Ceritasilat Novel Online

Pendekar Remaja 11

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


Untung sekali bagi kedua orang muda itu bahwa tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kamar pangeran. Maka ketika tiba di luar pintu, hanya Kaisar sendiri yang masuk ke dalam, sedangkan kelima bayangkari itu dengan golok di tangan menjaga di luar pintu! Kaisar masuk dengan wajah muram karena ia memikirkan keadaan puteranya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis yang tak dikenalnya sedang memasak obat.
"Siapa kau?" tanyanya.
Goat Lan menengok dan cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. "Hamba akan menerima hukuman dari kelancangan hamba masuk ke tempat ini, akan tetapi mohon diberi kesempatan lebih dulu untuk menyembuhkan penyakit Putera Mahkota!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
325 Ketika melihat wajah gadis ini, Kaisar menjadi makin terkejut.
"Bukankah kau yang mengaku murid Yok-ong dan yang mencoba untuk meracuni
puteraku?" Cepat Kaisar menengok untuk memanggil penjaga dan bayangkari, akan tetapi ia makin pucat ketika melihat bahwa pintu telah ditutup dan kini seorang pemuda yang dikenalnya sebagai kawan gadis ini, telah berdiri dengan gagahnya di tengah pintu itu, menjaga dengan tongkat di tangan. Ketika ia melirik ke kiri, di sudut rebah empat orang penjaga pangeran dalam keadaan lemas tak berdaya.
"Hemm, jadi kalian ini benar-benar putera-putera Pendekar Bodoh yang hendak
memberontak" Apakah kehendak kalian sekarang" Membunuh puteraku atau aku" Kalian kira mudah saja melakukan hal itu?"
Akan tetapi, Hong Beng biarpun masih memegang tongkatnya, lalu menjatuhkan diri berlutut di tempat penjagaannya.
"Ayah hamba, Pendekar Bodoh, tak pernah menjadi pemberontak, dan demikianpun hamba berdua. Sesungguhnya hamba datang untuk mengobati Putera Mahkota, bukan mengandung maksud jahat. Mohon Hong-siang sudi mempertimbangkan dan memberi ampun."
"Buah obat yang kalian berikan kemarin telah dimakan oleh puteraku, akan tetapi bahkan menambah penyakitnya. Bukankah itu bukti yang nyata?"
"Maafkan hamba," kata Goat Lan. "Itulah sebabnya mengapa hamba berdua terpaksa
mengambil jalan masuk secara lancang ini. Buah dari hamba itu telah ditukar orang dan yang diberikan kepada Pangeran adalah buah yang berbahaya. Baru tadi putera Paduka telah makan sebutir buah dari hamba dan sekarang telah dapat tidur nyenyak."
"Hamba berdua minta waktu sampai tiga hari, dan sebelum lewat tiga hari, terpaksa hamba berlaku kurang ajar dan menahan Paduka di kamar ini! Hal ini terpaksa hamba lakukan untuk mencegah gangguan dari tiga tabib durjana, pengkhianat Bu Kwan Ji, dan Huncwe Maut Ban Sai Cinjin yang jahat dan berbahaya." Hong Beng menyambung kata-kata Goat Lan.
Kaisar memandang dari Goat Lan ke Hong Beng berganti-ganti, kemudian ia tersenyum.
"Baiklah, kuberi waktu tiga hari, akan tetapi kalau di dalam waktu itu ternyata kalian membohong, awaslah, jangan kau berani main-main dengan Kaisar!" Setelah berkata demikian, Kaisar lalu menghampiri puteranya yang telah tidur nyenyak dengan napas teratur dan tenang.
"Lucu... lucu... !" kata Kaisar setelah menghampiri kembali Goat Lan dan Hong Beng. lalu duduk di atas sebuah kursi gading. "Baru kali ini selama hidupku aku mengalami ditahan oleh seorang luar, seorang biasa. Ha-ha-ha! Benar-benar menggembirakan dan mendebarkan hati!
Aku ingin sekali mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya dari peristiwa aneh ini!"
Akan tetapi, karena hari telah malam dan Kaisar itu merasa mengantuk sekali, ia lalu pergi tidur di atas sebuah pembaringan biasa yang berada di tempat itu, dilayani oleh lima orang pelayan wanita itu dengan penuh penghormatan.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
326 "Koko, aku sekarang teringat bahwa hwesio-hwesio yang ikut Bu-ciangkun menyerbu kita di hotel, adalah hwesio yang datang menyerang kita pada malam hari kemarin dulu!"
Hong Beng mengangguk-angguk. "Sekarang agak terang bagiku. Sudah jelas bahwa tabib-tabib istana yang menjaga Pangeran ini telah sengaja menghalangi penyembuhan Pangeran, dan agaknya hal ini ada hubungannya dengan Bu Kwan Ji. Mungkin tiga orang tabib itu telah bersekongkol dengan perwira she Bu itu, dibantu pula oleh Ban Sai Cinjin! Kita harus dapat meyakinkan Kaisar bahwa mereka itu adalah sekomplotan orang jahat yang menghendaki nyawa Pangeran Mahkota, entah apa sebabnya!"
"Jalan satu-satunya untuk meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan Kaisar hanyalah penyembuhan puteranya."
"Mudah-mudahan saja obat yang kaubawa itu berhasil!"
"Pasti berhasil!" kata-kata ini diucapkan oleh Goat Lan dengan suara tetap penuh kepercayaan. "Obat ini adalah petunjuk dari Suhu, bagaimana bisa salah?"
Malam hari itu, Pangeran Mahkota terjaga dari tidurnya dan Goat Lan lalu memberinya minum obat Daun Golok yang sudah dimasak. Karena merasa betapa tubuhnya enak,
Pangeran itu percaya penuh kepada Goat Lan dan tanpa ragu-ragu lagi minum semangkok masakan obat daun itu. Kemudian, gadis ini dengan kedua tangannya sendiri memasakkan sedikit bubur untuk Pangeran itu dan memaksanya untuk mengisi perut dengah bubur itu.
Sudah tiga hari Pangeran itu tidak mau makan, akan tetapi sekarang, semangkok bubur masih belum memuaskan seleranya dan ia minta tambah. Akan tetapi dengan suara halus Goat Lan mencegahnya, kemudian gadis ini sambil duduk di dekat pembaringan, lalu menceritakan dongeng-dongeng kuno tentang kegagahan sehingga pangeran itu merasa tertarik sekali dan akhirnya ia melupakan rasa laparnya dan tertidur kembali.
Pada keesokan harinya, Kaisar bangun pagi-pagi sekali dan ia merasa amat heran mengapa ia dapat tidur demikian nyenyaknya! Biasanya, di dalam kamarnya sendiri yang bagus, di atas pembaringan terhias emas dan permata, setiap malam ia dua tiga kali terjaga. Akan tetapi kali ini, tidur di tempat peristirahatan puteranya, hanya di atas pembaringan biasa, bahkan sebagai seorang tawanan dari dua orang muda aneh itu, ia dapat tidur pulas dan enak! Ketika ia memandang, ternyata bahwa Goat Lan sudah bangun pula. Gadis ini bersama Hong Beng bergilir menjaga pintu, akan tetapi mereka tidak tidur, hanya duduk bersila sambil bersamadhi saja.
"Jadi aku belum boleh keluar dari kamar ini?" tanya Kaisar sambil tersenyum kepada Hong Beng yang masih berdiri menghadang di pintu dengan tongkat di tangan.
"Terpaksa hamba menghalanginya, demi keselamatan putera Paduka!" jawab Hong Beng dengan suara tetap.
Kaisar tersenyum. "Apa kaukira aku dapat bertahan tanpa makan sampai tiga hari" Bodoh!
Minggirlah, biar aku memberi perintah untuk membawa makanan dan air untuk mencuci muka!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
327 Suara Kaisar amat berpengaruh dan karena ia percaya penuh kepada Kaisar ini, Hong Beng lalu melangkah ke samping. Kaisar membuka daun pintu dan berkata kepada lima orang bayangkari yang semalam suntuk menjaga di depan pintu tanpa berani pergi atau masuk!
"Jangan perbolehkan siapa pun juga masuk ke kamar ini! Atur penjagaan kuat secara bergilir dan suruh pelayan wanita menghidangkan makanan dan minuman. Juga air untuk mencuci muka. Laporkan kepada Hong-houw (Permaisuri) bahwa selama tiga hari aku berada di dalam kamar pangeran untuk menjaga dan menyaksikan sendiri Sang Pangeran menerima
pengobatan!" Setelah berkata demikian, Kaisar lalu menutup pintu kembali.
Lima orang bayangkari itu saling pandang dengan bingung. Perintah dari Kaisar cukup jelas, hanya mereka merasa bingung karena siapakah yang mengobati Pangeran" Mereka tidak melihat ada orang masuk, sedangkan tiga orang tabib istana pun belum masuk ke kamar itu!
Akan tetapi, oleh karena sudah jelas bunyi perintah Kaisar, mereka mengerjakan dengan seksama dan taat. Semua perintah Kaisar dikerjakan dengan cepat sekali, dan sebentar saja di depan kamar itu telah terjaga oleh dua belas orang bayangkari pengawal pribadi Kaisar. Kalau andaikata Permaisuri sendiri hendak memasuki kamar itu, tanpa perkenan dan persetujuan Kaisar, para bayangkari itu tentu takkan mau memberi jalan masuk! Kaisar mempunyai dua puluh empat orang pengawal pribadi yang dipilih oleh Kaisar sendiri dan sudah dipercaya dan diuji benar-benar kesetiaan mereka. Kepandaian mereka juga cukup tinggi.
