Ceritasilat Novel Online

Pendekar Latah 26

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 26


alat2 rahasia, kaIa lainnya dia mengobrol dengan Jilian cengsia
tentang liku2 kehidupan orang Kangouw serta tokohkosen
yang aneh dan lihay, tidak lupa mereka tukar pikiran
dalam ilmu silat. Cepat sekali tiga hari sudah berlaIu.
Hari keempat Jilian ceng-sia mohon diri, Hong- lay moli
menahannya dulu untuk dijamu makan minum, sehingga
keberangkatan Jilian ceng-sia tertunda setengah hari. Tak
nyana tengah mereka makan minum, Hong-lay-mo-li
mendapat sepucuk surat yang di luar dugaannya.
Itulah surat dari Bu su-tun Kaypang Pangcu yang dikirim
lewat burung dara, surat itu tiba disalah satu cabang Kaypang
yang takjauh letaknya dari cabang Kay-pang ini diantar
dengan naik kuda lari cepat ke pangkalan Hong-lay-mo-li.
Karena surat penting dan kilat dibawa burung dara lagi,
maka isi surat cekak-aos, Dia minta Hong- lay- moli atau siaugokian-kun lekas menyusul ke Thian-long-nia untuk bertemu,
sudah tentu lebih baik bila mereka berdua bisa kesana.
Hong- lay mo-Ii keheranan ujarnya:
" Entah kebentur urusan genting apa Bu su-tun sampai
minta kita menyusulnya ke sana?"
Siau- go-kian- kun tertawa:
"Aku kan bukan cukat Liang, mana bisa meramal isi hati
orang. Tapi mengingat hubungan baik kita dengan Bu su-tun,
adalah pantas kalau kita segera memenuhi panggilannya."
"sudah tentu," ujar Hong lay-mo-Ii tiba2 dia ingat sesuatu:
" Kampung tempat tinggal No locianpwe ibu beranak (istri
dan putri Thay Bi ) bukankah terletak tidak jauh dari Thianlongnia?" "Benar, ciok-kehiceng terletak dua ratus li diselatan Thianlongnia." sahut Siau- go- kian- kun.
"Bukan mustahil Thay Bi , Liu Goan-ka dan Kong-sun Ki
bertiga justru sembunyi di sekitar Thian-long-nia."
"Rekaanmu masuk akal, Thay Bi hendak merebut putrinya,
demikian pula Liu Goan-ka hendak minta kembali bininya,
mereka pasti sembunyi tak jauh dari Ciok-kehiceng untuk
turun tangan se-waktu2. Kalau begitu kita harus lekas kesana
untuk menghadapi ketiga bangsat ini."
Hong-lay-mo-li gelengi, ujarnya,
"Tidaki kau tetap tinggal dipangkalan, biar aku sendiri yang
pergi." Siau- go-kian- kun melenggong, katanya:
"Kukira biar aku saja yang pergi, situasi sekarang justru
seperti mega mendung yang hampir turun hujan lebat,
sebagai Liok-lim-Bingcu, kau harus selalu berada
dipangkalan."
"Tidaki aku justru ingin me- lihat- situasi diluar sekaligus
mampir kebeberapa tempat untuk menemui para pemimpin
gerilyawan, gerakan besar paling cepat baru dua bulan lagi
akan dimulai. sekembaliku dari Thian-long-nia, masih sempat
mengatur segalanya."
Tiba2 Tai Mo menyeletuk:
"Liu-cici kali ini aku ingin ikut kau. Tugas- rutin dalam
pangkalan san san cici juga sudah apal betul, untuk ini
kuharap dia suka memikul tanggung jawab lebih berat."
seperti ingat dan menyadari sesuatu san san tertawa,
katanya: "Ah, antara saudara sendiri kenapa sungkan" Memang
beberapa tahun ini kau selalu disekap dalam pangkalan, perlu
juga melemaskan otot mengencerkan otaki perjalanan ke
Thian long-nia harus lewat kampung kelahiranmu, kau bisa
mampir kesana."
Dari nada dan mimik percakapan kedua pembantunya ini
Hong-lay-mo-li menduga pasti ada persoalan apa2 yang belum
dia ketahui, maka dia menjawab:
"Baiklah kampung kelahiranmu berada di Ko-gwan,
letaknya seratus li disebelah barat laut Thian-long-nia,
sekembali dari sana boleh aku iringi kau pulang ke- tempat
kelahiranmu, itu. Baiki kau boleh ikut aku pergi" Mendapat persetujuan sudah tentu senang Tai Mo bukan
main. setelah segalanya dibicarakan Hong-lay-mo-li ber-kata:
"Adik sia, sebetulnya aku hendak menjamu perpisahanmu,
kini aku sendiri juga hendak pergi."
"Memangnya aku berat meninggalkan cici, kebetulan kita
bisa kumpul lagi beberapa hari diperjalanan."
kiranya untuk pergi ke Thian-long-nia dan Kilian-san
mereka searah, dalam seribu li perjalanan setiba di Lam-Iha
baru akan berpisah kearah masing2.
orang banyak mengantar Hong-lay-mo-li bertiga turun
gunung, kata siau-go-kian-kun:
"Bu su-tun antar siang ceng-hong ke Kong-bing-si, pasti dia
sudah bertemu dengan Bu-lim-thian-kiau, kenapa dalam surat
tidak dia singgung?"
"Surat itu ditulis ter-gesa2, dikirim lewat burung dara lagi,
sudah tentu harus ditulis secara pendek."
"Mungkin demikian, namun aku kurang lega hati, dengan
kecepatan lari kalian dalam jangka tiga atau lima hari sudah
bisa tiba di tempat tujuan, kalau ada tempo tiada halangan
kalian mampir dulu ke Kong-bing-si."
"Kalau dijalan tidak menemukan sesuatu yang luar biasa,
aku sih ingin saja mampir ke Kong-bing-si supaya ayah dan
guruku kaget dan kegirangan."
sebetulnya diapun ingin tahu keadaan Bu-lim thian-kiau,
namun dia sungkan mengatakan.
Bagaimanakah keadaan Bu-lim thian-kiau belakangan ini"
Baiklah kita kesampingkan dulu perjalanan Hong-lay-mo-li dan
TaiMo, kini marilah kila ikuti perjalanan Bu su-tun yang
menemui Bu-lim thian-kiau di Kong-bing si, serta pengalaman
yang mereka alami selama sebulan akhir- ini.
Tengah hari itu Bu su-tun dan Hun Jiyan mengantar siang
Ceng-hong sampai di Kong-bing-si. Huisiok sinni yang
mendapat kabar segera keluar menyambut mereka, melihat
siang Ceng-hong senangnya bukan main, sebagai angkatan
muda, lazimnya Bu su-tun, minta menghadap kepada Bingbing
Taysu, Liu Goan-cong dan Kongsun In, namun karena
mereka bertiga sedang menyekap diri dalam kamar saling
memperdalam dan memperbincangkan ilmu silat maka
sementara tutup pintu tak boleh diganggu siapapun.
Terpaksa Bu su-tun berkata :
"Kalau begitu, tak perlu buru2 menemui para beliau toh aku
menetap beberapa hari disini, Harap tanya saja, dimana
sekarang adikmu" Kenapa nona Jilian tidak kelihatan?"
"Mereka pergi kebelakang gunung sedang latihan disana."
sahut Hui-siok sinni.
Bu su-tun girang, katanya:
"oh, adikmu sudah boleh latihan" jadi kesehatannya sudah
pulih?" Hui siok sinni tertawa lebar, ujarnya:
"Boleh kau saksikan sendiri, Maaf aku harus menyediakan
tempat buat siang-sumoay, tak bisa menemani kalian."
Hui-siok sudah tahu pahit getir hidup siang Ceng-hong,
disamping iba diapun simpatik kepadanya, maka dia menerima
dan menyediakan tempat bagi mereka ibu beranak.
Bu su-tun sama Hun Ji yan melangkah kebelakang gunung,
musim semi bunga sedang mekar dengan semaraki
pemandangan alam seindah ini sungguh amat
mempesonakan. Dengan mengobrol dan memuji keindahan
panorama Bu dan Hun beranjak manjat gunung, setelah
akhirnya tiba dibelakang gunung, dari kejauhan tampak
sebuah aliran bungai ber-liku2 menembus kedalam hutan
kembang Tho, Bu su-tun segera berkata:
"Tuh, Lihat bayangan didalam air,"
dengan seksama Hun Ji yan pandang kesana dilihatnya
bayangan dua muda mudi yang terbalik dipermukaan air,
lengan melambaikan dan meringankan langkah mereka
beranjak memasuki hutan kembang Tho.
Tampak Bu- lim-Thian- hiau ternyata sedang meng gerakan
kaki tangan di tanah lapangan terbuka ditengah hutan. Jilian
ceng hun menonton diluar gelanggang.
Dengan suara lirih Hun Ji Yan berkata:
"llmu pukulan telapak tangan yang di mainkan itu begitu
lembut gemelai, entah sudah berapa bagian tenaganya yang
dapat pulih."
Ternyata gerak gerlk kaki tangan Bu- lim-Thian- kiau
sedikitpun tidak menerbitkan deru angin, maka Hun Ji Yan
belum bisa menyelaminya
Dalam hutan diliputi suara kumbang yang beterbangan
memetik madu. Agaknya Bu-lim-thian-kiau konsentrasikan
segaIa perhatiannya dalam latihan ilmu pukulan ini, dengan
lincah dia berlompatan diantara kuntum kembang, langkahnya
enteng dan lincah sambung menyambung laksana air mengalir
seperti mega mengembang, sementara kedua telapak
tangannya menari turun naiki selulup timbul seperti kupu^
yang menari diantara kuntum kembang, sehingga orang yang
menyaksikan menjadi kabur dan pusing kepalanya.
Akan tetapi tiada sekuntum kembang dipucukpohon yang
rontok karena permainan kedua telapak tangannya, demikian
pula kumbang2 yang sedang memetik madu tiada yang
terkejut karenanya. Cepat sekali tahu2 Bu-lim thian-kiau
menarik tangan menghentikan permainannya. Baru saja Bu
su-tun hendak keluar menemui mereka, tiba2 didengarnya Bulimthian-kiau berkata:
"Adik Hun, kau anggap kumbang2 ini mengganggu
ketenanganmu biarlah kuhukum mereka ala kadarnya."
Lekas tangannya dia meraih segenggam rumput hijau terus
diremas diantara kedua telapak tangannya, terus diayunkan
keatas, seketika kumbang2 yang beterbangan itu tiba2 sama
berjatuhan. Perlu diketahui dalam ilmu tingkat tinggi dikenal adanya
memetik daon menegangkan kembang dapat melukai orang
sampai mati, demikian juga menimpali jatuh kumbang yang
sedang terbang bagi Bu su-tun bukan suatu hal yang mustahil
dan tak perlu dibuat heran.
Tapi dengan mendemonstrasikan kepandaian menimpuk
kumbang dengan rumput, sekaligus membuktikan bahwa
Iwekangnya kini sudah pulih malah lebih tinggi dan lihay dari
dulu. Keruan Bu su-tun kegirangan, baru saja dia hendak Iari
keluar memberi selamat, tak nyana kejadian selanjutnya betulmembuatnya
kaget heran dan melongo. Didengarnya Jilian
Ceng-hun tengah berkata.
"Kenapa berbuat sekejam itu, jiwa mereka toh tidak
berdosa?" "Siapa bilang aku membunuh mereka?" ujar Bu-lim thiankiau
tertawa. Betul juga belum habis dia bicara, kumbang2
yang jatuh itu tahu2 pentang sayap beterbangan pula, semula
masih lemah dan terbang rendahi namun cepat sekali sudah
pulih seperti sedia kala terbang ke pucuk pohon.
Kejut dan girang kagum lagi, tanpa kuasa Bu su-tun
berseru memuji: "Hebat, Mengagumkan" maklumlah bagi
seorang ahli Iwekang tidak sukar melukai orang dengan
menimpuk kembang atau daon, apa lagi membunuh kumbang,
lebih gampang lagi, Tapi pukulan Bu- lim-Thian- kiau ini
menggunakan Lwe-kang yang diperhitungkan dengan tepat
cukup untuk menjatuhkan kumbang tanpa melukai sedikitpun,
paling hanya semaput sebentar, lekas sekali kumbang inipun
sudah kuat terbang lagi.
Betapa tinggi dan mumpuni latihan Iwekangnya ini, kiranya
sudah mencapai taraf yang tiada taranya.
Bu- lim-Thian- kiau sebetulnya sudah tahu akan kehadiran
mereka kini setelah bertemu muka dan berhadapan kedua
pihak girangnya bukan buatan.
"Selamat Tam-heng berhasil meyakinkan ilmu mukjijat,
buka saja kepandaian semula sudah pulih, malah lebih tinggi
dari semula." demikian puji Bu su-tun.
"Ini berkat petunjuk para cianpwe yang berharga. Bu-heng
baru saja diangkat jadi Pangcu, masa kau punya waktu buat
dolan kemari" Apakah ada urusan penting pula minta bantuan
cianpwe yang mana turun gunung?" taya Bu- lim-Thian- kiau.
"Aku kemari mengantar sumoaymu." sahut Bu su-tun.
Bu lim-thian-kiau tertegun, katanya:
"sumoayku yang mana?"
"Putri supekmu siang Kian-thian, yaitu siang Ceng-hong."
Bu-lim thian-kiau amat diluar dugaan, ujarnya:
"Bagaimana mungkin" Bukankah kabarnya dia diculik
Kongsun Ki dan dijadikan..."
"Benar, dengan cara kotor dan rendah Kengsun Ki
memaksanya jadi istri, namun masih banyak liku2 persoalan
didalamnya. Kini siang- keh-po sudah diduduki orang- kita,
sumoaymupun sudah menuntut balas dengan tangannya
sendiri" lalu dengan singkat dia ceritakan muslihat siang Cenghong
yang menipunya dengan ilmu paisu sehingga Kongsun Ki
Jau- hwe-jip- mo.
sungguh senang, duka dan lega pula hati Bu-lim-thian-kiau,
katanya: "Menyenangkan juga cara sumoay menuntut balas, namun
nasibnya sungguh harus dikasihani."
Jilian Ceng-hun menimbrung:
"Tapi siang-sumoay boleh terhitung mendapat berkah
setelah mengalami nasib buruk ini, Kita selanjutnya bisa
berkumpul bersama didalam satu keluarga meski berlainan
suku." seperti diketahui Bu- lim-thian-kiau dari bangsa Kim, sesuai
pedoman hidup kakek guru mereka untuk hidup rukun
berdampingan secara damai di antara kelainan suku-2 bangsa.
Bu-lim-thian-kiau manggut2, "Benar, marilah lekas kita
pulang melihat keadaan siang-sumoay . "
Berempat mereka berajak pulang, tiba ditelaga pencuci
pedang, tiba2 terdengar percakapan seorang anak2 laki2
dengan ibunya, semua jaraknya masih jauh dan tak jelas soal
apa yang mereka bicarakan setelah dekat terdengar anak laki2
itu berkata pula:
"Kabar-nya barusan datang seorang Hun-cici, apa ibu tidak
menunggu dia?" ibunya menghela napas, ujarnya
"sebelumnya aku ingin bertemu dengan dia, tapi tak keburu
lagi, kau saja yang sampaikan permintaan maaf ibu
kepadanya."
"Lha. aku sendiri belum lagi kenal dengan Hun-cici ini."
"Anak bodohi kau tidak mengenalnya, paman pasti akan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberitahu kepada kau. Baiklah sekarang aku mau pulang,
dua bulan lagi aku kemari"
Tampak seorang perempuan setengah baya beranjak
keluar dari dalam hutan, seorang anak lak2 berusia sepuluhan
tahun mengantarnya keluar, perempuan itu berkata:
"Siau-lam, kau pulanglah."
habis berkata dia putar tubuh terus lompat turun dari atas
batu cadas, gerak Ginkangnya lincah enteng dan gemelai
indah. "siapakah perempuan ini." tanya su-tun dengan suara
berbisik, Bu- lim-Thian- kiau menjawab dipinggir kupingnya:
"Putri Thay Bi , istri Liu Goan-ka yang minggat
meninggalkan dia."
Bu su-tun melongo, kebetulan perempuan itu sudah
melihat rombongan Bu su-tun yang mendatangi keruan mimik
mukanya kikuk dan malu2, katanya:
"Kau nona Hun bukan " sungguh kebetulan aku, aku
hendak pergi."
