Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bodoh 6

Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


Lin Lin memandang kepada Cin Hai dengan kagum, lalu berkata, "Hai-ko, kau benar-benar gagah berani!"
Dan aneh sekali, mendengar pujian dan melihat sinar mata gadis ini Cin Hai merasa demikian girang hingga ia tersenyum dan tiba-tiba mukanya menjadi merah. Ang I Niocu dari tempat duduknya melayangkan pandang tajam ke arah kedua anak muda ini.
Sementara itu, Kwee Tiong dan adik-adiknya merasa iri hati dan jengkel melihat betapa Cin Hai yang tolol itu mendapat pujian dari orang-orang.
"Sungguh menjemukan, sungguh menyebalkan...!" Kwee Tiong bersungut-sungut.
Pada saat itu seorang perwira lain yang bertubuh pendek dan bermuka hitam, meloncat masuk ke dalam arena. Dengan tertawa dingin ia menggulung lengan bajunya ke atas hingga nampak sepasang tangannya yang pendek dan berkulit halus putih, jauh berbeda dengan warna kulit mukanya. Ia memandang ke sekeliling dan berkata kepada Kwee In Liang,
"Kwee-ciangkun..."
"Aku bukan seorang pembesar lagi, jangan kau menyebutku ciangkun." Kwee In Liang memotong. Perwira kate itu tertawa,
"Kwee Lo-enghiong," katanya lagi.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
153 "Pertempuran antara Boan-sute dan Pek I Toanio, berakhir dengan seri karena kedatangnya gangguan dari pemuda tolol tadi, dan pertempuran antara Boan-sute dan pemuda itu tidak termasuk hitungan karena itu bukanlah pertempuran. Jadi keadaan pihak kami masih belum ada yang kalah belum ada yang memang. Sekarang kuharap kau suka maju, atau boleh kau mengajukan pemuda tolol setengah gila tadi untuk menghadapiku, dalam sebuah pertempurah sungguh-sungguh! Tetapi, tentu anak bodoh itu tidak berani!"
"Siapa yang tidak berani?" tiba-tiba Cin Hai berteriak. "Mentang-mentang mukanya hitam, jangan membuka mulut besar!" Terdengar orang-orang tertawa keras karena geli mendengar ini. Muka perwira yang hitam itu menjadi lebih hitam lagi karena darah mengalir ke mukanya.
"Anjing tolol, jangan kau suka berbuat kepada lain orang sesuatu yang kau sendiri tak suka orang lain berbuat kepadamu! Kau datang-datang memaki orang, mengapa kau tidak suka mendengar disebut muka hitam?" Sambil berkata demikian, Cin Hai bangun berdiri hendak menyambut tantangan orang itu, akan tetapi Loan Nio yang duduk di dekatnya lalu
memegang pundaknya dan mencegahnya membuat onar lebih jauh.
Tiba-tiba Ang I Niocu berdiri sambil tersenyum. Ia mengangguk kepada Biauw Suthai, lalu menghampiri Kwee In Liang dan bertanya, "Kwee Lo-enghiong, bolehkah aku mewakili Saudara Cin Hai?" Kwee In Liang yang merasa bahwa ia sendiri tidak berdaya, hanya menganggukkan kepala dengan bingung. Setelah mendapat perkenan Kwee In Liang, dengan sekali gerakan kaki tubuhnya, melayang cepat dan tahu-tahu telah berdiri di depan perwira muka hitam tadi. Semua orang memuji keindahan gerakan ini dan perwira muka hitam itu terkejut sekali. Ia maklum bahwa ia menghadapi seorang lawan yang lihai dan tangguh, maka ia tidak berani main-main dan segera menjura dengan hormat.
"Tuan rumah telah berhasil mengumpulkan pembela-pembela yang pandai. Bolehkah kiranya aku mengetahui nama Lihiap dan apa hubungan Lihiap dengan Kwee-enghiong?"
Ang I Niocu tersenyum dan orang-orang heran mendengar betapa tiba-tiba Ang I Niocu mengucapkan sajak,
"Berkawan sebatang pedang Menjelajah ribuan li tanah dan air Tanpa maksud, tiada tujuan, Hanya mengandalkan kaki dan hati.
Kau hendak bertanya nama" Lihat pakaian dan pedang. Dan cari sendiri siapa namaku!"
Perwira itu memikir-mikir sebentar sambil memandang pakaian Ang I Niocu dengan penuh perhatian. Kemudian ia berkata dengan kaget, "Ah, bukankah Lihiap ini Ang I Niocu?"
Ang I Niocu tersenyum manis, dan sekalian orang yang hadir, juga Kwee In Liang, Kwee Tiong dan semua adiknya terkejut sekali. Telah lama nama ini sangat tersohor akan tetepi tak seorang pun pernah menyangka bahwa orangnya sedemikian muda dan cantiknya!
"Apakah artinya nama bagi kita" Hal itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pibu yang kita hadapi. Dan tentang perhubungan dengan keluarga Kwee yang kautanyakan tadi, terus terang saja aku pun hanya seorang tamu biasa bahkan tamu yang tak diundang seperti juga kalian! Akan tetapi, karena maksudku baik aku diterima dengan baik pula, tidak seperti kalian hanya datang mengacau!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
154 "Maaf, maaf! Tidak tahu bahwa Lihiap adalah Ang I Niocu maka berlaku hormat.
Pertempuran ini tak dapat dilanjutkan!" kata Si Muka Hitam.
"Bukan karena aku tidak menghormat Lihiap, akan tetapi karena kami datang khusus untuk mengadu kepandaian dengan keluarga Kwee, maka aku Tan Song takkan mau melayaninya!"
Mendengar kata-kata ini, Ang I Niocu tak berdaya dan ia tak dapat memaksa, maka ia lalu bertindak ke tempatnya semula setelah berkata, "Kalau begitu, masih kuharapkan lain kali kau suka memperlihatkan kepandaianmu yang membuat kau sombong ini, Tan-ciangkun!"
Tan Siong merasa malu dan marah mendengar sindiran ini, akan tetapi ia memang cerdik dan pura-pura tak mendengar sindiran yang disengaja oleh Ang I Niocu itu.
"Hie, orang she Kwee, bagaimanakah" Apakah kau dan kaum kerabatmu tidak berani
menghadapi aku" Mana pemuda gila yang menjadi keponakanmu tadi, suruh ia keluar, jangan sembunyi di dalam pelukan ibunya saja!"
Bukan main hebatnya hinaan ini dan Cin Hai sudah bermaksud hendak bertindak
memperlihatkan kepandaian, akan tetapi pada saat itu dari luar berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu seorang pemuda berpakaian seperti seorang sasterawan telah berada di situ. Pemuda ini langsung menuding muka Tan Siong dan berkata,
"Manusia sombong yang suka mengacau! Jangan kau menghina Ayahku, aku putera ke lima siap menghadapimu!"
"An-ji..." Kwee In Liang dan Loan Nio berseru hampir berbareng, akan tetapi karena pada saat itu Kwee An sedang menghadapi musuh, maka mereka hanya memandang dengan girang dan juga kuatir. Apalagi Kwee An hanya memiliki kepandaian silat yang masih rendah saja.
Hanya saja cara melihat masuknya Kwee An tadi timbul harapan baru dalam hatinya. Ia sendiri yang berkepandaian cukup, hampir tak melihat gerakan Kwee An yang demikian cepat! Cin Hai dengan jelas dapat melihat bahwa ketika masuk tadi, Kwee Ang telah mempergunakan Ilmu Loncat Naga Sakti Mengejar Mustika dan bahwa ilmu loncat ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempelajari keng-sin-sut atau ilmu berlari cepat dan telah memiliki ginkang tinggi. Maka ia tahu bahwa Kwee An telah mempelajari silat dari orang pandai. Juga Ang I Niocu, Biauw Suthai, Pek I Toanio, dan Lin Lin mengetahui hal ini hingga mereka menjadi girang.
Akan tetapi, Cin Hai adalah seorang yang sangat teliti dan hati-hati. Biarpun maklum bahwa Kwee An memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi ia masih merasa kuatir dan pada saat yang tegang itu, tiba-tiba ia berlari-lari menghampiri Kwee An sambil berteriak,-teriak "Kwee An...
Kwee An..."
Kwee An cepat berpaling dan wajahnya yang cakap itu berseri girang melihat Cin Hai. "Cin Hai, engkau juga datang?"" Mereka lalu berpelukan karena memang dengan Kwee Ang, semenjak dahulu Cin Hai mempunyai perhubungan yang akrab.
Ketika mereka berpelukan, dengan perlahan sekali Cin Hai berbisik,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
155 "Dia mempunyai Pek-mo-jiu."
Akan tetapi dengan suara keras ia berkata, "Kwee An, engkau begini gagah perkasa! Ah, Si Muka Hitam ini sebentar lagi akan bermuka biru!" Setelah berkata demikian, Cin Hai lalu bertindak kembali ke tempat duduknya. Semua orang tertawa mendengar olok-oloknya kepada Muka Hitam. Diam-diam Kwee An heran melihat sikap Cin Hai yang ketolol-tololan, padahal bisikan tadi menyatakan bahwa mata Cin Hai tajam sekali. Ia sendiri kalau tidak diberi tahu tentu tak akan tnenyangka, karena memang seorang yang memiliki Pek-mo-jiu, tidak nampak dari luar, tidak seperti halnya Hek-seejiu atau Ang-see-jiu, karena orang yang memiliki ilmu ini, tangannya hitam atau merah. Pek-mo-jiu atau Tangan Iblis Putih adalah semacam ilmu yang dipelajari dengan melatih tangan dan lengan sedemikian rupa
menggunakan bubuk perak putih yang dicampur obat-obat kuat dan digosok-gosokkan ke seluruh lengan tangan, juga melatih dengan memukul-mukul bubuk perak kasar hingga kebal dan keras dan memiliki tenaga luar biasa!
Pertempuran antara Kwee An dan Tan Song segera dimulai dan dalam beberapa gebrakan saja Cin Hai dapat tahu bahwa Kwee An telah mempelajari ilmu silat dari Kim-san-pai, sebuah cabang persilatan dari Go-bi-san yang mempunyai banyak cabang persilatan itu.
Pernah dulu Bu Pun Su memberi tahu kepadanya tentang cabang persilatan ini yang biarpun kurang ternama, akan tetapi sesungguhnya memiliki ilmu silat yang tinggi. Dan sekarang Cin Hai membuktikan sendiri hingga ia merasa girang sekali karena Kwee An yang baik hati dan sederhana itu ternyata memiliki kepandaian silat yang tidak saja lebih tinggi dari Lin Lin, akan tetapi agaknya tak kalah dengan kepandaian Si Muka Hitam ini!
Benar saja seperti dugaan Cin Hai semula, Tan Song yang maklum bahwa lawannya yang masih muda ini memiliki kepandaian tinggi dan merupakan lawan yang tangguh, lalu berusaha mencapai kemenangan mengandalkan kedua tangannya yang memiliki tenaga Pek-mo-jiu. Ia mengerahkan tenaga dan kepandaian melancarkan seragan kilat yang dapat membawa maut. Akan tetapi Kwee An berlaku hati-hati sekali. Ginkang pemuda ini sudah mencapai tingkat tinggi dan ia memiliki ilmu meringankan tubuh yang lebih tinggi daripada lawannya maka ia mempergunakan ginkangnya untuk bergerak ke sana ke mari demikian cepatnya laksana seekor burung kepinis! Orang-orang bersorak gembira melihat pertunjukkan ini, karena pertempuran mereka seakan-akan seekor ular yang mengejar burung yang terlalu gesit dan cepat untuk dapat dicaploknya. Kwee An mengeluarkan ilmu silat Kim-san-pai yang lihai dan balas menyerang dengan totokan-totokan ke arah urat dan jalan darah lawan.
Pernah terjadi kelambatan pergerakan Kwee An yang hampir saja mencelakakan anak muda ini karena Tan Song mempergunakan kesempatan itu untuk mengirim sebuah pukulan maut yang keras ke arah dada Kwee An. Semua orang terkejut, bahkan Ang I Niocu mengeluarkan seruan tertahan. Kwee An merasa betapa angin pukulan Pek-mo-ciang ini mengiris kulit dadanya, akan tetapi berkat kegesitannya, ia segera melempar diri ke belakang sambil menggerakan kedua kakinya menendang ke depan bergantian. Untung saja ia mempergunakan Ilmu Gerakan Kera Jatuh Dari Cabang ini, karena kalau saja ia tidak mempergunakan gerakan ini dan tidak menendangkan kedua kakinya, tentu lawannya akan menubruk maju dan
mengirim serangan ke dua. Cepat sekali Kwee An menggunakan kedua tangan menekan lantai hingga tubuhnya dapat mencelat ke atas kembali dan kini ia menghadapi lawannya yang tangguh dengan lebih hati-hati.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
156 Setelah bertempur seratus jurus lebih, lambat laun Tan Song mulai terdesak. Kwee An yang muda dan bertenaga kuat itu melancarkan serangan-serangan yang terlihai dari Kim-san-pai dan karena cabang persilatan ini memang tak banyak dikenal orang, maka Tan Song menjadi bingung menghadapi gerakan-gerakan yang aneh ini.
