Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 9
epat pergi!" katanya.
Kemudian dia melesat ke dalam lembah, si Bongkok Arak
terus melancarkan pukulan ke kiri dan ke kanan, bahkan
kadang-kadang ke depan. Terdengar suara jeritan di sana sini.
Ciok Giok Yin yang melesat di paling belakang melihat mayatmayat
bergelimpangan. Ternyata para anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee yang mati terkena pukulan yang dilancarkan si
Bongkok Arak. Mendadak si Bongkok Arak melesat ke atas
sebuah batu besar dan tinggi. Dia melihat belasan anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee terpencar menjaga di sana. Di
tengah-tengah pelataran batu itu berdiri seseorang. Dia adalah
Cong Hoat (Kepala Pelindung) Perkumpulan Sang Yen Hwee.
Julukannya adalah Siau Bin Sanjin (Orang Gunung Wajah
Tawa), bernama Li Mong Pai. Di sudut pelataran batu itu
tergeletak seorang berpakaian abu-abu. Dia adalah Tui Hong
Khek (Si Pengejar Angin) Cou Kiong dari partai Cong Lam Pai.
Ternyata tangan Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai menekan jalan
darah Pai Hwee Hiat Cou Kiong. Begitu melihat kemunculan si
Bongkok Arak, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai langsung tertawa
dingin dan berkata.
"Sungguh cepat Anda memperoleh informasi ini!"
Si Bongkok Arak tertawa gelak lalu menyahut.
"Sepasang kakimu juga amat cepat."
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai tertawa dingin lagi.
"Apakah Anda bisa memberitahukan nama asli?"
Si Bongkok Arak menyahut.
"Li Mong Pai, itu tidak perlu. Apabila kalian ingin
meninggalkan tempat ini dengan selamat, lebih baik
melepaskan orang itu!"
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai tertawa kering dua kali lalu
berkata. "Anda jangan bermimpi, sebab kami masih belum
memperoleh benda yang kami inginkan!"
Justru di saat bersamaan Cou Ing Ing melesat ke atas
pelataran batu itu. Ketika menyaksikan keadaan pamannya
yang mengenaskan, dia langsung berseru memanggilnya
dengan pilu. "Paman! Paman...!"
Ketika dia baru mau menghampiri Cou Kiong, mendadak Siau
Bin Sanjin-Li Mong Pai tertawa licik dan berkata.
"Kalau kau berani maju melangkah lagi, lohu pasti segera
mencabut nyawanya!"
Usai berkata, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai mengerahkan
sedikit lwee kangnya. Seketika juga Cou Kiong merintih dan
mulutnya menyemburkan darah segar. Setelah itu dia
memandang Cou Ing Ing dengan mata suram.
"Anak Ing...!" panggilnya lemah.
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai mengerahkan sedikit tenaga lagi,
membuat Cou Kiong berkertak gigi menahan sakit.
"Lebih baik kau simpan sedikit semangatmu!" kata Siau Bin
Sanjin-Li Mong Pai sambil tertawa berkekeh-kekeh.
Cou Kiong mengeluarkan suara rintihan.
"Emmmh!"
Bukan main sakitnya hati Cou Ing Ing menyaksikan itu. Tapi
dia tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengucurkan air mata
dan berdiri termangu-mangu di tempat. Begitu pula si Bongkok
Arak, tak terpikirkan suatu cara untuk menolong Cou Kiong.
Tapi biar bagaimana pun dia harus menyelamatkannya. Sebab
kalau tidak, Seruling Perak pasti akan tiada yang tahu. Kalau
tidak berhasil memperoleh Seruling Perak itu, selamanya Ciok
Giok Yin tiada punya kesempatan untuk membalas dendam.
Mendadak terdengar suara siulan panjang dan tampak sosok
bayangan melesat ke pelataran batu. Siapa orang itu" Tidak
lain adalah Ciok Giok Yin. Begitu dia melihat para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee menjaga di situ, timbullah
kegusarannya dan langsung menyerang mereka. Yang
digunakan adalah ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang, jurus
pertama dan jurus kedua. Terdengar suara jeritan yang
menyayat hati. Ternyata telah terjadi pertarungan mati-matian.
Sementara Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai, ketika melihat
kemunculan Ciok Giok Yin, sepasang matanya langsung
memancarkan sinar tajam dan dingin, kemudian memandang
para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee.
"Kalian harus menghalangi bocah keparat itu!" serunya
dengan lantang. Seruan itu merupakan perintah, maka para
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu segera mengepung
Ciok Giok Yin. Di saat Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai berseru, tanpa sadar
telapak tangannya yang menekan Cou Kiong mengendur. Itu
tidak terlepas dari mata si Bongkok Arak. Karena itu
kesempatan tersebut tidak disia-siakan. Dengan gerakan yang
amat cepat dia melesat ke arah Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai.
Perlu diketahui, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai juga
berkepandaian amat tinggi dan bereaksi cepat. Namun pukulan
yang dilancarkan si Bongkok Arak sudah mendekati dadanya.
Maka dia harus menangkis kalau tidak, pasti akan terluka
parah, bahkan mungkin juga nyawanya akan melayang. Akan
tetapi dia tidak gugup sama sekali, sebaliknya malah tertawa
panjang sambil sebelah tangannya mendorong Cou Kiong.
Seketika terdengar suara jeritan dan badannya terpental
beberapa depa lalu roboh. Di saat bersamaan sebelah
tangannya ingin menangkis pukulan yang dilancarkan si
Bongkok Arak, tapi justru terlambat sedikit.
Plak! Bahunya terkena pukulan. Sehingga tulangnya remuk. Dapat
dibayangkan betapa sakitnya.
Phuuuuh! Seketika itu juga mulutnya menyemburkan darah segar.
Badannya terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang
dan kelihatan tak dapat berdiri tegak.
Betapa terkejutnya Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai, sebab dia
tidak tahu siapa orang tua bongkok itu. Dia tahu jelas bahwa
orang tua bongkok itu telah membuatnya terluka dalam
sehingga sulit baginya memberikan perlawanan. Dia juga tahu
bahwa nyawa Cou Kiong sudah sulit untuk diselamatkan.
Karena itu dia berkata dengan suara serak,
"Baik, kita sudah serah terima!" Dia segera mundur dari
tempat itu. "Mari kita pergi!"
Para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee cepat-cepat
meninggalkan pelataran batu itu.
"Li Mong Pai, aku selalu menunggu pembalasanmu!" kata si
Bongkok Arak sambil tertawa terbahak-bahak lalu melesat ke
arah Cou Kiong.
Sedangkan Cou Ing Ing, ketika melihat Siau Bin Sanjin-Li
Mong Pai pergi, dia langsung mendekati Cou Kiong,
"Paman! Paman!" panggilnya sambil menangis.
Akan tetapi Cou Kiong sudah sekarat. Tangan dan kakinya
sedingin es. Untung Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai cuma
mendorongnya. Kalau memukulnya, nyawanya pasti sudah
melayang saat itu. Cou Ing Ing terus menangis hingga
suaranya menjadi serak. Gadis itu teringat masa kecilnya.
Setiap kali Cou Kiong pulang ke rumah, pasti mengajarnya ilmu
silat. Tak disangka.... Ciok Giok Yin juga kenal Cou Kiong. Maka
ketika melihat para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee
melarikan diri, dia sama sekali tidak mengejar, melainkan
mendekati Cou Kiong.
"Paman Cou! Paman Cou!" panggilnya dengan air mata
berlinang. Di saat inilah si Bongkok Arak melayang turun dan langsung
menegur mereka berdua.
"Apa gunanya kalian berdua menangis dan memanggilnya"
Biar kulihat sebentar!"
Dia memutar guci araknya yang tergantung di punggungnya
di depan lalau meneguk beberapa kali. Setelah itu barulah dia
menjongkokkan badannya.
"Lo cianpwee, tolong selamatkan pamanku!" kata Cou Ing Ing
terisak-isak. Si Bongkok Arak mengangguk.
"Aku akan berusaha sekuat tenagaku."
Orang tua bongkok itu segera membangunkan Cou Kiong
untuk duduk, kemudian dia sendiri duduk di belakangnya dan
sepasang telapak tangannya ditempelkan pada punggungnya.
Ternyata si Bongkok Arak menyalurkan lwee kangnya ke dalam
tubuh Cou Kiong. Berselang beberapa saat ubun-ubun si
Bongkok Arak mulai mengeluarkan uap putih dan dari
keningnya merembes keluar keringat sebesar kacang hijau. Itu
membuktikan dia sedang menyalurkan lwee kang sepenuhnya.
Ciok Giok Yin dan Cou Ing Ing menyaksikannya dengan hati
cemas. Cou Ing Ing mencemaskan nyawa Cou Kiong. Gadis itu
berharap pamannya itu bisa selamat. Sedangkan Ciok Giok Yin
mencemaskan asal usul dirinya. Apabila Cou Kiong mati, sudah
barang tentu dia tidak akan tahu asal usul dirinya juga tidak
akan tahu tentang Seruling Perak, bahkan tidak bisa belajar
ilmu silat tertinggi di kolong lagit. Lalu bagaimana dapat
menuntut balas semua dendam itu"
Setelah Can Hai It Kiam mati, dia kira selamanya tidak akan
tahu asal usulnya. Siapa sangka justru muncul si Bongkok Arak
memberitahukan tentang Cou Kiong. Coba bayangkan
bagaimana dia tidak cemas dan panik menyaksikan keadaan
Cou Kiong yang sekarat itu" Lewat beberapa saat si Bongkok
Arak melepaskan sepasang telapak tangannya lalu menghela
nafas panjang sambil berkata, "Aku sudah berusaha sekuat
tenagaku." Dia menyeka keringat di keningnya, lalu
memandang Cou Ing Ing.
"Sebentar lagi dia akan siuman. Manfaatkan kesempatan itu
untuk menanyakan tentang Seruling Perak, jangan menyianyiakan
kesempatan itu!"
Berselang sesaat Cou Kiong mengeluarkan suara lemah.
"Emmmmh...."
Cou Ing Ing cepat-cepat memanggilnya.
"Paman! Anak Ing di sini."
Ciok Giok Yin juga ikut memanggilnya.
"Paman Kiong! Paman Kiong pasti masih ingat padaku."
Kelihatan Cou Kiong mendengar suara mereka. Sepasang
matanya terbuka perlahan-lahan, namun amat suram. Dia
memandang Cou Ing Ing dan bibirnya bergerak. Kemudian dia
pun memandang Ciok Giok Yin. Keningnya sedikit berkerut,
sepertinya dia tidak mengenali Ciok Giok Yin.
Ciok Giok Yin segera berkata.
"Belasan tahun yang lalu aku ikut Tioang Ciu Sin Ie pernah
tinggal di rumah keluarga Cou beberapa waktu. Paman Cou
coba ingat!"
Cou Ing Ing cepat-cepat menyambung, "Paman, dia adalah
Anak Yin."
Bibir Cou Kiong bergerak lagi, namun tidak mengeluarkan
suara. Cou Ing Ing tampak gugup.
"Paman tahu asal-usul Anak Yin dan tentang Seruling Perak
itu?" Bibir Cou Kiong terus bergerak. Kelihatannya dia amat
menderita, tapi akhirnya berhasil mengeluarkan suara yang
amat lirih. "Can... Hai... It... Kiam... dibunuh... oleh... Ciok... Giok...
Yin...." Cou Ing Ing segera menyela.
"Bukan dia. Orang lain yang menyamar sebagai dirinya
membunuh Can Hai It Kiam. Anak Ing berani menjamin itu.
Paman, cepatlah beritahukan tentang Seruling Perak!"
Sebetulnya Ciok Giok Yin juga ingin menjelaskan, tapi si
Bongkok Arak langsung memberi isyarat padanya agar diam.
Berselang sesaat, bibir Cou Kiong bergerak lagi dan terdengar
suaranya yang amat lirih.
"Sebelum... mati... Can... Hai... It... Kiam... berpesan
padaku... mencari... Tiong... Ciu... Sin... Ie... menyerahkan...
sesuatu...."
"Menyerahkan apa?" tanya Cou Ing Ing.
Kelopak mata Cou Kiong mulai tertutup, namun mulutnya
masih mengeluarkan suara lirih.
"Di... dalam... baju...."
Bibirnya masih bergerak, namun tidak mengeluarkan suara
lagi. Sedangkan sepasang matanya sudah tertutup rapat.
Ternyata dia telah mati.
"Dia belum memberitahukan Seruling Perak berada di mana?"
tanya si Bongkok Arak sambil menghela nafas panjang.
Ciok Giok Yin yang cerdas itu tiba-tiba teringat akan
perkataan terakhir Cou Kiong 'Di dalam baju'.
Karena itu dia segera berkata, "Tadi Paman Kiong
mengatakan di dalam baju, jangan-jangan rahasia itu berada di
dalam bajunya, tentunya dijahit dari dalam."
Apa yang dikatakan Ciok Giok Yin, justru menyadarkan si
Bongkok Arak dan Cou Ing Ing.
"Tidak salah. Memang tidak terpikirkan ke situ?" kata mereka
serentak. Cou Ing Ing segera membalikkan baju Cou Kiong, sekaligus
memeriksanya dengan seksama. Di balik baju itu memang
terdapat jahitan benang kuning, tapi tidak terdapat apa
pun. Mereka bertiga terus memperhatikan jahitan benang
kuning itu, tapi tetap tidak menemukan apa-apa. Akan tetapi si
Bongkok Arak yakin bahwa dalam jahitan benang kuning
tersebut pasti tersimpan suatu rahasia yang menyangkut
Seruling Perak. Seandainya Cou Kiong bisa hidup beberapa
saat, tentunya akan memberitahukan rahasia itu. Cou Kiong
pasti tahu sebab Can Hai It Kiam pasti telah memberitahukan
padanya. Si Bongkok Arak menyobek kain itu lalu diserahkan
kepada Ciok Giok Yin.
"Cari akal untuk mengungkap teka-teki ini!" katanya.
Ciok Giok Yin menerima kain itu dengan kening berkerut.
"Lo cianpwee, apakah masih ada orang di dunia persilatan
yang dapat mengungkap teka-teki ini?"
Si Bongkok Arak meneguk araknya, sehingga terdengar suara
'Kruk! Kruk!' Setelah itu barulah dia menyahut,
"Biar kupikir sebentar!"
Keningnya tampak berkerut-kerut, kemudian kepalanya
dimiringkan ke kiri dan ke kanan, kelihatannya dia memang
sedang berpikir keras.
"Ada," katanya kemudian.
"Siapa?" tanya Ciok Giok Yin.
Si Bongkok Arak menyahut,
"Orang itu mahir dalam hal perbintangan, pengobatan,
lukisan, musik dan lain sebagainya. Lagi pula ilmu silatnya
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah mencapai taraf kesempurnaan."
Walau si Bongkok Arak sudah berkata panjang lebar, tapi
belum menyebut nama orang tersebut. Karena itu Cou ing Ing
yang tidak sabaran dan langsung bertanya, "Siapa orang itu?"
"Thian Thong Lojin (Orang Tua Menembus Langit)," sahut si
Bongkok Arak. "Thian Thong Lojin?" tanya Ciok Giok Yin tak tertahan.
Si Bongkok Arak mengangguk.
"Ya."
"Beliau tinggal di mana?"
"Gunung Liok Pan San, di dalam lembah Tiang Cing Kok."
Ciok Giok Yin segera memberi hormat pada si Bongkok Arak
seraya berkata,
"Terimakasih atas petunjuk lo cianpwee, sekarang aku akan
ke sana," Usai berkata, dia membalikkan badannya. Namun ketika baru
mau melesat pergi, si Bongkok Arak cepat-cepat berseru.
