Ceritasilat Novel Online

Pedang Dan Kitab Suci 2

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 2


terus mengejar.
Karena gemes Ceng Tong sambitkat 2 biji Thi-lian-cu kemuka pengejarnya itu, giam
see ciangpun memutar ngo heng-lunnya untuk menangkis.
Berbarengan saat itu, dari atas puncak gunung berglindingan batu-batu kebawah
beberapa diantaranya tepat mengenai rombongan tentara Ceng, hingga ada beberapa
yang mengeluarkan darah. Dalam kekacauan itu rombongan pedagang Wi berhasil
meloloskan diri.
Begitu mereka sudah jauh, Giam see ciang segera mendekakap mayat kakaknya itu, ia
menangis tersedu-sedu, setelah dibujuk oleh Chi ceng lun dan Tee Ing bing, barulah ia mau berhenti.
Orang-orang piauwhang lalu menaruh mayat-mayat kawannya ke dalam kereta, kalau
kawan ada yang bersedih kehilangan saudara, adalah Tong siu ho yang nampak unjuk
muka berseri-seri kegirangan.
"Kalau bukan Tong-toaya yang cekatan, dia matipun akan penasaran, "demikian ia
membual." Ketika ke 2 rombongan tengah bertempur dengan seru tadi Hwi Ching hanya
mengawasi saja dipinggir. Ketika Wan Ci didesak mundur oleh nona bangsa Wi tadi, dan karena turut campurnya anak itu sehingga kitab Qur"an gagal dirampas orang-orang Wi, Hwi-Ching jadi uring-uringan.
Setelah keadaan disitu mulai sepi, dan tak ada seorangpun menghaturkan ucapan
terima kasih kepada wan Ci merasa kurang senang, sedang sewaktu Tong siushu
nampak dandanan Can Tho Lam seperti seorang bu-koan atau menghampiri untuk
memperkenalkan diri. Sedikitpun dia tak ambil perhatian pada Wan-ci. Sudah barang
tentu Wan-ci makin mendelu. Ditambah lagi suhunya memberi tegoran pedas.
"Orang-orang Piauwhang itu banyak dari golongan jahat, yang tergolong baik-baik
mengapa kau usil membantu mereka !"
Benar-benar Hwi Ching murka, Wanci yang didamprat tak berani angkat kepalanya.
Ketika sampai di puncak, di waktu magrib nanti tentu sudah sampai di Sam To kao,
sebuah kota yang sedangsedang saja besarnya kata kusir.
"Hotel terbesar di Sam To kao ialah hotel An Tong."
Setelah masuk kota, baik rombongan piauwhang maupun rombongan Li Thay-thay,
sama-sama menuju hotel tersebut. Tapi begitu sampai dimuka pintu seorang
pelayanpun tak ada yang menyambut.
"Apakah semua pelayan-pelayan disini semuanya mampus ?" demikian Tong siu-ho dari
rombongan Piauwhang berteriak dengan marah-marah.
Mendengar itu Wan-Ci kerutkan jidatnya, karena selama ini, belum pernah melihat
orang yang sedemikian kasarnya.
Rupanya rombongan yang sudah letih dalam perjalanan itu tak sabar lagi. Mereka terus mau memasukinya, tapi tiba-tiba pada saat itu dari arah dalam terdengar suara beradu.
Wan ci adalah yang paling usl dan selalu ingin mengetahui sesuatu lebih dulu, ia terus menerobos masuk. Tapi ternyata ruangan hotel itu tak kelihatan manusia. Baru setelah masuk keruang dalam, dilihatnya wanita muda dengan rambut terurai tengah bertempur
dengan empat lelaki. Dengan gelisah wanita itu memainkan golok panjang ditangan kiri dan golok pendek ditangan kanan. Nampaknya ia berkelahi dengan mati-matian.
Jelas bagi Wan ci, bahwa keempat orang lelaki itu berusaha keras memasuki sebuah
kamr disitu, sedang wanita itu coba menghalangi dengan nekad. Keempat orang lelaki
itu tinggi kepandaiannya, satunya memainkan tongkat, seorang lagi menyoren pedang
sedang yang lainnya menggunakan kui thao-to.
Waktu itu Hwi Ching pun sudah menyusul masuk keruangan itu. Pada sat itu, orang
yang bersenjatakan sepasang tongkat itu tampak mengangkat senjatanya untuk
dihajarkan di kepala si wanita.
Wanita muda tersebut tak mau menyambutinya dan hanya menghindar kekiri, justeru
saat itu Jwan pian musuh mengarah pinggangnya, dengan ksebat luar biasa wanita itu
memapak dengan golok ditangan kirinya kearah jwan pian, seheingga seketika ituitu
juga pian lalu menggulung ke bawah.
Buru-buru wanita itu menarik goloknya. Tapi justru dengan demikian sangat berbahaya, kui thao0to dari salah seorang lawan menebas dan disusul pedang musuh lainnya
mengarah kepunggung si wanita.
Wanita itu cepat-cepat menangkis serangan pedang tersebut. Tapi karena menghadapi
2 macam serangan, posisinya sangat berbahaya. Benar pedang dapat di tangkis tapi kui thao-to sudah keburu datang. Sukarlah kiranya menghadapi kui thao-to yang
menyambar sebelah pundaknya.
Pundak wanita termakan golok kui thao-to, namun ia tetap pentang mundur. Ketika
lengannya bergerak-gerak memainkan senjata, darah dilukanya bercucuran membasahi
lantai. "tangkap hidup-hidup! Jangan sampai ia berlaku nekad, teriak orang yang
bersenjatakan jwan-pian sambil terus mempergencar serangannya.
Melihat keadan yang pincang itu, Hwi Ching marah, timbulah hati keutamya. Tanpa
mengingat tugas berat yang sedang dijalankannya ia kan taan
Urun tangan. Kini orang yang memegang sepasang tongkat itu, tampak menyabetkan tongkatnya dan
dalan gugupnya wanita itu menangkis dengan golok pendek. Dan ketika pedang lawan
datang, ia pakai golok yang satunya unt menangkis
K menahan. Tapi ternyata si penyerang yang memakai pedang itu sangat lihay. Apalagi
karena pundaknya sudah terluka berkuranglah tenaga si wanita itu.
Begitu pedang dan golong yang saling bentur, tangan si wanita tergetar hebat dan
goloknya panjang jatuh. Musuh tak mau sia-siakan. Ketika terbuka, maka pedang terus
disarangkan dengan hebat.
Si wanita cepat-cepat berkelit kekanan. Tusukan pedang dapat dihindari, tapi musuh
yang bersenjatakan KKUi "thao "to tadi segera melesat maju untuk menerobos masuk
kedalam kamar itu. Melihat keadaan yang begitu berbahaya, si wanita menjadi nekad.
Dengan tak memperdulikan senjata-senjata yang menyerangnya dari empat jurusan, ia
merogoh dadanya dan dengan sebat menawurkan 2 batang hui-too kearah punggung
seorang musuh yang tengah menerobos masuk ke kamarnya utu. Orang tersebut
mengira bahwa wanita itu tentu masih sibuk menghadapi ketika lawannya, mana ia
terus maju dengan mantap.
Begitu terasa sambaran angin dibelakangnya, ia coba berkelit, tapi sudah terlambat.
Sebatang hui-too masih dapat dia hindari dengan kepalan.. tapi hui-too yang lain tepat menyusup ke punggungnya. Masih untung kekuatan wanita itu banyak berkurang
karena luka dipundaknya , tak urung orang itu menjerit hebat, terus melangkah
mundur. Pada saat itu kembali wanita gagah mendapat hantaman tongkat dipahanya, sehingga
dia terhuyung-huyung, namun ia tetap nekad untuk menghadang di depan pintu
kamarnya. "Wan-ci, kau lekas bantu dia, kalau kalah aku bantu !" Hwi Ching perintahkan muridnya Tak usah diulang lagi, wan-ci loncat dengan pedangnya.
"Empat orang laki-laki mengerubuti seorang wanita, sungguh memalukan !" demikian
teriaknya segera.
Melihat ada orang datang menyelak, dan berbareng pada saat itu diruangan tampak
banyak orang-orang piuwhang dan tentara negeri, keempat orang itu buyar
semangatnya, begitu terdengar suitan berbunyi, mereka berempat segera loncat kabur.
Wajah wanita muda itu pucat lesu, dengan menyandar pada pintu ia menggasoh npas.
"Wan-ci menghampiri lalu bertanya.
"Ada apakah?"
"Mengapa mereka menghina Nyonya ?"
Tapi belum sempat wanita itu menjawab, Gan Tho Lam telah menghampiri Wan-ci
sambil berseru :
"Thay-thay menyuruh siocia datang kesana," lalu dengan setengah berbisik pemimpin
barisan pengawal itu berkata pula. Mendengar siocia kesana.
Nampak Can Tho lam mengenakan pakaian opsir tinggi, wajah wanita itu bertambah
pucat, tanpa perdulikan pertanyaan Wan-ci terus masuk kedalam.
Terbentur dengan tembok, lunak wan-ci kurang puas, ia berpaling pada Can tho lam
dan katanya : "baik, aku akan segera datang.
"tapi ia menghampiri suhunya lebih dulu, ia lalu bertanya ?"
"Mengapa merek bertem dengan sengit, suhu ?"
"Biasanya ada dendam, pembalasan sakit hati, karena urusan belum putus, kiranya
keempat orang itu tentu akan datang lagi suhut sang guru.
Wan-ci hendak menegasi tetapi tiba-tiba terdengar seseorang datang dengan memakimaki kasar. "Keparat, kau kata tak ada kamar. Apa takut aku tak bayar, ya "!"
Kalau menilik suara ialah Tong siu-ho. Lantas terdengar pula seorang pelayan berkata "
"Long at koanya harap jangan marah dulu.kita mana berani menghina koanya.tapi
memang sungguh-sungguh ruangan atas beberapa kamarnya, sudah orang lain.
"Siapa yang berada dikamar atas coba kulihat seru orang itu dengan ketus. Dan sembari berkata dia terus melangkah keruangan dalam. Justru pada saat itu si wanita muncul
lagi dari kamarnya dan sedang berkata pada seorang pelayan lain : Toako, tolong,
bawakan air panas kemari.
Begitu nampak rangnya, semangat Tong-siu ho seperti terbelot, walaupun wajah sionya
muda itu pucat namun tak mengurangkan kecantikannya, tong siu-ho terpesona. Hanya
matanya saja yang kedap-kedip.
Si wanita cantik berbicara dalam dialeg utra dengan tekukan orang selatan.
"Selama Ceng toaya lewat di daerah ini berulang-ulang, belum pernah aku menginap di
hotel kelas 2. Kalau ruangan atas sudah penuh, biarlah kupakai ruangan ini saja !"
Sambil berkata itu Tong siu-ho menghampiri kearah kamar si wanita. Dan selagi ia
menutup pintu Siu-ho menerobos masuk.
Jilid 3 "A D U H !" Si wanita menjerit kesakitan ia coba menghadang, tapi luka dipahanya itu memaksa ia untuk duduk kembali dengan rasa sakit yang hebat. Memang hantamana
tongkat tadi menyebabkan ia terluka berat.
Ketika Siu-Ho masuk, didapatinya laki-laki berbaring diatas pembaringan. Karena kamar itu tak ada penerangannya, wajah orang itu tak tampak jelas. Hanya kepalanya saja
yang tampak dibalut kain putih, begitu pula tangan kanannya dibalut dan di kat pada
leher, sedang sebelah kakinyapun dibalut juga. Jadi boleh dibilang orang seperti mayat yang dibungkus kain puti, begitu melihat ada orang masuk dia segera menegur dengan
suara lemah. "Siapa ?"
"Aku orang She Tong-piauwsu dari Tin-wan Piauwkok. Karena kamar semua sudah
penuh kumohon kau perbolehkan aku tidur disini, wanita itu siapa, iasteri atau
kenalanmu saja ?"
"kau pergi saja, kata orang itu dengan nadahambar. To siu ho mengerti bahwa orang
tersebut terluka berat, sedang satunya tadi hanya seorang wanita. Dia tak mau siasiakan kesempatan itu, lalu cengar-cengir berkata :
"jangan gitu dong, biar kita tidur bertiga. Jangan kuatir, tak nanti menyaplok lukamu !"
Karena murkanya itu sampai gemetar badannya.
"Toako, jangan umbar nafsu, kita tak boleh cari mush baru lagi, seru si wanita dengan lemah kemudian katanya pada Tong siu-ho harap kau lekas keluar !"
"Apa keluar ?" menemani kau kan lebih enak bukan ?" sahut siu-ho dengan lagak tengik
"kau kemarilah," tiba-tiba laki-laki itu berseru .
"Bagaimna, kau lihat aku ini cakap tidak?" kata siu-ho sambil melangkah maju.
"Kurang jelas, mau lebih dekat lagi!" kata lelaki itu
Dengan tertawa siu-ho maju beberapa tindak lagi, katanya :
"lihat yang terang dong, inilah yang dikatakan si bagus memboyong si cantik."
Belum selesai ucapannya, tiba-tiba laki-laki itu bangun dari pembaringan dansebat luar biasa tangan kirinya dijulurkan menotok jalan darah, Khi ia hiat.dengan mengungang
sisa kekuatannya dalam Iwekang dia hantam pundak si ceriwis itu.
Seperti mega tertiup angin, tubuh siu-ho melayang sisa terlempar keluar mengerusuk
jatuh dilantai halaman. Dia menjerit-jerit, tapi tak dapat berkutik, karena ditotok Tiam tadi, tak dapat berkuti, karena ditotok tadi, sun loo-sam dan petugas yang berteriak-teriak di sepanjang jalan buru-buru menghampiri untuk mengangkatnya.
"Tong Toaya, jangan mengganggu mereka."
Rupanya mereka adalah orang Hong Hwa-Hwee kata Kun Lo sam bisik.
"A"..a ".. kakiku tak bisa bergerak Hong Hwa Wee bagaimana kau tahu ?" seru Tong
siu-ho dengan mengucurkan keringat dinhgi.
Kata pemilik hotel, "Ini, tadi empat orang dari kantor Pembesar sini akan mengkap
mereka, tapi dapat dipukul mundur, Loo sam memberi keterangan.
Ketika mendengar ribut-ribut itu orang-orang piauwhang semua melihat keluar.
"Ada apa sih!" seru Giam See ciang menghampiri.
"Giam liokko, aku ditikam oleh orang Hong Hwa Bwee, kau tolonglah teriak Siu-ho
sambil meringis sakit."
"Giam See- ciang kerutkan jidatnya. Dia tarik tangan siu-ho terus panggulnya, Lo-tong masuk kemari !"
See ciang akan menjaga nama Tin-wan piauwkok maka ia tak mau orang ketawa ada
piauwsu Tin wan piuwkok dihajar orang sampai tak bisa bangun, tapi dia terkejut juga ketika didalam kamar ia lepaskan Siu-ho turun ternyata masih saja ia numprah ditanah.
"Tubuh ku lemas tak bertenaga sun loo sam kurang ajar, kau tak mau gendong aku "
teriak siu-ho pula.
Baru kini Giam see ciang tahu bahwa kawannya itu terkena totokan orang, lalu
ditanyainya. "Kau berkelahi dengan siapa tadi ?"