Hong Beng tetap menjaga di belakang pintu yang tertutup itu sedangkan Goat Lan telah memberi makan sebuah Giok-ko lagi kepada Pangeran yang kini nampak lebih segar daripada kemarin. Kaisar melihat sendiri betapa bersungguh-sungguh Goat Lan berusaha mengobati puteranya, maka diam-diam Kaisar ini memperhatikan Goat Lan dan menjadi kagum sekali.
Ketika dari luar terdengar ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa makanan dan minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar lalu memerintahkan pelayan-pelayan wanita yang banyaknya lima orang di dalam kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu. Pelayan-pelayan baru yang datang membawa makanan tidak
diperkenankan masuk!
Setelah hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan
bersama! Suatu kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak makan bersama oleh Kaisar! Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya, karena ia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu.
Ia maklum bahwa kalau ia lalai dan sampai Bu Kwan Ji dan kaki tangannya dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota!
Sebaliknya, karena ia merasa amat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Sungguh gembira sekali Kaisar dan Pangeran, karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat makan semeja dengan ayahnya!
Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
328 "Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi
rajamu?" tanya Kaisar memandang tajam.
"Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi terutama sekali karena hamba hendak menjunjung dan melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni Yok-ong Sin Kong Tianglo!" Dengan jujur gadis ini lalu menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan suhunya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna Pangeran Mahkota. Pangeran yang telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,
"Nona, besar sekali budi mendiang suhumu dan engkau. Kami takkan melupakan budi pertolongan yang besar ini."
"Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kau mendapat anugerah besar.
Tunggu saja kalau sudah sembuh benar Pangeran!"
"Hamba tidak mengharapkan hadiah atau anugerah, karena anugerah Paduka berupa
kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata telah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena terang bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!"
Kaisar mengangguk-angguk. "Jangan kuatir, setelah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku."
Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, tiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.
"Apakah kalian gila" Tidak tahukah kalian siapa aku sehingga kalian berani mampus sekali melarangku masuk ke dalam kamar Pangeran!" Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.
"Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi."
"Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?"
"Bahwa tidak seorang pun, siapapun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini."
Sunyi untuk sesaat, kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, "Kami bertiga adalah tabib-tabib istana, yang bertugas menjaga Pangeran yang sedang sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?"
"Menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!"
jawab bayangkari yang setia itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
329 "Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk," terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi. "Coba kau melaporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun dan ketiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!"
"Kami tidak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapapun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!"
Sunyi lagi sesaat lamanya.
"Apakah Hong-siang berada di dalam?" tanya lagi Bu Kwan Ji.
"Betul, Ciangkun," jawab bayangkari.
"Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam" Apakah ada orang luar yang masuk?"
"Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, karena Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia kali ini."
Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentu sedang berunding dengan tiba orang tabib itu. Kemudian terdengar tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu ia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.
Akan tetapi, kelegaan dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.
Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan ia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja.
Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapapun juga memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri mau ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi kaki tangannya itu. Akan tetapi kali ini ia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya!
Betapapun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tidak berani berlaku keras karena mereka telah tahu akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!
"Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar tentang kedatanganku, jangan kalian menyesal kalau besok kalian akap kehilangan kepala!" Selir ini berkata dengan marah sekali.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
330 Akhirnya seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka ia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota, ia lalu menjatuhkan diri berlutut.
"Mengapa kau masuk tanpa dipanggil!" Kaisar membentak marah. "Apakah kau sudah bosan hidup?"
"Mohon beribu ampun atas kelancangan hamba. Di luar kamar telah datang Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangannya dan permohonannya untuk masuk
menjumpai Paduka."
Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka ia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.
"Hemm, biarkan dia masuk ke dalam," katanya kemudian. Bayangkari itu memberi hormat mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu ia
mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.
Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Para bayangkari kini tidak berani melarang lagi, sungguhpun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk. Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.
Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali.
Sungguhpun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa ini tentu selir Kaisar yang disebut Song-thai-thai tadi oleh bayangkari, maka ia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan. Akan tetapi ketika ia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat ia melangkah maju dan membentak,
"Keluar kau!" Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, lalu cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu!
Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
"Siapa kau?" bentaknya kepada Hong Beng, kemudian ia menghampiri Goat Lan sambil membentak, "Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?"
Sebelum Goat Lan dan Hong Beng dapat menjawab, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.
"Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!" Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
331 pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.
Sungguhpun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri. "Sukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha
Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu" Mengapa mereka berada di sini?"
"Memang lucu sekali!" kata Kaisar sambil tertawa geli. "Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Biarpun masih mudap dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh..."
Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar ini. "Putera Pendekar Bodoh" Bukankah dia dan ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?"
"Ha-ha-ha!" Kaisar tertawa. "Memang ia pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat di tangan dia telah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!"
Song Tian Ci makin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Ia melihat lima orang pelayan wanita duduk menanti perintah dengan
menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi demikian pun dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saia dilihat bahwa biarpun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu!
"Tak usah kau kuatir," Kaisar menghibur selirnya, "biarpun pemberontak, dia adalah pemberontak yang baik! Lucu, bukan" Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar karena dia tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia menyangka bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang berhati khianat. Lucu, bukan?"
Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya" Akan tetapi ia menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.
"Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu" Paduka, harap waspada dan hati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!"
Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.
Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.
"Celaka," kata Bu Kwan Ji setelah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, "pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
332 Tiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini. "Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!" kata Ang Lok Cu.
"Habis, apa yang dapat kita lakukan?" kata Bu Kwan Ji bingung. "Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!" Akan tetapi diam-diam ia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.
"Kita masuk saja dengan berkeras dan mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih
sukarnya?" kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwenya.
"Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!" bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.
Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,
"Bu-ciangkun, mengapa begitu bodoh" Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau menyerbu dengan para perwira untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, biarpun Kaisar akan menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak
melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke dalam istana. Apa salahnya?"
Tiga orang tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga ucapan kakek mewah ini. Memang ia dapat melakukan hal itu, dan seandainya ia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, kalau Kaisar marah mudah saja baginya untuk minta maaf, apalagi ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!
Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali makan buah Giok-ko.
Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,
"Oleh karena Paduka sudah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukanlah orang-orang jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang telah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Maka hamba mohon, sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka."
Kaisar mengangguk-angguk. "Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh."
Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. "Betapapun juga, Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
333 hamba masih curiga besar," katanya, "maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!"
Akan tetapi, ketika obat daun yang dimasak oleh Goat Lan sudah matang dan setelah didinginkan gadis itu hendak memberi minum kepada Pangeran, Goat Lan menolak keras ketika selir cantik itu hendak minta obat itu.
"Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!" kata selir itu dengan bengis. "Siapa tahu kalau kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?"
Goat Lan tidak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,
"Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!"
Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana ia bisa mendekati Goat Lan" Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.
"Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Kalau kelak ternyata bahwa putera kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!"
Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam.
Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi. Memangg yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh membunuh Pangeran Mahkota!
Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar" Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baik-baik. Pada malam hari itu, Goat Lan sedang memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan esok hari, akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng, ia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng yang
membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh kewaspadaan.
Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan dan Hong Beng! Goat Lan
menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali ia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran telah menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!
Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka ia dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.
"Apakah itu?" tanyanya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
334 Goat Leng dan Hong Beng memberikan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan senjata-seniata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,
"Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!"
Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu, dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulung-gulung.
"Cepat, Koko. Telan obat ini!" Gadis itu mengeluarkan sebutir pel merah kepada Hong Beng yang segera menelannya. Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri menelan sebutir pel merah dan berkata kepada Kaisar,
"Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!" Dengan cekatan, Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, lalu menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami oleh selimut. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasihat Goat Lan, berbaring di atas lantai. Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari huncwenya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang.
Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat pemasakan obat.
"Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!" Selir ini lalu berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,
"Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tidak kepadamu! Kalau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!" Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengetuh ia terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, lalu mengangkat dan membawanva kepada Kaisar. Gadis itu
membiarkan selir tadi berbaring di situ dan ia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.
"Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Kalau kau berani, turunlah jangan menggunakan akal busuk!"
Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul suara Ang Lok Cu, tosu yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.
"Jangan gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang akan membebaskan Paduka,
menangkap pemberontak berbahaya ini!"
Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,
"Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lain sudah gila" Hayo cepat mundur sebelum aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
335 Suara Kaisar amat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk.
Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jerih juga dan mereka mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu" Pergilah mereka dari situ dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.
Selir yang tadinya pingsan telah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah dari Kaisar yang masih sebelum sadar bahwa selirnya inilah sungguhnya kepala komplotan jahat itu! Selama itu sampai pagi tidak terjadi suatu dan baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini lalu memberi buah Giok-ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.
Giranglah hati Kaisar dan ia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti. Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.
"Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!" Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji dengan beberapa orang perwira serta tiga orang tabib itu telah datang menyerbu, memaksa membuka pintu. Ketika bayangkari melawan, mereka ini diserang!
Pintu terbuka dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!
"Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!" seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu, kemudian ia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.
"Tangkap pemberontak!" seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.
"Kaulah pemberontak dan pengkhianat!" seru Goat Lan, sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan hebatnya. Dua orang perwira kena
dirobohkan oleh tendangannya dan kini ia menyerbu tiga orang tabib istana itu dengan tongkatnya! Adapun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan dan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pun dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong Beng.
Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah sekali.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
336 "Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal istana!" perintahnya kepada seorang bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota!
Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat ia berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira! Adapun Hong Beng juga sudah melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh sekali, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan!
Pada saat itu, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa! Pemuda ini menjadi bingung melihat betapa dua orang muda yang elok sedang mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta ia dan kawan-kawannya lain lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar,
"Kam-ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!"
Panglima muda ini menjadi terkejut dan heran sekali, terutama Ban Sai Cinjin yang mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah ia bahwa tidak ada harapan lagi baginya.
Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana! Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya.
Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu telah jatuh menggeletak seperti mayat!
Akhirnya kakek ini dapat melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya.
Adapun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka ia pun robohlah dengan dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.
"Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah matil" seru Kaisar dengan marah sekali. "Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!"
Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia. Akan tetapi kini Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya!
Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu.
Kaisar tersenyum dan berkata,
"Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
337 Sebetulnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka pun perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.
Pada keesokan harinya, terjadi peristika yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji terdapat telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini, dan Kaisar menjadi marah sekali, karena sesungguhnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu. Tak seorang pun mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah "dibeli" oleh selir yang lihai ini. Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini. Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tidak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan calon kaisar untuk puteranya. Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dar Hong Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang.
Dengan amat licin ia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.
"Sudah sepatutnya gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasa-jasanya," katanya mengakhiri pujiannya.
"Memang," Kaisar membenarkan, "Aku sendiri pun sedang bingung memikirkan apa
gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi ia seorang gadis."
"Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee amat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga daripada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!"
Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. "Apakah kau mabuk" Aku sudah tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia" Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!"
"Harap Paduka jangan salah paham," Seng Tian Ci membantah, "maksud hamba bukan
Paduka yang mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee sudah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota" Lihat saja betapa telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran.
Kalau Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling berharga untuknya!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
338 Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus jenggotnya. "Akan tetapi puteraku baru berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun."
"Soal usia tidak menjadi halangan, apalagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor satu."
"Bagaimana kalau dia menolaknya?"
"Tak mungkin seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang
sedemikian besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar" Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja sudah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan ia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia menolak!"
Demikianlah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali.
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para perdana menteri dan hulubalang lengkap menghadap raja yang duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat ayahnya. Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang. Semua sudah
mendengar tentang penyembuhan itu maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang
menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan kagum sekali. Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di hadapan Kaisar, Kaisar berkata, "Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar tentang jasa besar dari kedua orang muda ini.
Lihatlah, betapa puteraku telah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, hari ini aku hendak memberi hadiah dan anugerah kepada mereka berdua."
Semua yang hadir menganggukkan kepala dan tersenyum, karena mereka semua merasa bahwa hal ini sudah cukup pantas.
"Anugerah pertama," kata Kaisar, "adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguhpun mereka berdua telah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, namun aku bebaskan mereka dari kesalahan ini."
Goat Lan dan HongBeng mengangguk-anggukkan kepala menyatakan terima kasih mereka.
"Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda di istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?"
Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana ia dapat menolak hadiah Kaisar" Ia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
339 "Mohon ampun sebanyaknya kalau hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak menghargai kurnia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-siang suka mengampuni hamba dan membolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu."
Hening suasana di situ. Tak seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar ia berkata,
"Darah petualang agaknya mengalir di tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!"
Lega hati Hong Beng dan biarpun ia suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.
"Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam hati ini. Tanpa adanya Nona ini, mungkin puteraku takkan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk selama hidupnya, ia memiliki jiwa raga Pangeran!
Biarpun puteraku baru berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!"
Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Goat Lan sampai menjadi pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tak disangkanya sama sekali bahwa ia akan mendapat anugerah macam ini. Ia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening, kemudian ketika tak disengaja ia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan
keputusan ayahnya ini!
Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini dianggapnya sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.
"Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan" Kau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?"
Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.
"Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!"
Kali ini keadaan menjadi jauh lebih sunyi daripada ketika Hong Beng menolak
pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota" Hampir tak dapat mereka percaya! Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara. Tak seorang pun yang
memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
340 biasa saja. Alangkah hinanya! Teringat ia akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai dosa dan untuk dosa itu sudah, patut memberi hukuman mati kepadanya.
"Kwee Goat Lan...!" tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang cukup dikenal oleh para penghadap, karena kalau Kaisar sudah lambat dan parau suaranya, tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali, "insyaf benarkah kau akan apa yang kauucapkan tadi"
Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan terhadap pinangan rajamu" Kau telah menghina Kaisar dan membuat malu seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?"
Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepalanya.
"Hamba terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu." Hanya kekerasan hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!
"Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberi hukuman mati kepadamu?"
Seorang menteri tua segeea maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban ia berkata, "Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama telah membebaskannya dari kesalahan itu."
Memang menteri tua yang berpengalaman ini kuatir sekali kalau-kalau Kaisar dalam kemarahannya akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan, lebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia,
"Sesungguhnya aku telah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku dan membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!"
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja ia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja ia tidak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan dan akan mencemarkan namanya dan nama keluarganya.
Bagaimana ia dapat mencemarkan nama ayah ibunya"
"Ayah... Ibu..." Goat Lan mengeluh di dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini. Hong Beng yang berlutut tidak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
"Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!" Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut. Kaisar memandangnya dengan marah.
"Hemm, agaknya bukan kosong belaka desas-desus bahwa keturunan Pendekar Bodoh
memang berjiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dahulu ayahmu dan kawan-kawannya Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
341 juga pernah melawan tentara kerajaan!" kata Kaisar dengan marah. "Dan apakah sekarang kau hendak mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu" Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?"
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,
"Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan dua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?"
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, sungguhpun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya. "Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?"
"Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan dan tak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya.
Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, melainkan pembuangan sementara saja.
Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat.
Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara" Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apabila mereka ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apabila mengampuni mereka ini!"
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Menteri tua she Liem ini sekelebatan saja dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pasti ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Maka timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan semacam tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apabila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apabila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apabila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan lalu berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan perajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat. Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya ada Hong Beng di
sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
342 Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiba-tiba serombongan pasukan berkuda menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua perajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji dan kaki tangannya di depan kamar
Pangeran itu. Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
"Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sesungguhnyat antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!"
Hong Beng dan Goat Lan cepat membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian ia mengajak kedua orang muda itu duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum. Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
"Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong," katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. "Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu" Hanya sayangnya aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tidak tahu apakah dia adik-atau kakakmu."
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biarpun ia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun ia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
"Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?"
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani. "Pemuda itu aneh sekali, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Li-hiap ini!"
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheean-heran.
"Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun," kata Hong Beng.
"Dan adikku masih kecil," kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini memiliki mata yang tajam sekalip tanda bahwa otaknya cerdik.
"Ah, kalau begitu, tidak salah lagi ia tentulah putera Ang I Niocu."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
343 Kemudian Kam Liong merubah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul
rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
"Semenjak kemarin dulu siauwte berternu dengan Ji-wi ketika kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi telah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Kalau sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara dan kita bersama bisa menghancurkan pengacau-pengacau itu! Di utara, siauwte pernah bertugas dan mempunyai tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas di sana sementara itu kalau siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!"
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur maka mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada perajurit-perajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu ke mana, mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah. Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang amat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima muda ini memerintahkan kepada perajurit-perajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua
mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
"Tujuan perjalanan kalian masih jauh dan panjang, adapun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun tidak berapa jauh."
Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biarpun Kam Liong amat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin
mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada "apa-apanya" belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu. Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan ia terjeblos dalam perangkap asmara. Ia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, akan tetapi hatinya masih ragu-ragu karena meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja daripada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dulu seringkali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.
Kemudian, tanpa disangka-sangka, ia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu ia baru saja datang dari luar kota, karena memang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
344 pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan kepada benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara. Maka cepat ia dapat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan dan dapat bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara. Kam Liong tidak mau melepaskan
kesempatan baik ini. Ia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana ia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati" Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
"Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Semenjak berusia tujuh belas tahun, ia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan ketika ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu."
Makin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, setelah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama ia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali untuk dapat bertemu dengan Lili!
Ia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya ia mempunyai alasan yang amat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng, kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
Baiklah, kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari kita mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini.
Semenjak Sin-kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili maupun suami isteri Sie merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian Yousuf. Sungguhpun kematian Yousuf telah terjadi belasan tahun yang lalu, namun tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti, belum terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian, seakan-akan Yousuf masih belum mati. Keadaan dan sikap Lo Sian ini hampir sama dengan kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo Sian amat suka minum arak wangi, amat suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng. Berbeda dengan Yousuf yang suka mendongeng cerita-cerita Turki, adalah Lo Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok kuno. Dia boleh lupa akan keadaan pengalamannya yang lampau, yakni segala hal yang menyangkut dengan dirinya, akan tetapi ternyata ia tidak melupakan dongeng-dongeng yang terjejal di dalam ingatannya ketika ia masih kecil! Lili tidak sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena ia telah mernperhitungkan bahwa Hong Beng dan Goat Lan seharusnya sudah datang. Ke manakah gerangan perginya dua orang itu" Lili menyesal sekali mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah senangnya kalau mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan berbahaya!