Cin Hai merasa gembira sekali dan ia bersorak-sorak gembira sambil berseru-seru "Hayo, Kwee An, hantam terus... hantam terus..." Semua penonton melihat dan mendengar Cin Hai ikut merasa gembira karena mereka ini hampir semua berpihak kepada tuan rumah dan membenci perwira-perwira Sayap Garuda yang terkenal jahat. Kwee In Liang merasa girang sekali melihat bahwa puteranya yang tadinya disangka bodoh dan paling lemah di antara semua puteranya yang lain, ternyata kini datang-datang membawa pulang kepandaian yang sangat tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi daripada Lin Lin!
Ketika mendapat kesempatan baik, pada saat lawannya terhuyung mundur karena serangan yang datang bertubi-tubi, Kwee An lalu melangkah maju dan memukul dengan tangan kiri ke arah mata lawan. Tan Song cepat mengelak tetapi segera berteriak kaget karena tiba-tiba kaki kanan Kwee An melayang dan menendang lawan yang tidak menyangka dan sedang berada dalam posisi yang lemah itu. Tak ampun lagi dada Tan Song berkenalan dengan ujung sepatu Kwee An dan perwira pendek itu berteriak kesakitan lalu roboh sambil memegangi dadanya!
Kawan-kawannya lalu datang menolong dan mengangkatnya ke pinggir.
Kwee In Liang lalu menghampiri Kwee An. Ayah dan anak ini berpelukan. Lalu Kwee An digandeng oleh ayahnya menuju ke tempat duduk Loan Nio dimana Kwee An disambut oleh Loan Nio dengan terharu dan girang. Juga saudara-saudaranya lalu datang menyerbu menghujani pertanyaan dalam suasana gembira. Mereka ini merasa bangga sekali akan kepandaian Kwee An.
"Nah, inilah baru disebut kepandaian aseli," kata Kwee Tiong sambil mengerling ke arah Cin Hai, "diam-diam engkau mengeluarkan tenaga dan dengan jujur engkau mengalahkan orang she Tan yang tangguh itu. Engkau sungguh hebat, An!" Kwee Tiong menepuk-nepuk pundak adiknya dengan wajah bangga sekali.
Pada saat itu perwira ke tiga masuk ke dalam arena adu silat. Perwira ini bertubuh tinggi kurus dan gerak-geriknya lambat tetapi penuh mengandung tenaga sedangkan sepasang matanya tajam berpengaruh. Melihat sepintas lalu saja Cin Hai dapat mengetahui bahwa orang ini adalah seorang ahli lweekeh yang tangguh. Perwira ini sebenarnya adalah kakak Tan Song dan bernama Tan Bu, sedangkan kepandaian ilmu silatnya masih jauh lebih tinggi daripada Tan Boan Sip. Tetapi adatnya pendiam dan tidak sombong.
Setelah berdiri di tengah-tengah arena, Tan Bu lalu menjura ke arah Kwee In Liang dan berkata dengan suaranya yang besar,
"Kwee-enghiong, puteramu tadi sungguh lihai, kalau kiranya tidak terlalu lelah dan sudi memberi pelajaran kepdaku yang bodoh, aku akan merasa gembira sekali!"
Kwee An hendak maju lagi, tetapi ia ditahan oleh Kwee In Liang.
"Kau terlalu lelah, baru saja datang sudah bertempur dengan musuh tangguh. Kalau sekarang kau maju lagi, maka kau akan terlalu letih. Lebih baik beristirahat dulu."
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
157 "Habis siapa yang akan maju melayani perwira itu?" tanya Kwee An.
Tiba-tiba Bhok Ki Sun yang menjadi kawan Kwee In Liang berdiri dan berkata, "Biariah aku yang tua ikut meramaikan pesta ini dan mencoba-coba tenaga." Muka Kwee In Liang berseri.
Ia maklum bahwa kepandaian Bhok Ki Sun jago tua dari selatan ini cukup lihai dan lebih tinggi daripada kepandaianya sendiri, maka ia cepat menjura sambil berkata, "Kalau kau sudi membantu, aku merasa berhutang budi besar sekali."
Bhok Ki Sun lalu bertindak maju dan menghampiri Tan Bu. Jago tua yang berpakaian seperti seorang petani sederhana ini lalu menjura dan berkata,
"Belum tahu siapa nama Ciangkun dan apakah pendirian Ciangkun sama dengan pendirian Tan-ciangkun bahwa orang luar tidak boleh membantu Tuan rumah" Aku Bhok Ki Sun
karena menjadi kawan baik dari Kwee In Liang, maka mengajukan diri untuk melayanimu."
Berbeda dengan Tan Song, Tan Bu ini mempunyai pendirian yang lebih adil, maka ia menjawab, "Aku bernama Tan Bu dan maafkan ucapan adikku yang berpikiran pendek tadi.
Kalau Bhok Lo-enghiong hendak turun tangan, aku merasa gembira sekali dan marilah kita bermain-main sebentar!"
Bhok Ki Sun adalah seorang anak murid dari Kun-lun-pai, maka ia pun memiliki tenaga lweekang yang cukup sempurna. Setelah keduanya menjura dan saling memberi hormat, pertempuran segera dimulai. Keduanya bergerak lambat-lambatan dan lemas, seperti biasa ahli-ahli lweekeh bergerak. Akan tetapi setelah beberapa kali beradu lengan dan mendapat kenyataan bahwa pihak lawan sama kuatnya, mereka lalu mempercepat gerakan mereka dan tidak hanya mengandalkan tenaga lweekang semata. Mereka lalu mengeluarkan kecepatan dan kelihaian ilmu silat masing-masing, maka pertempuran segera berubah cepat dan hebat.
Dan beberapa puluh jurus kemudian ternyatalah bahwa Bhok Ki Sun bukanlah lawan Tan Bu karena orang tua itu segera terdesak hebat. Ilmu silat Tan Bu benar-benar mengagumkan karena selain sukar diduga, juga mempunyai pecahan dan perubahan gerakan yang banyak sekali macamnya dan yang kesemuanya dilakukan dengan gerak cepat. Beberapa kali Bhok Ki Sun hampir celaka karena serangan lawan hingga akhirnya ia pikir lebih baik mundur sebelum terluka dalam pertempuran yang sebetulnya lebih bersifat mengukur kepandaian ini.
Dengan gerakan Ikan Hiu Menerjang Ombak Bhok Ki Sun meloncat ke belakang dan
berjumpalitan hingga tubuhnya terpental jauh. Ia turun sambil merangkapkan kedua tangannya dan berkata,
"Tan-ciangkun, kepandaianmu sungguh luar biasa dan aku Bhok Ki Sun mengaku kalah!" Ia lalu menjura kepada Kwee In Liang sebagai pernyataan maafnya karena tak berhasil membela nama keluarga Kwee.
Pek I Toanio tertarik sekali melihat kepandaian Tan Bu, maka setelah mendapat perkenan dari gurunya, ia lalu maju menggantikan Bhok Ki Sun.
"Ingin sekali aku merasai kelihaian Tan-ciangkun bermain senjata," kata Pek Toanio sambil mencabut pedang di tangan kanan dan mengeluarkan juga sebuah hudtim (kebutan) di tangan kiri. Nyonya baju putih ini memang pernah mempelajari ilmu memainkan hudtim dan pedang dari gurunya.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
158 "Baik, baik. Aku pun telah melihat permainanmu yang lihai tadi dan ingin sekali
mencobanya," jawab Tan Bu yang segera mengambil senjatanya, yakni sebatang toya panjang yang ujungnya dipasangi kaitan.
Setelah saling memberi hormat, maka kedua orang ini lalu menggerakkan senjata masing-masing dalam pertempuran, yang jauh lebih hebat dan seru dari pada ketika Tan Bu bertempur melawan Bhok Ki Sun dengan tangan kosong. Sinar pedang Pek I Toanio bergulung-gulung dibarengi menyambarnya hudtimnya yang cukup lihai, hingga permainannya mendatangkan pemandangan yang menarik sekali. Akan tetapi permainan toya dari Tan Bu juga
mengagumkan, dan berbareng mengerikan. Toya itu sangat berat dan digerakkan dalam putaran yang demikian cepatnya hingga mendatangkan angin berkesiur yang dirasai oleh semua penonton yang duduk di situ! Baru anginnya saja sudah memiliki tenaga hebat hingga menggerakkan pakaian dan rambut orang di sekitarnya, apalagi jika terkena kemplang toya yang berat dan digerakkan cepat ini!
Baru bertempur dalam beberapa belas jurus saja, Pek I Toanio telah maklum bahwa jika ia mengadu tenaga, maka ia tentu akan kalah. Maka ia lalu berkelebat ke sana ke mari menghindarkan diri dari sabetan toya, sambil menggunakan kesempatan-kesempatan baik untuk membalas menusuk dengan pedang atau memukul jalan darah dengan ujung kebutan.
Ketika Tan Bu menggunakan gerak tipu Hing-sau-chian-kun atau Serampang Bersih Ribuan Tentara dan tiba-tiba memutarkan toyanya ke arah Pek I Toanio sambil berseru keras, nyonya itu melompat ke atas melewati kepala lawannya. Akan tetapi cepat bagaikan kitiran angin, toya Tan Bu telah mengejar tubuh yang di atas itu dan cepat menusuk ke arah Pek I Toanio!
Serangan ini berbahaya sekali hingga semua orang menahan napas. Akan tetapi, Pek I Toanio benar-benar memiliki ginkang yang sempurna. Melihat bahwa serangan lawan ini berbahaya sekali dan baginya tiada waktu lagi untuk berkelit dan untuk menangkis ia akan kalah tenaga maka ia segera memperlihatkan kegesitannya. Ketika ujung toya menyambar ke arahnya, ia mementangkan kaki dan menggunakan ujung kaki kanannya ditotolkan ke ujung toya itu lalu ia mengikuti gerakan toya yang menyerangnya sambil tidak lupa mengebutkan hudtimnya ke arah jalan darah kin-hu-hiat di pundak kanan Tan Bu!
Gerakan ini luar biasa indah dan beraninya hingga Tan Bu sama sekali tidak menduga dan pundaknya kena terpukul tertotok oleh ujung hudtim yang tiba-tiba berubah keras, sedangkan tubuh Pek I Toanio terbawa oleh dorongan toya dan mencelat ke atas kepalanya hampir tebentur kepada tiang yang melintang di atas!
Pek I Toanio tak kalah kagetnya. Totokannya tadi telah mengenai tempat di tubuh lawan dengan tepat sekali, akan tetapi Tan Bu kelihatan biasa saja seakan-akan tak pernah terpukul, apa lagi terluka! Cepat nyonya ini meluncur turun dan ia merasa bahwa melawan terus takkan ada gunanya, karena harus ia akui bahwa kepandaian lawannya dalam memainkan senjata sungguh-sungguh hebat dan lebih tiggi daripada kepandaiannya sendiri. Maka ia lalu menjura dan berkata,
"Terima kasih atas petunjuk Ciang-kun."
Tepuk sorak ramai terdengar dari pihak para perwira yang merasa senang sekali betapa dalam dua pertempuran berturut-turut, Tan Bu telah berhasil mengalahkan lawan! Dengan dua kali kemenangan itu, sekaligus Tan Bu telah membersihkan muka mereka dan menebus kekalahan Tan Song tadi.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
159 "He, Kwee In Liang, kalau kau sudah tidak mempunyai jago lain lagi, majukan saja pemuda tolol itu!" Tiba-tiba Boan Sip berseru keras dengan suara menghina. Semua penonton memandang ke arah Kwee In Liang dengan cemas karena setelah kedua jago itu kalah, siapa lagi yang hendak maju"
Kwee In Liang tidak berani minta tolong kepada Kwee An. "Sekarang kau, Lin Lin, atau aku sendiri yang maju dan herternpur mati-matian, membela nama kita!"
"Kwee-enghiong, sabar dulu. Biarkan pinni maju menghajar mereka," kata Biauw Suthai, akan tetapi tiba-tiba Ang I Niocu yang merasa marah sekali mendengar Cin Hai dimaki tolol, segera berdiri dan setelah berkata cepat-cepat tanpa menanti jawaban, "biarkan aku saja yang maju!" lalu sekali melompat tubuhnya telah berada di hadapan Tan Bu! Orang tidak melihat bagaimana ia mencabut pedangnya, akan tetapi tahu-tahu tangan kanan nona itu telah memegang sebatang pedang yang tajam berkilau.
"Manusia sombong yang membuka mulut besar, kau keluarlah dan mari kaurasakan tajamnya pedangku!" katanya sambil menggunakan telunjuk kiri menuding ke arah Boan Sip!