Dengan mata melotot dan muka kecut, Siu-ho tunjuk kearah kamar wanita tadi, katanya
"Dengan seorang telur busuk disitu !" kawanan Hong Hwa Hwee, belum sempat orang
mengurus perbuatannmu membunuh Cio Bun Ki samya kini kau coba main gila dengan
Tong Toayamu ini.
Demikian sengaja siu-ho ingkit kematian Cio-bun ki samya dari Kwantong Liok-mo di
depan Giam see Ciang agar panas hatinya.
"Tong-toaya, jangan memaki-maki saja. Jangan cari perkara dengan orHong Hwa-Hwee
sekali kita kesalahan pada mereka sukar kiranya tugas kita sebagai piuwsu akan dapat aman.
Semula Giam see ciang termakan akan bualan Siau-ho tadi, ia bermaksud akan menjajal
orang tersebut. Tapi ketika teringat bahwa musuh pandai menotok, apalagi kini ia
seorang diri dan telah ditinggal mati oleh kakaknya Giam See Gui, maka ia tarik mundur niatnya itu.
Ketika itu tampak Chi Ceng lun piauwsu mendatangi, segera dia bertanya pada Sun Loo
sam si tukang teriak di jalan itu.
"Apa kau tak salah lihat pada orng Hong Hwa Hwee ?"
Sun Loo Sam mendekati Chi piauwsu, lalu bisiknya :
"Setelah keempat pahlawan kantor pembesar berlalu, maka kasir hotel ini menerangkan
bahwa sepasang suami isteri itu adalah pesakitan penting. Untuk mereka ber 2lah,
kerajaan sengaja mengurus beberapa jagoannya menangkapnya kemari. Kasir itu telah
dipesan bila sewaktu-waktu ke 2 orang itu hendak berlalu, supaya lekas-lekas
melaporkan kepada pembesar setempat, semuanya itu, telah kudengar tadi."
Chi Ceng lun berusia lima puluh tahun lebih. Lama dia terjunkan diri dikalangan
piuwhang. Meskipun bugeenya tak terlalu tinggi, tapi dia luas sekali pengalamannya,
segera ia memberi isyarat mata pada Giam See Ciang, lalu bersama-sama mengangkat
Tong Siu Ho. "Golongan apa sih," tanya She Giam.
"Orang Hong Hwa Hwee, baik mengalah. Nanti setelah menolong Tong Siu-ho, kita
rundingkan lagi." Balas Chi piauwsu kemudian tanyanya pada sun Loo sam.
"Adakah kau saksikan pertempuran tadi ?"
"Wah, hebat sekali, seorang wanita muda memegang 2 batang pedang, sebatang
panjang ditangan kiri dan sebatang yang pendek di tangan kanan. Keempat orang lakilaki itu tak dapat mengalahkannya. Sebenarnya mereka berempat menang angin Cuma
mereka sengaja memperpanjang pertempuran untuk melelahkan si wanita." Tutur Loo
sam. "itulah murid dari keluarga Lou, yang digelari Sin To Lou Keh. Ia pandai melepas huito bukan ?"
"Ya, ya, benar, tangannya sakti sekali," kata Loo sam
"Ah, kiranya Sutangkeh ketua keempat berada disini kata Chi piauwsu pada Giam See
ciang. Habis itu mereka tak bicara apa-apa lagi. Bertiga mereka menggotong Tong siuho masuk kedalam kamar
Kali ini Hwi Ching menyaksikan semua kejadian. Ketika ketiga piauwsu itu berunding,
dia tak dapat mendengar jelas. Tapi 2 patah kata dari Chi piauwsu itu dapat
didengarnya betul.
Pada saat itu Wan Ci muncul disitu lalu mendekati suhunya seraya katanya :
"Suhu, kapan kau ajarkan ilmu tiam hiat padaku " coba itupun unjukkan kepandaian
begitu" Hwi Ching tak menggubris, dia hanya berkata seorang diri :"Tentunya anak keturunan
dari Sin to lou keh si Golok sakti keluarga Lou. Ah aku tahu tak boleh tinggal diam.
"Siapa Sin To Lou Kee itu " tanya Wan-ci.
"Sin To Lou Goan Thong adalah sahabat karibku, kabarnya ia sudah meninggal. Wanita
yang bertempur itu tadi gunakan jurus-jurus ilmu golok dari Lou Goan hong kalau bukan puterinya tentulah muridnya."
Dalam pada itu, Ci Ceng Lun dan Tee Ing-Bing ber 2 piauwsu dengan mengotong Tong
Siu-ho tampak menuju kekamar si wanita tadi. Diluar kamar, Sun Loo sam lebih dulu
batuk-batuk lalu berseru keras-keras.
"Chi Tee dan Tong bertiga piuwsu dari Tin wan-piauwkok mohon berkunjung pada Sutong kee dari Hong Hwa Hwee.
Begitu gerendel pintu terbuka, si wanita muda berdiri diambang pintu ia mengawasi
keempat tetamunya itu, sun loo-sam buru-buru memberikan tiga buah kartu nama,
namun si wanita tersebut tak mau menerimanya, malah terus membalikkan diri masuk
kedalam. Rupanya ia berunding dengan suaminya, tak lama kemudian nampaka keluar
lagi seraya menyilahkan tetamunya masuk.
Selama di dalam, wanita itu tetap berdiri disamping sang suami. Walaupun keempat
tetamunya itu mengerahkan jubah panjang dan tak membekal senjata apa-apa, tapi
tuan rumah tetap curiga.
"Saudara kami ini, tadi telah kesalahan pada tuan untuk itu datang menghaturkan maaf, demikian Thi Ceng Lun membuka pembicaraan seraya menjura di kuti pula oleh Tee Ing
Bing dan Sun-lo sam.
Namun si lelaki itu tetap berbaring ditempatnya, maka berbisiklah wanita itu padanya.
"Koko, orang-orang Tin-wan piuwkok haturkan maaf padamu. Laki-laki itu tak menyahut
apa-apa,. "Bun Tia-hay-hay, meskipun aku belum pernah bertemu padamu, tapi sudah lama
dengar su tang-kah dan namamu yang kesohor. Pemimpin piuwkok kita Win Tin-ho ni
ong hui Thing dan ayahmu si to-lou looya, mempunyai hubungan baik, saudara kita
yang satu ini memang sembrono sekali ..........
"Ssssst, dia terluka dan baru teridur. Nanti jika sudah bangun akan kusampaikan
maksud kunjungan kalian padanya. Harap kau orang jangan anggap kita tak tahu adat,
tapi karena ia terluka hebat, sudah hampir 2 hari ia tak bisa tidur, sahut si wanita memutuskan omongan orang. Dan wajahnya mengunjuk seperti orang berduka.
Chi ceng lun dapat menerima alasan itu, karena memang dilihatnya seluruh tubuh orang itu dibalut kain, kemudian katanya :
"Bun su tang-keh lukanya bagaimana ?" aku ada membawa obat kiem sana yok untuk
segala macam luka, demikian Chi cengn berkata untuk mengambil hati orang.
Si wanita rupanya mengerti maksud orang, lalu berkata
"Terima kasih, kita sudah punya obat. Tuan yang terkena tiam ini, tak terluka berat.
Kalau nanti suamiku sudah bangun, akan kusuruh pelayan memanggil tuan."


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar orang suka menolong, keempat tamu itu lalu undurkan diri.
"Eh, nanti dulu. Mengapa tuan-tuan tahu nama kami, tiba-tiba wanita itu bertanya
"Sepasang Wan-yang-to dan golong terbangmu huito orang kangaouw manakah yan
gtak mengetahuinya " dan lagi, kalau bukan Bun Su-tong kee, siapa lagi yang
mempunyai kepandaian Tiam-hiat itu. Serta pula kalian ber 2 berkumpul menjadi satu,
maka tentulah Pan-lui Chiu Bun Lay dan Wan yang to laou Ping adanya, " sahut Ceng
Lun. Wanita muda tersebut tersenyum simpul. Ia puas mendengar orang junjung dirinya dan
suaminya. Melihat mereka keluar kembali Wan-ci kambuh penyakitnya untuk belajar ilmu Tiamhiat
ia mendongkol karena sampai sebegitu jauh suhunya masih belum mengajarnya ilmu
tersebut, ia masuk kedalam kamar untuk mencari akal bagaimana caranya agar sang
suhu mau menurunkan pelajaran itu.
Habis dahar pagi ia temani ibunya berbincang-bincang sebentar, ibunya
memperingatinya agar jangan nanti dijalanan membuat keonaran lagi, dan melarang
menyamar sebagaia laki-laki lagi, tapi Wan-ci hanya ganda tertawa saja.
"Ma bukanlah kau sering menggerutu tak punya anak lelaki " kalau kini aku menjelma
menjadi seorang laki-laki mengapa kau tak bergirang ?"
Ibunya kalah separuh, lalu masuk kekamar dan tidur. Ketika wan ci juga akan masuk
tidur, tiba-tiba didengarnya di halaman sana seperti ada orang mengetuk jendela
dengan perlahan-lahan dan menyusul terdengar seorang sedang bisik-bisk.
"Bocah, keluarlah aku ada yang akan diomongkan denganmu." Cepat-cepat Wan-ci
menyambar pedang, terus loncat kehalaman, dimana sebuah bayangan orang,
kedengaran berseru pula.
"Anak setan, kalau kau ada nyali, mari ikut aku."
Wan-ci adalah ibarat anak kambing yang tak takut harimau tanpa curiga apa-apa, dia
loncat keluar tembok buat mengikutinya.
Baru saja kakinya menginjak tanah, sebuah pedang berkelabat menghantamnya. Cepat
wan-ci hadangkan pedangnya untuk menangkis dan cepat menanyai : "Siapa kau ?"
"Aku adalah Cui-ih Wi sam Hwee Ceng Tong Eh, sahabat kita orang sebagai air
Sungai tak mengganggu air sumur. Mengapa kau ganggu kami hingga urusan kami
yang besar itu terlantar ?"
Kini baru Wan-ci tahu dengan jelas bahwa bayangan yang melintangkan pedang ke
tanah itu adalah si nona baju Kuning yang pernah bertempur dia waktu tempo dulu.
Ia tak dapat menjawab teguran si nona itu. Memang ia tak punya alasan, mengapa
harus mengacau urusan itu. Namun ia malu untuk mengaku salah, maka dicarinya
alasan katanya :
"Urusan dunia adalah urusan manusi semua, memang siaomaymu itu paling suka
campur urusan orang lain kau tak terima " Baiklah aku akan mohon pelajaran
pedangmu lagi. Ucapan itu dibarengi dengan serngan pedang kearah si nona. Dengan murka si nona
segera angkat pedangnya untuk menangkis.
Wan-ci sebenarnya tahu bahwa ilmu pedangnya tak nempel dengan sang lawan, tapi ia
sudah punya rencana, sembari berkelahi ia terus mundur, sambil melihat letak tempat
yang akan dilaluinya. Ia terus mundur, hingga sampai kekamar suhunya. Dan pada saat
itu berteriaklah ia dengan kuat-kuat.
"Suhu, Suhu aku akan dibunuh orang."
"Hem, kedengaran si nona mencemoohkannya."
"Manusia tak punya guna, mana aku sudi mengotori tanganku untuk membunuh
manusia macam kau itu. Aku hanya hendak memberi pelajaran padamu, agar
selanjutnya kau jangan usilan dengan urusan orang lain !"
Habis mengucap itu, Ceng Tong segera balikkan diri terus berlalu.
Tetapi wan-ci tak mau melepaskan, ia segera loncat menikam punggung lawannya.
Maka Ceng tongpun lantas putar tubuh dan pedangnya untuk bersilat lagi dengan sam
hun kiamnya karuan wan-ci kerepotan.
Tiba-tiba ia mendengar tindakan kaki mendatangi dari arah belakang. Ia pastikan
bahwa itu tentu suhunya. Liok Hwi Ching, maka membarengi saat Ceng Tong
menikamkan pedangnya kearah dadanya. Wan-ci dengan sebat loncat bersembunyi
dibelakang suhunya. Melihat adanya bahaya mengancam apa boleh buat Hwi Ching
angkat pedangnya buat menangkis.
Ilmu pedang Ceng Tong sangat cepatnya. Tanpa berkata apa-apa, ia kirim sepuluh
jurus serangan bertubi-tubi. Selama itu ia heran bahwa sekalipun permainan jago tua
itu tak berbeda dengan anak muda atau Wan-ci tadi, namun ia tak dapat berbuat apaapa. Ia bergerak makin seru lawan makin perlahan. Dan setelah beberapa jurus lagi.
Kini ia berbalik dari menerjang menjadi diserang.
Ketika itu wan-ci berada disamping. Dengan seksama ia awasi jalannya pertempuran
anatara suhunya dan nona Baju Kuning itu. Dengan begitu tercapailah maksudnya
mencuri lagi beberapa kepandaian dari suhunya, apabila suhu itu betul-betul masih
menyimpan beberapa macam ilmu. Tapi ia menjadi kecele "Jwan hun kiam sut" yang
dimainkan oleh sang suhunya itu dapat bergerak dengan mantap dan mahir sekali.
Betul-betul dia dapat menguasai permainannya dengan sempurna sekali.
Pokok tujuan dari "sam-hun-kiam" yakni untuk menghantam kelambatan musuh dengan
kecepatan, agar musuh menjadi kalang kabut. Namun Hwi Ching tak mau mengekor
gerakan musuh hingga setelah berselang beberapa jurus lagikedudukan mereka
menjadi terbalik.
Sampai disini insyaflah Ceng Tong bahwa kini ia menghadapi seorang angakatan tua
yang kenamaan, ia harus dapat bertindak sebat. Dengan asap digurun pasir dan meliwis jodoh dipadang pasir ia merangsek hebat untuk menagkis, sebat luar biasa Ceng Tong
memutar diri untuk lari.
Namun Jwan hu-kiam sut dari Hwi Ching bagaikan hujan yang tak kenal putus, sekali
terlibat, jangan harap dapat terlepas. Apa boleh buat Ceng Tong terpaksa melayani
dengan mendelu hati.
Melihat kesempatan bagus itu. Wan ci lalu masukkan pedangnya dan dengan ilmu silat
tangan kosong Bu-kekihian-kang-kun, ia terjunkan diri dalam kalangan, sudah barang
tentu Ceng Tong makin ripuh dibuatnya.
Wan ci memang nakal, ia tak sungguh-sungguh mengarah serangannya dibagian yang
berbahaya dari lawannya, caranya berkelahi pun hanya seperti orang bercanda. Dengan
tangan kosong, ia jotos kesana, menpuk kesini. Ia memang hanya mau membalas
hinaan ketika bulu suri kudanya dijebol tempo hari itu.
Menurut kaum muslim, pergaulan anatara laki-laki dan perempuan sangat dibatasi.
Wanita yang keluar rumah tentunya harus menggunakan kerudung untuk menutupi
mukanya. Namun bagaimnapun karena menjalankan tugas penting terpaksa aturan itu
dikesampingkan oleh Ceng Tong. Ceng tong adalah seorang gadis yang memegang
teguh kesucian, ia gusar sekali melihat kelakuan yang tak senonoh dari wan-ci yang
dikiranya seorang pemuda itu.