"Tentunya kau adalah bibi ciok"Jing-yau cici amat kangen
kepadamu, dia minta aku menyampaikan salamnya kepadamu.
" Perempuan ini memang putri Thay Bi dan Ni Kim-ling,
tunangan Bing-bing Taysu di waktu remaja dulu, seperti
diketahui karena menguatirka n putranya direbut Liu Goan-ka
atau ayahnya, maka siau-lam - putranya itu dia titipkan
kepada pamannya - Liu Goan- cong di Kong-bing-si.
setelah menyampaikan salam Hong-lay-mo-li, Hun Ji Yan
bertanya: "Apakah bibi tak bisa tinggal sehari saja."
"Jangan, Masih ada urusan harus cepat kuselesaikan di
rumahi maaf ya, bagaimana keadaan Jing-yau?"
"Dia baik2 saja. Bu lan yang lalu setelah merebut siangkehpo, kini sudah pulang kepangkalannya . "
"Apakah nona Hun hendak pergi ketempatJing-yau?"
"Tiga bulan lagi dia akan melangsungkan pernikahan,
sudah tentu aku akan hadir dalam pesta pernikahan-nya."
"syukurlah, bila nona Hun dalam bulan ini bisa bertemu
dengan jing- yau, tolong minta dia sebelum menikah mampir
dulu kerumahku ada sedikit persoalan perlu kurundingkan
sama dia." - agaknya ada sesuatu yang tidak enak dia jelaskan
kepada orang lain, sudah tentu Hun Ji-yan tidak enak tanya
tentang persoalan apa, maka merekapun berpisah.
"Ciok-kehiceng tidak jauh dari Thian-long-nia, lusa boleh
kita mampir ke rumahnya untuk menemui mereka ibu dan
anak." demikian ujar Bu su-tun.
"Lho, kalian mau ke Thian-long-nia?" tanya Bu-Lim-thiankiau.
"He-tianglo, satu2nya sesepuh Pang kita yang masih hidup
tinggal di Thian-long-nia, aku hendak minta dia turun
gunung." ujar Busu-tun.
Bu- lim-Thian- kiau berkata:
"Kemaren ciok Eng datang, kabarnya di Thian-long-nia dia
pernah melihat jejak Thay Bi dan Liu Goan Ka, untung dia
tidak sampai kenangan mereka."
"Agaknya karena kedua orang jahat inilah, maka dia
merasa perlu lekas kembali untuk membantu ibu-nya."
demikian ujar Bu su-tun.
"Tujuan kita memang hendak ketempat He-tianglo di
Thian-long-nia, kebetulan kita bisa menumpas kedua jahanam
tua itu, Dengan mendapat bantuan kita tentu tidak sukar
Nilocianpwe menumpas mereka." demikian timbrung Hun
Jiyan. Waktu mereka tiba di Keng-bing-si, Bing-bing Taysu Liu
Goan-cong dan Kongsun In sudah mengakhiri pelajaran yang
mereka rundingkan maka Busu-tun berdua sebera mengha
para maha guru silat ini, terutama dia menanyakan kesehatan
Kongsun In. Kongsun ln tertawa, ujarnya:
"syukur mendapat banyak bantuan Bing-bing Taysu dan
Liu-heng, penyakit tanpa daksaku ada harapan bisa sembuh.
Dua bulan lagi yakin aku bisa menjadi wali pernikahan jingyau.
Kedatangan Bu-pangcu apakah membawa kabar apa?"
Bu su-tun lantas tuturkan tugasnya serta kejadian
belakangan ini mengenai nasib siang Ceng-hong dan siangkehpo, demikian pula keadaan Kongsun Ki yang Jau hwe-jipmo.
Kongsun In menghela napas rawan, ujarnya:
"Anak jahanam itu memang keliwat takaran kejahatannya,
adalah jamak kalau dia mengalami nasib sejelek itu" Bu su-tun
diam saja, Berhenti sebentar Kongsun ln kembali tanya :
"Bagaimana keadaan siang Ceng-hong?"
Apa tujuan Bu-Lim-thian-kiau menyertai Bu su-tun ke
Thian-long-nia" Bagaimana nasib He-tianglo yang direbek
musuh. Kuatkah Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau membendung
serbuan Bing-ciu sianjin, Ibun Hoa-kip, Thay Bi dan Liu Goanka"
Barang apa yang mereka incar dari tempat kediaman Hetianglo"
(Bersambung ke Bagian 55)
Bagian 55 "ADA di kamarku." segera Hui-siok Sinni menjawab
"dia minta aku menghaturkan sembah sujud-nya lebih dulu
kepada kau orang tua, dia tunggu Kongsun-cianpwe
mengundangnya."
maklum hubungan Siang Ceng-hong sebagai istri Kongsun
Ki tidak resmi maka dia merasa malu dan kikuk menghadap
bapak mertuanya.
"Aku tidak mengakui anak, namun menantuku tetap
kuterima dengan senang hati. Suruh dia besok bopong
anaknya menghadap kakeknya."
terhibur juga hati Kongsun In bahwa Siang Ceng-hong
kembali membawakan keturunan keluarga bagi dirinya.
"Bicara soal anak ini, sungguh harus dikasihani." demikian
ujar Hui-siok Sinni,
"sungguh tak terpikir olehku dalam dunia ini ada ayah
sekejam itu terhadap anaknya."
"Kenapa?" tanya Kongsun In kaget,
"memangnya jahanam itu tega mencelakai putranya
sendiri?" "Begitulah. Dia menanam kadar racun didalam badan
putranya yang baru lahir, terpaksa adik Ceng-hong harus
merawat dan menjaganya siang malam, setelah tumbuh
dewasa baru kadar racun dalam badannya berkurang dan
sembuh, Agaknya dia sudah bertekad hendak menyiksa Siang
Ceng-hong selama 18 tahun."
Kongsun In kertak gigi, katanya:
"Jahanam ini memang gila dan bukan manusia, Sukurlah
dia ketimpa Jau-hwe jip-mo."
"Besok biar kuperiksa keadaan anak itu, kemungkinan aku
bisa bantu menawarkan racun dalam badannya, jadi tidak
usah menderita selama 18 tahun, waktu itu yakin dia sudah
menjadi tokoh kosen dalamBu-lim."
demikian Liu Goan-cong memberikanjanjinya. kuatir
sahabat tuanya berduka lekas dia alihkan pembicaraan:
"Tam-hiantit kabarnya barusan kau latihan Loh-cing-cianghoat
ciptaan barumu itu, bagaimana ke-majuannya" sudah
lancar dan leluasa bukan?"
"Ilmu pikiran Tam-heng tidak lagi lancar dan leluasa, aku
yang menonton disamping dibuat kagum dan terpesona." lalu
dia ceritakan apa yang dia saksikan tadi.
"selamat selamat" ujar Liu Goan-cong tertawa riang.
" Kalau demikian Lwekangmu sudah pulih seluruhnya.
Demikian pula Lohieng-ciang-hoat sudah berhasil kau
sempurnakan."
Kongsun In tertawa, katanya:
" Bu pangcu. tentunya kau tidak tahu betapa giat dan rajin
Tam-hian-te belajar dan berlatih, meski masih sakit dia sudah
tekun menyelami ajaran silat tingkat tinggi."
Bulim cianpwe umumnya suka memuji kaum muda yang
cerdik pandai dan mau giat belajar, bahwa "Loh-eng-ciang
hoat" ciptaan Bu-lim-thian-kiau mendapat pujian Liu Goancong
dan Kongsun In, ini menandakan bahwa ilmu pukulan ini
boleh dianggap sebagai suatu aliran tersendiri yang tiada
taranya. Berkata Bu-lim-thian-kiau:
"Cianpwe berdua terlalu memuji. semua ini berkat bantuan
Liu-lo-pek yang menyembuhkan penyakitku, serta petunjuk
dan ajaran yang diberikan Kongsun cianpwe dan Bing-bing
Tay-su." "Memangnya, semula aku kuatir dalam setahun kau belum
bisa sembuh, tak nyana baru 3 bulan, kau sudah pulih
Lwekangmu semula." demikian timbrung Jilian Ceng-hun.
Mumpung dapat kesempatan Bu-lim-thian-kiau ber-kata:
"penyakitku sudah sembuh, kupikir besok hendak ikut Bupangcu
turun gunung."
"Memang kita sudah amat kangen kepada Jing-yau cici,
syukur kalau bisa cepat tiba dipangkalannya untuk bantu
mempersiapkan pesta pernikahannya. "
Jilian ccng-hun menambahkan
"Baiki baik." ujar Liu Goan-cong mengelus jenggot
"Kalian angkatan muda sehaluan dan sepandangan, lebih
cepat berkumpul memang baiki Katakan kepada Yau-ji,
secepatnya aku dan gurunya pasti akan datang sebelum
waktunya untuk menjadi wali pernikahannya."
Maka hari kedua pagi2 benar, Bu-lim thian-kiau berpamitan
kepada tiga maha guru silat, bersama Bu su-tun, Hun Ji-yan
berempat meninggalkan Kong-bing-si.
Dijalan Bu-lim-thian-kiau berkata:
"Bukankah Bu-pangcu hendak menuju ke Thian-long-nia
dulu" Boleh-lah siaute ikut kesana untuk menambah
keramaian?"
" Kebetulan sekali." seru Bu su-tun tepuk tangan.
"Memangnya kami merasa kurang tenaga, kalian berdua
sudi kesana, tambah yakin kita menumpas kedua bangsat tua
itu." "setahun aku rebah diranjang menyembuhkan penyakit
mungkin kepandaianku terlantar, kebetulan aku dapat
kesempatan untuk mencoba kepada kedua jahanam tua itu."
"Ah Tam-heng terlalu sungkan, Lok-eng-ciang-hoat
ciptaanmu itu begitu hebat sampai maha guru silat jaman
inipun memberikan pujiannya, mana boleh kau katakan
menelantarkan kepandaian?"
"Dalam hal ini Bu-pangcu ada yang tidak tahu, ada sebab
musababnya sampai aku menciptakan Lok-eng-ciang-hoat ini."
"Oh, bagaimana seluk beluknya ingin aku dengar
penjelasanmu."
"Tiga tahun yang lalu pernah aku bergebrak dengan Liu
Goan-ka, memang tidak terluka, namun aku sedikit dirugikan.
selama 3 tahun ini aku selalu memikirkan daya untuk
mengalahkan dia. Yang terang ilmu serulingku tak mampu
memecahkan ilmu pukulannya yang kuat dan lunaki
beruntunglah tiga bulan yang lalu waktu aku jalan2 dihutan
baru mendapat ilham untuk memecahkan ilmu pukulannya itu,
aku jadi mencari jalan lain yang mengutamakan pukulan
telapak tangan ringan lincah. Maka selama beberapa bulan ini
aku tekun mempelajari dan akhirnya terciptalah Lok-engcianghoat ini."
"Oh, jadi ilmu pukulan ciptaanmu ini khusus hendak kau
gunakan menghadapi Liu Goan-ka, kan kebetulan, jejaknya
berada di Thian-long-nia, marilah lekas kita menyusulnya
kesana." "Memangnya karena kudengar dia berada disana maka aku
ingin ikut, kalau tidak masa aku begitu besar minat hendak
mengiringi kau kesana."
Begitulah mereka berempat menempuh perjalanan sembari
menceritakan pengalaman masing2 selama menempuh
perjalanan ribuan li jauhnya namun dengan mengembangkan
Ginkang, dalam jangka tiga hari sudah berhasil mereka
tempuh dan hari keempat sampai di Thian long-nia.
Thian-long-nia teramat berbahaya, puncaknya yang tinggi
mencakar langit di selubungi mega tebal.
Waktu itu sudah musim semi, namun puncaknya masih
ditaburi saiju memutih yang masih membeku, maka semakin
memanjat keatas hawa rasanya semakin dingin. Tapi setiba
dilamping gunung, diantara hembusan angin gunung yang
dingin terasa juga segulung hawa hangat yang membuat
segar badan orang.
"Aneh," ujar Jilian Ceng-hun,
"hawa disini kenapa begini hangat dan nyaman?"
berjalan lagi tidak jauhi ternyata disebelah depan sana
mereka melihat adanya sumber air panas yang menyemprot
tinggi ke- atas. Airnya mengalir kedalam sebuah empang yang
cukup besar seperti kolam alam khusus buat mandi.
Tiba2 Bu-lim-thian-kiau bersuara heran. katanya lirih:
"Agaknya ada orang didepan eh, agaknya ada orang mandi
didalam kolam, kudengar suara percikan air."
"Apa benar ada orang mandi" Kau tidak menipuku?" tanya
Jilian ceng-hun.
"baru saja aku hendak menyatakan keinginanku
memangnya kau menggodaku ya?"
serius muka Bu su-tun, katanya:
"Aku dengar ada orang bicara, suaranya seperti sudah
amat kukenal."
Ternyata mereka masih cukupjauh dari sumber air panas
itu, karena Lwekang tinggi maka pendengaran Bu-lim-thiankiau
dan BuSu-tunjauh lebih tajam dari orang lain. Mendengar
ucapan Bu su-tun baru Jilian ceng-hun mau percaya karena
bersama Hun Ji-yan mereka sekarangpun sudah dengar suara
air, katanya: "Marilah kita melihatnya. Diatas gunung yang berbahaya
ini, tentu dia bukan orang biasa."
"Jangan terlalu dekat, kita lihat jelas lebih dulu siapa
mereka." ujar BuSu-tun.
"Apakah Thay Bi dan Liu Goan-ka?" tanya Hun Ji-yan lirih.
"Agaknya bukan, satu diantaranya adalah perempuan."
sahut Bu su-tun.
Dengan ketarik dan hati2 mereka menerobos kedalam
hutan dan lompat naik kepucuk pohon yang lebat daunnya.
Dari tempat ketinggian ini, bukan saja mereka bisa melihat
jelas, malah percakapan orangpun sudah didengarnya.
Tampak dipinggir koiam berdiri seorang laki2 berperawakan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendek kekar dia membelakangi kolam, didepannya sebuah
tongkat besi ditancapkan di- atas tanah.
Memang didalam kolam ada seorang perempuan tengah
mandi, hanya kepalanya yang menongol dipermukaan air,
perempuan ini sedang bicara kepada laki2 diatas daratan. Hun
Ji-yan melengaki katanya pelan:
"Tak nyana kiranya mereka."
"siapakah mereka?" tanya Jilian ceng-hun.
"Perempuan itu pernah membokong aku dengan jarum
beracun, laki2 itu adalah suhengnya, mereka adalah anak
murid Ling san-pay."
Kiranya laki2 dan perempuan ini bukan lalu adalah Ma Toaha
dan siangkoan Pocu.
" Kalau mereka musuh kalian, kenapa tidak melabraknya
saja?" ujar Bu-lim-thian-kiau.
"Tam-heng tidak tahu, ayah gadis itu adalah Ceng-ling-cu,
Liu Lihiap ada kirim kabar kepadaku, minta aku memberi
kelonggaran kepada gadis ini."
Bu-lim-thian-kiau pernah dengar Bing-bing Taysu
menyinggung Ceng-ling-cu, bagaimana martabat dan sepak
terjang Ceng ling-cu dia ada sedikit tahu, maka diapun tidak
tanya seluk beluknya kepada Bu su-tun, katanya:
" Kalau demikian mari kita dengarkan dulu percakapan
mereka." Terdengar siangkoan Pocu cekikikan, katanya:
"Air disini panas, enak benar untuk mandi. Ada ikan-nya
lagi, eh, maukah kau panggang ikan" Kutangkap dua ekor dan
kau yang bakar ya?"
"Kau masih begini riang, sudah dua hari kita tidak berhasil
menemukan kedua bangkotan tua itu, bagaimana kita bisa
memberikan pertangungan jawab kepada suhu dan supek?"
"Kenapa kuatir tak keruan" Kalau pulang biar kujelaskan
kepada ibu, tentu dia tidak menyalahkan kita. Biar ibu kemari
mencarinya sendiri"
"Bukankah ibumu bersumpah tak mau turun dan Ling ciusan?"
"Kalau dia ingin mendapat dua ilmu beracun milik Kongsun
Ki itu, sumpahnya harus dia jilat kembali. Kukira gurumupun
akan datang."