Tan Bu maju selangkah dan mengangkat kedua tangan sambil berkata,
"Bukankah engkau ini Ang I Niocu" Ah, sudah lama aku mendengar namamu yang besar, maka alangkah beruntungnya hari ini dapat menyaksikan kelihaianmu. Jangan kauhiraukan Boan-sute yang memang berdarah panas, dan marilah kita mencoba-coba kepandaian!"
Ang I Niocu terpaksa menghadapi Tan Bu.
"Orang she Tan! Sungguh harus disesalkan bahwa orang yang memiliki kepandaian seperti engkau ini telah berlaku sembrono dan mengacau pesta orang lain."
"Ang I Niocu kita sama-sama orang luar dan peduli apa sama segala urusan remeh" Yang terpenting bagi kita sekarang ialah mencoba kepandaian masing-masing pada kesempatan yang baik ini, untuk meluaskan pengetahuan."
"Baiklah, kalau engkau menghendaki demikian. Nah, engkau majulah!" Ang I Niocu lalu membuat gerakan yang indah dan lemah gemulai dengan pedangnya hingga semua penonton bertepuk tangan kagum. Tan Bu maklum akan kelihaian lawan, maka ia segera mendahului, dan mengirim serangan kilat dengan toyanya yang hebat. Akan tetapi, dengan menari indah Ang I Niocu mudah saja menghindarkan diri dari serangan dan menghadapi lawan tangguh ini dengan tenang dan dengan tarian indah sekali hingga keduanya merupakan dua orang mahluk yang sangat berbeda.
Para penonton merasa kagum sekali dan belum pernah seumur hidupnya mereka
menyaksikan seorang gadis cantik menghadapi ilmu silat toya yang ganas itu dengan hanya menari-nari, akan tetapi sedikit pun tidak kena terpukul! Tidak hanya para penonton yang kurang paham ilmu silat, bahkan Lin Lin, Pek I Toanio, Kwee An, dan yang lain memandang dengan melongo dan kagum. Juga Biauw Suthai nampak mengangguk-anggukkan kepala
sambil menggunakan sebelah matanya memandang dengan penuh perhatian.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
160 Akan tetapi kegembiraan mereka tercampur kekuatiran karena ilmu toya Tan Bu benar-benar hebat dan dahsyat. Perwira yang kosen ini karena tahu bahwa kepandaian Ang I Niocu sangat tinggi dan lihai, lalu mengeluarkan ilmu toyanya yang paling hebat dan berbahaya, jauh lebih hebat dari pada ketika ia menghadapi Pek I Toanio tadi. Oleh karena ini diam-diam Ang I Niocu merasa terkejut juga dan tak pernah disangkanya bahwa sebenarnya Tan Bu memiliki kepandaian ilmu toya setinggi ini. Ia bertempur dengan hati-hati sekali dan selama itu belum pernah membalas dengan desakan, hanya mempertahankan diri sambil memperhatikan dan mempelajari gerakan lawan.
Melihat keragu-raguan Ang I Niocu ini, Cin Hai merasa tidak puas sekali. Dia yang telah mempunyai pengertian pokok rahasia segala macam ilmu silat, telah memiliki pemandangan tajam dan tahu bahwa gerakan-gerakan toya Tan Bu sebenarnya hanyalah ganas dan dahsyat karena toya itu selain berat, juga orang she Tan itu memiliki tenaga besar dan kalau saja Ang I Niocu mengeluarkan kegesitannya, maka Nona Baju Merah itu tak akan sukar mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, maka diam-diam Cin Hai lalu mengeluarkan sulingnya.
Lin Lin yang duduk tidak jauh dari Cin Hai, dan semenjak tadi seringkali mengerling ke arah pemuda yang sangat menarik hatinya itu, menjadi kaget dan heran, lalu tak dapat ditahan lagi mengajukan pertanyaan, "Eh, Engko Hai, mengapa kaukeluarkan sulingmu pada saat seperti ini?" Ia bertanya sambil tersenyum geli.
Cin Hai juga tersenyum dan jawabannya menghilangkan senyum gadis yang menjadi sangat terheran itu ketika mendengar Cin Hai berkata,
"Aku meniup suling untuk mengiringi tarian Niocu."
Sebelum Lin Lin dapat bertanya lanjut, Cin Hai telah meniup suling maka tiba-tiba terdengarlah tiupan suling yang merdu di ruangan itu. Semua orang menjadi heran sekali dan Kwee Tiong memandang kepada Cin Hai dengan marah. Ia anggap pemuda ini benar-benar tolol dan tidak pantas menyuling! Ia melangkah maju dan hendak melarang Cin Hai
menyuling, akan tetapi Lin Lin memandang kepada Kwee Tiong dengan mata dilebarkan dan berkata,
"Engko Tiong, biarkan saja dan jangan ganggu dia!" Kwee Tiong merasa mendongkol sekali, akan tetapi semenjak adik perempuannya ini kembali membawa kepandaian yang tinggi, ia tunduk dan tidak berani melawan. Ia hanya memandang dengan mata marah kepada Cin Hai yang masih menyuling dengan asyiknya.
Akan tetapi, tiba-tiba ketika suara suling Cin Hai makin keras, nyaring dan meninggi, terdengar seruan-seruan orang menyatakan terkejut dan kagum. Ketika Kwee Tiong
memandang kepada mereka yang bertempur, ia pun menjadi silau karena ternyata tubuh Ang I Niocu telah lenyap dan kini gadis itu berubah bayang-bayang merah yang berkelebat ke sana ke mari dengan luar biasa sekali! Lin Lin memandang kagum dan diam-diam ia memuji ilmu pedang yang tiada taranya dalam hal keindahan itu. Juga, Biauw Suthai merasa kagum dan diam-diam nenek tua yang lihai ini mengerling ke arah Cin Hai. Ia tahu bahwa suara suling itu tepat sekali mengiringi semua gerakan Ang I Niocu dan seakan-akan suara suling itulah yang menuntun dan membuat gerakan Dara Baju Merah itu menjadi demikian luar biasa! Oleh karena ini, diam-diam nyonya tua ini memperhatikan Cin Hai dan timbul dugaan di dalam hatinya bahwa pemuda ini hanya berpura-pura tolol, tetapi sebetulnya berkepandaian tinggi!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
161 Memang sebetulnya Ang I Niocu masih melayani lawannya dengan gerakan hati-hati sekali, tiba-tiba ia mendengar suara suling yang ditiup Cin Hai. Tiba-tiba hatinya berdebar girang dan timbul semangatnya. Suara suling itu baginya mempunyai pengaruh seakan-akan orang yang minum arak baik dan rasa hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan membuat
semangatnya bernyala-nyala. Ia lalu tersenyum manis dan tiba-tiba gerakan pedangnya berubah. Alangkah terkejutnya Tan Bu ketika melihat perubahan ini karena gerakan yang tadinya halus dan lemah gemulai dan hanya mengandalkan kelincahan tubuh dan kelemahan gerakan untuk menghindari serangannya, kini berubah menjadi ganas dan cepat laksana kilat menyambar! Kini Dara Baju Merah itu dengan sinar pedangnya melakukan serangan yang hebat, dan ia merasa betapa sinar pedang lawan ini mengurungnya dari segala jurusan hingga matanya menjadi kabur. Akan tetapi Tan Bu bukanlah orang lemah, dan ia memutar toyanya sedemikian rupa hingga toya ini merupakan benteng baja yang kuat dan yang melindungi seluruh tubuhnya!
Suara suling yang ditiup Cin Hai makin meninggi dan nyaring, maka makin cepat pulalah gerakan pedang Ang I Niocu hingga pada suatu saat terdengar suara kain terobek dan tiba-tiba Tan Bu melompat tinggi dan jauh. Bajunya telah terobek ujung pedang dari dada sampai ke lengan, akan tetapi hanya mendapat luka kulit saja di bagian lengannya yang mengeluarkan darah dan terasa perih.
"Ang I Niocu, sungguh kau benar-benar gagah dan nama besarmu bukan omong kosong
belaka!" Tan Bu memuji dan mengundurkan diri ke tempat kawan-kawannya di mana ia membalut lukanya setelah memberi obat.
Ang I Niocu setelah menyinipan kembali pedangnya, lalu dengan senyum lebar kembali ke tempat duduknya, di mana ia disambut oleh keluarga Kwee dengan pujian dan ucapan terima kasih.
"Niocu tarianmu hebat sekali!" kata Cin Hai tertawa-tawa.
"Hai-ji, terima kasih atas doronganmu dengan suling tadi," jawab Ang I Niocu sambil memandang wajah Cin Hai dengan senyum mesra.
Diam-diam Lin Lin memperhatikan mereka berdua ia heran sekali mengapa dada kirinya merasa tidak enak melihat betapa mesra pandangan mata Ang I Niocu kepada Cin Hai dan betapa akrab hubungan mereka berdua. Akan tetapi ia heran sekali mendengar sebutan-sebutan mereka. Ang I Niocu menyebut Cin Hai dengan sebutan Hai-ji atau anak Hai!
Sebetulnya, sampai di manakah hubungan kedua orang ini" Ia belum mendapat kesempatan untuk bicara banyak dengan Cin Hai.
Pada saat itu dari pihak perwira Sayap Garuda, perwira ke empat maju sambil mengangkat dada dan berkata,
"Kami harus mengakui bahwa saudara kami Tan Bu telah dikalahkan oleh kepandaian Ang I Niocu yang benar-benar lihai. Sekarang aku yang bodoh hendak minta pengajaran dari keluarga Kwee yang gagah perkasa, dan kalau di antara keluarga Kwee tidak ada yang berani maju, barulah aku terpaksa melayani orang-orang luar yang membela Kwee-enghiong!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
162 Perwira ke empat ini bernama Un Kong Sian dan kepandaiannya sangat tinggi karena sebenarnya ia adalah saudara termuda dari Santung Ngo-hiap atau Lima Jago Dari Santung yang kesemuanya kini menjadi perwira-perwira, kelas tertinggi di kota raja! Un Kong Sian ini bertubuh tinggi besar dan selain memiliki tenaga ginkang dan lweekang yang mengagumkan, ia juga memiliki tenaga gwakang yang mengagumkan. Di kota raja Un Kong Sian dan kakak-kakak seperguruan mendapat tugas melatih para perwira lain, hingga beleh dibilang bahwa ia menjadi seorang di antara guru-guru para perwira di kota raja. Oleh karena ini, maka dapat dibayangkan bahwa kepandaiannya tentu jauh lebih tinggi daripada yang lain-lain. Adapun Ma Ing, perwira ke lima yang menjadi suhengnya, adalah orang ke empat dari Santung Ngohiap, dan tentu saja kepandaian Ma Ing ini lebih tinggi daripada kepandaian Un Kong Sian.
Hanya ada sedikit perbedaan di antara kedua perwira tinggi ini. Un Kong Sian lebih memiliki kehebatan tenaga dan kekebalan, sebaliknya Ma Ing terkenal memiliki ilmu silat tinggi, permainan sepasang pedang yang hebat, dan kepandaian mempergunakan senjata rahasia mahir sekali.
Mendengar betapa Un Kong Sian menantang keluarga Kwee, Kwee An tak dapat menahan sabarnya dan ia lalu melompat maju sebelum dapat didahului orang lain,
"Biarlah aku yang muda dan tak tahu diri melayanimu," kata Kwee An dengan tenang.
Un Kong Sian telah melihat kepandaian Kwee An dan ia merasa sayang kepada pemuda yang sopan santun dan halus budi bahasanya ini maka ia berkata sambil tertawa,
"Anak muda, biarpun harus diakui bahwa engkau adalah murid seorang pandai, akan tetapi kepandaianmu belum matang dan jangan engkau sia-siakan jiwamu menghadapi aku."
Un Kong Sian adalah orang yang mempunyai kebiasaan bicara terus terang dan kasar maka kata-katanya seringkali menyakiti hati orang. Kali ini ucapannya tentu saja membuat Kwee An menjadi merah telinganya. Ia dipandang ringan sekali, maka sambil tersenyum ia pun menjawab,
"Terima kasih atas rasa sayangmu kepadaku, akan tetapi jiwaku yang tak berharga ini memang telah kusediakan untuk membela nama Ayahku. Sudahlah, kalau engkau memang memiliki kepandaian tinggi, keluarkan kepandaianmu itu hendak kulihat bagaimana
hebatnya!"
"Ha, ha! Engkau pemberani, juga, anak muda. Akan tetapi kalau nanti engkau terluka, jangan salahkan aku!"
Sehabis berkata demikian, Un Kong Sian lalu melempar jubah luarnya dan tampaklah kedua lengan tangan yang besar berurat dan yang berkekuatan luar biasa besarnya.
"Nah, majulah, anak muda!" kata Un Kong Sian. "Biarlah engkau berkenalan dengan
kepandaian Un Kong Sian!"