Baiknya di rumah ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau twa-pek. Kedua orang tuanya, yakni Sie Cin Hai dan Lin Lin, telah mendengar penuturannya yang banyak dilebih-lebihkan tentang pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng sehingga suami isteri itu merasa girang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
345 sekali. Memang Lili amat nakal, jenaka dan lucu. Katanya ketika ia menceritakan hal kakaknya dan Goat Lan,
"Engko Hong Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ah, kalau Ayah dan Ibu melihat betapa tadinya sebelum mengetahui bahwa mereka telah saling jatuh cinta!" Gadis itu tertawa sambil menutup mulutnya dengan lengan baju.
"Apa maksudmu?" tanya ayahnya mengerutkan kening.
Lili menceritakan betapa ia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua orang muda yang tidak saling mengenal itu sampai bertempur!
"Ah, kau nakal sekali, Lili!" ayahnya menegur. "Kenakalan seperti itu berbahaya sekali.
Kenapa kau seperti anak kecil saja?"
Lili tidak merasa aneh melihat teguran ayahnya, karena memang semenjak kecil, hanya ayahnya saja yang selalu menegurnya. Akan tetapi ia maklum betul-betul bahwa ayahnya ini hanya galak di luarnya saja, padahal di dalam hati amat menyayang dan memanjakannya.
"Mengapa, Ayah" Bukankah dengan demikian mereka jadi saling mengenal tingkat
kepandaian masing-masing?" Kemudian ia lalu melanjutkan penuturannya, betapa Goat Lan merasa berkuatir ketika mendengar Hong Beng ditantang pibu okeh para pemimpin Hek-tung Kai-pang.
Setelah selesai dengan penuturannya dan gadis ini pergi ke belakang mengunjungi Lo Sian di kebun di mana Lo Sian mengerjakan taman bunga, membuangi daun kering dan rumput, Pendekar Bodoh berkata kepada isterinya,
"Ah, kurang pantas sekali kalau Hong Beng melakukan perjalanan berdua saja dengan Goat Lan. Mereka itu belum menikah dan sudah terlalu lama mereka pergi berdua. Hal ini tidak baik... tidak baik..." Ia menggeleng-geleng kepalanya.
"Apanya yang tidak baik?" Lin Lin membantah. "Mereka sudah bertunangan."
"Masih belum pantas melakukan perjalanan bersama dalam masa pertunangan, itu melanggar adat kesopanan kita," kata suaminya.
"Ah, kau terlalu kukuh! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kita sebelum menikah juga melakukan perantauan, bahkan lebih jauh dan lebih lama lagi" Asalkan kita dapat menjaga kesopanan, apa salahnya" Lagi pula, aku percaya penuh Beng-ji akan tahu menjaga kesopanan, demikian pula Goat Lan."
"Kita lain lagi, isteriku," kata Cin Hai. "Ketika kita melakukan perjalanan bersama, kita sudah yatim piatu. Akan tetapi anak-anak itu masih ada orang tuanya. Boleh saja secara kebetulan mereka bertemu di jalan dan menyelesaikan urusan bersama, akan tetapi tidak untuk selanjutnya merantau dan tidak pulang sampai sekarang!"
"Sudahlah, suamiku, mengapa ribut-ribut" Siapa tahu kalau mereka juga menjumpai urusan yang penting" Lebih baik untuk menenteramkan hati, kita pergi mnengunjungi Enci Hwa dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
346 suaminya di Tiang-an, menetapkan hari pernikahan kedua anak itu. Sekalian kita melihat-lihat kalau-kalau mereka sudah pulang ke sana."
Sie Cin Hai menyetujui pikiran isterinya ini. Demikianlah, pada keesokan harinya kedua suami-isteri pendekar ini lalu melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Lili yang ditinggalkan berdua dengan Lo Sian, melewatkan waktunya bersama Pengemis Sakti ini. Dicobanya terus menerus oleh Lili untuk mengembalikan ingatan bekas suhunya ini, akan tetapi hasilnya sia-sia belaka. Kini Lo Sian nampak senang dan gembira selalu. Di dalam rumah keluarga Sie, ia seperti seekor burung yang akhirnya menemukan sarang yang baik.
Badannya menjadi segar dan gemuk dan tiap hari ia minum arak yang selalu disediakan oleh keluarga Sie.
Untuk menyenangkan hati Lo Sian yang telah menolong jiwanya dan telah melepas budi besar, Lili lalu menyuruh pelayan membeli arak terbaik dari Hang-ciu sehingga Lo Sian merasa girang bukan main. Dengan ditemani oleh Lili, seringkali ia minum arak di loteng belakang sambil menikmati keindahan taman bunga yang dirawatnya dan yang berada di bawah loteng itu.
Pada malam hari itu, Lo Sian nampak masih duduk di atas loteng di bagian belakang rumah, minum arak seorang diri. Baru saja datang seguci besar arak wangi yang dibeli oleh Lili dan gadis itu bahkan membuat kue yang diberikan kepada suhunya. Pengemis Sakti ini makan minum seorang diri sambil bernyanyi-nyanyi.
Ketika Lili yang berada di bagian bawah mendengar suara nyanyian suhunya, ia merasa heran. Suara pengemis Sakti itu tidak seperti biasanya, kini terdengar bernada sedih. Ia cepat naik ke atas loteng dan melihat betapa bekas suhunya itu minum arak langsung dari guci dan kaki kirinya ditumpangkan di atas meja!
"Pek-pek, kau kenapakah?" tanya Lili sambil menghampiri kakek itu. Lo Sian menunda minumnya dan ketika ia menengok kepada Lili, gadis ini terkejut melihat pipi Lo Sian telah basah dengan air mata!
"Pek-pek, mengapa kau bersedih?"
Lo Sian terpaksa tersenyum ketika ia memandang wajah Lili. Alangkah sukanya ia kepada gadis ini, seperti kepada puterinya sendiri.
"Tidak, Lili, aku tidak bersedih. Dengan kau dan orang tuamu yang mulia berada di dekatku, bagaimana aku dapaf bersedih" Hanya aku menyesal sekali, Lili, menyesal bahwa aku telah menjadi seorang yang begini tiada guna! Aku hanya menjadi pengganggu orang tuamu, aku telah banyak mengecewakan. Kau dan orang tuamu karena tidak mampu mengingat-ingat hal yang telah terjadi. Terutama sekali aku tidak dapat ingat lagi di mana dan bagaimana Lie Kong Sian Tai-hiap meninggal dunia! Ah, aku menjadi sebuah boneka hidup!"
"Pek-pek, mengapa hal begitu saja dibuat menyesal" Kau tidak berdaya dan bukan salahmu kalau kau kehilangan ingatanmu. Lebih baik menghibur hati, agar tubuhmu menjadi sehat dan siapa tahu kalau kesehatanmu akan dapat memulihkan ingatanmu. Dengan banyak berpikir serta banyak pusing, kurasa tidak akan mendatangkan manfaat bagi ingatammu, Pek-pek."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
347 "Kau betul, Lili. Kau selalu benar, sungguh aneh seorang gadis muda seperti kau dapat mengeluarkan ucapan yang demikian bijaksana. Pantas benar kau menjadi puteri Pendekar Bodoh..."
Lili tidak menjawab, hanya tersenyum sambil menghampiri meja dan menyalakan lilin di atas meja yang belum dipasang oleh Lo Sian. Melihat kue-kue di atas piring belum termakan oleh Lo Sian, Lili bertanya,
"Eh, kenapa kue-kue ini belum kau makan, Pek-pek?"
"Nanti dulu, aku lebih senang minum arak yang wangi dan enak ini! Kau pandai benar memilih arak baik!" Setelah berkata demikian, Lo Sian lalu mengangkat guci besar itu dengan kedua tangannya, menuangkan isinya yang masih setengah itu langsung ke mulutnya dengan sikap seperti tadi, yaitu kaki kiri di atas meja!
Lili hanya berdiri di belakang Pengemis Sakti itu sambil tersenyum geli, karena ia menduga bahwa Lo Sian tentu sudah setengah mabuk. Akan tetapi pada saat itu, Lili terkejut sekali melihat berkelebatnya sesosok bayangan hitam yang melayang turun bagaikan seekor burung besar dari atas wuwungan! Bayangan itu gerakannya gesit sekali dan melihat betapa ia melayang dengan kedua lengan dikembahgkan, dapat diduga bahwa ia memiliki ilmu
kepandaian tinggi!
Lo Sian yang sedang enak minum arak, tidak melihat berkelebatnya bayangan itu, akan tetapi Lili yang bermata tajam tentu saja dapat melihatnya. Dengan amat kuatir, gadis ini lalu meninggalkan Lo Sian, berlari turun ke bawah melalui anak tangga untuk mencegat bayangan tadi di bawah. Lo Sian masih saja minum arak, kakek ini tidak heran melihat Lili berlari-larian yang sudah menjadi kebiasaan gadis jenaka ini
Ketika tiba di bawah, Lili tidak melihat bayangan orang. Cepat ia melompat keluar dan mengelilingi rumahnya. Bayangan tadi dilihatnya melompat ke bawah ke arah depan rumah, akan tetapi mengapa sekarang tidak nampak lagi" Apakah ia salah lihat" Tak mungkin, pikirnya, dan dengan penasaran sekali ia lalu menyelidiki seluruh pinggir rumahnya. Ketika tidak menemukan sesuatu, ia cepat masuk lagi ke dalam rumah dan tiba-tiba ia teringat bahwa ayah bundanya mempunyai banyak musuh. Cepat ia menuju ke kamar ayah dan ibunya yang berada di sebelah dalam. Kagetlah ia ketika melihat bahwa kamar ayah bundanya ternyata telah kemasukan orang, karena pintu kamar yang tadinya terkunci dibuka dengan paksa!
