalau memang majikan Isana Kelabang Emas sedang keluar, sedang di dalam istanapun cuma tinggal beberapa orang saja. lebih baik kita kembali lagi kesini, beberapa hari kemudian?"
Selama ini Sak Ih serta Si Huan menganggap Tan Kia-beng sebagai pentolan mereka melihat dia ada maksud hendak mengundurkan diri dan melihat pula orang-orang Isana Kelabang Emas entah sudah pergi kemana semua, hampir berbareng lantas jawabnya, "Rasanya memang hanya berbuat demikian"
Demikianlah Tan Kia-beng lantas merangkap tangannya menjura ke arah Ci Lan Pak
"Kalau memang suhumu sedang keluar, baklah biar siauwte sekalian berkunjung kembali beberapa hari kemudian"
katanya. Selesai berkata dengan mengajak Sak Ih serta Si Huan bersama-sama berjalan keluar.
Melihat musuh musuhnya hendak berlalu dengan begitu mudah, Sang Si Ong segera mendengus dingin, kepada Ci Lan Pak serunya setengah menyindir, "Selama ini Isana Kelabang Emas tidak pernah mengijinkan siapapun untuk meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup hidup, apakah kali ini kau hendak melanggar kebiasaan tersebut?"
"Lalu kalian bermaksud hendak berbuat apa?" teriak Si Huan sambil putar badan dan menggetarkan pedangnya.
"Haa....haa.... Heng-thay bertiga boleh meninggalkan istana ini dengan hati lega, semua tanggung jawab akan aku Kong Sun Su pikul sendiri" teriak Ci Lan Pak secara mendadak.
Dari suara tertawanya Tan Kia-beng dapat menduga bila hatinya pada saat ini sedang dirundung kesedihan dan kegusaran, ia tahu murid tertua dari Majikan Isana Kelabang Emas tentu mempunyai kesulitan di dalam hatinya karena itu tanpa terasa lagi sambil putar badan katanya!
"Apakah dari pihak Isana Kelabang Emas kalau masih ada gerakan-gerakan yang lebih kejam" ayoh cepat keluarkanlah semua! kami tidak menyusahkan Kong Sun-heng!"
"Kalian bertiga boleh cepat-cepat pergi dari sini. aku mau lihat siapa yang berani mencegat perjalanan kalian" bentak Ci Lan Pak keras dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat.
Bagaimanapun dia adalah tertua dari majikan Kelabang Emas, dan memiliki ketegasan yang tak dapat dibantah oleh
siapapun. Walaupun dalam hati Sang Si Ong merasa sangat tidak puas tetapi iapun tak berani banyak bicara, akhirnya dengan uring uringan si orang tua itu putar badan lalu mengundurkan diri keruangan belakang.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu, dalam hati merasa rada tidak enak, sehingga ia masih tetap berdiri tegak di tengah ruangan dalam hati pemuda ini merasa bingung harus pergi ataukah tetap tinggal disini?"
Selagi Tan Kia-beng dibuat kebingungan itulah dengan langkah lebar Ci Lan Pak sudah melangkah ke depan, sembari menjura ia tertawa tergelak.
"Haa....haa....haa.... Semula siauw-heng lah yang menyambut kedatangan saudara saudara sekalian, sekarang, biarlah aku juga yang hantar kalian Heng thay bertiga meninggalkan istana ini."
Mendengar sang majikan sudah keluarkan kata-kata
mengusir tetamunya dari sana, Tan Kia-beng lantas merasa kurang leluasa untuk banyak cakap lagi.
"Kalau begitu cayhe harus mengucapkan terima kasih atas tindakan saudara ini" katanya sambil balas menjura.
Selesai berkata dengan langkah lebar pemuda itu lantas berjalan keluar dari istana tersebut.
Setibanya diluar istana, terdengar Sak Ih dengan perasaan terharu ujarnya, "Ci Lan Pak tidak malu disebut seorang lelaki sejati, hanya sayang ia berada dalam perkampungan semacam ini"
"Ehmmm....! jikalau ini hari bukan dia yang bersikap tegas kemungkinan sekali kita bakal menemui kesulitan lagi" Tan Kia-beng mengangguk.
"Heee.... heee.... heee.... apa yang perlu ditakuti?" nyeletuk Si Huan dari samping sambil memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang tiada henti, "Kedatangan kita ini hari justru hendak mengadakan pengacauan secara besar-besaran, setelah punyai rencana, perlu apa kita harus merasa jeri?"