Mendengar nama ini, diam-diam Biauw Suthai terkejut dan memperhatikan karena ia kenal nama ini sebagai saudara termuda dari Santung Ngo-hiap, maka tentu saja kepandaian orang Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
163 ini sangat tinggi. Diam-diam ia menguatirkan keadaan Kwee An dan tak terasa lagi ia berkata kepada Cin Hai yang duduknya tidak jauh dari tempatnya,
"Un Kong Sian itu adalah ahli gwakang yang tinggi ilmu silatnya! Engkau carilah akal supaya Kwee-kongcu suka mengundurkan diri sebelum mendapat celaka!" Ternyata bahwa kalau lain-lain orang yang memiliki sepasang mata dapat ditipu oleh Cin Hai dan menganggap bahwa pemuda itu betul-betul tolol, adalah Biauw Suthai yang hanya memiliki sebuah mata saja segera dapat mengetahui bahwa Cin Hai adalah seorang pemuda yang banyak akalnya, maka sekarang ia minta kepada pemuda itu untuk mencegah Kwee An menghadapi Un Kong Sian!
Tiba-tiba setelah mendengar ucapan Biauw Suthai, Cin Hai berlari-lari sambil memegang sulingnya ke arah arena pertempuran dan pada saat itu Un Kong Sian dan Kwee An telah saling berhadapan dan hampir bergebrak.
"Mengetahui kepandaian lawan lebih dahulu baru melayani bertempur bukanlah tindakan gagah berani, tetapi hanya kelakuan seorang yang licin dan curang!" kata Cin Hai sambil menuding Un Kong Sian dengan sulingnya. "Hanya Co Cho saja yang mempunyai kelicinan dan kecurangan seperti itu!!" Co Cho yang dimaksud oleh Cin Hai itu adalah seorang tokoh cerita Sam Kok yang terkenal curang dan licin hingga banyak orang membenci dan
menghinanya, walaupun Co Cho adalah seorang yang terlalu cerdik.
Un Kong Sian menunda niatnya hendak menyerang Kwee An. Memang ia merasa benci dan mendongkol kepada Cin Hai karena gangguan tadi, maka ia lalu memandang dengan
dipelototkan. "Pemuda tolol! Gangguan apa lagi yang hendak engkau lakukan terhadapku?" bentaknya.
"Lekas engkau menyingkir sebelum kepalamu kuhancurkan!"
"Memang kau licin, lebih licin daripada Co Cho!" Cin Hai menyindir lagi, sedangkan Kwee An memandang kepada Cin Hai dengan tidak mengerti dan heran.
"Bangsat tolol, mengapa kau menyebut aku licin dan curang?" bentak Un Kong Sian.
"Engkau sudah melihat sampai di mana tingkat kepandaian Kwee An akan tetapi kami semua belum melihat tingkat kepandaianmu. Ini berarti sebuah kemenangan bagimu, karena kau dapat mengukur sampai di mana kepandaian lawanmu. Kalau kau memang gagah dan adil kau harus memperlihatkan dulu kegagahan dan tenagamu. Kalau kau bisa meniru perbuatanku barulah kau ada harga untuk melayani Kwee An yang gagah perkasa. Kalau tidak bisa, kau boleh pulang saja jangan mencoba mencari penyakit!" Semua orang yang hadir kali ini dibikin tercengang dan heran karena sungguh-sungguh mereka tidak mengerti maksud Cin Hai.
"Anak bodoh! Kau mempunyai kebisaan apakah" Coba perlihatkan, tentu aku sanggup
meniru dengan baik lagi!"
Cin Hai lalu meniup sulingnya sebentar, lalu berkata, "Nah, kau bisa tidak meniru kepandaianku tadi?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
164 Semua orang tertawa geli melihat kebodohan yang tolol ini, sedangkan Un Kong Sian marah sekali sampai membanting-banting kaki.
"Tolol! Kepandaian meniup suling saja apakah artinya" Aku tidak sudi menirunya. Kalau kau memperlihatkan demonstrasi atau ilmu silat, baru aku mau menirunya."
"Ha, ha, agaknya kau bertenaga seperti kerbau jantan! Baik, baik, coba keluarkan senjatamu!"
Biarpun merasa heran, akan tetapi Un Kon Sian lalu pergi mengambil senjatanya, yaitu sebuah toya yang beratnya lebih dari seratus kati. Inilah senjata perwira she Un yang benarbenar hebat itu.
"Nah, ini senjataku, kau mau apa?" bentaknya.
"Aku akan mainkan senjata ini dan kau boleh mencoba untuk menirunya," kata Cin Hai dengan gagah, lalu dengan sikap dibikin-bikin ia menerima toya besar dan hebat itu, mengangkat dengan kedua tangan dan mempergunakan sikap seakan-akan ia hampir tidak kuat mengangkat toya itu. Semua orang tertawa geli dan Kwee An memandang dengan wajah pucat. Tak ia sangka bahwa Cin Hai setolol ini.
"Celaka, budak tolol itu kali ini benar-benar membikin malu kita!" kata Kwee Tiong dengan mendongkol sekali. Tetapi Cin Hai lalu memutar toya itu beberapa kali dan aneh! Ketika ia memutar toya itu, terdengarlah suara mengaung yang hebat. Setelah Cin Hai menghentikan putaran toya dan mengembalikannya kepada Un Kong Sian dengan napas terengah-engah, maka berhentilah suara mengaung itu.
"Nah, coba kautiru perbuatanku tadi. Hendak kulihat apakah tenagamu sebesar tenagaku!"
Kembali semua orang tertawa, akan tetapi mereka masih merasa heran mengapa Cin Hai dapat memutar toya sampai mengeluarkan suara mengaung, padahal baru mengangkat saja sudah hampir tidak kuat. Sebenarnya, dengan diam-diam Cin Hai menyembunyikan sulingnya di belakang toya dan ketika ia memutar toyanya, dengan khikang yang tinggi ia meniup ke arah lubang suling itu hingga menerbitkan suara mengaung.
Un Kong Sian menerima toyanya dan memutarnya begitu cepat hingga mendatangkan angin keras, akan tetapi mana bisa toya itu mengaung seperti suling ditiup! Paling hebat toya itu hanya mengeluarkan suara mengiuk saja.
"Aha, engkau kurang kuat, sobat! Engkau tidak bisa memutar toyamu sampai mengeluarkan angin mengaung!"
"Bangsat tolol!" Un Kong Sian marah sekali, lalu ia gunakan tenaganya menancapkan toyanya yang berat itu ke lantai, dan toya itu menancap sampai setengahnya di lantai yang keras itu! "Lihatlah tenagaku dan siapa yang dapat mencabut toya ini, barulah berharga melayani aku!" Kwee An terkejut sekali melihat kehebatan tenaga gwakang ini dan inilah yang dimaksudkan oleh Cin Hai.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
165 "Aha, benar-benar engkau hebat, Un-ciangkun. Engkau seperti Thio Hwie!" Thio Whie adalah seorang tokoh yang gagah dan kuat sekali dalam cerita Sam Kok. "Di dalam ruangan ini hanya satu orang saja yang dapat menandingi engkau dan orang itu bukanlah Kwee An yang masih muda belia ini!"
"Cin Hai, engkau mundurlah. Biarpun Un-ciangkun kuat dan gagah, aku yang bodoh masih akan mencoba minta pelajarannya," kata Kwee An dengan berani karena anak muda ini tentu saja tidak sudi memperlihatkan rasa jerih terhadap lawannya.
"Nah, mundurlah pemuda tolol! Kwee-kongcu ini jauh lebih berani dan gagah daripada engkau yang hanya pandai bicara dan mengacau!" kata Un Kong Sian.
"Eh, eh mana bisa! Engkau sudah berkata bahwa yang bisa mencabut toya inilah yang hendak engkau layani."
"Akan kucoba untuk mencabutnya!" Kata Kwee An sambil melangkah maju. Cin Hai
menjadi bingung dan sibuk. Celaka, tak disangkanya bahwa Kwee An sekeras itu hatinya dan ia percaya Kwee An pasti akan dapat mencabut toya itu. Maklum akan peringatan Biauw Suthai dan tahu pula betapa bahayanya bagi Kwee An menghadapi orang she Un ini, karena orang she Un ini mempunyai muka yang membayangkan kekejaman, tanda bahwa hatinya telengas sekali, maka jika mereka bertempur, banyak bahayanya Kwee An akan terluka atau terbunuh! Ia lalu melangkah maju dan berkata,
"Nanti dulu! Aku tadi telah berkali-kali dihinanya, biarkan aku mencoba dulu untuk mencabut toya ini! Apa sih susahnya mencabut kayu gapuk ini?"
Dengan lagak dibuat-buat Cin Hai menghampiri toya itu, sedangkan Un Kong Sian lalu melangkah mundur dan memandang dengan mata menghina dan kedua lengan tangan
bersilang. Cin Hai pura-pura mengerahkan tenaga mencabut. Akan tetapi, jangan kata tercabut, tergoyang pun tidak toya itu. Semua orang yang menonton tertawa geli dan kini mereka mentertawakan Cin Hai yang mukanya menjadi pucat. Sebenarnya, Cin Hai betul-betul telah mengerahkan tenaga, akan tetapi tenaga lweekang yang disalurkan di kedua tangannya, hingga diam-diam tanpa diketahui siapa pun ia telah dapat mematahkan ujung toya yang terpendam di lantai.
Ia lalu bangun dan menjura kepada Un Kong Sian. "Tenagamu betul-betul hebat. Aku tidak kuat mencabut!" katanya sambil terengah-engah.
Kwee An merasa malu sekali melihat sikap Cin Hai. Dengan penasaran ia hendak mencuci malu di pihaknya yang ditimbulkan oleh Cin Hai. Ia melangkah maju dan membetot toya itu.
Alangkah hebatnya ketika ia dapat membetot keluar toya itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga.
Tepuk sorak riuh menyambut kejadian ini dan semua orang memuji tenaga Kwee An yang dianggap luar biasa dan besar sekali, sedangkan Un Kong Sian juga memandang pucat. Tak mungkin pemuda itu memiliki tenaga sedemikian hebatnya. Juga Cin Hai bertepuk-tepuk gembira sambil tertawa dan sama sekali tidak menghiraukan pandangan mata Kwee An yang menyelidik dan ditujukan kepadanya dengan penuh kecurigaan.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
166 Tiba-tiba Un Kong Sian mengangkat kedua tangannya ke atas dan merampas toyanya lalu mengangkat tinggi-tinggi. "Cuwi sekalian lihatlah! Kwee-kongcu ini tidak mencabut keluar toyaku, akan tetapi ia telah mematahkannya! Tentu saja hal ini tidak aneh."
Kwee An tercengang lagi. Ia sama sekali tidak mematahkan toya itu, tetapi benar saja, ketika ia memandang, ternyata bahwa ujung toya itu telah patah. Kini ia dapat menduga bahwa sengaja Cin Hai mencegahnya bertempur melayani orang she Un ini. Akan tetapi, benarkah Cin Hai demikian lihai, dan apa maksudnya bertempur melawan Un Kong Sian"
"Betul, betul!" kata Cin Hai dengan suara keras. "Ujung toya itu telah patah. Terang bahwa Kwee An tidak dapat mencabut toya itu, maka tidak pantas melayanimu. Ada orang lain yang lebih tepat menghajarmu."
Bukan main marahnya Un Kong Sian karena toyanya telah patah. "Siapa dia" Suruh maju lekas!" bentaknya. "Sabarlah orang she Un. Kalau kau mencari lawan, pinni bersedia melayanimu!" Dan tahu-tahu Biauw Suthai telah berada di situ. Cin Hai cepat membetot tangan Kwee An dan dibawa pergi dari situ.
"Aku hanya melakukan perintah Biauw Suthai." bisik Cin Hai menjawab pandangan mata Kwee An yang penasaran dan curiga kepadanya.
Sementara itu, ketika melihat seorang tokouw yang berwajah buruk dan mengerikan berdiri di depannya, Un Kong Sian lalu merangkapkan kedua tangan dan bertanya,
"Siapakah Toa-suthai yang hendak memberi pelajaran kepadaku?"
"Orang-orang memanggilku Biauw Suthai." Diam-diam hati Un Kong Sian berdebar karena ia telah mendengar nama besar Biauw Suthai, akan tetapi ia sama sekali tidak merasa jerih.
"Kebetulan sekali. Telah lama aku mendengar nama Biauw Suthai yang tersohor dan ingin sekali merasai kelihaiannya. Tidak tahu Suthai hendak bertempur dengan tangan kosong atau dengan senjata?"
"Toyamu telah patah, maka tidak adil kalau pinni mengajak kau bermain senjata."
"Bagus, kalau begitu marilah kita menguji kepandaian tangan!" Tanpa banyak cakap lagi Un Kong Sian lalu maju menyerang dan kedua tokoh persilatan yang memiliki kepandaian tinggi itu segera bertempur dengan seru.