Karena marahnya kemudian ia lengah. Dan hampir ujung pedang Hwi Ching menyambar
kemukanya. Dengan tersipu-sipu nona itu tundukkan kepalanya seraya menangkiskan
pedang. Tapi tiba-tiba dari arah belakang, wan-ci berseru keras-keras, liaht pukulan !"
Dengan gerak "Ayam liar menotol beras" Wan-ci menghantam pundak kiri si nona. Dan
ketika lawannya berusaha untuk menggunakan tipu "Kim Na-hwat" untuk menyambut
tangan Wan-ci yadari belakang ini dengan sabetnya meneruskan jotosannya kearah
dadanya, kalau saja pukulan itu mengenai sasarannya, orangnya pasti akan terluka
berat. Walaupun Ceng Tong terkejut, namun ia sudah tak berdaya untuk menarik ke 2
tangannya yang dipakai untuk menangkis serangan Hwi Ching dan serangan Wan-ci.
Namun Ceng Tong tak menjadi gugup dan segera tarik tubuhnya kebelakang, walaupun
tak dapat lolos sama sekali dari musuh, tapi sedikitnya dapat mengurangi tenaga
hantamannya. Tapi ternyata wan-ci tak sungguh-sungguh memakai tenaga, begitu tangannya tiba
kedada ia terus menjamahnya keras-keras bagian badan tersebut, habis itu dengan
tertawa terbahak-bahak ia buru menarik kembali tangannya.
Itulah hinaan besar bagi seorang wanita, apa lagi seorang gadis suci seprti Ceng Tong, seumur hidup belum pernah ia alami peristiwa yang sangat memalukan itu, dengan
meluap-luap ia tikam Wan-ci dan ketika anak jahil itu berkelit, ia barengi lagi
membacok. Betul-betul Ceng-tong umbar kemarahannya ia tak pedulikan sama sekali akan seranga
Hwi Ching, seluruh perhatiannya dicurahkan untu merangsek Wan ci saja.
Untung Hwi Ching mempunyai pikiran lain, ia mengetahui permainan pedang Ceng-tong
tempo hari itu sangat bagus, dia hendak mencobanya saja, ia tak ada niat sama sekali untuk melukai si nona. Melihat orang tak pedulikan serangannya, iapun tak mau
merangsek lagi serta terus mearik balik serangannya.
Serangan Ceng Tong yang gencar itu sampai tak memberi kesempatan bagi wan Ci
untuk menarik pedangnya, ia terus-menerus mundur, tapi pada saat itu ia masih sempat menggoda.
"Aku telah merabanya, kau mau bunuhpun tak bergunalah !"
Ceng Tong keluarkan ilmu simpanannya yang disebut Onta sakti berkaki ajaib begitu
ujung pedang hampir mengenai, secepatnya diganti dengan ilmu pedang istimewa dari
Hian san pay, yakni "hay-si sim lou," Selekas itu juga hanya sinar pedang yang tampak bergulunggulung sehingga mata wan-ci menjadi berkunang-kunang.
Nampak muridnya menghadapi bahaya, Hwi Ching tak berayal lagi terus maju
menyambut serangan itu, baru saja wan-ci dapat mengasoh sebentar, ia sudah mulai
tertawa dan menggoda lagi.
"Ah, sudahlah jangan marah-marah, kau kawin sama aku, bereslah !"
Sampai disitu tak kuatlah Ceng Tong menahan amarahnya saking gemasnya tak dapat
melabrak wan-ci dia menjadi kalap. Ketika Hwi Ching menusuk, ia tak mau menangkis
tapi bahkan ajukan badan untuk menubruknya.
Kaget Hwi Ching bua namapak si nona hendak bunuh diri. Cepat-cepat dia tarik balik
pedangnya dan mendorong pundak Ceng Tong hingga sampai sempoyongan lima tindak
kebelakang, dia loncat memburu seraya berkata :
"Nona jangan kesal hati."
Karena bingung dan mendongkol Ceng Tong sampai mencucurkan air mata. Dengan tak
berkata apa-apa ia terus berlalu.
"Nona jangan buru-buru pergi. Aku ada sedikit omongan seru Hwi Ching seraya
memburu pada nona itu?" Perintah Hwi Ching sambil berpaling kearah wan-ci.
Dengan cekikikan, Wan-ci menghampiri tapi ketika dekat, Ceng Tong tiba-tiba
mengirimkan tinjunya.
"Aduh, tak kena Wan-ci berkelit dengan tertawa, sembari begitu ia tarik kopiahnya dan menjulurlah rambutnya yang bagus.
"Lihatlah aku ini seorang pria atau wanita ?"
Hampir saja Ceng Tong mati terkejut ketika menyaksikan keadaan si pemuda yang
sangat ia benci itu. Ia tak tahu, mengungkapkan perasaannya apah ia girang atau kah
harus marah lagi. Yang nyata ia tak dapat mengeluarkan kata-kata lagi.
"Inilah Liteecuku murid perempuan ia memang anak nakal sampai aku sendiripun
kewalahan mengurusnya. Urusan tadi sebenarnya akupun tak mengetahuinya, harap
kau jangan salah sangka." Demikian Hwi Ching memperkenalkannya.
Sembari Berkata Itu, Hwi Ching hendak menjura, tapi cepat-cepat Ceng Tong
mengoskan muka tak mau menerimanya. Ia tetap tak mau mengucapkan apa-apa,
nyata kemarahannya masih belum padam sama sekali.
"Thian San Siang Eng masih apamu ?" tanya Hwi Ching tanpa pedulikan sikap orang
kepadanya. Ceng Tong kerutkan jidatnya, tapi tetap membandel tak mau bicara.
"dengan Thian San Siang Eng ........, Tut ciu tan Ceng Tik dan Swat hu Kwan Bing Bwee aku mempunyai hubungan yang rapat. Kata orang bukan tergolong orang luar."
Menneruskan Hwi Ching.
"Twat Tiau adalah suhuku. Akan kulaporkan pada suhu dan sukong, bahwa kau seorang
cianpwe menghina orang muda. Bukan saja menyuruh murid untuk mengganggu aku
bahkan kau sendiri turun tangan." Kata Ceng Tong mengambek.
Sembari mengucapkan begitu, Ceng Tong mengawasi tajam-tajam pada Hwi Ching dan
wan-ci, lalu berjalan pergi. Tapi baru saja ia berjalan beberapa tindak, didengarnya Hwi Ching berseru lantang
"Eh, kau melapor suhumu, tapi akan kau katakan bagaimana nanti " siapakah orangnya
yang menghina kau itu?"
Ceng tong seperti diguyur air. Memang ia tak tahu she dan nama orang yang menghina
itu. Ia terpaksa hentikan langkahnya, lalu bertanya :
"nah, kalau begitu kau ini siapa?"
Hwi Ching mengurut jenggotnya, setelah itu dia tertawa dan bertanya.
"kamu ber 2 seperti anak-anak saja, sudahlah, ini muridku, Li Wan Ci dan aku adalah
Bian Li ciam Liok ....."
Mendaak Hwi Ching memutuskan omongannya sendiri, ia teringat bahwa selama ini ia
menyembunyikan diri dengan cermatnya, sehingga Wan Ci sendiri belum mengetahui
she dan namanya yang sebenarnya, tapi segera sambungnya :
"Ah, kau bilang saja Cian Li Ciam dari Bu tong pay menghaturkan selamat pada
suhumu, yang telah beruntung mendapatkan murid yang baik sekali."
"Ah, seorang murid yang baik" Aku telah dipermainkan orang secara begini, bukankah
berarti menghilangkan suhu dan sukongku itu, sahut Ceng Tong dengan gemas dan
putus asa. "Nona, jangan kau anggap karena telah terkalahkan dalam tanganku tadi lalu merasa
malu. Orang yang dapat melayani aku sampai berpuluh-puluh jurus seperti kau tadi,
jarang sekali ada, sekalipun dikalangan kangouw, selama itu aku tahu bahwa Thian San Siang Eng tak mau menerima murid. Tapi permainanmu yang kusaksikan tadi itu, betul-betul warisan atau ajaran dari Siang Eng. Dan hal itu telah kubuktikan ketika kita
bertempur tadi, bagaimana dengan sukongmu, apakah dia masih sering minum cuka
dari suhumu"
Habis mengucap itu Hwi Ching tertawa tergelak-gelak.
Karena sampaipun urusan pribadi dari suhu dan sukongnya diketahuinya, insyaflah Ceng Tong bahwa jini ia berhadapan dengan seorang cianpwe angkatan tua. Namun ia masih
tak mau tunduk katanya :
"kalau betul kau adalah sahabat suhuku mengapa suruh muridmu mengganggu aku.
Karena dialah hingga kitab suci itu terlepas lagi. Ku tak percaya kau seorang yang baik.
Terus ia langkahkan kakinya lagi, nyata ia tak mau kalah adu lidah. Dengan cerdiknya ia desak Hwi Ching.
"Adu pedang kalah, bukanlah hal yang memalukan. Tapi kitab suci sampai tak dapat
merampasnya kembali, barulah yang dikatakan sebagai hinaan, kalah menang apalah
faedahnya untuk seseorang, itulah yang harus kita tempur mati-matian demikian kata
Hwi Ching tiba-tiba.
Ceng Tong seperti orang yang disadarkan dari kehilapan. Dengan serta merta ia menuju kehadapan Hwi Ching untk memberi hormat, katanya :
"Siuwtet seorang bodoh, mohon locianpwe suka memberi petunjuk, sebagai jalan untuk
merampas kembali kitab suci itu dari genggaman anjing-anjing itu. Untuk budi
locianpwe itu, pasti seluruh bangsaku akan berterima kasih tak terhingga."
Ceng Tong terus jatuhkan diri untuk memberi penghormatan, tapi buru-buru dicegah
oleh Hwi Ching.
"karena perbuatanku yang ugal-ugalan itulah sampai membikin kapiran urusanmu. Cici
kau jangan kuatir, kubantu padamu untuk mendapatkan kitab suci itu kembali. Mari kita pergi sekarang juga "Wan-ci mendesak.
Hwi Ching menyetujui ajakan muridnya itu, untuk itu terlebih dahulu kita selidiki
keberadaannya. Begitulah diputuskan, Hwi Ching berada diluar sementara Ceng Tong
dengan wan Ci masuk kedalam hotel. Tadi wan Ci tampak Tong siu Ho masih
menggendong bungkusan merah itu dibelakangnya. Dia ajak Ceng tong menuju kamar
si ornag seh Tong itu. Pintu kamar itu menyala, maka ke 2 nona itu lalu lebih dulu
sembunyi diri disudut tembok untuk mendengarkan pembicaraan orang dalam kamar
itu. Terdengar jelas bagaimana Tang Siu-ho mengoceh tak karuan dan sesaat kemudian
menjadi diam kembali.
"Tio thay jin, "kau sungguh hebat sebentar saja kau telah sembuhkan Tong He- see kita ini, tiba-tiba kedengaran seorang piauwsu berkata.
"Sekalipun mati, tak akan aku mau diobati oleh orang Hong Hwa hwee itu, kedengaran
Tong siu-ho membual.
"kalau juh-jauh hari tahu Tio thay-jin kita datang kemari, tak nanti kita sampai
merendahkan diri meminta pada dia, Hmmm, sungguh sial, seru Chi piauwsu.
Saat itu terdengar suara gagah dari seorang lantas katanya :
"Coba tunjukkan aku sepasang suami isteri itu. Besok pagi kalau Loo Go sudah datang, kita akan turun tangan, orang-orang itu memang sebangsa kantong nasi saja, masa
empat orang mengerubuti seorang perempuan saja tak mampu mengalahkan."
Saat itu wan ci tak sabar lagi. Ia mencari lobang pada kertas jendela untuk mengintip kedalam. Ternyata di kamart itu terdapat enam orang. Seoraang yang berusia empat
puluh tahun lebih, nampaknya sangat keren dan gagah sekali. Mungkin dialah yang
dipanggil Tio tayjin itu. Sepasang biji matanya bersinar tajam. Nyata orang itu sangat lihay sekali iwekangnya. Diam-diam Wan-ci heran mengapa orang pemerintahan,
terdapat begituan
. "Loo Tong serahkan pauwhok itu padaku, kawanan orang islam itu tentu tak mau
berhenti, mungkin di jalan nanti kita mendapat rintangan." Kata Giam See Ciang.
Dengan sikap ayal-ayalan Siu-ho melepas pauwhoknya, nyata sekali ia segan untuk
meyerahkannya. "Ayo, kau tak perlu kuatir, aku takkan merebut pahalamu, yang penting biarlah kitab itu dapat tiba di kota raja dengan selamat dan nanti kita enak semua." Kata See ciang pula.
Mendengar itu Wan ci kaget, sekali piauwhok itu berada ditangan she Giam itu, sukarlah untuk merebutnya karena ia itu ilmunya lihay sekali, cepat ia mengasah otak mencari
akal ia berbisik beberapa patah kata di dekat telinga Ceng Tong. Ia sendiri lalu melepas kopiahnya, rambutnya diuraikan kemuka, lalu memakai sapu tangan untuk menutupi
separuh mukanya, setelah itu ia menjemput 2 lembar genteng terus ditimpukkan
kearah jendela.
Genteng itu menyambar padamkan pelita di dalam kamar, dan secepat itu tampak lima
ososok tubuh loncat keluar, malah salah seorang yang berada dimuka sendiri
kedengaran berseru.
"Siapa yang bernyali besar itu?"
Ceng Tong mengerti maksud kawannya, dengan bersuit keras, ia loncat melewati
temok. Mengira itulah sang pengacau, piauwsu-piauwsu itu segera mengejarnya.
Setelah piauwsu itu menghilang, Wan ci menerobos masuk kedalam kamar.
Hampir setengah harian Siu-ho menderita ditotok, dan kini baru saja ia sembuh, sudah tentu badanny lemas. Dengan berlalunya kawan-kawannya tadi, tahu-tahu ada seorang
sangat aneh rambutnya terurai kemuka, setan bukan orang bukan. Malah makhluk itu
berjingkrak-jingkrak dengan mulut berkecat-kecat tk karuan artinya :
Saking takut dan kagetnya, Siu-ho lemah lunglai tulang sendinya. Cepat sekali makhluk itu menyawut pauwhok siu-ho, lalu dengan masih bersuit cuwat-cuwit dia berobot
keluar. Sekarang kita tengok kawanan pauwsu yang tengah mengejar bayangan hitam tadi, di
saat lain tiba-tiba Tio tayjin hentikan larinya dan berkata :
"Celaka kita telah terjebak, memancing harimau keluar sarang. Ayo, lekas kembali.!"
Kawan -kawannya pun seperti tersadar. Ketika memburu kedalam kamar, didapatnya
Siu-ho dalam keadaan yang lucu. Dia jungkir balik dari atas pembaringan, terlongonglongong seperti patung. Baru setelah dipaksa kawan-kawannya ia dapat menceritan


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang makhluk seperti setan yang mengambil pauwhoknya tadi.
"Ngaco, berpuluh-puluh tahun kuberkelana di kangouw, belum pernah kujumpai
seorang setan, bentak Thio taijin dengan gemasnya
Wan-ci ketika itu sudah lompat tembok, ia bersuit pelan-pelan dan dari tempat
kegelapan muncul 2 sosok bayangan yang datang menyambutnya. Mereka adalah Hwi
Ching dan Ceng Tong.
