Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti 2

Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


"Huang-ho Sam-eng (Tiga Pendekar Sungai Kuning), sekali lagi aku bertanya, apakah kalian tidak mau membebaskan Sui Ceng dengan baik-baik sehingga aku tak perlu turun tangan?"
"Tak mungkin, Toanio. Dengan berbuat begitu, berarti kami melanggar sumpah setia kepada mendiang Bun-pangcu!" jawab seorang di antara mereka. Memang tiga orang pemimpin yang dulu menjadi pembantu-pembantu Bun Liok Si adalah tiga saudara yang terkenal dengan julukan Huang-ho Sam-eng dan mereka ini sudah semenjak mudanya terkenal sebagai pendekar-pendekar budiman.
"Kalau begitu kalian mencari penyakit sendiri!" bentak Loan Eng.
"Kami siap sedia mengorbankan nyawa untuk Sin-to-pang!"
Loan Eng tidak banyak cakap lagi lalu langsung menggerakkan pedangnya menyerang. Tiga orang itu lalu mengurungnya, merupakan segitiga dan menggerakkan golok mereka
menangkis. Pertempuran hebat terjadi dan mata Kwan Cu yang menonton pertempuran itu dari bawah pohon menjadi silau melihat gerakan pedang dari Loan Eng. Pedang nyonya ini bergerak cepat, berkelebat kesana kemari laksana kilat menyambar-nyambar. Sebentar saja tiga orang pengeroyok menjadi terdesak hebat. Akan tetapi, benar seperti kata-kata mereka tadi, mereka melawan dengan nekat dan mati-matian, bertekad hendak melawan sampai titik darah terakhir Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
33 dalam membela perkumpulan mereka. Pengangkatan Sui Ceng sebagai keturunan langsung dari Bun Liok Si menjadi ketua perkumpulan amat perlu, untuk menjaga perkumpulan yang sudah bertahun-tahun menduduki tempat di dunia kang-ouw itu. Para anggauta semenjak Bun Liok Si tewas, menjadi lemah semangatnya dan perkumpulan itu terancam keruntuhan.
Biarpun dia sendiri tidak suka belajar ilmu silat yang dianggapnya sebagai sebagai ilmu memukul dan membunuh orang, namun melihat cara Loan Eng menggerakkan pedang
menghadapi tiga orang pengeroyoknya itu membikin Kwan Cu menjadi gembira dan kagum sekali. Ia menonton dengan sepasang matanya bersinar-sinar, dan dengan penuh perhatian dia melihat betapa sinar pedang nyonya itu mengurung tiga pengeroknya. Benar-benar amat mengherankan hatinya. Sudah jelas bahwa nyonya itu dikurung dan di keroyok tiga, akan tetapi mengapa sinar pedangnya bahkan dapat mengurung dan mengancam tiga
pengeroyoknya "
Memang ilmu pedang keluarga Thio amat hebatnya. Ini dapat dirasai oleh Huang-ho Sam-eng, dan dengan diam-diam mereka juga kagum sekali. Tidak aneh apabila ketua mereka dulu tewas dalam tangan nyonya ini. Mereka bertiga telah menerima pelajaran ilmu golok langsung dari Bun Liok Si dan di kalangan kang-ouw, kepandaian main golok dari tiga pendekar Sungai Huang-ho ini sudah terkenal sekali. Akan tetapi kini menghadapi Loan Eng, mereka benar-benar terdesak hebat dan tidak dapat menyerang karena mereka tidak sempat. Pedang Loan Eng bergerak cepat sekali dan tiap kali tertangkis oleh sebatang golok, maka pedang itu terpental dan sekaligus membuat serangan lain ke arah pengeroyok yang lain lagi! Juga tubuh nyonya cepat bagikan seekor burung walet menyambar-nyambar, sukar sekali diikuti pergerakannya.
Sementara itu, Loan Eng yang bernafsu keras untuk cepat-cepat menjatuhkan tiga orang lawannya dan segera menolong puterinya, lalu berseru nyaring dan tahu-tahu tubuhnya mencelat ke atas, kaki kanannya digerakkan secara tiba-tiba menendang ke arah golok dari pengeroyok yang berada di depannya. Terdengar suara nyaring sekali dan golok di tangan penyerang itu terpukul oleh ujung kaki sehingga pemegangnya merasa terkejut bukan main.
Bukan sembarang orang berani menendang sebatang golok yang terpegang kuat. Selagi dia terkejut dan memandang dengan mata terbelalak, Loan Eng sudah memutar pedangnya menyerang dua orang yang lain. Mereka ini terkejut sekali dan cepat mengelak mundur.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Loan Eng untuk menggerakkan pedangnya ke depan dengan kecepatan yang tak dapat terduga lebih dahulu oleh lawan-lawannya. Terdengar jerit kesakitan dan orang itu roboh dengan pundak terluka dan goloknya terlempar dari pegangan.
"Toanio, jangan bunuh orang!" berkali-kali Kwan Cu berteriak dan teriakan ini ada baiknya karena merupakan peringatan bagi Loan Eng yang sedang marah. Dengan amat cepatnya, kembali ia merobohkan dua orang lawannya dengan melukai paha dan lengan mereka, kemudian bagaikan seekor burung garuda, ia melompat ke dalam gubuk itu. Beberapa anak buah Sin-to-pang yang menghadang di pintu, sekali diterjangnya telah kocar-kacir, jatuh tunggang langgang ke kanan kiri. Benar-benar hebat sepak terjang nyonya yang sedang marah itu, laksana seekor harimau betina diganggu anaknya.
"Ibu , jangan ganggu anak buahku!" tiba-tiba Sui Ceng berseru nyaring dan seruan ini tidak saja membuat Loan Eng melengak, juga para anak buah Sin-to-pang tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut sambil menyebut ,
"Bun-siauw-pangcu!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
34 Loan Eng benar-benar tertegun sekali. Teriakan tadi membuat ia teringat kepada mendiang suaminya. Seakan-akan suaminya yang berseru tadi melalui mulut anaknya! Naik sedu sedan dalam kerongkongan nyonya itu dan tanpa banyak cakap lagi ia menyambar tubuh Sui Ceng dan dibawanya lari keluar!
Ketika Loan Eng lewat di depan Kwan Cu yang sudah berdiri di bawah pohon, ia berkata,
"Kwan Cu, terpaksa aku meninggalkan kau, anak baik! Aku hendak pergi bersama Sui Ceng.
Kelak kalau kau bertemu Sui Ceng, pesanku padamu, bantu dan jagalah dia baik-baik.
Selamat tinggal, Kwan Cu," sambil berkata demikian, Loan Eng memeluk dan mencium jidat Kwan Cu , lalu pergi cepat sekali sambil menggendong Sui Ceng!
Kwan Cu berdiri bagaikan patung dan mulutnya berkemak kemik, "Aku akan menjaga adik Ceng! Akan kujaganya baik-baik"." Dan tak terasa pula anak gundul ini menangis dengan air mata mengalir di kedua pipinya.
Anak ini merasa ditinggalkan seorang diri. Kini kembali sebatang kara, ditinggalkan kepada nasibnya sendiri. Ia tidak berduka hanya menangis saking merasa terharu saja. Belum pernah ia dikasihi orang seperti nyonya janda tadi dan ciumannya pada jidatnya menghangatkan hatinya. Seakan-akan dia kehilangan seorang ibu!
Dengan kedua kaki lemas anak ini lalu pergi dari tempat itu. Akan tetapi baru saja berjalan beberapa langkah tiba-tiba di depannya telah menghadang tiga orang pemimpin Sin-to-pang yang terluka. Luka-luka mereka hanya luka-luka kulit saja dan sebentar saja mereka telah dapat berdiri kembali. Kini kemarahan mereka tertimpa pada Kwan Cu.
"Anak gundul, kalau bukan kau yang menjadi biang keladi, tak nanti Thio-toanio dapat merebut kembali anaknya!" kata yang berjenggot kasar dan ketika tangannya melayang, sebuah tempilingan keras telah melayang ke arah Kwan Cu. Anak ini tentu saja kalah gesit dan terdengar suara "plak" yang keras sekali dan tubuh anak ini jatuh bergulingan. Ia hanya merasa pening sebentar, akan tetapi tidak merasa sakit, maka dengan cepat dia telah berdiri lagi dan memandang kepada tiga orang itu dengan sepasang matanya yang besar itu terbelalak lebar dengan sinar terang.
Pemukulnya menjadi heran sekali. Mengapa anak ini demikian kuatnya sehingga dapat menahan pukulannya" Orang ke dua lalu maju memukul ke arah dada Kwan Cu. Untuk kedua kalinya anak ini jatuh bergulingan di atas tanah dan debu mengebul. Akan tetapi kembali Kwan Cu bangun lagi dan kelihatannya tidak sakit, sama sekali anak ini tidak mengeluh.
Memang dia merasa dadanya sesak terkena hawa pukulan, akan tetapi sebuah tenaga yang tidak kelihatan seakan-akan mendesak perasaan tak enak ini dari sebelah dalam dan dalam sekejap mata saja rasa sesak itu lenyap lagi!
Sebelum Kwan Cu dapat berdiri tegak, sebuah tendangan dari orang ketiga mengenai lambungnya. Kini tubuh anak ini terlempar ke atas dan membentur batang pohon di bawah mana dia tadi duduk. Dengan menerbitkan suara keras tubuhnya tertumbuk pada pohon, lalu jatuh lagi bergulingan. Alangkah kaget dan herannya tiga pemimpin ini ketika melihat Kwan Cu kembali bangkit seperti tak pernah terjadi sesuatu.
Sekarang mereka saling pandang, juga anak buah Sin-to-pang yang telah berkumpul di situ memandang dengan muka heran. Seorang di antara pemimpin Sin-to-pang itu lalu mengambil goloknya yang tadi terlempar ke atas tanah, kemudian dengan langkah lebar dia mengejar Kwan Cu lalu mengangkat golok membacok ke arah Kwan Cu!
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
35 "Sute, jangan!" seru yang berjenggot kasar mencegah adiknya. Akan tetapi terlambat, karena golok itu telah menyambar. Kwan Cu melihat sinar golok, menjadi silau, maka dia mengangkat tangannya melindungi lehernya. Golok itu membacok lengannya, di bawah siku.
Anehnya pembacok itu merasa seperti ada tenaga yang hebat menolak goloknya dan biarpun dia berhasil melukai lengan anak itu, akan tetapi lengan anak itu tidak putus, bahkan goloknya terpental dan terlepas dari pegangannya!
Benar-benar mengherankan sekali hal ini. Tiga orang pemimpin itu benar-benar tidak mengerti. Melihat gerakan anak ini, jelas bahwa dia tidak mengerti ilmu silat, buktinya ketika dipukul, ditendang, dan dibacok, anak itu tidak mengelak atau melawan sama sekali. Akan tetapi anehnya, semua pukulan dan tendangan tidak melukainya. Bahkan lengannya kini terbabat golok yang dibacokkan dengan keras, mengapa lengan itu tidak putus, bahkan golok itu yang terlempar" Ketika mereka memandang ternyata bahwa lengan itu mengeluarkan darah banyak juga.
Hal ini sebetulnya tidak terlalu aneh. Tubuh anak ini telah memiliki tenaga mujijat dari khasiat buah ular yang dijejalkan ke dalam mulutnya oleh Tauw-cai-houw dan di samping tenaga mujijat ini. Kwan Cu juga tanpa disadarinya telah melatih diri dengan lweekang yang diajarkan oleh Loan Eng. Anak ini tekun sekali melakukan siulian (samadhi) maka diam-diam dia telah menampung tenaga lweekang di dalam tubuhnya tanpa dia ketahui sendiri!
Luka pada lengannya terasa perih sekali dan juga lengannya terasa ngilu dan lumpuh, akan tetapi benar-benar luar biasa daya tahan dari anak gundul ini. Ia hanya menggigit bibirnya dan sama sekali tidak mengeluh.
Kwan Cu menggunakan tangan kanan untuk mengusap-usap darah yang mengalir dari lenagn kirinya, sambil berkata, "Hm, Sin-to-pang hanya bisa menculik anak kecil dan melukai anak-anak pula. Apakah ini yang dahulu Bun-pangcu mengajarmu bertindak?"
Mendengar ucapan ini, pucatlah wajah tiga orang pemimpin Sin-to-pang ini. Tanpa disengaja, Kwan Cu telah mengingatkan mereka kepada larangan-larangan yang diadakan oleh
mendiang Bun Liok Si, di antaranya bahwa semua anggauta Sin-to-pang dilarang keras mengganggu wanita, anak-anak,dan orang-orang lemah! Kemudian, wajah mereka yang pucat itu menjadi makin terbelalak lebar matanya ketika melihat pemandangan yang benar-benar sukar mereka percaya. Terdengar seruan-seruan "aaahh"..","aneh?" "dia seorang anak sin-tong!" dari para anggauta Sin-to-pang.
Memang mengherankan. Beberapa kali Kwan Cu mengusap luka di lengannya dan setelah darah yang mengering di luar luka itu lenyap, ternyata kulit lengan itu telah halus lagi, tidak nampak sedikit pun tanda-tanda bekas luka! Melihat ini, tiga orang pemimpin itu lalu menjatuhkan diri berlutut, diikuti oleh semua anak buah yang berjumlah lima puluh orang!
"Sin-siauwhiap (pendekar sakti cilik), mohon maaf dan mohon petunjuk yang berharga," kata si jenggot kasar, orang tertua dari Huang-ho Sam-eng.
Benar-benar amat menggelikan kan tetapi juga mengagumkan betapa Kwan Cu yang
diperlakukan seperti ini, dapat berkata dengan sikap bersungguh-sungguh dan tenang, seakan-akan dia memang benar seorang bocah sakti.
"Cu-wi sekalian mengapa begitu ribut-ribut" Nona Sui Ceng sudah bersumpah di depan Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
36 arwah ayahnya bahwa ia menerima menjadi ketua dari Sin-to-pang , akan tetapi oleh karena ia masih sangat kecil dan belum memiliki kepandaian, mengapa dia tidak boleh ikut ibunya" Cu-wi melihat sendiri betapa hebat kepandaian Thio-toanio, kalau Siauw- pangcu (Ketua Cilik) belajar silat dari ibunya, bukankah kelak akan menjadi seorang pangcu yang benar-benar baik" Dari pada Cu-wi meributkan halnya calon pangcu itu, lebih baik Cu-wi menjaga agar perkumpulan Cu-wi tetap berjalan baik dan bersih sehingga kelak kalau Siauw-pangcu datang Cu-wi takkan dipersalahkan sebagai anggauta-anggauta yang melanggar kewajiban! Nah, aku sudah bicara, bolehkah sekarang aku pergi?"