"Tunggu!"
"Lo cianpwee masih ada petunjuk lain?"
Si Bongkok Arak menyahut, "Orang tua itu bersifat amat
aneh, tidak pernah berhubungan dengan kaum rimba
persilatan! Kau harus ingat satu hal, berlakulah sedikit sungkan
terhadapnya!" Dia berhenti sejenak. "Kebetulan tiada urusan
lain, biar aku menemanimu...." Mendadak ucapannya terhenti
lagi. "Kalian tunggu di sini sebentar!"
Si Bongkok Arak langsung melesat ke puncak seberang. Ciok
Giok Yin yakin si Bongkok Arak pasti melihat sesuatu, sebab
kalau tidak, bagaimana mungkin mendadak dia melesat pergi"
Kini di tempat itu tinggal Ciok Giok Yin dan Cou Kiong. Mereka
berdua adalah musuh, kawan atau..." Sementara ini sulit
dipastikan! Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin mendekatinya
untuk menghiburnya. Namun wajah gadis itu tampak dingin
sekali, sehingga membuat Ciok Giok Yin tidak berani
mendekatinya. Sedangkan Cou Ing Ing juga kelihatan tidak
mau berdiri bersamanya. Dia membungkukkan badannya
merangkul mayat Cou Kiong, kemudian tanpa bersuara
membawa mayat itu ke arah samping. Kelihatannya gadis itu
mencari suatu tempat untuk mengubur mayat Cou Kiong.
"Adik... biar aku bantu kau," kata Ciok Giok Yin.
"Siapa membutuhkan bantuanmu?" sahut Cou Ing Ing dengan
dingin. Walau Cou Ing Ing menyahut ketus dan dingin, namun dalam
hatinya tetap berharap Ciok Giok Yin mengikutinya. Akan tetapi
Ciok Giok Yin justru tidak beranjak dari tempatnya. Karena dia
tidak punya keberanian itu, lagi pula dia pun bersifat angkuh,
maka dia tetap berdiri di tempat, tidak mengikuti Cou Ing Ing
ke dalam lembah. Beberapa saat kemudian dia
menghempaskan kakinya seraya berkata,
"Urusanku sendiri, mengapa harus ditemani dan campur
tangan orang lain?"
Usai berkata tanpa menunggu si Bongkok Arak kembali dia
langsung melesat pergi ke arah utara. Dia menuju Lembah
Tiang Ciang Kok di gunung Liok Pan San menemui Thian Thong
Lojin, untuk mengungkap teka-teki potongan kain itu. Tak lama
setelah dia melakukan perjalanan, hari pun sudah mulai gelap.
Sejauh mata memandang, yang tampak hanya pegunungan,
sama sekali tiada asap dan orang. Mendadak terdengar suara
bentakan dan jeritan beberapa kali, bergema menembus
angkasa. Hati Ciok Giok Yin tersentak, kemudian dia cepatcepat
melesat ke arah suara itu. Tak lama, dia melihat sebuah
kuil bertulisan 'Kuil Cing Hong Si'. Kuil tersebut justru adalah
biara Siauw Lim Pay.
Ciok Giok Yin mendorong daun pintu lalu melangkah ke
dalam. Betapa terkejutnya, karena dia. melihat tujuh delapan
sosok mayat biarawan tergeletak di dalam kuil. Sekujur badan
mayat-mayat itu kehitam-hitaman.
"Soan Hong Ciang!" serunya tak tertahan.
Biarawan-biarawan di kuil itu semuanya mati terpukul oleh
Ilmu pukulan Soan Hong Ciang. Tidak salah lagi orang yang
turun tangan jahat itu memiliki ilmu pukulan yang serupa
dengan ilmu pukulan miliknya. Berdasarkan keadaan mayatmayat
itu, dapat diketahui bahwa Sam Yang Hui Kang yang
dimiliki orang itu telah mencapai tingkat kesempurnaan.
Mendadak dalam benak Ciok Giok Yin terlintas seseorang,
tidak lain adalah murid murtad perguruannya yang bernama
Chiu Tiong Thau. Ketika berpikir sampai di situ, hatinya nyaris
meloncat ke luar. Setelah itu wajahnya berubah menjadi dingin
dan diliputi hawa membunuh. Ternyata dia teringat akan
penderitaan suhunya di dalam lembah, hidup tersiksa belasan
tahun. Semua penderitaan dan siksaan yang dialami suhunya
justru dikarenakan orang tersebut. Kalau orang itu tidak
dibasmi, bukan cuma suhunya tidak bisa tenang di alam baka,
bahkan juga dunia persilatan tidak akan tenang selamanya.
Berdasarkan hasutannya terhadap Kang Ouw Pat Kiat untuk
mengeroyok suhunya, membuktikan orang itu amat licik dan
banyak akal busuknya. Dari mayat-mayat biarawan Siauw Lim,
siapa yang melihat pasti tahu mereka terbunuh oleh ilmu
pukulan Soan Hong Ciang. Rimba persilatan masa kini, selain
Chiu Tiong Thau, sudah pasti dirinya yang memiliki ilmu
pukulan tersebut. Karena Sang Ting It Koay, suhunya pernah
memberitahukan bahwa ilmu Sam Yang Hui Kang itu, adalah
ilmu ciptaan Sam Yang Siu sucouwnya, berdasarkan sebuah
kitab suci aliran Budha.
Ilmu tersebut hanya diwariskan kepada Sang Ting It Koay,
tidak pernah diwariskan kepada orang lain. Akan tetapi apabila
menginginkan ilmu Sam Yang Hui Kang mencapai tingkat
tertinggi, harus makan obat peninggalan sucouw, yaitu obat
Peng Ting Tan. Ketika itu walau Sang Ting It Koay bersifat
aneh, namun amat membenci kejahatan. Padahal dia boleh
makan obat tersebut untuk menambah lwee kangnya. Tapi dia
justru tidak mau makan. Ternyata dia ingin mencari seorang
pewaris yang berbakat agar dapat mencemerlangkan
perguruannya sekaligus mengembangkan Sam Yang Hui Kang.
Akhirnya dia bertemu Chiu Tiong Thau, lalu menerimanya
menjadi murid. Namun tak disangka Chio Tiong Thau justru
berhati srigala. Pada suatu hari ketika Sang Ting It Koay pergi,
dia langsung mencuri makan obat Peng Ting Tan tersebut.
Lantaran khawatir Sang Ting It Koay mengetahui hal itu, maka
dia kabur secara diam-diam. Dia tidak diam sampai di situ,
melainkan menghasut Kang Ouw Pat Kiat, sehingga Sang Ting
It Koay dikeroyok oleh Kang Ouw Pat Kiat, menyebabkan Sang
Ting It Koay hidup menderita dan tersiksa di dalam lembah.
Chiu Tiong Thau mengira Sang Ting It Koay telah mati. Maka
dia pergi ke puncak Gunung Hwa San, untuk ikut serta dalam
pertemuan besar rimba persilatan. Karena itu dia berhasil
merebut gelar jago Nomor Wahid di kolong langit. Dia pun
pernah satu kali di puncak Gunung Muh San. Setelah itu tiada
kabar beritanya lagi. Mengenai perbuatan Chiu Tiong Thau di
puncak Gunung Muh San, Sang Ting It Koay tidak pernah
memberitahukan pada Ciok Giok Yin, maka dia tidak tahu sama
sekali. Apa yang dikatakan Sang Ting It Koay berputar sejenak
dalam benaknya. Kemudian dia memandang mayat-mayat itu
lagi. Saat ini dia bertambah yakin, bahwa para biarawan itu mati
akibat perbuatan Chiu Tiong Thau. Namun apa maksudnya
tiada sebab musabab membunuh para biarawan Siauw
Lim" Dia pun tahu bahwa saat ini kepandaiannya dibandingkan
dengan Chiu Tiong Thau, boleh dikatakan bukit kecil bertemu
gunung besar. Kalau pun berlatih dua puluh tahun lagi, tetap
tidak akan bisa menyamai kepandaian orang itu. Berselang
beberapa saat, barulah Ciok Giok Yin melangkah ke ruang
dalam. Dia ingin mencari seseorang yang masih hidup untuk
menanyakan tentang peristiwa ini.
Di ruang dalam terdapat sebuah altar dan tampak sebuah
lampu minyak masih menyala, maka ruang itu tidak begitu
gelap. Di sana terdapat pula beberapa sosok mayat yang
semua mayatnya juga kehitam-hitaman terpukul oleh ilmu
pukulan Soan Hong Ciang. Di dalam ruangan itu agak remangremang,
membuat suasana cukup menyeramkan. Meskipun
Ciok Giok Yin bernyali besar, namun sekujur badannya tetap
merinding. Di saat dia merasa merinding justru mendadak
melihat dinding ruang dalam itu terdapat sebaris tulisan. Dia
segera mendekati dinding itu, sekaligus membaca tulisannya
'Pembunuhnya adalah Ciok Giok Yin' Huruf-huruf itu ditulis
dengan darah. "Haah" Pembunuhnya adalah Ciok Giok Yin ?" serunya tak
tertahan. Di saat bersamaan sekonyong-konyong terdengar suara
pujian mereka sang Buddha.
"Omitohud! Sian Cay Sian Cay!"
Ciok Giok Yin cepat-cepat membalikkan badannya. Tampak
berdiri belasan hweeshio, masing-masing menggenggam
sebuah toya, menatap Ciok Giok Yin dengan penuh kebencian.
Yang berdiri di paling depan adalah Tay Yap Hui Su. Tianglo
dari ruang Pengawas Siauw Lim Pay. Dengan wajah muram Tay
Yap Su memandang mayat-mayat yang tergeletak di lantai,
kemudian menatap Ciok Giok Yin dengan tajam dan dingin.
Beberapa saat kemudian barulah padri tua itu berkata, "Siau
sicu, sungguh sadis hatimu!" Berhenti sejenak, lalu
melanjutkan. "Para murid biara ini dendam apa denganmu" Mengapa kau
membunuh mereka?"
Pada hal Ciok Giok Yin juga tidak tahu perbuatan siapa itu.
Maka tidak mengherankan kalau hatinya menjadi gugup. Dia
berjalan ke luar perlahan-lahan lalu berdiri di hadapan para
hweeshio tersebut.
"Taysu! Harap Taysu jangan salah paham, aku juga baru tiba
di sini..." katanya.
"Siau sicu, barusan aku dengar kau berkata, 'Pembunuhnya
adalah Ciok Giok Yin'. Apakah itu juga salah paham?" sergah
Tay Yap Hui Su.
Ketika Tay Yap Hui Su sedang berkata, ketujuh belas
hweeshio lainnya terus menatap Ciok Giok Yin dengan mata
berapi-api penuh dendam.
Serrrrt! Mereka memutar toya masing-masing, kemudian membentuk
semacam formasi mengepung Ciok Giok Yin. Suasana di ruang
itu mendadak berubah menjadi tegang mencekam, membuat
orang akan merasa sesak nafas. Menyaksikan suasana itu,
diam-diam Ciok Giok Yin mengerahkan lwee kangnya.
Pada waktu bersamaan dia pun berkata dalam hati. 'Mana
boleh diriku dijadikan kambing hitam"' Oleh karena itu dia
segera berkata lantang, "Taysu, secara tidak sengaja aku
melihat tulisan di dinding, maka aku membaca tulisan itu.
Kalau tidak percaya, Taysu boleh membacanya!"
"Membunuh orang meninggalkan tulisan, tentunya adalah
perbuatanmu!" sahut Tay Yap Hui Su dingin.
Ciok Giok Yin tertegun.
"Bagaimana Taysu menganggap begitu?"
Tay Yap Hui Su menatapnya tajam.
"Siu sicu tahu jelas dalam hati, mengapa masih bertanya?"
"Aku memang tidak mengerti!"
"Belum lama ini, kau selalu berbuat demikian!"
"Belum lama ini?"
"Apakah masih keliru?"
Mendengar itu, wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi dingin,
kemudian dia berkata dengan dingin pula.
"Taysu, orang yang telah menyucikan diri harus menjaga
mulut! Taysu terus menuduhku, lebih baik Taysu menjelaskan!"
Walau Tay Yap Hui Su sudah berusia lanjut dan cukup dalam
pertapaannya, namun menyaksikan para murid perguruannya
terbunuh, hatinya tidak terluput dari kegusaran. Wajahnya
yang welas asih itu tersirat pula hawa membunuh.
"Siau sicu, baru-baru ini kau melakukan perkosaan dan
pembunuhan! Setelah itu kau pun meninggalkan namamu di
dinding! Apakah itu palsu semua?"
Tay Yap Hui Su berhenti sejenak, kemudian melanjutkan,
"Perbuatanmu itu, tidak dapat diampuni!"
Hati Ciok Giok Yin tersentak mendengar ucapan itu.
"Betulkah ada kejadian itu?"
"Memang betul!"
"Apa yang disaksikan Taysu?"
"Itu!"
Tay Yap Hui Su menunjuk mayat-mayat di lantai, lalu
menunjuk ke arah dinding yang terdapat tulisan. Ciok Giok Yin
mengerutkan kening.
"Taysu menganggap itu adalah perbuatanku?"
Tay Yap Hui Su mengangguk.
"Berdasarkan bukti!"
"Maksud Taysu adalah tulisan di dinding itu?"
"Masih ada. Apakah aku harus mengatakannya?"
"Silakan!"
"Kau adalah murid Sang Ting It Koay! Ya, kan?"
"Tidak salah!"
"Seng Ting It Koay menguasai ilmu apa?"
"Sam Yang Hui Kang!"
"Ilmu pukulan apa?"
"Soan Hong Ciang!"
Tay Yap Hui Su manggut-manggut, sepasang matanya
menyorotkan hawa membunuh yang amat berat. Mendadak
jubahnya mengembung, pertanda kegusarannya telah
memuncak, sehingga mengeluarkan hawa membuat jubahnya
mengembung. "Omitohud! Para murid perguruanku mati karena apa?"
"Mati karena terpukul oleh ilmu pukulan Soan Hong Ciang!"
sahut Ciok Giok Yin dengan jujur.
"Tidak keliru?"
"Tentu tidak!"
Tay Yap Hui Su maju tiga langkah sambil berkata, "Siau sicu
adalah murid Sang Ting It Koay, sudah pasti menguasai ilmu
Sam Yang Hui Kang dan ilmu pukulan Soan Hong Ciang. Lalu
apakah masih ada penjelasan lain?"
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Siau sicu, bagaimana pertanggungan jawabmu?" bentak Tay
Yap Hui Su. Ketika mendengar suara bentakan itu, Ciok Giok Yin merasa
hatinya berdebar-debar tidak karuan. Telinganya juga merasa
ngung-ngungan tak henti-hentinya. Ciok Giok Yin sama sekali
tidak menyangka bahwa padri tua itu akan terus mendesaknya.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memang benar para hweeshio Kuil Cing Hong Si itu terbunuh
oleh ilmu pukulan Soan Hong Ciang, sedangkan Ciok Giok Yin
justru menguasai ilmu pukulan tersebut, maka membuatnya
sulit untuk menjelaskan. Yang jelas, itu bukan perbuatannya.
Karena terdesak akhirnya Ciok Giok Yin berkata, "Kalau begitu,
Taysu pasti menganggap itu adalah perbuatanku?"
"Betul!"
"Aku memang memiliki ilmu pukulan Soan Hong Ciang, tapi
belum mencapai ke tingkat seperti ini! Kini aku punya satu
permintaan!"
"Permintaan apa?" tanya Tay Yap Hui Su.
