Ceritasilat Novel Online

Pendekar Latah 5

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 5


lihat panah!" seorang anak buahnya mengangsurkan sebatang
busur besar, "Ser" ia bidikan sebatang panah, sebagai
pahlawan kuat dari negeri Kim yang kenamaan, sudah tentu
kekuatan tarikan busur panahnya luar biasa besarnya, jauh
berlipat ganda dari kekuatan Sin-pit-kiong, dua batang panah
bidikan tentara Song membenturnya ditengah jalan, tapi tak
berhasil meruntuhkannya, malah daya luncurannya masih
amat kuat, sasarannya masih tepat mengarah keteng-gorokan
Loh Ing-bun. Dari samping Loh Ing-bun mendadak tampil seorang
perwira muda, pedang terlolos dan terayun "krak" ia papas
kutung samberan panah bidikan panglima Kim itu. sekenanya
perwira ini menarik sebatang busur besi, bentaknya: "Anjing
Kim, kaupun sambut panahku!" suaranya bagai beledek,
bidikan panahnya laksana bintang jatuh, "ser" bidikannya
tepat kearah kapal besar yang ditumpangi panglima Kim.
Kaget dan girang hati Hong-lay-mo-li, ternyata perwira
muda ini bukan lain adalah Kheng Ciau, dari Siang Ceng-hong
yang menaruh hati kepadanya, Kheng Ciau berhasil ditipu
untuk mempelajari Tay-yan-pat-sek dari keluarga Siang,
betapa kuat tenaganya, luncuran panahnya lapat2 seperti
membawa deru angin yang menggelegar, sudah tentu
kekuatannya jelas lebih unggul dari bidikan panah panglima
Kim itu. Keruan panglima Kim amat kejut, baru saja ia hendak cabut
pedang untuk menangkis, tiba2 didengarnya suara sesuatu
yang pecah dan patah, ternyata bidikan panah Kheng Ciau
mengarah tiang bendera, kontan tiang patah dan benderanya
melayang jatuh, Cepat sekali, disaat Panglima Kim sedang
kaget dan melongo, bidikan panah Kheng Ciau yang kedua
sudah mengincar tenggerorokannya.
Tapi entah kenapa, disaat ia menarik busur sekencangnya
dan sebelum dilepaskan tiba2 mulutnya bersuara aneh,
dengan sendirinya jarinya kurang tenang, maka bidikan
panahnya meluncur jatuh keair ditengah jalan, Ternyata
sekilas itu diujung matanya seperti melihat bayangan Giok-binyauhou Lian Ceng-poh berada dikapal musuh karena kaget,
maka bidikannya menjadi luput.
Loh Ing-bun segera memberi perintah untuk menggempur,
pasukan air pimpinan Loh Ing-bun dilengkapi dengan
persenjataan meriam batu, dengan tenaga manusia batu2
segede babi bisa disambitkan dalam jarak yang cukup jauh
dengan peralatan yang sederhana, tapi bisa membawa akibat
yang fatal bagi sasaran yang diserang.
"Blang" sebuah batu besar tepat sekali jatuh diatas kapal
musuh sampai papan jebol dan atap bolong, dua batu yang
lain jatuh disisi kapal menimbulkan gelombang besar, Keruan
Panglima Kim jadi kelabakan lekas ia berteriak:
"Cepat mundur!" segera bunyi tambur dibunyikan, pertanda
perintah untuk mundur, Mendapat angin pasukan Loh Ing-bun
segera menerjang dengan gagah berani, sehingga pasukan
kapal musuh diterjang kocar kacir, ada kapal yang tenggelam,
ada yang tertawan, tapi kapal yang ditumpangi Giok-bin-yauhou
sempat melarikan diri.
Tatkala itu, kapal yang ditumpangi Hong-lay-mo-li sudah
terjilat api seluruhnya, dengan persediaan air yang ada diatas
kapal, Hong-lay-mo-li bekerja keras berusaha memadamkan
api, beberapa kaki disekelilingnya air sudah tergenang sampai
setengah lutut, dalam sementara waktu api takkan menjilat
ke-arahnya, tapi kobaran api terlalu besar, usahanya tetap
sia2 belaka, dalam waktu dekat dasar kapal yang terbuat dari
papan juga sudah terjilat api, air mulai merembes masuk dan
kapal pe!an2 mulai tergenang air dan tenggelam sedikit demi
sedikit Hong-lay-mo-li menghela napas dan tak bisa berbuat
apa2 pula, pikirnya:
"Aku bisa saksikan pasukan kita berhasil menggempur
musuh, matipun setimpal."
Disaat2 ia menunggu ajal, tiba2 dilihatnya sebuah sampan
yang terbuat dari kulit kerbau dikayuh mendatang menempuh
gelombang sungai, diatas sampan cuma Kheng Ciau seorang,
teriaknya keras:
"Liu Lihiap, sambutlah!"
"Wut" ia lemparkan rantai besi beberapa tombak
panjangnya, Hong-lay-mo-li menangkap ujung rantai, sekali
sendal dan enjot badan, seperti berayun ditengah udara
badannya mencelat keluar dari tengah kobaran api, lekas
Kheng Ciau membarengi tarik rantai itu, ditengah udara badan
Hong-lay-mo-li bersalto dengan ringan meluncur turun diatas
sampan kulit Kheng Ciau.
Ternyata Kheng Ciau melihat bayangan Hong-lay-mo-li
diatas kapal yang terbakar ini, lekas ia turunkan sampan dan
datang menolong.
Terhindar dari kematian, sungguh lega dan girang hati
Hong-lay-mo-li, katanya, "Untung bertemu Kau, mana Sinciangkun?"
"Sin-toako berada di Ling-an menunggu panggilan raja
untuk menghadap. Pasukan gerilya mendapat perintah untuk
bercokol di Kianglam, Disini adalah pasukan Loh Ing-bun
Ciangkun yang berpangkalan di Jay-ciok-ki."
"Kenapa tidak bersama pasukan rakyat, kau malah berada
dipasukan Lok Ing-bun?"
"Aku mendapat tugas bersama sebarisan kawan2 untuk
belajar perang air kepada Loh-ciangkun, pasukan rakyat hanya
pandai bertempur didaratan, jikalau tidak secepatnya belajar
perang di air, kelak cara bagaimana bisa membendung musuh
menyeberangi Tiangkang?"
Merah muka Hong-lay-mo-li, katanya. "Benar, hari ini aku
terjungkal habis2an lantaran tidak bisa main diair, selanjutnya
akupun akan belajar dengan baik."
Liu lihiap" kata Kheng Tiau, "Cara bagaimana kau kepergok
dengan kapal milik Jau-hay-kiau Hoan Tiong perampok
terkenal diperairan Tiangkang?"
"Aku sendiri sedang heran, Orang macam apa Hoan Thong
itu" Apa dia ada sekongkol dengan pemerintah Kim?"
"Kukira tidak, Mereka adalah gerombolan perampok
terbesar di Tiangkang, Thocuoya bernama Jau-hay-kiau Hoan
Tliong, Hu-thocu adalah Hoan-kang-hou Li Po, sasaran mereka
hanyalah kapal pedagang, bila kebentur pasukan air negeri
Song atau Kim merasa tenaga kalah kuat segera menyingkir.
Belakangan ini kehidupan mereka mungkin sudah
mengalami jalan buntu lantaran bentrokan langsung dari
kedua pasukan pemerintah yang bermusuhan, karena
terpaksa tidak heran bila mereka menyerah kepada musuh."
Tengah percakapan, sampan kulit mendapat hembusan
angin sehingga meluncur lebih cepat menyandak kapal besar
Loh Ing-bun. Dilain saat mereka sudah naik keatas kapal.
Loh Ing-bun amat senang, sapanya: "Liu-lihiap, sudah lama
kudengar nama besarmu, beruntung hari ini bertemu,
Memang kau tidak bernama kosong."
Dalam pertempuran kali ini, pasukan air Loh Ing-bun
berhasil menenggelamkan lima buah kapal besar musuh,
melukai dan menewaskan ratusan tentara Kim. Maka malam
itu Loh Ing-bun segera mengadakan perjamuan sekadarnya
untuk merayakan kemenangan ini, sekaligus untuk
menyambut kedatangan Hong-lay-mo-li.
Hari kedua Hong-lay-mo-li lantas mohon diri kepada Loh
Ing bun, tahu bahwa orang amat akrab dengan Kheng Cau,
maka Loh Ing-bun minta Kheng Ciau mengantarnya, tak lupa
diapun suruh orang menyiapkan ransum serta surat jalan
seperlunya. Ditengah jalan Hong-lay-mo-li sempat menanyakan
pengalaman Kheng Ciau selama ini, tak lupa Hong-iay-molipun
tuturkan kejadian yang dia alami, setelah sepuluhan li
baru mereka berpisah, Hong-lay-mo-li melanjutkan perjalanan,
Kheng Ciau kembali kepangkalan Loh Ing-bun.
Dengan membawa surat jalan pemberian Loh Ing-bun,
perjalanan Hong-lay-mo-li lebih leluasa, sepanjang jalan tak
pernah mengalami kesulitan, Beberapa hari kemudian, dia
sudah masuk kepedalaman, Panorama di Kanglam memang
laksana sorga dunia, disini Hong-lay-mo-li bisa jelajahkan
pandangannya sepuas hatinya menikmati pemandangan yang
tak pernah dilihatnya didaerah utara.
Hari itu dia sedang berjalan dijalan raya, tiba2 didengarnya
kelintingan berbunyi, waktu ia berpaling, dilihatnya dua ekor
kuda berlari mendatangi, dua laki2 bertubuh tegap dan gagah
bercokol dipunggung kuda.
Melihat dandanan Hong-lay-mo-li yang aneh, kedua laki2 ini
menjadi heran, tiba2 salah seorang mencebirkan bibir bersuit
nyaring, keduanya segera ke-prak kuda mencongklang pesat
kedepan, Jalan raya disini tidak begitu lebar meski rada sepi
kuda biasanya dilarikan pelan2, tapi kedua orang ini seperti
sengaja hendak menumbuk Hong-lay-mo-li.
Keruan Hong-lay-mo-li gusar: "Kurangajar, masakah begini
cara menunggang kuda?" cepat sekali kedua kuda itu sudah
menerjang tiba, "Sret" kedua orang penunggangnya
berbareng ayun cambuk seraya membentak: "Minggir"
Sudah tentu Hong-lay-mo-li tidak gampang kecundang,
sungguh hampir meledak hatinya saking gusar, kebutan
segera dilolos dan mengerahkan Lwekang, sekali ayun
beberapa utas belangnya mele'sai bagai anak panah, tepat
melukai pantat kedua ekor kuda tunggangan itu, Sudah tentu
tertusuk benang setajam jarum lembut kedua ekor kuda
kesakitan dan berjingkrak2 menyelonong turun kesawah
ladang, meski kedua orang ini punya kepandaian menunggang
kuda tak urung hampir saja mereka terperosok jatuh dan
badan kotor berlepotan lumpur.
Hong-lay-mo-li ter-tawa2, serunya: "Hebat benar cara
kalian menunggang kuda, sampai terperosok masuk sawah."
Kedua orang itu tahu bahwa kuda mereka ter-bokong oleh
Hong-lay-mo-li, cuma dengan cara apa, ini tidak diketahui oleh
mereka, karena kaget dan jeri tanpa berani banyak mulut lagi
lekas mereka bedal kuda masing2 tinggal pergi.
Tengah Hong-lay-mo-li kesenangan dan puas, tiba2 ia
berseru heran pula, tampak seekor kuda, lari mencongklang
pula dari belakang, penunggangnya adalah seorang laki2
pertengahan umur, pakaiannya seperti laki2 di Kanglam
umumnya, namun perawakannya kekar mirip orang utara.
Hong-lay-mo-li kira orang inipun ugal2an seperti kedua
laki2 yang terdahulu, maka sengaja dia mengadang ditengah
jalan, diluar dugaan laki2 ini tahu sopan santun, kuda
diperlambat dan akhirnya berhenti beberapa tombak
dihadapan Hong-lay-mo-li.
Dengan nanar ia awasi Hong-lay-mo-li tanpa berkesip,
Sudah tentu Hong-lay-mo-li jadi rikuh, pelan2 ia menggeser
kesamping, Tapi laki2 penunggang kuda waktu tiba
disampingnya tiba-tiba melompat turun dan menyapa dengan
sikap hormati "Nona ini she apa dan siapa... namamu, sudikah
memberitahu?"
Logat orang ini kaku dan keras kasar menusuk telinga.
Hong-lay-mo-li merasa sebal katanya dingin sambil melerok.
"Jalan selebar ini, silahkan kau lewat, bukan sanak bukan
kadang, buat apa kau tanya namaku?"
"Dari logat nona jelas kau bukan penduduk Kang-lam,
tentunya. kau datang dari sebrang sana." ia tuding kearah
utara. "Peduli amat aku datang darimana?"
"Dalam suasana genting yang tak aman ini, nona
menyebrang seorang diri, kagum sungguh kagum!"
"Cerewet kau, hai minggir!"
"Kepandaian nona hebat juga, benang kebutan menusuk
kuda tadi, membuat mataku terbuka lebar."
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, jengeknya: "Kalau tak
berkepandaian bukankah aku sudah dipermainkan oleh
bangsat anjing itu" Hai, kau orang darimana, bicaralah terus
terang." "Terus terang akupun punya teman disebrang sana,
mungkin nona ada mengenalnya, maka aku memberanikan
diri bertanya kepadamu."
"Temanmu siapa?"
"Tam-kongcu Tam Ih-tiong."
Hong-lay-mo-li melengak, "Tam Ih-tiong apa" Tak pernah
dengar." Laki2 itu unjuk rasa kecewa, kelihatan rada menyesal pula,
katanya: "Kalau nona tidak kenal, maaf akan kecerobohanku
barusan, Aku mohon diri."
Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-li, tanyanya: "Tunggu
sebentar, apa maksud kedatanganmu kemari?"
"Menuju ketujuan masing2, bukan sanak bukan kadang,
buat apa nona tanya kemauanku?"
"Tar!" ia lecut cambuknya membedal kuda.
"Berhenti!" hardik Hong-lay-mo-li, dimana kebutannya
terayun, kembali ia timpukan benang kebutan-nya laksana
Bwe-hoa-ciam, namun sasarannya kali ini adalah
penunggangnya, Ternyata Hong-lay-mo-li curiga bahwa laki2
ini adalah mata2 bangsa Nuchen yang menyelundup ke
Kanglam, maka ia lontarkan kepandaian menutuk hiat-to
dengan benang kebutan-nya hendak menawan musuh,
Benang kebutan ini meluncur secepat kilat tanpa bersuara,
tapi belakang kepala laki2 itu seperti tumbuh mata, tiba2
tapak tangannya menepuk kebelakang, puluhan jalur benang
kebutan itu seketika buyar terhembus angin.
Tapi Hong-lay-mo-li sempat menjemput batu terus
diremasnya menjadi beberapa butir, secara beruntun dengan
cepat ia timpukan kearah orang itu.
Batu krikil sudah tentu lebih berat dari benang, daya
luncurannya juga lebih keras, sampai menderu memecah
kesunyian, Sudah tentu kaget Iaki2 itu, cepat sekali tiga batu
meluncur datang bersama, kepandaian menunggang kuda
laki2 ini ternyata memang hebat, tahu2 badannya membresot
turun, batu pertama dihindari, batu kedua kena diraih
tangannya, namun tapak tangan terasa linu kemeng, maka
batu ketiga ia tak berani menyambuti, dengan Hong-lam-thau
ia berkelit, siapa tahu cara timpukan batu Hong-lay-mo-li lain
dari yang lain, dalam menimpuk dia gunakan dua saluran
tenaga yang berbeda, begitu batu ketiga meluncur sampai
diatas kepala laki2 itu, tiba2 menukik kebawah, meski laki2 itu
sudah menunduk, "plak" topi rumputnya yang lebar itu kena
tertimpuk jatuh, untung dia menunduk cepat, kalau tidak
batok kepalanya tentu bocor keluar kecap,
Dalam sedetik itu, Hong-lay-mo-li sendiripun dibikin


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melongo, ternyata begitu topi lebar orang itu tertimpuk jatuh,
kelihatan kepala orang itu masih mengenakan topi kulit yang
sempit dan pas2an membungkus kepala, Topi semacam itu,
Hong-lay-mo-li cukup jelas biasa dipakai para penggembala
untuk menahan terik matahari dan hujan pasir.