Dalam hal ilmu silat, Biauw Suthai memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan pengalaman pertempuran yang luas, akan tetapi terhadap Un Kong Sian yang memiliki tenaga hebat itu, ia telah bertemu dengan tandingannya. Gerakan pukulan kedua orang ini mendatangkan angin dan membuat para penonton menahan napas. Juga Cin Hai tidak berani berjenaka lagi karena ia maklum betapa kepandaian kedua orang itu benar-benar hebat dan masing-masing
menghadapi lawan yang berat sekali. Setelah bertempur puluhan jurus, Biauw Suthai yang lihai itu telah dapat memukul dua kali kepada pundak dan dada lawannya, akan tetapi kekuatan tubuh Un Kong Sian demikian hebat hingga perwira itu hanya terhuyung saja dan terus nekad menyerang lagi. Cin Hai merasa terkejut karena ia maklum bahwa biarpun di luar Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
167 tidak kelihatan terluka parah dikarenakan kekebalan orang itu, akan tetapi pukulan Biauw Suthai yang disertai tenaga lweekang ini tentu telah mendatangkan luka di sebelah dalam.
Juga Biauw Suthai merasa sangat penasaran. Ia gemas sekali melihat kenekatan orang yang sudah terang mendapat luka, maka ia lalu menyerang makin hebat. Pada suatu saat, ketika Biauw Suthai mendapat kesempatan baik, tokouw itu lalu menggunakan jari tangannya menotok ke arah iga kiri Un Kong Sian, akan tetapi alangkah terkejutnya ketika lawannya itu sama sekali tidak menangkis atau berkelit, bahkan berbareng pada saat itu juga membalas menyerang dengan pukulan Ular Putih Menyambar Burung! Pukulan tangan kanan Un Kong Sian dengan hebatnya mengarah leher Biauw Suthai.
Gerakan kedua orang ini cepat sekali hingga tak mungkin dihindarkan lagi. Biauw Suthai memiringkan tubuh hingga totokannya tidak mengenai tepat, juga pukulan Un Kong Sian meleset dan mengenai pundaknya. Akan tetapi pukulan kedua orang ini cukup hebat untuk membuat keduanya terpental mundur. Biauw Suthai dapat berdiri tegak lagi dengan napas memburu dan wajah pucat, sedangkan Un Kong Sian terhuyung-huyung ke belakang sambil tertawa seram, kemudian ia roboh sambil memuntahkan darah.
Kawan-kawan Un Kong Sian segera maju dan menggotong perwira ini, sedangkan Lin Lin cepat meloncat menghampiri dan menuntun gurunya kembali ke tempat duduknya. Tokouw ini lalu mengeluarkan sebungkus obat putih dari saku bajunya dan minum obat itu dengan segelas air. Kemudian tokouw yang baik budi ini mengeluarkan tiga butir pil merah dan menyuruh Cin Hai memberikan pil itu kepada Un Kong Sian.
Akan tetapi pemberian obat itu ditolak oleh Ma Ing yang sudah menyediakan obatnya sendiri guna sutenya, kemudian Ma Ing dengan muka merah karena marah maju ke kalangan.
"Di pihak kami hanya aku seorang. Hayo kau keluarkan jago-jagomu, Kwee-enghiong, dan kita sudahi adu kepandaian ini!"
Kwee In Liang menjadi bingung sekali. Ia maklum bahwa kepandaian Ma Ing ini tinggi sekali dan setelah Biauw Suthai terluka, siapa lagi yang diharapkan bantuannya untuk menghadapi Ma Ing" Ma Ing agaknya tahu pula pihak keluarga Kwee sudah kehabisan jago maka dengan sombongnya ia berkata,
"Kalau di pihak tuan rumah tidak ada jago yang berani menghadapi aku seorang diri, boleh kamu semua maju berbareng. Boleh kalian lihat aku Ma Ing seorang diri cukup untuk melayani kamu sekeluarga!"
Biarpun kepandaian Kwee Tiong dan adik-adiknya belum tinggi, akan tetapi mendengar ucapan sombong ini, sambil berseru keras mereka meloncat maju berbareng! Kwee Tiong, Kwee Sin, Kwee Bun, Kwee Siang sambil memegang pedang maju dan serentak menyerang tanpa dapat dicegah lagi! Ma Ing mengeluarkan suara menghina dan sekali tubuhnya bergerak, sepasang tangan dan kakinya menendang dan dalam beberapa gebrakan saja empat batang pedang di tangan Kwee Tiong dan adik-adiknya terpental ke atas lantai! Dengan kaget sekali Kwee Tiong dan adik-adiknya melompat mundur sambil memegangi tangan mereka yang kena pukulan dan tendangan!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
168 "Ha-ha-ha-ha! Segala tikus kecil berani mengganggu kumis macan?" Ma Ing menyindir.
Sikap dan kata-katanya yang sombong ini memanaskan hati Ang I Niocu dan Kwee An.
Kedua orang ini tanpa berjanji lebih dulu, tahu-tahu meloncat berbareng dan dengan pedang di tangan mereka berdua menyerang Ma Ing! Ma Ing lalu mencabut pedangnya dan
bertempurlah tiga orang ini. Menghadapi keroyokan Kwee An dan Ang I Niocu yang
memiliki kiam-hoat bagus itu, Ma Ing tidak berani main-main dan melayani dengan sengit dan sebentar saja ia dapat mendesak kedua anak muda!
Kwee Tiong dan adik-adiknya kembali ke tempat semula dan Kwee Tiong merasa marah dan sebal melihat betapa Cin Hai memandannya dengan tersenyum dan betapa pemuda itu dengan enaknya duduk memegang-megang sulingnya! Orang lain sibuk melayani musuh, akan tetapi pemuda tolol itu hanya tersenyum mentertawakannya.
"Kenapa kau tertawa?" tegurnya.
"Aku kagum melihat kelihaian orang she Ma itu yang dengan sekali bergerak saja dapat merampas pedang kalian berempat!" jawab Cin Hai.
Kwee Tiong marah sekali dan kalau ia tidak ingat bahwa di situ banyak orang, tentu ia sudah mengirim kepalannya ke arah Cin Hai. "Kau sendiri orang tolol hanya duduk diam dan kalau bergerak hanya menimbulkan malu, coba lihat Kwee An. Ia pantas sekali bertempur bersama Nona itu melayani musuh. Tidak seperti engkau! Engkau tentulah menjadi pelayan dari Ang I Niocu, bukan?"
"Tiong-ko, jangan kau menghina orang!" Lin Lin menegur kakaknya sambil mendekati Cin Hai. "Engko Hai, Ang I Niocu dan Engko An terdesak, apa daya kita?"
Cin Hai memandang kepada Lin Lin dengan senyum manis. "Adikku yang baik, apakah kau ingin melayani orang she Ma itu?"
Lin Lin mengerutkan alisnya yang bagus. Ia sungguh tidak segera mengerti maksud kata-kata Cin Hai ini. "Ah, sedangkan Ang I Niocu dan Engko An yang memiliki kepandaian tinggi masih terdesak olehnya, apalagi aku! Kulihat kepandaian orang she Ma itu tidak di sebelah bawah guruku!"
Cin Hai bangun dari duduknya. "Lin-moi, kausiapkan pedangmu dan mari kau kuantar melawan orang she Ma itu. Kalau kau tidak dapat merobohkannya jangan kaupanggil aku Engko Hai lagi!" kata-katanya disertai senyum mesra kepada gadis yang masih
memandangnya dengan mata terbelalak. "Lin Lin benarkah kau tidak percaya kepadaku?"
tanya Cin Hai sungguh-sungguh.
"Aku percaya kepadamu, Hai-ko. Mari kita maju!"
Lin Lin dan Cin Hai lalu maju ke kalangan pertempuran.
"Niocu! Saudara Kwee! Kalian mundurlah biar aku dan Adik Lin Lin menggantikanmu!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
169 Mendengar kata ini, Ma Ing menunda serangannya karena heran sekali mendengar bahwa pemuda tolol itu hendak maju. Dan kesempatan ini digunakan oleh Ang I Niocu dan Kwee An untuk melompat mundur ke belakang.
"Hai-ji, ia lihai sekali, jangan kau main-main!" kata Ang I Niocu kepada Cin Hai.
"Lin Lin dia bukan lawanmu!" kata Kwee An memperingatkan Lin Lin.
Akan tetapi, baik Cin Hai maupun Lin Lin tidak mempedulikan peringatan ini. Lin Lin mencabut pedangnya dan maju bersama-sama Cin Hai yang memegang sulingnya.
"Eh orang she Ma! Apa kau berani menghadapi aku dan Kwee-siocia ini?"
"Ha, ha, ha! Orang tolol! Kau agaknya sudah bosan hidup! Ingat, kali ini aku tidak mau mengampuni kau pengacau ini. Majulah! Jangankan baru kalian berdua, biar kau tambah seratus orang lagi, aku Ma Ing takkan gentar."
"Nah, kau bersiaplah!" kata Cin Hai dan ia menggerakkan sulingnya dengan sembarangan menusuk ke arah dada Ma Ing! Ma Ing segera melangkah mundur dan tertawa bergelak-gelak.


Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bersenjata suling" Ha, ha! Ah, kau benar-benar sudah gila, anak muda. Tukarkan senjatamu dengan pedang atau lain senjata tajam."
"Tak usah, orang sombong. Aku tak akan melukaimu karena yang akan menyerangmu hanya Kwee-siocia ini, aku hanya menghalangi serbuanmu saja untuk apa menggunakan senjata tajam?"
Tidak hanya Ma Ing, akan tetapi semua orang yang berada di situ menggeleng-gelengkan kepala karena menyangka bahwa benar-benar Cin Hai sudah gila! Hanya Biauw Suthai seorang yang berkata kepada Kwee Tiong yang membanting-banting kaki melihat lagak Cin Hai, "Kwee-kongcu, kau tenanglah karena sekarang Ma Ing benar-benar akan kehilangan muka!" Kwee Tiong heran sekali mendengar kata-kata ini akan tetapi terhadap guru Lin Lin ini tidak berani banyak cakap.
"Cuwi sekalian, semua orang hendaknya menjadi saksi bahwa pemuda gila ini mencari matinya sendiri. Aku takkan mengganggu Kwee-siocia akan tetapi kalau hari ini aku tak dapat membunuh anak gila ini, janganlah orang memanggil namaku Ma Ing lagi!" Setelah berkata demikian, Ma Ing lalu menyerang dengan pedangnya dan benar saja, ia menujukan
serangannya yang hebat itu kepada Cin Hai dengan sebuah tusukan kilat ke arah dada pemuda itu! Semua orang menjerit ngeri karena telah terbayang di depan mata betapa dada Cin Hai akan tertembus pedang, akan tetapi Cin Hai juga menjerit, "Aya..." sambil menggunakan gerakan Monyet Jatuh Dari Cabang, tubuhnya terhuyung ke belakang dengan gerakan
canggung, akan tetapi tubuhnya terluput dari pada tusukan pedang. Sambil terhuyung-huyung ini Cin Hai berkata,
"Wah, galak... galak...! Lin-moi, lekas kau serang dia!"
Lin Lin tak perlu diperintah lagi karena melihat desakan Ma Ing kepada Ciri Hai, ia sudah merasa khawatir sekali dan cepat mengirim serangan dengan pedangnya. Ma Ing hendak menangkis akan tetapi tiba-tiba Cin Hai meniru gerakannya tadi dan menusuk ke arah Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
170 punggungnya dengan suling itu. Terpaksa Ma Ing mengelak dari serangan Lin Lin dan cepat memutar tubuh menghadapi Cin Hai lagi dan hendak membacok suling itu dengan pedang, akan tetapi tiba-tiba suling yang ditusukkan itu dirobah lagi dan kini Cin Hai juga membacok ke arah lengan tangan Ma Ing yang memegang pedang. Gerakan pemuda ini sama betul dengan gerakannya dan tiba-tiba tangan Ma Ing terpukul oleh suling yang dibacokkan itu. Ma Ing terkejut sekali karena biarpun suling itu hanya terbuat dari pada bambu, akan tetapi tangannya merasa sakit sekali. Ia cepat memutar pedangnya dan menyerang Cin Hai dengan serangan kilat, akan tetapi, tiba-tiba ia memandang dengan mata terbelalak, karena Cin Hai juga bersilat persis ilmu silatnya sendiri.
Orang-orang yang menonton menjadi terheran-heran dan menganggap bahwa Cin Hai hanya meniru-niru gerakan Ma Ing, akan tetapi Ma Ing sendiri hampir tak dapat mempercayai matanya karena gerakan Cin Hai malah lebih sempurna daripada gerakannya sendiri. Maka ia cepat meloncat mundur dan berseru.
"Tahan dulu! Ehh, pemuda tolol, sebenarnya kau ini murid siapakah dan darimana kau dapat mainkan Pek-coa-kiam-hoat?" Pek-coa-kiam-hoat adalah ilmu pedang yang dimainkan oleh Ma Ing tadi.