Semua orang mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Tidak mengherankan apabila Kwan Cu dapat berbicara seperti itu, karena selama dua tahun ini memang dia amat tekun membaca kitab-kitab kuno sehingga dia tahu akan peraturan-peraturan dan filsafat-filsafat! Dasar dia mempunyai otak yang luar biasa maka apa yang dibaca itu dapat diingatnya dengan amat baik dan bahkan kalau banyak orang dewasa tidak dapat menangkap inti sari dari pada kitab-kitab kuno itu, Kwan Cu dengan bakatnya yang luar biasa dapat menyelami arti-artinya!
Kata-kata Kwan Cu itu berkesan dalam hati para anggauta Sin-to-pang sehingga mereka ini melakukan kewajiban sebagaimana mestinya sambil menanti-nanti datangnya Siauw-pangcu yang di bawa lari oleh ibunya.
Adapun Kwan Cu lau meninggalkan tempat itu, dan untuk kedua kalinya dia berjalan kemana saja kakinya membawa dirinya, tiada arah tujuan, tiada bekal selain pakaian yang menempel pada tubuhnya.
*** Lu Pin, seorang sastrawan yang amat pandai, juga terkenal sebagai seorang ahli pahat atau ahli ukir patung yang luar biasa, berkat jasa-jasanya dalam urusan pemerintahan, telah diangkat menjadi menteri oleh kaisar. Sesuai dengan bakatnya, dia dijadikan menteri urusan kebudayaan, dan karena jasa Lu Pin inilah maka pada masa itu, kebudayaan di Tiongkok diperkembang dan dipupuk. Seni-seni ukir, seni lukis dan lain-lain mendapat perhatian pemerintah. Dilihat dari luar, nampaknya penghidupan Menteri Lu Pin ini makmur dan senang, akan tetapi kalau orang melihat menteri itu duduk di dalam kamarnya seorang diri, orang itu akan melihat betapa menteri yang pandai dan berwatak jujur dan adil ini sering kali duduk termenung dan menghela nafas berulang-ulang. Pada wajahnya yang bersinar agung dan keningnya yang lebar itu terbayang kemuraman dan kedukaan hati yang besar sehingga biarpun usianya baru empat puluh tahun lebih, namun dia nampak lebih tua. Apakah yang menindih perasaan menteri yang memperoleh kedudukan tinggi ini" Banyak sekali.
Menteri Lu Pin berasal dari keluarga rakyat biasa saja, akan tetapi berkat kemauan besar dan keuletannya, dia dapat melanjutkan pelajarannya sampai mendapat gelar siucai, dan bakatnya yang memang luar biasa membuat dia menjadi seorang satrawan dan seniman yang tinggi kepandaiannya. Akan tetapi dia ketika mudanya sudah banyak menderita, bergaul dengan orang-orang senasib sependeritaan, yakni seniman-seniman yang hidupnya terlantar dan tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Kini setelah menjadi menteri, teringatlah dia akan nasib kawan-kawannya, nasib saudara saudaranya yang masih amat sengsara. Oleh karena itulah maka seringkali dia termenung dan bersedih hati. Yang lebih-lebih membuat hatinya sakit adalah keadaan kakaknya. Di dalam dunia ini dia hanya mempunyai kakaknya itu sebagai saudara satu-satunya, karena keluarga Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
37 lain sudah tidak ada lagi. Akan tetapi berbeda dengan dia, kakaknya ini menuntut penghidupan yang jauh berlainan. Kakaknya semenjak kecil biarpun bersama dia mempelajari kesusastraan, namun bakat kakaknya bukan di situ letaknya, melainkan dalam ilmu silat!
Juga, watak kakaknya ini berbeda jauh dengan dia. Kalau Lu Pin bercita-cita tinggi untuk mencapai kedudukan dan kemuliaan, adalah kakaknya itu tidak peduli akan semua ini.
Bahkan akhir-akhir ini dia mendengar kakaknya itu merantau bagaikan seorang pengemis jembel! Inilah yang amat mengganggu hatinya, akan tetapi dia tidak berdaya. Kakaknya ini selain memiliki kepandaian tinggi sekali dalam hal ilmu silat, juga mempunyai watak yang aneh. Sebelum Lu Pin diangkat menjadi menteri, pernah dia mencari dan bertemu dengan kakaknya dan ketika kakak ini di bujuk-bujuknya untuk mencari kedudukan, baik dalam hal pembesar sipil maupun militer karena kakaknya mempunyai kepandaian bun (silat), kakaknya bahkan menjadi marah dan memaki-makinya!
"Pin-te (adik Pin), apakah matamu sudah buta" Kalau mata lahirmu buta, tak mungkin mata batinmu buta pula! tidak dapatkah kau melihat betapa negara kita ini dipegang oleh orang-orang yang tak patut disebut manusia pula" Tak dapatkah kau melihat kaisar dan seluruh anggota pemerintahan adalah orang-orang yang mengutamakan kesenangan belaka, yang melakukan korupsi besar-besaran dan menginjak-injak rakyat sendiri" Apakah kau mengajak aku membantu manusia-manusia macam begitu" Cih, lebih baik aku mati saja!" demikian kakaknya ini mengakhiri kata-katanya lalu pergi meninggalkannya.
Memang semenjak kecil, kakaknya yang bernama Lu Sin itu, beradat keras, tinggi hati, dan kasar. Akan tetapi Lu Pin maklum sedalam-dalamnya bahwa di dunia ini tidak ada orang yang lebih mulia batinnya dari pada kakaknya itu! Inilah hal pertama yang membuat Lu Pin merasa menderita batinnya, biarpun dia kini telah menjadi seorang menteri berkedudukan tinggi dan dimuliakan orang senegerinya.
Soal kedua yang menekan batinnya adalah rumah tangganya. Menteri Lu Pin hanya
mempunyai seorang anak laki-laki dan puteranya ini pun sudah menikah pula dan menjabat seorang pembesar bagian sipil. Karena rumah Lu Pin besar sekali dan menteri ini tidak mau berpisah dari puteranya, dia minta agar supaya puteranya sekeluarga tinggal bersama dia.
Akan tetapi puteranya akhirnya pindah juga ke rumah lain karena mantu perempuan selalu bercekcok dengan ibu mertua!
Inilah yang memberatkan hati Menteri Lu Pin. Biarpun rumah gedung baru dari puteranya itu berada di kota raja pula dan tidak jauh, namun melihat melihat isterinya tidak akur dengan anak mantunya, sungguh merupakan hal yang sangat mengecewakan. Dan karena isteri puteranya adalah puteri dari seorang berpangkat pangeran, tentu saja dia makin merasa tidak enak. Lu Pin amat sayang kepada cucu laki-laki yang bernama Lu Thong. Anak ini tampan, bermata lebar, tidak kalah bagusnya dengan putera-putera pangeran, selalu berpakaian mewah dan manja sekali. Kadang-kadang diam-diam Lu Pin mengakui bahwa watak cucunya ini kurang baik, pemarah seperti ibunya dan pengecut seperti ayahnya, akan tetapi karena dia hanya cucu satu-satunya, maka Lu Pin amat sayang kepadanya. Sering kali menteri ini menyuruh datang cucunya itu, atau bahkan dia sendiri memerlukan datang ke rumah puteranya untuk mengunjungi dan melihat Lu Thong.
Pada suatu hari, ketika Lu Pin kebetulan sedang berada di rumah puteranya, dia mendengar Lu Thong menangis dan rewel. Ia lalu bertanya dan mendapat jawaban dari puteranya bahwa anak itu rewel sekali minta dipanggilkan guru silat yang pandai karena anak ini ingin belajar ilmu silat!
Menteri Lu Pin menghela napas. Ia mengelus-elus kepala Lu Thong yang menangis sambil Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
38 berkata, "Cucuku yang tampan. Mengapa kau ingin mempelajari ilmu kepandaian yang kasar dan mengerikan itu" Dari pada kau memegang golok atau pedang yang hanya akan
menimbulkan pertumpahan darah, aku akan lebih merasa girang dan tenteram hatiku kalau melihat kau menggerakkan alat tulis membuat syair yang baik atau lukisan yang indah!"
"Tidak, Kong-kong, aku ingin belajar silat. Dalam bermain-main, kalau berkelahi aku selalu kalah. Aku mau menjadi pendekar, mau menjadi orang gagah yang ditakuti karena
kepandaianku, bukan karena harta dan kedudukan Ayah atau Kong-kong!" anak itu
merengek-rengek dengan manja.
"Anak manja!" Ayahnya membentak marah-marah. "Apakah kau akan menjadi seorang
petualang yang liar?" kemudian dia menepuk kepalanya sendiri sambil berkata, "Hm, celaka benar. Agaknya darah Pek-hu (Uwa) yang kotor, darah petualang yang memalukan mengalir pula dalam darah anak ini!"
Tiba-tiba menteri Lu Pin memandang puteranya dengan marah. "Tutup mulutmu dan jangan kau berani mengeluarkan kata-kata kotor terhadap Sin-ko (Kakak Sin)!"
Lu Seng Hok, putera dari Lu Pin itu, memandang kepadanya dan menghela napas. "Ayah memang aneh sekali. Pek-hu Lu Sin sudah terang sekali mencemarkan nama keluarga Lu. Ia beberapa kali mengacau, mengganggu pembesar-pembesar tinggi, bahkan pernah mengacau dalam dapur istana menghabiskan makanan kaisar. Orang seperti itu bukankah hanya membikin malu kepada kita saja" Celakanya, banyak orang-orang besar mengetahui hubungan kita dengan dia."
"Sudah, Hok-ji (Anak Kok), jangan kita bicara lagi tentang Pek-humu itu. Betapapun juga, dia adalah seorang yang budiman, jauh lebih dari aku atau kau."
Seng Hok tidak berani membantah ayahnya, akan tetapi di dalam hatinya dia mengejek dan diam-diam dia berkata di dalam hati, "Huh manusia macam itu! Jembel tua memalukan, kerjanya hanya mengacau mengandalkan silatnya." Kemudian, karena tidak berani
membantah ayahnya, dia menimpakan kemarahannya kepada anaknya, yang dimaki-maki lagi.
"Kau tak perlu membuka mulut minta belajar silat lagi pendeknya, kau tidak boleh belajar silat!"
Akan tetapi kini perhatian Lu Thong tertarik ketika mendengar nama Lu Sin disebut-sebut.
"Kong-kong, apakah kakek Lu Sin itu benar-benar lihai ilmu silatnya" Aku pernah mendengar orang bilang bahwa seluruh bala tentara kerajaan tidak dapat menangkap dan melawan dia."
Menteri Lu Pin mengangguk-angguk sambil memeluk cucunya yang terkasih.
"Cucuku, kakekmu Lu Sin itu biarpun hidup sebagai petualang, namun dia seorang yang luar biasa sekali. Kepandaian silatnya pada waktu itu sukar dicari tandingannya, dan dia dijuluki Ang-bin-sinkai. Memang, kalau orang memiliki kepandaian silat seperti dia itu, barulah orang-orang tidak berani main-main terhadapnya, dan kalau saja adatnya tidak begitu kukuh dan aneh, kalau saja dia menerima pangkat, tentu dengan mudah dia akan diberi pangkat tinggi dalam bidang kemiliteran kaisar. Bahkan kaisar pernah menawarkan kedudukan Koksu (Guru Negara) kepadanya. Sayang".. dia lebih senang merantau."
"Menjadi pengemis kotor!" Lu Seng Hok menambahkan. "Anak rewel, apa kau ingin
mempunyai kepandaian silat tinggi dan kemudian menjadi seorang pengemis jembel?"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
39 Akan tetapi Lu Thong tampak diam saja. Anak kecil ini biarpun manja dan rewel, namun harus diakui bahwa dia memiliki pikiran yang amat cerdik. Ia lalu memandang kepada ayahnya dan berkata,
"Ayah, kalau kau berhasil membujuk kakek Lu Sin untuk tinggal di sini dan mengajar ilmu silat kepadaku, bukankah itu baik sekali" Selain dia tidak mengembara dan memalukan ayah, juga aku bisa mendapat pimpinan dari seorang ahli."
"Kau tidak akan belajar silat!" kata Lu Seng Hok dengan kukuh.
"Ayah, betapun juga kakek Lu Sin adalah keluarga kita. Dia masih tetap saja menggunakan nama keturunan Lu! Kalau kita mempunyai orang tua yang berkepandaian tinggi itu, apakah akan kata orang kalau aku sebagai keturunan lu tunggal, sama sekali tidak mengerti ilmu silat dan amat lemah" Kong-kong terkenal sebagai ahli bu. Ini merupakan dwi tunggal yang baik sekali dan kalau aku dapat mempelajari bun dan bu di bawah pimpinan dua orang tua ini bukankah aku akan menjadi seorang bun-bu-cwan-jai (ahli satra dan ahli silat)?"
Ketika ayah dan anak ini bersitegang mempertahankan pendirian masing-masing, Lu Pin mendengarkan saja dan mendengar ucapan Lu Thong dia menjadi girang sekali. Wajah orang tua ini berseri-seri dan dia lalu bertepuk tangan.
"Bagus, bagus sekali! Lu Thong, kaulah agaknya yang akan mengharumkan nama keluarga Lu! Hok-ji, ucapan puteramu itu betul sekali. Sekarang kita harus mencari Pek-humu Lu Sin dan kita membujuknya untuk melatih Lu Thong. Bagus sekali!"
Seng Hok setelah berpikir-pikir, juga menyetujui kehendak ayahnya ini. Ia pikir bahwa tentu saja amat baik kalau Lu Thong menjadi seorang ahli sastra merangkap ahli silat. Ayah mana yang tidak akan suka melihat puteranya menjadi seorang bun-bu-cwan-jai"
Akan tetapi mencari Ang-bin Sin-kai Lu Sin tidak semudah mencari orang lain. Nama Ang-bin Sinkai memang sudah amat terkenal, dari seorang pengemis yang paling jembel sampai kaisar sendiri mengenal nama tokoh besar yang luar biasa ini. Akan tetapi di mana adanya kakek aneh ini, tak seorang pun mengetahuinya! Dan karena sekarang sudah menyetujui untuk memberi kesempatan kepada Lu Thong belajar ilmu sialat, maka Lu Seng Hok mulai mengundang guru silat untuk memberi pimpinan dasar kepada puteranya. Akan tetapi, Lu Thong tidak demikian mudah dipuaskan hatinya. Segala macam guru silat saja, dia tidak sudi mengangkat menjadi gurunya.