"Guruku dan ibumu masing2 mempunyai tujuan sendiri2.
kalau mereka betul2 kemari, mungkin karena memperebutkan
ilmu beracun itu, mereka bakal berhantam sendiri"
Dari percakapan mereka sedikit banyak Bu Su-tun sudah
mendapatkan gambarannya. Agaknya ibu siangkoan Pocu
adalah suci dari guru Ma Toa-ha. Dua bangkotan tua yang
hendak mereka temukan di Thian-long-nia ini pasti Thay Bi
dan Liu Goan-ka adanya.
"Rumah batu di Thian gak-hong itu dihuni oleh siapa sih?"
terdengar siangkoan Pocu bertanya,
"kenapa kau menyingkir jauh2" Memangnya kedua
bangkoian itu tidak sembunyi disana?"
"Yang tinggal dirumah batu itu adalah He-tianglo dari
Kaypang, sudah lama dia tidak mengurus persoalan Kaypang,
kenapa kita cari kesulitan padanya, apalagi dia masih
terhitung angkatan tuaku, kau tahu dengan Kaypang aku
bermusuhan buat apa harus menemui dia?"
"o, kiranya He-tiantglo dari Kaypang. Kalau begitu Thay Bi
dan Liu Goan-ka terang takkan sembunyi disana." demikian
ujar siangkoan Pocu.
sekonyong2 Ma Toa-ha membentak:
"siapa itu yang longak longok sembunyi dalam hutan" Hayo
menggelundung keluar."
Bu su-tun kaget, dia kira sembunyian mereka kenangan
baru saja dia, merasa heran. Tiba2 terdengar kumandang
gelak tawa orang lain dari dalam hutan dipingir kelam sebelah
sana. orang itu mengenakan topi lebar berbulu perang
melawan angin kakinya mengenakan sepatu tinggi dari kulit
banteng, jubah nyapun terbuat dari kulit bulu musang yang
putih mahal, dari dandanannya terang dia seorang Busu
Mongol. Baru saja siangkoan Pocu menongol keluar air dan angkat
kepala mengawasi Ma Tohoa. Tahu2 Busu Mongol itu datang,
keruan gusar dan malunya bukan main, hardiknya:
"Laki2 gila kurang ajar, Toako, lekas ambilkan pakaianku."
Busu Momgol masih beranjak dua langkah lebih dekat,
serunya gelak2:
"Air panas untuk mandi mencuci bersih pupur dan Gincu,
Ha h a, perempuan cantik laksana dewi kayangan, sungguh
elok menikmati panorama perempuan mandi laksana dalam
lukisan." sudah tentu Ma Toa-ha naik pitam. "seer." tongkat besinya
segera dia cabut, lebih dulu dia comot pakaian siangkoan Pocu
yang ditaruh diatas batu terus dilempar kearah siangkoan
Pocu, kejap lain dengan muka marah padam dia ayun
tongkatnya mengepruk ke-batok kepala Busu Mongol.
Lekas siangkoan Pocu ulur tangan menyambuti pakaian,
sudah tentu dia tidak berani naik kedarat mengenakan
pakaian, terpaksa dia sembunyi ditengah sesaat daon welingi
mengenakan pakaian.
Amarah Ma Toa-ha memuncak maka hantaman tongkat
besinya itu keras dan mengerahkan setaker tenaga lagi.
NamunBusu Mongol itu mandah gelak2 katanya:
"Tak nyana kau bocah inijuga sedikit berisi, tidak lemah
pukulan tongkatmu ini, apakah ini Hu-mo-tio-hoat dari
Kaypang?" Belum habis ucapan Busu Mongol, tongkat besi Ma Toa-ha
tinggal lima dim dari batok kepatanya. Tapi Busu Mongol itu
tidak berkelit, tanpa mengeluarkan senjata lagi, dengan
bertangan kosong dia malah memapak maju. sudah tentu
kejadian ini amat di- luar dugaan Bu su-tun. Maklumlah Humotio-hoat merupakan salah satu ilmu pusaka dari Kaypang,
dengan bekal Lwekang Bu su-tun sekarang belum tentu dia
berani menyambut kemplangan tongkat Ma Toa-ha. sungguh
tak kira Busu Mongol ini bernyali begini besar.
Tampak Busu Mongol itu layangkan telapak tangannya
miring, gerakannya tepat pada waktunya, begitu telapak
tangan menyentuh tongkat, sedikit dorong dan menariknya,
tongkat sudah mcnceng kesamping.
Kiranya dia menggunakan tenaga Su-nio-poat-jian-kin
lwekang tingkat tinggi, kepandaian pinjam tenaga rneng
gempur tenaga, umumnya tokoh2 kosen Bulim semua bisa
menggunakan ilmu ini, Tapi sulitnya orang harus dapat
mengincar kelemahan dan tepat menggunakan waktunya
kalau tidak betapa keras dan dahsyat hantaman tongkat ini,
terpaut sedetik saja, kepala bisa pecah berhamburan.
Bahwa Busu Mongol ini begitu leluasa menggunakan
permainannya, mau tidak mau Bu su-tun bersorak memuji
dalam hati. Baru sekarang Bu su-tun tahu bahwa Busu Mongol ini
ternyata seorang Kosen, baru sekarang dia sadar akan
penilaiannya semula yang keliru.
Tak nyana tindakan Busu Mongol itu ternyata amat keji dan
telengas, Ma Toa-ha bukan hanya menderita sedikit kerugian,
malah hampir saja jiwanya terenggut oleh lawan. Tampak
dengan menarikan kedua telapak tangannya sekali hantam dia
sampuk tongkat Ma Toa-ha, berbareng kaki melangkah maju,
telapak tangan yang lain menyelonong maju memapas
ketengah batang tongkat.
Jurus mematikan dari ilmu tongkat yang dilancarkan Ma
Toa-ha dilandasi setaker tenaganya, Karena didorong miring
kesamping oleh sentuhan telapak tangan Busu Mongol, maka
dia kehilangan keseimbangan, kembali tongkatnya tertabas
telapak tangan lawan lagi seketika jari2 tangannya pecah
berdarah, tongkat besinya seketikajutuh berkerontangan.
sebat sekali Busu Mongol kembali ulur kedua tangannya,
belum lagi Bu su-tun melihat jelas apa yang terjadi, tahu2 Ma
Toa-ha sudah tertangkap lawan seperti orang mencengkeram
anak ayam layaknya
Karena berpakaian didalam air, sudah tentu siang-koan
Pocu memerlukan waktu sedikit lama, namun melihat Ma Toaha
menghadapi bahaya, tanpa pikiran mengenakan kancing
bajunya lagi, dengan pakaian basah segera dia memburu
lompat keatas darat, Namun Ma Toa-ha sudah tertawan oleh
lawan. Tanpa banyak pikir siangkoan Pocu segera ayun tangan
menimpukan sebutir senjata rahasia, bentaknya:
"lihat senjataku." Busu Mongol lekas angkat Ma Toa-ha
tinggi kedepan memapak timpukan orang, serunya gelak2:
"Nah, pukulah."
Tak kira cara tumpukan senjata rahasia siangkoan pocu
amat aneh, yang dia timpukan ini adalah Kiu-cu-bok-tan
(sembilan granat beranak), benarnya semulut cangkir tahu2
granat ini meledak tiga kaki didepan Ma Toa-ha, sembilan Thiliancu tahu2 melambung naik beberapa kaki melesat lewat
diatas kepala Busu Mongol, tahu2 ditengah udara bisa
membelok balik terus berpencar, setiap Thi-lian-cu masing2
mengincar satu Hiat-to dibadan Busu Mongol.
oleh karena itu, timpukan granat siangkoan Pocu tidak akan
melukai Ma Toa-ha, malah mengancam jiwa Busu Mongol.
Busu Mongol tidak menduga akan kejadian ini, namun dia
tahu senjata Ling-san-pay semuanya direndam racun.
Betapapun tinggi Lwekangnya, dia tidak berani membiarkan
senjata rahasia biji teratai dari besi ini mengenai Hiat-tonya.
Karena sembilan biji teratai besi siangkoan Pocu berputar
baliki memberondong dari arah belakang, dengan kepandaian
mendengar suara membedakan senjata rahasia Busu Mongol
tahu dirinya takkan sempat berkelit lagi, apa boleh buat
terpaksa dia lepaskan dulu Ma Toa-ha, lalu dengan kedua
tangan dia melawan.
Tapi Busu Mongol ini cukup keji dan telengas, walau dalam
keadaan terpaksa dia harus melepas Ma Toa-ha
menyelamatkan diri, namun dia bikin tawanannya mengalami
derita yang cukup beratjuga, Terdengar dia menghardik:
"Pergilah." dia angkat Ma Toa-ha tinggi diatas kepala terus
diputar seperti atlit pelempar martil dia lempar tawanannya
kearah kolam berair panas.
Setelah lempar Ma Toa-ha, tanpa berpaling lagi sebat sekali
Busu Mongol bahkan tangan memukul ke- belakang, angin
pukulannya menderu kencang, sembilan biji teratai besi itu
kena dia rontokan seluruhnya.
sudah tentu kejut siangkoan Pocu bukan kepalang
keselamatan Ma Toa-ha dia utamakan, tersipu2 dia memburu
kekolam seraya berteriak gugup,
"Ma-toako, Ma-toako" insaf kepandaian Busu Mcngol ini
lebih tinggi, satu2nya harapan yaitu Ma Toa-ha tidak terluka
dengan kekuatan mereka syukur kalau dapat mengalahkan
orang- Busu Mongol ter-bahak2, serunya:
"Nona manis, Ma-toakomu ini berkepandaian rendah
bertampang jeleki apanya sih yang baik" Lebih baik kau ikut
aku saja."
ditengah gelak tawanya tahu2 dia berkelebat mengadang
didepan siangkoan Pocu seraya ulur tangan menangkapnya .
"Minggir." hardik siangkoan Pocu. "Tar" tahu2 punggung
lengan Busu Mongol d pecutnya dengan cambuk. Kiranya dia
gulung cambuk lemasnya ditangan baru sekarang tiba2 dia
gunakan untuk menyerang secara keras. Karena tidak
menduga maka Busu Mongol kecundang betapapun tinggi
Lwekangnya, namun kulit daging punggung tangannya lecet
dan meninggalkan sejalur warna merah.
sudah tentu bukan main gusar Busu Mongol, gerakannya
cepat luar biasa, tahu-2 dia balikan tangan, belum lagi
siangkoan Pocu menarik cambuknya tahu2 ujung cambuknya
sudah dipegangnyaJelas tenaga siangkoan Pocu bukan
tandingan sehingga cambut lemasnya kena direbut musuh,
untung Ginkangnya tinggi sehingga ceng krama n tangan lain
Busu Mongol tidak mengenai pundaknya,
Begitu mencelat mundur Siangkoan Pocu kembali timpukan
sebutir senjata rahasia yang meledak didepan Busu Mongol,
segumpal asap tebal seketika bergulung2 memenuhi udara,
malah diantara gumpalan atap itu terdengar suara mendesis
dengan samberan sinar kuning yang melesat kencang, senjata
rahasia yang ditimpukan kali ini adalah salah satu senjata
rahasia yang paling jahat dari Ling-san-pay, dinamakan Tokbukim-ciam-liat-yam-tam (granat kabut berjarum emas),
bukan saja asap tebal itu beracun, malah didalamnya
mcnyamber keluar jarum2 kecil lembut sebesar bulu kerbau
yang sudah dibubuhi racun pula.
Diluar tahu siangkoan Pocu bahwa kepandaian Busu
Mongol ini ternyata teramat tinggi. Terdengar orang bersiul
panjang, gumpalan asap didepannya tiba2 tersibak minggir
kesamping terbagi kedua sisi, Beruntun Busu Mongol ini
lontarkan pukulan Bik-khong-ciang, deru angin laksana hujan
badai sehingga asap tebal itu digulung pergi seperti dihembus
angin lesus, celaka adalah siangkoan Pocu sendiri yang tidak
keburu mundur, malah terkurung oleh gumpulan asapnya
sendiri sementara jarum2 lembut itu menjadi hancur lebur
ditengah damparan angin pukulan.
Dengan kepandaian Ginkang yang tinggi, cepat2 siangkoan
Pocu mencelat jauh beberapa tombaki lolos dari ling kupan
asap beracun, namun tak urung dia sudah menghirup sedikit
hawa beracun, begitu menginjak tanah belum lagi sempat
mengeluarkan obat, seketika kepala pening pandangan
berputar kunang kontan dia jatuh terjerembab tak sadarkan
diri Busu Mongol ter-bahak2 senang, kalau siangkoan Pocu
pikirkan keselamatan sendiri, terang Busu Mongol ini takkan
bisa mengejarnya. Tapi kini dia tergeletak karena terkena
racun asapnya sendiri, maka dengan gampang Busu Mongol
ini akan meringkusnya.
Tapi belum lagi gelak tawa Busu Mongol sirap dan tak
sempat dia menangkap Siangkoan Pocu, tiba2 didengarnya
sebuah hardikan keras laksana geledek mengguntur:
"Menggoda perempuan, tidak tahu malu." ternyata Bu Sutun
dan Tam Ih-tiong berdua memburu datang lebih dulu.
Bu-lim thian-kiau berkata
" siapa yang menghadapinya?"
"Biar aku menjajal kekuatan pukulannya lebih dulu." sahut
Bu Su-tun. Maklumlah Tay-lik-kim-kong-ciang Bu Su-tun
merupakan ilmu tunggal yang tiada taranya, jarang ditemukan
tandingan setimpal, kini dilihatnya pukulan Busu Mongol ini


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hebat, maka timbul keinginannya hendak menjajalnya.
Sebagai seorang ahli silat begitu melihat Bu dan Tam
seketika Busu Mongol tahu hari ini dia menghadapi lawan
yang benar2 tangguh, Tapi dasar nyalinya besar, walau
merasa heran dan kaget, namun dia tidak gentar sambungnya
dengan gelak2: "Tuan sudah menantang, aku akan melayani dengan
senang hati" Silakan mulai."
Bu Su-tun tidak sungkan2, begitu dekat dia lantas gerakan
sebelah tangannya membundar, dengan jurus Siu-liong-paybwe
(naga sakti mengebas ekor), dia membelah ke-dada Busu
Mongol. Busu Mongol memang mata melirik sambil geleng
kepala, katanya dingin:
"Kiranya tuan jago kosen dari Kaypang."
sebat sekali dia ayun telapak tangan kanan miring,
sementara telapak tangan kiri sedikit ditekuk, dua jarinya
terulur laksana jepitan, menutuk ke Ki-ti-hiat Bu-Su-tun.
Jurus yang dia mainkan ini menyerang dan bertahan
sekaligus. gerakan tangan kanan menuntun tenaga gempuran
lawan yang digunakan adalah Su-nio-hoat-jian kin, ilmu
meminjam tenaga memukul tenaga. Kalau berhasil lantas
disusul tangan kiri menggunakan Kini-na-jiu-hoat atau ilmu
tutuk, beruntun merangsak maju, dia harap bisa menelikung
atau mematahkan lengan lawan, umpama ditengah jalan
menghadapi perubanan dia yakin dirinya masih sempat
menutuk Hiat-to lawan. waktu meghadapi Hu-mo-tio-hoat
serangan Ma Toa-ha tadi dia juga gunakan permainan ini. Dia
kira Bu su-tun sama2 murid Kay-pang yang setingkat, kalau
permainannya itu dapat mematahkan Hu-mo-tio-hoat,
tentunya juga mampu mematahkan "Kim-kong-jiu" dari
Kaypang, maka dia gunakan cara semula.
Diluar tahu tingkat kepandaian Bu su-tun sudah tentu jauh
bukan ukuran Ma Toa-ha, kekuatan telapak tangannya yang
membelah ini rasanya laksana kampak raksasa yang cukup
mampu membelah gunung atau martil besar yang
menghantam remuk batu raksasa, Ayunan tangan kiri Busu
Mongol tadi paling hanya berhasil mengurangi tiga bagian
tenaga Bu su-tun, Bu su-tun segera membentaknya:
"Berani kau melawan dengan terbelah tangan,"
tenaga belahannya belum lenyap. sekaligus dia gunakan
menyampuk tangan orang, sementara telapak tangannya
tetap membelah kedada orang.