"Apabila Taysu dapat mempercayaiku, beri aku waktu tiga
bulan! Agar aku bisa mencari orang yang melakukan
pembunuhan ini, lalu aku akan ke Kuil Siauw Lim Si untuk
menjernihkan kesalahpahaman ini!"
"Siau sicu, percuma kau menggunakan siasat licik ini!"
"Kalau begitu, Taysu mau bagaimana?"
"Saat ini juga kau harus ikut ke Kuil Siauw Lim Si!" sahut
padri tua itu dengan tegas.
Ciok Giok Yin mulai gusar.
"Kalau tidak?" tanyanya kasar.
"Kalau tidak, siau sicu mau...."
Ketika Tay Yap Hui Su berkata sampai di situ, ketujuh belas
hweeshio lainnya sudah memutar toya masing-masing,
langsung membentuk sebuah lingkaran mengurung Ciok Giok
Yin. Melihat itu, kegusaran Ciok Giok Yin mulai memuncak.
Dia tertawa dingin lalu berkata, "Taysu adalah Tianglo (Tetua)
Siauw Lim Pay, namun tidak bisa membedakan yang benar dan
yang salah!"
Di saat Ciok Giok Yin sedang berkata, ketujuh belas hweeshio
ditambah Tay Yap Hui Su sudah mulai melangkah maju. Itu
membuat hati Ciok Giok Yin tersentak. Ternyata dia teringat
akan Cap Pwe Lo Han Tin (Formasi Delapan Belas Arahat)
Siauw Lim Si. Sejak Tatmo Cousu menciptakan formasi terebut,
hingga kini belum ada orang yang mampu memecahkannya.
Siapa yang terkurung di dalam Cap Pwe Lo Han Tin jangan
harap bisa meloloskan diri. Kini mereka justru mengurungnya
dengan formasi tersebut, membuktikan mereka berniat
membunuhnya. Yang jelas Tay Yap Hui Su yang mengepalai
formasi. Mendadak padri tua itu berseru dan seketika juga ketujuh
belas hweeshio berikut dirinya mulai berputar. Makin lama
makin cepat, kemudian berubah agak lamban. Di saat
bersamaan Ciok Giok Yin membentak mengguntur.
"Aku memang ingin belajar kenal dengan Cap Pwe Lo Han Tin
yang amat tersohor itu!"
Mendadak dia melesat ke arah Tay Yan Hui Su. Ternyata dia
berpikir kalau berhasil mendesak padri tua itu ke luar, tentu
formasi itu akan menjadi kacau balau. Karena itu dia
menyerang Tay Yap Hui Su menggunakan delapan bagian
tenaganya.. Akan tetapi pada waktu bersamaan dia merasa
tenaga yang amat lunak menangkis balik tenaga pukulannya.
Bum! Terdengar suara ledakan dahyat. Ciok Giok Yin terdorong
mundur ke tempat semula dan seketika merasa sepasang
lengannya kesemutan serta darah pun bergolak-golak tidak
karuan. Saat ini dia tidak melihat jelas bayangan orang,
sepertinya cuma terlihat tembok abu-abu. Selain itu juga
merasa tenaga lunak terus menerjangnya. Perlu diketahui, Cap
Pwee Lo Han Tin Siauw Lim Pay memang sudah amat terkenal.
Siapa pun yang berkepandaian bagaimana tingginya, juga sulit
menerobos ke luar dari formasi tersebut. Lagi pula kedelapan
belas hweeshio itu tergolong pesilat tinggi di dunia bersilatan.
Di saat mereka berputar, toya di tangan mereka juga ikut
berputar sehingga menimbulkan semacam tenaga lunak. Kalau
orang yang berkepandaian tinggi, masih bisa menangkis tenaga
lunak itu dengan pukulan. Namun harus menggunakan tenaga
lunak pula, baru bisa bertahan beberapa saat. Apabila tidak,
hanya menerjang ke sana ke mari secara tidak karuan dan
membabi buta, justru akan membuat dirinya terserang oleh
tenaga lunak tersebut. Seandainya terus terserang oleh tenaga
lunak itu, niscaya akan membuat tulang orang yang terserang
itu menjadi remuk dan dagingnya pun akan hancur. Akan tetapi
kalau mereka cuma ingin menangkap orang yang terkurung itu
hidup-hidup, tentunya tidak akan menyerangnya dengan
sepenuh tenaga, maka orang yang terkurung hanya akan
lemas tak bertenaga, lalu ditangkap. Namun Tay Yap Hui Su
sudah menganggap Ciok Giok Yin sebagai pembunuh. Lagi pula
tempo hari dia membunuh tiga tosu dari partai Gobi Pay, dan
urusan itu pun belum beres.
Ditambah lagi belum lama ini di dunia persilatan telah terjadi
kasus perkosaan dan pembunuhan, meninggalkan nama Ciok
Giok Yin di dinding. Sehingga padri tua itu mengambil
keputusan untuk membasminya. Sementara Ciok Giok Yin telah
melancarkan sebuah pukulan yang tiada artinya sama
sekali. Dia berkertak gigi dan sepasang matanya membara.
Kemudian melancarkan dua jurus ilmu pukulan Hong Lui Sam
Ciang yang menimbulkan suara menderu-deru dan
mengandung hawa panas. Terdengar suara ledakan dahsyat
memekakkan telinga.
Bum! Ciok Giok Yin terpental kembali ke tempat semula. Sepasang
lengannya terasa ngilu, tidak kuat diangkat lagi. Di saat
bersamaan diapun merasa serangkum tenaga lunak menerjang
ke dadanya membuatnya terhuyung-huyung ke belakang.
Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Ciok Giok Yin! Namun
dia tidak rela menunggu maut menjemputnya. Dia coba lagi
mengerahkan lwee kangnya. Namun ketika baru mau
melancarkan sebuah pukulan, mendadak terdengar suara
bentakan Tay Yap Hui Su,
"Kalau siau sicu mau mendengar nasihatku, lebih baik
menyerahkan diri!"
"Aku tidak bersalah, mengapa harus menyerahkan diri?"
sahut Ciok Giok Yin dengan dingin dan angkuh.
"Kalau begitu, kau tidak akan mengucurkan air mata sebelum
melihat peti mati?"
"Kalian Siauw Lim Pay, menganggap sebagai ketua rimba
persilatan lalu bertindak sewenang-wenang terhadap orang
lain!" "Kau sudah terbukti bersalah, percuma berdebat!"
Kali ini kegusaran Ciok Giok Yin betul-betul telah memuncak.
"Kalian keledai gundul, silakan turun tangan!"
Tay Yap Hui Su menyebut nama Sang Buddha.
"Omitohud! Ini adalah kehendak sicu!"
Padri tua itu mulai menyerang Ciok Giok Yin dengan tenang
lunak. Begitu pula ketujuh belas hweeshio lainnya. Mereka
terus memutar toya masing-masing ke arah padanya. Saat ini
Ciok Giok Yin betul-betul terdesak! Tapi dia masih menghimpun
hawa murninya lalu menerjang ke luar. Kini dia sudah nekat,
tidak lagi memikirkan akibatnya lagi. Yang jelas dia ingin
membunuh para hweeshio itu. Namun mendadak terdengar
suara ledakan lagi.
Bum! Pukulan yang dilancarkan Ciok Giok Yin, sepertinya
membentur dinding baja, membuat matanya berkunangkunang
dan darahnya terus bergolak. Dia menghela nafas
panjang, kemudian mundur ke tempat semula dan berdiri diam
di situ sambil memejamkan mata menunggu mati. Justru di
saat itu terbayang kembali semua dendamnya dan segala apa
yang dialaminya.
"Aku tidak boleh mati! Aku tidak rela mati penasaran!"
serunya mendadak dengan suara parau.
Terdengar suara sahutan Tay Yap Hui Su.
"Omitohud! Mereka yang kau perkosa dan kau bunuh,
termasuk para hweeshio di sini, apakah mereka memang harus
mati?" Ucapannya berhenti sejenak, kemudian terdengar lagi, "Siau
sicu, kau harus menerima nasibmu!"
Kini Ciok Giok Yin semakin terdesak oleh tenaga lunak itu,
sehingga nyaris tidak bisa bernafas. Pandangannya mulai gelap
dan sekujur badannya terasa sakit, seakan tulang-tulangnya
mau remuk. Perlahan-lahan nafasnya menjadi lemah dan
sepasang bola matanya memerah serta mulutnya
mengeluarkan buih putih. Pada waktu bersamaan terdengar
pula gemelutuk pada seluruh tulangnya, akhirnya dia roboh
pingsan. Ada pepatah mengatakan. 'Orang tidak harus mati,
pasti selamat'.
Buktinya di saat bersamaan tampak sosok bayangan kuning
melesat ke sana, bukan main cepat dan ringannya. Bayangan
kuning itu langsung melancarkan pukulan ke arah Cap Pwe Lo
Han Tin itu! Sedangkan kedelapan belah hweeshio itu, sama
sekali tidak menduga bahwa akan ada orang menyerang dari
luar. Maka formasi itu menjadi kacau dan sudah barang tentu
tenaga lunak itu pun buyar dengan sendirinya. Seandainya
kedelapan belasa hweeshio itu bersiap, tentunya orang yang
baru muncul itu sulit menyerang mereka. Orang itu justru
menggunakan cara, menyerang selagi orang lengah. Oleh
karena itu Cap Pwe Lo Han Tin dapat dipecahkannya. Orang itu
tidak berlaku lamban. Dia langsung melesat ke arah Ciok Giok
Yin. Sekaligus menyambarnya dan membawanya pergi. Dalam
waktu sekejap dia sudah menghilang di kegelapan malam.
Sementara itu Tay Yap Hui Su berdiri termangu-mangu.
Padahal Cap Pwe Lo Han Tin sudah hampir berhasil membasmi
Ciok Giok Yin. Namun tak disangka tiba-tiba muncul orang itu
dan berhasil memecahkan Cap Pwe Lo Han Tin, bahkan
sekaligus membawa pergi Ciok Giok Yin. Sesaat kemudian
barulah Tay Yap Hui Su melesat pergi bersama tujuh belas
hweeshio lainnya. Tentunya bertambah pula kebencian mereka
terhadap Ciok Giok Yin. Karena itu bagaimana mungkin mereka
akan membiarkan kabur" Akan tetapi Tay Yap Hui Su juga
merasa amat malu, sebab kali ini Cap Pwe Lo Han Tin yang
amat tersohor itu justru telah dipecahkan oleh orang tak
dikenal, bahkan orang itu berhasil menyelamatkan Ciok Giok
Yin. Itu merupakan pukulan dahsyat bagi Siau Lim Pay.
Lagi pula, mereka pun tidak melihat jelas wajah orang itu.
Apabila tersiar ke rimba persilatan pasti akan membuat Siauw
Lim Pay kehilangan muka. Dan sudah barang tentu akan
mengurangi kewibawaan Siauw Lim Pay. Sementara Ciok Giok
Yin yang ditolong orang berbaju kuning memakai kain penutup
muka, entah berapa lama kemudian barulah siuman perlahanlahan.
Ciok Giok Yin membuka matanya. Dia menemukan
dirinya terbaring di atas sebuah batu besar. Dia coba
menghimpun hawa murninya, terasa baik-baik saja. Justru
membuatnya bercuriga, apakah dirinya masih berada di dunia"
"Apakah aku sudah mati?" gumamnya.
Mendadak terdengar suara sahutan di samping nya.
"Kau belum mati, aku yang membawamu ke mari."
Begitu mendengar suara sahutan itu, Ciok Giok Yin segera
bangun. Dilihatnya seorang berbaju kuning memakai kain
penutup muka berdiri di sampingnya sepasang matanya
menyorot tajam. Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan orang
itu. Ternyata ketika dia terkurung oleh Bu Lim Sam Siu di
depan Goa Sesat, orang tersebut yang menyelamatkannya.
Seketika Ciok Giok Yin memberi hormat padanya seraya
berkata, "Terimakasih atas pertolongan cianpwee, aku tidak
akan lupa selama-lamanya."
"Itu cuma merupakan pertolongan yang tak berarti, tidak
usah diingat dalam hati."
"Maaf, bolehkah aku tahu nama cianpwee?"
"Kita bertemu secara kebetulan, untuk apa aku harus
meninggalkan nama dan marga?"
"Kita bertemu kedua kalinya," kata Ciok Giok Yin sambil
menatapnya. "Tidak salah. Tempo hari aku pernah berkata, apabila
Saudara Kecil sudah amat terdesak hingga tidak bisa menaruh
kaki di dunia persilatan lagi, maka aku bersedia membawamu
ke suatu tempat yang dapat menjamin keselamatan
nyawamu." Mendengar itu, Ciok Giok Yin merasa agak tidak
senang. Namun terhadap orang yang telah menyelamatkannya,
dia tidak berani mengutarakan ketidak senangan itu.
"Terimakasih atas perhatian Anda. Namun aku bukan orang
yang takut mati. Lagi pula aku merasa tidak melakukan
kejahatan di dunia persilatan. Karena itu aku tidak perlu
menyembunyikan diri."
Sepasang mata orang berbaju kuning itu menyorotkan sinar
yang penuh kelicikan. Lantaran mukanya tertutup kain,
tentunya tidak dapat diketahui bagaimana air mukanya.
"Saudara Kecil, mengapa kau bertarung dengan para keledai
Siauw Lim Pay itu?"
Ciok Giok Yin berkertak gigi lalu menyahut dengan sengit.
"Suhuku punya murid murtad, menyamar sebagai diriku,
membunuh para hweeshio di Kuil Cing Hong Si. Karena itu
mereka menganggap semua itu adalah perbuatanku."
Orang berbaju kuning memakai kain penutup muka manggutmanggut.
"Kalau begitu, dia adalah suhengmu?"
"Tidak salah."
"Kau tahu namanya?"
"Chiu Tiong Thau."
"Chiu Tiong Thau?"
"Ng!"
"Bagaimana kepandaiannya?"
"Suhuku pernah bilang, kepandaiannya sudah amat tinggi,
boleh dikatakan tiada tanding di dunia persilatan."
Sepasang bola mata orang berbaju kuning memakai kain
penutup muka tampak berputar sejenak, lalu dia berkata.
"Kau yakin kepandaianmu dapat menyamainya" Maka kau
ingin membasmi murid murtad suhumu itu?"
Ciok Giok Yin berkertak gigi.
"Kalau benar dia yang membunuh para hweeshio Kuil Cing
Hong Si, aku bukan tandingannya! Tapi... aku tetap berusaha
membasminya!" sahutnya dengan mata berapi-api.
Itu membuat badan orang berbaju kuning memakai kain
penutup muka agak tergetar, namun cepat sekali kembali
seperti biasa. "Apa julukan suhumu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Julukan suhuku adalah Sang Ting It Koay."
"Aku pernah dengar bahwa dia sudah mati belasan tahun
yang lalu."
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak."
"Kini suhumu masih hidup?"
"Sudah mati."
"Kapan suhumu mati?"
"Kira-kira setengah tahun yang lalu."
"Di mana makamnya?"
Ciok Giok Yin tertegun, 'Untuk apa orang ini menanyakan
makam suhuku"' tanyanya dalam hati.
Karena itu dia bertanya, "Apa maksud cianpwee menanyakan
makam suhuku?"
Sepasang bola mata orang berbaju kuning memakai kain
penutup muka berputar, kemudian dia menyahut.
"Aku cuma sekedar bertanya, sebab dulu kami pernah
bertemu. Maksudku, kalau sempat dan kebetulan melewati
makamnya, aku akan ziarah. Saudara Kecil tidak usah
bercuriga, aku tidak bermaksud apa-apa."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin baru mau.... Mendadak teringat
semasa hidupnya, Sang Ting It Koay pasti banyak musuh.
