Ceritasilat Novel Online

Pedang Dan Kitab Suci 21

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 21


Haphaptai meminumnya, Hi Tong mengeluarkan seruling emasnya. Alat itu sekalipun
kena terbabat Ciauw Cong, tapi masih dapat dibunyikan. Hi'; Tong mulai meniup.
Mendengar Hi Tong meniup lagu "Padang rumput Mongolia," tergeraklah hati Haphaptai. Diapun
meniup terompet tanduknya.
Ketika didalam perahu diatas sungai Hoangho dahulu, waktu Haphaptai meniup
terompet tanduknya, diam-diam Hi Tong menCatat dalam hati. Dengan lagunya tadi, Hi
Tong hendak mengantar perpisahan untuk jago dari Mongol itu.
Begitu sunyi dan rawan irama lagu itu, sehingga orang-orang sama terpesona. Malah
Hiang Hiang yang berperasaan halus itu, telah menguCurkan air mata. Lagu selesai,
Haphaptai menyimpan terompetnya, tanpa berpaling lagi, ia terus menaiki kuda dan
berlalu. "Ke 2 orang itu adalah kaum lelaki sejati," kata Lou Ping kepada Wan Ci sambil
menunjuk kearah Hi Tong dan Haphaptai.
"Betul itu?" balas Wan Ci.
"Ya. Dan mengapa kau tak mau membantu kepentingannya?"
"Kalau aku dapat, tentu bersedia," Wan Ci mengelah napas.
"Moaymoay, yangan mengelabuhi. Kalau sampai Liok-pehhu. memaksamu, kau pasti
kurang enak," Lou Ping tertawa.
"Yangan kata aku memang tak ingat jalanan itu, sekalipun bisa mengingatnya, kalau
aku tak mau menunjuk-kan, habis mau diapakan" Sedari dulu, kaum wanita selalu
berpegang pada dalil 'sam-Ciong-su-tek' (mengindahkan tiga perkara, menjalankan 4
hal). Dalam 'sam-Ciong' itu, tak ada disebut 'mengindahkan Suhu'."
Lou Ping tertawa, katanya: "Ayah hanya mengajarku ilmu menggunakan golok dan
menCuri barang. Ujar 2 Khong Hu Cu, sedikitpun tak kuketahui. Adik yang baik, Coba
tuturkanlah, apa yang disebut 'sam-Ciong-su-tek' itu?"
"Su Tek atau 4 hal jakni: peribudi, lahirnyah, tutur bahasa dan keCakapan. Jelasnya, bagi kaum wanita yang pertama harus mengutamakan tingkah-laku peribudi. Setelah
itu, memperhatikan perawatan jasmaninya, tutur kata dan urusan rumah tangga."
"Oh, begitu," Loui Ping tertawa, "aku CoCok, hanya soal lahirnyah tadi, adalah
pemberian alam. Kalau ayah bunda melahirkan aku bermuka jelek, apa dayaku" Dan
apa itu 'sam-Ciong'" "
"Kau pura-pura bodoh, tak sudi aku mengatakan," tiba-tiba Wan Ci mengambili dan
melengos. Dengan tertawa, Lou Ping lalu mendapatkan Hwi Ching untuk memberitahukannya.
"Sam-Ciong" adalah tiga soal tata kesopanan, ialah: kalau belum menikah, seorang
wanita harus turut pada orang tuanya. Setelah menikah, pada sang suami dan kalau
suaminya meninggal harus ikut pada sang anak. Inilah ajaran Khong Cu yang berlaku
pada keluarga 2 kaum pembesar. Bagi kaum kangouw seperti kita, tak memusingi hal
itu," menerangkan Hwi Ching.
"Memang demikianlah", Lou Ping tertawa "Turut pada ayah bunda,, itu sudah
selajaknya. Tapi untuk menurut pada, suami, harus ditimbang dulu baik tidaknya. Suami meninggal, lalu mengikut anak, itu lebih luCu lagi. Andaikata anaknya masih kecil, apa juga mesti diturut?"
"Muridku itu memang aneh perangainya, kau kira apa ia sungguh-sungguh tak mau
menunjukkan jalanan itu?" tanya Hwi Ching.
"Kutahu maksudnya. Karena belum menikah, ia hanya mau mendengar perintah
ayahnya saja. Tapi Li-Ciangkun berada di. HangCiu yang begitu jauh dari sini. Taruh
kata dia disini, belum tentu akan dapat, membantu kita. Kini hanya terbuka jalan yang ke 2 itu".
"Yang ke 2?" buru-buru Hwi Ching menyanggapi. "Ia 'kan belum bersuami".
"Ai, itulah!" Lou Ping tertawa, "kita harus Carikan pasangan untuknya. Dengan perintah suaminya, ia pasti menurut disuruh menunjukkan jalan".
Hwi Ching tersedar. Memang siang 2 urusan muridnya itu sudah diketahuinya. Sutitnya, Hi Tong, pun pantas dnyadikan jodohnya. Semula memang sudah ada niat itu dalam
hati Hwi Ching. Soalnya hanya tunggu waktu yang baik, apabila, urusan sudah selesai.
Rupanya hal itu tak boleh ditunda lama-lama.
"Oh, jadi yang dimaksud dengan 'sam-Ciong-su-tek' itu, adalah untuk urusan itu.
Mengapa tak kau terangkan dengan singkat saja?" Hwi Ching menyomel girang.
Ke 2nya berunding dengan Tan Keh Lok, lalu memanggil datang Hi Tong, dan
ditetapkannya. Thian-ti-koayhiap akan di minta menjadi wali dari fihak mempelai laki 2
sedang wali dari fihak perempuan adalah Thian-san Siang Eng ber 2.
"Liok-laoko, benar-benar kau kewalahan pada muridmu itu, sampai kita semua ini tak
berdaya," Koayhiap tertawa tergelak 2 demi mendengar keputusan itu.
Selesai bermupakat, lalu mereka menghampiri Wan Ci.
"Wan Ci, telah bertahun 2 aku berkumpul dengan kau sebagai Sunu dan murid.
Hubungan kita sudah seperti ayah dan anak. Seorang gadis seperti kau berkelana
diluaran, sungguh menjadi pikiranku saja," demikian kata Hwi Ching.
"Ayahmu tak berada disini, terpaksa kugunakan hakku sebagai ayahmu untuk
menCarikan 'tempat berteduh bagimu'," kata Hwi Ching pula.
Wan Ci tundukkan kepala tak menyahut.
"Suko-mu, Hi Tong, sejak Suhunya dibinasakan orang, kini menjadi tanggunganku.
Nanti setelah kamu ber 2 terangkap jodoh, tentu bisa saling merawati. Jadi biarlah aku dapat meletakkan bebanku," kembali Hwi Thing mengomongi.
Kesemuanya itu, sebenarnya sudah dalam hitungan Wan Ci, namun dimuka sekian
banyak sekali orang, tak urung ia merah padam ke-malu 2an, jawabnya dengan suara
pelahan; "Terserah pada Suhu, aku tak berani mengambil putusan sendiri."
"Ah, kau masih pura-pura enggan?" tiba-tiba Ciang Cin me-nyelatuk. "Ketika di Thian
Bok San kita ubek-ubekan Cari padamu, kiranya kau bersembunyi di .................."
Ciang Cin tak dapat melanjutkan kata-katanya, karena mulutnya segera didekap Jun
Hwa. "Ayahmu pernah menahan Ie-sutit dikediamannya sampai sekian lama, tentunya ia
sudah menjatuhkan pilihannya. Baik sekarang kita bikin penetapan dulu, kelak kita
beritahu ayahmu, dia pasti girang," kata Hwi Ching.
Wan Ci tetap tundukkan kepala tak menyahut.
"Ya, sudahlah, Li-moaymoay setuju. Sipsute, kau mau kasih panjer apa?" segera Lou
Ping menengahi.
Hi Tong merabah badannya, hanya uang perak yang ada. Dia gelisah. Ketika
meneruskan merabah, tangannya menyinggung potongan seruling emas yang dipapas
Ciauw-Cong. Pikirnya, kalau bertemu dengan tukang mas, akan disambungnya lagi.
"Liok-susiok, Siaotit tak punya barang apa-apa. Tapi potongan seruling ini adalah dari bahan emas murni," katanya kepada Hwi Ching.
"Bagus, pada hari bahagia kamu ber 2 nanti, ke 2 belah potongan seruling ini nanti
disambung jadi satu," ujar Hwi Ching tertawa.
Semua orang gagah, segera memberi selamat pada Calon mempelai ber 2. Wan Ci tak
mau menerima potongan seruling itu, tapi Lou Ping memaksanya.
"Dan kau mau serahkan apa?" tanya Lou Ping.
Kegembiraan Wan Ci nampak pada wajahnya yang berseri 2, tertawalah ia: "Aku tak
punya apa-apa".
"Wan Ci, senjata rahasia kepunyaanmu itu bukankah dari emas juga?" sela Hwi Ching
tertawa. "Benar!" Lou Ping bertepuk tangan, lalu menyamber senjata rahasia itu (hu-yong-Ciam) dan diserahkan 10 batang pada Hi Tong.
"Inilah benar-benar yang disebut 'jodoh yang aneh dari jarum dengan seruling'," seru Keh Lok.
Melihat semua gembira, Hiang Hiang menanyakan Tan Keh Lok, dan ketika
diberitahukan, Hiang Hiang pun turut girang. Segera ia melolos CinCin batu giok putih dari jarinya, ia memakaikannya kedalam jari Wan Ci, selaku tanda memberi selamat.
Juga Ceng Tong tak mau ketinggalan menghaturkan selamat. Tapi dalam hatinya, nona
Ui itu mengeluh: "Andaikata kau tidak menyaru seorang lelaki, tentu keadaanku tidak
sampai begini!"
Dalam suasana kegirangan itu, diam-diam Koayhiap dan Thian-san Siang Eng
memperhatikan wajah Tan Keh Lok. Tadi tegas diketahuinya bagaimana orang muda itu
begitu Cemas dan buru-buru bertindak ketika Kim Piauw menyerbu kepada Ceng Tong.
Dan kini anak muda itu berada disamping ke 2 nona Ui sedang pasang omong dengan
gembira. Kalau ditilik dari situ, terang dia bukan sebangsa orang yang tak kenal budi, atau dapat baru, lantas buang yang lama.
Selesai bertukar panjer, semua orang menyingkir. Setelah ber 2an dengan Calon
isterinya, Hi Tong berkata: "Li-su-moay, dimanakah sebenarnya bangsat itu?"
Wan Ci mendongkol sekali atas sikap tunangannya yang takmau tahu perasaan seorang
gadis itu. Sekali membuka mulut, soal Ciauw Cong yang ditanyakan.
"Mana aku tahu," sahutnya ketus.
Hi Tong berpikir sejurus, tiba-tiba dia berkui (jongkok) dan manggutkan kepalanya
ketanah sampai tiga kali, ia menangis: "Dulu aku adalah seorang SiuCay yang miskin,
beruntung Suhu telah menerima aku menjadi murid dan menurunkan ilmu silatnya.
Belum aku dapat membalas budinya itu, beliau telah dibinasakan seCara hina oleh Thio Ciauw Cong. Li-sumoay, mohon kau sudi memberi bantuan."
Hal itu sungguh diluar dugaan Wan Ci, siapa buru-buru mengangkatnya bangun, lalu
memberikan saputangan seraya berkata dengan lemah lembut: "Bersihkanlahairmataku, lekas, mari kuantar kesana."
Tepat dengan kata-kata itu, terdengarlah suara tepukan tangan dan Lou Ping lonCat
keluar terus menyanyi: "SiuCay kecil, bukan takut karena berwajah jelek, hanya takut kepada isterinya, sehingga buru-buru manggut 2kan kepala!"
Selebar muka Wan Ci merah padam saking malunya, dan terus berosot lari kedalam.
Sebaliknya Hi Tong terlongong-longong.
"Lekas kejar sana!" seru Lou Ping.
Tanpa berajal, Hi Tong lantas mengejar. Lou Ping berteriak 2 pula dan yang per-tama 2
datang adalah Bun Thay Lay, siapa juga ikut meneriaki orang-orang untuk diajak ikut
kemana arah larinya Wan Ci.
Dilain pihak ketika Wan Ci tak nampak kembali, Ciauw Cong segera makan rangsum
kering, pikirannya Cemas memikirkan jalan untuk lolos, dan bagaimana dia akan Cari
kawan untuk menumpas gerombolan HONG HWA HWE nanti.
Pikirannya makin jauh melayang: Wan Ci adalah puteri seorang Ciangkun, seorang gadis yang elok parasnya. Sedang dirinya sampai pada saat itu masih tetap membuyang,
kalau sampai dia dapat memperisterikannya, tentu akan lebih semaraklah hidupnya.
Berjasa dan mempunyai seorang isteri yang Cantik, lagi seorang puteri pembesar tinggi.
"Perjalanan ke HangCiu sangatlah jauhnya, selama itu kalau bisa berhasil
mempedayainya, urusan belakang mudahlah."
Selagi dia asjik membuat renCananya itu, tiba-tiba didepannya berkelebat sebuah
bayangan. Bukan main girangnya Ciauw Cong ketika orang itu ternyata Wan Ci adanya,
siapa nampak tertawa riang.
Buru-buru Ciauw Cong maju menyambutnya, tiba-tiba dari belakang sinona melesat
maju seorang yang terus meneryangnya. Dalam kagetnya, Ciauw Cong masih bisa
menghindar mundur, tangannya kiri dikerjakan dalam gerak "menyingkap awan melihat
matahari," ia menebas kesamping. Orang itu menyusup kebawah, seruling ditangan
kanan dan 2 buah jari ditangan kirinya, berbareng menyerang dada.
Ketika dilihatnya sipenyerang itu adalah Kim-tiok siuCay Ie Hi Tong, murid dari
mendiang Suhengnya, berCekatlah hati Ciauw Cong. Namun ia tak tinggal diam, tangan
kanan menangkis dengan "kabut putih melintang disungai," tangan kiri berbareng
menyerang kemuka. Sewaktu Hi Tong berkelit, tahu-tahu punggungnya sudah
dnyambak Ciauw Cong terus dilontarkan keatas gunung.
Terkejut sekali Wan Ci. Tanpa hiraukan apa-apa lagi, ia terus akan meneryang Ciauw
Cong. Tapi berbareng dengan itu, dibelakangnya terasa ada angin menyambar, dan
seseorang telah mendahuluinya lonCat menyanggapi tubuh Hi Tong, terus dibawanya
mundur. Sewaktu mengenali bayangan itu adalah Suhunya, sementara itu wajah Wan Ci
sudah puCat lesi, hatinya memukul keras.
Dan pada lain saat, dalam sekejap saja, Ciauw Cong telah dipagari dengan belasan
orang. Kini insyaplah dia, bahwa saat-saat kematiannya sudah didepan mata. Tiba-tiba ia memutar badan, tapi seCepat itu, 2 bayangan melesat dari samping untuk
menCegat. Yang seorang, adalah Thian-ti-koayhiap, dan satunya Tan Ceng Tik.
"Orang she Thio, kau masih mau apa lagi" Ayo, ikut kami!" Hwi Ching berseru dari
belakangnya. Tahu kalau dirinya bakal tak dapat lolos, masih Ciauw Cong perdengarkan jengekan, ia membalik tubuh menyerah dan berjalan keluar. Liok Hwi Ching, Tan Keh Lok, Bun Thay
Lay, Hwe Ceng Tong dan lain-lain. berjalan disebelah muka, sedang Thian-ti-koayhiap, Tan Ceng Tik, Kwan Bing Bwe dan lain-lain.nya dari sebelah belakang. Jadi Ciauw Cong diapit di-tengah-tengah dan dibawanya keluar.
Bermula. Ciauw Cong mengira kalau Wan Ci sudah kurang hati-hati sehingga
kesamplokan dengan mereka. Tapi ketika dilihatnya nona itu gembira dan ter-senyum 2
sambil omong-omong dengan Lou Ping, tahulah dia kalau sudah kena dijual. Marahnya
bukan kepalang. Dan saking menahan hawa amarah itu, hampir-hampir dia pingsan.