Anak ini paling suka memelihara anjing dan di pekarangan depan gedung ayahnya, penuh dengan anjing-anjing yang galak, besar dan juga bagus. Ia selalu dimanja oleh ayahnya yang sengaja membeli anjing-anjing besar dan bagus. Lu Thong memelihara lebih dari sepuluh ekor anjing! Ia pernah mendengar tentang kakak kong-kongnya yang bernama Ang-bin Sinkai Lu Sin itu dan pernah mendengar cerita bahwa kakeknya ini pernah memukul mati seekor harimau tanpa menyentuh kulitnya! Oleh karena itu tiap kali ada guru silat yang diundang oleh ayahnya datang hendak mengajarnya, dia minta kepada guru silat ini untuk memukul anjingnya tanpa menyentuh kulitnya! Dan akibatnya banyak sudah guru silat yang tidak mampu merobohkan anjing itu tanpa menyentuh kulitnya, sebaliknya ada beberapa orang di antara guru-guru silat itu yang menjadi korban gigitan anjing galak! Oleh karena sebegitu jauh Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
40 Lu Thong masih juga belum mempunyai guru yang pandai dalam ilmu silat dan dia masih belum mau belajar silat. Ayahnya menjadi bingung dan juga bohwat (kehabisan akal) menghadapi anaknya yang terus rewel minta supaya kakeknya, Ang-bin Sin-kai Lu Sin, dipanggil datang!
Pada suatu hari masih pagi sekali Lu Thong sudah bermain-main di halaman gedung ayahnya.
Tiga ekor anjing yang terbesar dan terbaik menemaninya di situ. Anak ini mengajar anjing-anjingnya melompat, mencari barang yang disembunyikan, dan lain-lain.
Tiba-tiba tiga ekor anjing ini mengonggong keras dan berlari ke arah pintu. Dari pintu gerbang masuk seorang pengemis tua yang pakaiannya sudah penuh tambal-tambalan, rambutnya awut-awutan, dan kulit tubuhnya kotor dan ada penyakit gatal di sana-sini, terutama sekali pada kakinya. Ketika dia datang memasuki pintu gerbang, banyak lalat mengerubung dan mengikutinya.
Melihat pengemis ini, Lu Thong lalu memanggil anjing-anjingnya dan tiga ekor anjing yang sudah mengerti akan perintah majikan mudanya ini lalu berlari mendekati Lu Thong. Anak ini memandang tajam dan ketika melihat sikap pengemis itu berani sekali tidak seperti pengemis biasa, diam-diam dia menaruh perhatian dan dadanya berdebar. Inikah kakeknya, Ang-bin Sin-kai Lu Sin" Mukanya tidak kemerah-merahan, pikirnya. Menurut penuturan kongkongnya, juga melihat dari nama julukan "Ang-bin" atau muka merah, tentu kakek yang menjadi ahli silat itu bermuka merah. Betapapun juga dia hendak bersikap hati-hati dan agar jangan disangka kurang sopan, dia bertanya dengan halus kepada pengemis tua itu.
"Kakek tua kau masuk ke sini ada keparluan apakah?"
Pengemis itu memandang dan wajahnya nampak berseri mendengar suara dan melihat sikap yang manis dari Lu Thong ini.
"Ah, ah, benar! Pohon baik berbaah manis. Kakeknya terpelajar cucunya pun tahu sopan-santun. Bagus sekali! Siauw-kongcu (Tuan Kecil), bukankah kau putera dari Lu Seng Hok?"
Makin bergairahlah hati Lu Thong. Siapa lagi kalau bukan Ang-bin Sin-kai yang berani memanggil nama ayahnya begitu saja" Maka dia lalu mengangguk.
Pengemis itu memandang lagi penuh perhatian dan kini dia melihat ke arah pakaian Lu Thong serta hiasan rambutnya. Ia menggelengkan kepala dan berkata lagi, "Betapapun juga merak tak dapat beranak garuda! Sayang sekali, kemewahan kakeknya menurun padanya!"
Lu Thong adalah seorang anak yang cerdik dan terpelajar. Ia tahu bahwa peribahasa yang menyatakan bahwa merak tak dapat beranak garuda menyindirkan bahwa seorang pesolek anaknya pun pesolek pula. Akan tetapi karena dia menduga bahwa pengemis ini adalah kakeknya yang selama ini dicari-cari, yaitu Lu Sin, dia tidak menjadi marah, bahkan berkata,
"Kakek yang baik, ayah sedang pergi ke kantornya. Siapakah kau dan ada keperluan apakah mencari ayah?"
"Siapa mencari ayahmu" Aku datang hendak mengobrol dengan Lu Pin, kakekmu."
Hampir Lu Thong berjingkrak saking girangnya. Tak salah lagi, ini tentulah Ang-bin Sin-kai Lu Sin, kakak dari kong-kongnya itu! Akan tetapi dia masih menahan gelora hatinya dan bertanya lagi, pura-pura tidak tahu,
"Kong-kong Lu Pin tidak tinggal di sini, akan tetapi di gedung menteri sebelah kanan istana!
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
41 Kakek, siapakah namamu?"
Kakek itu nampak kecewa. "Hm, kesana aku sudah pergi. Akan tetapi penjaga mengusirku, kukira melalui ayahmu aku akan lebih mudah bertemu Lu Pin. Namaku" Ah, aku sendiri sudah tidak tahu lagi siapa namaku, Siauw-kongcu."
Dengan mata bersinar-sinar , Lu Thong lalu berkata, "Kakek yang baik, bukankah kau Ang-bin Sin-kai Lu Sin?"
Pengemis itu nampak sangat terkejut. "Kau sudah mendengar nama itu" Hm, Ang-bin Sin-kai barulah patut disebut seekor garuda. Garuda sakti yang terbang di angkasa raya, bebas lepas tidak terikat oleh sesuatu. Dia seorang yang patut dikagumi!" sehabis berkata demikian pengemis itu merangkapkan kedua tangannya ke dada dan memberi hormat ke atas!
Lu Thong terheran-heran. Pengemis ini terang sekali bukan orang sembarangan. Sikap dan kata-katanya bahkan membayangkan bahwa pengemis ini adalah seorang terpelajar pula.
Akan tetapi, jawabannya tadi membikin dia ragu-ragu kalau kakek ini Ang-bin Sin-kai, mungkinkah dia memuji-muji nama Ang-bin Sin-kai bahkan memberi hormat" Adakah kakek sakti itu demikian sombongnya"
Tiba-tiba Lu Thong mendapat sebuah pikiran yang bagus. Ia bersuit keras sambil menunjuk ke arah kakek itu dan tiga ekor anjing serentak menyalak lalu menubruk ke arah pengemis tadi! Pengemis tua itu terkejut sekali dan dengan mata terbelalak ketakutan dia melangkah mundur.
"Siauw-kongcu, tahan anjing-anjingmu! Suruh mereka mundur, lekas!"
Lu Thong tersenyum geli, "Ang-bin Sin-kai, kau adalah kakekku sendiri, siapa hendak menakut-nakutimu" Kaubunuhlah anjing-anjing busuk itu, aku takkan menyesal. Aku sengaja hendak melihat kelihaianmu, Kong-kong!"
"Hush".siapa bilang aku Ang-bin Sin-kai" Aku bukan".bukan..!" akan tetapi dia segera roboh terguling karena ditubruk oleh tiga ekor anjing yang galak-galak itu!
"Siauw-kongcu, aku adalah sahabat Lu Pin. Bagaiman kau berani menghinaku" Panggil anjing-anjingmu, lekas!"
Alangkah kecewa hati Lu Thong melihat keadaan itu. Dengan jelas sekali dia melihat betapa kakek ini amat lemah. Kalau tadinya dia merasa girang, sekarang dia amat merasa amat kecewa dan marah.
"Jadi kau bukan Ang-bin Sin-kai" Lebih baik lagi, biar anjing-anjingku mengantar kau keluar sebagai hukuman atas kelancanganmu masuk ke sini tanpa ijin!" Ia lalu memberi aba-aba kepada anjing-anjingnya untuk menyeret kakek itu keluar dari halaman.
Sungguh kasihan sekali kakek pengemis itu. Ia hanya dapat menjaga lehernya dengan kedua tangan, karena takut kalau-kalau lehernya digigit anjing-anjing yang galak itu. Anjing-anjing itu menggigit lengannya, kakinya, bajunya dan mencoba untuk menyeret keluar dari situ.
Akan tetapi, tubuh pengemis ini tinggi dan tentu saja dia terlalu berat bagi tiga ekor anjing itu.
"Siauw-kongcu".kau kejam".kau jahat! Lu Pin tidak seperti ini".lepaskan aku!" pengemis Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
42 ini berteriak-teriak kesakitan dengan lengan dan kakinya telah berdarah.
Akan tetapi Lu Thong bahkan tertawa bergelak melihat kejadian yang dianggapnya lucu ini.
"Ha-ha-ha! Orang macam ini kuanggap Ang-bin Sin-kai! Ha,ha,ha!
Merangkaklah".merangkaklah keluar! Ha,ha,ha coba kau berlomba-lomba dengan anjing-anjing itu keluar!"
Karena tidak tahan lagi digigit anjing-anjing itu, pengemis tadi sambil mengeluh lalu merangkak-rangkak keluar! Ia hendak berdiri akan tetapi tiap kali dia berdiri dia roboh kembali karena terkaman anjing-anjing itu. Baiknya dia selalu melindungi lehernya, karena kalau sampai lehernya yang digigit, pasti dia akan tewas! Baru saja dia merangkak beberapa jauhnya, dia diterkam dan diseret kembali oleh tiga ekor anjing.
Lu Thong tertawa terkekeh-kekeh melihat permainan baru ini. Ia seakan-akan melihat seekor tikus besar sekali dipermainkan oleh tiga ekor kucing yang tidak hendak membunuhnya lebih dulu sebelum puas bermain-main!
Keadaan pengemis itu makin payah, ia kini tidak minta dilepaskan, bahkan ia lalu melawan dan memukul, menggigit dan menjewer anjing-anjing itu sambil memaki-maki, "Lu Pin kau manusia durhaka! Tidak ingat kau betapa dulu kau belajar syair dari aku! Tidak ingat kau betapa dulu beberapa cawan arakku memasuki perutmu! Sekarang cucumu berlaku begini"
Ah"."
Namun Lu Thong tidak mau mempedulikan omongan yang dianggapnya hanya ocehan belaka dari seorang pengemis yang mau berpura-pura menjadi sahabat kong-kongnya. Kongkongnya, menteri Lu Pin menteri yang mulia dan berkedudukan tinggi, belajar syair dari pengemis ini" Bah, sungguh menggelikan dan menggemaskan.
"Kau menghina kong-kong, memasuki rumah ini seperti maling. Kau patut dihukum!"
katanya. Pada saat itu, dari luar pintu gerbang berlari masuk seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun, sebaya dengan Lu Thong. Anak ini berpakaian seperti pengemis dan kepalanya gundul.
"Sungguh biadab! Kejam sekali!" anak itu datang-datang berseru marah dan dia lalu memungut batu batu untuk disambitkan kepada anjing-anjing itu. Ketika sambitannya mengenai tubuh anjing, terdengar suara "buk!" dan anjing itu berkuik-kuik kesakitan lalu menjauhkan diri dari kakek pengemis. Sambitan itu cukup bertenaga dan membuat anjing itu merasa kesakitan. Akan tetapi Lu Thong telah melihat perbuatan ini menjadi marah sekali. Ia berseru beberapa kali dan memberi aba-aba kepada ketiga ekor anjingnya sehingga binatang-binatang ini kembali menyerbu kakek itu.
Anak jembel yang gundul itu menjadi marah. Karena sambitannya tidak dapat menolong kakek pengemis, dia lalu melompat ke arah Lu Thong dengan beberapa lompatan yang jauh sehingga Lu Thong menjadi kaget sekali.
"Orang kejam, hayo kau panggil anjing-anjingmu!" anak gundul itu membentak dan selain suaranya nyaring sekali, juga dari sepasang matanya bersinar api, sikapnya keren sekali dan berpengaruh.
Lu Thong memang mempunyai sifat pengecut. Melihat sikap anak gundul itu dan melihat lompatannya yang kuat tadi dia telah menjadi takut. Kini melihat anak gudul itu berdiri di Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
43 depannya dengan sikap mengancam dan memerintah hatinya menjadi gentar. Cepat dia memanggil ketiga ekor anjingnya yang segera meninggalkan kakek jembel tadi berlari menghampiri Lu Thong dengan ekor digerak-gerakkan ke kanan kiri.
Anak gundul itu lari menghampiri pengemis tua yang sudah payah, lalu menolongnya.
"Kasihan sekali kau, orang tua," katanya menghibur sambil membantu kakek itu berdiri.
Kakek pengemis itu memandang kepada anak gundul ini dengan mata terheran, penuh kekaguman.
"Siapa kau?" tanyanya sambil meringis kesakitan karena kakinya yang penuh koreng itu telah banyak kulitnya yang pecah-pecah tergigit anjing-anjing yang galak tadi.
"Aku" Namaku Lu Kwan Cu."
Tiba-tiba jembel tua itu merenggutkan tangan Kwan Cu yang memegangnya. "Jangan sentuh aku! Aku tidak sudi ditolong oleh seorang she Lu lagi!" katanya
Kwan Cu tersenyum. "Orang tua, tidak baik menilai pribadi orang dari she dan namanya!
Bukankah peribahasa dahulu kala menyatakan bahwa menilai pribudi seseorang lihatlah hati dan perbuatannya, jangan melihat nama, pakaian, dan mulutnya?"
Tiba-tiba mata kakek yang tadi memandang penuh kebencian itu, kini memandang dengan kagum dan terbelalak lebar. "Eh, anak siapakah kau" Murid siapa?"
Kwan Cu tersenyum, "Aku tidak tahu siap orang tuaku, dan aku bukan murid siapa-siapa."
Kakek itu tersenyum, dan ini mengherankan Kwan Cu. Bagaimana dengan tubuh luka-luka itu orang ini masih dapat tersenyum" Ia lalu membantu kakek itu berdiri dan kini pengemis tua itu tidak lagi menolak bantuannya.
Bagaimana Kwan Cu bisa datang ke tempat itu" Memang, anak ini telah melakukan
perjalanan jauh sekali sampai ke kota raja, tanpa ada tujuan yang tetap. Ketika dia tiba di pintu gerbang kota raja dan matanya terbelalak kagum sekali dan terheran-heran menyaksikan bangunan-bangunan yang demikian megah dan besarnya, tiba-tiba dia mendengar suara terkekeh-kekeh yang sudah di kenalnya. Ia cepat menengok dan tampaklah olehnya seorang hwesio gundul yang tubuhnya bundar seperti bola berdiri di bawah pintu gerbang itu sanbil memandangnya. Hwesio ini sedang makan makanan dari sebuah mangkok butut, yaitu mangkok yang biasanya dibawa oleh seorang hwesio untuk meminta makanan dari siapa saja yang dijumpainya pada waktu dia merasa lapar, mangkok itu dipegang di tangan kiri, tangan kanannya menjumputi makanan sedangkan di bawah lengan kanannya itu terjepit sebatang tongkat hwesio yang panjang.