Kalau tempat makam Sang Ting It Koay tersiar ke rimba
persilatan, mungkin akan ada musuh menggali tulang
belulangnya. Karena berpikir demikian, maka Ciok Giok Yin
berkata, "Mohon maaf! Sebelum suhuku mati, pernah berpesan
padaku, jangan membocorkan tempat makamnya, sebelum
membasmi murid murtad itu. Sebab itu, sementara ini aku
tidak berani memberitahukan pada cianpwee."
Sepasang mata orang berbaju kuning memakai kain penutup
muka menyorot tajam sekali. Lengan kirinya tampak bergerak
sedikit. Namun cepat sekali sudah kembali seperti semula. Ciok
Giok Yin sama sekali tidak memperhatikannya cuma melihat
sorot matanya, sehingga membuat sekujur badannya
merinding. Dia berkata dalam hati, 'Sungguh tinggi lwee kang
orang ini!' Beberapa saat kemudian orang berbaju kuning memakai kain
penutup muka berkata,
"Baik, aku tidak akan memaksamu!" Dia menatap Ciok Giok
Yin. "Saudara Kecil, aku masih tetap mengulangi perkataanku
tempo hari! Apabila kau terdesak hingga tidak bisa menaruh
kaki di dunia persilatan, aku pasti membantumu. Sampai
jumpa!" Dia langsung melesat pergi tanpa menunggu Ciok Giok Yin
membuka mulut. Ciok Giok Yin berdiri diam di tempat. Tak
dapat diduga sama sekali kepandaian orang itu boleh dikatakan
amat tinggi. 'Sebetulnya siapa dia" Mengapa dia selalu
mengatakan kelak akan membantuku"'
Ciok Giok Yin terus berpikir, namun sama sekali tidak
menemukan jawabannya, sehingga membuatnya menggelenggelengkan
kepala. Para tokoh dunia persilatan memang
misterius dan sulit diduga. Seperti halnya orang itu, dua kali
bertemu justru pada di saat kritis. Dia tidak merasa takut akan
bersalah terhadap Siauw Lim Pay, turun tangan
menyelamatkannya. Sungguh dia gagah berani! Kelihatannya
orang tersebut adalah pendekar berhati bajik. Akan tetapi
mengapa mukanya harus ditutupi kain sehingga membuat
orang terkesan misterius terhadapnya" Akhirnya Ciok Giok Yin
teringat akan kejadian di Kuil Cing Hong Si. Tidak salah lagi
para hweeshio itu pasti dibunuh oleh Chiu Tiong Thau.
Berdasarkan itu, sudah pasti dia tahu tentang Ciok Giok Yin,
maka sengaja menyamar sebagai dirinya untuk melakukan
kejahatan di dunia persilatan. Berpikir sampai di situ, sepasang
mata Ciok Giok Yin berapi-api, rasa dendamnya terhadap Chiu
Tiong Thau semakin dalam. Namun kemudian teringat akan
kepandaiannya sendiri, yang masih jauh dibandingkan dengan
orang lain. Apabila dia ingin menuntut balas, harus berhasil
mencari Seruling Perak dan kitab Cu Cian. Setelah berpikir
begitu, barulah dia teringat akan tujuan utamanya. Oleh
karena itu dia langsung melesat pergi, tujuannya adalah
Gunung Liok Pan San. Akan tetapi mendadak terdengar suara
tertawa dingin di belakangnya.
"He he! Ciok Giok Yin, tak disangka kita berjumpa lagi!"
Begitu mendengar suara itu, Ciok Giok Yin cepat-cepat
membalikkan badannya. Tampak ketua perkumpulan Sang Yen
Hwee berdiri satu depa di hadapannya. Justru amat
mengherankan, kali ini dia tidak memakai kain penutup muka,
maka terlihat wajahnya penuh diliputi hawa membunuh.
Seketika Ciok Giok Yin membentak sengit.
"Siluman yang tak habis dibasmi, aku...."
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee segera memutuskan
perkataan Ciok Giok Yin.
"Bocah, tempo hari kau dapat meloloskan diri, tapi takdirmu
memang harus mati di tanganku, maka kita berjumpa di sini!
Hari ini kau tidak akan bisa lolos dari tanganku!"
Usai berkata, dia langsung menyerang Ciok Giok Yin. Namun
mendadak semacam bau aneh menerobos ke dalam hidung
ketua perkumpulan Sang Yen Hwee itu. Dia baru menerjang ke
depan, justru roboh gedebuk seketika! Keningnya berkerutkerut,
kelihatannya amat menderita sekali. Padahal Ciok Giok
Yin sudah siap menangkis serangannya. Tapi saat ini dia
menjadi melongo ketika menyaksikan keadaan orang itu.
Sesungguhnya Ciok Giok Yin melancarkan sebuah pukulan
untuk menghabisi nyawa ketua perkumpulan Sang Yen Hwee
itu. Namun dia berjiwa ksatria, tidak mau berbuat begitu
curang. Karena itu dia tetap berdiri di tempat.
"Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee, silakan turun tangan!"
bentaknya sengit.
Namun bagaimana mungkin ketua perkumpulan Sang Yen
Hwee menghiraukannya" Dia berusaha bangun, kemudian
menengok ke sekeliing seraya membentak,
"Orang pandai dari mana, jangan cuma berani turun tangan
secara gelap! Cepat perlihatkan diri!"
Terdengar suara sahutan yang amat dingin, "Ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee, barangku itu sudah harus kau
kembalikan padaku!"
"Barang apa?"
"Kitab Cu Cian!"
Ciok Giok Yin yang berdiri tak jauh tentunya mendengar jelas
perkataan itu. "Kitab Cu Cian?" serunya lantang.
"Siapa kau?" tanya perkumpulan Sang Yen Hwee.
Terdengar sahutan dingin, "Kau ingin lihat?"
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee menyahut dengan gusar.
"Punya kepandaian boleh berhadapan, jangan bertindak
curang menyebarkan racun secara gelap! Itu terhitung orang
gagah apa" Aku memang ingin lihat siapa kau?"
Tampak sosok bayangan berkelebat bagaikan roh, tahu-tahu
di tempat itu sudah bertambah satu orang.
"Bu Tok Siangsang!" seru Ciok Giok Yin dan ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee. Bu Tok Sianseng itu
mengangguk pada Ciok Giok Yin, kemudian memandang ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee. Dia tertawa dingin seraya
berkata, "Ketua, kau telah terkena racunku, yaitu racun Cit Pou San
(Racun Bubuk Tujuh Langkah)! Kalau kau ingin selamat, cepat
kembalikan kitab Cu Cianku itu!"
"Kitab Cu Cian memang berada padaku, tapi kau harus
berikan obat penawar racun dulu!" sahut ketua perkumpulan
Sang Yen Hwee licik.
Bu Tok Sianseng mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari
dalam bajunya seraya berkata.
"Obat penawar ada di sini!"
Sepasang mata ketua perkumpulan Sang Yen Hwee menyorot
aneh, terus menatap bungkusan kecil di tangan Bu Tok
Sianseng, kelihatannya ingin sekali merebutnya.
"Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee, kau tidak usah
memikirkan yang tidak-tidak! Jarak di antara kita kira-kira
delapan langkah. Sebelum kau melangkah sampai di
hadapanku, kau sudah jadi mayat!"
Bagaimana ketua perkumpulan Sang Yen Hwee tidak akan
paham akan hal tersebut" Tapi dia telah memeras otaknya
hingga memperoleh kitab Cu Cian dari tangan Bu Tok
Sianseng. Kini harus dikembalikan padanya, tentunya dia
merasa tidak rela. Sebab asal berhasil menemukan Seruling
Perak, dia pasti dapat melatih ilmu silat tertinggi di kolong
langit. Setelah dipikir-pikir, dia berkesimpulan bahwa
nyawanya jauh lebih penting dari pada kitab Cu Cian itu. Maka
walau merasa tidak rela, tetap harus mengeluarkan kitab
tersebut dari dalam bajunya yang masih dibungkus rapi.
"Kita sudah boleh tukar menukar?" tanyanya.
Bu Tok Sianseng mengangguk.
"Boleh."
Di saat bersamaan ketua perkumpulan Sang Yen Hwee
berpikir, asal aku memperoleh obat penawar itu, dan segera
minum, pasti tidak takut lagi menghadapi Bu Tok Sianseng.
Karena itu dia berkata, "Kau lemparkan dulu obat penawar
itu!" Namun tak disangka Bu Tok Sianseng juga amat cerdik,
tentunya tidak akan terjebak oleh akal busuk ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee. Dia tertawa dingin, menatap
ketua perkumpulan Sang Yen Hwee seraya berkata perlahan,
"Perhitunganmu memang jitu! Setelah memperoleh obat
penawar ini, maka kau akan segera meneguknya, kemudian
kabur seenaknya. Tapi sayang sekali lho! Aku tidak akan
tertipu olehmu!"
Bukan main malunya ketua perkumpulan Sang Yen Hwee
mendengar itu! Dia tidak menyangka Bu Tok Sianseng
sedemikian cerdik.
"Bagaimana kalau kau macam-macam, tapi aku beritahukan
dulu! Apabila kau berani menggunakan siasat licik, kau tidak
akan bisa kabur sejauh sepuluh depa, sebab aku telah
menaburkan racun Pek Pou Tui Hun (Racun Seratus Langkah),
kau pasti sudah mendengar jelas!"
Bukan main terkejutnya ketua perkumpulan Sang Yen Hwee,
sehingga sekujur badannya menjadi dingin. Sebab itu,
bagaimana dia masih berani memikirkan akal busuk untuk
menjebak Bu Tok Sianseng"
"Baik, kita lemparkan bersama!" katanya.
"Tepati janji."
"Tentu!"
Akan tetapi ketua perkumpulan Sang Yen Hwee masih
khawatir Bu Tok Sianseng akan menggunakan cara licik. Maka
dia menambahkan,
"Apa yang kukatakan pasti kulaksanakan!"
Bu Tok Sianseng mengangguk.
"Begitu pula aku!"
Kemudian mereka berdua, melemparkan benda di tangan
masing-masing dalam waktu bersamaan. Cepat sekali Bu Tok
Sianseng melihat kitab Cu Cian itu, lalu segera dimasukkan ke
dalam bajunya. Setelah itu dia memberi isyarat kepada Ciok
Giok Yin, lalu badannya bergerak melesat pergi. Ciok Giok Yin
tidak berani berlaku ayal, langsung melesat mengikutinya dari
belakang. Dia ingat kitab Cu Cian sudah berada pada Bu Tok
Sianseng, maka tidak berani bergerak lamban, terus melesat
laksana kilat mengikutinya.. Belasan mil kemudian, barulah Bu
Tok Sianseng berhenti.
"Kau sudah tahu tentang jejak Seruling Perak itu?" tanyanya
sambil menatap Ciok Giok Yin.
"Tidak tahu," sahut Ciok Giok Yin sambil menggelengkan
kepala. "Walau memiliki kitab Cu Cian, tanpa Seruling Perak tiada
gunanya," kata Bu Tok Sianseng. Dia merogohkan tangan ke
dalam bajunya untuk mengeluarkan kitab Cu Cian, lalu
diberikan kepada Ciok Giok Yin."Simpanlah baik-baik!"
Itu sungguh membuat Ciok Giok Yin tertegun! Dia sama sekali
tidak menjulurkan tangannya mengambil kitab itu, cuma
menatap Bu Tok Sianseng dengan mata terbelalak lebar.
"Apakah kau bercuriga?" tanya Bu Tok Sianseng. Dia
membuka bungkusan itu lalu memperlihatkan isinya, yang
berupa sebuah kitab tipis kepada Ciok Giok Yin. "Kitab Cu cian
tiada hurufnya, maka harus menemukan Seruling Perak."
Ciok Giok Yin tercengang.
"Apakah Anda punya suatu syarat" Lebih baik beritahukan
saja," tanyanya.
"Tiada syarat apapun."
"Kalau begitu, Anda berjuang mati-matian demi memperoleh
kitab Cu Cian itu, lalu secara cuma-cuma diberikan pada orang,
bukankah merupakan hal yang amat di luar dugaan?"
"Kau tidak usah bertanya tentang itu."
"Aku harus paham."
"Kau akan paham kelak."
Ciok Giok Yin tidak melihat kepura-puraannya, maka
menjulurkan tangannya menerima kitab Cu Cian tersebut.
Kemudian dibukanya kitab itu, namun tidak melihat sebuah
huruf pun. Ciok Giok Yin mengerutkan kening lalu bertanya.
"Sungguhkah ini adalah kitab Cu Cian?"
Bu Tok Sianseng mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah."
"Anda tahu akan rahasia kitab Cu Cian ini?"
"Bukankah aku sudah bilang, kau harus menemukan Seruling
Perak. Kalau tidak, kitab Cu Cian ini merupakan barang tak
berarti." Ciok Giok Yin percaya Bu Tok Sianseng tidak berbohong.
Maka cepat-cepat disimpan kitab tersebut ke dalam bajunya,
setelah itu dia memberi hormat seraya berkata,
"Kalau Anda punya suatu syarat, kapan pun boleh
memberitahukan padaku, sampai jumpa!"
Badan Ciok Giok Yin bergerak melesat pergi. Dia tidak habis
pikir, mengapa Bu Tok Sianseng rela menyerahkan kitab Cu
Cian padanya, bahkan tiada syarat pula" Itu sungguh
membingungkannya! Berselang beberapa saat, mendadak
tercium bau anyir yang amat menusuk hidung. Dia
mengerutkan kening, berkata dalam hati. 'Mungkin ada orang
mati dan terluka!' Ciok Giok Yin mendekati tempat bau anyir
itu. Dilihatnya enam sosok mayat tergeletak di bawah sebuah
pohon, yang semuanya mengenakan jubah pendeta Taoisme.
Mayat-mayat itu tampak agak kehitam-hitaman, jelas terkena
pukulan Soan Hong Ciang. Yang amat mengejutkannya, di
pohon besar itu terdapat beberapa huruf yang ditulis dengan
Kim Kong Ci (Ilmu Jari Arahat). 'Yang membunuh para Tosu
Gobi adalah Ciok Giok Yin' Setelah membaca huruf-huruf itu,
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat dibayangkan betapa gusarnya Ciok Giok Yin. Dia
berkertak gigi hingga terdengar bunyi gemeletuk.
"Kalau aku tidak mencincang Chiu Tiong Thau, hatiku tidak
akan puas!" gumamnya.
Mendadak terdengar suara orang berteriak minta tolong, yang
kedengarannya amat memilukan. Begitu mendengar suara itu
sepasang mata Ciok Giok Yin menjadi membara dan dia
langsung melesat ke arah suara itu. Dia yakin orang yang
berteriak minta tolong itu, pasti di bawah ancaman Chiu Tiong
Thau. Dia berani memastikan itu, karena berdasarkan mayatmayat
tosu Gobi Pay yang belum lama mati. Itu pun
membuktikan bahwa Chiu Tiong Thau belum pergi jauh.
Tak lama Ciok Giok Yin sudah mendekati tempat suara
teriakan minta tolong tadi. Dia cepat-cepat bersembunyi di
belakang sebuah batu besar, kemudian mengintip. Dilihatnya
seorang gadis tergeletak di tanah, sama sekali tidak
mengenakan sehelai pakaian pun, alias telanjang bulat. Bukan
main putih mulus dan indahnya tubuh gadis itu, terutama
sepasang payudaranya yang montok, ditambah.... Menyaksikan
itu sekujur badan Ciok Giok Yin terasa panas dingin. Di
hadapan gadis telanjang bulat itu berdiri seorang pemuda
berpakaian mewah. Karena dia berdiri membelakangi Ciok Giok
Yin, maka Ciok Giok Yin tidak dapat melihat wajahnya.