Namun sedapat mungkin dikuatkan hatinya, sambil mengeretek gigi.
"Awas, kau, budak hina yang menjual diriku!" ia menyumpah.
Hampir petang, mereka sudah keluar dari Kota Sesat itu. Tan Keh Lok menyerahkan
bandringan 'tiam-hiat-Cu-soh' kepada Ciang Cin dan Sim Hi supaya mengikat orang
tawanannya. Tapi ketika Ciang Cin menyambuti tali bandringan itu, tiba-tiba Ciauw Cong menggerung terus memberosot maju menghampiri Wan Ci. Sekali tangannya diulur, tangan sinona
telah teringkus, leng-bik-kiam direbut berbareng dengan sekuat-kuat tenaganya ia
menghantam punggung sinona.
Wan Ci Coba menghindar kesamping, tapi sudah tak keburu. Lengannya kiri, kena
kepelan Ciauw Cong yang dahsyat itu.
"Prakkk!" Lengan itu patah dan pukulan ke 2 menyusul pula.
Kejadian itu berlangsung dalam waktu yang Cepat sekali, sehingga Hwi Ching tak
keburu menolong, baik ketika leng-bik-kiam direbut maupun waktu lengan muridnya
dihantam patah. Tapi untuk penyerangan Ciauw Cong yang ke 2 itu, jago Bu Tong Pai
itu sudah dapat bertindak dengan tepat, ia menghantam pelipis Ciauw Cong, mengarah
jalan darah "thay-yang-hiat."
Ciauw Cong kibaskan sebelah tangannya, "plak," 2 tangan saling beradu dan Dua- 2nya mundur beberapa tindak. Sejak keluar dari perguruan, sudah lebih 2 tahun mereka tak pernah saling menguji kepandaian. Kini dengan sama 2 tergetar tangannya, masing-masing saling mengakui keunggulan lawan, efabanding ketika masih ditempat
perguruan, jauh sekali bedanya.
Wan Ci luka parah, ia menggeletak ditanah. Lou Ping buru-buru menolongnya, tapi
karena tak tertahan sakitnya, nona itu pingsan. Koayhiap ambil sebutir pil, dimasukkan kemulut nona yang sial itu.
Melihat perbuatan Ciauw Cong yang masih begitu kejam itu, semua orang gagah gusar
dan rapat-rapat mengepungnya. Tahu kalau bakal binasa, Ciauw Cong mengambil
keputusan hendak mati seCara gagah. Maka Dengan palangkan pokiam didada, dia
berkata dengan jumawa: "Kamu hendak maju berbareng atau satu persatu" Kurasa
lebih baik maju berbareng saja '."
"Apa kepandaianmu, begitu sombong kau" Mari aku dulu yang melayani!" Ceng Tik tak
kuat hatinya. "Tan-loyaCu, dengan diriku dia mempunyai permusuhan sebesar lautan, idinkan aku
yang pertama maju," Bun Thay Lay meminta.
"Dia membinasakan Suhu seCara keji, meskipun kepandaianku Cetek, tapi biarlah aku
yang lebih dulu. Bun-suko, kalau aku kewalahan, baru kaulah yang menyanggapi," Hi
Tong tak mau mengalah.
Begitu hebat rasa kebencian orang-orang itu pada Ciauw Cong, hingga mereka
berebutan mau menghajarnya. Akhirnya Tan Keh Lok usulkan supaya diundi.
"Dia bukan lawanku, aku tak ikut berundi," kata Koayhiap.
"Tapi kita ini bukan lawannya, maka aku, Suso, Kiu-te, Sip-te, Sipsute dan Sim Hi
mengambil satu undian saja. Nanti kami berenam tempur dia," kata Thian Hong.
Ciauw Cong tak sabar lagi, katanya: "Tan tangkeh, ketika di HangCiu kita telah berjanji hendak pi-bu. Kini apakah janji itu masih berlaku?"
Tan Keh Lok tahu kalau orang maukan dirinya lebih dulu. Maka jawabnya: "Benar,
karena di Pak-kao-nia tanganmu terluka, maka kita pertangguhkan janji itu sampai tiga bulan. Tepat kalau hal itu kita selesaikan hari ini."
"Nah, bagaimana kalau kutemani Tan-tangkeh lebih dulu, baru nanti lain-lain isaudara-saudara" kata Ciauw Cong.
Sudah beberapa, kali Ciauw Cong bertempur dengan Tan Keh Lok, tahu-kalau dirinya
lebfiOCnggul setingkat. Maka pikirnya, sekali dapat dia ringkus anak muda itu, tentu terbukalah jalan lolos atau kalau tak mungkin meringkus, akan dihabisinya jiwa
lawannya itu. Tan Keh Lok adalah ketua HONG HWA HWE kematiannya Cukup berharga
dibajar dengan jiwanya sendiri.
Tapi pikiran Ciauw Cong itu dapat ditebak oleh Thian Hong.
"Untuk menangkap bangsat semacam dirimu, mengapa CongthoCu perlu kotorkan
tangannya" Dan persaudaran HONG HWA HWE kita ini dianggap apa" Kiu-te, Sip-te,
Sipsute, Ayo kita ringkus dia!"
Atas seruan Thian Hong itu, Jun Hwa, Ciang Cin, Hi Tong dan Sim Hi segera lonCat
maju. Ciauw Cong tak gentar, malah ia tertawa lebar 2.
"Tadinya kukira meski HONG HWA HWE adalah gerombolan rahasia yang menentang
undang 2, tapi mereka menjunjung peraturan kangouw. Tapi, huh, kiranya hanya kaum
bebodoran belaka!" ejeknya.
"Chit-ko, kalau belum kalah atau menang dengan aku, rupanya matipun ia 'kan
penasaran," sela Keh Lok. "Baiklah, orang she Thio, hendak kau tumplek seluruh
kepandaianmu apa saja, yangan ngimpi kau bisa lolos. Nah, majuiah!"
Ciauw Cong tak sungkan lagi terus melolos leng-bik-kiam, ujarnya: "Itulah bagus, mari keluarkan senjatamu!"
"Mengalahkan kau dengan senjata, apa dapat disebut seorang enghiong" Cukup kalau
aku bertangan kosong saja!" balas Keh Lok.
Ciauw Cong girang sekali, kesempatan itu tak mau dilewatkan begitu saja, katanya:
"Bagus, kalau dengan pedang tak dapat kukalahkan kau, aku segera bunuh diri, tak
perlu kau orang turun tangan lagi. Tapi kalau menang, apa katamu?"
"Tentu saja lain-lain Cianpwe dan saudara-saudara yang ada disini yang menggantikan
melayanimu. Kutahu, kau ingin benar jawabanku: 'Kalau menang, kau boleh berlalu'.
Hahaha, sampai detik ini belum kau menginsyapi bahwa kejahatanmu itu sudah keliwat
dari takerannya?" sahut Keh Lok.
"Mati dan hidup itu adalah takdir. Hina dan mulia sudah ada suratan nasib. Bagiku,
orang she Thio, tak terlalu pandang berat soal kematian," Ciauw Cong menghardik.
"Didalam terowongan tanah dimarkas HangCiu Ciang-kun, Bunsuya dan aku telah
menangkap dan kemudian mengampuni jiwamu. Di Pak-kao-nia dan dimarkas besar
Ciangkun Tiau Hwi 2 kali sudah kami ampuni lagi jiwamu. Baru 2 ini, kembali kami
tolong jiwamu dari sergapan kawanan serigala. Bukankah HONG HWA HWE Cukup
melepas budi padamu. Tapi kau tetap tak merobah kejahatanmu. Nah, hari ini biar
bagaimana juga, tak ada ampun lagi untukmu."
"Kau serang dulu, aku akan mengalah 4 kali tanpa membalas seranganmu," kata Ciauw
Cong. "Baik!" seru Keh Lok seraya maju mengiring ke 2 kepelannya.
Cepat Ciauw Cong mendek kebawah menghindar, tanpa mau membalas. Keh Lok
menyapu dengan kaki. Ketika Ciauw Cong lonCat keatas, Keh Lok; menyusuli dengan
tendangan "Wan-yang-lian-hoan-thui," iterus menyapu lagi.
Menurut gerakan ilmu silat pada umumnya, kalau musuh menghindar dengan lonCat
keatas, kalau hendak menyusuli serangan, kebanyak sekalian tentu menyerang bagian
tubuh, supaya lawan tak dapat menghindar lagi. Tapi tidak demikian dengan gerakan
Tan Keh Lok. Dia menyusuli tendangan tadi, terang bakal menendang tempat kosong,
karena tidak menurut peraturan ilmu silat. Tapi anehnya jatuhnya Ciauw Cong dari
lonCatannya keatas tadi, tepat dalam posisi arah tendangan Tan Keh Lok itu. Itulah


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keajaiban dari "peh-hoa-jo-kun," ilmu silat gerakan-salah dari seratus bunga.
Koayhiap yang berdiri disamping, puas sekali hatinya sewaktu melihat murid
kesayangannya dapat menggunakan ilmu silat Ciptaannya dengan indah sekali. Dia
berpaling kearah Kwan Bing Bwe dan berkata: "Bagaimana?"
"Luar biasa sekali!" Ceng Tik menyanggapi.
Karena tak berdaya menghindari serangan lawan yang aneh itu, Ciauw Cong terpaksa
mengirim sekali tusukan pokiam kedada orang. Buru-buru Tan Keh Lok tarik kakinya
sembari miringkan tubuh untuk berkelit.
"Bangsat tak punya malu. Katanya mengalah 4 kali, mengapa balas menyerang?" Ciang
Cin memakinya. Ciauw Cong tak ambil pusing, sekali leng-bik-kiam berkelebat, terdengarlah deru angin dari serangan pokiam kekanan-kiri lawan.
Hwi Ching terkesiap, pikirnya: "Ilmu pedangnya sudah menCapai kesempurnaan. Dalam
usia sama, mungkin Suku dulu tak selihai dia!"
Jago tua ini tetap bersiaga dengan pedang ditangan. Dia mengawasi gerakan Tan Keh
Lok dengan seksama. Begitu ketua HONG HWA HWE itu kesalahan tangan, dia akan
turun tangan dengan lantas.
Tapi ternyata pertempuran makin lama makin seru. Sesosok tubuh Tan Keh Lok seolaholah merupakan sebuah bayangan yang berkelebatan diantara sinar pedang Ciauw
Cong. Betapa lihai ilmu pedang ju-hun-kiam Ciauw Cong, namun dalam beberapa saat
itu, dia tak dapat segera menarik keuntungan.
Sementara itu Hi Tong dan Lou Ping memayang bangun Wan Ci, siapa pun sud^h
sadar. Hanya rasa nyeri dari lukanya itu, membuatnya meringis. Tapi sesaat
diketahuinya Hi Tong menunyangnya, terhiburlah hatinya.
"Nanti Liok-susiok tentu dapat menyambung tulang lenganmu. Kau tahankanlah!"
menghibur Hi Tong.
Wan Ci bersenyum dan kembali pejamkan mata.
"Ci, mengapa dia tak pakai senjata?" tanya Hiang Hiang sambil tarik tangan taCinya.
"Apakah dia pasti akan menang?"
"Tak perlu kuatir, disini masih banyak sekali Kawan-kawan lain," sahut Ceng Tong.
Juga seluruh perhatian Sim Hi diCurahkan kepada bekas siaoyanya. Hampir-hampir
boCah ini tak dapat kendalikan napsunya untuk membantu. Nona, katakanlah
sebenarnya, apa KongCu tidak berbahaya?" tanyanya pada Ceng Tong.
Teringat akan kejadian dulu, Ceng Tong deliki mata dan melengos tak menghiraukan.
Sim Hi gugup, hendak dia minta maaf kepada Ceng Tong, namun berat rasa sang mata
untuk tinggalkan KongCunya.
Sepasang mata Bun Thay Lay yang bundar tak terkesip memandang ujung leng-bikkiam. Siang-kao Jun Hwa yang terpapas kutung ujungnya, masih tetap dipegangnya,
siap untuk memberi bantuan.
Lou Ping pun siapkan tiga batang hui-to, matanya tetap ditujukan kearah punggung
Ciauw Cong. Saat itu mataharj sudah Condong disebelah barat. Sinarnya memanCarkan warna
kuning dipermukaan pasir. Kembali Wan Ci membuka mata, tiba-tiba ia menjerit pelan,
tangannya menuding kesebelah timur. Ketika Hi Tong memandangnya, ternyata
disebelah muka terbentang suatu pemandangan yang luar biasa. Sebuah rawa besar,
airnya beriak ke-biru 2an. Ditepi rawa itu berdiri sebuh pagoda putih, yang atap-nya berkredepan. Itulah pemandangan sebuah kota.
Hi Tong tersentak bangun tapi dia segera teringat akan ,,fata morgana," suatu
pemandangan hajal yang sering terjadi dipadang pasir.
"Apakah kita sudah kembali di HangCiu?" tanya Wan Ci.
"Itu hanya Cakrawala disenja kala. Pejamkanlah matamu untuk mengaso," sahut Hi
Tong. "Tidak, pagoda itu adalah pagoda Lui-nia-tha di HangCiu. Aku pernah diajak ayah
kesana. Ayah, dimana ayahku?" berkata pula sigadis.
Bahwa Hi Tong setuju dengan soal perkawinan tadi, adalah karena terpaksa untuk
membalaskan sakit hati sang Suhu. Tapi kini serta dilihatnya bagaimana sinona dalam
keadaan luka parah menggigau tak sadar, timbul ah rasa kasihannya.
"Kita akan kesana sekarang, kita nanti sama 2 menghadap ayahmu," kata Hi Tong
sambil menepuk bahu sinona pelahan-lahan.
"Kau ini siapa?" tiba-tiba Wan Ci tersenyum.
Mata Wan Ci yang memandang dengan tak terkesip itu, membuat Hi Tong Cemas, buruburu ia menyahut: "Aku adalah Ie-sukomu. Malam ini kita bertunangan, kelak aku tentu menjagamu baik-baik ."
"Hatimu tak menyukai diriku, aku tahu. Lekas bawa aku kepada ayah, ajalku sudah
dekat," Wan Ci menangis. Kemudian ia menunjuk ke 'fata morgana' tadi, dan berkata
pula: "Ah, itulah Se-ouw, disana ayahku menjabat Ciang-kun, ia ............ ia
bernama ............ Li Khik Siu. Apa kau mengenalnya" "
Hi Tong mengeluh. Teringat dia akan budi kebaikan sinona yang telah beberapa kali
menolong jiwanya, tapi ia selalu bersikap tawar saja. Apa jadinya kalau nona itu sampai meninggal. Saking pepat hatinya, seketika dipeluknya nona itu, bisiknya: "Aku sangat mengasihimu. Kau tak nanti meninggal."
Wan Ci mengelak napas.
"Lekas katakanlah: 'tak nanti aku meninggal'!" Hi Tong mengulangi.
Tapi luka Wan Ci terasa sakit kembali, dan pingsanlah ia.
Pada saat itu, Ciauw Cong masih bertempur seru dengan Tan Keh Lok, hingga sampai
ratusan jurus. Bermula menghadapi "peh-hoa-jo kun" Tan Keh Lok, Ciauw Cong tampak
keripuhan. Sekalipun dia bersenjata musuh tidak, tapi tak berani dia merangsek.
Sembari menangkis serangan lawan yang aneh itu, ia t jari lubang untuk menawannya
hidup-hidup. Sudah begitu, ia perhatikan bagaimana Hwi Ching, Lou Ping, Ceng Tong
dan lain-lain sama siap dengan senjatanya masing-masing. Maka lebih 2 makin rapat ia memainkan senjatanya, untuk menjaga kemungkinan dibokong. Karena pikirannya
harus memperhatikan kekanan kiri, ia tak dapat segera menyelesaikan pertempuran itu.
"Kalau terus 2an begini, payahlah! Dengan siasat bergantian orang, sekalipun tak
sampai dapat membunuh aku, tapi aku tentu mati konyol keCapean", pikir Ciauw Cong.
Dalam pada itu, ia mulai kenal baik akan gerak-gerakan "peh hwa jo kun". Hatinya
mulai besar. Dan tiba-tiba ia robah permainannya dengan ilmu pedang "ju hun kiam".