Cin Hai pura-pura memandang heran. "Orang she Ma, mengapa kau masih bertanya lagi"
Aku mempelajari ilmu pedang ini darimu sendiri!"
"Bangsat penipu! Kapan aku memberi pelajaran kepadamu?" Ma Ing berseru marah,
"Bukankah baru saja kau telah memperlihatkan ilmu pedangmu?" jawaban Cin Hai ini memang sebenarnya saja, karena ilmu silat apapun juga jika dipergunakan untuk
menyerangnya, maka otomatis ia akan dapat menirunya karena ia telah kenal akan pokok-pokok dasar segala macam gerakan silat.
"Anak muda, ternyata kau hanya berpura-pura tolol saja. Kalau kau memang laki-laki, jangan maju keroyokan. Aku kuatir kalau sampai salah tangan dan melukai Kwee-siocia," kata Ma Ing.
Cin Hai memandang kepada Lin Lin. "Mundurlah kau, Adik Lin, monyet tua ini takut kepada pedangmu, biariah aku yang melayaninya sendiri!"
"Tapi, Hai-ko..." kata Lin Lin ragu-ragu karena ia merasa kuatir sekali.
Tiba-tiba Cin Hai mengejapkan matanya kepada gadis itu dan mulutnya tersenyum. "Tidak percaya kau kepadaku?" Gadis itu tak menjawab, lalu mengangsurkan pedangnya.
"Kaupakailah pedangku, Hai-ko!"
"Tak usah, Adikku, cukup dengan suling saja. Kalau perlu, aku sendiri pun sudah
mempunyai sebatang pedang."
Lin Lin mengundurkan diri tetapi berdiri di pinggir kalangan untuk menjaga kalau-kalau Cin Hai berada dalam bahaya. Ma Ing lalu mengeluarkan seruan keras dan tiba-tiba memutar Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
171 pedangnya bagaikan kitiran cepatnya sehingga pedang itu berubah menjadi segulungan sinar keputih-putihan yang menyerbu ke arah Cin Hai.
"Bagus!" Cin Hai berseru dan ia lalu mengikuti gerakan lawan itu. Tubuhnya mencelat ke sana ke mari dan suling diputar hingga ketika ada angin memasuki lubang suling itu, terdengarlah bunyi melengking yang aneh dan lucu.
Baru sekarang semua penonton maklum bahwa pemuda ketololan ini sesungguhnya lihai sekali. Mereka bersorak-sorak karena heran dan kagum dan keadaan menjadi ramai dan riuh rendah sekali. Bahkan Kwee In Liang, Pek I Toanio, Biauw Suthai dan yang lain-lain lalu berdiri dari tempat duduk mereka agar dapat menonton lebih jelas! Sebaliknya, Kwee Tiong dan adik-adiknya lalu berdiri melongo penuh keheranan. Kwee An mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata, "Ah, kepandaian Cin Hai sepuluh kali lebih tinggi daripada kebisaanku."
Ma Ing merasa pusing sekali karena ia tak berhasil mendesak kepada Cin Hai. Jangankan mendesak, menyerang pun sukar baginya, karena pemuda itu dengan aneh sekali telah mengetahui semua rahasia penyerangannya sebelum serangan itu sempat dilakukan. Tiap kali apabila pedangnya berkelebat hendak menyerang, selalu Cin Hai mendahuluinya dengan sulingnya ke arah pundak atau sambungan sikunya hingga serangan-serangannya itu gagal sebelum dilancarkan. Sungguh aneh. Dan yang lebih gila, tiap serangan dibalas oleh Cin Hai dengan serangan yang sama pula.
Ma Ing merasa penasaran sekali. Ia menganggap bahwa pemuda ini tentulah ahli dalam ilmu Pedang Pek-coa-kiam-hoat, maka tiba-tiba ia merubah gerakan pedangnya dan memainkan limu Pedang Pat-sian-kiam-hoat. Akan tetapi, lagi-lagi ia kecele, karena pemuda itu pun telah kenal baik ilmu pedang ini dan dapat melakukan ilmu pedang ini dengan sama sempurna! Ia mengubah-ubah terus ilmu silatnya, dari ilmu silat yang terendah sampai yang tertinggi karena Ma Ing memang memiliki banyak sekali ilmu silat yang lihai, akan tetapi kini ia benarbenar tidak mengerti, karena baru saja ia mengganti gerakannya, tiba-tiba pemuda itu pun mengganti ilmu silatnya yang sama dan sedikit pun tidak berbeda. Masih seperti tadi, tiap-tiap serangannya tentu dibalas dengan serangan semacam pula. Ma Ing merasa seakan-akan ia sedang bertempur melawan bayangannya sendiri di dalam cermin. Dan yang lebih celaka lagi, Cin Hai agaknya mempermainkannya, karena telah beberapa kali suling itu berhasil memukulnya dengan perlahan di kepala, punggung, pundak, dan lain-lain bagian tubuh lagi. Biarpun pukulan ini perlahan sekali, akan tetapi cukup terasa pedas dan yang lebih terasa perih adalah perasaan di dalam hatinya.
"Orang she Ma, sudah beberapa kali engkau kukemplang dengan suling, masih belum mau kalahkah engkau?" Cin Hai bertanya dengan ejekannya, sedangkan sorak-sorai penonton makin riuh karena sungguh-sungguh mereka sama sekali tak pernah menyangka bahwa
pemuda tolol itu benar-benar berkepandaian sedemikian tingginya hingga berhasil
mempermainkan Ma Ing! Juga Biauw Suthai kini benar-benar kagum sekali dan menyatakan kekagumannya itu dengan kata-kata hingga terdengar oleh Ang I Niocu dan gadis itu berkata kepadanya.
"Tidak heran bahwa ia demikian lihai, karena ia adalah murid tunggal dari Bu Pun Su Susiok-couw!" Mendengar ini, terkejutlah Biauw Suthai dan tokouw ini mengangguk-angguk maklum.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
172 Mendengar ejekan Cin Hai, Ma Ing makin marah dan menyerang dengan nekad. Tiba-tiba Cin Hai lalu berkata, "Ah, aku sudah bosan, Ma-ciangkun! Biarlah engkau lelah sendiri, aku hendak mengaso!" Setelah berkata demikian Cin Hai lalu duduk bersila di tengah kalangan itu sambil meramkan mata seperti orang bersamadhi! Semua orang merasa heran sekali hingga memandang dengan mata terbelalak tak pernah berkejap karena mereka tidak percaya bahwa Cin Hai hendak menghadapi lawannya dengan duduk bersila sambil meramkan mata!
Juga Ma Ing merasa ragu-ragu, akan tetapi karena ia telah merasa lelah sekali dan hatinya terasa sakit dan mendongkol karena telah dipermainkan, ia menjadi mata gelap. Dengan mengertak gigi, ia lalu membacok ke arah kepala Cin Hai yang sedang duduk bersila sambil meramkan mata itu. Kwee An bergerak hendak melompat dan menolong Cin Hai, akan tetapi ia ditahan oleh Biauw Suthai, dan Ang I Niocu yang telah mengetahui kelihaian Cin Hai. Juga Lin Lin telah siap dengan pedangnya, akan tetapi tiba-tiba suling di tangan Cin Hai digerakkan dan suling itu tidak menangkis pedang yang menyambar kepalanya, bahkan mendahului gerakan Ma Ing! Terpaksa Ma Ing menahan gerakannya dan membacok dengan hebat ke arah pundak Cin Hai. Akan tetapi, dengan mata masih meram, sekali gerakkan pundak saja pemuda itu telah berhasil mengelit bacokan itu sambil berkata perlahan, "Ah, Ma-ciangkun, engkau telah mendapat luka dalam, masih belum insafkah engkau?"
Ma Ing kaget sekali dan menahan pedangnya. Ia memang merasa betapa di dalam dadanya terasa panas dan yang membuatnya tak enak sekali, seperti orang yang mual dan hendak muntah.
"Rabalah iga kirimu dan engkau akan tahu!" kata Cin Hai lagi.
Ma Ing seperti dalam mimpi lalu menggunakan tangan kiri meraba iganya dan terkejutlah ia karena iganya terasa sakit sekali dan ketika ia merobek bajunya, ternyata di iga itu terdapat sebintik tanda merah sebesar jempol kaki! Ia maklum bahwa ia telah kena dilukai oleh Cin Hai, maka ia cepat menjura sambil berkata, "Sungguh mataku seperti buta dan tidak melihat besarnya Gunung Thai-san yang menjulang di depan mata. Sicu lihai sekali jadi aku merasa takluk. Tidak tahu siapakah sebenarnya Sicu ini, dan murid siapakah?"
Cin Hai lalu menggunakan kepandaiannya hingga dalam keadaan bersila, tahu-tahu tubuhnya dapat mumbul ke atas. Inilah demonstrasi tenaga khikang yang jarang dipunyai oleh sembarang tokoh persilatan. Setelah berada di udara Cin Hai melepaskan kaki dan berdiri. Ia membalas pemberian hormat Ma Ing dan berkata sambil tersenyum,
"Ma-ciangkun, siauwte bukanlah orang yang ternama besar. Siauwte bername Cin Hai, she Sie dan orang memberi julukan kepada siauwte Pendekar Bodoh!"
Orang-orang tertawa dan memuji menyatakan heran dan kagum karena biarpun telah
memiliki kepandaian sehebat, itu, namun ternyata Cin Hai tidak menjadi sombong bahkan merendahkan diri serta bersikap ketolol-tololan.
"Kau sungguh pandai menyembunyikan kepandaian, Sicu. Siapakah nama Suhumu yang
mulia?" tanya Ma Ing lagi yang kini benar-benar telah mati kutu dan tidak berani bersikap sombong.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
173 "Suhuku lebih bodoh lagi daripadaku, ia tak memiliki kepandaian apa-apa." Ma Ing menjadi pucat mendengar ini, karena guru pemuda ini tentu kakek jembel Bt Pun Su yang berarti tidak punya kepandaian! Ia lalu menjura lagi dan berkata "Terima kasih atas pengajaranmu, biarlah lain kali kalau ada jodoh kita bertemu kembali." Ma Ing lalu mengajak kawan-kawannya pergi dari situ.
Setelah lima orang perwira itu pergi, semua orang lalu merubung dan memuji-muji Cin Hai.
Lebih-lebih Lin Lin, gadis ini tanpa malu-malu lagi lalu memegang tangan Cin Hai dan menariknya ke arah ayahnya.
"Ayah, coba lihat Engko Hai ini! Sejak pertama bertemu aku telah menduga bahwa ia memiliki kepandaian hebat!" kata gadis itu dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar.
Kwee In Liang hanya mengangguk-angguk dan dengan suara terharu berkata,
"Terima kasih, Hai-ji. Kau telah menyelamatkan kami sekeluarga."
Loan Nio memeluk keponakannya dengan girang dan terharu. Akan tetapi pada saat itu, dari luar terdengar seruan-seruan kaget dan tiba-tiba terdengar suara orang tertawa. Suara ini menyeramkan sekali dan Cin Hai juga merasa kaget sekali karena ia kenal suara ini! Ia cepat melepaskan diri dari pelukan bibinya dan melompat keluar. Ternyata di situ telah berdiri Hek Moko dan Pek Moko yang tertawa bagaikan dua orang gila!
"Ha, ha! Anak muda, kebetulan sekali kita dapat bertemu di sini. Engkau ternyata telah mewarisi kepandaian Bu Pun Su Si Kakek Gila. Marilah, kita main-main sebentar!"
"Ji-wi Locianpwe," kata Cin Hai dengan sabar dan suara sungguh-sungguh. "Kita tak pernah bermusuhan, untuk apa kita harus bermain-main yang hanya akan menimbulkan buah
tertawaan orang belaka?" Suara Cin Hai kini terdengar berpengaruh tidak seperti tadi ketika ia mempermainkan para perwira itu. Lin Lin dan Ang I Niocu tahu-tahu sudah berdiri di kanan-kirinya.
"Anak muda, tak perlu banyak cerewet!" Pek Moko membentak. "Gurumu telah berhutang kepada kami dan sekarang kaulah yang harus membayar!" Setelah berkata demikian, mereka berdua mencabut keluar pedang mereka yang mengerikan itu dan juga mereka mengeluarkan senjata tasbeh lalu menyerang dengan hebat ke arah Cin Hai! Terpaksa Cin Hai mencabut pedang pemberian suhunya dulu, yaitu Liong-coan-kiam, dan ia lalu menggerakkan
pedangnya meniru gerakan-gerakan lawannya itu! Tiga orang ini bertempur dengan hebat dan sebentar saja mereka bertiga lenyap dari pandangan mata dan hanya nampak debu mengepul dan tiga bayangan pedang bercampur menjadi satu! Melihat pertempuran yang luar biasa hebatnya ini, baik Lin Lin maupun Ang I Niocu tak berdaya untuk membantu karena kedua-duanya maklum bahwa jika mereka membantu, tidak hanya sangat berbahaya bagi mereka, bahkan itu takkan menolong Cin Hai, malah mungkin akan mengacaukan pertahanannya.