"Bagus ya, ternyata kau mata2 bangsa Nuchen" bentak
Hong-lay-mo-li, rombongan batinnya yang kedua dan ketiga
kembali ia timpukan, laki2 -itu segera berteriak: "Kau, kau
adalah Hong-lay-mo-li" Tahan, tahan sebentar!" tapi batu2
Hong-lay-mo-li sudah memberondong tiba, terpaksa laki2 ini
harus selamatkan diri, lekas ia kempit perut kuda sekerasnya,
kuda pilihan yang berlari seribu li sehari ini segera membedal
bagai terbang. Betapapun tinggi Ginkang Hong-lay-moli, meski dia sudah
kerahkan setaker tenaganya, hanya sebutir diantara batu2
timpukannya yang mengenai punggung orang, yang lain sama
berjatuhan ditengah jalan, tapi karena jarak teramat jauh
tenaga timpukan batu itu sudah lemah, maka batu itupun
kena disampuk jatuh dengan cambuk orang.
Karena tak berhasil menyandak orang dengan tunggangan
yang pilihan, terpaksa Hong-lay-mo-li memperlambat kakinya,
setelah pikiran jernih baru dia sadar dan menduga2: "Tam Ihtiong
yang dikatakan tadi, bukan mustahil nama asli Bu-limthiankiau?" Begitulah dengan penuh tanda tanya Hong-lay-mo-li
melanjutkan kedepan, hari amat panas, setelah berlari sekian
lamanya, mulut terasa kering, kebetulan tak jauh didepan
dipinggir jalan terdapat sebuah kedai minum, Hong-lay-mo-li
lantas masuk minta minuman sekaligus untuk istirahat.
Penjual teh adalah seorang kakek dibantu cucunya, nona
cilik berusia tiga belasan, pinggang menyoreng pedang,
dipunggung menggemblok kebutan dengan langkah lebar
Hong-lay-mo-li masuk kedalam kedai, nona cilik itu
mengawasinya dengan mendelong, kakek tua itupun ter-sipu2
maju menyambut, meja dilap dulu lalu menuang secangkir teh
disuguhkan. Hong-lay-mo-li langsung menenggaknya habis, terasa
wangi dan menyegarkan tak terasa dia berseru memuji: "Teh
bagus!" lalu diambilnya kue2, ternyata enak juga rasanya,
Melihat nona cilik itu masih mengawasinya dengan rasa
takut2, dengan geli Hong-lay-mo-li menggape tangan supaya
orang maju kedepan-nya, lama kelamaan baru nona ini hilang
rasa takutnya. Tanya Hong-lay-mo-li: "Nona cilik, siapa namamu?"
"Namaku Siau Bi!" sahut nona cilik.
"Baik sekali namamu, teh yang dijual dalam kedai ini juga
enak rasanya, apakah nama kue ini?"
Sikap nona cilik kembali lincah dan nyerocos: "lnilah
manisan buah tho, ini roti sari kembang dan ini kembang gula
teratai, teh itu adalah Liong-kin-teh. Kedai kami kecil tak bisa
menyediakan makan2an mahal yang lebih enak."
Kakek tua itu ikut menimbrung dengan sikap ter-gopoh2:
"Kedai kami memang tidak menyediakan makanan enak,
jikalau kau senang, legalah hatiku."
Disaat mereka ber-cakap2 itu, tampak dua Busu
menunggang kuda kebetulan lewat, didepan kedai mereka
berhenti dan melongok kedalam, melihat kehadiran Hong-laymoli mereka rada melengak, namun tidak turun dari
punggung kuda. Lekas kakek tua memburu keluar menyilakan
masuk, salah seorang Busu berkata:
"Kami ada tugas penting harus menempuh perjalanan jauh,
lekas kau isi Houlo ini sepenuhnya." seorang yang lain
menambahkan "Sediakan pula dua dos manisan buah tho."
Kakek tua itu mengiakan dan lekas menyediakan apa yang
diminta, tapi dia membawa keluar empat manisan buah tho,
katanya: "lnilah Liong-kin-teh, empat dos manisan ini anggap
saja sebagai persembahan kami untuk melepaskan lelah
dijalan." "Sudah tahu, tak usah cerewet!" omel kedua Busu itu,
sekilas mereka lirik kepada Hong-lay-mo-li terus keprak kuda
tinggal pergi, "Eh, kenapa mereka tidak bayar terus tinggal pergi"
Modalmu kecil apa tidak rugi digares secara gratis?" tanya
Hong-lay-mo-li keheranan. La!u dia bangkit dan
menambahkan: "Akupun harus berangkat, berapa duit
semuanya?"
"Biar kubungkus beberapa kue2 dan manisan untuk bekal
dijalanan." kata sikakek.
"Baiklah, hitung seluruhnya, berapa harus kubayar" Eh,
kenapa tidak kau total jumlahnya?"
"Nona kau hanya bergurau saja, mana berani aku terima
uangmu" Anggap saja sebagai persembahan kami."
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Aku bukan perampok,
kenapa kalian harus memberi kepadaku. Kalau kepada setiap
orang kau persembahkan daganganmu, kedai kecilmu ini
masa takkan bangkrut."
Semakin gelisah si kakek, apalagi melihat Hong-lay-mo-li
sudah merogoh uang, cepat ia menambahkan: "Kau adalah
"tamu Jian-liu-cheng, mana berani aku terima uangmu, bila
Chengcu tahu, aku bisa disalahkan."
Hong-lay-mo-li tertegun, tanyanya: "Jian-liu-cheng apa"
selamanya aku belum pernah dengar."
Kakek itupun melongo, katanya: "Benarkah kau bukan
tamu yang hendak pergi ke Jian-liu-cheng?"
"Sudah tentu bukan." karena si kakek tak berani terima,
terpasa Hong-lay-mo-li sesalkan uangnya ke-kantong nona
cilik, katanya tertawa: "Selebihnya kuberikan kepada adik cilik
untuk beli jajan, Apa yang terjadi akan Jian-liu-cheng" Kenapa
tamu2 Jian-liu-cheng yang mampir kesini kau layani secara
gratis?" Kakek tua megap2 tak bisa bicara, sikapnya ta-kut2.
"Bibi," ujar nona cilik itu, "Kau orang baik, biar kujelaskan
Chengcu Jian-liu-cheng bernama Liu Goan-ka, salah ladang
puluhan hektar disekitar pedusunan sini adalah miliknya. Dia
punya ratusan anak buah yang buas dan galak seperti
serigala."
Seketika si kakek ketakutan sampai pucat mukanya,
katanya: "Sst, Siau Bi, jangan kau sembarang omong."
"Takut apa, bibi ini bukan orang mereka, Bibi begini baik
terhadap kami, kami harus beritahu kepadanya supaya hati2."
"Lotiang tak usah takut," bujuk Hong-lay-mo-li, "Aku orang
dari luar daerah, tidak kenal dengan orang2 Jian-liu-cheng.
Jaman geger seperti ini, memang harus hati2 dalam
perjalanan, adik cilik hendak beritahu apa kepadaku, katakan,
Aku amat berterima-kasih kepadamu."
Baru sekarang kakek tua berani bersuara: "Siau Bi, pergi
kau jaga diluar gardu, hati2 awasi setiap orang yang mondar
mandir, kalau ada orang cepat kau bersuara, Nona silakan
duduk dulu, biar kujelaskan." dari sikap hati2 dan takut
sikakek, Hong-lay-mo-li berkesimpulan bahwa Chengcu dari
Jian-liu-cheng se-hari2nya tentu terlalu se-wenang2.
Tutur si kakek: "Hari ini adalah ulang tahun ke-enam puluh
Liu Goan-ka, Jian-liu-cheng hendak merayakan tiga hari tiga
malam secara besar2an, banyak orang2 dari berbagai penjuru
angin sama datang hendak memberi selamat kepadanya."
"Paling2 dia seorang tuan tanah kampungan, kenapa
orang2 dari berbagai kalangan sudi datang memberi selamat
kepadanya?" tanya Hong-lay-mo-li tak mengerti.
Si Kakek merendahkan suaranya, tuturnya lebih lanjut:
"Konon Liu Goan-ka semula adalah begal besar, diluar dia
berhasil mengeduk keuntungan besar, sekembali lalu beli
sawah ladang. Nona kau seorang diri, meski pandai main silat,
juga harus hati2. Nona, kau..."
"Lotiang, tentunya kau heran dan curiga melihat
dandananku ini, Ayahku menjadi komandan tertinggi yang
berkuasa disepanjang sungai besar, aku pernah belajar silat,
kali ini aku dapat perintah ayah pulang untuk menjemput ibu.
Oh, ya, apa Liu Goan-ka melarang kau menerima bayaran?"
"Kasir Jian-liu-cheng yang keluarkan perintah, katanya
dalam tiga hari ini, siapa saja asal dia berpakaian Busu,
berlogat luar daerah, kami harus melayani dengan baik dan
dilarang menerima bayaran, Berapa jumlah dari nota yang
kami keluarkan supaya menagih kerumahnya, Tapi siapa yang
berani menagih kerugian ini?"
"Keparat, keterlaluan benar!" maki Hong-lay-mo-li, segera
ia keluarkan sekeping uang perak, katanya: "Modalmu kecil,
masa harus dirugikan begini saja. Terima kasih akan
petunjukmu, kami boleh bersahabat..."
Dengan haru dan penuh rasa terima kasih, terpaksa si
kakek terima pemberiannya Katanya: "Nona, ingat petunjukku,
tempuhlah jalan kecil diarah barat."
Bagian 10 "Jadi ditempat timur sebelah mana letak Jian-liu-cheng?"
"Didalam sebuah lembah ditimur sana."
"Apa nama gunung disana" Dengan mendapat
penjelesanmu, aku akan lebih hati2."
"Namanya Phoan-liong-san, kira2 masih tiga puluhan li dari
sini." Setelah mengucapkan terima kasih Hong-lay-mo-li lantas
meninggalkan kedai minum. Tapi dia tidak menuruti petunjuk
si kakek, setelah beberapa jauh menuju kebarat, ia belok
menuju ketimur.
Waktu itu hari sudah magrib, sepanjang jalan ini, tak
pernah ia ketemu orang2 persilatan, tentunya orang yang
hendak menghadiri perayaan ulang tahun Liu Goan-ka sudah
beberapa hari dimuka berada di Jian-lhi-cheng.
Kira2 tiga puluhan li kemudian, betul juga dilihatnya sebuah
gunung dldepan sana, Tak lama kemudian Hong-lay-mo-li
memasuki sebuah lembah gunung yang sempit panjang,
kedua lamping gunung terjal dan menjulang tinggi menutupi
sinar matahari, suasana disini terasa rada lembab dingin dan
seram. Maju pula puluhan langkah, tiba2 dilihatnya bayangan
punggung seorang perempuan berkelebat didepan sana.
Tampak orang seperti sudah dikenalnya, kaki bergerak seperti
tak menyentuh tanah, terang orang berlari menggunakan
Ginkang tingkat tinggi.
Tergerak pikiran Hong-lay-mo-li, tiba2 teringat olehnya
seseorang, segera iapun kembangkan Pat-pou-kan-sian
(delapan langkah mengejar tenggeret), setelah berhasil
memperpendek jarak sekira tujuh tom-bak, dengan seksama
ia awasi bayangan punggung orang, semakin pandang
semakin mirip. Diam2 ia heran karena bayangan punggung gadis ini mirip
benar dengan Giok-bin-yau-hou, tapi ilmu Ginkang-nya terang
lebih tinggi dari Lian Ceng-poh, sebelum ini Hong-lay-mo-li
sudah memergoki dua orang Glok-bin-yau-hou yang berlainan
gaman, satu pakai pedang yang lain menggunakan seruling,
tapi jelas Ginkang gadis didepannya ini jauh lebih unggul dari
kedua orang yang terdahulu.
Waktu itu tabir malam sudah mendatang, keadaan lembah
memangnya gelap, maka keadaan jadi kurang terang dalam
pandangan mata, Dengan pandangan sebagai tokoh silat,
samar2 Hong-lay-mo-li hanya melihat gadis didepan itu
memang menggembol senjata, cuma pedang atau seruling tak
dilihatnya jelas.
Permusuhan Hong-lay-mo-li terhadap Giok-bin-yau-hou
sedalam lautan, segera ia jemput dua butir batu, dengan Tamcisin-thong ia jentik sebuah batu ke-arah gadis didepan.
Sebat sekali gadis itu mendadak putar badan seraya
membentak: "Siapa main bokong?" batu itu melesat terbang
diatas kepala si gadis, Ternyata Hong-lay-mo-li memang
memancing supaya orang berpaling untuk melihat wajahnya.
Begitu orang berpaling, benar juga memang Giok-bin-yau-hou
adanya. Begitu melihat jelas muka orang, seketika berkobar amarah
Hong-lay-mo-li, tanpa bicara lagi batu kedua ia jentik
menyerang pula, Kali ini dia kerahkan delapan bagian
tenaganya, lapat2 batu itu meluncur mengeluarkan deru
keras, dengan kepandaian mendengar suara membedakan
senjata, gadis itu tahu batu ini mengarah Sin-ting-hiat
didadanya, sudah tentu hatinya kaget, batinnya: "Hebat benar
perempuan galak ini, malam segelap ini dia bisa menunpuk
sasaran dengan tepat, tak nyana dalam Jian-liu-cheng ada
tokoh selihay ini."
Cepat sekali gerakan Hong-lay-mo-li, begitu batunya
meluncur, badannya ikut menerjang kedepan, bagai harimau
lapar ia tubruk kearah sigadis.
Tujuannya hendak membekuk Giok-bin-yau-hou, maka
bekerja secara kilat tanpa beri kesempatan lawan bernapas.
Tak nyana masih badannya terapung diudara, tiba2 "Ting"
batu timpukannya mencelat balik, kekuatannya ternyata tidak
lebih lemah dari kekuatan timpukannya tadi.
Kaget juga hati2 Hong-lay-mo-li dibuatnya, ia jadi ragu2
akan pandangannya yang keliru" sementara batu yang
terpental balik juga mengarah Sin-ting-hiat didada Hong-laymoli, jelas cara timpukan ini jauh lebih sukar pula dari cara
jentikan jarinya tadi.
Karena badan terapung lekas Hong-lay-mo li kem-bangkan
kepandaiannya, dimana kebutannya terkem-bang, ia kebas
jatuh batu itu, badannya tidak berhenti dengan gaya Pengpokkm-siau, badannya menukik-turun menyerang batok
kepala sigadis.
Se-konyong2 tampak selarik pelangi perak berkelabat
menyongsong keatas, "Creng, ereng", suara nyaring memekak
telinga, gadis itu tergentak mundur tiga tapak, sementara
Hong-lay-mo-li meluncur turun hinggap diatas bumi, dalam
seribu kesibukannya ia sempat periksa pedangya, ternyata
tergores halus seperti benang yang melekat dipermukaan
batang pedangnya.
Dari kenyataan ini Hong lay-mo-li yakin gaman yang
digunakan lawan pasti senjata pusaka yang tajam luar biasa.
Gerak gerik gadis itu cepat sekali, begitu menyurut mundur
tiga langkah, disaat Hong-lay-mo-li periksa pedangnya yang
sedikit cidra dan melengak itu, segera ia balas merangsak,
Hong-Iay-moli ayun kebutannya tiba2 cahaya dingin
berpencar, benang kebutannya seperti tertiup angin
melambai2, tapi lekas sekali disusul suara "Tang" kiranya
Hong-lay-mo-li kerahkan Lwekangnya, sehingga kebutannya
terlmgkup menjadi satu sekeras potlot baja mengetuk golok


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawan, ternyata golok pusaka lawan tak mampu memapas
kutung kebutannya.