Setiap jurusnya, adalah menyerang, sehingga beberapa kali tampak Tan Keh Lok harus
mundur. Pada lain saat, dengan gerak "sungai perak bergemerlapan", leng-bik-kiam membabat
turun, bagaikan bunga api berhamburan dari udara, menabur tubuh Tan Keh Lok, siapa
karena tak ungkulan menangkis, terpaksa lonCat keluar kalangan. Dari situ ia akan maju menyerang lagi, tapi. Jun Hwa dan Ciang Cin telah mendahului meneryang.
Jurus "sungai perak bergemerlapan" tadi. belum selesai, maka dengan berhamburan
sinarnya leng-bik-kiam. Jun Hwa dan Ciang Cin kena dilukai. Bun Thay Lay menggerung
keras terus akan maju, tapi Tan Keh Lok telah melesat dulu menghantam muka Ciauw
Cong. Kelihatannya pukulan itu tak bertenaga, tapi datangnya telak sekali, sehingga
kemana Ciauw Cong akan menghindar atau menangkis, tetap tak keburu.
"Plak, plak!" Merah padam selebar muka Ciauw Cong karena tamparan itu. Dia mundur
tiga tindak, matanya melotot gusar. Juga semua orang sama heran mengapa dalam
kekalahannya tadi, Keh Lok dapat menampar muka lawan. Dan membarengi
kesempatan itu, Jun Hwa dan Ciang Cin mundur keluar. Lou Ping dan Sim Hi membalut
luka mereka. "Sipsute, tolong kau tiupan sebuah lagu", tiba-tiba Keh Lok berkata kepada Hi Tong.
Hi Tong kaget dan malu, buru-buru diletakkannya Wan Ci, lalu menyembat serulingnya.
Tanyanya: "Lagu apa?"
"Meskipun Pa Ong itu gagah, tapi akhirnya dia binasa disungai Oh Kang. Nah, kau
tiupkan lagu 'sip-bin-bay-hok' (pengepungan dari 10 penjuru)," sahut Keh Lok.
Hi Tong tak menerti maksud orang. Tapi karena perintah pemimpinnya, dia segera
meniup. Nada suara seruling emas memang lebih nyaring dari seruling bambu. Maka
segera terdengarlah lagu yang menggambarkan suasana derap kaki beribu, serdadu
berjalan. Keh Lok rangkap ke 2 tangannya dan berseru: "Majulah!" " Habis itw, tubuhnya
berputar sekali, kakinya pura-pura menendang, seperti orang menari, Melihat bagian
belakang tubuh musuh tak terjaga, Ciauw Cong tak mau berajal lagi, terus menusuknya.
Karena terkejut, orang-orang sama menjerit. Sekonyong-konyong tubuh Tan Keh Lok
berputar balik dan tahu-tahu tangan kirinya sudah menangkap ujung kunCirnya Ciauw
Cong. Dan tepat dengan irama seruling Hi Tong, kunCir disentak kearah leng-bik-kiam.
Segulung rambut hitam mengkilap, putuslah seketika. Dan sekali tangan kanan Tan Keh
Lok menggaplok, kembali bahu Ciauw Cong termakan.
Ciauw Cong betul-betul heran dan penasaran. Tiga kali dia diserang, tanpa dapat
berdaya. Dan yang terutama membikin hatinya berCekat, entah ilmu silat apa yang
digunakan lawan itu. Rambut terpotong, bahu digaplok, sungguh 'wan-ong' sekali.
Namun Ciauw Cong seorang ahli silat yang tinggi ilmunya. Meski menderita, dia tak
menjadi gugup. Mundur lagi beberapa langkah, dia tenangkan diri menunggu
kedatangan musuh.
Kembali sesuai dengan irama lagu, Tan Keh Lok ber-indap 2 maju. Gerakannya luar
biasa. "Lihat, itulah hasilnya dia belajar silat diperut gunung itu", seru Ceng Tong dengan girang kepada adiknya.
"Gerak geriknya bagus benar", Hiang Hiang bertepuk tangan.
Kembali ke 2 jago itu terlibat dalam pertarungan lagi. Dengan leng-bik-kiam Ciauw Cong bikin penjagaan dengan rapat. Asal musuh mendesak dekat, dia segera lawan dengan
hebat. Lawan melonggar, dia tak mau terus menyerang dan hanya bikin penjagaan
saja. "Wan-toako, kini baru aku takluk betul-betul padamu. Kalau muridmu saja sedemikian
lihainya, aku yang menjadi saudaramu tentu terpaut jauh sekali dengan kau," kata Ceng Tik pada Wan Su Siau.
Thian-ti-koay-hiap tak menyahut, karena diapun merasa heran sendiri. Ilmu silat yang dimainkan Tan Keh Lok itu tidak saja bukan dari dia, tapipun belum pernah dilihatnya dikalangan persilatan.
Dahulu, karena patah hati, dia mengambil putusan akan mengabdikan hidupnya dalam
ilmu silat. Dia merantau menCari guru diseluruh negeri, dia berguru pada semua
Cabang persilatan. Dalam tempat persembunyiannya dipadang sahara, dia Ciptakan
"peh hoa jo kun" yang merangkum semua ilmu silat dari berbagai aliran. Jadi dia itu
terhitung jago nomor wahid karena kaja dengan pengalaman.
Tapi ilmu yang dipertunjukkan Keh Lok itu, betul-betul ia kewalahan tak dapat
mengetahui namanya.
"Bukan aku yang mengajarkan itu, sebab aku tak mengerti ilmu itu," akhirnya Koayhiap menyahut beberapa saat kemudian.
Thian-san Siang Eng Cukup paham akan sifat Koayhiap yang tak pernah justa itu. Maka
ke 2nya pun merasa heran juga.
Irama seruling makin lama makin tajam dan riuh, seolah 2 menggambarkan sepasukan
kuda yang meneryang kenCang 2. Dan gerakan Tan Keh Lok pun makin linCah, makin
lanCar. Berselang 2 jurus kemudian, tubuh Ciauw Cong bermandikan keringat,
pakaiannya basah kujup.
Tiba-tiba irama seruling meninggi, bagaikan bintang melunCur diatas udara, pecah dan berhamburan. Pada saat irama membising, Ciauw Cong menjerit. Lengan kanannya
kena tertutuk, pokiamnya terlepas jatuh. Tan Keh Lok menyusuli lagi 2 buah pukulan, tepat menghantam kepunggung lawan. Berbareng itu, ia tertawa keras, lalu mundur.
Dua buah pukulan itu, dikerahkan dengan tenaga lwekang yang penuh, maka
dahsyatnya bukan kepalang. Ciauw Cong menundukkan kepala, tubuhnya sempoyongan
seperti orang mabuk. Ceng Cin me-maki-maki terus hendak membaCoknya dengan
kampak, tapi diCegah Lou Ping.
Ciauw Cong masih kelihatan sempoyongan lagi beberapa tindak, dan akhirnya roboh.
Orang-orang sama bersorak kegirangan. Thian Hong dan Sim Hi maju mengikatnya.
Ciauw Cong mandah saja, mukanya puCat seperti kertas.
Hi Tong letakkan seruling, terus menghampiri Wan Ci, siapa masih belum sadarkan diri.
Sudah tentu ia menjadi Cemas sekali.
"Suhu, Liok-loCianpwe, bagaimana kalau kita bawa penjahat ini?" tanya Keh Lok.
"Lempar saja untuk makanan serigala. Dia telah membinasakan Suhuku dengan kejam
sekali, dan tadi kembali ............ kembali ............" sela Hi Tong terputus-putus.
"Ya, untuk makanan serigala, sekalian akan kita tengok bagaimana keadaan kawanan
serigala itu," kata Koayhiap.
Semua orang tak membantah, untuk kejahatan Ciauw Cong, memang dia pantas
menerima hukuman itu. Hwi Ching obati lengan Wan Ci seperlunya. Sedang Koayhiap
memberikan sebiji pil.
"Yangan kuatir, tunanganmu tentu sembuh," dia menghibur Hi Tong.
"Peluklah, ia tentu merasa terhibur," bisik Lou Ping dengan tertawa.
Demikianlah rombongan orang-orang itu menuju ketempat pengasingan serigala.
Ditengah jalan. Thian-ti-koayhiap tanyakan tentang ilmu silat muridnya tadi. Keh Lok menCeritakan pengalamannya di istana perut gunung itu. Thian-ti-koayhiap ikut girang dan puji keCerdasan sang murid.
Lima hari kemudian sampailah rombongan itu ketempat yang dituju, yaitu benteng
pasir. Melihat kebawah dari atas pagar dindingnya, tampak kawanan binatang itu
tengah berebut menggeragoti bangkai kawannya sendiri, gegap gempita sama
melolong. Memberikan pemandangan yang' ngeri sekali.
Hiang Hiang tak tahan, lalu turun untuk ber-Cakap 2 dengan beberapa penjaga orang
Ui. Segera Hi Tong gusur Ciauw Cong ketepi dinding. Sebelumnya, diam-diam dia mendoa
dalam hati: "Arwah Suhu dialam baka, sahabatmu dan TeCu hari ini telah dapat
membalaskan sakit hatimu."
Habis itu, ia mengambil golok Thian Hong untuk memapas tali pengikat tangan Ciauw
Cong. Sekali tendang, Ciauw Cong terlempar kebawah. Kawanan serigala sedang
menderita kelaparan hebat,' maka begitu ada sesosok tubuh manusia melayang, mereka
segera melonCat untuk menerkamnya!
Dua buah pukulan Tan Keh Lok, telah menyebabkan Ciauw Cong terluka berat. Hanya
karena ia seorang ahli lwekang yang lihai, maka setelah memelihara semangatnya
selama lima hari dalam perjalanan, separoh bagian lukanya sudah sembuh.
Ketika ditendang jatuh kedalam kota serigala itu, dia sudah tak punya harapan hidup
lagi. Tapi memang sudah menja,di sifat manusia, jeri mati. Sebelum mati berpantang
ajal. Dalam saat-saat kematian dia berusaha untuk merebut hidup.
Ketika, hampir dekat ketanah 7 atau delapan ekor serigala besar sudah lonCat
meneryang. Dengan sorotan mata yang ber-api 2, Ciauw Cong ulurkan ke 2 tangan
untuk menCengkeram leher 2 ekor serigala, terus dipotes. Sesaat itu, serigala 2 itu mundur. Membarengi itu pelan-pelan dia. mendekati dinding dan tempelkan
punggungnya disitu. Dengan memakai 2 ekor serigala yang sudah setengah mati itu, ia mainkan jurus ilmu 'siang-jui' (sepasang palu besi) dari Bu Tong Pai. Anginnya sampai Menderu-deru , hingga dalam saat itu kawanan serigala tak berani mendekati.
Sekalipun benci akan perbuatan Ciauw Cong yang keliwat jahat, tapi dalam saat-saat
menerima kematiannya itu, Tan Keh Lok, Lou Ping dan lain-lain. tak tega melihatnya,
dan sama turun. Hwi Ching mengembeng air mata. Rasa kasihan terCampur rasa benci.
Sementara itu Ciauw Cong sudah memainkan jurus ke 2 dari ilmu "siang-jui" itu, tibatiba dalam ingatan Hwi Ching terkilas kejadian pada tiga 0 tahun berselang...............
Pada masa itu Ciauw Cong masih kanak-kanak, Suhunya telah menerimanya sebagai
murid. Sehari 2 Liok Hwi Chinglah yang mengurus keperluannya. Pernah ke 2nya diamdiam lari kebawah gunung untuk membeli gula 2. Ketika itu Celana sutenya robek dan
dialah yang menjahitkan. Ilmu pukulan besi "bo-kim-Chui" itu, dia pulalah yang
mengajarkannya. Ciauw Cong ternyata berotak terang lagi giat belajar, hingga
hubungan antara ke 2 Suheng dan Sute itu melebihi saudara putusan perut baiknya.
Adalah tak dinyana 2, karena temaha uang dan pangkat, Sutenya itu telah terperosok
makin dalam...............
Kini menampak Sutenya sedang menghadapi bahaya maut, tanpa merasa ia kuCurkan
air mata, pikirnya: "Sekalipun dia itu keliwat busuk, tapi masih ingin kuinsyapkan
pikirannya pada saat terakhir, supaya kesananya dia dapat berobah menjadi orang baik-baik ."
"Thio-sute, aku datang menolongmu!" tiba-tiba Hwi Ching berseru. Dan sekali enjot,
tubuhnya melesat turun.
Semua orang kaget. Malah Bun Thay Lay yang berdiri disebelahnya, buru-buru akan
menCegah, tapi tak keburu. Belum kaki Hwi Ching tiba ditanah, pek-liong-kiam sudah
berobah menjadi lingkaran sinar, sehingga kawanan serigala itu menyingkir memberi
jalan. "Sute, yangan kuatir," seru Hwi Ching pula.
Mata Ciauw Cong berCucuran darah, sekonyong-konyong serigala yang dipakai untuk
senjata tadi dilempar, sekali mengenjot kaki, dia tubruk dan menyikap Hwi Ching malah.
"Kalau mati, biar kita mati bersama!" serimja kalap.
Sergapan Ciauw Cong itu sama sekali diluar dugaan Hwi Ching, siapa tak berdaya lagi
dan peh-liong-kiamnya pun terlepas jatuh. Sekuatanya dia Coba meronta, tapi tak
berguna. Melihat ada 2 orang bergulatan, kawanan serigala serentak menyerbunya.
Suheng dan Sute itu adalah ahli lwekang, ke 2nya sama mengerahkan tenaganya untuk
membalikkan lawan keatas agar diterkam serigala lebih dulu.
Pantangan ahli lwekang ialah mengumbar nafsu amarah. Tapi karena melihat "air susu
telah dibalas dengan air tuba" atau kebaikan dibalas dengan kekejian, meluaplah
amarah Hwi Ching. Dan sekali hawa amarah itu naik keatas kepala, tangan dan kakinya
menjadi lemas. Dengan jepitan tangan dari ilmu "kin-na-hoat," Ciauw Cong telah
melumpuhkan sang Suheng. Dan seCepatnya dia balikkan tubuh Suhengnya. keatas,
untuk dnyadikan perisai.
Gemparlah suara seruan kaget dari rombongan orang-orang diatas. Bun Thay Lay dan
Hi Tong serentak terjun kebawah. Bun Thay Lay putar goloknya untuk menghalau
kawanan serigala. Sedang Hi Tong yang memegang golok Thian
Hong, terpaksa harus berjumpalitan dulu kakinya menginjak tanah, disebabkan tembok
tadi keliwat tinggi sekali. Dia inCar pundak Ciauw Cong lalu membaCok sekuat-kuatnya.
Ciauw Cong mengeluarkan jeritan seram, ke 2 lengannya yang menyikap Hwi Ching
itupun menjadi kendor.
Dari atas segera diturunkan tali. Hwi Ching, Hi Tong dan Bun Thay Lay dikereknya
keatas. Ketika mereka menengok kebawah, orang-orang itu sama menyaksikan
pemandangan yang ngeri. Kawanan serigala sedang berpesta pora dengan daging dan
tulang belulang Hwe-Chiu-poan-koan Thio Ciauw Cong, murid ketiga dari Cabang Bu
Tong Pai yang paling tangguh sendiri, dan kepala dari Gi-lim-kun kerajaan Ceng!
Saking ngerinya, semua orang sama kemekmek. Kemudian mereka tinggalkan kota
serigala itu untuk beristirahat.
"Liok-pepek, peh-liong-kiammu masih ketinggalan dibawah sana bukan" Sayang!" kata
Lou Ping. "Tak apalah. Sebulan lagi, kawanan binatang itu akan sudah mampus semua. Waktu itu
tentu bisa mengambilnya," kata Koayhiap.
Malamnya mereka memasang kemah. Pada kesempatan itu, Tan Keh Lok tuturkan
pertemuannya dengan Kian Liong pada Suhunya. BerbiCara soal barang bukti yang
diminta oleh raja itu, Koayhiap segera mengambil keluar sebuah bungkusan kain warna
kuning, lalu diserahkan pada sang murid, katanya:
"Musim semi tahun ini ayah angkatmu mengutus ke 2 saudara Siang menyerahkan
buntelan ini padaku. Katanya, didalamnya terdapat 2 buah benda berharga. Karena tak diterangkan benda apa, akupun tak pernah membukanya. Mungkin benda itu adalah
yang dimaukan oleh raja tersebut."