"Eh, losuhu berada di sini?" Tanya Kwan Cu sambil buru-buru maju menjura .
"Ha-ha-ha, Kwan Cu, kau masih ingat kepadaku?" kata hwesio itu yang bukan lain adalah Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu yang dulu dijumpainya di pinggir laut, hwesio yang bertempur mati-matian melawan Ang-bin Sin-kai karena memperebutkan dia!
Kak Thong Taisu lalu melemparkan mangkoknya yang butut sehingga makanan itu tumpah di atas tanah. "Makanan busuk, diberi oleh seorang yang pelit!" Kemudian ia memukulkan tongkatnya ke mangkok itu, dan aneh sekali! Mangkok itu tidak menjadi hancur, bahkan lalu Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
44 mencelat keats yang segera diterimanya dengan tangannya, dan mangkok itu kini telah menjadi bersih seperti dicuci saja. "Hm, orang-orang kota raja ini semuanya kaya-kaya dan pelit-pelit, menyebalkan sekali!"
"Losuhu, kalau teecu boleh bertanya, Losuhu hendak pergi ke mana dan datang dari manakah?" tanya Kwan Cu
"Pinceng datang dari belakang dan hendak menuju ke muka," jawab hwesio tua itu seperti orang berkelakar. "Sekarang telah bertemu dengan kau, muridku, maka aku tidak khawatir lagi akan kelaparan, karena ada orang yang akan mencarikan makanan untukku!"
"Teecu bukan murid Losuhu, dan tentu saja teecu mau mencarikan makanan untuk Losuhu, yaitu kalau Losuhu merasa lapar."
Kak Thong Taisu nampak terkejut. "Apakah kau sudah bertemu Ang-bin Sin-kai dan sudah diambil murid olehnya?"
Kwan Cu menggeleng kepalanya. "Tidak, teecu tidak bertemu dengan Locianpwe itu. Akan tetapi seandainya bertemu, teecu tidak akan menjadi muridnya."
"Ha-ha-ha, kepalamu yang gundul itu keras juga kiranya!" Setelah berkata demikian, dengan tongkatnya Kak Thong Taisu mengemplang kepala Kwan Cu.
"Plak!" ujung tongkat itu mengenai kepala yang gundul itu, akan tetapi biarpun dia merasa sakit sekali dan kepalanya tiba-tiba menjadi benjol, Kwan Cu tidak menaruh hati sakit atau pun marah. Ia hanya mengejapkan matanya tiga kali untuk menahan sakit. Diam-diam dia malah merasa geli mendengar kata-kata hwesio ini. Hwesio ini sendiri mempunyai kepala yang gundul, bundar, dan besar, juga amat licin, akan tetapi masih memakinya sebagai kepala gundul! Sungguh cocok kata-kata kuno yang menyatakan bahwa mencari keburukan orang lain sama mudahnya seperti mencari kerbau di ladang, sebaliknya mengetahui keburukan sendiri sama sukarnya dengan mencari sebuah jarum di dalam tumpukan rumput kering!
"Bagaimana apakah kau masih tidak mau menjadi muridku?"
Kwan Cu menggeleng kepala dan dia teringat akan pengalaman-pengalamannya selama ini dan menarik kesimpulan bahwa hanya orang-orang ahli silat yang selalu menimbulakan keributan dan kerusuhan, serang-menyerang atau bunuh-membunuh.
"Mengapa kau tidak mau menjadi muridku" Hayo jawab dan beri penjelasan yang betul, kalau tidak akan kuketok kepalamu sampai pecah!" Hwesio gemuk itu nampak tidak sabar dan mendongkol sekali. Orang-orang muda sedunia akan berebut menjadi muridnya, dan anak gundul jembel ini, dia bahkan menampik!
"Mengapa?" Kwan Cu mengerutkan kening, mengingat-ingat lalu berkata dengan suara tetap,
"Karena teecu teringat akan peribahasa kuno yang menyatakan bahwa: binatang
menggunakan kekerasan karena dia tidak berakal, maka seorang manusia lebih rendah dari pada binatang apabila dia melakukan kekerasan. Nah, oleh karena itu, teecu tidaks uka belajar ilmu silat, Losuhu. Teecu anggap peribahasa itu tepat sekali. Binatang yang tidak berakal, mempergunakan kekerasan tanpa kesadaran, sebaliknya kalau manusia melakukan kekerasan, dia sadar sepenuhnya kalau kelakuannya itu salah dan jahat!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
45 Hwesio itu memandang kepadanya dengan mata terbelalak lebar, kemudian dia memandang keatas sambil tertawa bergelak-gelak. Suara ketawa ini keras dan hebat sekali sehingga Kwan Cu merasa tanah yang diinjaknya sampai tergetar oleh gema suara tertawa itu. Adapun orang-orang yang lewat di situ, menjadi kaget sekali, akan tetapi ketika mereka memandang dan mencoba untuk mendekati, Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu lalu memandang kepada mereka dengan mata dipelototkan. Mereka menjadi takut dan pergi lagi cepat-cepat!
"Ha, ha, ha! Lucu, lucu, lucu! Eh, Kwan Cu, kata-katamu itu membuat mataku melihat seekor lembu yang baru lahir menyusui seekor lembu tua yang menjadi neneknya!"
"Mana, Losuhu?" tanya Kwan Cu yang merasa heran. "Mana ada anak lembu yang baru terlahir dapat menyusui lembu lain, neneknya pula?"
Hwesio itu menudingkan jarinya itu kepada Kwan Cu. "Kaulah anak lembu itu! Kau hendak memberi pelajaran kepadaku tentang filsafat, bukankah itu sama saja dengan seekor anak lembu hendak menyusui neneknya" Ha,ha,ha, kau tahu satu tidak tahu lima, tahu lima tidak tahu sepuluh! Kwan Cu, tidak ada sesuatu di permukaan bumi ini yang memiliki sifat tunggal, semua tentu memiliki dua sifat yang bertentangan, dua sifat yang bagi kita manusia biasa disebut menguntungkan dan merugikan! Pernahkah kau mendengar orang mengeluh karena hari sedang hujan yang lain mengeluh karena tidak ada hujan" Pernahkah kau mendengar munculnya matahari disambut dengan senyum oleh seorang dan sebaliknya disambut dengan muka cemberut oleh orang lain" Semua hal mempunyai dua sifat, tergantung dari pada yang menghadapinya. Kekerasan tak terkecuali, memiliki dua sifat menguntungkan dan merugikan.
He, anak gundul goblok, tahukah kau sekarang bahwa belum tentu kekerasan itu salah dan jahat seperti anggapanmu tadi?"
Kwan Cu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tertarik sekali karena memang dia suka akan filsafat-filsafat kebatinan. Ia sudah terlalu banyak membaca buku kuno dan semenjak belajar membaca, otaknya sudah dijejali oleh segala macam filsafat ini.
"Benar-benarkah semua hal di dunia ini mempunyai dua sifat baik dan buruk, Losuhu?"
Hwesio itu mengangguk-anggukkan kepalanya yang bundar. "Tentu! Coba kau sebutkan sesuatu sebagai contoh."
Kwan Cu menengok ke sana ke mari, dan tiba-tiba dia menunjukkan telunjuk ke arah tahi kuda yang bertumpuk di pinggir jalan. "Apakah barang kotor itu juga mempunyai sifat baik"
Teecu menganggapnya kotor dan hanya merugikan saja, mengotori jalan, menimbulkan bau tak sedap dan menjijikkan kalau di pandang."
"Anak bodoh, itu karena kau memandangnya dari segi yang merugikan saja. Tahukah kau bahwa jekuarnya benda itu dari perut kuda mendatangkan dua macam keuntungan" Pertama, untung bagi si kuda sendiri karena kalau tidak bisa keluar perutnya akan kembung dan dia akan mati! Kedua, tahi kuda itu kalau sudah meresap ke dalam tanah menjadi pupuk yang amat baik dan menyuburkan tanah. Bukankah itu keuntungan-keuntungan belaka dan termasuk sifat-sifat baik?"
Kwan Cu melengak dan terpaksa dia tersenyum geli. Sepasang matanya yang lebar dan bersinar-sinar itu bergerak kenan kiri, menandakan bahwa otaknya yang cerdik bekerja keras.
Ia mencari akal untuk mengalahkan hwesio gemuk ini dengan pendirian yang aneh itu.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
46 "Losuhu, ada satu hal lagi. Apakah kejahatan juga mempunyai sifat baik?"
Kini Kak Thong Taisu yang melengak. Ia merasa seperti dadanya di todong oleh senjatanya sendiri. Senjata makan tuan! Akan tetapi hwesio ini adalah seorang manusia yang sudah matang luar dalam tentu saja tidak mau kalah. Sambil menggerak-gerakkan kedua matanya yang kelereng itu, dia berkata,
"Tentu saja bocah tolol! Kalau tidak ada kejahatan di dunia ini, mana mungkin ada kebaikan"
Siapa mau bicara kebaikan kalau tidak ada kejahatan" Siapa bisa mengatakan baik kalau tidak ada buruk dan mana di dunia ini ada orang berbudi kalau tidak ada orang jahat" Kejahatan merupakan imbangan dari pada kebajikan seperti Im (positif) menjadi imbangan dari pada yang (negatif) kalau salah satu tidak ada mana mungkin dunia bisa berputar dan matahari bisa terbit dan tenggelam?"
Filsafat ini terlalu berat bagi otak Kwan Cu yang masih kecil, maka untuk beberapa lama dia bengong saja.
Sebaliknya setelah berkata demikia Kak Thong Taisu tertawa bergelak. "Ha,ha,ha, anak bodoh, anak tolol!"
"Losuhu," Kwan Cu mendapatkan bahan pula ketika mendengar makian ini, "apakah
kebodohan juga mempunyai sifat baik?"
"Tentu saja, kalau tidak bodoh dulu, mana bisa menjadi pintar" Tanpa adanya kebodohan, mana manusia mengenal kepintaran?"
Dibalikkan seperti ini, Kwan Cu mulai dapat menangkap dan dia tertawa bergelak, menimpali suara ketawa hwesio gemuk itu sehingga dua orang ini tertawa-tawa, membikin orang-orang yang lewat di situ memandang terheran-heran.
"Orang-orang miring otaknya?"demikian mereka berbisik.
"Kwan Cu, kau terlalu sekali. Perutku menjadi lapar karena kau mengajakku bercakap-cakap saja. Hayo kaucarikan makanan untukku. Hanya di rumah-rumah bangsawan-bangsawan terdapat makanan enak."
Hwesio gemuk ini mengajak Kwan Cu memasuki kota raja. Kak Thong Taisu menyuruh Kwan Cu berjalan dahulu dan menyuruh anak ini minta makanan dari rumah gedung
bangsawan. Kwan Cu menurut dan kebetulan sekali dia memasuki halaman gedung dari pembesar Lu di mana dia melihat Lu Thong sedang menyuruh tiga ekor anjing-anjingnya mengeroyok seorang kakek pengemis itu sebagaimana telah di tuturkan di bagian pertama dari cerita ini.
*** "Lopek, marilah kita keluar dari halaman orang kaya ini," kata Kwan Cu sambil menolong pengemis tua yang terluka oleh gigitan-gigitan anjing tadi. Pengemis itu dengan susah payah berdiri dan merangkulkan lengan kirinya pada leher Kwan Cu dan terseok-seok mereka keluar dari tempat itu.
Akan tetapi, setelah kini anak gundul itu tidak berada di dekatnya lagi, Lu Thong timbul Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
47 keberaniannya, dia berseru keras dan tiga ekor anjing itu kembali menyalak-nyalak dan menyerbu Kwan Cu dan pengemis tua yang sedang jalan terpincang-pincang hendak keluar!
Kwan Cu tidak berdaya karena dia sedang menggandeng kakek itu keluar. Pengemis itu demikian lemah sehingga kalau dia di lepaskan pegangannya, tentu orang tua itu akan roboh!
Sebaliknya pengemis tua itu tidak mempedulikan sama sekali tiga ekor anjing yang menggonggong-gonggong dan mengurung. Wajah pengemis tua ini menjadi terang berseri dan dia bahkan bernyanyi dengan suara yang tinggi!
"Alam hidup bukan untuk diri pribadi, karenanya dapat kekal abadi! Tidak seperti lu manusia hina (siauw jin), lupa akan asal usulnya, setelah hidup mewah dan kaya, si miskin ia hina!
Mana dia akan dapat tahan lama?"
Nyanyian ini diulang-ulangi dan diam-diam Kwan Cu merasa kagum. Susunan kata-katanya amat indah dan dia puji kakek ini yang dapat menghubungkan ujar-ujar Lo Cu dengan kata-kata lain yang isinya menyinggung-nyinggung orang she Lu yang dia tidak tahu entah siapa!
Ia masih ingat bahwa bait pertama yaitu, "Alam hidup bukan untuk diri pribadi, karenanya dapat kekal abadi" adalah ujar-ujar dari nabi Lo Cu tentang pelajaran To.
Tiga ekor anjing itu mengejar terus dan pada saat mereka hendak menubruk dan menyerang dua orang yang keluar itu, tiba-tiba dari atas menyambar turun tubuh dengan kepalanya yang gundul kelimis. Kak Thong Taisu telah berada di situ, tertawa bergelak sambil berkata,
"Nyanyian orang edan!" akan tetapi biarpun dia tujukan ucapannya ini kepada kakek pengemis tadi, sebetulnya dia sama sekali tidak memperhatikan kakek pengemis dan Kwan Cu. "Cocok betul dia dengan bocah tolol." Kemudian, ketika Kak Thong Taisu melihat tiga anjing yang mengejar-ngejar pengemis itu dan Kwan Cu, matanya berseri-seri.
"Ah, anjing bagus, daging gemuk!"
Sambil berkata demikian, hwesio ini melangkah dua kali sambil menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu dia telah dapat menangkap tiga ekor anjing itu pada ekornya! Benar-benar hebat tenaga Si Tangan Seribu Kati ini, karena dia memegang tiga ekor anjing pada ekor mereka itu hanya dengan tangan kiri dan sekali lagi mengayun , terdengar suara "prak!"
dan pecahlah kepala tiga ekor anjing itu menghantam lantai!
Lu Thong memandang kejadian ini dengan mata terbuka lebar. Ia tidak marah melihat tiga ekor anjingnya dibunuh orang, bahkan dia lalu menghampiri hwesio itu dan berkata, "Losuhu, kau lebih hebat dari pada Ang-bin Sin-kai agaknya!"