Jurus permainan pedang Hong-lay-mo-li segera ikut
bekerja, dengan tipu Giok-li-toh-so, ia tusuk Ih-gi-hiat dibawah
ketiak si gadis, sementara kebutannya sudah berhasil
membelit golok pusaka lawan, sasaran tusukan pedangnyapun
tak mungkin dicapai oleh golok lawan, siapa tahu golok si
gadis tiba2 melengkung, sehingga Ceng-kong-kiamnya
tersentak merubah Baru sekarang Hong-lay-mo-li sempat
melihat jelas, gaman yang dipakai lawan ternyata adalah golok
bulan sabit. Keruan Hong-lay-mo-Ii tertegun, kesempatan digunakan si
gadis untuk meronta dan menyendal lepas gubatan goloknya,
sungguh heran dan tak habis mengerti Hong-lay-mo-li
dibuatnya, terang ia berhadapan dengan Giok-bin-yau-hou,
tapi kali ini orang tidak menggunakan pedang, juga tak
bergaman seruling, gaman-nya ternyata bulan sabit yang aneh
dan jarang terlihat malah jurus2 permainannyapun lincah,
menakjub-kan Lwekangnya tinggi pula, terang jauh lebih
unggul dari Giok-bin-yau-hou yang bersenjata pedang atau
bergaman seruling itu.
Ditengah pikiran Hong-lay-mo-li, si gadis secepat kilat balas
menubruk, dengan tipu "Ping-sa-loh-yan (belibis hing gap
dipasir datar), tajam goloknya berputar menabas balik.
"Berhenti dulu!" hardik Hong-lay-mo-li. Tapi si gadis tidak
hiraukan seruannya, goloknya masih terus menyerang dengan
bacokan kilat dan gencar.
Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam dibuatnya, Tapi diluar
tahunya bahwa si gadis tanpa sebab diserang lebih dulu,
betapa orang takkan keki kepadanya. Kedua pihak punya
pikiran yang sama, peduli lawan orang dari Jian-liu-cheng atau
bukan, jelas lawan takkan diberi ampun.
Waktu golok orang membacok datang, Hong-lay-mo-li
membentak dengan suara tertekan: "Kau kira aku gentar
terhadapmu" Segera ia kembangkan Yohun-kiam-hoat dan
Thian-lo-hud-tim-hoat, kedua ilmu permainan yang berbeda ia
kombinasikan dalam rangsakan gencar kepada musuhnya.
Tadi si gadis kena dirugikan, sedapat mungkin ia hindari
benturan senjata secara kekerasan, siapa tahu usahanya tetap
sia2, tiba2 terasa gerakan tangan yang bergaman golok
menjadi berat dan lambat, ternyata Hong-lay-mo-li gunakan
daya sedot melalui pedangnya melengket goloknya, diketuk
kebutan lawan lagi, hampir saja dia tak kuat pegang goloknya
sendiri. Betapa gesit gerakan Hong-lay-mo-li, benang2
kebutannya ter-kembang tahu2 berhasil menggubat gagang
golok lawan. Walau sudah berusaha secara serempak dengan pedang
dan kebutan, Hong-lay-mo-li gagal bikin golok lawan terlepas
dari cekalannya, hatinyapun heran dan kagum. Baru saya ia
hendak kerahkan sepuluh bagian tenaganya, untuk merebut
golok lawan. Si gadis sudah bertindak lebih dulu, ujung
goloknya mendadak mendak kebawah, terus melingkar kearah
Hoan tiau-hiat dilutut Hong-lay-mo-li.
Golok bulan sabit ini sudah cukup aneh, permainannya jauh
lebih aneh lagi, jauh berbeda dengan ilmu golok umumnya,
sungguh tak pernah terpikir oleh Hong-lay-mo-li bahwa golok
sabit lawan bisa melengkung dan menjojoh dari arah yang tak
terduga, hampir saja dia kena diselomoti.
Untung gerak gerik Hong-lay-mo-li lincah dan cekatan,
menghadapi bahaya sedikitpun tak menjadi gugup, disaat
ujung golok tinggal setengah dim mengenai lututnya, tahu2
Hong-lay-mo-li menggeser kaki memutar badan, sebat sekali
badannya mencelat minggir satu tombak jauhnya. Karena itu
terpaksa ia lepaskan gubatan kebutannya dan tak berhasil
merebut golok musuh.
Saking kaget dan keheranan, disaat kedua pihak berpencar
inilah Hong-lay-mo-li lekas bertanya: "Siapa she dan namamu,
untuk apa kau kemari?"
"Kurangajar, siapa namaku toh kau belum tahu, kenapa
lantas menyerang dengan keji" Kau tak kenal aku, aku
sebaliknya kenal kau, jangan cerewet, lihat golok!" cahaya
golok bagai kilat, "Sret" tahu2 ia membacok pula.
Suara gadis ini merdu dan nyaring, meski bernada marah,
namun tetap bening dan enak didengar, keruan tergerak hati
Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Logat suaranya seperti gadis utara,
jauh berbeda dengan logat Giok-bin-you-hou. Memangnya
mereka dua orang yang berlainan, kenapa dia bilang kenal
aku?" tapi serangan lawan sudah tiba, terpaksa ia tumplek
perhatian melayani permainan golok si gadis rada lucu dan
aneh, lebih aneh lagi bahwa golok bulan sabit inipun kadang
kala blsva digunakan sebagai gantolan, ujung golok malah
peranti menutuk Hiat-to pula, untung Hong-lay-mo-li cukup
berpengalaman Lwekangnyapun setingkat lebih unggul,
namun demikian ia hampir kewalahan menghadapi musuhnya
yang satu ini. Pertempuran kira2 sudah berlangsung lima puluhan jurus,
lama kelamaan dengan seksama Hong-lay-mo-li lebih jelas
perhatikan raut muka orang, memang bentuk wajah gadis ini
agak mirip dengan Giok-bin-you-hou, tapi tampak pula
perbedaannya, raut muka gadis ini lebih muda, rupawan dan
berbadan lebih kurus, usia gadis ini terang belum genap dua
puluh, jadi beberapa tahun lebih muda dari Giok-bin-yau-hou.
Baru sekarang Hong-lay-mo-li insaf akan kesalahannya,
Tapi serangan golok si gadis amat gencar, mana Hong-lay-moli
bisa pecah perhatian untuk bicara"
Ternyata gadis inipun curiga bahwa Hong-lay-mo-li adalah
tokoh silat yang dipendam dibagian luar Jian-liu-cheng, jadi
apa yang dia katakan kenal tak lain menyangka orang sebagai
antek penghuni Jian-liu-cheng, jadi bukan benar2 tahu asal
usulnya. Sebaliknya Hong-lay-mo-li salah paham, pikirnya:
"Tentunya gadis ini adalah adik kandung Giok-bin-yau-hou,
Hm, meski dia bukan Giok-bin-yau-hou, setelah tahu siapa
diriku, dia malah menyerang lebih ganas, se-akan2 hendak
mengambil jiwaku, terang dia sehaluan dengan Giok-bin-yauhou."
Bagaimana juga kepandaian pedang dan kebutan Hong-laymoli amat lihay, untung Lwekangnya lebih tinggi, walau ilmu
golok si gadis hebat, lima puluh jurus kemudian, dia mulai
terdesak dibawah angin.
Disaat pertempuran berlangsung semakin seru, sekonyong2
terdengar kumandang gelak tawa orang yang sayup2 sampai,
suaranya bening dan melengking menembus langit, Tanpa
disadari bergetar jantung Hong-lay-mo-li, kejut dan heran
pula, ternyata itulah ilmu tingkat tinggi yang menghimpun
suara menjadi lembut dan dilontarkan ketempat yang jauh,
suara gelombang panjang seperti ini harus dilandasi Lwe-kang
yang ampuh baru bisa melontarkan kata2nya kepada orang
yang dituju tanpa diketahui orang ke-dua. Hong-lay-mo-li
kaget bukan lantaran gelombang panjang ini, tapi adalah
gelak tawa yang lain dari yang lain itu.
Gelak tawa Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham
yang tiada keduanya sungguh girang dan kaget pula Honglaymo-li, baru saja ia kerahkan tenaga hendak balas
menggunakan suara gelombang panjang tiba2 didengarnya
ditengah galak tawa yang sayup2 itu terdengar pula suara
panggilan yang lirih dan terang: "Ah-sia! lekas kemari!"
Memang Hoa Kok-ham sedang memanggil orang, tapi bukan
dirinya, Hoa Kok-ham sedang memanggil gadis yang bernama
Ah-sia! Segera dilihatnya gadis lawannya inipun mencebir bibir,
melontarkan kata2nya dengan himpunan Lwe-kang lalu dikirim
ketempat jauh, jawabannya adalah: "O! segera aku datang!"
suaranya bening dan mengalun merdu, bagi orang yang tidak
pandai menggunakan kepandaian suara gelombang panjang,
pasti takkan mendengar apa yang diucapkannya.
Begitu melontarkan kata2nya, lekas si gadis me-rangsak
dengan bacokan menggertak, sebat sekali ti-ba2 putar badan
terus tinggal pergi. Begitu cepat laksana burung walet
badannya berlompatan tapi dia bertindak hati2, kepalanya
sering berpaling kebelakang, apakah Hong-lay-mo-li ada
mengejar dirinya, dilihatnya Hong-lay-mo-li menjublek
ditempatnya, dia kira orang gentar, diluar tahunya hati Honglaymo-li" sedang hambar, tiada hasrat untuk mengejarnya.
Sekejap mata si gadis sudah tak kelihatan pula
bayangannya, lekas Hong-lay-mo-li tenangkan hati, setelah
direnungkan sebentar, lekas sekali ia sudah mengerti.
Urusan tidak sulit diraba, bahwa Pendekar Latah
menggunakan suara gelombang panjang tentunya tak ingin
jejaknya diketahui orang lain, maka dalam menyelidik keadaan
Jian-liu-cheng bersama sigadis, mereka menggunakan cara
rahasia ini saling berhubungan lebih jelas pula bahwa diantara
nama si gadis tadi tentu ada menggunakan huruf "Sia",
Tujuan Hong-lay-mo-li menempuh perjalanan sejauh ini ke
Kanglam memangnya hendak menemui Hoa Kok-ham,
maksudnya hendak mencari tahu riwayat hidupnya, Tapi tak
pernah terpikir olehnya, ditempat ini ia mendengar suara
orang dikejauhan, keruan hati Hong-lay-mo-li mendelu dan
hambar. Disaat pikiran sedang kalut, tiba2 didengarnya suara
langkah orang mendatangi disusul suara seseorang berkata:
"Kau tidak salah dengar" Benar2 suara benturan senjata
keras?" "Pasti takkan salah, lekas periksa kesana." kata seorang
yang lain. Hong-lay-mo-li baru insaf, bahwa pertempuran barusan
sudah membuat kaget petugas yang meronda malam dari
Jian-liu-cheng. Mengandal Gin-kangnya yang tinggi, setelah
langkah kedua orang itu jauh, ia jejak kaki melesat naik
kepucuk pohon. Dengan meminjam bayang2 pohon yang gelap, Hong-laymoli maju terus, ia tahu Jian-liu-cheng seumpama sarang
naga, maka gerak geriknya harus hati2. Kira2 delapan li ia
menyelusuri lembah sempit ini baru tiba didepan pintu
gerbang perkampungan.
Tampak Jian-liu-cheng dibangun dilamping gunung, lereng
bukit terdapat dibagian atas dan bawah, pohon liu laksana
hutan rindang, pepohonan menghijau subur dan diatas bukit
malah terdapat sebuah danau kecil.
Dari satu puncak kepuncak pohon yang lain Hong-lay-mo-li
maju terus memasuki perkampungan. Dengan gaya Kim-ketoklip (ayam emas berdiri kaki satu) ujung kakinya menutul
didahan pohon liu dan berdiri dengan anteng, matanya
menjelajah keadaan sekelilingnya.
Tampak bagian barat daya pepohonan-nya paling lebat,
lapat2 dari sana pula terdengar suara tetabuan musik. Honglaymo-li membatin: "Tentunya taman bunga berada disebelah
sana, Jian-liu-cheng Chengcu sedang mengadakan pesta ulang
tahunnya didalam taman."
Tengah ia me-reka2, tiba2 dilihatnya dahan pohon Liu
disana tiada angin bergoyang sendiri, disusul sesosok
bayangan melambung tinggi dengan tangkas berlari kearah
barat laut. Mata Hong-lay-mo-li cukup tajam, sekilas ia sudah
melihat jelas bayangan orang ini adalah Iaki2 bangsa Nuchen
yang dia curigai sebagai mata2 ditengah jalan tadi.
Cepat sekali bayangan orang itu sudah menyelinap hilang
ditengah rumpun dedaonan lebat, Hong-lay mo-li kembangkan
Ginkang, dari pucuk kepucuk pohon yang berderet itu maju
terus kedepan, seenteng dahan liu melambai, seperti burung
hinggap dipucuk pohon tanpa bersuara, selembar daonpun
tiada yang tergetar jatuh, tanpa diketahui setan tak dilihat
manusia, langsung iapun menuju kepagar tembok diarah barat
laut itu. Sebelah bawah memang sebuah taman kembang yang
luas, ditengah2 taman sedang diadakan pesta, Taman ini
dibangun menurut situasi gunung, cuma disana sini dibangun
gardu, rumah2 berloteng dan pohon dan tambahan bukit2
palsu, seluk beluknya mirip benar dengan formasi barisan
yang bisa menyesatkan pandangan mata orang biasa.
Keadaan taman terang benderang, lampion digantung dipucak2
pohon, dengan segala variasi pajangan yang serasi
dan kelihatan mewah dan semarak, terang hasil dari karya
seorang ahli pajang yang kenamaan.
Di tengah sana adalah sebuah lapangan, itulah tempat
latihan silat dari Jian-liu-cheng, pada dua sisi lapangan
berderet rak2 tempat senjata. Dibagian selatan lapangan
dibangun sebuah panggung, dimana opera kelasik sedang
main. Tapi tiada seorang penontonpun dibawah panggung,
Kiranya lapangan dimana panggung dibangun dikelilingi
banyak gardu, setiap gardu ada dihidangkan meja perjamuan,
jadi para tamu bisa makan minum sambil nonton opera.
Untung dipojokan lereng sana, pepohonan disini tidak
dihias dan dipasangi lampion, Tapi beberapa tukang ronda
mondar mandir berkeliling. Hong-lay-mo-li memetik selembar
daon terus dijentiknya kepohon sebelah, dimana seekor
burung besar sedang bertengger dan terkejut terbang
bersuara, disaat perhatian tukang2 ronda itu tertuju kearah
burung disana, sikap sekali Hong-lay-mo-li melayang turun
dari pucuk pohon, sembunyi dibelakang sebuah bukit2an.
Mimpipun para tukang ronda takkan menduga, dalam sekejap
itu, seseorang sudah menyelundup kedalam taman besar ini.
Baru saja Hong-lay-mo-li menempatkan dirinya, terdengar
suara ramai2 disebelah dalam, orang2 sedang ribut
menghaturkan minuman kepada tuan rumah, "Semoga Liuang
berusia panjang laksana gunung, banyak rejeki seluas
lautan timur, silakan habiskan secangkir arak ini."
"Liu-ang, secangkir arak ini kukaturkan kepadamu mewakili
tiga belas keluarga saudaraa di Thay-ouw, silakan kau
minum." "Arak Thay-smw Ong-cecu sudah kau habiskan, silakan
minum pula arak dari Nima-jwan."
Waktu Hong-lay-mo-li mengintip kesana, tampak banyak
orang sedang mengerumuni seorang laki2 tegak bermuka
halus, mereka berebut menghaturkan arak kepada tuan
rumah, jadi laki2 setengah baya ini tentunya majikan Jian-liucheng
yang bernama Liu Goan-ka.