"Kepandaian bagus." puji Busu Mongol, tangan kanan
segera. berubah memapas miring keluar. Kedua tangannya
tergerak membundar seperti gelang baru dia mampu
punahkan sin-liong pay-bwe BuSu-tun, sudah tentu
perhitungannya semula hendak memelimir patah lengan dan
menutuk Ki-ti-hiat lawan menjadi gagal.
Busu Mongol tersurut mundur tiga tindak tanya-nya:
"kau ini orang Han dari Kaypang?"
"Kalau orang Han memangnya kenapa?" tanya Bu su-tun.
"Khan agung negara kita ada maksud merangkul song
melenyapkan Kim, sebagai seorang ksatria bangsa Han,
tentunya kau menentang Kim, Marilah kau ikut aku bekerja
bagi Khan agung kita mengecap kesenangan hidup bersama,
sekaligus kau bisa menuntut balas dendam negara, kalau mau
aku berani jadi perantara dan Khan agung pasti
menerimamu."
"Memang negeri Kim musuh bangsa song kita, namun
kalian bangsa Mongol juga berjiwa penjajah. sama2 punya
ambisi serakus serigala. Hm, hm, aku orang she Bu
memangnya sudi menjadi antek bangsa Tatou kalian,"
"Bagus, kau tidak mau kuperalat terpaksa kubunuh kau."
seru Busu Mongol, membarengi seruannya, dia menubruk
sebuas binatang liar.
Bu su-tun menghardik keras, kedua tangan dia dorong
maju seraya memaki:
"Betapa tinggi kepandaianmu berani bermulut besar."
begitu empat telapak tangan beradu, seketika menerbitkan
suara ledakan bagai halilintar, Adu pukulan kali ini mas ing2
pihak kerahkan seluruh kekuatan, Bu su-tun rasakan telapak
tangannya seperti membentur papan besi yang membara
panas, keruan kejutnya bukan main, lekas dia kerahkan hawa
murni, badannya bergerak lincah berputar melepaskan diri dari
leng ketan kedua tangan lawan.
"Bagaimana?" ejek Busu Mongol tertawa.
"baru dua jurus, kenapa mau pergi?" belum habis dia bicara
tahu2 badannya sempoyongan tiga langkah kebelakang,
Agaknya latihan Tay-lik-kim-kong ciang Bu su-tun betul2
sudah sempuna tingkatnya, sulit dijajagi betapa lihay dan
hebat dia menggunakan kepandaiannya ini, sekali pukul
namun mengandung tiga gelombang kekuatan, setelah dia
tarik tangannya, gelombang ke-dua dan ketiga masih tetap
bekerja dan selalu membawa hasil dengan baik.
Tapi Busu Mongol tidak sampai terluka, sementara Bu sutun
sudah mundur selangkah lebih dulu, jadi kedua pihak
sama2 sedikit dirugikan, namun belum ada yang kalah dan
menang. Kini balas Bu su-tun yang mengejek:
"Lho, kaujuga mau pergi" Kita baru jajal dua jurus, hayo diulangi."
Dari samping Bu- lim-thian- kiau segera menyela:
"Bu-toako, selanjutnya biarsiaute yang menghadapinya.
Hm, Tatcu dari Mongol, ketahuilah. aku ini bangsa Nuchen."
"Memangnya kenapa orang Nuchen?"jengek Bu-su Mongol.
"Kau hendak mencaplok negeri Kim, masakah aku biarkan
kau petingkah disini" ingin aku mengajarmu supaya tahu kalau
bangsa Han banyak ksatria, kita bangsa Kim juga tidak sedikit
kaum patriotnya, kau Tatcu ini takkan dibiarkan se-mena2
disini." "Bagus, bagus sekali." seru Busu Mongol gelak2,
"Khan agung kita memang hendak mencaplok Kim, kau
mengagulkan diri sebagai ksatria bangsa Nuchen, nah biar
kujajal sampai dimana kepandaianmu" lalu dia menyerang
lebih dulu kepada Bu- lim-thian- kiau.
Pukulannya ini menerbitkan suara gemuruh laksana guntur
menggelegar dikejauhan agaknya memang tidak boleh
dipandang enteng perbawa pukulannya. Namun sejak tadi
Bulim-thian-kiau sudah saksikan orang bergebrak dengan Bu
su-tun maka dia sudah memikirkan jalan untuk mengalahkan
lawan, segera dia mainkan Lok-eng-ciang-hoat ciptaan
barunya itu, tangan kiri meng gunakan jurus Yang-hoa-pu-tian
(kembang wangi menyampuk muka) tangan kanan dengan
jurus Liu-si-oeng-biau (dahan pohon liu melambai enteng)
kekuatan pukulannya enteng seperti mengambang dan
melayang tidak menentu kian kemari, keadaan ini tak ubahnya
seperti dahan bergoyang dan kuntum kembang berguguran
dihembus angin dimusiim semi.
seketika Busu Mongol rasakan diempat penjuru angin
sekelilingnya, semua ada bayangan orang dan deru
pukulannya keruan kagetnya bukan main, bentaknya:
"siapa kau" Negeri Kim ada Tam-pwecu yang dijuluki Bulimthian-kiau, memangnya kau ini orangnya?"
" Tidak salahi teman2 Bulim sudi menempel emas
dimukaku, aku sih tidak berani mengagulkan julukan ku
sendiri Entah berapa banyak ksatria bangsa Kim yang masih
jauh mengungguli aku, aku ingin kau tahu bahwa orang song
atau orang Kim sama2 tak boleh kau permainkan seenak
udelmu." mulut bicara, namun kaki tangan Bu-lim-thian-kiau
tidak menjadi kendor serangannya, beruntun dia menyerang
18 belas jurus pukulan.
Walau Lwekang Busu Mongol ini tangguh, namun dia baru
pertama menghadapi Lok-eng-ciang-hoat, tak tahu cara
bagaimana harus menghalau serangan ini, keruan dia
keriputan terdesak mundur ber-ulang2.
Busu Mongol serang kedua telapak tangannya Bu-lim-thiankiau
tidak mau melawan secara keras, gesit sekali dia
berkelebat menyingkir. Busu Mongol mendapat kesempatan
ganti napas, kini telapak tangannya membundar dengan
pertahanan yang kuat sembari balas menyerang, walau
langkahnya menyurut mundur, namun Bu-lim-thian-kiau tidak
kuasa menjebol pertahanan lawan.
Akhirnya Bu-lim-thian-kiau menjadi sengit, tiba2 dia ubah
permainannya, tangannya menari cepat seperti ahli sihir meng
gerakan kedua tangannya, beruntun dia merangsak 36 jurus,
kekuatannya laksana gelombang sungai bergulung sambung
menyambung. Puluhan jurus lagi Busu Mongol itu melawannya, akhirnya
tak tahan juga, terpaksa dia mengeluarkan senjata, katanya:
"Adu pukulan kau tak mampu kalahkan aku, Marilah babak
selanjutnya kita tentukan siapakah yang lebih unggul, aku
ingin mohon pengajaran kepandaian senjatamu."
"Baiki adu senjatapun boleh, selalu kuiringi keinginanmu."
sambut Bu-lim-thian-kiau, kalau lawan keluarkan sepasang
gelang mas, maka dia keluarkan sebatang seruling langsung
ditiupnya, suaranya nyaring bening, melengking menembus
mega. seketika perhatian Busu Mongol menjadi kalut oleh
suara serulingnya, lekas dia himpun hawa murni seraya
membentak gusar:
"Berani kau mempermainkan aku." sepasang gelangnya
diputar membundar turun naik terus mengepruk kearah Bulimthian-kiau. "Tidak berani" sahut Bu-limthian kiau, tiba2 serulingnya
berubah melengking dengan nada yang lebih tinggi, dengan
leluasa dan seenaknya dia melagukan nyanyian syair pujangga
ahala Tong dulu, kontan Busu Mongol rasakan ditengah irama
seruling lawan sayup2 terasa dingin laksana samberan hawa
pedang yang tajam dan bisa melukai orang, hampir saja daya
pikirannya kabur dan kelelep.
Beruntun sepasang gelang Buru Mongol menyerang tiga
jurus, semuanya secara enteng dan mudah dipunahkan
dengan gerakan Ginkang tinggi Bulim thian-kiau. Busu Mongol
membentak: "sambutlah pukulanku." jurus keempat yang dia lancarkan
merupakan serangan yang mematikan, sepasang gelang
ditangannya menjadi tabir sinar terang, yang kemilau d
iringkah cahaya matahari, sehingga gerak gerik Bu- lim-thiankiau
terkurung didalamnya, kemanapun dia berkelit se-akan2
bisa terkepruk pecah kepalanya oleh sepasang gelang lawan.
Tatkala itu kebetulan Bu- lim-thian- kiau selesai meniup
sebuah lagu dimana dia ayun serulingnya, bayangan
"serulingnya" yang putih hijau mulus seketika ber-lapis2
ribuan banyaknya, bayangan seruling yang mulus terang
berbalik membungkus cahaya kuning mas dari sepasang
gelang musuhi tipu yang digunakan ini merupakan salah satu
jurus terlihay dari ilmu Ji-hu-sin-siau kebanggaannya.
Kira-nya, sebelum menyerang Bu- lim-thian- kiau perlu
meniup lagu serulingnya dulu untuk memupuk hati dan
perasaan supaya bisa bekerja mencapai taraf yang sesuai
dengan makna dari lagu2 itu, dari perpaduan antara irama
dan hati ini baru dia bisa mengembangkan ilmu serulingnya
yang tiada taranya.
Busu Mongol inipun seorang ahli, walau terkejut dikepung
oleh lapisan bayangan seruling lawan, namun dia tidak
menjadi gugup, Pujinya:
"Ilmu hebat." dengan kekuatan lengannya dia gentak
kedua gelangnya, seketika seguIung cahaya mas kemilau
menerjang keluar dari lapisan sinar mulus kehijauan, maka
terdengarlah suara berdering nyaring yang memekak telinga
didalam sekejap itu gelang mas dan seruling jade Bu-limthiankiau beradu 18 kali, Bu- lim-thian- kiau menyurut tiga
langkah, namun topi berbulu Busu Mongol tersampuk jatuh
oleh serulingnya.
Kiranya bicara soal lwekang Busu Mongol ini lebih unggul,
namun bicara soal kehebatan jurus permainan dan tipu2nya,
orang masih bukan tandingan Bu-lim thian-kiau. se-konyong2
Busu Mongol timpukan sebuah gelang, Bu- lim-thian- kiau
mahir mendengar suara membedakan senjata dia tahu daya
timpukan gelang ini amat keras, tak boleh dilawan secara
keras, maka dia gunakan ilmu sedot dan tuntun tingkat tinggi,
mengayun seruling menyentuh dan menarik sehingga luncuran
gelang itu membelok arah terus putar balik sendiri.
Begitu menimpuk gelang dengan telapak tangan yang
kosong ini Busu Mongol tiba2 memukul dengan Bi khongciang.
Tenaga pukulannya bagai gugur gunung mendampar
kedepan. Untung Bu- lim-thian kiau sudah punahkan timpukan
gelang orang, cepat2 dia tarik seruling kedekat mulut dan
meniup lagu pula.
Kali ini yang dia lagukan bukan irama yang teratur, asal
seruling bersuara melengking saja, namun yang keluar adalah
segulung angin panas. seperti diketahui seruling jade ini
merupakan barang mestika dengan mengesankan hawa
murninya, Bu- lim-thian- kiau bisa meniup keluar hawa panas
yang murni menambah perbawa kekuatannya,
Keruan bergetar jantung Busu Mongol, lekas2 dia kerahkan
tenaga untuk menangkis serangan hawa panas ini. oleh
karena itu kekuatan Busu Mongol menjadi susut beberapa
bagian, didalam ada kekuatan Lwekang kali ini, kedua pihak
boleh dikata setanding sama kuat.
Gelang terbang menyerang musuh sebetulnya melupakan
ilmu Busu Mongol yang tunggal dan lihay, tak nyana Bu- limthiankiau bisa memunahkan hanya dengan gerakan seruling
yang enteng tanpa banyak makan tenaga. Maka pertandingan
pakai senjata kali ini kedua pihak tetap seri belum ada yang
kelihatan unggul dan asor, semula Busu Mongol ini yakin
dengan bekal kepandaian silatnya dia cukup mampu menindas
kaum persilatan diTionggoan, tak nyana hari ini beruntun dia
kebentur dua tokoh kosenBu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau,
sedikitpun dia tidak memperoleh keuntungan. Keruan Busu
Mongol ini patah semangat dan kuncup sifat garangnya
semula. Disaat Bu-lim-thian-kiau melayani Busu Mongol, Bu su tun
dan Hun Ji-yan berpencar menolong orang, Ma Toa-ha
terlempar kedalam kolam air panas, Bu su-tun harus berdaya
menolongnya keluar. sedung siang-koan Pocu semaput oleh
asap beracunnya sendiri. Hun Ji-yan juga sedang berusaha
untuk menyadarkan dia.
Dari kantong senjata siangkoan Pocu, Hun Ji-yan keluarkan
beberapa botol dan bungkusan yang berisi bubuk dan pil obat,
namun dia tidak tahu macam apa obat yang bisa
menyadarkan orang. Bu su-tun tertawa malah, katanya:


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggulah sebentar, nantikan ada orang memberitahu
kepadamu."
Ma Toa-ha sedang meronta2 timbul tenggelam didalam
kolam air panas debgan megap2, untung Hiat-tonya tidak
tertutuki kedua tangannya dengan kencang berpegang pada
ujung runcing sebuah batu dinding yang menonjol keluar,
sehingga dia tidak tenggelam kedasar air.
Namun, hanya kepalanya saja yang menongol keluar
permukaan air, suhu panas air yang menguap itu membikin
napasnya sesak dan menderita sekali. Untung Bu su-tun lekas
memburu datang, kalau terlambat sebentar lagi pasti dia jatuh
semaput. Dengan pukulan Bik-khong-ciang, BuSu-tun sapu
kesamping uap panas yang mengepul dipermukaan air,
setelah jelas tempat kedudukan Ma Toa-ha, segera dia
kerahkan tenaga dan gunakan Lwekang cuncak tinggi menaut
ditengah udara dari kejauhan.
"Naik." serunya begitu pegangan tangan Ma Toa-ha
terlepas, badannya seketika tersedot naik setinggi tiga kaki,
kebetulan tangan Bu su-tun sudah berhasil menjambret
punggung orang terus dijinjingnya keluar, tanpa
mengeluarkan banyak tenaga dia tolong orang dari kolam air
panas. Begitu terhembus angin dingin, seketika Ma Toa-ha
bergidik dan terjaga, pikirannya rada jernih. Begitu dia
membuka mata, dilihatnya Bu su-tun ada di-sampingnya,
keruan kejutnya bukan main, katanya tergagap:
"Kaukah... kaukah yang menolongku?"
"Nanti saja bicara. sumoay mu pingsan terkena asap
beracun, lekas kau tunjukan mana obat pemunahnya"
Hun Ji-yan lekas bawa beberapa macam obat itu
kehadapan Ma Toa-ha.
"Gunakan obat merah yang ada dalam botol Ini, cukup
sebutir saja, Tapi sebelum dimakan, dia harus diurut dan
dipijat dulu supaya darahnya lancar, ini .."
"Baiki aku sudah tahu, biar aku yang mengurut dan
memijat dia." ujar Hun Ji-yan.
setelah makan obat, tak lama kemudian siangkoan Pocupun
mulai siuman, Begitu sadar dia lantas pentang mulut berteriak
" Kurang ajar, mana Tatcu Mongol itu" Ma-toako, marilah
keroyok dia."
karena baru sadar siangkoan Pocu belum tahu apa yang
telah terjadi dia kira Ma Toa-ha yaag menolong dirinya.
Dengan menggape tangan Busu Mongol menyambut
kembali gelang terbangnya, serunya lantang
" Gunung menghijau adalah tempat baik untuk mengubur
tulang. Baiklah, kalian boleh maju bersama, marilah kita
bertempur sampai akhir, Betapa beruntungnya aku Ibun Hoakip
hari ini dapat melayani dua enghiong besar, matipun
rasanya setimpal dan tak perlu menyesal."
Betapa gagah dan lantang perkataan Ibun Hoa-kip,
sebetulnya dalam hati dia sudah jera dan kuatir bila Bu su-tun
dan Bu-lim-thian-kiau benar2 mengerubut dirinya. Bu su-tun
gelak2, katanya:
"Aku orang she Bu ada minat bertanding sampai titik
terakhir, namun hari ini kau sudah lelahi tidak gagah kalau aku
mengalahkan kau, Nah lekas kau pergi."