Cepat ia ke dalam dan di situ kosong saja. Hanya sebuah lemari kayu, tempat pakaian ayah bundanya telah dibongkar orang dengan paksa dan kini terbuka dengan isinya berantakan ke bawah. Ia merasa heran, karena pakaian itu masih utuh, tidak ada yang hilang, demikian pula tempat uang tidak diganggu. Siapakah bayangan tadi dan apa maksudnya membongkar lemari dan memasuki kamar ayah bundanya" Ia cepat mengejar lagi keluar dari kamar. Lili marah sekali dan ingin ia menangkap maling itu. Kini ia berlari menuju ke belakang.
Makin marah dan gemas hatinya melihat tiga orang pelayan rumahnya, seorang pelayan laki-laki dan dua orang pelayan wanita telah berada dalam keadaan tertotok di ruangan belakang.
Ketika ia menghampiri mereka untuk membebaskan mereka dari totokan, ia mendapat kenyataan yang mengejutkan hatinya ketika melihat bahwa ketiga orang pelayan ini terkena totokan yang sama dengan ilmu totok yang dipelajarinya sendiri yakni ilmu totok dari Ilmu Silat Kong-ciak-sinna!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
348 Tiba-tiba teringatlah dia akan sesuatu dan mukanya menjadi merah padam. Siapa lagi kalau bukan pemuda kurang ajar yang telah merampas sepatunya dulu" Pemuda yang mengaku putera Ang I Niocu" Hanya pemuda itu saja yang pandai Ilmu Silat Kong-ciak-sinna! Kalau memang betul bayangan orang yang menjadi maling ini ternyata adalah pemuda .putera Ang I Niocu yang belum diketahui namanya itu, mengapa ia datang seperti seorang maling" Tak mungkin putera Ang I Niocu melakukan hal ini! Tiba-tiba ia teringat kepada Lo Sian yang berada di atas loteng dan wajahnya menjadi pucat ketika ia teringat betapa dulu di rumah Thian Kek Hwesio, pemuda itu pernah menyerang Lo Sian karena marah mendengar
Pengemis Sakti itu menyatakan bahwa Lie Kong Sian telah mati! Ia cepat berlari-lari melalui anak tangga menuju ke loteng dan alangkah kagetnya ketika ia melihat guci arak yang tadi diminum oleh Lo Sian, kini telah menggeletak di atas lantai dan isinya mengalir keluar. Lo Sian sendiri tidak kelihatan pergi ke mana!
Lili menjadi bingung. Ia mencari ke sana ke mari, akan tetapi biarpun ia memanggil-manggil, tetap saja ia tidak dapat menemukan Lo Sian. Marah sekali hati gadis ini. Segera diambilnya Pedang Liong-coan-kiam dan kipasnya, kemudian dengan cepat sekali ia lalu melompat keluar rumah dan mencari di sekitar rumah itu.
Tiba-tiba ia melihat bayangan dua orang sedang bertempur dengan hebatnya. Karena malam itu gelap, Lili hanya dapat melihat bahwa yang bertempur itu adalah dua orang laki-laki yang masih muda.
"Bangsat rendah, berani sekali kalian mengganggu rumahku!" seru Lili dengan marah sekali.
Ia tidak tahu yang mana di antara kedua orang ini yang tadi datang ke rumahnya, akan tetapi ia lalu menyerbu mereka! Akan tetapi, kedua orang muda itu ketika mendengar suaranya, tiba-tiba mereka lalu menghentikan pertempuran, bahkan keduanya lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu. Kebetulan sekali, sinar lampu dari dalam rumahnya masih menerangi sedikit tempat itu dan ketika ia melihat orang yang berlari menerjang sinar penerangan ini, ia melihat bahwa orang itu adalah Song Kam Seng! Bukan main marahnya hati Lili. Ia maklum bahwa pemuda ini tentu datang untuk mencari ayahnya, karena bukankah Kam Seng sudah berjanji hendak membalaskan dendam hatinya karena ayahnya dulu dibunuh oleh Pendekar Bodoh"
"Kam Seng, manusia pengecut! Jangan berlaku sebagai maling hina dina! Kalau kau berani, mari kita mengadu nyawa!" teriak Lili sambil mengejar cepat.
Akan tetapi Kam Seng tidak menjawab bahkan berlari makin cepat, dikejar terus oleh Lili.
Pemuda ini memang maklum akan kepandaian Lili dan kalau ia melawan juga, ia takkan menang. Apalagi, betapapun juga, tak dapat ia bertempur melawan Lili, gadis musuh besarnya, gadis yang sesungguhnya amat dicintainya itu. Maka ia lalu melarikan diri lebih cepat lagi. Bukan saja karena gin-kang dari Kam Seng sudah amat maju akan tetapi terutama sekali karena malam itu gelap, sebentar saja pemuda itu sudah meninggalkan Lili dan menghilang di dalam gelap!
Lili menjadi jengkel sekali. Ia memaki-maki, memanggil-manggil nama Kam Seng sambil menantang-nantang, akan tetapi karena tidak memperoleh jawaban, akhirnya ia kembali ke rumahnya. Dan ternyata Lo Sian masih belum nampak sehingga gadis ini menjadi makin bingung.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
349 Sebetulnya, ke manakah perginya Lo Sian" Ketika ia sedang minum arak dan Lili telah berlari ke bawah, tiba-tiba dari atas wuwungan menyambar turun bayangan yang cepat masuk loteng itu. Lo Sian terkejut ketika melihat seorang pemuda telah berdiri dihadapannya. Ia mengenal pemuda ini sebagai pemuda yang pernah menyerangnya di rumah Thian Kek
Hwesio, yaitu pemuda yang mengaku sebagai putera Lie Kong Sian. Sebelum ia sempat bertanya, Lie Siong, pemuda itu, telah mengulurkan tangan menotok jalan darah thian-hu-hiat di pundaknya. Totokan ini berdasarkan gerakan serangan dari Ilmu Silat Kong-ciak-sinna, ilmu silat warisan Bu Pun Su yang ia pelajari dari Ang I Niocu, maka bukan main cepat dan hebatnya. Lo Sian sedang memegang guci arak dan ia berada dalam keadaan setengah mabuk, bagaimana ia dapat menghindarkan diri dari serangan ini" Tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas terkena totokan itu dan guci arak itu tertepas dari pegangannya. Lie Siong cepat menyambar guci arak itu dan meletakkannya di atas lantai. Akan tetapi oleh karena ia tidak memperhatikan guci itu, ia meletakkan guci dalam keadaan miring sehingga isinya mengalir keluar. Kemudian, secepat kilat pemuda ini lalu mengempit tubuh Lo Sian dan membawanya melompat turun!
Agar tidak membingungkan, baiknya diceritakan secara singkat bahwa semenjak berpisah dari Lo Sian dan Lili, pikiran Lie Siong amat terganggu oleh ucapan Lo Sian yang menerangkan tentang kematian ayahnya. Oleh karena itu, ia menunda niatnya mengajak Lilani ke utara mencari rombongan suku bangsa Haimi untuk mengembalikan Lilani kepada bangsanya, sebaliknya lalu mengajak gadis itu menuju ke Pulau Pek-le-to untuk mencari ayahnya! Akan tetapi, ia mendapatkan pulau itu berada dalam keadaan kosong! Hatinya menjadi gelisah sekali. Keadaan pemuda ini makin menderita batinnya, pertama-tama ia merasa menyesal karena telah mengikat diri dengan Lilani, gadis yang amat mencintanya.
Kedua, ia merasa menyesal dan bingung karena mendengar bahwa ayahnya telah meninggal dunia seperti yang dikatakan oleh Lo Sian Si Pengemis Sakti. Ia harus dapat mencari orang tua itu untuk mencari keterangan tentang ayahnya, akan tetapi kalau teringat betapa ia telah bertempur dan bentrok dengan Lili, puteri Pendekar Bodoh, ia menjadi bingung. Semenjak ia dapat mencabut sepatu Lili, sepatu yang kecil mungil itu selalu tersimpan di dalam saku bajunya sebelah dalam, disembunyikan sebagai sebuah jimat!
Adapun Lilani, gadis yang bernasib malang itu, makin lama makin merasa hancur hatinya. Ia amat mencinta Lie Siong, bersedia menyerahkan jiwa raganya, akan tetapi melihat pemuda itu sama sekali tidak mengacuhkannya, ia menjadi sedih sekali. Kalau teringat betapa ia telah kehilangan ayah bundanya, kehilangan kakeknya, dan kini ia menderita karena mencinta seorang pemuda yang tidak mengacuhkannya, ah, gadis ini seringkali mengucurkan air mata di waktu malam. Betapapun juga, ia selalu menyembunyikan perasaan dukanya dari mata Lie Siong.
Setelah mendapatkan Pulau Pek-le-to kosong dan tidak diketahuinya ke mana perginya ayahnya, Lie Siong lalu berkata kepada Lilani,
"Lilani, terpaksa aku harus menyusul ke Shaning..."
"Ah, ke rumah nona cantik jelita yang galak itu" Kau dulu bilang bahwa dia puteri Pendekar Bodoh, sungguh cocok sekali..."
Lie Siong memandang tajam. "Apa maksudmu, Lilani" Kau cemburu?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
350 "Tidak, Tai-hiap, mengapa cemburu" Ada hak apakah maka aku dapat cemburu" Aku
seorang tidak berharga, tidak seperti nona puteri Pendekar Bodoh itu, yang cantik, pandai, lihai... dan..."