"Perkataanku bukannya bermaksud begitu" sela Tan Kia-beng memberi penerangan "Pertama, aku merasa keadaan di dalam Isana Kelabang Emas pada hari ini sangat aneh Menurut kabar yang aku dengar di dalam Isana Kelabang Emas banyak terdapat jago-jago lihay, tetapi mengapa yang muncul hanya Kong Sun Su bertiga" apalagi majikan Isana Kelabang Emas pun tidak berada di rumah, kemanakah mereka pergi" Kedua jika didengar dari perkataan suhuku si awan dan asap selaksa lie, katanya di dalam Isana Kelabang Emas banyak dipasangi alat-alat rahasia mereka bukankah keadaan akan jauh lebih merepotkan?"
Menggunakan kesempatan ini kita buru-buru
mengundurkan diri memang suatu tindakan yang paling tepat." sambung Sak ih membenarkan perkataan kawannya.
"Apalagi pada siang hari kita mengundurkan diri, nanti malam pun dapat kembali lagi. Jejak serta gerak gerik Majikan Isana Kelabang Emas harus kita perhatikan secara cermat."
Mereka bertiga sembari berjalan sembari bercakap-cakap, baru saja melewati sebuah mulut gunung, mendadak....
Serentetan suara tertawa dingin yang amat merdu
berkumandang datang memecahkan kesunyian.
Perasaan Tan Kia-beng jauh lebih tajam daripada kedua orang kawannya dengan gerakan yang paling cepat ia mempersiapkan diri.
"Siapa?" bentaknya keras.
Tubuhnya laksana sambaran kilat menerjang ke arah depan.
Tampaklah si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian dengan wajah yang cerah berdiri di atas tumpukan batuan cadas dan memandang mereka bertiga sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Iiii! kaupun berada disini?" seru pemuda tersebut rada melengak, dengan cepat ia maju mendekat.
Perlahan-lahan Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Heeei.... bukankah disebabkan kalian?"
"Karena kami?" tak terasa lagi Tan Kia-beng memandang dara tersebut dengan wajah penuh keheranan.
---ooo0dw0ooo--JILID: 7 "Kalian mengira dengan kepandaian silat yang kamu semua miliki sudah cukup tinggi sehingga jauh jauh datang ke gurun pasir hendak menuntut balas terhadap pihak Isana Kelabang Emas" Tetapi mengapa kalian tidak pikirkan, tindakan orang-orang Isana Kelabang Emas di dalam melakukan sesuatu berhati-hati" Rencana besar ini telah dipersiapkan selama puluhan tahun lamanya. Apakah kalian kira hanya
mengandalkan kekuatan kalian bertiga saja, sudah cukup untuk membasmi mereka" Eeeii.... janganlah kamu orang berpikir terlalu enteng!"
"Hmm! Kaupun jangan mengira Majikan Isana Kelabang Emas sangat luar biasa, kami tidak bakal memandang sebelah matapun terhadap dirinya."
"Lihay atau lemahnya kepandaian silat kami untuk sementara tidak usah dibicarakan dulu, tetapi seharusnya kalian dapat mengerti bukan, daerah gurun pasir seluas ratusan lie masih termasuk di dalam lingkungan kekuasaan Isana Kelabang Emas" Musuh berada di dalam kegelapan dan kalian berada di tempat terang, cukup di dalam persoalan ini saja kalian sudah menderita rugi, apalagi.... heee...."
Belum sempat Dara Berbaju Hijau ini melanjutkan kata-katanya, Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee heeeh heee.... kedatanganmu ini kali apakah khusus bertujuan hendak menasehati diriku?" tegurnya.
"Heeei! janganlah kau menaruh kesalah pahaman terhadap maksudku. Aku Gui Ci Cian secara sukarela suka melanggar peraturan perguruan dan menghianati perkumpulan dengan menempuh bahaya datang memberi kabar kepada kalian, kesemuanya ini tidak lain disebabkan dari dasar hatiku timbul suatu perasaan kuatir pokoknya pihak Kelabang Emas tidak segampang apa yang kau pikirkan. Lebih baik kalian cepat-cepatlah kembali ke daerah Tionggoan dan tidak perlu menempuh bahaya lagi."
Tidak menunggu Tan Kia-beng memberi jawaban, kembali sambungnya, "Ini hari kalian dapat meninggalkan Isana Kelabang Emas dalam keadaan hidup hidup tak dapat diingkari karena tenaga Toa Suhengku ci Lan Pak seorang. Ia menyambut kalian dengan menggunakan peraturan Bulim kemudian menghantar kalian pula keluar istana dengan menanggung seluruh tanggung jawab, kalau tidak apakah kau kira kalian bisa meninggalkan Isana Kelabang Emas dalam keadaan hidup-hidup?"
Selesai mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng tak dapat menahan diri lagi, ia menengadah ke atas lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haa haa haaa.... maksud hati kalian pada saat inipun tidak bakal meleset persis seperti tindakan kalian tempo dulu menghadapi ayahku, memancing mereka memasuki gua Pek Kut Yu Hun Tong, lalu mengurungnya yang patut ditakuti?"