Mumpung mendapat kesempatan, Ibun Hoa-kip tidak
sia2kan waktu. begitu menyampuk seruling Bu-lim thian- kiau,
dia berkata: "Baiki selama gunung menghijau dan air mengalir, kapan
kita bertemu lagi, pasti aku mohon petunjuk kalian pula."
tanpa buang waktu ter-sipu2 dia lantas berlari pergi,
Tampak langkahnya enteng bagai terbang, dalam sekejap
sudah menghilang tidak meninggalkan jejak.
Waktu itu, siangkoan Pocu sudah sadar betul2, melihat Ma
Toa-ha basah kuyub berdiri didepannya mirip ayam jago yang
kedodoran sedang orang yang memapahnya bangun adalah
Hun Ji- yan, keruan kagetnya bukan main, serunya tersendat:
"Kau, kaukah yang menolongku?"
"Bukan, obat pemunah mu sendiri yang menolong kau."
sahut Hun Ji-yan tertawa.
"Dari mana kau tahu yang mana obat pemunah-nya?"
"Ma-toakomu itulah yang memberitahu kepadaku."
Agaknya siangkoan Pocu masih bingung, dia pandang Ma
Toa-ha dengan tatapan tak habis mengerti, Kata Ma Toa-ha
dengan sember dan gemetar
"Betul, kau ditolong nona Hun ini, Akupun tertolong oleh
Bu-pangou, Peduli mereka menolong lantaran jiwa pendekar
atau hendak membalas budi diatas dendam. Mungkinjuga
ingin mengikat persahabatan setelah bermusuhan, ataukah
hendak ber-muka2 terhadap kita, Betapapun kita harus
berterima kasih kepada mereka."
Mimpipun Siangkoan Pocu tidak menduga bahwa Hun Jiyan
bakal menolong dirinya, tanyanya dengan uring2an
"Aku pernah melukai kau dengan jarum beracun, kenapa
kau mau menolongku malah?"
"Kejadian masa lalu tak perlu disinggung lagi, kalau
selanjutnya kau tidak memusuhi kaum patriot yang
menentang penjajah Kim, kita boleh bersahabat menjadi
teman baik."
Kikuk dan hambar sikap siangkoan Pocu, kembali dia
menoleh kearah Ma Toa-ha agaknya dia minta pertimbangan
Ma Toa-ha. Berkata dingin Ma Toa-ha:
"Bu-pangcu, lebih baik kaupukul aku sampai mati saja,
jiwaku kau pungut kembali, kalau kau yang membunuhku, aku
tidak akan menyesal."
"Aneh ucapanmu" ujar BuSu-tun,
" Kalau aku mau membunuhmu buat apa aku menolong
kau." "Kalau begitu jangan kau menyesal. Hari ini kau tidak
membunuhku, kelak kalau ada kesempatan, aku tetap akan
membalas sakit hati kematian ayahku."
" Hun- lihiap" ujar siangkoan Pocu,
"Ma-toako bermusuhan dengan kalian, maka akupun tetap
bermusuhan dengan kalian, Hari ini kau menolong jiwaku
kelak kalau kau terjatuh ketanganku, aku boleh tiga kali
mengampuni jiwamu."
Hun Ji-yan tersenyum getir dan geli, Bu su-tun berkata:
"Ma Toa-ha, kau menjabat pangkat di dalam pasukan Gilimkun negeri Kim bukan" Betapa tinggi pangkatmu?"
"Hanya Taiwi kelas 5 bergaman golok saja, Buat apa kau
tanya pangkatku?"
"Tam-pwecu ini tentunya kau sudah kenal, dia adalah
pangeran negerimu. dialah yang seharusnya mendapat
warisan kedudukan raja, Tapi sekarang dia berada dipihak
ksatria golongan bangsa Han di Tiong-goan menentang
kelaliman rajanya sendiri Urusan harus bisa membedakan baik
buruk dan salah benar, kalau setia secara membabi buta, itu
adalah gegabah dan tidak tahu diri."
"Masing2 orang mempunyai pandangan hidup dan etikanya
sendiri2,jangan kausamakan dia dengan aku. Bu-pangcu,
kalau kau takut aku menuntut balau sekarang boleh kau
bunuh aku."
"Ma Toa-ha." sela Hun Ji-yan,
"ada sebuah hal mungkin kau sendiri masih belum jelas,"
"Hal apa" Coba jelaskan?"
"Tahukah kau, bagaimana kematian ayahmu yang
sebabnya?" tanya Hun Ji-yan.
"Aku tidak hadir hari itu, namun aku tahu beliau terbunuh
oleh Bu-pangcu, kau menyinggung soal ini, memangnya ingin
mengingkari kesalahan Bu-toakomu?"
Baru saja Hun Ji-yan mau memberi penjelasan, Bu su-tun
sudah tidak sabar, selanya:
"Betul, memang aku yang membunuhnya. Kutunggu kau
membalas, lekaslah pergi, Adik Hun, jangan banyak omong
lagi." Hun Ji-yan melenggong, seperti hendak berkata apa2
namun dia tahan dan urung.
Ma Toa-ha berseru lantang:
"Terima kasihi Bu pangcu sudi melepas aku pergi, selama
hayat masih dikandung badan, aku pasti membalas budimu
ini." Tiba2 Hun Ji-yan ingat-sesuatu, teriaknya: "Tunggu
sebentar."
Ma Toa-ha berpaling dengan angkuh katanya:
"Kalian menyesal bukan" Hayolahi bunuh aku sekarang
juga." Tegak alis Hun Ji-yan, katanya:
"Jangan kau terlalu curiga, siapa mau bunuh kau" Ada
sebuah hal perlu kuberitahu kepada nona siangkoan."
"Ada urusan apa?" tanya siangkoan Pocu heran.
"Tahukah kau keadaan ayahmu?" perkataan Hun Ji-yan
belum selesai, siangkoan Pocu yang merasa heran segera
bertanya "Apa katamu" Ayahku?"
"Betul, ayahmu Ceng-ling-cu cianpwe menemui ajalnya
dicelakai oleh sutenya Thay Bi, sebelum ajal beliau ada pesan
kepada Liu lihiap Liu Jing-yau supaya memberi kabar kepada
ibumu, diapun minta supaya menjaga dan melindungi kau,
diharap kau bergaul dengan teman baik, jangan sampai
tersesat jalan."
Berubah air muka siangkoan Tocu, ujarnya:
"Ceng-ling-cu apa" selamanya belum pernah kudengar
nama ini darimana aku punya ayah yang satu ini" Aku bukan
anak2 lagi, kenapa harus dijaga dan dilindungi orang lain?"
Kali ini ganti Hun Ji-yan yang melengak keheranan, dia
tahu dalam hal ini pasti ada latar belakang yang sulit diketahui
orang luar, kemungkinan siang-koan Pocu sendiri memang
belum tahu bahwa ayahnya adalah Ceng ling-cu, namun Hun
Ji-yan sungkan tanya urusan pribadi orang lain.
Ma Toa-ha menjengek:,
"Bersahabat dengan orang baik" jangan tersesat jalan
segala" Hehe, itu berarti kau salah bergaul dengan orang
jahat, akulah yang menarikmu kejalan sesat"
"Aku sendiri tidak punya pikiran demikian." lekas siangkoan
Pocu menyangkal
"jangan kaupedulikan omongan orang lain, Matoako,
jangan kau berkecil hati."
sekarang Ma Toa-ha sudah pulih beberapa bagian, dengan
bergandengan tangan bersama siangkoan Pocu, mereka
mengembangkan Ginkang, karena dibantu siangkoan Pocu
yang sedikit memapahnya maka langkah mereka cepat dan
enteng. setelah bayangan Ma Toa-ha dan siangkoan Pocu tidak
kelihatan lagi, maka Bu su-tun ber-empatpun melanjutkan
perjalanan, Dari percakapan Ma Toa-ha tadi Bu su-tun sudah
tahu tempat tinggal He-tianglo, maka langsung mereka
menuju kesana. Tiba2 terendus bau wangi kembang yang terbawa
hembusan angin lalu, Mereka terus manjat keatas menuruti
datangnya bau wangi ini, tampak dipuncak gunung sebelah
sana terdapat sebuah rumahi rumah ini dibangun dengan
balok2 batu hijau yang ada digunung ini.
Dibelakang rumah tampak ada sebuah taman kembang,
pagar tembok setinggi manusia dari kejauhan tampak
kembang sedang mekar beraneka ragam, dari sanalah
datangnya bau harum.
"He-tianglo tinggal dirumah batu itu, Bau kembang apakah
ini yang begini wangi, boleh kita tanya kepadanya."
Mereka maju lebih lanjut tiba2 Hun Ji-yan beranak ikaget:
"Darah, darah, Ehi darah dari mana yang berlepotan diatas
saiju ini?"
Bu su-tun amat kaget, lekas dia maju memeriksa noda
darah, tak jauh disebelah sana tampak dua gundukan saiju
yang meninggi, lekas Bu su-tun singkirkan gundukan salju,
kiranya dua ekor mayat anjing ajak yang dikubur dibawahnya.
kedua anjing ini pecah kepalanya, agaknya terpukul oleh
pukulan berat kaum lwekeh.
Kiranya setelah kedua anjing ini mati, hujan saiju yang
lebat menimbun kedua mayat anjing ini, namun darah anjing
yang masih panas meleleh keluar, setelah melengak sebentar
Bu su-tun berseru kuatir:
"Celaka, kedua anjing ajak ini adalah peliharaan Hetianglo."
Anjing ini amat galak dan garang, sejak kecil sudah dilatih
dan dididik oleh He-tianglo sendiri, bagi orang yang
berkepandaian silat rendah, mungkin bisa digigitnya sampai
mati. Tapi penyatron ini tanpa susah payah bisa
membunuhnya, maka dapat dipastikan berkepandaian tinggi.
Hal ini tidak perlu dikejutkan, yang mengejutkanBu su-tun
adalah: "Kalau He-tiang-lo sendiri tidak mengalami apa2 mana dia
berpeluk tangan kedua anjing penjaga pintunya ini dibunuh
orang" Hanya ada dua kemungkinan saja, yaitu kalau Hetianglo
tidak terserang penyakit, maka dia pasti terluka
parah," Maka buru2 mereka berlari kearah rumah batu itu.
Baru saja Bu Su-tun hendak bersuara memperkenalkan diri,
tiba2 terdengar suara serak tua berseru:
"Kau datang lagi" Baiklah. kutunggu kau membunuh-ku,
Kali ini kau bisa membunuhku tanpa buang tenaga."
suaranya semakin lemah dan ter-putus2, napaspun
megap2, mirip benar dengan orang tua yang sakit keras.
Tanpa hiraukan adat kesopanan lekas Bu su-tun dorong
pintu terus menerobos masuk seraya berteriafc:
"susiok inilah aku." tampak He-tianglo rebah di- atas
ranjang, mukanya kuning seperti malam, matanya terpejam
rapat. Agaknya He-tianglo ingin membuka mata, namun mata
tidak mengijinkan, sesaat kemudian hanya segaris saja
matanya melek namun tak jelas melihat keadaan di depannya,
dengan lemah dan tersendat dia bertanya:
"Kau... kau panggil aku susiok siapa kau?" sahut orang
terluka parah. Bu su-tun tidak banyak bicara, lekas dia papah
orang berduduki bersama Bu-lim-thian kiau mereka salurkan
tenaga murni dan mengobati orang, tak lama kemudian mulai
tampak perubahan muka He-tianglo, lambat laun dia bisa
membuka mata. (Bersambung ke Bagian 56)
Bagian 56

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bergegas Bu Su-tun memberi hormat, katanya.
"Tecu Bu Su-tun memberi sembah hormat kepada Susiok."
"Ohi kiranya kau." ujar He-tianglo lemahi
"kabarnya kaulah menjabat Pangcu, Bagus, bagus sekali,
legalah hatiku kalau kau yang menjabat Pangcu."
"Semua ini lantaran susiok yang bantu menegakkan
keadilan, sehingga penasaran siautit tercuci bersih" lalu dia
berlutut menyembah tiga kali kepadanya.
"Aku mendapat pesan gurumu, adalah pantas kalau
berbuat demikian,Jauh2 kau datang kemari memangnya ada
keperiuan apa pula?"
Mengingat semangat He-tianglo mulai pulih, namun kuatir
orang terialu lelah dan keluar banyak tenaga maka dia
membujuk: "susiok, kau istirahat saja, setelah lukamu sembuh, siautit
belum teria mbat mohon petunjuk kepadamu."
"Aku terluka oleh pukulan Gun-goan-it-sat-kang, mana bisa
sembuh begitu cepat" jangan menelantarkan urusan
pentingmu. Lekas katakan."
Tiba2 Bu-lim-thian-kiau menyela:
"Aku membawa Siau-hoan-tan buatan Liu-locianpwe
kasiatnya untuk menyembuhkan luka2 dalam yang parahi
Ceng-hun, lekas ambil secangkir air."
"Liu- locianpwe?" ujar IHe-tianglo,
"Apakah Liu Goan-cong Liutayhiap yang mencuri mestika
diistana negeri Kim 20 tahun yang lalu itu?"
"Betul." sahut Bu-lim-thian-kiau,
"Bukan saja ilmu silat Liu-locianpwe tinggi tiada taranya,
malah ilmu pengobatannyapun tiada bandingan."
"Akutahu." ujar He-tianglo,
" lalu pernah apa kau dengan dia?"
"Aku bukan sanak bukan kadangnya, Tapi berkat
bimbingan dan keluhuran budinya, beliau sudi pandang aku
sebagai keponakan sendiri" sahut Bu-lim-thian-kiau.
Bu su-tun lantas memperkenalkan:
"Dia adalah Bu-lim-thian-kiau yang kenamaan dari negeri
Kim, saudara Tam Ih-tiong sebagai pangeran kerajaan Kim,
Namun dia menentang kelaliman rajanya, selama setahun
terakhir ini dia berada di Kong-bing-si menetap bersama Liulocianpwe,
Kongsun in cianpwe dan Bing-bing Taysu." lalu
diapun perkenalkan Jilian Ceng-hun sebagai istri Bu-lim-thiankiau,
dan Hun Ji Yan adalah murid Bu-siang sinni dari Go-bisan.
Jilian Ceng-hun yang Jenaka segera menambahkan:
" Calon istri Bu-pangcu juga."
He-tianglo senang, katanya:
"Punya guru berbudi teladan kental, mendapat murid Busiang
sinni untuk mendirikan mahligai keluarga lagi, sungguh
senang dan bahagia sekali kau ini."
sementara itu Jilian Ceng-hun sudiah ambil secangkir air,
setelah He-tianglo menelan siau-hoan-tan kasiatnya memang
luar biasa, lekas sekali mukanya yang pucat kuning sudah
bersemu merahi semangatnya pUn lebih segar.
Baru sekarang Bu Su-tun bertanya:
"He-susiok, siapakah yang melukai kau" Gun goan-it-satkang
ilmu dari aliran manakah?"
"Diatas gunung ini, adakah kalian bertemu dengan seorang
Busu Mongol?" tanya He-tianglo.
"Apakah Busu Mongol yang bernama Ibun Hoa-kip" Tadi
memang kami kesamplok sama dia malah bergebrak sudah,
Apakah Ibun Hoa-kip ini...."
"Benar, aku dilukai oleh dia." tutur He-tianglo,
"sayang usiaku tua, kalau 30 tahun aku lebih muda, takkan
kulepas dia turun dari Thian-long-nia. Bagaimana kalian bisa
kesamplok sama dia" Kemana dia sekarang?"
Bu su-tun lantas ceritakan pengalamannya akhirnya
menambahkan: "sayang aku tidak tahu kalau keparat ini yang melukai
susiok, kalau tidak peduli aturan Kang-ouw segala, bersama
Tam-heng seharusnya aku menghabisi jiwanya."
He-tianglo menghela napas, ujarnya:
"Lebih baik kalau dia sudah pergi."
Bu su-tun melongo, tanyanya tak mengerti: " Kenapa"
siapakah Gurunya?"