Kak Thong Taisu membalikkan tubuhnya, melempar mayat tiga ekor anjing tadi, dan memandang kepada anak itu. Ia menatap wajah Lu Thong dari kepala sampai ke kakinya, penuh perhatian dan diam-diam dia mengakui bahwa anak ini pun memiliki tulang dan bakat yang baik sekali, sungguhpun tidak sebaik Kwan Cu.
"Kau tahu apa tentang Ang-bin Sin-kai?" tanyanya.
"Dia adalah kakak dari kong-kongku, mengapa aku tidak tahu" Dia lihai sekali, akan tetapi melihat kepandaian losuhu, kau berani bertaruh bahwa Losuhu tentu lebih lihai!"
"Hm, jadi kau cucu dari Lu Pin?"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
48 Lu Thong mendongkol sekali. Sudah dua kali dalam satu hari ini orang menyebut nama kakeknya begitu saja. Kakeknya Lu Pin adalah seorang menteri, bagaimana seorang pengemis tua dan seorang hwesio menyebut namanya begitu saja. Akan tetapi kali ini Lu Thong tidak mau memperlihatkan muka marah. Ia cerdik sekali dan dia ingin belajar ilmu silat, maka dia lalu menjura dan berkata,
"Betul sekali, Losuhu. Teecu yang rendah dan bodoh adalah cucu dari orang tua itu. Sayang sekali teecu bernasib buruk ."
Hwesio ini mengangkat alisnya dan memandang penuh perhatian, "Apa katamu" Bernasib buruk setelah kau mengenakan pakaian demikian indahnya, tinggal di gedung demikian mewahnya?"
Mendengar ini, tiba-tiba Lu Thong menangis, menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio itu dan merenggutkan hiasan rambut serta pakaiannya sehingga sobek-sobek. "Buat apa semua kemewahan ini, Losuhu" Teecu ingin sekali belajar ilmu silat yang tinggi."
"Kau masih cucu Ang-bin Sin-kai, apa susahnya untuk memenuhi keinginan itu ?"
"Inilah, Losuhu, yang membuat hati teecu selalu tak senang. Ang-bin Sin-kai tidak mau mengajar silat kepada teecu!"
Diam-diam Kak Thong Taisu berpikir, anak ini cukup cerdik dan berbakat baik, ia telah dikecewakan oleh Kwan Cu yang tidak mau menjadi muridnya, sekarang ada anak ini yang di tolak oleh Ang-bin Sin-kai! Mengapa dia tidak mau mengambil sebagai murid" Hendak dia lihat bagaimana Ang-bin Sin-kai kelak kalau melihat keturunannya belajar ilmu silat dari padanya!
"Eh, anak, siap namamu?"
"Teecu bernama Lu Thong."


Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Girang hati Kak Thong Taisu, karena nama anak ini ada persamaan dengan namanya .
"Kalau aku mengajar silat kepadamu bagaimana?"
Bukan main girangnya hati Lu Thong dan serta merta dia lalu menjatuhkan diri dan berlutut di depan hwesio itu, "Suhu, teecu akan belajar dengan giat!"
"Akan tetapi kau harus ikut kau merantau, menjadi pelayanku, mengemis makanan untukku dan hanya boleh makan sisa makananku. Sangggupkah?"
Tentu syarat-syarat ini amat berat, bahkan terdengar mengerikan dalam telinga Lu Thong, akan tetapi oleh karena dia memang cerdik, dia tidak mau menurutkan perasaannya. "Teecu hanya akan tunduk kepada semua perintah Suhu. Akan tetapi teecu tadi mendengar suhu memuji anjing-anjing itu sebagai daging-daging gemuk, apakah Suhu suka kalau teecu menyuruh orang memasaknya?"
Berseri wajah Kak Thong Taisu. "Tentu saja, aku sampai lupa! Sayang kalau daging-daging gemuk itu dibuang begitu saja."
Pada saat itu, beberapa orang muncul dari dalam dan mereka ini kaget sekali ketika melihat Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
49 Lu Thong berlutut di depan seorang hwesio gemuk. Mereka adalah Lu Seng Hok dan istrinya, yang diikuti oleh beberapa pelayan. Tadi Lu Thong memang telah membohong kepada pengemis tua itu ketika dia mengatakan bahwa ayahnya tidak berada di rumah.
"Thong-ji, kau sedang apa di situ" Siapa hwesio ini?" tanya Lu Seng Hok kepada anaknya dengan kening di kerutkan.
"Ayah, dia ini adalah suhuku, bernama"."Lu Thong menengok kepada Kak Thong Taisu karena dia memang belum mengetahui nama suhunya.
"Kak Thong Taisu, berjuluk Jeng-kin-jiu!" kata hwesio itu sambil tertawa dan matanya memandang kepada Seng Hok dengan sikap menggoda. Hwesio ini memang adatnya aneh sekali. Kalau orang biasa, melihat sikap kurang senang dari tuan rumah, tentu akan segera pergi akan tetapi dia sebaliknya malah sengaja mempermainkan tuan rumah dan pada saat itu pun dia mengambilkeputusan untuk tinggal di gedung ini!
Adapun Lu Seng Hok yang mendengar nama yang amat terkenal ini, diam-diam merasa makin tak senang. Nama Jeng-kin-jiu sudah amat terkenal sebagai seorang yang berwatak aneh dan ditakuti orang.
"Bukankah kau ingin berguru kepada Ang-bin Sin-kai?" tanya Seng Hok karena dia tak berani melarang begitu saja atau mengusir hwesio ini.
"Ayah, Suhu jauh lebih lihai dari pada Ang-bin Sin-kai. Lihat saja tiga ekor anjing itu. Sekali tangkap dan sekali banting, tiga ekor anjing itu telah mampus! Suhu ingin makan daging anjing, harap ayah menyuruh tukang masak segera memasaknya!"
Kak Thong Taisu tertawa bergelak. "Tak kusangka pinceng akan berada di antara keluar Lu Pin. Aha, kalau saja Ang-bin Sin-kai melihat ini. Ha-ha-ha!" kemudian dengan langkah lebar dia mengikuti muridnya dan tuan rumah memasuki gedung yang indah itu.
Demikianlah mulai hari itu Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu tinggal di rumah Lu Seng Hok, hidup senang, setiap hari minta disediakan makanan yang paling enak. Ia juga mengajar ilmu silat kepada Lu Thong dan makin gembira melihat betapa anak ini benar-benar berbakat baik.
Akan tetapi orang seperti hwesio ini, mana betah tinggal terus-terusan di dalam rumah"
Sering kali dia pergi tanpa bilang terlebih dulu dan datang pula tanpa memberi tahu. Kadang-kadang mengajak muridnya, kadang-kadang sendiri dan semua orang, termasuk Lu Thong yang sudah mengetahui watak luar biasa dari Kak Thong Taisu, tidak berani menegur.
Pendeknya, Kak Thong Taisu ini boleh berbuat apa saja yang ia suka di dalam rumah itu dan semenjak di situ ada Kak Thong Taisu menteri Lu Pin tidak mau datang ke rumah puteranya.
Hal ini untuk mencegah kejadian yang tidak enak karena sikap hwesio ini memang sangat kasar dan tidak mau menghormat sama sekali.
*** Kwan Cu berjalan bersama kakek pengemis yang luka-luka dan di sepanjang jalan kakek pengemis itumasih bernyanyi-nyanyi. Kwan Cu seorang anak yang cerdik, mendengar nyanyian yang isinya memaki-maki dan mencela orang she Lu, dia tahu bahwa kakek ini tentu dibikin sakit hati oleh she Lu.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
50 "Lopek, apakah anak bangsawan tadi she Lu?"
Kakek itu berhenti bernyanyi, lalu memandang padanya, akan tetapi sebelum dia menjawab, tiba-tiba kakek itu meramkan matanya, wajahnya semenjak tadi telah pucat dan kini matanya berkunang. Tubuhnya lemas dan dia lalu terkulai, pingsan dalam dekapan Kwan Cu. Ternyata bahwa kakek ini telah kehilangan banyak darah dan karena semenjak tadi dia menahan sakit dengan nyanyiannya, sekarang setelah dia berhenti bernyanyi, rasa sakit itu datang menyerang dirinya bagaikan gelombang besar yang menelannya!
Kwan Cu cepat menarik tubuh kakek ini dan karena anak itu diam-diam telah memiliki tenaga besar, dengan mudah dia mengangkat tubuh yang kurus kering ini dan memondongnnya ke pinggir jalan. Ia meletakkan tubuh pengemis tua itu di bawah pohon, lalu cepat pergi ke sebuah kedai yang ramai. Pelayan kedai itu baik hati dan ketika kwancu menceritakan keadaan pengemis tua yang sengsara, diberinya anak ini semangkok bubur hangat dan sedikit sisa arak. Kwan Cu menghaturkan terima kasih dan cepat kembali ke tempat dia meletakkan tubuh pengemis tua tadi. Setelah dia menuangkan sedikit arak ke dalam mulut kakek itu, maka pengemis tua ini siuman kembali dan dia menerima bubur yang disuapkan ke dalam mulutnya oleh Kwan Cu.
"Anak, kau baik sekali. Baru sekarang aku orang she Gui bertemu dengan seorang yang menaruh perhatian kepada lain orang yang sengsara," katanya dan dengan bantuan Kwan Cu, dia lalu duduk bersandar kepada sebatang pohon. Sementara itu, hari telah menjadi panas dan hawa di bawah pohon besar itu sejuk benar.
"Kita mengaso di sini dulu, eh, siapa pula namamu tadi" Kau she Lu dan namamu?"
"Kwan Cu,"jawab anak gundul itu sambil menahan perutnya yang terasa perih saking laparnya.
"Lu Kwan Cu, nama yang cukup baik, sayang she-nya itu! Eh, anak, bagaimana kau sampai bisa mempunyai she Lu?" kakek itu bertanya.
"Entahlah, Gui-lopek. Aku sendiri tidak tahu mengapa namaku Lu Kwan Cu. Aku
mendapatkan nama ini begitu saja, dan kupikir, betapapun buruknya nama ini masih lebih baik dari pada yang tidak bernama sama sekali. Pula, apakah artinya nama" Waktu lahir manusia tak bernama, dan kalau sudah mati, namanya lenyap pula bersama tubuhnya ke dalam tanah."
Kakek itu membelalakkan matanya. "Ah, benar-benar ajaib! Dari mana kau mendapatkan semua pengertian itu" Kau murid siapa?"
"Bukan murid siapa-siapa, Lopek, juga bukan anak siapa-siapa. Aku tahu semua itu dari buku-buku kuno."
"Hm, lebih aneh lagi. Seorang anak pengemis yang jembel dan miskin bisa membaca kitab".."
"Masih kalah aneh oleh seorang kakek pengemis yang ternyata ahli sastra dan syair!" kata Kwan Cu. Mereka saling pandang lalu tertawa.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
51 "Bagus, Kwan Cu. Kau tidak tahu dengan siap kau berhadapan! Ketahuilah olehmu, dahulu Menteri Lu Pin yang mulia itu pernah belajar ilmu kesusastraan padaku! Pernah pula dia tinggal di rumahku dan makan dari mangkokku. Aku adalah ahli sastra, ahli bahasa kuno dan namaku Gui Tin atau Gui-siucai bukanlah nama yang tak dikenal orang!"
"Sayang aku tidak mengenalnya, Lopek," kata Kwan Cu.
Untuk sesaat kakek ini nampak kecewa dan marah akan tetapi ketika pandang matanya bertemu dengan pandang Kwan Cu yang mengandung kejujuran, kakek ini tertawa terbahak-bahak sampai keluar air matanya!
"Aah, memang lebih mudah memaki orang dari pada memaki diri sendiri! Aku tidak lebih baik daripada manusia she Lu itu. Aku masih saja di kotori oleh kesombongan dan ingin namaku dikenal semua orang! Hanya kesombongan dan impian kosong belaka. Kau benar, Kwan Cu. Nama Gui-siucai memang nama kosong belaka. Apa anehnya pada diri seorang pengemis kelaparan yang dikeroyok anjing" Ha-ha-ha! Akan tetapi pertemuan kita ini bukan kebetulan saja, tentu telah diatur oleh Thian yang maha adil! Kau cerdas, dan kau suka akan kesusastraan. Maukah kau mengoper pengetahuan yang memberatkan jiwaku ini?"
Kwan Cu memang cerdik, akan tetapi mendengar ucapan ini, dia masih ragu-ragu akan maksudnya . "Kaumaksudkan bahwa kau hendak mengajarkan semua pengetahuan sastramu, Lopek?"
Gui tin mengangguk. "Apa kataku" Kau memang cerdas dan hanya kaulah yang akan
mewarisi pengetahuanku."
Kwan Cu merasa girang sekali. Memang dia paling senang akan kesusastraan, maka mendengar ini dia berlutut di depan kakek pengemis tadi, menyatakan kesediaan untuk
"mengoper" semua pengetahuan dari Gui-siucai.
Gui tin puas sekali. Sambil mengurut-urut kedua kakinya yang sakit-sakit, dia berkata, "Kwan Cu, setelah sekarang kita menjadi guru dan murid, ada baiknya kalau akau berterus terang.
Siapakah sebetulnya orang tuamu dan kau datang dari mana?"
Mendengar pertanyaan ini Kwan Cu menjawab sejujurnya, "Lopek sesungguhnya aku tidak membohong ketika aku berkata bahwa aku tidak tahu siapa orang tuaku dan dari mana aku datang. Seingatku tahu-tahu aku telah berada di pantai Laut Po-hai dan melihat Ang-bin Sinkai berkelahi dengan Kak Thong Taisu, karena mereka berdua memperebutkan aku untuk menjadi muridnya! Akan tetapi aku tidak mau menjadi murid mereka."
Mendengar ini, Gui Tin membelakkan matanya. "Aduh, aduh! Kalau tidak mendengar dari mulutnya sendiri, siapa yang sudi percaya" Tidak mau menjadi murid Ang-bin Sin-kai"
Benar-benar aneh pernyataan ini. Akan tetapi sudahlah, kau memang seorang sin-tong (anak ajaib) dan agaknya kau akan lebih berhasil dari pada aku. Kita anggap saja bahwa kau memang sengaja diturunkan oleh Thian untuk menguras dan mengoper semua apa yang pernah kupelajari. Sekarang, kau dengarlah riwayatku agar kau tahu orang macam apa yang sekarang menjadi gurumu."
Sampai matahari terbenam ke kaki langit sebelah barat, pengemis itu bercerita tentang riwayat hidupnya. Dia memang seorang terpelajar yang semenjak kecilnya hanya bergulung dengan Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
52 kitab-kitab saja. Selain ahli sastra dan telah lulus dalam ujian kota raja sehingga berhak menyandang gelar siucai, Gui Tin ini juga tekun sekali mempelajari kitab-kitab kuno sehingga dia berhasil memecahkan segala macam tulisan-tulisan kuno yang tidak dapat di baca oleh para sastrawan lain!