Maka terdengar Liu Goan-ka berkata lantang: "Te-rima
kasih akan kebaikan saudara2, cuma betapapun kuat cara
minumku, kalau satu persatu begini, aku takkan tahan juga
akhirnya, lebih baik mari kita sama2 tenggak tiga cangkir


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja." Orang banyak masih beramai2 maju berdesak hendak
menyodorkan cangkir araknya, Tiba2 terdengar sebuah suara
yang menusuk pendengaran bicara: "Biarlah aku saja yang
mencari jalan tengah, Hari ini adalah ulang tahun Liu-ang,
para Enghiong dari berbagai penjuru sama berkumpul. Aku
punya satu usul, lebih baik para saudara satu persatu tampil
kemuka mendemonstrasikan kepandaian tunggal masing2,
sebagai kado persembahan kepada tuan rumah, bukankah
cara ini jauh lebih berarti dari pada berebut menghatur arak
segala?" Bergetar jantung Hong-lay-mo-li mendengar suara ini,
ternyata sipembicara bukan lain adalah Ki-lian-lo-koay Kim
Cau-gak. Mau tak mau berpikir Hong-lay mo-li:
"Kukira Liu Goan-ka hanya seorang tuan tanah atau buaya
darat yang merajai daerah setempat, ternyata urusan tidak
sederhana seperti yang kukira, kiranya dia seorang
pengkhianat bangsa yang sekongkol dengan negeri Kim! Em,
memang salahku tidak mencari tahu dan menilainya terlalu
gegabah, tanpa kusadari aku sudah masuk kesarang
harimau." Kata2 Kim Cau-gak banyak mendapat sambutan hadirin,
tapi ada juga yang menentang, ada pula yang mengajukan
keberatan, untunglah segera Kim Cau-gak menambahkan
pula: "Ucapanku belum selesai pertunjukan ini memang harus
diatur secara adil, setelah para tamu menunjukan
kepandaiannya, diminta tuan rumahpun turun gelanggang,
supaya kita beramai membuka mata melihat kepandaian sejati
Liu-ang yang sakti."
Liu Goan-ka tertawa, katanya: "Kim-loko, bicara kepandaian
sejati, hanya kau saja yang patut mendapatkan pujian ini, Kau
memujiku terlalu muluk, cara bagaimana aku harus
menerimanya?"
Kembali Hong-lay-mo-li kaget, demikian pula para
hadirinpun ter-heran2, mereka tidak tahu asal usul Kim Caugak,
melihat tuan rumah melayaninya begitu hormat dan
memuji setinggi itu, para tamu segera berkata bersama:
"Beruntung hari ini kita bertemu dengan tokoh2 kosen,
betapapun mohon Kim-losiansing nanti juga menunjukan
kepandaiannya yang sakti, tentu mata kita terbuka lebih
lebar." Kim Cau-gak tertawa, ujarnya: "Liu-chengcu bergurau saja
kepadaku, pertunjukan ini adalah aku yang mengusulku, apa
boleh buat, biar nanti akupun ikut turun gelanggang."
Maka berdirilah Ong Ih-ting Cong-cecu dari tiga belas
keluarga di Thayouw, katanya: "Pertemuan hari ini,
merupakan kumpulan para Enghiong dan Hohan dari segala
pelosok di Kanglam, Setiap hadirin memiliki kepandaian
tunggal masing2, kalau setiap orang harus maju satu persatu,
mungkin tiga hari tiga malam takkan selesai. Maka kusulkan,
diundi menurut keadaan disini saja, setiap penjuru angin
terdiri dari timur, selatan, utara dan barat, para tamu
mewakilkan satu orang yang terpandang untuk menghaturkan
selamat kepada Liu-chengcu, entah bagaimana menurut
pendapat para hadirin?"
Maka beramai2 para tamu dibagian barat ini berkata:
"Bagian kita tentunya Ong-cecu yang mewakili, harap Ongcecu
tidak menolak tugas mulia ini."
Menolakpun tidak mungkin, terpaksa Ong Ih-ting berkata
dengan tertawa: "Kepandaian rendah yang ku-latih,
sebetulnya tak berani unjuk kejelekan disini, tapi demi
menghormati hari ulang tahun Liu-chengcu, terpaksa aku
tampil untuk menghibur Liu-chengcu. Siaute tadi salah bicara,
biar kuhukum sendiri minum tiga cangkir."
Maka terdengar seorang Hwesio disebelah timur sana
bergelak tawa sambil berdiri: "Kenapa kalian pilih aku orang
beribadat?" suasana disinipun sedang ribut, terdengar seorang
berseru: "Liong-in Taysu, kita semua sudah pingin tahu betapa
hebat Bu-siang-ciang-lat yang kau yakinkan, Ong-cecu sudah
terima tugas, kaupun tak usah menolak."
Diam2 Hong-lay-mo-li mengintip keluar, dilihatnya Liong-in
Taysu adalah seorang Hwesio bermata besar beralis tebal,
kulit mukanya menonjol terlalu gemuk, pikirnya: "Naga2nya
Hwesio yang tidak patuh akan ajaran agama, Tapi sampai
dimana kelihatan Bu-siang-ciang-lat itu, belum pernah
kudengar selama ini. Nanti harus kusaksikan dengan
seksama." Bagian selatan berbareng mengusulkan dua calon, calon
pertama adalah Jau-hay-kiau Hoan Thong, lekas Hoan Thong
goyang kedua tangan, katanya: "Jiko berada disini, mana
boleh aku mengungkuli dia?"
Semua orang kaget, tanyanya: "Siapakah Jiko Hoanthocu..."
beberapa orang yang tahu segera berseru: "Apa
Lamkiong-siansing juga hadir" Nah, nama beliau sudah
terkenal seperti geledek berbunyi dipinggir telinga, kenapa
tidak lekas perkenalkan kepada kita!" disusul seseorang
memperkenalkan "Lam-kiong-Siansing adalah Lamkiong Cau cianpwe salah
satu dari Su-pak-thian yang menjagoi Tionggoan, sudah
beberapa tahun beliau berada di Kanglam, beruntung hari ini
bisa bertemu disini."
Baru Hong-lay-mo-li tahu saudara angkat Hoan Thong
kiranya Lamkiong Cau. Lamkiong Cau adalah musuh San San,
maka ia pasang kuping dan perhatikan orang yang satu ini.
Begitu nama Lam-pak-thian Lamkiong Cau disebut,
ternyata banyak hadirin yang kenal, serempak mereka setuju
mengajukan Lamkiong Cau sebagai wakil dari selatan.
Terpaksa Lamkiong Cau berdiri, orang berperawakan
pendek dan kurus, tapi suaranya seperti genta, katanya:
"Hoan-hiante, kenapa tugas berat ini kau jatuhkan
kepundakku" Betapa banyak tokoh2 disini..."
"Ji-ko, kuharap kau berkesempatan untuk berkenalan
dengan para saudara sehaluan di Kanglam, apalagi
kepandaian silatmu lebih unggul dari aku, memangnya aku
yang harus menunjukan kejelekanku?" Karena anjuran
saudara angkatnya, serta desakan para hadirin terpaksa
Lamkiong Cau terima juga tugas.
Pendapat hadirin bagian utara sudah sepakat, mereka
berkata: "Wakil bagian kita sudah jelas menjadi bagian Bunsiasing."
calonnya sudah diajukan tapi tidak kelihatan
orangnya. "Nah itu Bun-siansing disana," seru seseorang, "Eh, untuk
apa dia disana" Bun-siansing, kemarilah, lekas kemari."
Hong-lay-mo-li sembunyi dibelakang bukit, tampak tujuh
delapan orang sedang berlari2 kearah tempat
persembunyiannya, keruan terkejut hatinya: "Masakan mereka
menemukan jejakku?"
Orang2 itu berhenti didepan bukit2an, katanya: "Bunsiansing,
minum baru separo, kenapa kau kemari manjat
gunung segala" Apa sih yang kau pandang disitu?"
Setelah ber-kaok2 beberapa kali, baru terdengar jawaban
sebuah suara: "Eh, kalian sedang panggil aku" Maaf, maaf,
aku terlalu asyik, sampai tidak ku-dengar."
Baru Hong-lay-mo-li tahu bahwa Bun-siansing yang
dipanggil2 ini ternyata berada dibalik bukit sebelahnya, jadi
hanya teraling sebuah batu, Kembali bercekat hati Hong-laymoli, pikirnya: "Kapan orang ini manjat kemari, ternyata tidak
kudengar sama sekali."
Disaat Hong-lay-mo-li keheranan dan ber-tanya2 dalam
hati, orang2 itu sudah mengiringi Bun-siansing kembali
kegardunya, Dari sela2 batu Hong-lay-mo-li mengintip
dilihatnya orang ini berdandan seperti pelajar berusia tiga
puluhan. Terdengar Suseng itu berkata: "Kalian pilih aku, aku sih
memang pandai membuat syair dan tulisan ber-seni, bicara
soal kepandaian sakti, kukira kalian salah pilih orang."
Semua orang sama gelak tawa, katanya: "Bun-siansing,
memang kita ingin berkenalan seni tulismu, cukup asal kau
suka menjadi wakil kita, terserah apa yang ingin kau tulis, kita
beramai akan memberi tepukan tangan kepadamu."
"Kalian begini percaya dan besar harapan, baiklah terpaksa
aku tampil kedepan."
Lalu terdengar seseorang berseru lantang: "Wakil dari utara
sudah terpilih, yaitu Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan."
Liu Goan-ka berkata terhadap Kim Cau-gak: "Bun-siansing
ini suka tamasya bersenandung dan seni tulis, sasterawan
aneh dari Kanglam, cuma dia bukan golongan Liok-lim. Kimlocianpwe
boleh bersahabat dengan dia."
Kim Cau-gak mengangguk, ujarnya: "O, Thi-pit su-seng
Bun Yat-hoan" Aku memang pernah dengar namanya, Di
Kanglam memang tidak sedikit orang2 berbakat."
Mendengar Kim dan Liu berdua begitu besar perhatiannya
terhadap Thi-pit-su-seng, heran dan ber-tanya2 hati Hong-Iay
mo-li, maka gerak gerik Bun Yat hoan yang aneh tadi
menambah rasa curiganya.
Dengan seksama ia perhatikan Bu Yat-hoan yang
berpakaian jubah panjang tipis, pikirnya: "JuIukannya Thi-pitsuseng, tentunya tokoh kosen dalam permainan sepasang
Boan-koan-pit, tapi kenapa dia tidak membawa senjata?"
Sementara itu pertunjukan opera diatas panggung sudah
usai, para wakil yang hendak memberikan ucapan selamat
satu persatu tampil kedepan, Mereka adalah Wakil timur:
Liong-in Taysu, selatan: Lam-san-hou Lamkiong Cau, barat:
Ong Ih-ting dari Thay-ouw, utara: Thi-pit-su-seng Bun Yathoan,
ditambah Kim-lian-lo-koay, jumlahnya lima orang. Liu
Goan-ka sendiri akan keluar setelah kelima orang ini habis
mendemonstrasikan kepandaian masing2.
Diantara empat wakil2 ini hanya Lamkiong Cau seorang
yang sedikit tahu asal usul Kim Cau-gak, tapi ia tidak berani
mengatakan, segera ia tampil kedepan dan memberi hormat,
katanya: "Kim-locianpwe, kami memberanikan diri
menunjukan kejelekan dihadapan kau orang tua, sukalah
memberi petunjuk."
"Ya, aku sebagai pendatang baru di Kanglam, silakan kalian
boleh mulai lebih dulu." ujar Kim Cau-gak.
"Baiklah, kita boleh mulai dari timur lebih dulu," ujar Lamsanhou Lamkiong Cau, "Llong-in Taysu, tiba giliranmu lebih
dulu." "Baik," tanpa sungkan2 Liong-in Taysu tampil ke-depan,
"Biar aku dulu melepaskan otot dan melemaskan tulang."
ditengah kalangan Liong-in Taysu meng-gosok2 tapak tangan,
katanya pula: "Main apa ya" Baik, sudah ada, harap sediakan
duapuluh keping tahu."
Para hadirin tertawa geli, serunya: "Liong-in Taysu kau ini
Hwesio gadungan yang suka gares daging anjing, kenapa hari
ini suka makan barang tak berjiwa ?"
"Tahu yang kuminta tidak untuk dimakan, Aku minta tahu
yang masih mentah."
Ditengah percakapan ini seorang sudah berlari keluar dari
dalam membawa sebaskom tahu, jumlahnya lebih banyak dari
yang diminta seluruhnya ada tiga puluh dua, menunjuk
sebuah batu persegi yang cukup besar berkata Liong-in Taysu:
"Tolong dibantu, jajarkan satu persatu tahu2 itu diatas batu,
hati2 sedikit jangan sampai rusak."
Dengan pelan dan hati2 pesuruh itu meletakan tahu itu
jajar rapat diatas batu persegi, kebetulan pas2-an dengan
permukaan batu datar itu. Segera Liong-in Taysu menjura
keempat penjuru, serunya: "Siau-ceng akan perlihatkan
kepandaian cara memukul tahu, kalau sampai kesalahan
tangan, harap jangan di-tertawakan."
Sudah tentu hadirin jadi ribut keheranan dan menyangka
orang sedang bergurau belaka. Tampak dengan menghardik
keras, "Wut" Liong-in layangkan telapak tangannya
menghantam kearah tahu2 itu, ditengah suara kaget para
hadirin tiba2 ia sudah tarik tangannya dan mundur kesamping.
Tahu barang empuk yang disentuh saja lantas hancur,
waktu Liong-in Taysu pukulkan tapak tangannya, siapapun
menyangka tahu2 itu pasti luluh, siapa tahu waktu mereka
tegasi, tahu2 itu masih berada ditem-patnya tanpa kurang
suatu apa. Liong-in Taysu suruh pesuruh tadi dan katanya: "Bawa
kembali tahu2 itu kedapur, dan periksa satu persatu apakah
ada yang rusak?"
Dengan hati2 pesuruh itu jemput satu persatu tahu2 itu
diletakan kedalam nampan, katanya: "Lapor Taysu, semuanya
masih utuh, tapi, batu ini..."
Liong-in Taysu tertawa, katanya: "Kau boleh mundur, biar
para hadirin memeriksa."
Banyak orang beramai2 maju ingin menyaksikan, ternyata
batu bersegi ini sudah retak dan pecah menjadi empat potong,
seperti pisau mengiris tahu, satu sama lain rata, seketika
sorak sorai dan pujian gegap gumpita.
Maklumlah dengan kekuatan pukulan, bikin batu pecah tak
perlu dibuat heran, lain dengan cara Liong-in Taysu barusan,
kekuatan pukulannya lewat tahu2 yang empuk memecah batu
yang keras itu.
Ditengah tepuk sorak para hadirin dengan membusungkan
dada Liong-in Taysu melangkah ketempat duduknya.
Disusul Lamkiong Cau tampil ketengah gelanggang, Nama
Lam-san-hou lebih tenar, semua orang pentang mata lebar2,
ingin mereka melihat tokoh salah satu dari Su-pak-thian ini
punya kepandaian apa yang dapat mengungkuli Liong-in
Taysu. Tidak ketengah gelanggang Lamkiong Cau malah berdiri
tujuh kaki dipinggir gelanggang, katanya sambil menjura:
"Harap saudara2 disebelah sini menyingkir sedikit jauh, Nah,
begitu, cukup sudah, terima kasih akan pengertian para
saudara." Sudah tentu ada tamu yang menggerutu, gelanggang
begitu luas, kenapa malah mepet kepinggir arena mendekati
penonton, Tapi semua orang sedang menunggu permainannya
yang luar biasa, maka mereka menurut apa saya yang dia
minta. Tak nyana Lamkiong Cau hanya berkata secara tawar "Biar
kumainkan Hek-hou-kun saja, latihanku belum matang, harap
hadirin tidak kecewa."
Habis berkata, pelan2 ia mulai bergaya dan sejurus demi
sejurus kaki tangannya bergerak seperti sedang berlatih
sendiri. Hek-hou-kun atau pukulan macan hitam adalah ilmu silat


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

paling umum yang harus dipelajari oleh setiap calon murid
yang ingin belajar silat. Dalam permaian Lamkiong Caupun
tidak terlihat adanya tanda2 keistimewaan dan keluar
biasaannya ilmu pukulan ini, cuma setiap gerak tangannya
tentu membawa sambaran deru angin kencang yang
menandakan kekuatan Lwekangnya yang tinggi.