"Tentu begitu. Karena sudah meninggalkan pesan, maka kini TeCu akan membukanya,"


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Keh Lok. Ternyata buntelan kain kuning terdapat bungkusan lapis tiga dari kertas minyak, disitu terdapat sebuah kotak kecil warna merah. Didalam kotak ada 2 pucuk sampul, yang
saking tuanya, warnanya berobah kuning. Sampul itu tak isannya.
Ketika surat dari salah sebuah sampul itu diambil, disitu terdapat 2 baris huruf yang berbunyi sbb.:
Saudara Su Kwan jth.
Suruhlah orang membawa orok yang baru lahir tadi kemari untuk kulihatnya.
Tanda-tangan surat itu dari "YONG TT."
Hurufnya indah.
"Apa maksudnya surat ini" Mengapa Gihu-mu menganggapnya begitu penting?" tanya
Koayhiap. "Ini adalah buah tulisan baginda Yong Ceng," sahut Keh Lok.
"Bagaimana kau tahu?" Koayhiap melengak.
"Dirumah TeCu, banyak sekali sekali buku pemberian kaisar Kong Hi, Yong Ceng dan
Kian Liong. Karenanya TeCu dapat mengenali tulisannya."
"Huruf tulisan Yong Ceng Cukup bagus, tapi mengapa rangkaian kalimatnya begitu
kaku?" tanya Koayhiap.
"TeCu pernah membaca tulisannya dalam perintah 2 yang disimpan almarhum ayah.
Ada yang berbunyi: 'Tahulah'. Kalau mengatakan orang yang tak disukai, beliau sering menulis begini: 'Orang ini bermuka kembang, hati-hati terhadapnya!"
Thian Ti Koayhiap tertawa gelak 2, katanya: "Sekalipun surat ini Yong Ceng yang
menulis, tapi kurasa tak ada apa-apanya yang penting."
"Sewaktu menulis surat ini beliau masih belum menjadi Hongte," kata Keh Lok pula.
"Ha, lagi-lagi kau tahu halnya!"
"Ya, tanda tangan "Yong Ti" itu, adalah sebutan, istana ketika dia masih menjadi pwelek (pangeran). Dan lagi, kalau sudah menjadi raja, tak nanti dia membahasakan
'saudara' pada ayahku."
Koayhiap meng-angguk-angguk.
Keh Lok meng-hitung 2 dengan jari. Merenung sebentar, lalu berkata: "Semasa Yong
Ceng belum menjadi kaisar, aku masih belum lahir. Ji-ko juga belum. Cici lahir baru
saja. Tapi dalam surat itu disebut 'puteramu yang baru lahir', he..............."
Tiba-tiba dia. teringat akan uCapan Bun. Thay Lay ketika berada dalam terowongan
dulu, serta sikap Kian Liong selama ini. Seketika dia lonCat bangun, katanya: "Inilah bukti yang kuat."
"Apa?" tanya Koayhiap.
"Yong Ceng telah menukar toako-ku dengan seorang baji perempuan. Anak perempuan
itu adalah ToaCi-ku yang dinikahkan dengan Siang Su Ciang haksu. Sebenarnya ia
adalah puterinya Yong Ceng sendiri. Toako-ku sendiri, ialah yang kini menjadi kaisar."
"Kian Liong?" tanya Koayhiap dengan terkejut.
Keh Lok mengangguk, kemudian mengeluarkan surat dari sampul yang ke 2. Nampak
tulisannya, hatinya risau dan berCucuran air mata.
"Mengapa?" tanya Koayhiap.
"Inilah tulisan mendiang bundaku," sahut Keh Lok dengan suara tak lampias.
Dihapusnya air mata, dan memulailah ia membacanya:
"Kanda Kok yang budiman, dalam hidup sekarang ini, kita ber 2, tak dapat berjodoh.
Itulah sudah suratan nasib. Tak dapat dilawan. Apa yang kupikirkan selalu jalah seorang ksatria sebagai engko terpaksa harus diusir dari perguruan hanya karena urusanku.
Aku mempunyai tiga orang putera. Satu berada di istana, satu pergi kepadang sahara.
Yang mengawani aku siang malam, puteraku ke 2, bodoh dan nakal, makan pikiran
orang tua. Sam Koan, seorang anak yang Cerdas, tolong kau kirim pada seorang guru
ternama. Meskipun hatiku selalu terkenang padanya, tapi aku merasa lega. Toa Koan,
tak ketahui lagi tentang asal usul dirinya. Dia bersikap agung menjadi raja bangsa
asing. Kanda Kok, dapatkah kau menginsafkannya. Lengan kiri anak itu ada tanda plek warna
merah, itu Cukup menjadi bukti. Kesehatanku makin buruk, setiap malam aku bermimpi
hari? yang berbahagia semasa aku dan dikau masih kanaks bersama bermain-main .
Ah, kasihanilah kita, Tuhan, agar dipenghidupan j.a.d., kita dapat menitis lagi menjadi suami isteri yang berbahagia. " Loh.
Habis membaca, hati Tan Keh Lok memukul keras, tubuhnya gemetar mau roboh.
Koayhiap menyanggapi dan mendudukkannya ditanah.
"Suhu, siapakah kanda. Kok itu?" tanyanya dengan gemetar.
"Dia adalah Gihu-mu sendiri, namanya aseli ialah Sim Ju. Kok. Waktu mudanya dia
saling mencinta dengan bundamu. Tapi rupanya sudah menjadi kehendak Al ah, ke 2nya
tak: dapat terangkap jodoh. Karena itulah maka, seumur hidup Gihu-mu "tak,, mau
beristeri."
"Ketika "itu" mengapa dia disuruh membawa aku" Dati mengapa;'aku disuruh
menganggapnya sebagai ayahku sendiri" Apakah.............................."
"Sekalipun aku adalah sahabat karib ayahmu, tapi soal dia diusir dari perguruan Siao Lim Si, tidak kuketahui jelas apa sebabnya. Katanya dia sudah melanggar peraturan
gereja perguruan tersebut*. Berita itupun ada lain orang yang bilang, bukan dia. Tapi aku yang mengenal dari dekat, Cukup perCaja dia itu seorang lelaki perwira, tak nanti berbuat hal 2 yang nista," menerangkan Koayhiap, siapa sesaat kemudian menepuk
pula kakinya seraya berkata: "Malah ketika itu pernah ku-undang sahabat 2 persilatan, untuk minta penjelasan pada Ciang-bun-jin Siao Lim Si. Hal ini menggemparkan dunia
kangouw. Syukur Gihu-mu buru-buru menCegah dengan mengatakan dia sendirilah
yang bersalah, barulah gerakan besar itu bubar. Namun sampai saat ini, aku tetap tak perCaja seorang sebagai dia dapat berbuat sesuatu hal yang tidak senonoh. Lain Cerita kalau memangnya Hweshio 2 Siao Lim Si itu mengadakan peraturan yang aneh, itu
wal ahualam."
"Suhu, apakah hanya sebegitu saja yang kau ketahui perihal ayah angkatku?"
"Setelah diusir dari gereja perguruan, dia menyembunyikan diri sampai beberapa tahun.
Tahu-tahu dia berganti nama IE BAN THING, mendirikan HONG HWA HWE dan
menyelenggarakan usaha besar yang gilang gemilang," menambahkan Koayhiap.
Yang dimaksud Tan Keh Lok dalam pertanyaan itu adalah kearah asal usul dirinya. Tapi Koayhiap sudah menyimpangkan jawabannya kepada peristiwa akan menuntutkan
penasaran Ie Ban Thing kepada gereja Siao Lim Si.
"Baik Gihu (ayah angkat) maupun ibu mengapa menghendaki supaya aku pergi dari
rumah, adakah Suhu mengetahuinya?" tanya Keh Lok pula.
"Usahaku mengundang sahabat 2 kangouw guna menuntutkan penasaran ayah
angkatmu, tapi karena pengakuan Gihumu itu, kepala kita seperti digujur air dingin dan akupun kehilangan muka. Karenanya, mulai saat itu tak mau aku
mengurus lagi soal Gihu-mu itu. Dia datang kepadaku membawa kau, akupun terus
mengajarkan ilmu silat, rasanya Cukuplah kewajibanku terhadapnya."
Kini tahulah Tan Keh Lok, sia-siasajalah dia bertanya itu. Pikirnya.
"Usaha membangun kerajaan Han, kunCinya terletak pada tabir yang menyelubungi
Toako (Kian Liong). Sedikit saja terjadi keCerobohan, sia-sialah segala jerih payah
selama ini, dan ini berarti ratusan juta saudara-saudara ditanah air tetap tenggelam dalam laut penderitaan. Lebih baik kupergi kegereja Siao Lim Si di Hokkian untuk
menCari penjelasan tentang hal itu. Ja, mengapa Yong Ceng menukar baji" Mengapa
Toako yang terang-terangan seorang Han, disuruh menduduki tahta kerajaan Ceng"
Tentu digereja itu, akan kuperoleh beberapa keterangan".
Keputusan itu Keh Lok utarakan pada Suhunya. Koayhiap setuju, hanya saja dia
kuatirkan Hwe-shio 2 Siao Lim Si itu nanti tak mau mengatakan. Tapi Keh Lok
menyatakan akan menCobanya dahulu.
Keh Lok tak lupa menerangkan tentang ilmu silat yang dipelajarinya dari rerongkong 2
di stana Giok-nia. Oleh Koayhiap, dia disuruh mainkan lagi untuk diajak twi-Chiu (latihan berkelahi). Dari sang suhu, Keh Lok banyak sekali memperoleh penjelasan yang
berguna. Begitu gembira suhu dan murid itu berlatih diluar kemah, dann tahu-tahu
terdengarlah long
long serigala dari tempat pengurungan, pertanda sang fajar sudah tiba. Sampai disitu barulah ke 2nya masuk kedalam kemah dan beristirahat.
"Ke 2 nona Ui itu Cantik dan baik perangainya. Sebenarnya kau ini suka yang mana?"
tanya Koayhiap tiba-tiba.
"Hwe Gi Ping dari kerajaan Han berkata: 'Bangsa Tartar belum terbasmi, mengapa'
mesti memikirkan urusan kawin"' TeCu pun sejalan dengan pikirannya itu", sahut Keh
Lok. "Suatu ambekan yang perwira sekali. Akan kukatakan pada Siang Eng, agar yangan
dikatakan aku mendidik rusak murid 2ku", kata Koayhiap.
"Apakah Tan-loCianpwe ber 2 mengatakan aku tidak tidak baik?" tanya Keh Lok.
"Mereka menCelah kelakuanmu: dapat baru, buang yang lama. Ketemu adiknya,
membuang sang taCi. Ha, ha!" Koayhiap tertawa.
Sebaliknya Tan Keh Lok terCekat hatinya. Dia ingat bagaimana sepasang suami isteri itu pergi tanpa pamit dan hanya tinggalkan delapan huruf ditanah pasir tempo hari. Kiranya begitulah yang dimaksudkan.
Setelah mengaso sebentar, semua orang sama bangun. Tan Keh Lok memberitahukan
niatnya pergi kegereja Siao Lim Si pada sekalian saudaranya. Dia ambil selamat
berpisah pada Koayhiap, Thian-san Siang Eng dan ke 2 puteri Bok To Lun.
Hiang Hiang seperti tak tega berpisah. Ia mengantar sampai 7 puluhan li jauhnya. Juga Keh Lok sendiri merasa berat dalam hatinya. Perpisahan kali ini, entah sampai kapan
dapat berjumpa lagi. Kalau nasib mujur, usaha berhasil, tentu dapat bertemu lagi.
Sebaliknya, kalau gagal, mungkin tulang rerongkongnya akan terkubur dibumi
Tionggoan. Bebarapa kali Ceng Tong nasehati adiknya supaya pulang, tapi ia tak mau.
"Ikutlah pulang Cicimu!" terpaksa Keh Lok keraskan hatinya.
"Tapi kau harus datang lagi!" seru Hiang Hiang. Tan Keh Lok mengangguk.
"10 tahun kau belum datang, 10 tahun kutetap menanti! Seumur hidup kau tidak
datang, seumur hidup aku inenunggu kata Hiang Hiang.
Melihat kesungguhan hati nona itu, hendak Keh Lok memberi tanda mata untuk
kenanngan. Dirogoh kantongnya, dia menyentuh mustika giok pemberian Kian Liong,
diambilnya keluar dan diberikan pada Hiang Hiang bisiknya: "Jika kau pandang batu
giok ini, sama seperti kau melihat padaku."
"Aku tentu akan berjumpa lagi padamu. Sekalipun diwaktu hendak meninggal, aku
harus melihatmu dulu baru dapat mati meram", kata Hiang Hiang dengan berlinanglinangair mata.
"Mengapa bersedih" Begitu urusanku selesai, akan kuajak kau ke Pakkhia untuk pesiar
ke Ban Li Tiang Shia (tembok besar)," kata Keh Lok.
"Katakmu itu sukar dipegang," ujar Hiang Hiang.
"Kapan aku pernah membohongi kau?" sahut Keh Lok pasti.
Sampai disini baru Hiang Hiang mau berhenti. Setelah bayangan Keh Lok tak nampak
lagi, barulah ia pulang.
Rombongan HONG HWA HWE itu terpaksa tak dapat berjalan Cepat. Karena Wan Ci,
Jun Hwa dan Ciang Cin terluka. Dengan dapat menuntut balas sakit hati Suhunya,
legalah perasaan Hi Tong. Terhadap Wan Ci dia berterima kasih dan kasihan.
Sepanyang perjalanan itu, dia merawatnya dengan mesra.
Beberapa hari kemudian, sampailah mereka ketempat kediaman Affandi. Tapi siorang Ui
yang aneh itu, sudah tak ada dirumah lagi. Mendengar kebinasaan Ciauw Cong, Ciu Ki
gembira sekali, karena sakit hati adiknya dapat terbalas.
Turut nasehat Keh Lok, Thian Hong lebih baik tunggu isterinya disitu. Nanti kalau sudah bersalin, barulah menyusul ke Tiong-goan. Tapi Ciu Ki tak mau. Kesatu, dia kesepian, ke 2 ia akan ikut serta kegereja Siao Lim Si untuk menemui ayah bundanya disana.
Terpaksa orang-orang sama mengalah.
Thian Hong sewa sebuah kereta untuk isterinya dan Wan Ci. Karena waktu itu sedang
dalam musim dingin. Mereka menempuh perjalanan yang berangin, sehingga hampir
ganti musim Chun (semi) mereka baru tiba di Giok-bun-kwan. Perjalanan kedaerah
selatan (Hokkian) itu berlangsung lama benar. Ciu Ki makin gerah, sebaliknya Wan Ci
sudah hampir sembuh. Kini ia dapat naik kuda sendiri. Ia selalu berada disamping Lou Ping untuk mengobrol, sehingga lain-lainnya sama heran apa saja yang dibiCarakan ke
2nya itu, mengapa tak ada habisnya.
Tiba diperbatasan propinsi Hokkian, suasana alam penuh dengan bunga 2 yang tengah
mekar. Beberapa hari kemudian, mereka akan sudah masuk kekota Tek Hoa. Diluar kota
mereka lewat sebuah hutan lebat.
Tiba-tiba Ciang Cin berteriak, terus lari menuju sebuah pohon. Disitu ternyata ada
seorang lelaki yang tengah menggantung diri. Buru-buru orang itu diseretnya turun, lalu diletakkan ditanah. Hwi Ching meng-urut 2 dadanya, dan tak lama kemudian orang itu
tersedar lalu menangis.
"Mengapa kau hendak bunuh diri?" tanya Sim Hi.
Orang itu terus menangis tak mau menjawab. Dia kira-kira berumur 24 tahun, dari
dandanannya agaknya ia orang pertukangan.
"Telah kutolong jiwamu, mengapa kau tak mau menjawab?" Ciang Cin menjadi dongkol
dan mendampratnya.