Ketika dia masih muda, banyak sekali kaum sastrawan datang kepadanya untuk menerima wejangan-wejangan atau menghisap sedikit ilmu dan tidak ada orang yang tidak mengenal Gui Tin yang disebut Gui-siucai. Akan tetapi, watak dari Gui Tin amat aneh. Ia benci akan kedudukan dan pangkat, maka ketika kaisar yang mendengar akan kepandaiannya
memanggilnya untuk diberi kedudukan tinggi, Gui Tin menolak keras! Tentu saja kaisar merasa tersinggung dan terhina, lalu menitahkn pasukan untuk menangkap Gui Tin!
Akan tetapi, para pembesar yang merasa amat kagum kepada sastrawan yang pandai ini, mencegah dan mintakan ampunan kepada kaisar sehingga hukuman kepada Gui Tin diubah, dari hukuman mati kepada hukuman buang! Ia dilarang tinggal di kota raja dan harus keluar dari situ! Gui Tin menjadi marah dan penghinaan ini membuat perubahan hebat dalam hidupnya. Ia menjadi seperti gila dan sambil berteriak-teriak memaki-maki kaisar, dia lalu keluar dari kota raja!
Sudah tentu saja perbuatannya ini membikin marah orang banyak, dan Gui Tin tentu sudah terbunuh mati kalau saja dia tidak di tolong oleh dua orang gagah yang menangkap dan membawanya pergi ke utara. Dua orang gagah ini ternyata adalah putera-putera Kaisar Mongol! Ketika itu, pemerintahan Mongol memperluas kebudayaan mereka dengan
mempelajari kitab-kitab dari Tiongkok yang dapat mereka rampas dari perpustakaan Kaisar Han. Akan tetapi karena banyak terdapat kitab-kitab yang kuno dan sukar sekali dibaca, maka setelah melihat keadaan Gui Tin, dua orang putera kaisar yang ternyata perkasa sekali itu lalu menolong Gui-siucai dan membawanya ke Mongol!
Kaisar mendengar tentang hal ini. Gui Tin lalu dianggap sebagai pengkhianat yang melarikan diri ke daerah asing, maka semua keluarganya lalu ditangkap dan dihukum mati!
Sampai belasan tahun Gui Tin tinggal di Mongolia, di mana dia bekerja untuk
menterjemahkan kitab-kitab kuno yang sukar dibaca. Dalan kesempatan ini Gui Tin memperdalam pengetahuannya dengan mempelajari bahasa-bahasa daerah yang puluhan macam banyaknya. Juga dia menemukan kitab-kitab kuno yang ternyata berisi pelajaran penting sekali tentang ilmu perang, ilmu silat dan lain-lain. Akan tetapi sebagai seorang ahli sastra, Gui Tin tidak suka mempelajari tentang ilmu silat.
Kembalilah Gui Tin menghadapi bahaya hebat ketika Kaisar Mongol minta supaya dia menterjemahkan kita-kitab ilmu perang dan ilmu silat. Tadinya memang Gui Tin mengerjakan perintah itu, namun ketika dia mendengar bahwa bala tentara Mongol makin maju dalam ilmu perangnya, dan bahkan sekarang mempunyai niat hendak menyerang ke selatan, dia menjadi terkejut dan gelisah sekali. Tidak, betatapun juga, dia tidak mau menjadi pengkhianat!
Betapapun kaisar memperlakukannya tidak adil, betapapun dia tidak suka kepada para pembesar-pembesar di negaranya sendiri yang amat korup dan lalim, namun dia masih mencinta tanah airnya, masih menjunjung tinggi negaranya sendiri! Oleh karena itu, dia menghentikan segala penterjemahan kitab-kitab perang dan ilmu silat! Biarpun demikian telah banyak ilmu perang yang di terjemahkan dan telah banyak pula ilmu silat yang tinggi-tinggi dia terjemahkan, sehingga banyak sekarang tokoh-tokoh besar di kalangan bangsa Mongol memiliki ilmu silat yang luar biasa!
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
53 Menghadapi pemogokan yang dilakukan oleh Gui Tin dalam penterjemahan ilmu silat dan ilmu perang, Kaisar Mongol menjadi marah dan hampir saja Gui Tin dibunuh kalau tidak di halangi oleh dua orang pangeran yang dulu menolongnya. Sebaliknya, Gui Tin hanya diusir dari Mongol! Untuk kedua kalinya satrawan ini diusir oleh kaisar dan kini dia pergi dengan penuh perasaan jemu menghadapi manusia.
Beberapa tahun kemudian, orang melihat seorang kakek pengemis yang kurus kering. Tak seorang pun mengetahui bahwa dia ini adalah Gui Tin atau Gui-siucai yang dahulu begitu dimuliakan orang namanya, bahkan yang dikagumi oleh kaisar dan juga kaisar mongol!
Hancur hati Gui Tin ketika dia mendengar betapa keluarganya telah dimusnahkan dan semua dijatuhi hukuman mati. Makin rusak batinnya dan dia merantau ke sana ke mari seperti seorang edan.
Kemudian dia tiba di kota raja dan teringat akan Lu Pin, seorang kawannya yang paling baik, atau boleh juga dibilang seorang bekas muridnya yang paling dia sayang. Ia juga kagum melihat bakat luar biasa dari Lu Pin dalam hal seni ukir, maka dia ingin sekali bertemu dan mengunjungi rumah Lu Seng Hok ketika mendengar bahwa Seng Kok adalah putera dari Lu Pin. Tidak tahunya, di halaman gedung ini, dia dihina dan hampir saja mati digigit anjing-anjing yang dikerahkan oleh Lu Thong, cucu dari Lu Pin bekas sahabatnya itu! Tentu saja hatinya menjadi sakit sekali dan makin bencilah dia kepada manusia, kepada dunia dan kepada diri sendiri.
"Demikianlah Kwan Cu. Kalau tidak bertemu dengan kau agaknya aku tidak melihat sesuatau lagi untuk lebih lama tingal di dunia ini. Dengan adanya kau, aku ingin hidup beberapa tahun lagi untuk menumpahkan semua yang telah kupelajari kepadamu."
Kwan Cu merasa terharu sekali, dan semenjak saat itu dia memandang kepada gurunya ini dengan penuh penghormatan, penuh kasih sayang dan dia merawat Gui Tin dengan penuh kesabaran dan kesetiaan. Ia tidak ragu-ragu untuk mengemiskan makanan untuk gurunya ini, atau menggendong tubuh gurunya yang lemah apabila perjalanan jauh membuat kaki Gui Tin pecah-pecah dan tulangnya sakit-sakit.
"Kwan Cu, aku heran sekali melihat kau. Bagaimana kau bisa berlari secepat ini dan tubuhmu begitu kuat" Bukankah kau belum mempelajai ilmu silat?" tanya Gui Tin ketika pada suatu hari Kwan Cu berlari cepat sambil menggendongnya.
"Belum pernah, Suhu. Sebetulnya, aku hanya mendapat petunjuk dari Pek-cilan Thio Loan Eng tentang cara bersamadhi dan mengatur napas, juga tentang menyalurkan hawa dari tian-tan keseluruh tubuh untuk menguatkan urat-urat dan melancarkan perjalanan darah. Entahlah, semenjak aku membiasakan siulian, aku merasa tubuhku kuat dan ringan sekali di waktu berlari."
"Hm, itulah pelajaran pokok dari ginkang dan lweekang! Anak yang baik, aku sendiri pun telah banyak menterjemahkan ilmu-ilmu itu, sayangnya aku tidak menaruh perhatian sehingga aku sudah lupa lagi dengan isinya dan tak pernah mempelajari ilmu-ilmu silat yang tinggi."
"Mengapa, Gui-lopek" Bagiku mempelajari ilmu silat sama halnya dengan mendatangkan bencana terhadap diri sendiri. Aku tidak suka belajar silat!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
54 "Ha-ha-ha, kesukaan kita sama dan pendapat kita sama pula. Sayangnya Kwan Cu, pendapat ini salah sama sekali!"
Saking herannya Kwan Cu berhenti berlari dan gurunya minta di turunkan dari gendongan.
Mereka berhenti dan duduk dipinggir jalan yang berumput.
"Mengapa begitu, Suhu?"
Gui Tin menarik napas panjang. "Memang kita kaum sastrawan memandang dunia dari segi keindahan. Kita pencinta damai dan suka akan ketentraman, sesuai dengan kehendak alam yang suci. Akan tetapi kita lupa bahwa dalam keadaan negara kacau, justru ilmu silat jauh lebih penting dan lebih cocok untuk dipergunakan bagi kebaikan seluruh manusia! Kita lupa bahwa hidup ini memang perjuangan dan perjuangan itu tergantung dari keadaan. Kalau negara sedang dalam keadaan makmur dan damai, memang ilmu silat hanya mendatangkan kekacauan saja, dan ilmu kesusastraan dan kesenianlah yang diperlukan untuk
memperkembangkan kebudayaan. Akan tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini"."
Kembali Gui Tin menarik napas panjang. "Apakah artinya kepandaian seorang ahli sastra"
Lihatlah saja Lu Pin itu biarpun dia seorang ahli sastra, namun dalam keadaan kacau ini apa yang dapat ia perbuat" Melainkan kekacauan yang keluar dari otaknya, buktinya cucunya sudah menjadi jahat karena selalu terbenam dan mabuk akan kemewahan dan kemuliaan dunia!"
"Akan tetapi, Gui-lopek. Bukankah ilmu silat itu adalah ilmu yang berdasarkan kekerasan, kasar, dan termasuk kepandaian yang jahat saja" Coba saja dipikir, untuk apa ilmu silat selain untuk dipergunakan pukulan menghantam orang lain, mempergunakan tendangan menyerang orang lain, mainkan senjata tajam untuk melukai dan membunuh" Nabi-nabi seperti Khong Cu, Lo Cu dan yang lainnya, pernahkah mereka itu mempergunakan pedang untuk
mengalahkan orang?"
Memang benar, akan tetapi mereka itupun tidak dapat mendatangkan damai di dalam negeri.
Pula, kita telah lupa bahwa yang bersifat jahat itu bukanlah ilmu silatnya, melainkan orang-orang yang memiliki ilmu itu. Ilmu kepandaian apa saja, baik bun (kesusastraan) maupun bu (ilmu silat), tetap merupakan ilmu yang tidak mempunyai sifat baik maupun buruk. Baik atau buruk tergantung dari orang yang memilikinya! Segala apa yang sudah ada di dunia ini sudah ada, dan kekal sifatnya, hanya yang tidak kekal saja yang dipengaruhi oleh baik maupun buruk. Seperti air tenang, baru bergerak kalau ada angin lalu atau sesuatu jatuh ke dalamnya."
Kwan Cu berpikir. Ada persamaan dalam omongan gurunya ini dengan ucapan Kak Thong Taisu!
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara ketawa terbahak-bahak dan muncullah seorang bertubuh tinggi besar, entah dari mana datangnya. Orang ini ternyata memiliki ginkang yang luar biasa sekali dan tahu-tahu dia berkelebat berdiri di depan Gui Tin dan Kwan Cu. Orang ini kulitnya putih, tubuhnya tegap dan nampak kuat sekali. Yang aneh adalah pakaiannya, karena pakaian yang menempel di tubuhnya berbeda dengan pakaian orang biasa. Kepalanya tertutup oleh topi kain yang di depannya terdapat bentuk seperti tanduk. Di luar bajunya yang berlengan panjang itu ditutupi oleh baju rompi lengan pendek yang indah sekali. Di luar celananya yang panjang itu tertutup pula oleh baju rok sebatas lutut. Benar-benar aneh sekali orang ini. Mukanya sama saja dengan orang Han, hanya hidungnya yang agak panjang dan bengkok ke bawah. Ia tidak berkumis namun memelihara jenggot model kambing. Di punggungnya tergantung sepasang siang-kek ( senjata tombak bercabang) yang runcing.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
55 Gui Tin memandang tajam. Kakek pengemis yang sudah banyak pengalaman ini tahu dengan orang apa dia berhadapan, maka segera dia bicara dalam bahasa yang sama sekali tidak di mengerti oleh Kwan Cu. Ternyata Gui Tin telah bicara dalam bahasa Tartar.
"Siapakah tuan dan mengapa datang menjumpai kami?"
Mendengar pertanyaan ini, orang Tartar itu tertawa lagi dan kini sepasang matanya bersinar-sinar girang. "Tidak salah lagi!" katanya dalam bahasa Han sehingga Kwan Cu dapat mengerti. "Kau tentu Gui-siucai bukan" Bagus, bagus! Tadi aku merasa heran sekali dan bertanya-tanya dalam hati apakah aku bertemu dengan dewa atau setan di tempat ini, ketika mendengar kalian ini pengemis-pengemis tua dan muda bicara tentang filsafat-filsafat demikian tingginya. Sekarang aku mengerti, kau tentu Gui-siucai. Siapa lagi kalau bukan Gui Tin si ahli sastra?"
Gui Tin bangkit dan menjura seperti laku seorang yang tahu akan sopan santun. "Memang tidak salah. Aku yang bodoh adalah Gui Tin, dan ini adalah muridku Kwan Cu. Tidak tahu siapakah Tuan?"
Orang Tartar itu tersenyum dan nampak giginya yang berbaris rapi dan putih sekali. Kalau saja hidungnya tidak demikian bengkok, dia benar-benar tampan sekali, pikir Kwan Cu sambil memandang heran. Ia menaksir usia orang ini antara tiga empat puluh tahun.
"Gui-siucai, melihat sepintas saja kau sudah tahu bahwa aku seorang Tartar, ini menandakan ketajaman matamu dan bahwa kau memang sudah matang dalam pengalaman. Juga bahasa Tartar yang kau ucapkan tadi, amat halus. Sungguh-sungguh aku sangat kagum sekali.
Ketahuilah, aku bernama An Lu Kui, adik dari perwira An Lu Shan yang sudah banyak berjasa kepada negara."
Nama An Lu Shan pada waktu itu cukup terkenal sekali, karena panglima ini memang amat gagah perkasa dan sudah banyak membuat jasa dalam membasmi serangan kecil-kecilan dari musuh di utara dan barat. Akan tetapi, sebagai seorang yang sudah jemu terhadap para pembesar baik sipil maupun militer, Gui Tin bersikap dingin saja.
"Ah kiranya Tuan adalah adik dari An-ciangkun yang ternama. Tidak tahu apakah keperluan Tuan menjumpai aku, seorang jembel miskin?"