Setengah sulutan dupa kemudian, rangkaian ilmu Hek-houkun
inipun sudah selesai dimainkan, Lamkiong Cau merangkap
kedua tangan serta berkata: "Selesai, harap hadirin memberi
petunjuk!"
Seluruh hadirin sama heran dan saling memberi komentar
bisik2. Maka berkatalah Liu Goan-ka dengan suara lantang:
"Pukulan macan mencuri hati dan pukulan sakti seratus
langkah yang dimainkan Lamkiong Thocu sungguh hebat,
kagum, kagum. Aku harus korbankan dua pucuk pohon Liu,
tapi bisa melihat pertunjukan sehebat ini, kiranya cukup
setimpal."
Baru hadirin sama terkejut mendengar pujian ini, bagi
mereka yang tadi mencemooh kini terperanjat dan ber-tanya2,
dimana letak kehebatan pukulan Lamkiong Cau tadi. Tengah
hadirin keheranan, tiba2 tampak dua pohon liu tepat
dihadapan Lamkiong Cau tadi yang berjarak tujuh tombak
tanpa terhembus angin ber-goyang gontai sendiri, daon sama
rontok, sekejap saja, "Bluuk" keduanya tumbang berbareng.
Liu Goah-ka menambahkan dengan tertawa: "Biar
kujelaskan lebih lanjut dimana letak kehebatan dari pukulan
macan mencuri hati tadi, silakan hadirin maju kesana dan
kelupas kulit pohon itu, lihatlah poros batang kayunya, apa
benar sudah membusuk?"
Bera-mai2 hadirin merubung maju, tapi waktu dahan pohon
dipotong, tengahnya sudah kosong, seperti kayu keropos yang
digrogoti rayap, Baru sekarang hadirin terkejut dan terbelalak
kagum akan kehebatan kekuatan pukulan tadi.
Lamkiong Cau sendiripun amat terkejut, batin-nya: "Jianliucheng-cu memang tak bernama kosong, intisari dari
rahasia pukulanku ternyata dapat diselaminya dengan baik."
sementara Lu Goan-ka juga membatin: "Lamkiong Cau
salah satu dari tokoh Su-pak-thian, sejak datang ke Kanglam
selamanya malang melintang seorang diri lagaknya
memandang rendah kaum persilatan disini. Kini kesempatan
bagi ku untuk hajar adat kepadanya biar kapok dan mending
kalau bisa tundukkan dia." maka segera ia berkata lantang:
"Terima kasih akan hadiah dari Lamkiong Thocu, mari
kusuguh se-cangkir arak!" habis berkata ia angkat sebuah
cangkir berisi penuh arak terus dilempar dari kejauhan.
Semua orang sama menengadah, tampak cangkir arak
yang penuh berisi arak itu melayang dari dalam gardu
melampaui gelanggang meluncur tenang dan lempang
kedepan, se-olah2 ada tangan tak kelihatan yang
menyanggahnya berjalan, jarak antara gardu satu sama lain
kira2 ada seratus langkah, cangkir itu terus terbang lempang
kearah Lamkiong Cau, Lekas Lamkiong Cau menggape tangan
seraya berkata:
"Terima kasih akan suguhan arak Chengcu!" seperti
tertekan suatu tenaga, cangkir itu berhenti ditengah udara-lalu
pelan2 melayang turun ketengah telapak tangan-nya, arak
dalam cangkir hanya muncrat dua tetes, kalau tidak
diperhatikan takkan kelihatan.
Tepuk tangan dan pujian sorak sorai seketika memenuhi
seluruh perkampungan. Cara menyuguh arak dari jarak
ratusan langkah, baru muncrat dua tetes setelah diterima oleh
sang tamu, sungguh merupakan kepandaian yang lebih hebat
lagi dari pukulan macan mencuri hati yang menggerogoti isi
pohon yang di tunjukan Lamkiong Cau tadi.
Sebagai seorang ahli silat, sudah tentu Hong-lay-mo-li
dapat meraba dimana letak kehebatan dari kekuatan suguhan
arak dari jarak ratusan langkah ini, mau tak mau tersirap juga
hatinya, Batinnya: "Tak heran Kim-lian-lo-koay kelihatan rada
segan dan memuji setinggi langit kepada Liu Goan-ka.
Ternyata memang dia punya kepandaian sakti yang tiada
taranya, Kepandaian melontarkan cangkir arak dari jarak
sekian jauh memang dapat kulakukan juga, tapi setelah
ratusan langkah kemudian masih mengandung kekuatan
begitu besar, hal ini terang tak bisa kusamai, tak heran tokoh
semacam Lamkiong Caupun terkalahkan sejurus, pukulan sakti
Lamkiong Cau untuk merobohkan pohon memang hebat, tapi
kalau dibanding dengan Tang-hay-liong dan Say-ci-hong,
terang masih terpaut rada jauh.
San San sudah berhasil menyempurnakan latihan Yo-hunkiamhoat dan tiga puluh enam jurus Thian-lo-hud-tim
ajaranku, kemungkinan cukup mampu untuk melawannya
sama kuat."
Lamkiong Cau kalah satu jurus, tapi orang lain tidak tahu,
semua bersorak memuji pula kepadanya, Lamkiong Cau
sendiri merasa malu, menyesal dan kaget, lekas ia turun dan
maju kedepan Liu Goan-ka menghaturkan secangkir arak, kali
ini ia tidak berani pamer kepandaian segala, betul2 tunduk
lahir batin. Bun Yat-hoan berkata: "Ong-cecu, kini giliran-mu."
Ong Ih-ting maju ketengah gelanggang katanya: "Liuchengcu,
kembang sutra yang memenuhi taman-mu ini
sungguh indah sekali, Aku harap Cengcu suka memberi
beberapa kuntum kepadaku, supaya kubawa pulang untuk
hadiah kepada putriku."
Ternyata ratusan pohon Liu yang terdapat didalam taman
semua dihiasi dengan ceplok2 kembang yang dibuat dari kain
sutra warna warni dengan berbagai bentuk pula, begitu pandai
pembikin kembang2 sutra ini, sampai orang susah
membedakan asli dan palsu dari ceplok2 kembang itu.
"Ong-toako," kata Liu Goan-ka, "Kembang yang mana kau
penujui, silakan kau petik sendiri."
Hadirin menjadi heran dan tak mengerti, Ong Ih-ting tidak
main silat mendemonstraskan kepandaian-nya, koh malah
hendak memetik kembang.
Berseru Ong Ih-ting: "Silakan saudara mana yang sudi
menemani aku memilih kembang," semua orang ingin melihat
kepandaian Ong Ih-ting meski heran, ada juga beberapa
orang yang keluar berbondong2 dibelakangnya, Sambil
celingukan Oh Ih-ting menilai dan memilih bersama orang2
yang berbondong2 dibeIakangnya, seluruhnya dia pilih
delapan belas kun-tum, masing2 berada diatas delapan belas
pucuk pohon yang tersebar ditimur, selatan, utara dan barat,
Ong Ih-ting minta orang2 dibelakangnya memberi tanda pada
setiap kuntum kembang yang dipilihnya, tapi tidak lantas
dipetik, setelah cukup memilih dengan tepuk2 tangan ia
berkata tertawa:
"Cukup, cukup, kalau terlalu banyak, nanti malah
membosankan." setelah menghaturkan terima kasih kepada
orang banyak, seorang diri ia kembali ketengah gelanggang.
Seseorang berseru tanya: "Ong-cecu, kepandaian apa yang
hendak kau latih dihadapan orang banyak?"
"Aku tak punya kepandaian apa2, paling aku hanya sedikit
ikut meramaikan saja, barusan para saudara sudah
memilihkan delapan belas kuntum kembang untuk putriku,
aku haturkan terima kasih, biarlah ke-delapan belas kembang
itu kupetik bersama dan kubawa pulang saja."
Orang banyak melengak heran pula: "Memetik kembang
masakah perlu pakai kepandaian segala" Kenapa tadi tidak dia
petik sekalian?" terdengar Ong Ih-ting bicara lebih lanjut:
"Delapan belas kuntum kembang akan kupetik bersama, kalau
ada kurang sekuntum saja, aku rela dihukum minum tiga
cangkir!" Baru sekarang hadirin gempar mendengar ucapan Ong Ihting,
disaat semua orang sedang bertanya2, Ong Ih-ting
sedang menjura kesekeliling gelanggang seketika cahaya
emas bertaburan menyilaukan mata, melesat keempat penjuru
dengan suara mendesis ramai.
Penonton yang dekat gelanggang lekas mengkeret badan
menyembunyikan kepala dibawah lengan bajunya, takut
tersambit oleh senjata rahasia, Tak lama kemudian, Ong Ihting
bergelak tawa pula kata-nya: "Delapan belas kuntum
kembang sudah kupetik, silakan saudara2 melihatnya, apa
benar kembang yang sudah diberi tanda tadi?"
Taman ini dipenuh sesak oleh para tamu, delapan belas
kuntum kembang melayang jatuh dari delapan belas pucuk
pohon, tanpa diminta orang2 sekitarnya sudah berebut
menjemputnya, lalu sama dikumpulkan dan jumlahnya
memang tepat delapan belas kuntum, setiap kuntum kembang
memang sudah ada tanda2 yang tadi dibubuhkan.
Seorang pesuruh dari Liu-keh-cbeng segera membawa
nampan dan mengumpulkan delapan belas kuntum kembang
itu dihaturkan kepada Ong Ih-ting. seketika sorak sorai tepuk
tangan amat riuh.
Ternyata setiap kuntum kembang itu diikat dan dicentelkan
diatas dahan pohon dengan seutas kawat lembut, Ong Ih-ting
hamburkan Bwe-hoa-ciam sekaligus keempat penjuru, dan
memutus kawat2 itu sehingga kembang2 yang sudah terpilih
itu sama jatuh, tiada sekuntumpun yang menjadi rusak atau
kotor. Sekaligus ia timpukan delapan belas batang Bwe-hoa-ciam
sudah merupakan kepandaian yang sulit, apalagi mengincar
sasaran kembang yang tersebar diberbagai pelosok lagi,
tenaganyapun pas2an cuma memutus kawat2 lembut saja,
sudah tentu kepandaian macam ini jauh lebih menakjupkan
lagi. Kapan hadirin pernah melihat kepandaian tinggi seaneh ini.
Diam2 Hong-lay-mo-li juga memuji dalam hati: "Ternyata
kawan2 Bulim di Kanglam juga banyak tokoh2 lihay yang
takkan kalah dari tokoh2 kosen di utara. Malam ini aku harus
luar biasa hati2."
Ong Ih-ting tertawa, katanya: "Yang lebih bagus masih
akan dipertunjukan pada babak selanjutnya, silakan hadirin
simpan tenaga untuk bersorak sekuatnya."
Semua orang semakin senang dan takjup, teriak-nya: "Ya,
sekarang giliran kita melihat kebolehan Bun-siansing."
Kebesaran nama Bun Yat-hoan memang jauh lebih tinggi
dari Ong Ih-ting dalam pandangan orang2 Kanglam, banyak
orang tahu dia sebagai tokoh kelana aneh yang punya
kepandaian tinggi, tapi sampai dimana tingkat kepandaiannya
jarang orang tahu, Kini tiba gilirannya tampil kegelanggang,
belum lagi mulai, langkahnya sudah disambut tepuk tangan
dan pujian ramai.
Bun Yat-hoat malah tampil kedepan dengan muka
kecut,katanya: "Aku dipaksa tampil kedepan, seperti menantu
jelek harus menghadap mertua, Teman2 tadi sudah keluarkan
kepandaian yang hebat2, aku sebaliknya hanya bisa main
cakar kucing, apa yang harus kutunjukan disini?"
Ada orang menanggapi: "Bun-siansing tak usah merendah
diri, silakan kau tunjukan kemahiranmu sendiri."
"Kemahiranku" Coba kupikir dulu, aku punya kemahiran
apa sih" Waktu kecil aku cuma belajar membaca beberapa
hari, huruf yang bisa kutulis tidak lebih tiga ratus biji Em, ada,
ada, hari ini adalah hari ulang tahun Liu-chengcu genap usia
enam puluh, biar kubuatkan sepasang syair sebagai kado
persembahanku saja."
Liu Goan-ka berkata: "Hari ulang tahunku ini, bila
mendapat kado syair ciptaan Bun-siansing, tentunya
membawa semarak perayaan hari ini, silakan Bun-sian-sing
segera kerjakan karyanya."
Kata Bun Yat-hoan: "Ke-mana2 aku jarang membawa
kertas dan alat tulis, harap Liu-chengcu suka pinjamkan
kepadaku."
Liu Goan-ka rada curiga, tanyanya: "Bun-siansing ingin
menggunakan potlot apa?"
"Sudah tentu pakai potlot bulu! Aku hanya bisa menulis tak
bisa mengukir, kalau tak menggunakan potlot bulu, masakah
harus menggunakan potlot besi?"
Semula hadirin sama menyangka, sebagai tokoh yang
dijuluki Thi-pit-suseng (pelajar potlot besi), tentunya orang
akan pamerkan kemahirannya dengan sepasang potlot
besinya sendiri, tak nyana orang dengan serius minta potlot
bulu, agaknya orang memang hendak membuat syair
sesungguhnya, Segera Liu Goan-ka suruh pembantunya mengambil banyak
potlot bulu, Bun Yat-hoan memilih sebatang yang paling besar
terbuat dari bulu serigala, katanya: "Syair tampilan harus
ditulis dengan huruf2 besar, nuIis huruf2 besar paling
gampang menunjukan kejelekkan, Biar aku gunakan potlot
paling besar ini." pembantu itu ragu2, katanya: "Bun-siansing
seakan naik panggung disana sudah kusiapkan meja, sebentar
kuadukkan tintanya."
"Tak usah." sahut Bun Yat-hoan, "Potlot segede ini,
kertasmu kurang panjang, aku pun tak perlu pakai tinta."
kembali hadirin dibuat heran, menulis masa tidak pakai tinta
segala. "Kui-hok!" seru Liu Goan-ka, "Kau tidak tahu dan jangan
ganggu Bun-sianing, dimana Bun-siansing suka menulis boleh
silakan saja."
"Ya," pembantu itu mengiakan, "Bun-siansing silakan."
Sambil menentang potlot besar itu berkata Bun-yat-hoan:
"Syairku ini akan kulis didinding bukit saja, Lu-chengcu, maaf
bila aku merusak taman dan pemandangan indah disini."
langsung ia menghampiri ke arah bukit dimana Hong-lay-mo-li
menyembunyikan diri, sudah tentu Hong-lay-mo-li jadi tegang
dan was2, kebutan ia genggam dengan kencang, siap siaga
turun tangan lebih dulu bila Bun Yat-hoan menunjukan
sesuatu gerakan yang tidak menguntungkan dirinya.
Sementara itu Bun Yat-hoan mondar-mandir pura2 memilih
tempat yang cocok, sekonyong2 Hong-lay-mo-li mendengar
suara orang seperti berbisik dipinggir kupingnya: "Nona
dibelakang bukit dengar-kan, aku kagum akan keberanianmu,
tapi jiwamu akan sia2 kau korbankan disini, sebentar Liu
Goan-ka akan turun gelanggang, kalau sampai konangan
olehnya, tumbuh sayappun kau tekan bisa terbang, Disaat
perhatian hadirin tertuju kepadaku, lekas kau menyingkir
saja." Bun Yat-hoan gunakan ilmu mengirim gelombang
panjang, kecuali Hong-lay-mo-li tiada orang lain yang
mendengar Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu maksud baik Bun Yathoan,
Batinnya: "Agaknya malam ini boleh berkurang seorang


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuh tangguh." diam2 ia terima kasih akan maksud baik Bun
Yat-hoan, tapi dia berkeputusan hendak menonton sampai
babak terakhir.