"Pauwhok telah kurampas kembali, harap jangan disalahkan lagi ......."
Tapi belum habis Wan-ci menyatakan kegirangannya itu, tiba-tiba Hwi- Ching berseru.
"Awas dibelakangmu!"
Baru wan-ci hendak kebelakang pundaknya telah ditepuk orang, cepat ia pakai tangan
kirinya untuk menangkap penyerangnya,tapi ia kalah sebat dari orang itu yang lenih
dulu telah menarik tangannya. Wan ci terkejut hatinya. Insyaflah ia betapa lihay
musuhnya itu sehingga tak merasa dirinya dihunus dari belakang.
Buru-buru ia bernalik diri. Tampak olehnya seorang setengah tua yang tinggi
perawakannya tengah berdiri dihadapannya begitu dekatorang itu berdiri
dibelakangnya, karena terkejutnya Wanci sampai mundur 2 tindak dan berbarengan itu
ia lemparkan pauwhok kepada Ceng Tong sambil berseru "Terimalah barangmu, Cici !"
Habis itu ia menatap kepada si orang tadi siap untuk menghadangnya. Tetapi tak
disangka, kalau gerakan musuh itu sedemikian sebatnya, pauwhok melayang dia
membarengi mengenjot kakinya untuk menyawut. Melihat itu wan-ci menjadi terkejut
dan gusar, seketika itu diserangnya orang itu, sedang dilain pihak, Ceng Tong segera menyerangnya dari belakang.
Dengan tangan kiri menggengggam pauwhok orang itu keluarkan ilmu silat "Koo Soeping" sebuah ilmu silat cabang Voe Tong pay yang digerakan dengan tenaga yang
berisi, sekejap saja Wan ci dan Ceng Tong kena di desak mundur sampai beberapa
tindak. Wan ci segera mengetahui bahwa musuhnya itu adalah orang mengobati Tong Siu-ho,
yakni yang disebut Tio Tai-jin, Ko su-pang. Adalah ilmu silat pertama yang dipelajari oleh wan Ci selama ia berguru pada Hwi Ching, selama itu ia tak menyangka, bahwa
ilmu silat itu telah begitu mahir dan berbahaya sekali ketika dijalankan oleh orang she Tio tersebut. Menghadapinya, sampai-sampai Wan Ci harus mengerahkan
kepandaiannya. Pada suatu kesempatan ia berpaling kearah suhunya, tapi ternyata
suhunya itu entah kemana perginya.
Juga Tio tayjin merasa terkejut tampaknya jurus-jurus permainan Wan ci adalah serupa dengannya. Dia nantikan sampai wan Ci memainkan jurus, To Ki-liong ia tak mau
berkelit. Begitu miringkan tubuh, ia juga gunakan gerak To ki-liong untuk
menyambutnya. Sama jurusnya, tapi lain sekali kekuatan penggeraknya, kesemutan, sakitnya bukan
kepalang. Kakinya sempoyongan untuk mencegah jatuh terpaksa Wan Ci loncat
kesamping. Nampak kawannya menghadapi bahaya, Ceng Tong cepat loncat menghampiri seraya
mengulurkan tangan untuk menahan tubuh sang kawan yang hampir saja rubuh itu,
sembari berbuat begitu, tangan kanannya mengacungkan pedang kearah musuh.
Maksudnya untuk menjaga jika musuh maju menyerang.
"He, bocah katakan .... suhumu orang she Ma atau she Liok!" seru orang itu dengan
lantang. "Biarlah kutipu ia, pikir wan Ci. Maka sahutnya
"Suhuku orang she Ma, bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
"Bagus betul perbuatanmu itu, berjumpa dengan susiok tak mau menjalankan
peradatan.".
"Mendengar bahwa orang itu ternyata adalah paman guru Wan Ci, maka hilanglah
harapan Ceng Tong untuk dapat merampas kembali kitab suci itu. Sekali kakinya
mengenjot, ia loncat setombak jauhnya, terus berlari.
Wan ci terkejut bukan main, terus buru-buru mengejar. Tapi baru ia mengejar beberapa puluh tindak, dilihatnya langit mendung sekali. Kilat pun berkelebat diudara. Ia ngeri sekali, dan tak berani mengejar terus. Tapi ketika kembali ketempatnya tadi, dilihatnya orang she itu sudah tak berada disitu lagi. Iapun cepat-cepat loncat tembok terus
masuk, dan baru saja ia melangkah kedalam kamarnya, hujan turun dengan lebatnya.
Hujan ternyata t sampai pagi. Nampak hujan masih turun lebat. Wan ci menuju ke
kamar Li Thay-thay dan mengatakan bahwa rombongan mereka terpaksa tak dapat
berangkat. Habis makan pagi, wan Ci menghampiri kamr suhunya dan menuturkan tentang
kejadian semalam. Menengar penuturan muridnya, tampak Hwi Ching mengerut dan
dahinya seperti berpikir dalam-dalam.
"kau tak bilang kau muridku, itulah baik-baik." Katanya kemudian.
Melihat wajah gurunya berubah serius wan Ci tak berani menanyakan lebih jauh.
Orang yang disebut Thio "taijin itu, memang sutenya Hwi Ching yang bernama Thio
Ciauw Tiong. Orang kangouw menyebutnya "Lebih baik ditusuk tombak tiga kali, asal
jangan berjumpa dengan she Thio."
Loo Ong, dimaksudkan "Wi-tin-ho-ni" Ong Hwi Yang Poan-koan Thio Ciauw Tiong. Ke 2
orang itu yang seorang menjadi piauwsu dan yang satunya menjadi pembesar negeri
adalah orang-orang yang memusuhi orang-orang gagah di kalangan Bu-lim. Mereka
sangat sombong, karena andalkan kepandaian yang tinggi.
Hwi Ching mempunyai tiga orang saudara seperguruan, suhunya kelewat sayang pada
murid yang bungsu, sehingga Ciauw Tiong ilmunya lebih lihay dari suheng-suhengnya.
Sejak Hwi Ching putus persaudaraan dengn sutenya itu, baru kali ini dia berjumpa.
Ketika sutenya bertempur dengan Wan Ci dan Ceng Tong, dia menyingkir ketempat
gelap. Dia tak menduga kalau dalam sepuluh tahun ilmu silat Ciauw tiong maju begitu
pesat. Diam-diam dia mengakui bukan tandingan sutee itu. Dengan adanya orang
selihay itu dalam barisan kuku garuda Pemerintahan Ceng, maka bertambah tangguh
keadaan mereka.
Sepanjang pendengaran Wan Vi maka diketahuilah bahwa Ciauw Tiong datang kesitu
untuk menangkap pesakitan penting dari Pong Hwa Hwee. Bagaimana nanti mereka
dapat lolos dari tangan manusia kejam itu "
Hawa udara pada permulaan musim Chiu rontok sangatlah panasnya. Dan rupanya
hujan terus-menerus tah henti-hentinya sifat kanak-kanak masih belum terlepas dari
Wan Ci. Untuk mengeram diri dalam kamar saja sungguh menjemukan. Maka pergilah ia
menengok kamar orang Hong Hwa Hwee. Keadan disitu ternyata sepi-sepi saja, karena
Tin Wan Piauwkok juga belum juga berangkat. Beberapa orang piawsu tengah duduk
bercakap-cakap di ruangan tengah. Hanya orang she Thio yang katanya adalah
susioknya itu tak nampak. Tiba-tiba dari luar, terdengar derap kuda mendatangi.
Kuda itu ternyata berhenti dimuka pintu hotel, dan seorang yang dandanannya seperti
anak sekolahan, bertindak kedalam. Oleh jongos ia disuruh masuk kedalam.
Perawakan anak sekolahan itu tinggi kurus sepasang matanya bening sekali dinaungi
oleh alis yang bagus. Di daerah luar perbatasan jarang terdapat seorang pemuda
tampan seperti dia itu. Melamun sampai disitu, merahlah selebar muka Wan Ci, maka
buru-buru ia melengoskan kepala.
Dengan tenang dan nikmat pemuda itu duduk menghadapi arak. Ketika itu kembali dari
arah luar terdengar derap kuda mendatangi lagi. Melongok dari jendela Wan Ci
mengenali keempat orang yang datang itu.
Mereka adalah pengeroyok Hou ping, si wanita gagah pada beberapa hari yang lalu itu
lekas Wan ci masuk memberi tahukan suhunya, lalu mereka abersama-sama melihat
dari jendela untuk melihat perubahan apa yang akan terjadi.
Dari keempat orang tersebut, yang bersenjatakan pookiam rupanya pemimpinnya, ia
panggil pelayan dan menanyakan dengan berbisik, setelah itu lalu meminta arak.
"Bangsat, Hong Hwe itu belum pergi, kita makan dulu nanti baru bekerja!" kata orang
yang membawa pookiam itu.
Rupanya kata-kata itu terdengar oleh si pemuda itu, wajahnya kelihatan berubah ia
melirik pada keempat orang itu tajam-tajam.
"Harus kita bantu wanita itu tidak guru?" tanya Wan ci tiba-tiba.
"kau jangan sembarangan bergerak, tunggu perintahku dulu," jawab Hwi Ching sembari
memandang si anak sekolahan itu. Pada saat itu, pemuda tadi telah menghabiskan
daharannya lalu memindahkan bangkunya keserambi, kemudian mengeluarkan
sebatang seruling, terus ditiupnya nyaring-nyaring.
Wan ci kenal seruling itu memainkan lagu "Thian cing-soa" atau sunyi senyap dipadang pasir.
Meniup seruling Wan ci menganggap biasa saja tapi yang membuatnya heran, seruling
itu bercahaya keemasan, seperti terbuat daripada emas. Perjalanan di daerah utara
sangatlah tak aman, sebatang seruling mas cukup akan menarik perhatian penjahat.
Wan ci mengambil keputusan, akam memperingatkannya nanti.
Juga keempat orang itu, merasa heran atas kelakuan si pemuda sekolahan itu. Habis
makan tiba-tiba si pembawa pookiam yang ternyata bertubuh kate itu loncat keatas
meja lalu berteriak keras-keras.
"Kami adalah hamba negeri yang diutus oleh pemerintah agung untuk menangkap
pesakitan penting dari Hong Hwa Hwee, saudara-saudara sekalian harap menyingkir
dulu. Habis berpidato orang tersebut loncat turun lagi, terus akan menuju ke kamar Lou Ping untuk kesitu, terus akan menuju melalui jalan dimana si pemuda sekolahan itu sedang
duduk menyuling, dengan acuh tak acuh enak-enakan meniup serulingnya terus.
"He sahabat, jangan menghalangi jalanan" kata si pendek itu, rupanya ia agak sungkan terhadap seorang sekolahan, kalau saja orang biasa tentu sudah dilemparkannya.
Tampa pemuda itu tenang menurunkan serulingnya dan berkata :
"Tuan-tuan mengatakan akan menangkap pesakitan penting, sebenarnya apakah
kesalahan mereka itu" Kikira lebih baik dilepaskan saja, dari pada nanti tuan banyak repot."
"Hayo enyahlah, jangan kau campuri urusan orang!" bentak si pendek dengan
marahnya sembari maju selangkah.
Pemuda itu masih tenang-tenang saja, malah dengan ramahnya ia mengajak mereka
minum bersama-sama , katanya :
"harap tuan-tuan jangan buru-buru, aku sebagai tuan rumah, mengundang tuan-tuan
minum bersama buat mengikat tali apersahabatan, tentunya tuan takkaaana menampik,
bukan?" Orang itu tidak dapat bersabar lagi, dengan mnjulurkan tangan ia dorong pemuda itu
sambaiaal aaamembentak : "Bangsat, sungguh menjemukkan!"
Ketika tangan hampir mengenai, tahu-tahu pemuda itu menggeliat tubuh dan berteriakteriak : "Aduh, jangan turun tangan keras-keras, " seperti orang sempoyongan kena
pukulan, dia gentayangan ngerusuk kemuka dengan serulingnya. Tibatiba serulingnya
ditusukan kedada kiri si pendek seketika itu juga si pendek jatuh numprah ke tanah.
"Astaga jangan, jangan lakukan penghormatan begitu, aku tak berani menerimanya!"
teriak pemuda sekolah itu dengan lalu mencegah.
Bagi mata seorang ahli, tentu segera mengerti bahwa pemuda itu telah gunakan ilmu
menotok untuk mempermainkan orang itu, kalau tadinya Wan ci menaruh kekuatiran,
kini berbalik girang bukan main melihat permainan sianak muda itu.
"Susiok, jangan-jangan dia si kepala Hong Hwa Hwee!" bisik yang memgang Jwan-pian,
seorang dari empat lelaki tadi, pada kawanny.
Mendengar itu, ke 2 lawannya itu terkejut sekali, terus mundur beberapa langkah. Pada saat itu, si kepala hamba pergi yang kena tertotok tadi, tak dapat berkutik lagi oleh kawannya yang memegang jwan-pian ia terus tarik kesamping.
"Adakah Tuan ini orang she Tan" Siautocu dari Hong Hwa Hwee itu?" tanya seorang tua
yang dipanggil susiok tadi.
"Sungguh telingga kalian itu tajam sekali hingga dapat mengetahui bahwa siautocu
Hong Hwa Hwee itu orang she Tan. Memang mata itu ada kalanya lebuh tajam dari
pisau. Tapi kali ini betul-betul kuberada, aku inilah orang She Le bernama Hi Tong. Le artinya, aku, Hi ialah ikan didalam empang, sedang huruf Tong, berarti, sama. Aku yang rendah ini hanya salah seorang yang tak berarti dari Hong Hwa Hwee. Kursiku hanya
keempat belas dari urutan kedudukannya. Pemuda itu dengan tertawa menerangkan
dirinya, setelah itu ia angkat keatas serulingnya dan berkata pula.
"Adakah kalian tak mengenal diriku ini?"
"Oh, kau adalah Sim Liok siu thay, bukan?" kata si hamba serdadu
"Jangan keliwat menjunjung tinggi diriku itu, kepandaianku masih belum berarti apaapa, jangan kalian salah menganggap aku sebagai sautocu dari Hong Hwa Hwee, salahsalah diriku bisa celaka nanti. Sudara bukankah Kepala Opas Pak Khia Go Kok Tong atau Go jiya yang sangat kesohor itu?"
"Benarlah, karena ternyata orang Hong Hwa Hwee, hayo tempurlah aku!" sahut orang
tua tadi. Seruan Go Kok Tong itu dibarengi dengan melayangnya pedang. Nyata betul bahwa
orang she Ho itu bukan kosong namanya. Gerakannya, mengandung tenaga dalam yang
hebat sekali. Go Kok Tong adalah kepala polisi dari Pak Khia. Telah banyak perkara pembunuhan
gelap yang dapat dibikin terang, sehingga tidak sedikit penjahat besar yang telah binasa dalam tangannya, karena kuatir pembalasan dari mereka yang telah hutang jiwa itu.
Beberapa tahun yang lalu dia sudah undurkan diri.
Tapi ketika sutitnya yang bernama Pang Hi, bersama beberapa siuwi atau pahlawan
keraton, mendapat firma untuk menangkap pesakitan penting dari Hong Hwa Hwee, dia
tak dapat menolak permintaan supaya membantunya. Orang yang bersenjatakan Jwanpian itulah si Pang Hwi. Orang yang memegang golok kui-tao-to bernama Ciang Thian
siu sedang yang membawa tongkat ialah Han Joeu Lim. Mereka adalah pentolanpentolan polisi dari Tan Ciu.