Ang I Niocu mengerling ke arah Lin Lin dan ia melihat betapa gadis muda ini meremas-remas kedua tangannya dan dengan wajah pucat serta kedua mata basah dengan air mata memandang ke arah bayangan-bayangan yang bergulung-gulung itu! Ang I Niocu merasa betapa hatinya tiba-tiba menjadi perih seperti tertusuk pedang. Ia maklum bahwa gadis muda yang manis ini jatuh cinta kepada Cin Hai! Keperihan hati ini membuat ia menjadi nekad.
Dengan pedang di tangan ia menyerbu dan kini gulungan sinar pedang itu bertambah dengan sinar merah.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
174 "Niocu, kau mundur!" Terdengar seruan Cin Hai yang berpengaruh sekali. Tiba-tiba bayangan merah itu terlempar ketika pedangnya beradu dengan tasbeh Pek Moko, hampir saja ia mendapat celaka.
Setelah bertempur agak lama lagi, tiba-tiba terdengar teriakan ngeri dan tahu-tahu gulungan sinar pedang Hek Moko dan Pek Moko telah mengendur dan tiba-tiba kedua iblis itu sambil berteriak-teriak kesakitan lari dari situ! Cin Hai berdiri dengan wajah pucat dan pedang di tangan kanannya bergetar karena tangan yang memegang itu menggigil!
Ang I Niocu memburu, akan tetapi ia kalah dulu dengan Lin Lin. Gadis ini memeluk tubuh Cin Hai yang berdiri bagaikan patung itu sambil berseru berkali-kali,
"Engko Hai... Engko... Hai... kau kenapakah?"
Cin Hai memandang Lin Lin dengan tersenyum lalu mengerling ke arah Ang I Niocu yang juga telah mendekatinya, tapi tiba-tiba pemuda ini meringis kesakitan dan jatuh pingsan!
Untunglah Lin Lin cepat menyambarnya dan gadis ini tanpa malu-malu lagi lalu memondong tubuh Cin Hai dibawa masuk ke dalam rumah.
Para tamu dan tuan rumah menjadi panik dan bingung. Cin Hai telah mendapat luka di dalam tubuh karena pukulan tasbeh Hek Moko, akan tetapi ujung pedang Liong-coan-kiam juga terdapat tanda darah yang menyatakan bahwa pemuda ini pun telah berhasil melukai kedua lawannya yang tangguh!
Kwee In Liang lalu minta maaf kepada semua tamunya dan para tamu lalu bubaran dan tiada habis-habisnya mereka membicarakan tentang Pendekar Bodoh yang luar biasa dan lihai itu!
Dalam perjamuan itu, mereka benar-benar telah disuguhi pertunjukan silat yang luar biasa hebatnya!
Cin Hai dibaringkan dalam sebuah kamar Lin Lin, dan Loan Nio duduk menangis di
dekatnya, sedangkan Ang I Niocu juga berdiri di situ dengan wajah pucat. Biauw Suthai yang pandai akan ilmu pengobatan melakukan pemeriksaan pada tubuh Cin Hai dan ternyata bahwa Cin Hai telah kena pukul tasbeh di pundak kanannya hingga menderita luka dalam yang hebat juga.
"Tak perlu kuatir," kata Biauw Suthai, "Kalau orang lain yang terkena luka ini, tentu akan melayang jiwanya. Akan tetapi anak muda ini benar-benar telah mendapat latihan khikang yang tinggi hingga luka ini takkan membahayakan jiwanya." Ia lalu mengeluarkan tiga belas butir pel putih dan memberikan pel itu kepada Lin Lin. "Berikan pil ini sehari tiga butir dan jika semua pil telah ditelan habis tentu ia akan sembuh kembali!"
Lin Lin cepat menerima pel itu dan dengan cekatan sekali gadis ini lalu pergi ke dapur mengambil air panas, lalu dengan kedua tangannya sendiri memasukkan pel itu ke dalam mulut Cin Hai dan memberinya minum air. Dengan sangat mesra gadis ini lalu menggunakan saputangannya untuk menyusut peluh yang berkumpul di jidat Cin Hai hingga melihat gerakan-gerakan yang mesra ini, Loan Nio tak dapat menahan keharuan hatinya lagi. Ia lalu menangis tersedu-sedu sambil memeluk pundak Lin Lin. Gadis ini merasa heran dan
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
175 memandang muka bibinya dengan tidak mengerti, akan tetapi ketika melihat betapa semua mata ditujukan kepadanya, ia lalu menjadi insyaf bahwa telah berlaku terlalu mesra hingga tiba-tiba air mukanya berubah kemerah-merahan karena jengah dan malu!
Tiba-tiba Lin Lin teringat kepada Ang I Niocu karena ia hendak bertanya kepada Dara Baju Merah ini tentang riwayat Cin Hai dan segala pengalamannya, akan tetapi ketika ia memandang, ternyata Dara Baju Merah ini tidak berada di dalam kamar lagi! Ia cepat mengejar ke luar, akan tetapi tidak terlihat bayangan Ang I Niocu! Lin Lin bertemu dengan Kwee Tiong di ruang depan dan ia bertanya kepada kakaknya ini barangkali melihat Ang I Niocu.
"Ia telah pergi dan minta supaya aku menyampaikan kepada Ayah dan kepada semua orang.
Agaknya ia sebal melihat engkau yang begitu tidak tahu malu. Atau barangkali ia cemburu, karena tidak melihatkah kau betapa mesra dan akrab hubungan antara dia dengan Cin Hai?"
Kwee Tiong yang mempunyai hati iri melihat kegagahan Cin Hai, mulai menyebar racun di hati Lin Lin akan tetapi gadis ini dengan muka merah dan pandangan mata bersinar menjawab,
"Engko Tiong, kau tidak berhak ikut campur segala urusanku. Engko Hai adalah keluarga kita sendiri dan ia dengan gagah berani telah berhasil membela nama baik kita, tidak pantaskah kalau aku berlaku baik kepadanya?" Dengan muka cemberut gadis ini
meninggalkan kakaknya dan kembali ke kamar Cin Hai.
Biauw Suthai dan Pek I Toanio serta lain-lain tamu lalu berpamit dan meninggalkan rumah keluarga Kwee. Lin Lin dengan telaten sekali menjaga Cin Hai dan tidak menurut perintah ayahnya yang menyuruh ia mengaso. Melihat kebandelan anaknya ini, Kwee In Liang hanya menggeleng kepala dan menghela napas saja, lalu ia meninggalkan kamar itu dengan muka muram.
Benar seperti ucapan Biauw Suthai, setelah diberi makan obat pel itu, pada keesokan harinya Cin Hai siuman dari pingsannya. Pemuda ini merasa terharu melihat kebaikan Lin Lin yang sudah memelihara dan menjaganya selama itu. Diam-diam ia merasa bersyukur sekali dan cinta kasih yang bersemi di dalam hatinya terhadap Lin Lin makin mendalam dan berakar.
Bibinya juga seringkali datang menengok, sedangkan pamannya biarpun tiap hari sedikitnya satu kali datang menjenguk, akan tetapi bersikap dingin. Sedangkan Kwee Tiong, Kwee Sin, Kwee Bun dan Kwee Siang tak pernah datang menengok. Hanya Kwee An yang sering datang dan tiap kali mereka bercakap-cakap, Kwee An selalu memuji-mujinya dan minta supaya kelak Cin Hai suka memberi petunjuk dalam ilmu silat kepadanya.
Pada hari ke tiga, Cin Hai keluar dari kamarnya dan mencari hawa sejuk di belakang rumah yang mempunyai sebuah taman yang luas dan indah. Ia teringat akan Ang I Niocu dan memikir dengan heran mengapa gadis itu pergi tanpa pamit. Ketika diberitahu oleh Lin Lin akan kepergian Ang I Niocu ia hanya merasa menyesal mengapa Gadis Baju Merah itu tidak memberitahukan kepergiannya sedangkan ia masih pingsan. Akan tetapi ia tidak kecewa. Ia tidak mengerti mengapa kini setelah berkumpul dengan ie-ienya dan dengan Lin Lin, kerinduannya terhadap Ang I Niocu lenyap. Ia tidak tahu bahwa dulu ia hidup sebatang kara dan hanya mempunyai teman Ang I Niocu, tetapi sekarang ia telah berada di rumah Loan Nio, Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
176 bibinya yang sangat cinta kepadanya itu, dan di sini ada pula Lin Lin yang telah dapat merebut hatinya dengan diam-diam.
Ketika ia sedang duduk melamun, tiba-tiba terdengar suara merdu memanggilnya, "Engko Hai... Engko Hai..."
Cin Hai tersenyum. Ia mengenal baik suara Lin Lin, akan tetapi ia diam saja, bahkan ia lalu duduk di bawah sebatang pohon dalam taman itu. Akhirnya suara panggilan Lin Lin terdengar penuh kekhawatiran, maka hati Cin Hai menjadi tidak tega. Ia lalu menjawab, "Aku berada di sini!"
Lin Lin berlari-lari menghampiri dan wajah gadis ini menjadi merah, matanya bersinar, akan tetapi mulutnya cemberut.
"Engko Hai, engkau nakal sekali. Mengapa engkau diam saja dan bersembunyi di sini"
Kukira engkau..."
"Kaukira apa?"
"Kukira engkau pergi tanpa pamit, seperti Ang I Niocu..." Lin Lin lalu menjatuhkan diri duduk di dekat Cin Hai.
"Kalau aku pergi, kenapakah?" "Kalau engkau pergi, aku... ahh... ah, Engko Hai jangan menanyakan yang bukan-bukan. Kau lupa belum menelan pil ini!" Gadis itu lalu
mengeluarkan sebutir pil dari sakunya dan memberikan itu kepada Cin Hai.
Cin Hai menerima pil itu dan memandang wajah Lin Lin yang berada di dekatnya. "Lin Lin...
kenapakah engkau... sebaik ini kepadaku...?" suara Cin Hai terdengar menggetar penuh perasaan.
Lin Lin membalas memandang dan ketika pandang mata bertemu dengan pandang mata Cin Hai, ia lalu menundukkan mukanya dengan wajah merah.
"Engkau jangan memandang aku seperti itu, Engko Hai..." katanya berbisik.
Cin Hai memegang tangan Lin Lin dan merasa betapa tangan dara itu menggigil. "Lin Lin, kenapakah" Kaupandanglah aku dan jawablah pertanyaanku tadi!"
Tetapi Lin Lin tidak berani memandangnya dan menyembunyikan mukanya di dada. "Aku...
tidak berani, Hai-ko."
"Lin Lin, kau aneh sekali. Mengapa tidak berani" Katakanlah..."
Tiba-tiba Lin Lin tertawa dan mencoba untuk merenggutkan tangannya yang terpegang akan tetapi tidak dapat. "Sudah, Engko Hai, jangan membikin aku merasa malu sekali. Telanlah piI itu!"
Lin Lin makin merasa malu dan kini tubuhnya menggigil. "Sudahlah, Engko Hai lepaskan tanganku dan telanlah pil itu!" katanya memohon.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
177 "Tidak, sebelum kau menjawab pertanyaanku. Cintakah kau padaku?"
"Engkau nakal sekali, Engko Hai!"
"Jawablah dulu!"
Dengan tersenyum kemalu-maluan dan matanya yang indah mengerling tajam Lin Lin
mengangguk! Bukan main senangnya Cin Hai melihat pengakuan gadis ini. "Lin Lin, kini hidup ini berarti bagiku. Alangkah indahnya dunia ini. Lihatlah pohon-pohon itu menari-nari girang menyaksikan kebahagiaan kita!"
"Ah, pohon itu bergerak karena tertiup angin!" bantah Lin Lin.
"Dan daun-daun itu, melambai-lambai kepada kita. Burung-burung itu pun bernyanyi karena hendak ikut menyatakan kebahagiaan mereka! Lin Lin, kau sungguh membuat aku berbahagia sekali. Adikku, aku... aku cinta kepadamu..."
"Sudahlah, kautelan pil itu!" kata Lin Lin cemberut, tapi hatinya berdebar-debar karena gembira dan bahagia.
"Baiklah, akan kutelan. Tapi kau jangan cemberut, karena kalau kau marah dan cemberut wajahmu menjadi makin manis dan aku takkan dapat menelan pil pahit ini!"
"Kau... kau memang nakal!" Lin Lin berkata sambil mencubit lengan pemuda itu. Cin Hai lalu menelan pil itu dan merasa betapa lukanya telah tak terasa lagi sakitnya. Ia lalu mengeluarkan sulingnya.
"Lin Lin aku akan melagukan sebuah nyanyian indah untukmu."
Cin Hai lalu meniup sulingnya dan karena ia mencurahkan seluruh perasaannya yang mencinta di dalam tiupan suling itu maka terdengarlah suara suling yang indah merayu dan merdu sekali hingga Lin Lin meramkan matanya, karena di dalam suara suling itu, ia seakan-akan mendengar pernyataan cinta kasih Cin Hai kepadanya!