"Sudahlah, jangan kau bicara tidak karuan! Hatiku sedang bingung memikirkan ayah. Siapa yang peduli gadis liar itu?" kata Lie Siong sambil mengajak gadis itu melanjutkan perjalanan.
"Sekarang aku terpaksa harus menyusul ke Shaning untuk menangkap pengemis gila itu. Dari dia agaknya aku akan mengetahui di mana adanya ayahku. Terpaksa urusan mencari suku bangsamu di utara ditunda dulu."
Lilani tidak membantah, hanya merasa dadanya sesak oleh cemburu. Cinta orang muda manakah yang tidak terhias oleh cemburu" Bukan cinta tulen kalau tidak ada rasa cemburu di dalamnya, kata orang tua.
Pada malam harinya, Lie Siong dan Lilani bermalam di sebuah hotel. Tidak seperti biasanya, Lie Siong berkeras tidak mau tidur sekamar dan minta kepada pelayan untuk menyediakan dua kamar yang berdampingan. Lilani makin merasa tidak enak, gelisah dan berduka. Sampai tengah malam gadis ini tidak dapat tidur dan karena hatinya selalu teringat kepada Lie Siong, tak tertahan lagi ia lalu keluar dari kamarnya dengan perlahan. Ia sengaja membuka kedua sepatunya agar tindakan kakinya tak sampai mengagetkan Lie Siong yang ia tahu amat tajam pendengarannya itu. Ia ingin melihat apakah pemuda pujaan hatinya itu telah tidur. Dengan kaki telanjang ia berjalan menghampiri jendela kamar Lie Siong, lalu mengintai ke dalam setelah mendapatkan sebuah lubang di antara celah-celah jendela itu. Ia melihat kamar itu masih terang dan ternyata pemuda pujaannya itu masih belum tidur.
Lie Siong nampak tengah duduk melamun di atas kursi dan kedua tangannya memegang sebuah benda kecil. Jari-jari tangannya mempermainkan benda itu dan ketika Lilani memandang dengan tegas, ternyata bahwa benda itu adalah sebuah sepatu yang bagus dan kecil mungil bentuknya! Bukan main panas dan perihnya hati Lilani. Itu adalah sepatu wanita, pikirnya, dan terang bukan sepatunya. Sepatunya tidak sekecil itu! Ah, sepatu siapa lagi kalau bukan sepatu gadis puteri Pendekar Bodoh itu" Biarpun Lie Siong tidak menceritakan tentang hasil pertempurannya melawan Lili namun Lilani dapat menduga dengan tepat. Hal ini mudah saja bagi seorang wanita yang berada dalam keadaan cemburu, karena wanita yang sedang cemburu memiliki kecerdikan luar biasa dalam hal menyelidiki sesuatu mengenai hubungan laki-laki yang dicintainya dengan wanita lain!
Bagaikan terpukul, Lilani terhuyung ke belakang dan ia menahan isak tangisnya. Karena tangisnya tak dapat tertahan lagi, maka ia tidak berani kembali ke kamarnya, takut kalau-kalau Lie Siong akan mendengar tangisnya. Sebaliknya ia malah lari ke belakang dan keluar dari pintu belakang hotel itu menuju ke kebun belakang yang sunyi dan gelap! Di situ ia menjatuhkan diri di atas rumput dan menangis tersedu-sedu seperti seorang anak kecil kehilangan ibunya. Ia merasa sedih, gemas, dan marah. Sedih karena merasa kehilangan seorang kekasih yang dicinta sepenuh hatinya. Gemas melihat Lie Siong yang tidak mengacuhkannya, sebaliknya tergila-gila kepada sebuah sepatu wanita lain dan marah kepada diri sendiri mengapa ia sampai demikian dalam jatuh dalam jurang asmara terhadap pemuda itu.
Di dalam kesedihannya, Lilani sampai tidak tahu bahwa ia tidak berada seorang diri di dalam taman itu. Tidak tahu bahwa di situ duduk dua orang laki-laki pemabukan yang sudah lama Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
351 duduk minum arak berdua saja di situ dan keadaannya sudah setengah mabuk ketika Lilani datang ke situ dan menangis.
Lilani yang sedang menangis itu tiba-tiba merasa lehernya dipeluk orang dan terdengar suara parau,
"Nona manis, kenapa kau menangis" Marilah kuhibur kau?"
Lilani melompat berdiri dengan mata terbelalak. Dengan penuh kebencian dan kengerian hati ia melihat dua orang laki-laki menyeringai dan memandangnya seperti orang kelaparan, kemudian tangan kedua orang itu terulur maju hendak menangkapnya!
Lilani sedang merasa sedih, marah, kecewa dan perasaan yang sudah amat menggencet batinnya ini ditambah lagi oleh kebencian dan kengerian yang amat besar melihat lagak dua orang laki-laki ini. Hampir saja Lilani menjerit sekerasnya kalau ia tidak ingat bahwa jeritannya akan terdengar oleh Lie Siong dan ia tidak mau keadaannya diketahui oleh pemuda itu. Maka sambil menahan berdebarnya hati yang membuat dadanya terasa sakit itu, ia lalu mengelak ke kiri dan tak disangkanya sama sekali, seorang di antara mereka itu memiliki gerakan yang cepat juga. Lilani sedang menderita dan keadaan malam itu agak gelap, maka gadis ini kurang cepat elakannya dan tahu-tahu lengannya telah tertangkap oleh seorang di antara dua pemabukan itu.
"Ha-ha-ha-ha, lenganmu lemas seperti sutera, Nona... ha-ha-ha!" Orang ini lalu
merangkulnya dan hendak menciumnya.
"Buk!" disusul oleh pekik mengerikan dari laki-laki itu yang segera roboh tersungkur dalam keadaan tak bernyawa lagi! Pukulan Lilani amat hebat karena selain gadis ini memiliki kepandalan silat yang lumayan, dan kini lebih lihai karena seringkali mendapat latihan dari Lie Siong, juga pukulan dari jarak dekat ini tepat mengenai ulu hati lawan sehingga jantung di dalam dada orang itu menjadi terluka!
Orang ke dua yang masih mabuk tidak tahu bahwa kawannya sudah mati, bahkan tertawa-tawa dan berkata kepada kawannya itu, "A-siok, terlalu sekali kau... nona manis ditinggal tidur..." Dan ia maju pula hendak merangkul Lilani. Gadis ini sekarang sudah seperti seorang gila dan gelap mata. Sebelum tangan orang ke dua ini dapat menyentuh bajunya ia kembali mengirim serangan dengan pukulan keras ke arah dada disusul dengan tendangan ke arah lambung pemabukan ini. Terdengar jerit keras dan pemabukan ke dua ini pun roboh dalam keadaan mati!
"Eh, eh, eh, apakah yang terjadi di sini?" Seorang pelayan hotel datang berlari-lari sambil membawa sebuah lampu minyak. Akan tetapi, jawaban yang didapat hanyalah sebuah
pukulan tiba-tiba yang tepat mengenai lehernya. Pelayan ini terputar di atas kakinya lalu roboh. Celaka baginya, lampu yang dibawanya itu jatuh menimpanya dan terbakarlah pakaiannya!
Melihat betapa di dalam cahaya api, pelayan itu berkelojotan, Lilani memandang dengan muka sepucat mayat dan kedua mata terbuka lebar sedangkan kedua tangannya menutup mulutnya menahan jeritannya. Alangkah ngerinya! Dan kemudian, seperti baru sadar, ia melihat pula dua orang pemabukan yang sudah dibunuhnya di tempat itu juga. Dengan perasaan amat tergoncang gadis yang masih bertelanjang kaki ini lalu lari secepatnya, kembali Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
352 ke dalam kamarnya! Ia berdiri di tengah kamarnya sambil terengah-engah dan meramkan kedua matanya. Kepalanya terasa pening sekali, dadanya berdetak-detak seakan-akan ada orang memukul-mukulkan palu di dalamnya. Tubuhnya lemas kedua kaki menggigil dan kedua tangan gemetar. Telinganya mendengar suara gaduh yang tak karuan terdengarnya, sedangkan pemandangan yang mengerikan dari tiga mayat itu, terutama sekali pelayan yang terbakar, selalu terbayang di depan matanya.
"Aku harus tenang... harus tenang?" pikirnya dan ia lalu menjatuhkan diri di tengah kamar itu juga, duduk bersila lalu untuk menenangkan pikiran dengan bersamadhi. Untuk memperdalam lwee-kangya, memang gadis ini sudah mempelajari siulian (samadhi) dari Lie Siong.
Suara ribut-ribut di luar kamarnya itu mengagetkan Lie Siong. Pemuda ini cepat menyalakan lilin di dalam kamarnya. Lalu berjalan keluar hendak melihat apa gerangan yang ribut-ribut di tengah malam seperti itu. Ketika ia mendengar bahwa ada tiga orang terbunuh oleh seorang gadis, ia terkejut sekali. Cepat ia menuju ke kamar Lilani dan alangkah kagetnya ketika mendapat kenyataan bahwa pintu kamar gadis itu setengah terbuka! Ia cepat melangkah masuk dan biarpun kamar itu gelap, ia masih dapat melihat bayangan gadis itu duduk bersila di atas lantai. Sungguh cara siulian yang aneh, pikirnya. Mengapa tidak di atas pembaringan"
Akan tetapi, ia tidak berani mengganggu seorang yang sedang samadhi dan diam-diam hendak meninggalkan kamar itu lagi kalau saja tidak mendengar isak tertahan dari gadis itu.