Ditengah suara ribut para hadirin yang menunggu tak sabar
lagi, dengan ringan Bun Yathoan tiba2 enjot kakinya melayang
naik hinggap dipucuk sebuah dahan, dahan ini kebetulan
menjuntai kearah dinding bukit. Dahan sebesar ibu jari,
namun Bun Yat-hoan bisa duduk bersila tanpa bergeming, seolah2
yang duduk diatas dahan adalah seekor kecapung,
meski perawakan Bun Yat-hoan tidak besar, sedikitnya ada
seratus kati berat badannya, namun dahan liu itu sedikitpun
tidak bergeming atau melengkung. Gin-kang sehebat ini,
kapan hadirin pernah melihatnya, kembali seluruh gelanggang
diramaikan sorak sorai dan pujian muluk2.
Agaknya Bun Yat-hoan harus tenangkan diri dan
membetulkan tempat duduknya lebih dulu dengan gaya yang
di-buat2, dahan pohon tampak rada tenggelam, disusul ia
gerakan potlotnya, cepat sekali Bun Yat-hoan sudah
menggores2 didinding bukit yang keras itu, setiap goresan
potlot bulunya seketika bubuk batu beterbangan, sekejap saja
diatas dinding sudah tertulis sehuruf Thian".
Begitulah dahan pohon semakin melengkung kebawah
mengiringi gerak tangan Bun Yat-hoan, kejap lain ia sudah
menulis Thian memberi kehidupan manusia tambah usia!"
Tujuan hadirin memang ingin melihat kepandaian silatnya,
bukan menilai seni tulisnya, sampaipun Hong-lay-mo-li
diam2pun memuji dalam hati. Tanpa menunggu syair tampilan
selanjutnya, seluruh gelanggang kembali gemuruh oleh tepuk
tangan. Bun Yat-hoan garuk2 kepala sebentar lalu meleng kepala
seperti berpikir mencari ilham, tanpa kelihatan badannya
bergerak, tiba2 tubuhnya melayang ke dahan lain
disebelahnya tetap bergaya duduk seperti semula, dimana
setiap goresan potlot bulunya menimbulkan hujan debu pula,
sebentar saja syair tampilan-nyapun sudah dia ukir diatas
dinding bukit itu, bunyinya adalah "kau punya tameng aku
punya tombak."
Bagi hadirin yang bisa menyelami arti kedua syair tampilan
ini jadi beradu muka tak berani bersuara, Hampir saja Honglaymo-li tertawa geli, batinnya: "Bagus, cocok benar syair
"kau punya tameng aku punya tomobak"! Coba dimana kulit
tua Liu Goan-ka hendak dicentelkan?"
Sementara itu Bun Yat-hoan sudah buang potlotnya dan
melayang turun sambil tepuk2 tangan, serunya tertawa:
"Thian memberi kehidupan manusia tambah umur, kau punya
tameng aku punya tombak, tampilannya mestinya kurang
cocok, namun boleh juga ditrapkan menjadi satu, bagaimana
pendapat para hadir ini?"
"Sontoloyo! "Liu Goan-ka mendamprat dalam hati
"Kupandang kau sebagai tamu agung, sebaliknya berani
mengolok2 dihadapan orang banyak, Terang kau sengaja
menantang bahwa apapun yang kulakukan, jangan kau
menentang maksudku?"
Tapi sebagai tuan rumah yang dipandang sebagai pimpinan
Bulim d iKanglam, meski marah, tak enak ia umbar adatnya.
Malah Kim Cau-gak yang bersikap kurang senang ejeknya:
"Bun-siansing, apa maksud tulisan syairmu ini, aku mohon
penjelasan."
"Aku hanya mengejar kebenaran saja peduli maksud apa
segala" Kau kira apa maksudnya?" jawaban Bun Yat-hoan
mengandung sindiran.
"Memangnya sikapmu ini benar terhadap Liu-chengcu?"
"Aku sudah selesai dengan buah karyaku yang memeras
keringatku, apakah orang lain anggap benar aku tidak tahu,
aku hanya mengejar kebenaranku sendiri."
Kim Cau-gak mendengus, tantangnya: "Kau punya tameng
tidak?" -----------------Pertunjukan hebat apa yang akan diperlihatkan Liu Goan-ka
kepada hadirin" Apakah jejak Hong-Iay-mo-li bekal konangan"
Siapa lebih unggul antara Pendekar Latah Hoa Kok-ham
kontra Kim Cau-gak"
Betapa perasaan Hong-Iay-mo-Ii berhadapan dengan sang
ayah yang dia masih sangsikan jiwanya"
Bagian 11 Terbalik biji Bun Yat-hoan, "Kim siansing, ilmu tombakmu
agaknya harus kau latih lagi lebih matang."
Seperti diketahui dulu Kim Cau-gak pernah tertusuk
perutnya oleh Nyo Cay-hien anak buah Gak Hui sampai isi
perutnya dedel dowel, ucapan Bun Yat-hoan justru tepat
mengorek boroknya, keruan Kim Cau-gak berjingkrak gusar.
Tiba2 terdengar Liu Goan-ka ter-bahak2, dengan langkah
lebar ia turun memasuki gelanggang.
Sudah tentu hal ini malah kebetulan bagi Kim Cau-gak,
maklum kedatangannya ini secara diam2 membawa tugas
penting dari raja Kim Wanyan Liang, untuk melaksanakan
apa2 yang dibebankan dipundaknya, se-kali2 jejak dan asal
usulnya pantang diketahui orang banyak.
Tapi dari nada ucapan Bun Yat-hoan barusan, se-olah2 dia
sudah tahu sedikit asal usul Kim Cau-gak, sudah tentu Kim
Cau-gak lebih ragu2 dan waspada.
Bun Yat-hoanpun sedang membatin: "Masa Liu Goan-ka
sengaja hendak bentrok denganku dihadapan umum?"
Terdengar Liu Goan-ka berkata: "Seni tulisan Bun-siansing
tentunya amat bernilai, sayang mataku yang sudah tua ini
rada lamur, biar aku lihat dari dekat saja." ditengah bisik2
orang banyak Liu Goan-ka melangkah dengan wajar dan
tenang, sudah tentu tindak tanduknya jauh diluar dugaan
orang banyak, Bun Yat-hoan sendiri pun melongo, tak tahu
apa yang hendak orang lakukan.
Liu Goan-ka melangkah biasa, tapi setiap kakinya
melangkah, badannya meluncur tujuh delapan kaki, setapak
demi setapak langsung lurus menghampiri bukit2an itu. Tiba2
mencelos hati Bun Yat-hoan, batinnya: "Gadis yang sembunyi
dibalik itu entah sudah pergi belum?"
"Apakah karya Bun-siansing ditulis disini?" kata Liu Goan-ka
menghela napas, "Aku memang sudah tua tak berguna lagi,
berdiri dibawah tak kelihatan, em, terpaksa biar aku manjat
saja." dia gunakan istilah manjat, bahwasanya sekali enjot
kaki badannya melompat naik k-eatas.
Ditengah tepuk sorai hadirin, tampak badannya melambung
naik hinggap diatas dahan pohon 1iu. Tadi Bun Yat-hoan
harus salto dulu ditengah udara baru hinggap diatas dahan
pohon, sebaliknya badan Liu Goan-ka tetap tegak seperti
tongkat, meniru perbuatan Bun Yat-hoan diapun duduk bersila,
ternyata sedikitpun dahan pohon tidak bergeming.
Kelihatannya gayanya tidak seindah Bun Yat-hoan, tapi
tokoh2 kosen yang hadir cukup tahu, lompatan lempang tegak
keatas dan hinggap dengan enteng seperti itu, tenaga yang
menekan diatas dahan pohon lebih besar, Tapi bukan lantaran
ini lantas boleh dikatakan bahwa Ginkangnya lebih unggul dari
Bun Yat-hoan, paling gerakannya ini jauh lebih sulit dilakukan
daripada Bun Yat-hoan tadi.
Liu Goan-ka kebutkan dulu lengan bajunya keatas dinding
bukit lalu mendekatkan matanya seperti orang lamur melihat
sesuatu yang menarik hatinya, katanya berani "Bun-siansing,
sebetulnya adakah kau menulis diatas dinding ini, kenapa aku
tidak melihatnya?" habis kata2nya dia lantas lompat turun dari
atas. Seketika suasana seluruh taman sunyi senyap, semua
orang terbelalak dan melongo, seperti main sulapan saja,
dalam sekejap mata tulisan syair timpalan diatas dinding bukit
ternyata sudah terhapus lenyap tak berbekas lagi. Jadi hanya
dinding halus mengkilap saja yang barusan dihadapi Liu Goanka.
Setelah melengak, hadirin lantas paham, ternyata Liu Goanka
sudah pamerkan kepandaannya yang sakti, menggunakan
lengan bajunya cukup mengusap saja dia sudah hapus huruf2
ukiran Bun Yat-hoan diatas dinding bukit2an itu.
Menggerakan potlot bulu Bun Yat-hoan mengukir tulisan,
sebaliknya mengusap lengan baju Liu Goan-ka menghapus
ukiran itu, sungguh masing2 mempunyai keunggulan dan
kehebatannya sendiri2, sulit dibedakan siapa tinggi dan siapa
asor. Kim Cau-gak memang ingin mereka bentrok segera ia
menghasut "Nah inilah baru cocok kau punya tameng aku
punya tombak, Bun-siansing, potlot bulumu belum jadi potlot
gundul, apa kau ingin menulis syair pula?"
Sikap Liu Goan-ka tetap wajar, katanya menjura setiba
ditengah gelanggang: "Usiaku sudah tua, mataku lamur, Bunsiansing,
boleh kau pilih suatu hari lain yang baik, tolong kau
tuliskan pula syair tampilan yang lain untuk hiasan kamar
bukuku." Bun Yat-hoan bergelak tertawa, ujarnya: "Benar, dalam
taman ini sudah banyak terdapat buah karya pujangga2 kuno,
tulisanku menambah buruk pemandangan saja."
Sikap kedua orang adem ayem, se-olah2 masing2 amat
kagum, suasana tegang seketika mulai mereda.
Melihat bentrokan tidak jadi, Kim Cau-gak jadi masgul dan
uring2an. Lekas Liu Goan-ka berkata: "Kim-toako, sekarang
tibalah saatnya kau pamerkan kepandaianmu!"
"Berbagai kepandaian hebat2 sudah sama dipancarkan.
Hari ini kita hadir dalam perjamuan, tentunya arak sudah
cukup banyak kita tenggak, kepandaian apa2 aku tak mampu,
biarlah aku bermain menyuguh air teh saja kepada hadirin."
Diantara sekian tamu2 yang hadir dalam pesta ulang tahun
Liu Goan-ka ini, kecuali Bun Yat-hoan menarik perhatian
semua hadirin, Kim Cau-gakpun tidak diketahui asal usulnya
pula, malah sikap dan tutur kata Liu Goan-ka begitu
mengindahkan kepada-nya, maka semua orang ingin benar
melihat sampai dimana tingkat kepandaian silat orang ini.
Disaat semua orang mereka2 dan heran mendengar
kata2nya, Kim Cau-gak sudah tiba ditengah gelanggang dan
berkata pelan2: "Liu-chengcu, sering aku dengar orang2 di
Kang-lam mempunyai seni menikmati minuman teh. Untuk
minum teh baik, kecuali daon tehnya yang bagus, harus
mengutamakan pula air hujan untuk menyeduh teh, selain itu
masih ada pula air lain yang lebih baik mutunya."
"Benar, umumnya banyak orang sudah tahu bahwa air
yang keluar di Hou-bau-cwan (sumber air harimau lari) dari
Ling-in-si di Ling-an adalah yang terbaik. Tapi jarak Ling-an
ada ratusan li jauhnya, tak mungkin aku mengirimnya kesini.
Tapi aku ada menyimpan air yang khusus untuk menyeduh
teh pula, tentunya mutunya jauh lebih baik dari air yang
keluar di Hou-bau-cwan itu."
"Air apakah itu ?" semua hadirin ber-tanya2.
"Tahun yang lalu aku berhasil mengumpulkan salju dari sari
bunga Bwe di Phoan-hiang-si, setahun lamanya kupendam
didalam tanah dengan timbunan bongkah2 es lagi, sampai
sekarang sari salju itu belum mencair, tentu nikmat untuk
menyeduh teh." sementara itu seorang pembantu rumah
tangga Liu Goan-ka sudah memanggul sebuah guci yang berisi
salju sari kembang Bwe yang wangi itu ketengah lapangan.
Kata Kim Cau-gak: "Harap Liu-chengcu suka idzinkan aku
nanti menghaturkan air teh kepada para tamu, Tentunya
hadirin tidak sabar lagi, kalau digodok tentu terlalu lama,
biarlah kubantu menyeduh-nya supaya cepat."
Liu Goan-ka tahu bahwa orang ingin pamer kebolehan
ilmunya dihadapan umum, segera ia berkata dengan tertawa:
"Tanpa membuat api Kim-Loiansing bisa menyeduh teh,
sebelum kita kenyang menikmati air teh itu, biarlah mata kita
terbuka melihat kehebatan ilmunya yang tiada taranya."
Menghadapi guci berisi salju sari kembang Bwe itu, berkata
pula Kim Cau-gak: "Tolong beri pinjam sebuah baskom lagi."
Liu Goan-ka tahu pertunjukan ilmu apa yang hendak orang
lakukan, segera ia menjawab: "Juga sudah disiapkan itulah
sebuah baskom pualam!"
Dua orang segera menggotong datang sebuah baskom
pualam ketengah gelanggang, tampak baskom ini lebih besar
dari baskom umumnya, warnanya putih susu, halus dan
bersih, terang benda mestika seperti itu tak ternilai harganya,
Hadirin sedang heran.
Kim Cau-gak sudah menuang salju sari kembang Bwe itu
kedalam baskom, isinya pas memenuhi baskom itu, salju sari
kembang Bwe didalam guci memang ada sebagian yang
belum mencair, jadi masih merupakan prongkolan seperti es
batu, seluruh gelanggang seketika diliputi bau wangi semerbak
yang menyegarkan badan.
Semua hadirin pasang mata dengan cermat, ingin mereka
melihat cara bagaimana Kim Cau-gak hendak menyeduh teh
tanpa menggunakan api, tampak jari tengah Kim Cau-gak
ditusukan kedalam baskom, dengan jarinya ini pelan2 ia
mengaduk, mulut mengoceh:
"Aduh, dingin, dingin sekali!" sekejap saja perongkolan
salju dalam baskom itu sudah mencair, sebentar lagi mulai
mengepulkan uap, dalam setengah sulutan dupa, sebaskom
air dari salju sari kembang Bwe itu sudah mendidih,
mengeluarkan suara gemerutuk. Kapan hadirin pernah melihat
Lwekang sakti seaneh ini, semua berdiri melongo dan
terkesima, ada pula yang melelet lidah!
Diam2 Bun Yat-hoan membatin: "Tua bangka ini memang
terlalu pongah dan tak bernama kosong, Tapi untuk
mengalahkan aku tidak mudah, aku hendak mengalahkan dia
juga sulit, biarlah aku menunggu pendekar Latah Hoa Kokham
baru mencari daya untuk menghadapinya."
Tak nyana bila Bun Yat-hoan tiada minat menempur dia,
sebaliknya Kim Cau-gak sengaja hendak cari gara2 kepadanya,
Kim Cau-gak menjemput sebuah cangkir pualam, lalu
dicomotnya daon2 teh dimasukan kedalam cangkir, sementara
jari2 tangan kiri mencomot pula ditengah udara kosong,
seketika air mendidih itu menyembur keluar seperti seutas
rantai masuk kedalam cangkir, air merata melebihi permukaan
cangkir, tapi air teh tidak menetes keluar.
Dengan mengacungkan cangkir palam ini Kim Cau-gak
berkata kepada Bun Yat-hoan: "Bun-siansing Bun-bu-cwancay,
aku orang she Kim kagum sekali, nih aku haturkan
secangkir air teh kepadamu lebih dulu!" pelan2 jarinya
menjentik, cangkir itu terbang kearah Bun Yat-hoan, secara
diam2 ia sudah kerahkan tenaga dalamnya yang tersembunyi
bila siapa saja menyentuh cangkir itu, air teh panas didalam
cangkir seketika akan tumpah, sehingga orang itu dibuat malu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dihadapan umum.