Setelah Cin Hai selesai meniup sulingnya, dengan mata basah Lin Lin berkata, "Terima kasih, Hai-ko, aku telah mendengar suara hatimu. Memang engkau semenjak dulu baik sekali kepadaku. Ingatkah kau betapa dulu kau mati-matian melawan Guruku untuk membelaku"
Ah, aku tidak dapat melupakan semua kejadian itu!"
Cin Hai memandang wajah Lin Lin dengan tersenyum.
"Ha, kau mengingatkan akan hal-hal dahulu. Dulu kau seorang anak perempuan yang
berkuncir dua, yang nakal, bengal, dan bandel!" Cin Hai tertawa dan matanya memandang penuh menggoda.
Lin Lin cemberut. "Dan kau... kau... ah, lucu sekali..."
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
178 "Aku kenapa...?" Cin Hai menuntut.
"Engkau buruk rupa, kepalamu gundul penuh kudis, dan engkau bodoh... dan nakal..." Lin Lin tertawa geli dan Cin Hai lalu berdiri menangkapnya, tetapi Lin Lin lebih cepat, karena gadis ini telah berdiri dan lari. Cin Hai mengejarnya sambil berkata,
"Awas, kalau kena tangkap, kucubit bibirmu yang nakal itu!" Lin Lin berlari memutari pohon dan kembang, Cin Hai mengejar dan mereka berkejar-kejaran bagaikan dua orang anak kecil, begitu gembira, begitu mesra dan penuh bahagia. Tiba-tiba Kwee Tiong muncul dari pintu belakang dan dengan wajah tak senang ia berkata, "Lin Lin Ayah memanggilmu!" Tanpa menengok kepada Cin Hai, Kwee Tiong lalu masuk kembali ke dalam rumah. Lin Lin
memperlihatkan wajah kecewa, akan tetapi Cin Hai berkata,
"Pergilah, Lin-moi! Ie-thio tentu ada hal penting maka ia memanggilmu."
Lin Lin lalu masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Cin Hai yang duduk melamun dengan penuh kebahagiaan.
Ketika tiba di kamar ayahnya, Lin Lin melihatnya ayahnya duduk seorang diri dengan muka muram. Begitu melihat anak gadisnya masuk, ayah ini serta merta menegur,
"Lin Lin sikapmu sungguh tidak patut dan memalukan!"
Lin Lin terkejut dan memandang kepada ayahnya dengan heran, "Ada apakah, Ayah?"
"Engkau bergaul terlalu dekat dengan Cin Hai, hal ini tidak patut sekali."
Lin Lin tahu bahwa ayahnya ini tentu telah mendapat laporan-laporan dari Kwee Tiong.
"Ayah, apakah salahnya kalau aku bergaul dengan Engko Hai" Bukankah ia keluarga kita sendiri dan bukankah ia seorang pemuda yang baik dan gagah serta telah menolong kita?"
jawabnya dengan berani.
"Betul, akan tetapi engkau harus ingat bahwa engkau telah dewasa dan ia seorang pemuda dewasa pula. Tidak patut kalau engkau berlaku terlalu manis dengan dia. Apa akan kata orang luar kalau melihat?"
"Ayah, mengapa engkau berkata demikian?" Lin Lin bertanya dengan marah. "Engko Hai adalah seorang pemuda baik dan sopan. Aku... aku suka bergaul dengan dia!" Memang semenjak dulu Lin Lin sangat dimanja oleh ayahnya hingga ia berani bersikap bandel terhadap ayah ini.
"Lin Lin." Kwee In Liang menghela napas. "Engkau harus taat kepadaku dalam hal ini.
Engkau sudah cukup dewasa dan setiap saat akan ada orang yang datang melamarmu. Engkau harus memutuskan hubunganmu dengan Cin Hai dan jangan engkau bertemu dengan dia
kalau tidak ada keperluan penting."
"Ayah!" Gadis itu berseru.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
179 "Diam!! Engkau harus menurut, atau... apakah engkau ingin menjadi seorang anak yang puthauw (tidak berbakti)?""
Dibentak seperti ini, Lin Lin menundukkan kepala dan menangis!
"Ayah, kau... kau kejam!" katanya dan ia lalu melarikan diri menuju ke kamarnya, di mana ia membantingkan dirinya di atas pembaringan sambil menangis tersedu-sedu.
Tak lama kemudian, Loan Nio masuk ke kamar itu dengan tindakan perlahan. Ia memeluk tubuh gadis itu dan berbisik mesra,
"Lin Lin, aku telah tahu akan kemarahan Ayahmu. Anakku, apakah... kau suka kepada Cin Hai" Jawabnya terus terang, anakku, bagaimana kalau aku mengajukan usul kepada Ayahmu agar kau dan Cin Hai... di... jodohkan" Setujukah kau?"
Lin Lin tersentak bangun dan menyusut air mata. Ia memandang kepada Loan Nio dengan mata terbelalak. Tak pernah terpikir olehnya tentang perjodohan dengan Cin Hai, maka pertanyaan yang tiba-tiba datangnya ini membuatnya bingung dan malu. Kemudian, sambil terisak ia memeluk ibu tirinya dan menangis lagi.
"Lin Lin." kata Loan Nio sambil mengusap-usap rambut gadis itu, "kepadaku tak perlu kau menyimpan rahasia hatimu. Kalau kau tidak setuju, katakanlah! Kalau kau diam saja, maka akan kuanggap bahwa kau setuju, dan sekarang juga aku akan bicara dengan Ayahmu." Lin Lin diam saja, hanya tubuhnya bergoyang-goyang karena menahan isak tangisnya!
"Sudahlah, tenangkan hatimu dan serahkan persoalan ini kepadaku." Setelah menepuk-nepuk bahu Lin Lin, nyonya yang baik hati ini lalu meninggalkan kamar Lin Lin dan menuju ke kamar suaminya.
Lin Lin adalah seorang gadis yang berhati keras dan bersemangat. Ia tak dapat menahan sabar menanti hasil daripada pembicaraan ibu tirinya dengan ayahnya, maka setelah menanti sebentar, lalu ia menggunakan kepandaiannya meloncat keluar dari jendela kamarnya, lalu dengan hati-hati sekali ia mengintai di atas genteng dan mengintai ke bawah, di mana ayahnya sedang bercakap-cakap dengan Loan Nio!
Ketika Cin Hai dengan hati girang sekali masuk ke dalam rumah untuk memasuki kamarnya, tiba-tiba telinganya yang tajam dapat menangkap lapat-lapat suara Kwee In Liang seperti orang sedang marah. Maka ia lalu mengambil jalan memutar, keluar lagi ke belakang dan mempergunakan kepandaiannya melompat ke atas genteng. Alangkah herannya ketika ia mendapatkan Lin Lin sedang mengintai pula, maka diam-diam ia menyelinap ke tempat lain dan mengintai dari bagian lain. Ia tidak perlu mengintai, hanya mempergunakan ketajaman telinganya untuk mendengarkan.
"Tidak, tidak, sekali-kali tidak!" kata kata Kwee In Liang keras-keras dan dengan suara marah. "Memang ia seorang yang cukup baik dan cukup gagah, akan tetapi orang jaman dahulu pernah berkata bahwa memilih mantu harus melihat keadaan orang tuanya. Dan apakah orang tua anak itu" Pemberontak! Apa kau pikir aku harus berbesan dengan
pemberontak?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
180 "Tapi ayahnya telah meninggal dunia dan tidak perlu kiranya kita membawa-bawa
namanya!" terdengar Loan Nio membantah.
"Hem, macan mati meninggalkan kulitnya, manusia mati meninggalkan namanya! Dan nama apakah yang ditinggalkan oleh orang she Sie itu! Nama busuk pula!"
"Pikirlah dengan tenang. Cin Hai berbeda dengan ayahnya, ia seorang anak yang baik. Juga mereka berdua telah saling mencintai!"
"Apa?" terdengar Kwee In Liang berseru marah. "Saling cinta" Bagaimanakau bisa tahu?"
"Lin Lin sudah mengaku kepadaku!"
"Anak keparat! Tidak, tidak boleh! Ia harus meniadi mantu keluarga Gan di See-tok, dan habis perkara!"
Kedua suami isteri yang sedang bertengkar ini tidak tahu betapa di atas genteng terdapat dua orang yang pada saat itu berwajah pucat sekali. Air mata mengalir turun membasahi pipi Lin Lin dan hatinya terasa bagaikan diremas-remas. Sedangkan Cin Hai berdiri pucat dan air matanya mengalir pula, tetapi bukan karena sedih, hanya sakit hati mendengar betapa ayahnya dan keluarganya dipandang hina dan rendah sekali. Sakit hatinya yang dulu, yang telah dapat dipadamkan ketika ia bertemu kembali dengan ie-ienya dan terutama dengan Lin Lin, kini timbul kembali. Ayahnya sekeluarga telah ditangkap oleh Kwee In Liang, dan kini bahkan dihinanya lagi! Ayahnya yang telah menjadi tanah itu masih direndahkan!
Timbul keangkuhan dan kemarahan di dalam hati Cin Hai. Kalau saja ia tidak ingat kepada Lin Lin, tentu ia telah meloncat turun dan menyerbu Kwe In Liang yang berani merendahkan ayahnya!
Dengan hati terluka, Cin Hai meloncat turun dan langsung menuju ke kamarnya, mengambil semua pakaiannya dan segera keluar dari situ. Akan tetapi, ketika keluar dari rumah itu, Lin Lin yang berada di atas genteng sambil menangis, dapat melihatnya. Cepat gadis ini meloncat turun pula dan mengejar sambil berseru,
"Hai-ko... kau hendak ke mana...?" Mendengar suara panggilan Lin Lin, Cin Hai
mengeraskan hatinya dan tanpa menengok lagi ia mempercepat larinya!
Akan tetapi, karena serangan batin yang hebat itu dan karena nafsu marahnya menggelora, maka luka di dadanya yang belum sembuh betul itu lalu pecah kembali dan tiba-tiba ia merasa betapa dadanya sesak dan panas! Cin Hai mempertahankan rasa sakit ini dan lari terus sedangkan Lin Lin tetap mengejar sambil menangis dan berteriak-teriak.
"Engko Hai... tunggu... Engko Hai..."
Setelah hampir dua puluh li jauhnya, Cin Hai merasa tak kuat lagi. Hari mulai gelap dan kebetulan sekali ia melihat sebuah kuil di pinggir jalan. Ia lalu membelok ke situ dan seorang hwesio tua menyambutnya.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
181 "Losuhu, tolonglah beri sebuah kamar kepadaku. Aku sedang terluka dan tolong kaucegah siapa saja yang memasuki kamarku."
Hwesio yang baik hati ini membawa Cin Hai ke sebuah kamar di mana terdapat sebuah pembaringan bambu sederhana. Cin Hai lalu menutup kamar itu dan duduk di atas
pembaringan lalu bersamadhi untuk melawan rasa sakit di dadanya.
Lin Lin yang tidak tertinggal jauh karena selain ia memiliki ilmu berlari yang cukup cepat, juga karena sakit di dada Cin Hai membuat pemuda itu agak lambat larinya, dapat cepat menyusul dan gadis ini girang sekali ketika melihat bahwa Cin Hai memasuki kuil itu. Ia juga masuk ke dalam kuil dan disambut oleh hwesio tua tadi.
"Losuhu, di manakah perginya orang tadi" Aku ingin bertemu dengan dia!"
Hwesio itu dengan muka sabar berkata, "Duduklah dulu, Nona. Tuan tadi telah berpesan bahwa siapa pun tidak boleh bertemu dengan dia."
Tetapi Lin Lin menjadi tidak sabar. "Orang lain tak boleh bertemu dengan dia, tetapi aku harus bicara dengan dia!" kata-katanya ini dikeluarkan dengan suara keras sekali.
"Tak baik memaksa orang yang tidak mau bertemu muka, Nona," kata hwesio tadi dengan masih sabar. Dan kata-kata ini membangkitkan keangkuhan Lin Lin, maka ia berkata.
"Kalau tidak mau bertemu, biarlah aku bicara dari luar kamarnya saja!"
Karena gadis ini mendesak terus, akhirnya hwesio itu terpaksa mengantarkan Lin Lin ke kamar Cin Hai.
"Engko Hai...!" Suara Lin Lin mengandung isak ketika ia memanggil dari luar kamar.
Semenjak Lin Lin datang, Cin Hai sudah mendengar suaranya, dan pemuda ini menahan gelora hatinya yang ingin sekali keluar dan bertemu dengan gadis itu. Akan tetapi hatinya berbisik, "Ayahnya telah menghina Ayahku!"
Maka ia lalu menjawab dari dalam,
Harpa Iblis Jari Sakti 30 Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Pedang Dan Kitab Suci 17

Cari Blog Ini