"Sampai aku jadi hantu pun tidak akan mengampunimu!"
bentak si gadis.
Pemuda berpakaian mewah tertawa terkekeh.
"Apakah aku Ciok Giok Yin tidak setimpal denganmu" Kalau
kau mengabulkan permintaanku, aku akan segera
membebaskan jalan darahmu yang tertotok itu! Kita...."
Sebelum pemuda berpakaian mewah itu usai berkata, gadis
telanjang bulat sudah berseru tak tertahan.
"Ciok Giok Yin?"
"Ya!"
"Sungguhkah kau adalah Ciok Giok Yin?"
"Apakah aku palsu?"
Sepasang mata si gadis berapi-api.
"Kau... kau adalah maling cabul, aku..." bentaknva sambil
menuding pemuda berpakaian mewah. Namun dia tidak
melanjutkan ucapannya. Sedangkan Ciok Giok Yin yang
bersembunyi di belakang pohon, sudah gusar sekali mendengar
itu, sehingga sekujur badannya gemetar. Saking tak tahan, dia
melesat ke luar seraya membentak bagaikan guntur.
"Jahanam! Kau berani menyamar diriku!"
Pemuda berpakaian mewah membalikkan badannya, ternyata
memang mirip Ciok Giok Yin.
"Bocah keparat! Kau justru berani menyamar sebagai diriku!"
katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Dia langsung menyerang Ciok Giok Yin, mengarah pada jalan
darah penting. Saat ini kegusaran Ciok Giok Yin telah
memuncak. Tanpa menyahut dia segera menangkis dengan
jurus pertama ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Seketika
terdengar suara benturan dahsyat.
Blam! Disusul dengan suara jeritan. Pemuda berpakaian mewah
terpental satu depa. Akan tetapi dia cepat-cepat bangkit berdiri
lalu membentak sengit.
"Ciok Giok Yin, aku akan membuatmu sulit melangkah kelak!"
Usai membentak, dia langsung melesat pergi, lalu menghilang
di sebuah tikungan. Di saat Ciok Giok Yin baru mau melesat
pergi mengejarnya, tiba-tiba teringat akan gadis telanjang
bulat. Dia khawatir akan muncul penjahat lain berbuat yang
bukan-bukan terhadap gadis itu maka dia tidak berani pergi
mengejar pemuda berpakaian mewah, melainkan segera
membuka baju luarnya, lalu dilempar ke arah gadis itu. Ciok
Giok Yin berdiri membelakanginya.
"Harap Nona cepat berpakaian!"
Lama sekali Ciok Giok Yin menunggu, namun tidak
mendengar suara apa pun. Itu membuatnya bercuriga, maka
perlahan-lahan dia membalikkan badannya. Dilihatnya si gadis
itu masih tergeletak di tanah. Ciok Giok Yin cepat-cepat
membaliknya badannya lagi seraya berkata,
"Nona harus segera berpakaian."
"Jalan darah Cian Mo Hiatku tertotok...," sahut si gadis.
Ciok Giok Yin tersentak sadar, teringat perkataan pemuda
yang menyamarkan dirinya, mengatakan akan membebaskan
jalan darah gadis itu.... Apa boleh buat! Ciok Giok Yin terpaksa
membalikkan badannya, sekaligus bergerak cepat
membebaskan jalan darah gadis itu. Setelah itu dia pun
menyambar baju luarnya, karena melihat pakaian gadis itu
berada di situ, lalu membalikkan badannya. Dilihatnya seorang
gadis berbaju ungu berdiri di situ. Ciok Giok Yin terbelalak
karena merasa mengenalnya.
"Hah" Kau..." serunya tak tertahan.
Gadis baju ungu menatap Ciok Giok Yin sambil mundur dua
langkah dan berseru pula.
"Kau adalah...."
"Aku adalah Ciok Giok Yin asli."
"Apa buktinya?"
"Adik Yong, mungkin ayahmu telah memberitahukan padamu
tentang perjodohan kita."
Ternyata gadis baju ungu itu adalah putri Seng Ciu SusengSeh Ing, bernama Seh Yong Yong. Kening Seh Yong Yong
berkerut, kemudian dia tersenyum seraya bertanya,
"Ayah memang telah memberitahukan padaku. Tapi apakah di
badanmu terdapat suatu tanda istimewa?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ada, di dadaku terdapat sebuah tahi lalat merah...."
Mendengar itu, Seh Yong Yong langsung menangis, sekaligus
mendekap di dada Ciok Giok Yin. Mereka berdua berjumpa
secara kebetulan, membuat hati Ciok Giok Yin terasa pilu. Dia
pun tidak tahu, haruskah memberitahukan gadis itu bahwa
Seng Ciu Suseng telah mati" Ciok Giok Yin belum mengambil
keputusan, namun membelainya seraya berkata lembut,
"Adik Yong, beritahukan padaku apa gerangan yang terjadi"
Bagaimana kau berjumpa mating cabul yang menyamar diriku
itu?" Sekujur badan Seh Yong Yong tampak gemetar, dia masih
menangis terisak-isak. Isak tangis gadis itu membuat Ciok Giok
Yin ikut mengucurkan air mata. Karena teringat akan kematian
Seng Ciu Suseng mertuanya itu, lagi pula dia pun teringat akan
Kang Ouw Pat Kiat yang terhasut oleh Chiu Tiong Thau,
akhirnya harus mengalami kematian yang mengenaskan. Kini
Kang Ouw Pat Kiat ada yang telah mati, ada pula yang
kehilangan jejak, membuat Ciok Giok Yin merasa berduka.
Sementara Seh Yong Yong masih terus menangis.
Menyaksikan itu hati Ciok Giok Yin seperti tertusuk-tusuk,
kemudian membelainya seraya berkata lembut,
"Adik Yong, ceritakanlah agar mengurangi kedukaan hatimu!"
Akan tetapi Seh Yong Yong masih terus menangis dengan air
mata berderai-derai.
"Adik Yong, apakah kau..." tanya Ciok Giok Yin dengan hati
kebat kebit. Walau Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya namun Seh
Yong Yong adalah gadis yang cerdas, maka dia tahu tujuan
pertanyaan yang terputus itu.
"Itu tidak, tapi kalau kau terlambat muncul selangkah saja...."
Usai menyahut Seh Yong Yong mulai menangis lagi.
"Adik Yong, seharusnya aku datang ke rumahmu
mengunjungi ibu mertua..." kata Ciok Giok Yin sambil menyeka
air mata gadis itu.
Tak disangka ucapan Ciok Giok Yin malah membuat tangis
Seh Yong Yong semakin menjadi.
Ciok Giok Yin tertegun dan segera bertanya, "Ada apa
sebetulnya?"
"Sebulan yang lalu, seorang pemuda tak dikenal mengantar
mayat ayahku ke rumah. Begitu melihat mayat ayahku, ibuku
pun meninggal seketika," sahut Yong Yong.
Terbelalak Ciok Giok Yin.
"Hah" Siapa pemuda itu?"
"Dia tidak memberitahukan namanya, cuma mengatakan
ayah telah mati, dan kau pun tahu itu."
Usai berkata, Seh Yong Yong mendongakkan kepala
memandangnya. Meskipun air mata masih meleleh, namun
gadis itu tetap cantik jelita. Ciok Giok Yin menggenggam
tangannya erat-erat, menghela nafas panjang lalu menutur
tentang kesalahpahaman suhunya dengan Kang Our Pat Kiat
dan lain sebagainya.
Setelah itu, diapun menambahkan, "Adik Yong, aku... aku
sungguh bersalah padamu!"
Seh Yong Yong menatapnya dengan air mata berlinang-linang
sambil berkata dengan lembut.
"Kau tidak bisa dipersalahkan dalam hal itu. Setelah aku
mengubur kedua mayat orang tuaku, kemudian aku
mencarimu. Namun tak disangka aku bertemu maling cabul itu
di tempat ini dan dia berhasil menotok jalan darahku...."
"Jadi kau kira dia adalah diriku?"
"Semula dia tidak memberitahukan namanya. Setelah dia
mengatakan namanya, barulah kukira kau, sehingga
membuatku nyaris pingsan seketika."
"Aku bersumpah pasti membunuhnya!" katanya sengit sambil
berkertak gigi.
Seh Yong Yong menghapus air matanya yang membasahi
pipinya, lalu bertanya, "Kakak Yin, kini kau mau pergi ke
mana?" "Aku harus pergi ke Gunung Liok Pan San untuk menemui
Thian Thong Lojin," sahut Ciok Giok Yin dengan jujur.
"Thian Thong Lojin?"
"Ya. Karena ada sesuatu persoalan sulit, maka aku harus
mohon petunjuk beliau."
"Aku temani kau ke sana."
Ciok Giok Yin merasa serba salah. Bukan karena dia merasa
enggan berjalan bersama tunangannya itu, melainkan merasa
dirinya banyak musuh. Itu sulit baginya melindungi
tunangannya. Apabila terjadi sesuatu, tentunya akan menyesal
seumur hidup. "Adik Yong, banyak bahaya dalam rimba persilatan, lebih baik
kau pulang saja. Setelah aku kembali dari Gunung Liok Pan
San, aku pasti menengok."
Ucapan Ciok Giok Yin membuat air mata gadis itu meleleh
lagi. "Seorang diri berada di rumah, bukankah akan lebih
menderita?" katanya terisak.
Ciok Giok Yin berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakan
Seh Yong Yong. Akan tetapi dia justru merasa tidak leluasa
membawanya serta. Ini menyebabkan menjadi bimbang, tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Mendadak sesosok bayangan
putih melayang turun di samping mereka, Ciok Giok Yin segera
menoleh. Betapa girang hatinya ketika dia melihat orang itu!
Jilid 15 Siapa yang baru muncul itu" Ternyata Ku Tian yang pernah
bertemu Ciok Giok Yin di luar lembah markas perkumpulan
Sang Yen Hwee. Ciok Giok Yin segera menyapanya seraya
memberi hormat.
"Saudara Ku!"
Ku Tian menatap Seh Yong Yong sejenak, kemudian
menyahut sambil tersenyum.
"Saudara Ciok! Nona ini adalah...."
Setelah itu sepasang bola mata Ku Tian berputar lagi ke arah
Seh Yong Yong. "Dia adalah..." kata Ciok Giok Yin dengan wajah agak
kemerah-merahan.
"Dia adalah isterimu?" selak Ku Tian.
"Kami sudah bertunangan sejak masih kecil."
Sekilas wajah Ku Tian tampah berubah aneh, namun cepat
sekali kembali seperti biasa! Kalau tidak memperhatikannya,
pasti tidak akan mengetahuinya. Dia tidak bertanya tentang itu
lagi, melainkan mengalihkan pertanyaan lagi.
"Saudara Ciok bertujuan ke mana?"
"Aku ingin pergi Gunung Liok Pan San."
"Ke Gunung Liok Pan San?"
"Ya."
"Ada urusan apa?"
"Mencari Thian Thong Lojin, untuk mohon penjelasan
mengenai suatu persoalan rumit."
Ku Tian menggeleng-gelengkan kepala.
"Dengar-dengar orang tua itu bersifat amat aneh. Tempat
tinggalnya juga dilengkapi dengan formasi aneh pula. Bagi
orang yang tidak paham akan formasi itu sulit untuk masuk ke
dalam." "Biar bagaimana pun, aku harus ke sana," kata Ciok Giok Yin
tegas. "Karena persoalan itu hanya beliau yang dapat
memecahkannya."
Kening Ku Tian tampak berkerut.
"Aku akan menemanimu ke sana."
"Atas perhatian Saudara Ku aku amat berteri-makasih sekali.
Namun dari sini ke sana kira-kira ribuan mil, lagi pula penuh
bahaya, aku sungguh...."
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, Ku Tian sudah tahu akan
maksudnya. Sengaja atau tidak dia melirik Seh Yong Yong
sejenak, kemudian berkata,
"Rupanya dengan keikutsertaanku, akan membuat Saudara
Ciok merasa kurang leluasa. Kalau begitu, Saudara Ciok harus
menjaga diri baik-baik, semoga kelian berdua selamat sampai
di tempat, sampai jumpa!"
Dia menjura pada Ciok Giok Yin, kemudian melesat
pergi. Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu memandang
punggung Ku Tian. Dia tidak menyangka Ku Tian begitu
menaruh perhatian padanya. Sesungguhnya Ciok Giok Yin amat
senang Ku Tian menyertainya, namun merasa tidak enak
merepotkannya, maka terpaksa menolak. Saat ini Seh Yong
Yong mendekatinya sambil berkata dengan lembut,
"Kakak Yin, lebih baik aku yang menemanimu ke sana."
"Adik Yong, di dunia persilatan penuh mara bahaya dan
kelicikan. Maksudku lebih baik kau pulang saja, setelah aku
pulang dari sana, pasti pergi menengokmu."
Air muka Seh Yong Yong tampak berubah. Dia melihat Ciok
Giok Yin terus menolak, mengira dia tidak suka padanya.
Karena itu air matanya langsung meleleh.
"Kau bisa pergi ke tempat itu mengapa aku tidak" Aku Seh
Yong Yong juga tidak takut mati," katanya terisak-isak.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak di dalam benak Ciok Giok Yin terlintas satu hal
penting. Yaitu dia telah makan Pil Api Ribuan Tahun, sehingga
membuat tubuhnya tidak seperti orang biasa. Apabila dia tidak
dapat mengendalikan diri, bukankah akan.... Ketika
memikirkan hal itu, wajahnya tampak kemerah-merahan,
kemudian dia berkata dengan terputus-putus,
"Adik Yong, aku... aku...."
Walau Seh Yong Yong adalah calon isterinya, namun Ciok
Giok Yin tetap merasa sulit untuk membuka mulut
memberitahukan hal itu. Justru membuat Seh Yong Yong salah
paham. Dia mengira Ciok Giok Yin sudah punya kekasih, dan
itu membuatnya merasa cemburu.
"Apakah kau sudah punya kekasih ?" tanyanya dengan dingin.
Ciok Giok Yin tertegun ketika mendengar pertanyaan Seh
Yong Yong itu. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Seh
Yong Yong akan salah paham padanya. Karena itu dia tertawa
getir. "Adik Yong, kau telah salah mengerti akan maksudku!"
Seh Yong Yong mendengus.
"Hm! Salah mengerti?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Itu cuma alasan!"
Ciok Giok Yin menggenggam tangannya sambil berkata
dengan lembut. "Adik Yong, perjodohan kita berdua justru ditentukan oleh
kedua orang tua kita. Sudah pasti aku setuju, hanya saja aku
tidak mau bepergian denganmu, karena... karena...."
Ciok Giok Yin tidak dapat melanjutkan ucapannya.
"Dikarenakan apa?" tanya Seh Yong Yong sambil menatapnya
dengan tajam. "Aku... aku merasa sulit memberitahukan padamu."
"Kita adalah calon suami isteri, mengapa kau masih harus
merasa sulit memberitahukan padaku?"
Mendengar itu Ciok Giok Yin manggut-manggut. Memang
benar apa yang dikatakan Seh Yong Yong. Ciok Giok Yin
menggenggam tangannya erat-erat, setelah itu barulah berkata
dengan suara rendah,
"Adik Yong, tahukah kau ada bagian tubuhku yang tak
beres?" Air muka Seh Yong Yong langsung berubah ketika mendengar
pertanyaan itu. Dalam benaknya terlintas suatu hal, 'Apakah
dia mengidap penyakit dalam" Kalau begitu, aku memang
bernasib malang!' Di saat bersamaan dia teringat akan pesan
ibunya sebelum mati. 'Nak, kau harus berusaha mencari anak
Yin! Setelah kalian berdua menikah, barulah ibu merasa tenang
di alam baka. Ingat, kau adalah anak satu-satunya keluarga
Seh, maka kau harus punya anak, agar keluarga Ciok dan
keluarga Seh tidak putus turunan!' Teringat akan pesan
tersebut, seketika air mata Seh Yong Yong mengucur deras.