Sebenarnya antara polisi Pa khia lam Ciu terdapat suatu persaingan halus, masingmasing berebut pahala. Tapi ternyata hasilnya Ciang Thian siu diam-diam Pang Hwi
yang baik itu merasa girang karena saingannya roboh tapi dia kuatir juga akan dihajar musuhnya itu.
Pada saat itu, dengan sebatang suling mas, Le Hi Tong melayani Go Kok Tong, Pang
Hwi dan Ciang Thiau-siu. Ada kalanya suling itu digunakan sebagai pian, tapi dilain saat digunakan untuk menotok jalan darah. Malah dilain saat mirip dengan permainan
pedang. Ketika pentolan hamba negeri itu, tak dapat berbuat banyak. Malah mereka
kelihatan repot sekali menjaga diri.
Baik Hwi Ching maupun Wan-ci, nampaknya girang dengan jalannya pertempuran itu,
kata si nona. "Dia gunakan ilmu pedang Jwan hun-kiam."
Hwi Ching anggukkan kepalanya dan berpikir Jwan-hun kiam adalah ilmu tunggal dari
cabang Boe tong pay. Pasti dia murid dari Toa Suheng Ma Cin.
Memang dugaan Hwi Ching itu tidak salah. Le Hi Tong adalah murid kesayangan dari
Ma Cin. Dia anak dari seorang ternama, karena terkena fitnahan orang dan
meninggalkan penjara.
Dengan bertekad bulat Hi Tong berguru pada Ma Cin setelah selesai dalam pelajaran
ilmu silat dia pulan ke kampungnya dan membunuh tuan tanah yang jahat itu. Dan
sejak itu dia berkelana di kangouw sampai akhirnya dia masuk dalam gerakan Hong
Hwa Hwee. Dia otaknya memang cerdas apa saja dapat dipelajarinya dengan cepat. Karena
kecerdasannya itu, di Hong Hwa Hwee diserahi tugas penghubung dan pemberi warta.
Kali ini sebenarnya dia sedang menjalankan perintah Siaotocu ketua muda, untuk suatu urusan di Lok-yang. Sama sekali dia tak mengetahui bahwa Pan Lui ciu Bun Thay-thay
dan Wan yang to Tao Ping telah kepergok musuh dan terluka beristirahat di hotel
tersebut. Karena kata-kata keras yang diucapkan Go Kok Tong akan menangkap orang
Hong Hwa Hwee, itulah yang mendesak ia untuk turun tangan melindungi kawannya.
Ketika mendengar tiupan seruling tadi, tahulah Lao ping bahwa Kim Tiok siucay seruling emas, telah datang.
Le Hi Tong memberi perlawanan seru pada ketiga pengeroyok itu. Orang-orang
Piauwkok pun sama akeluar melihat ramai-ranai itu.
"Kalau aku suruh 2 orang saja yang melayani sedang yang seorang bisa gunakan
senjata rahasia Tong Siu Ho," si mulut usil itu berkata. Dia lihat pang Hwi mengendong busur maka secara tak langsung ia mengingatkannya karena ia masih dendam dengan
orang Hong Hwa Hwee.
Pang Hwi seperti tersadar, loncat keluar kalangan dia enjot kakinya keatas meja sekali menjambret busur melayanglah beberapa biji pelor kearah Le Hi Tong.
Dengan Lincahnya Le Hi Tong berkelit, namun kedudukannya berbahaya karena dia
masih menangkis serangan musuh, pedang dari Go Kok Tong dan Golok Ciang Tian siu
berbarenan menyambar. Ketika Hi Tong berusaha menangkisnya agaknya terlambat
sedikit. Ujung pedang Go Kok Tong menowel krowak jubahnya. Agak kesima Hi Tong
dan kelalaian sesat itu saja harus dibayar dengan benjol kening tersambar sebuah pelor.
Kesakitan itu telah mengendorkan gerakannya, justeru sebaliknya ke 2 lawannya itu
makin memperhebat serangannya. Kini Hi Tong hanya kuasa membela diri, tak dapat
membalas menyerang. Namun Ia tak sampai gugup, ilmu silatnya cukup lihay, sembari
tangan kanan memegang seruling, 2 jari tangan kirinya dipakai untuk menotok jalan
darah dibawah tetek Go kok tong.
Terkejut juga Go Kok Tong melihat kepandaian yang mengagumkan dari sianak uda itu.
Tapi secepat itu pula Hi Tong mengganti totokan menjadi pukulan terus diayunkan
kemuka Ciang Thian siu. Malah golok dipakai untuk menangkis pukulan dari Hi Tong,
seketika itu juga Hi Tong berlaku lambat untuk menarik tangannya.
Melihat kesempatan yang bagus, dari menangkis Thian siu teruskan goloknya untuk
menyerang, tetapi ia baru sadar ternyata musuh hanya melakukan pancingan sehingga
ia terlambat, secepat kilat si anak muda itu mengayunkan sulingnya kemuka, maka
terjungkal ah Thian siu ke tanah.
Sebelum Hi tong menyusul kemplangannya, lantas tercegah oleh datangnya Pedang Co
kok tong dan pelor Pang Hwi yang datang menyambar. Pertempuran terus berlangsung
dengan serunya, ketika itu Thian Siu sudah bagkit kembali. Selagi Hi Tong mencurahkan perhatian menangkis pedang dan menghindari pelor, ia tumplek seluruh kekuatannya
dalam gerakan Tok hiat san, golok dihantamkan ke batok kepala orang, serangan itu
hebat sekali, sukar bagi Hi Tong untuk menghindarinya.
Tapi sekonyong-konyong tangan Thian siu terasa sakit sekali. Berbarengan dengan
terdengarnya suara mendering, goloknya terpental jatuh ke tanah. Selagi ia masih
bengong karena terkejutnya. Tahu-tahu sebatang hui to telah bersarang di dadanya.
Tanpa berkaok-kaok lagi, ia roboh binasa seketika.
Ketika berpaling kebelakang, tampak olehnya, Wan yang to Lau ping sudah berdiri disitu dengan menggenggam sebatang Huito. Kini tumbuhlah semangatnya. Kalau ada Lou
Ping tentunya sang suami pun berada disekitar situ. Dengan Pat-lui chiu Bun thay-thay disampingnya, mudahlah untuk membereskan kawanan kuku garuda ini. Demikian
anggapan Kim Liok siucay Le Hi Tong, sama sekali ia tak mengira kalau Bun Thay-thay
dalam keadaan luka berat, tak dapat bergerak apa-apa.
"Su-so, kau bereskan dulu orang yang melepaskan pelor itu seru Hi-Tong.
Ucapan itu dituruti oleh Lau Ping dengan kirimkan sebatang Huito. Dengan tergesa-gesa Pang Hwi pakai busurnya untk menangkis.
"Trang !"
"Busur patah menjadi 2, tapi Huito itu tetap masih ada kekuatannya menyambar lengan Pang Hwi, serasa terbang semangatnya dan berseru keras-keras. Susiok, berhenti,
angin keras!"
Itulah sandi pertanda untuk mundur karena setelah itu Pang Hwi brbalik bahkan terus
lari Go Kok Tong merangsek hebat dan ketika Hi Tong terpaksa mundur, dia sambar
han Jun Lim yang terkapar ditanah, sambil memanggulnya terus dibawa pergi.
Le Hi tong tak mau mengejar, hanya kembali menempelkan sulingnya kemulut lagi
untuk ditiupnya. Dalam pandangan wan Ci, siaucay itu aneh sekali. Tapi bukan demikian sebenarnya. Kali ini Hi Tong tak meniup sulingnya dengan cara diaalangkan, tapi
pegangnya secara dilurskan kebawah.
Begitu mulut meniup, maka dari lobang sulin itu melesatlah sebatang anak panah kecil lurus menyambar musuh yang tengah lari tunggang langgang itu. Pang Hwi berkelit
dengan tundukkan kepalanya kebawah, tapi tidak demikian dengan Han Jun Lim,
pantatnya telah tertancap anak panah itu menjeritlah dia dengan kesakitan hebat.
Sehabis itu Hi Tong menanyakan pada Lou Ping dimana suaminya sekarang.
"mari ikut aku, jawab lou Ping. Dengan gunakan palang pintu sebagai tongkat untuk


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahan pahanya yang terluka itu, Lou ping membawa Hi Tong ke kamarnya.
Sedang di lain pihak, ketika Go Kok Tong berlari-lari sembari memanggul han Joen Lim yang terluka itu sampai diluar pintu hotel, tiba-tiba dia bertabrakan dengan seseorang.
Berpuluh-puluh tahun Co Kok Tong meyakinkan ilmunya, kekuatan kakinya teguh
bagaikan besi. Tapi bukan main terkejutnya ketika saling berbenturan dengan orang itu, dia sampai terdorong mundur beberapa tindak. Untuk menyelamatkan diri supaya tidak
terjatuh terpaksa ia lemparkan kawan yang dipanggulnya itu.
Celaka bagi Han Joen Lim, karena sudah terluka oleh huito ditambah lagi anak panah
yang menancap dipantatnya kini tubuhnya dilemparkan ketanah, karuan panah itu
amblas masuk dalam daging hingga ia menjerit-jerit kesakitan.
Ketika Kok-Tong mengawai, ternyata orang itu adalah kepala Gi Lim-kun Thio Ciauw
Cong. Dari marah, kini ia berbalik menjadi girang bukan main.
"Astaga, Thio tay-jin. Rombongan kita tak berguna, " segera ia menyapa.
Adat Ciauw cong sangat tinggi. Dia tak mu menyahu dengan kata-kata, hanya
perdengarkan suara Hmmm saja, sekali tangan kirinya kirinya ia sanggapi Han Joen
Lim, tangan kanannya segera memijat perutnya, lalu menepuk pahanya. Heran juga,
seketika itu Joen Lim rasakan kakinya leluasa bergerak lagi.
"Apakah buronan itu sudah lari" Ciauw Cong bertanya
"Belum, masih disana," sebut Kok Tong.
"Hm, sungguh besar nyalinya. Membunuh hamba negeri masih begitu berani tinggal di
hotel, jengek Ciauw Cong.
Sambil berkata itu, Ciauw Cong berjalan menuju ke ruangan dalam. Dihampirinya Ciang
Thian Siu yang sudah tak bernyawa itu. Huito yang menancap didadanya dicabut dan
dimasukkan kedalam kantongnya.
"Thio-tayjin tiamcu tinggal di kamar itu." Demikian Pang Hwi memberi keterangan,
sambil menenteng jwan piannya ia belaku sebagai penunjuk jalan.
Ketika rombongan Ciauw cong sudah bersiap akan memasuki kamar Bun Thay-thay,
sekonyong-konyong dari sebelah kamar lain loncat keluar seorang pemuda dengan
memegang sebuah pauwhok merah, Pauwhok dia lambaikan pada Ciauw Cong, sambil
berseru. "He, sudah kurampas lagi !"
Tanpa melihat sikap orang, pemuda itu terus berjalan keluar, sesaat itu terkejut juga hati Ciauw cong. Dia anggap rombongan piawsu itu hanya seperti kantong nasi saja.
Pauwhok yang berisi Al-Qur"an itu dapat dia rampas dan diserahkan kepada mereka,
tapi ternyata mereka tak mampu menjaganya. Karena waktu sedang menghadapi
urusan penting, dia tak mau kejar si pemuda, terus akan melanjutkan serbuannya tadi.
"Entah pelajaran kucing berkaki tiga darimna yang telah tak malu menyebut diri sebagai susiok itu." Cis, tak tahu malu tiba-tiba terdengar seseorang berseru keras-keras.
Ternyata itulah si pemuda. Kiranya ia berhenti disebelah sana, dan menghina Ciauw
Cong. Nama Ciauw Cong mengetarkan dunia kangaouw. Baik golongan putih maupun
golongan hitam, sangat menyegani, selam itu belum pernah ia dihinakan orang.
Seketika itu juga, meluaplah darah Ciauw Cong, sekali loncat dia terjang si pemuda itu.
Yang ternyata adalah wan Ci, maksud Ciauw cong akan dibekuknya anak itu, untuk
diberi hajaran lalu akan diserahkannya pada Tao suhengnta, Ma Cin. Dia menduga anak
itu tentu murid Tao-suhengnya.
Bagai diuber setan, larilah Wan-ci sekeras-kerasnya.
"Bocah edan kau mau lari kemana," seru Ciauw Cong sembari mengejar. Tapi si anak
muda itu telah melenyapkan diri, entah kemana. ketika Ciauw Cong berniat hendak
menyelesaikan urusannya tadi, dengan mengeluarkan kata-kata ejekan yang
memerahkan kuping.
Apa boleh buat, dia mengejar lagi. Dengan demikian semacam permainan kejar-kejaran.
Kalau dia berhent juga, dengan tak lupa mengeluarkan kata-kata yang mengejek.
"Akan kubekuk dulu si bangsat itu, baru nanti kukejar urusan itu." dem
Kian Ciauw Cong berpikir, dan dia segera gunakan ilmunya berlari cepat untuk
mengejarnya. Karena bernafsu betul-betul, maka jarak antara dia dengan wan-ci semakin dekat.
Sampai disini wan Ci jadi semakin bingung. Ia lari, lari terus kelereng gunung. Tapi sekali Ciauw Cong enjot kakinya keras-keras dia sudah berada dibelakang wan ci.
Punggungnya segera ia jambret.
Saking kagetnya, Wan Ci berontak sekuat-kuatnya. Dan karena itulah, maka telah
kerowak sebagaian sebagian, tergenggam dalam tangan Ciauw Cong. Cepat-cepat Wan
ci mengambil keputusan. Dilemparkannya pauwhok itu kedalam saluran air dibawah
gunung, sambil berseru : "Pergilah ambil sendiri."
Yakin bahwa pauwhok itu berisi kitab Al-Qur"an, Ciauw Cong sangat kuatair kalau
sampai jatuh keair tentu rusak. Tanpa pikir panjang lagi, dia loncat turun dari lamping gunung, untuk mengambilnya. Melihat itu Wan Ci tertawa tergelak-gelak terus kembali
pulang. Ternyata pauwhok itu sudah basah sebagian, maka tersipu-sipulah Ciauw Cong
membukanya untuk melihat kitab kena air tersebut. Alangkah terkejutnya ia ketika
dilihat isinya, ternyata bukan Al-Qur"an isinya melainkan 2 buah buku hotel, yaitu daftar nama-nama tamu dan catatan kas, seketika itu juga ia memaki-maki.
Saking marahnya, rambut Ciauw Cong seperti berdiri. Kebesaran namanya berpuluhpuluh tahun itu, ditumpas dengan olok-olok si anak muda seharai itu saja. Dengan
gemas dilemparkannya lagi Pauwhok itu kedalam salauran air. Karena kalau sampai
ketahuan orang, tentu hilanglah, mukanya. Dengan menahan kemarahan, ia bergegas
kembali, setiba di hotel dilihatnya Pauwhok berisi Qur"an itu masih menggemblok
dibelakang punggung Giam See Ciang. Betapa malunya, untung hanya dia sendiri tidak
ada orang lain yang mengetahuinya.