"Heeei! Kalian semua suka mendengarkan perkataanku atau tidak, hal ini terserah kepadamu sendiri. Pokoknya aku sudah menggunakan seluruh tenagaku untuk mencegah, cuma...."
Sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap ke arah Si Huan serta Sak Ih, kemudian bungkam diri.
Si Ciat Hun Kiam Si Huan yang melihat sikap dara tersebut dalam hati segera merasakan sesuatu, sambil menarik tangan Sak Ih buru-buru serunya, "Sak-heng! mengapa kita orang tidak periksa-periksa dulu keadaan di sekeliling tempat ini"
kemungkinan sekali dari pihak Isana Kelabang Emas sudah mengirim orang untuk mengawasi gerak-gerik kita" banyak buang waktu lagi ia lantas menarik tangan Sak Ih untuk diajak berlalu.
Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua lenyap dibalik sebuah hutan yang sangat lebat.
Tan Kia-beng yang melihat kedua orang kawannya berlalu, untuk sesaat ia dibuat bingung dan tidak mengerti apa maksud tujuan mereka, tak terasa lagi pemuda tersebut rada dibuat tertegun.
Sebaliknya Gui Ci Cian sangat jelas bila mereka berdua sengaja sedang menghindar agar mereka berdua dapat berbicara lebih mendalam lagi.
Menanti kedua bayangan orang pemuda itu sudah lenyap dari pandangan dara tersebut segera menggerakkan badannya melayang kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Heei....! apa yang aku katakan semuanya adalah kata-kata yang sungguh-sungguh" ujarnya sembari menghela napas panjang. "Kekuatan Isana Kelabang Emas tak mungkin bisa kalian basmi dengan mengandalkan kekuatan beberapa orang saja, apalagi pada beberapa hari ini suhuku tidak berada dalam istana, lebih baik cepat-cepatlah kalian kembali ke daerah Tionggoan."
"Dia sudah pergi kemana?"
"Dengan memimpin seluruh kekuatan yang ada ia berangkat ke daerah Tionggoan"
"Apa rencananya?"
"Perkataanku tadi sudah cukup membocorkan rahasia perguruanku, aku tidak dapat memberi penjelasan lebih lanjut!"
"Lalu yang tinggal di dalam Isana Kelabang Emas tinggal kalian suheng-moay berdua?"
"Boleh dikata memang begitu, dikarenakan persoalanmu aku serta Toa Suheng mulai dicurigai oleh suhu, oleh sebab itu ia sudah melarang kami untuk ikut berangkat ke daerah Tionggoan."
"Kau harus tahu kekuatan dari Isana Kelabang Emas sangat besar dan tak boleh kalian pandang enteng. Walaupun jelas Toa Suhengku yang pegang tampuk kekuasaan padahal menghadapi banyak urusan ia tak dapat mengambil keputusan sendiri. Inilah alasannya mengapa aku suruh kalian cepat-cepatlah meninggalkan Gurun Pasir."
Dengan perasaan terharu akhirnya Tan Kia-beng
mengangguk. "Nona dapat menaruh rasa kuatir serta perhatian yang demikian besar terhadap kami, cayhe harus mengucapkan rasa terima kasih kepadamu. Tetapi kaupun harus tahu menghadapi para bajingan Isana Kelabang Emas aku masih tidak jeri. Bilamana saat ini Majikan Isana Kelabang Emas telah membawa kekuatannya memasuki daerah Tionggoan, kamipun tidak tinggal disini lebih lama lagi."
"Eeei.... kedatanganmu kali ini ke gurun pasir, kecuali hendak menyelidiki gerak-gerik dari Isana Kelabang Emas apakah masih punya tujuan lain?"
Mendadak si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian
memperlihatkan satu senyuman yang sangat misterius.
"Tidak ada!" Dengan perasaan tidak paham Tan Kia-beng menggeleng.
"Kalau begitu gadis yang bernama Pek Ih Loo Sat itu bukan kawanmu?"
Dalam keadaan sangat terperanjat, pemuda ini segera menerjang maju ke depan.
"Bagaimana keadaannya?" tanyanya cepat.
"Hiii.... hiii.... hiii.... buat apa kau bersikap begitu tegang, aku tanggung dia tak akan menemui bahaya."
Ia merandek sejenak, kemudian diiringi suara helaan napas yang amat sedih sambungnya kembali.
"Aku merasa sangat kagum terhadap dirinya. Jikalau aku Gui Ci Cian yang menghadapi bahaya mungkin siapapun tak ada yang menggubris."
Walaupun dalam hati Ta
Hati Budha Tangan Berbisa 11 Duel 2 Jago Pedang Pendekar 4 Alis Buku 3 Karya Khulung Tiga Mutiara Mustika 4

Cari Blog Ini