Orang itu tersentak bangun, lalu berkata: "Mengapa tak kau biarkan aku mati?"
"Kau kekurangan uang atau penasaran" Kami membantumu," kata Jun Hwa.
"Bukan soal uang atau penasaran," sahut orang itu, lalu kembali menangis.
Nampak oleh Lou Ping, orang itu memakai kain bersulam bunga teratai dilehernya. Kain itu di katnya kenCang 2, seperti kuatir kalau dia mati, nanti diambil orang. Diduga dia tentu terlibat urusan perempuan, maka ditanyainya: "Apakah kekasihmu tak mau
mengawini kau?"
Wajah orang itu nampak kaget, katanya: "Ia memilih ke-matian, akupun tak ingin
hidup." "Mengapa ia akan memilih mati?" tanya Lou Ping pula.
"Aku bernama Ciu Sam, pekerjaanku tukang kayu. Tahun ini karena sudah tua, Puitayjin telah pensiun dan pulang kekampung halamannya. Melihat Gin Hong berparas Cantik, dia berkeras akan
mengambilnya sebagai gundik yang kesebelas."
Sampai disini, kembali orang itu menangis keras. Ciang Cin tak jelas yang dikatakan, membentaknya lagi: "BiCaramu tak keruan, sedikitpun aku tak mengerti. Apa itu Pui-tayjin dan Gin Hong?"
"Gin Hong adalah kekasihnya," sela Lou Ping tertawa. "Mana tempatnya Pui-tayjin itu"
Gin Hong-mu sudah diambilnya atau belum?" tanya Ciang Cin.
"Gedung yang terbesar sendiri dikota Tek Hoa itu adalah rumah kediamannya. Tahun
yang lalu aku pernah disuruh bikin betul rumahnya. Tapi sekarang dia ............ dia mau minta si Gin Hong .............................."
"Kau ini betul-betul orang tak berguna. Mengapa tak kau labrak orang she Pui itu?" kata Ciang Cin.
"Kalau saja dia punya kepandaian seperti Ciang-sipya, separoh saja, tentu jadi!" kata Lou Ping tertawa pula.
Mendengar orang itu she Ciu, Ciu Ki taruh simpati, maka katanya: "Antarkan kami pada orang she Pui itu!" Ciu Sam jerih nampaknya.
"Bawalah kami kerumahmu dulu. Aku yang tanggung jawab, orang she Pui itu pasti tak
berani minta Gin Hong-mu!" Thian Hong ikut biCara.
Dengan masih agak kurang perCaja, Ciu Sam menurut. Keluarga Gin Hong itu orang she
Pao, berjualan taohu, rumahnya sebelah tetangga dengan Ciu Sam. Waktu itu teng dan
payang 2an menghias rumahnya, lazim seperti orang mantu. Thian Hong suruh Ciu Sam
memanggil ayah Gin Hong. Wajah orang tua itu muram, tak mirip dengan orang yang
sedang punya kerja mantu.
Pui-tayjin itu ternyata sudah berusia 70 tahun lebih. Dulu O dia menjadi pembesar
negeri di Anhui, maka pembesar 2 setempat sama jeri terhadapnya.
Gin Hong baru berumur 1delapan tahun. Akan dnyadikan selir seorang tua yang sudah
mendekati liang kubur, terang ia tak sudi. Tapi karena takut pengaruhnya, terpaksa
menurut. Ciang Cin dan Ciu Ki terus akan pergi membunuh orang she Pui itu, tapi
dilarang oleh Tan Keh Lok, siapa lalu su
ruh Sim Hi mengambil seratus tail perak diberikan pada ayah Gin Hong dan Ciu Sam.
Mereka disuruh lekas-lekas mengemasi barang-barangnya dan tinggalkan tempat itu. Ke
2nya sangat berterima kasih.
Ciu Ki sudah hamil 7 bulan lebih. Thian Hong dan Lou Ping menjaganya hati-hati. Minum arak sedikitpun tak boleh, selama ini Ciu Ki merasa sebal. Apalagi ketika Tan Keh Lok melarangnya membunuh Pui-tayjin, ia makin sebal. Sewaktu Thian Hong tak tahu,
diam-diam ia menyelinap keluar.
Kota Tek Hoa tak seberapa besar, maka tak lamapun Ciu Ki sudah dapat menCari
gedung orang she Pui itu. Ditengah 2 ruangan, tampak para pelayan sibuk membawa
hidangan yang lezat-lezat dan arak yang wangi. Mencium bau arak. selera Ciu Ki timbul hebat.
Nyonya Thian Hong ini memang polos wataknya. Karena ingin minum arak, ia terus saja
masuk. Memang rumah Pui-tayjin tengah kebanjiran tetamu yang menghaturkan
selamat. Sekalipun Ciu Ki berpakaian sederhana, tapi karena sikapnya yang wajar dan
berlagak itu, pelayan 2 bergegas-gegas menyilahkan duduk dan mengambilkan
suguhan. Ciu Ki pun tak mau sungkan 2, terus makan dan minum habis arak hidangannya.
Menjadi adat kebiasaan orang-orang selatan kalau mengadakan ho-su (pesta
perkawinan) tentu mengadakan perjamuan sampai beberapa hari. Sekalipun hanya
mengambil selir, tapi karena Pui-tay-jin itu bekas pembesar tinggi, dia akan
mengunjukkan keangkerannya membuka pesta perjamuan yang mewah.
Walaupun tak dapat sambung biCara dengan lain-lain tamu wanita, karena perbedaan
bahasanya, namun Ciu Ki tak menghiraukan segala apa. Arak datang, terus dikeringkan.
Betul-betul ia minum sampai puas.
Kira-kira 10 kali edaran arak, dengan ditunyang oleh ke 2 puteranya, Pui-tayjin berjalan keluar untuk memberi selamat datang dengan minum arak pada sekalian hadirin.
Melihat rambut Pui-tayjin sudah ubanan semua tapi masih inginkan "daun muda," Ciu Ki memaki dalam hati.
Ketika dekat dengan Tayjin tersebut, Ciu Ki melihat nyata pada pipi kiri Tayjin itu ada tai lalatnya besar. Beberapa lembar rambut panyang tumbuh disitu. Ciu Ki terkesiap,
teringat ia akan kata-kata suaminya dahulu. Thian Hong, atas pertanyaan mamah Ciu
Ki, pernah mengatakan keluarganya satu rumah dibikin Celaka oleh seorang pembesar
she Pui, yang pada pipi kirinya ada tahi lalat besar. Yangan-yangan inilah dianya, Pui-tayjin, musuh besar suaminya! Karena Thian Hong berasal dari Siao Hin, propinsi
Ciatkang, maka tanpa tunggu 2 lagi, bertanyalah Ciu Ki: "Pui-tayjin, apa Tayjin pernah pegang jabatan dikota Siao Hin?"
Dengar tekukan lidah Ciu Ki itu orang dari daerah utara, Pui-tayjin terkejut, katanya:
"Nyonya ini siapa" Apakah pernah melihat aku di Siao Hin?"
Dengan pertanyaannya itu, tanpa merasa dia sudah menyatakan kalau pernah
memegang jabatan di Siao Hin. Ciu Ki mengangguk. Pui-tayjinpun tak Curiga, terus
beralih kelain tetamu lagi.
Sebenarnya ingin sekali Ciu Ki memberesi orang she Pui pada saat itu, untuk
membalaskan sakit hati suaminya. Tapi begitu badan bergerak, ia rasakan dadanya
sesak, kaki tangannya lemas. Diam-diam ia memaki baji dalam kandungannya itu.
Setelah menegak tiga Cawan a,rak lagi, terus ia berjalan keluar. Tinggal para tetamu wanita yang sama tertawa mengejek Ciu Ki yang dianggapnya seorang wanita kasar.
Tiba dirumah Ciu Sam, selang tak beberapa lama Thian Hong dan Lou Ping pun datang
dari menCarinya. Mereka girang nampak Ciu Ki sudah pulang. Tapi demi membau arak
pada mulutnya, Thian Hong akan mendampratnya. Tapi Ciu Ki mendahului dengan
menuturkan kejadian tadi.
Teringat akan kebinasaan ayah bunda dan saudara-saudaranya, Thian Hong menjadi
beringas. Namun dia tak mau gegabah, katanya: "Akan kuselidiki dahulu, yangan
sampai keliru membunuh orang".
Beberapa waktu kemudian, dia sudah pulang dan berkata kepada Tan Keh Lok:
"CongthoCu, musuhku besar ada ditempat ini, kau idinkan aku menuntut balas bukan?"
"Chiet-ko, sakit hatimu itu harus dibalas. Dia sudah berumur 70 tahun lebih, kalau
ditunda, mungkin dia keburu meninggal sendiri. Hanya saja kita tengah melakukan
usaha besar, yangan sampai orang mengatakan kita orang kaum HONG HWA HWE yang
turun tangan."
Sampai disitu, datanglah paman Pao tua bersama gadisnya dan Ciu Sam. Mereka
menghaturkan terima kasih dan mengatakan nanti 2 jam lagi, keluarga Pui akan kirim
orang menjemput Gin Hong. Karena sudah selesai berkemas, mereka hendak segera
minggat. "Untuk urusan ini, baik kita timpahkan pada mereka, karena mereka sudah tak berada
ditempat ini," tiba-tiba Wan Ci mendapat pikiran.
"Bagaimana Caranya?" tanya Hi Tong.
"Kau menyaru jadi mempelai perempuan!" sahut Wan Ci tertawa.
"Kan lebih tepat kau yang jadi mempelai perempuan dan dia mempelai laki 2," Lou Ping menggoda.
"Pui! Orang ber-sungguh-sungguh, kau seenaknya saja bergurau," Wan Ci merah
mukanya.

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, '"Ya, adik manis, kau katakanlah!" akhirnya Lou Ping membujuk.
"Biar dia menyaru jadi mempelai perempuan untuk naik tandu dan kita yang menjadi
pengiringnya", menerangkan Wan Ci.
"Bagus! Begitu sepasang mempelai masuk kamar, kita serentak turun tangan. Orang
tentu mengira mempelai perempuan yang membunuh, bukan orang HHH", Lou Ping
bertepuk girang.
Biasanya otak Thian Hong adalah "gudang siasat". Tapi kali ini, karena hatinya gelisah dia tak dapat menemukan akal. Maka dia menjadi kegirangan ketika mendeng'ar usul
Wan Ci yang sempurna itu. Demikianlah alat 2 segera disediakan seperlunya.
Bermula Hi Tong mendongkol dan tak mau disuruh menyaru begitu. Tapi karena usul itu
dari Wan Ci, dia segan membangkang. Apalagi untuk menuntutkan sakit hati Chit-konya. Pakaian dan kerudung muka mempelai perempuan dapat disiapkan, hanya
sepasang kaki Hi Tong yang menjadi soal. Akhirnya diputuskan, kun (rok) ukuran lebih panyang sehingga dapat menutup sampai kebawah kaki.
Menjelang petang, keluarga Pui mengirim tandu. Lou Ping dan Wan Ci memimpin si
"nona mempelai" masuk kedalam tandu. Mereka ikut mengiringkan dengan membawa
senjata dalam baju masing-masing. Berhadapan dengan bakal suami, nona mempelai
harus menjura. Inipun terpaksa Hi Tong lakukan. Pui-loya atau Pui Ju Tek tertawa
terkekeh-, ia memberikan 2 keping mas selaku hadiah dan Hi Tong tanpa sungkan 2
terus menerimanya.
Selesai perjamuan, aCara beralih pada menggoda kamar mempelai. Orang- HONG HWA
HWE ikut masuk kedalamnya. Thian Hong tepat berdiri disamping Pui Ju Tek, tangannya
sudah siap dimasukkan kedalam kantong senjata.
Tapi tepat pada saat akan turun tangan, tiba-tiba seorang pelayan munCul, katanya:
"Seng-Congpeng dan beberapa, tamu datang memberi selamat pada Tayjin."
"Bagaimana dia bisa berkunjung kekota ini?" tanya Ju Tek dengan girang sembari
bertindak keluar. Diruangan muka, duduklah seorang pembesar militer dengan .4 orang
si-wi istana. Muka Thian Hong berubah seketika, karena salah seorang si-wi itu dikenalnya sebagai
Swi Tay Lim, itu jago pengawal istana yang pernah ditempurnya dipenyeberangan
sungai. Hoangho tempo hari. Hendak dia peringatkan Kawan-kawan nya, tapi Bun Thay
Lay telah mendahului .menggerung dan meneryang bukoan atau pembesar militer tadi.
Kiranya perwira itu ialah Seng Hong, pengikut Ciauw Cong ketika menggrebek ke Thiattan-Chung dahulu. Dengan jasanya itu ia dinaikkan pangkatnya menjadi Congpeng
kedaerah Hokkian.
Hari itu Swi Tay Lim berempat si-wi menerima titah rahasia untuk menerima Seng
Hong. Karena sewaktu sampai dikota Tek Hoa mendengar Pui-tayjin mengambil selir
baru. mereka berlima mampir memberi selamat. Tak dinyana, disitu mereka
kesomplokan dengan orang-orang HONG HWA HWE
Karena tak sempat, Seng Hong menyembat kursi untuk menangkis serangan Bun Thay
Lay, 'krakk' ............... kaki kursi dari kayu puhun liu itu kutung menjadi 2. Menampak hal itu, Seng Hong buru-buru menyusup kebawah meja, terus merosot lari keluar.
Orang-orang HONG HWA HWE Cepat melolos senjatanya untuk tempur keempat si-wi
tersebut. Bertempur tak berapa lama, keempat siwi itu kawalahan. Tiba-tiba terdengar suitan keras dan mereka menyelinap diantara tetamu 2, terus Cemplak kudanya dan
lolos. Karena desak mendesak dengan tetamu 2, ketika Thay Lay cs. berhasil memburu
kemuka, kelima musuh itu sudah kabur' jauh. Tapi sebagai gantinya, terdengarlah
jeritan seram dan jerit tangis dari ruangan dalam.
Hi Tong yang masih mengenakan pakaian nona mempelai, dengan memutar kim-tiok,
Lou Ping dan Wan Ci dikanan kiri, menobros dari dalam. Tapi Pui Ju Tek sudah tak
kelihatan bayangannya. Situa yang Cerdik liCin itu, tahu gelagat jelek, siang'- sudah melenyapkan diri. Kian-kemari Ciu Ki, Ciang Cin dan Sim Hi cs ubekkan menCarinya, tapi sia-siasaja.
"CongthoCu, mengapa Cakar alap-alap istana itu mendadak munCul kemari" Yanganyangan ada apa-apa nanti," kata Thian Hong.
"Ya, hal ini perlu diselidiki," sahut Keh Lok.
"Pembalasan sakit hati, itu urusan kecil. Kita bereskan urusan itu dulu, baru kembali lakukan pembalasan lagi," kata Thian Hong.
Keh Lok puji jiwa besar dari sang Chiet-ko itu. Segera dipimpinnya rombongan itu untuk lakukan pengejaran. Menurut keterangan orang, rombongan kaki tangan Ceng itu
menuju kearah timur. Kira-kira empat puluhan li menge-jar, mereka beristirahat
disebuah rumah makan. Pegawai rumah makan tersebut. menerangkan, rombongan siwi tadi belum lama lewat disitu.
"Kudaku ini pesat larinya, bisa menyusul mereka," kata Bun Thay Lay.
"Ya, tapi mereka berjumlah lima, yangan sampai terpeCundang. Mereka tak nanti bisa
lolos," ujar Lou Ping.
Tahu kalau sang isteri, sejak dirinya tertawan musuh dulu, sangat menderita, kini
memperhatikan sekali keselamatannya, tak mau Bun Thay Lay mengganggu ketenangan
hati Lou Ping. Terpaksa dia ikut dalam rombongan saja.
Setelah bermalam didusun Sianyu, keesokan harinya mereka tiba di Ciao Wi. Menurut
keterangan penduduk dusun tersebut., rombongan si-wi sudah berganti arah menuju
keutara. "Kebetulan, menuju keutara adalah tempat letaknya gereja Siao Lim Si. Sekali dayung kita menuju 2 tepian,"
kata Tan Keh Lok. Karena hari sudah gelap, mereka menuju kekota Hay
Tien menCari hotel. Liok Hwi Ching, Bun Thay Lay, Jim Hwa, Thian Hong dan Sim Hi
berlima, berpenCaran menyirepi kabar ventang rombongan Si-wi tadi.