"Lilani, kau kenapakah?" tanyanya heran dan kuatir. Gadis itu tidak menjawab sama sekali.
Lie Siong menjadi heran dan segera menyalakan sebatang lilin di dalam kamar itu. Ketika sinar lilin di atas meja itu sudah menerangi seluruh kamar dan ia memutar tubuh memandang, Lie Siong menjadi terkejut sekali. Dilihatnya Lilani dengan kedua kaki telanjang duduk bersila di atas lantai, pakaiannya kusut, pipinya yang amat pucat itu basah dengan air matanya.
"Lilani...!" Lie Siong melangkah maju, berlutut di dekat gadis itu dan tangannya memegang pundak kanannya. "Kau kenapa...?" Akan tetapi Lie Siong terpaksa memutuskan kata-katanya karena tiba-tiba kedua tangan Lilani mendorong dadanya dengan gerakan cepat dan amat kuat.
Lie Siong yang sama sekali tak pernah menyangka gadis ini akan menyeranginya, tidak mengelak atau menangkis sama sekali. Dadanya terdorong ke belakang dan terlempar ia ke belakang dengan cepatnya sampai membentur bangku! Lie Siong membelalakkan matanya.
Tenaga dorongan dan tarikan muka gadis lebih mengherankannya daripada sikap gadis itu sendiri. Dorongan tenaga Lilani tidak seperti biasa, akan tetapi mengandung tenaga yang kuat dan aneh, sedangkan ketika gadis itu mendorongnya, gadis memandang dengan penuh kebencian, akan tetapi bibirnya tersenyum!
"Ha, kau takkan dapat mendekatiku... kau akan mampus...." bisik gadis ini dengan suara aneh. Ternyata bahwa pukulan batin yang bertubi-tubi dan hebat itu membuat pikiran gadis ini terganggu dan berubah!
"Lilani..." Lie Siong melompat bangun, "apa maksudmu" Kau kenapakah...?" Melihat Lie Siong melompat bangun, gadis itu pun melompat bangun pula, menunduk dan memandangi kedua kakinya yang telanjang, lalu berkata sambil menyeringai, "Ha-ha, sepatu itu...
sepatuku! Lihat, Tai-hiap, bukankah kedua kakiku telanjang" Aku perlu sepatu... akan tetapi Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
353 sepatu itu terlalu kecil... terlalu kecil..." dan ia lalu menangis! Tiba-tiba ia menghentikan tangisnya dan berkata lagi dengan mata bersinar dan mulut tersenyum, "Aku bunuh dia! Aku bunuh mereka! Berani sekali main gila kepada Lilani, puteri kepala suku bangsa Haimi!"
Semenjak tadi, Lie Siong memandang keadaan gadis ini dengan bengong. Melihat senyum di bibir Lilani, pemuda ini merasa bulu tengkuknya meremang. Ini tidak sewajarnya, pikirnya.
Lebih-lebih terkejutnya ketika ia mendengar ucapan terakhir tentang pembunuhan yang keluar dari mulut Lilani.
"Lilani, jadi yang membunuh tiga orang di belakang hotel itu... kaukah orangnya?"
Lilani tertawa terkekeh. "Ya, aku!" teriaknya keras. "Aku Lilani sekali mencinta orang, akan berlaku setia selama hidup! Aku takkan sudi main gila dengan laki-laki lain, lebih baik aku mati! Kubunuh mereka itu, kubakar dia hidup-hidup!" Dan tiba-tiba gadis ini lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan sambil tersedu-sedu. Lie Siong berdiri tertegun, hatinya terharu bukan main ketika mendengar Lilani berkata seperti keluhan menyedihkan, "Taihiap... Tai-hiap... aku cinta padamu..."
Teriakan Lilani telah terdengar oleh orang-orang yang berada di luar kamar dan kini mereka menyerbu ke arah kamar Lilani sambil berteriak-teriak,
"Tangkap pembunuh! Tangkap siluman perempuan...!"
Memang tadi ketika Lilani berlari kembali ke kamarnya, kebetulan sekali ada seorang tamu yang menjenguk dari jendelanya karena ia tertarik oleh teriakan-teriakan dua orang pemabukan yang terpukul oleh Lilani. Maka ketika terjadi geger, ia lalu menceritakan pengalamannya dan kini mendengar teriakan-teriakan Lilani yang mengaku bahwa dia yang membunuh tiga orang itu, semua orang lalu menyerbu ke arah kamar Lilani!
Ketika belasan orang itu telah berada di depan pintu kamar Lilani, mereka tiba-tiba berhenti karena siapa orangnya yang tidak merasa gentar menghadapi seorang siluman wanita yang sebentar saja sudah membunuh tiga orang laki-laki dalam keadaan mengerikan"
"Siluman perempuan, menyerahlah untuk kami bawa ke depan pengadilan! Kalau kau
melawan kami akan mengeroyok dan membakarmu!" teriak seorang di antara para penyerbu itu.
Lilani yang mendengar ini lalu bangkit berdiri, wajahnya menyeramkan. "Akan kubunuh kalian semua!" katanya.
Lie Siong merasa gelisah sekali. "Lilani, jangan..." katanya. Akan tetapi Lilani tidak peduli dan hendak melompat menerjang keluar. Lie Siong mendahuluinya, mengirim serangan kilat dan robohlah gadis itu dalam pelukannya dengan tubuh lemas tak berdaya sedikit pun juga.
"Serahkan dia kepada kami!" terdengar teriakan berulang-ulang dari para penyerbu itu. Lie Siong maklum bahwa mereka itu sedang marah sekali, tak perlu bicara dengan mereka, maka ia lalu menyambar pakaian gadis itu, dan sekali ia berkelebat keluar pintu, ia telah melompat keluar sambil menggendong Lilani. Beberapa orang yang berdiri menghalangi pintu terlempar ke kanan kiri ketika terdorong oleh sebelah tangannya! Lie Siong tidak mempedulikan teriakan-teriakan mereka, dan langsung ia memasuki kamarnya, menyambar pedang dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
354 buntalannya, dikejar beramai-ramai oleh orang-orang itu. Akan tetapi ketika mereka tiba di depan kamar pemuda ini Lie Siong telah berkelebat keluar dan orang-orang itu hanya berdiri melongo ketika melihat betapa pemuda yang menggendong gadis itu sekali mengenjotkan tubuh, telah dapat melompat ke atas genteng dan menghilang di dalam gelap!
Ketika Lie Siong melihat betapa keadaan gadis itu makin lama makin tidak beres pikirannya, ia menjadi bingung sekali. Ia tidak tega dan merasa amat kasihan kepada Lilani, sungguhpun harus ia akui bahwa ia tidak mencinta gadis ini seperti cinta Lilani kepadanya. Ia hanya merasa kasihan dan bertanggung jawab. Kini melihat keadaan Lilani yang demikian, ia merasa makin kasihan. Hatinya tidak tega untuk meninggalkan gadis ini, sungguhpun ia tahu kalau ia terus menerus berada di dekat gadis ini, ia takkan dapat bergerak bebas. Sekarang ia hendak mencari Lo Sian untuk bertanya tentang keadaan ayahnya, akan tetapi dengan Lilani yang telah menjadi gila ini di dekatnya, bagaimana ia dapat mencapai maksudnya" Untuk membiarkan gadis ini terlepas seorang diri saja, ia tak sampai hati.
Akhirnya ia teringat kepadaThian Kek Hwesio di kuil Siauw-lim-si di kota Kiciu. Bukankah dulu pendeta gundul yang gemuk itu pernah mengobati Lo Sian" Pikiran ini membuat ia merubah niatnya untuk ke Shaning, dan ia langsung membawa Lilani ke Ki-ciu. Ketika ia memasuki kuil itu, mau tak mau ia berdebar dan mukanya berubah merah. Ia teringat betapa di sini ia bertempur melawah Lili, puteri Pendekar Bodoh itu dan betapa ia terluka pundaknya akan tetapi berhasil merampas sebuah sepatu gadis itu yang sampai kini masih disimpannya baik-baik di dalam kantong bajunya!
Thian Kek Hwesio menerimanya dengan muka ramah tamah. Hwesio ini segera mengenalnya sebagai pemuda yang mengaku menjadi putera Lie Kong Sian, maka ia segera menyambut dengan ucapan halus,
"Anak muda, keperluan apakah yang membawamu datang ke tempatku yang buruk ini"
Jangan kau menghunus pedangmu, pinceng sama sekali tidak pandai melayanimu dan pinceng paling takut melihat berkelebatnya pedang!"
Makin merah wajah Lie Siong mendengar sindiran ini. Betapapun kerasnya hatinya, ia masih mempunyai perasaan juga dan kalau perlu, ia dapat menjadi seorang pemuda yang ramah tamah, sopan santun, dan halus. Memang pemuda ini merupakan bayangan ke dua dari sifat ibunya, Ang I Niocu, Pendekar Baju Merah yang aneh itu. Ia cepat menjura dengan hormat sekali dan berkata,
"Lo-suhu, mohon kau orang tua sudi memberi maaf sebesarnya kepada aku yang muda, kasar dan bodoh. Kedatanganku ini tak lain hendak mohon pertolonganmu. Sahabatku, Nona ini, entah mengapa tiba-tiba menjadi aneh sekali dan pikirannya berubah, mohon kau orang tua sudi mengobatinya."