"Gurunya adalah Koksu dari Mongol, belakangan mendapat
anugerah dan Khan agung mereka dengan julukan Cun-seng
Hoat-ong,jarang kaum persilatan diTionggoan yang tahu akan
kebesarannya, namun ilmu silatnya memang hebat luar biasa.
30 tahun yang lalu pernah aku pergi ke Mongol, waktu itu aku
masih dalam keadaan jaya namun hanya setanding melawan
muridnya yang terbesar. Cun-seng Hoatong punya 5 murid,
kabarnya Ibun Hoa-kip ini adalah murid penutupnya."
Mendengar cerita He-tiangio, diam2 Busu-tun dan Bu-limthiankiau amat kaget saling pandang, kalau muridnya terkecil
saja sudah begitu lihay, apa lagi suheng atau gurunya, Tapi
diluar tahu mereka bahwa Ibun Hoa-kip diantara kelima
saudara seperguruan kepandaian silatnya ada dibawah Toasuheng
dan lebih unggul dari tiga suheng yang lain.
Tapi kepandaian gurunya Cun-seng Hoatong memang kira2
setingkat dengan Liu Goan-cong dan Bing-bing Taysu,
Tapi Busu-tun tidak gentar. katanya:
"Kerajaan Mongol baru berdiri, namun ambisi raja mereka
amat besar dari apa yang kudengar dari omongan Ibun Hoakip.
naga2nya mereka ada maksud melenyapkan kerajaan Kim
dan mencaplok song pula, jelas Kay-pang pasti akan
memusuhinya, Kalah menang Tecu tetap akan menempur
Cun-seng Hoatong juga, peduli bencana apa yang bakal kita
alami?" "Bagus, tekadmu memang harus dipuji." demikian ujar Hetianglo,
"kalau begitu tindakanku juga tidak salah."
Tanya Bu su-tun:
" Kenapa Ibun Hoa-kip melukai susiok" Tindakan benar apa
yang susiok lakukan?"
"Aku tidak tahu cara bagaimana dia tahu tempat tinggalku,
Datang2 dia berkotbah panjang lebar, tujuannya menghasut
dan memecah belah Kaypang kita. Agaknya dia tahu yang
berkuasa di cabang Taytoh adalah muridku, dia minta aku tulis
surat memberitahu mereka, begitu pasukan besar Mongol
menyerbu datang, seluruh murid Kaypang dibilangan utara
diharap bekerja demi kepentingan mereka. umpama tidak mau
bekerja, juga diminta supaya tidak memusuhi dan
menggagalkan tujuan pihak mereka.
Dia kira Kaypang menentang kerajaan Kim, Mongol juga
hendak melenyapkan kerajaan Kim, adalah jamak dan pantas
kalau Kaypang kerja sama dengan mereka,"
"Bagaimana susiok memberi jawaban?" tanya Bu su-tun.
"Sudah tentu kutolak mentah2. Memang kita tentang
kerajaan Kim, namun kita tak sudi diperalat oleh Mongol,
Kalau karena itu kita terjebak bukankah mirip peribahasa yang
mengatakan "Didepan pintu mengusir harimau, serigala masuk
dari pintu belakang?" Maka kutolak permintaannya . "
"Tepat jawaban susiok." ujar Busu-tun.
"Ibun Hoa-kip juga menghasut kami, namun mentah2 kita
tolaki" " Karena hasutannya gagal, dia lantas tarik muka dan turun
tangan, Aku sudah teriuka oleh Gun-goan-it-satkang, namun
kutahan jangan sampai dia tahu aku teriuka akhirnya dengan
sisa tenagaku yang penghabisan, dengan Kim-kong-ciang
akupun berhasil melukai dia, akhirnya dia lari mencawat ekor.
peristiwa ini terjadi kemaren. Aku tahu dengan tenaga tuaku
aku hanya bisa melukai ringan saja, dengan kekebalan
Lwekangnya dalam sehari luka2nya pasti sudah sembuh,
sebaliknya aku sendiri tak mampu berkutik lagi, keinginan
bunuh diripun tak mampu. Maka aku siaga hari ini dia akan
datang lagi membunuhku, tak kira malah kalian yang keburu
datang." "Baiklah setelah luka2 susiok sembuh kita turun gunung
bersama, Maksud kedatanganku memang hendak minta susiok
turun gunung, pergi ke Taytohi membereskan tugas2 rutin
dalam Kaypangi bagian utara."
He-tianglo geleng2, ujarnya:
"Tidaki aku tidak akan turun gunung, soal tugas rutin, kau
boleh bawa Pak-kau-pang milikku tunjukan kepada Kisuhengmu
di Taytoh dia pasti patuh dan tunduk akan
perintahmu."
Ter-sipu2 Busu-tun menjura menerima Pak-kau-pang
orang, katanya:
"siautit akan berangkat setelah luka2 susiok sembuh,
Betapapun aku mengharap susiok suka turun gunung bersama
kami." "sudah teguh putusanku, aku tidak akan turun gunung.
Tapi kau boleh lekas berangkat tak usah menunggu luka2ku
sembuh, urusan besar bisa terlantar karena terlambat."
"Tak apa, paling aku tinggal tiga hari lagi," sahut Bu su-tun.
"Begitupun Baik, kau temani aku beberapa hari lagi, sejak
bertemu di Taytoh dulu, sudah sekian tahun aku tak pernah
melihatmu lagi."
" Waktu mereka bercakap2, Hun Ji-yan dan Jilian Cenghun,
masuk dapur bikin nasi masak sayiwan, untuk He-tianglo
yang masih lemahi mereka khusus buatkan bubur, sehari
semalam He-tianglo tidak makan minum, setelah semangatnya
pulih, perutnya seketika keroncongan.
"Banyak terima kasih, bikin kalian sibuk saja," demikian
katanya. "Beras, sayuran kayu bakar dan bumbu semua tersedia,
kita kan hanya mengerjakan saja." demikian kata Hun Ji-yan
tertawa. Mau tidak mau He-tianglo bersedih karena kematian kedua
anjingnya yang setia, kiranya selama ini kedua anjing itu telah
banyak memberi bantuan kepadanya.
Karena sayuran yang tersedia dan kayu bakar adalah hasil
kerja dari kedua anjing itu yang sudah dididiknya kerja dengan
baik, Bu su-tun berkata setelah makan nasi:
"Ji- yan, kenapa kau kelihatan begini lesu, makanpun
kelihatan tak punya selera?"
He-tianglo tertawa, katanya:
"Coba biar kuterka, Nona Hun, bukankah kau merasa bau
kembang ini rada aneh dan ganjil?"
"Memang, kurasakan bau kembang disini berlainan dengan
semerbak kembang wangi yang pernah ku- cium ditempat
lain, rasanya menjadi malas dan kurang semangat, tapi ini
hanya perasaanku saja- entah bagaimana dengan kalian?"
"Aneh, memang demikian," ujar Bu-lim-thian-kiau dan
Busu-tiun berbareng,
" entah bau ini perpaduan dua macam kembang atau
hanya semacam saja?"
He-tianglo gelak2, ujarnya:
"Baiklah, mari kalian ikut aku kekebon, biar kalian saksikan
dua macam kuntum kembang yang berlainan dan luar biasa.
didalam dua hari ini pasti sudah mekar."
Beramai mereka mengikuti He-tianglo menuju ke-kebon
yang pertama tampak oleh mereka adalah kuntum kembang
yang tumbuh lebat dipucuk sebuah pohon besar dan cukup
tinggi, setiap kuntum kembang sebesar cawan teh kecil,
warnanya merah darah menyala, mengeluarkan semacam bau
harum yang memabukan.
Hanya menghirup sekali Hun Ji-yan lantas mengerut
kening, katanya:
"Bau kembang ini teramat wangi, namun entah kenapa,
setelah mencium harum kembang ini, hatiku menjadi masgul
dan sedikit mual."
He-tianglo lantas menerangkan dengan tertawa:
" Untung kau berada didalam kebon ini kalau ditempat lain
kau bisa jatuh semaput."
"Kembang apakah ini?" tanya Hun Ji-yan pula.
"begitu lihay?"
"Nama asli kembang ini adalah A-siu-lo-hoa, asal mulanya
hanya tumbuh dipuncak Himalaya saja, dengan susah payah
aku berhasil mencangkoknya kesini, sudah sekian tahun tidak
berkembang, tak kira kemarin setelah turun hujan salju pagi
hari ini cambangnya bermekaran,"
" oh jadi baru hari ini kembangnya mekar?" tanya Hun Jiyan
pula. "Baru pagi hari ini aku mengendus bau harumnya yang
istmewa, sungguh aku merasa beruntung sekali."
Jilian ceng-hun keheranan, katanya:
"Apa bedanya kembang ini mekar kemaren atau hari ini"
Kenapa beruntung karena mekar hari ini?"
" Kuntum kembang ini dapat diracik menjadi obat bius yang
paling lihay, keculai memiliki Lwekang yang sudah sempurna,
kalau tidak sekali mencium bau kembang ini, sekujur badan
seketika akan lumpuh dan lemas lunglai, tenaga lenyap. jiwa
raga bakal menjadi bual2an lawan. Kemaren Ibun Hoa-kip
meluruk kemari, kalau kembang ini kemaren mekar, dengan
pertarohkan jiwa dia pasti berusaha untuk merebut A-siu-lohoa
ini, Arti dari bahasa sangsekerta A-siu-lo adalah setan iblis
oleh karena itu umumnya kaum persilatan menamakan dia
Mo-kui-hoa (kembang setan- iblis), Cun-seng Hoatong luas
pengetahuan dan pengalaman kabarnya diapun pernah pergi
kepuncak Himalaya mencari kembang ini, sebagai muridnya,
tentu Ibun Hoa-kip juga tahu kasiat dan asal usul kembang ini,
Hari ini kembang ini baru mekar, bukankah beruntung bagi
aku?" "Bahwa Mo-kui-hoa sedemikian lihay, kenapa dalam jarak
sedemikian dekat kita masih tidak semaput karenanya?" tanya
Hun Ji-yan pula.
"Nah, marilah kalian ikut aku," ajak He tianglo, lalu dia
menuju kesebuah kolam, air permukaan kolam ini sudah
membeku, namun diantara celah2 salju yang membeku itu
menonggol keluar tangkai kembang dan mekarlah sekuntum
kembang dipucuk tangkai ini, warnanya putih mulus laksana
salju. Begitu dekat dengan kolam Hun Ji-yan disampuk bau
wangi lain yang berbeda lagi, seketika badan terasa segar dan
semangatpun bergelora rasa kantuk dan masgul hatinya sirna
seketika. "Apakah ini Lian-hoa (kembang teratai)" tanya Hun Ji-yan .
"Ya, bolehlah dianggap Lian-hoa," sahut He-tiang-lo, lalu
dia menjelaskan,
"tapi bukan kembang teratai biasanya, Yang ini dinamakan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembang teratai dari Thian-san. Bunga teratai biasanya mekar
pada musim panas, namun kembang teratai dari Thian-san
tumbuh di puncak gunung yang dingin, maka dia tumbuh dan
mekar diantara timbunan salju,"
Dari gurunya Hun Ji-yan pernah mendapat keterangan
tentang kembang ini, katanya:
"o, jadi inilah Thian-san-soatlian, kabamya kembang ini
kasiatnya mampu menawarkan ratusan macam jenis racun,
apa benar?"
"BetuI, justru karena dalam kebon ini ada Thian-san-soatlian,
maka kadar racun dari Mu-kui-hoa yang membius itu
menjadi tawar, Kembang ini masih pentil dan belum mekar
seluruhnya, kalau sudah mekar semerbak betul2, tentu rasa
masgul dan mualmu akan hilang,"
" Kalau begitu Thian-san-soat-lian kan lebih sukar diperoleh
dari Mo-kui-hoa?" kembali Hun Ji-yan mengajukan
pertanyaan. "Masing2 mempunyai kasiatnya sendiri2, merupakan
barang yang jarang terdapat diduma ini, Kedatangan kalian
amat kebetulan bisa saksikan kedua kembang ini mekar
bersama kebetulan pula, Lohu bisa pinjam kembang untuk
pertsembahkan kepada Budha."
"Persembahkan kembang kepada Budha" Pakai peribahasa
segala, maksud susiok..." tanya Bu su-tun.
"Maksudku ingin titip kalian persembahkan kedua macam
kembang ini kepada Liu Tayhiap Liu Goan-cong, pertama
untuk membalas budi siau hoan-tan buatannya, kedua Liu
Tayhiap adalah tabib sakti masa kini yang tiada bandingannya,
dengan membekal kedua macam kembang ini tentu
manfaatnya lebih besar dari pada ditanganku."
"Betul, pedang pusaka dihaturkan kepada pendekar patriot,
pupur dan gincu dipersembahkan kepada gadis cantik
rupawan. Kedua macam kembang mukjijat ini memang pantas
diberikan kepada Liu-locianpwe, susiok, tugas ini biar
kuselesaikan."
"A-siu-lo-hoa sekarang juga boleh dipetik, Tapi Thian-sansoatlian masih pentil terpaksa harus tunggu dua hari lagi baru
dia akan mekar."
"Tunggu beberapa hari lagi juga tak jadi soal" ujar Busutun,
"susiok, kauperlu istirahat merawat luka memulihkan
kesehatan, kita disini bisa bantu kau menjaga kebon ini,
disamping mengadakan perondaan disekitar gunung ini."
"Begitupun Baik, Yang kukuatirkan hanya Ibun Kea-kip
bakal balik pula, ada kalian disini, aku tidak perlu kuatir dia
meluruk datang pula."
"Apakah susiok tahu akan sin-tho Thay Bi dan Liu Goanka?"
"30 tahun yang lalu aku pernah bertemu dengan Thay Bi
waktu itu Hian-im-ci belum terlatih baik olehnya, kejahatannya
juga tidak keliwat batas, pernah aku mewakili gurumu
memberi peringatan kepadanya, Dia berjanji tidak mencari
permusuhan dengan Kaypang, maka aku tidak melabraknya.
Tapi kudengar dia ada membuat onar dikala kau diangkat
menjadi Pangcu tempo hari, apa benar?"
Bu su-tun mengiakan, lalu ceritakan kejadian di siu-yanglau
tempo hari. "Agaknya dulu dia gentar menghadapi Suheng, setelah
gurumu wafat, dia sangka Kaypang tiada jago yang perlu dia
takuti, maka sengaja berani datang membuat gara2."
"itu hanya salah satu sebab. Yang lebih penting karena dia
sudah diangkat menjadi Koksu negeri Kim, maka besar
tekadnya hendak memberantas orang2 Kaypang kita," lalu dia
jelaskan pula intrik Thay Bi dan Liu Goan-ka.
"O, kiranya begitu, lalu kenapa kau sengaja menyinggung
mereka kepadaku?"
"Menurut kabar yang kami terima, katanya mereka pernah
muncul disekitar Thian-long-nia ini."
"Begitu" Aku kok belum pernah melihat mereka atau
munigkin mereka belum tahu tempat pengasingan ku ini."
Hun Ji-yan tertawa, ujarnya:
"Ada Tam suheng suami istri disini, kukira kedua bangsat
tua itu takkan berani kemari, untung Ibun Hoa-kip sudah kita
gebah lari tentu dia sudah turun gunung,"
Dugaan Hun Ji-yan hanya kena sebagian saja, memang
semula Ibun Hoa-kip mau turun gunung, tapi setiba dilamping
gunung, dia putar balik lagi.
Nah sekarang marilah kita ikuti perjalanan Ibun Hoa-kip
yang melarikan diri setelah dikalahkan oleh Bu Su-tun dan Bulimthian-kiau, sebetulnya dia tidak lari jauh, hanya sembunyi
didalam hutan. Ternyata tujuannya kali ini hendak melabrak He-tianglo
pula, meski tidak tahu orang sudah teriuka, namun dia kira
karena orang sudah tua renta tenaga lemah tentu dalam
waktu dekat kesehatannya takkan bisa pulih dengan cepat
pikirnya hendak dia tunggu setelah Bu-lim thian kiau dan lain2
pergi, dia akan melabrak He-tiang-lo lagi.
Tak kira dilihatnya Bu su-tun dan Bu-lim-thian-kiau
berempat malah memasuki rumah batu kediaman He-tiianglo
maka perhitungannya semula menjadi gagal total, betapapun
besar nyalinya dengan kehadiran ke-empat anak2 muda ini
takkan berani dia mencari penyakit disana.