Bun Thay Lay tak berhasil menCari jejak musuh, hal ini membuatnya gelisah. Hawa
panas sekali, disana sini terdengar bunyi tonggeret. Karena kegerahan, Bun Thay Lay
membuka baju, dan berkipas 2. Tak berapa lama, tampak sebuah warung arak. Tiupan
angin membawa bau arak yang wangi. Bun Thay Lay menghampiri warung tersebut.
untuk minum arak.
Siapa duga, begitu masuk, ia tertegun. Ternyata Swi Tay Lim dan Seng Hong dan ketiga si-wi tengan minum arak juga disitu. Mereka kaget bukan kepalang, sampai terlongong
2 beberapa saat. Tapi Bun Thay Lay tak ambil peduli, serunya: "Hai, Tiam-keh
(pengusaha warung) ambilkan arak!"
Pelayan Cepat menyediakan poCi dan gelas arak.
"Gelas sekecil ini apa guna" Ambilkan mangkuk yang besar!" hardik Bun Thay Lay, terus lempar sekeping perak diatas meja.
Pelayan menjadi ketakutan dan buru-buru mengambil mangkuk besar dan
menuangkann arak.
"Arak bagus!" memuji Bun Thay Lay ketika menegaknya. "Ini sam-pek-Ciu keluaran sini, yang terkenal", menerangkan sipelayan.
"Untuk menyembelih seekor babi, perlu minum berapa mangkuk?" tannya Bun Thay
Lay. Pelayan tak mengerti maksud kata-kata itu, namun dia tak berani tak menjawab. "Tiga
mangkuk!" sahutnya sembarangan.
"Bagus, sediakan 15 mangkuk dan penuhi isinya!" kata Bun Thay Lay sambil menCabut
golok terus dibaCokkan pada meja.
Pelayan ketakutan setengah mati, segera ia sediakan pesanan itu. Limabelas mangkuk
berkilang 2 penuh dengan arak. Seng Hong berempat berCekat dan gelisah. Hendak
mereka keluar, tapi tak berani karena Bun Thay Lay menghadang diambang pintu.
Seng Hong dan Swi Tay Lim kenal kelihaian Bun Thay Lay. Melihat gelagat buruk, ke
2nya berangkat akan merat dari pintu belakang.
"Arak masih belum kuminum, mengapa ter-buru-buru?" tiba-tiba Bun Thay Lay berteriak
seperti guntur suaranya. Lalu sebelah kakinya dinaikkan keatas dingklik, sekali angkat semangkuk arak ditegaknya habis.
"Betul-betul arak bagus!" serunya sambil menegak lagi mangkuk yang ke 2.
Pelayan buru-buru mengiriskan 2 kati daging kerbau lalu dihidangkan dalam piring. Bun Thay Lay makan daging itu sambil menegak arak. Dalam sekejap saja, 15 mangkuk arak
dan 2 kati daging itu habis ludas. Melihat itu, hati Seng Hong dan Swi Tay Lim
bergonCang keras. Tapi sementara itu, karena mengira orang pasti sudah mabuk, ketiga si-wi tadi segera serentak meneryang Bun Thay Lay.
Selama menghabisi daharannya tadi, tubuh Bun Thay Lay basah dengan keringat.
Ketika ketiga si-wi sudah dekat, dengan sebelah kaki ditendangnya sebuah meja hingga terpental. Mangkuk dan piring diatasnya berhamburan pecah kelantai. Tanpa melolos
senjata, Bun Thay Lay sembat sebuah dingklik untuk disapukan pada penyerang 2nya.
Ketiga si-wi itupun bukan jago sembarangan, yang seorang putar tombak menghindar
hantaman dingklik dengan membarengi menusuk. Yang 2 lagi, satu memutar golok dan
yang lainnya menusuk dengan ngo-bi-kong-jih (semacam lembing).
Dengan gagah Bun Thay Lay maju menyambutinya. Pada lain saat, golok dari salah
seorang si-wi itu tertanCap erat 2
pada dingklik hingga sukar diCabut. Sekali tangan Bun Thay Lay berkelebat, muka si-wi itu hanCur, darah hidup membasahi pakaiannya. Binasalah dia seketika itu juga.
Tepat pada saat itu, lembing dari si-wi yang lain menganCam iga Bun Thay Lay, siapa
seCepat kilat menCabut golok musuh yang tertanCap pada dingklik tadi, terus ditangkiskan kemuka. Orang itu terkejut, tahu apa arti serangan itu, dengan Cepat-cepat dia lonCat kebelakang kawannya yang bersenjata tombak, siapa tengah memainkan gerak
"tok-liong-jut-tong" atau naga berbisa keluar gua, menusuk perut Bun Thay Lay.
Bun Thay Lay Cepat pindahkan golok ketangan kiri, tanpa musuh sempat menarik
serangannya, tahu-tahu tombaknya telah kena disawut Bun Thay Lay, terus dibetotnya.
Hendak si-wi itu menCoba menariknya tapi tenaga dahsyat dari Pan-lui-Chiu itu telah
membuatnya terhuyung-huyung kemuka. Bun Thay Lay sebaliknya lepaskan tombak
musuh, sebagai gantinya dia angkat dingklik dihantamkan kedada untuk didorongnya
kebelakang. Begitu keras dorongan itu, hingga Cukup diulang sekali lagi si-wi tersebut.
mepet pada tembok. Sekali lagi diteruskan mendorong lebih keras, tembok
berhamburan gugur menguruk si-wi yang naas itu.
Guguran tembok merupakan debu tebal yang memenuhi ruangan rumah makan
tersebut. Habis menyelesaikan si-wi bersenjata tombak, Bun Thay Lay Cepat beralih
akan menggempur si-wi satunya yang bersenjata ngo-bi-jih. Tapi entah bagaimana, siwi itu sudah kelihatan mendeprok ditanah tak bergerak. Mukanya puCat seperti kertas, dan jantungnya sudah berhenti berdenyut. Kiranya sewaktu nampak Bun Thay Lay
dalam beberapa kejap saja sudah dapat membinasakan 2 orang kawannya, begitu
hebat hati si-wi itu bergonCang, sehingga urat nadinya putus, dan mati mendadak.
Bun Thay Lay buru-buru menCari Seng Hong dan Swi Tay Lim, tapi tak ada, mungkin
telah dapat lolos lagi. Tamu 2 dalam rumah makan itu, siang 2 sudah menyingkir pergi.
Waktu itu sudah jam delapan malam.
Seng Hong dan Swi Tay Lim adalah 2 orang musuh besar. Merekalah yang turut
melakukan penangkapan di Thiat-tan-Chung. Dalam pertempuran di Siauw-Ciu, kembali
adalah Swi Tay Lim yang membaCoknya dengan golok yang bergigi gergaji. Biar
bagaimana, sakit hati itu harus dibalas.
Bun Thay Lay masuk kembali kedalam rumah makan. Nyata dia belum terima, dan
kembali menCarinya keseluruh rumah itu, tapi tak ketemu. Ia lonCat keatas sebuah
rumah yang punCaknya paling tinggi. Disitu dia memandang keseluruh penjuru. Betul
juga, sajup 2 kelihatan ada 2 benda hitam bergerak pesat kesebelah utara. Bukan main girangnya Bun Thay Lay, buru-buru dia lonCat turun, menyembat golok terus lari
mengejar. Mengejar beberapa li, tibalah ia pada sebuah ladang luas yang ditanami puhun rami
yang sudah tumbuh tinggi. Ke 2 orang buruan itu tiba-tiba menyelinap masuk kedalam
kebun rami yang lebat itu, terus tak ada jejaknya lagi. Bun Thay Lay tidak saja silatnya tinggi, pun nyalinya besar. Tanpa banyak sekali pikir, dia meneryang masuk, sembari
mem-bentak 2. Keluar dari ujung kebon sana, ternyata adalah sebuah hutan lebat.
"Sudah sampai disini, masa kulepas mereka lari?" pikirnya, lalu berteriak keras-keras:
"Kamu lari keujung langit, aku akan tanya keterangan pada Giok-Hong-tay-te. Kau lari kedalam neraka aku akan menCarimu kedalam istana Giam Lo Ong!"
Tapi yang diCari tetap tak ada. Tiba-tiba dia mendapat pikiran, dia enjot tubuhnya
berlonCatan naik kepunCak sebuah puhun yang tinggi. Jauh disebelah sana seperti ada
sebuah desa, tapi anehnya rumah 2nya tinggi-tinggi sekali. Ternyata ke 2 bayangan
hitam tadi lari kesitu, ini takkan terlihat pada malam segelap itu, andai kata tubuh mereka tidak bergoyang 2 karena sedang lari.
Bun Thay Lay sesali dirinya yang telah berlaku bodoh karena hampir membiarkan
mereka lolos. Sebab sekali dia lonCat turun dan memburu kesana. Dengan
kelinCahannya ilmu mengentengi tubuh, sebentar saja sudah dapat dia menyusui, tepat
pada saat ke 2 buronannya itu sudah masuk kedalam tembok rumah.
"Hai, mau lari kemana!" serunya terus memburunya.
Dibawah Cahaja bintang malam yang samar 2 itu, rumah itu atapnya berwarna hnyau
dan temboknya kuning. Kiranya adalah sebuah gereja raksasa. Ia terkejut, ia memutar
kedepan rumah berhala itu, papan dimuka gereja itu tertulis dengan empat huruf emas
"Siao Lim Ko Sat" atau gereja kuno Siao Lim.
Teringat Bun Thay Lay ketika di BengCin dalam gereja Po Siang Si dia bertempur
dengan Gian Pek Kian. Apakah kali ini hal itu akan terulang lagi" Sembari berpikir ia lihat pintu gereja ternyata tertutup rapat. Apa boleh buat, terpaksa dia lonCat melalui
tembok. Sebelah dalam dari tembok itu, ternyata adalah sebuah halaman yang luas. Namun tak
nampak bayangan Seng Hong dan Swi Tay Lim berada disitu. Heran ia. Sepanyang
pengetahuannya, Siao Lim Si adalah pusat dunia persilatan, masa bersengkongkol
dengan pembesar Ceng sehingga mau menyembunyikan ke 2 orang buronannya itu"
Tengah dia berpikir 2, tiba-tiba pintu besar ruangan besar kedengaran berkretekan
terbuka, dan berdirilah disitu seorang hweshio gemuk, tangannya memegang sebatang
senjata Hong-pian-jan, semacam senjata kaum padri yang berbentuk sorok,
panyangnya tak kurang dari enam kaki.
"Bangsa tikus mana yang begitu bernyali besar datang membuat gaduh disini?" serunya.
"TeCu mengejar 2 orang Cakar alap-alap hingga tak sengaja masuk kemari, harap
Toasuhu maafkan," sahut Bun Thay Lay dengan merangkap ke 2 tangannya.
"Kau mengerti silat, tentunya kau sudah mengetahui tempat apakah Siao Lim Si ini.
Mengapa kau begitu tak tahu aturan, masuk membawa senjata?"
Seketika meluaplah hati Bun Thay Lay, tapi segera dia insyap akan kesalahannya- tadi, maka buru-buru dia rangkapkan tangan dan berkata: "TeCu minta maaf."
Berbareng dengan uCapan itu, dia berputar, terus enjot tubuhnya keatas tembok, lalu
lonCat keluar, ia duduk menanti dibawah sebuah pohon.
"Ke 2 bangsat itu pasti akan keluar juga akhirnya. Akan kutunggu mereka disini,"
pikirnya. Belum berapa lama dia duduk disitu, sihweshio gemuk tadi lonCat keatas tembok dan
berseru: "Ha, mengapa kau masih belum pergi, apakah punya maksud menCuri
kemari?" Bun Thay Lay gusar sekali. "Aku duduk sendiri disini, apa sang'kutannya dengan kau"!"
sahutnya segera.
"Ha, mungkin kau makan hati-maCan dan empedu maCan tutul, maka kau berani
membuat gaduh digereja Siao Lim Si ini. Baik kau lekas-lekas pergi."
Adat Bun Thay Lay memang kasar dan berangasan. Pada saat itu tak dapat
terkendalikan lagi kemarahannya.
"Aku. justru takmau pergi, kau mau apa?" sahutnya.
Tanpa berkata lagi, hweshio gemuk itu memutar senjatanya seraya melayang turun.
Gelang baja yang dipasang diujung senjatanya yang berbentuk bulan sabit dan tajam
itu, berkerontangan suaranya. Orangnya berdiri diatas bumi, senjatanya terus menyorok kedada musuh.
Terkilas dalam pikiran Bun Thay Lay, bahwa dari tempat beribu li jauhnya CongthoCu
Tan Keh Lok datang kesitu, karena semata 2 hendak mengunjungi gereja yang tersohor
itu. Kalau dengan turuti panasnya hati dia sungguh-sungguh melayani. serangan
hweshio tersebut, pasti akan merusak usaha CongthoCu yang dilakukan dengan jerih
payan itu. Dengan pertimbangan itu, dia gerakkan tubuhnya kesamping untuk berkelit,
terus lonCat kebelakang dan lari.
Tapi disana, pada jarak beberapa tindak, seorang hweshio dengan sepasang golok
ditangan, berputar 2 menyerangnya. Tetap Bun Thay Lay tak meladeni, ia lonCat
kesamping akan lolos.
"Buang senjatamu dan menjura enam kali pada Hud-ya, baru jiwamu diampuni," ke 2
Hweshio galak itu serentak berseru.
Bun Thay Lay tak ambil pusing, tetap akan lari menuju kedalam hutan. Sekonyongkonyong diatas kepalanya terasa ada samberan angin yang dahsyat. Cepat-cepat dia
berkelit kesamping, 'buk'............! Sebatang tongkat menanCap kedalam tanah dengan telaknya, deburan tanah munCrat ke-mana 2, seram sekali. Dihadapan sana tampak
menghadang seorang hweshio yang bertubuh pendek kurus.
"Kedatangan TeCu kemari bukan dengan maksud jahat, harap biarkan TeCu pergi,
besok aku berkunjung kemari untuk meminta maaf," kembali Bun Thay Lay merangkap
ke 2 belah tangannya.
"Waktu tengah malam berani menobros masuk kemari, tentunya kau punya kepandaian.
Tunjukkan barang sejurus, baru nanti boleh berlalu," sahut sihweshio pendek, siapa
tanpa tunggu jawaban, terus menyapu dengan tongkatnya.
Bun Thay Lay pernah menyaksikan permainan thiat-Ciang (kayuh besi) dari Sipsamte
Cio Su Kin. Maka tahulah dia, hweshio pendek itu sedang menggunakan gerak "hangmo-Ciang," permainan tongkat penakluk iblis. Meski perawakan pendek, hweshio itu
bertenaga besar, sehingga serangan itu berbunyi menderu-deru .
Bun Thay Lay tetap tak mau bertempur. Dengan kepala menunduk, dia memberosot
kebawah tongkat.
"Bagus!" hweshio yang bersenjata sepasang golok tadi berseru seraya membarengi
menyerang. Hweshio yang pegang 'jan' tadi pun tak mau ketinggalan ikut menghantam.
Tiga jurus sudah Bun Thay Lay mengalah dengan Cara berkelit. Selama itu tahulah dia
bahwa kini tengah berhadapan dengan tiga orang jago lihai dari gereja Siao Lim Si.
Kalau terus bersikap mengalah, dikuatirkan sekali kurang hati-hati, dalam malam yang gelap itu ia. akan menemui bahaya.
Kini ia mulai balas menyerang. Tiga kali ia kirim serangan dengan santernya diantara empat buah senjata musuh. "Omitohud!" tiba-tiba ketiga hweshio itu berseru, terus
lonCat kesamping. Berkata si hweshio yang bersenjata tongkat: "Kami adalah hweshio
pemimpin dari Tan Mo Wan gereja Siao Lim Si. Dia " menunjuk kepada hweshio yang
bersenjata golok " bergelar Gwan Hui. Dan dia " menunjuk si hweshio yang
bersenjata 'jan' " Gwan Thong. Sedang aku adalah Gwan Siang. Siapakah nama tuan
yang mulia?"