Thian Kek Hwesio memandang kepada Lilani dengan mata tajam, sedangkan gadis itu berdiri bengong dan sama sekali tidak melihatnya, melainkan melihat ke arah patung-patung batu sambil melamun.
"Nona, kau kenapakah?" tanya hwesio itu dengan suara halus, akan tetapi Lie Siong merasa kagum sekali karena di dalam suara yang halus ini timbul pengaruh yang kuat sekali, yang dapat membuat orang menjadi tunduk.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
355 Mungkin karena suara ini, atau memang jalan pikiran Lilani sedang ingat kepada kakeknya ketika melihat betapa hwesio itu memandangnya dengan mata mengasihani, karena tiba-tiba gadis ini lalu menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu-sedu. Kemudian Lilani berkata-kata dalam bahasa Haimi yang sama sekali tidak dimengerti oleh Lie Siong, akan tetapi ia menjadi kagum sekali karena Thian Kek Hwesio ternyata dapat mengerti ucapan gadis ini, bahkan lalu menjawab dalam bahasa Haimi pula!
"Sicu, sahabatmu ini menderita tekanan batin yang hebat sehingga mengganggu urat syarafnya. Pinceng tidak tahu mengapa ia mengalami kedukaan dan kekecewaan sedemikian rupa, akan tetapi mudah sekali untuk menyembuhkannya asal saja dia mau beristirahat di sini."
Dengan girang sekali Lie Siong lalu menjura dan menghaturkan terima kasih. "Lo-suhu, sesungguhnya aku mempunyai urusan yang amat penting, maka kalau kiranya Lo-suhu sudi menolong, aku hendak meninggalkannya untuk sementara waktu di sini."
"Boleh saja, Sicu. Pinceng percaya bahwa kau tentu kelak akan datang mengambilnya kembali setelah dia menjadi sembuh. Pinceng merasa bahwa gadis ini dapat ditinggal begitu saja olehmu."
"Tentu, Lo-suhu. Aku takkan pergi lama dan pasti akan kembali mengambil Lilani, karena memang tujuan kami hendak ke utara."
"Pinceng percaya penuh kepada omongan putera Lie Kong Sian Tai-hiap."
Lie Siong memandang dengan penuh terima kasih, kemudian ia menghampiri Lilani. "Lilani, harap kau beristirahat di sini dulu dan aku akan kembali mengambilmu lagi apabila urusanku sudah selesai."
Akan tetapi gadis itu tidak menjawabnya, hanya berkata-kata dalam bahasa Haimi yang tidak dimengerti oleh Lie Siong. Akan tetapi Thian Kek Hwesio terharu ketika mendengar gadis itu berkata, "Tai-hiap, hanya kau seorang yang kucinta, dan aku akan menurut segala kata-katamu."
Ucapan yang tidak dimengerti oleh Lie Siong akan tetapi dapat dimengerti baik oleh hwesio ini membuat Thian Kek Hwesio dapat menduga bahwa gadis ini tentulah menderita asmara tak terbalas! Lie Siong lalu meninggalkan kuil dan segera menuju ke Shaning.
Demikianlah, pada malam hari itu, sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Lie Siong melompat ke atas wuwungan rumah keluarga Pendekar Bodoh. Siangnya ia telah mendapat keterangan bahwa Lo Sian masih tinggal di rumah Sie Cin Hai dan bahwa Pendekar Bodoh beserta isterinya tidak berada di rumah. Yang ada hanya Lo Sian dan Lili, puteri Pendekar Bodoh. Hal ini menggirangkan hatinya, karena betapapun juga, Lie Siong merasa gentar juga menghadapi Pendekar Bodoh suami isteri. Kepandaian puterinya saja sudah sedemikian hebat, apalagi mereka!
Ia sama sekali tidak mengira bahwa kedatangannya pada malam hari itu kebetulan sekali bertepatan dengan datangnya seorang pemuda lain, yakni Song Kam Seng! Berbeda dengan Lie Siong, maksud kedatangan ini adalah untuk membalas dendamnya kepada Pendekar Bodoh! Akan tetapi dengan kecewa Kam Seng mendengar keterangan bahwa Pendekar Bodoh Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
356 dan isterinya sedang keluar kota, maka ia lalu datang dengan maksud mencuri pedang Liong-cu-kiam, pedang yang dulu telah mengalahkan mendiang ayahnya, Song Kun!
Kedatangan Kam Seng di malam hari itu lebih dulu dari Lie Siong. Kam Seng langsung masuk ke dalam dan berhasil mencari kamar Pendekar Bodoh yang digeledahnya, akan tetapi ia tidak dapat menemukan pedang itu karena pedang itu dibawa oleh Pendekar Bodoh.
Adapun Lie Siong yang masuk dari kebun belakang, melihat tiga orang pelayan yang cepat ditotoknya sehingga mereka itu tidak berdaya lagi. Kemudian, pemuda ini lalu melayang naik ke atas loteng ketika ia melihat berkelebatnya bayangan Lili yang mencari-cari di luar rumah!
Saat yang baik itu merupakan kesempatan baginya. Ia merobohkan Lo Sian dengan totokan dan membawa orang tua itu melompat turun.
Akan tetapi, tiba-tiba ia mendengar seruan perlahan,
"Bangsat, jangan kau berani menculik Suhu!" Sesosok bayangan yang cukup gesit tiba-tiba telah menyerangnya dari samping.
Lie Siong menjadi kaget dan juga heran. Siapakah adanya pemuda yang menjadi murid Lo Sian ini" Ia cepat mengelak dan meloncat jauh, dan bahwa ilmu lari larinya hanya menang sedikit saja dari pemuda yang mengejarnya itu. Mudah saja kita duga bahwa pemuda ini bukan lain adalah Song Kam Seng yang juga sudah keluar dari gedung itu dengan tangan hampa.
Melihat pengejarnya juga dapat berlari cepat, Lie Siong lalu menyembunyikan Lo Sian yang tak dapat bergerak itu di dalam serumpun tetumbuhan, kemudian ia keluar dan menghampiri Song Kam Seng. Keduanya bertempur tanpa banyak cakap lagi dan ternyata kepandaian mereka berimbang. Harus diketahui bahwa Song Kam Seng sekarang bukan seperti dulu ketika ia dikalahkan oleh Lili. Kam Seng telah melatih diri dengan hebat dan tekunnya, telah banyak mewarisi kepandaian Wi Kong Siansu, maka tidak mudah bagi Lie Siong untuk mengalahkannya.
Dan pada saat mereka bertempur dengan serunya, datanglah Lili yang mengejar. Keduanya takut kepada gadis ini, bukan takut kalah bertempur, akan tetapi Lie Siong tidak mau usahanya membawa Lo Sian akan terganggu, adapun Song Kam Seng betapapun juga tidak mau bertempur dengan gadis yang lihai dan yang dicintainya ini. Keduanya lalu berlari dan kebetulan sekali Lili mengejar Kam Seng, mendiamkan Lie Siong yang dengan enaknya lalu dapat membawa lari Lo Sian!
Demikianlah, seperti sudah kita ketahui, Lili menjadi bingung dan sedih sekali. Ketika ia mendengar keterangan para pelayannya yang dibuat tak berdaya oleh totokan Lie Siong, barulah gadis ini dapat menduga bahwa yang datang di rumahnya malam itu adalah dua orang, yaitu Kam Seng dan Lie Siong!
Tak salah lagi, pikirnya, yang mencuri Lo-pek-hu tentulah manusia kurang ajar yang mengaku putera Ang I Niocu itu! Ia setengah dapat menduga bahwa penculikan ini tentu ada hubungannya dengan ucapan Lo Sian tentang kematian Lie Kong Sian. Rupanya ucapan itu ada betulnya dan kini pemuda yang mengaku putera Lie Kong Sian itu tentu menculik Lo Sian untuk mendapat keterangan tentang ayahnya. Hanya perbuatan Kam Seng yang
membongkar kamar dan membuka lemari ayahnya itu masih membingungkannya. Munculnya Kam Seng di malam hari di rumahnya tidak aneh, karena memang pemuda itu telah
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
357 mengancam hendak membalas dendam kepada ayahnya, akan tetapi mengapa pemuda itu membongkar-bongkar lemari seperti seorang maling biasa" Benar-benar ia tidak mengerti.
Pada keesokan harinya, Lili lalu menyerahkan perawatan rumahnya kepada para pelayan, sedangkan ia sendiri lalu pergi menyusul orang tuanya di Tiang-an. Tak enak ia berdiam di rumah saja, maka sambil mencoba untuk mengejar "pemuda kurang ajar" yang menculik Lo Sian, ia menuju ke Tiang-an untuk menyusul ayah-bundanya dan memberi laporan tentang terjadinya peristiwa itu.
*** Mari kita mengikuti perjalanan Sie Cin Hai atau Pendekar Bodoh dengan Lin Lin isterinya yang menuju ke Tiang-an untuk mengunjungi Kwee An dan Ma Hoa untuk membicarakan tentang perjodohan putera mereka. Mereka melakukan perjalanan berkuda dan seperti biasa, Lin Lin bergembira di dalam perjalanan itu sehingga suaminya seringkali memandang dengan kagum karena merasa seakan-akan isterinya ini masih seperti dulu saja! Baginya, Lin Lin sampai sekarang tidak berubah, masih seperti Lin Lin di waktu remaja puteri, lincah dan jenaka.
Jodoh Rajawali 1 Kuda Putih Karya Okt Pendekar Pemetik Harpa 33

Cari Blog Ini