Kedua tangan Bun Yat-hoan terselubung didalam lengan
bajunya, hakikatnya dia tidak sudi menerima cangkir ini,
mulutnya malah menggumam: "Sayang, sayang, membuang2
seguci salju sari kembang Bwe yang mahal ini, walaupun
bukan air cuci kaki siibu, air buat cuci tangan mana boleh
diminum?" Aneh benar, waktu cangkir itu terbang sampai di depan
Bun Yat-hoan, se-akan2 dibendung oleh sepasang tangan
yang tak kelihatan, berhenti sebentar, mendadak berputar
kelain arah terus terbang kesamping. Ternyata secara diam2
Bun Yat-hoan meniupnya sekali, dia gunakan kepandaian
pinjam tenaga memunahkan kekuatan dari tingkat tinggi,
sehingga cangkir itu terbang kearah lain.
Seketika Kim Cau-gak berubah rona mukanya, Baru saja dia
hendak marah, tiba2 didengarnya Liu Goan-ka bergelak
tertawa, katanya: "Aku ini seorang kasar, tidak perlu pilih
barang bersih atau kotor segala, biarlah kuminum saja." dari
kejauhan tangannya melambai cangkir itu lantas belok
kearahnya dan jatuh diatas telapak tangannya, air panas
didalam cangkir berubah seperti tongkat perak mumbul
keatas, lekas Liu Goan-ka buka mulut menyedotnya sampai
habis. Karena tuan rumah menempuh jalan tengah dan berusaha
melerai, Kim Cau-gak tak enak meneruskan tantangannya
kepada Bun Yat-hoan, katanya dingin: "Liu-ang, biar
kukembalikan salju sari kembang Bwe-mu tadi, supaya Bunsiansing
tidak muring2." lalu diangkatnya baskom pualam itu
dengan kedua tangannya terus diangsurkan kehadapan Liu
Goan-ka, tampak air salju yang semula mendidih dalam
sekejap mata sudah membeku seluruhnya.
Kali ini dia menggunakan Siu-lo-im-sat-kang, dengan
kekuatan hawa dinginnya, tidak sulit ia bikin air yang sudah
mendidih karena kekuatan jari Lui-sm-cinya tadi menjadi beku.
Betapa hebat kekuatan Lwekang berlawanan seperti ini,
memang cukup menggetarkan nyali setiap hadirin, Bun Yathoan
memang tidak perlu gentar, tapi hatinya rada kejut.
Berkat pengalamannya yang luas ia cukup tahu akan kedua
ilmu aneh ini, tapi tidak diketahui olehnya bahwa latihan Kim
Cau-gak baru mencapai tingkat ketujuh saja, masih jauh dari
kesempurnaan. Liu Goan-ka tertawa, ujarnya: "Kalian adalah teman baikku,
jangan lantaran urusan sekecil ini lantas bentrok, Beruntung
kalian sudi mempamerkan kepandaian masing2, orang she Liu
harus membalas kehormatan yang besar ini." lalu ia suruh
orang membawa baskom salju itu kedalam dan digodok serta
menyeduh teh untuk disuguhkan kepada hadirin, setelah itu
baru pelan2 ia melangkah turun kegelanggang, seketika
seluruh hadirin menjadi tegang dan sunyi senyap, semua
pasang mata tanpa berkedip.
Memang setelah kelima tamunya satu persatu
memperlihatkan kebolehan silat mereka masing2, kini giliran
tuan rumah sendiri yang harus tampil juga untuk membalas
penghormatan seluruh hadirin, sebagai tokoh puncak yang
disegani diseluruh Kanglam, sudah tentu perbawa dan situasi
jauh lebih mantap dan tegang, semua menahan napas dan
pasang mata dengan seksama.
Bahwasanya secara beruntun tadi Liu Goan-ka sudah
tunjukan dua macam kepandaiannya yang sakti, Kini dia
sendiri harus memperlihatkan kepandaian sejatinya, tentu
akan ditunjukan ilmu yang hebat dan menggetarkan sanubari
setiap tamunya, maka dengan rasa tegang para tamu
berbondong2 maju merubung kepinggir gelanggang.
Jauh diluar dugaan, tidak segera mainkan kepandaian silat
sejati, Liu Goan-ka malah merogoh keluar beberapa kartu
undangan, dengan bergelak tawa menengadah ia berkata
pelan2: "Pertama2 Losiu hatur-kan banyak terima kasih akan
kehadiran para saudara yang sudi datang dalam pesta ulang
tahunku yang ke-enam puluh ini, maaf bila pelayanan kami
kurang sempurna. Selama puluhan tahun banyak sekali
teman2 yang tersebar diseluruh melosok dunia, sehingga
mungkin ada yang tidak kebagian undangan, Aku tahu ada
beberapa kawan, kini sudah berada didalam taman ini, cuma
tidak mau unjuk muka dihadapanku, mungkin karena
kekuranganku yang kukatakan tadi, kalau tidak langsung kuundang
mereka, mereka tidak sudi muncul. Biarlah sekarang
Losiu tambal kesalahan ini dan mengirim undangan ini kepada
mereka, kuharap peduli kawan yang sudah kukenal atau
belum, kalau toh sudah berada disini, sukalah memberi sedikit
muka kepadaku, marilah minum beberapa cangkir arak
bersama." Baru sekarang hadirin sama kaget dan tahu bahwa ada
orang secara diam2 telah sembunyi didalam taman luas ini,
Malah bukan hanya satu dua orang saja.
Disaat hadirin melengak dan celingukan dengan hati heran
dan was2, tampak Liu Goan-ka sudah me-lempar beberapa
kartu undangan itu ketengah udara, aneh benar, begitu
terlempar melayang ditengah udara, beberapa lembar kartu
undangan itu segera berpencar melayang kebeberapa jurusan
yang berlawanan baru sekarang hadirin melihat jelas, kartu
undangan ada empat lembar.
Kartu undangan bobotnya ringan dan jauh lebih enteng dan
sukar dilempar dengan tekanan tenaga seperti cangkir arak,
kini Liu Goan-ka melemparnya dengan cara menimpuk senjata
rahasia, jelas kepandaian seperti ini jauh lebih tinggi dan sukar
tingkatannya dari melempar cangkir arak dalam jarak seratus
langkah tadi. Salah satu dari kartu undangan itu meluncur ke-arah
tempat dimana Hong-lay-mo-li menyembunyikan diri, Honglaymo-li sudah kertak gigi, batinnya. "Ka-lau jejakku sudah
kau ketahui, meski sarang harimau rawa naga juga akan
kuobrak abrik." baru saja ia hendak keluar dari balik bukit2an,
tiba2 didengarnya gelak tawa yang kumandang panjang,
seorang lain sudah melompat keluar lebih dulu.
Gelak tawa ini bergelombang seperti suara pecahan
gembreng yang bening dan menusuk sanubari Se-konyong2
berubah laksana ribuan kuda berderap bersama, seperti ribuan
tentara berlari menyongsong musuh, bergema ditengah
lembah pegunungan, melengking menembus langit, ditengah
gelak tawa yang keras ini Iapat2 terasa nafsu membunuh
yang tebal, menyedot sukma menggetarkan hati.
Hadirin yang rendah Lwekangnya lekas menutup kedua
kuping karena serasa kuping ditusuk jarum, yang tak tahan
sampai menjerit dan jatuh pingsan, sembilan diantara sepuluh
orang semua sama menutup kuping sambil membungkuk
badan. Dalam sekejap itu, bergetar juga hati Hong-lay-mo-li,
bukan terpengaruh oleh gelak tawa orang ini, adalah karena
orang yang muncul dan bertindak lebih dulu ini bukan lain
adalah Siau-go-kan-kun pendekar latah Hoa Kok-ham.
Entah Hoa Kok-ham menerjang keluar dari arah mana,
tahu2 kelihatan bayangan tubuhnya menjulang ditengah
angkasa, jubah putih melambai, tangan menggoyang kipas,
seperti naik mega menyetir angin, melayang turun seperti
malaikat dewata! seketika terjadi pula suatu keanehan, kartu
undangan yang timpuk Liu Goan-ka sebenarnya sudah
berpencar keeropat juru-san, kini tiba2 dari empat jurusan itu
melayang balik kearah Hoa Kok-ham, sekali melambaikan
tangan, empat kartu undangan itu bertumpuk lalu jatuh
keatas telapak tangan Hoa Kok-ham.
Luncuran tubuhnya amat cepat, tapi belum lagi kakinya
menyentuh tanah, ka-empat kartu undangan itu sudah berada
ditangannya, setelah kakinya tancap ditanah, baru hadirin
melihat tegas dirinya.
Hoa Kok-ham melayang turun ditengah gelanggang
kebetulan berhadapan dengan Liu Goan-ka, Ge-lak tawanya
sudah berhenti, tapi gema suaranya masih mengalun ditengah
udara, Sejak tadi Liu Goan-ka berdiri dengan kereng dan
angker, kini berubah juga air mukanya.
Maklumlah begitu muncul sekaligus Hoa Kok-ham sudah
pamer dua macam ilmu sakti yang tiada taranya, gelak tawa
menyedot sukma, ditengah udara memungut kartu undangan,
gelak tawanya sekaligus menunjukan Lwekangnya yang hebat,
mau tak mau Liu Goan-ka merasa kagum, lebih hebat lagi
cukup melambaikan tangan saja, empat kartu undangan yang
disebar Liu Goan-ka kena dipungutnya bersama, secara tidak
langsung Liu Goan-ka sudah kalah satu jurus.
Berkata Bun Yat-hoan: "Liu-chengcu, apakah kenal dengan
tamu agung ini?"
Liu Goan-ka bergelak tertawa, katanya: Yang datang
tentunya Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham, Hoa
Tayhiap bukan?" ternyata dia belum kenal dengan Hoa Kokham,
tapi sudah lama pernah dengar namanya.
Dari gelak tawa yang dilontarkan dengan kekuatan
Lwekang yang hebat itu, Liu Goan-ka dapat meraba siapa
pendatang ini. Begitu nama Siau go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham
disebut, seluruh gelanggang seketika gembar dan ribut
Maklumlah Hoa Kok-ham selama ini berada didaerah utara,
baru pertama kali ini dia muncul di Kang-lam, tapi nama
kebesarannya beberapa tahun belakangan ini sudah
menggetarkan dunia persilatan, ketenarannya sudah lama
kumandang di Kanglam, Nama asli Hoa Kok-ham mungkin
tidak banyak diketahui, tapi gelaran Siau-go-kan-kun pendekar
Latah, bagi setiap insan persilatan tiada yang tak
mengenalnya. Kini Pendekar Latah muncul secara mendadak tanpa
diundang lagi, gelagatnya malah sengaja hendak bermusuhan
dengan Liu Goan-ka, sudah tentu seluruh hadirin sama kaget
dan heran, ciut pula nyalinya.
Terdengar Hoa Kok-ham berkata dengan tertawa: "Gelaran
Tayhiap sekali2 tak berani kuterima, paling aku Hoa Kok-ham
cuma pandai membedakan benar dan salah, hitam dan putih
saja. Liu-chengcu, di Kang-lam ini kau diagungkan sebagai
tokoh bijaksana, dan terpandang, sukalah kau memberi
petunjuk kepada-ku."
Seperti ditusuk sembilu jantung Liu Goan-ka mendengar
sindiran Hoa Kok-ham "Masakah Pendekar Latah Hoa Kok-ham
sudah tahu rahasiaku" Mengetahui seluk beluk rencanaku?"
dengan sikap ramah segera ia berkata:
"Hoa Tayhiap, tak usah sungkan, Terima kasih kau sudi
datang, sungguh merupakan keberuntungan besar! Mana
beberapa teman lainnya" Kenapa tidak berani muncul"
Melonjak jantung Hong-lay-mo-li yang sembunyi dibelakang
bukit, mendengar kata2 Liu Goan-ka ini. Tampak dengan
mengacungkan keempat lembar kartu undangan itu Hoa Kokham
berkata tawan "Liu-cheng-cu sendiri terlalu sungkan,
orang she Hoa datang sendirian Liu-chengcu malah menyebar
empat kartu, setelah berani kuterima undangan ini- masakah
tak berani unjuk diri haturkan terima kasih" Apakah masih ada
teman lain yang belum unjuk diri, aku tidak tahu, juga tak
berani mewakili mereka memberi jawaban, Cuma menurut
hematku, mereka belum menerima undangan, sudah tentu
tidak leluasa hadir dalam perjamuan ini" Kenapa Liu-chengcu
tidak sebar undangan mendesak mereka datang?"
Merah muka Liu Goan-ka, katanya dingin: "Kunjungan Hoa
Tayhiap sudah cukup membanggakan diriku, tidak perlu
tunggu lain tamu lagi, mari kita berkenalan lebih dulu! Terima
kasih akan kunjunganmu ini." sembari bicara ia ulur
tangannya ajak berjabatan tangan dengan Hoa Kok-ham.
Dengan kekalahan sejurus tadi, dengan kedudukan Liu
Goan-ka, kalau dia keluarkan pula kartu undangan, sudah
tentu kehilangan muka. Maka secara langsung dia lantas
menantang kepada Hoa Kok-ham, lahirnya sebagai basa-basi
sekadarnya, tujuan yang benar adalah hendak mengukur
Lwekang Hoa Kok-ham.
Seluruh hadirin maklum begitu berjabatan tangan kedua
orang secara diam2 akan mengukur Lwekang masing2,
seluruh gelanggang sunyi senyap, dengan menahan napas
mereka pasang mata dengan mendelong Tampak Hoa Kokham
pelan2 ulur sebelah tangannya, katanya tertawa: "Tamu
tak diundang seperti aku, terima kasih akan keramah tamahan
Liu-changcu." dengan adem ayem dan acuh tak acuh
tangannya lantas berjabatan dengan Liu Goan-ka.
Sebentar saja mereka berjabatan tangan terus dilepaskan
satu sama lain tiada menunjukan sesuatu reaksi apa2. Tampak
sikap Hoa Kok-ham tetap wajar dan tenang2, berkata dengan
ter-tawa ditempatnya, Liu Goan-ka-pun mengulum senyum
dikulum, sikap kedua orang seperti ramah tamah umumnya
diantara cesama sahabat karib. Bagaimana kesudahan adu
kekuatan ini, tiada seorangpun yang tahu.
Ternyata dalam jabatan tangan barusan, Liu Goan-ka
sudah kerahkan Tay-seng-pan-yok-ciang-lat yang ganas dan
keras, tenaga kekuatan tapak tangan ini khusus untuk melukai
Ki-keng-pat-meh dibadan lawannya, tapi begitu kekuatan ia
salurkan, tenaganya seperti tenggelam dilautan tanpa bekas,
bukan saja tidak mendapat perlawanan, malah tenaga rituIan
sendiripun tiada, ibu jarinya sudah menjungkit naik mengincar
Hiat-to dipengelangan tangan Hoa Kok-ham, lapat2 ia dapat
rasakan denyut nadi Hoa Kok-ham yang normal dan biasa,
sedikitpun tidak menunjukan tanda2 ganjil.
Tujuan Liu Goan-ka jadi sia2, keruan kagetnya bukan
kepalang, Karena gagal, hatinya rada jeri pula, lekas ia
menarik tangan dan mundur teratur.
Sebaliknya Hoa Kok-ham diam2 bersorak girang dan
bersyukur, ternyata dengan kekuatan Khi-kang tingkat tinggi
aliran Lwekeh untuk melindungi isi hatinya, berbareng
kerahkan kepandaian ilmu pinjam tenaga memunahkan
tenaga tingkat tinggi, dalam berjabatan tangan barusan, tak
urung jantungnya berdetak lebih cepat dan dadapun mual
serasa ditindih batu besar.
Maka untuk menghilangkan rasa mual dan sesak didadanya
ini Hoa Kok-ham pinjam suara tawanya tadi, cuma
Liu Goan-ka tidak tahu, ia kira orang lebih unggul diatas
angin, sikapnya sengaja pongah terhadap dirinya, Jadi Liu
Goan-ka beranggapan dirinya kalah seurat, demikian pula Hoa
Kok-ham merasa dirinya sedikit dirugikan Bahwasanya adu
kekuatan secara diam2 ini kedua pihak setingkat dan
setanding. "Betapa sulit untuk mengundang Hoa Tayhiap, silakan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

duduk minum arak, kami bisa ikat persahabatan." lahirnya Liu
Goan-ka bersikap ramah tamah, bahwasanya dalam hati ia
sedang merancang mencari akal, cara bagaimana untuk
menghadapi Hoa Kok-ham.