"Ah, Gui-siucai terlalu merendahkan diri. Sebenarnya, aku datang sengaja untuk mengundangmu datang ke perbatasan utara atas perintah An-cingkun dan terutama sekali atas petunjuk dari Li Kong Hoat-ong yang menjadi penasihat dari An-ciangkun."
Gui Tin berpikir sebentar dan diam-diam dia terkejut. "Kaumaksudkan Li Kong Hoat-ong bekas raja dari suku bangsa Yu-yan" Apakah kini dia menjadi penasihat dari An-ciangkun?"
"Gui-siucai benar-benar mengenal orang-orang besar. Memang tepat sekali apa yang kauduga itu."
Biarpun dia sendiri belum pernah memangku jabatan, namun Gui Tin telah banyak
menterjemahkan buku-buku ilmu perang, maka kini timbullah semacam dugaan yng
menggelisahkan hatinya. Bangsa Yu-yan di bawah pimpinan Li Kong Hoat-ong, telah banyak Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
56 sekali mengacau negara Tiongkok, dan setelah bangsa itu dikalahkan, sekarang Li Kong Hoat-ong menjadi penasihat dari An Lu Shan. Benar bahwa An Lu Shan adalah seorang perwira yang banyak berjasa dan tenaganya terpakai sekali oleh pemerintah, akan tetapi tetap saja An Lu Shan adalah seorang bangsa Tartar, siapa tahu isi hati dari orang itu"
"Tidak, tidak. Aku tidak bisa pergi ke perbatasan utara. Aku sudah tua, tubuhku sudah lemah, tulang-tulangku sudah rapuh, tak mungkin aku dapat melakukan perjalanan sejauh itu. Harap saja tuan tidak mengganggu lagi." Sambil berkata demikian lalu Gui Tin menggandeng tangan Kwan Cu dan diajak pergi dari situ.
Akan tetapi baru saja mereka berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak dan sekali melompat, An Lu Kui telah berada di depan mereka dan orang Tartar ini mendorong sebatang pohon besar yang mengeluarkan suara keras dan tumbang, melintang dan menghalang perjalanan Gui Tin dan Kwan Cu!
Kwan Cu meleletkan lidahnya saking kagum dan terheran. Bagaimana orang dapat
mendorong roboh sebatang pohon besar demikian mudahnya" Adapun Gui Tin yang melihat ini, lalu memandang tajam dan bertanya, "Hm, kau berkepandaian tinggi! Pernah apa kau dengan Li Kong Hoat-ong?"
An Lu Kui tersenyum. "Dia adalah guruku, juga guru dari kakakku, An-ciangkun."
Makin tercekat hati Gui Tin mendengar ini. Lebih hebat lagi kalau raja Yu-yan itu menjadi guru dari An Lu Shan! Mengapa kaisar tidak mengetahui akan hal ini"
"Jadi kau hendak menggunakan kekerasan, tetap hendak membawaku ke utara?"
An Lu Kui menggeleng kepala sambil tersenyum. "Tidak sama sekali, kami mengundang Gui-siucai dengan hormat. Harap Gui-siucai sudi meluluskan permintaan kami." Setelah berkata demikian, An Lu Kui bersuit keras dan tiba-tiba dari hutan kecil tak jauh dari situ muncul lima orang yang membawa delapan ekor kuda yang besar dan kuat! Ternyata bahwa lima orang inipun orang-orang Tartar pula.
"Gui-siucai silakan naik kuda, kau juga!" kata An Lu Kui kepada Kwan Cu.
Gui Tin hendak membantah, akan tetapi Kwan Cu berkata, "Gui-lopek, tiada gunanya membantah. Biarlah kita ikut pergi dan menyerahkan nasib kepada Tuhan."
Mendengar ini, An Lu Kui tertawa. "Anak baik, siapa namamu?"
"Aku lu Kwan Cu, murid dari Gui-lopek."
Seorang kawan An Lu Kui berkata, "Ah, untuk apa membawa-bawa bocah ini" tinggalkan saja !"
"Tidak!" Gui Tin membentak marah. "Kalau Kwan Cu ditingggalkan biarpun kalian
membunuhku, aku tak sudi pergi!".
Demikianlah, Gui Tin lalu naik kuda dan Kwan Cu juga naik kuda itu di belakang gurunya, karena inilah kehendak Gui Tin yang tidak mau berpisah dari muridnya yang tercinta. Kuda-Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
57 kuda lalu dikeprak dan berlarilah binatang-binatang tunggangan yang kuat ini menuju ke utara. Rombongan ini dipimpin sendiri oleh An Lu Kui yang di perjalanan bersikap ramah tamah terhadap Gui Tin.
Perjalanan dilakukan cepat sekali, tak pernah mereka berhenti di satu kota atau dusun karena bekal makanan mereka ternyata cukup banyak. Bahkan anehnya, An Lu Kui memilih jalan sunyi dan menghindari tempat-tempat ramai.
Mereka melewati Propinsi Shan-si dan ketika telah melalui kota Ta-tung, pada suatu pagi mereka melewati padang rumput yang sunyi. Di situ hanya nampak beberapa beberapa batang pohon yang tumbuhnya berjauhan dan keadaan benar-benar sunyi. An Lu Kui nampaknya takut-takut melewati tempat ini dan beberapa kali dia menengok ke arah barat di mana nampak pegunungan kecil.
"Hayo kita percepat kuda, karena sudah dekat!" katanya memberi perintah. Kuda dilarikan makin cepat dan keadaan sunyi sekali, kecuali suara kaki kuda yang berderap-derap dan bergema di empat penjuru. Memang aneh sekali bagi Kwan Cu yang baru pertama kali datang di tempat ini. Tempat itu terbuka dan hanya terkurung pohon-pohon yang tumbuh di sana-sini seperti raksasa berdiri megah, akan tetapi suara kaki kuda itu bergema sehingga kalau didengar-dengar, seakan-akan ada banyak sekali kuda berlari datang dari segenap penjuru.
Tiba-tiba delapan ekor kuda, terutama seekor yang membawa perbekalan dan tidak di tunggangi orang, hanya dituntun oleh seorang anak buah An Lu Kui, meringkik dan mengangkat kedua kaki depan ketika tiba-tiba terdengar suara nyaring dan dua orang anak laki-laki tahu-tahu telah melompat dari atas pohon dan berdiri menghadang di tengah jalan!
Ketika itu, Kwan Cu yang duduk sekuda dengan gurunya, menjalankan kudanya di dekat An Lu Kui. Melihat betapa kuda yang di tungganginya dan kuda An Lu Kui menyeruduk maju dan pasti akan menubruk dua orang anak laki-laki yang usianya sebaya dengan dia itu, Kwan Cu tak terasa pula menjerit, "Celaka"!" Setelah berkata demikian, Kwan Cu memondong gurunya dan mengerahkan tenaganya melompat dari atas kuda yang sedang berlari cepat.
Memang dia telah memiliki ginkang di luar kesadarannya sehingga tubuhnya dapat mencelat dari atas kuda, akan tetapi oleh karena dia tidak pernah melatih ilmu melompat, dia tidak tahu cara bagaimana harus mengatur tubuhnya ketika melayang itu sehingga dia jatuh dengan kacau bersama gurunya.
Namun Kwan Cu memang berhati setia. Melihat bahwa dia dan gurunya jatuh ke tanah, dia lalu berguling dan mengatur sedemikian rupa sehingga jatuh, dia berada di bawah dan gurunya menimpa dadanya! Kepala anak ini membentur tanah kering dan debu mengebul, akan tetapi gurunya selamat!
Adapun An Lu Kui yang melihat kudanya menubruk seorang di antara dua orang anak laki-laki itu, membentak marah, "Anak gila, apakah kau ingin mampus?"
Akan tetapi, terjadilah hal-hal yang luar biasa sekali. Kuda yang tadi ditunggangi oleh Kwan Cu akan menubruk anak yang lebih kecil, akan tetapi ketika dua kaki depan kuda itu sudah terangkat akan menimpa anak itu, dia lalu menggerakkan kedua tangannya, secepat kilat menangkap dua ujung kaki dan sekali gentak saja kuda itu telah melompat ke atas melewati kepalanya sehingga dia selamat! Anak ini tertawa-tawa geli, sama sekali tidak mempedulikan kuda tadi, melainkan menudingkan jari telunjuknya ke arah Kwan Cu yang jatuh bergulingan.
"Ha-ha-ha, Suheng, kaulihat! Bocah gundul itu main komidi, lucu sekali!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
58 Adapun An Lu Kui yang kudanya menubruk anak ke dua yang lebih besar, tidak keburu mencegah sehingga kudanya itu dengan kedua kakinya menendang ke arah dada anak tadi.
Akan tetapi, dengan cepat dan tenang, anak yang besar ini lalu menusuk lutut kaki depan kuda yang sebelah kanan , yakni kaki yang berada di depan. Kuda itu mengeluarkan ringkik kesakitan dan tiba-tiba kedua kaki depannya tertekuk dan kuda itu jatuh berlutut! Baiknya An Lu Kui adalah orang yang berkepandaian tinggi, maka cepat dia dapat melayang ke atas dan berpoksai (membuat salto) beberapa kali sehingga dapat turun dengan selamat!
"Sute, kau lihat. Bukankah kuda ini lebih lucu lagi" Datang-datang dia berlutut dan memberi hormat kepadaku. Bagus, bagus!"
An Lu Kui adalah seorang yang sudah lama merantau di dunia kang-ouw dan tahulah dia bahwa dua orang anak-anak yang usianya sekitar enam tujuh tahun ini tentulah murid-murid dari orang pandai. Maka diaa tidak berani berlaku sembarangan sungguhpun dia merasa mendongkol sekali.
"Kalian ini bocah-bocah kecil murid siapakah dan mengapa menghadang perjalanan kami?"
Akan tetapi kedua orang anak kecil itu tidak menjawab dan pada saat itu terdengar suara yang membuat kuda-kuda menjadi terkejut dan gelisah. Itulah suara ketawa yang menyeramkan sekali dan ketika An Lu Kui mendengar ini tiba-tiba dia menjadi pucat sekali. Suara ketawa itu seperti suara harimau mengaum dan disusul dengan suara ketawa ini lalu terdengarlah kata-kata yang jauh sekali namun cukup membuat telinga merasa sakit saking nyaringnya,
"Heh, heh, heh! Swi Kiat dan Kun Beng, kalian berada di manakah?"
Anak yang lebih kecil, yaitu yang tadi melontarkan kuda tunggangan Kwan Cu di atas kepalanya, segera meruncingkan mulutnya dan keluarlah teriakan yang kecil akan tetapi cukup nyaring, "Teecu berdua berada di sini, Suhu!"
Kembali An Lu Kui menjadi amat terkejut sekali. Ternyata bahwa khikang dari pada anak kecil ini sudah demikian hebatnya!
Baru saja gema suara jawaban anak ini lenyap, nampak berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang laki-laki berusia sedikitnya enam puluh tahun yang tubuhnya membuat Kwan Cu hampir tertawa. Orang ini pendek dan kecil, sama sekali tidak membayangkan tanda-tanda bahwa ia adalah seorang pandai.
Akan tetapi, ketika melihat orang ini, serta merta An Lu Kui lalu melangkah maju dan menjura dengan sikap hormat sekali.
"Siauwte An Lu Kui mohon maaf apabila melanggar wilayah Pak-lo-sian Cianpwe," katanya.
Akan tetapi kakek itu tidak menghiraukan sama sekali, sebaliknya lalu menoleh kepada Gui Tin dan terdengar dia mengeluarkan suara ejekan dari hidungnnya, "Hm, apakah si bangkotan Li Kong Hoat-ong itu telah benar-benar mendapatkan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng?"
Setekah berkata demikian tiba-tiba dia menoleh kepada An Lu Kui dan pandang matanya yang tadinya suram-muram itu mendadak menjadi tajam luar biasa sehingga An Lu Kui terkejut sama sekali karena pandang mata itu seakan-akan menembusi dadanya!
An Lu Kui sesungguhnya tidak mengerti tentang kitab itu, maka dengan terus terang dia Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
59 berkata, "Locianpwe (sebutan untuk orang tua yang tingkatnya jauh lebih tinggi), siauwte sama sekali tidak tahu tentang kitab itu. Mendengarpun baru sekarang. Sesungguhnya siauwte diutus oleh suhu Li Kong Hoat-ong untuk mengundang Gui-siucai karena suhu amat mengaguminya."
Pandangan mata kakek itu benar-banar mengancam sekali dan keningnya yang keriputan itu menjadi makin nyata garis-garis keriputnya.
"Eh, kau hendak mengandalkan nama An Lu Shan dan suhumu Li Kong Hoat-ong dan tidak mau mengaku" Hayo bicara terus terang!"
"Sungguh, Locianpwe, siauwte ?""siauwte tidak tahu?" An Lu Kui yang tadinya galak itu kini nampak ketakutan.
Tiba-tiba tubuh kakek itu bergerak dan tahu-tahu dia melompat ke dekat orang Tartar itu.
Pada saat lain, sebelum An Lu Kui sempat mengelak, kakek ini telah menangkap lehernya dan sekali menggentak tubuh orang Tartar ini terlempar ke atas, tinggi sekali! Bagaikan sekarung beras tubuh An Lu Kui terlempar dan dari atas jatuh pula ke bawah tanpa berdaya sedikitpun.
Ternyata tangkapan pada lehernya tadi sekaligus telah merupakan tekanan pada jalan darahnya yang membuat dia menjadi lumpuh!
Kebetulan sekali tubuh orang Tartar itu menimpa Swi Kiat, murid terbesar dari kakek itu.
Anak ini usianya paling banyak delapan tahun, akan tetapi kepandaiannya sudah hebat. Ia menerima tubuh orang Tartar itu dengan kedua tangannya, lalu sambil tertawa lebar dia melemparkan tubuh itu kepada adik seperguruannya, yaitu yang bernama Kun Beng. Anak ini lebih muda dari Kwan Cu, paling banyak enam tahun, dan wajahnya tampan serta periang.
Sambil tertawa geli anak ini lalu menggunakan tangan kanan menahan punggung An Lu Kui yang terlempar ke arahnya, sekali tangan kirinya menepik tubuh belakang orang Tartar itu, An Lu Kui mencelat lagi ke atas dan kini melayang ke arah kakek tadi.
Kakek itu lalu menerimanya dengan menotok pundak An Lu Kui yang jatuh berdebuk di depan kakinya, akan tetapi orang Tartar itu kini telah terbebas dari totokan dan dapat bergerak. Ia menjatuhkan diri berlutut dengan muka pucat sekali.
"Locianpwe, biarpun siauwte dibunuh memang benar-benar siauwte tidak tahu tentang kitab itu," katanya dengan suara gemetar.