Terpaksa diam2 dia mengeloyor pergi, namun baru saja dia
mau turun gunung, hembusan angin gunung yang
msnyampuk hidungnya membawa bau harum Mo-kui-hoa dan
Thian-san-soat-lian, Walau kedua macam bau kembang ini
terbaur, namun Ibun Hoa-kip bisa membedakan.
Kejut girang dan menyesal lagi Ibun Hoa-kip. perlu
dijelaskan kedatangan Ibun Hoa-kip kali ini adalah atas
perintah Khan agung raja junjungannya di Mongol untuk
menyelundup ke Tionggoan, tugas pertama menyelidik situasi
dan mengamati strategis militer negeri song selatan, kedua
mengumpulkan dan menggaruk sebanyak mungkin orang2
pandai yang kemaruk pangkat dan harta untuk diperalat
menjadi antek mereka.
Ketiga, hendak menyogok dan mempengaruhi beberapa
Pang Hwe atau golongan dan sindikat yang mempunyai
pengaruh didaerah masing2 supaya kelak bila pasukan Mongol
mengadakan intervensi bisa dapat simpatik pihak Kaypang.
Tak nyana usahanya terhadap He-tianglo gagal total sampai
terpaksa dia turun tangan, semula dia segan membunuh Hetianglo,
namun setelah tugas rahasianya ini diketahui orang,
kalau He-tianglo tidak dibunuh, akhirnya bakal menjadi bibit
bencana bagi dirinya dan pihak negerinya.
Karena beberapa tugasnya tidak berhasil dilaksanakan, mau
tidak mau Ibun Hoa-kip berpikir: "Aku tak bisa tinggal lama
digunung ini. Biar aku lekas pulang memberi laporan kepada
suhu tentang kedua kembang mujijat itu. Kabar ini merupakan
pahala yang berharga juga bagiku."
Maka dia turun gunung pikirnya hendak langsung pulang ke
Mongol, tak nyana setiba dia dilamping gunung terjadilah
suatu peristiwa diluar dugaan. Disaat dia berjalan dengan
dongkol dan hambar, tiba2 didengarnya ada suara sambaran
senjata rahasia yang memecah udara.
Belum kelihatan bayangan orang, senjata rahasia
menyamber lebih dulu, dari daya samberan senjata rahasia
yang kencang ini bercekat hati Ibun Hoa-kip. lekas dia jemput
sebutir batu dengan Tan ci-sin-thong dia selentik batu itu
memapak kedepan.
"plok" dua batu beradu ditengah udara, batu selentikan
Ibun Hoa-kip hancur, sebaliknya batu lawan menceng dan
jatuh ketanah namun tidak pecah, agaknya Lwekang
menimpuk batu ini lebih tinggi seurat dari Ibun Hoa-kip.
"siapa itu main bokong dengan senjata rahasia?" bentaknya
gusar, Tapi belum habis Ibun Hoa-kip ber-suara, dilihatnya
seorang padri asing yang berkasa merah melangkah
mendatangi sambil gelak2.
Dengan jelilatan mata padri asing ini menatap Ibun Hoakip.
suaranya aneh: "Aku hanya mengukur Lwe- kang mu dengan batu kecil itu,
kalau benar2 menyerangmu, memang jiwamu tidak mampus
seketika" Tapi kau mampu pukul jatuh batuku, terhitung
lumayan kepandaianmu. "
Merah muka Ibun Hoa-kip. tanyanya-.
" Harap tanya siapa nama gelar Taysu kenapa mengukur
kepandaian cayhe?"
"Kau tidak tahu aku, aku tahu kau. Bukankah kau bernama
Ibun Hoa-kip. datang dari Mongol?" jengek padri asing kasa
merah. Ibun Hoa-kip senang, katanya berseri:
" Kebetulan kalau kau sudah tahu diriku, lebih enak buat
bicara," Tak kira padri asing itu malah menarik muka, katanya
tertawa dingin,
"siapa sudi beri muka kepadamu agaknya aku tidak salah
mengenalimu. Nah rasakan pukulanku."
tahu2 telapak tangaainya menabas dilandasi deru angin
kencang, lekas Ibun Hoa-kip berkelit miring beruntun dia
gunakan gerakan sam-hoa-thau-gwat dan Hong-hud-jul-yang
baru berhasil melupakan diri dan mematahkan serangannya.
Tapi tak urung dada terasa sesaki Keruan kejut dan gusar
Ibun Hoa-kip. bentaknya:
"Aku tak kenal kau, ada permusuhan dan dendam apa
dengan kau" Kenapa kau begini kasar?"
"Hm, kau melukai muridku, masih berani kau katakan aku
main kasar" Kau kira ilmu silatmu tinggi, mempermainkan
muridku, biar kupunahkan ilmu silatmu saja."
Kiranya padri asing kasa merah ini adalah guru Ma Toa-ha
yaitu Bing-ciu siangjin, ciang bujin Ling-san-pay sekte selatan,
Kebetulan dibawah gunung Ma Toa-ha dan siangkoan Pocu
ketemu gurunya, maka mereka minta sang guru menuntutkan
balas. Kedatangan Bing-ciu siang-jin kali ini ada dua tujuan,
pertama hendak mencari jejak Thay Bi dan Kengsun Ki,
pikirnya hendak merebut kedua ilmu beracun dari keluarga
siang. Kedua menyelidiki tingkah pola muridnya apakah dia
bekerja sesuai perintahnya dan ada maksud mendurhakai
gurunya. Ternyata lahirnya saja kelihatan Bing-ciu siangjin
akur dengan ciangbun Ling san-pay sekte utara Ceng-Iing
suthay, namun sejauh ini mereka masing2 mempunyai
keinginan untuk menjatuhkan saingannya.
Setelah mengutus muridnya Ma Toa-ha, pergi ke Thian
long-nia, dia mendapat kabar pula bahwa Ceng-Iing Suthay
juga mengutus putrinya pergi ke Thian- long-nia dengan
tujuan sama, kuatir Ma Toa-ha setelah mendapat kedua ilmu
beracun ita diberikan kepada Ceng-ling Suthay atas hasutan
Siang-koan Pocu, maka bergegas dia menyusul datang.
Setiba di Thian- long-nia, kebetulan kesamplok dengan Ma
Toa-ha dan Siangkoan pocu yang lari membawa luka, sudah
tentu Ma Toa-ha dibantu siangkoan Pocu menghasut padanya
untuk menuntut balas kepada musuh yang dikatakan Busu
MongoL Maka Bing-ciu Siangjin segera meluruk keatas
gunung dan bertemu ditengah jalan dengan Ibun Hoa-kip.
Lwekang Ibun Hoa-kip memang setingkat lebih rendahi
namun kepandaiannya cukup lihay, sekali pukul jelas Bing-ciu
Siangjin takkan mampu melukai dia, ter-sipu2 Ibun Hoa-kip
berseru mohon damai saja, namun Bing-ciu Siangjin tidak
memberi hati, bentaknya:
"Baik, kalau kau tahu salah. Nah berlututlah minta ampun,
Kalau tidak ilmu silatmu harus kubikin punah."
Kapan Ibun Hoa-kip pernah dihina dan dipermainkan begini
rupa terbakar juga amarahnya, jengeknya menantang:
"Seorang lakl2 sejati lebih baik gugur daripada dihina,
Bahwa aku mau mohon damai kepada-mu. Tahukah kau siapa
aku?" "Peduli siapa kau." bentak Bing-ciu Siangjin, kembali dia
lontarkan pukulannya, kali ini dia kerahkan delapan bagian
tenaganya, deru anginnya bagai hujan badai.
Kali ini Ibun Hoa-kip sudah siaga, tenaga murni dia
pusatkan ditelapak tangan lalu melontarkan Gua-goan-it-satkang,
secara kekerasan dia sambut pukulan Bing-ciu Siangjin.
Gun-goan-it-sat-kang adalah ilmu tunggal ajaran guru Ibun
Hoa-kip yaitu Cun-seng Hoat ong, kekerasan tenaga
pukulannya yang ganas kira2 setanding dengan Tay-lik,kimkongciang dari siau-lim-pay, dikalangan sesat sudah boleh
terhitung ilmu pukulan nomor wahid.
Malah bisa melukai urat nadi, perbawanya lebih jahat dan
Kim-kong- elang dari aliran lurus. Tapi Lwekang Bing-ciu
siangjin memang lebih tinggi, dua telapak tangan melawan
satu telapak tangan "Pyyaaarr," tetap Ibun Hoa-kip kalah, terg
entak mundur tiga langkah.
Bing-ciu siangjin unggul dlatas angin, namun setelah adu
pukulan, dia sendiri merasakan urat nadinya tergetar oleh
pertahanan lawan dlam2 mencelos hati-nya, lekas dia
kerahkan tenaga mengatur napas, bentaknya:
"Gun-goan-it-sat-kangmu ini kaupelajari dari siapa?"
"Ada berapa macam Gun-goan-it-sat-kang dalam dunia
ini?" ejek Ibun Hoa-kip. maksudnya kalau kau sudah tahu
ilmuku ini adalah Gun-goan-it-sat-kang, tentu sudah tahu
siapa guruku, namun Bing-ciu siangjin berkeputusan untuk
pura2 tidak tahu dan masa bodohi tanpa banyak suara segera
dia melangkah lebar seraya lancarkan serangan maut yang
mematikan pikirnya dia hendak bunuh Ibun Hoa-kip saja
untuk menutup mulutnya supaya kelak tidak mengadu kepada
gurunya cun-seng Hoatong.
Kali ini serangannya lebih lihay dan keji, kedua jari2nya
menggunakan ilmu pegang dan cengkram.7 Hiat-to penting
dibadan Ibun Hoa-kip didalam incaran jari2 tangannya.
Terpaksa Ibun Hoa-kip kembangkan seluruh kemahirannya,
namun tak urung masih ada satu Hiat-to yang tak luput dari
pegangan orang, terpaksa dia gunakan Gun-goan-it-sat-kang
untuk mengadu tenaga, "Biang" begitu telapak tangan kedua
pihak beradu, Ibun Hoa-kip terg entak mundur bersalto
kebelakang, napas sesak darah bergolak dirongga dada,
dengan susah payah baru dia berhasil kendalikan
keseimbangan badannya.
Dengan ketat Bing-ciu sianjin menubruk pula, Namun,
sebelum dia hantam pukulannya pula, tiba2 Ibun Hoa-kip
berteriak: "Tahan sebentar, Aku sudah tahu siapa kau, kau adalah
Bing-ciu siangjin ciangbunjin Ling-san-pay sekte selatan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan?" kiranya dalam mencengkram dan mengincar tujuh Hiat-to
Ibun Hoa-kip. Bing-ciu siangjin gunakan pelajaran tunggal
dari aliran Ling-san-pay mereka.
Bing-ciu siangjin merasa bangga dan senang, serunya
gelak2: " Terhitung kau tahu diri, memangnya mau apa setelah tahu
ilmu Tay-kim-narjiuku ini?"
"Aku tahu asal usulmu, tentunya kaupun sudah tahu asal
usulku. jikalau siangjin sudi merendahkan diri, bagaimana
kalau kita bersahabat menjadi teman saja."
"Enak kau bilang tahu bukan tandingan lantas bermuka2,
kau kira aku mau mengampuni kau"-" jengek Bing-ciu
siangjin. Tawar suara Ibun Hoa-kip. katanya:
" Dengan kepandaianmu kau bisa membunuhku, tapi
pikirkanlah akibatnya kelaki yang terang Lwekamgmu sendiri
juga pasti susut lima tahun, pikirkanlah kedudukan ciangbunmu
sendiri supaya tidak direbut orang."
seperti diketahui Gun-goan-it-sat-kang Ibun Hoa-kip peranti
melukai urat nadi orang, walau Bing-ciu siangjin bisa
membunuhnya, dia sendiripun akan kehilangan banyak tenaga
dan terkuras tenaga murninya.
Tapi Bing-ciu siangjin paling mengagulkan pamor dan
gengsi, disamping kuatir bila Ibun Hoa-kip dibiarkan hidup
kelak malah bakal mendatangkan bencana dengan hasutannya
kepada sang guru Cun-seng Hoat-ong yang akan menuntut
balas kepada dirinya, Maka dia tekad-kan hati dan keraskan
kepala jengeknya:
"Kau menghina muridku, masa aku harus pandang kau
sebagai teman malah?"
"Memang aku salah paham melukai kedua murid- mu,
soalnya aku tidak tahu asal usul mereka, oleh karena itu, ingin
aku haturkan dua macam benda mestika kepadamu sebagai
permintaan maafku, Bagaimana?"
"Benda mestika yang jarang dalam dunia, apa itu?" tanya
Bing-ciu siangjin.
"Kembang Asiulo dan Thian-san-soat-lian, bukankah kedua
macam kembang ini merupakan benda mestika yang jarang
didapat?" Bersinar mata Bing-ciu siangjin, katanya:
"Kau punya kedua macam kembang mestika itu" Aku tidak
percaya, Coba keluarkan dulu biar kulihat."
Ling-san-pay memang aliran yang mahir menggunakan
senjata rahasia berbisa, kedua macam kembang itu disamping
bisa dibuat bubuk bius, juga bisa digunakan obat mujarab.
Keduanya amat berguna bagi Bing-ciu Siangjin.
"Kalau siangjin ingin memperoleh kedua kembang itu, nah
marilah ikut aku"
Terpaksa Bing-ciu siangjin mengikuti dibelakangnya,
setelah ber-lari2 cukup Iama setiba disamping gunung betul
juga hidungnya segera mengendus bau wangi dari kembang
Asiulo dan Teratai salju.
Keruan girang dan kaget Bing-ciu siangjin bukan main,
namun diapun curiga, tiba2 dia hentikan langkahi kata-nya:
"Kau sudah menemukan kedua macam kembang itu kenapa
tidak kau ambil sendiri?"
"Terus terang, rumah batu itu dihuni seorang jago kosen,
seorang diri aku bukan tandingannya, kalau kita berdua
mengeroyoknya, jelas kita akan merobohkan dia dan merebut
kembang2 itu."
"siapakah tokoh kosen yang kau maksud?"
"Mereka adalah He-tianglo dari Kaypang, Kaypang pangcu
yang baru bernama Bu su-tun, seorang lagi adalah Bu-limthiankiau dari negeri Kim beserta istri meneka."
sudah sepuluhan tahun Bing-ciu siangjin tidak turun
gunung dia hanya tahu asal usul He-tiang-lo, maka dia
bergelak tawa, katanya:
"llmu silat He Tin memang lihay, namun dia bukan jago
kosen, Yang lain malah angkatan lebih muda, betapa tinggi
kepandaiannya, masakah lebih tinggi dari pengemis tua
bangka itu?"
"siangjin jangan pandang rendah mereka, He Tin sudah tua
tenaga lemah. Tapi Bu su-tun dan Tam Ih-tiong yang bergelar
Bu-lim-thian-kiau tidak boleh dipandang ringan, aku hanya
setanding melawan mereka satu persatu."
Bing-ciu siangjin tertawa dingin ejeknya:
"Mereka musuh2mu bukan" Hm, jadi kau memancingku
kemari dengan kedua macam kembang itu supaya aku bantu
kau menuntut balas?"
"Yang terang kerja sama ini sama2 membawa manfaat
bagiku-dan untuk kau. Dan lagi kalau dapat membunuh
mereka, masih ada manfaat lain bagi kita."
" Keuntungan apa?"
"Tentunya kau sudah tahu, Cun-seng Hoatong adalah
guruku?" "Memangnya kenapa?" mau tidak mau Bing-ciu siangjin
harus merubah sikap setelah orang menyebut nama gurunya,
"ilmu silat gurumu memang tiada tandingan dijagat, sudah
lama aku mengaguminya, tapi aku tidak ingin menarik
keuntungan apa2 dari beliau."
"Guruku sudah terima undangan Temujin dan sekarang
diangkat sebagai Koksu negeri Mongol."
"O, hal ini sih aku belum tahu, Memangnya kenapa?"
"Temujin berambisi besar. tak lama lagi akan kerahkan
pasukan mencaplok song melalap Kim menyatukan seluruh
bangsa Tionghoa, Terus terang, aku mendapat perintah
rahasia untuk mencari tahu keadaan negeri Kim disamping
menarik dan mengundang tokoh2 silat yang mau bekerja bagi
Khan agung. Mereka tidak terima undangan malah menentang
Mongol, jikalau siangjin mau bantu aku membunuh mereka
berarti mendirikan pahala besar bagi Khan agung dari Mongol.