Dia paham akan maksud perkataan Ciok Giok Yin, yaitu tidak
mampu melakukan hubungan intim antara suami isteri. Kalau
tidak, bagaimana mungkin perkataannya terputusputus"
Mereka berdua sudah dijodohkan sejak kecil, itu sudah
merupakan takdir yang tak dapat diubah. Oleh karena itu Seh
Yong Yong harus menerima nasibnya itu. Karena berpikir
kemudian, wajah Seh Yong Yong menjadi tampak serius.
"Kakak Yin, maksudmu kau tidak bisa melakukan hubungan
intim antara suami isteri?" tanyanya dengan suara rendah.
Ciok Giok Yin tersenyum getir sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Adik Yong, kau salah paham lagi."
Seh Yong Yong tertegun. Gadis itu sama sekali tidak paham,
apanya yang tidak beres pada tubuh Ciok Giok Yin. Dia
menatap Ciok Giok Yin dengan mata terbelalak.
"Lalu kenapa?" tanyanya heran.
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Adik Yong, aku keliru menelan Pil Api Ribuan Tahun."
Walau Seh Yong Yong tergolong gadis rimba persilatan,
pengetahuannya cukup luas, namun justru tidak tahu tentang
pil tersebut. "Pil Api Ribuan Tahun?"
"Ya."
"Apa hubungan Pil Api Ribuan tahun dengan tubuhmu?"
"Apakah Adik Yong tidak pernah mendengar tentang pil itu?"
"Tidak pernah."
Ciok Giok Yin memandangnya.
"Mari kita duduk, aku akan memberitahukan padamu!"
Mereka berdua duduk di atas sebuah batu. Ciok Giok Yin
menarik nafas dalam, lalu menuturkan tanpa membaca tulisan
yang tercantum di kertas itu. Usai menutur dia pun
menambahkan, "Adik Yong, aku cuma khawatir sewaktu-waktu tak dapat
mengendalikan diri, maka akan mencelakai dirimu."
Mendengar itu wajah Seh Yong Yong menjadi kemerahmerahan,
kemudian dia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
Sedangkan hatinya terus berdebar-debar tidak karuan. Itu
memang merupakan persoalan yang amat penting. Tidak
mengherankan Ciok Giok Yin melarangnya berpergian bersama,
ternyata disebabkan persoalan tersebut. Dalam pandangan Seh
Yong Yong, terus berpikir, akhirnya menatap Ciok Giok Yin
seraya bertanya,
"Kakak Yin, apakah tiada suatu cara untuk memecahkan
persoalan itu?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ada."
Wajah Seh Yong Yong langsung berseri.
"Cara apa?"
Ciok Giok Yin memberitahukan tentang kitab Im Yang Cin
Koy, kemudian melanjutkan, "Adik Yong, aku sungguh sulit
membuka mulut memberitahukan padamu."
"Bukankah sudah kukatakan tadi, kita sudah merupakan calon
suami isteri, tiada sesuatu yang harus dirahasiakan di antara
kita berdua?"
Ciok Giok Yin memandangnya.
"Adik Yong, meskipun kau paham akan kitab Im Yang Cin
Koy, tapi tetap sulit melayani itu."
Seh Yong Yong mengerutkan kening.
"Lalu harus bagaimana?"
"Berdasarkan tulisan di kertas itu, aku harus punya beberapa
isteri. Tentunya aku tidak bermaksud begitu. Setelah
kubereskan semua urusanku, mungkin aku akan bunuh diri."
Mendengar itu bukan main terkejut Seh Yong Yong!
"Kakak Yin, aku bukanlah gadis yang berpikiran sempit. Kalau
ada gadis lain yang kurasa cocok, aku bersedia bersamanya
mendampingimu."
"Adik Yong, sungguh besar jiwa!"
"Nyatanya memang harus demikian."
Ketika pembicaraan mereka berdua sampai di situ, mendadak
Ciok Giok Yin teringat akan tujuannya ke gunung Liok Pan San,
"Adik Yong, kalau kau tidak mau pulang sekarang, aku pikir
lebih baik kau pergi ke Gunung Kee Jiau San, markas partai
Thay Kek Bun dan kau tinggal di sana untuk sementara waktu.
Bagaimana?"
Seh Yong Yong mengerutkan kening.
"Tapi aku tidak kenal mereka."
Sekonyong-konyong terdengar suara yang amat dingin di
belakang mereka,
"Aku bersedia mengantar dia ke sana."
Mendengar suara itu, seketika sekujur badan Ciok Giok Yin
menjadi merinding.
"Bok Tiong Jin!" serunya tak tertahan.
"Tidak salah, kalian jangan membalikkan badan!"
Padahal Seh Yong Yong ingin membalikkan badannya, namun
Ciok Giok Yin cepat mencegahnya. Seh Yong Yong tidak berani
membalikkan badannya, sebab mendengar seruan Ciok Giok
Yin 'Bok Tiong Jin'. Itu membuat sekujur badannya menjadi
dingin. "Bok Tiong Jin?" tanyanya dengan suara rendah.
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Manusia dan hantu tidak boleh bertatap muka, maka kau
jangan membalikkan badanmu."
Badan Seh Yong Yong menggigil ketika mendengar katakatanya
itu. "Adik Yong, dia adalah penolongku. Kelak kalau ada waktu,
akan kuceritakan padamu."
Seh Yong Yong mengangguk. Di saat bersamaan terdengar
lagi suara Bok Tiong Jin.
"Kau tidak usah mencemaskan itu, aku akan memberitahukan
padanya. Kau mau berangkat ke Gunung Liok Pan San,
berangkatlah! Mengenai nona ini aku yang akan mengantarnya
ke sana, dan kujamin dia tidak akan kehilangan sehelai rambut
pun." "Kalau begitu aku berhutang budi padamu lagi," kata Ciok
Giok Yin. "Semakin banyak hutangmu padaku semakin baik, asal kau
ingat akan janjimu itu, sudah cukup bagiku."
Seh Yong Yong tercengang ketika mendengar ucapan Bok
Tiong Jin itu. "Janji apa?" tanyanya kepada Ciok Giok Yin.
Ketika Ciok Giok Yin baru mau memberitahukan, Bok Tiong
Jin sudah mendahulinya.
"Nona tidak usah bertanya, mungkin akan kuberitahukan
padamu." Hening sejenak, kemudian terdengar Bok Tiong Jin
melanjutkan ucapannya.
"Hai! Manusia! Aku dengar kau telah peroleh kitab Im Yang
Cin Koy! Benarkan itu?"
Ciok Giok Yin tertegun.
"Kau sudah tahu itu?"
"Bagi hantu, tiada sesuatu yang tak tahu. Kau harus berikan
pada tunanganmu itu, agar dia bisa membaca kitab tersebut.
Buat apa kau simpan dalam bajumu, bagaimana kalau hilang?"
Ciok Giok Yin berpikir sejenak, lalu mengeluarkan kitab itu.
"Aku mohon kau sudi melindunginya sampai di tempat!"
"Tentang itu kau boleh berlega hati."
Ciok Giok Yin menyerahkan kitab itu pada Seh Yong Yong
seraya berpesan.
"Adik Yong, kalau ada waktu kau boleh membacanya!"
Wajah Seh Yong Yong langsung memerah. Dia tahu kitab
tersebut amat penting bagi mereka, terutama dalam hal
berhubungan intim. Karena itu dia harus baik-baik
menyimpannya. Kalau tidak, sulit baginya berhubungan intim
dengan Ciok Giok Yin kelak.
Terdengar Bok Tiong Jin berkata lagi.
"Nona, silakan berjalan ke arah timur!"
Ciok Giok Yin langsung berkata,
"Adik Yong, baik-baik menjaga dirimu!"
"Kakak Yin, kau pun harus hati-hati!"
Mereka berdua saling menatap. Manusia merasa paling
berduka di saat berpisah, terutama berpisah dengan kekasih.
Tidak mengherankan mata mereka berdua berkaca-kaca,
kemudian meleleh. Berselang sesaat, barulah Ciok Giok Yin
melesat pergi, tujuannya adalah Gunung Liok Pan San.
Sedangkan Seh Yong Yong juga sudah berangkat ke Gunung
Kee Jiau San, dengan hati amat berduka lantaran berpisah
dengan Ciok Giok Yin. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat
ke arah utara, hari pun sudah mulai gelap.
Sejauh mata memandang, yang tampak hanya gununggunung
yang menjulang tinggi ke langit. Saat itu adalah musim
semi, maka hembusan angin senja sungguh membuat hati
orang terasa nyaman. Panorama pun amat indah, namun Ciok
Giok Yin sama sekali tidak menikmati keindahan alam, sebab
dia ingin lekas-lekas tiba di Gunung Liok Pan San. Berselang
beberapa saat, perutnya mulai terasa lapar. Dia berhenti lalu
duduk di atas sebuah batu dan mengeluarkan sedikit makanan
kering yang dibawanya. Dia mulai makan sambil menikmati
keindahan panorama. Usai makan dia ingin melanjutkan
perjalanan agar bisa tiba di tempat tujuan selekasnya. Namun
ketika dia baru bangkit berdiri, mendadak terdengar suara
rintihan yang amat lemah.
Hati Ciok Giok Yin tersentak dan berpikir. 'Apakah ada orang
terluka"' Karena merasa heran, membuat sepasang kakinya melangkah
ke tempat suara rintihan itu. Kira-kira lima puluh depa lebih,
tampak seorang pengemis berusia lanjut berguling-guling di
tanah, bahkan tangannya tak henti-hentinya menarik baju
bagian dadanya. Terlihat pula sebatang tongkat bambu hijau
tergeletak di sampingnya. Melihat keadaannya, dapat diketahui
bahwa pengemis itu amat menderita. Timbullah rasa iba dalam
hati Ciok, Giok Yin. Dia menghampiri pengemis itu, lalu
membungkukkan badannya sedikit seraya bertanya,
"Lo cianpwee sakit?"
Pengemis berusia lanjut tidak menyahut, hanya terus
menarik-narik bajunya yang telah sobek itu. Akhirnya tampak
dadanya yang bernoda darah bekas cakaran kukunya. Hati Ciok
Giok Yin tergetar. Dia yakin bahwa pengemis itu pasti tokoh
rimba persilatan. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia
menderita sakit di tempat yang amat sepi ini" Lagi pula
kelihatannya pengemis itu mengindap penyakit aneh. Ciok Giok
Yin mengerti ilmu pengobatan, tentunya harus turun tangan
memeriksa penyakitnya, tanpa peduli pengemis itu orang baik
atau penjahat. Karena itu jari tangan Ciok Giok Yin bergerak
cepat menotok jalan darah bagian dada pengemis itu. Seketika
pengemis berusia lanjut tidak bergerak.
Perlahan-lahan sepasang matanya mengarah kepada Ciok
Giok Yin, kemudian menyorotkan sinar aneh. Berdasarkan sorot
matanya Ciok Giok Yin bertambah yakin bahwa pengemis itu
merupakan seorang tokoh rimba persilatan, bahkan memiliki
lwee kang yang amat tinggi. Namun Ciok Giok Yin justru tidak
tahu jelas pengemis itu mengidap penyakit atau terluka. Sebab
itu dia bertanya,
"Lo cianpwee merasa tidak enak di mana?"
Pengemis berusia lanjut menyahut dengan suara lemah.
"Akhirnya kau harus kembali ke asal."
Ciok Giok Yin tertegun mendengar sahutan itu.
"Maksud lo cianpwee?"
Pengemis berusia lanjut menatapnya sejenak kemudian
berkata perlahan-lahan.
"Ketika aku sedang duduk beristirahat, mendadak serangkum
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
angin pukulan menerjang dari belakang, terasa pula hawa yang
amat panas menyerang jantung."
"Selanjutnya bagaimana?"
"Terdengar suara siulan panjang, kemudian lenyap."
Ciok Giok Yin segera memeriksa nadi pengemis berusia lanjur,
lalu air mukanya tampak berubah.
"Lo cianpwee terkena racun pukulan Soan Hong Ciang."
"Soan Hong Ciang?"
"Ya."
Pengemis berusia lanjut mengeluarkan suara.
"Hah?"
Wajahnya yang keriput itu tampak tegang dan serius. Itu
pertanda dia tahu akan kelihayan ilmu pukulan Soan Hong
Ciang. Mendadak sepasang matanya menyorotkan sinar yang
penuh dendam. "Ternyata adalah pewaris Sang Ting It Koay!" katanya sengit.
"Sang Ting It Koay memang punya seorang murid murtad,"
sahut Ciok Giok Yin.
"Namanya Chiu Tiong Thau. Aku pengemis tua pernah dengar,
dia adalah jago nomor wahid di dunia persilatan."
Ciok Giok Yin berpikir sejenak.
"Lo cianpwee, aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Untung
luka lo cianpwee tidak begitu parah, maka tidak sulit untuk
pulih." Dia cepat-cepat mengeluarkan sebuah botol kecil berisi obat
cair Giok Ju. Kemudian dituangnya dua tetes obat itu ke dalam
mulut pengemis berusia lanjut seraya berkata,
"Lo cianpwee harus menahan derita. Aku akan menggunakan
lwee kang perguruanku untuk mendesak ke luar racun itu agar
lo cianpwee segera pulih."
Setelah berkata demikian, Ciok Giok Yin cepat-cepat
menempelkan telapak tangannya di punggung pengemis
berusia lanjut kemudian mengarahkan Sam Yang Hui Kang
untuk mendesak ke luar racun yang bersarang di dada
pengemis itu. Terdengar suara rintihan dari mulut pengemis
berusia lanjut. Berselang beberapa saat, sekujur badan
pengemis berusia lanjut telah basah oleh keringat. Wajahnya
meringis-ringis, tampaknya dia amat menderita.
Tak lama, kening Ciok Giok Yin juga mengucur keringat. Saat
ini mereka berdua dalam keadaan genting. Apabila terganggu,
pasti kedua-duanya akan cacat seumur hidup, bahkan mungkin
akan mati sekarang. Justru di saat genting itu sekonyongkonyong
muncul empat sosok bayangan orang mendekati
mereka berdua. Keempat orang itu adalah Setan Tinggi, Setan
Pendek, Setan Gemuk dan Setan Kurus dari perkumpulan Sang
Yen Hwee. Keempat setan itu saling memandang, kemudian
tersenyum licik. Setelah itu mereka berempat melangkah maju
perlahan-lahan mendekati Ciok Giok Yin yang sedang
mengobati pengemis berusia lanjut dengan menggunakan lwee
kangnya. Keempat setan itu merupakan pesilat tinggi di dunia
persilatan, tentunya tahu keadaan Ciok Giok Yin dan pengemis
tersebut. Saat ini apabila mereka berdua terganggu, pasti akan
membuat mereka berdua menderita cacat seumur hidup,
bahkan kemungkinan besar kedua-duanya akan mati seketika.
Sementara Ciok Giok Yin sudah melihat kemunculan keempat
setan itu. Akan tetapi di saat genting seperti itu dia tidak bisa
menarik kembali lwee kangnya. Kalau dia menarik kembali
lwee kangnya, pasti akan membuat pengemis berusia lanjut
mati seketika dan dirinya sendiri juga akan menderita luka
parah. Pengemis berusia lanjut juga sudah tahu akan kehadiran
keempat setan tersebut, dan itu membuatnya berpikir. 'Yang
menolongku adalah pemuda berusia puluhan, sedangkan diriku
sudah berusia lanjut. Anak muda ini akan mati bersamaku.