Kwan Cu paling tidak suka kalau orang menggunakan kekerasan, apalagi melihat kakek dan dua orang muridnya itu mempermainkan An Lu Kui yang tidak berdaya sama sekali, timbulah rasa penasaran dalam dadanya.
"Mempergunakan kepandaian untuk menghina orang, sungguh tak patut sekali. Menangkan orang lain hanya memiliki tenaga besar, menangkan diri sendiri barulah betul-betul patut disebut kuat!"
"Hush, Kwan Cu?" Gurunya mencegah dan memandang khawatir.
Kakek itu cepat menengok dan ketika melihat Kwan Cu, nampak kekaguman membayang di dalam sinar matanya.
"Hm, kau murid Gui-siucai" Tidak patut, tidak patut!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
60 "Suhu, segala kutu buku macam ini apa gunanya" Biar teecu menghajar sedikit adat sedikit padanya!" berkata Kun Beng dengan marah, akan tetapi Swi Kiat mencegahnya.
"Kalau kau katakan dia kutu buku, untuk apa melawan segala kutu buku, Sute" Tulang-tulangnya terlalu lemah, jangan-jangan dia akan mati dalam tanganmu!"
"Diamlah kalian berdua. Kulihat ada apa-apanya dalam diri anak ini." Kakek ini lalu berpaling kepada An Lu Kui. "Biarlah, memandang ucapan anak ini aku percaya padamu.
Pergilah!"
Dengan tergesa-gesa dan juga lega sekali, An Lu Kui lalu mengajak kawan-kawannya, juga Kwan Cu dan Gui Tin, untuk pergi dari situ cepat-cepat.
Ketika mereka telah membalapkan kuda dan pergi jauh sehingga kakek dan dua orang muridnya tidak nampak lagi, tiba-tiba terdengar suara kakek itu.
Biarpun orangnya tidak kelihatan, namun suaranya terdengar dekat sekali,
"Gui Tin, lain kali pada waktunya, akulah yang benar-benar akan membutuhkan bantuanmu.
Selamat jalan!"
Kwan Cu terheran-heran dan semenjak pertemuan tadi, berubahlah pandangannya terhadap ilmu silat. Sebetulnya sejak Gui Tin bicara tentang ilmu silat dan kegunaannya, dia telah tertarik sekali, akan tetapi tetap saja hasrat untuk belajar ilmu silat masih amat lemah dalam hatinya. Kini, menyaksikan keliahaian dua orang anak kecil itu, dia menjadi tertarik dan ingin sekali memiliki kepandaian seperti mereka! Inilah sifat anak-nak yang betapapun juga masih melekat dalam hatinya.
"An-sianseng (Tuan An), sebetulnya siapakah kakek yang luar biasa sekali itu?" Diam-diam Kwan Cu membandingkan kakek tadi dengan dua orang luar biasa yang pernah dijumpainya, yakni Ang-bin Sin-kai dan Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu. Melihat keadaan, keanehan dan kelihaian mereka, agaknya tiga orang itu mempunyai tingkat yang sudah tinggi sekali.
Sebetulnya An Lu Kui sedang marah, mendongkol dan penasaran sekali. Oleh seluruh barisan di bawah kakaknya, dia dianggap sebagai orang gagah yang disegani dan dihormati. Tidak tahunya, di sini dia telah mengalami penghinaan dari seorang kakek dan dua orang anak-anak.
Akan tetapi oleh karena menganggap Kwan Cu telah berjasa di hadapan kakek tadi, dia menjawab juga,
"Dia adalah seorang sakti bernama Siangkoan Hai yang berjuluk Pak-lo-sian (Dewa Tua dari Utara). Untuk daerah utara boleh dibilang dia menjadi tokoh terbesar. Biasanya biarpun orang menduga bahwa dia berada di daerah utara, dia tidak pernah muncul kecuali terjadi perkara-perkara besar dan biasanya dia tidak mau mencampuri segala urusan dunia. Kita benar-benar sial sekali bertemu dengan dia."
Akan tetapi, Gui Tin berkata perlahan kepada Kwan Cu, "Kita benar-benar beruntung bertemu dengan dia. Aku pun baru kali ini melihat wajahnya, biarpun namanya sudah lama kudengar.
Kwan Cu, perhatikanlah, di dalam duania persilatan, terdapat lima orang yang paling terkenal.
Mereka itu adalah Pak-lo-sian Siangkoan Hai yang merajai daerah utara, ke dua adalah Ang-bin Sin-kai yang menjagoi di pantai timur, ke tiga hwesio tibet bernama Hek-i Hui-mo (Iblis Terbang Jubah Hitam) yang menjadi tokoh terbesar bagian barat. Adapun orang ke empat dan Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
61 ke lima merajai daerah selatan, yakni yang seorang Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu yang sudah kau kenal dan orang ke dua adalah seorang wanita tua yang terkenal dengan nama julukan Kiu-bwe Coa-li (Ular Betina Buntut Sembilan)! Menurut berita yang kudengar, mereka berlima ini kepandaiannya seimbang dan kini mereka sedang berusaha untuk memperebutkan sebuah kitab ilmu perang dan ilmu silat yang bernama Im-yang Bu-tek Cin-keng. Tadi kuanggap ini hanya kabar angin belaka, akan tetapi setelah sikap Dewa Tua Utara tadi, agaknya betul juga kabar itu."
"Gui-lopek, apakah sesungguhnya kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang di perebutkan oleh orang-orang luar biasa itu" Dan apakah selain lima orang tokoh itu, di dunia ini tidak ada orang-orang pandai ilmu silat yang lain lagi?"
Pada saat itu An Lu Kui mendekatkan kudanya. Gui Tin memberi tanda dengan matanya agar Kwan Cu tidak banyak bicara lagi, kemudian kakek pengemis itu berkata seakan-akan menjawab pertanyaan Kwan Cu,
"Kau tanyakan tentang nama-nama tokoh besar" Ah, menyebut yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau Pek-cilan Thio Loan Eng barulah seorang wanita pendekar berilmu tinggi!"
Mendengar ini, An Lu Kui mengejek dan tersenyum. "Gui-siucai, kau orang bun mana tahu tentang tokoh-tokoh besar dalam ilmu persilatan" Kepandaian Pek-cilan biarpun aku belum tentu dapat menandinginya, namun kalau dibandingkan dengan suhu Li Kong Hoat-ong, bukankah itu sama dengan membandingkan sebuah bukit anakan dengan Gunung Thai-san?"
Akhirnya perjalanan mereka tiba di benteng penjagaan di mana An Lu Shan memimpin barisannya untuk menjaga tapal batas utara. Benteng ini besar sekali, merupakan perkampungan tersendiri, dan dikelilingi dusun-dusun yang penduduknya campur aduk, ada orang Mongol, ada suku bangsa Uigur, Cou, dan lain-lain.
Ketika Gui Tin ditinggalkan di ruang tamu berdua dengan Kwan Cu, kakek ini berkata,
"Kwan Cu, tentang kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng dan tokoh-tokoh persilatan yang kau tanyakan itu, nanti saja kalau kita sudah dapat meninggalkan tempat ini, kau kuberi tahu.
Sebetulnya, di dalam tangankulah rahasia untuk mendapatkan kitab kuno itu!"
Kwan Cu terkejut, akan tetapi sebelum dia membuka mulut, Gui Tin memberi tanda dengan telunjuk di depan mulut, dan dari dalam terdengar tindakan kaki mendatangi.
Setelah pintu terbuka, ternyata yang masuk adalah An Lu Kui sendiri bersama dua orang lain.
Seorang adalah seorang berpakaian perwira yang bertubuh gagah, sedangkan yang lain adalah seorang kakek yang bertubuh tinggi besar, berusia kurang lebih lima puluh tahun dan sikapnya agung sekali. Ia berjalan dengan tubuh tegak dan dada terangkat, seperti sikap seorang raja besar. Inilah Li Kong Hoat-ong, bekas raja bangsa Yu-yan, yang kini menjadi guru dari An Lu Shan dan An Lu Kui!.
An Lu Shan, panglima yang telah banyak membuat jasa bagi negara itu, berlaku hormat kepada Gui Tin. Ia menjura lalu berkata,
"Kami berharap saja Gui-siuahi tidak mendapat banyak kaget dan mengalami banyak kesukaran karena undangan kami ini. Telah lama kami mendengar nama besar Gui-siucai, dan biarpun selama ini pemerintah tidak memperhatikanmu, namun karena akupun seorang panglima negara, maka biarlah kauanggap aku sekarang mewakili pemerintah dan menebus kelalaian pemerintah. Gui-siucai akan hidup kecukupan di tempat kami ini."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
62 Gui Tin adalah seorang terpelajar tinggi, banyak pengalaman, dan mempunyai kecerdikan luar biasa. Akan tetapi dia adalah seorang jujur dan tidak suka memutarbalikkan omongan. Maka mendengar ucapan yang dia tahu hanya merupakan siasat untuk membela hatinya belaka ini , dia menjawab,
"An-ciangkun, aku dan muridku telah dibawa ke sini dengan paksa, lebih baik sekarang lekas katakan, pekerjaan apakah yang harus kami lakukan" Kami ingin lekas-lekas membereskan urusan ini, karena kami ibarat burung-burung yang terbang bebas di udara. Pernahkah kau mendengar akan burung-burung yang merasa suka di kurung, biar dalam kurung emas sekalipun?"
Kini Li Kong Hoat-ong yang tertawa bergelak mendengar kata-kata sastrawan terpelajar tinggi itu. Ketika ketawa, Li kong Hoat-ong menutup mulutnya dengan tangan kanan, agaknya dia hendak menjaga peraturan dan kesopanan dirinya, untuk memperlihatkan bahwa dia adalah lain dari pada orang lain, memiliki keistimewaan khusus, karena bukankah dia bekas raja"
"Gui-siucai, inilah yang dibilang bahwa makin tinggi pengertian orang, makin poloslah wataknya!" Bekas raja bangsa Yu-yan ini lalu berpaling kepada An Lu Shan dan berkata,
"Muridku, terhadap seorang terpelajar tinggi seperti Gui-siucai ini, tak perlukah kita bicarakan yang lain lagi. Kau lebih baik menerangkan saja maksud kita."
Merahlah wajah An Lu Shan saking jengahnya dan malu. Benar-benar seorang yang luar biasa sekali Gui Tin ini, pikirnya. Pakaiannya seperti pengemis, akan tetapi sikapnya agung-agungan seperti seorang pembesar tinggi saja! Akan tetapi oleh karena dia amat membutuhkan tenaga bantuan Gui-siucai, An Lu Shan menahan sabar.
Komandan ini memberi perintah agar semua penjaga pergi dari ruangan itu, lalu Gui Tin bersama muridnya diajak masuk ke dalam sebuah kamar. Yang berada di kamar itu hanya An Lu Shan, An Lu Kui, Li Kong Hoat-ong dan Gui Tin bersama Kwan Cu saja.
"Gui-siucai, sebelumnya harap kau suka bersumpah bahwa kau takkan bercerita kepada lain orang tentang hal yang akan kita bicarakan ini." kata An Lu Shan.
Gui Tin tersenyum. "Aku tak pernah bersumpah, dan tidak mau bersumpah. Kalau orang tidak percaya padaku , mengapa aku dibawa ke sini" An-ciangkun, bicaralah. Aku Gui Tin bukanlah orang yang biasa berpanjang mulut."
"Gui-siucai, kami hanya minta kepadamu untuk menterjemahkan sebuah kitab untuk kami.
Kitab itu kitab kuno sekali dan hanya kaulah orang yang akan dapat menterjemahkannya.
Kami takkan mau memeras tenaga orang dengan sia-sia, maka kau boleh tetapkan sendiri biayanya, asal kau suka mengerjakannya cepat-cepat, lebih cepat lebih baik."
Gui Tin mengerling ke arah An Lu Kui dan berkata perlahan. "Hm, agaknya benar dugaan kakek pendek kecil dulu itu?" Sebenarnya, di dalam hatinya Gui Tin terkejut sekali mendengar ucapan An Lu Shan tadi, akan tetapi secara pandai sekali dia dapat menguasai debar jantungnya.
An Lu Kui menjawab, "Memang betul Gui-siucai. Kitab itulah yang berada di tangan kami.
Oleh karena itulah kau tidak boleh membocorkan rahasia ini agar jangan sampai ada orang jahat datang merampasnya."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
63 Gui Tin mengangguk angguk. Hatinya berdebar-debar. Sudah belasan tahun dia ingin sekali melihat kitab ini, kitab yang diperebutkan oleh semua orang gagah di dunia, karena di dalam kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng ini selain terdapat ilmu-ilmu silat yang tinggi, juga di situ terdapat ilmu perang, ilmu pengobatan, dan perbintangan!
"Akan kucoba menterjemahkan, sungguhpun aku tidak berani memastikan apakah aku bisa melakukan hal itu. Bolehkah aku melihat kitabnya sekarang juga?"
Li Kong Hoat-ong bertukar pandang dengan An Lu Shan. "Mari ikut dengan aku
mengambilnya," kata komandan ini, dan beramai-ramai mereka lalu memasuki kamar komandan ini yang berada di tengah-tengah benteng. Kamar ini terjaga kuat-kuat dan agaknya takkan mudah bagi siapapun juga untuk menyerbu masuk ke dalam kamar An Lu Shan.
Setelah tiba di kamar, An Lu Shan merapatkan daun pintu, bahkan menguncinya dari dalam.
Kemudian dia menghampiri pembaringannya dan ketika dia menarik gantungan kelambu tiga kali, terdengar suara keras dan pembaringan itu terangkat naik! Di bawahnya terdapat lubang yang terbuka sendiri di lantai yang tadinya berada di kolong pembaringan, dan di dalam lubang ini terdapat sebuah peti kecil. An Lu Shan mengambil peti itu dan berkata kepada Gui Tin sambil tersenyum,
"Kitab yang banyak diinginkan oleh banyak orang jahat, kalau tidak disimpan baik-baik, tentu akan mudah hilang."
Gui Tin mengangguk-angguk dan sambil memandang ke arah peti itu dengan penuh gairah, dia berkata memuji, "An-ciangkun benar-benar teliti. Setan pun agaknya akan sukar mendapatkan kitab itu di sini!"
An Lu Shan tertawa, kemudian setelah menutup kembali pembaringan, dia menghampiri meja dan menaruh peti kecil berwarna hitam itu ke atas meja. Ketika dia membukanya, nampak sebuah kitab yang sudah tua sekali dan kertasnya kekuning-kuningan, terbungkus oleh sutera putih yang bersih.
Debar jantung Gui Tin makin menghebat dan sastrawan ini bagaikan orang kelaparan melihat paha babi panggang. Tak terasa pula dia maju mendekat.
Jodoh Rajawali 24 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Raja Naga 7 Bintang 6

Cari Blog Ini