"Adakah pauwhok mu itu pernah diganggu orang?" tanyanya untuk mencari
kebenarannya. "Tidak ada," jawab See ciang. Walaupun demikian, see ciang mengundang Ciauw Cong
kekamar untuk bersama-sama memeriksanya. Karena ia menduga, kalau sampai Tayjin
tersebut sampai menanyakan, tentulah ada sebabnya. Tapi teryata kitab itu masih
terdapat didalam pauwhok tak kurang suatu pun.
Ciauw Cong memanggil pelayan untuk ditanya keterangan tentang orang-orang Hong
Hwa Hwee seperti sudah tak kelihatan disitu juga tak ada pertempuran apa-pa lagi.
"Percuma kerajaan memelihara orang-orang itu. Baru kutinggal sebentar saja, orangorang itu sudah dapat meloloskan diri, seru Ciauw Cong dengan murkanya. "Giam laote"
mari ikut aku dan saksikan aku sendiri yang akan menagkap pesakitan itu.
Ciauw Cong segera menuju ke kamar yang ditempati Bun Thay-thay, sedang Giam See
Ciang menjadi serba sulit. Karena terus terang saja dia jerih terhadap anggota Hong
Hwa Hwee yang pengaruhnya besar itu. Tapi diapun tak berani menolak ajakan Thio
tayjin yang lihay dan berpengaruh itu.
"Penjahat Hong Hwa Hwee, hayo serahkan diri, tiba-tiba Ciauw Cong berseru dimuka
pintu kamr prang tangkapan itu.
Sampai beberapa sat lamanya tak ada jawaban apa-apa.
"bangsat pengecut betul kau!" Ciauw Cong mengulangi seruannya sambil ia memakimaki. Dia ayunkan kakinya, dan terbukalah pintu itu lebar-lebar. Kiranya pintu memang tidak dipalang dari dalam. Didalamnya tak kelihatan seorangpun juga.
"Ha, buronan sudah kabur!" seru Ciauw Cong dengan kaget. Langsung dia menerobos
masuk masuk tapi kamar itu kosong melompong. Hanya diatas pembaringan tampak
segunduk selimut yang menyerupai orang besarnya.
Jilid 4 DENGAN ujung pedang, dia singkap selimut itu. Dan untuk mengejarnya, disitu 2 orang sudah menggeletak saling berhadapan.
Dengan ujung pedang ia towel orang tersebut, tetapi mereka tak bergerak. Ketika
diawasi dengan seksama, ternyata ke 2 orang itu tak bernyawa lagi dengan muka pucat
pasi dan sepasang biji matanya yang melotot. Kiranya ke 2 orang itu, adalah Han Joen Lim dan pak Hwi anggota opas dari pak Khia.
Nyata mereka telah lama menjadi mayat, karena baunya menusuk hidung Ciauw Cong,
tubuh mereka tak terdapat tanda-tanda luka ataupun bekas darah. Baru stelah diperiksa dengan teliti dapat diketahui bahwa batok kepala telah hancur.
Tahulah Ciauw Cong bahwa mereka dibinasakan oleh pukulan Iwekang dari seorang ahli
yang berkepandaian tinggi. Diam-diam dia kagum pada Pan Lui Chiu Bun Thay-Thay
yang diduga adalah pembunuhnya itu. Walaupun orang she Bun itu terluka berat namun
dia masih dapat menggerakkan tenga pukulan yang sedemikian dasyatnya itu "Pan Lui
Chiu" si tangan gledek itu betul-betul tak bernama kosong.
Tapi dimanakah Go Cok Tong" Dan juga suami Bun Thay thay itu. Ciauw Cong panggil
jagos untuk ditanyai tapi mereka tak dapat memberi keterangan apa-apa.
Yang nyata Ciauw Cong salah duga kali ini. Karena yang membinasakan Joen Lim dan
Pang Hwi bukanlah Bun Thay thay.
Pada waktu Le Hi Tong dalam keadaan terjepit sukar baginya menghindari bahaya, Liok
Hwi Ching diam-diam telah melepaskan huyong tiam yang tepat mengenai tangan Ciang
Thian siu hingga goloknya sampai terpental jatuh. Dan disitulah Lou ping menyusuli
dengan huitonya untuk menamatkan riwayat orang she Chiang itu.
Juga ketika Go Kok Tong memanggul Han Joen Lim lari tadi Hwi Ching yang dulunya
mengira itu sang sutit Hi Tong bakal terlepas dari ancaman ternyata dibikin kaget
dengan munculnya Ciauw Cong.
"Suhu yang merampas pauwhok malam itu adalah dia apakah suhu mengenalnya?"
tanya Wan Ci. Hwi Ching hanya mengeluarkan suara "hmm" saja karena dia sedang memikirkan suatu
daya lalu katanya pada sang murid.
"Kau lekas-lekas pancing dia supaya meninggalkan tempat ini sejauh mungkin. Kalaukau kembali lagi aku tak berada disini, besok pagi kau teruskan saja perjalananmu nanti kususul.
Wan ci hendak bertanya lagi, tapi buru-buru Hwi Ching mencegahnya dan serta merta
disuruhnya cepat pergi. Wan ci yang lincah dan cerdas itu segera mendapat akal
bagaimana menjalankan perintah suhunya itu. Ia ambil sehelai kain merah, dan dengan
tak setahu pegawai hotel segera ia ambil 2 buah buku. Dengan itulah ia berhasil
mengelabui Ciauw Cong.
Hwi Ching cukup yakin dan percaya akan kecerdasan muridnya itu. Dia tahu juga bahwa
meskipun suteenya mempunyai ilmu yang lihay, tetapi dalam kecerdasan masih kalah
dengan litecunya itu. Dia yakin tentu sang murid tidak sampai mengalami bahaya apaapa. Disamping itu, diapun tahu bahwa Ciauw Cong tak bakal mencelakai Wan ci,
mengingat bahwa Li Khik Siu adalah seorang pembesar tinggi. Dan yang paling
menentramkan hati, ialah tabiat Ciauw Cong apabila mengetahui bahwa musuhnya
adalah seorang wanita, tentunya ia akan berlalu tanpa menggangu.
Ternyata perhitngan Hwi Ching itu sedikitpun tak melesat. Pada waktu itu Ciauw Cong
tetap tak mau gunakan senjata rahasia, karena dia masih menyangka Wan Ci adalah
murid dari toasuhengnya Ma Cin. Bagaimnapun dia tetap tak berlaku kejam.
Sewaktu Ciauw Cong keluar untuk memburu Wan Ci, Hwi Ching segera menghampiri
kamar Bun thay-thay dan mengetok pintunya. Dari dalam kamar terdengar suara orang
menanyakan. "Siapa?"
"Aku seorng sahabat dari Lo Gwan Tong Lou Ngoya akan menyampaikan sebuah kabar
penting jawab Hwi Ching."
Untuk beberapa saat, tak ada jawaban apa-apa dari dalam juga pintunya tidak kelihatan dibuka. Rupannya mereka tengah berunding. Selagi begitu, Go Kok Tong dengan ketiga
kawannya kelihatan menghampiri. Rupanya mereka menyelidiki letak kamar dari Bun
Thay-thay. Heran mereka itu dibuatnya ketika menampak ada seorang berdiri dimuka pintu kamar
Bun Thay thay. Justeru pada saat itu pintu tampak dibuka dan muncul ah Le Hi Tong
diambang pintu, katanya
"Locianpwe ini siapa?"
"Aku ini sosiokmu Bian Li Ciam Liok Hwi Ching."
Agak bersangsi Hi Tong ketika itu. Memang dia tahu bahwa dirinya mempunyai seorang
susiok tapi selama itu belum pernah ia mengenalnya.
Jangan bersuara, aku akan bikin kau percaya ayo lekas sembunyi sana, seru Hwi Ching
berbisik ketika nampak orang masih sangsi kepadanya.
Mendengar itu, kecurian Hi Tong makin bertambah, dia tetap menghadang diambang
pintu. Nampak sikap bandel itu, Hwi Ching ulurkan tangan kirinya untuk menepuk
pundak Hi Tong, buru-buru mengegos kesamping menjulur kearah lambung orang.
Dengan gerak "Lan Ca-ih" pelan-pelan didorongnya tubuh Hi Tong.
"Lan ca-ih" sebenarnya jurus pertama dari ilmu silat Bu Tong pay, sama sekali Hi Tong tak mengira, bahwa jurus itu ditangan Hwi Ching merupakan gerakan yang luar biasa
kuatnya, hingga dia sampai terdorong beberapa tindak. Dalam kekagetannya,
berserulah Hi Tong dalam hatinya.
"Betul, betul inilah susiokku."
Justru ketika itu Lou Ping dengan sepasang goloknya siap untuk menerjang, buru-buru
Hi Tong membuat gerakan tangan sambil mencegah.
"Suso, tahan!"
Pada saat itu, Hwi Ching melambai-lambaikan tangannya kepada ke 2 orang itu,
maksudnya menyurh mereka menyingki. Habis itu, dia sendiri terus keluar untuk
menyambut Go Kok Tong dan kawan-kawannya.
"Hai, orang dalam kamar ini sudah melarikan diri hayo kau periksa kemari!"
Tanpa curiga ap-apa, Go Kok Tong menerobos masuk di kuti oleh Han Joen Lim dan
Pang Hwi, sampai disitu, barulah Hwi Ching turut masuk. Palang pintu dipasang. Pada
waktu itu, ketika melihat disudut kamar tampak Le Hi Tong dan kawan-kawannya,
terkejutlah Kok Tong bertiga. Dia serukan ke 2 kawannya untuk mundur segera.
Han Joen Lim dan pang Hwi menurut, tapi baru mereka berputar diri, tiba-tiba ke 2
belah tinju Hwi Ching menyambutnya. Dan seketika itu remuklah batok kepala ke 2nya.
Otak Kok Tong cepat bekerja, dalam keadaan terkurung itu lekas ia mengambil
keputusan. Sambil melindungi batok kepalanya dengan ke 2 tangan, dia mengenjotkan
diri loncat ke arah jendela yang terbuka. Dan untuk itu, hampir saja ia berhasil.
Tapi celakanya, ketika hampir lolos Bun Thay-thay yang dilewati diatas kepalanya cepat bangun dan mengirimkan pukulannya yang terkenal itu. Tepat mengenai pundak lawan.
Tenaga pukulan Pan lui chiu itu luar biasa dasyatnya. Seketika itu juga, pundak kanan Kok Tong telah putus.
Namun menahan kesakitan hebat Kok Tong tetap berlaku nekad untuk loncat keluar
jendela itu. Menyusul itu, huito Lou Ping menyambar dari belakang., syukur Kok Tong
sudah lebih dahulu menjaganya. Begitu ke 2 kakinya menginjak tanah, ia enjotkan lagi kesamping. Walaupun tak sampai ia binasa, tak urung jua pundak kirinya terpapas juga.
Dengan mengerek gigi menahan kesakitan hebat Kok Tong terus lari terbirit-birit.
Sampai disini, lenyaplah kecurigaan Lou ping dan Hi Tong serta merta mereka berlutut dihadapan Hwi Ching. Sedang Bun Thay-thay yang masih rebah dipembaringan, buru-buru berkata :
"Locianpwe, maafkanlah aku tak dapat turun untuk menjalankan peradatan."
"Ah, tak perlu banyak peradatan. Apa hubunganmu dengan To Gwan Thong lau ngoya?"
tanya Hwi Ching sembari memandang kearah Lou Ping.
"Mendiang ayahku, locianpwe, " sahut Lou Ping.
"Gwan Thong laote adalah sahabat karibku, tak nyana kalau dia sudah mendahuluiku,"
kata Hwi Ching dengan suara rawan.
Mendengar itu, berlinanglah air mata Lou Ping. Iapun terkenang akan ayahnya yang
tercinta itu. "kau adalah murid dari Ma-suheng bukan " bagaimna dengan suhumu itu" Tanya Hwi
Ching pada Hi Tong.
"Atas berkah susiok dia tak kurang suatu apa pun, memang suhu pernah mengatakan
tentang diri susiok yang katanya sudah saling berpisah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Dia selalu terkenang dan mencari tahu kediaman susiok."
"Suhumu adalah seorang yang setia, akupun sangat terkenang. Tahukah kau bahwa
susiokmu yang satunya lagi kini mencari kau ajuga?"
"Thio Ciauw Cong susiok?" tanya Hi Tong dengan membelalakan mata.
Hwi Ching menganggukan kepalanya. Bun tahay lay ketika mendengar nama thio Ciauw
Cong, terguncanglah hatinya dan tak sengaja meluncurkan kata-kata, "Ah, ?"", melihat itu buru-buru Lou ping memapaknya untuk mebelai-belaianya.
"Kalau aku mempunyai seorang isteri sepertinya sekalipun sakit berat tak menjadi soal, diam-diam Hi Tong melamun sendiri ketika melihat kelakuan Lou Ping yang nampak
sangat terbuka terhadap suaminya itu. Dia terus melamun yang bukan-bukan, ketika itu Hwi Ching tiba-tiba membuyarkan lamunannya dan berkata :
"Suteku itu memang berwatak rakus dan rendah. Dia merupakan titik hitam dalam
cabang kita, hanya saja ilmu silatnya terlampau lihay. Apalagi dia jauh datang dari
Pekhia menuju kedaerah perbatasan ini tentunya mempunyai tulang punggung
penjagaan yang sangat kuat sekali. Kini lebih baik menyingkir dari dia saja. Besok kita ajal lagi beberapa kawan untuk mencarinya. Lohu sendiri juga tak dapat mencuci noda
dari kalangan ku biarlah rerangka tulang-tulang tua ini dihancurkan saja."
Paras Hwi Ching terlihat sungguh-sungguh dan sikap khasatria.
"Kita semua hanya menurut apa yang Liok lopeh rasa baik." Kata Lou ping seraya
memandang Bun thay tay, yang mengangguk setuju pula.
Hwi Ching angsurkan sepucuk surat pada Lau Ping. Diatas sampulnya tertulis katakata : "dihaturkan yang terhormat Thiat tan Cang ciu Ciu liong Ing lo enghiong."
Membaca itu giranglah hi Lou ping, terus menanyakan hubungan Hwi Ching dengan
orang she Ciu tersebut. Belum sempat Hwi Ching menjawab, berserulah Bun Thay lay :
"Ciu long tiong yang manakah itu?"
"Ciu Tiong Ing," sahut isterinya
"Adakah dia tinggal di daerah ini?" tanya Thay lay pula
"Lohu dengan Ciau Lo-enghiong belum pernah berjumpa, namun kita sama-sama
mengenal nama masing-masing. Dia adlah seorang gagah yang benar-benar bersifat
jantan dan tinggi budi pekertinya, dia tinggal didesa Thay tan Ching 2 puluh lie dari sini. Maksudku agar Bun Thay lay sementara ini beristirahat dulu kesitu, sembari kita suruh menyampaikan berita pada kawan-kawan laute untuk selekasnya datang
menjemput laote," kata Hwi Ching.
"Entah bagaiamna pendapat Bun laote," menegasi Hwi Ching ketika tampak muka orang
menunjukkan kesangsian.
"jalan yaang locianpwe tunjukkan itu, memang paling baik. Hanya saja diri siautit ini seumpama orang yang mendukung lautan darah. Kalau Kian Liong Lojin belum
menyaksikan kematian Siautit, rasanya dia takkan makan tidur dengan enak. Ciu Lo
enghiong telah lama kita kenal namanya. Dia adalah pemimpin dari kalangan loklim
daerah barat utara. Kejujurannya tak dapat disangsikan lagi. Maka meskipun dengan
kaum kita, dia belum mengenalnya, tapi tentu akan menerima siautit dengan tangan
terbuka. Hanya saja, coba locianpwe pikir, bukankah dengan begitu dia akan
tersangkut-sangkut. Dia yang sudah aman dan tentram bertempat tinggal di daerah sini, bukankah artinya kita akan mencelakakannya, jika sampai berurusan dengan pembesar
negeri?" "harap Bun laote jangan berpikiran begitu." Sahut Hwi Ching
"Kita kaum persilatan hanya menjunjung "CI" kebajikan. Untuk kepentingan sahabat,
rela pula kita korbankan jiwa, apalagi hanya harta benda. Kalau saja Lo-To enghiong
kelak mengetahui kita mendapat kesukaran disini dan tidak pergi kepadanya, bukankah
sebaliknya dia akan marah karena merasa dipandang rendah?"
"Selembar jiwa siutit ini memang sudah kusediakan, biarlah kawanan kuku garuda itu
mengambilnya," masih Bun Thay lay coba membantah. Locianpwe mungkin tak
mengetahui "Dosa" yang ditumpahkan pada siutit itu keliwat besar sekali. Makin orang itu sahabat karib kita, makin kita tak mau merembet-rembetkan."
"Baiklah, kini kusebutkan seorang tentunya kau mengenalnya" kata Hwi Ching pula
"Thay Kok lay yang bernama Thio poa san itu pernah apa dengan mute?"
"Itulah sam-tong ke ketua ketiga dari perkumpulan kita!: seru Thay Lay.
"Bagus. Memang apa yang dikerjakan oleh orang-orang Hong Hwa Hwee, tidak
kuketahui. Tapi nyata saja, Thio Poa san hiante kawanan sehidup semati. Ketika zaman perjuangan antara hidup dan mati dari Cu Liong Pang, kita berjuang bahu membahu


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melebihi saudara sekandung. Kalau dia adalah salah seorang dari Hong Hwa Hwee,
pastilah tujuan perkumpulan itu mulia adanya, kau paling banyak hanya membunuh
bangsa pembesar saja. Ah, bukankah hari ini aku telah membunuh 2 orang pembesar
juga!" Habis berkat itu Hwi Ching menyepakkan kakinya ke mayat Pang Hwi.
"kalau diomongkan, urusan siutit ini panjang sekali, kelak kalau siutit masih diberkahi bisa berjumpa dengan Locianpwe lagi, pasti akan siutit ceritakan. Kali ini Kian Liong loji telah mengirim delapan orang siwi kelas satu untuk menangkap kami suami isteri. Di
Ciucwan kami bertempur, dan siutit telah terluka parah. Berunyung titlimu keponakan
perempuan, dapat membinasakan 2 orang musuh dengan huitonya, hingga kami dapat
lolos kemari. Tapi tak kusangka Pemimpin Ci-lim kun pengawal istana, Thio Ciauw Cong juga datang kesini. Sekalipun siutit binasa, Kian Liang masih takkan puas, selama masih belum mencapai maksudnya."
Dari ucapan itu Hwi Ching dapat menduga bahwa thay lay ini tentulah orang yang
mengetahui sekitar rahasia Kaisar Cang Tiauw itu. Karena kalau tidak begitu, masakan Kian Liong begitu bernafsu sekali untuk menangkapnya.
Kagum juga hati Hwi Ching atas sikap jantan dari orang she Bun itu, yang sekalipun
dalam kesukatan besar, masih tak mau membuat orang lain terlibat. Diam-diam Hwi
Ching akan gunakan siasat gertak, untuk memaksanya agat mau menyingkir ke Thiat
tan Chung, katanya :
"Bun laote kau tak mau menyeret orang lain itu bagus. Behitulah sifat seorang satria, hanya saja aku merasa sayang.
"Apa yang locianpwe sayangkan itu" Buru-buru Bun Thay-tay bertanya.
"kau tak mau menyingkir, apakah kau kira kita bertiga tega untuk tinggalkan kau"
Bahkan aku hendak memuji mereka serta memperkecil kekuatan kita, tapi yang nyata,
dengan ikut sertanya suteku itu, pasti bukan lawannya isterimu. Dan hengtemu
meskipun aku seorang tua yang bodoh, namun tak mau korban kan jiwaku, kalau kita
bertiga jatuh siapakah yang membawamu lari" Bagi seorang tua yang sudah hidup
senam puluh tahun seperti aku ini, mati tak perlu disayangkan. Tapi bagaimna dengan
Lou ping, sutitku yang menjadi istrimu itu" Hanya karena menurut sikapmu untuk
menunjukkkan kejantananmu itu, haruskan turut binasa sampai disini saja.
Keringat dingin membasahi kepala Boan Thay Lay mendengar kata-kata jago tua itu,
kata-kata itu menusuk kehati, tapi memang benar tak dapat dibantahkan.
Melihat keadaan suaminya buru-buru Lou ping mengeluarkan sapu tangan untuk
mempesut keningnya, sembari memegang sebelah tangana suaminya yang terluka aitu.
Sejak berumur lima belas tahun Bun Thay lay sudah mulai berkelana dikalangan
kangouw, sungai telaga. Selama itu entah sudah berapa banyaak pembesar bangpak
dan orang jahat yang dibasminya. Tapi kini tangan ampuh itu serasa lemah lunglai,
sewaktu berada ddalam genggaman tangan isterinya yang halus itu, seketika berkatalah ia denga patuhnya.
"Nasihat locianpwe itu memanng benar, tadi siautit khilaf, selanjutnya terserah saja bagaimna locianpwe akan mengaturnya.
Hwi ching mengunjukkan surat yang akan diserahkan pada Ciu Cong Ing nanti. Disitu
hanya dinyatakan ada beberapa sahabat dari Hong Hwa Hwee yang akan minta
berteduh dengan tak menyebut nama Bun thay-lay dan kawan-kawannya.
Menyambuti surat itu, Bun Thay lay lalu menghela napas, lalu berkata :
"Dengan kedatangan kita ke Thiat tan chung ini, berarti Hon Hwa Hwee tambah
seorang injin penolong lagi.
Kiranya ada sesuatu anggar-anggar dalam Honh Hwa Hwee yang menyatakan bahwa,
budi tentu dibalas, sakit hati tentu dihimpas. Barang siapa yang melepas budi pada
Hong Hwa Hwee biar bagaimana juga tentu akan dibalas sampai akhir. Tapi celakalah
bagi mereka yang memusuhinya. Besar atau kecil, setiap dendam tentu akan
diperhitungkan.
Karena itulah, orang-orang Tin Wan piauwkok menjadi tergetar hatinya, sewaktu
mengetahui dengan siapa mereka berhadapan.
Atas pertanyaan Hwi Ching siapa yang disuruh memberi warta pada Hong Hwa Hwee
pusat, menjawablah Hi Tong.
"Dari tiga tempat dalam setiap tiga daerah kita mempunyai 2 belas orang Ceng dan
Hohiangcu ketua dan wakil ketua selagi Bun Sutongkeh dan Lou cap it tongkeh yang
berada disini. Semua hiangcu sudah berkumpul di Anse. Mereka akan menganjurkan
Sao-tocu untuk segera mengambil alih tampuk pimpinan. Dengan alasan masih muda
kurang pengalaman, saotocu tentu akan menolak dan meminta agar Hi tong ke Bu Tim
totianglah yang memegang pimpinan. Bu tim totiang juga dengan tegas menolaknya,
sehingga mereka kini masih berdebat disana. Tinggal menunggu kedatangan Bun
Sutongkeh dan Lou cap it tongkeh, pemilihan ketua umum itu akan segera
dilangsungkan. Tak dinyana, kalau ke 2 tongke ini terlibat kesulitan disini. Jadi
sebenarnya para hiangcu itu tengah mengharap kedatangan ke 2 Tongkeh ini.
Hi tong berhenti sejenak dan berpaling pada Bun tahy lay, sambil berkata :
"sebenarnya aku diutus oleh Saotocu ke Lok yang untuk menjelaskan kesalah pahaman
ini kepada ahli waris keluarganyaBan. Tapi berhubung tak ada orang lain, biarlah aku saja yang pergi ke Anse untuk menyampaikan warta. Bagaimana pendapat Suko?"
Dalam Hong Hwa Hwee kedudukannya jauh lebih rendah dari Bun Thay lay, setiap
persoalan dia harus tunduk kepada yang lebih tingkatannya.
Tapi sewaktu Bun Thay lay belum sempat membuka mulut, Hwi Ching telah mendahului
berkata : "Menurut pendapatku, kamu bertiga sebaliknya lekas-lekas berangkat ke Thiat Tan
Chung, setelah itu, Le Hiantit cepat menuju Lok-Yang . urusan memberi kabar ke Anse
serahkan sajaa padaku. Kini waktu sangat singkat dan mendesak, harap kalian segera
berangkat sekarang!"
Bun thay-lay menurut saja. Dari dalam sakunya, dia mengeluarkan setangkai bungai
sulaman warna merah Honghwa terus diserahkan pada Hwi Ching, katanya:
"Locianpwe, setiba di Anse kau pakailah bunga ini, tentu bakal aada orang yang akan
mengantarkan locianpwe nanti."
Lou ping lalu membantu suaminya bangun sementaraa Hi Tong meletakkan ke 2 mayat
itu ditempat tidur kemudian ditutupi dengan selimut, sedang Hwi Ching segera
bertindak keluar terus melarikan kudanya menuju ke barat. Karena tak keburu
mencegah, pelayan hanya mengawasi dengan melongo saja.
Dengan Hi Tong sebagai pembuka jalan Lou Ping menyambar sebatang Palang pintu
yang digenggamnya disebelah tangan, sedang sebelah tangannya yang lain memegang
suaminya keluar dari kamar. Hi Tong lemparkan uang perak lima tail kearah meja
pengurus hotel, lalu berseru :
"Inilah uang kamar dan makan kami. Dan dalam kamar ada benda yang sangat
berharga sekali. Awas kalau kalian sampai berani mengambilnya.
Si pengurus hotel tersipu mengiayakan sedang pelayan mempersiapkan kuda,
tangannya sampai gemetaran.
Tak berapa lama setelah tiga orang Hong Hwa Hwee itu berlalu, muncul ah Wan Ci
sehabis menipu Ciauw Cong dengan buntalan palsu tadi.
Baru saja ia melangkah masuk pintu hotel, dilihatnya seorang penunggang kuda keluar
dari hotel itu, orang itu tentulah piawsudari Tin Wan Piauw kok Tong Siu Ho, Wan Ci
terus saj bertukar pakaian, lalu mengawani Li Thay-thay.
Sementara itu Le Hi Tong bertiga dengan kencangnya melarikan kudanya menuju ke
Thiat Tan Chung. Ketika bertanya pada seseorang penduduk, barulah diketahui bahwa
tempat tujuan itu sudah tak berapa jauh lagi. Diam-diam Lou Ping terhibur hatinya,
sekali meneduh ke Thiat Tan Chung jiwa suaminya pasti tertolong.
Thiat tan Ciu-Tiong Ing namanya harum di dunia persilatan. Di daerah barat utara, baik golongan hitam maupun golongan putih, sama turuti perindahan, sedikitnya orang akan
sungkan menggeledah rumahnya, apalagi kalau bala bantuan Hong Hwa Hwee sudah
datang, sekalipun kawanan kuku garuda berjumlah besar, pasti dapat dilayani.
Selagi Lou Ping bergembira dengan renungannya dari arah muka tampak tiga
penunggang kuda mendatangi. Yang 2 ternyata muda-muda, tapi seorang sudah
berjenggot putih, wajahnya kemerah-merahan dan membawa sepasang Toa thiat tan
semacam gempolan.
Di persimpangan, orang tua gagah itu melepaskan pendangannya kearah Bun Thay lay
dengan rupa heran. Tapi karena kuda itu berlari cepat, maka sebentar saja mereka
sudah terpisah jauh satu dengan lain.
"Suku-susa, orang itu tadi mungkin Thiat tan ciu tiong-ing! Tiba-tiba Hi Tong berseru.
"Bagaimna kau bisa mengetahuinya?" tanya Lou Ping
"Bukankah dia membawa senjata sepasang Thiat-tan tadi?"
"Sepertinya memang dia orangnya, Bun Thay lay menyelak. Tapi kita belum pernah
berjumpa dan dia agaknya terburu-buru mungkin ada urusan penting. Menghadang dan
menanyakan nama orang ditengah jalan, kurang pantas. Kita terus saja pergi ke Thiat
tan chung dulu!"
Sekejap saja sampailah mereka ke Thiat Tan chung. Ternyata desa itu sekelilingnya
dilingkari sebuah sungai kecil yang pada ke 2 tepinya ditumbuhi pohon itu. Diluar desa terdapat sebuah benteng disitu terpampang sebuah jembatan gantung. Kesemuanya
menambah keangkeran desa tersebut.
Cong teng cepat menyambut mereka dan mempersilakan masuk ke dalam, sesaat
kemudian keluar seorang muda yang kalu ditilik sikapnya seperti pengurus rumah
tangga itu. Dia memperkenalkan dirinya sebagai she Song nama San Beng.
Sewaktu diketahui bahwa ketiga tetamunya itu adalah orang-orang penting dari Hong
Hwa Hwee San Beng agak terperanjat. Katanya :
"Kudengar perkumpulan Jiwi itu berkedudukan di Cang-lam dan jarang sekali bergerak
ke daerah ini. Entah samwi ada keperluan apa hendak menemui lochungcu, sayang
lochungcu kita sedang pergi.
Sengaja pengurus rumah itu berlaku demikian tawar karena dia menyaksikan
kedatangan ketiga tetamunya itu, karena setahunya majikannya tak ada hubungan
dengan perserikatan Hong Hwa Hwee.
Mendengar orang yang dicari tak dirumah sedang sikap yang menyambut ia itu tak
begitu mengasih Bun tahy lay tak mau mengunjukkan surat dari Hwi Ching. Dan
sedianya dia akan berlalu dari situ, katanya :
"Karena Ciu Loenghiong tak dirumah, kitapun akan kembali saja sebenarnya kita pun
tak ada urusan penting dan hanya sekedar akan mengunjungi Ciu loenghiong yang
namnya sudah lama kami dengar itu."
Melihat orang itu sudah bangkit dari kursinya buru-buru San Beng mencegahnya.
"Harap tuan jangan tergesa-gesa dulu, tunggu setelah hidangan sekedarnya:"
Segera San Beng memerintahkan seorang congceng untuk menyiapkan daharan.
"Mohon dengan sangat samwi suka beristirahat sebentar lagi karena kalau samwi
diketahui loenghiong tentu aku dimarahi tak mau menjamu yang terhormat," demikian
kata San Beng ketika dilihatnya Bun Thay-lay menolak dan sudah akan berlalu.
Berbarenan pada saat itu, keluarlah conceng dengan embawa senampan "daharan"
terdiri dari 2 buah kantong masing-masing terisi tiga puluh tail perak.
"Bun-nya harap kau tak menampik barang yang tak berharga ini. Dari tempat yang
begitu jauh samwi berkunjung kemari," sungguh menyesal kami tak dapat memberi
pelayanan yang memuaskan, maka haraplah suka terima ini sekedar ongkos perjalanan
nanti, " demikian kata San Beng.
Mendengar itu, hampir meledaklah dada Bun Thay-lay karena gusarnya. Dia merasa
terhina karena dikira akan minta bantuan ongkos, selama dia merantau di kangouw
orang selalu minta bantuan kepadanya dan tak pernah dia minta pertolongan orang.
Melihat wajah suaminya berubah, buru-buru Lou Ping menjawil tangan suaminya,
memberi tanda agar jangan umbar kemarahan. Bun Thay-lay dapat menguasai
perasaannya, ia mengambil potongan perak itu dan berkata :
"Kita datang kemari bukan hendak minta bantuan ongkos, ong-pengyu terlalu
memandang rendah orang."
Buru-buru san Beng mengucap kata-kata merendah. Tapi dalam hatinya dia tersenyum,
melihat ucapan sang tamu yang minta bantuan, tapi ternyata mengambil kantong uang.
Dia tahu juga akan kebesaran nama dari Hong Hwa Hwe maka kali ini uang
pemberiannya itu, luar biasa besarnya.
"terima kasih, kita minta diri," Kta Bun Thay-lay seraya menaroh kembali kantong uang kedalam nampan.
Bukan main terkejutnya san Beng ketika melihat bagaimana uang perak itu telah
berubah menjadi semacam kue perak, insyaflah ia kan kehilagfannya melihat orang, jika saja sampai mencari urusan. Cepat ia panggil seorang congteng dan disuruhnya lapor
pada Toa naynay nyonya besar didalam sedang ia sendiri terus mengantar sang tamu
keluar dengan tak putus-putusnya meurkan maaf.
Setelah ketiganya naik lagi keatas kudanya, Lou Ping mengeluarkan eceran emas kirakira sepuluh tail ternyata untuk diberikan pada ketiga congteng yang telah
mempersiapkan kudanya itu.
"Bikin repot saja. Inilah sekedar untuk samwi minum arak! Demikian kata Lou ping
dengan sewajarnya.
Sepuluh tail eceran jauh lebih besar jumlahnya dari pemberian San Beng tadi. Congteng itu keima, sekalipun seumur hidupnya ia menghemat belanjanya, tak nanti dapat
berjumlah sekian banyak. Emas ditangannya, masih saja ia tak percaya pada dirinya.
Sehingga iapun lupa urkan terima kasih kepada yang memberi, sedang Lou ping hanya
tertawa saja, terus menaiki kudanya.
Melihat wajah suaminya berubah, buru-buru Lou Ping menjawil tangan suaminya,
memberi tanda agar jangan umbar kemarahan. Bun Thay-lay dapat menguasai
perasaannya, ia mengambil potongan perak itu dan berkata :
"Kita datang kemari bukan hendak minta bantuan ongkos, ong-pengyu terlalu
memandang rendah orang."
Buru-buru san Beng mengucap kata-kata merendah. Tapi dalam hatinya dia tersenyum,
melihat ucapan sang tamu yang minta bantuan, tapi ternyata mengambil kantong uang.
Dia tahu juga akan kebesaran nama dari Hong Hwa Hwe maka kali ini uang
pemberiannya itu, luar biasa besarnya.
"terima kasih, kita minta diri," Kta Bun Thay-lay seraya menaroh kembali kantong uang kedalam nampan.
Bukan main terkejutnya san Beng ketika melihat bagaimana uang perak itu telah
berubah menjadi semacam kue perak, insyaflah ia kan kehilagfannya melihat orang, jika saja sampai mencari urusan. Cepat ia panggil seorang congteng dan disuruhnya lapor
pada Toa naynay nyonya besar didalam sedang ia sendiri terus mengantar sang tamu
keluar dengan tak putus-putusnya meurkan maaf.
Setelah ketiganya naik lagi keatas kudanya, Lou Ping mengeluarkan eceran emas kirakira sepuluh tail ternyata untuk diberikan pada ketiga congteng yang telah
mempersiapkan kudanya itu.
"Bikin repot saja. Inilah sekedar untuk samwi minum arak! Demikian kata Lou ping
dengan sewajarnya.
Sepuluh tail eceran jauh lebih besar jumlahnya dari pemberian San Beng tadi. Congteng itu keima, sekalipun seumur hidupnya ia menghemat belanjanya, tak nanti dapat
berjumlah sekian banyak. Emas ditangannya, masih saja ia tak percaya pada dirinya.
Sehingga iapun lupa urkan terima kasih kepada yang memberi, sedang Lou ping hanya
tertawa saja, terus menaiki kudanya.
Tak lama Lou Ping lahir, ibunya kemudian meninggal. Ayahnya Sin To, si golok sakti,
Lou Gwan Thong adalah seorang begal tunggal, seorang diri, ia menyatroni pembesarpembesar rakus.
Pernah pada suatu malam, dia gedor rumah pembesar Ceng hingga namanya
menggetarkan seluruh sungai telaga.
Setiap akan bekerja, lebih dahulu dia selidiki keadan pembesar itu kejahatannya dan
kerakusannya, sekali turun tangan, hasilnya tentu memuaskan. Terhadap putrinya yang
tunggal itu, dia sangat sayang seperti mustika, sebenarnya dia berwatak kasar tapi
karena kecintaannya sedimikian besar, terpaksa Lou Gwan Thong, yang seperti air saja.
Mudah membuang mudah mencari. Karena itulah maka Lou Ping terdidik dengan
kebiasan gampang mengeluarkan uang untuk disedekahkan. Dalam kebebasan
memakai uang, mungkin putra-putri bangsawan tak akan dapat menyamai dengan putri
dar Raja begal itu.
Ciri khas Lou Ping, ialah sejak kecil ia suka tertwa, apabila sedikit saja mendengar hal-hal yang lucu ia akan tertawa terus hingga setengah harian. Justeru sifat-sifat itulah yang menyenangkan hati setiap orang. Sekalipun sudah menikah dengan Bun Thay lay
tetap saja tak berubah. Bun thay lay lebih tua sepuluh tahun dari isterinya. Adatnya kaku dan keras, selain pemimpin kaum Hong Hwa Hwe Le Ban Thing, isterinyalah orang
ke 2 yang dia mau dengar kata-katanya.
Maka seperti ditampar mukanya, merah padamlah wajah San Beng melihat cara tamu
perempuannya itu memberikan hadiah. Ketika Bun Thay lay bertiga akan melarikan
kudanya, tiba-tiba terdengarlah bunyi lonceng bertalu-talu. Menyusul dengan itu,
datanglah seorang penunggang kuda dengan bergegas-gegas. Begitu loncat turun
orang itu memberi hormat pada Bun Thay lay katanya :
"Ternyata samwi benar-benar datang ke Thiat tan chung, mari silakan masuk kedalam."
"Tadi kami sudah banyak merepotkan, lain hari saja kami berkunjung lagi." Jawab Bun
thay lay karena heran atas sikap orang itu.
"Tadi sewaktu bertemu dijalan, Locungchu mengatakan samwi pasti akan berkunjung ke
Thiat Tan chung, malah saat itu juga sebenarnya lochungcu sudah akan kembali pulang.
Tapi karena ia sedang mempunyai urusan yang sangat penting, maka disuruhnya siaute
pulang dulu untuk menyambut samwi. Lochungcu paling suka bergaul dengan para
sahabat, dia cukup mengetahui, bahwa samwi adalah enghiong-enghiong yang
terhormat. Dia pesan, biar bagaimna juga malam nanti tentu akan pulang dan
memintanya agar samwi suka beristirahat dulu disini. Juga Lochungcu menyampaikan
maafnya, karena terpaksa tak dapat menyambutnya sendiri, demikian kata orang itu
dengan ramahnya.
Nampak bahwa orang itu, betul-betul salah seorang dari ketiga penunggang kuda yang
dijumpai tadi, apalagi ucapannya sangat sungguh-sungguh, redalah kemarahan Bun
Thay-lay. Orang itu bernama Beng Kian Hiong, teucu murid pertama dari Thiat tan Cu Tiong ing.
Dengan laku hormat sekali, ia segera memimpin ketiga tamunya masuk. Sedang San
Beng hanya mengawasi saja dengan perasaan tak enak.
Ketika sudah ber 2an dan menghidangkan teh. Seorang congteng berbisik kedekat
telinga Kian Hiong, lalu bangkit dan berkata :
"Sunio isteri suhu mengundang Li henghiong ini untuk beristirahat keruangan dalam."
Dengan diantar oleh cengteng, Lou Ping masuk kedalam disambut oleh seorang bujang
perempuan. "Astaga, ada tetamu kita tak menyambutnya" tiba-tiba seru dari arah muka.
Menyusul kemudian keluar seorang wanita kira-kira berumur empat puluh tahun, lantas
kemudian membimbing tangan Lao Ping, sambil berkata dengan ramahnya.
"Tadi orangku mengatakan ada tetamu dari Hong Hwa Hwe berkunjung kemari dan
hanya sebentar saja lalu pergi, sungguh aku menyesal, syukur kalian datang kembali.
Hayo, tinggal ah disini Habis itu ia berpaling pada pelayannya dan berkata pula, Nyonya ini sungguh cantik sekali bukan" Sampai siocianya kita semuanya ini ia tak bisa
menempil dengan dia.
Diam-diam Lou Ping berpikir bahwa nyonya itu sungguh ceriwis, tapi sangat ramah,
maka iapun menjawabnya :
"Toanay-nay ini, bagaimana kuharus menjemputnya, saomay sendiri orang she Lou,
kemudian menjadi anggota keluarga she Bun.
Atas pertanyaan itu menyahuti seoraang dayang. Inilah nyonya majikan kami.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya wanita itu adalah isteri ke 2 dari Chiu Tiong Ing. Isteri Ciu Tiong Ing yang pertama telah meninggal dan tinggalkan 2 orang putera. Tapi putera-puteranya karena ada perselisihan dalam kalangan kangouw, mereka juga telah meninggal. Isteri yang
sekarang ini memberikan Liong Ing seorang puteri. Ciu Ki namanya, kini sudah berusia delapan belas tahun. Ciu Ki ini mewarisi adata ayahnya, suka membikin onar diluaran.
Urusan penting yang membuat Tiong Ing begitu terburu-buru juga karena soal
puterinya itu yang telah melukai orang. Maka Tiong Ing perlu untuk meminta maaf.
Nay-nay itu karena hanya mempunyai seorang puteri, tampaknya masih berduka.
Mungkin Ciu Tiong yang sudah lanjut usianya itu, takkan mempunyai keturunan putra
lelaki lagi tapi dugaan itu meleset. Dalam usia lima puluh empat tahun ternyata Tiong Ing masih diberkahi seorang putera. Dapat dibayangkan bagaimna girangnya hati
sepasang suami isteri yang sudah mendekati tua itu.
Begitulah setelah semuanya duduk, nyonya rumah lantas suruh Pelayan pergi
memanggil sang putra. Tak selang beberapa lama, keluar lah seorang anal lelaki yang
berwajah bersih dengan sepasang mata yang bundar bening, sedang gerakkannya
lincah sekali Lou Ping percaya bahwa anak itu tentunya sudah mendapat didikan silat selama
beberapa tahun. Begitu menampak Lou Ping anak itu segera memberi hormat.
"Tahun ini aku berumur sepuluh tahun dan namaku Ciu Ing Kiat," sahut anak itu atas
pertanyaan Lou Ping.
Lou ping meloloskan sebuah mainan mutiara dari gelangnya diberikan pada Ing Kiat,
katanya : "Menyesal aku tak membawa varang apa-ap, mainan mutiara ini kau pakailah diatas
kopiahmu. Melihat Mutiara itu sangat besar, tentu berharga mahal sekali maka buru-buru
Teonaynay suruh puteranya mengahaturkan terima kasih. Justeru pada saat itu tiba-tiba seorang dayang bergegas-gegas masuk sambil berseru :
"Bun Naynay, Bun-ya tak sadarkan diri harap kau lekas menengoknya!"
Toanynay buru-buru perintahkan or
Angnya untuk memanggil sinshe sedangkan Lou Ping terus mengikuti dayang itu keluar.
Kiranya luka yang diderita Bun Thay-lay itu sangan berat. Tadi karena gusar dia
gunakan tenaganya untuk memijat gepeng uang perak. Kala itu dia tidak merasa apaapa tapi kini rasa sakit mulai menyerang dengan hebat dan pingsanlah dia. Namun
wajah suaminya pucat tak berdarah menjeritlah Lou Ping. Kira-kira setengah jm lagi,
barulah Bun Thay-lay dapat membuka matanya.
Beng Kian Hiong cepat memerintah Congteng naik kuda untuk memanggil sinse, setelah
itu agar memberikann kabar pada Locongchu, bahwa tetamunya itu sudah berada di
rumah. Sembari memberikan pesanan itu, Kian Hiong mengikuti samapai dimuka pintu
gerbang desa. Baru setelah Congteng itu lenyap dengan kudanya, dia merasa lega
hatinya. Tapi ketika dia hendak masuk ke rumah lagi, tiba-tiba dilihatnya dibalik pohon, nampak ada sebuah bayangan berkelebat. Mungkin orang itu mengira bahwa penghuni
rumah telah mengetahui tempat persembunyiannya itu.
Kian Hiong berlaku tenang saja, terus berjalan masuk. Tetapi secepatnya dia menuju
kebelakang rumah, lalu buru-buru lari keatas paseban untuk melihat pemandangan.
Dari situ dia mengawasi kearah pohon itu tadi. Tampaklah saat itu orang yang berada
dibalik pohon itu, kelihatan berendap-endap bertindak keluar. Ternyata orang itu
mondar-mandir diluar halaman pedesaan itu. Orang itu memiliki badan sangat kurus.
Melihat sikapnya yang takut diketahui orang, nyatalah bukan orang baik-baik.
Buru-buru Kian Hiong turun dari paseban itu, lalu mendapatkan Cu Ing Kiat. Kelihtan ia membisiki beberapa patah kata pada anak itu. Ia pun berualng-ulang mengucapkan,
bagus ...... bagus...... bagus sambil mengikuti dibelakang Kian Hiong.
Ketika Kian Hiong dan Ing Kiat berada diluar desa, berkatalah Jian Liong dengan
tertawa, Baiklah, sudara cilik, aku takut padamu, jangan kejar lagi.
Sambil berkata begitu Kian Hiong terus lari dan diburu Ing Kiat dengan teriakan yang keras.
"Ha, kau lari kemana" Mau nakal urik Ya! Hati-hati kutampar kepalamu nanti" Kata Ing Kiat.
Kian hiong mengeluarkan gerak-gerak untuk menggoda, sementara Ing Kiat terus
mengejarnya, tingkh mereka seperti anak-anak sedang mainpetak umpat. Kian Hiong
lari menuju ketempat persembunyian orang itu, hampir saja ia jingkrk karena terkejut.
Kisah Para Pendekar Pulau Es 13 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Kisah Bangsa Petualang 4

Cari Blog Ini