Kedua macam kembang itu boleh menjadi milik siangjin
disamping ada hadiah2 besar lain dari Khan agung, Malah
kemungkinan kelak siangjin akan diangkat menjadi Koksu
dinegeri jajahan, inilah kesempatan terbaik bagi siangjin untuk
memperluas ajaran perguruan sendiri. "
Legalah hati Bing-ciu siangjin mendengar penjelasan Ibun
Hoa-kip. katanya gelak2:
"Lote, kenapa tidak sejak tadi kaujelaskan. Kalau sejak
mula tahu kau murid Cun-seng Hoat-ong, bertugas bagi
kepentingan gurunya lagi, tentu tidak akan terjadi salah
paham. Baiklah terhitung tanpa berkelahi takkan berkenalan
Dihadapan Khan agung, sukalah kau bantu memberikan
penjelasan akan kesetianku kepadanya. Nah, sekarang mari
kita luruk kesana."
Dalam pada itu He-tianglo sedang menjelaskan kembang2
mestika itu didalam taman, tiba2 didengarnya suara derap
langkah di tanah bersalju di luar rumahi segera He tianglo
membentak: "siapa diluar ?"
Terdengar Ibun Hoa-kip gelak2 diluar, serunya.
"He-lothau, iseng benar kau ini, luka2mu belum sembuh
namun sudah jalan2 dikebon" Agaknya kau ini memang orang
pelit, dalam taman kau tanam kembang mestika, kenapa tidak
bagi rata kepada teman2 lain. Maaf ya, kubawa seorang
teman tanpa diundang kami luruk sendiri kesini. Kuharap kau
tidak pandang kita sebagai tamu jahat."
Lenyap suaranya tahu2 bersama Bing ciu siang-jin, Ibun
Hoa-kip sudah lompat naik dan berdiri di atas pagar tembok.
Bu su-tun kontan menyambut dtngan hardikan:
"Turunlah..." Bik khong-ciang yang dia lancarkan
mengeluarkan suara gemuruh seperti guntur, bagai gugur
gunung angin pukulannya menerjang ke arah Bing-ciu
siangjin. Bing-ciu siangjin gelak2 serunya:
"Tay-lik-kim-kong-ciang dari Kay-pang memang hebat,
namun jangan sangka bisa merobohkan aku keluar tembok.
Nah, lihatlah aku ingin turun ke dalam malah."
Habis kata2nya, orang nyapun sudah melompat turun dan
hinggap di dalam taman.
Ilmu silat Bu su-tun tinggi bernyali besar, namun kali ini dia
betul2 kaget karena lawan kelihatan wajar menghadapi
gelombang pukulannya Tapi diluar tahunya, dada Bing ciu
siangjinpun sakitnya seperti dipukul godam, Tapi tingkat
kepandaiannya memang sedikit unggul dari Ibun Hoa-kip
begitu menghadapi damparan angin pukulan Bu su-tun dia
kerahkan tenaga dalamnya, maka kelihatannya tidak
mengalami apa2.
Ibun Hoa-kip cukup cerdik, dia melompat dibela kang Bingciu
siang-jin maka dengan leluasa diapun melompat turun
didalam taman. Begitu kaki menginjak tanah langsung Bing-ciu siiuigjin lari
menuju kearah kembang Asiulo, serunya ter-bahak2:
"Buat apa cerewet dengan mereka, bukan saja aku ingin
menikmati indahnya kuntum kembang, akupun hendak
memetiknya."
He-tianglo berada didepan pohon kembangnya, baru saja
dia hendak maju memapak musuh. Bu-lim-thian-kiau sudah
mendahului katanya:
"Biarlah orang she Tam yang mengusir tamu jahat ini."
Dengan jurus Hun-hoa-hud-liu (membagi kembang
mengebas pohon liu) kedua tangan Bu-lim-thian-kiau bergerak
dengan tipu serangan isi kosong berbareng tanpa bersuara,
namun kekuatan pukulan tangannya menggulung bagai
gelombang lautan dahsyatnya Bing-ciu siangrjin tak berjaga2,
kontan dia tertolak mundur tiga langkah, lekas dia kebas
lengan jubahnya baru bisa memunahkan separo damparan
gelombang pukulan orang.
Berkilat biji mata Bing-ciu siangjin, katanya keras:
"Kau inikah Tam Ih-tiong yang bergelar Bu-lim-thian-kiau
itu" Baik, aku beri tiga jurus kelonggaran kepadamu, supaya
kau tidak congkak lagi."
"Kau ini barang apa" Berani begini takabur Cukup sejurus,
tanggung kau balas menyenang kepadaku." jengek Bu-limthiankiau, Dia tahu Lwekang Bing-ciu siangjin lebih tinggi,
namun dia yakin Lok-eng-ciang-lioat ciptaannya amat berguna
untuk menghadapi lawan setangguh Liu Goan-ka, tak laku
untuk menghadapi Bing-ciu siangjin, Maka dia harus gunakan
senjata, tahu2 dengan suara melengking tiupan serulingnya
menerjang musuhi
disusul lapisan bayangan seruling yang bersusun tak
terhitung banyaknya mengurung lawan.
Sebagai seorang maha guru silat dari suatu aliran, sudah
tentu Bing-ciu Siangjin cukup mampu menilai bahwa sejurus
permainan seruling Bu-lim-thian-kiau sekaligus mengincar 6
Hiat-to dibadannya.
Betapapun tinggi dan luas pengalaman Bing- ciu siangjin,
selama hidupnya belum pernah dia melihat atau menghadapi
ilmu tutuk yang begini lihay dan menakjupkan. Agaknya Bulimthian-kiau lancarkan Keng-sin-ci-hoat yang dapat
diapelajari dari petunjuk Liu Goa n- cong, itulah ilmu tutuk
yang tiada taranya dikolong langit dengan seruling sebagai
jari, maka tipu2 serangan ilmu tutuk Bu-lim-thian-kiau ini
bertambah perubahannya dan lebih memperlihatkan
perbawanya pula .
Karena tak mampu berkelit, terpaksa Bing-ciu si-angjin
lontarkan pukulan untuk melawan, kedua telapak tangannya
bergerak dengan Tay-kim-na-jiu, gerakan tangannya
membawa deru angin yang kencang dan kuat, bukan saja bisa
memunahkan terjangan angin seruling yang hebat itu didalam
sejurus permainannya ini, sekaligus diapun mengincar tujuh
Hiat-to dibadan Bu-lim-thian-kiau.
Kedua pihak serang menyerang, Lwekang Bing-ciu siangjin
lebih tinggi, namun Bu-lim-thian-kiau kembangkan gerakan
badannya yang enteng lincah laksana aliran mega dan air,
pada detik2 yang menentukan, dengan tepat dia bisa
meluputkan diri, sehingga kedua pihak tidak sampai cidra.
Tapi Bing- ciu siangjin sudah terlanjur bermulut besar,
katanya hendak memberi tiga jurus peluang kepada Bu-limthiankiau, kini kenyataan hanya segebrak saja dia sudah
dipaksa turun tangan mempertahankan diri, jelas pamornya
sudah runtuh dan gengsipun ikut turun.
Kalau Bu-lim-thian-kiau sudah memapak Bing-ciu siangjin,
maka He-tianglo menyongsong kedatangan Ibun Hoa-kip. Tapi
Bu su-tun tidak biarkan He-tianglo melawannya, dia
menerobos baju lebih dulu kedepan serta menyerang dengan
tipu Hing-hun-toan-hong (awan melintang memapas gunung),
tenaga telapak tangannya laksana golok membelah.
Ibun Hoa-kip yang lagi berlari maju seketika terbendung
mundur. Yakin kepandaian murid keponakan yang hebat,
terpaksa He Tin mengundurkan diri
Ibun Hoa-kip sudah beradu pukulan beberapa kali dengan
Bu Su-tun, dia tahu kekuatannya bukan tandingan lawan,
maka dia keluarkan sepasang gelang yang dinamakan Jitgwatsiang-lun, katanya:
"Bu-pang-cu, marilah kita bertanding dengan senjata."
"Peduli kau pakai gaman apa, aku tetap melawan dengan
sepasang tangan," sambut Bu su-tun.
Kedua gelang Ibun Hoa-kip terangkat lurus keatas kepala,
dengan jurus siang-liong-jut-hay (sepasang naga keluar
lautan) dia dorong lurus kedepan. Dua pukulan tangan Bu sutun
yang menderu bikin sepasang gelang lawan tersibak
minggir. sudah sepuluh tahun lebih Ibun Hoa-kip yakinkah sepasang
ilmu gelangnya, kedua gelangnya bergelindingan laksana
kitiran cepatnya, kekuatannya seperti damparan air sungai
yang sambung menyambung, Bu su-tun dipaksa untuk
memakai Tay-lik-kim-kong-ciang, ajaran tunggal Kaypang
untuk melawan ilmu gelang lawan.
Bicara soal kekuatan Bu su-tun setingkat lebih unggul,
namun Ibun Hoat unggul karena dia pakai senjata, kedua
pihak bertempur serang menyerangi sama kuat dan Disana
Bu-lim-thian-kiau melawan Bing-ciu siangjin dengan sengit
Dengan ilmu tutuk nomor satu dikolong langit Bu-lim-thiankiau
cecar Bing- ciu siang-jin, namun dengan gigih Bing-ciu
siangjin melawan dengan ilmu Tay-kim-na-jiu aliran Ling-sanpay.
Ginkang, senjata rahasia dan Tay-kim-na-jiu merupakan
ajaran puncak tertinggi dari golongan Ling-san-pay, sebagai
seorang ciangbunjin, sudah tentu Bing- ciu Siangjin malu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan senjata rahasia, selama puluhan tahun dengan
rajin dan giat dia yakinkan Tay-kim-na-jiu yang sudah
mencapai puncak kesempurnaannya, maka kedua pihak
sama2 keluarkan kepandaian simpanan yang paling hebat,
keadaan tetap setanding sama kuat. Tapi Lwekang Bing-iciu
siangjin lebih tinggi, puluhan jurus kemudian keringat sudah b
ercucuran dijidat Bu- lim-thian- kiau.
Melihat suaminya terlibat dalam pertempuran sengit yang
menyulitkan posisinya, terpaksa Jilian Ceng-hun keluarkan
golok sabit, katanya:
"Kau seorang guru silat dari suatu aliran, kami anak2 muda
bersama mohon pengajaran, tidak terhitung main keroyok
kepadamu bukan?"
" Kalian boleh maju semua, mending untuk menghemat
tenagaku malah."
Bing-ciu siangjin tidak pandang sebelah mata kepada lawan
perempuan yang masih muda belia ini.
"Apa benar?" ejek Jilian ceng-hun,
" kalau begitu jangan salahkan aku kurang ajar, lihat
golokku, ketahuilah seranganku ini akan menusuk Hong-huhiat
di-badanmu."
Bagi dua musuh yang bergebrak tak pernah memberitahu
sasaran yang hendak diserangnya lebih dulu. sudah tentu Binciu
siangjin geli dan dongkol,jengeknya.
"Baik ingin kulihat cara bagaimana kau akan menusuk
Hong-hu-hiat?"
perlu diketahui Hong-hu-hiat berada dipunggung, lawan
berhadapan takkan mungkin bisa menusuk Hong-hu-hoat
yang berada dibelakangi punggungnya. Maka Bing-ciu
siangjin anggap orang membual belaka.
Namun, permainan ilmu golok sabit Jilian ceng-hun
memang lain dari ilmu golok umumnya, apalagi kerja sama
dengan Bu-lim-thian-kiau yang termasuk se-aliran, waktu di
Kong-bing-si Jilian Ceng-hun mendapat petunjuk pula dari Liu
Goan- cong maka ilmu goloknya ini bertambah lihay dan aneh
gerak permainannya, kalau golok panjang biasa tak mungkin
menusuk punggung lawan, namun golok sabit yang
melengkung ini cukup sedikit miringkan badan, ujung
goloknya akan tepat menusuk Hong-hu-hiat yang terletak dipunggung
lawan. Karena menghadapi dua lawan tangguh maka Bing-ciu
siangjin sekaligus harus memecah perhatian, tujuh bagian
tenaganya dia kerahkan untuk menghadapi rangsakan seruling
Bu-lim-thian-kiau, maka gesekan tangan kirinya tak sempat
lagi mencengkeram golok sabit Jilian Ceng-hun yang tiba2
menyelonong maju, maka terdengarlah suara "crat", ujung
golok memang tepat mengincar Hong-hu-hiat namun hanya
menusuk lobang pakaiannya saja.
Hong-hu-hiat merupakan salah satu Hiat-to mematikan,
namun ujung golok Jilian Ceng-hun tertolak balik oleh Houdehisinkang (ilmu sakti pelindung badan) Bing-ciu siangjin
yang ampuh. Namun demikian tusukan yang tepat mengarah
sasarannya ini merupakanan gaman juga bagi Bing- ciu
siangjin. Maka dengan gusar segera dia kerjakan kedua tangan
memukul dengan damparan angin gemuruh, tangan kiri
dengan ticu Ngo-ting-kiau-san (Ngo-ting membelah gunung)
dan kanan dengan jurus sian-jin-ci-lo (dewa menunjuk jalan),
dia cecar Jilian ceng-hun.
"Suuiiiit" seruling Bu-lim-thian-kiau melengking dengan
samberan angin tajam, Bing-ciu siaingjin yang memiliki
kekang tinggi seketika rasakan badannya seperti kestroom.
Lekas dia kebas kan lengan baju memunahkan serangan angin
panas dari seruling Bu- lim-thian- kiau.
Tapi kejadian terlalu cepat, tahu2 seruling Bi-lum-thian-kiau
digunakan sebagai potlot peranti penutuk Hiat-to dengan jurus
To-toan-sing-heng (memutar bintang melintang) mengincar
Giok-sim-hiat dibela kang batok kepala Bing-ciu siang-jin.
Giokisim-hiat merupakan Hiat-to mematikan yang paling
lemah dan peka, tutukan yang lihay ini memaksa Bing-ciu
siangjin menolong jiwa lebih dulu sebelum bisa merobohkan
Jilian Ceng-hun, maka Bing-jiu siangjin dipaksa membalik
untuk menghadapi serangan Bu- lim-thian- kiau.
Dengan sendirinya dua jurus serangan lihaynya tadi dapat
dipatahkan oleh Jilian Ceng-hun, Mau tidak mau kerepotan
juga Bing-ciu siangjin menghadapi keroyokan Bu-lim-thiankiau
suami istri. Tapi Lwekangnya tinggi 72 jalan Tay-kim-najiu
yang dia yakinkan teramat ampuh, dalam waktu dekat BuLim-thian- kiau berdua jelas takkan mampu mengalahkannya .
Diluar gelanggang Ho-tinglo perhatikan dua babak adu
kekuatan ini, Bu-lim-thian-kiau berdua mulai unggul di atas
angin, Bu su-tun setanding sama kuat menghadapi Ibun Hoakip.
maka dia menghela napas lega, Tapi tiba dia tersentak
sadar, katanya:
"Nona Hun, lekas kau petik soat-lian, biar aku yang
memetik Mo- kui-hoa."
13 kuntum Mo- kui-hoa sudah berkembang, He-tiang-Io
baru berhasil memetik tujuh kuntum, se-konyong2
didengarnya seorang gelak2 serunya:
" Kukira siapa yang sedang kelahi disini, ternyata kau
Hwesio doyan daging anjing ini." kumandang suaranya,
bayangan orang nyapun muncul, itulah seorang bungkuk yang
berperawakan tinggi, dia bukan lain adalah si bungkuk sakti
Thay Bi adanya.
sin-tho Thay Bi adalah kenalan lama Bing-ciu siangjin,
sudah tentu girangnya bukan main, lekas dia berseru:
"Tho-heng tolong bantu sedikit kesulitanku, lekas kau rebut
Thian-san-soat-lian dan Mo- kui-hoa, kita boleh bagi rata
nanti." Memang Thay Bi datang setelah mengendus bau kembang
ini, katanya tertawa besar:
"Memangnya perlu kau cerewet, aku memang ingin
merebutnya."
Mo- kui-hoa tumbuh diatas pohon, tidak sukar untuk
Romantika Sebilah Pedang 4 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Kilas Balik Merah Salju 9

Cari Blog Ini