Mendengar kata2nya ini, orang2 yang duduk dimeja
sebelah atas bagi para tamu terhormat segera melowongkan
tempat dan beramai2 menyilakan duduk.
Mendengar Liu Goan-ka mengundangnya duduk di kursi
tingkat atas, mendadak Hoa Kok-ham bergelak tawa, Liu
Goan-ka mengerut kening, katanya: "Apa Hoa Tay-hiap tidak
sudi bersahabat dengan Losiu?"
"Bicara terus terang aku tidak ingin duduk diangkat tinggi,
pertama aku tidak berani, kedua memang aku tidak sudi. Tapi
bukan tidak sudi lantaran undangan Liu chengcu, dalam hal ini
masih ada soal lainnya."
"Apakah maksudnya, harap Hoa Tayhiap suka
menjelaskan!" tanya Liu Goan-ka.
"Aku ini rakyat jelata, mana berani duduk ditingkat atas?"
Bertaut alis Liu Goan-ka, belum lagi ia bicara Bun Yat-hoan
sudah menimbrung disebelah sana: "Hoa Tayhiap, omoganmu
ini harus dihukum minum, setiap kawan yang hadir dalam
perjamuan ini boleh dikata adalah orang2 gagah dari berbagai
pelosok, siapa yang punya jabatan atau pangkat dalam
pemerintahan" Liu-chengcu juga bukan orang yang suka
menggunakan kekuatan menindas orang, memangnya harus
orang yang punya jabatan baru boleh duduk ditingkat atas?"
"Bun siansing," ujar Hoa Kok-ham, "ucapanmu memang
masuk akal, tapi kau malah yang menyinggung perasaan
orang." "Menyinggung perasaan orang?"
"Kau ini memang tidak tahu atau pura2 tidak tahu?"
Bun Yat-hoan membuka kedua tangannya, sahut-nya: "Aku
betul2 tidak tahu, lekas kau jelaskan supaya aku tidak berdosa
terhadap orang lain."
Hoa Kok-ham ngakak sambil menudingkan kipasnya "Kau
sudah menyinggung perasaan tamu agung yang duduk
ditingkat teratas itu."
Seketika Liu Goan-ka menarik muka, Kim Cau-gakpun
mendelik dengan alis berkerut: "Apa2an maksudmu ini?"
bentaknya. Dengan laku dan gerak gerik yang aneh Bun Yat-hoan
mengamati Kim Cau-gak, serunya sambil menepuk paha:
"Wah, celaka, maksudmu aku menyinggung perasaan Kimlosiansing"
ucapanku yang mana menyinggung perasaannya?"
"Tahukah kau tamu agung yang duduk dikursi teratas ini
darimana dan apa asal usulnya?"
"Aku tidak tahu!" sebetulnya Bun Yat-hoan sudah tahu,
cuma sengaja ia bermain sandiwara dengan Hoa Kok-ham.
"Memang kau dan aku adalah rakyat jelata, tapi tamu
agung ini adalah Koksu (imam negara) dari negeri Kim!"
Bun Yat-hoan menjerit kaget, ter-sipu2 ia menjura kepada
Kim Cau-gak dengan memelengkan kepala: "Jadi kau ini
adalah Koksu dari negeri Kim, wah, kalau begitu tadi aku
berlaku kurang hormat!"
Kuatir dengan cara menjura ini Bun Yat-hoan tiba2
menyerang dengan sembunyi2, lekas Kim Cau-gak menyingkir
kesamping, diluar tahunya bahwa Bun Yat-hoan memang
sengaja membadut saja untuk menarik perhatian seluruh
hadirin. Sudah tentu seluruh hadirin menjadi gempar seperti air
yang mendidih setelah tahu asal usul orang, Ada yang
setengah percaya, ada yang tidak percaya, bagi kamrat2 Liu
Goan-ka cuma diam saja beradu pandang, sebaliknya yang
berjiwa patriot dan berwatak berangasan sudah buka mulut
mencaci maki. Berubah hebat rona muka Kim Cau-gak, bentaknya: "Tutup
mulut, bohong!"
Hoa Kok-ham goyang2 kipas, katanya dingin, "Masa kau
bukan Koksu negeri Kim" Atau kau anggap kedudukanmu
sebagai Koksu negeri Kim memalukan atau merendahkan
derajatmu" Kalau tidak kenapa aku tidak boleh bicara!" lalu ia
berputar menghadapi Liu Goan-ka, katanya: "Liu-chengcu,
tentunya kau sudah maklum akan kata2ku tidak berani dan
tidak sudi tadi, aku ini rakyat jelata, tidak berani duduk
berdampingan dengan Koksu, tapi aku ini rakyat Song raya
kita nan sejati, tidak sudi aku duduk berjajar dengan Kok-cu
dari negeri musuh." kata2 tegas yang sekaligus menelanjangi
borok orang, seketika mendapat sambutan tepuk sorak yang
ramai. Liu Goan-ka bersikap kereng dan membesi kulit mukanya,
katanya: "Hari ini adalah ulang tahunku, kawan2 sama
memberi selamat kepadaku, disini hanya membicarakan
urusan pribadi, tidak mempersoalkan urusan negara, Kau
tuding Kim-lo-siansing sebagai Koksu segala, benar atau tidak
aku tidak tahu.
Tapi disi-ni Jian-liu-cheng, aku sebagai tuan rumah, kepada
siapa aku suka mengundang tamu untuk duduk ditempat
terhormat adalah hakku" Kau tidak memberi muka kepada
tamuku, berarti menghinaku pula, Bagus, Siau-go-kan-kun,
ingin aku mohon petunjuk kepadamu!"
Hoa Kok-ham mandah mengibas kipasnya, katanya
tersenyum: "Liu-chengeu sudi memberi petunjuk, sungguh
besar rejekiku" Kalau begitu silakan maju bersama dengan
Koksu negeri Kim yang bergelar Kim-lian-lo-koay ini!"
Tegak alis Liu Goan-ka, mukanya merah padam saking
gusar, bentaknya: "Apa" Berani kau memandang rendah
diriku?" Hoa Kok-ham tetap berlaku tenang, katanya tawar: "Tidak
berani, Soalnya kalau Liu Chengcu cuma mau bicara soal
hubungan pribadi, sebaliknya aku harus membedakan tegas
antara teman dan musuh, aku bersumpah takkan berdiri jajar
bersama musuh, sesat takkan langgeng dengan lurus,
betapapun aku takkan mengeyampingkan Koksu negeri Kim
ini, kalau kau merasa menyolok pandangan, terpaksa majulah
bersama saja!" kata2nya cukup jelas bahwa terutama dia
menantang Kim-lian-lokoay, terserah Liu Goan-ka berpeluk
tangan menonton saja atau mau ikut terjun ke-tengah
gelanggang. Sekali2 dia pantang menempur Liu Goan-ka lebih dulu
membiarkan Kim-lian-lo-koay melarikan diri."
Betapa pedas dan menyulitkan sekali kata2 Hoa Kok-ham
ini sehingga Liu Goan-ka disudutkan keposisi yang serba salah,
maklumlah secara diam2 Liu Goan-ka memang ada intrik
dengan Kim-lian-loan-koay, tapi rahasia mereka se-kali2
pantang diketahui orang luar, maka selama ini dia tetap
merahasiakan asal usul Kim Cau-gak.
Tantangan Hoa Kok-ham cukup tandas, bila Liu Goan-ka
membantu Kim Cau-gak, secara langsung menunjukkan
bekang sendiri yang berdiri dipihak musuh" apalagi dengan
tingkat kedudukan Liu Goan-ka sekarang, se-kali2 dia takkan
sudi maju berduaan mengeroyok Hoa Kok-ham.
Diantara sekian banyak tamu2 persilatan yang hadir
kebanyakan sama segan dan tunduk kepada Liu Goan-ka, tapi
tidak sedikit pula diantara mereka adalah pahlawan2 bangsa
yang berjiwa patriot dan perkasa, mendengar kata2 Hoa Kokham
yang tegas, gagah dan berwibawa, seketika mereka
bertepuk bersorak memberi dukungan, sebaliknya kaki tangan
Liu Goan-kapun tak mau kalah suara, mereka balas mengejek
dan mencemooh, akhirnya terjadilah perang mulut yang
ramai. Disaat keadaan bakal berlarut semakin kacau, Bun Yathoan
tiba2 tampil kedepan, katanya mengadang didepan Liu
Goan-ka: "Liu-chengcu harap berpikirlah lebih cermat sebelum
bertindak!"
"Apanya yang perlu kupikir lagi?" jengek Liu Goan-ka.
"Sekaligus kau menyebar empat kartu undangan, maka kau
harus berpikir lagi dua belas kali, Memang Kim-losiansing ini
tamu agung yang kau undang, tapi Hoa Tayhiap inipun kau
sendiri yang mengundangnya pula, malah sekaligus empat
kartu undangan, bukankah diapun menjadi tamu luar biasa
pula!" Memang Liu Goan-ka hendak memperkecil persoalan
menjadi urusan pribadinya, sebaliknya Bun Yat-hoan kuatir
Hoa Kok-ham dirugikan, maka kata2 ini justru cocok dengan
keinginan hatinya, sehingga persoalan gampang diselesaikan
dengan kata, Tapi kata2 "Empat kartu undangan" tadi cukup
menusuk perasaan Liu Goan-ka juga.
Sudah tentu Kim Cau-gak ingin berpeluk tangan menonton
Liu Goan-ka yatig tampil kedepan menghadapi Hoa Kok-hom,
tapi orang justru menantang dirinya, yakin bahwa kedua ilmu
saktinya belum tentu kalah menghadapi Hoa Kok-ham
akhirnya dia nekad, kebetulan Hoa Kok-ham sudah
menghampiri kedepan-nya sambil melebarkan kipasnya,
katanya dingin:
"Di-sini adalah negeri Song raya, kau tak diidzinkan berada
disini, kalau kau tidak berani terima tantanganku lekas
mencawat ekor pulanglah kenegeri asalmu."
"Memangnya siapa yang gentar terhadap kau!" damprat
Kim Cau-gak gusar, "Wut" malah dia mendahului memukul.
Begitu tenaga dikerahkan, angin panas segera menderu
bergolak keempat penjuru, para tamu yang duduk dekat
seketika merasa kulit badannya seperti dibakar, ditengah jerit
kaget mereka sama menyurut mundur sejauhnya, sebaliknya
Hoa Kok-ham bergeming dari tempatnya pun tidak, kipasnya
cuma dikebaskan seenaknya, segulung angin panas malah
meniup balik kearah muka Kim Cau-gak, diantara damparan
angin panas ini, sepoi2 menghembus pula angin dingin
nyaman yang membuat badannya segar dan ngantuk.
Keruan Kim Cau-gak kaget, batinnya: "Aneh benar Lwekang
keparat ini!" membarengi dengan hardikan keras, telapak
tangan kiri beruntun merangsak pula. Kali ini tenaga yang
digunakan adalah kekuatan hawa dingin, seperti badai salju
melandai, membuat hawa panas yang membakar kulit tadi
seketika sirna dan semua hadirin bergidik kedinginan, sekejap
saya para tamu yang duduk dipinggir gelanggang sudah
menyingkir jauh, tinggal mereka yang Lwekangnya rada tinggi
tetap berada ditempat masing2, tapi jarak mereka toh sekitar
tiga sampai lima tombak diluar gelanggang.
Seperti diketahui kedua pukulan panas dingin yang
dilancarkan Kim Cau-gak bernama Im-yang-ngo-hing-ciang,
merupakan perpaduan dari Lui-sin-ciang dan Siu-lo-im-sat-kang,
dua ilmu tingkat tinggi dari aliran sesat yang paling ganas
dan keji, setelah latihan tiga puluh tahun baru berhasil. Tadi
pukulan tangan kanan dia gunakan Lui-sin-ciang, sedang
tangan kiri melontarkan Siu-1o-im-sat-kang.
Berputar badan kembali kipas Hoa Kok-ham dike-baskan,
segulung angin dingin kembali mendampar ke-muka Kim Caugak,
diantara angin dingin itu mengandung hawa panas yang
hangat dan nyaman pula, membuat orang seperti dihembus
angin musim semi nan segar dan melumpuhkan semangat
sehingga orang merasa ingin tidur.
Sungguh kejut Kim Cau-gak bukan kepalang, Hoa Kok-ham
cukup menggerakkan kipas, kedua kali kekuatan pukulan
negatip dan positip diritul balik, malah kedua kekuatan itu
diputar balik untuk melawan satu sama yang lain, sekaligus
balas menyerang kepada dirinya.
Cukup dua gebrakan saia, Kim Cau-gak sudah mengukur
sampai dimana tingkat Lwekang Hoa Kok-ham, sungguh
merupakan musuh tangguh yang belum pernah dia hadapi
selama hidupnya.
Bahwasanya Hoa Kok-ham sendiripun bercekat hatinya,
Ternyata meski dia berhasil meritul balik damparan tenaga
panas dingin lawan dengan kebasan kipasnya, namun toh tak
bisa memunahkan seluruhnya, oleh karena itu diapun harus
kerahkan Lwekang untuk menjaga diri.
Tiba2 Kim Cau-gak gigit lidah sendiri, rasa sakit seketika
membangkitkan semangat dan hilanglah rasa ngantuknya,
pukulan demi pukulan dia lontarkan semakin kencang, ia cecar
Hoa Kok-ham dengan gencar, Baju Hoa Kok-ham melambai2,
setiap kali kipasnya bergoyang, dengan kerahkan Lwekang
tingkat tinggi, diapun balas menyerang tak kalah sengit dan
hebat-nya, begitulah kedua orang saling serang menyerang
dengan dahsyat.
Pertempuran semakin memuncak tegang, se-konyong2 Hoa
Kok-ham ter-loroh2 panjang, gelak tawanya seperti naga
menggeram ditengah angkasa mengalun dan bergema sampai
lama. Dengan kedua telapak tangannya Kim Cau-gak harus
menyerang dan membela diri, sudah tentu tak sempat
tangannya menutup kuping, mengandal Lwekangnya tidak
perlu kuping di-sumbat, tapi gelak tawa lawan begitu menusuk
pendengaran sampai jantung berdebar, semangatpun seperti
hampir luluh, Disamping itu terasa pula olehnya gempuran
tenaga lawan semakin dahsyat dan hebat.
Dalam kalangan sesat ada semacam ilmu yang dinamakan
Hu-hun-sip-pok (memanggil sukma menyedot jiwa), tapi gelak
tawa pendekar Latah ini bukan ilmu dari aliran sesat tapi
adalah semacam Lwekang tingkat tinggi yang tiada taranya,
bukan saja suara gelak tawanya dapat menyedot sukma
orang, sekaligus dapat menambah dan memperkokoh tenaga
dalam sendiri ditengah pertempuran ini.
Ditengah gelak tawanya yang kumandang itu, tiba2
terdengar suara orang menjerit dan "Bluk" badannya
terbanting keras.
Orang yang terbanting jatuh ini adalah Lam-san-hou
Lamkiong Cau yang menonton di pinggir gelanggang,
Ternyata Lam-san-hou sebelumnya memang main sekongkol
dengan Kim Cau-gak, disaat kedua orang sedang bertempur
seru dan orang menonton terlalu asyik, secara diam2 ia
lontarkan pukulan gelap membokong, maksudnya hendak
membantu Kim Cau-gak.
Lamkiong Cau menggunakan Pek-pou-cin-kun (pukulan
sakti seratus langkah), merupakan sejurus petilan hebat dari
tipu2 Hek-hou-to-sim (harimau hitam mencuri hati) dari ajaran
Tatmo Cosu yang jarang diturunkan kepada sembarang orang.
Kekuatan pukulan ini dapat dibayangkan dari demonstrasi
Pukulan Naga Sakti 10 Cinta Bernoda Darah Serial Bu Kek Sian Su 3 Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Bangau Putih 16

Cari Blog Ini