"Aku yang rendah orang she Bun nama Thay Lay."
"Ah, kiranya Pan-lui-Chiu Bun-suya, pantas begitu lihai. Malam 2 Bun-suya berkunjung kemari, apakah melakukan pesanan dari Ie Ban Thing lotangkeh?" tanya Gwan Siang.
"Bukan, hanya karena tengah mengejar musuh, Cayhe (aku yang rendah) telah
kesalahan masuk kemari, mohon Toasu sudi memberi maaf."
Ketiga hweshio itu saling berunding bisik-bisik.
"Nama harum dari Bun-suya tersiar keseluruh ujung benua. SiaoCeng punya rejeki
besar bisa jumpa, maka kini hendak mohon perigajaran," kata Gwan Thong kemudian.
"Siao Lim Si adalah tempat suCi dari ilmu silat, Cayhe mana berani berlaku kurang ajar, biarlah Cayhe minta diri saja."
Penolakan karena sungkan itu. sudah diartikan lain oleh ketiga hweshio tersebut.
Dikiranya karena pura-pura takut itu, Bun Thay Lay pasti ada "udang dibalik batu."
Seperti diketahui, pemimpin HONG HWA HWE Ie Ban Thing adalah murid Siao Lim Si
yang diusir karena bersalah, bukan mustahil kalau kedatangan Bun Thay Lay kali ini.
akan menuntut balas guna pemimpinnya itu.
Ketiga hweshio itu bersamaan pendapat, setelah saling memberi isyarat dengan mata.
Gwan Thong kibaskan senjata 'jan', berbareng bunyi gelangan baja yang
berkerontangan, dia maju menghantam Bun Thay Lay.
Bun Thay Lay memang berdarah jago berkelahi. Dia pantang mundur dan terpaksa
menangkis dengan goloknya. j Paseban Tat Mo Wan adalah memang tempat latihan
silat dari gereja Siao Lim Si. Gwan Thong adalah salah seorang dari tiga Berangkai padri agung ruangan itu, sudah tentu ilmunya tinggi. Senjata 'jan' itu dalam tangannya segera berobah menjadi sebuah lingkaran sinar yang hawanya saja sudah membikin kunCup
nyali orang. Pengaruh, arak sudah lenyap, kini tenaga Bun Thay Lay makin segar, golok dimainkan


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan seru sekali. Melihat Gwan Thong kewalahan, Gwan Siang maju membantu.
Beberapa lama kemudian, Gwan Hui pun Ceburkan diri. Kini Bun Thay Lay bertempur
dengan tiga hweshio Siao Lim Si yang lihai.
Selagi asjik berkelahi, mata Bun Thay Lay tertumbuk pada bayangan 2 yang terbaring
diatas tanah. Diam-diam hatinya berCekat, karena bayangan yang berjumlah puluhan
itu, adalah bayangan dari rombongan hweshio dari gereja itu yang sudah sama keluar
mengelilingi tempat tersebut.
Karena berajal memikirkan hal tersebut, Gwan Siang dapat menghantam gigir golok Bun
Thay Lay. Saking kerasnya hantaman Gwan Siang, golok Bun Thay Lay berdering
memunCratkan letikan api, dan terpental jatuh kearah hutan disebelah sana.
Tapi Bun Thay Lay bukan si Pan-lui-Chui (tangan geledek) kalau dia sudah
terpeCundang dengan itu. SeCepat kilat tangannya kanan menyawut senjata 'jan' yang
tengah dilanCarkan oleh Gwan Thong serta terus ditariknya, selgga terlepas jatuh.
Untuk yangan sampai Gwan Thong sempat lonCat mundur, Bun Thay Lay membarengi
mendupak lututnya.
Namun pada saat itu, tongkat Gwan Siang dan golok Gwan Hui berbareng datang. Bun
Thay Lay kiblatkan 'jan' itu menghantam serangan tongkat. Benturan ke 2 senjata yang terbuat dari baja murni itu, mengeluarkan bunyi yang dahsyat. Gwan Siang rasakan
tangannya panas kesakitan dan mengeluarkan darah. Tanpa terasa tongkatnya jatuh
ketanah. Kini Bun Thay Lay beralih menghantam Gwan Hui, siapa karena kesima sampai lupa
untuk menjaga diri. Dalam saat-saat yang tegang dimana ujung 'jan' sudah melayang
dekat kemuka Gwan Hui, mendadak Bun Thay Lay rasakan diatas kepalanya ada senjata
rahasia menyamber.
Hendak dia menyingkir tapi sudah terlambat, 'tringng'........... tangannya tergetar, entah benda apa, 'jan' bergetar keras dan tangan dirasakan kesemutan. Berbareng itu, 2
sosok manusia terjungkal jatuh dari atas sebuah puhun.
Buru-buru Bun Thay Lay simpan senjatanya dan lonCat menyingkir. Waktu ia berpaling
kebelakang, ia menampak Tan Keh Lok, Liok Hwi Ching dan lain-lainnya sudah berada
disitu. Bun Thay Lay girang sekali, karena ia kini tak usah kuatir lagi menghadapi
rombongan hweshio Siao Lim Si yang besar jumlahnya itu.
Pada lain saat dari rombongan hweshio tampil ah seorang tua yang sudah putih
yanggutnya, seraya tertawa: "Bun-suya, bagus, kalian semua sudah datang."
Dengan berseru Ciu Ki menyusup maju dan benar seperti yang diduganya, orang tua itu
adalah ayahnya, Thiat-tan Ciu Tiong Ing.
"Syukur tadi dia lontarkan thiat-tannya kearah senjataku Kalau tidak demikian, aku pasti membuat onar besar disini," diam-diam Thay Lay berpikir.
Ketika memeriksa lagi senjata 'jan' itu, baru ketahuan ujung senjata yang terbuat dari baja itu sudah rompal separoh. Diam-diam Bun, Thay Lay kagum pada Ciu Tiong Ing
yang nyata tak bernama kosong. Dan untuk kekagetannya, dekat situ, menggeletak
Seng Hong dan Swi Tay Lim.
Kiranya ke 2 kaki tangan pemerintah Ceng itu lari bersembunyi kedalam gereja Siao Lim Si itu, tapi diusir. Terpaksa inereka bersembunyi diatas puhun. Disitu Swi Tay Lim sudah akan menyiapkan beberapa senjata rahasia. Tapi perbuatan itu, kena digagalkan oleh
Kian Hiong yang telah berhasil pakai pelor membidik jatuh mereka.
Ciu Tiong Ing perkenalkan rombongan HONG HWA HWE dengan hweshio 2 dari gereja
tersebut. Kiranya setelah berpisah dengan rombongan HONG HWA HWE, Ciu Tiong Ing
ajak isteri dan ke 2 mtiridnya, Kian Hong dan Kian Kong menuju ke Hokkian untuk
berkunjung kegereja Siao Lim Si. Ternyata Suhunya sudah wafat. Urusan gereja
dipegang oleh Toasu-hengnya, Thian Hong Siansu.
Pertemuan antara ke 2 suheng dan sute yang sudah berpisah berpuluh tahun itu,
sungguh membuat mereka terharu girang. Begitulah karena masih kangen, Tiong Ing
tinggal digereja, itu sampai beberapa bulan.
Malam itu dari hweshio penjaga didengarnya, ada seorang lihai masuk kegereja dan
tengah bertempur dengan ketua dari Tat Mo Wan. Buru-buru Tiong Ing ikut keluar dan
dapatkan Bun Thay Lay yang membuat gaduh itu.
Setelah kesalahan paham itu dapat didamaikan, Bun Thay Lay segera minta maaf pada
kam-si (hweshio pengurus gereja), Tay Hiong Taysu, dan mohon akan membawa pergi
Seng Hong dan Swi Tay Lim.
"Ke 2 orang ini menCari perlindungan digereja ini. Gereja adalah tempat meneduh bagi yang sengsara, menyebar kebaikan diantara sesama manusia. Dengan memandang
muka siaoCeng, harap Bun-siCu suka lepaskan mereka," kata Tay Hiong.
Terpaksa Bun Thay Lay menurut.
Setelah ke 2 orang itu pergi, Tay Hiong undang Tan Keh Lok dan rombongannya masuk
kedalam. Diruangan dalam, Thian Hong Taysu, Ketua Siao Lim Si, sudah menyiapkan
1000 orang hweshio lebih untuk menyambutnya. Setelah saling memperkenalkan diri,
berkatalah Thian Hong kepada Liok Hwi Ching:
"Lama sudah kami mendengar nama besar dari Bian-li-Ciam Liok-suhu, maka sungguh
beruntung sekali hari ini dapat berjumpa muka."
Hwi Ching menguCapkan beberapa kata-kata merendah. Thian Hong ajak rombongan
tetamunya keruangan dalam untuk minum teh dan menanyakan maksud
kedatangannya. Tan Keh Lok memandang kearah Ciu Tiong Ing, siapa kelihatan mengurut jenggotnya
dan tertawa, katanya: "Thian Hong suheng memang paling peramah. Tan-tangkeh ada
keperluan apa saja, kita pasti akan mengusahakan se-dapat 2nya."
Tiba-tiba hati Tan Keh Lok menjadi tawar dan tiba-tiba dia berkui dihadapan Thian
Hong, air matanya berCucuran.
Thian Hong terkejut, buru-buru mengangkatnya bangun dan bertanya: "Silakan TanCongthoCu mengatakan, tak usah pakai banyak sekali peradatan."
"Cayhe ada suatu permohonan yang lanCang. Turut aturan Bu-lim, biar bagaimana juga
tentu tak dikabulkan. Hanya mengingat penderitaan ratusan juta rakyat, terpaksa Cayhe memberanikan diri untuk memohon," kata Keh Lok.
"Silakan mengatakannya," sahut Thian Hong Siansu.
"Ie Ban Thing loyaCu adalah gihu-ku.................."
Mendengar dibawanya nama Ie Ban Thing, wajah Thian Hong berobah, alisnya yang
putih berjingkat, kepalanya seakan-' mengeluarkan hawa panas. Tan Keh Lok, Liok Hwi
Ching, Bun Thay Lay dan lain-lain. yang berkepandaian tinggi, sama berCekat. Heran
mereka nampak hweshio yang sudah berusia delapan puluhan tahun itu, sedemikian
hebat ilmu lwekangnya.
"Jadi kedatangan Tan-tangkeh dari ribuan li jauhnya itu, untuk kepentingan suhengku
yang sengsara nasibnya itu?" Ciu Tiong Ing menyela.
Tan Keh Lok lalu tuturkan hubungannya dengan Kian Liong' dengan jelas, kemudian
memaparkan tentang renCananya besar untuk mengusir bangsa Boan dan
membangunkan kerajaan Han. Salah satu sjarat dari terlaksananya hal itu, ialah agar
Thian Hong suka membeberkan sejujurnya tentang hubungan dirinya dengan Ie Ban
Thing. Lalu Keh Lok berkata dengan suara sember: "Cayhe tak ketahui asal usul Cayhe yang
sebenarnya, hal itu tak mengapa, yang Cayhe mohonkan adalah supaya Losiansu sudi
mengingat nasib rakyat jelata............"
Thian Hong kemekmek, alisnya menjulur turun, sepasang matanya dipejamkan,
merenung jauh. Nampak hal itu, semua orang tak berani mengganggu. Lewat beberapa
lama kemudian, sepasang mata hweshio itu berkiCup sedikit. Dua larik sinar tajam,
menyorot keluar. Tangannya mengambil sebuah martil kecil, lalu dipukulkan pelan-pelan keatas sebuah papan. Seorang hweshio muda masuk dengan laku yang hormat.
"Bunyikan lonCeng, panggil berkumpul mereka!" kata Thian Hong Siansu.
Hweshio muda itu undurkan diri, dan tak lama kemudian terdengarlah bunyi lonCeng
dipukul ber-talu 2. Thian Hong Siansu dengan isyarat tangan, minta diri masuk kedalam.
"Ayah, apakah artinya berbuat begitu?" tanya Thian Hong pada sang mertua.
"Dia akan adakan sidang semua warga hweshio" sahut Ciu Tiong Ing.
"Untuk urusan Gihu CongthoCu, mengapa mereka begitu ber-sungguh-sungguh," Ciu Ki
menyela. Melihat anak perempuannya sedang mengandung, senanglah hati Tiong Ing. Maka dia
ganda tersenyum saja mendengar kelakuan Ciu Ki janng masih ke-kanak-kanakan itu.
Lewat beberapa lama kemudian, sidang hweshio sudah mengambil Keputusan. Ti-gekCeng (hweshio tukang sambut tetamu) silakan rombongan HONG HWA HWE itu masuk
kedalam ruangan suCi didalam. Seribu lebih hweshio dengan pakaian upaCara, tegak
berbaris dikanan kiri, Diatas pedupaan di ruangan suCi itu, asap hio wangi ber-kepul 2
memenuhi ruangan.
Duduk di-tengah-tengah adalah Thian Hong Siansu, disebelah kirinya adalah ketua dari Tat Mo Wan, Thian Keng Siansu. Ciang-keng-kwat (ketua bagian penyimpan kitab-kitab)
Tay Leng Taysu. Sementara disebelah kanan, adalah hweshio pemimpin bagian tata
tertib, Tay Tian Taysu, Kamsi (bagian pengawas gereja) Tay Hiong Taysu.
Tay Hiong yang mengundang masuk rombongan HONG HWA HWE tadi, dengan
membongkokkan badan berkata: "Menurut aturan gereja Siao Lim Si yang telah
ditetapkan be-ratus 2 tahun lamanya, murid yang telah diusir karena melanggar
peraturan, dilarang menguwarkan pada orang luar. Kini gereja ini telah mendapat
kunjungan CongtoCu HONG HWA HWE
Tan Keh Lok siCu, yang bermaksud hendak minta keterangan tentang peristiwa murid
Siao Lim Si yang diusir itu, Sim Ju Kok. Hal ini menurut peraturan gereja, sebenarnya tak dapat dilaksanakan .............................."
Mendengar sampai disini, rombongan HONG HWA HWE menjadi girang. Kedengaran
Tay Hiong melanjutkan kata-katanya pula:
"Tapi oleh karena kali ini menyangkut urusan besar, gereja kami terpaksa satu kali ini membuat pengeCualian. Silakan Tan CongthoCu menunjuk utusan untuk mengambil
barkas (surat 2) yang tersimpan dalam bagian tata tertib."
Tan Keh Lok menghaturkan terima kasih dengan membongkok, kemudian ajak
rombongan keluar. Ti-khek-Ceng mempersilakan mereka mengaso di ruang tetamu.
Tan Keh Lok berSyukur dalam hati, dikiranya hal itu tadi mudah dikerjakan, tapi tibatiba munCul ah Ciu Tiong Ing ke ruangan itu dengan wajah yang menunjukkan duka
dan Cemas. Semua orang kaget, karena menduga pasti ada apa yang kurang baik.
"Ayah, apakah di ruangan sana terdapat alat 2 rahasia," tanya Thian Hong.
"Thian Hong suheng mempersilakan Tan-CongthoCu menunjuk orang untuk mengambil
barkas itu diruang Hukuman pelanggaran tata tertib tadi, itu berarti harus melalui 5
buah ruangan. Setiap ruangan dnyaga oleh seorang Taijsu yang berilmu tinggi. Untuk
bisa melalui kelima ruangan itu, seperti menembus langit sukarnya!"
Mendengar itu, tahulah mereka apa yang tengah dihadapinya. Suatu pertempuran yang
maha dahsyat dan berbahaya.
"Ciu-loyaCu boleh tak usah membantu siapa-apa, biarlah kami yang menCobanya!" kata
Bun Thay Lay yang sudah salah memberi tafsiran.
Ciu Tiong Ing meng-geleng 2kan kepala dan berkata: "Sebab dari kesukaran yang saja
katakan itu, karena harus satu orang yang masuk kedalam, sedang Taysu penjaga
kelima ruangan itu, makin dalam makin tinggi kepandaiannya. Taruh kata berhasil
melewati empat buah, orang tentu sudah keliwat kepayahan, sedang ruangan yang
terakhir itu justru yang paling sukar dikalahkan."
Tan Keh Lok merenung sejenak, lalu berkata: "Urusan ini menyangkut diriku peribadi,
mungkin buddha menaruh kasihan padaku, tentu bisa berhasil juga."
Habis berkata, segera ditanggalkan jubah luarnya. Biji 2 Catur dimasukkan kedalam
saku, po kiam diselipkan di punggung, lalu ia minta Ciu Tiong Ing mengantarkan ke
ruangan Biauw Hoat Tian, jakni ruang yang menuju ketempat ruang Tata Tertib (arsip)
tadi. "Tan-tangkeh, kalau dirasa "tak ungkulan, sekali-kali yangan Coba memaksa diri, agar yangan mendapat hal 2 yang tak di nginkan," bisik Tiong Ing sewaktu sudah sampai
dimulut pintu. Keh Lok anggukkan kepala mengiakan.
"Mudah 2an tak ada suatu halangan apa-apa!" seru Tiong Ing ketika Keh Lok sudah
mendorong pintu dan melangkah masuk.
Didalam ruangan, Cahaja lilin terang benderang. Seorang hweshio yang mengenakan
jubah warna kuning duduk bersila diatas sebuah tikar. Dia bukan lain adalah Tay Hiong Taysu, siapa buru-buru bangkit dan berkata dengan tertawa: "Ah, kiranya Tan-CongthoCu sendiri yang akan memberi pelajaran, itulah bagus sekali, akan kumohon
beberapa jurus pelajaran ilmu silat dengan tangan kosong."
"Silakan," jawab Keh Lok seraya merangkap ke 2 tangannya.
Tangan kiri Tay Hiong Taysu tiba-tiba dibalikkan merupakan sebuah kepalan besar,
tangan kanan disanggakan keatas, terus mulai bergerak menyerang.
Keh Lok kenal gerakan itu sebagai "siang-Chiu-keng-thian," sepasang tangan
menyanggah langit. Tahulah dia, kalau orang tengah bersilat dalam ilmu silat Cui Kun, silat orang mabuk. Pernah juga dia pelajari ilmu silat itu, tapi dia kuatir akan terulang lagi kejadian ketika dia bertempur dengan Ciu Tiong Ing di Thiat-tan-Chung dahulu.
Untuk melayani jago tua dari Siao: Lim Pai itu, diai sudah Coba gunakan gerakan ilmu silat Siao Lim Si. Dan ini, hampir-hampir dia terpeCundang.
Mengingat hal itu, tak berani dia berlaku ajal lagi. Sekali ke 2 tangan ditepukkan, terus dipentangnya, sehingga sikapnya itu merupakan gerakan yang aneh, mirip orang
membela diri, juga mirip orang menyerang. Memang, sekali gebrak dia telah keluarkan
sebuah gerakan istimewa dari "peh-hoa-jo-kun."
Karena tak menduga, hampir-hampir Tay Hiong taysu kena ..termakan." Buru-buru dia
gunakan gerakan "burung aneh menobros awan." Dia jatuhkan diri ditanah, tangan dan
kaki bergerak berbareng. Aneh adalah gerakan kakinya, menendang kesana menyepak
kemari, tangannyapun menghantam kemuka memukul kebelakang, tubuhnya
terhuyung-huyung seperti orang mabuk.
Untunglah Keh Lok mengenal ilmu silat itu, jika tidak, pasti dia siang 2 sudah kena.
Demikianlah ke 2nya sama mengeluarkan ilmu silat yang aneh, yang jarang dikenal.
Meskipun Cui Kun itu hanya terdiri dari 1enam jurus, tapi setiap gerakannya sukar
diduga. Meskipun gerakannya tak teratur seperti orang mabuk, namun sebenarnya
mengandung jurus-jurus serangan yang berbahaya, apalagi disertai dengan tenaga
yang dahsyat. Selagi pertempuran menCapai babak yang seru, tiba-tiba Tay Hiong lonCat keudara.
Sewaktu melayang kebawah kakinya bekerja, dengan gerak "kerbau besi meluku
sawah" tangannya kanan menghantam kaki lawan.
Keh Lok tarik mundur badannya. Tahu dia, karena selangannya tak berhasil, lawan pasti akan lonCat lagi keatas dalam gerakan "burung dara berputar diri," hal ini dia telah membuat sebuah siasat. Begitu kaki kiri Tay Hiong tiba ditanah, Keh Lok membarengi
maju menggaet kaki, dan tangannya mendorong. Sudah barang tentu, karena tak
menduga, Tay Hiong tak keburu lonCat balik. Dia terhampar jatuh kebelakang!
Keh Lok buru-buru lonCat kesamping dan menanti. Tay Hiong berjumpalitan, baru
setelah dapat duduk, mukanya tampak kemerah-merahan.
"Silakan masuk!" serunya sembari menunjuk kesebelah dalam.
"Maaf!" Keh Lok merangkap tangan memberi hormat.
Disebelah dalam, ternyata ada sebuah ruangan besar. Yang menjaga disitu, adalah
kepala bagian Tata Tertib dan Hukuman, Tay Tian Taysu. Melihat kedatangan Tan Keh
Lok, Tay Tian segera memberi isyarat tangan, atas itu 2 orang hweshio muda datang
membawakan sebuah tongkat besar. Begitu menyambuti, Tay Tian terus menghantam
kelantai. Begitu dahsyat hantaman itu, sehingga tembok
(missing page) itu kelihatan dengan jelas. Ini mudah dihantam lagi.
"Seharusnya begitu, mengapa aku tolol?" pikir Keh Lok dengan kesima.
Dan justru begitu, Tay Leng kembali dapat menyambit padam 4 batang dupa. Dan
untuk ke 2 kalinya, hweshio itu menyusuli pula menyambit. Tapi kali ini, Tan Keh Lok sudah tersedar serta Cepat-cepat menawurkan biji Caturnya untuk memapaki senjata
rahasia lawan. Tapi karena kesembilan lilin ditempatnya tadi sudah sama padam, dia
kurang dapat melihat jelas melayangnya kelima biji 2 liam-Cu si hweshio itu. Dua biji liam-Cu dapat dipukul jatuh dengan biji Catur, namun yang tiga, dapat lolos. Kembali ada tiga batang dupa yang dnyaganya menjadi padam lagi.
Menurut perbandingan, kini Tay Leng sudah menang sembilan lilin dan 2 dupa.
Keadaan Tan Keh Lok menguatirkan, karena Tay Leng kini waspada sekali untuk
menjaga kesembilan lilin biji 2 liam-Cu-nya. Kalau ada luang, iapun mengirim serangan.
Begitulah pada beberapa saat kemudian, Tay Leng kembali menambah
kemenangannya, dengan 14 buah dupa.
Keh Lok kerahkan seluruh kepandaiannya, namun hasilnya hanya dapat menimpuk pada
2 batang lilin lawan. Tay Leng balas menimpuk dan berhasil pula menimpuk 1sembilan
dupa. Pada saat itu, dupa Keh Lok masih ketinggalan lebih kurang 20 batang, sedang fihak
lawan lilin dan dupa masih memanCar dengan terangnya. Dia gugup, pikimja: "Apakah
aku harus menelan kegagalan?"
Sekilas terlintaslah ingatannya kepada Cara Tio Pan San memainkan "hui-jan-gin-soh,"
piauw yang berbentuk seperti burung seriti yang dapat membal pada sasarannya. Kini
dia memperoleh akal, segera tiga buah biji Catur ditimpukkart ketembok dekat tempat
Tay Leng. Melihat itu, diam-diam Tay Leng menertawakan lawannya, anak muda yang tetap
menuruti hawa panas, karena kalah lalu melampiaskan kemarahannya menimpuk
seCara membabi buta. Tak dia kira kalau begitu biji 2 Catur itu mengenai tembok, lalu membal jatuh menimpuk padam 2 batang lilin. Bukan kepalang takjubnya Tay Leng,
tanpa merasa dia memuji.
Berhasil dengan Cara itu, Tan Keh Lok susuli lagi beruntun 2. Tay Leng betul-betul tak berdaya menjaga lilinnya. Beruntung dia tadi sudah menang beberapa puluh dupa. Kini
tak mau dia bersikap menjaga, Dua- 2 tangannya dia gunakan untuk menimpuk dupa
lawannya. Sekonyong 2 penerangan situ padam, karena kesembilan lilin dari Tay Leng sudah
ditimpuk padam. Sekalipun begitu, dupa Tan Keh Lok hanya ketinggalan 7 batang,
sedang kepunyaan Tay Leng masih tigapuluhan batang lebih. Biar bagaimana, Keh Lok
merasa pasti tak dapat menyusul kekalahannya. Sedang dia masgul, tiba-tiba
kedengaran Tay Leng berseru: "Tan-tangkeh, am-gi kepunyaanku sudah habis. Kita
berhenti dulu sebentar, untuk mengambil lagi dimeja sembahyangan!"
Merabah kantongnya, Tan Keh Lok dapatkan biji Caturnya hanya ketinggalan enam
butir. "Kau ambil ah dulu," kembali Tay Leng mempersilakannya.
Ketika Tan Keh Lok dapat merabah meja, tiba-tiba dia mendapat pikiran: "Kali ini
menyangkut urusan besar, terpaksa aku berlaku Curang."
Begitu tangan merabah, biji 2 senjata rahasia diatas meja itu semuanya dirangkum dan dimasukkan kedalani kantongnya.
"Satu, 2, tiga! Akan kumulai melepas senjata rahasia'" serunya dengan tertawa.
Buru-buru Tay Leng menghampiri meja, untuk yangan sampai kalah waktu, tapi untuk
kekagetannya, tak sebutir am-gi yang ketinggalan diatas meja. Sedang dia keheranheranan, Tan Keh Lok sudah be-runtun 2 melepas thi-lian-Cu, po-ti-Cu dan lain-lain., sehingga dalam sekejap saja dupa 2 difihak Tay Leng padam semua, satupun tak ada
yang hidup. Karena tak memperoleh am-gi, Tay Leng hanya dapat mengawasi dengan terlongonglongong. Setelah semua dupanya tertimpuk padam, dia tertawa keras-keras: "Tantangkeh, kau sungguh liCin. Ini namanya adu keCerdikan bukan adu ilmu, sudahlah, kau menang, silakan masuk!"
"Menyesal, Thayhe sebenarnya kalah dengan Taysu. Untuk kepentingan usaha besar,
terpaksa aku lakukan perbuatan yang busuk ini. Harap Taysu maafkan," kata Keh Lok
dengan serta mesra.
Tay Leng itu perangainya baik, dia tak menaruh ganjelan apa-apa terhadap perbuatan
orang muda itu. Katanya sambil tertawa: "Dua ruangan dibelakang, dnyaga oleh ke 2
Su-siok-ku (paman guru). Kepandaian mereka jauh lebih tinggi dari aku. Harap kau
berlaku hati-hati."
Keh Lok haturkan terima kasih, lalu masuk kedalam.
Ruangan keempat juga terang benderang. Tapi ruangan itu lebih sempit dari ketiga
ruangan yang terdahulu. Di tengahnya, terdapat 2 buah kasuran bundar. Duduk
dikasur yang sebelah kiri, adalah kepala Tat Mo Wan, Thian Keng Siansu.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silaukan duduk!" demikian Thian Keng menyambut kedatangan Keh Lok.
Dengan penuh pertanyaan dalam hati, Keh Lok mengambil tempat duduk dikasuran
kanan, ia pikir Thian Keng adalah Susioknya Tay Leng, pula adalah kepala dari Tat Mo Wan, sudah pasti betapa kelihaiannya. Diam-diam anak muda itu mengeluh dalam hati,
yangan-yangan dia bukan tandingannya. Namun tetap dia mau menCobanya, melihat
perkembangan keadaan nanti.
Thian Keng itu seorang yang bertubuh tinggi. Sekalipun duduk, tingginya hampir
menyamai dengan orang yang berdiri. Ke 2 pipinya Cekung, tubuhnya kurus seperti tak
berdaging. Sikapnya membuat orang jeri.
"Kau telah dapat melewati tiga ruangan, ini Cukup membuktikan kau mempunyai ilmu
yang tinggi. Meski Gihu-mu bukan termasuk murid sini lagi, tapi kaupun masih terhitung wan-pwe (golongan yang terbelakang) dari kaum kita. Karenanya tak dapat aku
mengajakmu bertanding seCara sama 2. Beginilah, kalau kau bisa melayani aku sampai
10 jurus tak kalah, akan kulepaskan kau."
Tan Keh Lok bangkit memberi hormat, seraya berkata: ..Mohon Losiansu sudi memberi
kemurahan."
"Hm, tergantung bagaimana peruntunganmu. Duduk dan sambutlah!"
Baru Keh Lok duduk, atau dia segera rasakan samberan angin, menekan dadanya.
Buru-buru Keh Lok gerakkan ke 2 tangannya untuk menangkis. Ketika beradu dengan
tangan Thian Keng, dia dapatkan tenaga Iwekang Hwesio tua ini tak terkatakan
dahsyatnya. Kalau dilawan dengan kekerasan, tak dapat tidak tentu akan terjungkel
roboh. Sebat sekali dia akan gunakan "hun-Chiu," untuk memindah tekanan lawan kesamping.
Tapi untuk kekagetannya, tenaga serangan Thian Keng itu tetap lurus menganCam.
"Hun-Ciu" tak berdaya menolaknya. Karena itu, terpaksa dia kerahkan seluruh
Iwekangnya untuk menahan.
Sekalipun serangan itu dapat ditahan, tapi tak urung tulang iga (lempeng) kirinya terasa sakit sekali.
"Baik. Kini terimalah serangan yang ke 2!" seru Thian Keng.
Sekali ini tak berani Keh Lok mengadu kekerasan. Begitu serangan datang, tubuhnya
diegoskan, lalu berbalik menghantam siku^lengan lawannya. Inilah salah sebuah jurus
"peh-hoa-jo-kun" yang istimewa. Musuh pasti akan menarik serangannya.
Tapi diluar dugaan, tangan kanan Thian Keng bergerak dalam "menyapu ribuan laskar,"
sikunya dihantamkan menyambut serangkan lawan dan didorongnya. Gerakan ini luar
biasa sebatnya, belum kepelan Tan Keh Lok dijulurkan, tahu-tahu sudah diserang siku.
Buru-buru dia lonCat menghindar, lalu jatuh duduk kembali diatas kasurannya.
Melihat anak muda itu dapat bergerak deng'an linCah dan tangkas, Thian Keng angguk
kepalanya, kemudian menarik tangannya, dia beralih menerkam.
Nampak lawan makin berbahaya serangannya, diam-diam Keh Lok mengeluh yanganyangan tak dapat melayani 10 jurus serangan orang. Tepat pada saat itu, kedengaran
lonCeng gereja bertalu 2. Kiranya hari sudah terang tanah.
Mendengar bunyi lonCeng itu, pikiran Keh Lok tiba-tiba tergerak. Menuruti irama
lonCeng itu, tangannya ber-gerak-gerak mengerang. Thian Keng bersuara heran terus
menangkis. Kiranya gerakan yang digunakan oleh ketua HONG HWA HWE itu adalah ilmu silat yang
dipelajarinya diperut gunung Giok-nia tempo hari. Begitu aneh, namun sangat leluasa
dia bergerak-gerak menurut irama lonCeng.
Thian Keng tumplek seluruh perhatian, ia keluarkan ilmu silat Siao Lim Si yang paling boleh dibuat andalan, jakni "Hang-liong-Cap-pwe-Ciang" atau 1delapan jurus ilmu
pukulan penakluk naga.
Ketika lonCeng berhenti berbunyi, tiba-tiba Keh Lok menarik serangannya dan berseru:
"Kita telah ber-main-main lebih dari 20 jurus."
"Bagus, bagus. Pukulanmu sungguh luar biasa. Silakan masuk," kata Thian Keng.
Keh Lok berbangkit, tapi ketika hendak berjalan, dia terhujung 2. Syukur dia dapat
berpegang pada tembok. Saat itu, matanya dirasakan berkunang 2.
Kait Perpisahan 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Kisah Bangsa Petualang 12

Cari Blog Ini