Sungguh.... Pengemis berusia lanjut tidak pikir lagi. Namun dia
tidak berani bergerak sedikitpun, sebab kalau salah bertindak,
bukan cuma dia yang akan mati, bahkan juga akan mencelakai
pemuda tersebut. Dapat dibayangkan betapa dukanya hati
pengemis itu! Sudah barang tentu menyebabkan badannya tergoncang
sedikit. Di saat bersamaan terdengar suara Ciok Giok Yin yang
amat perlahan. "Lo cianpwee, saat ini hati lo cianpwee tidak boleh
tergoncang, kita pasrah saja!"
Ciok Giok Yin segera menambah lwee kangnya sehingga hawa
panas terus mengalir ke dalam tubuh pengemis berusia lanjut
melalui telapak tangannya. Sementara keempat setan itu
sudah semakin mendekat. Terdengar jelas pula senjata si
Setan Gemuk yang berupa Sui Poa terus berbunyi.
Plak! Plaak! Wajahnya tampak berseri licik, menengok ke kiri dan ke
kanan seraya berkata dengan gembira.
"Kita empat bersaudara, hari ini akan memperoleh
keuntungan besar!"
"Memang seharusnya bocah itu jatuh ke tangan kita! He he
he..." sahut Setan Pendek.
Dia tertawa gelak sambil melangkah maju, begitu pula ketiga
setan lainnya. Kini jarak mereka berempat dengan Ciok Giok
Yin dan pengemis berusia lanjut cuma tiga depa. Ciok Giok Yin
dan pengemis berusia lanjut betul-betul berada di
ambang Akan tetapi saat ini Ciok Giok Yin sedang menyalurkan
lwee kangnya, maka tidak bisa berbuat apa-apa. Kalaupun usai
mengobati pengemis berusia lanjut, dia tetap tidak mampu
mengadakan perlawanan, sebab dia sudah kelelahan.
Perlahan-lahan si Setan Tinggi dan Si Setan Kurus
mengangkat tangannya, yang satu mengarah pada Ciok Giok
Yin dan yang satu lagi mengarah pada pengemis berusia lanjut.
elihatannya kedua setan itu sudah siap melancarkan pukulan
ke arah Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut. Mendadak
si Setan Gemuk tertawa terkekeh dan berkata.
"Bagaimana kalau kita menyiksa bocah itu dulu biar dia
merasakan...."
"Hati-hati dengan lidahmu itu!" sahut si Setan Pendek.
Si Setan Gemuk langsung diam. Sedangkan si Setan Tinggi
dan si Setan Kurus saling memandang, lalu menarik kembali
tangan masing-masing. Ternyata mereka berdua sudah
mendengar perkataan si Setan Gemuk, mau menyiksa Ciok
Giok Yin dulu. Karena itu si Setan Tinggi menjulurkan jari
tangannya, menotok jalan darah Siau Yan Hiat Ciok Giok Yin.
Di saat bersamaan mendadak dari arah samping menerjang
dua rangkum angin pukulan yang amat dahsyat. Boleh
dikatakan bagaikan tindihan gunung dan terjang ombak,
membuat Setan Tinggi cepat-cepat menarik kembali
tangannya, tidak berani melanjutkan serangannya terhadap
Ciok Giok Yin. Sebab apabila dia melanjutkan serangannya,
nyawanya pasti akan melayang. Dia langsung mencelat ke
belakang, diikuti ketiga setan lainnya.
"Ada apa?" tanya si Setan Gemuk.
"Ada hantu," sahut si Setan Tinggi.
Mendengar itu si Setan Gemuk tertawa gelak lalu berkata.
"Kita berempat adalah Si Sing Kui! Hantu yang mana pun
melihat kita pasti kabur terbirit-birit! Kau memang tak berguna
sama sekali!"
Si Setan Tinggi tidak menghiraukan perkataan si Setan
Gemuk. Sepasang matanya yang sipit menengok ke sana ke
mari. Sikap si Setan Tinggi itu membuat Si Setan Kurus
tertawa terkekeh-kekeh, kemudian dia berkata menyindir.
"Hai! Jangan-jangan kau belajar ilmu pada sunio (Istri
Guru)mu!" "Suhunya adalah seorang penjual obat keliling!" sambung si
Setan Gemuk. "Wah! Aku sama sekali tidak tahu itu, beritahukanlah!" sela si
Setan Pendek. Si Setan Kurus tertawa terkekeh lagi lalu menyahut.
"Dia punya dua suhu, kedua-duanya adalah tukang obat
keliling dunia persilatan!"
"Dua suhu yang mana?" tanya si Setan Gemuk dan Setan
Pendek dengan seretak.
Setan Kurus melirik Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut
sejenak lalu menyahut.
"Salah satu suhunya adalah penjual obat kuat, maka dia
cuma bisa duduk bersemedi saja!"
"Suhunya yang satu lagi penjual obat apa?" tanya si Setan
Gemuk. "Wah! Suhunya yang satu lagi adalah penjual obat istimewa!"
sahut si Setan Kurus dengan serius.
"Obat istimewa apa?" tanya si Setan Pendek.
"Obat anti senjata tajam...."
Di saat si Setan Kurus menyahut, si Setan Tinggi melancarkan
serangan lagi ke arah jalan darah Siau Yun Hiat Ciok Giok Yin
dan pengemis berusia lanjut. Apabila jalan darah tersebut
tertotok, maka Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut akan
tertawa terbahak-bahak hingga mati. Ketika jari tangan si
Setan Tinggi hampir berhasil menotok jalan darah Sian Yun
Hiat Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut, mendadak
terdengar suara bentakan nyaring.
"Kau berani!"
Tampak sosok bayangan melesat ke luar laksana kilat dari
balik sebuah batu besar, sekaligus melancarkan pukulan ke
arah si Setan Tinggi.
"Gadis sialan, ternyata kau lagi!" bentak ketiga setan lainnya.
Ketiga setan itu menerjang ke arah gadis yang baru muncul.
Siapa gadis itu" Tidak lain adalah Cou Ing Ing. Demi
menyelamatkan diri, si Setan Tinggi terpaksa mencelat ke
belakang. Setelah itu dia maju lagi untuk menotok jalan darah
Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut. Sesungguhnya
keempat setan itu berasal dari satu guru. Tadi ketiga setan itu
berbicara menyindir, tidak lain hanya untuk memecahkan
perhatian pendatang gelap itu, agar si Setan Tinggi dapat turun
tangan terhadap Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut. Di
saat mereka berhasil, karena Cou Ing Ing terpancing keluar,
maka ketiga Setan itu langsung menyerangnya.
Sedangkan si Setan Tinggi punya peluang untuk menyiksa
Ciok Giok Yin dan pengemis berusia lanjut. Akan tetapi di saat
si Setan Tinggi baru mau turun tangan, mendadak melayang
turun sesosok bayangan merah dan terdengar pula suara
bentakan. "Setan Tinggi, kau berani melukai adikku?"
Tampak bayangan telapak tangan berkelebat ke arah si Setan
Tinggi, sehingga membuat si Setan Tinggi terdesak ke
belakang. "Heng Thian Ceng!" serunya kaget.
Ternyata yang baru muncul itu adalah Heng Thian Ceng.
Wanita iblis itu terus menyerang si Setan Tinggi dengan
bertubi-tubi. Di saat bersamaan terdengar suara siulan yang
amat memekakkan telinga. Siapa yang mengeluarkan suara
siulan dahsyat itu" Tidak lain adalah Ciok Giok Yin dan
pengemis berusia lanjut. Seusai Ciok Giok Yin mengobati
pengemis berusia lanjut, mereka berdua beristirahat sejenak,
kemudian mengeluarkan suara siulan, sekaligus menerjang ke
arah ketiga setan yang mengeroyok Cou Ing Ing. Mendadak si
Setan Tinggi menjerit, kemudian lari terbirit-birit ke dalam
lembah. Ketiga Setan lainnya pun cepat-cepat melesat pergi.
Kini suasana di tempat itu berubah menjadi hening. Ciok Giok
Yin memandang Cou Ing Ing sambil berkata dengan penuh rasa
haru. "Adik...." Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin memanggilnya
'Adik Ing', namun langsung berubah. "Terimakasih atas
bantuan Nona!"
"Kau merasa malu tidak" Aku ingin membunuhmu, bukan
menyelamatkanmu!" sahut Cou Ing Ing dingin sambil melotot.
Sekonyong konyong Heng Thian Ceng mendekatinya sambil
membentak sengit.
"Gadis tak tahu diri! Kalau kau berani mengganggu seujung
rambut adikku, aku pasti mencincangmu!"
Lantaran Heng Thian Ceng turut campur, justru membuat Cou
Ing Ing semakin gusar.
"Aku mau memukulnya hingga mati, lihat kau bisa berbuat
apa! Dasar tak tahu malu!" katanya.
Dia langsung melancarkan serangan menggunakan tujuh
bagian tenaganya ke arah dada Ciok Giok Yin. Pukulan yang
dilancarkannya sungguh cepat melebihi kilat, bahkan amat
dahsyat. "Gadis sialan, nyalimu sungguh besar!" bentak Heng Thian
Ceng. Dia pun langsung melancarkan sebuah pukulan ke arah Cou
Ing Ing. Sedangkan Ciok Giok Yin sama sekali tidak menduga
bahwa Cou Ing Ing akan menyerangnya sedemikian cepat dan
dahsyat. Sementara pukulan yang dilancarkan Heng Thian
Ceng juga amat cepat dan dahsyat, meluncur ke arah lengan
Cou lug Ing. Apabila lengan Cou Ing Ing terpukul, pasti akan
remuk dan cacat seumur hidup.
Cou Ing Ing merupakan teman Ciok Giok Yin dari kecil.
Kalaupun gadis itu memukul Ciok Giok Yin tetap akan
mengalah. Namun Heng Thian Ceng justru adalah
penolongnya. Mereka berdua punya hubungan erat dengan
Ciok Giok Yin. Sudah jelas Ciok Giok Yin tidak menghendaki
mereka berdua bertarung. Oleh karena itu Ciok Giok Yin pun
jadi nekad. Dia langsung melesat ke tengah-tengah mereka
agar mereka berdua menarik kembali pukulan masing-masing.
Namun tak disangka kedua pukulan itu menghantam Ciok
Giok Yin. Plaaak!" Pukulan yang dilancarkan Cou Ing Ing mengenai bahunya,
sedangkan pukulan yang dilancarkan Heng Thian Ceng
mengenai rusuk kirinya. Terdengar suara jeritan.
"Aaaakh...!"
Ciok Giok Yin terhuyung-huyung ke belakang lima langkah
lalu roboh. "Uaaakh ! "
Dari mulutnya menyembur darah segar dan pandangannya
berkunang-kunang, pertanda lukanya cukup parah. Cou Ing Ing
tertegun kemudian melototi Heng Thian Ceng dengan mata
berapi-api. Setelah itu mendadak dia melesat pergi dan dalam
sekejap sudah tidak kelihatan bayangannya. Heng Thian Ceng
tidak menghiraukan kepergian Cou Ing Ing. Dia segera
mendekati Ciok Giok Yin dengan penuh perhatian.
"Adik, bagaimana keadaanmu?" tanyanya menepiskan tangan
Heng Thian Ceng. Dia bangkit berdiri sendiri dengan
sempoyongan.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pengemis berusia lanjut juga mendekati Ciok Giok Yin.
"Saudara Kecil, bagaimana rasamu?" tanyanya dengan penuh
perhatian. "Tidak apa-apa," sahut Ciok Giok Yin sambil tersenyum getir.
Dia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi obat cair Giok Ju
kemudian dituangnya dua tetes obat itu ke dalam mulutnya.
Di saat bersamaan Heng Thian Ceng berkata sengit.
"Adik, suatu hari nanti aku pasti membunuhnya demi
membalas dendammu!"
Sedangkan pengemis berusia lanjut tampak terbengongbengong.
Ternyata dia tidak paham akan hubungan kedua
orang itu. 'Bagaimana kedua orang itu saling memanggil kakak
dan adik"' tanyanya dalam hati. Ciok Giok Yin memandang
Heng Thian Ceng, kemudian berkata.
"Cianpwee tidak usah mencemaskan urusanku dengan Nona
Cou. Di antara kami tidak terdapat dendam apa pun. Cuma
terdapat sedikit salah paham, bukan merupakan urusan besar."
Heng Thian Ceng mendengus.
"Hm! Adik, dia telah memukulmu, mengapa kau masih
membelanya?"
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Aku berhutang banyak padanya." Keningnya tampak
berkerut. "Cianpwee, tidak baik bagi kita saling memanggil
kakak dan adik."
"Adik, apakah... kau merasa sebal, karena wajahku buruk?"
Pengemis berusia lanjut bertambah tercengang. Dia merasa
keberadaannya di tempat itu mungkin akan membuat mereka
kurang leluasa berbicara. Maka dari itu dia berkata pada Ciok
Giok Yin. "Silakan kalian berdua bercakap-cakap! Saudara Kecil, aku
pengemis tua menunggumu di depan sana."
Dia menyambar tongkat bambu hijaunya yang tergeletak di
tanah, lalu melesat pergi dan tak lama sudah hilang dari
pandangan Ciok Giok Yin.
"Siapa dia?" tanya Heng Thian Ceng.
"Akupun tidak jelas."
"Kalau begitu, kalian berdua tidak bersama?"
"Memang tidak."
"Bagaimana dia akan menunggumu di depan?"
"Itu pun aku kurang jelas!"
"Kalian berdua bertemu di mana?"
"Di tempat ini."
Heng Thian Ceng mengerutkan kening lalu memandang Ciok
Giok Yin seraya bertanya lagi, "Di tempat ini?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ng!"
"Lalu bagaimana kau bertemu Si Sing Kui?"
Ciok Giok Yin segera menceritakan tentang dirinya mengobati
pengemis berusia lanjut. Setelah mendengar cerita itu, Heng
Thian Ceng manggut-rnanggut.
"Ooooh! Kalau begitu, kau telah diselamatkan oleh gadis itu."
Dia menggenggam tangan Ciok Giok Yin erat-erat. "Masih
beruntung kau selamat!" tambahnya.
Hati Ciok Giok Yin tersentak. Ternyata tangan Heng Thian
Ceng amat halus. Itu sungguh di luar dugaannya! Sehingga
tanpa segaja Ciok Giok Yin meliriknya. Dan di saat bersamaan,
secara reflek dia pun menggenggam tangan halus itu. Setiap
orang kalau suka pada suatu benda, pasti akan membuat
hatinya tergerak dan membelainya. Lantaran tangan Heng
Thian Ceng amat halus, boleh dikatakan lebih halus dari tangan
Cou Ing Ing atau tangan Seng Seh Yong Yong, menyebabkan
Ciok Giok Yin balas menggenggam tangannya tanpa sadar.
Bersamaan itu sepasang mata Ciok Giok Yin menatap
wajahnya, dan itu membuatnya cepat-cepat melepaskan
tangannya. Diam-diam Ciok Giok Yin menghela nafas panjang
dan berkata dalam hati. 'Wajahnya begitu buruk, namun
sepasang tangannya amat halus dan indah. Sungguh sayang
sekali!' Untuk menutupi sikapnya tadi, Ciok Giok Yin berkata,
"Kalau dia tidak muncul tepat pada waktunya, aku dan lo
cianpwee itu pasti sudah mati di tangan Si Sing Kui."
Apa yang dikatakan Ciok Giok Yin justru tidak masuk ke
dalam telinga Heng Thian Ceng. Ternyata ketika tadi Ciok Giok
Yin balas menggenggam tangannya, hati Heng Thian Ceng
terus berdebar-debar dan dia pun merasa nyaman sekali.
Seketika Heng Thian Ceng berkata dalam hati. 'Ternyata dia
suka padaku!' Di saat dia berkata dalam hati, Ciok Giok Yin justru
melepaskan tangannya, bahkan tampak keningnya berkerut.
Mendadak Heng Thian Ceng menggenggam tangannya lagi
sambil berkata perlahan-lahan.
"Adik, apakah kau begitu keras tidak mau memanggilku
kakak?" "Cianpwee, bukan aku tidak mau, melainkan tidak pantas.
Sebab usia kita terpaut jauh, maka aku tidak boleh memanggil
cianpwee kakak," sahut Ciok Giok Yin.
"Jadi kau mengikuti adat istiadat itu?"
"Ini bukan adat istiadat, melainkan tata krama."
"Di dunia persilatan, bagaimana ada tata krama ini?"
Ciok Giok Yin tetap berkeras.
"Cianpwee, maafkan aku! Biar bagaimana pun aku tidak bisa
memanggil Cianpwee kakak!"
Heng Thian Ceng tetap menggenggam tangannya.
"Adik, kau berkata apa pun, kakak tidak akan marah
padamu." "Cianpwee, hidup tidak terlepas dari tata karma, orang yang
tidak tahu tata krama berarti orang itu tak berguna. Aku
percaya cianpwee mengerti, maka aku tidak bisa memanggil
cianpwee kakak."
Tak disangka Heng Thian Ceng malam tertawa cekikikan.
"Adik, memang benar katamu. Tapi agak berlebihan."
"Bagaimana agak berlebihan?"
"Memang agak berlebihan."
"Mohon petunjuk cianpwee."
"Apa yang kau katakan tadi memang benar dan masuk akal,
namun apabila disepakati kedua belah pihak, itu pun termasuk
tata krama." Heng Thian Ceng menatapnya. "Seandainya kita
saling memanggil kakak dan adik, orang lain pun tidak akan
mengatakan kita tidak benar."
Ciok Giok Yin tidak menyangka bahwa Heng Thian Ceng akan
mengemukakan begitu banyak alasan, membuatnya nyaris
tertawa geli. Sedangkan Heng Thian Ceng mengira Ciok Giok
Yin sudah setuju memanggilnya kakak.
"Adik, betul kan apa yang Kakak Katakan?"
"Cianpwee...."
Heng Thian Ceng langsung memutuskan perkataannya.
"Kok kau masih memanggilku cianpwee?"
"Biar bagaimana pun aku tidak berani memanggil cianpwee
kakak," sahut Ciok Giok Yin dengan tegas.
Heng Thian Ceng mengerutkan kening hingga wajahnya
tampak serius. "Apakah kau anggap wajah kakak amat buruk?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Cianpwee tidak usah banyak curiga. Pepatah mengatakan
'Menilai orang jangan berdasarkan wajahnya, haruslah
berdasarkan hatinya'. Karena itu, aku tidak
mempermasalahkan wajah cianpwee yang buruk."
Mendadak terdengar suara desiran angin di belakang mereka.
Ciok Giok Yin dan Heng Thian Ceng segera menoleh, sekaligus
mengerahkan lwee kang. Terdengar suara tawa gelak.
"Ha ha ha! Tak disangka Heng Thian Ceng juga berada di
sini!" Orang yang baru muncul itu, ternyata Te Hang Kay.
"Lalu kenapa?" sahutnya.
Ciok Giok Yin khawatir mereka berdua akan bertarung, maka
segera menjura seraya berkata,
"Lo cianpwee, tadi aku bertemu beberapa musuh tangguh,
untung muncul Heng Thian Ceng cianpwee menyelamatkanku,
maka kami bercakap-cakap di sini."
Te Hang Key pengemis tua itu menatap Heng Thian Ceng
dengan sorot mata dingin.
"Khui Fang Fang, apakah kau sudah lupa katakata si Bongkok
Arak?" "Apa katanya?"
"Melarangmu bersamanya."
"Kau perduli amat?"
"Aku pengemis tua memang memperdulikan ini."
"Apa alasanmu?"
"Berdasarkan usiamu, sudah tidak pantas kau bersamanya."
Sepasang mata Te Hang Kay menyorot dingin lagi. "Sekarang
kau harus meninggalkan tempat ini!"
"Kalau aku tidak mau meninggalkan tempat ini?"
"Kau akan kumampusi!"
Heng Thian Ceng mendengus dingin.
"Hm! Kau mampu itu?"
"Lihat saja aku mampu atau tidak?"
Ketika Te Hang Kay baru mau melancarkan serangan,
mendadak Ciok Giok Yin melangkah maju ke tengah-tengah
mereka berdua seraya berkata,
"Lo cianpwee, kalau ada persoalan harap bicara baik-baik
saja!" Te Hang Kay yang sudah pasang kuda-kuda untuk menyerang
Heng Thian Ceng berkata dengan suara dalam.
"Khui Fang Fang, kau boleh jadi ibunya! Tapi malah
mendesaknya untuk memanggilmu kakak, sesungguhnya apa
maksudmu itu" Apakah dua puluh tahun lalu...."
Dia memandang Ciok Giok Yin sejenak, tidak melanjutkan
perkataannya. "Siapa kau?"
"Aku pengemis tua Te Hang Kay!"
"Te Hang Kay?"
"Tidak salah! Mungkin kau belum mendengar! Tapi cepat atau
lambat kau akan jelas!"
"Kau menyembunyikan kepala dan ekor, tidak berani
menyebut nama aslimu, justru masih punya muka mencampuri
urusan orang!"
"Urusan ini aku pengemis tua pasti mencampurinya!"
Sepasang mata Heng Thian Ceng membelalak lebar kemudian
sepasang bola matanya berputar ke arah Ciok Giok Yin.
"Adik, katakanlah! Sebetulnya kau mengaku aku sebagai
kakakmu atau tidak?"
Ciok Giok Yin jadi serba salah. Di hadapan kedua orang itu,
yang satu melarang Heng Thian Ceng bergaul dengannya,
sedangkan yang satu lagi justru mendesaknya harus
memanggil kakak. Apa maksud kedua orang itu, sungguh
membuatnya tidak hasib berpikir.
"Adik, katakanlah!" desak Heng Thian Ceng.
Ciok Giok Yin tersenyum getir.
"Tentang urusan ini bagaimana kalau kita bicarakan kelak?"
Heng Thian Ceng manggut-manggut.
"Baik, kapan pun aku akan mencarimu."
Kemudian dia menatap Te Hang Kay dengan penuh
kebencian, setelah itu barulah melesat pergi. Sesudah Heng
Thian Ceng melesat pergi, Ciok Giok Yin bertanya pada Te
Hang Kay. "Lo cianpwee, apa sebabnya aku tidak boleh bergaul dengan
Heng Thian Ceng" Bolehkah lo cianpwee menjelaskan?"
"Dia...."
Te Hang Kay cuma mengucapkan itu, lalu berhenti.
Itu membuat Ciok Giok Yin bercuriga.
"Sebetulnya dia kenapa?"
"Pokoknya kau tidak boleh bergaul dengannya."
"Apakah lo cianpwee punya alasan?"
Te Hang Kay mengangguk.
"Tentu. Bagaimana mungkin aku pengemis tua akan
membohongimu?" ucapannya. "Berdasarkan usianya, dia boleh
jadi ibumu. Kau bergaul dengannya, bukankah akan
ditertawakan orang?"
"Sesungguhnya itu tidak jadi masalah," sahut Ciok Giok Yin.
Te Hang Kay mengerutkan kening.
"Kau tahu siapa dia?"
"Bukankah lo cianpwee memanggilnya Khui Fang Fang?"
"Tidak salah, namanya memang Khui Fang Fang. Dua puluh
tahun yang lalu dia telah menggemparkan dunia persilatan,
entah berapa banyak pendekar muda tergila-gila padanya."
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Berdasarkan wajahnya itu?" serunya tak tertahan.
"Kau anggap dia tak sedap dipandang?" sahut Te Hang Kay.
"Wajahnya memang tak sedap dipandang."
"Keliru."
"Bagaimana keliru?"
"Dia memakai semacam kedok kulit. Kau tidak tahu itu?"
Ciok Giok Yin tertegun, sehingga sepasang matanya terbeliak
lebar. "Dia memakai semacam kedok kulit?"
"Tidak salah."
"Aku memang tidak tahu itu."
"Sesungguhnya dia amat cantik bagaikan bidadari. Mengenai
usianya memang sudah ada, tapi aku percaya kecantikannya
masih seperti berusia dua puluhan."
"Hah" Betulkah itu?" seru Ciok Giok Yin tak tertahan lagi.
"Tentunya tidak salah."
"Bagaimana dia merawat dirinya sampai bisa begitu?"
"Tidak bisa dikatakan merawat diri. Kemungkinan besar dia
pernah makan semacam buah langka, maka dia tetap awet
muda. Kalau tidak, bagaimana mungkin lwee kangnya begitu
tinggi dan wajahnya tetap begitu cantik?"
"Bagaimana lo cianpwee tahu begitu jelas?"
"Ini...."
Te Hang Kay diam, tidak melanjutkan ucapannya.
Ciok Giok Yin ingin agar teka-teki itu terungkap.
"Bagaimana?"
"Mengenai dirinya, kelak kau akan tahu perlahan-lahan."
Ciok Giok Yin tahu Te Hang Kay tidak bersedia menceritakan
tentang itu, maka tidak mau mendesaknya. Namun dia
mengambil keputusan dalam hati, apabila bertemu Heng Thian
Ceng lagi, dia akan berupaya membuka kedok yang
dipakainya, agar tahu bagaimana parasnya.
"Sekarang aku tidak boleh tahu?"
"Tidak boleh."
"Mengapa?"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau kuberitahukan, tiada manfaatnya bagimu, bahkan
sebaliknya malah akan mencelakaimu!"
Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan satu hal, yaitu
mengenai sebuah tahi lalat merah di dadanya. Orang yang
pertama menanyakan tentang itu adalah Te Hang Kay. Karena
itu pengemis tua itu pasti tahu akan asal-usulnya, maka Ciok
Giok Yin bertanya.
"Lo cianpwee, sebetulnya siapa kedua orang tuaku" Bolehkah
lo cianpwee memberitahukan?"
Te Hang Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"Tetap seperti yang kukatakan dulu, kini tidak bisa
diberitahukan."
"Mengapa tidak bisa diberitahukan?" wajah Ciok Giok Yin
tempak murung. "Tentunya lo cianpwee tahu jelas asal-usulku.
Coba pikir, seorang hidup di dunia tidak tahu asal-usulnya dan
tidak tahu kedua orang tuanya, bukankah amat menderita
sekali" Apakah lo cianpwee tidak merasa iba padaku?"
Te Hang Kay menghela nafas panjang.
"Aku memang tahu sedikit, namun masih belum waktunya
aku memberitahuan...." Mendadak sepasang matanya
menyorot aneh, lalu dia mengalihkan perkataannya. "Sekarang
kau mau ke mana?"
Ciok Giok Yin tahu percuma mendesaknya, maka dia
menyahut. "Ke Gunung Liok Pan San!"
"Gunung Liok Pan San?"
"Ya."
"Mau apa kau ke sana?"
Ciok Giok Yin memberitahukan tentang sepotong kain baju
yang diperoleh dari Cou Kiong. Mendengar itu sepasang mata
Te Hang Kay berbinar, lalu dia bertanya,
"Betulkah ada urusan itu?"
"Tidak salah."
Ciok Giok Yin segera memperlihatkan kain potongan itu.
Cukup lama Te Hang Kay memperhatikan kain potongan
tersebut, namun sama sekali tidak menemukan rahasianya.
Akan tetapi Ciok Giok Yin yakin, kain potongan itu pasti ada
hubungannya dengan asal-usulanya, mungkin juga berkaitan
dengan jejak Seruling Perak. Mendadak Te Hang Kay berkata,
"Dengar-dengar Thian Thong Lojin bersifat amat aneh, maka
kau harus hati-hati dan berlaku sungkan padanya!"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Tentang itu aku sudah tahu."
Te Hang Kay mengembalikan potongan kain itu pada Ciok
Giok Yin, dan berpesan.
"Kau harus baik-baik menyimpan kain potongan ini."
Ciok Giok Yin mengangguk lagi dan bertanya.
"Lo cianpwee mau ke mana?"
"Aku juga ingin mencari seseorang, sampai jumpa!"
Te Hang Kay langsung melesat pergi. Sedangkan Ciok Giok
Yin masih berdiri termangu-mangu. Perasaannya agak
tercekam karena Te Hang Kay, Si Bongkok Arak dan juga Seng
Ciu Suseng, mertuanya itu, mengapa sikap mereka begitu
misterius" Padahal mereka bertiga tahu akan asal-usulnya,
namun mengapa tidak bersedia memberitahukan padanya"
Mendadak tampak beberapa sosok bayangan melayang turun
di hadapan Ciok Giok Yin, membuatnya langsung mengerahkan
lwee kangnya, siap menghadapi segala mungkinan. Ciok Giok
Yin menatap mereka, ternyata pernah bertemu mereka di luar
Goa Toan Teng Tong. Mereka adalah Sin Ciang Yo Sian, Kang
Sun Fang, ketua partai Heng San Pay dan tiga orang yang tidak
dikenalnya. Sin Ciang-Yo Sian adalah pemimpin mereka. Dia
maju selangkah seraya berkata dengan wajah dingin.
"Ciok Giok Yin, lohu ingin mengajukan satu pertanyaan."
"Silakan!"
Sin Ciang Yo Sian menegaskan.
"Kau harus menjawab sejujurnya."
Ciok Giok Yin tertegun. Dalam benaknya langsung teringat
pada Heng Thian Ceng dan Seruling Perak. Sebab setengah
tahun yang lalu mereka menghadang Ciok Giok Yin lantaran
Heng Thian Ceng berjalan bersamanya, sehingga mereka
bercuriga Seruling Perak telah berada di tangan Ciok Giok
Yin. Kini mereka muncul di hadapan Ciok Giok Yin, tentunya
adalah dikarenakan urusan tersebut. Namun Ciok Giok Yin
belum memperoleh Seruling Perak, juga tidak bersama Heng
Thian Ceng mencelakai dunia persilatan, maka dia menyahut
tanpa merasa takut sedikitpun.
"Namun harus mendengar dulu pertanyaannya apa yang
dilakukan itu!"
Sin Ciang-Yo Sian menatapnya tajam, kemudian bertanya.
"Apakah kau adalah keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie
Goan?" Ciok Giok Yin tertegun mendengar pertanyaan tersebut. Dia
sama sekali tidak menyangka Sin Ciang-Yo Sian akan
mengajukan pertanyaan seperti itu. Padahal tadi dia baru
membicarskan tentang asal-usulnya dengan pengemis tua Te
Hang Kay. Setengah tahun yang lalu, Sin Ciang-Yo Sian pernah
bersama Te Hang Kay, apakah pengemis tua itu tidak pernah
memberitahukan pada mereka" Kelihatannya mereka berlima
tidak begitu jelas akan asal-usul Ciok Giok Yin. Karena itu
setelah tertegun sejenak, barulah Ciok Giok Yin menyahut,
"Maaf! Urusan ini tidak dapat kujawab."
"Lohu menginginkan jawabanmu yang jujur. Kau mau
mengatakannya atau tidak,
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 1 Bara Naga Karya Yin Yong Petualang Asmara 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama